Satu Dekade WASPOLA. Media Informasi Air Minum dan Penyehatan Lingkungan PERCIK Edisi Khusus Juni 2009

Embed Size (px)

Citation preview

  • 7/31/2019 Satu Dekade WASPOLA. Media Informasi Air Minum dan Penyehatan Lingkungan PERCIK Edisi Khusus Juni 2009.

    1/140

  • 7/31/2019 Satu Dekade WASPOLA. Media Informasi Air Minum dan Penyehatan Lingkungan PERCIK Edisi Khusus Juni 2009.

    2/140

  • 7/31/2019 Satu Dekade WASPOLA. Media Informasi Air Minum dan Penyehatan Lingkungan PERCIK Edisi Khusus Juni 2009.

    3/140

    DARI REDAKSI01PercikJuni 2009

    Memasuki tahun 2009 ini,

    banyak proyek AMPL diIndonesia yang telah dan

    akan segera berakhir, diantaranya

    Waspola 2. Setelah melalui satu

    dekade, akhirnya sebagaimana kata

    pepatah Tiada pesta yang tak

    berakhir, Waspola 2 per Juni 2009

    telah tutup buku. Di ujung proyek,

    salah satu kewajiban dari pengelola

    proyek adalah menyusun laporan

    akhir.

    Harapannya, laporan tersebut

    akan dibaca oleh khalayak. Namun

    kenyataannya, sebagian besar lapor-an tersebut hanya mengisi pojok

    berdebu dar i rak buku di kantor

    pemerintah. Menyadari hal tersebut,

    Percik kemudian bekerjasama de-

    ngan Waspola mencoba menuangkan

    laporan akhir tersebut kedalam for-

    mat majalah. Tepatnya menjadi isi

    dari edisi khusus Percik pada bulan

    Juni 2009.

    Informasi dan data tentang

    Waspola 2 dikemas dalam berbagai

    rubrik seperti laporan utama, wawan-

    cara, wawasan, regulasi, praktek ung-

    gulan, dan info seputar pelaku.

    Produk Waspola 2 pun mendapat

    porsi untuk ditampilkan baik yang

    berupa buku, audio visual, bahkan

    situs. Apakah dengan cara ini kemu-

    dian khalayak akan tertarik membaca

    hasil Waspola 2. Hanya waktu yang

    bisa menjawab.

    Edisi kali ini merupakan edisi

    khusus kedua, setelah edisi khusus

    pertama dengan tema Pengelolaan

    Sampah Berbasis Masyarakat (PSBM)yang sebenarnya merupakan upaya

    memasyarakatkan PSBM ke tengah

    masyarakat. Ini merupakan terobosan

    kami agar pembaca tidak merasa

    bosan dengan gaya yang sama dari

    tahun ke tahun. Direncanakan sepan-

    jang tahun 2009, Percik akan terbit

    dalam bentuk edisi khusus sebanyak 5

    kali.

    Hal yang membanggakan bahwa

    kesemua edisi khusus tersebut

    didanai tidak lagi dari kocek peme-

    rintah tetapi merupakan hasil kerja-

    sama dengan berbagai pihak. Pada

    saat yang bersamaan, Percik

    Yunior pun telah mendapat lampu

    hijau untuk didanai dari sumber non

    pemerintah, melanjutkan kesepa-

    katan tahun-tahun sebelumnya.

    Kepercayaan ini menjadi bekal kami

    untuk menjadi lebih baik lagi ke

    depan.

    Bukan hanya format Percik yang

    berubah. Kantor redaksi Percik pun

    telah pindah ke Jl. R.P. Soeroso 50

    Menteng, Jakarta Pusat. Kepindahan

    ke kantor baru sepertinya menjadi

    salah satu faktor pendukung timbul-

    nya semangat dan keberanian kami

    untuk mencoba terbit dengan formatbaru.

    Jika dicermati, terlihat fenomena

    baru di dunia AMPL. Semakin banyak

    proyek dan/atau institusi yang me-

    nganggap kampanye publik adalah

    bagian tidak terpisahkan dari upaya

    meningkatkan profil pembangunan

    AMPL di Indonesia. Contohnya,

    semakin banyak majalah, news letter

    baik on-line maupun cetak, buku ter-

    masuk situs dengan fokus khusus

    AMPL.

    Sebagai ilustrasi, sekretariat Pokja

    AMPL telah memiliki beragam bentuk

    media kampanye, mulai dari majalah

    Percik, Percik Yunioryang terbit

    setiap 3 bulan; news lettermingguan

    on-line dan news letterbulanan cetak.

    Belum termasuk situs baik situs

    AMPL, situs Pokja AMPL daerah,

    situs AMPL yunior, situs WES Unicef,

    digital library (digilib), situs Jejaring

    AMPL, situs Gugus Tugas Pengolahan

    Sampah. Bahkan juga telah meman-

    faatkan jejaring sosial seperti face

    book.

    Budaya mengkomunikasikan apa

    yang kita kerjakan, apa yang kita

    ketahui, apa yang kita alami mulai

    menjadi sebuah keniscayaan. Semogafenomena ini dapat menyumbang

    kepada semakin meningkatnya

    kesadaran semua pihak akan pen-

    tingnya AMPL bagi kemaslahatan

    umat manusia.

    Akhir kata, upaya kami ini tidak

    akan berarti tanpa adanya dukungan

    dari seluruh pemangku kepentingan

    AMPL. Terima kasih atas dukungan

    Anda semua. Selamat membaca. Kami

    tunggu kritik dan sarannya. (OM)

    Tim Waspola dan Pokja AMPL berpose bersama usai acara Serah Terima Waspola 2.

    Foto: Bowo Leksono

  • 7/31/2019 Satu Dekade WASPOLA. Media Informasi Air Minum dan Penyehatan Lingkungan PERCIK Edisi Khusus Juni 2009.

    4/140

    Percik untuk DaerahPamsimas

    Yth. RedakturPercik

    Senang juga baca-baca majalah

    Percik, disamping dapat memperoleh

    gambaran tentang masalah air minum

    dan sanitasi, juga beberapa topik dapat

    memicu untuk berbuat lebih banyak

    dan lebih baik lagi bagi perkembangan

    AMPL.

    Kebetulan saya bekerja di CMAC

    Pamsimas sebagai health hygiene spe-

    cialist. Saya mau minta bantuan nih:- Apakah kami bisa langganan Percik,

    berapa biaya langganan?

    - Ada 15 provinsi dengan sekitar 110

    kabupaten daerah Pamsimas. Apakah

    mungkin Percik disebarluaskan ke

    daerah tersebut? Bagaimana caranya?

    - Mudah-mudahan suatu saat ada beri-

    t a t en ta ng k eb er ha si la n d es a

    Pamsimas yang bisa masukPercik,

    tapi tunggu dulu ya.

    - Saya dengar kantor pindah ya dari Jl.

    Cianjur ke Jl. RP Suroso, dimana

    posisi tepatnya?

    Nuhun pisan

    Supriyanto Margono

    Jl. Melawai Raya No. 7 Kebayoran Baru

    Jakarta

    Yth. Bapak Supriyanto,

    Untuk berlangganan Percik, ter-

    masuk edisi sebelumnya, dan mem-

    peroleh buku-buku terkait AMPL,

    silahkan menghubungi Gerai AMPL

    (http://geraiampl.com). Dapat juga

    menghubungi Perpustakaan PokjaAMPL Jl. R.P. Soeroso 50 Menteng,

    Jakarta Pusat telp. (021) 31904113.

    Karena keterbatasan dana, sejak Juli

    2009, kami mengenakan ongkos kirim

    pada pelanggan pribadi

    Pada dasarnya kami senang jika

    Percik dapat disebarluaskan di dae-

    rah Pamsimas, tapi tentunya kami

    perlu bekerjasama dengan Pamsimas

    dalam pendanaannya.

    Kami dengan senang hati meneri-

    ma tulisan tentang Pamsimas, baikpembelajaran maupun praktek ung-

    gulannya.

    Cara Mendapat Buku-buku

    AMPL

    Yth. Redaksi Percik

    Saya sudah dua kali mengikuti

    pelatihan fasilitator AMPL. Pertama

    kali di Yogyakarta, Agustus 2008 yakni

    pelatihan fasilitator AMPL mitra pokja.

    Dan baru-baru ini pelatihan orientasi

    MPA/PHAST di Makassar. Dari pe-latihan tersebut saya membuat tulisan

    tentang air bersih dan sanitasi dan

    telah dimuat pada koran lokal yaitu

    Fajar pada 22 November 2008.

    Literatur penulisan saya banyak

    diperoleh dariPercik serta brosur dan

    buku panduan yang dibagikan sewaktu

    pelatihan. Bagaimana cara memper-

    oleh Percik secara berkala dan buku-

    buku yang berkaitan dengan penye-

    hatan lingkungan? Dapatkah saya

    mengirimkan tulisan mengenai kondisi

    lingkungan di Makassar?

    Suriyanti H. Salama

    Makassar

    Yth. Ibu Suriyanti,

    Kami senang dan salut mendengar

    bahwa Anda menuliskan pengalaman

    Anda di salah satu koran, termasuk

    juga bahwa Percik menjadi bahan

    rujukan. Silahkan Anda mengirimkan

    tulisan kePercik, dengan senang hati

    kami akan memuatnya.

    Cara memperoleh Percik dandokumen lainnya silahkan lihat jawab-

    an sebelumnya.

    Konsultasi Soal Sanitasi

    Yth. Redaksi Percik

    Perkenalkan saya Okta, mahasiswi

    Politeknik Depkes RI Jakarta II

    Jurusan Kesehatan Lingkungan. Saya

    baru pertama kali membaca majalah

    Percik edisi Agustus 2008 di suatu

    perpustakaan instansi pemerintah,

    saya langsung tertarik dengan segala

    ilmu yang saya dapatkan dari majalah

    Percik. Hal ini karena perkuliahan

    saya sama dengan bidang sanitasi dan

    saya calon sanitarian. Dan dalam matakuliah saya ada tentang Pengolahan

    Air Bersih dan Air Limbah.

    Pertanyaan saya:

    1. Apakah saya bisa mendapatkan

    majalahPercik?Jika bisa, mohon

    dikirimkan ke alamat Jl. A.M.D 10

    No. 36 RT 10/RW 01. Petukangan

    Utara. Jakarta Selatan 12260.

    2. Bagaimana saya bisa mendapat-

    k a n m a j a l a h P e r c i k e d i s i

    sebelumnya?

    3. Saya mahasiswi tingkat akhir,

    untuk menyelesaikan perkulihan

    saya wajib membuat karya tulis

    dan saya membuat karya tulis ten-

    tang "Pengolahan Air Bersih".

    Pertanyaan saya apakah saya dapat

    melakukan konsultasi tentang

    karya tulis saya kepada redaksi

    Percik. Jika bisa, saya dapat

    menghubungi ke bagian mana

    untuk mendapatkan informasi ten-

    tang "Pengolahan Air Bersih".

    Okta

    Jakarrta

    Saudari Okta yang baik,

    Cara memperoleh Percik terma-

    suk edisi terdahulu dan dokumen lain-

    nya silahkan lihat jawaban sebelum-

    nya.

    Anda juga dapat berkunjung ke

    Perpustakaan Pokja AMPL Jl. R. P.

    Soeroso No. 50 Menteng, Jakarta

    Pusat, Telp. (021) 31904113

    SUARA ANDA02PercikJuni 2009

    MajalahPercik Pindah

    Kantor

    Redaksi MajalahPercik sejak 1 Juni

    2009 resmi pindah kantor dari Jl.

    Cianjur No. 4 Menteng, Jakarta ke kan-

    tor baru Jl. R.P. Soeroso No. 50

    Menteng, Jakarta. Demikian pemberi-

    tahuan dari kami.

  • 7/31/2019 Satu Dekade WASPOLA. Media Informasi Air Minum dan Penyehatan Lingkungan PERCIK Edisi Khusus Juni 2009.

    5/140

  • 7/31/2019 Satu Dekade WASPOLA. Media Informasi Air Minum dan Penyehatan Lingkungan PERCIK Edisi Khusus Juni 2009.

    6/140

    dekatan suplai (supply driven). Dalampendekatan tanggap kebutuhan,

    masyarakat merupakan komponen

    yang utama dalam proses perencanaan

    pembangunan, karena masyarakat

    harus menentukan sendiri keputusan-

    keputusan yang diambil terkait dengan

    pembangunan sarana air minum dan

    penyehatan lingkungan. Pihak luar

    masyarakat, termasuk pemerintah

    merupakan pihak yang member-

    dayakan, harus memberi peluang

    kepada masyarakat untuk dapat

    menyampaikan kebutuhannya melaluidampingan pemberdayaan.

    Menetapkan Tujuan Pembangun-

    an AMPL

    Tujuan pembangunan AMPL dite-

    tapkan secara bersama-sama dalam

    serial lokakarya dan rapat kelompok

    kerja. Pada awalnya tujuan selalu ter-

    paku pada peningkatan cakupan

    pelayanan, karena persoalan tingkat

    pelayanan dipandang masih menjadi

    tujuan besar yang harus dicapai.

