10
Home » Kesehatan Anak » Cuci Tangan Pakai Sabun Selamatkan Anak Dari Penyakit Cuci Tangan Pakai Sabun Selamatkan Anak Dari Penyakit Posted by admin 0 Responses Diare memang merupakan salah satu penyakit yang menjadi pembunuh nomor dua untuk para balita. Untuk itu, dalam rangka perayaan Hari Cuci Tangan Pakai Sabun Sedunia (Global Handwashing Day) diharapkan akan dapat mencegah penularan penyakit ini. Untuk itu bagi orangtua juga penting untuk mengajarkan anaknya untuk mencuci tangan dengan sabun, agar anak lebih sehat. Terbangunnya budaya cuci tangan pakai sabun akan menyelamatkan ribuan anak Indonesia dari risiko penyakit diare dan berbagai penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA). Hari Cuci Tangan Pakai Sabun Sedunia harus dijadikan sebagai momentum untuk membangun budaya cuci tangan pakai sabun di rumah, sekolah, dan tempat-tempat umum lainnya. Demikian dikemukakan WASH Program Manager Plan Indonesia, Eka Setiawan, di sela-sela peringatan Hari Cuci Tangan Pakai Sabun Sedunia (Global Handwashing Day), di Bandung, Jawa Barat, Jumat (15/10/2010). Eka menjelaskan, berdasarkan kajian Badan Kesehatan Dunia (WHO), cuci tangan pakai sabun terbukti mampu mencegah angka kejadian diare hingga 45 persen. Khusus di Indonesia, tingkat kematian anak akibat diare mencapai 100.000 jiwa per tahun. “Bisa dibayangkan, berapa banyak anak akan selamat, jika kebiasaan cuci tangan pakai sabun membudaya di rumah, sekolah, serta tempat-tempat umum lainnya. Kebiasaan mencuci tangan pakai sabun harus menjadi prioritas dalam kehidupan sehari- hari,” ujarnya.

Rujukan

Embed Size (px)

DESCRIPTION

hyhyhyh

Citation preview

Page 1: Rujukan

Home » Kesehatan Anak » Cuci Tangan Pakai Sabun Selamatkan Anak Dari Penyakit

Cuci Tangan Pakai Sabun Selamatkan Anak Dari PenyakitPosted by admin 0 Responses

Diare memang merupakan salah satu penyakit yang menjadi pembunuh nomor dua untuk para balita. Untuk itu, dalam rangka perayaan Hari Cuci Tangan Pakai Sabun Sedunia (Global Handwashing Day) diharapkan akan dapat mencegah penularan penyakit ini. Untuk itu bagi orangtua juga penting untuk mengajarkan anaknya untuk mencuci tangan dengan sabun, agar anak lebih sehat.

Terbangunnya budaya cuci tangan pakai sabun akan menyelamatkan ribuan anak Indonesia dari risiko penyakit diare dan berbagai penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA). Hari Cuci Tangan Pakai Sabun Sedunia harus dijadikan sebagai momentum untuk membangun budaya cuci tangan pakai sabun di rumah, sekolah, dan tempat-tempat umum lainnya.

Demikian dikemukakan WASH Program Manager Plan Indonesia, Eka Setiawan, di sela-sela peringatan Hari Cuci Tangan Pakai Sabun Sedunia (Global Handwashing Day), di Bandung, Jawa Barat, Jumat (15/10/2010).

Eka menjelaskan, berdasarkan kajian Badan Kesehatan Dunia (WHO), cuci tangan pakai sabun terbukti mampu mencegah angka kejadian diare hingga 45 persen. Khusus di Indonesia, tingkat kematian anak akibat diare mencapai 100.000 jiwa per tahun.

“Bisa dibayangkan, berapa banyak anak akan selamat, jika kebiasaan cuci tangan pakai sabun membudaya di rumah, sekolah, serta tempat-tempat umum lainnya. Kebiasaan mencuci tangan pakai sabun harus menjadi prioritas dalam kehidupan sehari-hari,” ujarnya.

