Upload
matulanda-sugandi-ratulangi
View
221
Download
5
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Zainuddin pictures his view of Sam Ratulangie's experiences during a very critical period (1944-1948) for Sam Ratulangie (Presented 1996 in Makassar)
Citation preview
Perjuangan Ketujuh Tokoh Pergerakan Kebangsaan
di Makassar dan Serui (Yapen)
Oleh : Ir. Zainuddin Daeng Maupa *)
disampaikan pada peringatan Syukuran Sarasehan Makassar Serui (SSMS96) di
Ujung Pandang , 30 Juli 1996, dalam rangka mengenang 50 tahun pembuangan
ketujuh tokoh pergerakan kebangsaan Makassar ke Serui, Yapen, Irian Jaya oleh
penjajah Belanda
PENDAHULUAN
Dalam mengenang kembali peristiwa yang terjadi di Sulawesi Selatan dan Serui ± 50 tahun yang lalu,
perkenankanlah kami untuk menjelaskan peranan ketujuh tokoh pergerakan / pemimpin itu di
Makassar. Melalui sarasehan ini, kami mendekati latar belakang pergerakan di daerah ini, tanpa
maksud meremehkan dan atau membesar - besarkan peran beliau - beliau.
Kami mencoba mendekatinya melalui publikasi yang ada, apa yang kami dengar dan ataupun alami
langsung, karena untuk bagian - bagian tertentu kami ikut turut berperan didalamnya melalui cara
seobyektif mungkin.
Selanjutnya atas kepercayaan dari keluarga penerus ketujuh tokoh ini dalam menyusun uraian ini
pada tempatnya kami mengucapkan banyak terima kasih. Dan bila terdapat kekurangan didalamnya
terbuka untuk dikoreksi.
PERANAN DR. G.S.S.J. RATULANGIE DKK DI MAKASSAR
Sejalan dengan kebijaksanaan pemerintah pendudukan Jepang (RIKU - GUN) di Jakarta, oleh pihak
MINSEI-FU (KAI-GUN) di Makassar, sejak awal pendaratan tentara Jepang disini, telah merangkul
Lanto Daeng Pasewang, H. Sewang Daeng Muntu, M. A. Pelupessy, Tio Heng Sui dan H. Nusu Daeng
Mannangkasi sedangkan Nadjamuddin Daeng Malewa diangkat menjadi Walikota Makassar pada
bulan Mei 1945, melalui wadah : SYUKAI-GIIN, merupakan Badan Penasehat Penguasa MINSEI-FU.
Pada akhir tahun 1944, tiba dari Jakarta rombongan DR. Ratulangie, Pondaag dan Tobing, kemudian
menyusul Mr. Tajuddin Noor dan Mr. A. Zainal Abidin.
Kehadiran beliau - beliau dimaksud untuk memperkuat barisan pro kemerdekaan segera beliau tiba
di Makassar, maka wadah diatas berganti nama : SUMBER DARAH RAKYAT (SUDARA) dalam bahasa
Jepang : KEN KOKU DOSIKAI. Wadah ini dipimpin oleh Lanto Daeng Pasewang, A. Mappanyukki dan
Mr. Tajuddin Noor, sebagai akibat kekalahan demi kekalahan yang dialami pihak Jepang di kepulauan
Solomon.
Wadah ini berkembang pesat, meliputi seluruh potensi perjuangan di Sulawesi Selatan, serta
merupakan mantel organisasi binaan tokoh - tokoh pemuda antara lain : A. Mattalatta, Saleh
Lahode, Amiruddin Mukhlis, Manai Sophian Sunari, Sutan M. Yusuf SA, Man, Y. Siranamual, dll.
Kunjungan Ir. Soekarno dan rombongan ke Makassar pada tanggal 28 April s/d 2 Mei 1945,
merupakan suatu momentum sejarah karena lebih membangkitkan dan membakar semangat
kemerdekaan, baik melalui pertemuan khusus dengan para tokoh masyarakat ataupun melalui rapat
umum di lapangan Hasanuddin, dimana ribuan pemuda (pemudi) menghadiri pengibaran bendera
"Merah - Putih". Agaknya para tokoh - tokoh itu menerima isyarat kemerdekaan dari Bung Karno,
karena peristiwa tanggal 30 April 1945 itu sangat penting bagi perjuangan selanjutnya di Sulawesi
Selatan.
