Upload
others
View
8
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
SAMBUTAN
DIREKTUR JENDERAL PENGENDALIAN PENYAKIT
DAN PENYEHATAN LINGKUNGAN
Pedoman Pengendalian Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) i
Assalamu'alaikum Wr. Wb
Pertama-tama marilah kita panjatkan puji dan syukur ke hadirat
Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat-Nya, sehingga
“Pedoman Pengendalian Kekerasan Dalam Rumah Tangga” ini
dapat terselesaikan.
Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) merupakan salah satu
Kekerasan tersebut bukan hanya yang berbentuk fisik, tetapi juga
kekerasan psikis, sosial ekonomi dan seksual yang sering kali
luput dari perhatian. Bagaikan fenomena gunung es dimana
jumlah yang terlapor tidak menggambarkan kondisi yang
masalah yang bersifal global yang berdampak luas terhadap
kesehatan. Kekerasan terjadi akibat kesenjangan kekuasaan.
Pemegang kuasa mempunyai peluang untuk melakukan
kekerasan kepada yang lemah. Di lingkup rumah tangga,
perempuan dan anak sering kali menjadi kelompok yang lemah
sehingga kerap kali terjadi kekerasan pada kelompok ini.
Kekerasan tersebut bukan hanya yang berbentuk fisik, tetapi juga
kekerasan psikis, sosial ekonomi dan seksual yang sering kali
luput dari perhatian.
kasus
Pedoman Pengendalian Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) iiiPedoman Pengendalian Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT)ii
sebenarnya jauh lebih banyak. Pada tahun 2000, kematian akibat
kekerasan di dunia mencapai 1,6 jiwa dengan angka kematian
mencapai 28,8 per 100.000 jiwa. Adapun 49,1% disebabkan
karena bunuh diri dan 31,3% akibat pembunuhan. Kematian
akibat kekerasan terjadi di negara-negara berkembang mencapai
dua kali lipat dari negara maju (Riskesdas 2007). Dalam laporan
Komnas Perempuan jumlah kasus kekerasan terhadap
perempuan di Indonesia meningkat pesat dalam kurun waktu 10
tahun terakhir. Jumlah korban kekerasan terhadap perempuan
pada tahun 2009 mencapai 143.586 orang. Angka ini meningkat
dari tahun-tahun sebelumnya yaitu 54.425 (2008), 25.522 (2007)
dan 22.512 (2006).
Di Indonesia, telah ditetapkan UU Nomor 23 Tahun 2004 tentang
Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Selain itu juga
telah dikeluarkan Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan
Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia Nomor
1 Tahun 2010 tentang Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang
Layanan Terpadu Bagi Perempuan dan Anak Korban Kekerasan
yang merupakan rambu-rambu bagi penyelenggaraan
pelayanan bagi perempuan dan anak korban kekerasan.
Beberapa pihak telah mengembangkan berbagai pedoman
penanganan KDRT, namun umumnya mengarah kepada hal-hal
yang bersifat kuratif dan rehabilitative. Direktorat Pengendalian
Penyakit Tidak Menular sesuai dengan tupoksi sebagaimana
diamanahkan oleh Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan bertanggungjawab terhadap tindakan preventif maka
pedoman ini diarahkan pada kegiatan yang bersifat promotif dan
preventif.
Melalui pedoman ini diharapkan dapat menjadi petunjuk atau
acuan dalam melakukan upaya pengendalian Kekerasan Dalam
Rumah Tangga dalam rangka meningkatkan kualitas kesehatan
masyarakat. Saya sangat berharap agar pedoman ini dapat
bermanfaat bagi kita semua, sehingga apa yang kita cita-citakan
bersama dapat terwujud.
Sekian dan terima kasih.
Wassalamualaikum Wr. Wb.
Jakarta, Juni 2012Direktur Jenderal PP & PL
Prof. dr. Tjandra Yoga Aditama
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kepada Allah SWT, karena hanya dengan
rahmat dan karunia-Nya, kita dapat menyelesaikan buku Pedoman
Pengendalian Kekerasan Dalam Rumah Tangga Bidang Kesehatan ini. Kejadian kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) merupakan salah satu
Kementerian Kesehatan, dalam hal ini Sub Direktorat Pengendalian
Gangguan Akibat Kecelakaan dan Tindak Kekerasan, Direktorat
Pengendalian Penyakit Tidak Menular mempunyai tugas pokok dan
fungsi (tupoksi) salah satunya yaitu melaksanakan penyiapan bahan
perumusan & pelaksanaan kebijakan, & penyusunan norma, standar,
prosedur & kriteria dibidang pengendalian gangguan akibat
Kecelakaan dan Tindak Kekerasan. Untuk menjalankan tupoksi
tersebut maka perlu disusun suatu pedoman yang membahas tentang
langkah-langkah dalam pengendalian kejadian tindak KDRT yang
terintegrasi antara unit-unit yang terkait.
masalah yang bersifal global yang berdampak luas terhadap kesehatan.
Kekerasan tersebut bukan hanya yang berbentuk fisik, tetapi juga
kekerasan psikis, sosial ekonomi dan seksual yang sering kali luput dari
perhatian. Bagaikan fenomena gunung es dimana jumlah kasus yang
terlapor tidak menggambarkan kondisi yang sebenarnya jauh lebih
banyak. Data menyebutkan bahwa jumlah kasus kekerasan terhadap
perempuan di Indonesia meningkat pesat dalam kurun waktu 10 tahun
terakhir.
Pedoman Pengendalian Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) v
Terimakasih kami sampaikan kepada semua pihak atas segala bantuan
yang telah diberikan dalam penyusunan buku pedoman ini. Kritik dan
saran perbaikan sangat diharapkan untuk penyempurnaan di masa
mendatang.
Jakarta, Mei 2012
Direktur Pengendalian PenyakitTidak Menular,
DR. Ekowati Rahajeng, SKM, M.Kes
Sambutan Direktur Jenderal PP dan PL ............................................... i
Kata Pengantar ......................................................................................... v
Daftar Isi .................................................................................................... vii
BAB I Pendahuluan ........................................................................... 1
A. Latar Belakang ................................................................. 1
B. Tujuan ............................................................................... 5
C. Sasaran .............................................................................. 6
D. Pengertian ........................................................................ 7
E. Ruang Lingkup ................................................................ 9
F. Dasar Hukum .................................................................. 10
BAB II Kebijakan dan Strategi ........................................................... 15
BAB III Upaya Pengendalian Tindak Kekerasan dalam
Rumah Tangga ........................................................................ 21
A. Definisi .............................................................................. 21
B. Jenis-Jenis Tindak KDRT ................................................ 21
C. Bentuk-Bentuk Tindak KDRT ....................................... 22
D. Faktor Risiko .................................................................... 22
E. Intervensi Pengendalian Tindak KDRT ....................... 24
F. Alur Pengendalian KDRT .............................................. 33
BAB IV Pengorganisasian/Jejaring Kerja .......................................... 39
A. Pengorganisasian ............................................................ 39
DAFTAR ISI
Pedoman Pengendalian Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) viiPedoman Pengendalian Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT)vi
N A KI ER S
E ET H
N
A
E
TA
M N
EK DIREKTORAT JENDERAL
PENGENDALIAN PENYAKIT
DAN
PENYEHATAN LINGKUNGAN
R A
E
IP
S
U
E
BN
L OI K D I N
B. Mekanisme Kerja ........................................................... 40
C. Peran Pemangku Kepentingan TP-TKM ................... 41
D. Jejaring Kerja .................................................................. 42
BAB V Sistim Pencatatan dan Pelaporan ....................................... 47
A. Tujuan Pencatatan dan Pelaporan .............................. 47
B. Alur Pencatatan dan Pelaporan .................................. 47
BAB VI Monitoring ............................................................................. 53
BAB VII Indikator dan Parameter Keberhasilan .............................. 57
BAB VIII Penutup .................................................................................. 61
LAMPIRAN ............................................................................................ 63
A. Formulir Dekteksi Dini Tindak Kekerasan dalam
Rumah Tangga ....................................................................63
B. Form Identifikasi kasus cedera dan kekerasan bagi
tenaga kerja Indonesia ..................................................... 64
C. Kuensioner Monitoring dan Evaluasi Program
Pengendalian Tindak Kekerasan .......................................71
Daftar Pustaka .......................................................................................... 77
Tim Penyusun .......................................................................................... 79
Pedoman Pengendalian Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT)viii
BAB IPENDAHULUAN
BAB IPENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sebagaimana diamanatkan UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan, kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah
satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Setiap hal yang
menyebabkan terjadinya gangguan kesehatan pada masyarakat
akan menimbulkan kerugian yang besar bagi Negara, sehingga
setiap upaya peningkatan derajat kesehatan masyarakat juga
berarti investasi bagi pembangunan Negara. Pada pasal 158
disebutkan bahwa upaya yang dilakukan adalah meningkatkan
pengetahuan, kesadaran, kemauan untuk berperilaku sehat dan
mencegah terjadinya kekerasan khususnya dalam rumah tangga
beserta akibat yang ditimbulkannya.
Kejadian kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) merupakan
salah satu masalah yang bersifal global yang berdampak luas
terhadap kesehatan. Kekerasan terjadi akibat kesenjangan
kekuasaan. Pemegang kuasa mempunyai peluang untuk
melakukan kekerasan kepada yang lemah. Di lingkup rumah
tangga, perempuan dan anak sering kali menjadi kelompok yang
lemah sehingga kerap kali terjadi kekerasan pada kelompok ini.
Meskipun demikian, kejadian KDRT tidak disebabkan oleh faktor
yang tunggal, melainkan multi faktor. Terdapat keterkaitan yang
kuat antara faktor individu, hubungan, lingkungan maupun
masyarakat yang merupakan penyebab terjadinya KDRT. Hal ini
Pedoman Pengendalian Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) 1
kekerasan dan cara mencegah serta mengurangi kejadian
kekerasan. Riskesdas tahun 2007, menunjukkan bahwa data
nasional prevalensi faktor risiko yang menyebabkan terjadinya
kekerasan antara lain gangguan mental emosional pada umur ≥15
tahun sebesar 11,6%, kebiasaan minum alkohol sebesar 4,6%, dan
penduduk usia >10 tahun yang merokok setiap hari sebesar 24%.
Faktor-faktor yang menjadi akar terjadinya kejadian KDRT ini,
baik yang berasal dari kebiasaan, sikap, kondisi budaya maupun
interpretasi agama, sebenarnya dapat dimodifikasi.
Berbagai studi ilmiah telah membuktikan bahwa melalui beberapa
langkah strategis kejadian kekerasan dalam rumah tangga dapat
dicegah. Berbagai peraturan dan kebijakan juga telah ditetapkan
terkait penghapusan KDRT baik di dunia maupun di Indonesia.
Komite PBB untuk Penghapusan Diskriminasi Terhadap
Perempuan (CEDAW) tahun 1992 mengeluarkan Rekomendasi
Umum No.19 tentang Kekerasan Terhadap Perempuan. Dalam
rekomendasi ini dinyatakan bahwa “kekerasan berbasis gender
adalah suatu bentuk diskriminasi yang serius menghalangi
kesempatan wanita untuk menikmati hak-hak dan kebebasannya
atas dasar kesamaan hak dengan laki-laki”. Indonesia meratifikasi
hal tersebut dengan Undang Undang Nomor 7 Tahun 1984.
