Upload
dangcong
View
214
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
9
PBAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Pada bab ini akan diuraikan mengenai literasi sains dan teknologi,
pembelajaran berbasis literasi sains dan teknologi, aspek keterampilan berpikir
kritis, hubungan literasi sain dan teknologi dengan berpikir kritis serta tinjauan
materi klasifikasi zat.
A Literasi Sains dan Teknologi.
Secara harfiah literasi berasal dari kata literacy yang berarti melek huruf atau
gerakan pemberantasan buta huruf (Echols dan Shadily, 1990). Sedangkan istilah
sains berasal dari bahasa Inggris science yang diambil dari bahasa latin sciencia
dan berarti pengetahuan.
Menurut Robert B. Sund (dalam Widyatiningtyas, 2008), sains merupakan
suatu tubuh pengetahuan (body of knowledge) dan proses penemuan pengetahuan.
Dengan demikian, pada hakekatnya sains merupakan suatu produk dan proses.
Produk sains meliputi fakta, konsep, prinsip, teori dan hukum. Proses sains
meliputi cara-cara memperoleh, mengembangkan dan menerapkan pengetahuan
yang mencakup cara kerja, cara berfikir, cara memecahkan masalah, dan cara
bersikap. Sains berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara
sistematis, sehingga sains bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang
berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan
suatu proses penemuan (Depdiknas, 2003).
10
Dalam konteks PISA (Programme for International Student Assessment),
literasi sains didefinisikan sebagai kemampuan menggunakan sains,
mengidentifikasi pertanyaan, dan menarik kesimpulan berdasarkan bukti-bukti,
dalam rangka memahami serta membuat keputusan berkenaan dengan alam dan
perubahan yang dilakukan terhadap alam melalui aktivitas manusia. (Rustaman et
al., 2004). Definisi literasi sains ini memandang literasi sains bersifat
multidimensional, bukan hanya pemahaman terhadap pengetahuan sains,
melainkan lebih luas dari itu. PISA juga menilai pemahaman peserta didik
terhadap karakteristik sains sebagai penyelidikan ilmiah, kesadaran akan betapa
sains dan teknologi membentuk lingkungan material, intelektual dan budaya, serta
keinginan untuk terlibat dalam isu-isu terkait sains, sebagai manusia yang
reflektif. Sesuai dengan pandangan di atas, penilaian literasi sains dalam PISA
tidak semata-mata berupa pengukuran tingkat pemahaman terhadap pengetahuan
sains, tetapi juga pemahaman terhadap berbagai aspek proses sains, serta
kemampuan mengaplikasikan pengetahuan dan proses sains dalam situasi nyata
yang dihadapi peserta didik, baik sebagai individu, anggota masyarakat, serta
warga dunia.
Teknologi merupakan suatu perangkat keras ataupun perangkat lunak yang
digunakan untuk memecahkan masalah bagi pemenuhan kebutuhan manusia.
sedangkan literasi teknologi, dapat diartikan sebagai kemampuan melaksanakan
teknologi yang didasari kemampuan identifikasi, sadar akan efek hasil teknologi,
dan mampu bersikap serta mampu menggunakan alat secara aman, tepat, efisien
dan efektif.
11
Melek sains dan teknologi merupakan salah satu syarat bagi seseorang untuk
dapat hidup dan bekerja, serta mampu membuat keputusan-keputusan yang tepat
dan dapat melakukan tindakan-tindakan pribadi dan sosial yang
bertanggungjawab (Hidayat, 1997). Karena itu pendidikan sains di sekolah juga
memiliki tanggung jawab untuk menanamkan nilai-nilai dan kesadaran akan
tanggung jawab pribadi dan sosial pada peserta didik sebagai warga negara dan
warga masyarakat. Dalam literasi sains, berbagai kompetensi dalam setiap aspek
(pengetahuan, keterampilan, serta sikap dan nilai) saling berhubungan dan saling
mendukung.
