30
BAB I PENGANTAR SEJARAH HUKUM A. Pentingnya Sejarah Hukum Sejarah hukum merupakan salah satu bidang dalam ilmu hukum yang masih baru. Ilmu mengenai sejarah hukum belum terlalu dikenal sehingga belum banyak banyak para peminat hukum yang tertarik untuk mendalami bidang sejarah hukum. Padahal sesungguhnya sejarah hukum memiliki peranan yang penting dalam menunjang perkembangan ilmu hukum serta dalam menunjang seseorang untuk dapat dengan mudah memahami ilmu hukum. Resume buku mengenai sejarah hukum ini tidak dimaksudkan untuk mengupas tuntas kajian mengenai sejarah hukum. Oleh karena sejarah hukum juga merupakan bagian dari sejarah pada umumnya, sehingga obyek kajian dalam sejarah hukum juga cukup luas. Resume ini hanya dimaksudkan sebagai pengantar yang sedikit menggambarkan mengenai pentingnya dan bagaimana ilmu mengenai sejarah hukum itu sendiri.

Sejarah Hukum

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Sejarah Hukum di Dunia

Citation preview

BAB I

PENGANTAR SEJARAH HUKUM

 

A. Pentingnya Sejarah Hukum

Sejarah hukum merupakan salah satu bidang dalam ilmu hukum yang masih baru.

Ilmu mengenai sejarah hukum belum terlalu dikenal sehingga belum banyak banyak para

peminat hukum yang tertarik untuk mendalami bidang sejarah hukum. Padahal

sesungguhnya sejarah hukum memiliki peranan yang penting dalam menunjang

perkembangan ilmu hukum serta dalam menunjang seseorang untuk dapat dengan mudah

memahami ilmu hukum.

Resume buku mengenai sejarah hukum ini tidak dimaksudkan untuk mengupas tuntas

kajian mengenai sejarah hukum. Oleh karena sejarah hukum juga merupakan bagian dari

sejarah pada umumnya, sehingga obyek kajian dalam sejarah hukum juga  cukup luas.

Resume ini hanya dimaksudkan sebagai pengantar yang sedikit menggambarkan mengenai

pentingnya dan bagaimana ilmu mengenai sejarah hukum itu sendiri.

Terdapat setidak 4 hal yang menjadi manfaat mempelajari sejarah hukum, menurut

John Gillisen dan  Frist Gorle, antara lain:

1. Sejarah hukum memperlihatkan adanya perubahan dan perkembangan ilmu hukum

yang terjadi bukan hanya disebabkan adanya  perbedaan kondisi suatu daerah atau

negara  melainkan juga dari waktu-waktu ke waktu hukum disuatu tempat mengalami

perubahan dan perkembangan;

2. Sejarah hukum dapat membantu kita untuk mengerti norma atau ketentuan hukum

yang berlaku pada masa sekarang;

3. Sejarah hukum dapat memberikan pemahaman mengenai budaya dan pranata hukum

sehingga sangat bermanfaat untuk dijadikan sebagai pegangan bagi para yuris yang

tergolong masih pemula;

4. Sejarah hukum meletakkan hukum sesuai dengan perkembangannya dari waktu ke

waktu serta juga diakui sebagaii suatu gejala historis (meletakkan hukum sesuai

dengan perkembangan sejarahnya).

Sejarah hukum merupakan bagian dari sejarah umum. Sejarah menyajikan dalam

bentuk sinopsis suatu keterpaduan seluruh aspek kemasyarakatan dari abab ke abad, yakni

sejak untuk pertama kali tersedia informasi sampai masa kini. Sebagai ilmu pengetahuan,

sejarah hukum tergolong ilmu pengetahuan sosial atau ilmu pengetahuan kemanusiaan

(humaniora), yang memunyai kesamaan dengan ilmu pengetahuan alam, yakni semua adalah

empiris, artinya bertumpu pada pengamatan dan pengalaman suatu aspek tertentu dari

kenyataan.

B. Rumusan Masalah

1. Apakah yang menjadi tujuan dan objek dari sejatah hukum?

2. Bagimanakah pengaruh sejarah hukum terhadap pembentukan tatanan-tatana hukum

BAB II

PEMBENTUKAN DAN EVOLUSI TATANAN-TATANAN HUKUM TERPENTING

A. Sejarah Hukum, Objek dan Tujuan Sejarah Hukum

Sejarah hukum merupakan bagian dari sejarah umum. Sejarah menyajikan dalam

bentuk sinopsis suatu keterpaduan seluruh aspek kemasyarakatan dari abab ke abad, yakni

sejak untuk pertama kali tersedia informasi sampai masa kini. Sebagai ilmu pengetahuan,

sejarah hukum tergolong ilmu pengetahuan sosial atau ilmu pengetahuan kemanusiaan

(humaniora), yang memunyai kesamaan dengan ilmu pengetahuan alam, yakni semua adalah

empiris, artinya bertumpu pada pengamatan dan pengalaman suatu aspek tertentu dari

kenyataan.

