36
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi cacing usus yang ditularkan melalui tanah (soil transmitted helmithiasis) disebut juga penyakit infeksi kecacingan STH, masih merupakan problema kesehatan masyarakat terutama di daerah tropis dan sub tropis termasuk Indonesia. Penyakit yang termasuk dalam kelompok kurang mendapat perhatian (neglected disease) ini memang tidak menyebabkan wabah yang muncul dengan tiba tiba namun menyebabkan banyak korban, dan merupakan penyakit yang secara perlahan menggerogoti kesehatan manusia, menyebabkan gangguan penyerapan gizi dan dapat menyakibatkan penurunan tingkat intelegensia anak. Infestasi cacing pada manusia banyak dipengaruhi faktor perilaku, lingkungan tempat tinggal dan manipulasi terhadap lingkungan. Penyakit kecacingan banyak ditemukan di daerah dengan kelembaban tinggi dan terutama mengenai kelompok masyarakat dengan personal higiene dan sanitasi lingkungan yang kurang baik. Hal yang mempermudah penularan dari penderita ke orang lain yaitu kebiasaan anak bermain di tanah, tidak membiasakan mencuci tangan sebelum makan, dan selalu

Sahid Zein Tuharea

Embed Size (px)

DESCRIPTION

sahid

Citation preview

Page 1: Sahid Zein Tuharea

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Infeksi cacing usus yang ditularkan melalui tanah (soil transmitted

helmithiasis) disebut juga penyakit infeksi kecacingan STH, masih merupakan

problema kesehatan masyarakat terutama di daerah tropis dan sub tropis termasuk

Indonesia. Penyakit yang termasuk dalam kelompok kurang mendapat perhatian

(neglected disease) ini memang tidak menyebabkan wabah yang muncul dengan tiba

tiba namun menyebabkan banyak korban, dan merupakan penyakit yang secara

perlahan menggerogoti kesehatan manusia, menyebabkan gangguan penyerapan gizi

dan dapat menyakibatkan penurunan tingkat intelegensia anak.

Infestasi cacing pada manusia banyak dipengaruhi faktor perilaku, lingkungan

tempat tinggal dan manipulasi terhadap lingkungan. Penyakit kecacingan banyak

ditemukan di daerah dengan kelembaban tinggi dan terutama mengenai kelompok

masyarakat dengan personal higiene dan sanitasi lingkungan yang kurang baik.

Hal yang mempermudah penularan dari penderita ke orang lain yaitu

kebiasaan anak bermain di tanah, tidak membiasakan mencuci tangan sebelum

makan, dan selalu makan makanan yang tercemar oleh telur cacing melalui lalat.

WHO tahun 2006, mengatakan bahwa kejadian penyakit kecacingan di dunia

masih tinggi yaitu 1 miliar orang terinfeksi cacing Ascaris lumbricoides, 795 juta

orang terinfeksi cacing Trichuris trichiura dan 740 juta orang terinfeksi cacing

Hookworm.

Jumlah kasus infeksi STHs terbanyak dilaporkan dikawasan sub-sahara afrika,

benua amerika, cina, dan asia timur. Infeksi terjadi oleh karena ingesti telur cacing

dari tanah yang terkontaminasi atau dari penetrasi aktif melalui kulit larva di tanah.

Di negara kaya dan maju, banyak penyakit parasit yang dapat di berantas.

Sebaliknya pada negara miskin dan terbelakang memperlihatkan prevalensi parasit

yang lebih tinggi. Dengan demikian, penyakit parasit sangat erat hubungannya

Page 2: Sahid Zein Tuharea

dengan kemiskinan dan rendahnya pengetahuan masyarakat. Mekanisme penularan

berkaitan dengan higienis dan sanitasi lingkungan yang buruk, aspek sosial ekonomi,

tingkat pengetahuan seseorang.

Hasil survei kecacingan Sekolah Dasar di 27 Propinsi Indonesia menurut jenis

cacing tahun 2002–2006 didapatkan bahwa pada tahun 2002 prevalensi Ascaris

lumbricoides 22,0%, Trichuris trichiura 19,9% dan Hookworm 2,4%. Tahun 2003

prevalensi Ascaris lumbricoides 21,7%, Trichuris trichiura 21,0% dan Hookworm

0,6%. Tahun 2004 prevalensi Ascaris lumbricoides 16,1%, Trichuris trichiura 17,2%

dan Hookworm 5,1%. Tahun 2005 prevalensi Ascaris lumbricoides 12,5%, Trichuris

trichiura 20,2% dan Hookworm 1,6% dan pada tahun 2006 prevalensi Ascaris

lumbricoides 17,8%, Trichuris trichiura 24,2% dan Hookworm 1,0%. 8 Kerugian dan

dampak akibat infeksi kecacingan tidak menyebabkan manusia mati mendadak akan

tetapi dapat mempengaruhi pemasukan, pencernaan, penyerapan dan metabolisme

makanan. Selain dapat menghambat perkembangan fisik, kecerdasan, mental,

prestasi, dapat menurunkan ketahanan tubuh sehingga mudah terkena penyakit lain.