    Melalui diskusi-diskusi baik dalam

    lokakarya maupun rapat kelompok

    kerja, penetapan tujuan ini harus

    dilakukan melalui tinjauan terhadap

    isu dan persoalan pokok yang harus

    diatasi. Persoalan yang selalu menge-

    muka adalah keberlanjutan sarana dan

    prasarana yang dibangun berbagai

    proyek pemerintah, yang berakhir de-

    ngan terbengkalainya sarana yang

    dibangun. Persoalan inilah yang harus

    dijawab lebih dulu, karena cakupan

    merupakan fungsi linier dari keberlan-jutan itu sendiri. Dalam penjabaran-

    nya, tujuan pembangunan AMPL diba-

    gi menjadi dua, yaitu tujuan umum dan

    tujuan khusus. Tujuan umum meru-

    pakan tujuan jangka panjang yang

    diharapkan terjadi sebagai hasil dari

    pembangunan AMPL, yaitu mencip-

    takan kesejahteraan masyarakat

    melalui pelayanan air minum dan

    penyehatan lingkungan yang berkelan-

    jutan. Tujuan khusus lebih kepada

    tujuan langsung dari pembangunan

    sarana air minum dan penyehatan

    lingkungan, yaitu keberlanjutan dan

    efektivitas penggunaan sarana AMPL

    yang dibangun. Dengan demikian ma-

    ka cakupan pelayanan merupakan

    bagian yang padu di dalam keber-

    lanjutan dan efektifitas penggunaan.

    Karena unsur cakupan sudah

    inheren di dalam keberlanjutan dan

    efektivitas penggunaan, maka peneri-

    maan para pihak terhadap usulan ini

    menjadi solid. Tanpa keberlanjutan

    sarana dan atau penggunaan yang

    efektif dari sarana, maka cakupan juga

    akan terpengaruh.

    Secara konseptual pembangunan

    AMPL yang berkelanjutan merupakan

    sebuah sistem yang terdiri dari berba-

    gai aspek yang satu dengan lainnya sa-

    ling berkaitan dan saling mempenga-

    ruhi. Kelima aspek keberlanjutan itu

    adalah kelembagaan, teknologi, ke-uangan, sosial budaya, dan lingkung-

    an.

    Dikotomi Perkotaan dan Perde-

    saan versus Berbasis Masyarakat

    dan Berbasis Lembaga

    WASPOLA dirancang untuk fokus

    pada sektor AMPL di perdesaan.

    Namun demikian, perbedaan perko-

    taan dan perdesaan dalam konteks sek-

    tor AMPL sangat tidak jelas. Perkotaan

    dan perdesaan memiliki konotasi yang

    kuat terhadap batasan administratif,

    sedangkan sektor air minum dan

    penyehatan lingkungan lebih bersifat

    sistem, yang adakalanya menafikan

    batasan administratif tersebut.

    Menjadi tugas para pengambil

    keputusan dan para pelaku pemba-

    ngunan AMPL untuk melakukan

    redefinisi tentang peristilahan terse-

    but, yang perlu mempertimbangkan

    aspek pengambilan keputusan dan

    pengelolaan sarana. Pada satu sisi ada

    masyarakat, baik individu maupun

    kelompok, sedangkan pada sisi yang

    lain ada lembaga, seperti PDAM,

    perusahaan swasta, dinas, koperasi,

    dan LSM. Tetapi diantara keduanya

    ada wilayah abu-abu yang merupakan

    kombinasi atau kerjasama dari

    masyarakat dengan lembaga.

    Pada awal perkembangannya,

    muncul istilah pembangunan airminum dan penyehatan lingkungan

    skala kecil dan menengah, sebagai

    antitesa terhadap pendekatan perko-

    taan dan perdesaan. Alasan di

    belakang istilah ini adalah adanya area

    pelayanan yang bisa di perkotaan dan

    juga perdesaan, yang memiliki skala

    berbeda dengan pengelolaan sarana

    oleh institusi seperti PDAM, PDAL,

    Dinas, dan lain-lain. Peristilahan ini

    terus-menerus ditinjau guna menda-

    patkan istilah yang lebih cocok, yang

    LAPORAN UTAMA04PercikJuni 2009

    Para fasilitator Waspola dan masyarakat berbaur bersama melakukan pelatihan terkait

    AMPL. Foto: Dok. Waspola

  • 7/31/2019 Satu Dekade WASPOLA. Media Informasi Air Minum dan Penyehatan Lingkungan PERCIK Edisi Khusus Juni 2009.

    7/140

    akhirnya sampai pada peristilahanBerbasis Masyarakat dan Berbasis

    Lembaga.

    Pada dasarnya ciri yang membe-

    dakan antara berbasis masyarakat dan

    berbasis lembaga adalah pada pengam-

    bilan keputusan. Pada berbasis

    masyarakat, pengambil keputusan

    mulai dari perencanaan, pelaksanaan,

    dan sistem operasi pemeliharaan bera-

    da pada pihak masyarakat, sedangkan

    pada berbasis lembaga sebagai

    pengambil keputusan adalah pengelola

    lembaga tersebut. Pembedaan pe-ngelolaan AMPL antara berbasis

    masyarakat dengan berbasis lembaga

    dirasa lebih cocok, karena tidak lagi

    terkungkung dengan batasan adminis-

    tratif. Pada kenyataannya, di perko-

    taan masih dijumpai pengelolaan oleh

    masyarakat, sedangkan di perdesaan

    pengelolaan oleh kelompok yang telah

    mapan dapat dikelompokkan sebagai

    pengelolaan lembaga.

    Membongkar Mitos

    Mitos atau cerita yang dipercaya

    tetapi tidak berdasarkan pada fakta,

    juga terjadi pada sektor pembangunan

    air minum dan penyehatan lingkungan

    (AMPL). Mitos ini seringkali meng-

    ganggu dalam penerapan pendekatan

    pembangunan AMPL yang berorientasi

    pada keberlanjutan. Dalam pemba-

    ngunan AMPL berbasis masyarakat,

    masyarakat memiliki posisi kunci

    dalam seluruh proses pembangunan,

    mulai tahap perencanaan, pelak-

    sanaan, dan operasi serta pemeli-haraannya. Tetapi mitos yang berkem-

    bang pada saat itu sangat bertentangan

    dengan prinsip ini, misalnya:

    Mitos 1: masyarakat miskin tidak

    mau dan tidak mampu membayar

    pelayanan air minum. Realita:

    masyarakat miskin seringkali

    membayar air minum lebih mahal

    dari masyarakat yang mampu.

    Mitos 2: masyarakat miskin

    tidak mampu memecahkan atau

    mengelola masalah teknis, mere-

    ka tidak mengetahui apa yang ter-

    baik bagi mereka. Realita: ma -

    syarakat miskin memiliki kreati -

    vitas, mereka mampu membentuk

    sistem dan aturan mengelola

    sumberdaya alam.

    Mitos 3: jika masyarakat sudah

    dilibatkan dalam membuat kepu-

    tusan, maka kepentingan perem-

    puan sebagai pengelola utama

    penggunaan air minum rumah

    tangga sudah terpenuhi. Realita:

    karena faktor sosial budaya, seba-

    gian besar kepentingan perem-

    puan tidak terpenuhi, kecuali

    perempuan secara khusus ditar-

    getkan untuk dilibatkan dan ada

    strategi yang disusun untuk mem-

    berdayakan perempuan.

    Mitos 4: lembaga teknis dan sek-

    toral harus menjadi pelaksana

    penyediaan sarana AMPL, karena

    tugas utamanya adalah memba-

    ngun sarana dan indikator keber-

    LAPORAN UTAMA05PercikJuni 2009

    WASPOLA adalah program berjangka

    waktu 5 tahun (1998-2003). Fokus

    utama diarahkan pada fasilitas

    penyediaan air bersih dan penyehatan

    lingkungan permukiman skala kecil dan

    menengah yang dikelola oleh masyarakat

    pengguna. Dalam pengembangan kebijakan,

    WASPOLA melakukan pendekatan kemi-

    traan, di bawah pimpinan Permerintah

    Indonesia dengan bantuan dari AusAID dan

    Bank Dunia, melalui program Water and

    Sanitation Program for East Asia and Pacific

    (WSP-EAP).

    Tujuan WASPOLA

    Tujuan akhir proyek WASPOLA adalah

    identifikasi dan kajian ulang pelajaran-pela-

    jaran yang didapat dari proyek-proyek air

    bersih dan penyehatan lingkungan yang lalu,

    baik di Indonesia maupun di negara-negara

    lain, dan ujicoba pendekatan-pendekatan

    baru dan fasilitasi kerangka kebijakan

    nasional air bersih dan penyehatan ling-

    kungan, yang memungkinkan masyarakat

    kurang mampu di Indonesia dapat memper-

    oleh pelayanan air bersih secara

    berkesinambungan.

    Sasaran Proyek

    Meningkatkan kemampuan PemerintahIndonesia untuk mengembangkan dan

    menerapkan kebijakan melalui pen-

    dekatan tanggap kebutuhan dan pelak-

    sanaan yang partisipatif.

    Menguji pilihan-pilihan kebijakan yang

    mendorong inisiatif pemenuhan kebu-

    tuhan masyarakat miskin.

    Memperkuat dan mengembangkan

    kemampuan Indonesia untuk mengum-

    pulkan dan menganalisa data sektor air

    bersih dan penyehatan lingkungan dan

    membuat data tersebut dapat diakses

    sedemikian rupa sehingga dapat diman-

    faatkan oleh konsumen, pemasok dan

    penyusun kebijakan, mulai dari tingkat

    yang paling tinggi sampai tingkat yang

    paling rendah.

    Komponen Proyek

    a.Komponen Perubahan Kebijakan.

    Komponen ini mencakup: (i) lokakarya

    tingkat lokal, nasional dan regional

    untuk mengkaji kebijakan-kebijakan

    sektoral dan identifikasi isu yang

    mungkin membutuhkan perubahan kebi-

    jakan, (ii) studi kasus dan studi sektoral

    untuk memperjelas gambaran tentang

    masalah dan besaran perubahan yang

    sesuai, (iii) strategi sektoral dan ren-

    cana kegiatan yang didasarkan pada

    kebijakan-kebijakan baru yang mungkin

    timbul dalam proses pengkajian.

    b. Komponen Peningkatan Pelayanan.

    Proyek ini dirancang untuk memperbesar

    manfaat yang dihasilkan oleh investasi

    skala besar untuk perdesaan dan kota kecil

    yang dirancang berdasarkan proses

    penyusunan kebijakan yang dikembangkan

    oleh WASPOLA. Komponen ini mencakup

    ujicoba prinsip-prinsip baru terkait kebi-

    jakan yang dikembangkan.

    c. Komponen Proses Pembelajaran dan

    Komunikasi.

    Salah satu nilai utama untuk dapatmenerima pembiayaan hibah dari

    WASPOLA adalah identifikasi pen-

    dekatan yang paling efektif dan efisien

    untuk dapat secara berkesinambungan

    memenuhi kebutuhan akan air bersih

    dan penyehatan lingkungan masyarakat

    miskin di Indonesia, sehingga dapat

    mempengaruhi kebijakan masa yang

    akan datang dan pengambilan keputus-

    an yang menyangkut investasi.

    Komponen ini mencakup studi-studi

    yang mendukung dan diseminasi pembe-

    lajaran dalam bidang yang relevan.

    WASPOLA (WASPOLA 1)

  • 7/31/2019 Satu Dekade WASPOLA. Media Informasi Air Minum dan Penyehatan Lingkungan PERCIK Edisi Khusus Juni 2009.

    8/140

    hasilannya adalah sarana yangterbangun. Realita: lembaga tek-

    nis dapat mencapai keberhasilan

    dengan memonitor dan mem-

    berikan bantuan teknis kepada

    pihak lain. Tugas utamanya

    adalah membangun kemampuan

    masyarakat dalam mengelola

    sarana yang terbangun untuk

    mencapai keberlanjutan.

    Mitos 5: pengambilan keputusan

    oleh masyarakat merupakan hal

    yang penting, namun kendali atas

    pelaksanaan program harus tetapberada pada manajer proyek.

    Realita: hakikat proses partisi-

    patif adalah memberi pilihan dan

    kesempatan kepada masyarakat

    untuk menyampaikan aspirasi.

    Partisipasi masyarakat tidak bisa

    dihidup-hidupkan oleh pihak

    luar, proses partisipatif adalah

    memberikan kendali pada

    masyarakat.

    Mitos 6: pendekatan partisipatif

    memerlukan waktu lama.Realita:

    ketika proyek dilaksanakan de-

    ngan pendekatan tanggap kebu-

    tuhan, masyarakat dapat bertin-

    dak dan mengorganisir diri de-

    ngan cepat.

