59
Revisi II (21 April 2014) Tugas Perancangan Pabrik Kimia “ PERANCANGAN PABRIK PUPUK UREA “ Disusun oleh: Dian Nita Citra Dewi (115061101111013) Sisca Ameliawati (115061101111015) JURUSAN TEKNIK MESIN – MINAT TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK

Seleksi Proses (Dian Nita & Sisca)

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Seleksi Proses (Dian Nita & Sisca)

Citation preview

Revisi II (21 April 2014)

Tugas Perancangan Pabrik Kimia PERANCANGAN PABRIK PUPUK UREA

Disusun oleh:

Dian Nita Citra Dewi

(115061101111013)

Sisca Ameliawati

(115061101111015)

JURUSAN TEKNIK MESIN MINAT TEKNIK KIMIA

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

2014BAB IISELEKSI PROSES

Seleksi proses merupakan komponen yang penting dalam pembuatan sebuah pabrik. Seleksi proses dilakukan baik untuk pemilihan proses pembuatan amonia maupun pada proses pembuatan urea. Bab ini akan membahas berbagai macam proses yang dapat dilakukan dalam pembuatan amonia dan urea, serta akan menyeleksi proses-proses tersebut berdasarkan berbagai parameter sehingga akhirnya didapatkan proses yang dipilih sebagai proses pembuatan amonia dan urea dalam perancangan pabrik ini.

2.1 Seleksi proses pembuatan amonia

Amonia adalah salah satu material nitrogen yang terpenting. Gas ini dapat digunakan secara langsung untuk pupuk, bahan pembuatan asam nitrit dan asam nitrat, bahan pembuatan senyawa nitro dan juga dapat menjadi bahan peledak. Urea, hydroxylamin, hidrazin, amine, dan senyawa organik lainnya adalah beberapa produk yang dapat dibuat dengan bahan dasar ammonia (Austin,1987).

Proses yang paling utama di unit ammonia adalah sintesa gas H2dan N2menjadi NH3yang terjadi pada seksi ammonia konverter. Kondisi operasi terjadi pada tempratur 430 500oC dan tekanan antara 140 150 Kg/cm2untuk mempertahankan reaksi. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut: N2(g)+ 3/2 H2(g)NH3H700K= -52,6 kj/mol

G700K= 27,45 kj/mol

S700K= -1140,0 kj/molVariabel yang mempengaruhi konversi sintesa ammonia di dalam ammonia konverter adalah tempratur tekanan, laju alir gas sintetis, perbandingan antara H2dan N2, jumlah inert serta katalis.a. Temperatur

Pengaruh tempratur pada proses pembentukkan ammonia dapat dijelaskan oleh asas Le Chatelier Jika suatu sistem berada dalam kesetimbangan, suatu kenaikan temperatur akan menyebabkan kesetimbangan bergeser ke arah zat yang menyerap kalor. Reaksi sintesa amonia merupakan reaksi eksotermis:N2(g)+ 3H2(g)2NH3Hro= -92,22 kjSedangkan reaksi penguraian ammonia dalah reaksi endotermis:2NH3N2(g)+ 3H2(g)Hro= +92,22 kjNaiknya temperatur pada saat reaksi akan mengakibatkan reaksi bergeser ke kiri (endoterm) atau menurunkan konversi pembentukkan ammonia. Selain itu kenaikan temperatur juga mengakibatkan kecepatan reaksi pembentukkan ammonia semakin besar. Jika aktifitas katalis dianggap tidak berubah maka efisiensi selalu berubah sebanding dengan naiknya temperatur.b. Tekanan

Pengaruh perubahan tekanan dalam campuran kesetimbangan gas dapat dipahami melalui asas Le Chatelier. Menurut asas ini kenaikan tekanan menyebabkan reaksi bergeser ke kanan, tetapi jika tekanan berkurang maka kecepatan tumbukkan molekul berkurang, sehingga kecepatan reaksi menurun. Dalam sintesa ammonia, volume gas akan berkurang sehingga akan meningkatkan tekanan gas. Hal ini dikarenakan jumlah koefisien kiri lebih besar daripada koefisien kanan.

c. Laju gas sintesa

Laju gas sintetis yang masuk ammonia konverter mempengaruhi besarnya konsentrasi pereaksi yang ada. Kenaikkan laju alir gas akan meningkatkan kecepatan aliran gas melalui katalisator, sehingga mengurangi waktu reaksi. Reaktan yang bereaksi menjadi sedikit, kecepatan gas masuk reaktor tidak mempengaruhi hasil dengan jumlah gas masuk reaktor tetap.

d. Perbandingan antara gas H2dan N2Menurut reaksi kesetimbangan pembentukkan ammonia dalam memproduksi 1 mol gas NH3membentuk mol N2dan 3/2 mol H2. Perbandingan N2: H2= 1 : 3. Hal ini diperoleh dengan mengatur perbandingan antara jumlah gas alam dengan udara yang digunakan.

e. Jumlah gas inert

Peningkatan gasinert dari metana dan argon mengakibatkan turunnya produksi pembentukan ammonia. Oleh karena itu, gasinertdibuang darirecyclesecara kontinu melalui sistempurge gas.

