Seminar Kritis

Embed Size (px)

DESCRIPTION

KAD

Citation preview

MAKALAH SEMINAR

ASUHAN KEPERAWATAN KRITISPADA PASIEN NY.D DENGAN DIAGNOSA MEDIS SHOCK SEPSISDI RUANG OBSERVASI INTENSIF (ROI) RSUD DR.SOETOMOSURABAYA

Oleh :

1. Winda Bastiana(131313143058)2. Agustian Saqurin(131313143059)3. Dyah Anggraeni(131313143060)4. Lingling Marinda Palupi(131313143062)5. Putu Ayu Winda Astarini(131313143065)6. Kartika Utami Putri(131313143069)7. Firdaus Soheh(131313143071)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERSFAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGASURABAYA2014

ii

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufiq, hidayah serta inayah-Nya kepada penulis sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Asuhan Keperawatan Kritis pada Pasien Ny.D dengan Diagnosa Medis Shock Sepsis di Ruang Observasi Intensif (ROI) RSUD Dr. Soetomo Surabaya dengan tepat waktu demi memenuhi tugas profesi ners.Dalam penyusunan makalah ini berkat bantuan dan tuntunan dari Allah SWT dan tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Dalam kesempatan ini kami menyampaikan rasa terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini.Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih sangat jauh dari sempurna baik dari segi materi maupun penulisannya. Namun demikian, kami telah berupaya dengan segala kemampuan dan pengetahuan yang kami miliki sehingga dapat menyelesaikan makalah ini. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati dan tangan terbuka penulis menerima kritik dan saran yang bersifat membangun dari pembaca demi penyempurnaan makalah ini.Akhirnya penulis berharap semoga makalah seminar ini dapat bermanfaat bagi seluruh masyarakat khususnya bagi dunia keperawatan.

Penulis

DAFTAR ISIKATA PENGANTAR2BAB 1 PENDAHULUAN41.1.Latar Belakang41.2.Rumusan Masalah51.3.Tujuan51.4.Manfaat5BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA62.1Definisi62.2Etiologi62.3Klasifikasi72.4Patogenesis82.5Patofisiologi Syok Septik102.6Gejala Klinis Sepsis112.7Pemeriksaan Diagnostik112.8Penatalaksanaan122.9Penatalaksanaan Syok Septik14BAB 3 ASUHAN KEPERAWATAN17BAB 4 PENUTUP185.1Kesimpulan18Daftar Pustaka19

BAB 1PENDAHULUAN1.1. Latar BelakangShock sepsis merupakan kondisi medis yang ditandai dengan tekanan darah rendah berbahaya yang terjadi akibat infeksi bakteri berat di dalam darah. Hal ini merupakan masalah kesehatan dunia karena patogenesisnya yang sangat kompleks dan pengobatannya yang sulit serta angka mortalitas yang tinggi, meskipun telah terjadi peningkatan kecanggihan dari terapi antibiotik insiden sepsis ini terus meningkat selama 50 tahun terakhir yang timbul pada kira-kira satu dari 100 pasien yang dirawat di rumah sakit dan pasien shock sepsis ini timbul pada sekitar 40% dari pasien tersebut. Sepsis terjadi di beberapa Negara dengan angka kejadian yang tinggi dan kejadiannya masih terus meningkat. Meskipun selalu terjadi perkembangan antibiotik dan terapi perawatan intensif, sepsis menimbulkan angka kematian yang tinggi di hampir semua ICU.Tingkat mortalitas pada pasien dengan shock sepsis adalah sekitar 50%. Telah dilaporkan oleh Napitulupu (2010) dalam laporan kasus sepsis bahwa angka kejadian sepsis meningkat dari 82,7 menjadi 240,4 pasien per 100.000 populasi antara tahun 1979 2000 di Amerika Serikat dimana kejadian severe spsis berkisar antara 51 dan 95 pasien per 100.000 populasi.Infeksi yang masuk ke dalam tubuh manusia dapat terjadi melalui berbagai macam jalur dan akibat. Salah sau akibat yang dapat terjadi yaitu tersebarnya infeksi melalui aliran darah yang kemudian mengakibatkan seseorang tersebut mengalami sepsis. Hal ini dapat disebabkan oleh berbagai jenis bakteri, jamur ataupun virus. Sejumlah besar racun yang dilepaskan bakteri ke dalam aliran darah menggumpal, menyebabkan kerusakan jaringan dan fungsi organ yang buruk. Sindrom sepsis ini dimulai dari Sistemic Inflammatory Response Syndrome (SIRS) sampai sepsis yang berat (disfungsi organ akut) dan shock sepsis (sepsis yang berat yang ditambah dengan hipotensi yang tak membaik dengan resusitasi cairan). Hal ini merupakan kondisi yag mengancam jiwa yang memerlukan perhatian medis segera karena hal ini dapat secara cepat menyebabkan henti nafas dan gagal jantung.Berdasarkan uraian diatas kelompok ingin mengetahui dan menerapkan asuhan keperawatan gawat darurat dengan mengangkat kasus shock sepsis pada pasien atas nama Ny. D dengan diagnosa medis shock sepsis yang di rawat pada hari ke 8 di Ruang Observasi Intensif.