    Mitos 7: pendekatan partisipatif

    sulit dilaksanakan dalam skala

    besar karena membutuhkan

    pemimpin yang karismatik, LSM,

    dan orang berbakat. Realita: par-

    tisipasi masyarakat dapat dire -

    plikasi. Pemimpin karismatik

    berperan dalam memulai proses.LSM sering berhasil dalam me -

    nerapkan strategi pemberdayaan

    masyarakat dan merupakan

    mediator yang efektif. Kete -

    rampilan teknis, kemampuan

    mendesain dan melaksanakan

    program secara partisipatif meru-

    pakan proses bekerja sambil bela-

    jar.

    Mitos 8: partisipasi merupakan

    proses yang tidak pasti sehingga

    sulit ditentukan batasan dan ukur-

    annya.Realita: konsep partisipasidapat dilaksanakan dan diukur

    dengan mudah. Mengukur, mem-

    onitor dan mengevaluasi partisi-

    pasi masyarakat mempermudah

    lembaga terkait dalam memper-

    tanggungjawabkan upayanya

    dalam peningkatan sumber daya

    manusia.

    Dari Air Bersih ke Air Minum

    Ketika gagasan awal diluncurkan,

    terminologi menjadi salah satu

    bahasan yang menjadi pokok diskusikelompok kerja. Ketika didiskusikan

    dalam bahasa Inggris, istilah water

    supply dapat diterima dan difahami

    oleh kelompok kerja, namun ketika

    mulai masuk ke dalam peristilahan

    bahasa Indonesia, perdebatan mulai

    muncul. Istilah "air bersih" dan "air

    minum" tidak begitu saja dipahami

    dan diterima. Air minum lebih dipa-

    hami sebagai air yang memiliki kuali-

    tas tertentu sehingga dapat langsung

    diminum, sedangkan air bersih dipa-

    hami sebagai air dengan kualitas ter-

    tentu yang memerlukan satu tahap

    pengolahan lagi untuk dapat diminum.

    Diskusi terminologi ini tidak

    berhenti sampai disitu saja, karena

    ternyata penggunaan istilah tersebut

    memberikan konsekuensi kepadaaspek lain. Ketika istilah air minum

    digunakan dalam kebijakan, kon-

    sekuensinya seluruh penyedia layanan

    air minum terikat dengan kualitas air

    yang harus disediakannya. Hal ini akan

    memberatkan. Pada awalnya disepa-

    kati bahwa istilah air bersih lebih tepat

    digunakan.

    Baru pada diskusi naskah kebi-

    jakan ketiga pada awal tahun 2003,

    terminologi air minum ini diangkat lagi

    ke permukaan. Pertimbangan uta-

    manya adalah bahwa kebijakan iniharus menjadi daya dorong dalam

    upaya perbaikan pelayanan air minum

    dan penyehatan lingkungan di In -

    donesia. Konsekuensi dari penerapan

    istilah tersebut disadari sangat berat,

    namun sebagai kebijakan, sebagai

    dokumen acuan yang memiliki jang-

    kauan rentang waktu yang panjang,

    perlu menetapkan suatu acuan yang

    ideal yang perlu dicapai oleh seluruh

    pelaku pembangunan AMPL di Indo-

    nesia.

    Dinamika Perkembangan Kon-

    sep Kebijakan

    Dalam perjalanannya, WASPOLA

    telah memfasilitasi Kelompok Kerja

    AMPL Nasional dan telah berhasil

    LAPORAN UTAMA06PercikJuni 2009

    Proses penyusunan kebijakan pembangunan AMPL berbasis masyarakat meli-batkan beragam pemangku kepentingan. Foto: Dok. Waspola

  • 7/31/2019 Satu Dekade WASPOLA. Media Informasi Air Minum dan Penyehatan Lingkungan PERCIK Edisi Khusus Juni 2009.

    9/140

    menanamkan gagasan tentang perlu-

    nya keberadaan suatu kebijakan yang

    menjadi acuan dalam pembangunan

    AMPL, khususnya yang berbasis pe-

    ngelolaan masyarakat. Ketiadaan kebi-

    jakan ikut andil dalam tidak efektifnya

    pembangunan AMPL, terbukti dengan

    rendahnya keberlanjutan sarana yang

    dibangun oleh proyek pemerintah.

    Pengulangan-pengulangan kegagalan

    yang sama dalam hal tidak

    berfungsinya sarana menjadi daya

    dorong dalam penyusunan kebijakan

    AMPL, khususnya yang berbasis pe-

    ngelolaan masyarakat.

    Pada awalnya, Kelompok Kerja

    AMPL Nasional bersepakat dengan

    sebuah judul Kebijakan Pembangunan

    Air Bersih dan Sanitasi Skala Kecil dan

    Menengah di Indonesia: Dari, Oleh,

    dan Untuk Masyarakat. Naskah perta-

    ma kebijakan ini dilahirkan pada April

    2000, terdiri atas 5 bab: Pendahuluan,

    Pengalaman Masa Lalu, Pelajaran Apa

    yang dapat Kita Petik, KebijakanDasar, dan Strategi Pelaksanaan.

    Pada Agustus 2001, diterbitkan

    naskah kedua, dengan judul sama:

    Kebijakan Pembangunan Air Bersih

    dan Sanitasi Skala Kecil dan Menengah

    di Indonesia: Dari, Oleh, dan Untuk

    Masyarakat. Naskah kedua ini terdiri

    dari tiga bab: Pendahuluan, Kebijakan

    Dasar Program, dan Strategi

    Pelaksanaan.

    Pada April 2002, diterbitkan

    naskah ketiga dengan judul berubah

    menjadi: Kebijakan Nasional Pem-

    bangunan Prasarana dan Sarana Air

    Bersih dan Penyehatan Lingkungan

    Berbasis Pengelolaan Masyarakat.

    Naskah ketiga ini memuat tiga bab:

    Pendahuluan, Kebijakan Pembangun-

    an terdiri dari 11 kebijakan, dan

    Strategi Pelaksanaan terdiri dari 17

    strategi. Naskah ini ditandatangani

    oleh Deputi Bidang Sarana dan

    Prasarana Bappenas.

    Pada Juni 2003, diterbitkan

    naskah keempat dengan judul berubah

    menjadi: Kebijakan Nasional Pemba-

    ngunan Air Minum dan Penyehatan

    Lingkungan Berbasis Masyarakat.

    Naskah keempat atau final ini memuat

    empat bab: Pendahuluan, Kebijakan

    Pembangunan Air Minum dan

    Penyehatan Lingkungan Berbasis

    Masyarakat yang terdiri dari 11 kebi-

    jakan umum, dan Strategi Pelaksanaan

    yang terdiri dari 16 strategi. Naskah ini

    ditandatangani oleh enam pejabat

    eselon 1 yaitu: Deputi MenteriNegara/Kepala Bappenas Bidang

    Sarana dan Prasarana, Direktur

    Jenderal Pemberantasan Penyakit

    Menular dan Penyehatan Lingkungan

    Departemen Kesehatan, Direktur

    Jenderal Tata Perkotaan dan Tata

    Perdesaan Departemen Permukiman

    dan Prasarana Wilayah, Direktur

    Jenderal Bina Pembangunan Daerah

    Departemen dalam Negeri, Direktur

    Jenderal Pemberdayaan Masyarakat

    dan Desa Departemen Dalam Negeri,

    Direktur Jenderal PerimbanganKeuangan Pusat dan Daerah De-

    partemen Keuangan.

    Kebijakan yang Disepakati

    Dokumen kebijakan terakhir yang

    disepakati berjudul: Kebijakan Na-

    sional Pembangunan Air Minum dan

    Penyehatan Lingkungan Berbasis

    Masyarakat. Kebijakan ini terdiri dari

    tujuan umum, dua butir tujuan khusus,

    11 butir kebijakan umum dan 16 butir

    strategi pelaksanaan.

    Dari Berbasis Masyarakat ke Ber -

    basis Lembaga

    Keberhasilan Kelompok Kerja

    AMPL Nasional dalam menyusun Ke-

    bijakan Nasional AMPL Berbasis

    Masyarakat telah memberi semangat

    untuk melangkah lebih jauh, yaitu

    melengkapinya dengan Kebijakan

    Nasional AMPL Berbasis Lembaga.

    Gagasan ini mulai dilontarkan oleh

    Ketua Pokja AMPL pada waktu itu,

    yaitu Ir Basah Hernowo. Pada tahun

    2004 awal, gagasan ini mulai bergulir

    terutama dengan dukungan yang kuat

    dari anggota Pokja AMPL Nasional

    dari Departemen Pekerjaan Umum.

    Cita-cita ideal waktu itu adalah menyi-

    apkan dokumen kebijakan berbasis

    lembaga, yang kemudian disandingkan

    dengan kebijakan berbasis masyarakat,

    yang kemudian dipayungi oleh kebi-

    jakan menyeluruh tentang AMPL.

    Berbeda dengan kebijakan berbasis

    masyarakat, kebijakan berbasis lemba-

    ga memiliki tantangan yang lebih kom-pleks, mengingat telah banyaknya

    diluncurkan beberapa produk pera-

    turan sektoral mengenai sektor air mi-

    num.

    Pengalaman keberhasilan dalam

    penyusunan kebijakan AMPL berbasis

    masyarakat tidak terjadi pada pengem-

    bangan kebijakan berbasis lembaga.

    Pada wilayah berbasis masyarakat

    memang saat itu terjadi kekosongan

    atau ketiadaan kebijakan, sehingga

    semua pelaku dengan aklamasi men-

    LAPORAN UTAMA07PercikJuni 2009

    Dalam pelatihan AMPL perlu menyelipkan permainan-permainan untuk mengurangi kebosanan

    peserta. Foto: Dok. Waspola

  • 7/31/2019 Satu Dekade WASPOLA. Media Informasi Air Minum dan Penyehatan Lingkungan PERCIK Edisi Khusus Juni 2009.

    10/140

    dukung proses penyusunan kebijakanini. Pada wilayah berbasis lembaga, hal

    tersebut tidak sama, sehingga sulit

    menyamakan persepsi dalam men-

    dudukkan kebijakan ini dalam konste-

    lasi produk-produk sejenis.

    Sesungguhnya, pemahaman dasar

    kedua wilayah kebijakan sudah diper-

    oleh, bahwa baik pada berbasis

    masyarakat maupun berbasis lembaga

    diperlukan upaya-upaya perbaikan.

    Perlu dilakukan pelibatan banyak

    pihak dalam memperbaiki kinerja

    pembangunan AMPL bagi keduanya.Dan kalau belajar dari kebijakan

    berbasis masyarakat , sesungguhnya

    hal yang penting adalah bukan doku-

    men kebijakannya, tetapi proses inter-

    aksi para pelaku dalam pengembangan

    kebijakannya. Di situ para pelaku

    dapat saling belajar untuk memper-

    baiki kekurangan dalam penyeleng-

    garaan pembangunan AMPL di

    Indonesia.

    Dengan upaya yang keras dari

    Pokja AMPL Nasional, draf pertama

    Kebijakan AMPL Berbasis Lembaga

    dapat tersusun pada Maret 2003. Pada

    Mei 2003 dilakukan revisi pada konsep

    pertama, pada Juni 2003 konsep per-

    tama direvisi untuk kedua kali. Konsep

    kedua tersusun pada November 2004.

    Konsep ketiga pada Desember 2004.

    Konsep ketiga revisi pertama pada

    Desember 2004 dan revisi kedua pada

    April 2005. Konsep terakhir dari

    Kebijakan Pembangunan AMPL

    Berbasis Lembaga, telah dikonsul-

    tasikan kepada pejabat eselon 1 diKementerian Lingkungan Hidup,

    Ditjen PMD Depdagri, dan Ditjen Bina

    Bangda Depdagri.

    Dengan makin intensifnya kegiatan

    implementasi Kebijakan Nasional

    AMPL Berbasis Masyarakat di daerah,

    perhatian Pokja AMPL Nasional ter-

    hadap kebijakan berbasis lembaga

    menjadi kurang. Dan sampai saat ini

    belum ada rencana untuk melanjutkan

    kegiatan perbaikan atau upaya-upaya

    lanjutannya.

    Adopsi dan Implementasi Kebi-jakan AMPL

    Berdasarkan UU No. 22 tahun 1999

    yang disempurnakan dengan UU No.

    32 tahun 2004, pembangunan

    pelayanan dasar termasuk di dalamnya

    sektor air minum dan penyehatan

    lingkungan merupakan kewajiban

    daerah, baik provinsi maupun kabu-

    paten. Sedangkan kewajiban pemerin-

    tah pusat dibatasi hanya pada aspek

    pembinaan, pengawasan, dan bantuan

    teknis saja.

    Hal tersebut sudah diantisipasioleh pemerintah pusat (kelompok

    kerja lintas departemen) dengan

    berusaha meningkatkan kapasitas

    daerah dalam pengelolaan air minum

    dan penyehatan lingkungan, khusus-

    nya yang dikelola berbasis masyarakat.