Di Indonesia, telah ditetapkan Undang Undang Nomor 23 Tahun
2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.
Selain itu juga telah dikeluarkan Peraturan Menteri Negara
Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik
Indonesia Nomor 1 Tahun 2010 tentang Standar Pelayanan
Minimal (SPM) Bidang Layanan Terpadu Bagi Perempuan dan
Anak Korban Kekerasan yang merupakan rambu-rambu bagi
penyelenggaraan pelayanan bagi perempuan dan anak korban
kekerasan. Berbagai kegiatan terkait penyelenggaraan pelayanan
telah banyak dilakukan, diantaranya pendirian Pusat Krisis
Terpadu (PKT) di RSU Vertikal dan RSUD, Pusat Pelayanan
Pedoman Pengendalian Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) 3
dapat digambarkan melalui contoh kasus sebagai berikut. Riwayat
masa kecil yang sering menyaksikan kekerasan dan diperburuk
dengan faktor kemiskinan dapat mempengaruhi kesehatan mental
seseorang sehingga hal ini dapat berpengaruh dalam hubungan
rumah tangga yang memicu terjadinya KDRT.
Kekerasan tersebut bukan hanya yang berbentuk fisik, tetapi juga
kekerasan psikis, sosial ekonomi dan seksual yang sering kali
luput dari perhatian. Bagaikan fenomena gunung es dimana
jumlah kasus yang terlapor tidak menggambarkan kondisi yang
sebenarnya jauh lebih banyak. Pada tahun 2000, kematian akibat
kekerasan di dunia mencapai 1,6 jiwa dengan angka kematian
mencapai 28,8 per 100.000 jiwa. Adapun 49,1% disebabkan karena
bunuh diri dan 31,3% akibat pembunuhan. Kematian akibat
kekerasan terjadi di negara-negara berkembang mencapai dua kali
lipat dari negara maju (Riskesdas 2007).
Dalam laporan Komnas Perempuan jumlah kasus kekerasan
terhadap perempuan di Indonesia meningkat pesat dalam kurun
waktu 10 tahun terakhir. Jumlah korban kekerasan terhadap
perempuan pada tahun 2010 sebanyak 105.103 dan pada tahun
kasus 2009 mencapai 143.586 orang. Angka ini meningkat dari
tahun-tahun sebelumnya yaitu 54.425 (2008), 25.522 (2007) dan
22.512 (2006). Menurut bentuk kekerasan yang dialami pada tahun
2009, yang terbanyak yaitu KDRT (95%), diikuti dengan kekerasan
komunitas (5%) dan kekerasan berkaitan dengan peran negara
(1%). Dalam KDRT, kekerasan seksual merupakan bentuk
kekerasan yang mendominasi (48,68%), diikuti dengan kekerasan
psikis (48,28%), kekerasan ekonomi (1,83%) dan kekerasan fisik
(1,21%).
Sejak awal tahun 1980an, ilmu kesehatan masyarakat telah
menaruh perhatian terhadap permasalahan kekerasan. Penelitian
dan kajian telah dilakukan untuk memahami akar permasalahan
Pedoman Pengendalian Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT)2
Kementerian Kesehatan, dalam hal ini Sub Direktorat
Pengendalian Gangguan Akibat Kecelakaan dan Tindak
Kekerasan, Direktorat Pengendalian Penyakit Tidak Menular
mempunyai tugas pokok dan fungsi (tupoksi) menurut Peraturan
Menteri Kesehatan Nomor 1144 Tahun 2010 tentang Organisasi
dan Tatakerja Kementerian Kesehatan yaitu melaksanakan
penyiapan bahan perumusan & pelaksanaan kebijakan, &
penyusunan norma, standar, prosedur & kriteria serta bimbingan
teknis, kerjasama/kemitraan, pemantauan, evaluasi &
penyusunan laporan dibidang pengendalian gangguan akibat
Kecelakaan dan Tindak Kekerasan. Untuk menjalankan tupoksi
tersebut maka perlu disusun suatu pedoman yang membahas
tentang langkah-langkah dalam pengendalian kejadian tindak
KDRT yang terintegrasi antara unit-unit yang terkait.
B. Tujuan
Tujuan Umum
Tersedianya petunjuk atau acuan bagi kelompok sasaran dalam
melakukan upaya pengendalian tindak kekerasan dalam rumah
tangga dalam rangka meningkatkan kualitas kesehatan
masyarakat.
Tujuan Khusus
1. Terlaksananya kegiatan advokasi untuk dihasilkannya
berbagai kebijakan dan peraturan yang berorientasi pada
tindakan pencegahan terjadinya tindak kekerasan dalam
rumah tangga (KDRT)
2. Terlaksananya kegiatan sosialisasi masalah, akibat dan solusi
tindak kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) kepada
seluruh lapisan masyarakat.
Pedoman Pengendalian Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) 5
Terpadu (PPT) di RS Kepolisian serta penyiapan tenaga kesehatan
mampu tatalaksana korban kekerasan terhadap perempuan dan
anak di unit-unit pelayanan kesehatan, pembentukan Unit
Pelayanan Perempuan dan Anak (UPPA) oleh Kepolisian RI di
Polda dan Polres, pembentukan Pusat Pelayanan Terpadu
Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A), pembentukan
Rumah Perlindungan dan Trauma Center (RPTC) dan Rumah
Perlindungan Sosial Anak (RPSA), pengembangan Badan
Penasehatan Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan (BP4) dan
pembentukan Satuan Tugas Pelayanan Warga pada Perwakilan RI
di luar negeri (Sumber : SPM, 2010).
Kendatipun masalah KDRT di masyarakat semakin meningkat,
belum banyak upaya yang dilakukan untuk mengatasinya,
terutama dalam hal yang bersifat promotif dan preventif. Beberapa
pihak telah mengembangkan berbagai pedoman penanganan
KDRT , namun umumnya mengarah kepada hal-hal yang bersifat
kuratif dan rehabilitatif. Misalnya yang telah dilakukan oleh
Kementerian Kesehatan melalui Direktorat Bina Kesehatan Ibu
dan Direktorat Bina Kesehatan Anak, Kementerian Sosial,
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak,
Kepolisian RI, Kementerian Hukum dan HAM dan Kementerian
Dalam Negeri dan berbagai lembaga pemerintah lainnya. Untuk
dapat melaksanakan upaya pencegahan, Direktorat Pengendalian
Penyakit Tidak Menular perlu mengembangkan berbagai
program. Agar program tersebut dapat diselenggarakan dengan
efektif diperlukan pedoman-pedoman. Oleh karena Direktorat ini
bertanggungjawab terhadap tindakan preventif sesuai dengan
tugas dan fungsinya dan sebagaimana diamanahkan oleh
Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 maka pedoman-pedoman
yang dibuat oleh Direktorat ini diarahkan pada kegiatan yang
bersifat promotif dan preventif.
Pedoman Pengendalian Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT)4
c. Petugas kesehatan di Polindes, Puskesmas Pembantu
(Pustu), Puskesmas dan Rumah Sakit
d. Petugas pelayanan publik sektor lain yang terkait (contoh :
Kepolisian, Pemerintahan Daerah meliputi petugas
Kelurahan, Kecamatan, KUA, Kejaksaan, Pengadilan dan
Biro Hukum, Badan Pemberdayaan Perempuan, Dinas
Sosial, dll)
e. Tokoh masyarakat (TOMA), tokoh agama (TOGA) dan
tokoh adat (TODAT)
f. Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM)
D. Pengertian
1. P e d o m a n a d a l a h p e t u n j u k a t a u a c u a n d a l a m
penyelenggaraan suatu kegiatan.
2. Pengendalian merupakan nama lain dari Pencegahan dan
Penanggulangan (Rencana Aksi Kegiatan Pencegahan dan
Penanggulangan Penyakit Tidak Menular tahun 2010-2014).
3. Kekerasan adalah setiap perbuatan secara melawan hukum
dengan atau tanpa menggunakan sarana fisik dan psikis yang
menimbulkan bahaya bagi nyawa, badan atau menimbulkan
terampasnya kemerdekaan seseorang.
4. Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) adalah setiap
perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang
berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara
fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah
tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan,
pemaksaan atau perampasan kemerdekaan secara melawan
hukum dalam lingkup rumah tangga (UU No. 23 Tahun 2004
tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga).
Pedoman Pengendalian Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) 7
3. Meningkatnya peran serta seluruh lapisan masyarakat
termasuk pihak swasta dalam upaya pencegahan tindak
kekerasan dalam rumah tangga (KDRT)
4. Terselenggaranya kegiatan penyuluhan tentang pencegahan
tindak kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) di masyarakat.
5. Terselenggaranya surveilans cedera akibat tindak kekerasan
dalam rumah tangga.
6. Terlaksananya deteksi dini faktor risiko tindak kekerasan
pada salah satu atau lebih anggota keluarga seperti anak, istri,
suami serta anggota keluarga lain yang tinggal di keluarga
tersebut termasuk adik, keponakan, paman, bibi, mertua dan
pembantu rumah tangga.
7. Teridentifikasinya anggota keluarga yang berpotensi
melakukan dan dapat mengalami tindak kekerasan dalam
rumah tangga.
C. Sasaran
Sasaran adalah:
1. Sasaran Utama Pengendalian KDRT adalah setiap anggota
keluarga yang berpotensi mengalami tindak kekerasan dalam
rumah tangga (KDRT)
2. Sasaran Antara adalah mereka yang membantu agar sasaran
utama mendapatkan manfaat dari upaya pencegahan tindak
kekerasan dalam rumah tangga. Sasaran antara terdiri dari :
a. Kader (Posbindu, Poskesdes, dll) , anggota PKK, anggota
Linmas dan Satpam
b. Tokoh-tokoh masyarakat di tingkat akar rumput (desa)
seperti ketua RT, ketua RW, ketua pengajian, ketua arisan,
ketua langgar/surau, ketua gereja, tokoh pemuda dan
tokoh agama lainnya.
Pedoman Pengendalian Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT)6
13. Upaya preventif adalah kegiatan yang bertujuan mencegah
terjadinya masalah kesehatan dengan cara mengurangi dan
menghindari faktor risiko.
14. Upaya kuratif adalah kegiatan yang bertujuan mengatasi
masalah kesehatan dengan cepat, tepat dan efektif.
15. Upaya rehabilitatif adalah kegiatan yang bertujuan
memulihkan kesehatan masyarakat.
16. Surveilans adalah kegiatan analisis secara sistematis dan terus
menerus terhadap penyakit atau masalah-masalah kesehatan
dan kondisi yang mempengaruhi terjadinya peningkatan dan
penularan penyakit atau masalah-masalah kesehatan
tersebut, agar dapat melakukan tindakan penanggulangan
secara efektif dan efisien melalui proses pengumpulan data,
pengolahan dan penyebaran informasi epidemiologi kepada
penyelenggara program kesehatan.
17. Deteksi dini adalah usaha menemukan dan menentukan
keberadaan atau kenyataan sesuatu selekas-lekasnya. Dalam
konteks penyakit, yang ditemukan adalah penyakit itu
sendiri, prekursor dari suatu penyakit dan kerentanan
terhadap penyakit pada individu yang tidak/belum
menunjukkan tanda atau gejala dari penyakit tersebut.
