S1-2015-302329-introduction

Embed Size (px)

Citation preview

  • 7/23/2019 S1-2015-302329-introduction

    1/24

    1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang

    Uji disolusi dan difusi in vitro memiliki peran penting dalam

    pengembangan formulasi obat dan kontrol kualitas. Hal ini tidak hanya dapat

    digunakan sebagai alat utama untuk memantau konsistensi dan stabilitas produk

    obat tetapi juga sebagai teknik yang relatif cepat dan murah untuk memprediksi

    penyerapan in vivo suatu sediaan obat (Zhang et al., 2010). Uji disolusi

    memberikan gambaran perubahan jumlah zat aktif yang terlarut di dalam medium

    (Fudholi, 2013). Uji difusi dapat digunakan untuk memperoleh parameter kinetik

    transpor obat melalui membran usus, serta mempelajari pengaruh komponen

    penyusun sediaan terhadap profil transpor obat (Deferme, 2008). Kedua uji

    tersebut dapat digunakan untuk mengevaluasi sistem penghantaran obat yang

    sedang berkembang yaitu SNEEDS.

    Self Nano Emulsifying Drug Delivery System(SNEDDS) adalah campuran

    isotropik minyak, surfaktan, dan ko-surfaktan yang secara spontan membentuk

    emulsi minyak dalam air (O/W) ketika dimasukkan ke dalam medium air dengan

    penggojogan ringan (Patel et al., 2008). Komponen penyusun obat dapat

    meningkatkan ketersediaan hayati relatif obat-obat yang bersangkutan sebagai

    akibat dari modifikasi membran tempat absorbsi (Sudjaswadi, 1995). Komponen

    penyusun SNEDDS yang digunakan dalam penelitian ini adalah olive oil(minyak

    zaitun) sebagai minyak, Tween 80 sebagai surfaktan dan PEG 400 sebagai

    kosurfaktan.

  • 7/23/2019 S1-2015-302329-introduction

    2/24

    2

    Tween 80 merupakan komponen surfaktan non-ionik yang diketahui

    memiliki tingkat toksisitas rendah jika dibandingkan dengan surfaktan ionik

    namun dapat menyebabkan perubahan secara reversible terhadap permeabilitas

    membran intestinal (Patel et al., 2008). PEG 400 sebagai kosurfaktan, merupakan

    pelarut semipolar yang dapat berinteraksi dengan obat kemudian meningkatkan

    jumlah obat terlarut dengan cara menurunkan lipofilisitas obat tersebut

    (Sudjaswadi, 1995). Menurunnya lipofilisitas obat menyebabkan obat akan

    semakin sulit untuk berdifusi melewati membran usus (Shargel et al., 2005).

    Pada penelitian ini dilakukan uji in vitro dissolusi dan difusi SNEDDS

    dengan senyawa obat simvastatin yang tersusun atas variasi kadar Tween 80 dan

    PEG 400. Uji disolusi menggunakan alat apparatusI (basket) sedangkan uji difusi

    menggunakan alat using chamber dengan metode side by side diffusion.

    Selanjutnya dilakukan analisis data untuk melihat pengaruh komposisi tween 80

    dan PEG 400 terhadap parameter disolusi dan difusi SNEDDS simvastatin dengan

    pembanding yaitu simvastatin murni.

    B. Rumusan Masalah

    1. Bagaimana pengaruh variasi kadar Tween 80 dan PEG 400 terhadap disolusi

    SNEDDS simvastatin?

    2. Bagaimana pengaruh variasi kadar Tween 80 dan PEG 400 terhadap difusi

    SNEDDS simvastatin?

    3.

    Pada kombinasi berapakah Tween 80 dan PEG 400 akan memberikan

    parameterdisolusi dan difusi SNEDDS simvastatin yang paling baik?

  • 7/23/2019 S1-2015-302329-introduction

    3/24

    3

    C. Tujuan Penelitian

    1.

    Mengetahui pengaruh variasi kadar Tween 80 dan PEG 400 terhadap disolusi

    SNEDDS simvastatin.

    2.

    Mengetahui pengaruh variasi kadar Tween 80 dan PEG 400 terhadap difusi

    SNEDDS simvastatin.

    3. Mengetahui formula SNEDDS simvastatin yang akan memberikan parameter

    disolusi dan difusi paling baik.

    D. Manfaat Penelitian

    Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai pengaruh

    variasi kadar Tween 80 dan PEG 400 terhadap parameter disolusi dan difusi

    sediaan SNEDDS simvastatin sehingga dapat membantu meningkatkan efektifitas

    penggunaan simvastatin secara peroral sebagai obat anti kolesterol.

    E. Tinjauan Pustaka

    1. Simvastatin

    Simvastatin merupakan obat yang berkhasiat menurunkan kadar

    kolesterol dan merupakan hasil sintesa fermentasiAspergillus terreus. Simvastatin

    termasuk kedalam BCS kelas II dengan karakteristik kelarutan yang rendah

    namun memiliki permeabilitas yang tinggi (Abdelbary, 2012). Koefisien partisi

    simvastatin adalah 4,68. Simvastatin bersifat asam lemah dengan nilai pKa 5,5.

    Kelarutan simvastatin didalam air adalah 0.03 g/L (Katy and Magdassi, 2009).