    Upaya ini dijabarkan dalam bentuk

    fasilitasi kebijakan kepada daerah

    secara bertahap. Asumsinya adalah

    apabila daerah telah memahami kebi-

    jakan, kemudian mengadopsinya,

    diharapkan dapat memiliki kemam-

    puan dalam pengelolaan sektor AMPL

    sesuai dengan tujuan kebijakan itu

    sendiri, yaitu yang menekankan pada

    aspek keberlanjutan baik teknis, pem-

    biayaan, sosial, institusi, dan ling-

    kungan.

    Dalam perkembangannya, proses

    adopsi dan implementasi kebijakan

    berjalan secara evolutif, sejalan dengan

    teori Gunn yang menyatakan bahwa;

    implementation as an evolutionary

    process. Juga sejalan dengan Bardach

    (1977) yang menyatakan bahwa; imple-mentation as a political game: imple-

    mentation is a game of "bargaining,

    persuasion, and maneuvering under

    conditions of uncertainty.

    Ketika mulai diujicobakan, pada

    saat itu sedang bersamaan dengan

    proses pelaksanaan UU No. 22 tahun

    1999, di mana peranan kabupa -

    ten/kota sangat dominan, sedangkan

    peranan provinsi tidak begitu jelas

    didefinisikan. Uji coba kebijakan, oleh

    karena itu langsung ke kabupaten;

    yaitu Kabupaten Solok, KabupatenMusi Banyuasin, Kabupaten Subang

    dan Kabupaten Sumba Timur.

    Pada putaran berikutnya di tahun

    2004, ketika UU No. 32 tahun 2004

    sebagai revisi UU No. 22 tahun 1999

    diberlakukan, implementasi kebijakan

    mulai melibatkan provinsi, tetapi fokus

    masih di tingkat kabupaten. Kabu-

    paten yang difasilitasi meliputi Kabu-

    paten Sawahlunto Sijunjung, Bangka

    Selatan, Lebak, Kebumen, Lombok

    Barat, Pangkep, dan Gorontalo.

    Pada tahun 2005, ketika perananprovinsi sudah lebih jelas, peranan

    provinsi ditingkatkan untuk men-

    dampingi kabupaten. Provinsi yang

    didampingi adalah wilayah kerja

    sebelumnya, yaitu provinsi-provinsi

    Sumatera Barat, Bangka Belitung,

    Banten, Jawa Tengah, NTB, Sulawesi

    Selatan, dan Gorontalo yang masing-

    masing provinsi mendampingi 3 kabu-

    paten di wilayahnya.

    Sampai dengan tahun 2009, telah

    dilakukan fasilitasi adopsi dan imple-

    mentasi Kebijakan AMPL Berbasis

    Masyarakat di 9 provinsi dan 70 kabu-

    paten/kota, yang langsung dilakukan

    Pokja AMPL Nasional melalui WAS-

    POLA. Sedangkan melalui proyek lain,

    telah mencakup 4 provinsi melalui

    CWSHP-ADB, 3 provinsi baru melalui

    WES-UNICEF.

    Leadership dalam Perubahan

    Kebijakan

    Perubahan kebijakan atau refor-

    masi kebijakan memerlukan pe-ngawalan, yaitu individu yang memili-

    ki komitmen penuh untuk melakukan

    perubahan. Persyaratan tersebut

    diperlukan karena reformasi kebijakan

    adalah proses yang penuh tantangan,

    terutama dalam merubah cara pan-

    dang dan cara pikir yang telah diyakini

    sebagai kebenaran. Dalam perkem-

    bangannya, upaya reformasi kebijakan

    pembangunan AMPL di Indonesia

    mengalami banyak tantangan, teruta-

    ma dari pelaku kuncinya sendiri.

    LAPORAN UTAMA08PercikJuni 2009

  • 7/31/2019 Satu Dekade WASPOLA. Media Informasi Air Minum dan Penyehatan Lingkungan PERCIK Edisi Khusus Juni 2009.

    11/140

    Hanya dengan upaya yang keras dan

    sungguh-sungguh saja, kalau sekarang

    telah tersusun Kebijakan Nasional

    AMPL Berbasis Masyarakat.

    Pada awalnya, kelompok kerja

    WASPOLA - yang kemudian lebih tepat

    disebut Pokja AMPL - merupakan

    sekelompok individu yang berasal dari

    berbagai departemen yang dipimpin

    oleh Bappenas. Mereka terikat secara

    historis karena terlibat dalam pemba-

    ngunan air bersih -istilah ini kemudian

    menjadi air minum- khususnya Proyek

    Inpres. Pada tahap awal, figur yang

    menonjol dan aktif dalam kelompok

    kerja adalah Medrilzam, seorang staf

    Bappenas yang ditugaskan menjadi

    koordinator kegiatan-kegiatan WAS-

    POLA.

    Kegiatan yang dilakukan adalah

    rapat-rapat, lokakarya, dan pelatihan

    bagi anggota kelompok kerja, baik

    dilakukan di dalam negeri maupun

    luar negeri. Medrilzam -saat itu stafBiro Perkotaan dan Perdesaan- telah

    berhasil menanamkan fondasi refor-

    masi kebijakan sektor air minum (saat

    itu air bersih) dan penyehatan ling-

    kungan. Sampai dengan tahun 2002,

    WASPOLA dan kelompok kerja yang

    didukung WSP-EAP berhasil melaku-

    kan berbagai ujicoba dan melakukan

    studi-studi lapangan untuk mem-

    perkaya khasanah kebijakan yang se-

    dang dikembangkan. Sejalan dengan

    itu, secara pelan terus membangun

    pola pikir dan cara pandang baru ter-

    hadap pembangunan air minum dan

    penyehatan lingkungan yang berbasis

    masyarakat.

    Ketika Medrilzam mengakhiri

    tugasnya di Biro Permukiman Perko-

    taan Bappenas, Basah Hernowo seba-

    gai atasannya yang selama itu men-

    dukung Medrilzam, turun tangan lang-

    sung menangani kegiatan terkait de-

    ngan kegiatan pengembangan kebi-

    jakan. Di tangan Basah Hernowo -saat

    itu sebagai Kabag Permukiman pada

    Biro Permukiman dan Perkotaan, sam-

    pai akhirnya menjabat Direktur Per-

    mukiman dan Perumahan Bappenas-

    kegiatan dilanjutkan. Pada periode

    Basah Hernowo-lah kebijakan disele-

    saikan, dengan langsung melakukan

    pengeditan akhir secara internal di

    Bappenas.

    Pada awal tahun 2004, pena-

    nganan kegiatan WASPOLA dan

    kelompok kerjanya diserahkan kepadaOswar Mungkasa yang telah aktif sejak

    tahun 2003. Oswar Mungkasa adalah

    staf Direktorat Permukiman dan

    Perumahan Bappenas dengan posisi

    terakhir sebagai Kasubdit Drainase

    dan Persampahan. Pada periode ini,

    dilakukan perubahan besar. Kelompok

    kerja yang tadinya dikenal sebagai

    kelompok kerja WASPOLA lebih

    didudukkan sebagaimana mestinya,

    sebagai Kelompok Kerja AMPL.

    Kegiatan-kegiatan yang dilakukan

    selanjutnya sepenuhnya berada dalamkendali Pokja AMPL. Kegiatan

    WASPOLA lebih intensif melakukan

    pendampingan daerah dalam rangka

    meningkatkan kapasitas pemerintah

    daerah dalam pengelolaan pemba -

    ngunan AMPL berbasis masyarakat.

    Diseminasi kebijakan giat dilakukan,

    pelatihan-pelatihan dilakukan baik

    secara nasional maupun regional. Pada

    kurun ini, lahir majalah Percik yang

    terbit tiga bulanan dengan fokus

    mewartakan informasi bagi para

    pelaku AMPL di Indonesia.Periode ini merupakan periode

    ekstensifikasi Pokja AMPL, melalui

    media yang dimilikinya berusaha men-

    jangkau semua stakeholder pemba -

    ngunan AMPL. Patut dicatat sebagai

    capaian penting, selain hasil tersebut

    di atas adalah newsletter AMPL,

    Percik Yunior, publikasi elektronik

    berupa CD/DVD, dan terbentuknya

    Jejaring AMPL. Jejaring ini meru-

    pakan sebuah wadah bagi para pelaku

    yang peduli AMPL di Indonesia, terdiri

    dari lembaga dan individu, yang sepa-

    kat untuk bahu-membahu bersinergi

    dalam mengusung keberlanjutan pem-

    bangunan AMPL di Indonesia.

    Ketiga orang di atas merupakan

    figur kunci dalam proses reformasi

    pembangunan AMPL khususnya yang

    berbasis masyarakat. Tetapi hasil yang

    dicapai bukan semata-mata jerih

    payah mereka, karena anggota kelom-

    pok kerja lain yang berasal dari

    departemen terkait juga sangat berpe-

    ran. Beberapa nama perlu dicatat disi-ni, dari Departemen Pekerjaan Umum,

    antara lain Handi B. Legowo, Bambang

    Purwanto, Joko Mursito, Andreas

    Suhono, Purnama, Endang Setia-

    ningrum, Essy Assiah, Savitri Rus-

    dyanti, Rina Agustin, Nina Indrasari,

    Muria Istamtiah, Tamin MZ Amin, dan

    Susmono. Dari Departemen Kesehatan

    antara lain Abdullah Munthalib,

    Hening Darpito, Hartoyo, Suprapto,

    Sutjipto, Djoko Wartono, Ismail Malik,

    Zainal Nampira, Upi Pimanih, Atje

    LAPORAN UTAMA09PercikJuni 2009

    Waspola memancing kepekaan berpikir para peserta pelatihan AMPL.Foto: Dok. Waspola

  • 7/31/2019 Satu Dekade WASPOLA. Media Informasi Air Minum dan Penyehatan Lingkungan PERCIK Edisi Khusus Juni 2009.

    12/140

    Hayati, dan Wan Alkadri. DariDepartemen Dalam Negeri antara lain

    Djohan Susmono, Ivan Rangkuti, Pipip

    Rip'ah, Rewang Budiyana, Veronica

    Dwi Utari, Frida Ariyanti, Togap

    Siagian, Rheidha Pambudhi, Helda

    Nusi, dan Indar Parawansa. Dari KLH

    diantaranya Wiryono, Chairudin,

    Ratna Kartikasari. Dari Bappenas

    dicatat antara lain Sujana Rohyat,

    Arum Atmawikarta, Utin Kiswanti,

    Pungkas AB, Virgiyanti, Salusra

    Widya, Maraita Listyasari, dan

    Nugroho Tri Utomo.Orang-orang tersebut di atas meru-

    pakan pengawal kegiatan reformasi

    kebijakan. Mereka adalah orang-orang

    yang ditugaskan untuk meluangkan

    waktu, tenaga, dan sumber dayanya

    untuk mengawal kegiatan-kegiatan

    yang berkaitan dengan proses refor-

    masi kebijakan pembangunan AMPL

    di Indonesia.

    Dukungan orang-orang kunci pada

    tahap awal merupakan kunci keber-

    hasilan adopsi kebijakan pada tingkat

    nasional. Melalui proses konsultasi,

    para anggota kelompok kerja mem-

    berikan masukan kepada Komite

    Pengarah Pusat (CPC=Central Project

    Committe) terdiri dari Direktur

    Jenderal Cipta Karya Departemen

    Pekerjaan Umum, Departemen Dalam

    Negeri terdiri dari Direktorat Jenderal

    Pembangunan Daerah dan Direktorat

    Jenderal Pengembangan Masyarakat

    dan Desa, Direktorat Jenderal

    Pemberantasan Penyakit Menular dan

    Penyehatan Lingkungan DepartemenKesehatan, Departemen Keuangan,

    dan Kementrian Lingkungan Hidup,

    yang dipimpin oleh Deputi Sarana dan

    Prasarana Bappenas.

    Komite pengarah tersebut memberi

    arahan dalam rapat yang diseleng-

    garakan tiap semester kepada kelom-

    pok kerja antar departemen yang ter-

    diri dari pejabat eselon 2 ke bawah.

    Kelompok kerja yang dipimpin oleh

    Direktur Permukiman dan Perumahan

    Bappenas inilah yang sehari-hari terli-

    bat secara aktif dalam berbagai

    kegiatan yang dilakukan dengan

    difasilitasi oleh satu sekretariat proyek

    yang dinamai WASPOLA.

    Ekstensifikasi Pokja dalam

    Implementasi Kebijakan AMPL

    Ketika proyek WASPOLA mulai

    digulirkan, kegiatan yang dilakukan

    terbatas pada hal-hal yang sifatnyaintroduksi pada pentingnya reformasi

    kebijakan. Beberapa aktifitas

    dilakukan dengan frekuensi yang tidak

    tinggi. Rapat kelompok kerja, seminar,

    lokakarya dilakukan dengan jadwal

    yang relatif jarang.