E. Ruang Lingkup
Ruang lingkup Pedoman Pengendalian Tindak Kekerasan Dalam
Rumah Tangga melalui upaya meningkatkan pengetahuan,
kapasitas dan langkah-langkah implementasi bagi pemangku
kepentingan dan masyarakat, serta menekan atau menghindari
faktor risiko terjadinya tindak kekerasan dalam rumah tangga.
Pedoman Pengendalian Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) 9
5. Pengendalian Kekerasan Dalam Rumah Tangga adalah upaya
yang dilakukan melalui pencegahan dan penanggulangan
faktor risiko tindak kekerasan dalam rumah tangga.
6. Lingkup rumah tangga meliputi :
a. Suami, istri dan anak;
b. Orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga
dengan suami, istri dan anak, karena hubungan darah,
perkawinan, persusuan pengasuhan, dan perwalian,
yang menetap dalam rumah tangga; dan/atau
c. Orang yang bekerja membantu rumah tangga dan
menetap dalam rumah tangga tersebut.
7. Korban KDRT adalah orang yang mengalami kekerasan
dan/atau ancaman kekerasan dalam lingkup rumah tangga.
8. Faktor risiko tindak kekerasan adalah suatu kondisi yang
secara potensial berbahaya dan dapat memicu terjadinya
tindak kekerasan pada seseorang atau kelompok tertentu
(Rencana Aksi Kegiatan Pencegahan dan Penanggulangan
Penyakit Tidak Menular tahun 2010-2014).
9. Pelaku KDRT adalah setiap orang yang diketahui pernah
melakukan tindak kekerasan dalam rumah tangga.
10. Pelaku potensial adalah setiap orang yang berpotensi
melakukan tindak kekerasan dalam rumah tangga.
11. Rumah tangga berisiko adalah rumah tangga yang memiliki
faktor risiko terjadinya kekerasan dalam rumah tangga.
12. Upaya promotif adalah kegiatan yang bertujuan
meningkatkan pengetahuan, sikap dan perilaku sehat
anggota masyarakat.
Pedoman Pengendalian Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT)8
F. Dasar Hukum
1. Nasional
a. Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia
tahun 1945 Pasal 27b. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.b
c. Undang-undang (UU) Nomor 7 tahun 1984 tentang
Pengesahan Konvensi mengenai Penghapusan segala
bentuk Deskriminasi Terhadap Wanita (Lembaran
Negara Th. 1984 No. 29, Tambahan Lembaran Negara
3277)
d. UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM (Lembaran
Negara Th 1999 No 165, Tambahan Lembaran Negara No.
3886)
e. UU Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
f. UU Nomor 23 tahun 2004 tentang Penghapusan
Kekerasan dalam Rumah Tangga
g. UU Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
h. UU Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi
dan Korban
i. UU Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan
j. Peraturan Pemerintah No. 4 tahun 2006 tentang
Penyelenggaraan dan Kerjasama Pemulihan Korban
Kekerasan dalam Rumah Tangga
k. Peraturan Pemerintah No. 38 tahun 2007 tentang
Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah,
Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah
Kabupaten Kota
l. Keputusan Presiden RI No. 65 tahun 2005 tentang Komisi
Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan
m. Instruksi Presiden RI No. 9 tahun 2000 tentang
Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan
Nasional
n. Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan
No. 1 tahun 2007 tentang Forum Koordinasi
Penyelenggaraan Kerjasama Pencegahan dan
Penanganan KDRT
o. Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan
dan Perlindungan Anak No. 1 tahun 2010 tentang
Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang Layanan
Terpadu Bagi Perempuan dan Anak Korban Kekerasan
p. Peraturan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan
Perlindungan Anak No. 6 Tahun 2011 tentang
Pencegahan dan pencegahan kekerasan terhadap anak di
lingkungan keluarga, masyarakat dan sekolah.
2. Internasional
a. Convention on the Elimination of All Forms of Discriminations
Against Women (CEDAW) yang diratifikasi dengan Undang
Undang No. 7 tahun 1984
b. Komite PBB tentang Penghapusan Diskriminasi terhadap
Perempuan tahun 1989 (Rekomendasi Umum 12 Bidang ke-8)
c. Rekomendasi Umum No. 19 Sidang II tahun 1992 tentang
Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap
Perempuan
d. Konferensi Dunia tentang Hak Asasi Manusia tahun 1993,
yang dirapatkan oleh Sidang Umum PBB dengan Resolusi
No. 45/155, Desember 1990
e. Resolusi Mejelis Umum PBBNP 48/104 Th. 1993 yang
mengutuk setiap bentuk kekerasan terhadap perempuan baik
dalam keluarga maupun masyarakat atau oleh Negara
Pedoman Pengendalian Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) 11Pedoman Pengendalian Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT)10
BAB IIKEBIJAKAN DAN STRATEGI
f. Konferensi Kependudukan ICPD Cairo 1994
g. Konferensi Dunia IV tentang Perempuan di Beijing 1995
h. Optional Protocol Conference tanggal 28 Februari 2000
i. Millenium Development Goals tahun 2000
Pedoman Pengendalian Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT)12
BAB II
KEBIJAKAN DAN STRATEGI
Pemerintah RI telah mengeluarkan kebijakan mengenai pelayanan
korban kekerasan terhadap perempuan dan anak dengan melibatkan
sebelas kementerian dan lembaga lain terkait termasuk Kementerian
Kesehatan. Kebijakan ini diwujudkan dalam bentuk Standar Pelayanan
Minimal (SPM) bidang layanan terpadu bagi perempuan dan anak
korban kekerasan yang dijadikan rujukan dalam pelayanan terhadap
korban kekerasan termasuk KDRT.
Kementerian Kesehatan sesuai dengan tugas, dan fungsinya dan
program serta jaringan pelayanannya perlu menyiapkan pedoman
untuk dapat dilaksanakan oleh jajarannya. Pedoman Pengendalian
Tindak Kekerasan Dalam Rumah Tangga sesuai dengan amanat
Undang Undang Kesehatan, dalam manajemen pelayanan kesehatan
meliputi upaya promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif, dengan
penekanan ke arah kegiatan promotif dan preventif. Manajemen
pelayanan tersebut dikelola secara profesional sehingga pelayanan
kesehatan tersedia, dapat diterima, mudah dicapai, berkualitas, dan
terjangkau oleh masyarakat. Titik berat manajemen pelayanan
kesehatan pada sosialisasi peraturan perundang-undangan kepada
masyarakat serta deteksi dini dan penanganan segera akibat tindak
kekerasan dalam rumah tangga.
Pedoman Pengendalian Tindak Kekerasan dalam Rumah Tangga ini
diwujudkan melalui kebijakan dan strategi yang serasi dengan
kebijakan-kebijakan sektor lain di bidang yang sama, di samping
dipahami dan mendapat dukungan masyarakat luas.
Pedoman Pengendalian Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) 15
4. Meningkatkan perencanaan dan koordinasi implementasi upaya
pengendalian KDRT. Melalui perencanaan dan koordinasi implementasi ini,
diharapkan pelaksanaan kegiatan dapat berjalan secara
berkelanjutan dan terpadu antara unit-unit yang terkait.
Upaya untuk melaksanakan kebijakan tersebut dilakukan melalui
langkah-langkah umum atau strategi Pengendalian Tindak Kekerasan
dalam Rumah Tangga sebagai berikut :
1. Melakukan advokasi kepada pemangku kepentingan dan tokoh
masyarakat untuk mendukung upaya pengendalian KDRT
melalui aspek legal baik berupa Undang-Undang, Peraturan
Pemerintah, Peraturan Menteri, Keputusan Menteri, Peraturan
Daerah, dan lain-lain.
2. Meningkatkan pengetahuan dan kepedulian masyarakat melalui
kegiatan sosialisasi (KIE) pengendalian tindak KDRT.
3. Meningkatkan upaya pencegahan melalui deteksi dini dan
pengendalian Faktor Risiko KDRT.
4. Membangun sistim penanganan darurat/emergensi di tingkat
masyarakat dan sistim rujukan.
5. Meningkatkan kapasitas sumber daya manusia melalui pelatihan
dan pendampingan bagi tenaga-tenaga pelayanan korban KDRT
di berbagai sektor dan di berbagai tingkat termasuk masyarakat
umum.
6. Mengembangkan dan memperkuat sistim informasi melalui
surveilans epidemiologi, monitoring dan evaluasi.
Pedoman Pengendalian Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) 17
Kebijakan Kementerian Kesehatan dalam upaya Pengendalian Tindak
Kekerasan dalam Rumah Tangga sebagai berikut:
1. Mengembangkan dan memperkuat jejaring kerja/kemitraan dan
kerja sama lintas program dan lintas sektor serta dengan
organisasi masyarakat dan masyarakat umum.
Untuk memberikan pelayanan komprehensif yang meliputi aspek
promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif, diperlukan
keterlibatan, kerja sama dan kemitraan pihak-pihak terkait yang
meliputi lintas program dan lintas sektor serta organisasi
kemasyarakatan dan masyarakat umum. Bentuk kerja sama ini
dapat diwujudkan dengan mengembangkan dan memperkuat
jejaring kerja.
2. Menggerakkan dan memberdayakan masyarakat dalam
mengendalikan KDRT.
Keterlibatan masyarakat merupakan salah satu langkah penting
dalam kegiatan pengendalian KDRT. Melalui pemberdayaan
masyarakat diharapkan dapat memperluas cakupan kegiatan
yang mungkin tidak terjangkau oleh unit pelayanan kesehatan.
3. Meningkatkan akses masyarakat terhadap pelayanan korban
KDRT melalui deteksi dini Faktor Risiko, pencegahan dan
penanganan korban secara cepat dan terpadu.
Upaya preventif dalam pengendalian KDRT dilaksanakan
melalui sosialisasi kebijakan dan program pencegahan dan
deteksi dini faktor risiko. Deteksi dini faktor risiko KDRT adalah
langkah untuk menemukan secara dini faktor-faktor yang secara
potensial berbahaya dan dapat memicu terjadinya tindak
kekerasan pada seseorang atau kelompok tertentu. Melalui upaya
ini, diharapkan mampu mencegah terjadinya tindak KDRT dan
mencegah agar tidak terjadi tindak berulang.
Pedoman Pengendalian Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT)16
7. Mengembangkan dan memperkuat jejaring kerja, kemitraan, dan
kerja sama antar sektor pemerintah dengan dunia usaha,
Pedoman Pengendalian Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT)18
BAB IIIUPAYA PENGENDALIAN
TINDAK KEKERASAN DALAM
RUMAH TANGGA
Pedoman Pengendalian Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) 21
BAB III
UPAYA PENGENDALIAN
TINDAK KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA
A. DEFINISI
Tindak Kekerasan adalah setiap tindakan yang disengaja dengan
atau tanpa menggunakan kekuatan atau paksaan terhadap diri
sendiri, orang lain, sekelompok orang atau komunitas, berupa
cedera fisik, mental, sosial-ekonomi dan seksual (UNFPA).
Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang
Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga, Kekerasan Dalam
Rumah Tangga (KDRT) adalah setiap perbuatan terhadap
seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya
kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis,
dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk
melakukan perbuatan, pemaksaan atau perampasan kemerdekaan
secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga.