    Karakteristik tersebut berdampak pada rendahnya ketersediaan hayati simvastatin

    didalam tubuh.

  • 7/23/2019 S1-2015-302329-introduction

    4/24

    4

    Gambar 1. Struktur Kimia Simvastatin (USP Convention, 2007)

    Simvastatin secara farmakologi merupakan inactive pro-drugyang secara

    cepat dimetabolisme menjadi simvastatin -hydroxy acid dengan konsentrasi

    maksimum yang dapat dicapai setelah 1,3-2,4 jam setelah penggunaan secara

    peroral. Senyawa obat utuh dan metabolitnya di ekskresi diurin sebanyak 13% dan

    difeses sebanyak 60% (Raesuddin, 2011).

    Pemerian simvastatin yaitu berwarna putih atau berbentuk kristal putih.

    Simvastatin tidak larut dalam air (0,03g/L), n-hexane (0,15 g/L) dan asam

    hidroklorida (0,1 M). Larut dalam kloroform (610 g/L), dimetil sulfoksid (540

    g/L), methanol (200 g/L), etanol (160 g/L), polietieln glikol (70 g/L), solium

    hidroksid (0,1 M) (70 g/L) dan propilen glikol (30 g/L). Simvastatin mengandung

    tidak kurang dari 90,0% dan tidak lebih dari 110,0% dari C25H18O5. Penyimpanan

    simvastatin harus terlindung dari cahaya. Pengguaan dosis harian berada pada

    rentang 10-80 mg (Raesuddin, 2011).

    2. Self Nano Emulsi fying Drug Delivery System

    Self Nano Emulsifying Drug Delivey System merupakan campuran dari

    minyak natural atau sintetis, surfaktan, kosurfaktan, dan dengan satu atau lebih

    pelarut. Penggunaan self-emulsifying lipid formulations lebih disukai karena

  • 7/23/2019 S1-2015-302329-introduction

    5/24

    5

    kemampuannya untuk melarutkan obat yang bersifat lipofil, serta dapat

    menyelesaikan permasalahan terkait absorpsi obat dan bioavailabilitasnya (Patel

    et al, 2008). Selain itu, formulasi ini mampu meningkatkan bioavailabilitas dari

    zat aktif atau obat yang termasuk kedalam BCS (Biopharmaceutical Classification

    System) Kelas II. BCS Kelas II memiliki karakteristik rendahnya kelarutan dalam

    air tetapi memiliki permeabilitas yang tinggi. Sehingga diharapkan dengan sistem

    formulasi SNEDDS akan mampu meningkatkan beberapa parameter in vivo

    seperti susunan misel mampu mencegah terjadinya presipitasi obat karena adanya

    pengaruh cairan gastro intestinal sehingga merubah sistem menjadi emulsi dan

    meningkatkan absorpsi obat. Kemudian adanya pengaruh fase minyak yang akan

    secara selektif memudahkan obat melalui sirkulasi limfatik sehingga menurunkan

    kemungkinan obat melalui first-pass effect (Raesuddin, 2011).

    Pembentukan emulsi O/W terbentuk secara spontan ketika fase minyak

    menemui fase air di dalam lambung. SNEDDS akan secara langsung menyebar di

    dalam saluran GI dan karena pengaruh motilitas lambung maka secara langsung

    memfasilitasi terjadinya self emulsification. Sistem ini memberikan keuntungan

    obat yang terlarut dalam sistem memiliki ukuran droplet yang lebih kecil serta

    memberikan luas permukaan yang besar untuk bersentuhan dengan area absorpsi

    obat sehingga absorbsi obat dapat lebih cepat terjadi (Raesuddin, 2011).

    Dibandingkan dengan sistem emulsi biasa yang sangat mudah

    terpengaruh kondisi pH dan kurang stabil, SNEDDS memberikan formula yang

    lebih stabil serta mudah dibuat. Untuk obat yang bersifat lipofil dengan dibuat

    kedalam sistem SNEDDS akan memberikan disolusi yang baik serta

  • 7/23/2019 S1-2015-302329-introduction

    6/24

    6

    meningkatkan absorpi serta memberikan data profil darah vs waktu yang

    reprodusibel (Raesuddin, 2011).

    3. Minyak

    Minyak didalam formulasi SNEDDS berperan dalam menentukan ukuran

    tetesan nanoemulsi, dan kelarutan obat. Minyak yang digunakan untuk SNEDDS

    ditentukan oleh jenis obatnya. Jenis obat yang berbeda memerlukan jenis minyak

    yang berbeda pula (Anton et al., 2008; Bouchemal et al., 2004; Gursoy and

    Benita, 2004; Lopez-Montilla, 2002; Pouton and Porter, 2008). Minyak dengan

    banyak komponen rantai hidrokarbon seperti trigliserida rantai panjang lebih

    susah teremulsi dibandingkan trigliserida rantai menengah atau monogliserida

    rantai menengah (Sadurn et al., 2005). Namun trigliserida rantai panjang

    memiliki keunggulan diantaranya mampu meningkatkan transpor obat melalui

    limfatik sehingga mengurangi metabolismefirst pass effect, sementara trigliserida,

    digliserida ataupun monogliserida rantai medium memiliki kemampuan

    melarutkan obat lipofilik yang lebih baik (Anton and Vandamme, 2009; Lundin et

    al., 1997). Minyak nabati yang umum digunakan dalam formulasi yaitu olive oil,

    corn oil,soya bean oil, dan virgin coconut oil (Patel et al, 2008). Pada penelitian

    ini digunakan olive oil(minyak zaitun).