    Inisiatif kegiatan lebih cenderung

    dilakukan oleh WSP-EAP melalui

    sekretariat WASPOLA. Baru pada

    tahun 2003 menjelang peralihan ke

    WASPOLA 2, kegiatan lebih intensif

    dilakukan, khususnya dalam kegiatan

    peningkatan kapasitas Pokja AMPL

    Daerah. Seiring dengan itu, eksistensi

    Pokja AMPL Nasional semakin ber-

    kibar, dan sekretariat WASPOLA lebih

    memposisikan diri sebagai pendukung

    dari kegiatan Pokja.

    Setelah sukses dengan ujicoba di

    empat kabupaten di 4 provinsi pada

    tahun 2002/2003, implementasi kebi-

    jakan dikembangkan ke 7 provinsi di 7kabupaten/kota pada tahun 2004,

    kemudian dikembangkan lagi menjadi

    9 provinsi di 49 kabupaten/kota pada

    tahun 2006. Tahun 2005 tidak ada

    penambahan provinsi, namun kabu-

    paten/kota bertambah menjadi 24.

    Tidak berhenti disini, daerah lain pun

    disasar melalui kemitraan dengan

    proyek AMPL yang sedang maupun

    akan berjalan, misalnya WSLIC-2,

    ProAir, CWSHP, WES UNICEF, dan

    PAMSIMAS.

    LAPORAN UTAMA10PercikJuni 2009

    WASPOLA 2 merupakan kelanjutan dari

    Proyek WASPOLA--yang kemudian

    disebut WASPOLA 1-yang telah

    berhasil dilaksanakan pada kurun waktu 1998-

    2003. WASPOLA 1 fokus pada dukungan teknis

    dalam penyusunan kebijakan untuk mengantisi-

    pasi masalah rendahnya akses dan tingkat

    pelayanan, yang menyebabkan buruknya kondisi

    kesehatan lingkungan, terutama untuk

    masyarakat miskin di Indonesia. WASPOLA 1

    fokus pada pengelolaan air minum dan penye-

    hatan lingkungan (AMPL) berbasis masyarakat

    inovasi pendekatan dan metodologi penerapan

    pendekatan tanggap kebutuhan dan partisipatif.

    Durasi proyek WASPOLA 2 mulai 2004 sampai

    2009.

    Tujuan Umum

    Untuk meningkatkan akses masyarakat

    Indonesia, terutama masyarakat miskin ter-

    hadap pelayanan air minum dan penyehatan

    lingkungan yang layak.

    Tujuan Khusus

    Untuk meningkatkan kapasitas pemerintah

    Indonesia dalam melaksanakan kebijakan dan

    meneruskan proses reformasi kebijakan sektor

    AMPL, dan mendorong penerapan pendekatan

    tanggap kebutuhan dan partisipasi.

    Komponen Kegiatan

    Penerapan Kebijakan

    Penerapan kebijakan meliputi kegiatan

    dalam operasionalisasi kebijakan yang telah

    dikembangkan pada WASPOLA 1. Kebijakan

    Nasional AMPL Berbasis Masyarakat perlu

    diadopsi dan diimplementasikan oleh para pe-

    ngelola pembangunan AMPL.

    Reformasi Kebijakan

    Komponen ini merupakan jawaban ter-

    hadap kebutuhan yang lebih luas dan proses per-

    baikan yang menerus, sebagai tanggapan ter-

    hadap pengalaman periode sebelumnya dan

    perubahan dalam berbagai aspek. Fokus kompo-

    nen ini adalah perbaikan aspek penyehatan

    lingkungan, baik pada kebijakan berbasis

    masyarakat maupun berbasis lembaga, serta

    kebijakan air minum berbasis lembaga.

    Manajemen Pengetahuan

    Komponen ini menjawab kebutuhan dalam

    hal mendapatkan dan menyebarkan informasi

    untuk memfasilitasi perencanaan dan peman-

    tauan sektor AMPL, serta untuk mendukung

    pengembangan kapasitas yang berkelanjutan.

    Kegiatan yang tercakup dalam komponen ini

    antara lain keterkaitan dengan stakeholder lain

    termasuk proyek lain, donor, LSM, swasta, dan

    perguruan tinggi yang berpotensi dalam per-

    tukaran pembelajaran. Studi, penerapan pen-dekatan yang inovatif, dan pelatihan-pelatihan

    terkait juga tercakup dalam komponen ini.

    WASPOLA 2

  • 7/31/2019 Satu Dekade WASPOLA. Media Informasi Air Minum dan Penyehatan Lingkungan PERCIK Edisi Khusus Juni 2009.

    13/140

    LAPORAN UTAMA1 1PercikJuni 2009

    Ada kesepakatan pada tingkatpengambil keputusan nasional, bahwa

    daerah harus memiliki kemampuan

    dalam pengelolaan AMPL, khususnya

    yang berbasis masyarakat , karena

    diyakini akan meningkatkan kinerja

    pembangunan, khususnya keberlan-

    jutan sarana yang dibangun. Sampai

    saat ini, daerah-daerah baik mitra

    langsung maupun melalui proyek lain,

    telah diperkenalkan kepada substansi

    Kebijakan Nasional AMPL Berbasis

    Masyarakat.

    Sebagian besar telah mengikutipelatihan-pelatihan dalam materi-

    materi yang dibutuhkan untuk menjadi

    pengelola AMPL berbasis masyarakat.

    Pelatihan-pelatihan yang telah

    diberikan, diantaranya pembentukan

    kelompok kerja, metodologi partisi-

    patif, dasar fasilitasi, teknik

    penyusunan rencana strategis, komu-

    nikasi dan CLTS. Hasil dari pelatihan

    tersebut adalah terbentuknya Pokja

    AMPL Daerah, tersusunnya rencana

    strategis AMPL daerah dan berlang-

    sungnya fasilitasi kebijakan pada

    tingkat daerah.

    Sejalan dengan upaya perluasan

    wilayah dampingan, di tingkat pusat

    pun kegiatan Pokja AMPL Nasional

    semakin luas. Kegiatan pengembangan

    Jejaring AMPL adalah salah satu

    kegiatan yang mendapat sambutan

    luas dari stakeholderAMPL nasional.

    Dalam konteks ini, WASPOLA menem-

    patkan diri sebagai bagian dari jejaring

    ini, sekaligus menjadi back up bagi

    Pokja AMPL nasional dalam melaku-kan kegiatannya.

    Jalan Masih Panjang

    Luas wilayah menjadi tantangan

    Mengingat jumlah kabupaten dan

    provinsi di Indonesia yang demikian

    besar, sekitar 500 kabupaten/kota dan

    33 provinsi, maka yang dilakukan oleh

    kelompok kerja dan sekretariat

    WASPOLA baru mencapai 11 persen

    kabupaten dan 20% provinsi.

    Diperlukan upaya-upaya terobosan

    yang dapat meningkatkan akselerasiadopsi dan implementasi kebijakan,

    supaya pencapaian daerah dapat

    menyeluruh di Indonesia. Walaupun

    secara nasional seluruh stakeholder

    telah mengadopsi dan mengimplemen-

    tasikan kebijakan, ini karena mereka

    terlibat langsung dalam proses pe-

    nyusunan, tetapi pada tingkat daerah

    hal tersebut memerlukan pengujian.

    Secara teori, apabila logika kebi-

    jakan dapat diterima oleh sebagian

    besar daerah, baik daerah yang sudah

    mengenal kebijakan cukup lamamaupun daerah yang baru, maka pe-

    luang penerapan kebijakan secara luas

    cukup tinggi.

    Permasalahan kritis berikutnya

    adalah masalah efisiensi fasilitasi kebi-

    jakan dalam rangka meningkatkan

    keberhasilan adopsi dan implementasi

    kebijakan. Apakah model fasilitasi

    yang selama ini berlangsung dapat

    diteruskan setelah proyek WASPOLA

    berakhir? Apakah sumber daya yang

    ada dapat mendukung kegiatan seru-

    pa? Atau perlu dicari model lain yang

    lebih efisien dari segi biaya tanpa me-

    ngurangi kualitas hasil yang diperoleh?

    Persoalan klasik: dana tidak pernah

    mencukupi.

    Pemerintah juga memiliki komit-

    men untuk mencapai target milenium

    (MDGs) yang harus dipenuhi pada

    tahun 2015, yaitu melayani separuh

    penduduk yang belum memiliki akses

    terhadap air minum dan sanitasi.

    Berdasarkan national action plan

    bidang air minum dan sanitasiDepartemen Pekerjaan Umum 2004,

    untuk sub sektor air minum diperlukan

    peningkatan pelayanan sampai dengan

    88% dari 74% pada tahun 2015.

    Sedangkan untuk sub sektor sani-

    tasi (air limbah) harus mencapai 75%

    dari 54% pada tahun 2015. Adapun

    perkiraan dana yang diperlukan untuk

    memenuhi target tersebut adalah Rp

    42 triliun untuk air minum dan sekitar

    Rp 43 triliun untuk sanitasi. Artinya

    diperlukan dana investasi sekitar Rp

    8,5 triliun pertahunnya sampai dengantahun 2015.

    Kesenjangan pendanaan ini dapat

    dipenuhi melalui berbagai skema pen-

    danaan, seperti pinjaman luar negeri,

    investasi swasta, dan penggalian

    potensi masyarakat. Banyak program

    telah dirancang oleh pemerintah, baik

    melalui dana sektoral maupun pin -

    jaman. Namun demikian, investasi

    baru ini perlu optimalisasi dengan

    lebih memperhatikan aspek keberlan-

    jutan sarana yang dibangun. Tanpa itu,

    investasi baru tidak akan memberikankontribusi terhadap peningkatan akses

    yang berkelanjutan karena investasi

    yang lama sudah rusak atau tidak

    dipergunakan.

    Perhatian terhadap sektor masih

    perlu dipacu

    Besaran belanja pemerintah untuk

    sektor AMPL merupakan bagian dari

    komponen perumahan dan fasilitas

    umum sebesar Rp 2,3 triliun. Ini meru-

    pakan proporsi yang sangat kecil dari

    belanja pemerintah pusat, yaitu 0,3%

    dari Rp 266 triliun. Bila dibandingkan

    dengan sektor jalan sebesar Rp 10,8

    triliun, maka sektor air minum dan air

    limbah sangat kecil dalam jumlah yang

    menunjukkan juga kecilnya prioritas

    sektor ini.

    Rendahnya prioritas pembangunan

    AMPL ini bukan saja pada tingkat

    pemerintah pusat, tetapi juga pada

    tingkat pemerintah daerah.

    Berdasarkan studi yang dilakukan oleh

    proyek WASPOLA tahun 2005, tentang

    Pembangunan Air Minum danPenyehatan Lingkungan Pasca

    Desentralisasi yang dilakukan di 10

    kabupaten (Musi Banyuasin, Solok,

    Subang, Sumba Timur, Lamongan,

    Bandung, Takalar, Kuningan,

    Lumajang, dan Sikka), alokasi dana

    sektor air minum dan sanitasi di sepu-

    luh daerah studi sepanjang tahun

    2003-2005 berkisar antara 0.01% sam-

    pai 1.37% dari total belanja APBD.

    Data tersebut diperkuat dengan

    temuan studi review pembiayaan sek-

  • 7/31/2019 Satu Dekade WASPOLA. Media Informasi Air Minum dan Penyehatan Lingkungan PERCIK Edisi Khusus Juni 2009.

    14/140

    LAPORAN UTAMA12PercikJuni 2009

    tor AMPL di daerah WASPOLA yangdilakukan oleh WSP-EAP World Bank,

    yang menyimpulkan bahwa anggaran

    pemerintah untuk sektor AMPL ren-

    dah sekali, seperti ditampilkan padatabel di bawah ini. Michel Camdesus

    dalam catatannya pada World Panel on

    Financing Water Infrastructure (2003)

    melihat bahwa penempatan prioritasyang rendah oleh pemerintah terhadap

    pendanaan sektor air minum dan sani-

    tasi merupakan isu yang utama. Di

    samping itu, sektor AMPL masih

    menghadapi isu internal yang masih

    belum terselesaikan, seperti kebi-

    ngungan masalah sosial, lingkungan,

    komersial, masalah politis, kelemahan

    manajemen dan ketidakjelasan tujuan

    pengelolaan, ketidakcukupan kerangka

    kebijakan, kurangnya transparansi,

    ketiadaan badan regulasi, dan resisten-

    si terhadap prinsip cost recovery. *National Project Coordinator

    Lokakarya Sinergi Rencana PelaksanaanProgram Waspola Facility(Waspofa) dan Serah

    Terima Waspola 2

    Program Water Supply andSanitation Formulation and

    Action Planning (Waspola) 2

    berakhir Juni 2009. Program yang

    diinisiasi Pemerintah Indonesia,

    didanai AusAID dan difasilitasi WSP

    Bank Dunia telah berlangsung sejak

    1998 dengan fokus penyusunan

    Kebijakan Nasional Air Minum dan

    Penyehatan Lingkungan Berbasis

    Masyarakat.

