129
ii SAMBUTAN Bupati Lampung Tengah, DR. Ir. H. Mustafa, M.H. Inspirasi untuk Tidak Henti-hentinya Berinovasi Sebelum digeraknya ronda secara intensif, di Lampung Tengah ini sering terjadi konflik antarwarga dan aksi kriminal. Warga yang bertingkai tentu tidak baik untuk menggerakan pembangunan di segala bidang. Aksi kriminal, jelas membatasi gerak warga, di samping tidak kondusif untuk para investor menanamkan modalnya di Lampung Tengah. Jangankan investor mau menanamkan modalnya, kalau intensitas tindak kriminal tinggi, warga saja tidak berani ke luar rumah karena takut menjadi korban kejahatan. Kalau sudah begitu, bagaimana mau menggerakkan pembangunan. Sementara pembangunan yang cepat dan merata adalah cita-cita yang harus diwujudkan di tengah tuntutan perkembangan zaman yang begitu pesat dengan segala tantangannya. Maka dari itu, ronda menjadi salah satu pemecah masalah menggerakkan pembangunan yang cepat dan merata di Lampung Tengah. Apalagi dengan jumlah polisi yang tidak terlalu banyak untuk bisa menangani masalah keamanan penduduk dengan perbandingan yang belum ideal dengan jumlah polisi itu. Dalam perjalanannya, ronda berkembang dengan berbagai inovasi. Tentu dalam kaitan ini, partisipasi jajaran pemerintahan Kabupaten Lampung Tengah, pihak-pihak terkait, termasuk TNI, Polri, pihak swasta, dan masyarakat secara umum, mampu mengubah ronda di Lampung Tengah ini menjadi spesial. Artinya, ronda di Lampung Tengah tidak hanya soal penanganan konflik antarwarga, atau pun menangkal tindak kriminal, tetapi jauh berkembang dengan tujuan akhir untuk mempercepat pencapaian kesejahteraan bersama.

SAMBUTAN Bupati Lampung Tengah, DR. Ir. H. Mustafa, M.H ... · mendirikan perkumpulan dagang yang disebut Verenigde Oost Indische Compagnie (VOC). Tahun 1641, bangsa Belanda merebut

Embed Size (px)

Citation preview

ii

SAMBUTAN

Bupati Lampung Tengah, DR. Ir. H. Mustafa, M.H.

Inspirasi untuk Tidak Henti-hentinya Berinovasi

Sebelum digeraknya ronda secara intensif, di Lampung Tengah ini sering

terjadi konflik antarwarga dan aksi kriminal.

Warga yang bertingkai tentu tidak baik untuk

menggerakan pembangunan di segala bidang. Aksi

kriminal, jelas membatasi gerak warga, di

samping tidak kondusif untuk para investor

menanamkan modalnya di Lampung Tengah.

Jangankan investor mau menanamkan modalnya,

kalau intensitas tindak kriminal tinggi, warga saja

tidak berani ke luar rumah karena takut menjadi

korban kejahatan. Kalau sudah begitu, bagaimana

mau menggerakkan pembangunan. Sementara

pembangunan yang cepat dan merata adalah cita-cita yang harus diwujudkan

di tengah tuntutan perkembangan zaman yang begitu pesat dengan segala

tantangannya.

Maka dari itu, ronda menjadi salah satu pemecah masalah

menggerakkan pembangunan yang cepat dan merata di Lampung Tengah.

Apalagi dengan jumlah polisi yang tidak terlalu banyak untuk bisa

menangani masalah keamanan penduduk dengan perbandingan yang belum

ideal dengan jumlah polisi itu.

Dalam perjalanannya, ronda berkembang dengan berbagai inovasi.

Tentu dalam kaitan ini, partisipasi jajaran pemerintahan Kabupaten

Lampung Tengah, pihak-pihak terkait, termasuk TNI, Polri, pihak swasta,

dan masyarakat secara umum, mampu mengubah ronda di Lampung Tengah

ini menjadi spesial. Artinya, ronda di Lampung Tengah tidak hanya soal

penanganan konflik antarwarga, atau pun menangkal tindak kriminal, tetapi

jauh berkembang dengan tujuan akhir untuk mempercepat pencapaian

kesejahteraan bersama.

iii

Ronda salah satunya menjadi waktu yang tepat untuk menampung

aspirasi masyarakat, meninjau secara langsung warga di tempat tinggalnya,

bahkan berdialog bersama untuk memecahkan persoalan yang ditemukan.

Dengan inovasi-inovasi pelaksanaan ronda, sejauh ini masyarakat semakin

merasakan betapa ronda tersebut efektif untuk menyelesaikan masalah-

masalah, apalagi dibahas dalam forum yang menyenangkan.

Dalam kesempatan demikian, betapa banyak masalah yang

disampaikan warga sekaligus begitu beragamnya pemecahan masalah yang

ditemukan sehingga ronda yang inovatif semakin strategis pula dalam gerak

pembangunan di Lampung Tengah. Dalam padanya, pemerintahan daerah

menyadari benar melibatkan masyarakat dalam gerak pembangunan yang

terakomodir dalam serangkaian kegiatan ronda yang inovatif itu

mempermudah dalam mencapai tujuan pembangunan di Lampung Tengah.

Lampung Tengah misalnya memiliki program Kampung

Entrepreneur Creative (KECe). Sebagai salah satu program unggulan,

program KECe yang memberikan pelatihan kewirausahaan kepada

pemuda-pemuda di setiap kampung di Lampung Tengah, dapat menjadikan

ronda sebagai wadahnya. Sehingga entrepreneur-entrepreneur muda yang

diharapkan mampu membawa perubahan ekonomi di tingkat kampung,

ditempa dalam salah satu rangkaian kegiatan ronda yang memang juga

sering ada kegiatan pembinaan sumber daya manusia dalam kegiatan usaha

kreatif.

Dengan keyakinan, kesejahteraan masyarakat lahir jika ada

banyak entrepreneur-entreprenur yang nantinya mampu menciptakan

lapangan pekerjaan, program KECe menjadi bekal untuk memulai usaha

bagi masyarakat Lampung Tengah. Dalam padanya, pemuda-pemudi harus

di-mindset untuk tidak fokus mencari pekerjaan, tetapi bagaimana mampu

menciptakan lapangan pekerjaan di tengah masyarakat. Harapannya,

semakin banyak jumlah pengusaha, semakin besar peluang penyerapan

tenaga kerja.

Singkat kata, ronda yang dilaksanakan di Lampung Tengah tidak

sebatas untuk menciptakan kondisi tertib, aman dan tentram di tengah-

tengah masyarakat, tetapi dalam serangkaian kegiatannya, termasuk

menampung aspirasi sampai kegiatan pelatihan sumber daya manusia seperti

program KECe, diharapkan dapat mempercepat pencapaian tujuan

pembangunan yakni kesejahteraan bagi masyarakat Lampung Tengah.

Dalam perjalanan panjang berkembangnya inovasi ronda sampai

saat ini, peran dari buku Model Sistem Ronda Lampung Tengah ini

sangatlah penting. Sebab, buku ini mampu merekam fakta-fakta yang terjadi

iv

selama ronda berlangsung. Juga tentu memberi analisa terhadap

kemungkinan-kemungkinan perkembangan ronda untuk masa mendatang

yang tentunya memiliki tantangan yang tidak ringan.

Dalam kaitan tersebut, sebagai Bupati Lampung Tengah, pantaslah

mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya terhadap penyusunan

buku ini. Seperti halnya banyak pihak yang telah memberikan perhatian,

partisipasi, bahkan ikut aktif dalam menggerakan ronda di Lampung

Tengah, sekali lagi diucapkan terima kasih. Tanpa partisipasi sekaligus

dukungan banyak pihak, tentu ronda yang dijalankan di Lampung Tengah

tidak akan berkembang pesat dengan segala inovasinya seperti saat ini.

Semoga buku Model Sistem Ronda Lampung Tengah ini memberi

manfaat bagi kita semua untuk terus berperan aktif dalam pembangunan

bangsa dan negara menuju masyarakat adil dan makmur. Bagi Lampung

Tengah, buku ini sangatlah berarti karena memberi inspirasi untuk tidak

henti-hentinya berinovasi untuk pembangunan. Bagi pihak luar, inilah salah

satu cermin dari upaya Lampung Tengah untuk pantang menyerah dengan

tantangan-tantangan zaman yang semakin tidak mudah dengan

perkembangan dunia yang begitu pesat.

Lampung Tengah, 17 November 2017

DR. Ir. H. Mustafa, M.H.

v

DAFTAR ISI

SAMBUTAN BUPATI LAMPUNG TENGAH ................................... ii

DAFTAR ISI ........................................................................................... v

PENGANTAR PENULIS ....................................................................... viii

BAB I PENDAHULUAN ....................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ................................................................................. 1 1.2 Maksud dan Tujuan .......................................................................... 3 1.3 Sasaran Kajian .................................................................................. 4 1.4 Manfaat ............................................................................................ 4 1.5 Lokasi Kegiatan ................................................................................. 4 1.6 Metode Pendekatan ........................................................................... 4 1.7 Pengertian-Pengertian......................................................................... 5

BAB II DASAR PEMIKIRAN DAN LINGSTRA ............................... 6

2.1 Landasan Pemikiran ............................................................................ 6

2.1.1 Landasan Historis ...................................................................... 6

a. Zaman Soloensis .................................................................... 7

b. Zaman Kerajaan ..................................................................... 7

c. Zaman Kolonial...................................................................... 8

d. Setelah Kemerdekaan ............................................................. 10

2.1.2 Landasan Idiil Pancasila ............................................................. 11 2.1.3 Landasan Konstitusional UUD 45 .............................................. 14 2.1.4 Landasan Operasional ................................................................. 16

A. UU Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah ... 17

a. Inovasi Daerah........................................................................ 17 b. Partisipasi Masyarakat............................................................ 18 c. Manajemen Pelayanan Publik................................................ 19 d. Manajemen Operasional ........................................................ 21 e. Kecamatan ............................................................................. 23 f. Kelurahan .............................................................................. 24 g. DPRD .................................................................................... 25 h. Forkopimda ........................................................................... 25 i. Satpol PP ............................................................................... 26 j. Perangkat Daerah .................................................................. 27 B. UU Nomor 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik..... .... 27

vi

a. Organisasi Penyelenggara ..................................................... 27 b. Hak Kewajiban Bagi Masyarakat ......................................... 29 C. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2010 Tentang

Satpol PP ............................................................................... 29

D. Perda Lampung Tengah Nomor 20 Tahun 2012 Tentang

Ketertiban Umum dan Ketentraman Masyarakat .................. 32

2.2 Perkembangan Lingstra .................................................................... 32 a. Lingkungan Internasional/Global ............................................. 33

b. Lingkungan Regional ............................................................... 35

c. Lingkungan Nasional ............................................................... 37

d. Lingkungan Lokal Provinsi Lampung Dengan

Kabupaten/Kotanya ................................................................. 39

2.3 Peluang dan Kendala ........................................................................ 41

BAB III METODOLOGI .................................................................. .... 45

3.1 Metode Pengumpulan Data .............................................................. 45

3.2 Metode Analisis Data ...................................................................... 45

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................ 49

4.1 Kriminalitas Sebelum Dilaksanakan Ronda ..................................... 49 4.2 Kriminalitas Setelah Dilaksanakan Ronda ....................................... 51 4.3 Lima Masalah Pokok Model Sistem Ronda ..................................... 56 4.4 Potensi Penduduk dan Wilayah yang Mempengaruhi

