83
UNIVERSITAS INDONESIA METAFORA DALAM PIDATO CHARLES DE GAULLE PADA PERANG DUNIA II SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana S1 BINTARTI MAYANG SARI 0806355506 FAKULTAS ILMU PENGETAHUAN BUDAYA UNIVERSITAS INDONESIA PROGRAM STUDI SASTRA PRANCIS DEPOK JULI 2012 Metafora dalam..., Bintarti Mayang Sari, FIB UI, 2012

S45671-Metafora dalam.pdf

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: S45671-Metafora dalam.pdf

UNIVERSITAS INDONESIA

METAFORA DALAM PIDATO CHARLES DE GAULLE

PADA PERANG DUNIA II

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana S1

BINTARTI MAYANG SARI

0806355506

FAKULTAS ILMU PENGETAHUAN BUDAYA UNIVERSITAS

INDONESIA

PROGRAM STUDI SASTRA PRANCIS

DEPOK

JULI 2012

Metafora dalam..., Bintarti Mayang Sari, FIB UI, 2012

Page 2: S45671-Metafora dalam.pdf

Metafora dalam..., Bintarti Mayang Sari, FIB UI, 2012

Page 3: S45671-Metafora dalam.pdf

Metafora dalam..., Bintarti Mayang Sari, FIB UI, 2012

Page 4: S45671-Metafora dalam.pdf

Metafora dalam..., Bintarti Mayang Sari, FIB UI, 2012

Page 5: S45671-Metafora dalam.pdf

v

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat

dan rahmatNya, saya dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulisan skripsi ini dilakukan

dalam rangka memenuhi salah satu syarat meraih gelar Sarjana Humaniora pada

Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia. Saya menyadari bahwa,

tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, sangatlah sulit bagi saya untuk

menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, saya mengucapkan terima kasih kepada

1. Ibu Dr. Myrna Laksman-Huntley selaku dosen pembimbing skripsi. Terima

kasih banyak atas waktu, bantuan, dan dukungan yang diberikan. “Masukan”

dari Ibu selalu dapat memotivasi saya untuk segera menyelesaikan tugas akhir

ini. Begitu pula dengan kesabaran dan kepedulian Ibu dalam mendengarkan

dan meluruskan jalan pikiran saya yang selalu diakhiri dengan nasehat

berharga. Proses penulisan skripsi ini akan selalu membekas di ingatan saya,

begitu pula dengan kebaikan dan jasa Ibu.

2. Para penguji: Ibu Ayu Basoeki Harahap, M.Si. dan Ibu Prof. Dr. Rahayu

Surtiati Hidayat yang telah membaca dan memberi masukan. Tidak terkira

rasa syukur saya mendapat pembaca yang begitu teliti, kritis, dan sabar

sehingga saya paling tidak dapat mengusahakan kesempurnaan penelitian ini.

Tanpa revisi dari Ibu sekalian, tentu skripsi ini akan sangat kurang menggigit.

3. Ibu Irzanti Sutanto, M.Hum. Waktu yang Ibu luangkan untuk memberi

konsultasi dan nasehat, bahkan sebelum skripsi ini mendapat bentuknya dan

masih berada di awang-awang. Inspirasi yang Ibu berikan sejak mata kuliah

Semantik di semester empat sampai saya memutuskan memilih tema skripsi di

semester lima adalah salah satu hal yang sangat saya syukuri. Selain itu,

terima kasih atas kesediaan Ibu meminjamkan buku-buku langka dan luar

biasa membantu.

Metafora dalam..., Bintarti Mayang Sari, FIB UI, 2012

Page 6: S45671-Metafora dalam.pdf

vi

4. Pembimbing akademis, Bapak Prof. Dr. M. I. Djoko Marihandono S.S., M.Si,

yang selalu memberi perhatian setiap baik saat saya galau atau tidak dengan

proses akademis yang rumit.

5. Para dosen, baik dari luar maupun dari program studi Sastra Prancis yang

telah memberikan ilmu berharga.

6. Teman-teman program studi Sastra Prancis, terutama angkatan 2008.

7. Lilih yang banyak memberi masukan, dukungan, dan serial Gumiho. Lilih

serta Zulfa dan Safiek, teman galau berjibaku mengurus Beasiswa Unggulan

di sela-sela kesibukan menyusun skripsi. Nisya, Raisha, Wanda, Muthia,

pengalaman kita bersama begitu indahnya. Andit dan Tiwi, teman ngebolang

dan ngerandom sms, kita harus sering bertualang! Rosita, Yohanna, Aisha

teman horor. Yang terakhir ini (dan Nadia) juga teman berbagi Kpop. Pupu,

Gadis, Sito, Bagas (atas foto-foto luar biasa, favorit para postcrosser), Dina,

Jessy (salah satu teman skripsier), dan banyak lagi. Kak Karita yang selalu

bersedia menerima gangguan meski sibuk kuliah dan magang, semoga saya

segera menyusul. Kak Dorce dan Stella yang memberi saran dan berbagi

pengalaman tentang kelas dan skripsi.Jika ada yang terlewat mohon maaf

karena ini dibuat pagi sebelum pengumpulan terakhir.

8. Indri, Yesica, Gustika, Arina, Dian Sartika (Gepe), Asti, Nanda, Icha, Meisha,

Hani, Andi, Arif, Gayo, Sifa, Ibel, semua teman SMP/SMA yang tidak pernah

lelah menambah kenangan manis di dalam memori saya (termasuk obrolan

dari Gepe yang sudah sidang sebelumnya).

9. Teman seberang lautan yang dengan baik hati selalu menunjukkan kepedulian

pada kemajuan skripsi ini dengan menanyakan kabarnya (juga kabar saya,

haha). Juga kartu posnya. Saya selalu senang mengobrol dengan Anda,

(terutama saat la nuit blanche atau subuh sebelum beraktivitas) dan selalu

berharap yang terbaik pula bagi Anda.

10. Bude Sisca dan Om Bambang atas bantuannya yang sangat berharga.

11. Para Bude, Pakde, Tante, Om, dan sepupu (terutama Inggrid yang menjadi

saksi perjuangan) yang memberikan dukungan dan doa.

Metafora dalam..., Bintarti Mayang Sari, FIB UI, 2012

Page 7: S45671-Metafora dalam.pdf

Metafora dalam..., Bintarti Mayang Sari, FIB UI, 2012

Page 8: S45671-Metafora dalam.pdf

Metafora dalam..., Bintarti Mayang Sari, FIB UI, 2012

Page 9: S45671-Metafora dalam.pdf

ix

ABSTRAK

Nama : Bintarti Mayang Sari

Program Studi : Sastra Prancis

Judul : Metafora dalam Pidato Charles De Gaulle

Skripsi ini menganalisis metafora yang ditemukan dalam pidato De Gaulle pada

tanggal 11 November 1941. Dalam menganalisis metafora yang ditemukan dalam

pidato De Gaulle pada tanggal 11 November 1941 penulis menggunakan teori yang

dikemukakan oleh Lakoff dan Johnson. Setelah dianalisis metafora yang banyak

terdapat dalam pidato De Gaulle adalah metafora dari konkret ke abstrak.

Penggunaan metafora-metafora tersebut digunakan De Gaulle untuk mengekspresikan

perasaan secara tepat dan untuk mempengaruhi perasaan pendengarnya. Analisis ini

juga menunjukkan gambaran pandangan hidup De Gaulle sebagai individu dan kepala

negara, yaitu pantang menyerah dan semangat cinta pada tanah air yang dapat

dicontoh oleh semua orang untuk memajukan bangsanya.

Kata kunci:

Metafora, pidato, Charles De Gaulle

Metafora dalam..., Bintarti Mayang Sari, FIB UI, 2012

Page 10: S45671-Metafora dalam.pdf

x

ABSTRACT

Name : Bintarti Mayang Sari

Study Program : French Studies

Title : Metaphor Studies in De Gaulle’s speeches

Key words:

Metaphor, speech, De Gaulle

Metafora dalam..., Bintarti Mayang Sari, FIB UI, 2012

Page 11: S45671-Metafora dalam.pdf

xi

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ................................................................................... i

SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME…………………..... ii

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS………………………… iii

LEMBAR PENGESAHAN………………………………………………… iv

KATA PENGANTAR………………………………………………........... v

LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH…………..… vii

ABSTRAK………………………………………………………………..... viii

ABSTRACK………………………………………………………………. ix

ABSTRACTION………………………………………………………….. x

DAFTAR ISI ………………………………………………………………. xi

DAFTAR TABEL…………………. ……………………………………… xiii

DAFTAR LAMPIRAN…………………………………………………….. xiv

1. PENDAHULUAN………………………...…………………………… 1

1.1 Latar Belakang…………………………………………………. 2

1.2 Rumusan Masalah……………………………………………… 5

1.3 Tujuan Penelitian………………………………………………. 6

1.4 Manfaat Penelitian……………………………………………… 6

1.5 Ruang Lingkup………………………………………………… . 6

1.6 Metodologi Penelitian…………………………………………… 7

1.6.1 Metode Penelitian……………………………………. .. 7

1.6.2 Sumber Data…………………………………............. .. 7

1.6.3 Teknik Analisis Data………………………………… .. 7

2. KERANGKA TEORI………………………………………….. ……….. 9

2.1 Jenis makna………...................................................................... .. 9

2.2 Metafora ……................................................................................ 10

Metafora dalam..., Bintarti Mayang Sari, FIB UI, 2012

Page 12: S45671-Metafora dalam.pdf

xii

2.3 Analisis Metafora Kognitif………………………………………. 12

2.3.1 Source Domain, Target Domain,

Correspondences/Mapping……………………………………………… … 13

2.3.2 Highligting dan Hiding…………………………………….. 13

2.3.3 Image Schema……………………………………………….. 14

3. ANALISIS……………………………………………………………… .. 18

3.1 PERJUANGAN adalah PERJALANAN………………………… 18

3.2 SEMANGAT PERSATUAN adalah API……………………… ... 24

3.3 KEBEBASAN adalah KOMODITI BERHARGA………………. 30

3.4 NEGARA/KEMENANGAN adalah ORANG…………………… 34

3.5 PERANG adalah PERTUNJUKKAN……………………………. 38

3.6 NEGARA adalah BANGUNAN…………………………………. 42

3.7 HARAPAN adalah CAHAYA…………………………………… 45

3.8 PENJAJAHAN adalah KEGELAPA/PENJARA………………… 46

3.9 Konsep Metafora dalam Pidato De Gaulle……………………….. 49

4. KESIMPULAN…………………………..……………………………… 52

DAFTAR REFERENSI……………………………………………….…….. 56

Lampiran……………………………………………………………………… 58

Metafora dalam..., Bintarti Mayang Sari, FIB UI, 2012

Page 13: S45671-Metafora dalam.pdf

xiii

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Pemetaan konseptual metafora PERJUANGAN adalah

PERJALANAN…………………………………………….... 23

Tabel 3.2 Pemetaan konseptual metafora SEMANGAT PERSATUAN adalah

API…………………………………………………………… 29

Tabel 3.3 Pemetaan konseptual metafora KEBEBASAN adalah KOMODITAS

BERHARGA………………………………………………… 33

Tabel 3.4 Pemetaan konseptual metafora NEGARA/KEMENANGAN adalah

ORANG……………………………………………………… 37

Tabel 3.5 Pemetaan konseptual metafora PERANG adalah

PERTUNJUKKAN…………………………………………… 41

Tabel 3.6 Pemetaan konseptual metafora NEGARA adalah BANGUNAN 44

Tabel 3.7 Pemetaan konseptual metafora HARAPAN adalah CAHAYA.. 46

Tabel 3.8 Pemetaan konseptual metafora PENJAJAHAN adalah

KEGELAPAN/PENJARA……………………………………… 48

Metafora dalam..., Bintarti Mayang Sari, FIB UI, 2012

Page 14: S45671-Metafora dalam.pdf

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1…………………………………………………………………… 56

Lampiran 2…………………………………………………………………… 61

Metafora dalam..., Bintarti Mayang Sari, FIB UI, 2012

Page 15: S45671-Metafora dalam.pdf

1

Universitas Indonesia

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Setiap teks memiliki tujuan komunikatif, termasuk pidato. Terlebih, pidato

merupakan sarana komunikasi langsung antara seorang orator dan khalayak ramai

yang bersifat persuasif (Keraf, 1991). Oleh karena itu, kemampuan komunikatif

untuk menyampaikan pesan yang dimaksud sangatlah penting karena

keberhasilannya tidak hanya berdasarkan menarik atau tidak materi yang

disampaikan tetapi juga cara pembicara menyampaikannya sehingga mampu

memengaruhi massa (West dan Turner, 2008). Berpidato merupakan keahlian

yang penting di dalam masyarakat demokratis. Selain penguasaan materi,

pemilihan kata akan sangat menunjang pembicara dalam memformulasikan ide-

idenya (Keraf, 1991). Sering kali orator menciptakan makna baru dari kata atau

ungkapan yang telah memiliki arti harfiah agar pesannya tercapai. Tidak hanya

dalam pidato, dalam kehidupan sehari-hari kita selalu dikelilingi kata dan bahasa

yang memiliki makna tertentu. Pemaknaan dan kesan di dunia ini begitu luas

sedangkan kata yang tersedia terbatas. Oleh karena itu, pengungkapan dengan

makna nonharfiah tidak asing lagi. Misalnya kita sudah akrab dengan ungkapan,

"Berdiri di atas kaki sendiri". Ungkapan ini tentu saja tidak sekadar berhubungan

dengan sistem kinetis manusia, tetapi masyarakat langsung dapat memahaminya

sebagai analogi dari kemandirian ekonomis, sosial, budaya, dan politis.

Suatu ide yang bersifat politis akan terlalu rumit bagi kalangan tertentu

yang kurang bersinggungan dengan ranah ini. Oleh karena itu, penyampaian ide

dibantu oleh proses metaforis. Boers menyatakan bahwa metafora terutama

mengakomodasi pemetaan berbagai konsep, terutama yang abstrak, ke dalam

konsep yang konkret (dalam Gibbs, 1999). Dalam Gibbs (1999), Johnson dan

Ibarretxe-Antuñano sepakat bahwa metafora tidak sekadar gaya bahasa, tetapi

menyusun atau memberi struktur dalam pemikiran manusia (1999, h.41). Seperti

yang dikemukakan Aristoteles (dalam West dan Turner, 2008), metafora adalah

alat penting dalam pidato yang membantu sesuatu menjadi lebih mudah dipahami

Metafora dalam..., Bintarti Mayang Sari, FIB UI, 2012

Page 16: S45671-Metafora dalam.pdf

2

Universitas Indonesia

dan lebih menarik karena menghindari bahasa sederhana yang terlalu

membosankan dan bahasa terlalu rumit yang membuat frustasi pendengar.

Beberapa tokoh politis terkenal menggunakan metafora dalam pidatonya.

Misalnya metafora yang ditemukan dalam pidato De Gaulle pada tanggal 11

November 1941, Nous sommes maintenant un bloc inébranlable (Kita sekarang

adalah blok yang tak tertembus). Dalam kamus Le Robert de poche 2011 (2010),

bloc memiliki makna ‘masse solide et pesant, éléments groupé en une masse

homogène’1. Prancis yang bersatu diibaratkan sebagai sebuah blok yang kuat dan

tangguh. Prancis yang seperti itu adalah Prancis yang memiliki daya juang tinggi

yang mampu bertahan menghadapi gempuran lawan.

Dari contoh di atas, metafora dalam pidato De Gaulle menimbulkan efek

tertentu yang akan berbeda dari kata bermakna harfiah. Dengan metafora,

pendengar akan lebih mudah berada dalam ranah yang dimaksudkan De Gaulle

sehingga pidatonya menjadi lebih efektif. Pendengar akan mampu menangkap

pesan itu dengan membayangkan sebuah blok kokoh dan mengasosiasikannya

dengan diri sendiri atau dengan masyarakat Prancis. Pembandingan itu membuat

mereka lebih paham betapa kuat diri mereka. De Gaulle dan pendengarnya

memiliki pengalaman sama sehingga perumpaan kekokohan dan kekuatan daya

berterima.

Menurut Lakoff dan Johnson (1980), metafora tidak hanya terdapat dalam

bahasa atau hanya berkaitan dengan bahasa, tetapi menyerap dalam kehidupan

sehari-hari, melingkupi pikiran dan tingkah laku kita. Metafora dalam suatu

bahasa dapat bersifat universal karena berhubungan dengan sistem konseptual

manusia, yakni hal mendasar dari pemikiran manusia dan bersifat sistematis

(Knowles dan Moon, 2008). Pemikiran mendasar itu dapat melalui interaksi sosial

dan kesamaan pengalaman. Keabstrakan yang sulit dideskripsikan termediasi

melalui proses metaforis. Melalui teori kognitif dari Lakoff dan Johnson, peneliti

dapat menelusuri pemetaan konsep antarranah, yakni ranah sumber dan ranah

sasaran yang merupakan konsep utama dalam mengidentifikasi metafora kognitif.

Pemetaan ini akan tersimpulkan dalam struktur atau kategori metafora. Sudut

1(massa yang utuh dan berat, unsur-unsur yang menyatu atau berkumpul menjadi

satuan massa yang homogen)

Metafora dalam..., Bintarti Mayang Sari, FIB UI, 2012

Page 17: S45671-Metafora dalam.pdf

3

Universitas Indonesia

pandang ini juga membantu menunjukkan hal konseptual dalam pikiran

pembicara ke hal nyata berupa bahasa.

Bahasa sebagai alat ekspresi dapat menunjukkan konsep suatu masyarakat,

bagaimana mereka memandang dunia, menanggapi lingkungan sekitar, dan

berinteraksi satu sama lain (Lakoff dan Johnson, 1980). Siregar (2009)

memberikan contoh: di negara berbahasa Inggris ada ungkapan, TIME IS

MONEY. Ungkapan ini merupakan salah satu struktur metafora yang sering kita

dengar. Menurut teori metafora konseptual, TIME adalah ranah sasaran dan

MONEY adalah ranah sumber. Dalam pikiran masyarakatnya, waktu merupakan

sesuatu yang berharga seperti uang. Pemikiran ini dapat disimpulkan dengan

melihat pemetaan yang terjalin dalam hubungan antarranah. Di dalam bahasa

Indonesia, meskipun juga terdapat ungkapan yang serupa, waktu adalah uang,

pada kenyataannya, masyarakat lebih menganut peribahasa “Biar lambat asal

selamat” (Siregar, 2009). Oleh karena itu, dapat dipahami bahwa ungkapan waktu

adalah uang hanya merupakan pinjaman dari bahasa Inggris.

Cowie (2009), Knowles dan Moon (2005), Laksana (2006), West dan Turner

(2008), dan Ullmann (1964) sepakat bahwa metafora memiliki fungsi penting

dalam bahasa dan berkaitan dengan masyarakat, yakni sebagai alat untuk

menciptakan pengertian baru, menjelaskan, menggambarkan, mengungkapkan,

menilai suatu ide, menghibur, menghidupkan bahasa, sumber polisemi dan

sinonimi, mendorong penafsiran, dan membangun makna baru. Aspek kebahasaan

dalam pidato menarik untuk dibahas karena dalam pidato akan terungkap

semangat zaman serta pengungkapan ide yang khas (Keraf, 1991). Hal itu akan

terlihat dari penggunaan bahasa secara efektif dan efisien.

Keraf mengungkapkan bahwa berbahasa secara efektif dapat menjamin bahwa

amanat yang ingin disampaikan betul-betul dapat diterima tepat dan utuh oleh

yang mendengar atau yang membacanya (1991). West dan Turner juga

menyebutkan, salah satu strategi agar persuasi menjadi efektif dan pidato menjadi

lebih menggugah adalah dengan menggunakan metafora (2004).

Penelitian mengenai metafora sudah banyak dilakukan, seperti oleh

Susasmiyati (2004), mahasiswa Program Studi Sastra Indonesia, Universitas

Indonesia, mengenai jenis-jenis metafora serta alat yang digunakan Soekarno

Metafora dalam..., Bintarti Mayang Sari, FIB UI, 2012

Page 18: S45671-Metafora dalam.pdf

4

Universitas Indonesia

dalam pidatonya pada era revolusi kemerdekaan. Untuk mengklasifikasi metafora,

ia menggunakan pendekatan kognitif dari Lakoff dan Johnson (1980). Dari

penelitian ini ia mengetahui pandangan hidup Soekarno sebagai individu dan

pemimpin bangsa.

Penelitian lain mengenai metafora dilakukan oleh Tan (1996), mahasiswa

Program Studi Sastra Prancis, Universitas Indonesia. Dalam skripsinya, Tan

meneliti jenis metafora dan jenis metonimi yang terdapat dalam berita surat kabar

Prancis dengan menggunakan teori Ullmann (1964). Hasil penelitian itu

menunjukkan kaitan makna secara metaforis dan metonimis dengan pelanggaran

kolokasi. Penggunaan makna secara metaforis dan metonimis menyebabkan

makna kalimat yang unsur-unsurnya mengalami pelanggaran kolokasi tetap

berterima. Teori yang sama digunakan Fabriyanti (2008), mahasiswa Program

Studi Sastra Prancis, Universitas Indonesia, untuk meneliti jenis metafora dalam

komik Prancis. Dari penelitian itu ia menyimpulkan bahwa ada hubungan konteks

cerita dengan pemilihan metafora binatang dalam jenis komik tertentu.

