23
BAB I Pendahuluan Latar Belakang Perlindungan hukum ynag dimaksud disini adalah perlindungan hukum bagi rakyat, yaitu perlindungan hukum dari tindak pemerintahan atau tindakan administrasi Negara. Perlindungan hukum bagi rakyat merupakan konsep universal, dalam arti dianut dan diterapkan oleh setiap Negara yang mengedepankan diri sebagai Negara hukum. Namun, seperti yang disebutkan Paulus E. Lotulung, masing-masing Negara memiliki cara dan mekanismenya sendiri tentang bagaimana mewujudkan perlindungan hukum tersebut, dan juga sampai seberapa jauh perlindungan hukum tersebut diberikan. Dengan tindakan pemerintah sebagai titik sentral, dapat dibedakan dua macam perlindungan hukum, yaitu perlindungan hukum yang preventif, dan perlindungan hukum yang represif. Dengan perlindungan hukum yang preventif, kepada rakyat diberikan kesempatan (inspraak) pendapatnya sebelum keputusan pemerintah mendapat bentuk yang definitf. Dengan demikian perlindungan hukum preventif bertujuan untuk mencegah terjadinya sengketa, sedangkan sebaliknya perlindungan hukum yang represif bertujuan untuk menyeledaikan sengketa. Perlindungan hukum yang preventif sangat besar artinya bagi tindakan pemerintah yang didasarkan atas kewenangan bebas, sehingga mendorong peerintah harus bersikap hati-hati. Tindakan hukum pemerintah merupakan tindakan-tindakann yang berdasarkan sifatnya menimbulkan akibt hukum. 1

Secure Download

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Secure Download

BAB I

Pendahuluan

Latar Belakang

Perlindungan hukum ynag dimaksud disini adalah perlindungan hukum bagi rakyat,

yaitu perlindungan hukum dari tindak pemerintahan atau tindakan administrasi Negara.

Perlindungan hukum bagi rakyat merupakan konsep universal, dalam arti dianut dan

diterapkan oleh setiap Negara yang mengedepankan diri sebagai Negara hukum. Namun,

seperti yang disebutkan Paulus E. Lotulung, masing-masing Negara memiliki cara dan

mekanismenya sendiri tentang bagaimana mewujudkan perlindungan hukum tersebut, dan

juga sampai seberapa jauh perlindungan hukum tersebut diberikan.

Dengan tindakan pemerintah sebagai titik sentral, dapat dibedakan dua macam

perlindungan hukum, yaitu perlindungan hukum yang preventif, dan perlindungan hukum

yang represif. Dengan perlindungan hukum yang preventif, kepada rakyat diberikan

kesempatan (inspraak) pendapatnya sebelum keputusan pemerintah mendapat bentuk yang

definitf. Dengan demikian perlindungan hukum preventif bertujuan untuk mencegah

terjadinya sengketa, sedangkan sebaliknya perlindungan hukum yang represif bertujuan untuk

menyeledaikan sengketa. Perlindungan hukum yang preventif sangat besar artinya bagi

tindakan pemerintah yang didasarkan atas kewenangan bebas, sehingga mendorong peerintah

harus bersikap hati-hati.

Tindakan hukum pemerintah merupakan tindakan-tindakann yang berdasarkan

sifatnya menimbulkan akibt hukum. Karakteristik paling penting dari tindakan hukum yang

dilakukan oleh pemerintah adalah keputusan-keputusan dan ketetapan-ketetapan pemerintah

yang bersifat sepihak. Diakatak bersifata sepihak karena dilakukan tidaknya suatu tindakan

hukum pemertinhan itu tergantung pada kehendak sepihak dari pemerintah, tidak tergantung

pada kehendak pihak lain dan tidak diharuskan ada persesuaian kehendak.

Keputusan dan ketetapan sebagai instrument hukum pemerintah dalam melakukan

tindakan hukum sepihak dapat menjadi penyebab terjadinya pelanggaran hukum terhadap

warga Negara, apalagi dalam Negara hukum modern yang memberikan kewenangan yang

luas kepada pemerintah untuk mencampuri kehidupan warga Negara. Oleh karena itu

diperlukan perlindungan hukum bagi warga Negara terhadap tindakan hukum pemerintahan.

Perlindungan hukum terhadap warga negaradiberikan bila sikap tindak administrasi Negara

itu menimbulkan kerugian terhadapnya, sedangkan perlindungan terhadap administrasi

1

Page 2: Secure Download

Negara itu sendiri dilakukan terhadap sikap tindaknya dengan baik dan benar menurut hukum

baik tertulis maupun tidak tertulis.

2

Page 3: Secure Download

BAB II

Rumusan Masalah

1. Sarana Perlindungan Hukum apakah yang diterapkan dalam hukum positif

Indonesia?

