Upload
others
View
2
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
RUU. PENGELUARAN PINJAMAN
OBLIGASI TAHUN 1959
1959-1960
1791/Red. Sid. 1959 P.418
Sid. 1959/1960 – P. 6
D A F T A R I S I
RUU PENGELUARAN PINDJAMAN OBLIGASI TAHUN 1959
……………………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………….
No.
Dok.
No.
Srt.
Djenis dan isi surat,
No. dan tgl.
Pengiriman Penerimaan Halaman
- ICHTISAR RINGKAS RUU
1 - Surat M. Keuangan kepada
Ketua DPR No.
58196/BSD/VI/59 tgl. 6-5-1959
tt. menjampaikan RUU.
Agno. 6929
Tgl 12-5-1959
2 S.2 RUU
3 S.3 Memori pendjelasan
4 - Surat Ketua DPR kepada para
anggota DPR dan Panitia
Permusjawaratan No.
7182/DPR-RI/59 tgl. 16-5-1959
tt. menjampaikan S.2 dan S.3
dan salinan surat M. Keuangan
No. 58196/BSD/VI/59 tgl. 6-5-
1959.
5 - Surat M. Keuangan kepada
Ketua DPR No.
65659/BSD/VI/59 tgl 23-5-
1959 tt menjampaikan teks
baru RUU.
Agno. 7529
Tgl 25-5-1959
1
No.
Dok.
No.
Srt.
Djenis dan isi surat,
No. dan tgl.
Pengiriman Penerimaan Halaman
6 S.4 Teks baru RUU.
7 - Teks baru Memori
Pendjelasan
8 - Surat Ketua DPR kepada M.
Keuangan No. 7418/DPR-
RI/59 tgl. 21-5-1959 tt.
permintaan pendjelasan
tertulis mengenai situasi
ekonomi/moneter pada
dewasa ini selambat-lambanja
tgl. 23-5-1959 pagi.
9 - Surat M. Keuangan kepada
Ketua DPR No.
65660/BSD/VI/59 tgl. 23-5-
1959 tt. menjampaikan
Agno. 7533
Tgl 25-5-
1959
10 S.6 Keterangan tambahan
Pengeluaran Pindjaman
Obligasi tahun 1959.
11 - Surat pengantar Sekr. DPR
kepada para Anggota No.
7529/DPR-RI/59 tgl. 25-5-
1959 tt. menjampaikan salinan
surat M. Keuangan No.
65659/BSD/VI/59 tgl 23-5-
1959 dengan lampirannja
Teks baru RUU, Memori
Pendjelasan/dan Keterangan
tambahan (S.6) / S.4, S.5
2
No.
Dok.
No.
Srt.
Djenis dan isi surat,
No. dan tgl.
Pengiriman Penerimaan Halaman
12 S.1 Amanat Presiden No.
1258/HK/59 tgl 14-5-1959 tt.
menjampaikan RUU dan
Memori Pendjelasan (S.2 dan
S.3).
Agno. 7508
tgl. 23-5-
1959
13 - Rta ke-56 tgl. 26-5-1959
14 - Rta ke-58 tgl. 29-5-1959
3
1791/Red. -2- Sid. 1959 P.418
Sid. 1959/1960 – P. 6
D A F T A R I S I
……………………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………….
No.
Dok.
No.
Srt.
Djenis dan isi surat,
No. dan tgl.
Pengiriman Penerimaan Halaman
15 - Rta ke-59 tgl. 1-6-1959
16 - Rta ke 60 tgl. 3-6-1959
17 - Surat M. Keuangan kepada
Ketua DPR No.
70644/BSD/VI/59 tgl. 10-6-
1959 tt. menjampaikan teks
baru RUU.
Agno. 6929
Tgl 12-5-1959
18 S.7 Teks baru RUU
19 S.8 Teks baru Memori
Pendjelasan
20 - Surat pengantar Sekr. DPR
kepada para No. 8405/DPR-
RI/ 59 tgl 10-6-1959 tt
menjampaikan S.7 dan S.8
21 - Rta ke 67 tgl. 10-6-1959
(malam)
22 - Rta ke 68 tgl. 12-6-1959
23 - Risalah pertemuan (kedua)
tgl. 12-6-1959 (malam)
24 S.9 Usul Amandemen
HUTOMO SUPARDAN
dkk tgl. 12-6-1959 tt.
Konsiderans, pasal I dan 7,
Memori Pendjelasan.
25 - Surat Ketua DPR kepada M.
Keuangan No. 8487/DPR-
RI/59 tgl. 12-6-1959 tt.
menjampaikan usul
amandemen HUTOMO
SUPARDAN dkk. (S.9)
4
26 - Surat pengantar Sekr. DPR
kepada para Anggota
DPR/Ketua2 Fraksi No.
8487/DPR-RI/59 tgl. 13-6-
1959 tt. menjampaikan S.9.
27 - Surat M. Keuangan kepada
Ketua DPR No. 81985/
BSD/VI/59 tgl. 30-6-1959
tt. memberitahukan
keputusan Dewan Menteri
pada rapatnja ke-182 tgl. 26-
6-1959 untuk
mendaruratkan RUU
Pengeluaran Pindjaman
Obligasi
Agno. 9242
Tgl 2-7-1959
x) sbg.
UUDarurat
tahun 1959 (LN
No. 43)
dan permintaan
agar RUU
dibatalkan.
28 - Tembusan Surat
M.Keuangan kepada
Direktur Kabinet Presiden
No. 77871/BSD/VI/59 tgl
30-6-1959 tt. pembatalan
RUU dengan Amanat
Presiden.
Agno. 9243
Tgl 2-7-1959
29 - Tembusan Surat Sekretaris
Dewan Menteri kepada
M.Keuangan No. 19247/59
tgl. 2-7-1959 tt.
menjampaikan
(memberitahukan)
keputusan Dewan Menteri
untuk mendaruratkan RUU
dan minta untuk
menjelesaikan dengan DPR
soal2 formil jang bertalian
dengan penjelesaian RUU.
Agno. 9290
Tgl 4-7-1959
5
1791/Red. -3- Sid. 1959 P.418
Sid. 1959/1960 – P. 6
D A F T A R I S I
……………………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………….
No.
Dok.
No.
Srt.
Djenis dan isi surat,
No. dan tgl.
Pengiriman Penerimaan Halaman
30 - Surat Ketua (Wakil ketua I)
DPR kepada
Presiden/Perdana Menteri
No. 10346/DPR-RI/59 tgl 6-
8-1959 tt. penjelesaian usul
Undang-undang.
31 - Tembusan surat Menteri
Muda Penghubung dengan
DPR/MPR tgl. 28-8-1959 tt.
Penarikan kembali beberapa
RUU.
Agno. 11354
Tgl 31-8-1959
32 - Amanat Presiden No.
2795/HK/59 tgl. 22-9-1959
tt. Penarikan kembali RUU.
6
Salinan
R E P U B L I K I N D O N E S I A
K E M E N T E R I A N K E U A N G A N
- - - - - - - - - -
Diterima tgl : 12-5-59
Agno. 6929.
----------------------------
Kepada Jth.
Ketua Dewan Perwakilan Rakjat
Republik Indonesia
di
DJAKARTA.-
NR. TANGGAL LAMPIRAN:
58196/BSD/VI/59 6-5-’59 450.-
PERIHAL : Rantjangan undang-undang tentang
pengeluaran pindjaman obligasi tahun 1959.-
---------------------------------------------------------
AMAT SEGERA.-
Bersama ini disampaikan dengan hormat tembusan surat
saja hari ini no. 58197/BSD/VI/59 kepada Direktur Kabinet Presiden
Republik Indonesia, jang isinja untuk singkatnja Saudara dipersilahkan
membatja, disertai rantjangan Undang-undang jang disebut dalam surat
itu, rangkap 450 (empat ratus lima puluh) beserta pendjelasannja.
Adapun maksud saja jalah untuk sudah dapat
mengeluarkan pindjaman obligasi tahun 1959 pada pertengahan tahun
ini.
Oleh karena untuk persiapan2 mengenai pengeluaran
pindjaman obligasi tersebut demikian memerlukan disahkannja
terlebih dahulu Undang2nja, berhubung misalnja pada lembar2
obligasi perlu ditjantumkan nomor dan tahun Undang-undang,
sehingga obligasi2 baru dapat ditjetak sesudah Undang2nja disahkan,
7
maka bersama ini saja mohon sudi apalah kiranja Saudara memberikan
prioritet, agar Undang2 tentang pengeluaran pindjaman obligasi
tersebut segera dapat dibitjarakan dalam Sidang Dewan Perwakilan
Rakjat, sesudah ada amanat dari Presiden.
MENTERI KEUANGAN
(dtt.) Mr. SOETIKNO SLAMET
TEMBUSAN dikirimkan kepada :
1. Perdana Menteri R.I.
2. Bagian Moneter I pada Kementerian Keuangan.-
8
Salinan
R E P U B L I K I N D O N E S I A
K E M E N T E R I A N K E U A N G A N
- - - - - - - - - -
Kepada Jth.
DIREKTUR KABINET PRESIDEN
di
DJAKARTA.-
NR. TANGGAL LAMPIRAN:
58197/BSD/VI/59 6-5-’59 7 (tudjuh)
PERIHAL : Rantjangan undang-undang tentang
pengeluaran pindjaman obligasi tahun 1959.-
---------------------------------------------------------
AMAT SEGERA.-
Bersama ini disampaikan dengan hormat 7 lembar
rantjangan Undang-undang tentang pengeluaran pindjaman obligasi
tahun 1959 beserta pendjelasannja, dengan permohonan sudi apalah
kiranja rantjangan Undang-undang tersebut disampaikan dengan
amanat Presiden kepada Dewan Perwakilan Rakjat, agar supaja dapat
segera dibitjarakannja.
Perlu ditjatat disini, bahwa rantjangan Undang-undang
tersebut telah disetudjui oleh Dewan Menteri pada tanggal 15 April
1959 dalam sidangnja ke-175.
Kepada Dewan Perwakilan Rakjat hari inipun dikirimkan
450 lembar untuk dipergunakan seperlunja.
MENTERI KEUANGAN
(dtt.) Mr. SOETIKNO SLAMET
TEMBUSAN dikirimkan kepada :
1. Perdana Menteri R.I.
2. Ketua Dewan Perwakilan Rakjat RI;
3. Bagian Moneter I pada Kementerian Keuangan.-
9
Rantjangan
UNDANG-UNDANG No. ………….. TAHUN 1959
Tentang
PENGELUARAN PINDJAMAN OBLIGASI TAHUN 1959
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Menimbang: a) bahwa berhubung dengan perkembangan moneter dewasa ini perlu
diambil tindakan-tindakan jang mengurangi djumlah uang jang beredar
dalam masjarakat dan menggunakannja untuk usaha-usaha pembangunan;
b) bahwa perlu diambil tindakan-tindakan untuk mengkonsolider hutang-
hutang dalam djangka pendek;
c) bahwa perlu djuga diambil tindakan-tindakan untuk perkembangan
pasar modal dalam negeri kearah jang sehat;
d) bahwa untuk ini Pemerintah berkehendak mengeluarkan pindjaman
obligasi;
e) bahwa dipandang perlu untuk memberi kelonggaran-kelonggaran
tertentu terhadap padjak pendapatan (peralihan), padjak kekajaan dan bea
materai pada para pengikut-serta dalam pindjaman ini;
Mengingat pasal 89, 111 dan 118 Undang undang Dasar Sementara Republik Indonesia;
Dengan persetudjuan Dewan Perwakilan Rakjat;
M E M U T U S K A N :
Menetapkan:
Undang-undang tentang pengeluaran pindjaman obligasi tahun 1959.
Pasal 1.
1. Negara Republik Indonesia mengeluarkan pindjaman obligasi setinggi-tingginja
dua ribu djuta rupiah dengan mengeluarkan lembaran2 surat obligasi atas undjuk
(antoonder). Pinjaman obligasi tersebut dikeluarkan setjara barangsur-angsur
setiapkali dalam djumlah dan menurut tjara-2 serta waktu-2 jang akan oleh
Menteri Keuangan.
2. Diatas bunga jang diberikan, setiap tahun disediakan hadiah2 bagi surat2 obligasi
tersebut dalam ajat 1 dalam djumlah dan menurut tjara jang akan ditetapkan oleh
Menteri Keuangan.
3. Surat2 obligasi sebagaimana dimaksudkan dalam ajat 1 berbunga lima perseratus
dalam satu tahun dan dibajar atas kupon tahunan pada waktu2 jang akan
ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
Kupon2
10
-2-
4. Kupon2 tahunan jang tidak diminta pembajarannja mendjadi kadaluwarsa setelah
liwat lima tahun sesudah tanggal djatuhnja kupon2 tersebut.
5. Kupon2 dapat ditukar dengan uang pada semua kantor2 Bank Indonesia dan
badan2 lain di Indonesia jang akan ditundjuk oleh Menteri Keuangan menurut
tjara2 jang akan ditentukan lebih landjut olehnja.
Pasal 2.
1. Pindjaman obligasi ini dilunasi setiap tahun dengan tjara undian apari selama
dua puluh tahun pada waktu2 dan menurut tjara2 jang masih akan ditetapkan oleh
Menteri Keuangan dengan sjarat bahwa pelunasan dapat dilakukan sebelum
waktunja,
2. Pada waktu pelunasan setiap tahun diberikan hadiah untuk surat2 lembaran
sebagaimana dimaksudkan dalam pasal 1 ajat 2 dan untuk pertama kali dalam
tahun 1961.
3. Untuk pelunasan sebagaimana dimaksudkan dalam ajat (1) pada dasarnja
disediakan seperduapuluh dari djumlah seluruh pindjaman jang diadakan oleh
Menteri Keuangan sebagaimana dimaksudkan dalam pasal 1 ajat (1). Untuk
hadiah2 disediakan setiap tahun setengah seperseratus dari djumlah nominal dari
pindjaman obligasi jang dikeluarkan dengan tidak mengurangi ketentuan dalam
ajat 1.
4. Hak untuk menagih surat-surat obligasi jang telah disediakan untuk dilunasi
hilang, setelah liwat sepuluh tahun sesudah sehari dimana untuk surat2 obligasi
tersebut telah disediakan uang untuk pelunasannja.
5. Bunga surat2 obligasi jang dikeluarkan berdasarkan Undang2 ini hanja dibajar
sampai pada hari dimana surat obligasi dapat dilunasi.
Pasal 3.
Kesempatan untuk ikut serta dalam pindjaman obligasi ini hanja diadakan dalam
lembaran dari Rp. 10.000,- (Sepuluh ribu rupiah) jang pengeluarannja akan melalui
Bank Indonesia dan/atauu djika perlu badan2 jang akan ditundjuk oleh Menteri
Keuangan.
Pasal 4.
1. Surat2 obligasi itu ditanda-tangani oleh Menteri Keuangan dan akan didaftarkan
oleh Dewan Pengawas Keuangan lebih dahulu sebelum dikeluarkan dan dari
pendaftaran tersebut diberi bukti pendaftaran.
Tentang
11
-3-
2. Tentang adanja penjertaan dalam pindjaman obligasi termaksud dalam Undang2
ini dan tentang surat2 obligasi jang dikeluarkan dibuat perhitungannja jang
diberitahukan kepada Dewan Perwakilan Rakjat, setelah diperiksa dan disetudjui
oleh Dewan Pengawas Keuangan.
3. Surat2 obligasi jang sudah diterima kembali karena pelunasan dan kupon2 jang
sudah dibajar, setelah dibuat tidak berlaku, akan dikirimkan oleh Kememterian
Keuangan kepada Dewan Pengawas Keuangan untuk dimusnahkan sehingga tidak
dapat digunakan lagi dalam peredaran.
Pasal 5.
Pengeluaran2 untuk pembajaran bunga, hadiah dan pelunasan obligasi termaksud dalam
pasal 1 ajat (3), pasal 2 ajaat (2) dan ajat (5) demikian pula biaja untuk
menjelenggarakan pindjaman dibebankan kepada anggaran Republik Indonesia.
Pasal 6.
(1) Djika penjertaan pertama dalam pindjaman obligasi ini menjebabkan
diketahuinja keterangan2 jang memberi kesimpulan bahwa berdasarkan “undang-
undang Padjak Pendapatan 1944” (L.N. 1957 No. 41), “Ordonansi Padjak Kekajaan”
(Stbl. 1932 No. 405 jo. L.N. 1957 No. 41) dan “Ordonansi Padjak Perseroan 1925”
(Otbl. 1925 No. 319), sesuatu padjak ternjata tidak dikenakan ataupun dikenakan
terlampau rendah, dikurangkan atau dihapuskan maka keterangan2 itu mengenai
djangka waktu sampai pendaftaran untuk pindjaman itu ditutup tidak dapat
digunakan untuk menetapkan padjak jang masih sementara, atau untuk menindjau
kembali ketetapan, atau untuk mengenalkan padjak nilai mula-mula telah diberikan
pembebasan padjak, atau untuk mengenakan tagihan tambahan atau susulan satu dan
lain dengan ketentuan sebagai berikut :
A. Untuk Padjak Pendapatan Kekajaan jang mengenai tahun padjak 1958 dan tahun-
tahun sebelumnja.
B. Untuk Padjak Perseroan mengenai tahun buku 1958 jang bersamaan dengan
tahun takwin 1958 dan tahun-tahun buku sebelumnja.
(2) Pasal 23 dan 24 “Undang- Undang Padjak Pendapatan dan pasal 60 dan 61”
“Ordonansi Padjak Kekajaan” dan pasal 4 jo. 48 “Ordonansi Padjak Perseroan” tidak
berlaku terhadap hal-hal jang disebut dalam ajat 1, sepandjang mengenai keterangan-
keterangan jang diperoleh dari penjertaan tersebut.
Bank-bank,
12
-4-
(3) Bank-bank, badan-badan dan lembaga-lembaga lain dimana diadakan
kemungkinan pendaftaran pindjaman obligasi ini, dibebaskan dari kewadjiban
pemberitahuan kepada Djawatan Padjak seperti tersebut dalam pasal 22 ajat 1 dari
Undang-undang Padjak Pendapatan 1944 dan dalam pasal 54a ajat 1 dari Ordonansi
Padjak Kekajaan 1932 dan pasal 45a dari Ordonansi Padjak Perseroan, tentang
segala apa jang mengenai pendaftaran untuk pindjaman obligasi dan pemberian surat
obligasi.
Hadiah-hadiah jang diberikan pada waktu pelunasan dibebaskan dari padjak
undian, mengingat pasal 2 sub a Undang-undang No. 22 tahun 1954 (Lembaran
Negara No. 75 tahun 1954).
Pasal 7.
Segala surat-surat pendaftaran, kwitansi2, pemastian2 perdjandjian2 dal lain2 jang
dibuat untuk mendjalankan Undang2 ini bebas dari bea materai.
Pasal 8.
Untuk surat-surat obligasi dank upon2 jang hilang atau musnah dapat diberi gantinja
menurut peraturan2 jang akan ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
Pasal 9.
Pada bank2 dan badan2 lain jang ditundjuk oleh Menteri Keuangan jang turut
membantu melaksanakan pindjaman obligasi ini dapat diberi provisi menurut peraturan2
jang akan ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
Pasal 10.
Hal2 jang belum diatur guna pelaksanaan Undang2 ini ditetapkan oleh Menteri
Keuangan.
Pasal 11
Undang2 ini dapat disebut “Undang2 tentang Pengeluaran Pindjaman Obligasi tahun
1959” dan mulai berlaku pada hari diundangkan.
Agar supaja setiap orang dapat mengetahuinnja, memerintahkan pengundangan
Undang2 dengan penempatan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
13
Ditetapkan di Djakarta
pada tanggal ………………. 1959
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
( S O E K A R N O ) .
Diundangkan :
Pada tanggal …………….. 1959.
Menteri Kehakiman, Menteri Keuangan,
( M A E N G K O M ) ( S O E T I K N O S L A M E T )
14
Pendjelasan Umum
Dibandingkan dengan tahun2 sebelumnja maka sedjak tahun 1957 tambahnja uang jang
beredar dalam masjarakat menungkat banjak.
Dalam tahun 1957 naik dengan lebih dari Rp. 5 miljard dan dalam tahun 1958 ditaksir
naik dengan 8 miljard, dalam tahun 1959 ditaksir akan meningkat mendjadi ± Rp 34.1
miljard. Demikian pula uang muka pada bank Indonesia pada tahun2 jang achir ini
sangat meningkat.
(Dalam tahun 1957 naik dengan ± Rp 8.2 miljard, dalam tahun 1958 dengan Rp 9
miljard dan tahun 1959 ditaksir akan mendjadi ± Rp 30,6 miljard. Selain daripada itu
defisit2 pada anggaran belandja sedjak tahun 1957 meningkat pula (Dalam tahun 1957
defisit Rp 5.3 miljard, tahun 1958 9.7 miljard, dan tahun 1959 ditaksir berdjumlah Rp 8
miljard).
Karena itu tekanan2 inflanter sangat dirasakan sebagaimana terbukti dari kenaikan
harga2 walupun relatip tidak setinggi dengan naiknja djumlah uang jang beredar.
Djumlah uang jang beredar jang begitu besar membawa pengaruh2 buruk dilapangan
moneter dan menghambat perkembangan ekonomi jang sehat.
Perlukah kiranja diambil tindakan2 jang dapat menarik sekedarnja “black-
money” jang beredar itu sehingga dapat mengurangi tekanan2 inflatoir dalam negeri.
Mengurangi tekanan inflantoir ini perlu sekali didjalankan, karena telah mendjadi
pendapat umum bahwa pembangunan tidak dapat berdjalan dengan lancar djika dalam
Negara sedang meradjalela suatu inflasi jang keras. Djadi usaha ini adalah penting sekali
dalam rangka pembangunan Negara dan masjarakat. Djika sebagian dari uang itu dapat
ditarik dari peredaran, maka djumlah tersebut dapat digunakan untuk mengurangi hutang
Pemerintah pada Bank Indonesia dan menambah pembeajaan deficit anggaran belandja
tahun 1959 dan 1960, djika pendjualan tidak/belum terlaksana sepenuhnja dalam tahun
1959. Disampingnja uang itu dapat dipergunakan pula untuk membeajai projek2
pembangunan jang segera dapat memperoleh manfaat bagi masjarakat.
Salah satu djalan untuk menarik “black-money” itu dari peredaran adalah dengan
mengeluarkan pindjaman obligasi. Maksimaal dapat diharapkan ditarik sebesar Rp 2
miljard.
Pindjaman obligasi ini akan dikeluarkan setjara berangsur2 menurut tjara dan dalam
djumlah jang setiap kali akan ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
Agar menarik, surat2 obligasi akan dikeluarkan atas undjuk (aantoonder) dan
disertai dengan pemberian hadiah2 untuk semua surat2 obligasi disamping bunga jang
tetap. Bunga akan berdjumlah 5% sedangkan untuk hadiah disediakan setiap tahun ½%
dari djumlah nominal pindjaman obligasi jang terdjual.
Hadiah2
15
-2-
Hadiah2 akan berkisar antara Rp 990.000,- dan Rp 500,-
Hadiah2 tsb akan diberikan pada waktu pelunasan selama 20 tahun dan untuk pertama
kali dalam tahun 1961. Bagi mereka jang beragama Islam jang ikut serta dalam
pindjaman ini dan jang menjatakan keinginannja, diberi kesempatan sebelum menerima
hadiahnja membajar zakat sebesar 2 ½% dari djumlah nominal obligasi jang
dimiilikinja.
Pelaksanaan hal ini akan diatur bersama oleh Menteri Keuangan dan Menteri Sosial.
Pendjualan dari surat2 obligasi tersebut akan dilakukan dengan djalan jang semudah-
mudahnja jaitu tanpa pendaftaran (“over the counter”) sehingga sama sekali tidak perlu
ada kekuatiran para pemilik “black-money” bahwa alamat atau nama mereka akan
tertjatat.
Dimana diadakan kemungkinan untuk pendaftaran pindjaman obligasi ini, maka bank2,
badan2 jang diserahi ini dibebaskan dari pemberitahuan kepada Djawatan Padjak (Pasal
6 ajat 3).
Untuk lebih menarik lagi maka pindjaman obligasi jang bersifat “premielening” ini
dalam pasal 6 memberi kepada peserta pertama:
1. Ampunan umum (general pardon) dalam urusan fiskal dan
2. Diberikan pula pembebasan fiskal.
Umum mengetahui, bahwa dalam kalangan pengusaha oleh karena berbagai alasan
ada tertimbun berdjuta-djuta uang jang enggan dikeluarkannja oleh karena chawatir
diusut dan dikenakan padjak dengan dendanja jang tinggi oleh Djawatan Padjak.
Kekhawatiran tersebut dengan ampunan umum dalam sektor fiskal ini mendjadi hilang
dan tidak mempunjai alasan sama sekali. Dengan demikian maka djumlah2 uang jang
digunakan untuk membeli surat2 obligasi tahun 1959 ini tidak akan dikenakan padjak
c.q denda2nja untuk Padjak Pendapatam, Padjak Kekajaan dan Padjak Perseroan
mengenai tahun padjak 1958 dan tahun2 sebelumnja (pasal 6 ajat 1). Demikiam pula
tuntutan2 pidana tidak akan diadakan (Pasal 6 ajat 2) Djuga ditiadakan kewadjiban
pemberitahuan kepada Djawatan Padjak dari Bank2 dan lembaga2 lainnja dimana
pendaftaran dll.nja tentang pindjaman obligasi itu dilakukan (ajat 3).
Selain daripada ampunan umum tersebut diatas, maka pindjaman obligasi ini juga
mempunjai daja penarik yang lain bagi jang tidak dapat diabaikan; Hadiah-hadiah jang
besarnja tidak kalah dari hadiah2 undian2 umum jang besar, dibebaskan pula dari padjak
undian (ajat 4)
16
Semula dipikirkan untuk, mentjantumkan pembebasan dari padjak kupon dan surat-
surat obligasi itu dari bea meterai, akan tetapi hal itu tidak perlu, oleh karena padjak
kupon selamanja dibebaskan dari bea meterai (A.B.M 1921 pasal 86 huruf a dan c).
----------:ra;----------
17
-3-
Pasal demi pasal.
Pasal 1.
Surat2 obligasi akan dikeluarkan atas undjuk (aan-toonder) dan akan didjual kepada
chalajak ramai melalui bank-bank, dan badan-badan lain jang akan ditundjuk oleh
Menteri Keuangan dengan tjara jang semudah-mudahnja, tanpa mengadakan
pendaftaran.
Meskipun djumlah setinggi-tingginja ditetapkan sebesar Rp. 2 miljard akan tetapi
pengeluarannja akan dilakukan setjara berangsur-angsur, setiap kali dalam djumlah dan
menurut tjara jang akan ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
Pada waktu pelunasan untuk pertama kali dalam tahun 1961, dan djika seluruh
pindjaman \dikeluarkan selandjutnja setiap tahun 10.000 lembaran surat pindjaman akan
diundi dan disediakan hadiah paling tinggi Rp. 990.000,- dan paling rendah Rp. 500,-.
Ini berarti bahwa masing2 pemegang surat obligasi ada kemungkinan untuk
memenangkan Rp. 990.000,- atau jang kurang dari itu, akan tetapi pasti ia akan
mendapat hadiah paling sedikit Rp. 500,-. Disamping itu ia pun menerima bunga tetap
5% setiap tahun.
Tentang hadiah2 tersebut dan pendjelasan lebih landjut mengenai pindjaman obligasi ini
akan dikeluarkan prospektus tersendiri.
Djumlah hadiah setiap tahun adalah tetap, jaitu ½ persen dari djumlah nominal dari
obligasi jang terdjual.
Pasal 2.
Tjara pelunasan dengan pembelian dibursa seperti terdjadi dengan pindjaman R.I. tahun
1950 pada umumnja bukanlah merupakan tjara jang lazim dipakai. Tjara pelunasan jang
dimaksudkan dalam pasal 2 ini lebih menarik mengingat dasar sukarela dari pindjaman
ini.
Pasal 3.
Untuk memudahkan tata usaha akan dikeluarkan lembaran2 surat pindjaman sebesar Rp.
10.000,- sadja, mengingat bahwa sebagian besar dari para pemilik “black-money”
memiliki djumlah uang jang banjak sekali. Untuk memberi kesempatan kepada lain2nja
jang ingin turut pula dalam pindjaman obligasi ini, maka oleh P.T. Biro Sertipikat
Indonesia akan disediakan petjahan2 lembaran2 obligasi jang lebih ketjil jaitu dari Rp.
1.000,-, Rp. 500,- dan Rp. 100,-.
18
-4-
Pasal 4 dan 5.
Tidak memerlukan pendjelasan.
Pasal 6.
Tjukup didjelaskan dalam pendjelasan umum.
Pasal 7.
Adalah suatu kebiasaan dalam negara kita bahwa pembebasan bea materai diberikan
terhadap semua tanda, jang dibuat berkenaan dengan pindjaman obligasi jang
dikeluarkan oleh Negara.
Pasal 8,9,10 dan 11.
Tidak memerlukan pendjelasan.
-----.-----
Pelunasan termasuk Hadiah jang disediakan setiap tahun (djika seluruh pindjaman
dikeluarkan):
1. 1b. ‘a Rp. 1.000.000,- = Rp. 1.000.000,-
2. “ ‘a “ 500.000,- = “ 1.000.000,-
3. “ ‘a “ 300.000,- = “ 900.000,-
4. “ ‘a “ 200.000,- = “ 800.000,-
5. “ ‘a “ 100.000,- = “ 500.000,-
8 “ ‘a “ 50.000,- = “ 400.000,-
16 “ ‘a “ 30.000,- = “ 480.000,-
34 “ ‘a “ 20.000,- = “ 680.000,-
9927 “ ‘a “ 10.500,- = “ 104.233.500,-
10.000 lb. Rp. 109.993.500,-
TJATATAN :
Setiap tahun 10.000 lembar surat obligasi diundi, diantara mana 75 lembar akan
mendapat hadiah antara Rp. 10.000,- dampai Rp. 990.000,-, sedangkan sisanja 9.927
masing2 akan mendapat hadiah Rp. 500,-. Di samping itu tetap diberikan bunga 5%
setahun.
-----a-----
19
Salinan
D E W A N P E R W A K I L A N R A K J A T
R E P U B L I K I N D O N E S I A
No : 7182/DPR-RI/59. D j a k a r t a , 1 6 M e i 1 9 5 9
Lampiran : 3. Kepada
Perihal : RUU tentang obligasi 1. Para Anggota Dewan Perwakilan Rakjat
2. Para Anggota Panitia Permusjawaratan
di DJAKARTA.-
Tahun 1959 (Sid. 1959-P.418)
AMAT SEGERA.-
Mendahului diterimanja Amanat Presiden, bersama ini
kamu sampaikan dengan hormat surat-surat perundingan mengenai
rantjangan Undang-undang tentang pengeluaran pindjaman obligasi
tahun 1959 (Sid. 1959-P,418), terdiri dari:
1. Rantjangan Undang-undang (S.2)
2. Memori pendjelasan (S.3)
Untuk dipergunakan sebagai bahan pembitjaraan dalam rapat-rapat
Dewan Perwakilan Rakjat.
Perlu kami beritahukan, bahwa pembitjaraan rantjangan undang-
undang tersebut dimintakan prioriteit oleh Pemerintah seperti tersebut
dalam surat Menteri Keuangan tgl, 6-5-1959 No. 58196/BSD/VI/59,
jang salinannja bersama ini kami lampirkan.
KETUA
DEWAN PERWAKILAN RAKJAT
u.b.
Sekertaris Djenderal,
(dtt.) Mr. Roesli
TEMBUSAN beserta lampiran
disampaikan kepada :
Para Ketua Fraksi dalam D.P.R
20
1410/AE
R E P U B L I K I N D O N E S I A
K E M E N T E R I A N K E U A N G A N
D S … … … … . . . . K O T A K P O S N O . 2 1 - D J A K A R T A
- - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
Kepada Jth.
KETUA DEWAN PERWAKILAN RAKJAT
REPUBLIK INDONESIA
di
DJAKARTA.-
NR. 65659/BSD/VI/59 TANGGAL 23-5-‘59 LAMPIRAN: 450.
PERIHAL : Rantjangan undang-undang tentang
pengeluaran pindjaman obligasi tahun 1959.-
---------------------------------------------------------
AMAT SEGERA.-
Dengan menundjuk kepada surat kami tanggal 6 Mei 1959
No. 58196/BSD/VI tentang hal tersebut dalam pokok surat ini,
bersama ini diberitahukan dengan hormat, bahwa untuk
menjempumakan rantjangan Undang-undang pengeluaran pindjaman
obligasi tersebut, masih perlu diadakan perubahan-perubahan baik
dalam rantjangan Undang-undangnja maupun di pendjelasannja.
Adapun perubahan2 tersebut tidak mengenai soal2 principil
tentang isi rantjangan Undang2 tersebut.
Oleh karena itu, maka sudi apalah kiranja Saudara
mempergunakan rantjangan Undang2 pengeluaran pindjaman obligasi
tahun 1959 teks baru in (450exemplar) guna bahan pembitjaraan dalam
sidang D.P.R sebagai gantinja rantjangan Undang-undang jang
disampaikan kepada saudara dengan surat kami tanggal 6 Mei 1959
No. 58196/BSD/VI tersebut diatas.
MENTERI KEUANGAN
Ttd.
Mr. SOETIKNO SLAMET
TEMBUSAN dikirimkan kepada :
1. Perdana Menteri R.I.
2. Bagian Moneter I pada Kementerian Keuangan.-
21
Rantjangan
UNDANG-UNDANG No. ………….. TAHUN 1959
Tentang
PENGELUARAN PINDJAMAN OBLIGASI TAHUN 1959
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Menimbang: a) bahwa berhubung dengan perkembangan moneter dewasa ini perlu
diambil tindakan-2 jang mengurangi djumlah uang jang beredar
dalam masjarakat dan menggunakannja untuk usaha-2 pembangunan;
b) bahwa perlu diambil tindakan-tindakan untuk mengkonsolider
hutang-2 dalam djangka pendek;
c) bahwa perlu djuga diambil tindakan-2 untuk perkembangan pasar
modal dalam negeri kearah jang sehat;
d) bahwa dipandang perlu untuk memberi kelonggaran-2 tertentu
terhadap padjak pendapatan (peralihan), padjak perseroan, padjak
kekajaan dan bea materai serta untuk memberi kelonggaran terhadap
ketentuan2 dalam Peraturan Penguasa Perang Pusat No.
Prt/Peperpu/013/1958 tanggal 16 April 1958 (“Peraturan
Pemberantasan Korupsi”) pada para peserta dalam pindjaman ini;
Mengingat pasal 89, 111 dan 118 Undang-Undang Dasar Sementara Republik Indonesia;
Dengan persetudjuan Dewan Perwakilan Rakjat;
MEMUTUSKAN :
Menetapkan:
Undang-undang tentang pengeluaran pindjaman obligasi berhadiah
tahun 1959.
Pasal 1.
1. Menteri Keuangan diberi kuasa untuk mengeluarkan pindjaman atas beban
Negara setinggi-tingginja dua ribu djuta rupiah dengan mengeluarkan lembaran-
lembaran surat obligasi atas undjuk (aantoonder)/
Pindjaman obligasi tersebut dikeluarkan setjara berangsur-angsur setiap kali dalam
djumlah dan menurut tjara2 serta waktu jang akan ditetapkan oleh Menteri
Keuangan.
2. Diatas bunga jang diberikan, setiap tahun disediakan hadiah2 bagi surat2
obligasi tersebut dalam ajat 1 jang terundi dalam djumlah dan menurut tjara jang
akan ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
Surat2 obligasi
22
-2-
3. Surat2 obligasi sebagaimana dimaksudkan dalam ajat 1 berbunga lima
perseratus dalam satu tahun dan dibajar atas kupon tahunan pada waktu2 jang akan
ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
4. Kupon2 tahunan jang tidak diminta pembajarannja mendjadi kadaluwarsa
setelah liwat lima tahun sesudah tanggal djatuhnja kupon2 tersebut.
5. Kupon2 dapat ditukar dengan uang pada semua kantor2 Bank Indonesia dan
badan2 lain di Indonesia jang akan ditundjuk oleh Menteri Keuangan menurut
tjara2 jang akan ditentukan lebih landjut olehnja.
Pasal 2.
1. Pindjaman obligasi ini dilunasi a pari setiap tahun untuk pertama kali dalam
tahun 1961 dengan tjara undian paling lama dalam dua puluh tahun pada waktu-2
dan menurut tjara-2 jang masih akan ditetapkan oleh Menteri Keuangan dengan
sjarat bahwa pelunasan dapat dipertjepat.
2. Pada waktu pelunasan setiap tahun diberikan hadiah untuk surat2 lembaran
sebagaimana dimaksudkan dalam pasal 1 ajat 2 jang terundi.
3. Untuk pelunasan sebagaimana dimaksudkan dalam ajat (1) pada dasarnja
disediakan seperduapuluh dari djumlah seluruh pindjaman jang diadakan oleh
Menteri Keuangan sebagaimana dimaksudkan dalam pasal 1 ajat (1). Untuk
hadiah2 disediakan setiap tahun setengah seperseratus dari djumlah nominal dari
pindjaman obligasi jang dikeluarkan dengan tidak mengurangi ketentuan dalam
ajat 1.
4. Hak untuk menagih surat-surat obligasi jang telah disediakan untuk dilunasi
hilang, setelah liwat sepuluh tahun sesudah waktu tersebut ajat (1)
5. Bunga surat2 obligasi jang dikeluarkan berdasarkan Undang2 ini hanja dibajar
sampai pada waktu tersebut diajat (1)
Pasal 3.
Kesempatan untuk ikut serta dalam pindjaman obligasi ini hanja diadakan dalam
lembaran dari Rp. 10.000,- (Sepuluh ribu rupiah) jang pengeluarannja akan melalui
Bank Indonesia dan/atau djika perlu badan2 jang akan ditundjuk oleh Menteri
Keuangan.
Surat2 obligasi
23
-3-
Pasal 4.
1. Surat2 obligasi itu ditanda-tangani oleh Menteri Keuangan dan akan
didaftarkan oleh Dewan Pengawas Keuangan lebih dahulu sebelum dikeluarkan
dan dari pendaftaran tersebut diberi bukti pendaftaran.
2. Tentang adanja penjertaan dalam pindjaman obligasi termaksud dalam
Undang2 ini dan tentang surat2 obligasi jang dikeluarkan dibuat perhitungannja
jang diberitahukan kepada Dewan Perwakilan Rakjat, setelah diperiksa dan
disetudjui oleh Dewan Pengawas Keuangan.
3. Surat2 obligasi jang sudah diterima kembali karena pelunasan dan kupon2 jang
sudah dibajar, setelah dibuat tidak berlaku, akan dikirimkan oleh Kementerian
Keuangan kepada Dewan Pengawas Keuangan untuk dimusnahkan sehingga tidak
dapat digunakan lagi dalam peredaran.
Pasal 5.
Pengeluaran2 untuk pembajaran bunga, hadiah dan pelunasan obligasi
termaksud dalam pasal 1 ajat (3), pasal 2 ajaat (2) dan ajat (5) demikian pula biaja
untuk menjelenggarakan pindjaman dibebankan kepada anggaran Republik
Indonesia.
Pasal 6.
1. Djika penjertaan pertama dalam pindjaman obligasi ini menjebabkan diketahuinja
keterangan2 jang memberi kepastian bahwa berdasarkan “Ordonansi Padjak
Pendapatan 1944” (Stbl. 1944 No. 17), “Ordonansi Padjak Kekajaan (Stbl. 1932
No. 405) dan “Ordonansi Padjak Perseroan 1925” (Stbl. 1925 No. 319), sesuatu
padjak berkenaan dengan penjertaan pertama itu tidak dikenakan ataupun
dikenakan terlampau rendah, dikurangkan atau dihapuskan maka keterangan-
keterangan itu mengenai djangka waktu sampai pendaftaran untuk pindjaman itu
ditutup tidak dapat digunakan untuk menetapkan padjak jang masih sementara,
atau untuk menindjau kembali ketetapan, atau untuk mengenalkan padjak bila
mula-mula telah diberikan pembebasan padjak, atau untuk mengenakan tagihan
tambahan atau susulan.
2. Pasal 23 dan 24 “Undang- Undang Padjak Pendapatan dan pasal 60 dan 61”
“Ordonansi Padjak Kekajaan” 1932 dan pasal 47 dan 48 “Ordonansi Padjak
Perseroan 1925” tidak berlaku terhadap hal-hal jang disebut dalam ajat 1,
sepandjang mengenai keterangan-keterangan jang diperoleh dari penjertaan
tersebut.
Bank-bank
24
-4-
3. Bank-bank, badan-badan dan lembaga-lembaga lain dimana diadakan
kemungkinan pendaftaran pindjaman obligasi ini, dibebaskan dari kewadjiban
pemberitahuan kepada Djawatan Padjak seperti tersebut dalam pasal 22 ajat 1
“Ordonansi Padjak Pendapatan 1944”, pasal 54a ajat 1 dari “Ordonansi Padjak
Kekajaan 1932” dan pasal 43a dari “Ordonansi Padjak Perseroan 1925” tentang
segala apa jang mengenai pendaftaran untuk pindjaman obligasi dan pemberian
surat obligasi.
4. Hadiah-hadiah jang diberikan pada waktu pelunasan dibebaskan dari padjak
pendapatan dan padjak perseroan.
5. Hadiah-hadiah jang diberikan pada waktu pelunasan dibebaskan dari padjak
undian, mengingat pasal 2 sub a Undang-undang No. 22 tahun 1954 (Lembaran
Negara No. 75 tahun 1954).
6. Ketentuan2 dalam Peraturan Penguasa Perang Pusat No. Prt/perpu/013/1958
tanggal 16 April 1958 (“Peraturan Pemberantasan Korupsi”) jang berhubungan
dengan penilikan dan/atau pemeriksaan harta benda, tidak berlaku sepandjang
mengenai djumlah penjertaan pertama sebagai dimaksud pada ajat 1.
Pasal 7.
Segala surat-surat pendaftaran, kwitansi2, pemastian2 perdjandjian2 dal lain2
jang dibuat untuk mendjalankan Undang2 ini bebas dari bea materai.
Pasal 8.
Untuk surat-surat obligasi dank upon2 jang hilang atau musnah dapat diberi
gantinja menurut peraturan2 jang akan ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
Pasal 9.
Pada bank2 dan badan2 lain jang ditundjuk oleh Menteri Keuangan jang turut
membantu melaksanakan pindjaman obligasi ini dapat diberi provisi menurut
peraturan2 jang akan ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
Pasal 10.
Hal2 jang belum diatur guna pelaksanaan Undang2 ini ditetapkan oleh Menteri
Keuangan.
Undang2
25
-5-
Pasal 11
Undang2 ini dapat disebut “Undang2 tentang Pengeluaran Pindjaman Obligasi
tahun 1959” dan mulai berlaku pada hari diundangkan.
Agar supaja setiap orang dapat mengetahuinja, memerintahkan pengundangan
Undang2 dengan penempatan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Djakarta
pada tanggal ………………. 1959
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
( S O E K A R N O ) .
Diundanggkan :
Pada tanggal …………….. 1959.
Menteri Kehakiman, Menteri Keuangan,
( M A E N G K O M ) ( S O E T I K N O S L A M E T )
26
Pendjelasan Umum
Dibandingkan dengan tahun2 sebelumnja maka sedjak tahun 1957 tambahnja uang jang
beredar dalam masjarakat meningkat banjak.
Dalam tahun 1957 naik dengan lebih dari Rp. 5 miljard dan dalam tahun 1958 ditaksir
naik dengan 8 miljard, dalam tahun 1959 ditaksir akan meningkat mendjadi ± Rp 34.1
miljard. Demikian pula uang muka pada Bank Indonesia pada tahun2 jang achir ini
sangat meningkat.
(Dalam tahun 1957 naik dengan ± Rp 8.2 miljard, dalam tahun 1958 dengan Rp 9
miljard dan tahun 1959 ditaksir akan mendjadi ± Rp 30,6 miljard. Selain daripada itu
defisit2 pada anggaran belandja sedjak tahun 1957 meningkat pula (Dalam tahun 1957
defisit Rp 5.3 miljard, tahun 1958 9,7 miljard, dan tahun 1959 ditaksir berdjumlah Rp 8
miljard).
Karena itu tekanan2 inflantoir sangat dirasakan sebagaimana terbukti dari kenaikan
harga2 walupun relatip tidak setinggi dengan naiknja djumlah uang jang beredar.
Djumlah uang jang beredar jang begitu besar membawa pengaruh2 buruk dilapangan
moneter dan menghambat perkembangan ekonomi jang sehat.
Perlulah kiranja diambil tindakan2 jang dapat menarik sekedarnja “black-
money” jang beredar itu sehingga dapat mengurangi tekanan2 inflatoir dalam negeri.
Mengurangi tekanan inflantoir ini perlu sekali didjalankan, karena telah mendjadi
pendapat umum bahwa pembangunan tidak dapat berdjalan dengan lancar djika dalam
Negara sedang meradjalela suatu inflasi jang keras. Djadi usaha ini adalah penting sekali
dalam rangka pembangunan Negara dan masjarakat. Djika sebagian dari uang itu dapat
ditarik dari peredaran, maka djumlah tersebut dapat digunakan untuk mengurangi hutang
Pemerintah pada Bank Indonesia dan menambah pembeajaan deficit anggaran belandja
tahun 1959 dan 1960, djika pendjualan tidak/belum terlaksana sepenuhnja dalam tahun
1959. Disampingnja uang itu dapat dipergunakan pula untuk membeajai projek2
pembangunan jang segera dapat memperoleh manfaat bagi masjarakat.
Salah satu djalan untuk menarik “black-money” itu dari peredaran adalah dengan
mengeluarkan pindjaman obligasi. Maksimaal dapat diharapkan ditarik sebesar Rp 2
miljard.
Pindjaman obligasi ini akan dikeluarkan setjara berangsur-2 menurut tjara dan dalam
djumlah jang setiap kali akan ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
Agar menarik, suart2 obligasi akan dikeluarkan atas undjuk (aantoonder) dan disertai
dengan pemberian hadiah2 untuk semua surat2 obligasi jang terundi disamping bunga
jang tetap. Bunga akan berdjumlah 5% sedangkan untuk hadiah disediakan setiap tahun
kurang lebih ½% dari djumlah nominal pindjaman obligasi jang terdjual.
Hadiah2 akan berkisar antara Rp 990.000,- dan Rp 500,-
Pelunasan
27
-2-
Pelunasan termasuk Hadiah jang disediakan setiap tahun (djika seluruh pindjaman
dikeluarkan):
1. 1b. ‘a Rp. 1.000.000,- = Rp. 1.000.000,-
2. “ ‘a “ 500.000,- = “ 1.000.000,-
3. “ ‘a “ 300.000,- = “ 900.000,-
4. “ ‘a “ 200.000,- = “ 800.000,-
5. “ ‘a “ 100.000,- = “ 500.000,-
8. “ ‘a “ 50.000,- = “ 400.000,-
17 “ ‘a “ 30.000,- = “ 480.000,-
35 “ ‘a “ 20.000,- = “ 680.000,-
9928 “ ‘a “ 10.500,- = “ 104.233.500,-
10.000 lb. Rp. 109.993.500,-
Setiap tahun 10.000 lembar surat obligasi diundi, diantara mana 75 lembar akan
mendapat hadiah antara Rp. 10.000,- dampai Rp. 990.000,-, sedangkan sisanja 9.927
masing2 akan mendapat hadiah Rp. 500,-. Di samping itu tetap diberikan bunga 5%
setahun. Hadiah2 tsb. akan diberikan pada waktu pelunasan selama 20 tahun dan untuk
pertama kali dalam tahun 1961. Bagi mereka jang beragama islam jang ikut serta dalam
pindjaman ini dan jang menjatakan keinginannja, diberi kesempatan sebelum menerima
hadiahnja membajar zakat sebesar 2 ½% dari djumlah nominal obligasi jang dimilikinja.
Pelaksanaan hal ini akan diatur bersama oleh Menteri Keuangan dan Menteri Sosial.
Pendjualan dari surat2 obligasi tersebut akan dilakukan dengan djalan jang
semudah-2nja (“over the counter”) sehingga sama sekali tidak perlu ada kekuatiran para
pemilik “black-money”.
Untuk lebih menarik lagi maka pindjaman obligasi jang bersifat “premielening” ini
dalam pasal 6 memberi kepada peserta pertama ampunan umum (generaal pardon)
dalam beberapa urusan fiskal. Kepada peserta pertama akan diberikan suatu bukti bahwa
ia adalah peserta pertama, bukti mana dilekatkan pada surat obligasi.
Umum mengetahui, bahwa dalam kalangan pengusaha oleh karena berbagai alasan ada
tertimbun berdjuta-djuta uang jang enggan dikeluarkannja oleh karena chawatir diusut
dan dikenakan padjak dengan dendanja jang tinggi oleh Djawatan Padjak. Kechawatiran
tersebut dengan ampunan umum dalam sektor fiskal ini mendjadi hilang dan tidak
mempunjai alasan sama sekali. Bagi peserta pertama keterangan2 mengenai
penjertaannja tidak akan dipergunakan untuk menetapkan padjak jang masih sementara
atau untuk menindjau kembali ketetapan, dsb. (pasal 6 ajat 1), mengenai masa sampai
pendaftaran untuk pindjaman itu ditutup.
Demikian pula tuntutan2 pidana tidak akan diadakan (pasal 6 ajat 2).
28
Djuga ditiadakan kewadjiban pemberitahuan kepada Djawatan Padjak dari Bank2 dari
lembaga2 lainnja dimana pendafaran dll.nja tentang pindjaman obligasi itu dilakukan
(pasal 6 ajat 3).
Selain daripada ampunan umum tersebut diatas, maka pindjaman obligasi ini mempunjai
daja penarik jang lain lagi jang tidak dapat diabaikan:
Hadiah-hadiah jang besarnja tidak kalah dari hadiah2 undian2 umum jang besar,
dibebaskan pula dari padjak pendapatan, padjak perseroan dan padjak undian (pasal 6
ajat 4 dan 5).
Demikian pula ketentuan 2 dalam Peraturan Penguasa Perang Pusat No.
Prt/Peperpu/013/1958 tanggal 16 April 1958 (Peraturan Pemberantasan Korupsi) jang
berhubungan dengan penilikan dan/atau pemeriksaan harta benda, tidak berlaku
sepandjang mengenai djumlah penjertaan pertama dalam pindjaman obligasi ini (pasal 6
ajat 6).
Surat obligasi ini dan surat kupon dibebaskan dari bea meterai (A.B.M 1921 pasal 86
huruf a an c).
----------:ra;----------
29
-4-
Pasal demi pasal.
Pasal 1.
Surat2 obligasi akan dikeluarkan atas undjuk (aan-toonder) dan akan didjual kepada
chalajak ramai melalui bank-bank, dan badan-badan lain jang akan ditundjuk oleh
Menteri Keuangan dengan tjara jang semudah-mudahnja.
Meskipun djumlah setinggi-tingginja ditetapkan sebesar Rp. 2 miljard akan tetapi
pengeluarannja akan dilakukan setjara berangsur-angsur, setiap kali dalam djumlah dan
menurut tjara jang akan ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
Pada waktu pelunasan untuk pertama kali dalam tahun 1961, dan djika seluruh
pindjaman \dikeluarkan selandjutnja setiap tahun 10.000 lembaran surat pindjaman akan
diundi dan disediakan hadiah paling tinggi Rp. 990.000,- dan paling rendah Rp. 500,-.
Ini berarti bahwa masing2 pemegang surat obligasi ada kemungkinan untuk
memenangkan Rp. 990.000,- atau jang kurang dari itu, akan tetapi pasti ia akan
mendapat hadiah paling sedikit Rp. 500,-. Disamping itu iapun menerima bunga tetap
5% setiap tahun.
Tentang hadiah2 tersebut dan pendjelasan lebih landjut mengenai pindjaman obligasi ini
akan dikeluarkan prospektus tersendiri.
Djumlah hadiah setiap tahun adalah tetap, jaitu ½ persen dari djumlah nominal dari
obligasi jang terdjual.
Pasal 2.
Tjara pelunasan dengan pembelian dibursa seperti terdjadi dengan pindjaman R.I. tahun
1050 pada umumnja bukanlah merupakan tjara jang lazim dipakai. Tjara pelunasan jang
dimaksudkan dalam pasal 2 ini lebih menarik mengingat dasar sukarela dari pindjaman
ini.
Pasal 3.
Untuk memudahkan tata usaha akan dikeluarkan lembaran2 surat pindjaman sebesar Rp.
10.000,- sadja, mengingat bahwa sebagian besar dari para pemilik “black-money”
memiliki djumlah uang jang banjak sekali. Untuk memberi kesempatan kepada lain2nja
jang ingin turut pula dalam pindjaman obligasi ini, maka oleh P.T. Biro Sertipikat
Indonesia akan disediakan petjahan2 lembaran2 obligasi jang lebih ketjil jaitu dari Rp.
1.000,-, Rp. 500,- dan Rp. 100,-.
Pasal 4 dan 5.
Tidak memerlukan pendjelasan.
Pasal 6.
30
-5-
Pasal 6.
Tjukup didjelaskan dalam pendjelasan umum.
Pasal 7.
Adalah suatu kebiasaan dalam negara kita bahwa pembebasan bea meterai diberikan
terhadap semua tanda, jang dibuat berkenaan dengan pindjaman obligasi jang
dikeluarkan oleh Negara.
Pasal 8,9,10 dan 11.
Tidak memerlukan pendjelasan.
-----:ra:-----
31
Salinan
D E W A N P E R W A K I L A N R A K J A T Dikirim tgl : 22 MEI 1959
R E P U B L I K I N D O N E S I A Registrasi No : 2132
- - - - - - - - - - D j a k a r t a , 2 1 M e i 1 9 5 9
No : 7418/DPR-RI/59. K e p a d a
Lampiran : MENTERI KEUANGAN
Perihal : RUU tentang pengeluaran di
pindjaman obligasi Tahun 1959 DJAKARTA.-
AMAT SEGERA.-
Dengan menundjuk kepada surat Saudara tgl. 6-5-1959 No.
58196/BSD/V/59, kami beritahukan dengan hormat, bahwa Panitia
Permusjawaratan dalam rapatnja pada tgl. 19-5-1959 dapat
menjetudjui usul Saudara untuk mengutamakan pembitjaraan RUU
tentang pengeluaran pindjaman obligasi tahun 1959 dan menetapkan
bahwa pembitjaraan RUU tersebut langsung diadakan dalam rapat
pleno terbuka pada tgl. 26-5-1959 dengan ketentuan bahwa Pemerintah
sebelumnja menjampaikan kepada D.P.R pendjelasan tertulis setjara
luas mengenai situasi ekonomi/moneter pada dewasa ini.
Sesuai pula dengan kesanggupan Pemerintah jang disampaikan
oleh Saudara Menteri A.M. Hanafi dalam rapat Panitia
Permusjawaratan tersebut, maka kami minta dengan hormat sudilah
kiranja Saudara Menteri mengusahakan agar pendjelasan mengenai
situasi ekonomi/moneter jang dimaksud dapat kami terima (sebanjak
450 ex) selambat-lambatnja pada tgl. 23-5-1959 pagi.
KETUA
DEWAN PERWAKILAN RAKJAT
u.b.
Sekertaris Djenderal,
(dtt.)
Mr. S. Pringgodiredjo.
TEMBUSAN disampaikan kepada :
1. Perdana Menteri
2. Penghubung Parlemen Kabinet perdana Menteri,
3. Penghubung Parlemen Kementerian Keuangan.
Untuk mendapat perhatian.
32
-Mk-
Salinan
R E P U B L I K I N D O N E S I A
K E M E N T E R I A N K E U A N G A N
D j a k a r t a , 2 3 - 5 - 1 9 5 9
Nr65660/BSD/VI/59. Kepada
Tgl. : 23-5-‘59 Ketua
Lamp : 450.- Dewan Perwakilan Rakyat
Republik Indonesia
di
D J A K A R T A.-
AMAT SEGERA.-
Bersama ini disampaikan dengan hormat Keterangan tambahan
Menteri Keuangan tentang Pengeluaran Pindjaman Obligasi Tahun
1959 untuk dipergunakan seperlunja.-
MENTERI KEUANGAN
(ttd.)
Mr. SOETIKNO SLAMET.
33
Keterangan tambahan Menteri Keuangan tentang
Pengeluaran Pindjaman Obligasi Berhadiah
Tahun 1959.
---------------.--------------
Mengeluarkan pindjaman obligasi mempunjai berbagai maksud a.l. misalnja
bahwa Pemerintah hendak menjelenggarakan projek2 tertentu jang pembeajaannja
sebaiknja dilakukan di luar anggaran belandja. Biasanja alasan2 untuk bertindak
demikian ialah bahwa projek itu bermanfaat untuk penduduk (saluran air, tram dsb.)
sehingga penduduk akan merasakan bahwa mereka berdjasa dalam penjelenggaraannja
projek itu. Lain alasan ialah bahwa Pemerintah tidak dapat membeajainja melalui
anggaran belandja (A.B.) karena A.B. telah menundjukkan defisit jang besar, akan tetapi
projek tersebut toh dipandang perlu sekali diselenggarakan.
Maksud lain dari pengeluaran pindjaman obligasi ialah untuk mengembalikan
pindjaman2 lama jang telah diadakan oleh Pemerintah. Seperti halnja dengan negara
kita, untuk membeajai defisit2 dari tahun2 jang silam, Pemerintah mengambil uang
muka dari Bank Indonesia. Hutang djangka pendek ini dikembalikan dengan
mengadakan pindjaman djangka pandjang. Salah satu alasan untuk bertindak demikian
ialah karena dipandang sudah sewadjarnja djika penduduk ikut pula membantu
Pemerintah, karena penduduk djuga merasakan djasa2 jang diberikan oleh Pemerintah
(misalnja dalam bidang keamanan, kesosialan, kesehatan). Adalah suatu keadaan jang
sebaiknja djika seluruh defisit2 A.B. itu dapat dibeajai dengan pindjaman2 dari
penduduk, akan tetapi di negara kita dimana pasar modal belum madju, hal ini adalah
sukar untuk didjalankan.
Djika dalam suatu negara terdapat tekanan inflantoir keras (dengan tidak
memperbintjangkan sebab2 dari inflasi itu) maka salah satu djalan untuk mengurangi
tekanan itu ialah menarik sebagian dari uang jang beredar. Walaupun dalam suatu
negara jang sedang membangun suatu tekanan inflantoir adalah suatu keharusan, hal ini
tidak boleh mendjelma sebagai suatu inflasi jang terbuka, dimana harga dan upah
berlomba-lomba dalam suatu spiral. Telah mendjadi pendapat umum bahwa
pembangunan tidak berdjalan lantjar djika dalam suatu negara sedang meradjalela suatu
inflasi jang sangat keras.
Penarik uang dari peredaran tentunja masih dapat dilakukan dengan djalan2 lain,
misalnja: pindjaman paksa (setjara guntingan, keharusan penjetoran uang muka
importir) atau sanering. Pindjaman paksa setjara guntingan dan sanering seperti telah
pernah dilakukan tidak popular dimata masjarakat.
Demikian…
34
-2-
Demikian pula penjetoran uang muka importir bersifat sementara, jang jumlahnja jang
dapat ditahan untuk sementara tergantung sekali pada keadaan impor kita. Dengan
pindjaman obligasi seperti hendak didjalankan sekarang ini Pemerintah mengharapkan
penahanan sedjumlah uang jang besar selama waktu jang agak lama, dengan memberi
sifat jang menarik bagi para peserta obligasi itu, a.l. pengampunan fiscal untuk masa
sebelum dikeluarkannja obligasi ini, diberikannja hadiah2 jang lumajan jang bebas dari
padjak.
Djika pindjaman ini berhasil maka setjara moneter hal ini akan menjebabkan kontraksi
uang jang tidak sedikit untuk waktu jang agak lama, jang mengakibatkan pengurangan
tekanan inflantoir. Setjara budgeter pengeluaran obligasi ini akan merupakan
penerimaan jang lumajan untuk 1959/1960 jang sedikit banjak akan mengurangi deficit
A.B. dalam tahun2 itu. Bagi para peserta obligasi ini merupakan objek penanaman uang
jang menarik dengan tidak perlu chawatir akan fiskus.
Tentunja dalam hal ini Pemerintah harus menahan diri untuk tidak mempergunakan
uang2 jang telah ditariknja itu untuk hal2 jang tidak bermanfaat bagi masjarakat, karena
hal ini nantinja akan menambah lagi tekanan inflasi.
Perlu ditegaskan disini bahwa pendjualan obligasi ini berhubung dengan kesulitan
pertjetakan (karena perlu menunggu pengesahan Undang-undangnja terlebih dahulu,
untuk dapat dimuat pula Nomor dan tanggal Undang-undangnja pada surat2 obligasi)
baru dapat dilakukan kira2 dalam bulan Oktober 1959 sehingga perlu pula dilandjutkan
dalam tahun 1960.
Sebagai sekedar tambahan bahan bagi D.P.R. Jth. dalam membitjarakan Rantjangan
Undang-2 tentang pengesahan Pindjaman Obligasi Berhadiah Tahun 1959, dibawah ini
disadjikan engka2 mengenai keadaan ekonomi dan moneter didalam negeri:
I. Perkembangan volume uang jang beredar (dalam djutaan Rupiah)
KARTAL GIRAL DJUMLAH
Achir 1955 Rp. 6.467 Rp. 3.587 Rp. 12.234
“ 1956 “ 9.372 “ 1.021 “ 13.393
“ 1957 “ 14.091 “ 4.822 “ 18.913
“ 1958 “ 19.872 “ 9.894 “ 29.366
“ April 1959 “ 29.500
(taksiran)
Volume uang jang beredar sedjak 1955 terus meningkat. Pada achir 1958
djumlah ini djika dibandingkan dengan 1955 meningkat dengan 240%,
disbanding dengan achir 1957 meningkat dengan 55%.
Sumber dari…
35
-3-
Sumber dari kenaikan uang jang beredar ini adalah defisit2 Anggaran Belandja
jang sedjak 1956 meliputi djumlah2 jang sangat besar. Defisit2 Anggaran
Belandja jang besar sedjak 1956 ditjerminkan pula pada perkembangan uang
muka Pemerintah pada Bank Indonesia jang merupakan sumber pembeajaan
utama dari defisit2 itu, serta pula pada perkembangan defisit2 Kas Pemerintah.
II. Perkembangan uang muka Pemerintah pada Bank Indonesia dan deficit Kas
Pemerintah:
UANG MUKA DEFISIT KAS PEMERINTAH
Achir 1955 Rp. 4.075 djuta Rp. 2.023 djuta
“1956 “ 6.861 “ “ 2.645 “
“1957 “ 15.270 “ “ 5.524 “
“1958 “ 24.815 “ “ 9.444 “
“April 1959 “ 28.477 “ “ 3.474 “
Dibandingkan dengan achir 1955 uang muka Pemerintah pada Bank Indonesia
pada achir 1958 naik dengan 510%, sedangkan dibandingkan dengan achir 1957
uang muka pada achir 1958 naik dengan 62%.
Dapat dibajangkan bahwa ini semua menjebabkan kenaikan tingkat harga
barang.
III. Perkembangan harga (indeks harga 19 matjam barang2 konsumsi - Djakarta)
1953 = 100 Djanuari 1959 294
1955 = 141 Pebruari “ 307
1956 = 161 Maret “ - (belum tersedia)
1957 = 177 April “ - (“ “)
1958 = 258
Dibanding dengan 1955 tingkat harga rata tahun 1958 naik dengan 83%, dan
dibanding dengan 1957 indeks tahun 1958 naik dengan 46%. Dengan demikian
naiknja tingkat harga ini relatip lebih ketjil dari pada bertambahnja volume uang
jang beredar.
Sebab2 dari naiknja tingkat harga itu, ketjuali karena bertambahanja uang jang
beredar a.l. ialah karena:
1. Kesukaran2 dalam lapangan transport, sehingga peredaran barang tidak
dapat berdjalan lantjar.
2. Produksi dalam negeri mengalami kesukaran karena persediaan bahan2
untuk industry dsb. berkurang untuk sementara.
36
-4-
3. Barang2 impor berkurang karena menurunnja impor jang disebabkan
karena berkurangnja persediaan devisen kita. Hal ini sedjak achir 1958
menundjukkan tendens jang baik jang dapat dilihat dalam daftar dibawah
ini.
IV. Perkembangan ekspor/impor (djutaan rupiah) berdasar kas :
Ekspor
Impor
+/-
Dengan
minjak
bumi
Tanpa
minjak
bumi
Dengan
minjak
bumi
Tanpa
minjak
bumi
956 9.477 - 9.359 + 118 -
1957 9.519 - 8.250 + 1.2699 -
1958 7.260 4.545 5.096 + 2.164 -551
Perkembangan ekspor dan persediaan devisen
dalam tahun 1958 (djutaan Rupiah)
Ekspor 1958 (dasar) Persediaan
devisen 1958
(dasar kas)
Dengan minjak
bumi
Tanpa minjak
bumi
Djanuari 595 362 1.109
Pebruari 530 309 998
Maret 504 296 757
April 477 251 2.002
Mei 473 268 1.969
Djuni 507 278 1.844
Djuli 634 384 1.767
Agustus 667 458 1.766
September 732 480 1.947
Oktober 781 540 2.125
Nopember 674 454 2.270
Desember 687 465 2.523
Dapat dilihat disini bahwa ekspor kita dalam bulan2 achir 1958 memperlihatkan
tendens naik, jang menjebabkan pula persediaan devisen kita naik.
Djika…
37
-5-
Djika tendens ini berlangsung terus dalam tahun 1959 (dan menurut angka2 dari
pemberitahuan ekspor memang demikian halnja) maka dapat diharapkan bahwa
kita dapat menjediakan lebih banjak devisen untuk impor. Impor kita dalam
tahun 1958 terpaksa harus ditekan berhubung dengan hal2 jang sudah diketahui
oleh umum, jaitu persediaan devisen jang sangat tipis dalam tahun itu. Mengenai
politik impor dalam tahun ini dapat diterangkan sbb.
Pemerintah memberi prioritat utama kepada barang2 kebutuhan pokok bagi
rakjat, jaitu beras, tekstil, disamping itu bahan2 mentah dan penolong bagi
industri2 dalam negeri.
Alokasi untuk barang2 jang disebut terachir ini untuk triwulan kedua dan
selandjutnja akan ditambah, dengan mengingat keadaan devisen kita. Disamping
itu diusahakan mendapatkan barang2 tersebut diatas atas dasar kredit dari luar
negeri dengan djangka waktu antara 3-5 tahun.
Kita semua mengetahui bahwa banjak hal dalam bidang ekonomi dialami
berbagai kemunduran sehingga perlu diatur kembali sesuai dengan keadaan dan
oleh karenanja dalam beberapa hal perlu pula adanja tindakan2/peraturan2 jang
tidak sama dengan kelaziman jang hingga kini kita alami.
Dengan kekuatan jang ada baik berupa devisen maupun rupiah jang untuk
keadaan seperti sekarang ini berarti masih kurang djika dibandingkan dengan
kebutuhan dan urgensi jang ada, maka Pemerintah harus berusaha dengan segala
kebidjaksanaan untuk mendjaga sedjauh mungkin supaja kebutuhan2 itu sedikit-
dikitnja setjara minimal dapat ditjukupi.
Tindakan2 itu harus diartikan sebagai suatu tindakan jang umum dan untuk
mendjaga agar supaja djalannja roda perekonomian terpelihara sebaik-baiknja.
Terpilihnja beberapa djenis barang jang perlu diawasi harus diartikan sebagai
suatu tindakan guna mendjaga hal2 seperti tersebut diatas.
Selain itu perlu mendjadi perhatian dan pengertian masjarakat ramai bahwa
bidang2 ekonomi masih mempunjadi segi2 banjak jang tjukup luas, sehingga
setiap pengusaha partikelir nasional tetap ada, kesempatan untuk menduduki
pelbagai bidang usaha2 itu. Pemulikan bidang ini hendaknja djangan dilakukan
dibidang2 jang semakin lama mendjadi sempit, seperti misalnja dilapangan
impor dimana tidak mungkin adanja pembagian devisen jang merata bagi sekian
banjaknja importer jang ada di Indonesia sekarang. Politik impor sekarang ini
dapat disimpulkan mempunjai dasar2 pokok sbb:
1.mengatur….
38
-6-
1. Mengatur barang2 impor sehingga benar2 djatuh pada dan dipakai oleh
jang memerlukannja.
2. Mentjegah meradjalelanja spekulasi2 jang njatanja mempunjai pengaruh
djelek didalam perekonomian kita.
Berdasarkan pertimbangan2 diatas maka telah ditetapkan 9 djenis barang2
konsumsi dan bahan2 jang impornja dikuasai dan diselenggarakan langsung oleh
Pemerintah (jang akan dilakukan oleh “8besar”).
Disamping ditetapkan djenis bahan2 baku/penolong dan barang2 modal jang
impornja dilakukan atas dasar dan dalam rangka alokasi devisen jang ditetapkan
oleh Kementerian Perindustrian.
Lalu ada djenis bahan2 baku/penolong dan barang2 modal lainnja jang impornja
hanja dapat dilakukan atas dasar pesanan indent dari perusahaan jang
membutuhkannja.
Achirnya ditetapkan pula djenis barang2 konsumsi, bahan2 baku/penolong dan
barang2 modal jang tidak diharuskan pesanan indent, jang impornja dapat
dilakukan oleh importir2 jang telah diberi pengakuan dan mendapat nomor kode
importir dari B.D.P.
Tindakan2 ini adalah sedjalan dalam rangka ekonomi terpimpin dengan maksud
Pemerintah supaja demi kepentingan rakjat dan demi pertumbuhan industry
dalam negeri beberapa barang harus tetap dan perlu diawasi. Mengenai hal-hal
lain jang tidak menjinggung segi prinsipiil baik dalam kebutuhan umum maupun
jang tidak berpengaruh besar terhadap penghidupan masjarakat, maka djenis
barang-barang jang umum itu oada saat devisen dan rupiah mentjapai tingkat
jang normal, akan dapat berdjalan seperti biasa.
V. Perkembangan % djaminan emas.
Achir 1955 29.05%
1956 21.90 “
1957 11.77 “
1958 7.36 “
Djan 1959 7.59 “
Pebr 1959 8.38 “
Maret 1959 8.49 “
April 1959 6.94 “
Pemerintah belum berhasil untuk mengembalikan djaminan emas kepada % jang
dikehendaki oleh Undang-undang karena :
Pertama….
39
-7-
Pertama : pengeluaran-2 Pemerintah dalam bidang keamanan dan
pembangunan memerlukan djumlah-2 jang besar sehingga
kewadjiban-2 Bank Indonesia terus meningkat.
Kedua : sebaliknja persediaan devisen kita, walaupun menundjukkan
tendens meningkat, belum dapat mengatasi naiknja kewadjiban-
kewadjiban dari Bank Indonesia.
-----: :-----
40
1410/AE sbn
DEWAN PERWAKILAN RAKJAT
REPUBLIK INDONESIA
-----&o&-----
No. 7529/DPRRI/59
S U R A T P E N G A N T A R
K e p a d a
P a r a A n g g o t a
Dewan Perwakilan Rakyat
Republik Indonesia
di D J A K A R T A.-
Disampaikan dengan hormat,
No. Banjaknja Djenisnja Keterangan
1. 1. Salinan surat Menteri Keuangan tgl. 23-5-
1959 No. 65659/BSD/VI/59 dengan
lampirannja.-
TEKS BARU RANTJANGAN UNDANG-
UNDANG MEMORI PENDJELASAN P.
418 (S.4,5)
Untuk dipergunakan
seperlunja.-
2. 1. KETERANGAN TAMBAHAN P.418 (S.6)
Djakarta, 25 Mei 1959.
SEKERTARIAT
DEWAN PERWAKILAN RAKJAT
Kepala Urusan Arsip/Ekspedisi,
(A Boellaard v. Toyl)
41
Salinan
P R E S I D E N
R E P U B L I K I N D O N E S I A
Diterima tgl. : 23-5-1959
Agno. : 7508
-------------------------------
D J A K A R T A , 1 4 M E I 1 9 5 9
No: 1258/HK/59 K E P A D A
Lampiran : 2 KETUA
Perihal : Rantjangan Undang-undang tentang DEWAN PERWAKILAN RAKJAT
pengeluaran pindjaman obligasi REPUBLIK INDONESIA
tahun 1959 di
-------------------------------------------- DJAKARTA.-
Merdeka !
Dengan ini kami atas usul Menteri Keuangan seperti tersebut dalam
suratnja tanggal 6 Mei 1959 No. 58197/BSD/VI/59 menjampaikan :
- Rantjangan Undang-undang tentang pengeluaran pindjaman obligasi tahun
1959-
Untuk dibitjarakan dalam sidang Dewan Perwakilan Rakjat, guna mendapat
persetudjuannja.
Untuk keperluan perundingan mengenai rantjangan Undang-undang itu,
hendaknja Saudara seterusnja berhubungan langsung dengan Menteri Keuangan.
PEDJABAT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
(dtt)
SARTONO
Tembusan kepada :
1. Perdana Menteri
2. Menteri Keuangan
42
Rantjangan
UNDANG-UNDANG No. ………….. TAHUN 1959
Tentang
PENGELUARAN PINDJAMAN OBLIGASI TAHUN 1959
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Menimbang: a) bahwa berhubung dengan perkembangan moneter dewasa ini perlu
diambil tindakan-tindakan jang mengurangi djumlah uang jang
beredar dalam masjarakat dan menggunakannja untuk usaha-usaha
pembangunan;
b) bahwa perlu diambil tindakan-tindakan untuk mengkonsolider
hutang-hutang dalam djangka pendek;
c) bahwa perlu djuga diambil tindakan-tindakan untuk perkembangan
pasar modal dalam negeri kearah jang sehat;
d) bahwa untuk ini Pemerintah berkehendak mengeluarkan pindjaman
obligasi;
e) bahwa dipandang perlu untuk memberi kelonggaran-kelonggaran
tertentu terhadap padjak pendapatan (peralihan), padjak kekajaan dan
bea materai pada para pengikut-serta dalam pindjaman ini;
Mengingat pasal 89, 111 dan 118 Undang-Undang Dasar Sementara Republik Indonesia;
Dengan persetudjuan Dewan Perwakilan Rakjat;
M E M U T U S K A N :
Menetapkan:
Undang-undang tentang pengeluaran pindjaman obligasi tahun 1959.
Pasal 1.
1. Negara Republik Indonesia mengeluarkan pindjaman obligasi setinggi-
tingginja dua ribu djuta rupiah dengan mengeluarkan lembaran2 surat obligasi atas
undjuk (antoonder).
2. Diatas bunga jang diberikan, setiap tahun disediakan hadiah2 bagi surat2
obligasi tersebut dalam ajat 1 dalam djumlah dan menurut tjara jang akan
ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
3. Surat2 obligasi sebagaimana dimaksudkan dalam ajat 1 berbunga lima
perseratus dalam satu tahun dan dibajar atas kupon tahunan pada waktu2 jang akan
ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
Kupon2
43
-2-
4. Kupon2 tahunan jang tidak diminta pembajarannja mendjadi kadaluwarsa
setelah liwat lima tahun sesudah tanggal djatuhnja kupon2 tersebut.
5. Kupon2 dapat ditukar dengan uang pada semua kantor2 Bank Indonesia dan
badan2 lain di Indonesia jang akan ditundjuk oleh Menteri Keuangan menurut
tjara2 jang akan ditentukan lebih landjut olehnja.
Pasal 2.
(1). Pindjaman obligasi ini dilunasi setiap tahun dengan tjara undian apari selama
dua puluh tahun pada waktu2 dan menurut tjara2 jang masih akan ditetapkan oleh
Menteri Keuangan dengan sjarat bahwa pelunasan dapat dilakukan sebelum
waktunja,
Pinjaman obligasi tersebut dikelurkan setjara barangsur-angsur setiapkali
dalam djumlah dan menurut tjara2 serta waktu2 jang akan ditetapkan oleh Menteri
Keuangan
(2). Pada waktu pelunasan setiap tahun diberikan hadiah untuk surat2 lembaran
sebagaimana dimaksudkan dalam pasal 1 ajat 2 dan untuk pertama kali dalam
tahun 1961.
(3). Untuk pelunasan sebagaimana dimaksudkan dalam ajat (1) pada dasarnja
disediakan seperduapuluh dari djumlah seluruh pindjaman jang diadakan oleh
Menteri Keuangan sebagaimana dimaksudkan dalam pasal 1 ajat (1). Untuk
hadiah2 disediakan setiap tahun setengah seperseratus dari djumlah nominal dari
pindjaman obligasi jang dikeluarkan dengan tidak mengurangi ketentuan dalamm
ajat 1.
(4). Hak untuk menagih surat-surat obligasi jang telah disediakan untuk dilunasi
hilang, setelah liwat sepuluh tahun sesudah sehari dimana untuk surat2 obligasi
tersebut telah disediakan uang untuk pelunasannja.
(5). Bunga surat2 obligasi jang dikeluarkan berdasarkan Undang2 ini hanja dibajar
sampai pada hari dimana surat obligasi dapat dilunasi.
Pasal 3.
Kesempatan untuk ikut serta dalam pindjaman obligasi ini hanja diadakan dalam
lembaran dari Rp. 10.000,- (Sepuluh ribu rupiah) jang pengeluarannja akan melalui
Bank Indonesia dan/atau djika perlu badan2 jang akan ditundjuk oleh Menteri
Keuangan.
Pasal 4
44
-2-
Pasal 4.
1. Surat2 obligasi itu ditanda-tangani oleh Menteri Keuangan dan akan
didaftarkan oleh Dewan Pengawas Keuangan lebih dahulu sebelum dikeluarkan
dan dari pendaftaran tersebut diberi bukti pendaftaran.
2. Tentang adanja penjertaan dalam pindjaman obligasi termaksud dalam
Undang2 ini dan tentang surat2 obligasi jang dikeluarkan dibuat perhitungannja
jang diberitahukan kepada Dewan Perwakilan Rakjat, setelah diperiksa dan
disetudjui oleh Dewan Pengawas Keuangan.
3. Surat2 obligasi jang sudah diterima kembali karena pelunasan dan kupon2 jang
sudah dibajar, setelah dibuat tidak berlaku, akan dikirimkan oleh Kememterian
Keuangan kepada Dewan Pengawas Keuangan untuk dimusnahkan sehingga tidak
dapat digunakan lagi dalam peredaran.
Pasal 5.
Pengeluaran2 untuk pembajaran bunga, hadiah dan pelunasan obligasi termaksud dalam
pasal 1 ajat (3), pasal 2 ajaat (2) dan ajat (5) demikian pula biaja untuk
menjelenggarakan pindjaman dibebankan kepada anggaran Republik Indonesia.
Pasal 6.
(1). Djika penjertaan pertama dalam pindjaman obligasi ini menjebabkan
diketahuinja keterangan2 jang memberi kesimpulan bahwa berdasarkan “undang-
undang Padjak Pendapatan 1944” (L.N. 1957 No. 41), “Ordonansi Padjak Kekajaan
(Stbl. 1932 No. 405 jo. L.N. 1957 No. 41) dan “Ordonansi Padjak Perseroan 1925”
(Otbl. 1925 No. 319), sesuatu padjak ternjata tidak dikenakan ataupun dikenakan
terlampau rendah, dikurangkan atau dihapuskan maka keterangan-keterangan itu
mengenai djangka waktu sampai pendaftaran untuk pindjaman itu ditutup tidak dapat
digunakan untuk menetapkan padjak jang masih sementara, atau untuk menindjau
kembali ketetapan, atau untuk mengenalkan padjak nila mula-mula telah diberikan
pembebasan padjak, atau untuk mengenakan tagihan tambahan atau susulan satu dan
lain dengan ketentuan sebagai berikut :
A. Untuk Padjak Pendapatan Kekajaan jang mengenai tahun padjak 1958 dan
tahun-tahun sebelumnja.
B. Untuk Padjak Perseroan mengenai tahun buku 1958 jang bersamaan dengan
tahun takwim 1958 dan tahun-tahun buku sebelumnja.
Pasal 23 dan 24
45
-3-
2. Pasal 23 dan 24 “Undang-Undang Padjak Pendapatan dan pasal 60 dan 61”
“Ordonansi Padjak Kekajaan” dan pasal 4 jo. 48 “Ordonansi Padjak Perseroan” tidak
berlaku terhadap hal-hal jang disebut dalam ajat 1, sepandjang mengenai keterangan-
keterangan jang diperoleh dari penjertaan tersebut.
3. Bank-bank, badan-badan dan lembaga-lembaga lain dimana diadakan
kemungkinan pendaftaran pindjaman obligasi ini, dibebaskan dari kewadjiban
pemberitahuan kepada Djawatan Padjak seperti tersebut dalam pasal 22 ajat 1 dari
Undang-undang Padjak Pendapatan 1944 dan dalam pasal 54a ajat 1 dari Ordonansi
Padjak Kekajaan 1932 dan pasal 43a dari Ordonansi Padjak Perseroan, tentang
segala apa jang mengenai pendaftaran untuk pindjaman obligasi dan pemberian surat
obligasi.
Hadiah-hadiah jang diberikan pada waktu pelunasan dibebaskan dari padjak
undian, mengingat pasal 2 sub a Undang-undang No. 22 tahun 1954 (Lembaran
Negara No. 75 tahun 1954).
Pasal 7.
Segala surat-surat pendaftaran, kwitansi2, pemastian2 perdjandjian2 dan lain2
jang dibuat untuk mendjalankan Undang2 ini bebas dari bea meterai.
Pasal 8.
Untuk surat-surat obligasi dank upon2 jang hilang atau musnah dapat diberi
gantinja menurut peraturan2 jang akan ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
Pasal 9.
Pada bank2 dan badan2 lain jang ditundjuk oleh Menteri Keuangan jang turut
membantu melaksanakan pindjaman obligasi ini dapat diberi provisi menurut peraturan2
jang akan ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
Pasal 10.
Hal2 jang belum diatur guna pelaksanaan Undang2 ini ditetapkan oleh Menteri
Keuangan.
Pasal 11
Undang2 ini dapat disebut “Undang2 tentang Pengeluaran Pindjaman Obligasi tahun
1959” dan mulai berlaku pada hari diundangkan.
46
Agar supaja setiap orang dapat mengetahuinja, memerintahkan pengundangan Undang2
dengan penempatan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Djakarta
pada tanggal ………………. 1959
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
( S O E K A R N O ) .
Diundangkan :
Pada tanggal …………….. 1959.
Menteri Kehakiman, Menteri Keuangan,
( M A E N G K O M ) ( S O E T I K N O S L A M E T )
47
Pendjelasan Umum
Dibandingkan dengan tahun2 sebelumnja maka sedjak tahun 1957 tambahnja uang jang
beredar dalam masjarakat meningkat banjak.
Dalam tahun 1957 naik dengan lebih dari Rp. 5 miljard dan dalam tahun 1958 ditaksir
naik dengan 8 miljard, dalam tahun 1959 ditaksir akan meningkat mendjadi ± Rp 34.1
miljard. Demikian pula uang muka pada bank Indonesia pada tahun2 jang achir ini
sangat meningkat.
(Dalam tahun 1957 naik dengan ± Rp 8.2 miljard, dalam tahun 1958 dengan Rp 9
miljard dan tahun 1959 ditaksir akan mendjadi ± Rp 30,6 miljard. Selain daripada itu
defisit2 pada anggaran belandja sedjak tahun 1957 meningkat pula (Dalam tahun 1957
defisit Rp 5.5 miljard, tahun 1958 9.7 miljard, dan tahun 1959 ditaksir berdjumlah Rp 8
miljard).
Karena itu tekanan2 inflantoir sangat dirasakan sebagaimana terbukti dari kenaikan
harga2 walupun relatip tidak setinggi dengan naiknja djumlah uang jang beredar.
Djumlah uang jang beredar jang begitu besar membawa pengaruh2 buruk dilapangan
moneter dan menghambat perkembangan ekonomi jang sehat.
Perlukah kiranja diambil tindakan2 jang dapat menarik sekedarnja “black-
money” jang beredar itu sehingga dapat mengurangi tekanan2 inflatoir dalam negeri.
Mengurangi tekanan inflantoir ini perlu sekali didjalankan, karena telah mendjadi
pendapat umum bahwa pembangunan tidak dapat berdjalan dengan lancar djika dalam
Negara sedang meradjalela suatu inflasi jang keras. Djadi usaha ini adalah penting sekali
dalam rangka pembangunan Negara dan masjarakat. Djika sebagian dari uang itu dapat
ditarik dari peredaran, maka djumlah tersebut dapat digunakan untuk mengurangi hutang
Pemerintah pada Bank Indonesia dan menambah pembeajaan deficit anggaran belandja
tahun 1959 dan 1960, djika pendjualan tidak/belum terlaksana seluruhnja dalam tahun
1959. Disampingnja uang itu dapat dipergunakan pula untuk membeajai projek2
pembangunan jang segera dapat memperoleh manfaat bagi masjarakat.
Salah satu djalan untuk menarik “black-money” itu dari peredaran adalah dengan
mengeluarkan pindjaman obligasi. Maksimaal dapat diharapkan ditarik sebesar Rp 2
miljard.
Pindjaman obligasi ini akan dikeluarkan setjara berangsur-angsur menurut tjara dan
dalam djumlah jang setiap kali akan ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
Agar menarik, surat2 obligasi akan dikeluarkan atas undjuk (aantoonder) dan
disertai dengan pemberian hadiah2 untuk semua surat2 obligasi disamping bunga jang
tetap. Bunga akan berdjumlah 5% sedangkan untuk hadiah disediakan setiap tahun ½%
dari djumlah nominal pindjaman obligasi jang terdjual.
Hadiah2
48
-2-
Hadiah2 akan berkisar antara Rp 990.000,- dan Rp 500,-
Hadiah2 tsb akan diberikan pada waktu pelunasan selama 20 tahun dan untuk pertama
kali dalam tahun 1961.
Bagi mereka jang beragama islam jang ikut serta dalam pindjaman ini dan jang
menjatakan keinginannja, diberi kesempatan sebelum menerima hadiahnja membajar
zakat sebesar 2 ½% dari djumlah nominal obligasi jang dimiilikinja.
Pelaksanaan hal ini akan diatur bersama oleh Menteri Keuangan dan Menteri Sosial.
Pendjualan dari surat2 obligasi tersebut akan dilakukan dengan djalan jang semudah-
mudahnja jaitu tanpa pendaftaran (“over the counter”) sehingga sama sekali tidak perlu
ada kekuatiran para pemilik “black-money” bahwa alamat atau nama mereka akan
tertjatat.
Dimana diadakan kemungkinan untuk pendaftaran pindjaman obligasi ini, maka bank2,
badan2 jang diserahi ini dibebaskan dari pemberitahuan kepada Djawatan Padjak (Pasal
6 ajat 3).
Untuk lebih menarik lagi maka pindjaman obligasi jang bersifat “premielening” ini
dalam pasal 6 memberi kepada peserta pertama:
1. Ampunan umum (general pardon) dalam urusan fiskal dan
2. Diberikan pula pembebasan2 fiskal.
Umum mengetahui, bahwa dalam kalangan pengusaha oleh karena berbagai alasan
ada tertimbun berdjuta-djuta uang jang enggan dikeluarkannja oleh karena chawatir
diusut dan dikenakan padjak dengan dendanja jang tinggi oleh Djawatan Padjak.
Kechawatiran tersebut dengan ampunan umum dalam sektor fiskal ini mendjadi hilang
dan tidak mempunjai alasan sama sekali. Dengan demikian maka djumlah2 uang jang
digunakan untuk membeli surat2 obligasi tahun 1959 ini tidak akan dikenakan padjak
c.q denda2nja untuk Padjak Pendapatan, Padjak Kekajaan dan Padjak Perseroan
mengenai tahun padjak 1958 dan tahun2 sebelumnja (pasal 6 ajat 1). Demikian pula
tuntutan2 pidana tidak akan diadakan (pasal 6 ajat 6) Djuga ditiadakan kewadjiban
pemberitahuan kepada Djawatan Padjak dari Bank2 dan lembaga2 lainnja dimana
pendaftaran dll.nja tentang pindjaman obligasi itu dilakukan (ajat 3). Selain daripada
ampunan tersebut diatas, maka pindjaman obligasi ini mempunjai daja jang lain lagi jang
tidak dapat diabaikan. Hadiah-hadiah jang besarrnja tidak kalah dari hadiah2 undian2
umum jang besar, dibebankan pula dari padjak undian (ajat 4).
Semula dipikirkan untuk, mentjantumkan pembebasan dari padjak kupon dan surat-
surat obligasi itu dari bea meterai, akan tetapi hal itu tidak perlu, oleh karena padjak
kupon (couponbelasting) tidak dikeraskan dan surat obligasi dan surat kupon selamanja
dibebaskan dari bea meterai (A.B.M 1921 pasal 86 huruf a dan c).
----------:ra;----------
49
-3-
Pasal demi pasal.
Pasal 1.
Surat2 obligasi akan dikeluarkan atas undjuk (aan-toonder) dan akan didjual kepada
chalajak ramai melalui bank-bank, dan badan-badan lain jang akan ditundjuk oleh
Menteri Keuangan dengan tjara jang semudah-mudahnja, tanpa mengadakan
pendaftaran.
Meskipun djumlah setinggi-tingginja ditetapkan sebesar Rp. 2 miljard akan tetapi
pengeluarannja akan dilakukan setjara berangsur-angsur, setiap kali dalam djumlah dan
menurut tjara jang akan ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
Pada waktu pelunasan untuk pertama kali dalam tahun 1961, dan djika seluruh
pindjaman \dikeluarkan selandjutnja setiap tahun 10.000 lembaran surat pindjaman akan
diundi dan disediakan hadiah paling tinggi Rp. 990.000,- dan paling rendah Rp. 500,-.
Ini berarti bahwa masing2 pemegang surat obligasi ada kemungkinan untuk
memenangkan Rp. 990.000,- atau jang kurang dari itu, akan tetapi pasti ia akan
mendapat hadiah paling sedikit Rp. 500,-. Disamping itu ia pun menerima bunga tetap
5% setiap tahun.
Tentang hadiah2 tersebut dan pendjelasan lebih landjut mengenai pindjaman obligasi ini
akan dikeluarkan prospektus tersendiri.
Djumlah hadiah setiap tahun adalah tetap, jaitu ½ persen dari djumlah nominal dari
obligasi jang terdjual.
Pasal 2.
Tjara pelunasan dengan pembelian dibursa seperti terdjadi dengan pindjaman R.I. tahun
1950 pada umumnja bukanlah merupakan tjara jang lazim dipakai. Tjara pelunasan jang
dimaksudkan dalam pasal 2 ini lebih menarik mengingat dasar sukarela dari pindjaman
ini.
Pasal 3.
Untuk memudahkan tata usaha akan dikeluarkan lembaran2 surat pindjaman sebesar Rp.
10.000,- sadja, mengingat bahwa sebagian besar dari para pemilik “black-money”
memiliki djumlah uang jang banjak sekali. Untuk memberi kesempatan kepada lain2nja
jang ingin turut pula dalam pindjaman obligasi ini, maka oleh P.T. Biro Sertipikat
Indonesia akan disediakan petjahan2 lembaran2 obligasi jang lebih ketjil jaitu dari Rp.
1.000,-, Rp. 500,- dan Rp. 100,-.
Pasal 4
-4-
50
Pasal 4 dan 5.
Tidak memerlukan pendjelasan.
Pasal 6.
Tjukup didjelaskan dalam pendjelasan umum.
Pasal 7.
Adalah suatu kebiasaan dalam negara kita bahwa pembebasan bea materai diberikan
terhadap semua tanda, jang dibuat berkenaan dengan pindjaman obligasi jang
dikeluarkan oleh Negara.
Pasal 8,9,10 dan 11.
Tidak memerlukan pendjelasan.
-----.-----
Pelunasan termasuk Hadiah jang disediakan setiap tahun (djika seluruh pindjaman
dikeluarkan):
1. 1b. ‘a Rp. 1.000.000,- = Rp. 1.000.000,-
2. “ ‘a “ 500.000,- = “ 1.000.000,-
3. “ ‘a “ 300.000,- = “ 900.000,-
4. “ ‘a “ 200.000,- = “ 800.000,-
5. “ ‘a “ 100.000,- = “ 500.000,-
8 “ ‘a “ 50.000,- = “ 400.000,-
16 “ ‘a “ 30.000,- = “ 480.000,-
34 “ ‘a “ 20.000,- = “ 680.000,-
9927 “ ‘a “ 10.500,- = “ 104.233.500,-
10.000 lb. Rp. 109.993.500,-
TJATATAN :
Setiap tahun 10.000 lembar surat obligasi diundi, diantara mana 75 lembar akan
mendapat hadiah antara Rp. 10.000,- dampai Rp. 990.000,-, sedangkan sisanja 9.927
masing2 akan mendapat hadiah Rp. 500,-. Di samping itu tetap diberikan bunga 5%
setahun.
-----a-----
51
Koreksi dari jang bersangkutan supaja disam- paikan kepada Ur. Risalah D.P.R. dalam waktu 2 X 24 djam
DEWAN PERWAKILAN RAKJAT
RISALAH SEMENTARA
(Belum dikoreksi)
Sidang II.
R A P A T 56.
Hari Selasa, 26 Mei 1959.
(Djam panggilan : 09.00).
Surat-surat masuk – Rantjangan Undang- undang tentang pengeluaran pindjaman
obligasi tahun 1959 (Sid. 1959, P. 418) Hal 2
Ketua: H. Zainal Abidin Ahmad.
Sekertaris: Mr. Djoko Sumarjono
Jang hadir 180 anggota:
S. Hadikusumo, H. Hasan Basri, Ismail Napu, Anwar Harjono, B. J. Rambitan, H.
Zainal Abidin Ahmad, Dr Natiar Hulman Lumbantobing, Rh. Koesnan, Dr H. Ali
Akbar, T. S. Mardjohan, H. Zainul Arifin, Wijono Soerjokoesoemo, Ismangoen
Poedjowidagdho, Sjahboeddin Latif, H. A. Chamid Widjaja, Peris Pardede, 1. J. Kasimo,
Manai Sophiaan, Winoto Danuasmoro, Rasjid Sutan Radja Emas, S. Martosoewito,
Djokosoedjono, Ajip Muchamad Dzukhri, Asmadi Tirtooetomo, Singgih Tirtosoediro,
Sukatno, I B. P. Manuaba, Tj. Oey Hay Djoen, Nj. Lastari Soetrasno, Mr Soebagio
Reksodipoero, Soepeno Hadisiswojo, Nj. Suharti Suwarto, H. A. Mursjidi, Eddie
Abdurrahman Martalogawa, Gusti Abdul Moeis, M. Saleh Umar, Sudjarwo
Haryowisastro, O. Suriapranata, Mr Djody Gondokusumo, Mr Dr A. M. Tambunan,
Soedjono, Mr Sudjono Hardjosudiro, B. P. H. Poeroebojo, Anwar Tjokroaminoto, K.
52
Rapat 56.
Werdojo, Soedisman, Soedarsono, Husein Kartasasmita, Imam Soetardjo, Nj,
Mahmudah Mawardi, Nj. Oemi Sardjono, Asraruddin, Abdul Hakim, Drs D. S. Mataku-
pan, Umar Salim Hubeis, Hutomo Supardan, Hartojo Prawirosudarmo, Soetomo alias
Bung Tomo, Soetojo Mertodimoeljo, Moersid Idris, Ja'cob Mahmud. M. Caley, S. D.
Bili, Suhardjo, Moenadir, Murtadji Bisri, Maniudin Brodjotruno, Abdul Aziz Dijar, Tjoo
Tik Tjoen, Sudjito, K. H. Misbach,.H. Moedawari, R. Moh. Saleh Surjaningprodjo,
Achmad Sjaichu, Sudojo, Semanhadi Sastrowidjojo, Rd. Soeprapto, Dr R. Soeatmadji,
Soewono, Harsono Tjokroaminoto, R. T. A. Moh. Ali Pratamingkoesoeruo, Dr Ambio,
Wasis, Achmad Siddiq, Moh. Noor Abdoelgani, Nj. Hadinijah Hadi, R. Soehardjo alias
Bedjo, H. Andi Sewang Daeng Muntu, Abdul Ra sjid Faqih, Hussein Saleh Assegaff, K.
H. Muh. Saifuddin, Nj. Ch. Salawati, H. Senduk, H. Moeh. Akib, Moh. Soleman, M.
Sondakh, W. L. Tambing, Jusuf Adjitorop, M. Siregar, Sahar gelar Sutan Besar, Nja'
Diwan, K. H. Masjhur Azhari, Dr Moh. Isa, Mr Gele Haroen, Nungtjik A. R, Djadil
Abdullah, Oemar Amin Husin, Saalah Jusuf Sutan Mangkuto, M. O. Bafadhal, Dr Sjech
H. Djalaluddin, I Made Sugitha, Drs J. Piry, I G. G. Subamia, Kiagus Alwi, L. . Kape,
Abdulmutalib Daeng Talu, Moh. Thajib Abdullah, Chr. J. Mooy, Rd. Emong' Wiratma
Astapradja, Osa Maliki, M. Ardiwinangun, Muhammad Ahmad, Asmuni, Uwes
Abubakar, R. Gatot Mangkupradja, E. Z. Muttaqien, Djadja Wiri asumita, Muh. Fadil
Dasuki, Sastra, R T. Djaja Rachmat, A. Nunung Kusnadi, S. M. Thaher, Mr. R. Memet
Tanumidjaja, Amung Amran, E. Moh. Mansjur, Pandoe Kartawigoena, Soelardi,
Siswojo, H. S. Moeslich, Nj. Sutijah Surya Hadi, Nj. Soemari, R W. Probgsuprodjo, S.
Danoesoegito, Soetjipto, Soekamsi Djojoadiprodjo, Djadi Wirosubroto, Josotaruno
Ichsan Noer, K. H. Muslich, Soetoko Djojosoebroto, Rs. Wirjosepoetro, R. G. Doeriat,
Partoadiwidjojo, Soesilo Prawirosoesanto, Notosoekardjo, Mr Moh. Palijono, Balja
Umar H. Achmad, H. Zain Alhabsji, Moh. Anwar Zain, Nj. Asmah Sjachrunie, Ridwan
Sjachrani, Daeng Mohamad Ardiwinata. Rd. Lucas Kustarjo, Subadio Sastrosatomo, Z.
Imban, Jahja Siregar, Ahem Emingpradja, K.. H. Abdul Djalil, Moh. Isnaeni, Soemardi
Jatmosoemarto, D. N. Aidit, Nj. Suzanna Hamdani, Muh. Padang, A. B. Karubuy, Mr
Tjoeng Tin Jan, Tan Kiem Liong, Oei Tjeng Hien, H. J. C. Princen, R. Ch. M. Du Puy,
J. R. Koot, Lie Po Yoe, Ang Tjiang Liat.
Wakil Pemerintah: 1. Mr Soetikno Slamet, Menteri Keuangan;
2. K. H. Mohd. Iljas, Menteri Agama
Ketua :
53
Rapat 56.
Ketua : Saudara-saudara rapat saja buka.
Djumlah anggota jang hadir ada 141 orang. Surat-surat masuk jang perlu dibatjakan
tidak ada.
Atjara kita sekarang ialah: rantjangan Undang-undang tentang pengeluaran
pindjaman obligasi tahun 1959 (Sid. 1959, P. 418).
Kita sekarang langsung membitjarakan atjara ini. Rantjangan Undang-undang ini
beserta memori pendjelasannja disampaikan kepada Dewan Perwakilan Rakjat dengan
surat tanggal 6 Mei 1959 No. 58196/BSD/VI/59, sedangkan Amanat Presiden jang
seharusnja menjertai rantjangan Undang-undang itu baru diterima pada tanggal 23 Mei
1959 (No. 1258/HK/59).
Rantjangan Undang-undang ini sudah dibagikan kepada para anggota pada tanggal
16 Mei 1959 (No. 7182/DPR.RI/59) dan Amanat Presiden di batjakan dalam rapat pJeno
hari Senin tanggal 25 Mei 1959.
Berhubung Menteri Keuangan minta supaja pembitjaraan rantjangan Undang-
undang tersebut diberikan prioriteit dalam sidang Dewan Perwakilan Rakjat (Surat
tanggal 6 Mei 1959 No. 58196/BPD/VI/59 , maka Panitia Permusjawaratan memutuskan
dalam rapatnja tanggal 19 Mei untuk membitjarakann ja langsung dalam ra pat pleno
dengan tidak melalui Bahagian-bahagian dan kepada Menteri Keuangan diminta supaja
menjampaikan kepada Dewan Perwakilan Rakjat, Pendjelasan mengenai situasi
ekonomi/moneter, sehingga dapat digunakan sebagai bahan untuk pembitjaraan
rantjangan Undang-undang itu. Selandjutnja oleh "Panitia Permusjawaratan diputuskan
pembitjaraan rantjanganUndang-undang itu pada hari ini dan seterusnja, keputusan mana
kemudian disetudjui oleh rapat pleno tanggal 25 Mei 1959.
Pendjelasan mengenai situasi ekonomi/moneter jang dimaksudkan itu kemudian
oleh Menteri Keuangan disampaikan kepada Dewan Perwakilan Rakjat dengan surat
tanggal 23 Mei 1959 No. 65659/ BSD/VI/59.
Selain dari itu dengan surat tanggal 23 Mei 1959 oleh Menteri Keuangan
disampaikan pula teks baru rantjangan Undang-undang tentang obligasi tahun 1959 jang
merupakan perubahan dari pada teks jang semula. Kedua bahan tersebut telah
disampaikan kepada para anggota pada tanggal 25 Mei 1959/No. 7529/DPR/59.
Saudara-saudara, memang kalau menengok tanggal-tanggal jang tersebut tadi,
sampainja bahan-bahan kepada Saudara-saudara itu agak terlambat jaitu baru kemarin.
Oleh karena pembitjaraan ini langsung dibawa kepada pleno, maka dalam hal jang
demikian ini kita mempunjai kelaziman. Saudara-saudara, jaitu sebelum diberikan
kesempatan kepada para anggota untuk mengemukakan pemandangan umumnja, lebih
dahulu Pemerintah diberikan kesempatan untuk memberikan pendjelasan tambahan.
54
Rapat 56.
Kesempatan memberikan pendjelasan tambahan ini akan diberikan oleh Saudara
Menteri Keuangan.
Saja persilakan Saudara Menteri Keuangan.
Mr Soetikno Slamet, Menteri Keuangan: Saudara Ketua jang terhormat, pertama-
tama Pemerintah mengutjapkan terima kasih bahwa telah diberikan prioritet untuk
membitjarakan rantjangan Undang-undang tentang pengeluaran obligasi berhadiah, jang
teks barunja telah disampaikan kepada Dewan Perwakilan Rakjat jang terhormat
kemarin pagi. Teks baru pertama-tama dimaksudkan untuk memperbaiki susunan dan
kalimat-kalimat sehingga wetstechnisch memenuhi sjarat-sjaratnja dan pula untuk
menambah satu pasal tentang kelonggaran-kelonggaran tentang berlakunja Peraturan
Penguasa Perang Pusat No. Prt/Peperpu/013/1958 ("Peraturan Pemberantasan Korupsi")
bagi peserta pertama dalam pindjaman obligasi ini.
Djuga telah disampaikan kepada Dewan Perwakilan Rakjat jang terhormat
tambahan keterangan dari Pemerintah mengenai rantjangan Undang-undang tersebut.
dimana pula telah diutarakan keadaan keuangan dan moneter didalam negeri pada waktu
ini. Setjara singkat keadaan itu dapat diterangkan sebagai berikut Keadaan moneter
didalam negeri menundjukkan gedjala jang kurang memuaskan, jang ditjerminkan pada
naiknja djumlah uang jang beredar, naiknja uang muka Pemerintah pada Bank
Indonesia, terus menaiknja indeks tingkat harga seperti telah terlihat pada angka-angka
jang disadjikan dalam tambahan keterangan Pemerintah. Tentang sebab-sebab dari
keadaan jang suram ini telah dibentangkan pula dalam tambahan keterangan diatas.
Achir-achir ini terlihat perkembangan perdagangan luar negeri jang memperlihatkan
tendens naik, sehingga menjebabkan naiknja ekspor kita dan persediaan devisen kita.
Akan tetapi keadaan devisen jang agak baik achir-achir ini (dalam bulan Mei ini) mulai
memburuk lagi, disebabkan karena besarnja commitments kita berhubung dengan
pembelian-pembelian Pemerintah dalam rangka pemulihan keamanan.
Kembali pada atjara hari ini, jaitu pembitjaraan rantjangan Undang-undang tentang
pengeluaran obligasi berhadiah tahun 1959, perlu diterangkan disini bahwa pengeluaran
obligasi ini harus dilihat lepas dari pada perkembangan keadaan devisen sekarang ini
jang menundjukkan fluktuasi djangka pendek jang begitu kerapkali terdjadi. Pemerintah
beranggapan bahwa pengeluaran obligasi ini harus dilihat dalam djangka pandjang, jaitu
bahwa keadaan moneter kita dalam djangka pandjang masih akan menundjukkan
keadaan jang bersifat infaktor.
55
Rapat 56.
Inflasi jang sedang bertumbuh dinegeri kita dalam waktu jang singkat tidak akan
dapat dilenjapkan, karena dalam waktu jang akan datang Pemerintah masih perlu
mengadakan pengeluaran-pengeluaran jang besar, tidak hanja untuk keperluan
keamanan akan tetapi djuga untuk pengeluaran- pengeluaran routine dan pembangunan.
Hal-hal ini harus kita terima sebagai kenjataan, walaupun dilain fihak Pemerintah
berusaha sekeras-kerasnja untuk meninggikan produksi didalam negeri kita, sehingga
sebagian dari inflasi dapat ditiadakan oleh kenaikan produksi kita.
Usaha lain untuk mengurangkan tekanan inflasi, disamping mengeluarkan obligasi
jang bermanfaat pula untuk lambat-laun mengadakan pasaran modal di Indonesia,
terutama harus didjalankan dengan menekan deficit anggaran belandja sedapat-dapatnja,
hal mana sedang dipeladjari dengan menjusun anggaran belandja dan dengan
mempeladjari seteliti-telitinja permintaan Anggaran Tambahan 1959.
Disamping usaha itu maka inflasi perlu diberantas dengan tindakan-tindakan dalam
lapangan kredit dan neratja pembajaran.
Pemerintah merasa, bahwa penggunaan devisen untuk keperluan keamanan adalah
penting, hal mana mempengaruhi keadaan devisen kita, akan tetapi Pemerintah
berpendapat bahwa penggunaan devisen untuk keamanan harus pula ada batasnja, supaja
kekurangan akan barang didalam masjarakat dapat terpenuhi puja, hal mana merupakan
sjarat jang utama untuk mengatasi inflasi.
Dalam rangka inilah maka djalan jang perlu pula ditempuh untuk menahan uang
selama djangka waktu jang agak lama ialah. dengan djalan seperti diadjukan kepada
Dewan Perwakilan Rakjat jang terhormat sekarang ini. Suatu sifat jang baik dari
pengeluaran obligasi setjara ini ialah bahwa rakjat diikutsertakan setjara sukarela dalam
membantu Pemerintah untuk memperbaiki keadaan perekonomian negara. Djuga bahwa
beban-beban negara tidak seluruhnja dilimpahkan pada generasi sekarang sadja, tetapi
bahwa generasi jang akan datang djuga ikut menanggung beban itu, karena pada
hakekatnja beban-beban sekarang ini dimaksudkan pula untuk memperbaiki keadaan
ekonomi dimasa jang akan datang jang akan dinikmati oleh generasi jang akan datang.
Mudah-mudahan keterangan tambahan jang singkat ini dapat mendjadi bahan bagi
Dewan Perwakilan Rakjat jang terhormat untuk menerima rantjangan Undang-undang
jang bersangkutan ini.
Sekian, terima kasih.
Ketua: Saudara-saudara, demikianlah keterangan tambahan dari Pemerintah
mengenai rantjangan Undang-undang ini.