Dalam posisi Jepang yang makin terjepit oleh pihak sekutu, para pemuka masyarakat itu, yang
tergabung dalam SUDARA, menyempurnakan struktur dan personalia di perluas dengan susunan
sebagai berikut :
Ketua Kehormatan : Mappanyukki Ketua Umum : DR. G.S.S.J. Ratulangie Ketua Pusat : Lanto Daeng Pasewang Kepala Bagian Umum : M. A. Pelupessi Kepala Tata Usaha : A. N. Hajarati Kepala Bag. Pendidikan : Abd. Wahab Tarru Komando Pusat : G. R. Pantouw, H. M. Tahir, M. Suwang Dg. Muntu Majelis Pendidikan Pusat : Najamuddin Daeng Malewa Mr. S. Binol Maddusila Daeng Paraga
Pembentukan cabang awal di Pare - Pare yang diprakarsai oleh A. Abdullah Bau Massepe, yang
diresmikan pada tanggal 30 Juni 1945 oleh Ketua Umum atas nama Ketua Kehormatan, kemudian
diikuti Cabang Bosowa di Watampone oleh A. Pangeran Daeng Parani dan seterusnya meliputi
seluruh Sulawesi Selatan. Pembinaan hadir diketuai oleh Mr. Tajuddin Noor di Watampone. (Catatan
: Keluarga Ratulangie mengungsi ke Watampone, ingat pembunuhan massal cendikiawan oleh
Jepang di daerah tambang emas di Kab. Sambar (Kal-Bar)).
Mengenai bapak Suwarno adalah bekas Kepala Perguruan Taman Siswa yang didirikan pada tahun
1936 di Makassar sebagai orang Jawa yang berprinsip : "Sepih ing pamrih, rame ing gawe"
Para pimpinan SUDARA sekaligus menjadi penggerak dan propagandes yang tekun dan ulet.
Hubungan dengan tokoh - tokoh pemerintahan dijalin dengan baik antara lain Ince Saleh Daeng
Tompo, Abd. Salam Daeng Masikki, Mangkulla Daeng Patompo, M. Yunus Daeng Mile (semuanya ex
Bestuur Ambtenaar) demikian pula dengan para tokoh pemuda diatas.
Pembentukan kekuatan mempunyai dua tujuan yang antagonistis, yaitu : bagi kepentingan Jepang,
untuk perang semesta dan dipihak lain diarahkan untuk menuju kemerdekaan Indonesia.
Sementara SUDARA melebarkan sayapnya dan membina kesadaran politik di kalangan rakyat,
diterima surat undangan dari Badan Pekerja Untuk Persiapan Kemerdekaan (BPUPKA) pada tanggal 7
Agustus 1945, untuk mengirim utusan yang paling terpercaya untuk menghadirinya dan disepakati
secara bulat, yaitu : A. Mappanyukki, DR. G.S.S.J. Ratulangie dan A. Sultan Daeng Raja dan Sekr. Mr.
A. Zainal Abidin.
A. Mappanyukki berhalangan hadir, karena puncak perayaan perkawinan puteri beliau mendapatkan
A. Jemma (Datu Luwu) dan karenanya diwakili oleh A. Pangerang Daeng Parani. Mereka menuju ke
Jakarta pada tanggal 10 Agustus 1945. Karena alasan pembubaran BUPK oleh Pemerintah Jepang di
Jakarta, maka pimpinan Nasional menggantikannya dengan nama : Panitia Persiapan Kemerdekaan
Indonesia (PPKI).