2. Badan –badan apa saja yang menangani perlindungan hukum bagi rakyat

Indonesia?

3. Asas-asas hukum administrasi apakah yang melandasi hukum acara PTUN?

4. Jelaskan aspek yang mendasari terjadinya problematik dalam penegakan dan

perlindungan hukum !

5. Mengapa warga Negara harus mendapat perlindungan hukum dari tindakan

pemerintah?

3

Page 4: Secure Download

BAB III

Pembahasan

1. Sarana Perlindungan Hukum yang diterapkan dalam hukum positif

Indonesia

A. Sarana Perlindungan Preventif

Sarana perlindungan hukum preventif ini di Indonesia belum ada pengaturan secara

khusus. Hal ini mungkin disebabkan belum adanya kodifikasi hukum administrasi

(umum); hukum administrasi materil masih bersidat sektoral, sehingga pengaturan

hukum acara administrasi pun menjadi beragam termasuk pengaturan sarana

perlindungan hukum preventif. Namun demikian secara umum atau apabila kita lihat

ketentuan Pasal 48 UU No. 9 Tahun 2004 tentang PTUN, disana diatur tentang upaya

Administratif yaitu keberatan dan banding administrative, untuk prosedur keberatan, hal

ini dapat kita kategorikan sebagai sarana perlindungan hukum preventif. Tetapi

bagaimana dengan banding administratif, hal ini kiranya perlu mendapatkan perhatian

kita bersama, oleh karena apabila banding administrasi yang dimaksudkan itu merujuk

kepada misalnya BAPEK atau P4D/P4P, maka hal itu tidak bias kita katakana sebagai

sarana perlindungan hukum preventif. Sebab, kedua badan tersebut termasuk badan

perlindungan hukum yang represif, karena menyelesaikan sengketa dan menguji

keabsahan suatu KTUN dengan menggunakan alat ukur peraturan perundang-undangan

maupun AUPB.

B. Sarana Perlindungan Hukum Represif

Telah kita ketahui ada dua sistem hukum yaitu civil law system dan common law

system . system hukum yang berbeda, melahirkan perbedaan mengenai bentuk dan

jenis sarana perlindungan hukum bagi rakyat (represif). Negara dengan civil law

system mengakui ada dua set pengadilan, yaitu pengadilan umum(biasa) dan

pengadilan administrasi. Sedangkan Negara dengan common law system hanya

mengenal satu set pengadilan yaitu ordinary court.

2. Badan-badan yang menangani Perlindungan Hukum bagi rakyat Indonesia

Badan-badan yang menangani perlindungan hukum bagi rakyat yang kita kenal di

Indonesia adalah:

4

Page 5: Secure Download

A. Peradilan Umum

Dasar hukum penyelenggaraan kekuaaan kehakiman yaitu Pasal 24 dan Pasal 25

UUD 1945, selanjutnya direalisasikan dengan UU No. 14 Tahun 1970 tentang Pokok-

pokok Kekuasaan Kehakiman, dalam Pasal 10 ayat (1) dicantumkan 4 lingkungan

peradilan, yaitu:

Lingkungan Peradilan Umum

Lingkungan Peradilan Agama

Lingkungan Peradilan Militer

Lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara

Yang dimaksud dengan Kekuasaan Kehakiman di Lingkungan Peradilan Umum

adalah Pengadilan Negeri sebagai pengadilan tingkat pertama dan Pengadilan Tinggi

sebagai pengadilan tingkat banding, dan pengadilan tertinggi adalah Mahkamah

Agung.pengertian tersebut terdapat dalam UU No.8 tahun 2004 tentang Peradilan

Umum.

Pengadilan Negeri berkedudukan di ibu kota kabupaten/kota, sedangkan pengadilan

tinggi berkedudukan di ibukota Propinsi yang mempunyai wilayah hukum dalam wilayah

Propinsi. Dalam hal pembinaan teknis para hakim pengadilan negeri atau pengadilan

tinggi berada dibawah pembinaan Mahkamah Agung, sedangkan pembinaan organisasi,

administrasi dan keuangan dibawah pembinaan Departemen Kehakiman.

Pengadilan Negeri dibentuk berdasarkan Keputusan Presiden, sedangkan

Pengadilan Tinggi dibentuk dengan UU. Mengenai hakimnya baik Pengadilan Negeri

maupun Pengadilan Tinggi diangkat oleh Presiden dalam kedudukannya sebagai Kepala

Negara aras usulan Menteri Kehakiman berdasarkan persetujuan Ketua Mahkamah

Agung, sesuai dengan persyaratan yang ditentukan oleh peraturan perundang-undangan.

