View
1.503
Download
2
Embed Size (px)
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dalam kehidupan kaum muslimin bisa dikatakan bahwa al-Qur’an tidak
dapat diulepaskan dari kehidupannya, karena al-Qur’an dalam kehidupan
kaum muslimin diyakini sebagai petunjuk dan sekaligus menjadi pedoman
dalam kehidupan di duniaini. Oleh karena itu tidaklah mengherankan jika
kaum muslimin selalu kembali kepada al-Qur’an setiap menghadapi
permasalahan kehidupan, dengan kata lain al-Qur’an tidak saja merupakan
kitab suci yang wajib dibaca, dipelajari dan diamalkan di dalam aspek
kehidupan sehari-hari, juga menjadi dasar petunjuk utama di dalam berfikir,
berbuat dan beramal sebagai kholifah Allah di muka bumi ini. Untuk
mencapai hal tersebut, maka al-Qur’an dijadikan sebagai rujukan dalam
menyelesaikan masalah tertentu dan ini tidak mudah, dibutuhkan kemampuan
membacanya dengan fasih, tartil dan benar sesuai dengan aturan membacanya
(ilmu tajwid), tetapi diperlukan satu kemampuan dengan nalar yang cemerlang
untuk menangkap apa yang terkandung dan tersirat di dalamnya.
Dari uraian tersebut di atas, maka bagi seorang muslim yang ingin
menjadikan al-Qur’an sebagai pedoman di dalam kehidupannya, maka
langkah yang harus ditempuh adalah berusaha semaksimal mungkin untuk
dapat membaca al-Qur’an dengan baik dan benar. Oleh karena itu
pembelajaran baca tulis al-Qur’an yang mengarah pada kemampuan membaca
1
al-Qur’an dengan baik dan benar, berdasarkan ilmu tajwid, biasanya menjadi
urgen bagi anak-anak muslim sebelum ia dihadapkan bagaimana cara
memahami isi yang terkandung di dalamnya.
Kemampuan anak dalam membaca al-Qur’an merupakan ketrampilan
yang penting sekali untuk dimiliki oleh setiap anak pada fase awal guna untuk
memahami isi kandungan al-Qur’an. Karena membaca al-Qur’an juga
memiliki keterkaitan yang sangat erat hubungannya dengan ibadah bagi kaum
muslim terutama solat. Karena sholat tidak sah hukumnya bila memakai
bahasa selain bahasa al-Quran (Bahasa Arab). Pentingnya membaca ini
ditegaskan oleh Ibnu Sina, bahwa ketrampilan membaca al-Qur’an merupakan
prioritas pertama dan utama dalam pendidikan Islam. Pendapat tersebut juga
ditegaskan oleh Ibnu Khaldun bahwa pengajaran al-Qur’an merupakan
pondasi utama pengajaran bagi disiplin ilmu.1
Di dalam buku Petunjuk Teknis dan Pedoman Pembinaan baca al-
Qur’an dinyatakan bahwa tujuan baca tulis al-Qur’an adalah menyiapkan anak
didiknya agar menjadi generasi muslim yang Qur’ani, yaitu generasi yang
mencintai al-Qur’an , yang menjadikan al-Qur’an sebagai bacaan dan
sekaligus pandangan hidupnya sehari-hari.2 Karena hanya dengan berpedoman
pada al-Qur’an lah mereka termasuk kita akan selalu berjalan dijalan yang
benar.
1 Supardi, Perbandingan Baca Qur’an Bagi Pelajar di TKA/TPA Kelurahan Bareng Malang, (lemlit Stain Mataram, 2004), hal. 98
2 Muhaimin, Arah Baru Pengembangan Pendidikan Islam : Pemberdayaan, Pengembangan Kurikulum, Hingga Redevisi IslamisasiPengetahuan, Bandung Penerbit Nusantara, 2003,121
2
Satu hal yang membanggakan bagi kaum muslim terkait dengan hal
tersebut, adalah: bahwa di sekolah-sekolah tingkat dasar (SD) terutama di
Desa Arjowilangun pelajaran membaca al-Qur’an sangat diutamakan. Selain
itu, di madrasah-madrasah, pelajaran membaca al-Qur’an secara intensif dan
terus menerus diberikan dengan alokasi waktu yang lebih besar jika
dibandingkan dengan sekolah umum.
Berdasarkan kenyataan tersebut, maka tulisan ini bertujuan untuk
mengadakan penelitian terhadap program pembelajaran membaca al-Qur’an
dilingkungan madrasah sebagai lembaga pendidikan Islam, di mana alokasi
waktu yang berikan untuk pembelajaran membaca al-Qur’an bisa dikatakan
lebih bila dibandingkan dengan sekolah umum. Penelitian ini berusaha
mendeskripsikan kemampuan siswa Madrasah Ibtidaiyah (MI) Sunana Giri 02
Arjowilangun Kecamatan Kalipare Kabupaten Malang dalam membaca al-
Qur’an. Dari hasil penelitian ini nantinya peneliti berusaha memberikan
informasi yang seobyektif mungkin, tentang efektifitas pembelajaran al-
Quir’an pada Madrasah Ibtidaiyah Sunan Giri 02 Kalipare Malang.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan pada latar belakang di atas, maka masalah dalam penelitian ini
dapat dirumuskan sebagai berikut :
“Bagaimana kemamapuan membaca al-Qur’an siswa MI Sunan Giri 02 antara
yang murni belajar al-Qur’an di sekolah Madrasah dengan yang mendapat
tambahan belajar di TPQ al-Falah”. Berdasarkan rumusan ini, maka aspek yang
3
perlu dibandingkan adalah: 1). Tajwid, 2). Makhroj atau kefashihan siswa
dalam mengucapkan makhorijul huruf, 3). Kelancaran siswa dalam membaca
al-Qur’an.
C. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah di atas, maka tujuan yang hendak dicapai dari
penelitian ini adalah :
“Untuk mendeskripsikan kemampuan membaca al-Qur’an siswa Madrasah
Ibtidaiyah (MI) Sunan Giri 02 Arjowilangun Kalipare Malang antara siswa
yang murni belajar di sekolah dan siswa yang mendapat tambahan belajar di
TPQ al-Falah berdasarkan: tajwid, makhroj atau kefashihan siswa dalam
mengucapkan makhorijul huruf, serta kelancaran siswa dalam membaca al-
Qur’an, sebagai hasil pembelajaran murni di kelas”.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat pembahasan yang dilakukan dalam penelitian ini dirumuskan sebagai
berikut :
1. Bagi lembaga MI Sunan Giri 02 Kalipare Malang, hasil penelitian ini dapat
dijadikan masukan untuk mendorong semua sivitas akademik untuk
menerapkan baca al-Qur’an dengan sebaik-baiknya dengan tujuan supaya
siswa dapat membaca dengan benar sesuai dengan kaidah ilmu tajwid yang
baik serta pelafalan huruf hijaiyah yang tepat sehingga siswa mampu
membaca al-Qur’an dengan fasih.
4
2. Bagi penulis, dapat menambah wawasan dan pengalaman baru yang dapat
dijadikan sebagai modal dalam mengatasi baca Qur’an sesuai dengan
kaidah yang benar dan pembelajaran pendidikan agama Islam.
E. Definisi Operasional
1. Perbandingan adalah: 1). Perbedaan (selisih), 2). Persamaan, ibarat, 3).
Pedoman, pertimbangan.3
2. Kemampuan adalah: 1). Kesanggupan, kecakapan, kekuatan, 2). Kekayaan.4
3. Membaca adalah: 1). Melihat serta memahami isi dari apa yang tertulis
(dengan melisankan atau hanya dalam hati), 2). Mengeja atau melafalkan
apa yang tertulis, 3). Mengucapkan, 4). Mengetahui, meramalkan, 5).
Memperhitungkan, memahami.5
4. Al-Qur’an adalah: Kitab suci umat Islam6
5. Siswa MI Sunan Giri 02 Kalipare Malang adalah: murid (terutama pada
tingkat sekolah dasar dan menengah), pelajar, yang bertempat di Dusun
Pangganglele Desa Arjowilangun Kecamatan Kalipare Kabupaten Malang.7
F. Sistematika Penulisan
Untuk memberikan gambaran yang lebih jelas mengenai isi penelitian ini
maka pembahasan dalam skripsi ini dibagi menjadi V BAB. Uraian sistematika
3 Kamus Besar Bahasa Indonesia, edisi ke 3, balai pustaka, 2007,hal. 100 4 Ibit, hal. 7075 Ibit, hal. 836 Kamus Kecil Bahasa Indonesia, edisi terbaru, penerbit ARKOLA Surabaya, 1994, hal. 157 Kamus Besar Bahasa Indonesia, edisi ke 3, balai pustaka, 2007,hal. 1077
5
pembahasan yang terkandung dalam masing-masing BAB disusun sebagai
berikut:
BAB I, merupakan pendahuluan yang berfungsi sebagai pengantar
informasi penelitian yang terdiri dari latar belakang masalah, rumusan masalah,
tujuan penelitian, manfaat penelitian serta sistematika pembahasan.
BAB II, berisi tentang kajian yang terdiri dari pembahasan al-Qur’an dan
ruang lingkupnya antara lain: pengertian al-Qur’an, isi al-Qur’an, keutamaan
membaca al-Quran dan penulisan al-Qur’an., keadaan siswa dalam membaca
al-Qur’an antara lain meliputi, pengertian siswa dalam belajar al-Qur’an,
potensi yang dimiliki siswa, kemampuan siswa dalam membaca al-Qur’an, cara
belajar membaca al-Qur’an serta penerapan ilmu tajwid dalam membaca al-
Quran.
BAB III, berisi tentang metodologi penelitian yang terdiri dari jenis
penelitian, populasi dan sampel, jenis pendekatan penelitian, tehnik
pengumpulan data, tehnik analisa data.
BAB IV, berisi tentang hasil penelitian dan pembahasan yang trdiri
dari, latar belakang obyek penelitian tentang latar belakang berdirinya MI
Sunan Giri 02, kondisi social masyarakat, kondisi budaya, kondisi geografis
sekolah, tujuan pendidikan dasar, visi, misi dan tujuan, data siswa, data guru
dan karyawan, denah lokasi, struktur organisasi kepengurusan. Penyajian hasil
penelitian tentang.
BAB V, pada bab ini berisi tentang kesimpulan dan saran berdasarkan hasil
penelitian.
