Upload
trankhuong
View
227
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
i
KECEMASAN KELUARGA PASIEN DI RUANG INTENSIVE CARE UNIT
RUMAH SAKIT UMUM PUSAT DOKTER SOERADJI
TIRTONEGORO KLATEN
Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata 1
pada Jurusan Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan
Oleh:
SUGIMIN
J210151016
PROGRAM STUDI KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2017
ii
HALAMAN PERSETUJUAN
KECEMASAN KELUARGA PASIEN DI RUANG INTENSIVE CARE UNIT
RUMAH SAKIT UMUM PUSAT DOKTER SOERADJI
TIRTONEGORO KLATEN
PUBLIKASI ILMIAH
Oleh:
SUGIMIN
J 201 151 016
Telah diperiksa dan disetujui untuk diuji oleh:
Dosen
Pembimbing
Arum Pratiwi, S.Kp., M.Kes
NIDN. 0620106 801 i
iii
LEMBAR PENGESAHAN
KECEMASAN KELUARGA PASIEN DI RUANG INTENSIVE CARE UNIT
RUMAH SAKIT UMUM PUSAT DOKTER SOERADJI TIRTONEGORO
KLATEN
Disusun oleh:
SUGIMIN
J 210.151.016
Telah dipertahankan di depan dewan penguji pada Senin, 13 Maret 2017,
dan dinyatakan telah memenuhi syarat untuk memperoleh gelar Sarjana
Keperawatan pada Program Studi Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Surakarta
Susunan Dewan Penguji
1. Arum Pratiwi, S. Kp., M.Kes (………………...)
NIDN 0620106801
2. Okti Sri Purwanti, S. Kep., M. Kep., Ns., Sp.Kep. M.B (………..............)
NIDN 0018107902
3. Enita Dewi, S. Kep.,Ns., M.N (………………..)
NIDN 0609048003
Surakarta, 13 Maret 2017
Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Surakarta
Dekan,
Dr. Suwaji, M.Kes
NIK. 195311231983031002
ii
1
KECEMASAN KELUARGA PASIEN DI RUANG INTENSIVE CARE UNIT
RUMAH SAKIT UMUM PUSAT DOKTER SOERADJI
TIRTONEGORO KLATEN
Abstrak
Latar belakang: Kondisi kritis pada pasien yang dirawat di Intensive Care Unit
memungkinkan perubahan yang tidak terduga, keadaan tersebut dapat
menimbulkan kecemasan dari rentang respon adaptif sampai dengan respon
maladaptif keluarga yang menunggu serta dapat mempengaruhi fungsi keluarga
dalam kehidupan sehari-hari.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kecemasan berdasarkan respon
adaptif maladaptif fisiologis dan psikologis keluarga pasien yang menunggu di
ruang Intensive Care Unit.
Metode penelitian adalah deskriptif analisis dengan pendekatan cross sectional,
tehnik sampel yang digunakan adalah kuota sampling. Sampel dalam penelitian
ini adalah keluarga inti pasien yang sesuai kriteria yaitu keluarga inti pasien,
berusia diatas 17 tahun dan dalam keadaan sehat. Jumlah sampel sebanyak 30
responden. Instrumen pada penelitian ini menggunakan Zung Self Rating Anxiety
Scale. Analisis data menggunakan univariat untuk mengetahui presentasi
karakteristik responden, respon adaptif maladaptif fisiologis dan respon adaptif
maladaptif psikologis responden.
Hasil penelitian menunjukkan responden yang berumur 17-25 tahun sebanyak 11
(36,7%), jenis kelamin perempuan 16 (53.3%), berpendidikan SMA 17 (56,7%),
bekerja wiraswasta 12 (40,0%). Respon adaptif fisiologis sebanyak 11 (36,7%),
respon maladaptif fisiologis sebanyak 19 (63,3%), respon adaptif psikologis
sebanyak 16 (53,3%), respon maladaptif psikologis sebanyak 14 (46,7%).
Simpulan: Respon maladaptif fisiologis lebih besar daripada respon adaptif
fisiologis dan respon adaptif psikologis hampir sama dengan respon maladaptif
psikologis.
Kata Kunci: Kecemasan, Keluarga, Intensive Care Unit
Abstract
Background: Critical condition of the patients admitted to the Intensive Care
Unit enables the unexpected changes, the situation can lead to anxiety ranges is an
adaptif response to the maladaptif response. This conditions affect for family
function in daily life.
The purpose of this study was to determine the anxiety based on adaptif and
maladaptif physiological responses, and adaptif and maladaptif physiological
responses of the family during waiting the family mambers in the Intensive Care
Unit.
