4
TEMPAT AMAN, DIMANAKAH AKU? Indonesia merupakan suatu negara yang mempunyai luas penduduk dan daerah yang besar. Dengan jumlah populasi penduduk sebanyak 242,9 juta jiwa(1) dari total sekitar 6,7 milyar penduduk dunia dan luas daerah 1919440 km2 (2). Dengan jumlah yang mengagumkan tersebut, amat disayangkan tidak dapat diolah dan dikelola dengan baik. Masih rendahnya mutu Sumber Daya Manusia, Kemiskinan dan Ketidakserataan, Kesehatan serta Pendidikan menunjukkan potret buram Indonesia di mata dunia. Terutama masalah Pendidikan karena melalui pendidikan itulah cikal-bakal Sumber Daya Manusia Indonesia kelak nantinya. Coba saja kita bandingkan dengan negara Jepang yang mempunyai luas wilayah lebih sedikit dari Indonesia yaitu 377835 km2(2) dan jumlah penduduk 126,8 juta jiwa (1). Dengan perbandingan luas wilayah yang lebih kecil namun lebih padat penduduknya, Jepang membuktikan bahwa mereka mampu untuk lebih baik mengelola dan mengolah Sumber Daya Manusia mereka agar mampu bersaing dan membangun Jepang. Sehungga muncullah potret cerah negara Jepang. Hal ini juga ditunjukkan melalui rangking Pendidikan dunia dari Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD). Dimana Jepang meraih peringkat ke 10 dengan kemampuan membaca, matematika dan Sains diatas rata2(3). Sedangkan Indonesia makin terpuruk dengan jatuhnya peringkat dan sekarang berada di peringkat 59 dengan kemampuan membaca, matematika dan Sains dibawah rata – rata(3). Sungguh Ironis sekali mengetahui begitu besarnya perbedaan kemampuan antara Jepang dan Indonesia. Apabila

Robot Kaku Masa Kini

Embed Size (px)

DESCRIPTION

sastra

Citation preview

TEMPAT AMAN, DIMANAKAH AKU?

Indonesia merupakan suatu negara yang mempunyai luas penduduk dan

daerah yang besar. Dengan jumlah populasi penduduk sebanyak 242,9 juta jiwa(1)

dari total sekitar 6,7 milyar penduduk dunia dan luas daerah 1919440 km2 (2). Dengan

jumlah yang mengagumkan tersebut, amat disayangkan tidak dapat diolah dan dikelola

dengan baik. Masih rendahnya mutu Sumber Daya Manusia, Kemiskinan dan

Ketidakserataan, Kesehatan serta Pendidikan menunjukkan potret buram Indonesia di

mata dunia. Terutama masalah Pendidikan karena melalui pendidikan itulah cikal-bakal

Sumber Daya Manusia Indonesia kelak nantinya. Coba saja kita bandingkan dengan

negara Jepang yang mempunyai luas wilayah lebih sedikit dari Indonesia yaitu 377835

km2(2) dan jumlah penduduk 126,8 juta jiwa (1). Dengan perbandingan luas wilayah

yang lebih kecil namun lebih padat penduduknya, Jepang membuktikan bahwa mereka

mampu untuk lebih baik mengelola dan mengolah Sumber Daya Manusia mereka agar

mampu bersaing dan membangun Jepang. Sehungga muncullah potret cerah negara

Jepang. Hal ini juga ditunjukkan melalui rangking Pendidikan dunia dari Organisation

for Economic Co-operation and Development (OECD). Dimana Jepang meraih

peringkat ke 10 dengan kemampuan membaca, matematika dan Sains diatas

rata2(3). Sedangkan Indonesia makin terpuruk dengan jatuhnya peringkat dan

sekarang berada di peringkat 59 dengan kemampuan membaca, matematika dan

Sains dibawah rata – rata(3).