Menurutnya, diare merupakan penyebab nomor dua kematian balita di dunia. Kira-kira satu dari lima anak yang terserang diare berakhir dengan kematian, sehingga kurang lebih 1,5 juta balita di dunia meninggal karena diare setiap tahunnya.

“Kebiasaan CTPS, akan memberikan kontribusi penting terhadap pencapaian Tujuan Pembangunan Millenium (MDGs), yakni menurunkan 2/3 kasus kematian anak pada tahun 2015 yang akan datang. Ini bisa menjadi salah satu jawaban dari tantangan pencapaian target MDGs,” jelasnya.

Sejak tahun 2005, sebut Eka, Plan Indonesia aktif melakukan kegiatan untuk membangun perilaku hidup sehat di 9 wilayah kerjanya, yakni di Kabupaten Grobogan, Rembang dan Kebumen (Jawa Tengah), serta di Kabupaten Sikka, Lambata, Soe, Kefa (Nusa Tenggara Timur), dan di Kabupaten Dompu (Nusa Tenggara Barat). Kegiatan tersebut terintegrasi dalam program Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM).

Page 2: Rujukan

“Program Cuci Tangan Pakai Sabun merupakan salah satu dari lima pilar program STBM. Keempat pilar STBM lainnya adalah Penanggulangan masalah buang air besar (BAB) Sembarangan, Program Pengelolaan Air Minum Rumah Tangga, Program Pengelolaan Sampah Rumah Tangga yang aman, dan program Pengelolaan Limbah Rumah Tangga,” katanya.

Kementerian Kesehatan sendiri telah menerbitkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan tentang Strategi Nasional Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) No. 852/Menkes/SK/IX/2008, yang menetapkan CTPS sebagai salah satu pilar strategi yang penting untuk dilaksanakan di Indonesia. Dengan demikian pelaksanaan kegiatan CTPS di Indonesia dapat berkesinambungan. (Kompas.com)

http://ibuprita.suatuhari.com/cuci-tangan-pakai-sabun-selamatkan-anak-dari-penyakit/

Penyakit diare – Diare adalah sebuah penyakit di mana penderita mengalami buang air besar yang sering dan masih memiliki kendungan air berlebihan. Diare merupakan penyebab kematian paling umum bagi balita, membunuh lebih dari 1,5 juta orang per tahun.

Hingga kini, diare masih merupakan penyebab utama penyakit perut dan kematian pada bayi dan anak-anak. Saat ini morbiditasi (angka kesakitan) diare di indonesia masih sebesar 195 per 1.000 penduduk dan angka ini merupakan yang tertinggi di antara negara-negara di ASEAN.

Penyakit diare masih sering menimbulkan KLB (Kejadian Luar Biasa) seperti halnya kolera dengan jumlah penderita yang banyak dalam waktu yang singkat. Namun, dengan tatalaksana diare yang cepat, tepat, dan bermutu, kematian dapat ditekan seminimal mungkin. Pada bulan oktober 1992, ditemukan strain baru yaitu vibrio cholera 0139 yang kemudian digantikan vibrio cholera strain el tor di tahun 1993, kemudian menghilang pada tahun 1995-1996 (kecuali di india dan bangladesh yang masih ditemukan). Sedangkan E. Coli 0157 sebagai penyebab diare berdarah dan HUS (Haemolytic Uremia Syndrome). KLB pernah terjadi di Amerika, Jepang, Afrika Selatan dan Australia. Adapun untuk indonesia sendiri kedua strain tersebut belum pernah terdeteksi.

Page 3: Rujukan

Adapun dampak negatif penyakit diare pada bayi dan anak-anak, antara lain adalah menghambat proses tumbuh kembang anak yang pada akhirnya dapat menurunkan kualitas hidup anak dimasa depan. Pada dekade 1950-1970-an, di negara-negara berkembang (termasuk indonesia) hanya sekitar 20% etiologi diare akut dapat diketahui. Pada waktu itu penyakit diare akut di masyarakat (indonesia) lebih dikenal dengan istilah “muntaber”. Penyakit ini mempunyai konotasi yang mengerikan, serta menimbulkan kecemasan dan kepanikan warga masyarakat. Jika tidak segera diobati, dalam waktu singkat (-+48 jam) Penderita akan meninggal.