Sejarah merupakan kajian informasi mengenai seluruh aspek dalam kehidupan sosial

kemasyarakatan yang tumbuh dan berkembang dari waktu ke waktu. Ini berarti sejarah

mengkaji masyarakat dalam sebah totalitas sedangkan sejarah hukum  dari aspek tertentu saja

yakni aspek hukumnya. John Gillisen dan  Frist Gorle mengemukakan adanya dua pandangan

dalam menilai  sisi historitas hukum, yakni oleh visi Idealitas Spiritualistis dan Visi

Materialistis Sosiologis.

Dalam pandangan Visi Idealitas Spiritualistis hukum dianggap sebagai perwujudan

atas sebuah gagasan absolut yang pada hakikatnya cenderung apriori dan ahistoris. Meskipun

gagasan tersebut dapat diuraikan secara tertib namun sangat sulit untuk melihat keterkaitan

antara gagasan yang satu dengan yang lain.

Dalam pandangan visi materialistis Sosiologi, hukum dianggap sebagai produk atau

realitas masyarakat. Hukum bukan merupakan perwujudan ide, layaknya keadilan dan rasio.

Pandangan ini ssangat dekat dengan pendekatan historis dan memberikan sumbangsih yang

besar bagi pembentukan hukum yang dinamis, terutama yang bersumber dari marxisme dan

mazhab historis.

John Gillisen dan  Frist Gorle sendiri lebih cenderung menggunakan pendekatan visi

materialistis sosiologi. Meskipun kemudian antara visi materialistis sosiologi dan Visi

Idealitas Spiritualistis sepertinya dapat juga didamaikan antara satu yang lainnya, namun

John Gillisen dan  Frist Gorle lebih memilih untuk bertitik tolak mengkaji sejarah hukum dari

pandangan visi materialistis sosiologis.

Masih terlalu sedikit referensi yang bisa dijadikan sebagai acuan dalam pembahasan

mengenai sejarah hukum. Sekali lagi karena minat terhadap kajian mengenai sejarah hukum

masih relatif kecil bila dibandingkan dengan bidang ilmu hukum lainnya yang dipandang

lebih berpotensi untuk menunjang karir dalam profesi hukum yang familiar di kalangan

sarjana hukum, seperti pengacara dan lain sebagainya. Namun, tidak menutup kemungkinan

di masa yang akan datang bidang ilmu sejarah hukum dapat tumbuh dan berkembang

sehingga dapat berperan dalam peningkatan kualitas hukum di Indonesia.

B. Terbentuknya Hukum

Jika hukum adalah produk kenyataan masyarakat, bagaimana hal itu terbentuk. Hal ini

sangat sulit untuk ditentukan, oleh karena pengetahuan kepurbakalaan, etnologi hukum, dan

sebagainya menunjukan bahwa pada kebanyakan bangsa-bangsa primitif di jaman purba kala

pun pada saat belum ada aksara telah dikenal norma-norma prilaku yang berkaitan dengan

perimbangan-perimbangan kemasyarakatan yang berangsur-angsur menjelma menjadi norma

hukum yang sesungguhnya. Penelitian tatanan-tatanan hukum primitif tuna kasara dan

tatanan hukum yang lebih maju menunjukan bahwa sumber hukum primer adalah kebiasaan

(hukum).

1. Kebiasaan Hukum

Disemua pergaulan hidup nampaknya suasana kehidupan menyebabkan terbentuknya

kebiasaan-kebiasaan. Dalam arti yang umum kebiasaan tersebut tidak lain adalah suatu

perbuatan maupun penahanan diri berbuat sesuatu secara teratur oleh individu atau

sekelompok manusia. Semenara itu, untuk dapat dikatakan kebiasaan hukum harus memenuhi

sejumlah persyaratan : (1) kebiasaan itu tidak boleh merupakan kebiasaan individual,

melainkan suatu kebiasaan kemasyarakatan; (2) kebiasaan itu harus menyangkut suatu

perbuatan (komisi) atau penahanan diri (omnisi), yang di dalam kehidupan bermasyarakat

meluangkan berbagai (setidak-tidaknya dua) kemungkinan; (3) kehidupan (kebiasaan) ini

harus dialami oleh masyarakat sebagai suatu yang mempunyai kekuatan mengikat ; dan (4)

kebiasaan tersebut harus dikukuhkan oleh penguasa umum.

