Upload
others
View
2
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
Pikiran Rakyato Selasa 0 Rabu 0 Kamis . Jumat
4 5 6 7 8 9 10 @20 21 22 23 24 25 26
o Mar OApr OMei OJun OJul 0 Ags'
o Sabtu 0 Mlnggu12 13 14 15 16
27 28 29 30 31
OSepOOkt 0 Nav. Des
Rivalitas PTN -PTS--- -- - - --- - '< "--- ~ -'--'-" -
D IBUKANYA keranotonomi sejak bebe-rapa tahun lalu,
membuat perguruan tinggi ne-geri (PTN) lebih leluasa dalammembenahi diri untuk terusmeningkatkan pelayanan.Langkah pragmatis yang dila-kukan adalah penerimaan ma-hasiswa baru lewat saringanmandiri. Meski rasionya rela-tiflebih kecil darijumlah ma-hasiswa baru yang diterima le-wat saringan nasional, langkahini cukup membantu keuanganPTN yang dulu hanya mengan-dalkan dana dari pemerintah.
Imbasnya, masyarakat me-rasakan lonjakan biaya pendi-dikan yang signifikan di PTN,terutama mereka yang masuklewat saringan mandiri. Biayayang harus dikeluarkan ketikapertama kali masuk, tidakjauhberbeda dengan biaya pendi-dikan di perguruan tinggiswasta (PTS), bahkan ada yangmelampauinya. PTN yang du-lu menjadi harapan bagi calonmahasiswa berprestasi darikalangan menengah ke bawah,kini menuntut orang tua me-reka merogoh kocek lebih da-lam.
Kondisi itu, logikanya bisamenjadi peluang baru bagiPTS untuk menampung calonmahasiswa yang tidak diteri-ma di PTN. Terlebih denganbiaya pendidikan yang tidakjauh berbeda seperti dulu, PTStidak lagi dip an dang sebagaiinstitusi yang hanya mencariuang semata, karena notabenePTS memang menampunghingga 70 persen mahasiswadi negara ini. Kenyataan di la-pangan, masyarakat tetap sajamenganggap PTN lebih baikdibandingkan dengan PTS. Di-dukung dengan pendanaanyang dibantu pemerintah, kua-litas rTN !~~tu!!ya d~nilai le-
bih baik oleh masyarakat. Ter-lebih masyarakat kita memangmasih dinilai "negeri minded",yaitu orang tua merasa banggadan percaya bahwajika anak-nya masuk sekolah atau uni-versitas negeri, masa depan-nya akan cerah.
Suatu pemikiran konvensio-nal yang tidak bisa dimungkirimenjadikan PTS sebagai pilih-an kedua setelah PTN. Setidak-
nyaituyangdiungkap~ Heri .
(20), mahasiswa salah satuPTN di Bandung. "Sebenarnya,orang tua saya bilang siapmembiayai kuliah saya di ma-na saja. Namun, saya memilihPTN, karena dari dulu prestise-nya lebih tinggi di mata masya-rakat dan pasar keIja," ujarnya.
Pemikiran seperti itu mem-buat setiap tahun, peminatPTN dari saringan nasionalmaupun saringan mandiri te-tap membludak. Akibatnya,beberapa PTN terpaksa mene-rima mahasiswa baru sedikitmelebihi kuota yang merekatetapkan di awal. Meski begitu,tetap saja ribuan pendaftar te-tap tidak diterima, karena ke-terbatasan kapasitas yang di-miliki PTN.
Hal itu kemudian dilansirbeberapa pihak sebagai penye-bab menurunnya minat calonmahasiswa ke PTS dalam ku-run waktu beberapa tahun ter-akhir. Data di Koordinasi Per-guruan Tinggi Swasta (Koper-tis) Wilayah IV Jabar dan Ban-ten berbicara jelas mengenaihal ini. Menurut KoordinatorKopertis Wilayah IV Jabar danBanten, Abdul Hakim Halim,dalam satu tahun terakhir,jumlah pendaftar pada 20-30persen PTS di Jabar dan Ban-ten, mengalami penurunan sig-nifikan.