f. Katalis

Katalis adalah zat yang dapat mempercepat jalannya reaksi (tidak ikut bereaksi). Peran katalis sebenarnya adalah menurunkan energi aktifasi reaksi. Pemilihan katalis untuk proses dapat didasarkan pada beberapa hal berikut:

a. Berumur panjang

b. Harganya murah

c. Mudah di regenerasi

d. Dapat di produksi dalam jumlah besar

e. Tahan terhadap racun

f. Memiliki tahanan fisik yang besar

Katalis yang baik digunakan adalah katalis besi dengan penambahan promotor oksida aluminium, zirkonium ataupun silikon. Komposisi terbaik dari katalis adalah sebagai berikut:

a. Al2O3= 2,3 5 %

b. CaO = 2,5 3,5 %

c. K2O = 0,8 1,2 %

d. SiO2= 0,1 1,2 %

e. Fe3O4= 8,5 92,3 %Katalis dapat digunakan dalam waktu yang cukup lama, namun penurunan aktifitas katalis dapat terjadi karena adanya racun, seperti O2yang terdapat dalam air, CO, CO2, senyawa belerang dan klorin yang merupakan racun bagi katalispromoted iron.

Dalam sintetis amina, terdapat banyak proses yang dapat digunakan dalam pembuatan amonia yang bergantung pada bahan baku yang digunakan. Berdasarkan Europian Fertilizer Manufactures Association (EFMA) tahun 2000, reforming gas alam merupakan proses termudah dan paling efisien untuk pembuatan gas amonia sintetis. Hal ini ditunjukkan dengan perbandingan antara reforming gas alam dengan gasifikasi minyak berat dan batu bara memberikan penggunaan relatif sebagai berikut:KonsumsiBAHAN

Natural gasHeavy oilCoal

Energy consumption11.31.7

Invesment cost11.42.4

Production cost11.21.7

Dalam steam reforming, termodinamika harus tetap diperhatikan. Karena gas alam biasanya berada bibawah tekanan tinggi dan reaksing reforming memerlukan peningkatan volume, penghematan yang signifikan dalam energi kompresi dapat dicapai jika proses ini dilakukan dalam tekanan tinggi. Tapi termodinamika ini tidak menguntungkan, karena peningkatan volume, tekanan, dan suhu yang lebih tinggi mengakibatkan konversi metana menjadi berkurang. Untuk mengimbangi hal ini, suhu yang lebih tinggi harus dibatasi. Di sisi lain, rasio steam:karbon (S:C) yang lebih tinggi memiliki pengaruh negatif dari peningkatan tekanan, tetapi resiko yang harus diterima yaitu konsumsi energi yang lebih besar.

Gambar: pengaruh suhu, tekanan, dan rasio S:C terhafap konversi metana (Max, 1999)

Terdapat alasan tambahan untuk menambah rasio S:C, yaitu mencegah deposisi karbon pada katalis yang mungkin tidak hanya dapat menurunkan tekanan tetapi dapat juga mengurangi aktivitas katalis.

Kebanyakan pabrik amonia yang berbahan gas alam emnggunakan rasio S:C sebesar 3:1, semakin rendah bila dibandingkan dengan rasio pada instalasi yang lebih lama. Perendahan S:C berarti menghemat energi, rasio standart untuk reaksi reforming sendiri hanya 2:1, penambahan jarak keamanan pada proses dapat dilakukan dengan memperbanyak rasio hingga 3:1 untuk menghindari pembentukan hidrokarbon pada HT shift (Max, 1999).

Dalam pembuatan amonia dari gas alam, terdapat banyak pilihan proses yang dijadikan acuan. Proses ini didasari dari prinsip sintesis amonia dengan sistem steam reforming. Proses reforming gas untuk membentuk Sintesis amonia dari gas alam dapat dilakukan dengan 4 pilihan proses, yaitu Proses Kellog, proses Topsoe, proses LCA, dan proses Ammonia Casale2.1.1 Proses Ammonia Casale

Casale telah mengembangkan teknologi terbaru untuk grass-root ammonia dengan menggunakan natural gas sebgai bahan bakunya. Proses Casale Standard untuk pabrik amonia berbahan baku gas alam didasari pada metode steam reforming klasik. Proses ini berjalan pada tekanan 140-160 bar.Tahapan utama dalam proses ini dapat dibagi menjadi Desulfurisasi, Reforming primer dan sekunder, konversi HT dan LT, CO2 removal, Methanation, Syngas drying, Compression, Ammonia synthesis, dan Hydrogen recovery. (Baratto, 2011)

Proses pembuatan amonia berdasarkan proses Casale dapat dijelaskan dengan blok diagram berikut ini (Baratto, 2011) :

Gambar: Blok diagram proses Casale (Baratto, 2011)

Suplai udara disulfurisasi dengan zinc oksida hingga konsentrasi sulfur berkurang hingga menjadi kurang dari 0,1 ppm. Suplai udara yang sudah didesulfurisasi selanjutnya akan dialirkan untuk reformer dengan rasio S/C sebesar 2,9, namun biasanya gas ini dipanaskan terlebih dahulu pada preheater. Gas di reformer primer direaksikan dengan katalis nikel untuk membentuk hidrogen dan karbon dioksida. Gas dari reformer primer akan direforming lebih lanjut di reformer sekunder (autothermal). Jumlah udara yang masuk dikontrol untuk mendapatkan hasil campuran gas sintetis pada konverter inlet dengan perbandingan H2:N2 sebesar 3:1 molar rasio, dengan kemungkinan adanya penambahan hidrogen recycle dari Hydrogen Recovery Unit (HRU). Hasil dari reformer sekunder lalu didinginkan dengan waste heat boiler utama dan panas yang diserap lalu digunakan sebagai produksi steam. Gas sintetis meninggalkan boiler lebih lanjut dapat menghasilkan CO2 dan hidrogen. Konversi ini melalui dua tahap, yaitu high temperature shift (THS) dan low temperature shift (LTS), gas yang telah bereaksi ini meninggalkan LTS dan didinginkan seelum memasuki sesi pemurnian. (Baratto, 2011)