2. Penguasa Umum atau Negara

Untuk membuat suatu kebiasaan kemasyarakatan menjadi sebuah norma hukum

diperlukan perantaraan penguasa. Tidak dapat disangkal bahwa dewasa ini penguasa umum

muncul kepermukaan dalam bentuk negara. Antara pemegang kekuasaan dan anggota-

anggota kelompok ini terjadi sejumlah perimbangan, dimana kedua belah pihak tersebut

masing-masing mengupayakan hal ini oleh situasi dan kondisi materiil serta melalui keadaan

di dalam kelompok itu sendiri memenangkan kepentingan-kepentingan dan pandangan-

pandangan tertentu.

3. Sinergi Penguasa dan Masyarakat

Satu hal yang sudah pasti agar perimbangan penguasa masyarakat dapat mencapai

suatu derajat kelanggengan tertentu maka keduanya harus membentuk sebuah sinergi yang

mengasumsikan adanya suatu minimum kepentingan bersama.

4. Berakhirnya Eigenrichting (Tindakan Main Hakim Sendiri)

Kepentingan penguasa umum untuk mempertahankan diri, baik untuk dirinya sendiri

maupun bagi kelompoknya dalam hubungan dengan dunia luar dilakukan melalui upaya

mencegah terjadinya sengketa antara para anggota kelompok satu sama lain atau jika perlu,

mengusahakan sekeras mungkin penyelesaian perselisihan yang terjadi secara damai.

Sarana dan prasarana yang diperlukan dalam menanggulangi sengketa tersebut yaitu :

(1) pembasan yang kemudian disusul dengan larangan sepenuhnya terhadap tindakan main

hakim sendiri; (2) pengukuhan dan bertanggungjawan atas celaan sosial atau sanksi yang

dikenakan karena tidak memenuhi kebiasan-kebiasan tertentu; (3) menyusun dan

menyeimbangkan kebijakan, prosedur dan/atau badan-badan yang membuat aturan dan

peraturan untuk menyelesaiakan perselisihan-perselisihan.

C. Aturan Pengakuan dari Hart

Pengukuhan kebiasaan-kebiasaan merupakan gejala yang oleh ahli filsafat hukum

Inggris, Hart, disebut “aturan pengukuhan” (rule of recognition).

1. Perkembangan Tatanan-tatanan Hukum

Pada awalnya suasana hukum meliputi semata-mata hubungan-hubungan dan

perimbangan-perimbangan kemasyarakatan, yang mempunyai arti yang fundamental bagi

keterikatan dan keterpaduan kelompok; perbuatan-perbuatan melawan hukum seperti

pembunuhan, pencurian dan lain-lain. Perbuatan-perbutan demikian tidak secara langsung

dilarang sebagaimana mestinya. Namun penguasa melarang tindakan main hakim sendiri

sehubungan dengan persengketaan yang terjadi, karenanya dan dikukuhkan, atau membuat

aturan-aturan serta menetapkan tarif-tarif untuk mempermudah (composition) penyelesaian

perselisihan secara damai antara para pihak yang bersengketa. Demikian pula hak-hak dan

kewajiban-kewajiban antara anggota kelompok dan kekuasaan umum perlu dituang dalam

peraturan atau cara lain. Ketentuan-ketentuan tersebut, baik larangan langsung atau tdak

langsung maupun berupa hak-hak dan kewajiban-kewajiban terhadap penguasa merupakan

norma-norma hukum yang mengandung sebuah perikatan. Yang menjadi dasar aturan-aturan

seperti itu adalah hubungan-hubungan dan perimbangan-perimbangan kemasyarakatan yang

ditandai dan diwarnai kepentingan-kepentingan timbal balik yang harus ditakar satu dengan

lainnya.

Derajat saling mempengaruhi secara timbal balik yang terjadi antara kebiasaan-

kebiasan masyarakat yang tumbuh dan berkembang dan aturan-aturan hukum yang dibuat

penguasa sangat bergantung pada perimbangan-perimbangan kekuatan yang ada antara

berbagai kelompok masyarakat dan penguasa.