Penelitian terdahulu tersebut belum ada yang membahas mengenai

metafora dalam teks pidato berbahasa Prancis meskipun penelitian mengenai

metafora dalam bahasa Prancis telah dilakukan dengan menggunakan korpus serta

bidang berbeda. Dalam penelitian ini, akan dibahas metafora dalam bidang politik

yang terdapat dalam pidato De Gaulle.

Secara historis, pidato yang disampaikan presiden pertama Republik V

Prancis dan tokoh penting dalam pembebasan Prancis pada masa Perang Dunia II

itu memiliki pengaruh yang signifikan bagi masyarakat Prancis (dalam artikel

How De Gaulle speech). Pidatonya pada masa pendudukan Jerman tahun 1940--

1945 mampu mengobarkan semangat rakyat Prancis yang sudah putus asa dan

hampir menyerah (Dreyfus, 1996). De Gaulle yang saat itu menjabat sebagai

Brigadir Jenderal menyingkir ke Inggris. Ia menolak keputusan Pemerintah Vichy

yang menyerah pada Jerman dan membacakan pidatonya melalui radio BBC di

London pada tanggal 18 Juni 1940. Ia menyerukan kepada semua rakyat Prancis

agar bertahan terhadap pendudukan Nazi dan mulai mengatur “Pejuang Prancis

Bebas” bersama dengan para perwira buangan Prancis di Inggris (De Gaulle).

Bahkan, pidatonya pada masa Perang Dunia II dianggap sebagai faktor utama

Metafora dalam..., Bintarti Mayang Sari, FIB UI, 2012

Page 19: S45671-Metafora dalam.pdf

5

Universitas Indonesia

keluarnya Prancis sebagai pemenang bersama Sekutu (dalam artikel How De

Gaulle speech, 2010).

Hal tersebut menunjukkan bahwa pidato memiliki peran luas dan

kedudukan penting dalam masyarakat. Akan tetapi, kajian semantis pidato De

Gaulle belum dilakukan secara mendalam, padahal di dalamnya ditemukan gejala

metafora yang menarik, seperti metafora yang ditemukan dalam pidatonya pada

tahun 1941 di hadapan anak-anak di malam Natal. De Gaulle mengatakan

“mesdames les nations” (para nyonya bangsa). Ia mengibaratkan suatu bangsa

sebagai seorang nyonya yang dapat lebih atau kurang cantik dan berani

dibandingkan “nyonya” lain, Les nations, vous savez, sont comme des dames, plus

ou moins belles, bonnes et braves. Bangsa Prancis juga diibaratkan nyonya yang

paling baik, cantik, dan berani, parmi mesdames les nations, aucune n’a jamais

été plus belle, meilleure, ni plus brave que notre dame la France. Ia juga

menyebutkan Jerman sebagai tetangga yang kurang ajar, kasar, dan iri hati, Mais

la France a une voisine brutale, rusée, jalouse : l’Allemagne.

Penggunaan metafora dengan menunjukkan perumpamaan yang kuat dapat

membuat khalayak membayangkan adegan yang digambarkan. Pembuat pidato

dapat mendefinisikan berbagai istilah yang ia gunakan dengan

mempertimbangkan ide yang mirip dengan pemikirannya sendiri. Dengan cara

seperti itu, ia dapat menemukan mata rantai untuk mencocokkan pemikirannya

dengan pemikiran khalayak sehingga tidak kehilangan perhatian dan memiliki

kesempatan untuk membujuk khalayaknya (West dan Turner, 2004). Efisiensi

bahasa adalah bagaimana seorang pembicara menggunakan alat atau cara, seperti

metafora untuk menyampaikan sesuatu dengan hasil sebesar-besarnya (Keraf,

1991).

1.2 Rumusan Masalah

Melihat penggunaan metafora dalam pidato De Gaulle, peneliti hendak

mengetahui struktur metafora yang terdapat dalam pidatonya. Struktur yang

dimaksud adalah kategori metafora yang didapat dari menyimpulkan pemetaan

antarranah. Dengan mengetahui berbagai struktur itu, pesan utama yang hendak

disampaikan dalam pidatonya melalui metafora terungkap.

Metafora dalam..., Bintarti Mayang Sari, FIB UI, 2012

Page 20: S45671-Metafora dalam.pdf

6

Universitas Indonesia

1.3 Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan metafora yang digunakan De

Gaulle dalam pidatonya pada masa Perang Dunia II.

Untuk dapat mencapai tujuan, sasaran dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Mengungkapkan kategori metafora dalam pidato De Gaulle.

2. Menemukan makna metafora dalam pidato De Gaulle.

1.4 Manfaat Penelitian

Dalam penelitian terdahulu telah dikemukakan penggunaan metafora dalam

komik dan surat kabar Prancis, tetapi belum ada penelitian mengenai metafora

Prancis dalam pidato. Oleh karena itu, penelitian ini dapat menyumbang

pengetahuan mengenai metafora dalam teks pidato berbahasa Prancis dalam

bidang semantik. Dari penelitian terdahulu, terdapat kajian mengenai metafora

dalam pidaro berbahasa Indonesia. Penelitian ini dapat dijadikan sebagai referensi

bagi kajian selanjutnya yang lebih mendalam mengenai perbandingan kebudayaan

antara pidato berbahasa Prancis dan pidato berbahasa Indonesia.

1.5 Ruang Lingkup

Penelitian ini akan dibatasi pada ungkapan metaforis yang terdapat dalam

pidato De Gaulle pada tahun 1941. Pada tahun itu, De Gaulle harus mampu

menjaga semangat yang telah tersulut dan sekaligus bernegosiasi secara aktif

dengan Inggris dan Amerika Serikat untuk berkolaborasi mengalahkan Jerman,

apalagi setelah situasi yang semakin memanas dengan kesertaan Jepang dalam

perang (De Gaulle, 1954). Dalam pidatonya, De Gaulle harus mampu

menyampaikan pesan secara tepat, terutama kepada rakyat Prancis, bahwa kerja

sama dengan sekutu akan menguntungkan perlawanan Prancis dalam mengusir

Jerman.

Metafora dalam..., Bintarti Mayang Sari, FIB UI, 2012

Page 21: S45671-Metafora dalam.pdf

7

Universitas Indonesia

1.6 Metodologi penelitian

Metodologi penelitian disajikan dalam tiga subbab, yakni metode penelitian,

teknik pengumpulan data, dan teknik analisis data. Subbab metode penelitian,

menjelaskan jenis metode yang digunakan dalam penelitian ini. Subbab teknik

pengumpulan data menjabarkan sumber data dan unit analisis. Terakhir, subbab

teknik analisis data menjelaskan pendekatan yang digunakan dalam analisis serta

tahapan analisis data.

1.6.1 Metode penelitian

Metode penelitian adalah kualitatif dengan pendekatan semantik kognitif.

Penelitian ini mengutamakan kedalaman penghayatan terhadap objek penelitian

yang sedang dikaji secara empiris. Dengan metode ini penggunaan metafora

dalam pidato dapat dianalisis secara mendalam sehingga tujuan penelitian dapat

tercapai, yaitu mendeskripsikan jenis metafora dalam pidato De Gaulle.

1.6.1 Teknik Pengumpulan Data

Subbab derajat kedua ini terdiri atas dua butir, yakni sumber data dan unit

analisis. Dalam sumber data dijelaskan alasan pemilihan data. Butir unit analisis

menerangkan data yang dianalisis dalam penelitian ini. Berikut teknik

pengumpulan data.

1. Sumber Data

Sumber data dalam penelitian ini adalah pidato De Gaulle pada tahun 1941. Ada

41 pidato yang disampaikan De Gaulle pada tahun ini. Dalam penelitian ini, hanya

dua dari pidatonya yang dianalisis, yakni pidato yang disampaikannya pada

pertemuan orang Prancis di Inggris pada tanggal 15 November 1941 dan pidato

yang disampaikannya melalui radio pada tanggal 24 Desember 1941 sebagai

pesan malam Natal untuk anak-anak Prancis. Pidato pertama dipilih karena

disampaikannya langsung di hadapan perwakilan Prancis pada bulan November,

setelah serangkaian pertempuran dan kerja sama dengan Sekutu maupun berbagai

negara Asia dan Afrika. Ia biasanya menyampaikan pidato kepada rakyatnya

melalui radio. Pidato kedua merupakan yang pertama dan ditujukan untuk anak-

Metafora dalam..., Bintarti Mayang Sari, FIB UI, 2012

Page 22: S45671-Metafora dalam.pdf

8

Universitas Indonesia

anak. Oleh karena itu, menarik mengamati perbedaan metafora yang mungkin ia

gunakan pada kedua pidato itu.

2. Unit Analisis

Unit analisis adalah semua ungkapan metaforis yang terdapat dalam pidato De

Gaulle pada tanggal 15 November dan 24 Desember 1941.

1.6.2 Teknik analisis data

Data yang telah terkumpul dianalisis dengan menggunakan pendekatan kognitif

menurut Lakoff dan Johnson (1980). Berikut ini adalah tahapan analisis data.

1. Setelah data terkumpul, mencari ranah sumber.

2. Menyusun data ke dalam kategori penamaan metafora.

3. Mendeskripsikan hubungan antara ranah sasaran dan ranah sumber.

4. Dalam memerikan hubungan antara ranah sasaran dan ranah sumber,

makna tiap data langsung dijelaskan. Interpretasi makna dilakukan tanpa

melepas konteks luar bahasa, yakni dengan merujuk pada konteks kekinian

pada saat pidato disampaikan. Selain itu, setiap data tidak terlepas dari

kaitan dengan kalimat sebelum atau sesudahnya.

5. Menyimpulkan hasil analisis data.

Bagian selanjutnya dalam penelitian ini terdiri atas tiga bab. Bab kedua

merupakan kerangka teori. Bab ini menjelaskan teori-teori yang menjadi acuan

penelitian. Bab ketiga adalah analisis. Bab ini menguraikan hasil pengolahan data

dan analisis berdasarkan metode dan model yang telah dijelaskan di dalam bab

sebelumnya. Bab terakhir adalah kesimpulan. Bab ini berisi kesimpulan hasil

analisis data dan saran untuk peneliti selanjutnya.

Metafora dalam..., Bintarti Mayang Sari, FIB UI, 2012

Page 23: S45671-Metafora dalam.pdf

9

Universitas Indonesia

BAB 2

KERANGKA TEORI

2.1 Jenis makna

Sesuai dengan teori makna yang telah dikemukakan di atas, unsur acuan juga

diturutkan dalam pengertian makna. Oleh karena itu, ada baiknya melihat teori

makna dari Bloomfield. Bloomfield (1933) mengemukakan dua jenis makna,

yaitu makna pusat (normal atau central meaning) dan makna sampingan

(marginal atau metaphoric atau transferred meaning). Sebuah penanda dapat

mempunyai lebih dari satu acuan. Bila yang diacu adalah acuan utama atau acuan

pertama, yaitu acuan harfiah yang bermakna denotatif dan dapat dimengerti

bentuk fisiknya, penanda tersebut mengacu pada makna pusatnya. Menurut

Knowles dan Moon (2004), makna harfiah atau makna literal mengacu pada

sesuatu yang konkret. Penanda yang mengacu pada referen lain disebut makna

sampingan yang pemahamannya bersifat konotatif. Makna nonharfiah atau makna

nonliteral mengacu pada sesuatu yang abstrak atau memiliki kualitas abstrak.

Telah disebutkan oleh Bloomfield bahwa makna dapat bersifat denotatif jika

merujuk pada acuan utama atau bersifat konotatif jika mengacu pada acuan lain.

Penjabaran mengenai sifat makna ini dikemukakan pula oleh Keraf (1991) yang

membagi makna menjadi dua, yaitu makna konotatif dan makna denotatif. Kata

denotatif adalah kata yang tidak mengandung makna tambahan sedangkan makna

kata yang mengandung arti tambahan atau nilai rasa tertentu di samping makna

dasar disebut makna konotatif.

Dalam kalimat tikus-tikus semakin ganas berkeliaran di loteng rumah, acuan

pertama pembaca adalah binatang pengerat yang semakin agresif. Akan tetapi

apabila dikatakan, tikus-tikus berdasi semakin gemuk memakan uang negara,

pembaca harus mengacu pada hal lain karena kita tahu tikus tidak memakai dasi.

Apabila pembaca memaksakan acuan pertama, yaitu binatang pengerat, hal

tersebut akan menjadi tidak logis. Akan tetapi, apabila pembaca mengacu pada

para koruptor, kalimat tersebut akan dapat diterima. Penanda yang mengacu pada

referen lain inilah yang disebut makna sampingan yang pemahamannya bersifat

konotatif.

Metafora dalam..., Bintarti Mayang Sari, FIB UI, 2012

Page 24: S45671-Metafora dalam.pdf

10

Universitas Indonesia

Dari ketiga teori di atas, dapat disimpulkan bahwa makna utama mengacu

pada acuan harfiah yang konkret dan bersifat denotatif, sedangkan makna

sampingan bersifat konotatif, abstrak, dan mengacu pada referen lain.

2.2 Metafora

Terdapat dua pendekatan berbeda mengenai metafora, yakni metafora

tradisional dan metafora berdasarkan pendekatan kognitif yang disebut metafora

konseptual. Kedua metafora ini perlu ditampilkan di sini untuk memudahkan

pemahaman. Berikut adalah penjabaran metafora berdasarkan kedua pandangan

itu.

2.2.1 Metafora Tradisional

Metafora biasa dianggap sebagai gaya bahasa yang terutama memiliki

unsur dekoratif semata, yakni untuk menghias bahasa (Siregar, 2003). Oleh

karena itu, ruang lingkup metafora tradisional hanya dalam pembahasan gejala

bahasa. Lehmann dan Martin-Brethet (2002) mengemukakan bahwa metafora

dalam pemahaman tradisional merupakan majas atau trope yang berdasarkan

persamaan, yang memberikan suatu kata sebuah makna lain sebagai perbandingan

implisit. Pengertian yang serupa juga diberikan oleh Parera (2004) dan Laksana

(2006), yakni bahwa metafora merupakan perbandingan berdasarkan persamaan

yang tidak merujuk pada makna harfiahnya. Menurut Le Guern (1973), persamaan

itu mempertahankan makna harfiah sehingga suatu metafora dapat dimengerti.

Dari pemaparan mengenai pengertian metafora di atas, dapat disimpulkan bahwa

metafora adalah perbandingan implisit antara dua hal yang berdasarkan persamaan

tanpa kata penghubung dan tidak merujuk pada makna harfiahnya. Dua hal di sini

bukanlah konsep tetapi membandingkan dua istilah.

Dalam pendekatan tradisional, proses metaforis tidak sistematis, tetapi

berdasarkan pergeseran sebagian komponen makna (Lehman dan Martin-Brethet,

2002). Misalnya, dalam ungkapan pembersihan pajak. Sebagian komponen

makna ‘pembersihan’, yakni ‘menghilangkan kotoran’ bergeser. Dalam proses

metaforis, bukan kotoran yang dihilangkan, melainkan oknum yang melaksanakan

aturan pajak secara tidak benar. Oknum itu diperbandingkan dengan kotoran.

Metafora dalam..., Bintarti Mayang Sari, FIB UI, 2012

Page 25: S45671-Metafora dalam.pdf

11

Universitas Indonesia

‘Menghilangkan’ dibandingkan dengan, misalnya, pemecatan oknum yang

bersalah itu. Akan tetapi, menurut pendekatan tradisional, tidak ada suatu sistem

konseptual yang mendasari pemilihan ungkapan metaforis ini.

2.2.2 Metafora Konseptual/Kognitif

Pendekatan lain dikemukakan oleh Lakoff dan Johnson (1980). Menurut

mereka, dasar dari metafora adalah memahami satu hal dengan istilah lain.

Metafora membandingkan dua ranah konsep. Oleh karena itu, disebut metafora

konseptual karena pemahaman konseptual suatu ranah merujuk pada ciri ranah

konseptual lain. Pemilihan suatu kata atau ungkapan metaforis tidaklah arbitrer,

tetapi berdasarkan suatu sistem tertentu. Dari sini, sistem konseptual manusia

dapat terlacak karena kebanyakan bersifat metaforis. Metafora membentuk cara

pikir, cara merasa, dan tingkah laku (Lakoff dan Johnson, 1980). Metafora

berhubungan erat dengan hal paling mendasar dari pemikiran manusia. Agar lebih

jelas, penulis mengutip contoh yang dikemukakan Lakof dan Johnson, yaitu

konsep ARGUMENT dan metafora ARGUMENT IS WAR. Dalam suatu perdebatan

kita sering mendengar ungkapan seperti,

“Dia menyerang semua titik lemah argumen saya”

“Strategi orang itu lemah”

“Saya selalu kalah berdebat dengannya”

“Dia mengahabisi semua pendapatnya”

“Dia menembak tepat sasaran”

“Mereka berdua terlibat perang kata yang seru”

Banyak hal yang dilakukan dalam perdebatan disusun sebagian oleh

konsep perang. Kenyataannya, ungkapan tersebut tidak hanya sekadar

mengatakan sesuatu dalam istilah perang, tetapi pola pikir juga turut terbentuk

sesuai konsep yang digunakan. Seseorang benar-benar dapat kalah atau menang

dalam perdebatan. Kita menggunakan taktik agar memenangkannya. Seseorang

dapat kalah karena argumennya yang lemah diserang. Cara seseorang berdebat

Metafora dalam..., Bintarti Mayang Sari, FIB UI, 2012

Page 26: S45671-Metafora dalam.pdf

12

Universitas Indonesia

disusun sebagian oleh struktur metafora ARGUMENT IS WAR. Seandainya

perdebatan tidak dilihat dengan istilah perang, konsep kita tentang perdebatan

juga ikut berubah. Misalnya, dalam ARGUMENT IS DANCE, tidak ada lagi

ungkapan kalah atau menang perang dan perencanaan strategi. Kita tidak lagi

melihat orang yang berdebat dengan kita sebagai lawan. Kita mungkin akan

memandang perdebatan sebagai sesuatu yang indah, penuh harmoni, dan

memerlukan keseimbangan. Cara kita membicarakan dan melakukan perdebatan

juga berubah, bahkan mungkin perdebatan tidak lagi dilihat sebagai perdebatan,

tetapi muncul dengan istilah lain yang lebih sesuai. Ada persamaan antara sistem

konseptual dengan pengalaman yang kita miliki. Dari contoh di atas ada

persamaan antara ide ARGUMENT dan ide WAR.

Knowles dan Moon (2005) mengemukakan bahwa metafora yang sudah

dianggap tidak lagi metaforis karena penggunaan sehari-hari disebut metafora

klise atau dead metaphor. Misalnya, dalam ungkapan my spirits rose. Dalam

metafora tradisional ungkapan ini dianggap tidak lagi bersifat metaforis, tetapi

sudah bermakna harfiah. Berbeda dengan pendekatan kognitif. Dalam pendekatan

ini, tidak ada metafora klise. Knowles dan Moon (2005). Saaed (1997), dan

Siregar (2003). mengungkapkan bahwa metafora mati atau klise, dalam

pembahasan tradisional, merupakan bagian dari sistem metafora yang tetap hidup

dan akan berkembang secara berkelanjutan. Ungkapan my spirits rose adalah

bagian dari struktur metafora UP-DOWN, yakni HAPPY IS UP (Saeed, 1997).

Menurut paradigma kognitif, konsep itu dapat memunculkan istilah baru.

Misalnya istilah uppers untuk obat stimulan serta downers untuk obat penenang.

Dalam penjabaran teori metafora di atas, terdapat beberapa perbedaan

pandangan antara tradisional dan konseptual. Berikut ini ditampilkan secara

ringkas perbedaan metafora dari kedua pandangan itu.

Metafora dalam..., Bintarti Mayang Sari, FIB UI, 2012

Page 27: S45671-Metafora dalam.pdf

13

Universitas Indonesia

Tabel 2.1 Perbedaan Metafora Tradisional dan Metafora Konseptual

Metafora Tradisional Metafora Konseptual

Metafora adalah gaya bahasa Metafora bukan sekadar bahasa

figuratif atau gaya bahasa yang hanya

berfungsi memperindah bahasa, tetapi

juga menstruktur pemikiran

Pendekatan tradisional hanya

menganggap metafora sebagai bagian

dari bahasa, tidak menyerap dalam

sistem konsep manusia

Tidak bersifat linguistis, atau berada di

dalam ranah bahasa semata, tetapi

berhubungan erat dengan sistem

konseptual manusia

. Proses yang terjadi adalah pergeseran

sebagian komponen makna

Pendekatan tradisional menganggap

bahwa metafora terbentuk berdasarkan

persamaan. Persamaan merupakan

kriteria agar terbentuk hubungan

metaforis.

Proses yang terjadi dalam hubungan

metaforis adalah pemetaan atau

persesuaian antarranah. Analisis

metafora dilakukan untuk mengetahui

bagaimana bekerjanya. Pemilihan

ungkapan metaforis tidaklah arbitrer,

tetapi sistematis serta berdasarkan pada

pengalaman.

Metafora klise dalam pendekatan

tradisional dianggap telah bermakna

harfiah

Menurut pendekatan konseptual,

metafora yang dianggap mati di dalam

pandangan tradisional tetap hidup dan

justru menunjukkan bahwa metafora

merupakan bagian dari sistem

konseptual

Metafora dalam..., Bintarti Mayang Sari, FIB UI, 2012

Page 28: S45671-Metafora dalam.pdf

14

Universitas Indonesia

Metafora membandingkan dua istilah

Metafora membandingkan ranah

konsep. Metafora merupakan

pemahaman konseptual ranah dengan

merujuk pada ranah konseptual lain.

