Upload
rofa-yulia-azhar
View
918
Download
8
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Sabun Dan Deterjen, Sejarah Penemuan Sabun dan Deterjen, Proses Pembuatan Sabun, Mekanisme Kerja Sabun dan Deterjen, Perkembangan Jenis dan Macam Sabun, Cara Membuat Deterjen, Perbedaan Sabun dengan Deterjen, Dampak Negatif Sabun dan Deterjen
Citation preview
Sabun
Disusun pada tanggal
diajukan untuk memenuhi salah satu tugas
mata kuliah Kimia
dibimbing oleh
NamaNIMFakultas Tarbiyah dan Keguruan
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SUNAN GUNUNG DJATI
20
n dan DetergeMAKALAH
Disusun pada tanggal 25 Maret 2011
diajukan untuk memenuhi salah satu tugas
mata kuliah Kimia Industri di prodi
Pendidikan Kimia semester 6
dibimbing oleh Dr. Siti Suryaningsih, M.Pd.
Oleh: Nama : Rofa Yulia Azhar NIM : 208 204 137 Fakultas Tarbiyah dan Keguruan
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SUNAN GUNUNG DJATI
BANDUNG
2011 M/1423 H
en
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah Sabun merupakan zat yang digunakan untuk membersihkan baju dan
peralatan lainnya. Sabun bisa dikatakan sebagai bahan kimia sintetik yang paling umum. Fungsi utama sabun yang dapat melarutkan minyak membuatnya sangat dikagumi karena dapat membersihkan kotoran yang terikat pada minyak dan yang tidak dapat dibilas oleh air.
Sabun adalah surfaktan yang biasanya berbentuk padatan tercetak yang
disebut padatan. Walaupun pada perkembangannya sabun telah ada yang berbentuk cairan dengan segala kelebihannya, tetapi tetap saja sabun berbentuk batangan lebih populer dan sering digunakan karena faktor sejarah dan bentuk umumnya. Jika diterapkan pada suatu permukaan, air bersabun secara efektif mengikat partikel dalam suspensi mudah dibawa oleh air bersih.
Umumnya, sabun terbuat dari campuran garam natrium atau kalium dari asam lemak yang direaksikan dengan alkali (seperti NaOH atau KOH) pada suhu yang relatif tinggi (800C-1000C) melalui suatui proses yang dikenal sebagai proses saponifikasi. Secara tradisional, alkali yang digunakan berasal dari pembakaran senyawa nabati atau dengan kata lain
bisa digunakan arang/abu sebagai sumber alkali.
1.2 Rumusan Masalah Dalam menyusun makalah ini penyusun menyesuaikan isi makalah
dengan situasi dan kondisi serta tuntutan yang relevan bagi kehidupan yang
berkaitan dengan aspek ilmu pengetahuan dan teknologi. Tujuan utama dari penyusunan makalah ini adalah:
Bagaimana sejarah penemuan sabun dan detergent? Bagaimana cara kerja sabun dan detergent?
2
Bagaimana cara membuat sabun? Apa manfaat dan kegunaan sabun dan detergent? Bagaimana cara memilih sabun dan detergent yang baik?
3
BAB II
PEMBAHASAN
1.1 Sejarah Penemuan Sabun dan Detergent Sabun berkaitan erat dengan kebersihan. Jika ditinjau dari aspek sejarah,
kebersihan mulai dipelajari manusia sejak manusia mengenal air yaitu pada saat awal mula manusia hidup di bumi. Mereka bertempat tinggal di dekat sungai, dan minimal mereka belajar membilas lumpur dari tangannya.
Benda mirip sabun ditemukan di dalam benda yang berbentuk tabung pada saat penggalian di situs Babilonia kuno. Benda itu diperkirakan dibuat pada 2800 SM.
Istilah saponifikasi dalam literatur berarti soap making. Akar kata sapo yang dalam bahasa latin yang artinya sabun. Dalam salah satu legenda Romawi kuno (2800 SM), kata soap untuk sabun berasal dari kata Sapo yang merupakan nama gunung. Gunung Sapo merupakan tempat dimana hewan disembelih untuk dikorbankan kepada para dewa dalam acara keagamaan. Lemak yang berasal dari hewan yang telah mati bercampur dengan abu atau arang sisa pembakaran sehingga menghasilkan emulsi yang sekarang kita kenal dengan nama sabun (soap).
Ketika hujan turun, lemak dan abu kayu atau arang yang telah bercampur mengalir ke Sungai Tiber yang berada di bawah Gunung Sapo. Ketika orang-orang mencuci di Sungai Tiber mereka mendapati air tersebut berbusa ketika bersentuhan dengan pakaian mereka. Hasilnya cukup ajaib, lemak dan kotoran lebih mudah terangkat.
Namun sumber lain menyatakan bahwa nama atau istilah sapo berasal dari -advertising-bath-soap Bukit Sapo di Italia di zaman Romawi kuno, meskipun ceritanya mirip dengan cerita di atas, yaitu tentang adanya lemak
binatang persembahan yang bercampur abu mengalir turun ke tanah liat di tepian sungai Tiber. Para perempuan mendapatkan bahwa cucian mereka
menjadi lebih bersih tanpa harus mengeluarkan banyak tenaga. dengan menggunakan tanah liat ini untuk mencuci pakaiannya. Bangsa Yunani kuno
mandi karena alasan estetika tanpa memakai sabun. Tetapi mereka membersihkan tubuh mereka dengan gumpalan tanah liat, pasir, batu apung
4
dan abu, lalu melumuri badannya dengan minyak dan mengerik lepas minyak dan tanah tersebut dengan alat yang terbuat dari logam yang dinamakan strigil. Mereka juga memakai minyak dicampur abu. Mencuci pakaian dilakukan di sungai tanpa sabun.
Bangsa Jerman dan Gaul kuno juga dikatakan menemukan suatu substansi yang dinamakan sabun, terbuat dari lemak lembu dan abu, yang
mereka pakai untuk mencat rambut agar berwarna merah Sejalan dengan majunya peradaban Romawi, cara mandi pun menjadi
lebih maju pula. Tempat mandi umum Romawi pertama yang terkenal, yang airnya disalurkan melalui jaringan perpipaan/saluran, dibangun kira-kira pada 312 S.M. Tempat mandinya mewah dan menjadi sangat populer. Menjelang abad kedua Masehi, Galen tabib Yunani yang terkenal, menganjurkan sabun untuk pengobatan maupun alat pembersih.
