Sajak Sajak Umbu

Embed Size (px)

DESCRIPTION

sajak sajak umbu

Citation preview

  • Sajak Sajak Umbu

    Melodia Cintalah yang membuat diri betah untuk sesekali bertahan karena sajak pun sanggup merangkum duka gelisah kehidupan baiknya mengenal suara sendiri dalam mengarungi suara-suara luar sana sewaktu-waktu mesti berjaga dan pergi, membawa langkah ke mana saja Karena kesetiaanlah maka jinak mata dan hati pengembara dalam kamar berkisah, taruhan jerih memberi arti kehadirannya membukakan diri, bergumul dan menyeri hari-hari tergesa berlalu meniup deras usia, mengitari jarak dalam gempuran waktu Takkan jemu napas bergelut di sini, dengan sunyi dan rindu menyanyi dalam kerja berlumur suka-duka, hikmah pengertian melipur damai begitu berarti kertas-kertas di bawah bantal, penanggalan penuh coretan selalu sepenanggungan, mengadu padaku dalam manja bujukan Rasa-rasanya padalah dengan dunia sendiri manis, bahagia sederhana di rumah kecil papa, tapi bergelora hidup kehidupan dan berjiwa kadang seperti terpencil, tapi gairah bersahaja harapan impian yang teguh mengolah nasib dengan urat biru di dahi dan kedua tangan

    Percakapan Selat Pantai berkabut di sini, makin berkisah dalam tatapan Sepi yang selalu dingin gumam terbantun di buritan Juluran lidah ombak di bawah kerjap mata, menggoda Dimana-mana, dimana-mana menghadang cakrawala Laut bersuara di sisi, makin berbenturan dalam kenangan Rusuh yang sampai, gemas resah terhempas di haluan Pusaran angin di atas geladak, bersabung menderu Dimana-mana, dimana-mana mengepung dendam rindu Menggaris batas jaga dan mimpikah cakrawala itu Mengarungi perjalanan rahasia cintakah penumpang itu Namun membujuk jua langkah, pantai, mega lalu burung-burung Mungkin sedia yang masuk dalam sarang dendam rindu Saat langit luputkan cuaca dan laut siap pasang

  • Solitude dalam tangan sunyi jam dinding masih bermimpi di luar siang menguap jadi malam tiba-tiba musim mengeristal rindu dendam dalam detik-detik, dalam genggaman usia mengombak suaramu jauh bergema menggilkan jemari, hati pada kenangan bayang-bayang mengusut jejakmu, mendera kikinian seberkas cahaya dari menara waktu menembus tapisan untung malang nasibku di laut tiba-tiba angin, lalu gerimis berderai dalam gaung kumandang bait demi bait puisi

    Kata, Kata, Kata Kenangkanlah gumam pertama Pertemuan tak terduga Di suatu kota pantai Di suatu hari kemarau Di suatu keasingan rindu Di suatu perjalanan biru Kenangkanlah bisikan pertama Risau pertarungan kembara Duka percintaan sukma Rahasia perjanjian sunyi Kenangkanlah percakapan pertama Gugusan waktu, napas dan peristiwa Mungkin hanya angin, daun dan debu Pesona terakhir nyanyian sajakku

    Sabana memburu fajar yang mengusir bayang-bayangku mengahdang senja yang memanggil petualang sabana sunyi di sini hidupku sebuah gitar tua

  • seorang lelaki berkuda sabana tandus mainkan laguku harum nafas bunda seorang gembala berpacu lapar dan dahaga kemarau yang kurindu dibakar matahari hela jiwaku risau kerna kumau lebih cinta hujan aku ke gigir cakrawala

    Sajak Kecil I Dengan mencintai Puisi-puisi ini Sukma dari sukmaku Terbukalah medan laga Sekaligus kubu Hidup takkan pernah aman Kapan dan di mana pun Selamanya terancam bahaya Dan kebenaran sunyi itu Penawar duka bersahaja Selalu risau menggembara Mustahil seperti misteri Bayang-bayang rahasia Bayang-bayang bersilangan Bayang lintas bayang Pelintasanku II Dengan mempercayai Kata kata kata Yang kutulis ini Jiwa dari jiwaku Jadilah raja diraja Sekaligus budak belian

  • Sebuah kerajaan Purbani Lebih dari napasku Bernama senantiasa Nasibmu Umbu landu peranggi

    Ibunda Tercinta Perempuan tua itu senantiasa bernama: Duka derita dan senyum yang abadi Tertulis dan terbaca, jelas kata-kata puisi Dari ujung ranbut sampai telapak kakinya Perempuan tua itu sentiasa bernama: Korban, terima kasih, restu dan ampunan Dengan tulus setia telah melahirkan Berpuluh lakon, nasib dan sejarah manusia Perempuan tua itu senantiasa bernama: Cinta kasih sayang, tiga patah kata purba Di atas pundaknya setiap anak tegak berdiri Menjangkau bintang-bintang dangan hatinya dan janjinya.

