26
MASA PEMERINTAHAN HINDIA BELANDA Andrian Pratama Taher, 0806353343 Cassandra, 0806354705 Dian Novitasari, 0806318662 M. Aggy Irawan, 0806353601

sejarah VOC

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Sejarah VOC hingga runtuhnya VOC

Citation preview

MASA PEMERINTAHAN HINDIA BELANDA

Andrian Pratama Taher, 0806353343

Cassandra, 0806354705 Dian Novitasari, 0806318662M. Aggy Irawan, 0806353601

Pemerintahan Kolonial Belanda

Setelah Napoleon dikalahkan oleh pasukan koalisi, Willem van Oranje kembali menjadi raja di negerinya. Naik tahta sebagai Souverein vorst (1814), kemudian sebagai raja (1815). Berdasarkan Groundwet (konstitusi Kerajaan Belanda), kekuasaan tertinggi atas wilayah jajahan berada di tangan raja. Demikian pula dengan kekuasaan undang-undang. Staten Generaal (parlemen) sama sekali tidak diikutsertakan di dalamnya.

Dengan kekuasaannya itu Raja menunjuk tiga orang Commissaris Generaal, yaitu C.Th. Elout, G.A.G. Ph. Baron van der Capellen, dan A.A. Buyskes, untuk mengambil alih jajahan Belanda di Asia dari tangan Inggris.

Mereka diberikan kekuasaan besar mewakili Pemerintahan Agung (Raja). Sejak masa Commissaris Generaal inilah, sebutan Oost Indië, atau Hindia Timur, berganti menjadi Nederlandsch Oost Indië (Hindia Belanda Timur). Akan tetapi tidak lama kemudian nama tersebut berubah kembali menjadi Nederlandsch Indië (Hindia Belanda).

Tugas pokok yang dibebankan kepada van der Capellen dan kawan-kawan adalah membangun kembali sistem pemerintahan yang baik di Hindia. Tujuannya agar daerah koloni dapat memberikan keuntungan kepada negeri induknya, yang sudah banyak terlibat hutang, termasuk hutang-hutang VOC. Akan tetapi, kondisi politik di Hindia Belanda belum sepenuhnya aman sejak ditinggalkan Daendels.

Sistem Perdagangan VOC

Sebagai satuan usaha, VOC menentukan patokan baru dalam organisasi dan pengelolaan perdagangan luar negeri antara Eropa modern dan Asia. Pertama, VOC merupakan perusahaan gabungan persero sejenis berdasar penanaman modal jangka panjang, suatu kemajuan besar bagi perusahaan pelayaran tradisional yang mengharuskan penyelesaian piutang pada pemodal sekembalinya berlayar. Oleh karena modal untuk membiayai kapal menuju Hindia begitu besar, kontrak jangka pendek di pasar bursa Amsterdam menjadi masalah biasa bagi kegiatan perusahaan.

VOC disebut perusahaan multinasional pertama di dunia karena memiliki pegawai yang berasal dari berbagai negara dan juga jaringan dagangnya tersebar luas di Asia. Kompeni bukan hanya suatu usaha dagang, tetapi juga dirancang untuk berperan dalam perjuangan nasional melawan tahta Spanyol. Majelis Perwakilan Tinggi Republik Belanda menyediakan kapal Kompeni dengan berbagai senjata dan amunisi yang diperlukan untuk menyerang jajahan Spanyol dan Portugis di Asia. VOC memberi sumbangan penting dengan keberhasilan mengakhiri perang kemerdekaan (1568-1648) terhadap mahkota Spanyol.

Kompeni menjalin mata rantai bernama industri dagang dan kepemilikan wilayah secara bertingkat. Setelah perang Napoleon, muncul apa yang dikenal dengan pemerintahan jajahan Hindia Belanda menyeruak dari reruntuhan pemilik lama Kompeni di Nusantara. Masa yang melekat dalam ingatan orang Indonesia, sehingga zaman tersebut diingat dan disebut “zaman kompeni”.

Sejak semula, orang Eropa memiliki kedudukan tawar yang kecil di pasar Asia dalam hubungan barang hasil dalam negeri (kecuali gumpalan emas dan perak). Mereka berusahan menembus pasar Asia dengan membangun benteng strategis untuk mengawasi pusat perdagangan sepanjang jalur pelayaran sehingga mereka dapat menjaga dan memungut pajak, atau mendapat celah monopoli pembelian dan penjualan beberapa tanaman khusus setempat, terutama cengkih, pala, bunga pala, dan kayu manis.

Monopoli Kompeni

• Monopoli berhasil dengan menduduki Banda (1621) dan

mengusai cengkih melalui perang Ambon (1650-an).

• Sejak semula, Belanda mengendalikan penghasil rempah

Maluku dan kemudian memaksa Spanyol dan Portugis keluar dari Asia.