RomanBathMenurut Gaius atau lebih dikenal sebagai Pliny the Elder
seorang punjangga dan filosof naturalis di abad 1 M, bangsa Phoenisia membuat sabun dari lemak kambing dan abu kayu pada 600 S.M dan terkadang menggunakannya sebagai komoditas untuk barter dengan bangsa Gaul. Kata sabun petama kali muncul di bahasa Eropa di dalam buku Pliny
the Elder berjudul Historia Naturalis, yang menguraikan tentang pembuatan sabun dari lemak dan abu, namun penggunaan yang disebutkannya hanya
sebagai jeli untuk rambut; dalam nada yang tidak setuju disebutkannya bahwa di antara bangsa Gaul dan Jerman, lebih banyak kaum lelaki yang
menggunakannya daripada perempuan. Sabun dikenal luas di zaman kekaisaran Romawi; apakah bangsa
Romawi belajar memakai dan membuatnya dari orang-orang dari Laut Tengah kuno atau dari bangsa Keltik, penduduk wilayah Britannia, tidaklah
diketahui pasti. Bangsa Romawi kuno di abad 1 M menggunakan air seni (urine) untuk membuat substansi seperti sabun. Urine mengandung ammonium karbonat yang bereaksi dengan minyak dan lemak dari wol menghasilkan saponifikasi parsial. Orang-orang yang disebut sebagai fullones
5
mondar mandir di jalanan kota mengumpulkan urine untyuk dijual ke para pembuat sabun.
Bangsa Keltik, yang membuat sabun dari lemak binatang dan abu tanaman menamakan hasil produksinya sebagai saipo, yang menjadi asal kata soap. Peranan penting sabun untuk mencuci dan membersihkan tampaknya belum diketahui sampai abad ke 2 M; Galen, tabib bangsa Yunani
menyebutnya sebagai obat dan alat pembersih tubuh. Pada zaman dahulu sabun dipakai sebagai obat medis.
Kejatuhan kekaisaran Roma tahun 467 M menurunkan pula kebiasaan mandi rakyatnya, sampai-sampai sebagian besar benua Eropa merasakan akibat dari kejorokan mereka terhadap kesehatan masyarakat. Lingkungan hidup dan kebersihan diri yang jorok ini mempunyai andil besar pada terjadi wabah besar penyakit pes di Abad Pertengahan, yang disebut sebagai Black Death di abad ke 14. Diperkirakan 30%-50% penduduk Eropa meninggal oleh wabah tersebut. Kebersihan diri dan kebiasaan mandi baru kembali ke sebagian besar Eropa pada abad ke 17.
Namun, masih ada bangsa pada abad pertengahan yang tetap mementingkan Know + your + Bath + Soap kebersihandiri. Mandi setiap hari
sudah umum dilakukan di Jepang pada Abad Pertengahan. Juga di Eslandia, kolam yang dihangatkan dengan air dari sumber air panas merupakan tempat
ngerumpi yang beken setiap Sabtu malam. Pembuatan sabun menjadi kerajinan yang mapan di Eropa pada abad ke
7. Berbagai perkumpulan para pembuat sabun menjaga rapat rahasia mereka. Minyak atau lemak binatang dan nabati digunakan bersama dengan abu
tumbuh-tumbuhan, dengan diberi pewangi. Secara bertahap berbagai jenis sabun diciptakan untuk bercukur dan keramas, mandi serta mencuci.
Detergen pertama yang dihasilkan, berasal dari natrium laurel sulfat (NSL) (proses produksi mahal) , kemudian dihasilkan detergen dengan menggunakan alkyl benzene sulfonat (ABS) (molekul ABS ini tidak dapat dipecahkan oleh mikroorganime). Setelah itu dengan menggunakan Linear alkyl sulfonat (LAS) (biodegradable tetapi dapat membentuk fenol). Pada
6
akhirnya, tahun 1916 Fritz Gunther seorang ilmuwan Jerman berhasil menemukan surfaktan sintetis dalam detergen.
1.2 Proses Pembuatan Sabun Kata saponifikasi atau saponify berarti membuat sabun (Latin sapon, =
sabun dan fy adalah akhiran yang berarti membuat). abun dibuat dari proses saponifikasi lemak hewan (tallow) dan dari minyak. Gugus induk lemak disebut fatty acids yang terdiri dari rantai hidrokarbon panjang (C-12 sampai C18) yang berikatan membentuk gugus karboksil. Asam lemak rantai pendek jarang digunakan karena menghasilkan sedikit busa. Reaksi penyabunan (saponifikasi) dengan menggunakan alkali adalah adalah reaksi trigliserida dengan alkali (NaOH atau KOH) yang menghasilkan sabun dan gliserin. Reaksi penyabunan dapat ditulis sebagai berikut :
C3H5(OOCR)3 + 3 NaOH -> C3H5(OH)3 + 3 NaOOCR
Reaksi pembuatan sabun atau saponifikasi menghasilkan sabun sebagai
produk utama dan gliserin sebagai produk samping. Gliserin sebagai produk samping juga memiliki nilai jual. Sabun merupakan garam yang terbentuk dari asam lemak dan alkali. Sabun dengan berat molekul rendah akan lebih
mudah larut dan memiliki struktur sabun yang lebih keras. Sabun memiliki kelarutan yang tinggi dalam air, tetapi sabun tidak larut menjadi partikel yang lebih kecil, melainkan larut dalam bentuk ion.
Gambar 1. Simulasi proses pembuatan sabun
7
reaksi asam lemak dengan metal/logam akan menghasilkan metallic soap.
Reaksi :
O
2R C OH + ZnO -------> (RCOO)2 Zn + H2O
O O || ||
2R C OH + NaOH ----------> 2 R C ONa + H2O caustic soda sabun (keras)
O O || || R C OH + KOH ----------> 2R C OK + H2O caustic potash sabun (lunak)
O O CO2 || ||
2R C OH + Na2CO3 ----------> 2R C ONa + H2CO3
H20 Natrium karbonat sabun asam karbonat
Pemanasan H2CO3 akan menimbulkan CO2 (busa) + H2O.
Untuk memperoleh kembali asam lemak, sabun yang terbentuk direaksikan dengan HCl.