Atas restu Laksamana Maeda kelompok pemuda militan yang menerima inspirasi dari Bung Syahrir
dan Tan Malaka mendesak pimpinan Nasional Soekarno - Hatta, yang mengetahui tentang
Kapitalisasi Jepang terhadap sekutu pada tanggal 14 Agustus 1945, agar beliau - beliau segera
memprolamirkan Kemerdekaan Indonesia, yang dikenal dengan peristiwa Rongkasdengkol. Para
utusan setempat menghadiri Proklamasi Kemerdekaan Indonesia di Jalan Pengangsaan Timur oleh
Soekarno - Hatta atas nama bangsa Indonesia dan selanjutnya menghadiri PPKI pada tanggal 18 - 19
Agustus 1945.
Selanjutnya rombongan DR. Ratulangie kembali pada tangga 24 Agustus 1945, dan pesawat yang
ditumpanginya mendarat di Sapiria dekat kota Bulukumba. DR. Ratulangie dan Mr. Andi Zainal
Abidin balik ke Makassar, A. Sultan Daeng Raja menetap di Bulukumba karena alasan sakit,
sedangkan A. Pangerang Daeng Parani langsung menuju ke Watampone. Setibanya DR. Ratulangie di
Makassar, langsung menginap di Hotel Empress bersama Mr. A. Zainal Abidin selama seminggu.
Selaku Gubernur Sulawesi, beliau menyadari sedalam - dalamnya, bahwa posisi beliau amat sulit.
Bandingkan dengan Gubernur Maluku Mr. Latuhari - hari yang tidak pernah ke Ambon.
Pada pertemuan tanggal 28 Agustus 1945 antara DR. Ratulangie dengan para tokoh SAUDARA di
Makassar, terdapat kekecewaan di kalangan tokoh pemuda dan kecaman tajam dan Najamuddin
Daeng Malewa (akhir Desember 1945, telah hilang dari penganut republikein).
Pada akhir bulang itu juga, DR. Ratulangie selaku Gubernur Sulawesi menyusun aparat
pemerintahannya sebagai berikut :
Gubernur : DR. G.S.S.J. Ratulangie Sekretariat : Mr. A. Zainal Abidin Wakil Sekretaris : F. Tobing Biro Umum : Lanto Daeng Pasewang Biro Ekonomi : Najamuddin Daeng Malewa dan Mr. Tajuddin Noor Biro Pemuda : Siaranamual dan Saelan Biro Penerangan : Manai Sophian Pembantu-Pembantu : A. N. Hajarati, GR. Pantouw, Syam, Supardi, Pondaag Dr. Syafrie dan Saleh Lahade
Penyebaran berita proklamasi kemerdekaan bangsa Indonesia itu disebarkan secara formal, melalui
Tim DR. Ratulangie menuju ke Utara sedangkan Tim Lanto Daeng Pasewang ke Selatan dan beliau
bertemu di Kota Sengkang.
Dimaksudkan untuk menyusun kekuasaan dan menggalang persatuan dengan makin santernya
berita pendaratan tentara sekutu di Sulawesi Selatan. DR. Ratulangie tetap mempertahankan
pendiriannya untuk tetap menghindari perlawanan bersenjata dan menggantikannya dengan jalan
diplomasi, berdasarkan suatu perhitungan yang matang (calculated risk).
Beliau menghargai sifat - sifat heroisme masyarakat Sulawesi Selatan (Bugis - Makassar), tetapi
dalam memperhitungkan situasi dan kondisi yang ada, ialah : Maluku dikenal sebagai Propinsi XII
Minahasa ke XII dari Propinsi Nederland, belum lagi penduduk NTT yang simpati dengan pihak
Belanda. Dasar pertimbangan ini dikemukakan kepada kami bertiga di Serui secara lisan, dalam
menyusun konsep buku, "Indonesia diatas Papan Ctur Politik Internasional". Kami akan membahas
inti - intinya kelak.
Jika di Sumatera dan Pulau Jawa terjadi benturan fisik / pertempuran bersenjata, melalui
perampasan senjata oleh para pemuda - pemuda, hal semacam itu ingin dihindari oleh beliau karena
akan membawa ekses dendam kesumat (haatzaai) antara suku bangsa di wilayah ini. Karenanya
beliau tidak merestusi permintaan para pemuda militan melalui SAUDARA untuk melucuti
persenjataan tentara Jepang. Berberda dengan daerah lainnya dimana pada awalnya Proklamasi
Kemerdekaan didukung oleh para raja - raja termasuk raja - raja lokal.
