479
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA (SEMNASDIKTA) 2015 Jurusan Tadris Matematika FTIK IAIN Tulungagung Sabtu, 31 Oktober 2015 Tim Editor: Dr. Muniri, M.Pd Maryono, M.Pd Ummu Sholihah, M.Si ISBN: 978-602-9300-24-6 Tema: Peranan Matematika Dalam Peradaban Suatu Bangsa PENERBIT: ALIM’S PUBLISHING JAKARTA

SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

  • Upload
    others

  • View
    148

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

PROSIDING SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN

MATEMATIKA (SEMNASDIKTA) 2015

Jurusan Tadris Matematika FTIK

IAIN Tulungagung

Sabtu, 31 Oktober 2015

Tim Editor:

Dr. Muniri, M.Pd Maryono, M.Pd

Ummu Sholihah, M.Si

ISBN: 978-602-9300-24-6

Tema:

Peranan Matematika

Dalam Peradaban Suatu Bangsa

PENERBIT: ALIM’S PUBLISHING

JAKARTA

Page 2: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

ISBN: 978-602-9300-24-6

PROSIDING SEMINAR NASIONAL Pendidikan Matematika (Semnasdikta) 2015

Jurusan Tadris Matematika FTIK IAIN Tulungagung

Artikel‐artikel dalam prosiding ini telah dipresentasikan pada Seminar Nasional Pendidikan Matematika pada tanggal 31 Oktober 2015 di Jurusan Tadris Matematika Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan (FTIK) Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Tulungagung

Tim Editor Artikel Seminar: 1. Dr. Muniri, M.Pd 2. Maryono, M.Pd 3. Ummu Sholihah, M.Si

PENERBIT: ALIM’S PUBLISHING

JAKARTA

Page 3: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (IAIN Tulungagung) 2015 ini dapat selesai disusun sesuai dengan target waktu yang telah ditentukan oleh panitia. Seluruh makalah yang ada dalam prosiding ini merupakan kumpulan makalah yang telah lolos proses seleksi yang dilakukan tim reviewer dan telah disajikan dalam kegiatan seminar nasional yang diselenggarakan oleh Jurusan Tadris Matematika Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan IAIN Tulungagung pada tanggal 31 Oktober 2015.

Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan olimpiade matematika SMP/MTs tingkat regional bertemakan “Peranan Matematika dalam Peradaban suatu Bangsa”. Dalam rangka mengangkat tema tersebut, seminar nasional pendidikan matematika IAIN Tulungagung (Semnasdikta 2015) menampilkan makalah utama “Higher Order Thinking Skills Through a

Constructive Controversy Approach for Advance Civilization” yang disampaikan oleh Prof. Drs. Dafik, M.Sc, Ph.D dari Universitas Negeri Jember. Selain makalah utama juga disampaikan hasil kajian dan penelitian dalam bidang matematika dan pendidikan matematika yang dilakukan oleh para peneliti di universitas atau lembaga pendidikan yang ada di Indonesia. Makalah-makalah yang disampaikan terbagi dalam dua kelompok, yaitu kelompok pendidikan matematika dan kelompok matematika.

Semoga prosiding ini dapat ikut berperan dalam penyebarluasan hasil kajian dan hasil penelitian di bidang matematika dan pendidikan matematika sehingga dapat diakses oleh khalayak yang lebih luas dan bermanfaat bagi pembangunan dan pengembangan karakter suatu bangsa.

Tulungagung, Oktober 2015

Tim Editor

Page 4: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

SAMBUTAN KETUA JURUSAN TADRIS MATEMATIKA

Assalamu’alaikum Wr.Wb Alhamdulillahi robbil „alamin. Segala puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat, taufik, dan hidayah-Nya kepada kita semua berupa kesehatan dan kesempatan untuk saling bertukar ilmu, berdiskusi dam kegiatan seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) di Jurusan tadris Matematika FTIK IAIN Tulungagung. Kegiatan seminar nasional ini akan dirancang dan dilaksanakan secara periodik sebagai agenda tahuanan bersamaan dengan pekan ilmiah hari Santri. Pada kesempatan ini panitia menghadirkan ahli, pakar matematika sebagai pemakalah utama, yakni Prof. Drs. Dafik, M.Sc, Ph.D. atas nama panitia, kami mengucapkan terimaksih kepada beliau atas kesdiaannya menjadi pembicara utama dalam Semnasdikta 2015 ini.

Semnasdikta kali ini diikuti oleh kalangan mahasiswa, guru, dosen, praktisi dan pemerhati pendidikan, kususnya matematika yang berasal dari berbagai lembaga pendidikan di Indonesia. Disamping makalah utama, terdapat makalah-makalah pendamping yang disajikan pada sesi paralel yang terbagi dalam dua bagian, yaitu makalah matematika dan makalah pendidikan matematika. Pada kesempatan ini, kami atas nama panitia menyampaikan rasa terimakasih yang tak hingga kepada Rektor IAIN Tulungagung Bapak Dr. Maftukhin, M.Ag atas dukungan fasilitas yang disediakan, serta kepada bapak Dekan FTIK Bapak Dr. H. Abd. Asiz, M.PdI atas dorongan dan dukungannya. Selain itu, rasa terima kasih juga kami sampaikan pula kepada donatur dan sponsor yang ikut menyukseskan dan meramaikan kegiatan ilmiah mahasiswa ini. Tak lupa, sebagai ketua jurusan tadris Matematika, saya memberikan penghargaan yang tinggi kepada segenap panitia (para mahasiswa) yang telah bekerja keras secara ikhlas demi kelancaran dan kesuksesan pelaksanaan seminar nasional ini.

Atas nama panitia, kami mohon maaf yang sebesar-besarnya bilamana dalam kami menyambut, memberikan layanan masih terdapat hal-hal yang kurang berkenan, baik pada waktu pendaftaran, pelaksanaan, maupun pelayanan pasca semnasdikta 2015. Akhir kata, kami berharap semoga semnasdikta ini memberikan sumbangan yang signifikan bagi kemajuan lembaga pendidikan, bagi IAIN Tulungagung dan bagi kemajuan bangsa Indonesia. Terutama bagi kemujuan matematika dan pendidikan matematika di tanah air tercinta ini. Dan mohon kepada Bapak Rektor Berkenan memberikan sambutan sekaligus membuka acara Seninar Nasional Pendidikan matematika tahun 2015 (Semnasdikta 2015). Selamat Berseminar! Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Tulungagung, Oktober 2015 Ketua Jurusan TMT

Dr. Muniri, M.Pd

Page 5: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

DAFTAR ISI

Makalah Utama

No Penulis Judul Hal. 1. Dafik Higher Order Thinking Skills Through a

Constructive Controversy Approach for Advance Civilization

1

2. Muniri Sumbangsih Nilai Matematika dalam Membangun Karakter Bangsa

45

Makalah Sesi Paralel

No Penulis Judul Hal. 1. Agustan S. Proses Berpikir Reflektif Guru SD dalam

Pembelajaran Matematika 58

2. Muhammad Ilman Nafi‟a

Interaksi Ex-Q (Expounding-Quetioning) Guru SD untuk Membantu Siswa Mengonstruksi Pemahaman Konsep Operasi Penjumlahan Bilangan Bulat

71

3. Evy Ramadina Pemahaman Siswa Ditinjau dari Gaya Belajar Terhadap Fungsi Trigonometri Berdasarkan Teori APOS (Action, Processes, Object, and Schema)

78

4. Dewi Anggreini, Maria Krestiwati

Pengaruh Gaya Kognitif dan Motivasi Belajar Terhadap Prestasi Belajar Matematika Siswa Kelas X SMK Veteran 1 Tulungagung Tahun Pelajaran 2014/2015

90

5. Dian Septi Nur Afifah

Profil Onto Semiotic Approach (OSA) Siswa SMA Perempuan dalam Menyelesaikan Soal Statistika

100

6. Afidatul Muniroh, Maryono

Profil Pemahaman Siswa Berdasar Taksonomi Bloom Dalam Menyelesaikan Soal Matematika Materi Suku Banyak

110

7. Musrikah Perbedaan Hasil Belajar Matematika Siswa Yang Mengikuti Kegiatan Ekstrakurikuler Pramuka Dan Yang Tidak Mengikuti Kegiatan Ekstrakurikuler Pramuka

123

8. Millatul Fadhilah

Berpikir Reflektif Siswa dalam Memecahkan Masalah Matematika Materi Garis Singgung Lingkaran Kelas VIII A (Unggulan) di MTs N Pagu

137

Page 6: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

9. Rifki Sahara, Ummu Sholihah

Efektifitas Penerapan Model Pembelajaran Assisted Learning Terhadap Peningkatan Hasil Belajar Matematika

152

10. Jilda Aminatu Zahrok, Beni Asyhar

Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Heads Together (NHT) Terhadap Kemampuan Mengemukakan Pendapat Dan Hasil Belajar Siswa

159

11. Lenti Agustin, Muniri

Perbedaan Hasil Belajar Matematika Antara Pendekatan Saintifik Model Discovery Learning dan Problem Based Learning

171

12. Khusnul Endrawati, Nurkholis

Penerapan Model Pembelajaran CTL (Contextual Teaching and Learning) untuk Meningkatkan Motivasi Belajar Siswa

179

13. Maheni Nur Fatila, Miswanto

Pembelajaran Matematika SLB-B pada Materi Balok dengan Teori Bruner

186

14. Bella Maristha C.R, Muniri

Analisis Kreatifitas Siswa dalam Mengkonstruksi Soal Matematika pada Materi Segi Empat

195

15. Siti Khoirun Nisak, Syaiful Hadi

Analisis Proses Berpikir Kritis Siswa Kelas XI IPA Unggulan 2 dalam Menyelesaikan Soal Peluang

208

16. Hadi Atikasari, Muniri

Pemahaman Siswa Dalam Menyelesaikan Soal Matematika Materi Pokok Sudut Dan Garis Berdasarkan Teori Bruner

221

17. Lailatul Wachidah, Maryono

Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa dalam Menyelesaikan Soal Matematika Materi Garis dan Sudut

231

18. Fata Sodiqul Amin, Syaiful Hadi

Efektifitas Pembelajaran Kooperatif Type NHT (Numbered Heads Together) Ditinjau dari Kecerdasan Logis Matematis

242

19. Rina Nur Fitriana, Sutopo

Scaffolding pada Penyelesaian Soal Cerita Matematika Materi Pertidaksamaan Linear Satu Variabel

257

20. Anis Lifaftul Khusna

Pengaruh Kecerdasan Emosional dan Kecerdasan Spiritual terhadap Hasil Belajar Matematika Materi Luas Permukaan Kubus dan Balok

267

21. Rudi Hartono, Sutopo

Pengembangan Bahan Ajar Matematika dengan Pendekatan Project Based Learning (PjBL)

273

22. Abi Suwito Visualisasi Geometri dalam Menyelesaikan Masalah Aljabar Materi Faktorisasi Aljabar

282

23. Fatqurhohman Pemahaman Siswa Tentang Konsep Pecahan 287 24. Rahmad

Bustanul A., Dwi Rahmawati

Analisis Kesesuaian Materi Matematika TK Dengan SD Kelas 1

294

25. Soleman Saidi Praktek Reflektif Guru Dalam Mengajar Untuk Melatih Kemampuan Berpikir Kritis Siswa

299

Page 7: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

26. Khomsatun Ni‟mah

Kesadaran Anak Pra Sekolah Pada Aktivitas Pola

305

27. Ummu Sholihah Profil Metakognisi Mahasiswa dalam Pemecahan Masalah Matematika

312

28. Slamet Widodo, Eni Setyawati

Pengembangan Buku Ajar Matematika Dengan Pendekatan Scientific Kelas VII Semester 2 Sebagai Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Siswa

318

29. Dewi Asmarani Self Regulated Learning (SRL) Sebagi Strategi Pembelajaran Matematika untuk Meningkatkan hasil belajar siswa

331

30. Sofwan Hadi Pengaruh Umpan Balik Dan Gaya Kognitif Pada Matakuliah Pembelajaran Matematika Kelas Rendah

338

31. Haerul Syam Profil Berpikir Kritis Siswa SD dalam Memecahkan Masalah Matematika.

349

32. Erika Suciani Penerapan Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Untuk Meningkatkan Pemahaman Siswa Pada Materi Barisan dan Deret di SMK Negeri 1 Udanawu Blitar

359

33. Dziki Ari Mubarok

Peningkatan Kemampuan Berpikir Kreatif Matematika Siswa Melalui Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik (PMR) Di SMP PGRI 6 Malang

367

34. Maryono Pengetahuan Apa Saja Yang Harus Dimiliki Seorang Guru (Calon Guru) Matematika?

378

35. Sanusi Profil Penalaran Relasional Mahasiswa Calon Guru Matematika Dalam Menyelesaikan Masalah Matematika Ditinjau Dari Kemampuan Matematika Dan Perbedaan Gender

388

36. Sri Wahyuni Peningkatan Hasil Belajar Pangkat Rasional Dan Bentuk Akar Menggunakan Media Lembar Simulasi

401

37. Dewi Hamidah Pembelajaran Pengukuran Panjang Menggunakan Pendekatan PMRI di Sekolah Dasar

411

38. Sutopo Peran Counterexample Dan Scaffolding pada Konflik Kognitif Matematika

424

39. Amalia Itsna

Yunita

Kajian Grafik Pengendali dan Analisis Kemampuan Proses Statistik Berbasis Distribusi Lognormal (Studi Kasus pada Data Kadar Air Gula di PG Krebet Baru II Malang)

435

40. Hikma Khilda Nasyiithoh

Ketaksamaan Jumlahan Tangen Pangkat n yang Berlaku Pada Segitiga Lancip

442

41. Farid Imroatus Solihah

Implementasi Grafik Pengendali Individual Berbasis Lognormal Tiga Parameter (Suatu Perbandingan dengan Hasil Transformasi Boxcox)

449

Page 8: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 1

Higher Order Thinking Skills Through a Constructive Controversy Approach for Advance Civilization

Dafik

Professor in Combinatorics Graph Theory and network Topology

Jointly Research in Mathematics Education Program Studi Pendidikan Matematika

FKIP Universitas Jember CGANT Universitas Jember

[email protected]

ABSTRACT

Civilization, in Indonesia, is often given the same meaning as "budaya", English uses the term civilization for "peradaban" and the term culture for "budaya" whereas Arabic uses Tsaqafah as "budaya", hadlarah as "kemajuan" and tamaddun as "peradaban". Tamaddun word was used for the first time in a book entitled "Tarikh Al-tamaddun al-Islami" published in 1902-1906. Since this publication, tamaddun word is widely used among Muslims. One indicator of a civilization is the development of science and technology, and science and technology will not be developed in the absence of community to think actively in the form of higher order thinking skills.The term of a higher order thinking skills (HOTS for Short) is currently getting popular in teaching and learning process, especially after the implementation of K13 in Indonesia. Roughly speaking it is believed that the low student score of PISA due to the learning process focuses only on cognitive activities, but it does not include critical, creative, reflective or metacognitive thinking. The critical, creative, reflective or metacognitive activities are thought to be HOTS. HOTS can not be activated when an indvidual student only encounters a familiar and prosedural problems. They should be given an unfamiliar, uncertainties questions or dilemmas which challenge students to solve it. A hard or tricky problem is not always mean a HOTS context, but a simple problem may lead to the rise of the student higher order thinking skills when they are set in a nonroutine or algorithmic problem. Recently, HOTS is a well known concept of education reform based on learning taxonomies, such as Bloom's Taxonomy. The idea is that some types of learning require not only on cognitive process, but also have more generalized process. In Bloom's taxonomy, for example, skills involving analysis, evaluation and synthesis (creation of new knowledge) are thought to be of a higher order, requiring different learning and teaching methods than the learning of facts and concepts. Higher order thinking involves the learning of complex judge mental skills such as critical thinking and problem solving. In this talk, it will be presented the way, especially in mathemtics, how to foster the existence of HOTS in the students when they are studying by applying constructive controversy approach in teaching and learning process. In the presentation, it will be described the constructive controversy approach in term of mathematics point of view.

Keywords:Civilization, Higher Order Thinking Skills, constructive controversy, students

Page 9: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 2

Page 10: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 3

Page 11: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 4

Page 12: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 5

Page 13: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 6

Page 14: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 7

Page 15: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 8

Page 16: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 9

Page 17: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 10

Page 18: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 11

Page 19: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 12

Page 20: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 13

Page 21: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 14

Page 22: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 15

Page 23: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 16

Page 24: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 17

Page 25: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 18

Page 26: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 19

Page 27: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 20

Page 28: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 21

Page 29: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 22

Page 30: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 23

Page 31: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 24

Page 32: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 25

Page 33: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 26

Page 34: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 27

Page 35: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 28

Page 36: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 29

Page 37: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 30

Page 38: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 31

Page 39: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 32

Page 40: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 33

Page 41: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 34

Page 42: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 35

Page 43: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 36

Page 44: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 37

Page 45: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 38

Page 46: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 39

Page 47: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 40

Page 48: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 41

Page 49: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 42

Page 50: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 43

Page 51: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 44

References: [1] Johnson, D.W., and Johnson, R.T., 1979. Conflict in the classroom:

Controversy and learning. Review of Educational Research, 49(1), 51-70. [2] Johnson, D.W., and Johnson, R.T., 1988. Critical thinking through structured

controversy. Educational Leadership, 45(8), 58-64. Johnson, D.W., and Johnson, R.T., 2009. Energizing learning: The instructional power of conflict. Educational Researcher, 38(1), 37-51.

[3] Johnson, D.W., and Smith, K.A., 1984. Structuring Controversy Workshop. Proceedings 14th ASEE/IEEE Frontiers in Education Conference. Philadelphia, PA.

[4]Johnson, D.W., Johnson, R.T., and Smith, K.A., 2000. Constructive controversy: The power of intellectual conflict. Change, 32 (1), 28-37.

[5]Johnson, D.W., Johnson, R.T., and Smith, K.A., 1996. Academic Controversy: Enriching College Instruction Through Intellectual Conflict. ASHE-ERIC Higher Education Report, Vol. 25, No. 3.

[6] Karl A. Smith, Constructive Controversy in Engineering Undergraduate, Masters, Doctorate, and Professional Settings, the ASEE/IEEE Frontiers in Education Conference Proceeding, (2009), page: 1-23

Page 52: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 45

SUMBANGSIH NILAI MATEMATIKA DALAM MEMBANGUN KARAKTER BANGSA

Muniri

Jurusan Tadris Matematika IAIN Tulungagung [email protected]

ABSTRAK

Kajian mengenai karakter bangsa sesungguhnya diilhami adanya banyak fenomena dan kasus merosotnya moral anak bangsa yang disuguhkan lewat tayangan berbagai media baik cetak maupun elektronik yang mengusik rusaknya tatanan kehidupan keluarga, masyarakat, bangsa dan negara yang wujudnya berupa permasalahan kemanusian yang tragis dan anarkis yang secara terus menerus terjadi seakan-akan tiada henti. Fenomena ini telah merasuk pada setiap tingkatan level kehidupan, mulai kriminalitas anak pinggiran, perkotaan hingga tindak kejahatan para penguasa dan intelektual berupa tindak pidana korupsi. Banyak kalangan menjustifikasi bahwa penyebab utama dari hal di atas adalah gagalnya dunia pendidikan kita dalam mencetak generasi yang handal. Penyebab lain mungkin akibat derasnya laju transformasi informasi yang kurang terseleksi secara baik, atau mungkin disebabkan oleh keringnya nilai-nilai agama dalam diri manusia atau mungkin disebabkan oleh kurang berimbangnya antara kemajuan sains dan teknologi dengan peningkatan pemahaman nilai-nilai keagamaan. Kata-kata Kunci: Nilai matematika, Karakter bangsa. PENDAHULUAN

Pendidikan karakter pada hakikatnya merupakan proses pembentukkan perilaku setiap individu atau seseorang untuk terbiasa berperilaku baik dan menghargai pentingnya nilai-nilai moral (valuing), membentuk cita rasa ingin berbuat baik (desiring the good) yang bersumber dari rasa cinta untuk berbuat baik (loving the good).1 Adapun tujuan pendidikan karakter pada dasarnya mendorong lahirnya manusia yang baik, memiliki kepribadian menarik, beretika, bersahaja, jujur, cerdas, peduli dan tangguh.2 Berdasarkan beberapa pendapat di atas, sesungguhnya orientasi pendidikan karakter merupakan redesain dari tujuan pendidikan nasional yang termaktub dalam UU No.20 tahun 2003 bahwa tujuan pendidikan nasional untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman kepada Tuhan yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab3.

Sesungguhnya konsep dasar karakter (akhlak), nilai-nilai kebaikan (haq) merupakan hal yang paling mendasar dalam agama (religi) selain aqidah dan syariah yang merupakan fitrah manusia yang telah digagas oleh Sang penggagas jagad alam raya ini (Allah SWT). Upaya membentuk karakter (baca: akhlak) 1 Rukiyati, 2013. Urgensi Pendidikan Karakter Holistik Komprehensif di Indonesia. Jurnal

Pendidikan Karakter. Tahun III, Nomor 2, Juni 2013. h. 196 2 Sudarsono, 2008. Karakter Mengantar Bangsa:dari Gelap menuju Terang. Jakarta: Elex Media

Komputindo. h. 37 3 Departemen Pendidikan Nasional, Kurikulum 2004: Standar Kompetensi Mata Pelajaran

Matematrika Sekolah Menengah Atas dan MA, (Jakarta: Depdiknas)

Page 53: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 46

melalui tuntunan para utusan (nabi) mulai zaman Nabi Adam hingga Nabi yang terakhir, yakni Nabi Muhammad SAW. Dalam salah satu hadist disebutkan “innamaa buitstu liutammima makaarimal akhlaq” yang artinya “Sesungguhnya aku (Muhammad) diutus untuk menyempurnakan akhlak”.4 Berdasarkan konteks hadist ini sesungguhnya akhlak (karakter) pada diri manusia sudah ada (fitrah), karenanya ada istilah “menyempurnakan”. Yang berarti secara fitrah manusia sudah memiliki akhlak kepada sang penciptanya. Manusia sudah mengenal yang baik dan yang buruk, yang hak dan yang bathil, yang bermanfaat dan yang modlarat berdasarkan keyakinan dan pengetahuannya (fitrahnya). Akan tetapi berdasarkan ketentuannya juga Tuhan menciptakan iblis, syetan untuk menggoda, menciptakan keraguan dan menakut-nakuti manusia melalui bisikan hati manusia. Maka disinilah peran pendidikan mutlak diperlukan dalam sepanjang hayat manusia. Telah disebutkan dalam sebuah hadits “tolabul ilmu minal mahdi ilal lahdi” atau yang juga kita kenal dengan konsep life long education. HASIL DAN PEMBAHASAN

Almawardi dalam buku “Adab ad-Dunya wa ad-Din” mengatakan “ad-din dharuroh fi al-aql wa al-aqli li ad-din al ashli” yang artinya agama adalah hal yang niscaya bagi rasio, dan rasio adalah landasan bagi agama5. Sedangkan dalam buku yang sama hal senada juga diungkapkan oleh Albert Einstein” agama tanpa ilmu buta, dan ilmu tanpa agama lumpuh”.6 Pendapat tersebut memberikan inspirasi bahwa agama dan sain harus dan mutlak diselaraskan, tidak perlu dipertentangkan karena pada hakikatnya berasal dari sumber yang sama, yakni dari Tuhan (Allah SWT). Konsep pemerolehan keilmuan (baca: sains dan teknologi) telah digambarkan dalam Al-Qur‟an dalam surah al-‟alaq ayat 1-5 yang berbunyi7:

Artinya (1) Bacalah dengan nama Tuhanmu yang menciptakan, (2) yang menciptakan manusia dari tanah, (3) bacalah dan Tuhanmu yang maha mulya, (4) yang mengajarkan dengan pena, (5) yang mengajarkan manusia dari apa yang mereka tidak ketahui.

Berdasarkan ayat di atas, berarti sains dan teknologi memang seakan-akan didesain oleh oleh manusia, namun sesungguhnya sumbernya berasal dari Tuhan (Allah SWT). Ayat di atas jelas mengajarkan pengetahuan yang diikat oleh tauhid yang kokoh (bismirobbikal ladzi kholaq) dan (warobbukal akrom). Perintah membaca dapat berarti pula mengkaji, menelaah, melakukan studi, research,

4 Maksudin, 2013. Pendidikan Karakter Nondikotomik; (Upaya Membangun Bangsa Indonesia Seutuhnya). Jurnal Pendidikan Karakter. Tahun III, Nomor 2, Juni 2013, h. 137

5 Miskawaih, dkk. 1999. Menuju Kesempurnaan Akhlak: Buku Dasar Pertama tentang Filsafat

Etika. Penerjemah Helmi Hidayat. (Bandung. Mizan). h. 21 6 Ibid. h. 25 7 Al-Qur‟an Al Kariem dan terjemahnya surat Al-„Alaq ayat 1-5.

Page 54: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 47

berdiskusi, mempertanyakan, menemukan, membuktikan dan sebagainya. Perintah tersebut tidak hanya untuk mempelajari salah satu ilmu agama saja, akan tetapi perintah membaca tersebut juga untuk mengkaji berbagai pengetahuan lain seperti ilmu teknik, industri, peternakan, pertanian, dan bahkan juga ilmu matematika (falaqiyah, faraid, zakat, jual beli, dan sebagainya). Melalui perintah membaca bukan saja memperoleh ilmu pengetahuan akan tetapi juga memperoleh kemulyaan (warobbukal akrom) yang merupakan akibat berfungsinya semua panca indera manusia, oleh pikir (otak) dan olah rasa/akal budi (hati) yang pada akhirnya akan terbentuk dengan sendirinya kepribadian yang mantap yang dihiasi oleh akhlak yang mulia.

Potret sosok manusia Indonesia yang diharapkan sebenarnya telah tergambar dalam diri manusia pilihan (insan kamil) yang menjadi rujukan setiap umat Islam adalah kepribadian sang Nabi SAW yang memiliki 4 sifat atau karakter, yaitu sidiq, amanah, tabligh, dan fatonah. Melalui keempat sifat ini beliau mampu melakakan perubahan perabahan dunia yang luar biasa. Eksistensi 4 sifat ini merupakan manifestasi kesempurnaan manusia dari tiga sisi (1) akal budi, (2) jiwa/rasa dan (3) akhlaq atau dengan meminjam istilah yang lebih keren "thinking, feeling and action.8 Melalui empat (4) sifat mulia ini, manusia dijamin menjadi tangguh, kuat secara fisik dan psikologinya (sehat otaknya, sehat hatinya dan sehat badannya). Keempat sifat yang dimiliki oleh Nabi SAW ini sudah lama dilirik oleh banyak pakar dan dijadikan acuan bagi ranah tujuan pendidikan sebagaimana digambarkan oleh Bloom menjadi tiga (3) ranah, yaitu kognitif, afektif, dan psikomotorik.

Sudah barang tentu dampak positif dari nilai karakter luhur diatas, akan membentuk manusia bermartabat yang memiliki kesadaran diri sebagai hamba Allah dan sebagai bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Oleh karena itu, aktualisasi dari emapt (4) sifat atau akhlak mulia yang dimiliki Nabi SAW yang menjadi rujukan atau teladan bagi ummat manusia dibagi dalam tiga (3) domain pilar karakter atau akhlak, yaitu (1) akhlak terhadap Tuhan, (2) akhlak terhadap alam, dan (3) akhlak terhadap sesama insan. Melalui keteladanan Nabi SAW akan melahirkan manusia yang memiliki integritas, matang, mantap, serta dewasa secara personal maupun sosial. Hal ini berarti melalui sifat Sidiq (jujur) dan Fathonah (cerdas) akan tercermin manusia yang berkualitas secara personal, sedangkan melalui sifat Tabligh (kecakapan komunikasi) dan sifat Amanah (tanggungjawab) akan tercermin manusia yang berkualitas secara sosial9.

Manifestasi dari kedua aspek kematangan tersebut (kematangan personal dan sosial) yang merupakan inti nilai-nilai yang dirujuk dari sosok manusia pilihan (Nabi Muhammad SAW) sang pembawa risalah dari Allah (Rasulullah) menjadi inspirasi pendidikan karakter di negara kita yang turunan nilai-nilai tersebut diuaraikan menjadi 18 butir indikator nilai pendidikan karakter yang menjadi isu hangat dalam pendidikan kita dewasa ini, yaitu sebagai berikut:

8 Rukiyati, 2013. Urgensi Pendidikan Karakter Holistik .... h. 200

9 Mulyono Abdurrahman, 2003. Pendidikan bagi Anak Berkesulitan Belajar, (Jakarta: Rineka

Cipta). h. 86

Page 55: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 48

Fondasi Aspek Sifat Luhur Nilai Karakter Nilai Turunan

RELIGIUS

Personal

1. Sidiq (jujur)

2. Fathonah (cerdas)

Jujur, Rasa ingin tahu, kreatif, menghargai prestasi, senang membaca

Jujur: yakin, iman & taqwa, menghargai diri sendiri, tulus, sportif.

Fathonah: kreatif, inovatif, kritis, inisiatif, produktif, disiplin, teliti, visioner, problem solver, mandiri.

Sosial

3. Tabligh (cakap berkomunikasi) = Peduli

4. Amanah (Tanggung jawab)

Bersahabat/komunikatif, demokratis, toleran, semangat kebangsaan, cinta tanah air, cinta damai, peduli sosial, peduli lingkungan, tanggungjawab, Kerja keras, mandiri.

Tabligh: peduli, kasih sayang, perhatian, simpati, empati, suka menolong, pandai bersyukur, sabar, homuris, ramah, rapi, responsif.

Amanah: tegas, teguh pendirian, kompetitif, dinamis, waspada, rajin, cekatan.

Paradigma terhadap Matematika

Matematika belum sepenuhnya dipandang sesuatu yang positif oleh sebagian kalangan, baik kalangan orang tua, guru dan murid/siswa. Pandangan atau paradigma yang kurang tepat tersebut sering dikonotasikan bahwa matematika sebagai ilmu hitung dan ilmu tentang bilangan yang dampaknya berakibat kurang diminati karena dianggap hanya urusan dunia dan jauh dari urusan akhirat. Sehingga kondisi ini menyebabkan muncul stigma bahwa matematika dianggap mata pelajaran yang sulit, kurang disukai, kajiannya dianggap kering dan jauh dari nilai rohaniyah atau agama. Sehingga banyak kalangan dengan paradoks enggan mendalami dan menguasai matematika dengan alasan bahwa ilmu matematika bukan ilmu pengetahuan yang diperintahkan oleh Allah SWT untuk dipelajari karena dianggap kurang memiliki muatan nilai-nilai akhlak, syariat dan tauhid.

Sesungguhnya apabila kita cermati dan menyimak secara seksama ayat 1-5 pada surat Al-alaq di atas, kalimat „iqra‟ dan „allamal insaana maalam ya‟lam ini berarti juga Allah memerinthkan membaca dan mengajarkan kepada manusia terhadap ada yang mereka tidak ketahui. Menurut Quraish Shihab bahwa makna iqra‟ bukan hanya berarti membaca secara harfiah, namun juga bisa berarti mengkaji, menganalisis, berhitung, mencatat, mendata, menghimpun, menelaah

Page 56: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 49

ciri-cirinya, menentukan rumusnya dan sebagainya10, sehingga melalui aktifitas tersebut manusia tidak hanya dapat memahami fenomena alam ciptaan-Nya termasuk memahami posisi dirinya sebagai hamba akan tetapi juga tumbuh keyakinan (melalui membaca) terhadap kekuasaan Tuhannya. Dengan kata lain berdasarkan pendapat di atas, bahwa mempelajari, menguasai matematika merupakan aksi nyata dari iqra‟ sebagaimana diisyaratkan dalam Al-Qur‟an pada surat al-„alaq ayat 1-5 tersebut.

Pandangan para ahli tentang Matematika Banyak ahli yang memberikan pengertian matematika baik secara umum

maupun secara khusus. Hudojo menyatakan bahwa matematika merupaka ide-ide abstrak yang diberi simbol-simbol itu tersusun secara hirarkis dan penalarannya dedukti, sehingga belajar matematika itu merupakan kegiatan mental yang tinggi11. Sedangkan Hollands dalam kamus matematikanya menyatakan bahwa matematika dipandang sebagai ilmu tentang logika mengenai bentuk, susunan, besaran dan konsep-konsep berhubungan lainnya dengan jumlah yang banyak yang terbagi ke dalam tiga bidang, yaitu aljabar, analisis dan goemetri12. Berdasarkan kedua pendapat tersebut berarti matematika dapat memainkan peran dalam beraktifitas atau bertindak melalui kegiatan berpikir dan bernalar serta kemahiran mengkomunikasikannya.

Berbeda dengan beberapa pandangan di atas mengatakan bahwa matematika sebagai salah satu cara untuk menemukan jawaban terhadap masalah yang dihadapi manusia; suatu cara menggunakan informasi, menggunakan pengetahuan tentang bentuk dan ukuran, menggunakan pengetahuan tentang menghitung, dan yang paling penting adalah memikirkan dalam diri manusia itu sendiri dalam melihat dan menggunakan hubungan-hubungan13. Sedangkan menurut Soejadi bahwa matematika dikenal sebagai ilmu dedukatif, karena setiap metode yang digunakan dalam mencari kebenaran adalah dengan menggunakan metode deduktif, sedang dalam ilmu alam menggunakan metode induktif atau eksprimen14. Namun demikian dalam matematika seringkali ditemukan untuk mencari kebenaran tersebut bisa dimulai dengan cara induktif, jika benar untuk semua keadaan harus bisa dibuktikan secara deduktif, karena dalam matematika sifat, teori/dalil belum dapat diterima kebenarannya sebelum dapat dibuktikan secara deduktif. Oleh karenanya matematika dapat memberikan kontribusi dalam mengahadapi masalah, tantangan, problema-problema kehidupan serta membarikan jalan yang efektif untuk menemukan cara menyelesaikannya.

Pendapat senada juga diungkapkan oleh Suherman bahwa matematika mempelajari tentang keteraturan, tentang struktur yang terorganisasikan, konsep-konsep matematika tersusun secara hirarkis, berstruktur dan sistematika, mulai

10 M. Quraish Shihab, 1994. Membumikan Al-Qur‟an; fungsi dan Peran wahyu dalam Kehidupan Masyarakat, Bandung: Mizan. h 167 11

Hudojo, Herman, 1990. Strategi Belajar Mengajar Matematika, (Malang: IKIP), h. 41 12

Hollands, Roy, 1993. A Dictionary Of Mathematics. Penerjemah Naipospos Hutauruk. (Jakarta: Erlangga), h. 9 13

Mulyono Abdurrahman. Pendidikan bagi Anak ...., h. 95 14

Soedjadi, R. 2000. Kiat Pendidikan Matematika di Indonesia, (Jakarta: Direktorat Jendral Pendidikan Nasional), h. 56

Page 57: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 50

dari konsep yang paling sederhana sampai pada konsep paling kompleks.15 Lebih lanjut beliau mengungkapkan keabstrakan dari objek dasar matematika yang dipelajari, sehingga aktifitas bermatematika memerlukan aktifitas mental yang tinggi (aktifitas pikiran dan perasaan). Adapun objek dasar tersebut meliputi: 1) Konsep, merupakan suatu ide abstrak yang digunakan untuk menggolongkan

sekumpulan obejk. Misalnya, segitiga merupakan nama suatu konsep abstrak. Dalam matematika terdapat suatu konsep yang penting yaitu “fungsi”, “variabel”, dan “konstanta”. Konsep berhubungan erat dengan definisi, definisi adalah ungkapan suatu konsep, dengan adanya definisi seseorang dapat membuat ilustrasi atau gambar atau lambing dari konsep yang dimaksud.

2) Prinsip, merupakan objek matematika yang komplek. Prinsip dapat terdiri atas beberapa konsep yang dikaitkan oleh suatu relasi/operasi, dengan kata lain prinsip adalah hubungan antara berbagai objek dasar matematika. Prinsip dapat berupa aksioma, teorema dan sifat.

3) Operasi, merupakan pengerjaan hitung, pengerjaan aljabar, dan pengerjaan matematika lainnya, seperti penjumlahan, perkalian, pengurangan, pembagian, gabungan, irisan dan sebagainya. Dalam matematika dikenal macam-macam operasi yaitu operasi unair, biner, dan terner tergantung dari banyaknya elemen yang dioperasikan. Penjumlahan adalah operasi biner karena elemen yang dioperasikan ada dua, tetapi akar bilangan adalah merupakan operasi unair karena elemen yang dioperasika hanya satu.

Tujuan Pembelajaran Matematika

Pembelajaran merupakan perpaduan dari dua aktivitas guru (pengajar) dan aktivitas siswa (pebelajar). Dalam aktivitas pembelajaran ini guru mengupayakan terciptanya jalinan komunikasi yang baik antara dirinya dan siswa. Jalinan komunikasi ini menjadi indikator suatu aktivitas atau proses pembelajaran yang berlangsung dengan baik. Matematika sebagai salah satu bidang studi yang diajarkan di sekolah (SD-SMP-SMA) mempunyai tujuan tersendiri yang disebut tujuan kurikuler matematika. Alangkah bijaknya jika terlebih dahulu kita harus memahami makna dan fungsi mempelajari matematika seperti dikemukakan oleh Nasution berikut ini16: 1) Matematika dapat digunakan untuk mengetahui gejala-gejala alam. 2) Dengan penggunaan metode matematika dapat diperhitungkan segala sesuatu

dalam pengambilan keputusan. 3) Matematika penting sebagai sains untuk perkembangan budaya bangsa. 4) Matematika dapat digunakan dalam lapangan kerja. 5) Matematika dapat menyampaikan ide-ide secara benar, tepat dan jelas kepada

orang lain. Berdasarkan uraian di atas, untuk mempertahankan dan meningkatkan

kualitas hidup dan kehidupan di dunia ini seyogyanya harus menyesuaikan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Oleh karena itu siswa diharapkan memiliki kemampuan menyeleksi (memilah dan memilih), memperoleh dan 15

Erman Suherman. dkk. 2001. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer, (Bandung: Jica), h. 145

16 Nasution, A. H. 1982. Landasan Matematika. (Jakarta Bhatara Karya Aksara), h. 9

Page 58: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 51

mengelola informasi untuk siap dan mampu bertahan dalam keadaan yang selalu berubah. Kemampuan tersebut memerlukan energi yang kuat yang berupa energi berpikir kritis, logis, kratif, sistematis, dan kemamuan bekerja sama secara efektif. Dengan demikian, maka tugas seorang guru harus terus dikembangkan kapasitasnya seiring mengikuti perkembangan sains dan teknologi, meningkatkan keterampilan matematika dan selalu berusaha kreatif dalam pembelajaran yang dilakukan sehingga dapat membawa siswa ke arah yang diinginkan.