Kematian ini disebabkan, karena hilangnya cairan elektrolit tubuh akibat adanya dehidrasi. Kemudian, diketahui bahwa penyebab muntaber adalah kuman Vibrio Cholera biotype El-Tor dan sesuai dengan nama penyebabnya tersebut maka kejadian wabah yang sering terjadi pada waktu itu lebih populer dengan istilah wabah Cholera El-Tor. Kejadian wabah Cholera El-Tor di indonesia yang pertama kali diketahui terjadi di Makasar (ujung pandang) pada tahun 60-an, dengan menimbulkan sejumlah kematian. Wabah penyakit ini kemudian diketahui sering terjadi di daerah-daerah lain diindonesia.

http://tipsku.info/penyakit-diare/

Page 4: Rujukan

Cegah Diare dengan Cuci Tangan

Sekitar 19 persen kematian balita di Indonesia disebabkan penyakit-penyakit yang berhubungan dengan diare.

Bagi sebagian besar masyarakat, kegiatan cuci tangan bukanlah sesuatu yang penting untuk dilakukan. Padahal, tindakan higiene sederhana itu berperan penting dalam mencegah penyakit berbahaya, bahkan mematikan seperti diare. Hal ini terungkap dari penelitian yang dilakukan di delapan provinsi, yakni Nanggroe Aceh Darussalam (NAD), Sumatra Utara, Sumatra Barat, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Yogyakarta, dan Jawa Timur.

Cuci tangan dan diare adalah dua hal penting yang ternyata sangat berkaitan. Cuci tangan merupakan kebutuhan mendasar untuk hidup lebih bersih dan diyakini mampu mencegah diare. Diare adalah salah satu penyebab kematian terbesar anak-anak Indonesia. Menurut Koordinator Komunikasi Kesehatan dan Kebersihan, Environmental Service Program (ESP) of USAID, Nona Utomo, sekitar 19 persen kematian balita di Indonesia disebabkan penyakit-penyakit yang berhubungan dengan diare. Menurutnya, diare juga bertanggung jawab pada kematian akibat malnutrisi yang mencakup 60 persen kematian balita.

''Menurut BHS Baseline Survey Report 2006 dalam studi terbarunya, prevalensi diare menemukan 28 persen anak bawah tiga tahun (batita) di Indonesia yang menderita diare,'' kata Nona. Nona menjelaskan, jalur masuknya virus, bakteri, atau patogen penyebab diare ke tubuh manusia dikenal dengan 4F, yakni fluids atau air, fields atau tanah, flies atau lalat, dan fingers atau tangan. Ia menambahkan, tahapannya dimulai dari cemaran yang berasal dari kotoran manusia (feces) yang mencemari 4F. Lalu, cemaran itu berpindah ke makanan yang kemudian disantap manusia.

Nona mengatakan, upaya pencegahan diare yang utama adalah dengan menerapkan praktik higienitas yang memadai. Praktik-praktik utama higienitas mencakup empat hal. Pertama, cuci tangan pakai sabun pada waktu-waktu yang tepat. Kedua, penggunaan fasilitas WC yang memadai. Ketiga, cuci bahan makanan dan menutup makanan jadi. Keempat, pengolahan dan penyimpanan air minum. Praktik-praktik itu, kata dia, diharapkan akan memblok jalur-jalur utama transmisi bakteri, virus, atau patogen penyebab diare.

Seperti diketahui, kata Nona, praktik cuci tangan yang bertujuan untuk mencegah transmisi patogen penyebab diare dilakukan secara benar dan dilakukan pada waktu-waktu yang tepat. Praktik disebut benar jika seseorang melakukan empat hal. Yakni, membasahi tangan dengan air bersih yang mengalir, menggunakan sabun yang digosok-gosokan minimal tiga kali, membilas tangan dengan air bersih yang mengalir, dan mengeringkan tangan dengan kain/lap kering yang bersih. Sementara, kata dia, waktu-waktu yang tepat adalah sebelum menyantap makanan, sebelum menyuapi anak, sebelum mempersiapkan makanan, sesudah buang air besar, dan sesudah menceboki pantat anak.