56
Rapat 56.
Sebelum saja memasuki tingkat pemandangan umum dari para anggota. saja akan
mempergunakan kesempatan ini sebentar untuk menerima seorang anggota baru jang
kemarin pagi hari Senin tanggal 25 Mei 1959 telah mengangkat sumpahnja, jaitu
Saudara Oemar Amin Husin dari Fraksi Masjumi pengganti Saudara H. Mansur Daud
Datuk Palimo Kajo.
Saja persilakan Saudara tersebut berdiri sebentar untuk memperkenalkan diri
kepada para anggota.
(Anggota Oemar Amin Husin berdiri untuk memperkenalkan diri).
Saja mengutjapkan selamat datang kepada Saudara dan selamat bekerdja bersama-
sama dengan kita.
Dengan masuknja Saudara Oemar Amin Husin ini maka djumlah anggota sidang
seluruhnja adalah 270 orang.
Sekarang marilah kita membitjarakan rantjangan Undang-undang ini.
Saudara-saudara, jang mendaftarkan nama untuk berbitjara dalam pemandangan
umum babak pertama, ada 7 orang jaitu Saudara-saudara: Mardjohan, Soeprapto,
Subadio Sastrosatomo, Tan Kiem Liong dan Moenadir, dan untuk pemandangan umum
babak kedua telah mendaftarkan nama Saudara-saudara Tanamas dan Asraruddin.
Saja persilakan Saudara Mardjohan sebagai pembitjara jang pertama.
(Beberapa anggota: Tidak ada.)
Sekarang saja persilakan Saudara Soeprapto.
Rd. Soeprapto: Saudara Ketua jang terhormat,
Sebagai pertimbangan dalam maksud dan atau sebab mengeluarkan pindjaman
obligasi tahun 1959, Pemerintah mengemukakan:
a. Perkembangan moneter jang menjebabkan perlunja diambil tindakan-
tindakan untuk mengurangi - djumlah uang jang beredar dalam masjarakat,
dan dipergunakannja uang jang dapat ditarik dari peredaran itu untuk
usaha-usaha pembangunan;
b. kepentingan consolidatie hutang-hutang dalam djangka pendek;
c. perkembangan pasar modal dalam negeri kearah jang sehat.
Dalam pendjelasan umum Pemerintah mengemukakan djuga deficit Anggaran
Belandja tahun 1957, 1958 dan 1959 sebesar berturut kurang-lebih 5,3 miljard, 9,7
miljard dan kurang-lebih 8 miljard dan tambahnja volume uang jang beredar. Masjarakat
mengetahui bahwa tambahnja uang jang beredar ini tidak disertai dengan tambahnja
barang-barang keperluan hidup atau alat-alat produksi jang dapat dibeli dengan
tambahan uang jang beredar itu, sehingga sangat meningkatlah harga barang-barang,
57
Rapat 56.
sangat meningkat ongkos-ongkos keperluan hidup dan lebih terasa tekanan-tekanan
inflatoir.
Dalam hubungan dengan pendjelasan umum ini, Saudara Ketua. dengan singkat
sadja kami ingin meminta perhatian lagi atas saran jang Fraksi Masjumi kemukakan
dalam pemandangan umum mengenai Anggaran Belandja tahun 1959, supaja
Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakjat ini bersedia menetapkan bersama diagnose
dari penjakit atau penjakit-penjakit jang menjebabkan kemunduran keamanan dan tidak
adanja kekuatan dikalangan sebagian rakjat dan alat-alat negara sendiri terhadap
ketentuan-ketentuan Pemerintah, peraturan-peraturan ataupun Undang-undang, jang
njata sudah menimbulkan akibat-akibat jang sangat buruk dalam bidang perekonomian
dan keuangan negara.
Belum setahun jang lewat kami usulkan supaja kita di Dewan Perwakilan Rakjat
ini bersedia menemukan dan menentukan pokok dari pokok-pokok jang menjebabkan
kemerosotan keadaan negara kita. untuk sesudahnja bersama-sama menentukan djalan
atau djalan-djalan jang sebaik-baiknja ditempuh guna mengatasi kesulitan-kesulitan jang
ada. Dengan ini kami ingin menjatakan, bahwa penindjauan akibat-akibat sadja dari
segala sesuatu kedjadian tanpa melihat sumber-sumber kedjadian itu hanja akan dapat
menghilangkan sesuatu akibat jang buruk dengan tidak menutup djalan guna timbulnja
kesulitan jang lain.
Kalau dalam mengemudikan bahtera negara seperti ditetapkan dalam Anggaran
Belandja tahun 1959 usul kami diatas tidak dapat penilaian, Saudara Ketua, pada soal ini
dengan usaha-usaha jang sedang dilakukan di Konstituante di Bandung, disamping
ikutnja Masjumi berusaha untuk menemukan kembali djalan-djalan jang benar jang
diridhai oleh Allah subhanahuwataala, disinipun kami tidak akan menghentikan
menunaikan kewadjiban kita menindakkan amar ma'ruf nahi mungkar. Melakukan
ibadah amar ma'ruf nahi mungkar sedjak semula diketahui bukan senantiasa merupakan
suatu tugas jang enak dan mudah, sebab ternjata lebih-lebih dihari-hari terachir ini,
Saudara Ketua, adalah lebih mudah dan lebih enak menjetudjui dan memudji-mudji
sadja tiap-tiap tindakan dari jang sedang memegang kekuasaan jang 'kuat, dari pada
mengemukakan kekurangan-kekurangan jang ada padanja, atau bahaja-bahaja kalau
sesuatu tindakan jang direntjanakan terus dilakukan tanpa diadakan perubahan,
meskipun semua itu dilakukan dengan baik.
58
Rapat 56.
Kami masih dapat bersjukur kepada Allah S.W.T. bahwa golongan-golongan jang
berkuasa, jang competent sendiri sering/telah dapat melakukan penilaian jang wadjar
atas langkah-langkah amal ma'ruf nahi mungkar itu, dan belum berlaku baginja devies:
Wie niet is voor ons, is tegen ons" atau "siapa jang tidak menjetudjui saja, adalah musuh
saja".
Oleh karena itu, Saudara Ketua, meskipun Fraksi Masjumi tidak dapat menerima
Anggaran Belandja tahun 1959 jang ikut mengakibatkan matjetnja perekonomian dan
keuangan negara kita, kami akan ikut berusaha menjumbangkan pikiran kami jang
sekiranja ada faedahnja dalam bidang Undang-undang jang sedang kita bahas bersama
ini; dengan tidak melupakan adanja pertalian sebab-musabab jang erat jang
menghubungkan terpaksanja diadakan tindakan dengan mengadakan pindjaman obligasi
ini dan kebidjaksanaan Pemerintah jang dituangkan dalam anggaran belandja jang Fraksi
Masjumi tidak dapat menjetudjui itu.
Saudara Ketua, bahwa kalau berhasil usaha mengadakan obligasi ini, djumlah uang
jang beredar, akan berkurang setjara teoritis, dapat kami benarkan. Akan tetapi, Saudara
Ketua, kalau kita perhatikan bersama djumlah deficit Anggaran BeIandja tahun 1959
jang ditetapkan Rp. 8 miljard itu, dan menurut perhitungan kami pasti akan dilampaui
lagi berhubung dengan tambahan pendapatan kepada pegawai negeri, pensiunan
pegawai negeri dan terus meningkatnja harga barang-barang djuga harga-harga barang
jang diperlukan oleh Pemerintah, pada kami timbul pertanjaan, apakah pengurangan
peredaran uang itu tidak hanja ada setjara relatif sadja. Sebab Rp. 2 miljard itu adalah
sama dengan deficit negara selama 3 bulan sadja, sehingga Achirnya kalaupun berhasil
obligasi 1959 ada Rp. 2 miljard ini, pengaruhnja atas peredaran uang jang sudah ada
sebanjak ± Rp. 34 miljard, toch tidak akan banjak artinja, djuga kalau sebagai hasil
menaikkan uang djaminan persekot kepada para importeur sampai 133% peredaran uang
akan dapat ditekan Jagi dengan Rp. 2 miljard. Dalam mengemukakan pandangan ini,
Saudara Ketua, kami perhatikan, bahwa Pemerintah mengeluarkan djumlah lebih dari
Rp. 1 miljard, guna persekot pembelian padi, dan menurut berita-berita tidak resmi tidak
mudah didapatkan indentor-indentor untuk membiajai import barang-barang jang
importnja hanja dibolehkan dilakukan oleh 8 besar (big eight) sadja.
Kenjataan jang ditimbulkan oleh matjetnja import ini djuga, jang menjebabkan
lebih memburuknja imbangan adanja (volume) barang dan uang, dan tidak dapat
mengadakan imbangan jang tetap antara barang dan uang ini, kami rasa memang akan
tetap menjulitkan kehidupan kita bersama dalam bidang perekonomian maupun
keuangan.
59
Rapat 56.
Kami dapat memahami, bahwa pengeluaran obligasi ini (disamping menaikkan
persekot uang djaminan import) sudah tentu tidak merupakan satu-satunja usaha
Pemerintah guna mengurangi peredaran uang, sama halnja dengan kepertjajaan jang ada
pada kami, bahwa keputusan Perdana Menteri No. 128 tahun 1959 tentunja bukan satu-
satunja tindakan Pemerintah untuk menekan kenaikan harga.
Dan sama halnja dengan kegagalan Pemerintah untuk menekan kenaikan harga
(tjontoh jang kami rasakan sendiri, Saudara Ketua; tarip hotel per '8 Mei 1959 sudah
dinaikkan sampai 100% dengan persetudjuan Pemerintah, meskipun belum ada
perbaikkan keadaan hotel-hotel) kami chawatir, bahwa uang jang diperoleh dari obligasi
ini kalaupun dapat diperoleh sepenuhnja tidak akan dapat mentjapai maksud usaha
pembangunan, menkonsolidir hutang-hutang dalam djangka pendek dan perkembangan
modal seperti dikemukakan dalam pertimbangan rantjangan Undang-undang ini.
Ada suatu sinaran fadjar jang menjingsing, Saudara Ketua, diwaktu pada suatu
kesempatan Pemerintah i.c. Menteri Keuangan menerangkan, bahwa sedjak Desember
1958 kepertjajaan dari luar negeri tumbuh kembali, dari mana-mana datang penawaran
kredit jang sebagian telah dipergunakan - dan diterangkan djuga - walaupun pengaruhnja
tidak sekaligus dapat dirasakan, akan tetapi dalam djangka pandjang akan
mempengaruhi produksi dan peredaran.
Berhubung dengan ini, ingin kami menanjakan kepada Pemerintah, sudahkah
Pemerintah sekarang ini mempunjai rentjana jang pasti mengenai penggunaan uang Rp.
2 miljard jang akan dipindjam itu, misalnja:
a. usaha-usaha pembangunan apa jang akan diadakan dan dibiajai dengan hasil
obligasi ini, dan sampai djumlah berapa; (pertimbangan a)
b. hutang-hutang dalam djangka waktu pendek jang mana, selain hutang kepada
Bank Indonesia jang akan dikonsolidir?
dan sampai djumlah berapa; (pertimbangan b)
c. langkah-langkah apa jang sudah dipikirkan untuk perkembangan pasar modal
dalam negeri kearah jang sehat; (petimbangan c) dan djuga: kredit dari kiri dan
kanan jang sebagian telah dipergunakan jang merupakan hal jang lumajan itu
diperoleh dari negara mana sadja, sampai djumlah berapa dari masing-masing
negara dan sudah dipergunakan untuk kepentingan apa sadja dengan
pendjelasan, berapa jang sudah dikeluarkan untuk tiap-tiap objek dan kalau
benar, kepertjajaan dari luar negeri sudah tumbuh kembali, kiranja dapat
60
Rapat 56.
diharapkan tjara jang baik mempergunakan kredit jang diperolehnja untuk
menekan harga-harga barang jang belum nampak akan berahir naiknja
harga-harga itu.
Dimana Pemerintah dalam pendjelasan umumnja dipagina 1 alinea 3 memakai
kata-kata: " ……………………………. " mendjadi pendapat umum bahwa
pembangunan tidak dapat berdjalan dengan lantjar djika dalam negara sedang
meradjalela suatu inflasi jang keras". dengan hormat kami minta kepada Pemerintah
supaja didjelaskan dimuka Dewan Perwakilan Rakjat ini, apakah negara sekarang ini
keuangannja menurut Pemerintah sudah berada dalam inflasi jang keras atau belum, dan
apakah dengan menarik uang Rp. 2 miljard dari peredaran dengan mempergunakan
djumlah tersebut untuk pembangunan negara kita masih tetap berada dalam lingkaran
inflasi jang keras, ataukah sudah berada diluar keadaan inflasi. Kami ingin mendapat
pengertian ini, Saudara Ketua, djuga oleh karena Pemerintah dialinea ke-4 dari
pendjelasan tersebut menjatakan, bahwa maximaal diharapkan hanja Rp. 2 miljard jang
dapat ditarik dari peredaran lewat obligasi ini, djalan lain selain contraksi uang dibidang
import untuk memperketjil djumlah uang jang beredar kami belum lihat ditempuhnja,
sedangkan perekonomian kita sekarang ini sudah mendekati keadaan jang dapat
dinamakan "matjet".
Ini dapat diconstateer dengan praktis berhenti bekerdjanja antara lain pabrik-pabrik
tenun jang kami ketahui di Djawa Timur, jang menjebabkan bertambahnja
pengangguran dengan ribuan, padahal djuga djikalau mereka tidak menganggur, buruh
sudah sukar sekali dapat mempertahankan nilai penghidupannja disebabkan
memuntjaknja harga-harga barang-barang keperluan hidup sekarang ini.
Saudara Ketua jang terhormat, dari rantjangan Undang-undang jang disampaikan
kepada Dewan Perwakilan Rakjat ini tidak dapat disimpulkan, bahwa rakjat jang mampu
dapat atau tidak dapat dipaksa supaja memberi pindjaman uang dengan mengambil
obligasi jang dikeluarkan oleh Pemerintah.
Pasal 1 ajat (1) kalimat kedua, hanja menjatakan bahwa "pindjaman obligasi
dikeluarkan menurut tjara-tjara serta waktu-waktu jang akan ditetapkan oleh Menteri
Keuangan". Dalam rantjangan Undang-undang dengan sepuluh halaman itu tidak
didjelaskan tjara apa Menteri Keuangan akan mengeluarkan pindjaman obligasi ini,
sungguhpun dalam pendjelasan pasal 1 dikemukakan, dengan tjara jang semudah-
mudahnja tanpa mengadakan pendaftaran. Dapat disimpulkan dari pendjelasan ini,
bahwa kewadjiban memberi pindjaman tidak akan diadakan, akan tetapi atas dasar pasal
61
Rapat 56.
1 dari rantjangan Undang-undang ini Menteri Keuangan masih dapat menentukan tjara
lain, oleh karena kekuasaan Menteri Keuangan tentang menetapkan tjara dan waktu me-
ngeluarkan pindjaman ini sama sekali tidak dibatasi. Kiranja Pemerintah dapat
sependapat dengan kami, bahwa akan mendjadi kesempurnaan tiap-tiap Undang-undang,
kalau segala sesuatu jang bersumber pada Undang-undang itu dapat ditjari dalam
Undang-undang itu sendiri, ketentuan-ketentuannja dan tidak harus ditjari ke Undang-
undang, Peraturan Pemerintah atau keputusan seorang Menteri lain.
Lepas dari persoalan setudju atau tidak, dengan pengeluaran obligasi ini, kami rasa
adalah lebih patut dalam tindakan jang menjangkut persoalan jang sepenting ini dan
menjangkut banjak segi kehidupan rakjat, ketentuan-ketentuannja dilakukan oleh
Pemerintah dengan setudju tidaknja Peraturan Pemerintah, dan tidak diserahkan kepada
seorang Menteri.
Saudara Ketua, Pemerintah melihat dalam dua djalan jang diusulkan: a, Ampunan
umum (general pardon) dalam urusan fiscaal, b. pemberian pembebasan fiscaal -
menurut pendjelasan dan pasal 6 ajat (1) hanja kepada peserta pertama - tjara-tjara untuk
membuat lebih menarik pindjaman obligasi ini.
Ini berarti bahwa - menurut pengertian kami sesudah lewatnja waktu (periode)
pertama untuk menarik pemasukan uang obligasi ini, generaal pardon dan pembebasan
fiscaal tidak lagi ada.
Sekarang timbul pertanjaan: Berapakah lamanja djangka waktu sampai pendaftaran
untuk pindjaman itu ditutup, dj angka waktu dimaksud dipasal 6 ajat (1) itu, djangka
waktu untuk peserta pertama. Penetapan djangka waktu jang pandjang dapat
melambatkan pemasukan uang, sebaliknja mempersingkat djangka waktu ini dapat
berarti kurang membuka pintu masuknja uang, lantaran general pardon dan pembebasan
fiscaal tidak lagi ada. Kepada Pemerintah terletak kebidjaksanaan guna menempuh
djalan tengah jang tepat.
Kalau dengan mengadakan general pardon dan pembebasan fiscaal Pemerintah
sudah menjatakan akan lebih menarik pendjualan obligasi ini, dalam menentukan rente
sebesar 5% setahun dan memperhatikan kenjataan bahwa ada bank partikelir jang
bersedia serta mengumumkan pembajaran deposito rente 12% setahun, pembajaran rente
ini mungkin merupakan suatu hambatan atas kebesaran kesediaan pembelian obligasi-
obligasi. Sepintas lalu deposito-rente 12% nampaknja memang sangat tinggi sekali, akan
tetapi kalau orang suka memperhitungkan terus-menerusnja kemerosotan nilainja uang
rupiah, orang setjara mudah dapat datang pada kesimpulan, bahwa harga uang Rp.
100.000,- pada tanggal 1-1-1956 masih djauh lebih tinggi dari pada Rp. 112.000,- pada
tanggal 1-1-1959.
62
Rapat 56.
Dengan kesimpulan ini dan kenjataan seperti diduga oleh Pemerintah bahwa hot
atau black-money itu umumnja ada pada speculanten serta pedagang-pedagang jang
lebih banjak mengutamakan bertambahnja kekajaannja sendiri-sendiri dari pada
kepentingan masjarakat kiranja tidak dapat disalahkan timbulnja pessimisme akan
berhasilnja obligasi ini, kalau segala sesuatu akan ditetapkan menurut Undang-undang
jang direntjanakan oleh Pemerintah itu. Kalau benar kata orang, bahwa dengan hot-
money biasa dibuat keuntungan sampai 3% sebulan, dan orang-orang itu akan tetap
menguasai sepenuhnja hot-money-nja, kiranja pada tempatnja kami ulangi disini
pertanjaan kepada Pemerintah: sebenarnja tiara-tiara jang mana jang sekarang ini sudah
dipikirkan oleh Jang Mulia Menteri, Keuangan - menurut pasal 1 - untuk mendapatkan
succes dalam persoalan obligasi ini, kalau menurut pengertian jang ada sekarang ini
pindjaman uang ini akan dilakukan setjara sukarela.
Saudara Ketua jang terhormat, usaha-usaha pembangunan, terutama bagi negara
jang baru sadja mendapatkan kemerdekaannja dalam revolusi dan setjara revolusioner,
tidak dapat dilakukan hanja dengan menempuh djalan pengeluaran obligasi.
Pemerintahpun tidak menjatakan demikian; akan tetapi hal ini kami pandang perlu
dikemukakan pada kesempatan ini, oleh karena timbulnja pendapat-pendapat
sungguhpun bukan Pemerintah jang memilikinja, seolah-olah bagi negara jang baru
sadja dapat menamatkan riwajatnja didjadjah dan tergolong negara jang kurang madju
(under-develloped) adalah lebih tepat pemerintahan jang bukan demokratis alias
pemerintah diktator.
Faham atau pendapat itu didasarkan atas kenjataan bahwa tidak ada rakjat jang
baru merdeka bersedia dengan sukarela hidup lebih melarat dari pada selama didjadjah,
padahal Pemerintah memperlakukan modal jang banjak guna perkembangan negaranja.
Dan modal ini tidak dapat setjara sukarela diperoleh dari rakjatnja jang umumnja masih
melarat sehingga dapatnja mengumpulkan hanja kalau dilakukan paksaan, sedang
paksaan lazim hanja ada pada pemerintah diktator. Djalan pikiran inilah jang
menjimpulkan, bahwa bagi negara jang melarat sejogianja ada diktator atau pemerintah
sematjam itu, supaja dimana perlu dapat memaksa rakjatnja mengadakan capital saving
(njelengi modal) jang tjukup banjak guna setjepat-tjepatnja mengedjar kemadjuan
negara-negara jang sudah lama madju, umumnja negara-negara demokrasi Barat, jang
sudah kaja. Lebih landjut disimpulkan bahwa pemerintah demokrasi sebenarnja baik
hanja buat negara-negara jang sudah madju, jang sudah kaja, negara maupun
kekajaannja, dan tidak baik buat negara-negara jang masih miskin.
Kami memudji sjukur, Saudara Ketua, bahwa umumnja sesudah diadjukan theorie
ini, perhitungan-perhitungan jang diadakan mendatangkan kejakinan bahwa tanpa
63
Rapat 56.
bantuan negara lain - dengan tidak membedakan bloknja - sesuatu negara jang baru
merdeka atas kekuatan sendiri sudah tidak dapat mengadakan pembangunan setjara baik
dan tjepat.
Saudara Ketua, sudahlah mendjadi pengetahuan umum, bahwa partai kami
Masjumi tidak menjetudjui diktator. tidak menjetudjui machtstaat, akan tetapi insja
Allah akan tetap memperdjuangkan berlangsungnja demokrasi dinegara kita, demokrasi
jang benar, jang sehat, jang dipimpin dan terpimpin oleh pimpinan jang menempatkan
dirinja dalam garis-garis Undang-undang jang ditetapkan sebagai hasil hikmah
kebidjaksanaan permusjawaratan.
Dalam persoalan pembangunan. partai kami Masjumi masih tetap berpendapat
bahwa kita membangun negara, kita memperkuat negara untuk kebahagiaan
kemanusiaan, sehingga kami tidak dapat menjetudjui diadakannja tekanan atas
kehidupan rakjat, semata-mata pembangunan negara dengan mengorbankan kepribadian
kehidupan manusia. Dengan menundjuk kepada "Piagam Puntjak" jang dihasilkan oleh
Konperensi Dewan Perniagaan dan Perusahaan pada tanggal 12 s/d 15 Mei 1959, dapat
kami tegaskan disini bahwa djuga menurut Masjumi tidak akan mendatangkan
kebahagiaan bagi bangsa Indonesia, kalau Pemerintah Indonesia akan mendjalankan
blue-print ekonomi totaliter ataupun ekonomi liberal.
Pengalaman jang ada pada kita bersama selama berlaku ekonomi liberal didjaman
Belanda dan praktis ekonomi totaliter didjaman pendjadjahan Djepang mudah-mudahan
tidak menimbulkan hasrat untuk mentjoba-tjoba lagi dilakukannja hukum-hukum
ekonomi liberal ataupun ekonomi totaliter di Negara Republik Indonesia jang kita tjintai.
Namun meskipun demikian, Saudara Ketua, pada saat ini kami belum dapat
melihat akan mendapatnja sukses Pemerintah, djuga dalam menggunakan uang jang
akan ditarik dari peredaran nanti untuk usaha-usaha pembangunan kalau Undang-undang
Obligasi ini ditetapkan dalam bentuknja seperti sekarang ini, dimana sama sekali tidak
terlibat djaminan jang djelas akan masuknja hot-money dan kepastian tjukup banjaknja
uang jang ditarik dari peredaran. Bergandengan dengan general pardon dan pembebasan
fiskal, Saudara Ketua, kiranja Pemerintah suka memperhatikan bahwa kalau sesudah itu
semua dilakukan pengeluaran surat-surat obligasi atas undjuk (aan toonder) ini dalam
praktek berarti akan terus memberi pembebasan padjak (padjak kekajaan, padjak
pendapatan) peralihan, ataupun padjak perseroan bagi mereka jang tidak akan
memberitahukan miliknja surat-surat obligasi itu, oleh karena siapapun, djuga fiscus
maupun bank-bank tidak akan dapat mengetahui siapa-siapa pemilik obligasi jang
memerlukan pembajaran bunga lebih-kurang 100 miljard rupiah setahun itu dan
pembebasan setjara tidak sah ini akan dinikmati hanja oleh hartawan-hartawan jang kaja
64
Rapat 56.
raja belaka tidak: oleh si have not sehingga dalam bidang pemadjakan ini akan
menimbulkan ketidakadilan lagi. Alangkah gandjilnja pembebasan padjak jang akan
terdjadi ini dengan dikeluarkannja obligasi ini aan toonder kalau diperhatikan bahwa
Pemerintah masih menolak penghapusan padjak buruh jang upahnja setahun kurang dari
Rp. 5.000,-. Jang ekonomis kuat praktis tidak membajar padjak untuk sebagian dari
pendapatannja tetapi simiskin harus membajar penuh dari upahnja jang tidak tjukup
untuk nafkah anak-anak dan isterinja.
Saudara Ketua, dipendjelasan umum muka 2 Pemerintah mengatakan: "Bagi
mereka jang beragama Islam jang ikut-serta dalam pindjaman ini dan jang menjatakan
keinginannja, diberi kesempatan sebelum menerima hadiahnja membajar zakat sebesar
21/2% dari djumlah nominal obligasi jang dimilikinja".
Meskipun harus dipandang madju, bahwa Pemerintah jang Menteri-menterinja
banjak jang beragama lslam menjinggung berlakunja hukum Islam bagi muslimin jang
memiliki obligasi-obligasi itu (pembagian zakat) jang disinggung dalam pendjelasan ini,
bagi kami sebagai seorang muslim hal itu menimbulkan rasa terima kasih kepada
Pemerintah. Demikian, oleh karena tidak sering Pemerintah dalam menjusun Undang-
undang dan memberikan pendjelasannja memperhatikan hukum-hukum Islam,
meskipun Undang-undang itu berlaku bagi kita dan anak-anak kita jang sebagian
terbesar dari bangsa Indonesia adalah beragama lslam dan tunduk kepada sjari'at-sjari'at
lslam.
Mudah-mudahan Pemerintah seterusnja suka memperhatikan kenjataan ini,
kenjataan bahwa tiap-tiap muslim, djuga pengikut agama lain wadjib dan ingin
mendjalankan perintah-perintah Tuhan menurut adjaran agamanja dan mendjauhkan diri
dari larangan- larangannja,
Sementara itu, Saudara Ketua, kami akan mengemukakan lagi suatu perhitungan.
suatu sebab jang menimbulkan keragu-raguan kepada kami akan berhasilnja pengeluaran
obligasi ini.
Pemerintah sudah mengemukakan. karena muslimin berkewadjiban membajar
zakat 21/2% . Disamping itu kita ketahui adanja kewadjiban bajar padjak kekajaan 5
promil atau 1/2 % (termasuk opsenten) atau sama sekali 3%.
Rente dari obligasi itu (kalau diberitahukan atau diketahui oleh Djawatan Padjak)
harus dikenakan padjak pendapatan djuga jang prosentagenja dapat meningkat sampai
75%. dari rente jang diterima.
Djadi untuk zakat, padjak kekajaan dan padjak pendapatan, pemilik obligasi itu
mungkin harus membajar lebih dari 5% padahal pendapatan rente hanja 5% artinja lebih
landjut: siapa jang beli obligasi, kekajaannja akan mundur terus dan mengalami
65
Rapat 56.
kerugian. Bagi para bukan ahli padjak kiranja ada baiknja didjelaskan disini bahwa
menurut Undang-undang Padjak Pendapatan jang sedang berlaku, pembajaran zakat.
meskipun wadjib bagi tiap-tiap muslim jang mampu dan benar dibajar, tidak boleh
dipotong untuk menghitungkan padjak atau pendapatan wadjib padjak jang harus
dikenakan padjak.
Lebih landjut kiranja boleh djuga diterangkan bahwa oleh beberapa anggota
Panitia Perubahan Sistim Padjak, hal ini masih dipersoalkan sehingga pada waktunja
mudah-mudahan tidak terlalu lama persoalan ini oleh Pemerintah dapat diadjukan
kepada Dewan Perwakilan Rakjat djuga.
Saudara Ketua, kalau atas dasar perhitungan tadi:
Rente jang diterima 5%. Zakat jang harus dibajar 21/2%. Padjak kekajaan jang
harus dibajar 1/2%.
Padjak pendapatan dapat meningkat sampai 75% dari 5% itu, atau lebih dari pada
3% dari harga nominal obligasi, sehingga untuk semuanja itu harus dibajar lebih dari
5%, masihkah ada harapan akan banjak hasilnja obligasi itu, kalau ketentuan-
ketentuannja tetap seperti dalam Undang-undang ini ?
Ketjuali kalau ada diantara hartawan-hartawan itu jang sengadja tidak akan
membajar zakat, dan padjak-padjak negara.
Saran jang pernah atau sering diketengahkan sekarang ini jang dimaksudkan guna
menarik uang jang beredar, ialah diadakannja lagi "bankgeheim”. Kita semua
mengetahui, bahwa didjaman Belanda dahulu keinginan itu dihapuskan semata-mata
untuk kepentingan penetapan padjak. Dan sekarang kiranja tidak salah kalau kami
kemukakan disini, bahwa kalau bankgeheim itu diadakan lagi, demikian itu tidak akan
banjak mempengaruhi penetapan padjak-padjak.
Sebagai tindakan pertama mungkin Pemerintah dapat mempertimbangkan
diadakannja bankgeheim lagi hanja bagi bank-bank jang dimiliki oleh Pemerintah,
soalnja Bank Indonesia, Bank Industri Negara, Bank Negara Indonesia dan sebagainja.
Guna mengurangi djumlah peredaran uang di Indonesia inipun kita pernah
mengenal peraturan, bahwa pembajaran-pembajaran jang melewati suatu djumlah besar
baru didjalankan lewat bank.
Dalam rangka usaha mengurangi peredaran uang, hal-hal ini semua kiranja masih
dapat djuga dipertimbangkan oleh Pemerintah.
Mengenai prosedur penetapan Undang-undang ini, Saudara Ketua, meskipun kami
dapat memahami keinginan Pemerintah supaja Undang-undang ini tjepat dapat
ditetapkan guna ketjepatan penarikan uang dari peredaran, untuk kesempumaan
66
Rapat 56.
Undang-undang itu kiranja lebih bidjaksana kalau pembitjaraannja melalui prosedur
biasa ialah lewat Bahagian-bahagian dahulu.
Sesudah sekarang Undang-undang ini sekaligus dibahas dalam sidang pleno, ingin
kami mempertimbangkan nanti sesudah pemandangan umum babak pertama dan
mungkin sesudah djuga djawaban Pemerintah, diadakan pembitjaraan informil oleh
Dewan Perwakilan Rakjat dan Pemerintah guna kesempurnaan susunan Undang-undang
tersebut.
Sekianlah, Saudara Ketua, terima kasih.
Ketua: Saja persilakan Saudara Subadio.
Subadio Sastrosatomo: Saudara Ketua, dalam membitjarakan rantjangan Undang-
undang ini, kami tidak hendak memasuki soal keadaan ekonomi, keuangan dan moneter
pada umumnja, hanja kami ingin menilai Undang-undang ini seperti jang ditjantumkan
disini.
Ini tidak berarti bahwa rantjangan Undang-undang ini tidak ada hubungannja
dengan keadaan ekonomi keuangan pada umumnja jang oleh Pemerintah digambarkan
betapa suramnja.
Saudara Ketua, kami dapat mengerti dan dapat menghargai pikiran Pemerintah
untuk mengadakan rantjangan Undang-undang Obligasi tahun 1959 ini, ingin mentjari
djalan keluar dari pada keadaan perekonomian keuangan jang begitu suram dewasa ini.
Saudara Ketua, tetapi kalau kita tindjau lebih dalam rantjangan Undang-undang
Obligasi tahun 1959 ini sebenarnja letak pokok dari pada rantjangan Undang-undang ini
adalah pada pasal 6.
Saudara Ketua, pada permulaan uraian Pemerintah, kita dengar banjak sekali
usaha-usaha dari Pemerintah antara lain, diakui djuga dalam rantjangan Undang-undang
ini, jaitu peraturan Penguasa Perang Pusat No. PRT.Peperpu/13/59 tanggal 16 April
1958 dan matjam-matjam Undang-undang Anti Korupsi dimana diusahakan untuk
mentjari orang-orang jang tidak bersedia membajar padjak, orang-orang penjelundup,
orang-orang jang mentjari keuntungan, tetapi tidak mau membajar padjak dan
sebagainja. Sebenarnja Pemerintah dalam rantjangan Undang-undang ini memadjukan
hasil-hasilnja dengan peraturan-peraturan jang diadjukannja itu dan kita mau melihat
betapa hasilnja itu, tetapi sebaliknja bukan hasil-hasil dari pada peraturan-peraturan dan
usaha-usaha itu, melainkan penjerahan bulat-bulat Pemerintah kepada golongan-
golongan jang tadinja dikedjar-kedjar itu, jaitu dengan adanja general pardon.
Saudara Ketua, general pardon harus dipandang tidak adil terhadap mereka jang
sekarang. selalu membajar padjak pendapatan dan padjak peralihan. Hal ini lebih
67
Rapat 56.
menjolok karena procentage produksi padjak bisa meningkat sampai 75% sehingga
misalnja buat vermogensaanwas Rp. 1 djuta, harus dibajar Rp. 750.000,-, menurut pasal
6 maka membajar itu tidak diperlukan dengan adanja general pardon.
Harus diingat bahwa apa dinamakan black-money ini tadi sebagian besar adalah
dari pada uang korupsi dan atau inflatie winst, maka disinilah letaknja ketidak-adilan
general pardon ini.
Sebagai tjontoh dengan perkataan lain:
a. Seorang jang hingga kini menundjukkan pada Djawatan Pajak keuntungan jang
legal hingga membajar padjak peralihan 40 sampai 75%
b. Seorang jang hingga kini tidak pernah mendaftarkan pada Djawaban Padjak
hasil-hasil jang diperoleh dengan tjara korupsi atau inflatie wints, sehingga ia kini masih
tidak membajar padjak sama sekali akan mendapat general pardon dengan arti bahwa ia
tidak perlu lagi membajar padjak jang besar itu.
General pardon ini mengenai padjak tahun 1958 dan sebelumnja mengenai padjak
1 tahun sebelumnja. Djadi uang jang dipergunakan untuk membeli obligasi tahun 1959
dapat dikatakan uang penghasilan jang mereka dapat antara tahun 1958 dan sebelumnja,
menurut formulering jaitu tidak perlu membajar padjak buat sebesar uang jang
dipergunakan untuk membeli obligasi tahun 1959. Ini semuanja ada dalam pasal 6.
Kita mau bertanja, dimana black-money itu sebenarnja beredar. Golongan
manakah jang dapat diharapkan akan mempergunakan pindjaman obligasi ini. Terang
golongan masjarakat jang mampu membeli obligasi ini dengan sebagian besar terdiri
dari golongan asing alias pintu ketjil.
Dapatkah dipertanggung-djawabkan untuk memberikan general pardon ini djusteru
kepada golongan asing ini dimana bangsa kita sendiri tidak termasuk golongan jang
mampu untuk ikut-serta dalam general pardon tersebut.
Dengan adanja Undang-undang ini maka golongan asing akan mendapat satu
fasiliteit jang de facto, tidak terbuka bagi bangsa kita.
Saudara Ketua, apakah akibat-akibat rantjangan Undang-undang ini ? General
pardon ini sebetulnja telah lama dinanti-nantikan oleh penjelundup pembajar belasting
ini jang terbesar terdiri dari golongan asing jang sedjak dulu tidak mau membajar
padjak.
Baru sekaranglah datang saatnja dimana mereka akan diberi kesempatan untuk
setjara legaal memperoleh suatu kekajaan dengan tidak usah membajar padjak peralihan
(vermogens aanwas) jang untuk mereka dapat meningkat sampai 75% Selain dari pada
itu mereka tidak akan diganggu-gugat oleh ketentuan pidana, bahkan dalam rantjangan
Undang-undang jang baru ini - Pemerintah dalam rantjangan- jang lama tidak menjebut
68
Rapat 56.
peraturan Peperpu dan sekarang menjebutnja-djadi dengan ini meniadakan peraturan-
peraturan Peperpu terhadap orang-orang itu, hingga lenjaplah ketakutan mereka untuk
setjara terang-terangan mengedjar spekulasi dilapangan perdagangan. Ketakutan mereka
hingga sekarang disebabkan tindakan Polisi Ekonomi. P3H.B. dan sebagainja jang pada
azasnja mendasarkan tindakannja atas ketentuan pidana dan ketentuan padjak.
General pardon ini berarti suatu pisau jang tweesnijdend zwaard, pertama, mereka
akan terlepas dari ketentuan-ketentuan pidana mengenai pelanggaran penghasilan uang
korupsi dan/atau inflasider. Kedua, mereka mendapat suatu legalisasi kekajaan dengan
tidak perlu membajar padjak peralihan mengenai vermogens aanwas.
Dapatlah dibajangkan bahwa golongan jang akan mempergunakan general pardon
ini adalah mereka jang hingga kini kekajaannja belum terdaftar dalam Djawatan Padjak.
Padjak kekajaan merupakan bukti resmi jang dapat dipakai sebagai suatu alat dan/atau
kedok untuk terang-terangan ikut serta dalam permainan spekulasi djual-beli dipasaran
kita dewasa ini, maka tudjuan pokok dari mereka jang mungkin bersedia membeli
obligasi tahun 1959, ialah untuk memperoleh pengakuan kekajaannja, hingga dengan
demikian kekajaannja dengan resmi djadi terdaftar dalam Djawatan Padjak. Untuk
tudjuan inilah mereka bersedia membeli obligasi tahun 1959, oleh karena uangnja tidak
akan hilang belaka bila dibandingkan dengan padjak peralihan jang semestinja harus
dibajarnja dan jang besarnja dapat meningkat sampai 75%. Namun hal ini tidaklah
berarti, bahwa pembelian obligasi tahun 1959 akan mentjapai djumlah Rp. 2 miljard
jang disediakan Pemerintah dengan rantjangan Undang-undang ini, karena tudjuan
pengakuan kekajaan tersebut 'hanja terbatas kepada djumlah seperlunja sadja. Pun harus
dikemukakan disini bahwa pengeluaran obligasi sebanjak Rp. 2 miljard itu dibandingkan
dengan volume uang jang beredar dalam masjarakat jang ditaksir oleh Pemerintah akan
meningkat sampai 34 miljard dalam tahun 1959 ini, sebetulnja tidak akan begitu
mempengaruhi price-working dilapangan harga pada umumnja. Lebih-lebih djika dilihat
bahwa djumlah perlengkapan barang-barang djauh pula djika dibandingkan dengan
djumlah permintaan. Dalam hal ini harus diperhatikan pula mismanagement dalam
politik import dan pelaksanaannja jang ditahun-tahun belakangan ini membuktikan
kurang tepatnja perizinan mengenai tepatnja waktu dan djumlah dari masing-masing
barang jang dibutuhkan di Indonesia. Dengan kepentingan besar bahwa djumlah
pendjualan obligasi Rp. 2 miljard itu tidak akan bisa tertjapai, maka hal ini tidak akan
mempengaruhi akibat inflasi jang berhubungan dengan penghidupan rakjat djelata,
Saudara Ketua, djelaslah bahwa maksud dari pada obligasi tahun 1959 adalah
untuk menarik hot-money sedjumlah Rp. 2 miljard, tetapi maksud ini dilaksanakan
69
Rapat 56.
dengan djalan mengampuni orang jang mempunjai hot-money, hingga orang itu
menjalan-gunakan hal ini untuk keperluan mereka dan hot-money jang katanja Rp. 2
miljard itupun belum tentu akan dapat ditarik oleh Pemerintah, sehingga kita benarnja,
untuk apalagi obligasi ini; apalagi kalau kita lihat bahwa seperti diterangkan dengan
keterangan Pemerintah baru-baru ini bahwa djuga kita mesti berani mengingat djuga
pada generasi jang akan datang. Saja kira terlalu kurang bertanggung-djawab dari
Pemerintah sekarang ini, jang sebenarnja dia sendiri sudah menjatakan demisioner
untuk mengadakan suatu peraturan, dimana orang-orang jang mempunjai kekajaan jang
begitu banjak diberikan general pardon dan dengan general pardon ini orang-orang jtu
bisa menjalahgunakan legalisasinja itu untuk mengadakan spekulasi dan manipulasi
dikalangan keuangan kita, sedang maksud semula hanja untuk menarik Rp. 2 miljard.
Djadi obat jang akan dibuat oleh Pemerintah ini lebih besar bahajanja dari pada
tudjuannja, jaitu jang belum tentu tertjapai menarik hot-money sebanjak Rp. 2 miljard
karena pendjahat-pendjahat, njelundup padjak ini dengan begitu mendjadi orang-orang
terhormat, sebab mendapat general pardon dari Pemerintah, sedang uang jang 2 miljard
itu, oleh sebab mereka membeli obligasi hanja untuk keperluan legalisasi tidak akan
terpenuhi.
Saudara Ketua, djelaslah bahwa dengan maksud jang baik untuk menarik hot atau
black-money; tudjuan Pemerintah tidak tertjapai, tetapi timbul hasil lain dari pada obat
ini, ialah general pardon. Tetapi timbul hasil lain dari pada obat ini ialah general pardon
dan dalam pada ini Pemerintah mengadakan peraturan Peperpu dan diadakan P.3H.B.
terhadap orang-orang ini. Aneh sekali, Saudara Ketua, tadinja hendak mengedjar-
ngedjar pendjahat-pendjahat ini, malahan sekarang menjerah dan memberi ampun
kepada pendjahat-pendjahat ini dan orang-orang jang mungkin akan membeli obligasi
ini adalah digolongan asing.
Saudara-Ketua, kami betul-betul heran dan kagum melihat keberanian Pemerintah
dalam bertanggung-djawab mengadakan Undang-undang ini, sebab menurut faham kami
ada djalan lain untuk menarik hot-money ini. Dengan mengadakan general pardon ini
Pemerintah menutup djalan untuk Pemerintah jang akan datang, untuk memukul orang-
orang jang mempunjai hot-money ini. Sebab dengan mengadakan ini, orang-orang itu
sudah disamakan sebagai orang terhormat, sedangkan ada djalan lain untuk menarik hot-
money ini, tidak sadja dengan djalan obligasi ini. Pemerintah jang akan datang jang
mempunjai tindakan-tindakan lain untuk menarik hot-money itu tertutup djalannja oleh
sebab telah menghampuni kepada orang-orang jang mestinja terkena oleh tindakan
Pemerintah untuk mengadakan sanering dalam keadaan moneter.
70
Rapat 56.
Saudara Ketua, dengan pendjelasan ini djelaslah bahwa kami mengusulkan kepada
Pemerintah supaja menarik kembali rantjangan Undang-undang ini, sebab akibatnja
lebih djahat dari pada tudjuannja. Uang 2 miljard jang akan ditarik tidak akan tertjapai,
tetapi orang-orang jang mempunjai banjak hot-money itu - kebanjakan orang-orang ini
orang-orang asing dipintu ketjil - bisa menggunakan Undang-undang ini untuk
melindungi dirinja dan orang-orang ini kebanjakan orang asing, bukan bangsa Indonesia.
Tidak ada bangsa Indonesia jang mempunjai hot-money.
Saudara Ketua, demikianlah dengan tegas kami njatakan, bahwa kami
berkeberatan sekali terhadap rantjangan Undang-undang ini dan menjarankan kepada
Pemerintah untuk menarik kembali dengan mempertimbangkan betul-betul saran-saran
dan pertimbangan jang saja adjukan itu. Sebab maksudnja betul-betul kami mengerti
jaitu untuk menarik hot-money, tetapi obatnja ini lebih kedjam, lebih tidak sesuai
dengan apa jang ditjapai, malahan lebih djahat.
Sekian, terima kasih.
Ketua: Saja persilakan Saudara Mardjohan.
T. S. Mardjohan: Saudara Ketua jang terhormat, assalamu'alaikum
warahmatulIahi wabarakatuh.
Untuk mengikuti pembahasan rantjangan Undang-undang tentang pengeluaran
obligasi tahun 1959 maka dari Fraksi Perti ingin menjumbangkan buah pikiran, semoga
ada manfaatnja untuk menetapkan rantjangan Undang-undang ini sebagai Undang-
undang.
Saudara Ketua jang terhormat, tindjauan terhadap pada keterangan Pemerintah:
1. Terlebih dahulu kami kemukakan kepada Pemerintah sebab-musabab jang
mendorong Pemerintah menjusun rantjangan Undang-undang ini untuk
dibitjarakan dan disahkan oleh Parlemen, sebagai Undang-undang:
a. Oleh Pemerintah merasakan peredaran uang sudah terlalu banjak jang
beredar ditengah-tengah masjarakat.
b. Sangat dirasakan djuga oleh Pemerintah, kepintjangan masjarakat antara
rakjat desa dan rakjat kota, perbedaan hidup itu sangat djauh berbeda
umpamanja, disatu pihak (rakjat desa) ada uang tetapi maksud tidak berhasil
karena harga uang tidak sebanding dengan jang akan dibeli, dan dipihak lain
(rakjat kota) terutama bangsa asing uangnja bertumpuk-tumpuk, sehingga
dengan sendirinja barang-barang ditangan atau ditoko sehari-kesehari
harganja bertambah tinggi, karena mereka jang banjak uang berlomba-lomba
71
Rapat 56.
membeli barang jang sipatnja ada jang untuk penjimpan uang dan ada pula
untuk semata-mata dagangan dan lain-lain tjorak.
c. Dengan bertambah banjaknja uang jang beredar dengan sendirinja
pengangguran meningkat angkanja, oleh karena banjak perusahaan-
perusahaan jang bangkrut atau sekurang-kurangnja menjederhanakan
buruhnja.
2. Tudjuan Pemerintah mengeluarkan obligasi tahun 1959 seharga Rp.
2.000.000.000,- (dua miljard):
a. Untuk menarik hot-money dari pemiliknja, djuga mengurangi tekanan inflatoir
untuk memudahkan pembangunan negara dan ma-sjarakat.
b. Untuk mengurangkan berspekulasi.
c. Untuk menarik black-money jang beredar sebagai menghindarkan kenaikan
harga barang lebih tinggi.
d. Dan lain-lain.
Saudara Ketua, sebenarnja menurut penelitian kami sebelum rantjangan Undang-
undang ini diadjukan oleh Pemerintah, harus didahulukan pembitjaraan rantjangan
Undang-undang tentang korupsi, karena persoalan ini seperti dimaklumi bahwa uang
atau black-money jang tersimpan ditangan orang-orang sekarang ini memang harus kita
ketahui asal-usulnja, dan kalau memangberasal dari uang negara, harus kembali kepada
negara.
Saudara Ketua jang terhormat, djika benar itu sebab dan tudjuan Pemerintah untuk
mengeluarkan obligasi itu, maka kami Praksi Perti setiap usaha Pemerintah jang baik
dan menguntungkan rakjat dan negara, akan kami hargakan dan kami nilai dengan jang
sebanding pula, tetapi sekalipun begitu setiap ada jang baik dan ada pula jang lebih baik,
maka untuk perbandingan oleh Pemerintah kami kemukakan seperti berikut.
Saudara Ketua jang terhormat, dalam membahas rantjangan Undang-undang
Obligasi jang diadjukan Pemerintah kepada sidang jang terhormat dalam rangka usaha
Pemerintah untuk mengatasi kesulitan keuangan dewasa ini, adalah mendjadi
kehormatan patut kita djundjung tinggi dan diaturkan diperbanjak terima kasih kepada
Pemerintah.
Tidak seorangpun menurut pendapat kami jang tidak akan setudju dalam tiap-tiap
persoalan jang dapat kiranja meringankan beban masjarakat jang berat jang kita rasakan
pada waktu ini.
Tetapi baiklah kiranja kita mempertimbangkan lebih mendalam persoalan ini,
dilihat dari berat-ringannja rugi-labanja untuk rakjat, disamping pertimbangan mengenai
72
Rapat 56.
deradjat Pemerintah memberikan beberapa matjam konsesi guna dapat menarik hot-
money dari pemiliknja.
Djika kita mempersoalkan hanja soal berat-ringannja, laba-rugi untuk rakjat, masih
dapatlah kita bertolak ansur, jang berat diringankan, prosentasi bunga jang tinggi
direndahkan tingkatnja.
Tetapi tentang konsesi jang diberikan selain dari berupa bunga 5% ditambah
dengan premi, dibandingkan dengan tingkatan bunga pada Bank Tabungan Pos jang
berdjumlah kira-kira 2,64% setahun untuk diumlah maximum Rp. 5.000,- sedangkan
diatas Rp. 5.000,- tidak diberi bunga, penetapan setjara ini akan berlebih-lebihan
djadinja.
Kita djangan lupakan, bahwa investatie pada surat-surat obligasi Pemerintah, pada
hakekatnja tidak lain dari tjara menabung jang penting diandjurkan kepada rakjat.
Dan dengan ini pula deradjat Pemerintah seakan-akan meminta-minta dikasihani
kepada pemilik hot-money, keadaan jang sangat bertentangan dengan dasar negara jang
berdaulat penuh, dan tentangan dengan andjuran-andjuran Presiden Republik Indonesia
untuk tidak meminta-minta kepada siapapun baik diluar, apalagi dalam negeri sendiri.
Disamping itu kami menjangsikan akan berhasilnja 100% ditempatkan obligasi ini
menurut suasana sekarang ketjuali djika kita hadapkan ini kepada Bank-bank Tabungan
Pos atau bank-bank tabungan partikulir, dana-dana pensiun, maskapai-maskapai
asuransi, jang dapat menanamkan uangnja, untuk djangka pandjang, tidaklah ada
kejakinan kami bahwa pemegang hot-money akan berpikir setjara jang diharapkan
Pemerintah, selagi kesempatan untuk melakukan spekulasi dalam bidang-bidang
perekonomian rakjat masih terbuka luas.
Kita dapat memperhitungkan lebih dahulu, bahwa pemegang hot-money tidak akan
menanam modalnja didalam obligasi, selagi kesempatan berspekulasi dalam djual-beli
mobil umpamanja memberi keuntungan jang lumajan, djuga selagi kesempatan
berspekulasi dalam pembelian padi masih terbuka luas.
Begitu djuga, Saudara Ketua, dalam lapangan import, telah mendjadi rahasia
umum, si importir mempergunakan uang panas dengan bunga sampai 5% sebulan guna
dapat melakukan pesanan-pesanan import, untuk kemudiannja, barang import itu
mendjadi bahan spekulasi.
Kita masih belum lupa dengan harga-harga tekstil, benang tenun. jang tinggi
menjolok djusteru pemesannja mempergunakan hot-money dengan bunga jang tinggi.
dan setelah barangnja sampai dipelabuhan di Indonesia, setjara geruisloos hilang, untuk
muntjul lagi dengan harga naik 200 a 300 %.
73
Rapat 56.
Selain dari soal-soal tersebut, jang sangat menekan perasaan halus kita dalam hal
ini, ialah "Konsesi" memberi ampunan umum terhadap tuntutan asal-usul uang jang
dimiliki, dalam memperhitungkan padjak jang samalah artinja, satu negara hukum
menurunkan deradjat benderanja sendiri.
Djika jang dimaksudkan oleh Pemerintah untuk memperketjil peredaran uang, hal
ini sangatlah bertentangan dengan perkembangan-perkembangan jang wadjar dari
negara kita.
Dalam masa pendjadjahan Belanda, di Indonesia beredar uang kertas Javasche
Bank tidak kurang dari 375 djuta rupiah ditambah dengan kira-kira 100 djuta uang jang
diedarkan Pemerintah Nederland-Indie berupa uang logam, uang kertas ringgitan dan
rupiah sama dengan berdjumlah ± 480 djuta untuk penduduk jang berdjumlah 60 djuta
orang.
Rata-rata tiap-tiap orang memiliki uang 8 rupiah, atau bersamaan dengan
kebutuhan pokok mereka jaitu beras seharga 2 pikul, jang diwaktu itu berharga satu
pikul Rp. 4,-.
Perkembangan sekarang telah djauh berbeda, djumlah penduduk telah meningkat
90 djuta, harga kebutuhan primer telah meningkat mendjadi 100 X lipat, maka dengan
perhitungan ini, menurut anggaran masa pendjadjahan, haruslah beredar 90 djuta X 100
X 8 rupiah, sama dengan 72 miljard rupiah.
Kenjataan ini akan dapat dibenarkan oleh siapapun, terutama oleh pengusaha-
pengusaha nasional dan mereka jang ingin menjelidiki lebih mendalam, bahwa
pengusaha-pengusaha nasional mendjerit kekurangan .modal
Hal ini tidak berarti bahwa kami akan mengandjurkan untuk menghambur-
hamburkan uang lebih banjak lagi kepada Pemerintah tetapi tidak ada kerusakannja,
djika petani- petani kita dibantu untuk melepaskan mereka dari tjengkeraman idjon jang
masih meradjalela, atau bantuan modal kepada petani-petani karet guna dapat
menghasilkan getah asap jang bermutu tinggi.
Marilah kita perhatikan, apakah sebabnja petani- petani karet, membikin slabs,
mendjualnja masih dalam keadaan basah, dan tidak mereka membikin karet asap untuk
dapat harga maximum? Lain tidak, Saudara Ketua, mereka kekurangan modal berusaha,
karena untuk menjambung hidupnja mereka telah harus mendjual hasil karyanja pada
hari itu untuk pembeli beras, sekalipun mereka mendapat harga jang terendah.
Demikian djuga dengan produksi kopi, jang dibawa rakjat kepasar dalam keadaan
masih muda (mentah), atau rakjat mengidjon kepada tengkulak-tengkulak dengan harga-
harga sampai 50% dari pasaran.
74
Rapat 56.
Di Amerika Serikat, peredaran uang tidak kurang dari 330 miljard dollar, dari
djumlah rakjat 150 djuta masing-masing memiliki pukul rata 2,200 dollar.
Bandingkanlah ini, djika kita ketahui pula, bahwa 1 dollar Amerika dalam pasaran
bebas berharga 100 rupiah, atau dengan perhitungan Bukti Export djadi kira- kira 60
rupiah.
Walhasil djumlah uang masing-masing rakjat di Amerika djika dibandingkan
dengan uang Republik Indonesia = 2.200 X Rp. 100,- djumlah Rp. 220.000,- atau djika
dengan koers resmi 2.200 X Rp. 60,- djumlah Rp. 132.000,-.
Dengan mengemukakan facta- facta tersebut ini, Saudara Ketua, dapat kita tarik
kesimpulan, bahwa bukanlah peredaran uang jang harus kita tjiutkan, tetapi sebaliknja,
masalah sekarang adalah kekurangan ketjepatan berputar (velocity of money) jang tidak
atau belum dikendalikan sebagaimana mestinja, jang menjebabkan ekonomi kita suram
waktu ini.
Saudara Ketua, memang ada didengar atau terdengar suara-suara, bahwa
memperedarkan uang lebih banjak, akan mengakibatkan inflasi.
Suara jang begini membosankan kita, jang pernah didengung-dengungkan
semendjak merdeka, dan tahukan Saudara dimana sumbernja?
Tidak lain, suara ini berpusat pada golongan tertentu, madjikan atau anak buah,
supaja disamping golongan ini memiliki kemewahan, rakjat banjak didjadikan mangsa
mereka jang- jang empuk, untuk lebih leluasa menekan mereka dengan idjonnja,
monopolinja, perhitungan bunganja jang tinggi taktik mereka dalam berspekulasi,
menimbun barang-barang. Jah, Saudara Ketua, segala bentuk kerdja jang dapat
menghambat kemadjuan bangsa Indonesia dalam pembangunan dan perbaikan hidup.
Saudara Ketua, kita telah sama kenal dengan sistim gunting uang, jang telah
melemahkan potensi rakjat dalam pembentukan modal nasional, kita telah mengalami
devaluasi rupiah, jang sebelumnja tertjatat dengan uang luar negeri, seperti Malayan
Dollar hanjalah berbanding M$. 1 sama dengan Rp. 1,25.- tetapi telah didevaluasikan
mendjadi Rp. 3,75.- dengan akibatnja jang sangat buruk jaitu harga beras jang tadinja
tidak lebih dari 75 sen perkilo, sekarang telah naik mendjadi 3 a 4 rupiah sekilo.
Keadaan ini telah menjebabkan buruh-buruh kita, pegawai-pegawai negeri, seperti
apa jang telah atjapkali kita dengar, jaitu gadji mereka hanja tjukup untuk hidup 16 hari
dalam sebulan.
Diperhitungkan dengan ini, samalah artinja konsesi jang diberikan kepada
pemegang hot-money, adalah kelandjutan dari usaha-usaha menurut program diatas,
jaitu menggunting uang, atau mendevaluasikan lagi.
Betapa bahajanja ini, Saudara Ketua, telah sama kita lihat dan dengar.
75
Rapat 56.
Disamping segolongan jang hidup melimpah ruah, terdapat kehidupan rakjat jang
serba kurang, gedjala deflasi, kekurangan uang dari pada perusahaan industri rakjat,
ladang rakjat, tidak dapat berkembang sebagaimana mestinja, merusak-binasakan moril
rakjat.
Pada saat ini, kita kenal kerusakan moril, karena ketiadaan rumah-tangga jang
teratur disebabkan pengangguran, pemuda-pemuda lupa daratan sampai membuat
pelanggaran susila, ada pemuda jang sampai hati mendjual bangkai ajam ditengah pasar,
penggarongan disiang hari dan kedjahatan lainnja, jang berpokok-pangkal pada tekanan-
tekanan ekonomi jang maha berat dewasa ini.
Berdasarkan uraian kami seperti diatas, menurut pendapat kami -tidak akan
mendjadi berat, Saudara Ketua, bahkan meredakan suasana jang serba suram waktu ini,
djika Pemerintah memperoleh modal kerdja dengan mengeluarkan uang kertas baru, asal
sadja kebutuhan pokok seperti beras, ikan asin, minjak, tekstil kasar, dikendalikan
harganja, baik setjara distribusi, maupun setjara lain jang dapat dipertanggung-
djawabkan seperti melalui koperasi jang sesuai dengan daja beli rakjat.
Sekalipun pengeluaran uang kertas baru akan melampaui dekking emas soal ini
tidak akan mendjadi berat, asal sadja rakjat dapat kita pimpin kearah usaha-usaha jang
produktif, memiliki tanah, supaja ada melipat-gandakan bahan makanan, petemakan,
perikanan dan lain-lain.
Pimpinan dari Pemerintah diharapkan dari pembagian benih-benih jang baik
peternakan, latihan kerdja dalam segala bidang usaha, guna dapat memperoleh hasil jang
baik dan hasil ternak jang sempuma andjuran penanaman massaal dari kopi robusta,
arabica, tjoklat, teh untuk menghasilkan devisen jang lumajan.
Pada waktu, djika kedjajaan telah mendjelma, kemakmuran sudah datang, rakjat
sudah gembira jang merata dari kota sampai kedesa, barulah datang saatnja, kita
memperhitungkan dekking emas, dan dengan mudah dapat dipungut, masing-masing 1
(satu) gram seorang umpamanja jang berarti 90 djuta X 1 gram = 90 ton emas mumi
dapat dikumpul dengan serentak, guna disimpan dalam Bank Indonesia untuk tahanan
dan perkembangan-perkembangan selandjutnja.
Saudara Ketua, mungkin hal ini mentertawakan bagi lawan politik kita akan
pengatjau ekonomi.
Pengumpulan begini, akan merupakan saham rakjat, rakjat memiliki Negara
Indonesia bersama-sama, jang sesuai dengan kata-kata jang lazim dipakai "dari rakjat
untuk rakjat", dan "pertahanan rakjat", sesuai djuga dengan pribahasa "berat sama
dipikul ringan sama-sama didjindjing", "djika berlaba sama dibagi, djika rugi sama-sama
dimodali", jang asal membedakan tinggi rendahnja, sama-sama memiliki, sama-
76
Rapat 56.
sama memungut faedahnja, dan djuga sama-sama mempertahankan dari bentjana
apapun, baik dari luar maupun dari dalam.
Saudara Ketua jang terhormat, kami sadari djuga bahwa saran kami seperti diatas
akan bentrokan dengan segolongan apatis dan pesimis, mereka nanti akan menondjol,
bahwa dengan pengeluaran uang kertas lebih banjak, akan menjebabkan kurs bebas uang
kita akan lebih turun lagi.
Untuk ini kami hanja mendjawab dengan singkat:
Bahwa kurs gelap uang alau kurs bebas jang kita dapati sekarang bukanlah terdjadi
sewadjarnja, tetapi terdjadi dengan dikendalikan oleh segolongan manusia, jang ingin
mendjerumuskan bangsa lndonesia dalam djurang jang serba sulit, seperti jang kita
alami dewasa ini.
Hal ini karena banjak seluk-beluknja dengan moneter politik setjara integral, jang
djika dibitjarakan langsung dalam rapat terbuka seperti sekarang ini. maka kami
berpendapat, baiklah kami buka dalam kesempatan jang lain untuk membanterasnja.
Andaikata kami beranikan membuka suara didepan Dewan Perwakilan Rakjat ini,
sidang jang mulia ini, berarti akan memberi angin kepada golongan tertentu tadi, mereka
jang merupakan pengatjau-pengatjau ekonomi jang memusuhi kehidupan kita jang tjinta
damal, aman makmur, dan lebih dichawatiri lagi djika dibuka tabir jang tertutup itu,
akan terdjadi sendjata memakan tuan, dan insja Allah kami ulang sekali lagi dalam
kesempatan lain, kami tjoba-tjoba memetjahkan persoalan penting itu.
Saudara Ketua jang terhormat, semua keterangan jang seperti kami uraikan diatas,
tidaklah berarti atau dengan kalimat lain, djangan diartikan, bahwa kami anti kepada
pengeluaran obligasi, malah sebaliknja, dan kami akui satu tjara jang baik diantara
beberapa tjara untuk mengumpulkan modal, tetapi menurut suasana sekarang, sebelum
beberapa faktor penting kehidupan ekonomi kita diperbaiki bukanlah saatnja untuk kita
bertindak menurut tjara jang diadjukan Pemerintah ini, disamping hasilnja kurang dapat
diharapkan, djuga akan memakan biaja pelaksanaan jang tidak sedikit.
Tetapi pula, djika beberapa tjara jang telah kami uraikan seperti diatas diikut-
sertakan pelaksanaannja, jaitu dikepung disegala djurusan, jang memegang hot-money
kehilangan akal, kehilangan lapangan untuk operasi, dan black-money itu akan mengalir
kepada jang dikehendaki oleh Pemerintah.
Saudara Ketua jang terhormat, adapun tentang materi rantjangan Undang-undang
tentang pengeluaran obligasi pasal demi pasal, belum kami bahas, insja Allah dalam
babak kedua djika dirasa perlu akan kami tjoba membahas, dan buat sementara
mempeladjari djawaban Pemerintah dalam babak pertama, maka pendirian fraksi kami
77
Rapat 56.
Partai Islam Perti, kami tangguhkan dahulu, dan insja Allah dalam pemandangan umum
babak kedua akan kami tegaskan.
Terima kasih.
Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Ketua: Saja persilakan Saudara Tan Kiem Liong.
J . Tan Kiem Liong: Saudara Ketua jang terhormat, maksud Pemerintah untuk
menarik hot-money atau black-money dari peredaran dan memberi djalan kearah jang
positif dan constructief adalah baik dan sangat saja hargai.
Usaha penarikan dan penjaluran ini telah pula saja kemukakan beberapa kali dalam
pemandangan umum saja baik jang mengenai keuangan maupun dalam membahas
rantjangan anggaran belandja tahun jang lalu.
Mengenai rantjangan Undang-undang pengeluaran obligasi berhadiah tahun 1959
ini, menurut pendapat saja bukanlah merupakan djalan jang satu-satunja harus kita
tempuh untuk menjehatkan keuangan dan penarikan uang hitam atau hot-money dalam
keadaannja seperti sekarang ini, terutama setelah saja mempeladjari konsiderans pada
bagian Menimbang a, b, c dan d dan nota pendjelasan pada lampiran rantjangan
Undang-undang tersebut, maka disitu terdapat perbedaan maksud dan penggunaan dari
pada obligasi tersebut.
Didalam Undang-undangnja uang obligasi tersebut antara lain disebut untuk
keperluan mengurangi djumlah uang jang beredar, untuk mengkonsolidir hutang-hutang
djangka pendek, untuk mengambil tindakan-tindakan untuk perkembangan pasar modal
dalam negeri, kearah jang sehat dan untuk biaja pembangunan, dan demikianlah bunji
dalam lukisan menimbang dari pada rantjangan Undang-undang ini. Akan tetapi djika
kita sampai kepada pendjelasannja, maka disini terdapat suatu contradiction dari pada
penggunaan uang tersebut, jang antara lain dinjatakan bahwa uang tersebut akan
dipergunakan untuk menutup deficit anggaran belandja, membajar hutang Pemerintah
kepada Bank Indonesia dan lain-lainnja.
Saudara Ketua jang terhormat, untuk menutup deficit anggaran belandja sadja kita
perlukan uang sebanjak 8 miljard untuk tahun ini, malahan kemungkinan deficit tahun
ini mentjapai hingga 12 miljard lebih bukan sadja tidak mungkin. Djadi Saudara Ketua,
untuk menutup deficit sadja Pemerintah perlu uang sebanjak antara 8 hingga 12 miljard.
Bila (kalau) apakah artinja pindjaman 2 miljard ini ? Apakah dengan uang 2 miljard ini
seluruhnja akan dipergunakan untuk mengurangi deficit, ataukah hanja 50% atau berapa
diperlukan bagi deficit anggaran belandja? Kalau uang pindjaman obligasi ini
dipergunakan seluruhnja untuk usaha-usaha pembangunan, saja rasa tentu akan berhasil
78
Rapat 56.
tetapi djika tidak demikian, maka usaha penjaluran obligasi itu tidak mungkin
terlaksana, ketjuali dengan pindjaman paksa.
Berhasil atau tidaknja pindjaman negara tergantung dari pada kepertjajaan rakjat
kepada perekonomian atau politik perekonomian jang didjalankan oleh Pemerintah,
selain itu Pemerintah harus dapat mendjamin adanja djaminan hukum.
Untuk penarikan black-money atau hot-money ini, bukan hanja dengan djalan
mengeluarkan obligasi, akan tetapi masih ada djalan lain, jaitu antara lain dengan:
a. memberi fasiliteit jang besar bagi perusahaan partiktulir untuk membangun
industri,
b. menjediakan setjukupnja bahan-bahan keperluan industri,
c. mempermudah peraturan-peraturan jang ada, sehingga birokrasi dan kontjo sistim
hapus sama sekali;
d. mendirikan sesuatu objek industri jang tertentu, umpamanja pabrik gelas, tekstil,
pabrik printing, pabrik kertas, hotel dan lain-lainnja,
e. penjaluran dalam bidang perkebunan, umpamanja penanam karet, kopi, kelapa,
tembakau dan lain-lain lagi.
Sebagai tjontoh lain, jaitu Pemerintah mendirikan umpamanja sadja pabrik printing
dan biaja jang diperlukan sebanjak 100 djuta, dan untuk keperluan uang pembangunan
ini didjual kepada pengusaha nasional pabrik ini, dapat didjual obligasi sebesar djumlah
tersebut. Tambah 50% keuntungan Pemerintah obligasi sudah mendapat keuntungan
djika pabrik tersebut menghasilkan keuntungan, dan djika tidak ia tidak akan
mendapatkan apa-apa. Akan tetapi sudah tentu pemimpin perusahaan tersebut dipilih
langsung oleh sipembeli obligasi. Dengan djalan begitu, maka dapat tersaring orang-
orang jang tjakap dalam pimpinan perusahaan tersebut, tidaklah keadaannja seperti
sekarang ini dimana boleh dibilang % dari perusahaan-perusahaan Pemerintah menderita
kerugian tiap-tiap tahunnja dan djuga mendjadi sarang mentjari redjeki dan kedudukan,
zonder menanggung kerugian-kerugian jang diderita oleh perusahaan-perusahaan
tersebut.
Sebagai tjontoh, antara lain perusahaan-perusahaan besar jang dikuasai sepenuhnja
oleh Pemerintah, jaitu: Garuda Indonesian Airways, Pelni, Djawatan Kereta Api. Dari
ketiga perusahaan Pemerintah ini sadja Pemerintah menderita kerugian beratus djuta
tiap-tiap tahunnja. Mungkin kerugian beratus djuta itu tidak mendjadikan soal bagi
rakjat, djika dalam perusahaan-perusahaan tersebut segala sesuatunja beres, hubungan
terdjamin, ada service jang baik. Akan tetapi ternjata bahwa ketiga perusahaan tersebut
tidaklah demikian. Bagaimana keluh-kesah rakjat terhadap ketiga perusahaan tersebut,
79
Rapat 56.
tidak perlu lagi saja uraikan disini, saja rasa Saudara Menteri sendiri mengetahuinja dan
seluruh anggota sidang Dewan Perwakilan Rakjat jang terhormat disinipun
mengetahuinja pula.
Oleh karena itu saja ingin menanjakan kepada Pemerintah:
1. Adakah keuntungan jang didapat oleh ketiga perusahaan tersebut, dan djika ada
berapa djumlahnja dari tiap-tiap perusahaan tersebut?
2. Djika ketiga perusahaan tersebut menderita rugi, berapakah kerugian jang diderita
tiap tahunnja?
3. Berapakah kapital jang telah diberikan kepada ketiga perusahaan tersebut hingga
saat ini?
4. Menurut keterangan jang saja dapat, bahwa hingga saat ini Kementerian Pelajaran
masih membajar seluruh asuransi berikut ongkos-ongkos reparasi kapal-kapal
Pelni. Apakah benar? Dan djika benar berapakah djumlah seluruh pengeluaran
tersebut?
Saudara Ketua jang terhormat, dengan mengambil tjontoh kepada tiga perusahaan
besar Pemerintah tadi, sudah djelas bahwa Pemerintah sendiri perlu mengoreksi dan
mengambil tindakan seperlunja untuk perbaikan, baik dilihat dari segi perusahaan
ataupun dilihat dari segi keuangan dari perusahaan-perusahaan tersebut. Oleh karena itu
Saudara Ketua, untuk menjehatkan keuangan kita dewasa ini antara lain djuga adanja
efficiency dalam perusahaan-perusahaan Pemerintah jang ada. Untuk itu hendaknja
dibentuk suatu badan kontrole jang benar-benar dapat mengontrol pekerdjaan direksi
atau presiden direktur dari perusahaan-perusahaan Pemerintah.
Untuk menjehatkan keuangan kita, selainnja mendirikan pabrik-pabrik baru, perlu
djuga mendjaga berlangsungnja hidup pabrik-pabrik jang ada sekarang ini. Mendirikan
pabrik-pabrik baru belumlah berarti bertambahnja produksi dan memberi nafkah kepada
penduduk atau menambah penghasilan negara. Untuk keperluan itu hendaknja
Pemerintah mengadakan proteksi bagi hasil-hasil produksi dalam negeri, dan jang
penting ialah memberikan bantuan dan bimbingan, baik untuk pembangunan pabrik-
pabrik baru dan bagi pabrik-pabrik jang ada. Bimbingan dan bantuan Pemerintah kepada
industri dalam negeri sekarang ini boleh dikata tidak ada, persediaan bahan-bahan jang
diperlukan djuga tidak mendapat perhatian sepenuhnja dari Pemerintah. Pemerintah
hanja memberikan djandji-djandji komitment-komitment dalam interview-interviewnja,
sedangkan realisasi dari pada interview-interview itu tidak mendjadi kenjataan, dan
sebagai akibatnja banjak pabrik-pabrik gulung tikar.
80
Rapat 56.
Saudara Ketua jang terhormat, kalau Pemerintah hingga saat ini belum djuga dapat
memberikan bahan-bahan dan proteksi bagi pabrik-pabrik jang telah ada, bagaimana
untuk pabrik-pabrik jang akan dibuat kelak ?
Kenjataannja sekarang ini, bahwa bagi mereka jang hendak mendirikan sesuatu
pabrik untuk keperluan penambahan produksi, pertama ia harus berhubungan dahulu
dengan orang-orang dari partai A, partai B atau partai C atau kepada pedjabat-pedjabat
tinggi jang memegang kekuasaan, djika tidak. tidak mungkin ia akan berhasil dalam
usahanja Karena apa hal jang demikian ini terdjadi ? Ialah karena sistim dan peraturan-
peraturan seperti sekarang inilah memaksa mereka jang hendak mendirikan industri atau
usaha lain-Iainnja harus berbuat demikian.
Saja sangsi, apakah dengan adanja Undang-undang Pengeluaran Pindjaman
Obligasi Berhadiah tahun 1959 ini, djika seandainja diterima dan disahkan oleh sidang
Dewan Perwakilan Rakjat jang terhormat ini, akan berhasil baik untuk mentjegah inflasi,
perbaikan keuangan, dan bagi usaha pembangunan seperti maksud semulanja.
Untuk mendapatkan hasil dari pada Undang-undang ini, Pemerintah hendaknja:
a. menghemat pengeluaran-pengeluaran bukan untuk usaha pembangunan;
b. menstabilitet harga bahan-bahan baku dan harga barang-barang pada umumnja;
c. mentjegah inflasi.
Djika ketiga soal ini dapat dilakukan, saja jakin usaha pendjualan obligasi ini akan
berhasil, dan djika tidak sajapun jakin Pemerintah tidak akan berhasil, karena
penghasilan diluar dengan membeli atau memborong barang-barang djauh melebihi
keuntungan jang didapat dari pada membeli obligasi, walaupun membeli obligasi itu
akan mendapatkan hadiah-hadiah.
Sebagai tjontoh bank-bank partikulir dewasa ini djika memindjamkan uang,
mendapatkan rente sebanjak 2,5% tiap bulannja, djadi tiap tahun sebanjak 12 X 2,5% =
30% dan ini berarti 6 kali lebih banjak dari rente obligasi jang akan didjual oleh
Pemerintah. Belum lagi djika kita batja advertensi dalam harian-harian ada pemindjam
jang berani bajar 4% sebulan dengan tanggungan tjukup,
Saudara Ketua jang terhormat, Pemerintah sendiri dalam nota pendjelasannja
mengharapkan pengusaha-pengusaha kita memindahkan usaha-usahanja kebidang
industri, dan menjempitkan kepada usaha-usaha import dcngan dikuasainja sebagian
besar import barang-barang oleh the big 8. Saja tidak keberatan hal ini dilakukan oleh
Pemerintah, asal sadja pemasukan dan distribusinja djangan matjet lagi, dan betul-betul
usaha ini tidak merugikan rakjat. Apa gunanja diserahkan kepada the big 8 kalau, nanti
harga-harga tambah meningkat, dan distribusi tidak teratur seperti halnja dengan tekstil
untuk lebaran, sesudah lebaran baru datang.
81
Rapat 56.
Oleh karena itulah Saudara Ketua, djika Pemerintah mengandjurkan pengusaha-
pengusaha kita supaja mendjadi industri minded, hendaknja diberikan bantuan dengan
sungguh-sungguh. Sebagai penutup saja atas nama Fraksi N.U. mengemukakan saran-
saran hanjalah untuk membantu Pemerintah agar segala usahanja untuk perbaikan
ekonomi dan keuangan kita dapat berhasil baik, dan fraksi saja Fraksi N.U, akan
menentukan sikapnja terhadap rantjangan Undang-undang ini setelah mendapat
djawaban atas saran-saran dan pertanjaan saja.
Sekianlah, Saudara Ketua, terima kasih.
Ketua: Saja persilakan Saudara Moenadir.
Moenadir : Saudara Ketua jang terhormat, rantjangan Undang-undang tentang
pindjaman obligasi berhadiah tahun 1959 jang mendjadi atjara rapat pleno pada hari ini
pembitjaraannja ternjata tidak menurut prosedur biasa dengan tidak melalui rapat
Bahagian - bahagian, tetapi terus langsung dibawa kesidang Berhubung dengan itu maka
perkenankanlah saja dalam menghadapi pembitjaraan rantjangan Undang-undang dalam
babak pertama ini untuk mengadakan tindjauan jang agak meluas, karena saja anggap
perlu mengadakan penelitian terhadap persoalan-persoalan sebagai berikut:
a. persoalan mengenai perkembangan moneter negara kita pada dewasa ini;
b. maksud dan tudjuan jang hendak ditjapai dengan pengeluaran obligasi;
c. hasil jang diharapkan dari pengeluaran obligasi tahun 1959 ini: dan
d. hubungannya antara pengeluaran obligasi dengan usaha pembangunan negara kita
pada umumnja.
Saudara Ketua jang terhormat, persoalan mengenai perkembangan moneter negara
kita pada dewasa ini serta usaha kearah pemetjahannja perlu saja djadikan pangkal
bertolak saja dalam menindjau rantjangan Undang-undang ini, karena menurut bunji
consideransnja dan pula menurut pendjelasan dalam memori pendjelasannja, maka
keadaan moneter pada dewasa inilah, jang menggerakkan pikiran Pemerintah untuk
mengeluarkan obligasi. Tidakkah sebagai considerans rantjangan Unclang-undang
tentang obligasi tahun 1959 ini dapat kita batja kalimat jang mengenai huruf a sebagai
berikut (saja kutip):
,,a. bahwa berhubung dengan perkembangan moneter dewasa ini …..dan seterusnja” dan
tidaklah dalam memori pendjelasannja dapat kita batja kalimat sebagai beri’kut (saja
kutip): ,,Karena itu tekanan-tekanan inflatoir sangat dirasakan sebagaimana terbukti dan
kenaikan harga, walaupun relatip tidak setinggi dengan naiknja djumlah uang jang
82
beredar. Djumlah uang beredar yang begitu besar membawa pengaruh buruk dilapangan
moneter dan menghambat perkembangan ekonomi jang Sehat”.
Memang tidaklah dapat dipungkiri, bahwa besarnja djumlah uang jang beredar dalam
masjarakat dapat mempunjai effek inflatoir, apabila hal itu tidak diikuti oleh tjukupnja
persediaan barang-barang kebutuhan jang seimbang. Setjara ,,wiskundig gesproken”
maka nilai atau daja beli uang adalah tergantung seimbang dengan besarnja produksi
barang-barang kebutuhan dan peredarannja, akan tetapi tergantung dengan kebalikannja
dan ketjepatan beredarnja uang. Berhubung dengan itu maka kalau kita hendak
mengusahakan dapatnja mengurangi tekanan-tekanan inflatoir, pandangan kita harus kita
arahkan kepada dua djurusan jaitu:
a. mengurangi djumlah uang jang beredar, jang dapat diartikan mengurangi ketjepatan
beredarnja uang; dan b.
b. menambah persediaan barang-barang jang dibutuhkan, jang dengan tjara jang
selantjar-lantjarnja dapat sampai pada mereka jang membutuhkannja.
Dalam pada itu untuk djangan sampai menimbulkan salah faham perlu saja sisipkan
tjatatan sebelumnja, bahwa usaha penjehatan keadaan moneter dengan mengarahkan
pandangan kita kepada dua soal jang saja sebut tadi, tidaklah berarti dengan sendirinja
masjarakat adil dan makmur jang kita tjita-tjitakan akan terwudjudnja. Persoalan
mengenai terwudjudnja masjarakat adil dan makmur bukanlah hanja persoalan
penjehatan. keadaan moneter sadja. Penjehatan keadaan moneter negara pada dewasa mi
hanjalah merupakan salah satu dan ,,perata djalan” sadja untuk bertindak lebih Iandjut
kearah tertjapainja masjarakat adil dan makmur. Maka sekali lagi: pengarahan
pandangan kita kepada djurusan:
a. mengurangi djumlah uang jang beredar; dan butuhan, adalah hànja sebagaj salah satu
dan
b. menambah djumlah persediaan barang-barang ke pada ,,aangrijpingspunten” dari
pada maksud kita menibentuk ma’sjarakat adil dan makrnur.
Apabila kita teliti lebih Iandjut mengapa djumlah uang jang beredar sampai demikian
besarnja, sehingga tekanan-tekanan inflatoir setiap saat mungkin memberat, maka kita
akan menemukan sebab-musababnja, ialah karena selalu meningkatnja defisit Anggaran
Belandja Negara kita, dan deficit mana sukar untuk dibiajai dengan tjara-tjara jang tidak
mempunjai effek inflatoir. Hal ini telah diakui oleh Pemerintah jang dengan setjara lebih
tegas menjatakan dalam tambahan keterangannja sebagai berikut:
"Sumber dari kenaikan uang lang beredar ini adalah deficit-deficit anggaran
belandja jang sedjak tahun 1956 meliputi djumlah-djumlah jang besar". Dalam keadaan
sematjam ini maka Pemerintah menganggap penting sekali untuk mengambil tindakan-
tindakan jang dapat menarik sekedarnja uang jang beredar. Mempertinggi persekot
83
Rapat 56.
import dan pengeluaran obligasi adalah antara lain tindakan-tindakan jang dimaksud
untuk menarik sekedarnja uang jang beredar. Adalah masih mendjadi pertanjaan, apakah
tindakan sematjam itu akan mempunjai effek jang kita harapkan, karena pemetjahan
persoalannja tidak mengenai sasaran jang sesungguhnja, Dengan demikian maka sistim
"contractie uang" akan merupakan sifat tambal sulam sadja dan kalau kurang berhati-
hati dalam melaksanakannja malahan mungkin akan menimbulkan keadaan jang lebih
memburuk. Menurut hemat saja pemetjahan persoalan jang mengenai perkembangan
moneter negara pada dewasa ini harus dilakukan tidak terlepas dari persoalan deficit
dalam anggaran belandja kita. Berhubung dengan itu sekalipun harus kita akui, bahwa
persoalan mengenai deficit anggaran belandja lebih bermanfaat djika dibitjarakan pada
waktu membitjarakan anggaran belandja maka saja merasa perlu mengemukakan dengan
sepintas lalu mengenai persoalan ini. Terlebih dahulu perlu ditjatat, bahwa saja bukannja
orang jang apriori menolak adanja deficit dalam anggaran belandja. Dalam suatu negara
jang sedang membangun maka suatu deficit dalam anggaran belandja sukar untuk
dielakkan. Jang saja anggap perlu untuk ditekankan mengenai persoalan anggaran
belandja ini ialah bagaimana penentuan besarnja pengeluaran dan pendapatan negara
dapat disesuaikan dengan keadaan negara kita jang senjata-njatanja. Realiteit dari pada
keadaan negara kita harus mendjadi pedoman dalam penjusunan anggaran belandja.
Adapun saja lihat sebagai realiteit itu ialah keadaan-keadaan sebagai berikut:
a. masih adanja gangguan keamanan dari dalam maupun dari luar negeri, jang harus
dapat diberantas sampai keakar-akarnja dalam waktu sesingkat mungkin;
b. keadaan rakjatnja jang taraf penghidupannja pada umumnja masih belum dapat
dikatakan menggembirakan;
c. bahan kekajaan negara kita, sekalipun mungkin dalam djumlah jang besar dan
banjak sekal; djenisnja, sesungguhnja masih merupakan kekajaan terpendam;
d. negara muda jang masih dalam taraf permulaan dalam mengusahakankemadjuan
dalam segala bidang, dan masih meuundjukkan kekurangan tenaga management
dalam lapangan produksi.
Dengan berpedoman kepada realiteit-realiteit jang ada pada negara kita pada
dewasa ini, apakah kiranja tidak lebih dapat dipertanggung-djawabkan apabila
penjusunan anggaran belandja sungguh-sungguh disesuaikan dengan kekuatan kita.
Djanganlah tergesa-gesa berpangkal kepada pikiran, bahwa bagaimanapun djuga kita
harus dengan lekas mentjapai taraf seperti negara-negara merdeka lain jang telah lama
berdiri. Berhubung dengan itu, maka saja mengemukakan suatu idee, jang detaileringnja
dapat dibitjarakan lebih landjut pada waktunja. Idee itu ialah supaja anggaran belandja
negara kita disusun sebagai sematjam "urgensi-begroting" atau sematjam
84
Rapat 56.
"oorlogsbegroting", sekalipun bukan "oorlogsbegroting" dalam arti jang sebenarnja,
dimana semua pembiajaannja hanja dipergunakan melulu untuk kepentingan militer,"
karena kita tidak boleh lupa akan taraf perdjuangan negara kita sebagai negara muda
jang hendak mentjapai kemadjuan dalam segala bidang dengan kekurangan peralatan
materiil, maupun tenaga pimpinan. Penggunaan nama dari anggaran belandja itu
bukanlah mendjadi soal, karena "what is in a name". Jang saja maksudkan dengan idee
itu ialah idee untuk menjusun anggaran belandja menurut urgensi jang djelas dan tegas
dengan keinsjafan, bahwa segala sesuatunja berdjalan dalam keadaan serba kurang.
Selandjutnja apabila kita mempersoalkan lebih mendalam akan masalah
penambahan persediaan barang-barang kebutuhan, maka nistjajalah kita akan terlibat
dalam masalah-masalah lain dalam bidang import-export, bidang persediaan devisen dan
djuga bidang jang mengenai management dalam lapangan produksi. Dan masalah-
masalah itu satu sama lain sangkut-menjangkut. Karena bukan pada tempatnja disini
untuk membahas lebih landjut mengenai persoalan-persoalan itu, maka jang hendak saja
kemukakan disini ialah bahwa usaha penjehatan dalam lapang moneter tidak boleh hanja
ditekankan kepada "contractie" uang sadja, tetapi harus djuga dibarengi dengan
penjehatan peredaran barang-barang kebutuhan, atau dengan lain perkataan penjehatan
tjara-tjara distribusinja.
Menurut hemat saja ketidak-lantjaran dari pada peredaran barang-barang tidak
hanja terletak pada kesukaran-kesukaran dalam lapangan transport sadja, jang oleh
Pemerintah selalu didjadikan sematjam "kambing hitam" kalau dipersoalkan tentang
keseretan dalam peredaran barang, tetapi djuga terletak dalam organisasi. Kiranja sudah
datang pada saatnja untuk meng-entameer penjusunan organisasi dalam distribusi aparat
dalam keseluruhannja sampai jang mengenai lapang "pengetjeran" djuga, kalau perlu
mengenai bahan-bahan primer dahulu. Penjehatan peredaran barang-barang akan
mempunjai akibat-akibat :
a. bahwa dengan tidak usah terdapat persediaan barang-barang jang berkelebihan,
jang dengan keadaan deviezenvoorraad pada dewasa ini tidak mungkin terlaksana,
dengan persediaan barang-barang jang sedang sadja tetapi dengan peredaran jang
lantjar sudah dapat memberi effek jang baik terhadap daja beli dari pada uang kita;
b. bahwa subsidi-subsidi jang diberikan untuk keperluan pembelian barang-barang
dari dalam maupun luar negeri, jang sesungguhnja memberatkan Anggaran
Belandja Negara kita akan dapat mengenai sasarannja, ialah jang membutuhkan
barang-barang itu akan merasakan keuntungannja dari pemberian subsidi-subsidi;
c. bahwa nafsu untuk mengadakan spekulasi dapat mendjadi berkurang dan ini akan
mempunjai pengaruh jang baik sekali dalam usaha penarikan "black-money" dari
85
Rapat 56.
peredaran. Selama nafsu untuk mengadakan spekulasi tidak dikurangi dengan
mengurangi adanja kesempatan mengadakan spekulasi, maka usaha penjehatan
keadaan moneter tidak mudah dilaksanakan.
Saudara Ketua jang terhormat, tadi djuga telah saja kemukakan, bahwa penelitian
akan maksud dan tudjuan jang hendak ditjapai dengan pengeluaran obligasi tahun 1959
ini saja anggap perlu djuga diadakan, karena saja hendak mentjari djawaban akan
pertanjaan, apakah pengeluaran obligasi tahun 1959 ini, sebagaimana pengaturannja
dirumuskan dalam rantjangan Undang-undang jang kita hadapi ini, dapat mentjapai apa
jang diharapkan. Dalam considerans rantjangan Undang-undang ini dapat kita ketahui
untuk apa obligasi tahun 1959 ini hendak dikeluarkan. Saja kutip:
a. bahwa berhubung dengan perkembangan moneter dewasa ini perlu diambil
tindakan-tindakan jang mengurangi djumlah uang jang beredar dalam masjarakat
dan menggunakannja untuk usaha pembangunan;
b. bahwa perlu diambil tindakan-tindakan untuk mengkonsolidir hutang-hutang
djangka pendek;
c. bahwa perlu djuga diambil tindakan-tindakan untuk perkembangan pasar modal
dalam negeri kearah jang sehat;
Disamping itu dalam memori pendjelasannja dapat kita batja sebagai berikut (saja
kutip: "Perlu kiranja diambil tindakan-tindakan jang dapat menarik sekedarnja "black-
money" jang beredar, sehingga dapat mengurangi tekanan-tekanan inflatoir. Mengurangi
tekanan inflatoir ini perlu sekali didjalankan, karena telah mendjadi pendapat umum,
bahwa pembangunan tidak dapat berdjalan dengan lantjar djika dalam negara sedang
meradjalela suatu inflasi jang keras. Djadi usaha ini adalah penting sekali dalam rangka
usaha pembangunan negara dan masjarakat. Djika sebahagian dari uang itu dapat ditarik
dari peredaran, maka djumlah tersebut dapat digunakan untuk mengurangi hutang
Pemerintah pada Bank Indonesia dan menambah pembiajaan deficit Anggaran Belandja
tahun 1959 dan 1960. Disampingnja uang itu dapat dipergunakan pula untuk membiajai
projek-projek pembangunan jang segera dapat memperoleh manfaat bagi masjarakat" .
Keterangan dalam memori pendjelasan ini diperdjelas lagi dalam keterangan tambahan
tertulis jang disampaikan oleh Menteri Keuangan.
Djadi dengan ringkas maka jang hendak ditjapai dengan pengeluaran obligasi
tahun 1959 ini ialah:
a. mengurangi sekedarnja tekanan-tekanan inflatoir didalam negeri;
b. mengkonsolidir hutang-hutang dj angka pendek;
c. pembiajaan deficit Anggaran Belandja tahun 1959 dan 1960;
86
Rapat 56.
d. untuk keperluan pembiajaan projek-projek pembangunan jang segera memperoleh
manfaat bagi masjarakat dan jang sebaiknja dilakukan diluar anggaran belandja.
e. mengusahakan adanja pasar modal jang sehat dalam negeri.
Apabila kita teliti lebih landjut maka kita akan dapat menarik kesimpulan, bahwa
maksud pokok dari pada pengeluaran obligasi tahun 1959 ini ialah mengurangi
sekedarnja tekanan-tekanan inflatoir, sedang maksud jang lain jang saja sebut diatas
adalah merupakan kelandjutan dari pengurangan tekanan-tekanan inflatoir dan tjara
mempergunakan uang jang ditarik dari peredaran. Mengenai usaha pengurangan tekanan
inflatoir sedikit banjak telah saja kemukakan tadi dalam menindjau persoalan mengenai
perkembangan moneter negara kita pada dewasa ini. Dengan ringkas saja ulangi lagi
bahwa pengurangan tekanan-tekanan inflatoir dengan dj alan pengeluaran obligasi sadja
dengan tidak diikuti dengan tindakan-tindakan lain jang mengenai penjusunan anggaran
belandja dengan aspek-aspek pengeluarannja dan pemasukannja demikian djuga jang
mengenai persediaan barang-barang – dalam hal ini saja tekankan kepada kelantjaran
peredarannja – mungkin tidak akan mempunjai effek jang menggembirakan. Namun
demikian persoalan penarikan "hot-money" atau "black-money" dari peredaran adalah
tetap mendjadi persoalan jang minta pemikiran sedalam-dalamnja, karena realiteit
menundjukkan, bahwa djumlah uang jang beredar telah demikian besarnja. Ini adalah
suatu ; “harde realiteit". Maka pada saatnja nanti dan dengan tjara jang sebaik-baiknja
tentang persoalan mengenai "hot-money" ini Partai Nasional Indonesia akan
mengemukakan pendapat, maupun saran jang dapat membawa kita kearah
pemetjahannja.
Sebagaimana saja katakan terlebih dahulu, maka maksud jang lain-lain jang saja
sebut tadi adalah semata-mata merupakan "gevolg" dari maksud jang pokok ialah
maksud mengurangi tekanan inflatoir Dan gevolg itu adalah suatu hal jang sudah
semestinja-dilaksanakan. Dalam pada itu dapat djuga saja katakan bahwa usaha
pengurangan tekanan inflatoir adalah sebagai "pembuka djalan" kearah tertjapai nja
maksud-maksud jang lain itu. Dengan demikian, maka berhasil atau tidaknja maksud-
maksud jang lain itu tergantung dari berhasil atau tidaknja pengeluaran obligasi.
Timbullah sekarang suatu pertanjaan apakah usaha dalam lapang:
a. mengkonsolidir hutang djangka pendek;
b. pembiajaan deficit anggaran belandja;
c. pembiajaan projek-projek pembangunan dalam djangka pendek dan
d. pengusahaan-pengusahaan adanja pasar modal jang sehat dalam negeri,
hanja digantungkan kepada pengeluaran obligasi sadja. Kiranja tidak demikian
maksud Pemerintah, lebih-lebih kalau diingat, bahwa besarnja obligasi jang hendak
87
Rapat 56.
dikeluarkan itu maximaal hanja sampai 2 miljard rupiah. Berapakah besar pengaruh
uang 2 miljard rupiah terhadap pengurangan tekanan inflatoir dalam masjarakat dimana
djumlah uang jang beredar – menurut Pemerintah – dalam tahun 1959 ini ditaksir akan
mentjapai 34,1 miljard rupiah. Djuga apakah jang dapat ditjapai oleh uang 2 miljard
dalam usaha pengkonsolidiran hutang djangka pendek jang hendak dilakukan bersama-
sama dengan pembiajaan deficit anggaran belandja – jang dalam tahun 1959 ini sadja
ditaksir sekurang-kurangnja 8 miljard rupiah – dan bersama-sama lagi dengan
pembiajaan projek-projek pembangunan dalam djangka pendek. Adapun mengenai
pengusaha pasar modal jang sehat dalam negeri dengan pengeluaran obligasi ini
mungkin dapat terdjelma sekalipun "in embrio" vorm.
Berhubung dengan itu, maka inginlah saja mengadjukan pertanjaan kepada
Pemerintah. Apakah dari pihak Pemerintah sudah ada gagasan jang tentu-tentu, sjukur
kalau sudah ada "planning" jang tertentu untuk mentjapai maksud jang lain-lain saja
sebut tadi ?
Saudara Ketua jang terhormat, berbitjara mengenai hasil jang diharapkan dapat
tertjapai dari pengeluaran obligasi, maka terlebih dahulu perlu saja kemukakan, bahwa
diadakannja penelitian terhadap persoalan ini saja anggap merupakan hal jang tidak
boleh dilupakan. Menurut hemat saja segala itu, sekalipun dengan maksud dan tudjuan
jang baik, djuga telah diusahakan pengaturan-pengaturan jang sebaik-baiknja, akan
tetapi kalau terlebih dahulu sudah dapat dikirakan, bahwa "uit komst”-nja nanti akan
mempunjai effek jang berlainan dengan maksud dan tudjuan semula, berhubung dengan
suasana jang sudah kita kirakan sebelumnja, maka hal itu perlu mendapat tindjauan
dengan seksama.
Persoalan mengenai sesuatu pindjaman disamping sjarat-sjarat jang menarik adalah
persoalan kepertjajaan, kepertjajaan kepada pemindjam. Dan persoalan kepertjajaan ini
mempunjai 2 aspek, ialah :
a. pertjaja bahwa uang jang dipindjamkan itu akan dapat diterima kembali menurut
sjarat-sjarat jang telah ditentukan;
b. pertjaja bahwa uang jang dipindjamkan itu akan dipergunakan untuk maksud
sebagaimana dikatakan pada waktu memindjam.
Demikian djuga mengenai pengeluaran obligasi tahun 1959 ini. Mengenai sjarat-
sjarat jang menarik ternjata telah diusahakan sedjauh mungkin, kalau tidak dikatakan
malahan terlalu menarik, sehingga kadang-kadang dapat dikatakan, bahwa sjarat-sjarat
jang diatur dalam rantjangan Undang-undang ini lebih dekat kepada ingin memandjakan
kepada para pemilik uang, jang nota bene kebanjakan dari mereka adalah termasuk
golongan jang membikin kemelaratan rakjat banjak. Mengenai kepertjajaan kepada
88
Rapat 56.
Pemerintah Republik Indonesia jang mengeluarkan obligasi, bahwa uang jang dibelikan
obligasi itu akan kembali, hal ini tidak perlu saja tindjau lebih mendalam, karena
kepertjajaan sematjam ini sedikit banjak dapat diharapkan. Hanja jang perlu mendjadi
perhatian ialah bagaimana pelunasan obligasi nanti dapat diatur sedemian rupa supaja
betul-betul ada pelajanan atau service jang memuaskan. Djangan sampai mengalami
keseretan dalam pemberian bunga dan pelunasan-pelunasannja. Achirnya mengenai
persoalan kepertjajaan jang kedua, ialah pertjaja bahwa uang jang dipindjamkan itu akan
dipergunakan untuk maksud sebagaimana dirumuskan dalam rantjangan Undang-undang
ini adalah soal jang perlu mendjadi perhatian untuk dapatnja berhasil pengeluaran
obligasi tahun 1959. Terhadap penggunaan uang jang didapat dari pindjaman obligasi
harus diatur pengawasannja setertib-tertibnja karena djangan sampai timbul prasangka,
bahwa obligasi ini hanja Achirnya toch akan membiajai orang-orang jang ingin
melakukan ketjurangan sadja dan maksud mengadakan pembangunan hilang musnah
tanpa bekas.
Saudara Ketua jang terhormat, Achirnya saja sampai pada penelitian mengenai
hubungan antara pengeluaran obligasi tahun 1959 ini dengan usaha pembangunan
negara kita pada umumnja.
Bahwa maksud dari pengeluaran obligasi tahun 1959 ini jang berarti hendak
mengurangi sekedarnja tekanan-tekanan inflatoir, djuga sebagai pembuka djalan untuk
mengusahakan pembangunan negara dan masjarakat jang sehat telah disebut-sebut djuga
dalam memori pendjelasan, karena dalam suasana tekanan-tekanan inflatoir
pembangunan sulit dapat dilaksanakan. Malahan dengan setjara tegas dikatakan dalam
memori pendjelasan, bahwa. pengeluaran obligasi dimaksud untuk membiajai projek-
projek pembangunan jang segera memperoleh manfaat bagi masjarakat jang
pembiajaannja hendak dilakukan diluar anggaran belandja. Namun demikian karena
seperti jang saja katakan tadi bahwa tidak banjaklah arti uang 2 miljard rupiah jang
diharapkan dapat diperoleh dari pengeluaran obligasi terhadap djumlah biaja jang akan
dipergunakan untuk keperluan pembangunan jang hanja merupakan sebagian dari apa
jang hendak ditjapai maka perlu mendjadi perhatian persoalan, bagaimana pemilik
"black money" dapat dengan langsung diikut-sertakan dalam projek-projek
pembangunan jang dalam waktu singkat, maupun dalam waktu jang lama memberi
manfaatnja kepada masjarakat, sehingga masjarakat adil dan makmur dapat terwudjud.
Hal ini kiranja adalah lebih perlu mendjadi pemikiran jang semasak-masaknja karena hal
ini adalah usaha untuk menjeleriggarakan projek-projek pembangunan jang
pembiajaannja dilakukan diluar anggaran belandja. Maka berhubung dengan itu saja
89
Rapat 56.
ingin mengetahui dari pihak Pemerintah bagaimana pendapatnja mengenai soal dan
apakah kiranja djuga ada gagasan jang tentu-tentu mengenai persoalan itu.
Demikianlah penelitian jang telah saja lakukan mengenai persoalan-persoalan jang
saja anggap penting untuk didjadikan bahan ramuan dalam menindjau rantjangan
Undang-undang tentang obligasi tahun 1959 ini. Sekalipun tidak demikian
mendalamnja, tetapi kiranja adalah sementara tjukup untuk keperluan pembitjaraan
mengenai rantjangan Undang-undang ini.
Dari penelitian persoalan tersebut, maka saja dapat mengemukakan kesimpulan-
kesimpulannja sebagai berikut:
1. Pengeluaran obligasi tahun 1959 ini adalah merupakan usaha jang ketjil sekali
dalam lautan kesulitan dan lebih mendekati arti tambal-sulam sadja dalam usaha
mengurangi tekanan-tekanan inflatoir jang terpaksa harus dilakukan karena
terdesak oleh adanja "harde realiteit" bahwa djumlah uang yang beredar sudah
terlandjur besar.
2. Pemetjahan persoalan-persoalan pengurangan tekanan inflatoir tidak boleh lepas
dari persoalan penjusunan anggaran belandja dan persoalan peredaran barang-
barang.
3. Persoalan anggaran belandja sebagai suatu program jang dinjatakan dengan uang
menjangkut masalah-masalah lain dalam bidang import-export, deviezen-vooraad
dan management dalam lapang produksi dan djasa-djasa, sedang persoalan
kelantjaran peredaran barang menjangkut masalah organisasi dalam distribusi-
aparat.
4. Maksud jang lain-lain jang hendak ditjapai sebagaimana diharapkan dari
pengeluaran obligasi harus djuga diusahakan melaluidjalan lain dan untuk ini perlu
ada pemikiran jang “gericht".
5. Hasil jang diharapkan dari pengeluaran obligasi tidak akan didapat sebagaimana
direntjanakan apabila tidak ada usaha untuk menimbulkan kepertjajaan akan
kesungguhan maksud jang hendak ditudju terutama untuk projek-projek
pembangunan dan djika tidak diikuti dengan pengurangan kemungkinan adanja
"speculatieve handelingen" .
6. Persoalan mengenai mengikut-sertakan para pemilik "black-money" langsung
dalam lapang pembangunan harus dapat direalisir.
Saudara Ketua jang terhormat, setelah mengadakan penelitian setjara umum dan
agak meluas, sekalipun belum dapat dikatakan tjukup mendalam dan jang saja anggap
penting untuk didjadikan bahan penindjauan rantjangan Undang-undang tentang obligasi
tahun 1959 ini, maka sampailah saja sekarang pada penindjauan langsung mengenai isi
90
Rapat 56.
dari pada rantjangan Undang-undang ini. Dengan sebanjak 11 (sebelas) pasal, maka jang
hendak diatur dalam persoalan pengeluaran obligasi tahun 1959 ini ialah:
a. besarnja obligasi jang hendak dikeluarkan, ialah setinggi-tingginja 2 miljard rupiah
dengan petjahan à Rp. 10.000,- dan pengeluarannja setjara berangsur-angsur setiap
kali dalam djumlah dan menurut tjara-tjara jang ditetapkan oleh Menteri
Keuangan. Dengan demikian, maka belumlah dapat diketahui dalam djangka
waktu berapa tahun seluruh obligasi jang maximaal 2 miljard rupiah ini hendak
dikeluarkan;
b. bentuk surat-surat obligasi ialah "atas undjuk" (aantoonder), sehingga dengan
demikian dapat menarik dan mudah diperdagangkan jang berarti dapat memberi
"barang" dalam pasar modal dalam negeri;
c. besarnja bunga ialah 5010 waktu pembajarannja, jang ditentukan oleh Menteri
Keuangan, soal kadaluwarso setelah lima tahun bagi penguangan kupon dan
tempat. penukaran kupon, ialah semua kantor-kantor Bank Indonesia dan badan-
badan lain di Indonesia jang akan ditundjuk oleh Menteri Keuangan;
d. tjara pelunasannja, jang ditentukan setiap tahun a pari selama 20 tahun pada waktu
dan menurut tjara-tjara jang masih akan ditetapkan oleh Menteri Keuangan, sedang
soal kadaluwarso ditetapkan 10 tahun;
e. sjarat-sjarat lain disamping bunga untuk dapat menarik pembeli obligasi, ialah
dengan djalan:
1. memberi hadiah pada waktu pelunasan setiap tahun;
2. adanja sematjam pengampunan umum dalam lapang fiskal,
Tentang ketentuan-ketentuan jang pengaturannja telah dimasukkan dalam
rantjangan Undang-undang ini sebagaimana dengan ringkas saja sebut tadi, tidak
banjaklah jang hendak saja kemukakan, karena memang pokok-pokoknja telah diatur
dan djuga karena nanti pada pembahasan pasal demi pasal masih ada kesempatan untuk
djika perlu mengadakan penilaian lebih landjut. Jang hendak saja kemukakan dalam
pembitjaraan hari ini ialah hanja jang mengenali pasal 6 untuk memberi kepada peserta
pertama ampunan umum (general pardon) dalam beberapa urusan fiskal dan jang
berhubungan dengan peraturan tentang penilikan dan/atau pemeriksaan harta-benda,
dengan maksud untuk dapat lebih menarik. Sebagai alasan untuk mengadakan ampunan
umum dalam beberapa urusan fiskal dikemukakan oleh Pemerintah dalam memori
pendjelasan sebagai berikut (saja kutip):
"Umum mengetahui bahwa dalam kalangan pengusaha oleh karena berbagai alasan
ada bertimbun berdjuta uang jang enggan dikeluarkannja oleh karena chawatir diusut
dan dikenakan padjak dengan dendanja jang tinggi oleh Djawatan Padjak.
91
Rapat 56.
Kechawatiran tersebut dengan ampunan umum dalam sektor fiskal ini mendjadi hilang
dan tidak mempunjai alasan sama sekali".
Selandjutnja sebagai ampunan umum ditentukan bahwa:
a. bagi peserta pertama keterangan-keterangan mengenai penjertaannja tidak akan
dipergunakan untuk menetapkan padjak jang masih sementara atau untuk
menindjau kembali ketetapan, dan sebagainja mengenai masa sampai pendaftaran,
untuk pindjaman ditutup. Demikian djuga tuntutan pidana tidak akan diadakan
ketentuan mengenai penilikan harta-benda tidak berlaku sepandjang mengenai
djumlah penjertaan pertama dalam pindjaman obligasi ini;
b. ditiadakan kewadjiban pemberitahuan kepada Djawatan Padjak dari bank-bank dan
lembaga-lembaga lainnja dimana pendaftaran dan lain-lainnja tentang pindjaman
obligasi itu dilakukan;
c. hadiah-hadiahnja dibebaskan dari padjak penda. patan.
Memang sajapun dapat penjaja, bahwa dalam lingkungan beberapa golongan ada
tertimbun berdjuta-djuta uang. Dan golongan itu tidak hanja golongan pengusaha dalam
arti jang sebenarnja jang kekajaannja itu didapat dengan melakukan usaha setjara djudjur
dalam lapang perekonomian. Tetapi saja lebih tjondong untuk pertjaja sebagian besar
dari golongan itu mendapatkan kekajaannja, dengan djalan jang menjimpang dari
ketentuan hukum, misalnja:
a. dengan mengadakan penjelundupan:
b. dengan mengadakan spekulasi dalam berbagai lapangan jang njata-njata menjekek
leher rakjat pada umumnja:
c. dengan melakukan "coruptieve handelingen";
d. dapat menghindarkan diri dari padjak-padjak dengan tjara-tjara jang "gehaait",
djika perlu mau/dengan mengadakan "sogokan-sogokan".
Pendeknja golongan jang bersembojan – djalan apa sadjalah baik asal bisa
menimbun uang dan kalau perlu mau mengorbankan kepentingan rakjat banjak.
Berhubung dengan maka kechawatiran akan diusut dan dikenakan padjak dengan
dendanja jang tinggi, sesungguhnja tidak merupakan faktor jang penting bagi mereka.
Lebih banjak keuntungannja dengan djalan penjelundupan, atau melakukan speculatie
atau mendjadi lintah darat.
Adapun bagi mereka jang kechawatiran akan diusut dan dikenakan padjak terhadap
kekajaannja merupakan faktor jang menjebabkan mereka enggan untuk mengeluarkan,
maka sjarat pengampunan umum dalam lapang fiskal dan pembebasan dari penjelidikan
oleh Panitia Penilik Harta Benda berarti melegalisir tindakan mereka jang melanggar
hukum.