Berdasarkan Permendiknas No. 22 Tahun 2006, mata pelajaran matematika bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan berikut17: 1) Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan

mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah.

2) Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika

3) Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh

4) Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah

5) Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.

Melatihkan cara berpikir dan bernalar melalui pembelajaran matematika

merupakan sesuatu yang sangat berharga. Menurut Soedjadi bahwa salah satu karakteristik matematika adalah berpola-pikir deduktif yang bersifat formal yang penekanannya pada penalaran18. Berpikir dan bernalar merupakan inti dari belajar matematika, sedangkan dalam kehidupan sehari-hari berpikir dan bernalar digunakan sebagai wahana untuk menyelesaikan permasalahan yang dihadapi setiap umat manusia. Dengan demikian tidak dapat dipungkiri bahwa pembelajaran matematika berfungsi membantu dalam menyelesaikan berbagai persoalan mulai dari yang sederhana dilingkungan kita hingga persoalan-persoalan yang lebih besar yaitu persoalan bangsa. Berdasarkan karakteristik yang terkandung dalam matematika yang abstraks dan bersifat deduktif, maka dalam penyajian pembelajaran matematika terutama pada jenjang SD dan SMP masih diperlukan pola pikir induktif, sedangkan jenjang sekolah menengah penggunaan pola pikir induktif dalam penyajian suatu topik sudah semakin dikurangi menuju pola pikir yang lebih tinggi yaitu berpikir deduktif. Di samping cara berpikir, dalam proses pembelajaran siswa juga dilatih untuk mengembangkan kreatifitas mereka melalui imajinasi dan intuisi. Hal ini dikarenakan bahwa setiap siswa memiliki kemampuan berbeda-beda dalam memandang suatu permasalahan yang dikembangkan oleh guru, maka guru juga harus mahir dan terampil dalam men-desain bahan ajar untuk memfasilitasi agar siswa dapat belajar secara baik.

17

Departemen Pendidikan Nasional, Kurikulum 2006: Standar Kompetensi Mata Pelajaran Matematrika Sekolah Menengah Atas dan MA, (Jakarta: Depdiknas)

18 Soedjadi, R. 2000. Kiat Pendidikan Matematika di Indonesia,..........., h. 67

Page 59: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 52

Aktivitas guru yang demikian inilah yang disebut dengan pemikiran kreatif yang perlu terus dikembangkan pada kalangan guru.

Berdasarkan penjelasan di atas dapat dimengerti bahwa matematika itu bukan saja dituntut sekedar menghitung, mengahafal rumus-rumus tetapi siswa juga dituntut agar lebih mampu menghadapi berbagai persolan dan masalah yang dihadapi dalam kehidupannya. Persoalan dan pasalah tersebut dapat berupa masalah matematika itu sendiri maupun masalah dalam ilmu lain, serta dituntut suatu disiplin ilmu yang sangat tinggi. Dengan demikian memahami konsep matematika secara mendasar dapat berguna untuk mengahadapi dan menyelesaikan masalah dalam kehidupan sehari-hari. Selain peran matematika mampu memfasilitasi dan mendukung berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi, seperti ilmu fisika, kimia, biologi, pertanian, peternakan, kedokteran, ekonomi, astronomi dan sebagainya yang pada gilirannya ilmu-ilmu tersebut juga dapat diterapkan lebih lanjut di negara kita untuk mengembangkan teknologi, industri, pertambangan dan sebagainya.

Mengingat begitu urgen peran matematika dalam ilmu pengetahuan dan teknologi atau dalam peradaban kehidupan manusia, maka perlu dikaji nilai-nilai yang terkandung didalamnya sebagai acuan untuk menemukan kerangka dalam membangun karakter bangsa melalui pendidikan matematika. Menurut Suwarsono berkaitan dengan nilai-nilai luhur yang terkandung dalam matematika yang dapat dikembangkan melalui pendidikan matematika antara lain19: a) Nilai logis dalam berpikir, b) Nilai cermat, teliti dalam berpikir dan mengambil keputusan, c) Nilai disiplin dalam mentaati aturan-aturan atau kesepakatan yang dibuat, d) Nilai keuletan dan kesabaran dalam mengahadapi tantangan dan persoalan, e) Nilai kemandirian dalam bekerja, f) Nilai kejujuran dalam bertindak, g) Nilai menghargai waktu, h) Nilai demokratis dalam dsikusi dan musyawarah.

Implementasi Penanaman Nilai Matematika dalam Pembelajaran

Beberapa konsep pembelajaran matematika yang dipandang cocok untuk membantu terbentuknya nilai-nilai karakter yang terkandung didalam matematika yang diharapkan memiliki dampak positif dalam membangun karakter suatu bangsa disajikan melalui aktifitas pembelajaran adalah sebagai berikut: 1. Sikap Jujur Sikap jujur ini dapat ditumbuhkan melalui kegiatan berpikir logis yang

bermuara pada suatu nilai kebenaran, misalnya melalui aktifitas berhitung. Operasi hitung seperti penjumlahan, perkalian, pembagian dan pengurangan merupakan salah satu konsep yang dapat di kaitkan dengan karakter kejujuran. Misalnya teknik pembagian bersusun dengan pola sisa yang diposisikan pada tempat yang sesuai, teknik ini memberikan makna pelajaran bagi siswa bahwa sesuatu yang tersisa harus dikembalikan pada tempatnya.

19 Suwarsono, 2011. Peranan Pendidikan matematika dalam meningkatkan daya saing bangsa. Prosiding seminar nasional pendidikan matematika. Makalah disampaikan pada Seminar Nasional Pendidikan Matematika Universitas Negeri Jember tanggal 5 Mei 2011, h. 4

Page 60: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 53

Selain konsep pembagaian ada cara lain dalam menanamkan sifat kejujuran ini, misalnya guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menilai atau mengevaluasi hasil-hasil ulangannya sendiri dengan cara mencocokkan dengan kunci jawaban yang disediakan oleh guru. Aktifitas tersebut memberikan makna bahwa siswa harus belajar bersikap jujur pada diri sendiri.

2. Hidup teratur, disiplin Salah satu konsep matematika yang dapat digunakan untuk mengajarkan disiplin atau hidup teratur adalah konsep barisan. Dengan mengamati beberapa contoh konsep barisan, misalnya barisan bilangan genap (2, 4, 6, 8, 10 ….), barisan Fibonacci (1, 1, 2, 3, 5, 8, 13, …..), barisan kuadrat sempurna (1, 4, 9, 16, 25, ….). Misalnya pada barisan bilangan genap dari satu suku ke suku berikutnya adalah selalu ditambah dua, pada barisan fibonacci sebuah suku adalah merupakan penjumlahan dari dua suku sebelumnya, sedangkan barisan kuadrat sempurna adalah bilangan asli yang terurut yang dikuadratkan. Semua barisan tersebut mempunyai pola yang indah dan teratur. Pola indah dan keteraturan tersebut memberikan makna bahwa siswa harus hidup secara teratur atau dispilin. Selain konsep barisan di atas, juga masih ada konsep lain seperti penggunaan rumus umum suatu luas lingkaran yang dinyatakan sebagai hasil kali dari kuadrat jari-jarinya dengan phi atau dinyatakan secara simbolik 𝐿 = 𝜋𝑟2. Rumus tersebut berlaku untuk sembarang lingkaran dengan ukuran yang beragam. Dengan demikian untuk menanamkan sifat keteraturan barisan dalam kehidupan sehari-hari siswa, kita dapat menggunakan media yang realistik supaya nilai keteraturan tersebut dapat dilihat dan dirasakan oleh siswa secara bermakna.

3. Bersikap adil Sikap adil dapat ditanamkan pada siswa saat pembelajaran matematika pada konsep pembagian atau prosentase. Misalnya setiap siswa diberi tugas untuk mengerjakan beberapa soal. Jika siswa dapat mengerjakan dengan benar soal tersebut maka siswa menghitung prosentase hasil kerjanya, kemudian dapat menghitung reward yang akan diperoleh dari guru tergantung prosentasi hasil kerja yang telah dicapai.

4. Berpikir positif atau tidak berprasangka buruk Salah satu konsep dalam matematika yang dapat digunakan untuk menanamkan prilaku berpikir positif adalah konsep kuadrat. Melalui konsep ini setiap bilangan baik positif maupun negatif jika dikuadratkan hasilnya selalu positif. Selain konsep di atas, konsep nilai mutlak, menentukan jarak, luas, volume yang nilainya selalu positif. Hal ini memungkinkan bahwa siswa dapat memetik makna pembelajaran tersebut diselaraskan dengan perilaku berpikir positif (positive thinking). Misalnya (2)2 = (-2)2 = 4, atau 5 = −5 = 5. Sehingga melalui aktifitas pembelajaran seperti ini guru dapat menanamkan prilaku selalu berpikir positif. Artinya pada setiap peristiwa pasti memiliki hikmah dibalik peristiwa tersebut (baca: husnudlon pada Allah).

5. Sikap konsisten Obyek dalam matematika meliputi, fakta, konsep, prinsip, dan operasi. Fakta merupakan konvensi-konvensi atau simbol yang telah disepakati,

Page 61: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 54

misalnya bilangan tiga disembolkan dengan 3, factorial disimbolkan dengan ! sedangkang 3! Berarti 3.2.1=6. Dengan demikian secara umum jika n! = n(n-1)(n-2)....3.2.1. Konsep adalah ide abstrak yang dapat digunakan untuk menggolongkan atau mengklasifikasikan obyek, biasanya dinyatakan dalam bentuk definisi atau pengertian suatu objek, misalnya konsep segitiga, konsep himpunan, konsep bilangan dan lainnya. Prinsip adalah gabungan dari beberapa konsep yang saling terkait, misalnya teorema atau lemma. Sedangkan operasi adalah aturan untuk menghasilkan obyek tunggal dari beberapa obyek yang diketahui. Sejauh ini dalam kajian fakta, konsep, prinsip maupun operasi disusun sedemikian rapi sehingga tak satupun bertentangan antara satu dengan yang lainnya. Masing-masing selalu konsisten dan sifat inilah yang dapat kita tanamkan kepada siswa.

6. Ulet dan tangguh Sifat ini ditanamkan dengan memberikan penjelasan pada siswa bahwa setiap masalah atau soal dalam matematika yang disajikan selalu memiliki solusi dan siswa dilatih, dibimbing untuk selalu berusaha mencari solusi dari soal tersebut. Sifat pentang menyerah dalam mengerjakan soal-soal tersebut lambat laun akan tertanam dalam diri siswa sehingga akan membentuk pribadi yang tangguh dalam mengahadapi berbagai persoalan yang ada.

7. Karakter lainnya Selain karakter-karakter mulia diatas, melalui ide kreatif seorang guru juga dapat menanamkan sifat-sifat mulia lainnya, seperti sifat menghargai pendapat orang lain dan sikap demokratis melalui sajian soal yang dirancang dengan banyak solusi (open ended approach) atau memberikan kesempatan pada diri siswa untuk membuat soal sendiri yang diajukan pada guru atau dijawab sendiri (problem posing approach) atau dengan cara memberikan tugas untuk melukis konsep tertentu disesuaikan dengan topik yang memungkinkan siswa melibatkan perasaan (feeling), suasana hati mereka dalam aktifitas bermatematika dan memiliki pandangan positif (menghargai) terhadap matematika.

Aplikasi Membelajarkan Nilai-nilai matematika menurut Al-Qur’an. Alangkah bijaknya apabila dalam proses pembelajaran matematika yang

syarat dengan nilai-nilai akhlak, budi pekerti dapat terjadi akibat adanya interaksi guru-siswa (baca: centered teacher atau centered student) selain didasarkan pada teori-teori belajar yang sudah dibakukan dan dibuktikan cocok untuk dilakukan melalui hasil research sendiri maupun hasil research orang lain juga perlu mengingat apa yang dipesankan oleh sang pencipta yakni Allah SWT melalui kitab suci Al-Qur‟an yang memberikan ibrah pada kita sebagai guru dalam konteks pembelajaran yaitu termaktub dalam surah Al-Nahl ayat 125 (QS:16:125) yang berbunyi20:

20 Al-Qur‟an Al Karim dan terjemahannya, surah An-Nahl ayat 125

Page 62: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 55

Yang artinya: serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.

Dan pada ayat lain termaktub dalam surah Al-Ahzab ayat 21 (QS: 33:21) yang berbunyi21:

Yang artinya: Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah.

Berdasarkan dua ayat di atas, terdapat dua pesan utama dalam mensukseskan keberlangsungan proses transformasi nilai karakter dalam proses pembelajaran secara umum (termasuk dalam pembelajaran matematika), yaitu (1) mauidloh hasanah, dan (2) uswatun hasanah. Istilah mauidloh hasanah dapat diartikan tutur kata yang baik, memberi motivasi dan semangat, memberi harapan, mungkin cara memilih metode, strategi, pendekatan yang cocok, disesuaikan dengan tingkat perkembangan fisik dan psikologi peserta didik. Sedangkan uswatun hasanah dapat diartikan sebagai suri teladan berupa perilaku atau akhlak yang baik sehingga dapat ditirukan oleh siswa. Sebagai contoh ketepatan dalam memilih dan menyajikan contoh-contoh, media yang tepat dan alat peraga sesuai karakter topik yang sedang dipelajari. Selanjutnya apabila dua istilah di atas dapat diaplikasikan secara simultan dalam pelajaran matematika, maka tidak mustahil gambaran ideal lahirnya insan-insan yang berbudi pekerti luhur dapat diraih melalui pembelajaran matematika. PENUTUP

Matematika bukanlah ilmu hitung semata, melainkan merupakan ilmu yang berkaitan erat dengan objek, fakta, fenomena, pola, dan bentuk dan sebagainya, sehingga menumbuhkan energi untuk berpikir dan bernalar secara logis, kritis dan kreatif. Oleh karenanya matematika hadir dan disajikan agar siswa lebih mampu menghadapi berbagai masalah, problema dan tantangan dalam hidup dan kehidupan masa kini maupun masa mendatang, baik masalah tersebut terkait dengan matematika itu sendiri maupun masalah yang berhubungan dengan ilmu lainnya. Banyak nilai-nilai matematika yang mungkin dapat dikembangkan melalui pembelajaran di kelas sehingga menumbuhkan karakter positif bagi siswa, seperti nilai jujur, teratur, disiplin, keindahan, tangguh, demokratis, konsisten, adil, sikap positif, dan lain-lain yang kesemuanya sangat memungkinkan mampu 21 Al-Qur‟an Al karim dan terjemahannya, surah Al-Ahzab ayat 21.

Page 63: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 56

memberikan kontribusi dalam membangun terbentuknya karakter generasi bangsa yang kuat sehingga keberadaan bangsa memiliki martabat yang diakui dan dihargai dalam pergaulan antar bangsa-bangsa di dunia. DAFTAR RUJUKAN Al-Qur‟an Al Kariem dan terjemahnya

Departemen Pendidikan Nasional, Kurikulum 2004: Standar Kompetensi Mata Pelajaran Matematrika Sekolah Menengah Atas dan MA, (Jakarta: Depdiknas)

Departemen Pendidikan Nasional, Kurikulum 2006: Standar Kompetensi Mata Pelajaran Matematrika Sekolah Menengah Atas dan MA, (Jakarta: Depdiknas)

Direktorat Jenderal Dikti Kemendiknas, 2010. Grand desain Pendidikan Karakter, arah serta Tahapan dan Perioritas Pendidikan Karakter bangsa tahun 2010-2015.

Erman Suherman. dkk. 2001. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer, (Bandung: Jica).

Gufron, Anik. 2010. Integrasi Nilai-nilai Karakter Bangsa pada Kegiatan Pembelajaran. Cakrawala Pendidikan. Th XXIX, edisi Dies.

Herma Hudojo, 1990. Strategi Belajar Mengajar Matematika, (Malang: IKIP). Hollands, Roy. 1993. A Dictionary Of Mathematics. Penerjemah Naipospos

Hutauruk. (Jakarta: Erlangga).

Maksudin, 2013. Pendidikan Karakter Nondikotomik; (Upaya Membangun Bangsa Indonesia Seutuhnya). Jurnal Pendidikan Karakter. Tahun III, Nomor 2, Juni 2013.

Mulyono Abdurrahman, 2003. Pendidikan bagi Anak Berkesulitan Belajar, (Jakarta: Rineka Cipta)

Miskawaih, lbn. 1999. Menuju Kesempurnaan Akhlak: Buku Dasar Pertama tentang Filsafat Etika. Penerjemah Helmi Hidayat. (Bandung. Mizan)

Nasution, A. H. 1982. Landasan Matematika. (Jakarta Bhatara Karya Aksara).

Rukiyati. 2013. Urgensi Pendidikan Karakter Holistik Komprehensif di Indonesia. Jurnal Pendidikan Karakter. Tahun III, Nomor 2, Juni 2013.

Shihab, M. Quraish, 1994. Membumikan Al-Qur‟an; fungsi dan Peran wahyu dalam Kehidupan Masyarakat, Bandung: Mizan.

Soedjadi, R. 2000. Kiat Pendidikan Matematika di Indonesia, (Jakarta: Direktorat Jendral Pendidikan Nasional)

Sudarsono, S. 2010. Karakter Mengantar Bangsa: dari Gelap menuju Terang. Jakarta: Elex Media Komputindo.

Suwarsono, St. 2011. Peranan Pendidikan matematika dalam meningkatkan daya saing bangsa. Prosiding seminar nasional pendidikan matematika.

Page 64: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 57

Makalah disampaikan pada Seminar Nasional Pendidikan Matematika Universitas Negeri Jember tanggal 5 Mei 2011.

Page 65: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 58

PROSES BERPIKIR REFLEKTIF GURU SD DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA

Agustan S.

Fakultas Ilmu Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Makassar

e-mail: [email protected]

ABSTRAK

Untuk menciptakan pembelajaran matematika yang efektif diperlukan kemampuan guru untuk berpikir reflektif dalam pembelajarannya sehingga memiliki keterampilan dalam menyelesaikan atau memecahkan masalah yang terkait dengan pembelajaran matematika di kelasnya.Untuk mencapai tujuan tersebut, diperlukan suatu penanganan proses pembelajaran matematika yang baik dan bertumpu pada suatu fenomena dimana menerapkan pembelajaran yang mengasah kemampuan berpikir siswa dan merupakan aspek strategis dalam meningkatkan kualitas pembelajaran yang berorientasi pada pencapaian hasil yang standar. Keterampilan yang memungkinkan untuk menangani proses pembelajaran matematika di atas adalah keterampilan berpikir reflektif, karena berpikir reflektif suatu tipe berpikir tingkat tinggi yeng bersifat aktif, berkelanjutan dan teliti terhadap keyakinan yang didasari oleh pengetahuan. Keterampilan berpikir ini dapat berkembang dalam situasi dimana peserta didik digerakkan untuk berpikir terhadap permasalahan atau fenomena yang ada di alam, pembelajaran diberikan mendorong rasa ingin tahu dan memperlihatkan keterkaitan antara materi pembelajaran serta pembelajaran berlangsung dalam komunitas dengan interaksi belajar maupun sosial. Beberapa lembaga pendidikan dan pengembangan profesional guru telah melakukan pembelajaran alternatif untuk meningkatkan keterampilan berpikir reflektif yang bermanfaat bagi mahasiswa calon guru. Manfaat tersebut dapat dirasakan selama menjadi mahasiswa dan setelah mahasiswa menyelesaikan pendidikan di LPTK.

Kata Kunci: Berpikir Reflektif, Pembelajaran Matematika PENDAHULUAN

Perkembangan ilmu di bidang sains dan teknologi sangat pesat yang menuntut hadirnya individu-individu yang kreatif, beretos kerja tinggi, profesional dan memiliki kepedulian dan kepekaan terhadap masalah-masalah yang timbul dalam masyarakat serta memiliki kemampuan dalam mengatasi masalah tersebut. Individu-individu ini hanya dapat terbentuk melalui proses pendidikan, baik pendidikan jalur sekolah maupun jalur luar sekolah.

Salah satu ilmu dasar yang mempunyai peranan penting dalam penguasaan sains danteknologi adalah metematika yang dapat memberikan penataan nalar dan pembentukan sikap mental (Soedjadi, 2007).Ini berarti bahwa sampai batas tertentu matematika perlu dikuasai oleh segenap warga negara Indonesia. Mengingat pentingnya peranan matematika, sudah selayaknyalah penanganan proses pembelajaran matematika harus dilakukan dengan baik.

Salah satu kemampuan yang diperlukan dalam pembelajaran matematika adalah adalah kemampuan berpikir reflektif.Hasil penelitian yang dilakukan oleh Odafe (2008) yang menyatakan bahwa kemampuanberpikir reflektif dapat

Page 66: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 59

diaplikasikan di kelas pada pembelajaran matematika. Berpikir reflektif menurut Dewey suatu tipe berpikir tingkat tinggi yeng bersifat aktif, berkelanjutan dan teliti terhadap keyakinan yang didasari oleh pengetahuan (Fisher, 2008). Keterampilan berpikir ini dapat berkembang dalam situasi yang mendukung. Lipman (2003) menyatakan situasi yang reflektif adalah peserta didik digerakkan untuk berpikir tentang permasalahan atau fenomena yang ada di alam, pembelajaran diberikan mendorong rasa ingin tahu dan memperlihatkan keterkaitan antara materi pembelajaran serta pembelajaran berlangsung dalam komunitas dengan interaksi belajar maupun sosial.

Beberapa lembaga pendidikan dan pengembangan profesional guru telah melakukan pembelajaran alternatif untuk meningkatkan keterampilan berpikir reflektif yang bermanfaat bagi mahasiswa calon guru. Manfaat tersebut dapat dirasakan selama menjadi mahasiswa dan setelah mahasiswa menyelesaikan pendidikan di LPTK (Lee, 2005).

Saat ini berpikir reflektif adalah hal yang sangat menarik untuk dikaji. Hal ini sesuai dengan penelitian Lim (2011) dan Amidu (2012) yang menyatakan bahwa berpikir reflektif telah menjadi isu yang paling menonjol pada berbagai literatur, secara khusus pada pendidikan profesi guru.Berkaitan dengan hal tersebut, maka lembaga pendidikan yang menciptakan tenaga pengajar atau guru harus dapat menciptakan guru yang mampu berpikir reflektif.Hal senada yang dikemukakan oleh Goodell (2000) dan Ville (2010)menyatakan bahwa salah satu tujuan dari lembaga pendidikan dan tenaga kependidikan atau LPTK adalah menciptakan guru yang bertanggung jawab dan mampu berpikir reflektif.

Berpikir reflektif yang dilakukan oleh guru bertujuan untuk mencapai target belajar dan menghasilkan pendekatan pembelajaran baru yang berdampak langsung pada proses belajar. Lebih jauh dijelaskan bahwa proses berpikir reflektif dapat digunakan oleh guru, mahasiswa calon guru dan siswa dalam proses belajar dan pembelajaran termasuk dalam penyelesaian masalah matematika (Gurol, 2011).Oleh karena itu, disarankan bahwa guruperlu terlibat dalam berpikir reflektif dan tidak hanya mempelajari ide-ide baru sehingga dapat meningkatkan mutu keprofesionalannya(Rodgers, 2002).

Seorang guru yang terlibat dalam berpikir reflektif akan kritis terhadap proses penyelesaian masalah yang ia lakukan. Hal ini sesuai dengan pendapat Kember (1999) yang menyatakan bahwa berpikir reflektif melibatkan asumsi yang kritis terhadap konten atau proses penyelesaian masalah. Selain itu, guru yang berpikir reflektif dapat menguasai konsep dengan baik.Dimana pendapat tersebut didukung oleh Barrow yang menyatakan bahwa berpikir reflektif pada pemecahan dan penyelesaian masalah membantu seseorang membentuk konsep dan abstraksi-abstraksi dan mengembangkan konsep baru yang pada akhirnya menghasilkan solusi dari masalah yang diberikan (Song, 2006).

Oleh karena itu guru yang profesional adalah guru yang mampu berpikir reflektif dan menguasai konsep dengan baik sehingga dapat menjelaskan materi dengan baik.Hal senada yang dikemukakan oleh Yeo (2008) dan Thames (2006) bahwa seorang guru tidak bisa diharapkan menjelaskan konsep matematika jika tidak memiliki pemahaman yang lengkap tentang konsep matematika yang diajarkan. Dengan kata lain, penguasaan guru terhadap materi pembelajaran (subject matter) menjadi hal yang sangat penting untuk kesuksesan dalam mengajar.

Page 67: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 60

Berdasarkan penjelasan sebelumnya, maka baik definisi maupun pentingnya berpikir reflektif, peneliti menyimpulkan bahwa untuk menciptakan pembelajaran matematika yang efektif diperlukan kemampuan guru untuk berpikir reflektif dalam pembelajarannya sehingga memiliki keterampilan dalam menyelesaikan atau memecahkan masalah yang terkait dengan pembelajaran matematika di kelasnya.

Penulis tertarik melakukan kajian terhadap guru SD dengan pertimbangan pada jenjang ini guru dituntut untuk dapat mempersiapkan peserta didik agar mampu mengikuti pendidikan pada jenjang-jenjang yang lebih lanjut. Hal ini sesuai dengan apa yang disebutkan dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 13 ayat 1 yang berbunyi pendidikan dasar diselenggarakan untuk mengembangkan sikap dan kemampuan serta memberikan pengetahuan dan keterampilan dasar yang diperlukan untuk hidup dalam masyarakat serta mempersiapkan peserta didik yang memenuhi persyaratan untuk mengikuti pendidikan menengah. Selain itu, latar pendidikan dan mata pelajaran yang mereka ajarkan di kelas tidak hanya fokus pada matematika saja, melainkan juga pada beberapa mata pelajaran. HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada dasarnya, proses pembelajaran merupakan rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh guru dan siswa dalam kegiatan pengajaran dengan menggunakan sarana dan fasilitas pendidikan yangada untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan dalam kurikulum. Djamarah (2006: 79) menyatakan bahwa ada tiga tahapan yang haris dilakukan oleh guru dalam proses pembelajaran yaitu (a) persiapan/perencanaan, (b) pelaksanaan dan (c) penilaian/evaluasi.

Pembelajaran matematika bagi para siswa merupakan pembentukan pola pikir dalam pemahaman suatu pengertian maupun dalam penalaran suatu hubungan diantara pengertian-pengertian itu. Dalam pembelajaran matematika, para siswa dibiasakan untuk memperoleh pemahaman melalui pengalaman tentang sifat-sifat yang dimiliki dan yang tidak dimiliki dari sekumpulan objek (abstraksi). Siswa diberi pengalaman menggunakan matematika sebagai alat untuk memahami atau menyampaikan informasi misalnya melalui persamaan-persamaan, atau tabel-tabel dalam model-model matematika yang merupakan penyederhanaan dari soal-soal cerita atau soal-soal uraian matematika lainnya.

NCTM(National Council of Teachers of Mathematics)(2000) merekomendasikan 4 (empat) prinsip pembelajaran matematika, yaitu: a.Matematika sebagai pemecahan masalah. b.Matematika sebagai penalaran. c.Matematika sebagai komunikasi, dan d.Matematika sebagai hubungan

Matematika perlu diberikan kepada siswa untuk membekali mereka dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif serta kemampuan bekerjasama. Standar Isi dan Standar Kompetensi Lulusan (Depdiknas, 2006:346) menyebutkan pemberian mata pelajaran matematika bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut. a) Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antara konsep dan

mengaplikasi konsep atau logaritma secara luwes, akurat, efisien dan tepat dalam pemecahan masalah.

Page 68: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 61

b) Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika.

c) Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model, dan menafsirkan solusi yang diperoleh.

d) Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk menjelaskan keadaan/masalah.

e) Memiliki sifat menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu: memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam pelajaran matematika serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.

Jadi dalam kajian ini yang dimaksud dengan pembelajaran matematika merupakan rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh guru dan siswa di dalam kelas pada kegiatan pengajaran matematika dengan menggunakan sarana dan fasilitas pendidikan yangada di sekolah untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan dalam kurikulum.

Solso (1995) mendefinisikan berpikir sebagai proses menghasilkan representasi mental baru (original) melalui transformasi informasi yang melibatkan interaksi kompleks antara atribut-atribut mental yang mencakup pertimbangan, abstraksi, penalaran dan pemecahan masalah logis. Definisi tersebut memberikan gambaran bahwa berpikir dimulai dengan adanya informasi yang diterima, kemudian informasi tersebut diolah dalam pikiran untuk menciptakan suatu keputusan.Salah satu jenis berpikir yang diungkapkan oleh Soedjadi (2007:21) adalah berpikir reflektif.

Dalam beberapa tahun terakhir berpikir reflektif menjadi istilah yang sangat populer dalam dunia pendidikan.Saat ini berpikir reflektif telah menjadi isu yang paling menonjol pada berbagai literatur, secara khusus pada pendidikan profesi guru (Lim,2011; Amidu, 2012). Karena banyak alasan, para pendidik lebih tertarik mengajarkan keterampilan-keterampilan berpikir dengan berbagai cara daripada mengajarkan informasi dan isi (konten) dari materi.

Menurut Dewey dalam Fisher (2008), iamendefinisikan berpikir reflektif

sebagai berikut:

“Reflective thinking is active, persistent, and careful consideration of any belief or suppose from of knowledge in the light of the grounds that support it and the conclusion to which it tends”.

Berpikir reflektif adalah pertimbangan yang aktif, terus-menerus, dan teliti

mengenai sebuah keyakinan ataupun bentuk pengetahuan yang diterima begitu saja dipandang dari sudut alasan-alasan yang dapat mendukung kebenaran keyakinan tersebut hingga menuju pada suatu kesimpulan yang menjadi kecenderungan akan kebenaran keyakinan tersebut (Fisher, 2008).

Dari definisi di atas dapat dijelaskan bahwa berpikir reflektif adalah proses berpikir yang bersifat aktif terus menerus, gigih dan mempertimbangkan dengan seksama tentang segala sesuatu yang diyakini akan kebenarannya.Sedangkan Diana (2009) menyatakan 3 (tiga) atribut dari definisi berpikir reflektif yaitu: tindakan (1) kualitas pembelajaran, (2) kemampuan untuk melakukan tindakan

Page 69: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 62

yang tepat dalam memecahkan masalah, dan (3) kemampuan untuk memodifikasi pemikiran untuk tindakan masa depan.

Dewey menjelaskan terdapat lima aspek yang terkait dengan berpikir reflektif yaitusuggestions, intellectualization, hypotheses, reasoning, and testsofhypotheses by actions. Penjelasan dari kelima aspek tersebut digambarkan pada tabel berikut.

Tabel 1 Kriteria Berpikir Reflektif menurut Dewey dalam (Rosen, 1982; Roh, K & Lee, Y, 2010)

Indikator Deskriptor

Suggestions (saran) - Memikirkan kecenderungan solusi yang mungkin dari masalah yang dihadapi

Intellectualization(Intelektualisasi)

- Mencoba untuk menangani dengan menganalisis dan menyelidiki kesulitan dan kebingungan yang dirasakan (pengalaman langsung) terhadap masalah yang dipecahkan,

- Mencoba untuk menemukan dan mengetahui pertanyaan dimana jawaban dari pertanyaan tersebut harus dicari atau ditemukan.

Hypotheses(Penggunaan satu saran)

- Menggunakan saran-saran sebagai ide untuk menghubungkan uraian-uraian hasil analisisnya satu sama lain

- Mengumpulkan berbagai kemungkinan analisis tersebut sebagai hipotesis untuk menginisiasikan dan membimbing pengamatan dan operasi-operasi lain dalam mengumpulkan materi yang faktual.

Reasoning(Elaborasi mental)

- Menimbang ide atau perkiraan (penalaran, pada pemahaman dimana penalaran merupakan bagian dari suatu kegiatan menyimpulkan) untuk menyelesaian masalah yang dihadapi.

Testsofhypotheses(Menguji hipotesis)

- Mencoba mempraktekkan salah satu kemungkinan penyelesaian yang dipandang yang terbaik melalui tindakan atau imaginasi yang jelas.

Berdasarkan beberapa penjelasan tentang definisi berpikir reflektif di atas, maka dalam penelitian ini yang dimaksud dengan berpikir reflektif yaitu aktivitas mental seseorang untuk memberdayakan pengalaman dan pengetahuan lalu yang dimilikinya untuk mengidentifikasi masalah dan memecahkan masalah dalam pembelajaran matematika.

Lee (2005) dalam penelitiannya menjelaskan terdapat empat komponen yang perlu diperhatikan terkait dengan berpikir reflektif yaitu (1) sikap (attitude), (2) proses, (3) konten (isi) dan (4) tingkat kedalaman berpikir reflektif. Berikut ini akan diuraikan dari keempat komponen berpikir reflektif tersebut lebih detail. (1) Sikap (attitude)

Page 70: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 63

Yara (2009: 364) mengartikan sikap sebagai konsep yang memperhatikan cara seorang individu berpikir, bertindak, dan bertingkah laku. Sikap mempunyai pengaruh yang serius untuk siswa, guru, kelompok sosial yang berhubungan dengan individu siswa dan seluruh sistem di sekolah.Sikap dibentuk sebagai hasil dari beberapa pengalaman belajar.Sikap juga dapat dibentuk secara sederhana dengan mengikuti contoh atau pendapat orang tua, guru, dan teman.Perubahan atau peniruan sikap juga dapat dibentuk dari situasi pembelajaran.Dalam hal ini, siswa mencontoh dari sifat guru untuk membentuk sikap mereka.

WalterDick (1990) mendefinisikan sikap sebagai berikut: Attitudes are tendency to make particular choices or decision to act under particular circumstance.

Calchoun & Acocella (1990) dalam Sobur (2011) mendefinisikan sikap sebagai berikut:

An attitude is a cluster of ingrained beliefs and feelings about certain object and a predispotition to act toward that object in a certain way.

Berdasarkan beberapa definisi di atas tentang sikap, dalam kajian ini yang dimaksud dengan sikap adalah kecenderungan bertindak, berpikir, berprilaku, berpresepsi, merasa dalam menghadapi objek, ide, situasi dalam pembelajaran matematika. Sikap bukan merupakan prilaku, tetapi kecenderungan untuk berprilaku dengan cara tertentu terhadap objek sikap. Objek sikap bisa berupa orang, benda, tempat, gagasan, situasi atau kelompok.

Dengan demikian sikap yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah sikap ketika guru SD mengajarkan matematika mulai dari mempersiapkan RPP sampai pada tahap evaluasi yang dilakukan dalam proses pembelajaran matematika.

(2) Proses berpikir reflektif

Dewey (Roh, K & Lee, Y, 2010) mengemukakan bahwa terdapat enam fase dalam berpikir reflektif yaitu: a) An experience(pengalaman) b) Spontaneous interpretation of the experience (interpretasi spontanitas

terhadap pengalaman). c) Naming the problem or question that arise out of the experience

(menyebutkan masalah atau pertanyaan yang muncul berdasarkan pengalaman)

d) Generating possible explanations for the problem or question posed (membangun atau menyusun penjelasan-penjelasan yang mungkin dari masalah atau pertanyaan-pertanyaan yang diberikan).

e) Ramifying the explanation into full-blown hypotheses (memberikan penjelasan-penjelasan kedalam bentuk hipotesis yang jelas).

f) Experimenting or testing the selected hypotheses (memperaktekankan atau mengetes/menguji hipotesis yang dipilih).

Sedangkan menurut Lee (2008) terdapat lima fase berpikir reflektif yaitu: a) Problem context (identifikasi masalah)

Page 71: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 64

b) Problem definition (membatasi atau mendefinisikan masalah) c) Seeking possible solution (mencari solusi yang mungkin) d) Experimentation (memperaktekkan salah satu kemungkinan pemecahan

masalah atau solusi yang terbaik dilakukan) e) Evaluation (mengevaluasi/menguji) f) Acceptance/rejection (menerima atau menolak)

Sementara itu Rodgers (2002) mengemukakan bahwa terdapat empat fase pada proses berpikir reflektif sebagai berikut: a) Presence to experience (menghadirkan pengalaman) b) Descripton of experience (mendeskripsikan pengalaman) c) Analysis of experience (menganalisis pengalaman) d) Intelligent action/experimentation (memperaktekkan salah satu

kemungkinan pemecahan masalah yang terbaik). Berdasar beberapa pendapat sebelumnya, maka proses berpikir reflektif

dapat digambarkan pada tabel berikut:

Tabel 2 Perbandingan Pengertian Proses Berpikir Reflektif Dewey (1933)

Pengalaman Interpretasi spontanitas

terhadap pengalaman

Menyebutkan masalah

berdasarkan pengalaman

Menyusun penjelasan yang

mungkin dari masalah

Memberikan penjelasan

dalam bentuk

hipotesis

Experimenting or testing the

selected hypotheses (Menguji

hipotesis yang dipilih)

Lee (2000)

Identifikasi masalah

Membatasi masalah

Mencari solusi yang mungkin

Experimentation (Memperaktekkan)

Menguji solusi

Menerima atau menolak

solusi

Rodgers (2002)

Menghadirkan pengalaman

Mendeskripsikan pengalaman

Menganalisis pengalaman

Experimentation (Memperaktekkan)

Berdasartabel di atas tampak bahwa ciri pokok dari proses berpikir

reflektif terletak pada pemberdayaan pengalaman atau pengetahuan lalu yang dimiliki seseorang yaitu dengan memperaktekkan (experimentation) salah satu kemungkinan pemecahan masalah yang terbaik. Bila pendapat-pendapat di atas dirangkum, maka akan didapat tahap, yaitu mengidentifikasi masalah,membatasi dan merumuskan masalah, mengajukan beberapa kemungkinan alternatif solusi pemecahan masalah, mengumpulkan data yang dibutuhkan untuk memecahkan masalah, dan melakukan tes (experimentation) untuk menguji solusi pemecahan masalah serta menggunakannya sebagai bahan pertimbangan membuat kesimpulan dari pemecahan masalah yang terkait dengan pembelajaran matematika.