Pengadilan Negeri juga berwenang mengadili sengketa antara orang atau badan

hukum perdaa dengan badan atau pejabat TUN, akibat keputusan yang dikeluarkan oleh

BAdan atau Pejabat TUN, sedangkan keputusan tersebut tidak menjadi kompetensi

PTUN, dengan sendirinya ini akan menjadi kompetensi Peradilan Umum (PN). Hal ni

disamping karena sifat umum dari peradilan ini, juga karena pengadilan (hakim) tidak

boleh menolak menyelesaikan suaru perkara yang diajukan, sehingga Peradilan Umum

merupakan peradilan yang mempunyai kompetensi menyelesaikan semua sengketa atau

perkara yang tidak merupakan kompetensi perdilan khusus.

B. Peradilan Militer

5

Page 6: Secure Download

Peradilan Militer ini mengadili pelanggaran terhadap KUHP, KUHP Militer dan

Kitab Undang-Undang Hukum Disiplin Tentara. Peradilan Militer diatur dalam UU No.

31 Tahun 1997. Berkaitan dengan perlindungan hukum bagi masyarakat, kompetensi

peradilan ini adalah menyelesaikan sengketa Tata Usaha Angakatan Bersenjata Repunlik

Indonesia.

C. Peradilan Tata Usaha Negara

Pada tanggal 29 Desember 1986 dikeluarkan UU No. 5 Tahun 1986 tentang PTUN

sebagai pelaksanaan Pasal 10 UU No. 14 Tahun 1970, dan kemudian baru dilaksanakan

dengan Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 1991 tanggal 14 Januari 1991. Yang menjadi

pertimbangan diadakannya Peradilan TUN adalah:

Negara RI sebagai Negara Hukum yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945

bertujuan mewujudkan tata kehidupan Negara, dan bangsa yang sejahtera, aman,

tentram, serta tertib yang menjamin persamaan kedudukan masyarakat dalam

hukum, dan yang menjamin terpeliharanya hubungan yang serasi, seimbang serta

selaras antara aparatur dibidang tata usaha dengan para warga masyarakat.

Adanya kemungkinan terjadinya benturan kepentingan, perselisihan, atau sengketa

anatar badan atau pejabat TUN dengan warga masyarakat yang dapat merugikan

atau mengahambat jalannya pembangunan nsaional.

D. Peradilan Pajak

Pelaksanaan pemungutan pajak yang tidak sesuai dengan UU Perpajakan akan

menimbukan ketidakadilan bagi wajib pajak, sehingga dapat menimbulkan sengketa

pajak antara wajib pajak dengan pejabat yang berwenang. Penyelesaiang senketa pajak

selama ini dilakukan oleh Majelis Pertimbangan Pajak (MPP). Kemudian MPP diganti

dengan Badan Penyelesaian Sengketa Pajak (BPSP) (UU No. 17 Tahun 1997). Pada

tahun 2002 dikeluarkan UU No. 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, yang

mencabut UU No. 17 Tahun 1997 .

Disebutkan dalam Pasal 2 UU No. 14 Tahun 2002 bahwa Pengadilan Pajak adalah

badan peeradilan yang melaksanakan kekuasaan kehakiman bagi Wajib Pajak atau

penanggung jawab yang mencari keadilan terhadap sengketa pajak. Kompetensi dari

pengadilan pajak adalah memeriksa permohonan banding atas keputusan keberatan dan

gugatan yang diajukan oleh Wajib Pajak (Pasal 31). Dengan kompetensi yang demikian

ini berarti Pengadilan Pajak selain melaksanakan fungsi badan yudisial, juga fungsi

6

Page 7: Secure Download

badan administratif. Putusan Pengadilan Pajak bersifat final, artinya merupakan putusan

akhir dan mempunyai kekuatan hukum tetap (Pasal 77). Namun demikian berdasarkan

Pasal 89, terhadap putusan Pengadilan Pajak tersebut masih dapat ditempuh peninjauan

kembali yang diajukan kepada Mahkamah Agung.

E. Upaya Administratif

Tidak semua KTUN dapat langsung digugat melalui Peradilan TUN. Terhadap

KTUN yang dilandasi norma dasarnya mengatur adanya upaya administratif, terlebih

dahulu sebelum saluran peradilan, harus ditempuh jalur Ipaya Administratif. Hal ini

dapat dilihat pada Pasal 48 UU No. 9 Tahun 2004:

1. Dalam hal suatu badan atau Pejabat Tata Usaha Negara diberi wewenan oleh

atau berdasarkab peraturan perundang-undangan untuk menyelesaikan secara

administraitif sengketa Tata Usaha Negara tertentu, maka batal atau tidak sah,

dengan atau tanpa disertai tuntutan ganti rugi dan/administratif yang bersedia.