O O || ||
R C ONa + HCl ----------> R C OH + NaCl Sabun asam lemak
Sabun pada umumnya dikenal dalam dua wujud, sabun cair dan sabun padat. Perbedaan utama dari kedua wujud sabun ini adalah alkali yang digunakan dalam reaksi pembuatan sabun. Sabun padat menggunakan natrium hidroksida/soda kaustik (NaOH), sedangkan sabun cair
8
menggunakan kalium hidroksida (KOH) sebagai alkali. Selain itu, jenis minyak yang digunakan juga mempengaruhi wujud sabun yang dihasilkan. Minyak kelapa akan menghasilkan sabun yang lebih keras daripada minyak kedelai, minyak kacang, dan minyak biji katun.
Bahan Baku: Minyak/Lemak Minyak/lemak merupakan senyawa lipid yang memiliki struktur berupa
ester dari gliserol. Pada proses pembuatan sabun, jenis minyak atau lemak yang digunakan adalah minyak nabati atau lemak hewan. Perbedaan antara minyak dan lemak adalah wujud keduanya dalam keadaan ruang. Minyak akan berwujud cair pada temperatur ruang ( 28C), sedangkan lemak akan berwujud padat.
Minyak tumbuhan maupun lemak hewan merupakan senyawa trigliserida. Trigliserida yang umum digunakan sebagai bahan baku
pembuatan sabun memiliki asam lemak dengan panjang rantai karbon antara 12 sampai 18. Asam lemak dengan panjang rantai karbon kurang dari 12 akan menimbulkan iritasi pada kulit, sedangkan rantai karbon lebih dari 18 akan membuat sabun menjadi keras dan sulit terlarut dalam air. Kandungan asam lemak tak jenuh, seperti oleat, linoleat, dan linolenat yang terlalu banyak akan menyebabkan sabun mudah teroksidasi pada keadaan atmosferik sehingga
sabun menjadi tengik. Asam lemak tak jenuh memiliki ikatan rangkap sehingga titik lelehnya lebih rendah daripada asam lemak jenuh yang tak memiliki ikatan rangkap, sehingga sabun yang dihasilkan juga akan lebih lembek dan mudah meleleh pada temperatur tinggi.
Jenis-jenis Minyak atau Lemak Jumlah minyak atau lemak yang digunakan dalam proses pembuatan
sabun harus dibatasi karena berbagai alasan, seperti : kelayakan ekonomi, spesifikasi produk (sabun tidak mudah teroksidasi, mudah berbusa, dan mudah larut), dan lain-lain. Beberapa jenis minyak atau lemak yang biasa dipakai dalam proses pembuatan sabun di antaranya :
9
1. Tallow. Tallow adalah lemak sapi atau domba yang dihasilkan oleh industri pengolahan daging sebagai hasil samping. Kualitas dari tallow ditentukan dari warna, titer (temperatur solidifikasi dari asam lemak), kandungan FFA, bilangan saponifikasi, dan bilangan iodin. Tallow
dengan kualitas baik biasanya digunakan dalam pembuatan sabun mandi dan tallow dengan kualitas rendah digunakan dalam pembuatan sabun
cuci. Oleat dan stearat adalah asam lemak yang paling banyak terdapat dalam tallow. Jumlah FFA dari tallow berkisar antara 0,75-7,0 %. Titer pada tallow umumnya di atas 40C. Tallow dengan titer di bawah 40C dikenal dengan nama grease.
2. Lard. Lard merupakan minyak babi yang masih banyak mengandung asam lemak tak jenuh seperti oleat (60 ~ 65%) dan asam lemak jenuh seperti stearat (35 ~ 40%). Jika digunakan sebagai pengganti tallow, lard harus dihidrogenasi parsial terlebih dahulu untuk mengurangi
ketidakjenuhannya. Sabun yang dihasilkan dari lard berwarna putih dan mudah berbusa.
3. Palm Oil (minyak kelapa sawit). Minyak kelapa sawit umumnya digunakan sebagai pengganti tallow. Minyak kelapa sawit dapat diperoleh
dari pemasakan buah kelapa sawit. Minyak kelapa sawit berwarna jingga kemerahan karena adanya kandungan zat warna karotenoid sehingga jika akan digunakan sebagai bahan baku pembuatan sabun harus dipucatkan terlebih dahulu. Sabun yang terbuat dari 100% minyak kelapa sawit akan bersifat keras dan sulit berbusa. Maka dari itu, jika akan digunakan sebagai bahan baku pembuatan sabun, minyak kelapa sawit harus
dicampur dengan bahan lainnya. 4. Coconut Oil (minyak kelapa). Minyak kelapa merupakan minyak nabati
yang sering digunakan dalam industri pembuatan sabun. Minyak kelapa berwarna kuning pucat dan diperoleh melalui ekstraksi daging buah yang dikeringkan (kopra). Minyak kelapa memiliki kandungan asam lemak jenuh yang tinggi, terutama asam laurat, sehingga minyak kelapa tahan
10
terhadap oksidasi yang menimbulkan bau tengik. Minyak kelapa juga memiliki kandungan asam lemak kaproat, kaprilat, dan kaprat.
5. Palm Kernel Oil (minyak inti kelapa sawit). Minyak inti kelapa sawit diperoleh dari biji kelapa sawit. Minyak inti sawit memiliki kandungan asam lemak yang mirip dengan minyak kelapa sehingga dapat digunakan sebagai pengganti minyak kelapa. Minyak inti sawit memiliki kandungan
asam lemak tak jenuh lebih tinggi dan asam lemak rantai pendek lebih rendah daripada minyak kelapa.
6. Palm Oil Stearine (minyak sawit stearin). Minyak sawit stearin adalah minyak yang dihasilkan dari ekstraksi asam-asam lemak dari minyak sawit dengan pelarut aseton dan heksana. Kandungan asam lemak terbesar dalam minyak ini adalah stearin.
7. Marine Oil. Marine oil berasal dari mamalia laut (paus) dan ikan laut. Marine oil memiliki kandungan asam lemak tak jenuh yang cukup tinggi, sehingga harus dihidrogenasi parsial terlebih dahulu sebelum digunakan sebagai bahan baku.