Menurut Siregar (2006) respon tubuh terhadap infeksi cacing usus sangat

bervariasi, sehingga menimbulkan berbagai jenis gejala klinis. Bila akibat infeksi

yang terjadi berat, maka gangguan pertumbuhan akan terjadi sehingga dapat

menyebabkan penurunan tingkat kecerdasan. Namun bila akibat yang ditimbulkannya

ringan, tidak terjadi gangguan pertumbuhan.

berdasarkan uraian latar belakang yang telah dibuat sehingga perlu dilakukan

penelitian untuk mengetahui faktor-faktor yang berperan dalam kejadian infeksi

kecacingan pada siswa SD.

2

Page 3: Sahid Zein Tuharea

B. Rumusan Masalah

Belum diketahuinya faktor-faktor yang berperan dalam kejadian infeksi kecacingan

pada siswa SD tahun 2013.

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi infeksi cacing

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui prevalensi infeksi cacing pada murid SD…

b. Untuk mengetahui derajat infeksi cacing pada murid SD…

c. Untuk mengetahui higiein pada siswa SD…

d. Untuk mengetahui sanitasi lingkungan sekolah pada siswa SD…

e. Untuk mengetahui sanitasi lingkungan rumah siswa SD….

f. Untuk mengetahui tingkat pendidikan orang tua siswa SD

g. Untuk mengehui pekejaan orang tua anak SD…

h. Untuk mengetahui penghasilan orang tua anak SD

i. Untuk mengetahui hubungan derajat kecacingan dengan status gizi pada

anak SD….

j. Untuk mengetahui adanya pengaruh infeksi cacing terhadap pertumbuhan

pada anak SD….

k. Untuk mengetahui adanya pengaruh infeksi cacing terhadap tingkat

kecerdasan anak SD…

3

Page 4: Sahid Zein Tuharea

D. Manfaat Penelitian

1. Sebagai informasi terhadap pihak sekolah agar dapat memberikan pengarahan

atau menyuluhan tentang pencegahan penyakit di…….

2. Sebagai sumbangan pemikiran terhadap upaya penanggulan penyakit

kecacingan serta menjadi bahan evaluasi dalam program penanggulangan

penyakit kecacingan pemerintah khususnya di……

3. Sebagai informasi dan menumbuhkan kesadaran bagi masyarakat khususnya

orang tua maupun siswa akan pentingnya menjaga kebersihan dan kesehatan

lingkungan sehingga dapat memperkecil angka kejadian infeksi Soil

Transmitted Helminths pada anak-anak.

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan bacaan dan kajian bagi

peneliti berikutnya yang berminat untuk meneliti lebih dalam bidang ini.

4

Page 5: Sahid Zein Tuharea

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

1. Infeksi Kecacingan

A. Pendahuluan

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2001) dengan memberi imbuhan ke

dan akhiran an terhadap suatu kata benda maka terhadap kata tersebut mengandung

arti menderita atau mengalami kejadian. Dengan demikian, kata kecacingan berarti

seseorang yang mengalami kecacingan. Sedangkan Menurut Dinkes Jawa Timur

(2003) Kecacingan ialah penyakit yang disebabkan karena masuknya parasit (berupa

cacing) ke dalam tubuh manusia.

Infeksi kecacingan adalah penyakit yang disebabkan oleh masuknya parasit

(berupa cacing) kedalam tubuh manusia, parasit ini mempunyai tubuh yang simestris

bilateral dan tersusun dari banyak sel (multi seluler). cacing yang penting atau cacing

yang sering menginfeksi tubuh manusia terdiri atas dua golongan besar yaitu filum

Platyhelmithes dan filum Nemathelminthes.Filum Platyhelmithes terdiri atas dua kelas

yang penting yaitu kelas Cestoda dan kelas Trematoda, sedangkan filum Nemathelmithes

kelasnya yang penting adalah Nematoda. Cacing gelang, cacing cambuk, cacing tambang

adalah kelas Nematoda yang selalu parasitik pada tubuh manusia dan menjadikannya

sebagai tempat hidup dan berkembang biak atau hospes definitif. (Arsad Rahim,

2007)

Jenis cacing yang sering ditemukan dapat menimbulkan infeksi adalah cacing

ascaris lumbricoides (A. lumbricoides), cacing Trichuris trichiura (T. trichiura) dan

cacing tambang Necator americanus (N. americanus) dan Ancylostoma duodenalle (A.

duodenalle) dan cacing Strongyloides stercoralis (S. stercoralis) dimana cara

penularanya melalui tanah atau yang disebut dengan Soil Transmitted Helminths atau

STH (Anonim, 2008). STH adalah kelompok cacing golongan nematoda, yang dalam perkembanganya

memerlukan tanah untuk berkembang menjadi bentuk infektif (Tjitra, E., 1991).