Page 72: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 65

Dengan demikian dalam penelitian ini proses berpikir reflektif diartikan sebagai langkah-langkah atau tahapan berpikir yang meliputi tahap mengidentifikasi masalah,membatasi dan merumuskan masalah, mengajukan beberapa kemungkinan alternatif solusi pemecahan masalah, mengumpulkan data yang dibutuhkan untuk memecahkan masalah, dan melakukan tes (experimentation) untuk menguji solusi pemecahan masalah serta menggunakannya sebagai bahan pertimbangan membuatsimpulan.

(3) Konten (isi) dari berpikir reflektif

Konten dari berpikir reflektif pada penelitian ini mengacu pada konten berpikir yang dinilai oleh Lee (2005) dalam penelitiannya tentang Understanding and Assessing Preservice Teachers‟ Reflective Thinking yaitu konten yang menjadi perhatian utama dari guru terkait dengan ranah praktik dan teknikpembelajaran terutama berkaitandenganpenguasaandan penerapantehnikuntuk mencapaitujuanpendidikantertentu, termasukdeskripsi sederhanaterhadap observasiyang dilakukan dan fokus padaperilakuatauketerampilan-keterampilanyang berkaitan dengan pengalaman masa lalu.Konten berpikir reflektif yang dimaksudkan dalam kajian ini adalah konten yang terdiri atas tiga ranah yang mengacu pada penelitian Lee (2005). Ketiga ranah tersebut dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 3 Ranah dalam Berpikir Reflektif

No Ranah Deskripsi

1. Kegiatan Pembelajaran

Penguasaandan penerapanteknik pembelajaranuntuk mencapaitujuanpembelajarantertentu, termasuk keterampilan-keterampilanyang berkaitan dengan pengalaman masa lalu

2. Keyakinan Kemampuan menguji keyakinanyang dapat menuntun pada tindakan-tindakan yang dapat meningkatkan kualitas pembelajaran matematika di kelas.

3. Transformasi Kegiatan Pembelajaran

Merekonstruksi kembalipengalamandan pengetahuan dalam konteks yang lebih tepat dalam rangka meningkatkan kualitas pembelajaran yang ditandai denganadanya keadilan dankesetaraan dalam pembelajaran.

(4) Kedalaman berpikir reflektif Lee (2005: 703) menetukan kriteria untuk menilai kedalaman berpikir

reflektif dalam tiga level sebagai berikut: a) Level daya ingat (R1) yaitu seseorang mendeskripsikan apa yang telah

mereka alami, menafsirkan situasi berdasarkan daya ingat kembali terhadappengalaman mereka tanpa mencari penjelasan-penjelasan alternatif dan usaha-usaha untuk meniru cara-cara yang telah diamati atau diajarkan.

b) Level rasionalitas (R2) yaitu seseorang mencarihubungan-hubungan antara bagian-bagian dari pengalaman mereka, menafsirkan (menginterpretasikan) situasi dengan rasional, dan menggeneralisasikan pengalaman tersebut sampai pada prinsip terpadu.

Page 73: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 66

c) Level reflektifitas (R3) yaitu seseorang melakukan pendekatan terhadap pengalaman mereka dengan tujuan untuk mengubah atau memperbaiki pengalaman tersebut di masa yang akan datang, menganalisis pengalaman dengan berbagai prespektif dan mampu melihat atau memahami pengaruh dari pengajaran yang guru lakukan terhadap tingkah laku/prestasi/nilai siswa mereka.

Dalam penelitian ini, peneliti menjadikan ketiga level di atas untuk dijadikan sebagai acuan dalam menentukan level berpikir reflektif guru SD dalam pembelajaran matematika.Untuk mengungkap proses berpikir reflektif dalam pembelajaran matematika, diperlukan tugas yang memenuhi kriteria berpikir reflektif yang ditinjau dari empat komponen: 1) sikap, 2) proses, 3) konten dan 4) tingkat kedalaman berpikir reflektif yang terkait dengan pembelajaran matematika. (1) Sikap dalam berpikir reflektif menggambarkan bagaimana

kecenderungan seorang guru bertindak, berprilaku, berpresepsi, merasa dalam menghadapi objek, ide atau situasi-situasi dalam pembelajaran matematika. Sikap bukan merupakan prilaku, tetapi kecenderungan untuk berprilaku dengan cara tertentu terhadap objek sikap. Objek sikap bisa berupa orang, benda, tempat, gagasan, situasi atau kelompok. Sikap dalam penelititan ini adalah sikap ketika guru SD mengajarkan matematika mulai dari mempersiapkan RPP sampai pada tahap evaluasi yang dilakukan dalam proses pembelajaran matematika. Untuk melihat sikap guru ketika berpikir reflektif dapat diidentifikasi melalui bagaimana pandangan guru terhadap perubahan situasi pembelajaran matematika tekait dengan adanya perubahan kurikulum, perubahan buku-buku pelajaran matematika, bahan ajar, dan metode-metode pembelajaran.

(2) Proses berpikir reflektif menggambarkan bagaimana seorang guru memberdayakan pengetahuan dan pengalaman lalu yang ia miliki dalam rangka mengidentifikasi masalah dan memecahkan masalah terkait dengan masalah-masalah yang terdapat dalam pembelajaran matematika. Proses berpikir ini melalui tahapan-tahapan berpikir yaitu mengidentifikasi masalah,membatasi dan merumuskan masalah, mengajukan beberapa kemungkinan alternatif solusi pemecahan masalah, mengumpulkan data yang dibutuhkan untuk memecahkan masalah, dan melakukan tes (experimentation) untuk menguji solusi pemecahan masalah serta menggunakannya sebagai bahan pertimbangan membuatsimpulan.

(3) Konten (isi) dari berpikir reflektif menggambarkan bagaimana seorang guru mengembangkan pembiasaan pengajaran yang efektif, memahami sifat pengajaran, dan nilai-nilai personal (kepribadian). Konten (isi) dari berpikir reflektif sendiri mencakup tiga ranah yaitu: (a) Penguasaan dan penerapan teknik pembelajaran dalam rangka mencapai tujuan instruksional, termasuk bagaimana seorang guru menggunakan keterampilan-keterampilan yang terkait dengan pengalaman dan pengetahuan masa lalu, (b) Pengujian keyakinanyang dapat menuntun pada tindakan-tindakanyang dapat meningkatkan kualitas pembelajaran

Page 74: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 67

di kelas, (c) kemampuan merekonstruksi kembalipengalaman dan pengetahuan yang guru milikidalam rangka menciptakan pembelajaran berkualitas, termasuk kemampuan mengidentifikasi siswa-siswa yang mana kontribusinya pada pembelajaran matematika dipakai dan yang mana diabaikan atau dipakai untuk masayang akan datang. Selain itu, kemampuan seorang guru untuk mengidentifikasi dan mengetahui kapan saatnya menghentikan sejenak untuk mengklarifikasi pernyataan siswa pada kegiatan pembelajaran (misalnya diskusi kelompok)

(4) Tingkat kedalaman berpikir reflektif adalah kriteria untuk mendeskripsikan proses berpikir reflektif seorang guru dalam memecahkan masalah yang terkait dengan masalah-masalah dalam pembelajaran matematika. Tingkatan yang digunakan untuk menilai kedalaman berpikir reflektif dalam tiga level yaitu: (1) level daya ingat, (2) level rasionalitas dan (3) level reflektifitas. Adapun penjelasan secara rinci mengenai ketiga level tersebut yang dielaborasi lebih lanjut masing-masing dalam bentuk indikator-indikator. Indikator komponen tingkat kedalaman tiap level tersebut adalah sebagai berikut: 1. Level daya ingat (R1) yaitu:

a. Mendeskripsikan apa yang telah dialami, b. Menafsirkan situasi berdasarkan daya ingat kembali

terhadappengalaman 2. Level rasionalitas (R2)

a. Mencarihubungan-hubungan antara bagian-bagian dari pengalaman,

b. Menafsirkan (menginterpretasikan) situasi dengan rasional, c. Menggeneralisasikan pengalaman tersebut sampai pada prinsip

terpadu. 3. Level reflektifitas (R3)

a. Melakukan pendekatan terhadap pengalaman mereka dengan tujuan untuk mengubah atau memperbaiki pengalaman tersebut di masa yang akan datang,

b. Menganalisis pengalaman dengan berbagai prespektif dan c. Mampu melihat atau memahami pengaruh dari pengajaran yang

guru lakukan terhadap baik tingkah laku, prestasi maupun nilai dari siswa mereka.

PENUTUP Untuk mendorong berpikir reflektif dalam pembelajaran matematika

tentunya dibutuhkan suatu situasi tugas yang menggunakan konsep masalah. Ketika seseorang menghadapi tugas tersebut dan segera mengenal tindakan atau cara-cara menyelesaikan tugas tersebut, maka tugas itu merupakan tugas rutin. Jika tidak, maka tugas tersebut merupakan masalah baginya.Berpikir reflektif juga melibatkan proses menganalisis, membandingkan, mensintesis, mengklarifikasi, dan memilih apa yang seseorang lakukan. Lebih jauh dijelaskan bahwa proses pemikiran reflektif dapat digunakan oleh guru dan siswa dalam proses belajar dan pembelajaran termasuk dalam penyelesaian masalahdalam pembelajaran matematika.Seorang guru yang terlibat dalam berpikir reflektif akan kritis terhadap proses penyelesaian masalah yang ia lakukan termasuk masalah yang

Page 75: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 68

terkait dengan pembelajaran mereka di kelas. Selain itu, guru yang berpikir reflektif dapat menguasai konsep dengan baik. Berpikir reflektif pada pemecahan dan penyelesaian masalah membantu seseorang membentuk konsep dan abstraksi-abstraksi dan mengembangkan konsep baru yang pada akhirnya dapat menghasilkan solusi dari masalah yang diberikan.

Oleh karena itu, disarankan bahwa guruperlu terlibat dalam berpikir reflektif dan tidak hanya mempelajari ide-ide baru tetapi juga untuk meningkatkan mutu keprofesionalan.Kemampuan berpikir yang dapat diterapkan dalam pembelajaran matematika merupakan kemampuan berpikir reflektif, karena berpikir reflektif merupakan suatu tipe berpikir tingkat tinggi yang bersifat mendorong rasa ingin tahu siswa dan memperlihatkan keterkaitan antara materi pembelajaranselain itu,tuntutan kurikulum 2013pun secara tersurat ditemukan kata-kata kunci pada kompetensi inti maupun kompetensi dasar seperti perilaku ilmiah (meliputi rasa ingin tahu, objektif, jujur, teliti, cermat, tekun, hati-hati, bertanggung jawab, terbuka, kritis, kreatif, inovatif dan peduli lingkungan), melakukan percobaan dan berdiskusi, menganalisis, menyajikan data dan grafik. Hal tersebut menegaskan bahwa keterampilan berpikir reflektif merupakan kompetensi masa depan yang dapat menjawab tantangan globalisasi dan mampu beradaptasi dengan perubahan dan merespon tuntutan abad ke-21 DAFTAR RUJUKAN Amidu, A.R. 2012. Exploring Real Estate Students‟ learning approaches

reflective thinking and academic performance. 48th ASC Anuual International Conference Proceedings. The Associated of Construction. UK.

Depdiknas 2006.Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 22 Tahun 2006 Tentang Standar Isi Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta: Depdiknas.

Dewey J. 1998. How We Think: A Restatement of The Relation of Reflective Thinking to The Educative Process. Boston: Houghton-Mifflin

Diana, L. 2009. Assesing Secondary Students‟ Reflective Thinking in Project Work. Journal of Singapura Examination and Assessment Board. Singapore.

Dick, Walter & Carey, Lou. 1990. The Systematic Design of Instruction. 3rd Edition. Amerika : HarperCollinsPublishers

Djamarah, S. B. 1994. Prestasi Belajar dan Kompetensi Guru. Surabaya: Usaha Nasional.

Fisher, A. 2008. Critical Thinking: An Introduction. Jakarta : Erlangga.

Goodell, J. 2000. Learning to Teach Mathematics for Understanding: The Role of Reflection. Journal of Mathematics Teacher Education and Development. Vol.2, (48-60).

Page 76: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 69

Gurol. A. 2011. Determining The Reflective Thinking Skills Of Pre-Service Teachers In Learning And Teaching Process. Energy Education Science and Technology Part B: Social and Educational Studies 2011 Volume (issue) 3(3): 387-402.

Kember, D. 1999. Determining the Level of Reflective thinking from Students‟ Written Journals Using a Coding Scheme Based on the Work of Mezirow. International Journal of Lifelong Education, Vol.18, No.1 (18-30).

Lee. H. 2005. Understanding and Assessing Preservice Teachers‟ Reflective Thinking.Teaching and Teacher Education. USA. 21 (699–715)

Lee, I. 2008. Fostering Preservice Reflection trough Respon Journals. Journal of Teacher Education Quarterly. Hongkong, China.

Lipman, M. 2003. Thinking in Education. Cambridge: Cambridge University Press.

Lim, L.Y. 2011. A Comparison of Students‟ Reflective Thinking Across Different Years in A Problem-Based Learning Environment. Instructional Science. Vol. 39. (171-188).

NCTM. 2000. Principle and Standards for School Mathematics. Reston: The National Council of Teacher Mathematics, Inc.

Odafe, V. J. 2008. Teaching and Learning Mathematics: Student Reflective Adds a New Dimension. Bowling Green State University, Huron, USA.

Rodgers, C. 2002. Defining Reflection: Another Look At John Dewey And Reflective Thinking.Teachers College RecordVolume 104, Number 4, pp. 842–866. Columbia University 0161-4681.

Roh K., & Lee, Y. 2010. Promoting Students‟ Reflective Thinking of Multiple Quantifications via the Mayan Activity.Educational Studies in Mathematics.

Rosen, J. G. 1984. Problem-Solving and Reflective Thinking: John Dewey, Linda Flower, Rhicard Young. Journal of Teaching Writing. 69-78.

Soedjadi, R. 2000. Kiat-kiat Pendidikan Matematika di Indonesia. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi.

Soedjadi R. 2007. Masalah Kontekstual Sebagai Batu Sendi Matematika Sekolah. Surabaya: Pusat Sains dan Matematika sekolah (PSMS) Unesa.

Solso, R., L. 1995. Cognitive Phsicology. Boston. Allyn and Bacon.

Song, H. D., 2006. Pattern of Instructional-design Factors Prompoting Reflective Thinking in Middle-School and College Level Problem-Based Learning Environments. Journal of Instructional Science. Vol.34: 63-87

Page 77: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 70

Thames, M. H. 2006. Using Math to Teach Math: Mathematicians and Educators Investigate the Mathematics Needed for Teaching. Mathematical Science Research Institute Barkeley, CA.

Ville, P. A. 2010. Mentoring Reflective Thinking Practice In Pre-service Teachers: A Reconstructions Through The Voices of Australian Science Teachers. Journal of College Teaching and Learning. Vol. 7, No.9. Australia.

Yeo, K.K.J., (2008). Teaching Area And Perimeter: Mathematics-Pedagogical-Content Knowledge-in-Action. In M. Goos, R. Brown, & K. Makar (Eds.), Procceding of the 31th Annual Conference of the Mathematics Education Research Group of Australasia. Merga, 621-627.

Page 78: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 71

INTERAKSI EXPOUNDING-QUETIONING GURU SD UNTUK MEMBANTU SISWA MENGONSTRUKSI PEMAHAMAN

KONSEP OPERASI PENJUMLAHAN BILANGAN Bulat

Muhammad Ilman Nafi’an STKIP PGRI Tulungagung

e-mail: [email protected]

ABSTRAK Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan interaksi expounding-

quetioning guru SD untuk membantu siswa mengonstruksi pemahaman konsep operasi penjumlahan bilangan bulat. Penelitian ini termasuk jenis penelitian eksploratif dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Instrumen yang digunakan adalah lembar pengamatan interaksi, soal bilangan bulat dan pedoman wawancara. Subjek penelitian adalah satu siswa SD Qu Al Bahjah 03 Tulungagung kelas dua. Teknik pengumpulan data dengan pengamatan, tes dan wawancara. Untuk menguji keabsahan data digunakan triangulasi waktu, yaitu dengan mengambil data lagi pada waktu yang lain. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa dengan adanya interaksi antara guru dan siswa, siswa dapat mengkonstruk pemahaman pada operasi bilangan bulat. indikator siswa dapat mengkonstruksi pemahaman pada operasi bilangan bulat yaitu siswa dapat menghubungkan dengan benda konkrit, siswa dapat menerapkan pada situasi lain, siswa dapat memberikan contoh tetapi siswa tidak dapat menjelaskan definisi dari penjumlahan bilangan bulat. Kata Kunci: Interaksi, Expounding, Quetioning, mengkonstruksi pemahaman

PENDAHULUAN Piaget (1970) mengatakan bahwa siswa harus secara aktif berinteraksi dengan lingkungan belajarnya agar dapat membantu memperoleh pemahaman yang lebih tinggi. Berdasarkan Observasi di SD Qu Al Bahjah 03 Tulungagung, dalam pembelajaran matematika terdapat guru yang menjelaskan dengan aktif bertanya kepada siswa saat kegiatan belajar mengajar di kelas, setelah siswa diberi soal dan dilakukan wawancara terhadap hasil pekerjaanya, siswa tersebut pemahamanya baik, indikatornya adalah dia mampu memberikan alasan jawabanya dengan menghubungkan dengan dunia nyata, sehingga perlu diketahui bagaimana siswa mengonstruksi pemahaman melalui interaksi tersebut. Menurut Standar (NCTM,1989) 'Pengajaran dalam matematika Pendidikan telah menekankan fasilitas perhitungan, Banyak penelitian menunjukkan bahwa siswa terlalu pasif dan perlu menjadi lebih terlibat secara intelektual dalam kegiatan kelas (lih Goodlad, 1983). Namun, terlalu banyak pelajaran matematika yang menuntut siswa untuk melakukan sedikit lebih dari mendengarkan secara pasif. Cobb, Wood & Yackel (1991) mengatakan bahwa interaksi dianggap penting dalam pembelajaran matematika karena kelas dapat dipandang sebagai suatu konteks sosial dalam memahami matematika secara konstruktivis. Cobb (1991) aliran sosial Kontruktivis mengklaim belajar yang dimulai dengan pengalaman dan interaksi sosial sangat penting, maka kita (guru) perlu mengubah pendekatan dalam mengajar matematika yang interaktif dan konstruktif, diantaranya adalah dalam pembelajaran matematika guru tidak langsung memberikan jawaban tetapi yang lebih penting mendorong dan memfasilitasi diskusi. Hal ini sesuai dengan

Page 79: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 72

perspektif ajaran dikembangkan oleh Kuhs dan Ball (1986) bahwa guru membantu siswa dengan pertanyaan, menantang, dan pengalaman yang mengungkapkan kekurangan tersebut dengan konsep yang sesuai tidak memberikan jawaban.

Masson (2004:222) ada enam model interaksi belajar yang terjadi antara siswa, guru, dan konten matematika. jika inisiatif berasal dari guru, interaksi yang terjadi dibedakan menjadi dua macam, yaitu: (1) expounding, dan (2) explaining. sedangkan yang inisiatifnya berasal dari siswa, interaksi yang terjadi dibedakan menjadi dua macam juga, yaitu: (1) exploring, dan (2) examining. Jika inisiatif berasal dari matematikanya, interaksi yang terjadi dibedakan juga menjadi dua macam, yaitu: (1) exercising, dan (2) expressing . Nafi'an (2014) dalam penelitianya mengembangkan jenis-jenis interaksi dari Masson, pada aspek interaksi yang inisiatifnya dari guru pada siswa Sekolah Dasar terdapat interaksi Expounding - Quetioning. sehingga dalam penelitian tersebut dinamakan Ex-Q (Expounding -Quetioning), Interaksi Expuonding-Quetioning adalah interaksi dimana guru menjelaskan konsep matematika kepada siswa agar siswa memahami konsep tersebut melalui pertanyaan-pertantanyaan, lebih jelasnya adalah menjelaskan dengan bertanya, seperti yang terdapat dalam penelitian ini.

Selama beberapa tahun terakhir para peneliti di bidang pendidikan berusaha untuk menjelaskan apa yang dimaksud dengan pemahaman matematika (Skemp,1976; Herscovics & Bergeron,1983 ; Hiebert & Carpenter 1992; Kieren's,1993; Kinach, 2002). Diantara penjelasan yang dimunculkan, pemahaman secara umum di gambarkan sebagai unsur dinamis dalam proses belajar yang dijelaskan dalam definisi Skemp (1976) “To undertand something means to assimilate it into an appropriate schema.” Jadi terlihat adanya perbedaan antara pemahaman dengan mengonstruksi pemahaman. Pemahaman dikaitkan dengan kemampuan dan mengonstruksi pemahaman dikaitkan dengan proses asimilasi dengan “suatu skema yang cocok (an appropriate schema).” Skema diartikan oleh Skemp sebagai grup konsep-konsep yang saling terhubung. dalam proses mengonstruksi pemahaman Mrozek (2000) mengatakan bahwa pemahaman merupakan suatu proses memahami arti/makna tertentu dan kemampuan menggunakannya pada situasi lainnya. sedangkan menurut Watson (2000) pemahaman adalah Kemampuan untuk melakukan dan menggunakan konsep dan prosedur matematika, penggunaan matematika dalam konteks tertentu dan menghubungkan antar konsep matematika. Hudojo (1979: 111) mengatakan bahwa pemahaman konsep dapat dicek apakah siswa itu mampu memberikan sendiri contoh-contoh atau tidak, dalam penelitian ini pemahaman konsep yang di gunakan adalah proses memahami dengan Memberikan contoh-contoh, proses menjelaskan konsep, mengaitkan konsep dengan dunia nyata serta menggunakan konsep pada situsi lain.

Secara umum interaksi dapat diartikan sebagai komunikasi atau hubungan timbal balik antara dua orang atau lebih untuk tujuan tertentu (Roestiyah, 1994: 35). Interaksi yang terjadi pada saat proses pembelajaran berlangsung untuk mencapai tujuan pendidikan disebut interaksi pembelajaran. Menurut Suprayekti (2003: 4), interaksi pembelajaran merupakan suatu kegiatan yang bersifat interaktif dari berbagai komponen untuk mewujudkan tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan saat perencanaan pembelajaran. Berdasarkan pendapat di atas yang dimaksud interaksi dalam penelitian ini adalah hubungan timbal balik antara

Page 80: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 73

guru dengan siswa. Dalam kaitannya dengan interaksi siswa dalam proses pembelajaran matematika, Leiken & Zaslavsky (1997), mengilustrasikan adanya lima interaksi yang penting dan mungkin terjadi, yaitu Siswa–Siswa (S-S), Siswa–Materi Pembelajaran (S-M), Siswa–Guru (S-G), Siswa–Materi Pembelajaran–Siswa (S-M-S), dan Siswa–Materi Pembelaja-ran–Guru (S-M-G).

Menurut Masson (2004) ada enam model interaksi belajar yang terjadi antara siswa, guru, dan matematika itu. Kalau yang inisiatifnya berasal dari guru, interaksi yang terjadi dibedakan menjadi dua macam, yaitu: (1) exponding, dan (2) explaining. Exponding itu sama seperti ceramah, dan diarahkan kepada semua siswa, baik diminta atau tidak. Explaining hanya dilakukan untuk merespons pertanyaan. Kalau yang inisiatifnya berasal dari siswa, interaksi yang terjadi dibedakan menjadi dua macam juga, yaitu: (1) exploring, dan (2) examining. Exploring terjadi ketika siswa menghadapi open-ended problem, mencoba menghasilkan generalisasi sendiri, dan melakukan apa yang orang sebut dengan penelitian. Peran guru di sini hanyalah mengarahkan siswa, mendorong pemikiran yang mandiri. Proyek dan investigasi merupakan salah satu contohnya. Examining terjadi ketika siswa mengajukan diri untuk diuji. Dia merasa sudah siap berdasarkan kriteria yang diakuinya. Kalau inisiatifnya berasal dari matematikanya, interaksi yang terjadi dibedakan juga menjadi dua macam, yaitu: (1) exercising, dan (2) expressing. Exercising itu terjadi ketika ada tekanan dari materi untuk menguasai teknik-teknik tertentu atau ada konsep yang perlu dilatih lebih mantap. Exercising akan berhasil apabila ada dorongan dari dalam diri anak untuk melakukannya. Kalau tidak, latihan ini hanya akan menghasilkan hafalan. Expressing adalah kegiatan yang dilakukan dengan cara menyajikannya kepada orang lain. Kendatipun bagus, tidak semua anak mau dan mampu melakukannya. Tidak jarang mereka enggan atau tidak mampu mempertanyakan dan apalagi mengomunikasikan idenya. penelitian di atas dikembangkan oleh Nafi'an (2014) pada aspek interaksi yang inisiatifnya dari guru pada siswa Sekolah Dasar terdapat interaksi Expounding - Quetioning.

Mengonstruksi pemahaman adalah Proses dimana siswa memperoleh pemahaman menggunakan cara tertentu. Mrozek (2000) mengatakan bahwa pemahaman merupakan suatu proses memahami arti/makna tertentu dan kemampuan menggunakannya pada situasi lainnya. sedangkan menurut Watson (2000) pemahaman adalah Kemampuan untuk melakukan dan menggunakan konsep dan prosedur matematika, kemampuan penggunaan matematika dalam konteks tertentu dan proses menghubungkan antar konsep matematika. dalam penelitian ini pemahaman yang di gunakan adalah proses memperoleh pemahaman dengan Memberikan contoh-contoh, Menjelaskan konsep, mengaitkan konsep dengan dunia nyata serta menggunakan konsep pada situsi lain. Hudojo (1979: 111) mengatakan bahwa pemahaman konsep dapat dicek apakah siswa itu mampu memberikan sendiri contoh-contoh atau tidak. Sedangkan pendapat Johnson–Laird (dalam Marpaung, 1999) menyatakan bahwa pengetahuan dapat dibedakan menjadi tiga jenis: (a) pengetahuan tentang pengertian sebagai kemampuan untuk mengenal dan mewujudkan kembali petunjuk, lambang dan definisi, (b) pengetahuan tentang cara pengungkapan matematika dalam arti yang umum, (c) pengetahuan tentang cara kerja sebagai kemmapuan untuk mewujudkan kembali algoritma matematika dan proses pemecahan soal secara skematis yang lain. Purwanto, 2004 mengemukakan

Page 81: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 74

bahwa pemahaman adalah tingkat kemampuan yang menuntut siswa mampu memahami arti atau konsep, situasi serta fakta yang diketahui. Menurut Hiebert, J. & Carpenter (dalam Jung, 2002) pemahaman adalah salah satu aspek dalam belajar yang digunakan sebagai dasar mengembangkan model pembelajaran dengan memperhatikan indikator pemahaman. Hiebert membagi pemahaman menjadi dua jenis yaitu; pemahaman prosedural dan pemahaman konseptual, sedangkan Mousley (tt) membedakan pemahaman matematika menjadi tiga kategori umum yang meliputi: (1) pemahaman sebagai kemajuan struktur, (2) pemahaman sebagai bentuk tahu, (3) pemahaman sebagai proses. Pemahaman siswa dapat dilihat dari bagaimana siswa mengetahui masalah, bagaimana siswa melakukan prosesnya dan kemajuan strukurnya.

METODE

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang berusaha mencari makna atau hakikat dibalik gejala-gejala yang terjadi. Paradigma yang digunakan dalam penelitian kualitatif ini adalah postpositivisme rasionalistik (Muhadjir, 2000). Paradigma ini memandang bahwa ilmu berasal dari pemahaman intelektual individu yang dibangun atas kemampuan argumentasi secara logis dan didukung dengan data empirik yang relevan. Data yang diperoleh berupa bukan berupa angka-angka dan peneliti merupakan instrumen utama.

Sehubungan dengan penelitian ini maka penelitian ini merupakan suatu analisis terhadap interaksi Guru dengan siswa yang terjadi dalam pembelajaran matematika yang bertujuan untuk mendeskripsikan hasil konstruksi pemahaman siswa. dengan melihat interaksi yang terjadi dan melakukan wawancara sehingga data yang diperoleh berupa jawaban tertulis dan data lisan berupa hasil rekaman. penelitian ini dilaksanakan di SDQu Al Bahjah Karangrejo, Tulungagung, alasan memilih sekolah tersebut adalah karena di sekolah tersebut dalam pembelajaranya guru menggunakan pembelajaran yang interaktif. Subjek penelitian adalah siswa kelas II pada tahun pelajaran 2014/2015, karena siswa kelas II adalah awal mula memahami tentang operasi bilangan bulat.

Dalam penelitian ini yang menjadi instrumen utama adalah peneliti sendiri, artinya kedudukan peneliti merupakan penentu dalam menyaring data. Oleh karena itu pada saat pengumpulan data di lapangan, peneliti berperan serta selama proses penelitian dan mengikuti secara aktif kegiatan subjek penelitian yang berhubungan dengan pengumpulan data yang dilakukan melalui tes dan wawancara. Artinya, peneliti sendiri yang merencanakan, merancang, melaksanakan, mengumpulkan data, menganalisis data, menarik kesimpulan dan membuat laporan hasil penelitian. sedangkan instrumen pendukung adalah Pedoman wawancara yang dibuat digunakan sebagai panduan untuk melakukan wawancara agar dalam pelaksanaanya tidak ada informasi yang terlewat. Wawancara ini dilakukan untuk proses konstruksi pemahaman konsep matematika siswa SD. Instrumen pendukung yang lainya adalah Handycam yang digunakan untuk merekam semua interaksi belajar siswa yang terjadi dalam pembelajaran. HASIL DAN PEMBAHASAN

Berikut adalah deskripsi Interaksi Expounding - Quetioning diberikan guru kepada siswa ketika berinteraksi di kelas,

Page 82: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 75

Tabel 1 Pertanyaan Cuplikan Interaksi

Expounding - Quetioning Konstruksi

Pemahaman Konsep

Umar membeli 12 batang pensil, 2 hari kemudian Umar membeli 9 batang pensil, berapa batang jumlah pensil yang dimiliki umar?

G: Dari pertanyaan tersebut kita disuruh ngapain? S1 : Menghitung pensilnya umar G: Terus kita memulai darimana? S1: Dimulai dari 4 kotak pensil 12 + 9 = 21 G: Apa yang perlu kita lakukan selanjutnya? S1: 12 + 9 = 21

Guru berinteraksi dengan bertanya kepada siswa, dan siswa menjawabnya

G: Bagaimana cara menghitungnya? S1: Memakai jari G: Iya benar, jadi 12+9 adalah 21

siswa menghitung dengan berusaha menghubungkan dengan benda nyata yaitu dengan menggunakan jari

G: Berapa jumlahnya jika Ibu membelikan pensil umar sebanyak 20 batang? S1: Pensilnya umar bertambah G: bertambah berapa? S : 21 + 20 =41

Siswa dapat menghitung penjumlahan pada situasi yang lain

G: ceritakan Apa saja benda disekitarmu yang bisa dibuat tambah-tambahan? S1: 2 buku ditambah 3 buku G: berapa hasilnya? S1: 5 buku

Siswa berusaha membuat contoh-contoh operasi penjumlahan dalam kehidupan sehari-hari

Usman mempunyai 11 buah jeruk kemudian Fatimah memberi 9 buah Salak kepada Usman, berapakah buah yang dimiliki Usman?

G: Dari pertanyaan tersebut kita disuruh ngapain? S1: Menambah G: Apa yang ditambah? S1: jeruk sama salak G: Hasilnya berapa? S1: 11 jeruk dan 9 salak. G: Jumlahnya berapa? S1: Ya itu, tetap 11 jeruk dan 9 salak. G: Kalau misalnya ada 10 apel ditambah 2 anggur, jumlahnya berapa?

Guru berinteraksi dengan bertanya kepada siswa, dan siswa menjawabnya dan Siswa dapat menghitung penjumlahan pada situasi yang lain

Page 83: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 76

Berdasarkan tabel 1 di atas menunjukkan bahwa interaksi guru dan siswa

yang terjadi dikelas pada saat pembelajaran operasi penjumlahan pada bilangan bulat adalah termasuk jenis interaksi Expounding - Quetioning yaitu guru berinteraksi dengan memberikan pertanyaan dan menjelaskan konsep operasi penjumlahan kepada siswa. Dalam kegiatan interaksi tersebut siswa dapat mengkonstruk pemahaman tentang konsep operasi penjumlahan pada bilangan bulat dari pertanyaan dan penjelasan yang diberikan oleh guru. adapun indikator dari pemahaman siswa dalam mengkonstruk konsep operasi penjumlahan yaitu, siswa dapat menghubungkan dengan benda nyata dan siswa dapat siswa menerapkan pada situasi lain, siswa dapat memberikan contoh tetapi siswa tidak dapat menjelaskan definisi dari penjumlahan bilangan bulat.

PENUTUP

Berdasarkan pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa dengan interaksi Expounding- Quetioning dapat membantu siswa dalam mengkonstruksi konsep operasi penjumlahan yang indikatornya yaitu, siswa dapat menghubungkan dengan benda nyata dan siswa dapat siswa menerapkan pada situasi lain, siswa dapat memberikan contoh tetapi siswa tidak dapat menjelaskan definisi dari penjumlahan bilangan bulat.

S1: ya 10 apel 2 anggur G: Lha kalau 10 anggur ditambah 2 anggur, hasilnya berapa? S1: 12 anggur G: Apa bedanya 10 anggur ditambah 2 anggur dengan 10 apel ditambah 2 anggur? S1: Ya beda, 10 anggur dengan 2 anggur dan 10 apel dan 2 anggur G: Kenapa berbeda? S1: ya pokoknya gtu G: Oke, benar jawabannya Jadi kalau bendanya sama langsung bisa dijumlahkan, tetapi kalau bendanya berbeda tidak dapat dijumlahkan.

G: Bagaimana cara menghitungnya? S1: (menggunakan jari) 11 ditambahkan 9 sama dengan 21 G: Coba diulangi lagi menghitungnya! S1: (Menghitung lagi dengan jari tangan dan jari kaki) Jawabannya 20

siswa menghitung dengan berusaha menghubungkan dengan benda nyata yaitu dengan menggunakan jari

Page 84: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 77

DAFTAR RUJUKAN Byers, V and Herscovics, N. 1977. Understanding School Science Mathematic

Teaching. 81, 24- 27

Cobb, P.., Wood, Terry., Yackel, Erna. 1991. Classroom as Learning Environments for Teaching and Research. Journal for Research in Mathematics Education. Monograph, Number 4, 1992, p.125-146. USA: NCTM, Inc.

Hudojo, Herman. 2001. Mengajar Belajar Matematika. Jakarta: Departemen pendidikan dan direktorat jendral pendidikan tinggi proyek pengembangan lembaga pendidikan tenaga kerja.

Hiebert, J. & Carpenter P. T. (1992). Learning and Teaching with Understanding. Dalam D. A. Grouws (Ed.) Handbook of Research on Mathematics Teaching and Learning. (h. 65 - 100).New York: Macmillan Publishing Company.

Kinach, M., B. (2002). Understanding and Learning to Explain by Representing Mathematics: Epistemological Dilemmas Facing Teacher Educators in the Secondary Mathematics “Method” Course. Journal of MathematicsTeacher Education, 5, 153-186.

Leikin and Zaslavsky, (1999) Cooperative Learning In Mathematics. The National Council of Teachers of Mathematics.

Masson. J.2004. Fundamental Constructs in mathematics Education.The Open University, London and new York

Marpaung, Y. 1999. Mengejar Ketertinggalan Kita Dalam Pendidikan Matematika Disampaikan Dalam Upacara Pembukaan Program S3 Pendidikan Matematika Universitas Negeri Surabaya.

Nafi'an (2014), Interaksi Siswa SD pada pembelajaran realistik. Jurnal Inspirasi. STKIP PGRI Tulungagung

National Council of Teachers of Mathematics. (1991). Professional standards for teaching mathematics. Reston, VA: The National Council of Teachers of Mathematics.

Piaget. J.1970. Genetic Epistemology. new york, columbia University Press. diakses tanggal 11 Januari 2014

Skemp, R. 1976. Relational Understanding and Instructional Understanding Mathematic Teaching. 77, 20-26. http://www.grahamtall.co.uk/skemp/pdfs/instrumenal-relational.pdf. Diakses 1 Desember 2014.

Roestiyah, NK. 1994. Masalah Pengajaran Sebagai Suatu Sistem. Bandung: Rineka Cipta.

Suprayekti. 2003. Interaksi Pembelajaran. Depdiknas: Jakarta.

