Upload
ucok-nasution
View
596
Download
9
Embed Size (px)
Citation preview
SEJARAH DAKWAH RASULULLAH SAW PERIODE MADINAH
SEJARAH DAKWAH RASULULLAH SAW PERIODE MADINAH
1. Arti Hijrah dan Tujuan Rasulullah SAW dan Umat Islam Berhijrah Setidaknya ada dua macam arti hijrah yang harus diketahui oleh umat Islam. Pertama
hijrah berarti meninggalkan semua perbuatan yang dilarang dan dimurkai Allah SWT untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang baik, yang disuruh Allah SWT dan diridai-Nya.
Arti kedua hijrah ialah berpindah dari suatu negeri kafir (non-Islam), karena di negeri itu umat Islam selalu mendapat tekanan, ancaman, dan kekerasan, sehingga tidak memiliki kebebasan dalam berdakwah dan beribadah. Kemudian umat Islam di negeri kafir itu, berpindah ke negeri Islam agar memperoleh keamanan dan kebebasan dalam berdakwah dan beribadah.
Arti kedua dari hijrah ini pernah dipraktikkan oleh Rasulullah SAW dan umat Islam, yakni berhijrah dari Mekah ke Yastrib pada tanggal 12 Rabiul Awal tahun pertama hijrah, bertepatan dengan tanggal 28 Juni 622 M.
Tujuan hijrahnya Rasulullah SAW dan umat Islam dari Mekah (negeri kafir) ke Yastrib (negeri Islam) adalah:
Menyelamatkan diri dan umat Islam dari tekanan, ancaman dan kekerasan kaum kafri Quraisy. Bahkan pada waktu Rasulullah SAW meninggalkan rumahnya di Mekah untuk berhijrah ke Yastrib (Madinah), rumah beliau sudah dikepung oleh kaum Quraisy dengan maksud untuk membunuhnya.
Agar memperoleh keamanan dan kebebasan dalam berdakwah serta beribadah, sehingga dapat meningkatkan usaha-usahanya dalam berjihad di jalan Allah SWT, untuk menegakkan dan meninggikan agama-Nya (Islam)
Artinya: “Dan orang-orang yang berhijrah karena Allah sesudah mereka dianiaya, pasti Kami akan memberikan tempat yang bagus kepada mereka di dunia. dan Sesungguhnya pahala di akhirat adalah lebih besar, kalau mereka mengetahui, (yaitu) orang-orang yang sabar dan hanya kepada Tuhan saja mereka bertawakkal.” (Q.S. An-Nahl, 16: 41-42)
2. Dakwah Rasulullah SAW Periode Madinah Dakwah Rasulullah SAW periode Madinah berlangsung selama sepuluh tahun, yakni
dari semenjak tanggal 12 Rabiul Awal tahun pertama hijriah sampai dengan wafatnya Rasulullah SAW, tanggal 13 Rabiul Awal tahun ke-11 hijriah.
Materi dakwah yang disampaikan Rasulullah SAW pada periode Madinah, selain ajaran Islam yang terkandung dalam 89 surat Makiyah dan Hadis periode Mekah, juga ajaran Islam yang terkandung dalm 25 surat Madaniyah dan hadis periode Madinah. Adapaun ajaran Islam periode Madinah, umumnya ajaran Islam tentang masalah sosial kemasyarakatan.
Mengenai objek dakwah Rasulullah SAW pada periode Madinah adalah orang-orang yang sudah masuk Islam dari kalangan kaum Muhajirin dan Ansar. Juga orang-orang yang belum masuk Islam seperti kaum Yahudi penduduk Madinah, para penduduk di luar kota Madinah yang termasuk bangsa Arab dan tidak termasuk bangsa Arab.
Rasulullah SAW diutus oleh Allah SWT bukan hanya untuk bangsa Arab, tetapi untuk seluruh umat manusia di dunia, Allah SWT berfirman:
Artinya: “Dan Tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.” (Q.S. Al-Anbiya’, 21: 107)
Dakwah Rasulullah SAW yang ditujukan kepada orang-orang yang sudah masuk Islam (umat Islam) bertujuan agar mereka mengetahui seluruh ajaran Islam baik yang diturunkan di Mekah ataupun yang diturunkan di Madinah, kemudian mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari, sehingga mereka betul-betul menjadi umat yang bertakwa. Selain itu,
Rasulullah SAW dibantu oleh para sahabatnya melakukan usaha-usaha nyata agar terwujud persaudaraan sesama umat Islam dan terbentuk masyarakat madani di Madinah.
Mengenai dakwah yang ditujukan kepada orang-orang yang belum masuk Islam bertujuan agar mereka bersedia menerima Islam sebagai agamanya, mempelajari ajaran-ajarannya dan mengamalkannya, sehingga mereka menjadi umat Islam yang senantiasa beriman dan beramal saleh, yang berbahagia di dunia serta sejahtera di akhirat.
Tujuan dakwah Rasulullah SAW yang luhur dan cara penyampaiannya yang terpuji, menyebabkan umat manusia yang belum masuk Islam banyak yang masuk Islam dengan kemauan dan kesadarn sendiri. namun tidak sedikit pula orang-orang kafir yang tidak bersedia masuk Islam, bahkan mereka berusaha menghalang-halangi orang lain masuk Islam dan juga berusaha melenyapkan agama Isla dan umatnya dari muka bumi. Mereka itu seperti kaum kafir Quraisy penduduk Mekah, kaum Yahudi Madinah, dan sekutu-sekutu mereka.
Setelah ada izin dari Allah SWT untuk berperang, sebagaimana firman-Nya dalam surah Al-Hajj, 22:39 dan Al-Baqarah, 2:190, maka kemudian Rasulullah SAW dan para sahabatnya menusun kekuatan untuk menghadapi peperangan dengan orang kafir yang tidak dapat dihindarkan lagi
Artinya: “Telah diizinkan (berperang) bagi orang-orang yang diperangi, karena Sesungguhnya mereka telah dianiaya. dan Sesungguhnya Allah, benar-benar Maha Kuasa menolong mereka itu” (Q.S. Al-Hajj, 22:39) Artinya: “Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu, (tetapi) janganlah kamu melampaui batas, karena Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.” (Q.S. Al-Baqarah, 2:190)
Peperangan-peperangan yang dilakukan oleh Rasulullah SAW dan para pengikutnya itu tidaklah bertujuan untuk melakukan penjajahan atau meraih harta rampasan pernag, tetapi bertujuan untuk:
Membela diri, kehormatan, dan harta. Menjamin kelancaran dakwah, dan memberi kesempatan kepada mereka yang
hendak menganutnya. Untuk memelihara umat Islam agar tidak dihancurkan oleh bala tentara Persia dan
Romawi.
Setelah Rasulullah SAW dan para pengikutnya mampu membangun suatu negar yang merdeka dan berdaulat, yang berpusat di Madinah, mereka berusaha menyiarkan dan memasyhurkan agama Islam, bukan saja terhadap para penduduk Jazirah Arabia, tetapi juga keluar Jazirah Arabia, maka bangsa Romawi dan Persia menjadi cemas dan khawatir kekuaan mereka akan tersaingi. Oleh karena itu, bangsa Romawi dan bangsa Persia bertekad untuk menumpas dan menghancurkan umat Islam dan agamanya. Untuk menghadapi tekad bangsa Romawi Persia tersebut, Rasulullah SAW dan para pengikutnya tidak tinggal diam sehingga terjadi peperangan antara umat Islam dan bangsa Romawi, yaitu :
Perang Mut’ah Peperangan Mu’tah terjadi sebelah utara lazirah Arab. Pasukan Islam mendapat
kesulitan menghadapi tentara Ghassan yang mendapat bantuan dari Romawi. Beberapa pahlawan gugur melawan pasukan berkekuatan ratusan ribu orang itu. Melihat kenyataanyang tidak berimbang ini, Khalid ibn Walid, yang sudah masuk Islam, mengambil alih komando dan memerintahkan pasukan untuk menarik diri dan kembali ke Madinah.
Selama dua tahun perjanjian Hudaibiyah berlangsung, dakwah Islam sudah menjangkau seluruh Jazirah Arab dan mendapat tanggapan yang positif. Hampir seluruh Jazirah Arab, termasuk suku-suku yang paling selatan, menggabungkan diri dalam Islam.
Hal ini membuat orang-orang Mekah merasa terpojok. Perjanjian Hudaibiyah ternyata menjadi senjata bagi umat Islam untuk memperkuat dirinya. Oleh karena itu, secara sepihak orang-orang kafir Quraisy membatalkan perjanjian tersebut.
Perang Tabuk Melihat kenyataan ini, Heraklius menyusun pasukan besar di utara Jazirah Arab,
Syria, yang merupakan daerah pendudukan Romawi. Dalam pasukan besar itu bergabung Bani Ghassan dan Bani Lachmides.
Untuk menghadapi pasukan Heraklius ini banyak pahlawan Islam yang menyediakan diri siap berperang bersama Nabi sehingga terhimpun pasukan Islam yang besar pula. Melihat besarnya pasukaDi sini beliau membuat beberapa perjanjian dengan penduduk setempat. Dengan demikian, daerah perbatasan itu dapat dirangkul ke dalam barisan Islam. Perang Tabuk merupakan perang terakhir yang diikuti Rasulullah SAW.
Peperangan lainnya yang dilakukan pada masa Rasulullah SAW seperti:Perang Badar Perang Badar yang merupakan perang antara kaum muslimin Madinah dan kaum
musyrikin Quraisy Mekah terjadi pada tahun 2 H. Perang ini merupakan puncak dari serangkaian pertikaian yang terjadi antara pihak kaum muslimin Madinah dan kaum musyrikin Quraisy. Perang ini berkobar setelah berbagai upaya perdamaian yang dilaksanakan Nabi Muhammad SAW gagal.
Tentara muslimin Madinah terdiri dari 313 orang dengan perlengkapan senjata sederhana yang terdiri dari pedang, tombak, dan panah. Berkat kepemimpinan Nabi Muhammad SAW dan semangat pasukan yang membaja, kaum muslimin keluar sebagai pemenang. Abu Jahal, panglima perang pihak pasukan Quraisy dan musuh utama Nabi Muhammad SAW sejak awal, tewas dalam perang itu. Sebanyak 70 tewas dari pihak Quraisy, dan 70 orang lainnya menjadi tawanan. Di pihak kaum muslimin, hanya 14 yang gugur sebagai syuhada. Kemenangan itu sungguh merupakan pertolongan Allah SWT (Q.S. 3: 123).
Artinya: “Sungguh Allah telah menolong kamu dalam peperangan Badar, Padahal kamu adalah (ketika itu) orang-orang yang lemah. karena itu bertakwalah kepada Allah, supaya kamu mensyukuri-Nya.”(Q.S. Ali-Imran: 123).
Orang-orang Yahudi Madinah tidak senang dengan kemenangan kaum muslimin. Mereka memang tidak pernah sepenuh hati menerima perjanjian yang dibuat antara mereka dan Nabi Muhammad SAW dalam Piagam Madinah.
Sementara itu, dalam menangani persoalan tawanan perang, Nabi Muhammad SAW memutuskan untuk membebaskan para tawanan dengan tebusan sesuai kemampuan masing-masing. Tawanan yang pandai membaca dan menulis dibebaskan bila bersedia mengajari orang-orang Islam yang masih buta aksara. Namun tawanan yang tidak memiliki kekayaan dan kepandaian apa-apa pun tetap dibebaskan juga.
Tidak lama setelah perang Badar, Nabi Muhammad SAW mengadakan perjanjian dengan suku Badui yang kuat. Mereka ingin menjalin hubungan dengan Nabi SAW karenan melihat kekuatan Nabi SAW. Tetapi ternyata suku-suku itu hanya memuja kekuatan semata.
Sesudah perang Badar, Nabi SAW juga menyerang Bani Qainuqa, suku Yahudi Madinah yang berkomplot dengan orang-orang Mekah. Nabi SAW lalu mengusir kaum Yahudi itu ke Suriah.
Perang Uhud Bagi kaum Quraisy Mekah, kekalahan mereka dalam perang Badar merupakan
pukulan berat. Mereka bersumpah akan membalas dendam. Pada tahun 3 H, mereka berangkat menuju Madinah membawa tidak kurang dari 3000 pasukan berkendaraan unta, 200 pasukan berkuda di bawah pimpinan Khalid ibn Walid, 700 orang di antara mereka memakai baju besi.
Nabi Muhammad menyongsong kedatangan mereka dengan pasukan sekitar 1000 (seribu) orang. Namun, baru saja melewati batas kota, Abdullah ibn Ubay, seorang munafik
dengan 300 orang Yahudi membelot dan kembali ke Madinah. Mereka melanggar perjanjian dan disiplin perang.
Meskipun demikian, dengan 700 pasukan yang tertinggal Nabi melanjutkan perjalanan. Beberapa kilometer dari kota Madinah, tepatnya di bukit Uhud, kedua pasukan bertemu. Perang dahsyat pun berkobar. Pertama-tama, prajurit-prajurit Islam dapat memukul mundur tentaramusuh yang lebih besar itu. Pasukan berkuda yang dipimpin oleh Khalid ibn Walid gagal menembus benteng pasukan pemanah Islam. Dengan disiplin yang tinggi dan strategi perang yang jitu, pasukan yang lebih kecil itu ternyata mampu mengalahkan pasukan yang lebihbesar.
Kemenangan yang sudah diambang pintu ini tiba-tiba gagal karena godaan harta peninggalan musuh. Prajurit Islam mulai memungut harta rampasan perang tanpa menghiraukan gerakan musuh, termasuk didalamnya anggota pasukan pemanah yang telah diperingatkan Nabi agar tidak meninggalkan posnya.
Kelengahan kaum muslimin ini dimanfaatkan dengan baik oleh musuh. Khalid bin Walid berhasil melumpuhkan pasukan pemanah Islam, dan pasukan Quraisy yang tadinya sudah kabur berbalik menyerang. Pasukan Islam menjadi porak poranda dan tak mampu menangkis serangan tersebut. Satu persatu pahlawan Islam gugur, bahkan Nabi sendiri terkena serangan musuh. Perang ini berakhir dengan70 orang pejuang Islam syahid di medan laga.
Pengkhianatan Abdullah ibn Ubay dan pasukan Yahudi diganjar dengan tindakan tegas. Bani Nadir, satu dari dua suku Yahudi di Madinah yang berkomplot dengan Abdullah ibn Ubay, diusir ke luar kota. Kebanyakan mereka mengungsi ke Khaibar. Sedangkan suku Yahudi lainnya, yaitu Bani Quraizah, Masih tetap di Madinah.
Perang Khandaq Perang yang terjadi pada tahun 5 H ini merupakan perang antara kaum muslimin
Madinah melawan masyarakat Yahudi Madinah yang mengungsi ke Khaibar yang bersekutu dengan masyarakat Mekah. Karena itu perang ini juga disebut sebagai Perang Ahzab (sekutu beberapa suku).
Pasukan gabungan ini terdiri dari 10.000 orang tentara. Salman al-Farisi, sahabat Rasulullah SAW, mengusulkan agar kaum muslimin membuat parit pertahanan di bagian-bagian kota yang terbuka. Karena itulah perang ini disebut sebagai Perang Khandaq yang berarti parit.
Tentara sekutu yang tertahan oleh parit tersebut mengepung Madinah dengan mendirikan perkemahan di luar parit hampir sebulan lamanya. Pengepungan ini cukup membuat masyarakat Madinah menderita karena hubungan mereka dengan dunia luar menjadi terputus. Suasana kritis itu diperparah pula oleh pengkhianatan orang-orang Yahudi Madinah, yaitu Bani Quraizah, dibawah pimpinan Ka'ab bin Asad.
Namun akhirnya pertolongan Allah SWT menyelamatkan kaum muslimin. Setelah sebulan mengadakan pengepungan, persediaan makanan pihak sekutu berkurang. Sementara itu pada malam hari angin dan badai turun dengan amat kencang, menghantam dan menerbangkan kemah-kemah dan seluruh perlengkapan tentara sekutu. Sehingga mereka terpaksa menghentikan pengepungan dan kembali ke negeri masing-masing tanpa suatu hasil.
Para pengkhianat Yahudi dari Bani Quraizah dijatuhi hukuman mati.Hal ini dinyatakan dalam Al-Qur'an surat Al-Ahzâb: 25-26.
Artinya: “Dan Allah menghalau orang-orang yang kafir itu yang Keadaan mereka penuh kejengkelan, (lagi) mereka tidak memperoleh Keuntungan apapun. dan Allah menghindarkan orang-orang mukmin dari peperangan. Dan adalah Allah Maha kuat lagi Maha Perkasa. Dan Dia menurunkan orang-orang ahli kitab (Bani Quraizhah) yang membantu golongan-golongan yang bersekutu dari benteng-benteng mereka, dan Dia memesukkan rasa takut ke dalam hati mereka. sebahagian mereka kamu bunuh dan sebahagian yang lain kamu tawan.” (Q.S. Al-Ahzâb: 25-26)
Perjanjian Hudaibiyah
Pada tahun 6 H, ketika ibadah haji sudah disyariatkan, hasrat kaum muslimin untuk mengunjungi Mekah sangat bergelora. Nabi SAW memimpin langsung sekitar 1.400 orang kaum muslimin berangkat umrah pada bulan suci Ramadhan, bulan yang dilarang adanya perang. Untuk itu mereka mengenakan pakaian ihram dan membawa senjata ala kadarnya untuk menjaga diri, bukan untuk berperang.
Sebelum tiba di Mekah, mereka berkemah di Hudaibiyah yang terletak beberapa kilometer dari Mekah. Orang-orang kafir Quraisy melarang kaum muslimin masuk ke Mekah dengan menempatkan sejumlah besar tentara untuk berjaga-jaga.
Akhirnya diadakanlah Perjanjian Hudaibiyah antara Madinah dan Mekah, yang isinya antara lain:
1. Selama sepuluh tahun diberlakukan gencatan senjata antara kaum Quraisy penduduk Mekah dan umat Islam penuduk Madinah
2. Orang Islam dari kaum Quraisy yang datang kepada umat Islam, tanpa seizin walinya hendaklah ditolak oleh umat Islam
3. Kaum Quraisy, tidak akan menolak orang-orang Islam yang kembali dan bergabung degan mereka
4. Tiap kabilah yang ingin masuk dalam persekutuan dengan kaum Quraisy, atau dengan kaum Muslimin dibolehkan dan tidak akan mendapat rintangan
5. Kaum Muslimin tidak jadi mengerjakan umrah saat itu, mereka harus kembali ke Madinah, dan boleh mengerjakan umrah di tahun berikutnya, dengan persyaratan:
Kaum Muslimin memasuki kota Mekah setelah penduduknya untuk sementara keluar dari kota Mekah
Kaum Muslimin memasuki kota Mekah, tidak boleh membawa senjata Kaum Muslimin tidak boleh berada di dalm kota Mekah lebih dari tiga hari-tiga
malam.
Tujuan Nabi SAW membuat perjanjian tersebut sebenarnya adalah berusaha merebut dan menguasai Mekah, untuk kemudian dari sana menyiarkan Islam ke daerah-daerah lain.
Ada 2 faktor utama yang mendorong kebijaksanaan ini :
1. Mekah adalah pusat keagamaan bangsa Arab, sehingga dengan melalui konsolidasi bangsa Arab dalam Islam, diharapkan Islam dapat tersebar ke luar.
2. Apabila suku Quraisy dapat diislamkan, maka Islam akan memperoleh dukungan yang besar, karena orang-orang Quraisy mempunyai kekuasaan dan pengaruh yang besar di kalangan bangsa Arab.
Kaum kafir Quraisy mengetahui, bahwa perjanjian Hudaibiyah itu sangat menguntungkan kaum Muslimin. Umat Islam semakin kuat, karena hampir seluruh semenanjung Arab, termasuk suku-suku bagsa Arab yang paling selatan telah menggabungkan diri kepada Islam. Sejumlah orang dari Bani Khuza’ah yang berada di bawah perlindungan Islam. Sejumlah orang dari Bani Khuza’ah mereka bunuh dan selebihnya mereka cerai-beraikan. Bani Khuza’ah segera mengadu kepada Rasulullah SAW dan mohon keadilan.
Mendapat pengaduan seperti itu kemudian Rasulullah SAW dengan 10.000 bala tentaranya berangkat menuju kota Mekah untuk membebaskan kota Mekah dari para penguasa kafir yang zalim, yang telah melakukan pembunuhan secara kejam terhadap umat Islam dari Bani Khuza’ah.
Rasulullah SAW sebenarnya tidak menginginkan terjadinya peperanagn, yang sudah tentu akan menelan banyak korban jiwa. Untuk itu, Rasulullah SAW dan bala tentaranya berkemah di pinggiran kota Mekah dengan maksud agar kaum kafir Quraisy melihat sendiri, kekuatan besar dari bala entara kaum Muslimin.
Taktik Rasulullah SAW seperi itu ternyata berhasil, sehingga dua orang pemimpin Quraisy yaitu Abbas (paman Rasulullah SAW) dan Abu Sufyan (seorang bangsawan Quraisy yang lahir tahun 567 M dan wafat tahun 652 M) datang menemui Rasulullah SAW dan menyatakan diri masuk Islam.
Dengan masuk Islamnya kedua orang pemimpin kaum kafir Quraisy itu, dan bala tentaranya dapat memasuki kota Mekah dengan aman dan memebebaskan kota itu dari para penguasa kaum kafir Quraisy yang zalim. Pembebasan kota Mekah ini terjadi pada tahun 8 H secara damai tanpa adanya pertumpahan darah.
Bahkan setelah itu kaum Quraisy berbondong-bondong menyatakan diri masuk Islam, menerima ajakan Rasulullah dengan kerelaan hati. Kemudian bersama-sama bala tentara Islam mereka membersihkan Ka’bah dari berhala-berhala dan menghancurkan berhala-berhala itu.
Kaum Muslimin masih menghadapai kaum musyrikin, yang semula bersekutu dengan kaum kafir Quraisy yang telah masuk Islam itu, yaitu: Bani Saqif, Bani Hawazin, Bani Nasr, dan Bani Jusyam. Kaum musyrikin tersebut bersatu di bawah pimpinan Malik bin Auf (Bani Nasr) berangkat menuju Mekah untuk menyerang kaum Muslimin, yang telah menghancurkan behala-berhla yang mereka sembah.
Perang Hunain Mendengar berita bahwa kaum musyrikin itu akan menyerang umat Islam, Nabi
mengerahkan kira-kira 12.000 tentara menuju Hunain untuk menghadapi mereka. Pasukan ini dipimpin langsung oleh beliau sehingga umat Islam memenangkan pertempuran dalam waktu yang tidak terlalu lama. Dengan ditaklukkannya Bani Tsaqif dan Bani Hawazin, seluruh Jazirah Arab berada di bawah kepemimpinan Nabi. Rasulullah dan umat Islam memperoleh kemenangan yang gilang-gemilang.
Artinya: “Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan. Dan kamu Lihat manusia masuk agama Allah dengan berbondong-bondong. Maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan mohonlah ampun kepada-Nya. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penerima taubat.” (Q.S. An-Nasr, 110: 1-3)
3. Dakwah Islamiah Keluar Jazirah Arabiah Rasulullah SAW menyeru umat manusia di luar Jazirah Arab agar memeluk agama
Islam, dengan jalan mengirim utusan untuk menyampaikan surat dakwah Rasulullah SAW kepada para penguasa atau para pembesar mereka.
Para penguasa atau para pembesar negar yang dikirimi surat dakwah Rasulullah SAW itu seperti:
a. Heraclius, Kaisar Romawi Timur Yang menerima surat dakwah Rasulullah, melalui utusannya Dihijah bin Khalifah.
Heraclius tidak menerima seruan dakwah Rasulullah itu, karena tidak mendapat persetujuan dari para pembesar negara dan para pendeta. Namun surat dakwah itu dibalasnya dengan tutur kata sopan, di samping mengirimkan hadiah untuk Rasulullah SAW.
b. Muqauqis, Gubernur Romawi di Mesir Rasulullah SAW mengirim surat dakwah kepada Muqauqis melalui utusannya yang
bernama Hatib. Setelah surat itu dibaca Muqauqis belum bisa menerima seruan untuk masuk Islam, namun dia menyampaikan surat balasan kepada Rasulullah SAW dan mengirim hadiah-hadiah berupa seorang budak wanita, kuda, keledai, dan pakaian-pakaian.
c. Syahinsyah, Kaisar Persia Syahinsyah adalah penguasa yang lalim dan sombong. Karena kesombongannya surat
dakwah Rasulullah SAW itu dirobek-robeknya. Mengetahui surat dakwah itu dirobek-robek, Rasulullah SAW menjelaskan bahwa Syahinsyah yang sombong itu akan dibunuh oleh anaknya sendiri pada malam Selasa tanggal 10 Jumadil Awal tahun ke-7 hijriah. Apa yang diucapkan Rasulullah SAW ternyata sesuai dengan kenyataan. Syahinsyah dibunuh oleh anaknya sendiri Asy-Syirwaih karena kelalimannya.
Kemudian surat dakwah Rasulullah SAW dikirimkan pula kepada An-Najasyi (Raja Ethiophi), Al-Munzir bin Sawi (Raja Bahrain), Hudzah bin Ali (Raja Yamamah), dan Al-Haris
(Gubernur Romawi di Syam). Di antara. Penguasa-penguasa tersebut yang menerima seruan dakwah Rasulullah SAW, hanyalah Al-Munzir bin Sawi penguasa Bahrain yang menyatakan masuk Islam dan mengajak para pembesar negara dan rakyatnya agar masuk Islam.
A. STRATEGI DAKWAH RASULULLAH SAW PERIODE MADINAHPokok-pokok pikiran yang dijadikan strategi dakwah Rasulullah SAW periode Madinah
adalah: 1. Berdakwah dimulai dari diri sendiri, maksudnya sebelum mengajak orang lain meyakini
kebenaran Islam dan mengamalkan ajarannya, maka terlebih dahulu orang yang berdakwah itu harus meyakini kebenaran Islam dan mengamalkan ajarannya.2. Cara (metode) melaksanakan dakwah sesuai dengan petunjuk Allah SWT dalam Surah An-Nahl, 16: 12
Artinya: “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.” (Q.S. An-Nahl, 16: 125)
3. Berdakwah itu hukumnya wajib bagi Rasulullah SAW dan umatnya sesuai dengan petunjuk Allah SWT dalam Surah Ali Imran, 3: 104
Artinya: “Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung.” (Q.S. Ali Imran, 3: 104)
4. Berdakwah dilandasi dengan niat ikhlas karena Allah SWT semata, bukan dengan untuk memperoleh popularitas dan keuntungan yang bersifat materi.
Umat Islam dalam melaksanakan tugas dakwahnya, selain harus menerapkan pokok-pokok pikiran yang dijadikan sebagai strategi dakwah Rasulullah SAW, juga hendaknya meneladani strategi Rasulullah SAW dalam membentuk masyarakat Islam tau masyarakat madani di Madinah.
Masyarakat Islam atau masyarakat madani adalah masyarakat yang menerapkan ajaran Islam pada seluruh aspek kehidupan, sehingga terwujud kehidupan bermasyarakat yang baldatun tayyibatun wa rabbun gafur, yakni masyarakat yang baik, aman, tenteram, damai, adil, dan makmur di bawah naungan rida Allah SWT dan ampunan-Nya.
Usaha-usaha Rasulullah SAW dalam mewujudkan masyarakat Islam seperti tersebut adalah:
a. Membangun MasjidMasjid yang pertama kali dibangun oleh Rasulullah SAW di Madinah ialah Masjid Quba,
yang berjarak ± 5 km, sebelah barata daya Madinah. Masjid Quba dibangun pada tanggal 12 Rabiul Awal tahun pertama hijrah (20 September 622 M).
Setelah Rasulullah SAW menetap di Madinah, pada setiap hari Sabtu, beliau mengunjungi Masjid Quba untuk salat berjamaah dan menyampaikan dakwah Islam.
Masjid kedua yang dibangun oleh Rasulullah SAW dan para sahabatnya adalah Masjid Nabawi di Madinah. Masjid ini dibangun secara gotong-royong oleh kaum Muhajirin dan Ansar, yang peletakan batu pertamanya dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW dan peletakan batu kedua, ketiga, keempat dan kelima dilaksanakan oleh para sahabat terkemuka yakni: Abu Bakar r.a., Umar bin Khatab r.a., Utsman bin Affan r.a. dan Ali bin Abu Thalib k.w.
Mengenai fungsi atau peranan masjid pada masa Rasulullah SAW adalah sebagai berikut:
1. Masjid sebagai sarana pembinaan umat Islam di bidang akidah, ibadah, dan akhlak2. Masjid merupakan saran ibadah, khususnya salat lima waktu, salat Jumat, salat
Tarawih, salat Idul Fitri, dan Idul Adha.
3. Masjid merupakan tempat belajar dan mengajar tentang agama Islam yang bersumber kepada Al-Qur;an dan Hadis
4. Masjid sebagai tempat pertemuan untuk menjalin hubungan persaudaraan sesama Muslim (ukhuwah Islamiah) demi terwujudnya persatuan
5. Menjadikan masjid sebagai sarana kegiatan sosial. Misalnya sebagai tempat penampungan zakat, infak, dan sedekah dan menyalurkannya kepada yang berhak menerimanya, terutama para fakir miskin dan anak-anak yatim terlantar.
6. Menjadikan halaman masjid dengan memasang tenda, sebagai tmpat pengobatan para penderita sakit, terutama para pejuang Islam yang menderita luka akibat perang melawan orang-orang kafir. Sejarah mencata adanya seorang perawat wanita terkenal pada masa Rasulullah SAW yang bernama “Rafidah” Rasulullah SAW menjadikan masjid sebagai tempat bermusyawarah dengan para sahabatnya. Masalah-masalah yang dimusyawarahkan antara lain: usaha-usaha untuk memajukan Islam, dan strategi peperangan melawan musuh-musuh Islam agar memperoleh kemenangan.
b. Mempersaudarakan Kaum Muhajirin dan AnsarMuhajirin adalah para sahabat Rasulullah SAW penduduk Mekah yang berhijrah ke
Madinah. Ansar adalah para sahabat Rasulullah SAW penduduk asli Madinah yang memberikan pertolongan kepada kaum Muhajirin.