5

Page 6: Sahid Zein Tuharea

B. Penyebab Dan Morfologi

Helmint (cacing) adalah salah satu kelompok parasit yang dapat merugikan

manusia. Berdasarkan taksonomi, helmint dibagi menjadi dua yaitu:

1. Nemathelminthes (cacing gilik)

2. Plathyhelminthes (cacing pipih)

Cacing yang termasuk Nemathelminthes yaitu kelas Nemotoda yang terdiri dari

Nematode usus dan Nematoda jaringan. Sedangkan yang termasuk Plathyhelminthes

adalah kelas Trematoda dan Cestoda. Namun yang akan dibahas di bawah ini adalah

kelompok Nematoda usus. Sebab sebagian besar dari Nematoda usus ini merupakan

penyebab kecacingan yang sering dijumpai pada masyarakat Indonesia khususnya

pada usia Sekolah Dasar. Diantara Nematoda usus ini yang sering menginfeksi

manusia ditularkan melalui tanah atau disebut ”soil transmitted helminths” yakni :x

a. Ascaris lumbricoides

b. Trichuris trichiura

c. Hookworm (Necator americanus dan Ancylostoma duodenale)

C. Ascaris lumbricoides

1. Morfologi

Cacing Ascaris lumbricoides salah satu penyebab kecacingan pada manusia

yang disebut penyakit askariasis. Cacing dewasa mempunyai ukuran paling besar di

antaraNematoda intestinalis yang lain. Bentuknya silindris (bulat panjang), ujung

anterior lancip. Bagian anterior dilengkapi oleh tiga bibir yang tumbuh dengan

sempurna.18,20

Cacing betina berukuran lebih besar jika dibandingkan dengan cacing jantan,

dengan ukuran panjangnya 20-35 cm. Pada cacing betina bagian posteriornya

membulat dan lurus. Tubuhnya berwarna putih sampai kekuning kecoklatan dan

diselubungi oleh lapisan kutikula yang bergaris halus. Cacing jantan panjangnya 10-

30 cm, warna putih kemerah-merahan. Pada cacing jantan ujung posteriornya lancip

6

Page 7: Sahid Zein Tuharea

dan melengkung ke arah ventral dilengkapi pepil kecil dan dua buah speculum

berukuran 2 mm. 19,20,21

Gambar 1.1. Cacing Ascaris lumbricoides Dewasa31

x

Gambar 1.2. Ascaris lumbricoides: A. Betina; B; Jantan31

2. Daur Hidup

Manusia dapat terinfeksi cacing ini karena mengkonsumsi makanan, minuman

yang terkontaminasi telur cacing yang telah berkembang. Telur yang telah

berkembang tadi menetas menjadi larva di dalam usus halus. Selanjutnya larva tadi

akan bergerak menembus pembuluh darah dan limfe di usus untuk kemudian

mengikuti aliran darah ke hati atau aliran limfe ke ductus thoracicus menuju ke

jantung. Setelah sampai di jantung larva ini akan dipompakan ke seluruh tubuh antara

7

Page 8: Sahid Zein Tuharea

lain ke paru-paru. Larva di dalam paru-paru ini mencapai alveoli dan tinggal selama

10 hari untuk berkembang lebih lanjut. Bila larva ini telah mencapai ukuran 1,5 mm,

ia mulai bermigrasi ke saluran nafas, ke epiglotis dan kemudian ke esofagus, lambung

akhirnya kembali ke usus halus dan menjadi dewasa yang berukuran 15-35 cm.

3. Patologi dan Gejala Klinis

Gejala yang timbul pada penderita Ascariasis dapat disebabkan oleh cacing

dewasa dan larva. Gangguan karena larva biasanya terjadi saat berada di paru. Pada

orang yang rentan terjadi perdarahan kecil pada dinding alveolus dan timbul gangguan

pada paru yang disertai dengan batuk, demam, eosinofilia. Pada foto toraks tampak

infiltrat. Pada kasus ini sering terjadi kekeliruan diagnosis karena mirip dengan gambaran

TBC, namun infiltrat ini menghilang dalam waktu 3 (tiga) minggu, setelah diberikan obat

cacing pada penderita. Keadaan ini disebut sindrom Loeffler. Gangguan yang disebabkan

oleh cacing dewasa biasanya ringan. Kadang-kadang penderita mengalami gejala

gangguan usus ringan seperti mual, nafsu makan berkurang, diare atau konstipasi.14

Tantular, K (1980) yang dikutip oleh Moersintowarti (1990) mengemukakan

bahwa 20 ekor cacing Ascaris lumbricoides dewasa dalam usus manusia mampu

mengkonsumsi hidrat arang sebanyak 2,8 gr dan 0,7 gr protein setiap hari. Dari hal

tersebut dapat di perkirakan besarnya kerugian yang disebabkan oleh infestasi cacing

dalam jumlah yang cukup banyak sehingga dapat menimbulkan keadaan kurang gizi. 16

Pada infeksi berat, terutama pada anak-anak dapat terjadi malabsorbsi sehingga

memperberat keadaan malnutrisi. Efek yang serius terjadi bila cacing-cacing ini

menggumpal dalam usus sehingga terjadi obstruksi usus (ileus).

8

Page 9: Sahid Zein Tuharea

4. Epidemiologi

Telur ascaris berkembang biak pada tanah liat yang mempunyai kelembapan

tinggi dan pada suhu 25-30˚C pada kondisi ini telur tumbuh menjadi interaktif

(mengandung larva) dalam waktu 2-3 minggu. (Jangkung Samidjo,2001)

5. pengobatan

Pada saat sekarang ini pemberian obat-obatan yang dapat mengel

Arkan cacing dari dalam usus. Obat-obatan yang dapat digunakan:

1. pirantel pamoat, dosis 10 mg/kgBB/hari, dosis tunggal, memberikan hasil

yang memuaskan

2. mebendazol, dosis 100 mg, dua kali sehari, diberikan selama tiga hari

berturut-turut. Hasil pengobatan baik, tetapi efek samping berupa iritasi

terhadap cacing sehingga cacing dapat terangsang untuk bermigrasi ke tempat

lain harus dipertimbangkan.