92
Rapat 56.
Apakah ini memang sudah nasibnja bangsa Indonesia dalam memungkinkan untuk
melegalisasi kedudukan jang diperoleh dengan tjara-tjara jang kurang wadjar?
Malah apabila saja hubungkan lagi dengan pembebasan pemeriksaan dari pemilik
harta-benda ini berarti lebih memandjakan mereka jang mempunjai uang, dengan tidak
menghiraukan dari mana asalnja uang itu dan pada rakjat banjak jang lebih memerlukan
perhatian.
Mudah-mudahan hal ini tidak mendjadi pedoman lebih landjut dalam mengatur
negara dan masjarakat kita.
Achirnya saja hendak mengadjukan beberapa pertanjaan:
1. Dasar apakah jang didjadikan pedoman Pemerintah untuk menetapkan djumlah
maximaal 2 miljard rupiah dan tidak kurang atau tidak lebih?
2. Apakah bunga 5% itu sudah tjukup menarik?
3. Apakah jang dimaksud dalam pasal 4 mengenai pendaftaran oleh Dewan Pengawas
Keuangan dan pembuatan perhitungan jang diberitahukan kepada Dewan
Perwakilan Rakjat dimaksud supaja ada pengawasan jang tertib/setertib-tertibnja
mengenai uang jang didapat dari pengeluaran obligasi?
4. Dalam pasal 5 ditentukan, bahwa untuk pembajaran bunga, hadiah dan pelunasan
obligasi demikian djuga biaja untuk menjelenggarakannja dibebankan kepada
Anggaran Republik lndonesia. Apakah sebaliknja mengenai penggunaan uang dari
pengeluaran obligasi dapat dilihat nanti dalam anggaran belandja dari tahun/tahun-
tahun jang bersangkutan?
5. Berapa besar hutang djangka pendek jang direntjanakan oleh Pemerintah untuk
dapat dibajar dengan pendapatan pengeluaran obligasi?
6. Apakah sudah ada projek pembangunan jang tentu jang hendak dihajar oleh uang
dari pengeluaran obligasi?
Demikianlah, Saudara Ketua, tindjauan saja mengenai rantjangan Undang-undang
tentang obligasi tahun 1959 ini jang didjadikan bahan pertimbangan bagi Fraksi P.N.I.
dalam menentukan sikap terhadap rantjangan Undang-undang tentang pindjaman
obligasi berhadiah tahun 1959 jang kita bitjarakan pada hari ini.
Sekianlah, terima kasih.
Ketua: Saja persilakan Saudara Doeriat.
93
Rapat 56.
R. G. Doerian : Saudara Ketua jang terhormat, keadaan keuangan dan
perekonomian jang serba suram dan sulit ini sudah lama nampak dinegara kita Republik
Indonesia, makin lama keadaan tidak mendjadi baik tetapi bahkan bertambah buruk.
Kita tahu bahwa Pemerintah dalam keterangannja tiap-tiap kali kalau mengadjukan
anggaran belandja maupun dalam tindakan-tindakannja berusaha keras akan mengatasi
segala kesulitan-kesulitan tersebut. Tetapi ternjata bahwa usaha-usaha itu jang
berwudjud peraturan-peraturan jang beraneka wama tjorak ragamnja boleh dikatakan
banjak sekali jang gagal, tandanja ialah deficit negara tiap-tiap tahun bertambah besar,
jaitu pada tahun 1957 ada 5,3 miljard, tahun 1958 ada 9,7 miljard dan pada tahun 1959
ini direntjanakan 8 miljard, dan dalam prakteknja nanti mungkin tidak kurang dari 15
miljard. Djadi lebih tinggi; volume uang jang beredar sudah mentjapai sampai 30 sampai
34 miljard, dan uang muka Bank Indonesia sudah mentjapai 30 miljard.
Maka kalau saja katakan usaha Pemerintah untuk mengatasi kesulitan-kesulitan
keuangan tersebut adalah tidak lulus; bukan karena saja ingin mentjela atau mengeritik
Pemerintah, tetapi melulu suatu feiten constatering belaka.
Sekarang Saudara Ketua, kepada Parlemen diadjukan sebuah rantjangan Undang-
undang jang dinamakan Undang-undang tentang pengeluaran pindjaman obligasi
berhadiah tahun 1959, jang maksudnja sesuai dengan konsideransnja ialah untuk
menjedot uang jang beredar jang sudah bermiljard-miljard djumlahnja itu, agar inflasi
jang mengantjam kehantjuran negara kita ini dapat diatasi atau ditekan sebanjak-
banjaknja.
Pemerintah dalam memperhitungkan rupa-rupanja sudah jakin akan tertjapainja
tudjuan itu, tandanja pertama Pemerintah tidak sabar menunggu Amanat Presiden jang
kini sedang ada diluar negeri dan baru disampaikan beberapa hari jang lalu, dan kedua
pembitjaraan atau pengesahan rantjangan Undang-undang tersebut kepada Parlemen
dimintakan prioritet.
Saudara Ketua jang terhormat, kita harus menghargai tiap-tiap usaha Pemerintah
untuk menolong kita atau rakjat Indonesia ini dari djurang kehantjuran financieel-
economis termasuk usaha-usaha jang sedang direntjanakan itu dan jang sekarang
dihadapkan kepada kita. Tetapi kita berwadjib pula untuk menilai dan berwadjib pula
ikut memperhitungkan banjak sedikitnja effect jang dapat ditjapai dengan usaha tersebut,
dan dengan kesempatan inilah saja ingin menjumbangkan pikiran dalam membahas
rantjangan Undang-undang ini dan apa jang saja sebut diatas. Djumlah pindjaman
obligasi itu menurutrentjana maksimal 2 miljard rupiah, djadi tidak akan lebih dari itu,
dus Pemerintah akan menarik uang dari peredaran 2 miljard rupiah.
94
Rapat 56.
Berhubung dengan itu maka timbullah pertanjaan sekarang bagi saja, apakah
artinja uang 2 miljard rupiah ini kalau diingat bahwa uang jang beredar sadja sudah lebih
dari 30 atau 34 miljard rupiah seperti jang saja katakan tadi dengan akibat inflasi jang
mendahsjat.
Pertanjaan kedua, apakah penarikan djumlah uang jang tidak berarti tadi tidak
hanja teoritis belaka, sebab sebetulnja masih banjak segi-segi jang lebih besar dari
deficit jang tertjantum dalam Anggaran Belandja tahun 1959.
Misalnja dari para pedagang jang P.I.I-nja telah dikembalikan, Pemerintah harus
mengembalikan uang mukanja, dan ini tidak sedikit.
Dengan sistim import baru ± 2000 importir praktis dikesampingkan. 2000 importir
telah financieren import ± Rp. 6 miljard, sehingga uang muka jang telah mereka bajar
terang tidak akan kurang dari Rp. 2 miljard. Ini berarti bahwa Pemerintah harus
mengembalikan uang Rp. 2 miljard tadi kepada peredaran uang lagi, karena P.I.I. para
importir jang telah ditolak tadi.
Pembajaran kembali uang muka iitu, tentunja belum opgenomen dalam Anggaran
Belandja tahun 1959, sebab tindakan penggunaan sistim import baru ini adalah suatu
occasionele deet jang tidak atau belum direntjanakan semula.
Djadi dihitung dari segi ini sadja, penjedotan uang Rp. 2 miljard dengan tjara
pindjaman obligasi sudah melebur lagi uang, uang sudah kembali lagi dalam peredaran.
Saudara Ketua, angka-angka jang kami sebutkan diatas dapat saja terima dari suatu
madjalah Bussiness News jang diselenggarakan oleh orang-orang atau organisasi jang
banjak minatnja terhadap perekonomian Indonesia, jang banjak mengetahui tentang
importir-importir, jang mempunjai daftar lengkap para importeurs jang karena sistim
baru ini semuanja telah dikesampingkan; jang banjak mengetahui pula para importir atau
pengusaha nasional partikelir jang pada kelabakan karena lahirnja delapan raksasa jang
mengisolir para importir tersebut, jang mempunjai monopoli terhadap 9 matjam barang-
barang jang baru-baru ini diumumkan oleh Pemerintah.
Suatu usaha jang dalam mendjalankan pekerdjaan selandjutnja mengenal delapan
raksasa tadi dalam prakteknja tidak mungkin sesuai dengan apa jang dikehendaki oleh
Pemerintah.
Delapan raksasa jang dimaksudkan akan mendjadi usaha Pemerintah Ini dalam
prakteknja pada waktu anggaran dasar jang dibuat oleh mereka dihadapan seorang
notaris diterangkan, bahwa penghadap-penghadap itu tidak hadir atas nama Pemerintah,
akan tetapi hadir untuk dirinja sendiri. Pun pula, Saudara Ketua jang terhormat, dapat
kita ketemukan dalam anggaran dasar itu, bahwa didalam pembagian keuntungan tidak
95
Rapat 56.
kelihatan suatu aangrijpwegspunt jang dapat memberikan arti kepada kita, bahwa
Pemerintah dalam pembagian keuntungan ini akan mendapat bagiannja.
Selandjutnja, Saudara Ketua, segi lain tentang pengeluaran jang harus didjalankan
oleh Pemerintah, jaitu pengeluaran untuk pembajaran bunga atau hadiah-hadiah, seperti
tertjantum dalam Undang-undang ini. Pengeluaran itu terutama untuk hadiah-hadiah,
pun akan meliputi djutaan rupiah. Maka apa artinja penjedotan dari sebelah tetapi
menghembuskan kembali dari sebelah lainnja.
Berapakah lagi uang jang harus dikeluarkan oleh Pemerintah untuk memulihkan
keamanan.
Saudara Ketua jang terhormat, selandjutnja tentang hadiah jang saja sebutkan
diatas saja berpendapat, bahwa daja penarik jang dimaksud oleh Pemerintah ini
paedagogis kurang pada tempatnja.
Dengan begini Pemerintah mendidik masjarakat beradu untung persis seperti
halnja dengan lotre jang diadakan oleh Kementerian Sosial jang prijs pertamanja sampai
meliputi satu djuta rupiah dan apakah pernah lotre ada kalanja tidak terdjual habis?
Semangat rakjat untuk mendapat keuntungan jang besar dengan tidak usah mandi
keringat dan memeras otak oleh karena itu mendjadi besar karenanja. Berbitjara tentang
tindakan-tindakan jang paedagogis jang tidak pada tempatnja tadi, maka saja ingin
menjinggung pula hal-hal lain jang tersimpul didalam rantjangan Undang-undang ini,
jang paedagogis tidak dapat dipertanggungdjawabkan atau karena dipandang dari sudut
keadilan sudah tidak beres. Dalam hal ini saja ingin mensitir keterangan Pemerintah
dalam pendjelasan jang dilampirkan pada Undang-undang ini, jang berbunji:
"Untuk lebih menarik lagi, maka pindjaman obligasi jang bersifat premielening (ini
dalam pasal 6) memberi kepada peserta pertama ampunan umum (general pardon) dalam
beberapa urusan fiskal. Kepada peserta pertama akan diberikan suatu bukti bahwa ia
adalah peserta pertama, bukti mana dilekatkan pada surat obligasi".
Umum mengerti, bahwa dalam kalangan pengusaha oleh karena berbagai alasan
ada tertimbun berdjuta-djuta uang jang enggan dikeluarkannja oleh karena chawatir
diusut dan dikenakan padjak dengan dendanja jang tinggi oleh Djawatan Padjak.
Kechawatiran tersebut dengan ampunan umum dalam sektor fiskal ini mendjadi hilang
dan tidak mempunjai alasan sama sekali. Bagi peserta pertama keterangan-keterangan
mengenai penjertaannja tidak akan dipergunakan untuk menetapkan padjak jang masih
sementara atau untuk menindjau kembali ketetapan dan sebagainja (pasal 6 ajat 1)
mengenai masa sampai pendaftaran untuk pindjaman itu ditutup. Demikian pula tuntutan
pidana tidak akan diadakan (pasal 6 ajat 2). Djuga ditiadakan kewadjiban pemberitahuan
96
Rapat 56.
kepada Djawatan Padjak, dari bank-bank dan lembaga-lembaga lainnja dimana
pendaftaran dan lain-lainnja tentang pindjaman obligasi itu dilakukan (pasal 6 ajat 3).
Saudara Ketua jang terhormat, dapatlah dikira-kirakan disini bahwa orang jang
bisa menimbun sebagai black-money sampai djutaan rupiah jang mungkin tidak berasa
asalnja uang ini dan jang karena tindakan ini mengatjau ekonomi negara, akan mendapat
ampunan karena pembelian obligasi-obligasi tersebut. Dan para koruptor jang bertindak
untuk memperkaja diri dengan sekedjap mata jang harus diuber-uber dengan Peraturan
Penguasa Perang Pusat No. Prt/Peperpu/013/958 tanggal 16 April 1958 akan bebas dari
kedjaran dan penjelidikan setelah membeli obligasi-obligasi @ Rp. 10.000,-, uang mana
bagi mereka tidak berarti memberatkan mereka sendiri. Ribuan orang penjelundup
padjak kekajaan atau padjak peralihan akan merasa lega karena merasa tidak ada
belasting-ambtenaar dibelakangnja setelah membeli obligasi atas undjuk jang dengan
sendirinja akan dapat diperdagangkan kembali tetapi pengedjaran Kantor Padjak
mendjadi stop.
Demikianlah pembelian obligasi dari Pemerintah pada suatu saat akan terhenti,
akan tetapi pendjualan atau peredaran obligasi jang sudah dikeluarkan dari Pemerintah
ini dapat berdjalan terus dengan maksud seperti jang saja gambarkan diatas.
Inilah Saudara Ketua, segi paedagois jang melanggar suatu keadilan jang terdjalin
dalam rantjangan Undang-undang jang kita hadapi sekarang ini demi untuk memberi
daja penarik kepada maksud Pemerintah itu.
Selandjutnja Saudara Ketua jang terhormat, djuga dipandang dari sudut politis
pembentukan Undang-undang inipun, saja berpendapat belum waktunja. Meskipun saja
belum dapat memastikan tetapi orang-orang banjak berkata bahwa kita akan kembali
kepada Undang-undang Dasar 1945 jang berarti Kabinet sekarang ini akan bubar dan
Kabinet jang baru harus terbentuk.
Timbullah sekarang pertanjaan kepada saja andaikata Pemerintah baru itu nanti
tidak tjotjok dengan mengeluarkan pindjaman obligasi ini, bagaimanakah nasib Undang-
undang ini, apakah tidak akan mendjadi suatu dokumen historis belaka jang dapat
dimasukkan kedalam lemari es.
Selandjutnja pertanjaan kami adalah, karena didalam rantjangan Undang-undang
ini tidak ada sanksi-sanksinja, apakah jang dibuat oleh Pemerintah nanti, kalau tidak
seorangpun jang mau membeli obligasi ini atau singkatnja kalau obligasi-obligasi ini
tidak laku.
Kalau Pemerintah mendjawab bahwa memang tidak mendjadi suatu keharusan
untuk membeli obligasi, maka pertanjaan saja sekarang ialah buat apa kita ribut-ribut
mengadakan Undang-undang Obligasi ini.
97
Rapat 56.
Saudara Ketua jang terhormat, demikianlah tindjauan kami terhadap rantjangan
Undang-undang ini jang konkritnja dan singkatnja adalah sebagai berikut :
1. Djumlah uang jang akan ditjapai dengan obligasi ini tidak berarti, kalau
dibandingkan dengan djumlah uang jang beredar jang masih akan dikeluarkan lagi.
2. Daja penarik jang diingin-inginkan oleh Pemerintah bagi kami sama sekali tidak
menggiurkan.
3. Kabinet jang usianja hanja tinggal beberapa bulan lagi menurut kejakinan
Pemerintah sendiri, seharusnja tidak memerlukan Undang-undang jang effeknja
masih disangsikan itu.
Selandjutnja Saudara Ketua jang terhormat, uraian saja ini akan kami tutup dengan
beberapa pertanjaan sebagai berikut:
1. Bagaimanakah nasib obligasi jang sekarang ini masih ada ditangan masjarakat
akibat dari pada pengguntingan uang pada tahun 1950. Hal ini tidak pernah
disinggung oleh Pemerintah.
2. Apakah tidak ada idee dari Pemerintah untuk berusaha dengan djalan lain dari pada
mengadakan sistim obligasi ini, jang menurut pendapat saja adalah lebih manfaat
dari pada sistim ini. Misalnja sadja, dengan mendjalankan satu sanering dengan
suatu koers jang tertentu. Misalnja: mengeluarkan lagi uang baru dengan koers 1 :
10 terhadap uang jang lama.
Dalam sistim ini Pemerintah dapat menekankan deficitnja, karena pembelian alat-
alat dalam negeri jang dibutuhkan sekali untuk pembangunan negara. karena dengan
uang baru ini harga-hargapun dari pada barang-barang akan mendjadi turun dan
selandjutnja dengan sendirinja deficitpun akan dapat ditekan pula, pun dengan sendirinja
uang jang lama, karena uang jang baru ini akan dengan sendirinja akan lenjap.
Sekianlah, Saudara Ketua, tindjauan kami jang kami tutup dengan dua buah
pertanjaan itu.
Ketua: Saja persilakan Saudara Hutomo Supardan.
Hutomo Supardan: Saudara Ketua jang terhormat, dengan rantjangan Undang-
undang ini, Pemerintah bermaksud mengadakan suatu pindjaman obligasi jang
djumlahnja telah diperkirakan dan ditetapkan setinggi-tingginja dua ribu djuta rupiah
(Rp. 2.000.000.000,-). Djangka waktu pindjaman itu adalah 20 tahun dengan bunga 5%
setahunnja.
Rapat 56.
98
Guna maksud tersebut, Pemerintah akan mengeluarkan surat-surat obligasi atas
undjuk (aantoonder) jang terdiri dari lembaran (coupures) @ Rp. 10.000.-- (sepuluh ribu
rupiah) dan pendjualannja diharapkan dapat dimulai pada bulan Oktober 1959 jang-
akan datang ini.
Pindjaman obligasi ini mempunjai sifat suatu "premie-lening" jang berarti, bahwa
disamping mendapat bunga jang tertentu pada tiap-tiap tahunnja para pemegang saham
jang terundi dapat pula hadiah paling sedikit Rp. 500,- dan paling tinggi sebesar Rp.
990.000,-.
Pelunasan pindjaman obligasi untuk pertama kali akan dilakukan dalam tahun
1961.
Dengan pengeluaran obligasi ini Pemerintah mempunjai maksud antara lain seperti
berikut:
1. untuk mengurangi djumlah uang jang beredar dalam masjarakat guna kepentingan
usaha-usaha pembangunan ;
2. untuk mengkonsolidir hutang-hutang dalam djangka pendek;
3. untuk memperkembangkan pasar modal dalam negeri kearah jang sehat.
Dalam Memori Pendjelasan, Pemerintah lebih landjut menggambarkan
perkembangan volume uang jang beredar sedjak tahun 1955 hingga dengan tahun 1958
seperti berikut:
Dalam djutaan rupiah.
KARTAL GIRAL DJUMLAH
Achir 1955 Rp. 6.647 Rp. 3.587 Rp. 12.234
,, 1956 ,, 9.372 ,, 4.021 ,, 13.393
,, 1957 ,, 14.091 ,, 4.822 ,, 18.913
,, 1958 ,, 19.872 ,, 9.494 ,, 29.366
,, April 1959 ,, 29.500
Dalam hubungan ini perkembangan deficit kas Pemerintah digambarkan seperti
berikut:
99
Rapat 56.
Deficit kas Pemerintah.
Achir 1955 Rp. 2.023 djuta
,, 1956 ,, 2.465 ,,
,, 1957 ,, 5.524 ,,
,, 1958 ,, 9.444 ,,
,, April 1959 ,, 3.474 ,,
Achir 1959 ditaksir ,, 8.000 ,,
Dari angka-angka perkembangan volume uang jang beredar seperti saja
kemukakan tadi Pemerintah menarik suatu kesimpulan serta menjaksikan adanja
tekanan-tekanan inflatoir jang sangat keras sebagaimana terbukti dari kenaikan harga-
harga walaupun relatip tidak setinggi dengan naiknja djumlah uang jang beredar.
Djumlah jang beredar jang begitu besar membawa pengaruh-pengaruh buruk dilapangan
moneter dan menghambat perkembangan ekonomi jang sehat.
Saudara Ketua, berkali-kali telah kami utarakan dalam pandangan umum kami
mengenai Anggaran Belandja Negara, sedjak tahun 1950 hingga sekarang negara kita
senantiasa mengalami deficit jang besar sekali pada tiap-tiap tahunnja, ketjuali pada
tahun 1951.
Lepas dari setudju atau tidaknja terhadap kebidjaksanaan politik moneter dari
masing-masing Kabinet jang harus bertanggung-djawab atas anggaran belandja jang
bersangkutan, keadaan jang demikian itu dihadapkan pada negara dan rakjat Indonesia
sebagai suatu kenjataan jang effeknja mau tidak mau dirasakan sepenuh-penuhnja oleh
rakjat Indonesia.
Umumnja negara-negara jang muda dan sedang mengadakan pembangunan
disegenap sektor memerlukan biaja jang besar djumlahnja, sedangkan sumber-sumber
keuangannja sangat terbatas. Lazimnja sumber keuangan negara-negara diluar negara-
negara sosialis dan demokrasi rakjat sebagian besar terdiri dari berbagai matjam padjak
dan heffingen dan masih kurang sekali menitik-beratkan pada usaha-usaha untuk
menggali sumber keuangan dari sektor perusahaan-perusahaan negara. Pendapatan
padjak pada umumnja tidak stabil, oleh karenanja pada tiap-tiap tahun anggaran
senantiasa menderita deficit.
Guna menutup deficit lazimnja ditempuh djalan antara lain seperti berikut:
a. mentjiptakan uang (geldcreatie) dengan mentjetak uang kertas, baik uang bank,
maupun uang kertas Pemerintah;
100
Rapat 56.
b. mengadakan pindjaman dalam negeri, baik dengan paksa, maupun atas dasar
sukarela dengan mengeluarkan atau mendjual obligasi pada masjarakat;
c. mengadakan pindjaman dengan negara lain.
Mengenai pindjaman dalam negeri perlu diadakan penjelidikan jang tjermat dan
teliti mengenai kekuatan serta kerelaan dari berbagai-bagai golongan masjarakat.
Meskipun kemungkinan pindjaman dari luar negeri pada waktu sekarang ini
terbuka djuga, namunlah kemungkinan itu terbatas pula dan sebaiknja digunakan untuk
mendapatkan barang- barang keperluan pokok sehari-hari jang vitaal dan jang belum
dapat dipenuhi dengan produksi dalam negeri serta mesin-mesin dan unit-unit jang
komplit guna pembangunan negara.
Pentjiptaan uang (money creation) bukanlah merupakan suatu soal jang a priori
harus ditolak, tetapi jang senantiasa harus diperhitungkan pula pengaruh moneter dan
akibat-akibat dari padanja.
Deficit memang masih dapat dipertanggung-djawabkan sampai pada tingkat dan
batas-batas tertentu. Terutama bila ditudjukan pada usaha-usaha jang produktip jang
dikemudian hari diperhitungkan dapat memberi hasil dan dapat memperbesar produksi
dalam masjarakat. Sebaliknja hasil produksi dan kekuatan serta kemampuan masjarakat
baru akan diperoleh serta berkembang, sesudah berdjalan beberapa waktu. Oleh
karenanja pengeluaran atau pembelandjaan untuk maksud tersebut djuga tidak boleh
melampaui batas-batas jang tertentu. Djika batas-batas jang dimaksudkan itu tidak
diperhitungkan dan diindahkan, maka defiuit dan pengeluaran uang jang bersangkutan,
walaupun semula ditudjukan pada usaha-usaha jang produktip, tetapi achirnya hasilnja
akan sebaliknja ini berarti bahwa akibat-akibat ketjenderungan inflasi pada hakekatnja
akan membahajakan produksi dan kegiatan ekonomi serta menimbulkan tidak lantjarnja
dan ketegangan harga barang-barang dalam peredaran.
Atas dasar pokok pikiran seperti kami kemukakan tadi maka jang merupakan
masalah jang penting ialah sampai tingkatan manakah suatu deficit dapat dipertanggung-
djawabkan, djika persoalan itu ditindjau dari segi pengaruh moneter terhadap kestabilan
ekonomi.
Seperti telah kami kemukakan dalam pandangan umum kami mengenai Anggaran
Belandja Negara tahun 1957, bahwa pengaruh dan akibat dari deficit tahun 1957 baru
terasa dalam tahun 1958. Demikian pula pengaruh dan akibat moneter dari deficit tahun
1958 sebesar Rp. 9.444 djuta baru terasa kemudian sesudah berlaku beberapa waktu,
djadi didalam tahun 1959.
101
Rapat 56.
Hal demikian ini terbukti dalam perkembangan harga indeks 19 matjam benang-
benang konsumsi di Djakarta seperti berikut:
Tahun: 1953 = 100 Djanuari 1959 294
1955 = 141 Pebruari 1959 307
1956 = 161 Maret - -
1957 = 177 April 1959 -
1958 = 258
Dibanding dengan 1955 tingkat harga rata-rata tahun 1958 naik dengan 83%,
menurut perhitungan Pemerintah.
Atas dasar perhitungan/perkiraan Pemerintah sendiri maka djumlah peredaran uang
pada achir tahun 1958 ada sebesar Rp. 29.366 djuta.
Deficit Anggaran Belandja tahun 1959 ditaksir akan berdjumlah Rp. 8.000 djuta.
Dengan demikian djumlah peredaran uang dalam masjarakat pada achir tahun 1959 akan
mendjadi Rp. 29.366 djuta + Rp. 800 djuta = Rp. 37.366 djuta.
Tetapi kita tidak boleh menganggap, bahwa seakan-akan pengaruh moneter dari
bertambahnja peredaran uang sebesar Rp. 8 miljard terhadap kestabilan ekonomi dan
keadaan masjarakat akan tinggal terbatas kepada djumlah tersebut. Dalam prakteknja
pertambahan djumlah peredaran uang dengan lebih-kurang Rp. 8 miljard senantiasa
effect-effect jang kumulatip.
Pertambahan djumlah uang tersebut akan memperbesar pendapatan uang untuk
satu atau berbagai golongan tertentu dalam masjarakat pada taraf pertama. Pertambahan
pendapatan uang dari golongan jang bersangkutan itu sudah semestinja untuk sebagian
(besar atau ketjil) akan dikeluarkan lagi guna memenuhi kebutuhannja.
Hal jang demikian itu berlaku pula dari golongan jang satu ke golongan lainnja
dalam taraf-taraf kemudian dan seterusnja.
Teranglah bahwa tiap-tiap penambahan djumlah uang jang beredar pada
hakekatnja mengandung effect-effect kumulatip, meskipun berkurang setjara bertingkat-
tingkat terhadap pendapatan uang dari seluruh golongan dalam masjarakat
Disamping itu memang harus diperhatikan djuga bahwa struktur ekonomi serta
mengingat pula susunan dan keadaan serta kebiasaan masjarakat Indonesia jang
mempunjai tjiri-tjiri jang chusus pengaruh kumulatip jang dimaksudkan tadi dapat
dikatakan djauh lebih sedikit dan lebih ketjil dari pada di negara-negara jang susunan
ekonominja sudah berkembang dan madju. Sekalipun demikian dapatlah setjara hati-hati
sekali ditaksirkan pengaruh moneter jang kumulatip ditindjau dari segi pendapatan uang
akan berdjumlah antara 2 à 3 kali dari pada pertambahan djumlah uang pada saat
permulaan pertambahan uang tersebut.
102
Rapat 56.
Dengan demikian akibat deficit Anggaran Belandja tahun 1959 mengandung
pengaruh moneter jang kumulatip didalam masjarakat dengan djumlah antara Rp. 16
miljard sampai Rp. 25 miljard.
Dalam hubungan ini sukar sekali kita lihat kemungkinan, bahwa pertambahan
pendapatan uang sebesar Rp. 25 miljard itu dalam waktu jang pendek dapat diimbangi
dengan pertambahan produksi jang rieel dan sepadan. Disinilah letaknja keadaan
moneter jang gandjil dalam masjarakat jang segera harus diatasi dan dipetjahkan dengan
sekuat tenaga.
Djika hal jang demikian itu terdjadi maka mau tidak mau akan timbul faktor-faktor
jang mengandung ketjenderungan inflatoir jang menjebabkan tingkat harga terutama
barang-barang kebutuhan hidup sehari-hari mendjadi tinggi dan jang akan membawa
masjarakat kita kedalam keadaan bahaja inflasi spiraal jang sukar dapat dikendalikan.
Dalam rangka usaha untuk mentjegah terdjadinja inflasi terbuka itu dan
melunakkan segala akibatnja, perlu diadakan tindakan langkah-langkah jang positip
guna:
1. mempertinggi tingkat produksi dalam segenap sektor, terutama dalam sektor bahan
makanan dan atau persediaan bahan pakaian;
2. menambah arus barang dan melantjarkan peredaran barang hingga terdjamin
meratanja distribusi barang-barang kebutuhan pokok dari kota ke desa dan
sebaliknja.
Saudara Ketua jang terhormat, sasaran jang utama dari rantjangan Undang-undang
ini adalah untuk menghisap/menjedot "black money".
Menurut perhitungan Pemerintah "black money" jang dapat ditarik dari masjarakat
itu setinggi-tingginja 2.000 djuta rupiah. Dengan menetapkan angka-angka miljard
rupiahan, Fraksi Partai Komunis Indonesia ingin mengadjukan pertanjaan-pertanjaan
pada Pemerintah seperti berikut:
1. Berapakah djumlah seluruh "hot-money" - "black money" jang beredar dalam
masjarakat menurut perhitungan Pemerintah ?
2. Atas dasar perhitungan dan/atau dengan formula apakah Pemerintah dapat
memperkirakan, bahwa pindjaman obligasi itu setinggi-tingginja akan dapat
menarik uang dari peredaran sedjumlah Rp. 2.000 djuta,
Menurut perkiraan Pemerintah sendiri, di Djawa Barat sadja, hot-money jang
bergerak di sektor idjon untuk produksi dan perdagangan hasil pertanian tidak kurang
dari Rp. 2,5 miljard. Ini baru Djawa Barat, belum Djawa Tengah, Djawa Timur,
Sumatera, Sulawesi dan Kalimantan dan sebagainja.
103
Rapat 56.
Djumlah Rp. 2.000 djuta itu akan ditjapai dengan beberapa tranche atau pendjualan
obligasi itu tiap-tiap bulannja dapat mentjapai djumlah setinggi-tingginja Rp. 150 djuta
atau rata-rata. Dalam 1 minggu Rp. 40 djuta.
Menurut perkembangan uang muka dari Bank Indonesia pada Pemerintah dalam
bulan April jang baru lalu ini tiap-tiap minggu Pemerintah memerlukan uang kas rata-
rata sebesar Rp. 200 djuta. Djika kami bandingkan penarikan "hot-money" dari
peredaran sebesar lebih-kurang Rp. 40 djuta dalam 1 minggu itu dengan keperluan
Pemerintah atau uang kas dalam tiap-tiap minggunja sebesar lebih-kurang Rp. 200 djuta,
maka penarikan uang peredaran itu hanja 1/4 dari djumlah pertambahan uang jang
beredar dalam masjarakat setiap minggunja.
Atas dasar kenjataan-kenjataan jang demikian itu dapatkah Pemerintah
memberikan gambaran berapakah besar-ketjilnja effect jang ditimbulkan penarikan
"black-money" dari peredaran dalam masjarakat itu terhadap ketjepatan peredaran uang
(omloopsnelheid v/h geld) serta djumlah volume barang jang diperdagangkan (volume
of trade).
Menurut hemat kami black-money jang masih dalam peredaran itu lazimnja
bergerak dalam sektor perdagangan umumnja dan chususnja dalam sektor perdagangan
spekulatip. Lebih-lebih setelah ada putusan Dewan Moneter, bahwa beberapa matjam
barang jang import dikuasai oleh Pemerintah dengan melalui badan-badan perdagangan
jang tertentu, maka laporan operasi hot-money jang biasanja bergerak dalam sektor
perdagangan import tekstil dan sebagainja, itu beralih kedalam sektor perdagangan gula,
minjak kelapa dan sebagainja jang akibatnja tidak lain ialah hilangnja beberapa matjam
barang dari peredaran. Dengan demikian hanja barang-barang itu membubung tinggi
hingga makin menekan hidupnja dan daja-beli rakjat banjak.
Saudara Ketua, pendjualan dari surat-surat obligasi tersebut akan dilakukan dengan
djalan jang semudah-mudahnja tanpa pendaftaran (over the couster).
Dengan demikian tidak perlu ada kechawatiran para pemilik "black-money",
bahwa alamat atau nama mereka akan tertjatat. Namun demikian, apakah hal ini tidak
bertentangan pula dengan tjara bekerdja team Pemeriksaan Harta-benda Penduduk,
meskipun pasal 6 ajat 2 rantjangan Undang-undang ini mendjamin para pemilik "hot-
money" bahwa terhadap mereka tidak akan diadakan tuntutan pidana.
Unsur-unsur lain jang dapat menarik para pemilik "hot-money" itu diantaranja
dinjatakan oleh Pemerintah adanja ampunan umum (general pardon) dalam urusan fiskal
dan diberikannja pula pembebasan fiskal kepada peserta-peserta dalam pindjaman
obligasi ini. Daja penarik jang lain disebutkan pula, bahwa hadiah-hadiah bagi
104
Rapat 56.
pemegang-pemegang obligasi jang terundi, dibebaskan pada padjak undian seperti jang
dimaksudkan dalam ajat 2 pasal 6 rantjangan Undang-undang ini.
Dalam hubungan ini kami ingin mengadjukan per. tanjaan-pertanjaan seperti
berikut:
1. Apakah pemegang-pemegang obligasi ini sesudah lampau djangka waktu
pendjualan (inschrijvingen) itu tidak dikenakan padjak kekajaan?
2. Apakah mereka jang berhak menerima bunga serta hadiah obligasi itu tiap-tiap
tahunnja dibebaskan pula dari padjak penghasilan?
Saudara Ketua, dalam tingkat pembitjaraan mengenai rantjangan Undang - undang
pada babak pertama ini, Fraksi Partai Komunis Indonesia belum dapat menjatakan
pendiriannja terhadap rantjangan Undang-undang ini, oleh karenanja kami ingin
mendapatkan keterangan lebih landjut dari Pemerintah.
Dalam Memori Pendjelasan rantjangan Undang-undang ini, Pemerintah belum
memberikan gambaran mengenai posisi hutang Pemerintah pada waktu sekarang, baik
hutang dari luar negeri, maupun dalam negeri jang berdjangka pandjang ataupun
djangka pendek.
Guna maksud ini kami mengadjukan pertanjaan seperti berikut:
1. a. Bersediakah Pemerintah setjara terperintji menjebutkan satu per satu matjam
pindjaman jang telah diadakan oleh Republik Indonesia dan jang masih
mendjadi tanggungannja dengan luar negeri beserta djangka waktunja dan
bunganja tiap-tiap tahunnja?
b. Berapakah djumlah rupiah devisen jang digunakan untuk pelunasan bermatjam
- matjam hutang itu beserta pembajaran bunganja dalam tiap tahunnja?
c. Berapakah sisa hutang Republik Indonesia pada luar negeri pada achir tahun
1958 ?
Perlu saja kemukakan Saudara Ketua, supaja Pemerintah lebih djelas akan
maksud kami ini, jaitu seperti perintjian pindjaman Australian settlement jang
disini disebutkan djuga tak berbunga, ada Australian Pound £ 8,500,000,-. Dan
pada tahun 1955 posisi hutang itu tinggal £ 3,928,571 – Australian Pound.
American surplus credit akan posisinja pada achir tahun 1955 masih $ 10.385.000
(United States Dollar). Dan S.A.C sebesar Rp. 2 miljard dalam djangka waktu 4
tahun. Pula Exim-Bank loans dan beberapa kredit C jang diadakan oleh Pemerintah
Italia, Djerman Barat, Tjekoslowakia, Sweden, Perantjis dan sebagainja.
105
Rapat 56.
2. Bersediakah Pemerintah setjara terperintji menjebutkan satu persatu matjam
pindjaman dalam negri jang telah diadakan oleh Republik Indonesia dan jang
masih mendjadi tanggungannja, beserta djangka waktunja dan persenan bunganja
tiap- tiap tahunnja ?
Djelasnja, pada tahun 1950 Saudara Ketua, kita mengalami suatu guntingan uang,
dimana diadakan dengan Undang- undang Darurat dengan kemudian disusul oleh
disusul oleh Peraturan Menteri Keuangan untuk mengadakan suatu pindjaman darurat
sebesar Rp. 1,5 miljard. Pada achir tahun 1949 uang jang beredar berdjumlah ± Rp. 3
miljard.
Djadi persis separuh dari guntingan uang itu berupa pindjaman darurat, berdjumlah
1,5 miljard. Tjara pelunasan dan djangka waktunja tidak ditentukan, hanja ditentukan
tiap-tiap kali Pemerintah akan membeli hutang-hutang itu dari masjarakat untuk
kemudian dihapuskan. Menurut tjatatan bursa effect di Djakarta pada hari Sabtu dan
Djum'at koers dari obligasi R.I 1950 3% itu djumlahnja hanja 75 1/2 %, djadi berarti tiap
orang jang memegang obligasi 100 rupiah hanja dibajar oleh Pemerintah pada hari itu
751/2 rupiah. Inilah Saudara Ketua, djadi dengan bunga 3% kurang lebih kalau orang
jang menerima atau memperdjual-belikan itu mendapat rente bukannja 3%, tetapi 4%
karena harga dari obligasi itu ialah koersnja 751/2 %.
Selain dari pada itu Saudara Ketua, kiranja djuga Pemerintah perlu memberikan
gambaran kepada kita. berapakah hasil obligasi Bank Industri Negara atas tanggungan
Pemerintah, pertama obligasi R.O.E.R.N.I., ialah uang milik asing jang diblokir didalam
bank-bank atau Bank Indonesia. diganti dengan obligasi dengan rente 3% dan menurut
tjatatan sepintas lalu tjitjilannja serta pelunasannja bunga sudah berdjumlah 68 djuta
devisen rupiah, karena ini transferable.
Didalam hubungan ini kami ingin djuga mengetahui, berapakah sekarang sisa uang
R.O.E.R.N.I. jang ada didalam bank-bank itu!
Lebih djauh Bank Industri Negara telah mengeluarkan beberapa matjam obligasi,
dengan bunga 51/2%. Dalam trans pertama telah berhasil 100 djuta, kemudian pada trans
kedua jang diharapkan akan menghasilkan 250 djuta rupiah djuga dengan bunga 51/2%.
itu baru terdjual sampai sekarang ± 110 djuta, sehingga pendjualannja kemudian diatur
ditiap bursa. Pada umumnja, siapakah jang membeli obligaties dari Bank Industri
Negara itu ialah institutionte beleggers, jajasan-jajasan atau pensioen fonds dan
sebagainja. Kalau kita lihat obligasi Bank Industri Negara jang dibeli oleh private-
private itu maksimal mentjapai djumlah angka 10 djuta rupiah. Maka dari itu Saudara
106
Rapat 56.
Ketua, kiranja ada baiknja djika Pemerintah didalam waktu jang tidak lama lagi bisa
memberikan illustratie jang exact mengenai perkembangan pendjualan obligasi jang
dikeluarkan oleh Bank Industri Negara itu pula. Kemudian, berapakah sisa hutang dalam
negeri Republik Indonesia pada achir tahun 1958.
Saudara Ketua, untuk melengkapi. kami ingin mengadjukan pertanjaan kepada
Pemerintah: dengan pertimbangan-pertimbangan apakah Pemerintah mengeluarkan
hanja coupeurs jang terdiri dari 10 ribu rupiah, sedangkan dalam memori pendjelasan
Pemerintah telah memberikan tugas kepada suatu Biro Sertipikat lndonesia untuk
mengeluarkan petjahan-petjahan atau lembaran ketjil sebagai sertipikat obligasi kepada
umum, dimana diharapkan umum dapat membeli sertipikat-sertipikat obligasi itu.
Didalam hubungan ini kami bertanja, apakah dengan demikian itu Pemerintah sudah
tidak menudju kepada penjedotan hot-money, akan tetapi telah mentjiptakan suatu
maksud jang baru via Biro Sertipikat Indonesia ialah mengeluarkan coupeurus-
coupeurus ketjil, tetapi bukan obligasi, melainkan hanja sertipikat obligasi kepada
umum, jang paling besar 1500 dan 100. Ongkos-ongkos tjetak itu apakah dipikul oleh
N.V. Biro Sertipikat Indonesia ataukah oleh Pemerintah dan kalau mendapat hadiah
serta bunga, apakah Biro Sertipikat Indonesia itu memperoleh pula suatu komisi atau
provisi dari pemegang- pemegang sertipikat obligasi dan tehniknja apakah Biro
Sertipikat Indonesia itulah memberi djumlah coupeurus dengan sekian djuta rupiah
harganja, kemudian disimpan dikluis atas nama Biro Sertipikat itu dan kemudian biro
tersebut mengeluarkan sertipikat kepada masjarakat.
Sebagai pertanjaan jang terachir, dapatkah Pemerintah memberikan sedikit
gambaran untuk melaksanakan Undang-undang ini, Pemerintah memerlukan biaja
berapa djuta rupiah, baik didalam kalkulasi tentang kertas dan harga tjetak obligasi serta
certificaat dan lain-lainnja itu?
Kiranja dalam hubungan ini, Fraksi Partai Komunis Indonesia, sekali lagi dengan
sangat mengharapkan djawaban dari Pemerintah, hingga dengan demikian dalam babak
kedua nanti kami akan mentjoba sampai dimana kita dapat menilaikan rantjangan
Undang-undang ini didalam rangka kebidjaksanaan politik Pemerintah didalam lapangan
moneter pada saat sekarang ini.
Sekian, terima kasih.
Ketua: Saja persilakan Saudara Sondakh.
107
Rapat 56.
M. Sondakh: Saudara Ketua jang terhormat, maksud Pemerintah untuk
mengadakan pindjaman obligasi, sebenarnja bukan baru timbul dan dilaksanakan dalam
tahun 1959 ini. Pada achir tahun 1957 idee ini sudah dikemukakan oleh Pemerintah jang
sekarang ini, sedang didalam Anggaran Belandja tahun 1958, Dewan Perwakilan Rakjat
telah mengesahkan suatu post pendapatan negara jang besarnja Rp. 500 djuta berasal
dari pindjaman obligasi. Didalam Anggaran Belandja Negara tahun 1959 ini Dewan
Perwakilan Rakjat pula telah mensahkan suatu djumlah sebesar Rp. 500 djuta berasal
dari pindjaman obligasi negara dengan dasar pikiiran seperti pada Anggaran Belandja
tahun 1958.
Teranglah kiranja bahwa apabila kita tetap berdiri pada dasar kebidjaksanaan jang
telah digariskan didalam Anggaran Belandja tahun 1959 jang telah diterima dan
disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakjat, maka materi jang sedang kita perbintjangkan
sekarang ini, ialah rantjangan Undang-undang tentang pengeluaran pindjaman obligasi
berhadiah tahun 1959, pada pokoknja sesungguhnja hanjalah suatu pelaksanaan didalam
bentuk suatu Undang- undang dari pada apa jang sudah diterima dan disahkan oleh
Dewan Perwakilan Rakjat sendiri. Dan dengan demikian maka pembitjaraan kita
mengenai materi ini bisa djuga terbatas dan mendjadi sederhana.
Didalam Nota Anggaran Belandja Negara tahun 1959 bab III halaman III/1, kita
batja pendjelasan Pemerintah jang bunjinja sebagai berikut :
“Dalam keterangan tambahan pada Nota Keuangan Negara tahun 1958
dikemukakan, bahwa menurut pikiran dengan pindjaman obligasi dalam negeri tidak
akan menghasilkan lebih dari Rp. 500 djuta. Pindjaman obligasi ini dalam tahun 1958
belum dapat didjalankan berhubung persiapan- persiapan untuk itu belum selesai. Dalam
tahun 1959 akan diusahakan terlaksananja niat Pemerintah itu. Dalam hal ini Pemerintah
perlu mengemukakan bahwa suatu pindjaman obligasi jang didjalankan setjara
pendaftaran (inschrijving) tidak akan berhasil karena pemilik- pemilik uang panas tidak
akan mendaftarkan diri, karena takut akan fiskus.
Maka oleh Pemerintah dipikirkan pendjualan obligasi “Over the counter” (seperti
pendjualan perangko) sesuai dengan saran dalam Munas Pembangunan.
Dan untuk lebih menarik akan diikatkan pada pendjualan obligasi itu suatu sistim
lotre. Sebagai pertjobaan akan diusahakan pengeluaran obligasi atas undjuk sebesar Rp.
500 djuta.
Demikianlah bunji pendjelasan Pemerintah mengenai kebidjaksanaan dan sistim
jang akan dipakai untuk pindjaman obligasi itu.
108
Rapat 56.
Saudara Ketua, namun demikian setelah menjelidiki lebih luas isi rantjangan
Undang-undang ini, beserta pendjelasan-pendjelasannja, ingin lagi kami mengemukakan
pendapat kami dengan setjara ringkas, mengenai beberapa persoalan pokok jang
langsung bersangkut-paut dengan isi dan maksud dari pada rantjangan Undang- undang
ini.
Dalam Nota Keuangan Negara tahun 1959 halaman IV/4, Pemerintah antaranja
mendjelaskan : “Sebagaimana diterangkan dalam bab III, maka pembiajaan deficit ini
akan dilakukan dengan pindjaman didalam negeri antara lain dengan mengadakan
pindjaman obligasi sebesar Rp. 500 djuta.
Demikian Pendjelasan Pemerintah mengenai dasar kebidjaksanaannja tentang
pindjaman obligasi. Dasar kebidjaksanaan itupun djuga dipakai oleh Pemerintah untuk
tahun 1958, djika pindjaman obligasi itu sudah dapat dilaksanakan pada tahun 1958 itu.
Saudara Ketua, terang bahwa dasar kebidjaksanaan Pemerintah mengenai
pindjaman obligasi itu, sebagai ternjata didalam Nota Keuangan Negara 1958 dan 1959,
adalah untuk membiajai deficit Anggaran Belandja Negara. Didalam pendjelasan umum
dari rantjangan Undang-undang ini kami mendapat kesan bahwa dasar kebidjaksanaan
Pemerintah tentang pindjaman obligasi ini sudah mendjadi lebih luas, oleh karena
pindjaman obligasi ini terang-terang sudah disangkut-pautkan dengan situasi moneter
ekonomi negara kita sekarang ini, terutama mengurangi tekanan-tekanan inflatoir.
Pada halaman 1 pendjelasan umum, maka sesudah Pemerintah menguraikan
tentang meningkatnja deficit Anggaran Belanja Negara sedjak tahun 1957, Pemerintah
lebih djauh mengatakan: "Karena itu tekanan-tekanan inflatoir sangat dirasakan
sebagaimana terbukti dari kenaikan harga-harga walaupun relatif tidak setinggi dengan
naiknja djumlah uang jang beredar. Djumlah uang beredar jang begitu besar membawa
pengaruh-pengaruh buruk dilapangan moneter dan menghambat perkembangan ekonomi
jang sehat.
Perlulah kiranja diambil tindakan-tindakan jang dapat menarik sekedarnja "black-
money" jang beredar itu sehingga dapat mengurangi tekanan-tekanan inflatoir dalam
negeri. Mengurangi tekanan-tekanan inflatoir ini perlu sekali didjalankan, karena telah
mendjadi pendalaman umum bahwa pembangunan tidak dapat berdjalan dengan lantjar
djika dalam negara sedang meradjalela suatu inflasi jang keras. Djadi usaha ini adalah
penting sekali dalam rangka usaha pembangunan negara dan masjarakat.
109
Rapat 56.
Djika sebahagian dari uang itu dapat ditarik dari peredaran, maka djumlah tersebut dapat
digunakan untuk mengurangi hutang Pemerintah pada Bank Indonesia dan menambah
pembiajaan deficit Anggaran Belandja tahun 1959 dan 1960, djika pendjualan tidak
belum terlaksana seluruhnja dalam tahun 1959. Disampingnja uang itu dapat
dipergunakan pula untuk membiajai projek- projek pembangunan jang segera dapat
memperoleh manfaat bagi masjarakat.
Salah satu djalan untuk menarik "black-money" itu dari peredaran adalah dengan
mengeluarkan pindjaman obligasi. Maximaal dapat diharapkan ditarik sebesar Rp. 2
miljard".
Demikianlah pendjelasan Pemerintah lebih djauh mengenai kebidjaksanaannja
sekarang tentang pindjaman obligasi ini.
Saudara Ketua, terang, bahwa djika didalam Nota Keuangan Negara 1959,
Pemerintah mengambil sebagai dasar kebidjaksanaan pindjaman obligasi ini, ialah
pembiajaan deficit anggaran belandja, maka dalam pendjelasan rantjangan Undang-
undang ini, kebidjaksanaan itu ialah berdasarkan pada menahan atau mengurangi
tekanan-tekanan inflatoir jang sudah keras. Demikian, menurut Pemerintah, maksud dari
pindjaman obligasi ini, bukan sadja membelandjai deficit Anggaran Belandja Negara,
melainkan :
a. mengurangi hutang Pemerintah pada Bank Indonesia;
b. menambah pembiajaan deficit anggaran belandja:
c. membiajai projek-projek pembangunan jang segera dapat memperoleh manfaat
bagi masjarakat.
Akibat dari pada pendapat Pemerintah jang belakangan ini mengenai pindjaman
obligasi itu, maka djumlah jang dulunja hendak ditjoba – menurut istilah Pemerintah
sendiri – jang besarnja Rp. 500 djuta sekarang didjadikan maximal Rp. 2 miljard.
Saudara Ketua, berdasar pada pendjelasan Pemerintah sendiri jang terang-terang
mengalami perkembangan dan pengluasan pendapatnja sendiri tentang dasar
kebidjaksanaan dan maksud dari pada pindjaman obligasi ini, kami bertanja kepada
Pemerintah:
1. Apakah Pemerintah memandang maksud mengadakan pindjaman obligasi ini,
sekarang ini, masih sebagai suatu pertjobaan, mungkin didalam arti sebagai suatu
experiment?
2. Djikalau djawabnja "ja" tiadakah Pemerintah sependapat dengan pembitjara
untuk mempertimbangkan lebih luas bagi materi itu, sehingga tidak usah terburu-buru
dengan mengesahkan sadja rantjangan Undang-undang ini?
110
Rapat 56.
Saudara Ketua, pendjelasan Pemerintah atas rantjangan Undang-undang ini, chusus
keterangan tambahan Menteri Keuangan tentang situasi moneter ekonomi negara kita
sekarang ini, walaupun dengan setjara ringkas sadja, harus diakui sangat berguna
sebagai bahan untuk menindjau latar belakang dari maksud Pemerintah tentang
rantjangan Undang-undang ini.
Dengan pendjelasan itu, maka untuk pertama kali Pemerintah mengakui dihadapan
Dewan Perwakilan Rakjat ini tentang situasi moneter ekonomi negara itu sepandjang apa
jang kami ketahui, tentang situasi moneter ekonomi negara kita jang dengan istilah
Pemerintah sendiri disebut, sedang dalam tekanan-tekanan inflatoir jang keras. Kami
memandang ini sebagai suatu kedjudjuran hati dari pihak Pemerintah, karena sekarang
ini Pemerintah terus terang mengakui suatu kenjataan jang sudah lama dikonstatir oleh
masjarakat, tetapi jang pada waktu jang lalu, oleh Pemerintah atjuh tak atjuh diakui.
Dalam Nota Anggaran Belandja Negara tahun 1959, maka Pemerintah
menegaskan, bahwa keadaan ekonomi negara tahun 1959 tetap suram lagi seperti
keadaan pada tahun 1958.
Dan sepandjang jang dapat kami analisir dari pendjelasan Menteri Keuangan
mengenai situasi moneter ekonomi negara kita jang dilampirkan pada rantjangan
Undang-undang ini, maka memang situasi moneter ekonomi negara kita tetap suram,
dan mungkin bertambah suram. Belum perlu kami menambah apa-apa dari pada jang
sudah didjelaskan oleh Menteri Keuangan itu, karena bagi kami bahan-bahan itu tjukup
menggambarkan betapa suramnja negara kita dilapangan moneter ekonomi itu.
Walaupun demikian, kami ingin bertanja lagi kepada Pemerintah sebagai berikut:
3. Lain dari pada uang jang beredar sekarang ini jang menurut Menteri Keuangan
tahun ini berdjumlah kurang-lebih 31 miljard itu, adakah lagi uang-uang lain jang kira-
kira beredar dinegara kita, saja menudju kepada uang jang sama sekali illegaal. Kalau
ada, berapakah besarnja dan dari manakah asalnja uang-uang itu menurut perkiraan dan
pengetahuan Pemerintah. Baik Pemerintah maupun masjarakat sekarang ini sama-sama
sudah melihat dan mengakui, bahwa sumber utama dari tekanan-tekanan inflasi jang
sudah keras itu, ialah deficit anggaran belandja. Sedang kita sudah mengetahui, sumber
utama dari tekanan-tekanan inflasi ialah deficit anggaran belandja, maka dalam
hubungan ini saja bertanja kepada Pemerintah sebagai berikut:
4. Adakah Pemerintah sependapat dengan pembitjara, bahwa untuk mentjegah
supaja tekanan-tekanan inflasi itu tidak berkembang lalu mendjadi inflasi jang tak
terkendalikan lagi, bukankah lebih baik supaja sekarang ini sadja kita mulai dengan
mengambil tindakan memberantas sumber utama dari tekanan-tekanan inflasi itu.
111
Rapat 56.
Sebagai pendapat Pemerintah begitu djuga kami. tentu kita tidak akan menuruti
sanering sebagai jang sudah dibuat pada waktu-waktu jang lalu jang tidak disetudjui
oleh masjarakat. Tetapi menurut pendapat kami, barangkali soal jang penting bagi kita
sekarang ini ialah mengambil suatu tindakan moneter jang tegas untuk memberantas
sumber utama' dari pada tekanan-tekanan inflasi itu.
Tetapi tindakan itu apabila dapat dipertimbangkan oleh Pemerintah haruslah tidak
merugikan rakjat djelata. Tiada usah kami kemukakan tindakan itu oleh karena kita
semua tahu tindakan-tindakan sedemikian ini adalah suatu soal kebidjaksanaan.
5. Dari sudut ini, kami bertanja lebih djauh kepada Pemerintah, tidakkah
Pemerintah sependapat dengan pembitjara, bahwa bagaimana djuga baiknja isi dan
maksud dari pada rantjangan Undang-undang ini, bagi pembitjara itu baru merupakan
suatu tindakan jang berarti, mengompres seorang jang sakit demam malaria, dengan
memindjam istilah dan kalimat dari Dr Sadli.
Saudara Ketua, mengenai sistim dari pindjaman obligasi menurut rantjangan
Undang-undang ini, kita tidak usah berpandjang kata, karena pada pokoknja sistim itu
sudah disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakjat dengan mengesahkan Anggaran Belandja
tahun 1959.
Walaupun demikian ingin lagi kami menanjakan jang berikut:
6. Apakah perlunja pindjaman obligasi ini, mempunjai beberapa pembajaran dari
padanja melalui Anggaran Belandja Negara. Tidakkah dapat dipertimbangkan supaja
pindjaman obligasi ini merupakan suatu dana tersendiri sadja? Bukankah dengan
mengikatkan itu didalam Anggaran Belandja Negara Pemerintah sekarang ini sudah
turut membatasi kebebasan Kabinet-kabinet jang berikut, mengenai suatu materi jang
dasarnja sangat sulit dan labil dan sebab itu sukar untuk ditentukan perkembangannja
sekarang dan kemudian?
Saudara Ketua, apabila kita menuruti pendapat Pemerintah seada-adanja menurut
bunji rantjangan Undang-undang ini, maka terhadap pelaksanaannja dalam waktu
pendek kami pertimbangkan sebagai berikut:
7. Sebagai jang didjelaskan oleh Menteri Keuangan, maka sebagian besar dari
import barang-barang kebutuhan pokok sudah diserahkan kepada big eight. Big eight itu
mendapat fasilitet dari Pemerintah sampai dalam ftinancieering import mereka. Tetapi
kemudian njata bahwa uang untuk financieering import itu tidak dapat semua diperoleh
oleh big eight dari bank Pemerintah, atau dari Pemerintah. Tidakkah keadaan ini
menjebabkan pemegang-pemegang black-money itu jang sebenarnja disetudjui oleh
rantjangan Undang-undang ini menunggu sehingga beberapa dari big eight itu lambat
112
Rapat 56.
atau lekas datangnja minta sendiri untuk mempergunakan uang orang-orang itu.
Tidakkah kemungkinan ini menjulitkan pelaksanaan pindjaman obligasi ini?
8 Ada kemungkinan pemegang-pemegang black-money sekarang, memandang
peraturan- peraturan import dan lain-lain dari Pemerintah sebagai jang didjelaskan oleh
Menteri Keuangan. masih suatu experiment atau suatu peraturan peralihan. Lalu mereka
mengambil sikap menunggu, melihat apa jang akan terdjadi dengan pelaksanaan
peraturan baru itu. Sementara itu mereka tidak aktip berdagang dan lain-lain lalu
mempergunakan sementara itu uang jang black-money itu, Tidakkah ini pula suatu
kesulitan pelaksanaan pindjaman obligasi itu dalam waktu jang pendek. Kita
menghendaki mendapat uang black-money itu, tetapi uang itu ditahan sementara mereka
menunggu akibat-akibat dari pada peraturan Pemerintah itu.
Saudara Ketua, kali ini sekian dulu, dalam pemandangan umum berikutnja kami
akan memasuki dalam rantjangan Undang-undang ini.
Ketua: Sekian pemandangan umum jang diberikan oleh para anggota dalam babak
pertama jang terdiri dari 8 orang pembitjara. Sekarang saja ingin bertanja kepada
Pemerintah, kapankah Pemerintah dapat memberi djawaban terhadap pemandangan
umum ini.
Saja persilakan Wakil Pemerintah.
Mr. Soetikno Slamet, Menteri Keuangan: Saudara Ketua, Pemerintah dapat
memberi djawaban dalam babak pertama pada hari Djum'at pagi. Adapun mengenai hal
jang dikemukakan oleh jang terhormat Saudara Soeprapto, apakah Pemerintah bersedia
mengadakan pembitjaraan informeel mengenai soal jang agak berat dan penting ini,
Pemerintah bersedia untuk mengadakan pembitjaraan informeel apabila dikehendaki
besok pada hari Djum'at pagi djam 11.00.
Sekian.
Ketua: Saudara-saudara, djadi djawaban Pemerintah ini akan diberikan nanti pada
hari Djum'at pagi. Lain dari pada itu Pemerintah memberi kesempatan untuk
mengadakan pembitjaraan informeel besok pagi djam 11.00.
Saja harapkan kepada Saudara-saudara, djuga kepada fraksi masing-masing supaja
menjampaikan kepada para anggota terutama kepada para pembitjara untuk
mempergunakan kesempatan itu.
Oleh karena soal ini sangat penting, maka kalau besok pagi itu belum selesai masih
bisa dilandjutkan pada hari Kamis.
113
Rapat 56.
Demikianlah Saudara-saudara, djadi nanti pada hari Djum'at Pemerintah baru akan
memberikan djawaban, dan selandjutnja belum kita tentukan, apakah sesudah itu lalu
langsung kita adakan pemandangan umum babak kedua atau kita pergunakan waktu jang
lain, sebab untuk menjelesaikan atjara ini masih disediakan waktu sampai hari Senin dan
Selasa.
Dengan ini maka selesailah atjara kita, dan rapat saja tutup; nanti malam tidak ada
rapat.
Rapat ditutup pada djam 13.00.
114
DEWAN PERWAKILAN RAKJAT
RISALAH SEMENTARA
(Belum dikoreksi)
Sidang II.
R A P A T 58.
Hari Djum’at, 29 Mei 1959.
(Djam panggilan : 08.30).
Surat-surat masuk – Rantjangan Undang- undang tentang pengeluaran pindjaman
obligasi tahun 1959 (Sid. 1959 P, 418) - Rantjangan Undang- undang penetapan
“Undang- undang Darurat No. 5 tahun 1958 tentang kedudukan hukum apotik darurat”
sebagai Undang-undang (Sid. 1958, P. 379) – Laporan Panitia Ad-hoc pemberitaan
Dewan Pengawas Keuangan tahun 1956 (Sid. 1958, P. 321).
Ketua: H. Zainal Abidin Ahmad.
Sekertaris: Mr. Soemarsono
Jang hadir 143 anggota:
S. Hadikusumo, Ismail Napu, H. Zainal Abidin Ahmad, Dr Natiar Hulman
Lumbantobing, Dr H. Ali Akbar, T. S. Mardjohan, Wijono Soerjokoesoemo, Ismangoen
Poedjowidagdho, Sjahboeddin Latif, R. H. Soetarto Hadisoedibyo, Nj. Moedikdio,
Manai Sophiaan, Winoto Danuasmoro, Rasjid Sutan Radja Emas, S. Martosoewito,
Djokosoedjono, Asmadi Tirtooetomo, Singgih Tirtosoediro, Sukatno, Nj. Lastari
Soetrasno, Ir Thaher Thajeb, Soepeno Hadisiswojo, Nj. Suharti Suwarto, F. Runturambi,
H. A. Mursjidi, Eddie Abdurahman Martalogawa, M. Saleh Umar, Sudjarwo
Haryowisastro, O. Suriapranata, Mr Djody Gondokusumo, Soedjono, Mr Sudjono
Hardjosudiro, K. Werdojo, Soedisman, Soedarsono, Imam Soetardjo, Nj. Mahmudah
Mawardi, Nj. Oemi Sardjono, Asraruddin, Abdul Hakim, Drs D. S. Matakupan, Umar
115
Rapat 58.
Salim Hubeis, Hutomo Supardan, Hartojo Prawirosudarmo, Soetojo Mertodimoeljo,
Moersid Idris, Ja'cob Mahmud, M. Caley, S. D. Biji, Mr Soeprapto, Moenadir, Murtadji
Bisri, Manjudin Brodjotruno, Abdul Aziz Dijar, Tjoo Tik Tjoen, Sudjito, R. Moh. Saleh
Surjaningprodjo, Achmad Sjaichu, Sudojo, Semanhadi Sastrowidjojo, Rd. Soeprapto, Dr
R. Soeatmadji, Harsono Tjokroaminoto, R. T. A. Moh. Ali Pratamingkoesoemo, Imam
Soepami Handokowidjojo, Achmad Siddiq, R. K. H. Musta'in, Moh. Noor Abdoelgani,
Nj. Hadinijah Hadi, R. Soehardjo alias Bedjo, H. Andi Sewang Daeng Muntu, Hussein
Saleh Assegaff, K. H. Muh. Saifuddin, H. Senduk, M. Sondakh, W. L. Tambing, Jusuf
Adjitorop, M. Siregar, Sahar gelar Sutan Besar, Nja' Diwan, Nungtjik A.R., Djadil
Abdullah, Oemar Amin Husin, Saalah Jusuf Sutan Mangkuto, M. O. Bafadhal, Dr Sjech
H. Djalaluddin, I Made Sugitha, Drs J. Piry, I G. G. Subamia, Kiagus Alwi, L. Kape,
Abdulmutalib Daeng Talu, Mah. Thajib, Abdullah, Chr. J. Mooy, Djumhur Hakim, M.
Ardiwinangun, R. Ido Gamida, Uwes Abubakar, R. Gatot Mangkupradja, Sastra, Nj.
Djunah Pardjaman, R. T. Djaja Rachmat, Soelaeman Widjojosoebroto, Rd. Moh. Basah,
Mr R. Memet Tanumidjaja, E, Moh, Mansjur, Pandoe Kartawigoena, Nj, S. Marijamah
Djoenaidie, Siswojo, Kasim, Nj. Sutijah Surya Hadi, S. Danoesoegito Soetjipto,"
Soekamsi Djojoadiprodjo, Djadi Wirosubroto, K. R. Muslich, H. Anwar Musaddad, Rs.
Wirjosepoetro, R. G. Doeriat, Soesilo Prawirosoesanto, Notosoekardjo, Mr Moh.
Dalijono, H. Zain Alhabsji, Nj, Asmah Sjachrunie, Daeng Mohamad Ardiwinata, Rd.
Lucas Kustarjo, Subadio Sastrosatomo, Z. Imban, Jahja Siregar," Ahem Emingpradja, R.
A. A. Soemitro Kolopaking, Njono, Soemardi J atmosoemarto, Ni. Suzanna Hamdani,
Muh. Padang, A. B. Karubuy, Mr Tjoeng Tin Jan, Tan Klem Liong, Oei Tjeng Bicu, H.
J. C. Princen, R. Ch. M. Du Puy, J. R. Koor. Ang Tjiang Liat.
Wakil Pemerintah: 1. Mr Soetikno Slamet, Menteri Keuangan;
2. Dr Azis Saleh, Menteri Kesehatan.
Ketua: Saudara-saudara, rapat saja buka. Djumlah anggota jang hadir jaitu 137
orang, djadi hanja satu angka diatas quorum.
Atjara kita untuk hari ini ialah:
1. Rantjangan Undang-undang tentang pengeluaran pindjaman obligasi tahun 1959
(P. 418);
2. Rantjangan Undang-undang penetapan "Undang-undang Darurat No. 5 tahun 1958
tentang kedudukan hukum apotik darurat" sebagai Undang-undang (P. 379);
116
Rapat 58.
3. Laporan Panitia Ad hoc pemberitaan Dewan Pengawas Keuangan tahun 1956 (P.
321).
Sebelum kita meningkat kepada atjara kita, terlebih dahulu saja persilakan Saudara
Sekertaris untuk membatjakan surat-surat jang masuk.
Sekertaris; Surat-surat masuk jang perlu dibatjakan ada dua putjuk, pertama jang
diterima dari Menteri Keuangan tanggal 28 Mei 1959 mengenai laporan Panitia Ad hoc
Dewan Perwakilan Rakjat mengenai pemberitaan. Dewan Pengawas Keuangan 1956,
jang bunjinja adalah sebagai berikut:
"Amat Segera.
Dengan menundjuk kepada surat saja tanggal 23 Mei 1959 No. 65672/G.T., tentang hal
tersebut dalam pokok surat bersama ini diberitahukan dengan hormat sebagai berikut.
Djawaban Pemerintah mengenai laporan Panitia Ad hoc Dewan Perwakilan Rakjat
tersebut diatas, jang telah disampaikan kepada Saudara, baru mengenai bagian- bagian
jang bersifat umum dan Kementerian Keuangan.
Keterangan-keterangan mengenai hal-hal jang menjangkut kedjadian-kedjadian
dalam lingkungan kementerian-kementerian lain, dalam rangka djawaban Pemerintah
tersebut, hingga kini belum dapat saja sampaikan kepada Saudara.
Saja mengusulkan agar djawaban Pemerintah mengenai bagian-bagian jang
bersifat umum dan mengenai hal-hal dalam lingkungan kementerian-kementerian baik
untuk tahun 1956, maupun tahun 1957 dapat dibitjarakan serentak dalam suatu sidang
Dewan Perwakilan Rakjat.
Oleh karena itu, sudi apalah kiranja Saudara mengusahakan agar pembitjaraan
djawaban Pemerintah tersebut diatas dilaksanakan dalam suatu sidang Dewan
Perwakilan Rakjat setelah reces Dewan Perwakilan Rakjat jang akan datang, apabila
djawaban tersebut telah lengkap disampaikan kepada Saudara".
Surat jang kedua berupa pernjataan dari Ikatan Apotheker Indonesia tanggal 27
Mei jang pokoknja adalah sebagai berikut:
"Mendukung sepenuhnja usaha Pemerintah bersama-sama Dewan Perwakilan
Rakjat guna menjempumakan tanggung-djawab pimpinan dan mengachiri keadaan
darurat jakni dengan membatasi waktu berlakunja idjin-idjin jang telah diberikan kepada
apotik-apotik darurat dalam djangka waktu paling lama 5 (lima) tahun terhitung sedjak
berachirnya masa berlakunja Undang-undang No. 4 tahun 1953, sebagaimana dimaksud
oleh Undang-undang Darurat No. 5 tahun 1958 jang kini dibitjarakan pengesahannja
sebagai Undang-undang".
Sekian.
117
Rapat 58.
Ketua: Saudara-saudara, surat jang pertama ialah dari Saudara Menteri Keuangan
mengenai atjara kita jang ketiga, tentang laporan Panitia Ad hoc Dewan Perwakilan
Rakjat mengenai pemberitaan Dewan Pengawas Keuangan 1956 jaitu supaja diundurkan
sampai kepada ketiga jang akan datang.
Menurut keterangan lisan dari Saudara Menteri Keuangan, mengenai hal ini,
terlebih dahulu sudah diadakan pembitjaraan oleh beliau dengan anggota-anggota
Panitia Ad hoc dan mereka dapat menjetudjuinja.
Kalau Saudara-saudara dapat menjetudjui, saja ingin supaja lebih dahulu atjara
ketiga ini kita bitjarakan sebentar dan kalau Saudara-saudara menjetudjui usul
Pemerintah, atjara ini kita tiadakan dan diundurkan sampai kepada sesudah reces.
Dapatkah ini disetudjui?
(R a p a t : Setudju.)
Saudara-saudara, surat jang kedua jaitu berhubungan langsung dengan atjara kita
jang kedua jang akan kita bitjarakan jaitu mengenai rantjangan Undang-undang tentang
penetapan Undang-undang Darurat No. 5 tahun 1958 tentang kedudukan hukum apotik
darurat.
Saudara-saudara telah mendengar bunji surat tadi dan saja persilakan kepada
Saudara-saudara mempergunakan isi surat itu untuk menentukan pendirian didalam
pembitjaraan rantjangan Undang-undang ini.
Dr R. Soeatmadji: Saja minta supaja surat itu dibatjakan sekali lagi. Ketua: Baiklah, Saudara-saudara, supaja agak djelas, maka saja sendiri akan
membatjakan surat dari Pengurus Ikatan Apotheker Indonesia itu atas permintaan dari
Saudara Soeatmadji. Tetapi diambil isinja jang terachir sadja, jaitu berbunji sebagai
berikut:
"Apotik sebagai badan terachir jang menjampaikan pengobatan kepada rakjat, jang
dengan demikian merupakan badan penampungan terachir bagi kesalahan dan
kekeliruan jang mungkin terdjadi; lebih-lebih sedjalan dengan makin meningkatnja
kemadjuan dalam ilmu pengobatan dan obat-obatan, maka apotik mempunjai fungsi jang
langsung bertanggung-djawab terhadap djiwa manusia, langsung menjangkut
kesedjahteraan dan kesehatan rakjat.
Menginsjafi akan besarnja rasa tanggung-djawab terhadap kesedjahteraan dan
kesehatan rakjat inilah, maka Ikatan Apotheker Indonesia mendukung sepenuhnja usaha
Pemerintah bersama-sama Dewan Perwakilan Rakjat guna menjempurnakan tanggung-
djawab pimpinan apotik dan mengachiri keadaan darurat, jakni dengan membatasi waktu
118
Rapat 58.
berlakunja idjin-idjin jang telah diberikan kepada apotik-apotik darurat dalam djangka
waktu paling lama 5 (lima) tahun, terhitung sedjak berachirnya masa berlakunja
Undang-undang No. 4 tahun 1953, sebagaimana dimaksud oleh Undang-undang Darurat
No. 5 tahun 1958 jang kini dibitjarakan pengesahannja sebagai Undang-undang".
Saudara-saudara, marilah kita memasuki atjara jang pertama. Mengenai atjara ini,
jaitu rantjangan Undang-undang tentang pengeluaran pindjaman obligasi tahun 1959,
tingkat pembitjaraannja sekarang ialah djawaban Pemerintah atas pemandangan umum
babak pertama.
Didalam rapat pleno pada hari Selasa tanggal 26 Mei tahun 1959 telah diadakan
pemandangan umum babak pertama mengenai rantjangan Undang-undang ini dan
beberapa anggota telah mempergunakan kesempatan jaitu Saudara-saudara Soeprapto,
Subadio Sastrosatomo, T. S. Mardjohan, Tan Kiem Liong, Moenadir, Hutomo Supardan,
R. G. Doeriat dan Saudara M. Sondakh, sedang dua orang anggota lagi minta berbitjara
tetapi tidak mempergunakan kesempatan itu pada babak pertama, melainkan bersedia
memberikan pemandangannja pada babak kedua jaitu Saudara Tanamas dan Saudara
Asraruddin.
Marilah kita sekarang mulai dengan mendengarkan djawaban Pemerintah atas
pemandangan umum babak pertama mengenai rantjangan Undang-undang
tentang pengeluaran pindjaman obligasi tahun 1959 (Sid. 1959, P. 418) itu.
Saja persilakan Saudara Menteri Keuangan memberikan djawabannja.
Mr. Soetikno Slamet, Menteri Keuangan: Saudara Ketua jang terhormat, sebagai
djawaban terhadap pemandangan umum babak pertama dalam pemandangan umum
mengenai rantjangan Undang-undang tentang pengeluaran pindjaman obligasi berhadiah
tahun 1959, Pemerintah mengemukakan sebagai berikut.
Pemerintah mengutjapkan banjak terima kasih kepada anggota-anggota jang
terhormat jang telah memberikan penindjauannja terhadap rantjangan Undang-undang
tentang pengeluaran pindjaman obligasi berhadiah tahun 1959 dalam pemandangan
umum tingkat pertama pada Selasa jang baru lalu.
Kepada semua pembitjara jang terhormat, jaitu Saudara-saudara Soeprapto,
Subadio Sastrosatomo, Mardjohan, Tan Kiem Liong, Moenadir, Hutomo Supardan,
Doeriat dan Saudara Sondakh, jang pada hakekatnja mempersoalkan dasar dan sifat-sifat
dari pengeluaran pindjaman ini, Pemerintah ingin mengemukakan sebagai berikut.
Seperti telah diterangkan dalam keterangan Pemerintah dalam pemandangan babak
pertama, pengeluaran obligasi ini dapat dilihat terlepas dari keadaan moneter pada waktu
119
Rapat 58.
sekarang, melainkan dapat dilihat dalam rangka usaha Pemerintah untuk menggunakan
segala alat keuangan jang ada.
Pindjaman obligasi ini dinegara manapun merupakan alat keuangan jang ada dan
lazim dipergunakan. Dilihat dari sudut pendapatan nasional suatu pindjaman demikian
hanja merupakan transfer sadja dari milik (kekajaan) dari rakjat kepada Pemerintah tidak
mengubah djumlah kekajaan maupun pendapatan nasional jang ada.
Djuga pada waktu pembajaran kembali, maka djumlah kekajaan maupun
pendapatan nasional tidak mengalami perubahan.
Demikian ini sekedar dikemukakan untuk memperbedakannja dari pindjaman dari
luar negeri jang berlainan sifatnja. Dilihat dari sudut pembentukan modal nasional,
pindjaman obligasi nasional adalah suatu hal jang perlu dilakukan. Demikian pula halnja
djika obligasi ini dipandang sebagai alat fiskal jang lazim digunakan. Chususnja dalam
keadaan keuangan dan moneter sebagai pada waktu sekarang, maka tidak dapat
dibenarkan djika Pemerintah dan negara tidak menggunakan semua alat keuangan jang
lazim digunakan. Kita tidak selalu dapat menjandarkan diri atas bantuan luar negeri
sadja jang pada achirnya akan menanjakan mengapa kita tidak mempergunakan alat
keuangan ini.
Kepada pindjaman obligasi jang akan dikeluarkan oleh Pemerintah diberi segala
sifat penarik jang dapat mengharapkan berhasilnja pindjaman ini.
Bunga 5% adalah lebih tinggi dari bunga pindjaman-pindjaman negara hingga
sekarang, tetapi kira-kira sesuai dengan tingkatan bunga jang berlaku. Kemudian hadiah
diberikan pada tiap pembajaran kembali. Ini djuga tjukup dikenal dan digunakan pada
pindjaman obligasi. Jang kurang lazim ialah pemberian ampunan umum dalam lapangan
fiskal dan pidana, walaupun dibeberapa negara hal ini djuga pernah dilakukan. Memang
mengenai keampunan umum ini pendapat berbeda-beda. Ada pendapat bahwa sukar
dapat memberi ampunan kepada orang-orang jang telah pernah membuat salah, karena
orang djahat tetap orang djahat.
Pemerintah berpendapat bahwa keberatan untuk membebaskan orang-orang jang
telah menghindarkan padjak, memang persoalannja disini terletak pada pemilihan antara
dua djalan, jaitu apakah terus-menerus mengusahakan memberantasnja dengan alat-alat
jang kurang sempuma, hal mana pula ada keberatan terhadap perekonomian kita,
ataukah membuka suatu djalan dimana modal-modal itu dapat digunakan dengan
manfaat jang lebih besar bagi masjarakat.
Pemerintah mengusulkan, dalam taraf sekarang ini, mengadjak orang-orang itu
untuk mempergunakan kekajaan dan uangnja untuk maksud-maksud jang sesuai dengan
politik ekonomi Pemerintah. Berdasar kenjataan bahwa Pemerintah berusaha untuk
120
Rapat 58.
memperbaiki keadaan ekonomi dengan djalan alat-alat keuangan jang ada, maka
Pemerintah tidak keberatan untuk membuka dialan bagi mereka jang pernah membuat
salah tetapi sekarang bersedia untuk menjerahkan uang-uangnja untuk maksud-maksud
jang dikehendaki oleh Pemerintah.
Mudah-mudahan dengan keterangan diatas terdjawablah keberatan-keberatan jang
diadjukan oleh anggota-anggota jang terhormat tentang soal ampunan umum itu.
Selandjutnja Pemerintah akan mendjawab satu persatu pertanjaan-pertanjaan jang
diadjukan anggota-anggota jang terhormat. Pertanjaan anggota jang terhormat Saudara
Soeprapto tentang penggunaan uang jang telah ditarik dcngan pindjaman obligasi ini
dapat didjawab sebagai berikut: Pemerintah bermaksud untuk menggunakan uang
penerimaan dari obligasi itu untuk usaha-usaha Pembangunan, jang pada waktu sekarang
dan pada waktu-waktu jang akan datang masih memerlukan pembiajaan jang besar
sekali.
Maksud itu sedjadjar dengan usaha-usaha untuk mengatasi sekedarnja tekanan-
tekanan inflatoir pada waktu ini, oleh karena untuk usaha-usaha pembangunanpun
sedapat-dapatnja harus ditjarikan pembiajaan non-inf'latoir, chususnja dalam keadaan
jang pada umumnja telah bersifat inflatoir. Usaha-usaha pembangunan jang akan dibiajai
itu sebagian besar telah termuat dalam Anggaran Belandja tahun 1959 dan sekedar
belum termuat akan segera diadjukan pula kepada Dewan Perwakilan Rakjat jang
terhormat ini.
Dengan ini pertanjaan jang sama jang diadjukan oleh anggota jang terhormat
Saudara Tan Kiem Liong dan Moenadir terdjawab adanja.
Inflasi jang sekarang ini dapat dikatakan sudah keras sekali. Penarikan uang karena
pindjaman obligasi dapat mengurangi tekanan inflatoir jang keras itu sekedarnja,
Bunga 5% oleh Pemerintah dianggap tjukup tinggi. Dijka ditentukan lebih tinggi
lagi, mengingat bahwa obligasi diberi djuga premi (hadiah) akan merupakan beban berat
bagi Pemerintah. Selain dari itu dapat memburukkan tingkatan bunga pada umumnja.
Bahwasanja orang Islam jang nanti memiliki obligasi-obligasi membajar zakat sehingga
menurut perhitungan anggota jang terhormat itu mereka djusteru akan rugi, dapat
diterangkan disini bahwa pembajaran zakat itu adalah telah akan diperhitungkan oleh
jang bersangkutan.
Djuga Pemerintah tidak bermaksud untuk memberi sifat paksaan kepada
pindjaman obligasi ini karena Pemerintah lebih mengutamakan akan pertumbuhan
kesadaran rakjat mau tidaknja membantu usaha Pemerintah ini.
Mendjawab saran anggota jang terhormat, Saudara Subadio Sastrosatomo untuk
menarik sadja rantjangan Undang-undang ini karena akibatnja lebih djahat dari pada
121
Rapat 58.
tudjuannja, dengan ini diterangkan bahwa Pemerintah tidak dapat menerimanja, karena
Pemerintah beranggapan seperti telah diterangkan pada permulaan djawaban Pemerintah
ini.
Anggota jang terhormat Saudara Mardjohan walaupun tidak menolak pengeluaran
obligasi oleh Pemerintah ini, agak sangsi dan chawatir tentang berhasilnja usaha ini,
karena lapangan ini masih banjak. Perlu diterangkan disini bahwa Pemerintah berusaha
keras untuk lapangan bagi meradjalelanja black-money, sehingga Achirnya para pemilik
uang-uang panas itu akan merasa lebih aman untuk menanam uangnja dalam obligasi
dan lain-lain kertas berharga.
Disinggung pula oleh anggota jang terhormat tersebut soal usia Kabinet jang hanja
tinggal beberapa bulan sadja tapi masih hendak melakukan usaha jang efeknja
disangsikan seperti djuga diadjukan oleh anggota jang terhormat Saudara Doeriat.
Terhadap ini Pemerintah menerangkan bahwa setiap usaha untuk memperbaiki keadaan
tidak ada djeleknja dilakukan, sehingga walaupun usia kabinet ini tinggal beberapa
bulan atau minggu sadja, dan djumlah uang jang akan ditarik dibanding dengan jang
masih tetap beredar tidak seberapa, dalam rangka penggalian semua sumber pembiajaan,
jang ada, Pemerintah menganggap usaha pindjaman obligasi ini tidak perlu ditunda
bahkan wadjib didjalankan.
Mengenai obligasi 1950 (akibat pengguntingan uang) jang diadjukan oleh anggota
jang terhormat Saudara Doeriat masih tetap disediakan sedjumlah uang setiap tahun
untuk dibajar kembali setjara pembelian dibursa. Mengenai posisi dapat dilihat dalam
daftar jang dilampirkan pada djawaban ini, dan Pemerintah minta supaja dianggap telah
dibatja.
Anggota jang terhormat jang sama itu menjarankan sanering sebagai djalan lain.
Perlu diterangkan disini bahwa tjara sanering itu mempunjai akibat-akibat jang sangat
luas, jang sangat luas, jang oleh Pemerintah pada waktu ini tidak dapat dipertanggung-
djawabkan dan hasil tidaknja bergantung dari berbagai faktor jang lebih luas, sehingga
belum masuk fikiran Pemerintah untuk mendjalankannja.
Mendjawab anggota jang terhormat Saudara Tan Kiem Liong, Pemerintah
menjatakan disini bahwa Pemerintah sependapat dengan anggota jang terhormat tersebut
bahwa pengeluaran pindjaman ini bukan satu-satu djalan untuk keluar dari kesulitan-
kesulitan ekonomi jang kita hadapi sekarang. Mengenai penggunaan uang jang nantinja
dapat ditarik, dipersilakan meneliti djawaban Pemerintah atas pertanjaan jang sama jang
diadjukan oleh anggota jang terhormat Saudara Soeprapto.
Pertanjaan dari anggota jang terhormat jang sama apakah pindjaman obligasi ini
dapat mentjegah inflasi, Pemerintah menerangkan bahwa satu tindakan sadja tidak dapat
122
Rapat 58.
mentjegah inflasi jang sebab-sebabnja adalah banjak, tapi Pemerintah jakin bahwa
penarikan uang sebesar Rp. 2 miljard itu setidak-tidaknja mengurangi tekanan inflatoir
jang sekarang ada, chususnja djika djumlahnja uang itu dibandingkan dengan uang
beredar dalam bulan-bulan terachir, setelah Pemerintah berusaha keras untuk
mengendalikan bertambahnja uang terutama karena deficit anggaran belandja.
Mengenai ketiga perusahaan Pemerintah G.I.A., D.K.A., Pelni dapat diterangkan
disini bahwa perusahaan-perusahaan itu mengalami kerugian, jang besarnja baru dapat
diketahui setelah pemeriksaan akuntan selesai.
Mendjawab anggota jang terhormat Saudara Moenadir diterangkan disini bahwa
mungkin kesimpulan-kesimpulan jang telah ditariknja antara lain bahwa pindjaman
obligasi ini adalah way-out jang terachir disebabkan karena kurangnja bahan-bahan
keterangan dari Pemerintah. Pemerintah mengharap bahwa anggota jang terhormat itu
setelah djawaban Pemerintah ini akan dapat menarik kesimpulan-kesimpulan lain.
Pertanjaan Saudara Moenadir dan anggota jang terhormat Saudara Sondakh apakah
pengeluaran obligasi ini suatu experiment, Pemerintah menganggap hal ini tidak
demikian, karena benar-benar dimaksudkan untuk memperbaiki keadaan ekonomi,
bersama dengan tindakan-tindakan lainnja dari Pemerintah. Lagi pula pengeluaran
obligasi dalam lapangan tidak lazim dipandang sebagai experiment jang baru. Saran
untuk mengadakan sanering sadja telah didjawab dalam mendjawab anggota jang
terhormat Saudara Doeriat jang mengadakan saran jang sama.
Selain uang rupiah jang beredar sekarang, dikepulauan Riau beredar uang Straits $,
dan ada kemungkinan didaerah-daerah jang masih dikuasai oleh pemberontak di
Sulawesi Utara beredar uang-uang jang mereka keluarkan.
Financiering “8 besar" disalurkan melewati saluran-saluran lama sehingga tidak
perlu minta kepada pemilik-pemilik black-money. Pertanjaan-pertanjaan anggota jang
terhormat Saudara Hoetomo Soepardan dapat didjawab sebagai berikut:
Perkiraan tentang djumlah black-money sukar dapat diberikan, karena memang
Pemerintah tidak pernah mengadakan penjelidikan jang dalam mengenai ini, djuga tidak
mungkin dapat diketahui benar-benar dimana sebenarnja uang-uang jang beredar diluar
bank-bank.
Uang-uang jang beredar melalui bank-bank dapat diketahui dan dikendalikan oleh
Pemerintah, tetapi diluar badan-badan ini sukar untuk diketahui.
Paling-paling setjara sewenang-wenang dapat misalnja ditaksir bahwa sekian %
dari uang-uang jang beredar diluar bank-bank (jang lazim disebut uang kartal) dapat
dianggap sebagai black-money. Demikian pula dasar perhitungan untuk menetapkan
djumlah Rp. 2 miljard sebagai maksimal jang dapat diharapkan oleh Pemerintah untuk
123
Rapat 58.
ditarik dari peredaran tidak didasarkan pada norma-norma jang matematis exact tetapi
merupakan sebenarnja izin jang diminta oleh Pemerintah kepada D.P.R. sebagai
maksimum jang akan dikeluarkan. Mengenai pengeluaran pindjaman obligasi ini dapat
diterangkan bahwa hal ini akan dilangsungkan setjara berangsur-angsur setiap kali
dalam djumlah, tjara-tjara dan waktu-waktu jang akan ditetapkan oleh Menteri
Keuangan. Djadi dapat dikeluarkan dalam beberapa tranches selama waktu-waktu
pendek (3 a 4 bulan tiap tranche), tetapi dapat pula dalam satu tranche selama waktu
jang pandjang (misalnja 1 tahun).
Tjara mana jang akan diikuti, tergantung pada keadaan, walaupun dalam hal
obligasi ini Pemerintah lebih tjondong pada pengeluaran dalam satu tranche selama
waktu 1 tahun.
Mengenai efek dari penarikan ini terhadap ketjepatan beredar (Velocity = V) dan
volume perdagangan (volume of trade = T), dapat diterangkan disini bahwa V maupun T
tergantung pada begitu banjak faktor lain selain pada banjaknja uang jang beredar (M),
sehingga Pemerintah lebih baik menghindarkan diri dari suatu diskusi akedemis jang ku
rang bermanfaat, tjukup ditegaskan disini bahwa formula MV = PT jang dimaksud oleh
anggota jang terhormat itu hanja merupakan alat pemikir belaka, jang penggunaannja
dalam praktek perlu dilengkapi dengan lain-lain faktor jang menentukan pula tiap faktor
dalam formula itu, chususnja factor-factor jang tidak demikian statis sifatnja, melainkan
lebih dinamis, dengan memperhitungkan pertumbuhan .
. Mengenai pembebasan padjak-padjak diterangkan disini bahwa pemegang
obligasi setelah pendjualan obligasi kepadanja, obligasi tidak bebas dari padjak kekajaan
dan padjak pendapatan mengenai bunga obligasi. Hanja hadiah-hadiahnja bebas dari
padjak pendapatan, padjak perseroan dan padjak undian.
Pertimbangan untuk hanja mengeluarkan kopur-kopur dari Rp. 10.000.- ialah
seperti diterangkan dalam pendjelasan pasal demi pasal, ialah karena sebagian besar dari
pemilik "black-money" memiliki djumlah-djumlah uang jang besar sekali, sehingga
lebih praktis bagi mereka untuk memiliki kopur-kopur dalam djumlah besar pula. Akan
tetapi Pemerintah tidak menutup pintu bagi penanam-penaman modal ketjil untuk ikut-
serta dalam pindjaman obligasi ini. Untuk ini oleh P.T. Biro Sertifikat Indonesia (suatu
P.T. dimana ikut-serta 3 bank Pemerintah dan 5 bank nasional) akan dikeluarkan
sertifikat-sertifikat dalam kopur-kopur Rp. 1.000.-, Rp. 500.¬ dan Rp. 100.- jang setjara
perbandingan mempunjai hak-hak jang sama seperti obligasi aslinja. Tjara pengeluaran
sertifikat-sertifikat ini dilakukan seperti kelaziman, jaitu bahwa obligasi-obligasi aslinja
disimpan dalam suatu kluis dengan 2 kuntji, satu diantaranja dipegang oleh Biro
Sertifikat Indonesia dan satu oleh notaris.
124
Rapat 58.
Terhadap 1 kopur obligasi dari Rp. 10.000.- dikeluarkan sertifikat-sertifikat dengan
nomor jang sama sampai djumlah Rp. 10.000.- djuga. Ongkos-ongkos mentjetak
sertifikat-sertifikat ditanggung oleh Pemerintah. Kepada pembeli sertifikat tidak
dibebankan ongkos-ongkos oleh Biro Sertifikat Indonesia, karena biro ini telah
mendapat provisi dari Pemerintah, dari provisi mana harus dibiajai pengiriman, asuransi
pengiriman sertifikat-sertifikat, kampagne penerangan tentang obligasi/sertifikat dan
sebagainja.
Mengenai posisi hutang Pemerintah baik dalam maupun luar negeri, pindjaman-
pindjaman B.I.N. (baik Runi dan lainnja), sisa Runi jang masih ada dibank-bank
bersama ini dilampirkan daftar angka-angka jang untuk singkatnja dianggap sadja
sebagai telah dibatjakan *).
Ketua: Demikianlah, Saudara-saudara, djawaban Pemerintah terhadap
pemandangan umum babak pertama dari para anggota.
Djawaban ini belum lagi diperbanjak, tetapi nanti akan segera diusahakan oleh
Sekertariat untuk diperbanjak, dan mungkin pada sore ini sudah berada ditangan
Saudara-saudara.
Karena itu saja usulkan kepada Saudara-saudara supaja pembitjaraan dari pada
rantjangan Undang-undang ini tidak kita landjutkan pada hari ini atau nanti malam,
tetapi pada hari Senin sadja. Apakah ini dapat disetudjui, Saudara-saudara?
(R a p a t : Setudju !)
Saudara-saudara, sekarang kita memasuki atjara jang kedua: Rantjangan
Undang-undang penetapan "Undang-undang Darurat No. 5 tahun 1958 tentang
kedudukan hukum apotik darurat sebagai Undang-undang (Sid. 1958, P. 379).
Tingkat pembitjaraan ialah pemandangan umum babak kedua dari para anggota.
Sekarang saja persilakan Saudara-saudara jang hendak mempergunakan kesempatan ini
untuk memberikan pemandangan umumnja dalam babak kedua ini.
Jang sudah terdaftar pada kami akan berbitjara, jaitu Saudara Nj.Moedikdio. Saja
persilakan Nj. Moedikdio. Tetapi sementara itu saja harap supaja Saudara-saudara
mendaftarkan diri. Saja persilakan Saudara Nj. Moedikdio.
Nj. Moedikdio: Saudara Ketua jang terhormat, pada kesempatan pemandangan
umum babak kedua mengenai pembitjaraan tentang rantjangan Undang-undang
penetapan "Undang-undang Darurat No. 5 tahun 1958 tentang kedudukan hukum apotik
darurat" sebagai Undang-undang saja atas nama Fraksi Partai Komunis Indonesia pada
pokoknja dapat menjetudjui rantjangan Undang-undang ini dengan beberapa harapan
125
Rapat 58.
jang saja adjukan dibawah ini, untuk mendapat perhatian dari Pemerintah sebagaimana
mestinja.
Mengenai hal-hal jang saja maksudkan itu antara lain ialah:
Pertama: Mengenai bunji pasal 1 ajat 1 daripada rantjangan Undang-undang ini
jang menjatakan: "Idjin-idjin jang telah diberikan oleh Menteri Kesehatan kepada asisten
untuk melakukan pekerdjaan pharmasi tanpa dibawah pengawasan seorang apoteker
menurut pasal 1 Undang-undang No. 4 tahun 1953 (Lembaran-Negara tahun 1953 No.
19), tetap berlaku paling lama 5 tahun sesudah tanggal 10 Oktober 1958.
Saudara Ketua jang terhormat oleh Pemerintah dinjatakan, bahwa perpandjangan
pemberian idjin-idjin tersebut diatas dibutuhkan untuk memberi dasar hukum kepada
apotik-apotik darurat tersebut, mengingat bahwa Pemerintah menghadapi satu kenjataan
masih kekurangan tenaga-tenaga apoteker-apoteker jang selain untuk memimpin apotik-
apotik, sebagian besar djuga diperlukan untuk pekerdjaan-pekerdjaan lain seperti
diindustri-industri, dilembaga penjelidikan ilmiah, difakultas-fakultas, disekolah-sekolah
asisten apoteker dan sebagainja. Jang mendjadi sebab lain lagi ialah bahwa waktu
berachirnya Undang- undang No. 4 tahun 1953 telah ditjapai lebih-kurang 200 orang
apoteker lulusan fakultas di Indonesia bagian pharmasi, tetapi karena dengan
dilontarkannja aksi pembebasan Irian Barat, maka apoteker-apoteker Belanda telah
meninggalkan Indonesia, sehingga apoteker-apoteker jang dihasilkan oleh perguruan
tinggi kita itu ditugaskan menggantikan kedudukan apoteker-apoteker Belanda itu.
Berdasarkan hal-hal diatas, maka oleh Pemerintah dibutuhkan untuk sementara
waktu masih perlu memberikan idjin-idjin kepada asisten-asisten apoteker jang
memenuhi sjarat-sjarat: jakni tjukup mempunjai pengalaman dan sekurang-kurangnja
telah bekerdja sebagai asisten apoteker selama 15 tahun berturut-turut pada partikelir
atau bekerdja sebagai asisten apoteker selama 10 tahun, diantaranja 3 tahun pada
Pemerintah.
Oleh Pemerintah ditaksir akan bisa dihasilkan djumlah apoteker jang tidak sedikit,
jaitu pada tahun 1959 ini 75 orang dan pada tahun 1960 dan tahun-tahun berikutnja
setiap tahun kurang-lebih 100 sampai 125 orang, berarti dalam 5 tahun djumlah apoteker
jang akan dihasilkan ialah kurang-lebih 475 sampai 575 orang.
Oleh karena itu 5 tahun perpandjangan pemberian idjin-idjin kepada para asisten
apoteker untuk melakukan pekerdjaan pharmasi sendiri seperti jang diatur dalam
rantjangan Undang-undang ini dipandang sudah tjukup untuk tidak lagi memberikan
idjin kepada apotik-apotik darurat melakukan pekerdjaannja.
Saudara Ketua jang terhormat, saja masih menjangsikan tentang batas waktu 5
tahun itu. Djika saja mempeladjari rentjana pendidikan kesehatan seperti jang termuat
126
Rapat 58.
dalam Berita Kementerian Kesehatan bulan Djuni 1956 halaman 12, maka untuk
Indonesia bagi 50.000 penduduk direntjanakan 1 apotik sehingga untuk seluruhnja
dibutuhkan lebih dari 1.600 apotik. Ini berarti bahwa dibutuhkan 1.600 lebih orang
apoteker-apoteker untuk mentjukupi kebutuhan akan pimpinan bagi apotik-apotik
tersebut. Dan adalah satu kenjataan, bahwa dalam 5 tahun jang akan datang itu
Pemerintah baru bisa menghasilkan kurang-lebih 475 sampai 575 orang apoteker.
Sehingga menurut pendapat saja batas waktu 5 tahun itu masih belum tjukup dan masih
dibutuhkan apotik-apotik darurat untuk melajani kebutuhan akan obat-obatan bagi
penduduk.
Lebih-lebih djika diingat, bahwa djumlah apotik-apotik itu banjak terdapat dikota-
kota besar di Djawa sadja, dan masih merupakan kekurangan-kekurangan jang menjolok
bagi kebutuhan penduduk diluar Djawa dan dipelosok-pelosok. Mengenai hal ini saja
menjetudjui usaha Pemerintah supaja pendirian apotik-apotik itu bisa merata dan tidak
terpusat dibeberapa kota sadja.
Berdasarkan hal-hal diatas, maka mengingat:
a. belum begitu banjak tenaga-tenaga apoteker di Indonesia;
b. belum meratanja djumlah apotik-apotik lebih lebih dipelosok-pelosok dan diluar
Djawa:
c. masih sangat dibutuhkannja tenaga asisten-asisten apoteker jang berpengalaman
untuk memimpin apotik darurat didaerah-daerah, lebih-lebih dipelosok-pelosok
dan diluar Djawa;
d. banjaknja rakjat didaerah-daerah jang membutuhkan pelajanan akan obat-obatan
jang didapat dari apotik-apotik,
maka saja berpendapat agar djangka waktu pentjabutan idjin untuk para asisten
apoteker jang berpengalaman dalam memimpin apotik-apotik darurat tersebut dapat
diperpandjang sampai kekurangan-kekurangan tenaga ahli pharmasi (apoteker-apoteker)
dapat diatasi.
Saudara Ketua jang terhormat, lebih landjut saja ingin mengadjukan persoalan
sebagai berikut: Djika nanti sudah waktunja pemberian idjin itu ditjabut dan kepada para
asisten apoteker sudah tidak lagi diberi hak melakukan pekerdjaan pharmasi pada
apotik-apotik darurat, maka apakah para asisten apoteker jang ternjata sudah melakukan
praktek selama itu dengan baik, tidak diakui sederadjat dengan apoteker akademis?
(gelijkgesteld).
127
Saudara Ketua jang terhormat, kedua: jang ingin saja adjukan ialah tentang
masalah tenaga asisten apoteker. Hal ini perlu saja singgung djuga dalam pembitjaraan
sekarang oleh karena dalam Seksi E Parlemen hal ini pernah mendjadi persoalan
Rapat 58.
berkenaan dengan surat Kementerian-Kesehatan Bagian Pendidikan No. 281/Um/pend.
perihal larangan penerimaan murid-murid baru pada Sekolah-sekolah Asisten Apoteker
partikelir. Dengan alasan bahwa djumlah asisten apoteker dianggap sudah tjukup.
Sekalipun hal ini sudah diselesaikan oleh Pemerintah, artinja larangan penerimaan-
penerimaan murid-murid baru bagi Sekolah Asisten Apoteker partikelir itu sudah
ditiadakan lagi, akan tetapi kiranja masih perlu persoalan ini sekali lagi diadjukan, agar
mendapat kedjelasan tindakan lebih landjut dan tidak terdjadi kesimpang-siuran
pendapat-pendapat dalam masjarakat.
Menurut Dr J. Leimena direntjanakan 1 apotik 2 orang asisten apoteker, sehingga
untuk Indonesia direntjanakan 1.600 X 2 = 3.200 asisten apoteker (Berita Kementerian
Kesehatan Djuni 1956 halaman 12).
Mengenai hal ini dari Gabungan Sekolah-sekolah Asisten Apoteker Partikelir
Indonesia Seksi E Parlemen mendapat bahan-bahan jang perlu mendapat perhatian kita,
jaitu jang lengkapnja saja kutip sebagai berikut:
Tentang djumlah asisten apoteker:
Dari Djawatan Pharmasi Pusat diperoleh keterangan bahwa dewasa ini terdapat
kurang-lebih 2.500 orang tenaga asisten apoteker, antara mana 477 orang pergi keluar
negeri atau meninggal dunia dan 45 orang jang idjazahnja tidak divisirkan lagi (bekerdja
diluar lapangan pharmasi atau asisten apoteker wanita jang telah menikah dan tidak
bekerdja lagi).
Djadi asisten apoteker jang melakukan pekerdjaannja (bekerdja) berdjumlah 2.500
- (477 + 45) = 1.978 orang, jaitu bekerdja dalam 172 buah apotik (menurut daftar pada
Djawatan Pharmasi Pusat), kira-kira 250 buah apotik dokter dan perusahaan-perusahaan
pharmasi lainnja. Menurut rantjangan Panitia Pendidikan Kementerian Kesehatan jang
diketuai oleh Dr J. Leimena, untuk satu apotik diperlukan rata-rata 2 orang asisten
apoteker, maka untuk 422 (172 + 250) buah apotik kiranja diperlukan 422 X 2 = 844
orang asisten apoteker.
Djadi dari djumlah asisten apoteker jang sekarang ada, jaitu 1978 orang - 844
orang asisten apoteker bekerdja diapotik (menurut rentjana Dr J. Leimena).
Sisanja: 1.134 orang asisten apoteker bekerdja diluar apotik, jaitu pada pedagang-
pedagang besar obat-obatan, import obat-obatan, drogisterij dan industri pharmasi
lainnja. Djumlah ini tidak diperhitungkan dalam rentjana Panitia Dr J. Leimena tersebut
tadi.
128
Dengan demikian perbandingan asisten apoteker jang bekerdja dalam apotik dan
diluar apotik ada 844 : 1.134 = 1 : 1,35.
Rapat 58.
Menurut rentjana Panitia Dr J. Leimena tersebut diatas keadaan jang ideal bagi
Indonesia, untuk tiap-tiap 50.000 penduduk diperlukan sebuah apotik. Dengan djumlah
penduduk 86,3 djuta (angka ini menurut Biro Pusat Statistik 1958 untuk tahun 1957)
maka diperlukan:
86.300.000 X I apotik = 1726 buah apotik, djadi tenaga asisten apoteker jang
50.000 dibutuhkan untuk apotik ialah sebanjak:
2 X 1726 orang = ………………………………………. 3452 orang
Asisten apoteker jang dibutuhkan
dalam lapangan pharmasi ialah (diluar
apotik) berdasarkan perbandingan ter-
sebut diatas kurang-lebih
1,35 X 3452 = …………………………………………………. 4660 orang
Djumlah tenaga asisten apoteker
jang dibutuhkan ……………………………………………….. 8112 orang
Djumlah asisten apoteker jang su-
dah ada ………………………………………………………… 1978 orang
Djumlah seluruhnja asisten apoteker
jang masih harus dididik ……………………………………….. 6134 orang
Perkembangan penambahan djumlah asisten apoteker selama empat tahun terachir
adalah sebagai berikut:
Djumlah asisten apoteker jang telah
lulus pada dewasa ini ………………………………………….. 2500 orang
Djumlah asisten apoteker jang telah lulus pada tahun 1954 (menurut tjatatan
Kementerian Kesehatan dalam buku Biro Perantjang Negara tentang garis besar rentjana
lima tahun) ………………………………………………………1174 orang
Kenaikan djumlah jang lulus per
empat tahun ialah: ……………………………………………… 1326 orang
Djadi tiap-tiap tahun rata-rata bertambah dengan 1326 : 4 = 332 orang asisten
apoteker. Untuk memenuhi kekurangan sedjumlah 6134 orang tenaga asisten apoteker
dibutuhkan waktu kurang-lebih 6134 : 332 X 1 tahun = 19 tahun, djika keadaan dan
djumlah Sekolah-sekolah Asisten Apoteker tetap seperti sekarang ini.
129
Djika kita lihat pada negara-negara Eropah Barat dimana perbandingan antara
djumlah penduduk dan apotik, jaitu untuk 10.000 orang penduduk diperlukan sebuah
apotik, jang menundjukkan apotik jang dibutuhkan adalah 5 kali lebih besar dari pada
djumlah apotik menurut rentjana dari Dr J. Leimena, maka djika negara kita sudah
setaraf dengan negara-negara Eropah Barat, djadi djumlah asisten apoteker jang kita
butuhkan 5 kali pula dan untuk pendidikan mana dibutuhkan waktu 5 X 19 tahun = 95
tahun.
Perbandingan jang harmonis.
Menurut rentjana Dr J. Leimena perbandingan jang harmonis bagi Indonesia ialah
untuk tiap-tiap 50.000 penduduk dibutuhkan:
5 orang tenaga dokter, 1 orang tenaga apoteker (1 apotik) dan 2 orang asisten
apoteker.
Menurut hemat kami djumlah 2 orang tenaga asisten apoteker jang dibutuhkan
adalah kurang tepat, karena ternjata dikota-kota besar, sebuah apotik dengan 2 atau 3
orang asisten apoteker tidak dapat melajani pembuatan resep pada waktu dinas malam.
Pada waktu dinas malam sedemikian apotik harus mengambil tenaga asisten apoteker
tambahan sebagai part-timers.
Djumlah 2 orang tenaga asisten apoteker untuk melajani 1 apotik adalah djumlah
jang minimum, jaitu untuk apotik dikota-kota ketjil, dimana berpraktek 5 orang dokter.
Maka menurut pendapat kami perbandingan jang lebih tepat adalah sebagai berikut: 5
orang dokter, 1 orang apoteker dan 3 sampai 4 orang asisten apoteker.
Diluar apotik, dalam drogisterij, pedagang besar obat-obatan, pabrik-pabrik
pharmasi, dan sebagainja bekerdja 1,35 X 3 = 4 orang asisten apoteker. Djumlah ini
tidak diperhitungkan dalam rentjana Panitia Dr J. Leimena. Faktor 1,35 (perbandingan
diatas) ialah menurut perhitungan tersebut diatas berdasarkan keadaan dan peraturan
sekarang, menurut mana pedagang ketjil obat-obatan belum diharuskan memakai tenaga
asisten apoteker. Bilamana seorang pedagang ketjil obat-obatan diharuskan memakai
tenaga asisten apoteker seperti menurut planning 20-30 tahun jang lalu maka faktor
perbandingan 1,35 djuga akan lehih besar, sehingga djumlah asisten apoteker jang
bekerdja diluar apotik djuga akan lebih besar. Baiklah kami mengambil pedoman
perbandingan 5 orang dokter, 1 apoteker dan 3 + 4 = 7 orang asisten apoteker.
Menurut sistim pendidikan baru tiap-tiap tahun akan lulus kira-kira 300 orang
dokter. Dengan perbandingan tersebut diatas, tenaga asisten apoteker jang harus lulus
tiap-tiap tahun ialah 7/5 X 300 = 400 orang. Dan lulusan kira-kira 400 orang asisten
apoteker ini adalah sesuai dengan lulusan asisten apoteker jang ditjapai dewasa ini.
Demikian isi lengkapnja bahan jang disampaikan oleh Gabungan Sekolah Asisten
Apoteker Partikelir Indonesia kepada Seksi E Parlemen. Berkenaan dengan hal-hal
diatas, maka saja ingin mendapat keterangan lebihlandjut tentang pendapat Pemerintah
130
mengenai perhitungan Gabungan Sekolah-sekolah Partikelir Asisten Apoteker tersebut.
Terutama dalam usaha Pemerintah untuk memberikan bimbingan dan bantuan-bantuan
Rapat 58.
kepada sekolah-sekolah partikelir tersebut dalam mentjukupi kebutuhan tenaga-tenaga
asisten apoteker jang akan datang.