Metafora membantu kita memahami berbagai persoalan dengan lebih

mudah dan digunakan untuk memahami konsep abstrak. Pemahaman mengenai

metafora dapat bersifat universal karena, menurut Lakoff dan Johnson (1980),

pada dasarnya sistem konseptual manusia memiliki kesamaan. Meskipun begitu,

beberapa metafora berdasarkan pada budaya tertentu.

Metafora merupakan bagian penting dari sistem pemikiran manusia. Kita

berbicara dan berpikir secara metaforis. Hal ini berdasarkan penelitian Lakoff dan

Johnson (1980) bahwa sebagian besar dari kita saat dihadapkan pada ungkapan

metaforis, tidak kembali ke makna harfiahnya dulu, tetapi langsung memaknainya

secara metaforis. Akan tetapi, kita sering tidak menyadari bahwa pemikiran kita

sangat metaforis. Metafora konseptual dapat menjadi bahasan yang menarik

karena mengupas metafora dari sudut pandang yang berbeda dari yang sering

ditemui. Metafora biasanya hanya dikenal sebagai unsur dekoratif dalam bahasa,

padahal menurut teori semantik kognitif, metafora terbentuk secara sistematis dan

konseptual yang pada gilirannya membentuk cara pandang terhadap sesuatu.

2.3 Analisis metafora konseptual/kognitif

Salah satu analisis makna dalam pendekatan ini dikemukakan dengan

sistematisasi metafora menurut Lakoff dan Johnson (1980). Sistematisasi

metafora berdasarkan pada tiga hal, yakni source domain (ranah sumber), target

domain (ranah sasaran), dan correspondences/mappings (persesuaian/pemetaan),

highliting (penyorotan) dan hiding (penyembunyian), serta image schema (skema

citra). Dari unsur-unsur sistematisasi itu, dapat terungkap skema tertentu (skema

citra) yang akan menunjukkan sistem metafora.

Metafora dalam..., Bintarti Mayang Sari, FIB UI, 2012

Page 29: S45671-Metafora dalam.pdf

15

Universitas Indonesia

Berikut ini akan diuraikan mengenai unsur-unsur dalam analisis makna metafora

konseptual.

2.3.1 Ranah Sumber, Ranah Sasaran, Persesuaian/Pemetaan

Knowles dan Moon (2004) menyatakan bahwa metafora konseptual

menyamakan dua area konsep. Istilah ranah sumber (selanjutnya disingkat RSu)

digunakan untuk menyatakan area konsep tempat metafora digambarkan, dalam

contoh di atas adalah WAR. Pengategorisasian ARGUMENT is WAR berdasarkan

pilihan kata yang digunakan untuk menggambarkan atau mengungkapkan ide

dalam perdebatan. Kata yang digunakan, seperti “menyerang”, “kalah”, “perang”

berada dalam medan makna ranah konsep WAR. Oleh karena itu, penamaan

metafora ini memiliki RSu WAR. Ranah sasaran (selanjutnya disingkat RSa)

adalah area konsep tempat metafora digunakan, yaitu ARGUMENT. Istilah ini

dapat disamakan dengan istilah dalam penerjemahan, bahasa yang diterjemahkan

adalah SUMBER dan bahasa yang disasar adalah SASARAN.

Di antara dua area tersebut terdapat hubungan, yang disebut persesuaian

atau pemetaan. Hubungan ini dapat tercipta berkat adanya experiential bases

(Lakoff dan Johnson, 1980). RSa dan RSu ini dimasukkan ke dalam struktur atau

kategori metafora yang sesuai yang ditampilkan dalam huruf kapital. Penulisan ini

untuk menunjukkan bahwa yang dimaksudkan adalah konsep. Untuk selanjutnya,

istilah struktur dan kategori metafora digunakan dalam analisis ini. Keduanya

memiliki makna sama dalam analisis metafora konseptual. Pemakaian istilah ini

secara bergantian adalah untuk menghindari pengulangan.

Ciri khas atau konsep tradisional di area konsep atau RSu dari WAR adalah

barikade pertahanan atau barisan prajurit di RSa ARGUMENT, ciri khas itu cocok

atau terpetakan dengan fakta atau kepercayaan yang dimiliki dan digunakan

seseorang untuk memperkuat posisi mereka dalam perdebatan. Barikade ini

memiliki titik lemah yang musuh coba untuk temukan dan serang agar menang.

Hal sama juga terpetakan dalam perdebatan, titik lemah yang dapat diserang

lawan , misalnya data yang tidak lengkap, informasi yang tidak benar, atau fakta

yang tidak akurat. Beberapa ciri dalam ranah konsep WAR, seperti yang telah

Metafora dalam..., Bintarti Mayang Sari, FIB UI, 2012

Page 30: S45671-Metafora dalam.pdf

16

Universitas Indonesia

disebutkan di atas terpetakan dalam ARGUMENT. Sebaliknya, ada beberapa ciri

yang tidak ditampakkan.

Penelitian Siregar (2003) merupakan salah satu analisis metafora dengan

paradigma semantik kognitif. Ia meneliti pola-pola metafora dan sistem yang

mengatur metafora untuk memetakan perubahan kemasyarakatan yang terlacak

melalui ungkapan metaforis. Data yang digunakan bersumber dari media pers

cetak setelah Reformasi 1998. Penelitian ini dilakukan untuk mengamati

perubahan masyarakat setelah pemerintahan Orde Baru berakhir. Sumber data

berasal dari media pers, selain didapatkan dengan mudah, karena melalui data ini

perubahan masyarakat dapat dilihat melalui pernyataan yang dikutip secara

langsung ataupun tidak langsung dari pelaku politik seperti elit politis,

pemerintahan, dan pengamat.

Penelitian ini merupakan salah satu dari penelitian metafora konseptual yang

berhubungan dengan ranah politik terlengkap. Analisis dilakukan dalam dua

tahap. Pertama, mengumpulkan data ungkapan metaforis. Kedua, menentukan

sistem metafora berdasarkan telaah semantik polisemi dan hiponimi. Setelah itu,

memuat data dan hasil pengamatan dalam format tabulasi. Dengan tabulasi, ciri

yang terdapat dalam data metaforis dan ciri yang mendukung kategorisasi

metafora dapat ditampilkan serentak. Model tabel dalam penelitian ini adalah

sebagai berikut.

Tabel 1. Pemetaan konseptual metafora SASARAN adalah SUMBER

RANAH SASARAN RANAH SUMBER

Pemahaman interpretatif metaforis

dalam ranah SUMBER

Pemahaman interpretatif nonmetaforis

dalam ranah SUMBER

Model di atas apabila diterapkan pada contoh struktur metafora ARGUMENT

IS WAR atau DEBAT adalah PERANG, sebagai berikut.

RANAH SASARAN RANAH SUMBER

Dalam perdebatan argumen menjadi

senjata

Dalam berperang membutuhkan senjata

Metafora dalam..., Bintarti Mayang Sari, FIB UI, 2012

Page 31: S45671-Metafora dalam.pdf

17

Universitas Indonesia

Dalam perdebatan, titik lemah lawan

debat adalah argumennya yang lemah

Dalam perang, titik lemah lawan

diserang agar menang

Argumen yang kuat merupakan

pertahanan dan menjadi faktor

kemenangan

Dalam perang, benteng atau senjata

mutakhir merupakan pertahanan dan

faktor kemenangan

Penelitian Siregar (2003) menjadi rujukan karena merupakan salah satu

contoh analisis teks bermuatan politik dalam pandangan semantik kognitif yang

ditampilkan secara ringkas. Penggunaan tabel diperlukan untuk memudahkan

analisis serta pembacaan. Di dalam tabel akan terlihat jelas struktur dari sebuah

ranah konsep yang digambarkan melalui struktur ranah konsep lain. Selanjutnya

analisis dalam penelitian ini menggunakan istilah bahasa Indonesia. Penggunaan

istilah ini semata untuk memudahkan penamaan.

2.3.2 Penyorotan dan Penyembunyian

Lakoff dan Johnson (1980) menyatakan tidak semua aspek RSu terpetakan

dalam RSa. Dalam teori metafora konseptual, pemetaan selektif ciri RSu ke RSa

disebut penyorotan, ciri lain yang tidak ditampakkan disebut penyembunyian.

Apabila RSu itu berubah, pemetaan dan ciri penyorotan juga berubah. Dalam

ARGUMENT IS WAR, beberapa ciri RSu WAR tidak ditampakkan, seperti adanya

kemungkinan perjanjian, perdamaian, gencatan senjata, dan kompromi. Ciri yang

ditonjolkan adalah menyerang, bertahan, menyusun strategi, dan bagaimana

kemenangan dapat diperoleh.

Oleh karena itu, hubungan antara area konsep tidaklah keseluruhan, tetapi

hanya sebagian. Jika hubungan itu bersifat total, suatu konsep menjadi konsep

lain, tidak sekadar dimengerti dalam istilah konsep lain tersebut. ARGUMENT

yang memiliki hubungan total dengan WAR tidak lagi dilihat dalam struktur WAR,

tetapi sudah menjadi konsep WAR. Tidak ada lagi konsep ARGUMENT karena

telah melebur di dalam konsep WAR. Hubungan antarranah tidak lagi dapat dilihat

karena sudah menjadi kesatuan. Semua ciri dalam konsep ARGUMENT adalah

semua ciri dalam konsep WAR, termasuk ciri penyembunyian.

Metafora dalam..., Bintarti Mayang Sari, FIB UI, 2012

Page 32: S45671-Metafora dalam.pdf

18

Universitas Indonesia

2.3.3 Skema citra

Skema citra adalah bentuk penting dari struktur konseptual dalam semantik

kognitif karena hal-hal abstrak di dunia ini dijelaskan melalui sesuatu yang

bersifat fisik (Saeed, 1997). Johnson yang dikutip Saeed (1997) mengungkapkan

salah satu jenis skema citra yang sering digunakan dalam penelitian linguistik,

yakni skema jalan (path schema). Skema ini mencerminkan kehidupan kita. Setiap

perjalanan memiliki awal dan akhir, melewati serangkaian tempat dan menuju ke

arah tertentu. Berdasarkan hal tersebut, skema ini juga memiliki titik awal (A),

titik akhir (B), dan serangkaian lokasi yang menghubungkan keduanya (ditandai

dengan panah).

A jalan B

Skema ini memiliki sejumlah implikasi:

a. Oleh karena A dan B dihubungkan oleh serangkaian lokasi, maka dari

titik A ke B terdapat titik-titik lanjutan yang harus dilewati.

b. Jalan cenderung dihubungkan dengan pergerakan langsung yang

terarah, yaitu dari A ke B.

c. Ada hubungan dengan waktu karena seseorang yang melintasi sebuah

jalan pasti memerlukan waktu. Oleh karena itu dapat disimpulkan

bahwa semakin jauh jalannya semakin banyak waktu yang dibutuhkan.

Skema ini menyoroti tujuan dari penggunaan metafora untuk menjelaskan

suatu ranah konsep abstrak. Kita membicarakan sesuatu untuk menyampaikan

pesan tertentu. Pesan ini melewati jalan yang dapat terlacak melalui metafora.

Oleh karena itu, skema ini dapat digunakan pula untuk menunjukkan sistem dari

struktur metafora. Skema yang diidentifikasikan Johnson ini merupakan salah satu

yang termudah dan sederhana yang dapat dilakukan sesuai dengan keterbatasan

waktu dalam penelitian ini. Skema ini terdiri atas sumber, jalan, dan sasaran.

Metafora dalam..., Bintarti Mayang Sari, FIB UI, 2012

Page 33: S45671-Metafora dalam.pdf

19

Universitas Indonesia

Menurut Johnson dalam Williams (2008), sumber adalah asal mula atau titik awal

sebuah gerakan. Jalan adalah rentetan lokasi yang saling berdekatan atau

berhubungan yang dilewati objek yang bergerak. Sasaran adalah tujuan atau titik

akhir sebuah gerakan. Skema ini berangkat dari pemahaman bahwa setiap

konseptualisasi proses apapun melibatkan sebuah gerakan. Dari skema ini dapat

tergambar proses konseptualisasi metafora dan kaitan antarkonsep.

Metafora menghasilkan kesimpulan tertentu (Siregar, 2003). Skema ini dapat

membantu memahami sistematisasi konsep karena satu konsep merupakan sumber

dari konsep lain yang selanjutnya dapat ditarik sebuah kesimpulan. Di antara

konsep sumber dan sasaran, terdapat konsep lain yang saling mengaitkan.

Misalnya, dalam contoh sistem metafora LIFE IS A JOURNEY yang dikemukakan

Johnson (1993) dalam Forceville (2006). Sistem ini disusun atas struktur kecil

yang dapat dikaitkan dalam skema jalan. BIRTH IS A STRARTING POINT

sebagai sumber. GROWING UP IS TRAVELING sebagai jalan. Terakhir, DEATH

IS END POINT sebagai sasaran. Dalam skema ini terlihat jelas alur dari

kehidupan yang memiliki awal, perjalanan (path), dan akhir.

Dapat disimpulkan, ciri metafora konseptual adalah:

1. Metafora ini menyamakan dua ranah konsep, yakni ranah tempat metafora

terlihat (ranah sumber atau source domain: WAR) dan ranah tempat metafora

digunakan (ranah sasaran atau target domain: ARGUMENT).

2. Penyamaan antarranah ini berdasarkan pada persesuaian atau pemetaan

(correspondence atau mapping) elemen di antara kedua ranah. Kedua ranah

dihubungkan oleh persesuaian (correspondence) yang ditandai ciri tertentu. Ciri

tertentu ini tidak terungkap semua dalam area lain.. Hubungan antara sumber dan

target area ini dapat membentuk skema citra yang dapat menunjukkan konsep

besar metafora dalam teks.

3. Persesuaian atau pemetaan bukanlah kesamaan (similiarity) antarelemen

dua ranah, tetapi merupakan korelasi atau keterkaitan (correlation) antara aspek

dan ciri di dalam kedua ranah di tingkat konseptual atau pemikiran.

4. Pemetaan tidak bersifat arbitrer tetapi berakar pada pengetahuan pada

kebudayaan, bahasa, pengalaman sehari-hari, dan aktivitas fisik. Misalnya,

Metafora dalam..., Bintarti Mayang Sari, FIB UI, 2012

Page 34: S45671-Metafora dalam.pdf

20

Universitas Indonesia

HAPPY IS UP. Postur tegak biasanya menunjukkan kondisi emosional positif.

Sebaliknya. SAD IS DOWN, bermuara dari sikap tubuh saat sedih, seperti

menundukkan kepala dan menurunkan bahu.

Sistematisasi metafora berdasarkan:

1. Pengalaman dan pemahaman budaya

2. Fisik (postur tubuh, ekspresi wajah, gerak tubuh)

Setelah mengumpulkan ungkapan metaforis, pengamatan berikutnya adalah

menemukan ranah sumber. Kemudian dilakukan pemetaan konseptual antara

ranah sumber dan ranah sasaran yang ditampilkan dalam tabel. Terakhir,

menyimpulkan. Kesimpulan yang ditarik dari proses ini disesuaikan dengan

pengetahuan dan dibatasi sesuai dengan keadaan pada saat pidato disampaikan.

Mengenai penamaan kategori metafora (yang ditulis dengan huruf kapital)

dilakukan dengan menarik hubungan antarranah yang dianggap memiliki karakter

dari keseluruhan konsep. Penilaian ini berdasarkan pengetahuan terhadap budaya,

telaah semantik polisemi, dan telaah medan makna. Dalam pengategorisasian

metafora, dapat terjadi satu data masuk dalam beberapa kelas.

Metafora dalam..., Bintarti Mayang Sari, FIB UI, 2012

Page 35: S45671-Metafora dalam.pdf

21 Universitas Indonesia

BAB 3

ANALISIS

Dalam bab ini analisis disajikan berdasarkan teori yang telah disebutkan di

bab terdahulu. Analisis ditampilkan dalam subbab. Judul subbab merupakan nama

untuk klasifikasi atau kategori metafora yang didapat dengan menyimpulkan hasil

analisis. Penamaan itu menggunakan huruf kapital dengan format SASARAN

adalah/sebagai SUMBER. Setiap subbab memuat data metaforis yang dianggap

mendukung pemilihan nama untuk kategori metafora. Penggunaan satu data untuk

lebih dari satu analisis sangat mungkin terjadi dan akan diperlakukan sebagai data

baru. Data disusun dengan penomoran latin (1, 2, 3,…. ).

Data dalam bahasa Prancis diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia yang

ditampilkan dalam tanda kurung ((…)). Kata, frasa, atau klausa yang menunjukkan

gejala metaforis digarisbawahi untuk memudahkan pembacaan. Setiap data

dilengkapi rujukan yang menunjukkan letak paragraf dan baris dalam sumber data.

Sumber data dicantumkan di halaman lampiran yang telah diberi nomor baris dan

penebalan untuk setiap data yang digunakan. Di dalam penjelasan setiap data,

beberapa kata atau frasa yang merupakan kata kunci dalam pemetaan konseptual

metafora ditebalkan. Pemetaan metafora ditampilkan di dalam tabel. Di setiap analisis

diberikan kesimpulan kecil yang ditampilkan sebagai butir.

Sumber data adalah dua pidato De Gaulle pada tanggal 15 November dan 24

Desember 1941. Dari pencuplikan data, terkumpul 28 data metaforis. Sebanyak 25

data didapatkan dari pidato pada tanggal 15 November, sedangkan sisanya didapatkan

dari pidato pada tanggal 24 Desember. Berikut analisis metafora konseptual pidato

De Gaulle tanggal 15 November dan 24 Desember 1941.

Metafora dalam..., Bintarti Mayang Sari, FIB UI, 2012

Page 36: S45671-Metafora dalam.pdf

22

Universitas Indonesia

3.1 PERJUANGAN adalah PERJALANAN

De Gaulle dalam pidatonya pada tanggal 15 November 1941, menggunakan kata

seperti le chemin (jalan), les étapes (langkah), la route (jalan), le voyageur

(pengelana), dan la marche (langkah, gerak jalan) yang bermakna metaforis.

1. Le voyageur qui gravit la montée s'arrête parfois quelques instants pour

mesurer le chemin parcouru et s'orienter vers le but. [paragraf 1, baris 1--2]

(Pengelana yang sedang mendaki kadang berhenti sebentar untuk mengukur

jalan yang ditempuh dan mengarah ke tujuan.)

2. Ainsi avons-nous jugé bon de nous rassembler aujourd’hui, sur l’initiative

émouvante des Français de Grande-Bretagne, pour nous réconforter nous-

mêmes par le spectacle de notre union et nous affermir sur le dur chemin de

la lutte pour la patrie. [paragraf 2, baris 2--5]

(Kita pun telah menilai sebaiknya kita bersatu saat ini, mengikuti prakarsa

yang menggetarkan hati dari rakyat Prancis di Inggris, untuk menentramkan

diri kita sendiri dengan pertunjukan persatuan dan agar memantapkan kita di

atas jalan keras perjuangan untuk tanah air.)

3. Vers ce but, nous avons marché sans hésiter et sans fléchir.

[paragraf 4, baris 29--30]

(Menuju cita-cita itu, kita telah berjalan tanpa meragu dan tanpa mengalah.)

4. Chacun sait quelles furent les étapes, toujours dures, parfois cruelles, de

notre marche en avant. [paragraf 5, baris 36--37]

(Masing-masing mengetahui langkah perjalanan kita ke depan, selalu sukar,

terkadang kejam.)

Metafora dalam..., Bintarti Mayang Sari, FIB UI, 2012

Page 37: S45671-Metafora dalam.pdf

23

Universitas Indonesia

5. La route que le devoir nous impose est longue et dure. [paragraf 18, baris 165]

(Jalan yang dipaksakan kepada kita oleh kewajiban panjang dan sulit.)

Pada data (1), pejuang Prancis yang sedang menghadapi Jerman diibaratkan

sebagai pengelana yang sedang mendaki lereng terjal “la montée”. Setelah beberapa

waktu, Prancis seperti halnya pengelana berhenti sebentar untuk mengukur kekuatan

dan mengambil jarak untuk melihat sudah seberapa dekat dengan tujuan. Pengelana

ini harus mendaki sekuat tenaga dan mengerahkan segala kemampuan karena

menghadapi kendala yakni medan pertempuran yang tidak mudah, tetapi sangat

terjal. Prancis pun harus berjuang keras agar dapat berdaulat kembali karena

pertempuran demi pertempuran yang mereka alami sangat menguras tenaga dan

pikiran. Musuh yang dihadapi pun bukan sembarangan, yakni tentara yang dipimpin

oleh seorang Hitler yang ambisius dan yang melakukan segalanya untuk

mendapatkan apa yang diinginkannya.