2. Pengadilan baru berwewenang memeriksan memutus, dan menyelesaikan

sengketa TUN sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) jika seluruh upaya

administratif yang bersangkutan telah digunakan.

Bagi KTUN yang tidak tersedia upaya administratif, gugatan langsung diajukan ke

Pengadilan TUN (Pasal 51 ayat 3). Dalam SE. Mahkamah Agung No. 2 Tahun 1991

tanggal 9 Juli 1991 dinyatakan bahwa dalam upaya admnistratif yang tersedia hanya

berupa Keberatan, maka gugat diajukan ke Pengadilan TUN tidak ke PT.TUN.

Ada dua upaya administratif, yaitu :

Keberatan => apabila penyelesaian dilakukan oleh instansi yang sama yaitu

Badan atau Pejabat yang mengeluarkan KTUN

Banding administratif => apabila penyelesaiannya dilakukan oleh instansi

atasan atau instansi lain

dalam bidang kepegawaian istilah keberatan disamakan dengan pengertian banding

(administratif) : Pasal 15 PP No. 30 Tahun 1980 menentukan PNS dijatuhi salah satu jenis

hukum disiplin (Pasal 6 ayat 3 dan 4), hukuman disiplin berat, dapat mengajukan keberatan

kepada atasan dari pejabat yang berwenang menghukum dalam jangka waktu 14 hari.

Padahal atasan yang berwenang menghukum tersebut sebenarnya melaksanakan prosedur

banding administraif , karena menurut Pasal 21 PP tersebut berwenang memperkuat atau

mengubah hukuman tersebut.

7

Page 8: Secure Download

Khusus apabila tejadi penghukuman PNS golongan IV kebawah yang berupa

pemberhantian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri (Pasal 6 ayat 4c), maka PNS

tersebut dapat mengajukan keberatan kepada Badan Pertimbangan Kepegawaian

(BAPEK). Karena Pasal 15 ayat 2 hanya menyebutkan salah satu jenis hukuman disiplin

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat 4c dan 4d. dengan demikian walaupun

seorang pegawai golongan IV ke bawah pernah menempuh jalur keberatan (banding

administratif) kepada atasan (dari) pejabat yang berwenang menghukum seperti yang

dimungkinkan dalam Pasal 15, tetapi karena ia dijatuhi hukuman pemberhentian tidak

hormat tau pemberhentin dengan hormat tidak dengan kehendak sendiri maka ia masih

mungkin mengajukan keberatan (banding administratif kedua) kepada BAPEK. Jadi

untuk PNS golongan IV kebawah berarti dua kali kemungkinan upaya administratif yang

berupa banding administratif. Karena Badan Pertimbangan Kepegawaian (BAPEK) masih

berupa instansi pemutus penyelisih sengketa TUN masih dirasa tidak mencerminkan

keadalian maka dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan Tinggi TUN dan masih terbuka

jalan untuk kasasi dan peninjauan kembali.

Badan banding administratif dalam bidang perburuhan adalah Panitia Penyelesaian

Perselisihan Perburuhan Daerah (P4D) dan Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan

Pusat (P4P). Badan ini mempunyai kewenangan untuk menyelesaikan sengketa-

sengketa ketenagakerjaan.

3. Asas-asas hukum administrasi yang melandasi hukum acara PTUN

Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara mempunyai cirri khas yang tercermin

dalam azas-azas hukum yang melandasi hukum acara peradilan tata usaha Negara. Azas-

azas tersebut adalah :

a) Azas Praduga Rechtmatig (vermoeden van rechmatigheid = praesumptio iustae

causa). Azas ini mengandung makna bahwa setiap tindakan penguasa selalu harus

dianggap rechmatig sampai ada pembatalannya. Berarti dengan adanya azas ini,

adanya gugatan tidak dapat menunda pelaksanaan suatu KTUN. Hal ini dimaksudkan

untuk dapat lebih memberikan jaminan kepastian hukum ataas suatu keputusan yang

dikeluarkan

b) Azas Pembuktian Bebas. Hakim yang menetapkan beban pembuktian. Hal ini berbeda

dengan ketentuan Pasal 1865 BW, dimana kewajiban pembuktian berada pada pihak

8

Page 9: Secure Download

penggugat. Azas ini dianut Pasal 107 UU No. 9 Tahun 2004, hanya saja masih

dibatasi ketentuan Pasal 100 ayat (1) yaitu ada 5 alat bukti:

1. Surat atau tulisan

2. Keterangan ahli

3. Keterangn saksi

4. Pengkuan para pihak

5. Pengetahuan hakim

Pasal 100 dan 107 adalah pasal yang keliru/tidak benar, karena menyamakan dengn

perkara pidana/perdata dalam hal alat bukti, padahal KTUN bukanlah alat bukti

melainkan obyek sengketa.

c) Azas keaktifan Hakim (Inquisitoir/dominus Litis). Keaktifan Hakim dimaksudkan

untuk mengimbangin kedudukan para pihak karena tergugat adalah pejabat tata usaha

Negara, sedangkan penggugat adalah orang atau badan hukum perdata. Asas

Inguisitor dalam proses peradilan TUN, tampak pada kewenangan Hakim untuk

melakukan pemeriksaan sendiri tentang fakta-fakta yang diarahkan pada pengujian

kebenaran pembentukan Keputusan Administrasi yang bersifat konkrit, individual dan

final yang disengketakan, dengan demikian HAKIM TUN adalah dominus litis.