Karbon dioksida dipisahkan dari gas proses dengan menggunakan high-efficiency third-party technology. Kandungan CO2 dalam gas akan keluar dari gas melalui adsorber hingga konsentrasi kurang dari 300 ppm jika adsorpsi menggunakan larutan amin. Gas lalu akan mengalir menuju methanator exchanger yang sebelumnya dipanaskan terlebih dahulu hingga suhu reaksi pada methanator exchanger. Selanjutnya gas akan keluar dari methanator, dengan mengandung kurang dari 5 ppm CO2 sebagai CO dan CO2 yang kemudian didinginkan dan dikirim menuju sesi kompresi gas sintetis. (Baratto, 2011)Gas yang telah dikeringkan meninggalkan tahap kedua melalui pencucian dengan liquid ammonia. Pencucian ini untuk memisahkan air dan CO2 hingga konsentrasi kurang dari 0,1 ppm. Gas yang telah dikeringkan dialirkan menuju reaktor high pressure dan dikompresi menuju synthesis loop pressure. Aliran gas yang telah diproses selanjutnya diumpankan menuju gas exchanger. Gas yang telah dipanaskan lalu memasuki amonia converter, yang bereaksi menggunakan katalis sintesis amonia iron-based. Reaktor converter ini mengandung tiga aksial radial bed dengan intermediete cooling by heat exchange. Pada keluaran converter, produk gas didinginkan dan dikompres. (Baratto, 2011)2.1.2 Proses TopsoeProses Haldor-Topsoe dapat dijelaskan dari blok diagram berikut ini (Svend, 2007):

Gas alam

Gambar: proses Holder-Topsoe (Svend, 2007)

Topsoe memiliki dua versi proses, versi pertama dioperasikan pada rasio S/C 3,3 namun menghasilkan residu dari reformer sekunder yang memiliki kandungan metana tinggi, menggunakan shift konversi konvensional, dan tekanan sintetis bergantung pada ukuran pabrik antara 140-220 bar serta menggunakan konverter radia dua bed Topsoe S 200. Sedangkan versi kedua memiliki rasio S/C sebesar 2,5 dan shift konversi dengan katalis medium- dan low-temperature yaitu katalis tembaga. Sintetis gas terjadi pada tekanan 140 bar dengan reaktor konverter radial dua bed S 200 dan dilanjutkan dengan konverter radial single-bed S 50 (S 250 configuration) (Appl, 1999)

Berdasarkan artikel yang dikeluarkan oleh Halder Topsoe tahun 2011, Pada proses Topsoe, feed sebagai gas alam akan dimurnikan dahulu melalui proses desulfurisasi untuk mencegah keracunan katalis nikel pada reformer primer. Setelah tahap desulfurisasi, selanjutnya gas alam akan menuju proses steam reforming yang terdiri dari: (1) Prereforming, proses ini menggunakan steam suhu rendah untuk membentuk kembali hidrokarbon yang terdapat di gas alam. (2) Tubular reforming, proses ini dilakukan untuk memproduksi gas sintesis dari gas alam. (3) Heat Exchange Reforming (HTER), proses ini bertujuan untuk mengurangi selisih suhu untuk reformer primer dan pada waktu yang sama akan mengurangi pembentukan high pressure steam. Dengan HTER, produksi steam tekanan tinggi dapat dikurangi hingga menjadi 750-8500C, bergantung pada kebutuhan pabrik tersebut. Kondisi operasi HTER ini dapat disesuaikan dengan reformer primer dengan tujuan untuk mendapatkan performa maksimum dari semua unit reforming. (4) Secondary reforming, reforming metana dari reformer promer dapat berlanjut ke reformer sekunder. Penambahan udara pada reformer sekunder menyediakan oksigen untuk pembakaran metana yang bersisa. Selanjutnya, penambahan nitrogen untuk pembentukan amonia ditambahkan ke proses. (5) Konversi CO, proses ini menggunakan air dan CO untuk membentuk CO2 dan hidrogen. Keberhasilan konversi CO ini sangat mempengaruhi efisiensi energi pabrik, jika konversi CO tidak berjalan baik, maka CO yang tidak terkonversi akan bereaksi dengan H2 dan membentuk CH4 pada metanator sehingga mengakibatkan menurunnya efisiensi bahan baku serta menambah konsentrasi gas inert pada shyntesis loop. (6) CO2 removal, proses ini tidak menggunakan katalis dan dilakukan untuk memisahkan CO2 yang terbentuk dari sintesis gas dan dapat dijadikan sebagai by-product. (7) Metanasi, untuk memastikan bahwa bahn bebas dari CO2, maka gas sintesis dilewatkan pada metanator yang akan memisahkan sisa CO2 dan CO yang tidak terkonversi. CO dan CO2 biasanya berkurang hingga kurang dari 5 ppm sebelum gas sintetis dilewatkan menuju amonia converter system. (8) Ammonia Shyntesis, sintesis amonia Topsoe didasari pada konverter aliran radial. (Haldor Topsoe, 2011)2.1.3 Proses ICI Consept Ammonia (LCA)