Dengan mengukur kemampuan serta mengamati keadaan, mereka dapat

mempersiapkan diri menghadapi segala kemungkinan dan menyusun strategi yang

tepat. Pengelana mengembara biasanya menemukan daerah baru yang mungkin

menjanjikan sesuatu, begitu juga dengan Prancis. Akhir perjuangan mereka pun

diharapkan akan meraih kemenangan untuk tanah air. Mereka berharap, dengan

segala perjuangan yang mereka lakukan, akan sampai di tempat yang menyenangkan

untuk menetap. Perumpamaan yang digunakan De Gaulle adalah untuk memompakan

semangat rakyat Prancis. Ia berharap Prancis tidak akan menyerah dan meyakinkan

mereka seberat apa pun halangan, mereka akan dapat mengatasinya. Seperti halnya

pengelana, meski harus berhenti setiap beberapa saat, akan sampai ke tujuan pada

akhirnya.

Pada data (2), De Gaulle kembali mengingatkan bahwa perjuangan yang

harus ditempuh tidaklah mudah dan merupakan jalan yang penuh rintangan, le dur

Metafora dalam..., Bintarti Mayang Sari, FIB UI, 2012

Page 38: S45671-Metafora dalam.pdf

24

Universitas Indonesia

chemin de la lutte. Akan tetapi, berbagai kendala itu harus diambil demi satu tujuan,

yakni untuk kemenangan tanah air, pour la patrie. Perjuangan yang sedang mereka

lakukan bermula dari prakarsa orang Prancis yang berada di Inggris (l’initiative

émouvante des Français de Grande-Bretagne), yang dipimpin langsung oleh dirinya.

Dengan begitu, secara tidak langsung, dengan menyebutkan prakarsa ini, ia juga ingin

menunjukkan bahwa ia berperan sebagai pemimpin dalam perjuangan ini.

Pada data (3), De Gaulle mengajak rakyatnya untuk tidak ragu berjuang

meraih kemenangan. Ia mengatakan: […] nous avons marché sans hésiter et sans

fléchir ([…] kita telah berjalan tanpa meragu dan tanpa mngalah). Jika seseorang

berjalan dengan keraguan dan tanpa arah, ia akan tersesat dan tidak lekas sampai

tujuan karena terlalu banyak berpikir tanpa membuat keputusan yang pasti.

Menurutnya, apa yang telah mereka lakukan selama ini dalam perjuangan telah benar,

yakni tetap fokus berjuang dengan keyakinan dan kepercayaan diri bahwa tujuan

mereka membebaskan Prancis dari pendudukan Jerman akan tercapai. Apabila

mereka melakukannya dengan ragu, hasil yang diraih tidak akan maksimal dan hanya

akan menjadi kendala dalam perjuangan. Di dalam perjalanan, setiap langkah yang

diambil memiliki risiko. Begitu pun dengan perjuangan. Diperlukan tekad dan

keyakinan bahwa perjuangan mereka akan membuahkan hasil. Memang, seperti

halnya perjalanan yang tidak selalu lancar, perjuangan pun pasti menghadapi

kesulitan. Hal ini kembali ia utarakan, seperti terlihat dalam data (4).

Setiap orang telah mengetahui risiko dan kesulitan yang dihadapi selama

perjuangan ini tidak pernah mudah dan kadang kejam. Apabila suatu perjalanan

dilakukan tanpa pengetahuan serta keinsafan bahwa tidak semua jalan yang dilalui

akan mudah, akan berbahaya bagi yang melakukan perjalanan. Jika perjuangan

dimulai dengan memikirkan masalah terburuk, mereka akan selalu siap menghadapi

berbagai kondisi, yang tidak terduga sekali pun. […] notre marche en avant

(perjalanan kita ke depan) adalah tujuan dari perjuangan ini. De Gaulle mengatakan,

memang setiap perjuangan selalu kejam dan sukar, setiap pejuang telah mengetahui

Metafora dalam..., Bintarti Mayang Sari, FIB UI, 2012

Page 39: S45671-Metafora dalam.pdf

25

Universitas Indonesia

keadaan itu. Kesukaran yang dihadapi dapat berasal dari musuh maupun dari dalam

pergerakan. Dengan tetap fokus ‘ke depan’, mereka akan segera meraih tujuan.

Tujuan tidak tercapai secara instan. Sebaliknya, perjuangan yang mereka

hadapi sangat keras dan membutuhkan waktu, seperti terungkap dalam data (5).

Jarak yang ditempuh dalam setiap perjalanan memakan waktu tertentu, seperti halnya

perjuangan,.tidak hanya waktu, tetapi juga tenaga dan pikiran. Perbekalan yang

memadai sangat penting dalam kelancaran perjalanan. Mulai dari awal pergerakan

sampai tercapainya cita-cita pasti melewati berbagai kemungkinan dan tidak dapat

diselesaikan dalam waktu semalam. Oleh karena itu, perjuangan pun membutuhkan

segala persiapan dan strategi untuk menghadapi pertempuran sulit serta ketahanan

agar tidak lekas putus asa. Apabila pejuangnya berpikir bahwa hanya dengan

berjuang keras semalaman kebebasan Prancis dapat segera teraih, tentu itu hal yang

naif. Untuk itulah, De Gaulle kembali menekankan sukar dan panjangnya perjuangan

yang harus mereka lakukan.

Pemilihan kata pada pidato ini, le chemin (jalan), les étapes (langkah), la

route (jalan), le voyageur (pengelana), dan la marche (langkah, gerak jalan) dapat

mengerucut pada satu konsep, yakni PERJALANAN. Dalam metafora ini

PERJUANGAN dikonseptualkan melalui struktur konsep PERJALANAN dan

melewati beberapa tempat. Dalam konsep ini, perjuangan dilihat dalam struktur

perjalanan yang memiliki durasi, awal, tujuan akhir, dan berbagai tempat yang harus

didatangi. Selain itu, perjuangan seperti halnya perjalanan, memerlukan pula tekad

dan keyakinan.

Salah satu harapan dalam setiap perjalanan adalah selamat sampai di tujuan.

Dalam perjuangan, kemenangan menjadi cita-cita akhir yang diharapkan. Perjalanan

dapat dilakukan secara individual atau bersama dengan teman yang terasa lebih

menyenangkan dan membuat perjalanan tidak lagi terasa sulit. Perjuangan pun dapat

dilakukan sendiri atau bersama-sama. Apabila dilakukan sendiri, segala kesulitan

harus dihadapi dan diselesaikan seorang diri yang tentu tidak mudah. De Gaulle

dalam pidatonya mengatakan bahwa persatuan menguatkan perjuangan (data 2).

Metafora dalam..., Bintarti Mayang Sari, FIB UI, 2012

Page 40: S45671-Metafora dalam.pdf

26

Universitas Indonesia

Lebih khusus lagi perjalanan ini bukan untuk bersenang-senang, melainkan

perjalanan sulit karena di dalam pidatonya De Gaulle menggunakan kata sifat seperti

dur (keras) dan cruelle (kejam). Tabel di bawah ini menjelaskan pemetaan konseptual

dari data metaforis yang telah disebutkan.

Tabel 3.1 Pemetaan konseptual metafora PERJUANGAN adalah PERJALANAN

RANAH SASARAN RANAH SUMBER

Pejuang Pengelana (data 1)

Perjuangan Perjalanan (data 4), mendaki lereng terjal

(data 1), melewati jalan yang panjang dan

sukar (data 2 dan 5), berjalan (data 3)

Tujuan perjuangan dan cita-cita Tujuan perjalanan: pergerakan ke depan

(data 4)

Strategi perjuangan Rencana perjalanan: berhenti sebentar

untuk mengecek keadaan sekeliling (data

1)

Tekad dan keyakinan dalam perjuangan Tekad dan keyakinan dalam melakukan

perjalanan: tahap keraguan dan berpikir

(data 3)

Medan pertempuran Lereng terjal (data 1), jalan (data 5)

Keadaan selama perjuangan Keadaan selama perjalanan: jalan

sekeliling (data 1), selalu sukar dan

kejam

(data 4)

Metafora dalam..., Bintarti Mayang Sari, FIB UI, 2012

Page 41: S45671-Metafora dalam.pdf

27

Universitas Indonesia

Kendala dalam perjuangan Kendala dalam perjalanan: lereng terjal

(data 1), jalan yang keras (data 2 dan 5)

Membutuhkan waktu dan tenaga Jarak perjalanan : melewati beberapa

tahap atau pemberhentian (data 5)

Dari proses pemetaan metafora yang dijabarkan pada tabel di atas, dapat

disimpulkan sebagai berikut.

Perjuangan pasti tidak mudah.

Perjuangan memiliki tujuan yang jelas.

Rintangan pasti ada, namun terasa ringan jika bersatu.

Perjuangan tidak memiliki tujuan jelas.

Rintangan yang dihadapi terasa jauh lebih berat, rakyat terpecah belah.

3.2 SEMANGAT PERSATUAN adalah API

Idenya mengenai persatuan dapat disimpulkan melalui struktur metafora

SEMANGAT PERSATUAN adalah API. Hal ini dapat terlihat dari data berikut yang

diambil dari pidatonya pada tangal 15 November 1941,

6. C'est de ce foyer qu'a jailli, chaque jour plus haute et plus ardente, la grande

flamme française qui nous a désormais trempés. [paragraf 2, baris 14--16]

(Dari pendiangan itu, telah memancar setiap hari semakin tinggi dan berkobar,

lidah api besar Prancis yang kini telah merendam kita.)

Metafora dalam..., Bintarti Mayang Sari, FIB UI, 2012

Page 42: S45671-Metafora dalam.pdf

28

Universitas Indonesia

7. Une nation qui paye si cher les fautes de son régime, politique, social, moral

et la défaillance ou la félonie de tant de chefs, une nation qui subit si

cruellement les efforts de désagrégation physique et morale que déploient

contre elle l’ennemi et ses collaborateurs, une nation dont les hommes, les

femmes, les enfants, sont affamés, mal vêtus, point chauffés, dont 2 millions de

jeunes gens sont tenus captifs, pendant des mois et des années, dan des

baraques de prisonniers, des camps de concentration, des bagnes ou des

cachots, une nation à qui ne sont offertes, comme solution et comme

espérance, que le travail forcé pour le compte de l’ennemi, le combat contre

ses propres enfants et ses fidèles alliés, le repentir d’avoir osé se dresser face

aux frénésies conquérantes d’Hitler et le rite des prosternations devant

l’image du Père-la Défaite, cette nation est nécessairement un foyer couvant

sous le cadre. [paragraf 15, baris 130--140]

(Sebuah bangsa yang membayar begitu mahal kesalahan rezimnya, politis,

sosial, moral, dan kelemahan atau pengkhianatan pemimpinnya, sebuah

bangsa yang mengalami kejamnya usaha pemecahabelahan fisik dan moral

yang membentang di hadapannya, musuh dan kolaboratornya, sebuah bangsa

yang laki-laki, perempuan, anak-anaknya kelaparan, berpakaian compang-

camping, tidak terhangati, yang dua juta anak mudanya ditahan selama

berbulan-bulan dan bertahun-tahun di berbagai barak tahanan, di kamp

konsentrasi, di bui atau di ruang bawah tanah, sebuah bangsa yang hanya

ditawari, sebagai solusi dan harapan, kerja paksa untuk kepentingan

musuhnya, pertempuran melawan anaknya sendiri dan sekutu setianya, rasa

penyesalan karena telah berani menentang hiruk pikuknya para pemenang

Hitler dan ritual penghormatan di depan gambar Bapak Kekalahan, bangsa itu

adalah api yang membara dalam sekam.)

8. Si la situation de notre patrie écrasée, pillée, trahie, exige que nous nous

absorbions dans la tâche de la guerre, nous ne pouvons nous détacher de ce

que peut et doit être le destin intérieur de la nation. Nous le pouvons d'autant

moins que le désastre momentané de la France a bouleversé de fond en

comble les fondements mêmes de son existence, emporté les institutions

qu'elle pratiquait antérieurement, altéré profondément la condition de chaque

Metafora dalam..., Bintarti Mayang Sari, FIB UI, 2012

Page 43: S45671-Metafora dalam.pdf

29

Universitas Indonesia

individu et, par-dessus tout, jeté dans les âmes mille ferments passionnés.

[paragraf 15, baris 123--128]

(Jika situasi tanah air kita yang tertindas, hancur, terkhianati menuntut kita

terserap dalam tugas perang, kita tidak dapat terlepas dari apa yang bisa dan

harus menjadi nasib dalam negara kita. Kita dapat melakukannya, lebih kecil

dari kerusakan sementara Prancis yang telah mengubrak-abrik keseluruhan

dasar yang sama dari eksistensinya, yang telah membawa institusi yang

dilaksanakannya di luar, merusak secara mendalam kondisi setiap individu

dan di atas semua itu, menghentakkan dalam jiwanya ribuan biang yang

menggelegak.)

Pada data (6), foyer memiliki konotasi hangat, bersifat kekeluargaan, pusat

aktivitas di suatu bangunan karena merupakan tempat berkumpul. Prancis sebagai

satu keluarga besar harus bersatu karena rakyat Prancis yang bersatu merupakan

sumber kekuatan perjuangan mereka. Semangat seperti api yang dapat dibuat,

berkobar, lalu kemudian mati. Menurut Le Robert de poche 2011 (2010) tremper

memiliki komponen makna ‘mouiller fortement, plonger un solide dans un liquide

pour imbiber, rester plongé dans un liquide ’ (terendam suatu cairan sampai basah

kuyup, merendam suatu benda padat di dalam cairan). Cairan itu mengelilingi benda

dan meresapi pori-pori benda itu sehingga tidak ada bagian yang luput. Semangat

yang meresap itu membuat kuat dan mampu memengaruhi sekitarnya karena

dipenuhi harapan dan antusiasme.

Pada data (7), De Gaulle menyoroti keadaan Prancis dalam perang. Wilayah

Prancis saat diduduki Jerman terbagi dua, yakni daerah bagian utara dan selatan.

Pemerintahan saat itu, Vichy yang menyerah pada Jerman dianggap sebagai

pengkhianat oleh De Gaulle. Rakyat Prancis memang sangat menderita karena kalah

perang. Kelaparan, ketiadaan penghangat, kerja paksa, dan penahanan membuat

rakyat semakin tersiksa. Akan tetapi, menurut De Gaulle justru segala penderitaan

dan tekanan berada di bawah Nazi itu harus diwaspadai musuh karena dapat

Metafora dalam..., Bintarti Mayang Sari, FIB UI, 2012

Page 44: S45671-Metafora dalam.pdf

30

Universitas Indonesia

membangkitkan semangat luar biasa dan memengaruhi aksi perlawanan. Seperti

yang diungkapkan De Gaulle:

…cette nation est nécessairement un foyer couvant sous le cadre.

(bangsa itu niscaya bara api dalam sekam)

Penderitaan dan penghinaan itu menjadi pemicu rakyat Prancis untuk berjuang

semakin gigih demi mendapat kehidupan yang bebas dan lebih baik. Bangsa Prancis

yang menderita diibaratkan sebagai api dalam sekam yang dapat berkobar setiap saat

dan biasanya menyulut ledakan yang dahsyat meski hanya berasal dari bara kecil.

‘Sekam’ yang menutupi semangat Prancis saat itu adalah tekanan dari Nazi. Hal ini

kembali diungkapkan De Gaulle pada kalimat:

[…] le désastre momentané de la France […] jeté dans les âmes mille

ferments passionnés.

([…] kerusakan sementara Prancis […] menghentakkan dalam jiwanya ribuan

biang yang menggelegak.)

Yang dimaksud le désastre momentané de la France pada data (8) adalah

pendudukan Prancis oleh tentara musuh, yakni Jerman. Kekalahan ini ditafsirkan De

Gaulle sebagai ‘kerusakan sementara’. Oleh karena bersifat sementara, kerusakan itu

pastilah tidak parah dan dapat segera diperbaiki. Kerusakan itu justru memompa

semangat rakyat Prancis untuk semakin gigih, keluar dari penderitaan. Bahkan ia

mengatakan bahwa segala kesengsaraan itu menjadi biang fermentasi. Biang

merupakan ragi atau bakteri yang hidup dalam proses fermentasi. Saat proses ini

terjadi, terjadi perubahan komponen dasar “induk” ragi, seperti yang terjadi pada

fermentasi kacang kedelai menjadi tempe. Proses ini juga menimbulkan panas.

Dalam pidatonya, De Gaulle menyatakan bahwa ‘kerusakan’ yang terjadi di Prancis

menimbulkan semangat. Jiwa rakyat Prancis seolah ditaburi ragi yang dapat

memanaskan dan mengubah penderitaan menjadi energi positif. Api sama seperti

semangat dalam jiwa yang merupakan simbol kehidupan.

Metafora dalam..., Bintarti Mayang Sari, FIB UI, 2012

Page 45: S45671-Metafora dalam.pdf

31

Universitas Indonesia

Penggunaan kata flamme (lidah api), ferments (ragi), foyer (pendiangan) dapat

merucut pada satu konsep, yakni API. API merupakan konsep yang digunakan De

Gaulle untuk menstruktur konsep SEMANGAT, atau lebih spesifik SEMANGAT

PERSATUAN. Hal ini, misalnya, terlihat melalui kalimat di dalam pidatonya pada

tanggal 15 November 1941 berikut.

Nous sommes des Français de toutes origines, de toutes conditions, de toutes

opinions, qui avons décidé de nous unir dans la lutte pour notre pays. […] Mais,

c’est d’une telle abnégation, autant que d’une telle cohésion, que nous tirons notre

force. C'est de ce foyer qu'a jailli, chaque jour plus haute et plus ardente, la grande

flamme française qui nous a désormais trempés. [paragraf 2, baris 9--16]

(Kita adalah orang Prancis dari segala asal usul, segala kondisi, segala pendapat, yang

telah memutuskan untuk bersatu dalam perjuangan untuk negara kita. […] Akan

tetapi, dari pengorbanan, dan juga kepaduan, kita mengerahkan kekuatan. Dari

pendiangan itu, setiap hari semakin tinggi dan berkobar, lidah api besar Prancis yang

kini membasahi kita telah memancar.)

Dalam kalimat di atas, De Gaulle mengungkapkan bahwa Prancis bersatu

dalam perjuangan untuk Tanah Air. Kemudian, dalam kalimat selanjutnya ia

mengatakan bahwa ‘pengorbanan dan kepaduan…’ merupakan kekuatan yang

menjadi sumber atau ‘pendiangan’ dari semangat mereka. Kepaduan kembali

ditegaskan sebagai sumber kekuatan dalam kalimat berikut.

pour nous réconforter nous-mêmes par le spectacle de notre union

[15 November 1941, paragraph 1, baris 3--4]

(untuk menentramkan diri kita sendiri dengan pertunjukan persatuan)

Metafora dalam..., Bintarti Mayang Sari, FIB UI, 2012

Page 46: S45671-Metafora dalam.pdf

32

Universitas Indonesia

Api bersifat panas dan memanaskan sekelilingnya. Api juga mudah menyebar

jika sudah tersulut karena sifatnya yang dinamis, seperti halnya semangat yang dapat

meluas dan memengaruhi orang lain. Hal ini ditunjukkan melalui penggunaan kata

sifat ardente dan kata kerja tremper dalam data (6). Sejak zaman prasejarah, api

merupakan lambang kehidupan. Semangat juga menunjukkan adanya kehidupan,

yang dapat dilihat dari penggunaan kata sifat passionnés dalam data (8). Semangat

dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008) memiliki makna ‘roh kehidupan yang

menjiwai segala makhluk, kekuatan, perasaan hati, nafsu, gairah’. Seperti halnya api

yang dapat dinyalakan, semangat pun dapat dibangkitkan. Dalam pidatonya De

Gaulle mengungkapkan bahwa penderitaan dan kesengsaraan peranglah yang menjadi

pemicu semangat mereka (data 6, 7, dan 8). Semangat dapat memengaruhi tindakan

seseorang, seperti yang dikatakan De Gaulle, yakni untuk mempererat persatuan (data

6). Ia juga menyatakan dalam pidatonya tanggal 15 November 1941 (paragraf 2, baris

2--5) bahwa persatuan rakyat Prancis menguatkan perjuangan berat sekalipun: […] de

nous rassembler aujourd’hui […] pour nous réconforter […]et nous affermir […]

([…] menyatukan kita hari ini […] untuk menguatkan […] dan meyakinkan kita

[…]). Persatuan inilah yang menjadi strategi sekaligus persiapan mereka menghadapi

musuh, yang akan memberi kekuatan mereka. Pemetaan konseptual metafora ini

dapat dilihat melalui Tabel 3.2 berikut.

Tabel 3.2 Pemetaan konseptual metafora SEMANGAT PERSATUAN adalah API

RANAH SASARAN RANAH SUMBER

Semangat dapat menimbulkan gairah Kobaran api bersifat penuh gairah (data 6

dan 8)

Semangat dapat memengaruhi orang lain:

meskipun awalnya hanya kecil

Api dapat menjalar luas: meskipun hanya

berasal dari bara kecil (data 6 dan 7)

Semangat dapat dibangkitkan Api dapat dibuat: di pendiangan (data 6)

Metafora dalam..., Bintarti Mayang Sari, FIB UI, 2012

Page 47: S45671-Metafora dalam.pdf

33

Universitas Indonesia

Semangat menimbulkan kekuatan Api dapat membakar dan panas (data 6

dan 7)

Semangat menunjukkan kehidupan Api memberikan kehidupan (data 8)

Semangat dapat memengaruhi tindakan Api dapat menyulut ledakan (data 7)

Semangat bersatu mempererat

kekeluargaan

Api menunjukkan kehangatan, tempat

orang berkumpul (data 6)

Dari pemetaan di atas dapat disimpulkan sebagai berikut.

Semangat bersatu sangat penting dalam perjuangan.