Menurut Nation Science Teachers Association (dalam Poedjiadi, 2005), bahwa
seseorang yang memiliki literasi sains dan teknologi memiliki ciri-ciri sebagai
berikut :
a. Menggunakan konsep-konsep sains, keterampilan proses dan nilai apabila mengambil keputusan yang bertanggungjawab dalam kehidupan sehari-hari.
b. Memenuhi sebagian besar konsep-konsep sains, hipotesis dan teori sains dan mampu menggunakannya.
c. Menghargai sains dan teknologi sebagai stimulus intelektual yang dimilikinya. d. Mengetahui aplikasi teknologi dan pengambilan keputusan menggunakan
teknologi. e. Mengetahui sumber-sumber informasi dari sains dan teknologi yang dipercaya
dan menggunakan sumber-sumber tersebut dalam pengambilan keputusan. Hasil diskusi yang dilakukan IPN (Institüt für Pädagogik der
Naturwiscenschaft) menghasilkan apa yang semestinya dapat dan diharapkan dari
konsep literasi sains (Gräber dan Bolte, 1997; Gräber, et al., 2002). Salah satu
kesimpulan dari diskusi ini adalah model skematik yang mengindikasikan bahwa
literasi sains semestinya berisi berbagai kompetensi, satu diantaranya adalah
materi subjek. Kompetensi di luar materi subjek seringkali disebut sebagai
12
kompetensi lintas kurikulum, yang dapat diterapkan pada setiap mata pelajaran
tetapi masih mempunyai karakteristik tertentu dalam domain sains (Gräber, et al.,
, 2002). Kompetensi berkomunikasi dalam laboratorium sains misalnya akan
nampak berbeda dengan kompetensi berkomunikasi yang dikenal dalam mata
pelajaran pendidikan jasmani. Asumsi bahwa materi subjek, bagaimanapun
pentingnya sebagai bagian dari literasi sains, hanya merupakan salah satu bagian
dan bukan keseluruhan, merupakan salah satu filosofi penting Chemie im Kontext.
Dalam model skematik tersebut ada 7 kompetensi yang mencakup literasi sains,
yaitu materi subjek,epistemologi, moral, sosial, prosedural, komunikasi dan
belajar (learning ) seperti terlihat dalam domain berikut:
Kompetensi belajar meliputi kemampuan untuk menggunakan strategi belajar
yang berbeda dan cara mengkonstruksi pengetahuan sains. Kompetensi sosial
Literasi Sains
Pengetahuan
Keterampilan
Nilai dan sikap
� Kompetensi Mata Pelajaran
� Kompetensi Epistemologi
� Kompetensi Etika
� Kompetensi Belajar � Kompetensi Komunikasi � Kompetensi Sosial � Kompetensi Prosedural
Gambar 2.1 Model Bagan Pembagian Kompetensi dalam Literasi Sains
13
meliputi kemampuan untuk bekerjasama dalam tim untuk mengumpulkan,
menghasilkan, memproses atau menginterpretasikan secara ringkas, untuk
menggunakan informasi ilmiah. Kompetensi berkomunikasi meliputi kemampuan
dalam menggunakan dan memahami bahasa ilmiah, pelaporan, membaca dan
berargumen akan informasi ilmiah.
Kompetensi mata pelajaran meliputi pengetahuan yang bersifat konseptual dan
pengungkapan, meliputi rangkaian pengetahuan sains dan pemahaman
menyeluruh dari berbagai ranah sains. Kompetensi epistemologi meliputi
pengertian mendalam tentang pendekatan sains yang sistematis sebagai satu cara
untuk melihat dunia, dibandingkan dengan teknologi, seni rupa, agama, dan lain
lain.
Kompetensi sikap/etika meliputi pengetahuan norma-norma, pemahaman
tentang relatifitas norma-norma pada waktu dan lokasinya, dan kemampuan untuk
mencerminkan norma-norma dan mengembangkan nilai hierarki.
B Pembelajaran Kimia Berbasis Literasi Sains dan Teknologi
Pada umumnya kurikulum IPA/kimia yang dilaksanakan di sekolah cenderung
lebih mengutamakan materi subjek sedangkan aplikasinya menjadi fokus
berikutnya.
Menurut Holbrook (1998), supaya pembelajaran IPA (kimia) lebih relevan
bagi siswa, maka :
1. Diperlukan partisipasi siswa dalam memilih konteks sosial untuk pembelajaran
sains.
14
2. Penambahan aktivitas siswa akan memberi kesempatan besar kepada siswa
untuk dapat belajar sendiri.
3. Untuk mengembangkan siswa lebih maksimal maka menghindari
pembelajaran yang berpusat pada guru.