1.2. Rumusan Masalah1. Bagaimana konsep Sepsis dan shock sepsis?2. Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dengan shock sepsis?

1.3. Tujuan1.3.1 Tujuan umumMahasiswa mampu memahami dan menganalisi asuhan keperawatan pada pasien dengan shock sepsis1.3.2 Tujuan khusus1) Mahasiswa memahami konsep sepsis dan shock sepsis2) Mahasiswa memahami asuhan keperawatan pada pasien dengan shock sepsis1.4. Manfaat1) Mahasiswa dapat memahami konsep sepsis dan shock sepsis2) Mahasiswa memahami asuhan keperawatan pada pasien dengan shock sepsis

BAB 2TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DefinisiSystemic inflammatory response syndromeadalah pasien yang memiliki dua atau lebih dari kriteria berikut:1. Suhu > 38C atau < 36C2. Denyut jantung >90 denyut/menit3. Respirasi >20/menit atau PaCO2< 32 mmHg4. Hitung leukosit > 12.000/mm3atau >10% sel imaturSepsis adalah SIRS ditambah tempat infeksi yang diketahui. Meskipun SIRS, sepsis dan syok sepsis biasanya berhubungan dengan infeksi bakteri, tidak harus terdapat bakteriemia.Sepsis berat adalah sepsis yang berkaitan dengan disfungsi organ, kelainan hipoperfusi, atau hipotensi. Kelainan hipoperfusi meliputi:1. Asidosis laktat2. Oliguria3. Atau perubahan akut pada status mentalTerdapat beberapa kriteria diagnostik baru untuk sepsis, diantaranya memasukkan pertanda biomolekuler yaitu procalcitonin (PCT) dan C-reactive protein, sebagai langkah awal dalam diagnosis sepsis (Hermawan, 2007).Syok merupakan keadaan dimana terjadi gangguan sirkulasi yang menyebabkan perfusi jaringan menjadi tidak adekuat sehingga mengganggu metabolisme sel/jaringan.Syok sepsismerupakan keadaan dimana terjadi penurunan tekanan darah (sistolik < 90mmHg atau penurunan tekanan darah sistolik > 40mmHg) disertai tanda kegagalan sirkulasi, meski telah dilakukan resusitasi secara adekuat atau perlu vasopressor untuk mempertahankan tekanan darah dan perfusi organ (Chen dan Pohan, 2007).

2.2 EtiologiPenyebab terbesar adalah bakteri gram negatif. Produk yang berperan penting terhadap sepsis adalah lipopolisakarida (LPS), yang merupakan komponen terluar dari bakteri gram negatif. LPS merupakan penyebab sepsis terbanyak, dapat langsung mengaktifkan sistem imun seluler dan humoral, yang dapat menimbulkan gejala septikemia. LPS tidak toksik, namun merangsang pengeluaran mediator inflamasi yang bertanggung jawab terhadap sepsis. Bakteri gram positif, jamur, dan virus, dapat juga menyebabkan sepsis dengan prosentase yang lebih sedikit. Peptidoglikan yang merupakan komponen dinding sel dair semua kuman, dapat menyebabkan agregasi trombosit. Eksotoksin dapat merusak integritas membran sel imun secara langsung (Hermawan, 2007).