Dengan bersatu perjuangan lebih kuat.

Tanpa semangat persatuan, perjuangan akan mudah dihentikan musuh.

3.3 KEBEBASAN adalah KOMODITAS BERHARGA

Di dalam pidatonya pada tanggal 15 November 1941, De Gaulle menggunakan

kata kerja coûter (berharga) dan payer (membayar), seperti yang terlihat dalam data

metaforis berikut.

9. Chacun de nous est seul à connaître, dans le secret de son coeur, ce qu'il lui

en a coûté. [paragraf 2, baris 12--13]

(Setiap dari kita adalah sendirian dalam mengalami, di dalam rahasia hatinya,

berapa harga yang harus dikeluarkan.)

10. Les peuples libres ont fait, maintenant, assez de cruelles expériences pour

avoir appris ce que signifie la communauté des droits et des devoirs et ce qu'il

en coûte de lui être infidèle. [paragraf 14, baris 118--120]

Metafora dalam..., Bintarti Mayang Sari, FIB UI, 2012

Page 48: S45671-Metafora dalam.pdf

34

Universitas Indonesia

(Rakyat merdeka kini telah mendapat cukup pengalaman pahit untuk mengerti

arti masyarakat yang menghormati persamaan hak dan kewajiban serta harga

jika tidak setia kepadanya.)

11. Tous ont payé assez cher pour savoir que leur idéal commun ne pourrait être

qu’une charte platonique sans l’établissement de la sécurité réelle et pratique

de chacun et sans l’organisation de la solidarité internationale.

[paragraf 14, baris 120--122]

(Semua telah membayar cukup mahal untuk mengetahui bahwa cita-cita

bersama mereka hanya akan menjadi sebuah piagam platonik tanpa bangunan

keamanan nyata dan praktis dan tanpa organisasi solidaritas internasional)

Pada data (9), kata coûter (berharga) menunjukkan suatu harga dari sesuatu. Kata ini

juga menunjukkan kesulitan, jerih payah, dan pengorbanan yang harus dilakukan

demi mendapatkan sesuatu yang memiliki harga itu. Seperti yang dinyatakan De

Gaulle dalam pidatonya pada tanggal 15 November 1941,

Je ne commettrai pas l’indélicatesse d’insister sur ce que cela représente, au total, de

souffrances et de sacrifices. [paragraf 2, baris 11--12]

(Saya tidak akan melakukan lancang untuk menekankan bahwa ini secara

keseluruhan merupakan penderitaan dan pengorbanan.)

Kalimat di atas menunjukkan bahwa sebenarnya penderitaan dan pengorbanan rakyat

Prancis tidak hanya dalam perjuangannya melawan musuh, tetapi jauh lebih besar.

Kemudian ia menyambung (data 9) bahwa setiap orang telah mengetahui sendiri jerih

payah yang harus dikerahkan. Ini menunjukkan upaya dan pengorbanan yang harus

dilakukan untuk mendapatkan apa yang mereka ingini sangat besar. Sesuatu yang

memiliki nilai tukar tinggi biasanya adalah komoditas berharga dan terbatas.

Pada data (10), setelah mengalami pengalaman pahit, yakni dikuasai musuh,

rakyat menjadi sadar betapa berharga kebebasan dan akibat yang harus ditanggung

karena tidak memilikinya lagi. Ketiadaan persamaan hak dan kewajiban menandakan

ketiadaan kebebasan. Pengorbanan dan perjuangan dibutuhkan untuk

Metafora dalam..., Bintarti Mayang Sari, FIB UI, 2012

Page 49: S45671-Metafora dalam.pdf

35

Universitas Indonesia

mendapatkannya kembali. Harga itu dibayar cukup mahal seperti dikatakan di:

“semua telah membayar cukup mahal untuk mengetahui bahwa cita-cita bersama

mereka […]” (data 11). Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008), mahal

memiliki makna ‘jarang ada, sukar didapat, tidak mudah’. Di sini ia menyatakan

bahwa bangsa Prancis saat itu tidak memiliki atau kehilangan sesuatu yang sangat

berharga dan harus membayarnya atau menanggung akibatnya. Pada saat itu yang

tidak dimiliki Prancis adalah kebebasan karena berada di bawah pendudukan

Jerman. Kebebasan itu harus diraih kembali dengan cara apa pun, sesulit apa pun,

karena tidak ada harga yang dapat ditebus kecuali mengerahkan segala daya juang

untuk mengusir Jerman dan memenangkan perang. Kini cita-cita mereka adalah

meraih kembali kebebasan. Usaha mereka haruslah usaha bersama karena memang

tidak mudah untuk meraihnya kembali.

Kebebasan tersebut direbut dari mereka karena ketiadaan sistem

keamanan yang kuat dan kerja sama dengan negara lain, sans l’établissement de la

sécurité réelle et pratique de chacun et sans l’organisation de la solidarité

internationale (data 11). Akibatnya, mereka harus membayar dengan harga tinggi

untuk mendapatkannya kembali. Kebebasan itu penting karena tanpanya suatu

bangsa mengalami kesengsaraan seperti kelaparan dan terpenjara, seperti yang ia

nyatakan dalam pidatonya pada tanggal 15 November 1941,

[…] une nation qui subit si cruellement les efforts de désagrégation physique et

morale que déploient contre elle l’ennemi et ses collaborateurs, une nation dont les

hommes, les femmes, les enfants, sont affamés, mal vêtus, point chauffés, dont 2

millions de jeunes gens sont tenus captifs, pendant des mois et des années, dan des

baraques de prisonniers, des camps de concentration, des bagnes ou des cachots, une

nation à qui ne sont offertes, comme solution et comme espérance, que le travail

forcé pour le compte de l’ennemi, […].[paragraf 15, baris 131--137]

([…]sebuah bangsa yang mengalami kejamnya usaha pemecahabelahan fisik dan

moral yang membentang di hadapannya, musuh dan kolaboratornya, sebuah bangsa

Metafora dalam..., Bintarti Mayang Sari, FIB UI, 2012

Page 50: S45671-Metafora dalam.pdf

36

Universitas Indonesia

yang laki-laki, perempuan, anak-anaknya kelaparan, berpakaian compang-camping,

tidak terhangati, yang dua juta anak mudanya ditahan selama berbulan-bulan dan

bertahun-tahun di berbagai barak tahanan, di kamp konsentrasi, di bui atau di ruang

bawah tanah, sebuah bangsa yang hanya ditawari, sebagai solusi dan harapan, kerja

paksa untuk kepentingan musuhnya, […])

Kesengsaraan itu benar-benar dirasakan sangat pedih oleh rakyat Prancis,

(Chacun de nous est seul à connaître, dans le secret de son cœur […]). Selain itu,

kebebasan berharga karena merupakan hak asasi setiap manusia. Di dalam kebebasan

setiap orang akan memiliki kesempatan untuk menentukan berbagai pilihan dan tidak

akan selalu dipaksa melakukan hal yang tidak diinginkan, seperti kerja paksa untuk

musuhnya. Kebebasan merupakan komoditas berharga karena bangsa yang merdeka

akan lebih sejahtera dan bebas melakukan apapun yang terbaik untuk rakyatnya,

termasuk membebaskannya dari kelaparan. Akan tetapi, kebebasan ternyata harus

dijaga karena dapat terenggut dan untuk mendapatkannya kembali dibutuhkan

pengorbanan yang tidak sedikit. Pemetaan metafora dapat dilihat lebih jelas di dalam

Tabel 3.3 berikut.

Tabel 3.3 Pemetaan konseptual metafora KEBEBASAN adalah

KOMODITAS BERHARGA

RANAH SASARAN RANAH SUMBER

Diperlukan usaha bersama untuk

mendapatkannya

Dengan usaha bersama komoditas

berharga dapat diraih (data 11)

Kebebasan tidak didapatkan secara

cuma-cuma

Komoditas berharga mahal,

disebabkan antara lain oleh

jumlahnya terbatas (data 11)

Membutuhkan pengorbanan untuk Untuk memilikinya harus

menukarkan sejumlah uang atau

Metafora dalam..., Bintarti Mayang Sari, FIB UI, 2012

Page 51: S45671-Metafora dalam.pdf

37

Universitas Indonesia

mendapatkannya

barang sesuai dengan harga

(data 9 dan 10)

Perjuangan besar dibutuhkan untuk

mendapatkan kemenangan seutuhnya

Semakin mahal dan sulit dimiliki,

semakin berharga komoditas itu

(data 9)

Kebebasan dapat direnggut karena

kelemahan sistem keamanan

Komoditas berharga dapat direbut

jika tidak hati-hati menjaganya

(data 11)

Dari pemetaan di atas dapat disimpulkan sebagai berikut.

Kebebasan menjamin banyaknya pilihan.

Hidup lebih bahagia, kebahagiaam tidak ada harganya.

Tampa kebebasan, tidak banyak pilihan tersedia.

Hidup tidak bahagia.

3. 4 NEGARA/KEMENANGAN adalah ORANG

Di dalam pidatonya, De Gaulle mempersonifikasikan negara dan kemenangan seperti

yang terlihat di dalam data berikut.

12. Donnant, donnant ! nous ne cesserons pas, jusqu’au dernier soir de la

dernière bataille, de nous tenir, fidèles et loyaux, aux côté de la vieille

Angleterre. [15 November 1941, paragraf 10, baris 92--94]

(Kamu memberi, saya memberi! kita tidak akan berhenti, sampai malam

terakhir pertempuran terakhir, kita tidak akan berhenti untuk setia dan loyal di

samping sahabat lama Inggris.)

Metafora dalam..., Bintarti Mayang Sari, FIB UI, 2012

Page 52: S45671-Metafora dalam.pdf

38

Universitas Indonesia

13. Eh, bien ! parmi mesdames les nations, aucune n’a jamais été plus belle,

meilleure, ni plus brave que notre dame la France.

[24 Desember 1941, paragraf 2, baris 5--6]

(Ternyata, di antara nyonya-nyonya bangsa, tidak ada yang secantik, sebaik,

atau pun sepemberani nyonya Prancis kita.)

14. Mais la France a une voisine brutale, rusée, jalouse : l’Allemagne.

[24 Desember 1941, paragraf 2, baris 6--7]

(Akan tetapi, Prancis memiliki seorang tetangga kasar, licik, dan cemburu:

Jerman.)

15. Car, c’est un fait que la France, malgré la stupeur d’une défaite militaire

méritée par ses chefs, mais non par elle-même, malgré le trouble jeté dans

son âme par la trahison d'hommes qu'elle considérait comme symboles de

l'honneur, malgré la pression de l’ennemi, exercée tantôt sous la forme de

violences sans nom, tantôt par offres doucereuses d’allégement et de

collaboration, malgré un régime abject de police et de persécutions, malgré

l’effort acharné de corruption des esprits par propagande unilatéral, c’est un

fait que la France ne s’est nullement abandonée.

[15 November 1941, paragraf 6, baris 44--50]

(Sebabnya adalah kenyataan bahwa Prancis, meski terpana karena kakalahan

militer yang pantas untuk para komandannya, bukan untuknya sendiri ; meski

kegalauan yang dilemparkan ke dalam jiwanya karena pengkhianatan orang

yang dianggapnya sebagai simbol kehormatan ; meski tekanan musuh yang

dilaksanakan dalam bentuk kekerasan tanpa nama, atau oleh bujuk rayu untuk

bersekutu dan bekerja sama ; meski sebuah rezim yang sangat mengekang dan

membantai, meski usaha perusakan semangat dikerahkan dengan propaganda

sepihak, ternyata, Prancis sama sekali tidak ditelantarkan.)

16. Chers enfants de France, vous recevrez bientôt une visite, la visite de la

Victoire. [24 Desember 1941, paragraf 7, baris 40--42]

(Putra Prancis tercinta, kalian akan segera mendapat kunjungan, kunjungan

Kemenangan.)

Metafora dalam..., Bintarti Mayang Sari, FIB UI, 2012

Page 53: S45671-Metafora dalam.pdf

39

Universitas Indonesia

Pada data (12), Inggris disandingkan dengan kata vieille (sahabat lama).

Selain merujuk pada usia negara itu, dapat juga sebagai tanda kekerabatan atau

kasih sayang, seperti dijelaskan di dalam kamus Le Robert de poche 2011 (2010).

Vieille (tua) memiliki konotasi akrab. Negara Inggris dianggap sebagai teman karib

Prancis dalam Perang Dunia II menghadapi Jerman. Akan tetapi kerja sama antara

Inggris dan Prancis haruslah saling menguntungkan, seperti yang De Gaulle katakan,

“Donnant, donnant“ (kamu memberi, saya memberi).

Pada data (13), De Gaulle yang menyampaikan pidatonya sebagai pesan Natal

untuk anak-anak Prancis menyebut les nations (bangsa-bangsa) sebagai Mesdames

(para nyonya). Penyebutan ini untuk memberikan penghormatan kepada mereka dan

kedudukan politis setiap negara. Dalam kamus Le Robert de poche 2011 (2010),

madame dan dame ‘nyonya’ memiliki makna panggilan hormat terhadap perempuan

atau dapat pula berarti ‘wanita’ dan ‘ibu’. Dame juga memiliki makna lain, yakni

wanita terhormat dari kalangan bangsawan. Konsep negara distrukturalisasi ke dalam

konsep manusia. Negara seperti manusia, memiliki kedudukan sosial dan memiliki

penyebutan tertentu sesuai dengan kelasnya. Pemilihan kata mesdames dan dame

merujuk pada peran tradisional perempuan sebagai pengayom, pemberi kehidupan,

dan pemberi makan anak. Seperti negara yang selalu melimpahkan sumber daya alam

untuk kesejahteraan rakyatnya. Seorang dame juga merupakan figure yang harus

dihormati. Ini berarti setiap negara memiliki kelas sosial, peran, dan harus saling

menghormati karena memiliki kedudukan setara.

Meskipun begitu, seperti halnya dalam masyarakat, tetap ada yang unggul dan

lebih baik daripada yang lain. De Gaulle menganggap Prancis sebagai yang tercantik,

terbaik, dan paling pemberani di antara semua bangsa hebat. Kata-kata sifat itu

biasanya melekat pada karakteristik manusia. Manusia memiliki keindahan fisik yang

dapat dilihat dan dinikmati orang lain. Manusia juga dapat memiliki sifat pemberani

dan kualitas atau keahlian yang menjadikannya lebih unggul dari yang lain. Begitu

pula dengan negara. Setiap negara memiliki batas geografis dan keindahan alam.

Ada negara yang unggul dalam persenjataan yang menjadikan pertahannya paling

Metafora dalam..., Bintarti Mayang Sari, FIB UI, 2012

Page 54: S45671-Metafora dalam.pdf

40

Universitas Indonesia

kuat serta memiliki keunggulan lain seperti sumber daya alam melimpah, letak

geografis yang strategis, dan sumber daya manusia yang berkualitas. Perjuangan

yang terus dilakukan Prancis meski sebagian wilayahnya telah dikuasai merupakan

tindakan berani. Prancis, menurut De Gaulle, seperti seorang wanita terhormat yang

memiliki segala keunggulan di kelasnya.

Struktur sosial masyarakat yang diterapkan pada negara juga terlihat pada

data (14). Jerman merupakan salah satu tetangga terdekat Prancis. Di dalam

kehidupan sosial, manusia hidup berdampingan dengan manusia lain. Begitu pun

dengan tempat tinggal. Manusia memiliki tetangga yang hidup berdekatan

dengannya. Jerman merupakan tetangga negara Prancis. De Gaulle, seperti pada data

(13), juga memerikan karakteristik Jerman seperti menjelaskan karakter manusia,

yakni “brutale, rusée, jalouse” ‘kasar, licik, iri hati’. Jerman yang melanggar

kedaulatan negara Prancis seperti manusia yang bersikap kasar dan licik, yang

melakukan pelecehan secara fisik ataupun mental pada manusia lain.

Pada data (15), negara seolah memiliki jiwa dan dapat berada dalam kondisi

kehilangan kesadaran, la stupeur, seperti manusia. De Gaulle menyatakan bahwa

negara menyerah pada musuh karena “kelinglungan militer”. Kekalahan ini

menyebabkan kebingungan rakyatnya. Negara yang memiliki batas geografis, seperti

manusia yang memiliki fisik, kadang mengalami kondisi tidak menentu. Seperti

manusia sakit, suatu negara yang berada dalam keadaan kalah karena batas

kedaulatannya dilanggar, menjadi lemah. Akan tetapi perjuangan Prancis tidak

sendiri, ia tidak diabaikan. Negara lain pun memiliki visi sama untuk mengalahkan

Jerman. Ini semakin menegaskan konseptualisasi negara di dalam struktur manusia,

yakni manusia sebagai makhluk sosial yang hidup dalam masyarakat.

Pada data (16), kemenangan dipersonifikasikan oleh De Gaulle.

Memenangkan perang seperti mendapat kunjungan menyenangkan dari seorang

sahabat, seperti yang ia ungkapkan di kalimat selanjutnya setelah data (16) berikut.

Ah! comme elle sera belle, vous verrez !..

(Ah ! betapa cantiknya ia, lihatlah sendiri!)

Metafora dalam..., Bintarti Mayang Sari, FIB UI, 2012

Page 55: S45671-Metafora dalam.pdf

41

Universitas Indonesia

Seperti di dalam kehidupan masyarakat, manusia sebagai makhluk sosial pun kerap

mendapat tamu. Kunjungan seperti ini adalah salah satu upaya untuk mempererat

hubungan yang biasa dilakukan antarteman atau kolega. Kemenangan, la victoire,

bagaikan sahabat Prancis yang selalu ada di sisinya. De Gaulle ingin menegaskan

bahwa Prancis tidak akan lama kalah. Ia memberi semangat pada anak-anak Prancis

bahwa kemenangan akan segara datang karena ia tidak pernah jauh dari Prancis.

Hubungan internasional yang melibatkan banyak negara, seperti kehidupan sosial

masyarakat.

Ungkapan metaforis dalam sumber data pidato kedua jauh lebih sedikit

dibandingkan data pidato yang disampaikan sebelumnya. Pidato 24 Desember

ditujukan kepada anak-anak yang memiliki tingkat bahasa berbeda dibandingkan

orang dewasa. Anak-anak belum menguasai bahasa secara lengkap. Ranah konsep

yang digunakan De Gaulle pun masih sederhana.

Berbeda dengan pidato tanggal 15 November yang disampaikan di hadapan

perwira dan orang Prancis di Inggris, De Gaulle tidak menempatkan diri sebagai

jenderal pemimpin perang. Akan tetapi sebagai seseorang yang merasa perlu

menjelaskan situasi penuh penderitaan rakyat Pranxis agar dapat dimengerti anak-

anak. Oleh karena itu, ia menggunakan analogi yang dirasa cukup akrab dengan anak-

anak, seperti dame (nyonya) dan voisine (tetangga). Kengerian beserta segala strategi

dan pemikiran rumit dalam perang dapat terakomodasi dan dipahami anak-anak

dengan menjelaskan kedudukan setiap negara yang dilihat dalam ranah konsep

ORANG. Penyederhanaan ini sekaligus memberikan semangat, bahwa Prancis yang

merupakan “nyonya” terbaik dan tercantik dalam lingkungannya, “hanya” diganggu

oleh “tetangga” yang kasar dan iri hati. Ia juga menekankan bahwa “kunjungan

kemenangan” akan segera tiba. Untuk lebih jelas, pemetaan konseptual metafora

diperlihatkan dalam Tabel 3.4 berikut.

Tabel 3.4 Pemetaan konseptual metafora NEGARA/KEMENANGAN adalah

MANUSIA

Metafora dalam..., Bintarti Mayang Sari, FIB UI, 2012

Page 56: S45671-Metafora dalam.pdf

42

Universitas Indonesia

SASARAN SUMBER

Negara memiliki usia Manusia bertambah tua, bertambah usia

(data 12)

Kedudukan negara satu sama lain Kelas sosial dalam kehidupan

bermasyarakat: penyebutan tertentu:

Nyonya (data 13)

Hubungan internasional antarnegara Kehidupan sosial: bertetangga, ada

kecemburuan (data 14)

Negara memiliki batas geografis Manusia memiliki fisik (data 13 dan 14)

Pelanggaran kedaulatan terhadap suatu

negara

Pelecehan fisik terhadap manusia lain

(data 14)

Keindahan pemandangan suatu negara Kecantikan fisik manusia (data 13)

Sumber Daya Alam melimpah, Sumber

Daya Manusia berkualitas, letak strategis

Manusia memiliki kualitas yang dapat

membuatnya unggul: la meilleure (data

13)

Negara dapat diserang dan menjadi

lemah

Manusia dapat sakit dan berada dalam

kondisi tidak sadar (data 14)

Negara yang sedang berperang dapat

memenangkan pertempuran

Kehidupan sosial: menerima kunjungan

(data 16)

Data metaforis di atas dapat disimpulkan sebagai berikut.

Hubungan antarnegara dapat bersifat positif.

Hasil dari hubungan positif saling menguntungkan.

Hubungan antarnegara bersifat negatif.

Hubungan negatif merugikan negara lain.

Metafora dalam..., Bintarti Mayang Sari, FIB UI, 2012

Page 57: S45671-Metafora dalam.pdf

43

Universitas Indonesia

3.5 PERANG adalah PERTUNJUKAN

Dalam pidatonya tanggal 15 November 1941, De Gaulle menggunakan kata-kata le

spectacle (pertunjukan), le drame (drama), point culminant (klimaks), apparance

(tampilan), caricature (karikatur), dan microphone (mikrofon) seperti pada data

berikut.