Model Sistem Ronda ....................................................................... 59

4.5 Beberapa Fakta Model Sistem Ronda ................................................. 62

a. Ronda Setelah 2016 ................................................................ 62 b. Ronda Selama 2016 ................................................................. 69 c. Publikasi dan Sosialisasi Sebagai Model Sistem Ronda .......... 75

4.6 Model Sistem Ronda Lampung Tengah yang Diharapkan .............. 77

A. Harapan Masyarakat Terhadap Model Sistem Ronda ........... 77 B. Lingkup Model Sistem Ronda Lampung Tengah

yang Diharapkan .................................................................. 82

C. Model Kontribusi Sistem Ronda Terhadap Kesejahteraan ... 83 D. Model Peningkatan Sistem Ronda Lampung Tengah

yang Diharapkan ................................................................... 88

1. Meningkatkan Keterlibatan Masyarakat Secara Merata .. 88 2. Saatnya Memanfaatkan Teknologi Informasi .................. 90 3. Mengintensifkan Keterlibatan Swasta ............................. 91 4. Perlunya Membuat Perda dan Atau Perkada ................... 92 5. Perlunya Pendelegasian Berjenjang Atas

Pengendali Ronda ............................................................ 94

vii

6. Perlunya Membangun Koordinasi Dengan Pihak Luar .. 96 7. Harus Lebih Responsif Dengan Pergolakan Lingstra ...... 97

E. SOP Umum; Persiapan, Pelaksanaan, dan Evaluasi............. 99 1. SOP Persiapan ................................................................. 102 2. SOP Pelaksanaan ............................................................. 103 3. SOP Evaluasi ................................................................... 103 4. SOP Jaring Aspirasi......................................................... 103 5. SOP Tinjau Lapangan ..................................................... 104 6. SOP Senam Ronda .......................................................... 105 7. SOP Sosialisasi dan Publikasi ......................................... 107

F. Rekomendasi Taglen Ronda ................................................. 110

BAB V PENUTUP .................................................................................. 112

5.1 Kesimpulan ......................................................................................... 112

5.2 Saran-Saran ......................................................................................... 113

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................. 114

viii

PENGANTAR PENULIS

RONDA Kak Mus BERnAS:

Bangun Ekonomi Rakyat Dengan Aman Sejahtera

BUKU ini ditulis dari Kajian Model Sistem Ronda Lampung

Tengah, yakni pada kecamatan-kecamatan yang diambil secara acak di

mana ronda dilaksanakan secara masif, terutama dalam kurun kajian

dilaksanakan 30 Mei 28 Agustus 2017. Juga pada kecamatan lain yang

melaksanakan ronda pada rentang 2016 sebagai pembanding ronda yang

dilaksanakan pada 30 Mei 28 Agustus 2017 tersebut.

Harapannya buku ini dapat mengungkap lebih jauh manfaat dari

sistem ronda yang dilakukan dalam menyelesaikan berbagai permasalahan

di bidang keamanan, sosial budaya, ekonomi, pertanian dan bidang

infrastruktur. Selanjutnya, dapat disusun model Standar Operasinal Prosedur

(SOP) dalam menyelesaikan berbagai masalah secara cepat, tepat dan lugas,

serta menjadi bahan kebijakan dalam meningkatkan pelayanan prima

aparatur terhadap masyarakat.

Dengan demikian, pada gilirannya buku ini diharapkan dapat

menjadi bahan pertimbangan pemerintah daerah dalam rangka perencanaan

kegiatan, sosialisasi model sistem ronda dan penyusunan kebijakan di

Kabupaten Lampung Tengah.

Tentu tidak mudah memang dalam menyajikan hasil kajian yang

benar-benar diharapkan. Itu karena tidak mudah untuk mendapatkan

sumber-sumber referensi, fakta-fakta ronda yang dilaksanakan di Lampung

Tengah dalam kurun yang relatif terbatas.

Dengan berbagai bantuan banyak pihak, terutama Bupati DR. Ir. H.

Mustafa, M.H., dengan segenap jajaran yang sangat terbuka dan menyambut

hangat, hingga peran Kepala Balitbangda Lampung Tengah Drs. I. GST NY

Suryana, M.Si., dengan segenap jajaran, serta berbagai pihak yang tidak

mungkin disebutkan satu per satu, buku Model Sistem Ronda Lampung

Tengah ini dapat selesai tepat waktu.

Tentu masih banyak kekurangan di sana sini. Namun dengan

menyadari tiada gading yang tidak retak, maka buku ini sangat mungkin

untuk disempurnakan di kemudian hari.

ix

Mengutip pada bagian pendahuluan buku ini, digalakkannya ronda

di Lampung Tengah merupakan gagasan DR. Ir. H. Mustafa, M. H.,

sebelum menjadi bupati. Kala itu, Mustafa baru menjadi wakil bupati, dan

selanjutnya meneruskan kepemimpinan H.A. Pairin, yang mengundurkan

diri sebagai bupati untuk mencalonkan diri dan terpilih menjadi Walikota

Metro.

Di bawah komando Mustafa, tradisi ronda mampu diinovasi

sedemikian rupa. Ronda seperti termaktup pada landasaran historis buku ini,

memang sudah ada sejak dulu kala. Seperti penemuan fosil-fosil, baik fosil

Homo Soloensis maupun fosil Homo Wajakensis memberi pembuktian

bahwa Indonesia sejak 40.000 tahun lalu sudah didiami manusia sejenis

Homo Sapiens. Berbagai budaya sudah ada sejak zaman itu, termasuk dalam

hal meronda dalam pengertian yang masih sangat sederhana.

Sejarah Indonesia yang memiliki tiga kerajaan tersohor, yakni

Kerajaan Kutai, Kerajaan Sriwijaya dan Kerajaan Majapahit, ternyata juga

telah memiliki tradisi meronda. Fakhry (2016) membuktikan bahwa sudah

ada pos-pos yang digunakan suatu kerajaan di Nusantara untuk

melaksanakan ronda. Pada waktu itu, sistem keamanannya/sistem ronda

dilakukan secara terpusat. Yakni, prajurit dari kerajaan mengelilingi

wilayah kerajaan untuk memastikan keamanan, dan bisa dibilang pos

rondanya ada di dalam kerajaan.

Kolonial mulai merambah Nusantara sejak masa kejayaan Kerajaan

Majapahit berakhir. Bangsa Portugis yang pertama kali datang ke Nusantara

dengan tujuan berdagang.

Ahmad Sulaiman (2013), Portugis banyak memberi pengaruh pada budaya

Indonesia. Dari segi bahasa, Portugis banyak memberi sumbangan suku

kata. Bahkan kata ronda berasal dari Portugis.

Bangsa lain yang menancapkan cakarnya di Nusantara adalah

Belanda. Mereka yang datang ke Nusantara akhir abad XVI, kemudian

mendirikan perkumpulan dagang yang disebut Verenigde Oost Indische

Compagnie (VOC). Tahun 1641, bangsa Belanda merebut Malaka dari

Portugis, dan selanjutnya menanamkan beberapa pengaruh, termasuk sistem

keamanan, antara lain berupa ronda.

Penjajahan Jepang, seperti halnya Inggris, masuk ke dalam

kategori fase kolonial singkat. Kendati singkat, Jepang memiliki bekas

peninggalan budaya yang juga memberi pengaruh terhadap tradisi ronda

yang sudah mulai ada sejak zaman kerjaaan sampai negara-negara kolonial

sebelum Jepang masuk ke Indonesia.

x

Kalau zaman kerajaan sistem keamananya/sistem ronda dilakukan

secara terpusat yakni prajurit dari kerajaan mengelilingi wilayah kerajaan

untuk memastikan keamanan --bisa di bilang pos rondanya ada di dalam

kerajaan, pada zaman kolonial malah menggunakan sistem sebaliknya.

Pihak kolonial membangun pos-pos dari benteng, sampai titik-titik tertentu

hingga daerah pemukiman penduduk. Pos ronda ini digunakan pihak

kolonial untuk mengawasi penduduk agar tidak terjadi pemberontakan.

Setelah kemerdekaan 17 Agustus 1945, ronda dilakukan warga atas

instruksi pemerintahan atau inisiatif kolektif. Baik masa Orde Lama

maupun Orde Baru, perubahan sistem ronda terjadi signifikan. Pada masa

Orde Baru, didahului berbagai persoalan dalam negeri, dari gejolak politik

hingga kriminalitas, Kepala Polisi (kala itu) Awaloedin Djamil menggagas

bentuk pengamanan swakarsa, dari ronda kampung atau siskamling di sektor

tradisional hingga industrial security seperti satpam. Siskamling

menempatkan warga sipil sebagai pelaksana. Penangungjawab atau

pelaksana harian siskamling di lapangan biasanya dilakukan oleh seorang

hansip. Sejak itu, dibentuklah pos keamanan lingkungan (poskamling) di

kota-kota sampai pelosok desa.

Dibukanya kembali hubungan diplomatik dengan negara negara

barat lain menjadikan perekonomian Indonesia mulai membaik. Sehingga

Indonesia mulai menjadi sasaran impor oleh negara lain. Masuknya barang

elektronik seperti televisi, radio, membuat warga yang biasanya aktif ronda

menjadi pasif karena di rumah sudah punya hiburan sendiri-sendiri. Hal ini

mengubah konsep ronda dari yang tadinya dilakukan secara gotong-royong

antarwarga, berubah menjadi tanggung jawab petugas keamanan yang

ditugaskan untuk menjaga wilayah tersebut dengan menerima bayaran

seperti satpam.

Tradisi ronda belum berhenti berevolusi. Pekembangan teknologi

informasi dan komputer yang pesat terus mempengaruhi banyak sektor

termasuk dalam tradisi ronda. Digalakannya ronda di Lampung Tengah,

dapat menjadi perhatian dalam hal membangkitkan sekaligus memodifikasi

ronda agar sesuai zamannya.

Sejauh ini, ronda di Lampung Tengah tidak hanya dilakukan secara

reguler, tetapi juga dilakukan dengan lebih masif. Kalau ronda reguler lebih

untuk menjaga keamanan dan kertiban yang terpusat pada pos ronda

tertentu, sementara ronda masif tidak hanya begitu banyak pihak yang

terlibat, dengan mengerahkan banyak kekuatan, tetapi juga memiliki

konstruksi yang lebih rumit.

xi

Konstruksi yang rumit dikarena pengertian ronda yang ini tidak

sebatas menciptakan kondisi tertib, aman, nyaman di tengah-tengah

masyarakat. Tetapi lebih dari itu, yakni ronda yang pelaksanaannya tidak

terbatas waktu, merupakan kesatuan semangat yang lebih, suatu upaya

menghimpun informasi atau fakta-fakta dari arus bawah sehingga

memungkinkan didapat inovasi kreatif secara bersama, mengambil

kebijakan dari inovasi kreatif tersebut untuk menyelesaikan masalah-

masalah pembangunan dalam rangka mempercepat pencapaian

kesejahteraan masyarakat secara adil merata.

Seperti diuraikan pada bagian Lingkup Model Sistem Ronda

Lampung Tengah dalam buku ini, meski memiliki konstruksi yang lebih

rumit, ronda di Lampung Tengah yang dimaksud secara garis besar dapat

digolongkan dari tiga kegiatan utama, yaitu menampung aspirasi,

melakukan ronda masif, dan melakukan senam ronda pada keesokan

harinya.