The research method was descriptive analysis with the cross sectional approach,
sampling technique used was quota sampling. The sample in this research was the
nuclear family of patients who appropriate with the criteria that the nuclear family
of patients, aged over 17 years old and in good health. The total sample of 30
respondents. Instruments in this study using the Zung Self-Rating Anxiety Scale.
2
Descriptive analysis was utilized to analize the characteristics of respondents,
adaptif maladaptif physiological responses and adaptif maladaptif psychological
responses.
The results of study showed thats respondents aged 17-25 years were 11 (36.7%),
female gender 16 (53.3%), high school educated 17 (56.7%), working self-
employed 12 (40.0%). Adaptif physiological responses were 11 (36.7%),
maladaptif physiological responses were 19 (63.3%), psychological adaptif
response of 16 (53.3%), maladaptif psychological response by 14 (46.7%).
Conclusion: maladaptif physiological responses is greater than the adaptif
response of the physiological and psychological adaptif response is similar to
maladaptif psychological response.
Key words: Anxiety, Family, Intensive Care Unit
1. PENDAHULUAN
Kecemasan terjadi sebagai proses respon emosional ketika pasien atau
keluarga merasakan ketakutan, kemudian akan diikuti oleh beberapa tanda dan
gejala seperti ketegangan, ketakutan, kecemasan dan kewaspadaan Townsend,
2014 (dalam Pratiwi & Dewi, 2016). Keadaan penyakit kritis menghadapkan
keluarga pasien ke tingkat tinggi dari tekanan psikologis. Gejala tekanan
psikologis mempengaruhi lebih dari setengah dari anggota keluarga terkena
penyakit kritis pasien. Proporsi anggota keluarga mengalami tekanan psikologis
yang berat dari penyakit kritis akan terus meningkat, sejalan dengan
meningkatnya angka pasien yang dirawat di unit perawatan intensif untuk
penggunaan alat bantu nafas yang berkepanjangan (Ronald & Sara, 2010).
Kecemasan dapat menjadi sumber masalah klinis jika sudah sampai
tingkat ketegangan yang sedemikian rupa sehingga mempengaruhi kemampuan
berfungsinya seseorang dalam kehidupan sehari-hari, karena orang tersebut jatuh
kedalam kondisi maladaptif yang dicirikan reaksi fisik dan psikologis ekstrem.
Pengalaman yang menegangkan, irasional dan tidak dapat diatasi ini merupakan
dasar gangguan kecemasan. Sekitar 28% orang Amerika Serikat sepanjang
hidupnya mengalami kecemasan (Halgin & Whitbourne, 2010). Pelayanan di
ruang ICU diberikan kepada pasien dengan kondisi kritis stabil yang
membutuhkan pelayanan, pengobatan dan observasi secara ketat (Dirjen Bina
Upaya Kesehatan, 2011).
3
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1778/MEN KES/SK/XII/2010 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan ICU
di Rumah Sakit. ruang ICU merupakan suatu bagian dari rumah sakit yang
mandiri, dengan staf yang khusus dan perlengkapan yang khusus ditujukan untuk
observasi, perawatan dan terapi pasien yang menderita penyakit akut, cedera,
beberapa penyulit yang mengancam jiwa atau potensial mengancam nyawa
dengan prognosis dubia yang diharapkan masih reversible.
Perawatan diruang ICU dilakukan dengan cepat dan cermat serta
pamantauan hemodinamik yang terus menerus selama 24 jam. Penggunaan alat-
alat diruang ICU sangat diperlukan dalam rangka memperoleh hasil yang optimal.
Pasien di ICU dalam keadaan sakit kritis, kehilangan kesadaran atau mengalami
kelumpuhan, sehingga segala sesuatu yang terjadi pada pasien hanya dapat
diketahui melalui monitoring yang baik dan teratur. Perubahan yang terjadi harus
dianalis secara cermat untuk mendapatkan tindakan atau pengobatan yang tepat.
Pemberian perawatan di ICU telah berpusat pada pasien kurang memperhatikan
kebutuhan keluarga, Penerimaan pasien ke ICU sering akut, transisi non elektif
memunculkan ketidakpastian bagi pasien serta keluarga pasien. Paling sering
kebutuhan fisiologis pasien menjadi keprihatinan bagi dokter perawatan kritis.
Memperhatikan kebutuhan sakit kritis penting selama episode penyakit kritis,
namun mengatasi kebutuhan psikologis keluarga pasien pada awal penyakit kritis
juga harus diperhatikan (Ronald & Sara, 2010).