    Di Sebuah Gereja Gunung lonceng kecil yang bertalu, memanggil-manggil belainya di tengah kesunyian, minggu pagi yang cerah mereka pun berduyunlah ke sana: warga petani dan gembala dalam dandanan sederhana, bangkit dari kampung, lembah bukit dan padang-padang sepi hidup dan kehidupan mereka di tanah warisan itu, telah terpanggil dan lonceng gereja lalang di lereng gunung itu menuntun setia dalam galau kesibukan mereka sehari-hari tak pernah lupa panggilan minggu: di sini mereka, dalam gereja lalang dan bambu berpadu memanjat doa dan terima kasih bagi kehidupan bagi kebutuhan hari ini, hari depan datanglah ketenteraman di antara sesama, pada malapetaka menimpa dunia ini pertikaian peperangan, damailah di surga di bumi ini: mazmur mereka keyakinan yang telah terpatri, bersemi, tak terikat ruang dan waktu

  • juga dalam gereja lalang ini, terpencil jauh dan sunyi jauh dari genteng, kegaduhan listrik serta deru oto tak mengenal surat kabar, jam radio ataupun televisi tapi keyakinan, pegangan mereka adalah harapan dan kerinduan yang samamentari dan bulan yang bersinar di mana pun dan tuhan mendengar seru doa mereka

    Upacara XXXIII jadi kau merasa payah sejatiku pukul rata tanahlah baca bacalah aku sejatimu di liang liang gua tapamu di sentilsentil ujung heningmu jadi sajak bilang apa saja pada aku jadi buang diri kau alhamdulilah begitu rupa kau jadi pengembara

    Tujuh Cemara sisa sampah debu revolusi sapu dan lego dalam seni di ibu kota kata sendi kata si tua muda yogyakarta (yogya sudah lama kembali) kembalilah ke yogyakarta cemara tujuh denyar puisi tujuh cemara di jantung Yogyakarta barisan rindudendam menghela anginmu terjaring di kampus tua tertanam cinta terdera di surut hari mencari debar puisi di hati tujuh gelandangan (buah asam malioboro) memanggul gitar nembakkan syair lagu

  • mentari jalanan bulan lorong kumuh antara kampung kampus, gubuk gedongan singsing singsing fajar lenganmu prosesi tugu pasar alun-alun bongkar pasang dadadadamu kang becak andong muatan perkasa kilatan raut pasi berpeluh debu ciumlah bumi yang nerbitkan sayangmu nyelamlah lubuk urat nadi hayatmu tujuh gunung seribu yogya seribu tarian gang malioboro tujuh pikul daun pisang ibu beringharjo (nasi bungkus pondokan selasa rabumu) tumpukan hijau restu sanubari jelata sujud bibir pecah yang mengulum kata sejati hulubalang benih ilham di siang malammu tujuh cemara gelandang tujuh gunung seribu saksi tak bisu gelaran tak sunyi gusargusur kakilima bentangan dukacita langit sukma manggang biji mata di kawah candradimuka tak kau dengar keliling kidung sembilu meronda dan menggedor mimpi mimpi igaumu (tak kau ingat peta rute juang gerilya gercik darah tumpah meriba pertiwi) di bawah jam kota tujuh pengemis tua bertumpu seperti mendoakan kita semua di bawah tapak sudirman kami mangkal malam-malam ini sisa sampah debu revolusi sapu dan lego dalam seni di ibu kota kata sendi kata (yogya sudah lama kembali) kembalilah ke yogyakarta cemara tujuh denyar puisi tujuh cemara

  • di jantung yogyakarta barisan rindudendam menghela anginmu terjaring di kampus tua tertanam cinta terdera di surut hari mencari debar puisi di hati

    Apa Ada Angin di Jakarta Apa ada angin di Jakarta Seperti dilepas desa Melati Apa cintaku bisa lagi cari Akar bukit Wonosari Yang diam di dasar jiwaku Terlontar jauh ke sudut kota Kenangkanlah jua yang celaka Orang usiran kota raya Pulanglah ke desa Membangun esok hari Kembali ke huma berhati