Siswa perlu mengetahui relevansi dari sebuah pengajaran, seperti pada
kehidupan sehari-hari atau relevansinya pada kehidupan bermasyarakat. Dengan
demikian pendidikan IPA (kimia) diharapkan dapat membimbing siswa untuk
mencapai cita–citanya dalam pendidikan melalui kimia. Hal ini penting bagi siswa
untuk dapat lebih menghargai kimia dalam pendidikan mereka (Holbrook, 2005).
Dalam pembelajaran IPA/kimia, menghubungkan konsep IPA dengan
perkembangan yang ada di masyarakat bukanlah hal yang baru. Pendekatan STS
(Science Technology Society) juga telah mencoba mengaitkan masalah sosial dan
teknologi dengan pembelajaran konsep-konsep sains (Yager dan Lutz dalam
Holbrook, 2005).
Menurut Holbrook (2005), untuk mengembangkan pelajaran kimia yang
relevan dengan proses dan produk yang sehari-hari digunakan dalam masyarakat
dapat diterapkan pendekatan Science-Technology-Literacy (STL).
Sebuah proyek kerjasama beberapa universitas di Jerman yang mengkaji dan
mengembangkan berbagai hal tentang pendidikan sains (kimia), Chemie im
Kontext (ChiK), memberikan landasan teoritis dan arahan untuk
mengimplementasikan pembelajaran berbasis STL. Menurut ChiK (Nentwig et
al., 2002), bahwa “Ada tiga landasan teoritis dalam pembelajaran berbasis literasi
15
sains dan teknologi (STL), yaitu literasi sains, teori motivasi, dan teori
konstruktivisme”.
a. Teori Motivasi
Callahan dan Clark (dalam Mulyasa, 2005) mengemukakan bahwa motivasi
adalah tenaga pendorong atau penarik yang dapat menyebabkan adanya
tingkah laku ke arah suatu tujuan tertentu. Dengan motivasi akan tumbuh
suatu dorongan untuk melakukan sesuatu dalam kaitannya dengan pencapaian
tujuan. Seseorang akan melakukan sesuatu jika ia memiliki tujuan atas
perbuatannya motivasi akan menyebabkan terjadinya suatu perubahan energi
yang ada pada diri manusia, baik yang menyangkut kejiwaan, perasaan, dan
emosi, untuk kemudian bertindak atau melakukan sesuatu untuk mencapai
tujuan (Mulyasa, 2005).
Siswa akan termotivasi untuk belajar apabila topik yang dipelajarinya menarik
dan berguna bagi dirinya. Hal yang sama diungkapkan oleh Dahar (1989)
yaitu untuk memotivasi siswa dalam belajar bisa dilakukan dengan
membangkitkan perhatian mereka dalam isi pelajaran, dan dengan
mengemukakan kegunaannya dalam kehidupan mereka. Oleh karena itu,
dalam pembelajaran berbasis literasi sains dan teknologi materi disajikan
dalam bentuk konteks, serta mengangkat isu-isu sehari-hari yang ada disekitar
atau yang ada di masyarakat ke dalam konsep kimia, sehingga topik yang
dipelajari terasa lebih menarik, bermakna dan berguna bagi siswa (Holbrook,
2005).
16
b. Teori Konstruktivisme
Esensi dari teori konstruktivisme adalah Suatu proses dimana
pengetahuan diperoleh dengan jalan mengaitkan informasi baru kepada
pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya. Pengetahuan bukanlah
seperangkat fakta-fakta, konsep atau kaidah yang siap diambil atau diingat.
Tetapi manusia harus mengkonstruksi pengetahuan itu dan memperoleh
makna melalui pengalaman nyata. Siswa perlu dibiasakan untuk memecahkan
masalah, menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya, bergelut dengan
ide-ide, yaitu siswa harus mengkonstruksikan pengetahuan di benak mereka
sendiri. Dengan dasar ini pembelajaran harus dikemas menjadi proses
mengkonstruksi bukan menerima pengetahuan. Dalam pandangan
konstruktivisme strategi memperoleh lebih diutamakan dibandingkan dengan
seberapa banyak siswa memperoleh dan mengingat pengetahuan.