Pengendalian Kekerasan Dalam Rumah Tangga adalah upaya
yang dilakukan melalui pencegahan dan penanggulangan faktor
risiko tindak kekerasan dalam rumah tangga.
B. JENIS- JENIS TINDAK KDRT
Menurut Konvensi Internasional, KDRT digolongkan menjadi 4
yaitu kekerasan fisik, kekerasan psikis, kekerasan seksual dan
kekerasan sosial-ekonomi, sedangkan menurut Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2004 tentang PKDRT, penggolongannya
menjadi 1) kekerasan fisik, 2) kekerasan psikis, 3) kekerasan
seksual dan 4) penelantaran rumah tangga.
Su
mb
er :
Pre
ven
tin
g V
iole
nce
, WH
O 2
004
Pedoman Pengendalian Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT)22
C. BENTUK-BENTUK TINDAK KDRT
Bentuk- bentuk tindak kekerasan terbanyak di rumah tangga
menurut WHO (2004) terdiri dari 1) penelantaran anak, 2)
kekerasan oleh pasangan, 3) kekerasan seksual, 4) kekerasan
remaja, 5) kekerasan pada lansia dan 6) bunuh diri serta bentuk
kekerasan terhadap diri sendiri.
Dari Catatan Tahunan Komnas Perempuan tentang Kekerasan
Terhadap Perempuan tahun 2010, bentuk-bentuk tindak
kekerasan dalam rumah tangga yang terbanyak di Indonesia
adalah kekerasan seksual (48,68%), diikuti dengan kekerasan
psikis (48,28%), kekerasan sosial-ekonomi (1,83%) dan kekerasan
fisik (1,21%). Data ini bersumber dari fakta kekerasan yang terjadi
yang dilaporkan, diadukan dan yang mendapat pendampingan
ataupun pelayanan oleh berbagai lembaga terkait.
D. FAKTOR RISIKO
Menurut WHO, faktor risiko tindak kekerasan adalah
sebagaimana digambarkan pada gambar berikut :
LIN
G S
OSI
AL
KO
MU
NIT
AS
KEL
UA
RG
AIN
DIV
IDU
AL
Pe
rub
ah
an
lin
gk
un
gan
so
sia
l ya
ng
cep
at
Ke
sen
jan
gan
eko
no
mi
Ke
sen
jan
gan
ge
nd
er
Ke
mis
kin
an
Lem
ah
nya
je
jari
ng
eko
no
mi
Lem
ah
nya
pe
ne
gak
an
hu
ku
mB
ud
aya
ya
ng
me
nd
uk
un
g ke
kera
san
Tin
gg
inya
pe
ng
gu
na
an
se
nja
ta a
pi
ile
gal
Ma
sa k
on
flik
/po
st-k
on
flik
Po
la p
en
gasu
ha
n y
an
g b
uru
kK
on
flik
da
lam
pe
rnik
ah
an
Ke
kera
san
ole
h p
asa
nga
nR
en
da
hn
ya s
tatu
s so
sio
eko
no
mi
Ke
terl
iba
tan
ora
ng
lain
da
lam
m
asa
lah
ke
kera
san
Korb
an p
enel
anta
ran
anak
Peny
impa
ngan
psi
kolo
gis/
pers
onal
Peny
alah
guna
an a
lkoh
olR
iway
at k
eker
asan
di m
asa
lalu
Kem
iski
nan
An
gka
krim
inal
itas
tin
ggi
Mo
bili
tas
pen
du
du
k ti
ngg
iB
anya
knya
pen
gan
ggu
ran
Per
dag
anga
n o
bat
ter
lara
ng
Lem
ahn
ya k
ebija
kan
inst
itu
siK
ura
ngn
ya s
aran
a p
elay
anan
ko
rban
Fakt
or
situ
asio
nal
MO
DEL
EKO
LOG
I FA
KTO
R R
ISIK
O B
ERSA
MA
TIN
DA
K K
EKER
ASA
N
Pedoman Pengendalian Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) 23
3. Kesenjangan gender
4. Kemiskinan
5. Lemahnya jejaring ekonomi
6. Lemahnya penegakan hukum
7. Budaya yang mendukung kekerasan
8. Tingginya penggunaan senjata api ilegal
9. Masa konflik – post konflik
E. INTERVENSI PENGENDALIAN TINDAK KDRT
Pencegahan tindak kekerasan harus mencakup upaya yang
bersifat promotif dan preventif. Banyak yang dapat dilakukan
disesuaikan dengan tindak kekerasan yang dihadapi. WHO
(2009), merekomendasikan beberapa bentuk intervensi sebagai
berikut :
1. Turut mengembangkan pola asuh atau hubungan orang tua
dan anak yang baik.
Pola pengasuhan yang baik, yaitu yang stabil dan memberi
rasa aman, memenuhi kebutuhan anak akan gizi serta kasih
sayang sangat penting bagi tumbuh kembang dan kesehatan
anak.
Penelantaran anak merupakan salah satu risiko yang terjadi
pada keluarga yang bermasalah dalam menciptakan pola
pengasuhan yang baik.
Pola pengasuhan yang baik dapat dikembangkan melalui :
(1) Program menjadi orang tua yang baik (Parenting)
Program ini difokuskan pada peningkatan kemampuan
orang tua dan memperbaiki hubungan antara orang tua
dan anak. (2) Program Anak-Orang Tua
KETERANGAN :
Faktor risiko sebagai penyebab potensial KDRT (melalui survei dan
penapisan/ skrining) :
i. Faktor risiko individu
1. Penelantaran anak
2. Pengalaman kekerasan di masa lalu
3. Penyimpangan psikologis atau personal
4. Penyalahgunaan alkohol dan NAPZA
ii. Faktor risiko keluarga
1. Pola pengasuhan yang buruk
2. Konflik keluarga
3. Kekerasan oleh pasangan
4. Rendahnya status sosial ekonomi
5. Keterlibatan orang lain dalam masalah kekerasan
iii. Faktor risiko komunitas
1. Kemiskinan
2. Kriminalitas tinggi
3. Banyaknya pengangguran
4. Mobilitas penduduk yang tinggi
5. Perdagangan obat terlarang
6. Lemahnya kebijakan institusi
7. Kurangnya sarana pelayanan korban
8. Faktor situasional
iv. Faktor risiko lingkungan sosial
1. Perubahan lingkungan sosial yang cepat
2. Kesenjangan ekonomi
Pedoman Pengendalian Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) 25Pedoman Pengendalian Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT)24
a. Pengayaan Prasekolah dan Sekolah
Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan kesiapan
anak sebelum masuk sekolah sehingga berpeluang
untuk meningkatkan keberhasilan akademis.
Pengayaan diberikan melalui pemberian keterampilan
interpersonal, sosial dan emosional sejak dini.
Keterampilan interpersonal adalah kemampuan berada
diantara dan berinteraksi dengan orang lain.
Keterampilan sosial adalah kemampuan untuk
berkomunikasi , melakukan pendekatan dan
berinteraksi dengan anggota masyarakat tanpa
menimbulkan konflik dan gangguan harmoni yang
tidak perlu terjadi. Sedangkan keterampilan emosional
adalah kegiatan yang bertujuan untuk membekali anak
sehingga mempunyai kemampuan mengendalikan
emosinya termasuk rasa marah, sedih, terlalu gembira,
cemas dan terlalu senang. Keterampilan ini dapat
dikembangkan sejak dini, prasekolah, sekolah bahkan
sampai dewasa.
b. Pengayaan Akademik
Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan prestasi
akademik dengan melakukan kegiatan di dalam
maupun di luar jam sekolah.
c. Penghargaan bagi Anak Berprestasi
Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan motivasi
anak agar berprestasi dan dapat menyelesaikan
pendidikan atau tugas lainnya melalui bentuk-bentuk
bantuan seperti beasiswa dan kemudahan-kemudahan
lainnya serta penghargaan.
d. Pelatihan bagi Anak Kurang Mampu
Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan
Program ini merupakan kegiatan untuk melibatkan
orang tua dalam proses pendidikan anak, memperbaiki
kesehatan maternal, mendorong tumbuh kembang anak
dan meningkatkan dukungan terhadap pendidikan
anak.
(3) Dukungan Sosial
Program ini merupakan kegiatan yang melibatkan
masyarakat dalam memberikan solusi dalam
pemecahan masalah, mengurangi isolasi sosial dan
penguatan komunikasi antar orangtua.
(4) Intervensi Media
Program ini merupakan kegiatan untuk memberikan
informasi kepada orangtua melalui berbagai sarana
seperti majalah, televisi, radio, surat kabar dan
sebagainya, dalam rangka meningkatkan pengetahuan
orangtua dan meningkatkan kesadaran dan perbuatan
untuk menghindari tindak kekerasan pada anak.
2. Mengembangkan keterampilan hidup pada anak dan
remaja
Program ini bertujuan untuk meningkatkan keterampilan
hidup anak dan remaja agar berperilaku berperilaku adaptif
dan positif yang memungkinkan mereka dapat menangani
secara efektif tuntutan dan tantangan kehidupan sehari-hari.
Keterampilan yang dimaksud meliputi keterampilan kognitif,
emosional, interpersonal dan sosial. Terdapat beberapa
kegiatan yang dapat dilakukan melalui program ini,
misalnya:
Pedoman Pengendalian Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) 27Pedoman Pengendalian Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT)26
kesempatan bagi anak kurang mampu baik yang
bersekolah maupun tidak bersekolah untuk
Pedoman Pengendalian Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) 29Pedoman Pengendalian Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT)28
masyarakat umum. Selain itu sosialisasi dapat dilakukan
melalui pendidikan untuk calon pengantin (catin) baik di KUA
maupun di Puskesmas.
3. Meningkatkan pengawasan baik di tingkat rumah tangga,
masyarakat maupun negara.
Rumah tangga atau keluarga merupakan unit terkecil dalam
masyarakat. Faktanya tindak KDRT terbanyak terjadi dalam
rumah tangga/keluarga. Upaya pencegahan KDRT harus
dimulai dari lingkup rumah tangga melalui pengawasan oleh
anggota keluarga terhadap anggota keluarga lainnya agar
tidak melakukan tindak KDRT. Melalui pola asuh, hubungan
orang tua–anak dan pendidikan dalam keluarga yang baik,
diharapkan akan terbentuk individu yang tidak melakukan
KDRT. Permasalahan terdapat pada keluarga dimana orang
tua bekerja dan banyak menghabiskan waktu di luar rumah
sehingga pengasuhan diserahkan kepada Asisten Rumah
Tangga (ART). Hal ini dapat diatasi dengan membekali ART
dengan pendidikan mengenai pola asuh/parenting yang baik.
Di mulai dari tingkat keluarga, pengawasan diperluas ke
lingkup masyarakat melalui RT, RW, kelurahan, dan kegiatan-
kegiatan seperti Siskamling ke lingkup yang lebih luas lagi
sampai tingkat negara sehingga akan terbentuk lingkungan
yang anti KDRT.
4. Melaksanakan penguatan keluarga dengan jalan
meningkatkan perlindungan terhadap keluarga dari
penyakit dan gangguan lingkungan.
Rumah tangga sebagai unit terkecil juga berperan penting
dalam melindungi anggotanya dari penyakit maupun
gangguan lingkungan. Hal ini akan menutup peluang
masuknya gangguan-gangguan yang mengancam stabilitas
keluarga seperti masuknya pengaruh buruk dari lingkungan.