Page 85: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 78

PEMAHAMAN SISWA DITINJAU DARI GAYA BELAJAR TERHADAP FUNGSI TRIGONOMETRI BERDASARKAN

TEORI APOS (ACTION, PROCESSES, OBJECT, AND

SCHEMA)

Evy Ramadina e-mail: [email protected]

ABSTRAK

Pemahaman yang baik seringkali dilewatkan oleh siswa. Mereka lebih memilih untuk menghafal daripada memahami makna dari sebuah ilmu pengetahuan. Untuk mengetahui bagaimana pemahaman siswa ini peneliti menggunakan Teori APOS, karena Teori APOS dapat digunakan sebagai suatu alat analisis untuk mengetahui tingkat pemahaman siswa tentang berbagai topik matematika. Karakteristik siswa yang dikenal dengan gaya belajar juga dapat mempengaruhi kemampuan siswa dalam memahami dan memandang masalah dalam matematika. Tujuan dalam penelitian ini adalah mendeskripsikan tingkat pemahaman siswa mengenai konsep fungsi trigonometri berdasarkan Teori APOS di Kelas X SMA AL Azhaar Tulungagung Tahun Pelajaran 2014/2015 berdasarkan gaya belajarnya dan mendeskripsikan tingkat perkembangan skema siswa dalam menyelesaikan soal-soal yang berkaitan dengan fungsi trigonometri berdasarkan gaya belajarnya. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Metode pengumpulan data menggunakan: 1) tes, 2) wawancara, 3) observasi, dan 4) dokumentasi. Teknik analisis data yang digunakan yaitu analisis data kualitatif dengan langkah-langkah reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa; 1) rata-rata tingkat pemahaman siswa mengenai konsep fungsi trigonometri berada pada empat tahap tertentu dari Teori APOS, untuk siswa visual learning dan auditory learning memiliki rata-rata tingkat pemahaman secara umum mencapai tahap proses, sedangkan siswa kinesthetic learning secara umum mencapai tahap objek , 2) perkembangan skema siswa visual learning dan auditory learning berada pada tahap intra, sedangkan perkembangan skema siswa kinesthetic learning berada pada tahap inter.

Kata Kunci: Pemahaman, Fungsi Trigonometri, Teori APOS, Gaya Belajar PENDAHULUAN

Pemahaman dalam matematika adalah membangun koneksi antara gagasan atau ide, fakta, atau prosedur bukanlah hal yang baru. Dengan pemahaman, siswa mampu menyelesaikan berbagai permasalahan pada kondisi yang berbeda. Akan tetapi, kenyataan menunjukkan bahwa memahami suatu konsep dengan baik seringkali dilewatkan oleh siswa. Siswa cenderung membaca definisi dengan cepat, mengamati contoh latihan soal, mengerjakan latihan soal seperti contoh, dan akan kebingungan saat menjumpai soal dengan permasalahan yang berbeda. Bila keadaan ini terus berlanjut akan mengakibatkan dangkalnya pengetahuan siswa karena kurangnya pemahaman. Khususnya, konsep fungsi trigonometri yang baru bagi siswa kelas X.

Berdasarkan hasil observasi peneliti di SMA Al Azhaar Tulungagung dalam pembelajaran fungsi trigonometri terdapat kelemahan pemahaman siswa yang berdampak pada lemahnya kemampuan siswa dalam menguraikan permasalahan yang dihadapinya. Kondisi tersebut disebabkan oleh kurangnya pemahaman siswa

Page 86: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 79

pada materi sebelumnya, sehingga sulit menerima materi baru yang masih mempunyai hubungan dengan materi sebelumnya.

Menurut Dubinsky, pemahaman terhadap suatu konsep matematika merupakan hasil konstruksi atau rekonstruksi terhadap objek-objek matematika. Konstruksi atau rekonstruksi tersebut dilakukan melalui aktifitas berupa aksi-aksi matematika, proses-proses, objek-objek yang diorganisasikan dalam suatu skema untuk memecahkan masalah matematika.22 Aktivitas tersebut dibingkai dalam Teori APOS. Pemahaman siswa terhadap konsep fungsi trigonometri dapat dianalisis melalui suatu analisis dekomposisi genetik sebagai operasionalisasi dari Teori APOS (Action, Processes, Object, and Schema). Teori APOS ini sangat bermanfaat untuk memahami bagaimana siswa belajar suatu topik matematika di antaranya kalkulus, aljabar abstrak, statistika, dan lain lain.23

Salah satu konsep di matematika adalah fungsi trigonometri. Pemahaman konsep fungsi trigonometri dapat dibangun dari pemahaman tentang fungsi, domain dan range fungsi, nilai maksimum dan minimum, amplitudo, serta periode, kemudian menggabungkan pemahaman ini untuk mengkonstruksi konsep grafik fungsi trigonometri. Karena untuk mengkonstruksi konsep grafik fungsi perlu pemahaman-pemahaman demikian itu, maka dapat dibuat pentahapan dalam mengkonstruksi konsep grafik fungsi menurut kerangka kerja teori APOS.

Kemampuan siswa dalam menyelesaikan suatu permasalahan matematika berbeda-beda. Penguasaan materi oleh siswa dapat dilihat pada kecakapan mereka dalam menyelesaikan suatu persoalan. Dengan mengetahui gaya belajar dari masing-masing siswa akan mempermudah guru untuk membantu mereka memahami suatu konsep matematika berdasarkan gaya belajar mereka masing-masing.

Gaya belajar adalah cara termudah bagi setiap individu untuk belajar dan bagaimana mereka memahami suatu pelajaran.24 Ada tiga tipe gaya belajar siswa yaitu gaya belajar visual (visual learning), gaya belajar audio (auditory learning), dan gaya belajar kinestetik (kinesthetic learning).25 Visual learning adalah gaya belajar dengan cara melihat sehingga mata memiliki peranan penting.26 Auditory learning adalah gaya belajar yang dilakukan seseorang untuk memperoleh informasi dengan memanfaatkan indera telinga.27 Sedangkan, kinesthetic learning adalah cara belajar yang dilakukan seseorang untuk memperoleh informasi dengan melakukan pengalaman, gerakan, dan sentuhan. Setiap siswa memiliki gaya belajar yang berbeda-beda untuk memahami suatu konsep dari matematika.

22 Ed Dubinsky, Using A Theory of Learning in College Mathematics Couarse, (Online),

(http://www.bham.ac.uk./ctimath/talum12.htm or http://www.telri.ac.uk/, diakses tanggal 01 Oktober 2014), hlm.6

23 Ed Dubinsky., & McDonal. APOS: A Constructivist Theory of Learning in Undergraduate

Mathematics Education Research. (Online),

(http://trident.msc.kent.edu/~edd/ICMIPaper.pdf. diakses 1 Oktober 2014) 24

Hamzah B Uno, Orientasi Baru Dalam Psikologi Pembelajaran, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2008), hlm. 180

25 Abu Ahmadi dan Widodo Supriyono, Psikologi Belajar, (Jakarta: Rineka Cipta, 2004),

hlm. 84-85 26

Ibid…, hlm.118 27

Ibid…, hlm.119

Page 87: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 80

Oleh karena itu, pemahaman tentang gaya belajar siswa ini sangat penting dipelajari oleh seorang pendidik untuk mencapai kesuksesan pemahaman siswa khususnya pada materi fungsi trigonometri di SMA Al Azhaar Tulungagung.

METODE

Penelitian ini berusaha untuk mendeskripsikan dan menginterpretasikan tingkat pemahaman siswa tentang fungsi trigonometri. Penelitian ini lebih menekankan pada proses aktifitas siswa dalam menyelesaikan soal-soal fungsi trigonometri. Proses yang dimaksud adalah kegiatan siswa dalam menyelesaikan soal-soal fungsi trigonometri. Peneliti bertindak sebagai instrumen utama yang merencanakan, merancang, melaksanakan, mengumpulkan data, menganalisis data, menarik kesimpulan dan menyusun laporan penelitian. Berdasarkan karakteristik tersebut maka pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif dengan jenis penelitian deskriptif.

Lokasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah SMA Al Azhaar Tulungagung yang beralamat di Jalan Pahlawan I Desa Rejoagung, Kecamatan Kedungwaru, Kabupaten Tulungagung. Pemilihan lokasi ini didasarkan pada pertimbangan hasil wawancara dengan guru mata pelajaran dan beberapa siswa ternyata terdapat perbedaan tingkat kesulitan dalam memahami konsep fungsi trigonometri dan di sekolah ini belum pernah diadakan penelitian tentang analisis pemahaman mengenai konsep fungsi trigonometri berdasarkan kerangka Teori APOS.

Untuk subjek penelitian dalam penelitian ini adalah kelas X, karena pada kelas X semester genap sedang ditempuh pelajaran mengenai konsep fungsi trigonometri.

Data dalam penelitian ini berasal dari hasil tes, wawancara, hasil pengamatan (observasi) yang diolah sedemikian sehingga rupa sehingga dapat diketahui gambaran tingkat pemahaman siswa mengenai konsep fungsi trigonometri berdasarkan Teori APOS ditinjau dari gaya belajar siswa.

Sumber data dalam penelitian ini adalah siswa kelas X SMA Al Azhaar Tulungagung sebanyak 23 siswa. Dari subjek penelitian ini nantinya akan ditentukan subjek wawancara. Pemilihan subjek wawancara ini ditentukan berdasarkan respon jawaban tes siswa pada tes tertulis dan angket gaya belajar siswa, serta pertimbangan guru mata pelajaran matematika kelas X SMA Al-Azhaar Tulungagung.

Metode pengumpulan data adalah teknik atau cara-cara yang dapat digunakan oleh peneliti untuk mengumpulkan data.28 Dalam hal ini peneliti menggunakan metode penelitian tes, wawancara, observasi, dan angket.

Dalam penelitian kualitatif instrumen utamanya adalah peneliti sendiri, namun selanjutnya setelah fokus penelitian menjadi jelas, maka kemungkinan akan dikembangkan instrumen penelitian sederhana, yang diharapkan dapat melengkapi data dan membandingkan dengan data yang telah ditemukan melalui observasi dan wawancara.29 Penelitian ini menggunakan instrument soal tes tertulis, pedoman wawancara, pedoman observasi, angket, dan catatan lapangan.

28

Sanapiah Faisal, Metodologi Penelitian dan Pendidikan, (Surabaya: Usaha Nasional, 1982), hlm. 176

29 Sugiyono, Memahami…, hlm. 61

Page 88: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 81

Analisis data dilakukan dengan mengorganisasikan data, menjabarkannya ke dalam unit-unit, melakukan sintesis, menyusun ke dalam pola, memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan yang dapat diceriterakan kepada orang lain.30 Selanjutnya data yang terkumpul tersebut dianalisis dengan menggunakan model Miles dan Huberman, yaitu reduksi data (Data Reduction), penyajian data (Data Display), dan penarikan kesimpulan atau verifikasi.31

Untuk menjamin keabsahan data dalam penelitian ini, digunakan teknik kriteria derajat kepercayaan, yaitu: (1) perpanjanggan keikutsertaan, (2) ketekunan atau keajegan pengamatan, (3) triangulasi, dan (4) pemeriksaan atau pengecekan teman sejawat.

Secara umum tahap-tahap yang dilakukan dalam penelitian ini adalah melakukan observasi di lokasi tempat akan dilangsungkannya penelitian yaitu SMA Al Azhaar Tulungagung, meminta surat permohonan izin penelitian kepada Dekan Fakultas IAIN Tulungagung, Konsultasi dengan dosen pembimbing dan guru mata pelajaran, Menyusun dan memperbaiki proposal penelitian, Pengamatan kegiatan pembelajaran siswa pada materi fungsi trigonometri, menyusun instrumen pengumpulan data, melakukan validasi instrumen. Instrumen yang divalidasi adalah soal tertulis, pedoman wawancara, dan pedoman observasi, memperbaiki instrumen, menetapkan jadwal penelitian, memberikan tes tertulis tentang fungsi trigonometri dan angket tentang gaya belajar siswa kepada siswa yang menjadi subjek penelitian, mengklasifikasikan jawaban tertulis siswa sesuai dengan kriteria Teori APOS, menentukan subjek wawancara, mengumpulkan seluruh data dari lapangan berupa tes tertulis, dokumen pengamatan, transkip wawancara, foto-foto atau dokumentasi yang berhubungan dengan pelaksanaan penelitian, melakukan analisis terhadap seluruh data yang telah dikumpulkan, membahas hasil analisis data, menarik kesimpulan dari hasil penelitian, menyusun laporan, dan meminta surat bukti kepada Kepala SMA Al Azhaar Tulungagung bahwa telah melakukan penelitian di lembaga yang beliau pimpin.

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengkodean siswa dalam penelitian ini tidak didasarkan pada inisial nama

siswa, namun didasarkan pada gaya belajar siswa dan nomer absen siswa. Misalnya, kode siswa SAL11 (Subjek Auditory Learning11) memiliki arti subjek dengan gaya belajar audio (auditory learning) dan bernomor absen 11. Untuk selanjutnya daftar peserta tes secara lengkap dilihat pada tabel 4.1 di bawah ini:

Tabel 4.1 Daftar Nama-nama Siswa Kelas X SMA Al Azhaar Tulungagung No Nama Siswa L/P Skor Gaya Belajar Gaya

Belajar Kode Subjek

Visual Audio Kinestetik

1 AF P 30 26 22 VL SVL1

30

Lexy J.Moleong. Metodologi Penelitian Kualitatif. (Bandung-PT Remaja Rosdakarya: 2011), hlm.248

31 Prof. Dr. Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif, (Bandung: Alfabeta, 2013), hlm. 91

Page 89: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 82

2 ASD L 28 24 29 KL SKL2

3 AYS L 20 27 25 AL SAL3

4 AAP P 24 24 32 KL SKL4

5 AAS L 30 27 25 VL SVL5

6 FA P 25 29 23 AL SAL6

7 FNR L 30 32 22 AL SAL7

8 FFA L 31 25 33 KL SKL8

9 HIU L 29 21 22 VL SVL9

10 HU P 24 26 21 AL SAL10

11 IZ L 26 29 26 AL SAL11

12 MNS P 31 25 20 VL SVL12

13 MO L 30 28 23 VL SVL13

14 MRD L 30 26 26 VL SVL14

15 MNF L S15*

16 MIH L 28 26 24 VL SVL16

17 PA P 27 28 20 AL SAL17

18 RF L 26 25 22 VL SVL18

19 RRT L 23 24 23 VL SVL19

20 YM P 28 27 22 VL SVL20

21 MHN L 30 26 25 VL SVL21

22 MHD L 26 28 22 AL SAL22

Catatan : * Tidak mengikuti pengisian angket tetapi mengikuti tes tertulis

Berdasarkan kriteria teori APOS, hasil tes tertulis, dan hasil wawancara dengan siswa maka ada empat konstruksi mental yaitu aksi, proses, objek, dan skema.Tabel berikut menunjukkan tingkat pemahaman siswa mengenai konsep fungsi trigonometri berdasarkan kerangka Teori APOS.

Page 90: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 83

Tabel 4.2.1 Tingkat Pemahaman SVL Mengenai Konsep Fungsi Trigonometri Berdasarkan Kerangka Teori APOS

Tabel 4.2.2 Tingkat Pemahaman SAL Mengenai Konsep Fungsi Trigonometri Berdasarkan Kerangka Teori APOS

No. Absen

Kode Subjek Nomor Soal

1a 1b 2 3 4a 4b 4c

1 SVL1 S S S O O O O

5 SVL5 A A P P P P P

9 SVL9 A A P P P P P

12 SVL12 A A P P * * P

13 SVL13 A A P P * * *

14 SVL14 A * * * * * *

16 SVL16 O O O O O O O

18 SVL18 A A * P P P P

19 SVL19 A A P P P P P

20 SVL20 P P O P P P P

21 SVL21 S S S O O O O

No. Absen

Nama Siswa Nomor Soal

1a 1b 2 3 4a 4b 4c

3 SAL3 A A * P P P P

6 SAL6 A A P P P P P

7 SAL7 A A * P P P P

10 SAL10 P P O P P P P

11 SAL11 A A P P P P P

17 SAL17 P P P P P P P

Page 91: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 84

Tabel 4.2.3 Tingkat Pemahaman SKL Mengenai Konsep Fungsi Trigonometri Berdasarkan Kerangka Teori APOS

Keterangan: A : Aksi P : Proses O : Objek S : Skema * : Tidak dijawab/jawaban salah/tidak termasuk salah satu kriteria teori APOS

Adapun jumlah dan prosentase tingkat pemahaman siswa mengenai konsep fungsi trigonometri berdasarkan kerangka teori APOS untuk masing-masing butir soal disajikan dalam tabel berikut.

Tabel 4.3.1 Jumlah dan Prosentase Tingkat Pemahaman SVL Mengenai Konsep Fungsi Trigonometri berdasarkan kerangka Teori APOS

No Soal Jumlah/

Prosentase

Tingkat Pemahaman Siswa Total

Aksi Proses Objek Skema Lain-lain

1a Jumlah 7 1 1 2 0 11

Prosentase 63,64% 9,09% 9,09% 18,18% 0% 100%

1b Jumlah 6 1 1 2 1 11

Prosentase 54,55% 9,09% 9,09% 18,18% 9,09% 100%

2 Jumlah 0 5 2 2 2 11

Prosentase 0% 45,46% 18,18% 18,18% 18,18% 100%

3 Jumlah 0 7 3 0 1 11

Prosentase 0% 63,64% 27,27% 0% 9,09% 100%

4a Jumlah 0 5 3 0 3 11

22 SAL22 A A * P P P P

No. Absen

Nama Siswa Nomor Soal

1a 1b 2 3 4a 4b 4c

2 SKL2 * * O O A A A

4 SKL4 P P P P O O O

8 SKL8 O O O O O O O

Page 92: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 85

Prosentase 0% 45,46% 27,27% 0% 27,27% 100%

4b Jumlah 0 5 3 0 3 11

Prosentase 0% 45,46% 27,27% 0% 27,27% 100%

4c Jumlah 0 6 3 0 2 11

Prosentase 0% 54,55% 27,27% 0% 18,18% 100%

Rata-rata

Jumlah 1,86 4,29 2,29 0,86 1,70 11

Prosentase 16,88% 38,96% 20,78% 7,80% 15,58% 100%

Total 13 30 16 6 12 77

Tabel 4.3.2 Jumlah dan Prosentase Tingkat Pemahaman SAL Mengenai Konsep Fungsi Trigonometri berdasarkan kerangka Teori APOS

No Soal Jumlah/

Prosentase

Tingkat Pemahaman Siswa Total

Aksi Proses Objek Skema Lain-lain

1a Jumlah 5 2 0 0 0 7

Prosentase 71,43% 28,57% 0% 0% 0% 100%

1b Jumlah 5 2 0 0 0 7

Prosentase 71,43% 28,57% 0% 0% 0% 100%

2 Jumlah 0 3 1 0 3 7

Prosentase 0% 42,86% 14,28% − 42,86% 100%

3 Jumlah 0 7 0 0 0 7

Prosentase 0% 100% 0% 0% 0% 100%

4a Jumlah 0 7 0 0 0 7

Prosentase 0% 100% 0% 0% 0% 100%

4b Jumlah 0 7 0 0 0 7

Prosentase 0% 100% 0% 0% 0% 100%

4c Jumlah 0 7 0 0 0 7

Page 93: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 86

Prosentase 0% 100% 0% 0% 0% 100%

Rata-rata

Jumlah 1,43 5 0,14 0 0,43 7

Prosentase 20,41% 71,43% 2,04% 0 6,12% 100%

Total 10 35 1 0 3 49

Tabel 4.3.3 Jumlah dan Prosentase Tingkat Pemahaman SKL Mengenai Konsep Fungsi Trigonometri berdasarkan kerangka Teori APOS

No Soal Jumlah/

Prosentase

Tingkat Pemahaman Siswa Total

Aksi Proses Objek Skema Lain-lain

1a Jumlah 0 1 1 0 1 3

Prosentase 0% 33,33% 33,33% 0% 33,33% 100%

1b Jumlah 0 1 1 0 1 3

Prosentase 0% 33,33% 33,33% 0% 33,33% 100%

2 Jumlah 0 1 2 0 0 3

Prosentase 0% 33,33% 66,67% 0% 0% 100%

3 Jumlah 0 1 2 0 0 3

Prosentase 0% 33,33% 66,67% 0% 0% 100%

4a Jumlah 1 0 2 0 0 3

Prosentase 33,33% 0% 66,67% 0% 0% 100%

4b Jumlah 1 0 2 0 0 3

Prosentase 33,33% 0% 66,67% 0% 0% 100%

4c Jumlah 1 0 2 0 0 3

Prosentase 33,33% 0% 66,67% 0% 0% 100%

Rata-rata

Jumlah 0,43 0,57 1,71 0 0,29 3

Prosentase 14,29% 19,05% 57,14% 0% 9,52% 100%

Total 3 4 12 0 2 21

Page 94: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 87

Persentase rata-rata tingkat pemahaman berdasarkan Teori APOS ditinjau

dari gaya belajar siswa dapat dilihat pada diagram berikut:

Gambar 4.1 Diagram Persentase Tingkat Pemahaman Siswa Ditinjau dari

Gaya Belajar mengenai Konsep Fungsi Trigonometri Berdasarkan Teori APOS

Dari diagram di atas dapat dilihat bahwa secara umum prosentase rata-rata tingkat pemahaman siswa dari gaya belajar visual dan audio sama-sama masih berada pada tahap proses, sedangkan siswa dari gaya belajar kinestetik berada pada tahap objek. Pada tahap skema hanya mampu dicapai oleh SVL dengan prosentase 7.80%.

Temuan Penelitian yang berkaitan dengan pemahaman siswa tentang fungsi trigonometri menurut kerangka Teori APOS adalah Tingkat pemahaman siswa tentang fungsi trigonometri menurut kerangka Teori APOS pada umumnya untuk SVL dan SAL berada pada tahap proses dengan prosentase rata-rata masing-masing yaitu 38,96%dan 71,43%. Sedangkan SKL pada umumnya pada tahap objek dengan prosentase rata-rata57,14%, Sebagian siswa menganggap simbol 0° ≤ 𝑥 ≤ 360° masih kosong dari makna, Ada siswa yang masih menganggap sama dua konsep yang berbeda, menurut mereka cos2 𝐴 = cos 𝐴2, Untuk nomor-nomor tertentu ternyata ada kriteria tertentu dari kerangka Teori APOS yang tidak terpenuhi pada semua tipe gaya belajar. (misalnya tahap Aksi untuk soal nomor 2 dan tahap aksi untuk soal nomor 3; serta tahap skema untuk soal nomor 3, 4a, 4b, dan 4c, Berdasarkan tabel 4.2 ternyata rata-rata masing-masing siswa yang jawabannya salah, kurang lengkap atau di luar kriteria Teori APOS untuk SVL, SAL dan SKL adalah 15, 58%, 6,12%dan 9,52%, Kegiatan wawancara dengan bimbingan, pengarahan, dan penjelasan dari peneliti ternyata beberapa siswa bisa meningkat pemahamannya dari satu tahap ke tahap lainnya dalam kerangka Teori APOS, dan Perkembangan skema siswa gaya belajar visual, audio dan kinestetik berbeda dalam menyelesaikan permasalahan fungsi trigonometri.

16,88%

38,96%

20,78%

7,80%

15,58%

20,41%

71,43%

2,04%

6,12%

14,29%19,05%

57,14%

9,52%

1,00%

2,00%

4,00%

8,00%

16,00%

32,00%

64,00%

128,00%

Aksi Proses Objek Skema Lain-Lain

SVL SAL SKL

Page 95: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 88

PENUTUP Kesimpulan

Berdasarkan penyajian data, temuan penelitian, dan pembahasan penelitian yang telah diuraikan, maka diperoleh kesimpulan bahwa Siswa Gaya Belajar Visual rata-rata tingkat pemahamannya sudah pada tahap proses. Pada tahap proses SVL sudah mampu menggunakan metode fungsi untuk menentukan nilai fungsi trigonometri dengan tepat. Siswa Gaya Belajar Audio rata-rata tingkat pemahamannya sudah pada tahap proses. Pada tahap proses SAL sudah mampu menggunakan metode fungsi untuk menentukan nilai fungsi trigonometri dengan tepat. Siswa Gaya Belajar Kinestetik rata-rata tingkat pemahamannya sudah pada tahap objek. Pada tahap objek SKL mampu menjelaskan langkah-langkah pengerjaannya dengan berdasar (definisi, teorema, dan sifat-sifat/aturan yang berlaku) pada suatu fungsi trigonometri. Tingkat pemahaman siswa mengenai konsep fungsi trigonometri menurut Teori APOS pada umumnya untuk SVL dan SAL masih berada pada tahap proses jika tingkat pemahaman siswa pada tahap proses ini dihubungkan dengan Teori Triad dari Piaget dan Garcia, maka tingkat perkembangan skema siswa berada pada tahap intra. Pada tahap ini SVL dan SAL sudah mampu menceritakan, menjelaskan dan memutuskan himpunan penyelesaian dari persamaan fungsi trigonometri ini dengan memperhatikan domain fungsinya, dan mampu memilih dan menggunakan metode yang tepat untuk mencari nilai fungsinya. Sedangkan, SKL sudah berada pada tahap objek jika tingkat pemahaman siswa pada tahap proses ini dihubungkan dengan Teori Triad dari Piaget dan Garcia, maka tingkat perkembangan skema siswa berada pada tahap inter. Pada tahap ini SKL mampu menentukan nilai dari suatu fungsi trigonometri dengan cara memanfaatkan definisi, teorema, dan sifat yang ada pada fungsi trigonometri serta mampu menggunakan metode penyelesaian yang tepat.

Berdasarkan kesimpulan di atas, maka terdapat beberapa saran yang diajukan peneliti diantaranya Hendaknya sekolah senantiasa meningkatkan mutu dan kualitas pembelajaran di sekolah dengan memberikan tambahan wacana kepada seluruh guru mengenai karakteristik siswa, terutama yang berkaitan dengan gaya belajar siswa, karena hal ini sangat berpengaruh terhadap keberhasilan proses pembelajaran. Dalam mengajar hendaknya guru berusaha meningkatkan pemahaman siswa dengan memberikan soal yang lebih banyak dan bervariasi, terutama soal tentang fungsi trigonometri yang penyelesaiannya itu menuntun siswa untuk menemukan prinsip dasar, membuat kaitan dengan definisi fungsi trigonometri, teorema-teorema (sifat-sifat) fungsi trigonometri, dan sifat-sifat lain pada fungsi trigonometri. Setelah itu hendaknya guru tak hanya melihat hasil akhir pengerjaan siswa, akan tetapi dicek dari proses pengerjaannya, sehingga apabila terdapat kesalahan bisa segera diluruskan.

DAFTAR RUJUKAN

Baker dkk, Thematization Of The Calculus Graphing Schema, (online) (http://www.crme.soton.ac.uk/publications/gdpops/schemes.htm). diakses 26 Januari Pukul 17.58

Davis, G.E., Tall. What is A Schema?, (online). (http://www.crme.soton.ac.uk/publications/gdpops/schemes.htm), diakses 22 januari 2015 Pukul 10.20.

Page 96: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 89

Ed Dubinsky., & McDonal. APOS: A Constructivist Theory of Learning in Undergraduate Mathematics Education Research. (Online),

(http://trident.msc.kent.edu/~edd/ICMIPaper.pdf. diakses 1 Oktober 2014) Ed Dubinsky, Using A Theory of Learning in College Mathematics Couarse,

(Online),(http://www.bham.ac.uk./ctimath/talum12.htm or http://www.telri.ac.uk/, diakses tanggal 01 Oktober 2014).

Huberman, A.M., Miles, M.B. 1992. Qualitative Data Analysis (Analisis Data Kualitatif), terj. Tjetjep Rohendi Rohidi. Jakarta: Universitas Indonesia Press.

Moleong, Lexy J. 2011. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung-PT Remaja Rosdakarya:

Maryono. 2008. Eksplorasi Pemahaman Mahasiswa Mengenai Konsep Keterbagian Bilangan Bulat. Tesis Tidak Diterbitkan. Malang: PPS Universitas Negeri Malang.

Page 97: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 90

PENGARUH GAYA KOGNITIF DAN MOTIVASI BELAJAR TERHADAP PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA SISWA

Dewi Anggreini & Maria Krestiwati Rahayu

STKIP PGRI Tulungagung [email protected]

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk (1) mengetahui pengaruh motivasi siswa bergaya kognitif Field Dependence (FD) terhadap prestasi belajar matematika siswa kelas X SMK Veteran 1 Tulungagung tahun pelajaran 2014/2015, (2) mengetahui pengaruh motivasi siswa bergaya kognitif Field Independence (FI) terhadap prestasi belajar matematika siswa kelas X SMK Veteran 1 Tulungagung tahun pelajaran 2014/2015, (3) mengetahui perbedaan motivasi siswa bergaya kognitif Field Dependence (FD) dengan Field Independence (FI) pada siswa kelas X SMK Veteran 1 Tulungagung tahun pelajaran 2014/2015, (4) mengetahui perbedaan prestasi belajar siswa bergaya kognitif Field Dependence (FD) dengan Field Independence (FI) pada siswa kelas X SMK Veteran 1 Tulungagung tahun pelajaran 2014/2015.Penelitian ini merupakan jenis penelitian non eksperimen. Pengumpulan data dilakukan dengan metode, metode tes gaya kognitif, serta metode angket Analisis data yang digunakan adalah uji t. Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah siswa kelas X TKR 2 dan X TSM 1 sebanyak 35 siswa, dengan populasi sebanyak 148 siswa kelas X di SMK Veteran 1 Tulungagung.

Kata Kunci. Gaya Kognitif, Motivasi Belajar, Prestasi Belajar PENDAHULUAN Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dari zaman ke zaman semakin berkembang pesat.Hal ini mengakibatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) dalam suatu negara dituntut untuk meningkat.Sehingga membuat setiap individu memiliki kewajiban untuk mengembangkan potensi dirinya supaya dapat melakukan pembaruan dalam menghadapi perkembangan zaman.Untuk mewujudkan hal tesebut dapat dilakukan melalui pendidikan.Pada hakikatnya kesadaran tertuju kepada semua pihak yang merasa terbebani, terpanggil dan berkepentingan dalam pendidikan, baik itu pemerintah, masyarakat, orang tua maupun siswa itu sendiri.Sehingga tidak hanya pendidik saja yang dituntut melakukan usaha secara sadar. Apabila terjadi hal demikian maka hasil pendidikan tidak akan optimal. Sama halnya apabila dalam pelajaran matematika, siswa hanya diberikan rumus dan contoh pengerjaan soal oleh guru, namun tidak memiliki kesadaran untuk banyak berlatih mengerjakan soal maka hasilnya tidak akan maksimal. Selang beberapa hari setelah mendapat materi akan lupa rumusnya. Padahal mata pelajaran matematika merupakan ilmu dasar yang memegang peranan penting dalam perkembangan pola pikir siswa.Oleh sebab itu, matematika dijadikan mata pelajaran wajib pada setiap jenjang pendidikan.

Page 98: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 91

Matematika memiliki porsi waktu yang cukup banyak dalam dunia pendidikan, namun pada kenyataannya masih banyak anggapan bahwa matematika adalah suatu momok yang ditakuti oleh banyak siswa. Salah satu yang mempengaruhi karakteristik siswa diantaranya adalah gaya kognitif dan motivasi. Ditinjau dari segi kognitif adalah gaya kognitif, dan motivasi ditinjau dari segi afektif. Slameto (2013: 160) menyatakan bahwa “gaya kognitif merupakan variabel penting yang mempengaruhi pilihan-pilihan siswa dalam bidang akademik, bagaimana siswa belajar serta bagaimana siswa dan guru berinteraksi di dalam kelas”.Dalam proses pembelajaran di dalam kelas, gaya kognitif menempati posisi yang penting, sehingga tidak dapat diabaikan. Kedudukan gaya kognitif perlu mendapat perhatian dari guru sebagai pendidik dalam merancang pembelajaran. Mengingat bahwasannya kemampuan setiap individu berbeda-beda, maka gaya kognitif yang dimiliki oleh individu tersebut dimungkinkan juga berbeda dalam memproses informasi maupun menghadapi masalah. Oleh sebab itu dalam membuat rancangan pembelajaran sebaiknya dengan mempertimbangkan gaya kognitif siswa, yakni dengan menyajikan materi pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik dan potensi yang dimiliki siswa. Berdasarkan gambaran yang dijelaskan di atas, sebaiknya guru mengetahui gaya kognitif masing-masing siswa, agar metode pembelajaran yang digunakan memperoleh hasil yang maksimal, dan tercipta suasana belajar yang baik sehingga prestasi belajar dapat meningkat.sesuai dengan hasil dari beberapa penelitian terkait dengan gaya kognitif lainnya. “Motivasi adalah syarat mutlak untuk belajar”.(Purwanto, 2010: 60). Motivasi merupakan kekuatan yang menjadi pendorong kegiatan individu yang menunjukkan suatu kondisi dalam diri individu yang mendorong atau menggerakkan individu tersebut melakukan kegiatan untuk mencapai suatu tujuan (Sukmadinata, 2009: 61). Adanya motivasi belajar yang baik akan menunjukkan hasil yang baik. Dengan kata lain, setiap usaha yang dilakukan dengan ketekunan, keuletan, kegigihan dan terutama dengan didasari oleh motivasi, maka diharapkan memperoleh prestasi yang baik. Keberhasilan dalam pembelajaran juga dapat dilihat bagaimana guru mampu dalam memberi motivasi yang dapat membangkitkan semangat siswa untuk belajar. Seseorang dengan motivasi belajar yang semakin hari semakin besar akan lebih semangat dalam melaksanakan kegiatan belajar untuk meningkatkan prestasi belajarnya.

Untuk mencapai prestasi belajar yang baik, dibutuhkan usaha yang kuat. Dalam hal ini, sebagai pendidik harus mampu merancang pembelajaran, terutama memilih strategi pembelajaran yang sesuai dengan gaya kognitif siswa. Selain itu juga memberikan motivasi, dengan tujuan membangkitkan semangat belajar siswa sehingga mampu meningkatkan prestasi belajar.Prestasi belajar merupakan suatu hal yang tidak dapat dipisahkan dari kegiatan belajar. Hal ini dikarenakan kegiatan belajar merupakan suatu proses, sedangkan prestasi merupakan hasil dari proses belajar tersebut.

Page 99: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 92

Setiap individu memiliki cara yang berbeda untuk melihat, mengenal, dan mengorganisir informasi. Cara yang dimiliki oleh tiap individu adalah cara-cara yang lebih disukai dalam memproses dan mengorganisasi informasi sebagai respon terhadap stimuli lingkungannya.Ada individu yang lebih mudah menerima informasi yang tersusun dengan rapi dan sistematis, namun ada individu lain yang merasa lebih mudah menerima informasi yang tersusun tidak terlalu rapi dan tidak terlalu sistematis. Hal ini menunjukkan perbedaan pada masing-masing individu tersebut dalam memproses informasi. Sehingga gaya kognitif dapat dikonsepsikan sebagai sikap, pilihan atau strategi yang secara stabil menentukan cara-cara seseorang yang khas ketika melakukan kegiatan belajar dalam menerima, mengingat, berpikir dan memecahkan masalah.

Keefe (dalam Uno 2010: 185) memaparkan “gaya kognitif merupakan cara siswa yang khas dalam belajar, baik yang berkaitan dengan cara penerimaan dan pengolahan informasi, sikap terhadap informasi, maupun kebiasaan yang berhubungan dengan lingkungan belajar”. Menurutnya gaya kognitif ini merupakan bagian dari gaya belajar yang menggambarkan kebiasaan berperilaku yang relatif tetap dalam diri seseorang dalam menerima, memikirkan, memecahkan masalah maupun dalam menyimpan informasi.

Gaya kognitif menunjukkan adanya variasi antar individu dalam pendekatannya terhadap suatu masalah atau tugas.Variasi atau perbedaan tersebut tidak menunjukkan tingkat inteligensi atau kemampuan yang tertentu. Sebab individu dengan gaya kognitif yang sama belum tentu memiliki kemampuan yang sama. Begitu juga dengan individu yang memiliki gaya kognitif yang berbeda, kemampuan yang dimilikinya pun juga pasti berbeda, dan justru kecenderungan perbedaannya lebih besar.

Todd (dalam Uno 2010: 186) menyatakan bahya gaya kognitif adalah langkah individu dalam memproses informasi melalui strategi responsif atas tugas yang diterima. Sedangkan Woolfolk menyatakan “di dalam gaya kognitif terdapat cara yang berbeda untuk melihat, mengenal, dan mengorganisir informasi. Setiap individu akan memilih cara atau langkah yang lebih disukai dalam memproses dan mengorganisasi informasi sebagai respons terhadap stimuli lingkungannya”. Respons yang diberikan juga berbeda, tergantung sikap dan kualitas personalnya.Ada individu yang cepat merespons, tetapi ada juga individu yang lambat merespons.

Kedudukan gaya kognitif ini tidak dapat diabaikan dalam proses pembelajaran. Kedudukan gaya kognitif ini sangat penting untuk diperhatikan seorang guru sebagai perancang pembelajaran. Pengetahuan tentang gaya kognitif dibutuhkan untuk merancang atau memodifikasi materi pembelajaran, tujuan pembelajaran, serta metode pembelajaran. Sebab rancangan pembelajaran yang disusun dengan memperhatikan atau mempertimbangkan gaya kognitif berarti menyajikan materi pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik dan potensi yang dimiliki siswa. Rancangan pembelajaran yang disusun seperti ini, akan

Page 100: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 93

menciptakan suasana belajar yang baik dan nyaman, karena pembelajaran tidak terkesan mengintervensi hak siswa. Dengan adanya interaksi dari faktor gaya kognitif, tujuan, materi, serta metode pembelajaran, diharapkan hasil belajar siswadicapai semaksimal mungkin. Gaya kognitif yangdimaksudkan disini adalah tipe gaya kognitif “field dependence dan independence”.