Berkaitan dengan hal di atas, maka untuk menerapkan pembelajaran berbasis
literasi sains dan teknologi di kelas dilakukan tahapan-tahapan pembelajaran
yang diadopsi, diadaptasi dan dimodifikasi dari proyek ”Chemie im Kontex” atau
ChiK (Nentwig et al., 2002). Hal ini dilakukan karena sampai saat ini belum ada
pedoman yang baku dalam menentukan langkah-langkah pembelajaran berbasis
literasi sains dan teknologi. Adapun langkah-langkah pembelajaran yang
dilakukan adalah sebagai berikut :
a. Tahap Kontak (Contact Phase)
Pada tahap ini dikemukakan isu-isu, masalah yang ada di masyarakat atau
menggali berbagai peristiwa yang terjadi di sekitar siswa dan mengaitkannya
17
dengan materi yang akan dipelajari sehingga siswa menyadari pentingnya
memahami materi tersebut. Topik yang dibahas dapat bersumber dari berita,
artikel atau pengalaman siswa sendiri.
b. Tahap Kuriositi (Curiosity Phase)
Pada tahap ini dikemukakan pertanyaan-pertanyaan, dimana jawabannya
membutuhkan pengetahuan kimia yang dapat mengundang rasa penasaran dan
keingintahuan siswa.
c. Tahap Elaborasi (Elaboration Phase)
Pada tahap ini dilakukan eksplorasi, pembentukan dan pemantapan konsep
sampai pertanyaan pada tahap kuriositi dapat terjawab. Eksplorasi,
pembentukan dan pemantapan konsep tersebut dapat dilakukan dengan
berbagai metode, misalnya ceramah bermakna, diskusi dan kegiatan praktikum,
atau gabungan dari ketiganya. Melalui kegiatan inilah berbagai kemampuan
siswa akan tergali lebih dalam, baik aspek pengetahuan, keterampilan proses
maupun sikap dan nilai.
d. Tahap Pengambilan Keputusan (Making Decision Phase)
Menurut Holbrook (1998) kemampuan penting dalam pembelajaran STL
selain penyelesaian masalah adalah pengambilan keputusan sosial-ilmiah.
Pada tahap ini dilakukan proses pengambilan keputusan melalui diskusi
berkaitan dengan permasalahan yang dibahas dalam pembelajaran, khususnya
yang dikemukakan pada tahap kuriositi.
18
e. Tahap Nexus (Nexus Phase)
Pada tahap ini dilakukan proses pengambilan intisari (konsep dasar) dari
materi yang dipelajari, kemudian mengaplikasikannya pada konteks yang lain
(dekontekstualisasi), artinya masalah yang sama diberikan dalam konteks
yang berbeda dimana memerlukan konsep pengetahuan yang sama untuk
pemecahannya (Vanderbilt dalam Nentwig et al., 2002). Tahap ini dilakukan
agar pengetahuan yang diperoleh lebih aplikatif dan bermakna di luar konteks
pembelajaran.
f. Tahap penilaian (Assesment Phase)
Pada tahap ini dilakukan penilaian pembelajaran secara keseluruhan yang
berguna untuk menilai keberhasilan belajar siswa. penilaian dilakukan bukan
hanya untuk menilai aspek keterampilan berpikir kritis saja, tetapi juga aspek
konten sains, aspek keterampilan proses sains dan konteks aplikasi sains.
(Nentwig et al., 2002).
C Keterampilan Berpikir Kritis
Berpikir merupakan proses mental yang dapat menghasilkan pengetahuan.
Berpikir adalah tujuan akhir dari proses belajar mengajar (Arifin, 2003). Robert
Ennis (1962) menyatakan bahwa berpikir kritis adalah kemampuan
menggunakan logika. Logika merupakan cara berpikir untuk mendapatkan
pengetahuan yanng disertai pengkajian kebenarannya yang efektif berdasarkan
pola penalaran tertentu.
Berpikir kritis artinya mempertimbangkan sesuatu untuk menentukan
apakah sesuatu itu benar atau salah, baik atau tidak baik. Orang yang berpikir
19
kritis, berpikir dan bertindak secara normatif siap bernalar tentang kualitas dari
apa yang mereka lihat dengan atau yang mereka pikirkan. Kemampuan berpikir
seseorang juga berhubungan dengan tingkat perkembangan intelektualnya. Piaget
dalam Dahar (1996) mengemukakan, bahwa ada empat tahap perkembangan
intelektual dari setiap individu yaitu:
1. Tahap sensori-motor (umur 0-2 tahun)
Anak pada tahap ini memperoleh pengalaman melalui gerakan fisik (motorik)
dan sensorinya (koordinasi indra).