Kekuasaan BelandaSaat Malaka jatuh ke tangan Belanda setelah perang panjang tahun 1641, VOC meneruskan serangan gigihnya terhadap Portugis di Asia. Menjelang tahun 1690 VOC berada di puncak

kekuasaan Asia. VOC memiliki kapal sekitar 90 buah yang melayani jaringan dagang raksasa di Asia yang menghubungkan 22 buah kantor mulai

dari Persia di Barat hingga Jepang di Timur. Pegawainya mencapai 11.500 orang, tumbuh

hingga 24.879 pegawai Eropa tahun 1753. Pada abad 18, kekuasaan Belanda di perairan Asia

ditantang keberhasilan persekutuan dagang Hindia Inggris dengan sukses yang masih menyisakan

ruang bagi pedagang swasta atau pribumi.

Runtuhnya VOC

Secara umum, korupsi dan kelemahan pengelolaan adalah faktor keruntuhan VOC.

Akhir abad ke-18, menjelang kebangkrutannya, VOC diambil alih tahun 1795. Ketika sewa kontrak dicabut tahun 1799 hutang mereka mencapai 219 juta golden. Penelitian terakhir menyatakan

bahwa keruntuhan Kompeni dititikberatkan pada kerugian yang dialami pada saat berlangsunng perang Anglo-Belanda

keempat (1780-1784). Oleh karena seluruh kapal ditangkap armada laut Inggris, para

pengatur VOC tak mampu membayar biaya yang diperlukan armada laut.

Pasca Runtuhnya VOC

Wilayah yang tercakup dalam negara kolonial Hindia Belanda itu pada awalnya hanya mencakup wilayah-wilayah taklukkan VOC atau yang diklaim sebagai taklukkan VOC. Kerajaan Aceh, Bangka dan Belitung misalnya, tidak termasuk Hindia Belanda, karena bukan taklukkan VOC. Akan tetapi, Singapura dan Malaka termasuk Hindia Belanda karena bekas taklukkan VOC. Namun dalam perkembangannya kemudian wilayah Hindia Belanda mengalami banyak perubahan.

Pada saat Commissaris Generaal memulai tugasnya, ada beberapa daerah taklukkan VOC yang menyatakan tidak terikat lagi oleh perjanjian dengan VOC yang telah runtuh. Sikap tersebut secara otomatis menyatakan bahwa mereka juga tidak terikat dengan negara kolonial Hindia Belanda. Dalam dua dasawarsa pertama pendirian negara kolonial Hindia Belanda, terdapat tiga perlawanan atau pemberontakan yang dinilai sangat mengganggu kewibawaannya, yaitu perlawanan Pattimura di Maluku; perlawanan Diponegoro (de Java oorlog) di Jawa, dan perlawanan kaum Padri di Sumatera Barat.

Landasan operasional di Hindia Belanda diatur berdasarkan Regeering Reglement (Peraturan Pemerintah, disingkat RR). Menurut peraturan ini, dalam menjalankan tugasnya gubernur jenderal (anggota Commisaris Generaal) didampingi oleh Raad van Indië yang beranggotakan empat orang. Gubernur jenderal bersama Raad van Indië inilah yang disebut sebagai Pemerintahan Agung di Hindia Belanda.

Gubernur jenderal bersama Raad van Indië inilah yang disebut sebagai Pemerintahan Agung di Hindia Belanda. Sejak tahun 1816, ada dua instansi yang membantu pekerjaan Pemerintahan Agung di Batavia ini, yaitu Generale Secretarie (sekretaris umum) untuk membantu Commisaris General dan Gouvernement Secretarie (sekretaris pemerintahan) untuk membantu Gubernur Jenderal. Namun kedua lembaga itu berumur pendek dan dihapuskan pada tahun 1819. Kedudukannya kemudian digantikan oleh Algemene Secretarie, yang bertugas membantu gubernur jenderal (terutama memberikan pertimbangan keputusan).

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa dalam hal-hal tertentu,

struktur birokrasi pemerintahan Hindia Belanda sama dengan

pemerintahan VOC.

Perbedaan VOC dengan Hindia Belanda

Adapun perbedaan yang cukup mencolok di antara keduanya berkaitan dengan kewenangan gubernur jenderal. Apabila pada masa VOC tidak ada aturan

khusus yang mengatur kewenangan gubernur jenderal, sehingga dia dapat berimprovisasi sendiri dalam

menjalankan pemerintahannya, maka pada masa Hindia Belanda terdapat peraturan yang mengatur kewenangan

gubernur jenderal yang tertuang dalam peraturan pemerintah.

Begitu pula dalam hal pertanggungjawaban, apabila pada masa VOC gubernur jenderal memberikan

laporannya kepada Heeren XVII, maka pada masa Hindia Belanda dia bertanggung jawab langsung kepada raja,

melalui menteri jajahan.