8. Castor Oil (minyak jarak). Minyak ini berasal dari biji pohon jarak dan digunakan untuk membuat sabun transparan.
9. Olive oil (minyak zaitun). Minyak zaitun berasal dari ekstraksi buah zaitun. Minyak zaitun dengan kualitas tinggi memiliki warna kekuningan.
Sabun yang berasal dari minyak zaitun memiliki sifat yang keras tapi lembut bagi kulit.
10. Campuran minyak dan lemak. Industri pembuat sabun umumnya membuat sabun yang berasal dari campuran minyak dan lemak yang
berbeda. Minyak kelapa sering dicampur dengan tallow karena memiliki sifat yang saling melengkapi. Minyak kelapa memiliki kandungan asam
laurat dan miristat yang tinggi dan dapat membuat sabun mudah larut dan berbusa. Kandungan stearat dan dan palmitat yang tinggi dari tallow akan memperkeras struktur sabun.
11
Bahan Baku: Alkali Jenis alkali yang umum digunakan dalam proses saponifikasi adalah
NaOH, KOH, Na2CO3, NH4OH, dan ethanolamines. NaOH, atau yang biasa dikenal dengan soda kaustik dalam industri sabun, merupakan alkali yang
paling banyak digunakan dalam pembuatan sabun keras. KOH banyak digunakan dalam pembuatan sabun cair karena sifatnya yang mudah larut
dalam air. Na2CO3 (abu soda/natrium karbonat) merupakan alkali yang murah dan dapat menyabunkan asam lemak, tetapi tidak dapat menyabunkan trigliserida (minyak atau lemak).
Ethanolamines merupakan golongan senyawa amin alkohol. Senyawa tersebut dapat digunakan untuk membuat sabun dari asam lemak. Sabun yang dihasilkan sangat mudah larut dalam air, mudah berbusa, dan mampu
menurunkan kesadahan air. Sabun yang terbuat dari ethanolamines dan minyak kelapa menunjukkan sifat mudah berbusa tetapi sabun tersebut lebih umum digunakan sebagai sabun industri dan deterjen, bukan sebagai sabun rumah tangga. Pencampuran alkali yang berbeda sering dilakukan oleh industri sabun dengan tujuan untuk mendapatkan sabun dengan keunggulan tertentu.
Bahan Pendukung Bahan baku pendukung digunakan untuk membantu proses
penyempurnaan sabun hasil saponifikasi (pegendapan sabun dan pengambilan gliserin) sampai sabun menjadi produk yang siap dipasarkan. Bahan-bahan tersebut adalah NaCl (garam) dan bahan-bahan aditif. 1. NaCl. NaCl merupakan komponen kunci dalam proses pembuatan sabun.
Kandungan NaCl pada produk akhir sangat kecil karena kandungan NaCl
yang terlalu tinggi di dalam sabun dapat memperkeras struktur sabun. NaCl yang digunakan umumnya berbentuk air garam (brine) atau padatan (kristal). NaCl digunakan untuk memisahkan produk sabun dan gliserin. Gliserin tidak mengalami pengendapan dalam brine karena kelarutannya
12
yang tinggi, sedangkan sabun akan mengendap. NaCl harus bebas dari besi, kalsium, dan magnesium agar diperoleh sabun yang berkualitas.
2. Bahan aditif. Bahan aditif merupakan bahan-bahan yang ditambahkan ke dalam sabun yang bertujuan untuk mempertinggi kualitas produk sabun sehingga menarik konsumen. Bahan-bahan aditif tersebut antara lain : Builders, Fillers inert, Anti oksidan, Pewarna,dan parfum.
No. Bahan tambahan Fungsi
1 Sodium tripolifosfat Melembutkan air dan meningkatkan sifat penghilang debu
2 Sodium perborat dan sodium meta silikat
Menurunkan ph air
3 Hidrogen peroksida Sebagai bahan pemutih dan pengurai yang Membebaskan oksigen
4 Sodium hipoklorid Sebagai bahan pemutih
5 Sodium piroborat Sebagai bahan pemutih dan melepaskan oksigen
Dari bahan pemutih 6 Sodium sulfat Meningkatkan aktivitas permukaan
7
Sodium karboksilmetil selulosa (cmc) dan Polypinyl pyrolidine (pvp)
Mencegah dan menghentikan redeposisi Debu pada pakaian yang dicuci
8 Karbonat
Memberikan alkalinitas yang tinggi dan Melembutkan air dengan endapan kalsium dan magnesium karbonat
9
Gula
Gula yang ditambahkan yaitu gula tebu.
Penambahan gula berfungsi sebagai
pembersih sabun (membuat sabun
kelihatan lebih terang), sebagai
antibakeria, sebagai pelembut, dan
13
memperbanyak busa
(improve lathering). Gula tidak akan larut
apabila larutan alkali dan lemak telah
dicampurkan.
10 Gliserin berfungsi sebagai pelarut
11 Alkohol Untuk menjernihkan, yang digunakan
biasanya adalah etanol
12 Borax Untuk netralisasi dan mempertebal
(neutralizes and thickens), water softener
1.3 Mekanisme Kerja Sabun dan Detergent Fungsi utama dari sabun dan detergent sebagai zat pencuci adalah sifat
surfaktan yang terkandung di dalamnya. Surfaktan merupakan molekul yang
memiliki gugus polar yang suka air (hidrofilik) dan gugus non polar yang suka minyak (lipofilik) sekaligus, sehingga dapat mempersatukan campuran yang terdiri dari minyak dan air. Surfaktan adalah bahan aktif permukaan, yang bekerja menurunkan tegangan permukaan cairan, sifat aktif ini diperoleh dari sifat ganda molekulnya. Bagian polar molekulnya dapat bermuatan positif, negatif ataupun netral, bagian polar mempunyai
gugus hidroksil semetara bagian non polar biasanya merupakan rantai alkil yang panjang. Surfaktan pada umumnya disintesis dari turunan minyak bumi dan limbahnya dapat mencemarkan lingkungan, karena sifatnya yang sukar terdegradasi, selain itu minyak bumi merupakan sumber bahan baku yang tidak dapat diperbarui1.Surfaktan (surface active agents), zat yang dapat mengaktifkan permukaan, karena cenderung untuk terkonsentrasi pada permukaan atau antar muka. Surfaktan mempunyai orientasi yang jelas sehingga cenderung pada rantai lurus. Molekul surfaktan mempunyai dua ujung yang terpisah, yaitu ujung polar (hidrofilik) dan ujung non polar
1 Zuhrina, Masyithah. Optimasi Sintesis Surfaktan Alkanolamida Dari Asam
Laurat Dengan Dietanolamina Dan N-Metil Glukamina Secara Enzimatik
14
(hidrofobik) . Surfaktan dapat digolongkan menjadi dua golongan besar, yaitu surfaktan yang larut dalam minyak dan surfaktan yang larut dalam air.