Saudara Ketua, menurut pendapat saja, keputusan Pemerintah untuk mentjabut
larangan penerimaan murid-murid baru pada Sekolah-sekolah Asisten Apoteker
Partikelir adalah tepat sekali dalam keadaan seperti sekarang ini. Jang penting buat saat
sekarang bukanlah menjetop pendidikan asisten apoteker pada sekolah-sekolah
partikelir, tetapi sebaliknja membantu usaha mengembangkannja.
Dalam hal ini Pemerintah mempunjai tugas untuk:
1. Mengadakan pengawasan tentang mutu pendidikan Sekolah-sekolah Asisten
Apoteker Partikelir tersebut.
2. Guru-guru jang memberi peladjaran disekolah-sekolah itu hendaknja selain
mempunjai keahlian djuga harus terdiri dari manusia-manusia susila sehingga tidak
terdjadi seperti jang pernah kedjadian di Sekolah Asisten Apoteker Gondangdia
baru-baru ini.
3. Murid-murid lulusan Sekolah Asisten Apoteker, baik sekolah-sekolah Pemerintah
maupun sekolah-sekolah partikelir supaja diatur penempatannja jang merata.
Saudara Ketua, ketiga: jang ingin saja tentukan sekali lagi ialah tentang kenaikan
harga obat-obatan jang kita alami dewasa ini. Pada saat-saat dimana rakjat diserang
berbagai penjakit seperti flu sekarang, maka terasa sekali kenaikan harga itu. Seperti
djuga halnja sudah diadjukan oleh anggota Dewan Perwakilan Rakjat jang lainnja, saja
sungguh-sungguh minta perhatian dan mendesak kepada Pemerintah untuk mengambil
tindakan-tindakan mengenai penurunan harga obat-obatan seperti jang sudah diadjukan
dalam resolusi Nj. Moedikdio dan kawan-kawannja ketika membahas rantjangan
Undang-undang Anggaran Belandja tahun 1959 dan jang sudah diterima bulat oleh
Dewan Perwakilan Rakjat dan Pemerintah, Mengenai soal persediaan obat-obatan jang
dirasa kurang ini, saja ingin minta perhatian pula kepada Pemerintah tentang bantuan
kepada apotik-apotik nasional. Mengenai kehidupan apotik-apotik nasional, perlu saja
kemukakan kenjataan-kenjataan, ialah:
a. rata-rata sangat menjedihkan, karena kekurangan akan bahan-bahan baku;
b. banjak apotik-apotik nasional sedjak Djanuari 1959 sudah kehabisan bahan baku;
c. rata-rata mereka itu mengeluh/berkeluh-kesah akibat susahnja mendapatkan bahan-
bahan baku, mereka seakan-akan hanja menerima belas kasihan dari para importir
pharmasi.
131
Maka berdasarkan hal-hal diatas itu saja mengharapkan perhatian Pemerintah akan
usaha-usahanja mentjukupi bahan-bahan baku tersebut, jang menurut pendengaran saja
99% bahan baku ini didapat dari luar negeri seperti dari Djerman, Itali, Amerika Serikat,
Inggeris, Republik Rakjat Tiongkok dan Djepang.
Mengenai para importir pharmasi nasional jang di Indonesia ini terdapat kurang-
lebih 125 importir, ternjata 3/4 berada di Djakarta-Raya sedang lainnja dilima kota besar
di Indonesia. Kehidupan importir pharmasi nasional ini tidak bisa melajani apotik/
pedagang-pedagang besar pharmasi dan rumah-rumah sakit setjara baik atau sesuai
dengan djatah jang dibutuhkan.
Hal ini menurut pendapat saja ialah karena masalah import perbandingan dengan
barang-barang lux masih sangat tidak seimbang, sehingga para importir pharmasi
nasional tidak bisa mengimpor barang-barang pharmasi sesuai dengan djatah jang
dibutuhkan. Djika perkiraan saja ini benar, maka ingin saja mendapat keterangan dari
Pemerintah, apa jang sudah diusahakan untuk mengatasi kesulitan-kesulitan itu.
Tentang harga obat-obatan jang tinggi ini ternjata tidak sama, misalnja para pasien
dari dokter V. Hoogendorp menjatakan, bahwa mereka bisa mendapat obat-obat diapotik
dokter tersebut jang djauh lebih murah daripada diapotik-apotik lainnja. Djikalau hal ini
betul, maka apakah dalam hal ini Pemerintah menaruh perhatian dan mentjari sebab-
sebabnja?
Saudara Ketua, akibat perusahaan pharmasi seperti tersebut diatas, maka sangat
mempengaruhi penghidupan buruh-buruh/pegawai jang bekerdja pada pharmasi, Mereka
itu sampai sekarang masih hidup dalam taraf jang rendah sekali. Gadji jang mereka
terima Rp. 6,- sampai Rp. 7,- sehari, malahan ada buruh obat jang bekerdja perdjam
dengan gadji Rp. 0,90 perdjam. Padahal upah harian minimum seharusnja Rp. 8,-. Oleh
karena itu saja minta perhatian Pemerintah dalam hal menaikkan kebutuhan sosial
ekonomi mereka itu, agar terdapat kegembiraan bekerdja seperti jang diharapkan.
Saudara Ketua, achirnya kembali kepada persoalan pembitjaraan rantjangan
Undang-undang jang kita bahas sekarang ini, fraksi saja Partai Komunis Indonesia pada
pokoknja menjetudjui rantjangan Undang-undang ini dengan harapan diubahnja pasal 1
ajat 1 tentang ketentuan waktu perpandjangan 5 tahun. Dengan alasan supaja Pemerintah
mempunjai kelonggaran mengaturnja perpandjangan waktu itu sampai kebutuhan akan
tenaga apoteker di Indonesia sudah ditjukupi sebagaimana direntjanakan. Dan apabila
sewaktu-waktu maksud itu sudah ditjapai maka sewaktu-waktu Undang-undang ini
dapat ditjabut. Kemudian kami mengharapkan, supaja Pemerintah segera mengadakan
Undang-undang Apotik Nasional.
Sekian dan terima kasih.
132
Rapat 58.
Ketua: Saja persilakan Saudara Dr H. Ali Akbar.
Dr H. Ali Akbar: Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Saudara Ketua jang terhormat, sidang Dewan Perwakilan Rakjat jang mulia.
Dengan ini kami menjatakan penghargaan kami atas kesediaan Saudara Menteri
Kesehatan untuk mendjawab segala pertanjaan-pertanjaan jang kami adjukan baik jang
berhubungan dengan rantjangan Undang-undang Apotik Darurat maupun jang tidak
berhubungan tetapi masih dalam lapangan Kementerian Kesehatan, dan atas dasar
kesediaan ini pulalah maka adanja babak jang kedua ini.
Walaupun Saudara Menteri Kesehatan telah banjak memberikan pendjelasan atas
pertanjaan-pertanjaan jang kami adjukan, tetapi dalam beberapa pertanjaan djawabannja
tidak begitu tegas, seolah-olah Menteri tidaklah begitu tjenderung untuk memakai kata-
kata jang terang untuk menggambarkan keadaan jang sebenarnja. Hal ini akan saja
djelaskan nanti dalam pembahasan selandjutnja.
Saja akan menjinggung dahulu hal jang langsung berhubungan dengan rantjangan
Undang-undang ini, jaitu mengenai denda uang, jang berdjumlah seribu rupiah jang saja
usulkan supaja diubah mendjadi sepuluh ribu rupiah supaja nilai denda itu dapat
disesuaikan dengan nilai uang dewasa ini, jang tertjantum dalam pasal 15 ajat (1), sebab
denda uang tentu mempunjai penilaian dan arti sendiri disamping hukuman badan.
Andaikata rantjangan Undang-undang ini dewasa ini dibuat, maka saja pertjaja orang
tidaklah akan mentjantumkan hanja satu ribu rupiah, karena dewasa ini harga satu ribu
rupiah tidaklah akan begitu dirasakan sebagai suatu hukuman jang setimpal, sehingga
arti paedagogis dari denda ini akan tidak tertjapai,
Dalam pasal 15 ajat (1) itu tertulis "atau hukuman denda sebanjak-banjaknja seribu
rupiah", artinja ada tingkatan hukuman ini, tentu jang rendah ialah pemberitahuan sadja
serta nasehat supaja djangan diulangi sekali lagi, seterusnja meningkat kepada hukuman
uang dari jang rendah kepada jang tertinggi dan barulah meningkat kepada hukuman
badan atau administratif.
Berdasarkan pertemuan informil hari Rabu jang lampau dimana kita telah
bersepakat bahwa tidak ada keberatan untuk mengubahnja dan perubahan ini
disesuaikan dengan hukuman denda jang boleh dilakukan oleh swatantra tingkat I, jaitu
sebanjak-banjaknja Rp. 5.000,- (lima ribu rupiah), maka saja masih tetap mengusulkan
perubahan angka denda uang ini dengan angka lima ribu rupiah.
Selebihnja dari rantjangan Undang-undang ini dapat saja terima.
Seterusnja izinkanlah saja mengadjukan beberapa pertanjaan dalam bidang jang
agak luas.
133
Rapat 58.
1. Pendidikan apoteker.
Kalau dalam pendidikan dokter-dokter sudah digariskan suatu pendirian jaitu
mendidik para dokter lebih banjak dalam lapangan pentjegahan (preventief) dari pada
lapangan pengobatan (curatief), maka saja ingin mengadjukan pertanjaan dalam
pendidikan apoteker tudjuan apakah jang hendak ditjapai. Dalam keadaan sekarang ini
seolah-olah suatu ketjenderungan untuk mendidik apoteker jang mempunjai keinginan
untuk memimpin apotik-apotik besar jang hanja kedapatan dikata-kota besar sadja,
sehingga tidaklah akan tertjapai tjita-tjita kita jaitu apotik sebagai tempat membagi-
bagikan obat kepada rakjat diseluruh pelosok-pelosok.
Kalau diperbandingkan dengan keadaan diluar negeri seperti di Eropah maka
apoteker itu mempunjai apotik ketjil sendiri dan dia sendiri pula jang mentjampur obat
kedalam mortir, sesuai dengan isi resep jang diberikan kepadanja.
Nampaknja titel apoteker itu telah mendjamin sebanjak dari delapan sampai
sepuluh ribu rupiah dewasa ini sebulan, karena diminta mengepalai sebuah apotik dikota
besar, umpamanja di Djakarta.
Kalau tendency ini masih dipertahankan maka saja takut bahwa dalam beberapa
tahun ini walaupun Fakultas-fakultas Pharmasi kita telah menghasilkan tjukup banjak
apoteker, tetapi mereka akan menganggur, karena mereka segan untuk membuka apotik,
dimana dia sendiri jang bekerdja, apotik jang berada dikota-kota ketjil, apotik jang
sangat dibutuhkan rakjat.
2. Kekurangan obat-obatan,
Mengenai kekurangan obat-obatan ini Menteri Kesehatan mendjawab, sebagai jang
tertjantum pada halaman 7: "Tentang soal kekurangan akan obat-obatan dirumah-rumah
sakit dan dipoliklinik-poliklinik, maka didjelaskan bahwa memang, djikalau dilihat dari
sudut norma-norma negara jang sudah stabil keuangan dan ekonominja, maka
persediaan obat-obatan untuk rumah-rumah sakit dan poliklinik-poliklinik Pemerintah
tidaklah tjukup.
Inilah sebabnja orang-orang sakit jang minta dilajani menurut norma-norma
tersebut, membeli obat-obatan diluar rumah-rumah sakit dan poliklinik- poliklinik
Pemerintah.
Pun dapat terdjadi, bahwa pada suatu saat ada obat-obat disuatu poliklinik atau
rumah sakit jang habis, tetapi untuk membuat suatu daftar dari pada obat-obat jang habis
seperti dimaksudkan oleh Saudara Dr Hadji Ali Akbar itu sukar sekali, karena habis
disuatu tempat tidak berarti habis ditempat lain, dan obat-obat jang habis pada suatu saat
dipenuhi lagi kemudian.
134
Rapat 58.
Disamping itu memang ada obat-obatan jang tidak diimport lagi".
Djawaban Menteri ini menimbulkan beberapa pertanjaan dan meminta
pendjelasan.
a. Apakah artinja "norma-norma negara jang sudah stabil keuangan dan
ekonominja dalam lapangan persediaan obat-obatan dan dalam soal pengobatan?
Apakah ini akan berarti bahwa karena keuangan dan ekonomi kita belum stabil,
maka persediaan obat-obatan kita dan tjara pengobatan kita akan berlainan dari negara
jang sudah stabil keuangan dan ekonominja. Menurut paham saja bahwa negara kita
betapapun sekali belum stabilnja keuangan dan ekonomi kita, harus mempunjai suatu
standaard persediaan dan pengobatan, jang setjara diam-diam sesuai dengan
perkembangan ilmu kedokteran dan ilmu obat-obatan, telah mendjadi standaard
internasional.
Saja fikir orang tidak lagi akan berfikir untuk kembali memakai tannas chinine
dalam penjakit berak-berak, tetapi orang akan lebih tjepat memakai teroviofrom,
sufapreparaat atau antibiotica,
Ingin saja meminta keterangan dari Pemerintah, obat-obat apakah jang tidak tjukup
persediaannja, baik dalam rumah-rumah sakit maupun dipoliklinik-poliklinik?
Sisakit tidak minta dilajani menurut norma-norma negara jang stabil keuangan dan
ekonominja, karena mereka tahu bahwa dokter akan mengobati dia menurut ukuran-
ukuran pengobatan jang telah lazim dipakai. Umpamanja seorang penderita penjakit
paru-paru, dia datang kerumah sakit hanja untuk minta diobati, tetapi dia sendiri tidak
tahu apakah dia harus diberi injectie Streptomycin, dan diberi obat lain seperti INH dan
PAS tablet dan alangkah ketjewanja dia waktu sidokter memberi dia resep untuk
membeli obat diluar jang berharga ratusan rupiah.
Apakah keterangan Pemerintah ini tidak berlawanan dengan keterangan Menteri
kepada teman sedjawat Dr Soeatmadji, jang tertjantum pada halaman 8, jang berbunji:
"Berhubung kekuatiran Saudara Dr Soeatmadji bahwa import obat-obatan akan
mengalami pengurangan berhubung persediaan devisen jang terbatas diterangkan bahwa
untuk pembelian obat-obatan dalam tahun 1959 Pemerintah berusaha untuk memperoleh
obat-obatan lebih-kurang 2X djumlah obat-obatan jang diimport pada tahun 1958".
Demikian djawaban Pemerintah.
Kekurangan persediaan obat-obatan baik dipoliklinik maupun dirumah-rumah sakit
seharusnja tidak akan mengalami kekurangan dan tidak akan tidak tjukup
diperbandingkan dengan norma-norma negara jang telah stabil keuangan dan
ekonominja, karena menurut keterangan Pemerintah jang djuga tertjantum pada
135
Rapat 58.
halaman 8, jang kesimpulannja ialah bahwa segala obat-obat jang dibeli dari luar negeri
telah selamat masuk semuanja.
Untuk lengkapnja saja akan menukilkan disini keterangan Menteri Kesehatan pada
halaman 8, jang berbunji:
Pembelian dalam negeri:
Otorisasi No. 107419/0.K./1, tertanggal 4 Desember 1957, sebesar Rp.
20.000.000,- barangnja masuk 100% dalam tahun 1958,. Otorisasi No. 61222/ O.K./l.
tertanggal 27 Agustus 1958, sebesar Rp. 31.000.000,-: barangnja masuk 10% dalam
tahun 1958, sisanja telah masuk pada Mei 1959.
Pembelian luar negeri.
Otorisasi No. 107420/0.K./1, tertanggal 4 Desember 1957, sebesar Rp.
20.000.000,- barangnja masuk 100% dalam tahun 1958. Otorisasi No. 21334/O.K./l,
tertanggal 19 Mei 1958, sebesar Rp. 9.861.410,-: barangnja masuk 100% dalam tahun
1958. Otorisasi No. 107421/O.K./l. tertanggal 4 Desember 1957, sebesar Rp.
10.130.590,-; barangnja masuk 100% dalam tahun 1958. Otorisasi No. 51308/O.K./l,
tertanggal 21 Djuli 1958, sebesar Rp. 20.091.000,-; barangnja sampai achir April 1959
telah masuk 60%, sisanja akan masuk sebelum Agustus 1959. Otorisasi No.
51309/O.K./l, tertanggal 21 Djuli 1958, sebesar Rp. 9.256.500,-; barangnja sampai achir
April 1959 telah masuk 50%, sisanja akan masuk achir Agustus 1959. Djumlah-djumlah
devisen jang dipergunakan untuk mengimport obat-obatan dan lain-lain untuk keperluan
bidang kesehatan, terperintji untuk sektor Pemerintah adalah :
Tahun 1953 sebesar Rp. 90.000.000,-
,, 1954 ,, ,, 62.175.078,51,-
,, 1955 ,, ,, 39.500.000,-
,, 1956 ,, ,, 56.624.400,-
,, 1957 ,, ,, 57.607.321,-
,, 1958 ,, ,, 110.947.500,-
,, 1959 sampai dengan bulan April, sebesar Rp. 105.790.202
Sekianlah keterangan Pemerintah.
Setelah memperhatikan angka-angka uang jang dipergunakan untuk pembelian
obat-obatan, maka semestinja obat-obatan tjukup banjak dan dalam tahun 1958 dan
tahun 1959 akan lebih banjak lagi, sebab ada obat-obat jang dipesan dalam tahun 1957
baru sampai dalam tahun 1958, tetapi dalam prakteknja kekurangan obat-obatan
sekarang lebih dirasakan dari tahun-tahun jang lampau, sehingga tidaklah mudah dapat
136
Rapat 58.
difahami apa sebab kekurangan obat-obatan itu. Dahulu dalam satu rapat kerdja pernah
Menteri mengatakan bahwa organisasi pembagian obat-obatan tidak baik, karena
Djawatan Pharmasi sedang katjau, tetapi sekarang Djawatan Pharmasi sudah mendapat
pimpinan jang lebih baik, tetapi kekurangan lebih dirasakan.
Sudikah Menteri mendjelaskan sekali lagi apa sebabnja jang sebenarnja sehingga
kekurangan obat-obatan itu betul-betul dirasakan. Malah sering kedjadian bahwa disatu
poliklinik di ibukota Republik Indonesia kita ini pada suatu saat sama sekali tidak ada
obat, sehingga dokter hanja memberikan resep sadja. Kalau organisasi baik dan
persediaan obat-obatan tjukup maka hal ini tidak perlu kedjadian, karena sebenarnja
obat-obat disatu poliklinik diminta umpamanja untuk satu minggu dan sebelum minggu
habis maka permintaan sudah diadjukan lagi dan obat-obat baru telah datang sebelum
minggu itu berachir, serta djumlah obat jang diminta itu biasanja lebih banjak dari jang
dikirakan.
3. Life saving drugs.
Menurut pendengaran saja World Health Organization ada mempunjai suatu daftar
"Life saving drugs" jang mereka tetapkan sebagai ukuran internasional.
Apakah pendengaran saja itu benar?
Kalau memang ada sekali lagi saja mengadjukan permintaan, sudilah Saudara
Menteri Kesehatan menjadjikan daftar "Life saving drugs" itu.
4. Mengenai "Resolusi Dewan Perwakilan Rakjat" djawaban Pemerintah berbunji,
sebagai jang tertjantum pada halaman 7, "Untuk mendjawab pertanjaan-pertanjaan
anggota-anggota jang terhormat Saudara H. Senduk, Saudara Dr H. Ali Akbar dan
Saudara Dr Soeatmadji, mengenai realisasi resolusi Dewan Perwakilan Rakjat tentang
usaha menurunkan harga obat-obatan, dapatlah diterangkan bahwa Pemerintah telah
merentjanakan suatu djalan jang praktis untuk melaksanakan resolusi itu. Pelaksanaan
dari pada rentjana itu sedang disiapkan. Sesuai dengan sifat rahasia rentjana itu, maka
sekarang belumlah waktunja untuk dapat memberi keterangan lebih luas tentang usaha
ini". Sekianlah djawaban Pemerintah.
Sebenarnja pelaksanaan itu djanganlah terlalu lama lagi diharapkan, dan kalau
dapat dalam minggu-minggu ini, karena kebutuhan obat-obatan sekarang lebih banjak
dan lebih besar dari bulan Maret sebab di Djakarta, Bandung, Bogor dan Pati sudah
banjak orang jang diserang penjakit Flu, sebagai jang saja lihat sendiri sebagai dokter
jang berpraktek.
137
Rapat 58.
Mengenai flu ini akan saja nukilkan beberapa perchabaran dari beberapa harian,
jang djuga Saudara Menteri sendiri tentu sudah membatjanja;
a. Pos Indonesia, Rabu 20 Mei 1959.
"Wabah influenza belum reda. Di Sungailiat dan Pangkalpinang. Pangkalpinang,
19 Mei (PIA).
Wabah influenza jang dewasa ini sedang berdjangkit dibeberapa tempat dipulau
Bangka antara lain Pangkalpinang dan Sungailiat belum lagi menundjukkan tanda
menurun, demikian diterangkan oleh Kepala Dinas Kesehatan Rakjat Kabupaten Bangka
Dr Liem Soei Po.
Diterangkan bahwa gedjala-gedjala ini timbul minggu sebelumnja, kemudian
melenjap, tetapi tidak disangka-sangka kembali lagi.
Selandjutnja Dr Liem Soei Po menerangkan bahwa penduduk jang datang berobat
kesana karena dihinggapi penjakit tersebut rata-rata setiap hari 130 sampai 150 orang.
Dari djumlah ini belum termasuk jang datang berobat pada rumah-rumah sakit t.b.c. atau
rumah sakit partikelir Bangka.
b. Pos Indonesia, Rabu 20 Mei.
"Influenza di Bandung.
Sudah 1.350 korban.
Bandung, 19 Mei (Antara).
Iklim penggantian musim di Bandung telah menjebabkan banjak orang terserang
penjakit influenza. Dinas Kesehatan Kotapradja Bandung mentjatat lebih-kurang 1.350
orang kena influenza, jang datang kepoliklinik-kepoliklinik dan rumah-rumah sakit
untuk pengobatan. Tjatatan ini meliputi keadaan dalam waktu 6 hari dan belum terhitung
pasien-pasien influenza jang datang kepada dokter-dokter.
Dapat dikabarkan bahwa keadaan sekarang ini masih belum mentjapai wabah flu
jang terdjadi dalam tahun 1957 jang lalu dan jang mentjapai puntjaknja pada achir bulan
Djuni 1957 jaitu 31.345 pasien flu jang tertjatat",
c. Pos Indonesia, Kamis 21 Mei 1959.
“Penjakit influenza model baru ?”
Muntjul dikeresidenan Pati.
Semarang, 20 Mei (PIA).
Dokter Keresidenan Pati Dr Sardjimin jang untuk sementara ini mewakili
Inspektur Dinas Kesehatan Rakjat Daerah Swatantra tingkat I Djawa Tengah Dr Marsaid
menerangkan bahwa daerah Keresidenan Pati pada waktu achir-achir ini diserang wabah
influenza model baru.
138
Rapat 58.
Wabah tersebut kebanjakan menjerang kanak-kanak dan jang mendjadi sasaran
terutama tenggorokan sehingga sangat mengganggu djalannja pernapasan.
Gedjala-gedjala dari serangan wabah flu model baru itu jakni badan merasa panas,
batuk, tidur sangat kurang, makan tidak enak dan achirnya pilek.
Djumlah jang diserang wabah tersebut meliputi ratusan orang dan dewasa ini telah
dikirim instruksi-instruksi kepada dokter-dokter kabupaten untuk memberikan laporan
seperlunja. Sepandjang jang diketahui sampai sekarang belum terdengar adanja
penderita flu model baru jang meninggal.
Demikian Dr Sardjimin jang mewakili Dr Marsaid Inspektur Kesehatan Daerah
Swatantra tingkat I Djawa Tengah jang dewasa ini sedang berada di Djenewa
menghadiri konperensi World Health Organization".
d. Abadi, Rabu 27 Mei 1959, memuat dua kabar mengenai flu, jaitu di Bogor dan di
Bandung.
1. "Flu mengamuk di Bogor.
Bogor, 27 Mei, 1959 (Abadi).
Dokter Kepala Djawatan Kesehatan Kota Bogor Dr R. Sudirman menerangkan
bahwa penjakit flu jang menjerang kota Bogor sekarang termasuk serangan gelombang
keduanja.
Penjakit flu gelombang pertama menjerang kota Bogor kira-kira dalam bulan
Maret jang baru lalu. Diantara jang kena serangan flu gelombang pertama itu ialah saja,
kata Dr R. Sudirman, sehingga sampai sekarang saja masih belum sehat benar.
Gedjala-gedjala dari serangan penjakit flu ini, badan panas, batuk, nafsu makan
tidak ada, tidur kurang sehingga badan djadi lemas.
Wabah tersebut menjerang semua umur dan sudah ratusan jang menderita penjakit
itu.
2. "Flu di Bandung menghebat. Bandung, 25 Mei.
Penjakit influenza dikota Bandung ternjata makin menghebat. Dinas Kesehatan
Kotapradja Bandung telah mentjatat bahwa pada saat ini ada l.350 penderita influenza.
Selain penjakit influenza jang agak mentjatat angka tinggi ialah penjakit typhus terutama
pada anak-anak, jang mentjatat angka 17 penderita.
Untuk mentjegah makin berdjangkitnja penjakit-penjakit ini. Dinas Kesehatan
Kotapradja telah melantjarkan gerakan penjuntikan panjakit-penjakit T.C.D. (typhus,
cholera, dysenterie).
Mengenai penjakit infleunza pada setiap keluarga dikota Bandung umumnja ada
jang terdjangkit terutama anak-anak ketjilnja. (PIA).
139
Rapat 58.
e. Pedoman, Rabu 27 Mei 1959.
"Pasien-pasien flu Djakarta berdujun-dujun kedokter.
Djakarta, 27 Mei (Pedoman).
Penderita-penderita penjakit wabah flu dewasa ini di Djakarta-Raya datang
berdujun-dujun kedokter-dokter dan rumah-rumah sakit untuk minta dirawat.
Menurut keterangan dari Kementerian Kesehatan, bahwa dari beberapa daerah
memang ada dilaporkan jang menundjukkan adanja wabah flu diantaranja Bandung dan
lain-lain. Tetapi serangan flu kali ini tidak sehebat beberapa waktu jang lalu.
Para dokter jang membuka praktek-praktek dan klinik-klinik menerangkan bahwa
achir-achir ini banjak pasien jang datang berobat."
f. Pos Indonesia, Kamis 27 Mei 1959.
Korban influenza di Bandung meningkat. Bandung, 27 Mei (PIA).
"Laporan terachir dari Dinas Kesehatan Kotapradja Bandung, mentjatat bahwa
djumlah penderita influenza dikota Bandung ada 3.124 orang. Tiga hari sebelum laporan
terachir tersebut Dinas Kesehatan mentjatat adanja 1350 orang penderita influenza.
Dengan demikian dalam tiga hari sadja penderita influenza dikota Bandung
bertambah hampir 3 kali lipat.
Jang menjebabkan timbulnja influenza setjara hebat di kota Bandung menurut
keterangan ialah karena udara dan pergantian iklim sehingga banjak penduduk jang tidak
tahan. Disamping itu hudjan rintik djuga menjebabkan penduduk jang kehudjanan dapat
segera kena influenza".
Demikian perkabaran-perkabaran.
Berhubung dengan ini semuanja saja ingin meminta pendjelasan dari Pemerintah.
Apakah penilaian Pemerintah terhadap penjakit influenza jang dibeberapa tempat
sudah disiarkan dalam harian-harian, apakah flu ini sekarang masih bersifat endemis
atau sudah bersifat epidemis?
Apakah influenza sekarang ini autochtone (dalam negeri) atau datang dari luar.
Apakah stam influenza sekarang ini?
Kalau benar bersifat masuk dari luar negeri apakah sudah ada usaha untuk
menjelidiki dari manakah datangnja dan bagian manakah dari Indonesia tempat dia
masuk.
Apakah tidak ada kemungkinan bahwa influenza ini memang dari luar dan masuk
melalui Pangkalpinang dan Sungailiat di Pulau Bangka.
Kali ini tidak kelihatan activiteit Kementerian Kesehatan dalam meladeni infuenza
ini, karena pada tahun 1957, sewaktu terbetik sadja berita bahwa ada wabah influenza
140
Rapat 58.
maka Dr Makmun el Rasjid terbang ke Singapura untuk mengadakan konsultasi dengan
lembaga virologie disana.
Apakah influenza ini tidak akan mendjalar keseluruh Indonesia pagi ini saja
membatja pengumuman Kementerian Kesehatan diharian Pedoman, Djum'at 29 Mei
1959 jang menarik perhatian.
Saja akan nukilkan seluruh pemberitaan tersebut: Kemkes & Wabah flu.
Djakarta, 28 Mei (Antara)
Menurut pengumuman resmi Kementerian Kesehatan hari ini wabah influenza
sedjak beberapa bulan mulai dari bulan Maret 1959 telah berdjangkit di Indonesia.
Gedjala-gedjalanja sedikit berlainan dari influenza tahun 1957.
Tentang angka-angka kematian hingga sekarang diketahui tidak nampak melebihi
angka-angka kebiasaan. Gedjala-gedjala orang sakit influenza sekarang selain deman
dan batuk-batuk, djuga muntah-muntah dan sakit kepala; ada djuga sebagian jang
dengan sakit perut dan muIes. Biasanja penjakit ini hilang/sembuh dalam satu minggu,
akan tetapi masih beberapa hari orang akan merasa lemah dan kurang tidur.
Pada umumnja penjakit ini akan baik dengan sendirinja walaupun tak
mempergunakan obat apa-apa."
Demikian pengumuman tersebut.
Saja akan mengulangi suatu kalimat jang sangat menarik perhatian saja jaitu: Pada
umumnja penjakit ini akan baik dengan sendirinja walaupun tak mempergunakan obat
apa-apa.
Menurut hemat saja kalimat ini akan menjebabkan sipenderita flu akan atjuh tak
atjuh terhadap penjakit influenza ini, sehingga dia mengabaikannja dan penjakit ini akan
mudah menimbulkan komplikasi jang kita takuti. Memang kita sebagai dokter
mengetahui bahwa obat pelawan influenza sendiri dapat dikatakan tidak ada, usaha kita
hanja mengobati komplikasinja, seperti longontsteking, diarrhee, dinusitis, bronchitis
mungkin djuga meninggitis, dan mengurangkan penderitaannja.
Bukankah kita batja dalam sedjarah kedokteran bahwa influenza ini menjebabkan
djutaan korban di Eropah dalam pertengahan abad ke 18. Saja fikir pengumuman ini
belum sempuma.
Kita tahu bagaimana mudahnja virus influenza itu beterbangan dengan batuk untuk
menulari orang lain.
Alangkah baiknja kalau Kementerian Kesehatan mengeluarkan nasihat-nasihat
bagaimana mendjaga diri dari akibat influenza dan mendjaga orang lain supaja djangan
ditulari influenza.
141
Rapat 58.
Pengumuman ini akan mudah menjebabkan orang tidak akan pergi berobat
sedangkan kita tidak dapat meramalkan semula apakah influenza itu tidak akan
menjebabkan komplikasi jang ditakuti.
Sebagai penutup kali ini saja harap Menteri Kesehatan akan memberikan djuga
suatu djawaban jang memuaskan,
Terima kasih.
Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Ketua: Saja persilakan Saudara Dr Soeatmadji.
Dr Soeatmadji: Saudara Ketua jang terhormat, kali ini saja berbitjara dengan tidak
memakai teks, karenanja saja minta kesabaran dari Saudara-saudara anggota Dewan
Perwakilan Rakjat jang terhormat dan Saudara-saudara Stenografen.
Saudara Ketua, saja akan mulai dengan soal obat-obatan jang pada waktu
pembitjaraan babak pertama saja sudah mengutarakan beberapa soal jang segera perlu
mendapat perhatian.
Saudara Ketua, saja tidak akan mengulangi lagi apa jang telah diutarakan oleh
Saudara Dr Ali Akbar mengenai obat-obatan, akan tetapi kalau saja menilai djawaban
Menteri Kesehatan seakan-akan beliau menganggap hal ini ringan sadja. Djadi saja tidak
menuduh bahwa kita sekalian ini tenteram dan meram sadja sadja akan tetapi kesan saja
ialah djawaban Pemerintah itu tidak menggambarkan hal jang sebenarnja. Saja akan
mentjoba untuk menggambarkan sekali lagi dan untuk hal ini saja telah berhubungan
dengan Saudara-saudara dari rumah sakit Malang, Surabaja dan Rumah Sakit Umum
Pusat disini untuk mendapatkan bahan-bahan jang terang. Jang saja pegang ini adalah
bahan jang saja dapat dari Rumah Sakit Umum Pusat, ialah sebuah daftar obat-obatan
dan lain-lainnja jang penting dari Rumah Sakit Umum Pusat, tertanggal 16 April 1959.
Daftar ini terdiri dari 215 artikel. Kalau Saudara membatja daftar ini mau tidak mau kita
harus geleng-geleng kepala sebab terlalu banjak obat-obatan jang dinjatakan habis. Dari
215 artikel jang disebut didalam daftar ini, 140 artikel telah habis, sedangkan jang masih
tinggal ada 75 tetapi kalau diteliti lebih landjut jang masih tinggal ini tidak seberapa
djumlahnja. Inilah daftar obat-obatan pada tanggal 16 April 1959, djadi belum lama.
Gambaran jang saja berikan kepada Saudara-saudara ini adalah gambaran jang
wadjar diperoleh dari tangan pertama.
Saudara Ketua, saja tidak bemiat untuk membikin takut atau membikin gelisah
masjarakat. Saudara-saudara anggota Dewan Perwakilan Rakjat tidak perlu gelisah
sebab kalau sakit akan mendapat pelajanan istimewa, begitu djuga Saudara Ketua dan
142
Rapat 58.
Saudara-saudara Menteri, tetapi toch saja perlu memberikan gambaran jang gamblang
atau terang jang dapat dirasakan njeri atau kurang njeri didalam otak dan pikiran.
Gambaran jang saja berikan disini mengenai hal-hal jang betul-betul penting,
umpamanja mengenai verband material jang dibutuhkan didalam kamar operasi djuga
oleh apotik ditulis "verband habis" artinja dari semua ukuran; menurut istilah disana
dikatakan "T.A.P." artinja "Tidak Ada Persiapan".
Saudara Ketua, ini tadi daftar obat-obatan tanggal 16 April 1959. Saja djuga telah
minta daftar jang paling baru, jaitu daftar tanggal 20 Mei, 23 Mei, 27 Mei jang terachir
jang diperlihatkan kepada saja itu banjak djuga "T.A.P.-T.A.P"nja, artinja banjak jang
habis.
Mengenai beberapa barang terus sadja: "T.A.P., T.A.P., T.A.P.!"
Saudara Ketua, tentang hal ini memang sudah dilaporkan kepada Djawatan
Pharmasi, djuga sudah dilaporkan kepada Kementerian Kesehatan melalui Sekdjennja
dan barang kali sudah langsung dilaporkan kepada Menterinja sendiri.
Tapi hasilnja sampai tanggal 27 Mei kemarin dahulu masih begini.
Maka oleh karena itu, Saudara Ketua, dahulu sewaktu diadakan pemandangan
umum mengenai, rantjangan Anggaran Belandja 1959, saja sudah merasa akan keadaan
jang demikian, sekalipun diberikan angka-angka jang tadi disebutkan oleh Saudara Dr
Ali Akbar, tetapi kenjataannja masih begini djuga.
Saja sudah memperingatkan akan adanja gambaran bahwa djanganlah fonds untuk
obat-obatan itu dikurangi; dikurangi dari pada tahun 1958 dahulu. Pada tahun 1958 itu
sudah menghabiskan 110 djuta rupiah, sedangkan untuk tahun 1959 baru disediakan 50
djuta rupiah, kurang dari separohnja.
Waktu saja tanjakan saja mendapat djawaban: Ini nanti akan diadakan supply dengan
anggaran tambahan.
Akibatnja bagaimana, saja tidak tahu tetapi kenjataannja beginilah keadaannja.
Saudara Ketua, dengan keadaan jang begini, orang sebetulnja merasa heran
terhadap Pimpinan R.S.U.P. Kok, bisa berdjalan terus! Ja, memang bisa berdjalan terus,
tidak ada pikiran akan menutup rumah sakit, tidak ada ingatan sama sekali; itu
keterlaluan sekali!
Tetapi orang lantas berusaha; berusaha datang kepada Menteri Kesehatan, dan
menanjakan: Bagaimana keadaan djadi begini? Dan berusaha lagi datang kepada
Djawatan Pharmasi, kepada Overste Ambjah. Djawabnja: Ja, salah siapa keadaan
mendjadi begini, saja mau melajani Saudara-saudara, tetapi lajanannja akan sematjam
begini djuga.
143
Rapat 58.
Saudara Ketua, memang dahulu saja sudah memperingatkan, keadaan akan
mendjadi buruk dan didalam keadaan buruk jang pintjang ini, terutama didaerah jang
bergolak, orang-orang kurang makan, orang-orang kurang tidur, orang-orang harus lari
kesana-kesini, sedang enak-enak tidur, ada letusan, lari kesana-kesini dan sebagainja.
Dengan sendirinja keadaan disana itu tidak dapat disalahkan, tidak usah dipikirkan, oleh
karena dengan sendirinja akan begitu.
Dan karena demikian keadaannja mungkin timbul epidemi-epidemi, mungkin
suatu epidemi jang bersifat verlopende mortiliteit, itu bisa terdjadi nanti dan mungkin
lebih menghebat lagi, apakah epidemi ini bisa rada ringan?
Ini sudah mendjadi kenjataan, dan waktu itu saja minta perhatian Pemerintah,
supaja Pemerintah siap-siap.
Siap-siapnja sudah tentu, tetapi kenjataannja orang-orang jang meminta obat,
banjak resep-resepnja ditolak.
Di Rumah Sakit Umum Pusat resep-resep dipoliklinik, dibalai pengobatan tetapi
bukan jang ada dizaal, itu rata-rata mentjapai djumlah 2 sampai 3 ribu seharinja,
Saudara Ketua, inilah gambaran di Rumah Sakit Umum Pusat. Saja kira dilain-lain
tempat, misalnja, di Semarang, Surabaja, Malang dan lain-lain, kalau ditilik betul-betul
keadaannja djuga tidak begitu berbeda seperti disini ini. Mengenai ini kalau saja ambil
sebagai pangkal pembitjaraan keadaan di Rumah Sakit Umum Pusat sebetulnja dapat
dikatakan bahwa itu adalah .keadaan dimana-mana.
Saudara Ketua, dengan pengupasan ini saja ingin memberikan gambaran jang
dapat "ditangkap", sehingga merasa menusuk segala jang aus-aus didalam perasaan dan
tubuh kita ini. Maka saja kembali lagi dan saja harap supaja keadaan jang demikian itu
segera dapat diringankan. Kalau minta diringankan saja kira sudah tentu djawabannja:
Ja, nanti akan diringankan' . Tetapi kalau saja tanja lagi 2 bulan kemudian apakah sudah
tidak ada T.A.P.-T.A.P. (tidak ada persediaan), djawabnja masih:
"Tidak ada persediaan alias T.A.P.".
Saudara Ketua, saja tidak akan meneruskan hal ini. Saja kira sudah tjukup sekian.
Kalau saja teruskan nanti mendjadi membosankan. Didalam djawaban Pemerintah jang
sebetulnja sudah disinggung oleh Saudara-saudara lainnja, jaitu disebut sudah ada hasil
dari pada Panitia Pharmaceutical jang diketuai oleh Saudara Prof. Dr Soetarman.
Kira-kira tahun ini djilid pertama akan selesai untuk memberi sedikit gambaran
kepada Saudara-saudara anggota jang terhormat.
Saja ingin mengutip apa pentingnja buku Pharmacogen itu. Buku ini memuat
ketentuan-ketentuan mengenai pembuatan/peramuan dan pembuatan obat-obat jang
menurut Undang-undang mempunjai kekuatan jang resmi. Saja harap supaja nanti
144
Rapat 58.
didalam Undang-undang pokok kesehatan, ini betul-betul mendapat perhatian jang
sewadjarnja.
Adapun uraian tentang penjusunan buku Pharmacogen itu adalah tidak lengkap.
Djika tidak menelaah arti buku tersebut didalam masjarakat, dalam hubungan antara
para dokter, dan para achli pharmasi apotik-apotik dan dalam hubungan fungsi para
asisten apoteker jang harus melindunginja. Ini disebabkan karena obat-obat tidak hanja
mempunjai fungsi sebagai benda etica, untuk meringankan penderitaan umat manusia,
akan tetapi djuga mempunjai fungsi sebagai benda perdagangan.
Nah, inilah Saudara Ketua, jang mendjadi pikiran kita semua. Sebab banjak djuga
para dokter jang sesungguhnja ingin supaja motornja bagus, pendeknja segala matjamnja
bagus, lebih dari pada jang biasa.
Djuga dalam hubungan dengan obat-obatan ini, Saudara Ketua, orang ingin
mendjadi apoteker, malahan djuga ingin mendjadi asisten apoteker itu tjita-tjitanja ialah
toch begitu djuga. Oleh karena itu maka sebaiknja persoalan ini harus mendapat
perhatian didalam Undang-undang kita, teristimewa didalam hal menentukan tarif-tarif.
Sebab pada banjak apoteker-apoteker atau asisten-asisten apoteker jang bekerdja ada
ketjenderungan, dimana banjak untung disana ia mau bekerdja.
Sebab apoteker itu, jang saja tahu di Djakarta-, untungnja banjak sekali.
Honorariumnja sudah banjak, ditambah dengan aandeel dari winst, per recept satu
rupiah.
Djadi, Saudara Ketua, dalam pada ini saja memberikan pandangan saja kedjurusan
ethika sadja dan kepada berdjuta-djuta rakjat jang hidupnja melarat. Ini jang saja
mintakan perhatian kepada Pemerintah.
Saudara Ketua, sekarang saja akan kembali kepada Undang-undang Darurat No. 5
tahun 1958. Saja tadi malam sudah pikir-pikir, bagaimana baiknja mengenai Undang-
undang ini, apakah saja terima begitu sadja, ataukah kita akan mengadjukan
amendemen. Sebab, Saudara Ketua, pikiran kita sudah tentu tidak boleh diarahkan
kepada Djakarta, atau kepada Surabaja dan Medan sadja, tetapi pikiran kita itu
sebetulnja harus ditudjukan kepada daerah-daerah jang lain, daerah jang luas dan jang
belum ada apa-apanja.
Saudara Ketua. menurut keterangan kemarin dulu keadaan itu adalah demikian
jaitu penjebaran apotik-apotik menurut daerah swatantra tingkat I atau menurut pulau
adalah sebagai berikut:
Djakarta Raja, djumlah apotik 39 dan apotik darurut 6 buah;
Djawa Barat, djumlah apotik 26 dan apotik darurat 5 buah;
145
Rapat 58.
Djawa Tengah, djumlah apotik 23 dan apotik darurat 6 buah;
Djawa Timur, djumlah apotik 20 dan apotik darurat 13 buah.
Djadi djumlah dipulau Djawa sadja ada 108 apotik dan 30 apotik darurat.
Sekarang kita melawat keluar Djawa.
Nusa Tenggara, djumlah apotik 2 dan apotik darurat 1 buah;
Sumatera Selatan, djumlah apotik 4 dan apotik darurat 2 buah;
Sumatera Barat, djumlah apotik 1 dan apotik darurat 3 buah;
Sumatera Utara, djumlah apotik 7 dan apotik darurat 3 buah;
Kalimantan, djumlah apotik 2 dan apotik darurat 2 buah.
Djumlah apotik di Djambi dan Sumatera Tengah tidak disebut-sebut. Djumlah
apotik diluar Djawa bagi daerah jang begitu luas, jaitu Kalimantan 4 kali pulau Djawa,
sekalipun penduduknja masih sedikit itu tidak seimbang; tetapi dengan perkembangan
Palangkaraja dan demikian pula dengan berkembangnja transmigrasi sudah tentu
keadaan itu tidak akan tetap demikian sadja, demikian djuga daerah-daerah jang lain.
Djadi, saja minta perhatian Saudara Menteri tentang daerah diluar Djawa ini jang
segala-galanja sukar; djuga apabila tidak ada pemberontakan sudah sukar. Saja sudah
pernah beberapa tahun tinggal disana, djadi ini tidak hanja omong kosong begitu sadja.
Dengan angka-angka tersebut diatas njata Saudara Ketua, bahwa didaerah luar
Djawa itu masih banjak kekurangan - kekurangan.
Sekarang saja akan meningkat kepada pembitjaraan rantjangan Undang-undang
mengenai apotik darurat ini.
Saja tadi malam hampir tidak bisa tidur, karena memikirkan bagaimana
menjiapkan pidato saja mengenai Undang-undang Apotik Darurat ini. Pada saja masih
terbajang kota-kota ketjil dan marga-marga ketjil jang ada diluar Djawa, bagaimana
keadaannja nanti kalau apotik itu ditutup dengan diterimanja Undang-undang Darurat ini
nanti mendjadi Undang-undang biasa. Dan kapan daerah-daerah itu akan mendapat
perbaikan dalam bidang ini.
Saja merasa berat sekali melihat adanja Undang-undang Darurat jang hendak
menghapuskan kemungkinan-kemungkinan dimana para asisten apoteker jang
berpengalaman hendak membuka apotik ditempat-tempat jang masih banjak kosong itu.
Tadi saja telah berbitjara dengan Saudara Dr H. Ali Akbar, maka Saudara Dr H.
Ali Akbar berpendapat, bahwa nanti kalau apoteker itu sudah tjukup, bisa diadakan
peraturan atau Undang-undang supaja mereka itu mau ketempat-tempat jang ada diluar
Djawa. Saja pikir, apakah ini bisa? Sebab ketjenderungan untuk mau pergi kesana itu
miniem sekali, hanja bisa terlaksana kalau keadaan disana itu sudah mendjadi baik,
sedikitnja kalau kelihatannja sudah ada persamaan dengan dipulau Djawa.
146
Rapat 58.
Kalau apoteker-apoteker itu sekarang disuruh datang kesana, sudah tentu tidak
mau, dan kalau dipaksa bagaimana tjara memaksanja? Apakah Pemerintah akan
mendirikan apotik-apotik disana dan terus mengangkat setjara paksa apoteker-apoteker
dengan suatu peraturan atau dengan Undang-undang? Apakah dengan demikian itu bisa?
Sebab apotik itu outilage-nja dan segala-galanja lebih berat dari pada apotik darurat. Dan
apakah setjara demikian soal bewoningen dan commercieel-nja dapat Pemerintah
mengongkosinja? Kalau buat penguasa partikelir sudah tentu berdasarkan commercieel
sudah tidak ada harapan untuk menempatkan apoteker disana itu.
Djadi, Saudara Ketua, dengan ditutupnja kemungkinan untuk mendirikan apotik
darurat dilain-lain daerah diluar Djawa,- dan di Djawa djuga masih banjak jang
sesungguhnja masih bisa diisi, - apotik jang volwaardig dalam waktu jang pendek tidak
bisa ditempatkan, karena djusteru kita lihat daerah jang begitu luas diluar Djawa itu.
Saudara Ketua, adanja Undang-undang Darurat jang mungkin nanti bisa diterima
ini, saja merasa sedih, sebab kapan didaerah-daerah itu bisa tertolong. Kalau saja dapat
menafsirkan, perdjuangan untuk mendidik apoteker-apoteker jang volwaardig itu saja
kira, ja, bisa, saja tidak akan inderschatten etisch gevoel dan sebagainja, tetapi saja
masih menaruh lebih pertjaja pada Saudara-saudara asisten apoteker ini.
Kalau Saudara-saudara apoteker sudah berkembang tumbuhnja, apotik itu sudah
mendjadi lebih banjak, saja kira dengan djalan inilah dapat diharapkan apoteker itu bisa
ditempatkan keluar Djawa jang sunji itu.
Ketua: Saudara pembitjara, saja peringatkan, waktunja sudah lebih dari mestinja
walaupun dengan terharu saja mendengarkan pidato Saudara. Saja mengharap supaja
pidato Saudara diperpendek.
Dr Soeatmadji: Saudara Ketua, saja akan mempersingkat pidato saja. Djadi,
dengan adanja Undang-undang Darurat ini seperti sudah saja utarakan dalam
pemandangan umum babak pertama, jaitu tertutupnja kemungkinan untuk mendirikan
apotik darurat saja kira akan banjak ditemui kesulitan karena untuk pendirian apotik jang
volwaardig itu masih djauh.
Kedua, ditutupnja kelangsungan hidup apotik darurat jang djumlahnja ada 41 buah
- sedang didjaman Belanda dulu ada dokter Djawa, tidak "ditutup" begitu sadja, tetapi
mereka itu dibiarkan sadja, sampai mentjapai "natuurIijke dood": djadi tidak begitu
kedjam.
Saudara Ketua, inilah persoalan jang saja minta supaja dipikirkan betul-betul, jaitu
nasib dari pada Saudara-saudara asisten apoteker jang didalam perdjuangannja pada
waktu revolusi, mereka itu betul-betul memeras keringat dan pikiran dan ternjata bahwa
147
Rapat 58.
didalam pelaksanaan dari pada Undang-undang Darurat itu mereka dapat bekerdja
dengan baik, artinja tidak membikin mati orang, hewan dan sebagainja. Djadi menurut
laporan-laporan mereka itu bisa bekerdja, dan prakteknja baik.
Sudah tentu kita akan menudju kepada penjempumaan jang volwaardig dipandang
dari sudut ilmu pengetahuan dan sebagainja, tetapi kalau mengingat akan keadaan kita
jang masih begini, maka kita tidak perlu tergesa-gesa menudju kepada soal volwaardig
itu, tetapi mengingat jang praktis sadja, sebab njatanja pekerdjaan mereka itu sudah bisa
berdjalan baik, tidak membikin bentjana dan sebagainja. Maka inilah jang saja mintakan
perhatian dari Pemerintah, djuga uit pieteits overwegingen, dan menghargai djasa-djasa
mereka dalam revolusi.
Saja kenal Saudara Isnaeni, Saudara Kasio jang memang mereka itu betul-betul
bekerdja untuk kepentingan revolusi.
Saudara Ketua, sedangkan saja membatja didalam risalah No. 11 tahun 1953
mengenai "verkregen recht" itu terdapat persoalan sebagai berikut:
Ketika itu anggota-anggota jang terhormat tengah merundingkan untuk membuat
pasal 13 jang berbunji: "Undang-undang ini mulai berlaku pada hari diundangkan
sampai lima tahun sesudah Fakultet Indonesia bagian Pharmasi menghasilkan apoteker-
apoteker jang pertama", maka dengan siasat dan kepintaran dari Menteri Kesehatan
waktu itu Dr Leimena pasal tersebut telah disetudjui oleh Dewan Perwakilan Rakjat,
tetapi Ketua sendiri waktu itu berkata:
"Djadi pendeknja pasal 13 ini diterima oleh Pemerintah sebagai usul kita didalam
Bahagian. Disamping itu kita minta didalam pendjelasan supaja ditambah dengan
pengertian, bahwa hak-hak jang telah diterima tidak lagi dikurangi atau diganggu
gugat".
Maka djawab Dr Leimena demikian:
"Saudara Ketua, agar supaja djangan ada salah paham sekarang, dan djuga ada
salah paham dihari kemudian, jang kemudian hari itu mendjadi sukar, maka Pemerintah
telah menjebutkan bahwa Pemerintah tidak mempersoalkan soal verkregen recht.
Pendirian Pemerintah mengenai soal verkregen recht itu akan diatur sebaik-baiknja
dihari kemudian. Dewan Perwakilan Rakjat djangan takut. Pemerintah ini adalah
Pemerintah Nasional”.
Saudara Ketua, dengan uraian saja ini masih ada soal jang nanti barangkali dapat
dipetjahkan didalam perundingan dengan kawan-kawan sefraksi dan djuga dengan
Menteri Kesehatan, karena kita akan mendjalankan hikmah permusjawaratan jang sudah
sering disebut dimana- mana.
Terima kasih.
148
Rapat 58.
Ketua : Saudara- saudara, sebetulnja sekarang sudah lewat pukul 11.30, tetapi
ternjata masih ada seorang pembitjara lagi, jaitu Nj. Oemi Sardjono jang menurut
keterangannja akan berbitjara pendek sekali. Djadi kalau Saudara–saudara dapat
menjetudjui sampai pukul 11.45, maka saja akan meneruskan pembitjaraan kita ini
dengan mempersilakan Nj. Oemi Sardjono.
Dapat disetudjui, Saudara- saudara ?
(R a p a t : Setudju)
Saja persilakan Nj. Oemi Sardjono.
Nj. Oemi Sardjono : Saudara Ketua, dalam kesempatan pada pemandangan
umum babak kedua dari rantjangan Undang- undang penetapan Undang- undang Darurat
No. 5 tahun 1958 ini, kami masih merasa perlu untuk meminta perhatian Pemerintah
terhadap beberapa hal ketentuan- ketentuan rantjangan Undang- undang ini.
Pada pokoknja, Saudara Ketua, Undang- undang Darurat No. 5 tahun 1958 ini
memberi perpandjangan waktu terhadap para pemegang izin berdasarkan Undang-
undang No. 4 tahun 1953, jaitu izin untuk para assistant apotheker untuk melakukan
pekerdjaan pharmasi sendiri tanpa pengawasan seorang apoteker.
Setelah saja mempeladjari djawaban Pemerintah atas pemandangan umum babak
pertama dari rantjangan Undang-undang ini, Saudara Ketua, kami merasa belum
menemukan kepastian dari maksud Pemerintah, bagaimana selandjutnja akan ditentukan
nasib apotheek- apotheek darurat serta pemegang- pemegang izinnja setelah 5 tahun jang
ditetapkan itu.
Mengenai apotheek- apotheek darurat sekarang ini, apabila kita dihadapkan dengan
pilhan jang darurat ataukah volwaardig jang setaraf dengan ukuran internasional, kiranja
tidak seorangpun jang tidak ingin, supaja dinegeri kita ini hanja ada apotheek- apotheek
jang dipimpin oleh apotheker akademisi.
Akan tetapi kenjataannja sekarang ini memaksa kita untuk berpikir dan
berpandangan djauh jang berpidjak pada realiteit.
Kenjataan tentang kurangnja tenaga ahli tersebut sebagaimana Pemerintah sendiri
sudah mengemukakan, bahwa keadaan sekarang ini tidak dapat diforceer seperti apa
jang dichajalkan oleh pasal 13 Undang-undang No. 4 tahun 1953, jaitu seolah-olah pada
tahun 1958 jang lalu, dengan planning itu sudah akan membandjiri tenaga-tenaga
apotheker jang dihasilkan oleh Fakultas Indonesia bagian Pharmasi.
Dalam
149
Rapat 58.
Dalam hal ini saja sependapat dengan keterangan Pemerintah tentangkenjataan
tersebut. Dan tidak hanja untuk sekarang, tetapi untuk kepentingan selandjutnja. Maka
dengan beladjar pada kegagalan planning jang ditetapkan oleh Undang-undang No. 4
tahun 1953 ini, Saudara Ketua, sangat disangsikan, apakah benar bahwa dalam waktu 5
tahun jang akan datang Indonesia sudah mempunjai tenaga-tenaga apotheker jang
mentjukupi kebutuhan, dalam arti memenuhi kebutuhan rakjat. Karena itu kepada para
assistent apotheker jang diberi izin untuk memimpin apotheek darurat haruslah
dihentikan berlakunja sebagaimana jang dimaksudkan oleh Pemerintah.
Hal-hal jang lain jang dikemukakan, jaitu kechawatiran djika tenaga-tenaga
apotheker jang dihasilkan oleh Fakultas bagian Pharmasi itu tidak ada djaminan untuk
penempatannja. Sekarang ini timbul pertanjaan bagi saja, ialah bagaimana persoalannja
jang sebenarnja. Apakah jang diartikan mentjukupi kebutuhan itu dalam arti relatief
sesuai dengan kebutuhan jang sebenarnja, ataukah persoalan-persoalan jang sebetulnja
tidak ada planning jang seimbang antara rentjana pendidikan apotheker dengan
pembangunan dilapangan pharmasi dan apotheek-apotheek!
Pada hal Saudara Ketua, kalau kita ikuti pendjelasan dari Pemerintah sendiri hal-
hal ini sudah djelas, jaitu dinjatakan tentang kekurangan tenaga tersebut. Sangat tidak
dapat dimengerti bahwa untuk jang sekarang berdjumlah 85 djuta ini dan belum
diketahui berapa dalam waktu 5 tahun jang akan datang, Saudara Ketua, djika dikatakan
akan mentjukupilah djumlah apotheek-apotheek jang sekarang sudah berdjumlah 200
buah dan jang akan datang itu djika nanti tiap tahun Pemerintah menghasilkan sedikit-
dikitnja 100 atau 125 apotheker, maka dalam tempo 4 tahun itu, seperti tadi dikatakan
oleh Nj. Moedikdio, akan mendjadi kurang-lebih 475 buah. Apakah itu sudah
mentjukupi kebutuhan rakjat.
Sedang dalam ketentuan menurut kebutuhan rakjat, mestinja untuk tiap-tiap 50.000
penduduk seharusnja ada 1 apotik atau seorang apoteker. Atas dasar ini, maka saja tidak
bisa mengerti bahwa selalu timbul anggapan bahwa tidak ada tempat lagi buat asisten
apoteker pernah mendapat idjin memimpin apotik darurat untuk meneruskan hak-hak
nja. Sekalipun dalam djawaban Pemerintah itu dapat diambil kesimpulan Saudara Ketua,
bahwa diluar Djawa pada garis besarnja 50% sekarang ini adalah apotik-apotik darurat.
Dan sebenarnja jang saja harapkan dari Pemerintah lebih dari itu, jaitu mengingat akan
kebutuhan masjarakat sekarang ini. Maka idjin untuk mendirikan apotik darurat ini
djanganlah ditutup, terutama perluasan ini jang dipandang sangat penting untuk daerah-
daerah, apalagi daerah-daerah diluar Djawa dan kota-kota ketjil. Maka sesuai dengan
kebutuhan masjarakat dan pembangunan dilapangan pengobatan dan dilapangan farmasi
ini Saudara Ketua, dan sesuai pula dengan kenjataan kedjudjuran dari pemegang idjin
150
Rapat 58.
jang sudah berpraktek dan mentaati peraturan dan tidak menimbulkan kerugian
dikalangan rakjat karena tidak terdjadi ketjelakaan apapun, pengalaman mereka jang
sudah memenuhi sjarat-sjarat sebagaimana tertjantum dalam pasal 2 dari Undang-
undang No. 4 tahun 1953 ini, ditambah pengalaman praktek selama 5 tahun dan 5 tahun
jang akan datang, apakah terhadap mereka itu tidak bisa diberikan penghargaan.
Saja minta pada Pemerintah dalam hal ini untuk memberikan pertimbangannja.
Apalagi djuga mengingat kepada 41 asisten apoteker jang 70% dari mereka sebetulnja
telah berdjasa dalam revolusi, bekerdja selama revolusi itu. Mengenai hal ini djuga
sebetulnja Saudara Ketua, bukanlah kekuatiran jang harus dibesarkan. Tetapi kiranja
lebih baik djika untuk mengatasi persoalan antara apoteker dan asisten apoteker jang
sudah berpengalaman menurut Undang-undang No. 4 tahun 1953 ini, maka sebaiknja
diantara petugas-petugas farmasi diadakan pembagian tugas. Misalnja untuk urusan
pimpinan, selain idjin kepada apoteker, djuga kepada asisten apoteker jang sudah
memenuhi sjarat-sjarat dalam Undang-undang No. 4 tahun 1953 ini dapat djuga
diberikan idjin dan untuk objek-objek jang membutuhkan keahlian jang lebih chas
hanjalah diberikan kepada apoteker jang berpendidikan akademikus.
Dengan demikian, maka adillah rasanja bagi seseorang jang telah mendapat
haknja, tidak akan begitu sadja kehilangan haknja dengan tanpa melakukan kesalahan
apapun sebagaimana verkregen recht ini pada 5 tahun jang lalu sudah djuga mendjadi
djandji dari Pemerintah bahwa kepada mereka tidak begitu sadja akan dihapuskan hak-
haknja.
Maka sesuai dengan pendirian kami tersebut diatas Saudara Ketua, pasal 1 dari
rantjangan Undang-undang ini, saja anggap tidak sesuai dengan menentukan pembatasan
berlakunja sampai 5 tahun sesudah tanggal 10 Oktober tahun 1958.
Kemudian satu hal jang saja minta perhatian lagi dari Pemerintah, jaitu tentang
kekurangan tempat-tempat dan soal kedjadian-kedjadian di rumah-rumah sakit pusat,
jang kadang-kadang menimbulkan rasa ketjewa bahkan putus-asa bagi pasien-pasien
jang terdiri dari rakjat djelata dan rakjat jang tidak mampu, jaitu misalnja pengobatan-
pengobatan terhadap mereka, rakjat jang tidak mampu, sering dirasakan kurang
memuaskan. Mereka jang belum sembuh sudah disuruh pulang, sebelum penjakitnja
sembuh sama sekali. Ini terdjadi misalnja pada orang-orang jang menderita penjakit
lumpuh. Ini satu tjontoh sadja. Dan tidak diberikan pengobatan jang tjukup buat mereka.
Bagi mereka kenjataan sematjam ini diterima seolah-olah ada perbedaan dalam
perawatan dan pertolongan dalam rumah-rumah sakit Pemerintah itu.
151
Rapat 58.
Sedang biasanja bagi mereka jang tidak sembuh diobati dirumah sakit, mereka
pergi kedokter partikulir bisa sembuh, tetapi ongkosnja terlalu mahal. Djuga kedjadian-
kedjadian sematjam ini Saudara Ketua, seolah-olah bagi rakjat itu timbul kesan, bahwa
tidak ada kesungguhan dalam memberikan obat-obatan kepada rakjat jang tidak mampu.
Dan kedjadian-kedjadian ini perlu ditegaskan untuk tidak memberikan kesan seolah-olah
para si-miskin itu tidak diberikan perlindungan dan dibiarkan hidup menderita
berkepandjangan. Maka kami ingin mendapat pendjelasan dari Pemerintah, apa sebab-
sebabnja kedjadian-kedjadian sematjam tersebut itu bisa timbul dirumah sakit
Pemerintah sekarang ini.
Achirnya Saudara Ketua, menjambut dengan gembira kesanggupan Pemerintah
dalam hal untuk lekas merealisir tindakan untuk penurunan harga obat-obatan, sesuai
dengan resolusi jang sudah diterima oleh Dewan Perwakilan Rakjat, jaitu resolusi jang
diadjukan oleh Nj. Moedikdio dengan kawan-kawannja pada beberapa bulan jang lalu.
Ini sangat penting untuk segera dilaksanakan, untuk mengatasi penderitaan rakjat
sekarang ini, jang mengalami kesukaran obat-obatan dan mahalnja harga obat-obatan,
Sekian Saudara, terima kasih.
Ketua : Saudara- saudara, sekianlah pemandangan umum babak kedua mengenai
rantjangan Undang- undang ini. Dengan pihak Pemerintah sudah saja adakan hubungan.
Sebetulnja Pemerintah bersedia memberikan djawabannja pada hari ini djuga, tetapi
karena hari ini waktunja sudah habis, tentu kemungkinannja nanti malam. Tetapi oleh
karena kita memberi kelonggaran untuk anggota-anggota Dewan Perwakilan Rakjat
mengikuti sidang Konstituante, sebagai jang dulu sudah kita djandjikan pada
Pemerintah, maka saja sudah meminta kepada Pemerintah supaja djawaban itu diberikan
nanti pada hari Senin sadja, dan kita djadikan sebagai atjara jang pertama, supaja lebih
lekas kita menghadapinja.
Bisa begitu, Saudara- saudara ?
(R a p a t : Setudju)
Sekarang ada lagi satu surat dari pihak Kementerian Perindustrian jang ditudjukan
kepada Ketua Dewan Perwakilan Rakjat dan minta disampaikan kepada masing- masing
ketua fraksi dalam Dewan Perwakilan Rakjat. Baiklah isinja saja batjakan, jang
ditudjukan kepada masing- masing ketua fraksi itu, jang nanti akan dibagi-bagikan djuga
kepada Saudara-saudara. Bunjinja sebagai berikut :
152
Rapat 58.
"Berhubung dengan sedikitnja waktu jang disediakan untuk menjiapkan djawaban
Pemerintah, maka saja harap kerelaan para pembitjara dalam pemandangan umum
mengenai rantjangan Undang-undang tentang Pertambangan dan rantjangan Undang-
undang tentang Pertambangan Minjak Bumi jang akan datang, agar suka menjediakan
atau memindjamkan satu exemplaar dari naskah pidato jang diutjapkan untuk saja, agar
segera dapat peladjari dengan seksama.
Atas bantuan tersebut saja mengutjapkan banjak terima kasih.
Djakarta, 28 Mei 1959
Menteri Perindustrian,
ttd.
Ir INKIRIWANG"
Saja minta pada Saudara-saudara jang hadir sekarang menjampaikan pada fraksi
masing-masing tentang hal ini.
Dengan ini atjara kita selesai dan rapat saja tutup.
Rapat ditutup pada djam 11.55.
153
154
Ichtisar hutang- hutang djangka pandjang, pembajaran pokok dan bunganja mengenai tahun 1959 (keadaaan pada achir April 1959)
No. Nama Pindjaman
Persentasi bunga
nominal
Nilai pada saat
pengeluaran
Djumlah menurut
Undang- undang
Djumlah nominal jang
diterima
Angsuran s/d tahun 1958
Sisa pindjaman pada achir tahun 1958
Angsuran pada tahun 1959 Tanggal Pembajaran
angsuran
Sisa pindjaman pada achir tahun 1959 Valuta Rp.
1. Australian Settlement - - A£ 8.500.000 A£ 8.500.000 A£ 7.357.142/17 A£ 1.142.857/3 A£
1.142.857/3 29.131.500,- 1/1 -
2. American Surplus Credit 2 - US$
62.310.029,45 US$
62.310.029,45 US$
16.624.340,24 US$
45.685.689,21 US$
2.077.00,- 23.677.800,- 1/7 US$ 43.608.689,21
3. Pindjaman Exim Bank 31/2 - US$
100.000.000,-
US$ 100.000.000,-
1)
US$ 83.752.960,-
US$ 83.752.960,-
US$ 6.820.000,- 77.748.000,- 1/3 – 1/9 US$
80.096.500,-
4. Pindjaman Nederland 1950
31/2 - N f 280.000.0000,-
N f 280.000.000 N f 84.000.000
N f 196.000.000,-
oo) P.M P.M 30/6 – 31/12 US$
13.400.000,-
5. E.C.A loan 21/2 - US$ 17.200.000,-
US$ 17.200.000,- US$ 2.850.000,- US$
14.350.000,- US$
950.000,- 10.830.000,- 30/6 – 31/12 Rp. 1.083.463.600,-
6. Pindjaman Negara 1950 3 100 Rp.
1.500.000.000,- Rp.
1.500.000.000,- Rp.317.275.700,- Rp.
1.114.463.600,- o)
Rp. 31.500.000,-
2)
31.500.000.000,-
2) - Rp.
3.461.396.250,-
7.
Pindjaman Bank Indonesia 3 % jang berasal pasal 42 U.U Pokok Bank Indonesia
3 - Rp. 3.838.000.000,-
Rp. 3.838.000.000,-
Rp. 283.052.500,-
Rp. 3.554.947.500,-
Rp. 93.551.250,- 93.551.250,- 31/3 Rp.
3.461.396.250,-
155
No. Nama Pindjaman Persentasi
bunga nominal
Nilai pada saat pengelua
ran
Djumlah menurut Undang- undang
Djumlah nominal jang
diterima
Angsuran s/d tahun 1958
Sisa pindjaman pada achir tahun 1958
Angsuran pada tahun 1959 Tanggal
Pembajaran angsuran
Sisa pindjaman pada achir tahun 1959
8.
Pindjaman Bank Indonesia dari Uni Republik - republik Soviet Sosialis
31/2 - US$ 100.000.000,-
US$ 100.000.000,
3) - US$
13.089.426,46 P.M P.M P.M P.M
Tjatatan : 1) Diharapkan didalam tahun 1978/1959 dapat ditjapai djumlah setinggi- tingginja
US$ 100.000.000,-
o) Berhubung selama tahun 1958 tidak ada pelunasan, maka sisa pindjaman pada achir
tahun 1958 masih sama dengan achir tahun 1957.
2) Menurut perhitungan, pada tahun 1959 akan ada pembelian kembali sebesar selisih
dari pelunasan jang sebenarnja s/d achir tahun 1959 dan djumlah jang sudah dibeli
s/d achir tahun 1958
oo) Pembajaran – pembajaran angsuran pada tanggal 31-12-1957 dan 30-6-1958 sedjumlah
masing- masing N.f 14.000.00,- untuk sementara ditangguhkan, djuga untuk
pembajaran- pembajaran selandjutnja.
3) Djumlah kredit ditetapkan setinggi- tingginja sebesar US$ 100.000.000,-
L.N.
$ 9.847.000,- = Rp. 112.255.800,-
A£ 1.142.857/3 = “ 29.131.500,-
Rp. 141.387.300,-
Tjatatan : Belum terhitung B.E
D.N
Rp.125.051.250,-
156
Rapat 58.
LAMPIRAN II
KREDIT- KREDIT LUAR NEGERI
Dari Tjechoslowakia, Polandia,
Jugoslavia, Russia dan R.R.T ……………………………. Rp. 2.004.306.678,07
Kredit C …………………………………………………... “ 1.452.652.805,69
Rp. 3.456.959.483,76
didasarkan atas l/c, djadi bukan hutang
sebenarnja, kurs paritet.
LAMPIRAN III
SISA R.U.R.N.I/R.R.B.P.
31 Desember 1958.
Rumi P ……………………………. Rp. 4.349.481,08
“ M ……………………………. “. 33.922.159,48
Film ……………………………. “. 37.021.387,28
Rp. 75.293.027,84
LAMPIRAN IV
KEADAAN hutang- hutang djangka pendek pada achir tahun 1958, dalam djutaan
rupiah.
Hutang- hutang djangka pendek dalam negeri :
1. Hutang kepada Bank Indonesia 24.832
2. Uang Kertas Pemerintah 880
3. Uang logam 227
4. Saldo Kas- kas Negara (Uang Kertas Bank) 465
5. Surat Perbendaharaan 1.324
6. Uang-muka Impotir ( jang ada pada tata-usaha
Kementerian Keuangan) 70
26.868
157
Rapat 58.
Merupakan penjelesaian dari uang – muka jang dulu. Uang-muka Importir
sekarang diadministrasikan di Bank Indonesia).
Faktor- faktor luar biasa.
7. Rekening- rekening kredit pada Bank Indonesia ;
Counterpartfund I 1
Counterpartfund II (term rekg. 218
sementara)
8. Surat perbendaharaan istimewa
(I.M.F/I.B.R.D) 1.151
Djumlah 932
Djumlah dalam negeri 27.800
9. Kredit-kredit leveransir lihat lampiran II.
Hutang- hutang djangka pendek luar negeri.
LAMPIRAN V
PINDJAMAN- PINDJAMAN B.I.N “R.U.R.N.I./R.R.B.P”
Nama Pindjaman Kurs Bunga Nominal Keadaan 31/12-1958
Angsuran 1959
Tanggal pembajaran
angsuran
1. Pindjaman Obligasi 1969 100 3 % Rp. 100.000.000,- Rp. 76.000.000,- Rp.
6.000.000,- 1/3
2. “ Obligasi 1970 100 3 % Rp. 100.000.000,- Rp. 82.000.000,- Rp.
6.000.000,- 1/9
3. “ Obligasi 1971 100 3 % Rp. 100.000.000,- Rp. 88.000.000,- Rp.
6.000.000,- 1/3
PINDJAMAN B.I.N DALAM NEGERI
4. Pindjaman Obligasi 1972 100 51/2 % Rp. 100.000.000,- 1/10
5. “ Obligasi 1974 100 51/2 % Rp. 250.000.000,- 12
158
Koreksi dari jang bersangkutan supaja disam- paikan kepada Ur. Risalah D.P.R. dalam waktu 2 X 24 djam
DEWAN PERWAKILAN RAKJAT
RISALAH SEMENTARA
(Belum dikoreksi)
Sidang II.
R A P A T 59.
Hari Senin, 1 Djuni 1959.
(Djam panggilan : 09.00).
Surat-surat masuk - Rantjangan Undang-Undang penetapan "Undang-undang
Darurat No. 5 tahun 1958 tentang kedudukan hukum apotik darurat" sebagai Undang-
undang (Sid. 1958, P. 379)- Rantjangan Undang-undang tentang pertambangan (Sid.
1959, P. 413) – Rantjangan Undang-undang tentang minjak (Sid. 1959, P. 414) -
Rantjangan Undang- undang tentang pengeluaran pindjaman obligasi tahun 1959 (Sid.
1959, P. 418)."
Ketua: H. Zainal Abidin Ahmad.
Sekertaris: Mr Sumarsono.
Jang hadir: 169 anggota:
H. Hasan Basri, Ismail Napu, F. C. Palaunsoeka, Anwar Harjono, B. J. Rambitan, H.
Zainal Abidin Ahmad, Rh. Koesnan, H. Siradjuddin Abbas, Dr H. Ali Akbar, H. Zainul
Arifin, Wijono Soerjokoesoemo, Ismangoen Poedjowidagdho, Sjahboeddin Latif, H. A.
Chamid Widjaja, Peris Pardede. R. H. Soetarto Hadisoedibyo, Siauw Giok Tjhan, 1. J.
Kasimo, Nj. Moedikdio, Manai Sophiaan, Anwar Kadir, Rasjid Sutan Radja Emas, Ajip
Muchamad Dzukhri, Singgih Tirtosoediro, Sukatno, I B. P. Manuaba, Tj. Oey Hay
Djoen, Mr Soebagio Reksodipoero, M. Yunan Nasution, Ir Thaher Thajeb, Soepeno
Hadisiswojo, Nj. Suharti Suwanto, K. H. Moh. Dachlan, F. Runturambi, H. A. Mursjidi,
Eddie Abdurrahman Martalogawa, Gusti Abdul Moeis, M. Saleh Umar, Sudjarwo
Haryowisastro, O. Suriapranata, Mr Djody Gondokusumo, Mr Dr A. M. Tambunan,
159
Rapat 59.
Muh. Sardjan, Soedjono, Mr Sudjono Hardjosudiro, Anwar Tjokroaminoto, Soedisman,
Soedarsono, Husein Kartasasmita, Imam Soetardjo, Nj. Mahmudah Mawardi, Nj. Oemi
Sardjono, Asraruddin, Abdul Hakim, Drs D.S. Matakupan, Umar Salim Hubeis,
Hutomo, Supardan, Hartojo Prawirosudarmo, Sutojo Mertodimoeljo, Moersid Idris,
Ja'cob Mahmud, M. Caley, S.D. Bih, Suhardjo, Mr Soeprapto, Moenadir, Murtadji
Maniudin Brodjotruno, Sudjito, R. Moh. Saleh Surjaningprodjo, Achmad Sjaichu,
Sudojo, Semanhadi Sastrowidjojo, Rd. Soeprapto, Dr R. Soeatmadji, Harsono
Tjokroaminoto, Zainal Arifin Tanamas, R.T.A. Moh. Ali Pratamingkoesoemo, Achmad
Siddiq, R. K. H. Musta'in, Moh. Noor Abdulgani, R. Soehardjo alias Bedjo, H. Andi
Sewang Daeng Muntu, Abdul Rasjid Faqih, Hussein Saleh Assegaff, K. H. Muh.
Saifuddin, Nj. Ch. Salawati, H. Senduk, H. Moeh. Akib. Moh. Soleman, M. Sondakh,
W. L. Tambing, Selamat Ginting. Jusuf Adjitorop, M. Siregar, Sahar gelar Sutan Besar,
Nja' Diwan, Dr Moh. Isa, Nungtjik A. R., Djadil Abdullah. Oemar AminHusin, Saalah
Jusuf Sutan Mangkuto, M. O. Bafadhal, Dr Sjech H. Djalaluddin, V. B. Saka, I Made
Sugitha, Drs J. Piry, I O. O. Subamia, Kiagus Alwi, L. Kape, Abdulmutalib Daeng Talu,
Moh. Thajib Abdullah, Chr. J. Mooy, Djumhur Hakim, R. Darsono, Osa Maliki, M.
Ardiwinangun, Rd. Djerman Prawirawinata, Muhammad Ahmad, Asmuni, Uwes
Abubakar, Doedi Soemawidjaja, E. Z. Muttaqien, Muh. Fadil Dasuki, Sastra, Nj.
Di'unah Pardjaman, R.T. Djaja Rachmat, S. M. Thaher, Soelaeman Widjojosoebrcto,
Rd. Moh. Basah, Mr R. Memet Tanumidjaja, E. Moh. Mansjur, Pandoe, Kartawigoena,
Katamsi Soetisna Sendjaja, Nj. S. Marijamah Djoenaidie, Soelardi, Siswojo, Kasim, Nj.
Soemari, R.W. Probosuprodjo, S. Danoesoegito, Soetjipto. Djadi Wirosubroto,
Josotaruno Ichsan Noer, K. H Muslich, Rs. Wirjosepoetro, R. G. Doeriat, Soesilo
Prawirosoesanto, Notosoekardjo, H. Zain Alhabsji, Nj. Asmah Sjachrunie, Ridwan
Sjachrani, Subadio Sastrosatomo, Z. Imban, Jahja Siregar, Ahem Emingpradja, Njono,
Moh. Isnaeni, Soemardi Jatmosoemarto, D. N. Aidit, Nj. Suzanna Hamdani, Muh.
Padang, A. B. Karubuy, Mr Tjoeng Tiri Jan, Tan Kiem Liong, Oei Tjeng Hien, H. J. C.
Princen , R. Ch, M. Du Puy, E.F. Wens, D. Bage, J, R. Koot.
Wakil Pemerintah: 1. Mr Soetikno Slamet, Menteri Keuangan;
2. Ir. F. Inkiriwang, Menteri Perindustrian;
3. Dr. Azis Saleh, Menteri Kesehatan.
Ketua: Saudara-saudara, rapat saja buka. Jang hadir ada 137 orang.
Atjara sekarang ialah:
1. Surat-surat masuk.
160
Rapat 59.
2. Rantjangan Undang-undang penerapan Undang-undang Darurat No. 5 tahun
1958 tentang kedudukan hukum apotik darurat sebagai Undang-undang.
3. Rantjangan Undang-undang tentang pertambangan (pemandangan umum babak
pertama).
4. Rantjangan Undang-undang tentang minjak (pemandangan umum babak
pertama).
5. Rantjangan Undang-undang tentang pengeluaran pindjaman obligasi tahun 1959
(pemandangan umum babak kedua).
Sebelum kita memasuki atjara lebih dahulu saja persilakan Saudara Sekertaris untuk
membatjakan surat- surat masuk.
Sekertaris : Diantara surat-surat masuk ada beberapa jang perlu dibatjakan:
1. Surat dari Persatuan Ahli Pharmasi Indonesia (P.A. Ph. 1.) tertanggal 29 Mei
1959 No. 043/Sk/T. Dkt/59 jang bunji pernjataannja sebagai berikut:
"Mendesak kepada Pemerintah:
I. untuk mengadakan perubahan-perubahan pada pasal 1 ajat 1 Undang-undang
Darurat tentang kedudukan hukum apotik darurat, dengan meniadakan kata-kata
jang berbunji: "sampai paling lama 5 tahun sesudah tanggal 10 Oktober 1958"
dan pasal 1 ajat 2 Undang-undang tersebut jang berbunji: "karena apapun djuga
berhenti mendjalankan pekerjaan pharmasi ditempat jang tertjantum dalam surat
idjin atau djika" ...
II. supaja rantjangan Undang-undang tentang apotik pembantu jang telah dibuat
oleh Pemerintah dalam Kabinet Ali-Arifin, waktu itu Jang Mulia Menteri
Kesehatan Dr Lie Kiat Teng selekasnja dapat disjahkan.
Djakarta, 29 Mei 1959.
Persatuan Ahli Pharmasi Indonesia Djakarta".
2. Surat jang kedua dari Gabungan Apotik-apotik Nasional jang bunji lengkapnja
adalah sebagai berikut:
"Perihal: Amendemen atas Undang-undang Darurat No. 5 tahun 1959.
Lampiran: Satu
161
Rapat 59.
Surabaja, 30 Mei 1959.
K e p a d a
Jth. Dewan Perwakilan Rakjat
Republik Indonesia
di
DJAKARTA.
Dengan segala hormat,
Bersama ini kami memberitahukan, bahwa pada tanggal 27 Mei 1959 GANA telah
mengirimkan surat kawat kilat sebagai berikut:
KILAT :
DEWAN PERWAKILAN RAKJAT RI DJAKARTA
DEMI PEMBANGUNAN SEMESTA DIBUTUHKAN 1600 APOTIK DAN
MINIMUM 2600 APOTEKER INKLUSIF UNTUK PERINDUSTRIAN KMA
RESEARCH DAN PENDIDIKAN BAIK SIPIL MAUPUN MILITER TTK
TELAH ADA 180 APOTIK DAN 200 APOTEKER TTK KURANG 1420
APOTIK DAN 2400 APOTEKER TTK PRODUKSI APOTEKER SETAHUN 125 TTK
DJADI KEKURANGAN DAPAT DIISI LK 20 TAHUN LAGI KMA DJIKA
TIADA JANG BERHENTI (PENSIUN KMA MATI DSB) TTK 20 TAHUN LAGI
SEMUA PEMEGANG IDJIN SUDAH BERHENTI TTK DARI ITU MENDESAK
AMENDEMEN ATAS UUD NO 5 TH 1958 PASAL 1 AJAT (1) TTK
KATA-KATA "SAMPAI 5 TAHUN TGL 10 OKTOBER 1958" DIHAPUS TTK
MENGINGAT KURANGNJA APOTIK TERUTAMA DIPLOSOK-PLOSOK
MENDESAK AGAR RUU APOTIK PEMBANTU EX MENTERI LIE KIAT TENG
SEGERA DISJAHKAN TTK
SEBELUMNJA TERIMA KASIH
GABUNGAN APOTIK NASIONAL
Untuk pendjelasan kawat tersebut diatas dapat disini kami tambahkan bahwa:
l. Kenjataannja apotik-apotik darurat jang ada sekarang dapat melakukan tugas dan
kewadjibannja seperti diharapkan oleh Pemerintah.
2. Hingga kini belum pernah terdjadi pelanggaran-pelanggaran jang dilakukan oleh
para pemimpin apotik darurat jang telah mendapat izin ataupun membuat kesalahan
atau kekeliruan dalam melakukan kewadjibannja.
3. Para asisten apoteker, jang diserahi mendjabat pekerdjaan apoteker-apoteker di
Angkatan Perang kita sampai sekarang dapat djuga memenuhi kewadjiban mereka
sebagaimana mestinja.
4. Semua apotik-apotik darurat adalah usaha nasional jang bermodal nasional jang
bagian besarnja dengan modal ketjil, sehingga apabila Undang-undang Darurat itu
162
Rapat 59.
ditjabut berarti melumpuhkan usaha-usaha nasional hal mana bertentangan dengan
maksud Pemerintah dalam mengembangkan usaha-usaha nasional dinegara kita".
3. Surat ketiga dari Persatuan Apotik Nasional Indonesia tertanggal 30 Mei 1959
No. 025/Ps/59 jang bunjinja sebagai berikut:
"K e p a d a”
Jth. Dewan Perwakilan Rakjat
Republik Indonesia (D.P.R. R.I.)
di
DJAKARTA.
"Pernjataan" .
Perusahaan-perusahaan apotik jang tergabung dalam Persatuan Apotik Nasional
Indonesia, mengingat kesempurnaan pembagian obat-obatan keseluruh pelosok dinegara
kita, sependapat dengan andjuran Persatuan Ahli Pharmasi Indonesia, agar Pemerintah
mendjamin, tetap berlangsungnja izin para asisten apoteker untuk memimpin jang telah
mendjadi kenjataan selama ini pun djuga agar dibuka kesempatan baru bagi para asisten
apoteker jang berpengalaman tjukup, untuk membuka dan memimpin apotik pembantu
didaerah atau tempat jang belum menikmati hasil-hasil adanja sebuah apotik.
Persatuan Apotik Nasional Indonesia".
Selandjutnja ada beberapa telegram jang isinja pada pokoknja sama dengan surat-
surat jang telah dibatjakan diatas jaitu;
1. P.A.Ph.I. Djokdja tanggal 30 Mei;
2. P.A.Ph.I Djawa Timur (Surabaja) tanggal 30 Mei;
3. P.A.Ph.I. Djawa Tengah (Semarang) tanggal 30 Mei;
4. Ikatan Pengusaha Apotik Indonesia Djawa Tengah Semarang tanggal 30 Mei.
Sekian.
Ketua: Saudara-saudara, sekianlah mengenai surat-surat masuk jang umumnja
mengenai soal rantjangan Undang-undang penetapan Undang-undang Darurat No. 5
tahun 1958 tentang kedudukan hukum apotik darurat jang hendak kita bitjarakan
sekarang ini.
Maka sekarang kiranja kepada para anggota dibuka kesempatan untuk menggunakan
surat-surat itu sebagai bahan.
Saudara-saudara, marilah kita sekarang mulai membitjarakan atjara mengenai
rantjangan Undang-undang penetapan Undang-undang Darurat No. 5 tahun 1958
tentang kedudukan hukum apotik darurat sebagai Undang-undang (Sid, 1958, P.
379).
163
Rapat 59.
Pada tanggal 29 Mei jang lalu rapat pleno kita sudah mendengar pemandangan
umum babak kedua para anggota terhadap rantjangan Undang-undang ini. Pada hari itu
kita telah mengambil keputusan, bahwa djawaban Pemerintah terhadap pemandangan
umum babak kedua itu akan dilakukan pada hari ini.
Saudara-saudara, tingkat pembitjaraan sekarang, ialah djawaban Pemerintah
terhadap pemandangan umum babak kedua dari para anggota. Untuk itu saja persilakan
Menteri Kesehatan memberikan djawabannja.
Dr Azis Saleh, Menteri Kesehatan: Saudara Ketua jang terhormat, setelah
Pemerintah memberikan djawabannja atas pemandangan umum Dewan Perwakilan
Rakjat dalam babak pertama mengenai rantjangan Undang-undang tentang penetapan
"Undang-undang Darurat No. 5 tahun 1958 tentang kedudukan hukum apotik darurat"
sebagai Undang-undang, maka ternjatalah dari pembitjaraan-pembitjaraan dalam
pemandangan umum babak kedua, bahwa masih ada hal-hal jang belum djelas bagi para
anggota Dewan Perwakilan Rakjat jang terhormat.
Bahkan pada beberapa anggota jang terhormat masih ada keragu-raguan untuk
segera menerima rantjangan Undang-undang itu, oleh karena pada beliau-beliau itu
masih ada kesangsian apakah akan dapat terpenuhi, djumlah tenaga apoteker jang
diperlukan nanti pada tahun 1963, jaitu pada saat masa berlakunja idjin-idjin pemegang
apotik darurat berachir,
Maka Pemerintah perlu mengutjapkan terima kasih, oleh karena diberi kesempatan
sekarang ini untuk menambah pendjelasan-pendjelasan dengan harapan supaja djelaslah
nanti persoalannja, sehingga dapatlah kemudian rantjangan Undang- undang ini tanpa
perubahan bunji pasal 1, diterima oleh Dewan Perwakilan Rakjat,
Saudara Ketua jang terhormat, terlebih dahulu Pemerintah mengutjapkan terima
kasih kepada Fraksi Partai Komunis Indonesia jang telah menjatakan setudju terhadap
rantjangan Undang- undang ini, sebagaimana dinjatakan oleh anggota jang terhormat
Saudara Nj. Moedikdio. Tetapi oleh Saudara Nj. Moedikdio masih disangsikan, akan
dapat terpenuhinja tenaga-tenaga apoteker nanti pada tahun 1963, kesangsian mana
djuga dikemukakan oleh anggota-anggota jang terhormat Saudara Dr Soeatmadji dan
Saudara Nj. Oemi Sardjono.
Oleh karena itu, maka pertama-tama Pemerintah hendak mendjawab pertanjaan
Saudara Nj. Moedikdio akan pendapat Pemerintah mengenai perhitungan Gabungan
Sekolah-sekolah Asisten Apoteker Partikelir tentang djumlah-djumlah tenaga asisten
apoteker dan tenaga apoteker jang diperlukan oleh masjarakat kita.
164
Rapat 59.
Bahwa Pemerintah pertama-tama hendak mendjelaskan pendapatnja mengenai
perhitungan Gabungan Sekolah-sekolah Asisten Apoteker Partikelir itu, itu disebabkan
oleh karena perhitungan itu telah memakai titik permulaan dan dasar-dasar perhitungan
jang tidak tepat, kemudian menarik kesimpulan-kesimpulan jang tidak tepat pula,
sehingga achirnya mentjapai angka-angka jang astronomis, dan dengan demikian
menimbulkan suatu gambaran jang menjesatkan, bahkan membingungkan.
Sebagai tjontoh-tjontoh dikemukakanlah disini, bahwa, untuk kalkulasi berupa
tenaga asisten apoteker dan tenaga apoteker diperlukan pada tahun-tahun jang akan
datang, gabungan tersebut mempergunakan sebagai titik permulaan apa jang ditjita-
tjitakan oleh Panitia Leimena on long term, jaitu 1 apotik untuk tiap-tiap 50.000
penduduk, jang berarti 86,3 djuta (penduduk seluruh Indonesia) dibagi 50.000 = 1.726
buah apotik. Bahkan gabungan tersebut kemudian memakai norm Eropah Barat jaitu 1
apotik untuk tiap-tiap 10.000 penduduk, sehingga menimbulkan kesan sekolah-sekolah
kita membutuhkan pada tahun 1963, jaitu 5 tahun sesudah Undang-undang No. 4 tahun
1953 berachir mendjadi 5 x l.726 x 7 = 60.410 tenaga asisten apoteker dan 5 x l.726 =
8.630 tenaga apoteker.
Padahal, kenjataan (realiteit) adalah, bahwa pada saat sekarang masjarakat kita baru
memiliki 167 buah apotik (sudah termasuk 41 apotik darurat jang sekarang), dan
kenjataan adalah bahwa, dalam 4 tahun jang akan datang sampai tahun 1963, masjarakat
kita akan dapat mendirikan (oleh karena berbagai faktor) hanja ± 80 buah apotik baru.
Maka kenjataan adalah, bahwa pada tahun 1963 djumlah tenaga apoteker jang
dibutuhkan oleh masjarakat kita untuk memimpin apotik-apotiknja adalah ± 247 orang.
Dan bukan 8.630 seperti disuggerir oleh perhitungan Gabungan Sekolah-sekolah Asisten
Apoteker Partikelir itu kepada kita, dan mungkin djuga kepada Persatuan Ahli Pharmasi
dan Gabungan Apotik Nasional, seperti ternjata dalam surat-surat mereka jang diadjukan
kepada Dewan Perwakilan Rakjat tadi. Dan achirnya, kenjataan adalah bahwa pada
tahun 1963 masjarakat kita akan memiliki ± 663 tenaga apoteker warga-negara
Indonesia (l33 + 4 jang sekarang sudah ada, ditambah ± 4 x 125 = ± 500 jang akan
dihasilkan oleh Fakultas-fakultas Pharmasi kita).
Saudara Ketua jang terhormat, sebagaimana dimaklumi, banjaklah faktor-faktor jang
ikut berbitjara dalam perhitungan untuk menentukan suatu djumlah pada suatu saat
dimasa depan, dimana tenaga apoteker dapat dikatakan mentjukupi kebutuhan. Dalam
hal ini faktor jang langsung mempengaruhi perhitungan itu ialah djumlah tenaga dokter
jang dapat dihasilkan oleh Fakultas-fakultas Kedokteran di Indonesia, sebab adanja
suatu apotik disuatu tempat atau daerah tidaklah besar artinja, apabila ditempat atau
165
Rapat 59.
daerah itu tidak ada dokter jang berpraktek, karena fungsi utama dari apotik adalah
melajani resep-resep dari dokter.
Kalau diambil angka-angka Biro Perantjang Negara, jakni bahwa pada tahun-tahun
jang akan datang tiap tahun Indonesia akan menghasilkan lebih-kurang 200 orang
dokter, maka untuk tambahan 200 orang tenaga dokter tiap tahun ini diperlukan
tambahan 40 orang tenaga apoteker tiap tahun guna memimpin apotik-apotik baru.
Djumlah kebutuhan 40 orang apoteker tiap tahun ini sudah terdjamin dapat dipenuhi,
mengingat kemampuan Fakultas-fakultas Pharmasi di Indonesia, jang mulai tahun
peladjaran 1959/1960 akan menghasilkan 100 á 125 orang apoteker tiap tahun.
Perhitungan tersebut diatas didasarkan pada angka perbandingan 5 dokter lawan 1
apoteker, sebagaimana telah dipergunakan oleh beberapa pembitjara pada pemandangan
umum babak pertama dan babak kedua jakni jang berpangkal pada perbandingan
menurut pemikiran Panitia Leimena, bahwa untuk tiap 50.000 orang penduduk
diperlukan 5 orang tenaga dokter, 1 orang tenaga apoteker dan 2 orang tenaga asisten
apoteker.
Menurut kenjataan jang telah terdjadi diantara tahun 1953 dan 1958, maka
penambahan apotik baru tiap tahun adalah rata-rata hanja 15 buah. Penambahan apotik-
apotik itu ternjata tergantung dari berbagai faktor, terutama faktor modal (termasuk
gedung). Hal ini akan terus berlangsung untuk sedikitnja 4 tahun lagi. Oleh karena itu,
djikalau hendak diperhitungkan djumlah tenaga apoteker jang dibutuhkan untuk
pimpinan apotik-apotik empat tahun jang akan datang, jakni saat berachirnya masa
berlakunja idjin-idjin pemegang apotik darurat, maka tepatnjalah, djika jang diambil
sebagai dasar perhitungan ialah, bahwa untuk 4 tahun jang akan datang tiap tahun rata-
rata dapat didirikan 20 apotik baru. Dengan demikian maka dalam 4 tahun jang akan
datang, untuk mendirikan 4 x 20 apotik-apotik baru diperlukan 4 x 20 x 1 orang
apoteker, jaitu 80 orang apoteker.
Djadi djika kita menindjau kedepan, maka 5 tahun sesudah 10 Oktober 1958 nanti,
kita akan menghadapi suatu situasi dimana Indonesia akan mempunjai 133 orang
apoteker warga negara Indonesia jang sekarang sudah ada, ditambah 4 x 125 orang,
sehingga akan terdapat 633 orang apoteker warga negara Indonesia untuk memimpin
disamping sedjumlah 247 buah apotik (jakni 126 apotik jang sekarang sudah ada,
ditambah 41 apotik darurat jang nantinja akan mendjadi apotik volwaardig, ditambah
lagi dengan 80 apotik jang akan didirikan baru.
Djelaslah bahwa untuk keperluan pimpinan apotik-apotik pada tahun 1963, maka
djumlah tenaga apoteker nanti pasti dapat mendjamin kebutuhan.
166
Rapat 59.
Dan djelaslah pula bahwa akan merupakan suatu hal jang gandjil dan tidak wadjar,
apabila adanja apotik-apotik darurat nanti masih terus dipertahankan, meskipun keadaan
darurat pada tahun-tahun jang akan datang sudah tidak ada lagi, mengingat sudah
didjaminnja djumlah tenaga apoteker jang dibutuhkan.
Sehubungan dengan ini Pemerintah sependapat dengan anggota jang terhormat
Saudara Nj. Oemi Sardjono, jang menjatakan bahwa, mengenai apotik-apotik darurat
sekarang ini, apabila kita dihadapkan dengan pilihan, jang darurat ataukah jang
volwaardig, jang setaraf dengan ukuran internasional, kiranja tidak seorangpun jang
tidak ingin, supaja dinegara kita ini hanja ada apotik-apotik jang dipimpin oleh apoteker
akademisi.
Saudara Ketua jang terhormat, Pemerintah dapat mengerti pendapat anggota-anggota
jang terhormat, Saudara Nj. Moedikdio, Saudara Nj. Oemi Sardjono dan Saudara Dr
Soeatmadji, bahwa diantara para asisten apoteker pemegang idjin apotik darurat tersebut
ada jang telah menjumbangkan djasa kepada revo1usi dan kepada pembangunan negara
di bidang pharmasi.
Dalam hal ini Pemerintah berpendapat, bahwa kepada siapapun jang telah berdjasa
kepada perdjuangan kemerdekaan dan merupakan pionir dalam pembangunan, patut
diberi penghargaan semestinja. Pemerintah mengemukakan disini, bahwa penghargaan
itu haruslah diberikan kepada semua pedjuang kemerdekaan jang telah mempelopori
pembangunan dalam salah suatu dari segala bidang-bidangnja, dan tidak hanja diberikan
chusus kepada 41 orang asisten apoteker jang telah memimpin apotik-apotik darurat itu,
jang notabene sebagian besar bukan pedjuang kemerdekaan. Patut dikemukakan disini
bahwa ada banjak orang diluar golongan 41 orang asisten apoteker pemegang idjin
apotik darurat tersebut jang djuga telah berdjasa kepada revolusi dan perdjuangan
kemerdekaan dan kepada pembangunan pharmasi di Indonesia.
Atas pertimbangan-pertimbangan tersebut tadi Pemerintah tetap berpendapat bahwa:
1. Keadaan darurat bagi pimpinan apotik seperti terdapat pada apotik-apotik darurat
perlulah diachiri.
Sjarat-sjarat untuk itu telah dipenuhi dengan terdjaminnja nanti djumlah tenaga
apoteker jang dibutuhkan.
Berhubung dengan sifat tugas apoteker bagi apotik dalam hal pendjagaan dan
pemeriksaan atas kemurnian obat-obat jang akan disampaikan kepada rakjat, baik
pendjagaan dan pemeriksaan kwantitatip maupun kwalitatip, keahlian mana tidak
didapat dalam curiculum peladjaran asisten apoteker dan tidak pula diperoleh dari
pengalaman praktek dalam apotik sadja, maka djelaslah bagaimana kemampuan
tugas apotek volwaardig dan kemampuan tugas apotik darurat.
167
2. Djasa-djasa jang telah disumbangkan oleh pelopor-pelopor pembangunan pharmasi
di Indonesia patutlah dihargai. Tetapi djanganlah penghargaan itu diberikan dalam
bentuk idjin untuk memimpin suatu apotik darurat, atau dalam bentuk perpandjangan
waktu berlakunja idjin untuk memimpin apotik darurat dalam keadaan jang sudah
tidak darurat lagi.
Tidak tepatlah kiranja djika untuk kepentingan suatu golongan ketjil, kita
melepaskan tanggungdjawab kita terhadap keselamatan kesehatan rakjat, dan
tidaklah tepat pula kiranja, djika untuk itu kita mengorbankan kepentingan rakjat
banjak.
3. Perpandjangan masa berlakunja idjin-idjin jang telah diberikan kepada para asisten
apoteker pemegang idjin apotik darurat, jakni perpandjangan dengan 5 tahun
terhitung sedjak tanggal 10 Oktober 1958, adalah tjukup untuk dapat mendjadi dasar
pegangan, baik bagi Pemerintah, maupun bagi para pemilik modal dan bagi para
pemegang idjin itu sendiri, guna mengatur masa peralihan dengan sebaik-baiknja
sehingga pada saat jang telah ditetapkan, semua apotik darurat telah dapat diubah
mendjadi apotik volwaardig.
Saudara Ketua jang terhormat, dengan pendjelasan jang dikemukakan dalam ad 1
tadi, kiranja terdjawablah pula pertanjaan anggota jang terhormat Saudara Nj.
Moedikdio, jakni sebab apa Pemerintah tidak dapat begitu sadja menjatakan persamaan
deradjat para asisten apoteker jang sudah melakukan praktek apotik darurat, dengan
deradjat apoteker akademis.
Pula, sebagaimana telah diterangkan dalam djawaban Pemerintah kepada sidang
Dewan Perwakilan Rakjat pada tanggal 29 Mei jang baru lalu, maka kepada para asisten
apoteker jang berminat, Fakultas-fakultas Pharmasi kita telah membuka kesempatan
seluas-luasnja kepada mereka untuk meningkatkan pendidikannja untuk mendjadi
apoteker akademis. Dan sudah terbukti bahwa ada beberapa diantara mereka para asisten
apoteker jang telah selesai menamatkan pendidikan akademis tersebut dengan baik.
Saudara Ketua jang terhormat, mengenai pertanjaan anggota jang terhormat Saudara
Dr Hadji Ali Akbar, tentang tudjuan pendidikan apoteker dan mengenai saran anggota
jang terhormat Saudara Nj. Oemi Sardjono tentang perlunja diadakan pembagian tugas
untuk urusan pimpinan apotik dan untuk objek-objek jang memerlukan keahlian jang
chas, maka Pemerintah mendjelaskanlah disini sebagai berikut:
Sistim pendidikan tinggi pharmasi jang kini berlaku, dimaksudkan untuk dua
tudjuan, jakni:
1. dengan masa pendidikan 4 tahun, dihasilkan tenaga-tenaga jang tjukup tjakap chusus
untuk memimpin apotik, dan
168
Rapat 59.
2. mereka jang telah menamatkan pendidikannja sebagai pemimpin apotik, djika tjukup
berminat, dapat melandjutkan pendidikannja selama 2 tahun lagi dalam tingkat
spesialisasi, jang ditudjukan untuk memperoleh tenaga-tenaga ahli dalam lapangan
pharmasi jang lebih luas atau lebih chas, seperti pharmakologi, toksikologi, ilmu
bahan makanan dan sebagainja.
Hal-hal tersebut diatas dengan djelas telah diatur dalam bab I surat keputusan
Menteri Pendidikan, Pengadjaran dan Kebudajaan, tanggal 4 Desember 1954, No.
60084/Kab. jang diubah dengan surat keputusan Menteri Pendidikan, Pengadjaran dan
Kebudajaan tanggal 17 Maret 1955, No. 15988/Kab., jang bunji selengkapnja adalah
sebagai berikut:
Bab I
Tentang tudjuan, sifat dan bagian-bagian pendidikan.
Pasal 1.
(1) Pendidikan apoteker ditudjukan kepada pendidikan tenaga jang tjukup tjakap
untuk memimpin apotik.
(2) Pendidikan doktorandus apoteker ditudjukan kepada pendidikan tenaga-tenaga
ahli dalam lapangan penjelidikan pharmasi seperti pharmakologi, toksikologi dan ilmu
bahan makanan.
Pasal 2.
(1) Pendidikan apoteker tersebut bersifat akademis jang lamanja 4 tahun dan terdiri
atas 3 bagian berturut-turut, ialah pendidikan:
1. bagian propadeuse jang lamanja 1 tahun.
2. bagian kandidat jang lamanja 1 tahun.
3. bagian apoteker jang lamanja 2 tahun.
(2) Pemilik idjazah apoteker jang tersebut ajat (1) diatas ini dapat melandjutkan
peladjarannja pada bagian doktoral untuk pendidikan doktorandus apoteker jang lamanja
2 tahun.
Saudara Ketua, jang terhormat, dengan demikian djelaslah bahwa pembagian tugas,
jang dipersoalkan oleh anggota jang terhormat Saudara Nj. Oemi Sardjono telah diatur
dalam sistim pendidikan tinggi pharmasi jang kini berlaku. Dan djelaslah pula kiranja
bahwa tudjuan pendidikan itu tidak menundjukkan ketjenderungan untuk mendidik
apoteker-apoteker jang hanja mempunjai keinginan untuk memimpin apotik-apotik besar
dikota-kota besar sadja, sebagaimana dinjatakan oleh anggota jang terhormat Dr Hadji
Ali Akbar. Tudjuan pendidikan apoteker adalah mendidik tenaga-tenaga pimpinan
apotik dengan tidak membeda-bedakan apotik untuk kota besar ataupun apotik untuk
kota ketjil,
169
Rapat 59.
Tentang penjebaran tenaga apoteker sehingga merata, baik dikota besar maupun
dikota ketjil, dapatlah dikemukakan disini, bahwa hal ini adalah tergantung dari
meratanja penjebaran apotik-apotik, penjebaran mana, selain tergantung dari faktor
penjebaran tenaga-tenaga dokter, djuga masih tergantung faktor modal untuk mendirikan
apotik-apotik itu.
Akan tetapi dengan ditutupnja kota-kota jang relatif telah mempunjai apotik jang
tjukup banjak, dapatlah diharapkan bahwa para pemilik modal akan mendirikan apotik-
apotik dikota-kota ketjil. Dan sedjaian dengan meningkatnja djumlah apoteker tiap
tahun, maka dapatlah diramalkan, bahwa 1 tahun Jagi sudah sukar bagi tenaga-tenaga
apoteker untuk mendapatkan pekerdjaan dikota-kota besar, terutama di Djawa,
Penutupan kota-kota tersebut bagi pembukaan apotik-apotik baru, akan
mengakibatkan penjebaran apotik-apotik dan apoteker-apotekernja kekota-kota ketjil
belum mempunjai apotik. Ini telah terbukti dengan telah dibukanya apotik-apotik
volwaardig tahun 1959 ini di Telukbetung, Tandjung Karang, Probolinggo, dan jang
sebentar lagi akan disusul dengan pembukaan apotik-apotik volwaardig di Salatiga,
Tasikmalaja, Pangkalpinang dan Sibolga.
Sehubungan dengan penjebaran apotik-apotik didaerah-daerah diluar pulau Djawa,
terutama terhadap hal-hal dikemukakan oleh anggota jang terhormat Dr Soeatmadji,
jang lebih menaruh kepertjajaan terhadap tenaga asisten apoteker daripada terhadap
tenaga apoteker dalam hal usaha mendirikan apotik-apotik dikota-kota ketjil, Pemerintah
mengemukakan keterangan sebagai berikut:
Pada saat masih berlakunja Undang-undang No. 4 tahun 1953 tentang apotik darurat,
jakni pada saat dimana masih mungkin diberikan idjin pembukaan apotik darurat, jakni
pada saat dimana masih mungkin diberikan idjin pembukaan apotik darurat, pada waktu
itu terdapat lebih dari 200 orang asisten apoteker jang memenuhi sjarat-sjarat untuk
mendapatkan idjin pembukaan apotik darurat.
Tetapi kenjataan adalah bahwa diantara lebih dari 200 orang asisten apoteker itu
sebetulnja hanja 41 oranglah jang mempergunakan kesempatan itu. Dan diantara 41
asisten apoteker itu sebagian terbesar, jaitu ± 70 % memegang apotik darurat dipulau
Djawa, ± 20 % dikota- kota besar dipulau Sumatera, dan selebihnja dikota- kota diluar
pulau- pulau Djawa dan Sumatera, jakni : di Denpasar 1 buah, Bandjarmasin 1 buah,
Pontianak 1 buah dan Makasar 1 buah, kota-kota mana, walaupun terletak diluar Djawa
dan Sumatera tidaklah dapat dikatakan "pelosok-pelosok", melainkan semua merupakan
ibukota-ibukota propinsi.
170
Rapat 59.
Perlu ditambah pendjelasan disini bahwa di Bandjarmasin, Pontianak, Makasar dan
Menadopun disamping apotik-apotik darurat, sudah terdapat apotik-apotik volwaardig
(jaitu di Bandjarmasin 1, di Pontianak 1, di Menado 1 dan di Makasar 2 buah).