Dalam tata pemerintahan kolonial, Gubernur Jenderal didampingi oleh Direksi atau departemen-departemen, yang namanya kemudian menjadi Departementen van Algemeen Bestuur. Dalam perkembangannya, lembaga ini seringkali mengalami perubahan, baik dalam susunannya maupun hierarkinya, akibat keadaan di Hindia Belanda sendiri maupun di Eropa (termasuk Negeri Belanda). Salah satu peristiwa yang membawa dampak cukup besar pada tata pemerintahan Hindia Belanda adalah revolusi yang terjadi di Eropa pada tahun 1848. Sejak revolusi itu, dapat dikatakan bahwa di Eropa Barat tidak ada lagi raja yang berkuasa mutlak. Sebaliknya, para penguasa itu kini dibatasi oleh konstitusi. Dalam kasus raja Belanda, kekuasaannya dibatasi oleh Groundswet (konstitusi) tahun 1848.

Penerapan Groundswet 1848 menyebabkan RR di Hindia Belanda berubah dengan terbitnya RR baru tahun 1864. Berdasarkan RR baru ini, Direksi yang berada di bawah gubernur jenderal dibubarkan dan diganti dengan departemendepartemen baru, yang masing-masing berdiri sendiri. Pada tahun 1933, terdapat enam departemen, yaitu sebagai berikut:

• Departemen van Justitie• Departemen van Financien• Departemen van Binenland Bestuur• Departemen van Onerwijs en Eredeinst• Departemen Economische Zaken• Departemen Verkeer en Waterstaat.

Selain keenam departemen sipil di atas, terdapat dua departemen militer, yaitu departemen peperangan dan marine (angkatan laut). Direktur dari departemendepartemen sipil diangkat oleh gubernur jenderal sedangkan panglima angkatan darat dan laut diangkat oleh raja.

Meskipun ada upaya untuk melakukan modernisasi struktur birokrasi pemerintahan Hindia Belanda, namun dalam batas-batas tertentu struktur politik sebelumnya masih tetap dipertahankan, demi mempertahankan loyalitas, khususnya loyalitas para elit pribumi. Hal ini terlihat jelas dari struktur dan jabatan dalam organisasi pemerintahannya.

Jabatan-jabatan teritorial di atas tingkat kabupaten tetap 34 dipegang oleh orang-orang Eropa/Belanda. Jabatan tertinggi yang dipegang oleh orang pribumi adalah kepala kabupaten, yaitu bupati. Bupati ini dibantu oleh seorang patih. Di bawah tingkat kabupaten terdapat kewedanaan yang dijabat oleh seorang wedana. Kecamatan, yang dikepalai seorang camat, merupakan wilayah di bawah kewedanaan. Sedangkan jabatan kepala desa pada dasarnya tidak termasuk dalam struktur birokrasi pemerintah kolonial sehingga bukan merupakan anggota korp pegawai dalam negeri Hindia Belanda.

Korps pegawai dalam negeri Hindia Belanda (Departemen van Binnenland Bestuur), terdiri atas pegawai bangsa Eropa dan pribumi. Korp pegawai Eropa disebut Eropees bestuur sementara korps pegawai negeri pribumi disebut inland bestuur. Kedua korp pegawai ini secara umum disebut binnenland bestuur (BB). Dalam bahasa pribumi BB ini disebut Pangreh Praja (Pemangku Kerajaan). Para pejabat pribumi inilah yang disebut kaum priyayi, suatu istilah yang sebelumnya dipakai di kerajaan Jawa.

Seperti yang telah dikemukakan di atas, kepala desa tidak termasuk kategori priyayi karena tidak termasuk ke dalam barisan BB. Oleh karena itu, kepala desa tidak diangkat maupun digaji oleh pemerintah. Mereka dipilih langsung oleh rakyat dan digaji oleh rakyat pula, yaitu melalui tanah desa yang diserahkan kepadanya selama dia menjadi kepala desa. Tanah jabatan atau tanah gaji ini di beberapa daerah di Jawa disebut tanah bengkok.

Ketika wilayah Hindia Belanda menjadi lebih luas akibat kebijakan politik pasifikasi dan pemantapan (pax nederlandica), kebutuhan tenaga kerja untuk mengelola administrasi negara semakin meningkat. Dalam hal ini tenaga-tenaga pribumi semakin banyak terserap ke dalam birokrasi pemerintahan. Selain itu, pengawasan pemerintah pun semakin menukik ke bawah.

Meskipun jabatan teritorial dari tingkat kabupaten ke bawah masih tetap dipegang kaum pribumi, namun dengan alasan untuk mendampingi para pejabat itu maka diadakan jabatan-jabatan non teritorial setingkat kabupaten, kewedanaan dan akhirnya juga kecamatan. Apabila di tingkat kabupaten ada jabatan asisten residen, maka untuk tingkat kecamatan ada jabatan controleur, sementara di bawahnya lagi ada jabatan aspirant control