Seorang siswa dengan gaya kognitif field dependence (FD) menemukan kesulitan dalam memproses, namun mudah mempersepsi apabila informasi dimanipulasi sesuai dengan konteksnya. Individu tersebut dapat memisahkan stimuli dalam konteksnya, namun ketika terjadi perubahan konteks persepsinya menjadi lemah.Dengan kata lain, individu yang field dependence (FD) akan mengalami kesulitan dalam menganalisis masalah dan menemukan kesulitan-kesulitan khusus dalam mengubah strategi pemecahan bila masalah menuntutnya. Sedangkan seorang siswa yang memiliki gayafield independence (FI), ketika mengerjakan tugas lebih senang mengerjakannya secara tidak berurutan dan cenderung merasa efisien bekerja sendiri.Menurut Desmita (2010: 148), “individu dengan gaya FI lebih menerima bagian-bagian terpisah dari pola menyeluruh dan mampu menganalisa pola ke dalam komponen-komponennya”. Di samping itu Slameto (2013: 161) menyatakan bahwa seseorang dengan gaya field independence (FI) cenderung menyatakan suatu gambaran lepas dari latar belakang gambaran tersebut, serta mampu membedakan objek-objek dari konteks sekitarnya dengan lebih mudah, dan umumnya mampu menghadapi tugas-tugas yang memerlukan pembedaan dan analisis.

Perilaku individu tidak berdiri sendiri, selalu ada hal yang mendorongnya dan tertuju pada suatu tujuan yang ingin dicapainya.Setiap individu ada kemungkinan memiliki tujuan yang sama, namun cara pencapaian dan alasan mengapa ingin mencapainya mungkin berbeda. Atau cara yang dilakukan sama, namun tujuan dan faktor pendorongnya berbeda. Demikian juga faktor pendorongnya sama namun tujuan dan caranya berbeda.Tujuan dan faktor pendorong ini mungkin disadari oleh individu, tetapi mungkin saja tidak, dapat berupa sesuatu yang konkrit maupun abstrak.Kekuatan yang menjadi pendorong kegiatan individu disebut motivasi. (Sukmadinata, 2009: 60).Menurut Noehi Nasution (dalam Djamarah 2002: 166), “motivasi adalah kondisi psikologis yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu.Jadi motivasi untuk belajar adalah kondisi psikologis yang mendorong seseorang untuk belajar”. Sedangkan Hanafiah dan Suhana (2010: 26) mengemukakan “ motivasi belajar merupakan kekuatan (power motivation), daya pendorong (driving force), atau alat pembangun kesediaan dan keinginan yang kuat dalam diri peserta didik untuk belajar secara aktif, kreatif, efektif, inovatif, dan menyenangkan dalam rangka perubahan perilaku, baik dalam aspek kognitif, afektif, maupun psikomotor”.

Dari beberapa penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa motivasi belajar adalah keseluruhan daya penggerak di dalam diri siswa yang mampu menimbulkan kegiatan belajar, menjamin kelangsungan dari proses kegiatan

Page 101: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 94

belajar dan yang memberikan arah pada kegiatan belajar, sehingga tujuan yang dikehendaki dapat tercapai.

Dilihat dari sudut pandangnya motivasi ada dua macam, yaitu motivasi instrinsik dan motivasi ekstrinsik.Motivasi intrinsik adalah motif-motif yang menjadi aktif atau berfungsinya tidak perlu dirangsang dari luar, karena dalam diri setiap individu sudah ada dorongan untuk melakukan sesuatu (Djamarah, 2002: 115); (Sardiman, 2011: 89).Sedangkan menurut Hanafiah dan Suhana (2010: 26), “motivasi instrinsik, yaitu motivasi yang datangnya secara alamiah atau murni dari diri peserta didik itu sendiri sebagai wujud adanya kesadaran diri (self awareness) dari lubuk hati yang paling dalam”.Jadi bila seseorang telah memiliki motivasi instrinsik dalam dirinya maka ia secara sadar akan melakukan suatu kegiatan yang tidak memerlukan motivasi dari luar dirinya.Motivasi ekstrinsik adalah motif-motif yang aktif dan berfungsi karena adanya perangsang dari luar (Djamarah, 2002: 117); (Sardiman, 2011: 90).Orang mau berbuat sesuatu karena adanya dorongan dari luar seperti adanya hadiah dan menghindari hukuman. Dalam proses pembelajaran, motivasi ekstrinsik diperlukan agar siswa mau belajar.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa motivasi sangat memegang peranan penting dalam kegiatan belajar.Tinggi rendahnya motivasi berpengaruh terhadap tinggi rendahnya gairah belajar siswa. Selain itu dapat dikatakan bahwa tanpa motivasi belajar, siswa tidak akan belajar dan akhirnya tidak akan mencapai keberhasilan dalam belajar. METODE

Berdasarkan jenis permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini, peneliti menggunakan desain penelitian kuantitatif. Dikatakan metode kuantitatif karena data penelitian ini berupa angka-angka dan analisis menggunakan statistik. Ditinjau dari sifatnya, jenis penelitian yang digunakan peneliti adalah penelitian ekspos fakto (expost facto research).Sukmadinata (2011: 54) menyatakan, “Penelitian ekspos fakto (expost facto research) meneliti hubungan sebab-akibat yang tidak dimanipulasi atau diberi perlakuan(dirancang dan dilaksanakan) oleh peneliti”.

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X SMK Veteran 1 Tulungagung tahun pelajaran 2014/2015 yang terdiri dari 6 kelas dengan jumlah siswa sebanyak 148 siswa.Sedangkan sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah siswa kelas X TKR 2 dan X TSM 1 SMK Veteran 1 Tulungagung pada tahun pelajaran 2014/2015. Adapun teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah simple random sampling, yang mana teknik ini merupakan teknik pengambilan sampel dari populasi yang dilakukan secara acak tanpa memperhatikan strata atau tingkatan daam anggota populasi tersebut.

Page 102: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 95

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini ada 3(tiga), yaitu metode dokumentasi, tes dan angket.Adapun Dokumentasi digunakan untuk mengumpulkan data dari variabel terikat yaitu data nilai raport siswa semester 1 pada mata pelajaran matematika.Data ini sebagai acuan data prestasi belajar siswa. Dan tes yang dimaksud adalah tes gaya kognitif siswa yaitu GEFT(Group Embedded Figure Test). GEFT merupakan seperangkat tes psikometrik yang dikembangkan oleh Witkin dkk (1977). Dengan tes ini, kita dapat mengklasifikasikan siswa ke dalam 2 gaya kognitif, yaitu gaya field dependence atau field independence.Sedangkan Angket yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket terkait dengan motivasi belajar siswa. Angket ini meliputi beberapa aspek, yaitu ketekunan, keuletan, minat, prestasi dalam belajar, serta kemandirian siswa. Angket pada penelitian ini merupakan angket tertutup. Dikatakan demikian karena responden tinggal memilih salah satu jawaban yang sesuai dengan karakteristik dirinya dengan cara memberikan tanda checklist ( √ ). Sedangkan dari bentuknya merupakan skala Likert untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena sosial (Sugiyono, 2009: 93).

Adapun instrumen yang digunakan dalam penelitian adalah: Group Embedded Figure Test (GEFT)dan angket motivasi.GEFTdiberikan kepada siswa, dengan maksud untuk mengklasifikasikan siswa ke dalam gaya field dependence dan field independence. Siswa diberikan 25 soal terkait dengan gaya kognitif. Dengan masing-masing jawaban akan mendapatkan skor “1” (satu).Sedangkan angket, angket ini memiliki 2 tipe pernyataan, yaitu pernyataan positif dan pernyataan negatif. Skala pengukuran yang digunakan adalah skala Likert dengan 5 pilihan jawaban, yaitu Sangat setuju (SS), Setuju (S), Ragu-ragu (RR), Tidak setuju (TS), Sangat tidak setuju (STS). Masing-masing jawaban akan mendapatkan skor.Sebelum melakukan penelitian uji validitas instrumen perlu dilakukan.Hal ini dimaksudkan agar instrumen yang digunakan untuk mengukur variabel memiliki validitas dan reliabilitas sesuai dengan ketentuan.Untuk menguji validitas instrumen dalam penelitian ini, peneliti menggunakan uji validitas dengan menggunakan 3 validator ahli untuk metode angket, yaitu 1 validator dari dosen Program Studi Pendidikan Matematika STKIP PGRI Tulungagung, 1 guru bidang studi Matematika dan 1 guru bidang studi Bimbingan Konseling di tempat penelitian.

Setelah data terkumpul, selanjutnya akan dilakukan analisa data.Tujuan dari analisa data adalah untuk membuat atau mengolah data yang telah ditetapkan dalam suatu penelitian dan mempunyai arti yang dapat memberikan arah kepada tujuan penelitian.Sebelum dilakukan uji hipotesis maka dilakukan uji prasyarat dengan uji normalitas dan uji homogenitas.Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah sampel yang didapat berasal dari populasi yang berdistribusi normal atau tidak, dan digunakan rumusChi Kuadrat.Sedangkan uji homogenitas

Page 103: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 96

digunakan untuk menguji kesamaan dua varians.Rumus yang dipakai yaitu Uji

Barttlet. 𝑠𝑝2 =

𝑛𝑘− 1 𝑠𝑖2𝑘

𝑖=1

𝑁−𝑘

Setelah diketahui skor tes siswa berdistribusi normal dan mempunyai variansi homogen, maka akan dilakukan uji hipotesis dengan uji t. Dengan H01 :tidak ada pengaruh motivasi siswa bergaya kognitif Field Dependence (FD) terhadap prestasi belajar matematika siswa X SMK Veteran 1 Tulungagung tahun pelajaran 2014/2015, H02 : tidak ada pengaruh motivasi siswa bergaya kognitif Field Independence (FI) terhadap prestasi belajar matematika siswa kelas X SMK Veteran 1 Tulungagung tahun pelajaran 2014/2015 menggunakan statistik

uji xy

2xy

r n - 2t = t n - 2

1 r . Sedangkan untuk H03 : tidak terdapat perbedaan

motivasi siswa bergaya kognitif Field Dependence (FD) dengan Field Independence (FI) pada siswa kelas X SMK Veteran 1 Tulungagung tahun pelajaran 2014/2015, H04 : tidak terdapat perbedaan motivasi siswa bergaya kognitif Field Dependence (FD) dengan Field Independence (FI) pada siswa kelas X SMK Veteran 1 Tulungagung tahun pelajaran 2014/2015 menggunakan statistik uji

1 2 0

1 2

p1 2

X X dt = t n n 2

1 1sn n

HASIL DAN PEMBAHASAN Setelah data hasil penelitian diperoleh, langkah selanjutnya adalah menganalisis hasil penelitian tersebut.Sebelum dilakukan pengujian hipotesis dengan uji t akan dilakukan tahapan uji prasyarat terlebih dahulu yaitu uji normalitas dan uji homogenitas.Dari hasil uji normalitas diketahui bahwa nilai χ2 sebesar 4.077 dan χ2 tabel dengan v = 3 (v = 6 – 3) adalah 7.815. Karena nilai dari χ2

hitung bukan anggota dari daerah kritik maka dapat disimpulkan bahwa data berdistribusi normal. Kemudian dalam perhitungan uji homogenitas untuk menguji apakah field dependence (FD) dan field independence (FI) mempunyai variansi-variansi yang sama dari jumlah populasi, didapatkan bobs = 0.97275 dan btabel= 0.88699. Dapat disimpulkan bahwa bobs> btabeldan nilaibobs bukan anggota daerah kritik, sehingga varians data yang akan dianalisis telah homogen. Pada hipotesis pertama adalah untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh motivasi belajar siswa bergaya kognitif field dependence(FD) terhadap prestasi.Setelah dilakukan penghitungan, didapatkan hasil rhitung = 0.555. Selanjutnya diuji signifikansinya dengan uji t dan didapat tobs = 2.583, kemudian dibandingkan dengan ttabel dengan taraf signifikan 5% dan dk = n – 2 = 17 – 2 = 15 adalah 1.753, jika tobs > ttabel maka keputusannya adalah tolak H0 atau dengan kata lain terima H1. Karena tobs = 2.583 > ttabel = 1.753 maka keputusan uji adalah

Page 104: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 97

terima H1 sehingga dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh kuat dan signifikan pada motivasi siswa bergaya kognitif field dependence (FD) terhadap prestasi belajar.Sesuai dengan pendapat Nasution (2010; 96) bahwa siswa dengan gaya kognitif field dependence (FD) lebih peka akan kritik dan perlu mendapat dorongan, serta sangat dipengaruhi oleh lingkungan dan banyak bergantung pada pendidikan di masa kecil. Maka dapat disimpulkan bahwa motivasi baik dari dalam diri siswa maupun dari luar sangat mempengaruhi prestasi belajarnya siswa bergaya kognitif field dependence (FD).

Pada hipotesis kedua ini adalah untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh motivasi belajar siswa bergaya kognitif field independence(FI) terhadap prestasi. Setelah dilakukan penghitungan, didapatkan hasil rhitung = 0.298. Selanjutnya diuji signifikansinya dengan uji t dan didapat tobs =1.746, kemudian dibandingkan dengan ttabel dengan taraf signifikan 5% dan dk = n – 2 = 18 – 2 = 16 adalah 1.746, jika tobs > ttabel maka keputusannya adalah tolak H0 atau dengan kata lain terima H1. Karena tobs = 1.249 < ttabel = 1.746 bukan merupakan anggota daerah kritik maka keputusan uji adalah terima H0 sehingga dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh lemah namun tidak signifikan pada motivasi siswa bergaya kognitif field independence (FI) terhadap prestasi belajar. Sesuai dengan beberapa karakter yang dijelaskan oleh Witkin (dalam Desmita 2011: 149) bahwa siswa bergaya kognitif field independence (FI) dapat mengembangkangkan strukturnya sendiri pada situasi tak terstruktur dan biasanya lebih mampu memecahkan masalah tanpa instruksi dan bimbingan eksplisit.Dikarenakan siswa tipe ini lebih menyukai motivasi instrinsik, maka siswa tersebut sudah memiliki dorongan dari dalam dirinya sendiri yang sangat kuat dan mengakibatkan kemauan, kesanggupan, kemampuan dalam dirinya juga akan tetap tinggi. Sehingga prestasi belajarnya pun juga akan tetap baik. Oleh sebab itu dapat disimpulkan dari uji hipotesis kedua ini bahwa terdapat pengaruh yang lemah namun tidak signifikan pada motivasi siswa bergaya kognitif field independence (FI) terhadap prestasi belajar.

Pada hipotesis ketiga ini , uji yang digunakan adalah uji t yang bertujuan untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan motivasi belajar siswa bergaya kognitif field dependence (FD)danfield independence (FI). Setelah dilakukan penghitungan, didapatkan hasil tobs = - 2.293. Selanjutnya dibandingkan dengan nilai ttabel dengan taraf signifikan 5% dan dk = n1+n2-2 = 17+18-2 = 33 adalah 1.697 dengan daerah kritik t < -1.697 atau t >1.697. Dan dapat diketahui bahwa tobs = - 2.293 < -1.697, maka tobs = - 2.293 merupakan anggota dari daerah kritik. Sehingga keputusan uji adalah tolak H0 atau terima H1.Pada hipotesis keempat ini , uji yang digunakan adalah uji t yang bertujuan untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan prestasi belajar siswa bergaya kognitif field dependence (FD)danfield independence (FI).Setelah dilakukan penghitungan, didapatkan hasil tobs = - 2.833. Selanjutnya dibandingkan dengan nilai ttabel dengan taraf signifikan 5% dan dk = n1+n2-2 = 17+18-2 SSS= 33 adalah 1.697 dengan daerah kritik t < -1.697 atau t >1.697. Dan dapat diketahui bahwa tobs = - 2.833 < -1.697, maka tobs

Page 105: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 98

= - 2.833 merupakan anggota dari daerah kritik. Sehingga keputusan uji adalah tolak H0 atau terima H1.Pada hipotesis keempat ini , uji yang digunakan adalah uji t yang bertujuan untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan prestasi belajar siswa bergaya kognitif field dependence (FD) dan field independence (FI).Setelah dilakukan penghitungan, didapatkan hasil tobs = - 2.833. Selanjutnya dibandingkan dengan nilai ttabel dengan taraf signifikan 5% dan dk = n1+n2-2 = 17+18-2 = 33 adalah 1.697 dengan daerah kritik t < -1.697 atau t >1.697. Dan dapat diketahui bahwa tobs = - 2.833 < -1.697, maka tobs = - 2.833 merupakan anggota dari daerah kritik. Sehingga keputusan uji adalah tolak H0 atau terima H1.Perbedaan prestasi belajar didukung dengan pendapat Uno yang menyatakan siswa yang memiliki gaya kognitif field dependence (FD) mudah mengingat informasi yang berkaitan dengan hubungan sosial, tetapi sulit mengolah materi pelajaran yang tidak terstruktur dan lebih peka terhadap kritik negatif.

PENUTUP

Berdasarkan hasil analisis data penelitian yang peneliti lakukan maka hipotesis penelitian telah terjawab dan dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Terdapat pengaruh kuat dan signifikan pada motivasi siswa bergaya kognitif

field dependence (FD) terhadap prestasi belajar matematika siswa X SMK Veteran 1 Tulungagung tahun pelajaran 2014/2015.

2. Terdapat pengaruh lemah namun tidak signifikan pada motivasi siswa bergaya kognitif field independence (FI) terhadap prestasi belajar matematika siswa kelas X SMK Veteran 1 Tulungagung tahun pelajaran 2014/2015.

3. Terdapat perbedaan motivasi siswa bergaya kognitif field dependence (FD)dengan field independence (FI) pada siswa kelas X SMK Veteran 1 Tulungagung tahun pelajaran 2014/2015.

4. Terdapat perbedaan motivasi siswa bergaya kognitif field dependence (FD) dengan field independence (FI) pada siswa kelas X SMK Veteran 1 Tulungagung tahun pelajaran 2014/2015.

Berdasarkan kesimpulan yang telah disampaikan, maka peneliti memberikan

saran sebagai berikut: 1. Bagi Guru

Diharapkan hasil penelitian dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan untuk melihat bagaimana gaya kognitif dan motivasi belajar siswa. Terkait dengan gaya kognitif, setelah mengetahui gaya kognitif siswa guru diharapkan dapat menentukan metode dan strategi pembelajaran di dalam kelas. Selain itu juga diharapkan membantu siswa dalam meningkatkan motivasi belajarnya.

2. Bagi Peserta Didik Diharapkan peserta didik dapat mengenal tipe gaya kognitifnya, sehingga lebih mengoptimalkan belajar sesuai dengan gaya kognitif yang dimiliki. Selain itu dapat membangkitkan dan meningkatkan motivasi belajarnya.

Page 106: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 99

DAFTAR PUSTAKA Abdurrahman, Mulyono, 2012. Anak Berkesulitan Belajar. Jakarta: Rineka Cipta

Arifin, Zainal. 2009. Evaluasi Pembelajaran: Prinsip, Teknik, Prosedur. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Budiyono, 2004.Statistika untuk Penelitian. Surakarta: Sebelas Maret University Press.

Bungin, H.M. Burhan, 2010.Metodologi Penelitian Kuantitatif. Jakarta: PT Bumi Aksara

Desmita, 2011.Psikologi Perkembangan Peserta Didik. Bandung: Remaja Rosdakarya

Hanafiah, dan Suhana. 2010. Konsep Strategi Pembelajaran.Bandung: PT Refika Aditama

Nasution, 2010.Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar dan Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara

Purwanto, M. Ngalim, 2010. Psikologi Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya

Riduwan.2009.Belajar Mudah Penelitian untuk Guru-Karyawan dan Peneliti Pemula. Bandung: Alfabeta

Sani, Ridwan Abdullah.2013.Inovasi Pembelajaran.Jakarta:PT Bumi Aksara

Santrock, John W. 2014. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Salemba Humanika

Sardiman. 2010. Interaksi & Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Rajawali Pers.

Slameto, 2013.Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta

Sugiyono. 2008. Statistika Untuk Penelitian.Bandung: Alfabeta

Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D. Bandung: Alfabeta.

Sukmadinata, Nana Syaodih .2009.Landasan Psikologi Proses Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya(ROSDA)

Susetyo, Budi. 2010. Statistika Untuk Analisis Data Penelitian.Bandung: Refika Aditama

Uno, Ha mzah B., 2010. Orientasi Baru dalam Psikologi Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara

Page 107: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 100

PROFIL ONTO SEMIOTIC APPROACH (OSA) SISWA SMA PEREMPUAN DALAM MENYELESAIKAN SOAL

STATISTIKA

Dian Septi Nur Afifah [email protected]

ABSTRAK Onto Semiotik Approach (OSA) merupakan analisis ontologis dan semiotik yang menggunakan kedua konstruksi teoritis semiotika sebagai ontologi objek matematika, untuk menjawab masalah pemahaman matematika. OSA menyediakan alat teoritis dan metodologis yang memungkinkan analisis objek matematika lebih rinci terdiri dari unsur bahasa, konsep, proposisi, prosedur dan argumen, yang terlibat dalam kegiatan matematika. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan profil onto semiotic approach (OSA) siswa SMA perempuan dalam menyelesaikan soal statistika. Penelitian ini termasuk jenis penelitian eksploratif dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Instrumen yang digunakan adalah soal tentang statistika dan wawancara. Subjek penelitian adalah satu siswa SMA yang berjenis kelamin Perempuan. Teknik pengumpulan data dengan tes dan wawancara. Analisis data berdasarkan hasil tes tulis dan hasil wawancara. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa profil onto semiotic approach (OSA) siswa SMA perempuan dalam menyelesaikan soal statistika adalah (1) bahasa yang digunakan adalah data, banyak kelas, (k), log n, interval kelas, tabel distribusi, (f), (2) konsep yang digunakan adalah pengurutan data, logaritma, (3) prosedur atau langkah-langkah yang digunakan untuk membuat tabel distribusi yaitu mengurutkan data, menentukan banyak kelas, melakukan pembulatan, menentukan interval kelas, membuat tabel distribusi (4) perhitungannya dalam menentukan banyak kelas dan interval kelas benar.(5) penafsiran hasil perhitungan banyak kelas menggunakan pembulatan ke bawah dan penafsiran interval kelas menggunakan pembulatan ke bawah,(6) Masalahnya adalah data yang belum terurut atau acak, (7) Argumen tentang konsep yang digunakan meliputi data adalah Sekumpulan informasi yg sdh di dapat dari suatu penelitian; banyak kelas adalah sekumpulan data yang dikelompokkan agar data lebih ringkas; log n adalah logaritma dari n; n menyatakan banyak data;k merupakan simbol dari banyak kelas; interval kelas adalah selisih antara batas atas dan batas bawah ; tabel distribusi adalah data kelompok yang disajikan dalam bentuk tabel; f adalah frekuensi dan (8) Proposisi adalah jika data belum terurut maka data harus diurutkan; jika pembulatan dibelakang koma adalah angka kurang dari atau sama dengan 5 maka dibulatkan ke bawah.

Kata Kunci: profil, onto semiotic approach, statistika

PENDAHULUAN Penggunaan kontribusi beberapa disiplin ilmu dalam Pendidikan Matematika harus didasarkan pada analisis sifat, konsep-konsep matematika, dan pengembangan pribadi dan budaya. Sehingga analisis epistemologis sangat penting dalam Pendidikan Matematika. Dengan demikian, penelitian dalam Pendidikan Matematika tidak bisa mengabaikan pertanyaan filosofis seperti: Apakah sifat dari objek matematika?; Apa peran aktivitas manusia dan sosial

Page 108: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 101

budaya dalam proses pengembangan ide matematika?; Apakah definisi dalam pernyataan, konsep dan proposisi dalam matematika?. Cook, Kim; Fukawa; Connelly. 2012, mengatakan bahwa mahasiswa matematika sulit membedakan simbol dan konsep statistik yang terkait. Seperti dalam menghitung rata-rata, mahasiswa menunjukkan simbol , Kemudian mengubah ke x, tetapi selanjutnya tidak mengetahui apa yang akan dilakukan. Selain itu, mahasiswa juga tidak mampu membedakan simbol populasi dan sampel. Mayen, Diaz, Batanero, (2009) menyatakan bahwa kemampuan siswa menghitung mean dan median tidak bermasalah tetapi mengalami kesulitan ketika memahami bahwa mean dan median digunakan untuk menentukan pusat data. siswa tersebut menunjukkan bahwa ia mampu menerapkan aturan yang ia pelajari, tapi tidak dapat memperluas aturan konseptual. Sehingga dapat dikatakan mahasiswa tersebut mengalami kesulitan dalam menghubungkan praktek untuk penalaran konseptual. Dari uraian masalah di atas perlu diperhatikan makna dari objek matematika baik dalam mempelajari matematika maupun memecahkan masalah matematika, agar tujuan dari pembelajaran tercapai. Makna objek matematika untuk pendidikan matematika harus ditekankan Balacheff (1990). Sierpinska (1994) menekankan hubungan yang erat antara pengertian tentang makna dan pemahaman. Beberapa penelitian baru-baru ini di bidang Pendidikan Matematika yang mempelajari pendekatan sistem semiotik secara eksplisit yang lebih luas (misalnya Duval, 2002, 2006; Bosch & Chevallard, 1999; Steinbring, 2005, 2006; Radford, 2003a; Arzarello & Edwards, 2005). Penelitian tersebut memperdalam pendapat seperti Peirce, Frege, Saussurre, Vygotsky dan lain dalam semiotik. Semiotik meliputi tanda-tanda visual dan verbal yang membentuk sistem kode yang secara sistematis menyampaikan informasi secara tertulis di setiap kegiatan manusia. Studi tentang representasi simbol dan hubungan antara representasi simbol dan konsep adalah jantung dari semiotik. Eco (1976) menggunakan istilah "fungsi semiotik "untuk menggambarkan hubungan antara teks dan komponen dan antara komponen. Fungsi semiotik menghubungkan anteseden dan tanda konsekuen (Noth, 1995). Semiotik yang dimaksud dalam penelitian ini adalah ungkapan tentang objek matematika yang disajikan dengan ikon, simbol-simbol dan pernyataan dalam matematika. Radford, memperkenalkan gagasan objektifikasi semiotik di Radford (2003a). Radford menjelaskan perlunya memperhatikan gagasan yang lebih luas dari sistem semiotik. Dia menggarisbawahi bahwa dari sudut pandang psikologis, objektifikasi objek matematika muncul terkait dengan upaya mediasi dan refleksif individu yang bertujuan pencapaian tujuan aktivitas mereka. Untuk sampai pada hal itu, mereka mungkin memanipulasi objek, membuat gambar, menggunakan gerak tubuh, menulis tanda, menggunakan kategori klasifikasi linguistik, atau membuat menggunakan analogi, metafora, dan sebagainya. Dengan kata lain, untuk sampai pada tujuan, individu bergantung pada penggunaan dan menghubungkan bersama beberapa alat, tanda-tanda, dan bahasa dalam mengatur tindakan yang dilakukan. Teori tentang makna objek matematika memiliki kekerabatan intrinsik dengan pendekatan antropologis untuk pengetahuan matematika (terutama ide-ide

Page 109: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 102

dari objek dan hubungan dari objek dan dari arti sebagai penggunaan objek Wittgenstein (1953). Godino dan Batanero, 1994; Godino, 1996; Godino dan Batanero, 1998, mengembangkan makna institusional dan personal dari objek matematika yang berhubungan dengan ide pemahaman. Berikutnya pada tahun 1998 menjelaskan Model ontologis dan semiotik, karena menyadari bahwa masalah epistemik dan kognitif tidak bisa dipisahkan dari refleksi ontologis. Untuk alasan tersebut Godino tertarik mengelaborasi ontologi untuk menggambarkan aktivitas matematika dan proses komunikasi dalam pembelajaran matematika. Godino (2000) mencoba untuk kemajuan dalam mengembangkan ontologi tertentu dan semiotik untuk mempelajari proses menafsirkan sistem tanda matematika yang digunakan dalam didaktik matematika. Di sini, makna ditafsirkan dalam hal sistem praktek yang berhubungan dengan objek. Konstruksi teoritis merupakan onto semiotik approach. Gusmão, Santana, Cazorla & Cajaraville (2010) mengatakan bahwa onto semiotik approach (OSA) merupakan analisis ontologis dan semiotik yang menggunakan kedua konstruksi teoritis semiotika sebagai ontologi objek matematika, yang mencoba untuk menjawab masalah pemahaman matematika, dikembangkan oleh Godino & Batanero, 1994; Godino, 2002; Gusmão, 2006; Godino, Batanero & Font, 2007; Font, Godino & D'amore, 2007). OSA adalah dianggap sebagai pendekatan praktis, pendekatan semiotik (peran sentral diberikan kepada penggunaan simbol-simbol yang digunakan dalam matematika) dan pendekatan antropologis (studi pada belajar subjek dalam kerangka institusional dan matematika sebagai aktivitas manusia). Onto Semiotic approach (OSA) adalah ontologi dari objek matematika yang memperhatikan tiga aspek matematika yaitu sebagai kegiatan pemecahan masalah, bahasa simbolis dan sistem konseptual yang logis dan terorganisir (Godino, 2007). Kerangka teori ini mencoba untuk mengartikulasikan pendekatan untuk penelitian pada pengajaran dan pembelajaran matematika berdasarkan antropologi dan asumsi semiotik tentang aktivitas matematika. Objek dalam OSA menurut Godino, 2015; 2007; 2005; Montiel, 2009 meliputi bahasa (istilah, ungkapan, notasi, tabel, grafik dll), situasi masalah (masalah, aplikasi tambahan atau dalam matematika), konsep (meruapakan ide-ide dalam matematika), prosedur (strategi yang digunakan), proposisi (suatu pernyataan) dan argumen (pendapat yang digunakan untuk menjelaskan konsep dan memvalidasi proposisi). Sedangkan Objek OSA menurut Neto (2012) meliputi bahasa, konsep/ properties, prosedur dan argumen. Begitu juga dengan Roa, Godino (2005) menyatakan bahwa objek dalam OSA adalah masalah, bahasa, tindakan, definisi dan sifat-sifat, dan argumen. Onto Semiotic Approach (OSA) yang dimaksud dalam penelitian ini adalah ungkapan dari objek matematika yang meliputi situasi, bahasa, konsep, prosedur, algoritma, penaksiran, proposisi dan argumen.

Dalam makalah ini, akan mendeskripsikan profil onto semiotic approach (OSA) siswa SMA perempuan dalam menyelesaikan soal statistika.

Page 110: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 103

METODE Jenis penelitian ini adalah penelitian eksploratif dengan menggunakan

pendekatan kualitatif. Instrumen yang digunakan adalah soal tentang statistika dan pedoman wawancara. Subjek penelitian adalah satu siswa SMA yang berjenis kelamin Perempuan dengan kriteria sudah pernah mempelajari materi statistika di sekolah. Teknik pengumpulan data dengan tes dan wawancara. Analisis data berdasarkan hasil tes tulis dan hasil wawancara. selanjutnya untuk mengecek keabsahan data digunakan triangulasi waktu yaitu dengan memberikan soal setelah seminggu dengan Soal statistika yang setara. Data yang valid adalah data hasil triangulasi soal ke 1 dan soal ke 2. Data hasil triangulasi waktu adalah data yang valid yang merupakan hasil penelitian. Setelah diperoleh data yang valid, maka dilakukan analisis. Data yang dianalisis adalah l profil onto semiotic approach (OSA) siswa SMA perempuan dalam menyelesaikan soal statistika . Pada proses analisis data tentang Profil OSA siswa SMA laki-laki dan perempuan bergaya kognitif FI dan FD seperti tabel dibawah ini,

Tabel 1 Deskripsi Analisis OSA Objek matematika Deskripsi Situasi 1. apa yang diketahui dalam soal

1. apa yang ditanyakan dalam soal Bahasa 2. istilah yang digunakan

3. pernyataan yang digunakan 4. simbol dan tanda yang digunakan 5. gambar yang digunakan 6. ketepatan dan keakuratan bahasa yang digunakan berdasarkan struktur tata bahasa dalam matematika

Konsep Definisi dari bahasa yang digunakan Prosedur strategi yang digunakan dalam menyelesaikan soal

statistika Algoritma ketepatan dalam perhitungan penaksiran Ketepatan dalam menaksir hasil perhitungan Proposisi, sifat-sifat Sifat-sifat yang ditemukan dalam menyelesaikan soal

statistika Argumen menjelaskan kebenaran hasil jawaban

HASIL DAN PEMBAHASAN

Subjek Penelitian diminta mengerjakan soal tentang statistika seperti yang disajikan dalam tabel di bawah ini,

Angka-angka di bawah ini menunjukkan penghasilan perbulan Pak Ahmad (dalam ratusan ribu rupiah).

Berdasarkan data di bawah di atas, buatlah tabel distribusi kelompok! Berikut adalah hasil jawaban subjek penelitian,

Page 111: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 104

Berdasarkan hasil jawaban subjek di atas, menunjukkan bahwa data diurutkan terlebih dahulu dari nilai yang paling rendah ke nilai yang paling tinggi.

Berdasarkan hasil ditulis di samping menunjukkan bahwa: 1. bahasa yang digunakan adalah data, banyak kelas, (k), log n, interval kelas,

tabel distribusi, (f). 2. konsep yang digunakan adalah pengurutan data, logaritma, 3. prosedur atau langkah -langkah yang digunakan untuk membuat tabel

distribusi yaitu mengurutkan data, menentukan banyak kelas, melakukan pembulatan, menentukan interval kelas, membuat tabel distribusi

4. perhitungannya dalam menentukan banyak kelas dan interval kelas benar. 5. penafsiran banyak kelas menggunakan pembulatan ke bawah dan penafsiran

interval kelas mrnggunakan pembulatan ke bawah. Berikut petikan wawancara berdasarkan hasil tes tulis, P: berdasarkan soal di atas, apa yang diketahui?

Page 112: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 105

S: data yang belum diurutkan bu? P: Apa yang akan di cari? S: membuat tabel distribusi kelompok. P: Jelaskan apa yang dimaksud dengan data? S: Data adalah Sekumpulan informasi yg sdh di dapat dari suatu penelitian P: Apa yang dimaksud dengan banyak kelas? S:banyak kelas adalah sekumpulan data yang dikelompokkan agar data lebih ringkas P: log n itu apa? S: logaritma dari n bu P: n menyatakan apa? S: n itu banyaknya data bu P: k itu apa? S: simbol dari banyak kelas bu P: 7,27 mengapa dibulatkan menjadi 7? S: karena jika pembulatan dibelakang koma adalah angka kurang dari atau sama dengan 5 maka dibulatkan ke bawah dan sebaliknya bu P: Apa yang dimaksud dengan interval kelas? S: interval kelas adalah selisih antara batas atas dan batas bawah bu P: apa yang dimaksud dengan tabel distribusi? S: tabel distribusi adalah data kelompok yang disajikan dalam bentuk tabel. P:Apa itu f? S: f adalah frekuensi Berdasarkan hasil wawancara menunjukkan bahwa, 1. Masalahnya adalah data yang belum terurut atau acak. 2. Argumen tentang konsep yang digunakan adalah

Data adalah Sekumpulan informasi yg sdh di dapat dari suatu penelitian banyak kelas adalah sekumpulan data yang dikelompokkan agar data lebih

ringkas log n adalah logaritma dari n n menyatakan banyak data k merupakan simbol dari banyak kelas interval kelas adalah selisih antara batas atas dan batas bawah tabel distribusi adalah data kelompok yang disajikan dalam bentuk tabel f adalah frekuensi

3. Proposisi jika data belum terurut maka data harus diurutkan jika pembulatan dibelakang koma adalah angka kurang dari atau sama

dengan 5 maka dibulatkan ke bawah 4. Bahasa

batas bawah, batas atas

Deskripsi hasil tes tulis dan petikan wawancara di atas, menunjukkan bahwa OSA yang muncul adalah Situasi, bahasa, konsep, prosedur, algoritma, penaksiran, proposisi dan argumen.

Page 113: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 106

PENUTUP Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa profil onto

semiotic approach (OSA) siswa SMA perempuan dalam menyelesaikan soal statistika adalah (1) bahasa yang digunakan adalah data, banyak kelas, (k), log n, interval kelas, tabel distribusi, (f), (2) konsep yang digunakan adalah pengurutan data, logaritma, (3) prosedur atau langkah -langkah yang digunakan untuk membuat tabel distribusi yaitu mengurutkan data, menentukan banyak kelas, melakukan pembulatan, menentukan interval kelas, membuat tabel distribusi (4) perhitungannya dalam menentukan banyak kelas dan interval kelas benar.(5) penafsiran hasil perhitungan banyak kelas menggunakan pembulatan ke bawah dan penafsiran interval kelas menggunakan pembulatan ke bawah,(6) Masalahnya adalah data yang belum terurut atau acak, (7) Argumen tentang konsep yang digunakan meliputi data adalah Sekumpulan informasi yg sdh di dapat dari suatu penelitian; banyak kelas adalah sekumpulan data yang dikelompokkan agar data lebih ringkas; log n adalah logaritma dari n; n menyatakan banyak data;k merupakan simbol dari banyak kelas; interval kelas adalah selisih antara batas atas dan batas bawah ;tabel distribusi adalah data kelompok yang disajikan dalam bentuk tabel; f adalah frekuensi dan (8) Proposisi adalah jika data belum terurut maka data harus diurutkan; jika pembulatan dibelakang koma adalah angka kurang dari atau sama dengan 5 maka dibulatkan ke bawah. DAFTAR RUJUKAN

Arzarello, F., & Edwards, L. 2005. Gesture and the construction of mathematical

meaning. In Proceedings of the 29th PME conference (pp. 123-54). Melbourne: PME.

http://www.emis.de/proceedings/PME29/PME29ResearchForums/PME29RFArzarelloEdwards.pdf

Coop. R., H. & Kinnard. W. 1974. Psycological Concepts In The Classroom. New York: Haper 7 Row Publishers.

Cook, S., & Fukawa-Connelly, T. 2012. Toward a Theory of Symbol Sense in Undergraduate Statistics. Proceedings of the SIGMAA RUME: Conference on Research in Undergraduate Mathematics Education.

http://pzacad.pitzer.edu/~dbachman/RUME_XVI_Linked_Schedule/rume16_submission_60.pdf

Duval, R.: 1993. Register of semiotic representation and cognitive functioning of thought. Annales de Didactique et de Sciences Cognitives 5, 37-65.

Duval, R. 2002. Representations and mathematics visualization, Proceedings of the North American Chapter of the International Group for the Psychology of Mathematics Education, Cinvestav-IPN, Mexico, pp. 311-335.