6
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Pembahasan Al-Qur’an dan Ruang Lingkupnya
1. Pengertian Al- Qur’an
“Al-Qur’an” menurut pendapat yang paling kuat seperti yang dikemukakan oleh Dr.Subhi Al-Soleh berarti “Bacaan”, asal kata qoraa. Kata Qur’an itu berbentuk masdar dengan arti isim maf’ul yaitu maqru (dibaca). Di dalam al-Qur’an ada pemakaian kata “Qur’an” sebagaimana terterang dalam al-Qur’an surat al-Qiyaamah ayat 17-18 yang berbunyi;
artinya: ”Sesungguhnya mengumpulkan al-Qur’an (di dalam dadamu) dan menetapkan bacaanya (pada lidahmu) itu adalah tanggungan Kami. (Karena itu), jika Kami telah membacakannya, hendaknya kamu ikuti bacaanya”.8
Adapun definisi al-Qur’an ialah : “Kalam Allah SWT yang merupakan mu’jizat yang diturunkan (diwahyukan) kepada Nabi Muhammad SAW yang ditulis di muskhaf dan diriwayatkan dengan mutawatir serta membacanya adalah ibadah.9
Dengan definisi ini, Kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi-nabi
selain Nabi Muhammad saw., tidak dinamakan al-Qur’an seperti Taurat
yang diturunkan kepada Nabi Musa A.S., atau Injil yang diturunkan kepada
Nabi Isa A.S. Demikian pula Kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi
Muhammad SAW., yang membacanya tidak dianggap sebagai ibadah,
seperti hadis Qudsi, tidak pula dinamakan al-Qur’an.10
8 Al-Qur’an dan Terjemah, Edisi lux CV. ASY-SYIFA’, Jakarta, 1984, hal. 139 Ibit, Hal. 1310 Ibit, hal. 13
7
Dalam pengertian lain al-Qur’an adalah firman Allah yang
diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW dengan perantara malaikat jibril
untuk dibaca, dipahami dan diamalkan sebagai petunjuk atau pedoman
hidup bagi umat manusia (kitab suci umat islam).11
Menurut istilah ahli agama ialah nama bagi kalamullah yang
diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. yang ditulis dalam Mushhaf.-
definisi al-Qur’an menurut Khodijatushsholihah dalam bukunya bahwa al-
Qu’an adalah kalamullah yang ditujukan kepada penutup para Nabi dan
Rosul, dengan perantara yang dapat dipercaya yaitu Jibril As. Yang ditulis
di dalam Mushaf dan dinukilkan kepada kita dengan mutawatir, yang
diperintah membacanya yang diawali dengan surat Al-Fatihah dan diakhiri
dengan surat An-Nas. Dan dihukumi ibadah bagi yang membacanya.12
Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa pengertian al-
Qur’an adalah Kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad
melalui malaikat Jibril dengan berangsur-angsur, dan bagi siapa saja (umat
Islam) yang membacanya maka termasuk ibadah dan mendapatkan pahala.
2. Kandungan isi al-Qur’an
Al-Qur’an menjadi petunjuk bagi orang-orang yang bertaqwa, yaitu
mereka yang memelihara diri dari siksaan Allah dengan mengikuti segala
perintah-Nya, serta menjauhi semua larangan-Nya. Ayat-ayat tersebut di
atas mengandung 5 prinsip yaitu:
1. Percaya kepada yang ghoib yaitu kepada Allah dan para Malaikat-Nya
11 Ibit, hal. 1312 Ibit, hal. 17
8
Al-Qur’an yang menyebut Allah sampai 2799 kali mulai dengan
menerangkan tentang ke Esaan Tuhan dan mengakhiri dengan ke Esaan
Tuhan pula.13Ayat-ayat yang mengenai ke Esaan Tuhan antara lain
terdapat dalam surat (7) al- A’raaf ayat 59:
Artinya:” Sesungguhnya Kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya lalu ia berkata:” wahai kaumku sembahlah Allah, sekali-kali tak ada Tuhan bagimu selain-Nya,” sesungguhnya (kalau kamu tidak menyembah Allah), aku takut kamu akan ditimpa Azab hari yang besar (kiamat).14
Dan masih banyak lagi ayat-ayat al-Qur’an yang menggandung ajaran
tentang ke Esaan Allah. Ajaran tentang ke Esaan Tuhan telah diberikan
oleh para nabi sebelum Nabi Muhammad SAW. Dapat dibuktikan
dengan ayat 25 surat (21) al-Anbiyaa:
Artinya:”Dan tidak Kami utus Rasul sebelum kamu, melainkan Kami wahyukan kepadanya, bahwa tidak ada Tuhan selain Aku, karena itu sembahlah Aku.15
Demikianlah beberapa dasar tentang ke Esaan Allah.
Malaikat adalah makhluk yang tidak tampak dan mempunyai fungsi-
fungsi yang tertentu. Sebagai konsekwensi beriman kepada Allah maka,
13 Ibit, Hal. 7714 Ibit, hal. 7715 Ibit, hal.77
9
orang Islam harus beriman kapada Malaikat. Adapun fungsi Malaikat
bermacam–macam salah satunya adalah bertindak sebagai perantara
untuk memperkuat para Nabi dan kaum Muslimin. Ayat 87 surat(2) al-
Baqarah menerangan :
Artinya: “ Dan sesungguhnya kami telah mendatangkan al-Kitab (Taurat) kepada Musa dan Kami telah menyusulinya (berturut-turut) sesudah itu dengan Rosul-rosul dan telah kami berikan bukti-bukti kebenaran (mu’jizat) kepada Isa putra Maryam dan Kami memperkuatnya dengan Ruhul Qudus (Jibril).16
2. Percaya kepada wahyu yang di turunkan Allah
Percaya kepada wahyu yang diturunkan Allah berarti tidak hanya
percaya kepada al-Qur’an tetapi juga percaya kepada segala wahyu yang
diturunkan dalam semua masa, serta yang diturunkan kepada tiap-tiap
umat, menurut ajaran al-Qur’an tiap-tiap umat dimanapun ia berada di
muka bumi ini, kepada umatku diturunkan wahyu, karena itu umat Islam
harus percaya pada kitab Taurat, Injil dan lain-lain wahyu yang
diturunkan Allah SAW.17
Al-Qur’an membenarkan kitab-kitab suci yang lain, dean juga
menguji kemurnian dari kitab-kitab suci itu. Karena itu al-Qur’an
16 Ibit17 Ibit, hal. 80
10
memuat kisah-kisah dari nabi-nabi yang dahulu, selain untuk mengambil
pelajaran, juga mendudukkan kejadian yang sebenarnya.
3. Percaya kepada adanya akhirat
Menujrut al-Qur’an kehidupan akhirat adalah lanjutan dari kehidupan di
Dunia ini. Barang siapa yang bertakwa dan mengerjakan amalan-amalan
saleh di Dunia maka diakhirat mendapat pahala dari Allah SWT,
sebaliknya barang siapa yang berbuat jahat di Dunia ini mendapat
siksaan dan di Akhirat demikian pula.18
4. Mendirikan Shollat
Shalat, menurut al-Qur’an adalah alat yang sesungguhnya untuk
mensucikan hati manusia agar dapat berhubungan dengan Allah SWT.,19
5. Menafkahkan sebagian dari rizki, yang dianugerahkan oleh Allah.
Adapun kandungan atau isi dari al-Quran yang lainnya antara lain;
1. Percaya kepada Nabi-Nabi
Beriman kepada Allah membawa konsekwensi beriman pada
wahyuNya. Dan karena wahyu Allah disampaikan oleh para Nabi dan
Rosul, maka seorang mu’min harus percaya kepada Nabi atau Rasul
yang diutus Allah SAW. Seperti yang diterangkan dala ayat 47 surat (10)
Yunus
18 Ibit, hal. 8119 Ibit, hal. 87
11
Artinya:” Tiap-tiap umat mempunyai Rosul, maka apabila telah datang rasul mereka diberikanlah keputusan antara mereka dengan adil dan mereka (sedikitpun) tidak dianiaya.20
2. Percaya kepada Qadar
Beriman kapada qadar atau takdir berarti percaya bahwa segala
sesuatu itu ditentukan oleh Allah SWT. Dengan tidak meninggalkan
kewajiban berikhtiar sekuat tenaga. Orang diwajibkan berikhtiar sekuat
tenaga tetapi menyerahkan hasil usahanya kepada takdir Ilahi.21
Percaya kepada Allah, percaya kepada malaikat, percaya kepada
kitab atau wahyu yang diturunkan Allah, percaya kepada Nabi dan
Rosul, percaya kepada adanya hari Akhirat dan percaya kepada Qadar
atau takdir merupakan rukun iman dalam Islam. Rukun iman ini harus
diamalkan, karena apabila tidak diamalkan maka akan merupakan iman
yang kosong belaka. Untuk mengamalkan rukun iman ini ditetapkan
kewajiban-kewajiban yang disebut rukun Islam yaitu;
1. Mengucapkan dua kalimat syahadat.
2. Mendirikan sholat
3. Mengeluarkan zakat
4. Puasa di bulan ramadhan
5. Haji bagi mereka yang mampu.
Disamping ketentuan-ketentuan diatas al-Qur’an mengandung pula
pokok-pokok masalah tentang manusia, masyarakat, sosial, ekonomi,
politik, sejarah, hukum-hukum perkawinan, hukum waris,
20 Ibit, hal. 8621 Ibit
12
hukumperjanjian, hukum pidana, prinsip disiplin dan prinsip musywarah,
hukum perang, hukum antar bangsa dan sebagainya.
Al-qur’an menjadi petunjuk bagi orang-orang yang bertakwa yaitu,
mereka yang memelihara diri dari siksaan Allah dengan mengikuti segala
perintahNya, serta menjahui segala laranganya.
3. Keutamaan Membaca Al-Qur’an
Al-Qur’an adalah kitab suci yang merupakan sumber utama dan
pertama ajaran Islam, menjadi petunjuk kehidupan bagi umat manusia. Al-
Qur’an diturunkan Allah kepada Nabi Muhammad SWA., sebagai salah
satu rahmad yang tak ada taranya bagi alam semesta. Di dalamnya
terkumpul wahyu Illahi yang menjadi petunjuk, pedoman dan pelajaran
bagi siapa yang mempercayai serta mengammalkanya. Al-Qur’an adalah
kitab suci terakhir yang diturunkan Allah, yang isinya mencakup segala
pokok-pokok syari’at yang terdapat dalam kitab-kitab suci sebelumnya
karena itu setiap orang yang mempercayai al-Qur’an, akan bertambah cinta
kepadaNya, cinta untuk membacanya, untuk mempelajari dan
memahaminya serta pula untuk mengamalkan dan mengajarkannya.22
Adapun keutamaan membaca al-Qur’an adalah :
a. amalan yang sangat mulia dan akan mendapat pahala yang berlipat
ganda, sebab yang dibacanya itu adalah kitab suci. Al-Qur’an adalah
sebaik-baik bacaan bagi orang muslim, dikala gembira atau sedih.
