2
Sejak gerakan PKI berhasil ditumpas, Presiden Soekarno belum bertindak tegas terhad S/PKI. Hal ini menimbulkan ketidaksabaran di kalangan mahasiswa dan masyarakat. Pad tanggal 26 Oktober 1965 berbagai kesatuan aksi seperti KAMI, KAPI, KAGI, KASI, dan mengadakan demonsrasi. Mereka membulatkan barisan dalam Front Pancasila. Dalam kond ekonomi yang parah, para demonstran menyuarakan Tri Tuntutan Rakyat (Tritura). Pada 10 Januari 1966 para demonstran mendatangi DPR-GR dan mengajukan Tritura yang isiny 1. pembubaran PKI, 2. pembubaran kabinet dari unsur-unsur G 30 S/PKI, dan 3. penurunan harga. Menghadapi aksi mahasiswa, Presiden Soekarno menyerukan pembentukan Barisan Soekarn kepada para pendukungnya. Pada tanggal 23 Februari 1966 kembali terjadi demonstrasi demonsrasi tersebut, gugur seorang mahasiswa yang bernama Arif Rahman Hakim. Oleh p demonstran Arif dijadikan Pahlawan Ampera. Ketika terjadi demonsrasi, presiden mero kabinet Dwikora menjadi kabinet Dwikora yang Disempurnakan. Oleh mahasiswa susunan kabinet yang baru ditentang karena banyak pendukung G 30 S/PKI yang duduk dalam kab sehingga mahasiswa memberi nama kabinet Gestapu. Saat berpidato di depan sidang kab tanggal 11 Maret 1966, presiden diberitahu oleh Brigjen Subur. Isinya bahwa di luar terdapat pasukan tak dikenal. Presiden Soekarno merasa khawatir dan segera meningga sidang. Presiden bersama Dr. Soebandrio dan Dr. Chaerul Saleh menuju Istana Bogor. perwira tinggi TNI AD yaitu Mayjen Basuki Rahmat, Brigjen M. Yusuf, dan Brigjen Am Mahmud menyusul presiden ke Istana Bogor. Tujuannya agar Presiden Soekarno tidak me terpencil. Selain itu supaya yakin bahwa TNI AD bersedia mengatasi keadaan asal dib kepercayaan penuh. Oleh karena itu presiden memberi mandat kepada Letjen Soeharto u memulihkan keadaan dan kewibawaan pemerintah. Mandat itu dikenal sebagai Surat Peri Sebelas Maret (Supersemar). Keluarnya Supersemar dianggap sebagai tonggak lahirnya Baru. Supersemar pada intinya berisi perintah kepada Letjen Soeharto untuk mengambi yang dianggap perlu untuk terjaminnya keamanan dan kestabilan jalannya pemerintahan itu untuk menjamin keselamatan presiden. Bagi bangsa Indonesia Supersemar memiliki penting berikut. 1. Menjadi tonggak lahirnya Orde Baru. 2. Dengan Supersemar, Letjen Soeharto mengambil beberapa tindakan untuk menjamin kestabilan jalannya pemerintahan dan revolusi Indonesia. 3. Lahirnya Supersemar menjadi awal penataan kehidupan sesuai dengan Pancasila dan 1945. Kedudukan Supersemar secara hukum semakin kuat setelah dilegalkan melalui Ket MPRS No. IX/ MPRS/1966 tanggal 21 Juni 1966. Sebagai pengemban dan pemegang Supersemar, Letnan Jenderal Soeharto mengambil beberapa langkah strategis berikut. 1. Pada tanggal 12 Maret 1966 menyatakan PKI sebagai organisasi terlarang dan membu PKI termasuk ormas-ormasnya. 2. Pada tanggal 18 Maret 1966 menahan 15 orang menteri yang diduga terlibat dalam G S/PKI. 3. Membersihkan MPRS dan DPR serta lembaga-lembaga negara lainnya dari pengaruh PKI unsur-unsur komunis.