Kinerja deterjen, khususnya surfaktannya, memiliki kemampuan yang unik untuk mengangkat kotoran, baik yang larut dalam air maupun yang tak
larut dalam air. Salah satu ujung dari molekul surfaktan bersifat lebih suka minyak atau tidak suka air, akibatnya bagian ini mempenetrasi kotoran yang
berminyak. Ujung molekul surfaktan satunya lebih suka air, bagian inilah yang berperan mengendorkan kotoran dari kain dan mendispersikan kotoran, sehingga tidak kembali menempel ke kain. Akibatnya warna kain akan dapat dipertahankan.
Jika kotoran berupa minyak atau lemak maka akan membentuk emulsi minyakair dan detergen sebagai emulgator (zat pembentuk emulsi). Sedangkan apabila kotoran yang berupa tanah akan diadsorpsi oleh detergen kemudian mambentuk suspensi butiran tanahair, dimana detergen sebagai
suspensi agent (zat pembentuk suspensi). /\/\/\/\/\/\/\/\/\/\/\/-O
ekor hidrofobik kepala hidrofilik
Gambar umum surfaktan
1. Surfaktan yang larut dalam minyak Ada tiga yang termasuk dalam golongan ini, yaitu senyawa polar berantai panjang, senyawa fluorokarbon, dan senyawa silikon.
2. Surfaktan yang larut dalam pelarut air Golongan ini banyak digunakan antara lain sebagai zat pembasah, zat
pembusa, zat pengemulsi, zat anti busa, detergen, zat flotasi, pencegah korosi, dan lain-lain. Ada empat yang termasuk dalam golongan ini, yaitu surfaktan anion yang bermuatan negatif, surfaktan yang bermuatan positif, surfaktan nonion yang tak terionisasi dalam larutan, dan surfaktan amfoter
yang bermuatan negatif dan positif bergantung pada pH-nya.
15
Surfaktan menurunkan tegangan permukaan air dengan mematahkan ikatan-ikatan hidrogen pada permukaan. Hal ini dilakukan dengan menaruh kepala-kepala hidrofiliknya pada permukaan air dengan ekor-ekor hidrofobiknya terentang menjauhi permukaan air. Sabun dapat membentuk misel (micelles), suatu molekul sabun mengandung suatu rantai hidrokarbon panjang plus ujung ion. Bagian hidrokarbon dari molekul sabun bersifat hidrofobik dan larut dalam zat-zat non polar, sedangkan ujung ion bersifat hidrofilik dan larut dalam air. Karena adanya rantai hidrokarbon, sebuah molekul sabun secara keseluruhan tidaklah benar-benar larut dalam air, tetapi dengan mudah akan tersuspensi di dalam air.
Sifat Larutan Yang Mengandung Surfaktan Larutan surfaktan dalam air menunjukkan perubahan sifat fisik yang
mendadak pada daerah konsentrasi yang tertentu. Perubahan yang mendadak
ini disebabkan oleh pembentukan agregat atau penggumpalan dari beberapa molekul surfaktan menjadi satu, yaitu pada konsentrasi kritik misel (CMC) .
Pada konsentrasi kritik misel terjadi penggumpalan atau agregasi dari molekul-molekul surfaktan membentuk misel. Misel biasanya terdiri dari 50 sampai 100 molekul asam lemak dari sabun Sifat-sifat koloid dari larutan elektrolit sodium dedosil sulfat dapat dilihat pada gambar 2, dibawah ini:
Builders Merupakan kandungan lain yang penting yang mampu meningkatkan
efisiensi surfaktan. Fungsi utamanya yaitu untuk menurunkan kesadahan air.
Adapun cara penurunan kesadahan air melalui 3 tahap : 1. Pengikatan
2. Pengendapan 3. Pertukaran ion
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi nilai cmc, untuk deret homolog surfaktan rantai hidrokarbon, nilai cmc bertambah satu atom C dalam rantai. Gugus aromatik dalam rantai hidrokarbon akan memperbesar nilai cmc dan juga memperbesar kelarutan. Adanya garam menurunkan nilai cmc surfaktan ion. Penurunan cmc hanya bergantung pada
konsentrasi ion lawan,
nya.Secara umum misel dibedakan menjadi dua, yaitu: struktur lamelar dan sterik seperti telihat pada gambar dibawah ini:
Gambar 2. Sifatsulfat
Gambar
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi nilai cmc, untuk deret homolog surfaktan rantai hidrokarbon, nilai cmc bertambah 2x dengan berkurangnya satu atom C dalam rantai. Gugus aromatik dalam rantai hidrokarbon akan memperbesar nilai cmc dan juga memperbesar kelarutan. Adanya garam menurunkan nilai cmc surfaktan ion. Penurunan cmc hanya bergantung pada
konsentrasi ion lawan, yaitu makin besar konsentrasinya makin turun cmcnya.Secara umum misel dibedakan menjadi dua, yaitu: struktur lamelar dan sterik seperti telihat pada gambar dibawah ini:
Sifat-sifat koloid dari larutan elektrolit sodium dedosil
Gambar 3. Struktur misel, (a) sterik, dan (b) lamelar
16
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi nilai cmc, untuk deret homolog 2x dengan berkurangnya
satu atom C dalam rantai. Gugus aromatik dalam rantai hidrokarbon akan memperbesar nilai cmc dan juga memperbesar kelarutan. Adanya garam menurunkan nilai cmc surfaktan ion. Penurunan cmc hanya bergantung pada
yaitu makin besar konsentrasinya makin turun cmc-nya.Secara umum misel dibedakan menjadi dua, yaitu: struktur lamelar dan
sifat koloid dari larutan elektrolit sodium dedosil
17
Karena pada cmc terjadi penggumpalan dari molekul surfaktan, maka cara penentuan cmc dapat menggunakan cara-cara penentuan besaran fisik yang menunjukkan perubahan dari keadaan ideal menjadi tak ideal. Di bawah cmc larutan menjadi bersifat ideal. Sedangkan diatasnya cmc larutan bersifat tak ideal. Besaran fisik yang dapat digunakan ialah tekanan osmosa, titik beku larutan, hantaran jenis atau hantaran ekivalen, kelarutan solubilisasi, indeks bias, hamburan cahaya, tegangan permukaan, dan tegangan antarmuka.