22 Ibit, hal. 102
13
Membaca al-Qur’an bukan saja menjadi amal dan ibadah, tetapi juga
menjadi obat dan penawar bagi orang yang gelisah jiwanya.23
b. Rosulullah menyatakan dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh
Bukhori dan Muslim,adalah: “Ada dua golongan manusia yang
sungguh-sungguh orang dengki kepadanya, yaitu orang yang diberi oleh
Allah kitab cusi al-Qur’an ini, dibacanya siang dan malam, dan orang
yang dianugerahi Allah kekayaan harta, siang dan malam kekayaan itu
digunakan untuk segala sesuatu yang diridhoi Allah”.24
c. Yang diriwatkan oleh Bukhori dan Muslim pula, Rosulullah
menyatakan tentang kelebihan martabat dan keutamaan orang yang
membaca al-Qur’an, “perumpamaan orang mu’min yang membaca al-
Qur’an, adalah seperti bunga utrujjah, baunya harum dan rasanya lezat,
orang mukmin yang tak suka membaca al-Qur’an, adalah seperti buah
kurma, baunya tidak begitu harum, tetapi ranya manis, orang munafik
yang membaca al-Qur’an ibarat sekuntum bunga, berbau harum tetapi
pahit rasanya, dan orang munafik yang tidak suka membaca al-Qur’an,
tak ubahnya seperti buah hanzalah, tidak berbau dan rasanya pahit
sekali.”25
Dengan adanya hadis-hadis di atas nyatalah, bahwa membaca al-
Qur’an, baik mengetahui artinya maupun tidak, adalah termasuk ibadah,
amal saleh dan memberi rahmat serta manfaat bagi yang melakukannya,
memberi cahaya ke dalam hati yang membacanya sehingga terang
23 Ibit24 Ibit25 Ibit, hal. 103
14
benerang, juga memberi cahaya kepada keluarga rumah tanggadi mana
al-Qur’an selalu disenandungkan pada setiap saat.26
Mengenai pahala membaca al-Qur’an Ali bin Abi Tholib mengatakan
bahwa:
“Tiap-tiap orang yang membaca al-Qur’an dalam salat akan mendapat pahala lima puluh kebajikan untuk tiap-tiap huruf yang diucapkanya, membaca al-Qur’an diluar sembahyang dengan berwudhu, pahalanya dua puluh lima kebajikan bagi tiap-tiap huruf yang diucapkannya dan membaca al-Qur’an di luar sembah yang dengan tidak berwudhu, pahalanya sepuluh kebajikan bagi tiap-tiap huruf yang diucapkannya.”27
Dari hasil keterangan diatas dapat kita ambil kesimpulan bahwa
membaca al-Qur’an bisa menjadi obat bagi jiwa yang gelisah, mendapat
pahala yang berlipat-lipat jika kita membacanya dalam keadaan sholat atau
diluar sholat, dan kita juga akan mendapatkan rahmad dari Allah, jadi
betapa besar keutamaan, kelebihan dan pahala yang didapat bagi orang
yang membaca al-Qur’an dalam keadaan susah, senang dan dengan niat
ibadah kepada Allah SWT.
B. Keberadaan Siswa dalam Membaca al-Qur’an
1. Pengertian Siswa dalam Membaca al-Qur’an
Pada pokok bahasan ini, ada dua pemahaman yang berbeda dalam
memberikan pandangan tentang anak didik, yaitu:
a. Dalam kamus pendidikan memberikan devinisi tentang anak didik adalah “anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan dirinya melalui proses pendidikan pada jalur, jenjang dan jenis pendidikan tertentu”28.
26 Ibit27 Ibit28. Romlah, Psikologi Pendidikan, UMM Press, cet.II, 2010, hal.114.
15
Pengertian ini nampaknya lebih menekankan pada anak yang
berusia sekolah maupun play group dalam bermain sampai perguruan
tinggi, sehingga ditentukan jenis dan jenjang pendidikannya. Oleh
karena itu, anak yang tidak masuk dalam kelompok tersebut seakan-akan
bukan termasuk anak didik.
b. Anak didik juga bisa diartikan sebagai “manusia yang sepanjang hayatnya selalu berada dalam pertumbuhan dan perkembangannya. Sehubungan dengan itu, maka anak didik bukan hanya dalam pengasuhan dan pengasihan orang tuanya, bukan pula hanya pada usia sekolah, akan tetapi lebih dari itu. Yaitu sebagai manusia sempurna secara utuh, dengan tetap berusaha terus menerus hingga akhir hayatnya”.29
Pengertian ini nampaknya lebih bersifat umum atau tidak adanya
batasan jenjang, jenis dan unsur pendidikan. Oleh karena itu, siapapun
dan dimanapun berada dalam masa pertumbuhan dan perkembangan
sejak lahir hingga sampai hayatnya, baik dalam pengasuhan orang
tuanya maupun orang lain termasuk anak-anak.
c.Anak didik adalah “anak yang sedang tumbuh dan berkembang, baik secara fisik maupun psikologis untuk mencapai tujuan pendidikannya, melalui lembaga pendidikan”30
Pengertian ini memberi arti bahwa anak didik merupakan anak yang
belum dewasa dan memerlukan bantuan orang lain, agar menjadi dewasa.
Dengan demikian, salah satu prinsip yang paling penting dalam
pendidikan adalah anak didik merupakan individu yang selalu tumbuh dan
berkembang, sesuai dengan iramanya masing-masing hal ini bila
dihubungkan dengan kemampuan siswa dalam membaca al-Qur’an, bisa kita
29 Ibit, hal. 11430 Ibit, hal. 114
16
ambil kesimpulan bahwa, setiap peserta didik dalam belajar memerlukan
bimbingan dan arahan terutama dalam pembelajaran baca al-Qur’an yang
mana pada awal pembelajaran anak merasa asing terhadap tulisan maupun
carabacanya, disinilah bimbingan dan arahan pendidik maupun orang tua
sangat dibutuhkan oleh anak pada usia perkembangan.
2. Potensi yang dimiliki siswa
Agar proses pendidikan, khususnya dalam pembelajaran dapat berjalan
secara efektif , maka para pendidik hendaknya memiliki pengetahuan
tentang anak didik dengan segala potensi yang dimilikinya. Sedangkan
potensi yang dimiliki oleh setiap manusia, termasuk anak didik adalah:
a. Bakat dan kecerdasanKeduannya merupakan kemampuan pembawaan yang potensial untuk mengacu pada perkembangan kemampuan akademis (ilmiah) dan keahlian (profesianal) dalam berbagai bidang kehidupan.secara tidak langsung, bakat berpangkal pada kemampuan kognisi (daya cipta), konasi (kehendak) dan emosi (rasa). Ketiga unsure ini disebut psikologis filosofis, dengan trichotomie (tiga kekuatan rohani) manusia. Setiap kekuatan rohani selalu berperan pada kemampuan akal fikiran (konasi), fantasi (kognisi), dan aspek perasaan atau emosi.
b. Insting (naluri) atau ghorizahMerupakan suatu kemampuan berbuat tanpa melalui proses pembelajaran. Juga merupakan kapabilitas yang mempunyai jenis-jenis sebagai berikut: melarikan diri karena perasaan takut, menolak karena jijik, ingin tau karena menakjubkan sesuatu, melawan karena marah dan masih banyak lagi hal-hal yang tidak kita rencanakan dapat kita lakukan dengan spontan.
c.Nafsu dan berbagai dorongan (drives) meliputi:1. Nafsu lawwamah yang mendorong kearah perbuatan tercela dan
merendahkan orang lain, yang disebut dengan egosentris.2. Nafsu ammarah yang mendorong pada perbuatan yang merusak,
membunuh atau memusui orang lain. 3. Nafsu birahi yang mendorong kea rah perbuatan seksual, demi
memuaskan tuntutan pemuasan hidup kelamin.4. Nafsu Muthmainah yang mendorong kea rah ketaatan kepada Allah
Yang Maha Segala-galanya.31
31 Ibit, 115
17
d. Karakter (watak asli) atau tabiat manusiaMerupakan kemampuan spikologis yang terbawa sejak lahir, dan selalu terkait dengan tingkah laku, moral, social dan etika seseorang.
e.Hereditas atau keturunanMerupakan factor menerima kemampuan dasar dari kedua orang tua sampai pada keturunan urutan lebih atas, yang mengandung unsure psikologis dan filosofis. Oleh karena itu, baik dan jelek kepribadian seorang anak tidak lepas dengan kepribadian yang dimiliki oleh kedua orang tuanya sampai pada urutan keturunan yang lebih atas.
f. Intuisi (ilham)Merupakan kemampuan psikologis seseoarang untuk menerima ilham dari Tuhan. Secara tidak langsung, intuisi berfungsi untuk menggerakkan hati nurani manusia yang paling dalam ke jalan yang benar, juga membimbing kearah perbuatan pada situasi khusus di luar kesadaran akal fikiran manusia, namun mengandung makna yang kontruktif bagi kehidupan dan penghidupan seseorang di dunia.32
Setelah kita mengkaji tentang potensi yang dimiliki anak didik, maka
penulis menyimpulkan bahwasanya setiap anak mempunyai kelebihan
masing-masing. Sedangkan hubungan kemampuan siswa dalam membaca
al-Qur’an dengan hal ini adalah bahwa setiap anak didik mempunyai potensi
yang berbeda-beda, termasuk dalam membaca al-Qur’an. Oleh karena itu
bagi para pendidik diharapkan tahu potensi apa yang dimiliki oleh peserta
didik untuk mempermudah dalam mengarahkan anak didik.
3. Kemampuan siswa dalam Membaca al-Qur’an
Kemampuan atau kecerdasan merupakan salah satu bagian yang mempengarui
perkembangan anak didik dan sangat banyak diperdebatkan oleh para ahli,
seperti:
a. Penganut aliran tabularasa menempatkan pengaruh keturunan atau hereditas yang lebih berperan dalam mempengaruhi kecerdasan atau IQ anak didik.
b. Penganut aliran behaviorisme menempatkan pengaruh lingkungan sebagai factor utama dalam mempengaruhi anak didik.