Proses yang dibuat oleh ICI pertama kali dilakukan pada tahun 1988 pada pabrik ICI sendiri di Severnside, U.K. proses LCA ini memiliki inti yang terdiri dari kunci proses operasi dan memisahkan antara proses dengan area utilitas yang mengandung sistem daya dan steam, refrigerator, CO2 recovery, dan utilitas lainnya. (UNIDO and IFDC, 1998)

Gas umpan dipurifikasi dengan cara hidrodesulfurisasi yang dioperasikan pada suhu yang lebih rendah daripada suhu biasanya. Umpan yang telah dicampur memasuki ICI Gas Heater Reformer (GHR) pada 41 bar, melewati reformer sekunder pada 7150C. Temperatur pada dinding GHR (pada reformer sekunder) adalah 9700C dan turun menjadi 5400C pada keluaran GHR. Komposisi metana pada keluaran GHR dan reformer sekunder adalah 25% dan 0.67% (dry basis). Rasio steam dan karbon secara keseluruhan ialah 2.5-2.7. gas lalu didinginkan pada 2650C pada inlet/outlet exchanger, lalu memasuki single-stage shift conversion reactor dengan katalis special copper-zinc-alumina-based yang beroperasi dengan cara quasi-isothermal dan dilengkapi dengan tabung pendingin yang dialiri air panas, tabung ini akan menyerap panas yang digunakan pada saturasi gas umpan. Pemisahan CO2 dan pemurnian lebih lanjut dipengaruhi oleh sistem PSA yang diikuti oleh metanisasi dan pengeringan. (Max, 1999)

Sintetis amonia berlangsung pada tekanan 82 bar di konverter tubular yang diisi dengan katalis cobalt yang diikat dengan besi. Gas bersih direcycle menuju unit PSA, dan CO2 murni direcovery dari gas buang PSA dengan menggunakan pencucian MDEA. (max, 1999)

Pembuatan amonia menggunakan proses LCA dapat dijelaskan melalui blok diagram berikut ini (UNIDO and IFDC, 1998):

Gambar: Proses LCA (core unit) (UNIDO and IFDC, 1998):

Setelah konversi penghilangan, gas didinginkan dengan cara kontak langsung dengan aliran kondensat lalu diumpankan menuju unit PSA untuk memisahkan nitrogen berlebih, CO2, dan beberapa inert. Sebagian dari CO2 dari tangki PSA dipisahkan menggunakan amin tersier encer. Gas lalu meninggalkan unit PSA lalu dimetanisasi, didinginkan, dan dikeringkan. (UNIDO and IFDC, 1998)

2.1.4 Proses Kellog Advanced Ammonia Process (KAAP)

M. W. Kellog telah mengembangkan dan mengkomersilkan sistem pembuatan ammonia yang dikenal dengan Kellog Advanced Ammonia Process (KAAP). proses ini pertama kali dikomersialkan pada tahun 1992 di Ocelat Ammonia C., Kitimat, Canada. KAAP didasari dari katalis sinteis amonia precious-metal-based. Proses ini merupakan proses komersial pertama yang tidak menggunakan katalis besi tradisional. Kellog dan British Petroleum mendemonstrasikan unit proses dengan menggunakan katalis pendukung ruthenium dengan berbagai penyangga yang dapat menghasilkan 10-20 kali aktivitas katalis besi. Kondisi operasi yang digunakan dalam proses ini yaitu kondisi sintetis tekanan rendah pada 90 bar, dengan konversi amonia berkisar 18-22%, dan dengan jarak rasio hidrogen : nitrogen yang besar. Ilustrasi proses KAAP dapat dijelaskan melalui blok diagram dibawah ini (UNIDO and IFDC, 1998) :

Gambar: Ilustrasi pembuatan amonia menggunakan metode Kellog (UNIDO and IFDC, 1998)

Reaktor KAAP merupakan reaktor yang memiliki empat bed dengan intercooled radial flow, reaktor hot wall. Bed pertama menggunakan konvensional katalis besi untuk membuat laju reaksi yang besar terhadap konversi amonia. Tiga bed lainnya diisi dengan katalis KAAP. Intercooler yang terdapat dan generator steam eksternal digunakan untuk menyalurkan panas ke reaktor. (UNIDO and IFDC, 1998)

Interchanger dapat membuat berpindahnya panas antara umpan dengan hasil yang terdapat pada bed pertama. Umpan yang akan dimasukkan kedalam reaktor KAAP mengandung 15% amonia. Konsentrasi amonia ini dapat meningkat menjadi lebih dari 21% saat keluar dari reaktor KAAP. Penambahan reaktor KAAP dan boiler panas buangan untuk menghasilkan steam MP dari reaktor KAAP dapat memberi peningkatan pada kapasitas synloop sebesar 40% (UNIDO and IFDC, 1998)2.2 Pertimbangan Pemilihan Proses Pembuatan Amonia

Dalam memilih proses yang digunakan untuk produksi amonia, terdapat beberapa kriteria yang harsu dipenuhi seperti:

2.2.1 Kebijakan pemerintah dan tempat didirikannya pabrikDalam menentukan proses yang akan dipakai untuk produksi, maka proses yang dipilih harus menyesuaikan dengan kebijakan dan tempat dimana pabrik itu akan didirikan. Pertimbangan ini dilakukan agar pabrik tidak mendapat masalah dengan hukum yang berlaku di daerah tempat didirikannya pabrik. Dalam hal ini, untuk produksi amonia dalam industri urea di Indonesia sendiri terdapat 5 perusahaan yang menghasilkan amonia dengan kapasitas dan proses yang berbeda, perusahan tersebut ialah:

Tabel: Data pabrik dan proses yang dipakai untuk memproduksi amonia (situs resmi perusahaan, 2014)

NOPerusahaanPabrikKapasitasProses

1KaltimKaltim 1700.000 ton/tahunLurgi

2Kaltim 2570.000 ton/tahunKellog

3Kaltim 3570.000 ton/tahunHaldor Topsoe

4Kaltim 4570.000 ton/tahunHaldor Topsoe

5Kaltim 5 (proyek)1,15 juta ton/tahunHaldor Topsoe

6SriwijayaSriwijaya 159.400 ton/tahunKellog

7Sriwijaya 2218.000 metrik ton/tahunKellog

8Sriwijaya 3330.000 metrik ton/tahunKellog

9Sriwijaya 1B570.000 ton/tahunKellog

10KujangKujang 1A330.000 metrik ton/tahunKellog

11Kujang 1B330.000 metrik ton/tahunKellog

12PIMPIM 12370 ton/hariKellog

13PIM 22370 ton/hariKellog

14PetrokimiaPetrokimia400.000 ton/tahunKellog

Berdasarkan tabel tersebut, dapat disimpulkan bahwa proses Kellog merupakan proses yang paling banyak digunakan oleh pabrik amonia di Indonesia. Dari hal itu dapat dilihat bahwa proses Kellog tidak melanggar kebijakan pemerintah Indonesia dan cocok dengan wilayah Indonesia karena digunakna oleh hampir seluruh pabrik amonia di Indonesia.

2.2.2 Keuntungan dan Kerugian

Dari keempat proses yang dijabarkan diatas, dapat disusun tabel yang berisi

keuntungan dan kerugian dari masing-masing proses yaitu sebagai berikut:

ProsesKeuntunganKerugian

Ammonia Casale Tekanan tinggi ( pendinginan amonia dapat dikontrol dengan air pendingin Mengurangi capital cost kira-kira 18-20% Biaya operasi dengan teknologi ini diperkirakan akan lebih rendah sekitar 12-15% dibandingkan teknologi konvensional paling canggih yang tersedia

memiliki potensi ramah lingkungan lebih besar dari proses amonia konvensional, emisi CO2 diharapkan dapat dikurangi sekitar 30% Pada proses pemisahan udara membutuhkan konsumsi energi listrik yang lebih

Topsoe Bahan baku menggunakan gas alam yang menghasilkan hidrogen lebih banyak (Lebih diperkaya gas alamnya, buka oksigen murni)

Kualitas peralatannya lebih baik dan mempunyai ketahanan lebih baik

Perlu penambahan steam, sehingga membutuhkan biaya yang lebih besar

Pengendalian prosesnya rumit dan mahal peralatannya

LCA Penggunaan GHR membuat biaya pemeliharaan jadi lebih kecil Memperlama waktu hidup dari reaktor karena keseragaman distribusi panas Mengurangi konsumsi energi Perlunya penstabilan energi untuk pemaksimalan GHR

Kellog Penggunaan energi yang lebih efisien

Menggunakan peralatan dan katalis yang lebih baik (katalis CuO-ZnO yang digunakan memiliki keaktifan dan selektifitas yang tinggi sehingga prosesnya efisien)

Proses menggunakan tekanan rendah (100 200 atm)

Pembentukan produk samping dapat dikurangi

Fleksibilitas lebih besar dalam pemilihan ukuran pabrik

Menggunakan pendingin intermediate cooler yang akan memperbesar investasi desain reactor

Perlu penambahan steam, sehingga membutuhkan biaya yang lebih besar

2.2.3 Kondisi operasi

Perbandingan kondisi operasi dari 4 proses yang dijabarkan diatas, dapat dijelaskan dalam tabel berikut ini:ProsesCasaleTopsoeLCAKellogg

Suhu560-620 oC400 - 500 C540-970 0C365-550 oC

Tekanan140-160 bar140-220 bar82 bar100-200 atm

Steam/karbon2.92.5-3.32.5-2.72

Konversi61%88,8%88,8%99,82%

Energi(GJ/t NH3)50 566929.327.2

Sumber: (Appl, Max. 1999. Ammonia Principles and Industria Practice:.Weinheim ;New York : Chichester ; Brisbane ; Singapore ; Toronto : Wiley-VCH)2.2.4 Kondisi optimum pembuatan Amonia

Dalam pembuatan amonia sebaiknya dilakukan pada kondisi berikut ini agar diperoleh hasil yang paling maksimum, yaitu:

NoFaktorN2 + 3H2 (( 2NH3Kondisi Optimum

1Suhu Reaksi bersifat eksoterm

Suhu rendah akan menggeser kesetimbangan ke kanan400 600 C

2Tekanan Jumlah mol pereaksi lebih besar disbanding dengan jumlah mol produk

Memperbesar tekanan akan menggeser kesetimbangan ke kanan150 300 atm

3Konsentrasi Pengambilan NH3 secara terus menerus akan menggeser kesetimbagann ke kanan-