A. Bentuk pencegahan meliputi :
1. Melakukan advokasi kepada pembuat kebijakan,
pemangku kepentingan dan tokoh masyarakat untuk
mendukung upaya pengendalian KDRT melalui aspek
legal.
Dalam upaya mendapatkan dukungan dari pembuat
kebijakan, pemangku kebijakan dan tokoh masyarakat, perlu
dilakukan advokasi yang ekstensif mengenai pengendalian
KDRT. Advokasi dapat dilakukan melalui berbagai kegiatan
termasuk menyelenggarakan pertemuan khusus, bekerjasama
dengan media, memanfaatkan berbagai forum komunikasi
yang telah ada sebelumnya, misalnya Rapat Koordinasi
Pimpinan (Rakorpim), Aliansi Gubernur, Aliansi Walikota,
Aliansi Bupati, Muktamar serta Advokasi legislatif dan lain
sebagainya. Melalui advokasi diharapkan dapat dihasilkan
Kebijakan yang mendukung upaya pengendalian KDRT.
2. Melakukan sosialisasi Peraturan dan Perundang-Undangan
terkait pengendalian KDRT
Pemerintah telah menetapkan beberapa peraturan yang terkait
misalnya Undang-Undang Perlindungan Anak, Undang-
Undang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga,
Penghapusan Tindak Pidana Perdagangan Orang dan
Peraturan lainnya dalam penanganan KDRT. Meskipun
demikian diperlukan sosialisasi yang lebih luas agar
masyarakat lebih mengetahui, memahami dan menjalankan
peraturan dan perundang-undangan tersebut. Kegiatan
sosialisasi dapat dilakukan bersama-sama secara lintas
program dan lintas sektor dengan sasaran mulai dari
pembuat kebijakan, penanggungjawab program, tenaga
kesehatan dan petugas pelayanan masyarakat lainnya, TOMA,
TOGA, TODAT, kader masyarakat, Linmas, LSM dan
Pedoman Pengendalian Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) 31Pedoman Pengendalian Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT)30
tempat umum (TTU) karena kebutuhan dan keadaan yang
berbeda.
8. Melakukan kajian kebijakan tentang pembatasan alkohol,
NAPZA, senjata, alat tajam dan pestisida.
Dalam upaya pengendalian faktor risiko KDRT, perlu
dilakukan identifikasi kebijakan dan pelaksanaan kebijakan
tentang pengaturan alkohol, NAPZA, senjata, alat tajam dan
pestisida, dalam hubungannya dengan terjadinya KDRT.
Kegiatan ini memerlukan kerjasama dengan lintas program
dan sektor terkait serta dapat melibatkan akademisi maupun
LSM sebagai pelaksana dan kerja sama dengan negara lain dan
jejaring internasional.
A. Bentuk Pengendalian KDRT
Bentuk pengendalian yang dimaksud adalah merupakan tindakan
promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif dengan menekankan
pada upaya promotif dan preventif. Kegiatan yang dapat
dilakukan antara lain:
1. Sosialisasi seluruh peraturan dan perundang-undangan
terkait tindak KDRT dan pengendaliannya
Kegiatan sosialisasi dapat dilakukan dengan sasaran semua
lapisan masyarakat baik perorangan maupun kelompok atau
massal dengan memanfaatkan semua cara dan saluran yang
ada.
2. Mengembangkan surveilans KDRT berbasis masyarakat
Surveilans KDRT perlu direalisasikan dengan data berbasis
masyarakat. Sumber data diperoleh dari tingkat rumah tangga.
Pelaksanaannya bisa langsung melalui masyarakat dengan
bantuan kader (PKK), sekolah dan tempat kerja.
Bentuk penguatan ini antara lain dengan menerapkan Perilaku
Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) dalam keluarga, menjalin
komunikasi yang baik antara anggota keluarga serta
dukungan baik fisik maupun psikis kepada anggota keluarga,
serta dengan keluarga-keluarga lain di lingkungan
bertetangga.
5. Meningkatkan peran keluarga dalam menanamkan norma
budi pekerti yang baik melalui pembekalan keterampilan
dan ketahanan hidup pada anak.
Pembekalan keterampilan dan ketahanan hidup bertujuan
agar anak dan remaja dapat berperilaku adaptif dan positif
yang memungkinkan mereka sebagai individu mampu
menangani secara efektif tuntutan dan tantangan kehidupan
sehari-hari. Keterampilan yang dimaksud meliputi
keterampilan kognitif, emosional, interpersonal dan sosial dan
ketahanan diri terhadap stresor yang berasal dari dalam dan
luar.
6. Meningkatkan promosi pencegahan KDRT di masyarakat
melalui keluarga, sekolah, tempat kerja.
Keterlibatan masyarakat dalam melakukan promosi
pencegahan KDRT akan memperluas jangkauan promosi yang
tidak terjangkau petugas kesehatan. Hal ini dilakukan dengan
memberikan pembekalan materi promosi pencegahan dan
efek-efek negatif dari KDRT melalui berbagai kesempatan baik
secara langsung kepada masyarakat maupun melalui lembaga
sekolah, tempat kerja dan lain-lain.
7. Melakukan kegiatan komunikasi, informasi dan edukasi
(KIE) tentang pencegahan KDRT sesuai tatanan keluarga.
Kegiatan dan materi KIE disesuaikan dengan sasaran dan
tatanannya seperti keluarga, sekolah, tempat kerja, tempat-
Pedoman Pengendalian Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) 33Pedoman Pengendalian Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT)32
3. Mengembangkan sistem informasi pengendalian KDRT
Jenis informasi adalah semua bentuk tindak KDRT yang terjadi
di masyarakat. Proses penyampaian informasi dilakukan
melalui SMS gate, jejaring sosial, telepon, internet dan
sebagainya.Rekapitulasinya akan menggambarkan tindak KDRT yang di
masyarakat.
4. Melakukan pendampingan dan konseling pada anggota
keluarga yang terindentifikasi berpotensi melakukan
KDRT.
Sebagai tindak lanjut lainnya dari deteksi dini faktor risiko
KDRT, pada anggota keluarga yang teridentifikasi berpotensi
melakukan KDRT juga dilakukan tindakan berupa
pendampingan dan konseling. Budaya dan intepretasi ajaran
agama, misalnya ketimpangan relasi antara suami dengan
istri, juga merupakan pemicu terjadinya KDRT. Dalam upaya
rekonstruksi budaya dan reintepretasi melalui pendampingan
dan konseling, diharapkan dapat mengubah pola pikir dan
tingkah laku sehingga keluarga dapat terhindar dari tindak
KDRT.
B. ALUR PENGENDALIAN KDRT
Alur pengendalian KDRT meliputi upaya promotif dan preventif.
1. PROMOTIF
Upaya promotif terhadap tindak KDRT dilakukan dengan
memberdayakan masyarakat melalui sosialisasi untuk
meningkatkan pengetahuan dan pemahaman tentang KDRT,
dampak dan pengendaliannya termasuk cara-cara
pencegahannya di dan oleh berbagai lapisan dan tingkat
masyarakat. Materi sosialisasi terdiri dari seluruh peraturan
Pedoman Pengendalian Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) 35Pedoman Pengendalian Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT)34
perundang-undangan, kebijakan dan program, serta
mekanisme dan fasilitas pencegahan tindak KDRT di
Indonesia. Sosialisasi dilakukan dengan memanfaatkan
kesempatan yang tersedia dan menggunakan berbagai saluran
yang memungkinkan. (masukkan gambar)
2. PREVENTIF
Upaya preventif terdiri dari kegiatan deteksi dini tindak KDRT
yang potensial terjadi di masyarakat melalui kegiatan
surveilans, penapisan/skrining dan pemantauan melalui
survei, serta pengkajian laporan-laporan dan pencatatan yang
berasal dari berbagai pihak masyarakat seperti RT/RW dan
Polisi.
Faktor risiko yang potensial menyebabkan terjadinya tindak
KDRT seperti pengangguran, kemiskinan, konsumsi alkohol
NAPZA, lingkungan pemukiman kumuh, tinggal di
perumahan liar, penduduk tidak tetap, sikap dan perilaku
emosional, pola pengasuhan, dan lain-lain. Faktor risiko ini
diperlukan untuk pemetaan potensi masalah di suatu wilayah.
Pengetahuan tentang faktor risiko ini dpat digunakan untuk
mengembangkan instrumen deteksi dini baik berupa
surveilans maupun penapisan. Sumber data lain untuk
mengembangkan instrumen deteksi dini juga dapat berasal
dari pencatatan kasus di fasilitas kesehatan (Puskesmas dan
Rumah Sakit), Kepolisian Wilayah, Kantor Kelurahan, dan
Kantor Urusan Agama.
Disamping deteksi dini, upaya preventif dapat diperluas
dengan kegiatan penanganan segera/sementara
kasus/korban tindak KDRT sebelum diteruskan ke tahap
penanganan berikutnya yaitu pelayanan komprehensif sesuai
Standar Pelayanan Minimal (SPM). Bentuknya antara lain
pengamanan sementara bagi korban, konseling/wawancara,
Pedoman Pengendalian Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) 35
pencatatan dan pelaporan dan mempersiapkan rujukan dan
mengupayakan pendampingan sampai korban mendapatkan
penanganan selanjutnya.
ALUR PENGENDALIAN TINDAK KEKERASAN SECARA KOMPREHENSIF
Promotif dan preventif
Penatalaksanaan
PROMOTIF (sosialisasi peraturan perundang-undangan KDRT
dan pengendaliannya
PREVENTIF
(deteksi dini dan penanganan sementara)
Standar Pelayanan
Minimal , 2010
(KPP dan PA)
Pedoman Pengendalian Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT)36
BAB IVPENGORGANISASIAN/
JEJARING KERJA
BAB IVPENGORGANISASIAN / JEJARING KERJA
A. PENGORGANISASIAN
Wadah kegiatan pengendalian KDRT ini dinamakan Tim
Pengendalian Tindak KDRT Masyarakat (TP-TKM).
Walaupun kegiatan berpusat di tingkat kelurahan, kegiatan
t im ini dikoordinasikan di t ingkat kecamatan.
Koordinatornya adalah Camat dengan Wakil adalah Kepala
Satuan Polisi di tingkat Kecamatan, dan Sekretarisnya adalah
Kepala Puskesmas.
TP-TKM beroperasi di tingkat Kelurahan/Desa, dengan
diketuai oleh Lurah/Kepala Desa dengan wakil adalah Polisi
yang bertugas di desa (Mantri Polisi) dan tokoh agama
setempat serta sekeretarisnya adalah ketua RW. Anggota TP-
TKM di tingkat desa terdiri dari Ketua RT, Bidan Desa,
Koordinator PKK, Koordinator Kader Kesehatan dan lain-
lain sesuai dengan situasi setempat.
Pedoman Pengendalian Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) 39
TIM PENGENDALI – TKM
Ketua : CamatWakil Ketua : Kepala Satuan Polisi
KecamatanSekretaris : Kepala Puskesmas
Ketua : Lurah/Kepala DesaWakil : Polisi Desa (Mantri Polisi)
Tokoh AgamaKetua RW
Sekretaris : Sekretaris DesaAnggota : Ketua RT
Koordinator PKKBidan/Nakes DesaKoordinator KaderKoordinator LinmasPerwakilan LSM
TIM KOORDINATOR PTKM
TIM PELAKSANA PTKM
B. MEKANISME KERJA
Pengendalian tindak KDRT berpusat di tingkat kelurahan (desa).