32 Ibit, hal. 116
18
c. Penganut aliran konvergensi menempatkan factor keturunan dan lingkungan yang mempengaruhi kecerdasan seseorang.33
Terlepas dari ketiga aliran tersebut, sebagai guru, pendidik atau orang tua
hendaknya menyadari bahwa ada anak yang secara turunan memang cerdas,
kurang cerdas, bahkan ada yang bodoh. Ketiga kemampuan anak didik ini
dapat disebut IQ-nya tinggi, IQ-nya sedang dan IQ-nya rendah.34 Dan tugas
orang tua maupun guru adalah mengembangkan setiap kecerdasan yang
dimiliki oleh putra-putrinya ke tingkat yang lebih maksimal sedangkan yang
perlu dipersiapkan oleh orang tua atau pendidik adalah:
1. Menciptakan lingkungan yang kondusif
2. Menyediakan sarana pra sarana yang dibutuhkan oleh anak dalam belajar
3. Seluruh atau sebagian besar anggota keluarga atau siswa saling
mendukung untuk saling belajar
4. Memberikan motivasi kepada anak didik untuk belajar secara rutinitas
5. Memberikan bimbingan kepada anak didik akan cara belajar yang efektif.35
Dari pengertian di atas, bisa kita ambil kesimpulan bahwa setiap anak
didik mempunyai kemampuan yang berbeda-beda dalam memahami segala
sesuatu termasuk kemampuan anak didik dalam membaca al-Qur’an. Bagi
mereka yang memiliki IQ tinggi, mereka akan mudah menangkap apa yang
disampaikan guru, dan tidak akan mengalami kesulitan dalam menerapkan
bacaan-bacaan dalam al-Qur’an sesuai dengan kaidah ilmu tajwid.
33 Ibit, hal. 12434 Ibit35 Ibit
19
Sedangkan bagi mereka yang memiliki IQ sedang, biasanya kurang
memperhatikan dalam penggunaan kaidah ilmu tajwid dalam membaca al-
Qur’an, kemudian bagi anak yang memiliki IQ rendah sangat kesulitan dalam
melafalkan bacaan Al-Qur’an. Namun apapun dan bagaimanapun keadaan anak
didik seorang guru harus tetap menjadi motifator dan fasilitator bagi anak-anak
didiknya.
4. Cara Belajar Membaca al-Qur’an
Dalam meningkatkan kemampuan siswa dalam membaca al-Qur’an,
banyak sekali cara atau metode yang digunakan. Metode-metode tersebut
antara lain :
1. Metode baghdadiyah
Metode ini merupakan metode yang paling lama digunakan di Indonesia,
metode yang diterapkan dalam metode ini antara lain ;
1. Hafalan, sebelum materi baca Qur’an diberikan murid diharuskan
menghafal huruf-huruf hijaiyah.
2. Eja, sebelum membaca tiap kalimat, murid harus mengeja terlebih dahulu
3. Mudul, murid yang sudah bisa menguasai materi bisa melanjutkan
ke materi berikutnya tanpa harus menunggu teman
4. Tidak Variatif, yang mana metode ini hanya satu jilid saja
5. Pemberian contoh yang absolute, di mana guru memberikan contoh
terlebih dahulu kepada murid sebelum mereka membaca bersama
sama.
20
Metode Baghdadi sekarang ini jarang sekali ditemui atau digunakan,
tetapi berawal dari metode inilah kemudian munculah metode-metode baru,
karena jika dilihat dari cara mengajarkannya metode ini membutuhkan
waktu yang cukup lama karena menunggu murid anak hafal semua huruf
hijaiyah dulu baru bisa menambah materi baru. Setiap metode yang
digunakan pasti mempunyai kekurangan dan kelebihan, sedangkan
kelebihan yang dimiliki oleh metode ini adalah :
1. Murid akan mudah dalam belajar karena sebelum diberikan materi anak
sudah hafal huruf-huruf hijaiyah
2. Murid yang lancar akan cepat melanjutkan pada materi berikutnya tanpa
menunggu teman
Kelemahan yang dimiliki metode ini adalah :
1. Membutuhkan waktu yang cukup lama karena sebelum belajar membaca
harus hafal huruf hijaiyah terlebih dahulu
2. Murid kurang aktif karena harus menunggu guru membacakan terlenih
dahulu
3. Kurang variatif karena hanya memakai satu jilid saja.
2. Metode al-Barqy
Metode ini ditemuka oleh Drs. Muhadjir Sulthan, dan disosialisasikan
pertama kali sebelum tahun 1991, yang sebelumnya sudah dipraktekkan
pada tahun 1983, metode ini tidak disusun beberapa jilid akan tetapi hanya
dijilid dalam satu buku saja. Pada metode ini lebih menekankan pada pada
21
pendekatan global yang bersifat struktur analitik sistetik, yang dimaksud
adalah penggunaan struktur kata tidak mengikuti bunyi mati (sukun).
Metode ini bukan bersifat mengajar, namun hanya mendorong agar
muridnya mempunyai persiapan dengan pengetahuannya. Dalam
perkembangannya al-Barqy menggunakan metode yang diberi nama metode
lembaga (kata kunci yang harus dihafal) dengan pendekatan global dan
bersifat analitik sistetik.
Secara teoritis, metode ini jika diterapkan pada kelas IV SD hanya
memerlukan waktu 8 jam, bahkan bagi anak SLTA ke atas hanya
memerlukan waktu 6 jam saja, sedangkan jika buku al-Barqy diterapkan
pada anak usia TK dengan cara bermain, maka dapat memicu kecerdasan.
Ada beberapa tahapan atau fase yang harus dilalui dalam mempelajari
metode al-barqy antara lain :
1. Fase analitik, yaitu guru memberikan contoh bacaan yang berupa kata-
kata lembaga dan murid mengikutinya sampai hafal, dilanjutkan dengan
pemenggalan kata lembaga dan terakhir evaluasi yaitu dengan cara guru
menunjukkan huruf secara acak dan murid membacanya
2. Fase sistetik, yaitu satu huruf digabung dengan yang lain hingga
berupa suatu bacaan, contohnya : ا د ر ج menjadi ار جا
3. Fase penulisan, yaitu murid disuruh menebali tulisan yang berupa titik-
titik
4. Fase pengenalan bunyi, a-i-u-, yaitu pengenalan pada tanda baca fathah,
kasroh, dan dhummah( ا ا ا )
22
5. Fase pemindahan, yaitu pengenalan terhadap bacaan atau bunyi arab
yang sulit, maka didekatkan pada bunyi-bunyi Indonesia yang
berdekatan, contohnya : dengan pendekatan ت ش د dengan pendekatan
س
6. Fase pengenalan mad, yaitu mengenalkan murid pada bacaan-bacaan
panjang
7. Fase pengenalan tanda sukun, yaitu mengenalkan bacaan-bacaan yang
bersukun
8. Fase pengenalan tanda syaddah, yaitu mengenalkan bacaan-bacaan yang
bersaddah atau dobel
9. Fase pengenalan huruf asli, yaitu mengenalkan huruf asli (tanpa
harokat)
10. Fase pengenalan pada huruf yang tidak dibaca, yaitu mengenalankan
murid huruf yang tidak terdapat tanda saksi (harokat) atau tidak dibaca,
misalnya و الضحي
11. Fase pengenalan huruf yang musykil, yaitu mengenalkan pada huruf
yang biasa ditemui di al-Qur’an contoh : مبين ير أ نا نذ
12. Fase pengenalan menyambung, yaitu mengenalkan murid pada huruf-
huruf yang disambung di awal, di tengah dan di akhir
13. Fase pengenalan tanda waqof, yaitu mengenalkan pada tanda-tanda
baca seperti yang sering ditemui di al-Qur’an
Pada metode ini kelemahan dan kelebihan yang dimiliki adalah :
Kelemahan :
23
1. Murid tidak aktif karena cara membacanya harus mengikuti guru terlebih
dahulu
2. Tidak variatif karena hanya ada satu jilid saja
3. Kurang dalam pengenalan ilmu tajwidnya
4. Murid tidak dikenalkan dengan huruf mati atau sukun
Kelebihan yang dimiliki :
1. Murid akan mudah hafal dan mengingat karena dalam membacanya
harus mengikuti cara membacanya guru sampai hafal, kemudian setelah
hafal guru menyebutkan huruf-huruf secara acak
2. Dikenalkan bacaan yang musykil yang sering dijumpai dalam al-
Qur’an.36
3. Metode Iqro’
Metode ini disusun oleh, H. As’ad Humam, di Yogyakarta. Metode ini
disusun menjadi 6 jilid sekaligus dan adapula yang dicetak menjadi satu
jilid. Di mana dalam setiap jilidnya terdapat petujuk mengajar dengan tujuan
untuk memudahkan setiap anak didik maupun guru yang akan
menggunakannya.
Sedangkan pada metode ini kelemahan dan kebihannya adalah :
Kelebihan :
1. Menggunakan metode CBSA, jadi bukan guru yang aktif, melainkan
murid yang dituntut untuk aktif
36 Muhajir Sulthan, al-Barqy Belajar Baca Tulis Huruf al-Qur’an, Surabaya, Sinar Wijaya, 1991, Hal. O-S
24
2. Dalam penerapannya menggunakan cara klasikal (membaca secara
bersama-sama), prifat (penyemakan secara individual), maupun cara
yang esistensi (murid yang lebih tinggi jilidnya dapat menyimak
temannya yang masih berjilid rendah)
3. Komunikatif, artinya jika murid dapat membaca dengan baik dan benar,
maka guru bisa memberikan pujian
4. Asistensi, murid yang lebih tinggi jilidnya dapat membantu untuk
menyimak murid lain yang berada di tingkat bawah
5. Bila ada murid yang sam tingkat pelajarannya, boleh dengan system
tadarus, secara bergilir membaca sekitar dua baris sedang lainnya
menyimak.
6. Bukunya mudah didapat di took-toko
Kelemahan dari metode ini :
1. Tidak dikenalkan dengan bacaan tajwid sejak awal
2. Tidak ada media belajar
3. Untuk Tidak dianjurkan untuk menggunakan tartil / lagu
4. Mengajar dengan metode ini guru tidak dituntut untuk bertaskhih
(diuji)
terlebih dahulu.