Eco, U. 1976. A theory of semiotics. Bloomington, IN: Indiana University Press. Ernest, P., : 1998, Social constructivism as a philosophy of mathematics. SUNY

Press, Albany,N. Y. Ernest, P.: 1993, „Mathematical activity and rethoric: A social constructivist

account‟, in I. Hirabasash, N. Nohda, K. Shigematsu, and F. Lin (eds.), Proceedings of the Seventeenth l Conference of the International Group for the Psychology of Mathematics Education. University of Tsukuba. Japan, Vol II, pp. 238-245.

Page 114: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 107

Font, V., Godino, J. D., & Contreras, A. 2008. From representation to onto-semiotic configurations in analysing mathematics teaching and learning processes.

http://www.ugr.es/~jgodino/eos/onto-semiotic%20configurations.pdf Font, V., Godino, J., & D‟Amore, B. 2007. An onto-semiotic approach to

representation in mathematics education. For the Learning of Mathematics, 27(2), 2-7, 14.

Godino, J.D. 2001. A semiotic approach to research in mathematics education. Godino,J.D, Pedro Arteaga and Hernán Rivas. 2014. Suitability Criteria For

Teachers‟ Education Programs In Mathematics And Statistic Education. Godino J. D.,Batanero, C. Steiner, H. G. and Wenzelburger, E. 1994. The training of

researchers in Mathematics Education. Results from an International study. Educational Studies in Mathematics, 26, 95-102.

Godino, J. D.,Batanero, C., and Navarro-Pelayo, V.: 1994, Razonamiento combinatorio (Combinatorial reasoning). Síntesis, Madrid.

Godino, J. D. 1996. Mathematical concepts, their meaning, and understanding. In L. Puig, & A.Didactiques des Mathématiques 22, (2.3), 237-284.

Godino, J. D., and Batanero, C .2007. The Onto-Semiotic Approach to Research in Mathematics Education. The International Journal on Mathematics Education (2007), Vol. 39 (1-2): 127-135.

http://www.ugr.es/~jgodino/funciones-semioticas/ontosemiotic_approach.pdf Godino, J. D., and Batanero, C., 1999, „The meanings of mathematical objects as

analysis units for didactic of mathematics‟, in I. Schwank (ed.), European Research in Mathematics Education III. CERME 1, Forschungsinstitut für Mathematikdidaktik, Osnabrück , pp. 236-248.

Godino, J. D., and Batanero, C.: 1994, „Significado institucional y personal de los objetos matemáticos‟ (Institutional and personal meaning of mathematical objects), Recherches en Didactique des Mathématiques 14 (3), 325-355.

Godino, J. D., and Batanero, C.: 1998, „Clarifying the meaning of mathematical objects as apriority area of research in mathematics education‟.

Godino, J. D., Batanero, C, and Rafael R. 2015. An onto-semiotic analysis of combinatorial problems and The solving processes by university students. Article in educational studies in mathematics.

http://www.ugr.es/~jgodino/articulos_ingles/ontosemiotic_analisis_combinatorics.pdf

Godino, J. D., Batanero, C. and Roa, R. 2005. An onto-semiotic analysis of combinatorial problems.

Godino, J. and Luis R. Pino-Fan. 2012. A view from the Onto-Semiotic Approach to Mathematical Knowledge and instruction. This study formed part of two research projects on teaching training: EDU2012- 32644 (University of Barcelona) and EDU2012-31869 (University of Granada).

Goldin, G.: 1998. Representations and the psychology of mathematics education: part II‟, Journal of Mathematical Behaviour 17 (2), 135-165.

Gusmão, T. C. R. S., & Cajaraville, J. A. 2007. Dificultades Ontosemióticas en torno al número áureo: un análisis a partir de un libro de texto de matemáticas. In VII Colóquio do Museu Pedagógico: Educação: história, memória e práticas sociais. Vitória da Conquista, Bahia/Brasil.

Kim, H., Fukawa-Connelly, T. & Cook, S. 2012. Student Understanding of Symbols in Introductory Statistics Courses. Proceedings of the SIGMAA RUME: Conference on Research in Undergraduate Mathematics Education.

Page 115: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 108

Mayen, S., Diaz, C., & Batanero, C. (2009). Students‟ semiotic conflicts in the concept of median. Statistics Education Research Journal, 8(2), 74-93.

http://iase-web.org/documents/SERJ/SERJ8%282%29_Mayen.pdf Montiel, mariana, miguel r. , 2009. Using the onto-semiotic approach to identify and

Analyze mathematical meaning in a multivariate Context. Proceedings of CERME 6, January 28th-February 1st 2009.

http://ife.ens-lyon.fr/publications/edition-electronique/cerme6/wg12-05-montiel.pdf Neto, teresa b. And xuhua sunnur, 2012. Design and analysis of mathematical tasks

using the onto-semiotic approach. 12th International Congress on Mathematical Education Program Name XX-YY-zz (pp. abcde-fghij) 8 July – 15 July, 2012,COEX, Seoul, Korea.

Neto, Teresa, Ana Breda, Nilza C and Juan D. Godino.2010. Resorting to non euclidean plane geometries To develop deductive reasoning An onto-semiotic approach.

http://140.122.140.1/~icmi19/files/Volume_1.pdf Noth, W. 1995. Handbook of semiotics (Advances in semiotics). Bloomington, IN:

Indiana University Press. Peirce, Ch. S. 1965. Obra lógico-semiótica. Madrid: Taurus. Peters, S. 2011. Robust understanding of statistical variation. Statistics Education

Research Journal, 10(1), 52-88. http://iase-web.org/documents/SERJ/SERJ10%281%29_Peters.pdf

Radford, L. 2003b. The ethics of being and knowing: Towards a cultural theory of learning.

Radford, G. Schubring, & F. Seeger (Eds.), Semiotics in mathematics education (pp. 215-34). Rotterdam: Sense Publishers.

https://www.sensepublishers.com/media/943-semiotics-in-mathematics-education.pdf Radford, L. 2003 „On the epistemological limits of language. Mathematical

knowledge and social practice in the Renaissance‟, Educational Studies in Mathematics 52(2), 123-150.

Radford, L. 2000. Signs and meanings in students' emergent algebraic thinking: A semiotic analysis. Educational Studies in Mathematics, 42(3), 237-268.

http://www.icme12.org/upload/submission/1942_f.pdf

Radford, L. 2003. Gestures, speech and the sprouting of signs. Mathematical Thinking and Learning, 5(1), 37-70.

Roa, R.: 2000, Combinatorial reasoning in students with advanced mathematical training. Unpublished Ph.D. Dissertation, University of Granada, Spain.

http://www.ugr.es/~jgodino/articulos_ingles/ontosemiotic_analisis_combinatorics.pdf

Sfard, A. 2000. Symbolizing mathematical reality into being – Or how mathematical discourse and mathematical objects create each other. In, P. Cobb, E. Yackel and K. McCain (Eds), Symbolizing and Communicating in Mathematics Classroom (pp. 37- 97). London: LEA.

Sierpinska, A.: 1994, Understanding in mathematics. The Falmer Press, London. http://www.merga.net.au/documents/MERJ_7_1_BookReview1.pdf Steiner, H.G. 1990. Needed cooperation between science education and mathematics

education. http://files.eric.ed.gov/fulltext/ED348233.pdf

Sfard, A. 1997. What is the specific object of study in mathematics group Research Domain: a Search for Identity, ICMI Study Book 1, The Netherlands:1).

Page 116: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 109

Vile, A., and Lerman, S.: 2010, „Semiotics as a descriptive framework in mathematics domain‟,in L. Puig y A. Gutierrez (eds.), Proceedings of the Twentieth Conference of the International Group for the Psychology of Mathematics Education, University of Valencia, Valencia, Vo.IV, pp. 395-402.

Wittgenstein, L. 1953. Philosophical Investigations, New York: MacMillan.

Page 117: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 110

PROFIL PEMAHAMAN SISWA BERDASAR TAKSONOMI

BLOOM DALAM MENYELESAIKAN SOAL MATEMATIKA

MATERI SUKU BANYAK Afidatul Muniroh

e-mail: [email protected]

Maryono Jurusan Tadris Matematika IAIN Tulungagung

e-mail: [email protected]

ABSTRAK Pemahaman adalah hal mendasar yang harus dimiliki siswa dalam mengikuti

proses belajar mengajar. Dalam hal ini penulis mengukur pemahaman siswa kelas XI IPA MA Pembangunan Pacitan menggunakan level-level pada Taksonomi Bloom.Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan pemahaman siswa kelas XI IPA MA Pembangunan Pacitan dalam menyelesaikan soal Matematika materi Suku Banyak berdasarkan Taksonomi Bloom. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan jenis penelitian deskriptif. Pengumpulan data menggunakan metode tes tulis, wawancara dan observasi. Pemilihan sujek berdasarkan purposive sampling yaitu pendapat guru, bahwa siswa dibagi menjadi 3 kelompok kemampuan akademik, yaitu tinggi, sedang dan rendah.Hasil penelitian menunjukkan bahwa berdasarkan Taksonomi Bloom pemahaman siswa kelas XI IPA MA Pembangunan kelompok kemampuan akademik tinggi berada pada level aplikasi, siswa kelompok kemampuan akademik sedang berada pada level aplikasi, dan siswa kelompok kemampuan akademik rendah berada pada level pengetahuan. Kata kunci: Taksonomi Bloom, Pemahaman, Kemampuan akademik, Suku Banyak PENDAHULUAN

Hudoyo menyatakan bahwa matematika adalah suatu alat untuk mengembangkan cara berpikir. Matematika berkaitan dengan gagasan berstruktur yang hubungannya diatur secara logis.32Masing-masing siswa memiliki kemampuan praktik, kemampuan menanamkan perilaku, dan kemampuan berpikir yang berbeda dalam memahami matematika.Adapun dalam pembahasan ini, penulis mengkhususkan pembahasan pada kemampuan berpikir atau kognitif yang erat kaitannya dengan pemahaman.

Pemahaman adalah tingkatan kemampuan yang mengharapkan seseorang mampu memahami arti atau konsep, situasisertafaktayangdiketahuinya.Dalam hal inidiatidak sekedarhafalsecaraverbalitas,tetapi memahami konsep dari masalah atau fakta yang ditanyakan, maka operasionalnya dapatmembedakan, mengubah, mempersiapkan, menyajikan, mengatur, menginterpretasikan, menjelaskan, mendemonstrasikan, membericontoh, memperkirakan, menentukan dan mengambilkeputusan.33

32Zaenal Arifin, Membangun Kompetensi Pedagogis Guru Matematika (Landasan Filosofi,

Histori, dan Psikologi), (Surabaya: Lentera Cendikia, 2009), hal. 10 33NgalimPurwanto,Prinsip-PrinsipdanTeknikEvaluasi

Page 118: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 111

Pemahaman dapat diartikan sebagai tingkatan kemampuan dalam memahami dan mencerna suatu informasi yang didapat, untuk selanjutnya diproses dan disajikan. Selain itu juga ditekankan bahwa pemahaman tidak hanya dititik beratkan pada hafal akan informasi yang didapat, melainkan lebih kepada memahami konsep.

Menurut tokoh psikologi yang bernama Benjamin S. Bloom atau yang biasa dikenal sebagai Bloom, proses pemahaman ini terdiri atas enam level, yaitu: (1) knowledge (pengetahuan), (2) comprehension (pemahaman atau persepsi), (3) application (penerapan), (4) analysis (penguraian atau penjabaran), (5) synthesis (pemaduan), dan (6) evaluation (penilaian).

Berdasar keenam level tersebut dapat digambarkan sebuah tangga Taksonomi Bloom mulai dari tingkatan terendah sampai dengan tingkatan tertinggi pemahaman. Berikut tangga Taksonomi Bloom.

Gambar 1: Tangga Taksonomi Bloom

Pengetahuan adalah ingatan (recall) tentang materi atau bahan yang sudah pernah dipelajari (mengingat).Jenjang kemampuan ini menuntut seseorang untuk dapat mengenali atau mengetahui adanya konsep, fakta atau istilah-istilah tanpa harus mengerti atau dapat menggunakannya.34

Pemahaman/pengertian adalah kemampuan untuk menangkap arti suatu materi atau informasi yang dipelajari.Kata kerja operasional yang dapat dipakai untuk mengukur kemampuan ini adalah memperhitungkan, memprakirakan, menduga, menyimpulkan, meramalkan, membedakan, menentukan, mengisi, dan menarik kesimpulan.35

Aplikasi adalah kemampuan menerapkan materi atau informasi yang telah dipelajari ke dalam suatu keadaan baru dan konkret dengan hanya mendapat sedikit pengarahan.Kata kerja operasional yang dapat digunakan untuk mengukur kemampuan ini adalah: menggunakan, meramalkan, menggabungkan, menggene-ralisasi, memilih, mengembangkan, mengorganisasi, mengubah, menyusun kembali, mengklasifikasikan, menghitung, menerapkan, menentukan, dan memecahkan masalah.

Analisis adalah kemampuan memecahkan atau menguraikan suatu materi atau informasi menjadi komponen-komponen yang lebih kecil sehingga lebih mudah dipahami.Kata kerja operasional kemampuan ini adalah menganalisis, membedakan, menemukan dan menarik kesimpulan.36

pengajaran,(Bandung:PT.RemajaRosdakarya,1997),hal.44

34Daryanto, Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2012), hal. 103-104 35Ibid., 108 36Ibid., hal. 110-111

Page 119: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 112

Sintesis adalah kemampuan untuk menyatukan bagian-bagian atau komponen menjadi suatu bentuk yang lengkap dan unik. Kata kerja operasional: menulis, membicarakan, menghubungkan, menghasilkan, membuktikan kebenaran, mengusulkan, mengemukakan, merenca-nakan, mendesain, dan menentukan.

Evaluasi adalah kemampuan menentukan nilai suatu materi, pernyataan, laporan, cerita, atau lainnya untuk tujuan tertentu. Penilaian dilakukan berdasarkan pada sutau kriteria yang baku dan jelas. Kata kerja operasional untuk mengukur kemampuan ini adalah menafsirkan, menduga, mempertimbang-kan, mengevaluasi, menentukan, membandingkan, membakukan, membe-narkan, dan mengkritik.37

Pemahaman siswa berdasarkan taksonomi Bloom di atas dapat dilihat diklasifikasikan berdasarkan kemampuan akademik siswa, yaitu kemampuan keseharian siswa dalam mengikuti proses belajar mengajar. Kemampuan akademik tersebut dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu kelompok kemampuan akademik tinggi, sedang, dan rendah.

Penulis melakukan penggalian data di MA Pembangunan Pacitan.Alasan penulis mengamati pemahaman siswa MA Pembangunan adalah berdasar mengamatan awal pada hari Senin, 24 November 2014 didapati bahwa pemahaman siswa sekolah tersebut masih dalam tahap rendah.Hal itu terbukti ketika menyelesaikan soal, siswa hanya menggunakan sistem hafalan rumus tanpa memahami makna dari rumus tersebut.

Matematika menjadi cabang ilmu yang pembahasannya sangat luas.Pembahasan dalam matematika disajikan dalam bentuk materi, yang di antaranya adalah Suku Banyak.Secara umum Suku Banyak dalam variabel x dengan koefisien bilangan riil dan n bilangan cacah berbentuk:

𝑎𝑛𝑥𝑛 + 𝑎𝑛−1𝑥

𝑛−1 + 𝑎𝑛−2𝑥𝑛−2 + ⋯ + 𝑎2𝑥

2 + 𝑎1𝑥1 + 𝑎0

dengan; (a) 𝑎𝑛 , 𝑎𝑛−1, 𝑎𝑛−2, … , 𝑎2, 𝑎1, 𝑎0 merupakan bilangan riil yang berturut-turut merupakan koefisien dari 𝑥𝑛 , 𝑥𝑛−1, 𝑥𝑛−2, … , 𝑥2 , 𝑥1, 𝑥, 𝑥0, (b) 𝑎0 disebut konstanta, (c) koefisien dari 𝑥 dengan pangkat tertinggi disebut dengan koefisien utama, (d) bentuk 𝑎𝑘𝑥

𝑘 untuk 𝑘 = 0, 1, 2, … , 𝑛 − 1, 𝑛 disebut suku, dan (e) untuk 𝑎𝑛 ≠ 0, maka Suku Banyak tersebut berderajat 𝑛.38

Berdasar permasalahan di atas penulis bermaksud mengamati salah satu tujuan pembelajaran yang harus dicapai, yaitu kemampuan siswa di dalam ranah kognitif pada sebagian kecil siswa-siswi MA Pembangunan Pacitan.

Artikel ini memiliki tujuan di antaranya adalah: (a) untuk mendeskripsikan pemahaman siswa kelompok kemampuan akademik tinggi kelas XI IPA MA Pembangunan Pacitan dalam menyelesaikan soal Matematika materi Suku Banyak berdasarkan Taksonomi Bloom; (b) untuk mendeskripsikan pemahaman siswa kelompok kemampuan akademik sedang kelas XI IPA MA Pembangunan Pacitan dalam menyelesaikan soal Matematika materi Suku Banyak berdasarkan Taksonomi Bloom; (c) untuk mendeskripsikan pemahaman siswa kelompok kemampuan akademik rendah kelas XI IPA MA Pembangunan Pacitan dalam

37Munif Chatib, Sekolahnya Manusia: Sekolah Berbasis Multiple Intelligences di

Indonesia, (Bandung: Kaifa PT Mizan Pustaka), hal. 161-163 38Abdul Halim Fathani, Matematika Praktis Gampang Memahami Materi Cepat

Menyelesaikan Soal, (Jogyakarta: Mitra Pelajar, 2009), hal. 71

Page 120: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 113

menyelesaikan soal Matematika materi Suku Banyak berdasarkan Taksonomi Bloom.

METODE

Penelitian ini menggunakan pendekatan/metode kualitatif dengan jenis penelitian deskriptif. Metode penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang digunakan untuk meneliti pada kondisi objek yang alamiah, dimana peneliti adalah sebagai instrumen kunci.Teknik analisis data dilakukan secara triangulasi (gabungan), analisis bersifat induktif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna dari pada generalisasi.39Penelitian deskriptif merupakan metode penelitian yang berusaha menggambarkan dan menginterpretasikan objek sesuai apa adanya. Penelitian ini juga sering disebut noneksperimen, karena pada penelitian ini peneliti tidak melakukan kontrol dan memanipulasi variabel penelitian.

Pemilihan subjek dalam penelitian ini berdasarkan kesepakatan dengan guru mata pelajaran Matematika atau disebut purposive sampling. Purposive sampling adalah teknik pengambilan subjek sumber data dengan pertimbangan tertentu pada penelitian kualitatif. Misalnya adalah pertimbangan dari orang yang yang dianggap paling tahu tentang apa yang kita harapkan, atau mungkin dia sebagai penguasa sehingga akan memudahkan peneliti menjelajahi objek/situasi sosial yang diteliti.40

Purposive sampling tersebut menghasilkan tiga kelompok siswa dari keseluruhan 17 siswa, yaitu 2 siswa dari kelompok kemampuan tinggi, 2 siswa dari kelompok kemampuan sedang, dan 2 siswa dari kelompok kemampuan rendah.Metode yang digunakan untuk mengetahui profil pemahaman siswa adalah observasi, tes tulis, dan dokumentasi. Adapun jadwal penggalian data sebagaimana tabel di bawah ini.

No. Hari, Tanggal Kegiatan

1 Sabtu, 10-01-2015 Perijinan

2 Selasa, 13-01-2015 Perijinan/survey

3 Rabu, 14-01- 2015 Observasi

4 Rabu, 04-02- 2015 Tes dan

wawancara

5 Kamis, 05-02-2015 Wawancara

guru

Penelitian dilaksanakan di kelas XI IPA MA Pembangunan.Alasan

dipilihnya kelas tersebut adalah berdasarkan musyawarah dengan Kepala Sekolah, diputuskan bahwa kelas yang memungkinkan untuk dijadikan latar penelitian adalah kelas XI IPA. Hal itu dikarenakan kelas X telah menggunakan Kurikulum

39Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif, (Bandung: Penerbit CV. Alfabeta, 2013), hal. 1

40Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D, (Bandung: Penerbit Alfabeta, 2014), hal. 300

Page 121: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 114

2013 yang tentunya tidak sesuai dengan tema penelitian yang diambil. Adapun Kelas XII telah diberlakukan metode drill untuk persiapan pelaksanaan Ujian Nasional, sedangkan untuk penjaringan data dibutuhkan waktu yang relatif lama.

Tes tulis adalah metode pokok yang digunakan untuk menggali data. Hari Rabu, 04 Pebruari 2015, penulis melaksanakan penggalian data yaitu dengan memberikan tes tulis terhadap siswa. Terdapat 15 siswa dari 17 siswa di kelas XI IPA yang mengikuti penelitian. Pelaksanaan tes tulis ini berlangsung selama 45 menit atau satu jam pelajaran mulai dari pukul 07.00 WIB sampai pukul 07.45 WIB. Siswa diberikan 4 butir soal uraian yang telah disesuaikan dengan level-level pada Taksonomi Bloom dan telah mendapatkan validasi dari beberapa ahli (dosen IAIN Tulungagung dan guru kelas XI IPA).

Berdasarkan data keseharian siswa dan pengakuan dari guru mata pelajaran matematika (purposive sampling), dapat diketahui bahwa terdapat tiga kelompok kemampuan akademik siswa kelas XI IPA MA Pembangunan Pacitan. Tiga kelompok tersebut adalah siswa dengan kelompok kemampuan tinggi, siswa dengan kelompok kemampuan akademik sedang dan siswa dengan kelompok kemampuan akademik rendah.

HASIL DAN PEMBAHASAN Siswa XI IPA Dari Kelompok Kemampuan Tinggi Berada Pada Level Aplikasi

Siswa dengan kemampuan tinggi telah memunculkan level aplikasi pada dua nomor soal, yaitu soal nomor satu dan soal nomor tiga. Kedua siswa kelompok kemampuan tinggi mampu menyelesaikan soal level aplikasi ini dengan baik.

Berdasarkan hasil analisis data tes tulis dan wawancara dengan siswa, siswa kelompok kemampuan tinggi menyelesaikan soal berdasarkan metode yang sudah dipelajari sebelumnya, yaitu metode Substitusi dan dilanjutkan dengan metode Eliminasi.

Pengukuran level aplikasi ini umumnya menggunakan pendekatan masalah (problem solving). Melalui pendekatan ini siswa dihadapkan dengan suatu masalah, entah riil atau hipotesis, yang perlu dipecahkan dengan menggunakan pengetahuan yang telah dimilikinya.Dengan demikian, penguasaan aspek ini harus didasari aspek pemahaman yang mendalam tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan masalah tersebut.41Merujuk pada teori di atas berdasarkan pemahaman terhadap konsep Suku Banyak yang telah dipahami sebelumnya, siswa mengingat kembali konsep tersebut, bahwa suku banyak (𝑓(𝑥)) terdiri dari pembagian, hasil bagi, dan sisa pembagian. Selanjutnya siswa mengaplikasikan ingatan tersebut untuk menyelesaikan soal yang baru.

Selain nomor satu, siswa kelompok tinggi memunculkan kembali level aplikasi pada soal nomor tiga. Soal yang disusun oleh penulis berdasarkan level analisis dan evaluasi tersebut diselesaikan oleh siswa kelompok tinggi berdasarkan level pengetahuan dan aplikasi.

Siswa kelompok tinggi menerjemahkan Teorema Sisa I ke dalam bahasa yang mereka pahami sendiri. Hal tersebut merupakan bentuk pemahaman yang berada pada level pemahaman. Pemahaman/pengertian adalah kemampuan untuk

41Daryanto, Evaluasi Pendidikan, …, hal. 109

Page 122: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 115

menangkap arti suatu materi atau informasi yang dipelajari.42Sebagaimana makna aplikasi dalam Taksonomi Bloom ini, siswa kelompok kemampuan tinggi telah memunculkan level aplikasi pada soal nomor tiga. Siswa mengaku bahwa yang bisa dijadikan sebagai jawaban untuk soal pembuktian adalah contoh soal. Sedangkan level analisis sebagaimana yang penulis rumuskan, tidak muncul dalam kelompok ini. Hal itu disebabkan pembiasaan siswa yang menyelesaikan soal berdasarkan level aplikasi.

Selanjutnya siswa masih belum mampu menguasai level pemahaman dengan baik. Seperti halnya pada soal nomor dua, pemikiran siswa kelompok tinggi ini belum sampai pada level pemahaman. Siswa hanya mampu memunculkan satu level yaitu pengetahuan. Berdasarkan Taksonomi Bloom, pengetahuan disebut juga aspek ingatan (recall). Seseorang dituntut untuk dapat mengenali atau mengetahui adanya konsep, fakta, atau istilah-istilah tanpa harus dapat mengaplikasikan.43 Jawaban siswa kelompok kemampuan tinggi ini sesuai dengan indikator level pengetahuan di atas.

Pembahasan terakhir pada temuan pertama ini adalah soal nomor empat mengenai level sintesis. Pada soal nomor empat ini, pemikiran siswa kelompok tinggi telah sampai pada level sintesis.

Sintesis adalah kemampuan untuk menyatukan bagian-bagian atau komponen menjadi suatu bentuk yang lengkap dan unik.44 Pada level ini siswa mampu mengombinasikan metode Substitusi dan Horner menjadi satu rangkaian yang utuh, sehingga terbukti bahwa pesan yang didapat memiliki keterkaitan antara satu pesan dengan pesan yang lain. Wujud dari pesan tersebut adalah dapat ditunjukkannya 𝑓(𝑘) dari 𝑓(𝑥) yang diketahui.

siswa kelompok tinggi mampu memunculkan level sintesis pada soal nomor empat, namun dari keempat soal yang diberikan terdapat dua soal yang diselesaikan berdasarkan level aplikasi. Kedua soal tersebut diselesaikan siswa kelompok kemampuan tinggi dengan baik. Jadi dapat disimpulkan bahwa pemahaman siswa kelompok tinggi berada pada level aplikas dengan tidak memunculkan level analisis dan evaluasi.

Siswa XI IPA Dari Kelompok Kemampuan Sedang Berada Pada Level Aplikasi

Siswa dengan kemampuan sedang telah memunculkan berbagai macam level sebagaimana yang penulis rumuskan kecuali pada soal nomor dua siswa tidak memunculkan level pemahaman. Siswa kelompok ini telah memunculkan level aplikasi pada nomor satu.

Sebagaimana siswa kelompok kemampuan tinggi, siswa kelompok kemampuan sedang juga menyelesaikan soal berdasarkan metode yang sudah dipelajari sebelumnya, yaitu metode Substitusi dan dilanjutkan dengan metode Eliminasi.

Berdasarkan pola pikir yang dituangkan dalam penyelesaian soal nomor satu sebagaimana dalam analisis data tes tulis dan wawancara, siswa kelompok

42Munif Chatib, Sekolahnya manusia: Sekolah Berbasis Multiple Intelligences di Indonesia,

…, hal. 161 43Daryanto, Evaluasi Pendidikan, …, hal. 106 44Munif Chatib, Sekolahnya manusia: Sekolah Berbasis Multiple Intelligences di Indonesia,

…, hal. 161

Page 123: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 116

sedang telah memunculkan level aplikasi pada soal nomor satu. Selain mengaplikasikan metode Eliminasi dan Substitusi, siswa kelompok sedang juga mampu menerapkan konsep sisa dari suku banyak ke dalam persoalan yang lebih riil.

Selanjutnya siswa kelompok kemampuan sedang hanya mampu memunculkan satu level pada soal nomor dua, yaitu level Pengetahuan atau ingatan. Sedangkan level pemahaman tidak muncul pada soal nomor dua kelompok ini. Ketidak munculan level pemahaman disini bukanlah hal yang tidak mungkin terjadi, walaupun siswa kelompok ini telah memunculkan level yang lebih tinggi yaitu level aplikasi pada soal nomor satu. Hal tersebut merupakan bentuk pola pikir siswa yang cenderung terbiasa dengan mengingat dan mengaplikasikan, daripada memahami.

Temuan yang selanjutnya adalah mengenai siswa kelompok sedang yang mampu memunculkan dua level taksonomi Bloom yaitu analisis dan evaluasi pada soal nomor tiga. Siswa membuktikan kebenaran Teorema Sisa I dengan cara menguraikan Torema menjadi komponen-komponen yang lebih kecil, dengan mengaplikasikan beberapa aksioma sebagai dasar untuk menemukan fokus permasalahan. Hal itu dilakukan siswa sebagai perwujudan dari level analisis. Pemunculan kedua level ini tidak ditemukan pada siswa kelompok kemampuan tinggi.

Sebagaimana soal nomor tiga, siswa menyelesaikan soal berdasarkan pola pikir kognitif pada level analisis, yaitu dengan menguraikan 𝑓(𝑥) = (𝑥 −𝑘)𝑕(𝑥) + 𝑆 dan mencari asal dari 𝑆. Jawaban siswa tersebut menunjukkan bahwa pola berpikir siswa telah memenuhi indikator untuk memunculkan level analisis.

Berdasarkan hasil analisis data tes tulis dan wawancara, disimpulkan bahwa jawaban tes tulis siswa kemampuan sedang telah memenuhi kriteria level analisis.

Pemunculan level analisis dengan predikat baik pada siswa kelompok sedang ini merupakan hal yang menarik. Mengingat level analisis adalah level berpikir siswa yang tergolong tinggi. Selain itu soal tergolong soal yang baru, dansiswa belum terbiasa menyelesaikan soal tersebut.

Pembahasan terakhir pada temuan kedua ini adalah soal nomor empat mengenai level sintesis. Pada soal nomor empat ini, pemikiran siswa kelompok sedang telah sampai pada level sintesis.

Siswa mampu menemukan ide baru mengenai cara menunjukkan sisa dari 𝑓(𝑥) dengan metode selain Substitusi sebagaimana yang memungkinkan untuk dikerjakan oleh siswa yang belum memiliki taraf berpikir sintesis. Sintesis adalah kemampuan untuk menyatukan bagian-bagian atau komponen menjadi suatu bentuk yang lengkap dan unik. Pada level ini siswa mampu mengombinasikan metode Substitusi dan Horner menjadi satu rangkaian yang utuh, sehingga terbukti bahwa pesan yang didapat memiliki keterkaitan antara satu pesan dengan pesan yang lain.

Berdasarkan analisis hasil tes tulis dan wawancara siswa kelompok sedang mampu memunculkan level sintesis pada soal nomor empat. Siswa menghubungkan Suku Banyak dengan cara substitusi, perkalian dengan Horner.

Page 124: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 117

Sintesis dapat pula dibuat dengan jalan atau dalam bentuk menghubung-hubungkan konsep-konsep yang sudah ada.45

Dari keempat soal yang diberikan kepada siswa, jika dibandingkan dengan soal dengan level yang lain soal dengan level aplikasi cenderung mendapatkan apresiasi yang tinggi dari siswa. Pada level ini siswa menyelesaikan soal aplikasi dengan baik. Hal itu dibuktikan dengan langkah-langkah pengerjaan soal yang sangat sistematis dengan menerapkan berbagai metode dan konsep Suku Banyak. Selain itu ketika wawancara, siswa juga mampu menjelaskan dengan baik sebagaimana pada tes tulis. Sedangkan soal dengan level selain aplikasi, siswa cenderung belum mampu menyelesaikan dengan baik. Jadi pada siswa kelompok sedang ini pemahamannya sampai pada level aplikasi.

Siswa XI IPA Dari Kelompok Kemampuan Rendah Berada Pada Level Ingatan

Pemahaman siswa dengan kemampuan rendah berada pada level ingatan. Siswa kelompok rendah telah menyelesaikan keempat soal yang disajikan penulis dengan memunculkan berbagai level, namun dari berbagai level yang muncul tersebut level yang sangat dikuasai oleh siswa kelompok rendah ini adalah level ingatan.

Siswa kelompok rendah memunculkan level ingatan yang dikombinasikan dengan level aplikasi pada soal nomor dua. Pada jawaban tes tulis sebagaimana yang disajikan dalam subbab sebelumnya, pada poin kedua siswa mendefinisikan suku banyak berderajat dua secara kurang tepat, yaitu siswa justru mendefinisikan konsep dari suku banyak secara umum.Walaupun siswa kurang tepat dalam mendefinisikan berderajat pada suku banyak, namun siswa mendefinisikan derajat pada suku banyak secara benar.Sedangkan definisi tersebut tidak muncul pada siswa kelompok tinggi dan sedang.

Siswa kelompok rendah mendefinisikan suku banyak sebagaimana definisi derajat berikut, bahwa “suku banyak adalah 𝑎𝑛𝑥

𝑛 + 𝑎𝑛−1𝑥𝑛−1 + ⋯ + 𝑎1𝑥 + 𝑎0”.

Secara umum Suku Banyak dalam variabel x dengan koefisien bilangan riil dan n bilangan cacah berbentuk:

𝑎𝑛𝑥𝑛 + 𝑎𝑛−1𝑥

𝑛−1 + 𝑎𝑛−2𝑥𝑛−2 + ⋯ + 𝑎2𝑥

2 + 𝑎1𝑥1 + 𝑎0

dengan; (a) 𝑎𝑛 , 𝑎𝑛−1, 𝑎𝑛−2, … , 𝑎2, 𝑎1, 𝑎0 merupakan bilangan riil yang berturut-turut merupakan koefisien dari 𝑥𝑛 , 𝑥𝑛−1, 𝑥𝑛−2, … , 𝑥2 , 𝑥1 , 𝑥, 𝑥0, (b) 𝑎0 disebut konstanta, (c) koefisien dari 𝑥 dengan pangkat tertinggi disebut dengan koefisien utama, (d) bentuk 𝑎𝑘𝑥

𝑘 untuk 𝑘 = 0, 1, 2, … , 𝑛 − 1, 𝑛 disebut suku, dan (e) untuk 𝑎𝑛 ≠ 0, maka Suku Banyak tersebut berderajat 𝑛.46

Jawaban tersebut mengindikasikan bahwa siswa mampu mengingat dengan baik konsep yang sudah dipelajari sebelumnya, walaupun siswa kurang memahami makna dari konsep yang telah diingat dan cara mengaplikasikannya. Berdasarkan hasil wawancara dengan siswa kelompok sedang, siswa memaparkan makna derajat pada suku banyak dengan mendekati benar.Hanya saja siswa tidak menyebutkan bahwa pangkat yang dimaksud adalah pangkat yang tertinggi.

Selanjutnya dengan bekal ingatan mereka, siswa kelompok rendah juga memunculkan jawaban dengan level aplikasi, dimana siswa mendefinisikan suku

45Daryanto, Evaluasi Pendidkan, …, hal. 113 46Abdul Halim Fathani, Matematika Praktis Gampang Memahami Materi Cepat

Menyelesaikan Soal, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2012), hal. 71

Page 125: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 118

banyak berderajat tiga dengan caramemunculkan contoh soal. Pengaplikasian definisi suku banyak ke dalam contoh soal tersebut merupakan sesuatu hal yang baru dan tidak dijumpai di kelompok kemampuan tinggi dan sedang. Jadi selain memunculkan level pengetahuan, siswa juga memunculkan level aplikasi pada soal nomor dua. Aktifitas berpikir siswa tersebut sesuai dengan makna aplikasi pada level taksonomi Bloom bahwa aplikasi adalah kemampuan menerapkan materi atau informasi yang telah dipelajari ke dalam suatu keadaan baru dan konkret dengan hanya mendapat sedikit pengarahan. Hal ini termasuk aplikasi dari suatu aturan, konsep, metode, dan teori guna memecahkan masalah.47

Siswa kelompok ini juga memunculkan level aplikasi pada soal nomor satu. Kedua siswa kelompok kemampuan rendah menyelesaikan soal level aplikasi ini dengan kurang baik.

Pada temuan ketiga ini siswa memunculkan satu level yaitu level analisis pada soal nomor tiga. Siswa membuktikan kebenaran Teorema Sisa I dengan cara menguraikan Torema menjadi komponen-komponen yang lebih kecil, dengan mengaplikasikan beberapa aksioma sebagai dasar untuk menemukan fokus permasalahan. Hal itu dilakukan siswa sebagai perwujudan dari level analisis.

Pembahasan terakhir pada temuan ketiga ini adalah soal nomor empat mengenai level sintesis.Pada soal nomor empat ini, pemikiran siswa kelompok rendah telah sampai pada level sintesis.

Siswa mampu menemukan ide baru mengenai cara menunjukkan sisa dari 𝑓(𝑥) dengan metode selain Substitusi sebagaimana yang memungkinkan untuk dikerjakan oleh siswa yang belum memiliki taraf berpikir sintesis. Pada level ini siswa mampu mengombinasikan metode Substitusi dan Horner menjadi satu rangkaian yang utuh, sehingga terbukti bahwa pesan yang didapat memiliki keterkaitan antara satu pesan dengan pesan yang lain. Wujud dari pesan tersebut adalah dapat ditunjukkannya 𝑓(𝑘) dari 𝑓(𝑥) yang diketahui.

Berdasarkan hasil analisis tes tulis dan wawancara, siswa kelompok rendah belum mampu memunculkan level sintesis pada soal nomor empat sebagaimana yang penulis rumuskan. Siswa belum memahami jawaban yang dia tulis dikarenakan siswa hanya menyelesaikan soal nomor empat dengan ingatan mereka.Pada saat wawancara berlangsung, siswa menghafal jawaban yang telah ditulis sebelumnya.Jadi, pada temuan ketiga, yaitu siswa dengan kemampuan rendah memiliki pemahaman rata-rata pada level ingatan. Siswa Dari Ketiga Kelompok Kemampuan (Tinggi, Sedang, Rendah) Tidak Mampu Memunculkan Level Pemahaman Pada Soal Nomor Dua, Dan Cenderung Mampu Menyelesaikan Soal Dengan Level Aplikasi.