Beban perawatan yang ditanggung keluarga pada anggota kelurga yang
mempunyai penyakit kritis dapat berdampak pada kecemasan. Anggota keluarga
pasien sakit kritis mengalami tingkat kecemasan tinggi situasional dan stress
ketika orang-orang tercinta yang dirawat di ICU. Beberapa faktor yang
berhubungan stres ini, kecemasan situasional muncul dari kekawatiran tentang
penderitaan dan kematian pasien, prosedur, komplikasi dan peralatan yang
digunakan dalam perawatan pasien (Smith & Custard, 2014).
Pasien dan anggota keluarga menjalani pengalaman berbeda dalam
menderita gangguan emosional selama tinggal dan setelah keluar ICU.
Kecemasan, depresi dan gangguan stres paska trauma lebih tinggi pada anggota
4
keluarga daripada pasien, dan bisa bertahan sampai tiga bulan, sementara pada
pasien gejala menurun. Selamat dari ICU mungkin mengalami tekanan psikologis
untuk waktu yang lama, biasanya pasien dan anggota keluarga menderita gejala
kecemasan, depresi dan stres paska trauma (Fumis, Ranzani, Martins, &
Schettino, 2015).
Mengatasi masalah psikologis merupakan bagian integral dari pendekatan
perawatan kritis yang komprehensif, anggotak keluarga memainkan peran penting
dalam mem- promosikan kesejahteraan psikologis dari kondisi pasien kritis.
Kehadiran dan kepedulian keluarga, interaksi yang bermakna dan kolaborasi
dengan tim perawatan dapat membantu pasien selama perawatan di ICU. Oleh
karena itu perawat memiliki tanggung jawab penting untuk mengatasi kebutuhan
dan keprihatinan anggota keluarga selama di ICU (Bailey, Sabbagh, Loiselle,
Boileau, & McVey, 2010).
Kecemasan terdiri dari dua aspek yakni aspek yang sehat dan aspek
membahayakan, tergantung pada tingkat cemas, lama cemas dan seberapa baik
individu melakukan koping terhadap cemas. Cemas mempunyai rentang mulai
dari ringan, sedang sampai berat. Setiap tingkat menyebabkan perubahan
emosional dan fisiologis pada individu, Videbeck, 2008 (dalam Prabowo, 2014).
Kecemasan adalah suatu perasaan tidak santai yang tersamar karena
ketidaknyamanan atau rasa takut yang disertai suatu respons (penyebab tidak
spesifik atau tidak diketahui oleh individu).
Perasaan takut dan tidak menentu sebagai sinyal yang menyadarkan bahwa
peringatan tentang bahaya akan datang dan memperkuat individu mengambil
tindakan menghadapi ancaman. Kejadian dalam hidup seperti menghadapi
tuntutan, persaingan, serta bencana dapat membawa dampak terhadap kesehatan
fisik dan psikologis. Salah satu contoh dampak psikologis adalah timbulnya
kecemasan atau ansietas (Yusuf, Fitryasari, & Nihayati, 2014). Keluarga
merupakan unit terkecil dari masyarakat terdiri dari kepala keluarga dan beberapa
orang yang berkumpul dan tinggal yang sama dalam satu daerah berdekatan,
saling ketergantungan, terikat secara emosional satu dengan lainnya (Harmoko,
2012) dan Muhlisin (2012).
5
2. METODE
Jenis penelitian adalah deskriptif analisis dengan pendekatan cross
sectional. Populasi adalah seluruh penuggu keluarga inti pasien yang memenuhi
kriteria di ruang ICU RSUP dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten. Tehnik pengambilan
sampel adalah dengan kuota sampling dengan jumlah 30 sampel. Alat
pengumpulan data dengan lembar kuesioner berdasarkan Zung Self-Rating Anxiety
yang telah dimodifikasi oleh peneliti. Proses penelitian berlangsung dari bulan
Mei 2016 - Desember 2016. Analisa data dilakukan secara univariat dengan uji
central tendency untuk melihat Mean, Standar deviasi dan persentase kategori
kecemasan berdasarkan respon adaptif maladaptif fisiologis dan psikologis.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1. Hasil Penelitian
3.1.1. Karakteristik Responden
Tabel.1 menunjukan bahwa umur responden sebagian besar 17-25 tahun,
sebagian kecil tersebar hampir merata pada umur 26-55 tahun dan paling kecil
pada umur lebih dari 65 tahun. Sebagian besar karakteristik responden menurut
jenis kelamin adalah jenis kelamin perempuan sebesar 53,3 % Keluarga yang
menjadi responden adalah keluarga dengan tingkat pendidikan SMA sebesar
56,7%. Karakteristik responden berdasarkan pekerjaan di ruang ICU RSUP dr.
Soeradji Tirtonegoro Klaten terbanyak adalah keluarga dengan status pekerjaan
wiraswasta yaitu sebesar 40%.