Menampung aspirasi sesungguhnya dalam pengertian universal

tidaklah termasuk ronda. Tetapi dalam pengertian sistem model ronda

Lampung Tengah, karena menampung aspirasi dilakukan di malam hari,

dengan cara-cara inovatif kreatif, sehingga mengandung semangat yang

lebih untuk memecahkan masalah-masalah pembangunan dalam rangka

mempercepat pencapaian kesejahteraan masyarakat secara adil merata,

maka menampung aspirasi pengertian ini masuk dalam sebagai salah satu

elemen sistem ronda di Lampung Tengah.

Begitu pula dengan senam ronda, walau dilakukan pada siang hari

yang sesungguhnya merupakan bentuk olah raga masif, tetapi dalam

serangkaian geraknya, serangkaian alat peraganya, serangkaian syair dan

musik pengiringnya, serangkaian pesan-pesan yang disampaikan, sampai

reward berupa doorprize yang diberikan kepada peserta, semuanya

bernuansa ronda, maka senam yang inipun masuk dalam elemen sistem

ronda Lampung Tengah.

Malah hasil-hasil jaring aspirasi, hasil-hasil peninjauan lapangan

di saat berlangsungnya ronda, hasil-hasil musyawarah dalam kegiatan ronda

lainnya, baik berupa produk-produk Usaha Mikro, Kecil dan Menengah

(UMKM), dan bentuk lainnya dapat dikategorikan sebagai output dari

sistem ronda di Lampung Tengah. Produk-produk UMKM dari hasil

meronda itu, antara lain Kopi Ronda, Roti Singkong Ronda, Beras Tiwul

Ronda, Pizza Singkong Ronda, Beras Sehatku Ronda, Beras Singkong

Ronda, dan Pupuk Ronda.

xii

Tidak berlebih kiranya, dapat ditarik kesimpulan bahwa sistem

ronda di Lampung Tengah yang telah berjalan memiliki struktur yang unik

dibandingkan dengan struktur ronda yang pernah ada di Indonesia. Seperti

dalam bagian kesimpulan buku ini, ronda di Lampung Tengah tidak hanya

untuk tujuan keamanan, ketertiban dan keamanan, namun sekaligus

mencakup upaya-upaya untuk memacu perekonomian warga, memecahkan

masalah sosial, budaya, dan memperkuat tali silaturahmi antarwarga dalam

kebhinekaan. Artinya, Model Sistem Ronda Lampung Tengah adalah

BERnAS: Bangun Ekonomi Rakyat Dengan Aman Sejahtera.

Khusus memacu perekonomian yang diwadahi lewat agenda utama

ronda yaitu Jaring Aspirasi yang paripurna, lalu dilengkapi dengan

peninjauan langsung ke lapangan untuk memecah masalah-masalah

perekonomian warga seperti UMKM, pertanian, peternakan, perikanan, dan

ekonomi kreatif, Model Sistem Ronda Lampung Tengah telah mampu

memberi andil besar. Kekuatannya adalah musyawarah dan eksekusi cepat

atas hasil musyawarah itu. Maka dari itu pantaslah diajukan rekomendasi

taglen untuk Model Sistem Ronda Lampung Tengah mendatang: RONDA

Kak Mus BERnAS.

Selain usulan taglen di atas, beberapa saran pantas pula diajukan

seperti tercantum pada bagian akhir, atau saran-saran buku ini. Yakni,

antara lain Model Sistem Ronda Lampung Tengah mestinya diarahkan

menjadi Inovasi Daerah dalam rangka peningkatan kinerja penyelenggaraan

pemerintahan di daerah.

Di samping itu, Model Sistem Ronda Lampung Tengah sudah

saatnya pula memanfaatkan teknologi informasi, meningkatkan keterlibatan

swasta untuk mempercepat pecapaian tujuan kesejahteraannya, perlunya

pendelegasian dan penyebaran tugas-tugas ronda secara struktural,

hierarkhis, perlunya koordinasi ke dalam maupun keluar, dan sudah

seharusnya pula lebih responsif dengan pergolakan lingstra, sehingga

manajemen ronda dapat lebih jeli melihat peluang dan kendala dari faktor

eksternal. Ini juga sekaligus untuk memperbaiki kekurangan sekaligus

memperkuat kelebihan Model Sistem Ronda Lampung Tengah dari

internalnya sendiri.

Bandar Lampung, 18 November 2017

Junaidi, S.Pd., M.Pd., M.M.

49

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kabupaten Lampung Tengah yang memiliki luas wilayah terbesar

(13,57 %) dari seluruh kabupaten/kota se-Provinsi Lampung, dengan luas

4.789,82 Km, terdiri dari 28 kecamatan, 291 kampung dan 10 kelurahan,

diapit oleh beberapa kabupaten/kota, sehingga berbatasan langsung dengan

25 kecamatan dari 10 kabupaten/kota, mendatangkan keunggulan dan

peluang, sekaligus kelemahan dan kendala.

Begitu pula dengan pertumbuhan penduduk yang rata-rata 1,13 %

per tahun yang jika diproyeksikan sampai tahun 2031, jumlah penduduk

Lampung Tengah menjadi 1.432.458 jiwa.

Konsentrasi jumlah penduduk yang masih terpusat di wilayah

tengah, sehingga perekonomian yang maju dan berkembang juga hanya

terpusat di wilayah tengah ini, serta dampak selanjutnya membuat

kemiskinan di wilayah barat dan timur masih cukup tinggi, menjadi

tantangan tersendiri dalam menyelesaikan masalah-masalah pembangunan

di Lampung Tengah.

Dari segi pelayanan publik, permasalahannya belum semuanya

dapat diselesaikan. Lambatnya dalam penyelesaian pekerjaan di unit-unit

pelayanan publik dikarenakan birokrasi yang cukup panjang, bahkan sering

tidak sampai ke pemerintah sebagai pengambil keputusan. Untuk itu

pemerintah daerah Lampung Tengah melibatkan pemberdayaan masyarakat

melalui program gerakan ronda yang telah berjalan.

Digalakkannya ronda di Lampung Tengah adalah gagasan DR. Ir.

H. Mustafa, M. H., sebelum menjadi bupati. Kala itu, Mustafa baru menjadi

wakil bupati, dan selanjutnya meneruskan kepemimpinan H.A. Pairin, yang

mengundurkan diri sebagai bupati untuk mencalonkan diri dan terpilih

menjadi Walikota Metro.

Mustafa merupakan bupati ke-6 Lampung Tengah. Bupati pertama

Burhanuddin Amin (19451948), kemudian berturut-turut Zainabun

Djajanegara (19481952), R. Syahri Djajoyoabdinegoro (19521957),

50

Syamsudin Djajamarga (19581959), Mohfian Hasanuddin, Carepeboka

(1959-1960), Hasan Basri Darmawijaya (19611967), R. A. Oemar Kadir

(1967-1972), Zainal Arifin Waluyo, S.H. (19721973), S. Prawinegara

(19731978), R. Soekirno (19781985), H. Subekti Jayanegara (PLH,

1985), Drs. Suwardi Ramli (19851995), Drs. Herman Sanusi (19952000),

Drs. H. Andy Achmad Sampurna Jaya, M.Si (2000-2009), dan H.A. Pairin,

S.Sos (2009-2015).

Dari 16 bupati tersebut, Mustafa memiliki gaya kepemimpinan

yang khas. Soal menggerakkan pembangunan di Lampung Tengah

misalnya, Mustafa menyebut kepemimpinan visionerlah yang dibutuhkan.

Bukan hanya sekedar kepemimpinan yang administratif, tetapi harus bisa

mengeksekusi secara efektif setiap kebijakan yang dikeluarkan. Yaitu, harus

cepat, tepat, dan tetap tidak melukai perasaan.

Oleh karena itu, pertama yang dilakukan Mustafa ketika

memimpin, agar semua lancar, bagaimana Lampung Tengah ini bisa situasi

aman terlebih dahulu. Kalau sudah aman, maka masyarakat akan bisa

merasakan ketentraman. Lalu, masyarakat akan bisa bekerja, dan pada

akhirnya bisa mencapai kesejahteraan. Itu pulalah yang dimasukkan dalam

visi-misi Mustafa-Loekman Djojosoemarto memimpin Lampung Tengah

untuk periode 2016-2021.

Melalui gerakan ronda, pemerintah dapat menampung berbagai

aspirasi, keluhan dan kendala yang ada di masyarakat, sehingga pemerintah

dapat meningkatkan dan memberikan pelayanan publik secara cepat, tepat

dan lugas. Gerakan ini juga dapat mencetuskan berbagai inovasi dalam

penyelesaian masalah di tingkat masyarakat.

Satu sisi yang perlu ditingkatkan adalah mengintensifkan kesadaran

masyarakat dengan segala latar belakangnya untuk diberdayakan

melaksanakan ronda secara merata ke semua lini kabupaten, dan

menindaklanjuti hal-hal yang berkaitan dengan sistem ronda itu secara

kontiniu dan merata tanpa berbatas waktu.

Perkembangan lingkungan strategis seperti perkembangan

internasional/global terutama perkembangan teknologi informasinya,

perkembangan regional yang ditandai dengan ASEAN dan Masyarakat

Ekonomi ASEAN (MEA), perkembangan nasional, sampai perkembangan

Provinsi Lampung, memberi pengaruh secara langsung maupun tidak

langsung terhadap pelaksanaan ronda di Lampung Tengah. Pengaruh itu

bisa menimbulkan peluang sekaligus kendala.

51

Dengan demikian, model sistem ronda di Lampung tengah perlu

diperbaiki terus dari organisasinya sendiri dengan melihat kelebihan-

kelebihan dan kekurangan-kekurangan yang dimiliki. Perbaikan perlu pula

memperhatikan dari perkembangan lingkungan strategis, karena memberi

pengaruh baik secara langsung maupun tidak langsung berupa peluang-

peluang dan kendala-kendala.

Model sistem ronda yang diamati yang dilatarbelakangi

organisasinya sendiri dan memperhatikan pengaruh perkembangan

lingkungan strategisnya, dengan landasan pemikiran historis ronda, landasan

paradigma nasional menyangkut Pancasila, UUD 45, UU, dan peraturan

perundang-undangan lainnya, termasuk Peraturan Daerah Lampung Tengah

Nomor 20 Tahun 2012 tentang ketertiban umum dan ketentraman

masyarakat, adalah dasar untuk menganalisa sehingga didapat model sistem

ronda yang diharapkan.

Selain diharapkan semakin meningkatkan keterlibatan masyarakat

secara merata dalam model sistem ronda yang diharapkan itu, juga sudah

saatnya memanfaatkan teknologi informasi, perlunya mengintensifkan

keterlibatan swasta, perlunya membuat perda dan atau perkada, perlunya

delegasi berjenjang pengendali ronda, perlu membangun koordinasi dengan

pihak luar, dan sudah harus lebih responsif dengan pergolakan lingkungan

strategis.Dengan demikian, model sistem ronda yang diharapkan akan

berdampak tidak hanya mampu menekan tidak kriminal dan konflik sosial di

tengah-tengah masyarakat, tetapi juga dengan inovasi pelaksanaan rondanya

akan mampu meningkatkan perekonomian masyarakat, sehingga semakin

mudah untuk mencapai kesejahteraan yang adil dan merata secara bersama.