Penerapan azas ini antara lain terdapat dalam ketentuan Pasal 58, 63 ayat 1 dan 2,

pasal 80, 85. Asas Contradictor, dalam pemeriksaan sedapat mungkin dilakukan agar

pihak itu sama-sama memperoleh kesempatan untuk mempertahankan pendiriannya

dan menggandakan reaksi terhadap pendapat lawannya apabila dianggap perlu,

d) Azas keputusan pengadilan mempunyai kekuatan mengikat “ erga omnes”. Sengketa

Tata Usaha Negara adalah sengketa Hukum public, dengan demikian putusan

Pengadilan TUN berlaku bagi siapa saja, tidak hanya bagi par pihak yang

bersengketa. Dalam rangka ini kiranya ketentuan Pasal 83 UU No. 9 Tahun 2004

tentang intervasi bertentangan dengan azas “erga omnes”. Jadi sebenarnya tidak perlu

lagi ada gugatan intervensi, karena keputusan PTUN akan mengikat semua pihak,

termasuk pihak ketiga yang berkeinginan untuk turut menggugat karena kepentingan

juga dirugikan.

Kehadiran PTUN melalui UU No. 9 Tahun 2004 yang sekarang diubah menjadi UU N0.

9 Tahun 2004 tidak hny melindungi hak individu teteapi juga melindungi hak masyarakat.

Untuk itu disamping melindungi hak individu sebagian besar isi UU No. 9 Tahun 2004

melindungi hak-hak masyarakat. Pasal-pasal yang menyangkut perlindungan hak-hak

masyrakat adalah :

9

Page 10: Secure Download

Pasal 49 :

Pengadilan tidak berwenang memeriksa, memutuskan, dan menyelesaikan sengketa

tata usaha Negara tertentu dalam hal keputusan yang disengketakan itu dikeluarkan :

a. Dalam waktu perang , keadaan bahaya, keadaan bencana alam , atau keadaan

luar biasa yang membahayakan berdasarkan peraturan perundang-undangan

yang berlaku;

b. Dalam keadaan mendesak untuk kepentingan umum berdasarkan peraturan

perundang-undangan yang berlaku;

Pasal 55:

Gugatan dapat diajukan hanya dalam tenggang waktu Sembilan puluh hari terhitung

sejak saat diterimanya atau diumumkannya keputusan badan atau pejabat tata usaha Negara.

Pasal 67 (1) :

Gugatan tidak menunda atau mengahalangi keputusan tata usaha Negara serta

tindakan badan atau pejabat tata usaha Negara yang digugat.

4. Problematik Perlindungan Hukum Bagi Rakyat (PTUN)

Dalam perjalanan pelaksanaan Peradilan Tata Usaha Negara, banyak mengalami

berbagai problem dalam rangka melaksanakan penegakan hukum dan perlindungan hukum

bagi warga terhadap penguasa atau pemerintah. Problematik ini pada dasarnya dapat dilihat

dari dau aspek yaitu :

1) Hukum Acara atau Prosedur Beracaranya

Ketentuan-ketentuan yng mengatur mengenai hukum acara (Pasal 53 s/d 132 UU

No. 9 Tahun 2004). Disatu pihak diatur secara mendetail sekali, missal tentang

pemeriksaan saksi dan pembuktian, akan tetapi dilain pihak ada beberapa bagian ang

diatur secra garis besarnya saja dan diserahkan pada pelaksanaan prakteknya yang

kadang-kadang sangat berbeda antara pengadilan yang satu dengan pengadilan yang

lain. Umpamanya tentang pemeriksaan proses perlawanan Pasal 62 ayat 4, atau ;

apabila dipandang perlu hakim berwenang memerintahkan kedua belah pihak yang

bersengketa dating mengahadap sendiri ke persidangan, sekalipun sudah diwakili oleh

seorang kuasa hukumnya (Pasal 58); pejabat yang dipanggil sebagai saksi wajib dating

sendiri ke persidangan, eksekusi dan sebagainya(Pasal 93).