2. Tahap pra –operasional (umur 2-7 tahun)
Pada tahap ini anak memasuki tahap persiapan untuk pengorganisasian
operasional konkrit berupa tindakan-tindakan kognitif, seperti
mengklasifikasikan sekelompok objek dan menata benda menurut ururtan
tertentu.
3. Tahap operasional konkrit (umur 7-11 tahun)
Pada tahap ini anak telah memahami operasi logis atau berpikir rasional
bantuan benda-benda konkrit. Kemampuan ini terwujud dalam memahami
kemampuan untuk mengklasifikasikan, mampu memandang suatu objek dari
sudut pandang yang berbeda secara objektif.
4. Tahap operasional formal (umur 11 tahun ke atas)
Pada tahap ini anak sudah mampu bernalar tanpa harus berhadapan
dengan objek atau peristiwa langsung.
Selain Keterampilan berpikir meningkat sesuai dengan perkembangan
usia, juga dapat berkembang jika sering dihadapkan dengan sesuatu yang
20
menuntutnya untuk berpikir. Berpikir dalam pengajaran dikembangkan
dengan asumsi (Winocur, 1965 dalam arifin ) bahwa umumnya anak dapat
mencapai tingkat berpikir tinggi, berpikir dapat diajarkan, dipelajari, sebagai
dasar dalam proses belajar dan merupakan suatu hal yang penting dalam
menghadapi masalah sosial.
Menurut Presseien dalam Costa (1985), berpikir dianggap sebagai suatu
upaya yang kompleks dan reflektif bahkan suatu pengalaman yang kreatif.
Keterampilan berpikir dikelompokkan menjadi dua golongan yaitu keterampilan
berpikir dasar dan keterampilan berpikir kompleks. Proses berpikir dasar
merupakan gambaran dari proses berpikir rasional yang mengandung sekumpulan
proses mental dari yang sederhana menuju yang kompleks. Proses berpikir
kompleks dikenal sebagai proses berpikir tingkat tinggi yang dikategorikan ke
dalam 4 kelompok yang meliputi pemecahan masalah, pembuatan keputusan,
berpikir kritis, dan berpikir kreatif (Costa, 1985). Mengingat keterampilan
berpikir yang dikembangkan perlu disesuaikan dengan tingkat perkembangkan
kognitif siswa maka keterampilan berpikir rasional tepat untuk dikembangkan
pada pendidikan dasar dan keterampilan berpikir tingkat tinggi termasuk di
dalamnya keterampilan berpikir kritis (Costa, 1985) dipilih untuk dikembangkan
pada pendidikan tingkat menengah. Kemampuan berpikir kritis siswa merupakan
kemampuan berpikir tingkat tinggi yang penting untuk dimiliki siswa karena
kemampuan berpikir kritis dapat membekali siswa dalam menghadapi berbagai
persoalan di masa depan bukan hanya dalam pembelajaran di kelas.
21
Menurut Ennis (dalam Costa, 1985) terdapat 12 indikator keterampilan
berpikir kritis yang dikelompokkan menjadi lima aspek yaitu:
1. Memberikan penjelasan sederhana
2. Membangun keterampilan dasar
3. Menyimpulkan
4. Memberikan penjelasan lanjut
5. Mengatur strategi dan taktik
Dari 12 indikator keterampilan berpikir kritis tersebut dirinci lebih lanjut
menjadi lebih spesifik, tetapi hanya sebagian diantaranya yang sesuai untuk
pembelajaran ilmu pengetahuan alam:
Tabel 2.1 Indikator dan Sub Indikator Keterampilan Berpikir Kritis
No. Indikator Sub-Indikator
1
Memfokuskan pertanyaan
(a) mengidentifikasi atau merumuskan pertanyaan, (c) memelihara situasi dalam pikiran.
2 Menganalisis pertanyaan
(a) mengidentifikasi kesimpulan, (b) mengidentifikasi alasan yang dikemukakan, (c) mengidentifikasi alasan yang tidak
dikemukakan, (d) menemukan persamaan dan perbedaan, (e) mengidentifikasi hal yang relevan dan (g) merangkum.