4Katalis Mempercepat laju reaksiCampuran Fe dengan Al2O3KOH dan garam lainnya

2.2.5 Perbandingan Penilaian alternatif proses ParameterProses

CasaleTopsoeLCAKAAP

Pemakaian di pabrik amonia di Indonesia3425

Kondisi operasi

Suhu3524

Tekanan4424

Konversi3445

Konsumsi energi3245

Instalasi4133

Jumlah20201726

Keterangan:sangat baik=5

baik=4

Cukup=3

kurang=2

Sangat kurang=1

Untuk dapat mengetahui proses yang akan dipilih dalam memproduksi amonia maka dapat dilihat kondisi operasi pada masing-masing proses seperti pada tabel-tabel diatas. Berdasarkan tabel-tabel diatas maka Proses yang dipilih adalah Kellogg Process (USA), dengan pertimbangan:

Konversi ammonia yang dihasilkan lebih besar

Proses yang efisien untuk merubah gas alam atau gas sintesis menjadi ammonia

Temperatur yang digunakan tidak terlalu besar

Harga Produksi, peralatan dan perawatan cenderung murah, tetapi harga jualnya menguntungkan

Dengan tekanan uang lebih tinggi dapat menghasilkan konversi yang lebih tinggi

Proses ini dipakai oleh pabrik ammonia di Indonesia seperti PT. Pupuk Sriwijaya, PT. Petrokimia Gresik, PT. Kujang, PT. PIM, dan PT. Pupuk Kaltim.

2.3 Proses Kellog

Proses Kellog terdiri dari enam fase dasar yaitu pembuatan gas reaktan, pemurnian, kompresi, reaksi katalisator, pemulihan pembentukan amonia, dan resirkulasi (Austin, 1987). Tetapi secara garis besar dibagi menjadi 4 unit yaitu :

Feed treating unit dan desulfurisasi

reforming unit purification dan methanasi synthesa loop dan amoniak refrigerantProses Kellog dapat dijelaskan dari flowsheet berikut ini:

Gambar: Flowsheet proses Kellog untuk pembuatan Amonia (Toyo, 2013)

2.3.1 Feed Treating Unit dan Desulfurisasi

Sistem persiapan gas umpan baku terdiri dari beberapa tahapan proses yaitu :

a. Seksi Desulfurisasi

Berfungsi untuk menurunkan atau menghilangkan kadar sulfur dalam Natural Gas (sebagai H2S) karena sulfur bersifat racun terhadap katalis di pabrik amonia khususnya di bagian reformer. Gas alam sebagai bahan baku proses dialirkan ke dalam desulfurizer yang berisikan sponge iron yaitu potongan-potongan kayu yang telah diimpregnasi dengan Fe2O3. Sponge iron berfungsi menyerap sulfur yang ada dalam gas alam. Masing-masing desulfurizer mempunyai volume 68,8 m3. Umur operasinya diperkirakan 90 hari untuk kandungan H2S didalam gas alam maksimum 80 ppm dan keluar dari desulfurizer dengan kandungan H2S dalam gas menjadi 5 ppm. Reaksi yang terjadi adalah :

Fe2O3 + 3H2S ( Fe2S3 + 3H2O

Operasi dilakukan dalam keadaan jenuh dan basa (pH antara 8-8,5). Keadaan jenuh dimaksud agar H2S dapat terabsorbsi oleh air dan kemudian bereaksi dengan Fe2O3, sedangkan kondisi basa diperlukan karena sponge iron bersifat basa. Untuk mencapai keadaan tersebut maka diinjeksikan Na2CO3 sebanyak 4-10% wt secara berkala.

b. Seksi Mercury Guard Vessel

Gas dari desulfurizer mengalir ke Mercury Guard Vessel yang berisi 6,7 m3 katalis Sulfur Impregnated Activated Carbon berfungsi untuk menyerap Hg yang terdapat dalam gas alam. Mercury diubah menjadi senyawa Mercury Sulfida dan kemudian diserap pada permukaan karbon aktif. Reaksi yang terjadi adalah :Hg +H2S ( HgS + H2c. CO2 Pretreatment Unit (CPU)

CPU berfungsi untuk menurunkan kandungan CO2 pada aliran gas umpan dari 23% menjadi 4%. Gas CO2 dihilangkan dengan cara penyerapan memakai larutan activated MDEA (Methyl-Diethanol Amine) dengan konsentrasi 50% wt pada temperatur 70-79oC didalam menara absorber. Reaksi yang terjadi adalah :CO2 + H2O ( H2CO3H2CO3 + aMDEA ( (aMDEA)+(HCO3)-

Gas masuk ke absorber dari bagian bawah dan larutan aMDEA dari bagian atas sehingga terjadi kontak langsung antara keduanya. Larutan yang telah mengikat CO2 diregenerasi di stripper selanjutnya di lepaskan ke udara. Selain mengikat CO2, larutan aMDEA juga mampu mengikat hidrogen sulfida sehinga produk CO2 hasil regenerasi di CPU tidak dapat digunakan sebagai produk samping dikarenakan pada proses berikutnya di pabrik urea memerlukan CO2 murni yang tidak mengandung hidrogen sulfida dan impurities lainnya. Proses penyerapan CO2 dilakukan pada tekanan tinggi dan temperatur rendah sedangkan pelepasan dilakukan pada tekanan rendah dan temperatur tinggi karena pada kondisi inilah kedua reaksi diatas dapat berlangsung optimum.d. Final Desulfurizer

Sebelum masuk ke Final Desulfurizer, gas alam dikompresi hingga mencapai tekanan 43,9-44 bar oleh kompresor. Setelah itu, melewati area furnace yang berfungsi untuk memanaskan gas alam sampai suhu 371oC. Untuk memanaskannya digunakan arus dari gas sintesis yang keluar dari secondary reformer. Temperatur gas yang masuk ke Final desulfurizer yaitu 371oC. Bila temperaturnya dibawah 371oC akan terjadi reaksi metanasi yang menyebabkan kenaikan temperatur di Final Desulfurizer sendiri, sedangkan tempertur diatas 371oC akan terbentuk karbamat karena ada kandungan NH3 dalam gas H2 recycle dan CO2 dalam gas umpan.