1.2 Maksud dan Tujuan

Maksud dan tujuan penulisan buku Model Sistem Ronda

Kabupaten Lampung Tengah ini adalah sebagai berikut:

a. Mengetahui manfaat dari sistem ronda yang dilakukan dalam menyelesaikan berbagai permasalahan di bidang keamanan, sosial

budaya, ekonomi, pertanian dan bidang infrastruktur di wilayah

Kabupaten Lampung Tengah;

b. Menyusun Model Standar Operasinal Prosedur (SOP) dalam menyelesaikan berbagai masalah secara cepat, tepat dan lugas dan;

c. Sebagai bahan kebijakan dalam meningkatkan pelayanan prima aparatur pemerintah Kabupaten Lampung Tengah terhadap masyarakat.

52

1.3 Sasaran Kajian

Sasaran penulisan buku Model Sistem Ronda Kabupaten Lampung

Tengah ini adalah:

a. Keterpaduan pelaksanaan program pembangunan melalui ronda yang dilakukan di Kabupaten Lampung Tengah;

b. Untuk dapat meningkatkan pendapatan masyarakat di Kabupaten

Lampung Tengah dan;

c. Untuk mensosialisasikan berbagai kegiatan terkait dengan model sistem

ronda.

1.4 Manfaat

Secara umum manfaat dari penulisan buku ini adalah sebagai

bahan pertimbangan pemerintah dalam rangka perencanaan kegiatan,

sosialisasi model sistem ronda dan penyusunan kebijakan di Kabupaten

Lampung Tengah.

1.5 Lokasi Kegiatan

Lokasi kegiatan penulisan buku Model Sistem Ronda ini yakni di

Kabupaten Lampung Tengah, yakni pada kecamatan-kecamatan yang

diambil secara acak dimana ronda dilaksanakan secara masif, terutama

dalam kurun kajian dilaksanakan 30 Mei 28 Agustus 2017. Juga pada

kecamatan lain yang melaksanakan ronda pada rentang 2016 sebagai

pembanding ronda yang dilaksanakan pada 30 Mei 28 Agustus 2017

tersebut.

1.6 Metode Pendekatan

Penulisan buku ini bersifat deskriptif analitik. Data diperoleh dari

hasil pengamatan, wawancara, dokumentasi, analisis, dan catatan lapangan.

Analisis data dengan memperbanyak informasi, mencari hubungannya,

membandingkan, dan menemukan hasil atas dasar data sebenarnya. Hasil

analisis data berupa pemaparan yang berkenaan dengan situasi yang diamati

53

dan disajikan dalam bentuk uraian narasi yang bersifat induktif dan

mengutamakan makna.

1.7 Pengertian-Pengertian

Beberapa pengertian yang perlu digarisbawahi dalam buku ini

adalah sebagai berikut:

a. Model adalah rencana, representasi, atau deskripsi kronologis yang menjelaskan suatu objek, sistem, konsep, aturan, kriteria, atau

prosedur sehingga bisa menjadi acuan atau referensi dalam melakukan

pekerjaan tertentu;

b. Sistem adalah sesuatu yang terdiri dari komponen-komponen atau elemen-elemen yang antara satu dengan komponen-komponen atau

elemen-elemen itu saling berhubungan menjadi satu kesatuan yang

utuh sehingga memudahkan aliran informasi, materi atau energi

dalam mencapai suatu tujuan dan;

c. Ronda adalah suatu kesatuan pekerjaan yang tidak terbatas waktu, tidak terbatas hanya untuk menjaga ketertiban, keamanan, dan

kenyamanan di tengah-tengah masyarakat, tetapi juga merupakan

kesatuan semangat yang lebih, suatu upaya menghimpun informasi

atau fakta-fakta dari arus bawah sehingga memungkinkan didapat

inovasi kreatif secara bersama, mengambil kebijakan dari inovasi

kreatif tersebut untuk menyelesaikan masalah-masalah pembangunan

dalam rangka mempercepat pencapaian kesejahteraan masyarakat

secara adil merata.

54

BAB II

DASAR PEMIKIRAN DAN LINGSTRA

2.1 Landasaran Pemikiran

Buku Model Sistem Ronda Lampung Tengah ini memiliki

Landasan Historis, Landasan Idiil Pancasila, Landasan Konstisionil UUD

45, Landasan Operasional Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang

Pemerintahan Daerah, Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang

Pelayanan Publik, dan Peraturan Daerah Lampung Tengah Nomor 20 Tahun

2012 tentang Ketertiban Umum dan Ketentraman Masyarakat.

2.1.1 Landasan Historis

Ronda sudah menjadi bagian dari budaya di Indonesia. Masyarakat

dari Sabang sampai Merauke sudah mengenal ronda dan menjalankannya

sebagai bagian dari sistem keamanan swakarsa. Ronda tidak hanya dapat

dirasakan manfaatnya oleh masyarakat yang melaksanakan ronda itu, tetapi

juga telah dapat meringankan beban aparat dalam menegakkan keamanan

dan ketertiban di tengah-tengah masyarakat.

Dari perspektif historis bangsa Indonesia, ronda sudah ada pada

Zaman Homo Soloensis, Zaman Kerajaan-Kerajaan, Zaman Kolonial,

Zaman Kemerdekaan, dan hingga saat ini.

a. Zaman Soloensis

Tradisi meronda sudah ada sejak zaman Homo Soloensis. Maya

Eka (2015), sejarah meronda pada era Homo Soloensis itu ditemui dari

bukti-bukti sejarah di Pulau Jawa. Hanya saja, meronda dalam pengertian ini

sangatlah sederhana. Sesuai dengan zamannya, Homo Soloensis memang

belum memiliki budaya yang utuh dan lengkap. Kehidupan yang masih

meramu, berpindah-pindah, dan masihlah sangat primitif. Tetapi cara-cara

untuk bertahan hidup, terutama dalam melawan pesaing, binatang buas

yang mengganggu sudah dilakukan dengan fisik yang strong.

Homo Soloensis (Manusia dari Solo) merupakan satu dari dua

jenis Kaum Homo Sapiens. Anonim (2014), Homo Sapiens memiliki dua

jenis. Selain Homo Soloensis, juga ada jenis Homo Wajakensis. Baik Homo

55

Soloensis maupun Homo Wajakensis yang merupakan spesies dari golongan

mamalia yang dilengkapi otak berkemampuan tinggi, terus menemukan

cara-cara untuk bertahan hidup, termasuk dengan cara meronda dalam

bentuk-bentuk yang sederhana itu.

Fosil Homo Soloensis yang ditemukan pada tahun 19311934 oleh

Von Koenigswald dan Wedenreich di Desa Ngadong lembah Bengawan

Solo, memperlihatkan peningkatkan kebudayaan. Von Koenigswald

menyimpulkan fosil berupa tengkorak yang ternyata Homo Soloensis

tersebut memiliki tingkatan kebudayaan lebih tinggi

dibanding Pithecanthropus Erektus. Sedangkan fosil Homo Wajakensis

ditemukan pada tahun 1889 oleh Eugene Dobois di Desa Wajak (Tulung

Agung) Jawa Timur. Oleh Eugene Dobois, fosil yang ditemukan berupa

tulang tengkorak, rahang atas dan rahang bawah dan tulang kering itu

disimpulkan sebagai golongan Homo Sapiens kelompok manusia purba

berbudaya maju dan terakhir.

Penemuan fosil-fosil, baik fosil Homo Soloensis maupun fosil

Homo Wajakensis juga memberi pembuktian bahwa Indonesia sejak 40.000

tahun yang lalu sudah didiami manusia sejenis Homo Sapiens. Berbagai

budaya sudah ada, termasuk dalam hal meronda dalam pengertian yang

masih sangat sederhana.

b. Zaman Kerajaan

Sejarah Indonesia yang memiliki tiga kerajaan tersohor, yakni

Kerajaan Kutai, Kerajaan Sriwijaya, dan Majapahit ternyata juga telah

memiliki tradisi meronda. Fakhry (2016) membuktikan bahwa sudah ada

pos-pos yang digunakan suatu kerajaan di Nusantara untuk melaksanakan

ronda. Pada waktu itu, sistem keamananya/sistem ronda dilakukan secara

terpusat. Yakni, prajurit dari kerajaan mengelilingi wilayah kerajaan untuk

memastikan keamanan. Bisa dibilang pos rondanya ada di dalam kerajaan.

Rahmad Saiin (2012), ronda zaman kerajaan sering dilengkapi

kentongan. Alat ini digunakan sebagai pemberitahu pada massa kerajaan,

untuk menyampaikan pesan dan perintah kepada rakyat. Kentongan dipukul

dengan irama yang berbeda-beda sesuai kejadian yang akan dan sedang

terjadi. Misalnya, tanda kentongan yang menandakan adanya kebakaran

rumah, adanya bencana banjir, adanya pencurian, atau akan adanya

gerombolan pasukan lawan yang datang menyerang pada masa peperangan

kerajaan zaman dahulu.

56

Rahmad Saiin (2012) lebih spesifik lagi, kentongan sudah lama

digunakan, mulai dari Kerajaan Demak, dan Surakarta, Yogyakarta. Selain

digunakan untuk menyampaikan pesan keamanan, kentongan dipakai pula

sebagai petunjuk waktu. Saat ronda berlangsung, kentongan dibunyikan

dalam satu kali setiap satu jamnya.

Di Sumatera, tiga kerajaan yakni Pagar Ruyung, Kesultanan

Palembang dan Kerajaan Jambi lewat garis keturunannya pada Suku Anak

Dalam atau Suku Kubu melengkapi analisa bahwa tradisi meronda sudah

ada pada tiga kerajaan tersebut. Muchlas (1975) dalam Ajebe (2010)

menunjukkan bahwa Suku Anak Dalam di Provinsi Jambi keturunan dari

Sumatera Selatan, umumnya tinggal di wilayah Kabupaten Batanghari. Lalu,

keturunan dari Minangkabau, umumnya di Kabupaten Bungo Tebo sebagian

Mersam (Batanghari). Dan, keturunan dari Jambi Asli yaitu Kubu Air

Hitam Kabupaten Sarolangun Bangko.

Walau belum disebut ronda, suku pendalaman yang kini masih

ada dan menyebar di beberapa kabupaten di Provinsi Jambi itu, terus

mewariskan peradaban untuk menjaga daerah buruan, kawasan meramu,

bahkan tempat bercocok tanaman dari berbagai serangan binatang liar, dan

kesulitan alam lainnya.

c. Zaman Kolonial

Kolonial mulai merambah Nunsantara sejak masa kejayaan

Kerajaan Majapahit berakhir. Bangsa Portugis yang pertama kali datang ke

Nusantara dengan tujuan berdagang. Monopoli perdagangan terutama di

wilayah Malaka dan sekitarnya mulai dikuasai orang-orang Portugis. Misi

perdagangan lambat laun meningkat menjadi penjajahan. Sejak 1511

Malaka mulai dikuasai oleh orang-orang Portugis.