1.4 Perkembangan Jenis dan Macam Sabun Perkembangan Jenis Sabun
Pembuatan sabun merupakan keahlian yang umum di Eropa di abad ke-17. Minyak nabati dan hewani digunakan dengan arang tanaman, terus
dengan pewangi. Secara berangsur-angsur jenis sabun yang lebih banyak lagi menjadi tersedia untuk mencukur dan mencuci rambut, juga mandi dan mencuci.
Italia, Spanyol dan Perancis adalah pusat manufaktur pertama sabun. Orang Inggris mulai membuat sabun saat abad ke 12. Bisnis sabun sangat baik pada tahun 1622, Raja James I mengabulkan monopoli kepada pembuat sabun. Baik ke abad ke-19, sabun diberi pajak tertinggi sehingga menjadi barang mewah di beberapa negara. Ketika pajak dihapuskan, sabun menjadi tersedia untuk orang biasa, dan standar kebersihan meningkat.
Pembuatan sabun komersial di Amerika dimulai pada tahun 1608 dengan datangnya beberapa pembuat sabun yang berasal dari kapal Inggris untuk mencapai Jamestown, Virginia.
Langkah utama terhadap pembuatan sabun komersial skala besar terjadi pada tahun 1791 ketika kimiawan Perancis, Nicholas Leblanc, mematenkan proses untuk membuat abu soda, atau sodium karbonat, dari garam biasa. Abu soda adalah alkali terdapat dari abu bahwa kombinasi dari lemak ke bentuk sabun. Leblanc memproses hasil kuantitas dari kualitas baik, abu soda murah.
18
Sains dari pembuatan sabun modern lahir 20 tahun kemudian dengan pemjelajahan oleh Michel Eugene Chevreul, kimiawan Perancis lainnya, dari kimia alam and lemak yang terkait, gliserin dan asam lemak. Penelitiannya menjadi dasar untuk lemak dan bahan kimia sabun.
Juga penting kepada kemajuan dari teknologi sabun di pertengahan 1800-an penemuan oleh kimiawan Belgia, Ernest Solvay, dari proses amonia, di
mana juga menggunakan garam meja biasa, atausodium klorida, untuk membuat abu soda. Proses Solvay lebih lanjut dikurangi harga dari mendapat alkali, dan menambah kualitas dan kuantitas dari abu soda tersedia untuk manufaktur sabun.
Penjelajahan sains ini, bersama dengan pembangunan dari kekuatan untuk mengoperasikan pabrik, membuat satu pembuatan sabun di
pertunbuhan cepat industri Amerika di tahun 1850. Di waktu yang sama, ketersediaan luas mengubah sabun dari barang mewah ke kebutuhan sehari-
hari. Dengan penggunaan tersebar luas ini menjadi perkembangan dari sabun yang lebih lembut untuki mandi dan sabun untuk digunakan di dalam mesin cuci itu sudah tersedia untuk konsumen dengan pergantian abad.
Bahan kimia dari manufaktur sabun dasarnya tinggal sama sampai
tahun 1916, ketika deterjen sintetik pertama berkembang di Jerman di jawaban ke Perang Dunia I - berkaitan kekurangan lemakuntuk membuat sabun. Diketahui sekarang dengan sederhana deterjen, deterjen sintetis adalah pembersih non-sabun dan produk pembersih itu adalah menjadi satu atau mengambil bersama dari jenis bahan mentah. Penjelajahan dari deterjen juga diterbangkan oleh kebutuhan untuk alat kebersihan itu, tidak seperti sabun,
tidak akan dikombinasi dengan garam mineral di air untuk membentuk sesuatu yang tidak dapat dipecahkan diketahui itu adalah dadih sabun.
Produksi deterjen rumah tangga di Amerika Serikat dimulai di awal tahun 1930-an, tetapi tidak benar-benar membuka sampai akhir Perang Dunia II. Waktu perang berhentinya persediaan lemak danminyak juga militer membutuhkan untuk alat kebersihan itu akan bekerja di
19
air laut kaya mineral dan di air dingin mempunyai lebih lanjut merangsang meneliti di deterjen.
Deterjen pertama digunakan terutama untuk mencuci piring dan mencuci baju bahan lembut. Penerobosan di perkembangan dari detergen untuk mencuci baju serba guna digunakan muncul pada tahun 1946, ketika deterjen pembangun (berisi surfaktan/kombinasi pembangun)dikenalkan di Amerika Serikat. Surfaktan adalah produk deterjen bahan pembersih dasar, saat pembangun membantu surfaktan untuk bekerja lebih efisien. Senyawa fosfat digunakan sebagai pembangun di detergen ini sangat meningkat perfomanya, membuat mereka cocok untuk mencuci baju dengan tingkat kekotoran berat.
Di tahun 1953, penjualan deterjen di negara ini memiliki itu melebihi sabun. Kini, detergen memiliki semua tetapi menggantikan produk dengan
dasar sabun untuk mencuci baju, mencuci piring dan pembersih rumah tangga. Deterjen (sendiri atau berkombinasi dengan sabun) adalah juga penemuan di banyak dari penggunaan batangan dan cair untuk pembersih pribadi.