Rasulullah SAW bermusyawarah dengan Abu Bakar r.a. dan Umar bin Khatab tentang mempersaudarakan antara Muhajirin dan Ansar, sehingga terwujud persatuan yang tangguh. Hasil musyawarah memutuskan agar setiap orang Muhajrin mencari dan mengangkat seorang dari kalangan Ansar menjadi saudaranya senasab (seketurunan), dengan niat ikhlas karena Allah SWT. Demikian juga sebaliknya orang Ansar.
Rasulullah SAW memberi contoh dengan mengajak Ali bin Abu Thalib sebagai saudaranya. Apa yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW dicontoh oleh seluruh sahabat misalnya:
Hamzah bin Abdul Muthalib, paman Rasulullah SAW, pahlawan Islam yang pemberani bersaudara dengan Zaid bin Haritsah, mantan hamba sahaya, yang kemudian dijadikan anak angkat Rasulullah SAW
Abu Bakar ash-Shiddiq, bersaudara dengan Kharizah bin Zaid Umar bin Khattab bersaudara denga Itban bin Malik al-Khazraji (Ansar) Abdurrahman bin Auf bersaudara dengan Sa’ad bin Rabi (Ansar)
Demikianlah seterusnya setiap orang Muhajirin dan orang Ansar, termasuk Muhajirin setelah hijrahnya Rasulullah SAW, dipersaudarakan secara sepasang- sepasang, layaknya seperti saudara senasab.
Persaudaraan secara sepasang–sepasang seperti tersebut, ternyata membuahkan hasil sesama Muhajirin dan Ansar terjalin hubungan persaudaraan yang lebih baik. Mereka saling mencintai, saling menyayangi, hormay-menghormati, dan tolong-menolong dalam kebaikan dan ketakwaan.
Kaum Ansar dengan ikhlas memberikan pertolongan kepada kaum Muhajirin berupa tempat tinggal, sandang-pangan, dan lain-lain yang diperlukan. Namun kaum Muhajirin tidak diam berpangku tangan, mereka berusaha sekuat tenaga untuk mencari nafkah agar dapat hidup mandiri. Misalnya, Abdurrahman bin Auf menjadi pedagang, Abu Bakar, Umar bin Khattab dan Ali bin Abu Thalib menjadi petani kurma.
Kaum Muhajirin yang belum mempunyai tempat tinggal dan mata pencaharian oleh Rasulullah SAW ditempatkan di bagian Masjid Nabawi yang beratap yang disebut Suffa dan mereka dinamakan Ahlus Suffa (penghuni Suffa). Kebutuhan-kebutuhan mereka dicukupi oleh kaum Muhajirin dan kaum Ansar secara bergotong-royong. Kegiatan Ahlus Suffa itu anatara lain mempelajari dan menghafal Al-Qur’an dan Hadis, kemudian diajarkannya
kepada yang lain. Sedangkan apabila terjadi perang anatara kaum Muslimin dengan kaum kafir, mereka ikut berperang.
c. Perjanjian Bantu-Membantu antara Umat Islam dan Umat Non-IslamPada waktu Rasulullah SAW menetap di Madinah, penduduknya terdiri dari tiga
golongan, yaitu umat Islam, umat Yahudi (Bani Qainuqa, Bani Nazir dan Bani Quraizah) dan orang-orang Arab yang belum masuk Islam.
Piagam ini mengandungi 32 fasal yang menyentuh segenap aspek kehidupan termasuk akidah, akhlak, kebajikan, undang-undang, kemasyarakatan, ekonomi dan lain-lain. Di dalamnya juga terkandung aspek khusus yang mesti dipatuhi oleh kaum Muslimin seperti tidak mensyirikkan Allah, tolong-menolong sesama mukmin, bertaqwa dan lain-lain. Selain itu, bagi kaum bukan Islam, mereka mestilah berkelakuan baik bagi melayakkan mereka dilindungi oleh kerajaan Islam Madinah serta membayar cukai.
Piagam ini mestilah dipatuhi oleh semua penduduk Madinah sama ada Islam atau bukan Islam. Strategi ini telah menjadikan Madinah sebagai model Negara Islam yang adil, membangun serta digeruni oleh musuh-musuh Islam.
Rasulullah SAW membuat perjanjian dengan penduduk Madinah non-Islam dan tertuang dalam Piagam Madinah. Piagam Madinah itu antara lain:
1) Setiap golongan dari ketiga golongan penduduk Madinah memiliki hak pribadi, keagamaan dan politik. Sehubungan dengan itu setiap golongan penduduk Madinah berhak menjatuhkan hukuman kepada orang yang membuat kerusakan dan memberi keamanan kepada orang yang mematuhi peraturan
2) Setiap individu penduduk Madinah mendapat jaminan kebebasan beragama3) Veluruh penduduk kota Madinah yang terdiri dari kaum Muslimin, kaum Yahudi dan orang-
orang Arab yang belum masuk Islam sesama mereka hendaknya saling membantu dalam bidang moril dan materiil. Apabila Madinah diserang musuh, maka seluruh penduduk Madinah harus bantu-membantu dalam mempertahankan kota Madinah
4) Rasulullah SAW adalah pemimpin seluruh penduduk Madinah. Segala perkara dan perselisihan besar yang terjadi di Madinah harus diajukan kepada Rasulullah SAW untuk diadili sebagaimana mestinya
d. Meletakkan Dasar-dasar Politik, Ekonomi, dan Sosial yang Islami demi Terwujudnya Masyarakat Madani
Islam tidak hanya mengajarkan bidang akidah dan ibadah, tetapi mengajarkan juga bidang politik, ekonomi, dan sosial, yang kesemuanya berumber pada Al-Qur’an dan Hadis.
Pada masa Rasulullah, penduduk Madinah mayoritas sudah beragam Islam, sehingga masyarakat Islam sudah terbentuk, maka adanya pemerintahan Islam merupakan keharusan. Rasulullah SAW selain sebagai seorang nabi dan rasul, juga tampil sebagai seorang kepala negara (khalifah).
Sebagai kepala negara, Rasulullah SAW telah meletakkan dasar bagi setiap sistem politik Islam, yakni musyawarah. Melalui musyawarah, umat Islam dapat mengangkat wakil-wakil rakyat dan kepala pemerintahan, serta membuat peraturan-peraturan yang harus ditaati oleh seluruh rakyatnya. Dengan syarat, peraturan-peraturan itu tidak menyimpang dari tuntutan Al-Qur’an dan Hadis.Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. kemudian jika kamu berlainan Pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (Q.S. An-Nisa, : 59).Dalam bidang ekonomi Rasulullah SAW telah meletakkan dasar bahwa sistem ekonomi Islam itu harus dapat menjamin terwujudnya keadilan sosial.Dalam bidang sosial kemasyarakatan, Rasulullah SAW telah meletakkan dasar antara lain adanya persamaan derajat di anatar semua individu, semua golongan, dan semua bangsa. Sesuatau yang memebdakan derajat manusia ialah amal salehnya atau hidupnya yang bermanfaat. firman Allah SWT: Artinya: “Hai manusia, Sesungguhnya
Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha
mengetahui lagi Maha Mengenal. “(Q.S. Al-Hujurat, 49: 13) B. HAJI WADA’ DAN WAFATNYA RASULULLAH SAW
Dalam kesempatan menunaikan ibadah haji yang terakhir, haji wada’, tahun 10 H (631 M), Nabi saw menyampaikan khotbahnya yang sangat bersejarah. Isi khotbah itu antara lain: larangan menumpahkan darah kecuali dengan haq dan larangan mengambil harta orang lain dengan batil, karena nyawa dan harta benda adalah suci; larangan riba dan larangan menganiaya; perintah untuk memperlakukan para istri dengan baik dan lemah lembut dan perintah menjauhi dosa; semua pertengkaran antara mereka di zaman Jahiliyah harus saling dimaafkan; balas dendam dengan tebusan darah sebagaimana berlaku di zaman Jahiliyah tidak lagi dibenarkan; persaudaraan dan persamaan di antara manusia harus ditegakkan; hamba sahaya harus diperlakukan dengan baik, mereka makan seperti apa yang dimakan tuannya dan memakai seperti apa yang dipakai tuannya; dan yang terpenting adalah bahwa umat Islam harus selalu berpegang kepada dua sumber yang tak pernah usang, Al-Qur’an dan sunnah Nabi.
Isi khotbah ini merupakan prinsip-prinsip yang mendasari gerakan Islam. Selanjutnya, prinsip-prinsip itu bila disimpulkan adalah kemanusiaan, persamaan, keadilan sosial, keadilan ekonomi ,kebajikan dan solidaritas.
Wafatnya Rasulullah saw.Setelah itu, Nabi saw segera kembali ke Madinah. Beliau mengatur organisasi
masyarakat kabilah yang telah memeluk agama Islam. Petugas keagamaan dan para dai dikirim ke berbagai daerah dan kabilah untuk mengajarkan ajaran-ajaran Islam, mengatur peradilan, dan memungut zakat.
Dua bulan setelah itu, Nabi saw menderita sakit demam. Tenaganya dengan cepat berkurang. Pada hari senin, tanggal 12 Rabi’ul Awal 11 H / 8 Juni 632 M, Rasulullah SAW wafat di rumah istrinya Aisyah ra.
Dari perjalanan sejarah Nabi ini, dapat disimpulkan bahwa Nabi Muhammad SAW, di samping sebagai pemimpin agama, juga seorang negarawan, pemimpin politik dan administrasi yang cakap. Hanya dalam waktu sebelas tahun menjadi pemimpin politik, beliau berhasil menundukkan seluruh jazirah Arab ke dalam kekuasaannya.
dakwah Nabi Muhammad SAW periode MadinahPosted on March 28, 2013 by odevitaselly
dakwah Nabi Muhammad SAW periode Madinah
BAB I
PENDAHULUAN
1. A. Latar Belakang
Kondisi bangsa Arab sebelum kedatangan Islam, terutama di sekitar Mekah masih diwarnai dengan penyembahan berhala sebagai Tuhan, yang dikenal dengan istilah paganisme. Selain menyembah berhala, di kalangan bangsa Arab ada pula yang menyembah agama Masehi
(Nasrani), agama ini dipeluk oleh penduduk Yaman, Najran, dan Syam. Di samping itu agama Yahudi yang dipeluk oleh penduduk Yahudi imigran di Yaman dan Madinah, serta agama Majusi (Mazdaisme), yaitu agama orang-orang Persia.[1]
Demikianlah keadaan bangsa Arab menjelang kelahiran Nabi Muhammad SAW. yang membawa Islam di tengah-tengah bangsa Arab. Masa itu biasa disebut dengan zaman Jahiliah, masa kegelapan dan kebodohan dalam hal agama, bukan dalam hal lain seperti ekonomi dan sastra karena dalam dua hal yang terakhir ini bangsa Arab mengalami perkembangan yang sangat pesat. Di lingkungan inilah Nabi Muhammad SAW. dilahirkan, disinilah beliau memulai untuk menegakkan tonggak ajaran agama Islam, di tengah-tengah lingkungan yang sudah bobrok dan penuh kemaksiatan. Meskipun diwarnai dengan berbagai rintangan yang terus mendera. Namun, beliau tetap teguh dalam menyebarkan agama baru, yakni agama Islam kepada masyarakat Arab ketika itu.
Fase kenabian Nabi Muhammad SAW. dimulai ketika beliau bertahanus atau menyepi di gua hira, sebagai imbas dari keprihatinan beliau melihat keadaan bangsa Arab yang menyembah berhala. Di tempat inilah beliau menerima wahyu yang pertama kali, yaitu Al-‘Alaq ayat 1-5, maka Nabi Muhammad SAW. telah di angkat menjadi Nabi, utusan Allah. Pada saat itu, Nabi Muhammad SAW. belum diperintahkan untuk menyeru kepada umatnya, namun setelah turun wahyu yang kedua, yaitu surah Al-Muddatstsir ayat 1-7, Nabi Muhammad SAW. di angkat menjadi Rasul yang harus berdakwah. Dalam hal ini dakwah Nabi Muhammad SAW. dibagi menjadi dua periode, yaitu:
1. Periode Mekah, ciri pokok dari periode ini, adalah pembinaan dan pendidikan tauhid (dalam arti luas),
2. Periode Madinah, ciri pokok dari periode ini adalah pendidikan sosial dan politik (dalam arti luas).
1. B. Rumusan Masalah 1. Apa pengertian dari hijrah serta apa yang menjadi tujuan Rasulullah SAW beserta umat
Islam berhijrah?2. Bagaimana dakwah Rasulullah SAW pada periode Madinah?3. Bagaimana strategi dakwah yang dilakukan oleh Rasulullah SAW pada periode Madinah?
BAB II
PEMBAHASAN
1. A. Pengertian Hijrah dan Tujuan Rasulullah SAW Beserta Umat Islam Berhijrah
Setidaknya ada dua macam arti hijrah yang harus diketahui oleh umat Islam. Pertama hijrah berarti meninggalkan semua perbuatan yang dilarang dan dimurkai Allah SWT. untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang baik, yang diperintahkan Allah SWT dan diridhai-Nya. Arti kedua hijrah ialah berpindah dari suatu negeri kafir (non-Islam), karena di negeri itu umat Islam selalu mendapat tekanan, ancaman, dan kekerasan, sehingga tidak memiliki kebebasan dalam berdakwah dan beribadah. Kemudian umat Islam di negeri kafir itu berpindah ke negeri Islam agar memperoleh keamanan dan kebebasan dalam berdakwah dan beribadah.[2]
Arti kedua dari hijrah ini pernah dipraktikkan oleh Rasulullah SAW dan umat Islam, yakni berhijrah dari Mekah ke Yastrib pada tanggal 12 Rabiul Awal tahun pertama hijrah, bertepatan dengan tanggal 28 Juni 622 M.
Tujuan hijrahnya Rasulullah SAW dan umat Islam dari Mekah ke Yastrib adalah:
Menyelamatkan diri dan umat Islam dari tekanan, ancaman dan kekerasan kaum kafir Quraisy. Bahkan pada waktu Rasulullah SAW meninggalkan rumahnya di Mekah untuk berhijrah ke Yastrib (Madinah), rumah beliau sudah dikepung oleh kaum Quraisy dengan maksud untuk membunuhnya.
Agar memperoleh keamanan dan kebebasan dalam berdakwah serta beribadah, sehingga dapat meningkatkan usaha-usahanya dalam berjihad di jalan Allah SWT, untuk menegakkan dan meninggikan agama-Nya (Islam).
tûïÏ%©!$#ur (#rãy_$yd Îû «!$# .`ÏB Ï÷èt/ $tB (#qçHÍ>àß öNßg¨ZsÈhqt7ãYs9 Îû $u÷R9$# ZpuZ|� � � � � � � �¡ym ( ãô_V{ur ÍotÅzFy$# çt9ø.r& 4 öqs9 (#qçR%x. tbqßJn=ôèt ÇÍÊÈ� � � � tûïÏ%©!$# (#rçy9|¹ 4n?� �
tãur óOÎgÎn/u tbqè=2uqtGt ÇÍËÈ� � �
Artinya: “Dan orang-orang yang berhijrah Karena Allah sesudah mereka dianiaya, pasti kami akan memberikan tempat yang bagus kepada mereka di dunia. dan Sesungguhnya pahala di akhirat adalah lebih besar, kalau mereka mengetahui, (yaitu) orang-orang yang sabar dan Hanya kepada Tuhan saja mereka bertawakkal.”
Rencana hijrah Rasulullah diawali karena adanya perjanjian antara Nabi Muhammad SAW. dengan orang-orang Yatsrib yaitu suku Aus dan Khazraj saat di Mekkah yang terdengar sampai ke kaum Quraisy hingga Kaum Quraisy pun merencanakan untuk membunuh Nabi Muhammad SAW. Pembunuhan itu direncanakan melibatkan semua suku. Setiap suku diwakili oleh seorang pemudanya yang terkuat. Rencana pembunuhan itu terdengar oleh Nabi SAW., sehingga Ia merencanakan hijrah bersama sahabatnya, Abu Bakar. Abu Bakar diminta mempersiapkan segala hal yang diperlukan dalam perjalanan, termasuk 2 ekor unta. Sementara Ali bin Abi Thalib diminta untuk menggantikan Nabi SAW. menempati tempat tidurnya agar kaum Quraisy mengira bahwa Nabi SAW masih tidur.
Pada malam hari yang direncanakan, di tengah malam buta Nabi SAW. keluar dari rumahnya tanpa diketahui oleh para pengepung dari kalangan kaum Quraisy. Nabi SAW. menemui Abu Bakar yang telah siap menunggu. Mereka berdua keluar dari Mekah menuju sebuah Gua Tsur, kira-kira 3 mil sebelah selatan Kota Mekah. Mereka bersembunyi di gua itu selama 3 hari 3 malam menunggu keadaan aman.
Pada malam ke-4, setelah usaha orang Quraisy mulai menurun karena mengira Nabi SAW sudah sampai di Yatsrib, keluarlah Nabi SAW dan Abu Bakar dari persembunyiannya. Pada waktu itu Abdullah bin Uraiqit yang diperintahkan oleh Abu Bakar pun tiba dengan membawa 2 ekor unta yang memang telah dipersiapkan sebelumnya. Berangkatlah Nabi SAW. bersama Abu Bakar menuju Yatsrib menyusuri pantai Laut Merah, suatu jalan yang tidak pernah ditempuh orang.
Setelah 7 hari perjalanan, Nabi SAW dan Abu Bakar tiba di Quba, sebuah desa yang jaraknya 5 km dari Yatsrib. Di desa ini mereka beristirahat selama beberapa hari. Mereka menginap di rumah Kalsum bin Hindun. Di halaman rumah ini Nabi SAW membangun sebuah masjid yang kemudian terkenal sebagai Masjid Quba. Inilah masjid pertama yang dibangun Nabi SAW sebagai pusat peribadatan.
Tak lama kemudian, Ali menggabungkan diri dengan Nabi SAW. Sementara itu penduduk Yatsrib menunggu-nunggu kedatangannya. Menurut perhitungan mereka, berdasarkan perhitungan yang lazim ditempuh orang, seharusnya Nabi SAW sudah tiba di Yatsrib. Oleh sebab itu mereka pergi ke tempat-tempat yang tinggi, memandang ke arah Quba, menantikan dan menyongsong kedatangan Nabi SAW dan rombongan.
Akhirnya waktu yang ditunggu-tunggu pun tiba. Dengan perasaan bahagia, mereka mengelu-elukan kedatangan Nabi SAW. Mereka berbaris di sepanjang jalan dan menyanyikan lagu Thala’ al-Badru, yang isinya:
“Telah tiba bulan purnama, dari Saniyyah al-Wadâ’i (celah-celah bukit). Kami wajib bersyukur, selama ada orang yang menyeru kepada Ilahi, Wahai orang yang diutus kepada kami, engkau telah membawa sesuatu yang harus kami taati. Setiap orang ingin agar Nabi SAW. singgah dan menginap di rumahnya.”
Tetapi Nabi SAW hanya berkata,
“Aku akan menginap dimana untaku berhenti. Biarkanlah dia berjalan sekehendak hatinya.”
Ternyata unta itu berhenti di tanah milik dua anak yatim, yaitu Sahal dan Suhail, di depan rumah milik Abu Ayyub al-Anshari. Dengan demikian Nabi SAW memilih rumah Abu Ayyub sebagai tempat menginap sementara. Tujuh bulan lamanya Nabi SAW tinggal di rumah Abu Ayyub, sementara kaum Muslimin bergotong-royong membangun rumah untuknya.
Sejak saat itu nama kota Yatsrib diubah menjadi Madinatun Nabi (kota nabi). Orang sering pula menyebutnya Madinatul al-Munawwarah (kota yang bercahaya), karena dari sanalah sinar Islam memancar ke seluruh dunia.[3]
1. B. Dakwah Rasulullah SAW. Periode Madinah
Setelah tiba dan diterima penduduk Yatsrib (Madinah), Nabi resmi menjadi pemimpin penduduk kota itu. Babak baru dalam sejarah Islam pun dimulai. Berbeda dengan periode Makkah, pada periode Madinah, Islam, merupakan kekuatan politik. Ajaran Islam yang berkenaan dengan kehidupan masyarakat banyak turun di Madinah. Nabi Muhammad mempunyai kedudukan, bukan saja sebagai kepala agama, tetapi juga sebagai kepala Negara. Dengan kata lain, dalam diri Nabi terkumpul dua kekuasaan, kekuasaan spiritual dan kekuasaan duniawi. Kedudukannya sebagai Rasul secara otomatis merupakan kepala Negara.
Dakwah Rasulullah SAW periode Madinah berlangsung selama sepuluh tahun, yakni dari semenjak tanggal 12 Rabiul Awal tahun pertama hijriah sampai dengan wafatnya Rasulullah SAW, tanggal 12 Rabiul Awal tahun ke-11 hijriah.
Materi dakwah yang disampaikan Rasulullah SAW pada periode Madinah, selain ajaran Islam yang terkandung dalam 89 surat Makiyah dan Hadis periode Mekah, juga ajaran Islam yang terkandung dalm 25 surat Madaniyah dan hadis periode Madinah. Adapun ajaran Islam periode Madinah, umumnya ajaran Islam tentang masalah sosial kemasyarakatan.
Mengenai objek dakwah Rasulullah SAW pada periode Madinah adalah orang-orang yang sudah masuk Islam dari kalangan kaum Muhajirin dan Anshar. Juga orang-orang yang belum masuk Islam seperti kaum Yahudi penduduk Madinah, para penduduk di luar kota Madinah yang termasuk bangsa Arab dan tidak termasuk bangsa Arab.
Rasulullah SAW diutus oleh Allah SWT bukan hanya untuk bangsa Arab, tetapi untuk seluruh umat manusia di dunia, Allah SWT berfirman:
$!tBur »oYù=yör& wÎ) ZptHôqy úüÏJn=»yèù=Ïj9 ÇÊÉÐÈ�� � � � � �
Artinya: “Dan tiadalah kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.” (QS. Al-Anbiyaa’, 21:107)
Dakwah Rasulullah SAW yang ditujukan kepada orang-orang yang sudah masuk Islam (umat Islam) bertujuan agar mereka mengetahui seluruh ajaran Islam baik yang diturunkan di Mekah ataupun yang diturunkan di Madinah, kemudian mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari, sehingga mereka betul-betul menjadi umat yang bertakwa. Selain itu, Rasulullah SAW dibantu oleh para sahabatnya melakukan usaha-usaha nyata agar terwujud persaudaraan sesama umat Islam dan terbentuk masyarakat madani di Madinah.
Mengenai dakwah yang ditujukan kepada orang-orang yang belum masuk Islam bertujuan agar mereka bersedia menerima Islam sebagai agamanya, mempelajari ajaran-ajarannya dan mengamalkannya, sehingga mereka menjadi umat Islam yang senantiasa beriman dan beramal saleh, yang berbahagia di dunia serta sejahtera di akhirat.
Tujuan dakwah Rasulullah SAW yang luhur dan cara penyampaiannya yang terpuji, menyebabkan umat manusia yang belum masuk Islam banyak yang masuk Islam dengan kemauan dan kesadaran sendiri. Namun tidak sedikit pula orang-orang kafir yang tidak bersedia masuk Islam, bahkan mereka berusaha menghalang-halangi orang lain masuk Islam dan juga berusaha melenyapkan agama Islam dan umatnya dari muka bumi. Mereka itu seperti kaum kafir Quraisy penduduk Mekah, kaum Yahudi Madinah, dan sekutu-sekutu mereka.
Setelah ada izin dari Allah SWT untuk berperang, sebagaimana firman-Nya dalam surah Al-Hajj ayat 39 dan Al-Baqarah ayat 190, maka kemudian Rasulullah SAW dan para sahabatnya menyusun kekuatan untuk menghadapi peperangan dengan orang kafir yang tidak dapat dihindarkan lagi.
tbÏé& tûïÏ%©#Ï9 cqè=tG»s)ã öNßg¯Rr’Î/ (#qßJÎ=àß 4 ¨bÎ)ur ©!$# 4n?tã óOÏdÎóÇtR íÏs)s9� � � � � � � � ÇÌÒÈ
Artinya: “Telah diizinkan (berperang) bagi orang-orang yang diperangi, karena Sesungguhnya mereka telah dianiaya. dan Sesungguhnya Allah, benar-benar Maha Kuasa menolong mereka itu” (Q.S. Al-Hajj, 22:39).
#)qè=ÏG»s%ur Îû È@Î6y «!$# tûïÏ%©!$# óOä3tRqè=ÏG»s� � �(ã wur (#ÿrßtG÷ès? 4 cÎ) ©!$# w� � � � � =Åsã úïÏtG÷èßJø9$# ÇÊÒÉÈ� � � �
Artinya: “Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu, (tetapi) janganlah kamu melampaui batas, Karena Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.” (QS. Al-Baqarah, 2:190)
Peperangan-peperangan yang dilakukan oleh Rasulullah SAW dan para pengikutnya itu tidaklah bertujuan untuk melakukan penjajahan atau meraih harta rampasan perang, tetapi bertujuan untuk:
Membela diri dan kehormatan umat Islam. Menjamin kelancaran dakwah, dan memberi kesempatan kepada mereka yang hendak
menganutnya. Untuk memelihara umat Islam agar tidak dihancurkan oleh bala tentara Persia dan Romawi.
Setelah Rasulullah SAW dan para pengikutnya mampu membangun suatu negara yang merdeka dan berdaulat, yang berpusat di Madinah, mereka berusaha menyiarkan dan memasyhurkan agama Islam, bukan saja terhadap para penduduk Jazirah Arabia, tetapi juga keluar Jazirah Arabia, maka bangsa Romawi dan Persia menjadi cemas dan khawatir kekuaan mereka akan tersaingi. Oleh karena itu, bangsa Romawi dan bangsa Persia bertekad untuk menumpas dan menghancurkan umat Islam dan agamanya. Untuk menghadapi tekad bangsa Romawi dan Persia tersebut, Rasulullah SAW dan para pengikutnya tidak tinggal diam sehingga terjadi peperangan antara umat Islam dan bangsa Romawi, yaitu diantaranya perang Mut’ah, perang Tabuk, perang Badar, perang Uhud, perang Khandaq, perjanjian Hudaibiyah, perang Hunain.[4]
1. C. Strategi Dakwah Nabi Muhammad SAW. Periode Madinah
Pokok-pokok pikiran yang dijadikan strategi dakwah Rasulullah SAW periode Madinah adalah:
1. Berdakwah dimulai dari diri sendiri, maksudnya sebelum mengajak orang lain meyakini kebenaran Islam dan mengamalkan ajarannya, maka terlebih dahulu orang yang berdakwah itu harus meyakini kebenaran Islam dan mengamalkan ajarannya.
2. Cara (metode) melaksanakan dakwah sesuai dengan petunjuk Allah SWT dalam Surah An-Nahl ayat 125.
äí÷$# 4n<Î) È@Î6y y7În/u ÏpyJõ3Ïtø:$$Î/ ÏpsàÏãöqyJø9$#ur ÏpuZ|¡ptø:$# ( Oßgø9Ï»y_ur� � � � � � ÓÉL©9$$Î/ }Ïd ß`|¡ômr& 4 ¨bÎ) y7� /u uqèd ÞOn=ôãr& `yJÎ/ ¨@|Ê `tã ¾Ï&Î#Î6y ( uqèdur� � �
ÞOn=ôãr& tûïÏtGôgßJø9$$Î/ ÇÊËÎÈ�
Artinya: “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS. An-Nahl, 16: 125)
1. Berdakwah itu hukumnya wajib bagi Rasulullah SAW dan umatnya sesuai dengan petunjuk Allah SWT dalam Surah Ali Imran, 3: 104.
`ä3tFø9ur öNä3YÏiB ×p¨Bé& tbqããôt n<Î) Îösø:$# tbrããBù’tur Å$rã÷èpRùQ$$Î/ tböqyg÷Ztur� � � � � � � � � � Ç`tã Ìs3YßJø9$# 4 y7Í´¯»s9′ré&ur ãNèd cqßsÎ=øÿßJø9$# ÇÊÉÍÈ� �
Artinya: “Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung.” (QS. Ali Imran, 3: 104)
1. Berdakwah dilandasi dengan niat ikhlas karena Allah SWT semata, bukan dengan untuk memperoleh popularitas dan keuntungan yang bersifat materi.
Umat Islam dalam melaksanakan tugas dakwahnya, selain harus menerapkan pokok-pokok pikiran yang dijadikan sebagai strategi dakwah Rasulullah SAW, juga hendaknya meneladani strategi Rasulullah SAW dalam membentuk masyarakat Islam atau masyarakat madani di Madinah.
Masyarakat Islam atau masyarakat madani adalah masyarakat yang menerapkan ajaran Islam pada seluruh aspek kehidupan, sehingga terwujud kehidupan bermasyarakat yang baldatun tayyibatun wa rabbun ghafur, yakni masyarakat yang baik, aman, tenteram, damai, adil, dan makmur di bawah naungan ridha Allah SWT dan ampunan-Nya.[5]
Usaha-usaha Rasulullah SAW dalam mewujudkan masyarakat Islam seperti tersebut adalah:[6]
1. Membangun Masjid
Masjid yang pertama kali dibangun oleh Rasulullah SAW di Madinah ialah Masjid Quba, yang berjarak ± 5 km, sebelah barat daya Madinah. Masjid Quba dibangun pada tanggal 12 Rabiul Awal tahun pertama hijrah (20 September 622 M).
Setelah Rasulullah SAW menetap di Madinah, pada setiap hari Sabtu, beliau mengunjungi Masjid Quba untuk salat berjamaah dan menyampaikan dakwah Islam.