    Minyak zaitun merupakan campuran dari asam lemak gliserida. Analisis

    minyak zaitun menunjukkan beberapa asam lemak tidak jenuh seperti asam

    palmitat (20%), asam palmitoleat (5%), asam stearat (5%), asam oleat (55%),

    asam linoleat (21%), dll. (Rowe et al., 2009). Asam oleat (C18H34O2) merupakan

    asam lemak tidak jenuh dengan 18 rantai karbon dan satu ikatan rangkap antara

  • 7/23/2019 S1-2015-302329-introduction

    7/24

    7

    karbon nomor 9 dan karbon nomor 10 (Win, 2005). Struktur asam oleat dapat

    dilihat pada gambar 2.

    Gambar 2. Struktur Kimia Asam Oleat (Rowe et al., 2009)

    Secara struktur kimia, Asam oleat memiliki rumus struktur

    CH3(CH2)7CHCH(CH2)7COOH. Asam lemak ini pada suhu ruangan berupa cairan

    kental dengan warna kuning pucat atau kuning kecoklatan. Asam ini memilki

    aroma yang khas. Ia tidak larut dalam air, titik leburnya 15,30C dan titik didihnya

    3600C. Asam oleat dapat melarutkan obat yang bersifat lipofil sehingga dapat

    digunakan dalam sediaan SNEDDS. Sebagai asam, lemak, oleat adalah salah satu

    yang lebih baik untuk dikonsumsi. Manfaatnya antara lain sebagai pengganti

    lemak jenuh lain, dapat menurunkan jumlah kolesterol dan meningkatkan kadar

    high density lipoprotein (HDL) sambil menurunkan low density lipoprotein

    (LDL). Hal tersebut mendukung simvastatin sebagai anti kolesterol.

    4. Surfaktan

    Surfaktan non ionik dengan nilai HLB yang tinggi digunakan dalam

    formulasi SNEDDS seperti tween, labrasol, labrafak, dan kremofor. Surfaktan

    dengan nilai HLB dan hidrofilisitas yang tinggi membantu mempercepat

    terbentuknya droplet O/W (Kumar et al., 2010). Surfaktan non ionik diketahui

    memiliki tingkat toksisitas yang rendah jika dibandingkan dengan surfaktan

    ionik, namun dapat menyebabkan perubahan secara reversible terhadap

    permeabilitas membran intestinal (Patel et al., 2008). Jumlah surfaktan yang besar

  • 7/23/2019 S1-2015-302329-introduction

    8/24

    8

    dapat mengiritasi saluran usus. Oleh karena itu aspek keamanan dari surfaktan

    perlu dipertimbangkan (Rahman et al., 2012). Surfaktan yang berasal dari alam

    lebih aman dalam penggunaannya dibanding surfaktan sintetis. Namun, surfaktan

    alami mempunyai kemampuan self-emulsification yang lebih rendah sehingga

    jarang digunakan untuk formulasi SNEDDS (Singh et al., 2009).

    Surfaktan bekerja dengan cara menurunkan tegangan permukaan antara

    fase minyak dan fase air. Zat ini akan berada dipermukaan cairan atau antar muka

    2 cairan dengan cara teradsorpsi. Gugus hidrofil akan berada pada bagian air

    sedangkan gugus lipofil akan berada pada bagian minyak. Surfaktan bersifat

    amfifilik di alam dan dapat melarutkan kebanyakan obat hidrofobik (Raesuddin,

    2011). Fungsi lain dari surfaktan yaitu untuk mencegah terjadinya presipitasi

    didalam lumen saluran usus dan untuk memperpanjang keberadaan obat dalam

    bentuk molekul terlarut sehingga proses absorpsi dapat berjalan secara efektif

    (Patel et al., 2008).

    Pemilihan surfaktan harus mampu mengurangi tegangan permukaan yang

    dapat memfasilitasi proses dispersi selama preparasi SNEDDS (Rahman et al.,

    2012). Polioksietilen-20-sorbitan monooleat (Tween 80) adalah salah satu

    surfaktan yang umum digunakan. Tween 80 mampu melarutkan obat-obat dengan

    kelarutan rendah dalam air sehingga dijadikan pertimbangan dalam formulasi

    SNEDDS.

  • 7/23/2019 S1-2015-302329-introduction

    9/24

    9

    Gambar 3. Struktur Kimia Tween 80 (USP Convention, 2007)

    Tween 80 dapat meningkatkan permeasi dengan cara menurunkan

    tegangan antar muka mendekati nol (Ghosh et al,. 2006). Tween 80 dapat

    meningkatkan permeabilitas dengan cara melonggarkan tight junction(Kumar and

    Rajeshwarrao, 2011). Semakin besar konsentrasi surfaktan yang digunakan maka

    ukuran droplet akan semakin kecil (Abdelbary, 2012). Meningkatkan ukuran

    partikel dari mikroemulsi dapat menurunkan disolusi obat sehingga disolusi obat

    dapat dikontrol dengan mengatur ukuran partikel rata-rata (Kang, et al., 2004).