3. Oksantel-pirantel pamoat, dosis 10 mg/kgBB, dosis tunggal memberikan hasil

yang baik.

4. Albendazol, pada anak di atas dua tahun dapat diberikan dua tablet albendazol

(400mg) atau 20 ml suspensi, berupa dosis tunggal. Hasil cukup

memuaskan.31

D. Trichuris trichiura

1. Morfologi

Dalam bahasa Indonesia cacing ini dinamakan cacing cambuk karena secara

menyeluruh bentuknya seperti cambuk. Hospes defenitifnya adalah manusia. Cacing

ini lebih sering ditemukan bersama-sama dengan cacing Ascaris lumbricoides.

Cacing dewasa hidup di dalam usus besar manusia terutama di daerah sekum dan

kolon. Penyakit yang disebabkannya disebut trikuriasis. 18,20

Telur Trichuris trichiura berbentuk bulat panjang dan memiliki “sumbat”

yang menonjol di kedua ujungnya, dan dilengkapi dengan tutup (operkulum) dari

9

Page 10: Sahid Zein Tuharea

bahan mucus yang jernih. Telur berukuran 50-54 x 32 mikron. Kulit luar telur

berwarna kuning tengguli dan bagian dalam jernih. Cacing jantan panjangnya ± 4 cm,

dan cacing betina penjangnya ± 5 cm.19,21

Gambar 2.1. Cacing Trichuris trichiura dewasa(Kiri : betina, Kanan : jantan)

2. Daur Hidup

Telur yang dibuahi dikeluarkan dari hospes bersama tinja. Telur tersebut manjadi

matang dalam waktu 3-6 minggu dalam lingkungan yang sesuai, yaitu pada tanah yang

lembab dan tempat yang teduh. Telur matang ialah telur yang berisi larva dan merupakan

bentuk yang infektif. Cara infeksi langsung bila secara kebetulan hospes menelan telur

matang. Larva keluar melalui telur dan masuk ke dalam usus halus. Sesudah manjadi

dewasa cacing turun ke usus bagian distal dan masuk ke daerah kolon, terutama sekum

(caecum). Jadi cacing ini tidak mempunyai siklus paru. Masa pertumbuhan mulai dari

telur yang tertelan sampai cacing dewasa betina menetaskan telur kira-kira 30-90 hari.14

3. Patologi dan Gejala Klinis

Cacing Trichuris trichiura pada manusia terutama hidup di sekum, akan tetapi

dapat juga ditemukan di kolon asendens. Pada infeksi berat, terutama pada anak-anak,

cacing ini tersebar di seluruh kolon dan rektum. Kadang-kadang terlihat di mukosa

rektum yang mengalami prolapsus akibat mengejannya penderita pada waktu defekasi.

Cacing ini memasukkan kepalanya ke dalam mukosa usus, hingga terjadi trauma yang

menimbulkan iritasi dan peradangan mukosa usus. Pada tempat perlekatannya dapat

10

Page 11: Sahid Zein Tuharea

terjadi perdarahan. Di samping itu rupanya cacing ini menghisap darah hospesnya,

sehingga dapat menyebabkan anemia.14

Bila infeksinya ringan biasanya asymtomatis (tanpa gejala). Bila jumlah cacingnya

banyak biasanya timbul diarrhea dengan feses yang berlendir, nyeri perut, dehidrasi,

anemia, lemah dan berat badan menurun.20

5. Epidemiologi

Penyebaran penyakit ini adalah terkontaminasinya tanah dengan tinja yang

mengandung telur cacing cambuk. Telur tumbuh dalam tanah liat, lembab dan tanah

dengan suhu optimal ± 30ºC. infeksi cacing cambuk terjadi bila telur yang infektif

masuk melalui mulut bersamaan makanan atau minuman yang tercemar atau melalui

tangan yang kotor.2,26

Di daerah yang sangat endemic infeksi dapat dicegah dengan pengobatan

penderita Trikuriasis, pembuatan jamban yang baik dan pendidikan tentang sanitasi

dan keberhasilan perorangan, terutama anak. Mencuci tangan sebelum makan,

mencuci dengan baik sayuran yang dimakan mentah adalah penting apalagi di

Negara-negara yang memakai tinja sebagai pupuk.26

6. Pengobatan

Obat-obatan yang dapat digunakan :

1. Mebendazol 100mg, dua kali sehari selama 3 hari berturut-turut.

2. Albendazol, pada anak usia di atas dua tahun diberikan dengan dosis 400 mg

(2 tablet) atau 20 ml suspense berupa dosis tungal. Sedangkan anak dibawah 2

tahun deberikan separuhnya.