Tabel 1. Karakteristik responden n= 30
Karakteristik F %
Umur
17-25 tahun 11 36.7
26-35 tahun 4 13.3
36-45 tahun 6 20.0
46-55 tahun 7 23.3
>65 tahun 2 6.7
Jenis Kelamin
Laki-laki 14 46.7
Perempuan 16 53.3
Tingkat Pendidikan
6
Karakteristik F %
Umur
17-25 tahun 11 36.7
26-35 tahun 4 13.3
36-45 tahun 6 20.0
46-55 tahun 7 23.3
>65 tahun 2 6.7
Jenis Kelamin
Tidak sekolah 1 3.3
SD 1 3.3
SMP 4 13.3
SMA 17 56.7
PT 7 23.3
Pekerjaan
Tidak bekerja 8 26.7
Wiraswasta 12 40.0
Karyawan 6 20.0
Petani 1 3.3
PNS 3 10.0
Total n =30
3.1.2. Respon adaptif maladaptif Fisiologis dan Psikologis Responden
Tabel. 2 menunjukan prosentase kecemasan respon maladaptif fisiologis
lebih besar daripada respon adaptif fisiologis dan prosentase respon adaptif
psikologis hampir sama dengan respon maladaptif psikologis.
Tabel. 2 Respon Adaptif Maladaptif n= 30
Respon Adaptif Maladaptif
f (%)
Respon Fisiologis
Adaptif fisiologis 11 36.7
Maladaptif fisiologis 19 63.3
Respon Psikologis
Adaptif pskologis 16 53.3
Maladaptif psikologis 14 46.7
Total n =30
3.2. Pembahasan
Hasil penelitian menunjukkan umur terbanyak responden pada rentang 17-
25 tahun. Sebagian besar penunggu pasien diruang ICU merupakan anak dari
pasien, sehingga ikatan yang terjalin antara anak orang tua sangat kuat, baik
7
ikatan emosional, psikologis maupun ikatan secara fisik. Menurut Maglaya (2009)
mendefinisikan keluarga merupakan dua atau lebih individu yang hidup dalam
satu rumah tangga karena ada hubungan darah, perkawinan atau adopsi, saling
berinteraksi satu, saling mempunyai peran dan menciptakan serta
mempertahankan suatu budaya. Keberadaan keluarga secara umum untuk
memenuhi fungsi keluarga, yang meliputi fungsi biologis, ekonomi, psikiologis,
edukasi dan social kultural (Andarmoyo 2012). Peran anak sesuai tingkat
perkembanganan, baik mental, sosial dan spiritual yang ditandai dengan semakin
cukup umur, maka tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang
dalam berfikir dan bekerja (Muhlisin,2012).
Konsep penting dalam keluarga adalah merupakan suatu sistem, anggota
keluarga saling berhubungan atau tidak berhubungan, tinggal bersama-sama atau
tidak tinggal bersama, terdapat kehadiran anak atau tidak, memiliki ikatan dan
komitmen diantara anggota keluarga untuk mencapai tujuan dan berfungsi sebagai
unit care giving yang meliputi proteksi, pemenuhan kebutuhan makanan dan
sosialisasi (Muhlisin, 2012). Friedman (2014) menyatakan bahwa kualitas hidup
berkaitan erat dengan dukungan keluarga, karena dukungan keluarga dapat berupa
sikap, tindakan dan penerimaan keluarga terhadap kondisi sakit, dimana keluarga
menjalankan fungsi sebagai sistem yang bersifat mendukung, selalu siap
memberikan pertolongan jika dibutuhkan.
Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar responden berjenis kelamin
perempuan. Karena perempuan memiliki sifat keibuan, telaten, perhatian, lembut
sehingga lebih nyaman bila pasien ditunggu seorang perempuan. Seorang
perempuan mempunyai kecakapan dalam memberikan perawatan kepada
keluarganya, selain mendapatkan asuhan keperawatan dari petugas kesehatan
yang ada dirumah sakit. Sejalan dengan penelitian Hariyono ( 2012) yang
menyatakan bahwa komposisi perawat laki-laki dan perempuan lebih besar
perempuan, hal ini memberi gambaran bahwa seorang perempuan sangat berperan
penting dalam memberikan pelayanan maupun perawatan secara baik dan
berkualitas.Penelitian Yanti (2013) menunjukkan komposisi perawat laki-laki dan
perempuan lebih besar perempuan. Keberadaan perempuan dalam berbagai bidang
8
pekerjaan yang semakin besar menunjukan bahwa perempuan dapat menjalankan
pekerjaan dengan baik. Seorang perempuan dapat bekerja sama, tolong menolong
serta menggunakan waktu kerja dengan efekfif, perilaku prososial atau tindakan
ekstra yang melebihi diskripsi peran yang telah ditetapkan organisasi (Sahrah,
2012).