    Kuda Merah versi 1 kuda merah musim buru, berapa kemarau panjang maumu jantung yang akan terbakar hangus, satu cambuk api lagi peluki padang anak angin dan batu gunungku purba melulur bayang-bayang di pasir : rahasia cinta versi 2 kuda merah musim buru, berapa kemarau panjang maumu jantung yang akan terus terbakar, satu baris puisi lagi peluki padang anak angin dan batu gunungku purbani melulur bayang-bayang cintaku di pasir waktu rahasia cintaku versi 3

  • kuda merah musim buru, berapa kemarau panjang maumu jantung yang akan terbakar hangus, satu cambuk api lagi peluki padang anak angin dan batu gunungku purba melulur bayang-bayang di pasir waktu : rahasia cinta

    Sajak Kemarau berapa musim panas lagi rindu, kenang satu baris puisi jantung yang akan terbakar hangus semesta basa sunyi yang menyihir padang-padang tandus, ke laut lepas tabir biru melulur bayang-bayang di pasir waktu: rahasia cintaku.

    Kuda Putih Versi I kuda putih yang meringkik dalam sajak-sajakku merasuki basabisik kantong peluh rahasiaku diam diam kupacu terus ini binatang cintaku dengan cambuk tali anganan dari padang padangku Versi 2 kuda putih yang meringkik dalam sajak-sajakku merasuki basabisik kantong peluh rahasia diam diam kupacu terus ini binatang cinta dengan cambuk tali anganan dari padang padangku

    Kata Sajak engkau merasa lesu sejatiku bacalah, bacalah aku sejatimu di kalbu-kalbu gua tapamu di dasar pusaran batu semadiku

  • Ronggeng Sumba I Tambur tua, ditabuh dewa menujum sunyiku, di mulut kemarau sirih pinang tembakau, membaun angin cendana duh sarungkan pedangmu, dendam budak biru gulung rokok daun lontar, kumurkan mantra pengantar api pediangan menanti, siraman darah lelaki II Gong gong purba, meningkah bertalu talu duh restu dewata, menjaring bulan buangan lima perawan saringan, menghambur dalam arena terjurai melindas baying, kain dan selendang pilihan tenunan datu, kayu dan batu anyaman pelangi, menyambar nyambar dukaku III gemerincing giring-giring di kaki, mabuk berburu sorak sorai bulu ayam di kepala meronta, surai kuda di jari melambai melipat malam lupa berbusa, hai patah tambur buat rajamu (hingga lepas urat-urat tangan), gong-gong nyaring dan tajamkan (bahkan hingga putus napas tarian), marihanya kesepianku panggang di bara cemar, sampai subuh berlinangan embun, pijaran riap embun, yang meramu cintaku IV rawa rawa, paya paya, duka cintaku mengibas telaga senja rawa rawa, paya paya, di punggung sunyi hariku busur cakrawala rawa rawa, paya paya, baris cemara meriap gerimis nyawaku rawa rawa, paya paya, pelaminan kemarau, nyanyi fana nyanyi baka

    Lagu Tujuh Patah Kata sunyi

    bekerjalah kau bagi

    nyawaku

  • risau sunyi bekerjalah

    kau bagi nyawaku risau

    sunyi bekerjalah kau bagi nyawaku risau

    sunyi bekerjalah kau bagi nyawaku risau risau nyawaku bagi kau bekerjalah sunyi

    risau nyawaku bagi kau bekerjalah sunyi

    risau nyawaku bagi kau

    bekerjalah sunyi risau

    nyawaku bagi kau

    bekerjalah sunyi kauku

    Stasiun Gambir Jakarta, Menanti Pagi Sempurna Kabut terakhir, perlahan surut ke arah barat merecikkan sosok sunyi, di bangku tunggu yang berangin sejauh itu jua percakapan, meresonansi di rahang ruang sendat stasiun di mana kota jantungmu di mana menjanjikan segala pertarungan Bersiap-siaplah, berdamai dengan hati masuk suaramu, tebaran mega biru memburu fajar di mana, pelintasan membayangi pelintasan pergumulan akan dimulai lagi segala padang kristal gemuruh adegan sekian cerita, kenangan dan gigi waktu