Final Desulfurizer merupakan vessel yang berisi dua unggun katalis bed bagian atas berisi katalis Nickel Molibdate atau katalis CoMo (Cobalt Molybdate) yang berfungsi untuk mengubah sulfur organik (CH3-SH) yang terdapat di dalam gas umpan menjadi sulfur anorganik (H2S) dengan mereaksikannya dengan hidrogen dan unggun bawah berisi katalis ZnO yang berfungsi untuk menyerap H2S yang terbentuk dari unggun pertama. Reaksi penguraian sulfur organik menjadi sulfur anorganik (H2S) sebagai berikut :CH3SH + H2 ( H2S + CH4Karena gas alam hanya mengandung mercaptant dalam jumlah yang sangat kecil, maka reaksinya diasumsikan terkonversi 100%. Reaksi penyerapan H2S oleh ZnO adalah sebagai berikut :RSH + H2 ( RH + H2SH2S + ZnO ( ZnS + H2O

Gas alam yang keluar dari desulfhurizer diharapkan hanya mengandung sulfur kurang dari 0,1 ppm, sama seperti mercaptant yaitu agar tidak mencemari katalis nikel pada unit primary reformer dan katalis Cu-Zn pada unit sintesa amonia.

Sulfur bereaksi dengan ZnO dengan konversi reaksi 99%. Setelah ZnO bereaksi dan menghasilkan ZnS, maka dilakukan regenerasi ZnO dengan cara mengalirkan udara ke reaktor sehingga terjadi reaksi sebagai berikut : ZnS + 3/2 O2 ( ZnO + SO2

Dari proses tersebut, maka ZnO akan terbentuk kembali. Proses di desulfhurizer reactor berlangsung pada kondisi operasi temperatur 350-400oC dan tekanan 44,9 bar. Temperatur operasi lebih dari 400oC dapat menyebabkan cracking sehingga terbentuk karbon yang dapat menutupi permukaan katalis. Space Velocity antara 200 per-jam sampai 2000 per-jam dan kandungan hidrogen sulfida maksimum 50 ppm. (EFMA, 2000)

2.3.2 Reforming Unit

Gas alam yang sudah bersih dicampurkan dengan uap air, dipanaskan, kemudian direaksikan di primary reformer . Hasil reaksinya berupa H2 dan CO2 yang selanjutnya dikirim ke secondary reformer untuk direaksikan dengan udara sehingga dihasilkan N2. N2, H2, dan CO2 hasil reaksi akan dikirim ke unit purifikasi dan methanasi untuh memisahkan CO2 (Austin, 1987). Tahapan yang terjadi pada reforming unit adalah :

Primary reformer Gas yang sudah bebas dari sulfur lalu dipanaskan hingga suhu 500-6000C untuk proses reforming. Gas proses masuk ke primary reformer bersama dengan superheated steam dengan perbandingan steam dan karbon yaitu 3,2 : 1 untuk mengubah hidrokarbon menjadi CO, CO2 dan H2. Bila rasio steam dengan karbon lebih kecil dari 3,2 akan menyebabkan terkadinya reaksi karbonasi (carbon formation atau carbon cracking) yang mengakibatkan ketidakaftifan katalis karena pemanasan setempat. Dalam proses primary reformer ini, metana direaksikan dengan steam menjadi CO2 dan H2. Hasil keluaran reformer ini merupakan gas sintetis yang mengandung rasio metana:steam sebesar 1:4. Reaksi keseluruhan pada proses ini berjalan sangat endotermis dan dibutuhkan panas tambahan untuk menaikkan suhu menjadi 780-8300C pada keluaran reformer. Secara umum reaksi kimia yang terjadi pada primary reformer ialah sebagai berikut:CH4 + H2O ( CO + 3H2

H0298 = 206 kJ.mol-1

CO + H20 ( CO2 + H2

H0298 = -41 kJ.mol-1CnH2n-2 + 2 H2O ( Cn-1H2n +CO2 + 3H2C2H6 + 2H2O ( 2CO + 5H2C3H8 + 3H2O ( 3CO + 7H2 Katalis

Katalis yang digunakan pada primary reformer yaitu katalis nikel. Ada dua katalis yang digunakan untuk kelangsungan reaksi reforming pada Primary reformer , yaitu katalis nikel (ICI-25-4) dibagian atas dan nikel (ICI-57-4) pada bagian bawah. Katalis ini dapat terdispersi sempurna dalam support nya dalam bentuk nikel oksida. Kandungan nikel oksida dalam katalis yang digunakan yaitu 15-20%. (Max, 1999) Reformer

Gambar: Reaktor reformer primer Kellog

Kellog menggunakan design reformer primer dimana terdapat hubungan antara outlet tube dan header. Tube tiap baris dilas dengan horizontal header yang diletakkan didalam fire box diantara tungku pembakar. Dengan jumlah tube yang sama ditiap sisi, riser central menghubungkan tube dengan aliran air pendingin pada atas firebox, sehingga tube dapat ditahan oleh pegas gantungan (Max, 1999). Secondary ReformerHasil dari primary remormer yang masih mengandung banyak CH4 diubah menjadi H2 pada tahap ini dengan reaksi :