3. Gabungan pirantel-pamoat dengan mebendazol.29,31

xi

E. Ancylostoma Duodenale dan Nevator Americanus

11

Page 12: Sahid Zein Tuharea

1. Morfologi

Ada beberapa spesies cacing tambang yang penting dalam bidang medik,

namun yang sering menginfeksi manusia ialah cacing Necator americanus dan

Ancylostoma duodenale. Hospes dari kedua cacing ini adalah manusia. Dan kedua

cacing ini menyebabkan penyakit Nekatoriasis dan Ankilostomiasis.20

Telur cacing tambang sulit dibedakan, karena itu apabila ditemukan dalam

tinja disebut sebagai telur hookworm atau telur cacing tambang. Bentuk telurnya oval,

dinding tipis dan rata, warna putih. Larva pada stadium rhabditiform dari cacing

tambang sulit dibedakan. Panjangnya 250 mikron, ekor runcing dan mulut terbuka.

Larva pada stadium filariform (Infective larvae) panjangnya 700 mikron, mulut

tertutup ekor runcing dan panjang oesophagus 1/3 dari panjang badan.19,21 Cacing

dewasa jantan berukuran 8 sampai 11 mm sedangkan betina berukuran 10 sampai 13

mm. Cacing Necator americanus betina dapat bertelur ±9.000 butir/hari sedangkan

cacing Ancylostoma duodenale betina dapat bertelur ±10.000 butir/hari.

Gambar 3.1. Cacing Ancylostoma duodenale Dewasa 31

12

Page 13: Sahid Zein Tuharea

xii

Gambar 3.2. Cacing Necator americanus DewasaFigure 4.

2. Daur Hidup

Telur dapat tetap hidup dan larva akan berkembang secara maksimum pada

keadaan lembab, teduh dan tanah yang hangat, telur akan menetas 1-2 hari kemudian.

Dalam 5-8 hari akan tumbuh larva infektif filariform dan dapat tetap hidup dalam tanah

untuk beberapa minggu.14

Infeksi pada manusia didapat melalui penetrasi larva filariform yang terdapat di

tanah ke dalam kulit. Setelah masuk ke dalam kulit, pertama-tama larva di bawa aliran

darah vena ke jantung bagian kanan dan kemudian ke paru-paru. Larva menembus

alveoli, bermigrasi melalui bronki ke trakea dan faring, kemudian tertelan sampai ke usus

kecil dan hidup di sana. Mereka melekat di mukosa, mempergunakan struktur mulut

sementara, sebelum struktur mulut permanen yang khas terbentuk. Bentuk betina mulai

mengeluarkan telur kira-kira 5 (lima) bulan setelah permulaan infeksi, meskipun periode

prepaten dapat berlangsung dari 6-10 bulan. Apabila larva filariform Ancylostoma

duodenale tertelan, mereka dapat berkembang menjadi cacing dewasa dalam usus tanpa

melalui siklus paru-paru.14

13

Page 14: Sahid Zein Tuharea

3. Patologi dan Gejala Klinis

Gejala-gejala awal setelah penetrasi larva ke kulit seringkali tergantung dari

jumlah larva. Dapat timbul rasa gatal yang minimal sampai berat dengan kemungkinan

infeksi sekunder apabila lesi menjadi vesicular dan terbuka karena garukan.

Berkembangnya vesikel dari ruam papula eritematosa disebut sebagai ”ground itch”.

Pneumonitis yang disebabkan karena migrasi larva tergantung dari pada jumlah larva

yang ada. Gejala-gejala infeksi pada fase usus disebabkan oleh nekrosis jaringan usus

yang berada dalam mulut cacing dewasa dan kehilangan darah langsung dihisap oleh

cacing dan terjadinya perdarahan terus-menerus di tempat asal perlekatannya, yang

kemungkinan diakibatkan oleh sekresi antikoagulan oleh cacing.14

Pada infeksi akut dengan banyak cacing, dapat disertai kelemahan, nausea,

muntah, sakit perut, diare dengan tinja hitam atau merah (tergantung jumlah darah yang

keluar), lesu dan pucat. Seperti pada infeksi parasit lainnya, jumlah cacing yang banyak

pada anak-anak dapat menimbulkan gejala sisa serius dan kematian. Selama fase usus

akut dapat dijumpai peningkatan eosinofilia perifer. Pada infeksi kronik, gejala utamanya

adalah anemia defisiensi besi dengan tanda pucat, edema muka dan kaki, lesu dan kadar

hemoglobin ≤ 5g/dL . Dapat dijumpai kardiomegali, serta retardasi mental dan fisik.14

4. Epidemiologi

Hospes utama cacing tambang adalah manusia. Penyakit cacing tambang

menyerang semua umur dengan proporsi terbesar pada anak. Belum ada keterangan

yang pasti mengapa banyak anak yang diserang, tetapi penjelasan yang paling

mungkin adalah karena aktivitas anak yang relative tidak higienis dibandingkan

dengan orang dewasa. Di seluruh dunia diperkirakan penyakit ini menerang 700-900

juta orang, dengan 1 juta liter darah hilang ( 1 orang = 1 mL darah terhisap cacing).

Suatu penilitian melaporkan bahwa angka kesakitannya adalah 50% pada balita,

sedangkan 90% anak yang terserang penyakit ini adalah anak berusia 9 tahun. Buku

penyakit tropis.