  • memahat-mahat siang malammu segera terjaring langkahmu dalam pusaran jakarta

    Upacara XXIII rang tua karang yang bertahta di mahligai nyawaku tumbuk-tumbuklah, jadikan lidah anak lakimu bisu abadi peras-peraslah bisuku yang senantiasa ajak bicara bisumu maka haru birulah si anak batu di batu asah kasihku nuliskan puisi

    Sajak Dalam Angin Sebelum sayap senja (daun-daun musim) Sebelum hening telaga (burung-burung malam) Sebelum gunung ungu (bisik suara alam) Sebelum puncak sayu (napas rindu dendam) Sebelum langkah pengembara (hati buruan cakrawala) Sebelum selaksa kata (sesaji upacara duka) Sebelum cinta itu bernama (sukma menguji cahaya) Sebelum keningmu mama (kembang-kembang telah bunga) Sebelum bayang atau pintumu (bahasa berdarah kenangan maya) Kabut itu dikirimkan hutan Gerimis itu ke padang perburuan Gema yang itu dari gua purbani Merendah: dingin, kelu dan sendiri

  • Namaku memanggil-manggil manamu Lapar dahaga menghimbau Dukamu kan jadi baka sempurna Dan dukaku senantiasa fana

    Upacara XXII dengan mata pena kugali gali seluruh diri dengan helai helai kertas kututup nganga luka luka kupancing udara di dalam dengan angin tangkapanku begitulah selalu kutulis nyawamu senyawa nyawaku

    Seremoni dengan mata pena kugali gali seluruh diriku dengan helai helai kertas kututup nganga luka lukaku kupancing udara di dalam dengan angin di tanganku begitulah, kutulis nyawaMu senyawa dengan nyawaku

    Mantra Pengantar ucapan melati dimekarkan matahari udara bakti disemburkan matahati maka para pengisap sezarrah gelombang lengang menanam ini sembahyang dialog sawah ladang maka adalah cuka duka lupa luka jantung hari bahagia beta alpa sendiri

  • bikin bikin puisi ucapan melati pergelaran matahari udara bakti persembahan matahati

    Denpasar Selatan, Dari Sebuah Lorong anak angin ruh sembunyikan sajak airmatamu hanya cakrawala sepagar halaman kali ini menyibak rahasia semesta begitulah senantiasa perempuan ibunda setiap yang bertanda laki-laki sigaran nyawa pecandu laknat air dewi katakatamu bibit cahaya rumpun perdu inilah perjalanan penemuan siangmalammu saban kali kau mengidung menembang dan melabuh bara para kekasih dewata terowongan penjor nun di dusun dusun jagatraya Bali resah menanti lalu menyulingmu kembali memasuki gerbang kotamu tergesa metropolitan ada juga titipan jalan pasir gubug ladang garam masa kecilmu kaligrafi sungai payau, gaib aksara terbungkus pujapujimu, mutlak laguan kawi kembali kau menyuruk ingatan limbung mengguruk tanah kuru dengan darah cinta kesuir atau sipongang segara gunungkah itu gagu merafal, mengeja eja mantra purba

    Dari Pura Tanah Lot inilah bunga angin dan tirta air kelapa muda para peladang yang membalik balik tanah dengan tugal

  • agar bermuka muka langit tinggal serta dalamku bercocok tanam mengidungkan musik dwitunggal dan seruling tidur ayam di dangau pinggir tegalan atau sepanjang pematang sampai ke batang air duduklah bersila di atas tumpukan batu batu karang ini lakon lakon rumput dan sayur laut mengirimkan gurau ombak seraya uap air memercik pedihku beribu para aku sebrang sana datang mengabadikanmu pasang naik pasang surut dan kini giliran asal bunyi sunyiku menggapai puncak meru ke gunung gunung agung tengadah mataku mengail ufuk tak teduh mengairi kasihku

    Jagung Bakar Pantai Sanur Suatu senja dengus cinta seperti jagung muda dihembus bara purba seraya pasir sepasang nganga luka buatan eropa direndam laut Sanur belajar mengunyah berenang dan menyelami pesona timur berpasang saksi bisu: perahu tembang jukung cakrawala satu ransel senyum derita berbuka-buka satu jengkal lebih syair berjemur jemur satu tongkol lagi: bakarkan, bakarkan bagi dua kenangan gombal rahasia kesepian moderna

    Syair Rajer Babat Rajer bukan ke mana bukan di mana bumi dipijak langit dijunjung Babat