Pusat pengendalian dilakukan di Kantor Kelurahan dengan
menerima laporan atau pengaduan dari korban, anggota keluarga
korban, tetangga korban, dan warga masyarakat lain yang
menyaksikan, baik secara langsung maupun melalui aparat atau
petugas yang bekerja di tingkat kelurahan atau desa seperti kader,
bidan desa, tenaga kesehatan yang ada di desa (mantri dan
perawat) dan petugas Linmas atau satpam. Tingkatan selanjutnya
diatas korban dan aparat tersebut adalah Polisi, Ketua RT/RW,
tokoh agama/adat setempat yang selanjutnya dapat membawa
korban ke Kantor Kelurahan/Kepala Desa, Kantor/Pos Polisi Desa
dan selanjutnya ke Puskesmas atau Rumah Sakit. Korban dapat
juga datang atau dibawa langsung ke Kantor Kelurahan, Kantor
Polisi Desa, Puskesmas dan Rumah Sakit sesuai dengan keadaan
dan kebutuhannya.
C. PERAN PEMANGKU KEPENTINGAN TP-TKM
NO JABATAN PERAN KET
1
Camat
Menjadi koordinator/penanggung jawab
seluruh kegiatan TP -
TKM
Bertanggungjawab
kepada Bupati/Walikota
melalui TP-TKM tingkat
Kabupaten/Kota
2
Kepala
Satuan Polisi
Kecamatan
Menjadi koordinator/penanggung jawab
keamanan korban/saksi dan
pendamping korban
Bertanggungjawab
kepada koordinator TP-
TKM Kecamatan
3
Kepala Puskesmas
Menjadi koordinator/penanggung jawabpenanganan aspek kesehatan korbandan perujukan korban Pembina Posbindu(Pos Pembinaan Terpadu) di Masyarakat
4
Lurah/Kepala
Desa
Menjadi koordinator/penanggung jawab
5
Polisi Desa
(Mantri Polisi)
Menjadi koordinator/penanggung jawab
keamanan korban/saksi dan
pendamping korban di tingkat desa
Bertanggungjawab
kepada Lurah
6 Tokoh Agama Membantu koordinator tingkat desa
dalam hal sosialisasi tindak, dampak dan
pengendalian KDRT serta TP - TKM
7 Ketua RW Membantu koordinator tingkat desa
dalam hal sosialisasi tindak, dampak dan
pengendalian KDRT serta TP - TKM
Pedoman Pengendalian Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) 41Pedoman Pengendalian Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT)40
8 Sekretaris
Desa
Membantu koordinator tingkat desa
dalam hal kegiatan administrasi TP –
TKM, termasuk perencanaan,
pelaksanaan, pemantauan, pelaporan
dan pendanaan TP-TKM
9 Koordinator
PKK
Membantu koordinator tingkat desa
dalam hal sosialisasi tindak, dampak dan
pengendalian KDRT serta TP –TKM dan
pendampingan korban
10 Bidan/ Nakes
Desa
Membantu koordinator tingkat desa
dalam hal sosialisasi tindak, dampak dan
pengendalian KDRT serta TP -TKM dan
pelayanan darurat dan rujukan
kesehatan
11
Koordinator
Kader
Membantu koordinator tingkat desa
dalam hal sosialisasi
tindak, dampak dan
pengendalian KDRT serta TP –TKM dan
pendampingan korban
12
Koordinator
Linmas
Membantu koordinator tingkat desa
dalam hal sosialisasi tindak, dampak dan
pengendalian KDRT serta TP -TKM dan
pendampingan korban
13 Perwakilan
LSM
Membantu koordinator tingkat desa
dalam hal sosialisasi tindak, dampak dan
pengendalian KDRT serta TP -TKM dan
pendampingan
A. JEJARING KERJA
Pusat jejaring adalah Kelurahan dengan anggota jejaring yang
terdiri dari :
1. Kantor Camat
2. Kantor Polisi Kecamatan
3. Puskesmas/Pustu
4. Posbindu
5. Pos PKK
6. Pos Satpam
7. Poskamling
8. Posyandu/Polindes/BP
9. Rumah Aman/Rumah Singgah
10. Kantor LSM Desa
11. Pos Polisi Desa
12. Kantor Sekretariat RW
13. Kantor Sekretariat RT
14. Dll.
JEJARING KOORDINASI DAN PELAKSANAAN TP-TKM
KantorCamat
Kantor Lurah
Puskesmas
Kantor Polisi
Kecamatan
Pos Satpam
Wakil LSM
Pos PKK
Posyandu
Kantor RT
Rumah Singgah
Poskamling
Kantor RW
Pos Polisi
Pedoman Pengendalian Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) 43Pedoman Pengendalian Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT)42
Posbindu
BAB VSISTEM PENCATATAN DAN PELAPORAN
BAB VSISTEM PENCATATAN DAN PELAPORAN
A. TUJUAN PENCATATAN DAN PELAPORAN
Tujuan pencatatan untuk mendapatkan gambaran prevalensi dan
insidensi tindak KDRT di masyarakat khususnya pedesaan.
Dengan diketahuinya gambaran kejadian KDRT di masyarakat,
maka dapat dikembangkan upaya pengendalian KDRT melalui
kegiatan sosialisasi tindak, dampak dan pengendalian KDRT dan
memantau serta memetakan eksistensi faktor risiko.
B. ALUR PENCATATAN DAN PELAPORAN
Pedoman Pengendalian Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) 47
ALUR PELAPORAN/PENCATATAN
S P M
RUMAH SAKIT
PUSKESMAS
KELURAHAN POLISI
KETUA RT/RW
PKK KADER POSBINDU TENAGA KESEHATAN LINMAS
TETANGGA
KORBAN KELUARGA
KORBAN
MASYARAKAT/ORANG LAIN
1. Apa yang dicatat
a. Kejadian dan korban KDRT (melalui pelaporan dan
surveilans)
i. Identitas korban
ii. Identitas pelaku (terlapor)
iii. jenis KDRT
iv. waktu dan tempat
v. tindak lanjut
b. Faktor risiko sebagai penyebab potensial KDRT (melalui
survei dan penapisan/ skrining)
i. Faktor risiko individu
1. Penelantaran anak
2. Pengalaman kekerasan di masa lalu
3. Penyimpangan psikologis atau personal
4. Penyalahgunaan alkohol dan NAPZA
ii. Faktor risiko keluarga
1. Pola pengasuhan yang buruk
2. Konflik keluarga
3. Kekerasan oleh pasangan
4. Rendahnya status sosial ekonomi
5. Keterlibatan orang lain dalam masalah kekerasan
iii. Faktor risiko komunitas
1. Kemiskinan
2. Kriminalitas tinggi
3. Banyaknya pengangguran
4. Mobilitas penduduk yang tinggi
5. Perdagangan obat terlarang
6. Lemahnya kebijakan institusi
7. Kurangnya sarana pelayanan korban
8. Faktor situasional
iv. Faktor risiko lingkungan sosial
1. Perubahan lingkungan sosial yang cepat
2. Kesenjangan ekonomi
3. Kesenjangan gender
4. Kemiskinan
5. Lemahnya jejaring ekonomi
6. Lemahnya penegakan hukum
7. Budaya yang mendukung kekerasan
8. Tingginya penggunaan senjata api ilegal
9. Masa konflik – post konflik
Pedoman Pengendalian Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) 49Pedoman Pengendalian Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT)48
BAB VIIIP E N U T U P
BAB VIIINDIKATOR DAN
PARAMETER KEBERHASILAN
BAB VIIINDIKATOR DAN PARAMETER KEBERHASILAN
Indikator dan parameter keberhasilan dalam pengendalian tindak
kekerasan meliputi:
A. Indikator Input
Meliputi :
1. Persentase Propinsi/Kab/Kota yang mempunyai Rencana
Aksi Daerah dalam pengendalian tindak kekerasan dalam
rumah tangga
2. Persentase laporan yang masuk di Kab/Kota/ Propinsi ,
3. Persentase Propinsi/ Kab/Kota yang memiliki materi KIE,
sosialisasi, advokasi dan bimbingan konseling
4. Persentase Propinsi/ Kab/Kota yang memiliki Instrumen
pencatatan dan pelaporan
B. Indikator Proses
Meliputi upaya - upaya pengendalian KDRT, yaitu :
1. Pelaksanaan KIE
2. Pelaksanaan sosialisasi
3. Pelaksanaan advokasi
4. Pelaksanaan deteksi dini
5. Pelaksanaan surveilans (kelengkapan dan ketepatan)
6. Pelaksanaan bimbingan konseling
Pedoman Pengendalian Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) 57
BAB VIMONITORING
1. Apa yang di monitoringMeliputi :a. Upaya kegiatan (meliputi perencanaan, pelaksanaan)b. Kapasitas SDMc. Indikator yang telah ditetapkan
2. SDM pelaksana monitoring
a. Tim pelaksana monitoring pusat
b. Tim pelaksana monitoring propinsi
c. Tim pelaksana monitoring Kab/ Kota
3. Sasaran monitoring
a. Pelaksana kegiatan di pusat
b. Pelaksana kegiatan di propinsi
c. Pelaksana kegiatan di Kabupaten/ kota
d. Pelaksana kegiatan di kecamatan/masyarakat
4. Periode monitoringPeriode monitoring dilakukan secara periodik selama
triwulan/semester/tahunan (tergantung daerah masing-masing)
5. Alat monitoringAlat monitoring menggunakan form monitoring (form terlampir)
6. Hasil monitoring dirapatkan dan dibahas, selanjutnya dilakukan
umpan balik.
BAB VIM O N I T O R I N G
Pedoman Pengendalian Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) 53
C. Indikator Output
Meliputi jumlah kasus yang terdeteksi dan tertangani.
D. Indikator Outcome
Meliputi penurunan kasus KDRTBAB VIII
PENUTUP
Diharapkan dengan tersusunnya Pedoman Pengendalian Tindak
Kekerasan Dalam Rumah Tangga ini, maka hak asasi manusia sebagai
salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan oleh Pemerintah
sesuai dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
Korban akibat kekerasan dalam rumah tangga yang berakibat
kesakitan, kecacatan dan kematian dapat turun karena terjadi
perubahan perilaku pada pelaku untuk tidak melakukan kekerasan.
Perubahan pada perilaku kekerasan didukung oleh lingkungan sekitar
dan regulasi pemerintah.