3 Bertanya dan menjawab pertanyaan
(a) bertanya dan menjawab pertanyaan tentang penyebab,
(b) bertanya dan menjawab pertanyaan tentang hal terpenting,
(c) bertanya dan menjawab untuk menjelaskan. 4 Mempertimbangkan
apakah sumber dapat dipercaya atau tidak
(f) menyesuaikan dengan sumber, (g) memberikan alasan, dan (h) kebiasaan berhati-hati
5 Mengamati dan mempertimbangkan suatu laporan hasil observasi
(c) melaporkan sebagian yang diharapkan, (d) melaporkan generalisasi eksperimen, (e) mempertegas pemikiran, dan
22
No. Indikator Sub-Indikator
(g) mengkondisikan cara yang baik. 6 Mendeduksi dan
mempertimbangkan hasil deduksi
(a) menggenaralisasikan, dan (b) melakukan eksperimen.
7 Menginduksi dan mempertimbangkan hasil induksi
(c) menginterprestasikan pertanyaan.
8 Membuat dan menentukan hasil pertimbangan
(c) menerapkan prinsip yang dapat di terima dan (d) mempertimbangkan alternative.
9 Mendefinisikan istilah dan mempertimbangkan definisi dalam tiga dimensi
(b) menentukan strategi terdefinisi, dan (d) menentukan definisi materi subyek.
10 Mengidentifikasi asumsi (a) mengidentifikasi asumsi dari alasan yang tidak dikemukakan, dan (b) mengkontruksi pertanyaan.
11 Menentukan tindakan (a) merumuskan masalah, (b) memilih criteria untuk mempertimbangkan
penyeleseaian, dan (c) merumuskan alternatif penyesuaian.
12 Berinteraksi dengan orang lain.
(b) menggunakan strategi logis.
Dalam penelitian ini, keterampilan berpikir kritis yang dikembangkan
adalah:
1) Menemukan persamaan dan perbedaan
2) Menggeneralisasikan tabel
3) Mengidentifikasi alasan yang dikemukakan
4) Menyimpulkan
5) Menerapkan prinsip yang dapat diterima
23
D. Hubungan Antara Literasi Sains Dan Teknologi Dengan Berpikir Kritis
Sains dan Teknologi telah melekat erat ke dalam setiap gaya hidup dan
kehidupan modern, bahkan begitu pentingnya bagi pelajar, dan menjadi tuntutan
dalam kehidupan professional kita, maka belajar sains dan mengembangan
keterampilan sains dan teknologi pada saat ini adalah sangat penting dan menjadi
keniscayaan. Sains dan teknologi merupakan sarana yang tepat untuk
mengembangkan kreatifitas termasuk mengembangkan keterampilan dalam
pemecahan masalah (problem solving) dan berpikir kritis.
Literasi sains memungkinkan orang-orang untuk menggunakan prinsip-prinsip
sains dan proses dalam pembuatan keputusan personal dan untuk berpartisipasi
dalam diskusi mengenai isu-isu sains yang mempengaruhi lingkungan sosial.
NSES (National Science Education Standards, 1996) menyatakan sains
memperkuat berbagai skill yang dipakai orang setiap hari seperti pemecahan
masalah secara kreatif, berpikir kritis, bekerja secara kooperatif dalam kelompok,
penggunaan teknologi secara efektif, dan penilaian hidup selama belajar. Berpikir
sebagai proses pemecahan masalah , persepsi memberikan andil dalam
menciptakan hasil yang diharapkan, sehingga perlu mendapat perhatian dalam
pengajaran. Menurut Knowles (Meyers, 1986 dalam mulyati arifin) untuk dapat
mengikuti perubahan yang cepat saat ini siswa tidak hanya perlu memiliki
keterampilan proses, tetapi perlu memiliki self guided inqury, suatu kemampuan
mandiri dalam memecahkan masalah yang dihadapi. Dari kedua pemikiran itu
untuk menghadapi perubahan teknologi yang cepat saat ini, maka kemampuan
berpikir kritis merupakan aspek yang perlu mendapat penakanan dalam
pengajaran.