2. Keadilan,Keseimbangan,dan Kepastian Hukum (Pembagian lebih lanjut atutarn-

aturan menurut Hart)

Hart menamakan norma-norma dengan “aturan-aturan hukum primer” dan “aturan-

aturan sekunder”. Norma-norma tersebut telah menjawab atau merespon yang oleh Redbruch

dianggap sebagai komponen ide hukum, yakni keadilan dengan asas keseimbangan dan

kepastian hukum. Ide hukum tentang keadilan, keseimbangan, dan kepastian hukum

digunakan di dalam masyarakat yang lebih maju dalam menciptakan peraturan-peaturan

bidang pergaulan hidup yang mendasari penggunaan hukum sebagai sarana bukan saja untuk

menertibkan masyarakat tetapi juga untuk mengubahnya atau mengarahkannya kesuatu jalur

evolusi tertentu.

BAB III

TATANAN HUKUM PRIMITIF MENUJU HUKUM MODERN

A. Titik Tolak : Pra Sejarah Hukum dan Sejarah Hukum

Sejak terjadinya hukum, maka dalam benihnya dapat dikatakan telah ada hampir

seluruh komponen, yang berlangsung berabad-abad untuk kemudian menghasilkan tatanan

hukum modern masa kini. Konsensus yang terjadi antara yang memerintah dan yang

diperintah, bertumpu pada suatu gagasan adanya keseimbangan antara hak dan kewajiban

yang dapat dijadikan dasar keadilan.

Pengakuan, pengukuhan, dan pemberian sanksi kebiasaan oleh penguasa dengan

serta-merta menujukan bahwa atas inisiatif sendiri ia juga dapat mengeluarkan larangan dan

perintah. Inilah awal dari perundang-undangan. Juga telah ada peradilan, yang di dalamnya

seringkali putusan-putusan yang diambil oleh pejabat-pejabat atau badan-badan peradilan

diberlakukan sebagai preseden-preseden untuk waktu yang akan datang.

1. Tatanan-tatanan Hukum Primitif

Pada umumnya semua bangsa pernah mengalami evolusi hukum selama berabad-abad

sebelum periode mereka mempergunakan aksara. Perbedaan antara pra sejarah hukum dan

sejarah hukum pada hakikatnya terletak pada perbedaan antara bangsa-bangsa tuna aksara

dan bangsa-bangsa beraksara. Dengan demikian aksara ini dapat dikatakan merupakan faktor

kebuyaan terpenting yang menentukan pengevolusian hukum. Sementara periode peralihan

pra sejarah hukum ke sejarah hukum berbeda antara bangsa yang satu dengan bangsa yang

lain. Misalnya antara lain : bangsa Mesir peralihan tersebut terjadi sekitar abad ke- 28 dan 27

SM, bangsa Romawi antara abag ke- 5 dan 6 SM, bangsa Germania pada ke-5 sesudah

Masehi.

Karakteristik umum tatanan hukum bangsa-bangsa tuna aksara sebagai berikut : (1)

tidak tertulis; (2) tidak ada hukum kebiasaan primitif umum; (3) setiap kelompok sosial

mempunyai hukum kebiasaan masing-masing; (4) hukum dan agama belum mempunyai

perbedaan sistem norma yang jelas; (5) Agama mempunyai peranan besar dalam tatanan

hukum primitif.

Aturan-aturan hukum primitf merupakan pengungkapan yuridis hubungan-hubungan

kemasyarakatan. Hal-hal tersebut terbentuk dengan makin berkembanya hubungan-hubungan

sebagai berikut : (1) hubungan-hubungan keluarga; (2) hubungan kelompok keluarga; (3)

hubungan bangsa; (4) penguasaan benda-benda bergerak; dan ( 5) hubungan kelas-kelas

dalam masyarakat.

2. Tatatan Hukum Arkais

Melalui penemuan aksara perkembangan yuridis mengalami kemajuan. Pra sejarah

hukum telah lewat dan sejarah hukum antik muncul kepermukaan. Awal dari periode ini

sekitar tiga puluh abad Sebelum Masehi. Peradaban-peradaban daerah perkotaan yang

berasal dari abad ke- 40 dan 30 SM menampakan diri di tiga kawasan besar, yaitu : (i) Mesir,

di delta sungai Nil; (ii) Mesopotamia, di lembag sungai Tigris dan Eufrat; dan (iii) lembah

sungai Indus dengan kota-kota Harappa, Amri, Mahenjo-Daro, dan lain-lain. Kota-kota

tersebut mempunyai pemerintahan sendiri dan yang terpenting adalah seni tulis menulis telah

ada seperti hierogrif di Mesir, tulisan paku di Mesopotamia, dan huruf-huruf brahmi dan

kharasti di India. Atas dasar peluang untuk mencatat aturan-aturan hukum ini, maka

terjadilah tatanan-tatanan hukum, yang disebut Arkaistis.