4. Metode Qiroati
Metode Qiroati ini adalah metode yang disusun oleh H. Dahlan
Zarkasyi di Semarang tahun 1989, pada awalnya metode ini terdapat 10 jilid
kemudian diringkas menjadi 6 jilid, dengan tambahan satu jilid untuk
25
bacaan-bacaan ghorib, satu jilid khusus untuk juz 27 dan satu lagi khusus
untuk pelajaran Ilmu Tajwid Praktis. Pada metode ini untuk guru yang
mengajarkan harus bersyahadah (berijazah), karena dengan itu menunjukkan
bahwa ia mampu membaca al-Qur’an dengan baik serta menguasai betul
metode Qiroati yang akan diajarkan kepada para murid-muridnya, hal ini
menunjukkan bahwa, dalam mengajarkan metode qiroati bukan sembarang
orang, karena itu bisa berpengaruh pada bacan anak, oleh karena itu guru
harus ditaskhih (diuji) terlebih dahulu dengan tujuan supaya bacaan yang
diamalkan kepada anak benar sesuai kaidah ilmu tajwid.
Metode qiroati ini banyak dipilih oleh masyarakat karena dianggap
mempunyai kelebihan dibandingkan dengan metode-metode lain, sehingga
dapat menghasilkan peningkatan kemampuan murid dalam membaca al-
Qur’an, diantara kelebihan yang dimiliki antara lain :
1. Sebelum mengajar metode qiroati para guru harus ditasykhih (diuji)
terlebih dahulu karena itu buku qiroati juga tidak diperjual belikan secara
bebas, buku qiroati hanya untuk kalangan sendiri, (untuk yang benar-
benar mengikuti prosedur pembelajaran qiroati) .
2. Dalam penerapannya banyak sekali metode yang digunakan
3. Dalam mengajarkan metode qiroati terdapat prinsip-prinsip yang harus
dipatuhi baik oleh guru maupun murid
4. Setelah membaca anak-anak diwajibkan untuk menulis apa yang
sudah
dibacanya
26
5. Pada metode ini setelah hatam 6 jilid meneruskan lagi ke juz 27
kemudian
ghorib yang disertai dengan materi tajwid secara khusus.
6. Dalam mengajarkan materi ini menggunakan ketukan, jadi dalam
membaca yang pendek dibaca pendek
7. Setelah anak lulus dengan 6 jilid dan menguasai betul ghoribnya, serta
khatam jus 30, kemudian anak diadakan tes kelayakan bacaan
berdasarkan tajwid dan ghoribnya, jika benar-benar lulus, maka anak
berhak untuk mendapatkan syahadah, jika belum lulus dianjurkan untuk
mengulang materi. Itulah kelebihan dari metode qiroati. 37
5. Penerapan Ilmu Tajwid dalam Membaca al-Qur’an
Sehubungan dengan penerapan ilmu tajwid dalam membaca al-Qur’an,
sebagian besar ulama’ mengatakan, bahwa:
“Ilmu tajwid itu adalah suatu cabang ilmu yang sangat penting untuk dipelajari, sebelum mempelajari ilmu Qiraat al-Qur’an. Ilmu tajwid adalah pelajaran untuk memperbaiki bacaan al-Qur’an.”
Dalam ilmu tajwid itu diajarkan bagaimana cara melafalkan huruf yang
berdiri sendiri, huruf yang dirangkaikan dengan huruf yang lain, melatih lidah
mengeluarkan huruf dari makhrojnya, belajar mengucapkan bunyi yang
panjang dan yang pendek, cara menghilangkan bunyi huruf dengan
menggabungkan kepada huruf yang sesudah nya yang disebut dengan idghom,
berat atau ringan, berdesis atau tidak, mempelajari tanda-tanda berhenti dalam
bacaan dan lain sebagainya. Itulah sebagian hal yang harus diterapkan oleh
37 Pendidikan dan pengajaran al-Qur’an system qoidah Qiroati, Pondok Pesantren Salafiyah, Ngembul Malang, 1995, hal. 9.
27
siswa dalam membaca al-Qur’an supaya mereka dalam membaca lebih
sempurna.38
Dalam mengajarkan ilmu tajwid kepada anak ada beberapa hal yang
harus diperhatikan agar apa yang disampaikan guru mudah diterima dan
dimengerti oleh peserta didik antara lain :
1. Dalam mengajar ilmu tajwid sebaiknya sedikit demi sedikit (bab per bab),
2. Mengajar membaca al-Qur’an, sebaiknya secara kelompok/klasikal seperti
tadarus,
3. Mengajar ilmu tajwid jangan dipisah dengan pelajaran membaca al-Qur’an,
dengan cara : awal pelajaran, ilmu tajwid, dilanjutkan pelajaran membaca
al-Qur’an. Setiap murid diwaktu membaca al-Qur’an terdapat pelajaran ilmu
tajwid yang telah diajarkan maka langsung ditanyakan nama tajwidnya,
4. Setiap akhir pelajaran, diakhiri dengan soal Tanya jawab ilmu tajwid secara
hafalan.39
Contoh penerapan pembelajaran ilmu tajwid,
“Ghunnah”
م ن
Setiap huruf Nun atau Mim yang bertasydid, dalam ilmu tajwid namanya
Ghunnah. 40Setelah murid menerima pelajaran tentang pelajaran “gunnah”
kemudian dilanjutkan pelajaran membaca al-Qur’an. Apabila ayat yang sedang
dibaca ada Nun dan Mim bertasydid langsung ditanyakan ada pelajaran apa 38 Yayasan Penyelenggara Penterjemah/Pentafsir al-Qur’an, al-Qur’an dan Terjemah, CV. ASY-
SYIFA’, Jakarta, 1984, hal.109
39 H. Dachlan Salim Zarkasi, Pelajaran Ilmu Tajwid Praktis, Semarang, 1989, iv
40 Ibit, hal. 1
28
yang sedang dibaca, dan tentu murid akan menjawab, ada pelajaran Ghunnah.
Kepada para guru diharap untuk tidak menambah materi berikutnya sebelum
setiap murid dapat menjawab pertanyaan dengan cepat dan tepat. Begitulah
cara mengajarkan materi tajwid sekaligus mempraktekkannya secara langsung
dalam bacaan al-Qur’an anak-anak, sehingga anak-anak selain lancar juga
benar dalam membaca.
BAB III
METODE PENELITIAN
29
A. Jenis penelitian
Jenis penelitian ini adalah kualitatif, maksud dari penelitian
kualitatif adalah sebagai prosedur penelitian yang mengahasilkan data
diskriptif, berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku
yang dapat diamati. Sedangkan menurut Kirk dan Miller 91986:9)
Penelitian kualitatif adalah tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan social
yang secara fundamental tergantung pada pengamatan manusia dalam
bahasanya dan dalam peristilahannya. Jadi dapat disimpulkan bahwa
penelitian kualitatif adalah penelitian yang menghasilkan data diskriptif
berupa kata-kata tertulis melalaui. Sedangkan alas an peneliti memilih
jenis penelitian karena :
1. Lebih mudah mengadakan penyesuaian dengan kenyataan yang
berdimensi ganda.
2. Lebih mudah menyajikan secara langsung hakikat hubungan antara
peneliti dan subyek penelitian (responden).
3. Memiliki kepekaan dan daya penyesuaian diri dengan banyak pengaruh
yang timbul dari pola-pola nilai yang dihadapi.41
Mengingat jenis penelitian ini adalah kualitatif, maka penulis
berusaha meneliti dan memberikan gambaran tentang penerapan cara
membaca al-Quran yang benar sesuai dengan kaidah ilmu tajwid, di
Madrasah Ibtidaiyah Sunan Giri 02 Arjowilangun Kalipare Malang
B. Informan
41 Margono, Metodologi Penelitian Pendidikan, Jakarta, PT Rineka Cipta, 2006, Hal 41
30
Dalam kamus besar bahasa Indonesia di jelaskan, informan adalah 1.
Orang yang memberI informasi, 2. Orang yang menjadi sumber data
dalam penelitian, nara sumber.42
Adapun informan dalam penelitian ini adalah:
1. Kepala sekolah MI Sunan Giri 02 Arjowilangu Kalipare Malang
yang bertanggung jawab terhadap semua pelaksanaan pendidikan
dan mengetahui segala yang berhubungan dengan lembaga MI
Sunan Giri 02 Arjowilangun Kalipare Malang.
2. Guru yang menangani al-Qur’an khususnya kelas III dan IV
Alasan peneliti memilih informan ini karena kepala sekolah dan
guru materi adalah orang yang penulis anggap mengetahui dengan baik
kondisi peserta didik, dan bisa memberikan informasi yang dibutuhkan
peneliti.
C. Tehnik Pengumpulan Data
Data-data yang akan diambil dalam penelitian ini menggunakan metode-
metode sebagai berikut :
a. Metode Observasi
Metode observasi adalah metode pengumpulan data yang dilakukan
dengan mengadakan pengamatan dan pencatatan secara sistematis
terhadap fenomena-fenomena yang diteliti tersebut.43 Metode observasi
digunakan untuk memperoleh data tentang keadaan lingkungan, sarana
42 Kamus Besar Bahasa Indonesia, edisi ke 3, balai pustaka, 2007,hal. 432
43 Sutrisno Hadi, Metodologi Reseach, Jilid II, Yogyakarta Andi Offset, 1991 cet.I, Hal.136
31
dan prasarana pendidikan, upaya-upaya yang dilakukan guru untuk
memperoleh data-data tentang keadaan lingkungan sekolah, kemudian
pengamatan ditujukan kepada bagaimana gambaran kemampuan siswa
dalam membaca al-Qur’an setelah dilakukan berbagai upaya yang telah
dilakukan guru dan sebagainya.
Dengan metode observasi ini pula nantinya diharapkan
kemampuan membaca al-Qur’an dari para siswa, baik yang murni hasil
pembelajaran di sekolah maupun siswa yang di samping belajar di
sekolah juga mendapat pembelajaran di TPQ dapat diungkap,
berdasarkan hasil observasi kepada kepala sekolah MI Sunan Giri 02
Arjowilangun Kalipare Malang, untuk mengetahui latar belakang
obyek, antara lain: data-data siswa dan guru serta guru Mengaji yang
menangani materi al-Qur’an, untuk mengetahui perkembangan
kemampuan siswa dalam membaca al-Qur’an sesuai dengan kaidah
ilmu tajwid.
b. Metode Interview
Metode ini digunakan untuk memperoleh informasi dari responden
dengan cara tanya jawab secara lisan.44 Dalam menerapkan metode ini
penulis menggunakan pedoman interview yang tak tersusun. Hal ini
dimaksudkan untuk mendapatkan dan menemukan data secara apa
adanya, tanpa intervensi yang terlalu jauh dari peneliti. Walaupun
demikian, penulis tetap memperhatikan pokok permasalahan yang ingin
diteliti.