17. Ainsi avons-nous jugé bon de nous rassembler aujourd’hui, sur l’initiative

émouvante des Français de Grande-Bretagne, pour nous réconforter nous-

mêmes par le spectacle de notre union et nous affermir sur le dur chemin de

la lutte pour la patrie. [paragraf 1, baris 2--5]

(Kita pun telah menilai sebaiknya kita bersatu saat ini, mengikuti prakarsa

yang menggetarkan hati dari rakyat Prancis di Inggris, untuk menentramkan

diri kita sendiri dengan pertunjukan persatuan dan agar memantapkan kita di

atas jalan keras perjuangan untuk tanah air.)

18. Mais peut-être le drame de la guerre est-il à son point culminant ?

(Akan tetapi, mungkin drama perang berada di titik klimaks?)

[paragraph 18, baris 167--168]

19. Nous savons que l’immense majorité des Français, dans laquelle nous nous

comptons, a définitivement condamné, à la fois les abus anarchiques d’un

régime en décadence, ses gouvernements d’apparence, sa justice influence,

ses combinaisons d’affaires, de prébendes et de privilèges, et l’affreuse

tyrannie des maîtres esclaves de l’ennemi, leurs caricatures de lois, leur

marché noir, leurs serments imposés, leur discipline par délation, leurs

microphones dans les antichambres. [paragraf 16, baris 145--151]

(Kita tahu bahwa sebagian besar rakyat Prancis, tumpuan harapan kita, benar-

benar telah menolak keras penyalahgunaan anarkis sebuah rezim bobrok,

pemerintahan penebar citra, hukumnya yang menekan, KKN, serta tirani

mengerikan para tuan, budak musuh, hukum konyol mereka, pasar gelap

mereka, sumpah mereka yang palsu, displin mereka berdasarkan pengaduan,

mikrofon mereka di ruangan.)

Metafora dalam..., Bintarti Mayang Sari, FIB UI, 2012

Page 58: S45671-Metafora dalam.pdf

44

Universitas Indonesia

Pada data (17), De Gaulle mengatakan bahwa persatuan rakyat Prancis adalah

‘pertunjukan’ yang dapat menguatkan perjuangan mereka. Persatuan mereka adalah

sesuatu yang harus dipertontonkan karena merupakan dasar kekuatan mereka

dalam menghadapi musuh. Ia juga mengungkapkan bahwa perang adalah drama (data

18). Di dalam kamus Le Robert de poche 2011 (2010), drame memiliki makna ‘genre

théâtral comportant des pièces dont l’action généralement tragique, s’accompagne

d’éléments réalistes et comiques ’ (lakon teater yang bersifat dramatis dan tragis,

tentang kehidupan sehari-hari dan jenaka). Drama dimainkan oleh sekelompok aktor

dan aktris. Perang Dunia II, seperti yang dijalani Prancis pun, melibatkan pemimpin

beberapa negara. Perang seperti sebuah lakon drama yang bersifat tragis karena

setiap kemenangan dan akhir peperangan pasti memakan korban dan ada pihak yang

kalah.

Drama memiliki plot atau alur cerita, mulai dari permulaan, klimaks, sampai

penyelesaian. Klimaks merupakan kejadian paling penting atau paling menarik.

Begitu pula dengan perang. Perkembangan perang, mulai dari peristiwa yang

memicunya sampai pada kejadian terpenting dan tergawat. De Gaulle

mempertanyakan puncak perang ini yang menurutnya sampai pada saat kekalahan

Jerman dan sekutunya, seperti yang ia ungkapkan di dalam pidatonya pada tanggal 15

November berikut ini,

Mais peut-être le drame de la guerre est-il à son point culminant ? Peut-être

l'Allemagne commence-t-elle à subir, à son tour, la fascination du désastre qui

n'avait, longtemps, paralysé que ses ennemis ? [paragraf 18, baris 167--169]

(Akan tetapi, mungkin drama perang berada di titik klimaks? Mungkin Jerman mulai

merasakan juga pesona malapetaka yang pernah lama sekali hanya melumpuhkan

musuh-musuhnya?)

Metafora dalam..., Bintarti Mayang Sari, FIB UI, 2012

Page 59: S45671-Metafora dalam.pdf

45

Universitas Indonesia

Peristiwa ini dapat menjadi paling penting dan genting karena dapat menentukan

akhir perang. Apakah Prancis dapat menang dan lepas dari pendudukan Jerman atau

tidak.

Pada data (19), pemilihan kata apparence (citra) semakin menegaskan bahwa

dalam perang tampilan atau reputasi penting, seperti halnya tampilan dan reputasi

suatu pertunjukan. Di dalam perang, propaganda kerap dilakukan dengan

menyampaikan pidato. Mikrofon merupakan alat yang hampir ada di setiap

pertunjukan. Untuk keperluan propaganda, mikrofon menjadi penting untuk menarik

perhatian khalayak.

De Gaulle mengungkapkan pula caricature de lois (karikatur hukum). caricature

di dalam Le Robert de poche 2011 (2010) memiliki makna ‘ce qui évoque sous une

forme déplaisante ou ridicule’ (gambar olok-olok, konyol, dan menggelikan). Hukum

yang dipaksakan musuh seperti karikatur yang konyol dan mengejek karena

bertentangan dengan hukum negara yang ditaklukkan dan terjadi pelanggaran

kemanusiaan. Pemetaan konseptual metafora dapat dilihat di dalam Tabel 3.5

berikut.

Tabel 3.5 Pemetaan konseptual metafora PERANG adalah PERTUNJUKAN

RANAH SASARAN RANAH SUMBER

Perang melibatkan pemimpin dunia Pertunjukan dimainkan oleh sekelompok

aktor dan aktris (data 17 dan 18)

Di dalam perang, masing-masing kubu

saling unjuk kekuatan

Pertunjukan menampilkan suatu aksi

yang patut dilihat (data 17)

Perang terdiri atas serentetan peristiwa.

Ada peristiwa paling penting dan paling

gawat.

Drama memiliki alur cerita, termasuk

klimaks, yang merupakan bagian

terpenting (data 18)

Metafora dalam..., Bintarti Mayang Sari, FIB UI, 2012

Page 60: S45671-Metafora dalam.pdf

46

Universitas Indonesia

Reputasi negara-negara yang terlibat Penampilan di dalam pertunjukan

(data 19)

Alat propaganda: mikrofon Salah satu alat yang sering digunakan

dalam suatu pertunjukan: mikrofon

(data 19)

Peraturan dari negara yang menang

terhadap yang kalah merupakan ejekan

terhadap kedaulatan.

Karikatur merupakan gambar olok-olok

yang konyol dan menggelikan

(data 19)

Dari pemetaan di atas dapat disimpulkan sebagai berikut.

Perang adalah ajang saling unjuk kekuatan.

Perang bersifat tragis dan dramatis.

Perang harus dimenangkan.

Rakyat selamat.

Rakyat yang kalah dalam perang.

Rakyat menderita.

3.6 NEGARA adalah BANGUNAN

Dalam pidato tanggal 15 November 1941, De Gaulle menggunakan kata-kata une

poussière (debu), un bloc (balok), crouler (runtuh), ramasser (memungut), balayer

(menyapu), échafaudage (perancah), dan bâti (dibangun), seperti terdapat dalam data

berikut.

20. Nous étions une poussière d’hommes. [paragraf 5, baris 39--40]

(Kita tadinya manusia yang dianggap setitik debu.)

21. Nous sommes maintenant un bloc inébranlable. [paragraf 5, baris 40]

(Kita sekarang adalah blok tak tertembus.)

Metafora dalam..., Bintarti Mayang Sari, FIB UI, 2012

Page 61: S45671-Metafora dalam.pdf

47

Universitas Indonesia

22. Au moment où tout paraissait crouler dans le désastre et dans le désespoir, il

s'agissait de savoir si ce grand et noble pays livré à l'ennemi par la plus

atroce trahison de l'Histoire, trouverait parmi ses enfants des hommes assez

résolus pour ramasser son drapeau. [paragraf 3, baris 17--20]

(Pada saat semua kelihatan runtuh di dalam malapetaka dan keputusasaan,

persoalannya adalah mengetahui apakah negara sebesar dan seluhur ini, yang

takluk pada musuh karena pengkhianatan paling keji dalam sejarah,

menemukan di antara putra-putrinya, manusia-manusia yang bertekad cukup

kuat untuk merebut benderanya.)

23. Nous tenons pour nécessaire qu'une vague grondante et salubre se lève du

fond de la nation et balaie les causes du désastre pêle-mêle avec

l'échafaudage bâti sur la capitulation. [paragraf 16, baris 151--153]

(Kami perlu berpendapat bahwa sebuah gelombang naik yang menyegarkan

dan bergemuruh dari haribaan bangsa ini dan menyapu penyebab bencana

yang kacau balau dengan perancah yang dibangun di atas penyerahan.)

Pada data (20), De Gaulle mengatakan bahwa tadinya rakyat Prancis adalah

manusia yang dianggap setitik debu. Debu memiliki konotasi kotor, tidak berguna,

dan harus disingkirkan. Dalam Le Robert de poche 2011 (2010), poussière bermakna

‘terre desséchée réduite en particules très fines’ (tanah yang mengering yang hancur

menjadi partikel-partikel yang sangat halus). Prancis yang tidak memiliki semangat

dan dapat dengan mudahnya diduduki musuh, seperti debu yang tidak berarti. De

Gaulle bahkan menekankan hanya “setitik debu” yang semakin menguatkan

ketidakberdayaannya.

Pada data (21), rakyat Prancis dikatakan sebagai blok kokoh yang tidak

tertembus. Menurut kamus Le Robert de poche 2011 (2010), bloc memiliki makna

‘éléments groupés en une masse homogène’ (unsur-unsur yang menyatu atau

berkumpul menjadi satuan massa yang homogen). Rakyat Prancis yang sebelumnya

adalah setitik debu tidak berarti telah menyatu dan sulit ditembus. Artinya, Prancis

menjadi kuat karena persatuan.

Metafora dalam..., Bintarti Mayang Sari, FIB UI, 2012

Page 62: S45671-Metafora dalam.pdf

48

Universitas Indonesia

Pada data (22), bangunan dapat roboh, seperti sebuah negara yang dapat

kalah oleh negara lain jika memiliki pertahanan yang lemah. Kata crouler (runtuh)

biasanya berkaitan dengan bangunan. Bangunan memiliki ruang-ruang seperti negara

yang terdiri atas beberapa wilayah. Penggunaan kata ramasser (merebut)

menyoroti aspek sesuatu yang dapat dipegang dan memiliki bentuk. Pada data

(23), kata balayer (menyapu) menyoroti aspek ruang dan bentuk. Hal ini koheren

dengan konsep bangunan yang memiliki ruang dan bentuk. Pemetaan konseptual

metafora dapat dilihat dalam Tabel 3.6 berikut.

Tabel 3.6 Pemetaan konseptual metafora NEGARA adalah BANGUNAN

Dari pemetaan di atas dapat disimpulkan sebagai berikut.

Negara bangkit dari kekalahan.

Negara kuat dan dapat bertahan.

Negara terpuruk dan tidak dapat bangkit.

Negara rapuh, rakyat sengsara.

3. 7 HARAPAN adalah CAHAYA

Dalam pidato tanggal 15 November 1941, De Gaulle menggunakan kata lumière

d’espérance (cahaya harapan), seperti pada data berikut.

RANAH SASARAN RANAH SUMBER

Negara memiliki wilayah dan batas

geografis

Bangunan memiliki ruang, bentuk yang

dapat dipegang dan disapu (data 20, 21,

22 dan 23)

Negara dapat diserbu dan kalah Bangunan roboh (data 22)

Negara memiliki sistem pertahanan Bangunan terdiri atas tiang penyangga

(data 22)

Metafora dalam..., Bintarti Mayang Sari, FIB UI, 2012

Page 63: S45671-Metafora dalam.pdf

49

Universitas Indonesia

24. Il s'agissait de savoir enfin si, dans la nuit de la servitude, la nation ne verrait

plus briller aucune lumière d’espérance française pour soutenir son esprit, de

résistance et faire la preuve qu’elle restait solidaire du parti de la liberté.

[paragraf 3, baris 17--20]

(Persoalannya adalah mengetahui apakah, akhirnya, di malam pengabdian, bangsa

itu tidak akan lagi melihat gemilang cahaya harapan Prancis untuk menyokong

semangat perlawanan dan membuktikan bahwa ia tetap setia dalam golongan

kebebasan.)

Pada data (24), cahaya adalah energi yang memungkinkan mata manusia melihat

segalanya dengan jelas. Menurut Le Robert de poche 2011 (2010), lumière (cahaya)

memiliki makna ‘ce par quoi les choses sont éclairées’ (yang membuat sesuatu

diterangi, menjadi jelas). De Gaulle menyatakan bahwa harapan seperti cahaya.

Harapan adalah sesuatu yang diinginkan. Dengan adanya harapan, semangat dapat

dijaga karena tujuan dari perjuangan terarah dengan pasti, yakni tercapainya

kebebasan. Selain itu, cahaya biasanya menunjukkan kehidupan karena banyak

aktivitas yang memerlukan cahaya. Begitu pula dengan harapan. Harapan adalah

simbol kekuatan sekaligus kehidupan karena hanya manusia hidup saja yang

memilikinya. De Gaulle juga mengatakan bahwa “cahaya harapan Prancis” gemilang.

Sesuatu yang cemerlang dapat terlihat dengan jelas meski dari kejauhan serta

mengandung keindahan, begitu pula harapan Prancis. Harapan itu sangat jelas seperti

cahaya yang memandu dalam kegelapan. Harapan pun menjadi salah satu sumber

kekuatan perjuangan Prancis. Pemetaan konseptual metafora dapat dilihat melalui

Tabel 3.7 berikut.

Tabel 3.7 Pemetaan konseptual metafora HARAPAN adalah CAHAYA

RANAH SASARAN RANAH SUMBER

Harapan mengarahkan tujuan Dengan cahaya semua dapat terlihat jelas

Metafora dalam..., Bintarti Mayang Sari, FIB UI, 2012

Page 64: S45671-Metafora dalam.pdf

50

Universitas Indonesia

Harapan simbol kekuatan dan kehidupan:

soutenir son esprit

Cahaya adalah simbol kehidupan dan

merupakan energi

Dari pemetaan di atas dapat disimpulkan sebagai berikut.

Setiap perjuangan harus memiliki harapan.

Harapan menguatkan semangat.

Perjuangan terasa lebih ringan.

Perjuangan tanpa memiliki harapan.

Perjuangan terasa berat.

3. 8 PENJAJAHAN adalah KEGELAPAN/PENJARA

Dalam pidato tanggal 15 November 1941, De Gaulle menggunakan kata la nuit

(malam), s’éteindre (padam), prisonnier (terpenjara), nuage (awan), dan aveugler

(membutakan), seperti pada data berikut.

25. Il s'agissait de savoir enfin si, dans la nuit de la servitude, la nation ne verrait

plus briller aucune lumière d’espérance française pour soutenir son esprit, de

résistance et faire la preuve qu’elle restait solidaire du parti de la liberté.

[paragraf 3, baris 26--28]

(Persoalannya adalah mengetahui jika akhirnya, di malam pengabdian, bangsa

itu tidak akan lagi melihat gemilang cahaya harapan Prancis untuk

menyokong semangat perlawanan dan membuktikan bahwa ia tetap setia

kawan dalam golongan kebebasan.)

26. Il s'agissait de savoir si la voix de la France allait entièrement s'éteindre ou,

pire encore, si le monde pourrait penser la reconnaître dans la détestable

contrefaçon qu’en font l’ennemi et les traîtres. [paragraf 3, baris 23--26]

(Persoalannya adalah mengetahui apakah suara Prancis akan sepenuhnya

padam atau, lebih buruk, apakah dunia akan dapat berpikir untuk

mengingatnya sebagai rekayasa buruk yang dicitrakan oleh musuh dan para

pengkhianat.)

Metafora dalam..., Bintarti Mayang Sari, FIB UI, 2012

Page 65: S45671-Metafora dalam.pdf

51

Universitas Indonesia

27. Par-dessus tout, nous avons rétabli dans notre peuple prisonnier les liens de

l’unité française avec la volonté de résistance pour la vengeance et de

redressement pour la grandeur. [paragraf 5, baris 41--43]

(Di atas semua itu, kita telah memperbaiki jalinan persatuan Prancis di antara

rakyat kita yang terpenjara, dengan kemauan melawan untuk membalas

dendam dan tegak kembali demi kebesaran.)

28. C’est un fait que la France a su discerner, au travers du nuage de sang et de

larmes dont on tentait de l’aveugler, que la seule voie qui mène au salut est

celle qu’ont choisie pour elle ceux de ses enfants qui sont libres.

[paragraf 6, baris 50--52]

(Adalah kenyataan bahwa Prancis telah dapat mengamati, di antara awan

darah dan air mata yang diusahakan oleh musuh untuk membutakannya,

bahwa satu-satunya jalan yang menuju pada kehormatan adalah yang telah

dipilih bagi Prancis oleh anak-anaknya yang merdeka.)

Pada data (25), De Gaulle menyatakan la nuit de la servitude (malam

pengabdian). Pengabdian pada tanah air ditunjukkan dengan melakukan perjuangan

membebaskan Prancis dari pendudukan Jerman. Pengabdian itu seolah dilakukan

hanya pada malam hari. Malam hari adalah waktu untuk beristirahat, telah gelap, dan

biasanya sepi. Akan tetapi, karena berada di bawah pengawasan penjajah, perjuangan

dilakukan tidak secara terbuka, tetapi diam-diam, seperti gerakan bawah tanah yang

bergiat pada malam hari.

Pada data (26), suara menyoroti aspek kebebasan bersuara. La voix (suara)

dalam kamus Le Robert de poche 2011 (2010) memiliki makna ‘ensemble des sons

produits par les vibrations des cordes vocales’ (kumpulan bunyi yang dihasilkan dari

getaran pita suara). Kata ini juga memiliki makna figuratif, yaitu ‘expression de

l’opinion, droit de donner son opinion’ (pernyataan pendapat, hak memberi pendapat,

dukungan). Suara diibaratkan sebagai kebebasan karena hanya dalam kondisi yang

bebas atau merdeka, seseorang dapat menyatakan pendapatnya. Hal tersebut tidak

Metafora dalam..., Bintarti Mayang Sari, FIB UI, 2012

Page 66: S45671-Metafora dalam.pdf

52

Universitas Indonesia

akan ditemukan di negara terjajah karena segala sesuatu akan dikontrol sesuai

kepentingan pihak penguasa. Kebebasan Prancis diibaratkan “padam” sepenuhnya.

Padam digunakan untuk menggantikan “kebebasan yang hilang”. Kebebasan akan

mati atau hilang jika Prancis tidak bertahan melawan penjajah.

Pada data (27), kata “prisonnier” menyoroti aspek ketiadaan kebebasan.

Rakyat yang terjajah seolah dipenjara di dalam negaranya sendiri. Mereka dibatasi

oleh hukum yang hanya menguntungkan penjajah. Pada data (28), awan memiliki

konotasi suram, mendung yang menghalangi sinar matahari. Rakyat yang terjajah

tidak dapat berekspresi lebih bebas sehingga kesulitan menyalurkan segala beban.

Akibatnya adalah kurang bahagia. Pendudukan Jerman, menurut De Gaulle,

merupakan percobaan untuk membutakan atau menipu rakyat Prancis bahwa mereka

tidak memiliki harapan sama sekali untuk bebas kembali. Seperti seorang yang tidak

dapat melihat, ia akan selalu tersandung dan sulit memilih jalan yang benar.

Pemetaan konseptual dapat dilihat melalui Tabel 3.8 berikut.

Tabel 3.8 Pemetaan konseptual metafora PENJAJAHAN adalah

KEGELAPAN/PENJARA

RANAH SASARAN RANAH SUMBER

Dalam posisi terjajah, pergerakan tidak

dapat dilakukan dengan bebas

Pada malam hari, aktivitas dan suara

harus lebih diredam daripada saat siang

hari (data 25)

Tidak ada kebebasan berpendapat dalam

penjajahan

Suara dipadamkan (data 26)

Penjajah membatasi rakyat terjajah Penjara membatasi tahanan (data 27)

Rakyat terjajah tidak bahagia dan selalu

dirundung kesedihan

Saat mendung, suasana muram

(data 28)

Metafora dalam..., Bintarti Mayang Sari, FIB UI, 2012

Page 67: S45671-Metafora dalam.pdf

53

Universitas Indonesia

Penjajahan banyak menipu rakyat

terjajah demi kepentingan sendiri

Membutakan seseorang menyesatkan dan

membuatnya dalam kesulitan

(data 28)

Dari pemetaan di atas dapat disimpulkan sebagai berikut.

Penjajahan merupakan kekejaman karena merebut hak asasi manusia.

Penjajahan dapat dihentikan.

Rakyat sejahtera.

Penjajahan tetap berlanjut.

Rakyat tidak bahagia.