Kami pernah memperoleh penjelasan dari Lanto Daeng Pasewang bahwa beliau mengadakan
Sumpah Setia dengan Arumpone A. Mappanyukkimdan Datu Luwu A. Jemma, "siapa yang
mengkhianati RI akan digantikan isterinya", dalam bahasa Bugis.
Jika A. Ijo (yang kemudian diangkat menjadi Raja Gowa oleh NICA pada bulan Desember 1946),
beliau mengatakan kepada kami, bahwa beliau didahului oleh Najamuddin Daeng Malewa
menggarapnya. Patut dijelaskan, bahwa pelucutan senjata Jepang, terjadi juga di Luwu dan Kolaka.
GERAKAN SISWA - SISWA PERGURUAN NASIONAL
Gerakan Kelompok Siswa Perguruan Nasional di Makassar yang dijiwai oleh Perguruan Taman Siswa
Perguruan Nasional didirikan oleh DR. Ratulangie dan Lanto Daeng Pasewang dan Suwarno.
Dibawah prakarsa Abd. Rivai Paerai, yang mengadakan pertemuan dengan Sdr. Syamsul Ma’arif dan
La Ode Hadi bertempat di rumah Lanto Daeng Pasewang (ex Maradekaya weg No. 28) ; mereka
memutuskan bahwa saat penyerangan dilaksanakan pada tanggal 28 Oktober 1945, sesuai Hari
Sumpah Pemuda pada jam 05.00 pagi.
Sasaran penyerangan disusun sebagai berikut :
1. Kelompok Perguruan Nasional, dipimpin langsung oleh Abd. Rivai Paerai (alm.),
menyerang Hotel Empress dimana CO - NICA Dr. Lion Cochet, berkantor dan menginap.
Pangkalan penyerangan ditetapkan rumah Bapak Saelan (Tweede Zeestraat), memasuki
sekolah Frater selanjutnya menuju sasaran : Kelompok ini akan dibantu oleh PEMUDA
PATTUNUANG (lihat lampiran dalam bentuk skema).
2. Kelompok Perguruan ISLAM Datumuseng, menyerang kantor Polisi (ex kantor Gouverneur
Grote Oost dan Min Seifu, Jepang) dengan dibantu oleh permuda dari kampung Baru.
Dewasa ini menjadi kantor Walikota Kota Madya Ujung Pandang
Catatan : Setelah Proklamasi kemerdekaan diproklamirkan dua perguruan dibuka di
Makassar masing - masing Perguruan Nasional dan Perguruan Datu Museng yang dipelopori
oleh H. Masyikur Daeng Tompo, H. Gazali Sackhlan, H. Darwis Zakaria, dan lain - lain ( lahir
seminggu lebih dahulu dari Perguruan Nasional).
3. Kelompok Ka’ MINO, menyerang Radio dan dibantu oleh Pemuda Lariang Banggi.
Ada dugaan dari kami bahwa gerakan tersebut direstui oleh Lanto Daeng Pasewang karena pada
tanggal 27 Agustus 1945 pagi hari, kami diperintahkan untuk mengantar surat untuk Pajongan Daeng
Ngalle (Karaeng Polongbangkeng) yang diterima oleh kurirnya di Palleko. Kami berangkat naik
sepeda bersama Rajadin Daeng Lau, agaknya direncanakan dan akan merupakan "terugval basis" bila
gerakan ini dipukul mundur oleh pasukan Sekutu / NICA. Tepat pada jam 23.30 Sdr. Abd. Rivai
Pae’rai menawarkan pengibaran bendera Merah Putih tepat pada jam 24.00 di depan hotel
EMPRESS. Kami berdua yaitu Abd. Rachman Lanto (alm) melaksanakannya sesuai dengan perintah
dan berjalan lancar tanpa gangguan apa - apa dari pihak Australia. Tetapi sial bagi kami, karena
sekembalinya dari pelaksanaan tugas, Radjadin Daeng Lau, Abd. Latief Daeng Nyau dan kami sendiri
ketiduran di garage Bapak Saelan mungkin karena kecapean melaksanakan tugas - tugas ke Palleko,
ke Pattunuang dan pengibaran sangsaka Merah Putih.