44 Ibit, 192
32
Metode ini antara lain penulis pergunakan untuk memperoleh data
mengenai latar belakang obyek penelitian dengan kepala sekolah dan
para guru, sedangkan data yang diperlukan adalah:
1. Program-program yang disusun oleh kepala sekolah dan guru
2. Untuk mengetahui kemampuan siswa dalam membaca al-Qur’an
c. Metode Dokumenter
Metode documenter adalah mencari catatan, transkrip, buku surat
kabar, majalah, prasasti notulen rapat, agenda dan lain sebagainya.45
Studi dokumentasi merupakan tehnik pengumpulan data yang ditujukan
kepada subyek penelitian. Dengan adanya metode ini diharapkan akan
lebih mempermudah peneliti untuk mengetahui segala sesuatu yang
diinginkan.
Metode dokumentasi digunakan untuk memperoleh data yang
berkaitan dengan latar belakang MI Sunan Giri 02 Arjowilangun
Kalipare Malang, struktur organisasi sekolah, data guru dan murid yang
belajar al-Qur’an di MI Sunan Giri 02 Arjowilangun Kalipare Malang.
D. Tehnik Analisa Data
Mengingat jenis penelitian ini adalah kualitatif, maka teknik
analisa data yang peneliti gunakan dalam penelitian ini adalah
menggunakan analisis deskriptif kualitatif, maksud dari deskriptif
kualitatif dalam menganalisis data, penulis menguraikan dari kata
45 Suharismi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta : Bina Aksara, 1986, Hal. 188
33
kualitatif dan deskriptif. Penelitian kualitatif adalah prosedur penelitian
yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari
orang-orang prilaku yang diamati.46Sedangkan deskriptif adalah suatu
metode dalam meneliti status kelompok manusia, suatu obyek, suatu set
kondisi, suatu system pemikiran ataupun suatu kelas peristiwa pada masa
sekarang.47 Analisa deskriptif merupakan analisa data yang diwujudkan
dalam bentuk nonstatistik dan cara berfikir. Cara berfikir induktif adalah
cara menarik kesimpulan yang berangkat dari fakta-fakta yang khusus
kongkrit kemudian ditarik generalisasi yang bersifat umum.48
Dengan demikian data peneliti yang terkumpul berupa fakta-fakta
khusus di lapangan didiskripsikan secara mendetail lalu di korelasikan
dengan teori-teori pembelajaran membaca al-Qur’an.
Prosedur analisis data yang dilakukan oleh peneliti adalah dengan
langkah-langkah sebagai berikut :
1. Reduksi Data
Reduksi data adalah merupakan analisis data yang menajamkan,
menggolongkan data dengan cara sedemikian rupa hingga dapat ditarik
kesimpulan atau diverifikasi. Data yang diperoleh dari lapangan
langsung ditulis dengan rinci dan sistematis setiap selesai
mengumpulkan data. Laporan-laporan itu perlu direduksi, yaitu dengan
memilih hal-hal pokok yang sesuai dengan focus penelitian agar mudah
untuk menyimpulkannya. Reduksi data dilakukan untuk mempermudah
46 S. Margono, Metodologi Penelitian Pendidikan, Jakarta : Rineka Cipta, 2000, Hal. 3647 M. Nazir Ph. Metodologi Penelitian, Jakarta : Ghana Indonesia, 2003, Hal. 6348 Sutrisno Hadi, Metodologi Risearch, Yogyakarta : Adi Offset, 1991,Hal. 42
34
peneliti dalam mencari kembali data yang diperoleh bila diperlukan
serta membantu dalam memberikan kode kepada aspek-aspek tertentu.49
2. Display Data atau Penyajian Data
Yaitu mengumpulkan data atau informasi secara tersusun yang member
kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan.
Data yang sudah ada disusun dengan menggunakan teks yang bersifat
naratif, selain itu bisa juga bersifat matriks, grafik, networks dan chart.50
Dengan alasan supaya peneliti mudah dalam memahami yang telah
terjadi dan dapat merencanakan apa yang akan dilakukan selanjutnya.
3. Menarik Kesimpulan atau Verifikasi
Yaitu merupakan rangkaian analisis data puncak. Meskipun begitu,
kesimpulan juga membutuhkan verifikasi dimaksudkan untuk
menghasilkan kesimpulan yang valid. Oleh karena itu, ada baiknya
sebuah kesimpulan ditinjau ulang dengan cara memverifikasi kembali
catatan-catatan selama penelitian dan mencari pola, tema, model,
hubungan dan persamaan untuk diambil sebuh kesimpuloan.51
49 Nasution, Metode Penelitian Naturalistik-Kualitatif, (Bandung: Tarsito, 1988), hal. 12950 Ibit.51 Ibit, hal. 130
35
BAB IV
LAPORAN HASIL PENELITIAN
A. Latar Belakang Obyek
1. Berdirinya MI Sunan Giri 02 Arjowilangun Kalipare Malang
Awal mula berdirinya lembaga pendidikan dasar MI Sunan Giri 02
pada tahun 1964, dengan nama MINU. Lembaga pendidikan ini berada
di dukuh Pangganglele Desa Arjowilangun Kecamatan Kalipare
Kabupaten Malang. Lembaga ini didirikan oleh para tokoh muslim
dukuh pangganglele tersebut, karena mayoritas masyarakat
36
pangganglele beragama Islam dan keinginan masyarakat untuk
mencetak kader-kader muslim dari tingkat pendidikan dasar MI.
Nama MINU tidak bertahan lama hanya bertahan sekitar 7 tahun,
karena selalu mendapat teror dari salah satu organisasi politik yang
pernah berjaya pada waktu itu. Akhirnya pada tahun 1971 nama MINU
berganti dengan nama SDI ( Sekolah Dasar Islam) Seperti halnya
MINU nama SDI juga tidak berumur panjang. Pada tahun 1979 SDI
berubah lagi dengan nama MI Sunan Giri 02. Nampaknya nama MI
Sunan Giri 02 dirasa lebih memuaskan di hati masyarakat
pangganglele, karena lebih identik dengan bahasa keagamaan
dibandingkan dengan nama SDI yang universal.52
Lembaga Pendidikan MI Sunan Giri 02 dibagun di atas tanah
waqof seluas 700 m2, yang berdampingan dengan masjid jamik dukuh
Pangganglele. Pada mulanya lembaga MI Sunan Giri 02, dibangun
dengan swadaya masyarakat, kemudian pada tahun 1995 gedung MI
Sunan Giri 02 direhab total berlantai 2 dengan bantuan YDSI
Kabupaten Malang.
Sejak tahun 2002 Lembaga Pendidikan MI Sunan Giri 02 mengalami
perkembangan pendidikan yang cukup pesat. Dengan adanya beberapa
tambahan tenaga guru pengajar muda dari latar belakang pendidikan
pesantren modern (Al-Mawaddah Gontor dan Al-Amien Prenduan
Sumenep Madura ) yang mempunyai semangat serta inovatif yang cukup
tinggi, akhirnya dengan persetujuan para pengurus syistem pendidikan di
52 Dokumen sekolah
37
lembaga MI Sunan Giri 02 berubah menjadi foolday school, yang mana
aktivitas belajar mengajar dimulai pada pukul 06.45 sampai dengan 14.00
WIB. Sepertinya hal ini menjadi daya tarik tersendiri bagi masyarakat
Pangganglele, apalagi program Plus ( TPQ ) dimasukkan ke dalam
kurikulum satuan pendidikan di lembaga pendidikan MI Sunan Giri 02
Arjowilangun. Sedangkan sarana dapat dilihat pada table berikut:
TABEL ISARANA DAN PRASARANA
NO Ruang Jumlah Luas Kualitas
1. Ruang Kepala Sekolah 1 4x4 m Baik
2. Ruang TU 1 2x3 m Baik
3. Ruang Guru 2 4x6 m Baik
4. Ruang Komputer 1 4x6 m Baik
5. Ruang Belajar 6 5x6 m Baik
6. Kamar Mandi/WC guru 1 2x2 m Baik
7. Kamar Mandi/WC siswa 2 2x2 m Baik
8. Gudang 1 2x2 m Baik
9. Kantin Sekolah 1 3x3 m Baik
10. Masjid 1 20x20 m Baik 53
Tabel di atas dapat dianalisa bahwa fasilitas yang tersebut dalam
table 1, kegiatan belajar mengajar di MI Sunan Giri 02 Arjowilangun
Kalipare Malang bisa berjalan dengan lancar sesui program yang telah
direncanakan.
2. Kondisi Sosial Masyarakat
53 Dokumen Sekolah, 15 Oktober 2010
38
Masyarakat di daerah MI Sunan Giri 02, Jl. Masjid Al-Falah
Pangganglele Arjowilangun Kalipare adalah masyarakat yang heterogen
dimana terdiri dari bermacam-macam perbedaan baik secara social
budaya dan tingkat ekonomi. Ditinjau dari segi interaksi social dengan
daerah lain, Pangganglele Arjowilangun merupakan Desa yang berada
di kecamatan Kalipare yang sangat strategis. Hal itu sangat
mempengarui perkembangan masyarakat, terutama dibidang
perdangangan, pertanian serta kegiatan social lainnya.
Dalam kegiatan kesehariannya masyarakat Jl. Masjid al-Falah
Pangganglele Arjowilangun banyak memanfaatkan teknologi modern
seperti HP, komputer dan internet. Hal ini menunjukkan kondisi social
masyarakat sebagian sudah mualai memasuki tatanan masyarakat
madani dengan nuansa keislaman yang cukup kental.
3. Kondisi Geografis
MI Sunan Giri 02 terletak di Jl. Masjid al-Falah Pangganglele
Arjowilangun Kalipare Malang, posisi madrasah ini berdekatan dengan
jalan raya sehingga memudahkan penyelenggaraan pendidikan dan
pengajaran yang diprogramkannya.