10

Page 11: Secure Download

Berdasarkan hal tersebut, maka dari segi hukum acara dapat dikemukakan

beberapa permasalahan atau problematika sebagai berikut :

Adanya gugatan yang diajukan lewat kantor pos, demikian pula proses

pemeriksaannya juga melalui pos. Apakah ini sah menurut undang-undang

yang berlaku? Hal ini dilakukan oleh beberapa PTUN , sebab karena wilayah

hukumnya sangat luas sekali

Tentang penerapan Pasal 54 ayat 4, dalam hal yang bagaimanakah seharusnya

gugatan dapat diajukan kepada pengadilan didalam wilayah hukum kediaman

tergugat? Problem yang sering timbul adalah bagi penggugat yang tidak

mampu untuk membayar transportasi ke wilayah hukum pengadilan ditempat

kedudukan tergugat.

Sanksi apakah yang dapat dijatuhkan dalam hal pihak Pejabat TUN tidak

bersedia mengahadiri siding, baik atas dasar Pasal 58 ataupun atas dasar Pasl

93. Kedua pasal itu tidak memberikan sanksi, tetapi dalam praktek hal

semacam itu terjadi.

Bagaimanakah seharusnya prosedur yang disebut pemeriksaan singkta itu

(Pasal 62 ayat 4) agar ada keseragaman diseluruh PTUN. Ada majelis hakim

yang mengharuskan adanya tanggapan dari kedua belah pihak untuk

dipertukarkan agar terpenuhi asas audiet alteram partem, tetapi juga majelis

hakim yang tidak melaksanakannya dan kemudian melanjutkannya dengan

pembuktian dan seterusnya kepada putusan.

Masalah eksekusi putusan yang sudah memperoleh kekuatan hukum

Mengenai penetapan penangguhan atau penundaan pelaksanaan KTUN (Pasal 67 ayat

2) sering digunakan oleh pejabat TUN untuk tidak mematuhinya adalah mengingat ketentuan

Pasal 115 UU No.9 Tahun 2004 yaitu : “Hanya putusan pengadilan yang telah memperoleh

kekuatan hukum tetap yang dpat dilaksanakan”.

Ketentuan pasal 67 ayat (2) menjadi problem dalam pelaksanaan perlindungan hukum

bagi masyarakat pencari keadilan, yang manajika ketentuan itu harus disamakan dengan

putusan akhir dari pengadilan, padahal pasal tersebut merupakan putusan sementara, yang

sifatnya penangguhan tindakan pelaksanaan KTUN, sebelum adanya putusan akhir. Dalam

hal penetapan penangguhan atau penundaan pelaksanaan KTUN oleh PTUN dilecehkan oleh

pejabat, tanpa adanya sanksi yang bias dijatuhkan oleh pengadilan.

11

Page 12: Secure Download

Masalah eksekusi juga perlu mendapatkan perhatian dalam pemecahannya,

sebagaimana kita ketahui maslah eksekusi dalam Pasal 115 s/d 119 UU No. 9 Tahun 2004.

Pada Pasal 116 terdapat dua mcam jenis eksekusi :

a. Pasal 116 ayat (2), tergugat tidak melaksanakan kewajibannya sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 97 ayat (9) huruf a, Keputusan Tata Usaha Negara

yang disengketakan itu tidak mempunyai kekuatan hukum lagi, hal ini bias disbut

“eksekusi otomatis”.

b. Pasal 116 ayat (3), Dalam hal tergugat ditetapkan harus melaksanakan

kewajibannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 97 ayat (9) huruf b dan huruf

c, dan kemudian setelah 3 (tiga) bulan ternyata kewajiban tersebut tidak

dilaksanakannya, penggugat mengajukan permohonan kepada Ketua

Pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) agar Pengadilan memerintahkan

tergugat melaksanakan putusan pengadilan tersebut.

2) Substansi atau Hukum Materilnya

Selain problematik yang berkaitan dengan hukum acara juga masih terdapat

problematika yang menyangkut substansi atau segi hukum materil antara lain :

Dilihat dari pengertian “Pejabat Tata Usaha Negara” (Pasal 1 butir (2) UU No. 9

Tahun 2004 yaitu Badan atau PTUN adalah badan atau pejabat yang

melaksanakan urusan pemerintahan berdasarkan perturan perundang-undangan

yang berlaku. Dari pengertian pasal tadi apakah dapat diperluas sehingga sampai

kepada badan swasta yang menjalankan tugas pelayanan umum dalam bidang

pemerintahan. Karena belum ada kesepakatan tentang hal ini maka ada sebagian

pengadilan menerima perluasan pengertian tersebut, sehingga lembaga swasta

dapat digugat di Pengadilan TUN, tetapi sebagian lagi pengadilan lainnya tidak

menerapkan perluasan itu. Dengan demikian yang menjadi problematik adalah

sejauh mana harus diartikan sebagai PejabatTUN.