Wakil Ketua Asosiasi Pegu-ruan Tinggi Swasta Indonesia(Aptisi) Pusat dan Ketua Bi-dang Organisasi Aptisi WilayahIV Jabar-Banten, M. BudiDjatmiko mengungkapkan, sa-lah satu penyebab penurunanpendaftar PTS beberapa tahunterakhir adalah adanya P~yang menerima mahasiswamelebihi kapasitas. Budi me-nyarankan, dalam kondisi eko-- -~ .~
Kliping Humas Unpad 2009
nomi yang sulit, seharusnyaada pembagian titik berat padapengembangan prodi di PTSdan PTN. Dalam hal ini, PTNlebih baik fokus pada proditeknik. Untuk ilmu sosial yangtidak perlu dana besar, biarkandikelola PTS.
Dengan demikian, Budi me-nambahkan, PTN dan PTS da-pat maju bersama dan tidakada saling tarik-menarik calonmahasiswa. Apalagi denganlangkah sebagian PTN yangmenerima mahasiswa melebihikapasitas, hal itu jelas mengu-rangi mahasiswa PTS.
Sementara itu, Ketua Asosia-si Perguruan Tinggi Swasta In-donesia (Aptisi) WIlayah IVJa-bar dan Banten, Didi Turmud-zi berpendapat, adanya renca-na pembentukan PTN barudan perubahan status PTS jadiPTN, tentunya akan semakinmemberatkan langkah PTS-PTS di JawaBara.!:, TaI},Pake-
--- - -- ---
hadiran PTNbaru saja, kondi-si PTS di Jabar dan Bantengoncang. Oleh karena itu, iamemperkirakan, sekitar 40-50persen PTS saat ini terancamkolaps.
Di sisi lain, Rektor Universi-tas Padjadjaran Ganjar Kurniamenuturkan, tidak logis jikabanyak pihak beranggapan,minimnyapeminatdiperguru-an tinggi swasta disebabkanoleh perguruan tinggi negeriyang terlalu banyak menam-pung mahasiswa. Itu karena,menurut Ganjar, PTN khusus-nya Unpad hanya menerimasekitar 8.000 mahasiswa pertahun dari 51.000 pendaftaryang masuk. "Saya sudah ber-kali-kali bilang kalau kita tidakmenerima mahasiswa secarajorjoran. Masih ada 43.000pendaftar yang tidak kita teri-ma, silakan itu diserap olehPTS," katanya.
Menurut dia, yang seharus-nya dipertanyakan, mengapayang 43.000 itu tidak maumendaftar ke perguruan tinggiswasta. Seharusnya itu yangdiperhitungkan oleh pemerin-tah dalam hal ini DirektoratPendidikan Tinggi.
Sementara itu, Ketua MajelisRektor Indonesia Djoko Santo-so menilai, rivalitas PTN danPTS sejatinya adalah hukumalam, bukan merupakan dam-pak peraturan, termasuk nanti-nya pascapemberlakuan Un-dang-Undang Badan HukumPendidikan (00 BHP). Karenapada kenyataannya selama ini,menurut dia, PTS yang berkua-litas tetap inampu bertahan.**
BELAKANGAN, Undang-Undang No. 9 Tahun 2009
Sumber: Kopertis Wi/ayah IV
tentang Badan Hukum Pendi-dikan (UU BHP) dirasa me-lengkapi penderitaan PTS. Ke-beratan terhadap UU BHPbahkan sempat diajukan Aso-siasi Badan Penyelenggara Per-guruan Tinggi Swasta Indone-sia (ABPPTSI) ke MahkamahKonstitusi (MK).
Didi Turmudzi mengatakan,UU BHP sedianya bertujuanmenghapus dikotomi antaraperguruan tinggi negeri danperguruan tinggi swasta. Na-mun, pada kenyataannya jus-tru menimbulkan diskriminasiterhadap PTS.
Menurut dia, UU BHP me-nuntut standar kompetensiyang sarna antara PTN danPTS, tetapi hanya PTN yang di-danai pemerintah. Perguruantinggi swasta (PTS) harus bisakompetitif dan menyejajatkankualitas dengan PTN, tetapi ti-dak ada satu pun pasal yangmenyebutkan pemerintah akan J
membantu pembiayaan diPTS.