    Terdapat hubungan antara ukuran droplet dengan konsentrasi dari

    surfaktan yang digunakan. Dilaporkan bahwa droplet dengan ukuran yang lebih

    kecil dapat diperoleh dengan meningkatkan konsentrasi surfaktan. Ukuran droplet

    merupakan faktor kritis didalam performa self emulsificationkarena hal tersebut

    menentukan kecepatan dan tingkat obat yang terlepas hingga berpengaruh

    terhadap absorbsinya (Abdelbary et al, 2012).

    5. Ko-surfaktan

    Ko-surfaktan ditambahkan dengan tujuan meningkatkan drug loading,

    mempercepat emulsification time, dan mengatur ukuran tetesan emulsi

    (Wulandari, 2013). Pelarut organik yang sesuai untuk penggunaan secara peroral

    (ethanol, propilen glikol, polietilen glikol, dll) dapat menolong pelarutan surfaktan

    hidrofilik atau obat didalam pembawa minyak dalam jumlah yang besar. Namun

  • 7/23/2019 S1-2015-302329-introduction

    10/24

    10

    penggunaan alkohol sebagai kosurfaktan dapat melarutkan kapsul gelatin

    sehingga menyebabkan presipitasi obat. Disisi lain, kelarutan obat lifofilik dalam

    formula yang tidak menggunakan alkohol menjadi terbatas. Pelepasan obat dari

    formula meningkat dengan meningkatkan jumlah kosurfkatan. (Patel et al., 2008).

    Gambar 4. Struktur Kimia PEG 400 (Rowe et al, 2009)

    6. Uji in vitrodisolusi

    Disolusi in vitro memainkan peran penting dalam pengembangan

    formulasi obat dan kontrol kualitas. Hal ini dapat digunakan tidak hanya sebagai

    alat utama untuk memantau konsistensi dan stabilitas produk obat tetapi juga

    sebagai teknik yang relatif cepat dan murah untuk memprediksi penyerapan in

    vivodari formulasi obat (Zhang et al., 2010). Dalam sistem biologis, disolusi obat

    adalah atribut penting sebelum penyerapan sistemik (Dressman et al., 1998). Uji

    disolusi harus mencerminkan perbedaan signifikan dalam bioavailabilitas yang

    timbul dari perbedaan disolusi dan perbedaan faktor formulasi seperti polimer,

    luas permukaan partikel, karakteristik fisik dan kimia dari obat (Hrter and

    Dressman, 2001). Ketika pengujian disolusi digunakan untuk meramalkan kinerja

    in vivo obat, sangat penting bahwa pengujian harus meniru kondisi in vivo

    semaksimal mungkin (Singla et al., 2009).

    Untuk obat lipofilik yang tidak menunjukkan ketergantungan pH larutan

    pendekatan untuk meningkatkan kecepatan disolusi adalah dengan penambahan

  • 7/23/2019 S1-2015-302329-introduction

    11/24

    11

    zat pembasah, agen pelarut, atau surfaktan untuk media disolusi (Singla et al.,

    2009). Penggunaan surfaktan dalam media disolusi obat lipofilik, secara fisiologis

    relevan dan telah dilakukan penelitian sebelumnya. medium disolusi yang

    mengandung Surfaktan dapat lebih mensimulasikan lingkungan saluran

    pencernaan daripada media yang mengandung pelarut organik atau zat

    nonphysiological lainnya (Zhao et al., 2010). Penambahan sejumlah kecil

    surfaktan dibawah critical micelle concentration (CMC) seringkali cukup untuk

    melarutkan produk obat tertentu (Noory et al., 2000). Dalam beberapa kasus,

    konsentrasi surfaktan yang lebih tinggi dapat memberikan disolusi yang lebih

    cepat, namun memiliki efek negatif terhadap kinerja in vivo(Singla et al., 2009).

    Uji disolusi memiliki berbagai macam alat diantaranya adalah dissolution

    apparatusI tipe basket.

    Dissolution apparatus tipe basket digunakan untuk uji disolusi kapsul

    dengan kecepatan putar pengaduk pada 100 rpm. Uji disolusi dilakukan sejak

    sediaan dimasukkan kedalam alat sampai waktu tertentu. Untuk immediate release

    dosage formswaktu pengamatan berkisar dari 30 sampai 60 menit. Jumlah bahan

    aktif terlarut dalam medium dari sediaan tipe ini pada umumnya mencapai 85%

    sampai 100% setelah waktu 30 sampai 45 menit (Fudholi, 2013).

  • 7/23/2019 S1-2015-302329-introduction

    12/24

    12

    Gambar 5. Dissoluti on apparatustypeI Basket (USP Convention, 2007)

    Penetapan konsentrasi bahan aktif yang terlarut dapat dilakukan dengan

    menggunakan spektrofotometer. Keuntungannya adalah hasil pengamatan yang

    diperoleh cepat didapat, mudah dikerjakan, dan solven yang digunakan hanya

    sedikit (Fudholi, 2013).

    7.