Masjid kedua yang dibangun oleh Rasulullah SAW dan para sahabatnya adalah Masjid Nabawi di Madinah. Masjid ini dibangun secara gotong-royong oleh kaum Muhajirin dan Ansar, yang peletakan batu pertamanya dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW dan peletakan batu kedua, ketiga, keempat dan kelima dilaksanakan oleh para sahabat terkemuka yakni: Abu Bakar r.a., Umar bin Khatab r.a., Utsman bin Affan r.a. dan Ali bin Abu Thalib r.a.
Mengenai fungsi atau peranan masjid pada masa Rasulullah SAW adalah sebagai berikut:
1. Masjid sebagai sarana pembinaan umat Islam di bidang akidah, ibadah, dan akhlak.2. Masjid merupakan sarana ibadah, khususnya shalat lima waktu, shalat Jumat, shalat Tarawih,
shalat Idul Fitri dan Idul Adha.3. Masjid merupakan tempat belajar dan mengajar tentang agama Islam yang bersumber kepada
Al-Qur’an dan Hadis.4. Masjid sebagai tempat pertemuan untuk menjalin hubungan persaudaraan sesama Muslim
(ukhuwah Islamiah) demi terwujudnya persatuan.
5. Menjadikan masjid sebagai sarana kegiatan sosial. Misalnya sebagai tempat penampungan zakat, infak, dan sedekah dan menyalurkannya kepada yang berhak menerimanya, terutama para fakir miskin dan anak-anak yatim terlantar.
6. Menjadikan halaman masjid dengan memasang tenda, sebagai tempat pengobatan para penderita sakit, terutama para pejuang Islam yang menderita luka akibat perang melawan orang-orang kafir.
1. Mempersaudarakan Kaum Muhajirin dan Ansar
Muhajirin adalah para sahabat Rasulullah SAW penduduk Mekah yang berhijrah ke Madinah. Ansar adalah para sahabat Rasulullah SAW penduduk asli Madinah yang memberikan pertolongan kepada kaum Muhajirin.
Rasulullah SAW bermusyawarah dengan Abu Bakar r.a. dan Umar bin Khatab tentang mempersaudarakan antara Muhajirin dan Ansar, sehingga terwujud persatuan yang tangguh. Hasil musyawarah memutuskan agar setiap orang Muhajirin mencari dan mengangkat seorang dari kalangan Ansar menjadi saudaranya senasab (seketurunan), dengan niat ikhlas karena Allah SWT. Demikian juga sebaliknya orang Ansar.
Rasulullah SAW memberi contoh dengan mengajak Ali bin Abi Thalib sebagai saudaranya. Apa yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW dicontoh oleh seluruh sahabat misalnya:[7]
Hamzah bin Abdul Muthalib, paman Rasulullah SAW, pahlawan Islam yang pemberani bersaudara dengan Zaid bin Haritsah, mantan hamba sahaya, yang kemudian dijadikan anak angkat Rasulullah SAW.
Abu Bakar ash-Shiddiq, bersaudara dengan Kharizah bin Zaid. Umar bin Khattab bersaudara denga Itban bin Malik al-Khazraji (Ansar). Abdurrahman bin Auf bersaudara dengan Sa’ad bin Rabi (Ansar).
Demikianlah seterusnya setiap orang Muhajirin dan orang Ansar, termasuk Muhajirin setelah hijrahnya Rasulullah SAW, dipersaudarakan secara sepasang- sepasang, layaknya seperti saudara senasab.
Persaudaraan secara sepasang–sepasang seperti tersebut, ternyata membuahkan hasil sesama Muhajirin dan Ansar terjalin hubungan persaudaraan yang lebih baik. Mereka saling mencintai, saling menyayangi, hormat-menghormati, dan tolong-menolong dalam kebaikan dan ketakwaan.
Kaum Ansar dengan ikhlas memberikan pertolongan kepada kaum Muhajirin berupa tempat tinggal, sandang-pangan, dan lain-lain yang diperlukan. Namun kaum Muhajirin tidak diam berpangku tangan, mereka berusaha sekuat tenaga untuk mencari nafkah agar dapat hidup mandiri. Misalnya, Abdurrahman bin Auf menjadi pedagang, Abu Bakar, Umar bin Khattab dan Ali bin Abu Thalib menjadi petani kurma.
Kaum Muhajirin yang belum mempunyai tempat tinggal dan mata pencaharian oleh Rasulullah SAW ditempatkan di bagian Masjid Nabawi yang beratap yang disebut Suffa dan mereka dinamakan Ahlus Suffa (penghuni Suffa). Kebutuhan-kebutuhan mereka dicukupi oleh kaum Muhajirin dan kaum Ansar secara bergotong-royong. Kegiatan Ahlus Suffa itu antara lain
mempelajari dan menghafal Al-Qur’an dan Hadis, kemudian diajarkannya kepada yang lain. Sedangkan apabila terjadi perang anatara kaum Muslimin dengan kaum kafir, mereka ikut berperang.
1. Perjanjian dengan masyarakat Yahudi Madinah
Pada waktu Rasulullah SAW menetap di Madinah, penduduknya terdiri dari tiga golongan, yaitu umat Islam, umat Yahudi (Bani Qainuqa, Bani Nazir dan Bani Quraizah) dan orang-orang Arab yang belum masuk Islam. Agar stabilitas masyarakat dapat diwujudkan, Nabi Muhammad SAW mengadakan ikatan perjanjian dengan mereka. Sebuah piagam yang menjamin kebebasan beragama orang-orang Yahudi sebagai suatu komunitas dikeluarkan. Setiap golongan masyarakat memiliki hak tertentu dalam bidang politik dan keagamaan. Kemerdekaan beragama dijamin dan seluruh anggota masyarakat berkewajiban mempertahankan keamanan negeri itu dari serangan luar.
Piagam ini mestilah dipatuhi oleh semua penduduk Madinah yang muslim atau bukan Muslim. Strategi ini telah menjadikan Madinah sebagai model Negara Islam yang adil, membangun serta digrandungi oleh musuh-musuh Islam. Piagam ini dikenal dengan sebutan Piagam Madinah.
Menurut Ibnu Hisyam, Rasulullah SAW membuat perjanjian dengan penduduk Madinah non-Islam dan tertuang dalam Piagam Madinah. Piagam Madinah itu antara lain berisi:[8]
1. Setiap golongan dari ketiga golongan penduduk Madinah memiliki hak pribadi, keagamaan dan politik. Sehubungan dengan itu setiap golongan penduduk Madinah berhak menjatuhkan hukuman kepada orang yang membuat kerusakan dan memberi keamanan kepada orang yang mematuhi peraturan.
2. Setiap individu penduduk Madinah mendapat jaminan kebebasan beragama.3. Seluruh penduduk kota Madinah yang terdiri dari kaum Muslimin, kaum Yahudi dan orang-orang
Arab yang belum masuk Islam sesama mereka hendaknya saling membantu dalam bidang moril dan materiil. Apabila Madinah diserang musuh, maka seluruh penduduk Madinah harus bantu-membantu dalam mempertahankan kota Madinah.
4. Rasulullah SAW adalah pemimpin seluruh penduduk Madinah. Segala perkara dan perselisihan besar yang terjadi di Madinah harus diajukan kepada Rasulullah SAW untuk diadili sebagaimana mestinya.
1. Pembangunan pranata sosial dan pemerintahan.
Pada saat Nabi Muhammad SAW tiba di Madinah, masyarakatnya terbagi menjadi berbagai kelompok besar, yaitu kelompok Muhajirin dan kelompok Anshar, Yahudi, Nasrani, dan penyembah berhala.[9] Pada awalnya, mereka semua menerima kedatangan Nabi dan umat Islam. Namun setelah masyarakat muslim berkembang menjadi besar dan berkuasa, mereka mulai menaruh rasa dendam dan tidak suka.
Untuk mengatasi berbagai persoalan tersebut, Nabi saw mencoba menata sistem sosial agar mereka dapat hidup damai dan tenteram. Untuk kalangan umat Islam, Nabi saw telah mempersaudarakan antara Muhajirin dan Anshar. Sementara untuk kalangan non muslim, mereka diikat dengan peraturan yang dirancang Nabi dan umat Islam yang tertuang di dalam Piagam Madinah.
Pada masa Rasulullah, penduduk Madinah mayoritas sudah beragam Islam, sehingga masyarakat Islam sudah terbentuk, maka adanya pemerintahan Islam merupakan keharusan. Rasulullah SAW selain sebagai seorang Nabi dan Rasul, juga tampil sebagai seorang Kepala Negara (khalifah).
Sebagai Kepala Negara, Rasulullah SAW telah meletakkan dasar bagi setiap sistem politik Islam, yakni musyawarah. Melalui musyawarah, umat Islam dapat mengangkat wakil-wakil rakyat dan kepala pemerintahan, serta membuat peraturan-peraturan yang harus ditaati oleh seluruh rakyatnya. Dengan syarat, peraturan-peraturan itu tidak menyimpang dari tuntutan Al-Qur’an dan Hadis.
BAB III
PENUTUP
1. A. Kesimpulan
Dari penjelasan makalah di atas, maka dapat di ambil kesimpulan bahwa dakwah Rasulullah SAW periode Madinah itu merupakan dakwah lanjutan yang dilakukan Rasulullah SAW pada saat beliau hijrah dari kota Mekah ke kota Madinah. Dimana dalam periode Madinah ini, pengembangan Islam lebih ditekankan pada dasar-dasar pendidikan masyarakat Islam dan pendidikan sosial kemasyarakatan.
[1] Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Amzah, 2010), hal. 63.
[2] http://kajian-muslimah.blogspot.com/2005/05/shirah-tentang-fase-dakwah-di-madinah.html, di akses pada 14 Maret 2013.
[3] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Rajawali Pers, ), hal. 25.
[4] http://saminsyb.blogspot.com/2012/01/ski-sejarah-dakwah-rasulullah-saw.html, di akses pada 14 Maret 2013.
[5] http://kajian-muslimah.blogspot.com/2005/05/shirah-tentang-fase-dakwah-di-madinah.html, di akses pada 14 Maret 2013.
[6] Murodi, Sejarah Kebudayaan Islam, (Semarang: PT Karya Toha Putra, 2009), hal. 18.
[7] Ibid, hal. 19.
[8] Samsul Munir, Op. Cit, hal. 69.
[9] Murodi, Loc. Cit, hal. 20.
Metode Dakwah Nabi Muhammad S.A.W Posted by Arceus Zeldfer Senin, 28 Oktober 2013 0 comments
Dakwah yang dilakukan oleh Rasulullah terbagi dalam 2 periode, yaitu di Mekkah dan Madinah. Pada awal periode Mekkah Rasulullah berdakwah secara sembunyi-sembunyi, mendatangi orang-orang dekat Beliau antara lain istri Beliau Khadijah, keponakannya Ali, budak Beliau Zaid, untuk diajak masuk Islam. Ketika turun surat al Muddatstsir : 1-2, Rasululah mulai melakukan dakwah di tengah masyarakat, setiap bertemu orang Beliau selalu mengajaknya untuk mengenal dan masuk Islam (masih dalam keadaan sembunyi-sembunyi). Ketika Abu Bakar menyatakan masuk Islam, dan menampakkannya kepada orang-orang yang dia percayai, maka muncullah nama-nama seperti Utsman bin Affan, Zubair bin Awwam, Abdurrahman bin Auf, Saad bin Abi Waqash dan Thalhah bin Ubaidillah yang juga masuk Islam. Dan seterusnya diikuti oleh yang lain seperti Abu ‘Ubaidah, Abu Salamah, Arqom bin Abi al Arqom, dll. Beliau menjadikan rumah Arqom bin Abi al Arqom sebagai pusat pengajaran dan sekaligus pusat kutlah (kelompok) yang dalam bahasa kita tepatnya disebut sekretariat. Di tempat ini Rasulullah mengajarkan hukum-hukum Islam, membentuk kepribadian Islam serta membangkitkan aktivitas berpikir para sahabatnya tersebut. Beliau menjalankan aktivitas ini lebih kurang selama 3 tahun dan menghasilkan 40 orang lebih yang masuk Islam.
Selama 3 tahun membangun kutlah kaum muslim dengan membangun pola pikir yang islami (‘aqliyah islamiyah) dan jiwa yang islami (nafsiyah islamiyah), maka muncullah sekelompok orang yang memiliki syakhsiyah islamiyah (kepribadian Islam) yang siap berdakwah di tengah-tengah masyarakat jahiliyah pada saat itu. Hal ini bertepatan dengan turunnya surat al Hijr : 94, yang memerintahkan Rasulullah untuk berdakwah secara terang-terangan dan terbuka. Ini berarti Rasulullah dan para sahabatnya telah berpindah dari tahapan dakwah secara sembunyi-sembunyi (daur al istikhfa’) kepada tahapan dakwah secara terang-terangan (daur al i’lan). Dari tahapan kontak secara individu menuju tahap menyeruh seluruh masyarakat. Sejak saat itu mulai terjadi benturan antara keimanan dan kekufuran, antara pemikiran yang haq dan pemikiran yang batil. Tahapan ini disebut marhalah al tafa’ul wa al kifah yaitu tahap interaksi dan perjuangan. Di tahapan ini kaum kafir mulai memerangi dan menganiayah Rasulullah dan para sahabatnya. Ini adalah periode yang paling berat dan menakutkan di antara seluruh tahapan dakwah. Bahkan sebagian sahabat yang dipimpin oleh Ja’far bi Abi Thalib diperintahkan oleh rasul untuk melakukan hijrah ke Habsyi. Sementara Rasulullah dan sahabat yang lain terus melakukan dakwah dan mendatangi para ketua kabilah atau ketua suku baik itu suku yang ada di Mekkah maupun yang ada di luar Mekkah. Terutama ketika musim haji, dimana banyak suku dan ketua sukunya datang ke Mekkah untuk melakukan ibadah haji. Rasulullah mendatangi dan mengajak mereka masuk Islam atau minimal memberikan dukungan terhadap perjuangan Rasulullah.
Benturan antara Rasulullah dengan kafir Quraisy terjadi karena Rasulullah dan para sahabat selalu melecehkan khayalan mereka, merendahkan tuhan-tuhan mereka, menyebarkan rusaknya kehidupan mereka yang rendah, dan mencela cara-cara hidup mereka yang sesat. RASULULLAH TIDAK PERNAH BERKOMPROMI APALAGI BEKERJASAMA MENJALANKAN SISTEM KEHIDUPAN RUSAK DAN SESAT BUATAN MANUSIA JAHILIYAH. Al Qur’an senantiasa turun kepada Beliau, dan menyerang orang-orang kafir secara gamblang : “sesunggunya kalian dan apa yang kalian sembah selain Allah adalah umpan neraka jahannam.” (TQS 21 : 98). al Qur’an juga menyerang praktek riba yang telah turun temurun mewarnai kehidupan jahiliyah : “dan segala hal yang kalian datangkan berupa riba agar dapat menambah banyak harta manusia, maka riba itu tidak menambah apapun di sisi Allah.” (TQS 30:39), demikian juga dengan kecurangan2 dalam takaran yang sangat biasa terjadi : “kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang, yaitu orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain mereka minta dipenuhi, dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi .” (TQS 83:1-3). Akibatnya, manusia-manusia jahil itu menghalangi dan menyakiti Rasulullah dengan fitnah, propaganda yang menyesatkan, pemboikotan bahkan penyiksaan fisik.
Di tengah cobaan yang sangat berat tersebut, datanglah kabar gembira akan kemenangan dari Madinah. Hal ini terjadi ketika beberapa orang dari suku khazraj datang ke Mekkah untuk berhaji. Kemudian Rasulullah mendatangi mereka, berdakwah kepada mereka dan merekapun akhirnya masuk Islam. Setelah selesai melaksanakan haji dan mereka kembali ke Madinah, mereka menceritakan keislaman mereka kepada kaumnya. Sejak saat itu cahaya Islam mulai muncul di Madinah.
Pada musim haji tahun berikutnya, datang 12 orang dari Madinah ke Mekkah, lalu mereka membai’at Rasulullah dalam peristiwan Bai’at ‘Aqobah pertama. Bai’at ini adalah sebuah pernyataan janji di hadapan Rasulullah bahwa mereka akan berpegang teguh pada risalah Islam dan meninggalkan semua perbuatan-perbuatan yang rusak dan sesat yang selama ini mereka praktekkan dalam kehidupan. Ketika penduduk Madinah ini akan kembali, Rasulullah memerintahkan Mush’ab bin Umair untuk ikut bersama mereka dan mengajarkan Islam kepada penduduk Madinah.
Berbeda dengan penduduk Mekkah yang jumud dan berusaha untuk mempertahankan status quo, terutama para penguasa kekufuran seperti Abu Lahab, Abu Jahal dan Abu Sofyan, penduduk Madinah lebih baik dan bersahabat dengan Islam. Mereka mau menerima agama baru tersebut. Bahkan ketika musim haji tiba dan Mush’ab kembali ke Mekkah serta melaporkan kepada Rasulullah tentang kondisi perkembangan Islam di Madinah yang sangat baik, Rasulullah mulai berpikir untuk memindahkan medan dakwah dari Mekkah ke Madinah. Ketika rombongan haji dari Madinah yang berjumlah 75 orang datang, terjadilah peristiwah Bai’at Aqobah kedua. Bai’at ini adalah sebuah pernyataan dan janji di hadapan Rasulullah bahwa mereka penduduk Madinah akan melindungi Rasulullah dan menyerahkan kekuasaan kepada Rasulullah untuk memimpin mereka baik dalam kehidupan sehari-hari maupun memimpin mereka berperang melawan orang-orang yang menghalangi risalah Islam. Tidak lama setelah itu Rasulullah memerintahkan kepada para sahabatnya untuk melakukan hijrah ke Madinah dan Rasulullah menyusul kemudian.
Sejak tiba di Madinah, Rasulullah memerintahkan para sahabatnya membangun masjid sebagai tempat sholat, berkumpul, bermusyawarah serta mengatur berbagai urusan ummat. Sekaligus memutuskan perkara yang ada di antara mereka. Beliau menunjuk Abu Bakar dan Umar sebagai pembantunya. Beliau bersabda “dua (orang) pembantuku di bumi adalah Abu Bakar dan Umar.” Dengan demikian Beliau berkedudukan sebagai kepala negara, qlodi dan panglima militer. Beliau menyelesaikan perselisihan yang terjadi di antara penduduk Madinah dengan hukum Islam, mengangkat komandan ekspedisi dan mengirimkannya ke luar Madinah. Negara Islam oleh Rasulullah ini dijadikan pusat pembangunan masyarakat yang berdiri di atas pondasi yang kokoh dan pusat persiapan kekuatan militer yang mampu melindungi negara dan menyebarkan dakwah. Setelah seluruh persoalan dalam negeri stabil dan terkontrol, Baliau mulai menyiapkan pasukan militer untuk memerangi orang-orang yang menghalangi penyebaran risalah Islam. Wallah’alam.
Skema Metode Dakwah Rasulullah
1. PERIODE MEKKAH
A. Tahapan Pembinaan dan Pengkaderan
1. Pemantapan Aqidah
2. Pembentukan Syakhsiyah Islamiyah
3. Pembentukan Kutlah/kelompok Dakwah
B. Tahapan Interaksi dan Perjuangan
1. Pertarungan Pemikiran (shira’ul fikr)
2. Perjuangan Politik (Kifahus siyasi)
2. PERIODE MADINAH
C. Tahapan Penerapan Syarat Islam (tathbiq ahkam al Islam)
1. Membangun Masjid
2. Membina Ukhuwah Islamiyah
3. Mengatur urusan masyarakat dengan syariat Islam
4. Membuat Perjanjian dengan warga non muslim
5. Menyusun strategi politik dan militer
6. Jihad
Strategi Dakwah Rasulullah Periode Madinah
BAB IPENDAHULUAN
A. Penegasan Judul
Untuk menghindari kesalahan dalam memahami maksud judul skripsi yang diajukan,
maka terlebih dahulu penulis akan jelaskan maksud judul skripsi ini, yaitu; “STRATEGI
DAKWAH ROSULULLAH PADA PERIODE MADINAH”. Untuk itu perlu diuraikan
pengertian dari istilah judul sebagai berikut:
Strategi adalah konsep atau upaya untuk mengerahkan dan mengarahkan potensi dan
sumber daya kedalam rangkaian kegiatan untuk mencapai tujuan yang sudah ditetapkan.1[1]
Strategi yang dimaksud disini ialah langkah-langkah yang dilakukan dengan
menggunakan cara-cara tertentu dan kebijaksanaan guna mencapai suatu tujuan atau untuk
mengatasi suatu persoalan dengan mengarahkan potensi dan sumber daya yang ada oleh
Rosulullah SAW dalam suatu kegiatan Dakwah.
Dakwah adalah memanggil (to call), mengundang (to invite), mengajak (to summon),
menyeru (to propose), mendorong (to urge), dan memohon (to pray).2[2]
Dakwah merupakan jalan menuju Islam, maksudnya adalah panggilan dari Allah SWT
melalui Nabi Muhammad Saw. untuk umat manusia agar menganut ajaran Islam (agama),
dengan cara beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT. Bersikap sesuai dengan garis-garis
Aqidah dan Syariat serta Akhlak Islamiyah, Islam adalah Agama yang mencakup dan mengatur
segala Aspek kehidupan manusia guna memperoleh ridho dari Allah SWT.
Adapun menurut A. Hasymi, dakwah adalah mengajak manusia dengan cara
kebijaksanaan kepada jalan yang benar sesuai dengan perintah Allah SWT, untuk kemaslahatan
dan kebahagiaan mereka di dunia dan di akherat.3[3]
1[1] M. Solly Lubis, Umat Islam dalam Globalisasi, Gema Insani Perss, Jakarta, 1997, h. 45
2[2] Warson Munawwir, Kamus Al-Munawwir, Pustaka Progresif, Surabaya, 1994, h. 439
3[3] A. Hasymi Dustur, Dakwah Menurut Al-Qur’an, Pt. Bulan Bintang, Jakarta, 1974, h. 1
Rosulullah adalah utusan Allah, yang dimaksud disini adalah diantara Nabi-Nabi yang
diutus kemuka bumi ini yakni ribuan, dan yang wajib kita ketahui hanyalah 25 Nabi, dan yang
diteliti disini adalah Rasulullah Muhammad SAW yang dilahirkan ditengah keluarga bani
Hasyim di Makkah pada senin pagi, tanggal 9 Robi’ul-Awwal, permulaan tahun dari peristiwa
gajah, atau bertepatan dengan tanggal 20 April tahun 571 M dan merupakan nabi terakhir yang
menjadi panutan umat hingga sekarang.
“Strategi dakwah” adalah metode, siasat, taktik atau manuver yang dipergunakan dalam
aktifitas (kegiatan) dakwah.4[4]
Strategi Dakwah Rosulullah adalah langkah-langkah pendekatan Rosulullah Muhammad
SAW dalam mengajak manusia kepada jalan Allah SWT secara menyeluruh; baik dengan lisan
maupun perbuatan-nya, agar terwujudnya nilai-nilai Islam dalam semua segi kehidupan secara
menyeluruh.
Periode atau priod berasal dari bahasa Inggris yang artinya adalah Masa, waktu, ketika.5
[5] Dan Madinah adalah nama sebuah kota di jazirah Arab yang terletak dikawasan Hijaz; 24-28o
Lintang Utara dan 39-36o Bujur Timur. Sebelum Islam datang, Madinah dikenal dengan sebutan
“Yatsrib”.6[6]
Periode Madinah yang dimaksud disini adalah pembatasan wilayah kajian yang akan
diteliti, yang mana diketahui bahwa Dakwah Rosulullah SAW. Terbagi menjadi dua masa atau
periode, yakni; periode Makkah, yang berjalan selama 13 (tiga belas) tahun, dan periode
Madinah, yang berjalan selama10 (sepuluh) tahun. Jadi fokus perhatian dalam penelitian ini
4[4] Asmuni Syukir, Dasar-Dasar Strategi Dakwah Islam, Pt.Al-Ikhlas, Surabaya, 1983, h. 32
5[5] Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Pt. Balai Pustaka, 1984, h. 717
6[6] Abdul Adzim Irsad, Madinah: Keajaiban dan Keagungan kota Nabi, Pt.A+Plus Books, Djogjakarta, 2009, h. 25
hanya pada periode madinah saja, tetapi tidak dipungkiri mungkin ada periode makkah yang
akan dibahas itu tidak lebih hanya sekedar untuk menguatkan Fakta saja.
Sejarah perjuangan Nabi di Madinah tersebut akan menjadi sasaran penelitian guna
mengungkap sejauh mana teori strategi dakwah yang dipeaktekkan oleh Rosulullah Saw dalam
membangun masyarakat yang berpradaban tinggi (sekarang dikenal dengan istilah masyarakat
madani).
Maksud dari judul ini adalah metode dan pendekatan dakwah yang dilakukan oleh
Rosulullah SAW di kota Madinah dalam usaha mengajak manusia ke jalan yang benar dan
diridhoi oleh Allah SWT.
Tujuan dari dakwah Rasulullah yaitu untuk menciptakan suatu tatanan kehidupan
yang Islami dengan budi pekerti yang luhur, khususnya di Madinah dan umat Islam di setiap
zaman pada umumnya. Di sini Rasulullah SAW telah berhasil mengubah suatu tatanan
masyarakat pra-sejarah Islam (jahiliyah) menjadi masyarakat peradaban Islam atas dasar syariat
Islam untuk kebahagiaan umat Islam baik di dunia maupun di akhirat.
B. Alasan Memilih Judul
Ada beberapa alasan yang mendasari judul ini dipilih untuk dijadikan penelitian dan
diangkat menjadi pembahasan dalam skripsi ini, yaitu:
1. Strategi dakwah merupakan sistem dalam pelaksanaan dakwah, karena dengan melalui strategi
dakwah kegiatan akan terarah dan terencana secara matang, metode kegiatannya dapat
dirumuskan dalam bentuk program sesuai dengan kondisi yang ada sehingga dakwah senantiasa
relevan dengan zamannya. Penggunaan strategi dalam pelaksaan dakwah dapat dievaluasi,
sasarannya menjadi jelas, sehingga keberhasilan dakwah dari masa ke masa dapat diketahui
sesuai dengan tahapan sasaran yang akan dicapai.
Kita ketahui Rosulullah Merupakan suri Tauladan yang tidak lekang oleh waktu yang Harus
dicontoh kepribadiannya oleh semua umat muslim dan muslimat dan khususnya bagi para da’i
dan da’iyah yang konsekwen di jalan Dakwah, sebagai penerus perjuangan Rasul dan para
sahabat-nya, untuk tercapainya tujuan dakwah.
2. Judul ini sangat relevan dalam rangka mengembangkan keilmuan Penulis, dikarenakan sesuai
dengan study yang penulis ambil dijurusan Komunikasi Penyiaran Islam di Fakultas Dakwah,
dan tersedianya literatur pendukung diperpustakaan-perpustakaan maupun buku-buku koleksi
pribadi guna penyelesaian skripsi.
C. Latar Belakang Masalah
Agama Islam merupakan agama Dakwah, yang mana Islam tidak akan berkembang dan
mungkin saja hilang jika dakwah tidak berjalan, dakwah merupakan tugas dan tanggung jawab
kita (laki-laki dan perempuan) yang mengaku diri beragama Islam.
Sebagaimana firman Allah SWT yang berbunyi;
öNçGZä. uŽö�yz >p¨Bé& ôMy_Ì�÷zé& Ĩ$¨ =Y Ï9 tbrâ�ßDù's? Å$rã�÷èyJø9$$Î/ šcöqyg÷Ys?ur Ç`tã Ì�x6ZßJø9$# tbqãZÏB÷sè?ur «!$$Î/ 3 öqs9ur šÆtB#uä ã@÷dr& É=»tGÅ6ø9$# tb%s3s9 #ZŽö�yz Nßg©9 4 ãNßg÷ZÏiB šcqãYÏB÷sßJø9$# ãNèdçŽsYò2r&ur
tbqà)Å¡»xÿø9$# ÇÊÊÉÈ Artinya: “Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. sekiranya ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik”.(QS: Al-Imron : 110).7[7]
Kewajiban berdakwah untuk menyebarkan ajaran Islam adalah tanggung jawab kita
sebagai umat Islam di manapun berada. Lewat seruan itu, umumnya umat Islam dan khususnya
para Da’i dituntut membuat perubahan dalam segala bidang sehingga menjadi situasi yang lebih
baik.
7[7] Departemen Agama RI, Al-Qur’an Dan Terjemahannya, Pt. Pena Pundi Aksara, Jakarta, 2002, h.65
Dakwah adalah upaya setiap muslim untuk merealisasikan fungsi kerisalahan dan fungsi
kerahmatan. Fungsi kerisalahan berarti meneruskan tugas Rasulullah SAW, yang patut dijadikan
suri tauladan dalam segala budi pekertinya di setiap nafas zaman. Berkat jasa-jasa perjuangan
dakwahnya menyebarkan agama Islam benar-benar membawa rahmat bagi seluruh alam, dan
membawa tatanan dunia baru yang tentram dan damai.
Dakwah memerlukan pengorbanan tanpa mengharapkan imbalan dan hasil yang segera,
tanpa putus asa. Individu yang melaksanakan dakwah akan mendapat kehidupan yang berkah
dalam ridha Allah dan mendapat kecintaan Allah, memperoleh rahmat Allah serta akan
menerima pahala yang berlipat ganda sebagai balasannya, karena dakwah merupakan amal
terbaik yang dapat memunculkan potensi diri dan memelihara keimanan yang kita dimiliki.
Islam sebagai suatu nilai-nilai yang mengatur hidup dan kehidupan manusia dalam
segala aspeknya dan bukan Islam yang dipahami sebatas simbol dan ritual peribadatan
semata.