Ahmad Sulaiman (2013), Portugis banyak memberi pengaruh pada

budaya Indonesia. Dari segi bahasa, Portugis banyak memberi sumbangan

suku kata. Kosa kata biola (viola), meja (mesa), mentega (manteiga), pesiar

(passear), pigura (figura), pita (fita), sepatu (sapato), serdadu (soldado),

cerutu (charuto), tolol (tolo), jendela (janela), algojo (algoz), bangku

(banco), bantal (avental), bendera (bandeira), bolu (balo), boneka (boneca),

armada, bola, pena, roda, sisa, tenda, tinta, dan masih banyak lagi, adalah

serapan dari kosa kata Portugis. Bahkan kata ronda berasal dari Portugis.

Bangsa lain yang menancapkan cakarnya di Nusantara adalah

bangsa Belanda. Mereka datang ke Nusantara pada akhir abad XVI. Tujuan

mereka sama dengan bangsa Portugis yaitu untuk berdagang pula. Mereka

57

dikenal sempat mendirikan perkumpulan dagang yang disebut Verenigde

Oost Indische Compagnie (VOC).

Tahun 1641 orang Belanda merebut Malaka dari Portugis.

Sebelumnya, tahun 1619 mereka sudah membangun benteng kuat di Batavia

saat menguasai Banten, pelabuhan dagang Nusantara lain yang penting.

Penjajahan Jepang, seperti halnya Inggris, masuk ke dalam

kategori fase kolonial singkat. Kendati singkat, Jepang memiliki bekas

peninggalan budaya yang terus digunakan atau bermanfaat bagi bangsa

Indonesia di masa kemudian.

Kalau zaman kerajaan sistem keamananya/sistem ronda dilakukan

secara terpusat yakni prajurit dari kerajaan mengelilingi wilayah kerajaan

untuk memastikan keamanan --bisa dibilang pos rondanya ada di dalam

kerajaan, pada zaman kolonial (zaman Belanda) malah menggunakan sistem

sebaliknya. Pihak kolonial ini membangun pos-pos dari benteng, sampai

titik-titik tertentu hingga daerah pemukiman penduduk. Pos ronda ini

digunakan pihak kolonial untuk mengawasi penduduk agar tidak terjadi

pemberontakan.

Fadila Adelin (2015), pada masa penjajahan kolonial Belanda, pos

ronda sudah banyak dibuat di Indonesia. Kala itu, pos ronda masih berupa

pos-pos jaga yang berfungsi sebagai perpanjangan tangan para penjajah

untuk mengekang orang-orang pribumi, khususnya mereka yang sedang

merencanakan pemberontakan. Biasanya pos penjagaan tersebut letaknya

dekat dengan menara atau benteng yang didirikan Belanda. Selain itu, pos

penjagaan tersebut juga berfungsi untuk mengawasi gerak pribumi yang

akan melintasi daerah tertentu.

Sementara pada masa VOC, sekalipun ada penjaga malam yang

bertugas ronda dan wijkmeester (lurah) untuk mengatur pelaksanaan ronda,

komunitas Tionghoa harus mengandalkan kemampuan mereka sendiri untuk

mengamankan lingkungan mereka.

Pada masa kolonial, pelibatan warga sipil dalam sistem keamanan

lingkungan mulai dilakukan karena tingginya tingkat kriminalitas. Pada

1920-an, peraturan mengenai tugas kepolisian (Het Herzine Indonesisch

Reglement) antara lain menyebutkan, jika dirasa perlu menurut

pertimbangan bupati dan disetujui oleh residen, kepala desa wajib

mengadakan jaga malam dan meminta semua penduduk desa

menjalankannya secara bergiliran, dan kepala desa tidak boleh memberi

kelonggaran tanpa alasan yang jelas.

58

d. Setelah Kemerdekaan

Setelah kemerdekaan 17 Agustus 1945, ronda dilakukan warga atas

instruksi pemerintahan atau inisiatif kolektif. Sesuai dengan

perkembangannya, ronda yang dimaksudkan menjaga keamanan dan

ketertiban kampung, sempat berubah dengan maksud memantau kegiatan

agresi militer kolonial dengan tempat-tempat berpindah-pindah. Artinya

pada zaman kemerdekaan awal itu penjagaan di pos-pos difungsikan untuk

pengawasan dan patroli akan kehadiran kembali penjajah. Orang-orang yang

melakukan ronda dibekali dengan senjata.

Pada masa Orde Lama, fungsi ronda kembali normal yaitu untuk

menjaga keamanan kampung. Sebab, kala itu tingkat kriminalitas cukup

tinggi. Pemerintahan yang belum stabil ditambah gangguan dari dalam

negeri yang hebat, berupa pemberontakan, membuat kondisi ekonomi

masyarakat yang buruk. Keadaan diperparah dengan belum masuknya

penerangan listrik ke kampung-kampung. Di era inilah sistem ronda dikenal

dengan siskamling atau sistem keamanan lingkungan.

Pada masa Orde Baru perubahan terjadi secara besar-besaran.

Didahului berbagai persoalan dalam negeri, dari gejolak politik hingga

kriminalitas, Kepala Polisi (kala itu) Awaloedin Djamil menggagas bentuk

pengamanan swakarsa, dari ronda kampung atau siskamling di sektor

tradisional hingga industrial security seperti satpam. Siskamling

menempatkan warga sipil sebagai pelaksana. Penangungjawab atau

pelaksana harian siskamling di lapangan biasanya dilakukan oleh seorang

hansip. Sejak itu, dibentuklah pos keamanan lingkungan (poskamling) di

kota-kota sampai pelosok desa.

Dibukanya kembali hubungan diplomatik dengan negara negara

barat lain menjadikan perekonomian Indonesia mulai membaik. Sehingga

Indonesia mulai menjadi sasaran impor oleh negara lain. Masuknya barang

elektronik seperti televisi, radio, membuat warga yang biasanya aktif ronda

menjadi pasif karena di rumah sudah punya hiburan sendiri-sendiri. Hal ini

mengubah konsep ronda dari yang tadinya dilakukan secara gotong-royong

antarwarga, berubah menjadi tanggung jawab petugas keamanan yang

ditugaskan untuk menjaga wilayah tersebut dengan menerima bayaran

seperti satpam.

Dalam perjalanan selanjutnya, ronda sebagai garda terdepan

pengamanan lingkungan sempat diacuhkan. Warga lebih memilih

membangun portal ketimbang gardu dan mengeluarkan kocek untuk

59

membayar hansip ketimbang bergantian ronda. Di kota-kota besar yang

notabenenya perumahan lebih banyak memakai jasa satpam untuk menjaga

lingkungan mereka. Yang menyedihkan, ada kesan para kaum elit tertentu,

ronda terkesan menghabis-habiskan waktu dan membuang tenaga karena

begadang di malam hari.

Perubahan ini sangat disayangkan karena rasa kebersamaan

antarwarga menjadi berkurang. Setiap orang disibukkan dengan urusannya

sendiri-sendiri dan tidak mau tahu dengan urusan orang lain walaupun hidup

bertetangga. Padahal ronda malam menjadi sarana untuk menjaga

hubungan antarwarga, meningkatkan solidaritas, dan tentu saja menjaga

keamanan lingkungan.

Dengan berkumpul, mengobrol, dan bercanda bersama di pos ronda

tentunya akan menumbuhkan rasa kekeluargaan yang erat sesama penghuni

kampung. Bahkan ada sebagian orang yang menilai bahwa ronda itu obat

stres. Pagi hingga sore dengan rutinitas kerja yang padat membuat ronda

dirindukan oleh sebagian kalangan untuk bercengkrama dan saling berbagi

cerita.

2.1.2 Landasan Idiil Pancasila

Ronda yang menjadi bagian dari kegiatan warga untuk mencapai

kesejahteraan haruslah berpedoman pada Pancasila. Juan Dynash (2017),

Pancasila merupakan way of life, weltanschaung, pegangan hidup, dan

petunjuk hidup. Dalam hal ini Pancasila adalah sebagai petunjuk arah

kegiatan di segala bidang kehidupan, tidak terkecuali dalam melaksanakan

ronda.

Sebagai petunjuk arah kegiatan dalam melaksanakan ronda,

Pancasila haruslah dilihat sebagai satu kesatuan yang utuh yang tidak dapat

dipisahkan satu dengan yang lain. Sehingga seluruh tingkah laku dan

perbuatan warga yang melaksanakan ronda itu akan dijiwai dan merupakan

pancaran dari sila-sila Pancasila.

Pancasila yang merupakan ideologi dasar bagi negara Indonesia

berasal dari Ajaran Budha dalam Kitab Tripitaka yang terdiri dari dua kata,

yaitu panca yang berarti lima dan sila yang berarti dasar. Jadi, secara

leksikal Pancasia bermakna lima aturan tingkah laku yang penting.

Ir. Soekarno dalam Juan Dynash (2017), Pancasila adalah jiwa

bangsa Indonesia yang turun temurun sekian lamanya terpendam bisu oleh

kebudayaan barat. Pancasila tidak hanya falsafah bangsa, tetapi merupakan

60

hasil perenungan jiwa yang dalam, yang kemudian dituangkan dalam suatu

sistem yang tepat.

Sedangkan Notonagoro (2003) dalam Juan Dynash (2017),

Pancasila sebagai suatu sistem filsafat, memiliki dasar ontologis, dasar

epistemologis dan dasar aksiologis tersendiri, yang membedakannya dengan

sistem filsafat lain.

Secara ontologis, hakekat dasar Pancasila adalah manusia, sebab

manusia merupakan subjek hukum pokok dari Pancasila. Selanjutnya,

hakekat manusia itu adalah semua kompleksitas makhluk hidup, baik

sebagai makhluk individu sekaligus sebagai makhluk sosial. Maka, yang

berke-Tuhanan Yang Maha Esa, yang berkemanusiaan yang adil dan

beradab, yang berpersatuan Indonesia, yang berkerakyatan yang dipimpin

oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan serta yang

berkeadilan sosial, adalah manusia.

Kajian epistemologis filsafat Pancasila yang dimaksudkan sebagai

upaya untuk mencari hakekat Pancasila sebagai suatu sistem pengetahuan,

terdapat tiga persoalan mendasar di dalamnya yaitu: (1) tentang sumber

pengetahuan manusia; (2) tentang teori kebenaran pengetahuan manusia;

dan (3) tentang watak pengetahuan manusia.

Tentang sumber pengetahuan Pancasila, sebagaimana diketahui

bahwa Pancasila digali dari nilai-nilai luhur bangsa Indonesia sendiri serta

dirumuskan secara bersama-sama oleh The Founding Fathers kita.

Memang dalam usaha merumuskan Pancasila, muncul usulan-

usulan pribadi yang dikemukakan dalam sidang Badan Penyelidik Usaha

Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). Misalnya Muhammad

Yamin, pada pada 29 Mei 1945 berpidato mengemukakan usulannya tentang

lima dasar yaitu Peri Kebangsaan, Peri Kemanusiaan, Peri Ketuhanan, Peri

Kerakyatan, dan Kesejahteraan Rakyat.

Dia berpendapat bahwa ke-5 sila yang diutarakan tersebut berasal

dari sejarah, agama, peradaban, dan hidup ketatanegaraan yang tumbuh dan

berkembang sejak lama di Indonesia.

Ir. Soekarno pada 1 Juni 1945 mengemukakan Pancasila sebagai

dasar negara dalam pidato spontannya yang selanjutnya dikenal dengan

judul "Lahirnya Pancasila". Ir. Soekarno merumuskan dasar negara;

Kebangsaan Indonesia, Internasionalisme, atau Peri-kemanusiaan, Mufakat

atau demokrasi, Kesejahteraan sosial, dan Ke-Tuhanan yang Maha Esa.