Adanya kemungkinan titik singgung dengan kompetensi mengadili dari badan

peradilan lain, misalnya bidang perdata. Hal ini dapat dibaca pada pasal 2 huruf

a yaitu tidak termasuk dalam pengertian keputusan TUN menurut undang-undang

ini: Keputusan TUN yang merupakan perbuatan hukum perdata, dalam hal ini

sering timbul persoalan atau permasalahan tentang bagaimana membedakan

12

Page 13: Secure Download

antara ruang lingkup perdata dan ruang lingkup TUN, sekalipun sudah ada teori

melebur, dimana perbuatan hukum public itu melebur ke dalam hukum perdata.

Tentang penafsiran istilah “Kepentingan” dalam mengajukan gugatan.

Kepentingan yang bagaimana juga tidak begitu jelas.

Masalah Ganti Rugi Terbatas;

Pengadilan dapat mewajibkan pembayaran ganti rugi akibat dibatalkannyasuatu

Keputusan TUN, berdasarkan Pasal 97 ayat (10) jo. Pasal 120 UU No. 9 Tahun

2004 jo. PP No. 43 Tahun 1991 yangmenentukan jumlah ganti rugi yangterbatas,

yaitu minimum sebesar Rp. 250.000,- dan maksimum Rp. 5.000.000,-

Sering kali keputusan TUN yang dibatalkan itu menimbulkan kerugian materil.

Dalam hal ini penggugat bias mengambil sikap:

a. Menuntu juga ganti rugi dalam gugatannya, yang hanya dapat diajukan

maksimum Rp. 5.000.000,- walaupun mungkin kerugian senyatanya adalah

lebih besar dari jumlah Rp. 5.000.000,-

b. Tidak mengajukan tuntutan ganti rugi sama sekali dan mereservirnya untuk

diajukan dalam gugatan perdata di Pengadilan Negeri sesudah putusan TUN.

Masalah yang timbul :

a. Apakah untuk ganti rugi selebihnya dalam kasus a tersebut, pihak penggugat

otomatis bias mengajukan ke Pengadilan Perdata (pasal berapa yang menjadi

dasar gugatan tersebut)

b. Apakah Hakim Perdata harus menerima gugatan gantu rugi selebihnya

tersebut tanpa menilai lagi keabsahan/tidaknya Keputusan TUN yang sudah

diputuskan oleh Hakim TUN, ataukah Hakim Perdata tidak terikat dengan

Putusan Hakim TUN?

Selain masalah tadi permasalahan yang juga perlu dipikirkan adalah bahwa

hukum administrasi kita masih bersifat sektoral/bersifat khusus, oleh sebab itu

belum ada keseragaman persepsi dalam tindakan pemerintahan. Hal in juga yang

dapat menimbulkan permasalahan dalam menegakkan hukum dan perlindungan

hukum, oleh sebab itu memang dirasa perlu adanya undang-undang hukum

administrasi umum.

5. Alasan mengapa Warga Negara Harus Mendapat Perlindungan Hukum dari

Tindakan Pemerintah

13

Page 14: Secure Download

Ada beberapa alas an mengapa warga Negara harus mendapat perlindungan hukum

dari tindakan pemerintah yaitu:

Pertama,karena dalam berbagai hal warga Negara dan badan hukum perdata

tergantung pada keputusan-keputusan dan ketetapan-ketetapan pemerintah,

seperti kebutuhan terhadap izin yang diperlukan untuk usaha perdagangan,

perusahaan, atau pertambangan. Oleh karena itu, warga Negara dan badan

hukum perdata perlu mendapat perlindungan hukum, terutama untuk

memperoleh kepastian hukum dan jaminan keamanan, yang merupakan faktor

penentu bagi kehidupan dunia usaha.

Kedua, hubungan antara pemerintah dengan warga Negara tidak berjalan

dalam posisi sejajar. Warga negara merupakan pihak yang lebih lemah

dibandingkan pemerintah.

Ketiga, berbagai perselisihan warga Negara dengan pemerintah itu berkenaan

dengan keputusan dan ketetapan, sebagai insturmen pemerintah yang bersifat

sepihak dalam melakukan interensi terhadap kehidupan warga Negara.

Pembuatan keputusan dan ketetapan yang didasarkan pada kewenangan bebas

(vrijebevoegdheid) akan membuka peluang terjadinya pelanggaran hak-hak

warga Negara. Meskipun demikian, bukan berarti kepada pemerintah tidak

diberikan perlindungan hukum. Perlindungan hukum terhadap administrasi

Negara itu sendiri dilakukan terhadap sikap tindaknya dengan baik dan benar

menurut hukum.