Sebagian besar keluarga yang menjadi responden adalah keluarga dengan
tingkat pendidikan SMA dan proses melanjutkan keperguruan tinggi. Karena
keterbatasan pengetahuan tentang pentingnya pendidikan dan keterbatasan
ekonomi sehingga responden memilih untuk bekerja untuk membantu
perekonomian keluarga setelah tamat pendidikan SMA. Menurut Yunitasari
(2012) sosial ekonomi berpengaruh terhadap kecemasan seseorang, semakin
rendah status sosial ekonomi seseorang semakin mudah mengalami kecemasan
dibandingkan mereka yang memiliki status sosial ekonomi tinggi. Tingkat
pendidikan seseorang akan berpengaruh terhadap kemampuan berfikir, semakin
tinggi tingkat pendidikan sesorang maka akan semakin mudah berfikir secara
rasional dan menangkap informasi baru termasuk dalam menguraikan masalah
baru, semakin rendah pendidikan seseorang akan semakin mudah mengalami
cemas.
Hasil penelitian ini menunjukan karakteristik responden berdasarkan
pekerjaan terbanyak adalah keluarga dengan status pekerjaan wiraswasta.
Responden kurang memiliki dukungan maupun sumber daya yang maksimal
untuk pengembangan diri mereka, baik pendidikan, finansial maupun dukungan.
Sehingga sebagian besar pekerjaan yang ditekuni responden adalah di bidang
wiraswasta atau wirausaha. Kesadaran untuk merencanakan pengembangan diri
seseorang sangat diperlukan dalam rangka memperoleh kehidupan yang lebih
baik. Hal ini didukung dalam penelitian Raharjo (2015), yang menjelaskan bahwa
dukungan sosial dan lingkungan sekitar dapat mempengaruhi cara berfikir
seseorang tentang diri sendiri dan orang lain. Hal ini dapat disebabkan oleh
pengalaman seseorang dengan keluarga, sahabat atau rekan kerja. Pekerjaan dapat
mempengaruhi kecemasan pada seseorang karena dengan bekerja, seorang
individu akan memperoleh dukungan sosial baik dari lingkungan maupun rekan
9
kerja sehingga mempengaruhi kenyamanan dan dapat menurunkan kecemasan.
Sosial ekonomi (keuangan) yang diatur dengan baik antara pemasukan dan
pengeluaran, pemanfaatan secara produktif, pengendalian sifat konsumtif dan
ambisi yang terkontrol sangat ditekankan dalam kehidupan keluarga (Hawari,
2011).
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa kecemasan yang dimanifestasikan
responden sebagai respon adaptif maladaptif fisiologis menunjukkan bahwa
respon maladaptif fisiologis lebih besar dari pada respon adaptif fisiologis.
Kecemasan responden diperoleh dari jawaban kuesioner, hasil kuesioner
menyebutkan bahwa beberapa hal yang banyak menimbulkan kecemasan keluarga
pasien saat menunggui anggota keluarganya di ruang ICU adalah keadaan kritis
pasien, terpasang bernagai alat medis, informasi tentang pasien yang belum
maksimal dan keterbatasan waktu kunjungan. Keluarga tidak bisa menunggu
pasien terus menerus dan menimbulkan kesulitan untuk tidur dengan nyenyak,
merasa lebih gugup dan cemas dari biasanya, merasa panik dan tidak tenang.
Manusia merupakan faktor yang penting dalam penentuan sehat dan sakit,
hubungan keduanya akan silih berganti ada pada diri manusia. Sebagaimana sakit
tidak hanya sakit fisik saja melainkan dapat juga sakit jiwa atau kombinasi
diantara keduanya. Sehat merupakan suatu keberhasilan adaptasi individu dalam
tugas perkembangan dan terpenuhinya biopsikososiokultural dan spiritual,
sedangkan sakit merupakan gangguan tumbuh kembang dan tidak terpenuhinya
kebutuhan dasar tersebut. Sakit merupakan keadaan dimana seseorang berada
dalam keadaan tidak seimbang akibat adanya pengaruh dari luar atau dari dalam
diri seseorang (Pratiwi, 2011). Dalam teori disebutkan tidak semua orang yang
mengalami stresor psikososial akan menderita gangguan cemas, orang dengan
kepribadian pencemas lebih rentan untuk menderita gangguan cemas.