14

Page 15: Sahid Zein Tuharea

5. Pengobatan

Obat-obat lain yang dapat digunakan:

1. Pirantel pamoat, dosis tunggal 10mg/kg BB

2. Mebendazol 100 mg dua kali sehari selama 3 hari berturut- turut

3. Albendazol, pada anak usia diatas 2 tahun dapat diberkan 400 mg (2 tablet)

atau setara dengan 20 ml suspense, sedangkan pada anak yang lebih kecil

diberikan dengan dosis separuhnya, dilaporkan hasil cukup memuaskan.

(djuanda,A 2010) & (sulistia gan gunawan, 2007).

II. FAKTOR RESIKO PENYEBAB INFEKSI CACING YANG

DITULARKAN MELALUI TANAH

a. Higiein

1. Kebiasaan mencuci tangan

Anak-anak paling sering terserang penyakit cacingan karena

biasanya jari-jari tangan mereka dimasukan ke dalam mulut, atau

makan nasi tanpa cuci tangan, namun demikian sesekali orang dewasa

juga pertnua terdapat cacing. Cacing yang paling sering ditemui adalah

cacing gelang, tambang, benang, pita dan cacing kremi.28

2. Kebiasaan memotong kuku

Usaha pencegahan penyakit cacingan antara lain : menjaga

kebersihan badan, kebersihan lingkungan dengan baik, makanan dan

minuman yang baik dan bersih, memakai alas kaki, membuang air

besar di jamban (kakus), memelihara kebersihan diri dengan baik

seperti memotong kuku dan mencuci tangan sebelum makan.

Kebersihan perorangan penting untuk pencegahan. Kuku

sebaiknya selalu dipotong pendek untuk menghindari penularan cacing

dari tangan ke mulut.26

15

Page 16: Sahid Zein Tuharea

3. Kebiasaan makan

Kebiasaan penggunaan feses manusia sebagai pupuk tanaman

menyebabkan semakin luasnya pengotoran tanah, persediaan air

rumah tangga dan makanan tertentu, misalnya syuran akan

meningkatkan jumlah penderita helminthes.

Demikian juga kebiasaan makan masyarakat, nenyebabkan

terjadinya peularanpenyakit cacing tertentu. Misalnya kebiasaan

makan secara mentah atau setengah matang , ikan, kerang, daging dan

sayuran. Bila dalam makanan tersebut terdapat kista atau larva cacing,

maka siklus hidup cacingnya menjadi lengkap, sehingga terjadi infeksi

pada manusia.32

4. Kebiasaan memakai alas kaki

Tanah yang baik untuk pertumbuhan larva adalah tanah

gembur(pasir,humus) dengan suhu optimum necator americanus 28-

32ºC sedangkan untuk ancylostoma duodenale lebih kuat. Untuk

menghindari infeksi, antara lain ialah memakai sandal atau sepatu. 26

b. Sanitasi Rumah

lingkunga rumah merupakan tempat berinteraksi paling lama

dari anggota keluarga termasuk di dalamnya adalah anak. Kondisi

lingkungan rumah yang baik dalam hal sanitasi akan membantu

meminimalkan terjadinya gangguan kesehatan bagi penguninya. Anak

usia sekolah merupakan anggota keluarga yang masih harus

mendapatkan pengawasan dalam aktifitas kesehariannya. Dalam hal

kesehatan, perilaku bermain merupakan hal yang penting diperhatikan

dalam kaitannya dengan kondisi sanitasi lingkungan rumah. Kondisi

16

Page 17: Sahid Zein Tuharea

sanitasi lingkungan rumah yang aik tentu akan memberikan rasa aman

dan nyaman bagi anak untuk bermain. Pada lingkungan masyarakat

pedesaan, seorang anak bermain dihalam rumah, dikebun bersama

teman sebaya tetangga merupakan hal yang sangat wajar terjadi.

Dalam kaitannya dengan kebiasaan anak bermain di kebun, perlu

diwaspadai kemungkinan anak terpapar oleh cacing yang memang

membutuhkan media tanah untuk pengembangannya.26

c. Perilaku Social Ekonomi

1. pendidikan orang tua

kejadian kecacingan tertinggi pada anak sekolah dasar

di Desa Suka, Kecamatan Tiga Panah. Kabupaten kiro adalah

pada anak sekolah yang orang tuanya berpendidikan SD.

Kejadian infeksi yang lebih kecil ditemukan pada anak sekolah

yang orang tuanya memiliki tingkat pendidikan yang lebih

baik.33

2. pekerjaan orang tua

jenis pekerjaan orang tua khususnya ibu ternyata

berhubungan bermakna dengan kejadian kecacingan. Di

sumatera utara, ibu yang memiliki pekerjaan sebagai petani

berhubungan bermakna dengan kejadian kecacingan pada anak.