61

Dari banyak usulan yang mengemuka, Ir. Soekarno berhasil

mensintesiskan dasar falsafah dari banyak gagasan dan pendapat yang

disebut Pancasila pada 1 Juni 1945.

Rumusan dasar negara ini kemudian dibahas kembali oleh panitia

yang dibentuk BPUPKI dan dimasukkan ke Piagam Jakarta. Selanjutnya

pada 18 Agustus 1945 Pancasila secara sah menjadi dasar negara yang

mengikat.

Sebelum disahkan, terdapat bagian yang diubah Ke-Tuhanan,

dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya"

diubah menjadi Ketuhanan Yang Maha Esa.

Rumusan butir-butir Pancasila yang pernah digagas, baik yang

disampaikan dalam pidato Ir. Soekarno ataupun rumusan Panitia Sembilan

yang termuat dalam Piagam Jakarta adalah sejarah dalam proses penyusunan

dasar negara.

Rumusan tersebut semuanya otentik sampai akhirnya disepakati

rumusan sebagaimana terdapat pada alinea keempat Pembukaan Undang-

Undang Dasar 1945 yang disahkan pada 18 Agustus 1945.

Jadi, bangsa Indonesia merupakan kausa materialisnya Pancasila.

Warga Lampung Tengah yang mengembangkan ronda sebagai alat pencapai

kesejahteraannya, mestinya telah dan terus pula mengembangkan nilai-nilai

yang ada pada dirinya, yang diwarisi nenek moyangnya secara turun

temurun yang hidup dengan Pancasila di dadanya.

Dengan demikian pula, melaksanakan ronda juga sekaligus

melaksanakan sila-sila Pancasila secara hierarkhis dan utuh. Sebab,

Pancasila sebagai suatu sistem pengetahuan memiliki susunan yang bersifat

formal logis, hierarkhis, dan piramidal, baik susunan sila-silanya, maupun

isi arti dari sila-sila tersebut.

Pada masa Orde Baru, aplikasi Pancasila dijelaskan dalam 36

butir-butir yang menjadi hafalan wajib siswa di sekolah-sekolah.

Sebanyak 36 butir-butir Pancasila yang disahkan berdasarkan Tap

MPR No. II/MPR/1978 tentang Ekaprasetia Pancakarsa atau Pedoman

Penghayatan dan Pengalaman Pancasila (P4) itu juga dicetak dalam bentuk

poster yang kemudian ditempelkan di dinding-dinding kelas, bersanding

dengan poster-poster yang mewakili identitas bangsa dan nilai-nilai luhur

pendidikan lainnya.

62

Setelah zaman reformasi, gaung 36 butir Pancasila tidak begitu

terdengar. Pada tahun 2003, jumlah 36 butir diganti menjadi 45 butir

berdasarkan Tap MPR No I/MPR/2003. Redaksionalnya juga mengalami

perubahan, tidak seperti sebelumnya.

2.1.3 Landasan Konstitusional UUD 45

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,

atau disingkat UUD 1945 atau UUD 45, adalah hukum dasar tertulis (basic

law), konstitusi pemerintahan negara Republik Indonesia saat ini. UUD 45

disahkan sebagai undang-undang dasar negara oleh PPKI pada 18 Agustus

1945. Sejak 27 Desember 1949, di Indonesia berlaku Konstitusi Republik

Indonesia Serikat atau singakat UUD RIS dan sejak 17 Agustus 1950 di

Indonesia berlaku Undang-Undang Dasar Sementara 1950 atau disingkat

UUDS 50. Dekrit Presiden 5 Juli 1959 kembali memberlakukan UUD 45,

dengan dikukuhkan secara aklamasi oleh DPR pada 22 Juli 1959.

Pada kurun waktu 1999-2002, UUD 45 mengalami 4 kali

perubahan (amandemen), yang mengubah susunan lembaga-lembaga dalam

sistem ketatanegaraan Republik Indonesia.

Meski telah mengalami beberpa kali amandemen, tetapi substansi

dari UUD 45 tetaplah untuk kesejahteraan rakyat Indonesia dan seluruh

tumpah darah Indonesia. Dalam pembukaan jelas sekali digarisbawahi

bahwa tujuan kemerdekaan itu adalah untuk melindungi segenap bangsa

Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan

kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut

melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian

abadi dan keadilan sosial.

Dalam kaitan ronda, UUD 45 tidak hanya memberi payung di

pembukaan yang universal dan filosofis, tetapi juga sangat jelas dalam

uraian bab dan pasal demi pasalnya. Misalnya pada BAB VI tentang

Pemerintahan Derah, termaktup tentang pembagian Negara Kesatuan

Republik Indonesia yang terdiri dari daerah-daerah provinsi dan daerah

provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota. Setiap daerah itu mempunyai

pemerintahan daerah, yang diatur dengan undang-undang.

Pemerintahan daerah mengatur dan mengurus sendiri urusan

pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. Pemerintah

daerah juga menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan

63

pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan

pemerintah pusat. Pemerintahan daerah berhak menetapkan peraturan

daerah dan peraturan-peraturan lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas

pembantuan.

Pada pasal selanjutnya digariskan bahwa hubungan keuangan,

pelayanan umum, pemanfatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya

antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah diatur dan dilaksanakan

secara adil dan selaras berdasarkan undang-undang.

Soal hak asasi manusia, antara lain digariskan, setiap orang berhak

untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya. Tidak

hanya berhak membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui

perkawinan yang sah, setiap warga negara juga berhak atas kelangsungan

hidup, tumbuh, dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari

kekerasan dan diskriminasi. Setiap orang berhak mengembangkan diri

melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan

memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya,

demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat

manusia.

Setiap orang juga digariskan berhak atas pengakuan, jaminan,

perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama

dihadapan hukum. Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat

imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja. Setiap

orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan

pendapat. Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh

informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta

berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan

menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang

tersedia.

Tidak hanya itu, setiap orang berhak pula atas perlindungan diri

pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang di bawah

kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman

ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak

asasi.

Yang tidak kalah pentingnya, bahwa setiap orang berhak hidup

sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan medapatkan lingkungan

hidup baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.

Soal hak milik, setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi

dan hak milik tersebut tidak boleh diambil alih secara sewenang-wenang

64

oleh siapa pun. Atas itu semua, setiap orang wajib menghormati hak asasi

manusia orang lain dalam tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan

bernegara.

Khusus pertahanan dan keamanan negara, UUD 45 menggariskan

bahwa tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha

pertahanan dan keamanan negara. Usaha pertahanan dan keamanan negara

dilaksanakan melalui sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta oleh

Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Indonesia Republik

Indonesia, sebagai kekuatan utama, dan rakyat, sebagai kekuatan

pendukung. Sementara Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai alat

negara yang menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat bertugas

melindungi, mengayomi, melayani masyarakat, serta menegakkan hukum.

Susunan dan kedudukan Tentara Nasional Indonesia, Kepolisian

Negara Republik Indonesia, hubungan kewenangan Tentara Nasional

Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia di dalam menjalankan

tugasnya, syarat-syarat keikutsertaan warga negara dalam usaha pertahanan

dan keamanan diatur dengan undang-undang.

Sedangkan soal perekonomian dan kesejahteraan, UUD 45

menggariskan perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas

asas kekeluargaan. Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan

yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara. Bumi dan

air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara

dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.

Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi

ekonomi dengan prinsip keadilan, kebersamaan efisiensi berkeadilan,

berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga

keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.

Fakir miskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara oleh negara.

Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan

memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan

martabat kemanusiaan.

Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan

kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak.

2.1.4 Landasan Operasional

Ada empat landasan operasional buku Model Sistem Ronda

Lampung Tengah ini, yakni Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014

65

tentang Pemerintahan Daerah, Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009

tentang Pelayanan Publik, Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2010

Tentang Satpol PP, dan Peraturan Daerah Lampung Tengah Nomor 20

Tahun 2012 Tentang Ketertiban Umum dan Ketentraman Masyarakat.

A. UU Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah

Adapun landasan operasional buku Model Sistem Ronda Lampung

Tengah ini adalah Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang

Pemerintahan Daerah yaitu, soal inovasi daerah, soal partisipasi

masyarakat, soal manajemen pelayanan publik, soal manajemen operasional,

soal kecamatan, soal kelurahan, soal DPRD, soal Forkopimda, soal Satuan

Polisi Pamong Praja atau Satpol PP, dan soal perangkat daerah.

a. Inovasi Daerah

Ronda yang dilakukan di Lampung Tengah sesungguhnya adalah

inovasi. Tidak hanya menginovasi model sistem rondanya, tetapi juga

diharapkan output dari pelaksanaan ronda itu berupa inovasi-inovasi dalam

memberdayakan aparatur dan masyarakat untuk memanfaatkan sumber-

sumber daya yang ada sehingga mampu menggerakkan pembangunan di

segala bidang.

Dalam UU Nomor 9 Tahun 2015 tentang pemerintahan daerah

sesungguhnya sudah mengatatur bagaimana daerah membangun daerahnya.

Soal inovasi, UU Nomor 9 Tahun 2015 memberi ruang seluas-luasnya

kepada pemerintah daerah melakukan inovasi dalam rangka peningkatan

kinerja penyelenggaraan pemerintahan.

Jika melakukan inovasi yang dibatasi dengan terminologi semua

bentuk pembaharuan dalam penyelenggaraan pemerintahan, pemerintah

daerah diharuskan mengacu pada prinsip peningkatan efisiensi, perbaikan

efektivitas, perbaikan kualitas pelayanan, tidak ada konflik kepentingan,

berorientasi kepada kepentingan umum, dilakukan secara terbuka,

memenuhi nilai-nilai kepatutan, dan dapat dipertanggungjawabkan hasilnya

karena tidak untuk kepentingan diri sendiri.

Inisiatif inovasi dapat berasal dari kepala daerah, anggota DPRD,

aparatur sipil negara, perangkat daerah, dan anggota masyarakat. Usulan

inovasi yang berasal dari anggota DPRD ditetapkan dalam rapat paripurna.

Selanjutnya, usulan inovasi itu disampaikan kepada kepala daerah untuk

ditetapkan dalam perkada sebagai inovasi daerah.

66

Usulan inovasi yang berasal dari aparatur sipil, harus memperoleh

izin tertulis dari pimpinan perangkat daerah dan menjadi inovasi perangkat

daerah. Usulan inovasi yang berasal dari anggota masyarakat disampaikan

kepada DPRD dan/atau kepada pemerintah daerah.

Jenis, prosedur dan metode penyelenggaraan pemerintahan daerah

yang bersifat inovatif ditetapkan dengan Perkada. Laporan inovasi paling

sedikit meliputi cara melakukan inovasi, dokumentasi bentuk inovasi, dan

hasil inovasi yang akan dicapai.

Pemerintah pusat melakukan penilaian terhadap inovasi yang

dilaksanakan oleh pemerintah daerah. Dalam melakukan penilaian terhadap

inovasi daerah, pemerintah pusat memanfaatkan lembaga yang berkaitan

dengan penelitian dan pengembangan. Pemerintah pusat memberikan

penghargaan dan/atau insentif kepada pemerintah daerah yang berhasil

melaksanakan inovasi. Pemerintah daerah memberikan penghargaan

dan/atau insentif kepada individu atau perangkat daerah yang melakukan

inovasi.