Penulis tertarik dari dakwah Islamiyah Rasulullah SAW pada masa peradaban Islam
adalah adanya tahapan-tahapan yang harus dilalui dalam menyampaikan agama Islam. Melalui
tahapan-tahapan inilah (tahapan dakwah periode Madinah) Rasulullah SAW membangun
pemerintahan Islam yaitu mengubah susunan masyarakat dari susunan masyarakat
prasejarah Islam ke masayarakat Islam yang bersistem keadilan sosial dan berdasarkan
syariat Islam. Dari tahapan-tahapan ini tampak strategi dakwah yang tepat yang bisa dijadikan
model untuk mencapai tujuan dakwah Islamiyah.
Dalam merefleksikan kepemimpinan umat Islam, figur ideal kepemimpinan
Rasulullah SAW ditampilkan sebagai sendi dan sistem kepemimpinan yang tetap relevan
dan penuh teladan. Di tengah krisis kepemimpinan manusia di dunia hampir setiap
kepemimpinan menimbulkan konflik yang berkepanjangan dan jatuhnya korban manusia.
Tidak hanya itu tata nilai dan sistem kepemimpinan yang lebih sarat kepentingan dan
manipulasi semakin mengaburkan kepercayaan umat sekaligus kehilangan pegangan moral
dan nasibnya.
Dewasa ini manusia hidup dalam suatu zaman yang penuh dengan citra masyarakat yang
terus berubah sebagai hubungan manusia yang bergerak cepat ditambah dengan kondisi
masyarakat modern yang mengalami perubahan karakter karena masuknya budaya-budaya
barat (westernisasi) yang masuk ke Indonesia, dan adanya penyelewengan-penyelewengan
nilai-nilai Islam. Semakin hari tantangan realita kehidupan yang dihadapi umat Islam
semakin banyak. Bentuknya pun beragam dari urusan individu sampai masalah politik, sosial,
ekonomi, konflik ideologi. Krisis multidimensi yang dialami menimbulkan bebagai konflik,
hampir dalam semua segi mengalami kemunduran. Hal ini dapat dilihat dari berbagai sisi,
misalnya dari sisi politik mereka terjajah, dari segi ekonomi mereka marjinal, dalam masalah
pendidikan dan ilmu pengetahuan masih tertinggal, serta dalam aspek sosial budaya masih
mengekor pada kehidupan barat dan dari segi kefahaman terhadap ajaran Islam sendiri
mereka masih jauh dari memadai.
Dengan berbagai masalah tersebut, kebenaran Islam mendapat tantangan untuk
memberikan solusi yang tepat terhadap persoalan ini dapat terselesaikan jika umat Islam
bisa memahami eksistensi agamanya menuju jalan Allah SWT, dan mampu meneladani
sejarah perjuangan Rasulullah SAW terlepas dari sifat kemungkaran.
Dengan mengulas sejarah perjuangan Rasululah dalam dakwah Islam merupakan
jawaban yang dibutuhkan yang kemudian dapat diambil hikmahnya, karena tujuan dari misi
dakwah Islamiyah ialah mencegah segala kemunkaran atau kebatilan.
Menurut Syaikh Shafiyyurrahman terdapat 2 Periode dakwah yang dilakukan Rosulullah
Saw yaitu:
a. Periode yang pertama di Mekah (Selama 13 tahun), Rasulullah membentuk pribadi muslim
dari pengaruh masa jahiliyah (pra sejarah Islam), dan
b. Periode kedua di Madinah (selama 10 tahun),8[8] dengan pribadi muslim yang sudah
terbentuk, rasulullah mulai membangun sebuah pemerintahan masyarakat Islam yang
bersistem keadilan sosial dan berdasarkan syariat Islam dengan akta Piagam Madinah
sebagai undang-undang yang mengatur kehidupan masyarakatnya yang plural (majemuk).
Rasulullah Saw telah membangun pemerintahan Islam di Madinah di mana
masyarakatnya mempunyai latar sosial budaya yang sangat plural (majemuk). Penduduknya
terbagi ke dalam kelompok-kelompok etnik, ras dan agama yang berbeda. Kemajemukan
tersebut terlihat pada komposisi penduduk Madinah yang didomisili oleh berbagai golongan
suku bangsa Arab dan bangsa Yahudi yang menganut agama dan keyakinan yang berbeda. Ada
empat golongan dominan saat itu, yaitu:
a. Kaum Muslimin yang terdiri dari Muhajirin dan Ansor,
b. Golongan Aus dan Khazraj dengan keislamannya masih dalam tingkat nominal bahkan ada
yang secara rahasia memusuhi Nabi (kaum munafik dan musyrik),
c. Golongan Aus dan Khazraj yang menjadi muslim,
d. Golongan Yahudi yang terdiri dari tiga suku utama yaitu Banu Qainuqa, Banu Nadzir
dan Banu Quraidhah. Pada umumnya faktor ini mendorong konflik yang tidak tidak
mudah diselesaikan9[9].
8[8] Syaikh Shafiyyurrahman Al-Mubarrokfuri, Ar-rahikul Makhtum, Bathsun Fis-sirah An-Nabawiyah Ala Shahibiha Afdhalish Shalati Was-salam, Khatur Suhardi, Syirah Nabawiyah, Pustaka Al-Kautsar, Jakarta, cetakan ke-33, 2010, h. 69
9[9] Ibid., h. 197-201
Judul ini memuat persoalan yang terjadi pada masa Nabi Muhammad Saw di Madinah,
diawali dengan sekilas riwayat hidup Nabi sampai tekad perjuangan dakwah yang tidak
pernah luntur karena halangan atau rintangan. Dalam mendakwahkan agama Islam, Nabi
Muhammad menggunakan strategi dakwah dan hijrah demi terwujudnya tujuan dakwah.
Kemudian dibuat suatu akta yang disebut Piagam Madinah untuk mengatur dan mempersatukan
umat atau masyarakat yang majemuk. Kemudian diakhiri dengan pembahasan kesuksesan nabi
Muhammad sebagai pemimpin pemerintahan. Di mana letak kunci suksesnya? Dimana kunci
sukses kepemimpinan Nabi Muhammad Saw ini masih relevan untuk diteladani setiap
zaman bahkan di Indonesia pada era globalisasi ini.
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian yang telah penulis ungkapkan di latar belakang diatas, maka yang
akan menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana strategi dakwah Rasulullah di Madinah?
2. Bagaimana kunci sukses dakwah Rosulullah SAW di Madinah ?
E. Tujuan penelitian
Tujuan penelitian adalah sebagai jawaban atas rumusan masalah yang telah diterapkan,
oleh karena itu penelitian ini memiliki tujuan sebagai berikut :
1. Untuk mendapatkan kejelasan tentang perjalanan dakwah Islamiyah Rasulullah SAW periode
Madinah.
2. Untuk mengetahui Strategi Dakwah Rosulullah SAW Pada priode Madinah.
3. Untuk mengetahui kunci sukses dakwah Rasulullah SAW dalam memimpin umat di Madinah.
F. Metodelogi Penelitian
Menurut Kartini Kartono, metodelogi berasal dari bahasa yunani yaitu metodos yang
berarti “berjalan sampai” dan logos yang berarti “ilmu”. Jadi metodelaogi berarti ajaran atau
ilmu menguasai metode yang digunakan dalam penelitian.10[10]
Sedangkan menurut Winarno Surachmad, metodelogi adalah cara utama yang digunakan
untuk mencapai tujuan. Misalnya, untuk mengkaji serangkaian hepotesis dalam menggunakan
teknik dan alat-alat tertentu.11[11] Selanjutnya, yang dimaksud dengan metodelogi penelitian
disini adalah cara atau jalan yang dipergunakan dalam suatu penelitian dalam rangka mencapi
tujuan.
Penelitian skripsi ini menggunakan metode atau jenis penelitian kepustakaan (literatur)
karena tulisan-tulisan ini ditulis dalam waktu yang berbeda dan pada media forum yang berbeda
pula. Penelitian pustaka adalah penelitian yang menelaah bahan pustaka atau buku-buku yang
berkaitan dengan topik pembahasan.
1. Sumber Data
Sumber data menurut sifatnya dapat digolongkan menjadai dua, yaitu meliputi :
a. Sumber data primer, yaitu sumber-sumber yang memberikan data langsung dari tangan pertama.
b. Sumber data sekunder, yaitu sumber yang mengutip dari sumber lain. Maka dalam penelitian
ini, peneliti, memperoleh data yang diperlukan dari sumber data sekunder yaitu ayat-ayat Al-
Qur'an dan hadits-hadits nabi yang terdapat dalam satu kitab yang berbicara mengenai dakwah
serta buku-buku yang dibahas oleh para ahli dakwah yang mengulas masalah tersebut seperti
Syirah Nabawiyah, Manajemen Dakwah, Ilmu Dakwah, fiqh dakwah, Dasar-dasar Strategi
10[10]Kartini Kartono, Pengantar Metodelogi Recearch, Alumni, Bandung, 1990, hlm. 20
11[11]Winarno Surachmad, Pengantar pnelitian Ilmiah, Dasar Metode Teknik, Tarsito, Bandung, 1980, hlm.131
Dakwah Islam, Kunci Sukses Petugas Dakwah, planning dan organisasi dakwah Rasulullah
SAW, psikologi dakwah, Komunikasi Dakwah, Islam dan Tatanan Negara, dan lain sebagainya.
2. Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan penelitian kepustakaan dengan prosedur sebagai
berikut :
a. Menentukan data yang digunakan dalam penelitian ini.
b. Melacak sumber data kemudian membaca dan mencatat tulisan yang berkaitan dengan masalah
yang akan diteliti.
c. Catatan di atas diklasifikasikan disusun berdasarkan masalah yang akan diteliti.12[12]
3. Metode Analisa Data
Analisa data merupakan proses penyelenggaraan data ke dalam bentuk yang mudah
dibaca dan diinterpretasikan. Dalam penelitian ini metode yang digunakan untuk menganalisa
data adalah analisa deskriptif, yakni dimaksudkan untuk eksplorasi dan klarifikasi mengenai
sesuatu fenomena atau kenyataan sosial dengan jalan mendeskripsikan sejumlah variabel yang
berkenaan dengan masalah dan unit yang diteliti.
Menurut Isaac dan Michail metode deskriptif bertujuan melukiskan secara sistematis
suatu peristiwa atau siatuasi secara faktual dan cermat.13[13]
Setelah data-data diperoleh, kemudian diolah, dipaparkan dan dianalisa dengan
menggunakan alur pemikiran, yaitu:
12[12] Jalaluddin Rahmat M.SC, Metode penelitian Komunikasi, Pt.Remaja Rosdakarya, Bandung, 2004, h. 23
13[13]Op. cit., h.24
a. Metode Historis artinya berhubungan dengan sejarah, dan sejarah merupakan studi tentang masa
lalu dengan menggunakan kerangka paparan dan penjelasan. Sejarah adalah studi empiris yang
menggunakan berbagai tahap generalisasi untuk memaparkan, menafsirkan dan menjelaskan
data.14[14]
Metode historis adalah Metode ilmu dakwah dengan menggunakan pendekatan ilmu
sejarah. Maksudnya realitas dakwah dilihat dengan menekankan pada semua unsur dalam sistem
dakwah dalam perspektif waktu dan tempat kejadian. Dengan metode ini fenomena dakwah
dapat dideskripsikan secara komprehensif dan utuh.
Sehingga metode historis bertujuan untuk merekonstruksikan masa lalu secara sistematis
dan obyektif dengan mengumpulkan, menilai, memverifikasi dan menyintesiskan bukti untuk
menetapkan fakta dan mencapai konklusi yang dipertahankan dalam menguji hipotesis.
b. Metode deduktif adalah pola pikir yang bermula dari masalah yang bersifat umum ditarik
kesimpulan kepada yang bersifat khusus.
c. Metode induktif adalah pola pikir yang bermula dari masalah yang bersifat khusus ditarik
kesimpulan kepada yang bersifat umum.15[15]
Disini penulis mencoba menggunakan ketiga metode tersebut dalam melakukan proses
analisa, tentunya disesuaikan dengan kebutuhan, terkadang diawali dengan menggunakan
sejarah-sejarah global dakwah Islam Rasulullah SAW untuk kemudian dilakukan penjabaran
pada hal-hal yang bersifat khusus, terkadang juga diawali dengan sejarah khusus Rasulullah
SAW kemudian diawali sebuah conclusi yang bersifat umum.
14[14]Ibid., h. 22
15[15]Sutrisno Hadi, Statistik 1, Andi Offset,Yogyakarta, 1988, h.42
DAKWAH RASULULLAH MUHAMMAD SAW PERIODE MADINAHA. KONDISI UMUM KOTA MADINAHKota Madinah sekarang ini berada di wilayah kekuasaan pemerintahan Kerajaan Arab Saudi, terletak sekitar 160 km dari Laut Merah dan pada jarak lebih kurang 350 km sebelah utara dari kota Mekah. Kondisi tanah kota Madinah dikenal subur. Di sana terdapat oase-oase untuk tanah pertanian, oleh karena itu penduduk kota ini memiliki usaha pertanian, selain berdagang dan bertenak. Usaha pertanian ini menghasilkan sayur-sayuran dan buah-buahan . tentunya kondisi Madinah berbeda dengan kondisi Mekah yang tandus dan gersang. Sebelum Nabi hijrah kota Madinah disebut dengan Yasrib. Penamaan Madinah secara bahasa mempunyai akar kata yang sama dengan “tamaddun” yang berarti peradaban.Kondisi masyarakat Yasrib sebelum Islam datang terdiri atas dua suku bangsa, yaitu bangsa Arab dan Yahudi. Bangsa Arab yang tinggal di Yasrib terdiri atas penduduk setempat dan pendatang dari Arab Selatan,yang pindah ke Ysrib karena pecahnya bendungan Ma’arib.Persoalan yang dihadapi masyarakat Yasrib waktu adalah tidak adanya kepemimpinan yang membawahi semua penduduk Yasrib. Yang ada hanyalah pemimpin-pemimpin suku yang saling berebut pengaruh. Akibatnya perang antar suku pun sering terjadi.
B. KESEPAKATAN DALAM PERJANJIAN AQOBAHPeristiwa hijrahnya kaum muslim Mekah ke Madinah, selain kondisi dalam masyarakat Mekah yang yang sangat keras terhadap dakwah Islam , juga disebabkan oleh telah disepakati perjanjian penting , yaitu “Perjanjian Aqobah” yang berlangsung dua kali di Bukit ‘Aqobah, yang disebut dengan “Bai’atul ‘Aqobah I dan II”. Perjanjian Aqobah I terjadi pada tahun ke dua belas kenabian. Pada saat itu dua belas orang laki-laki dan seorang perempuan dari suku Khazraj dan Aus Madinah datang kepada Rasulullah di Mekah, mereka menyatakan diri masuk Islam, mereka berjanji bahwa, “…..kami tidak akan mempersekutukan Allah dengan sesuatu apapun, kami tidak akan mencuri, berzina atau membunuh anak-anak kami, tiada akan ada fitnah menfitnah, dan tidak akan mendurhakai Muhammad dengan sesuatu yang tidak kami ingini”. Orang-orang Madinah yang masuk Islam itu dengan mudah karena sudah pernah mendengar ajaran Taurat dari kaum Yahudi, yaitu tentang hari kebangkitan, balasan terhadap perbuatan manusia, dan nabi yang terakhir. Perjanjian Aqobah II berlangsung satu tahun kemudian. Pada saat itu ada 73 orang dari suku Khazraj menghadap Rasulullah, kali ini mereka menyarankan agar Rasulullah hijrah ke Madinah. Bai’atul ‘Aqobah II berisi kesanggupan mereka untuk masuk Islam, dan kemudian berjanji ;1. Akan selalu mendengar dan mentaati Nabi Muhammad SAW.2. Menafkahkan harta baik dalam keadaan mudah maupun sulit3. Melakukan amar ma’ruf nahi mungkar4. Tetap tabah menghadapi celaan kaum kafir5. Melindungi Nabi Muhammad SAW dan menjamin keamanan beliau sebagaimana membela dan melindungi keluarga mereka sendiri hingga titik darah penghabisan.
C. KAUM MUSLIM DAN RASULULLAH HIJRAH KE MADINAH Hijrah yang dilakukan kaum muslim ke Madinah berlangsung secara bertahap sendiri-sendiri atau dalam melompok kecil. Tujuannya untuk menghindari kecurigaan kaum musyrik Quraisy. Sedikit demi sedikit kaum muslimin segera meninggalkan Mekah, sedangkan Rasulullah masih tetap tinggal di Mekah. Setelah turun wahyu Rasulullah dengan ditemani Abu Bakar Assidik selanjutnya menyusul ke Madinah, setelah selamat dari kepungan orang-orang kafir yang ingin membunuh beliau di rumahnya, namun mereka gagal karena yang mereka temukan bukan Muhammad, tetapi Ali Bin Abi Thalib.Perjalanan hanya dilakukan di malam hari dan menghindar dari jalan umum. Akhirnya Nabi Muhammad tiba di Quba (dekat Madinah) pada hari senin 20 September 622 Msetelah berjalan selama tujuh hari. Di tempat ini beliau menetap selama empat hari, beliau juga mendirikan masjid yang diberi nama Masjid Quba.
D. STRATEGI DAKWAH ISLAM RASULULLAH DI MADINAHStrategi dakwah yang dilakukan Rasulullah di Madinah dengan di Mekah bertbeda, karena disesuaikan dengan kondisi sosial politik masyarakat Madinah pada saat itu. Strategi yang diterapkan Rasulullah ketika berdakwah di Madinah antara lain ;1. MENDIRIKAN MASJID Hal pertama yang dilakukan beliau ketika sampai di Madinah adalah mendirikan masjid. Umat Islam dapat mempergunakan masjid tersebut untuk mempersatukan kaum muslimin. Masjid tidak hanya digunakan untuk mendirikan shalat, tetapi untuk melakukan aktifitas-aktifitas lain yang diperlukan umat, seperti menjadi tempat pusat perencanaan kegiatan masyarakat, pusat latihan dan pendidikan dari Rasulullah, tempat mengadili perkara-perkara yang diselesaikan oleh Rasulullah SAW. Masjid yang pertama kali dibangun oleh Beliau adalah Masjid Nabawi. Kemudian umat Islam berturut-turut membangun beberapa masjid Jumu’ah (tempat pertama Rasulullah melaksanakan shalat jum’at), Masjid Gamamah (tempat pertama kali dilaksanakan shalat hari raya Islam), Masjid Bani Quraizah, Masjid Salman, Masjid Ali.
2. MEMPERSAUDARAKAN KAUM MUHAJIRIN DAN ANSARPara penduduk kota Madinah telah mendengar bahwa Rasulullah akan hadir dan menetap di kota mereka. Para penduduk menyambut kehadiran Rasulullah dengan riang gembira. Penduduk Madinah yang menyambut kehadiran Rasulullah disebut sebagai kaum Ansar,sedang kaum muslimin yang hijrah dari Mekah ke Madinah disebut kaum Muhajirin.Meskipun kaum ansar mengetahui bahwa sebagian kaum muhajirin tidak membawa harta bendanya ketika berhijrah, kuam ansar tetap bersedia berbagi tempat tinggal, pekerjaan dan pakaian. Bahkan Rasulullah menyatakan bahwa kaum ansar dan kaum muhajirin saling mewarisi. Dasar persaudaraan yang dibangun oleh Rasulullah adalah Ukhuwah Islamiyah yaitu persaudaraan yang didasarkan pada agama Islam guna menggantikan Ukhuwah Qaumiyah yaitu perdsaudaraan yang didasarkan pada kesamaan suku. Diantara para sahabat yang dipersaudarakan antara lain adalah ;a. Abu Bakar Assidiq dengan Kharijah Bin Zuhairb. Umar Bin Khatab dengan Itban bin Malik c. Utsman bin Affan dengan Aus bin Tsabit
d. Zubair bin Awwam dengan Salamah bin Salamahe. Salman Al Farasi dengan Abu Darda’Tujuan mempersaudarakan mereka adalah agar satu sama lain saling tolong menolong, yang kuat menolong yang lemah, yang mampu menolong yang kekurangan, serta untuk melenyapkan rasa asing pada diri sahabat-sahabat Muhajirin di kota Madinah.
3. MEMPRAKARSAI PENJANJIAN PIAGAM MADINAHUntuk menjamin hak-hak dan kewajiban setiap penduduk Madinah, Rasulullah memprakarsai penyusunan piagam perjanjian yang disebut Piagam Madinah. Dengan piagam ini semangat toleransi antar masyarakat Madinah terwujud.Diantara pokok-pokok ketentuan Piagam Madinah adalah sebagai berikut;a. Setiap golongan dari ketiga golongan penduduk Madinah memiliki hak pribadi, keagamaan, dan politik.b. Setiap individu penduduk Madinah mendapat jaminan kebebasan beragamac. Seluruh penduduk Madinah yang terdiri dari kaum muslim, yahudi, dan orang-orang Arab yang belum masuk Islam sesama mereka hendaklah saling membantu dalam bidang moral dan materiald. Rasulullah SAW adalah pemimpin seluruh penduduk Madinah. Segala perkara dan perselisihan besar yang terjadi di Madinah harus diajukan kepada beliau untuk diadili sebagaimana mestinya.
4. MENGGALANG KEKUATAN UNTUK MEMPERTAHANKAN AGAMAMeskipun dakwah Islam banyak dilakukan dengan cara lemah lembut, ternyata masih mendapat tantangan dan hambatan dari sebagian kelompok, bahkan kaum yahudi secara terang-terangan melanggar Piagam Madinah dan bersekutu dengan kaum kafir Quraisy. Oleh karena itu Rasulullah terpaksa membela diri dan mempertahankan Islam dengan meladeni mereka berperang. Peperangan yang dilakukan pada masa Rasulullah adalah sebagai berikut ;a. Perang BadarPerang tersebut melawan kaum kafir quraisy yang berlangsung di Badar terjadi pada 17 Ramadhan 2 H. perang tersebut kaum muslim meraih kemenangan yang gemilang. Jumlah musuh seribu orang, sedang muslim hanya 313 orang.b. Perang UhudKetika perang berlangsung jumlah pasukan musuh tiga ribu orang, sedangkan kaum muslimin seribu orang, akan tetapi pada peperangan kali ini kaum muslim mengalami kekalahan karena sebagian pasukan tidak disiplin, lalai pada pesan Rasulullah untuk tetap di tempat pada posisi semula. Mereka tergiur harta ganimah ( rampasan perang) dari musuh yang hampir kalah, namun setelah musuh melakukan serangan balik, kaum muslim yang tinggal sedikit menjadi tidak kuat menghadapi musuh.c. Perang KhandakPerang Khandak terjadi di Madinah utara, terjadi penyerangan dari Bani Nazir dan kaum kafir Quraisy. Untuk menghadapi mereka Rasulullah mengadakan musyawarah. Atas usul dari seorang sahabat dari Persia yang bernama Salman Al-Farasi seorang ahli strategi perang, dibangunlah parit-parit (khandak) di sekitar kota Madinah agar musuh sulit masuk ke Madinah, hal ini merupakan strategi pertahanan. Musuh kemudian diam di tempat dan kemudian meninggalkan Madinah. Atas prestasinya, Salman Al-Farasi diangkat oleh Rasulullah sebagai Ahlul-bait (keluarga) .
Upaya dakwah Rasulullah Muhammad SAW pada periode Madinah, selain yang telah diterangkan diatas, Beliau juga mengirimkan surat kepada para raja di beberapa kerajaan Jazirah Arab dan bahkan ke luar negeri, antara lain kepada Kaesar Heraclius (Romawi), Raja Najasi (Habsyah), Kaesar Persia, Raja Muqauqis. Mereka tidak menerima seruan dari Rasulullah untuk masuk Islam, namun Raja Muqauqis mengirim hadiah kuda, pakaian,dll untuk Rasulullah. sedang Raja Syahinsyah seorang raja yang sombong dan lalim merober-robek surat dari Rasulullah.Dengan demikian dapat disimpulkan, bahwa Rasulullah SAW berdakwah di Madinah selama sepuluh tahun itu mengacu pada tata cara berdakwah sebagaimana yang tercantum dalam Al-Qur’an surat An-Nahl ayat 125, yakni dengan hikmah (memberikan pengajaran dengan sistematis), Mau’idah hasanah (memberi contoh/suritauladan dengan baik), dan mujadilah (berdiskusi dengan argumentasi yang logis dan kritis). Rasulullah selalu menempatkan diri sebagai teladan, Membiasakan bermusyawarah dalam menyelesaikan masalah, Menjunjung tinggi nilai-nilai keadilan, serta selalu menganjurkan untuk bersikap peduli kepada sesama.
UJI KOMPETENSII. ISILAH TITIK-TITIK DI BAWAH INI DENGAN JAWABAN YANG BENAR !1. Yang menyertai dakwah Rasulullah SAW ke Madinah adalah …………..2. Sedang yang menggantikan Rasulullah di tempat tidurnya ketika dikepung orang-orang kafir adalah ……….3. Langkah pertama yang dilakukan Rasulullah ketika sampai di Madinah adalah …………4. Yang di sebut kaum Ansar adalah ……….5. Di Madinah sebelum Islam datang terdiri dari dua suku, yakni ………… dan ……………6. Wahyu Al-Qur’an yang turun di Madinah adalah tentang ………………7. Baiatul Aqobah ke dua terjadi pada tahun …….. dari kenabian Rasulullah8. Rasulullah mempersaudarakan kaum muhajirin Zubair bin Awwam dengan kaum Ansar bernama ………..9. Seorang sahabat ahli strategi perang yang berasal dari Negara Persia bernama …………………10. Rosulullah melakukan peperangan melawan orang kafir karena …………..11. Peperangan yang dimenangkan oleh umat Islam secara gemilang adalah pada waktu perang ………..12. Seorang raja yang lalim dan sombong, merobek-robek surat dari Rasulullah adalah bernama ………13. Dan seorang raja yang mengirim hadiah kuda dan pakaian kepada Rasulullah adalah ……….14. Rasulullah SAW melakukan dakwah di Madinah selama ………. Tahun15. Dalam surat An-Nahl ayat 125 menjelaskan tentang cara berdakwah secara Mau’idah Hasanah, artinya ………….
II. BERILAH TANDA SILANG (X) PADA HURUF A, B, C, D, ATAU E PADA JAWABAN YANG PALING TEPAT !1. Nama kota Madinah sebelum Rasulullah SAW hijrah adalah ……………..a. Persiab. Rumania c. Yatsribd. Yamane. Hamsyi.