Djelaslah kiranja, bahwa dalam hal penjebaran apotik-apotik dikota-kota ketjil atau
didaerah-daerah diluar pulau Djawa, maka soal minat para apoteker atau asisten
apoteker, pun soal apotik darurat atau apotik volwaardig, tidak merupakan faktor jang
menentukan. Jang menentukan ialah faktor modal dan minat para pemilik modal,
disamping faktor penjebaran tenaga dokter kekota-kota ketjil, dan tidak benarlah apa
jang dikatakan oleh anggota jang terhormat Saudara Dr Soeatmadji, bahwa untuk
mendirikan apotik baru, autilage dan segala-galanja bagi apotik volwaardig itu lebih
berat dari pada autilage bagi apotik darurat. Autilage bagi apotik volwaardig dan
autilage bagi apotik darurat tidak berbeda. Perbedaan jang pokok, ialah bahwa apotik
volwaardig itu dipimpin oleh seorang apoteker akademikus jang volwaardig, dan apotik
darurat dipimpin oleh seorang asisten apoteker jang berpengalaman.
Dan menurut hasil penjelidikan Kementerian Kesehatan, maka tidak benarlah pula
apa jang dikatakan oleh Saudara Dr Soeatmadji, bahwa disamping honorariumnja,
apoteker-apoteker di Djakarta menerima djuga aandeel in de winst sebanjak satu rupiah
setiap resepnja.
Saudara Ketua jang terhormat, tentang pendapat anggota-anggota terhormat Saudara
Nj. Oemi Sardjono dan Saudara Dr Soeatmadji mengenai apa jang disebut "verkregen
recht" dan mengenai kedudukan apotik darurat setelah berachirnja masa berlakunja
idjin- idjin pemegang apotik darurat, Pemerintah memberi pendjelasan sebagai
berikut :
1. Apa jang disebut “verkregen recht”, dalam dalam arti Undang-undang No. 4
tahun 1953, adalah hak jang diberikan oleh Undang-undang itu kepada para asisten
apoteker jang memenuhi sjarat-sjarat tertentu, untuk melakukan pekerdjaan pharmasi,
tanpa pengawasan seorang apoteker, hak mana berlaku sampai saat 5 tahun sesudah
fakultas di Indonesia bagian pharmasi menghasilkan apoteker-apoteker jang pertama.
Djadi berarti, bahwa "verkregen recht" itu terbatas, jaitu terbatas dari waktu Undang-
undang No. 4 tahun 1953 itu mulai berlaku sampai pada tanggal 10 Oktober 1958 jang
lalu.
Hal ini sudah disetudjui setjara formil oleh Dewan Perwakilan Rakjat Republik
Indonesia dan jang ternjata dari "uitvaar diging" Undang-undang No. 4 tahun 1953 jang
berbunji: Dengan persetudjuan Dewan Perwakilan Rakjat memutuskan etc, etc termasuk
pasal 13-nja.
Walaupun demikian, sebagai masa peralihan dan guna memberikan kesempatan,
agar dapat diatur sebaik-baiknja perubahan status apotik darurat mendjadi apotik
171
Rapat 59.
darurat mendjadi apotik volwaardig, maka Pemerintah, dengan rantjangan Undang-
undang jang sekarang sedang dibitjarakan ini, hendak memberikan masa perpandjangan
berlakunja idjin-idjin tersebut, jakni selama 5 tahun lagi. Djusteru masa perpandjangan
ini adalah sesuai dengan pendapat Saudara Dr Soeatmadji, dan hal ini dimaksud sebagai
tindakan pengaturan, agar perubahan status tersebut berdjalan dengan tidak sekonjong-
konjong.
2. Setelah berachirnya masa berlakunja idjin jang telah diberikan kepada asisten-
asisten apoteker untuk memimpin apotik darurat, maka apotik darurat tersebut bukannja
ditutup kelangsungan hidupnja, melainkan dapat diubah mendjadi apotik volwaardig,
sesuai dengan hapusnja keadaan darurat dengan djalan menempatkan seorang apoteker
dalam pimpinan apotik itu.
Terhadap kechawatiran akan nasib para pemegang idjin nanti, sesuai dengan
beberapa nama asisten apoteker jang disebut oleh Saudara Dr Soeatmadji dalam
pemandangan umum babak kedua sebagai orang-orang jang telah berdjasa dalam
revolusi kita, dapatlah dikemukakan disini bahwa nasib dan kedudukan sosial mereka
tidaklah seburuk seperti jang dibajangkan oleh anggota jang terhormat Dr Soeatmadji.
Saudara Isnaeni misalnja, jang disebut namanja oleh Saudara Dr Soeatmadji, kini
telah mendjadi direktur suatu N.V. jang berusaha dalam lapangan import pharmasi dan
perdagangan besar obat-obat, dan memiliki suatu pabrik obat jang mengerdjakan
pembikinan obat-obat untuk suatu pabrik obat Swiss jang tersohor, dan dengan demikian
membawahi beberapa tenaga apoteker volwaardig sebagai pegawai-pegawainja.
Seorang asisten apoteker lain, tokoh Persatuan Ahli Pharmasi Indonesia, jang atas
inisiatif sendiri telah mengembalikan idjin jang telah diperolehnja untuk memimpin
suatu apotik darurat di Djakarta, kini telah menduduki djabatan sebagai direktur dari
pada suatu perusahaan pharmasi jang mendjalankan berbagai apotik dipulau Djawa.
Seorang asisten apoteker lain lagi, tokoh Persatuan Apotik Nasional Indonesia, kini
mendjadi direktur suatu N.V. jang memiliki dua buah apotik di Djakarta, suatu
perusahaan perdagangan besar obat-obat dan import obat bius, suatu pabrik obat jang
mengerdjakan pembikinan obat-obat untuk pabrik obat Djerman jang besar, dan dengan
demikian mempunjai beberapa tenaga apoteker volwaardig diantara pegawai-
pegawainja.
Tjukuplah kiranja tjontoh-tjontoh jang dikemukakan, disamping tjontoh-tjontoh lain
lagi jang dapat diadjukan, pula jang kesemuanja menundjukkan kemampuan tenaga-
tenaga asisten apoteker jang berpengalaman itu untuk mendapatkan suatu kedudukan
sosial jang tidak kalah pentingnja dari pada mendjadi pemegang idjin suatu apotik
darurat.
172
Rapat 59.
Saudara Ketua jang terhormat, terhadap saran-saran anggota jang terhormat Saudara
Nj. Moedikdio mengenai tjara-tjara untuk membantu perkembangan Sekolah-sekolah
Asisten Apoteker partikelir, dinjatakanlah disini, bahwa saran-saran itu diterima baik
oleh Pemerintah dengan utjapan terima kasih.
Mengenai kesulitan jang dihadapi oleh pengusaha-pengusaha apotik nasional dalam
mendapatkan bahan-bahan baku bagi apotik-apotiknja, Pemerintah menerangkan disini,
bahwa soal tersebut telah mendapat perhatian Pemerintah.
Sebagaimana telah diketahui, dalam rangka usaha penertiban dalam urusan import,
agar dalam penggunaan devisen tertjapai effect dan efficiency jang sebesar-besarnja,
sehingga barang-barang jang diimport betul-betul djatuh ditangan dan dipakai oleh
mereka jang betul-betul memerlukannja maka oleh Menteri Perdagangan telah diadakan
peraturan import baru.
Akibat dari spekulasi jang didjalankan oleh beberapa importir dan pedagang besar
tertentu, maka untuk beberapa waktu memang terdjadi stagnasi dalam pembagian bahan-
bahan baku kepada pengusaha-pengusaha jang memerlukannja. Akan tetapi, tindakan-
tindakan untuk mentjegah berlangsungnja stagnasi mengenai bahan-bahan obat-obatan
telah dilakukan oleh Kementerian Kesehatan, Kementerian Perindustrian dan
Kementerian Perdagangan bersama, usaha mana kini tengah dalam pelaksanan.
Selandjutnja, mengenai para importir pharmasi nasional jang tidak dapat
mengimport obat-obatan sesuai dengan djatah jang dibutuhkan, seperti diutarakan oleh
Saudara Nj. Moedikdio, dapatlah diterangkan, bahwa alokasi devisen dapatlah dikatakan
tjukup disediakan. Adapun ketidaklantjaran import obat-obatan tersebut disebabkan oleh
karena ada importir pharmasi nasional jang belum mampu merealisir seluruh djatah jang
telah diberikan.
Dengan penguasaan perusahaan-perusahaan importir pharmasi Belanda oleh
Pemerintah, diharapkan akan adanja penertiban dalam hal ini, dan guna mendjamin
kelantjaran pembagian obat-obatan, Pemerintah mengusahakan berkurangnja djumlah
perantara-perantara dalam perdagangan bahan-bahan obat-obatan.
Mengenai Undang-undang Apotik Nasional jang dimaksudkan oleh anggota jang
terhormat Saudara Nj. Moedikdio dan tentang Farmakope Indonesia jang disebut oleh
anggota jang terhormat Saudara Dr Soeatmadji, Pemerintah mengemukakan disini,
bahwa mendahului diterimanja rantjangan Undang-undang Pokok Kesehatan oleh
Dewan Menteri untuk kemudian dimintakan pengesahan oleh Dewan Perwakilan Rakjat,
maka oleh Kementerian Kesehatan sedang disiapkan suatu rantjangan Undang-undang
Pharmasi jang antara lain akan memuat ketentuan-ketentuan mengenai apotik-apotik dan
mengenai Farmakope Indonesia.
173
Rapat 59.
Saudara Ketua jang terhormat, tentang usul anggota jang terhormat Saudara Dr Hadji
Ali Akbar mengenai hukuman denda, maka sesuai dengan persetudjuan jang telah
tertjapai antara Pemerintah dan Saudara Dr Hadji Ali Akbar pada pembitjaraan informil
jang diadakan sesudah djawaban Pemerintah pada rapat Dewan Perwakilan Rakjat
tanggal 27 Mei jang baru lalu, dinjatakan disini, bahwa Pemerintah menjetudjui usul
Saudara Dr Hadji Ali Akbar untuk mengubah angka denda uang dari 1.000 mendjadi
5.000, sehingga pasal 15 ajat (1) dari rantjangan Undang-undang berbunji sebagai
berikut:
Pasal 15.
(1) Dengan hukuman kurungan setinggi-tingginja enam bulan atau hukuman denda
sebanjak-banjaknja lima ribu rupiah dihukumlah:
a. pemegang idjin jang menjerahkan barang beratjun ..... dan seterusnja.
Selebihnja dari rantjangan Undang-undang dapat diterima oleh Saudara Dr Hadji Ali
Akbar, untuk hal mana Pemerintah mengutjapkan terima kasih.
Saudara Ketua jang terhormat, mengenai hal usaha penurunan harga obat-obatan,
sebagaimana diadjukan oleh anggota-anggota jang terhormat Saudara Nj. Moedikdio,
Saudara Nj. Oemi Sardjono dan Saudara Dr Hadji Ali Akbar, dinjatakanlah disini bahwa
Pemerintah sependapat dengan pembitjara-pembitjara tadi, bahwa perlu penurunan harga
itu terlaksana selekas mungkin. Akan tetapi, djusteru untuk mentjegah adanja
kegontjangan-kegontjangan jang dapat menimbulkan kesulitan-kesulitan baru sebagai
akibat dari suatu pelaksanaan tergesa-gesa dari pada rentjana Pemerintah tersebut, maka
Pemerintah merasa perlu untuk mengambil waktu untuk dapat mengadakan persiapan-
persiapan jang tjukup seksama.
Tentang pertanjaan-pertanjaan disekitar soal kekurangan obat-obat, jang diadjukan
oleh anggota-anggota jang terhormat Saudara Dr Hadji Ali Akbar, Saudara Dr
Soeatmadji dan Saudara Nj. Oemi Sardjono, maka mengenai kata-kata "norma-norma
negara jang sudah stabil keuangan dan ekonominja", didjelaskanlah bahwa dengan kata-
kata itu tidak berarti dan tidak dimaksudkan bahwa pengobatan jang dilakukan sekarang
ini di Indonesia tidak disesuaikan dengan norma-norma pengobatan jang sesuai dengan
kemadjuan dilapangan ilmu kedokteran dan pengobatan.
Dengan kata-kata tadi itu dimaksudkan, bahwa berhubung dengan keadaan keuangan
dan ekonomi dinegara kita, perlu diadakan suatu usaha efficiency demikian rupa
sehingga tidak semua obat-obatan jang terbeli didunia ini, diimport dan disediakan
dinegara kita. Obat-obat jang obsoleet (umpamanja neo-salvarsan), obat-obat jang tidak
penting (umpamanja aphrodisiaca), tidak di import dan tidak disediakan lagi.
Synoniemen, jaitu obat-obat jang berlainan nama, merk dan pabriknja, tetapi sama
174
Rapat 59.
chasiatnja, jang mahal tidak diimport dan jang disediakan hanja jang terendah harganja
(umpamanja: reserpine disediakan, serpasil tidak diimport lagi, karena harganja djauh
lebih tinggi dari pada reserpine). Obat-obat seperti jang disebut dalam pertanjaan
Saudara Dr Hadji Ali Akbar, jaitu enterocioform, streptomycin, I.N.H., P.A.S., diimport
dan diadakan persediaan.
Suatu akibat baru lain dari pada keadaan keuangan dan ekonomi dinegara kita ialah
bahwa ditahun-tahun jang lampau, buffer-stock obat-obatan jang dulu ada, lambat-laun
sudah dipakai habis (ingeteerd), oleh karena pada waktu itu tiap-tiap tahun djumlah
obat-obatan jang dibeli adalah kurang dari pada djumlah jang dipakai. Salah suatu akibat
dari pada tidak adanja bufter-stock lagi, ialah kesulitan-kesulitan dalam distribusi:
didepot-depot pharmasi, dirumah-rumah sakit dan dipoliklinik-poliklinik tidak dapat
diadakan persediaan obat-obatan untuk djangka waktu pandjang, maka dapatlah terdjadi
bahwa sebelum aanvulling datang, persediaan berbagai matjam obat sudah habis; atau
dengan susunan kata lain: berbagai matjam obat-obatan sudah habis, barulah
aanvullingnja datang. Selama buffer-stock ini belum tersusun kembali, maka senantiasa
akan dialami kesulitan-kesulitan demikian dalam distribusi obat-obatan itu. Usaha untuk
dalam tahun 1959 memperoleh obat-obatan ± 2 x djumlah jang diimport pada tahun
1958, adalah dalam rangka usaha untuk lambat-laun menjusun kembali suatu buffer-
stock.
Berhubung dengan tidak adanja buffer-stock dewasa sekarang ini, maka oleh
pimpinan Djawatan Perlengkapan Pharmasi didjalankanlah kebidjaksanaan sebagai
berikut:
Daerah-daerah diluar Djawa, jang djauh dari pusat Djawatan Perlengkapan
Pharmasi, terutama jang dewasa sekarang ini mengalami kesulitan dalam pengangkutan
barang dengan kapal, seperti Tapanuli, Atjeh, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur,
Sulawesi Utara, Maluku dan Irian Barat diutamakan dalam hal persediaan obat-obatan;
djika ada pemesanan obat-obatan masuk digudang Djawatan Perlengkapan Pharmasi,
maka daerah-daerah itulah jang diutamakan, dan untuk daerah-daerah itulah diusahakan
supaja terdjamin suatu persediaan untuk djangka waktu 1 tahun.
Maka Djakarta, termasuk Rumah Sakit Umum Pusatnja, dalam daftar urgensi itu,
tidak diberi tempat diatas, berdasar pertimbangan bahwa, karena dekat pada pusat
Djawatan Perlengkapan Pharmasi, dapatlah senantiasa segera kepadanja diberi
pertolongan djika terdjadi suatu kesulitan. Oleh karena itu, tidaklah tepat djika Saudara
Dr Soeatmadji memakai sebagai pangkal pembitjaraan keadaan di Rumah Sakit Umum
Pusat Djakarta untuk menarik kesimpulan "bahwa itu adalah keadaan dimana-mana".
175
Rapat 59.
Mengenai persediaan obat-obat di Rumah Sakit Umum Pusat Djakarta chususnja
dapatlah didjelaskan sebagai berikut:
Obat-obat di Rumah Sakit Umum Pusat Djakarta, menurut daftar permintaan
tertanggal 16 April 1959, terdiri dari 215 matjam, dan 215 matjam obat-obatan ini dapat
digolongkan dalam 2 golongan, jakni:
I. golongan obat-obat jang ada dalam persediaan (64 matjam);
II. golongan obat-obat jang tidak ada dalam persediaan (151 matjam).
Dari golongan jang ke-II ini, ada matjam-matjam obat:
a. jang tertjantum dalam daftar persediaan (104 matjam), dan
b. jang memang tidak ditjantumkan lagi dalam daftar persediaan (47 matjam);
obat-obat inilah merupakan obat-obat jang tidak dibeli lagi dan tidak disediakan lagi
karcna obsoleet, tidak penting, atau karena sudah ada synoniemnja jang lebih murah.
Dari 104 matjam obat jang tidak ada dalam persediaan Rumah Sakit Umum Pusat
Djakarta sebagaimana tersebut ada diatas, telah 56 matjam diberikan persediaan lagi
kepada Rumah Sakit Umum Pusat Djakarta jaitu diambil dari "persediaan darurat" (jang
tersedia dipusat Djawatan Perlengkapan Pharmasi untuk menghadapi wabah, bentjana-
bentjana alam atau bentjana-bentjana seperti peristiwa ketjelakaan kereta api di
Tasikmalaja baru-baru ini.
Sedang 48 matjam lagi belum dipenuhi karena belum diangkut dari pusat Djawatan
Perlengkapan Pharmasi ke Rumah Sakit Umum Pusat Djakarta, atau karena dipusat
Djawatan Perlengkapan Pharmasi memang belum ada persediaan, disebabkan oleh
karena sudah habis dikirim kedaerah-daerah dan masih ditunggu pemesanan dari luar
negeri jang sedang “zeilende", atau ditunggu pemesanan dalam negeri jang belum
selesai geleverd, atau ditunggu pembikinannja oleh Pabrik Obat "Manggarai".
Sebab-sebab dari kekurangan obat-obat di Rumah Sakit Umum Pusat Djakarta ini
berkisar terutama pada hal-hal sebagai berikut:
1. Obat-obat jang ada, telah diberikan dulu kepada daerah-daerah diluar pulau Djawa;
2. Pemesanan-pemesanan dari luar negeri terlambat datangnja, jang mengakibatkan
pula terlambatnja pekerdjaan mentablettir dan mengampulir bahan-bahan obat-obatan
itu.
3. Tidak mentjukupinja kapasitet Pabrik Obat "Manggarai" mengenai pembuatan tablet
dan ampul, meskipun pada achir tahun 1958 telah dapat diatur demikian rupa sehingga
kapasitet itu telah meningkat dengan 200%.
Sekarang sedang ditunggu mesin-mesin jang telah dipesan untuk memperluas bagian
pembikinan tablet dan ampul dari Pabrik Obat "Manggarai" itu.
176
Rapat 59.
Saudara Ketua jang terhormat, sekianlah keterangan-keterangan mengenai kesulitan-
kesulitan disekitar persediaan obat-obatan.
Mudah-mudahan dengan keterangan-keterangan itu dapatlah hilang kechawatiran
Saudara Dr Soeatmadji, jaitu "seakan-akan Pemerintah menganggap soal ini ringan
sadja". Demikian pula kesan pada Saudara Nj. Oemi Sardjono, jaitu "bahwa tidak ada
kesungguhan pada Pemerintah dalam memberikan obat-obatan kepada rakjat jang tidak
mampu".
Supajalah diketahui bahwa dalam keadaan keuangan negara seperti sekarang ini,
diantara berbagai soal dibidang kesehatan, usaha persediaan obat-obatanlah diberi
prioriteit jang mutlak, disamping usaha untuk mendjamin makanan bagi penderita-
penderita jang dirawat dirumah-rumah sakit.
Saudara Ketua jang terhormat, menurut pendengaran anggota jang terhormat
Saudara Dr H. Ali Akbar, World Health Organisation ada mempunjai suatu daftar "life
saving drugs" jang mereka tetapkan sebagai ukuran internasional.
Dapatlah didjelaskan disini bahwa itu tidaklah benar.
Jang benar ialah, bahwa beberapa negara masing-masing telah membuat suatu daftar
dari obat-obat jang dianggapnja penting sehingga untuk obat-obat sedemikian itu
diadakan peraturan-peraturan chusus untuk mendjamin supaja obat-obat itu tersedia dan
dapat dibeli oleh publik atas resep dokter. Definisi tentang obat-obat penting itu diantara
negara-negara itu berbeda-beda, demikian pula batas-batas golongan obat-obat penting
itu berbeda-beda diantara negara itu. Di Denmark umpamanja, hormone suprarenal
untuk morbus addisonii, hormone thyreodea untuk myxoedema dan hormone-hormone
sexuil untuk carcinoma mamae dan carcinoma prostatae, ditjantumkan didalam daftar
obat-obat penting itu.
Jang sekarang sedang didjalankan oleh World Health Organisation ialah suatu usaha
untuk mempeladjari daftar-daftar obat-obat penting diberbagai negara itu.
Achirnya, Saudara Ketua, mendjawab pertanjaan-pertanjaan Saudara Dr Hadji Ali
Akbar tentang penjakit influenza, diterangkanlah, bahwa penjakit itu sedjak bulan Maret
jang baru lalu berdjangkit lagi di Indonesia berupa wabah. Gedjala-gedjala penjakit
influenza jang sekarang ini mirip gedjala-gedjala penjakit influenza jang pada tahun
1952 timbul di Swedia sebagai wabah. Meskipun oleh para penderita individuil gedjala-
gedjala itu dirasa berat, namun qua wabah (qua djumlah orang jang ketularan)
tampaknja ini kali lebih djauh ringan djika dibandingkan dengan wabah influenza pada
tahun 1957. Pun qua mortaliteit tampaknja djauh lebih ringan. Di Laboratorium
Influenza jang dipimpin oleh Prof. Gan Kun Han di Djakarta, sedang diselidiki type
apakah jang menimbulkan wabah jang sekarang ini. Dan bersama-sama Stasiun
177
Rapat 59.
Epidemiologi W.H.O. di Singapura sedang diselidiki apakah wabah ini datang dari luar
negeri, ataukah mulai timbulnja itu ada di Indonesia.
Hubungan, saluran dan tjara-tjara kerdja-sama antara Laboratorium Influenza jang
telah didirikan di Djakarta dan Stasiun Epidemiologi W.H.O. di Singapura, dasar-
dasarnja telah diletakkan oleh Dr Makmun al Rasjid, Kepala Bagian Epidemiologi dan
Karantina, diwaktu wabah influenza pada tahun 1957. Mungkin oleh karena itu maka
kali ini tidak kelihatan aktiviteit Kementerian Kesehatan. Mungkin pula oleh karena
instruksi kepada Inspektur-inspektur Kesehatan Propinsi dan kepada Djawatan
Perlengkapan Pharmasi supaja awas dan siap-siap, sudah dikeluarkan oleh Kementerian
Kesehatan djauh sebelum wabah influenza jang sekarang ini timbul.
Tentang pengumuman Kementerian Kesehatan mengenai wabah influenza ini, jang
diberikan oleh Dr Makmun al Rasjid sebagai Kepala Bagian Epidemiologi dan
Karantina kepada pers pada tanggal 29 Mei jang baru lalu, Pemerintah tidak sependapat
dengan Saudara Dr Hadji Ali Akbar bahwa pengumuman itu akan menjebabkan para
penderita influenza mengabaikan penjakitnja. Pengumuman itu telah disusun demikian
rupa, sehingga dapat diharapkan bahwa ini kali tidak akan timbul panik seperti dialami
diwaktu wabah influenza tahun 1957.
Saudara Ketua jang terhormat, sekianlah pendjelasan-pendjelasan jang perlu
diadjukan oleh Pemerintah disekitar rantjangan Undang-undang tentang penetapan
"Undang-undang Darurat No. 5 tahun 1958 tentang kedudukan hukum apotik darurat"
sebagai Undang-undang, pendjelasan-pendjelasan mana berpokok pada kenjataan-
kenjataan, bahwa dalam 4 tahun jang akan datang djumlah apotik di Indonesia akan
meningkat dari 167 mendjadi ± 247; bahwa djumlah apoteker warga-negara Indonesia
dalam waktu jang sama akan meningkat dari 133 + 4 mendjadi ± 633 + 4; dan bahwa
dengan demikian, setjara pastilah terdjamin nanti djumlah tenaga apoteker jang
diperlukan untuk memimpin apotik-apotik itu.
Dengan tambahan pendjelasan-pendjelasan dalam babak kedua ini, mudah-mudahan
tidak ada lagi kesangsian dan keragu-raguan terhadap pasal 1 rantjangan Undang-
undang ini jang masih terdengar diwaktu pemandangan umum babak kedua, sehingga
dapatlah rantjangan Undang-undang ini tanpa perubahan bunji pasal 1 diterima oleh
Dewan Perwakilan Rakjat.
Sekian, Saudara Ketua, terima kasih.
178
Rapat 59.
Ketua: Sekianlah, Saudara-saudara, djawaban Pemerintah atas pemandangan umum
babak kedua dari para anggota. Djawaban dari Pemerintah ini tjukup luas dan pandjang,
sehingga untuk pembahasannja nanti Saudara-saudara memerlukan penjelidikan setjara
mendalam.
Sekarang saja bertanja kepada Saudara-saudara, apakah sudah bisa kita
melandjutkan pembitjaraan pasal demi pasal pada hari ini? Siapa jang ingin bitjara? Saja
persilakan Nj. Moedikdio.
Nj. Moedikdio: Saudara Ketua jang terhormat, kita sudah mendengarkan djawaban
Pemerintah jang pandjang, jang bagi kita amat penting untuk menentukan sikap dalam
membahas Undang-undang Darurat ini.
Dalam pada itu, Saudara Ketua, saja djuga mengutjapkan sjukur bahwa tadi pada
permulaan rapat sudah dibatjakan beberapa surat dan telegram-telegram jang djuga,
mempunjai hubungan dengan pembitjaraan Undang-undang Darurat tentang kedudukan
hukum apotik darurat ini.
Sebenarnja, Saudara Ketua, kemarin ada surat jang disampaikan oleh Ikatan
Phannasi, dan saja kira tidak kepada saja sendiri, tetapi ditudjukan pada seluruh
pembitjara, jang menanjakan, mengapa suratnja dari Apothekersbond dibatjakan,
sedangkan telegram dari Ikatan Pharmasi dan lain-lain tidak.
Saudara Ketua, meskipun itu sifatnja pertanjaan, tetapi buat kita Dewan Perwakilan
Rakjat ini pertanjaan itu merupakan suatu tegoran jang halus jang sebenarnja tidak usah
dan memang tidak pada tempatnja, kalau Dewan Perwakilan Rakjat ini dianggap tidak
objektif atau berat sebelah. Djadi saja bersjukur sekali dan berterima kasih bahwa surat-
surat dan telegram itu sudah dibatjakan jang buat kita djuga merupakan bahan tambahan
dalam membitjarakan rantjangan Undang-undang ini.
Dalam pada itu, Saudara Ketua, beberapa pembitjara dalam pemandangan umum
babak kedua mengenai rantjangan Undang-undang ini, diantaranja Saudara Dr Ali
Akbar, Dr Soeatmadji dan saja sendiri, tadi pagi sudah pula mempersiapkan beberapa
amendemen terhadap rantjangan Undang-undang jang kita hadapi ini. Oleh karena itu
semua dan oleh karena djawaban Pemerintah jang pandjang itu djuga, maka saja kira
waktu untuk membahas tidak tjukup kalau begitu sadja. Oleh karena itu saja usulkan,
sebaiknja rapat ini kita tunda sampai waktu dimana atjara untuk meneruskan rantjangan
Undang ini, ada lagi.
Sekian sadja.
179
Rapat 59.
Ketua: Saudara-saudara, lebih dahulu sebelum kita menetapkan waktunja bagi
landjutan pembahasan rantjangan Undang-undang ini, terhadap keterangan dari pihak
pengirim telegram-telegram jang mengatakan telegram-telegramnja tidak dibatjakan dan
hanja satu surat sadja jang dibatjakan, dapat diterangkan disini kepada Saudara-saudara,
bahwa semua telegram itu baru diterima pada hari Sabtu sore dan baru masuk didalam
buku kita disini tanggal 1 Djuni hari ini. Oleh sebab itu pembatjaan surat-surat dan
telegram baru tadi pagi dapat dilakukan. Tetapi kalau Saudara-saudara memerlukan
untuk seluruhnja Saudara-saudara mendapatkannja, Sekertariat tidak keberatan
memperbanjaknja untuk mendjadi bahan bagi Saudara-saudara.
Saudara-saudara, tadi ada usul dari pihak Nj. Moedikdio dan kawan-kawan lain
supaja atjara ini diundurkan pada hari lain, disebabkan, pertama, untuk mempeladjari
setjara mendalam djawaban Pemerintah jang pandjang ini, dan kedua, untuk menjusun
amendemen jang akan mereka adjukan.
Siapa jang hendak berbitjara? Saja persilakan Saudara Dr Soeatmadji.
Dr Soeatmadji : Saudara Ketua, ternjata perhatian dari chalajak ramai dan terutama
dari jang berkepentingan adalah besar sekali. Maka sudah tentu ada baiknja kalau kita
berhati-hati sekali mengenai hal ini. Saja setudju terhadap usul dari Nj. Moedikdio tadi,
tetapi dengan menambah satu usul pula, jaitu sebelumnja kita nanti meneruskan
pembitjaraan ini didalam sidang pleno, kita berunding lebih dahulu setjara informil
dengan Pemerintah dan perundingan informil itu sebaiknja diadakan kalau kita sudah
mempunjai bahan-bahan jang tadi diadjukan oleh Saudara Menteri Kesehatan.
Ketua: Saudara-saudara, Saudara Dr Soeatmadji memperkuat usul dari Njonja
Moedikdio dengan tambahan supaja diberikan waktu djuga untuk mengadakan
pembitjaraan informil dengan Pemerintah; djadi minta waktu, Saudara-saudara.
Oleh karena suara-suara ini sudah sedjak tadi disampaikan kepada pimpinan, maka
kami tjoba-tjoba untuk mentjari waktu dan saat jang baik untuk menetapkan atjara ini.
Kira-kira dalam atjara kami, - kalau Saudara-saudara dapat menjetudjuinja -, Kamis
malam baru kita masuki atjara kita ini, sehingga pada hari itu kita anggap sudah tjukup
waktu, - dari sekarang sampai hari Kamis -, untuk mempeladjari pidato djawaban itu dan
pula untuk menjusun amendemen bagi pihak jang ingin mengadjukannja.
Apakah bisa Saudara-saudara menjetudjuinja, apabila Kamis malam? Dan dalam hal
ini tentunja kami bertanja djuga kepada Saudara Menteri, apakah pada hari Kamis
malam itu dapat menghadiri rapat Dewan Perwakilan Rakjat ini?
180
Rapat 59.
Dr Azis Saleh, Menteri Kesehatan: Bisa.
Ketua: Saudara Menteri dapat menjetudjui pada Kamis malam dan sebelum Kamis
malam Saudara Menteri bersedia untuk mengadakan pembitjaraan informil.
Bisa begitu, Saudara-saudara?
(R a p a t : Setudju.)
Tentang rapat informil itu kami serahkan sadja kepada Saudara Menteri untuk
menetapkan harinja dan kalau hal itu bisa diadjukan sekarang saja bisa meneruskannja
kepada para anggota.
Dr Azis Saleh, Menteri Kesehatan: Saja kira hal ini terserah kepada para anggota
Dewan Perwakilan Rakjat jang mempeladjari djawaban Pemerintah itu.
Ketua: Djadi karena djawaban Pemerintah ini harus dironeo lebih dahulu,
bagaimana kalau saja usulkan hari Rabu pagi djam 10.00?
Dapat disetudjui, Saudara-saudara?
(R a p a t : Setudju.)
Sekarang baiklah kita memasuki atjara jang selandjutnja, jaitu mengenai rantjangan
Undang- undang tentang pertambangan (Sid. 1959, P. 413) dan rantjangan
Undang-undang tentang minjak (Sid. 1959, P. 414).
Saudara-saudara, sebelum saja memasuki atjara ini, saja ingin menjampaikan dulu
kepada Saudara-saudara, bahwa banjak sekali suara-suara jang kami terima disini jang
minta supaja diadakan perubahan susunan atjara, terutama mengenai atjara jang mestinja
harus dibitjarakan pada hari Rabu nanti, jaitu tentang rantjangan Anggaran Tambahan
tahun 1958, tetapi ternjata sampai sekarang memori djawabannja belum lengkap
disampaikan oleh Pemerintah kepada Parlemen. Maka oleh karena itu banjak sekali
anggota jang minta supaja atjara ini ditunda. Dalam hal ini kami sudah mengadakan
hubungan dengan Pemerintah. Kalau umpama ditunda, kapan Pemerintah dapat
memberikan selengkapnja memori djawaban itu. Pemerintah minta supaja soal atjara ini
dibitjarakan nanti dalam sidang Panitia Permusjawaratan jang akan dilangsungkan pada
hari Senin tanggal 8 Djuni 1959, tetapi dengan permintaan bahwa pembitjaraan
mengenai Anggaran Tambahan itu dilakukan dalam sidang ini djuga, sebelum reces.
Dan kemudian mengenai atjara jang kita hadapi sekarang, djuga ada suara-suara jang
minta supaja ditunda, karena belum siap untuk mengadakan pemandangan umum,
terutama dengan pertimbangan adanja kesibukan dalam sidang Konstituante sekarang
ini. Maka oleh karena itu sebelum mengenai hal-hal itu kami ambil kesimpulan, kami
ingin supaja Saudara-saudara mengadakan pemandangan lebih dahulu tentang susunan
atjara ini.
181
Rapat 59.
Saja persilakan kepada Saudara-saudara jang akan menggunakan kesempatan ini.
Saja persilakan Saudara Doeriat.
R.G. Doeriat: Saudara Ketua jang terhormat, Undang-undang Pertambangan dan
Minjak Bumi ini, adalah suatu Undang-undang jang memang amat penting dan
mempunjai pengaruh besar terhadap perekonomian negara kita, sehingga pembahasannja
harus dilakukan setjara mendalam sekali -- karenanja membutuhkan perhatian jang besar
- baik oleh Parlemen maupun Pemerintah dan djuga oleh chalajak ramai. Sehingga,
Saudara Ketua, untuk membitjarakan rantjangan Undang-undang ini sekarang, saja
pandang kurang tepat mengingat waktunja dan mengingat pula perhatian dari siapa pun
djuga, karena perhatian itu semuanja ditjurahkan ke Bandung.
Maka saja dapat menjetudjui sekali kalau rantjangan Undang-undang ini ditunda
pembitjaraannja sampai pada waktu jang akan ditentukan lagi.
Disamping itu, Saudara Ketua, mengingat pula pentingnja rantjangan Undang-
undang, jang saja katakan tadi dalam pembahasannja membutuhkan perhatian dan
pembitjaraan jang chusus, djadi kalau soal ini ditunda, saja usulkan sekaligus supaja
pembitjaraan hal ini djangan didampingi atjara-atjara lain, sebagaimana halnja sekarang
seperti tertjantum dalam susunan atjara ini. Djadi djangan didahului atau djangan diekori
dengan atjara lainnja. Selandjutnja, Saudara Ketua, mengingat urgentnja Undang-
undang ini, maka saja usulkan supaja penundaan ini djangan sampai lama, sedapat
mungkin ditjarikan waktu supaja soal ini selekas mungkin dapat dibitjarakan dan
disahkan oleh Parlemen.
Sekian, terima kasih.
Ketua: Saja persilakan Saudara H.J.C. Princen,
H.J.C. Princen: Saudara Ketua jang terhormat, berdasarkan djuga motivering jang
tadi telah dikemukakan oleh Saudara Doeriat, sajapun ingin mengemukakan permintaan
kepada Pemerintah, bahwa mengingat pentingnja Undang-undang Pertambangan pada
umumnja, supaja atjara mengenai hal itu dapat ditunda untuk sementara waktu. Djuga
dengan tambahan, bahwa penundaan itu tidak berarti akan melampaui batas waktu
sebelumnja reces.
Sekian sadja, terima kasih.
182
Rapat 59.
Ketua: Saja persilakan Saudara Tanamas.
Z. A. Tanamas: Saudara Ketua jang terhormat, Fraksi Nahdlatul Ulama, dapat
menjokong usul dari pada Saudara Doeriat, djuga mengharapkan supaja pembahasan
masalah minjak ini ditunda sadja.
Selain dari pada itu, Saudara Ketua, ada djuga atjara-atjara lainnja jaitu mengenai
pindjaman obligasi, oleh karena kita baru pagi ini mendapat keterangan tertulis dari
Pemerintah, maka fraksi kami mengenai soal obligasi ini minta diundurkan. Tentang
pembitjaraan mengenai hal ini supaja dapat ditunda sampai atjara jang akan datang.
Sekian, terima kasih.
Ketua: Saja persilakan Saudara J. Piry.
Drs. J. Piry: Saudara Ketua, terutama saja utjapkan terima kasih kepada Saudara
Ketua, jang telah membuka kesempatan kepada Parlemen untuk membitjarakan soal
perubahan atjara ini.
Pertama, Saudara Ketua, jaitu jang mengenai atjara Anggaran Belandja Tambahan,
dalam rapat Panitia Permusjawaratan sudah dikemukakan djuga pendapat agar kepada
Pemerintah diminta dengan sangat supaja djawaban terhadap laporan dari pada Panitia
Ad hoc sedapat mungkin disampaikan 7 hari sebelum kita memulai dengan atjara itu
jang ternjata karena beberapa kesulitan, Pemerintah tidak dapat memenuhinja.
Berhubung dengan hal itu saja dapat menjetudjui saran-saran beberapa kawan untuk
menundanja pada minggu jang kedua, dengan harapan supaja Anggaran Belandja
Tambahan ini dapat diselesaikan sebelum reces. Itulah usul saja jang pertama.
Kedua, Saudara Ketua, mengenai rantjangan Undang-undang tentang obligasi,
djawaban. Pemerintah jang distensil ini baru tadi pagi diterima oleh kawan pembitjara
fraksi kami, jaitu kawan Hutomo Supardan, oleh karena itu maka agak sulit untuk bisa
menjusun djawaban jang tepat, dan karena soalnja adalah serieus, apalagi kami sendiri
memandang perlu adanja perubahan dalam rantjangan Undang-undang ini, maka kami
tidak keberatan kalau soal ini ditunda pembitjaraannja, mengenai waktunja bisa djuga
sebelum reces, tetapi terserahlah kepada Panitia Permusjawaratan untuk menentukannja.
Ketiga, mengenai rantjangan Undang-undang tentang pertambangan dan rantjangan
Undang-undang tentang minjak, sebenarnja fraksi kami sudah menjiapkan diri untuk
membitjarakannja, tetapi karena soal ini sangat serieus dan melihat djuga permintaan
dari beberapa kawan lainnja, jang sangat kami hargai, - maka untuk mulai
membitjarakan soal ini kalau mungkin agar ditunda sesudah reses.
Sekian.
183
Ketua: Saja persilakan pembitjara terachir Saudara Dr Sahar gelar Sutan Besar.
Dr Sahar gelar Sutan Besar: Saudara Ketua jang terhormat, didalam menghadapi
pembitjaraan rantjangan Undang-undang tentang pertambangan dan rantjangan Undang-
undang tentang minjak ini Fraksi Masjumi memang telah bersedia untuk menghadapinja
dengan sungguh-sungguh, akan tetapi didalam Panitiia Permusjawaratan djuga telah
kami kemukakan, bahwa karena pentingnja masalah itu, maka sebenarnja Fraksi
Masjumi mengharapkan agar pembitjaraan hal tersebut lebih mendalam dan lebih
serieus. Karenanja pada saat itu kami ingin mengemukakan hendaknja Pemerintah
djangan tergesa-gesa mengadjak Dewan Perwakilan Rakjat untuk membitjarakan
rantjangan Undang-undang itu; akan tetapi oleh karena Pemerintah sendiri meminta
supaja pembitjaraan rantjangan Undang-undang tersebut diselesaikan sebelum reces,
maka kami telah memberi kelonggaran baiklah kita mulai sadja pembitjaraannja
sebelum reces.
Tetapi sekarang ternjata, bahwa memang perhatian dalam hal ini sungguh banjak
sekali, baik dari Dewan Perwakilan Rakjat maupun dari luar Dewan Perwakilan Rakjat
sendiri, oleh karena itu fraksi kami menjetudjui dan menjokong usul Saudara Doeriat
dengan suatu ketentuan, kita mulai sadja pembitjaraan rantjangan Undang-undang ini
sebelum reces. Djadi dengan suatu ketentuan: segala sesuatunja diselesaikan didalam
masa sebelum reces.
Ketua: Saudara-saudara, djadi didalam satu hal ada persamaan pendapat mengenai
keseluruhannja, tetapi dilain hal lagi ada perbedaan. Persamaan pendapat, jaitu didalam
hal menunda karena tidak ada seorangpun jang mengingini supaja atjara-atjara ini
ditunda, tetapi untuk menetapkan tanggal dan waktunja rupanja ada perbedaan paham,
ada jang minta sebelum reces, dan ada jang menghendaki sesudah reces.
Kalau umpamanja Saudara-saudara dapat menjetudjui, saja ingin mengadjukan suatu
rentjana atau antjer-antjer jang dibuat oleh pimpinan Parlemen dcngan mengingat
urgensinja jang dikemukakan oleh Pemerintah kepada Parlemen, oleh karena Pemerintah
meminta dengan sangat supaja soal obligasi ini segera dibitjarakan, sedang djawaban
Pemerintah baru Saudara-saudara terima didalam box tadi pagi, maka saja bisa
mengandjurkan supaja soal obligasi itu dibitjarakan pada besok hari Rabu, jaitu untuk
mengadakan pemandangan umum babak kedua.
Sehingga dengan demikian hari ini dan besoknja kita sudah bisa menggunakan
waktu untuk mempeladjari djawaban Pemerintah itu dan menjusun pemandangan umum
Saudara-saudara.
184
Rapat 59.
Pada hari Rabu hanja satu atjara kita, ialah rantjangan Undang-undang tentang
pengeluaran pindjaman obligasi tahun 1959.
Hari Kamis sore, kita isi atjara kita dengan:
a. Rantjangan Undang-undang penetapan Undang-undang Darurat No. 5 tahun 1958
tentang kedudukan hukum apotik darurat sebagai Undang-undang, dan
b. Meneruskan atjara tentang rantjangan Undang-undang Pengeluaran Obligasi tahun
1959, kalau masih perlu diteruskan pada hari itu. Barangkali Pemerintah pada hari itu
mau memberikan djawabannja ataukah kalau pemandangan umum belum selesai pada
hari Rabu itu akan dilandjutkan pada hari Kamis sore.
Adapun mengenai atjara rantjangan Undang-undang tentang pertambangan oleh
karena ada permintaan dari Saudara Doeriat supaja djangan ditjampuri atjara lain, maka
kami gunakan hari itu chusus untuk membitjarakan rantjangan Undang-undang tentang
minjak dan pertambangan, ialah pada hari Djum'at. Pada hari Djum'at itu kita tidak
membitjarakan atjara-atjara lain, tetapi hanja kedua rantjangan Undang-undang itu.
Untuk memenuhi permintaan Saudara Drs J. Piry jang meminta agar djangan sampai
soal ini diselesaikan sebelum reces, maka saja rasa dapatlah kita pakai pendirian dari
Saudara Dr Sahar jaitu bahwa sebaiknja kita mulai membitjarakannja sadja dulu.
Tentang penjelesaiannja kita tindjau pada hari lain. Oleh karena kita mengadakan rapat
Panitia Permusjawaratan pada hari Senin, maka soal-soal jang lain dapatlah kita
landjutkan pada hari Senin itu.
Mengenai rantjangan Anggaran Tambahan tahun 1958, nanti dibitjarakan dalam
rapat Panitia Permusjawaratan pada hari Senin untuk menentukan hari-harinja kapan
dibitjarakan didalam rapat pleno dan mudah-mudahan dapat diselesaikan sebelum reces.
Apakah dapat Saudara-saudara setudjui?
(R a p a t : setudju)
Baiklah saja ulangi sekali lagi, Saudara-saudara, ialah bahwa pada hari Rabu kita
membitjarakan rantjangan Undang-undang tentang pengeluaran pindjaman obligasi
tahun 1959. Tingkat pembitjaraannja pemandangan babak kedua dari para anggota.
Pada hari Kamis sore kita membitjarakan rantjangan Undang-undang tentang
penetapan Undang-undang Darurat No. 5 tahun 1958 tentang kedudukan hukum apotik
darurat sebagai Undang-undang dan meneruskan pembitjaraan mengenai rantjangan
Undang-undang tentang pengeluaran pindjaman obligasi tahun 1959, kalau belum
selesai.
Pada hari Djum'at kita membitjarakan rantjangan Undang-undang tentang
pertambangan dan rantjangan Undang-undang tentang minjak. Tingkat pembitjaraannja,
ialah pemandangan umum babak pertama dari para anggota.
185
Rapat 59.
Maka dengan ini selesailah atjara kita buat pagi ini dan besok pagi, Saudara-saudara,
kita gunakan untuk mempeladjari djawaban Pemerintah, baik djawaban Pemerintah
mengenai apotik darurat maupun mengenai pindjaman obligasi djadi besok pagi tidak
ada rapat. Dengan demikian kita dapat memenuhi kehendak Pemerintah, supaja lebih
dahulu diberikan kesempatan kepada Konstituante untuk bersidang.
Dengan ini selesailah sudah atjara kita buat pagi ini.
Rapat saja tutup.
Rapat ditutup pada djam 11.30
186
Koreksi dari jang bersangkutan supaja disam- paikan kepada Ur. Risalah D.P.R. dalam waktu 2 X 24 djam
DEWAN PERWAKILAN RAKJAT
RISALAH SEMENTARA
(Belum dikoreksi)
Sidang II.
R A P A T 60.
Hari Rabu, 3 Djuni 1959.
(Djam panggilan : 09.00).
Surat-surat masuk – Rantjangan Undang- undang tentang pengeluaran pindjaman
obligasi tahun 1959 (Sid. 1959, P. 418).
Ketua: Arudji Kartawinata.
Sekertaris: Mr Djoko Sumarjono.
Jang hadir 190 anggota:
H. Hasan Basri, Ismail Napu, F C. Palaunsoeka, Anwar Harjono, B. J. Rambitan, H.
Zainal Abidin Ahmad, Rh. Koesnan, H. Siradjuddin Abbas, Dr H. Ali Akbar, T. S.
Mardjohan, Wijono Soerjokoesoemo, Ismangoen Poedjowidagdho, Sjahboeddin Latif,
H. A. Chamid Widjaja, Peris Pardede. R.H. Soetarto Hadisoedibyo, Siauw Giok Tjhan,
I. J. Kasimo, Nj. Moedikdio, Manai Sophiaan, Winoto Danuasmoro, Anwar Kadir,
Saifuddin Zuhri. Rasjid Sutan Radja Emas, S. Martosoewito, Djokosoedjono, Dr H.
Sukiman Wirjosandjojo, Asmadi Tirtooetomo, Singgih Tirtosoediro, Sukatno, I B. P.
Manuaba, Tj. Oey Hay Djoen, Mr Soebagio Reksodipoero, M. Yunan Nasution, Ir
Thaher Thajeb, Soepeno Hadisiswojo, K. H. Masjkur, Nj. Suharti Suwarto, F.
Runturambi, H. A. Mursjidi, Arudji Kartawinata, Eddie Abdurrahman Martalogawa, M.
Saleh Umar, Sudjarwo Haryowisastro, O. Suriapranata, Mr Dr A. M. Tambunan,
Soedjono, Mr Sudjono Hardjosudiro, K. H. Abdulwahab Chasbullah, B. P. H.
Poeroebojo, K. Werdojo, Soedisman, Soedarsono, Husein Kartasasmita, Imam
Soetardjo, Nj. Oemi Sardjono, Asraruddin, Abdul Hakim, Drs D. S. Matakupan, Umar
187
Rapat 60.
Salim Hubeis, Hutomo Supardan, Hartojo Prawirosudarmo, Soetojo Mertodimoeljo,
Moersid Idris, Jacob Mahmud, M. Caley, S. D. Bili, Suhardjo, Mr Soeprapto, Moenadir,
Murtadji Bisri, Maniudin Brodjotruno, Abdul Aziz Dijar, Tjoo Tik Tjoen, Sudjito,
Soejoso, Abdul Wachid, K. H. Misbach, H. Moedawari, R. Moh. Saleh Surjaningprodjo,
Achmad Sjaichu, Sudojo, Semanhadi Sastrowidjojo, Rd. Soeprapto, Dr R. Soeatmadji,
Soewono, Harsono Tjokroaminoto, Zainal Arifin Tanamas, R. T. A. Moh. Ali
Pratamingkoesoemo, Imam Soepami Handokowidjojo. Achmad Siddiq. R. K. H.
Musta'in, Moh. Noor Abdoelgani. R. Soehardjo alias Bedjo, H.Andi Sewang Daeng
Muntu, Abdul Rasjid Faqih, Hussein Saleh Assegaff, K. H. Muh. Saifuddin, Nj, Ch.
Salawati, H. Senduk, H. Moeh, Akib, Moh. Soleman, M. Sondakh, W. L. Tambing,
Selamat Ginting, Jusuf Adjitorop, M. Siregar, Sahal' gelar Sutan Besar, Nja' Diwan,
Nungtjik A. R., Djadil Abdullah, Oemar Amin Husin, Saalah Jusuf Sutan Mangkuto, M.
O. Bafadhal, Dr Sjech H. Djalaluddin, V. B. Saka, I Made Sugitha, Drs J. Piry, I G. G.
Subamia Kiagus Alwi, L. Kape, Abdulmutalib Daeng Talu, Moh. Thajib Abdullah, Chr.
J. Mooy, Djumhur Hakim, Rd. Emong Wiratma Astapradja, Osa Maliki, M.
Ardiwinangun, R. Ido Gamida, Uwes Abubakar, Doedi Soemawidjaja, R. Gatot
Mangkupradja, E. Z. Muttaqien, Djadja Wiriasumita, Muh. Fadil Dasuki, Sastra, R. T.
Djaja Rachmat, A. Nunung Kusnadi, S. M. Thaher, Soelaeman Widjojosoebroto, Rd.
Moh. Basah, Mr R. Memet Tanumidjaja, E. Moh. Mansjur, Pandoe Kartawigoena, Nj. S.
Marijamah Djcenaidie, Soelardi, Siswojo, Kasim, H. S. Moeslich, Nj. Soemari, R. W.
Probosuprodjo, S. Danoesoegito, Soetjipto, Soekamsi Djojoadiprodjo, Djadi
Wirosubroto, K. H. Muslich, Soetoko Djojosoebroto, H. Anwar Rs. Wirjosepoetro, R.
O. Doeriat, Partoadiwidjojo, Soesilo Prawirosoesanto, Notosoekardjo, Mr Moh.
Dalijono, Balja Umar H. Achmad, H. Zain Alhabsji, Moh. Anwar Zain, Tjoegito, Nj.
Asmah Sjachrunie, Rd. Lucas Kustarjo, Subadio Sastrosatomo, Soedrasman, Z. lumban,
Jahja Siregar, Ahem Emingpradja, K. H. Abdul Djalil, R. A. A. Soemitro Kolopaking,
Mr Imron Rosjadi, Moh. Isnaeni, Soemardi Jatmosoemarto, Nj. Suzanna Hamdani, Muh.
Padang, Tjoeng Tin Jan, Tan Kiem Liang, Oei Tjeng Hien, H. J. C. Princen, R. Ch. M.
Du Puy, D. Hage, Drs .J. L. W. R. Rhemrev, J. R. Koot, Lie Po Yoe.
Wakil Pemerintah: Mr Soetikno Slamet, Menteri Keuangan.
Ketua: Saudara-saudara, rapat saja buka. Djumlah anggota jang hadir 140.
Atjara pokok buat hari ini, jaitu melandjutkan pembitjaraan rantjangan Undang-
undang tentang pengeluaran pindjaman obligasi tahun 1959 (P. 418).
188
Rapat 60.
Menurut tjatatan jang ada pada Sekertariat, prosedur jang telah berlaku mengenai
atjara ini adalah sebagai berikut:
1. Dalam rapat pleno pada hari Djum'at pagi tanggal 29 Mei 1959 jang lalu oleh
Menteri Keuangan telah diberikan djawaban Pemerintah atas pemandangan umum
babak pertama mengenai rantjangan Undang-undang ini.
2. Tingkat pembitjaraan rantjangan Undang-undang ini sekarang ialah pemandangan
umum babak kedua oleh para anggota.
Dalam bahak pertama telah berbitjara Saudara-saudara Doeriat, Hutomo Supardan,
Mardjohan, Moenadir, Sondakh, Subadio Sastrosatomo, Soeprapto dan Saudara Tan
Kiem Liong. Tertjatat djuga untuk berbitjara pada pemandangan umum babak kedua
sekarang ini Saudara Asraruddin dan Saudara Tanamas.
Baiklah, sebelum kita mulai pembitjaraan ini, kita tjatat lebih dulu siapa-siapa jang
selain telah berbitjara dalam babak pertama, djuga akan berbitjara dalam babak kedua
ini.
Sementara itu ada suatu hal, jaitu keputusan Panitia Rumah Tangga jang perlu segera
mendapat persetudjuan dari pada rapat pleno mengenai soal kepegawaian pada
Sekertariat Dewan Perwakilan Rakjat.
Hal ini sudah tertera dalam surat edaran dari Sekertariat tanggal 2 Djuni 1959 jang
isinja sebagai berikut:
"Perihal: Laporan Panitia Rumah Tangga Dewan Perwakilan Rakjat tentang
kepegawaian pada Sekertariat Dewan Perwakilan Rakjat.
Bersama ini disampaikan dengan hormat, laporan Panitia Rumah Tangga Dewan
Perwakilan Rakjat mengenai kepegawaian pada Sekertariat Dewan Perwakilan Rakjat
ialah tentang keputusan untuk memberikan kenaikan gadji berkala kepada Saudara
Soeprapto Penata-tata-usaha tingkat I (golongan E2/III), terhitung mulai tanggal 1 April
1959 untuk dipergunakan sebagai bahan pembitjaraan dalam rapat pleno terbuka Dewan
Perwakilan Rakjat".
Keputusan ini telah disampaikan pada para anggota dengan beberapa pendjelasan.
Dan sekarang dikehendaki persetudjuan dari pada rapat pleno ini. Setudjukah, Saudara-
saudara?
(R a p a t : Setudju.)
Sekarang kita meningkat kepada pokok atjara kita itu : rantjangan Undang-
undang tentang pengeluaran pindjaman obligasi (Sid. 1959, P.418), dimana sudah
tertjatat jang akan berbitjara jaitu Saudara Soeprapto, Saudara Asraruddin, Saudara
Doeriat, Saudara Moenadir, Saudara Tanamas, Saudara Hutomo Supardan.
189
Rapat 60.
Saja persilakan pembitjara pertama Saudara Soeprapto.
Soeprapto : Saudara Ketua jang terhormat, dari sekian pertanjaan jang kami adjukan
kepada Pemerintah disekitar Undang- undang Obligasi ini kami mendapat satu djawaban
jang tegas, ialah pengakuan Pemerintah bahwa sekarang kita mengalami inflasi jang
keras sekali.
Kami berterima kasih atas kesediaan Pemerintah memberikan djawaban jang tegas
ini, sungguhpun djawaban ini merupakan kebenaran ramalan kami dahulu jang
kebenarannja kali ini sekali lagi kami sesalkan. Ramalan itu, Saudara Ketua, ialah
kebenaran utjapan arek-arek Surobojo bahwa Peraturan Bukti Export itu berarti Bentjana
Ekonomi.
Dari djawaban Pemerintah jang sudah diberikan itu selandjutnja tidak ada suatu hal
jang dapat mejakinkan, bahwa kalaupun Undang-undang Obligasi ini dapat
menghasilkan pindjaman maximaal Rp. 2 miljard bagi Pemerintah, demikian itu sudah
akan dapat mengurangi tekanan inflatoir apalagi menghapuskan inflasi uang kita.
Saudara Ketua, Pemerintah djuga belum jakin rupanja bahwa generaal pardon dalam
urusan fiscaal dan pembahasan-pembahasan fiscaal merupakan djalan jang sepenuhnja
benar guna menarik black-money sebanjak Rp. 2 miljard jang dimaksud. Djikalau
Saudara-saudara pembitjara lain sudah memberikan perhatiannja atas kelemahan sikap
Pemerintah terhadap mereka jang bertindak illegaal dalam memperoleh kekajaannja,
dalam babak pertama kami sudah minta perhatian Pemerintah akan tidak perlunja atau
tidak sebenarnja mengeluarkan surat-surat obligasi aan toonder itu. Sebab kalau lantaran
generaal pardon dan pembebasan-pembebasan fiscaal untuk tahun-tahun jang sudah,
mereka jang banjak memiliki black dari hot-money ini sudah disahkan miliknja jang
kebanjakan diperoleh setjara illegaal itu dan disamping itu menikmati pembebasan
padjak dan denda-dendanja buat tahun-tahun 1958 dan sebelumnja, untuk seterusnja
ahli-ahli penjelundup padjak itu tetap akan menikmati kebebasan padjak. Sebab
Pemerintah pasti tidak akan dapat mengetahui siapa dan dimana alamatnja pemilik
obligasi aan toonder itu.
Selain menghapuskan pemasukan uang padjak dari kekajaan lebih kurang Rp. 2
miljard dan pendapatan lebih kurang Rp. 100 djuta setahun bagi orang-orang jang
mampu, kami rasa sikap demikian itu sangat tidak adil sekali terhadap the have nots,
terutama terhadap buruh ketjil, jang dari tiap sen jang mereka dapatkan dari upah, harus
membajar padjaknja.
190
Rapat 60.
Kami sesalkan, Saudara Ketua, bahwa tindjauan kami dari sudut ini sama sekali
tidak didjawab oleh Pemerintah, padahal kami jakin bahwa Pemerintah inipun tentunja
dapat sependapat dengan kami, bahwa Pemerintah jang baik pasti - walaupun relatif -
akan memberikan perhatian jang lebih banjak terhadap nasib simiskin dari pada sikaja-
raja.
Jang terang bagi kami ialah, bahwa kalau Pemerintah meneruskan dikeluarkannja
obligasi itu atas undjuk, aan toonder, sifat padjak untuk mengisi kas negara dan untuk
mengadakan pembahagian baru dari pendapatan-pendapatan rakjat sama sekali
diabaikan oleh Pemerintah,
Benar sekali djawaban Pemerintah, bahwa (kami kutip keterangan Pemerintah):
"mengenai pembebasan padjak-padjak diterangkan disini bahwa memegang obligasi
setelah pendjualan obligasi kepadanja, obligasi tidak bebas dari padjak kekajaan, dan
padjak pendapatan mengenai bunga obligasi. Hanja hadiah- hadiahnja bebas dari padjak
pendapatan, padjak perseroan dan padjak undian”.
Ini semua benar, Saudara Ketua, menurut rantjangan Undang-undang ini dan
menurut Undang-undang padjak jang bersangkutan. Tetapi tidak pula kurang benarnja,
bahwa menurut Undang-undang jang berlaku pun black dan hot-money itu sama sekali
tidak dibebaskan dari segala matjam padjak jang ada. Namun toch tentu benar pula,
bahwa sampai sekarang hot dan 'black-money serta keuntungan-keuntungan jang
diperoleh dengan itu praktis tidak dikenakan padjak-padjak sebagaimana mestinja.
Kenjataan dari keterangan kami ini terletak pada kehendak Pemerintah sendiri untuk
mengadakan generaal pardon dan ampunan padjak. Dan mengingat praktek, tidak akan
dapat dikenakannja obligasi dan bunga-bunga obligasi dengan padjak-padjak jang
semestinja akan sangat dipermudah dengan dikeluarkannja obligasi itu "aan toonder"
(atas undjuk).
Saudara Ketua, kami rasa bahwa anggota-anggota Dewan Perwakilan Rakjat ini
seluruhnja dapat sependapat dengan Pemerintah, bahwa satu tindakan sadja tidaklah
dapat mentjegah menghebatnja inflasi, dan dapat sependapat dengan Pemerintah djuga,
bahwa dengan pindjaman obligasi dapat ditjegah tekanan inflatoir.
Akan tetapi kami harus sangat meragu-ragukan apakah dengan obligasi sebesar Rp.
2 miljard ini, kalaupun djumlah jang diharapkan sebesar Rp. 2 miljard itu masuk, akan
dapat diperoleh pentjegahan tekanan inflatoir jang demikian, sehingga masih berfaedah
bagi masjarakat, sekarang dan ditahun-tahun jang akan datang.
Keragu-raguan ini disebabkan oleh kenjataan bahwa ada bukti-bukti deficit
Pemerintah akan djauh lebih besar lagi dari Rp. 8 miljard seperti jang sudah ditetapkan
dalam Anggaran Belandja tahun 1959.
191
Rapat 60.
Dalam pada itu patut mendapat perhatian pula keterangan Pemerintah, "bahwa
djumlah uang jang akan ditarik (kalaupun dapat ditarik Rp. 2 miljard seluruhnja)
dibanding dengan jang masih tetap beredar, tidak seberapa", sedangkan dari keterangan
Pemerintah bahwa: usaha-usaha pembangunan jang akan dibiajai itu ……………………
sekedar belum termuat (dalam Anggaran Belandja tahun 1959) akan segera diadjukan
pula kepada Dewan Perwakilan Rakjat ……………………" kiranja boleh disimpulkan
bahwa Pemerintah belum mempunjai rentjana jang tentu mengenai penggunaan hasil
pindjaman obligasi sukarela ini.
Oleh karena itulah, Saudara Ketua, kami berpendapat bahwa Pemerintah ini akan
lebih bidjaksana mengundurkan maksudnja untuk ditetapkannja Undang-undang
Obligasi ini, tidak sadja oleh karena Pemerintah sudah hampir demisionair menurut
keterangan jang terhormat Menteri Keuangan, akan tetapi oleh kemungkinan jang besar
sekali dapatnja diambil tindakan-tindakan jang lebih tepat kearah sesudah pengurangan
uang jang beredar nanti, sesudah kita bersama mengindjak suasana baru jang dapat
timbul sesudah pemungutan suara Konstituante hari Selasa 2 Djuni 1959 kemarin.
Kiranja sesudah itu pemindjaman obligasi dapat djuga disertai tindakan-tindakan
lain, jang sebagian sudah kami kemukakan dalam pemandangan umum kami babak
pertama, tetapi jang rupanja tidak dapat perhatian Pemerintah.
Kami rasa, bahwa pengunduran penetapan Undang-undang Obligasi ini dengan 2 a 3
bulan, tidak akan dapat merugikan keadaan, lebih-lebih kalau diperhatikan dapatnja
diadakan tindakan-tindakan jang lebih tepat oleh Pemerintah Presidentil nanti.
Optimisme Pemerintah jang digambarkan dalam kata-kata: ”………………………..
karena Pemerintah lebih mengutamakan akan pertumbuhan kesadaran rakjat mau tidak
maunja membantu usaha Pemerintah ini", menurut hemat kami tidak sesuai pula dengan
kenjataan, bahwa hot dan black-money bukanlah ditangan apa jang sehari-hari kita
namakan rakjat. Rakjat dalam arti-kata jang benar lebih dari tjukup kesadarannja, akan
tetapi dengan kesadaran itu sadja tanpa mempunjai uang tidak akan mampu
mengumpulkan Rp. 1 atau Rp. 2 miljard untuk diserahkan kepada Pemerintah sebagai
pindjaman.
Pemilik hot dan black-money bukanlah rakjat biasa, tetapi black/hot-money adalah
pada sementara golongan jang memiliki tjara-tjara jang tertentu dalam usaha-usaha
mengedjar pengumpulan redjeki, dan sudah mempunjai tjara-tjara kehidupan (way of
life) tersendiri pula.
Kalau digantungkan kepada pertumbuhan kesadaran, maka pertumbuhan kesadaran
haruslah ditimbulkan dan diharapkan dari golongan-golongan ini dan bukan dari rakjat
jang sekarang sudah sukar pentjaharian nafkahnja.
192
Rapat 60.
Dapatkah Pemerintah masih mengharapkan kesadaran dari sesuatu golongan, jang
menurut pandangan Pemerintah sendiri memerlukan adanja "generaal pardon dan
ampunan padjak dan surat-surat obligasi atas undjuk (aan toonder)" guna mendapatkan
uang pindjaman itu,
Terhadap pernjataan Pemerintah, Saudara Ketua, bahwa hadiah obligasi menarik,
kiranja boleh kami kemukakan pendapat bahwa pembelian lotre-lotre jang tidak
memerlukan ratusan rupiahan memungkinkan mendapat hadiah Rp. 1 djuta djadi lebih
dari pada kalau beli obligasi sebanjak Rp. 10.000, jang hanja dapat mendapat hadiah
paling tinggi Rp. 990.000,-.
Achirnya, Saudara Ketua: Oleh karena pertanjaan jang kami adjukan dalam babak
pertama belum didjawab oleh Pemerintah, perkenankanlah kami mengulangi pertanjaan
kami jang menjangkut pasal 1 ajat (1) kalimat ke-2 dari Undang-undang jang sedang
kita bitjarakan ini, jang bunjinja:
"Pindjaman obligasi tersebut dikeluarkan setjara berangsur-angsur setiap kali dalam
djumlah dan menurut tjara-tjara serta waktu-waktu jang akan ditetapkan oleh Menteri
Keuangan”. Pertanjaan kami ialah: Apakah tidak lebih patut kalau tindakan jang
menjangkut persoalan sepenting ini dan menjangkut banjak segi kehidupan rakjat
ketentuan-ketentuannja dilakukan oleh Pemerintah setidak-tidaknja dengan Peraturan
Pemerintah dan tidak diserahkan kepada seorang Menteri.
Dalam hubungan ini kiranja patut mendapat perhatian pemberitaan P.I.A. jang dapat
dibatja di Harian Abadi tanggal 20 Mei 1959 No. 115, jang berbunji:
"Para pemimpin tinggi militer seluruh Indonesia di Djakarta telah membitjarakan
kemungkinan-kemungkinan disekitar keputusan Pemerintah untuk kembali ke Undang-
undang Dasar '45.
Soal kemerosotan dibidang ekonomi telah pula mendjadi pembitjaraan dalam rapat.
Para pemimpin militer tersebut berpendapat bahwa kemerosotan dibidang ekonomi akan
mempersulit pemulihan dan stabilisasi keamanan. Hal ini kalau dibiarkan terus-menerus
akan sangat merugikan dan mungkin akan melarut-larutkan soal dibidang militer.
Karena soal ini dianggap penting sekali, akan diadakan lagi suatu rapat chusus antara
Peperpu-Peperda dan instansi-instansi sipil jang berkewadjiban dimasa jang akan
datang".
Pemberitaan ini kiranja dapat memperkuat usul kami untuk:
I. Menangguhkan penetapan Undang-undang pindjaman Obligasi ini.
II. Dan kalaupun Pemerintah tetap berpendapat tidak dapat menangguhkan
penetapannja, suka mempertimbangkan pengubahan antara lain pasal 1 jang kami
maksudkan.
193
Rapat 60.
Sekian, Saudara Ketua, terima kasih.
Ketua: Saja persilakan Saudara Asraruddin.
Asraruddin : Saudara Ketua jang terhormat, dalam menindjau tentang rantjangan
Undang-undang Obligasi ini, fraksi saja akan membatasi dalam menilaikan kegunaan
rantjangan Undang-undang ini pada effek jang hendak ditjapai oleh Pemerintah.
Pemerintah bermaksud dengan rantjangan Undang-undang ini untuk menarik uang gelap
dari peredaran. Pemerintah bermaksud dengan penarikan uang itu, untuk meriangkan
tekanan inflasi. Uang jang beredar, menurut taksiran Pemerintah sendiri untuk achir
tahun ini akan berdjumlah 34 miljard rupiah. Dengan demikian maka rantjangan
Obligasi ini, jang tentunja akan berdjangka waktu melebihi dari satu tahun untuk
menghasilkan djumlah 2 miljard itu, untuk achir tahun ini, kalau andaikata tertjapai
angka l miljard, hanja mempunjai daja kekuatan kurang lebih 3 % sadja Saja katakan,
kalau memang berhasil. Sebab sesungguhnja masjarakat dalam hubungan pelaksanaan
pindjaman obligasi ini tidak banjak menaruh perhatian usaha-usaha jang demikian itu.
Buktinja, pindjaman obligasi Bank Industri Negara pada tahun jang lampau, untuk
rentjana 250 djuta rupiah hanja menghasilkan 93 djuta rupiah, djauh berada dibawah
50 % dari hasil jang diharapkan. Sekalipun sifat pembelian obligasi menurut bunji
rantjangan Undang-undang ini akan membebaskan sipembeli dari tuntutan hukum atau
fiskal, jang saja anggap tidak adil terhadap para pegawai dan orang-orang jang djudjur,
seperti apa jang diuraikan oleh kawan-kawan, jang tidak menjetudjui sifat pengampunan
itu, ditilik dari segi moral dan politik karena dengan demikian harta jang diperdapat
dengan djalan tidak halal, sekaligus mendjadi halal, kalau Pemerintah jang memerlukan
untuk memakainja. Pemerintah dalam djawaban pemandangan babak pertama
menjatakan, bahwa Pemerintah harus memilih antara dua djalan, jaitu apakah terus
menerus mengusahakan memberantasnja dengan alat-alat jang kurang sempurn hal mana
pula ada keberatan terhadap perekonomian kita, ataukah membuka suatu djalan dimana
modal-modal itu dapat digunakan dengan manfa'at jang lebih besar bagi masjarakat.
Saudara Ketua, dalam hal ini rupanja Pemerintah mengambil langkah jang mudah,
ialah dari pada menjempuuran alat-alat negara, lebih baik memberi pengampunan
umum. Walaupun demikian, mengingat pengalaman jang ditjapai oleh Bank Industri
Negara dalam kampanje obligasinja, kebanjakan uang-uang jang dibelikan obligasi
datangnja dari lembaga-lembaga penjimpanan uang atau Bank-bank maskapai-maskapai
asuransi dan dana-dana lainnja, sedangkan maksud obligasi itu untuk mentjapai effek
194
Rapat 60.
jang dimaksud oleh Pemerintah seharusnja datang dari uang penduduk. Saja skeptis
tentang berhasilnja obligasi ini, disebabkan karena menurut perhitungan jang njata rente
5% itu, dalam keadaan inflasi jang mengamuk ini, sangat tidak menarik walaupun
Pemerintah dalam djawabannja babak pertama menjatakan bahwa bunga 5% adalah
lebih tinggi dari bunga-bunga pindjaman Negara. Menurut ukuran jang normaal, pada
tahun jang lalu, nilai uang rupiah terhadap kurs uang luar negeri dalam setahunnja turun
dengan 100%. Daja beli jang njata dengan demikian tiap bulannja rata-rata kurang
dengan 8%, hingga sulit bagi orang dalam perbandingan keadaan jang menjolok ini
untuk mempertjajakan uangnja pada suatu Pemerintah jang kurang menundjukkan
kemampuannja menjelamatkan nilai uangnja itu. Mereka lebih suka memakai uangnja
dengan djalan djual-beli mobil dan lain-lain.
Saudara Ketua, politik Pemerintah dalam hubungan obligasi ini hanja merupakan
suatu tindakan tambal-sulam, sedangkan masalah Indonesia dalam bidang moneter
memerlukan tindakan jang bersifat integral. Dengan menjesal disini, saja harus njatakan
bahwa selama dua tahun djusteru kebidjaksanaan politik Kabinet ini, dalam bidang
moneter tidak menimbulkan kepertjajaan pada masjarakat. Tidak dapat disangkal
sebagai akibat dari kesalahan-kesalahan itu telah sangat memerosotkan daja-beli rupiah
kita dan membikin gelisah masjarakat.
Saudara Ketua, dalam Konperensi Ekonomi dan Keuangan Partai Nasional Indonesia
di Kaliurang beberapa waktu jang lalu, Saudara Gubemur Bank Indonesia menjatakan,
bahwa sumber inflasi dinegeri, adalah pengeluaran belandja dalam bidang militer untuk
keperluan operasionil. Pernjataan jang demikian itu, sekalipun mengandung kebenaran,
tidak berarti, bahwa pertanggungan-djawab terhadap keburukan bidang ekonomi dan
keuangan itu, disebabkan karena inflasi jang bersumber pada pengeluaran-pengeluaran
militer, lalu lepas dari tangan pemimpin-pemimpin ekonomi dan keuangan dan melulu
mendjadi tanggung-djawab pemimpin-pemimpin militer sadja. Sebab djusteru Dewan
Moneterlah sebagai instansi jang kompeten dalam kabinet jang harus mentjarikan djalan
untuk mendjamin keamanan dari akibat tekanan-tekanan inflasi jang disebabkan karena
djusteru kita mempunjai pengeluaran-pengeluaran jang besar dalam bidang militer.
Kalau jang bertanggung-djawab dalam bidang moneter 'ini sudah tidak lagi dapat
mengatasi kesulitan-kesulitan, sudah sejogianja mereka itu menjerahkan pada orang lain.
Sebab pengeluaran-pengeluaran bidang militer merupakan bagian dari suatu
kebidjaksanaan moneter keseluruhannja. Dan tak bisa didalam keadaan seperti sekarang
dengan menundjukkan akan pengeluaran-pengeluaran jang besar pada bidang militer,
lalu hendak menimbulkan kesan, bahwa letak kesalahan ada pada pihak militer sadja.
195
Rapat 60.
Saudara Ketua, djusteru didalam keadaan seperti sekarang ini, dimana kita harus
mengeluarkan perbelandjaan militer jang besar. Saudara Menteri Keuangan harus
menundjukkan djalan dengan tjara bagaimana harus ditempuh djalan untuk dapat
mengimbangi keperluan-keperluan operasionil itu. Djangan sampai kita hanja pandai
mempergunakan sekian ton kertas, sekian ton tinta, sekian djam uang lembur untuk
mentjetak uang di Kebajoran Baru. Pekerdjaan jang demikian itu, bukan suatu hal jang
sulit. Tetapi jang penting, bagaimana tekanan inflasi akibat dari keperluan-keperluan
militer itu, harus diimbangi dengan produksi, baik berupa bahan-bahan konsumsi
maupun bahan export, seperti sering saja utarakan pada sidang-sidang jang sudah-sudah.
Bukan hanja berupa produksi kenaikan pentjetakan uang sadja. Dan tjara bagaimana
produksi bahan-bahan konsumsi dan bahan-bahan export itu harus dinaikkan disinilah
letak persoalan untuk dapat mengudji tjakap tidaknja sesuatu pemerintahan. Lajak
tidaknja atas dasar pertimbangan jang demikian itu suatu pemerintahan harus menerima
kepertjajaan dari Parlemen, jang mewakili rakjat sebab mengeluarkan obligasi belum
berarti menekan inflasi.
Saudara Ketua, dengan sendirinja, atas penilaian jang demikian itu, orang harus lebih
berhati-hati. Sebab djusteru pada tingkat terachir pertanggungan-djawab terhadap rakjat,
djika keadaan sudah terlandjur, seperti sekarang ini sangat berat. Karena itu, didalam
menindjau soal obligasi ini fraksi saja tidak lepas penilaiannja dari kebidjaksanaan
moneter dari seperti jang kita alami berupa kotjar-katjirnja penghidupan rakjat, tidak
dapat membenarkan kebidjaksanaan itu. Pengeluaran obligasi tidak dapat dipisahkan
dari keadaan moneter, ialah bahwa pengeluaran obligasi harus dipisahkan dari keadaan
moneter. Karena Kabinet ini kabarnja dekat pada keadaan demisioner, atau mungkin
Dewan Perwakilan Rakjat akan dibubarkan seperti diutjapkan oleh Saudara Perdana
Menteri, maka pernjataan fraksi saja dalam hubungan ini, hanja merupakan tjatatan
didalam sedjarah parlementerisme Indonesia sebagai suatu djeritan terhadap suatu
kebidjaksanaan jang sudah lama menundjukkan kemerosotannja.
Achirnya saja njatakan bahwa fraksi saja belum dapat membenarkan Pemerintah
bahwa djalan untuk memperbaiki keuangan kita, ialah mengeluarkan obligasi, dengan
pemberian pengampunan umum. Mengenai pasal 6, jakni general pardon saja ingin
menjarankan agar supaja pasal ini diubah sedemikian rupa hingga tak merupakan
pengampunan terhadap orang- orang jang sungguh- sungguh telah menimbun uang hasil
dari pada pekerdjaan jang tak halal.
196
Rapat 60.
Saudara Ketua, sebagai penutup saja ingin mendengar pendapat Pemerintah tentang
rahasia Bank (Bank geheim). Djika rahasia Bank didjamin sepenuh-penuhnja, apakah
ada kemungkinan bahwa uang jang berlebih-lebihan jang ada diluar, akan dapat masuk
di Bank-bank dan apakah ini akan dapat sekedar menekan inflasi?
Sekian, terima kasih.
Ketua : Saja persilakan Saudara R.G Doeriat.
R.G Doeriat : Saudara Ketua jang terhormat, dalam djawabannja atas pemandangan
umum babak pertama Pemerintah mentjoba sekeras-kerasnja untuk menjakinkan kita
bahwa pindjaman obligasi harus didjalankan untuk menekan inflasi sebanjak-
banjaknya. Saja sangat menghargai usaha ini meskipun saja tetap berpendapat bahwa
effek Undang- undang Pindjaman Obligasi ini ketjil sekali, untuk tidak mengatakan
sama sekali tidak ada. Pemerintah sendiri mengatakan bahwa hasil obligasi ini tidak
begitu besar kalau dibandingkan dengan djumlah volume uang jang beredar, kalau
dibandingkan dengan inflasi jang sudah begitu hebat tekanannja.
Saudara Ketua jang terhormat, kalau system ini tidak berpengaruh lain kepada
masjarakat, maka saja dapat mengikuti fikiran Pemerintah ialah tiap usaha, walaupun
amat ketjil, harus dilakukan untuk mengatasi kesulitan financieel/ekonomi negara.
Pengaruh lain jang tidak baik adalah bahwa djusteru orang-orang jang merugikan
negara, mengatjau ekonomi negara, dapat ampunan, dapat menghindari padjak terus
karena obligasi atas undjuk itu. Mengedarkan/memperdagangkan lembaran-lembaran
obligasi diantara mereka sendiri, ialah para penimbun uang, maka black-money jang
tidak dibelikan obligasi akan mendjadi rapat-rapat tersembunji, tidak ada kans akan
ketahuan oleh kantor padjak.
Ini lebih terlalu lagi kalau diingat bahwa uang jang bermiljard-miljard dalam
peredaran ini, sebetulnja sebagain besar hanja terletak pada beberapa kelompok orang
sadja. Dikalangan pegawai, dikalangan buruh, petani, pengusaha pada umumnja dan
pengusaha tengahan atau ketjil chususnja tak ada orang jang mempunjai uang ribuan,
puluhan ribu, ratusan ribu ditangannja. Pegawai dan buruh gadjinja sadja sudah tidak
dapat dibagi tiga puluh ; petani dan rakjat desa sudah dikenal sebagai orang jang
melarat. Pengusaha-pengusaha uangnja hanja sedikit dan tidak dapat diperkembangkan
karena usaha-usahanja matjet, bahkan banjak jang sudah habis termakan.
197
Rapat 60.
Djadi djelasnja system pindjaman obligasi ini hanja akan menguntungkan para
penimbun blackmoney sadja jang tidak banjak djumlahnja, mendapat ampunan sebagai
penimbun uang dan menjelundupi padjak terus tidak akan mudah ketahuan. Lebih-lebih
seperti dikatakan oleh Pemerintah sendiri dalam djawabannja bahwa kantor padjak kita
belum begitu sempurna susunannja, hingga belum dapat melakukan kontrole jang
intensif.
Pertanjaan saja sekarang, mengapa Pemerintah tidak mengadakan penjempurnaan
alat-alat kantor padjak sadja, dan tidak menjandarkan keinginannja atas kesadaran
masjarakat seperti jang diharapkan. Orang jang sudah bermentaliteit hanja memikirkan
kebahagiaan dirinja sendiri, hanja memikirkan keuntungan jang sebesar-besarnja untuk
dirinja sendiri tidak akan mudah sadar akan kebutuhan negara, atau kebutuhan bangsa.
Dan itulah mentaliteit dari pada para pemimpin uang, penimbun black-money, pengatjau
ekonomi.
Saudara Ketua jang terhormat, disamping itu Pemerintah mengambil tjontoh negara-
negara lain jang djuga melakukan system ini untuk kebutuhan negara. Sajang
Pemerintah tidak menundjuk bijname negara mana dan tidak dikatakan pula situasi
negara-negara itu dan bagaimana sifat-sifat masjarakatnja, sebab Saudara Ketua, belum
tentu apa jang baik bagi negara lain, djuga toepasselijk bagi negara kita. Perbedaan
situasi, perbedaan mentaliteit masjarakat itu semua akan membawa pengaruh lain-lain
pula. Saja ingat keterangan Pemerintah jang mengatakan bahwa system Bukti Export ini
dilakukan pula dinegara-negara lain. Dan bagi negara kita bagaimana pengaruh Bukti
Export ini? Umum telah mengetahuinja. Hopeloos !
Itulah sebabnja mengapa saja sampai detik ini belum sadar atas manfaatnja system
obligasi ini untuk Pemerintah dan negara dan mengandjurkan agar kehendak ini
dipertangguhkan sadja. Kegagalan jang “gemilang” di Bandung membawa tanda-tanja
besar, apa jang terdjadi lebih landjut. Dalam suasana begini Saudara Ketua, tidak akan
ada gunanja untuk membuang-buang waktu dan tenaga untuk mentjiptakan suatu
Undang- undang jang effeknja masih sangat disangsikan.
Sekian Saudara Ketua, terima kasih.
Ketua: Saja persilakan pembitjara keempat Saudara Moenadir.
198
Rapat 60.
Moenadir : Saudara Ketua jang terhormat, terlebih dahulu saja merasa perlu
menjampaikan utjapan terima kasih saja atas kesediaan Pemerintah untuk memberi
pelajanan terhadap isi maupun pertanjaan-pertanjaan dalam pemandangan umum saja
pada babak pertama mengenai rantjangan Undang-undang tentang pindjaman obligasi
berhadiah tahun 1959, jang kita bitjarakan pada hari ini, sebagaimana diutjapkan oleh
Pemerintah dalam djawabannja atas pemandangan umum babak pertama para anggota.
Akan tetapi apakah pelajanan itu jang disampaikan dalam djawaban Pemerintah sebagai
keseluruhan dan kurang terperintji, dapat dikatakan mengenai seluruh persoalan jang
saja kemukakan, hal ini adalah soal lain. Tidak semua persoalan-persoalan jang saja
kemukakan ternjata mendapat sambutan dengan semestinja dari Pemerintah. Sekalipun
demikian hal ini tidak akan saja gugat-gugat lebih landjut, supaja pembitjaraan
mengenai rantjangan Undang-undang ini dapat saja lakukan lebih “to the point”. Ini
disebabkan, karena bagaimanapun djuga djawaban dari Pemerintah tersebut dengan
merasa gembira saja dapat menemukan unsur-unsur baru, jang dapat djadikan bahan
pertimbangan selandjutnja disamping pertimbangan-pertimbangan jang telah saja
kemukakan dalam pemandangan umum pada babak pertama, untuk dapat menilai lebih
landjut mengenai rantjangan Undang- undang jang kita hadapi pada hari ini.
Sesungguhnja alangkah baiknja apabila hal-hal jang saja maksud sebagai unsur-
unsur baru itu dengan lebih tegas dikemukakan sebelum rantjangan Undang- undang ini
mendjadi pembitjaraan dalam rapat pleno Parlemen, sehingga tidak mudah
mengakibatkan pengambilan kesimpulan jang ternjata tidak sesuai dengan maksud jang
sebenarnja dalam persoalan pengeluaran obligasi ini. Adapun pertimbangan–
pertimbangan baru jang saja maksud itu dapat saja ketemukan dalam kalimat- kalimat
jang diutjapkan oleh Pemerintah sebagai berikut, saja kutip : “pengeluaran obligasi ini
dapat dilihat terlepas dari keadaan moneter pada waktu sekarang, melainkan dapat
dilihat dalam rangka usaha Pemerintah untuk menggunakan segala alat keuangan jang
ada”.
Djuga selandjutnja dalam kalimat – saja kutip :
“Dilihat dari sudut pendapatan nasional suatu pindjaman demikian hanja merupakan
transfer sadja dari milik (kekajaan) dari rakjat kepada Pemerintah dan tidak mengubah
djumlah kekajaan, maupun pendapatan nasional jang ada.”
Dari utjapan–utjapan Pemerintah itu saja dapat menarik kesimpulan, bahwa jang
harus mendjadi pokok pertimbangan untuk mengeluarkan obligasi tahun 1959 ini, ialah
harus lebih ditekankan kepada usaha penggalian sumber keuangan didalam negeri agar
dapat ditjapai sematjam "ordening" dari penggunaan modal uang jang ada didalam
negeri kearah pelaksanaan pembangunan jang diperlukan oleh negara kita, dari pada
199
Rapat 60.
untuk mengusahakan pengekangan tekanan-tekanan inflatoir jang selalu meningkat.
Malahan oleh Pemerintah dikatakan, bahwa pengeluaran obligasi ini dapat dilihat
terlepas dari keadaan moneter negara kita pada dewasa ini. Bahwasanja penggalian
sumber keuangan dengan djalan "geldkapitaalsordening" itu dapat djuga mempunjai
pengaruh jang baik terhadap keadaan moneter negara kita, hal ini adalah merupakan "de
logische gang van zaken", akan tetapi sebagaimana saja katakan dalam pemandangan
umum saja pada babak pertama maka untuk dapat mengurangi tekanan inflatoir setjara
effektif kita terutama harus mengarahkan pandangan kita kearah djurusan lain dan tidak
semata-mata kedjurusan pengeluaran pindjaman obligasi.
Memang, Saudara Ketua, panggilan sumber keuangan dengan djalan mengadakan
"geldkapitaals ordening" didalam negeri sendiri ternjata masih kurang mendapat
perhatian dengan semestinja, sehingga mudah menimbulkan pertanjaan, mengapa kita
selalu memikirkan bagaimana dapatnja mendatangkan modal uang dari luar negeri
dengan mengadakan pindjaman-pindjaman luar negeri kalau jang ada didalam negeri
sendiri belum dimobilisir. Adapun tjara mengadakan pindjaman dalam negeri dengan
mengeluarkan obligasi dengan maksud untuk memobilisir modal uang dalam negeri
adalah salah suatu tiara jang lazim dilakukan dinegara manapun djuga. Malahan hal ini
sesungguhnja lebih baik apabila selalu didjadikan bahan pertimbangan apabila kita
hendak mentjari modal uang keluar negeri. Usahakan untuk memobilisir modal uang
dalam negeri dahulu dan djika ini memang masih kurang mentjukupi, barulah mentjari
diluar.
Saudara Ketua jang terhormat, dalam pemandangan umum saja pada babak kedua
mengenai rantjangan Undang-undang tentang pindjaman obligasi berhadiah tahun 1959
ini, sebagai pangkal bertolak saja gunakan keperluan adanja usaha kearah
"geldkapitaalsordening" didalam negeri untuk kepentingan pembangunan, Adapun
mengenai tjara ordening ini dengan djalan mengeluarkan surat-surat obligasi bagi saja
tidak ada alasan sama sekalli untuk tidak menjetudjuinja. Namun demikian jang perlu
mendjadi perhatian ialah bagaimana dalam rantjangan Undang-undang jang kita hadapi
ini diadakan ketentuan sedemikian rupa, sehingga maksud pokok jang saja sebut tadi
dapat terlihat. Dengan demikian kiranja adalah lebih sempurna apabila diadakan
pengubahan sekedarnja dalam bunji konsiderans dan memori pendjelasannja supaja
maksud jang pokok itu dapat terlihat. Mengenai hal ini saja ingin mendengar pendapat
dari Pemerintah.
Kemudian dari pada itu sekarang jang mendjadi persoalan ialah apakah dengan tjara
sebagaimana dirumuskan dalam rantjangan Undang-undang pengeluaran pindjaman
200
Rapat 60.
obligasi akan mentjapai hasil sebagaimana diharapkan, sehingga maksud dari ordening
modal uang dalam negeri untuk kepentingan pembangunan dapat tertjapai.
Seperti apa jang saja katakan dalam pemandangan umum saja pada babak pertama,
maka faktor jang dapat mendjadikan berhasilnja suatu pindjaman obligasi ialah:
a. Adanja kepertjajaan dari pemilik uang terhadap tjara penggunaan uang jang didapat
dari pendjualan obligasi.
b. Adanja sjarat jang dapat menarik para pemilik uang untuk membeli obligasi.
Saudara Ketua, dalam pada itu sebelum saja melandjutkan mengadakan tindjauan
mengenai dua faktor itu, saja merasa perlu menjampaikan pendapat saja, bahwa
bagaimanapun djuga nanti hasilnja dari pengeluaran obligasi ini, kita harus berani mulai
dengan usaha kita kearah pemupukan modal didalam negeri seperti jang saja katakan
tadi. Ini bukanlah dengan maksud untuk mengadakan suatu experiment, tetapi kita harus
mempunjai keberanian untuk mulai dengan suatu usaha jang sudah semestinja berhasil
sebagaimana kita harapkan. Risiko sematjam ini memang sudah lazim dalam setiap
usaha dalam tingkat permulaan. Apakah tidak ada keberanian untuk menerima risikonja,
maka segala sesuatunja tidak akan dapat dimulai.
Tentunja dengan pengertian bahwa kita harus selalu mentjari perbaikan. Akan tetapi
mengenai pengeluaran obligasi ini jang perlu dipertimbangkan semasak-masaknja, ialah
bagaimana dapat mengurangi risiko itu sampai seketjil-ketjilnja, kalau tidak dapat
menghilangkan risiko itu sama sekali. Maka berhubung dengan itulah saja
mengemukakan dua faktor jang harus mendjadi perhatian.
Mengenai faktor kepertjajaan perlu saja kemukakan disini, bahwa jang saja maksud,
ialah bukan kepertjajaan kepada Pemerintah jang mengeluarkan pindjaman obligasi itu,
tetapi kepertjajaan bahwa uang jang dipindjamkan itu dapat diminta kembali pada waktu
dan dengan sjarat sebagaimana didjandjikan dan kepertjajaan, bahwa uang pendapatan
dari pendjualan obligasi itu sungguh-sungguh untuk keperluan pembangunan jang dapat
memberi manfaat kepada masjarakat.
Adanja kepertjajaan ini memang tidak dapat dengan sekaligus diharapkan, akan
tetapi dengan bukti jang njata hal ini dapat ditumbuhkan pada waktunja.
Dari pihak Pemerintah - terutama berkat dicipline jang ada pada alat-alatnja - harus
dapat terbukti adanja usaha untuk dapat menumbuhkan kepertjajaan itu, karena kalau
tidak demikian akibatnja tidak hanja mengenai persoalan obligasi tahun 1959 ini sadja,
akan tetapi malah lebih dari itu. Usaha dalam keuangan akan mati sebelum
dilaksanakan. Namun demikian apakah tidak lebih baik apabila rantjangan Undang-
undang ini didalam pasal-pasalnja ataupun didalam memori pendjelasannja dapat
diadakan ketegasan mengenai akan penggunaan uang pendapatan dari pindjaman
201
Rapat 60.
obligasi tahun 1959 ini, supaja tidak ada keragu-raguan bagi para pemilik uang jang
hendak membeli obligasi. Tegas bahwa obligasi dimaksud untuk keperluan
pembangunan jang dapat memberi manfaat bagi masjarakat pada umumnja,
Saudara Ketua jang terhormat, sebagai faktor kedua untuk dapat berhasilnja
pindjaman obligasi ini saja kemukakan adanja sjarat-sjarat jang menarik, sehingga para
pemilik uang merasa ada untungnja untuk membeli obligasi. Namun demikian sjarat-
sjarat itu djangan sampai sedemikian rupa, sehingga menimbulkan gedjala-gedjala
kearah penjalahgunaan. Untuk keperluan ini, maka menurut rantjangan Undang-undang
jang kita hadapi ini diadakan sjarat-sjarat sebagai berikut:
a. Obligasi ini adalah bersifat atas undjuk (aan toonder),
b. Pemberian bunga sebesar 5 %.
c. Diadakannja hadiah jang dilakukan dengan setjara undian.
d. Diadakan ampunan umum dalam hal urusan fiskal dan penilikan harta benda.
Saudara Ketua, adanja ketentuan, bahwa obligasi ini adalah obligasi atas undjuk,
mempunjai akibat; bahwa obligasi ini lebih mudah dapat diperdagangkan, sehingga
dapat di-uangkan sebelum waktu pelunasannja. Dengan demikian, maka hal ini lebih
menarik dari pada obligasi atas nama (op naam) jang agak lebih sulit diperdagangkan.
Adapun soal besarnja bunga jang 5 % itu, sekalipun dengan djalan lain ada
kemungkinan untuk mendapatkan keuntungan dari uangnja lebih besar dari pada bunga
5%, tetapi mengingat adanja faktor kepastian dan adanja ketentuan untuk dapat
menerima hadiah, maka bunga sebesar 5 % itu tidak dapat dikatakan terlalu rendah.
Namun demikian angka 5 itu bagi saja bukan soal jang setjara mutlak ingin saja
pertahankan. Mengenai persoalan pemberian hadiah bagi pemegang obligasi dengan
djalan undian, hal ini tidaklah dapat saja ungkiri, bahwa dengan pemberian hadiah itu
sifat menarik bagi para pemilik uang mendjadi tambah. Persoalan ini saja tindjau tidak
dari sudut apa jang dinamakan "moraal-paedagogisch", tetapi bagaimanapun djuga hal
ini njata-njata akan dapat lebih menarik para pemilik uang untuk membeli obligasi.
Achirnya adanja ampunan umum dalam hal urusan fiscaal dan pembebasan dari
ketentuan adanja penilikan harta benda. Hal ini ternjata dapat menimbulkan berbagai
matjam perasaan. Dalam pemandangan umum saja pada babak pertama telah saja
kemukakan hal-hal jang dapat merupakan "de keers zijde van het medaille" sebagai
akibat dari pada adanja ketentuan tersebut. Untuk tidak membosankan hal-hal jang saja
kemukakan dalam pemandangan umum babak pertama kiranja tidak usah saja ulangi
lagi. Memang apabila ditilik dari sudut moreel kita dapat dikatakan, bahwa sudah tidak
mampu lagi untuk berhadapan dengan mereka, jang melakukan perbuatan jang tidak
dapat dipertanggung-djawabkan.
202
Rapat 60.
Setjara kasarnja kita telah menjerah. Tetapi hal itu djuga harus dilihat dari sudut
realiteit, sudut kenjataan, bahwa dalam keadaan perekonomian seperti sekarang ini
ditambah dengan kurang sempurnanja peralatan kita, pun djuga harus dilihat dari sudut
kepentingan untuk mulai dengan pemupukan modal uang jang berserak-serak kearah
penggunaan jang dapat memberi manfaat persoalan itu setjara "zakelijk-objectief".
Memang dalam urusan keuangan kita kadang-kadang lebih banjak terpengaruh oleh
fikiran jang bersifat zakelijk-objectief". Dan ini memang sudah sewadjarnja, apabila kita
berkehendak mempunjai hasil dalam soal keuangan.
Dengan demikian kita dihadapkan kepada dua alternatief: Apakah kita, dengan tidak
menghitung-hitung untung ruginja mengambil sikap, bahwa bagaimana djuga kita tidak
boleh memberi ampun kepada mereka jang telah melanggar hukum, sekalipun mungkin
pelanggar hukum itu tidak dapat kita kedjar. Orang jang salah tetap salah, dan harus
dikenakan hukumannja. Ataukah kita harus berichtiar bagaimana dapatnja
mempergunakan uang jang berserak-serak itu untuk dipergunakan jang dapat memberi
manfaat kepada masjarakat pada umumnja, karena kalau tidak demikian uang itu nistjaja
akan dipergunakan untuk keperluan-keperluan jang pada hakekatnja dapat merugikan
rakjat banjak atau sekurang-kurangnja mendjadi uang jang beku jang tidak dapat
memberi manfaat apa-apa kepada rakjat banjak. Antara dua alternatief inilah saja harus
mengadakan pilihan. Berhubung dengan itu maka lebih mengutamakan alasan jang
bersifat zakelijk-objectief" saja dapat melihat sebagai hal jang dapat dipertanggung-
djawabkan diadakannja ketentuan-ketentuan sebagaimana dirumuskan dalam rantjangan
Undang-undang ini, dengan pengertian, bahwa segala sesuatu jang saja kemukakan
dalam pemandangan umum babak pertama dan jang merupakan kedjelekan-kedjelekan
dari ketentuan-ketentuan itu hendaklah tetap menjertai pertimbangan-pertimbangan. Pun
djuga saja “onderstrepen” perkataan Pemerintah dalam djawabannja atas pemandangan
umum babak pertama jang berbunji sebagai berikut: (saja kutip)
"Pemerintah mengusulkan, dalam taraf sekarang ini, mengadjak orang-orang itu
untuk mempergunakan kekajaannja dan uangnja untuk maksud-maksud jang sesuai
dengan politik ekonomi Pemerintah. Berdasarkan kepada kenjataan bahwa Pemerintah
berusaha untuk memperbaiki keadaan ekonomi dengan djalan alat-alat keuangan jang
ada, maka Pemerintah ……….. dan seterusnja,"
Maka dengan demikian untuk dapat mentjegah dapatnja mendjalar kedjelekan-
kedjelekan itu, pemberian ampunan dalam lapangan fiskal dan pembebasan dari
peraturan penilikan harta-benda tersebut sungguh-sungguh setjara konsekwen dapat
dilakukan semata-mata untuk para peserta pertama dan hanja untuk uang jang
dipergunakan bagi pembelian obligasi dalam taraf pertama. Dalam hubungan ini saja
203
Rapat 60.
ingin mendapatkan gambaran sekedarnja dari Pemerintah, bagaimana pelaksanaannja
nanti lebih landjut supaja tidak sampai mendjalar kepada bukan peserta pertama dan
kepada kekajaan jang tidak dibelikan obligasi.
Bagaimana pelaksanaannja nanti lebih landjut supaja tidak sampai mendjalar kepada
bukan peserta pertama dan kepada kekajaan jang tidak dibelikan obligasi. Djuga
bagaimana usaha Pemerintah untuk mengurangi adanja penjalah-gunaan dari
pelaksanaan ketentuan-ketentuan itu.
Demikianlah, Saudara Ketua, pemandangan umum saja babak kedua mengenai
rantjangan Undang-undang tentang pindjaman obligasi berhadiah tahun 1959 jang kita
bitjarakan pada hari ini. Adapun mengenai kemungkinan adanja perubahan-perubahan
dalam teks rantjangan Undang-undang dengan berdasarkan kepada saran-saran jang saja
kemukakan tadi, dapatlah lebih landjut saja kemukakan dalam pembitjaraan pasal demi
pasal.
Sjukur kalau nanti dapat diadakan pertemuan informil lagi dan didalam pertemuan
informil itu soal-soal jang saja kemukakan tadi mendapat pelajanan jang sebaik-baiknja,
sehingga dalam pembitjaraan pasal demi pasal tidak perlu saja kemukakan lagi.
Achirnya saja masih ingin mengemukakan pertanjaan-pertanjaan dalam
pemandangan umum saja babak pertama jang dalam djawaban Pemerintah atas
pemandangan umum babak pertama para anggota jang terhormat belum mendapat
pelajanan jang sewadjarnja. Pertanjaan-pertanjaan itu ialah:
1. Apakah jang dimaksud dalam pasal 4 mengenai pendaftaran oleh Dewan Pengawas
Keuangan dan pembuatan perhitungan jang diberitahukan kepada Dewan Perwakilan
Rakjat dimaksud supaja ada pengawasan jang tertib/setertib-tertibnja mengenai uang
jang didapat dari pengeluaran obligasi?
2. Dalam pasal 5 ditentukan, bahwa untuk pembajaran bunga, hadiah dan pelunasan
obligasi demikian djuga biaja untuk menjelenggarakannja dibebankan kepada
Anggaran Republik Indonesia. Apakah sebaliknja mengenai penggunaan uang dari
pengeluaran obligasi dapat dilihat nanti dalam anggaran belandja dari tahun/tahun-
tahun jang bersangkutan?
3. Berapa besar hutang djangka pendek jang direntjanakan oleh Pemerintah untuk dapat
dibajar dengan pendapatan pengeluaran obligasi?
4. Apakah sudah ada projek pembangunan jang tentu jang hendak dibajar oleh uang
dari pengeluaran obligasi?
204
Rapat 60.
Ketua: Saja persilakan Saudara Tan Kiem Liong.
Tan Kiem Liong : Saudara Ketua Jang terhormat, pertama-tama saja menjampaikan
penghargaan atas djawaban Pemerintah jang diutjapkan oleh Saudara Menteri Keuangan
pada hari Senin jang lalu, chususnja mengenai persoalan-persoalan jang saja singgung
dalam pemandangan umum saja babak pertama.
Dalam hubungan ini saja ingin menjatakan bahwa djawaban Pemerintah masih
belum meliputi seluruh persoalan-persoalan dan pertanjaan-pertanjaan jang saja
kemukakan sehingga masih agak sulit bagi saja untuk menentukan penilaian jang positif
terhadap idee Pemerintah untuk mengeluarkan pindjaman obligasi dalam hubungannja
dengan usaha menarik black-money atau hot-money.
Untuk permusjawaratan lebih djauh maka kawan sefraksi saja Saudara Z. A.
Tanamas akan mengemukakan pandangannja terhadap rantjangan Undang-undang ini.
Sekian, Saudara Ketua, terima kasih.
Ketua: Saja persilakan Saudara Tanamas.
Z. A. Tanamas: Saudara Ketua, sekedar menjambung sambutan jang diberikan oleh
kawan saja, jaitu Saudara Tan Kiem Liong, lebih dulu sebagaimana dikatakan oleh
Saudara Tan Kiem Liong tadi, kami mengunjapkan terima kasih atas djawaban jang
telah diberikan oleh Pemerintah, walaupun dalam djawaban Pemerintah itu banjak hal-
hal jang masih memerlukan pendjelasan lebih djauh bagi kami. Dalam pembitjaraan kali
ini saja sangat tertarik dan akan membahas masalah pertimbangan jang dipakai oleh
Pemerintah, dalam satu hal jaitu pertimbangan bahwa perlu djuga diambil tindakan-
tindakan untuk perkembangan modal dalam negeri kearah jang sehat.
Inilah salah satu pertimbangan jang diberikan oleh Pemerintah pada kita untuk dapat
diterimanja raatjangan Undang-undang ini.
Saudara Ketua, kalau kita telah berbitjara tentang modal dalam negeri jang biasanja
disebut domestic capital, kita mengetahui bahwa domestic capital itu bergerak dalam
dua lapangan, lapangan jang benar jang dapat diselidiki dan diakui oleh Pemerintah dan
bisa dikontrol oleh Pemerintah dan ada lagi jang disebutkan oleh Pemerintah hot-money
atau black-capital.
Saudara Ketua, dalam pertimbangan Pemerintah, Pemerintah mengatakan bahwa
salah satu dari usaha rantjangan Undang-undang ini ialah untuk menjalurkan modal
dalam negeri kearah jang sehat. Tentu jang dimaksudkan oleh Pemerintah dalam soal
ini, berichtiar seberapa mungkin agar diberikan tempat jang selajaknja, agar hot-money
205
Rapat 60.
itu tidak mendjadi hot lagi. akan tetapi bisa disalurkan kesalah satu djurusan, sehingga ia
mendjadi produktip bagi negara.
Saudara Ketua, ini kita sambut dengan baik sekali.
Rupanja bagi Pemerintah hasrat untuk mengendakan hot-money ini sudah djuga
sampai taraf kejakinan akan memberikan generaal pardon dalam pembelian pertama
bagi mereka didalam pembelian obligasi itu. Akan tetapi kita dapat mengerti para
pemegang hot-money ini, atau barangkali ada maksud tidak baik, akan tetapi pada
umumnja oleh karena tempat dari hot-money ini tidak mempunjai saluran jang baik dan
tidak terdapat saluran jang sempurna untuk didjalankan, maka hot-money ini melalui
beberapa djalan jang akibatnja sangat merusak ekonomi negara kita.
Dalam keterangan Pemerintah diakui oleh Pemerintah bahwa Pemerintah tidak
mempunjai keterangan-keterangan tentang hot-money ini didalam pendjelasan
Pemerintah, Pemerintah mengatakan tidaik mempunjas gegevens jang djelas dan tidak
mengetahui dimana mereka itu terpendam sekarang, akan tetapi didalam keadaan
begitupun, dalam maksud untuk mengendalikan hot-money ini, Pemerintah didalam soal
obligasi ini mengatakan: kita memberikan generaal pardon. Jang kita harapkan dari
Pemerintah,. Saudara Ketua, agar Pemerintah lebih djelas dalam soal ini, bahwa didalam
mengendalikan hot-money ini Pemerintah tidak sadja dalam masalah obligasi ini akan
memberikan saluran-saluran. Kita mengharapkan dari Pemerintah agar Pemerintah djuga
menerangkan didalam quorum Dewan Perwakilan Rakjat ini, bahwa ada djurusan-
djurusan lain jang akan ditempuh oleh Pemerintah. Saja akan dapat menerima kalau
Pemerintah mengatakan, rentjana jang chas, rentjana jang tertentu untuk mengatur hot-
money ini, sehingga tidak mendjadi hot-money lagi; belum dapat dikemukakan pada
waktu ini, akan tetapi ada djandji dari Pemerintah, bahwa memang ada maksud jang
keras dari Pemerintah untuk mengadakan beberapa tindakan, sehingga memberikan
tempat jang selajaknja kepada hot-money ini, dan dapat bergerak diatas djalan-djalan
jang tidak lagi disebutkan hot-money. Ini perlu, Saudara Ketua. Bagaimanapun kita
harus mengakui, kita bolh membasmi hot-money akan tetapi didalampembasmian ini dia
tidak creeeren, tidak mentjiptakan. Kalau pemerintah dapat menggambarkan bahwa ada
djalan-djalan jang akan ditempuh oleh Pemerintah, sehingga ada saluran-saluran jang
baik, sehingga bagi mereka jang menguasai hot-money itu dapat menggambarkan
demikian rupa, saja kira kitapun pertjaja, Saudara Ketua, bahwa hot-money ini bisa
ditampung, bisa disalurkan kearah jang lebih baik, jang lebih menguntungkan bagi
negara dan bangsa kita.
206
Rapat 60.
Saudara Ketua, Pemerintah didalam soal ini sedikit sekali mengemukakan, walaupun
sebagai pertimbangan ialah pertimbangan untuk perkembangan pasar modal dalam
negeri kearah jang sehat, akan tetapi pendjelasan dari Pemerintah ini saja harapkan lebih
sempurna sehingga soal ini dapat diterima begitu rupa, sehingga achirnya arti generaal
pardon dimengerti oleh kita bersama. Didalam keterangan jang begitu singkat, saja dapat
merasakan ada beberapa kawan saja didalam Dewan Perwakilan rakjat ini menentang
generaal pardon itu. Akan tetapi bagi saja Saudara Ketua, kalau Pemerintah dalam soal
hot-money ini lebih djelas lagi, saja rasa keberatan-keberatan jang dikemukakan oleh
kawan-kawan kita itu mungkin dapat ditindjau kembali oleh mereka. Saja jakin dalam
hal ini, Saudara Ketua.
Saudara Ketua, mengenai rantjangan Undang-undang ini sendiri saja dapat
mengikuti pendirian Pemerintah jang mengatakan dalam keterangannja semula seperti
berikut : “Seperti telah diterangkan dalam keterangan Pemerintah dalam pemandangan
babak pertama, pengeluaran obligasi ini dapat dilihat terlepas dari keadaan moneter pada
waktu sekarang, melainkan dapat dilihat dalam rangka usaha Pemerintah untuk
menggunakan segala alat keuangan jang ada”.
Memang pengeluaran obligasi ini, dimana-manapun djuga didjalankan oleh
Pemerintah sebagai menggunakan satu alat jang biasa dipakai untuk mengadakan
pemindahan kekajaan rakjat sebagai pindjaman negara untuk keperluan-keperluan jang
harus dipenuhi oleh negara dengan bantuan dari warga-negaranja sendiri.