a. Hukum Mesir

Selama hampir 40 abad lamanya, perkembangan hukum di Mesir mengalami periode-

periode pasang surut, yang kira-kira berlangsung bersamaan dengan fluktuasi-fluktuasi besar

kekuasan-kekuasan raja-raja Mesir, para Fira’un. Sampai tiga kali sejarah Mesir telah

berevolusi dari suatu tatanan feodal patriakhat ke kekuasan tokratis yang sentralistis dan

seiring melemahnya kekuasan tersebut, kembali ke tatanan neo-feodal. Di bawah tatanan

feodal yang disebut “leenstelsel”, tanah sesuai kebutuhan diberikan sebagai pinjaman,

persetujuan peminjaman tanah ini dibuat di bawah sumpah dan perempuan berada dalam

situasi hina dina. Keturunan melalui garis ibu dan endogami, mengijinkan perkawinan antara

kakak dan adik perempuan yang merupakan ciri-ciri khas hukum keluarga Mesir kuno

Nampaknya orang-orang Mesir tidak meninggalkan peraturan perundang-undangan

atau kitab-kitab undang-undang (kodifikasi), setidak-tidaknya belum ditemukan hal-hal

seperti itu. Meskipun demikian, banyak sekali ditemukan pengumuman dan pemberitahuan

tentang undang-undang tersebut, yang pada hakekatnya telah pernah ditulis sebelumnya,

tetapi karena dalam periode-periode pemberontakan kesemuanya itu telah dibuang atau

dihancurkan. Pada sisi lain dikenal “pelajaran-pelajaran dan buku-buku kepintaran” yang di

dalamnya dijumpai asas-asas tentang hukum yang bertujuan melindungi barang dan orang

dalam pergaulan hidup.

b. Hukum Babilonia : Zaman Hamurabi

Di Babilonia, sebelum kodeks Hamurabi, juga terdapat kodeks lain, yaitu : (i) kodeks

Urnami, sekitar tahun 2040 SM; (ii) kodeks Esinunna, sekitar tahun 1930 SM disebuah

kerajaan Akadia. Kodeks inimempunyai 60 Pasal; (iii) kodeks Lipitisitar, yang ditulis sekitar

tahun 1880 SM dan mempunyai 37 Pasal. Dibandingkan dengan kodeks-kodeks yang

tersebut, kodeks Hamurabi merupakan “kitab undang-undang yang terpenting dan terbesar”

yang terdiri dari 282 Pasal. Untuk pertama kali dalam sejarah hukum telah ditetapkan sederet

asas-asas seperti hak milik (eigendom) yang sangat individualistik, sewa bawaan

(onderhuur), dan juga perbutan melawan hukum (onrechtmatig daag). Hukum pidana dalam

kodeks Hamurabi terkenal kejam seperti hukuman mati, pemblasan dendam, pengundungan

tangan, jari dan lain-lain.

c. Hukum Hindu

Hukum Hundu nampaknya berkembang lebih banyak di suasana aggaris, diantara

berbagai daerah pedesaan, baik yang kecil maupun yang besar. Kesatuan dan persatuan yang

tidak dapat dipungkiri yang diperlihatkan oleh hukum Hindu tradisionil disebabkan oleh

faham Brahmanisme. Adapun Brahmanisme ini bukan saja menganut hukum bahwa manusia

itu tidak sama satu dengan yang lain, tetapi juga membagi-bagi umat manusia dalam kasta-

kasta. Untuk setiap kasta tersedia hak-hak dan kewajiban-kewajiban masing-masing.

Kasta-kasta tersebut dibagi dalam kelompok-kelompok keluarga patriarchal dengan

kekuasaan seumur hidup dari kakek tertua atas perempuan-perempuan, anak-anak, dan

budak-budak. Beberapa contoh hukum Hindu tentang keluarga antara lain : kewajiban janda

untuk melanjutkan perkawinan denga kakak laki-laki dari almarhum suaminya

(leviraatshuweklyk) atau “kawin ipar”, atau mengikuti suaminya dalam kematian;

menyerahkan anak-anak laki-laki dari anak perempuannya kepada ayah yang tidak

mempunyai anak laki-laki; harta milik bersama keluarga dengan mengecualikan anak-anak

perempuan.

Hukum Hindu adalah tatanan hukum yang diwahyukan sekaligus hukum ini suatu

tatanan yang bertumpu pada asas-asas umum tentang ketidaksamaan manusia, tatanan kasta.