2. Kata “Madinah” secara bahasa berarti ……………….a. Peradabanb. Daratanc. Suburd. Pedalaman e. Modern.3. Rasulullah SAW terdorong untuk berhijrah ke Madinah karena,…… kecualia. Tekanan dari kafir quraisyb. Ingin berganti pandanganc. Adanya ajakan dari umat Islam dari Madinahd. Terjadinya Baiatul Aqobah I dan IIe. Turun wahyu dari Allah adanya perintah untuk berhijrah 4. Salah satu perjanjian penting yang dilakukan rombongan haji Madinah dengan Rasulullah dikenal dengan perjanjian …………a. Uhudb. Aqabahc. Khandakd. Hudaibiyahe. Kerasulan.5. Perjanjian Aqobah I salah satunya berisi kesepakatan bahwa orang-orang Madinah, khususnya rombongan haji ………….a. Akan menjadi pemimpin di jazirah Arabb. Merampas kedudukan Kota Mekahc. Akan membunuh anak-anak perempuand. Tidak akan mempersekutukan Allahe. Akan berusaha memperbanyak sedekah.6. Hijrah yang dilakukan oleh para sahabat ke Madinah berlangsung secara …………...a. Sembunyi-sembunyi dalam kelompok kecilb. Terang-terangan dalam kelompok besarc. Mengancam melakukan penyerangand. Terang-terangan dengan kekuatan senjatae. Memberikan hadiah tertentu kepada penduduk Quraisy. 7. Masjid yang pertama kali dibangun Rasulullah sesampainya di Madinah adalah bernama Masjid ……………a. Masjidil Haramb. Qubac. Gamamahd. Jum’ahe. Nabawi.8. Yang dilakukan oleh Rasulullah dalam rangka menyatukan penduduk Madinah adalah dengan mendirikan …………a. Lembaga musyawarah
b. Tempat pertemuan keluargac. Sarana pelatihan perangd. Bangunan Masjide. Lembaga zakat dan sedekah.9. Ketika Rasulullah mendirikan Masjid di Quba, beliau melaksanakan shalat menghadap ke arah ………a. Kakbah di Mekahb. Masjid Nabawi di Madinahc. Baitul Maqdis di Palestinad. Masjid Al-Azhar di Mesire. Baitul Muqoddas di Sidratul Muntaha.10. Usaha mempersaudarakan kaum muslimin Anshar dengan Muhajirin contohnya ……….a. kaum Ansar boleh menetap di kota Mekahb. kaum Muhajirin boleh merebut tanah kaum Ansarc. kaum Ansar dan Kaum Muhajirin boleh saling mewarisid. kaum Muhajirin berhak menjadi pemimpin kaum Ansare. kaum Ansar berhak mengangkat budak dari kaum Muhajirin11. seorang Ansar yang dipersaudarakan dengan Umar bin Khatab adalah …………..a. itban bin Malikb. Muadz bin Jabalc. Salamah bin Salamahd. Abu Darda’e. Sa’ad bin Muadz 12. Kebebasan beragama dan menjalankan kepercayaan terjamin di Madinah. Hal ini seperti tertuang dalam kesepakatan ………a. Perjanjian Hudaibiyahb. Perjanjian dengan kaum Yahudic. Perjanjian Aqobahd. Piagam Madinahe. Piagam Mekah13. Pengertian yang tepat dari Ukhuwah Qaumiyah adalah ikatan persaudaraan yang didasarkan pada …………..a. Kesatuan cita-citab. Kekuasaan Negarac. Kemiripan Geografisd. Kesamaan Agamae. Kesamaan Suku14. Dalam Piagam Madinah disepakati bahwa jika salah satu kelompok yang turut menandatangani Piagam ini diserang oleh musuh, akibatnya ……a. Kelompok terbesar yang harus membantu b. Kelompok yang lemah harus membelanya secara bersama-samac. Kelompok yang lain harus membelanya dengan menggalang kekuatan gabungand. Mendapat dukungan dari kelompok lain
e. Diberi pasokan berupa harta benda15. Perang yang pertama kali dilakukan oleh umat Islam melawan kafir Quraisy adalah …………a. Perang Badarb. Perang Uhudc. Perang Khandakd. Perang Yamamahe. Perang Fijar16. Yang mengusulkan pembangunan parit sebagai pertahanan pada waktu perang khandak adalah bernama …………..a. Abu Bakar Asidiqb. Salman Al-Farasic. Umar bin Khatabd. Ali bin Abi Thalibe. Zubair bin Awwam17. Pada waktu perang Uhud pasukan Islam mengalami kekalahan karena …………..a. Pasukan Islam jumlahnya terlalu sedikitb. Pasukan Islam tidak disiplinc. Pasukan kafir Quraisy terlalu banyakd. Senjata pasukan Islam kurang canggihe. Sudah takdir dari Allah umat Islam harus mengalah18. Rasulullah berkirim surat kepada para para penguasa dan raja tujuannya adalah …………….a. Mengajak kerja sama dalam memerangi musuhb. Menyampaikan dakwah Islam dan mengajak bekerja samac. Meminta bantuan pertahanan Negarad. Menjalin hubungan ekonomie. Menginformasikan bahwa Nabi Muhammad adalah seorang pemimpin19. Nabi Muhammad SAW menjadi contoh terbaik bagi manusia karena selalu menampilkan akhlak yang terpuji. Keterangan tersebut menunjukkan bahwa Nabi Muhammad merupakan ………….a. Jelmaan Tuhanb. Imam para Rasulc. Uswatun Hasanahd. Nabi yang terakhire. Pemimpin teladan20. “jika Fatimah mencuri, akan saya potong tangannya”. Keterangan pada hadits di atas menunjukkan bahwa dalam berdakwah Rasulullah mengutamakan prinsip ………a. Mengistimewakan kelompok tertentub. Mengutamakan anggota keluargac. Kurang peduli kepada orang laind. Menjunjung persatuan dan kesatuane. Ada persamaan kewajiban setiap warga21. Tata cara berdakwah yang baik tercantum dalam Al-Qur’an surat ………….a. Al-Baqarah : 30
b. An-Nahl : 125c. An-Nahl : 25d. Al-Imran : 125e. Al-Imran : 13322. Tata cara berdakwah yang baik menurut Al-Qur’an adalah dengan ………, kecualia. Hikmahb. Mau’idul Hasanahc. Mujadilahd. ikrare. suritauladan23. Seperti yang sudah diterangkan dalam Al-Qur’an, metode dakwah ada beberapa cara, salah satunya adalah dengan mujadilah, maksudnya adalah ………….a. Berdiskusi, bertukar pikiran secara logis dan sistematisb. Pengajaran yang sistematisc. Contoh sikap dan perilaku yang baikd. Suritauladane. berceramah24. Nabi Muhammad seorang Uswatun Hasanah. Kata Uswatun Hasanah secara bahasa artinya …………a. Pemimpin yang agungb. Contoh yang baikc. Berakhlak muliad. Nabi paling istimewae. Pemimpin yang adil25. diantara cara berdakwah Rasulullah adalah dengan mengirim surat kepada para raja dan penguasa, dan raja yang lalim, sombong dengan kasar menolak ajakan dakwah Rasulullah adalah raja …………a. syahinsyahb. Heracliusc. Muqauqisd. Najasie. Kaisar Persia III. Jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini dengan benar !1. Jelaskan faktor-faktor yang mendorong hijrahnya Nabi Muhammad SAW dari Mekah ke Madinah!2. Apa materi pokok yang disepakati dalam perjanjian Aqobah I ? Sebutkan!3. Sebutkan isi pokok Baiatul Aqobah ke II!4. Jelaskan langkah-langkah yang diambil Rasulullah ketika sampai di Madinah!5. Selain sebagai tempat ibadah, masjid juga berfungsi sebagai . . . . sebutkan!6. Jelaskan pengertian tentang ukhuwah qaumiyyah!7. Sebutkan 3 isi Piagam Madinah!8. Bagaimanakah perang yang di perbolehkan dalam Islam?9. Perang apa saja yang dilakukan umat Islam melawan kafir quraisy?10. Jelaskan strategi dakwah Rasulullah sekaligus sebagai pemimpin di kota Madinah!KUNCI JAWABAN BAB 14 KELAS X
I.1. Abu Bakar Assidiq2. Ali Bin Abi Thalib3. Membangun masjid 4. Umat Islam yang menyambut kedatangan Muhajirin dari Mekah5. Bangsa Arab dan Kaum Yahudi6. Sosial kemasyarakatan7. ke 138. Salamah bin Salamah9. Salman Al Farasi10. Terpaksa, demi membela agama Allah11. Perang Badar12. Syahinsyah13. Muqauqis14. 10 tahun15. memberi contoh yang baikII.1. C 6. A 11. A 16. B 21. B2. A 7. E 12. D 17. B 22. D3. B 8. D 13. E 18. B 23. A4. B 9. C 14. C 19. C 24. B5. D 10. C 15. A 20. E 25. EIII.1. a. Adanya tekanan dari kaum kafir quraisyb. Adanya Baiatul Aqobah I dan II c. Adanya wahyu dari Allah Perintah untuk hijrah ke Madinahd. Ajakan dari para sahabat Rasulullah2. “…..kami tidak akan mempersekutukan Allah dengan sesuatu apapun, kami tidak akan mencuri, berzina atau membunuh anak-anak kami, tiada akan ada fitnah menfitnah, dan tidak akan mendurhakai Muhammad dengan sesuatu yang tidak kami ingini”.3. Bai’atul ‘Aqobah II berisi kesanggupan mereka untuk masuk Islam, dan kemudian berjanji ;1. Akan selalu mendengar dan mentaati Nabi Muhammad SAW.2. Menafkahkan harta baik dalam keadaan mudah maupun sulit3. Melakukan amar ma’ruf nahi mungkar4. Tetap tabah menghadapi celaan kaum kafir5. Melindungi Nabi Muhammad SAW dan menjamin keamanan beliau sebagaimana membela dan melindungi keluarga mereka sendiri hingga titik darah penghabisan.4. Mendirikan masjid, mempersaudarakan kaum Muslim Muhajirin dan Anshor, menyusun dustur atau Undang-undang yang dikenal dengan Piagam Madinah5. Sebagai tempat diskusi dan musyawarah, tempat berlangsungnya pendidikan dari Rasulullah, tempat menyelesaikan masalah-masalah yang timbul di masyarakat6. Ukhuwah Qaumiyyah adalah persaudaraan yang didasarkan pada kesamaan suku
7. Diantara pokok-pokok ketentuan Piagam Madinah adalah sebagai berikut;1. Setiap golongan dari ketiga golongan penduduk Madinah memiliki hak pribadi, keagamaan, dan politik.2. Setiap individu penduduk Madinah mendapat jaminan kebebasan beragama3. Seluruh penduduk Madinah yang terdiri dari kaum muslim, yahudi, dan orang-orang Arab yang belum masuk Islam sesama mereka hendaklah saling membantu dalam bidang moral dan material8. Sebagai usaha membela diri dan mempertahankan Islam. Oleh karena itu peperangan merupakan jalan terakhir jika perundingan damai tidak menghasilkan kesepakatan.9. Perang Badar, Perang Uhud, Perang Khandak10. a. Menganjurkan untuk bersikap peduli kepada sesamab. Menempatkan diri sebagai teladanc. Membiasakan musyawarah dalam menyelesaikan masalah
SUBSTANSI DAN STRATEGI DAKWAH RASULULLUAH SAW. PERIODE MADINAH.
Setelah Nabi hijrah ke Madinah, kota tersebut dijadikan pusat jamaah kaum muslimin, dan selanjutnya menjadi ibukota Negara islam yang segera didirikan oleh Nabi, dengan dirubah namanya Madinah, yang semula bernama Yastrib.
Adapun stategi dakwah Rasululullah SAW. Periode Madinah, yaitu :
A. PEMBINAAN MASJID
Masjid merupakan institusi dakwah pertama yang dibina oleh Rasulullah SAW. setibanya baginda di Madinah. Ia menjadi nadi pergerakan Islam yang menghubungkan manusia dengan Penciptanya serta manusia sesama manusia. Masjid menjadi lambang akidah umat Islam atas keyakinan tauhid mereka kepada Allah SWT. Pembinaan masjid dimulakan dengan membersihkan persekitaran kawasan yang dikenali sebagai ‘mirbad’ dan meratakannya sebelum menggali lubang untuk diletakkan batu-batu sebagai asas binaan. Malah, Rasulullah SAW. sendiri yang
meletakkan batu-batu tersebut. Batu-batu itu kemudiannya disemen dengan tanah liat sehingga menjadi binaan konkrit.
Masjid pertama ini dibina dalam keadaan kekurangan tetapi penuh dengan jiwa ketaqwaan kaum muslimin di kalangan muhajirin dan ansar. Mesjid pertama yang dibangun rasulullah SAW. adalah mesjid Quba’. Tanggla 16 Agustus Rasul dan para sahabat yang berjumlah lebih kurang seratus orang menuju Madinah pada hari jumat. Ditengah jalan pada suatu tempat yang bernama perkampungan lembah Bani Salim, Rasul mendapat perintah untuk mendirikan shlat jumat, sebagai suatu isyarat sudah waktunya memproklamirkan berdirinya Daulah Islamiyah. Di dalamnya, dibina sebuah mimbar untuk Rasulullah SAW. menyampaikan khutbah dan wahyu daripada Allah. Terdapat ruang muamalah yang dipanggil ‘sirda’untuk pergerakan kaum muslimin melakukan aktivitas kemasyarakatan. Pembinaan masjid ini mengukuhkan dakwah
baginda untuk menyebarkan risalah wahyu kepada kaum muslimin serta menjadi pusat perbincangan di kalangan Rasulullah SAW. dan para sahabat tentang masalah ummah.
B. MENGUKUHKAN PERSAUDARAAN
Rasulullah SAW mempersadarakan kaum Muhajirin dan Ansar. Jalinan ini diasaskan kepada kesatuan cinta kepada Allah serta pegangan akidah tauhid yang sama. Persaudaraan ini membuktikan kekuatan kaum muslimin melalui pengorbanan yang besar sesama mereka tanpa membeda – bedakan pangkat, bangsa dan harta. Selain itu, ia turut memadamkan api persengketaan di kalangan suku kaum Aus dan Khajraz. Sebagai contoh, Abu bakar dipersaudarakan dengan Harisah bin Zaid, Jafar bin Abi Thalib dipersaudarakan dengan Mu’az bin Jabal, dan Umar bin Khattab dipersaudarakan dengan Itbah bin Malik. Begitu seterusnya sehingga tiap – tipa orang dari kaum Ansar dipersaudarakan dengan kaum Muhajirin.
C. PEMBENTUKAN PIAGAM MADINAH
Madinah sebagai sebuah Negara yang menghimpunkan masyarakat Islam dan Yahudi daripada pelbagai bangsa memerlukan kepada satu perlembagaan khusus yang menjaga kepentingan semua pihak. Rasulullah SAW. telah menyediakan sebuah piagam yang dikenali sebagai Piagam Madinah untuk membentuk sebuah masyarakat di bawah naungan Islam.
Piagam ini mengandungi 32 pasal yang menyentuh segenap aspek kehidupan termasuk akidah, akhlak, kebajikan, undang-undang, kemasyarakatan, ekonomi dan lain-lain. Di dalamnya juga terkandung aspek khusus yang mesti dipatuhi oleh kaum Muslimin seperti tidak mensyirikkan Allah, tolong-menolong sesama mukmin, bertaqwa dan lain-lain. Selain itu, bagi kaum bukan Islam, mereka mesti berkelakuan baik kepada kaum islam di Madinah.
Piagam ini harus dipatuhi oleh semua penduduk Madinah Islam atau bukan Islam. Strategi ini telah menjadikan Madinah sebagai model Negara Islam yang adil, membangun serta disegani oleh musuh-musuh Islam.
D. STRATEGI KETENTERAAN
Peperangan merupakan strategi dakwah Rasulullah di Madinah untuk melebarkan perjuangan Islam ke seluruh pelosok dunia. Strategi ketenteraan Rasulullah s.a.w digeruni oleh pihak lawan khususnya pihak musyrikin di Mekah dan Negara-negara lain. Antara tindakan strategik baginda menghadapi peperangan ialah persiapan sebelum berlakunya peperangan seperti pengitipan dan maklumat musuh. Ini berlaku dalam perang Badar, Rasulullah SAW. telah mengutuskan pasukan berani mati seperti Ali bin Abi Talib, Saad Ibnu Waqqash dan Zubair Ibn Awwam untuk bersiap-sedia menghadapi perang.
Rasulullah SAW. turut membacakan ayat-ayat al-Quran untuk menggerunkan hati musuh serta menguatkan jiwa kaum Muslimin. Antara firman Allah Taala bermaksud:
“Dan ingatlah ketika Allah menjajikan kepadamu bahwa salah satu dari dua golongan yang kamu hadapi adalah untukmu, sedang kamu menginginkan bahwa yang tidak mempunyai kekuatan
senjatalah yang untukmu, dan Allah menghendaki untuk membenarkan yang benar dengan ayat-ayatNya dan memusnahkan orang-orang kafir.” (Surah al-Anfal: 7)
Rasulullah SAW. turut mengambil pandangan dari para sahabat dalam menyusun strategi peperangan. Dalam perang Khandak, Rasulullah SAW. setuju dengan pandangan Salman al-Farisi yang berketurunan Parsi berkenaan pembinaan benteng. Strategi ini membantu pasukan tentera Islam berjaya dalam semua peperangan dengan pihak musuh.
E. HUBUNGAN LUAR
Hubungan luar merupakan orientasi penting bagai melebarkan sayap dakwah. Ini terbukti melalui tindakan Rasulullah SAW. menghantar para dutanya ke negara-negara luar untuk menjalin hubungan baik berteraskan dakwah tauhid kepada Allah. Negara-negara itu termasuk Mesir, Iraq, Parsi dan Cina. Sejarah turut merekamkan bahwa Saad Ibn Waqqas pernah berdakwah ke negeri Cina sekitar tahun 600 hijrah. Sejak itu, Islam bertebaran di negeri Cina hingga saat ini. para sahabat yang pernah menjadi duta Rasulullah ialah Dukyah Kalibi kepada kaisar Rom, Abdullah bin Huzaifah kepada kaisar Hurmuz, Raja Parsi, Jaafar bin Abu Talib kepada Raja Habsyah.
Strategi hubungan luar ini diteruskan pada pemerintahan khalifah Islam selepas kewafatan Rasulullah SAW. Sebagai contoh, pasukan Salehuddin al-Ayubi di bawah pemerintahan Bani Uthmaniah telah berjaya menawan kota suci umat Islam di Baitul Maqdis. Penjajahan ke Negara-negara luar merupakan strategi dakwah paling berkesan di seluruh dunia.
F. MEMELIHARA DAN MEMPERTAHANKAN MASYARAKAT ISLAM DALAM UPAYA MENCIPTAKAN SUASANA TENTRAM DAN AMAN AGAR MASYARAKAT MUSLIM YANG DI BINA ITU DAPAT TERPELIHARA DAN BERTAHAN.
Rasulullah SAW membuat perjanjian persahabatan perdamaian dengan kaum Yahudi yang berdiam di kota Madinah dan sekitarnya. Tindakan ini belum pernah dilakukan oleh nabi dan rasul sebelumnya. Isi perjanjiannya sebagai berikut :
a) Kebebasan beragama bagi semua golongan dan masing-masing golongan mempunyai wewenang penuh terhadap anggits golongannya.
b) Semua lapisan, baik muslim maupun Yahudi harus tolong menolong dan saling mebantu untuk melawan siapa saja yang memerangi mereka. Semua wajib mempertahankan kota bila ada serangan dari luar
c) Kota Madinah adalah ota suci yang wajib dihormati oleh mereka yang terikat dengan perjanjian itu. Apabila terjadi perselisihan antara muslim dan Yahudi, maka urusan itu diserahkan kepada Allah SWT dan rasul(Al Qur’an dan sunah).
d) Mengakui dan mentaati kesatuan pimpinan untuk kota Madinah yang disetujui dipegang oleh Nabi Muhammad SAW.
substansi dakwah Rasulullah SAW. Periode Madinah.
Substansi dakwah Rasulullah SAW. Dapat dilihat melalui khutbah jum’at pertamanya, sebagai proklamasi berdirinya Negara Islam, Rasul telah menetapkan politik Negara, berdasarkan atas :
1. Al-adatul Insanyah ( perikemanusiaan ).
2. Asy-Syura ( demokrasi ).
3. Al-Wahdatul Islamiyah ( persatuan islam ).
4. Al-Ukhuwah Islamiyah ( persudaraan islam ).
Selain itu, Dalam shalat Jumat itu rasulullah membacakan khutbah yang berisikan tahmid, salawat / salam, pesan bertaqwa, dan doa sejahtera bagi muslim/ mukmin. Substansi dakwah Rasulullah SAW. Yang lain , seperti meletakkan dasar- dasar politik ekonomi dan sosial untuk masyarakat islam. Selama beberapa minggu di Madinah, Rasul menelaah situasi, mempelajari keadaan politik, ekonomi sosial budaya dan lain- lainnya. Setelah itu beliau mengeluarkan ”dekrit” yang dalam sejarah budaya islam terkenal dengan nama ”shifa”, yang kemudian oleh ahli – ahli politik modern disebut ”Manifesto politik pertama dalam negara islam”.
Perjanjian yang merupakan dokumen politik yang sangat bersejarah itu, menetapkan tugas dan kewajiban kaum yahudi dan musyrikin Madinah terhadap Daulah Islamiyah, disamping mengakui kebebasan mereka beragama dan memiliki harta kekayaan.
Dokumen politik yang pertama itu menggariskan dasar- dasar kehidupan politik, ekonomi, sosial, dan militer bagi segenap penduduk Madinah, baik muslimin Yahudi ataupun musyrikin.
Mengenai kehidupan ekonomi / sosial, dokumen menetapkan keharusan orang kaya membantu dan membayar hutang orang miskin, kewajiban memelihara kehormatan, menjamin keselamatan jiwa dan harta bagi setiap penduduk, mengakui kebebasan beragama dan melahirkan pendapat, menyatakan kepastian pelaksanaan hukum bagi siapa saja yang bersalah, dan di depan pengadilan tidak ada perbedaan antara siapapun.
Mengenai kehidupan militer, dokumen politik itu antara lain menggariskan kepemimpinan Muhammad bagi segenap penduduk madinah, baik muslimin, Yahudi, ayaupun musyrikin, segala urusan berada dalam kekuasaannya, beliaulah yang menyelesaikan segala perselisihan antara warga negara.
Dengan demikian jadilah Muhammad Qaid Aam ( panglima tertinggi di Madinah). Dokumen menetapkan pula keharusan bergotong – royong melawan musuh, sehingga dengan demikian penduduk Madinah tersusun dalam satu barisan dan menuju satu tujuan.
Selanjutnya dokumen menjelaskan dengan pasti bahwa tidak boleh sekali – kali bagi kaum musyrikin madinah membantu musyrikin mekkah, baik dengan harta ataupun dengan jiwa, dan
menjadi kewajiban bagi kaum Yahudi membantu belanja perang selama kaum muslimin berperang.
Dengan diumumkan perjanjian yang merupakan dokumen politik penting ini, Rasul telah berhasil menyatukan penduduk Madinah yang berbeda agama dan unsur darah untuk menghadapi musuh.
Setelah terjadi beberapa jihad yang sifatnya melindungi/ membela dakwah di Jazira Arabiah, Nabi mengirim beberapa pucuk surat kepada beberapa orang raja diluar Jazirah Arabiah dan beberapa pemuka kaum ( amir) di Jazirah Arabia sendiri, untuk menyeru mereka agar masuk islam.
Menurut Tarikh Ibnu Hisyam dan Tarikh Thabary, bahwa surat – surat Nabi itu dikirim kepada :
1. Heraclius, Maharaja Romawi yang diantar oleh putusan dibawah pimpinan Dakhiyah bin Khalifa al- Kalbi al – Khazraji.
2. Kaisar persia, yamg dibawah perutusan dibawah pimpinan Abdullah bin Huzairah as-Sahami.
3. Negus, Maharaja Habisyah, yang diantar oleh perutusan dibawah pimpinan Umar bin Umaiyah al-Dhamari.
4. Muqauqis, Gubernur jenderal Romawi unutk Mesir, yang diantar oleh perutusan di bawah pimpinan Khathib bin Abi Balta’ahh al-Lakhmi.
5. Hamzah bin Ali al- hanafi, amir negeri Yamamah, yamg diantar oleh perutusan dibawah di bawah pimpinan Sulaith bin Amir al-Amiri.
6. Al-Haris bin Abi Syamir, amir Ghasan, dibawa perutusan di bawah oleh Syuja bin Wahab.
7. AL-Munzir bin Sawy, Amir al-Bakhrain, yangdi bawah perutusandi bawah pimpinan al-Ala- bin al- Khadhami.
8. Dua putra al-jalandi, Jifar dan Ibad, yang dibawa oleh Amr bin Ash.
Contoh surat Nabi kepada Raja Parsi adalah ;
Nabi mengutuskan Abdullah bin Huzaifah bin Saham yang membawa surat kepada Kaisar Humuz, Raja Parsi yang bunyinya sebagai berikut :
“Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang dari Nabi Muhammad Rasulullah kepada Kaisar penguasa Parsi. Semoga sejahtera kepada siapa saja yang mengikut pimpinan Allah dan beriman kepadaNya dan rasulNya dan bersaksi tidak ada Tuhan selain Allah yang Esa tidak ada sekutu bagiNya dan sesungguhnya Nabi Muhammad adalah hamba dan rasulNya.
“Saya mengajak anda dengan ajakan Allah kepada umat manusia dan untuk memperingatkan manusia yang masih hidup, bahawa siksaan akan ditimpakan atas orang-orang kafir. Masuklah Islam dan hendaklah menerimanya. Jika anda menolaknya, maka berdosalah bagi penyembah api.”
Sekalipun surat – surat itu tidak semuanya diterima dengan baik, namun pengaruhnya sangat besar kepada sangat besar kepada rakyat dari negara- negara yang bersangkutan.
Dalam perkembangan kebudayaan Islam kemudian, arti dan jejak surat- surat Nabi ini sangat mendalam.
Musuh- musuh Islam dari dulu sampai sekarang menuduh bahwa islam berkembang di bawah sinarnya mata pedang. Ini adalah tuduhan bohong, tidak berdasarkan kenyataan, karena perkembangan islam adalah berlandaskan ”ajaran islam” itu sendiri, karena prinsip- prinsip dari masyarakat islam, yang bersendikan ”Ukhuwah Islamiyah, Mussawah Tammah dan Syura Muthlaqah”.
Islam tersiar luas dan cepat karena ”dakwah berhikmah” dari Nabi dan para sahabat, sedangkan ”Jihad” adalah untuk melindungi dan membela dakwah dari gangguan, untuk melindungi masyarakat islam dan kaum muslim. Jihad adalah tindakan pengamanan semata.
Dengan dakwah, islam meluas cepat keseluruh Jazirah Arabia sehingga sewaktu Nabi wafat, Jazirah Arabia seluruhnya telah bersih dari kebudayaan jagiliyyah yang bertentangan dengan islam, atau dengan perkataan lain, bahwa kebudayaan islam tekah berkembang di Jazirah Arabia.
Setelah Nabi berpulang ke Rahmatullah, dakwah islamiyah, yang bila dianggap perlu dilindungi dengan jihad, berjalan terus di bawah Sahabat Empat, Khulafur Rasyidin ( Abu bakar, Umar, Usman dan Ali), menyebar ke luar Jazirah Arabia, menjalar ke daerah – daerah Kerajaan Romawi dan kerajaan Persia.s
Kirimkan Ini lewat Email BlogThis! Berbagi ke Twitter Berbagi ke Facebook
Proses dan Tahapan Dakwah Rasulullah SAW
Oleh: Hafid Zurohman/TF 4
Pendahuluan
Mempelajari thariqah (metode) dakwah Rasululloh berarti mempelajari seluruh
perikehidupan Rasululloh Saw. Kehidupan Rasululloh adalah kehidupan dakwah, yakni
kehidupan mengemban risalah Islam untuk disampaikan kepada seluruh umat manusia secara
kaffah serta perjuangan menghadapi segala bentuk pemikiran kufur dan kehidupan jahiliyyah.
Selama 23 tahun, Rasululloh berjuang dengan sungguh-sungguh tak kenal lelah,
berdakwah terus-menerus, mengajak manusia kepada Islam dengan dakwah fikriyyah, dakwah
siyasiyyah dan dakwah askariyyah.
Disebut dakwah fikriyyah karena Rasulalloh memulai dakwahnya dengan menyebarkan
pemikiran berupa akidah, pandangan hidup, dan pemahaman Islam seraya mendobrak segala
bentuk pemikiran, pandangan hidup sesat dan menghancurkan semua bentuk kepercayaan dan
tradisi nenek moyang jahiliyyah. Disebut dakwah siyasiyyah karena pada dakwah ini Rasululloh
mengarahkan umat pada terbentuknya suatu kekuatan politik sebagai pelindung dan pendukung
agar dakwah dapat tersebar luas ke seluruh dunia. Dan disebut dakwah askariyyah karena
dakwah dilancarkan juga melalui strategi dan taktik militer dalam jihad fi sabilillah, setelah
Rasululloh mendapatkan kekuasaan di Madinah.
Rasululloh sukses dalam mengemban risalah, membina dan membentuk masyarakat
Islam, mendirikan daulah serta menghimpun umat manusia yang sebelumnya terpecah belah
dalam bentuk berbagai kabilah menjadi umat yang satu di bawah panji Islam.
Kesuksesan itu diraih bukan melalui perubahan moral atau kehidupan sosial-ekonomi
terlebih dahulu meski hal itu juga diperlukan. Juga tidak melalui slogan-slogan sukuisme,
kaumiyah atau ashobiyah. Keberhasilan dakwah Rasulalloh diawali dengan seruan akidah Islam
yang mampu mengubah pemikiran, perasaan, perilaku dan pandangan hidup sehingga terwujud
generasi sahabat yang mampu meneruskan risalah dakwah hingga tersebar ke seluruh pelosok
dunia.
Dakwah yang hakiki sebagaimana dicontohkan oleh Rasulalloh saat ini telah berhenti
semenjak runtuhnya daulah khilafah, terkoyak-koyaknya umat Islam yang semula utuh bersatu
sebagai ummatan wahidatan menjadi berbagai bangsa dan negara yang berdiri sendiri-sendiri
serta berhentinya penaklukan Islam (futuhat Islamiyyah). Tanpa daulah dan persatuan umat,
Islam menjadi lemah yang pada mulanya kekuatan umat Islam sangat tangguh dan disegani oleh
musuh-musuhnya.
Oleh karena itu, memahami sejarah dakwah Rasululloh secara keseluruhan mutlak
diperlukan oleh setiap orang yang mengaku penerus risalah dakwah. Dengan cara ini kejayaan
Islam insya Alloh akan dapat dicapai untuk yang kedua kalinya. Alloh lah yang menurunkan
agama ini sebagai dien al-fitrah, maka Dia pula lah yang mengokohkan dan memenangkannya
dari musuh-musuh Islam, sekalipun mereka sekuat tenaga berusaha melenyapkannya.
Agar lebih mudah dalam memahami serta mengambil pelajaran dari dakwah Rasululloh,
di bawah ini akan dipaparkan langkah-langkah beliau menurut periode dakwahnya. Setelah itu,
akan dipaparkan pula bagaimana meneladani thariqah dakwah Rasulalloh di masa sekarang.
Pembahasan
Dakwah, kata tersebut sudah membumi di kalangan masyarakat sekarang yang identik
dengan penyampaian berita tentang keagamaan. Kata “dakwah” sendiri, secara etimologi
(bahasa) berasal dari bahasa Arab – – دعا يدع ,yang berarti seruan (da’a, yad’u, da’watan) دعوة
panggilan, undangan, atau do’a. Sedangkan pengertian secara terminologi, dakwah adalah
mengajak manusia kepada jalan Alloh Swt. (sistem Islam) secara menyeluruh; baik dengan lisan,
tulisan, maupun dengan perbuatan sebagai ikhtiar (upaya) muslim mewujudkan nilai-nilai ajaran
Islam dalam realitas kehidupan pribadi (syahsiayah), keluarga (usrah) dan masyarakat (jama’ah)
dalam semua segi kehidupan secara menyeluruh sehingga terwujud khairul ummah (masyarakat
madani). (Drs. Endang AS,M.Ag., M.Si. ; Aliyudin, S.Ag., M.Ag., Dasar-dasar Ilmu Dakwah :
2009)
Kegiatan dakwah ini sudah ada sejak pada zaman Rasululloh Saw. hingga sekarang.
Kegiatan dakwah yang dilakukan Rasululloh Saw. terbagi ke dalam dua periode, yakni periode
Mekkah dan periode Madinah dan juga ada beberapa tahap metode dakwah yang dilakukan
Rasululloh Saw. dalam mengemban misi untuk menyampaikan risalah Ilahi kepada umatnya.
Berikut ini akan dipaparkan mengenai tahap-tahap dakwah Rasululloh Saw., yaitu sebagai
berikut.
1. Periode Mekkah
Dalam periode ini, terdapat dua phase dakwah yang dilakukan Rasululoh Saw. selama di
Kota Mekkah, yaitu secara sembunyi-sembunyi dan terang-terangan.
a. Dakwah Rasululloh Saw. secara Sembunyi-sembunyi
Dakwah pada tahap ini berlangsung selama 3 tahun. Rasululloh Saw. melakukan
dakwahnya ini tidak secara terbuka di masyarakat. Hal ini dilakukan untuk menghindari
tindakan-tindakan buruk kaum Quraisy yang fanatik akan kemusyrikan. Dengan cara ini,
Rasululloh Saw. melakukan pendekatan dakwahnya ini kepada orang yang memiliki hubungan
kerabat atau kenal baik sebelumnya.