Pedoman Pengendalian Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) 61Pedoman Pengendalian Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT)58
L A M P I R A N
FORMULIR DETEKSI DINI TINDAK KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA
WAST (WOMAN ABUSE SCREENING TOOLS)
Pedoman Pengendalian Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) 63
No. Responden
:
Umur
:
Tempat wawancara
:
Berilah tanda cek (√) di depan jawaban yang sesuai dengan kondisi Ibu
1. Secara umum, bagaimana Ibu menggambarkan hubungan Ibu dengan pasangan?
Penuh ketegangan
Agak ada ketegangan Tanpa ketegangan
2. Apakah Ibu dan pasangan Ibu mengatasi pertengkaran mulut dengan
Sangat kesulitan
Agak kesulitan
Tanpa kesulitan
3. Apakah pertengkaran mulut mengakibatkan Ibu merasa direndahkan atau merasa tidak nyaman dengan diri sendiri?
Sering
Kadang-kadang
Tidak pernah
4. Apakah pertengkaran mulut mengakibatkan pasangan Ibu memukul, menendang, atau mendorong?
Sering Kadang-kadang Tidak pernah
5. Apakah Ibu merasa ketakutan pada yang dikatakan atau dilakukan oleh pasangan Ibu?Sering Kadang-kadang Tidak pernah
6. Apakah Ibu merasa dibatasi dalam mengatur pembelanjaan rumah tangga?Sering Kadang-kadang Tidak pernah
FORM IDENTIFIKASI KASUS CEDERA DAN KEKERASANBAGI TENAGA KERJA INDONESIA
FORM IDENTIFIKASI KASUS CEDERA DAN KEKERASAN
TENAGA KERJA INDONESIA
WAWANCARA
TANGGAL PERIKSA
JAM PERIKSA
TEMPAT PERIKSA
: ............................
: ............................
: ............................
1Dalam 2 bulan terakhir, apakah (NAMA) pernah mengalami peristiwa seperti kecelakaan,kekerasan, jatuh yang mengakibatkan cedera SEHINGGA KEGIATAN SEHARI-HARITERGANGGU?
2 Berapa kali mengalami cedera dalam 12 bulan terakhir? ......................... kali
01. Kecelakaan transportasi darat sepeda motor
02. Kecelakaan transportasi darat lainnya
03. Jatuh (terpeleset, tersandung, terjatuh dari
ketinggian)
04. Terkena benda tajam, tumpul, mesin, dsb
05. Terbakar/terkena air panas/bahan kimia
06. Tergigih/tersengat/diserang hewan
07. Kejatuhan/terkena lemparan benda
08. Pemaksaan/diancam dalam melakukan hubungan
badan/hubungan seksual
09. Lainnya (misal usaha bunuh diri, keracunan,
bencana alam, dll) tuliskan ...................................
Penyebab cedera : (BACAKAN DAN PILIH SATU JAWABAN DARI POINT 01 SAMPAI DENGAN 09)
3
4
Cedera yang didapat akibat dari : (BACAKAN POINT 1 SAMPAI DENGAN 3)
01. Kelalaian diri sendiri
02. Perbuatan orang lain yang serumah (majikan, anak majikan atau orang lain yang tinggal serumah)
03. Perbuatan orang lain yang tidak serumah
5
Bagian tubuh yang terkena cedera : (BACAKAN POINT a SAMPAI DENGAN 1)
ISIKAN KODE JAWABAN DENGAN 1= YA ATAU 2 = TIDAK
a. Kepala
1. Rumah (dalam dan halaman)
2. Lingkungan sekolah
3. Tempat olah raga
4. Jalan raya
a. Panca Indera tidak berfungsi (buta, tuli, bisu, dll)
c. Bekas luka permanen yang mengganggu keindahan
b. Kehilangan sebagian anggota badan jari/tangan/kaki putus, dll)
d. Lainnya, tuliskan .........................................................
5. Area bisnis, jasa, perkantoran dan tempat umum
6. Area industri dan konstruksi
7. Area pertanian
8. Lainnya, tuliskan ..................................................
b. Dada c. Perut
d. Anggota
gerak
atas
e. Anggota
gerak
bawah
f. Lainnya,
tuliskan
................
6
Tempat terjadinya cedera : (BACAKAN DAN PILIH SATU JAWABAN DARI POINT 1 SAMPAI DENGAN 8)
Apakah cedera yang terjadi mengakibatkan kecacatan fisik yang permanen pada?: (BACAKAN POINT a SAMPAI DENGAN d)
7
8
Apakah selama bekerja anda pernah menerima perkataan kasar, menghina, mencaci, merendahkan,mengancam atau sejenisnya?
01. Ya
02. Tidak
1. Ya
2. Tidak
APABILA KEJADIAN CEDERA LEBIH DARI 1 KALI, TANYAKAN CEDERA YANG PALING PARAH MENURUTPENGAKUAN RESPONDEN
ISIKAN KODE JAWABAN DENGAN 1= YA ATAU 2 = TIDAK
FORM IDENTIFIKASI KASUS CEDERA DAN KEKERASAN
TENAGA KERJA INDONESIA
WAWANCARA
TANGGAL PERIKSA
JAM PERIKSA
TEMPAT PERIKSA
: ............................
: ............................
: ............................
IDENTITAS
Nama
Jenis Kelamin
Tanggal lahir
Asal Daerah
Pekerjaan
: .............................................................
: .............................................................
: .............................................................
: .............................................................
: .............................................................
PEMERIKSAAN
1. Keadaan Umum : .............................................................a. Kesadaran : .............................................................
2. Tanda vital
a. Tensi : mmHg
b. Nadi : x/menitc. Respirasi : x/menit
d. Suhu :0C
3. Tuliskan kelainan-kelainan pada gambar tubuh dengan gambar di bawah ini :
4. Kesimpulan Hasil Pemeriksaan
..............................................................................................................................................
..............................................................................................................................................
..............................................................................................................................................
..............., ...............................
( )
NIP.
Pedoman Pengendalian Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) 65Pedoman Pengendalian Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT)64
PETUNJUK PENGISIAN FORM IDENTIFIKASI KASUS CEDERA DAN
KEKERASAN TENAGA KERJA INDONESIA
1. Tanggal Periksa : diisi tanggal dilakukannya pemeriksaan.
2. Jam Periksa : diisi jam dilakukannya pemeriksaan.
3. Tempat Periksa : diisi tempat dilakukannya pemeriksaan. Misalnya : Pos KKP, Poliklinik KKP, kapal........., ruang kedatangan
dan sebagainya.
FORM IDENTITAS
1. Nama : jelas.
2. Jenis Kelamin : jelas.
3. Tanggal lahir : diisi tanggal, bulan dan tahun lahir.
4. Asal daerah : diisi kabupaten/kota asal.
5. Pekerjaan : diisi pekerjaan terakhir yang dilakukan. Misalnya :
asisten rumah tangga, pekerja pabrik, pekerja bangunan, pekerja
restoran dan sebagainya.
FORM WAWANCARA RIWAYAT CEDERA1. Riwayat cedera dalam 12 bulan terakhir yang MENGGANGGU
KEGIATAN SEHARI-HARI : tuliskan pada kolom jawaban angka
(1) jika Ya atau angka (2) jika Tidak. Jika jawaban Tidak, hentikan
wawancara. Jika Ya, lanjutkan ke pertanyaan selanjutnya.
2. Frekuensi mengalami cedera : diisi jumlah berapa kali. Jika lebih
dari 1 (satu) kali, pilih cedera yang paling parah untuk
dideskripsikan pada pertanyaan selanjutnya.
3. Penyebab cedera : bacakan pilihan jawaban (01) sampai dengan
(09). Tuliskan angka pada kolom jawaban.
4. Cedera yang didapat diakibatkan dari : Bacakan pilihan jawaban
(01) sampai dengan (03). Tuliskan angka pada kolom jawaban.
Pertanyaan ini untuk menilai apakah cedera yang didapat adalah
cedera wajar, cedera akibat kekerasan dalam rumah
tangga/kekerasan domestik atau cedera akibat kekerasan
umum/kriminalitas.
5. Bagian tubuh yang terkena : Bacakan pilihan jawaban. Pada setiap
poin (a) sampai dengan (f) tuliskan angka (1) jika jawaban Ya dan
angka (2) jika jawaban Tidak. Pertanyaan ini akan menjadi panduan
dalam melakukan pemeriksaan fisik.
6. Tempat terjadinya cedera : Bacakan pilihan jawaban (01) sampai
dengan (08). Tuliskan angka pada kolom jawaban.
7. Cacat fisik permanen akibat cedera : Bacakan pilihan jawaban. Pada
setiap poin (a) sampai dengan (d) tuliskan angka (1) jika jawaban Ya
dan angka (2) jika jawaban Tidak. Pertanyaan ini akan menjadi
panduan dalam melakukan pemeriksaan fisik.
8. Perlakuan kasar, berupa kata-kata maupun tindakan, menghina,
mencaci, merendahkan, mengancam atau sejenisnya : : tuliskan
pada kolom jawaban angka (1) jika Ya atau angka (2) jika Tidak.
Pertanyaan ini untuk menilai apakah terdapat tindak kekerasan
emosional.
FORM PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan Umum : diisi dengan :
a) KOMPOS MENTIS, yaitu sadar sepenuhnya, baik terhadap
dirinya maupun terhadap lingkungannya. responden dapat
menjawab pertanyaan pemeriksa dengan baik.
b) APATIS, yaitu keadaan di mana responden tampak segan dan
acuk tak acuh terhadap lingkungannya.
c) DELIRIUM, yaitu penurunan kesadaran disertai kekacauan
motorik dan siklus tidur bangun yang terganggu. Responden
tampak gaduh gelisah, kacau, disorientasi dan meronta-ronta.
Pedoman Pengendalian Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) 67Pedoman Pengendalian Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT)66
d) SOMNOLEN (letergia, obtundasi, hipersomnia), yaitu
keadaan mengantuk yang masih dapat pulih bila dirangsang,
tetapi bila rangsang berhenti, responden akan tertidur
kembali.e) SOPOR (stupor), yaitu keadaan mengantuk yang dalam,
Responden masih dapat dibangunkan dengan rangsang yang
kuat, misalnya rangsang nyeri, tetapi responden tidak
terbangun sempurna dan tidak dapat memberikan jawaban
verbal yang baik.f) SEMI-KOMA (koma ringan), yaitu penurunan kesadaran yang
tidak memberikan respons terhadap rangsang verbal, dan
tidak dapat dibangunkan sama sekali, tetapi refleks (kornea,
pupil) masih baik. Respons terhadap rangsang nyeri tidak
adekuat.` g) KOMA, yaitu penurunan kesadaran yang sangat dalam, tidak
ada gerakan spontan dan tidak ada respons terhadap rangsang
nyeri.
2. Tanda vital : jelas.
3. Tuliskan kelainan pada gambar tubuh :
Lakukan pemeriksaan fisik pada responden sesuai indikasi dengan
halus dan hormat. Fokuskan pada lokasi-lokasi tubuh yang
sebelumnya telah didapatkan dalam wawancara. Amati tanda-
tanda cedera maupun bekas cedera. Perhatikan tanda-tanda cedera
tidak wajar yang mungkin disebabkan karena kejadian kekerasan
diantaranya :
a. Hematom atau memar
- Pada wajah, bibir/mulut, bagian tubuh lainnya seperti di
punggung, bokong, paha, betis dan sebagainya
- Terdapat baik memar yang baru maupun yang sudah mulai
menyembuh
- Corak-corak memar yang menunjukkan benda tertentu
yang dipakai untuk kekerasan.
b. Vulnus ekskoriasi/luka lecet dan vulnus laserasi/luka robek
- Di mulut, bibir, mata, kuping, lengan, tangan dan
sebagainya
- Di genitalia
- Luka akibat gigitan oleh manusia
- Di bagian tubuh lain, terdapat baik luka yang baru atau
yang berulang
c. Fraktur/patah tulang atau dapat juga dinilai dari deformitas
- Patah tulang baru dan lama (dalam penyembuhan)
- Patah tulang multipel
- Patah tulang pada kepala, rahang dan hidung serta
patahnya gigi
d. Luka bakar
- Bekas sundutan rokok
- Luka bakar pada tangan, kaki atau bokong akibat kontak
bagian-bagian tubuh tersebut dengan benda panas
- Bentuk luka yang khas sesuai dengan bentuk benda panas
yang dipakai untuk menimbulkan luka tersebut
e. Cedera pada kepala
- Bercak/area kabotakan akibat tertariknya rambut
- Terdapat baik yang baru atau berulang
Pedoman Pengendalian Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) 69Pedoman Pengendalian Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT)68
f. Lain-lain
- Dislokasi/lepas sendi pada sendi bahu atau panggul
(kemungkinan akibat tarikan)
- Tanda-tanda luka yang berulang
Kesimpulan hasil pemeriksaan : diisi diagnosis dan
ada/tidaknya indikasi kekerasan berdasarkan hasil
wawancara maupun pemeriksaan fisik.