Tipe kepribadian pencemas tidak selalu mengeluhkan hal yang bersifat
psikis, tetapi bersifat keluhan fisik (somatik). Keluhan tersebut antara lain: rasa
sakit pada otot-otot, pendengaran berdenging, berdebar debar, gangguan
pencernaan dan gangguan perkemihan (Hawari, 2011).
10
Berdasarkan konsep psikoneuroimunologi, pasien yang mengalami cemas
berkepanjangan menimbulkan efek pada hipotalamus melalui sel astrosit pada
cortical dan amigdala pada sistem limbic, yang memicu hipofisis dalam
menghasilkan CRF pada sel basofilik. Sel basofilik tersebut akan
mengekspresikan ACTH (adrenal corticotropic hormone) yang akhirnya dapat
mempengaruhi kelenjar kortek adrenal pada sel zona fasiculata, yang akan
menghasilkan cortisol yang bersifat immuno supressive. Apabila cemas yang
dialami pasien sangat tinggi, maka kelenjar adrenal akan menghasilkan cortisol
dalam jumlah banyak sehingga dapat menekan sistem imun (Nursalam, 2007).
Gangguan cemas merupakan respon tubuh yang bersifat tidak spesifik
terhadap setiap tuntutan atau beban. Cemas dapat muncul apabila seseorang
mengalami beban atau tugas berat dan orang tersebut tidak mampu menanggung
beban, maka tubuh akan berespon dengan tidak mampu terhadap tugas tersebut,
sehingga orang tersebut dapat mengalami respon maladaptif fisiologis (Hidayat,
2011).
Kecemasan menimbulkan respon kognitif, psikomotor dan fisiologis, dan
untuk mengurangi perasaan tidak nyaman seseorang akan menggunakan
mekanisme pertahanan diri yaitu dengan adaptasi, seperti melakukan relaksasi
tubuh mulai dari jari kaki, kepala, bernafas dalam pelan dan teratur, memfokuskan
perhatian terhadap pemandangan indah dan sebagainya.
Respon maladaptif terhadap kecemasan dapat mengakibatkan sakit kepala,
sindrom nyeri dan gangguan imun (Baradero, Dayrit, & Maratning, 2016). Salah
satu faktor yang dapat menyebabkan keluarga pasien ICU mengalami cemas berat
adalah karena unit perawatan intensif menjadi tempat yang menantang bagi
anggota keluarga pasien, terutama jika salah satu dari anggota keluarga
mengalami peningkatan resiko untuk kematian, sakit kritis akut, pasien terbius,
beberapa tindakan yang komplek, meninggalkan pasien serta tidak dapat
berpartisipasi dalam perawatan. Akibatnya banyak anggota keluarga mengalami
gejala fisiologis dan psikologis selama pasien mendapat perawatan ICU (Puntillo,
McAdam, Fontaine, & White, 2012).
11
Hasil penelitian ini didapatkan bahwa kecemasan berdasarkan respon
psikologis adaptif maladaptif menujukkan respon yang hampir sama antara respon
adaptif psikologis dan respon maladaptif psikologis. Hal ini menegaskan tidak
semua orang yang mengalami stresor psikososial akan menderita gangguan
cemas, tergantung sruktur kepribadian orang tersebut. Perkembangan kepribadian
dimulai sejak bayi sampai dengan 18 tahun dan tergantung dari pendidikan orang
tua (psiko-edukatif) dirumah, pendidikan di sekolah, pengaruh lingkungan
pergaulan sosial dan berbagai pengalaman (Hawari, 2011).
Individu dapat mengatasi kecemasan dengan menggerakan sumber koping
yang ada disekitar lingkungan, saling berinteraksi dengan sesama penunggu
diruang ICU, saling memberi dukungan moril, berbagi informasi dan saling
bekerja sama. Menurut (Stuart, 2013) menyebutkan bahwa dengan menggerakan
sumber koping dilingkungan yang dapat berupa ekonomi, dukungan sosial dan
dukungan keyakinan budaya dapat membantu individu mengintegrasikan
pengalaman serta strategi koping yang berhasil.
Berbagai hal dapat mempengaruhi seseorang sehingga menimbulkan
kecemasan dalam menunggui anggota keluarga yang mendapat perawatan di
ruang ICU. Pasien yang berada pada kondisi kritis dan kurang jelasnya prognosis
dapat menyebabkan reaksi ketakutan, kecemasan, kelelahan fisik mental,
keputusasaan dan frustasi pada anggota keluarga. Salah satu hal yang dapat
mengurangi kecemasan keluarga adalah dukungan, komunikasi dan informasi
yang memadai kepada anggota keluarga pasien sehingga memungkinkan mereka
lebih baik dalam mengatasi dan mendukung pasien. Anggota keluarga pasien
yang di rawat di ruang ICU juga menginginkan perawatan yang terbaik untuk
anggota kelurganya (Day, Bakry, Lubchansky, & Mehta, 2013). Hubungan yang
baik antara petugas kesehatan dengan klien terutama keluarga pasien sangat
dianjurkan dalam rangka menuju keterlibatan keluarga dalam perawatan yang
optimal.