    Kegiatan ini berakhir pada tahun

    2003 dan disebut sebagai Waspola 1.

    Kemudian dilanjutkan dengan Waspola2 hingga tahun 2009 dengan fokus pada

    implementasi kebijakan dan pe-

    ningkatan kapasitas.

    Waspola merupakan kerja terpadu

    yang melibatkan Departemen

    Pekerjaan Umum, Departemen

    Kesehatan, Departemen dalam Negeri,

    Kemeterian Lingkungan Hidup,

    Departemen Keuangan dibawah koor-

    dinasi Bappenas. Keterpaduan

    diwadahi melalui Kelompok Kerja AirMinum dan Penyehatan Lingkungan

    (Pokja AMPL) yang kemudian dengan

    fasilitasi Waspola diaplikasi di kabu-

    paten/kota dan provinsi.

    Sampai saat ini telah terbentuk 63

    Pokja AMPL kabupaten/kota dan 13

    Pokja AMPL provinsi. Untuk itulah,

    berbagai pihak mempunyai harapanbesar program Waspola setelah

    berakhirnya Waspola 2 terus berlanjut

    untuk melanjutkan daerah-daerah

    yang belum mendapatkan akses air

    minum dan sanitasi secara baik.

    Menandai keberlanjutan program

    Waspola, pada Kamis, 25 Juni 2009

    Perwakilan Waspola menyerahkan tanda mata kepada pejabat dari Departemen terkait.

    Foto: Stela Vendredi

  • 7/31/2019 Satu Dekade WASPOLA. Media Informasi Air Minum dan Penyehatan Lingkungan PERCIK Edisi Khusus Juni 2009.

    15/140

    LAPORAN UTAMA13PercikJuni 2009

    diselenggarakan Lokakarya Sinergi

    Rencana Pelaksanaan Program

    WaspolaFacility (Waspofa) dan Serah

    Terima Waspola 2, di Jakarta.

    Lokakarya diselenggarakan sebagai

    upaya mendapatkan masukan bagi

    penyusunan desain Waspofa atau

    Waspola 3 yang merupakan kelanjutan

    Waspola 2. Lokakarya kemudian dilan-

    jutkan dengan penyerahan simbolis

    hasil Waspola 2 kepada pemerintah

    Indonesia yang diwakili Deputi Sarana

    dan Prasarana Bappenas Dedy Supriadi

    Priatna.

    Lokakarya sehari tersebut dihadiri

    wakil dari Bappenas, Departemen

    Keuangan, Departemen Pekerjaan

    Umum, Departemen Kesehatan,

    Departemen Dalam Negeri dan difasili-tasi sekretariat Waspola.

    Lokakarya menyepakati beberapa

    hal tetapi yang terpenting adalah pe-

    ngelolaan Waspofa dilaksanakan

    melalui mekanisme on budget, tetapi

    dengan dua tipe pelaksanaan yaitu

    Bank Dunia sebagai pelaksana dan

    pemerintah sebagai pelaksana.

    Seperti halnya pada pelaksanaan

    program Waspola sebelumnya, pelak-

    sanaan Waspofa diperlukan komite

    pengarah (steering committee) yang

    terdiri dari tiga pihak yaitu Pemerintah,

    AusAID, dan Bank Dunia. Sementara

    kegiatan persiapan yang akan

    dilakukan adalah penyelesaian persetu-

    juan antara Pemerintah dengan

    AusAID, penyelesaian persetujuan

    hibah antara Bank Dunia dengan

    Pemerintah Indonesia, dan kesepa-

    katan mekanisme penganggaran.

    Deputi Sarana dan Prasarana

    Bappenas Dedy Supriadi Priatna dalam

    sambutannya mengatakan Waspola

    adalah suatu program yang bagus dan

    penting untuk dilanjutkan pada

    Waspola 4 dan seterusnya. Ke depan

    harus lebih ditingkatkan koordinasi

    dan sinkronisasi antardepartemen,

    tuturnya.

    WaspolaFacility

    Hasil lokakarya adalah berupa

    kelanjutan Waspola 2 dengan nama

    Waspola 3 atau Waspofa. Besaran dana

    dari AusAID sebesar 10 juta dolar

    Australia dan pengelolaan Waspofa

    dilakukan melalui dua mekanisme

    Bank Dunia dan Bappenas.

    Pada kesempatan serah terima

    Waspola 2, Direktur Perumahan dan

    Permukiman Bappenas Budi Hidayatmemaparkan bagaimana program

    Waspola Facility sebagai kelanjutan

    Waspola 2. Waspofa, paparnya, mem-

    punyai tujuan umum adalah

    meningkatkan akses masyarakat

    Indonesia khususnya masyarakat

    miskin terhadap layanan AMPL yang

    cukup berkelanjutan.

    Sementara tujuan khususnya,

    memperkuat kapasitas pemerintah

    dalam pengelolaan AMPL melalui fasi-

    litas yang fleksibel yang dapat men-

    dukung kebutuhan terkait denganpengembangan kebijakan, pelaksanaan

    kebijakan dan pengelolaan sektor

    AMPL, ungkap Budi.

    Budi Hidayat melanjutkan,

    lokakarya ini mengamanatkan, perlu-

    nya memelihara momentum kegiatan

    agar tidak terjadi stagnasi yang terlalu

    lama. Perlu disiapkan rencana kerja 6

    bulan pertama, diantaranya terpenting

    adalah persiapan administrasi, penilai-

    an kebutuhan, dan penyiapan Rencana

    Kerja tahun pertama. Amanat lain

    adalah secepatnya disediakan kantor

    untuk kegiatan Waspofa dan segera

    merekrut tim inti untuk menyelesaikan

    proses persiapan proyek, tuturnya.

    Pada lokakarya itu, peserta ber-

    kesempatan mendengarkan tanggapan

    dan masukan dari lembaga donor dan

    departemen terkait. Pelaksana tugas

    regional Team LeaderWSP-EAP Isabel

    Blackett memberikan apresiasi yang

    baik kepada Waspola. Waspola benar-

    benar memprakarsai perubahan yang

    berkelanjutan. Ada proyek-proyek WESterkait yang berkembang dari pe-

    ngaruhnya, terangnya.

    Sementara Direktur Fasilitas

    Penataan Ruang dan Lingkungan

    Hidup Departemen Dalam Negeri

    Sofyan Bakar melihat persoalan AMPL

    sangat kurang mendapat tanggapan

    dari pemerintah daerah. Dengan

    adanya Musrenbang diharapkan sektor

    AMPL masuk Renstra dinas-dinas

    terkait, tuturnya. Bowo Leksono

    Sebelum acara serah terima Waspola 2, diawali santap malam. Foto: Bowo Leksono

  • 7/31/2019 Satu Dekade WASPOLA. Media Informasi Air Minum dan Penyehatan Lingkungan PERCIK Edisi Khusus Juni 2009.

    16/140

  • 7/31/2019 Satu Dekade WASPOLA. Media Informasi Air Minum dan Penyehatan Lingkungan PERCIK Edisi Khusus Juni 2009.

    17/140

    liki potensi, potensi itu akan berkem-

    bang apabila mereka diberdayakan,

    biarkan mereka mengambil keputus-

    annya sesuai dengan latar belakang

    dan kemampuannya, jangan biarkan

    mereka berketergantungan, oleh kare-

    nanya meskipun mereka mengelu-

    arkan waktu untuk pembangunan

    tidak harus dibayar, kalau toh harus

    dibayar hanya untuk jenis pekerjaan

    tertentu dan diputuskan oleh mereka

    sendiri karena pada dasarnya segala

    bentuk bantuan adalah untuk mem-bantu mereka dalam menyelesaikan

    permasalahannya sendiri, walaupun

    prosesnya cukup panjang yang penting

    keberlanjutan terjadi.

    Kedua madzhab pembangunan air

    minum dan sanitasi di atas terlaksana

    di Indonesia dengan dua macam hasil,

    yaitu sarana tidak berkelanjutan dan

    jadi monumen dari hasil madzhab per-

    tama, sedang hasil madzhab yang

    kedua sarana berkelanjutan dan tetap

    dinikmati masyarakat walaupun

    proyek tersebut telah berakhir puluhan

    tahun.

    Kesadaran Kritis

    Ternyata kita telah banyak berbuat

    dan berinvestasi untuk pembangunan

    air minum dan sanitasi. Ternyata

    banyak sarana yang tidak berfungsi

    dan hanya menjadi monumen.

    Ternyata peningkatan jumlah hutang

    untuk pembangunan air minum dan

    sanitasi dengan pendekatan proyek

    berbanding lurus dengan meningkat-nya jumlah monumen hasil pemba-

    ngunan yang tidak berkelanjutan,

    karena jumlah tersebut terakumulasi

    dengan proyek sebelumnya. Demikian

    pula di kalangan LSM denganplatform

    charity semakin besar jumlah bantuan

    juga berbanding lurus dengan monu-

    menplus ketergantungannya.

    Water and Sanitation Policy

    Formulation and Action Planning

    (WASPOLA), sebuah kerjasama

    Pemerintah Indonesia dengan

    Pemerintah Australia yang difasilitasi

    oleh WSP-World Bank merupakan

    proyek dalam rangka reformasi kebi-

    jakan sektor air minum dan sanitasi

    dalam rangka menanggapi berbagai

    persoalan ketidakberlanjutan pemba-

    ngunan air minum dan sanitasi.

    Serangkaian kajian, studi dan pem-

    belajaran proyek-proyek air minum

    dan sanitasi dari berbagai sumber

    pembiayaan di Indonesia dan penga-

    laman dari negara lain dilakukan

    untuk menemukenali persoalan men-

    dasar dan merunut ulang tahapan

    demi tahapan yang dilaksanakan sela-

    ma ini untuk mengambil pembelajarandan yang terpenting apa yang harus

    kita lakukan serta kebijakan mana

    yang harus direformasi.

    WASPOLA merupakan komitmen

    Pemerintah Indonesia untuk meng-

    hasilkan pembangunan sektor air

    minum dan sanitasi yang efisien dan

    berkelanjutan. WASPOLA merupakan

    kerja terpadu yang melibatkan

    Departemen Pekerjaan Umum,

    Departemen Kesehatan, Departemen

    D a la m N eg er i , K em e nt er ia n

    Lingkungan Hidup, Departemen

    Keuangan di bawah koordinasi

    Bappenas.

    Rute Panjang Menuju Kesamaan

    Pandang

    Serangkaian lokakarya, puluhan

    pertemuan koordinasi dan bahkan

    ratusan kali, dengan melibatkan berba-

    gai pemangku kepentingan telah dilak-

    sanakan untuk mencari bentuk,

    menyamakan persepsi, membedah

    pengalaman gagal dan pengalaman

    sukses dalam pembangunan air minum

    dan sanitasi serta memetakan faktor-

    faktor yang mempengaruhi keberlan-jutan proyek.

    Serangkaian kegiatan tersebut pada

    akhirnya mengerucut pada kesepa-

    katan perlunya melakukan reformasi

    kebijakan pembangunan bidang air

    minum dan sanitasi. Berdasarkan

    intensitas permasalahannya disepakati

    pentingnya melakukan reformasi kebi-

    jakan untuk pembangunan air minum

    dan sanitasi berbasis masyarakat ter-

    lebih dahulu dan segera ditindaklan-

    juti reformasi kebijakan pembangunan

    LAPORAN UTAMA15PercikJuni 2009

    Masyarakat dilibatkan dalam perencanaan pembangunan AMPL. Berbeda dengan dulu karena bersifat

    proyek yang datangnya dari pusat. Foto: Dok. Waspola

  • 7/31/2019 Satu Dekade WASPOLA. Media Informasi Air Minum dan Penyehatan Lingkungan PERCIK Edisi Khusus Juni 2009.

    18/140

    air minum dan sanitasi berbasis lem-baga.

    Perjalanan panjang selama lima

    tahun dari tahun 1998-2002 pada

    akhirnya telah menghasilkan draf kebi-

    jakan dengan nama Kebijakan

    Nasional Pembangunan Air Bersih dan

    Penyehatan Lingkungan Berbasis

    Masyarakat, sementara kebijakan

    berbasis lembaga masih dalam peng-

    godogan lebih lanjut. Lamanya waktu

    yang dilalui menunjukkan betapa pen-

    tingnya sektor ini sekaligus betapa

    banyaknya persoalan yang harusdirunut dan ditata, serta disepakati ke

    dalam satu paradigma sampai meng-

    hasilkan rumusan kebijakan.

    Langkah strategis untuk

    meningkatkan leverage kinerja tim

    pemerintah dalam penanganan

    WASPOLA akhirnya sepakat untuk

    membentuk kelembagaan Kelompok

    Kerja Air Minum dan Penyehatan

    Lingkungan (Pokja AMPL) yang selan-

    jutnya menjadi garda depan dalam

    upaya operasionalisasi kebijakan

    dalam skala luas. Kelembagaan terdiri

    dari tim pengarah dengan anggota

    pejabat eselon 2 dari semua departe-

    men tekait dan tim teknis dari pejabat

    eselon 3 masing-masing.