Dari penelitian di delapan provinsi, studi ini menemukan sejumlah temuan yang berbeda dengan praktik cuci tangan ideal. Temuan yang menonjol dan kritis di delapan provinsi adalah masyarakat masih jarang mencuci tangan menggunakan sabun. Selain itu, masyarakat jarang mencuci tangan sebelum menyuapi anak dan masih jarangnya penggunaan kain/lap bersih untuk mengeringkan

Page 5: Rujukan

tangan.

Di semua lokasi penelitian, kata Nona, cuci tangan dengan air dijumpai sebagai praktik yang umum. Sewaktu mencuci tangan, sambung dia, warga umumnya memakai air yang mengalir atau dialirkan, seperti menggunakan gayung. Sedangkan untuk kelompok laki-laki yang bekerja di sawah dan ladang, sering menggunakan air diam serta air kurang bersih seperti air sawah. Padahal, mereka mencuci tangan karena akan makan.

Nona menjelaskan, secara umum, studi di delapan provinsi mendapati warga memandang praktik cuci tangan hanya dengan air sebagai praktik yang mudah dilakukan. Bagi warga, mencuci tangan dapat dilakukan di berbagai tempat, seperti kamar mandi, sumur, kran air, tempat wudhu, ladang, sawah, sampai air diam di ember atau baskom asalkan air tersedia. Bahkan, kata Nona, ada warga di pedesaan memiliki Alternatif lain selain sabun yang dipercayai dapat membuat tangan mereka bersih setelah kotor akibat bekerja. Di Jawa dikenal bahan awu (abu) yang dipercaya sebagai bahan pengganti sabun karena kemampuan abu untuk membersihkan panci yang kehitaman karena gosong.

Selama ini, sumber motivasi utama warga untuk mencuci tangan pakai sabun terkait dengan kotornya kondisi tangan dan kebutuhan untuk membersihkan tangan. Namun, yang dimaksud dengan kotor oleh warga mengacu pada sesuatu yang dapat ditangkap pancaindera. Khususnya, hal yang tampak, tercium, atau teraba. Karena itu, yang tidak terlihat, tercium atau teraba seperti patogen, kuman, atau bakteri penyebab diare tidaklah menjadi pertimbangan warga.

Selain itu, sambung Nona, sabun dilihat sebagai alat Bantu untuk menghilangkan kotor seperti bau, warna, rasa licin, atau tidak bersih. ''Tak heran, kebanyakan warga meyakini bahwa sabun tidak diperlukan bila kotoran yang tampak, tercium, dan atau teraba dapat dilenyapkan hanya dengan air saja,'' ungkap Nona.

Nona menyampaikan, perceived risk tidak menggunakan sabun banyak muncul di daerah pedesaan di Sumatra, teristimewa mereka yang bersentuhan dengan pupuk atau bahan kimia seperti pestisida. Mereka memandang sabun penting untuk menghilangkan zat-zat berbahaya. Sementara, mereka yang mengedepankan Aspek kesehatan umumnya melihat sabun untuk menjaga dari kesakitan seperti diare, demam, muntaber, pilek, batuk, cacingan, sakit perut, dan gatal. n ren

Ikhtisar:

- Temuan kritis di delapan provinsi adalah masyarakat masih jarang mencuci tangan menggunakan sabun.- Jalur masuknya virus, bakteri, atau patogen penyebab diare dikenal dengan 4F, yakni fluids, fields, flies, dan fingers.

Jam 08.10 tgl 17-09-2011

http://www.indonesiaindonesia.com/f/9846-cegah-diare-cuci-tangan/

Page 6: Rujukan

Daftar Pustaka

1. Crawford J M, Kumar V. Rongga Mulut dan Saluran Gastrointestinal. In: Asroruddin M, Hartanto H, Darmaniah N, editors. Patologi Robbins. Edisi 7. Jakarta: EGC; 2007. hal. 635.