Sungguh Ironis sekali mengetahui begitu besarnya perbedaan kemampuan

antara Jepang dan Indonesia. Apabila dikaji dan ditelaah apa yang salah dengan

Indonesia? Sehingga tertinggal begitu jauh. Hal itu adalah Pendidikan. Dengan

pendidikan Indonesia dapat lebih maju, seperti jepang setelah menutup dirinya

selama 100 tahun, Jepang langsung mengirimkan putra – putri mereka untuk

bersekolah dan menempa ilmu diluar, begitu mereka sukses. Mereka akan kembali

ke Jepang dan memajukan Jepang hingga sampai seperti sekarang. Namun,

kenapa Indonesia tidak bisa mengikuti Jepang? Banyak juga orang Indonesia yang

sukses tapi tidak mau kembali ke Indonesia. Hanya segelintir orang yang mau dan

berkeinginan kuat untuk meninggalkan hal – hal nyaman yang telah mereka

dapatkan untuk kembali ke Indonesia dan membangun Indonesia. Lalu apa yang

salah dengan Sumber Daya Manusia di Indonesia? Kenapa Hanya sedikit yang

peduli dan mau untuk berkontribusi bagi Indonesia?. Kesemua hal tersebut datang

dari pemikiran dan mental anak – anak Indonesia. Mereka tidak mau untuk pergi

dari tempat aman yang telah mereka dapatkan di luar untuk kembali ke Indonesia

dan bergelut dengan pertikaian – pertikaian yang ada. Kenapa bisa terjadi

demikian? Karena begitulah mereka diajarkan sejak dini, mencari tempat aman

walaupun dengan jalan yang tidak baik dan hanya menguntungkan diri mereka

saja. Jika mereka pintar dan kaya, tempat aman tersebut akan terbentuk dengan

sendirinya. Jika mereka pintar namun miskin mereka harus berusaha mempunyai

koneksi agar memiliki tempat aman tersebut, mereka harus berusaha keras untuk

mengapainya. Karena pendidikan yang mereka idam – idamkan membuutuhkan

biaya besar dan mereka tidak sanggup untuk membayarnya sedangkan beasiswa

yang ada begitu banyak syarat yang susah untuk mereka sanggupi. Tempat aman

yang mereka raih akan susah mereka tinggalkan. Mereka yang bodoh tapi kaya,

tempat tersebut bisa saja tersedia berkat uang mereka dalam membeli pendidikan.

Tinggalah mereka yang bodoh dan miskin terpuruk di dasar tanpa tahu dimana

tempat aman buat mereka. Pendidikan menjadi suatu hal yang mustahil bagi

mereka. Biaya yang dibutuhkan untuk belajar, belum lagi mereka harus mencari

uang untuk hidup mereka sendiri. Jikapun ada Sekolah gratis, susah bagi mereka

untuk mendapatkan buku pelajaran karena mahalnya harga buku teks pelajaran.

Pendidikan di Indonesia identik dengan kurikulum yang banyak, waktu yang

singkat, praktek yang sedikit serta harga yang mahal. Begitu banyak hal yang

dibebankan pada siswa. Misalnya bagi siswa Sekolah Dasar, mereka harus

mampu belajar matematika, pengetahuan Alam, pengetahuan Sosial,Agama serta

materi pelajaran lain yang ditambahkan oleh sekolah. Padahal waktu untuk

menempuh itu semua tidaklah banyak, serta ekspetasi para orangtua yang

beranggapan bahwa anak mereka mampu dan bisa melalui ini semua. Jadi, anak

mereka pasti mendapatkan nilai yang bagus dan menjadi juara. Jika tidak, maka

kesalahan ada pada sang anak yang tidak mau belajar atau sang guru yang tidak

pandai mengajar. Hal ini pasti membebani sang anak, memberikan tekanan mental

pada sang anak bahwa mereka harus mendapat nilai bagus agar tidak dimarahi,

jadi mereka akan melakukan berbagai cara untuk mengapainya. Mereka

menginginkan cara yang mudah, instan untuk mendapatkan nilai tersebut. Karena

mereka berpikir mereka tidak mampu mengerti semua materi yang diajarkan agar

dapat hasil yang memuaskan. Mereka juga tidak berusaha untuk mengerti karena

kurangnya waktu yang diberikan. Mereka mulai menyontek, pertama kali mereka

takut jika ketahuan dan merasa berdosa. Mereka sadar bahwa hal ini salah, namun

setelah hasil dibagikan dan mereka mendapat nilai memuaskan. Perasan –

perasaan itu hilang dan digantikan dengan pikiran hal itu baik dan mulai

mengajarkan pada yang lain tentang enaknya menyontek. Di lain sisi, mereka

mulai belajar hal baru dari kegagalan. Jika mereka gagal dan Orangtua mereka

mampu, maka orangtua mereka akan memberikan bingkisan dapat berupa uang

atau barang yang dapat mengantikan kegagalan mereka dengan kemenangan

yang memuaskan. Mereka belajar untuk tidak takut gagal dan selalu benar selama

mereka mempunyai uang,koneksi serta kekuasaan. Membuat mereka lebih

menjadi manusia Instan, tidak mau susah bahkan menderita.

Begitulah Pendidikan Indonesia. Mendidik tapi bukan berarti semua terdidik

dengan cara yang benar.