Peran yang besar pada ibu dalam pengasuhan anak tampak

memberikan peluang cukup besar terjadinya proses penularan

dari ibu ke anak. Manakala ibu kurang memperhatikan

kebersihan diri sendiri dalam kehidupan sehari-hari sementara

pekerjaaan selalu kontak dengan tanah maka anak yang berada

dalam asuhannya berpeluang cukup besar untuk terinfeksi

penyakit kecacingan.33

17

Page 18: Sahid Zein Tuharea

3. penghasilan orang tua

penelitian di Kabupaten Karanganyar menemukan hasil

bahwa infeksi cacing tambang berhubungan bermakna dengan

kondisi ekonomi orang tua murid dan kondisi sanitasi

lingkungan rumah. Hal ini menunjukan bahwa kondisi

ekonomi orang tua dan kondisi sanitasi lingkungan rumah

sangat mungkin menjadi factor risiko terjadinya infeksi cacing

tambang.34

factor resiko yang terbukti mempunyai hubungan

dengan kejadian infeksi kecacingan adalah umur, perilaku anak

dan penghasilan perkapita keluarga, sedangkan jenis kelamin,

suhu, kelembaban dan pekerjaan orang tua tidak terbukti

mempunyai hubungan. Infeksi cacing juga berhubungan

dengan kemiskinan.35

semakin parah tingkat kemiskinan masyarakat maka

akan semakin berpeluang untuk mengalami infeksi cacing

tambang. Hal ini dikaikan dengan kemampuan dalam menjaga

personal hygiene dan sanitaasi lingkungan tempat tinggal.36

4. kebiasaan defekasi anggota keluarga

perilaku defekasi (buang air besar) yang kurang baik

dan disembarag tempat diduga menjadi factor resiko dalam

infeksi cacing tambang. Secara teoritik, cacomg tambang

memerlukan media tanah untuk perkembangannya. Adanya

telur cacing tambang pada tinja penderita yang melakukan

aktifitas defekasi di tanah terbuka semakin memperbesar

peluang penularan larva cacing tambang pada masyarakat di

sekitarnya. Di Kabupaten Jembrana Bali, ditemukan bahwa

18

Page 19: Sahid Zein Tuharea

tempat keiasaan buang air besar merupakan salah satu factor

yang berhubungan dengan kejadian infeksi cacing.37

5. kerugian akibat kecacingan

cacingan mempengaruhi pemasukan (intake),

pencernaan (digestif), penyerapan (absorpsi), dan metabolism

makanan. Secara kumulatif, infeksi kecacingan menimbulkan

kerugian baik berupa kalori, protein dan darah. Selain dapat

menghambat perkembangan fisik, kecerdasan, dan

produktivitas kerja, dapat menimbulkan ketahanan tubuh

sehingga mudah terkena penyakit lainnya.2

III. Hipotesis Penelitian

1. Hipotesis Nol (H0)

tidak ada hubungan antara hygiene, sanitasi, tingkat pendidikan, orang

tua, pekerjaan orang tua, penghasilan orang tua dengan derajat infeksi

cacing yang ditularkan melalui tanah

2. Hipotesis Alternative (H1)

- ada hubungan antara hygiene dengan derajat infeksi cacing yang

ditularkan melalui tanah pada murid SD…..

- ada hubungan antara sanitasi dengan derajat infeksi cacing yang

ditularkan melalui tanah pada murid SD…..

- ada hubungan antara tingkat pendidikan orang tua dengan derajat

infeksi cacing yang ditularkan melalui tanah pada murid SD….

- Ada hubungan antara pekerjaan orang tua dengan derajat infeksi

cacing yang ditularkan melalui tanah pada murid SD….

- Ada hubungan antara penghasilan orang tua dengan derajat infeksi

cacing yang ditularkan melalui tanah pada murid SD…..

19

Page 20: Sahid Zein Tuharea

BAB III

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

1. Konsep Dasar Pemikiran

Berdasarkan tinjauan pustaka serta tujuan penelitian maka disusunlah

variable pola pikir. Menurut kepustakaan terdapat beberapa factor atau

masalah yang sangat berperan penting dalam penularan infeksi cacing

seperti pencemaran lingkungan, keadaan sanitasi yang buruk, dan perilaku

manusia. Pencemaran tanah dengan tinja merupakan media penularan baik

bagi penularan soil transmitted helminthes (STH). Oleh karena itu

pemeriksaan sampel tinja sangatlah mutlak dilakukan.

Pada penelitian ini variable bebas adalah hygiene perorangan siswa

dimana yang akan diukur yaitu kebiasaan mencuci tangan sebelum makan,

mencuci tangan dengan sabun, mencuci tangan setelah buang air besar,

mencuci tangan setelah bermain, memotong kuku dan menggunakan alas

kaki. Pada sanitasi lingkungan rumah dimana yang akan diukur yaitu

kepemilikan jamban, lantai rumah, sumber air minum, mandi, mencuci

dan mengonsumsi makanan dan minuman yang dimasak. kemudian

Pendidikan terakhir dan pekerjaan orang tua. Variable terikat adalah

infestasi cacing usus yang akan diatur dengan pemeriksaan feses

berdasarkan metode kato kitz dengan menggunakan mikroskopik di

laboratorium parasitologi.