    Perdebatan penggunaan istilah "air

    bersih" atau "air minum" merupakan

    salah satu rute yang harus dilewati oleh

    pemangku kepentingan yang ter-

    gabung dalam Pokja AMPL. Salah satu

    kesamaan pandang yang disepakati

    adalah "air minum" yang menjadi

    mandat dalam rangka pemenuhanlayanan dasar air minum. Fakta bahwa

    kualitas air yang dihasilkan masih dalam

    taraf air bersih memang dipahami,

    namun tidak mengurangi keinginan ter-

    hadap upaya meningkatkannya menjadi

    berkualitas air minum.

    Pada tahun 2003 draf kebijakan

    dengan tajuk Kebijakan Nasional

    Pembangunan Air Bersih dan

    Penyehatan Lingkungan Berbasis

    Masyarakat telah diubah secara final

    m en ja di K eb ij ak an N as io na l

    Pembangunan Air Minum dan

    Penyehatan Lingkungan Berbasis

    Masyarakat dan sampai sekarang telah

    populer dengan sebutan Kebijakan

    Nasional AMPL-BM.

    Untuk memastikan kebijakan ini

    dapat dipahami dan dapat diopera-

    sionalkan di daerah, maka pada

    November 2002-April 2003 dilakukan

    uji coba fasilitasi di empat kabupaten,

    yaitu Kabupaten Solok, Kabupaten

    Musi Banyuasin, Kabupaten Subang

    dan Kabupaten Sumba Timur. Uji coba

    ini telah menghasilkan beberapa

    masukan penting sebelum kebijakan

    difinalkan, salah satunya adalah di-

    tambahnya satu butir kebijakan yang

    sebelumnya tidak ada yaitu pemba-

    ngunan AMPL yang "berorientasi pada

    pemulihan biaya".

    Pekerjaan Besar Baru Dimulai

    Perjalanan panjang selama limatahun dengan hasil tersusunnya

    Kebijakan Nasional AMPL-BM, ketika

    kebijakan ini telah disepakati untuk

    dioperasionalkan di daerah justru

    pekerjaan yang sebenarnya baru dimu-

    lai dan memerlukan upaya besar untuk

    memastikan kebijakan ini diterima

    oleh daerah, diadopsi dan dioperasio-

    nalkan ke dalam mekanisme dan

    pelaksanaan pembangunan di daerah.

    Sikap sinis, pesimis dan keraguan

    dari pejabat daerah ketika kebijakan

    ini diperkenalkan oleh fasilitator men-

    jadi tantangan pertama yang harus

    dilalui. Apa yang dilakukan oleh

    pemerintah pusat dalam fasilitasi

    pelaksanaan kebijakan merupakan

    advokasi untuk membongkar paham

    bahwa pembangunan dengan

    mengedepankan peran masyarakat

    dan berorientasi pada proses jauh lebih

    terjamin keberlanjutannya dibanding

    dengan pembangunan yang berorien-

    tasi target. Bermacam ragam peneri-

    maan daerah pada awal perkenalan

    kebijakan dari negatif sampai positif

    dan ragu-ragu.

    Salah Persepsi

    Berapa besar dana yang

    dialokasikan pusat?

    Siapa yang akan melaksanakan

    proyek nanti, pusat atau daerah?

    Kalau hanya kebijakan saja kami

    tidak membutuhkan, yang kamibutuhkan proyek.

    Biasanya pemerintah pusat kalau

    sosialisasi kebijakan selalu diikuti

    proyek.

    Ini kan kebijakan pusat, kami

    yang harus melakukan tentu ada

    dananya kan, mana dananya?

    Pertanyaan-pertanyaan di atas

    merupakan pertanyaan klasik yang

    harus dijawab dengan arif oleh fasilita-

    tor sambil meyakinkan kembali bahwa

    program ini bukan proyek fisik,

    LAPORAN UTAMA16PercikJuni 2009

    Masyarakat sendiri yang mengelola dan merawat sarana AMPL, bukan pemerintah.

    Foto: Dok. Waspola

  • 7/31/2019 Satu Dekade WASPOLA. Media Informasi Air Minum dan Penyehatan Lingkungan PERCIK Edisi Khusus Juni 2009.

    19/140

    kegiatan ini terbatas pada bantuan tek-

    nis. Bahkan ada beberapa pemerintahdaerah setelah mengikuti diseminasi

    kebijakan, walaupun telah dijelaskan

    program ini merupakan bantuan tek-

    nis, dalam melayangkan surat per-

    mintaan untuk difasilitasi mengajukan

    syarat dimana pemerintah daerah mau

    menyiapkan alokasi dana operasional

    dengan catatan pemerintah pusat

    menyiapkan alokasi dana miliaran

    rupiah untuk proyek. Kendala ini

    memberikan pembelajaran bahwa

    untuk pelaksanaan kebijakan nasional

    AMPL-BM di daerah, yang pertamaharus dilakukan adalah menata mind-

    set pejabat dan staf teknis mengenai

    konsep kebijakan dan pembangunan

    AMPL yang berkelanjutan.

    "Bagaimana mungkin masyarakat

    harus kontribusi tunai untuk pemba-

    ngunan, untuk kebutuhan sehari-hari

    saja tidak cukup. Nanti dulu, ini bukan

    Jawa, disini kondisi orang miskin beda

    dengan miskin di Jawa".

    Sikap penolakan seperti ini juga

    dihadapi oleh fasilitator dan tidak

    tanggung-tanggung ini disampaikan

    oleh pimpinan daerah. Bahkan ada

    salah seorang anggota DPRD yang

    mendapat undangan dari Bappeda

    untuk acara lokakarya mengenai kebi-

    jakan AMPL-BM menanyakan kepada

    fasilitator, "Besok ada uang honornya

    (uang duduk) tidak?". Setelah dije-

    laskan oleh fasilitator bahwa kegiatan

    ini tidak menyiapkan uang honor,

    mereka mengatakan besok tidak

    datang kalau tidak ada uang duduknya

    walaupun acara tersebut dilakukan diruang rapat DPRD.

    Pelan tapi Pasti

    Keinginan pada setiap pelaksanaan

    kegiatan lokakarya di daerah adalah

    untuk meyakinkan dan melalui proses

    partisipatif, bahwa "ini milik Anda,

    bukan milik saya atau milik pemerin-

    tah pusat" artinya manfaat atau keluar-

    an yang dihasilkan setiap lokakarya

    yang akan memiliki kepentingan

    adalah daerah sendiri. Senantiasa

    d i t e k a n k a n b a h w a p e m b a -

    ngunan/layanan air minum dan sani-tasi dasar adalah merupakan urusan

    wajib yang harus dilakukan oleh dae-

    rah sebagaimana amanat undang-

    undang otonomi daerah.

    Lambat laun akhirnya mulai dipa-

    hami oleh sebagian pemangku ke-

    pentingan daerah dan mereka mulai

    merasakan manfaat dari acara loka-

    karya yang mengurai kondisi layanan

    air minum dan sanitasi dasar dengan

    segala permasalahannya. Mereka

    mulai melihat dari sisi manfaatnya,

    bahwa dengan peta masalah yang dite-mukan menjadi dasar alat justifikasi

    untuk usulan kegiatan dan program

    dari dinasnya.

    "Lalu, apa nanti peran pusat untuk

    mengatasi permasalahan sarana tidak

    berfungsi? Mestinya pemerintah harus

    bertanggung jawab karena proyek-

    proyek yang tidak berfungsi itu seba-

    gian besar proyek yang datangnya dari

    pusat".

    Masih harus tetap diyakinkan,

    bahwa di era otonomi peran pusat ter-

    batas, pemerintah pusat hanya ter-

    batas memberikan bantuan teknis,

    arahan dan pedoman untuk dijadikan

    dasar pijak pembangunan di daerah,

    kalau toh masih ada dukungan pro-

    gram air minum dan sanitasi hal terse-

    but bersifat terbatas, porsi besar harus

    menjadi tanggung jawab daerah.

    Fasilitasi pelaksanaan kebijakan

    pada langkah awal dimaksudkan agar:

    Pemerintah daerah menemu-

    kenali isu dan permasalahan pem-

    bangunan dan layanan AMPL didaerahnya.

    Memiliki kepedulian untuk

    melakukan upaya pemecahan

    masalahnya.

    Memahami dan menerima kebi-

    jakan nasional AMPL berbasis

    masyarakat sebagai konsep pen-

    dekatan.

    Menyusun rencana kerja konkrit

    dalam rangka mengatasi per-

    masalahan keberlanjutan AMPL.

    Melangkah ke Pemikiran Strate-

    gikHasil pelaksanaan kebijakan pada

    tahap awal agak sulit untuk diukur dan

    dipastikan apakah setelah fasilitasi

    berakhir daerah masih tetap konsisten

    menindak lanjuti? Inilah pertanyaan

    keraguan WASPOLA, terlebih laju

    mutasi pejabat ke dinas lain yang tidak

    terkait dengan AMPL sangat tinggi.

    Ada tiga hal penting yang menjadi per-

    timbangan dalam hal ini, yaitu output

    yang mengindikasikan keberlanjutan

    pasca pendampingan, pendekatan pen-

    dampingan yang mengindikasikan alihperan dan pilihan kegiatan penguatan

    kapasitas yang menjawab isu konteks-

    tual.

    Renstra AMPL

    Mulai tahun 2005 fasilitasi pelak-

    sanaan kebijakan menetapkan ter-

    susunnya rencana strategis pemba-

    ngunan AMPL (Renstra AMPL) daerah

    menjadi salah satu keluaran utama

    dari serangkaian penguatan kapasitas.

    Renstra AMPL dimaksudkan sebagai

    instrumen untuk mengarahkan peren-

    canaan AMPL dapat tertuang dalam

    RPJMD. Pokok-pokok kebijakan dan

    program selanjutnya dijadikan acuan

    m a s in g- m as in g S KP D d al am

    penyusunan rencana kerja.

    Bagi daerah yang telah menyusun

    Renstra SKPD terkait AMPL, Renstra

    AMPL dijadikan acuan dalam

    melakukan review terhadap Renstra

    SKPD. WASPOLA mengenalkan pen-

    dekatan penyusunan renstra dengan

    proses partisipatif yang melibatkanseluruh elemen sejak lokakarya identi-

    fikasi isu dan permasalahan AMPL,

    kajian keberhasilan dan kegagalan

    proyek AMPL, proses penyiapan/draf

    renstra, lokakarya finalisasi renstra,

    dialog publik sampai dengan kerangka

    regulasinya.

    Pendekatan Fasilitasi

    Dari tahun 2004 sampai dengan

    berakhirnya WASPOLA-2 tahun 2009,

    pendekatan fasilitasi mengalami

    LAPORAN UTAMA17PercikJuni 2009

  • 7/31/2019 Satu Dekade WASPOLA. Media Informasi Air Minum dan Penyehatan Lingkungan PERCIK Edisi Khusus Juni 2009.

    20/140

    pergeseran strategi dari penangananlangsung di tingkat kabupaten berubah

    berbasis provinsi dan pada akhirnya

    pendekatan fasilitasi provinsi berbasis

    demand. Cara ini ditempuh dengan

    pertimbangan strategik bahwa jumlah

    kabupaten di Indonesia banyak dan

    tidak sebanding dengan tenaga fasilita-

    tor dari pusat.

    Tesis yang digunakan adalah

    bahwa provinsi pada dasarnya meru-

    pakan kepanjangan pusat, dengan

    memperkuat provinsi maka provinsi

    akan dapat menggantikan peran pusat.

    B e r da s a r k e m a n d ir i a n d a nprakarsanya mereka melakukan

    pengembangan daerah dalam pelak-

    sanaan kebijakan di daerahnya.

    Tesis ini terbukti berjalan, setidak-

    t id ak ny a m en je la ng W AS PO LA

    berakhir justru provinsi mulai

    mengembangkan sayapnya dengan

    menambah daerah layanan fasilitasi

    kebijakan di kabupaten lain di wilayah-

    nya, demikian pula demand untuk

    penguatan kapasitas tematik juga

    meningkat.

    Penguatan KapasitasTema penguatan kapasitas untuk

    peningkatan pemahaman kebijakan

    dan pengetahuan metodologi pelak-

    sanaan pembangunan AMPL Berbasis

    Masyarakat, dan pendampingan

    penyusunan rencana kerja mulai

    diarusutamakan untuk memastikan

    AMPL berada dalam salah satu priori-

    tas. Kerangka strategis penguatan ka-

    pasitas ini digambarkan pada bagan di

    samping.