Dalam hal pelaksanaan inovasi yang telah menjadi kebijakan

pemerintah daerah dan inovasi tersebut tidak mencapai sasaran yang telah

ditetapkan, aparatur sipil negara tidak dapat dipidana.

b. Partisipasi Masyarakat

Disebabkan sumber daya yang terbatas, sementara waktu untuk

membangun itu juga tidak terlalu lama, maka membangkitkan partisipasi

masayarakat dalam ronda sangat perlu dilakukan. Dalam UU Nomor 9

Tahun 2015 tentang pemerintahan daerah, dalam penyelenggaraan

pemerintahan, pemerintah daerah wajib mendorong partisipasi masyarakat.

Dalam mendorong partisipasi masyarakat, pemerintah daerah:

1. Menyampaikan informasi tentang penyelenggaraan pemerintahan daerah

kepada masyarakat;

2. Mendorong kelompok dan organisasi masyarakat untuk berperan aktif

dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah melalui dukungan

pengembangan kapasitas masyarakat;

3. Mengembangkan pelembagaan dan mekanisme pengambilan keputusan

yang memungkinkan kelompok dan organisasi kemasyarakatan dapat

terlibat secara efektif dan/atau;

4. Kegiatan lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

67

c. Manajemen Pelayanan Publik

Pemerintah daerah wajib membangun manajemen pelayanan publik

dengan mengacu pada asas-asas pelayanan publik.

Manajemen pelayanan publik meliputi:

1. Pelaksanaan pelayanan;

2. Pengelolaan pengaduan masyarakat;

3. Pengelolaan informasi;

4. Pengawasan internal;

5. Penyuluhan kepada masyarakat;

6. Pelayanan konsultasi dan;

7. Pelayanan publik lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan.

Dalam melaksanakan manajemen pelayanan publik, pemerintah

daerah dapat membentuk forum komunikasi antara pemerintah daerah

dengan masyarakat dan pemangku kepentingan terkait. Daerah dapat

membentuk Badan Layanan Umum Daerah dalam rangka meningkatkan

pelayanan kepada masyarakat dengan berpedoman pada ketentuan

peraturan perundang-undangan.

Pemerintah daerah wajib mengumumkan informasi pelayanan

publik kepada masyarakat melalui media dan tempat yang dapat diakses

oleh masyarakat luas. Informasi pelayanan publik dituangkan dalam bentuk

maklumat pelayanan publik Pemerintah Daerah kepada masyarakat.

Maklumat pelayanan publik paling sedikit memuat:

a. Jenis pelayanan yang disediakan;

b. Syarat, prosedur, biaya dan waktu;

c. Hak dan kewajiban Pemerintah Daerah dan warga masyarakat dan;

d. Satuan kerja atau unit kerja penanggungjawab penyelenggaraan

pelayanan.

68

Maklumat pelayanan publik ditandatangani oleh kepala daerah dan

dipublikasikan secara luas kepada masyarakat.

Maklumat pelayanan publik menjadi dasar pemerintah daerah

dalam menyelenggarakan pelayanan publik. Kepala daerah yang tidak

mengumumkan informasi tentang pelayanan publik, dikenai sanksi

administratif berupa teguran tertulis oleh menteri untuk gubernur dan oleh

gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat untuk bupati/wali kota.

Dalam hal teguran tertulis telah disampaikan dua kali berturut-turut

dan tetap tidak dilaksanakan, kepala daerah diwajibkan mengikuti program

pembinaan khusus pendalaman bidang pemerintahan yang dilaksanakan

oleh kementerian serta tugas dan kewenangannya dilaksanakan oleh wakil

kepala daerah atau pejabat yang ditunjuk.

Daerah dapat melakukan penyederhanaan jenis dan prosedur

pelayanan publik untuk meningkatkan mutu pelayanan dan daya saing

daerah. Penyederhanaan sebagaimana dimaksud ditetapkan dengan Perda,

dan itu dapat memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi dalam

penyelenggaraan pelayanan publik. Masyarakat berhak mengadukan

penyelenggaraan pelayanan publik kepada pemerintah daerah, Ombudsman,

dan/atau DPRD.

Pengaduan dilakukan terhadap:

a. Penyelenggara yang tidak melaksanakan kewajiban dan/atau melanggar

larangan sebagaimana dimaksud dalam ketentuan peraturan perundang-

undangan mengenai pelayanan publik dan;

b. Pelaksana yang memberi pelayanan yang tidak sesuai dengan standar

pelayanan sebagaimana dimaksud dalam ketentuan peraturan perundang-

undangan mengenai pelayanan publik.

Mekanisme dan tata cara penyampaian pengaduan sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan. Kepala daerah wajib

melaksanakan rekomendasi Ombudsman sebagai tindak lanjut pengaduan

masyarakat.

Kepala daerah yang tidak melaksanakan rekomendasi Ombudsman

sebagai tindak lanjut pengaduan masyarakat diberikan sanksi berupa

pembinaan khusus pendalaman bidang pemerintahan yang dilaksanakan

oleh kementerian serta tugas dan kewenangannya dilaksanakan oleh wakil

kepala daerah atau pejabat yang ditunjuk.

69

d. Manajemen Operasional

Tentu dalam mendorong partisipasi masyarakat, sehingga antara

lain munculnya inovasi-inovasi untuk pembangunan, itu tidak dapat

berjalan kalau tidak ada manajemen operasional yang menanganinya.

Kepala daerah, wakil kepala daerah, hingga perangkat-perangkat daerah

seperti camat dan lurah, mestinya memiliki peran sangat penting. Tidak

terkecuali pula peran dari DPRD dan Forkopimda, sangat dibutuhkan.

Dalam manajemen operasional itu, peran kepala daerah dengan

tugas-tugasnya sangatlah menentukan. Kepala daerah dapat dibantu oleh

wakil kepala daerah, dan perangkat daerah lainnya.

Kepala daerah sendiri tidak boleh lepas dengan tugasnya:

1. Memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan

daerah berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan dan

kebijakan yang ditetapkan bersama DPRD;

2. Memelihara ketenteraman dan ketertiban masyarakat;

3. Menyusun dan mengajukan rancangan Perda tentang RPJPD dan

rancangan Perda tentang RPJMD kepada DPRD untuk dibahas bersama

DPRD, serta menyusun dan menetapkan RKPD;

4. Menyusun dan mengajukan rancangan Perda tentang APBD, rancangan

Perda tentang perubahan APBD, dan rancangan Perda tentang

pertanggungjawaban pelaksanaan APBD kepada DPRD untuk dibahas

bersama;

5. Mewakili daerahnya di dalam dan di luar pengadilan, dan dapat

menunjuk kuasa hukum untuk mewakilinya sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan dan;

6. Melaksanakan tugas lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan.

Dalam melaksanakan tugas, kepala daerah berwenang:

1. Mengajukan rancangan Perda;

2. Menetapkan Perda yang telah mendapat persetujuan bersama DPRD;

3. Menetapkan Perkada dan keputusan kepala daerah;

4. Mengambil tindakan tertentu dalam keadaan mendesak yang sangat

dibutuhkan oleh daerah dan/atau masyarakat;

70

5. Melaksanakan wewenang lain sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan.

Di samping kepala daerah, peran wakil kepala daerah sangat

menentukan dalam menggerakan roda pemerintahan. Wakil kepala daerah

tidak hanya bertugas membantu kepala daerah, tetapi juga memimpin,

mengoordinasikan, memantau, memberikan saran dan melaksanakan tugas-

tugas kepala daerah tertentu jika kepala daerah berhalangan.

Wakil kepala daerah mempunyai tugas:

1. Membantu kepala daerah;

2. Memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan

daerah;

3. Mengoordinasikan kegiatan perangkat daerah dan menindaklanjuti

laporan dan/atau temuan hasil pengawasan aparat pengawasan;

4. Memantau dan mengevaluasi penyelenggaraan pemerintahan daerah

yang dilaksanakan oleh perangkat daerah;

5. Memantau dan mengevaluasi penyelenggaraan pemerintahan yang

dilaksanakan oleh perangkat daerah kelurahan, dan/atau desa;

6. Memberikan saran dan pertimbangan kepada kepala daerah dalam

pelaksanaan pemerintahan daerah;

7. Melaksanakan tugas dan wewenang kepala daerah apabila kepala daerah

menjalani masa tahanan atau berhalangan sementara dan;

8. Melaksanakan tugas lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan.

Hanya saja dalam menjalankan tugasnya, wakil kepala daerah itu,

ada aturan main yang harus dijalankan. Misalnya wakil kepala daerah

melaksanakan tugas dan kewajiban pemerintahan lainnya yang diberikan

oleh kepala daerah yang ditetapkan dengan keputusan kepala daerah. Dalam

melaksanakan tugas, wakil kepala daerah menandatangani pakta integritas

dan bertanggung jawab kepada kepala daerah. Wakil kepala daerah wajib

melaksanakan tugas bersama kepala daerah hingga akhir masa jabatan.

71

e. Kecamatan

Kewenangan kepala daerah, juga dilimpahkan secara terstruktur ke

kecamatan. Pelimpahan kewenangan disesuaikan dengan tipe

kecamatannya. Kecamatan tipe A dengan beban kerja yang besar tentu

mendapat pelimpahan kewenangan yang lebih besar dibandingkan dengan

kecamatan tipe B dengan beban kerja yang kecil. Penentuan beban

didasarkan pada jumlah penduduk, luas wilayah, dan jumlah

desa/kelurahan.

Kecamatan dipimpin oleh seorang kepala kecamatan yang disebut

camat yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada bupati melalui

sekretaris daerah.

Camat mempunyai tugas:

1. Menyelenggaraan urusan pemerintahan umum;

2. Mengoordinasikan kegiatan pemberdayaan masyarakat;

3. Mengoordinasikan upaya penyelenggaraan ketenteraman dan ketertiban

umum;

4. Mengoordinasikan penerapan dan penegakan Perda dan Perkada;

5. Mengoordinasikan pemeliharaan prasarana dan sarana pelayanan umum;

6. Mengoordinasikan penyelenggaraan kegiatan pemerintahan yang

dilakukan oleh perangkat daerah di kecamatan;

7. Membina dan mengawasi penyelenggaraan kegiatan desa dan/atau

kelurahan;

8. Melaksanakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah

kabupaten/kota yang tidak dilaksanakan oleh unit kerja perangkat daerah

kabupaten/kota yang ada di kecamatan dan;

9. Melaksanakan tugas lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan.

Camat dalam melaksanakan tugasnya dibantu oleh perangkat

kecamatan. Selain melaksanakan tugas, camat mendapatkan pelimpahan

sebagian kewenangan bupati/wali kota untuk melaksanakan sebagian

urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah kabupaten/kota.

72

Pelimpahan kewenangan bupati/wali kota dilakukan berdasarkan

pemetaan pelayanan publik yang sesuai dengan karakteristik kecamatan

dan/atau kebutuhan masyarakat pada kecamatan yang bersangkutan.

Pendanaan dalam penyelenggaraan tugas pemerintahan yang

dilakukan oleh camat dibebankan pada APBD kabupaten/kota.

f. Kelurahan

Kelurahan dibentuk dengan Perda kabupaten/kota berpedoman

pada peraturan pemerintah. Kelurahan dipimpin oleh seorang kepala

kelurahan yang disebut lurah selaku perangkat kecamatan dan bertanggung

jawab kepada camat.