2. Mansjoer A, Suprohaita, Wardhani W I, Setiowulan W. Gastroenterologi Anak. Kapita Selekta Kedokteran.Edisi 3.Jakarta: Media Aesculapius. hal. 470.

3. Riskesdas 2007 14-204. http://jurnal.farmasi.ui.ac.id/pdf/2004/v01n01/Harianto010104.pdf 5. http://www.litbang.depkes.go.id/wordpress/pdbk/wp-content/uploads/2011/04/Sanitasi-

Total-Berbasis-Masyarakat.pdf6. journal.uii.ac.id/index.php/Logika/article/view/179/167

etd.eprints.ums.ac.id/5960/1/J410050008.PDF : j41005...7. vitri.staff.uns.ac.id/wp-content/.../09-rancangan-penelitian-analitik-v3.ppt5. Yatim F. Macam-Macam Penyakit Menular Dan Pencegahannya. Jakarta: Pustaka

Populer Obor; 2004. hal. 32.Wulandari A P. HUBUNGAN ANTARA FAKTOR LINGKUNGAN DAN FAKTOR SOSIODEMOGRAFI DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI DESA BLIMBING KECAMATAN SAMBIREJO KABUPATEN SRAGEN.2009;(cited 21 September 2011);20.02.Available from: etd.eprints.ums.ac.id/5960/1/J410050008.PDF

5. Oemiati R, Sihombing M, Qomariah.Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan

Penyakit Asma di Indonesia.2010;(cited 13 September 2011);05.30.Available

from:jurnal.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/201104149_0853-9987.pdf

Riset Kesehatan Dasar(RISKESDAS) 2007Laporan Nasional 2007Badan Penelitian dan Pengembangan KesehatanDepartemen Kesehatan, Republik Indonesia

5. Desember 2008

http://www.depkes.go.id/index.php/berita/press-release/1243-perilaku-cuci-tangan-pakai-sabun-ctps-dapat-menurunkan-insiden-diare.html

Page 7: Rujukan

1. Crawford J M, Kumar V. Rongga Mulut dan Saluran

Gastrointestinal. In: Asroruddin M, Hartanto H, Darmaniah N,

editors. Patologi Robbins. Edisi 7. Jakarta: EGC; 2007. hal. 635.

2. Riset Kesehatan Dasar 2007.

3. Perilaku cuci tangan pakai sabun. (cited 21 September 2011); 19.48.

Available from: http://www.depkes.go.id/index.php/berita/press-

release/1243-perilaku-cuci-tangan-pakai-sabun-ctps-dapat-

menurunkan-insiden-diare.html

4. Wulandari A P. Hubungan Antara Faktor Lingkungan Dan Faktor

Sosiodemografi Dengan Kejadian Diare Pada Balita Di Desa

Blimbing Kecamatan Sambirejo Kabupaten Sragen. 2009; (cited 21

September 2011); 20.02. Available from:

etd.eprints.ums.ac.id/5960/1/J410050008.PDF

5. Yatim F. Macam-Macam Penyakit Menular Dan Pencegahannya.

Jakarta: Pustaka Populer Obor; 2004. hal. 32.

6. Mansjoer A, Suprohaita, Wardhani W I, Setiowulan W.

Gastroenterologi Anak. Kapita Selekta Kedokteran.Edisi 3.Jakarta:

Media Aesculapius. hal. 470.

7. Sherwood L. Sistem Pencernaan. In: Yesdelita N, editors. Fisiologi

Manusia. Jakarta :EGC;2011 .Edisi 6: hal. 688-9.

8. Rachmawati F J, Triyana S Y. Perbandingan Angka Kuman Pada

Cuci Tangan Dengan Beberapa Bahan Sebagai Standarisasi Kerja Di

Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Islam

Indonesia. Agustus 2008. hal. 6-8.