Apa yang paling dekat persamaannya dengan pengertian penulis tentang hukum adalah yang

disebut “darma”, “kewajiban”. Jadi, darma adalah keseluruhan aturan hidup, yang harus

diataati oleh manusia karena setatusnya dalam masyarakat. Tujuan darma adalah tujuan

esensiil masyarakat; hal ini harus memberikan peluang kepada setiap kasta untuk memenuhi

kewajibanya.

Sumber-sumber darma terdiri atas :

(1) Kitab suci Weda, yang pada hakikatnya mempunyai dua pengertian, yakni

pengetahuan pada satu sisi dan pada sisi lain naskah-nahkah suci, yang di dalamnya

dicatat apa yang diwahyukan;

(2) smr’ti atau tradisi sebenarnya berarti “ingatan”, diantaranya yang paling terkenal

manusmr’ti (ingatan Manu), yang disebut kodeks Manu. Kodeks Manu ini meliputi 12

buku dan kurang lebih 5400 ayat. Kodeks ini juga merupakan pembagian secara

metodis pertama kedalam cabang-cabang hukum (hukum keluarga, huku perikatan,

dan hukum pidana), malahan ditinjau dari isinya menunjukan tentang adanya

kematangan pemikiran yuridis yang sangat maju. Misalnya nuansa perkembangan di

dalam pembagian tahap-tahan persetujuan, cacat-cacat dalam pemberian persetujuan,

dasar-dasar tanggung jawab hukum, title-titel daluarsa akuisitif, dan lain-lain.

(3) Kebiasaan, hal ini dipandang oleh penganut Hindu sebagai sumber hukum. Bahkan

dalam kenyataanya, kebiasaan menjadi sumber hukum terpenting hukum positif

Hindu, karena ia menambahkan dan melengkapi peraturan-peraturan yang dijabarkan

dari kitab-kitab suci.

B. Tatanan Hukum Maju atau Mapan

Ciri umum tatanan hukum maju atau mapan mempunyai kesamaan bahwa mereka

adalah tatanan-tatanan hukum dunia sekuler, yang di dalamnya penyelenggaraan hukum

berlandaskan jalan pikiran rasional, di mana hukum telah mencapai suatu derajat

kompleksitas, abstraksi, dan sitematisasi dengan akibat bahwa hal ini merupakan subjek studi

dan dilaksanakan oleh para spesialis yang khusus didik untuk itu.

Sekularitas hukum tersebut, bertumpu pada pengembalian penguasaan keagamanaan

ke dalam suasananya sendiri, yakni bidang keagamaan dan kedua pengeluaran unsure-unsur

irasionil dalam hukum, misalnya dalam hukum pembuktian. Sementara ciri rasional,

sitematisasi, dan abstraksi pada hakikatnya merupakan sebab dan akibat suatu ciri khas yang

terakhir dari tatanan hukum modern. profesionalisme dan pengilmiahan

(verwissenschaftlichung).

BAB IV

PENUTUP

A. Faktor-Faktor Yang Menentukan Perkembangan Hukum

Hukum merupakan suatu produk hubungan-hubungan dan perimbangan-perimbangan

kemasyarakatan, maka di dalam proses penciptaan dan perkembangannya ia ditentukan oleh

sejumlah aspek hubungan-hubungan dan perimbangan-perimbangan tersebut. Tidak mudah

untuk menelusuri dan menetapkan sumbangsih beberapa faktor yang benar-benar berperan

dalam penciptaan dan perkembangan huku karena faktor-faktor tersebut tampil ke permukaan

dalam beraneka ragam sifat dan bentuk. Beberapa diantanya yang paling penting, yaitu :

I. Faktor-faktor politik

Faktor-faktor politik terutama meliputi : (1) adanya penguasa; (2) penguasa agama;

(3) tradisi imperial; (4) kekuasaan tersentralisasi; (5) bentuk-bentuk kekuasaan.

a. Faktor-faktor ekonomi

Menurut Marx dan Engels bahwa factor ekonomis mempunyai pengaruh absolute atas

perkembangan kemasyarakatan. Akibatnya, hukum sebagian besar ditentukan oleh ekonomi.

b. Faktor-faktor Agama dan Idiologi

Pencampuran antara aturan-aturan agama dan masyarakat dalam satu sisi, dan

kekuasaan-kekuasaan kerohanian dan keduniawian pada sisi lain menunjukan mengapa

agama juga dipandang sebagai factor penting evolusi hukum, dimana

c. Faktor-faktor Kultural

Faktor-faktor kultural ini tidak hanya penting bagi penghalusan teknik hukum yang

semakin meningkat, tetapi juga berpengaruh secara berkelanjutan terhadap pandangan-

pandangan yang dianut dalam pergaulan kemasyarakatan. Faktor kultural tersebut antara

lain:

(1) Aksara, yakni terciptanya seni tulis-menulis. Dimana hukum pada hakikatnya hanya

dapat hidup mandiri dan berkembang menjadi ilmu pengetahuan bilama orang-orang

dapat membaca dan menulis.