2.3 Klasifikasi Derajat Sepsis menurut American College of Chest Physicians society of critical care medicine:Critical care medicine, 1992 :1. Infeksi Fenomena microbial yang ditandai dengaubuh yang munculnya respon inflamasi terhadap munculnya/ invasi mikroorganisme ke dalam jaringan tubuh yang steril.2. Bakterimia Munculnya atau terdapatnya bakteri di dalam darah3. SIRS (Systemic Inflamatory response syndrome)Respon inflamasi secara sistemik yang dapat disebabkan oleh bermacam-macam kondisi klinis yang berat. Respon tersebut dimanifestasikan oleh 2 . atau lebih dari gejala khas berikut ini :a. Suhu badan >38C atau 90x/menitc. RR >20x/menit atau PaCO2 < 32 mmHgd. WBC > 12.000/ mm3 atau < 4000/mm3 atau 10% bentuk immature4. Sepsis sistemik Respon terhadap infeksi yang disebabkan oleh adanya sumber infeksi yang jelas, yang ditandai oleh dua atau lebih dari gejala di bawah ini :a. Suhu badan > 38C atau 90x/ menitc. RR >20x / menit atau PaCO2 < 32mmHgd. WBC > 12.000/mm3 atau 40mmHg dari sebelumnya tanpa adanya penyebab hipotensi yang jelas.8. MODS (Multy Organ Dysfunction Syndroma)Munculnya penurunan fungsi organ atau gangguan fungsi organ dan homeostasis tidak dapat dijaga tanpa adanya intervensi.

2.4 PatogenesisSepsis melibatkan berbagai mediator inflamasi termasuk berbagai sitokin. Sitokin proinflamasi dan antiinflamasi terlibat dalam patogenesis sepsis. Termasuk sitokin proinflamasi adalah TNF, IL-1, interferon (IFN-) yang membantu sel menghancurkan mikroorganisme yang menginfeksi. Termasuk sitokin antiinflamasi adalah interleukin 1 reseptor antagonis (IL-1ra), IL-4, IL-10, yang bertugas untuk memodulasi, koordinasi atau represi terhadap respon yang berlebihan. Apabila terjadi ketidakseimbangan kerja sitokin proinflamasi dengan antiinflamasi, maka menimbulkan kerugian bagi tubuh.Endotoksin dapat secara langsung dengan LPS dan bersama-sama membentuk LPSab (Lipo Poli Sakarida antibodi). LPSab dalam serum penderita kemudian dengan perantara reseptor CD14+ akan bereaksi dengan makrofag, dan kemudian makrofag mengekspresikan imunomodulator. Hal ini terjadi apabila mikroba yang menginfeksi adalah bakteri gram negatif yang mempunyai LPS pada dindingnya.Eksotoksin, virus dan parasit yang merupakan superantigen setelah difagosit oleh monosit atau makrofag yang berperan sebagaiAntigen Presenting Cell(APC), kemudian ditampilkan dalam APC. Antigen ini membawa muatan polipeptida spesifik yang berasal dariMajor Histocompatibility Complex(MHC). Antigen yang bermuatan pada peptida MHC kelas II akan berikatan dengan CD4+ (limfosit Th1 dan Th2) dengan perantaraan TCR (T cell receptor).Limfosit T kemudian akan mengeluarkan substansi dari Th1 yang berfungsi sebagai immunomodulator yaitu: IFN-, IL-2 dan M-CSF (Macrophage Colony stimulating factor). Limfosit Th2 akan mengekspresikan IL-4, IL-5, IL-6, dan IL-10. IFN- merangsang makrofag mengeluarkan IL-1 dan TNF-. IFN-, IL-1 dan TNF- merupakan sitokin proinflamasi, pada sepsis terdapat peningkatan kadar IL-1 dan TNF- dalam serum penderita. Sitokin IL-2 dan TNF- selain merupakan reaksi sepsis, dapat merusakkan endotel pembuluh darah, yang mekanismenya sampai saat ini belum jelas. IL-1 sebagai imunoregulator utama juga mempunyai efek pada sel endotel, termasuk pembentukan prostaglandin E2 (PG-E2) dan merangsang ekspresiintercellular adhesion molecule-1(ICAM-1). Dengan adanya ICAM-1 menyebabkan neutrofil yang telah tersensitisasi olehgranulocyte-macrophage colony stimulating factor(GM-CSF) akan mudah mengadakan adhesi. Interaksi neutrofil dengan endotel terdiri dari 3 langkah, yaitu:1. Bergulirnya neutrofil P dan E selektin yang dikeluarkan oleh endotel dan L-selektin neutrofil dala mengikat ligan respektif2. Merupakan langkah yang sangat penting, adhesi dan aktivasi neutrofil yang mengikat intergretin CD-11 atau CD-18, yang melekatkan neutrofil pada endotel dengan molekul adhesi (ICAM) yang dihasilkan oleh endotel3. Transmigrasi neutrofil menembus dinding endotel.Neutrofil yang beradhesi dengan endotel akan mengeluarkan lisozyme yang melisiskan dinding endotel, akibatnya endotel terbuka. Neutrofil juga termasuk radikal bebas yang mempengaruhi oksigenasi pada mitokondria dan siklus GMPs, sehingga akibatnya endotel menjadi nekrosis, dan rusak. Kerusakan endotel tersebut menyebabkan vascular leak, sehingga menyebabkan kerusakan organ multipel. Pendapat lain yang memperkuat pendapat tersebut bahwa kelainan organ multipel disebabkan karena trombosis dan koagulasi dalam pembuluh darah kecil sehingga terjadi syok septik yang berakhir dengan kematian.Untuk mencegah terjadinya sepsis yang berkelanjutan, Th2 mengekspresikan IL-10 sebagai sitokin antiinflamasi yang akan menghambat ekspresi IFN-, TNF- dan fungsi APC. IL-10 juga memperbaiki jaringan yang rusak akibat peradangan. Apabila IL-10 meningkat lebih tinggi, maka kemungkinan kejadian syok septik pada sepsis dapat dicegah (Hermawan, 2007).