24
Dengan demikian literasi sains dan teknologi sebagai kemampuan
menyelesaikan masalah dengan menggunakan konsep-konsep sains, mengenal
teknologi yang ada beserta dampaknya di sekitar, mampu menggunakan produk
teknologi dan memeliharanya, kreatif membuat produk teknologi sederhana, dan
mampu mengambil keputusan berdasarkan nilai membutuhkan kemampuan
berpikir kritis yang merupakan aspek yang perlu mendapat penekanan dalam
pengajaran berbasis literasi sains dan teknologi.
E. Tinjauan Materi (Kimia SMP kelas VII)
1. Kedudukan Materi Pokok Klasifikasi Zat dalam Standar Isi Materi
Pelajaran IPA
Berdasarkan standar isi materi pelajaran Kimia 2006, Klasifikasi zat
merupakan materi pokok yang diberikan di kelas VII semester II. Standar
kompetensinya adalah memahami klasifikasi zat sedangkan kompetensi
dasarnya adalah 1. Mengelompokkan sifat larutan asam, larutan basa dan
larutan netral menggunakan alat dan indikator yang tepat, 2. Melakukan
percobaan sederhana dengan bahan-bahan yang diperoleh dalam kehidupan
sehari-hari.
2. Deskripsi Materi Klasifikasi Zat
Asam dan basa terdapat dalam banyak bahan yang digunakan dalam
kehidupan sehari-hari. Produk-produk yang beredar baik yang alami maupun
buatan ada yang terasa masam, pahit, licin, dan sebagainya dapat diketahui
dengan menggunakan alat indera. Akan tetapi indera pengecap sebaiknya
25
tidak digunakan untuk menguji adanya asam atau basa karena tidak semua
bahan yang ada disekitar kita aman untuk dicicipi, banyak diantaranya bersifat
racun dan korosif. Seperti halnya rasa, indera peraba juga bukan merupakan
alat yang aman untuk menguji sifat asam-basa.
a. Pengertian Asam, Basa, dan Garam
Asam adalah senyawa berasa masam, dapat memerahkan lakmus biru,
larutannya mempunyai pH lebih kecil dari 7, dan dapat menetralkan larutan
basa, sedangkan basa adalah senyawa yang mempunyai sifat berasa kesat/
pahit, mempunyai pH lebih besar dari 7, dan dapat membirukan lakmus
merah. Selain itu, asam dan basa bersifat korosif. Sifat korosif dari asam dapat
menyebabkan rusaknya sel-sel kulit, kain menjadi rusak bahkan sampai sobek
dan menyebabkan korosi pada logam. Basa mengakibatkan luka bakar dan
rusaknya jaringan jika terkena kulit.
Contoh asam yang aman dikonsumsi adalah minuman sari buah-buahan,
sedangkan asam yang berbahaya jika tersentuh atau tertelan adalah air aki
(accu) yang biasa digunakan dalam kendaraan bermotor untuk menghasilkan
listrik. Basa banyak digunakan pada antasid (obat maag) dan desinfektan.
Basa (seperti sabun) dapat bereaksi dengan protein di dalam kulit sehingga sel
sel kulit akan mengalami pergantian.
Garam merupakan hasil reaksi antara asam dan basa. Contohnya, sifat
antasid yang sangat efektif untuk mengobati sakit maag. Pada saat kita sakit
maag, lambung mengeluarkan banyak asam lambung (HCl). Kerja antasid
26
adalah untuk menetralkan kelebihan asam lambung dengan cara bereaksi
dengan asam lambung tersebut membentuk garam. Umumnya zat-zat dengan
sifat yang berlawanan, seperti asam dan basa cenderung bereaksi satu sama
lainnya. Reaksi asam dan basa merupakan pusat kimiawi sistem kehidupan,
lingkungan, dan industri. Reaksi asam dan basa akan membentuk air dan
garam.
b. Identifikasi Larutan Asam, Basa Dan Garam
1) Kertas lakmus
Untuk mengidentifikasi suatu larutan yang bersifat asam, basa, atau netral
secara sederhana umumnya digunakan kertas lakmus. Kertas lakmus terdiri
dari dua warna, ada kertas lakmus merah dan ada kertas lakmus biru.