Adapun orang-orang yang pertama kali masuk Islam ialah istrinya Siti Khodijah binti
Khuwailid r.a., Ali bin Abi Thalib, Zaid bin Haritsa (mantan budak Rasululloh dan anak
angkatnya), Abu Bakar bin Abi Kufahah, Utsman bin Affan, Zubair bin Awwam, Abdurrahman
bin Auf, Sa’ad bin Abi Waqqash dan lainnya.
Ketika orang-orang yang menganut Islam lebih dari 3o orang, Rasululloh Saw. memilih
rumah salah satu dari mereka, yaitu rumah al-Arqam bin Abi al-Arqam sebagai tempat
pertemuan untuk melakukan pembinaan dan pengajaran.
Berdasarkan langkah dakwah ini, Jumhur Fuqaha berpendapat bahwa bila kaum
muslimin berada pada posisi lemah, rapuh kekuatannya dan khawatir hancur binasa oleh
kekuatan lawan, maka mereka wajib memelihara diri dan agamanya dengan cara melakukan
dakwah secara sirriyah. (Fiqh Sirah, Dr. Ramadhan Al-Buthi :177)
Bila kita simpulkan pada tahap dakwah yang pertama ini, Rasululloh Saw. lebih berfokus
pada pembinaan dan pengkaderan (marhalah tatsqif wa takwin) untuk memantapkan akidahnya,
dalam pembentukan syakhsiyah Islamiyah, dan juga dalam pembentukan kelompok dakwah.
b. Dakwah Rasulloh Saw. Secara Terang-terangan
Tahap ini dilakukan Rasululloh Saw. beserta pengikutnya setelah mendapat perintah dari
Alloh Swt., sebagaimana dalam firman-Nya :
‰ô¹$$sù $yÎ/ ã �tB÷sè? óÚÌ �ôãr&ur Ç`tã tûüÏ.ÎŽô³ßJø9$# ÇÒÍÈ
“Maka sampaikanlah olehmu secara terang-terangan segala apa yang diperintahkan
(kepadamu) dan berpalinglah dari orang-orang musyrik”. (QS. Al-Hijr : 94)
Dakwah pada tahap ini segera mendapat reaksi keras dari orang-orang kafir Mekkah.
Siksaan dan penganiyayaan datang bertubi-tubi. Pada tahap ini, para pengikut Rasululloh
sungguh-sungguh diuji sampai sejauh mana kualitas iman mereka setelah tiga tahun dibina
mentalnya di Darul Arqom.
Dakwah Rasululloh Saw. pada tahap ini juga merupakan pertarungan pemikiran antara
pemikiran jahiliyah dengan Islam, antara adat istiadat, budaya dan kepercayaan nenek moyang
dan Islam. Hal ini tersurat pada ayat-ayat Makiyyah yang pada umumnya mengajak manusia
untuk memikirkan kejadian alam semesta, agar meninggalkan kepercayaan nenek moyang.
Contohnya, seperti dalam QS. Al-Zuhruf : 23-24.
Tahap dakwah ini berjalan selama 10 tahun dan rumah Rasululloh Saw. Menjadi pusat
perhatian pengikut-pengikut beliau sebagai tempat menimba ilmu dan menerima wahyu.
Pembinaan dan pengkaderan di Darul Arqam dilaksanakan secara selektif, intensif dan kontinyu
dengan memilih pribadi-pribadi yang dinilai mampu mengemban dakwah.
Dakwah Rasul pun semakin gencar, ruang lingkupnya semakin luas dan sasarannya lebih
ditujukan kepada jamaah di tempat-tempat ramai, seperti pasar, ka’bah di musim haji, di tempat-
tempat orang melakukan thawaf dan lain-lain. Rasululloh pun mendatangi sekitar 14 kabilah
sebagai media dakwahnya. Hal ini menimbulkan kekhawatiran di pihak Kaum Quraisy bahwa
mereka akan menerima dakwah dan menjadi pendukung Rasululloh serta mengadakan
perlawanan kepada Kaum Quraisy. Bila itu terjadi, tentu akan merusak citra mereka di kalangan
bangsa Arab, apalagi bila kepercayaan dan kebudayaan mereka dihinakan. Sebelum semuanya
terjadi, akhirnya mereka mengutus Walid bin Mughirah, ‘Ash bin Wali, Aswad bin Muthalib,
Ummayah bin Khalaf untuk menghadap Rasululloh dan menawarkan kerjasama ibadah dalam
agama. Yakni, Kaum Quraisy akan menambah apa yang disembah Kaum Muslimin dan Kaum
Muslimin harus bersedia menyembah apa yang disembah Kaum Musyrikin. Saat itu Alloh Swt.
menurunkan Surat Al-Kafirun sebagai penolakan atas penawaran tersebut yang dibacakan
Rasululloh kepada mereka. (Sirah Al-Halabiyah)
Pada tahap yang penuh rintangan ini, ruang gerak dakwah Rasululloh semakin sempit, hal
ini dikarenakan orang-orang yang sangat Rasul cintai dan sebagai pelindung dakwah Rasul sudah
tiada, yakni istrinya Siti Khadijah dan pamannya Abi Thalib. Karena itu, kemudian Rasululloh
berusaha mencari pendukung di Kota Tha’if, tetapi tidak berhasil bahkan beliau disambut dengan
penghinaan dan penganiyayaan fisik. Tahun-tahun tersebut merupakan saat-saat paling sulit bagi
Rasululloh dan para pengikutnya. Kemana pun Rasululloh pergi, Abu Lahab dan kawan-
kawannya selalu mengikuti dan mengatakan kepada kaum yang didatangi Rasululloh, bahwa ia
adalah pendusta dan pembohong yang ingin mengubah agama nenek moyang mereka. Di tengah
situasi itu, Rasululloh sering menyendiri, mengadukan persoalannya kepada Alloh Swt. hingga
Alloh meng-Isra dan Mi’rajkan beliau (Rasululloh). Ini menumbuhkan kembali kekuatan dalam
diri Rasululloh, bahwa kekuasaan Alloh meliputi segala sesuatu.
Pada saat musim haji, datanglah serombongan orang dari Suku Aus dan Khajraj dari
Yastrib (Madinah). Kesempatan ini digunakan oleh Rasululloh untuk menyampaikan dakwah.
Ketika rombongan ini mendengar ajakan Rasululloh, satu sama lain berpandangan sambil
berkata :
“Demi Allah, dia ini benar-benar seorang Nabi yang dijanjikan orang-orang Yahudi
kepada kami.”
Dengan sangat terbukanya mereka menerima dakwah Rasululloh saraya berkata :
“Kami tinggalkan kaum kami disana dan tidak ada pertentangan serta permusuhan
antara kaum kami dengan kaum lain, mudah-mudahan Alloh Swt. mempertemukan mereka
denganmu dan menerima dakwahmu, maka tidak ada lagi orang yang paling mulia darimu.”
(Sirah Ibnu Hisyam I : 428)
Tahun kedua belas kenabian, 12 orang dai Madinah datang kepada Rasululloh Saw. dan
masuk Islam. Mereka membai’at Rasululloh yang kemudian dikenal dengan Bai’ah Aqabah I,
yang isinya :
“Tidak menyekutukan Alloh, tidak mencuri, tidak berzina dan tidak membunuh anak-
anak kecil, tidak berbohong dan tidak menentang Rasululloh dalam perbuatan Ma’ruf.” (HR.
Bukhari)
Sekembalinya mereka dari ibadah haji, Rasululloh mengutus Mush’ab bin Umair
bersama mereka ke Madinah untuk mengajarkan Al-Qur’an dan hukum-hukum agama. Setelah
semakin banyak penduduk Madinah masuk Islam, Mush’ab bin Umair mengirimkan surat
kepada Rasululloh di Mekkah, memberitahukan tentang keinginannya untuk mengumpulkan
mereka semua seperti kebiasaan penduduk Yahudi mengumpulkan anak dan isterinya pada hari
sabtu (Hari Sabath). Rasululloh memberi izin, tapi harus dilakukan pada hari jum’at dan
memerintahkan agar melakukan sholat dua rakaat apabila matahari telah condong.” (Sirah Al-
Halabiyah II : 168)
Musim haji berikutnya, pada tahun ketiga belas kanabian, Mush’ab bin Umair kembali ke
Mekkah bersama 75 orang Islam dan mereka melakukan bai’at kepada Rasululloh, dan bai’at ini
dinamakan Bai’ah Aqabah II.
Isi Bai’ah Aqabah II ini pada dasarnya tidak berbeda dengan yang pertama, yakni mereka
akan tetap berpegang teguh kepada Islam dan berjanji untuk patuh dan taat dengan ikhlas kepada
agama Alloh serta meninggalkan larangan-Nya. Bedanya, pada Baia’ah Aqabah II ini ada isyarat
tegas tentang kesediaan mereka untuk berjihad dan membela Rasululloh dengan jalan apapun
dalam rangka menegakkan dakwah Islam. Selesai melakukan bai’at, Rasululloh Saw. menunjuk
12 orang untuk bertindak sebagai pimpinan masing-masing qabilah mereka. Abbas bin Ubadah,
salah seorang dari mereka berkata kepada Rasululloh:
“Demi Alloh yang mengutusmu dengan benar, bila engkau mengijinkan, kami akan
perangi Penduduk Mina besok pagi dengan pedang-pedang kami.”
Mendengar ini, Rasululloh menjawab :
“Kita belum diperintahkan untuk itu, dan lebih baik kembalilah kalian ke kendaraanmu
masing-masing.” (Sirah Al-Halabiyah II : 176)
Dari jawaban Rasululloh seperti itu, jelaslah bahwa sebelum hijrah ke Madinah dan
membangun negara disana, kewajiban jihad belum diperintahkan. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa dakwah Rasululloh dalam Periode Mekkah adalah dakwah dalam rangka
memperkenalkan Islam melalui dakwah fikriyah, kemudian membina umat, mengatur barisan
dan menyusun kekuatan untuk kemudian hijrah ke Madinah dan membangun Khilafah Islamiyah
serta mengumumkan perang kepada orang-orang yang menentang dakwah Islam.
2. Periode Madinah
Dakwah Islam di Madinah telah tersebar sejak dua tahun sebelum Rasululloh hijrah.
Kesediaan penduduk Madinah menerima kedatangan Rasululloh dan menyerahkan segala urusan
mereka kepada beliau, merupakan awal tumbuhnya benih Khilafah Islam.
Hijrahnya Kaum Muslimin ke Kota Madinah merupakan awal mula tahap dakwah yang
disebut Marhalah Tathbiq Ahkamul Islam (tahap pelaksanaan syari’at Islam) dengan
diproklamasikannya Daulah Islamiyah sebagai pelaksana hukum dan sebagai pengemban risalah
Islam ke segenap penjuru dunia dengan jihad fi sabilillah.
Ada beberapa hal yang dilakukan Rasululloh Saw. setibanya di Madinah dalam hijrahnya
dari Kota Mekkah, diantaranya :
a. Membangun Masjid
Pembangunan Mesjid mempunyai arti yang sangat penting bagi pembinaan masyarakat
Islam, yang terdiri atas individu-individu muslim yang senantiasa berpegang teguh kepada
akidah dan syari’at Islam, pancaran dan semangat kemasjidannya. Mesjid juga menjadi tempat
pelepasan para prajurit ke medan perang dan tempat menyelesaikan semua urusan umat yang
menyangkut ekonomi, sosial, hukum, dan lain sebagainya.
Masyarakat Islam sangat mementingkan persaudaraan atas dasar akidah Islam (ukhuwah
Islamiyah) antara sesama warga masyarakat. Dan ini tidak akan terpenuhi secara maksimal
melainkan dimulai dari masjid, tempat umat Islam bertemu muka dan bertukar informasi serta
menjalin persaudaraan. Dengan cara itu lenyap dengan sendirinya tembok-tembok pemisah
antara golongan kaya dan golongan miskin, golongan elit dan golongan bawah, warna kulit dan
keturunan. Sistem Islam menghendaki adanya persamaan dan keadilan bagi seluruh umat.
Mereka bertemu dalam satu barisan, berdiri tegak bersama-sama dihadapan Alloh Swt. Hal ini
dapat menyingkirkan egoisme, menyuburkan rasa tolong menolong (ta’awun) dan saling
menanggung atas dasar persaudaraan Islam yang terbina di Masjid.
b. Ukhuwah Islamiyah
Langkah kedua yang dilakukan Rasululloh Saw. adalah mempersaudarakan antara Kaum
Anshor dan Kaum Muhajirin (Kaum Muslimin yang berhijrah dari Mekkah). Persaudaraan ini
bukan sekedar slogan-slogan kosong tanpa makna, tetapi persaudaraan yang digambarkan
Rasululloh Saw. ibarat satu tubuh, bila salah satu anggota tubuh tertimpa sakit maka anggota
tubuhnya yang lain ikut merasakan sakit. Persaudaraan yang mendarah daging, mengalir dalam
setiap umat sehingga lenyap sama sekali segala fanatisme golongan, suku bangsa dan ras.
Persaudaraan yang sebenar-benarnya yang sebagaimana dilakukan Rasululloh tidak mungkin
terwujud tanpa didasari akidah Islam.
“Dan Alloh lah yang mempersatukan hati mereka (orang-orang) yang beriman.
Walaupun kamu membelanjakan semua (kekayaan) yang berada di bumi, niscaya kamu tidak
dapat mempersatukan hati mereka, tetapi Alloh telah mempersatukan hati mereka.
Sesungguhnya Dia Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. Al-Anfal : 63)
Persaudaraan ini sebetulnya telah dilakukan Rasululloh Saw., yakni ketika
mempersaudarakan Muhajirin sewaktu berada di Mekkah. Setelah hijrah, Kaum Muhajirin dan
Kaum Anshor dipersaudarakan kembali di Madinah. Dengan demikian ikatan ukhuwah
Islamiyah bertambah-tambah kuatnya, apalagi setelah dinaungi sebuah sistem Islam di bawah
pimpinan Rasululloh Saw.
c. Menyusun Piagam Perjanjian (watsiqah)
Langkah ketiga yang dilakukan Rasulullah adalah menyusun piagam atau watsiqoh,yang
menurut istilah sekarang adalah undang-undang dasar. Ibnu hisyam menyebutnya dustuur atau
undang-undang Negara pemerintahan Islam yang pertama. Watsiqoh ini menyangkut hak dan
kewajiban orang-orang non muslim yang tinggal dalam wilayah pemerintahan islam, hubungan
antara daulah dengan masyarakat dan antara masyarakat dengan daulah. Dr. Mushafa Asy
Syiba’i dalam bukunya “Siroh Nabawiyah Duruus Wa ‘Ibror” mengemukakan beberapa pokok
isi watsiqah tersebut berikut ini:
1. Kesatuan umat islam tanpa mengenal perbedaan suku, bangsa dan ras.
2. Persamaan hak dan kewajiban bagi seluruh warga masyarakat.
3. Gotong royong dalam segala hal yang bukan untuk berbuat dzolim, dosa dan permusuhan.
4. Kompak dalam menentukan hubungan dengan musuh-musuh Islam.
5. Membangun masyarakat dalam suatu sistem yang sebaik-baiknya.
6. Melawan orang-orang yang menentang Negara dan membangkang sistemnya.
7. Melindungi orang yang ingin hidup berdampingan dengan orang Islam dan tidak boleh berbuat
dzolim kepadanya.
8. Umat non-Islam bebas melaksakan agamanya. Mereka tidak boleh dipaksa masuk Islam dan
tidak boleh diganggu harta bendanya.
9. Umat non-Islam harus ambil dalam pembiayaan daulah sebagaimana umat Islam.
10. Umat non-Islam harus saling bantu membantu dengan umat Islam untuk menolak bahaya
yang akan mengancam Negara.
11. Umat non-Islam harus ikut membiayai perang apabila daulah dalam keadaan perang dengan
Negara lain.
12. Umat Islam dan non-Islam tidak boleh melindungi musuh Negara dan orang-orang yang
memusuhi Negara.
13. Warga Negara bebas keluar masuk wilayah Negara selama tidak merugikan Negara.
14. Setiap warga Negara tidak boleh melindungi orang yang berbuat dzolim.
15. Ikatan sesama anggota masyarakat didasarkan atas prinsip tolong-menolong untuk kebaikan
dan ketaqwaan, tidak atas dosa dan aniaya.
Dasar-dasar tersebut tertunjang oleh dua kekuatan yaitu kekuatan spiritual yakni imannya
masyarakat kepada allah dan keyakinan akan pengawasan dan perlindungan Allah bagi orang
yang berbuat baik dan konsekuen. Kekuatan material yakni kepemimpinan Negara yang
dipegang oleh Rasulullah saw.
d. Strategi Politik dan Militer
Dalam rangka penyebaran dakwah Islam keluar Madinah sekaligus mengumumkan
kepada Bangsa Arab dan bangsa-bangsa lain tentang berdirinya Daulah Khilafah Islamiyyah
dengan kepala negara Rasululloh sendiri, maka diambil langkah-langkah selanjutnya setelah
urusan dalam negeri terlaksana. Langkah-langkah tersebut ialah :
1. Mengirimkan surat kepada kepala-kepala Negara, pimpinan-pimpinan kabilah yang ada di
sekitar Jazirah Arabia seperti Kaisar Ramawi, Kisra, Persia, Muqauqis dari Mesir dan yang
lainnya untuk mengajak mereka masuk Islam.
2. Memaklumkan perang kepada orang-orang yang menentang dakwah Islam khususnya kaum
Quraisy Mekkah dengan jalan menghadang kafilah-kafilah yang berhadang melewati kota
Madinah dan sekitarnya seperti yang terjadi pada perang Badar.
3. Memerangi kabilah-kabilah yang mengkhianati perjanjian perdamaian bersama umat Islam
seperti kabilah-kabilah Yahudi, seperti Bani Quraidhah, Bani Qunaiqa’ dan Bani Nadhir.
4. Menjadikan Khilafah Islam sebagai satu kekuatan yang disegani dan ditakuti oleh lawan-
lawannya.
Kesimpulan
Tahap-tahap dakwah yang dilakukan Rasululloh Saw. terbagi menjadi 2 periode, yaitu
periode Mekkah dan Periode Madinah. Tahapan Dakwah yang dilakukan Rasululloh pada
Periode Mekkah terdapat beberapa tahapan, yaitu (1) secara sembunyi-sembunyi yang
melingkupi pemantapan akidah, pembentukkan syakhsiyah Islamiyah, dan pembentukan
kelompok dakwah; (2) secara terang-terangan yang melingkupi pertarungan pemikiran dan
perjuangan politik. Sedang tahapan dakwah yang dilakukan Rasululloh pada periode Madinah,
yaitu (1) membangun Masjid sebagai salah satu sarana dakwah; (2) dalam memupuk ukhuwah
Islamiyah antara Kaum Muhajirin dan Kaum Anshor; (3) mengatur urusan masyarakat dengan
syari’at Islam; (4) membuat perjanjian dengan warga nonmuslim; (5) menyusun strategi Politik
dan Militer; (6) jihad fi sabilillah.
Referensi
http://rachmatfatahillah.blogspot.com/2011/10/tahapan-dakwah-nabi-muhammad.html
http://penumpasjalanan.multiply.com/journal/item/41
http://farchanbinadnan.blogspot.com/2009/12/dakwah-nabi-muhammad-makkah-madinah.html
AS, Enjang, Drs., M.Ag., M.Si., & Aliyudin, S.Ag., M.Ag., 2009. Dasar-dasar Ilmu Dakwah.
Bandung : Widya Padjadjaran.
READ MORE >> Ramadhan 2011, diary ramadhan
Dakwah Islam Pada Masyarakat Multikultural: Kualifikasi Dai yang Bagaimana?Pengurus deGromiest | August 22, 2011 | 2353 Views | Print
Diary Ramadhan - Edisi 15 Ramadhan 1432H
Setengah abad yang lalu amat mudah mendapatkan kota atau negeri yang homogen, dihuni oleh satu kelompok etnik, budaya atau agama tertentu. Tapi sekarang tidak lagi. Mobilitas penduduk yang bergerak sangat dinamis, didukung oleh perkembangan iptek yang luar biasa, telah menyebabkan struktur dan komposisi penduduk di berbagai daerah berubah cepat. Di mana-mana muncul masyarakat multikultural, masyarakat bhinneka dengan heterogenitas yang semakin tinggi, sehingga menuntut adanya saling pengertian dan saling menghargai agar bisa hidup bersama dalam satu masyarakat yang utuh.
Sikap dan pandangan hidup bagaimana yang diperlukan dalam suatu masyarakat multkultural telah melahirkan Multikulturalisme sebagai suatu faham yang dituntut oleh perkembangan masyarakat global yang plural. Faham ini berangkat atas dasar kesamaan martabat manusia (equal dignity of human rights), dimana dignity adalah salah satu prinsip hidup manusia. Dalam masyarakat multicultural setiap kelompok berhak mengembangkan diri sesuai dengan “jalan” jati diri atau karakteristik kelompoknya (HAR Tilaar, 2004). Faham ini tidak menganggap cukup dengan adanya Hukum dalam suatu demokrasi konstitusional, karena dalam masyarkat multicultural dibutuhkan adanya jaminan terhadap hak-hak kelompok minoritas untuk mengembangkan martabat atas dasar jati diri mereka. Jadi dibutuhkan adanya kesadaran kolektif yang mendorong munculnya kebudayaan politik yang ditandai oleh adanya penghormatan timbal-balik atas hak-hak manusia, sebab dengan demikianlah demokrasi konstitusional bisa menjamin hak-hak kelompok minoritas untuk duduk bersama dengan kebudayaan kelompok-kelompok lain, tanpa ada rasa takut akan kehilangan identitas atau “ditelan” oleh kelompok mayoritas yang dominan.
Apa relevansi multikulturalisme bagi kita sebagai muslim dan warga bangsa Indonesia? Pertama, berangkat dari realita kita sebagai bangsa yang penuh keragaman. De facto bangsa ini tersebar di 17.000 lebih pulau, terdiri dari puluhan etnik dengan bahasa, tradisi, dan agama yang tidak sama. De jure, kita sebenarnya telah mengadopsi semangat multikulturalisme sekalipun dengan
aktualisasi yang masih gamang. Pancasila dan UUD 1945 telah mencoba merangkul semua unsur keragaman itu, sebagaimana teukir tegas pada simbol (Garuda) negara dengan kalimat Bhinneka Tunggal Ika. “Berbeda-beda tetapi tetap satu”, sungguh merupakan semboyan yang paling pas untuk merangkum prinsip-prinsip multikulturalisme. Sayang kita baru berkutat-katit pada slogan tetapi lemah dalam tindakan, sehingga multikulturalisme terasa asing atau bahkan dicurigai.
Kedua, pengalaman pada masa pemerintahan yang lalu bisa menjadi pelajaran berharga tentang perlunya sikap istiqomah pada semangat multikulturalisme, demi kelangsungan hidup bangsa yang memang bersifat multikultural. Kebijakan pemerintah Orde Baru yang otoriter-sentralistik sejak lama telah “membongsai” kebhinnekaan daerah-daerah demi keTunggal Ikaan yang semu. Atas nama persatuan dan kesatuan ruang gerak keanekaragaman kultural yang terdapat di daerah-daerah dipersempit, sehingga menghancurkan local cultural geniuses, seperti tradisi pemerintahan nagari di Minangkabau, pela gandong di Ambon, komunitas dalihan natolu di Tapanuli. Padahal keanekaragaman tradisi sosio-kultural seperti ini merupakan kekayaan kultural yang luar biasa, yang mengandung pranata-pranata sosial yang antara lain berfungsi sebagai defense mechanism untuk memelihara integrasi dan keutuhan sosio-kultural masyarakat (Azyumardi Azra, 2003). Maka pantas diduga jika kekerasan dan konflik bernuansa perbedaan etnik-agama yang marak sejak tahun 1996, tidak lepas dari kebijakan yang telah memandulkan local geniuses tersebut.
Ketiga, pengalaman pendek era Reformasi yang mendebarkan karena kebijakan desentralisasi kekuasaan pemerintah ke daerah-daerah cenderung memperlihatkan gejala “daerahisme” yang tampil tumpang tindih dengan etnisitas“sukuisme”. Kecenderungan ini, jika tidak terkendali, mempunyai bobot ancaman yang lebih besar terhadap keutuhan bangsa dibandingkan dengan pengalaman yang salah dari pemerintahan Orde Baru yang sentralistik. Jika dulu kebhinnekaan yang terancam, sekarang bandul ancaman itu bergerak ke sisi keTunggal Ikaan. Sesungguhnya tidak ada yang salah dengan pengungkapan identitas etnik dan agama karena di dalamnya ada kebanggan karakter diri dan kemartabatan kultural yang diperlukan oleh tiap bangsa untuk maju dan kuat. Namun dalam suatu masyarakat yang multikultural, pengungkapan identitas yang sempit bisa menimbulkan antiklimaks yang mengancam kepentingan bersama (masyarakat).Keempat adalah posisi umat Islam yang mayoritas, sehingga kelangsungan hidup bangsa ini tidak salah kalau disandarkan pada kearifan orang-orang muslim dalam menghargai keanekaragaman kultural tersebut. Apa yang seharusnya kita lakukan dari perspektif dakwah?
Harus disadari bahwa keragaman atau pluralitas kultural itu sudah merupakan suatu kenyataan yang umum, sejalan dengan arah perkembangan masyarakat dari berbagai dimensi. Persoalannya adalah bagaimana pluralitas itu disikapi dan dikonseptualisasikan tanpa harus menghadang laju perkembangan masyarakat. Al-Qur’an pun memastikan trend perkembangan ke arah masyarakat yang multikultural itu, sekaligus mengajarkan bagaimana manusia harus mensikapi keragaman tersebut sebagaimana tersurat pada Al-Hujarat 13: “Hai manusia, sesungguhnya Kami ciptakan kamu dari jenis laki-laki dan perempuan, dan Kami jadikan kamu berbagai bangsa dan kelompok agar kamu saling mengenal. Sungguh yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah adalah mereka yang paling takwa. Allah Maha Tahu dan Maha Teliti”.
Tuntunan normatif yang diberikan Islam terhadap keniscayaan gender dan pluralitas kultural adalah sesuatu yang positif, yaitu: (1). Masuk ke dalam pluralitas itu dengan pikiran terbuka,
untuk mengenal dan dikenal (lita’arofuu), mengembangkan proses interaksi interpersonal dan sosial bil hikmah. (2) Taqwa menjadi modal pokok ketika berinteraksi dalam masyarakat multicultural, yaitu taqwa pada pengertiannya yang dasar yaitu “waqaa” atau menjaga diri, (3) Melakukan dua petunjuk itu secara teliti, dalam perspektif dakwah terhadap masyarakat multicultural yang kompleks, untuk memuliakan martabat (dignity) Islam.Bagaimana tuntunan normatif ini dijabarkan, paling tepat kita lihat ulang bagaimana Nabi membangun masyarakat multikultural di Madinah 1400 tahun yang lalu. Heterogenitas kultural masyarakat kota Madinah dapat dilihat dari hasil cacah penduduk yang dilakukan atas perintah Nabi, berdasarkan hadits riwayat Bukori (Ali Bulac, 2001), di mana dari 10.000 jiwa penduduk Madinah kala itu kaum muslim adalah minoritas (15%). Mayoritas adalah orang musyrik Arab (45%) dan orang Yahudi (40%). Tingkat heterogenitas ini lebih tinggi lagi manakala dipaparkan bahwa masing-masing kelompok Muslim, Musyrik Arab, dan Yahudi itu di dalamnya terdiri dari berbagai kabilah atau sub-kelompok. Kaum muslim sendiri terdiri dari dua kelompok besar Muhajirin (migran) dan Anshor (non-migran), yang masing-masing terdiri dari berbagai suku atau kabilah yang punya tradisi bermusuhan karena kuatnya akar sukuisme dalam masyarakat Arab.
Dalam struktur masyarakat Arab yang tradisional, organisasi sosial sangat bergantung kepada ikatan darah dan kekerabatan. Tetapi di Madinah, untuk pertama kalinya (tahun 622 M) orang-orang yang berasal dari latar belakang suku, agama, dan asal geografis yang berbeda terhimpun bersama dan mengidentifikasi diri sebagai satu kelompok sosial tertentu. Pada Piagam Madinah yang berisi 47 pasal itu, disebutkan di pasal (1) “Muhammad, Nabi Allah, mewakili kaum Mukmin Quraisy dan Yastrib menyatakan bergabung dengan kelompok masyarakat lainnya, ikut berjuang bersama mereka. (2) Membentuk sebuah ummah yang lain daripada manusia-manusia sebelumnya “. (Ali Bulac, 2001). Sangat terasa adanya rasa percaya diri dan pengungkapan dignity dalam rumusan kalimat di kedua pasal tersebut, dan dengan modal itu Nabi serta sahabat-sahabatnya tampil sebagai pengambil inisiatif untuk berdakwah mengembangkan ummah yang multikultural di Madinah.
Jaidi sekalipun pada posisi minoritas, Nabi saw bersama sahabat-sahabatnyas bukan hanya aktif berinteraksi dengan warga kelompok mayoritas, tetapi bahkan mengambil inisiatif untuk membangun struktur masyarakat baru yang sesuai dengan sikon zaman. Tetapi harus dicatat, awal dari semua langkah inisiatif yang berani ini adalah dengan perhitungan atau siyasah yang terukur. Dimulai dengan suatu cacah penduduk, lalu melakukan konsolidasi internal untuk mengukuhkan soliditas kaum muslim yang terdiri dari berbagai kelompok-suku. Pasal 3 sampai 23 dari Piagam Madinah dapat difahami sebagai upaya konsolidasi internal, memperkuat sel-sel jaringan Ukhuwah Islamiyah sebagai persiapan untuk memenangkan “pertarungan” interaksi sosial antarkelompok dalam kompleksitas masyarakat yang multikultural. Ambil contoh dari pasal (17) “Perdamaian di antara Muslimin adalah satu. Tidak seseorang muslim pun boleh bersepakat untuk menyetujui perdamaian dengan mengenyahkan muslim lainnya”, dan pasal (23) “Bila terdapat perbedaan tentang sesuatu hal, hendaklah diserahkan kepada Allah dan Muhammad”. Kedua dictum ini sangat jelas tertuju pada maksud mempersatukan kaum Muslim yang memang berpotensi konflik karena karakter heterogenitasnya.