(2) Resepsi, yakni pengambilalihan oleh suatu kelompok hasil-hasil perolehan budaya

kelompok lain.

(3) Aliran-aliran budaya besar, seperti Helenisme pada zaman dahulu (oudheid),

Renaisans Karolingis pada awal abad pertengahan, dan pada akhir abad pertengahan

meliputi : (i) Aristotelisme Kristen (ii) Renaisans, yakni aliran budaya yang telah

menggunakan pengaruhnya atas semua bidang kegiatan manusia, baik terhadap seni,

ilmu pengetahuan, literature, politik dan lain-lain; (ii) Era pencerahan yang

merupakan aliran kejiwaan yang mendominasi pada abad XVIII; (iii) Mazhab

Romantik, seperti dalam historiche rechtschule dijumpai beberapa aliran namun

mazhab romantik yang diwujudkan oleh von Savigny yang mengandalkan hukum

Romawi keluar sebagi pemenang; (iv) Psoitivisme, aliran yang lahir bagian ke-2 abad

XIX dan mempunyai pengaruh yang besar sampai sekarang; dan (8) Marxisme dan

leninisme merupakan aliran yang diformulasi pada abad XIX oleh Karl Marx dan

Friedrich Engels, dalam karya seperti Das Capital sementara Lenin memberikan isi

yang lain terhadap pengerian “dictator proletariat” Karl Marx.

B. Tatanan Hukum Di Dunia Masa Kini

1. Tatanan-tatanan Hukum Tuna Aksara

Meskipun tatanan hukum tuna aksara ini mencerminkan suatu stadium primitif

perkembangan hukum, nampaknya hal-hal ini masih di jumpai di dunia masa kini. Misalnya

di sejumlah daerah Afrika, Australia, Brazil, dan tempat-tempat lain. Pada umumnya tatanan

hukum tersebut tidak lagi merupakan bentuk-bentuk primitif karena telah mengalami suatu

evolusi panjang yang bagaimanapun juga seringkali menuntut tatanan hukum yang lebih

maju, namun demikian asas-asas primitif tetap tidak mempunyai kesamaan dengan

pandangan hukum yang maju.

2. Tatanan Hukum Tradisonal

Tatanan hukum tradisional merupakan tatanan-tatanan yang dijumpai masa kini

namun unsur-unsur fundamental diturunkan dari sumber-sumber agama atau filsafat, yang

asal-unsulnya membentang kebelakang hingga zaman dahulu, seperti hukum Iberani, hukum

Hindu, hukum Cina, hukum Jepang, hukum Islam.

3. Tatanan Hukum Modern

Tatanan hukum modern masa kini merupakan tatanan hukum yang keluar dari sumber

tradisi kultural Eropa, yakni tatanan hukum Erofa kontinental maupun tatanan hukum Anglo-

Amerika (Common Law). Tatanan hukum hukum Erofa kontinental merupakan suatu

kelompok tatanan hukum yang seringkali disebut “romanistis-germanitis”, oleh karena

campuran unsur-unsur hukum Romawi dan unsure-unsur dari hukum Germana, terutama

Jerman. Orang-orang Ingris menamakannya Civil Law (satu dan lain hal karena pengaruh

hukum Romawi dahulu, yakni Corpus Juris Civilis dari Justianus). Sementara Common law

ialah hukum yang telah berkembang di Inggris sejak bagian terakhir abad pertengahan, dari

peradilan, dalam hal ini pengadilan-pengadilan raja. Oleh sebab itu common law asli pun

pertama-tama adalah “judge made law”, artinya suatu tatanan hukum yang terutama tidak

bertumpu pada aturan-aturan hukum yang dibentuk oleh pembuat undang-undang.

C. Hukum Iberani

Hukum Iberani adalah ciri khas sebuah hukum agama, ia tidak mengenal perbedaan

antara asas-asas agama dan asas-asas yuridis. Sumber hukum Iberani ditemukan di dalam

kitab suci, yaitu : (1) Alkitab atau Bible, yakni kitab suci yang mengandung “undang-

undang” yang diwahyukan Allah kepada hamba-Nya; (2) Misyna dan Gemara, yaitu Misyna

merupakan himpunan pendapat para Rabi sedangkan Gemara merupakan glossen (cacatan-

catatan) dari ulasan-ulasan dari Misyna; (3) Talmud merupakan berkas Misyna dan Gemara

yang dijadikan satu.