Kurang lebih pada jam 02.30, kami bertiga meninggalkan rumah Bapak Saelan menuju sasaran, di
Jalan Hasanuddin (sekarang) antara bioskop ISTANA dan GELAEL, kami terkepung oleh pasukan polisi
yang dipimpin oleh Van der Pol, yang membawa pistol Jepang ilaha Rajadin Daeng Lau, pistol
tersebut dilempar ke pinggir jalan dan diketemukan oleh mereka. Mereka akan mengikat kami,
tetapi kami mengatakan tidak usah tuan, kami tidak akan lari, oleh der Pol mengatakan : "engkau
pemimpinnya, he ?"
Di Kantor Polisi (dewasa ini kantor Walikota UP), kami diinterogasir. Oleh Komisaris Polisi Koekrits
diancam : "He Zainuddin engkau akan rata dengan tanah besok pagi". Kami jawab "Terserah pada
tuan - tuan." Menjelang jam 05.00 pagi kami minta untuk shalat dan mereka mengizinkannya.
Selesai shalat, kami lari meninggalkan dua teman kami itu dan kami ditembaki oleh mereka,
Alhamdulillah kami selamat.
Selamat karena tempat ini diserang oleh pemuda - pemuda kampung Beru dari arah Fort Rotterdam.
Keduanya yang kami tinggalkan dimasukkan dalam kandang macan. Sebahagian dari anggota
penyerang Hotel Empress, menuju Polongbangkeng dan gugur sebagai kesuma bangsa antara lain :
Emmy Saelan, Wolter Mongisidi, Koko Sam, Abdullah Saleh Tompo dan Moh. Noer Pabeta gugur
kemudian pada serangan umum tanggal 1 Maret 1949 di Yogyakarta.
Gerakan ini oleh pihal Belanda disebut Palagan I. Seterusnya dimana - mana terjadi perlawanan fisik
oleh para pemuda dan ataukan ekspedisi dari Pulau Jawa akibatnya timbul korban 40.000 jiwa.
Akibat serangan umum itu, momentum perjuangan beralih keluar kota Makassar, ke pedalaman.
Secara politis kedudukan Gubernur Sulawesi DR. Ratulangie makin tersudut dan memindahkan
pemerintahannya ke kota Watampone, melalui jaminan Arumpone A. Mappanyukki dan rakyatnya
yang semula mendukung proklamasi RI. Tetapi pihak NICA mempraktekkan politik "bagi dan kuasai
(verdeel en heers)" dengan cara membonceng pihak sekutu.
Pada bulan Nopember 1945, Gubernur Sulawesi membentuk badan perjuangan yang bercorak
politik dengan nama PUSAT KESELAMATAN RAKYAT SULAWESI (PKRS) dengan susunan pengurus
sebagai berikut :
Ketua : DR. G.S.S.J. Ratulangie (Gubernur Sulawesi) Sekretaris : WST Pondaag Bendahara : Suwarno Wakil Ketua Komite Nasional Indonesia Selebes : Lanto Daeng Pasewang
Anggota - anggotanya : 1. H. Mansyur Daeng Tompo (Ketua Jamiah Islamiyah Selebes) 2. Inche Saleh Daeng Tompo (Wakil Golongan Pamong Raja) 3. J. Latumahina (Ketua Dewan Kristen Selebes) 4. Makki (Wakil Golongan Buruh) 5. H. Sewang Daeng Muntu (Ketua Muhammadiyah Cab. Sulawesi) 6. Sam (Kepala Bag. Pendidikan Pusat Keselamatan Rakyat)
Pada tanggal 21 Nopember 1945, Brigjen FO Chilton, mengeluarkan satu perintah kepada komandan
bawahannya, bahwa NICA merupakan bahagian integral dari administrasi kemiliteran, dimana
peraturan - peraturan dan perintah - perintahnya dilakukan atas kewenangan dari komando sekutu
sewaktu setiap tindakan atas nama pemerintah RI dilarang.