Pemahaman/pengertian adalah kemampuan untuk menangkap arti suatu materi atau informasi yang dipelajari. Siswa dituntut untuk memahami atau mengerti apa yang diajarkan, mengetahui apa yang sedang dikomunikasikan dan dapat memanfaatkan isinya tanpa harus dihubungkan dengan hal-hal lain.48 Pemahaman merupakan level kedua setelah pengetahuan. Pada dasarnya, level-level pemahaman pada taksonomi Bloom menunjukkan bahwa taraf berpikir kognitif didasari oleh level pertama kemudian dilanjutkan level ke dua, dan

47Munif Chatib, Sekolahnya Manusia: Sekolah Berbasis Multiple Intelligences di Indonesia, …, hal. 161-163

48Daryanto, Evaluasi Pendidikan, …, hal. 106

Page 126: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 119

seterusnya.Keenam aspek pada Taksonomi Bloom bersifat kontinum dan overlap (saling tumpang tindih).49Aspek yang paling tinggi meliputi semua aspek yang di bawahnya. Kenyataan lain terjadi pada siswa kelas XI IPA MA Pembangunan Pacitan, dimana siswa kurang berhasil dalam memunculkan level pemahaman atau level ke-dua dari Taksonomi Bloom. Sedangkan siswa justru mampu memunculkan level yang lebih tinggi dari level pemahaman, yaitu level aplikasi atau level ke-tiga Taksonomi Bloom.

Berdasarkan pengakuan guru matematika, telah nampak penyebab siswa kurang mampu dalam berpikir tahap pemahaman. Hal itu disebabkan oleh kebiasaan siswa yang hanya menerima apa yang diberikan oleh guru. Guru menyampaikan materi dengan cara mengarahkan langsung kepada aplikasi rumus berupa contoh soal yang sesuai dengan rumus awal tanpa memahamkan siswa terhadap konsep terlebih dahulu. Guru mengakui bahwa cara tersebut lebih baik untuk menanamkan pemahaman siswa. Selain itu alasan lain guru menyampaikan materi dengan level aplikasi adalah mengingat kemampuan siswa yang belum begitu baik, dihawatirkan siswa hanya memahami konsep atau rumus sedangkan untuk menyelesaikan soal siswa kurang mampu. Siswa kelompok kemampuan tinggi tidak menjamin dapat menyelesaikan soal berdasarkan level yang telah ditentukan.

Sebagaimana pembahasan pada temuan ke empat, siswa belum tentu mampu membentuk pemahaman sebagaimana sifat overlap (saling tumpang tindih) yang diprediksikan oleh Bloom.Hal itu dibuktikan dengan siswa yang pada keseharian terbiasa mampu menyelesaikan soal-soal matematika dengan baik, belum tentu mengaplikasikan sifat overlap sebagaimana Taksonomi Bloom tersebut. Ada kalanya siswa memunculkan level yang lebih rendah atau yang lebih tinggi dari yang telah ditentukan.

Sebagai contoh, berikut ini beberapa temuan pada jawaban siswa yang tidak sesuai dengan taksonomi Bloom berdasarkan analisis data tes tulis dan wawancara: (a) untuk soal nomor tiga yaitu soal yang disusun berdasarkan level analisis dan evaluasi, siswa kemampuan tinggi menyelesaikan soal dengan jawaban level pemahaman dan aplikasi, (b) untuk soal nomor tiga, kelompok siswa kemampuan sedang justru mampu menyelesaikan soal dengan jawaban level analisis dan evaluasi. Hal itu tidak dijumpai pada siswa kelompok kemampuan tinggi,(c) kelompok siswa kemampuan rendah mampu menyelesaikan soal nomor dua (soal yang disusun berdasarkan level ingatan dan pemahaman) dengan jawaban yang memunculkan level yang lebih tinggi, yaitu level ingatan dan aplikasi.

Temuan tersebut dinilai sangat unik, mengingat jika dilihat secara konseptual siswa yang keseharian lebih mampu menyelesaikan soal dengan baik berarti dianggap memiliki pemahaman yang lebih tinggi atau lebih konsisten. Begitu juga sebaliknya, siswa yang keseharian kurang mampu menyelesaikan soal dengan baik dianggap berada pada level pemahaman yang lebih rendah pula.

Tingkat kemampuan siswa kelompok tinggi yang tidak sesuai dengan perumusan awal, disebabkan karena pembiasaan belajar mengajar yang tidak didasarkan pada pembentukan pemahaman. Sehingga siswa hanya ahli pada apa

49Ibid., hal. 102

Page 127: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 120

yang baisa dipelajari. Selain itu, pengklasifikasian siswa terhadap kelompok kemampuan (tinggi, sedang, rendah) tidak didasarkan pada 6 level pemahaman Taksonomi Bloom, melainkan didasarkan pada kemampuan yang biasa dikuasai siswa secara mayoritas, yaitu kemampuan pada level aplikasi. Jadi untuk permasalahan yang membutuhkan tingkat pemahaman selain level aplikasi akan memiliki indikasi yang sama pada siswa yang memiliki kemampuan rendah ataupun siswa yang memiliki kemampuan tinggi. Siswa Yang Mampu Menyelesaikan Soal Dengan Benar Pada Tes Tulis, Ada Kalanya Tidak Mampu Menyelesaikan Tes Lisan Atau Wawancara Dengan Baik.

Ada beberapa siswa pada kelompok sedang dan rendah yang mampu menyelesaikan tes tulis dengan baik sebagaimana siswa kelompok tinggi (yang konsisten akanpemahamannya pada soal-soal tertentu), namun kurang berhasil dalam mengungkapkan jawaban secara lisan saat wawancara.

Sebagaimana jawaban nomor satu siswa kelompok kemampuan rendah mampu menyelesaikan soal tes tulis dengan sangat baik. Bahkan siswa mampu memunculkan level aplikasi sebagaimana siswa kelompok kemampuan tinggi dan sedang. Ketidaksesuaian jawaban terjadi saat penulis melakukan wawancara dengan siswa kelompok rendah.

Dari kasus di atas terlihat dengan jelas ketidak konsistenan jawaban siswa antara tes tulis dengan wawancara.Bahkan siswa merasa bingung dengan jawaan yang ditulis sendiri. Kasus yang sama terjadi pada siswa kelompok sedang pada jawaban soal nomor tiga.

Siswa kelompok sedang menyelesaikan soal nomor tiga yang berupa pembuktian dengan baik.Siswa berhasil membuktikan Teorema dengan langkah yang benar sampai pada tahap “terbukti”, namun tidak demikian dengan hasil wawancara.

Pada analisis hasil wawancara disimpulkan bahwa siswa kelompok sedang kurang mampu menyelesaikan soal nomor tiga.Siswa mencoba membuktikan namun pembuktian belum sampai pada keputusan terbukti atau tidak terbukti.

Kedua kasus di atas membuktikan bahwa kemampuan pada tes tulis belum tentu sesuai dengan kemampuan lisan.Ada banyak faktor yang mempengaruhi terjadinya kasus tersebut.Di antaranya adalah sebagaimana pengamatan penulis saat tes tulis, siswa menyelesaikan soal dengan kurang jujur. Hal itu terlihat pada beberapa jawaban siswa yang terdapat kesamaan dengan siswa lain. Alasan selanjutnya adalah siswa menganggap bahwa soal yang disajikan oleh penulis merupakan soal yang tergolong baru dan belum terbiasa menyelesaikan soal tersebut.

Alasan terakhir terjadi kesenjangan pada siswa adalah pada faktor gaya belajar siswa. Siswa yang menyelesaikan soal tes tulis lebih baik dari pada tes lisan ada kecenderungan kemampuan menulis siswa lebih baik dari pada kemampuan berbicara. Siswa dengan kemampuan tersebut memiliki gaya belajar visual.50

50Bobbi DePorter dan Mike Hernacki, Quantum Learning: Membiasakan Belajar Nyaman dan Menyenangkan, (Bandung: Penerbit Kaifa, 1992), hal. 114

Page 128: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 121

PENUTUP Simpulan dari artikel ini adalah: (a) kelompok siswa kemampuan

akademik tinggi berada pada level aplikasi. Hal itu merupakan simpulan dari level-level yang berhasil dicapai oleh siswa pada tes tulis dan wawancara. Siswa kelompok ini memunculkan level kemampuan, pemahaman, aplikasi, dan sistesis. Adapun level-level yang tidak dimunculkan oleh siswa kelompok ini adalah level analisis dan evaluasi, namun dari keseluruhan level yang muncul, level yang lebih dikuasai siswa kelompok ini adalah level aplikasi; (b) kelompok siswa kemampuan sedang berada pada level aplikasi. Hal itu merupakan kesimpulan dari level-level yang berhasil dicapai oleh siswa pada tes tulis dan wawancara. Siswa kelompok ini memunculkan level kemampuan, aplikasi, analisis, sistesis dan evaluasi. Adapun level yang tidak dimunculkan oleh siswa kelompok sedang ini adalah level pemahaman, namun level yang lebih dikuasai adalah level aplikasi sebagaimana pencapaian siswa kelompok kemampuan tinggi; (c) kelompok siswa kemampuan sedang berada pada level kemampuan. Berdasarkan pencapaian indikator-indikator pada Taksonomi Bloom, pemahaman siswa kelas XI IPA MA Pembangunan khususnya siswa kelompok rendah berada pada level kemampuan. Hal itu merupakan kesimpulan dari level-level yang berhasil dicapai oleh siswa pada tes tulis dan wawancara. Siswa kelompok ini memunculkan level kemampuan, aplikasi, analisis, sistesis dan evaluasi. Adapun level-level yang tidak dimunculkan oleh siswa kelompok ini adalah level analisis dan evaluasi, namun dari keseluruhan level yang muncul, level yang lebih dikuasai siswa kelompok ini adalah level kemampuan.

Berdasarkan simpulan di atas, terdapat beberapa saran yang penulissampaikan kepada sekolah, guru mata pelajaran matematika dan siswa sebagai berikut: (a) hendaknya sekolah (MA Pembangunan Pacitan) senantiasa meningkatkan kualitas dan mutu pembelajaran di sekolah dengan memberikan wawasan kepada seluruh guru, khususnya guru mata pelajaran matematika mengenai proses pembentukan pemahaman siswa. Sebab pemahaman adalah hal yang paling mendasar yang harus dimiliki siswa dalam menempuh proses belajar mengajar maupun dalam bermasyarakat; (b) hendaknya para guru, khususnya guru mata pelajaran Matematika tidak hanya memenuhi target terselesaikannya seluruh SK dan KD mata pelajaran matematika dalam masing-masing semester, namun guru juga perlu memperhatikan tingkat pemahaman siswa dengan cara membentuk masing-masing level. Pembentukan masing-masing level diharapkan mampu menjadi pondasi awal untuk melatih siswa berpikir secara luas dan mendalam; (c) hendaknya siswa memiliki motivasi untuk meningkatkan pemahaman mereka dengan cara mengetahui dan memahami sisi kelemahan dan kelebihan kemampuan kognitif diri masing-masing. Diharapkan siswa mampu menjadikannya kelebihan dan kekurangan tersebut sebagai alat ukur untuk meningkatkan level pemahaman.Sehingga tingkat pemahaman masing-masing siswa tidak hanya bersifat statis sebagaimana yang ada sebelumnya, namun bersifat dinamis berdasarkan tingkatan/level pada taksonomi Bloom.

DAFTAR RUJUKAN Arifin, Zaenal. 2009. Membangun Kompetensi Pedagogis Guru Matematika

(Landasan Filosofi, Histori, dan Psikologi). Surabaya: Lentera Cendikia.

Page 129: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 122

Chatib, Munif.Sekolahnya Manusia: Sekolah Berbasis Multiple Intelligences di Indonesia. Bandung: Kaifa PT Mizan Pustaka.

DePorter, Bobbi dan Hernacki, Mike. 1992. Quantum Learning: Membiasakan Belajar Nyaman dan Menyenangkan. Bandung: Penerbit Kaifa.

Fathani, Abdul Halim. 2012. Matematika Praktis Gampang Memahami Materi Cepat Menyelesaikan Soal. Jogyakarta: Ar-Ruzz Media.

Purwanto,Ngalim. 1997. Prinsip-Prinsip dan Teknik Evaluasi pengajaran. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Sugiyono. 2013. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Penerbit CV. Alfabeta.

________. 2014. Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Penerbit Alfabeta.

Page 130: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 123

PERBEDAAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA YANG MENGIKUTI KEGIATAN EKSTRAKURIKULER

PRAMUKA DAN YANG TIDAK MENGIKUTI KEGIATAN EKSTRAKURIKULER PRAMUKA

Musrikah Jurusan Tadris Matematika IAIN Tulungagung

e-mail: [email protected]

ABSTRAK

Penelitian ini dilatar belakangi oleh kesibukan siswa-siswi yang mengikuti kegiatan ekstrakurikuler pramuka. Siswa dituntut untuk maksimal dan berprestasi dalam kegiatan pembelajarannya, sementara siswa yang mengikuti kegiatan ekstrakurikuler juga dituntut untuk profesional dalam setiap kegiatan kepramukaan. Berdasarkan latar belakang tersebut, peneliti menjadi tertarik untuk meneliti perbedaan hasil belajar siswa yang mengikuti kegiatan ekstrakurikuler pramuka dengan yang tidak mengikuti kegiatan pramuka, khususnya di kelas unggulan di sekolah MTs Negeri Tulungagung.Tujuan dari penelitian ini adalah Mengetahui perbedaan hasil belajar matematika siswa yang mengikuti kegiatan ekstrakurikuler pramuka dan yang tidak mengikuti kegiatan ekstrakurikuler pramuka di MTs Negeri Tulungagung. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif.Populasi dalam penelitian adalah seluruh siswa Kelas Unggulan (VIII A, B, C), sedangkan teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah simple random.Dari 108 siswa masing-masing diambil 20 siswa yang mengikuti kegiatan ekstrakurikuler pramuka dan 20 siswa yang tidak mengikuti kegiatan ekstrakurikuler pramuka. Hasil penelitian menunjukkan: (a) Hasil uji Wilcoxon menunjukkan bahwa hasil signifikansi hitung sebesar 0, 110 lebih dari taraf signifikansi 0, 05 sehingga hipotesis nol diterima. Dengan demikian dapat disimpulkan jika tidak ada perbedaan hasil belajar matematika yang signifikan antara siswa yang mengikuti kegiatan ekstrakurikuler pramuka dengan yang tidak mengikuti kegiatan ekstrakurikuler pramuka; (b) rata-ratadari hasil belajar siswa yang mengikuti kegiatan ekstra kurikuler pramuka adalah 90, 12 sedangkan rata-rata hasil belajar siswa yang tidak mengikuti kegiatan ekstra kurikuler pramuka adalah 86, 12.Sehingga dapat disimpulkan bahwa rata-rata hasil belajar siswa yang mengikuti kegiatan ekstrakurikuler pramuka lebih tinggi.

Kata kunci :Ekstrakurikuler Pramuka, Hasil Belajar Matematika.

PENDAHULUAN

Proses belajar suatu individu dapat dilakukan secara tidak langsung atau tidak terstruktur, dan secara langsung atau terstruktur. Proses belajar secara tidak langsung atau tidak terstruktur biasanya didapatkan secara tidak sengaja oleh individu tersebut, seperti seorang anak yang belajar berbicara dari mengikuti cara berbicara ayah dan ibunya, mengikuti tingkah laku orang tua dan keluarga dekatnya atau yang disebut dengan proses imitasi. Sedangkan proses belajar secara langsung atau terstruktur dilaksanakan didalam suatu lembaga atau

Page 131: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 124

himpunan, yang biasa dikenal dengan lembaga pendidikan. Lembaga pendidikan memberikan fasilitas pendidikan yang lebih lengkap untuk tumbuh kembang anak atau individu di dalam kegiatan belajar atau kegiatan kependidikannya.

Secara nasional, pendidikan merupakan sarana yang dapat mempersatukan setiap warga negara menjadi suatu bangsa. Melalui pendidikan setiap peserta didik difasilitasi, dibimbing dan dibina untuk menjadi warga negara yang menyadari dan merealisasikan hak dan kewajibannya. Kesadaran akan hak dan kewajiban sebagai warga negara ini apabila dimiliki secara kolektif akan mempersatukan mereka menjadi suatu bangsa. Pendidikan merupakan suatu alat yang ampuh untuk menjadikan setiap peserta didik dapat duduk sama rendah dan berdiri sama tinggi.

Proses pendidikan berlangsung dalam suatu lingkungan, yaitu lingkungan pendidikan. Lingkungan ini mencakup lingkungan fisik, sosial, intelektual, dan nilai-nilai. Lingkungan fisik terdiri atas lingkungan alam dan lingkungan buatan manusia, yang merupakan tempat dan sekaligus memberikan dukungan dan kadang-kadang juga hambatan bagi proses pendidikan. Selanjutnya dalam lingkungan-lingkungan tersebut pendidikan akan dimaksimalkan dan diefisienkan sesuai dengan tujuan sekolah dan tujuan pendidikan di Indonesia secara umum.

Pendidikan juga dapat menjadi wahana baik bagi negara untuk membangun sumber daya manusia yang diperlukan dalam pembangunan, juga bagi setiap peserta didik untuk dapat mengembangkan diri sesuai dengan potensi yang dimiliki. Salah satu cara untuk mengembangkan diri peserta didik sesuai dengan potensi yang mereka miliki adalah dengan mengikuti proses kegiatan belajar dikelas dan di luar kelas.

Sesuai dengan yang tercantum dalam Permendiknas nomor 39 tahun 2008, bahwa untuk mengembangkan potensi siswasesuaidengan fungsidantujuan pendidikan nasional,yaitusiswayang beriman dan bertakwa kepada Tuhan YangMahaEsa,berakhlak mulia,sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadiwarganegara yangdemokratis serta bertanggungjawab, diperlukan pembinaankesiswaansecara sistematis danberkelanjutan.Berdasarkan isi Permendiknas nomor 39 Tahun 2008 tersebut maka siswa-siswi suatu sekolah tingkat sekolah menengah pertama dan tingkat menengah diharapkan untuk menjadi siswa yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan YangMahaEsa,berakhlak mulia,sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadiwarga negara yangdemokratis serta bertanggung jawab.

Kegiatan pengembangan bakat dan potensi tersebut sangat sesuai dengan tujuan dibentuknya kegiatan ekstrakurikuler di sekolah tingkat menengah baik tingkat pertama maupun tingkat atas (SMP dan SMA).Beberapa tujuan dibentuknya kegiatan ekstrakurikuler adalah untuk mendekatkan kita baik dengan lingkungan sekitar maupun dengan pencipta dan alam semesta, menyalurkan dan mengembangkan potensi dan bakat peserta didik.

Kelompok bakat yang dimiliki oleh individu ada 2 macam, yaitu bakat sekolah dan bakat pekerjaan.Bakat sekolah, merupakan bakat yang dimiliki seseorang yang mendukung penyelesaian tugas-tugas atau perkembangan sekolah atau pendidikan.Bakat pekerjaan, merupakan bakat yang dimiliki seseorang berkenaan dengan bidang pekerjaan atau jabatan tertentu. Kegiatan belajar merupakan kegiatan yang terfokus pada bakat sekolah, yaitu bakat yang dimiliki seseorang yang mendukung penyelesaian tugas-tugas atau perkembangan sekolah

Page 132: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 125

atau pendidikan, sedangkan ketika seorang siswa mengikuti kegiatan ekstrakurikuler maka bakat mereka akan digabungkan dengan bakat pekerjaan, yaitu bakat yang dimiliki seseorang berkenaan dengan bidang pekerjaan atau jabatan tertentu. Tentunya sangat sulit untuk menyeimbangkan dan melaksanakan tujuan-tujuan dari ekstrakurikuler tersebut, dan menjadi individu yang dapat selaras pula untuk menjalankan kegiatan belajar di kelasnya.

Temuan peneliti saat melakukan observasi di lapangan sebelum penelitian menunjukkan hal sebaliknya, siswa-siswi di kelas VIII Unggulan yang mengikuti kegiatan ekstrakurikuler pramuka lebih banyak yang berprestasi dalam bidang akademik, yaitu sering menjuarai olimpiade baik olimpiade matematika maupun olimpiade fisika. Kemampuan mereka itu tentunya bukanlah hal biasa yang sering dijumpai di sekolah-sekolah kebanyakan, dimana mereka lebih mengacu pada salah satu kemampuan atau bakat saja.

Berdasarkan uraian diatas peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Perbedaan Hasil Belajar Matematika Siswa yang mengikuti kegiatan Ekstrakurikuler Pramuka dan yang Tidak Mengikuti Kegiatan Ekstrakurikuler Pramuka di MTs Negeri Tulungagung.”

Pada penelitian ini peneliti ingin mengetahui adakah perbedaan hasil belajar matematika siswa yang mengikuti kegiatan ekstrakurikuler pramuka dan yang tidak mengikuti kegiatan ekstrakurikuler pramuka di MTs Negeri Tulungagung. METODE

Pada penelitian ini, peneliti menggunakan pendekatan kuantitatif.Pendekatan kuantitatif bertujuan untuk menguji teori, mengembangkan fakta, menunjukkan hubungan antar variabel, memberikan deskripsi statistik,menaksir dan meramalkan hasilnya. Desain penelitian menggunakan pendekatan kuantitatif harus tersetruktur,baku,formal, dan dirancang sematang mungkin sebelumnya (Tanzeh: 2011) . Peneliti menggunakan penelitian ini menggunakan metode kuantitatif karena peneliti ingin menguji teori berdasarkan hasil belajar dari metode yang telah diterapkan pada siswa.

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian iniadalah dengan metode survei. Survei artinya pemeriksaan/pengukuran. Metode survei berarti metode pemeriksaan dan pengukuran metode penelitian yang dilakukan untuk mengadakan pemeriksaan dan pengukuran-pengukuran terhadap gejala empirik yang berlangsung di lapangan atau lokasi penelitian, umumnya dilakukan terhadap unit sampel yang dihadapi sebagai responden dan bukan terhadap seluruh populasi sasaran (Fathoni: 2011).

Sedangkan menurut objek yang diteliti penelitian ini dapat diklasifikasikan sebagai penelitian pendidikan, dimana bidang garapan yang menjadi pokok penelitian adalah menekankan pada sekitar masalah pendidikan, baik yang mencakup faktor internal pendidikan termasuk: guru, siswa, dan kurikulum. Di samping itu faktor eksternal seperti: kebijakan pemerintah terhadap lembaga kependidikan, pengaruh gaya hidup, dan sebagainya (Sukardi: 2012).

Peneliti menggunakan jenis penelitian tersebut karena peneliti ingin melakukan penelitian dalam lembaga kependidikan, yaitu peneliti akan meneliti perbedaan hasil belajar matematika pada siswa. Peneliti tidak memberikan perlakuan apapun dalam kelas yang digunakan sebagai sampel penelitian,

Page 133: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 126

melainkan peneliti hanya mengumpulkan data dari beberapa teknik pengumpulan data, kemudian data tersebut dianalisis dan dideskriptifkan dalam pembahasan hasil penelitian.

Teknik pengumpulan data yang digunakan peneliti dalam penelitian ini adalah menggunakan wawancara, observasi dan tes.Data yang telah dikumpulkan selanjutnya dihitung, dianalisis, dan kemudian ditarik kesimpulan untuk memperoleh hasil dari penelitian yang telah dilakukan.

Wawancara dalam penelitian ini peneliti melibatkan peneliti sendiri sebagai pewawancara (interviewer) dan beberapa narasumber penelitian yang meliputi siswa kelas VIII Unggulan yang mengikuti dan yang tidak mengikuti kegiatan ekstrakurikuler pramuka, dan pembina ekstrakurikuer pramuka sebagai terwawancara (interviewee).Dalam penelitian ini data dari hasil wawancara hanya digunakan sebagai pendukung dari hasil penelitian untuk menemukan fakta yang sebenarnya tengah terjadi dalam proses penelitian, sehingga temuan tersebut dapat menguatkan hasil dari penelitian.Sedangkan untuk observasi yang manjadi obyek dalam penelitian ini adalah iswa kelas VIII Unggulan baik yang mengikuti kegiatan maupun yang tidak mengikuti kegiatan ekstrakurikuler pramuka di MTs Negeri Tulungagung.Siswa-siswi tersebut selanjutnya diamati dalam kegiatan pembelajaran di kelasnya. Dalam penelitian ini tidak diberikan perlakuan pada kelas yang akan diteliti, karena peneliti lebih fokus pada hasil belajar siswa dibandingkan dengan proses pembelajarannya. Teknik tes yang dilakukan dalam penelitian ini adalah tes matapelajaran matematika materi lingkaran, yang instrumen tesnya telah melalui proses validitas dan reabilitas terdahulu. Hasil tes kemudian dihitung dan digunakan sebagai hasil belajar siswa yang kemudian digunakan peneliti untuk mengetahui perbedaan hasil belajar antara siswa yang mengikuti dan yang tidak mengikuti kegiatan ekstrakurikuler pramuka di MTs Negeri Tulungagung.

Teknik analisis data yang akan dilakukan dalam penelitian ini adalah peneliti ingin menguji signifikansi kompransi data dua sampel yang datanya berupa interval atau ratio maka peneliti menggunakan uji t-test. Persyaratan sebelum melakukan uji t-test adalah uji validitas, reabilitas, uji normalitas dan uji homogenitas. Pada penelitian ini data yang diperoleh adalah data yang tidak berdistribusi normal, sehingga penggunaan uji hipotesis akan dirubah dengan menggunakan metode statistika nonparametrik, sedangkan uji yang digunakan sebagai pengganti uji t-test adalah uji Wilcoxon.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini dilakukan di MTsN Tulungagung pada tanggal 29 Januari sampai 30 Pebruari 2015. Kegiatan penelitian dilakukan satu minggu sebanyak satu kali pertamuan untuk masing-masing kelas dan penelitian dilakukan pada tiga kelas unggulan, yaitu kelas VIII A, kelas VIII B dan kelas VIII C. Pengambilan kelas tersebut dikarenakan menurut pembina kegiatan ekstrakurikuler pramuka, yaitu Bpk. Imam pada kelas unggulan terdapat anggota pramuka yang lebih banyak dibandingkan dengan kelas lainnya.

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian adalah penelitian kuantitatif dengan data yang diperoleh dalam penelitian ini melalui beberapa metode yaitu metode observasi, metode tes, dokumentasi dan interview. Metode

Page 134: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 127

Observasi berupa RPP sebanyak 4 kali pertemuan yang telah diperiksa oleh guru kelas masing-masing di kelas VIII Unggulan, yaitu sebanyak 2 orang guru kelas yang akan digunakan peneliti untuk mengamati proses pembelajaran berlangsung dan keaktifan siswa selama proses pembelajaran. Metode tes digunakan peneliti untuk mengetahui hasil belajar siswa pada pokok bahasan menentukan unsur, bagian lingkaran serta ukurannya, dimana siswa kelas VIII Unggulan akan diajarkan sub-bab lingkaran dalam dan luar segitiga, serta sub-bab garis singgung lingkaran di MTsN Tulungagung. Metode dokumentasi digunakan peneliti untuk memperoleh beberapa data dari sekolah yang diperlukan untuk penelitian seperti gambar, video, maupun rekaman suara atau audio.Sedangkan metode interview digunakan peneliti untuk menguatkan hasil penelitian dengan fakta-fakta yang ada di lapangan. Metode interview yang diterapkan menggunakan interviewer atau terwawancara antara lain siswa-siwi kelas VIII Unggulan, yaitu siswa-siswi kelas VIII A, VIII B dan kelas VIII C, dan juga bapak pembina pramuka di Madrasah Tsanawiyah (MTs) Negeri Tulungagung.

Berkaitan dengan metode tes, peneliti memberikan tes berupa 6 soal uraian. Tes tersebut memuat soal-soal yang berkenaan dengan materi lingkaran. Pada soal-soal tersebut siswa diminta untuk: 1) Menghitung panjang garis singgung persekutuan dalam lingkaran (PGSPD), 2) Menghitung panjang garis singgung persekutuan luar lingkaran (PGSPL), 3) Menentukan luas bangun yang terbentuk dari pertemuan garis singgung lingkaran, serta menghitung panjang garis baru yang terbentuk dari pertemuan garis singgung lingran, 4) menentukan panjang jari-jari lingkaran yang terletak di dalam bangun segitiga siku-siku, 5) mentukan panjang jari-jari lingkaran singgung, 6) Menentukan rasio panjang jari-jari lingkaran dalam dengan jari-jari lingkaran luar, serta melukiskan bangun yang terbentuk. Dalam soal-soal posttest tersebut memuat beberapa indikator yang berkaitan pula dengan indikator-indikator yang telah termuat pada Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang telah dibuat oleh peneliti. Indikator-indikator tersebut adalah: 1) Siswa mampu menghitung panjang garis singgung dua lingkaran, baik garis singgung persekutuan luar (PGSPL) maupun garis singgung persekutuan dalam (PGSPD), 2) Siswa mampu menghitung panjang garis singgung lingkaran, 3) Siswa mampu menghitung jari-jari lingkaran dalam, luar dan singgung segitiga, 4) Siswa mampu melukiskan lingkaran dalam dan luar segitiga. Indikator-indikator tersebut kemudian dikembangkan oleh peneliti untuk membuat soal instrument posttest.Soal-soal posttest yang diberikan tersebut telah diuji dengan uji validitas dari 2 dosen IAIN Tulungagung dan dengan uji validitas serta reabilitas dari kelas setingkat diatas kelas yang akan diadakan pengujian post test yaitu kelas IX A di MTsN Tulungagung.

Adapun hasil posttest kelas VIII Unggulan terlihat pada tabel berikut. Kelas VIII Unggulan terdiri dari kelas VIII A, VIII B, dan kelas VIII C.

Tabel Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas VIIIUnggulan di MTsN Tulungagung

VIII A

VIII B

VIII C

No Nama Nilai No Nama Nilai No Nama Nilai 1 AAAF 61 1 AA 74 1 BP 63

2 AHB 60 2 AS 100 2 EPF 100

Page 135: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 128

3 ASM 98 3 AZB 98 3 FIB 94

4 ARMM 85 4 ARF 90 4 HBN 94

5 AR 69 5 AGAM 100 5 HSS 90

6 BIM 93 6 CL 100 6 HK 100

7 DT 90 7 DF 98 7 HRMP 82

8 HHA 78 8 EAHP 100 8 IUS 100

9 HH 95 9 FAF 100 9 IZN 100

10 HA 78 10 HZA 100 10 IMS 91

11 ISS 100 11 IM 100 11 IMF 100

12 JIZ 85 12 IS 100 12 JAM 100

13 KSH 65 13 IMD 100 13 KMR 90

14 LRZ 98 14 IG 98 14 LAS 100

15 MR 95 15 KN 98 15 MWS 61

16 MA 81 16 KS 61 16 MIR 61

17 MFZ 95 17 L 98 17 MFRQ 100

18 MFA 95 18 LRM 100 18 MIS 100

19 MYA 75 19 MNM 100 19 MIAS 66

20 NENS 75 20 MLPU 100 20 MIS 66

21 NFS 74 21 MF 76 21 MKSP 74

22 NH 78 22 MMNA 92 22 MZA 98

23 NMS 89 23 MTA 100 23 NND 94

24 NFAS 100 24 MFA 100 24 PNR 85

25 NAR 98 25 MHAF 61 25 RKKU 84

26 NS 94 26 MZNA 94 26 RD 94

27 NDR 84 27 NAMY 98 27 SZN 91

28 RSA 80 28 NNP 98 28 SM 100

29 RAP 92 29 PYH 100 29 SRM 100

30 RAK 92 30 QAS 98 30 SMS 96

31 RK 87 31 RPH 100 31 VSR 100

32 SIL 91 32 SATW 100 32 WRG 93

33 SI 80 33 SMZ 100 33 ZDL 100

34 SMHN 95 34 SK 94 34 ZUN 98

35 UR 95 35 SSF 100 35 MRIA 63

36 YADB 48 36 VDP 74 36 KNT 84

Uji hipotesis dilakukan sesudah melakukan uji prasyarat.Uji prasyarat yang digunakan adalah uji homogenitas dan uji normalitas.Apabila data berdistribusi normal dan homogen, maka dilakukan uji t. Namun apabila data tidak berdistribusi normal, maka digunakan statistik nonparametric uji Wilcoxon. Hasil uji homognitas dapat dilihat pada tabel berikut:

Page 136: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 129

Tabel Ujihomogenitas dengan menggunakan Software SPSS 16.0 for windows

Test of Homogeneity of Variances

nilai

Levene Statistic df1 df2 Sig.

1.902 2 105 .154

Dapat dilihat jika nilai signifikansi > 0,05 maka data bisa dikatakan homogen. Tabel uji homogenitas menunjukkan signifikansi = 0, 154 yang berarti nilai signifikansi > 0, 05, dapat disimpulkan data nilai tersebut homogen. Selanjutnya dilakukan uji normalitas sebagaimana tampak pada tabel di bawah ini:

Tabel Uji normalitas dengan menggunakan Software SPSS 16.0 for windows

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

nilai .206 108 .000 .800 108 .000

a. Lilliefors Significance Correction

Page 137: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 130

Out put tersebut menunjukkan hasil penghitungan signifikansi: Test Kolmogorov – Smirnov = 0, 000 < 0, 05 (data nilai tidak berdistribusi normal), dan signifikansi hasil penghitungan Shapiro – Wilk = 0, 000 < 0, 05 (data nilai tidak berdistribusi normal). Dari gambar grafik juga dapat dilihat bahwa data tidak berdistribusi normal, karena data menyebar menjauhi garis lurus.

Hasil penelitian menggunakan uji Wilcoxon, disebabkan data nilai yang telah diuji diatas tidak berdistribusi normal sehingga pengujian hipotesis menggunakan pengujian non parametrik yaitu uji Wilcoxon. Out put uji Wilcoxon dengan menggunakan Software SPSS 16.0 for windows adalah sebagai berikut:

Tabel Uji Wilcoxon dengan menggunakan Software SPSS 16.0 for windows (1)

Descriptive Statistics

N Mean Std. Deviation Minimum Maximum

Anggota_Ekstra_Pramuka 25 90.12 11.994 61 100

Non_Ekstra_Pramuka 25 86.12 13.075 60 100

Hasil out put tersebut diketahui bahwa nilai Rata-rata dari hasil belajar siswa yang mengikuti kegiatan ekstra kurikuler pramuka adalah 90, 12 sedangkan rata-rata hasil belajar siswa yang tidak mengikuti kegiatan ekstra kurikuler pramuka adalah 86, 12. Sementara hasil out put pada kolom Ranks menunjukkan:

Tabel Uji Wilcoxon dengan menggunakan Software SPSS 16.0 for windows (2)

Ranks

N Mean Rank Sum of Ranks

Non_Ekstra_Pramuka -

Anggota_Ekstra_Pramuka

Negative Ranks 14a 11.54 161.50

Positive Ranks 7b 9.93 69.50

Ties 4c

Total 25

a. Non_Ekstra_Pramuka < Anggota_Ekstra_Pramuka

b. Non_Ekstra_Pramuka > Anggota_Ekstra_Pramuka

Page 138: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 131

Ranks

N Mean Rank Sum of Ranks

Non_Ekstra_Pramuka -

Anggota_Ekstra_Pramuka

Negative Ranks 14a 11.54 161.50

Positive Ranks 7b 9.93 69.50

Ties 4c

Total 25

a. Non_Ekstra_Pramuka < Anggota_Ekstra_Pramuka

c. Non_Ekstra_Pramuka = Anggota_Ekstra_Pramuka

Negative ranks / sampel dengan nilai kelompok non anggota ekstra pramuka yang lebih kecil dari nilai kelompok anggota ekstra pramuka adalah sebanyak 14 sampel. Positive ranks / sampel dengan nilai kelompok non anggota ekstra pramuka yang lebih besar dari nilai kelompok anggota ekstra pramuka adalah sebanyak 7 sampel. Ties / nilai kelompok non anggota ekstra pramuka sama besarnya dengan nilai kelompok anggota ekstra pramuka sebanyak 4 sampel.

Rumusan hipotesis :

𝐻0 : Tidak terdapat perbedaan hasil belajar yang signifikan antara siswa kelas unggulan yang mengikuti kegiatan ekstrakurikuler pramuka dengan yang tidak mengikuti ekstra kurikuler pramuka.

𝐻1 : Terdapat perbedaan hasil belajar yang signifikan antara siswa kelas unggulan yang mengikuti kegiatan ekstrakurikuler pramuka dengan yang tidak mengikuti ekstra kurikuler pramuka.

Hasil out put untuk pengambilan hipotesismenunjukkan:

Tabel Uji Wilcoxon dengan menggunakan Software SPSS 16.0 for windows (3)

Test Statisticsb

Non_Ekstra_Pramuka - Anggota_Ekstra_Pramuka

Z -1.600a Asymp. Sig. (2-tailed) .110 a. Based on positive ranks.

b. Wilcoxon Signed Ranks Test

Page 139: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 132

Hasil signifikansi p-value sebesar 0, 110 (>0,05) maka 𝐻0 diterima. Sehingga kesimpulannya tidak terdapat perbedaan hasil belajar yang signifikan antara siswa kelas unggulan yang mengikuti kegiatan ekstrakurikuler pramuka dengan yang tidak mengikuti ekstra kurikuler pramuka.Kesimpulan tersebut dapat dibenarkan bila ditinjau dari rata-rata hasil belajar siswa kelas VIII unggulan yang mengikuti kegiatan ekstrakurikuler pramuka lebih unggul 4 nilai dibandingkan dengan siswa kelas VIII unggulan yang tidak mengikuti kegiatan pramuka.

Dalam pembahasanini peneliti akan membahas tentang ada atau tidaknya perbedaan hasil belajar matematika siswa yang mengikuti kegiatan ekstrakurikuler pramuka dan yang tidak mengikuti kegiatan ekstrakurikuler pramuka di MTs Negeri Tulungagung, yang mana juga merupakan rumusan masalah dalam penelitian ini.