Dari sudut inilah Saudara Ketua, bagi kami rantjangan Undang- undang ini tidaklah
begitu prinsipiil.
Sekian, terima kasih.
Ketua: Saja persilakan pembitjara terachir Saudara Hutomo Supardan.
Hutomo Supardan: Saudara Ketua jang terhormat, pada hari Djum'at tanggal 20
Mei 1959 jang baru lalu, Pemerintah telah memberikan djawabannja atas pemandangan
umum para anggota Dewan Perwakilan Rakjat babak pertama mengenai rantjangan
Undang-undang tentang pengeluaran pindjaman obligasi tahun 1959.
Nada djawaban Pemerintah atas pemandangan umum para anggota itu tidaklah
mengandung aspek-aspek baru, hanja lebih mendjelaskan maksud Pemerintah untuk
mengeluarkan obligasi berhadiah tahun 1959.
Menurut hemat Pemerintah pengeluaran obligasi jang demikian itu bagi suatu negara
merupakan suatu kelaziman dan hanja sebagai alat fiskal biasa serta setaraf pula dengan
padjak-padjak heffingen lain-lain. Dengan pengeluaran obligasi berhadiah 2 miljard ini,
Pemerintah beranggapan hal ini hendaknja ditindjau terlepas dari kebidjaksanaan
moneter jang ada. Dalam hubungan ini kami tak sependapat dan tidak dapat mengikuti
207
Rapat 60.
djalan pikiran Pemerintah jang demikian itu. Langkah dan tindakan Pemerintah jang
demikian itu hakekatnja mengandung aspek-aspek jang luas sekali dalam bidang
moneter.
Djawaban Pemerintah sendiri sebenarnja mengandung kontradiksi dengan
keterangannja jang menjatakan, bahwa Pemerintah mengakui adanja peredaran uang
jang amat besar dalam masjarakat pada waktu sekarang, hingga timbul tekanan-tekanan
inflatoir jang keras sekali. Maka oleh karenanja Pemerintah memandang perlu
mengadakan langkah-langkah jang mempunjai sifat dan bermaksud disinflatoir, antara
lain dengan mengeluarkan obligasi berhadiah ini. Dengan pengeluaran abligasi ini
Pemerintah jakin, bahwa hasilnja akan mempunjai pengaruh jang tidak ketjil terhadap
peredaran uang.
Atas pertanjaan kami mengenai berapa djumlah "hot-money" jang beredar dalam
masjarakat, Pemerintah sendiri tidak bersedia dan berpendapat tidak mungkin untuk
setjara eksak-matematis menafsirkannja. Djumlah 2 miljard rupiah jang tertjantum
dalam rantjangan Undang-undang ini hanjalah merupakan suatu djumlah maksimal jang
dimintakan persetudjuannja Parlemen.
Dengan djawaban Pemerintah jang demikian itu timbullah suatu kesan, bahwa
sebelumnja Pemerintah kurang mengadakan penjelidikan setjara teliti, ditangan
golongan manakah terdapat "hot-money" dan dalam lapangan manakah uang itu
mengadakan aksi operasinja. Sedangkan sudah sewadjarnjalah, bahwa sebelum
Pemerintah mengadakan langkah jang konkrit, perlu diadakan suatu analisa jang tepat
mengenai perkiraan djumlah "hot-money", meskipun tidak eksak sekali, demikian pula
tentang lapangan operasinja serta golongan manakah jang memiliki serta menguasai
"hot-money" itu.
Saudara Ketua, dalam hubungan ini kami menjesalkan sekali pendapat Pemerintah
jang demikian itu, karena rakjat pada umumnja sebenarnja menaruh kepertjajaan tidak
ketjil atas kemampuan Pemerintah dan alat-alatnja untuk dapat menerka dan
memperhitungkan keadaan serta arus/arah perkembangan "hot-money" tersebut.
Dengan perumusan jang amat sederhana, kami telah mengemukakan dalam
pandangan umum babak pertama antara lain seperti berikut:
"Guna menutup deficit lazimnja ditempuh djalan antara lain seperti berikut:
a. Mentjiptakan uang (geldkreasi) dengan mentjetak uang kertas, baik uang kertas
bank, maupun uang kertas Pemerintah.
b. Mengadakan pindjaman dalam negeri, baik dengan paksa, maupun atas dasar
sukarela dengan mengeluarkan atau mendjual obligasi pada masjarakat.
c. Mengadakan pindjaman dengan negara lain.
208
Rapat 60.
Mengenai pindjaman dalam negeri perlu diadakan penjelidikan jang tjermat dan teliti
mengenai kekuatan serta kerelaan dari berbagai-bagai golongan masjarakat".
Saudara Ketua, dalam rangka maksud Pemerintah untuk menarik “hot-money” dari
peredaran, perkenankanlah kami setjara singkat mengemukakan pendapat jang berlainan
dengan Pemerintah.
Pada umumnja struktur ekonomi Indonesia dan perdagangan chususnja itu masih
mempunjai sifat liberal sebagai warisan struktur ekonomi dan perdagangan
pendjadjahan, Salah satu tjiri jang chusus dari struktur ekonomi jang liberal ini adalah
"free competition" persaingan merdeka, dimana kekuatan modal monopoli raksasa
menguasai seluruh gerak dan kehidupan ekonomi Indonesia. Dengan demikian modal
monopoli raksasa itu menurut hukumnja sendiri makin memusat dan mengakumulir
modal jang lain-lain serta menimbulkan anarchi dalam produksi serta perdagangan
(distribusi) bahan-bahan / barang-barang. Kekatjauan dalam lapangan produksi dan
distribusi menimbulkan serta menjuburkan perdagangan spekulasi. Lebih-lebih dalam
keadaan moneter dan keuangan seperti jang kita hadapi sekarang ini perdagangan
spekulatip inilah jang memberikan hasil "laba-lebih" jang besar sekali bagi para
spekulan.
"Laba-lebih" ini makin lama makin besar dan oleh fihak imperialis jang memiliki
dan menguasai modal raksasa itu dengan bantuan agen-agennja seperti orang-orang
Kuomintang dipergunakan untuk:
1. membiajai aksi-aksi subversif guna mengatjaukan keamanan disektor-sektor dan
pusat produksi pertanian;
2. mengatjaukan perekonomian pada umumnja dan peredaran barang-barang chususnja
dengan maksud untuk menarikkeuntungan jang lebih besar.
Atas dasar faktor-faktor ini dapatlah ditarik suatu kesimpulan, bahwa pusat-pusat
"hot-money" itu adalah ditempat-tempat perdagangan dan pertanian, dalam arti kata
ditempat-tempat perdagangan hasil bumi.
Dalam rangka dan beralaskan tindjauan inilah kami bermaksud untuk
menggolongkan dan mengklasifikasikan "hot-money" itu dalam beberapa kategori:
1. "Hot-money" jang dimiliki dan dikuasai oleh pihak imperialis beserta agen-agennja,
2. "Hot-money" jang dimiliki oleh penduduk bukan warga-negara jang dihasilkan
dengan perdagangan spekulasi.
3. "Hot-money" jang diperoleh dengan djalan tidak sah, seperti dari selundupan, barter,
korupsi dan lain-lainnja.
209
Rapat 60.
Saudara Ketua, dalam struktur ekonomi jang liberal, lebih-lebih dalam keadaan
inflasi seperti apa jang dinjatakan Pemerintah dalam djawabannja itu, atas dasar
pengalaman praktek sehari-hari pada umumnja tiap-tiap pedagang berpedoman pada
prinsip-prinsip "liquidity preference" jang menghendaki supaja tiap orang pengusaha itu
senantiasa mempunjai dan menguasai sedikit banjak kontan dalam kasnja masing-
masing.
Alasan-alasan jang pokok jang dikemukakan perlunja uang kontan jang tertentu
sebagai tjadangan dalam kas itu antara lain sepertinja:
1. Kebutuhan untuk membiajai urusannja jang sedang berdjalan, guna pada saat-saat
jang tertentu, bilamana mereka tidak mempunjai penghasilan, toch dapat membeli
sesuatu. Motip inilah jang lazim dinamakan sebagai "transaction motive".
2. Perasaan tenang jang timbul pada seseorang djika mempunjai persediaan uang
kontan jang tertentu sebagai alat jang liquide guna menutup ongkos-ongkos
pengeluaran jang tak tersangka. Motip ini lazimnja disebut sebagai "precautionery
motive".
3. Nafsu pada seorang pedagang untuk memperoleh laba jang besar pada waktu ada
kemungkinan untuk berspekulasi. Motip ini lazim disebut dengan "speculative
motive".
Makin besar adanja "liquidity preference" menurut pendapat umum dalam
masjarakat, makin ketjil djumlah uang jang ditawarkan dalam pasar modal. Atas dasar
faktor-faktor liquidity preference jang kami kemukakan tadi serta selama belum
diadakan perubahan strukturil atas perdagangan jang berlaku di Indonesia sekarang ini
dalam artian diadakannja pembatasan jang tadjam sekali dilapangan operasi jang pokok
bagi perdagangan spekulasi, maka usaha Pemerintah untuk menarik "hot-money" atau
uang panas dari peredaran dengan djalan mengadakan pendjualan obligasi atas dasar
sukarela meskipun dengan diberikan pula hadiah serta lain-lain sjarat-sjarat dan fasilitet-
fasilitet jang menarik bagi pemilik-pemilik "hot-money" Fraksi P.K.I menjangsikan
sangat akan berhasilnja atau suksesnja usaha Pemerintah ini.
Saudara Ketua, maksud Pemerintah jang utama untuk mengeluarkan obligasi ini
adalah guna menarik "hot-money" dari peredaran dan diharapkan akan berhasil. Tetapi
disamping itu Pemerintah mempunjai maksud pula untuk lebih memperluas lapangan
operasinja dengan mempergunakan P.T. Biro Sertipikat Indonesia sebagai saluran. Biro
ini diberi wewenang untuk mengambil sebagian djumlah dari target jang telah
ditentukan itu. Djumlah dan lembaran-lembaran obligasi á Rp. 10.000, diharuskan untuk
disimpan dalam kluis sesuatu bank jang ditentukan oleh Pemerintah.
210
Rapat 60.
Atas dasar djumlah harga lembaran-lembaran obligasi jang tersimpan dalam kluis itu,
Biro Sertipikat Indonesia mempunjai wewenang untuk mengeluarkan atas namanja
sertipikat-sertipikat obligasi dengan lembaran petjahan masing-masing @ Rp. 1.000,-,
Rp. 500, dan Rp. 100,- untuk didjual pada rakjat banjak. Tehnik dan sistim jang
direntjanakan Pemerintah ini dalam hakekatnja tidak langsung mengenai "tref-vlaknja"
atau sasarannja karena target penarikan "hot-money" sebesar Rp. 2 miljard itu tidak akan
tertjapai, disebabkan:
1. Faktor-faktor seperti apa jang telah kami kemukakan tadi.
2. Sebagian dari djumlah "hot-money" sebesar Rp. 2 miljard itu terpusatkan dan
disimpan dalam kluis Biro Sertipikat Indonesia.
Dengan demikian dapatlah ditarik kesimpulan bahwa tudjuan jang pokok dari
pindjaman obligasi berhadiah tahun 1959 ini bukannja untuk menarik hot-money, tetapi
mempunjai sifat jang umum dalam arti kata rakjat banjak diikut-sertakan dalam usaha
untuk menghasilkan uang sebesar Rp. 2 miljard.
Djumlah Rp. 2 miljard itu akan ditjapai dengan pendjualan obligasi dalam beberapa
tranche. Tiap-tiap bulannja diharapkan dapat terdjual obligasi dalam djumlah setinggi-
tingginja Rp. 150 djuta atau dalam 1 minggu rata-rata Rp. 40 djuta. Sedangkan menurut
perkembangan uang muka dari Bank Indonesia untuk Pemerintah achir-achir ini dalam
tiap-tiap minggu Pemerintah memerlukan uang kas rata-rata sebesar Rp. 200 djuta.
Djika kami bandingkan penarikan hot-money dari peredaran sebesar lebih kurang Rp. 40
djuta dalam 1 minggu dengan keperluan Pemerintah akan uang kertas (kas) dalam tiap-
tiap minggunja sebesar lebih-kurang Rp. 200 djuta, maka penarikan uang dari peredaran
itu hanja 1/5 dari djumlah uang jang dikeluarkan Pemerintah dalam masjarakat setiap
minggunja. Atas dasar kenjataan-kenjataan dan fakta-fakta jang demikian itu penarikan
hot-money sebesar Rp. 2 miljard dalam djangka waktu 1 tahun, satu transche, tidak akan
mempunjai effek jang besar terhadap peredaran uang jang senantiasa mekar dan
mendjadi lebih besar, karena ditimbulkan oleh penutupan deficit jang besar dengan
pentjetakan uang kertas jang tidak diimbangi dengan investment dalam sektor produksi.
Saudara Ketua, lebih landjut Pemerintah bermaksud untuk memberikan generaal
pardon kepada peserta pertama dalam beberapa matjam padjak seperti jang dimaksudkan
dalam pasal 6 rantjangan Undang-undang ini. Pemberian ampunan umum pada mereka
dalam bentuk tidak dikenakan padjak-padjak pendapatan, kekajaan dan sebagainja serta
pembebasan tuntutan pidana bagi mereka itu dimaksudkan sebagai daja penarik dan
tegenprestasi bagi pemilik-pemilik hot-money. Ini berarti bahwa Pemerintah langsung
atau tidak, baik sadar maupun tidak sadar memberikan legalisasi atas kekajaan orang-
orang jang diperoleh dari sumber- sumber jang tidak sah seperti apa jang telah kami
211
Rapat 60.
kemukakan dalam 3 kategori hot-money itu. Pembebasan dan legalisasi kekajaan fihak-
fihak tertentu ini terang dalam rangka keadilan bagi para wadjib padjak jang setia
membajar iurannja pada Kas Negara akan menimbulkan perasaan jang kurang baik.
Lebih-lebih Pemerintah menjatakan bahwa angsuran pindjaman obligasi ini
pembajarannja dibebankan pada Anggaran Belandja Negara. Bukanlah hal demikian itu
pada hakekatnja jang membajar kembali pindjaman obligasi itu para wadjib padjak jang
setia membajar iurannja pada Kas Negara tiap-tiap tahunnja.
Atas dasar pertimbangan-pertimbangan seperti tersebut diatas itu dan dalam rangka
sila keadilan sosial dan sila perikemanusiaan, jang merupakan salah satu sila jang utama
dari negara kita maka Fraksi Partai Komunis Indonesia tidak dapat menjetudjui maksud
Pemerintah seperti tersebut dalam pasal 6 ajat 1, 2, 3, 4 dan 5 seperti tersebut dalam
rantjangan Undang-undang ini.
Mengingat keadaan dan perkembangan keuangan negara pada dewasa ini menurut
hemat kami perlu diadakan langkah-langkah dan tindakan-tindakan jang positip dalam
segala bidang pada umumnja dan chususnja dalam bidang moneter guna menjehatkan
keuangan negara. Pada prinsipnja seperti telah kami uraikan dalam pandangan umum
babak pertama adanja pindjaman obligasi Fraksi Partai Komunis Indonesia dapat
menjetudjuinja, tetapi dengan sjarat-sjarat bahwa:
1. Obligasi tahun 1959 ini bersifat umum dan atas dasar sukarela, dengan tudjuan
untuk menjehatkan keuangan dan untuk dana pembangunan projek-projek tertentu.
2. Pindjaman obligasi ini terdiri dari lembaran¬lembaran:
a. Rp. 10.000,-:
b. Rp. 1.000, -;
c. Rp. 500, -.
3. Peserta-peserta pertama tidak dibebaskan dari padjak malahan dikenakan padjak
jang kita namakan padjak obligasi, dengan persentase atas harga lembaran masing-
masing seperti tersebut dalam sliding-scale jang kami usulkan ini:
a. lembaran Rp. 10.000,- dikenakan padjak obligasi 10%;
b. lembaran Rp. 1.000,- dikenakan padjak obligasi 5%:
c. lembaran Rp. 500,- dikenakan padjak obligasi 2%.
Saudara Ketua, perlu kami djelaskan, bahwa sebenarnja jang diambil dari peredaran
alau diambil dari Pemerintah itu atas dasar sukarela adalah sedikit kelebihan koopkraoht
dari rakjat. Kalau orang mempunjai kelebihan koopkracht, kiranja tidak akan keberatan
untuk membajar padjak obligasi jang 2% itu, hingga demikian sebenarnja didalam sektor
jang sempit uang itu dinilai atas dasar koers jang sedikit baru, jaitu dari masjarakat
212
Rapat 60.
kepada Pemerintah. Kelak pendjualan oleh Pemerintah dilakukan setjara a pari, djadi
artinja 100% dari harga nominal obligasi tersebut.
4. Hasil pendjualan obligasi ini dimasukkan dalam.suaru dana pembangunan jang
hanja dapat dipergunakan chusus untuk keperluan rupiah financieringetas projek-projek
jang direntjanakan baik oleh Pemerintah Pusat, maupun oleh Pemerintah Daerah.
Pengeluaran uang dari dana pembangunan tersebut baru dapat dilakukan setelah
mendapat pengesahan dari Dewan Perwakilan Rakjat.
5 . Untuk kepentingan berhasilnja pindjaman obligasi tahun 1959 ini perlu daerah-
daerah swatantra diikut-sertakan dalam kampanjenja.
Sebab dengan kegiatan-kegiatan daerah swatantra untuk mendjelaskan kepada rakjat
tentang maksud obligasi ini jang bersifat umum, ialah untuk menjehatkan keuangan dan
hasilnja itu dimasukkan dalam dana pembangunan, dimana daerah-daerah setelah
menetapkan projek-projek jang tentu dan disahkan oleh Pemerintah Pusat diberi hak
pula untuk dapat mempergunakan dana tersebut untuk keperluan projek tersebut.
6. Pendjualan setjara tehnis dilakukan oleh bank-bank Pemerintah dan bank-bank
partikelir nasional serta P.T. Biro Sertipikat Indonesia dengan diberi provisi jang
persenannja ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah,
Seperti rentjana semula, maka verlengstuk dari Pemerintah ialah P.T. Biro Sertipikat
lndonesia, tetapi funksinja tidak mendjual, djusteru mengeluarkan sertipikat obligasi.
Meskipun para pemegang sertipikat itu mempunjai hak jang sama dengan pemegang
obligasi jang asli, tetapi tidak langsung oleh Pemerintah, melainkan dengan perantaraan
P. T Biro Sertipikat Indonesia. Dan dalam hubungan ini Pemerintah djuga memikul biaja
tjetak dari pada sertipikat-sertipikat obligasi itu; maka setjara financieel tehnis
sebenarnja Biro Sertipikat Indonesia itu tidak mengeluarkan biaja untuk mentjetak
sertipikat-sertipikat itu, dan didalam rangka sjarat jang kami kemukakan ialah jang
tersebut dalam nomor 6, maka Biro Sertipikat Indonesia itu mempunjai funksi sebagai
pembantu Pemerintah untuk mendjual obligasi kepada umum, jang mana untuk
keperluan itu diberi provisi sepantasnja.
Mereka jang mendapat pembajaran kupon, - ini djangan dibebaskan pula -,
dikenakan padjak kupon jang persenannja sebaiknja ditentukan dengan Undang-undang,
Sebelum mengachiri uraian kami ini, Saudara Ketua, perkenankanlah kami sedikit
menjatakan kurang puasnja djawaban Pemerintah atas apa jang telah ditanjakan
mengenai posisi hutang Pemerintah.
Pada tahun 1902 hutang negara Amerika Serikat adalah sebesar $ 1 miljard.
Pada tahun 1932 mekar mendjadi $ 19 miljard.
213
Rapat 60.
Pada tahun 1942 mekar mendjadi $ 72 miljard.
Pada tahun 1946 djumlah hutang negara Amerika Serikat adalah sebesar $ 269,4
miljard. Dihadapkan kepada suatu aktiva jang besarnja kurang lebih $ 66 miljard dan
savingbonds, artinja tabungan-tabungan dari rakjat, ialah $ 49 miljard, sedangkan
negara-negara bagian (states) pada tahun 1946, - djadi setahun sesudah Perang Dunia
kedua -, adalah sebesar $ 2 miljard. Haminte-haminte di Amerika Serikat adalah sebesar
$ 14 miljard pada waktu ini.
Ada seorang ahli internasional mengenai keuangan setelah menghitungkan berapa
perhitungan penduduk Amerika Serikat per aktiva pada achir tahun 1946 adalah antara $
1.855 sampai $ 1.856 per capita atau per orang, sedangkan penduduk pada tahun 1946
kurang-lebih ada 138 djuta orang.
Bagaimanakah posisi hutang Amerika Serikat pada waktu sekarang dan
bagaimanakah purchasing power dari United States Dollar atau daja-beli dari dollar itu?
Menurut John Pick didalam studinja dikupaskan, bahwa pada tahun 1956 hutang negara
Amerika Serikat adalah sebesar $ 280 miljard,
Bunganja setiap tahun ada sebesar $ 61/2 miijard atau 10% dari pengeluaran negara.
Dan bagaimanakah keterangan Senator Burth didalam Chamber of Commerce jang
mengatakan bahwa seluruh hutang negara jang berdjumlah $ 280 miljard itu tidak bisa
dibeli dengan seluruh tanah, gedung-gedung, mesin-mesin, tram-tram dan lain-lain
diseluruh Amerika Serikat. Inilah utjapan Senator Burth didalam Chamber of Commerce
Amerika Serikat.
Maka dari itu, Saudara Ketua, meskipun posisi hutang kita tidak begitu besar, tetapi
hendaknja hutang-hutang itu benar-benar digunakan, djangan non-produktif atau
konsumptif, tetapi benar-benar kepada investment, ialah untuk mengubah ekonomi
kolonial atau ekonomi ekspor mendjadi ekonomi investment.
Sekian, Saudara Ketua, terima kasih.
Ketua: Saudara-saudara, dengan ini maka selesailah sudah pemandangan umum
babak kedua mengenai rantjangan Undang-undang ini jang telah diikuti oleh 7 orang
pembitjara.
Menurut tjatatan jang termaktub dalam daftar atjara, maka kelandjutan dari
pembitjaraan mengenai rantjangan Undang-undang ini ialah:
Nanti malam, jaitu hari Rabu tanggal 3 Djuni 1959 dan selandjutnja pada hari Kamis
malam, jaitu besok tanggal 4 Djuni 1959.
Mengenai hal ini baiklah saja persilakan Pemerintah untuk memberi penegasan, hari-
hari manakah kesediaan Pemerintah untuk memberikan djawabannja dalam taraf kedua.
214
Rapat 60.
Selain dari pada itu, dalam pemandangan babak kedua tadi ada diantara para anggota
jang mengandjurkan jaitu Saudara Moenadir, jang masih menghendaki dan memudjikan,
supaja pembitjaraan-pembitjaraan informil antara Pemerintah dan para pembitjara itu
senantiasa dilandjutkan.
Dalam keterangan Pemerintah ada beberapa hutang luar negeri jang tidak disebut,
ialah misalnja kredit S.A.C. jang pertama, jang kalau saja tidak salah djumlahnja lebih-
kurang US $ 93.000.000,- dan kredit S.A.C. jang kedua, jang baru-baru ini disahkan
oleh Wakil Perdana Menteri Hardi, ialah sebesar US $ 40.300.000,-, inipun belum
disebut.
Dan didalam keterangan Pemerintah itu ada terdapat suatu kredit jang oleh
Pemerintah dinamakan kredit Nederland 1950 sedjumlah Nf 280.000.000 jang
angsurannja disini disebut pre P.M.
Apakah didalam hubungan ini Pemerintah belum mengambil sikap jang positif
terhadap hutang-hutang Pemerintah jang diwadjibkan untuk dikembalikan kepada
pemerintah Nederland sebagai akibat dari Konperensi Medja Bundar jang menentukan
supaja hutang-hutang itu dikembalikan?
Saudara Ketua, apakah tahun 1950 ini diadakan pindjaman jang chusus diluar
persetudjuan Konperensi Medja Bundar, apakah ini totalisasi dari pada seluruh sisa pada
tahun 1950? Kalau saja tidak salah, didalam Panitia Konperensi Medja Bundar jang
telah disetudjui oleh Pemerintah tahun 1956 segenap hutang jang dipikulkan pada
Indonesia itu sudah tidak perlu dihajar lagi.
Djadi dalam hal ini apakah hutang jang disebut didalam lampiran pidato Saudara
Menteri mengenai pindjaman Nederland sebesar Nf 280.000.000,- itu mengenai suatu
urusan jang lain.
Saudara Ketua, saja perlu menambah sedikit orientasi mengenai keadaan hutang
negara jang umumnja oleh sebagian atau setengah orang diagung-agungkan, ialah
pemerintah Amerika Serikat. Perkembangan hutang negara pemerintah Amerika Serikat
dapatlah kami gambarkan sebagai berikut, sebab ini mungkin bisa didjadikan peladjaran,
djanganlah meniru-niru sistim-sistim jang tidak tjotjok dengan kemampuan dan keadaan
kita.
Dalam hal ini saja hanja bisa menegaskan, bahwa menurut pengalaman, pertemuan
informil mengenai masalah-masalah tertentu jang telah mendjadi atjara Dewan
Perwakilan Rakjat dimasa jang lampau, memang banjak memberikan pengaruhnja,
effeknja untuk lebih melantjarkan permusjawaratan diantara Pemerintah dan pihak
Dewan Perwakilan Rakjat.
215
Rapat 60.
Oleh karena itu, mengenai andjuran ini, kalau memang diantara kedua belah pihak,
antara Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakjat atau Pemerintah dan para pembitjara
terlihat effek-effek ini, baiklah activiteit kedjurusan itu senantiasa diperlihatkan.
Sekarang saja persilakan Wakil Pemerintah untuk memberikan pendjelasan,
kapankah kesediaan Pemerintah akan memberikan djawabannja atas pemandangan
umum babak kedua ini.
Mr. Soetikno Slamet, Menteri Keuangan: Saudara Ketua, Pemerintah ingin
mendapat waktu untuk memberikan djawabannja itu, sampai diadakannja rapat Panitia
Permusjawararan nanti pada hari Senin jang akan datang. Dengan demikian, masih ada
waktu, sebagaimana dimintakan oleh Saudara Moenadir untuk mengadakan pembitjara
an informil dengan para anggota.
Sekian.
Ketua: Saudara-saudara, djelasnja Pemerintah belum bersedia memberikan
djawabannja baik nanti malam, maupun besok. Djadi ini berarti bahwa nanti malam
tidak ada rapat.
Atjara nanti malam sebenarnja ialah melandjutkan atjara pagi hari, tetapi atjara
tersebut telah selesai pagi ini, karena pihak Pemerintah belum bersedia memberikan
djawabannja, dan karena itu maka nanti malam tidak ada rapat. Besok siang biasa jaitu
rapat Seksi-seksi dan besok malam ada rapat.
Adapun rapat Panitia Permusjawaratan telah ditentukan pada hari Senin tanggal 8
Djuni; djadi berarti bahwa kelandjutan pembitjaraan mengenai rantjangan Undang-
undang ini akan ditentukan didalam rapat Panitia Permusjawaratan tanggal 8 Djuni hari
Senin.
Mudah-mudahan waktu jang terluang antara hari ini sampai berlangsungnja rapat
Panitia Permusjawaratan nanti dapat dipergunakan oleh para anggota dan Pemerintah
untuk pembitjaraan informil mengenai rantjangan Undang-undang ini.
Saudara-saudara, buat hari ini rapat sudah selesai dan rapat saja tutup.
Rapat ditutup pada djam 11.25.
216
Koreksi dari jang bersangkutan supaja disam- paikan kepada Ur. Risalah D.P.R. dalam waktu 2 X 24 djam
DEWAN PERWAKILAN RAKJAT
RISALAH SEMENTARA
(Belum dikoreksi)
Sidang II.
R A P A T 64.
Hari Senin, 8 Djuni 1959.
(Djam panggilan : 09.00)
Surat- surat masuk - Keterangan Pemerintah mengenai ketjelakaan kereta api dekat
Tasikmalaja (Trowek) (Sid. 1959, P. 420) - Rantjangan Undang-undang tentang
pertambangan (Sid. 1959, P. 413) - Rantjangan Undang-undang tentang minjak (Sid.
1959, P. 414) - Rantjangan Undang-undang tentang pemberantasan korupsi (Sid. 1958,
P. 324).
Ketua: H. Zainal Abidin Ahmad.
Sekertaris: Mr Soemarsono Pringgodiredjo,
Jang hadir 190 anggota:
S. Hadikusumo, H. Hasan Basri, Ismail Napu, F. C. Palaunsoeka, Udin Sjamsudin,
Anwar Harjono, B. J. Rambitan, H. Zainal Abidin Ahmad, Rh. Koesnan, H. Siradjuddin
Abbas, Dr H. Ali Akbar, T. S. Mardjohan, H. Zainul Arifin, Wijono Soerjokoesoemo,
Ismangoen Poedjowidagdho, Sjahboeddin Latif, H. A. Chamid Widjaja, Peris Pardede,
R. H. Soetarto Hadisoedibyo, Siauw Giok Tjhan, I. J. Kasimo, Nj. Moedikdio, Manai
Sophiaan, Winoto Danuasmoro, Anwar Kadir, Saifuddin Zuhri, Rasjid Sutan Radja
Emas, Djokosoedjono, Prawoto Mangkusasmito, Ajip Muchamad Dzukhri, Singgih
Tirtosoediro, Sukatno, I B. P. Manuaba, Njoto, Nj. Lastari Soetrasno, Mr Soebagio
Reksodipoero, M. Yunan Nasution, Ir Thaher Thajeb, Soepeno Hadisiswojo, F.
Runturambi, Usman Muftiwidjaja, Eddie Abdurrahman Martalogawa, Gusti Abdul
Moeis, M. Saleh Umar, Sudjarwo Haryowisastro, O. Suriapranata, Mr Djody
Gondokusumo, Mr Dr A. M. Tambunan, K. H. Fakih Usman, Nj. Soepeni, Muh.
Sardjan, Soedjono, Mr Sudjono Hardjosudiro, Anwar Tjokroaminoto, Soedisman,
217
Rapat 64.
Soedarsono, Husein Kartasasmita, Imam Soetardjo, H. Munir Abisudjak, Nj, Mahmudah
Mawardi, Nj. Oemi Sardjono, Asraruddin, Abdul Hakim, Drs D. S. Matakupan, Umar
Salim Hubeis, Hutomo Supardan, Hartojo Prawirosudarmo, Soetomo alias Bung Tomo,
Moersid Idris, Ja'cob Mahmud, M. Caley, S. D. Bili, Suhardjo, Mr Soeprapto, Moenadir,
Murtadji Bisri, Brodjotruno Maniudin, Abdul Aziz Dijar, Tjoo Tik Tjoen, Sudjito, H.
Moedawari, R. Moh. Saleh Sur janinprodjo, Achmad Sjaichu, Sudojo, Semanhadi
Sastrowidjojo, Soepardi, Dr R. Soeatmadji, Soewono, Harsono Tjokroaminoto, Zainal
Arifin Tanamas, R. T. A. Moh. Ali Pratamingkoesoemo, Dr Ambio, Wasis, Imam
Soepami Handokowidjojo, R. Poeger, Achmad Siddiq, R. K. H. Musta'in, Moh. Noor
Abdoelgani, Nj. Hadinijah Hadi. R. Soehardjo alias Bedjo, Abdul Rasjid Faqih, Hussein
Saleh Assegaf, K. H .Muh. Saifuddin, Nj. Ch. Salawati, H. Senduk, H. Moch. Akib,
Moh. Soleman, M. Sondakh, W. L. Tambing, Jusuf Adjitorop, M. Siregar, Sahar gelar
Sutan Besar, K. H. Masjhur Azhari, Mr Gele Haroen, Nungtjik A. R., Djadil Abdullah
Saalah Jusuf Sutan Mangkuto, M. O. Bafadhal, Dr Sjech H. Djalaluddin, V. B. Saka, I
Made Sugitha, Drs J. Piry, Kiagus Alwi, Anuarbek, L. Kape, Abdulmuthalib Daeng
Talu, Chr. J. Mooy, Djumhur Hakim, Rd. Emong Wiratma Astapradja, Osa Maliki, M.
Ardiwinangun, Muhammad Ahmad, R. Ido Gamida, Asmuni, Uwes Abubakar, Doedi
Soemawidjaja, R. Gatot Mangkupradja, Djadja Wiriasumita, Muh. Fadil Dasuki, Sastra,
S. M. Thaher, Rd. Moh. Basah, Mr R. Memet Tanumidjaja, Amung Amran, E. Moh.
Mansjur, Pandoe Kartawigoena, Nj. S. Marijamah Djoenaidie, Soelardi, Nj. Sundari
Abdulrachman, Kasim, Nj. Sutijah Surya Hadi, Nj. Soemari, S. Danoesoegito, Soetjipto,
Scekamsi Djojoadiprodjo, Djadi Wirosubroto, Josotaruno Ichsan Noer, K. H. Muslich,
Rs. Wirjosepoetro, R. G. Doeriat, Partoadiwidjojo, Soesilo Prawirosoesanto, H. Zain Al
habsji, Tjoegito, Nj. Asmah Sjachrunie, Ridwan Sjachrani, Daeng Mohamad
Ardiwinata, Ahmad Dara Sjahruddin, Subadio Sastrosatomo, Z. Imban, Jahja Siregar,
Ahem Emingpradja, K. H. Abdul Djalil, R. A. A. Soemitro Kolopaking, Njono, Mr
Imron Rosjadi, Moh. Isnaeni, D. N. Aidit, Nj. Suzanna Hamdani, Muh. Padang, A. B.
Karubuy, Mr Tjoeng Tin Jan, Tan Kiem Liong, Oei Tjeng Hien, H. J. C. Princen, R. Ch.
M. Du Puy, E. F. Wens, D. Hage, J. R. Koot, Ang Tjiang Liat.
Wakil Pemerintah: 1. G. A. Maengkom, Menteri Kehakiman;
2. Ir F. J. Inkiriwang, Menteri Perindustrian;
3. Dr Azis Saleh, Menteri Kesehatan;
4. Mr Sukardan, Menteri Perhubungan.
218
Rapat 64.
Ketua: Saudara-saudara, rapat saja buka. Djumlah anggota jang hadir adalah 147
orang.
Adapun atjara kita sekarang adalah sebagai berikut:
1. Surat-surat masuk;
2. Keterangan Pemerintah mengenai ketjelakaan kereta api dekat Tasikmalaja
(Trowek), (P. 420);
3. Rantjangan Undang-undang tentang pertambangan (P. 413);
4. Rantjangan Undang-undang tentang minjak, (P. 414);
5. Rantjangan Undang-undang tentang pemberantasan korupsi (P. 324).
Sebelumnja kita memasuki atjara, terlebih dahulu saja persilakan Saudara Sekertaris
untuk membatjakan surat-surat masuk.
Sekretaris: Surat-surat masuk jang perlu diumumkan ialah:
1. Amanat Presiden tanggal 14 Maret 1959 No. 777/HK/59 tentang menjampaikan
surat-surat rantjangan Anggaran Tambahan 1958 mengenai Bagian-bagian Anggaran
dan mengenai Bagian-bagian I.B.W., untuk dibitjarakan dalam sidang Dewan
Perwakilan Rakjat.
Rantjangan Undang-undang ini telah dibagikan kepada para anggota.
2. Surat dari Menteri Sosial tanggal 6 Djuni 1959 No. P.A. 1-1-20 jang isinja
mengenai laporan tentang ketjelakaan kereta api dekat Tasikmalaja.
Sekian.
Ketua: Saudara-saudara, sebelum kita memasuki atjara, maka saja beritahukan
bahwa atjara kita sekarang ini adalah agak berat jaitu, karena ada 4 buah dan jang mesti
dapat kita lakukan pada pagi hari ini ialah mengenai keterangan Pemerintah tentang
ketjelakaan kereta api dekat Tasikmalaja, dan kedua tentang rantjangan Undang-undang
tentang pertambangan.
Adapun mengenai atjara jang dua lagi, karena mengingat waktu reces telah dekat,
mungkin untuk membitjarakannja djuga ada sedikit kesulitan, maka baiklah kita
serahkan sadja kepada Panitia Permusjawaratan untuk memutuskannja.
Untuk hal jang demikian itu, saja minta perhatian Saudara Menteri jang
bersangkutan, terutama Saudara Menteri Kehakiman mengenai rantjangan Undang-
undang tentang pemberantasan korupsi dan Saudara Menteri Perindustrian mengenai
rantjangan Undang-undang tentang minjak.
Hal ini, djuga disampaikan kepada pihak Kementerian Keuangan mengenai ketiga
atjara jang sekarang masih menunggu artinja jang pagi ini harus diputuskan oleh Panitia
Permusjawaratan, apakan ketiga atjara itu dapat dimasukkan didalam atjara sebelum
reces ataukah harus ditunda.
219
Rapat 64.
Demikianlah permakluman supaja mendjadi pengetahuan Saudara-saudara.
Sekarang kita memasuki atjara mengenai keterangan Pemerintah mengenai
ketjelakaan kereta api dekat Tasikmalaja.
Mengenai hal ini kita telah pula menerima surat resmi dari Menteri Perhubungan
tanggal 5 Djuni 1959 jang berbunji sebagai berikut:
"Djakarta, 5 Djuni 1959.
Kepada jang terhormat
Saudara Ketua Dewan Perwakilan Rakjat
di
Djakarta.
Bekenaan dengan ketjelakaan kareta api di Km. 242 + 5/6 dekat tempat
pemberhentian Trowek antara stasiun Tjiawi-Tjipendeuj pada tangga1 28 Mei 1959 jang
baru lalu, Pemerintah menganggap perlu memberikan keterangan kepada Dewan
Perwakilan Rakjat.
Berhubung dengan itu kami mengusulkan supaja keterangan Pemerintah tersebut
diatas dapat diberikan pada sidang pleno terbuka D.P.R. tanggal 8 Djuni 1959 djam 9
pagi.
Menteri Perhubungan,
Mr SUKARDAN".
Saudara-saudara, sesuai dengan permintaan Pemerintah itu pada beberapa hari jang
lalu telah kita putuskan bahwa keterangan Pemerintah itu dapat diberikan pada pagi ini.
Maka sekarang saja persilakan Saudara Menteri Perhubungan untuk memberikan
keterangannja mengenai ketjelakaan kereta api dekat Tasikmalaja (Trowek) itu (Sid.
1959, P. 420).
Mr Sukardan, Menteri Perhubungan: Saudara Ketua jang terhormat, berkenaan
dengan malapetaka jang telah terdjadi pada tanggal 28 Mei 1959 dekat tempat
pemberhentian (stopplaats) Trowek antara Tjiawi-Tjipeundeuj berhubung
menggelundungnja sebahagian rangkaian kereta api penumpang No. 31, Pemerintah
ingin memberikan keterangan kepada sidang Dewan Perwakilan Rakjat jang terhormat
ini sebagai berikut:
220
Rapat 64.
Berita pertama jang diterima di Kementerian Perhubungan dengan perantaraan
telepon pada tanggal 28 Mei 1959 djam 16.15 berbunji sebagai berikut:
Sneltrein pertama kereta api No. 31 Bandjar-Bandung di Km 239 + 6 antara Tjiawi-
Tjipeundeuj putus dibelakang lok. Seluruh formasi menggelundung kedjurusan Tjiawi
dan djatuh di Km 242 dekat stopplaats Trowek. Omvang dari ketjelakaan belum
diketahui.
Terdjadi pada ± 07.30 pagi. Pimpinan Djawatan Kereta Api Exploitasi Barat
menerima kabar ini pada djam 14.00. Tasikmalaja dan Tjibatu sedang dihubungi, tetapi
belum mengetahui keadaan sebenarnja. Semua kereta api antara Tjipeundeuj-Tjiawi
tidak bisa lewat, " ,
Setengah djam kemudian diterima berita lebih landjut sebagai berikut:
Menurut berita jang diterima dari Kepala Polisi Tjiawi jang meninggal 109 orang,
luka-luka berat 123 orang, Stremming ditaksir 1 minggu. Overstapdienst berhubung
keamanan sekitar Trowek sekarang belum mungkin.
Dari pimpinan Djawatan Kereta Api Exploitasi Barat diterima kabar bahwa
kraanwagen besar jang ada di bengkel Manggarai akan diberangkatkan pada djam 19.00
dari Manggarai, menudju ketempat ketjelakaan.
Oleh karena kami pada waktu itu tidak ada dirumah, maka berita ini baru dapat kami
terima sendiri pada djam 18.20 dan dengan segera kami mengadakan persiapan
seperlunja untuk esok harinja, hari Djum'at 29 Mei 1959 pagi berangkat ketempat
ketjelakaan tersebut.
Kepada pimpinan Djawatan Kereta Api di Bandung diinstruksikan untuk
mendjalankan sebuah kereta api luar biasa dari Bandung sampai ketempat ketjelakaan
pada Km 242 + 5/6 berangkat dari Bandung pada djam 11.00, sedang kami jang
berangkat dengan mobil dari Djakarta ditaksir akan tiba distasiun Bandung sebelum
djam tersebut diatas.
Selandjutnja diinstruksikan supaja terus-menerus memberikan laporan tentang soal-
soal jang bertalian dengan pemberian pertolongan kepada para korban ketjelakaan,
Pada djam 21.01 Balai Besar Djawatan Kereta Api Bandung melaporkan sebagai
berikut:
Rombongan Balai Besar Djawatan Kereta Api, Kepolisian, Wakil Panglima TT. IIl,
Residen dan Kepala Reskrim akan berangkat malam itu djam 21.30 dengan mobil
ketempat ketjelakaan, sedangkan tanggal 29 Mei 1959 pagi Panglima TT. III sendiri
beserta Staf akan berangkat djuga ketempat tersebut. Akan diusahakan mengadakan
kontak terus-menerus dari tempat ketjelakaan dengan Bandung.
221
Rapat 64.
Selandjutnja pada ± djam 22.00 kami berhasil menghubungi Saudara Menteri
Kesehatan, dalam pembitjaraan mana kami mintakan perhatian beliau akan besarnja
korban-korban ketjelakaan jang djatuh, serta kemungkinan kekurangan obat-obatan,
tenaga-tenaga dokter dan lain-lain. Berhubung dengan itu kami mintakan bantuan
seperlunja, sehingga perawatan para korban dapat dilakukan sebaik-baiknja, bantuan
mana disanggupi oleh Saudara Menteri Kesehatan.
Saudara Ketua, demikianlah pada esok paginja Djum'at 29 Mei 1959 kami berangkat
dengan mobil ke Bandung. Sementara itu melalui pers telah dikeluarkan pengumuman
resmi sementara, sedangkan kepada pimpinan Djawatan Kereta Api diinstruksikan pula
untuk mengibarkan bendera setengah tiang tanda berkabung pada semua gedung-gedung
Djawatan Kereta Api dipulau Djawa selama 2 hari dan chusus untuk gedung-gedung
Djawatan Kereta Api jang berada di Kabupaten Tasikmalaja sampai beserta 31 Mei
1959 berhubung penguburan terachir djenazah para korban dilakukan pada 31 Mei 1959.
Pada pukul 10.45 kami sampai di Bandung dan segera meneruskan perdjalanan
dengan kereta api, disertai beberapa orang pimpinan Balai Besar Djawatan Kereta Api
dan tiba ditempat ketjelakaan pada Km 242 + 5/6 pada pukul 15.05.
Kraanwagen jang diberangkatkan pada tanggal 28 Mei 1959 djam 19.00 telah
sampai distasiun Tjipeundeuj tanggal 29 Mei djam 15.00 dan akan tiba ditempat
ketjelakaan djam + 16.30.
Pada waktu kami tiba ditempat ketjelakaan, pasukan T.N.I. dari Bataljon 302 jang
telah diperkuat, beserta Polisi, tenaga-tenaga dari Djawatan Kesehatan, Sosial, Palang
Merah Indonesia dan petugas-petugas Djawatan Kereta Api jang didatangkan dari
Tjiawi, Tasikmalaja, Tjibatu, Bandung dan Djakarta sedang bekerdja keras sedjak mulai
terdjadinja ketjelakaan, sehingga semua korban jang dapat diangkat telah diangkut ke
Tjiawi untuk diteruskan ke Rumah Sakit Tasikmalaja. Pengangkatan beberapa korban-
korban lainnja jang masih terdapat, berhubung terhimpit oleh kepingan kereta-kereta
belum mungkin dikeluarkan dan harus menunggu datangnja kraanwagen.
Karena kraanwagen seperti disebutkan diatas baru akan tiba ditempat ketjelakaan
pada ± djam 16.30, maka oleh komandan pasukan T.N.I. jang bertugas disana
diputuskan untuk memperkuat pendjagaan dan memberikan dekking setjukupnja,
sehingga malam itu pasukan penolong dapat bekerdja terus.
Setelah mendapatkan bahan-bahan seperIunja dari keadaan setempat, perdjalanan
diteruskan ke Tasikmalaja, dan langsung menudju kerumah sakit. Dari pemimpin
Rumah Sakit Tasikmalaja pada waktu itu belum dapat diperoleh keterangan tentang
222
Rapat 64.
djumlah korban sebagai keseluruhannja, karena beberapa korban di Tjiawi telah dikenal
dan diminta oleh para keluarganja, sebagian lagi diteruskan ke Tasikmalaja.
Inilah sebabnja bahwa berita tentang djumlah korban ini pada permulaannja satu
sama lain bertentangan dan tidak tjotjok.
Djumlah korban jang pasti baru dapat kami peroleh esok harinja tanggal 30 Mei
1959. Sampai 30 Mei 1959 siang tertjatat korban meninggal sebanjak 91 orang, ialah
terdiri dari 81 orang jang meninggal seketika itu djuga, 4 orang meninggal dirumah sakit
Tasikmalaja dan 6 korban jang dikeluarkan dari himpitan kereta-kereta pada malam hari
tanggal 29 Mei 1959 menghadap tanggal 30 Mei 1959, sedangkan 45 orang masih
dirawat dirumah sakit. Mengenai orang-orang jang luka jang sesudahnja mendapatkan
pertolongan dokter kemudian terus kembali ketempat kediamannja masing-masing, tidak
diadakan tjatatan jang lengkap. Djenazah jang masih ada dirumah sakit akan
ditangguhkan penguburannja sampai dengan tanggal 31 Mei pagi ± djam 09.00 guna
memberi kesempatan kepada keluarga masing-masing untuk mengambilnja.
Didalam suasana sedih ini ada. satu hal jang menggembirakan, ialah telah sampainja
sedjumlah obat- obatan beserta tenaga-tenaga dokter, ahli obat-obatan, djuru-rawat dan
lain sebagainja jang didatangkan dengan dua pesawat A.U.R.I. atas usaha Saudara
Menteri Kesehatan,
Selesai, mengundjungi para korban dirumah sakit, kami menudju ketempat
kediaman Kepala Daerah dimana diadakan pembitjaraan beserta pimpinan Djawatan
Kereta Api dan pembesar-pembesar setempat mengenai pengurusan para korban
selandjutnja.
Antara lain diputuskan bahwa segala biaja jang ditimbulkan akibat ketjelakaan
tersebut seperti biaja pengangkutan, penguburan, obat-obatan, rumah sakit dan lain
sebagainja ditanggung seluruhnja oleh Djawatan Kereta Api. Untuk memudahkan
penjelesaian, semua pengeluaran harus disalurkan melalui Kepala Rumah Sakit atau
Kepala Daerah Tasikmalaja. Djika telah ada tanda-tangan dari salah seorang pedjabat
tersebut, pembajaran dapat dimintakan dari Kepala Stasiun Tasikmalaja jang telah
diberikan instruksi seperlunja.
Tindakan sementara menunggu tanggal 31 Mei pagi telah diambil, bahwa djika
diminta oleh keluarganja, oleh Djawatan Kereta Api djenazah korban dapat diangkut
atas tanggungan Djawatan Kereta Api ketempat jang dikehendaki.
Korban-korban jang luka dapat pulang ketempat masing-masing atas biaja Djawatan
Kereta Api.
Anggota keluarga jang akan menengok para korban jang sedang dirawat dirumah
sakit Tasikmalaja akan diberikan angkutan pertjuma.
223
Rapat 64.
Pada tanggal 31 Mei 1959 dengan mendapat perhatian jang luar biasa dari segenap
lapisan masjarakat, pembesar-pembesar sipil dan militer dari Djawa Barat, wakil
pimpinan Djawatan Kereta Api, wakil Menteri Perhubungan beserta warga kereta api
telah dilakukan penguburan djenazah-djenazah jang tidak dapat dikenal di Tasikmalaja,
Djumlah korban jang tidak dapat dikenal lagi adalah 13 orang.
Saudara Ketua, untuk memperlengkap keterangan Pemerintah. dibawah ini
dikisahkan tindakan-tindakan jang telah diambil oleh Saudara Menteri Kesehatan setelah
menerima kabar dengan tilpon dari kami.
Segera sesudah pada kurang-lebih pukul 10 malam, tanggal 28 Mei jang lalu
diterima berita dari Menteri Perhubungan tentang ketjelakaan kereta api hebat antara
Bandung dan Tasikmalaja, maka Menteri Kesehatan berhubungan tilpon dengan
Pengawas Kesehatan Djawa Barat di Bandung untuk minta keterangan mengenai
djumlah dan sifat korban-korban ketjelakaan tersebut itu.
Untuk itu Pengawas Kesehatan Djawa Barat perlu berhubungan tilpon dulu dengan
Kepala Dinas Kesehatan Daerah Swatantra tingkat II Tasikmalaja.
Kira-kira pukul 1 malam itu djuga Pengawas Kesehatan Djawa Barat meneruskan
telefonis kepada Menteri Kesehatan, laporan sementara dari Kepala Dinas Kesehatan
Daerah Swatantra tingkat II Tasikmalaja, bahwa menurut taksiran ada kira-kira 185
orang jang tewas dan kira-kira 200 orang jang luka-luka berat, belum terhitung jang
luka-luka ringan.
Pertolongan pertama telah diberikan, mula-mula oleh djururawat-djururawat dari
poliklinik-poliklinik Tjiawi dan sekitarnja, selandjutnja oleh 2 dokter jang dikirim dari
Tasikmalaja ketempat ketjelakaan.
Para korban diangkut dengan oto-oto ambulans dan truk-truk ke Rumah Sakit Umum
Tasikmalaja.
Berdasar laporan sementara ini, maka oleh Menteri Kesehatan diinstruksikan kepada
Pengawas Kesehatan Djawa Barat untuk segera kirim oto-oto ambulans dari Bandung
ketempat ketjelakaan dan ke Tasikmalaja, dan kepada Sekertaris Djenderal Kementerian
Kesehatan diinstruksikan untuk segera menjiapkan suatu rombongan kesehatan serta
obat-obatan untuk dikirim ke Tasikmalaja.
Maka esok harinja, tanggal 29 Mei pagi-pagi diberangkatkanlah dengan 2 pesawat
terbang dari Angkatan Udara ke Tasikmalaja 1 rombongan ahli bedah serta pembantu-
pembantunja dari Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat, 1 rombongan ahli bedah serta
pembantu-pembantunja dari Rumah Sakit Umum Pusat, dan 1 rombongan ahli pharmasi
serta pembantu-pembantunja dari Djawatan Perlengkapan Pharmasi dan Markas Besar
224
Rapat 64.
Palang Merah Indonesia dengan membawa obat-obatan 21/2 ton, semua itu dibawah
pimpinan Kepala Bagian Kedokteran Sosial Kementerian Kesehatan.
Kemudian, esok harinja lagi, tanggal 30 Mei, berdasarkan permintaan Rumah Sakit
Umum Tasikma- 1aja dengan koerier, maka menjususlah kiriman Rontgenfilms, susu
bubuk, selimut dan pakaian pasien ke Tasikmalaja.
Laporan jang diterima terachir pada tanggal 5 Djuni jang lalu oleh Kementerian
Kesehatan dari Pengawas Kesehatan Djawa Barat, menjebut sebagai angka-angka
tentang djumlah korban:
92 orang jang tewas,
61 orang jang luka-luka berat, sehingga perlu dirawat dirumah sakit,
53 orang jang luka-luka ringan, sehingga dapat berobat poliklinis.
Saudara Ketua jang terhormat, angka-angka jang disebut paling achir ini adalah
angka-angka jang diterima oleh Saudara Menteri Kesehatan pada tanggal 5 Djuni,
sedangkan angka-angka jang terlebih dulu disebut mengenai keadaan pada tanggal 30
Mei 1959 siang.
Mengenai terdjadinja ketjelakaan tersebut Pemerintah dapat menerangkan, bahwa
laporan lengkap mengenai sebab-musababnja ketjelakaan itu belumlah dapat diberikan,
berhubung para pegawai Kereta api No. 31 jang mengetahui kedjadian tersebut sebanjak
9 orang sedjak tanggal 29 Mei 1959 berada dalam tahanan Polisi di Tasikmalaja, Pada
tanggal 2 Djuni 1959 6 orang diantaranja telah dibebaskan; djadi 3 orang jaitu
kondektur-pemimpin dan 2 orang masinis hingga saat ini masih ditahan di Tasikmalaja.
Saudara Ketua, tadi kami mendapat laporan bahwa 3 orang jang ditahan itu sudah
mulai dilepaskan dari tahanannja. Oleh karenanja keterangan dibawah ini adalah bahan -
bahan jang dapat dikumpulkan dari pedjabat-pedjabat Djawatan Kereta Api/orang-orang
jang dianggap dapat mengetahui persoalannja, sebagai berikut:
1. Pada hari Kamis tanggal 28 Mei 1959 lokomotip dari kereta api penumpang No.
31, jang berangkat djam 05.10 dari Bandjar menudju ke Bandung, pada kurang-lebih
djam 07.30 telah mendapat kerusakan di Km 239 + 6 antara stasiun Tjiawi -
Tjipeundeuj, sehingga tidak dapat meneruskan perdjalanannja. Susunan rangkaiannja
dihitung dari dj urusan Tjipeundeuj terdiri dari:
5 wagon dekking pengawal, Lok CC 20021, DL 7037 (bagasi), disambung BL 5016
(kereta klas II), dan disambung lagi dengan kereta klas III, jaitu: CL 5037, CL. 8515, CL
8534.
Oleh kondektur-pemimpin dimintakan lokomotip pertolongan dari Tjipeundeuj jang
berasal dari kereta api 324, jang menurut daftar perdjalanan kereta api harus bersilang
dengan kereta api No. 31 di Tjipeundeuj. Setelah lokomotip penolong datang dan
225
Rapat 64.
digandengkan, setelah ditjoba ternjata lok inipun tidak dapat menarik rangkaian dari
kereta api No. 3l.
Achirnya oleh para pegawai kereta api jang bertugas diputuskan untuk menarik
rangkaian kereta api No. 31 dalam dua bahagian.
2 Setelah itu oleh seorang (jang hingga kini belum pasti diketahui) dilepaskan empat
kereta penumpang dibelakang DL, jang kemudian menggelundung kedjurusan Tjiawi,
karena tadinja tidak diadakan tindakan pengamanan jang tjukup baik.
3. Berhubung djalan kereta api menurun dengan tandjakan 25 per mil (250/00) maka
keempat kereta tersebut dalam waktu jang tidak lama telah meluntjur tjepat, dan setelah
menempuh djarak sedjauh 3 Km, jaitu dari Km 239 + 6 sampai di Km 242 + 5/6, pada
saat melalui tikungan dekat stopplaats Trowek kereta No. 3 dari muka telah terbanting
ke tebing sebelah kiri kedjurusan Tjiawi dan hantjur, karena No. 4 djuga terlempar
ketebing dan hantjur sebahagian, sedangkan kereta No. 2 keluar dari rel kena tebing dan
mendapat kerusakan sedikit dan kereta jang paling depan keluar dari rel dengan tidak
mendapat kerusakan apa-apa.
4. Sepandjang diketahui oleh orang-orang jang melihat sewaktu 4 kereta tersebut
mulai meluntjur, beberapa penumpang jang mengetahui telah sempat melontjat dan
terhindar dari bahaja maut.
Suasana pada saat itu sudah sedemikian paniknja, sehingga setiap orang tidak tahu
lagi apa jang harus dilakukan.
Sementara itu masinis dari lok jang ketinggalan disaat 4 kereta mulai
menggelundung, mendengar perintah (tidak tahu dari siapa) untuk mengedjar kereta-
kereta, jang menggelundung dengan maksud untuk menggandengkan kembali dan
menghindarkan ketjelakaan, akan tetapi tidak berhasil, malahan kemudian menabrak
rangkaian jang sudah keluar dari rel.
Akibat dari tabrakan ini ialah kereta bagasi DL jang ada paling depan bengkok
buffernja, 2 grobak dekking keluar dari rel, kereta CL No. 2 dari rangkaian jang
menggelundung pesok sedikit.
Untuk lengkapnja bersama ini disampaikan gambar schets dari keadaan pada tempat
ketjelakaan tersebut diatas (lihat lampiran).
5. Seperti telah dikemukakan terlebih dahulu kebanjakan korban-korban (berdjumlah
88 orang) meninggal seketika itu djuga ditempat ketjelakaan dalam keadaan jang sangat
mengharukan, sedangkan 4 orang jang meninggal kemudian di Rumah Sakit
Tasikmalaja.
226
Rapat 64.
6. Pada keesokan harinja Sabtu tanggal 30 Mei 1959 pagi kami telah datang kembali
dengan kereta api dari Tasikmalaja ketempat ketjelakaan, dimana telah disaksikan
bahwa dari kemarin sorenja sampai pagi telah dilakukan pengangkatan kereta-kereta
jang keluar dari rel dan pada pagi itu baan setjara tehnis telah dapat dilalui, akan tetapi
berhubung pengangkatan djenazah-djenazah jang tertimbun tanah belum selesai sama
sekali, maka baan tersebut baru dibuka kembali untuk lintas kereta api seperti biasa
mulai hari Minggu tanggal 31 Mei 1959 pagi hari.
Saudara Ketua, demikianlah fakta-fakta jang dapat dikumpulkan dan disampaikan
Pemerintah kepada sidang Dewan Perwakilan Rakjat jang terhormat ini.
Adapun sebab-sebab tehnis jang menjebabkan terdjadinja ketjelakaan tersebut dapat
disimpulkan sebagai berikut:
a. 4 kereta penumpang dibelakang DL telah dilepas orang. Siapa jang melepaskan
hingga laporan ini diberikan belum diketahui.
b. Lok diesel CC 20021 jang menarik kereta api 31 telah mendapat kerusakan mesin
di Km 239 + 6 sehingga tidak dapat meneruskan perdjalannja lagi.
c. Jang menjebabkan kerusakan mesin itu adalah salah satu dari 6 buah schakelaar
lapang-lemah (zwakveld) untuk motor-motor traksi telah matjet dalam kedudukan
tertutup, sehingga dengan demikian salah satu dari pengamanan lokomotip meniadakan
tenaga pada lokomotip tersebut.
d. Sepandjang peraturan jang berlaku bagi suatu kereta api jang terpaksa berhenti
dilereng adalah sebagai berikut:
I. Djika kereta api dalam perdjalanan berhenti dilereng dan lokomotip (walaupun
seluruhnja dalam keadaan baik dan tekanan uap penuh) tidak dapat menariknja
(kedjurusan naik), maka djika bagian lereng jang telah didjalani tidak terlalu
pandjang kereta api diundurkan kembali sampai dibagian djalan jang datar atau
jang lerengnja tidak begitu berat, supaja kereta api disitu mulai lagi digerakkan
madju.
II. Apabila:
1. dapat diketahui sebelumnja bahwa dengan dimundurkannja kereta api,
kesulitan tidak dapat diatasi (tidak ada gunanja);
2. Achirnya lereng hampir tertjapai dan sebagian kereta api dapat direm
sedemikian sehingga tidak ada bahaja akan meluntjur kembali, djadi
banjaknja gandar-gandar jang direm mentjukupi sjarat jang ditentukan,
sehingga dapat ditinggalkan, dalam hal ini hanja rem-tangan jang dapat
dipertjajai; maka setelah dipasang sembojan bahaja jang diperlukan dan
227
Rapat 64.
dipasang sembojan "rintang-djalan" dilokomotip, masinis berangkat dengan
bagian kereta api jang muka ke setasiun pertama berikutnja.
Kondektur-pemimpin mengawal bagian kereta api itu. Setelah sampai disetasiun itu,
lokomotip segera diberangkatkan kembali untuk mengambil bagian kereta api jang
ditinggalkan.
III. Djika perdjalanan kereta api tidak bisa dilandjutkan dengan salah satu tjara
tersebut di d.1) dan d.2), maka harus diminta pertolongan.
e. Sangat disesalkan bahwa oleh petugas-petugas jang bertanggung-djawab tidak
dipenuhi salah satu dari sjarat-sjarat jang telah ditetapkan di atas.
f. Mengingat akan peristiwa di Trowek tersebut oleh pimpinan Djawatam Kereta
Api Djawa Barat segera diambil tindakan larangan untuk meninggalkan sebagian
rangkaian kereta api ditandjakan dengan lereng lebih dari 50/00, jang berarti untuk lebih
mendjamin keamanan perdjalanan kereta api. Untuk lengkapnja saja batjakan maklumat
dari Djawatan Kereta Api Eksploitasi Djawa Barat jang dikeluarkan pada tanggal 3
Djuni 1959, sebagai berikut:
"Mengingat ketjelakaan kereta api jang terdjadi antara Trowek / Tjipeundeuj pada
tanggal 28 Mei 1959 jang lalu, jang banjak sekali membawa korban manusia, maka
dengan menjimpang dari apa jang tertera dalam buku Reglement 16 pasal 47, di
Eksplotasi Djawa Barat tidak boleh lagi suatu rangkaian kereta api jang dalam
perdjalanan berhenti (karena umpamanja lok mogok dan sebagainja) dilereng lebih 50/00,
dilepas atau ditinggalkan.
Dalam keadaan demikian semua rem tangan dan rem lain jang ada pada lok dan
kereta-kereta harus diikat dengan sekeras-kerasnja.
Djikalau rangkaian kereta api berhubung dengan sesuatu hal tidak mungkin ditarik
dengan sekaligus oleh loknja sendiri atau oleh lok pertolongan kesetasiun jang
berikutnja, maka kondektur dan masinis jang bersangkutan harus berusaha untuk
memundurkan seluruh rangkaian kereta api itu menurut peraturan jang tertera dalam
Reglement 19 pasal 49 ajat 5 sampai ketempat jang datar atau terus sampai kesetasiun
jang pertama jang telah dilalui.
Ditempat jang datar atau disetasiun itulah kemudian baru boleh ditinggalkan
sebagian dari rangkaian kereta api dengan memperhatikan peraturan-peraturan jang
tertera dalam Reglement 16 pasal 47 ajat 2 dan 3 (dilintas bebas atau disetasiun jang
tidak didjaga)".
Demikian berdasarkan maklumat jang telah dikeluarkan oleh pimpinan Djawatan
Kereta Api Eksploitasi Djawa Barat.
228
Rapat 64.
Oleh pimpinan Djawatan Kereta Api dengan tjara jang lebih terperintji telah
dikeluarkan instruksi Direktor Djawatan Kereta Api No. 4/59 tanggal Bandung, 1 Djuni
1959.
Saudara Ketua jang terhormat, pada achirnya dapat diberitahukan bahwa berkenaan
dengan malapetaka ini Pemerintah telah menerima beberapa kawat ikut berduka-tjita dan
antara lain Paduka Jang Mulia Presiden Soekarno, dan beberapa negara sahabat jang
pada pokoknja minta disampaikan pernjataan ikut berduka-tjita kepada para keluarga
korban kereta api di Trowek.
Ketjuali dari pada itu dari beberapa perwakilan asing jang ada di Djakarta telah
diterima pula tawaran bantuan berupa obat-obatan dan apapun djuga jang dapat
diber.ikan oleh mereka untuk sekedar meringankan penderitaan para korban.
Sekian, Saudara Ketua, keterangan Pemerintah tentang ketjelakaan kereta api di
Trowek pada tanggal 28 Mei 1959 jang baru lalu.
Pemerintah merasa menjesal sekali, bahwa pada kedjadian ini djatuh banjak korban
manusia, dan sekali lagi dari mimbar ini Pemerintah menjatakan ikut berduka-tjita
kepada para keluarganja korban.
Sekian dan terima kasih.
Ketua: Sekianlah, Saudara-saudara, keterangan Pemerintah mengenai ketjelakaan
kereta api jang sudah terkenal itu.
Stencilan keterangan Pemerintah ini akan dapat Saudara-saudara peroleh didalam
boks.
Sebagaimana tadi Pemerintah dalam penutup sambutannja mengenai ketjelakaan
kereta api ini memberitahukan, bahwa Presiden Soekarno dan beberapa negara asing
sudah mengirimkan berita belasungkawa dan Pemerintah pada penutup pidatonja djuga
telah menjampaikan rasa ikut sedihnja kepada para keluarga korban, maka atas nama
Parlemen pun saja djuga minta kepada Pemerintah untuk menjampaikan rasa
belasungkawa bersama-sama terhadap para korban jang bersangkutan,
Dengan ini, Saudara-saudara, atjara kita jang pertama selesailah sudah.
Saja rasa tidak ada diantara Saudara-saudara jang hendak mengadjukan pertanjaan
apa-apa mengenai keterangan Pemerintah tadi, sebelum Saudara-saudara merenungkan
sesuatu lebih dahulu.
(S i n g g i h T i r t o s o e d i r o : Saudara Ketua, saja ingin mengadjukan
pendapat saja.)
Saja persilakan Saudara Singgih, tetapi saja harap hanja berupa pertanjaan-
pertanjaan sadja.
229
Rapat 64.
Singgih Tirtosoediro: Saudara Ketua jang terhormat, saja tidak akan mengadjukan
pertanjaan tetapi saja hendak mengadjukan saran-saran berhubung dengan ketjelakaan
kereta api jang begitu penting itu. Saja sarankan supaja-pembitjaraan mengenai
ketjelakaan kereta api ini dari pihak Dewan Perwakilan Rakjat supaja segera diadakan
dan mengingat pentingnja kalau bisa sebelum reces, sehingga nanti bahan-bahan jang
dapat diutarakan disini bisa disampaikan kepada Pemerintah,
Ketua: Ada lagi Saudara-saudara jang hendak mengadjukan pendapatnja?
Saja persilakan Saudara Muh. Sardjan.
Muh. Sardjan: Saudara Ketua jang terhormat, meskipun sudah logis, tetapi saja
ingin mengadjukan bahwa sebaiknja persoalan ini dibahas dahulu setjara procedueel
didalam Panitia Permusjawaratan, kemudian Panitia Permusjawaratan nanti akan
menentukan lebih djauh tjara bagaimana menghadapi keterangan Pemerintah tadi.
Sebab mungkin nanti ada gunanja dalam procedure itu untuk mengadjukan sebuah
usul angket mengenai persoalan Djawatan Kereta Api pada umumnja.
Sekian.
Ketua: Saja persilakan Saudara Nj. Oemi Sardjono.
Nj. Oemi Sardjono: Saudara Ketua, setelah kita mendengar keterangan Pemerintah
dan djuga mengingat besarnja korban jang diderita oleh rakjat, maka kepada Dewan
Perwakilan Rakjat ini diminta kerelaannja, agar supaja para anggota memberikan
sokongannja buat para korban itu.
Dan mengenai djumlahnja, Saudara Ketua, sedapat mungkin bisa ditetapkan,
misalnja Rp. 50,- dan andaikata tidak bisa, dapat djuga memberikan sokongannja setjara
sukarela.
Hal ini saja usulkan supaja dimintakan persetudjuan dari Dewan Perwakilan Rakjat.
Ketua: Saja persilakan Saudara Chamid Widjaja.
H. A. Chamid Widjaja: Saudara Ketua, mengingat pentingnja persoalan ini segera
mendapat penjelesaian, maka dengan tidak mengurangi apa jang telah dikemukakan oleh
anggota jang terhormat Saudara Muh. Sardjan tadi, saja djuga menjetudjui bahwa
Parlemen membitjarakan soal ini sebelum reces.
230
Rapat 64.
Selain dari itu apa jang dikemukakan oleh Saudara Nj. Oemi Sardjono itu mendapat
persetudjuan fraksi kami seluruhnja.
Ketua: Saja persilakan Saudara Rambitan.
B. J. Rambitan: Saudara Ketua jang terhormat, kamipun sangat menjetudjui sekali
djika dapat diterima usul untuk membitjarakan persoalan mi.
Selain dari pada itu, Saudara Ketua, kami andjurkan supaja Pemerintah dapat
memikirkan nasib djanda-djanda dan anak-anak dari pada korban untuk memberikan
tundjangan untuk hidupnja selama satu, dua bulan atau lebih. Selain dari pada itu, kami
mengusulkan supaja anak-anak dari para korban itu diberi tundjangan tjuma-tjuma untuk
bersekolah.
Sekian.
Ketua: Saja persilakan Saudara Asraruddin.
Asraruddin: Saudara Ketua, sajapun dapat menjetudjui, agar supaja Dewan
Perwakilan Rakjat memberikan kesempatan untuk membahas persoalan ini, oleh karena
ketjelakaan ini bukan ini kali sadja, tetapi sudah terdjadi berulang-ulang, sehingga kita
perlu tindjau persoalannja setjara seksama. Kedua saja dapat menerima usul Saudara Nj.
Oemi Sardjono dan Saudara Rambitan, bahkan kalau mungkin djanda-djanda itu diberi
pensiun.
Sekian.
Ketua: Saja persilakan Saudara Nungtjik.
Nungtjik A. R.: Saudara Ketua, kami atas nama Fraksi Partai Komunis Indonesia
telah sepenuhnja menjokong apa jang diusulkan oleh Saudara Nj. Oemi Sardjono.
Sekian.
Ketua: Saja persilakan Saudara Princen.
H. J. C. Princen : Saudara Ketua, apa jang telah diusulkan oleh para pembitjara
jang terdahulu mengenai pembitjaraan persoalan ini sebelum reces, oleh fraksi kami itu
disetudjui sepenuhnja. Pun usul dan Saudara Nj. Oemi Sardjono kami mendukungnja,
bahkan seandainja dapat dimintakan keputusan setjara aklamasi dalam sidang ini djuga.
231
Rapat 64.
Ketua: Saja persilakan Saudara Memet.
Mr R. Memet Tanumidjaja: Saudara Ketua, kereta api adalah chusus
pengangkutan rakjat. Dan karena itu lajaklah bahwa Dewan Perwakilan Rakjat
membitjarakari persoalan seperti ini, untuk mengembalikan rasa aman untuk bepergian
dengan kereta api, maka untuk praktisnja usul-usul jang tadi dikemukakan, kami usulkan
untuk dapat dirundingkan oleh Panitia Permusjawaratan dan kami kira tentang segala
sesuatunja mengenai sumbangan, pensiun, itu setjara praktis djuga dapat dikemukakan
kepada Dewan Perwakilan Rakjat.
Sekian.
Ketua: Selesailah, Saudara-saudara. Maka saja akan mengambil usul-usul jang
konkrit, jang bisa diselesaikan hari ini, terutama usul dari Saudara Nj. Oemi Sardjono
jang meminta dari pihak kita untuk memberikan sedikit bantuan terhadap para korban
ketjelakaan ini.
Kalau dapat Saudara-saudara setudjui adanja bantuan ini, marilah kita memberi
kekuasaan kepada Kepala Keuangan untuk memotongnja dari uang-uang Saudara-
saudara itu.
Kalau saja mengambil minimumnja Rp. 50,- apakah dapat Saudara-saudara setudjui.
Tetapi kalau ada umpamanja diantara Saudara-saudara jang mau memberikan
sumbangan lebih dari Rp. 50,- misalnja Rp. 500,-, saja persilakan Saudara-saudara untuk
memberitahukannja kepada Saudara Kepala Bagian Keuangan.
Setudjukah, Saudara-saudara?
(R a p a t : Setudju.)
Mengenai usul dari Saudara Rambitan, saja sampaikan sekarang ini djuga kepada
Pemerintah supaja mendapat perhatiannja, dan kalau perlu saja persilakan anggota-
anggota Panitia Permusjawaratan untuk membitjarakannja.
Usul jang lain jang saja rasa umum, ialah dimintakan perhatian agar supaja soal ini
dibitjarakan setjara lebih luas, maka baiklah kita persilakan kepada Panitia
Permusjawaratan jang akan bersidang hari ini kira-kira djam 11.00 untuk membitjarakan
soal ini. sehingga dengan demikian sebelum rapat ini ditutup kita telah mendapat berita
jang lebih tegas.
Bisa begitu, Saudara-saudara?
(R a p a t : Setudju.)
232
Rapat 64.
Sekali lagi atas nama pimpinan Parlemen kami merasa gembira sekali bahwa
maksud untuk memasukkan persoalan ini mendjadi atjara sekarang telah tertjapai
sepenuhnja, Terima kasih.
Sekarang kita memasuki atjara kedua, jaitu melandjutkan pembitjaraan mengenai
rantjangan Undang-undang tentang Pertambangan (Sid. 1959, P. 420). Tingkat
pembitjaraan mengenai rantjangan Undang-undang tentang pertambangan ini ialah
melandjutkan pemandangan umum babak pertama jang telah .dimulai pada tanggal 5
Djuni jang lalu. Adapun jang telah berbitjara ialah Saudara-saudara. Dr Moh. Isa, Mr
Tjoeng Tin Jan, Ir Thaher Thajeb, Hartojo, Ridwan Sjachrani, Tjoo Tik Tjoen, Asmuni,
Singgih Tirtosoediro, Dr Sahar, Sukatno, Djadi Wirosubroto dan Saudara T. S.
Mardjohan.
Jang mendaftarkan namanja untuk berbitjara pada hal ini ialah Saudara-saudara. H.
J. C. Princen, Runturambi, Drs J. Piry, Muh. Sardja.
Saja persilakan pembitjara pertama jaitu Saudara Princen.
Saudara Princen minta supaja pembitjaraannja diundurkan sampai pada babak kedua.
Sekarang saja persilakan Saudara Runturambi.
F. Runturambi: Saudara Ketua, pendirian saja atas nama Fraksi Pembangunan
mengenai rantjangan Undang-undang Pertambangan ini adalah seperti berikut. Setelah
meneliti pendjelasan rantjangan Undang-undang ini dan memori djawaban atas laporan
Gabungan Dewan Perwakilan Rakjat saja mendapat kesan bahwa pada pokoknja
Pemerintah ingin tjepat menjelesaikan Undang-undang ini. Alasannja karena perlu
segera mengganti Indische Mijnwet dengan Undang-undang Pertambangan Nasional.
Dikatakan, bahwa kelambatan ini menjebabkan penghambatan jang besar dari
perkembangan usaha pertambangan. berarti membiarkan dan tidak mempergunakan
suatu potensi kemakmuran.
Pendirian Pemerintah ini benar tetapi tidak sepenuhnja benar. Benar bahwa perlu ada
Undang-undang Pertambangan Nasional dan perlu mengganti Undang-undang kolonial.
Tetapi adalah tidak benar. bahwa kelambatan usaha pertambangan dan tidak
digunakannja suatu potensi kemakmuran hanja karena belum ada gantinja Indische
Mijnwet.
Kematjetan, djadi bukan hanja kelambatan usaha pertambangan dan tidak
digunakannja suatu potensi kemakmuran ini adalah karena sebab-sebab lain jang lebih
serieus.
1. Kabinet-kabinet jang terdahulu dan semoga Kabinet jang sekarang dan Kabinet 1945
nanti tidak menirunja, tidak mempunjai rentjana konkrit untuk melikwidasi
233
Rapat 64.
ekonomi kolonial sampai keakar-akarnja, tidak mempunjai rentjana konkrit untuk
menggali dan menggunakan kekajaan alam Indonesia semaksimum-maksimumnja
guna mengachiri sifat tergantungnja ekonomi Indonesia kepada ekonomi negara-
negara imperialis jang diwariskan oleh kaum kolonial Belanda tidak mempunjai
rentjana jang konkrit untuk tingkat demi setingkat mengubah ekonomi jang
terbelakang dan tergantung mendjadi ekonomi nasional jang merdeka dan memenuhi
kebutuhan dalam negeri sendiri. Liberalisme dilapangan ekonomi masih meradjalela.
2. Kabinet-kabinet jang terdahulu tidak atau kurang berani bertindak mengachiri
kekuasaan modal besar asing disektor ekonomi jang penting termasuk dila pangan
pertambangan. Kami harapkan supaja Kabinet 1945 nanti tidak ragu-ragu dalam
meneruskan usaha melikwidasi kekuasaan ekonomi Belanda dan dengan konsekwen
melaksanakan Undang-undang Nasionalisasi Perusahaan-perusahaan Belanda
mendjadi perusahaan negara.
3. Karena belum ada kejakinan akan besarnja kekuatan, ketjakapan dan daja kreasi
rakjat pekerdja dan golongan ahli bangsa Indonesia jang djudjur dan masih sadja
suka menjandarkan diri kepada tenaga asing dan penanaman modal asing. Kapitalis-
kapitalis nasional lebih suka bergerak dilapangan perdagangan dengan kredit-kredit
jang didapat dari uang negara dari pada bergerak dilapangan perindustrian karena
perdagangan lebih tjepat memberikan kekajaan kepadanja dari pada perindustrian.
Dalam Pemerintah berusaha mentjiptakan Undang-undang Pertambangan nasional
hendaknja pengalaman pahit tersebut tidak dilupakan. Artinja Undang-undang baru
tentang pertambangan ini harus betul- betul bersifat nasional jang sedjati, jang tidak
memupuk liberalisme dilapangan pertambangan chususnja dan ekonomi umumnja.
Mungkin Pemerintah sendiri sudah atau belum tahu bahwa istilah nasional seperti
Undang-undang nasional atau ekonomi nasional dan lainnja tidak hanja digunakan oleh
rakjat dengan maksud jang djudjur, tetapi djuga oleh orang-orang jang mendjadi
penganut sistim ekonomi liberal, jang membela, menjandarkan diri dan bekerdja-sama
dengan eratnja dengan modal monopoli asing. Bagi golongan liberal ini ekonomi
nasional berarti sektor ekonomi penting harus diberikan kepada mereka dan Pemerintah
hanja tjukup memungut padjak sadja, kalau mereka sudah memiliki N.V.-N.V. besar dan
ketjil maka bagi mereka revolusi nasional sudah selesai katanja dan ekonomi nasional
sudah ada di Indonesia. Pemerintah harus waspada terhadap golongan ketjil masjarakat
ini jang mondar-mandir kesana-sini, memasuki badan-badan ekonomi jang penting dari
negara. Chususnja dilapangan pertambangan dan dengan adanja Undang-undang
Pertambangan baru ini Pemerintah harus tidak memberikan lubang-lubang dalam pasal-
234
Rapat 64.
pasal Undang-undang ini jang dapat digunakan oleh elemen-elemen djahat ini
dilapangan ekonomi,
Djadi disamping Pemerintah harus menindjau setjara mendalam gedjala-gedjala
dalam masjarakat sekarang dimana kita harus melikwidasi ekonomi kolonial, melawan
liberalisme dilapangan ekonomi, Undang-undang Pertambangan ini harus bersifat
nasional jang sedjati. Apakah artinja nasional jang sedjati dalam Undang-undang
Pertambangan ini? Tidak lain harus tegas-tegas ditjantumkan bahwa usaha-usaha
pertambangan jang penting dan besar, harus dilakukan oleh negara sendiri, (modal,
management dan penguasaan produksi pertambangan tetap ditangan Pemerintah) dan
harus tegas-tegas tertutup bagi penanaman modal asing.
Bagaimanakah dengan rantjangan Undang-undang Pertambangan sekarang ini?
Rantjangan Undang-undang ini belum menampung djaminan-djaminan jang diperlukan
untuk mentjegah berkembangnja liberalisme dilapangan ekonomi. Rantjangan Undang-
undang ini mendjamin penanaman modal asing seperti ternjata dalam Bab II dan III
serta pasal-pasal konsesi lainnja. Istilah jang dipakai dalam Undang-undang ini seperti:
terbuka untuk perusahaan-perusahaan partikelir, sekalipun tidak disebut perkataan asing
dibelakangnja, tetapi pada hakekatnja ditudjukan kepada kemungkinan-kemungkinan
menarik penanaman modal asing dilapang pertambangan. Sebab bajangkanlah
bagaimana pengusaha nasional dapat terdjun dilapangan pertambangan karena lemahnja
modal? Usaha pertambangan itu umumnja memerlukan investasi modal jang besar jang
saja jakin tidak dapat dipenuhi oleh kapitalis-kapitalis nasional sendiri jang hidupnja
umumnja dari kredit-kredit Pemerintah melalui berbagai saluran. Ketjuali kaiau
Pemerintah menjediakan lagi beratus-ratus djuta rupiah termasuk rupiah devisennja
untuk usaha-usaha perseorangan partikelir jang tentunja tidak dapat dipertanggung-
djawabkan, atau kapitalis-kapitalis nasional itu sudah kehilangan kepribadiannja sebagai
bangsa Indonesia, kemudian lari kemodal asing untuk bekerdja-sama atau mendjual
dirinja jang sudah tentu merupakan suatu perbuatan jang terkutuk dimata rakjat.
Djikalau rantjangan Undang-undang Pertambangan tidak diubah dan tetap
memberikan lubang bagi penanaman modal asing maka bahaja-bahaja kekatjauan
ekonomi dan politik jang dibawa oleh modal asing akan bertambah besar, seperti jang
sudah kita alami bersama dengan pemberontakan kontra revolusi P.R.R.I..Permesta,
pengatjauan DI.-T.I.I. jang didalangi oleh modal besar asing didalam dan diluar negeri.
Sesuai dengan tjita-tjita untuk melikwidasi ekonomi kolonial dan perlu ada ekonomi
nasional jang merdeka, tidak dikuasai oleh modal asing dan tidak bersifat liberal, maka
Pemerintah tidak seharusnja mentjiptakan apa jang dinamakan "iklim baik" bagi
penanaman modal asing di Indonesia. Pemerintah dalam memori djawaban selain
235
Rapat 64.
dengan tegas menjatakan bisa menggunakan modal asing djuga menggunakan kata-kata
jang diplomatis mengenai dapat dan tidaknja pihak partikelir mengusahakan
pertambangan dengan menggunakan kata-kata hanja "memungkinkan" dan bukan
"mengharuskan" adanja tiga matjam pengusahaan itu, jang termasuk djuga perusahaan
partikelir.
Kami berpendapat supaja kemungkinanpun djangan diberikan kepada modal asing,
tetapi Pemerintah sendiri dengan bantuan semua tenaga rakjat harus dapat
mengusahakan sendiri perusahaan-perusahaan pertambangan.
Kalau rantjangan Undang-undang ini sudah mulai mempertimbangkan adanja "iklim
baik" bagi penanaman modal asing, atau katakanlah ini sebagai suatu kemungkinan,
maka mau tidak mau akan timbul berbagai manipulasi Iainnja. Mentjiptakan "iklim
baik" adalah sama halnja dengan memberikan konsesi-konsesi lain jang diinginkan oleh
modal asing atau negara pengekspor modal itu. Mungkin Saudara Menteri Perindustrian
akan mendjawab kami sendiri jang akan menentukan sjarat-sjaratnja bukan modal asing.
Tetapi menentukan sjarat tanpa memperhatikan kepentingan modal asing tidaklah
mungkin memenuhi harapan Pemerintah untuk menarik modal asing. Atau Pemerintah
tidak mengharap-harapkan sama sekali penanaman modai asing dilapangan
pertambangan, barulah Pemerintah bebas menentukan sjarat-sjarat jang dikehendakinja
sendiri.
Djadi Pemerintah memang tidak mungkin bebas menentukan sendiri sjarat-sjarat
masuknja modal asing kedalam usaha pertambangan di Indonesia apabila sedjak semula
memang sudah direntjanakan perlu adanja penanaman modal asing.
Saja kira djuga tidak kebetulan kalau Pemerintah dalam memori djawaban bersifat
menolak pertanjaan. salah seorang anggota jang menghendaki ditjantumkannja tindakan
nasionalisasi atau penjitaan dalam Undang-undang Pertambangan. Malahan dapat
menimbulkan kesan bahwa Pemerintah berusaha memenuhi keinginan umum modal
monopoli asing didunia. Sebab kalau saja ikuti laporan dari Perserikatan Bangsa-bangsa
mengenai "The International Flow of Private Capital" 1946-1952 mengenai penanaman
modal asing dalam "Extractive Industries" dimana termasuk pertambangan, antara lain
dinjatakan saja kutip teks aslinja seperti berikut:
"It is natural that the increase in the payments due by such enterprises, and
various other govemment policies, have in some cases caused friction between
government and concession holders. As in the case of public utilities, risk of
nationalization of industries developed by foreign capital or expropriation of assets
of foreign-owned enterprises is likely seriously to discourage foreign investors. In
236
Rapat 64.
the case of such nationalization or expropriation it is not only difficult to arrive at
agreement as to the amount of compensation that would have to be paid to the
concessionaire, but the amounts involved are likely to be so large that their transfer
abroad cannot easily be undertaken by the country concerned over a short period of
time. The bitterness of the disputes that have arisen on such points stresses the
importance of establishing conditions for entry of foreign capital that will give
strong guarantees to investors against treatment which might be regarded by them as
unfair or arbitrary and that at the same time are flexible enough to protect the
interests of the country of investment under varying conditions, for instance if
concessions granted should become more profitable to the holder than anticipated."
Terdjemahan saja:
"Adalah biasa bahwa meningkatnja kewadjiban pembajaran-pembajaran oleh
perusahaan-perusahaan sematjam itu dan berbagai politik pemerintah lainnja, dalam
beberapa hal telah menjebabkan timbulnja ketegangan antara pemerintah-pemerintah
dan pemegang-pemegang konsesi, Dalam soal public utilities, risiko nasionalisasi
industri-industri jang dikembangkan oleh modal asing atau pensitaan atas milik-milik
perusahaan-perusahaan asing, sungguh-sungguh memungkinkan tidak tertariknja para
penanam modal asing. Dalam hal nasionalisasi, atau pensitaan seperti itu bukan sadja
sulit untuk mentjapai persetudjuan tentang djumlah kompensasi jang harus dibajarkan
kepada pemegang konsesi, tetapi djumlah jang terhitung didalamnja mungkin begitu
besar sehingga transfernja keluar negeri tidak mudah didjalankan dalam waktu jang
pendek oleh negeri jang bersangkutan.
Pahitnja perselisihan jang telah timbul mengenai masalah seperti itu menekankan
bagaimana pentingnja untuk mengadakan sjarat-sjarat untuk masuknja modal asing,
sjarat-sjarat jang akan memberikan djaminan kuat kepada para penanam modal asing
terhadap perlakuan jang menurut anggapannja tidak adil atau sewenang-wenang dan
bersamaan dengan itu sjarat-sjarat jang tjukup flexible untuk melindungi kepentingan-
kepentingan negeri investasi dibawah matjam-matjam sjarat, misalnja kalau konsesi-
konsesi diberikan supaja lebih menguntungkan bagi pemegang konsesi dari pada jang
diharapkan semula".
Mudah-mudahan Pemerintah menghilangkan kesan itu dengan mempertimbangkan
kembali usul memasukkan kemungkinan nasionalisasi atau pensitaan.
Dari konstatasi komisi Perserikatan Bangsa-bangsa tersebut djelaslah bahwa
Indonesia apabila tidak ingin terlibat dalam berbagai bentuk intervensi asing dari negara
asal modal asing itu seharusnja tidak memberi kemungkinan sama sekali bagi modal
237
Rapat 64.
asing untuk bekerdja dilapangan pertambangan sebagai salah satu sektor ekonomi jang
vital.
Demi keselamatan rakjat dan negara kami merasa sangat berkepentingan untuk
mendesak Pemerintah dalam hal ini Saudara Menteri Perindustrian supaja waspada.
Supaja gambaran agak lengkap tentang bahaja-bahaja jang mungkin timbul dengan
memanggil-manggil modal asing dilapangan pertambangan, maka saja akan kemukakan
satu kenjataan lagi. Profesor Dr Paul A Baran dari Stanford University di Ame¬rika
Serikat dalam bukunja "The Political Economy of Growth" halaman 199 dan 200
mengemukakan tentang pernjataan Presiden Eisenhouwer dan laporan August Maffry
dari Irving Trust Company kepada United States Department of State, seperti berikut,
saja kutip:
"Thus President Eisenhouwer defined the aims of American foreign policy as a:
doing whatever our government can properIy do to encourage the flow of private
investment abroad, This involved, as a serious and explicit purpose of our foreign
policy, the encouragement of a hospitable climate for such investment in foreign
countries." (State of the Union Message, 1953).
Demikian dinjatakan oleh Presiden Eisenhouwer, Terdjemahan saja:
"Demikianlah Presiden Eisenhouwer menetapkan tudjuan politik luar negeri
Amerika sebagai, berikut: "melakukan apa jang sepatutnja dapat dilakukan oleh
pemerintah kita jaitu mendorong mengalirnja kapital partikelir keluar negeri, sebagai
tudjuan jang serius dan tegas dari pada politik luar negeri kita, termasuk djuga
dorongan untuk mentjiptakan iklim suka menerima investasi sematjam itu diluar
negeri."
Lebih djelas lagi, Saudara Ketua, ialah laporan dari pada August Maffry kepada
State Department, sebagai berikut:
"Since American private investment abroad is largely concentrated in mining
investments, notably in the petroleum field," and since "it is probably substantially true
that in the absence of very special circumstances no American private capital will now
venture abroad unless the prospects are good that ………. the returns will amortize the
investments with in five years or so," it can be readily visualized what kind of
governments in the underdeveloped countries are needed for such investments to be
assured of the required hospitality" ("Program for Increasing Private Investment in
Foreign Countries").
Terdjemahan saja:
238
Rapat 64.
"Sedjak investasi partikelir Amerika diluar negeri sebagian besar terkonsentrasi
dalam investasi-investasi pertambangan jaitu dilapangan minjak," dan sedjak "sungguh-
sungguh mendjadi kenjataan bahwa dengan tidak adanja situasi jang sangat istimewa
sekarang tidak ada kapital partikelir Amerika jang mau mengadu untung diluar negeri
djika tidak ada harapan-harapan baik, bahwa pendapatan kembali tidak dapat menebus
investasi itu dalam tempo lima tahun dan sebagainja," maka sudah dapat digambarkan
dengan terang pemerintah-pemerintah sematjam apa jang diiperlukan dinegeri-negeri
jang ekonominja terbelakang, supaja dapat didjamin adanja sjarat-sjarat suka menerima
investasi-investasi sematjam itu."
Dengan ini mendjadi djelaslah, bahwa perlu sekali menindjau rantjangan Undang-
undang setjara teliti supaja tidak memberikan kesempatan kepada modal asing untuk
masuk dalam lapangan pertambangan.
Saudara Ketua, Pemerintah tentu akan mengemukakan problim kekurangan modal
dalam negeri dan perlunja bantuan luar negeri. Saja masih dapat turut merasakan
kurangnja modal selama ini baik dalam rupiah maupun dalam devisen untuk
mengadakan pembukaan tambang-tambang. Problim mobilisasi modal dalam negeri
merupakan problim jang harus dipetjahkan setjara tersendiri atau bersamaan dalam
membitjarakan blueprint dan rentjana-rentjana pembangunan tertentu. Bidang
financiering pembangunan ini mengandung banjak aspek jang harus dipetjahkan dengan
teliti. Uang rupiah menurut kenjataan sekarang terus meningkat dalam peredarannja
sekarang. Volume peredaran uang terus meningkat teristimewa uang chartal sedang
investasi disektor produksi tidak nampak bahkan mengalami kematjetan. Soalnja
sekarang bagaimana menggunakan keuangan negara jang ada sebaik-baiknja dan sampai
dimana projek-projek konkrit dalam pembangunan sektor vital seperti pertambangan
sudah disusun. Begitupun dalam soal mengunakan semua sumber-sumber keuangan
berupa bantuan-bantuan luar negeri jang ada, pampasan Djepang, pindjaman-pindjaman
persetudjuan-persetudjuan dagang dan lain-lain jang ada, sampai dimana realisasinja
sudah disesuaikan dengan rentjana-rentjana pembangunan jang konkrit? Saja dapat
merasakan mendjawab problim financiering ini setjara overal memerlukan waktu jang
banjak dan kesempatan jang sangat luas. Dan saja rasa kita akan terlalu banjak
menjimpang dari materi rantjangan Undang-undang pertambangan ini kalau hal ini
mendjadi peneropongan kita jang mendalam. Tetapi adalah djuga tidak benar bahwa
problim kekurangan modal dan perlunja bantuan luar negeri didjawab setjara dangkal
atau sambil lalu seperti: "karena masih kurang modal perlu panggil modal asing".
Mungkin jang dimaksudkan modal itu adalah lembaran kertas rupiah diatas medja atau
239
Rapat 64.
lembaran dolar, poundsterling dan uang-uang kertas asing lainnja jang tidak ada
ditangan kita, karena itu dikatakan perlu penanaman modal asing. Apabila sedemikian,
maka inilah jang kami namakan penindjauan setjara dangkal dan kelihatan sekali bahwa
belum dilihat kemampuan kekajaan alam Indonesia jang sangat besar untuk
mendapatkan apa sadja jang diperlukan untuk memadjukan ekonomi Indonesia. Tidak
dilihat kemampuan massa pekerdja serta ahli-ahli bangsa Indonesia jang dapat
mengembangkan daja kreasinja apabila mendapatkan bimbingan jang tepat dari
Pemerintah dan tidak diserahkan mentah-mentah kepada penghisapan modal asing.
Rantjangan Undang-undang Pertambangan hendaknja tetap menutup pintu bagi
penanaman modal asing dan harus dikuasai, diusahakan dan dikembangkan usaha-usaha
pertambangan jang penting dan besar oleh negara.
Saudara Ketua, salah satu alasan Pemerintah untuk mempertjepat disahkannja
Undang-undang Pertambangan ini adalah karena pertambangan merupakan salah satu
potensi kemakmuran. Betul bahwa usaha pertambangan merupakan salah satu potensi
kemakmuran, tetapi harus didjawab dengan djudjur potensi 'kemakmuran untuk siapa?
Apabila modal asing boleh masuk dalam usaha pertambangan, maka ia bukan
potensi kemakmuran untuk negara dan rakjat, tetapi potensi kemakmuran untuk modal
asing. Ambillah tjontoh Pilipina: tambang emas, badja, besi, chrome, mangaan,
kuningan dan achir-achir ini uranium, dikuasai modal asing Amerika.
Tetapi apa jang terdjadi? Keuntungan-keuntungan jang diumumkan (belum termasuk
jang tidak diumumkan) menurut Surveyor Curant Business Agustus 1957 keuntungan-
keuntungan jang didapat oleh modal asing di Pilipina dalam periode 1946-1957
berdjumlah $ 358 djuta.
Dengan keuntungan ini modal asing Amerika pura-pura menundjukkan sikap suka
membantu dan mengeluarkan bantuan untuk militer $ 23.2 djuta dan untuk Technical
Cooperation sedjumlah $ 5.9 djuta atau semuanja berdjumlah $ 29.1 djuta atau hanja 8%
dari djumlah keuntungan jang diperolehnja.
Bagaimana dengan Indonesia?
Sedjak tahun 1950 hingga sekarang Pemerintah Republik Indonesia menerima $ 100
djuta dari Exim bank. Menurut Survey of Current Business Agustus 1957, keuntungan
modal asing partikelir dalam periode jang sama berdjumlah $ 255 djuta atau 2 1/2 kali
dari pada djumlah pindjaman jang diberikan kepada Republik Indonesia dengan bunga
jang tinggi.
Djelaslah apabila usaha pertambangan terbuka bagi penanaman modal asing, maka
potensi kemakmuran bukan untuk rakjat dan negara, tetapi untuk modal asing. jang tentu
tidak boleh dibenarkan oleh kita semua.
240
Keuntungan jang diperoleh itu belum terhitung manipulasi harga, kwantum dan
penjelundupan devisen jang setjara internasional jang telah dikonstatasi oleh komisi
Perserikatan Bangsa-bangsa sendiri.
Saudara Ketua, selain dari pada itu, dalam memori djawaban dinjatakan bahwa
rantjangan Undang-undang Pertambangan tidak akan mengganggu-gugat konsesi-
Rapat 64.
konsesi atau perdjandjian-perdjandjian istimewa jang telah diadakan setjara chusus
dengan modal asing dilapangan pertambangan terutama sekali dilapangan minjak.
Timbullah kegandjilan dimana Undang-undang Pertambangan dapat ditempatkan
dibawah ketentuan-ketentuan chusus jang tidak diadakan berdasarkan atau dengan kuasa
Undang-undang. Apakah Pemerintah tidak sependapat dengan saja bahwa semua
pemegang konsesi jang ada harus tunduk kepada Undang-undang Pertambangan jang
baru?
Achirnya saja ingin mendapatkan djawaban dari Pemerintah atas pertanjaan-
pertanjaan jang saja adjukan seperti berikut:
1. Dapatkah Pemerintah mendjelaskan usaha pertambangan apa jang dalam waktu
singkat akan dikerdjakan dan oleh siapa?
2. Bagaimanakah rentjana Pemerintah mempersiapkan tenaga-tenaga kedjuruan
rendah, tenaga menengah dan tenaga-tenaga ahli bangsa Indonesia untuk sektor
pertambangan?
3. Modal asing manakah jang sudah siap untuk menanam modalnja dilapangan
pertambangan dan sjarat-sjarat apa jang telah mereka minta?
4. Untuk mengatasi kekurangan jang terdapat dalam berbagai bentuk status
perusahaan negara sekarang seperti. I.B.W., Jajasan, N,V., P.T. dan lain-lain, apakah
Pemerintah sependapat dengan saja untuk setjepat mungkin mengadjukan satu
rantjangan Undang-undang Perusahaan Negara?
5. Apakah Pemerintah tidak sependapat dengan saja untuk tegas-tegas merumuskan
dalam rantjangan Undang-undang Pertambangan bahwa usaha-usaha pertambangan
harus tertutup sama sekali bagi modal asing ?
Achirnya, Saudara Ketua, pemandangan umum saja dalam babak pertama ini belum
memasuki persoalan pasal demi pasal, hal ini saja tangguhkan sampai pemandangan
umum babak kedua sambil menunggu djawaban Pemerintah jang memuaskan.
Terima kasih.
Ketua: Saja persilakan Saudara Muh. Sardjan.
Muh. Sardjan: Saudara Ketua jang terhormat, assalamu'alaikum warahmatulahi
wabarakatuh.
241
Mengatur pokok-pokok politik jang menudju kepada perkembangan ekonomi,
menghendaki kesungguhan hati jang emstig serta pula staatsmanschap jang tepat. Dan
pengaturan soal pertambangan ini merupakan suatu tjabang dari pada pengaturan pokok-
pokok dasar politik ekonomi.
Rapat 64.
Maka, bukan hanja tudjuan-tudjuan serta maksud-maksud sadja jang harus memberi
petundjuk djalan pada pembuat peraturan-peraturan itu. Sebab, djika hanja tudjuan serta
maksud sadja mendjadi petundjuk djalan, maka lupalah sipembuat perundang-undangan
bahwa masih banjak faktor-faktor penting lain jang patut dan wadjib diperhitungkan.
Dalam hal sematjam itu sering terdjadi, bahwa ketjemerlangan dari tudjuan jang hendak
ditjapai, lalu tertutuplah matanja untuk melihat faktor negaranja (geografis serta
susunannja) dan faktor rakjatnja sendiri. Dan jang sering diabaikan pula adalah
pengetahuan jang benar tentang kemampuan dan kesanggupan sipembuat peraturan itu
sendiri, chususnja kemampuan Pemerintah sendiri. Karena kelalaian-kelalaian itu maka
lazimnja orang lalu hendak mempergunakan sadja kekuasaan, karena ini djalan jang
terpendek dan termudah.
Dikira oleh orang penggemar djalan pendek itu, jang pada hakekatnja tidak lain dari
pada sipemalas jang tak mampu menggunakan budi-pikiran kemanusiaan, bahwa
penjelenggaraan sesuatu masjarakat manusia serta pembangunannja akan dapat
terlaksana dengan menggunakan kekuasaan semata-mata; bahwa kesulitan-kesulitan
jang beraneka matjam melintang dengan tiada hentinja ditengah djalan, akan dapat
diatasi dengan seksama serta mudah. Sama halnja dengan orang jang hendak
menemukan suatu obat mudjarab untuk mengobati segala serta setiap matjam penjakit
dengan sebuah obat "panace" sadja, serta dengan itu tidak lagi hendak menghargai
segala keahlian kedokteran maupun segala keahlian serta ilmu-pengetahuan pembuatan
obat-obatan lagi.
Padahal manusia beserta masjarakatnja jang hendak diatur adalah suatu machluk
Tuhan jang gecompliceerd tetapi sempuma susunannja, baik sebagai organisme maupun
dalam hal fikiran dan kemauan-kemauan budi-pikirannja. Oleh sipentjari djalan pendek
tadi faktor manusia itu hendak dinivelleer sadja dan disamakan dengan machluk-
machluk jang rendah deradjatnja, seperti hewan malahan seperti benda mati jang tiada
berkemauan sendiri. Semua ini untuk memungkinkan memperoleh djalan jang terdekat,
jang termudah jaitu mentjari segala pemetjahan persoalan dengan kekuasaan belaka.
"Saja tidak akan melandjutkan uraian agak filosofis ini, sebab tentu akan sampai
pada sistim komune di Republik Rakjat Tiongkok dewasa ini jang bukan tempatnja
disinggung djauh-djauh dalam hubungan soal pertambangan Indonesia.
242
Saudara Ketua jang terhormat, tudjuan dari politik pertambangan negara jang masih
muda dan lemah ekonominja tentulah tudjuan untuk menolong serta menambah
kegiatan-kegiatan jang ada serta kegiatan-kegiatan jang baru, agar supaja kegiatan serta
pembangunan ekonomi berkembang setjara sehat dan pesat untuk sebesar-besar-
kemakmuran rakjat.
Rapat 64.
Pembangunan dan perkembangan ekonomi suatu negara jang ingin mentjukupi
kebutuhan rakjat serta masjarakatnja, menghendaki perkembangan pertambangan
sebagai salah satu sektor penting. Ia merupakan salah satu sumber bahan-bahan mentah
jang menentukan. Sektor industri tak akan memperoleh kemampuan berkembang, djika
pertambangan jang harus menghasilkan sebagian terpenting bagi bahan-bahan mentah
industri masih terbelakang. Sedang seterusnja pertanian tidak pula akan memperoleh
kemadjuan, djika industri tidak mampu menjediakan tjukup alat-alat perkakas serta
bahan-bahan penolong jang penting-penting bagi kemadjuan pertanian itu.
Saudara Ketua jang terhormat, usaha pertambangan jang kini ada dinegara kita
adalah peninggalan dari zaman kolonial. Penggalian minjak bumi, batubara dan timah
adalah dilakukan oleh Belanda dizaman itu, bukan untuk perkembangan industri,
pertanian serta kemakmuran rakjat pada pertama kalinja, melainkan sekedar untuk
memelihara aparat kekuasaan serta keperluan-keperluan usaha pemerintahan dan
sekedar mentjukupi salah satu hadjat hidup primair dari rakjat (jaitu minjak tanah) dan
disamping itu terutama sekali untuk diekspor sesuai dengan kepentingan negeri Belanda.
Pengolahan minjak bumi hanja dilakukan sebagian di Indonesia, sebagian terpenting
diekspor sadja sebagai minjak kasar. Batu-hara ditemukan sadja jang muda, karena batu-
bara jang tjukup bermutu harus diimpor dari Eropah sadja. Bidjih timah diekspor sadja,
tak usah dimasak disini, aluminium tak perlu. Gas tanah tak usah diambil gunanja,
misalnja untuk membuat rabuk sintetis atau bahan pembakar bagi industri serta rumah-
rumah tangga, melainkan dibuang sadja atau dimasukkan kedalam bumi lagi, katanja
untuk menambah tekanan pada sumber-sumber minjak bumi supaja minjak bumi ini
keluar lebih banjak. Aspal, misalnja di Buton, tak usah digali banjak-banjak, karena
kekurangannja bagi keperluan pembuatan dan pemeliharaan djalan-djalan sebaiknja
diimpor sadja. Tembaga dan kuningan, maupun nekel, meskipun tersedia persediaan-
persediaan besar di Sumatera Tengah dan di Sulawesi Selatan ratusan ribu ton, mungkin
djutaan, dibiarkan sadja, supaja impor logam itu bisa besar dan jang lebih / sesuai
dengan kepentingan kekuasaan kolonial.
Besi, jang teristimewa sudah berabad-abad dibawah permukaan bumi didekat
Tandjungkarang, di Kalimantan Selatan, di Sulawesi Selatan, Tengah dan Utara,
sebanjak djutaan ton dibiarkan terus tinggal perawan karena djika di Indonesia
243
Rapat 64.
perusahaan-perusahaan dapur suhu tinggi (hoogovens) jang melebur bidjih besi akan
menjaingi kepentingan-kepentingan Eropah.
Malahan bidjih-bidjih besi jang berdjuta-djuta ton jang mudah menggalinjapun
untuk ekspor tidak pula dikerdjakan oleh kekuasaan Belanda waktu itu, karena ekspor
bidjih besi akan menjaingi Eropah dan Inggeris dipasar dunia. Apalagi karena hasil-hasil
dari ekspor bahan mentah asal dari pertanian dan perkebunan Nederlands Indie waktu itu
sudah tjukup memberi sumber kekajaan bagi rakjat Belanda jang ketjil dan sudah pernah
memberi abad keemasan padanja. Mengapa mengurusi pertambangan besi, tembaga,
aluminium, aspal dan lain-lainnja? Logis dalam pandangan dizaman kolonial.
Peta serta sumber pengetahuan mengenai bahan-bahan galian jang tertera dalam
buku karangan Van Bessum jang terkenal itu, jang baru meliputi sebagian ketjil dari
kekajaan akan bahan galian Indonesia sudah meliwati maksimum keharusan dari pada
tugas jang dipikul oleh kekuasaan Belanda. Sebab tanja sebagian ketjil dari sebagian
ketjil kekajaan perut bumi Indonesia dikerdjakan oleh Belanda, pun tidak untuk diolah
mendjadi pangkalan industri bagi Indonesia, melainkan hanja diekspor sebagai bulk
artikel belaka.
Saudara Ketua jang terhormat, betapa ketjil, betapa "underdeveloped" pertambangan
Indonesia dizaman Belanda jang diwariskan kepada Republik Indonesia. Dan
kenjataannja sekarang adalah, bahwa hampir tidak ada usaha pertambangan baru
dilakukan dizaman merdeka ini. Malahan produksi batu-bara merosot terus, ada satu
tambang di Sumatera Tengah jang produksinja tinggal 50%. Ini dikerdjakan bukan oleh
partikelir tapi Pemerintah. Begitu djuga halnja di Sumatera Selatan.
Menurut berita-berita maka sumber-sumber minjak djuga ada jang sudah mundur
capaciteit produksinja, tidak ada perkembangan setjara integraal jang direntjanakan
dengan politik Pemerintah. Pada hari Sabtu jang lalu salah seorang anggota Dewan
Perwakilan Rakjat jang terhormat ini menundjukkan pula kemerosotan-kemerosotan dari
kapasitet tambang-tambang timah, sedang produksi aspal di Buton tidak pula madju-
madju, sehingga keperluan aspal djalan-djalan lama dan baru tak bisa ditjukupi.
Saudara Ketua, maka mudahlah perkataan terlontjat dari bibir: apakah Republik kita
ini mempunjai politik jang lebih kolonial dari Belanda dalam pertambangan, sehingga
produksi pertambangan jang ditinggalkan Belanda jang begitu ketjil dan sederhana
djusteru malahan merosot? Soal mentjari kesalahan, asal tidak pada awak sendiri
biasanja mudah: jang sering kita dengar adalah: karena pemberontak; karena imperialis
feodalis Amerika dan Inggeris karena kaki-tangan Belanda; karena kapitalis-kapitalis
Indonesia karena tuan-tuan tanah Indonesia ... dan sebagainja, jang rupanja sudah
tersedia kamusnja untuk tinggal menjebut sebab-sebab itu sadja.