    Bagaikan Bongkar PasangPuzzleTidak segampang teori dan ucapan,

    tantangan dan kendala yang menjadi

    Pekerjaan Rumah WASPOLA dan

    harus disikapi secara arif antara lain:

    Pergantian pimpinan daerah dan

    pejabat teknis di lingkungan dinas

    teknis di daerah

    Iklim politik sangat dinamis di

    daerah, suksesi pimpinan daerah juga

    mempengaruhi tingkat intensitas per-

    hatian terhadap kegiatan pelaksanaan

    kebijakan. Tidak jarang ditemui sela-

    ma proses fasilitasi para Kepala

    Bappeda mengalami pergantian lebih

    tiga kali, bahkan di provinsi Sulawesi

    Tenggara mengalami pergantian

    sebanyak 4 kali, artinya upaya untuk

    memperkenalkan kembali kebijakan

    nasional dan pelaksanaan kebijakan

    harus dilakukan sebanyak 4 kali oleh

    Pokja AMPL dan WASPOLA. Dampak

    nyata dari pergantian ini adalah fluk-

    tuasi ketersediaan alokasi dana opera-

    sional Pokja AMPL daerah.

    Pergantian anggota kelompokkerja AMPL akibat pindah tugas kare-

    na mutasi jabatan

    Mutasi jabatan merupakan isu

    nasional dan fenomena nyata, hal ini

    diluar jangkauan WASPOLA. Namun

    demikian kondisi ini sangat mempe-

    ngaruhi kinerja Pokja AMPL. Sebagian

    besar anggota pokja AMPL yang telah

    mendapatkan pelatihan mengenai

    pelaksanaan kebijakan telah pindah

    tugas. Pengganti yang mengisi posisi

    LAPORAN UTAMA18PercikJuni 2009

  • 7/31/2019 Satu Dekade WASPOLA. Media Informasi Air Minum dan Penyehatan Lingkungan PERCIK Edisi Khusus Juni 2009.

    21/140

    keanggotaan pokja terpaksa harusdiberi sentuhan pengetahuan dan

    pemahaman dari awal, yang berarti

    upaya dobel bahkan tripel karena

    banyak pokja daerah yang pada saat ini

    merupakan generasi ketiga.

    Salah satu upaya strategik yang

    dilakukan oleh Kelompok Kerja AMPL

    Nasional melalui kegiatan WASPOLA

    adalah menjadikan forum nasional

    untuk review kemajuan pelaksanaan

    kebijakan menjadi kegiatan utama

    yang dilakukan setiap tahun.

    Beragam Tanggapan dan Inisiatif

    Daerah

    Tanggapan dan inisiatif daerah

    akan banyak bergantung pada dukung-

    an politis dan jiwa championship

    Kelompok Kerja AMPL Daerah. Dari

    hasil pemantauan dan rekaman hasil

    lokakarya nasional review kemajuan

    tahunan, dapat dipetakan sebagai

    berikut:

    Pelaksanaan kebijakan merupakan

    tugas karena SK pokja (bussiness as

    usual) dilakukan atas dorongan dari

    WASPOLA. Rasa bahwa AMPL meru-

    pakan gerakan yang harus mereka

    gulirkan masih terbatas pada wacana.

    Pelaksanaan kebijakan telah diteri-

    ma sebagai mandat yang harus

    digulirkan oleh Pokja AMPL dan mere-

    ka melakukan serangkaian upaya,

    tetapi masih dihadapkan pada tantang-

    an klasik antara lain kurangnya du-

    kungan dari pengambil kebijakan

    anggaran.

    Pelaksanaan kebijakan telahdijadikan arus utama oleh Pokja AMPL

    maupun pengambil kebijakan daerah.

    Contoh konkrit klasifikasi ini terjadi di

    Provinsi Jawa Tengah, Sumatera

    Barat, Banten, Bangka Belitung, keti-

    ka:

    - Renstra AMPL telah dijadikan

    acuan pembangunan sektor

    AMPL dan dilengkapi kerangka

    regulasi daerah.

    - Pokja AMPL menjadi bagian dari

    rantai pengambilan keputusan

    pembangunan AMPL.- Tercipta inisiatif daerah untuk

    mengembangkan kemitraan de-

    ngan berbagai pihak.

    - Tercipta dukungan konkrit

    provinsi kepada kabupaten/kota

    dengan memberikan dana stimu-

    lan kepada yang telah menyusun

    Renstra AMPL untuk menerap-

    kan pembangunan AMPL Ber-

    basis Masyarakat.

    - Pelaksanaan kegiatan penilaian

    kondisi sanitasi sehat di lingkung-

    an perkantoran yang notabeneharus dapat menjadi contoh peri-

    laku bersih dan sehat bagi

    masyarakat.

    Contoh spesifik lainnya di tingkat

    kabupaten, antara lain Pokja AMPL

    memfasilitasi penyiapan RPJM Desa

    sebagai cara operasionalisasi Renstra

    AMPL Daerah di Kabupaten Rote Ndao,

    NTT; kemitraan Pokja dengan lembaga

    international, universitas dan perguruan

    tinggi dalam rangka operasionalisasi

    Renstra di Kabupaten Serang, Banten;

    pengembangan strategi komunikasi dan

    media promosi AMPL di kabupaten

    Kebumen, Jawa Tengah; pengembangan

    desa binaan untuk penerapan pendekatan

    AMPL-BM di Kabupaten Gorontalo;

    pengembangan sistem pengelolaan data

    AMPL di Kabupaten Bangka; modifikasi

    pendekatan DAK air minum agar benar-

    benar berbasis masyarakat di Kabupaten

    Pekalongan; dan masih banyak contoh

    lain di daerah.

    Bola Telah BergulirApa yang dilakukan oleh WASPOLA

    dalam upaya membangun paradigma

    pembangunan AMPL yang berkelanjutan,

    melalui tangan Pokja AMPL Nasional dan

    jiwa championship koordinatornya, telah

    ditangkap oleh lembaga lain yang peduli

    dengan program AMPL baik dari dalam

    negeri maupun internasional.

    Lembaga-lembaga international yang

    telah menjalin kemitraan untuk program

    AMPL yang berkelanjutan antara lain

    Unicef melalui program WES, Plan

    International melalui program WATSAN,Kfw dan GTZ melalui program ProAir,

    USAID melalui program ESP dan masih

    banyak antrian panjang yang meminta

    dukungan Pokja Nasional untuk difasili-

    tasi.

    Perjuangan Belum Selesai

    Tidak ada kata selesai dalam upaya

    pengguliran paradigma pembangunan

    AMPL yang berkelanjutan. Yang jelas

    harus ada sentuhan dan pengawalan di

    semua tingkatan dari tingkat desa sampai

    tingkat nasional dan ini merupakan tan-tangan ke depan Pokja Nasional AMPL.

    Tingkat desa:

    Bagaimana masyarakat meman-

    dang dan me-nempatkan AMPL

    sebagai program prioritas pada saat

    Musrenbangdes.

    Tingkat kecamatan:

    Bagaimana sektor AMPL yang telah

    diusulkan oleh desa/kelurahan tetap

    terjaga dan tetap sebagai program

    prioritas ketika Musrenbangkec.

    Tingkat kabupaten/kota:

    Bagaimana AMPL tetap diposisikan

    sebagai program prioritas dalam

    Renja SKPD, konsultasi dengan tim

    anggaran, sampai pelaksanaan

    Rakorbang.

    Tingkat provinsi:

    Bagaimana sektor AMPL menjadi

    program prioritas, pokja AMPL

    diberdayakan, verifikasi RAPBD

    untuk memastikan AMPL menjadi

    program prioritas.

    Tingkat Nasional:

    Bagaimana pengarusutamaan pem-bangunan AMPL BM dapat ditetap-

    kan sebagai kebijakan pada setiap

    pelaksanaan program AMPL

    bersumber dana pusat.

    Pokja AMPL:

    Bagaimana Pokja AMPL di

    Kabupaten dan Provinsi serta Pusat

    sendiri berdaya dan diberdayakan

    dalam arus utama pembangunan

    AMPL.

    LAPORAN UTAMA19PercikJuni 2009

    * Koordinator Pelaksana

    Kebijakan WASPOLA

  • 7/31/2019 Satu Dekade WASPOLA. Media Informasi Air Minum dan Penyehatan Lingkungan PERCIK Edisi Khusus Juni 2009.

    22/140

    Sejak tahun 2004 ketika Kebi-

    jakan Nasional AMPL-BM

    (Kebijakan AMPL) dilak-

    sanakan oleh daerah, sejak saat itu

    pula kegiatan advokasi "Pusat ke

    Daerah" dilaksanakan sadar atau tidak

    oleh Pokja Nasional AMPL danWASPOLA. Betapa tidak saat dimana

    hampir sebagian besar proyek/pro-

    gram yang datang ke daerah selalu

    diiringi dengan berbagai stimulus,

    Pokja Nasional dan WASPOLA datang

    tanpa iming-iming kecuali sebatas

    penguatan kapasitas (technical assis-

    tance).

    Setiap kali Pokja Nasional dan

    WASPOLA ke daerah selalu saja per-

    tanyaan pertama yang ditanyakan

    adalah "berapa besar kemungkinan

    daerah akan mendapatkan dana" jika

    terlibat dalam pelaksanaan kegiatan

    Kebijakan AMPL. Dengan sabar dan

    disertai langkah-langkah sistematis,

    perlahan tapi pasti Pokja Nasional dan

    WASPOLA mampu memberikan pen-

    jelasan rasional kepada daerah.

    Berulang kali disampaikan dan

    dijelaskan dalam berbagai lokakarya

    bahwa sektor AMPL bukan lagi kewe-

    nangan (kewajiban) pemerintah pusat

    tapi sudah kewajiban daerah sepenuh-

    nya, pemerintah pusat berperan hanyasebagai perumus dan penyampai

    norma, panduan, standar dan modul

    (NPSM) bagi daerah. Segala hal yang

    menyangkut pencerahan dan per -

    ubahan paradigma baru pembangunan

    disampaikan oleh Pokja Nasional dan

    WASPOLA kepada daerah dengan

    berbagai cara dan kesempatan.

    Sampai dengan tahun 2009

    sebanyak 9 (sembilan) provinsi dan

    lebih dari 60 (enam puluh) kabupa -

    ten/kota telah mengoperasionalkan

    Kebijakan AMPL dengan hanya

    melalui skema technical assistance

    tanpa disertai stimulus apapun. Fakta

    capaian seperti ini memang masih sa -

    ngat jarang terjadi dalam pelaksanaan

    pembangunan di Indonesia. Salah satu

    rahasia pencapaian ini adalah kemam-

    puan personal dan lembaga PokjaNasional AMPL dan WASPOLA dalam

    melakukan advokasi kepada daerah

    secara baik, walaupun sekali lagi pada

    awalnya perilaku dan kegiatan

    advokasi ini sama sekali tidak disadari.

    Jika kita melihat kerangka advokasi

    kebijakan secara tradisional maka apa

    yang dilakukan oleh Pokja Nasional

    dan WASPOLA sebenarnya sudah

    mempunyai kesesuaian dengan

    kerangka yang ada. Ada 3 (tiga) proses

    kerangka advokasi kebijakan yakni a)

    proses legislasi dan juridiksi, b) proses

    politik dan birokrasi, dan c) proses

    sosialisasi dan mobilisasi.

    Kebijakan AMPL walaupun baru

    sebatas ditandatangani 5 (lima) eselon

    satu (dirjen/deputi), berarti sudah

    memenuhi aspek proses legislasi,

    sudah juga memenuhi aspek prosespolitik dan birokrasi karena telah

    melakukan upaya-upaya lobi, negosiasi

    dan mediasi dengan berbagai pihak di

    tingkat Pemerintah Pusat, paling tidak

    pada 5 (lima) ditjen/deputi (Deputi

    Sarana dan Prasarana Bappenas, Ditjen

    PMD, Ditjen Bangda, Ditjen Cipta

    Karya dan Ditjen P2PL).

    Terakhir, Kebijakan AMPL sudah

    memenuhi proses sosialisasi dan

    mobilisasi yang ditunjukkan dengan

    capaian berbagai daerah yang telah

    Mengembangkan Strategi AdvokasiOperasionalisasi Kebijakan Nasional AMPL-BM

    LAPORAN UTAMA20PercikJuni 2009

    Lokakarya adalah kesempatan bagi Tim Waspola untuk menjelaskan bahwa sektorAMPL adalah bukan kewenangan Pusat tapi kewajiban bagi daerah.

    Foto: Dok. Waspola

  • 7/31/2019 Satu Dekade WASPOLA. Media Informasi Air Minum dan Penyehatan Lingkungan PERCIK Edisi Khusus Juni 2009.

    23/140

    mengoperasionalkan Kebijakan AMPLberupa keberadaan Pokja AMPL dan

    Dokumen Renstra Pembangunan

    AMPL Daerah.

    Kiranya ke depan, Pokja Nasional

    dan WASPOLA atau dengan mitra lain

    perlu mengembangkan strategi

    advokasi yang lebih terencana dan

    efektif, baik yang diarahkan kepada

    Daerah, Donor maupun kalangan

    internal Pemerintah Pusat. Hanya de-

    ngan memiliki strategi ini keberlanjut-

    an dan keberhasilan operasionalisasi

    Kebijakan AMPL-BM dapat te