2.5 Patofisiologi Syok SeptikEndotoksin yang dilepaskan oleh mikroba akan menyebabkan proses inflamasi yang melibatkan berbagai mediator inflamasi, yaitu sitokin, neutrofil, komplemen, NO, dan berbagai mediator lain. Proses inflamasi pada sepsis merupakan proses homeostasis dimana terjadi keseimbangan antara inflamasi dan antiinflamasi. Bila proses inflamasi melebihi kemampuan homeostasis, maka terjadi proses inflamasi yang maladaptif, sehingga terjadi berbagai proses inflamasi yang destruktif, kemudian menimbulkan gangguan pada tingkat sesluler pada berbagai organ.Terjadi disfungsi endotel, vasodilatasi akibat pengaruh NO yang menyebabkan maldistribusi volume darah sehingga terjadi hipoperfusi jaringan dan syok. Pengaruh mediator juga menyebabkan disfungsi miokard sehingga terjadi penurunan curah jantung.Lanjutan proses inflamasi menyebabkan gangguan fungsi berbagai organ yang dikenal sebagai disfungsi/gagal organ multipel (MODS/MOF). Proses MOF merupakan kerusakan pada tingkat seluler (termasuk difungsi endotel), gangguan perfusi jaringan, iskemia reperfusi, dan mikrotrombus. Berbagai faktor lain yang diperkirakan turut berperan adalah terdapatnya faktor humoral dalam sirkulasi (myocardial depressant substance), malnutrisi kalori protein, translokasi toksin bakteri, gangguan pada eritrosit, dan efek samping dari terapi yang diberikan (Chen dan Pohan, 2007).

2.6 Gejala Klinis SepsisTidak spesifik, biasanya didahului demam, menggigil, dan gejala konsitutif seperti lemah, malaise, gelisah atau kebingungan. Tempat infeksi yang paling sering: paru, tractus digestivus, tractus urinarius, kulit, jaringan lunak, dan saraf pusat. Gejala sepsis akan menjadi lebih berat pada penderita usia lanjut, penderita diabetes, kanker, gagal organ utama, dan pasien dengan granulositopenia.Tanda-tanda MODS dengan terjadinya komplikasi:1. Sindrom distress pernapasan pada dewasa2. Koagulasi intravaskular3. Gagal ginjal akut4. Perdarahan usus5. Gagal hati6. Disfungsi sistem saraf pusat7. Gagal jantung8. Kematian (Hermawan, 2007).