14

Page 15: Secure Download

BAB IV

Penutup

Kesimpulan

Perlindungan hukum bagi rakyat yaitu, perlindungan hukum dari tindak pemerintahan

atau tindakan administrasi Negara. Perlindungan hukum bagi rakyat terdiri atas perlindungan

hukum yang bersifat preventif dan perlindungan hukum yang bersifat represif. Perlindungan

hukum preventif bertujuan untuk mencegah terjadinya sengketa, sedangkan seblaiknya

perlindungan hukum represif bertujuan untuk menyelesaikan sengketa.

Sarana perlindungan hukum preventif belum ada pengaturan secara khusus. Hal ini

mungkin disebabkan belum adanya kodifikasi hukum administrasi (umum); hukum

administrasi materil masih bersifat sektoral, sehingga pengaturan hukum acara administrasi

pun menjadi beragam termasuk pengaturan sarana perlindungan hukum preventif. Namun

demikian secra umum atau apabila kita lihat ketentuan Pasal 48 UU No. 9 Tahun 2004

tentang PTUN, disana diatur tentang Upaya Administratif yaitu keberatan dan banding

administratif, untuk prosedur keberatan, hal ini dapat kita kategorikan sebagai sarana

perlindungan hukum preventif.

Pengadilan Negeri juga berweanang mengadili sengketa antara orang ata ubadan

hukum perdata dengan badan hukum atau pejabat TUN, akibat keputusan yang dikeluarkan

oleh badan atau pejabat TUN, sedangkan keputusan tersebut tidak menjadi kompetensi

PTUN, dengan sendirinya ini akan menjadi kompetensi Peradilan Umum (PN). Hal ini

disamping karena sifat umum dari peradilan ini, juga karena bahwa pengadilan (hakim) tidak

boleh menolak menyelesaikan suatu perkara yang diajukan, sehingga Peradilan Umum

merupakan peradilan yang mempunyai kompetensi untuk menyelesaikan semua sengketa

atau perkara yang tidak merupakan kompetensi peradilan khusus.

Kompetensi absolute PTUN, dalam Pasal 1 angka 4 UU No. 9Tahun 2004 telah

diberikan batasannya dengan merumuskan pengertian sengketa Tata Usaha Negara yaitu :

“Sengketa yang timbul dalam bidang Tata Usaha Negara orang atau badan hukum perdata

dengan badan atau Pejabat TUN baik di Pusat maupun di Daerah, sebagai akibat

dikeluarkannya KTUN, termasuk sengketa kepegawaian berdasarkan peraturan perundang-

undangan”.

Pengertian KTUN dirumuskan dalam Pasal 1 angka 3 UU No. 9 Tahun 2004 yaitu : “

Keputusan Tata Usaha Negara yaitu suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh Badab

15

Page 16: Secure Download

atau Pejabat TUN yang berisi tindakan hukum TUN yang berdasarkan peraturan perundang-

undangan yang berlaku, yang bersifat konkrit, individual dan final, yang menimbulkan akibat

hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata”.

Azas-azas hukum administrasi yan melandasi hukum acara peradilan tata usaha

Negara. Azas-azas tersebut adalah :

Azas Praduga Rechmatig (vermoeden van rechmatigeheid = presumption

iustae causa).

Azas pembuktian bebas

Azas keaktifan Hakim (inquistoir/dominus litis)

Azas putusan pengadilan mempunyai kekuatan mengikat “erga omnes”

Pengadilan pajak adalah badan peradlian yang melaksanakan kekuasaan kehakiman

bagi wajib pajak atau penganggung pajak yan mencari keadlian terhadap sengketa pajak.

Kompetensi dari pengadilan pajak adalah memeriksa permohona banding atas keputusan

keberatan dan gugatan yang diajukan oleh wajib pajak.

Tidak semua KTUN dapat langsung digugat melalui PTUN. Terhadap KTUN yang

dilandasi norma dasarnya mengatur adanya upaya administratif terlebih dahulu sebelum

menempuh saluran peradilan, harus ditempuh upaya administratif. Upaya administratif adalah

upaya penyelesaian sengketa melalui jalur diluar pengdilan, yaitu jalur keberatan dan jalur

banding adminisratif. Untuk upaya keberatan diajukn kepada pejabat yang mengeluarkan

keputusan, sedangkan banding administratif diajukan kepada badan banding adminsitratif

yang ada/tersedia.

Dalam perjalanan pelaksanaan PTUN, banyak mengalami berbagai problem dalam

rangka melaksanakan penegakan hukum dan perlindugan hukum bagi warga terhadap

pemerintah. Problematik ini pada dasarnya dapat dilihat dari dua aspek yaitu hukum acara

atau prosedurperkaranya dan substansi atau hukum materilnya.

16