Madrasah ini berdiri di atas tanah seluas 2538 m2 dan di
sekitarnya ada lahan tanah milik madrasah, hal ini masih sangat
memungkinkan program perluasan dan pengembangan madrasah.54
4. Visi, Misi dan Tujuan
54 Dokumen Sekolah, 15 Oktober 2010
39
Dalam rangka mensukseskan program pemerintah untuk
memajukan pendidikan bangsa dan demi menghasilkan generasi yang
mempunyai sumber daya manusia yang berkualitas, tentunya dengan
IPTEK yang didasari dengan IMTAQ yang kuat, maka MI Sunan Giri
02 Arjowilangun mempunyai Visi dan Misi sebagai berikut :
Visi
“Mencetak lulusan MI/SD Plus Sunan Giri 02 Arjowilangun Kalipare unggul dalam bidang IMTAQ dan IPTEK yang berguna bagi Bangsa, Agama dan Masyarakat”
Tujuan dari visi tersebut adalah :1. Lingkungan Madrasah yang kondusif terhadap pendidikan dan
pembelajaran.2. Kegiatan di madrasah menunjukkan kultur keislaman3. Inovasi kurikulum yang mampu mengoptimalkan multi kecerdasan
siswa4. Prestasi akademik dan non akademik yang semakin meningkat5. Peningkatan mutu lulusan6. Sarana prasarana pengembangan Sumber Daya Pendidikan yang
memadai7. Kegiatan-kegiatan ilmiah dilakukan secara terus menerus8. Kebiasaan siswa yang menunjukkan pribadi mandiri dan cinta tanah
air9. Kerjasama dengan masyarakat terjalin dengan saling
menguntungkan.55
Misi
“Mengadakan (KBM) secara disiplin, melaksabakan praktek ibadah setiap hari dengan tepat waktu”
Tujuan sekolah“Menyiapkan generasi kedepan yang sesuai dengan perkembangan zaman yang saat ini menuntut kita untuk terampil, cekatan, luwes dan terbentuknya generasi dengan jiwa mandiri. Meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, ketrampilan dan mengikuti pendidikan lebih lanjut. Terbentuknya moral dan mental yang kokoh, kreatif, inovatif dan bertanggung jawab.”56
55 Dokumen Sekolah, 15 Oktober 201056 Dokumen Sekolah
40
Untuk merealisasikan visi dan misi madrasah, maka tujuan yang
akan dicapai antara lain :
1. Membentuk siswa yang berkembang secara optimal sesuai dengan
potensi yang dimiliki
2. Menghasilkan lulusan yang berkualitas, berprestasi, berakhlakul
karimah dan bertaqwa kepada Allah
3. Terlaksananya kehidupan madrasah yang islami
4. Mewujudkan madrasah yang mandiri
5. Tersedianya sarana prasarana pendidikan yang memadai
6. Tercapainya program-program madrasah
7. Mampu menciptakan lingkungan yang bersih, indah nyaman dan
aman yang kondusif terhadap pendidikan dan pembelajaran
8. Mampu menjadi madrasah berprestasi yang selalu menjadi pilihan
pertama masyarakat
9. Mampu mengembangkan kurikulum yang diberlakukan secara
kreatif
10. Mampu mengembangkan kemampuan dan kinerja tenaga
kependidikan
11. Mampu menciptakan inovasi pembelajaran sehingga KBM berjalan
efektif dan efisien
12. Mampu melaksanakan penilaian secara berkelanjutan
13. Mampu meningkatkan perolehan nilai di atas standar kelulusan
14. Terciptannya budaya baca yang semakin meningkat
41
15. Mengoptimalkan fungsi layanan bimbingan dan konseling
16. Mengembangkan minat dan bakat melalui ekstra kurikuler
17. Memiliki system manejemen dan job deskripsi organisasi yang
jelas
18. Mengoptimalkan partisipasi masyarakat guna mutu madrasah baik
fisik maupun non fisik melalui kerjasama yang saling
menguntungka.57
5. Data Siswa MI Sunan Giri 02
Anak didik merupakan unsure penting dalam proses belajar
mengajar, meskipun murid-murid MI Sunan Giri 02 Arjowilangun
Kalipare Malang sangat beragam latar belakang asalnya, mereka tidak
hanya berasal dari masyarakat Arjowilangun saja, akan tetapi juga
berasal dari luar desa Arjowilangun yaitu dari Kalipare dan Arjosari dan
Tumpak miri, walaupun rumah mereka cukup jauh dari sekolah MI
Sunan Giri 02 Arjowilangun ini namun semangat mereka untuk belajar
di lembaga ini cukup tinggi.
Adapun data siswa MI Sunan Giri 02 Arjowilangun seperti pada
table berikut.
TABEL II
DATA SISWA MI SUNAN GIRI 02 ARJOWILANGUN KALIPARE
MALANG TAHUN PELAJARAN 2010/2011
No KelasJumlah
Laki-laki Perempuan Jumlah
57 Dokumen Sekolah
42
01 I 15 17 3202 II 15 5 2003 III 12 20 3204 IV 12 17 2905 V 15 7 2206 VI 11 7 18
Jumlah 80 73 153 (58)
Tabel di atas dapat dianalisis bahwa, jumlah murid MI Sunan Giri
02 Arjowilangun Kalipare Malang pada tahun pelajara 2010-2011
mengalami peningkatan yang cukup pesat jika dilihat pada jumlah
siswa yang masuk pada tahun ajaran sekarang. Hal ini di karenakan
kepercayaan masyarakat terhadap lembaga MI Sunan Giri 02
Arjowilangun Kalipare Malang semakin tinggi, mungkin karena nilai
out put yang dikeluarkan oleh lembaga ini cukup memuaskan
masyarakat.
6. Data Guru dan Karyawa
Adapun datanya dapat dilihat pada table berikut :
TABEL III
DATA GURU MI SUNAN GIRI 02 ARJOWILANGUN KALIPARE TAHUN PELAJARAN 2010/2011
NO Nama Guru Tempat Tanggal Talir Pendidikan
terakhir
01 Mujib Syaiful Hamdani, S.Pdi Malang, 19/04/1979 S.Pdi
02 Suwanto, A.Ma Malang, 07/02/1977 D2
03 Umi Hanik Khabibah, S.Pdi Malang, 10/07/1983 S.Pdi
04 Khairul Anwar, S.Pdi Malang, 17/07/1978 S.Pdi
05 Khoimah Ifarotul Azizah, S.Pd Malang, 10/10/1977 S.Pd
58 Dokumen Sekolah, 16 Oktober 2010
43
06 Atik Wulandari, A.Ma.Pd Malang, 14/12/1982 D2
07 Indah Dwi Purnamasari, A.Ma Malang, 22/12/1976 D2
08 Asiyah, A.Ma Malang, 08/03/1983 D2
09 Anissatul Laili, A.Ma,Pd Malang, 09/04/1983 D2
10 Rustini Malang, 15/02/1967 SMA
11 Niken Wati Yuning Tyas Malang, 09/01/1990 SMA
12 Totok Hariono, ST Malang, 08/08/1979 SI
13 Abdul Mutolib Malang, 26/05/1983 SMA 59
Tabel di atas dapat dianalisis bahwa, guru di MI Sunan Giri 02
Arjowilangun Kalipare Malang berjumlah 13 orang, yang dikepalai
oleh Bapak Mujib Syaiful Hamdani, S.Pdi., bukan hanya siswanya yang
berasal dari luar Desa Arjowilangun tetapi para pengajar di sekolah MI
Sunan Giri 02 Arjowilangun Kalipare juga ada yang berasal dari luar
Desa Arjowilangun tetapi semangat para pengajar di lembaga ini untuk
mencerdaskan anak bangsa cukup besar sehingga tidak kalah jika
dibandingkan dengan pegawai negeri yang ada di sekitar lembaga MI
Sunan Giri 02 Arjowilangun Kalipare Malang ini. Selain itu para guru
juga memiliki komitmen dan ketrampilan dalam mengajar sehingga
amat membantu dalam peningkatan kualitas keilmuan pesereta didik.
6. Strktur Organisasi MI Sunan Giri 02 Arjowilangun Kalipare Malang
Struktur organisasi adalah penyusunan atau penempatan orang-
orang dalam suatu kelompok yang berkaitan erat dengan hak dan
kewajiban serta tanggung jawab pada suatu lembaga atau instansi
tersebut. Karena organisasi dipandang sebagai bentuk hubungan kerja
59 Dokumen Sekolah, 15 Oktober 2010
44
SISWA MI SUNAN GIRI 02 ARJOWILANGUN KALIPARE MALANG
sama yang harmonis dan didasarkan atas tanggung jawab untuk
mencapai suatu tujuan. Adanya struktur organisasi yang jelas akan
dapat memudahkan untuk melaksanakan tanggung jawab yang
dipikulnya, karena pada akhirnya akan menghasilkan bidang-bidang
serta job description dari masing-masing bidang.
TABEL IV
STRUKTUR ORGANISASI
Tabel di atas dapat dianalisis bahwa, dengan adanya organisasi
semua kegiatan pembelajaran di MI Sunan Giri 02 Arjowilangun Kalipare
Malang dapat terlaksana dengan baik, karena adanya tanggung jawab dari
45
Waka KurikulumSuwanto, A.Ma
Waka KesiswaanKhoirul Anwar, S.Pdi
Tata UsahaUmi Hani’ Khabibah, S.Pdi
Wali Kelas
Kepala MI Sunan Giri 02Mujib Syaiful Hamdani, S.Pdi
GURU
tiap-tiap penanggung jawab bagian, sehingga semua kegiatan dapat
berjalan dengan lancar.
B. Penyajian dan Analisa
Setelah ditemukan beberapa data yang diinginkan, baik dari hasil
penelitian observasi, interview maupun dokumentasi, maka peneliti akan
menganalisa temuan yang ada dan memodifikasi temuan yang ada,
kemudian membangun penemuan yang baru serta menjelaskan tentang
implikasi-implikasi dari hasil penelitian.
Sebagaimana diterangkan dalam teknik analisa data dalam
penelitian, peneliti menggunakan analisis deskriptif kualitatif (pemaparan)
dan data yang peneliti peroleh baik melalui observasi, interview dan
dokumentasi dari pihak-pihak yang mengetahui tentang data yang peneliti
butuhkan.
Adapun penyajian dan analisa datanya sebagaimana terterang
dalam rumusan masalah tentang “perbandingan kemamapuan membaca al-
Qur’an siswa MI Sunan Giri 02 antara yang murni belajar al-Qur’an di
sekolah Madrasah dengan yang mendapat tambahan belajar di TPQ al-
Falah”. Berdasarkan 1). Tajwid, 2). Makhroj atau kefashihan siswa dalam
mengucapkan makhorijul huruf, 3). Kelancaran siswa dalam membaca al-
Qur’an, banyak rinciannya diantara sebaga berikut:
1. Tajwid
46
Berdasarkan kemampuan siswa dalam penerapan bacaan tajwid dalam
membaca al-Qur’an, peneliti melakukan wawancara kepada Ustad
Mujib syaiful Hamdani selaku kepala sekolah, beliau mengatakan:
“Bagi anak-anak yang belajar al-Qur’an khusus di sekolah menurut saya kemampuan mereka dalam penerapan ilmu tajwid sangat kurang, mungkin karena kebanyakan dari mereka tidak hafal atau kurang memahami bacaan atau ilmu tajwid, sedangkan bagi mereka yang belajar di luar sekolah lebih bagus, mungkin karena seringnya membaca jadi secara tidak langsung mereka hafal. ” 60
Hal ini juga di sampaikan oleh Ustad Mahfud bahwa:
“sebenarnya anak-anak itu bisa, hanya saja mereka malas dan yang ada difikiran mereka yang penting sudah baca, sehingga kaidah ilmu tajwid tidak mereka perhatikan, sedangkan bagi anak-anak lain yang sore harinya belajar di TPQ lumayan bisa jika dibandingkan dengan mereka yang hanya belajar di sekolah”.61
Pada waktu yang sama ustadahah Hanik meyampaikan:
“ ya, sebenarnya kalau anak-anak rajin mengulang bacaan dengan baik, Insya Allah mereka akan bisa dengan sendirinya.”