2.7 Pemeriksaan Diagnostik1. RiwayatMenentukan apakah infeksi berasal dari komunitas atau nosokomial, dan apakah pasien immunocompromise. Beberapa tanda terjadinya sepsis meliputi:1) Demam atau tanda yang tidak terjelaskan disertai keganasan atau instrumentasi2) Hipotensi, oliguria, atau anuria3) Takipnea atau hiperpnea, hipotermia tanpa penyebab yang jelas4) Perdarahan2. Pemeriksaan FisikPemeriksaan fisik diperlukan untuk mencari lokasi dan penyebab infeksi dan inflamasi yang terjadi, misalnya pada dugaan infeksi pelvis, dilakukan pemeriksaan rektum, pelvis, dan genital.3. LaboratoriumHitung darah lengkap, dengan hitung diferensial, urinalisis, gambaran koagulasi, urea darah, nitrogen, kreatinin, elektrolit, uji fungsi hati, kadar asam laktat, gas darah arteri, elektrokardiogram, dan rontgen dada. Biakan darah, sputum, urin, dan tempat lain yang terinfeksi harus dilakukan.Temuan awal lain: Leukositosis dengan shift kiri, trombositopenia, hiperbilirubinemia, dan proteinuria. Dapat terjadi leukopenia. Adanya hiperventilasi menimbulkan alkalosis respiratorik. Penderita diabetes dapat mengalami hiperglikemia. Lipida serum meningkat.Selanjutnya, trombositopenia memburuk disertai perpanjangan waktu trombin, penurunan fibrinogen, dan keberadaan D-dimer yang menunjukkan DIC. Azotemia dan hiperbilirubinemia lebih dominan. Aminotransferase meningkat. Bila otot pernapasan lelah, terjadi akumulasi laktat serum. Asidosis metabolik terjadi setelah alkalosis respiratorik. Hiperglikemia diabetik dapat menimbulkan ketoasidosis yang memperburuk hipotensi (Hermawan, 2007).

2.8 PenatalaksanaanTiga prioritas utama dalam penatalaksanaan sepsis:1. Stabilisasi pasien langsungPasien dengan sepsis berat harus dimasukkan dalam ICU. Tanda vital pasien harus dipantau. Pertahankan curah jantung dan ventilasi yang memadai dengan obat. Pertimbangkan dialisis untuk membantu fungsi ginjal. Pertahankan tekanan darah arteri pada pasien hipotensif dengan obat vasoaktif, misal dopamin, dobutamin, dan norepinefrin.2. Darah harus cepat dibersihkan dari mikroorganismePerlu segera perawatan empirik dengan antimikrobial, yang jika diberikan secara dini dapat menurunkan perkembangan syok dan angka mortalitas. Setelah sampel didapatkan dari pasien, diperlukan regimen antimikrobial dengan spektrum aktivitas luas. Bila telah ditemukan penyebab pasti, maka antimikrobial diganti sesuai dengan agen penyebab sepsis tersebut (Hermawan, 2007).Sebelum ada hasil kultur darah, diberikan kombinasi antibiotik yang kuat, misalnya antara golongan penisilin/penicillinaseresistant penicillin dengan gentamisin.1) Golongan penicillin- Procain penicillin 50.000 IU/kgBB/hari im, dibagi dua dosis- Ampicillin 4-6 x 1 gram/hari iv selama 7-10 hari2) Golongan penicillinaseresistant penicillin- Kloksasilin (Cloxacillin Orbenin) 41 gram/hari iv selama 7-10 hari sering dikombinasikan dengan ampisilin), dalam hal ini masing-masing dosis obat diturunkan setengahnya, atau menggunakan preparat kombinasi yang sudah ada (Ampiclox 4 x 1 gram/hari iv).- Metisilin 4-6 x 1 gram/hari iv selama 7-14 hari.3) GentamycinGentamycin, 5 mg/kgBB/hari dibagi tiga dosis im selama 7 hari, hati-hati terhadap efek nefrotoksiknya.Bila hasil kultur dan resistensi darah telah ada, pengobatan disesuaikan. Beberapa bakteri gram negatif yang sering menyebabkan sepsis dan antibiotik yang dianjurkan:

BakteriAntibiotikDosis

Escherichia coliAmpisilin/sefalotin- Sefalotin: 1-2 gram tiap 4-6 jam, biasanya dilarutkan dalam 50-100 ml cairan, diberikan per drip dalam 20-30 menit untuk menghindari flebitis.- Kloramfenikol: 6 x 0,5 g/hari iv- Klindamisin: 4 x 0,5 g/hari iv

Klebsiella, EnterobacterGentamisin

Proteus mirabilisAmpisilin/sefalotin

Pr. rettgeri, Pr. morgagni, Pr. VulgarisGentamisin

Mima-HerelleaGentamisin

PseudomonasGentamisin

BacteroidesKloramfenikol/klindamisin

(Purwadianto dan Sampurna, 2000).