244
Rapat 64.
Jang terang ialah. bahwa usaha pertambangan Indonesia produksi serta produksi
kapasitet pertambangan kita merosot. Dan banjak kemerosotan itu jang disebabkan oleh
politik Pemerintah kita sendiri, dus awak kita sendiri.
Oleh sebab itu, Saudara Ketua jang terhormat, saja ingin menjatakan pendapat saja
mengenai beberapa pokok dalam rantjangan Undang-undang Pertambangan, jang
apabila tidak diperbaiki pasti akan memperburuk, sedikitnja akan membiarkan keadaan
kemerosotan pertambangan Indonesia dalam proses kemundurannja. Dengan
pemburukan serta permanentnja proses kemerosotan itu, maka seluruh ekonomi kita
akan terus-menerus kotjar-katjir. Chusus sekali: industri dan pertanian tidak akan
mungkin - dibangun. Sebagaimana diatas sudah saja njatakan, industri setjara primair
memerlukan bahan-bahan pokok dari hasil-hasil pertambangan: minjak, besi,
aluminium, tembaga, timah, nickle dan logam-logam lain; batu-bara, gas, gas tanah,
belerang dan lain-lain; bahan-bahan galian lainnja jang memungkinkan sesuatu bahan
atau logam dapat diperkuat dan diperbaiki sifat-sifat dan gunanja atau jang petjahan-
petjahan dari struktur molekulnja memungkinkan dibuatnja bahan-bahan baru dengan
sifat-sifat baru.
Dizaman kolonial, maka sebagian terbesar dari industri dalam negeri
mempergunakan alat-alat mesinnja dan alat-alat lainnja sampai pada onderdil-
onderdilnja melulu dari import dari luar negeri. Padahal timbunan bidjih besi sudah
beratus-ratus tahun menunggu dikorek dari bawah bumi dan jang kebanjakan letaknja
hanja beberapa meter dibawah permukaan bumi. Mengorek bidjih besi dan lalu
mengerdjakannja, jang hanja djarak-nja beberapa atau beberapa puluh meter dalam bumi
rupanja hingga sekarang dizaman merdeka, masih ternjata lebih djauh dari djarak
Indonesia-Djepang, Indonesia-Eropah, malahan lebih djauh dari djarak Indonesia-
Tjekoslowakia dan Rusia jang ketjuali mengarungi lautan serta samudera-samudera
besar, masih harus melalui lagi djalan-djalan kereta api, menembus gunung-gunung,
menjeberangi sungai-sungai besar jang ribuan kilometer djauhnja. Saja tidak pertjaja
bahwa tjara ini lebih mudah dan lebih murah.
Lebih dari itu, Saudara Ketua jang terhormat, bahan-bahan untuk dikerdjakan dalam
industri kita hampir seluruhnja djuga, dahulu sampai sekarang tetap masih harus pula
diimport. Dan djika politik pertambangan kita akan masih belum madju (progressief), -
hal ini sudah disinjalir oleh kawan sefraksi saja Saudara Dr Sahar hari Djum'at malam
jang lalu, maka kemerosotan ekonomi negara kita akan meluntjur tjepat kedalam
djurang. Utang dan sekali lagi utang dari negara-negara lain, baik dari Timur ataupun
Barat: utang mesin, utang mesing terbang, utang besi beton, utang benang, utang kawat
bahan paku, utang plaat aluminium, utang kapas, utang benang, utang kapal, sampai
245
Rapat 64.
pada utang beras dan utang tepung. terigu dengan tiada henti-hentinja tidak mungkin
memelihara kebebasan dan kemerdekaan. Kalau kita banjak utang kepada Rusia,
Tjekoslowakia, Djerman Timur dan lain-lain negara blok Timur, maka disamping kita
utang materieel jang djika tidak bisa mem bajar kembali setjara wadjar, tagihan-
tagihannja akan berubah mendjadi utang politik, meskipun diwaktu menanda-tangani
perdjandjian tak disebut-sebut sjarat-sjarat politik. Begitu pula halnja dengan utang-
utang kita pada Amerika Serikat, Inggeris, Djepang, Djerman Barat, Perantjis, Australia,
Italia dan lain-lain negara blok Barat. Achirnya datang pula ikatan-ikatan politik.
Maka, Saudara Ketua, Achirnya Indonesia akan terikat (materieel dan ikatan budi,
dus politik) pada dua blok. Djika terikat pada satu blok sadja ini hanja sebelah, tetapi
djika terikat pada dua blok bersama-sama seperti halnja sekarang keadaan kita, maka
posisi kita sama sekali bukan posisi bebas dari dua blok untuk menentukan politik
sendiri, melainkan terikat pada kanan dan kiri. Malahan bukan mustahil negara kita
mendjadi kantjah pertentangan dua blok itu jang benar-benar menjulitkan pembangunan
di segala lapangan,
Kembali pada soal pertambangan, maka njatalah kiranja, bahwa opgave jang kita
hadapi sekarang adalah memperkembangkan usaha pertambangan segiat-giatnja dan
seluas-luasnja.
Untuk ini sampailah saja pada pokok pertama dalam rantjangan Undang-undang
Pertambangan jang diadjukan Pemerintah. Pasal 2 ajat (1) menjatakan, bahwa semua
bahan galian dibawah permukaan bumi serta dataran kontinental adalah "dikuasai
negara".
Saja harus mensinjalir, bahwa masih banjak kesalahan paham mengenai istilah
"dikuasai negara". Kalau kita hendak mengikuti paham kaum komunis totaliter, jang
menganut paham, bahwa jang ada hanjalah negara, sedang lain-Iainnja, pada chususnja
manusia dan rakjat adalah mutlak dibawah kekuasaan negara, maka istilah dikuasai
negara" harus diartikan "dimiliki negara" dan negara pakai "N" huruf kapital. Apa-apa
dinegara totaliter adalah milik negara, sampai pada djiwapun milik negara.
Negara Republik Indonesia bukan negara totaliter dan jang terang pula bukan negara
komunis, Maka paham totaliterisme mengenai istilah "dikuasai negara" tidak boleh
diartikan "dimiliki negara". Akibat dari paham "dimiliki negara" pada bahan-bahan
galian dibawah permukaan bumi lazimnja djuga, ialah, bahwa jang diberi hak
mengusahakan hanjalah perusahaan-perusahaan negara, perusahaan-perusahaan jang
dimiliki negara. Rakjat tidak diperbolehkan.
Paham sematjam ini terang-terangan bertentangan dengan kepribadian Indonesia.
Kepribadian bangsa Indonesia, jang diakui oleh lambang "bhinneka tunggal ika",
246
mempunjai adat-istiadat dengan lembaga-lembaga adat sendiri-sendiri pula disamping
itu kepertjajaan agama jang menentukan "rechtsbewust¬zijn" (kesadaran hukum) sampai
kepada "rechtsbe¬wustzijn" mengenai milik serta hak-hak milik. Baik mengenai hak-
hak perseorangan ataupun golongan-golongan kaum-kaum sewilajah dan sedaerah.
Dalam pemandangan umum ini pada hari Djum'at malam jang lalu Pemerintah telah
Rapat 64.
diperingatkan oleh Saudara jang terhormat Mardjohan dari Perti dan pula oleh Saudara
Dr Sahar. Berdasar atas itu maka pemerintah kolonial Belanda dahulu, dengan Koninklij
ke Besluit tahun 1873 mengakui hak-hak rakjat penduduk dari daerah-daerah tertentu
atas bahan-bahan galian dibawah permukaan tanah-tanah milik mereka dan memberikan
beberapa hak istimewa atas bahan galian tersebut.
Benarlah, bahwa Achirnya oleh Menteri Belanda Bergsma hak-hak tersebut
diingkari, akan tetapi pengingkaran hak-hak rakjat tersebut tidak diberi alasan sama
sekali (lihat buku "Het Indische Mijnbouwvraagstuk" oleh E. P. Wellenstein C.I.
tjetakan 1918 s'Gravenhage). Artinja hanja semata-mata dengan alasan kekuasaan
Belanda sadja. Ini berlaku dengan Undang-undang (Mijnwet) tahun 1899.
Bahwasanja rakjat penduduk wilajat tempat sesuatu pertambangan tetap merasa
mempunjai hak atas bahan-bahan galian jang dikeluarkan oleh sesuatu perusahaan
pertambangan antara lain dibuktikan dengan kenjataan, bahwa hingga kini, rakjat
ditempat-tempat perusahaan-perusahaan minjak djika kongsi minjak hendak membuka
djalan atau hendak meletakkan pipa-pipa kesumber-sumber minjak tertentu meliwati
tanah-tanah jang ada rakjatnja, maka ada jang semalam sebelumnja, menanami tanah itu
dengan matjam-matjam tanaman, atau mendirikan rumah dan lain-lain muslihat, dengan
maksud untuk memperoleh jang disebut "ganti kerugian". Dan pada umumnja muslihat
itu berhasil baik djuga.
Kedjadian-kedjadian sematjam itu menundjukkan adanja suatu rechtsbewustzijn,
bahwa rakjat pemilik tanah, tidak merasa hanja memiliki tanah itu sekedar dipermukaan
bumi, tetapi djuga sampai didalam perutnja. Dan bertambah rakjat kita tjerdas,
bertambah kuat pula kesadaran-kesadaran itu menuntut pengakuan.
Oleh sebab itu, maka pengakuan, bahwa bahan-bahan galian dibawah permukaan
bumi "dikuasai negara" harus berarti tidak lebih dari pada: "pemerintah atau negara
mengatur penggunaan serta pengambilan" bahan-bahan galian itu untuk kepentingan
umum dan rakjat seluruhnja. Tidak boleh berarti bahwa bahan galian itu milik
Pemerintah (negara) dan tidak bahwa penggaliannja harus dilakukan oleh negara sendiri
dengan mengetjualikan rakjatnja.
247
Rapat 64.
Adapun kelandjutan dari paham ini ialah, bahwa siapa sadja diantara rakjat jang
mampu mentjukupi sjarat-sjarat, harus diberi hak untuk mengerdjakan sesuatu galian
pertambangan. Pembatasan-pembatasan hanja boleh berlaku untuk melindungi hak-hak
Pemerintah dan rakjat pemilik permukaan bumi serta pihak ketiga. Bahwasanja
Pemerintah (negara) sendiri harus pula tergolong kepada mereka jang boleh
mengerdjakan sesuatu pertambangan, adalah wadjar, tetapi bukan satu-satunja.
Saudara Ketua jang terhormat, dalam pada itu, meskipun dalam rantjangan Undang-
undang Pertambangan jang kita hadapi, tidak dinjatakan bahwa Pemerintah merupakan
satu-satunja pihak jang boleh mengusahakan pertambangan, tapi geestnja menudju
kesana. Althans Pemerintah tidak menolak, djika Achirnya maksud Undang-undang itu
kelak menudju kesitu. Pendirian jang tidak tegas itu terbukti dalam memori djawaban
Pemerintah diwaktu mendjawab pertanjaan sementara anggota Dewan Perwakilan
Rakjat dalam rapat-rapat Bahagian jang menghendaki supaja hanja Pemerintah sadja
diberi hak bertambang.
Geest seperti jang saja sinjalir djuga ternjata pada rantjangan Undang-undang pasal 3
jang menjusun penggolongan-penggolongan bahan-bahan galian bukan menurut djenis
sadja, melainkan untuk menundjukkan kategori "penting", "kurang penting" dan "tidak
penting".
Hanja golongan jang tidak penting sadja jang boleh dikerdjakan oleh rakjat (jang
sering diedjek dengan sebutan pengusaha partikelir). Golongan bahan galian jang
disebut penting hanja boleh diusahakan oleh Pemerintah sendiri atau dengan usaha
tjampuran antara Pemerintah dan pengusaha partikelir (rakjat). Tetapi meskipun rakjat
diperbolehkan, haruslah ditempuh prosedur jang sulit, jaitu mesti meliwati Undang-
undang. Dalam praktek maka prosedur jang mempersulit ini akan berarti: mentjegah
rakjat mengusahakan pertambangan bahan penting.
Njatalah, bahwa rantjangan Undang-undang Pertambangan ini paling sedikit ternjata
menitik-beratkan hak pengusahaan pertambangan pada negara sendiri dan sangat kurang
memberi kesempatan kepada rakjat sendiri untuk turut-serta.
Saja berpendapat lain. Sebaiknja hak mengusahakan pertambangan harus dibuka
seluas-luasnja bagi inisiatif rakjat. Hak Pemerintah untuk djuga berusaha tidak usah
dikurangi, tetapi djangan dititik-beratkan kepada Pemerintah seperti maksud rantjangan
Undang-undang ini.
Alasan saja sudah saja njatakan tadi, adalah bersendi atas dasar-dasar prinsipiil.
Kedua berdasar atas kenjataan, bahwa perkembangan industri jang sehat serta meluas
memerlukan pengusahaan pertambangan jang seksama serta luas pula, hal mana djika
seluruh rakjat diberi kesempatan serta fasilitet-fasilitet baik untuk turut-serta dalam
248
kegiatan-kegiatan pertambangan. Pun djuga berdasar atas kenjataan-kenjataan, bahwa
pada umum serta chususnja perusahaan-perusahaan pertambangan jang dikerdjakan
Pemerintah sendiri merosot terus produksinja dan rugi serta langsung dipikul bebannja
oleh rakjat. Pemerintah sendiripun mengakui dalam memori djawaban halaman dua
alinea dua, bahwa Pemerintah tidak mungkin mengerdjakan seluruh pertambangan
sampai jang ketjil-ketjil.
Rapat 64.
Tentu akan ada suara, bahwa ini politik pertambangan "liberal". Tapi hendaklah
dimengerti, bahwa bukanlah politik pertambangan setjara paham ekonomi "liberalisme"
jang saja kehendaki. Jang saja kehendaki adalah sekedar "liberalisasi", pembukaan
kebebasan-kebebasan bagi rakjat seluas-luasnja untuk berusaha pertambangan, menilik
keadaan terbelakang sedjak zaman kolonial sampai sekarang sesudah 14 tahun merdeka.
Liberalisme dalam sistim berusaha harus ditjegah, dengan lewat pengawasan-
pengawasan, perpadjakan serta planning jang ditentukan oleh Pemerintah dalam
lapangan pertambangan. Sistim liberalisme tidak mengenal pengawasan Pemerintah,
tidak mengenal padjak jang berat dan tidak menghendaki planning dari Pemerintah.
Kemudian, maka saja tjondong djuga pada ketentuan, bahwa rakjat pemilik tanah
atau kaum sewilajat penguasa tanah diberi prioritet dalam sesuatu hak pertambangan.
Dan djika pihak diluar golongan rakjat tersebut mengusahakan pertambangan, maka
wadjar pula djika sebagian dari pada hasil tambang diberikan kepada rakjat atau wilajah
jang bersangkutan. Satu dan lain dengan mengingat sjarat-sjarat produksi jang ekonomis
untuk sesuatu tambang. Bukan besar-ketjilnja bagian rakjat atau wilajat pemilik tanah
jang penting, melainkan prinsip memper-olehnjalah jang penting.
Dipandang dari sudut ini, maka voorziening dalam rantjangan Undang-undang ini,
bahwa sesuatu badan pemerintahan daerah boleh turut-serta (sebagai deelhebber) dalam
sesuatu perusahaan pertambangan adalah soal lain. Bagian daerah lewat tjara ini
bukanlah karena ia "daerah", tetapi karena ia peserta. Sehingga sistim ini bukanlah
pengganti prinsip jang saja adjukan.
Perkara modal asing boleh berusaha dalam pertambangan bukanlah soal: baru.
Artinja kita sudah punja Undang-undang Penanaman Modal Asing jang telah mengatur
baik kemungkinan kerdjanja modal asing itu. Perdebatan dalam Dewan Perwakilan
Rakjat dulu tak perlu diulang, hanja membuang waktu dan menghambat pembangunan
ekonomi sadja, Dan kita semua tahu, bahwa modal asing djika ditanam disini hanjalah
bersifat membantu dimana kita sendiri belum sanggup serta bersifat tambahan. Oleh
karena dalam ekonomi kita njata-njata masih lemah, maka faktor modal atau bantuan
asing pasti masih diperlukan dan berlaku. Dan djika bukan modal asing jang datang,
249
Rapat 64.
toch akan datang raksasa asing membantu. Untuk penanaman modal asing kita sudah
punja Undang-undang tapi tidak punja peraturan untuk mengatur bantuan raksasa asing.
Sekianlah, wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Ketua: Saudara-saudara, demikianlah pemandangan umum babak pertama mengenai
rantjangan Undang-undang tentang pertambangan.
Sekarang saja ingin bertanja kepada Pemerintah, kapankah Pemerintah dapat
memberikan djawaban terhadap pemandangan umum babak pertama ini.
Saja persilakan Saudara Menteri Perindustrian untuk memberikan pendapatnja.
Ir F. J. Inkiriwaag, Menteri Perindustrian: Saudara Ketua jang terhormat, oleh
karena banjaknja pertanjaan jang diadjukan oleh anggota Dewan Perwakilan Rakjat ini,
maka Pemerintah merentjanakan akan memberikan djawaban atas pemandangan umum
babak pertama itu sesudah reces.
Sekian.
Ketua: Saudara-saudara sudah mendengar keterangan Pemerintah mengenai
djawaban atas pemandangan umum babak pertama tentang rantjangan Undang-undang
jang sedang kita hadapi ini, ialah sesudah reces nanti.
Sekarang kita pindah kepada atjara jang lain. Tadi masih ada soal jang telah
ditjantumkan dalam atjara, jaitu sesudah kita membitjarakan rantjangan Undang-undang
tentang minjak, kita mestinja memasuki lagi satu atjara jaitu rantjangan Undang-undang
tentang pemberantasan korupsi.
Terhadap kedua atjara itu kita masih akan menunggu terlebih dahulu keputusan dari
pada Panitia Permusjawaratan. Tetapi sekarang terserah kepada Saudara-saudara untuk
mengambil keputusannja, mengingat banjaknja atjara jang harus kita bitjarakan,
misalnja: soal minjak, sedangkan waktu sudah terlalu pendek.
Kalau Saudara-saudara dapat memutuskan supaja rantjangan Undang-undang
tentang pemberantasan korupsi diundurkan sadja sesudahnja reces, karena" waktu kita
sudah terlalu pendek, itupun bisa sadja.
Apakah ada jang mau berbitjara? Saja persilakan Saudara Nungtjik.
Nungtjik A. R.: Saudara Ketua, antara kedua rantjangan Undang-undang ini, saja
rasa jang agak berat, jaitu rantjangan Undang-undang tentang minjak, ini menghendaki
perhatian jang penuh.
250
Kalau kita memilih satu diantara dua ini, apakah rantjangan Undang-undang tentang
pemberantasan korupsi jang sudah lama kita bahas itu ataukah rantjangan Undang-
undang tentang minjak, saja lebih suka kalau kita mendahulukan rantjangan Undang-
undang tentang pemberantasan korupsi. Tetapi karena Panitia Permusjawaratan sedang
bersidang, saja usulkan supaja kita menunggu kesimpulan dari pada Panitia
Permusjawaratan dahulu, dan sementara itu agar rapat ini dischors dahulu.
Rapat 64.
H. Moedawari: Saudara Ketua;: sebagaimana sudah disetudjui oleh sidang
Parlemen jang lalu, jaitu rantjangan Undang-undang Pertambangan dang rantjangan
Undang-undang tentang minjak bumi, dibahas bersama-sama, meskipun berturut-turut.
Oleh karena sekarang sudah selesai pemandangan umum babak pertama mengenai
rantjangan Undang-undang Pertambangan, maka saja lebih tjondong untuk meneruskan
pembitjaraan rantjangan Undang-undang tentang minjak. Dan nanti pada waktu kita
akan membahas rantjangan Undang-undang tentang anti korupsi, kita bitjarakan lebih
djauh atau kita menunggu putusan dari Panitia Permusjawaratan, Djadi saja usulkan
supaja pembitjaraan rantjangan Undang-undang tentang minjak dilandjutkan.
Sekian.
Ketua: Saudara-saudara, kedua rantjangan Undang-undang jang diadjukan ini
masing-masing mempunjai pemilihnja sendiri-sendiri. Sebagian menghendaki
rantjangan Undang-undang tentang minjak sekarang kita bitjarakan dan sebagian lagi
tentang rantjangan Undang-undang Anti Korupsi. Kalau kedua-duanja kita bitjarakan
sebelum reces, ini tidak hungkin,
Persoalannja begini, tadinja pimpinan sudah berusaha untuk mengadjukan kedua
rantjangan Undang-undang ini dalam Panitia Permusjawaratan dulu untuk dibitjarakan.
Tetapi setelah kami berhubungan dengan Pemerintah, dalam hal ini Menteri
Perindustrian, beliau minta supaja sekaligus soal ini diselesaikan sebelum reces, jaitu
soal tambang dan soal minjak, oleh karena kedua-dua rantjangan Undang-undang itu
erat hubungannja, jang oleh Pemerintah bisa sekaligus pula didjawabnja nanti sesudah
reses. Tetapi sungguhpun begitu, saja ingin supaja Pemerintah memberikan
pandangannja mengenai hal ini untuk sekedar mendjadi bahan buat Saudara-saudara.
Saja persilakan Saudara Menteri Perindustrian.
Ir F. J. Ingkiriwang, Menteri Perindustrian: Saudara Ketua jang terhormat,
kebetulan tadi sudah diusulkan supaja kedua rantjangan Undang-undang ini dibitjarakan
251
Rapat 64.
dalam Panitia Permusjawaratan dan rupanja rapatnja itu sudah dimulai; maka dari itu
tadi saja tidak mengeluarkan pendapat saja tentang hal ini.
Oleh karena itu sekarang, lebih baik setjara pro¬cedueel kita ikut sadja putusan jang
diambil oleh Panitia Permusjawaratan.
Sekian.
Ketua: Kalau demikian pendapat Pemerintah, baiklah rapat kita schors sadja
sebentar, sambil menunggu laporan dari Panitia Permusjawaratan, ataukah masih ada
jang ingin berbitjara?
Saja persilakan Mr Dr Tambunan.
Mr Dr A. M. Tambunan: Saudara Ketua, barangkali ada baiknja kalau kita mulai
sadja dengan pemandangan umum babak pertama mengenai minjak, karena rasanja toch
Pemerintah akan mendjawab sesudah reces. Djadi dengan demikian sekaligus sudah
selesai pemandangan umum babak pertama ini, jang dapat kita pergunakan hari ini,
besok atau Djum'at jang akan datang. Djadi satu atjara sudah selesai.
Ketua: Tetapi, Saudara-saudara, ada permintaan supaja bukan soal minjak jang
didahulukan, tetapi soal anti korupsi. Maka oleh karena itu, kalau kita mulai agak sukar.
Tetapi Pemerintah sendiri mengusulkan lebih baik tunggu sebentar putusan Panitia
Permusjawaratan. Saja persilakan Saudara Doeriat.
R. G. Doeriat: Saudara Ketua, pada waktu kita membitjarakan untuk menunda
pembitjaraan rantjangan Undang-undang tentang pertambangan dan minjak bumi ini,
kami usulkan supaja kedua rantjangan Undang-undang ini dibitjarakan sekaligus dengan
tidak diberi embel-embel. Dan pada waktu itu sudah disetudjui oleh sidang pleno, jaitu
rantjangan Undang-undang tentang pertambangan dan rantjangan Undang-undang
tentang pertambangan minjak, dibitjarakan sekaligus, tidak didahului dan tidak diachiri
dengan atjara-atjara lain, sehingga menurut putusan itu, saja kira tidak mungkin kalau
dalam pembitjaraan kedua rantjangan Undang-undang ini disisipkan pembitjaraan
rantjangan Undang-undang Anti Korupsi.
Karenanja, Saudara Ketua, saja usulkan supaja sekarang ini tetap dilandjutkan
pembitjaraan mengenai rantjangan Undang-undang tentang pertambangan minjak bumi,
adapun mengenai djawaban Pemerintah boleh sadja disesuaikan dengan rantjangan
Undang-undang Pertambangan, jaitu nanti sesudah reces.
Sekian.
252
Rapat 64.
Ketua: Saudara-saudara, kalau Saudara-saudara tidak mau menunggu hasil dari
Panitia Permusjawaratan, maka kita kembali sadja kepada atjara semula. Kemudian
mengenai rantjangan Undang-undang Anti Korupsi kita tunggu nanti bagaimana hasil
dari Panitia Permusjawaratan.
Baiklah Saudara-saudara, kita landjutkan sadja menurut atjara jang ada, sebab kalau
distem, suaranja toch tidak akan mentjukupi.
Saudara-saudara, kita sekarang mulai membitjarakan rantjangan Undang-undang
tentang minjak, (Sid -1959 - P. 414) dan dalam hal ini bagi Saudara-saudara jang belum
siap pada hari ini dapat mengundurkan pembitjaraannja sampai besok.
Sekarang saja persilakan pembitjara pertama, Saudara Doeriat.
R. G. Doeriat: Saudara Ketua jang terhormat, uraian saja ini saja buat sedemikian
rupa hingga mempunjai gambaran bahwa kedua rantjangan Undang-undang jang kita
hadapi sekarang ini bisa selesai sebelum reces, tetapi dengan sekonjong-konjong kami
mendengar bahwa Pemerintah untuk djawaban babak pertama sadja baru siap
memberikannja nanti sesudah reces.
Saudara Ketua jang terhormat, kalimat jang pertama jang akan saja batjakan ini
kelihatannja agak menggelikan kalau didengar.
Saudara Ketua jang terhormat, meskipun reces sudah diambang pintu, namun kepada
Parlemen masih diadjukan tiga buah rantjangan Undang-undang jang menurut keinginan
Pemerintah tentunja ketiga-tiganja supaja dapat diterima sebelum reces, ialah rantjangan
Undang-undang tentang pengeluaran pindjaman obligasi, rantjangan Undang-undang
Pertambangan dan rantjangan Undang-undang tentang minjak. Kalau menghadapi
rantjangan Undang-undang pengeluaran pindjaman obligasi semangat saja hanja penuh
keragu-raguan akan manfaatnja, maka dua buah rantjangan Undang-undang lainnja ialah
rantjangan Undang-undang Pertambangan dan rantjangan Undang-undang
Pertambangan Minjak Bumi kami hadapi dengan penuh penjambutan dan harapan jang
besar dan pula penuh kejakinan bahwa, tak ada seorangpun diantara kita jang tidak akan
menjetudjui adanja dua Undang-undang ini.
Maka bersama-sama dengan Pemerintah saja mengharap agar dua Undang-undang
ini dapat disahkan sebelum reces, lepas dari suasana kesulitan jang kini meliputi negara
kita Republik Indonesia.
Dalam kesempatan ini saja akan menjumbangkan tindjauan kami terutama kepada
rantjangan Undang-undang Pertambangan Minjak Bumi, karena teman sefraksi saja
Saudara Tjoeng telah memberikan penindjauannja terhadap rantjangan Undang-undang
Pertambangan.
253
Rapat 64.
Saudara Ketua jang terhormat, Undang-undang Pertambangan Minjak Bumi akan
mewudjudkan salah satu dari pelbagai Undang-undang jang harus diadakan untuk
merealiseer isi dan makna dari pasal 33 Undang-undang Dasar 1945 dan pasal 38
Undang-undang Dasar Sementara Republik Indonesia beserta pasal-pasal
komplementnja, ialah pasal 26, 27 dan 37 Undang-undang Dasar Sementara untuk
mengatur ekonomi negara kita.
Ekonomi nasional jang merata jang bisa mentjiptakan rakjat Indonesia jang adil dan
makmur tidaklah tjukup diatur dengan Undang-undang Koperasi. Undang-undang
Agraria, Undang-undang kolonial seperti Bedrijisreglementering Indische Mijnwet dan
lain-lain jang sudah tidak tjotjok lagi dengan kepribadian rakjat Indonesia jang sudah
berdaulat.
Undang-undang jang mengatur kedudukan pengusaha partikelir, jang mewudjudkan
sebagian besar rakjat Indonesia, dimana dapat diatur hak-hak: dan kewadjiban mereka
sebagai golongan karya dalam lapangan ekonomi, Undang-undang Perasuransian untuk
usaha-usaha asuransi jang kini sudah tumbuh dengan hebatnja, kedua rantjangan
Undang-undang jang kini kita hadapi ini, akan memberi sokongan jang amat hesar untuk
perbaikan ekonomi negara kita jang sekarang sedang merosot terus-menerus ini.
Saudara Ketua jang terhormat, isi dari pada rantjangan Undang-undang Minjak
Bumi ini menghendaki adanja perusahaan-perusahaan minjak Pemerintah, perusahaan
tjampuran (joint enterprise), perusahaan partikelir nasional dan buat sementara usaha
pantikelir asing, saja sangat menghargai sikap Pemerintah sematjam ini, meskipun
minjak bumi dan gas adalah bahan jang vitaal jang mengenai hadjat hidup orang banjak,
atau lebih tepat, mengenai hadjat sampai lapisan jang teratas.
Sebabnja ialah:
1. Pemerintah tanpa mengusahakan sendiri tanpa mengeluarkan modal sudah akan
mengetjam banjak hasil dari pengusahaan minjak dibumi Indonesia seperti
tertjantum dalam pasal-pasal 34, 35, 36, 37 dan 38.
2. Uang Pemerintah, jang tidak banjak, ingat besarnja deficit jang tiap tahun diderita
oleh negara, lebih baik dipergunakan untuk pembangunan-pembangunan lain, dari
pada untuk memonopoli pengusahaan minjak, jang risikonja amat besar. Menurut
laporan Stanvac dan Bataafsche Petroleum Maatschappij, exploitatie minjak ini
hasilnja 1 : 9. Tiap 10 pengeboran jang keluar minjaknja hanja 1, padahal tiap
pengeboran ongkosnja sudah tidak kurang dari 40 djuta rupiah, maka lebih tepat
djanganlah memonopoli pengusahaan minjak.
3. Terang Pemerintah untuk beberapa puluh tahun masih kekurangan ahli-ahli kalau
kebutuhan minjak dalam negeri akan diusahakan oleh Pemerintah sendiri.
254
Rapat 64.
4. Dan menurut kebiasaan perusahaan Pemerintah tidak pernah untung. Bagi
Pemerintah jang paling tepat adalah perusahaan tjampuran. Risiko tidak begitu besar,
karena modal tidak besar. Compagnonnja, usahawan-usahawan partikelir akan
membanting tulang dalam pekerdjaannja, agar perusahaan djangan sampai rugi.
5. Dengan memberikaa konsesi-konsesi kepada pengusaha-pengusaha partikelir berarti
Pemerintah memupuk otoaktivitet rakjat untuk berusaha.
6. Dengan memberikan waktu peralihan jang agak longgar kepada pengusaha-
pengusaha asing jang sudah lama mengusahakan minjak dibumi Indonesia,
Pemerintahpun dapat mengambil keuntungan-keuntungan jang tidak sedikit; sewa
tanah masuk Kas Negara, adanja werkverschaffing dan lain-lain.
Dan jang penting dan tidak boleh kita abaikan, bahwa kini misalnja Stanvac dan
Shell mendidik banjak pemuda-pemuda Indonesia untuk mendjadi ahli-ahli minjak. Pada
waktunja nanti tenaga-tenaga itu akan dapat digunakan oleh Pemerintah sendiri,
Saudara Ketua jang terhormat, itulah sebabnja mengapa saja dalam garis besarnja
dapat menjetudjui isi dari rantjangan Undang-undang Pertambangan Minjak Bumi ini.
Dengan keterangan saja diatas, saja menggambarkan bahwa Undang-undang ini
memberi hak pertambangan kepada usaha-usaha partikelir. Hal ini sebetulnja saja
sendiri masih ragu-ragu, betul atau tidaknja pandangan saja ini, sebab kalau kita melihat
pasal 4 dari Bab II rantjangan Undang-undang ini, disana diterangkan bahwa:
a, Usaha-usaha Pemerintah dan
b. Perusahaan tjampuran.
Djadi pasal ini tidak mengenal adanja hal pertam¬bangan minjak partikelir, tetapi
dipasal 15 ajat 1 berbunji:
"Hak pertambangan minjak partikelir diberikan kepada perseroan partikelir, jang
memenuhi sjarat-sjarat tersebut pasal 8 Undang-undang tentang pertambangan".
Saudara Ketua, saja ingin mendapat ketegasan dari Pemerintah apakah gambaran ini
salah atau betul.
Selandjutnja, Saudara Ketua, saja ingin minta perhatian Pemerintah terhadap
beberapa pasal sebagai berikut:
Pasal 21.
Antara pasal 21 dan 13 (4) nampaknja ada kurang kesesuaian. Menurut pasal 21
perusahaan-perusahaan minjak diwadjibkan ikut-serta dalam usaha mentjukupi segala
keperluan hasil-hasil minjak jang penting untuk pemakaian dalam negeri dan perusahaan
minjak diharuskan supaja pengolahan minjak untuk pemakaian dalam negeri itu
dilakukan di Indonesia.
255
Rapat 64.
Pasal ini berarti bahwa perusahaan minjak diwadjibkan untuk mengolah di Indonesia
hanja djumlah-djumlah minjak mentah jang dibutuhkan untuk memenuhi konsumsi
dalam negeri. Sebaliknja pasal 13 (4) dapat diartikan bahwa semua hasil minjak mentah
harus diolah di Indonesia.
Perlu diketahui bahwa Indonesia perlu mempertahankan pasaran minjaknja diluar
negeri untuk kepentingan Indonesia sendiri. Pasaran minjak diluar negeri ini terdiri dari
minjak mentah dan minjak jang sudah diolah (hasil-hasil minjak). Dalam tahun-tahun
sesudah perang dunia kedua ada ketjenderungan dalam pasaran minjak diluar negeri
untuk lebih banjak minta (mengimport) minjak mentah dari pada hasil¬hasil minjak,
karena negara jang mengimport minjak lebih suka mengolah minjak mentah itu
dinegerinja sendiri. Guna mempertahankan pasaran minjaknja diluar negeri maka
Indonesia terpaksa lebih banjak mengexport minjak mentah dari pada hasil-hasil minjak.
Maka untuk mentjapai tudjuan ini maka sebaiknja pasal 13 (4) dihapuskan sadja atau
diubah sedemikian hingga ada kesesuaian antara pasal 21 dan pasal 13 (4).
Selandjutnja pasal 36.
Pasal 36 ajat 2 menentukan bahwa untuk menghitung padjak perseroan, upeti (cijns)
tidak diperkenankan dipotong dari keuntungan perusahaan. Sudah mendjadi kebiasaan
dinegeri-negeri lain untuk memandang upeti sebagai ongkos perusahaan jang harus
diperhatikan untuk menghitung penghasilan jang dikenakan padjak. Perlu diperhatikan
bahwa upeti selalu harus dibajar tanpa memandang untung atau rugi dari pada
perusahaan jang harus membajarnja. Maka saja usulkan supaja perusahaan-perusahaan
minjak diperkenankan untuk memotong upeti ini guna maksud-maksud padjak perseroan
seperti djuga berlaku disemua negara-negara penghasil minjak didunia.
Saudara Ketua, saja ingin menindjau pasal 38. Pasal 38 ajat 1 bunjinja sebagai
berikut:
"Di samping kemungkinan mengadakan pungutan berupa bahan galian tersebut pasal
37 ajat (2), diluar keadaan darurat atau perang, Pemerintah berhak membeli bahan-bahan
galian hingga djumlah sebanjak-banjaknja 20% dari produksi".
Saudara Ketua, kalau saja batja ini berulang-ulang, maka menurut pendapat saja
perkataan "diluar" itu salah. Saja harap supaja ini dibetulkan.
Selandjutnja pasal 38 menentukan bahwa Pemerintah berhak membeli minjak jang
dihasilkan hingga djumlah sebanjak-banjaknja 20% dari produksi dan bahwa untuk
pemakaian Pemerintah harus disediakan hingga setinggi-tingginja 20% dari pada
perlengkapan dan alat-alat perusahaan untuk pemurnian, pengangkutan dan penimbunan.
Dalam keadaan darurat atau perang ketentuan ini sudah pada tempatnja dan kebutuhan-
kebutuhan negara harus diutamakan.
256
Rapat 64.
Dalam keadaan biasa pemakaian perlengkapan-perlengkapan hingga 20% oleh
Pemerintah mungkin sekali menimbulkan kesulitan-kesulitan bagi perusahaan untuk
mendjalankan kewadjibannja dalam hal produksi dan distribusi hasil-hasil minjaknja.
Ada kemungkinan bahwa jang demikian itu akan mengakibatkan tidak mampunjai
perusahaan untuk menghasilkan dan mendistribusi minjaknja keseluruh pelosok-pelosok
dengan sebaik-baiknja.
Selandjutnja kami ingin menindjau pasal 45. Menurut pasal 45 ini, perdjandjian-
perdjandjian pertambangan minjak termaksud dalam pasal 43 (2). harus diadakan untuk
djangka waktu setinggi-tingginja 30 tahun djangka waktu mana dapat diperpandjang 2
kali apabila Pemerintah menghendakinja, tiap-tiap kali untuk setinggi-tingginja sepuluh
tahun.
Disamping itu pasal 10 jang mengenai perusahaan tjampuran menentukan bahwa
hak-hak pertambangan minjak akan berlaku selama 40 tahun waktu mana dapat
diperpandjang dalam hak-hak tertentu.
Rupanja Pemerintah berpendapat bahwa buat sebuah perusahaan minjak dj angka
waktu 40 tahun adalah lebih tepat guna mendjalankan perusahaan sematjam ini sebaik-
baiknja. Menurut pengalaman dalam dunia perminjakan maka djangka waktu
sepandjang itu memang adalah djangka waktu jang sekurang-kurangnja untuk dapat
mendjalankan pekerdjaan eksplorasi dan eksploitasi tambang minjak dengan tenang dan
teliti, sehingga dapat mentjapai hasil sebaik-baiknja, baik bagi negara maupun bagi
perusahaan sendiri. Dengan djangka waktu jang pendek maka segala sesuatu harus
didjalankan dengan tergesa-gesa jang mengakibatkan hasil-hasil jang kurang
memuaskan.
Untuk tudjuan ini maka sebaiknja pasal 45 diubah hingga djangka waktu 3 tahun
didjadikan 40 tahun sesuai dengan pasal 10.
Lain dari pada itu dipandang perlu pula bahwa Undang-undang Pertambangan
Minjak ini mengandung ketentuan mengenai keadaan luar biasa jang dapat
mengakibatkan hilangnja waktu hak pertambangan. Dalam keadaan jang demikian,
maka sebaiknja ditentukan. bahwa apabila waktu hilang karena keadaan memaksa. maka
djangka waktu hak pertambangan minjak akan diperpandjang dengan waktu jang sama.
Selandjutnja, Saudara Ketua, perpandjangan dua kali tiap-tiap kali 10 tahun, ini
menurut pendapat saja. adalah waktu jang bagi perusahaan minjak amat gandjil. Sebab
dalam 10 tahun itu apakah jang dapat dibuat oleh perusahaan minjak?
Meskipun ini dalam perpandjangan, tetapi dengan sendirinja perpandjangan 10 tahun
itu oleh perusahaan minjak untuk dikerdjakan seeffectief-effectiefnja adalah amat sedikit
jang mungkin nanti ditjabut atau diperpandjang lagi dengan 10 tahun.
257
Rapat 64.
Maka dari itu. sebaiknja perpandjangan diadakan hanja satu kali dengan waktu 20
tahun. Dengan begini perusahaan-perusahaan minjak akan lebih tenang bekerdja
selandjutnja dari pada hanja 10 tahun jang akan dikerdjakan dengan penuh keragu-
raguan.
Sekian, Saudara Ketua, tindjauan kami terhadap rantjangan Undang-undang Minjak
dalam pemandangan umum babak pertama ini,
Ketua: Saja persilakan Saudara Muh. Ahmad.
Muh. Ahmad: Saudara Ketua jang terhormat, rantjangan Undang-undang Minjak
jang sekarang sedang kita bitjarakan ini membawa kita untuk memasuki suatu bidang
jang pelik, ialah masalah minjak. Kita mengenal masalah minjak sebagai su¬atu masalah
jang spesifik dan internasional. Karena itu, dalam menghadapi masalah ini, kami merasa
perlu untuk mentjari pengertian dan pandangan jang setepat-tepatnja, agar dapat turut
menentukan suatu kebidjaksanaan jang benar-benar bermanfaat bagi kepentingan rakjat
dan negara.
Saudara Ketua, dalam rantjangan Undang-undang Minjak jang disodorkan oleh
Pemerintah kepada Dewan Perwakilan Rakjat jang terhormat ini tertjantum garis-garis
politik minjak jang dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. usaha negara jang mendjadi usaha dasar dalam pembangunan industri minjak
Indonesia dengan perusahaan negara sebagai perusahaan utama dalam
penjelenggaraannja:
2. perusahaan tjampuran jang pada azasnja merupakan pengetjualian terhadap
perusahaan negara;
3. masa peralihan jang masih memberikan kesempatan bekerdja kepada
perusahaan-perusahaan partikelir jang telah ada setjara. bersjarat dan dalam djangka
waktu jang terbatas dengan maksud untuk mentjegah timbulnja suatu kekosongan
minjak di Indonesia.
Itulah kiranja garis-garis besar jang merupakan ketentuan-ketentuan pokok dalam
rantjangan Undang-undang Minjak dan jang perlu mendapat perhatian kita bersama.
Dalam menghadapi pemandangan umum babak pertama ini, kami akan batasi
pemandangan kami kepada persoalan-persoalan pokok ini sadja.
Saudara Ketua, kita sama-sama mengetahui bahwa dalam dunia internasional faktor
minjak sering mendjadi alat dan sering pula mendjadi objek pertengkaran antar negara
untuk mentjapai suatu tudjuan ekonomis, politis dan strategi militer. Hal ini tjukup
djelas dalam sedjarah negara-negara minjak seperti negara-negara di Timur Tengah,
Mexico dan sebagainja.
258
Rapat 64.
Dizaman mechanisasi modem sekarang ini hampir diseluruh dunia tiap rakjat dan
tiap negara dalam kehidupan sehari-hari dan dalam usaha-usaha pembangunannja makin
banjak menggunakan minjak. Proses ini telah menjebabkan minjak mendjadi barang
jang ekonomis-vital. Disamping itu suasana perang jang dalam abad ke-20 ini hampir
terus-menerus meliputi dunia, disertai dengan tumbuhnja angkatan-angkatan perang jang
makin dimechanisasikan, telah menjebabkan minjak mendjadi militer vital pula.
Perkembangan itu semuanja telah mengakibatkan terus menaiknja konsumsi dunia
dan konsumsi di tiap negara setjara pesat. Dari tahun 1938 sampai 1955 konsumsi
minjak diseluruh dunia naik 185% ; di Asia Tenggara dan Asia Timur naik 235%.
Konsumsi minjak di Indonesia dalam tahun 1957 naik 11,7% dari tahun 1956; dinegara-
negara lain naik antara 1,4% dan 23,3% dan diseluruh dunia naik 8,75%.
Dalam pada itu sebagai suatu enerzi minjak makin penting kedudukannja dibidang
produksi enerzi. Dalam produksi enerzi diseluruh dunia dari tahun 1929 sampai 1956,
enerzi minjak naik dari 15% mendjadi 30%; listrik hidrolik hanja naik dari 3,7%
mendjadi 8,1 %, sedangkan enerzi batu-bara turun dari 72,6% mendjadi 45,6%.
Perkembangan konsumsi dan kebutuhan minjak jang terus menaik itu telah
menimbulkan suatu perlombaan dan saingan hebat antara negara-negara modal besar
untuk meninggikan produksi, untuk menguasai sumber-sumber produksi dan untuk
merebut pasaran minjak. Dengan demikian produksi minjak diseluruh dunia djuga terus
naik. Dalam tahun 1957 naik 6% dan dalam tahun 1958 naik 2,4% dari tahun-tahun
sebelumnja.
Perlombaan dan saingan jang sengit itu mengakibatkan makin besarnja penanaman
modal dalam usaha-usaha minjak. Penanaman modal itu jang terutama dilakukan oleh
negara-negara modal besar, tidak terbatas kedalam wilajah negaranja sendiri sadja, akan
tetapi makm meluas kenegara-negara minjak lain diseluruh dunia. Pada achir tahun 1956
seluruh modal jang ditanam dalam kekajaan-kekajaan, pabrik-pabrik dan alat-alat
perlengkapan minjak diseluruh dunia, ketjuali negara-negara blok Timur, berdjumlah $
70 miljard, diantaranja ialah di Ame-rika Serikat 61,7%. Venezuela 5,9%, Eropah Barat
6,8%, di Timur Tengah 4,2% di Asia Tenggara, Asia Timur dan Australia bersama-sama
3,5%, dan di Indonesia 0,6%. Jang ditanam di Indonesia ialah modal minjak asing jang
berdjumlah lebih-kurang $ 425 djuta. Disamping itu diseluruh bagian-bagian dunia
tersebut, untuk menghadapi tahun-tahun 1955 sampai 1966, telah pula direntjanakan
penanaman sebesar $ 115 miljard. Modal Amerika Serikat jang sampai tahun 1956 telah
ditanam diluar negerinja, seluruhnja berdjumlah S 22.118 djuta dan diantaranja $ 7.244
djuta atau 32,7% adalah modal minjak. Dari djumlah ini modal minjak Amerika Serikat
259
Rapat 64.
jang ditanam di Indonesia adalah sebesar $ 340 djuta atau 4,7% dari seluruh modal
minjak diluar negerinja.
Dalam pada itu, djuga pihak Rusia tidak tinggal diam dan terus berusaha aktif untuk
menanamkan modalnja, tidak hanja dinegerinja sendiri sadja, akan tetapi sampai
kenegara-negara diluar lingkungan blok Timur. Sebagaimana telah diumumkan oleh
Perdana Menteri N. Chruschev, maka Rusia dalam djangka waktu 15 tahun, mulai
dengan tahun 1959 ini, akan menaikkan produksi minjaknja dengan 300% dan produksi
gas alamnja dengan 1.500%. Dalam tahun 1944 Rusia telah berusaha untuk
menanamkan modalnja di Iran dengan mentjoba mendapatkan konsesi minjak, akan
tetapi tidak berhasil karena ditolak oleh Pemerintah Iran. Pada achir tahun 1957 Rusia
telah mulai dengan explorasi minjaknja di Afghanistan. Dan dalam tahun itu djuga Rusia
mendjalankan pengeboran-pengeboran minjak di India. Dalam usaha-usahanja untuk
menguasai pasaran minjak, Rusia telah berhasil mendapatkan kedudukan kuat dinegara-
negara Hongaria, Bulgaria, Tjekoslowakia, Polandia dan Djerman Timur. Minjak Rusia
telah menguasai 86% import minjak tahun 1956 di Hongaria, 70% import minjak tahun
1957 di Bulgaria, 85% import minjak tahun 1957 di Tjekoslowakia dan 45% import
minjak tahun 1955 di Polandia. Selain dari pada itu, pada achir-achir ini. Rusia makin
mendapatkan kedudukan kuat dipasar minjak di Mesir, jang dalam tahun 1956
membarter reserve minjak (proved reserves) produksi minjak mentah minjak Rusia
sebanjak 390.000 ton disamping djumlah 600.000 ton jang dibeli menurut kontrak
pembelian tanggal 31 Djuni tahun itu djuga.
Demikianlah perlombaan dan saingan antara kedua negara modal besar Amerika
Serikat dan Rusia untuk menguasai sumber-sumber produksi, meninggikan produksi dan
merebut pasar minjak internasional. Perlombaan dan saingan itu tidak hanja terbatas
kepada kedua negara-negara modal raksasa Amerika Serikat dan Rusia sadja, akan tetapi
diikuti pula oleh negara-negara modal besar lainnja, terutama Inggeris dan Belanda.
Dengan demikian, ditambah dengan vitalnja minjak bagi kepentingan militer, maka
perlombaan dan saingan itu sering mendjadi background dan objek dari pertengkaran-
pertengkaran politik internasional. Terutama dalam suasana perang dingin jang
ditimbulkan oleh pertengkaran blok Barat dan blok Timur sekarang ini, dibalik segala
kesengitan tjatur-diplomatik antar-blok itu, sering pula tersembunji kesibukan-kesibukan
tjatur-minjak internasional. Menurut keadaan pada achir tahun 1957 stand dalam
pertandingan minjak antar-blok itu adalah demikian:
260
Rapat 64.
Blok Barat
Menguasai :
Blok Timur
Menguasai :
reserve minjak (proved reserves) 85,7% 12,7%
produksi minjak mentah ………………………… 85,8% 12,1%
kapasiteit kijang minjak ………………………… 86,9% 10,6%
pasar minjak (konsumsi) ……………………….. 86,3% 11,7%
armada tanki (kapal minjak) …………………… 98,5% 1,5%
Itulah perlombaan dan saingan dalam dunia minjak internasional dan itulah jang
menjebabkan minjak mendjadi suatu faktor politik dan barang jang politis-vital.
Saudara Ketua, berdasarkan pandangan jang baru kami kemukakan itu, fraksi kami
sungguh-sungguh menjadari bahwa masalah minjak adalah suatu masalah jang tidak
dapat kita anggap sebagai suatu persoalan ekonomis-komersiil belaka. Bagi kami sudah
djelas bahwa masalah minjak itu tidak sadja mengandung unsur-unsur ekonomis, akan
tetapi djuga unsur-unsur politis dan militer. Ini berarti bahwa minjak sebenarnja adalah
faktor kekuasaan. Karena itu dalam usaha kita untuk menentukan politik minjak bagi
Indonesia sekarang ini, faktor kekuasaan tersebut tidak boleh kita lupakan.
Kekajaan minjak Indonesia jang besar ini dan jang terbesar diseluruh Asia Tenggara,
Australia dan Asia Timur, ketjuali Republik Rakjat Tiongkok, sudah tentu akan lebih
lagi menarik dunia minjak internasional. Kekuasaan atas kekajaan minjak inilah jang
kira harus pertahankan sekuat tenaga. Dalam keadaan internasional dan dalam negeri
kita seperti sekarang ini, djalan jang sebaik-baiknja untuk mempertahankan kekuasaan
Indonesia atas kekajaan minjaknja, ialah mendjadikan usaha negara sebagai usaha dasar
dalam pembangunan industri minjak. Keharusan demikian memang telah pula dirasakan
perlunja oleh negara-negara lain, terutama oleh negara-negara minjak jang dalam
sedjarahnja pernah mengalami peristiwa-peristiwa pahit dengan minjaknja, seperti Iran,
Mesir, Mexico, Brazillia, India dan sebagainja.
Negara-negara ini dalam perundang-undangannja masing-masing telah
mentjantumkan ketentuan-ketentuan jang menudju kearah mendjadikan usaha negara
sebagai usaha dasar bagi industri minjaknja. Pada umumnja dikalangan negara-negara
minjak diseluruh dunia terdapat suatu aliran jang tjondong kearah melindungi kekuasaan
atas kekajaan minjaknja.
261
Rapat 64.
Maka, atas dasar pandangan dan pokok-pokok pengertian tadi itu kami dapat
menjetudjui usaha negara didjadikan usaha dasar sebagaimana telah tertjantum dalam
rantjangan Undang-undang, dengan perusahaan negara jang harus diutamakan dalam
pembangunan industri minjak Indonesia.
Saudara Ketua, dalam dunia minjak internasional, negara kita menduduki suatu
tempat jang penting karena besarnja kekajaan minjak jang terkandung dalam humi
Indonesia. Kekajaan minjak Indonesia itu merupakan sumber minjak jang terbesar
diseluruh wilajah Asia Selatan, Asia Tenggara, Australia dan Afrika, dan djauh
menondjol diatas negara-negara jang ada diseluruh wilajah tersebut. Reserve minjak
jang sudah njata ada dalam bumi Indonesia, menurut keadaan pada achir tahun 1957,
berdjumlah 3 miljard barrel. Ini berarti 60,9% dari seluruh reserve minjak jang ada di
Asia Selatan, Asia Tenggara, Australia dan Afrika atau 1,2% dari seluruh reserve minjak
didunia. Mengenai reserve minjak itu Indonesia menduduki tempat No. 10 diseluruh
dunia. Meskipun demikian reserve minjak Indonesia adalah djauh lebih ketjil kalau
dibandingkan dengan negara-negara minjak besar seperti negara-negara Kuwait jang
reserve minjaknja berdjumlah 20,2% Saudi Arabia 18,2%, Iran 12,9%, Amerika Serikat
12,3%, Iraq 10,1 % dan Rusia 9,3% dari seluruh reserve minjak dunia jang sudah njata
ada. Reserve minjak Indonesia memang tidak begitu besar seperti dinegara-negara
tersebut, akan tetapi expert-expert minjak dunia pada umumnja berpendapat bahwa
reserve minjak lndonesia jang sebenarnja adalah lebih besar lagi dari pada jang sudah
terkenal sekarang, apabila explorasi didjalankan setjara lebih sungguh-sungguh dan
lebih luas. Selain dari pada itu, Laut Djawa dianggap sebagai suatu wilajah minjak jang
kaja dan tjukup dangkal untuk memudahkan pengeboran dibawah laut (offshore
drilling). Dalam pada itu kwalitet minjak Indonesia pada umumnja mengandung API
gravity jang lebih tinggi dari pada minjak Timur Tengah dan beberapa negara lainnja,
sedangkan sumur-sumur minjak Indonesia pada umumnja adalah dangkal.
Dengan kekajaan minjak ini lndonesia pernah mendjadi produsen dan supplier
minjak jang terbesar diseluruh Asia Tenggara, Asia Selatan, Asia Timur, Australia dan
Afrika Timur. Dalam tahun 1938 minjak Indonesia menguasai 48% dari pasar minjak
diseluruh bagian-bagian dunia tersebut, dan 66%. dari pasar minjak diwilajah Asia
Tenggara, Asia Timur dan Australia.
Didalam negeri kita sendiri minjak telah mendjadi barang jang vital, baik untuk
kehidupan rakjat sehari-hari maupun untuk usaha-usaha pembangunan negara.
Dalam tahun-tahun sesudah perang dunia II, konsumsi minjak di lndonesia terus
naik. Konsumsi minjak bensin rata-rata naik 10% tiap tahun, minjak tanah rata-rata 25
sampai 35% tiap tahun. Pendapatan Pemerintah jang diterima dari seluruh kegiatan
262
Rapat 64.
usaha-usaha minjak dalam tahun 1956 berdjumlah Rp. 1.445 djuta atau 8% dari seluruh
pendapatan negara, jang dalam tahun 1957 naik mend jadi Rp. 1.757 djuta atau 9% dari
seluruh penerimaan negara ditahun itu. Export minjak dalam tahun 1956 berdjumlah
21,8% dari seluruh harga export tahun itu dan menduduki tempat No. 2 sesudah karet.
Dalam tahun 1957 persentase export itu naik mendjadi 27,7% sedangkan dalam triwulan
I tahun 1958 lebih meningkat lagi mendjadi 40,6% dan melampaui harga export karet.
sehingga minjak mendjadi barang export No. 1 bagi lndonesia. Djumlah devisen jang
dihasilkan oleh minjak dari tahun 1950 sampai dengan 1957 seluruhnja berdjumlah U.S.
$ 1.44.986.000 atau lebih-kurang 25% dari djumlah devisen jang masuk.
Demikianlah pentingnja kedudukan minjak lndonesia dalam kehidupan ekonomi
.Indonesia, baik dibidang ekonomi dalam negeri. maupun dalam hubungan ekonomi
internasional. Meskipun dalam hubungan ekonomi internasional, Meskipun hasil
kegiatan-kegiatan usaha minjak itu baru merupakan lebih-kurang 2% dari seluruh
pendapatan nasional bruto (P.N.Br.), namun gambaran jang baru kami kemukakan itu
telah tjukup djelas bagi kami betapa kuatnja peranan minjak dalam kehidupan rakjat dan
negara.
Mengingat pentingnja minjak bagi kehidupan rakjat dan negara, dan besarnja
kekajaan minjak jang terkandung dalam bumi Indonesia, maka kami jakin bahwa minjak
kita ini dapat didjadikan sumber penghidupan jang lebih penting lagi bagi rakjat dan
negara.
Karena itulah kami berpendapat, bahwa pembangunan industri minjak nasional
dengan meninggikan produksi sebesar-besarnja serta menjempumakan distribusi sebaik-
baiknja, adalah suatu keharusan mutlak bagi Indonesia, baik untuk kepentingan
konsumsi dalam negeri maupun untuk kepentingan devisen.
Akan tetapi, dalam pembangunan itu kita dapat melupakan faktor-faktor riil berupa
kesulitan-kesulitan jang memerlukan pertimbangan semasak-masaknja. Kita sama-sama
mengetahui bahwa disamping faktor-faktor jang menguntungkan bagi pembangunan
industri minjak kita itu, terdapat pula faktor-faktor riil jang merupakan kekurangan pada
kita. Disini kami kemukakan persoalan-persoalan bedrijfs technis jang selalu muntjul
sebagai problim-problim spesifik dalam tiap usaha industri minjak, ialah persoalan
risiko, lamanja waktu, keahlian dan modal jang diperlukan untuk pembangunan industri
minjak. Usaha minjak sudah terkenal sebagai usaha "untung¬untungan" atau
"gambling". Hal ini memang benar, kalau kita mengingat bahwa harapan hasil untuk
menemukan suatu lapangan minjak jang komersiil adalah hanja 1 : 50, sedangkan untuk
menemukan suatu lapangan minjak jang kaja djauh. lebih ketjil lagi, biar bagi expert dan
operator jang berpengalaman sekalipun, Harapan hasil untuk menemukan minjak dalam
263
Rapat 64.
pengeboran-pengeboran sumur jang dinamakan "wildcat" pada umumnja hanja 1 : 10.
Hal ini tjukup djelas untuk dapat menggambarkan betapa besarnja risiko jang harus
dipikul oleh tiap pengusaha minjak.
Disamping itu usaha minjak, mulai dari usaha-usaha explorasi sampai kepada
menemukan minjak, kalau dapat menemukan, pada umumnja menelan waktu jang
sangat lama. Kita ambil sadja tjontoh dalam sedjarah minjak di Indonesia sendiri, ialah
lapangan minjak Talang Akar di Sumatera Selatan jang baru diketemukan sesudah
maskapai minjak jang bersangkutan selama 10 tahun berturut-turut mendjalankan
explorasinja. Selain dari pada itu lndonesia menghadapi persoalan jang berat, ialah
kekurangan tenaga ahli dikalangan bangsa Indonesia sendiri. Pendidikan keahlian tidak
mungkin bisa diselenggarakan dalam tempo satu dua tahun sadja, sedangkan disamping
keahlian diperlukan djuga pengalaman. Persoalan berat selandjutnja jang harus kita
hadapi ialah modal negara. Kita mengetahui bahwa anggaran belandja negara kita terus-
menerus mengalami defisit, hutang negara makin lama makin besar, sedangkan dana
devisen makin terus merosot. Dari sudut modal, usaha minjak kita akan menuntut biaja
jang sangat besar, baik berupa rupiah maupun devisen, dengan suatu risiko bahwa modal
itu mungkin tidak akan kembali lagi. Mulai dari usaha-usaha explorasi tiap usaha minjak
merupakan pekerdjaan jang sangat mahal. Ongkos pengeboran untuk sumur, dalam
tahun 1954, berdjumlah antara $ 25.000 sampai $ 400.000 tiap sumur. Ongkos
pengeboran sumur "wildcat " adalah rata-rata $ 148.000 tiap sumur, dan diantaranja
banjak jang sampai menelan biaja antara $ 350.000 sampai $ 700.000 tiap sumur. Di
Venezuela ongkos pengeboran itu rata-rata $ 1,000.000 tiap sumur, sedangkan di
Mexico lebih mahal lagi, ialah rata-rata $ 1.112.813 tiap sumur. Malahan kadang-
kadang terdapat djuga sumur minjak jang menelan ongkos lebih besar lagi, seperti halnja
dengan satu sumur minjak di Califomia jang dalamnja 6.552 m dan biaja pengeborannja,
ialah pengeboran satu sumur itu sadja, adalah sebesar $ 2.088.963. Ini terdjadi dalam
tahun 1954.
Demikianlah persoalan bedrijfs-technis jang spesifik dalam pengusahaan minjak
jang sudah pasti tidak akan mudah untuk diatasinja.
Saudara Ketua, setelah kami pertimbangkan masak-masak segala faktor jang
menguntungkan dan segala faktor jang dapat membahajakan, dan setelah kami
mengingat kekurangan-kekurangan jang ada pada kita serta pentingnja minjak dalam
kehidupan ekonomi rakjat dan negara, lagi pula kalau kami mengingat betapa beratnja
kesulitan-kesulitan bedrijfs-technis dalam pengusahaan minjak itu, maka kami sampai
kepada suatu pendapat, bahwa untuk memperhebat pembangunan minjak kita itu perlu
dikerahkan segala tenaga dan perlu digunakan segala kesempatan, segala sesuatunja
264
Rapat 64.
dalam rangka kekuasaan negara dan kewaspadaan nasional. Berhubung dengan itu dan
berdasarkan segala pandangan dan pengertian jang telah kami kemukakan, pada
prinsipnja kami dapat menjetudjui untuk disamping usaha negara memungkinkan pula
adanja usaha tjampuran sebagai usaha tambahan jang dikuasai oleh negara dan
penetapannja disalurkan melalui pengesahan Undang-undang.
Djalan ini kami anggap sebagai kelonggaran jang lebih luas untuk memungkinkan
lantjarnja pembangunan industri minjak setjara lebih intensif selama masa dikala usaha
negara belum dapat mentjukupi kebutuhan minjak bagi kehidupan rakjat dan negara.
Djalan demikian kami anggap tidak bertentangan dengan maksud jang tertjantum dalam
pasal-pasal 37 dan 38 Undang-undang Dasar Sementara atau pasal 33 Undang-undang
Dasar 1945.
Dengan ini kami mengharapkan terbukanja kelonggaran jang seluas-luasnja bagi
kegiatan daerah-daerah swatantra untuk ikut-serta dalam usaha-usaha industri minjak,
sehingga minjak jang ada dimasing-masing daerah itu benar-benar dapat memberikan
sumbangannja kepada pembangunan daerah.
Dengan adanja kelonggaran bagi usaha tjampuran itu kami mengharapkan pula agar
kesulitan-kesulitan serta risiko-risiko besar bedrijfs-technis tidak hanja mendjadi beban
jang harus dipikul oleh negara dan kas negara sendirian sadja.
Dalam pada itu disini kami kemukakan bahwa kami tidak dapat menjetudjui adanja
perseorangan partikelir sebagai pemegang saham dalam perusahaan tjampuran dibidang
usaha minjak. Ini kami anggap terlalu menjimpang dari djiwa jang terkandung dalam
ajat (1) pasal 38 Undang-undang Dasar Sementara atau pasal 33 Undang-undang Dasar
1945. Kami anggap tidak wadjar kalau seorang perseorangan partikelir duduk
berdampingan sedjadjar dengan negara sebagai pemegang saham dalam satu perusahaan
tjampuran dibidang minjak. Kami ingin mentjegah muntjulnja baik individualisme
maupun diktatur perorangan dibidang kekajaan dan dibidang penguasaan kekajaan.
Saudara Ketua, sekarang tinggal satu persoalan lagi jang perlu kami tindjau ialah
ketentuan-ketentuan peralihan jang dimaksudkan untuk mentjegah timbulnja suatu
kekosongan (vacuum) minjak di Indonesia, dengan djalan memberikan kesempatan
bekerdja terus untuk waktu terbatas kepada perusahaan-perusahaan partikelir jang telah
ada dengan sjarat-sjarat, batas-batas serta dalam keadaan sebagaimana disebut dalam
rantjangan Undang-undang.
Djelaslah maksud untuk mentjantumkan ketentuan-ketentuan peralihan itu ialah
untuk mentjegah timbulnja suatu kekosongan minjak di lndonesia. Berhubung dengan
itu pokok persoalan sekarang beralih kepada pertanjaan, apakah ada kemungkinan akan
timbulnja vacuum tersebut.
265
Rapat 64.
Untuk dapat mendjawab pertanjaan ini, terlebih dahulu kami ingin melihat
kenjataan-kenjataan konkrit mengenai situasi dan posisi minjak Indonesia, baik didalam
negeri maupun dipasar minjak internasional.
Produksi minjak Indonesia dalam tahun-tahun sesudah perang dunia II terus naik
dari 6,5 djuta ton dalam tahun 1949 mendjadi 15,5 djuta ton dalam tahun 1957. Dalam
pada itu Pemerintah, dalam Nota Keuangan Negara tahun 1958 halaman 12, telah
mensinjalir adanja gedjala-gedjala kemunduran dibidang produksi minjak Indonesia.
Sebagaimana kita ketahui, produksi minjak mentah Indonesia dalam tahun 1938
merupakan 3% dari seluruh produksi dunia. Sesudah itu angka persentase tersebut terus
merosot hingga pada achir tahun 1958 hanja tinggal 1,7% sadja,
Seluruh produksi minjak mentah jang telah dihasilkan oleh Indonesia selama 63
tahun, ialah dari tahun 1893 sampai tahun 1955, seluruhnja berdjumlah 1.600 djuta
barrel, akan tetapi seluruh djumlah ini hanja merupakan separuh, ialah 50%, dari
produksi jang dihasilkan oleh Saudi Arabia dalam waktu hanja 5 tahun sadja, ialah dari
tahun 1951 sampai 1955. Produksi minjak Indonesia terus mundur dalam perbandingan
dengan kenaikan produksi minjak di negara-negara Timur Tengah. Dalam
perkembangan konsumsi serta kebutuhan minjak diseluruh dunia jang sedang terus
menaik, persentase produksi minjak Indonesia sebaliknja terus merosot. Ini berarti
bahwa minjak lndonesia terus terdesak dari pasar minjak internasional. Dan memang
demikianlah keadaannja. Pasar minjak di Asia, Australia dan Afrika Timur dalam tahun
1938 adalah 48% dikuasai oleh supply minjak dari Indonesia, akan tetapi sesudah itu
minjak Indonesia terdesak terus oleh minjak Timur Tengah, sehingga persentase supply
itu pada achir tahun 1955 hanja tinggal 20% sadja. Dipasar minjak jang terdekat, ialah
diwilajah Asia Tenggara, Asia Timur dan Australia, minjak Indonesia pun terdesak pula,
ialah dari 60% dalam tahun 1938 merosot sampai 36% dalam tahun 1955. Malahan lebih
buruk lagi dari itu, minjak mentah dari Timur Tengah, terutama dari negara-negara Iraq
dan Kuwait, sudah lama mulai masuk dikilang-kilang minjak di Indonesia dengan
djumlah import seharga Rp. 111.220.000, dalam tahun 1951 jang terus naik sampai Rp.
523.742.000,- dalam tahun 1955. Kalau kita menelaah setjara seksama faktor-faktor jang
telah menjebabkan terdesaknja minjak Indonesia dari pasar internasional itu, maka akan
ternjata bahwa kemerosotan itu bukan disebabkan karena kwalitet minjak kita lebih
rendah atau harganja lebih tinggi, akan tetapi karena produksi Indonesia makin tidak
seimbang dengan kenaikan konsumsi dan kebutuhan pasar minjak internasional. Selain
dari pada itu dibagian lain dalam pemandangan kami ini, kami telah kemukakan pula
bahwa konsumsi serta kebutuhan minjak didalam negeri kita terus menaik, minjak
bensin rata-rata naik 10 %, minjak tanah naik rata-rata 25 sampai 35% tiap tahun.
266
Rapat 64.
Dalam tahun 1957 konsumsi minjak itu naik 11,7% dari tahun 1956, dan dalam
tahun 1958 naik 5,8% dari tahun 1957. Dalam keadaan konsumsi minjak didalam negeri
kita jang sedang terus menaik itu, produksi minjak kita sudah mulai menundjukkan
gedjala-gedjala kemerosotan, ialah produksi tahun 1958 merosot dengan 1,5% dari
produksi tahun 1957. Dengan demikian djelaslah bahwa meskipun lndonesia sampai
sekarang masih menduduki tempat No. 9 dalam produksi minjak dunia, akan tetapi
kedudukan baik ini sedang terus terdesak kebawah oleh produksi negara-negara minjak
lain.
Demikianlah gedjala-gedjala kemerosotan jang kami dapat peladjari dari bahan-
bahan jang ada pada kami. Dari gedjala-gedjala itu kami bisa menarik kesimpulan
bahwa kedudukan minjak Indonesia jang sampai sekarang pada umumnja dapat
dikatakan masih kuat dan baik, sedang terantjam oleh suatu bahaja kemerosotan, baik
didalam negeri maupun dipasar minjak internasional.
Dan kami bisa menarik kesimpulan pula, bahwa djika gedjala kemerosotan itu
dibiarkan berlangsung terus, lambat-laun memang dapat menimbulkan suatu
kekosongan (vacuum) didalam negeri dan kekosongan minjak Indonesia dipasar
internasional. Andaikata kekosongan itu terdjadi, kita bisa bajangkan betapa buruk
akibatnja terhadap export, devisen, keuangan negara dan achirnya terhadap kehidupan
rakjat dan negara kita.
Kalau kita melihat bahaja kemerosotan jang sedang mengantjam itu, memang
seharusnja kita segera mengambil tindakan-tindakan jang dapat mentjegah timbulnja
kekosongan itu. Djalan satu-satunja ialah meninggikan produksi dan melantjarkan
distribusi didalam negeri serta memperkuat kembali posisi minjak kita dipasar minjak
internasional. Rentjana usaha kearah itu sebenarnja sudah ada ialah adanja keinginan
untuk memperhebat usaha negara sebagai usaha dasar dan usaha tjampuran sebagai
usaha tambahan. Djalan inilah menurut pendapat kami djalan jang sebaik-baiknja dan
seaman-amannja untuk mengelakkan bahaja kekosongan itu. Akan tetapi setjara realistis
kami menjadari pula bahwa mengingat besarnja kesulitan - kesulitan bedrijfs- technis
bagi usaha-usaha baru dalam pengusahaan minjak, rentjana usaha djangka pandjang itu
tidak dapat diharapkan akan membawa hasil hebat dalam satu dua hari sadja, sedangkan
bahaja kemerosotan minjak sudah ada diambang pintu kita. Sudah tentu djalan jang
paling mudah adalah menjempurnakan alat-alat produksi dan alat-alat distribusi jang
telah ada dinegeri kita. Akan tetapi njatanja alat-alat itu pada waktu ini dikuasai oleh
usaha dan modal asing. Sampai dimana kekuasaan asing dibidang minjak Indonesia itu
adalah suatu hal jang kita perlu selidiki setjara teliti. Dalam hubungan ini kami
kemukakan kenjataan-kenjataan seperti berikut:
267
Rapat 64.
a. Dibidang industri minjak Indonesia memang benar ada dominasi usaha asing
jang menguasai lebih-kurang 98% dari seluruh modal jang ditanam dalam usaha minjak
di Indonesia.
b. Modal asing jang ditanam dalam industri minjak Indonesia merupakan lebih-
kurang 16% dari seluruh modal asing jang ada disegala bidang ekonomi Indonesia.
c. Pendapatan Pemerintah jang masuk dari seluruh kegiatan usaha minjak dalam
tahun 1957 adalah sebanjak lebih-kurang 9% dari seluruh pendapatan negara.
d. Export minjak merupakan 40,6% dari seluruh djumlah harga export dalam
triwulan I tahun 1958.
e. Dalam pendapatan nasional bruto (P.N.Br.) Indonesia, hasil seluruh kegiatan
usaha minjak adalah lebih-kurang 2%. Pendapatan nasional kita masih tetap dikuasai
oleh pertanian ialah lebih-kurang 56%, hasil dagang, bank dan asuransi adalah lebih-
kurang 15%, industri 8,7%, sewaan 6,5%, Pemerintah 5,7% dan seterusnja.
Demikianlah kiranja posisi usaha dan modal minjak asing dalam industri minjak
Indonesia dan dalam kehidupan ekonomi Indonesia seluruhnja. Djelaslah bahwa
dibidang industri minjak Indonesia benar-benar terdapat kekuasaan usaha dan modal
minjak asing.
Dalam pada itu kami tidak berpendapat bahwa dalam kehidupan ekonomi Indonesia
seluruhnja sudah ada kekuasaan usaha dan modal minjak asing.
Dengan demikian jang mendjadi persoalan bagi kami ialah faktor kekuasaan dalam
usaha dan modal minjak asing dibidang industri minjak Indonesia. Disatu fihak kami
ingin mentjegah timbulnja kekosongan minjak di Indonesia. Dari sudut lain timbul suatu
problim jang sulit dengan adanja kekuasaan asing dibidang minjak jang kami harus
tjegah pula. Selain daripada itu kami harus menjadari pula bahwa minjak sering
mendjadi alat dan objek dari pertengkaran-pertengkaran politik internasional. Dalam
suasana perang dingin antara blok Barat dan blok Timur seperti sekarang ini jang terang-
terang berusaha mentjoba menjeret bangsa-bangsa lain kedalam pertikaiannja melalui
golongan-golongan seideologi dan sepolitiknja, maka untuk mentjegah kemungkinan
terseretnja usaha minjak kita kedalam pertengkaran internasional antara blok Barat dan
blok Timur, disini kami tegaskan bahwa jang kami akan djadikan dasar dalam
pemetjahan masalah ini adalah prinsip-prinsip politik bebas dan aktif, kewaspadaan
nasional serta kepentingan hidup rakjat dan negara.
Berhubung dengan itu dalam pemandangan umum babak pertama ini, kami terlebih
dahulu ingin kemukakan:
268
Rapat 64.
1. kami pada prinsipnja menjetudjui adanja usaha untuk mentjegah timbulnja suatu
kekosongan (vacuum) minjak di Indonesia dan kekosongan minjak Indonesia dipasar
internasional;
2. kami ingin tetap awas dan waspada terhadap gedjala-gedjala pertengkaran politik
jang sering terdjalin dengan masalah minjak:
3. kami tidak menginginkan adanja usaha dan modal asing jang njata-njata digunakan
untuk penjebaran kekuasaan ideologi asing, politik dan militer asing atau dominasi
asing dibidang ekonomi Indonesia, baik dalam bentuk suatu usaha, maupun dalam
bentuk kredit, loan, pindjaman dan sebagainja jang pada hakekatnja adalah
penanaman modal pula;
4. kami tidak menginginkan adanja usaha dan modal asing di Indonesia jang negara
asalnja bersikap nidak baik terhadap kepentingan Indonesia.
Inilah jang kami terlebih dahulu dapat kemukakan dalam pemandangan umum babak
pertama ini dalam hubungan dengan ketentuan-ketentuan peralihan dalam rantjangan
Undang-undang Minjak.
Saudara Ketua, selandjutnja kami ingin mengadjukan pertanjaan-pertanjaan kepada
Pemerintah seperti berikut:
Mengenai usaha negara:
1. Apakah jang harus diusahakan oleh negara menurut pasal 2 itu hanja
"pertambangan" minjak sadja dan tidak meliputi "pemurnian" atau
“pengolahan"nja didalam negeri ini?
2, Apakah dalam badan hukum sipil jang didirikan atau dikuasai oleh Pemerintah
menurut pasal 6 ajat (1) itu mungkin djuga duduk fihak partikelir?
3. Apakah pasal 25, 32 serta pasal-pasal 34 sampai dengan 40 dimaksudkan harus
berlaku pula terhadap perusahaan negara?
4. Apakah tidak sebaiknja ketentuan-ketentuan tentang pengawasan chusus dan
pungutan-pungutan negara bagi perusahaan negara ditetapkan sadja dalam
undang-undang pembentukannja?
Mengenai usaha tjampuran:
1. Dapatkah Pemerintah sekarang menjetudjui untuk tidak memungkinkan duduknja
perseorangan partikelir dalam suatu perusahaan tjampuran berdasarkan alasan-alasan
jang kami telah kemukakan dalam pemandangan umum babak pertama ?
2. Apakah tidak sebaiknja kemungkinan ikut-sertanja daerah-daerah swatantra dalam
suatu perusahaan tjampuran ditegaskan dalam salah satu pasal, misalnja dalam pasal
8, dan tidak hanja disebut dalam pendjelasan sadja?
269
Rapat 64.
3. Berdasarkan atau berhubungan dengan pasal manakah adanja keharusan untuk
menundjuk "pedjabat-pedjabat jang ditundjuk dengan Peraturan Pemerintah" seperti
jang tertjantum dalam pasal 15 ajat (2) itu?
Mengenai ketentuan-ketentuan peralihan:
Bagaimanakah pendapat Pemerintah tentang adanja modal minjak Belanda jang
merupakan 20% dari modal Bataafse Petroleum Maatschappij, dalam hubungan dengan
ketentuan-ketentuan peralihan pasal 41 dan pasal 43, mengingat bahwa negara Belanda
sekarang sedang berada dalam sengketa dengan Indonesia?
Sekian, terima kasih.
Ketua: Saja persilakan Saudara H. Moedawari.
H. Moedawari: Saudara Ketua jang terhormat, assalamu'alaikum warahmatullahi
wabarakatuh.
Negara kita terkenal sebagai salah satu negara jang menghasilkan minjak bumi jang
sangat dibutuhkan untuk keperluan industri dan keperluan masjarakat sehari-hari. Betapa
pentingnja peranan bahan bahan mineral, chususnja minjak bumi didalam zaman modem
seperti sekarang ini, baik diwaktu damai lebih-lebih diwaktu perang, kiranja tidak usah
saja paparkan disini. Meskipun negara kita tidak termasuk negara penghasil minjak jang
besar, akan tetapi produksi jang dihasilkan sekarang ini lebih dari tjukup untuk
kebutuhan dalam negeri, malahan dapat diexport dalam djumlah jang besar pula.
Anehnja, Saudara Ketua, rakjat Indonesia sendiri pada waktu achir-achir ini mengalami
kesulitan jang luar biasa untuk mendapatkan kebutuhan minjak, sekedar untuk keperluan
lampu dan dapurnja sadja. Ibarat angsa jang kehausan ditengah sungai. Saban hari kita
masih melihat rakjat jang berdesak-desakan untuk membeli minjak, masih melihat auto
jang berderet-deret antri sepandjang djalan untuk mendapatkan minjak; merupakan
pandangan Jang tidak lajak dalam suatu negara jang dapat mengexport minjak seperti
negara kita ini. Didalam waktu normal (vredetijd) tidak pernah terdengar rakjat kesulitan
membeli minjak dalam negara penghasil minjak, Hal jang demikian itu hanja bisa
terdjadi di Indonesia ini. Ja, memang negara kita kaja dengan sumber-sumber minjak
Akan tetapi karena belum diatur jang sebaik-baiknja oleh Pemerintah, maka hasil
produksinja banjak jang mengalir keluar negeri dan kurang memperhatikan kebutuhan
rakjatnja sendiri.
Saudara Ketua, dalam keadaan rakjat kebingungan untuk mendapatkan minjak, maka
Pemerintah menjampaikan rantjangan Undang-undang tentang pertambangan sebagai
gan tinja Indische Mijnwet" Staatsblad 1899 No. 214 jo Staatsblad 1906 No. 434 dan
270
Rapat 64.
rantjangan Undang-undang tentang pertambangan minjak bumi. Meskipun hal ini
dirasakan sangat terlambat, tetapi sudah sewadjarnja kalau saja menjampaikan
penghargaan kepada Pemerintah jang dengan sungguh-sungguh berusaha mengisi
kekosongan perundang-undangan jang sangat penting ini, untuk mentjukupi kebutuhan
dan kepentingan nasional kita. Akan tetapi setelah mempeladjari rantjangan Undang-
undang tentang pertambangan minjak ini, saja belum melihat adanja djaminan bahwa
rakjat Indonesia tidak akan mengalami kesukaran-kesukaran minjak seperti jang
dirasakan sekarang, sebab politik dan sistim mengenai pertambangan minjak jang
dipakai dalam rantjangan Undang-undang ini tetap sama seperti jang dahulu, ialah
mengutamakan pendapatan jang berupa padjak-padjak seperti iuran pasti dan upeti
(cijns, royalty). Untuk mentjukupi kebutuhan dalam negeri sendiri jang makin
meningkat seperti sekarang, menurut rantjangan Undang-undang ini Pemerintah hanja
bisa membeli kepada pengusaha sebanjak-banjaknja 20% dari produksi.
Politik jang demikian itu menurut pendapat saja tidak menguntungkan pemakaian
dalam negeri dan djuga tidak mendapat manfaat dari hasil export pasaran minjak didunia
jang makin besar kebutuhannja. Menurut pengalaman seperti jang terdjadi sekarang,
kebutuhan dalam negeri tidak dapat ditjukupi, sedang export minjak kita dipasaran dunia
menundjukkan angka prosentase jang menurun. Misalnja sadja seperti pasaran minjak di
Australia sebelum perang menundjukkan perbandingan; minjak dari Indonesia (1938)
57%, dari lain-lain negara didunia 43%. Di Selandia Baru minjak dari Indonesia (1938)
63%, dari lain-lain negara didunia 37%. Tetapi pasaran minjak kita disana sekarang
terdesak mundur ialah di Australia (1957), minjak dari Indonesia hanja 31% sadja,
sedang minjak dari negara lain meningkat mendjadi 69%. Dan di Selandia Baru (1957)
turun dari 63% mendjadi 25%, sedang minjak dari negara lain meningkat dari 37%
mendjadi 75%. Pengalaman jang tidak menguntungkan kedalam dan keluar tersebut
harus mendjadi pertimbangan dalam membahas rantjangan Undang-undang
pertambangan minjak sekarang ini.
Didalam rapat bagian telah disarankan kepada Pemerintah, untuk mengubah politik
pertambangan minjak dari mengutamakan padjak-padjak, kepada pembagian hasil
produksi seperti sekarang banjak didjalankan oleh negara-negara lain, jang ternjata
tampak membawa kemadjuan jang besar sekali dalam lapangan pembangunannja. Akan
tetapi Pemerintah dalam memori djawabannja atas saran tersebut tidak mengambil tjara-
tjara itu, karena beranggapan bahwa tjara pemungutan jang demikian menimbulkan
keadaan-keadaan dinegara itu, jang tidak diingini terdjadi di negara kita. Tidak
diterangkan keadaan jang bagaimana jang timbul dinegara-negara itu. Apakah
Pemerintah djuga mengetahui bahwa negara jang menganut tjara membagi hasil
271
Rapat 64.
produksi bisa membangun setjara besar-besaran seperti jang dapat dibuktikan oleh Saudi
Arabia. Saja kira Pemerintah tidak perlu chawatir akan timbulnja kedjadian-kedjadian
seperti di Iran, kalau Pemerintah betul-betul akan mempertadjam kewaspadaannja
seperti jang diterangkan dalam memori djawabannja dihalaman 2:
"Dapat diterangkan bahwa Pemerintah tetap waspada terhadap gerakan-gerakan
dari siapapun dan dari pihak manapun jang merugikan atau membahajakan
keselamatan negara".
Saudara Ketua jang terhormat, kembali membitjarakan politik pertambangan,
chususnja dilapangan minjak. Karena mengingat struktur ekonomi Indonesia masih
berdasar agraria, maka perlu diusahakan untuk memadjukan industri sedemikian rupa,
sehingga dapat mendjadi dasar jang kuat dalam kesanggupan Indonesia untuk
memproduksi jang diperlukan untuk mentjapai keseimbangan ekonomi. Kemadjuan
industri harus didasarkan atas perhatian dan inisiatif partikelir disamping Pemerintah.
Sesuai dengan tudjuan untuk mendjamin kebutuhan barang untuk rakjat.
Saudara Ketua, didalam rantjangan Undang-undang Pertambangan Minjak ini
dengan djelas disebutkan bahwa mengingat pentingnja peranan minjak maka
pertambangannja harus diusahakan oleh negara, sehingga pertambangan minjak jang
tidak diusahakan oleh negara pada azasnja merupakan suatu pengetjualian dalam bentuk
jang terbatas sekali. Saja dapat memahami idee Pemerintah ini sesuai dengan tuntutan
pasal 38 Undang-undang Dasar Sementara kita. Memang tudjuannja baik sekali kalau
tambang minjak jang mendjadi kebutuhan hidup rakjat banjak ini diusahakan oleh
Pemerintah sendiri. Akan tetapi masih mendjadi pertanjaan didalam hati saja, sudah
sanggupkah Pemerintah mengusahakan sendiri tambang minjak jang membutuhkan
modal besar dan keahlian perminjakan jang diperlukan? Sudah siapkah Pemerintah
dengan rentjananja jang konkrit untuk menjelenggarakan pekerdjaan tersebut? Dapatkah
Pemerintah mendjamin bahwa .perusahaan akan dapat memberi keuntungan bagi negara
dan mentjukupi kebutuhan minjak bagi rakjat?
Pertanjaan ini timbul dalam hati saja, karena melihat prakteknja sampai sekarang ini
semua perusahaan jang diusahakan oleh Pemerintah atau modal Pemerintah, baik jang
berbentuk I.B.W., Jajasan ataupun badan hukum, bukan sadja rakjat harus memikul
kerugian jang beratus-ratus djuta rupiah tiap tahunnja, akan tetapi kebutuhan rakjat dari
hasil produksinja itu makin sukar didapatnja. Berapa ratus djuta rupiah tiap tahunnja
rakjat harus membajar kerugian perusahaan-perusahaan Pemerintah seperti D.K.A.,
G.I.A., Pelni, D.A.M.R.I., Tambang Timah, Tambang Batubara dan lain-lain jang
semuanja itu mendapat fasilitet-fasilitet dari Pemerintah. Padahal perusahaan partikelir
272
Rapat 64.
jang tidak mendapatkan fasilitet sebanjak dan sebesar jang diberikan kepada perusahaan
tersebut bisa mendapatkan keuntungan jang tidak sedikit.
Tjontoh lain jang aneh dan dirasa lebih menjulitkan kebutuhan rakjat akan hasil
produksi dari perusahaan- perusahaan Pemerintah seperti:
1. Pabrik Semen di Gresik jang didirikan dengan kredit dari Eximbank sedjumlah U.S.
$ 14 djuta. Menurut teorinja pabrik tersebut memprodusir 250.000 ton semen tiap
tahun jang merupakan 50% dari kebutuhan Indonesia. Akan tetapi prakteknja
sekarang rakjat bukannja lebih mudah dan lebih murah untuk membeli semen
malahan barangnja makin sukar didapat dan harganja 4 sampai 6 kali lebih mahal
dari pada sebelumnja.
2. Pabrik pemintalan di Tjilatjap jang dikatakan sudah 60% mesin-mesin jang
berdjalan dengan produksi tiap bulan 800 bal benang a 90 kg. Kapasitet pabrik
berdjumlah 30.000 mata pintal (spindels).
3. Pabrik pemintalan “Djantra" di Semarang jang sudah bekerdja dengan separuh
kapasitet dan mempunjai 10.000 spindels. Menurut keterangan produksi jang ditjapai
sekarang adalah 1.800 ton benang sebulannja.
Tentu sadja harapan Pemerintah dengan berdirinja pabrik-pabrik tersebut akan dapat
melantjarkan djalannja pabrik-pabrik textiel jang produksinja akan lebih banjak dan
lebih murah harganja. Akan tetapi prakteknja bukan menbantu kesulitan-kesulitan pabrik
textiel akan benang, malahan barangnja sukar didapat dan harganja djauh lebih mahal
dari pada sebelumnja. Demikianlah tjontoh-tjontoh dalam praktek perusahaan vital jang
diusahakan oleh Pemerintah atau modal Pemerintah. Maka beralasan djuga kiranja kalau
orang merasa chawatir apabila perusahaan tambang minjak jang sangat penting ini
diusahakan oleh Pemerintah atau modal Pemerintah akan mengalami serupa dengan
perusahaan-perusahaan vital tersebut. Dan kalau jang demikian itu mengenai produksi
minjak, maka sungguh-sungguh tidak dapat dipertanggung-djawabkan.
Saudara Ketua, kalau saja mengemukakan pengalaman-pengalaman tersebut, tidak
berarti bahwa saja tidak menjetudjui pertambangan minjak diusahakan oleh Pemerintah
sendiri, akan tetapi merupakan peringatan kepada Pemerintah agar dalam melaksanakan
perusahaan tambang minjak ini Pemerintah betul-betul sudah mempunjai rentjana jang
konkrit dengan memperhitungkan kemungkinan-kemungkinan seperti jang terdjadi
dalam perusahaan Pemerintah jang lain.
Achirnya saja masih perlu mengadjukan pertanjaan-pertanjaan kepada Pemerintah
sebagai berikut:
273
Rapat 64.
1. Berapakah djumlah banjaknja kebutuhan minjak untuk konsumsi dalam negeri, baik
untuk keperluan industri ataupun keperluan masjarakat sehari-hari pada tahun 1958?
2. Apakah kebutuhan minjak dalam negeri dapat tjukup disediakan oleh pengusaha-
pengusaha minjak jang sekarang ada dan dengan mengingat tambahnja kebutuhan
jang makin meningkat pada waktu achir-achir ini?
3. Berapakah banjaknja produksi minjak tahun 1957, 1958 jang dihasilkan oleh B.P.M.
- Permindo - SV.P.M. - dan C.P.P.M.? Dan berapa prosenkah jang diwadjibkan
Pemerintah kepada mereka masing-masing dari produksinja, untuk mentjukupi
kebutuhan minjak dalam negeri?
4. Apakah dengan ketentuan bahwa pengusaha tambang minjak diharuskan mendjual
paling banjak 20% dari produksinja sudah mentjukupi kebutuhan minjak untuk
konsumsi dalam negeri?
5. Apakah Pemerintah dapat turut menentukan harga minjak jang diexport kepasaran
dunia?
6. Mengingat letak geografis negara kita jang menguntungkan, dilihat dari sudut
analisa pasaran minjak, apakah tidak lebih menguntungkan kalau kita memakai tjara
sebagai hasil produksi, agar negara turut mendapatkan keuntungan dari harga minjak
dipasaran dunia disamping mendapatkan hasil padjak-padjak jang sekarang masih
berlaku?
7. Apakah perusahaan tambang minjak jang sekarang ada (B.P.M.-Permindo-S.V.P.M.-
C.P.P.M.) sudah dikenakan iuran pasti? Kalau sudah berapakah besarnja tiap tahun
per ha?
8. Berapa prosenkah besarnja upeti (cijns) jang dikenakan kepada perusahaan tambang
minjak tersebut?
9. Apakah perusahaan tambang minjak Permindo sebagai perusahaan tjampuran antara
Pemerintah dan B.P.M. sudah bisa menghasilkan keuntungan bagi negara. Dan kalau
sudah berapakah besarnja keuntungan dalam 3 tahun terachir ini?
10. Apakah djaminan kepentingan negara dan umum sebagai jang ditjantumkan dalam
pasal 18 rantjangan Undang-undang ini sudah termasuk tanah wakaf?
Demikianlah pertanjaan-pertanjaan jang masih perlu saja kemukakan dan terima
kasih.
Ketua: Saja persilakan Saudara Asmuni.
274
Rapat 64.
Asmuni: Saudara Ketua jang terhormat, assalamu'alaikumwarahmatulahi
wabarakatuh.
Dalam meneliti rantjangan Undang-undang tentang pertambangan minjak, saja agak
berbeda dalam pandangan dengan Undang-undang Pertambangan jang baru sadja kita
bahas. Dalam Undang-undang Pertambangan kelihatan sangat djelas sifat nasionalnja
sebagaimana kita lihat dalam pasal 8 dan 9 ajat (1) dan (2).
Kalau kita batja sepintas lalu Undang-undang Pertambangan Minjak jang sedang kita
hadapi ini, terutama kalau kita membatja pasal 4, 5, 6, 7, 8 dan 9, maka terasalah pada
kita bahwa Pemerintah betul-betul akan bertindak setjara radikal revolusioner.
Pasal 4 menjatakan bahwa usaha pertambangan minjak hanja akan diusahakan oleh
negara atau usaha tjampuran antara negara dan partikulir nasional. Tidak berlebih-
lebihanlah kiranja kalau kita katakan bahwa pasal ini mempunjai tudjuan untuk
menempatkan bangsa dan Negara Indonesia ketempat jang sewadjarnja sebagai bangsa
dan negara jang merdeka dan berdaulat penuh, baik dalam bidang politik maupun
ekonomi.
Akan tetapi, Saudara Ketua, alangkah ketjewanja hati kami setelah sampai kepada
Bab V tentang ketentuan-ketentuan peralihan pasal 41, 42, 43, 44, 45, 46 dan 47.
Dalam pasal 41 dinjatakan:
“(1) Hak-hak untuk mendjalankan suatu usaha pertambangan minjak, jang
masih berlaku pada saat berlakunja Undang-undang ini, adalah tetap berlaku
sampai djangka waktu berlakunja jang telah diberikan berachir, akan tetapi tidak
lebih dari 30 tahun terhitung dari saat mulai berlakunja Undang-undang ini, dan
dengan kewadjiban bagi pengusaha untuk menjesuaikan diri dengan ketentuan-
ketentuan dalam Undang-undang ini dalam waktu sedapat mungkin 2 tahun
terhitung dari mulai berlakunja Undang-undang ini".
Saudara Ketua, ajat-ajat jang lain tidak akan saja batjakan, tetapi ternjata tegas,
Saudara Ketua. Tegasnja maskapai-maskapai minjak asing akan masih berkuasa dan
bertjokol dibumi Indonesia selama 30 tahun lagi. Selama itu kekajaan Indonesia akan
tetap dinikmati oleh orang-orang asing jang menguasai maskapai-maskapai minjak.
Selama itu pula keperluan minjak bagi rakjat tetap tergantung ditangan maskapai-
maskapai minjak asing sebagaimana sekarang kita alami. Rakjat akan tetap antri untuk
membeli minjak tanah dan mobil-mobilpun akan tetap antri dipompa-pompa bensin.
Pemerintah tidak akan dapat berbuat apa-apa, karena seluruh peranan ada ditangan
mereka.
275
Rapat 64.
Sewaktu-waktu mereka dapat mengadakan sabotage terhadap kelantjaran distribusi
bensin dan minjak tanah, sebagaimana pernah diutjapkan oleh Menteri Stabilisasi
Ekonomi dalam salah satu rapat kerdja.
Pasal 42 menjatakan: "Pemegang hak pertambangan minjak, jang pada waktu
berlakunja Undang-undang ini memurnikan minjak kasar jang dihasilkan di Indonesia
diluar negeri, diberi pembebasan dari kewadjibannja untuk memurnikan hasilnja di
Indonesia menurut pasal 13 (4) dari Undang-undang ini selama djangka waktu jang
ditetapkan oleh Peraturan Pemerintah, jang tidak boleh lebih dari 8 tahun terhitung dari
mulai berlakunja Undang-undang ini, dan terhadap djumlah hasil minjak kasar jang
besarnja ditetapkan oleh Peraturan Pemerintah itu".
Tegasnja, Saudara Ketua, Perusahaan Minjak Caltex masih mempunjai kesempatan
8 tahun untuk memurnikan hasil minjak kasarnja diluar negeri sebagaimana
dilakukannja hingga sekarang.
Baru setelah 8 tahun Caltex diwadjibkan mempunjai kilang pemurnian sendiri, kalau
mereka masih ingin berusaha ditanah air kita.
Lebih seram lagi, Saudara Ketua, setelah kita membatja apa jang tertjantum dalam
pasal 43 ajat (1) dan ajat (2) jang menjatakan:
“(1) Djika diperlukan untuk mendjamin kelangsungan produksi guna
mentjukupi kebutuhan negara akan hasil-hasil minjak bumi, kepada perusahaan-
perusahaan minjak partikelir jang telah ada di Indonesia, untuk satu kali dapat
diberikan tambahan hak pertambangan.
(2) Sjarat-sjarat untuk pemberian tambahan hak pertambangan termaksud
dalam ajat (1) pasal ini ditetapkan dengan perdjandjian antara Pemerintah dan
perusahaan jang bersangkutan, jang disahkan dengan Undang-undang dan
disesuaikan dengan ketentuan-ketentuan dalam Undang-undang ini".
Saudara Ketua, djelaslah bahwa setelah 30 tahun terhitung mulai berlakunja
Undang-undang ini masih ada kesempatan lagi bagi maskapai minjak asing untuk
melandjutkan usahanja selama 30 tahun ditambah 2 x 10 tahun, djumlah semuanja 50
tahun lagi, sebagaimana tertjantum dalam pasal 45 jang berbunji: Perdjandjian
pertambangan minjak seperti dimaksud dalam pasal 43 ajat (2) diadakan untuk waktu
paling lama 30 tahun, waktu mana dapat diperpandjang dua kali dengan Peraturan
Pemerintah tiap kali paling lama untuk sepuluh tahun".
Saudara Ketua jang terhormat, kalau kita mempeladjari rantjangan Undang-undang
tentang pertambangan minjak ini dengan seksama dan teliti, maka apa jang tertulis
dalam pasal 4 rantjangan Undang-undang ini hanja bersifat gagah-gagahan sadja,
yang hanja membesarkan hari rakjat Indonesia. Tetapi jang sebetulnja hanja akan
276
Rapat 64.
mempertanjakan sadja kepada maskapai-maskapai minjak asing. Baru setalah 80 tahun
terhitung mulai berlakunja Undang-undang ini, negara dan bangsa Indonesia akan
mengusahakan pertambagnan minjak bumi ini. Inipun masih mendjadi pertanjaan jang
sukar mendapatkan djawabnja.
Ketua jang terhormat, sebagai penutup kami sampaikan pertanjaan-pertanjaan dibawah
ini dengan harapan sudilah Pemerintah memberikan djawabannja:
1. Berapakah djumlah produksi bensin dan minjak tanah jang dihasilkan oleh seluruh
pertambangan minjak di Indonesia tiap tahunnja?
2. Berapakah kebutuhan untuk konsumsi didalam negeri (bensin dan minjak tanah) tiap
tahunnja?
3. Berapakah jang diexport (berupa valuta)?
4. Adakah niatan Pemerintah untuk mengusahakan sendiri pertambangan minjak ini?
5. Kalau ja, kapan akan dimulainja dan sudahkah Pemerintah menjiapkan tenaga ahli
dan modalnja (jang dimaksud bukan perusahaan tjampuran seperti Permindo).
6. Berapakah hasil produksi Permina (T.M.S.U. tahun 1958)?
7. Betulkah berita jang menjatakan bahwa Djepang telah menawarkan untuk bekerdja-
sama dalam lapangan pertambangan minjak?
8. Bagaimana sikap Pemerintah dalam hal ini?
9. Kapankah Pemerintah dapat menormalkan lagi peredaran bensin dan minjak tanah,
sehingga rakjat tak perlu lagi antri untuk mendapatkan bensin dan minjak tanah itu?
10. Berusahakah Pemerintah mulai sekarang membentuk ahli-ahli minjak kita? Kalau ja,
mulai tahun berapakah Pemerintah akan dapat menghasilkan ahli-ahli minjak kita
dari universitas kita dan berapakah djumlah tiap tahunnja?
Saudara Ketua jang terhormat, rantjangan Undang-undang ini menurut hemat saja
tidak ada urgensinja, kalau isinja hanja demikian sadja, sebab pada dasarnja hanja akan
memberikan kesempatan terus langsungnja maskapai-maskapai minjak asing di
Indonesia sadja. Pemerintah tentunja memberikan alasannja untuk tidak terdjadinja
vacuum minjak di Indonesia jang sangat dibutuhkan oleh masjarakat dan negara. Hal ini
menandakan bahwa Pemerintah tidak mempunjai kesanggupan dalam waktu jang lajak
dapat ditunggu oleh rakjat untuk mengusahakan sendiri pertambangan minjaknja,
Baru sesudah 80 tahun lagi rupanja Pemerintah akan mempunjai kesanggupan untuk
mengusahakan pertambangan minjak sendiri. Djadi apa jang tertjantum dalam pasal-
pasal 4 dan 10 itu apakah hanja dapat dilaksanakan setelah kita semua berada dialam
lain.
277
Rapat 64.
Baru ada artinja rantjangan Undang-undang ini kalau didalamnja tertjantum pasal-
pasal jang mempunjai daja kekuatan untuk dapat mengubah status maskapai-maskapai
minjak asing dalam waktu jang tidak terlalu lama dan sanggup mengubah idjin-idjin
jang pernah dikeluarkan oleh pemerintah Hindia Belanda dahulu. Tindakan ini dapat
disesuaikan dengan kesanggupan Pemerintah dalam mempersiapkan tenaga ahli jang
terdiri dari pemuda-pemuda kita. Hal ini tergantung kepada kemauan bulat dari
Pemerintah kita.
Saudara Ketua. disini saja tegaskan bahwa saja tidak berkeberatan atas usaha
Pemerintah jang bertindak mentjegah adanja vacuum minjak di Indonesia sebelum
Pemerintah dapat mengusahakan sendiri, akan tetapi ternjata bahwa waktu jang
dibutuhkan sebagaimana jang tertjantum dalam rantjangan Undang-undang ini sukar
dapat dimengerti sampai berpuluh-puluh tahun, seakan-akan dalam waktu jang lama itu
Pemerintah masih belum sanggup memenuhi kehendak jang ada dalam rantjangan
Undang-undang ini.
Oleh karena itu, Saudara Ketua. saja menghendaki supaja betul-betul rantjangan
Undang-undang ini ada urgensinja jang akan menimbulkan pembangunan semesta
dalam negara kita ini. terutama dalam bidang pertambangan minjak.
Sekianlah dahulu, Saudara Ketua, pemandangan umum kami dalam babak pertama
ini, semoga segala pertanjaan jang kami kemukakan. Pemerintah suka mendjawabnja
untuk menilai bahan-bahan jang akan datang.
Sekian. Saudara Ketua, wasalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Ketua: Saudara-saudara, buat pagi ini baru sekianlah pembitjara jang bersedia
memberikan pemandangan umumnja mengenai rantjangan Undang-undang Minjak jang
sedang kita bitjarakan. Kelandjutan pemandangan umum ini bukan nanti malam tetapi
besok pagi, dimana akan berbitjara Saudara-saudara Oey Hay Djoen, Princen, Mr
Soeprapto, Muh. Sardjan, Mardjohan, Piry, Sudojo dan Dr Sahar.
Selain dari pada itu. tadi kita telah menunggu hasil permusjawaratan Panitia
Permusjawaratan dan sekarang sudah ada ketentuannja. Saudara-saudara, ternjata bahwa
soal rantjangan Undang-undang tentang anti korupsi ditunda sampai sesudah reces.
Adapun atjara kita untuk besok ialah melandjutkan pembitjaraan sekarang. Saja batjakan
sadja susunan atjara selandjutnja:
Hari Selasa pagi:
a. melandjutkan atjara pemandangan umum babak pertama mengenai rantjangan
Undang-undang tentang minjak;
278
Rapat 64.
b, laporan sementara Panitia Angket Penanaman Modal Asing. malamnja
melandjutkan atjara pagi hari.
Kemudian pada hari Rabu tanggal 10 pagi, membitjarakan keterangan Pemerintah
tentang ketjelakaan kereta api jang diutjapkan tadi pagi dan malamnja dilandjutkan
dengan pembitjaraan tentang rantjangan Undang-undang pengeluaran pindjaman
obligasi; taraf pembitjaraannja: djawaban Pemerintah babak kedua. Maka terserahlah
kepada Saudara - saudara nanti apakah pada malam itu akan dilandjutkan dengan
pembitjaraan itu atau baru djawaban Pemerintah sadja dahulu.
Kemudian hari Djum'at pagi melandjutkan atjara tanggal 10 jaitu atjara hari Rabu,
mengenai keterangan Pemerintah tentang ketjelakaan kereta api, kalau belum selesai,
atau mengenai djawaban Pemerintah tentang pengeluaran pindjaman obligasi, kalau
perlu masih bisa dilandjutkan. Malamnja melandjutkan atjara pagi hari.
(I G . G . S u b a m i a : Saudara Ketua, pada hari Djum'at itu kalau tidak salah
telah dimasukkan dalam atjara keterangah Pemerintah mengenai Peraturan Peperpu dan
situasi sekarang.)
Djum'at malam, keterangan Pemerintah tentang peraturan Peperpu.
Betul Saudara-saudara?
(R a p a t : Betul.)
Baiklah, kita masukkan atjara itu untuk hari Djum'at malam Sekarang saja bertanja,
dapatkah Saudara-saudara menjetudjui susunan atjara ini seluruhnja?
(R a p a t : Setudju.)
Saudara-saudara, dengan ini rapat saja tutup.
Nanti malam tidak ada rapat dan landjutan pemandangan umum mengenai
rantjangan Undang-undang Minjak ini kita teruskan besok.
Rapat ditutup pada djam 13.00.
279
280
Salinan.
R E P U B L I K I N D O N E S I A
K E M E N T E R I A N K E U A N G A N
Diterima tgl : 10-6-1959
Agno. : 8405
-----------------------------
KEPADA
YTH. KETUA DEWAN PERWAKILAN RAKJAT
REPUBLIK INDONESIA
DI
D J A K A R T A.-
NR. 70644/BSD/VI/59 TANGGAL 10-6-‘59 LAMPIRAN: 450-
PERIHAL : Perubahan rantjangan Undang-undang tentang
pengeluaran pindjaman obligasi tahun 1959.-
---------------------------------------------------------
AMAT SEGERA.-
Dengan menundjuk kepada surat kami tanggal 23 Mei 1959 No.
65659/BSD/VI tentang rantjangan Undang-undang tentang
pengeluaran pindjaman Obligasi tahun 1959, bersama ini disampaikan
dengan hormat 450 eksemplar rantjangan Undang-undang tentang
pengeluaran pindjaman obligasi tsb. teks baru untuk dipergunakan
seperlunja.-
MENTERI KEUANGAN
ttd
Mr. Soetikno Slamet
Tembusan dikirimkan kepada :
1. Bagian Moneter I
2. Pada Kem. Keuangan.-
281
Rantjangan
UNDANG-UNDANG No. ………….. TAHUN 1959
Tentang
PENGELUARAN PINDJAMAN OBLIGASI TAHUN 1959
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Menimbang: a) bahwa untuk pembeajaan pembangunan sebaiknja digali segala alat
keuangan jang ada, dengan tidak semata-mata menggantungkan diri pada
bantuan2 dari luar negeri.
b) bahwa pindjaman dari luar negeri merupakan alat jang lazim
dipergunakan untuk memperoleh alat keuangan jang belum tergali itu,
sehingga dipandang perlu untuk mengeluarkan suatu pindjaman obligasi.
c) bahwa hasil dari pindjaman obligasi itu seharusnja digunakan untuk
usaha-2 pembangunan.
d) bahwa dipandang perlu pula untuk memberi daja penarik bagi para
peserta dalam pindjaman obligasi itu.
Mengingat pasal 89, 111 dan 118 Undang Undang Dasar Sementara Republik Indonesia;
Dengan persetudjuan Dewan Perwakilan Rakjat;
M E M U T U S K A N :
Menetapkan:
Undang-undang tentang pengeluaran pindjaman obligasi berhadiah
tahun 1959.
Pasal 1.
(1). Menteri Keuangan diberi kuasa untuk mengeluarkan pindjaman atas beban
Negara setinggi-tingginja dua ribu djuta rupiah dengan mengeluarkan lembaran-
lembaran surat obligasi atas undjuk .
Pindjaman obligasi tersebut dikeluarkan setjara berangsur-angsur setiap kali dalam
djumlah dan menurut tjara2 serta waktu jang akan ditetapkan oleh Menteri
Keuangan.
(2). Hasil yang diperoleh dari pengeluaran pindjaman obligasi tersebut dalam ajat (1)
digunakan, untuk membeajai usaha2 pembangunan baik dari Pusat maupun dari
Daerah 2 jang pelaksanaannja dilakukan melalui Anggaran Belandja.
Pasal 2.
282
-2-
Pasal 2.
(1). Surat2 obligasi sebagaimana dimaksudkan dalam pasal 1 ajat 1 berbunga enam
perseratus dalam satu tahun dan dibajar atas kupon tahunan pada waktu2 jang akan
ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
(2). Kupon2 tahunan jang diminta pembajarannja mendjadi kadaluwarsa setelah
lewat lima tahun sesusah tanggal djatuhnja kupon tersebut.