    Analisa uji in vitrodisolusi

    a. Tetapan disolusi (K) menggunakansoftwareDDSolver

    DDSolver merupakan menu add-in tambahan didalam piranti lunak

    Excel. DDSolver merupakan program yang dikembangkan untuk

    memfasilitasi dan membandingkan data disolusi. Program ini dapat melakukan

    fitting pelepasan obat menggunakan optimasi non-linear. Program ini

  • 7/23/2019 S1-2015-302329-introduction

    13/24

    13

    dilaporkan merupakan yang pertama kali dalam menguji kemiripan diantara

    profil disolusi dan juga digunakan untuk mempercepat kalkulasi, mengurangi

    kesalahan pengguna, dan menyediakan cara yang nyaman untuk melaporkan

    data disolusi secara cepat dan mudah.

    Untuk fittingmodel disolusi kedalam data non-transformed, DDSolver

    menggunakan teknik nonlinear least-squares curve-fitting, yang menentukan

    nilai parameter dengan meminimalkansum of square ( SS ) atau weighted sum

    of square (WSS) :

    (1)

    Wi adalah weighting factor, yang secara opsional dapat ditetapkan

    sebagai 1, 1/yi_obs atau 1/yi_obs2 untuk fitting data disolusi, yi_obs adalah ith

    observed y value, dan yi_preadalah ith predicted y value.

    Nilai awal untuk setiap parameter dalam persamaan harus disediakan

    sebelum melakukan optimasi berulang. Perkiraan yang baik untuk untuk nilai

    awal akan menghasilkan konvergensi cepat. DDSolver menyediakan sejumlah

    metode untuk memperoleh nilai awal yang tepat, termasuk regresi linier

    sederhana, regresi linier berganda, trial and error, metode empiris, dan

    berbagai kombinasi tersebut. Untuk model persamaan yang dapat disusun

    kembali menjadi bentuk linier, metode regresi linier sederhana lebih disukai.

    Metode tersebut merupakan cara yang efektif untuk mendapatkan nilai awal

    yang tepat pada sebagian besar model disolusi. Peneliti menggunakan model

    orde nol dan orde satu (Zhang et al., 2010)

  • 7/23/2019 S1-2015-302329-introduction

    14/24

    14

    Kinetika orde nol (K0) menjelaskan disolusi obat dari sediaan terjadi

    secara perlahan. Model ini memperlihatkan grafik fraksi disolusi obat terbentuk

    linier terhadap waktu jika kondisi yang ditetapkan telah terpenuhi. Kinetika orde

    nol digunakan untuk menggambarkan disolusi obat pada beberapa jenis sediaan

    seperti sistem transdermal, tablet matriks dengan obat kelarutan rendah, bentuk

    salut, sistem osmosis, dan lain-lain. Sediaan tersebut melepaskan obat dengan

    jumlah yang sama tiap unit waktu dan metode ini ideal untuk menggambarkan

    efek terapi prolonged (Costa andLobo, 2000).

    Qt= Q0+ K0t (2)

    Qt merupakan jumlah obat terdisolusi pada waktu t, Q0 adalah jumlah

    obat awal, dan K0adalah konstanta disolusi orde nol.

    kinetika orde satu digunakan untuk menggambarkan proses absorpsi dan

    eliminasi beberapa obat, meskipun sulit untuk membuat konsep mekanisme ini

    secara teoritis. Model ini menampilkan grafik logaritma desimal dari jumlah

    obat terdisolusi terhadap waktu yang linier. Kinetika orde satu

    menggambarkan disolusi obat sebanding dengan jumlah obat yang tersisa pada

    sediaan atau dengan kalimat lain, jumlah obat yang terdisolusi per satuan

    waktu semakin berkurang (Costa andLobo, 2000).

    ln Qt= ln Q0+ K1t (3)

    Qt merupakan jumlah obat terdisolusi pada waktu t, Q0 adalah jumlah

    obat awal, dan K1adalah konstanta disolusi orde satu.

    Pemilihan model yang cocok untuk data disolusi merupakan tahapan

    penting karena tidak hanya digunakan dalam evaluasi kuantitatif karakteristik

  • 7/23/2019 S1-2015-302329-introduction

    15/24

    15

    pelepasan obat tetapi juga untuk membandingkan profil disolusi menggunakan

    beberapa model pendekatan. DDSolver menyediakan sejumlah kriteria

    statistik untuk mengevaluasi godnes of fit, koefisien korelasi (R_obs-pre),

    koefisien determinasi (Rsqr, R2, atau COD), koefisien determinasi yang

    disesuaikan (Rsqr_adj atau R2Adj), mean square error (MSE), standar deviasi

    dari residual (MSE_root atau Sy.x), SS, WSS, Akaike Information Criterion

    (AIC), dan model selection criterion(MSC. Di antara kriteria evaluasi ini,

    yang paling populer dalam bidang identifikasi model disolusi adalah R2adjusted

    dan AIC.

    Untuk model drug release dengan jumlah yang parameter sama,

    koefisien determinasi (R2) dapat digunakan untuk membedakan model yang

    paling tepat. Namun ketika membandingkan model dengan jumlah parameter

    yang berbeda, R2Adj harus digunakan. Hal ini karena R2 akan selalu

    meningkat dengan bertambahnya parameter yang disertakan, sedangkan R2Adj

    dapat menurun ketika over-fitting terjadi. Oleh karena itu, model terbaik

    adalah salah satu model dengan nilai R2Adj tertingi dibandingkan nilai R2

    tertinggi.