Setelah penulis mengadakan observasi terhadap kegiatan anak
didik dalam melaksanakan kegiatan belajar membaca al-Qur’an,
ternyata benar adanya bahwa kemampuan siswa yang belajar di
sekolah sekaligus belajar di TPQ ternyata bacaan mereka lebih bagus
dibandingkan dengan mereka yang hanya belajar di sekolah. Karena
mereka yang juga belajar di TPQ dapat menyebutkan hukum-hukum
bacaan tajwid yang terdapat dalam al-Qur’an, sedangkan mereka yang
60 Wawancara dengan Mujib Syaiful Hamdani, Kepala Sekolah MI Sunan Giri 02 Arjowilangun, 10 Oktober 2010
61 Wawan cara dengan Mahfud Muslim, guru MI Sunan Giri 02 Arjowilangun Kalipare, 10 Oktober 2010
47
hanya belajar di sekolah lebih banyak gurau dari pada mempraktekkan
ilmu tajwid yang telah mereka pelajari.
Jadi pada bagian ini penulis menyimpulkan bahwa, kemampuan
anak dalam penerapan ilmu tajwid dalam membaca al-Qur’an bagi
siswa yang belajar murni di sekolah rata-rata kurang memuaskan, hal
ini di karenakan kurangnya keseriusan anak dalam belajar membaca al-
Qur’an, sedangkan bagi mereka yang belajar di luar sekolah yaitu di
TPQ membuktikan bahwa dengan seringnya anak membaca secara
otomatis mereka akan hafal atau paling tidak lebih baik dari mereka
yang hanya belajar di sekolah saja.
2. Fashohah
Pada bagian ini penulis juga melakukan wawancara dengan informan
yang sama, yaitu Ustad Mujib Syaiful Hamdani selaku kepala sekolah
dan Ustad Mahfud Muslim selaku guru materi al-Qur’an, Ustad mujib
berpendapat bahwa:
“Mengenai kefashihan anak dalam membaca al-Qur’an baik yang belajar murni di sekolah maupun mereka yang mendapat tambahan pelajaran di luas sekolah yaitu TPQ rata-rata sama sudah bagus, karena guru yang memegang materi al-Qur’an di MI Sunan Giri 02 Arjowilangun dalam hal fashohah tidak diragukan lagi, dan anak-anak suka jika diajarkan tentang tempat-tempat keluarnya huruf hijaiyah, walaupun dengan cara yang tidak mudah mereka suka untuk menirukannya.”62
Sedangkan Ustad Mahfud Muslim selaku guru materi menyatakan bahwa:
“kemampuan anak-anak dalam hal fashohah memang sudah bagus baik dari mereka yang belajar khusus khusus di sekolah maupun
62 Wawancara dengan Mujib Syaiful Hamdani, Kepala Sekolah MI Sunan Giri 02 Arjowilangun, 13 Oktober 2010
48
mereka yang mendapat tambahan di luar sekolah kemampuan mereka sama dalam hal fashohah, hanya saja dalam pengucapan huruf-huruf tertentu mereka sering dro, atau sulit membedakannya yaitu pada huruf KHA dan HA, KOF sama KAF pada saat mengucapkan huruf KHA rata-rata yang keluar dari mulut mereka huruf HA. Jadi ini merupakan PR bagi saya untuk bisa membenarkannya.”63
Pada bagian ini penulis juga mengobservasi anak didik dalam hal
fashohah, jika di amati dengan sungguh-sungguh ternyata bacaan
mereka hampirsama, hanya saja mereka yang belajar khusus di sekolah
kurang keras dalam melafalkan makhorijul huruf, sehingga pengajar
agak kesulitan dalam pembenahannya. Lain halnya dengan mereka
yang juga belajar di luar sekolah mereka tidak ragu-ragu dalam
pebgucapan makhrot, sehingga mempermudah guru dalam mengislah
(pembenaran).
Dari hasil wawancara ini penulis bisa menyimpulkan bahwa
dalam hal fhohah kemampuan anak baik yang belajar murni di sekolah
ataupun mereka yang belajar di luar sekolah rata-rata sama. Dalam hal
ini menurut penulis guru sangat berpegaruh besar terhadap
keberhasilan anak didiknya dalam pelafalan huruf-huruf hijaiyah
dengan benar, karena tidak semua orang bisa melafalkan huruf-huruf
hijaiyah dengan benar sesuai dengan kaidah ilmu tajwid.
3. Kelancaran Siswa dalam Membaca al-Qur’an
Pada bagian akhir ini, penulis juga masih melakukan wawancara atau
interview dengan nara sumber yang sama, yaitu Ustad Mujib Syaiful
63 Wawan cara dengan Mahfud Muslim, guru MI Sunan Giri 02 Arjowilangun Kalipare, 13 Oktober 2010
49
Hamdani selaku kepala sekolah dan Ustad Mahfud Muslim selaku
guru materi al-Qur’an, karena penulis anggap bahwa hanya kepada
merekalah penulis bisa mendapatkan informasi yang sesuai dengan
yang penulis harapkan.
Berhubungan dengan kelancaran bacaan siswa dalam membaca al-
Qur’an Ustad Mujib Syaiful Hamdani menyampaikan dengan rasa
penuh kegembiraan, beliau menyampaikan:
“ Alhamdulillah…………, untuk poin yang satu ini saya merasa sangat senang melihat dan memperhatikan serta mendengar mereka bisa membaca al-Qur’an dengan lancar, hal ini dikarenakan setiap sebelum materi dimulai mereka semua mulai dari jilid satu sampai al-Qur’an diwajibkan untuk membaca bersama atau system drill, dengan tujuan bagi mereka yang kurang lancar bisa mengikuti atau akan terbawa oleh temannya yang sudah lancar”64
Begitu juga dengan pendapat Ustad Mahfud selaku guru pembimbing
al-Qur’an, beliau menyampaikan:
“ saya juga puas dengan keberhasilan yang telah dicapai oleh anak-anak, ya..walaupun masih banyak kekurangan yang harus terus diperbaiki dan disempurnakan, paling tiodak anak-anak sudah bisa membaca dengan baik tidak kegok “.65
Pada bagian ini cara penulis dalam mengobservasi anak didik
dengan cara, menyimak langsung bacaan anak-anak sehingga penulis
secara langsung bisa mengetahui kemampuan mereka dalam membaca
al-Qur’an baik bagi mereka yang belajar khusus di sekolah maupun
mereka yang mendapat tambahan materi di luar sekolah yaitu di TPQ.
64 Wawancara dengan Mujib Syaiful Hamdani, Kepala Sekolah MI Sunan Giri 02 Arjowilangun, 15 Oktober 2010
65 Wawan cara dengan Mahfud Muslim, guru MI Sunan Giri 02 Arjowilangun Kalipare, 15 Oktober 2010
50
Di sini penulis mencoba kemampuan anak didik dengan cara membaca
satu persatu sehingga penulis bisa menilai kelancaran siswa dalam
membaca al-Qur’an secara langsung.
Di sini penulis bisa menyimpulkan bahwa, simtem baca dengan
cara didreal, bisa mempengarui kelancaran membaca siswa, terutama
bagi anak-anak yang kurang mampu atau kurang lancar dalam
membaca, karena mereka yang kurang lancar dalam membaca al-
Qur’an bisa terbawa bacaannya oleh teman-temannya.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan analisa data dari hasil penelitian yang berjudul “Perbandingan
Kemampuan Baca al-Qur’an Siswa Madrasah Ibtidaiyah Sunana Giri 02
Arjowilangun Kalipare Malang” dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Kemamapuan membaca al-Qur’an siswa MI Sunan Giri 02 Arjowilangun,
khususnya kelas III Dan IV yang hanya belajar di sekolah dalam hal tajwid
menurut observasi kurang menguasai, hal ini dibuktikan dengan ketidak
tahuan mereka dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan
oleh guru pengajar al-Qur’an, sedangkan kemampuan mereka dalam
pelafalan makhorijul huruf juga bisa dibilang kurang sempurna karena
dalm pengucapan huruf-huruf hijaiyah banyak yang drow atau sama
terutama dalam pengucapan huruf KHA dan HA.
51
2. Kemampuan siswa yang mendapat tambahan pelajaran di TPQ al-Falah
Pada umumnya kemampuan meeka sangat bagus baik pada materi tajwid
maupun makhorijul huruf maupun kelancaran dalam membaca al-Qur’an,
hal ini disebabkan karena seringnya mereka membaca menyimak dan
mendengarkan al-Qur’an, sehingga secara tidak langsung kemampuan
mereka dalam membaca al-Qur’an terus terasah dengan baik, mereka bisa
melafalkan huruf al-Qur’an dengan cukup baik.
B. Saran-saran
Kemampuan membaca al-Qur’an dengan baik merupakansalah satu hal
pokok yang mau tidak mau harus dikuasai oleh anak didik lulusan madrasah
sebagai lembaga yang bergerak di bidang pengembangan pendidikan
keagamaan. Oleh karena itu pada kesempatan kali ini saran-saran yang bisa
penulis berikan adalah sebagai berikut :
1. Bagi peneliti berikutnya, yang ingin mengadakan penelitian tentang
masalah pengajaran membaca al-Qur’an, ada baiknya untuk menggunakan
metode penelitian yang bersifat kuantitatif, sehingga keakuratan data dapat
dilihatsecara jelas. Hal inilah yang tidak bisa penulis lakukan dalam waktu
yang sangat singkat tersebut.
2. Bagi kepala sekolah, ada baiknya upaya peningkatan kemampuan dalam
membaca al-Qur’an mendapatkan perhatian yang serius, karena hal ini
merupakan cirri khas yang harus dimiliki oleh setiap lulusan madrasah.
Sehingga beberapa kesan yang pernah dijumpai tentand adanya siswa
52
lulusan madrasah tidak bisa membaca maupun menulis huruf al-Qur’an
dapat dikikis.
53