Jadi, belajar dari apa yang dicontohkan Nabi dan para sahabat di Madinah, salah satu persiapan untuk memasuki masyarakat global yang multikultural itu adalah kemampuan managerial untuk
mempersatukan kaum muslim yang tidak homogen. Kaum muslim yang terbelah-belah sudah merupakan realitas sejarah, persoalannya adalah kepemimpinan siapa yang mampu mempersatukan untuk membawa mereka dengan percaya diri dan bermartabat ke kompleksitas masyarakat yang multikulutral, bukan hanya sebagai obyek tetapi sebagai inisiator yang mampu mengaktualisasikan ajaran-ajaran Islam sebagai rahmat bagi semua kelompok masyarakat yang ada.
Berikutnya adalah membangun ukhuwah wathoniyah & bashariah di tengah pluralitas ummah yang ingin hidup bersama secara damai, dengan cara saling menjaga diri (taqwa). Tiap kelompok punya otonomi kultural sendiri, dan mereka berhak mengekspresikan diri sesuai dengan kriteria-kriteria hukum agama dan budayanya. Jaminan atas hak ini dalam Piagam Madina antara lain terlihat pada pasal (25) “Agama orang-orang Yahudi untuk mereka sendiri, agama kaum muslim untuk mereka sendiri. Hal ini termasuk mawla mereka dan diri (person) mereka sendiri”. Diktum ini yang sekarang disebut sebagai salah satu prinsip dalam Multikulturalisme, yaitu bisa menghargai orang lain seperti apa adanya - you are what you are, sebenarnya tak lebih dari upaya sosialisasi atas prinsip-prinsip kebebasan serta oengakuan atas adanya perbedaan agama seperti yang difirmankan Tuhan (S.al-Kafirun) sebelumnya pada periode makkiyah dengan kalimat lakum dienukum wa liyadien.
Bagaimana dengan tugas dakwah? Dakwah tetap berlangsung wajar di tengah-tengah pluralitas yang saling menghargai, untuk menyampaikan kebenaran-kebenaran ilahiah terhadap warga masyarakat yang semakin kompleks. Dakwah dalam masyarakat yang multikultural berakentuasi pada proses interaksi antarkelompok yang ada, yaitu lewat perilaku-perilaku warga muslim yang menimbulkan proses saling mempengaruhi dengan warga dari kelompok lain. Tuntunan normatif yang diberikan al-Qur’an untuk tampil dengan sikap terbuka, percaya diri, dan menjaga dignity Islam, sebagaimana telah disebut di atas, dimaksudkan untuk efektivitas penularan norma-norma dan nilai Islam dalam proses interaksi antarkelompok tersebut. Sementara tuntunan tentang taqwa, sikap selalu menjaga diri, dimaksudkan untuk memupuk pengendalian diri terhadap potensi-potensi konflik yang lazim ada dalam proses interaksi antarkelompok. Dengan demikian setiap muslim diharapkan bisa tampil dengan perilaku interaksi yang berbobot dakwah bil haal, baik dalam hubungan-hubungan yang bersifat asosiatif maupun yang bersifat disasosiatif.
Fenomena global yang menumbuhkan masyarakat-masyarakat multikultural meyakinkan orang mukmin akan universalitas Islam, karena embrio pengembangan masyarakat multikultural tersebut telah didemonstrasikan Nabi pada periode Madina 1400 tahun yang lalu. Apa yang dituntunkan Nabi adalah: (1) Keberanian untuk memasuki masyarakat multikultural (ummah) secara terbuka, percaya diri, dan menjunjung tinggi martabat Islam (2) Konsolidasi internal dengan membangun ukhuwah Islamiyah. Berbeda pendapat (khilafiyah) sudah merupakan keniscayaan, maka adagium yang tepat adalah “bersatu dalam ushul, bertoleransi dalam furu’ “ (KHM Isa Anshary, 1984). (3) Interaksi sosial dengan kelompok-kelompok lain atas dasar saling menjaga diri dengan saling menghargai dan menghormati perbedaan-perbedaan yang ada. (4) Membangun ukuwah wathoniyah wa bashariyah antarkelompok etnik-agama yang ada.
Kualifikasi dai bagaimana yang dibutuhkan untuk bisa memenuhi empat tuntunan di atas, antara lain dapat disebut beberapa hal.
Pertama harus beriman dan ikhlas terhadap agama yang hendak didakwahkan, sebab keberanian, percaya diri, dan kesetiaan untuk menjaga martabat Islam hanya muncul dari iman serta sifat ikhlas tersebut. Perlu dibangun kesadaran baru tentang makna kewajiban dakwah sebagai tugas untuk menyampaikan kebenaran-kebenaran ilahiah secara hikmah kepada semua orang. Keihlasan dalam dakwah membuat seorang dai bisa lebih berlapang dada. Soal orang masuk Islam haruslah dengan kesadaran diri dan dengan hidayah Allah. “ Tidak ada paksaan dalam beragama, sungguh sudah jelas beda antara hidayah dengan kesesatan” (Al-Baqarah, 256). Jadi tidak perlu ada perasaan berjasa dengan mengislamkan orang, sebab “ bahkan Allahlah yang berjasa ketika ia membimbing untuk beriman, jika kamu benar-benar beriman”(Al-Hujurat, 17).
Kedua bersifat adil, dalam arti hanya mendakwahkan apa yang sudah diamalkan (Al-Baqarah, 44), tidak menyembunyikan kebenaran Tuhan (Al Imran, 187) karena berbagai kepentingan, dan mendakwahkan Islam sebagai rahmat bagi seluruh alam.
Ketiga memiliki hikmah sehingga mampu berdakwah sesuai dengan sikon obyeknya. Dakwah untuk masyarakat kota yang mengalami rasionalisasi dan alienasi sudah tentu - dengan sifat hikmah - didekati dengan cara yang berbeda jika berhadapan dengan masyarakat desa yang stagnan. Dakwah dengan pendekatan esoteris atau estetis dapat dilakukan untuk masyarakat kota, sementara untuk masyarakat desa tersebut dakwah dilakukan dengan pendekatan etis. Penyajian materi dakwah pun tentu bilhikmati, yaitu ke masyarakat kota yang dinamik-plural dengan hidayah sentris sementara ke masyarakat desa yang stagnan dengan rasio sentris. Tetapi bagaimana hikmah bisa dimiliki seseorang (dai), Al-Ghazali mengajukan empat prasyarat: ‘ilmu, iffah, saja’ah, dan ‘adlu.
Keempat, berakhlaq karimah agar bisa tampil sebagai sosok teladan seperti yang dicontohkan dan menjadi kunci sukses dakwah Rasulullah Saw.Nabi dan para sahabat tampil sebagai inisiator masyarakat multicultural di Madinah dalam posisi sebagai kelompok minoritas. Kaum muslim di Indonesia yang mayoritas (85%) mestinya bisa lebih berhasil dengan menjadikan jejak-jejak sejarah Nabi tersebut sebagai model dakwah dalam membangun masyarakat bangsa yang multikultural.
Dakwah Islam Pada Masyarakat Multikultural
Setengah abad yang lalu amat mudah mendapatkan kota atau negeri yang homogen, dihuni oleh satu kelompok etnik, budaya atau agama tertentu. Tapi sekarang tidak lagi. Mobilitas penduduk yang bergerak sangat dinamis, didukung oleh perkembangan iptek yang luar biasa, telah menyebabkan struktur dan komposisi penduduk di berbagai daerah berubah cepat. Di mana-mana muncul masyarakat multikultural, masyarakat bhinneka dengan heterogenitas yang semakin tinggi, sehingga menuntut adanya saling pengertian dan saling menghargai agar bisa hidup bersama dalam satu masyarakat yang utuh.
Sikap dan pandangan hidup bagaimana yang diperlukan dalam suatu masyarakat multkultural telah melahirkan Multikulturalisme sebagai suatu faham yang dituntut oleh perkembangan masyarakat global yang plural. Faham ini berangkat atas dasar kesamaan martabat manusia (equal dignity of human rights), dimana dignity adalah salah satu prinsip
hidup manusia. Dalam masyarakat multicultural setiap kelompok berhak mengembangkan diri sesuai dengan “jalan” jati diri atau karakteristik kelompoknya (HAR Tilaar, 2004). Faham ini tidak menganggap cukup dengan adanya Hukum dalam suatu demokrasi konstitusional, karena dalam masyarkat multicultural dibutuhkan adanya jaminan terhadap hak-hak kelompok minoritas untuk mengembangkan martabat atas dasar jati diri mereka. Jadi dibutuhkan adanya kesadaran kolektif yang mendorong munculnya kebudayaan politik yang ditandai oleh adanya penghormatan timbal-balik atas hak-hak manusia, sebab dengan demikianlah demokrasi konstitusional bisa menjamin hak-hak kelompok minoritas untuk duduk bersama dengan kebudayaan kelompok-kelompok lain, tanpa ada rasa takut akan kehilangan identitas atau “ditelan” oleh kelompok mayoritas yang dominan.
Apa relevansi multikulturalisme bagi kita sebagai muslim dan warga bangsa Indonesia? Pertama, berangkat dari realita kita sebagai bangsa yang penuh keragaman. De facto bangsa ini tersebar di 17.000 lebih pulau, terdiri dari puluhan etnik dengan bahasa, tradisi, dan agama yang tidak sama. De jure, kita sebenarnya telah mengadopsi semangat multikulturalisme sekalipun dengan aktualisasi yang masih gamang. Pancasila dan UUD 1945 telah mencoba merangkul semua unsur keragaman itu, sebagaimana teukir tegas pada simbol (Garuda) negara dengan kalimat Bhinneka Tunggal Ika. “Berbeda-beda tetapi tetap satu”, sungguh merupakan semboyan yang paling pas untuk merangkum prinsip-prinsip multikulturalisme. Sayang kita baru berkutat-katit pada slogan tetapi lemah dalam tindakan, sehingga multikulturalisme terasa asing atau bahkan dicurigai.
Kedua, pengalaman pada masa pemerintahan yang lalu bisa menjadi pelajaran berharga tentang perlunya sikap istiqomah pada semangat multikulturalisme, demi kelangsungan hidup bangsa yang memang bersifat multikultural. Kebijakan pemerintah Orde Baru yang otoriter-sentralistik sejak lama telah “membongsai” kebhinnekaan daerah-daerah demi keTunggal Ikaan yang semu. Atas nama persatuan dan kesatuan ruang gerak keanekaragaman kultural yang terdapat di daerah-daerah dipersempit, sehingga menghancurkan local cultural geniuses, seperti tradisi pemerintahan nagari di Minangkabau, pela gandong di Ambon, komunitas dalihan natolu di Tapanuli. Padahal keanekaragaman tradisi sosio-kultural seperti ini merupakan kekayaan kultural yang luar biasa, yang mengandung pranata-pranata sosial yang antara lain berfungsi sebagai defense mechanism untuk memelihara integrasi dan keutuhan sosio-kultural masyarakat (Azyumardi Azra, 2003). Maka pantas diduga jika kekerasan dan konflik bernuansa perbedaan etnik-agama yang marak sejak tahun 1996, tidak lepas dari kebijakan yang telah memandulkan local geniuses tersebut.
Ketiga, pengalaman pendek era Reformasi yang mendebarkan karena kebijakan desentralisasi kekuasaan pemerintah ke daerah-daerah cenderung memperlihatkan gejala “daerahisme” yang tampil tumpang tindih dengan etnisitas“sukuisme”. Kecenderungan ini, jika tidak terkendali, mempunyai bobot ancaman yang lebih besar terhadap keutuhan bangsa dibandingkan dengan pengalaman yang salah dari pemerintahan Orde Baru yang sentralistik. Jika dulu kebhinnekaan yang terancam, sekarang bandul ancaman itu bergerak ke sisi keTunggal Ikaan. Sesungguhnya tidak ada yang salah dengan pengungkapan
identitas etnik dan agama karena di dalamnya ada kebanggan karakter diri dan kemartabatan kultural yang diperlukan oleh tiap bangsa untuk maju dan kuat. Namun dalam suatu masyarakat yang multikultural, pengungkapan identitas yang sempit bisa menimbulkan antiklimaks yang mengancam kepentingan bersama (masyarakat).
Keempat adalah posisi umat Islam yang mayoritas, sehingga kelangsungan hidup bangsa ini tidak salah kalau disandarkan pada kearifan orang-orang muslim dalam menghargai keanekaragaman kultural tersebut. Apa yang seharusnya kita lakukan dari perspektif dakwah?
Harus disadari bahwa keragaman atau pluralitas kultural itu sudah merupakan suatu kenyataan yang umum, sejalan dengan arah perkembangan masyarakat dari berbagai dimensi. Persoalannya adalah bagaimana pluralitas itu disikapi dan dikonseptualisasikan tanpa harus menghadang laju perkembangan masyarakat. Al-Qur’an pun memastikan trend perkembangan ke arah masyarakat yang multikultural itu, sekaligus mengajarkan bagaimana manusia harus mensikapi keragaman tersebut sebagaimana tersurat pada Al-Hujarat 13: “Hai manusia, sesungguhnya Kami ciptakan kamu dari jenis laki-laki dan perempuan, dan Kami jadikan kamu berbagai bangsa dan kelompok agar kamu saling mengenal. Sungguh yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah adalah mereka yang paling takwa. Allah Maha Tahu dan Maha Teliti”.
Tuntunan normatif yang diberikan Islam terhadap keniscayaan gender dan pluralitas kultural adalah sesuatu yang positif, yaitu: (1). Masuk ke dalam pluralitas itu dengan pikiran terbuka, untuk mengenal dan dikenal (lita’arofuu), mengembangkan proses interaksi interpersonal dan sosial bil hikmah. (2) Taqwa menjadi modal pokok ketika berinteraksi dalam masyarakat multicultural, yaitu taqwa pada pengertiannya yang dasar yaitu “waqaa” atau menjaga diri, (3) Melakukan dua petunjuk itu secara teliti, dalam perspektif dakwah terhadap masyarakat multicultural yang kompleks, untuk memuliakan martabat (dignity) Islam.
Bagaimana tuntunan normatif ini dijabarkan, paling tepat kita lihat ulang bagaimana Nabi membangun masyarakat multikultural di Madinah 1400 tahun yang lalu. Heterogenitas kultural masyarakat kota Madinah dapat dilihat dari hasil cacah penduduk yang dilakukan atas perintah Nabi, berdasarkan hadits riwayat Bukori (Ali Bulac, 2001), di mana dari 10.000 jiwa penduduk Madinah kala itu kaum muslim adalah minoritas (15%). Mayoritas adalah orang musyrik Arab (45%) dan orang Yahudi (40%). Tingkat heterogenitas ini lebih tinggi lagi manakala dipaparkan bahwa masing-masing kelompok Muslim, Musyrik Arab, dan Yahudi itu di dalamnya terdiri dari berbagai kabilah atau sub-kelompok. Kaum muslim sendiri terdiri dari dua kelompok besar Muhajirin (migran) dan Anshor (non-migran), yang masing-masing terdiri dari berbagai suku atau kabilah yang punya tradisi bermusuhan karena kuatnya akar sukuisme dalam masyarakat Arab.
Dalam struktur masyarakat Arab yang tradisional, organisasi sosial sangat bergantung kepada ikatan darah dan kekerabatan. Tetapi di Madinah, untuk pertama kalinya (tahun 622
M) orang-orang yang berasal dari latar belakang suku, agama, dan asal geografis yang berbeda terhimpun bersama dan mengidentifikasi diri sebagai satu kelompok sosial tertentu. Pada Piagam Madinah yang berisi 47 pasal itu, disebutkan di pasal (1) “Muhammad, Nabi Allah, mewakili kaum Mukmin Quraisy dan Yastrib menyatakan bergabung dengan kelompok masyarakat lainnya, ikut berjuang bersama mereka. (2) Membentuk sebuah ummah yang lain daripada manusia-manusia sebelumnya “. (Ali Bulac, 2001). Sangat terasa adanya rasa percaya diri dan pengungkapan dignity dalam rumusan kalimat di kedua pasal tersebut, dan dengan modal itu Nabi serta sahabat-sahabatnya tampil sebagai pengambil inisiatif untuk berdakwah mengembangkan ummah yang multikultural di Madinah.
Jaidi sekalipun pada posisi minoritas, Nabi saw bersama sahabat-sahabatnyas bukan hanya aktif berinteraksi dengan warga kelompok mayoritas, tetapi bahkan mengambil inisiatif untuk membangun struktur masyarakat baru yang sesuai dengan sikon zaman. Tetapi harus dicatat, awal dari semua langkah inisiatif yang berani ini adalah dengan perhitungan atau siyasah yang terukur. Dimulai dengan suatu cacah penduduk, lalu melakukan konsolidasi internal untuk mengukuhkan soliditas kaum muslim yang terdiri dari berbagai kelompok-suku. Pasal 3 sampai 23 dari Piagam Madinah dapat difahami sebagai upaya konsolidasi internal, memperkuat sel-sel jaringan Ukhuwah Islamiyah sebagai persiapan untuk memenangkan “pertarungan” interaksi sosial antarkelompok dalam kompleksitas masyarakat yang multikultural. Ambil contoh dari pasal (17) “Perdamaian di antara Muslimin adalah satu. Tidak seseorang muslim pun boleh bersepakat untuk menyetujui perdamaian dengan mengenyahkan muslim lainnya”, dan pasal (23) “Bila terdapat perbedaan tentang sesuatu hal, hendaklah diserahkan kepada Allah dan Muhammad”. Kedua dictum ini sangat jelas tertuju pada maksud mempersatukan kaum Muslim yang memang berpotensi konflik karena karakter heterogenitasnya.
Jadi, belajar dari apa yang dicontohkan Nabi dan para sahabat di Madinah, salah satu persiapan untuk memasuki masyarakat global yang multikultural itu adalah kemampuan managerial untuk mempersatukan kaum muslim yang tidak homogen. Kaum muslim yang terbelah-belah sudah merupakan realitas sejarah, persoalannya adalah kepemimpinan siapa yang mampu mempersatukan untuk membawa mereka dengan percaya diri dan bermartabat ke kompleksitas masyarakat yang multikulutral, bukan hanya sebagai obyek tetapi sebagai inisiator yang mampu mengaktualisasikan ajaran-ajaran Islam sebagai rahmat bagi semua kelompok masyarakat yang ada.
Berikutnya adalah membangun ukhuwah wathoniyah & bashariah di tengah pluralitas ummah yang ingin hidup bersama secara damai, dengan cara saling menjaga diri (taqwa). Tiap kelompok punya otonomi kultural sendiri, dan mereka berhak mengekspresikan diri sesuai dengan kriteria-kriteria hukum agama dan budayanya. Jaminan atas hak ini dalam Piagam Madina antara lain terlihat pada pasal (25) “Agama orang-orang Yahudi untuk mereka sendiri, agama kaum muslim untuk mereka sendiri. Hal ini termasuk mawla mereka dan diri (person) mereka sendiri”. Diktum ini yang sekarang disebut sebagai salah satu prinsip dalam Multikulturalisme, yaitu bisa menghargai orang lain seperti apa adanya - you
are what you are, sebenarnya tak lebih dari upaya sosialisasi atas prinsip-prinsip kebebasan serta oengakuan atas adanya perbedaan agama seperti yang difirmankan Tuhan (S.al-Kafirun) sebelumnya pada periode makkiyah dengan kalimat lakum dienukum wa liyadien.
Bagaimana dengan tugas dakwah? Dakwah tetap berlangsung wajar di tengah-tengah pluralitas yang saling menghargai, untuk menyampaikan kebenaran-kebenaran ilahiah terhadap warga masyarakat yang semakin kompleks. Dakwah dalam masyarakat yang multikultural berakentuasi pada proses interaksi antarkelompok yang ada, yaitu lewat perilaku-perilaku warga muslim yang menimbulkan proses saling mempengaruhi dengan warga dari kelompok lain. Tuntunan normatif yang diberikan al-Qur’an untuk tampil dengan sikap terbuka, percaya diri, dan menjaga dignity Islam, sebagaimana telah disebut di atas, dimaksudkan untuk efektivitas penularan norma-norma dan nilai Islam dalam proses interaksi antarkelompok tersebut. Sementara tuntunan tentang taqwa, sikap selalu menjaga diri, dimaksudkan untuk memupuk pengendalian diri terhadap potensi-potensi konflik yang lazim ada dalam proses interaksi antarkelompok. Dengan demikian setiap muslim diharapkan bisa tampil dengan perilaku interaksi yang berbobot dakwah bil haal, baik dalam hubungan-hubungan yang bersifat asosiatif maupun yang bersifat disasosiatif.
Fenomena global yang menumbuhkan masyarakat-masyarakat multikultural meyakinkan orang mukmin akan universalitas Islam, karena embrio pengembangan masyarakat multikultural tersebut telah didemonstrasikan Nabi pada periode Madina 1400 tahun yang lalu. Apa yang dituntunkan Nabi adalah: (1) Keberanian untuk memasuki masyarakat multikultural (ummah) secara terbuka, percaya diri, dan menjunjung tinggi martabat Islam (2) Konsolidasi internal dengan membangun ukhuwah Islamiyah. Berbeda pendapat (khilafiyah) sudah merupakan keniscayaan, maka adagium yang tepat adalah “bersatu dalam ushul, bertoleransi dalam furu’ “ (KHM Isa Anshary, 1984). (3) Interaksi sosial dengan kelompok-kelompok lain atas dasar saling menjaga diri dengan saling menghargai dan menghormati perbedaan-perbedaan yang ada. (4) Membangun ukuwah wathoniyah wa bashariyah antarkelompok etnik-agama yang ada.
Kualifikasi dai bagaimana yang dibutuhkan untuk bisa memenuhi empat tuntunan di atas, antara lain dapat disebut beberapa hal.
Pertama harus beriman dan ikhlas terhadap agama yang hendak didakwahkan, sebab keberanian, percaya diri, dan kesetiaan untuk menjaga martabat Islam hanya muncul dari iman serta sifat ikhlas tersebut. Perlu dibangun kesadaran baru tentang makna kewajiban dakwah sebagai tugas untuk menyampaikan kebenaran-kebenaran ilahiah secara hikmah kepada semua orang. Keihlasan dalam dakwah membuat seorang dai bisa lebih berlapang dada. Soal orang masuk Islam haruslah dengan kesadaran diri dan dengan hidayah Allah. “ Tidak ada paksaan dalam beragama, sungguh sudah jelas beda antara hidayah dengan kesesatan” (Al-Baqarah, 256). Jadi tidak perlu ada perasaan berjasa dengan mengislamkan orang, sebab “ bahkan Allahlah yang berjasa ketika ia membimbing untuk beriman, jika kamu benar-benar beriman”(Al-Hujurat, 17).
Kedua bersifat adil, dalam arti hanya mendakwahkan apa yang sudah diamalkan (Al-Baqarah, 44), tidak menyembunyikan kebenaran Tuhan (Al Imran, 187) karena berbagai kepentingan, dan mendakwahkan Islam sebagai rahmat bagi seluruh alam.
Ketiga memiliki hikmah sehingga mampu berdakwah sesuai dengan sikon obyeknya. Dakwah untuk masyarakat kota yang mengalami rasionalisasi dan alienasi sudah tentu - dengan sifat hikmah - didekati dengan cara yang berbeda jika berhadapan dengan masyarakat desa yang stagnan. Dakwah dengan pendekatan esoteris atau estetis dapat dilakukan untuk masyarakat kota, sementara untuk masyarakat desa tersebut dakwah dilakukan dengan pendekatan etis. Penyajian materi dakwah pun tentu bilhikmati, yaitu ke masyarakat kota yang dinamik-plural dengan hidayah sentris sementara ke masyarakat desa yang stagnan dengan rasio sentris. Tetapi bagaimana hikmah bisa dimiliki seseorang (dai), Al-Ghazali mengajukan empat prasyarat: ‘ilmu, iffah, saja’ah, dan ‘adlu.
Keempat, berakhlaq karimah agar bisa tampil sebagai sosok teladan seperti yang dicontohkan dan menjadi kunci sukses dakwah Rasulullah Saw.
Nabi dan para sahabat tampil sebagai inisiator masyarakat multicultural di Madinah dalam posisi sebagai kelompok minoritas. Kaum muslim di Indonesia yang mayoritas (85%) mestinya bisa lebih berhasil dengan menjadikan jejak-jejak sejarah Nabi tersebut sebagai model dakwah dalam membangun masyarakat bangsa yang multikultural.
Kerukunan Umat Beragama dengan Pemerintah
Kerukunan umat beragama dengan pemerintah merupakan bagian dari tri kerukunan umat
beragama. Tanpa kerja sama dengan pemerintah sulit kerukunan beragama untuk tercipta.
Kerukunan umat beragama dengan pemerintah lebih terlihat dari bagaimana pemerintah
mengatur, memfasilitasi, serta menyelesaikan konflik kehidupan beragama.
Dalam mewujudkan kerukunan umat beragama, pemerintah selalu terbentur persoalan kerukunan
umat beragama yang senantiasa bergulir. Tak dapat dipungkiri banyak konflik antarumat
beragama dan intern umat beragama di Indonesia pada kenyataannya masih terus berlangsung
hingga hari ini.
Kerukunan umat beragama sangat kita perlukan, agar kita semua bisa menjalani kehidupan
beragama dan bermasyarakat di bumi Indonesia ini dengan damai, sejahtera, dan jauh dari
kecurigaan kepada kelompok-kelompok lain. Dengan begitu, agenda-agenda kemanusiaan yang
seharusnya dilakukan dengan kerja sama antaragama, seperti memberantas kemiskinan,
memerangi kebodohan, mencegah korupsi, membentuk pemerintahan yang bersih, serta
memajukan bangsa, dapat segera dilakukan dengan sebaik-baiknya.
Agenda-agenda tersebut, jelas tidak dapat dilaksanakan dengan optimal, jika masalah kerukunan
umat beragama belum terselesaikan. Fakta menjelaskan meskipun setiap agama mengajarkan
tentang kedamaian dan keselarasan hidup, realitas menunjukkan pluralisme agama bisa memicu
pemeluknya saling berbenturan dan bahkan terjadi konflik. Konflik jenis ini dapat mempunyai
dampak yang amat mendalam dan cenderung meluas. Bahkan implikasinya bisa sangat besar
sehingga berisiko sosial, politik maupun ekonomi yang besar pula. Ia telah sedikit menampakkan
wajah garangnya di daerah Maluku/Ambon dan Poso beberapa tahun lalu. Konflik di wilayah
tersebut bukan saja menyebabkan kerugian secara material tapi mempunyai dampak sosial yang
sangat panjang.
Dalam penyosialisasian, penegakan, dan penyuburan kerukunan umat beragama ini, sebetulnya
pemerintah melalui Departemen Agama menduduki posisi yang penting dan sangat menentukan.
Sebagai departemen yang diberi tugas mengatur dan menangani persoalan serta urusan
keagamaan bagi seluruh rakyat Indonesia, tentunya Depag harus terus membuka mata dan
memperhatikan masalah-masalah kehidupan umat beragama, baik yang berskala kecil maupun
besar. Problem itu, tentunya sangat berkaitan dengan relasi umat agama di Indonesia yang terdiri
atas multiagama, multiorganisasi, multiperspektif.
Sudah banyak kebijakan pemerintah mengatur pembinaan kerukunan hidup umat beragama; baik
mengenai kebijaksanaan penyiaran agama, pendirian dan penggunaan rumah ibadah, upacara
hari besar keagamaan, hubungan antaragama dalam bidang pendidikan, perkawinan, penguburan
jenazah, dan wadah musyawarah antarumat beragama.
Pemerintah sejak 1970-an sudah mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang terkait dengan
persoalan kerukunan umat beragama di Indonesia. Menteri Agama Mukti Ali memperkenalkan
pentingnya dialog antaragama dan ilmu perbandingan agama yang diajarkan sebagai mata kuliah
di berbagai perguruan tinggi. Kedua hal itu penting, sebagai bentuk penyiapan kader-kader dan
sumber daya manusia yang siap menghadapi tantangan konflik antara agama dan pemikiran yang
terbuka, berwawasan luas, serta mendahulukan solusi kebersamaan demi masa depan Indonesia.
Upaya ini dilanjutkan Menteri Agama Alamsyah Ratu Prawiranegara yang menyosialisasikan
pentingnya trilogi kerukunan umat beragama. Pertama, kerukunan antarumat beragama, yaitu
kerukunan dan saling menghormati di antara pemeluk berbagai agama. Kedua, kerukunan intern
umat beragama, yaitu kerukunan di antara golongan-golongan dalam satu agama tertentu. Ketiga,
kerukunan di antara semua kelompok keagamaan dan pemerintah.
Yang juga penting adalah bagaimana agar kerukunan umat beragama itu tidak terus bersifat top-
down, elitis, dan berhenti pada dialog formal dan seremonial saja. Kerukunan umat beragama
memang harus didorong dan diberikan motivasi oleh pemerintah, juga hendaknya diupayakan
penyediaan fasilitas untuk mendukung itu. Akan tetapi, para pemuka agama harus juga
berinisiatif agar kesadaran ini terus tersebar dalam level grassroots dan menjadi bagian dari
pentingnya menjaga keharmonisan dan persatuan bangsa. Misalnya, pemberdayaan kelembagaan
Islam untuk meningkatkan kualitas kerukunan kehidupan umat beragama perlu diprogramkan
terencana dan berkelanjutan, yang diawali pendataan potensi konflik keagamaan, pelatihan
penyuluh agama untuk penanganan daerah berpotensi konflik, dan sosialisasi manajemen
kelembagaan agama yang difokuskan kepada memperkenalkan konsep dan kedudukan
kerukunan umat beragama dalam kerangka persatuan dan kesatuan bangsa di berbagai daerah
kabupaten maupun kota.
Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) yang dibentuk pemerintah pada setiap provinis,
kabupaten, dan kota perlu dioptimalkan dan diluruskan. Karena dalam kenyataannya, badan ini
menjelma acap menjadi pengawas berdirinya rumah ibadah. Selain wewenangnya, efek
ikutannya juga patut diawasi. Karena birokratisasi perukunan agama-umat dirukunkan secara
resmi melalui alat-alat negara- justru melahirkan ketidakrukunan baru. Ini, antara lain, bisa
dilihat dari betapa marak-nya perusakan tempat ibadah justru ketika FKUB sudah terbentuk di
mana-mana. Tugas utama FKUB seperti termuat dalam Perber pasal 9, yaitu melakukan dialog
dengan pemuka agama dan tokoh masyarakat.
Dengan demikian di masa datang, pemerintahan harus terus memperhatikan problem relasi
antaragama itu. Pemerintah harus mewujudkan kerukunan yang sesungguhnya, serta
mengantisipasi pelbagai macam dampak negatif dari konflik antaragama. Segala motif dan
indikasi yang bisa menyulut konflik harus diantisipasi sedini dan sebaik mungkin. Pemerintah
perlu juga melakukan pendataan yang serius dan komprehensif tentang peta, analisis,
keberhasilan, serta evaluasi kegagalan program kerukunan umat beragama ini.
Agar kerukunan umat beragama ini menjadi bagian dari program yang berkelanjutan dan dapat
dievaluasi setiap saat, diperlukan juga database yang menyediakan data lengkap tentang
perjalanan kerukunan umat beragama di Indonesia.
Pemerintah juga harus mencanangkan program dialog kultural di antara pelbagai komunitas
agama. Dialog tidak dalam kerangka perjumpaan-perjumpaan yang bersifat formal, sebagaimana
yang rutin selama ini, melainkan dalam kerangka menyelesaikan pelbagai persoalan bangsa dan
persoalan keagaaman secara khusus Pemerintah memfasilitasi pertemuan antaragama dan
mendorong terwujudnya relasi yang rukun, adil, dan setara.
Satu hal yang penting adalah pemerintah harus memperhatikan masalah keadilan dan
kesejahteraan sosial. Sebab hakikatnya, akar konflik dan ketegangan antaragama muncul karena
ketidakadilan dan kemiskinan yang merajalela kalangan agamawan. Pemerintahan harus bekerja
keras untuk meningkatkan ekonomi yang berorientasi kerakyatan serta penegakan hukum yang
seadil-adilnya. Bila itu semua terpenuhi, kesadaran primordial bangsa ini atas pluralisme
berangsur-angsur akan mengalami eskalasi ke bangunan sosial yang rukun, adil, dan damai.
UKHUWAH ISLAMIAH
Pengertian dan Hakikat
Manusia adalah makhluk individu sekaligus makhluk sosial. Sebagai makhluk individu ia memiliki karakter yang
unik, yang berbeda satu dengan yang lain (bahkan kalaupun merupakan hasil cloning), dengan fikiran dan
kehendaknya yang bebas. Dan sebagai makhluk sosial ia membutuhkan manusia lain, membutuhkan sebuah
kelompok - dalam bentuknya yang minimal - yang mengakui keberadaannya, dan dalam bentuknya yang maksimal -
kelompok di mana dia dapat bergantung kepadanya.
Kebutuhan untuk berkelompok ini merupakan naluri yang alamiah, sehingga kemudian muncullah ikatan-ikatan -
bahkan pada manusia purba sekalipun. Kita mengenal adanya ikatan keluarga, ikatan kesukuan, dan pada manusia
modern adanya ikatan profesi, ikatan negara, ikatan bangsa, hingga ikatan peradaban dan ikatan agama. Juga sering
kita dengar adanya ikatan berdasarkan kesamaan species, yaitu sebagai homo erectus (manusia), atau bahkan ikatan
sebagai sesama makhluk Allah.
Islam sebagai sebuah peradaban - terlebih sebagai sebuah din - juga menawarkan bahkan
memerintahkan/menganjurkan adanya sebuah ikatan, yang kemudian kita kenal sebagai ukhuwah Islamiah. Dalam
Wawasan Al Qur'an, Dr. Quraish Shihab menulis bahwa ukhuwah (ukhuwwah) yang biasa diartikan sebagai
"persaudaraan", terambil dari akar kata yang pada mulanya berarti "memperhatikan". Makna asal ini memberi kesan
bahwa persaudaraan mengharuskan adanya perhatian semua pihak yang merasa bersaudara.
Sedang makna ukhuwah Islamiah terkadang diartikan sebagai "persaudaraan antar sesama muslim", di mana kata
"Islamiah" menunjuk kepada pelaku; dan terkadang juga diartikan sebagai "persaudaraan yang bersifat Islami atau
yang diajarkan oleh Islam", di mana di sini kata "Islamiah" difahami sebagai kata sifat.
Dalam kajian ini, kedua makna tersebut saya gunakan sehingga ukhuwah islamiah diartikan sebagai "persaudaraan
antar sesama muslim yang diajarkan oleh Islam dan bersifat Islami". Dengan definisi yang 'lengkap' ini, pertanyaan
what, who dan how tentang ukhuwah Islamiah ini secara general telah terjawab.
Dalam kaitannya dengan hali ini, Allah berfirman:
Artinya: "Sesungguhnya orang-orang mu'min adalah bersaudara karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu
dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat." (Al Hujurat:10)
Juga di dalam sebuah hadits dari Ibnu Umar ra yang diriwayatkan Bukhari dan Muslim, Rasulullah saw bersabda:
Artinya: "Orang muslim itu saudara bagi orang muslim lainnya. Dia tidak menzaliminya dan tidak pula
membiarkannya dizalimi."
Dari dalil naqli di atas, kita dapat menyimpulkan bahwa sesama muslim dan juga sesama mu'min adalah bersaudara,
di mana tentunya kesadaran terhadap hal ini akan memberikan konsekuensi berikutnya.
Kedudukan dan Peran
Penyebutan secara eksplisit adanya persaudaraan antar sesama muslim (dan mu'min) di dalam Al Qur'an dan Hadits
menunjukkan bahwa hal tersebut merupakan sesuatu yang perlu diperhatikan oleh kaum muslimin. Dalam
prakteknya, Rasulullah saw juga menganggap penting akan hal ini. Terbukti pada saat hijrah ke Madinah, Rasulullah
saw segera mempersaudarakan shahabat Anshor dengan shahabat Muhajirin, seperti Ja'far bin Abi Thalib yang
dipersaudarakan dengan Mu'adz bin Jabal, Abu Bakar ash Shiddiq dengan Kharijah bin Zuhari, Umar bin Khaththab
dengan 'Utbah bin Malik, dst.
Dari sini kita dapat mengambil pelajaran bahwa sebuah komunitas (bisa berbentuk negara) hanya akan eksis dengan
adanya kesatuan dan dukungan elemen-elemennya. Sedang kesatuan dan dukungan ini tidak akan lahir tanpa adanya
rasa saling bersaudara dan mencintai. Namun persaudaraan inipun perlu didahului oleh suatu faktor pemersatu,
berupa ideologi atau aqidah. Dari sini mungkin kita mulai dapat menarik kesimpulan penyebab aksi-aksi separatisme
di tanah air, ataupun lemahnya kekuatan kaum muslimin dewasa ini. Dua komunitas dengan rasa kesatuan yang
nyaris hilang.
Ukhuwah juga merupakan salah satu pilar kekuatan (quwwatul ukhuwwah) di samping pilar kekuatan lainnya,
seperti kekuatan iman, senjata, dll. Banyak contoh yang menunjukkan kehancuran sebuah komunitas yang
disebabkan oleh ketiadaan ukhuwah.
Tahapan Implementasi
Dalam rangka mewujudkan ukhuwah Islamiah - bahkan juga dalam rangka menjalin hubungan dalam maknanya
yang umum - ada beberapa tahapan konseptual yang perlu diperhatikan. Secara garis besar tahapan tersebut dapat
dibagi menjadi:
1. Ta'aruf
Ta'aruf dapat diartikan sebagai saling mengenal. Dalam rangka mewujudkan ukhuwah Islamiyah, kita perlu
mengenal orang lain, baik fisiknya, pemikiran, emosi dan kejiwaannya. Dengan mengenali karakter-
karakter tersebut,
Dalam Surat Al Hujurat, Allah berfirman:
Artinya: "Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan perempuan dan
menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya
orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu.
Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal." (Al Hujurat:13)
Ta'aruf ini perlu kita lakukan dari lingkungan yang terdekat dengan kita. Dengan keluarga, dengan
lingkungan sekolah atau tempat bekerja, hingga berta'aruf dalam komunitas yang lebih luas, seperti dalam
komunitas KMII.
2. Tafahum
Pada tahap tafahum (saling memahami), kita tidak sekedar mengenal saudara kita, tapi terlebih kita
berusaha untuk memahaminya. Sebagai contoh jika kita telah mengetahui tabiat seorang rekan yang biasa
berbicara dengan nada keras, tentu kita akan memahaminya dan tidak menjadikan kita lekas tersinggung.
Juga apabila kita mengetahui tabiat rekan lain yang sensitif, tentu kita akan memahaminya dengan kehati-
hatian kita dalam bergaul dengannya.
Perlu diperhatikan bahwa tafahum ini merupakan aktivitas dua arah. Jadi jangan sampai kita terus
memposisikan diri ingin difahami orang tanpa berusaha untuk juga memahami orang lain.
3. Ta'awun
Ta'awun atau tolong-menolong merupakan aktivitas yang sebenarnya secara naluriah sering (ingin) kita
lakukan. Manusia normal umumnya telah dianugerahi oleh perasaan 'iba' dan keinginan untuk menolong
sesamanya yang menderita kesulitan - sesuai dengan kemampuannya. Hanya saja derajat keinginan ini
berbeda-beda untuk tiap individu.
Dalam surat Al Maidah, Allah berfirman:
Artinya: "Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-
menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah
amat berat siksa-Nya." (Al Maaidah:2)
Dalam dalam hadits:
Artinya: "Dan Allah akan selalu siap menolong seorang hamba selama hamba itu selalu siap menolong
saudaranya."
Juga dalam hadits Ibnu Umar di atas ("al muslimu akhul muslimi ..."), seterusnya disebutkan bahwa siapa
yang memperhatikan kepentingan saudaranya itu maka Allah memperhatikan kepentingannya, dan siapa
yang melapangkan satu kesulitan terhadap sesama muslim maka Allah akan melapangkan satu dari
beberapa kesulitannya nanti pada hari qiyamat, dan barangsiapa yang meneymbukan rahasia seorang
muslim maka Allah menyembunyikanrahasianya nanti pada hari qiyamat.
Dalil naqli di atas memberi encouragement bahkan perintah kepada orang beriman untuk tolong-menolong,
yang dibatasi hanya dalam masalah kebajikan dan taqwa. Bentuk tolong-menolong ini bisa dilakukan
dengan saling mendo'akan, saling menasihati, juga saling membantu dalam bentuk amal perbuatan.
Kalaupun tidak turut berperang, kita dapat ikut menyediakan bekal menghadapi peperangan, misalnya.
Dalam masalah-masalah yang jelas kesalahannya, kita dilarang untuk saling memberikan pertolongan.
Contoh ringan yang mungkin pernah kita alami saat masih sekolah, misalnya memberi contekan saat
ulangan. Mungkin saat itu kita merasa sungkan untuk menolak memberi 'pertolongan'. Dan contoh yang
lebih berat mungkin akan sering kita jumpai seiring dengan semakin dewasanya kita dan semakin
kompleksnya permasalahan yang kita hadapi.
Dalam hal ini kita perlu memperhatikan hadits shahih dari Anas bin Malik ra, bahwa Rasulullah saw
bersabda:
Artinya: "Tolonglah saudaramu yang berbuat zalim atau yang dizalimi." Aku bertanya, "Ya Rasulullah,
menolong orang yang dizalimi dapatlah aku mengerti. Namun, bagaimana dengan menolong orang yang
berbuat zalim?" Rasulullah menjawab, "Kamu cegah dia agar tidak berbuat aniaya, maka itulah
pertolonganmu untuknya."
Jadi kita seharusnya berterima kasih jika ada yang menegur kita, bahkan mencegah kita dengan kekuatan
manakala kita sedang berbuat kesalahan.
4. Takaful
Takaful ini akan melahirkan perasaan senasib dan sepenanggungan. Di mana rasa susah dan sedih saudara
kita dapat kita rasakan, sehingga dengan serta merta kita memberikan pertolongan. Dalam sebuah hadits
Rasulullah memberikan perumpamaan yang menarik tentang hal ini, yaitu dengan mengibaratkan orang
beriman - yang bersaudara - sebagai satu tubuh.
Dalam hadits:
Artinya: "Perumpamaan orang-orang beriman di dalam kecintaan, kasih sayang, dan hubungan kekerabatan mereka
adalah bagaikan tubuh. Bila salah satu anggotanya mengaduh sakit maka sekujur tubuhnya akan merasakan demam
dan tidak bisa tidur."
Unsur pokok di dalam ukhuwah adalah mahabbah (kecintaan), yang terbagi dalam beberapa tingkatan:
Tingkatan terendah adalah salamus shadr (bersihnya jiwa) dari perasaan hasud, membenci, dengki dan
sebab-sebab permusuhan/pertengkaran. Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari Muslim, Rasulullah
saw bersabda bahwa tidak halal bagi seorang muslim mendiamkan saudaranya selama tiga hari, yang
apabila saling bertemu maka ia berpaling, dan yang terbaik di antara keduanya adalah yang memulai
dengan ucapan salam. Juga dalam hadits lain yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah, Rasulullah saw bersabda
bahwa ada tiga orang yang shalatnya tidak diangkat di atas kepala sejengkal pun, yaitu seorang yang
mengimami suatu kaum sedangkan kaum itu membencinya, wanita yang diam semalam suntuk sedang
suaminya marah kepadanya, dan dua saudara yang memutus hubungan di antara keduanya.
Tingkatan berikutnya adalah cinta. Di mana seorang muslim diharapkan mencintai saudaranya seperti
mencintai dirinya sendiri, seperti dalah hadits:”Tidak sempurna iman seseorang di antara kamu sehingga ia
mencintai
Tingkatan berikutnya adalah cinta. Di mana seorang muslim diharapkan mencintai saudaranya seperti
mencintai dirinya sendiri, seperti dalam hadits: "Tidak sempurna iman seseorang di antara kamu sehingga
ia mencintai saudaranya seperti mencintai dirinya sendiri." (HR muttafaq alaihi)
Tingkatan yang tertinggi adalah itsar, yaitu mendahulukan kepentingan saudaranya atas dirinya dalam
segala sesuatu yang ia cintai, sesuatu yang untuk zaman sekarang sering baru mencapai tahap wacana. Patut
kita renungkan kisah sahabat nabi dalam sebuah peperangan, di mana dalam keadaan sekarat dan kehausan
dia masih mendahulukan saudaranya yang lain untuk menerima air.
Juga contoh yang dilakukan oleh shahabat Anshar, Sa'ad bin rabbi' yang menawarkan hartanya, rumahnya,
istrinya yang terbaik untuk dimiliki oleh Abdurrahman bin Auf. Dalam hal ini Abdurrahman bin Auf pun
berlaku iffah dengan hanya meminta untuk ditunjukkan jalan ke pasar. Kisah-kisah di atas kalaupun belum
mampu kita lakukan, minimal kita jadikan sebagai sebuah motivasi awal untuk sedikit lebih
memperhatikan saudara kita yang lain.
Kerukunan antar agama
a. Keputusan menteri agama no.70 tahun 1987 tentang pensyiaran agam sebagi rule of game
bagi pensyiaran dan pengembangan agama untuk menciptakan rukun antar umat
beragama.
b. Pemerintah memberi pedoman dan memberi kebebasan kepada masing-masing pemeluk
agama untuk melakukan ibadah menurut kepercayaan masing-masing
c. Kep Mendagri dan Menag no.1 tahun 1979 tentang tata cara pelaksanaan pensyiaran
agama dan bantuan luar negeri bagi lembaga keagamaan di Indonesia.
1. Pengertian kerukuanan dalam islam
Dalam sejarah Rasulullah SAW, kerukunan ini telah diterapkan di Madinah. Saat itu
islam hidup berdampingan dengan agama non muslim (nasrani dan yahudi). Namun, terjadi
konflik karena penghianatan yang dilakukan oleh Yahudi yang melakukan persekongkolan
menghancurkan islam.
2. Pandangan Islam terhadap Pemeluk agama lain
a. Darul Harbi (daerah yang wajib diperangi)
Darul harbi adalah golongan yang selalu megganggu islam, sebenarnya islam adalah
agama rahmat sekalian alam, islam juga meyangi agama lain selama tidak megganggu.
Terhadap golongan darul harbi islam harus melawan sesuai dalil
b. Kufur zimmy
golongan yang tidak berama islam, namun mereka tidak mengganggu umat islam. Pada
golongan ini, islam hendaklah menhormati mereka. Sesuai dalil
c. Kufur Musta’man
Kelompok nonmuslim yang meminta pertolongan ke islam. Kepada mereka islam tidak
memberlakukan hak dan hokum Negara. Diri dan harta mereka harus dilindungi selama
mereka di bawah lindungan perintah islam.
d. Kufur Mu’ahadah
Negara bukan islam yang membuat janji perdamian dengan pemerintah islam, baik
disertai perjanjian tolong-menolong dan bela-membela atau tidak.
ANALISIS
Islam telah mengajarkan bagaimana cara hidup dengan umat nonmuslim, ada beberapa perlakuan
terhadap nonmuslim sesuai dengan status-status mereka yaitu bagaimana bertindak dengan
golngan harbi, zimmy, musta’man dan mu’ahadah.
Melihat kasus pengeboman di bali, kelompok kami rasa itu kurang sesuai dengan syariat islam
karena disana terdapat golongan non muslim yang tidak ikut mengganggu islam dan disana juga
ada anak-anak bule yang tidak tahu apa-apa(golongan zimmy), di dalam syariat Islam dijelaskan
hendaknya menghormati mereka. Selain itu, di daerah pengeboman itu juga terdapat saudara
yang islam juga.
Perang antara Palestina dan Israel sangat tepat dijadikan sebagai salah satu kasus darul harbi,
dimana Israel selau mengklaim bahwa daerah itu adalah milik Israel yang mayoritas yahudi,
mereka selalu memperkecil daerah territorial Palestina. Mereka juga menghimpun kekuatan
dengan negara lain untuk menghancurka Palestina yang beragama Islam.
Berdasarkan Prinsip Kenegaraan
A. Definisi dan Tujuan
Rukun berasal dari kata bahasa Arab “ruknun” yang berarti asas-asas atau dasar. Rukun dalam
pengertian adjektiva memiliki makna baik atau damai. Kerukunan antar umat beragama berarti
hidup dalam suasana damai, tidak saling berselisih paham meski terdapat perbedaan agama.
Kerukunan umat beragama ini memiliki peran sebagai motivator untuk mendinamisasikan
seluruh umat beragama ikut serta andil dalam pembangunan bangsa.
B. Landasan Hukum
Berikut ini merupakan landasan hukum yang berlaku di Indonesia sebagai dasar sikap kerukunan
antar umat beragama:
1. Landasan Idiil
Sila pertama dalam Pancasila, yakni “Ketuhanan Yang Maha Esa”.
2. Landasan Konstitusional
- UUD 1945, pasal 29 ayat 1: “Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa”.
- UUD 1945 pasal 29 ayat 2: “Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk
untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agama dan
kepercayaannya itu”.
3. Landasan Strategis
Ketetapan MPR No. IV tahun 1999 tentang GBHN. Dalam GBHN dan Program
Pembangunan Nasional (PROPENAS) tahun 2000, disebutkan bahwa sasaran
pembangunan bidang agama adalah terciptanya suasana kehidupan beragama dan
kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, penuh keimanan dan ketaqwaan, penuh
kerukunan yang dinamis antar umat beragama, secara bersama-sama makin memperkuat
landasan spiritual, moral, dan etika bagi pembangunan nasional, yang tercermin dalam
suasana kehidupan harmonis, serta dalam kukuhnya persatuan dan kesatuan bangsa
selaras dengan penghayatan dan pengamalan Pancasila.
4. Landasan Operasional
- UU No. 1/PNPS/1965 mengenai larangan dan pencegahan penghinaan agama
- Keputusan bersama Menteri Dalam Negeri dan Menteri Agama RI No.
01/Ber/Mdn/1969 mengenai pelaksanaan aparat pemerintah yang menjamin
ketertiban dan kelancaran pelaksanaan dalam pengembangan ibadah pemeluk agama.
- SK Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri RI No. 01/1979 mengenai tata cara
pelaksanaan pensyiaran agama dan bantuan luar negeri kepada lembaga-lembaga
keagamaan swasta di Indonesia.
- Surat edaran Menteri Agama RI No. MA/432/1981 terkait perhelatan peringatan hari
besar keagamaan.
Landasan-landasan hukum di atas menjadi tolak ukur penerapan kerukunan antar umat beragama
dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara sehari-hari. Keputusan Menteri
Agama No. 70 tahun 1978 juga menyinggung tentang pensyiaran agama sebagai rule of game
atau aturan main bagi pelaksanaan dakwah dan pengembangan tiap-tiap agama, demi terciptanya
kerukunan hidup antar umat beragama.
Dapat dilihat bahwa pemerintah benar-benar menaungi dan mengayomi kehidupan umat
beragama di Indonesia, dengan memberi aturan atau pedoman, serta melindungi kebebasan
memeluk agama dan menjalankan ibadah menurut ketentuan masing-masing. Sikap seperti ini
sudah seyogyanya diambil oleh pemerintah selaku penentu kebijakan dan pengurus tertinggi
negara, demi mendukung serta memotivasi masyarakat agar senantiasa mendahulukan
kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi, supaya terhindar dari permusuhan dan
mengarah pada kedamaian dalam lingkup nasional.
Kedamaian ini nantinya akan memperteguh stabilitas dan ketahanan nasional. Oleh karena itu,
kesadaran tiap-tiap warga negara akan pentingnya mengusahakan dan melestarikan kerukunan
antar umat beragama sangat dibutuhkan.
Berdasarkan Syariat Islam
Kerukunan antar umat beragama dalam Islam dapat diistilahkan sebagai “tasamuh” atau
toleransi, yang mengarah pada kerukunan sosial kemasyarakatan. Namun dalam pelaksanaan
perihal aqidah dan ibadah, toleransi ini tidak dibenarkan, seperti masalah penunaian solat, puasa,
atau haji, tidaklah ada toleransi dan harus tetap bersumber pada aturan yang telah ditetapkan
dalam Al-Qur’an dan Hadits.
Kerukunan umat beragama dalam Islam dapat dikatakan sebagai konsep persaudaraan universal.
Hubungan horizontal antar manusia ini interaksinya dapat berjalan harmonis dan selaras apabila
dilandasi oleh keyakinan bahwa seluruh umat manusia sesungguhnya bersaudara, meski ada
perbedaan suku, ras, bangsa, agama. Dalam Islam, dapat digolongkan sebagai ukhuwah
insaniyah atau basyariyah dan ukhuwah wathaniyah wa an-nasab.
Ukhuwah ubudiyah berarti persaudaraan yang timbul didasari oleh persamaan rasa sebagai
sesama manusia secara keseluruhan. Allah berfirman, “Hai manusia, sesungguhnya Kami
menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu
berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang
yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu.
Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal,” (Q. S. Al-Hujurat [49]: 13).
Ayat tersebut memiliki makna bahwa seluruh manusia merupakan saudara seketurunan. Tersurat
bahwa Allah menciptakan manusia ke dalam berbagai ras, bangsa, dan suku bukan dengan
maksud sengaja menimbulkan perselisihan, melainkan justru agar manusia termotivasi untuk
dapat mengatasi perbedaan tersebut dengan menganggapnya sebagai keragaman budaya dan
pluralitas global.
Sementara ukhuwah wathaniyah wa an-nasab merupakan persaudaraan dalam keturunan dan
kebangsaan, dapat juga bersumber dari Q. S. Al-Hujurat [49]: 13. Menurut Muhammad Imarah,
pluralitas bangsa, suku bangsa, agama, dan golongan merupakan kaidah abadi yang berfungsi
sebagai pendorong untuk saling berkompetisi dalam melakukan kebaikan, berlomba menciptakan
prestasi dan memberikan tuntunan bagi perjalanan bangsa-bangsa dalam menggapai kemajuan
dan keunggulan.
Al-Qur’an memberikan beberapa arahan yang penting dalam usaha menjaga kerukunan hidup
antar umat beragama, antara lain:
1. Menghargai dan menghormati perbedaan, serta berkompetisi secara sehat dalam melakukan
kebajikan. Seseorang tentunya tidak diperbolehkan memaksakan kepada orang lain untuk
berpendirian sama dengannya. Bahkan juga dilarang untuk memaksa seseorang mengikuti
agama tertentu seperti yang tersebut dalam QS al-Baqarah [2]: 256, yakni sebagai berikut:
“Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam). Sesungguhnya telah jelas jalan yang
benar daripada jalan yang sesat. Karena itu barang siapa yang ingkar kepada Thaghut dan
beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat
kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”
2. Senantiasa menegakkan kebenaran dan berbuat adil. Allah berfirman dalam Q. S. Al-Maidah
[5]: 8, “Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu
menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali
kebendianmu terhadap suatu kaum, medorong kamu berbuat tidak adil. Berlaku adillah,
karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya
Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” Jelaslah bahwa penegakan kebenaran
dan keadilan merupakan syarat utama terwujudnya tatanan masyarakat yang damai dan
harmonis. Sejarah membuktikan bahwa persaudaraan yang harmonis tidak akan terwujud
tanpa adanya komitmen bersama untuk senantiasa menegakkan kebenaran dan keadilan.
3. Memperkecil jurang perbedaan dan memperbesar ruang persamaan. Janganlah mengungkit-
ungkit perbedaan yang ada, karena hal itu dapat menimbulkan rasa sakit hati di antara
kelompok yang berbeda. Yang lebih penting, carilah titik persamaan (kalimatun sawa’)
dalam rangka menjadi orang yang terbaik dalam pandangan Allah, yakni orang yang
bertakwa.
4. Keempat, menjalin kerja sama dengan kelompok atau umat lain dalam rangka membangun
kemaslahatan dan kesejahteraan bersama. Allah berfirman, “Dan tolong-menolonglah kamu
dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan janganlah tolong-menolong dalam berbuat
dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat
siksa-Nya.” (Q. S. Al-Maidah [5]: 2).
5. Tidak memandang rendah, tidak pula menghina atau mengejek kelompok lain. Al-Qur’an
melarang kita mengejek atau mengolok-olok kelompok lain atau memberi gelar yang
menyakiti hati seperti tersebut dalam QS al-Hujurat [49]: 11 sebagai berikut:
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain
(karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olok) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olok)
dan jangan pula wanita-wanita (mengolok-olok) wanita-wanita lain (karena) boleh jadi
wanita-wanita (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari wanita (yang mengolok-olok) dan
janganlah kamu mencela dirimu sendiri dan janganlah kamu panggil memanggil dengan
gelar-gelar yang buruk. Seburuk-buruk panggilan ialah yang buruk sesudah iman dan barang
siapa yang tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim.”
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Agama RI, ”Kebijakan Departemen Agama dari Masa Ke Masa, Dalam Kurun Setengah Abad”, Badan
Litbang Keagamaan Depag, Jakarta, 1996.
Taher Tarmizi dan Moch. Basofi Soedirman, ”Ham dan Pluralisme Agama” Pusat Kajian Strategi dan Kebijakan
(PKSK), Surabaya,1997.
Yusuf Fuad Choirul dan Muchtamil, ”Berbagai Aspek Penelitian Keagamaan di indonesia, Kumpulan Sinopsis
Hasil Penelitian” Badan Litbang Keagamaan Depag, Jakarta, 2000.
Jalaluddin, H, Dr. Prof, ”Psikologi Agama”, Edisi Revisi, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2001.
Suryosumarto Budisantoso, H,”Ketahanan Nasional Indonesia, Penangkal Disintegrasi bangsa dan Negara”,
Pustaka Sinar harapan, Jakarta, 2001.
Daulay Zainuddin, M ”Mereduksi Eskalasi Konflik Antar Umat Beragama Di Indonesia, Badan Litbang dan Diklat
Keagamaan, Jakarta, 2001.
Pranowo Bambang, M dan Darmawan, ”Reorientasi Wawasan Kebangsaan di Era Demokrasi” Departemen
Pertahanan RI dan Adicita karya Nusa, Yogyakarta, 2003.
Departemen Agama RI, ”Riuh di Beranda Satu, Peta Kerukunan Umat Beragama di Indonesia”, badan Litbang dan
Diklat Keagamaan’ Jakarta, 2003.
Setiabudi Natan, Pdt, Ph.D, ”Kerukunan Umat Beragama di Indonesia Dalam Kepentingan Nasional Indonesia”,
Jurnal Paskal, Pusat Kajian Strategis kepentingan nasional, Jakarta, 2003.
Achmad Firdaus, ”Komunikasi Lintas Agama dan Budaya, Upaya membangun Paradigma Dialog Bebas Konflik,
Potret Kerukunan Umat Beragama di Indonesia”, Puslitbang Kehidupan Beragama Badan Litbang
dan Diklat Keagamaan, Jakarta, 2005.
Lubis Ridwan HM, Prof, DR, ”Meretas Wawasan & Praksis Kerukunan Umat Beragama di Indonesia”,
Departemen Agama RI, Badan Litbang dan Diklat Keagamaan, Jakarta, 2005.
Departemen Agama RI, ”Kompilasi Peraturan Perundang-undangan Kerukunan Hidup Umat Beragama”, Edisi
Kedelapan, Badan Litbang dan Diklat Keagamaan, Jakarta, 2006.