    (4)

    n adalah jumlah titik data dan p adalah jumlah parameter dalam model.

    The Akaike Information Criterion (AIC) telah digunakan dalam

    penentuan model yang optimal selama lebih dari 35 tahun. Penerapan umum

    dan kesederhanaan membuatnya menjadi kriteria populer untuk berbagai

    kepentingan, termasuk analisis data disolusi obat. AIC sebagaimana

  • 7/23/2019 S1-2015-302329-introduction

    16/24

    16

    didefinisikan di bawah tergantung pada besarnya data serta jumlah titik data.

    Persamaan AIC sebagai berikut :

    AIC = n.ln (WSS) + 2.p (5)

    n adalah jumlah titik data , WSS adalah weighted sum of square, dan p

    adalah jumlah parameter dalam model.

    Ketika membandingkan dua model dengan jumlah parameter yang

    berbeda, model dengan nilai AIC yang lebih rendah dapat dianggap sebagai

    model yang lebih baik, namun seberapa rendah nilai yang diperlukan untuk

    membuat perbedaan diantara model disolusi secara signifikan, tidak dapat

    ditentukan karena distribusi dari nilai-nilai AIC yang tidak diketahui (Zhang et

    al., 2010).

    b. Disolusi efisiensi (DE)

    Disolusi efisiensi (DE) adalah perbandingan luas dibawah kurva disolusi

    dengan luas segi empat seratus persen zat aktif larut dalam medium pada saat

    tertentu. Untuk sediaan kapsul, waktu pengamatan DE bisa dilakukan setelah

    kapsul dimasukkan dalam wadah, termasuk lag time-nya (waktu yang

    diperlukan untuk hancurnya kapsul dalam medium), dan dapat pula waktu

    yang dipilih diluar lag time-nya. Walaupun demikian, penggunaan waktu

    termasuk lag time, akan menunjukkan hasil yang lebih mendekati gambaran

    proses yang sebenarnya. Penggunaan disolusi efisiensi (DEt %) dalam

    pengungkapan hasil uji disolusi zat aktif dalam suatu medium, mempunyai

    banyak keuntungan sebagai berikut :

  • 7/23/2019 S1-2015-302329-introduction

    17/24

    17

    1. Dengan satu ekspresi dapat terungkap semua titik yang ada didalam kurva

    uji disolusi, sehingga dapat digunakan untuk membandingkan hasil uji

    disolusi antara banyak formula uji.

    2.

    Hasil/data yang diungkapkan identik dengan pengungkapan data secara in-

    vivo. Dasar pertimbangannya adalah diasumsikan bahwa :

    a. Tingkat absorbsi obat yang terjadi secara in vivo sebandingan dengan

    konsentrasi obat yang terlarut dalam medium gastrik.

    b. Tingkat absorbsi obat yang terjadi secara in vivo sebanding dengan

    waktu kontak larutan zat aktif dalam mediumgastro intestinal.

    Untuk mengukur besarnya luas dibawah kurva zat aktif terlarut, dapat

    dilakukan dengan metode trapesium. Metode trapesium diwujudkan dengan

    menjumlahkan luas trapesium-trapesium yang terbentuk, ditambah dengan

    luas segitiga yang ada, apabila kurva dipotong-potong sebagai daerah-daerah

    kecil dengan alas yang sejajar dari kurva yang ada (Fudholi, 2013).

    8. Uji I n Vitro difusi

    Uji difusi secara in vitro dilakukan untuk mengetahui profil difusi dari

    formula SNEDDS Simvastatin. Uji difusi ini menggunakan alat using chamber

    dengan prinsip side by side diffusion. Uji difusi ini dapat digunakan untuk

    memperoleh parameter kinetik transpor obat melalui membran usus, serta

    mempelajari pengaruh bahan terhadap profil transpor obat (Deferme, 2008).

    Keunggulan dan keterbatasan uji difusi dengan menggunakan metodeside by side

    diffusion (Ussing chamber) disampaikan pada tabel I.

  • 7/23/2019 S1-2015-302329-introduction

    18/24

    18

    Tabel I. Keunggulan dan keterbatasan metode side by side dif fusion (Deferme, 2008)

    Keunggulan Keterbatasan

    Model skrining yang baik Viabilitas jaringanKorelasi yang baik dengan data

    permeabilitas in vivo

    Ketersediaan jaringan

    (manusia)

    Memungkinkan untuk mengevaluasi semua

    saluran GI

    Terdapat lapisan otot

    melingkar

    Mengevaluasi mekanisme transporKesulitan pada proses

    pengadukan

    Mengevaluasi enhancer

    Usus tikus yang terisolasi digunakan sebagai sel difusi pada Ussing

    chamber tipe horizontal yang terbagi dalam dua kompartemen yaitu kompartemen

    mukosal (donor) dan kompartemen serosal (akseptor). Penggunaan tikus dengan

    ras dan jenis kelamin yang sama, serta usia yang kurang lebih sama pada uji difusi

    bertujuan untuk mengendalikan variasi absorpsi melalui membran usus. Pengujian

    terhadap daya absorpsi obat dengan isolasi usus tikus dilakukan sebagai studi

    pendahuluan obat yang tertranspor di usus dan untuk mengestimasi levelfirst pass

    metabolismmelewati kompartemen pada sel epitel usus.