Pada bulan Desember 1945 inisiatif sudah beralih ketangan NICA dan pada tanggal 18 Desember
1945, untuk pertama kalinya PKRS mengadakan perundingan dengan pihak CONICA. DR. Ratulangie
cs tetap setia asas tujuan dan pendiriannya bersedia secara damai bekerjasama untuk pelaksanaan
pembangunan demi kepentingan rakyat dan bangsa. DR. Ratulangie menyampaikan kepada DR. Lion
Cachet mengenai asas dan pendirian PKRS sebagai berikut :
I. Pendirian Prinsipil Kami berdiri dibelakang RI sesuai UUD yang diproklamirkan pada tanggal 17
Agustus 1945, dimana Selebes merupakan bahagian yang tidak dapat dipisahkan
II. Pertimbangan - pertimbangan untuk berunding
1. Nasib dari Indonesia akan ditentukan oleh konperensi yang akan diadakan antara
pemerintah Pusat RI dengan wakil - wakil Pemerintah Belanda dan pada akhirnya oleh
konperensi internasional PBB
2. Tindakan - tindakan yang akan diambil dalam hubungannya dengan konprensi - konprensi
tersebut kami serahkan kepada Pemerintah RI di Jakarta, kepada siapa kami memberikan
kepercayaan sepenuhnya
3. Sikap kami dari semula sampai sekarang adalah untuk mewujudkan cita - cita kami dengan
menghindarkan terjadinya tindakan - tindakan kekerasan
III. Petunjuk dalam perundingan
Mengusahakan agar perkembangan masyarakat dan ekonomi rakyat dapat berlangsung
secara normal juga dalam masa peralihan ini pengertian bahwa kami menunggu adanya
keputusan, keputusan mengenai nasib Indonesia.
Pertemuan kedua pada tanggal 20 Desember 1945 antara PKRS dan CONICA. DR. Ratulangie
mengusulkan adanya Panitia Penghubung terdiri dari 3 orang yang disusun dengan pemufakatan raja
- raja.
Pihak CONICA menyetujui pembentukan Panitia Penghubung, tetapi mereka telah mengangkat
sebelumnya A. Ijo selaku Sombaya di Gowa dan Pabbenteng menjadi Arumpone.
Arsiteknya ialah cendikiawan tokoh - tokoh politik Sonda Daeng Mattayang, Najamuddin Daeng
Malewa, Abdullah Daeng Mappuji, Baso Daeng Malewa, Abd. Rajab, Mr. S. Binol, Husein Puang
Limboro, dll.
Pada tanggal 25 Pebruari 1946, CONICA telah berhasil membentuk Dewan Penasehat yang terdiri
dari anggota - anggotanya antara lain : A. Pebbenteng, Laode Fahili, La Cibu, Najamuddin Daeng
Malewa dan Sonda Daeng Mattayang.
SERUI
Pada tanggal 15 April - 17 Juni 1946 Gubernur Sulawesi DR. Ratulangie bersama 6 orang pembantu -
pembantunya dipenjarakan di Hoge Pad Weg, dan selanjutnya dibuang / diinternir ke Serui (P.
Japen). Rombongan I diangkut dengan kapal terbang CATALINA, pada tanggal 18 Juni 1946, yang
terdiri atas 3 keluarga yaitu keluarga DR. Ratulangie, Lanto Daeng Pasewang dan J. Latumahina.
Keluarga lainnya tiba melalui kapal laut. Tindakan pengasingan itu agaknya dimaksudkan untuk :
a. mempercepat penyerahan kekuasaan dari pihak sekutu kepada NICA yang berlangsung
pada tanggal 10 Juli 1946
b. mengadakan konferensi Malino pada tanggal 15 - 25 Juli 1946, sebagai embrio
pembentukan NIT
c. Melalui NIT, merealisir NIGEO, yang telah direncanakan sejak Pemerintahan pelanan
Nederland Indie ke Australia
Di Serui terdapat kesepakatan antara beliau - beliau untuk mendirikan Partai Kemerdekaan
Indonesia Irian berpusat di Serui yang dilaksanakan pada akhir tahun 1946. Para beliau mendekati
Bapak Silas Papare seorang mantan anggota tentara Amerika Serikat dan bekerja sebagai manteri
kesehatan di Serui. Peranan Bapak Latumahina cukup bersar, karena pada umumnya para anggota
Zending di Irian sebagian besar berasal dari Maluku.