Sejak prestasi di deterjen dan bahan kimia pembangun itu, aktivitas produk baru memiliki lanjutan utntuk fokus ke membangun produk pembersih praktis dan mudah untuk digunakan, juga menyelamatkan konsumen dan untuk lingkungan. Berikut ini ringkasan
beberapa penemuan: 1950-an Pencuci piring otomatis bubuk Sabun pencuci baju cair, pencuci piring tangan
dan produk pembersih serba guna Deterjen dengan pemutih oksigen 1960an Pencuci kotoran dan penghilang noda Bubuk pencuci baju dengan enzim Prarendam dengan enzim
20
1970an Sabun cuci tangan cair Pelembut kain (ditambah lembaran dan putaran cuci) Produk multifungsi (contoh, deterjen dengan tambahan pelembut kain) 1980an Deterjen untuk pencucian dengan air dingin Pencuci piring otomatis cair
Pencuci baju konsentrat bubuk 1990an Deterjen bubuk dan cair ultra (superkonsentrat) Pelembut kain ultra Pencuci piring otomatis gel
Produk pencuci baju dan pembersih refill
Macam-Macam Sabun Pada perkembangan selanjutnya bentuk sabun menjadi bermacam-
macam, yaitu:
1. Sabun cair
o Dibuat dari minyak kelapa o Alkali yang digunakan KOH
o Bentuk cair dan tidak mengental dalam suhu kamar 2. Sabun lunak
o Dibuat dari minyak kelapa, minyak kelapa sawit atau minyak tumbuhan yang tidak jernih
o Alkali yang dipakai KOH o Bentuk pasta dan mudah larut dalam air
3. Sabun keras o Dibuat dari lemak netral yang padat atau dari minyak yang
dikeraskan dengan proses hidrogenasi o Alkali yang dipakai NaOH o Sukar larut dalam air
21
Wanita sangat menginginkan menggunakan sabun dalam bentuk cair, sebab bentuk cair memberikan busa yang cukup banyak. Sabun yang banyak mengandung busa, terutama pada sabun cair yang terbuat dari minyak kelapa atau kopra ini biasanya menyebabkan rangsangan dan memungkinkan
penyebab dermatitis bila dipakai. Oleh karena itulah penggunaanya diganti dengan minyak zaitun dan minyak kacang kedele atau minyak yang lain yang
dapat menghasilkan sabun lebih lembut dan baik. Tetapi para pemakai kurang menyukainya sebab sabun ini kelarutannya rendah dan tidak memberikan busa yang banyak.
Dengan perkembangan yang cukup pesat dalam dunia industri dimungkinkan adanya penambahan bahan-bahan lain kedalam sabun sehingga menghasilkan sabun dengan sifat dan kegunaan baru. Bahan-bahan yang
ditambahkan misalnya: 1. Sabun kesehatan
o TCC (Trichorlo Carbanilide) o Hypo allergenic blend, untuk membersihkan lemak dan jerawat o Asam salisilat sebagai fungisida o Sulfur, untuk mencegah dan mengobati penyakit kulit
2. Sabun kecantikan Parfum, sebagai pewangi dan aroma terapi
Vitamin E untuk mencegah penuaan dini Pelembab Hidroquinon untuk memutihkan dan mencerahkan kulit
3. Shampoo
Diethanolamine (HOCH2CH2NHCH2CH2OH) untuk mempertahankan pH
Lanolin sebagai conditioner Protein untuk memberi nutrisi pada rambut
Selain jenis sabun diatas masih banyak jenis-jenis sabun yang lain, misalnya sabun toilet yang mengandung disinfektan dan pewangi. Textile
22
soaps yang digunakan dalam industi textile sebagai pengangkat kotoran pada wool dan cotton. Dry-cleaning soaps yang tidak memerlukan air untuk larut dan tidak berbusa, biasanya digunakan sebagai sabun pencuci tangan yang dikemas dalam kemasan sekali pakai. Metallic soaps yang merupakan garam dari asam lemak yang direaksikan dengan alkali tanah dan logam berat, biasanya digunakan untuk pendispersi warna pada cat, varnishes,
dan lacquer. Dan salt-water soaps yang dibuat dari minyak palem Afrika (Elaise guineensis) yang dapat digunakan untuk mencuci dalam air asin.
1.5 Cara Membuat Detergent
Bahan dasarnya adalah dodekil benzena. Reaksi dilakukan dalam reaktor
bersisi kaca yang dipasang dengan mixer efisien. Dodekil benzena dimasukkan ke dalam reaktor kaca dicampur dengan asam 22% oleum, pada suhu antara 32-46C. Kemudian dicampurkan pada suhu 46C selama kurang lebih 2 jam sampai reaksi selesai. Tahapan berikutnya netralisasi dengan NaOH yang memberikan 60% alkil aril sulfonat dan 40% diluet (natrium sulfat). Adapun pembuatan deterjen dengan berbagai jenis deterjen dilakukan sebagai berikut : a. Detergen Anionik
Alkil aril sulfonat Alkil aril sulfonat terbentuk dari sulfonasi alkil benzena, alkil benzena mengandung inti dengan satu atau lebih rangkaian alifatik (alkil). Inti alkil benzena bisa benzena, toluene, xylena, atau fenol. Alkil benzena yang biasa digunakan adalah jenis DDB (deodecil benzena). Pembuatan deodecil benzena (C6H6C12H25) dilakukan dengan alkilasi benzena dengan alkena (C12H24) dibantu dengan katalis asam. Alkilasi benzena kemudian dilakukan reaksi Fiedel-Craft. Detergen alkil benzena yang dihasilkan melalui proses Fiedel-Craft memliki sifat degradasi biologis yang buruk karena terdapat 300 isomer dari propilen tetramer.
23
Olefin sulfat dan sulfonat Diproses dengan tiga cara, yaitu : Proses Oxo
Olefin direksikan dengan karbon monoksida dan hidrogen pada suhu 160C sampai 175C dengan tekanan 100-250 atm, menghasilkan aldehida. Aldehida kemudian dihidrogenasi dengan bantuan nikel sebagai katalis sehingga menghasilkan suatu senyawa alkohol. Aldehida berkurang pada saat
terbentuknya alkohol. Alkohol yang dihasilkan dari proses oxo sebagian besar memiliki berat molekul kecil dibandingkan berat molekul alkohol alami. Oxo-alkohol yang memiliki berat molekul tinggi mengalami sulfonasi. Alkohol ini banyak digunakan untuk kosmetik dan produk cairan rumah tangga (tidak digunakan untuk bahan dasar pembuatan detergen). Proses Alfol ( Proses Ziegar)
Pada proses ini aluminium trietil dihilangkan dengan logam aluminium dan hidrogen untuk menghasilkan dietilaluminium hidrida. Hidrida
dihilangkan dengan etena untuk menghasilkan 3 mol aluminium trietil. Dua pertiganya didaur ulang, sementara sisa trietil direaksikan dengan etena untuk menghasilkan campuran berat molekul tinggi pada aluminium alkil. Kemudian alkil aluminium dioksidasi dan dihidrolisis dengan air untuk
menghasilkan alkohol dan aluminium hidroksida. Proses WI. Welsh Pada proses ini alfa olefin direaksikan dengan hidrogen bromida dengan
bantuan peroksida atau cahaya ultraviolet. Alkil bromida diubah menjadi ester melalui logam halida yang katalisasi dengan asam organik. Ester kemudian dihidrolisis menghasilkan alkohol.
b. Detergen kationik Amina asetat (RNH3)OOCCH3CH2CH2 Dihasilkan dengan menetralisasi amina lemak dengan asam asetat dan
dapat larut dalam air. Alkil trimetil ammonium klorida (RN(CH 3))3 +Cl-
Dihasilkan dari alkilasi lengkap amina lemak atau tetriari amina dengan alkil halida lemak.