3.9 Kategori Metafora dalam Pidato De Gaulle

Dari dua pidato De Gaulle pada tahun 1941 yang dianalisis, terungkap

delapan kategori metafora, yaitu

PERJUANGAN adalah PERJALANAN

SEMANGAT PERSATUAN adalah API

KEBEBASAN adalah KOMODITAS BERHARGA

NEGARA/KEMENANGAN adalah ORANG

PERANG adalah PERTUNJUKAN

NEGARA adalah BANGUNAN

HARAPAN adalah CAHAYA

PENJAJAHAN adalah KEGELAPAN/PENJARA

Struktur PERJUANGAN adalah PERJALANAN dapat dibuktikan melalui

lima data metaforis (data 1, 2, 3, 4, 5 dan data 12, 13, 14, 15, 16). Ranah konsep

PERJUANGAN terlacak melalui metafora PERJALANAN. Data yang terkumpul

untuk struktur ini adalah salah satu dari yang terbanyak. Hal ini menunjukkan bahwa

Metafora dalam..., Bintarti Mayang Sari, FIB UI, 2012

Page 68: S45671-Metafora dalam.pdf

54

Universitas Indonesia

PERJUANGAN tidaklah mudah namun sangat penting dan konsepnya harus

tersampaikan kepada khalayak. PERJALANAN dianggap lebih mudah dipahami dan

tidak membuat rumit sekaligus tidak terlalu menyederhanakan konsep

PERJUANGAN. De Gaulle mencoba memberikan pandangan berbeda mengenai

perjuangan. PERJUANGAN yang terlihat berat menjadi terasa lebih ringan dalam

struktur PERJALANAN.

Steruktur tersebut bersumber pada struktur metafora PENJAJAHAN adalah

KEGELAPAN/PENJARA dan PERANG adalah PERTUNJUKKAN. Perjuangan

dilakukan karena ada penjajahan dan perang. Tujuan dari perjuangan ini adalah

kebebasan. Untuk meraihnya diperlukan semangat dan harapan. Ranah konsep

KEBEBASAN menjadi sasaran dari ranah konsep sumber, yakni PENJAJAHAN dan

PERANG. Jalan untuk meraih sasaran terlihat dalam ranah konsep PERJUANGAN,

HARAPAN, dan SEMANGAT.

Ranah konsep metafora dalam pidato De Gaulle yang saling terkait seperti

dijelaskan di atas dapat digambarkan dengan menggunakan skema jalan dengan

skema SUMBER-JALAN-SASARAN (dalam Saeed, 1997). SASARAN menjadi

tujuan dari ranah konsep SUMBER. Dari analisis yang telah dilakuakan,

PENJAJAHAN dan PERANG menjadi sumber dan tujuan atau sasarannya adalah

KEBEBASAN. Ranah konsep NEGARA yang terlacak melalui metafora ORANG

dan BANGUNAN memiliki kaitan dengan struktur metafora yang telah disebutkan di

atas, namun tidak dapat dimasukkan ke dalam skema jalan karena berperan sebagai

“pelaku” dan “tempat”. Skema ini hanya menggambarkan proses konseptualisasi atau

pemahaman seseorang mengenai suatu peristiwa.

Skema konsep adalah sebagai berikut.

SUMBER : PENJAJAHAN adalah KEGELAPAN/PENJARA

PERANG adalah PERTUNJUKAN

Metafora dalam..., Bintarti Mayang Sari, FIB UI, 2012

Page 69: S45671-Metafora dalam.pdf

55

Universitas Indonesia

JALAN : SEMANGAT PERSATUAN adalah API

PERJUANGAN adalah PERJALANAN

HARAPAN adalah CAHAYA

SASARAN : KEBEBASAN adalah KOMODITAS BERHARGA

Berdasarkan analisis metafora, dapat disimpulkan bahwa untuk melawan

penjajahan dan mendapatkan kebebasan, diperlukan semangat persatuan dan harus

terus menumbuhkan harapan. Penjajahan yang seperti penjara menyulutkan semangat

persatuan dan menguatkan perjuangan yang kemudian menimbulkan harapan akan

tercapainya kebebasan. Selain itu, penjajahan menimbulkan kesadaran bahwa

kebebasan merupakan sesuatu yang berharga dan patut dijaga sebaik mungkin.

Negara dianggap sebagai pelaku yang terlibat dalam perang, sekaligus harus tetap

dijaga, seperti menjaga sebuah bangunan. Bangunan yang runtuh, seperti negara yang

kalah, dan harus selalu dilindungi dan didirikan agar tegak kembali karena dengan

bangunan yang kuat, penghuni di dalamnya pun merasa aman dan tentram.

Penyusunan skema ini menyertakan enam kategori metafora yang memiliki kaitan

logis yang ditemukan dalam pidato De Gaulle. Banyaknya kategori tidak

memungkinkan penyusunan sistem metafora yang hanya terdiri atas satu sumber, satu

path, dan satu sasaran.

Metafora dalam..., Bintarti Mayang Sari, FIB UI, 2012

Page 70: S45671-Metafora dalam.pdf

56 UNIVERSITAS INDONESIA

BAB 4

KESIMPULAN

Metafora bukan sekadar gejala bahasa atau hanya berkaitan dengan ranah

linguistis. Metafora sekaligus dapat menunjukkan pemikiran atau konsep dan

meresap secara lebih luas dalam kehidupan sehari-hari. Dengan demikian, pemilihan

kata seseorang tidaklah acak melainkan sesuai dengan struktur tertentu yang telah

terbentuk berdasarkan pengetahuan dan budaya yang dimilikinya (Siregar, 2003).

Kegunaan metafora telah disadari sejak lama, namun masih terbatas pada fungsi

memperindah bahasa, seperti yang sering ditemukan dalam puisi dan sajak.

Sementara itu, metafora konseptual, menurut Lakoff dan Johnson (1980), metafora

terdapat di berbagai teks. Sifatnya yang utama adalah sebagai alat memperlancar

komunikasi.

Metafora yang ditemukan dalam teks politis, seperti pidato, menunjukkan

bahwa metafora sangat lentur dan dapat dimanfaatkan seluas-luasnya dalam

masyarakat. Berbagai konsep yang terungkap dalam pidato De Gaulle, dapat dilacak

dengan menganalisis metafora. Pesan utama yang hendak disampaikan pun terungkap

dengan menyimpulkan kategori/struktur metafora yang diuraikan di bab terdahulu.

Melalui pengategorisasian tersebut, De Gaulle menggunakan metafora untuk

menyampaikan bahwa perang menimbulkan penjajahan yang selalu membuat

rakyat mendambakan kebebasan. Oleh karena itu, diperlukan perjuangan yang

harus dilakukan dengan semangat dan harapan agar perang dapat dimenangkan.

Dengan demikian, kemenangan negara itu memberikan kebebasan pada rakyat.

Dari kaitan yang ditampilkan dalam skema jalan di bab terdahulu, ditemukan bahwa

metafora dalam pidato De Gaulle digunakan untuk menyampaikan pesan bahwa

dalam setiap perjalanan akan sampai di titik akhir. Dalam pidatonya, akhir dari

perang adalah kemenangan Prancis.

Metafora dalam..., Bintarti Mayang Sari, FIB UI, 2012

Page 71: S45671-Metafora dalam.pdf

57

Universitas Indonesia

Melihat kategori dalam pidato De Gaulle, metafora digunakan sebagai alat

untuk memberi lebih banyak kesan kepada pendengarnya. Hal ini untuk memudahkan

pendengar membayangkan dan memahami pesan yang disampaikan De Gaulle,

terutama untuk menjelaskan kerumitan situasi politis pada saat itu. Metafora dalam

pidato De Gaulle menunjukkan konsep dan cara pandangnya terhadap situasi aktual.

De Gaulle menggunakannya terutama untuk menyemangati rakyat Prancis untuk tetap

berjuang dan tidak putus asa dalam kesengsaraan perang, tanpa membebani mereka

lebih berat lagi dengan kata lugas. Dengan metafora, perjuangan yang berat

dikesankan lumrah karena dilakukan atas dasar cinta pada kebebasan dan tanah air.

Dengan demikian, metafora merupakan fasilitas untuk menyampaikan gagasan dan

opini tanpa terlalu menyederhanakannya sehingga isi pesan tetap berbobot dan

hasilnya tetap sesuai dengan keinginan pembicara.

Analisis ini juga menunjukkan gambaran pandangan hidup De Gaulle sebagai

individu dan kepala negara, yaitu pantang menyerah dan semangat cinta pada tanah

air yang dapat dicontoh oleh semua orang untuk memajukan bangsanya. Selain itu,

dari penelitian ini didapatkan pula bahwa penggunaan metafora harus sesuai dengan

tingkat penguasaan bahasa penerima pesan.

Dalam pidato yang disampaikan di hadapan anak-anak, misalnya, De Gaulle

hanya menggunakan sedikit metafora, dibandingkan dengan pidato yang

disampaikannya di hadapan orang dewasa. De Gaulle harus menjelaskan kepada

anak-anak, awal perang sampai pendudukan sebagian wilayah Prancis oleh musuh.

Selain itu, ia juga perlu membangkitkan semangat dan harapan. Metafora yang

digunakannya dalam pidato ini tidak rumit karena memakai istilah yang sudah akrab

bagi anak-anak. Hal ini berbeda dengan metafora yang digunakannya dalam

pertemuan dengan orang dewasa, yang memiliki tingkat penguasaan bahasa yang

lebih tinggi. Tujuan utama adalah menyampaikan gagasan dan opini, siapa pun

penerima pesan, sehingga keindahan dan kerumitan bahasa bukanlah unsur utama.

Penggunaan metafora kepada anak-anak dalam proporsi yang tepat justru dapat

Metafora dalam..., Bintarti Mayang Sari, FIB UI, 2012

Page 72: S45671-Metafora dalam.pdf

58

Universitas Indonesia

memudahkan penjelasan antara istilah atau fenomena rumit tanpa terlalu

menyederhanakannya.

Penelitian metafora dalam pidato De Gaulle ini merupakan kajian awal.

Tindak lanjut dalam penelitian yang lebih mendalam dengan data yang lebih luas

sangat mungkin dilakukan. Penelitian metafora konseptual dalam pidato politis telah

banyak dilakukan, namun belum ada penelitian menyeluruh untuk membandingkan

struktur metafora dalam pidato Prancis dan Indonesia. Akan sangat menarik melihat

persamaan dan perbedaan konsep antarbudaya yang tercermin melalui penggunaan

metafora. Interaksi antara pikiran dan bahasa sebagai salah satu hasil kebudayaan

dapat dilihat dengan sudut pandang lain. Selain itu, perubahan cara pandang yang

terlihat dari metafora yang digunakan dapat membantu dalam pemecahan masalah

sosial. Penelitian seperti itu dapat bersifat antarranah yang mencakup berbagai

bidang, seperti budaya, sosial, politis, dan ekonomis.

Metafora dalam..., Bintarti Mayang Sari, FIB UI, 2012

Page 73: S45671-Metafora dalam.pdf

59 UNIVERSITAS INDONESIA

DAFTAR REFERENSI

Bloomfield, L. (1933). Language. London: Allen & Unwin.

Forceville, C. J. (2006). The source-path-goal schema in the autobiographical journey

documentary: McElwee, Van der Keuken, Cole. New review of film and

television studies, 4(3), 241-261. May 31, 2012.

http://dare.uva.nl/document/44241.

Cowie, A. P. (2009). Semantics. Oxford : Oxford University Press.

De Gaulle, C. (1941, November). Discours de l’Albert Hall, Londres, 11

novembre 1941. November 1, 2010. http://www.charles-de-gaulle.org/pages/l-

homme/accueil/discours/pendant-la-guerre-1940-1946/discours-de-l-albert-

hall-londres-11-novembre-1941.php

De Gaulle, C. (1941, Desember). Message de noël adressé aux enfants de France

depuis Londres par le général de Gaulle, 24 décembre 1941. November 1,

2010. http://www.charles-de-gaulle.org/pages/l-homme/accueil/discours/

pendant-la-guerre-1940-1946/message-de-noël-adressé-aux-enfants-de-

france-depuis-londres-par-le-général-de-gaulle-24-décembre-1941.php

De Saussure, F. (1949). Cours de linguistique générale. Paris: Payot.

Fabriyanti, F. (2008). Metafora dalam komik. Depok: Skripsi Sarjana, Fakultas Ilmu

Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia.

François-Georges, D. (1996). Histoire de la Résistance. Édition de Fallois: Paris

Gibbs, JR., W. Raymond, & G. Steen (ed.). (1999). Metaphor in cognitive linguistics.

Amsterdam: John Benjamin Publisihing Company.

How De Gaulle speech changed fate of France. (18 Juni, 2010). BBC News. Oktober

12, 2010. http://news.bbc.co.uk/2/hi/programmes/newsnight/8747121.stm.

Keraf, G. (1991). Diksi dan gaya bahasa. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Knowles, M., & R. Moon. (2005). Introducing metaphor. London: Routledge.

Laksana, A. S. (2006). Creative writing: tips dan strategi menulis cerpen dan novel.

Jakarta: Mediakita.

Lakoff, G. & M. Johnson. (1980). Metaphors we live by. Chicago: The University of

Chicago Press.

Metafora dalam..., Bintarti Mayang Sari, FIB UI, 2012

Page 74: S45671-Metafora dalam.pdf

59 UNIVERSITAS INDONESIA

La société Dictionnaires Le Robert. (2010). Le Robert de poche 2011. Paris:

Dictionnaires Le Robert.

Le Guern, Michel. (1973). Sémantique de la métaphore et de la métonymie. Paris :

Librairie Larousse.

Lehmann, A., & F. Martin-Brethet. (2002). Introduction à la lexicologie. Sémantique

et morphologie. Liège : Nathan.

Mortureux. (2001). La lexicologie entre langue et discours. Armand Colin : Paris.

Palmer, F. R. (1976). Semantics. Cambridge: Cambridge University Press .

Parera, J. D. (2004). Teori semantik. Jakarta :Erlangga.

Saeed, J. I. 2000. Semantics. Oxford :Blackwell Publishers.

Siregar, B. U. (2009). Emosi dan kebudayaan dalam metafora. Kongres Internasional

Masyarakat Linguistik Indonesia (KIMLI), Malang 5-7 November 2009.

Malang: Universitas Negeri Malang. September 23, 2011

http://sastra.um.ac.id/wp-content/uploads/2010/01/104-Bahren-Umar-Siregar-

LTBI-UAJ-Emosi-dan-Kebudayaan-dalam-Metafora.pdf.

Susasmiyati, T. R. (2004). Metafora dalam pidato kenegaraan soekarno era revolusi

kemerdekaan. Depok: Skripsi Sarjana, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya

Universitas Indonesia.

Tan, T. T. (1996). Metafora dan metonimi pada berita surat kabar Prancis. Depok:

Skripsi Sarjana, Fakultas Sastra Universitas Indonesia.

Tim penyusun. (2008). Kamus besar bahasa Indonesia ed. ke-4. Jakarta: GPU

Ullmann, S. (1964). Semantics: an introduction to the science of meaning.

Oxford:Blackwell.

West, R., & L. H. Turner. (2008). Pengantar teori komunikasi. Jakarta: Salemba

Humanika.

Metafora dalam..., Bintarti Mayang Sari, FIB UI, 2012

Page 75: S45671-Metafora dalam.pdf

60

UNIVERSITAS INDONESIA

La société Dictionnaires Le Robert. (2010). Le Robert de poche 2011. Paris:

Dictionnaires Le Robert.

Le Guern, Michel. (1973). Sémantique de la métaphore et de la métonymie. Paris :

Librairie Larousse.

Lehmann, A., & F. Martin-Brethet. (2002). Introduction à la lexicologie. Sémantique

et morphologie. Liège : Nathan.

Mortureux. (2001). La lexicologie entre langue et discours. Armand Colin : Paris.

Palmer, F. R. (1976). Semantics. Cambridge: Cambridge University Press .

Parera, J. D. (2004). Teori semantik. Jakarta :Erlangga.

Saeed, J. I. 2000. Semantics. Oxford :Blackwell Publishers.

Siregar, B. U. (2009). Emosi dan kebudayaan dalam metafora. Kongres Internasional

Masyarakat Linguistik Indonesia (KIMLI), Malang 5-7 November 2009.

Malang: Universitas Negeri Malang. September 23, 2011

http://sastra.um.ac.id/wp-content/uploads/2010/01/104-Bahren-Umar-Siregar-

LTBI-UAJ-Emosi-dan-Kebudayaan-dalam-Metafora.pdf.

Susasmiyati, T. R. (2004). Metafora dalam pidato kenegaraan soekarno era revolusi

kemerdekaan. Depok: Skripsi Sarjana, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya

Universitas Indonesia.

Tan, T. T. (1996). Metafora dan metonimi pada berita surat kabar Prancis. Depok:

Skripsi Sarjana, Fakultas Sastra Universitas Indonesia.

Tim penyusun. (2008). Kamus besar bahasa Indonesia ed. ke-4. Jakarta: Gramedia

Pustaka Utama.

Ullmann, S. (1964). Semantics: an introduction to the science of meaning.

Oxford:Blackwell.

West, R., & L. H. Turner. (2008). Pengantar teori komunikasi. Jakarta: Salemba

Humanika.

Metafora dalam..., Bintarti Mayang Sari, FIB UI, 2012

Page 76: S45671-Metafora dalam.pdf

Lampiran 1 : Pidato De Gaulle pada tanggal 15 November 1941

Discours de l'Albert Hall, Londres, 11 novembre 1941

Le général de Gaulle s'adresse aux Français présents en Grande-Bretagne au cours d'une

manifestation organisée à l'Albert Hall de Londres.

Le voyageur qui gravit la montée s'arrête parfois quelques instants pour mesurer le 1

chemin parcouru et s'orienter vers le but. Ainsi avons-nous jugé bon de nous rassembler 2

aujourd'hui, sur l'initiative émouvante des Français de Grande-Bretagne, pour nous 3

réconforter nous-mêmes par le spectacle de notre union et nous affermir sur le dur chemin 4 de la lutte pour la patrie. Cela nous sera facile, car, malgré le tumulte de la guerre, jamais 5

encore nous n'avons plus clairement discerné ce que nous sommes, ce que nous voulons et 6

pourquoi nous sommes certains d'avoir choisi la meilleure part pour le service de la France. 7

Ce que nous sommes ? Rien n'est plus simple que de répondre à cette question. Il y aura dix-8

sept mois demain qu'elle a été posée et résolue. Nous sommes des Français de toutes origines, de 9

toutes conditions, de toutes opinions, qui avons décidé de nous unir dans la lutte pour notre pays. 10

Tous l'ont fait volontairement, purement, simplement. Je ne commettrai pas l'indélicatesse 11

d'insister sur ce que cela représente, au total, de souffrances et de sacrifices. Chacun de nous est 12

seul à connaître, dans le secret de son cœur, ce qu'il lui en a coûté. Mais, c'est d'une telle 13

abnégation, autant que d'une telle cohésion, que nous tirons notre force. C'est de ce foyer qu'a 14

jailli, chaque jour plus haute et plus ardente, la grande flamme française qui nous a 15

désormais trempés. 16

Car c'est à l'appel de la France que nous avons obéi. Au moment où tout paraissait crouler 17

dans le désastre et dans le désespoir, il s'agissait de savoir si ce grand et noble pays livré à 18

l'ennemi par la plus atroce trahison de l'Histoire, trouverait parmi ses enfants des hommes 19 assez résolus pour ramasser son drapeau. Il s'agissait de savoir si un Empire intact de 60 20

millions d'habitants ne contribuerait d'aucune manière à la lutte pour la vie ou pour la mort de la 21

France. Il s'agissait de savoir si, aux côtés de nos braves alliés, qui poursuivaient le combat pour 22

leur salut et pour le nôtre, il ne resterait pas un seul morceau belligérant de nos terres. Il 23

s'agissait de savoir si la voix de la France allait entièrement s'éteindre ou, pire encore, si le 24

monde pourrait penser la reconnaître dans la détestable contrefaçon qu'en font l'ennemi et 25

les traîtres. Il s'agissait de savoir enfin si, dans la nuit de la servitude, la nation ne verrait 26

plus briller aucune lumière d'espérance française pour soutenir son esprit de résistance et 27

faire la preuve qu'elle restait solidaire du parti de la liberté. 28

Tel fut, au premier jour, notre but, tel il demeure aujourd'hui, sans que rien en soit changé. Vers 29

ce but, nous avons marché sans hésiter et sans fléchir. Quand on saura avec quels moyens, je 30

crois bien que le monde en marquera quelque étonnement. Nous n'avions ni organisation, ni 31

troupes, ni cadres, ni armes, ni avions, ni navires. Nous n'avions point d'administration, de 32

budget, de hiérarchie, de règlements. Bien peu, en France, nous connaissaient et nous n'étions, 33

pour l'étranger, que des risque-tout sympathiques sans passé et sans avenir. 34

Or, il ne s'est pas passé un jour sans que nous ayons grandi. 35

Chacun sait quelles furent les étapes, toujours dures, parfois cruelles, de notre marche en 36

avant. Chacun peut imaginer les difficultés matérielles et morales que nous avons dû surmonter. 37

Metafora dalam..., Bintarti Mayang Sari, FIB UI, 2012

Page 77: S45671-Metafora dalam.pdf

(Lanjutan)