Dari kalangan pemuda yang mendukung ide antara lain Stefanus dan adiknya. Yang bersangkutan
pernah ditahan pada kantor Polisi Serui bersama Sdr. Palangkey Daeng Lagu, karena mereka berdua
mengunjungi (dataran Pulau Irian).
Atas perjuangan DR. Ratulangie keduanya dibebaskan. Lain halnya Bapak Silas Papare dimana beliau
ditangkap oleh pemerintah dan dibawa ke Hollandia untuk dipenjarakan.
Pengasingan ke Serui, memberi kesempatan kepada DR. Ratulangie untuk menyusun konsep buku
"Indonesia diatas papan catur politik internasional" yang menurut beliau akan dipersembahkan
kepada bangsa Indonesia.
Kami sempat menerimanya dari tangan pertama, karena pada suatu kesempatan kami mengancam
beliau bahwa di Serui akan diadakan pemberontakan fisik dipimpin oleh kami. Kami akan membunuh
Controleur den Hertog bersama isterinya, dikala beliau sedang berjalan - jalan sore hari di Serui.
Alasan: kami telah mati . sebelum mati. Beliau menanyakan kepada kami, darimana Nudin
memperoleh senjata. Kami jawab, bahwa kami memperoleh dukungan dari polisi asal Minahasa dan
Ambon. Yang kami takuti ialah apabila Oom Sam dan tante serta anggota lainnya akan dibunuh oleh
pihak Belanda.
Spontan beliau menjawab itu rencana gila Nudin. Ngoni mau apa ? Kami menjawab : ajarlah kami
Oom tentang politik. Ngoni atur waktu. Maka diadakanlah pendidikan oleh beliau 2 x seminggu.
Catatan :
Buku tersebut tidak sempat dipubliser sampai beliau meninggal pada tahun 1949 di Jakarta. Mayat
beliau disemayamkan di Tondano (Minahasa) tempat kelahirannya. Disini didirikan sebuah TAMAN
dengan sebuah patung besar setengah badan. Untuk mengenal lebih mendalam, siapa DR. G.S.S.J.
Ratulangie.
Pada kesempatan yang baik ini, kami akan jelaskan sebagai berikut :
a. Beliau memulai pembahasannya tentang negara CHINA, sejak Zaman Keizer Ming,
seterusnya ke Sun Yat Tsen dengan konsep San Min Chui-nya yang terkenal dan dilanjutkan
ke Generalisme Chiang Kai Shek dengan konsep Kuo Mintang - nya. Beliau mengupas
tentang famili Chung, yang oleh beliau dianggap komparador imprealisme Barat. Beliau
menjelaskan juga tentang Perang Boxer dimana pelabuhan Syang-Hai dipaksakan dibuka
oleh Amerika Serikat melalui pengiriman kapal perang. Beliau menjelaskan juga mengenai
perang Chiang melawan komunis Mao Tse Tung dan juga tentang perang Chiang melawan
Jepang. Dari kupasan beliau diatas, beliau mengambil kesimpulan bahwa daratan China akan
dikuasai oleh Mao Tse Tung.
b. Selanjutnya dikupas pula mengenai perang Jepang melawan Rusia pada tahun 1904 -
1905, yang dimenangkan oleh pihak Jepang. Kaitan dengan peristiwa ini, beliau mengarang
buku tentang "Pacific in de branding"
c. Akibat perang dunia II, setelah kapitulasi pihak Jepang terhadap Sekutu, pada tanggal 14
Agustus 1945, beliau mengambil kesimpulan, bahwa Amerika Serikat akan membangun
negeri Jepang, sebagai "anti pode" berkuasanya Mao Tse Tung di dataran China. Eropa Barat
yang porak poranda akan dibangun oleh Pemerintah Amerika Serikat yang dikenal kemudian
melalui "Marshall Plan", menghadapi komunis Uni Sovyet.