Lurah diangkat oleh bupati/wali kota atas usul sekretaris daerah

dari pegawai negeri sipil yang memenuhi persyaratan sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan.

Lurah mempunyai tugas membantu camat dalam:

1. Melaksanakan kegiatan pemerintahan kelurahan;

2. Melakukan pemberdayaan masyarakat;

3. Melaksanakan pelayanan masyarakat;

4. Memelihara ketenteraman dan ketertiban umum;

5. Memelihara prasarana dan fasilitas pelayanan umum;

6. Melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh camat dan;

7. Melaksanakan tugas lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan.

Pemerintah daerah kabupaten mengalokasikan anggaran dalam

APBD kabupaten untuk pembangunan sarana dan prasarana lokal

kelurahan dan pemberdayaan masyarakat di kelurahan. Penentuan kegiatan

pembangunan sarana dan prasarana lokal kelurahan dan pemberdayaan

masyarakat di kelurahan dilakukan melalui musyawarah pembangunan

kelurahan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

73

g. DPRD

DPRD kabupaten mempunyai tugas dan wewenang:

a. Membentuk perda kabupaten bersama bupati;

b. Membahas dan memberikan persetujuan rancangan Perda mengenai

APBD kabupaten yang diajukan oleh bupati;

c. Melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan Perda dan APBD

kabupaten;

d. Memilih bupati dan wakil bupati dalam hal terjadi kekosongan jabatan untuk meneruskan sisa masa jabatan;

e. Mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian bupati kepada menteri melalui gubernur sebagai wakil pemerintah pusat untuk mendapatkan

pengesahan pengangkatan dan/atau pemberhentian;

f. Memberikan pendapat dan pertimbangan kepada pemerintah daerah kabupaten terhadap rencana perjanjian internasional di daerah;

g. Memberikan persetujuan terhadap rencana kerja sama internasional yang dilakukan oleh pemerintah daerah kabupaten/kota;

h. Meminta laporan keterangan pertanggungjawaban bupati dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah;

i. Memberikan persetujuan terhadap rencana kerja sama dengan daerah lain atau dengan pihak ketiga yang membebani masyarakat dan daerah

dan;

j. Melaksanakan tugas dan wewenang lain yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.

h. Forkopimda

Untuk menunjang kelancaran pelaksanaan urusan pemerintahan,

dibentuk Forkopimda dan forum koordinasi pimpinan di kecamatan.

Forkopimda dan forum koordinasi pimpinan di kecamatan masing-masing

diketuai oleh bupati dan camat.

Anggota Forkopimda terdiri atas pimpinan DPRD, pimpinan

kepolisian, pimpinan kejaksaan, dan pimpinan satuan teritorial Tentara

Nasional Indonesia di daerah. Anggota forum koordinasi pimpinan di

kecamatan terdiri atas pimpinan kepolisian dan pimpinan kewilayahan

Tentara Nasional Indonesia di kecamatan.

74

Forkopimda dan forum koordinasi pimpinan di kecamatan dapat

mengundang pimpinan instansi vertikal sesuai dengan masalah yang

dibahas.

i. Satpol PP

Penegakan Perda dan Perkada, tidak bisa dilepaskan dengan Satpol

PP, karena Satpol PP menyelenggarakan ketertiban umum, ketenteraman,

dan pelindungan masyarakat.

Satpol PP mempunyai kewenangan:

a. Melakukan tindakan penertiban non-yustisial terhadap warga masyarakat,

aparatur, atau badan hukum yang melakukan pelanggaran atas Perda

dan/atau Perkada;

b. Menindak warga masyarakat, aparatur, atau badan hukum yang

mengganggu ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat;

c. Melakukan tindakan penyelidikan terhadap warga masyarakat, aparatur,

atau badan hukum yang diduga melakukan pelanggaran atas Perda dan/atau

Perkada dan;

d. melakukan tindakan administratif terhadap warga masyarakat, aparatur,

atau badan hukum yang melakukan pelanggaran atas Perda dan/atau

Perkada.

Anggota Satpol PP yang memenuhi persyaratan dapat diangkat

sebagai penyidik pegawai negeri sipil sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan.

Penyidikan terhadap pelanggaran atas ketentuan Perda dilakukan

oleh pejabat penyidik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan.

Selain pejabat penyidik, dapat ditunjuk penyidik pegawai negeri

sipil yang diberi tugas untuk melakukan penyidikan terhadap pelanggaran

atas ketentuan Perda sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan.

Penyidik pegawai negeri sipil menyampaikan hasil penyidikan

kepada penuntut umum dan berkoordinasi dengan penyidik kepolisian

setempat. Penuntutan terhadap pelanggaran atas ketentuan Perda dilakukan

oleh penuntut umum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan

75

j. Perangkat Daerah

Perangkat daerah kabupaten terdiri atas:

a. Sekretariat daerah, bertugas membantu bupati dalam melaksanakan tugas

penyelenggaraan pemerintahan, administrasi, organisasi dan tata laksana

serta memberikan pelayanan administrasi kepada seluruh perangkat daerah

kabupaten.

b. Sekretariat DPRD, bertugas menyelenggarakan administrasi

kesekretariatan, administrasi keuangan, penyelenggaraan kegiatan baik

DPRD dan sekretariat DPRD, serta penyediaan dan pengoordinasian tenaga

ahli yang diperlukan oleh DPRD.

c. Inspektorat bertugas melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan

urusan pemerintahan, melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan

urusan perekonomian, melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan

urusan kesejahteraan sosial, melaksanakan pengawasan terhadap

pelaksanaan urusan keuangan dan asset; dan melaksanakan kegiatan

ketatausahaan.

d. Kepala dinas bertugas menyelenggarakan fungsi perumusan kebijakan

teknis sesuai dengan lingkup tugasnya, pemberian perizinan dan

pelaksanaan pelayanan umum, serta pembinaan pelaksanaan tugas sesuai

dengan lingkup tugasnya.

e. Kepala badan bertugas menyelenggarakan fungsi perumusan kebijakan

teknis sesuai dengan lingkup tugasnya, pemberian perizinan dan

pelaksanaan pelayanan umum, serta pembinaan pelaksanaan tugas sesuai

dengan lingkup tugasnya.

B. UU Nomor 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik

Pelayanan publik merupakan kegiatan yang harus dilakukan seiring

dengan harapan dan tuntutan seluruh warga negara dan penduduk tentang

peningkatan pelayanan publik. Undang-undang tentang pelayanan publik

memberikan kepastian hukum dalam hubungan antara masyarakat dan

penyelenggara dalam pelayanan publik.

a. Organisasi Penyelenggara

Organisasi penyelenggara berkewajiban menyelenggarakan

pelayanan publik sesuai dengan tujuan pembentukan. Penyelenggaraan

pelayanan publik sekurang-kurangnya meliputi:

76

a. Pelaksanaan pelayanan;

b. Pengelolaan pengaduan masyarakat;

c. Pengelolaan informasi;

d. Pengawasan internal;

e. Penyuluhan kepada masyarakat dan;

f. Pelayanan konsultasi.

Penyelenggara berkewajiban:

a. Menyusun dan menetapkan standar pelayanan;

b. Menyusun, menetapkan, dan memublikasikan maklumat pelayanan;

c. Menempatkan pelaksana yang kompeten;

d. Menyediakan sarana, prasarana, dan/atau fasilitaspelayanan publik yang

mendukung terciptanya iklim pelayanan yang memadai;

e. Memberikan pelayanan yang berkualitas sesuaidengan asas

penyelenggaraan pelayanan publik;

f. Melaksanakan pelayanan sesuai dengan standar pelayanan;

g. Berpartisipasi aktif dan mematuhi peraturan perundang-undangan yang

terkait dengan penyelenggaraan pelayanan publik;

h. Memberikan pertanggungjawaban terhadap pelayanan yang

diselenggarakan;

i. Membantu masyarakat dalam memahami hak dantanggung jawabnya;

j. Bertanggung jawab dalam pengelolaan organisasi penyelenggara

pelayanan publik;

k. Memberikan pertanggungjawaban sesuai dengan hukum yang berlaku apabila mengundurkan diri atau melepaskan tanggung jawab atas posisi

atau jabatan dan;

l. Memenuhi panggilan atau mewakili organisasi untuk hadir atau melaksanakan perintah suatu tindakan hukum atas permintaan pejabat

yang berwenang dari lembaga negara atau instansi pemerintah yang

berhak, berwenang, dan sah sesuai dengan peraturan perundang-

undangan.

77

b. Hak dan Kewajiban Bagi Masyarakat

Masyarakat berhak:

a. Mengetahui kebenaran isi standar pelayanan;

b. Mengawasi pelaksanaan standar pelayanan;

c. Mendapat tanggapan terhadap pengaduan yang diajukan;

d. Mendapat advokasi, perlindungan, dan/atau pemenuhan pelayanan;

e. Memberitahukan kepada pimpinan penyelenggara untuk memperbaiki

pelayanan apabila pelayanan yang diberikan tidak sesuai dengan standar

pelayanan;

f. Memberitahukan kepada pelaksana untuk memperbaiki pelayanan

apabila pelayanan yang diberikan tidak sesuai dengan standar pelayanan;

g. Mengadukan pelaksana yang melakukan penyimpangan standar

pelayanan dan/atau tidak memperbaiki pelayanan kepada penyelenggara

dan Ombudsman;

h. Mengadukan penyelenggara yang melakukan penyimpangan standar

pelayanan dan/atau tidak memperbaiki pelayanankepada pembina

penyelenggara dan Ombudsman dan;

i. Mendapat pelayanan yang berkualitas sesuai dengan asas dan tujuan

pelayanan.

Masyarakat berkewajiban:

a. Mematuhi dan memenuhi ketentuan sebagaimana dipersyaratkan dalam

standar pelayanan;

b. Ikut menjaga terpeliharanya sarana, prasarana, dan/atau fasilitas

pelayanan publik dan;

c. Berpartisipasi aktif dan mematuhi peraturan yang terkait dengan

penyelenggaraan pelayanan publik.

C. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2010 Tentang Satpol PP

Untuk melaksanakan ketentuan Pasal 148 ayat (2) Undang-Undang

Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, perlu mengatur

pembentukan dan susunan organisasi Satpol PP. Satpol PP adalah bagian

78

perangkat daerah dalam penegakan Perda dan penyelenggaraan ketertiban

umum dan ketenteraman masyarakat.

Ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat adalah suatu

keadaan dinamis yang memungkinkan pemerintah, pemerintah daerah, dan

masyarakat dapat melakukan kegiatannya dengan tenteram, tertib, dan

teratur.

Pembentukan organisasi Satpol PP ditetapkan dengan Perda

berpedoman pada peraturan pemerintah ini.

Satpol PP dipimpin oleh seorang kepala satuan dan berkedudukan

di bawah dan bertanggung jawab kepada kepala daerah melalui sekretaris

daerah.

Dalam melaksanakan tugas, Satpol PP mempunyai fungsi:

a. Penyusunan program dan pelaksanaan penegakan Perda,

penyelenggaraan ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat serta

perlindungan masyarakat;

b. Pelaksanaan kebijakan penegakan Perda dan peraturan kepala daerah;

c. Pelaksanaan kebijakan penyelenggaraan ketertiban umu