    9. Analisa uji in vitrodifusi

    Difusi melalui membran biologis merupakan langkah penting bagi obat

    untuk memasuki (absorpsi) atau meninggalkan (eliminasi) tubuh. Difusi dapat

    terjadi secara transeluler melalui sel-sel lipoid dua lapis (lipoidal bilayer) dan

    paraseluler melalui ruang antarsel yang berdekatan. Gaya penggerak terjadinya

    difusi diantaranya adalah difusi pasif. Difusi pasif adalah suatu proses

    perpindahan massa molekul individual suatu substrat yang dilakukan dengan

    gerakan molekul acak & berhubungan dengan gradien konsentrasi. Untuk obat-

    obat yang ditransport secara difusi pasif peranan membran usus dalam transfer

    obat hanya sebagai membran difusi. Tenaga pendorong pada difusi pasif yaitu

  • 7/23/2019 S1-2015-302329-introduction

    19/24

    19

    perbedaan konsentrasi pada kedua sisi membran sel. Menurut hukum Fick I,

    molekul obat berdifusi dari konsentrasi tinggi ke konsentrasi rendah (Shargel and

    Yu, 1999).

    J = (6)

    J atau fluks menggambarkan jumlah obat yang melewati suatu membrane

    tiap satu satuan luas pada waktu tertentu. Besarnya fluks berbanding lurus dengan

    gradien kadar dC/dx dan koefisien difusi obat dalam membran, D.

    J = (7)

    Tanda negatif pada persamaan 4 menggambarkan bahwa proses difusi

    terjadi dalam arah yang berlawanan dengan kenaikan konsentrasi. Jadi difusi

    terjadi dalam arah penurunan konsentrasi difusan. Difusi akan berhenti jika tidak

    terdapat lagi gradien konsentrasi. Dua persamaan di atas dapat digabung menjadi

    sebuah persamaan baru, yaitu:

    = (8)

    Jika dC = C2 C1 dan dx = h (Sinco, 2006), maka:

    J = = (9)

    Besarnya C1 dan C2 tidak dapat dihitung secara langsung, karena

    merupakan kadar obat yang ada di dalam membran. Namun demikian, besarnya

    C1 dan C2 dapat diperhitungkan dari besarnya Cd (kadar obat dalam donor) dan

    Ca (kadar obat dalam akseptor).

    C1 = Cd x K (10)

    C2 = Ca x K (11)

  • 7/23/2019 S1-2015-302329-introduction

    20/24

    20

    Jika persamaan tersebut disubstitusikan ke persamaan (6), dengan K

    adalah koefisien partisi, maka diperoleh persamaan:

    J = = (12)

    Proses difusi dalam tubuh ke saluran sistemik selalu dalam kondisi sink

    dimana kadar obat dalam akseptor (pembuluh darah) selalu jauh lebih kecil

    dibanding kadar obat dalam donor (Ca < 0,1 Cd), sehingga Ca dapat diabaikan

    (Ca = 0). Jika permeabilitas, P = DK/h, maka:

    (13)

    Jika diinginkan sebuah persamaan linear, maka dapat dilakukan integrasi

    dari M0ke Mtuntuk dM dan dari tlagke t untuk dt dengan M0= 0.

    (14)

    Diperoleh sebuah persamaan linear antara waktu perlakuan (t) dan jumlah

    obat yang tertranspor (Mt) dengan slope (P.Cd.S) dan intersep (tlag.P.Cd.S).

    Persamaan ini mengasumsikan bahwa kadar di dalam kompartemen donor (Cd)

    konstan dan tanpa memperhitungkan volume kompartemen donor (Vd).

    Jika asumsi Cd konstan ditolak, dapat menggunakan persamaan jumlah

    obat sama dengan kadar dikalikan volume, maka:

    (15)

    Jika diinginkan sebuah persamaan linear, maka dapat dilakukan integrasi

    dari t0 sampai t baik untuk dCd maupun dt dengan t0= 0.

    (16)

  • 7/23/2019 S1-2015-302329-introduction

    21/24

    21

    Didapatkan persamaan linear antara waktu perlakuan (t) dan logaritma

    natural kadar obat di dalam kompartemen donor (ln Cd (t)) denganslope (P.S/Vd)

    dan intersep ln Cd(0)(Wahyudi, 2013).

    10.WinSAAM

    Metode pendekatan berbasis kompartemen memandang transpor obat

    melalui membran usus sebagai serangkaian proses perpindahan obat dari fase

    donor (kondisi in vitro) menuju membran usus, selanjutnya obat dari membran

    berpindah menuju fase aseptor (kondisi in vitro) atau ke dalam darah (kondisi in

    vivo). Membuat prediksi menggunakan model kompartemen tersebut memerlukan

    persamaan linear dan atau non linear yang berbeda. Hal ini memerlukan beberapa

    algoritma. Untuk sistem kompartemen yang memerlukan lebih dari 3

    kompartemen, pendekatan yang mungkin dilakukan adalah menggunakan

    Komputer. Oleh karena itu diperlukansoftware yang mampu memberikan model

    terhadapa data eksperimen. Secara umum software tersebut harus mampu untuk

    mensimulasikan sistem, memberikan model yang sesuai terhadap data, dapat

    memperhitungkan dan mengestimasi parameter, dan mudah untuk digunakan.