  • bukan di mana bukan ke mana langit dijunjung bumi dipijak Suaka deskara siguntang hadir selalu menopangmu (kemanamana kau ayun langkahmu dimanamana kau tanam cintamu) Rajer bukan ke mana bukan di mana Babat bukan di mana bukan ke mana langit dijunjung bumi dipijak Ilmu salak seni subak mengalir setia mengawalmu (dimanamana kau bongkar rindumu kemanamana kau tembakkan lagu)

    Ni Reneng sebatang pohon nyiur meliuk di tengah Denpasar (akar-akarnya memeluk tanah dan tanah memeluk akar-akarnya) sudah terangkai sekar setangkai menimba hawa tikar pandan anyaman bulan di pelataran maka kuapung-apungkan diri berayun dan beriring menghilir telah tereguk air telaga dalam satu tarikan nafas bangau tak pernah risau akan warna helai teratai lalu menebal dasar telaga melayani turun-naiknya embun datang dan perginya sekawanan pipit perdu saja mengerti kesusahan langit sandaran sikap kepala kita

  • dalam rimba babad prasasti dan ritus tubuh tarian selembar demi selembar daun sirih menyalakan perbincangan senja senja dalam perjalanan meraut kecemasan antara sehari hari kefanaan dan arah keabadian sepasang mata angin di sini, di pusaran jantung Bali ibu, biar bersimpuh rohku pada kedua tapak tanganmu bekal ke sepi malam malam mantram memetik kidung cipratan bening embun menyusuri jelajahan jejak aksara menjaga kemurnian rasa dahaga dan lapar gambelan sukma kelana jika kematian kebahagiaan kayangan maka sia-sia derita mengempang raga masih misteri sisa warna matahari lalu kubaca-baca keriputmu (ke mana-mana jalanan basah bayang-bayang pohon peneduh) dan gelombang riang di rambutmu sebumbang kesadaran sunyi melaut permainan cahaya kesabaran ombak memintal pantai jukung-jukung cakrawala menjaring angin sambil mempermainkan punggung tangan dan telapak bergurat rahim semesta kata ibu keindahan itu sedalam seluas samudera mistika menyangga langit kerinduan kita bersamamu kutemui pondok di dasar laut di mana bunga-bunga bermekaran harum bau nyawa tarian dan semerbak syair selendang purba

  • Fragmen Upacara XXXIX versi 1 Tujuh lapis langit kutapis teratas: sungsang lapar dahaga delapan peta bumi kukipas terbawah: hening runtuhan sukma mencium celah retak tanah tanah serayaraya sawahladang terimakasihmu dan ringkik kuda putih putus tali ke negeri dewata terlupa (ke mata air matahari ribuan ternak) menggiring yang berumah di sajak sajak membasuh debu tungkai barisan anakanak sulungmu barisan anakanak bungsuku versi 2 tujuh lapis langit kutapis teratas sungsang lapar dahaga delapan peta bumi kukipas terbawah hening runtuhan sukma mencium celah retak tanahtanah serayaraya sawah ladang terimakasih mu dan ringkik kuda putih putus tali ke negeri dewata terlupa (ke mataair matahari ribuan ternak) menggiring yang berumah di sajak sajak membasuh debu tungkai barisan anakanak sulungmu barisan anakanak bungsuku

  • Upacara XXXVII lepaslah rahasia sebagai rahasia percakapan sunyi lelehan debu tegalan kalbu rayau waluku (jam-jam pasir di waktu air dipukul airwaktu pasir nyawa kembara di pohon raya menala rindu berkalam batu) peganglah rahasia sebagai rahasia percintaan sunyi sedekah sesaji bumi dewi sri sepasang musim bimasakti seruling jisim semantra setungku mentari (tuak-tuak waktu di jam sajak di pukul sajak waktu tuak : ombak mencapai pantai gamelan sudah mulai tanah lot bergelora pura besakih purnama) dari kabut fajar sanur hingga megah senja kuta bermalam siang tabuh gunung meru merasuki jiwa di lambung lumbung lambang kedewatan balidwipa berbanjar peri candi melontar genta yang purba di luar teratai di dalam semadi di luar kepala di dalam semesta: langit ilmu manusiawi masuk ke luar kamus sukmaku bumi teknologi rohani raung hutan hantu di lubuk tuhanku samudera galaksi pribadi membajak-bajak rawapaya payahku rahasia seni puisi bermukamuka fanabakaku (beruas-ruas bambu tuak

  • tuang tuang tualang gelegak bergaung parang perang tenggak ke puncak menatah patahkata sajak di luar kepala di dalam semesta di luar teratai di dalam semadi.)