Sejak Gerakan PKI Berhasil Ditumpas

Embed Size (px)

Citation preview

Sejak gerakan PKI berhasil ditumpas, Presiden Soekarno belum bertindak tegas terhadap G 30 S/PKI. Hal ini menimbulkan ketidaksabaran di kalangan mahasiswa dan masyarakat. Pada tanggal 26 Oktober 1965 berbagai kesatuan aksi seperti KAMI, KAPI, KAGI, KASI, dan lainnya mengadakan demonsrasi. Mereka membulatkan barisan dalam Front Pancasila. Dalam kondisi ekonomi yang parah, para demonstran menyuarakan Tri Tuntutan Rakyat (Tritura). Pada tanggal 10 Januari 1966 para demonstran mendatangi DPR-GR dan mengajukan Tritura yang isinya:1. pembubaran PKI,2. pembubaran kabinet dari unsur-unsur G 30 S/PKI, dan3. penurunan harga.

Menghadapi aksi mahasiswa, Presiden Soekarno menyerukan pembentukan Barisan Soekarno kepada para pendukungnya. Pada tanggal 23 Februari 1966 kembali terjadi demonstrasi. Dalam demonsrasi tersebut, gugur seorang mahasiswa yang bernama Arif Rahman Hakim. Oleh para demonstran Arif dijadikan Pahlawan Ampera. Ketika terjadi demonsrasi, presiden merombak kabinet Dwikora menjadi kabinet Dwikora yang Disempurnakan. Oleh mahasiswa susunan kabinet yang baru ditentang karena banyak pendukung G 30 S/PKI yang duduk dalam kabinet, sehingga mahasiswa memberi nama kabinet Gestapu. Saat berpidato di depan sidang kabinet tanggal 11 Maret 1966, presiden diberitahu oleh Brigjen Subur. Isinya bahwa di luar istana terdapat pasukan tak dikenal. Presiden Soekarno merasa khawatir dan segera meninggalkan sidang. Presiden bersama Dr. Soebandrio dan Dr. Chaerul Saleh menuju Istana Bogor. Tiga perwira tinggi TNI AD yaitu Mayjen Basuki Rahmat, Brigjen M. Yusuf, dan Brigjen Amir Mahmud menyusul presiden ke Istana Bogor. Tujuannya agar Presiden Soekarno tidak merasa terpencil. Selain itu supaya yakin bahwa TNI AD bersedia mengatasi keadaan asal diberi kepercayaan penuh. Oleh karena itu presiden memberi mandat kepada Letjen Soeharto untuk memulihkan keadaan dan kewibawaan pemerintah. Mandat itu dikenal sebagai Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar). Keluarnya Supersemar dianggap sebagai tonggak lahirnya Orde Baru. Supersemar pada intinya berisi perintah kepada Letjen Soeharto untuk mengambil tindakan yang dianggap perlu untuk terjaminnya keamanan dan kestabilan jalannya pemerintahan. Selain itu untuk menjamin keselamatan presiden. Bagi bangsa Indonesia Supersemar memiliki arti penting berikut.1. Menjadi tonggak lahirnya Orde Baru.2. Dengan Supersemar, Letjen Soeharto mengambil beberapa tindakan untuk menjamin kestabilan jalannya pemerintahan dan revolusi Indonesia.3. Lahirnya Supersemar menjadi awal penataan kehidupan sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945. Kedudukan Supersemar secara hukum semakin kuat setelah dilegalkan melalui Ketetapan MPRS No. IX/ MPRS/1966 tanggal 21 Juni 1966. Sebagai pengemban dan pemegang Supersemar, Letnan Jenderal Soeharto mengambil beberapa langkah strategis berikut.1. Pada tanggal 12 Maret 1966 menyatakan PKI sebagai organisasi terlarang dan membubarkan PKI termasuk ormas-ormasnya.2. Pada tanggal 18 Maret 1966 menahan 15 orang menteri yang diduga terlibat dalam G 30 S/PKI.3. Membersihkan MPRS dan DPR serta lembaga-lembaga negara lainnya dari pengaruh PKI dan unsur-unsur komunis.