CH4 + H2O ( 3H2 +CO

Karena diperlukan N2 untuk reaksi pembentukan amonia, maka udara dilewatkan dengan compressor pada unit ini dengan reaksi :

2H2 + O2 ( 2H2O

CO + O2 ( 2CO2Secondary reformer beroperasi pada temperaatur 1287oC dan tekanan 31 kg/cm2G. Panas yang dihasilkan pembakaran H2 oleh O2 juga dimanfaatkan oleh Secondary Reformer Waste Heat Boiler dan High Pressure Steam Superheater sebagai pembangkit steam. Gas yang keluar dari Secondary Reformer bersuhu 1005oC kemudian didinginkan oleh waste heat exchanger tersebut temperaturnya menjadi 371oC. Katalis

Pada secondary reformer, katalis yang digunakan yaitu katalis nikel dengan kandungan 5-10%. Hal ini sesuai dengan laju sintering yang lebih besar jika temperatur lebih besar pula, sehingga digunakan katalis dengan kandungan yang lebih sedikit. (Max,1999) Reaktor

Fungsi secondary reactor yaitu untuk mengurangi kandungan metana yang ada di amonia sintetis. Prinsip secondary reformer yaitu dengan menginjeksikan udara terkompres pada tekanan operasi menuju burner dengan kecepatan tinggi (hingga 100 m/s) kedalam effluent panas dengan laju 15 m/s dari primary reformer . Aliran turbulen yang dihasilkan dari perbedaan kecepatan dan densitas gas inilah yang mempengaruhi proses pencampuran. Ketika pembakaran gas dilakukan, maka pembakaran inilah yang membuat kedua gas bercampur dan bereaksi. Dengan pembakaran ini, 20% gas direformasi sedangkan sisanya sekitar 80% membutuhkan suhu tambahan untuk reaksi adiabatik reforming yang dilakukan pada bagian reaktor berkatalis. (Max, 1999)

Gambar: secondary reformer (Max, 1999)

2.3.3 Heat Exchange Reformer

Temperatur gas dari reformer biasanya lebih dari 10000C. Berdasarkan termodinamik, hal ini akan menghabiskan energi yang tinggi untuk menaikkan suhu steam dan preheating udara untuk secondary reformer. Titik didih pada secondary reformer hanya 3250C, hal ini yang membuat dibutuhkannya exchanger reformer untuk mengurangi selisih suhu gas reforming tersebut. Kellog menggunakan sistem exchanger reformer (KRES). Prinsip reformer ini menggunakan sejumlah udara over stoichiometric atau oxygen-enriched air. Sebagian dari umpan (70-75%) dilewatkan dari autothermal reformer. Rasio total S/C adalah 3 sampai 4 dengan kandungan udara yang kaya oksigen sekitar 28 dan 32%mol. Beda tekanan antar dinding pipa hanya 3,2 bar. Terdapat satu barisan tube yang akan terbuka ketika reformed gas bercampur dengan effluent panas dari secondary reformer. Gas yang telah bercampur lalu mengalir keatas tabung dan menuju ke proses selanjutnya dengan suhu yang lebih rendah. (Max, 1999)

Gambar: Kellog Reforming Exchanger System (KRES) (Max, 1999)2.3.4 Purification dan Methanasi

Gas CO2 hasil dari reforming unit dipisahkan terlebih dahulu di unit purification. Gas sintetis mengandung 10-50% CO dan juga mengandung beberapa CO2. CO2 yang telah dipisahkan dikirim sebagai bahan baku untuk membuat urea karena sisa CO2 yang terbawa oleh gas proses dapat menyebaban keracunan pada katalisator amonia converter, gas proses dikirim ke unit synloop dan refrigeration terlebih dahulu sebelum masuk ke methanator (Austin, 1987). Tahap-tahap pada proses purification dan methanasi yaitu :

High Temperature Shift Converter (HTS)

Setelah terbentuk H2 di primary reformer , maka gas proses didinginkan hingga temperature tertentu (320-350C) untuk merubah CO menjadi CO2 dengan persamaan reaksi sebagai berikut :

CO + H2O ( CO2 + H2Katalis yang digunakan adalah Fe yang mengandung 5-10% kromium oksida yang melapisi permukaan katalis. Katalis ini aktif pada suhu 300-5000C. Katalis ini akan menarik komponen karbon sehingga mengakibatkan disintegrasi karbon, dan membentuk karbit besi. Permukaan katalis berfungsi sebagai adsorben yang akan mengadsorb reaktan untuk bereaksi dengan permukaan katalis. Sedangkan sisis aktif katalis bertugas mengoksidasi dan mereduksi reaktan yang telah diadsorb. (Max, 1999)

Gambar: Mekanisme reaksi pada HTS oleh katalis (Max, 1999) Low Temperature Shift Converter (LTS)

Karena CO2 yang terbentuk tidak semuanya dapat terjadi di HTS, maka reaksi tersebut disempurnakan di LTS. Gas proses di dinginkan hingga temperatur yang lebih rendah dari temperatur HTS (210C). Hal ini dilakukan agar konversi reaksi menjadi lebih tinggi. Reaksi berlangsung pada 2 reaktor berlapis agar kadar CO yang keluar kurang dari 0.5%. reaksi terjadi dengan bantuan katalis tembaga-zinc pada suhu yang rendah. Katalis ini mengandung 40-55% tembaga oksida, 20-30% zinc oksida, dengan balance berupa alumina. Sulfur yang tekandung dalam gas (