Pedoman Pengendalian Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT)70
KUESIONERMONITORING DAN EVALUASI
PROGRAM PENGENDALIAN TINDAK KEKERASAN
I. DATA UMUM :
1. Instituasi yang dikunjungi :a. Dinas Kesehatan Propinsi ........................................................b. Dinas Kesehatan Kab / Kota ...................................................c. UPT (BBTKL/KKP) : .................................................................Alamat : .....................................................................................
Telepon : .....................................................................................
2. Nama Penanggung Jawab / Pelaksana Program : .............................................................................................................Telp rumah : .............................. HP : .............................................E-mail : ..............................................................................................
II. KEGIATAN PENGENDALIAN TINDAK KEKERASAN
A. Edukasi
1. Apa jenis pelatihan yang mendukung pengendalian tindak
kekerasan?
a. Ada b. Tidak ada, jelaskan mengapa?
1. Tidak ada anggaran
2. Tidak ada peminatan
3. Tidak tahu
4. Lainnya, jelaskan ........................................
.......................................................................
Pedoman Pengendalian Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) 71
Jika ada, sebutkan nama pelatihannya dan tahun berapa di laksanakan................................................................................................................. tahun................................................................................................................ tahun
2. Sasaran yang dilatih ? a. Pengelola program b. Petugas Puskesmas c. Lainnya, sebutkan: (contoh: anak sekolah, kelompok
masyarakat, dll) .............................................................................................................. ..............................................................................................................
3. Berapa jumlah yang dilatih ?a. ........................ orang b. Tidak ada
4. Bila ada pelatihan, siapa yang menyelenggarakan? a. Institusi Kesehatan, sebutkan ......................................................... b. Lintas Sektor , sebutkan ......................................................... c. Lainnya, sebutkan .........................................................
5. Materi apa saja yang disampaikan ?a. Teori, sebutkan
..............................................................................................................
..............................................................................................................b. Praktek, sebutkan
..............................................................................................................
.............................................................................................................. c. Lainnya, sebutkan:
..............................................................................................................
6. Apa jenis penyuluhan yang dilakukan untuk mendukung edukasi
pengendalian tindak kekerasan?a. Ada b. Tidak ada, jelaskan mengapa?
1. Tidak ada anggaran 2. Tidak ada peminatan 3. Tidak tahu
4. Lainnya, jelaskan ..............................
7. Apakah penyuluhan dilakukan teratur ? a. Ya b. Tidak, jelaskan mengapa ?
1. Tidak ada anggaran2. Tidak ada peminatan3. Tidak tahu4. Lainnya,jelaskan ...............................
8. Berapa kali dilakukan penyuluhan dalam satu tahun ? a. 1 kali b. 2 – 5 kali c. Lebih dari 5 kali 9. Adalah alat bantu dalam edukasi ?
a. Ya, Sebutkan: 1. Alat peraga 2. Media Cetak ( Leaflet, Poster, Pedoman, dll ) 3. Media AV ( OHP, Slide, TV, LCD) 4. Lainnya : ....................................................................
b. Tidak, jelaskan mengapa? ........................................................................................... ........................................................................................... ...........................................................................................
B. Deteksi Dini
1. Apakah pernah dilakukan deteksi dini faktor risiko tindak
kekerasan?
a. Ya, berapa kali, ...................kali Sebutkan dan tempat pelaksanaan ........................................... ....................................................................................................... .......................................................................................................
b. Tidak 2. Jika pernah, parameter deteksi dini apa saja yang diukur ?
a. Kekerasan fisik b. Kekerasan seksual c. Kekerasan emosional d. Kekerasan ekonomi e. Lainnya : .....................................................................................
.......................................................................................................
Pedoman Pengendalian Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) 73Pedoman Pengendalian Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT)72
2. Bila terjadi tindak kekerasan apakah ada No. Telp khusus yang bisa
dihubungi ?
a. Ada, No. Telp. : ................... b. Tidak ada
3. Bila ada, siapa yang operatornya ?
a. Institusi Kesehatan, sebutkan ......................................................
Dinkes Propinsi .......................................................................
Dinkes Kab / Kota ...................................................................
Puskesmas ...............................................................................
RS ..............................................................................................
UPT (BBTKL/BTKL/KKP) ...................................................
b. Lintas Sektor, sebutkan ............
Polisi
Badan Pemberdayaan Perempuan
Dinas Sosial
...................................................................................................
4. Informasi tindak kekerasan yang diterima, diteruskan kepada
siapa ?
a. Institusi Kesehatan, sebutkan ......................................................
b. Lintas Sektor , sebutkan ...............................................................
5. Bila tidak ada No. Telp. Khusus, siapa yang dihubungi bila terjadi
tindak kekerasan ......................................................................................
a. Polisi b. Rumah Sakit
c. Lainnya, sebutkan : ...........................................................................
Pedoman Pengendalian Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) 75
3. Siapa yang melaksanakan kegiatan deteksi dini ? a. Institusi Kesehatan, sebutkan ......................................................... b. Lintas Sektor , sebutkan ................................................................
4. Siapa saja sasaran deteksi dini tersebut ?a. Ibu rumah tanggab. Anak-anakc. Asisten Rumah Tanggad. Lainnya : .............................................................................................
.............................................................................................................
5. Bagaimana frekuensi kegiatan tersebut dilaksanakan ?a. Rutin : ……..........…kali/ tahun b. Situasi khusus, pada saat : ..........
6. Apakah ada dana untuk pelaksanaan kegiatan deteksi dini faktor
risiko tindak kekerasan?
a. Ya sumber dana: 1. APBN 2. APBD 3. BLN d. Lainnya : ..............
b. Tidak, jelaskan mengapa? ...................................................................................................... ...................................................................................................... .......................................................................................................
C. Pelaporan
1. Apakah sudah terdapat mekanisme pelaporan berjenjang
terhadap kasus tindak kekerasan?a. Ya, sebutkan mekanismenya.
...................................................................................................... ...................................................................................................... ......................................................................................................
b. Tidak, jelaskan mengapa............................................................................................................................................................................................................
Pedoman Pengendalian Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT)74
Pedoman Pengendalian Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT)76
D. Dukungan Operasional
1. Apakah ada dana operasional khusus untuk program
pengendalian tindak kekerasan?
a. Ada, sebutkan sumber dana...........
- APBN
- APBD
- BLN
- Lainnya
b. Belum ada
................, ..........................., ....................
Petugas :
1 ...........................................................
2. ...........................................................
Pedoman Pengendalian Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) 77
DAFTAR PUSTAKA
American College of Surgeon,Advanced Trauma Life Support, Edisi 6. 1997
Barnes TA, BoudinMB, Cardiopulmonary Resuscitation in: Burton GG,
Hpdgkin JE,Ward JJ eds. Respiratory Care : a guide to clinical practice
4th ed. New York : JBLippincott Campany, 1997
Bisono, Pusponegoro AD, Luka, trauma, syokdanbencana,
DalamSjamsuhidayat R,Jong WD, Editor: Buku Ajar IlmuBedah,
EdisiRevisi, PenerbitBukuKedokteranEGC, 1997 p81-96 (Text
Book).
Cummins, Richard O, MD, MPH, MSc, Advanced Cardiac Life Support,
American HeartAssociation, 1999
Departemen Kesehatan, Direktorat Jenderal Pelayanan Medik, Sistem
Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu (SPGDT), Jakarta 2005
Eliastam M, Sternbach GL, Bresler MJ. Penuntun Kedaruratan Medis.
Edisi 1. Jakarta: EGC, 2000
Forster SL. How the Law Affects the Practice of Emergency Medicine. In
:Emergency Medicine. The principles of practice ed. By Fulde
GWO.Thirdedition. MacLennan & Petty Oty Limited-Sydney
1998.
Jatremski MS, Dumas M, Penalver L. PenuntunKedaruratan.Edisi
1.Jakarta: EGC,1995
K n i g h t o n D , L o c k s l e y R M , M i l l s J . T i n d a k a n -
tindakangawatdarurat.Edisi 3.Jakarta:EGC, 1995
O´Keefe MF, Limmer D, Grant HD, Murray RH, Bergeron JD,
Emergency Unit, Brady,edisi 8, 1998
Pedoman Pengendalian Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT)78
TIM PENYUSUN
DR. Ekowati Rahajeng, SKM, M.Kes
dr. Azimal, M.Kes
Sumarsinah, SKM, M.Epid
dr. Zarfiel Tafal, MPH
dr. Farina Andayani, M.Sc
dr. Esti Widiastuti, M.Sc.PH
dr. Penina Regina
Ir. Hendarmi
dr. Budi Raharjo, M.Epd
dr. Fristika Mildya
Yolmisatri, SKM
Sukro Basuki, S.Sos
Nur Idayanti, SKM
dr. Novi Indriastuti
Resti Dwi Hasriani, SKM
Pedoman Pengendalian Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) 79
Purwadianto A, Sampurna B. KedaruratanMedik. Jakarta:
BinaRupaAksara, 2000
Pusat pendidikan dan Pelatihan RS Harapan Kita.Materi Kursus
Advanced Cardiac LifeSupport.Samuel M. Keim. Emergency
Medicine On Call. Lange Medical Books/McGraw-Hill2004.
Society of Critical Care Medicine.Fundamental Critical Care
Support.Course Text,Second Edition. SCCM 2000.
Carley S, Mackway-Jones K, 2005 :Major Incident Medical Management
and Support, Blackwell Publishing Ltd.
Departemen Kesehatan RI 2007 : Standar Internasional Penanganan
Bencana Bidang Kesehatan.
Jeff Jones 2006, NIMS Incident Command System Field Guide, Informed
Tigard,Oregon
World Health Organization, A Handbook for Undergraduate Medical
Curriculum, SEA-Injuries-15, New Delhi : WHO, 2011
World Health Organization, Guidelines for The Clinical Management of
Snake Bites in The South East Asia Region, WHO, 2005
Rosman Ahmad, Mengenal Jenis Ular Berbisa, Pusat Racun Negara,
USM, 2003
Pedoman Pertolongan Keracunan Untuk Puskesmas, Badan Pengawas
Obat dan Makanan Republik Indonesia, 2002
Snake Venom : The Pain and Potential of Poison, The Cold Blooded
News Vol. 28, Number 3, March 2001