    WinSAAM merupakan program modeling dengan keistimewaan tersebut.

    WinSAAM merupakan sistem yang mampu memberikan modeling terhadap

    sistem biologis. Keistimewaan winsam adalah mampu memberikan modeling

    sistem metabolik, simulasi terhadap suatu eksperimen dan fitting modelatas suatu

    data (Stefanovski et al, 2003).

    WinSAAM merupakan permodelan sistem biologi yang berbasis

    Windows dengan menggunakan model matematis. Keunggulan WinSAAM antara

  • 7/23/2019 S1-2015-302329-introduction

    22/24

    22

    lain: mudah dioperasikan, untuk sistem linier dan nonlinier dikerjakan dengan

    perintah umum, otomatis fitting data tanpa perlu menerjemahkan model

    konstruksi, secara otomatis menentukan parameter linier atau nonlinier sesuai

    model konstruksi, fleksibel untuk berbagai model, fasilitas spreadsheet

    memungkinkan output hasil pengolahan data dapat diekspor secara langsung ke

    excelatau sistemspreadsheet lainnya (Linares andBoston, 2010).

    Analisis data menggunakan WinSAAM dimulai dengan membuat

    prediksi model kompartemen. Evaluasigoddnes of fitdilakukan terhadap prediksi

    model kompartemen apakah sudah mampu memberikan gambaran proses difusi

    melewati membran usus. Analisis selanjutnya adalah listing yang terdiri dari

    estimasi nilai awal, batas minimum, dan maksimum, serta penulisan parameter-

    parameter model yang disusun secara sistematis sesuai dengan konvensi yang ada.

    Tahapan setelah listing adalah decking yang merupakan proses penerjemahan

    listing program ke dalam bahasa WinSAAM. Tahapan selanjutnya adalah solve

    yang merupakan pemecahan model dan persamaan diferensial terkait. Proses

    pencarian parameter model terbaik dilakukan dengan proses pencarian berulang

    (iteration).

    F.

    Landasan Teori

    Uji in vitro disolusi dan difusi dapat dilakukan untuk mengevaluasi

    sistem penghantaran yang saat ini sedang berkembang yaitu self emulsifying drug

    delivery system (SNEDDS). SNEDDS adalah campuran isotropik minyak,

    surfaktan, dan ko-surfaktan, yang secara spontan membentuk emulsi minyak

    dalam air (O/W) ketika dimasukkan ke dalam medium air dengan penggojogan

  • 7/23/2019 S1-2015-302329-introduction

    23/24

    23

    ringan. Komponen penyusun SNEDDS dapat meningkatkan ketersediaan hayati

    relatif obat-obat yang bersangkutan sebagai akibat dari modifikasi membran

    tempat absorbsi. Komponen surfaktan dan kosurfaktan yang umum digunakan

    dalam SNEDDS adalah tween 80 dan PEG 400.

    Tween 80 dapat meningkatkan permeabilitas dengan cara melonggarkan

    tight junction. Semakin besar konsentrasi Tween 80 yang digunakan maka ukuran

    droplet akan semakin kecil. Dengan ukuran partikel yang kecil, maka difusi obat

    secara paraselular akan lebih mudah terjadi. Selain itu Tween 80 dapat mencegah

    terjadinya presipitasi didalam lumen saluran usus dan memperpanjang keberadaan

    obat dalam bentuk molekul terlarut sehingga proses absorpsi dapat berjalan lebih

    efektif. Namun dengan meningkatnya komposisi surfaktan yang digunakan akan

    memiliki emulsification timeyang lebih lama.

    Emulsification timedipengaruhi oleh komponen ko-surfaktan yaitu PEG

    400. Emulsification time berdampak pada kecepatan disolusi SNEDDS

    simvastatin. Dengan emulsification time yang cepat diharapkan dapat

    mempercepat proses disolusi SNEDDS simvastatin dilambung sehingga obat bisa

    segera menuju ke dalam usus untuk selanjutnya diabsorbsi. Proses disolusi

    merupakan rate limiting steppada absorbsi obat. Penggunaan sediaan SNEDDS

    simvastatin dengan komponen penyusun minyak zaitun, tween 80, dan PEG 400

    diharapkan dapat meningkatkan kemampuan disolusi dan difusi simvastatin dalam

    uji disolusi dan difusi secara in vitro.

  • 7/23/2019 S1-2015-302329-introduction

    24/24

    24

    G. Hipotesis

    Hipotesis dalam penelitian ini berupa :

    1.

    Self Nano emulsifying drug delivery system (SNEEDS) simvastatin dengan

    variasi kadar Tween 80 dan PEG 400 dapat meningkatkan disolusi

    simvastatin.

    2. Self Nano emulsifying drug delivery system (SNEEDS) simvastatin dengan

    variasi kadar Tween 80 dan PEG 400 dapat meningkatkan difusi simvastatin.

    3. Formula Self Nano emulsifying drug delivery system (SNEEDS) simvastatin

    dengan kadar Tween 80 sebanyak 70 % dan PEG 400 sebanyak 20 % akan

    memberikan parameter disolusi dan difusi yang paling baik.