Berikut adalah tabel 2.4 perubahan warna kertas lakmus merah dan biru:
Tabel 2.2 Perubahan Warna Kertas Lakmus Merah Dan Biru
Jenis
kertas lakmus
Larutan asam Larutan basa Larutan netral
Lakmus merah Merah Biru Merah
Lakmus biru Merah Biru Biru
Kertas lakmus hanya bisa digunakan untuk membedakan larutan asam, basa
dan garam tapi tidak bisa menentukan kekuatan asam basanya.
2) Indikator Universal
Indikator universal dapat digunakan untuk menentukan derajat
keasaman suatu zat. Perubahan warna pada indikator menunjukkan sifat zat
tersebut. Berikut adaah gambar perubahan warna pada indikator universal:
27
Gambar 2.2 Indikator universal
3) Larutan Indikator
Larutan indikator asam basa adalah zat-zat warna yang berbentuk
cair yang mempunyai warna yang berbeda dalam larutan asam, larutan
basa, atau larutan netral, sehingga dapat digunakan untuk membedakan
larutan yang bersifat asam, basa, dan netral. Di laboratorium, indikator
yang sering digunakan adalah larutan fenolftalein, metil merah, dan metil
jingga.
Tabel 2.3 Perubahan Warna dari Larutan Indikator
Indikator Larutan asam Larutan basa Larutan netral
Phenolphtalein Tidakberwarna Merah Tidak berwarna
Metil Merah Merah Kuning Kuning
Metil Jingga Merah Kuning Kuning
28
4) Indikator Alami
Sebenarnya berbagai bahan tumbuhan berwarna dapat digunakan
sebagai indikator asam basa yang diperoleh dengan cara mengekstraksi zat
warna yang terdapat dalam bahan-bahan alam seperti kunyit, bunga, kulit
buah-buahan, atau sayuran. Contohnya kulit manggis, bunga sepatu, dan
kol ungu.
a) Kulit Manggis
Manggis termasuk jenis buah-buahan yang mempunyai
kulit yang cukup tebal dengan rasa buah yang manis tapi
terkadang ada yang masam juga. Kulit manggis biasanya
dimanfaatkan sebagai pewarna termasuk untuk tekstil dan
air rebusannya dimanfaatkan sebagai obat tradisional. Ekstrak kulit
manggis berwarna ungu yang dapat berubah warna bila dicampurkan
dengan zat lain yang bersifat asam atau basa. Warna ungu dari ekstrak
kulit manggis dapat berubah warna menjadi coklat kemerahan pada susana
asam dan berubah warna menjadi biru kehitaman pada suasana basa.
b) Bunga Sepatu
Tanaman bunga sepatu (kembang sepatu) ini
umumnya ditanam sebagai tanaman hias di
pekarangan, atau sebagai tanaman pagar di pedesaan.
Kembang sepatu memiliki banyak jenis, salah satunya
kembang sepatu yang berwarna merah terang.
Kembang sepatu jenis ini mempunyai warna yang kuat dan apabila kita
29
mengekstrak warnanya kemudian kita campurkan dengan zat yang bersifat
asam atau basa, maka warna merah muda ini akan berubah. Perubahan dari
ekstrak bunga sepatu ini adalah berwarna kuning kehijauan pada suasana
basa dan jingga pada suasana asam.
c) Kol Ungu
Kol ungu, seperti namanya, memiliki warna ungu,
biasa digunakan untuk lalapan dan rasanya seperti
kolputih. Warna ungu ini dapat digunakan untuk
memberikan warna ungu alami pada kue-kue, itu
dapat dijadikan indikator alam yang sangat baik
karena perbedaan warna yang ditunjukkan oleh indikator kol ungu sangat
jelas pada zat yang bersifat asam, basa, atau netral. Berikut adalah gambar
perubahan warna pada indikator kol ungu.
Tabel 2.4. Perubahan warna ekstrak kubis ungu
Perubahan warna Sifat Larutan
Merah tua Asam kuat
Merah Asam medium
Merah keunguan Asam lemah
Ungu Netral
Biru Kehijauan Basa lemah
Hijau Basa medium
Kuning Basa kuat
30
Gambar 2.3 : Perbedaan Warna Indikator Kol Ungu pada Beberapa
Larutan(Dari Kiri Ke Kanan Asam-Netral-Basa)
Gambar 2.4 Perubahan Warna pada Indikator Kol Ungu