d. Selanjutnya beliau mengupas tentang kedudukan Indonesia dalam memperjuangkan
kemerdekaannya. Menurut beliau, bahwa Amerika Serikat memandang letak geografis
Indonesia sangat strategis. Pihak Amerika sangat berkepentingan dan tidak menghendaki
labilitas politik di Asia Tenggara menghadapi komunisme internasional. Kita ketahui bahwa
diXXXX Indo - China pun sedang terjadi pemberontakan menghadapi pemerintah kolonial
Perancis. Beliau mengambil kesimpulan bahwa Pemerintah Belanda akan dipaksa oleh
majikannya Pemerintah Amerika Serikat untuk berunding dengan pihak Republik Indonesia
dan Indonesia akan keluar sebagai pemenang.
e. Selain itu, beliau mengupas tentang kemungkinan pecahnya Perang Dunia ke III. Bahwa
dalam perut bumi di Asia Tengah tersimpan milyarden ton bensin dan minyak tanah. Dunia
ini berputar dengan bensin dan minyak tanah. Siapa yang menguasai Asia Tengah dia akan
menguasai dunia. Mengenai latar belakang pergolakan diwilayah ini, beliau mengupas
tentang peranan Ballfour, Singa padang pasir pada peristiwa Perang Dunia I, yang
mengeluarkan "Ballfour Declaration". Bahwa negara Mesir harus diisolir dari Turki. Untuk itu
dibentuk "bufferstate", meliputi negara Jordania di bawah protectoraat Inggeris, Libanon
dibawah Perancis dan Palestina oleh keduanya. Oleh Pemerintah Inggeris diangkat ayah Raja
Husein menjadi Raja. Setelah Perang Dunia II usai, Zeonisme bangkit dan menggelegar
kekacauan di negara Palestina. Pada akhirnya mereka berhasil memojokkan kekuasaan
Inggeris dan berdirilah negara Zeonist yaitu Israel. Selain itu beliau menjelaskan peranan
Yahudi dalam perekonomian Amerika Serikat bahwa Wall Street dikuasia oleh orang Yahudi,
demikian pula Bank of Swiss dan bahkan Bank of London. Bahwa orang Yahudi itu Keras
Kepala, tercantum dalam Bybel Oom dan Alquran Nudin, katanya.
Dalam menutup karangan beliau itu, beliau mengambil "kesimpulan diatas kesimpulan" (conclusie
boven conclusie) :
1. Bahwa komunis Mao Tse Tung akan menguasai dataran China
2. Negara Jepang akan dibangun kembali oleh Pemerintah Amerika Serikat sebagai Antipode
diatas
3. Pihak Belanda akan dipaksa oleh majikannya Amerika Serikat untuk berunding dengan
pihak Republik Indonesia, dan Indonesia akan keluar sebagai pemenang
4. Pecahnya Perang Dunia III, kemungkinan besar akan meletus di Asia Tengah. Semua
perhitungan orang lain salah dan inilah yang benar. Akibat Perjanjian Renville setelah Clash I,
seluruh rombongan dikembalikan ke Yogyakarta (Ibukota RI).
Disini beliau menderita sakit dan dirawat di Jakarta. Sebelum itu, puteri - puteri beliau telah dikirim
ke Jakarta untuk bersekolah.
DAFTAR PUSTAKA
1. Arus Revolusi di Sulawesi Selatan (Dewan Harian Daerah Angkatan 45 Prop. Sul - Sel Masa Bhakti
1985 - 1989)
2. Indonesia Diatas Papan Catur Politik Internasional oleh DR. G.S.S.J. Ratulangie (tidak sempat
dipublikasikan)
*) Purnawirawan Sekretaris Jenderal Departemen Pertanian,
Alamat sekarang : Ujung Pandang : Telepon : 0411 - 851265