(3). Kupon2 data ditukar dengan uang pada semua kantor2 Bank Indonesia dan
badan2 lain di Indonesia jang akan ditundjuk oleh Menteri Keuangan menurut
tjara2 jang akan ditentukan lebih landjut olehnja.
Pasal 7.
(1). Penjertaan pertama dalam pindjaman obligasi ini dikarenakan padjak obligasi
sebesar sepuluh perseratus dari nilai nominal.
(2). Djika penjertaan pertama dalam pindjaman obligasi ini menjebabkan
diketahuinja keterangan2 jang memberi kepastian, bahwa berdasarkan “Ordonansi
Padjak Pendaftara 1944” (Stbl. 1944 No. 17) “Ordonansi Padjak Kekajaan 1932”
(Stbl. 1932 No. 405) dan “Ordonansi Padjak Perseroan 1925” (Stbl. 1925 No.
319), sesuatu padjak berkenaan dengan penjertaan pertama itu tidak dikenakan
ataupun dikenakan terlampau rendah, dikurangkan atau dihapuskan, maka
keterangan-keterangan itu, mengenai masa-masa pengenaan padjak sebelumnja,
tidak dapat digunakan untuk menetapkan padjak jang masih sementara, atau untuk
menindjai kembali ketetapan atau untuk mengenakan padjak bila mula-mula telah
diberikan pembebasan padjak, atau untuk mengenakan tagihan tambahan atau
susulan.
(3). Padjak obligasi dikembalikan, djikalau peserta pertama dapat mejakinkan kepala
djawatan padjak, bahwa penjertaan pertama itu telah masuk dalam kekajaan jang
setjara teratur telah diberitahukan kepada Djawatan Padjak untuk keperluan
penghitungan padjak pendapatan, padjak kekajaan dan padjak perseroan.
Dalam hal ini maka ajat 2 tidak berlaku.
(4). Hadiah-hadiah jang diberikan pada waktu pelunasan dibebaskan dari padjak
pendapatan dan padjak perseroan.
(5). Hadiah-hadiah jang diberikan pada waktu pelunasan dibebaskan dari padjak
undian, berdasarkan pasal 2 sub a Undang-undang No. 2 tahun 1954 (Lembaran
Negara No. 75 tahun 1954).
Pasal 8.
283
-3-
Pasal 8.
Segala surat-surat pendaftaran, kuitansi-kuitansi, pemastian2 perdjanjian2 dan
lain2 jang dibuat untuk mendjalankan Undang-2 ini bebas dari bea materai.
Pasal 9.
Untuk surat-surat obligasi dan kupon-2 jang hilang atau musnah dapat diberi
gantinja menurut peraturan2 jang akan ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
Pasal 10.
Pada bank2 dan badan2 lain jang ditundjuk oleh Menteri Keuangan jang turut
membantu melaksanakan pindjaman obligasi ini dapat diberi provisi menurut peraturan2
jang akan ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
Pasal 11
Hal2 jang belum diatur guna pelaksanaan Undang2 ini ditetapkan oleh Menteri
Keuangan.
284
Pendjelasan Umum
Pengeluaran obligasi dapat dilihat terlepas dari keadaan moneter pada suatu
waktu, dan harus dilihat dalam rangka usaha Pemerintah untuk menggunakan segala alat
keuangan jang ada. Seperti umum mengetahuinja alat penggalian jang terkenal ialah
djawatan2 fiskal jang hingga kini menggali sebagian besar dari alat2 keuangan jang ada.
Jang mungkun belum dipandang sebagai sesuatu jang lazim dinegara kita, akan tetapi
dinegara manapun merupakan alat keuangan ialah pindjaman obligasi didalam negeri.
Dilihat dari sudut pendapatan nasional suatu pindjaman demikian hanja merupakan
transfer sadja dari milik (kekajaan) dari rakjat kepada Pemerintah dan tidak merubah
djumlah kekajaan maupun pendapatan nasional jang ada. Djuga pada waktu pembajaran
kembali maka djumlah kekajaan maupun pendapatan nasional tidak mengalami
perubahan. Demikian ini sekadar dikemukakan untuk membedakannja dari pindjaman
luar negeri jang berlainan sifatnja.
Dilihat dari sudut pembentukan modal nasional, pindjaman obligasi dalam negeri
adalah suatu hal jang perlu diadakan. Chususnja dalam keadaan keuangan dan moneter
seperti pada waktu sekarang, maka tidak dapat dibenarkan djika Pemerintah dan Negara
tidak menggunakan segalat alat jang lazim digunakan. Kita tidak selalu dapat
menjandarkan diri atas bantuan luar negeri sadja jang pada achirnya akan menanjakan
mengapa kita tidak mempergunakan alat keuangan ini.
Hasil dari pindjaman obligasi ini chusus akan dipergunakan untuk membeajai
usaha2 pembangunan baik dari Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah jang
pelaksanaannja akan dilakukan melalui Anggaran Belandja. Kepada pindjaman obligasi
jang akan dikeluarkan ini diberi segala sifat penarik jang dapat mengharapkan
berhasilnja pindjaman ini.
Surat-surat obligasi akan dikeluarkan atas undjuk, sehingga dengan mudah dapat
diperdagangkan di Bursa. Bunga ditetapkan 6%, jang dapat dikatakan tjukup tinggi dan
menarik. Diatas bunga jang tetap itu pada setiap pelunasan untuk semua surat obligasi
jang terundi diberi hadiah. Untuk hadiah ini setiap tahun pelunasan disediakan
sedjumlah ½% dari djumlah nominal obligasi jang terdjual.
Bagi….
285
Pasal demi pasal
Pasal 1.
Surat obligasi dikeluarkan atas undjuk, sehingga obligasi ini mudah dapat
diperdagangkan di Bursa. Surat obligasi akan didjual kepada chalajat ramai melalui
bank2 dan badan2 lain jang ditundjuk oleh Menteri Keuangan dengan tjara jang
semudah-mudahnja.
Penggunaan dari hasil jang diperoleh dari pendjualan obligasi ini tegas dinjatakan untuk
membeajai usaha2 pembangunan projek2 baik dari Pusat maupun dari Daerah dan
semua disalurkan melalui Anggaran Belandja.
Pasal 2.
Tidak memerlukan pendjelasan.
Pasal 3.
Tjara pelunasan dengan pembelian di Bursa seperti dilakukan dengan Pindjaman R.I.
tahun 2950 pada umumnja bukanlah merupakan tjara jang lazim dipakai. Tjara
pelunasan jang dimaksud dalam pasal 3 ini lebih lazim dan lebih menarik mengingat
dasar sukarela dari pindjaman ini.
Pasal 4.
Untuk memudahkan tata-usaha hanja akan dikeluarkan lembaran2 surat pindjaman
sebesar Rp. 5000.-
Pasal 5.
Pendaftaran oleh Dewan Pengawas Keuangan adalah suatu kelaziman dan dimaksudkan
untuk mendjaga agar tidak terdjadi hal2 jang tidak diingini, seperti fraude, pemalsuan,
dsb.
Pasal 6.
Tidak perlu pendjelasan.
Pasal 7.
Tjuukup didjelaskan dalam Pendjelasan Umum.
Pasal 8 s/d 12.
Tidak memerlukan pendjelasan
-----.-----
286
Salinan.
DEWAN PERWAKILAN RAKJAT Dikirim tgl: 10-6-59
REPUBLIK INDONESIA Reg.No.: 2566
------ S U R A T P E N G A N T A R
No. 8405/DPR-RI/59
K e p a d a
Para Anggota
D.P.R. – R.I.
di Djakarta.-
Disampaikan dengan hormat,
No. Banjaknja Djenisnja Keterangan
1. 272. exp
Rantjangan Undang undang No… tahun
1959 tentang Pengeluaran Pindjaman
Obligasi berhadiah tahun 1959.-
Dibagikan di sidang
tanggal 10/6/1959
(Malam)
Djakarta, 10 Djuni 1959.
Sekretariat
DEWAN PERWAKILAN RAKJAT
REPUBLIK INDONESIA
Kepala Urusan Arsip/Ekspedisi
ttd
(A Boellaard v. T.)
287
Koreksi dari jang bersangkutan supaja disam- paikan kepada Ur. Risalah D.P.R. dalam waktu 2 X 24 djam
DEWAN PERWAKILAN RAKJAT
RISALAH SEMENTARA
(Belum dikoreksi)
R A P A T 67.
Sidang II.
Hari Rabu, 10 Djuni 1959.
(Djam panggilan : 19.30).
Usul angket tentang ketjelakaan-ketjelakaan kereta. api (Sid. 1959, P. 421) -
Rantjangan Undang-undang tentang pengeluaran pindjaman obligasi tahun 1959 Sid.
1959, P. 418).
Ketua: H. Zainal Abidin Ahmad.
Sekertaris: Mr Djoko Sumarjono.
Jang hadir 144 anggota:
H. Hasan Basri, Ismail Napu, F. C. Palaunsoeka, Anwar Harjono, H. Zainal Abidin
Ahmad, Dr Natiar Hulman Lumbantobing, Rh. Koesnan, T. S. Mardjohan, H. Zainul
Arifin, Wijono Soerjokoesoemo, Ismangoen Poedjowidagdho, H. A. Chamid Widjaja,
Peris Pardede, R. H. Soetarto Hadisoedibyo, Siauw Giok Tjhan, I. J. Kasimo, Nj.
Moedikdio, Saifuddin Zuhri, Rasjid Sutan Radja Emas, S. Martosoewito,
Djokosoedjono, Ajip Muchamad Dzukhri, Asmadi Tirtooetomo, Singgih Tirtosoediro,
Sukatno, I B. P. Manuaba, Tj. Oey Hay Djoen, Nj, Lastari Soetrasno, Mr Soebagio
Reksodipoero, Ir Thaher Thajeb, M. H. Loekman, Soepeno Hadisiswojo, Nj. Suharti
Suwarto, Usman Muftiwidjaja, Eddie Abdurrahman Martalogawa, Sudjarwo
Haryowisastro, O. Suriapranata, Abdullah Gathmyr, Muh. Sardjan, Mr Sudjono
Hardjosudiro, Anwar Tjokroaminoto, Soedarsono, Husein Kartasasmita, Imam
Soetardjo, Nj. Oemi Sardjono, Asraruddin, Hutomo Supardan, Hartojo Prawirosudarmo,
Soetomo alias Bung Tomo, Moersid Idris, M. Caley, S. D. Bili, Suhardjo, Maniudin
288
Rapat 67.
Brodjotruno, Abdul Aziz Dijar, Sudjito, Soejoso Abdul Wachid, K. H. . Misbach, H.
Moedawari, Achmad Sjaichu, Semanhadi Sastrowidjojo, Rd. Soeprapto, Soepardi,
Soewono, Zainal Arifin Tanamas, R. T. A. Moh. Ali Pratamingkoesoemo, Dr Ambio,
Wasis, Imam Soepami Handokowidjojo, R. Poeger, Nj. Hadinijah Hadi, Abdul Rasjid
Faqih, K. H. Muh. Saifuddin, H. Moeh. Akib, M. Sondakh, M. Siregar, Sahar gelar
Sutan Besar, Dr Moh. Isa, Nungtjik A. R., Djadil Abdullah, Ma'rifat Mardjani, Saalah
Jusuf Sutan Mangkuto, Dr Sjech H. Djalaluddin, V. B. Saka, I Made Sugitha, I G. G.
Subamia, Kiagus Alwi, Anuarbek, L. Kape, Abdulmutalib Daeng Talu, Chr. J. Mooy,
Djumhur Hakim, Rd. Emong Wiratma Astapradja, Osa Maliki, M. Ardiwinangun,
Muhammad Ahmad, R. Ido Gamida, Asmuni, Uwes Abubakar, Doedi Soemawidjaja, R.
Gatot Mangkupradja, E. Z. Muttaqien, Muh. Fadil Dasuki, R. T. Djaja Rachmat, S. M.
Thaher, Soelaeman Widjojosoebroto, Rd. Moh. Basah, Mr R. Memet Tanumidjaja,
Pandoe Kartawigoena, Nj. S. Marijamah Djoenaidie, Nj. Sundari Abdulrachman, Kasim,
H. S. Moeslich, Nj. Sunarjo Mangunpuspito, R. W. Probosuprodjo, S. Danoesoegito,
Soetjipto, Soekamsi Djojoadiprodjo, Josotaruno Ichsan Noer, Soetoko Djojosoebroto, H.
Anwar Musaddad, Rs. Wirjosepoetro, R. G. Doeriat, Soesilo Prawirosoesanto,
Notosoekardjo, Mr Moh. Dalijono, Balja Umar H. Achmad, H. Zain Alhabsji, Moh.
Anwar Zain, Nj. Asmah Sjachrunie, Ahmad Dara Sjahruddin, Subadio Sastrosatomo,
Soedrasman, Z. Imban, Jahja Siregar, K. H. Abdul Djalil, Mr Imron Rosjadi, Soemardi
Jatmosoemarto, Silas Papare, Tan Kiem Liong, Oei Tjeng Hien, E. F. Wens, Drs J. L.
W. R. Rhemrev, Lie Po Yoe.
Wakil Pemerintah: 1. Mr Soetikno Slamet, Menteri Keuangan;
2. Mr Sukardan, Menteri Perhubungan.
Ketua: Saudara-saudara, rapat saja buka.
Rapat ini adalah landjutan rapat tadi siang dan atjaranja ialah:
I. Usul angket tentang ketjelakaan-ketjelakaan kereta api (P. 421).
II. Rantjangan Undang-undang pengeluaran pindjaman obligasi tahun 1959 (Sid.
1959, P. 418).
Oleh karena surat-surat masuk tidak ada, maka marilah kita langsung memasuki
atjara.
Atjara pertama, ialah pendjelasan para pengusul Panitia Angket tentang ketjelakaan-
ketjelakaan kereta api (Sid. 1959, P. 421).
Saja persilakan kepada pengusul pertama untuk mendjelaskan usulnja, jaitu Saudara
Muh. Fadil Dasuki.
289
Rapat 67.
Muh. Fadil Dasuki: Assalamu'alaikum warahmatuIlahi wabarakatuh,
Saudara Ketua, usul pembentukan Panitia Angket untuk menjelidiki ketjelakaan-
ketjelakaan kereta api sangat simpel sekaIi, usul itu sudah djelas dari konsideransnja dan
kami rasa tidak perlu diberi keterangan pandjang-pandjang lagi.
Kami tidak mempunjai maksud jang samar-samar. Dalam pemandangan umum tadi
pagi mengenai ketjelakaan didekat Trowek itu, pada umumnja para anggota
menghendaki pendjelasan-pendjelasan jang lebih luas, jang lebih banjak dari pada
keterangan Pemerintah dan dikehendaki pula agar rasa aman dan rasa senang terhadap
kereta api itu pulih kembali. Untuk memenuhi hasrat itu, diperlukan bahan-bahan jang
tjukup, misalnja bagaimana organisasi Djawatan Kereta Api, sampai dimana persediaan
alat-alat, bagaimana kesanggupan para pegawai dan sebagainja. Sebab dari rentetan
ketjelakaan-ketjelakaan itu buat kami masih kurang djelas kalau sekedar mendengar dari
koran-koran dan kabar-kabar dari beberapa orang sadja jang ada kalanja bersimpang-
siur. Seperti ketjelakaan diantara Bendul dan Tjiganea ada jang mengatakan, ini dari
pegawai Djawatan Kereta Api sendiri - bahwa sebabnja itu terlalu tjepatnja masinis
mendjalankan kereta pada satu tikungan; ada jang mengatakan formasinja technisch niet
verantwoord sebagaimana kami tadi uraikan, jaitu dengan adanja gerbong kosong
ditengah-tengah formasi itu. Ada jang menjalahkan pada alat-alat jang sudah tua-tua.
Bagaimana tjara kami dapat memberikan saran-saran kepada Pemerintah, kalau buat
kami sendiri masih samar-samar sebab-musabab semua ketjelakaan-ketjelakaan itu.
Betul sekarangpun kami senantiasa dapat berhubungan dengan Saudara Menteri
Perhubungan atau para pemimpin Djawatan Kereta Api. Kami bukan tidak pertjaja
kepada Saudara Menteri Perhubungan, beliau itu orang baik-baik sekali, akan tetapi
kami hendak mempeladjari lebih serieus, merasa kurang tjukup dengan keterangan
dalam Parlemen sadja, sedapat mungkin kami inginkan keterangan tot de details toe.
Dengan adanja Panitia Angket jang mempunjai fungsi lebih dari pada perseorangan
anggota Parlemen, kami rasa akan lebih luas bekerdja djika bertindak atas nama Panitia
Angket. Kami tidak akan mentjari siapa jang salah, akan tetapi sekedar mentjari
gegevens jang lengkap, men-check keterangan-keterangan jang diterima dan dengan
gegevens itu mudah-mudahan sadja timbul ilham kepada kami untuk kami dapat
membantu kelantjaran djalannja kereta api.
Hanja sekian pendjelasan kami terhadap usul angket tentang ketjelakaan-ketjelakaan
kereta api ini. Hal-hal lain menurut pendapat kami sudah djelas diuraikan oleh masing-
masing anggota tadi pagi.
Ketua: Supaja resmi, harap supaja dibatjakan sekali lagi usulnja.
290
Rapat 67.
Muh. Fadil Dasuki: Saja batjakan sekali lagi usul kami itu:
"Mengingat, bahwa sudah sering sekali terdjadi ketjelakaan kereta api jang
menjebabkan banjak menimbulkan korban djiwa manusia materieel dan mengurangi
kepertjajaan chalajak ramai terhadap Djawatan Kereta Api, seperti jang terachir ini
kedjadian didekat Trowek jang sangat menjedihkan, maka bersama ini kami
mengusulkan supaja Parlemen membentuk satu Panitia Angket untuk menjelidiki sebab-
musabab ketjelakaan-ketjelakaan itu selengkap-lengkapnja dan dengan demikian dapat
membantu tertjapainja keamanan perdjalanan kereta api.
Djakarta, 10 Djuni 1959.
Pengusul:
1. Muh. Fadil Dasuki
2. Asraruddin
3. Ido Garnida
4. Imron Rosjadi
5. Chris. J. Mooy
6. Rasjid Sutan Radja Emas
7. Suhardjo
8. L. Kape
9. Sastra
10. Singgih Tirtosoediro
11. D. Hage
12. Soepardi
13. T. S. Mardjohan
14. Moh. Basah".
Sekian.
Ketua: Sekian, Saudara-saudara usul jang diadjukan oleh 14 orang anggota, jang
meminta supaja diadakan angket terhadap ketjelakaan kereta api itu.
Mengenai soal angket ini kita terikat kepada dua peraturan, pertama kepada Undang-
undang No. 6 tahun 1954 tentang penetapan hak angket Dewan Perwakilan Rakjat dan
kedua Peraturan Tata-tertib kita.
Didalam Undang-undang No. 6 pasal 1 ajat 1 ada disebutkan bahwa usul untuk
mengadakan angket diadjukan dengan tertulis oleh sekurang-kurangnja 10 orang
anggota Dewan Perwakilan Rakjat.
291
Rapat 67.
Sekarang ini maksud dari pasal 1 ajat 1 tersebut telah terpenuhi, oleh karena
penanda-tangan dari pengusul ini djumlahnja sampai 14 orang. Tetapi lain dari pada itu
kita harus menempuh lima hal lagi sebelum kita mengambil keputusan mengenai suatu
usul angket, ialah:
Pertama, menurut Tata-tertib kita pasal 108 ajat 1 dan 2 ditetapkan bahwa usul
angket dan pendjelasannja harus diperbanjak untuk dibagikan kepada para anggota dan
kepada semua Menteri.
Mengenal hal jang sekarang ini, Saudara-saudara, usul itu sudah disampaikan .
kepada para anggota, tetapi kepada Menteri-menteri belum dapat kita sampaikan.
Kedua, sesudah usul itu disampaikan kepada Dewan Perwakilan Rakjat, maka usul
tersebut dibitjarakan dalam Seksi-seksi atau dalam Seksi jang bersangkutan dengan
memuat rumusan jang teliti, jaitu menurut Undang-undang No. 6 tahun 1954 pasal 1 ajat
2, jang bunjinja-sebagai berikut:
"Keputusan untuk mengadakan angket diambil dalam rapat terbuka Dewan
Perwakilan Rakjat jang diadakan sesudah usul itu dibitjarakan dalam Seksi atau Seksi-
seksi jang bersangkutan, dan keputusan itu memuat rumusan jang teliti tentang hal jang
akan diselidiki" .
Maka didalam hal ini sudah kami tjoba mentjari hubungan persoalan ini dengan
Seksi-seksi, dan tentunja jang terpenting ialah Seksi B jang mengurus persoalan
perhubungan dan pekerdjaan umum. Tetapi djuga didalam hal ini Seksi F mempunjai
kepentingan, jaitu jang mengenai persoalan kepegawaian, sosial dan perburuhan; dan
mungkin djuga Seksi H: kehakiman, keamanan dalam negeri; begitu djuga Seksi G:
dalam negeri; Seksi 1: pertahanan dan Seksi E jang mengenai kesehatan.
Oleh karena itu maka kepada Seksi-seksi jang bersangkutan kami persilakan untuk
membitjarakan didalam Seksi mereka masing-masing, hingga kita dapat memperoleh
suatu rumusan jang teliti seperti jang dimaksud oleh Undang-undang tadi.
Selandjutnja kalau dianggap perlu, nanti bisa diadakan suatu rapat Gabungan Seksi-
seksi jang bersangkutan untuk mendapatkan suatu rumusan jang baik, dan untuk itu kita
sudah mempunjai dua tjontoh, jaitu pertama Panitia Angket tentang soal devisen jang
diketuai oleh Saudara Margono, dan kedua Panitia Angket tentang modal asing jang
diketuai oleh Saudara Imron Rosjadi.
Dan baiklah djangan dilupakan sebagaimana terdjadi dengan Panitia Angket tentang
modal asing mengenai lamanja waktu atau batas waktu. Hendaknja Seksi-seksi
memperhatikan pula Tata-tertib pasal-pasal 32 sampai 45, bagaimana rumusan jang teliti
itu dapat kita hasilkan.
292
Rapat 67.
Jang ketiga, Saudara-saudara, ialah sesudah usul itu dibitjarakan didalam Seksi-
seksi. Panitia Permusjawaratan masih mempunjai wewenang untuk menjerahkan
persoalan ini, kalau dianggap perlu, kepada Seksi jang tertentu, atau membentuk satu
panitia chusus.
Ini menurut bunji Tata-tertib pasal 110 ajat (1) dan (2). Sesudah itu, barulah dibawa
kedalam rapat pleno terbuka untuk mendapatkan satu putusan menurut Undang-undang
No. 6 tahun 1954 pasal 1 ajat (2).
Kalau keputusan itu sudah diperoleh dan Panitia Angket sudah diputuskan, maka
putusan itu harus diumumkan dengan resmi dalam Berita-Negara beserta nama-nama
para anggota dan kalau ada tambahan hal ini ditentukan menurut Undang-undang No, 6
tahun 1954 pasal 2 ajat (1), (2) dan (3).
Sekarang ini baru kita dengan resmi menerima usul angket ini dan dengan peresmian
ini maka kami persilakan kepada Seksi Perhubungan atau Seksi-seksi selainnja jang
bersangkutan untuk membitjarakannja dalam Seksinja masing-masing dan terus
membuat perumusan jang teliti seperti bunji Undang-undang jang saja batjakan tadi.
Dengan demikian, selesailah sudah persoalan tentang Panitia Angket ini dan pada
hari ini Parlemen dengan resmi sudah menerima usul angket ini.
(A s r a r u d d i n : Saja minta berbitjara, Saudara Ketua.)
Saja persilakan Saudara Asraruddin untuk mengadjukan pendapatnja.
Asraruddin: Saudara Ketua, saja dapat mengikuti apa jang diadjukan oleh Saudara
Ketua, mengenai Tata-tertib dan Undang-undang No. 6 tahun 1954 itu.
Saudara Ketua, oleh karena besok hari Kamis, dimana semua Seksi-seksi akan
bersidang, maka kami dengan perantaraan Saudara Ketua menjarankan agar supaja
bukan sadja Seksi D jang akan mcmbitjarakan soal angket ini, tetapi djuga Seksi¬seksi
lainnja supaja besok ikut berusaha membitjarakan soal angket ini, sehingga dalam waktu
jang singkat kita dapat menjelesaikannja dengan setjara resmi.
Sekian.
Ketua: Baiklah, Saudara-saudara, andjuran dan saran Saudara Asraruddin itu akan
saja sampaikan kepada Seksi-seksi jang bersangkutan jang menurut pendapat kami jaitu
Seksi D (Pekerdjaan Umum dan Tenaga dan Perhubungan).
Seksi F (Perburuhan, Urusan Pegawai, Sosial), Seksi G (Dalam Negeri, Penerangan),
Seksi H (Kehakiman dan Keamanan Dalam Negeri), Seksi I (Pertahanan) dan Seksi E
(mengenai soal kesehatan), supaja turut djuga membitjarakan persoalan angket ini.
293
Rapat 67.
Terserahlah kepada Saudara-saudara, Seksi-seksi jang lain jang dianggap perlu dapat
mempergunakan kesempatan ini dan kalau bisa langsung membitjarakan rumusannja.
Djika sudah bulat, mungkin hal ini dapat dibitjarakan pada hari Djum'at didalam
rapat pleno, tetapi saja rasa hal itu tidak mungkin, berhubung dengan sempitnja waktu.
Dengan ini, maka selesailah mengenai usul angket ini.
Dapat dianggap selesai, Saudara-saudara?
(R a p a t : Setudju.)
Saudara-saudara, sekarang kita memasuki atjara jang kedua, jaitu mengenai
rantjangan Undang-undang tentang pengeluaran pindjaman obligasl-tahun 1959
(Sid. 1959, P. 418).
Taraf pembitjaraan mengenai atjara ini, ialah djawaban Pemerintah atas
pemandangan umum babak kedua dari para anggota.
Sekarang marilah saja persilakan Saudara Menteri Keuangan untuk memberikan
djawabannja.
Mr Soetikno Slamet, Menteri Keuangan: Saudara Ketua jang terhormat, sebagai
djawaban atas pemandangan umum babak kedua mengenai rantjangan Undang-undang
tentang Pengeluaran Obligasi berhadiah tahun 1959 Pemerintah ingin mengemukakan
sebagai berikut:
Setelah Pemerintah dua kali mengadakan pertemuan informil dengan para
pembitjara jang terhormat dalam pemandangan umum babak kedua maka Pemerintah
telah menjampaikan kepada Dewan Perwakilan Rakjat jang terhormat teks baru dari
rantjangan Undang-undang tersebut dengan perubahan/tambahan seperti menurut paham
Pemerintah telah disetudjui dalam pertemuan-pertemuan informil itu. Dengan demikian
Pemerintah mengharapkan bahwa setelah sebagian keinginan para pembitjara-
pembitjara jang terhormat dimasukkan dalam teks baru rantjangan Undang-undang
tersebut, pembitjaraan tentang dan nasib dari rantjangan Undang-undang itu akan da/pat
diselesaikan dalam minggu ini djuga.
Pemerintah bersedia berdasarkan keberatan-keberatan psychologis dari beberapa
anggota jang terhormat mengenai "generaal pardon" jang hendak diberikan kepada
peserta pertama dalam pindjaman obligasi ini untuk menarik kembali ajat-ajat 2, 3 dan 6
dari pasal 6 (teks lama dan menggantinja dengan pasal 7 (teks baru). Pemerintah tidak
lagi mempergunakan generaal pardon atau ampunan umum dalam suatu padjak atas
penjertaan pertama, jang mungut suatu padjak atas penjertaan pertama, jang
dimaksudkan sebagai suatu pemberian uang pembasuh kalau ada hal-hal jang perlu
294
Rapat 67.
dibersihkan. Karena itu maka dalam pasal 7 baru dimuat pula petundjuk bagi Djawatan
Padjak untuk tidak menggunakan penjertaan pertama sebagai bukti untuk mengenakan
atau menambah padjak. Dalam hal peserta pertama dapat membuktikan bahwa tentang
uang penjertaan tidak ada sesuatu jang perlu disampaikan, maka padjak obligasi
dikembalikan.
Pemerintahpun menjadari penting adanja ketegasan tentang penggunaan dari hasil-
hasil jang diperoleh dari pindjaman obligasi seperti dikemukakan pula oleh beberapa
anggota jang terhormat. Maka dari itu Pemerintah tidak keberatan untuk menjisipkan
suatu pasal tambahan jang mengatur hal tersebut. Tentunja dalam Undang-undang ini
tidak dapat ditjaneumkan projek-projek apa sadja jang harus dibiajai dari hasil obligasi
ini, akan tetapi akan diatur sedemikian rupa bahwa dapat terlihat dalam anggaran
belandja jang disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakjat pula. Perlu ditegaskan disini
bahwa tidak hanja projek-projek Pusat jang akan dibiajai tapi pula projek-projek daerah.
Berhubung dengan diiadakannja perubahan-perubahan dalam rantjangan Undang-
undang ini, maka considerans dan pendjelasannja mengalami pula perubahan-perubahan.
Ini semua dapat Saudara jang terhormat batja dalam teks baru jang telah disampaikan
kepada anggota-anggota jang terhormat.
Selandjutnja Pemerintah hendak mendjawab satu persatu anggota-anggota jang
terhormat pembitjara dalam pemandangan umum babak kedua sepandjang belum
didjawab dalam djawaban umum jang baru sadja dibatjakan oleh Pemerintah.
Dari pembitjaraan dalam babak kedua Pemerintah memperoleh kesan bahwa para
pembitjara jang terhormat umumnja tidak menentang pengeluaran pindjaman obligasi an
sich, walaupun beberapa anggota jang terhormat, jaitu jang terhormat Saudara Soeprapto
dan Doeriat, menjarankan untuk menunda sadja pengeluaran obligasi itu; hal mana oleh
Pemerintah dipandang kurang tepat, karena alasan-alasan seperti dikemukakan dalam
djawaban Pemerintah atas pemandangan umum babak pertama.
Keberatan-keberatan psychologis terdapat terhadap ampunan umum, jang telah
diadjukan oleh kebanjakan pembitjara jang terhormat menurut Pemerintah telah
ditampung dengan djalan tengah seperti diusulkan oleh Pemerintah dalam teks baru dari
rantjangan Undang-undang tersebut. Djuga mengenai ketegasan tentang penggunaan
hasil obligasi seperti diadjukan oleh anggota-anggota jang terhormat Saudara-saudara
Moenadir, Tanamas dan Hutomo Supardan telah ditampung oleh teks baru dari
rantjangan Undang-undang tersebut.
Anggota jang terhormat Saudara Soeprapto mempunjai keberatan bahwa
penjelenggaraan pengeluaran obligasi ini dilakukan oleh Menteri Keuangan dan tidak
dengan Peraturan Pemerintah.
295
Rapat 67.
Hal ini sebenarnja merupakan kelaziman dalam pengeluaran hutang-hutang negara,
bahwa Menteri Keuangan dikuasakan untuk mengeluarkan dan menandatangani surat-
surat hutang negara, hingga tidak perlu mengikut-sertakan seluruh Pemerintah dengan
Kepala Negara dalam pelaksanaan surat-surat hutang demikian. Djuga pokok-pokok
ketentuan telah termuat dalam Undang-undang, sedang tjara dan waktu pengeluaran
merupakan peraturan pelaksanaan dan pelaksanaannja kiranja dapat diserahkan kepada
Menteri Keuangan.
Anggota jang terhormat Saudara Asraruddin skeptis tentang berhasilnja pindjaman
obligasi mengingat pengalaman-pengalaman dengan obligasi-obligasi Bank Industri
Negara jang lalu. Pemerintah berpendapat bahwa dengan daja-daja penarik jang akan
diberikan kepada para peserta obligasi ini, ditambah dengan penerangan jang luas, insja
Allah pindjaman sekarang ini akan berhasil.
Keberatan-keberatan jang diadjukannja mengenai generaal pardon menurut
Pemerintah telah ditampung dengan adanja teks baru dari rantjangan Undang-undang
itu. Mengenai rahasia bank, Pemerintah mengemukakan bahwa sebenarnja tergantung
pada kepertjajaan orang terhadap per-bank-an apa ia mau menjimpan uangnja dibank
atau tidak.
Rahasia bank merupakan alat tambahan bahwa uangnja terdjamin dari pemeriksaan
fihak-fihak jang bersangkutan.
Mendjawab anggota jang terhormat Saudara Doeriat, Pemerintah mengemukakan
disini bahwa seperti telah dinjatakan dalam djawaban Pemerintah atas pemandangan
umum babak pertama, pengeluaran obligasi ini adalah dalam rangka penggalian segala
alat keuangan jang ada, dan bahwa pada hakekatnja pengeluaran obligasi ini agak
terlambat didjalankan.
Mengenai lapangan untuk bekerdjanja black-money, Pemerintah mengemukakan
disini, bahwa lapangan ini terus-menerus dipersempit oleh Pemerintah.
Pemerintah mengutjapkan banjak terima kasih kepada anggota jang terhormat
Saudara Moenadir jang mempunjai pengertian terhadap usaha Pemerintah mengeluarkan
obligasi ini. Sjarat-sjarat jang dikemukakan oleh anggota jang terhormat tersebut agar
obligasi dapat berhasil, jaitu adanja kepertjajaan dari pemilik uang terhadap tjara
penggunaan uang hasil obligasi dan adanja daja penarik, menurut Pemerintah telah
termuat dalam teks baru Undang-undang ini.
Pertanjaan mengenai pendaftaran oleh Dewan Pengawas Keuangan adalah
dimaksudkan sebagai suatu tata-usaha bajangan untuk menghindarkan keserongan dalam
pengeluaran dan pembajaran kembali obligasi.
296
Rapat 67.
Djuga kepada anggota jang terhormat Saudara Tan Kiem Liong dan Tanamas
diutjapkan terima kasih atas pengertiannja terhadap usaha Pemerintah ini. Keberatan-
keberatan mengenai generaal pardon agaknja telah ditampung dalam teks baru
rantjangan Undang-undang ini. Maksud Pemerintah ialah untuk menjalurkan uang-uang
berkelebihan dalam masjarakat ini kesaluran-saluran jang produktip atau usaha-usaha
pembangunan lainnja.
Pemerintah dapat mengikuti dasar pikiran dari anggota jang terhormat Saudara
Hoetomo Soepardan tentang antara lain generaal pardon jang tidak dapat diterimanja,
maka dari itu dalam teks baru rantjangan Undang-undang hal itu telah diatur kembali
sehingga dapat diterima oleh anggota jang terhormat itu, walaupun mungkin daja
penarik bagi pemilik-pemilik uang akan berkurang. Djuga saran-saran lainnja dapat
diterima oleh Pemerintah dengan sedikit perubahan, dengan tegasnja:
a. dimasukkan pasal baru tentang penggunaan uang, jang diperoleh dari pendjualan
obligasi ini.
b. dimasukkan pasal baru tentang adanja padjak obligasi jang oleh Pemerintah
ditetapkan 10% dari harga nominal, jang harus dibajar oleh pembeli pertama.
c. kopur-kopur hanja dikeluarkan dengan harga nominal Rp. 5.000,- dan tergantung
pada keadaan apa Pemerintah akan mengeluarkan sertifikat-sertifikat atau tidak.
Mendjawab pertanjaan anggota jang terhormat tersebut diatas mengenai Surplus
Agricultural Commodities Agreement (S.A.C. Agreement) dapat diterangkan sebagai
berikut:
Didalam tahun 1956 Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Republik
Amerika Serikat mengadakan suatu persetudjuan jang disebut "Agricultural
Commodities Agreement", dalam mana Pemerintah Republik Amerika, Serikat
menjetudjui untuk mendjual kepada Pemerintah Republik Indonesia surplus dari hasil-
hasil pertanian, jaitu:
beras U.S $ 35.8 djuta
tepung “ 5.0 “
tembakau “ 15.0 “
kapas mentah “ 11.0 “
kapas mentah “ 25.0 “ pengolahan dilakukan
dinegara-negara ketiga
pengangkutan
(laut) “ 4,9 “
Djumlah U.S$ 96.7 djuta
297
Rapat 67.
Sesudah di-amendir beberapa kali, maka daftar tersebut diatas memperlihatkan
keadaan sebagai berikut:
beras U.S $ 41.3 djuta
tepung “ 5.0 “
tembakau “ 15.0 “
kapas mentah “ 5.5 “
kapas mentah “ 25.0 “ pengolahan dilakukan
dinegara - negara
ketiga
susu
pengangkutan
8.0
(laut) “ 5.2 “
Djumlah U.S$ 105.0 djuta
Keistimewaan dari persetudjuan ini ialah, bahwa pembelian-pembelian jang
dilakukan oleh pihak Indonesia tidak perlu dibajar didalam valuta asing, akan tetapi
dengan uang Indonesia sendiri djumlah- djumlah mana harus disetor kedalam suatu
rekening tersendiri di Bank Indonesia.
Selain harga lawan dari valuta asing, harus disetor pula kedalam rekening.
termaksud 10% dari hasil T.P.I., djika terhadap impor dari suatu matjam barang-berlaku
peraturan T.P.I.
Dengan berlakunja Peraturan Bukti Ekspor maka jang disetor kedalam rekening
S.A.C. pada Bank Indonesia ialah harga lawan dari valuta asing dengan koers B.E.
Dari djumlah-djumlah jang disimpan di rekening S.A.C. pada Bank Indonesia itu,
kepada Pemerintah Indonesia dalam waktu lima tahun sesudah berlakunja S.A.C.
Agreement, djika dikehendaki, dapat dipindjamkan oleh Pemerintah Amerika Serikat,
suatu djumlah jang harus dilunasi dalam 40 tahun.
Sisanja dapat digunakan oleh pihak Amerika serikat sendiri untuk antara lain
memperluas: pasaran di Indonesia bagi hasil pertaniannja, memperkembangkan
perdagangan antara kedua negara.
Mengenai realisasinja Agricultural C0mmodities Agreement ini dapat dikemukakan
disini, bahwa rekening S.A.C pada Bank Indonesia pada tanggal 27 Mei 1959
menundjukkan sedjumlah Rp. 1.272.581.584,77.
298
Rapat 67.
Djadi Pemerintah belum berhutang kepada Amerika Serikat dari S.A.C. ini karena
hingga kini belum dapat mempergunakan kesempatan untuk memindjam dari rekening
S.A.C. itu.
Akan tetapi perlu kiranja dikemukakan disini, bahwa disamping pindjaman,
Pemerintah Republik Amerika Serikat berhasrat untuk memberi kepada kami dari
rekening S.A.C. termaksud sedjumlah Rp. 200 djuta sebagai "grant".
Mendjawab pertanjaan anggota jang terhormat jang sama pula mengenai pindjaman
Nederland 1950 sebesar Nf. 280.000.000,- Pemerintah mengemukakan sebagai berikut:
Pindjaman ini, jang merupakan suatu credit-line, jang diadakan sesudah Konperensi
Medja Bundar pada waktu Konperensi Menteri-menteri Uni Indonesia-Nederland jang
pertama jang berlangsung di Djakarta dari tanggal 25 Maret sampai tanggal 1 April
1950.
Kredit tersebut dimaksudkan untuk memberi kesempatan kepada Indonesia untuk
membajar impor barang-barang dari Nederland serta lain-lain pembajaran (djasa-djasa)
jang harus dipenuhi terhadap Nederland, berhubung dengan buruknja keadaan neratja
pembajaran Indonesia pada waktu itu.
Mula-mula credit-line ini berlaku hingga 1 Djuli 1951, akan tetapi kemudian
diperpandjang hingga tanggal 1 Djanuari 1952.
Achir tahun 1951 ternjata, bahwa kredit ini masih menundjukkan suatu saldo sebesar
Nf. 75.000.000,-.
Karena kredit itu ditutup pada tanggal 1 Djanuari 1952, sedang sementara barang-
barang jang dibutuhkan tidak terdapat dinegeri Belanda, maka oleh Pemerintah Republik
Indonesia diadjukan permohonan agar djumlah sisanja dipindah-bukukan ke rekening
Indonesia, hal mana disetudjui oleh negeri Belanda pada waktu itu.
Ansuran-angsuran dan bunganja dihajar terus tepat pada waktunja. Didalam
perkembangan situasi mengenai masalah Irian Barat pada achir tahun 1957, maka bagi
Pemerintah menjimpang dari kebiasaan tidaklah mungkin untuk membajar angsuran-
angsuran dan bunga termaksud.
Dengan demikian, maka didalam keterangan Pemerintah angsuran pindjaman ini
dinjatakan "memori", jang telah dikemukakan pula sewaktu membitjarakan Anggaran
Belandja tahun 1959 Bagian IVA didalam tahun jang lampau.
Sekian, Saudara Ketua, terima kasih.
Ketua: Saudara-saudara, demikianlah djawaban Pemerintah atas pemandangan
umum babak kedua para anggota. Sebagai Saudara-saudara dengarkan dalam djawaban
Pemerintah tadi, maka sekarang Saudara-saudara dihadapkan kepada teks baru
299
Rapat 67.
rantjangan Undang-undang ini, jang saja rasa tentu Saudara-saudara perlu
mempeladjarinja lebih dahulu, bukan sadja teks baru itu tetapi tentunja djuga djawaban
Pemerintah jang baru sadja diutjapkan. Dalam teks baru itu tentu banjak hal jang
Saudara-saudara perlu perhatikan. walaupun Pemerintah mengatakan bahwa Pemerintah
sendiri telah banjak menjesuaikan diri dengan pendapat atau saran-saran para anggota.
Kalau begitu, Saudara-saudara, apakah dapat saja mengambil kesimpulan sekarang,
bahwa kita tidak dapat melandjutkan pembitjaraan ini pada malam ini, melainkan pada
hari lain nanti?
(R a p a t : Setudju.)
Walaupun tidak dapat kita landjutkan pembitjaraan rantjangan Undang-undang ini
pada malam ini, saja merasa bahwa Pemerintah tentu berhasrat untuk menjelesaikannja
sebelum reces. Kalau demikian, Saudara-saudara, maka pada hari Djum'at pagi nanti kita
akan melandjutkan pembitjaraan mengenai soal ini. Besok kita akan perbanjak teks
djawaban Pemerintah tadi untuk segera disampaikan kepada para anggota. Dengan
demikian, Saudara-saudara, maka atjara rapat malam ini telah selesai dan sekarang rapat
saja tutup.
Rapat ditutup pada djam 20.35.
300
Koreksi dari jang bersangkutan supaja disam- paikan kepada Ur. Risalah D.P.R. dalam waktu 2 X 24 djam
DEWAN PERWAKILAN RAKJAT
RISALAH SEMENTARA
(Belum dikoreksi)
Sidang II.
R A P A T 68.
Hari Djum'at, 12 Djuni 1959.
(Djam panggilan : 08.30).
Surat-surat masuk - Rantjangan Undang-undang tentang pengeluaran pindjaman
obligasi tahun 1959 (Sid. 1959, P. 418).
Ketua: H. Zainul Arifin.
Sekertaris: Mr Djoko Sumarjono.
Jang hadir 208 anggota:
S. Hadikusumo, H. Hasan Basri, K. H. Tjikwan, Ismail Napu, F. C. Palaunsoeka,
Udin Sjamsudin, Anwar Harjono, B. J. Rambitan, H. Zainal Abidin Ahmad, Rh.
Koesnan, H. Siradjuddin Abbas, Dr H. Ali Akbar, T. S. Mardjohan, H. Zainul Arifin,
Wijono Soerjokoesoemo, Ismangoen Poedjowidagdho, Sjahboeddin Latif, H.A. Chamid
Widjaja, Peris Pardede, R. H. Soetarto Hadisoedibyo, Siauw Giok Tjhan, I. J. Kasimo,
Nj. Moedikdio, Manai Sophiaan, Winoto Danuasmoro, Anwar Kadir, Saifuddin Zuhri,
Rasjid Sutan Radja Emas, S. Martosoewito, Djokosoedjono, Prawoto Mangkusasmito,
Ajip Muchamad Dzukhri, Asmadi Tirtooetomo, Singgih Tirtosoediro, Sukatno, I B. P.
Manuaba, Njoto, Tj. Oey Hay Djoen, Mr Soebagio Reksodipoero, M. Junan Nasution, Ir
Thaher Thajeb, M. H. Loekman, Soepeno Hadisiswojo, Nj. Suharti Suwarto, F.
Runturambi, Usman Muftiwidjaja, Eddie Abdurrachman Martalogawa, M. Saleh Umar,
Sudjarwo Haryowisastro, O. Suriapranata, Mr Djody Gondokusumo, Mr Dr A. M.
Tambunan, K. H. Fakih Usman, Abdullah Gathmyr, Muh. Sardjan, Soedjono, Mr
Sudjono Hardjosudiro, K. H. Abdulwahab Chasbullah, B. P. H. Poeroebojo, Anwar
301
Rapat 68.
Tjokroaminoto, Soedisman, Soedarsono, Imam Soetardjo, H. Munir Abisudjak, Nj.
Mahmudah Mawardi, Nj. Oemi Sardjono, Abdul Hakim, Drs D. S. Matakupan, Umar
Salim Hubeis, Hutomo Supardan, Hartojo Prawirosudarmo, Soetomo alias Bung Tomo,
Soetojo Mertodimoeljo, Moersid Idris, Ja'cob Mahmud, M. Caley, S. D. Bili, Suhardjo,
Moenadir, Murtadji Bisri, Maniudin Brodjotruno, Abdul Aziz Dijar, Tjoo Tik Tjoen,
Sudjito, Soejoso Abdul Wachid, K. H. Misbach, R. Moh. Saleh Surjaningprodjo,
Achmad Sjaichu, Sudojo, Semanhadi Sastrowidjojo, Rd. Soeprapto, Soepardi, Dr R.
Soeatmadji, Harsono Tjokroaminoto, Zainal Arifin Tanamas, R.T. A. Moh. Ali
Pratamingkoesoemo, Wasis, Imam Soepami Handokowidjojo, R Poeger, Achmad
Siddiq, R.K.H. Musta'in, Moh. Noor Abdoelgani, Nj. Hadinijah Hadi, R Soehardjo alias
Bedjo, M Suntoro, Hussein Saleh Assegaff, K. H. Muh. Saifuddin, Nj. Ch. Salawati, H.
Senduk, H. Moeh. Akib, Moh. Soleman, M. Sondakh, W. L. Tambing, Jusuf Adjitorop,
M. Siregar, Sahar gelar Sutan Besar, K. H. Masjhur Azhari, Mr Gele Haroen, Nungtjik
A. R., Djadil Abdullah, Ma'rifat Mardjani, Oemar Amin Husin, M. O. Bafadhal, Dr
Sjech H. Djalaluddin, I Made Sugitha, Drs J. Piry, I G. G. Subamia, Kiagus Alwi,
Anuarbek, L. Kape, Abdulmutalib Daeng Talu, Moh. Thajib Abdullah, Chr. J. Mooy,
Djumhur Hakim, Rd. Emong Wiratma Astapradja, Osa Maliki, M. Ardiwinangun,
Muhammad Ahmad, R. Ido Gamida, Asmuni, Uwes Abubakar, Doedi Soemawidjaja, R.
Gatot Mangkupradja, E. Z. Muttaqien, Muh. FadiI Dasuki, Sastra, Nj. Djunah
Pardjaman, R. T. Djaja Rachmat, A. Nunung Kusnadi, S. M. Thaher, Soelaeman
Widjojosoebroto, Rd. Moh. Basah, Mr R. Memet Tanumidjaja, Amung Amran, R. P. R.
Situmeang, Pandoe Kartawigoena, Nj. S. Marijamah Djoenaidie, Soeiardi, Nj. Sundari
Abdulrachman, Kasim, H. S. Moeslich, Nj. Sutijah Surya Hadi, Nj. Sunarjo
Mangunpuspito, Nj. Soemari, R. W. Probosuprodjo, S. Danoesoegito, Soetjipto,
Soekamsi Djojoadiprodjo, Djadi Wirosubroto, Josotaruno Ichsan Noer, K. H. Muslich,
Soetoko Djojosoebroto, H. Anwar Musaddad, Rs. Wirjosepoetro, R. G. Doeriat, Soesilo
Prawirosoesanto, Notosoekardjo, Balja Umar H. Achmad, H. Zain Alhabsji, Moh.
Anwar Zain, Tjoegito, Nj. Asmah Sjachrunie, Ridwan Sjachrani, Daeng Mohamad
Ardiwinata, Rd. Lucas Kustarjo, Ahmad Dara Sjahruddin, Subadio Sastrosatomo,
Soedrasman, Z. Imban, Jahja Siregar, Ahem Emingpradja, Njono, Mr Imron Rosjadi,
Moh. Isnaeni, Soemardi Jatmosoemarto, D.N. Aidit, Nj. Suzanna Hamdani, Muh.
Padang, A. B. Karubuy, Mr Tjoeng Tin Jan, Tan Kiem Liong, Oei Tjeng Hien. H. J. C.
Princen, E. F. Wens, D. Hage, Drs J. L. W. R. Rhemrev, J. R. Koot, Lie Po Yoe, Ang
Tjiang Liat.
Wakil Pemerintah: Mr Soetikno Slamet, Menteri Keuangan.
302
Rapat 68.
Ketua: Saudara-saudara, rapat saja buka. Jang hadir ada 157 orang.
Atjara pada pagi ini ialah:
1. Membatjakan surat-surat masuk.
2. Rantjangan Undang-undang tentang pengeluaran pindjaman obligasi tahun 1959
(P. 418).
Saja persilakan Saudara Sekertaris membatjakan surat-surat masuk.
Saudara-saudara, dari Sekertaris diperoleh kabar bahwa surat- surat masuk jang
perlu dibatjakan, tidak ada. Djadi sekarang kita bisa memasuki atjara, jaitu rantjangan
Undang-undang tentang-pengeluaran pindjaman obligasi tahun 1959 (Sid. 1959, P. 418).
Saudara-saudara, terhadap rantjangan Undang-undang ini oleh Pemerintah telah
diberi djawaban babak kedua pada hari Rabu tanggal 10 Djuni, dan pada hari itu djuga
telah disampaikan oleh Pemerintah teks baru dari pada rantjangan Undang-undang
tersebut kepada Dewan Perwakilan Rakjat, dan djuga telah dibagikan kepada para
anggota.
Djadi, Saudara-saudara, pembitjaraan babak pertama telah dilakukan, kemudian
djuga telah didjawab oleh Pemerintah. Selandjutnja babak kedua telah pula dilakukan,
jang pada hari Rabu itu, sebagaimana dikatakan tadi, sudah didjawab oleh Pemerintah.
Sebenarnja, setelah djawaban Pemerintah atas babak kedua itu, baik sekali kalau saja
sarankan kepada Saudara-saudara, bahwa permusjawaratan mengenai Undang-undang
ini dianggap sudah selesai, karena masing-masing sudah meningkat kepada dua babak,
baik pihak Pemerintah maupun pihak para anggota.
Maka dengan ini saja njatakan bahwa permusjawaratan sudah selesai.
Saudara-saudara, setelah permusjawaratan dinjatakan selesai, kita bias anja
melandjutkan dengan pembahasan pasal demi pasal dan dalam hal ini sampai hari
kemarin tidak ada amendemen jang masuk. Maka sekarang saja ingin bertanja dulu
kepada Pemerintah, apakah Pemerintah akan berbitjara lagi pada kesempatan ini?
Mr Soetikno Slamet, Menteri Keuangan: Tidak.
Ketua: Untuk memasuki pembitjaraan pasal demi pasal itu, apakah ada jang akan
berbitjara lagi? Saja persilakan Saudara Piry.
Drs J. Piry: Saudara Ketua, kami dari Fraksi Partai Komunis Indonesia minta
dengan hormat kepada Saudara Ketua dan kepada sidang Parlemen jang terhormat untuk
memberikan sedikit waktu kepada fraksi kami untuk mengadakan perundingan
mengenai teks baru itu. Alasannja tidak banjak, Saudara Ketua, hanjalah karena pada
303
Rapat 68.
teks baru ini terdapat kata-kata jang perlu diubah dan ada 1 ajat jang kita anggap
prinsipiil, jang merupakan soal jang baru bagi kami, dan andaikata Pemerintah bisa
menerima usul kami mengenai hal ini, itu bisa diselesaikan. Tetapi andaikata tidak bisa
menerimanja, terpaksa kami mengadjukan suatu usul amendemen. Oleh karena itu saja
minta kepada Saudara Ketua dan sidang jang terhormat untuk memberikan waktu
kepada kami dari Fraksi Partai Komunis Indonesia untuk berkumpul sebentar.
Ketua: Saja persilakan Saudara Soeprapto.
Rd. Soeprapto: Saudara Ketua jang terhormat, teks dari djawaban Pemerintah
babak kedua baru tadi malam diterima oleh kebanjakan anggota Dewan Perwakilan
Rakjat jang terhormat ini, oleh karena itu kami rasa adalah wadjar sekali kalau sebelum
memasuki pembitjaraan pasal demi pasal diberikan kesempatan kepada sidang ini untuk
mengadakan perundingan oleh sementara anggota jang menghendaki mengenai teks
baru dan mengenai djawaban Pemerintah jang baru tadi malam diterima itu.
Djadi kami sependapat dengan Saudara Piry, ingin mengusulkan supaja rapat ini
dischors.
Sekian.
Ketua: Saudara-saudara, telah ada 2 orang anggota jang mengadjukan usul untuk
menunda rapat ini. Mengingat hari ini hari Djum'at, maka kiranja bisa disetudjui bila
saja tunda rapat ini selama setengah djam,
(Rapat ditunda pada djam 09.40 dan dibuka kembali djam 10.30).
Ketua: Saudara-saudara, rapat kita landjutkan. Tadi rapat ini ditunda untuk
sementara ialah atas permintaan dua orang anggota. Saudara Drs Piry tidak akal
memberikan laporan rapat ini, maka saja persilakan Saudara Soeprapto untuk
memberikan laporan tersebut.
Rd. Soeprapto: Saudara Ketua jang terhormat kalau dibolehkan, schorsing rapat
jang telah dimulai tadi itu, kami minta supaja diperpandjang dengan setengah djam lagi
untuk melandjutkan pembitjaraan kami oleh karena belum selesai.
Ketua: Djangan setengah djam, kira-kira 15 menit lagi sadja.
Saudara-saudara, oleh karena ada permintaan untuk menunda lagi rapat ini, baiklah
rapat ini saja schors selama 15 menit lagi.
304
Rapat 68.
(Rapat ditunda pada djam 10.33 dan dibuka kembali djam 11.00).
Ketua: Saudara-saudara, rapat kita landjutkan.
Setelah rapat ini dua kali ditunda maka sekarang akan kita landjutkan; tetapi sebelum
kita landjutkan, Pemerintah ingin sedikit mengemukakan pendapat untuk mentjari
ketenangan didalam membitjarakan rantjangan Undang-undang ini.
Saja persilakan Wakil Pemerintah,
Mr Soetikno Slamet, Menteri Keuangan; Saudara Ketua, Pemerintah ingi:n
memberikan kesempatan kepada para anggota jang terhormat dari Dewan Perwakilan
Rakjat ini untuk memikirkan setjara tenang rantjangan Undang-undang ini setelah ada
perubahan jang disampaikan oleh Pemerintah, Oleh karena itu Pemerintah menjarankan
supaja pembitjaraan pasal demi pasal dari rantjangan Undang-undang ini kita lakukan
nanti malam.
Sekian, Saudara Ketua.
Ketua: Saudara-saudara, demikianlah pendapat Pemerintah, jaitu supaja untuk
melandjutkan pembitjaraan pasal demi pasal dari rantjangan Undang-undang ini
dilandjutkan nanti malam.
Saudara-saudara, sebelum kita mengambil keputusan, memang menurut atjara rapat
nanti malam itu ada, jaitu melandjutkan atjara pagi hari ini. Tetapi Saudara-saudara
harus ingat, bahwa rapat nanti malam itu adalah rapat terachir dari pada sidang sekarang
ini, djadi hendaknja rapat nanti malam itu dapat kita landjutkan, dan pada malam nanti
tentu akan mengambil keputusan. Tetapi sjarat-sjarat untuk mengambil keputusan itu
tentunja rapat baru dibuka setelah quorum tertjapai.
Berhubung dengan hal-hal jang saja kemukakan tadi, maka diharap agar atjara nanti
malam itu benar-benar dapat diselesaikan.
Selain dari pada itu, Saudara-saudara, perlu saja beritahukan bahwa sampai saat ini
tidak ada usul amendemen jang diterima. Apakah ada diantara Saudara-saudara jang
hendak mengadjukan usul amendemen?
Saja persilakan Saudara Piry.
Drs J. Piry: Saudara Ketua, jang mendjadi pokok persoalan bagi fraksi kami ialah
mengenai pasal 7 ajat 3. Soal itu sudah lama kita bitjarakan dengan Pemerintah, tetapi
ternjata sampai sekarang belum dapat mentjapai penjelesaian. Oleh sebab itu saja
setudju djika rapat ini ditunda sampai nanti malam, hingga ada kesempatan bagi fraksi
kami, Fraksi Partai Komunis Indonesia untuk memasukkan usul amendemen.
305
Rapat 68.
Ketua: Saudara-saudara, kalau ada usul amendemen, diharapkan hendaknja usul
tersebut dapat dimasukkan siang ini, hingga dapat segera diperbanjak dan dibagikan
kepada para anggota; dan nanti malam dapat langsung mulai membitjarakan usul
amendemen itu dengan tidak perlu menunda lagi rapat ini, sebab kalau rapat nanti
malam itu masih mengadakan schorsing lagi, maka terpaksa pula kita mengadakan rapat
hari Sabtu.
Baiklah, Saudara-saudara, rapat sekarang ini kita landjutkan nanti malam.
Rapat ditutup djam 11.05.
306
Koreksi dari jang bersangkutan supaja disam- paikan kepada Ur. Risalah D.P.R. dalam waktu 2 X 24 djam
DEWAN PERWAKILAN RAKJAT
RISALAH PERTEMUAN (KEDUA)
(Belum dikoreksi)
Sidang II.
Hari Djum'at, 12 DjuNi 1959.
(Djam panggilan : 19.30)
Rantjangan Undang-undang tentang pengeluaran pindjaman obligasi tahun 1959
(Sid. 1959, P. 418).
Ketua: H. Zainul Arifin.
Sekertaris: Mr Djoko Sumarjono.
Anggota jang hadir: Lihat pengumuman Sekertaris.
Wakil Pemerintah: Mr Soetikno Slamet, Menteri Keuangan.
Ketua: Saudara-saudara, setelah kita menunggu lebih dari 1 1/2 djam, sampai pada
saat ini djumlah anggota jang hadir ada 126, djadi masih kurang 12 orang, dengan
demikian maka quorum rapat belum tertjapai.
Oleh karena itu pertemuan ini saja buka.
Sesuai dengan bunji peraturan Tata-tertib, sesudah dinjatakan pertemuan itu dibuka,
Ketua menjuruh membatjakan nama-nama anggota jang hadir. Maka sekarang saja
persilakan Saudara Sekertaris membatjakan nama-nama anggota jang hadir.
Sekertaris: Anggota-anggota jang hadir pada malam ini ialah Saudara-saudara: H.
Hasan Basri, Ismail Napu, F. C. Palaunsoeka, Udin Sjamsudin, Anwar Harjono, B. J.
Rambitan, H. Zainal Abidin Achmad, Rh. Koesnan, Dr H. Ali Akbar, T. S. Mardjohan,
H. Zainul Arifin, Ismangoen Poedjowidagdho, Peris Pardede, R. H. Soetarto
307
Rapat Pertemuan.
Hadisoedibyo, 1. J. Kasimo, Nj. Moedikdio, Anwar Kadir. Rasjid Sutan Radja Emas, S.
Martosoewito, Djokosoedjono, Ajip Muchamad Dzukhri, Asmadi Tirtooetomo, Singgih
Tirtosoediro, I B. P. Manuaba, Mr Soebagio Reksodipoero, M. Yunan Nasution, Ir
Thaher ThaJeb, M. H. Loekman, Nj. Suharti Suwarto, Eddie Abdurrachman
Martalogawa, Sudjarwo Haryowisastro, K. H. Fakih Usman, Abdullah Gathmyr, Muh.
Sardjan, Soedarsono, H. Munir Abisudjak, Nj. Mahmudah Mawardi, Abdul Hakim,
Umar Salim Hubeis, Hutomo Supardan, Hartojo Prawirosudarmo, Moersid Idris, Ja'cob
Mahmud, M. Caley, S. D. Bili, Suhardjo, Mr Soeprapto, Murtadji Bisri, Maniudin
Brodjotruno, Abdul Aziz Dijar, Achmad Sjaichu, Sudojo, Semanhadi Sastrowidjojo, Rd.
Soeprapto, Soepardi, Dr R. Soeatmadji, Zainal Arifin Tanamas, Wasis, Imam Soepami
Handokowidjojo, R. Poeger, R. K. H. Musta'in, Nj. Hadinijah Hadi, K. H. Muh.
Saifuddin, Nj. Ch. Salawati, H. Senduk, H. Moeh. Akib, Moh. Soleman, M. Sondakh,
M. Siregar, Sahar gelar Sutan Besar, Mr Gele Haroen, Nungtjik A. R., Djadil Abdullah,
Ma'rifat Mardjani, M. O. Bafadhal, Dr Sjech H. Djalaludin, I Made Sugitha, Drs J. Piry,
I.G.G. Subamia, Kiagus Alwi, Abdulmutalib Daeng Talu, Chr. J. Mooy, Djumhur
Hakim, M. Ardiwinangun, Muhammad Ahmad, Uwes Abubakar, Mr R. Memet
Tanumidjaja, E. Moh. Mansjur, Nj. S. Marijamah Djoenaidie, Nj. Sundari
Abdulrachman, H. S. Moeslich, Nj. Sunarjo Mangunpuspito, Nj. Soemari, S.
Danoesoegito, Soetjipto, Soekamsi Djojoadiprodjo, Djadi Wirosubroto, Josotaruno
Ichsan Noer, Soetoko Djojosoebroto, H. Anwar Musaddad, Rs. Wirjoseputro, R.G.
Doeriat, R. Soesilo Prawirosoesanto, Notosoekardjo, Balja Umar H. Achmad, H. Zain
Alhabsji, Nj. Asmah Sjachrunie, Daeng Mohamad Ardiwinata, Ahmad Dara Sjahruddin,
Soedrasman, Z. Imban, Jahja Siregar, Ahem Emingpradja, Nino, Moh. Isnaeni,
Soemardi Jatmosoemarto, Silas Papare, A. B. Karubuy, Mr Tjoeng Tin Jan, Tan Kiem
Liong, Oei Tjeng Hien, H. J. C. Princen, D. Bage, Drs J. L. W. R. Rhemrev, J. R. Koot
dan Lie Po Y,oe.
Sekian.
Ketua: Saudara-saudara, nama-nama dari 125 anggota tadi telah dibatjakan satu per
satu. Sesudah itu, menurut ketentuan Tata-tertib kemudian rapat diundurkan sampai saat
jang ditentukan lagi. Tetapi sebelum ketentuan itu diambil oleh Ketua, baiklah kalau saja
lebih dahulu memberikan sedikit keterangan, kira-kira kapan rapat itu akan
dilangsungkan.
Saudara-saudara, hari Sabtu biasanja Parlemen tidak berapat, menurut Tata-tertib.
Hari Senin tanggal 15 Djuli kita mulai bereces dan ini sudah ditentukan oleh rapat pleno
jang lalu.
308
Rapat Pertemuan.
Selama sidang kedua, jang lamanja 53 hari itu, kita telah mengadakan 29 kali rapat
pleno dan 2 kali pertemuan karena tidak mentjapai quorum. Djadi seluruhnja 31 kali.
Dalam Sidang ke-II ini kita telah menjelesaikan 17 rantjangan Undang-undang,
diantaranja ialah:
1. Rantjangan Undang-undang tentang persetudjuan perdjandjian persahabatan dengan
keradjaan Iran;
2. Rantjangan Undang-undang penetapan Undang-undang Darurat No. 40 tahun 1950;
3. Rantjangan Undang-undang penetapan Undang-undang Darurat No. 27 tahun 1957;
4. Rantjangan Undang-undang penetapan Undang-undang Darurat No.1 tahun 1959;
5. Rantjangan Undang-undang penetapan Undang-undang Darurat No. 5 tahun 1958;
6. Rantjangan Undang-undang tentang pembentukan Daerah Swatantra tingkat II
Sulawesi.
7. Rantjangan Undang-undang penetapan Undang-undang Darurat No. 3 tahun 1953
tentang pembentukan Daerah tingkat II Kalimantan, sebagai Undang-undang.
Dan disamping itu telah pula kita mengadakan pemandangan umum babak pertama
mengenai rantjangan Undang-undang tentang pertambangan dan perminjakan.
Selain membitjarakan rantjangan Undang-undang tersebut, kita menerima baik
resolusi Saudara Nj. Soepeni dan kawan-kawannja tentang konperensi para Menteri
Luar Negeri di Djenewa.
Selandjutnja dalam suatu rapat pleno kita telah mendengarkan keterangan
Pemerintah tentang pengeluaran Schmidt dari Indonesia. Dan baru-baru ini Pemerintah
telah memberikan keterangan pula tentang ketjelakaan kereta api di Trowek, dan
berkenaan dengan hal itu oleh Saudara Fadil Dasuki dan kawan-kawan telah diadjukan
usul untuk mengadakan angket mengenai sebab-musabab ketjelakaan kereta api tersebut.
Begitulah pekerdjaan-pekerdjaan jang kita lakukan selama ini dan chusus didalam reces
jang telah kita tetapkan itu, jaitu selama 3 minggu, kita tidak mengadakan penindjauan-
penindjauan Seksi-seksi, dan penindjauan-penindjauan itu kita tunda pada reces jang
akan datang lagi.
Djadi, Saudara-saudara, dengan demikian maka rapat ini diundurkan dan tentunja
Saudara-saudara sudah mendapat bajangan, paling tjepat sesudah 3 minggu.
Saudara-saudara, dengan ini pertemuan ini saja anggap selesai, dan kelandjutan dari
pada sidang ini jang sudah ditetapkan oleh reces diachiri.
Maka dengan ini pertemuan saja tutup.
Pertemuan ditutup pada djam 21.15.
309
1600/AE/Dd.
TAHUN SIDANG 1959 – P. 418.
Undang-undang tentang pengeluaran
pindjaman obligasi tahun 1959. .
USUL AMANDEMEN HUTOMO SUPARDAN DKK.
(Diterima tgl. 13-6-1959 Agno 8487/DPR-RI/59)
NO. 9
I. Konsiderans :
1. Perkataan alat2 keuangan dalam Kalimat tersebut dalam huruf a diganti
dengan perkataan sumber2 keuangan.
2. Demikian pula perkataan alat2 keuangan dalam kalimat tersebut dalam
huruf b diganti dengan perkataan sumber2 keuangan.
II. Mengenai pasal2 :
Pasal 1 ajat 3.
1. Anak kalimat jang berbunji : “untuk membiajai usaha2 pembangunan
baik dari Pusat, maupun dari daerah2 jang pelaksanaannja dilakukan
melalui anggarat Belandja” diganti dengan kalimat sebagai berikut :
“untuk membeajai pembangunan projek2, baik jang direntjanakan oleh
Pemerintah Pusat, maupun oleh Pemerintah2 Daerah Swatantra jang
pelaksanaannja dilakukan melalui anggaran Belandja”.
2. Pasal 7 ajat 3 supaja dihapuskan.
III. Mengenai Pendjelasan Undang-undang obligasi tahun 1959.
Dibawah kalimat : “Hasil dari pindjaman obligasi dst.” ditambah dengan
kalimat “misalnja projek-projek” paberik pupak, paberik badja besi, listrik,
irigasi dsb”.
Seterusnya ditambahkan kalimat seperti berikut :
“dalam rangka maksud tersebut dan untuk memperoleh sukses jang sebesar
mungkin, maka sudah sewadjarnja bila Pemerintah Daerah Swantantra ikut
serta setjara aktip membantu pelaksanaaan “Pindjaman obligasi tahun 1959”.
Djakarta, 12 Djuni 1959.-
Pengusul-pengusul :
1. Hutomo Supardan
2. Oey Hay Djoen
3. Nungtjik A R
4. Drs. J Piery
5. R. Situmeang P.R.
310
Salinan
D E W A N P E R W A K I L A N R A K J A T
R E P U B L I K I N D O N E S I A
- - o 0 o - -
Dikirim tgl. : 13 DJUNI 1959
Registrasi No. : 2082
-------------------------------
D j a k a r t a , 1 2 D j u n i 1 9 5 9
No: 8487/DPR-RI/59
Lampiran : 1 (satu) rangkap lima Kepada
Perihal : Undang2 tentang MENTERI KEUANGAN
pengeluaran pindjaman obligasi di
tahun 1959 D J A K A R T A.-
A M A T S E G E R A
Bersama ini kami sampaikan dengan hormat surat perundingan mengenai
rantjangan undang-undang tentang pengeluaran pindjaman obligasi tahun 1959,
terdiri dari :
Usul amandemen Hutomo Sipardan dkk. (S.9) untuk diketahui dan
dipergunakan seperlunja.-
Ketua
Dewan Perwakilan Rakjat
u.b.
Sekertaris Djenderal
(ttd.) –Mr. Roesli.
Tembusan beserta lampirannja
Disampaikan kepada Penghubung
Parlemen Kementerian Keuangan.
311
Salinan
Dikirim tgl. : 12 DJUNI 1959
Registrasi No. : 2558
-------------------------------
DEWAN PERWAKILAN RAKJAT
REPUBLIK INDONESIA
-------
(P)
No. 8487/DPR-RI/59
S U R A T P E N G A N T A R
Kepada
Para Anggota D.P.R./Ketua2 Fraksi
di
D J A K A R T A.-
Disampaikan dengan hormat,
No. Banjaknja Djenisnja Keterangan
1.
Usul Amandemen Hutomo Supardan dkk.
ttg RUU ttg Pengeluaran Pindjaman
Obligasi th. 1959
Dibagikan dalam daftar
hadir tgl. 12/6/59
Malam.
Djakarta, 13 Djuni 1959.-
Sekertariat
DEWAN PERWAKILAN RAKJAT;
Kepala Urusan Arsip/Expedisi,
(ttd.) A. Boellard v Tuyl
312
1600/AE/Dd.
TAHUN SIDANG 1959 – P. 418.
Undang-undang tentang pengeluaran
pindjaman obligasi tahun 1959. .
USUL AMANDEMEN HUTOMO SUPARDAN DKK.
(Diterima tgl. 13-6-1959 Agno 8487/DPR-RI/59)
No. 9
I. Konsiderans :
1. Perkataan alat2 Keuangan dalam Kalimat tersebut dalam huruf a diganti
dengan perkataan sumber2 Keuangan.
2. Demikian pula perkataan alat2 Keuangan dalam kalimat tersebut dalam
huruf b diganti dengan perkataan sumber2 Keuangan.
II. Mengenai pasal2 :
Pasal 1 ajat 3.
1. Anak kalimat jang berbunji : “untuk membiajai usaha2 pembangunan
baik dari Pusat, maupun dari daerah2 jang pelaksanaannja dilakukan
melalui anggaran Belandja” diganti dengan kalimat sebagai berikut :
“untuk membeajai pembangunan projek2, baik jang direntjanakan oleh
Pemerintah Pusat, maupun oleh Pemerintah2 Daerah Swatantra jang
pelaksanaannja dilakukan melalui anggaran Belandja”.
2. Pasal 7 ajat 3 supaja dihapuskan.
III. Mengenai Pendjelasan Undang-undang obligasi tahun 1959.
Dibawah kalimat : “hasil dari pindjaman obligasi dst.” Ditambah dengan
kalimat “misalnja projek2” paberik pupuk, paberik badja besi, listrik, irigasi
dsb.
“dalam rangka maksud tersebut dan untuk memperoleh sukses jang sebesar
mungkin, maka sudah sewadjarnja bila Pemerintah2 Daerah Swantantra ikut
serta setjara aktip membantu pelaksanaaan “Pindjaman obligasi tahun 1959”.
Djakarta, 12 Djuni 1959.-
Pengusul-pengusul :
1. Hutomo Supardan
2. Oey Hay Djoen
3. Nungtjik A R
4. Drs. J Piery
5. R.P.R. Situmeang
313
Salinan.
R E P U B L I K I N D O N E S I A
K E M E N T E R I A N K E U A N G A N
Diterima tgl : 2-7-1959
Agno. : 9242
-----------------------------
Kepada
KETUA DEWAN PERWAKILAN RAKJAT
REPUBLIK INDONESIA
di
D J A K A R T A.-
NR. 81985/BSD/VI TANGGAL 30-6-1959 LAMPIRAN: -1-
PERIHAL : Rantjangan undang-undang tentang
pengeluaran pindjaman obligasi tahun 1959.-
---------------------------------------------------------
AMAT SEGERA.-
Bersama ini diberitahukan dengan hormat, bahwa oleh karena
keadaan sekarang telah mendesak, maka oleh Pemerintah dirasa sangat
perlu untuk segera mengeluarkan pindjaman obligasi tahun 1959.
Berhubung dengan itu, maka Dewan Menteri pada rapatnja ke 182
tanggal 26 Djuni 1959 telah menjetudjui untuk mendaruratkan
rantjangan Undang-undang pengeluaran pindjaman obligasi tersebut.
Oleh karena itu, maka Pemerintah minta dengan hormat, agar
rantjangan Undang-undang tersebut jang telah dibitjarakan dalam
rapat2Dewan Perwakilan Rakjat, dibatalkan.-
MENTERI KEUANGAN
(ttd) Mr. SOETIKNO SLAMET
Tembusan dikirimkan kepada :
1. Direktur Kabinet Presiden
2. Direktur Kabinet Perdana Menteri.
314
Salinan
DEWAN PERWAKILAN RAKJAT
REPUBLIK INDONESIA
D J A K A R T A (S.1136/6/59)
Diterima tgl: 1-7-1959
Agno :9147 .
PENGUMUMAN No. 182
Dalam sidangnja pada hari Djumat tanggal 26 Djuni 1959 Dewan
Menteri telah membitjarakan rantjangan Anggaran Belandja Negara untuk tahun
1960, jang menurut ketentuan Undang-undang sudah harus disampaikan kepada
DPR sebelum tanggal 17 Agustus 1959.
Pembitjaraan mengenai soal tersebut masih perlu dilandjutkan dalam
sidang lain.
Bertalian dengan pembitjaraan mengenai rantjangan Anggaran Belandja
1960 tersebut, Dewan Menteri membitjarakan lagi soal Rantjangan Undang-
undang tentang pengeluaran pindjaman obligasi 1959 jang telah disetudjui oleh
Kabinet dalam sidangnja pada tanggal 15 April 1959.
Seperti diketahui Rantjangan Undang-undang tersebut telah disampaikan
kepada DPR akan tetapi karena sesuatu hal diluar dugaan Pemerintah
pembitjaraannja tidak dapat diselesaikan sebelum DPR mulai recesnja pada
tanggal 15 Djuni 1959.
Sementara itu keadaan ekonomi mendesak, sehingga pemerintah
memandang perlu mengundangkan selekas-lekasnja Rantjangan Undang-undang
tersebut sebagai Undang-undang Darurat .
Menteri Keuangan selandjutnja dikuasakan untuk menjelesaikan soal2
formil jang bersangkutan dengan putusan Pemerintah termaksud dengan DPR.
Selain dari pada itu Dewan Menteri djuga memutuskan agar tiga
Rantjangan Undang-undang , jaitu tentang ketentuang umum mengenai tanda2
kehormatan, tentang tanda kehormatan Bintang Republik Indonesia dan tentang
tanda kehormatan Bintang Mahaputra, jang telah disetudjui oleh Kabinet dalam
sidangnja pada tanggal 8 Mei 1959 diundangkan sebagai Undang-undang
Darurat.
Pemerintah mengutus Wakil Perdana Menteri I, Wakil Perdana Menteri
III dan Menteri Urusan Veteran untuk menghadiri upatjara, jang akan diadakan
di Jogja pada tanggal 29 Djuni jang akan datang untuk memperingati 10 tahun jl
tentara Belanda meninggalkan Jogja.
315
Djakarta, 26 Djuni 1959
SEKRETARIS DEWAN MENTERI
(ttd) Mr. A.W. SOERJOADININGRAT
Kepada
Sekretaris Djenderal Dewan Perwakilan Rakjat.
Di Djakarta.
316
Salinan.
REPUBLIK INDONESIA
KEMENTERIAN KEUANGAN
_______________________________________________________________________
Diterima tgl : 2-7-1959
Agno. : 9242
-----------------------------
Kepada
DIREKTUR KABINET PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
di
D J A K A R T A.-
NR.77871/BSD/VI TANGGAL 30-6-19‘59 LAMPIRAN:
PERIHAL : Rantjangan undang-undang tentang
pengeluaran pindjaman obligasi tahun 1959.-
---------------------------------------------------------
AMAT SEGERA.-
Dengan menundjuk kepada surat kami kepada Saudara tanggal
30-6-1959 No. 77872/BSD/VI dan surat kami kepada Dewan
Perwakilan Rakjat Republik Indonesia tanggal 30-6-1959 No.
81985/BSD/VI, jang tembusannja kami sampaikan pula kepada
Saudara, tentang hal tersebut dalam pokok surat ini, maka bersama ini
diminta dengan hormat sudi apalah kiranja Saudara dalam waktu jang
singkat meneruskan kepada Dewan Perwakilan Rakjat pembatalan
rantjangan undang-undang tentang pengeluaran pindjaman obligasi
tersebut dengan amanat Presiden,-
MENTERI KEUANGAN
(ttd) Mr. Soetikno Slamet
Tembusan disampaikan kepada :
1. Ketua Dewan Perwakilan Rakjat
2. Direktur Kabinet Perdana Menteri.
317
No : 19247/59 Dikirim tgl. : 4-7- 1959
Hal : Rantjangan Undang2 tentang Registrasi No. : 9290
Pengeluaran pindjaman obligasi ----------------------------------
tahun 1959 -TEMBUSAN-
AMAT SEGERA
D j a k a r t a , 1 2 D j u n i 1 9 5 9
Kepada
Jth. Menteri Keuangan
di
D J A K A R T A.-
Menjambung surat kami tanggal 28 April 1959 No. 12746/59 perihal tsb
dalam pokok surat ini, diperingatkan dengan hormat bahwa Dewan Menteri
dalam sidangnja ke 182 pada tanggal 26 Djuni 1959 telah membitjarakan
kembali soal tsb. Dan telah memutuskan sebagai berikut.
Sebagaimana diketahui Kabinet dalam sidangnja ke 175 pada tgl. 15
April 1959 atjara V telah menjetudjui Rantjangan Undang2 tentang pengeluaran
pindjaman obligasi tahun 1959, sebagaimana dilampirkan dengan Saudara tgl 15-
4-1959 No. 47550/BSD/VI jang diedarkan dengan daftar pengantar Kabinet
Perdana Menteri tgl. 15-4-1959 No. 11580/59, dan telah diadjukan kepada
D.P.R. dengan Amanat Presiden tgl 14-5-1950 No. 1258/HK/59.
Bertalian dengan pembitjaraan mengenai Rantjangan Anggaran Belandja
1960 dan berhubung dengan mendesaknja keadaan perekonomian dewasa ini
maka dalam rapatnja ke 182 pada thl. 26 Djuni 59 Dewan Menteri telah
memutuskan untuk mengundangkan Rantjangan Undang2 tersebut sebagai
Undang2 Darurat.
Selandjutnja Kabinet memutuskan menguasakan Saudara untuk memberi
keterangan tentang keputusan Pemerintah tsb diatas kepada pimpinan DPR dan
mempersilahkan Saudara untuk menjelesaikan dengan DPR soal2 formil jang
bertalian dengan penjelesaian Rantjangan Undang2 tersebut diatas (jang sudah
pada taraf pembitjaraan pasal demi pasal diselesaikan sebelum recesnja dimulai
pada tgl. 13 Djuni 1959)
Berhubung dengan keputusan Dewan Menteri tsb diatas kami mohon
sudiapalah kiranja Saudara dengan Direktur Kabinet Presiden :
1. Menjelesaikan soal penarikan kembali Rantjangan Undang2 tsb diatas
dari DPR dengan Amanat Presiden.
318
2. Menjampaikan Rantjangan Undang2 tsb. Sebagai Undang2 Darurat
untuk diselesaikan penetapannja oleh Direktur Kabinet Presiden
sebagaimana mestinja, dan selandjutnja
3. Menjampaikan Rantjangan Undang2 untuk menetapkan Undang2
Darurat termaksud diatas untuk disampaikan oleh Direktur Kabinet
Presiden kepada DPR dengan Amanat Presiden.
Tembusan surat ini disampaikan kepada :
a. Menteri Kehakiman,
b. Sekretaris-Djenderal Kem. Keuangan,
c. Direktur Kabinet Presiden,
d. Thesauri- Djenderal pada Kem. Keuangan,
e. Sekretaris- Djenderal Kem. Kehakiman,
f. Sekretaris-Djenderal D.P.R.
Untuk diketahui dan seperlunja
SEKRETARIS DEWAN MENTERI
u.b.
Kepala Bagian Pelaksanaan
(ttd) Soerjantoro.
319
PENDJELASAN UMUM.-
Pengeluaran obligasi dapat dilihat terlepas dari keadaan moneter pada/waktu dan
harus dilihat dalam rangka usaha Pemerintah untuk menggunakan segala alat keuangan
jang ada Suatu. Seperti umum mengetahuinja alat penggalian jang terkenal ialah
djawatan-djawatan fiskal jang hingga kini menggali sebagian besar dari alat-alat
keuangan jang ada. Jang mungkin belum dipandang sebagai sesuatu jang lazim di negara
kita, akan tetapi dinegara manapun merupakan alat keuangan ialah pindjaman obligasi
didalam negeri. Dilihat dari sudut pendapatan nasional ialah suatu pindjaman dengan
demikian hanja merupakan transfer sadja dari milik (kekajaan) dari rakjat kepada
Pemerintah dan tidak merubah djumlah kekajaan maupun pendapatan nasional jang ada.
Djuga pada waktu pembajaran kembali maka djumlah kekajaan maupun pendapatan
nasional tidak mengalami perubahan. Demikianlah ini sekedar dikemukakan untuk
membedakannja dari pindjaman luar negeri jang berlainan sifatnja.
Dilihat dari sudut pembentukan modal nasional, pindjaman obligasi dalam negeri
adalah suatu hal jang perlu diadakan. Chususnja dalam keadaan keuangan dan moneter
seperti pada waktu sekarang, maka tidak dapat dibenarkan djika Pemerintah dan Negara
tidak menggunakan segala alat jang lazim digunakan. Kita tidak selalu dapat
menjandarkan diri atas bantuan luar negeri sadja jang pada Achirnya akan menanjakan
mengapa kita tidak mempergunakan alat keuangan ini.
Hasil dari pindjaman obligasi ini chusus akan dipergunakan untuk membeajai
usaha-usaha pembangunan baik dari Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah jang
pelaksanaannja akan dilakukan melalui Anggaran Belandja. Kepada pindjaman obligasi
jang akan dikeluarkan ini diberi segala sifat penarik jang dapat mengharapkan
keberhasilan pindjamanja ini.
Surat-surat obligasi akan dikeluarkan atas undjuk, sehingga dengan mudah dapat
dipergunakan di Bursa. Bunga ditetapkan 6%, jang dapat dikatakan tjukup tinggi dan
menarik. Diatas bunga jang tetap itu pada setiap pelunasan untuk semua surat obligasi
jang terundi diberi hadiah. Untuk hadiah ini setiap tahun pelunasan disediakan
sedjumlah 2/3% dari djumlah nominal obligasi jang terdjual.
Bagi mereka jang beragama Islam jang ikut serta dalam pindjaman obligasi ini
dan jang menjatakan keinginannja, diberi kesempatan sebelum menerima hadiahnja
membajar zakat sebesar 2½% dari djumlah nominal obligasi jang dimilikinja.
Pelaksanann hal ini akan diatur bersama oleh Menteri Keuangan dan Menteri Sosial.
Pada suatu golongan pemilik uang akan timbul keragu-raguan akan ikut serta
dalam obligasi ini karen takut akan pengusutan akan asal-usulnja uang.
Untuk menghilangkan keragu-raguan ini maka pendjualan surat-surat obligasi
akan dilakukan dengan semudah-mudahnja (over the counter).
320
Di samping itu dalam pasal 7 diadakan suatu pungutan atas penjertaan pertama
sebagai suatu pemberian uang pembasuh, kalau ada hal-hal jang perlu dibersihkan.
Karena itu maka dalam pasal 7 dimuat pula larangan bagi Djawatan Padjak untuk
menggunakan penjertaan pertama sebagai bukti untuk mengenakan atau menambah
padjak.
Dalam hal peserta pertama dapat menundjukkan, bahwa tentang uang
penjertaannja tidak ada suatu jang perlu disangsikan, maka pungutan atas penjertaan
pertama dikembalikan.
Pindjaman obligasi ini mempunjai daja penarik jang lain lagi jang tidak dapat
diabaikan.
Hadiah-hadiah jang besarnja tidak kalah dari hadiah-hadiah tidak kalah dari
hadiah-hadiah undian-undian jang besar, dibebaskan dari padjak pendapatan, padjak
perseroan, dan padjak undian (pasal 7 ajat 3 dan 4).
Pun surat pendaftaran, kwitansi, surat pemastian perdjandjian dan surat-surat
lainnja jang dibuat untuk melaksanakan Undang-undang Darurat ini bebas dari bea
materai. Adapun surat obligasi dan kupon sudah dibebaskan dari bea materai menurut
pasal 86 huruf a dan c dari Aturan Bea Meterai 1921.
Pasal demi Pasal.
Pasal 1.
Surat obligasi dikeluarkan atas undjuk, sehingga obligasi ini mudah dapat
diperdagangkan di Bursa. Surat obligasi akan dijual kepada chalajak ramai melalui
bank2 dan badan2 lain jang ditundjuk oleh Menteri Keuangan dengan tjara jang
semudah-mudahnja.
Penggunaan dari hasil jang diperoleh dari pendjualan obligasi ini tegas
dinjatakan untuk membeajai usaha2 pembangunan projek2 baik dari Pusat maupun dari
Daerah dan semua disalurkan melalui Anggaran Belandja.
Pasal 2.
Tidak memerlukan pendjelasan.-
Pasal 3.
Tjara pelunasan dengan pembelian di Bursa seperti dilakukan dengan Pindjaman
RI tahun 1950 pada umumnja bukanlah merupakan tjara jang lazim dipakai. Tjara
pelunasan jang dimaksudkan dalam pasal 3 ini lebih lazim dan lebih menarik mengingat
dasar sukarela dari pindjaman ini.
321
Pasal 4.
Untuk memudahkan tata-usaha hanja akan dikeluarkan lembaran2 surat
pindjaman sebesar Rp. 5.000.-
Pasal 5.
Pendaftaran oleh Dewan Pengawas Keuangan adalah suatu kelaziman dan
dimaksudkan untuk mendjaga agar tidak terdjadi hal2 jang tidak diingini, seperti, fraude,
pemalsuan, dsb.
Pasal 6.
Tidak perlu pendjelasan.
Pasal 7.
Tjukup didjelaskan dalam pendjelasan umum.
Pasal 8 s/d 12.
Tidak memerlukan pendjelasan.
--oSo--
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA No. 1775.-
-------------
322
…………..
No. 58/U.P. Djakarta, Djuli 1959.-
UNDANG-UNDANG DARURAT NO. 3 TAHUN 1959
TENTANG
PENGELUARAN PINDJAMAN OBLIGASI BERHADIAH TAHUN 1959
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Menimbang: a. bahwa untuk pembeajaan pembangunan sebaiknja digali segala alat
keuangan jang ada, dengan tidak semata-mata menggantungkan diri pada
bantuan-bantuan dari luar negeri.
b. bahwa pindjaman dalam negeri merupakan alat jang lazim
dipergunakan untuk memperoleh alat keuangan jang belum tergali itu,
sehingga dipandang perlu untuk mengeluarkan suatu pindjaman obligasi.
c. bahwa hasil dari pindjaman obligasi itu seharusnja digunakan untuk
usaha-usaha pembangunan.
d. bahwa dipandang perlu pula untuk memberi daja penarik bagi para
peserta dalam pindjaman obligasi itu.
e. bahwa berhubung dengan keadaan jang mendesak, peraturan ini perlu
segera diadakan.
Mengingat : pasal 37, 41 dan 96 Undang undang Dasar Sementara Republik Indonesia;
Mendengar : Dewan Menteri pada rapatnja ke 182 tanggal 26 Djuni 1959
M E M U T U S K A N :
Menetapkan:
UNDANG-UNDANG DARURAT TENTANG PENGELUARAN PINDJAMAN
OBLIGASI BERHADIAH TAHUN 1959.
Pasal 1.
(1). Menteri Keuangan diberi kuasa untuk mengeluarkan pindjaman atas beban
Negara setinggi-tingginja dua ribu djuta rupiah dengan mengeluarkan lembaran-
lembaran surat obligasi atas undjuk.
Pindjaman obligasi tersebut dikeluarkan setjara berangsur-angsur setiap kali dalam
djumlah dan menurut tjara2 serta waktu2 jang akan ditetapkan oleh Pemerintah.
(2). Hasil jang diperoleh dari pengeluaran pindjaman obligasi tersebut dalam ajat (1)
digunakan, untuk membeajai usaha-usaha pembangunan baik dari Pusat maupun
Daerah-daerah jang pelaksanaannja dilakukan melalui Anggaran Belandja.
323
Pasal 2.
(1). Surat-surat obligasi sebagaimana dimaksudkan dalam pasal 1 ajat 1 berbunga
enam perseratus dalam satu tahun dan dibajar atas kupon tahunan pada waktu-
waktu jang akan ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
(2). Kupon-kupon tahunan jang tidak diminta pembajarannja mendjadi kadaluwarsa
setelah lewat lima tahun sesudah tanggal djatuhnja kupon-kupon tersebut.
(3). Kupon-kupon dapat ditukar dengan uang pada semua kantor-kantoR Bank
Indonesia dan badan badan lain di Indonesia jang akan ditundjuk oleh Menteri
Keuangan menurut tjara-tjara jang akan ditentukan lebih landjut olehnja.
Pasal 3.
(1). Pindjaman obligasi ini dilunasi a pari setiap tahun untuk pertama kali dalam
tahun 1961 dengan tjara undian paling lama dalam dua puluh tahun pada waktu-
waktu dan menurut tjara-tjara jang masih akan ditetapkan oleh Menteri Keuangan
dengan sjarat bahwa pelunasan dapat dipertjepat.
(2). Diatas bunga jang diberikan, setiap tahun disediakan hadiah-hadiah bagi surat-
surat obligasi tersebut dalam pasal 1 ajat 1 jang terundi dalam djumlah dan tjara
jang akan ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
(3). Untuk pelunasan sebagaimana dimaksudkan dalam ajat (1) pada dasarnja
disediakan seperduapuluh dari djumlah seluruh pindjaman jang diadakan oleh
Menteri Keuangan sebagaimana dimaksudkan dalam pasal 1 ajat (1). Untuk
hadiah-hadiah disediakan setiap tahun setengah perseratus dari djumlah nominaal
dari pindjaman obligasi jang dikeluarkan dengan tidak mengurangi ketentuan
dalam ajat 1.
(4). Hak untuk menagih surat-surat obligasi jang telah disediakan untuk dilunasi,
demikian pula hak untuk menagih hadiah-hadiah, mendjadi hilang, setelah lewat
sepuluh tahun sesudah waktu tersebut pada ajat (1).
(5). Bunga surat-surat obligasi jang dikeluarkan berdasarkan Undang-undang Darurat
ini hanja dibajar sampai pada waktu tersebut diajat (1).
Pasal 4.
Kesempatan untuk ikut serta dalam pindjaman obligasi ini hanja diadakan dalam
lembaran dari Rp. 5.000.—(lima ribu rupiah) jang pengeluarannja akan disalurkan
melalui Bank Indonesia dan/atau djika perlu melalui badan-badan jang akan
ditundjuk oleh Menteri Keuangan.
324
Pasal 5.
(1). Surat-surat obligasi termaksud dalam pasal 1 ajat 1 ditanda tangani oleh
Menteri Keuangan dan akan didaftarkan oleh Dewan Pengawas Keuangan atau
menurut tjara lain jang disetudjui oleh Dewan Pengawas Keuangan sebelum
dikeluarkan dan dari pendaftaran tersebut diberi bukti pendaftaran.
(2). Tentang adanja penjertaan dalam pindjaman obligasi termaksud dalam
Undang-Undang Darurat ini dan tentang surat-surat obligasi jang dikeluarkan
dibuat perhitungannja jang diberitahukan kepada Dewan Perwakilan Rakjat,
setelah diperiksa dan disetudjui oleh Dewan Pengawas Keuangan.
(3). Surat-surat obligasi jang sudah diterima kembali karena pelunasan dan kupon-
kupon jang sudah dibajar, setelah dibuat tidak berlaku, akan dikirimkan oleh
Kementerian Keuangan kepada Dewan Pengawas Keuangan untuk dimusnahkan
sehingga tidak dapat digunakan lagi dalam peredaran.
Pasal 6.
Pengeluaran-pengeluaran untuk pembajaran bunga, hadiah dan pelunasan obligasi
termaksud dalam pasal 1 ajat (3), pasal 2 ajat (2) dan ajat (3) demikian pula biaja
untuk menejlenggarakan pindjaman dibebankan kepada anggaran Republik
Indonesia.
Pasal 7.
(1). Pernjataan pertaman dalam pindjaman obligasi ini dikenakan pungutan
sebesar sepuluh perseratus dari nilai nominal.
(2). Djika penjertaan pertama dalam pindjaman obligasi ini menjEbabkan
diketahuinja keterangan-keterangan jang memberi kepastian, bahwa
berdasarkan “Ordonansi Padjak Pendapatan 1944” (Stbl. 1944 No. 17)
“Ordonansi Padjak Kekajaan 1932” (Stbl. 1932 No. 405) dan “Ordonansi
Padjak Perseroan 1925” (Stbl. 1925 No. 319), sesuatu padjak berkenaan
dengan penjertaan pertama itu tidak dikenakan ataupun dikenakan terlampau
rendah, dikurangkan atau dihapuskan, maka keterangan-keterangan itu,
mengenai masa pengenaan padjak dimana pendaftaran untuk pindjaman
obligasi itu terdjadi dam masa-masa pengenaan padjak sebelumnja, tidak
dapat digunakan untuk menetapkan padjak jang masih sementara, atau untuk
menindjau kembali ketetapan atau untuk mengenakan padjak bila mula-mula
telah diberikan pembebasan padjak, atau untuk mengenakan tagihan
tambahan atau susulan.
(3). Pungutan sebagai dimaksud dalam ajat 1 pasal ini dikembalikan, djikalau
peserta pertama dapat mejakinkan Kepala Djawatan Padjak, bahwa
325
penjertaan pertama itu telah masuk dalam kekajaan jang setjara teratur telah
diberitahukan kepada Djawatan Padjak untuk keperluan penghitungan padjak
pendapatan, padjak kekajaan dan padjak perseroan.
Djika hal ini terdjadi maka pasal 7 ajat 2 tidak berlaku.
(4). Hadiah-hadiah jang diberikan pada waktu pelunasan dibebaskan dari padjak
pendapatan dan padjak perseroan.
(5). Hadiah-hadiah jang diberikan pada waktu pelunasan dibebaskan dari padjak
undian, berdasarkan pasal 2 sub a Undang-undang No. 22 tahun 1954
(Lembaran Negara No. 75 tahun 1954).
Pasal 8.
Segala surat-surat pendaftaran, kwitansi-kwitansi, pemastian-pemastian
perdjandjian dan lain-lain jang dibuat untuk mendjalankan Undang-Undang
Darurat ini bebas dari bea meterai.
Pasal 9.
Pada bank-bank dan badan-badan lain jang hilang atau musnah dapat
diberi gantinja menurut peraturan-peraturan jang akan ditetapkan oleh Menteri
Keuangan.
Pasal 10.
Pada bank-bank dan badan-badan lain jang ditundjuk oleh Menteri Keuangan
jang turut membantu melaksanakan pindjaman obligasi ini dapat diberi provisi
menurut peraturan-peraturan jang akan ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
Pasal 11
Hal-hal jang belum diatur guna pelaksanaan Undang-undang Darurat ini
ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
Pasal 12.
Undang-undang Darurat ini dapat disebut “Undang-undang Darurat Pindjaman
Obligasi tahun 1959 dan mulai berlaku pada hari diundangkan.
Agar supaja setiap orang dapat mengetahuinja, memerintahkan pengundangan
Undang-undang Darurat ini dengan penempatan dalam Lembaran Negara
Republik Indonesia.
326
Ditetapkan di Djakarta
pada tanggal 4 Djuli 1959
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
( S O E K A R N O ) .
Diundangkan :
Pada tanggal 4 Djuli 1959.
MENTERI KEHAKIMAN, Menteri Keuangan,
ttd ttd
G . A . M A E N G K O M S O E T I K N O S L A M E T
L E M B A R A N N E G A R A T A H U N 1 9 5 9 N o . 4 3 .
- - o S o - -
327
Dikirim tgl. : 12 Agustus 1959
Registrasi No. : 3331
-------------------------------
DEWAN PERWAKILAN RAKJAT
REPUBLIK INDONESIA Djakarta 6 Agustus 1959.-
-------
No. 10436/DPR-RI/59
Lampiran : satu.
Perihal : Penjelesaian usul
Undang-undang. Kepada
KETUA
PRESIDEN/PERDANA MENTERI
di
DJAKARTA.-
Bersama ini kami sampaikan dengan hormat daftar usulan undang2 jang
pada saat berhentinja Kabinet Djuanda/atau belum selesai dibitjarakan oleh
Dewan Perwakilan Rakjat, untuk diketahui.
Perlu kami kemukakan, bahwa – sebagaimana telah mendjadi kebiasaan –
pada tiap pergantian Kabinet, pembitjaraan dalam Dewan Perwakilan Rakjat
mengenai semua usul undang2 dihentikan sambil menunggu adanja pernjataan
dari Kabinet jang baru, apakah usul Undang2 tersebut diambil alih atau ditarik
kembali oleh Kabinet baru itu. Dalam hubungan ini kami perhatian Pemerintah,
bahwa usul undang2 untuk menetapkan undang2 darurat ketjuali apabila
Pemerintah memandang perlu untuk menarik kembali usul undang2 ini guna
diganti dengan usul undang-undang lain, karena diperlukan adanja perubahan2
didalam usul undang2 jang semula.
Selain dari pada itu jelas pula kiranja, bahw semua usul undang2
Pemerintah, jang sekarang berada ditangan Dewan Perwakilan Rakjat, perlu
terlebih dahulu oleh Pemerintah disesuaikan dengan Undang2 Dasar 1945
sebelum pembitjaraannja dalam Dewan Perwakilan Rakjat diladjutkan.
Berhubungan dengan itu kami mengharap sudilah kiranja Pemerintah
menjampaikan kepada kami pernjataan sebagai dimaksud diatas dan djuga nota
perubahan mengenai usul undang2 jang diambil alih oleh Kabinet sekarang
gauna menjesuaikan usul undang2 itu dengan Undang-Undang Dasar 1945 atau
328
naskah usul undang2 baru jang telah disesuaikan dengan Undang2 Dasar
tersebut
WAKIL KETUA I
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT
(ttd.) H. Zainul Arifin
Tembusan beserta lampirannya
Disampaikan kepada :
a. Para Menteri/Menteri Muda
b. Penghubung Parlemen pada
Departemen2
*> Mengenai RUU tentang pengeluaran pindjaman obligasi tahun 1959
(Sid. 1959 – P. 418) tertjantum dalam lampiran I No. 12, dengan
tjatatan, bahwa telah dimintakan Amanat pembatalan dari Presiden
oleh Menteri Keuangan dengan suratnja tgl. 30 Djuni 1959 No.
77871/BSD/VI, berhubung telah dikeluarkannja Undang-undang
Darurat No. 3 tahun 1959 (LN. 43)
329
= S A L I N A N =
TEMBUSAN
No. 24852/ 59 Djakarta, 28 Agustus 1959
Lampiran : 3 (tiga) Kepada
Hal : Penarikan kembali Jth. Direktur Kabinet Presiden
beberapa Rantjangan di
Undang-undang D J A K A R T A.-
Dengan memperhatikan Lampiran I dan II dari surat Wakil Ketua I Dewan Perwakilan Rakjat tanggal 8 Agustus 1959 No. 10346/DPR-RI/59 jang tembusannja saja lampirkan bersama ini, dengan ini saja sampaikan dengan hormat daftar Rantjangan Undang-undang dari Kabinet-kabinet jang lampau jang telah disampaikan kepada Dewan Perwakilan Rakjat dengan Amanat Presiden, tetapi berhubungan sesuatu hal rantjangan-rantjangan Undang-undang tersebut tidak diperlukan lagi dan perlu ditjabut kembali oleh Pemerintah, sebagaimana diterangkan dalam kolom keterangan dari daftar itu.
Berhubung dengan itu saja mengharap agar supaja Saudara mengusahakan penarikan kembali dari Dewan Perwakilan Rakjat Rantjangan-rantjangan Undang-undang dimaksud dengan Amanat Presiden.
Tembusan surat ini dikirim kepada: 1. Menteri Pertama/Keuangan, 2. Menteri Keamanan-Pertahanan, 3. Menteri Pembangunan, 4. Menteri Muda Pertahanan, 5. Menteri Muda Keuangan, 6. Menteri Muda Perindustrian dan Pertambangan, 7. Menteri Muda Pendidikan, Pengadjaran dan Kebudajaan, 8. Ketua Dewan Perwakilan Rakjat, 9. Sekretaris DJenderal Dewan Perwakilan Rakjat, untuk diketahui seperlunya. Menteri Muda Penghubung dengan D.P.R./M.P.R., Ds. W.J. RUMAMBI
Tjatatan : .............
330
Tjatatan:
= K U T I P A N = LAMPIRAN Daftar Rantjangan Undang-undang dari Kabinet2 jang lampau jang telah disampaikan kepada D.P.R. dan sekarang ternjata perlu ditarik kembali oleh Pemerintah. Rantjangan Undang-
Undang tentang
Amanat Presiden Keterangan tanggal nomor
1. d. s. t. 2. Pengeluaran Pindjaman
Obligas tahun 1959 Sid. 1959 – P.418. 3. d. s. t.
14-5-1959
1258/HK/59 Karena kebutuhan jang sangat mendesak akan adanja peraturan ini, maka Pemerintah telah mengeluarkan peraturan tersebut sebagai Undang2 Darurat No.3 tahun 1959 (L.N. tahun 1959 No. 43) sehingga Rantjangan Undang2 ini tidak dapat dipergunakan lagi dan perlu ditjabut kembali.
Djakarta, 28 Agustus 1959.
Menteri Muda Penghubung dengan D.P.R./M.P.R., Ds. W.J. RUMAMBI Diterima tgl. 31-8-1959 Agenda No. 1 1 3 5 4.- ----------------------------
331
= Dok Pokok =
Daftar Rantjangan Undang-Undang dari Kabinet jang lampau jang telah disampaikan
kepada DPR dan sekarang ternjata perlu ditarik kembali oleh Pemerintah.-
Rantjangan Undang-
Undang
tentang
Amanat Presiden
Keterangan tanggal nomor
I. Departemen Keuangan.
1. Penetapan Undang2
Darurat No. 3 tahun
1956 (LN No. 50)
tentang kedudukan
keuangan Ketua, Wakil
Ketua dan Anggota
Konstituante sebagai
Undang2.
29-11-
1956
3226/HK/56 Karena Undang2 Darurat ini telah
ditjabut dengan Undang2 Darurat No. 15
tahun 1957 (LN No. 62) dan kemudian
Undang2 Darurat No. 15 tahun 1957
ditjabut dengan Undang2 No. 1 tahun
1959 (LN No. 3) sehingga Rantjangan
Undang2 tentang penetapan Undang2
tentang penetapan Undang2 Darurat ini
tidak diperlukan lagi, dan perlu ditjabut
kembali.-
2. Pengeluaran pindjaman
obligasi tahun 1959
14-5-
1959
1258/HK/59 Karena kebutuhan jang sangat mendesak
akan adanja Peraturan ini, maka
Pemerintah telah mengeluarkan
peraturan tsb. Sebagai Undang2 Darurat
No. 3 tahun 1959 (LN No. 43) sehingga
Rantjangan Undang2 ini tidak dapat
dipergunakan lagi dan perlu ditjabut
kembali.
II. Departemen
Perindustrian Dasar dan
Pertambangan.
3. Pertambangan
7-11-
1956
2956/HK/56 Oleh karena telah disampaikan kepada
DPR dengan Amanat Presiden tanggal 9
Maret 1959 No. 710/HK/59 suatu
Rantjangan Undang2 baru untuk
menggantikan Rantjangan Undang2 ini,
maka Rantjangan Undang2 ini perlu
ditjabut kembali.
332
III. Departemen
Pertahanan.
4. Penetapan Undang2
Darurat No. 13 tahun
1955 (LN No. 38)
mengenai pentjabutan
dan penggantian
Undang2 No 14 tahun
1953 tentang perlakuan
terhadap Anggota
Angkatan Perang jang
diperhentikan karena
tidak memperbaharui
ikatan dinas, sebagai
Undang2.
23-8-
1956
2239/HK/56 Karena dengan Amanat Presiden tanggal
17 Pebruari 1959 No. 485/HK/59 telah
disampaikan kepada DPR suatu
Rantjangan Undang2 tentang pentjabutan
Undang2 Darurat No. 13 tahun 1955 (LN
No. 38) jang telah disetudjui djuga oleh
DPR dalam rapat pleno ke 54 tanggal 20-
5-1959, maka Rantjangan Undang2
tentang penetapan Undang2 Darurat ini
tidak diperlukan lagi dan perlu ditjabut
kembali.
IV. Departemen
Pendidikan Pengadjaran
dan Kebudajaan.
5. Penetapan Undang2
17-5-
1950
1501/50/P. Karena telah disampaikan kepada DPR
dengan Amanat Presiden tanggal 18-12-
1958 No. 6509/HK/58 satu Rantjangan
Undang2 tentang Perguruan Tinggi,
dimana disebutkan mentjabut Undang2
Darurat No. 7 tahun 1950 (LN No. 9),
maka Rantjangan Undang2 tentang
penetapan Undang2 Darurat ini tidak
diperlukan lagi dan perlu ditjabut
kembali.
Djakarta, 28 Agustus 1959
Menteri Muda Penghubung dengan
DPR/MPR
Ttd.
(Ds. W.J.Rumambi.).-
333
AgNo. 12371 tgl. 29-9-1959.
P R E S I D E N
R E P U B L I K I N D O N E S I A
D j a k a r t a , 2 2 S e p t e m b e r 1 9 5 9
No: 2795/HK/59
Lampiran : - Kepada
Perihal : Penarikan kembali Rantjangan Ketua Dewan Perwakilan Rakjat
Undang-undang tentang Republik Indonesia
Pengeluaran Pindjaman Obligasi di
Tahun 1959 DJAKARTA.-
M e r d e k a !
Dengan ini kami atas usul Menteri Muda Penghubung dengan Dewan
Perwakilan Rakjat/Madjelis Permusjawaratan Rakjat seperti tersebut dalam
suratnja tanggal 28 Agustus 1959 No. 24852/59 menarik kembali:
- Rantjangan Undang-undang tentang pengeluaran pindjaman Obligasi
tahun 1959-
Jang telah kami sampaikan kepada Saudara dengan amanat kami tanggal 14 Mei
1959 No. 1258/HK/59.
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
ttd. SOEKARNO
TEMBUSAN KEPADA :
1. Menteri Pertama,
2. Menteri Keuangan,
3. Menteri Muda Penghubung dengan
Dewan Perwakilan Rakjat/
Madjelis Permusjawaratan Rakjat
(Dibatjakan dalam Rta ke 2 tgl 1-10-1959).
334