Komunikasi interpersonal merupakan komunikasi yang terjadi antara dua
orang atau lebih, komunikasi interpersonal yang sehat memungkinan penyelesaian
masalah, berbagi ide, pengambilan keputusan dan perumbuhan personal sehingga
12
akan menjadi komunikasi terapeutik yang dapat mengurangi respon maladaptif
responden (Nugroho, 2009). Emosi negatif dapat mempengaruhi aktivitas
seseorang dan bahwa kemampuan meregulasi emosi dapat mengurangi emosi
negatif akibat berbagai pengalaman emosional serta meningkatkan kemampuan
untuk mengadapi ketidakpastian hidup, memvisualisasikan masa depan yang
positif dan dapat mempercepat mengambil keputusan, sehingga menumbuhkan
respon yang positif serta adaptif psikologis (Pahlevi, 2016).
Hasil kuesioner dari pertanyaan terbuka kepada responden terkait kondisi
fisiologis dan psikologis menunjukkan bahwa kecemasan dapat terjadi karena
fasilitas ruang tunggu yang kurang nyaman, tidak ada televisi sebagai hiburan dan
kurang mendapat informasi tentang keadaan keluarganya. Kondisi tersebut
memicu responden merasa tidak tenang, gelisah dan tidak nyaman. Hal ini sesuai
dengan pernyataan Hawari (2011), yaitu keluhan yang sering dikemukakan oleh
orang yang mengalami gangguan kecemasan antara lain merasa tegang, tidak
tenang, gelisah dan mudah terkejut.
4. PENUTUP
4.1. Simpulan
4.1.1. Karakteristik personal keluarga pasien yang sedang menunggu anggota
keluarganya mendapat perawatan di ruang ICU mayoritas pada rentang
umur 17-25 tahun, berjenis kelamin perempuan, memiliki tingkat
pendidikan SMA dengan status pekerjaan wiraswasta.
4.1.2. Gambaran kecemasan keluarga pasien yang sedang menunggui
anggota keluarganya menunjukkan bahwa kecemasan berdasarkan
respon maladaptif fisiologis lebih besar dari pada respon adaptif
fisiologis.
4.1.3. Gambaran kecemasan keluarga pasien yang sedang menunggui
anggota keluarganya menunjukkan bahwa kecemasan berdasarkan
respon psikologis hampir sama antara respon adaptif dan maladaptif
psikologis.
13
4.2. Saran
4.2.1. Bagi pengembangan IPTEK
Pengembangan ilmu tentang keperawatan di ICU agar lebih
bermanfaat bagi dunia kesehatan, meningkatnya asuhan pelayanan
keperawatan yang dapat memberi rasa nyaman dan bermutu sehingga
kecemasan keluarga pasien dapat berkurang.
4.2.2. Bagi Institusi Pendidikan
Memanfaatkan hasil penelitian sebagai sumber referensi agar dapat
dikembangkan lagi kaitannya dengan kecemasan.
4.2.3. Bagi peneliti lain
Pada peneliti selanjutnya dapat mengembangkan penelitian dengan
menambah variabel dan menghubungan variabel dengan kecemasan
sehingga diketahui faktor penyebab kecemasan responden.
PERSANTUNAN
Skripsi ini penulis persembahkan kepada orangtua saya yang saya hormati,
terima kasih atas doa, kasih sayangnya dan bantuan dorongan baik berupa moral
maupun material, keluarga kecilku tercinta terima kasih pengertiannya dan
dukungannya, sehingga penelitian ini dapat selesai dengan baik, teman-teman
mahasiswa keperawatan yang telah memberikan dukungan moril dan spiritual
kepada penulis dalam menyelesaikan penelitian ini dan semua pihak yang tidak
dapat saya sebutkan satu-persatu.
DAFTAR PUSTAKA
Andarmoyo, S. (2012). Keperawatan Keluarga (Pertama.). Yogyakarta: Graha
Ilmu.
Bailey, J. J., Sabbagh, M., Loiselle, C. G., Boileau, J., & McVey, L. (2010).
Supporting families in the ICU: A descriptive correlational study of
informational support, anxiety, and satisfaction with care. Intensive and
Critical Care Nursing, 26(2), 114–122. doi:10.1016/j.iccn.2009.12.006
Baradero, M., Dayrit, M., & Maratning, A. (2016). Seri Asuhan Keperawatan
Kesehatan Mental Psikiatri. (A. Linda, Ed.). Jakarta: EGC.