4) Fokus infeksi awal harus diobatiHilangkan benda asing. Salurkan eksudat purulen, khususnya untuk infeksi anaerobik. Angkat organ yang terinfeksi, hilangkan atau potong jaringan yang gangren (Hermawan, 2007).

2.9 Penatalaksanaan Syok SeptikPenatalaksanaan hipotensi dan syok septik merupakan tindakan resusitasi yang perlu dilakukan sesegera mungkin. Resusitasi dilakukan secara intensif dalam 6 jam pertama, dimulai sejak pasien tiba di unit gawat darurat. Tindakan mencakup airway: a) breathing; b) circulation; c) oksigenasi, terapi cairan, vasopresor/inotropik, dan transfusi bila diperlukan. Pemantauan dengan kateter vena sentral sebaiknya dilakukan untuk mencapai tekanan vena sentral (CVP) 8-12 mmHg, tekanan arteri rata-rata (MAP)>65 mmHg dan produksi urin >0,5 ml/kgBB/jam.1. OksigenasiHipoksemia dan hipoksia pada sepsis dapat terjadi sebagai akibat disfungsi atau kegagalan sistem respirasi karena gangguan ventilasi maupun perfusi. Transpor oksigen ke jaringan juga dapat terganggu akibat keadaan hipovolemik dan disfungsi miokard menyebabkan penurunan curah jantung. Kadar hemoglobin yang rendah akibat perdarahan menyebabkan daya angkut oleh eritrosit menurun. Transpor oksigen ke jaringan dipengaruhi juga oleh gangguan perfusi akibat disfungsi vaskuler, mikrotrombus dan gangguan penggunaan oksigen oleh jaringan yang mengalami iskemia.Oksigenasi bertujuan mengatasi hipoksia dengan upaya meningkatkan saturasi oksigen di darah, meningkatkan transpor oksigen dan memperbaiki utilisasi oksigen di jaringan.2. Terapi cairanHipovolemia pada sepsis perlu segera diatasi dengan pemberian cairan baik kristaloid maupun koloid. Volume cairan yang diberikan perlu dimonitor kecukupannya agar tidak kurang ataupun berlebih. Secara klinis respon terhadap pemberian cairan dapat terlihat dari peningkatan tekanan darah, penurunan ferkuensi jantung, kecukupan isi nadi, perabaan kulit dan ekstremitas, produksi urin, dan membaiknya penurunan kesadaran. Perlu diperhatikan tanda kelebihan cairan berupa peningkatan tekanan vena jugular, ronki, gallop S3, dan penurunan saturasi oksigen.Pada keadaan serum albumin yang rendah (< 2 g/dl) disertai tekanan hidrostatik melebihi tekanan onkotik plasma, koreksi albumin perlu diberikan. Transfusi eritrosit (PRC) perlu diberikan pada keadaan perdarahan aktif, atau bila kadar Hb rendah pada keadaan tertentu misalnya iskemia miokardial dan renjatan septik. Kadar Hb yang akan dicapai pada sepsis dipertahankan pada 8-10 g/dl.3. Vasopresor dan inotropikVasopresor sebaiknya diberikan setelah keadaan hipovolemik teratasi dengan pemberian cairan secara adekuat, tetapi pasien masih mengalami hipotensi. Terapi vasopresor diberikan mulai dosis rendah secara titrasi untuk mencapai MAP 60 mmHg, atau tekanan sistolik 90 mmHg. Untuk vasopresor dapat digunakan dopamin dengan dosis >8 mcg/kg/menit, norepinefrin 0,03-1,5 mcg/kg/menit, fenileferin 0,5-8 mcg/kg/menit atau epinefrin 0,1-0,5 mcg/kg/menit. Inotropik yang dapat digunakan adalah dobutamin dosis 2-28 mcg/kg/menit, dopamin 3-8 mc/kg/menit, epinefrin 0,1-0,5 mcg/kg/menit atau inhibitor fosfodiesterase (amrinon dan milrinon).4. BikarbonatSecara empirik, bikarbonat dapat diberikan bila pH