D. Hukum Yunani

Hukum Yunani merupakan salah satu sumber-sumber sejarah terpenting bagi tatanan-

tatanan hukum modern Erofa. Sejarah Hukum Yunani dapat dibagi dalam periode-periode

berikut : (1) Peradaban Kreta dan Peradaban Mykene; (2) periode gen (clan, generasi

persekutuan local); (3) Periode poleis (negara kota), terbentuk melalui pengelompokan-

pengelompokan suku-suku di bawah pimpinan salah seorang kepala suku; (4) periode abad-

abad VIII dan VI SM, diantara beberapa Negara kota terbentuk suatu tatanan demokrasi,

seperti Athena. Sumber histories Hukum Yunani berupa Gortyn, yaitu suatu inskripsi piagam

yang berasal dari abad 480-460 SM dan mengandung sejumlah aturan-aturan hukum privat.

Di dalam Negara-negara kota Yunani, hukum perdata tidak begitu berkembang dibandingkan

dengan hukum tata negara.

E. Hukum Romawi Kuno

Sejarah hukum Romawi di zaman kuno meliputi 12 abad, mulai dari abad VII SM

sampai periode kerajaan sampai abad VI. Selanjutnya era Kaisar Justianus sampai abad XV

berlangsung kerajaan Romawi Timur atau Byzantum. Sumber-sumber Hukum Romawi

dibedakan berdasarkan :

a. Periode dini, yang berlangsung sejak pertengahan abad II SM. Sumber hukum periode

ini berupa kebiasaan (mos maiorum consuetodo) pada saat Roma dikuasai organisasi

clan, sementara pada masa Kerajaan dan Republik dini sumber hukum berupa

undang-undang, yiatu Undang-undang Dua Belas Prasasti sebagai salah satu

fundamen ius civile.

b. Periode klasik, yang membentang antara abad II SM sampai akhir abad III M.

sumber-sumber terpenting Hukum Romawi Klasik masih tetap berupa kebiasaan dan

undang-undang. Pada perkembangannya, undang-undang itu telah menajdi sumber

terpeting Hukum Romawi masa ini. Undang-undang meliputi leges, konsul-konsul

senat, dan terutama constituties kekaisaran yang dibedakan dalam empat kategori

yaitu (i) edikta-edikta, yaitu ketentuan yang mempunyai ruang lingkup umum; (ii)

dekreta-dekreta, yaitu vonis-vonis yang diucapkan oleh Kaisar atau dewannya

berkaitan dengan peristiwa yuridis; (iii) reskripta-reskripta, yakni jawaban-jawaban

yang diberikan oleh kaisar atau dewannya kepada seorang pejabat negara, seorang

megistrat atau bahkan patikulir; (iv) mandata, yaitu instruksi-instruksi yang diberikan

kaisar kepada gubernur-gubernur provinsi, terutama berhubungan dengan persioalan

administrasi dan perpajakan.

c. Periode terlambat, yang berlangsung sejak era Dominat yang tumbuh dari krisis yang

dialami oleh Kekaisaran Romawi pada abad III M. periode ini ditandai dan diwarnai

oleh pemerintahan absolutisme kekaisaraan, dimana perundang-undangan Kaisar

merupakan sumber hukum terpenting dan pada sisi lain pengaruh Kristen sedang

tumbuh dengan pesat.

BAB V

KESIMPULAN

1. Sejarah hukum memperlihatkan adanya perubahan dan perkembangan ilmu hukum

yang terjadi bukan hanya disebabkan adanya  perbedaan kondisi suatu daerah atau

negara  melainkan juga dari waktu-waktu ke waktu hukum disuatu tempat mengalami

perubahan dan perkembangan;

2. Sejarah hukum dapat membantu kita untuk mengerti norma atau ketentuan hukum

yang berlaku pada masa sekarang;

3. Sejarah hukum dapat memberikan pemahaman mengenai budaya dan pranata hukum

sehingga sangat bermanfaat untuk dijadikan sebagai pegangan bagi para yuris yang

tergolong masih pemula;

4. Sejarah hukum meletakkan hukum sesuai dengan perkembangannya dari waktu ke

waktu serta juga diakui sebagaii suatu gejala historis (meletakkan hukum sesuai

dengan perkembangan sejarahnya).