14
Day, A., Bakry, S. H., Lubchansky, S., & Mehta, S. (2013). Sleep, Anxiety and
Fatique in Family Mambers of Patients Admitted to the Intensive Care Unit:
a Questionnair Study. Biomed Central. Critical Care 2013.
Dirjen Bina Upaya Kesehatan. (2011). Petunjuk Teknis Penyelenggaraan
Pelayanan Intensive Care Unit (ICU) di Rumah Sakit, 53. Retrieved from
http://perdici.org/pedoman-icu/
Fumis, R. R. L., Ranzani, O. T., Martins, P. S., & Schettino, G. (2015). Emotional
disorders in pairs of patients and their family members during and after ICU
stay. PLoS ONE, (1), 1–12. doi:10.1371/journal.pone.0115332
Halgin, & Whitbourne. (2010). Psikologi Abnormal Perspektif Klinis Pada
Gangguan Psikologis (6th ed.). Jakarta: Salemba Medika.
Hariyono, W. (2012). Hubungan Antara Beban Kerja, Stres Kerja, 25–36.
Harmoko. (2012). Asuhan Keperawatan Keluarga. (S. Riyadi, Ed.) (Pertama.).
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Hawari, D. (2011). Manajemen Stress Cemas dan Depresi. Jakarta: FKUI.
Hidayat, A. (2011). Pengantar Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta: Salemba
Medika.
Maglaya. (2009). Family Health Nursing: The Proses. Philipina: Argonauta
Corpotaion: Nangka Marikina.
Muhlisin, A. (2012). Keperawatan Keluarga. Yogyakarta: Gosyen Publishing.
Nugroho, A. W. (2009). Komunikasi interpersonal antara perawat dan pasien.
Nursalam. (2007). Asuhan keperawatan pada pasien terinfeksi hiv. Jakarta:
Salemba Medika.
Pahlevi, J. R. (2016). Pengaruh pelatihan ketrampilan regulasi emosi untuk
meningkatkan kemampuan.
Prabowo, E. (2014). Konsep dan Aplikasi Asuhan Keperawatan Jiwa.
Yogyakarta: Nuha Medika.
Pratiwi. (2011). Keperawatan Transkultural (Pertama.). Yogyakarta: Gosyen
Publishing.
Pratiwi, & Dewi. (2016). Reality Orientation Model For Mental Disorder Patients
Who Experienced Auditory Hallucinations. INJEC, 1, 87.
Puntillo, McAdam, Fontaine, & White. (2012). Psychological Symptoms Of
15
Family Members Of High-Risk Intensive Care Unit Patiens. American
Journal of Critical Care., 21, 386–394. doi:(American Journal of Critical
Care.
Raharjo. (2015). Tingkat Kecemasan Keluarga Pasien Stroke yang Dirawat
Diruang ICU Rumah Sakit Panti Waluyo Surakarta.
Ronald, & Sara. (2010). Impact of Chronic Critical Illness on the Psychological
Outcomes of Family Members. AACN Adv Crit Care, 21(1), 80–91.
doi:10.1097/NCI.0b013e3181c930a3.Impact
Sahrah, A. (2012). Organizational Citizenship Behavior Ditinjau Dari Kepuasan
Kerja Dan Jenis Kelamin Para Perawat Rumah Sakit.
Smith, C. D. iSabatino, & Custard, K. (2014). The experience of family members
of ICU patients who require extensive monitoring: a qualitative study.
Critical Care Nursing Clinics of North America, 26(3), 377–388.
doi:10.1016/j.ccell.2014.04.004
Stuart, G. W. (2013). Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC.
Sukriswati, I. (2016). Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Kualitas Hidup
Pasien Gagal Ginjal Kronik Yang Menjalani Hemodialisa Di RSUD
Moewardi Surakarta. Skipsi. Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Yanti, R. (2013). Hubungan Karakteristik Perawat, Motivasi, Dan Supervisi
Dengan Kualitas Dokumentasi Proses Asuhan Keperawatan, 1, 107–114.
Yunitasari, L. N. (2012). Hubungan Beberapa Faktor Demografi dengan Tingkat
Kecemasan Pasien Pasca Diagnosis Kanker di RSUP Dr. Kariadi Semarang,
1(2), 127–129.
Yusuf, A., Fitryasari, R. P., & Nihayati, H. E. (2014). Buku Ajar Keperawatan
Kesehatan Jiwa. (F. Ganiajri, Ed.). Jakarta: Salemba Medika.