Chacun connaît l'étendue des territoires, le degré de force militaire, la valeur de l'influence, que 38

nous avons pu reporter dans la guerre au seul service de la patrie. Nous étions une poussière 39

d'hommes. Nous sommes maintenant un bloc inébranlable. Nous nous sommes rendu à 40

nous-mêmes le droit d'être des Français fiers et libres. Par-dessus tout, nous avons rétabli 41

dans notre peuple prisonnier les liens de l'unité française avec la volonté de résistance pour 42

la vengeance et de redressement pour la grandeur. 43

Car, c'est un fait que la France, malgré la stupeur d'une défaite militaire méritée par ses 44

chefs, mais non par elle-même, malgré le trouble jeté dans son âme par la trahison 45

d'hommes qu'elle considérait comme symboles de l'honneur, malgré la pression de 46

l'ennemi, exercée tantôt sous la forme de violences sans nom, tantôt par offres doucereuses 47

d'allégements et de collaboration, malgré un régime abject de police et de persécutions, 48

malgré l'effort acharné de corruption des esprits par propagande unilatérale, c'est un fait 49

que la France ne s'est nullement abandonnée. C'est un fait que la France a su discerner, au 50

travers du nuage de sang et de larmes dont on tentait de l'aveugler, que la seule voie qui 51

mène au salut est celle qu'ont choisie pour elle ceux de ses enfants qui sont libres. 52

Il n'y a pas, à cet égard, la moindre distinction à faire entre les Français de Brazzaville, de 53

Beyrouth, de Damas, de Nouméa, de Pondichéry, de Londres, et les Français de Paris, de Lyon, 54

de Marseille, de Lille, de Bordeaux, de Strasbourg. Sauf une poignée de malheureux et une 55

chambrée de misérables qui, par panique, folie ou intérêt, ont spéculé sur la défaite de la patrie et 56

qui dominent provisoirement par la tromperie, la prison ou la famine, la nation n'a jamais 57

marqué une pareille unanimité. On peut dire, littéralement, que ceux des Français qui vivent ne 58

vivent plus que pour vouloir la libération nationale. Et l'on peut dire aussi que, pour 40 millions 59

de Français, l'idée même de la victoire se confond avec celle de la victoire des Français Libres. 60

Il est aisé de s'expliquer qu'à mesure que nous devenions une réalité grandissante et surtout à 61

mesure que se dévoilait l'adhésion secrète de la France, beaucoup d'hommes se soient souciés, 62

chez nous et à l'étranger, de connaître quels sont au juste nos caractères et nos desseins ? Si dure 63

et si longue que doive être la guerre, son aboutissement sera un certain ordre national et 64

international. Rien n'est plus naturel que de s'interroger sur ce que veut, à ce point de vue, 65

réaliser cette grande force neuve qui s'appelle la France Libre, en attendant que, par la victoire, 66

elle se confonde avec la France tout court. 67

Il est vrai qu'à cette question : "Que veut la France Libre ?" certains, qui ne lui sont de rien, se 68

hâtent souvent de répondre à sa place. Aussi nous est-il arrivé de nous voir prêter à la fois les 69

intentions les plus contradictoires, soit par l'ennemi, soit par cette sorte d'amis qui, sans doute à 70

force de zèle, ne peuvent contenir à notre endroit l'empressement de leurs soupçons. L'une des 71

rares distractions que m'accorde ma tâche présente consiste à rapprocher parfois ces diverses 72

affirmations. Car il est plaisant d'observer que les Français Libres sont jugés, le même jour, à la 73

même heure, comme inclinant vers le fascisme, ou préparant la restauration d'une monarchie 74

constitutionnelle, ou poursuivant la rétablissement intégral de la République parlementaire, ou 75

visant à remettre au pouvoir les hommes politiques d'avant-guerre, spécialement ceux qui sont 76

de race juive ou d'obédience maçonnique, ou enfin poussant au triomphe de la doctrine 77

communiste. Quant à notre action extérieure, nous entendons les mêmes voix déclarer, suivant 78

l'occasion ou que nous sommes des anglophobes dressés contre la Grande-Bretagne, ou que nous 79

Metafora dalam..., Bintarti Mayang Sari, FIB UI, 2012

Page 78: S45671-Metafora dalam.pdf

(Lanjutan)

travaillons, au fond, de connivence avec Vichy, ou que nous nous fixons pour règle de livrer à 80

l'Angleterre les territoires de l'Empire français à mesure qu'ils se rallient. Il y a peu d'apparence 81

que ce que nous pourrons dire ou faire mette un terme à ces allégations. Mais il y a quelque 82

importance à ce que nous affirmions, devant nous-mêmes et devant les autres, quelle est notre 83

politique. 84

L'article 1er de notre politique consiste à faire la guerre, c'est-à-dire à donner la plus grande 85

extension et la plus grande puissance possibles à l'effort français dans le conflit. Il va de soi que, 86

dans tous les domaines, notre action se combine étroitement avec celle de nos alliés et plus 87

directement avec celle de l'Empire britannique. C'est qu'en effet l'Angleterre a eu l'incomparable 88

mérite et le magnifique courage de faire face, seule, au destin quand il était le plus menaçant et 89

qu'en outre ce grand peuple, qu'on taxe parfois d'un certain manque d'imagination, n'en a pas 90

moins discerné aussitôt par l'esprit et le cœur d'un Churchill, qu'une poignée d'évadés français 91

avaient emporté avec eux l'âme éternelle de la France. Donnant, donnant ! nous ne cesserons 92

pas, jusqu'au dernier soir de la dernière bataille, de nous tenir, fidèles et loyaux, aux côtés 93 de la vieille Angleterre. En même temps, nous appelons de nos vœux le moment où les 94

circonstances pourront nous permettre d'apporter un concours - aussi modeste qu'il soit d'abord - 95

à l'héroïque résistance de nos alliés russes. Nous nous tenons en étroite liaison avec nos alliés 96

polonais, tchécoslovaques, grecs, yougoslaves, hollandais, belges, norvégiens, solidarité à nos 97

yeux capitale parce que le sort de leur territoire et celui du nôtre présentent les mêmes caractères 98

de résistance nationale et d'inexpiable oppression et parce que nous ne concevons pas la 99

libération de l'Europe sans leur juste restauration et la réparation du martyre qu'ils endurent. 100

Nous sommes unis sans réserves avec l'action morale et matérielle des États-Unis, sans laquelle 101

il ne saurait y avoir de victoire et nous usons, avec gratitude, du concours que, par tant de 102

moyens, ils fournissent à ceux qui combattent pour la liberté du monde. Nous nous efforçons de 103

justifier et de développer les réconfortantes sympathies que prodiguent à la France, dans sa lutte 104

et dans ses épreuves, tant de nations de l'univers. 105

Mais, quelque prix que nous attachions à ces liens qui nous aident et qui nous obligent, nous 106

entendons, dans l'intérêt commun, que notre effort présent et futur demeure l'effort propre de la 107

France et nous sommes d'autant plus ardents à servir ses intérêts, à représenter ses droits et à 108

accomplir ses devoirs que nous savons que sa cause est la cause même des peuples libres. Rien 109

ne saurait nous détourner de suivre la vocation séculaire de notre pays. Mais rien ne pourrait 110

nous faire oublier que sa grandeur est la condition sine qua non de la paix du monde. Il n'y aurait 111

pas de justice si justice n'était pas rendue à la France ! 112

C'est pourquoi nous combattons pour que cette guerre de trente ans, déchaînée en 1914 par 113

l'agression allemande, soit terminée et sanctionnée de telle manière que la France en sorte intacte 114

dans tout ce qui lui appartient, créditée de tout ce qu'elle a perdu et garantie dans sa sécurité. 115

Nous ne séparons pas, d'ailleurs, ce qui est dû à notre pays de ce qui est dû aux nations qui 116

furent ou qui demeurent nos alliées ou associées dans les mêmes épreuves et contre le même 117

ennemi. Les peuples libres ont fait, maintenant, assez de cruelles expériences pour avoir 118

appris ce que signifie la communauté des droits et des devoirs et ce qu'il en coûte de lui 119

être infidèle. Tous ont payé assez cher pour savoir que leur idéal commun ne pourrait être 120

Metafora dalam..., Bintarti Mayang Sari, FIB UI, 2012

Page 79: S45671-Metafora dalam.pdf

(Lanjutan)

qu'une charte platonique sans l'établissement de la sécurité réelle et pratique de chacun et 121

sans l'organisation de la solidarité internationale. 122

Si la situation de notre patrie écrasée, pillée, trahie, exige que nous nous absorbions dans la 123

tâche de la guerre, nous ne pouvons nous détacher de ce que peut et doit être le destin intérieur 124

de la nation. Nous le pouvons d'autant moins que le désastre momentané de la France a 125

bouleversé de fond en comble les fondements mêmes de son existence, emporté les 126

institutions qu'elle pratiquait antérieurement, altéré profondément la condition de chaque 127 individu et, par-dessus tout, jeté dans les âmes mille ferments passionnés. Si l'on a pu dire 128

que cette guerre est une révolution, cela est vrai pour la France plus que pour tout autre peuple. 129

Une nation qui paye si cher les fautes de son régime, politique, social, moral et la 130

défaillance ou la félonie de tant de chefs, une nation qui subit si cruellement les efforts de 131

désagrégation physique et morale que déploient contre elle l'ennemi et ses collaborateurs, 132

une nation dont les hommes, les femmes, les enfants, sont affamés, mal vêtus, point 133

chauffés, dont 2 millions de jeunes gens sont tenus captifs, pendant des mois et des années, 134

dans des baraques de prisonniers, des camps de concentration, des bagnes ou des cachots, 135

une nation à qui ne sont offertes, comme solution et comme espérance, que le travail forcé 136

pour le compte de l'ennemi, le combat contre ses propres enfants et ses fidèles alliés, le 137

repentir d'avoir osé se dresser face aux frénésies conquérantes d'Hitler et le rite des 138

prosternations devant l'image du Père-la-Défaite, cette nation est nécessairement un foyer 139 couvant sous la cendre. Il n'y a pas le moindre doute que, de la crise terrible qu'elle traverse, 140

sortira, pour la nation française, un vaste renouvellement. 141

Est-il besoin de dire que ce ne sont pas les Français Libres qui ne voudraient jamais contrarier 142

une telle transformation ? Bien au contraire, ils prétendent être, par excellence, en mesure d'y 143

contribuer par l'exemple qu'ils donnent de leur union et de leur dévouement au service de la 144

patrie et par le fait qu'eux-mêmes se font un cœur et un esprit nouveaux. Nous savons que 145

l'immense majorité des Français, dans laquelle nous nous comptons, a définitivement 146

condamné, à la fois les abus anarchiques d'un régime en décadence, ses gouvernements 147

d'apparence, sa justice influencée, ses combinaisons d'affaires, de prébendes et de 148

privilèges, et l'affreuse tyrannie des maîtres esclaves de l'ennemi, leurs caricatures de lois, 149

leur marché noir, leurs serments imposés, leur discipline par délation, leurs microphones 150

dans les antichambres. Nous tenons pour nécessaire qu'une vague grondante et salubre se 151

lève du fond de la nation et balaie les causes du désastre pêle-mêle avec l'échafaudage bâti 152 sur la capitulation. Et c'est pourquoi, l'article 2 de notre politique est de rendre la parole au 153

peuple, dès que les événements lui permettront de faire connaître librement ce qu'il veut et ce 154

qu'il ne veut pas. 155

Quant aux bases de l'édifice futur des institutions françaises, nous prétendons pouvoir les définir 156

par conjonction des trois devises qui sont celles des Français Libres. Nous disons : "Honneur et 157

Patrie," entendant par là que la nation ne pourra revivre que dans l'air de la victoire et subsister 158

que dans le culte de sa propre grandeur. Nous disons : "Liberté, Égalité, Fraternité," parce que 159

notre volonté est de demeurer fidèles aux principes démocratiques que nos ancêtres ont tirés du 160

génie de notre race et qui sont l'enjeu de cette guerre pour la vie ou la mort. Nous disons 161

"Libération" et nous disons cela dans la plus large acception du terme, car, si l'effort ne doit pas 162

se terminer avant la défaite et le châtiment de l'ennemi, il est d'autre part nécessaire qu'il ait 163

Metafora dalam..., Bintarti Mayang Sari, FIB UI, 2012

Page 80: S45671-Metafora dalam.pdf

(Lanjutan)

comme aboutissement, pour chacun des Français, une condition telle qu'il lui soit possible de 164

vivre, de penser, de travailler, d'agir, dans la dignité et dans la sécurité. Voilà l'article 3 de notre 165

politique ! 166

La route que le devoir nous impose est longue et dure. Mais peut-être le drame de la 167 guerre est-il à son point culminant ? Peut-être l'Allemagne commence-t-elle à subir, à son 168

tour, la fascination du désastre qui n'avait, longtemps, paralysé que ses ennemis ? Peut-être 169

l'Italie sera-t-elle bientôt, une fois de plus, suivant le mot de Byron : "La triste mère d'un empire 170

mort ?" Mais, quels que doivent être le terme et le prix de la victoire, nous y avons marqué la 171

place de notre patrie. Il n'y a plus maintenant, pour nous, d'autre raison, d'autre intérêt, d'autre 172

honneur, que de rester, jusqu'au bout, des Français dignes de la France. 173

Metafora dalam..., Bintarti Mayang Sari, FIB UI, 2012

Page 81: S45671-Metafora dalam.pdf

Lampiran 2 : Pidato De Gaulle pada tanggal 24 Desember 1941

Message de noël adressé aux enfants de France depuis Londres par le général de

Gaulle, 24 décembre 1941

Quel bonheur, mes enfants, de vous parler ce soir de Noël. Oh ! je sais que tout n'est pas gai, 1

aujourd'hui, pour les enfants de France. Mais je veux, cependant, vous dire des choses de fierté, 2

de gloire, d'espérance. 3

Il y avait une fois : la France ! Les nations, vous savez, sont comme des dames, plus ou moins 4

belles, bonnes et braves. Eh bien ! parmi mesdames les nations, aucune n'a jamais été plus 5

belle, meilleure, ni plus brave que notre dame la France. Mais la France a une voisine 6 brutale, rusée, jalouse : l'Allemagne. L'Allemagne, enivrée d'orgueil et de méchanceté, a 7

voulu, un beau jour, réduire en servitude les nations qui l'entouraient. Au mois d'août 1914, elle 8

s'est donc lancée à l'attaque. 9

Mais la France a réussi à l'arrêter sur la Marne, puis à Verdun. D'autres grandes nations, 10

l'Angleterre, l'Amérique, ont eu ainsi le temps d'arriver à la rescousse. Alors, l'Allemagne, dont 11

le territoire n'était nullement envahi, s'est écroulée tout à coup. Elle s'est rendue au Maréchal 12

Foch. Elle a demandé pardon. Elle a promis, en pleurant, qu'elle ne le ferait plus jamais. Il lui 13

restait d'immenses armées intactes, mais il ne s'est pas trouvé un seul Allemand, pas un seul ! 14

pour tirer même un coup de fusil après la capitulation. 15

Là-dessus, les nations victorieuses se sont séparées pour aller chacune à ses affaires. C'est ce 16

qu'attendait l'Allemagne. Profitant de cette naïveté, elle s'est organisée pour de nouvelles 17

invasions. Bientôt, elle s'est ruée de nouveau sur la France. Et, cette fois, elle a gagné la bataille. 18

L'ennemi et ses amis prétendent que c'est bien fait pour notre nation d'avoir été battue. Mais la 19

nation française, ce sont vos papas, vos mamans, vos frères, vos sœurs. Vous savez bien, vous, 20

mes enfants, qu'ils ne sont pas coupables. Si notre armée fut battue, ce n'est pas du tout parce 21

qu'elle manquait de courage, ni de discipline. C'est parce qu'elle manquait d'avions et de chars. 22

Or, à notre époque, tout se fait avec des machines, et les victoires ne peuvent se faire qu'avec les 23

avions, les chars, les navires, qui sont les machines de la guerre. Seulement, malgré cette défaite, 24

il y a toujours des troupes françaises, des navires de guerre et des navires marchands français, 25

des escadrilles françaises, qui continuent le combat. Je puis même vous dire qu'il y en a de plus 26

en plus et qu'on parle partout dans le monde de ce qu'ils font pour la gloire de la France. 27

Pensez à eux, priez pour eux, car il y a là, je vous assure, de très bons et braves soldats, marins 28

et aviateurs, qui auront à vous raconter des histoires peu ordinaires quand ils seront rentrés chez 29

eux. Or, ils sont sûrs d'y rentrer en vainqueurs, car nos alliés, les Anglais et les Russes, ont 30

maintenant des forces très puissantes, sans compter celles que préparent nos alliés les 31

Américains. Toutes ces forces, les Allemands n'ont plus le temps de les détruire, parce que, 32

maintenant, en Angleterre, en Russie, en Amérique, on fabrique d'immenses quantités d'avions, 33

de chars, de navires. Vous verrez un jour toute cette mécanique écraser les Allemands 34

découragés et, à mesure qu'ils reculeront sur notre territoire, vous verrez se lever de nouveau une 35

grande armée française. 36

Metafora dalam..., Bintarti Mayang Sari, FIB UI, 2012

Page 82: S45671-Metafora dalam.pdf

(Lanjutan)

Message de noël adressé aux enfants de France depuis Londres par le général de

Gaulle, 24 décembre 1941

Quel bonheur, mes enfants, de vous parler ce soir de Noël. Oh ! je sais que tout n'est pas gai, 1

aujourd'hui, pour les enfants de France. Mais je veux, cependant, vous dire des choses de fierté, 2

de gloire, d'espérance. 3

Il y avait une fois : la France ! Les nations, vous savez, sont comme des dames, plus ou moins 4

belles, bonnes et braves. Eh bien ! parmi mesdames les nations, aucune n'a jamais été plus 5

belle, meilleure, ni plus brave que notre dame la France. Mais la France a une voisine 6 brutale, rusée, jalouse : l'Allemagne. L'Allemagne, enivrée d'orgueil et de méchanceté, a 7

voulu, un beau jour, réduire en servitude les nations qui l'entouraient. Au mois d'août 1914, elle 8

s'est donc lancée à l'attaque. 9

Mais la France a réussi à l'arrêter sur la Marne, puis à Verdun. D'autres grandes nations, 10

l'Angleterre, l'Amérique, ont eu ainsi le temps d'arriver à la rescousse. Alors, l'Allemagne, dont 11

le territoire n'était nullement envahi, s'est écroulée tout à coup. Elle s'est rendue au Maréchal 12

Foch. Elle a demandé pardon. Elle a promis, en pleurant, qu'elle ne le ferait plus jamais. Il lui 13

restait d'immenses armées intactes, mais il ne s'est pas trouvé un seul Allemand, pas un seul ! 14

pour tirer même un coup de fusil après la capitulation. 15

Là-dessus, les nations victorieuses se sont séparées pour aller chacune à ses affaires. C'est ce 16

qu'attendait l'Allemagne. Profitant de cette naïveté, elle s'est organisée pour de nouvelles 17

invasions. Bientôt, elle s'est ruée de nouveau sur la France. Et, cette fois, elle a gagné la bataille. 18

L'ennemi et ses amis prétendent que c'est bien fait pour notre nation d'avoir été battue. Mais la 19

nation française, ce sont vos papas, vos mamans, vos frères, vos sœurs. Vous savez bien, vous, 20

mes enfants, qu'ils ne sont pas coupables. Si notre armée fut battue, ce n'est pas du tout parce 21

qu'elle manquait de courage, ni de discipline. C'est parce qu'elle manquait d'avions et de chars. 22

Or, à notre époque, tout se fait avec des machines, et les victoires ne peuvent se faire qu'avec les 23

avions, les chars, les navires, qui sont les machines de la guerre. Seulement, malgré cette défaite, 24

il y a toujours des troupes françaises, des navires de guerre et des navires marchands français, 25

des escadrilles françaises, qui continuent le combat. Je puis même vous dire qu'il y en a de plus 26

en plus et qu'on parle partout dans le monde de ce qu'ils font pour la gloire de la France. 27

Pensez à eux, priez pour eux, car il y a là, je vous assure, de très bons et braves soldats, marins 28

et aviateurs, qui auront à vous raconter des histoires peu ordinaires quand ils seront rentrés chez 29

eux. Or, ils sont sûrs d'y rentrer en vainqueurs, car nos alliés, les Anglais et les Russes, ont 30

maintenant des forces très puissantes, sans compter celles que préparent nos alliés les 31

Américains. Toutes ces forces, les Allemands n'ont plus le temps de les détruire, parce que, 32

maintenant, en Angleterre, en Russie, en Amérique, on fabrique d'immenses quantités d'avions, 33

de chars, de navires. Vous verrez un jour toute cette mécanique écraser les Allemands 34

découragés et, à mesure qu'ils reculeront sur notre territoire, vous verrez se lever de nouveau une 35

grande armée française. 36

Metafora dalam..., Bintarti Mayang Sari, FIB UI, 2012

Page 83: S45671-Metafora dalam.pdf

(Lanjutan)

Mes chers enfants de France, vous avez faim, parce que l'ennemi mange notre pain et notre 37

viande. Vous avez froid, parce que l'ennemi vole notre bois et notre charbon, vous souffrez, 38

parce que l'ennemi vous dit et vous fait dire que vous êtes des fils et des filles de vaincus. Eh 39

bien ! moi, je vais vous faire une promesse, une promesse de Noël. Chers enfants de France, 40

vous recevrez bientôt une visite, la visite de la Victoire. Ah! comme elle sera belle, vous 41

verrez !.. 42

43

Metafora dalam..., Bintarti Mayang Sari, FIB UI, 2012