Kendati demikian, Didi ma-sih melihat sisi positif. Kebi-jakan yang ada bisa membuatPTS berkurang secara kuanti-tas, tetapi meningkat dari segikualitas. Jika PTS tidak bisaberdiri sendiri, harns ada kete-laan untuk merger dan meng-hasilkan kekuatan baru yangsiap bersaing. PTS tidak bolehmati, karena hingga tahun ini,sekitar 70 persen mahasiswaIndonesia ada di PTS.
Hal senada diungkapkanAbdul Hakim Halim. Meski-pun 30 persen, PTS di Jabarterancam kolaps dalam seta-hun terakhir, tetapi masih adayang justru mengalami pe-ningkatan pendaftar.
Rektor Universitas IslamNusantara H. Didin Wahidinyang juga Wakil KetuaAsosia-si Perguruan Tinggi NahdlatulUlama (Aptinu) Indonesia me-ngatakan, selama ini perguru-an tinggi swasta hanya meng-andalkan keuangan dari ma-hasiswa. Biaya pendidikanmurah berakibat pada kualitaspendidikan yang seadanya.Hal itu seharusnya diperhati-kan pemerintah. Akses pendi-dikan itu harus dibuka sele-bar-Iebarnya, dan seharusnyaPTN-PTN ini diabdikan untukmasyarakat melalui biaya pen-didikan yang murah. "Yang ki-ta lihat sekarang biaya PTNjustru jauh lebih mahal daribiaya di PTS," katanya.
Terlepas dasar kebijakanyang dibuat pemerintah dankeberatan yang diajukan olehpihak-pihak yang merasa ku-rang diuntungkan. Setidaknyadua hal harus menjadi soro-tan. Bagaimanapun PTN tetapharus memiliki kemudahanakses guna meningkatkan ang-ka partisipasi kasar (APK)pendidikan tinggi Indonesiayang barn mencapai 17persen.Di lain pihak, PTS sedianyamenjadikan masalah yang adasebagai tantangan untuk terusQleningkatkan Ia.l~t~_d~I.!..E.e~
-- --
Sumber: Kopert;s.
-layanan, karena diakui atau ti-dak, PTS tetap menampunghampir,tiga perempatjumlahmahasiswa negeri ini. Djokoyang juga Rektor Institut Tek-nologi Bandung itu menyebut-kan Universitas Parahyangan,Universita~ Maranatha, danUniversitas Pasundan sebagaibukti PTS yang sampai seka-rang masih berdiri. Intinyaadalah, jika perguruan tinggiitu dinilai buruk oleh masyara-kat, pasti tidak akan ada yangmau menempuh pendidikan disana.
Untuk tetap hidup, kata Djo-ko, mau tidak mau perguruantinggi memang harns bersaing.Namun dalam konsep globali-sasi, dia menilai yang terpen-ting adalah tetap menjaga ker-ja sarna walaupun berada da-lam arena persaingan. Persa-ingan dan ketahanan sebuahperguruan tinggi sebenarnyabukanlah terhadap sesamaPTN atau PTS, atau antara ke-duanya, melainkan terhadapkemajuan zaman.
Sementara itu, Didi menilai,kebijakan-kebijakan yang dike-luarkan pemerintah terkait de-ngan perguruan tinggi saat inibagaikan dua sisi mata uang.Di satu sisi, sepertinya peme-rintah ingin mengurangi jum-lah PTS yang ada sehingga ek-sistensi mereka tak henti dibe-ri batu sandungan. Hal ini se-harusnya diperhatikan peme-rintah karena akses pendidikanitu harns dibuka selebar-Iebar-nya, dan seharusnya PTN-PTNini diabdikan untuk masyara-kat melalui biaya pendidikanyang murah. "Yang kita lihatsekarang-biaya PTN justru jauhlebih mahal dari biaya di PTS,"tuturnya. (HandrijNurya-nij AmaIiyaj"PR)***- -