24
Detergen nonionik Pembuatan detergen nonionik adalah : Etilen oksida
Proses pembuatannya dengan mereaksikan senyawa yang mengandung kelompok hidrofobik dengan etilen oksida atau propilen oksida, dilakukan
pada suhu 150-220C. Hasil yang diperoleh dinetralkan dengan 30% asam sulfur dan asam asetat glasial. Amina oksida Proses pembuatannya dengan mengoksidasi amina tetriari. d. Detergen amfoterik. Proses pembuatannya yaitu amina lemak dasar (lauril amina) direksikan dengan metil akrilat untuk menghasilkan ester N-lemak--amino propionik. Kemudian disaponifikasi dengan NaOH membentuk garam natrium.
Berdasarkan kegunaannya jenis-jenis deterjen adalah sebagai berikut : 1. Detergen pencuci kain, mengandung alkohol etoksilat dan alkil
fenoletoksilat
2. Detergen pencuci piring mengandung zat seperti detergen pencuci tangan
3. Detergen pembersih peralatan rumah tangga yang mengandung heksa
dekiltrimetil amonium klorida 4. Detergen pembersih industri mengandung zat seperti detergen
pembersih rumah tangga 5. Detergen pembersih gigi yang mengandung natrium lauril sarkosionat 6. Detergen pelembut kain yang mengandung diokta dekildimetil
amonium klorida
No. Zat tambahan Fungsi 1 Sodium tripolifosfat Melembutkan air 2 Sodium perborat Menurunkan pH air 3 Sodium metasilikat Menurunkan pH air 4 Hidrogen peroksida Bahan pemutih 5 Sodium hipoklorid Bahan pemutih pakaian
6 Sodium sulfat Meningkatkan aktivitas permukaan
25
1.6 Perbedaan Sabun dengan Detergent
Ciri ciri Detergen Sabun
Sumber Petroleum murah Minyak tumbuhan atau
lemak hewan
Gugus fungsi Kepala ionik adalah O-SO3- Kepala ionik adalah COO-
Dalam air sadah
a. Tidak membentuk
kekat dengan ion-ion
Ca2+
dan Mg2+
b. Berbuih
c. Memiliki daya cuci yang
lebih baik
a. Membentuk kekat
dengan ion Ca2+
dan Mg2+
b. Kurang berbuih
c. Daya cuci kurang
1.7 Dampak Negatif Sabun dan Detergent
Meskipun meupakan bahan utama pembentuk sabun, namun ternyata alkali mempunyai dampak negatif bagi kulit. Beberapa penyelidik
mengetahui bahwa alkali lebih banyak merusak kulit dibandingkan dengan kemampuannya menghilangkan bahan berminyak dari kulit . Meskipun
demikian dalam penggunaannya dengan air, sabun akan mengalami proses hidrolis. Untuk mendapatkan sabun yang baik maka harus diukur sifat alkalisnya, yakni pH antara 5,8 sampai 10,5. Pada kulit yang normal kemungkinan pengaruh alkali lebih banyak. Beberapa penyakit kulit sensitif
terhadap reaksi alkalis, dalam hal ini pemakaian sabun merupakan kontra indikasi. pH kulit normal antara 3-6, tetapi bila dicuci dengan sabun, pH kulit akan naik menjadi 9, meskipun kulit cepat menjadi normal kembali, tapi mungkin saja perubahan ini tidak diinginkan pada penyakit kulit tertentu.
Kandungan posfat dalam detergent dapat berfungsi sebagai pupuk akan
merangsang tumbuhnya tanaman sedemikian besar sehingga tanaman menghabiskan oksigen terlarut dalam air dan menyebabkan ikan-ikan mati.
26
BAB III
PENUTUP 3.1 Simpulan
Kinerja sabun dan detegent, khususnya surfaktannya, memiliki kemampuan yang unik untuk mengangkat kotoran, baik yang larut dalam air maupun yang tak larut dalam air. Salah satu ujung dari molekul surfaktan bersifat lebih suka minyak atau tidak suka air, akibatnya bagian ini mempenetrasi kotoran yang berminyak. Ujung molekul surfaktan satunya lebih suka air, bagian inilah yang berperan mengendorkan kotoran dari kain dan mendispersikan kotoran, sehingga tidak kembali menempel ke kain.
Akibatnya warna kain akan dapat dipertahankan. Jika kotoran berupa minyak atau lemak maka akan membentuk emulsi minyakair dan detergen sebagai
emulgator (zat pembentuk emulsi). Sedangkan apabila kotoran yang berupa tanah akan diadsorpsi oleh detergen kemudian mambentuk suspensi butiran tanahair, dimana detergen sebagai suspensi agent (zat pembentuk suspensi).
27
DAFTAR PUSTAKA Adamsons, Arthur W. 1982. Physical Chemistry of Surface. A wiley-Interscience
Publication, United State of America. Anonim. 2000. Making Soap With James Hershberger, A Chemical Engineer.
[Online]. Tersedia: http://waltonfeed.com/old/soaphome.html. [9 Maret 2007]
Anonim. 2006. Surfactant. [Online]. Tersedia: http://en.wikipedia.org/wiki/Surfactant#column-one. [9 Maret 2007].
Anonim. 2006. Sabun, Deterjen, dan Kelembutan Busa. [Online]. Tersedia: http://lita.inirumahku.com/health/lita/sabun-deterjen-dan-kelembutan-busa/.
Zuhrina, Masyithah. Optimasi Sintesis Surfaktan Alkanolamida Dari Asam Laurat Dengan Dietanolamina Dan N-Metil Glukamina Secara Enzimatik