20

Page 21: Sahid Zein Tuharea

2. Kerangka Teori

Gambar 4.1 kerangka teori

Keterangan gambar :

: variable yang tidak di teliti

: variable yang diteliti

Konsumsi makanan dan minuman yang dimasak

Lantai rumah

Sumber air

Kepemilikan jamban

Sanitasilingku ngan rumah

tanah

Sebelum makan

Setelah Buang air besar

Dengan sabun Kebiasaan

mencuci tangan

Setelah bermain

Infeksi parasit Higiein

perorangan

Kebiasaan memakai alas

Memotong kuku

Menggigit kuku

Perilaku social ekonomi

Pekerjaan orang tua

Penghasilan orang tua

Pendidikan orang tua

21

Page 22: Sahid Zein Tuharea

3. Kerangka Konsep

Gambar 4.2 Kerangka Konsep

4. Defenisi operasionalVariable Dependen 1. Infeksi cacing : terdapatnya telur cacing cambuk atau telur cacing

gelang dan atau cacing tambang dalam tinja anak sekolah yang diperiksa di laboratorium parasitologi.Hasil ukur :

Positif (+) : bila dari hasil pemeriksaan laboratorium ditemukan adanya telur cacing dewasa di dalam feses

Higiein perorangan :1. Kebiasaan cuci

tangan2. Kebiasaan

memakai alas kaki

3. Frekuensi memotong kuku

4. Kebiasaan menggigit kuku

Infeksi parasit

Perilaku social ekonomi :1. Pekerjaan orang

tua2. Pendidikan orang

tua3. Penghasilan orang

tua

Sanitasi Lingkungan Rumah :

1. Kepemilikan jamban

2. Lantai rumah3. Sumber air4. Konsumsi

makanan dan minuman yang dimasak

22

Page 23: Sahid Zein Tuharea

Negative (-) : bila dari hasil pemeriksaan laboratorium tidak ditemukan adanya telur cacing atau cacing dewasa di dalam feses.

2. Derajat infeksi : terdapatnya telur cacing cambuk atau telur cacing gelang dan atau telur cacing tambang dalam tinja anak sekolah diperiksa di laboratorium parasitologi. Cara pengukuran dengan menggunakan metode kato katz

No.

klasifikasiJenis cacingan

Cacing gelang Cacing cambuk

Cacing tambang

1. Ringan 1-4.999 1-999 1-1.9992. Sedang 5.000 – 49.999 1.000 – 9.999 2.000 – 3.9993. Berat ≥ 50.000 > 10.000 ≥ 4.000

Variable independen3. Higiein perorangan adalah tindakan yang dilakukan siswa untuk

memelihara kebersihan dan kesehatan diri yakni :- Penggunaan alas kaki adalah kebiasaan siswa apakah

menggunakan alas kaki atau tidak pada saat bermain dan beraktivitas. Cara ukur dengan menggunakan kuisoner. Hasil ukurnya : 1. Menggunakan alas kaki 2. Tidak menggunakan alas kaki

- Kebiasaan mencuci tangan adalah kebiasaan sehari-hari dari siswa untuk membersihkan tangan sebelum makan, sesudah makan, setelah buang air besar atau setelah bermain di tanah dengan menggunakan sabun. Cara ukur dengan menggunakan kuisoner. Hasil ukur : 1. Mencuci tangan 2. Tidak mencuci tangan

- Memotong kuku adalah upaya yang dilakukan oleh murid/orang tua murid untuk memotong (membersihkan) kuku. Cara ukur dengan melihat langsung kuku murid dan mengisikannya ke dalam kuesioner dengan menggunakan kuesioner. Hasil ukur : 1. Bersih : bila kuku terpotong rapih dan bersih 2. Kotor : bila kuku panjang dan kotor atau pendek namun kotor.

- Menggigit kuku adalah upaya yang dilakukan oleh murid/orang tua murid untuk tidak menggigit kuku. Cara ukur dengan melihat langsung kuku murid dan mengisikannya ke dalam kuesioner dengan menggunakan kuesioner hasil ukur : 1. Menggigit kuku 2. Tidak menggigit kuku.

23

Page 24: Sahid Zein Tuharea

4. Sanitasi rumah : lingkungan rumah yang dinilai dari kebersihan kamar mandi atau jamban, kecukupan air bersih, kondisi lantai rumah dan konsumsi makanan dan minuman yang dimasak. Cara ukur dengan menggunakan kuesioner dan observasi. Hasil ukur : WC/jamban (1. WC umum 2. WC sendiri), (lantai rumah : 1. Tanah 2. Ubin/kayu/tegel), sumber air ( 1. Sumur/ sungai 2. PAM), konsumsi makanan dan minuman yang dimasak (1. Ya 2. Tidak).

5. Pekerjaan orang tua : aktivitas yang dilakukan oleh orang tua siswa untuk memperoleh pendapatan atau penghasilan. Cara ukur dengan menggunakan kuesioner dan observasi. Hasil ukur :

1. Tidak bekerja, petani, buruh tukang2. Pegawai, wiraswasta, dan lain-lain

6. Pendidikan orang tua (ayah/ibu) : pendidikan terakhir orang tua siswa berdasarkan ijazah yang dimiliki. Cara ukur degan menanyakan langsung kepada murid/ orang tua murid yang bersangkutan menggunakan kuesioner. Hasil pengukuran: 1. Tidak sekolah, tamat SD dan SMP2. Tamat SMA dan perguruan tinggi

7. Penghasilan orang tua (ayah/ibu) : penghasilan responden akumulasi dalam sebulan. Cara ukur dengan menggunakan kuesioner. Hasil ukur :dalam satuan rupiah dan dikatergorikan :1. < 600.0002. ≥ 1.200.000

24