Hasil analisis data yang diperoleh dari lapangan dapat ditarik kesimpulan bahwa tidak terdapat perbedaan hasil belajar matematika yang signifikan antara siswa yang mengikuti kegiatan ekstrakurikuler pramuka dengan siswa yang tidak mengikuti kegiatan ekstrakurikuler pramuka. Penarikan kesimpulan tersebut dapat dilihat secara rinci dari rata-rata nilai hasil belajar matematika untuk siswa yang mengikuti kegiatan ekstrakurikuler pramuka adalah sebesar 90,12sedangkan rata-rata hasil belajar untuk siswa yang tidak mengikuti kegiatan ekstrakurikuler pramuka adalah86,12, dari hasil tersebut dapat dilihat bahwa nilai rata-rata siswa yang mengikuti kegiatan ekstrakurikuler pramuka lebih tinggi empat angka dibandingkan dengan siswa yang tidak mengikuti ekstrakurikuler pramuka. Sesuai dari temuan hasil wawancara di lapangan dapat diketahui bahwa rata-rata anak yang mengikuti kegiatan ekstrakurikuler pramuka lebih pandai mengatur waktu yang mereka gunakan untuk mengerjakan tugas sekolah, belajar dan untuk kepentingan kegiatan ekstrakurikuler pramuka sendiri. Pernyataan mereka sesuai dengan pendapat Mulyadi yang mendiagnosis kesulitan belajar tertuju pada : (1) bakat yang dimiliki murid, yang berbeda antara satu dan lainnya; (2) waktu yang tersedia untuk menguasai ruang lingkup tertentu sesuai dengan bakat murid yang sifatnya individual dan usaha yang dilakukannya; (3) ketentuan dan tingkat usaha yang dilakukan murid dalam menguasai bahan yang dipelajarinya; (4) kemampuan murid untuk memahami tugas-tugas belajarnya; (5) kualitas pengajaran tersedia sesuai dengan tuntutan dan kebutuhan serta karakteristik individu; (6) tingkat dari jenis kesulitan cara memperbaiki, yaitu mengulang cara yang sama atau mengambil alternatif kegiatan lain melalui pangajaran remedial (Mulyadi: 2010).

Pendapat Mulyadi tersebut sesuai dengan pernyataan beberapa siswa kelas VIII Unggulan yang mengikuti kegiatan ekstrakurikuler pramuka. Mereka mengaku menyukai mata pelajaran matematika, sehingga mereka lebih mudah untuk menangkap pembelajaran matematika yang diberikan oleh Bapak/Ibu guru yang mengajar, mereka juga dapat membagi waktu antara belajar, mengerjakan tugas dan mereka juga memiliki rasa tanggung jawab untuk menyelesaikan tugas-tugas dari sekolah yang mereka dapatkan. Kebiasaan mereka tersebut cukup menanggulangi beberapa titik fokus kesulitan belajar, yaitu pada nomor(1), (2), (3), dan (4), dan dengan kemampuan mereka tersebut mereka dapat menanggulangi kesulitan belajar mereka, sehingga kegiatan ekstrakurikuler

Page 140: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 133

pramuka di sekolah tidak mengganggu kegiatan belajar mereka dan tidak mengurangi hasil belajar matematika mereka.

Hasil temuan di lapangan juga menunjukkan rata-rata nilai matematika untuk siswa yang tidak mengikuti kegiatan ekstrakurikuler pramuka lebih rendah dari pada siswa yang mengikuti kegiatan pramuka. Hal tersebut dimungkinkan adanya kesulitan belajar yang dialami beberapa murid di kelas unggulan yang mengakibatkan rata-rata nilai mereka cenderung lebih rendah.Kesulitan belajar matematika menurut Lerner disebut juga diskalkulia (dyscalculis). Istilah diskalkulia memiliki konotasi medis yang memandang adanya keterkaitan dengan gangguan sistem saraf pusat. Gangguan matematika yang berat oleh Kirk disebut akalkulia (acalculia). Gangguan matematika adalah suatu ketidakmampuan dalam melakukan keterampilan matematika yang diharapkan untuk kapasitas intelektual dan tingkat pendidikan seseorang. Keterampilan aritmatika diukur dengan tes yang dibakukan dan diberikan secara individual.

Menurut Lerner (dalam Mulyadi: 2010) ada beberapa karakteristik anak berkesulitan belajar matematika, yaitu : (a) adanya gangguan dalam hubungan keuangan; (b) abnormalitas persepsi visual; (c) asosiasi visual-motor; (d) perseverasi; (e) kesulitan mengenal dan memahami simbol; (f) gangguan penghayatan tubuh; (g) kesulitan dalam Bahasa dan membaca; (h) performa IQ jauh lebih rendah daripada skor Verbal IQ (Lerner 1988).

Penelitian yang dilakukan pada siswa-siswi kelas VIII Unggulan lebih menuju ke permasalahan poin (e) dan (g), dimana dalam kesulitan mengenal dan memahami simbol anak kesulitan dalam mengenal dan menggunakan simbol-simbol matematika. Kesulitan semacam itu dapat disebabkan oleh adanya gangguan memori tetapi juga dapat disebabkan oleh adanya gangguan persepsi visual. Kesulitan dalam Bahasa dan membaca juga ditemukan dalam penelitian ini. Soal matematika yang berbentuk soal cerita menuntut kemampuan membaca untuk memecahkannya. Oleh karena itu, anak yang mengalami kesulitan membaca akan mengalami kesulitan pula dalam memecahkan soal matematika yang berbentuk cerita tulis.Kesulitan tersebut nampak dari hasil pekerjaan post-test yang telah dikerjakan oleh siswa, dimana siswa kurang memahami maksud dari soal yang diberikan dan siswa kurang teliti dalam membaca notasi atau simbol-simbol yang diberikan dalam soal post-test. Berdasarkan paparan teori tersebut dapat disimpulkan bahwa siswa-siswi kelas VIII unggulan baik yang mengikuti kegiatan ekstrakurikuler pramuka maupun yang tidak mengikuti kegiatan ekstrakurikuler pramuka masih didapati beberapa siswa yang mengalami kesulitan belajar matematika.

Hasil temuan penelitian juga sesuai dengan pendapat R. Evans dan Santoso S. Hamijoyo dimana siswa-siswi kelas VIII Unggulan yang mengikuti kegiatan ekstrakurikuler dapat membagi waktu antara kegiatan pramuka serta kegiatan dan tugas-tugas di sekolahnya, mereka memiliki kesadaran untuk berusaha selalu menyelesaikan tugas dan tanggungan di sekolah. Menurut R. Evans belakangan ini timbul kesadaran baik di negara maju maupun berkembang bahwa sekolah memiliki banyak keterbatasan dan semakin banyak tugas-tugas pendidikan yang tidak dapat dikerjakan oleh sekolah, sehingga sekolah bukan lagi merupakan kendaraan terbaik untuk mengantarkan orang menjadi masyarakat yang terdidik. Pendidikan luar sekolah secara terorganisasikan dengan program yang sistematik memang lahir kemudian yang selanjutnya disebut pendidikan

Page 141: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 134

nonformal (Marzuki: 2010). Pendapat tersebut dapat diteruskan dengan pendapat Santoso S. Hamijoyo yang mendefinisikan pendidikan luar sekolah sebagai kegiatan pendidikan yang dilakukan secara terorganisasikan, terencana di luar sistem persekolahan, yang ditujukan kepada individu ataupun kelompok dalam masyarakat untuk meningkatkan kualitas hidupnya. Kualitas hidup adalah keadaan dimana seseorang, baik fisik maupun mental, spiritual, maupun intelektual mampu melaksanakan tugas-tugas hidup dengan baik sesuai dengan kaidah-kaidah ilmu pengetahuan, keagamaan dan kemanusiaan.

Dari penelitian tersebut dapat ditarik kesimpulan jika kegiatan ekstrakurikuler pramuka yang dilakukan oleh siswa-siswi kelas VII Unggulan di MTsN Tulungagung tidak membawa pengaruh yang negatif bagi pelakunya. Siswa-siswi cenderung lebih berlatih untuk bertanggung jawab terhadap kewajibannya dan lebih disiplin dalam melaksanakan dan menyelesaikan apa yang menjadi tugas dan tanggung jawabnya. Kebiasaan untuk bertanggung jawab, dan disiplin tersebut yang kemudian membawa siswa-siswi kelas VII Unggulan untuk memperoleh nilai rata-rata lebih tinggi dari siswa-siswi yang tidak mengikuti kegiatan ekstrakurikuler pramuka.

Penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Toifan Lutfi dalam skripsinya yang berjudul “ Pengaruh Kegiatan Ekstrakurikuler terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa Madrasah Aliyah Negeri (MAN) Tulungagung 1 Tahun Ajaran 2012/2013”, hasilnya adalah : (1) tidak ada pengaruh signifikan antara kegiatan ekstrakurikuler pramuka terhadap hasil belajar matematika di Madrasah Aliyah Negeri (MAN) Tulungagung 1; (2) tidak ada pengaruh signifikan antara kegiatan ekstrakurikuler PMR terhadap hasil belajar matematika siswa di Madrasah Aliyah Negeri (MAN) Tulungagung 1; (3) tidak ada perbedaan yang signifikan antara kegiatan ekstrakurikuler dengan hasil belajar matematika siswa di Madrasah Aliyah Negeri (MAN) Tulungagung 1.

PENUTUP

Berdasarkan pembahasan dari hasil penelitian tentang perbedaan hasil belajar siswa yang mengikuti kegiatan ekstrakurikuler pramuka dengan yang tidak mengikuti kegiatan ekstrakurikuler pramuka di MTsN Tulungagung, maka penulis dapat memberikan kesimpulanuntuk menjawab rumusan masalah jika dalam penelitian ini tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara hasil belajar matematika siswa-siswi yang mengikuti kegiatan ekstrakurikuler pramuka dengan hasil belajar siswa-siswi yang tidak mengikuti kegiatan ekstrakurikuler pramuka. Secara rinci perbedaan rata-rata hasil belajar matematika siswa yang mengikuti kegiatan ekstrakurikuler pramuka memiliki rata-rata hasil belajar lebih tinggi, yaitu 90, 12 sedangkan siswa yang tidak mengikuti kegiatan pramuka memiliki rata-rata hasil belajar 86, 12 dengan selisih rata-rata hasil belajar sebesar 4 poin, sehingga dapat disimpulkan bahwa siswa yang mengikuti kegiatan ekstrakurikuler pramuka lebih baik daripada hasil belajar siswa yang tidak mengikuti kegiatan ekstrakurikuler pramuka.

Penarikan kesimpulan melalui uji hipotesis dapat dilihat jika hipotesis nol diterima, dengan nilai signifikansi p-value dari hasil output menggunakan Software SPSS 16.0 for windowssebesar 0,110didapati nilai out put > taraf signifikansi, maka dapat disimpulkan bahwa hipotesis nol yang berbunyi tidak terdapat perbedaanhasil belajar matematika yang signifikan antara siswa kelas

Page 142: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 135

unggulan yang mengikuti kegiatan ekstrakurikuler pramuka dengan yang tidak mengikuti kegiatan ekstrakurikuler pramuka di MTs Negeri Tulungagung dapat diterima.

DAFTAR RUJUKAN

Anggadiredja, Jana T. 2011. Kursus Pembina Pramuka Mahir Tingkat Dasar. Jakarta: Kwartir Nasional Gerakan Pramuka.

Ardy Wiyani, Novan. 2012. Pendidikan Karakter dan Kepramukaan.Yogyakarta: PT. Citra Aji Parama.

DEPAG. 2005. Al-Qur‟an dan Terjemahnya. Jakarta: CV. Kathoda.

Fathoni, Abdurrahmat. 2011. Metodologi Penelitian & Teknik Penyusunan Skripsi.Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Hakim, Thursan. 2008. Belajar secara Efektif. Jakarta: Pustaka Pembangunan Swadaya Nusantara.

Ilyas & Qoni. 2012. Buku Pintar Pramuka. Yogyakarta: Familia.

Jannah, Raodatul. 2011. Membuat Anak Cinta Matematika dan Ekssak Lainnya.Jogjakarta: DIVA Press.

Marzuki, M. Saleh. 2010. Pendidikan Nonformal Dimensi dalam Keaksaraan Fungsional, Pelatihan, dan Andragogi. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Minarti, Sri. 2011. Manajemen Sekolah Mengelola Lembaga Pendidikan Secara Mandiri. Jogjakarta: Ar-Ruzz.

Moleong, Lexy J. 2011. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Mulyadi. 2010. Diagnosis Kesulitan Belajar. Yogyakarta: Nuha Litera.

Mulyono.2008. Manajemen Administrasi dan Organisasi Pendidikan. Jogjakarta: Ar Ruzz.

Setyosari, Punaji. 2013. Metode Penelitian Pendidikan dan Pengmbangan. Jakarta: Kencana Prenadamedia Grup.

Soedijarto, M.A. 2008. Landasan dan Arah Pendidikan Nasional Kita. Jakarta: PT. Kompas Media Nusantara.

Subarinah, Sri. 2006. Inovasi Pembelajran Matematiak SD. DEPDIKNAS.

Page 143: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 136

Sudjana, Nana. 2005. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar.Bandung: PT Rosdakarya.

Sugiyono. 2010. Methode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D). Bandung: Alfabeta.

Suherman, Erman ,et. All.Strategi Pembelajaran Matematika Kotemporer. Bandung: FMIPA Universitas Pendidikan Indonesia.

Sukardi. 2012. Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta: PT. Bumi Aksara.

Sukino. 2012. Three in One Matematika untuk SMP/MTs klas VIII. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Sukmadinata, Nana Syaodih. 2009. Landasan Psikologi Proses Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Supranto, J. 2007. Teknik Sampling. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Tanzeh, Ahmad. 2011. Metodologi Penelitian Praktis. Yogyakarta: Teras.

Trihendradi, Cornelius. 2005. Statistik Inferen Teori Dasar & Aplikasinya Menggunakan SPSS 12.Jogjakarta: Andi Offset.

Page 144: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 137

BERPIKIR REFLEKTIF SISWA DALAM MEMECAHKAN MASALAH MATEMATIKA MATERI GARIS SINGGUNG

LINGKARAN

Millatul Fadhilah e-mail: [email protected]

ABSTRAK Tujuan dari penelitian ini untuk memaparkan hasil kemampuan berpikir reflektif

siswa dalam pemecahan masalah matematika siswa pada materi garis singgung lingkaran. Pemecahan masalah yang digunakan pada penelitian ini adalah pemecahan masalah menurut Polya,terdiri dariempat langkah yang harus digunakan yaitu: (1) memahami masalah, (2) merencanakan pemecahan, (3) menyelesaikan sesuai dengan perencanaan, (4) memeriksa kembali hasil yang diperoleh. Kemampuan berpikir yang digunakan dalam penelitian ini adalah salah satu kemampuan berpikir tingkat tinggi yaitu berpikir reflektif, dimana kemampuan tersebut masih jarang diterapkan kepada peserta didik. Dan pada penelitian ini akan diterapkan pada siswa sesuai dengan kemampuannya dalam pembelajaran matematika, diantaranya kemampuan yang tinggi, kemampuan yang sedang dan kemampuan yang kurang. Kata kunci : kemampuan berpikir reflektif, pemecahan masalah matematika, garis

singgung lingkaran PENDAHULUAN

Salah satu kemampuan berpikir tingkat tinggi adalah berpikir reflektif. Berpikir reflektif merupakan beripikir yang bermakna, yang didasarkan pada alasan dan tujuan. Dengan melakukan refleksi, siswa dapat mengembangkan keterampilan-keterampilan berpikir dengan menghubungkan pengetahuan yang diperolehnya serta pemahaman mereka terdahulu untuk menyelesaikan permasalahan yang baru.

Pada pembelajaran matematika, kemampuan berpikir reflektif dikatakan penting. Hal ini sejalan dengan penelitian terdahulu yang dilakukan Sri Hastuti Noer dan Heri Suharna beserta peneliti tersebut yang menunjukkan bahwa dengan menggunakan proses berpikir reflektif memberikan hasil yang lebih baik jika dibandingkan dengan pembelajaran biasa.

Pada penelitian ini, kemampuan reflektif merupakan suatu kemampuan untuk menghubungkan pengetahuan yang diperolehnya dengan pengetahuan lamanya sehingga diperoleh suatu kesimpulan untuk menyelesaikan permasalahan yang baru. Sehingga kemampuan berpikir sangat tepat dalam memecahkan masalah matematika. Selain itu, kemampuan berpikir reflektif dituntut untuk harus cermat dan teliti dalam memahami suatu materi maupun suatu masalah. Tentu saja hal tersebut sesuai dengan pembelajaran matematika yang harus teliti, terampil dan cepat dalam menyusun strategi terutama dalam menyelesaikan suatu permasalahan.

Page 145: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 138

Untuk mengetahui seberapa besar kemampuan berpikir reflektif siswa, maka seorang pendidik harus melakukan serangkaian aktivitas yang bisa membuat siswa menunjukkan kemampuannya dalam berpikir reflektif. Salah satu aktivitas siswa dalam proses pembelajaran adalah memecahkan masalah matematika.

Pemecahan masalah adalah menyelesaikan suatu persoalan dengan sungguh-sungguh dengan cara yang diyakini berdasarkan pengetahuan yang diperolehnya.Pemecahan masalah merupakan bagian terpenting dalam matematika, bahkan termasuk dalam bagian kurikulum matematika. Hal ini dikarenakan dalam proses pembelajaran diperlukan pemecahan dalam setiap masalah yang ada. Pemecahan masalah dapat memacu fungsi otak untuk mengembangkan daya pikir siswa secara kreatif dalam mengenali permasalahan dan mencari alternatif dalam pemecahannya. Tujuan dari belajar memecahkan masalah adalah untuk memperoleh kemampuan dan kecakapan kognitif secara rasional, lugas, dan tuntas.

Garis singgung persamaan lingkaran merupakan suatu konsep lanjutan dari materi lingkaran. Garis singgung lingkaran adalah garis yang apabila diperpanjang akan memotong lingkaran hanya pada satu titik. Dan titik potong garis singgung lingkaran dengan lingkaran disebut dengan titik singgung. Sedangkan dalam kehidupan sehari-hari konsep dari garis singgung sering kita temui seperti pada saat gerhana bulan, posisi antara matahari dan bumi membentuk dua garis singgung persekutuan. Setiap materi yang diberikan harus secara cermat dalam mempelajarinya dan cara berpikir siswa yang hanya mementingkan hasil jawaban saja tanpa memikirkan proses dan pemahaman yang mendalam tentu harus dirubah.

Selama ini dalam pembelajaran matematika kurang mengoptimalkan kemampuan berpikir matematika siswa dalam pembelajaran, terutama dalam kemampuan berpikir reflektif. siswa hanya menghafalkan rumus-rumus matematika sehingga dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah. Dimana siswa lebih menekankan pada proses pengehafalan konsep dan prosedur dalam pengerjaannya, pemahaman konsep yang kurang dan siswa tidak mampu menggunakannya jika diberikan permasalahan yang lebih kompleks. Maka dalam hal ini peneliti ingin mencermati secara mendalam dan menerapkan konsep kemampuan berpikir reflektif dalam pembelajaran matematika.

Tujuan khusus penelitian ini adalah mengetahui tingkat kemampuan berpikir reflektif siswa dalam memecahkan masalah matematika. Dimana peneliti berharap supaya kemampuan berpikir reflektif dapat diterapkan kepada peserta didik, selain itu dapat mengoptimalkan kemampuan siswa dalam mempelajari matematika. METODE

Metode penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif. Dalam penelitian kualitatif merupakan suatu proses penelitian dan pemahaman yang berdasarkan pada metodologi yang menyelidiki suatu fenomena sosial dan masalah manusia. Menurut Bogdan dan Taylor mengemukakan bahwa metodologi kualitatif merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis maupun lisan dari orang-orang dan pelaku yang diamati.Sumber data terbagi atas dua yaitu sumber data primer dan sekunder.

Page 146: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 139

Sumber primer adalah sumber data yang langsung memberikan data kepada pengumpul data seperti hasil observasi, hasil tes, hasil wawancara guru dan siswa, beck up hasil wawancara, transkip wawancara, dan foto kegiatan. Sedangkan sumber sekunder merupakan sumber data yang tidak secara langsung memberikan data kepada peneliti, seperti biodata siswa yang akan diteliti, nama-nama yang memvalidasi instrumen, dan lain-lain. Teknik pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan teknik triangulasi yaitu: (1) observasi, (2) wawancara, dan (3) dokumentasi. Dan teknik analisis data yang digunakan menggunakan model Miles dan Huberman, yaitu reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan/verifikasi.Untuk menjamin keabsahan data dalam penelitian ini, digunakan teknik kriteria derajat kepercayaan, yaitu: (1) perpanjangan keikutsertaan, (2) ketekunan atau keajegan pengamat, (3) triangulasi, (4) pemeriksaan atau pengecekan teman sejawat.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian a. Studi Pendahuluan

Kegiatan yang dilakukan pada studi pendahuluan adalah melakukan studi kepustakaan dan survei lapangan. Dari hasil studi kepustakaan tersebut berfungsi untuk menambah pengetahuan dan wawasan mengenai materi-materi yang diangkat dalam penelitian ini. Pada survei lapangan dilakukan pada salah satu sekolah yaitu di MTs Negeri Pagu dan letaknya di daerah Kabupaten Kediri, dari beberapa rekomendasi kelas yang ada peneliti memilih salah satu kelas yaitu kelas VIII A (Unggulan).

1. Studi Kepustakaan

Kegiatan ini dilakukan dengan menganalisis artikel-artikel dari berbagai jurnal, buku-buku pendukung seperti berpikir reflektif, pemecahan masalah matematika, garis singgung dan teori-teori lain yang menunjang dalam penelitian ini.Berdasarkan hasil studi kepustakaan diperoleh definisi operasional, karakteristik dan tingkatan dari berpikir reflektif matematis, definisi pemecahan masalah matematika dan cara yang digunakan dalam menyelesaikannya, serta definisi dan contoh penyelesaian soal dari garis singgung lingkaran.

Pengertian berpikir reflektif dari beberapa pendapat ahli di atas adalah siswa harus aktif dan hati-hati dalam memahami permasalahan, mengaitkan permasalahan dengan pengetahuan yang pernah diperolehnya dan mempertimbangkan dengan seksama dalam menyelesaikan permasalahannya.

Boody, Hamilton dan Schon menjelaskan tentang karakteristik dari dari berpikir reflektif sebagai berikut: a. Refleksi sebagai analisis retrospektif atau mengingat kembali (kemampuan untuk

menilai diri sendiri). Dimana pendekatan ini siswa maupun guru merefleksikan

Page 147: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 140

pemikirannya untuk menggabungkan dari pengalaman sebelumnya dan bagaimana dari pengalaman tersebut berpengaruh dalam prakteknya.

b. Refleksi sebagai proses pemecahan masalah (kesadaran tentang bagaimana seseorang belajar). Diperlukannya mengambil langkah-langkah untuk menganalisis dan menjelaskan masalah sebelum mengambil tindakan.

c. Refleksi kritis pada diri (mengembangkan perbaikan diri secara terus menerus). Refleksi kritis dapat dianggap sebagai proses analisis, mempertimbangkan kembali dan mempertanyakan pengalaman dalam konteks yang luas dari suatu permasalahan.

d. Refleksi pada keyakinan dan keberhasilan diri. Keyakinan lebih efektif dibandingkan dengan pengetahuan dalammempengaruhi seseorang pada saat menyelesaikan tugas maupun masalah. Selain itu, keberhasilan merupakan peran yang sangat penting dalam menentukan praktik dari kemampuan berpikir reflektif.

Surbeck, Han, dan Moyer mengidentifikasi tiga tingkat reflektif yaitu: 1) Reacting: bereaksi dengan perhatian pribadi terhadap peristiwa/situasi/masalah, 2) Elaborating/Comparing: membandingkan reaksi dengan pengalaman yang lain, seperti mengacu pada prinsip umum, suatu teori, 3) Contemplating: mengutamakan pengertian pribadi yang mendalam yang bersifat membangun terhadap permasalahan atau berbagai kesulitan. Dewey juga mengungkapkan tiga sumber asli yang wajib untuk berpikir reflektif, yaitu: (1) Curiosity (Keingintahuan), (2) Suggestion (Saran), dan (3) Orderlinnes (Keteraturan).

Tabel 1. Kriteria Kemampuan Berpikir Reflektif untuk Mengetahui Pemahaman Siswa tentang Materi Garis Singgung Lingkaran

Fase/ Tingkatan Sumber Asli

1. Reacting (berpikir reflektif untuk aksi), dalam tingkatan ini hal-hal yang harus dilakukan oleh siswa adalah: a. Menyebutkan apa saja yang ditanyakan

dalam soal. b. Menyebutkan apa yang diketahui. c. Menyebutkan hubungan antara yang ditanya

dengan yang diketahui. d. Mampu menjelaskan apa yang diketahui

sudah cukup untuk menjawab yang ditanyakan.

Pada tingkat ini siswa cenderung menggunakan sumber asli Curiosity (keingintahuan dalam pemahaman masalah).

2. Comparing (berpikir reflektif untuk evaluasi), pada tingkat ini siswa melakukan beberapa hal sebagai berikut: a. Menjelaskan jawaban pada permasalahan

yang pernah didapatkan. b. Mengaitkan masalah yang ditanyakan

dengan masalah yang pernah dihadapi

Pada tingkat ini siswa cenderung menggunakan sumber asli Suggestion (saran)

berupa ide yang dirancang

sesuai pengetahuan yang telah

diketahui.

3. Contemplating (berpikir reflektif untuk inkuiri kritis), pada fase ini siswa melakukan beberapa hal berikut: a. Menentukan maksud dari permasalahan. b. Mendeteksi kesalahan pada penentuan

Pada tingkat ini siswa cenderung menggunakan sumber asli berupa Orderlinnes (keteraturan) berdasarkan Curiosity (keingintahuan)

Page 148: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 141

jawaban. c. Memperbaiki dan menjelaskan jika terjadi

kesalahan dari jawaban. d. Membuat kesimpulan dengan benar

Suggestion (saran).

Pemecahan masalah adalah menyelesaikan suatu persoalan dengan sungguh-sungguh dengan cara yang diyakini berdasarkan pengetahuan yang diperolehnya. Pemecahan masalah merupakan bagian dari kurikulum matematika yang sangat penting karena dalam proses pembelajaran maupun penyelesaiannya. Selain itupemecahan masalah dianggap sebagai aktivitas dan tujuan yang penting dalam pembelajaran matematika, namun pemecahan masalah masih diakui sebagai tugas yang sulit.

Pada penelitian ini, peneliti ingin menerapkan pemecahan masalah matematika dengan menggunakan metode Polya. Metode dalam pemecahan masalah memuat empat langkah dalam penyelesaian, yaitu memahami masalah, merencanakan penyelesaian, menyelesaikan masalah sesuai rencana, dan melakukan pengecekan kembali terhadap semua langkah yang telah dikerjakan. a. Pada fase pertama, siswa akan mampu menyelesaikan masalah jika siswa

tersebut telah mampu memahami masalah. Meminta siswa mengulangi pertanyaan dan siswa seharusnya menjawab dengan tepat, menjelaskan bagian terpenting dari pertanyaan tersebut meliputi: apa yang ditanyakan, apa yang diketahui dan bagaimana hubungan antara yang diketahui dengan yang ditanyakan.

b. Selanjutnya siswa harus mampu menyusun rencana dalam penyelesaian masalah. Kemampuan pada fase kedua ini sangat tergantung pada pengalaman siswa dalam menyelesaikan masalah. Tentu didukung dengan aktifnya siswa dalam mencari informasi dan membaca buku yang relevan. Serta ada kecenderungan siswa lebih kreatif dalam menyusun rencana penyelesaian suatu masalah. Peneliti dapat meminta siswa untuk memperhatikan masalah yang ditanyakan, dan meminta siswa untuk menjelaskan apakah soal yang diberikan pernah mereka jumpai sebelumnya dengan soal yang hampir sama atau mirip.

c. Kemudian dilakukan penyelesaian masalah sesuai dengan rencana yang dianggap paling tepat. Peneliti dapat memberikan pertanyaan kepada siswa tentang setiap langkah dalam pengerjaannya apakah sudah tepat atau belum.

d. Dan langkah terakhir dari proses penyelesaian masalah melakukan pengecekan atas apa yang telah dilakukan mulai dari fase pertama sampai fase penyelesaian ketiga, sehingga kesalahan yang tidak perlu dapat terkoreksi kembali. Dengan itu siswa dapat menguatkan pengetahuannya dan mengembangkan kemampuan mereka dalam memecahkan masalah. Siswa harus mempunyai alasan yang tepat dan yakin akan jawabannya. Kesalahan mungkin saja terjadi sehingga diperlukannya pemeriksaan kembali. Sehingga peneliti menanyakannya kepada siswa untuk mengecek kembali hasil dan argumennya.

Pengertian dari garis singgung lingkaran adalah garis yang apabila diperpanjang akan memotong lingkaran hanya pada satu titik. Dan titik potong garis singgung lingkaran dengan lingkaran disebut dengan titik singgung.

Page 149: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 142

Gambar 1. Lingkaran dengan Garis Singgung

Panjang garis singgung lingkaran (PGSL) yang ditarik dari titik di luar lingkaran

dapat dihitung apabila diketahui panjang jari-jari lingkaran (r) dan jarak titik pusat lingkaran dengan titik di luar lingkaran tersebut. Misalkan pada gambar 2 berikut.

Gambar 2 Jarak Titik Pusat dengan Titik di Luar Lingkaran

Panjang Garis Singgung Persekutuan Dua Lingkaran

Misalkan terdapat dua buah lingkaran, yaitu lingkaran yang berpusat di titik A pada lingkaran A, dengan jari-jari 𝑟1. Dan ada satu lagi lingkaran yaitu, lingkaran yang berpusat di titik B pada lingkaran B, dengan jari-jari 𝑟2. Apabila ditarik sebuah garis yang menghubungkan kedua titik pusat tersebut, maka akan terbentuk sebuah garis yaitu garis pusat

a) Panjang Garis Singgung Persekutuan Dalam Dua Lingkaran

Gambar 3 Garis Singgung Persekutuan Dalam

P

O Q

A

g

O

B

D

𝑟2 C

B 𝑟1 𝑟2 A

E

Page 150: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 143

Terdapat suatu lingkaran A dengan berpusat di A dengan jari-jari AC = 𝑟1. Dan lingkaran B berpusat di titik B dengan jari-jari BE = 𝑟2. AB jarak kedua titik pusat lingkaran (s). CE adalah garis singgung persektuan dalam dua lingkaran, dimana 𝐶𝐸 ⊥

𝐴𝐶. Melalui titik B, dapat ditarik garis BD yang sejajar dengan garis CE. 𝐵𝐷 ∥

𝐶𝐸 , 𝑠𝑒𝑕𝑖𝑛𝑔𝑔𝑎 𝐶𝐷 = 𝐵𝐸 = 𝑟2, dan ∠𝐴𝐷𝐵 = 90°. Maka ∆𝐴𝐷𝐵 adalah segitiga siku-siku, sehingga berlaku teorema Phytagoras, yaitu: 𝐴𝐵2 = 𝐴𝐷2 + 𝐵𝐷2 𝐵𝐷2 = 𝐴𝐵2 − 𝐴𝐷2 = 𝐴𝐵2 − 𝐴𝐶 + 𝐶𝐷 2 = 𝑠2 − 𝑟1 + 𝑟2

2

Karena 𝐵𝐷 ∥ 𝐶𝐸 dan ∠𝐴𝐷𝐵 = ∠𝐴𝐶𝐸 = 90°, maka CE = BD. Jadi, 𝐶𝐸2 = 𝑠2 − 𝑟1 + 𝑟2

2. Sehingga, dapat kita simpulkan bahwa panjang garis singgung persekutuan dalam dua lingkaran adalah: 𝑑2 = 𝑠2 − 𝑟1 + 𝑟2

2 𝑑𝑒𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑟1 > 𝑟2, 𝑑𝑎𝑛 d : panjang garis singgung persekutuan dalam dua lingkaran. s : jarak antara kedua pusat dua lingkaran. 𝑟1 : jari-jari lingkaran pertama. 𝑟2 : jari-jari lingkaran kedua. b) Panjang Garis Singgung Pesekutuan Luar Dua Lingkaran

Gambar 3. Garis Singgung Persekutuan Luar

Terdapat suatu lingkaran A dengan berpusat di A dengan jari-jari AD = 𝑟1. Dan lingkaran B berpusat di titik B dengan jari-jari BE = 𝑟2. AB jarak kedua titik pusat lingkaran (s). DE adalah garis singgung persektuan luar dua lingkaran, dimana 𝐷𝐸 ⊥ 𝐴𝐷. Melalui titik B, dapat ditarik garis BC yang sejajar dengan garis DE. 𝐵𝐶 ∥ 𝐷𝐸 , 𝑠𝑒𝑕𝑖𝑛𝑔𝑔𝑎 𝐶𝐷 = 𝐵𝐸 = 𝑟2, dan ∠𝐴𝐶𝐵 = 90°. Maka ∆𝐴𝐶𝐵 adalah segitiga siku-siku, sehingga berlaku teorema Phytagoras, yaitu: 𝐴𝐵2 = 𝐴𝐶2 + 𝐵𝐶2 𝐵𝐶2 = 𝐴𝐵2 − 𝐴𝐶2 = 𝐴𝐵2 − 𝐴𝐷 − 𝐶𝐷 2 = 𝑠2 − 𝑟1 − 𝑟2

2

Karena 𝐵𝐷 ∥ 𝑑𝐸 dan ∠𝐴𝑐𝐵 = ∠𝐴𝐷𝐸 = 90°, maka DE = BC. Jadi, 𝐷𝐸2 = 𝑠2 − 𝑟1 − 𝑟2

2. Sehingga, dapat kita simpulkan bahwa panjang garis singgung persekutuan luar dua lingkaran adalah: 𝑙2 = 𝑠2 − 𝑟1 + 𝑟2

2 𝑑𝑒𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑟1 > 𝑟2, 𝑑𝑎𝑛 l : panjang garis singgung persekutuan dalam dua lingkaran. s : jarak antara kedua pusat dua lingkaran. 𝑟1 : jari-jari lingkaran pertama.

A B

E

D

C 𝑟2

𝑟2 𝑟1

Page 151: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 144

𝑟2 : jari-jari lingkaran kedua. 2. Survei Lapangan

Survei lapangan ini dilakukan di MTs Negeri Pagu yang ada di Kabupaten Kediri. Dimana setelah peneliti mendapatkan rekomendasi pada beberapa kelas, dan peneliti memilih kelas VIII A (Unggulan) sebagai subjek penelitian. Pada kelas tersebut memilih tiga siswa yang memenuhi tiga kategori secara kognitif yaitu tinggi, sedang dan kurang. Dan hasil tersebut diperoleh dari guru pengampu yang merekap nilai-nilai siswa selama pembelajaran matematika. Sebelum peneliti menemui langsung guru pengampu, peneliti sempat mewawancarai beberapa guru, waka kurikulum dan waka humas, peneliti berbicang-bincang mengenai kelas yang tepat untuk diteliti dan materi matematika yang akan dipelajari. Peneliti mewawancarai satu guru dan tiga siswa dan observasi pada kelas VIII A (Unggulan). Wawancara yang dilakukan peneliti menggunakan pedoman wawancara. Hasil wawancara ini dijadikan sebagai salah satu sumber data peneliti dalam menganalisis jawaban siswa dan pendukung terhadap temuan peneliti selama dilapangan. Adapun hasil wawancara tersebut ringkasannya sebagai berikut: a) Kepada Guru

- Kondisi siswa saat proses pembelajaran dan kesiapan siswa terhadap materi dirasa kurang karena guru harus menjelaskan secara lebih rinci supaya siswa lebih paham dan siswa tidak mau untuk mempelajari materi di rumah sebelum dijelaskan oleh guru pengampu.

- Kesulitan siswa dalam mempelajari matematika terutama materi garis singgung lingkaran dalam hal ini didukung oleh penjelasan guru pengampu bahwa jika diberikan soal yang hampir sama atau soal yang lebih kompleks siswa merasa bingung saat menerapkan rumusnya, dan siswa lebih paham jika diberikan gambar pada setiap soalnya terutama pada materi garis singgung lingkaran.

- Menyebutkan beberapa siswa yang memenuhi tiga kategori secara kognitif yaitu tinggi, sedang dan kurang serta menjelaskan karakteristik siswa yang akan dijadikan sebagai subjek wawancara.

- Strategi yang digunakan siswa dalam memecahkan permasalahan matematika adalah menghapalkan rumus terutama sebelum dilaksanakan ujian.

b) Kepada siswa - Pemahaman siswa terhadap permasalahan yang ada dalam soal. - Keajegan siswa dalam mengerjakan soal. - Pembahasan yang secara mendalam terhadap permasalahan yang akan dipecahkan. - Ketelitian dan kebenaran siswa dalam menjawab soal.

b. Pembuatan Draft Awal

Draft awal dibuat berdasarkan hasil tes, observasi dan permasalahan selama proses penelitian. Kemudian dari hasil tersebut peneliti dapat membuat draft pertanyaan untuk wawancara pada guru dan siswa. Pertanyaan yang diajukan meliputi apa? bagaimana? dan mengapa? berkaitan dengan pemahaman terhadap permasalahan dan konsep. Begitupula pada saat tes tulis diberikan kepada siswa, tujuannya adalah agar siswa mampu menyelesaikan soal dengan baik diantaranya mampu memahami maksud dari soal, mampu merencanakan, dan mampu mengecek kembali jawabannya, siswa diajukan beberapa pertanyaan yang mengarah ke sana. Tujuannya tidak lain untuk mengetahui pemahaman siswa terhadap konsep, permasalahan yang dihadapi, serta kemampuannya secara kognitif.

Page 152: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 145

Instrumen yang dibuat bertujuan untuk mengukur kemampuan siswa dalam berpikir relektif matematis. Sebelum instrumen ini dibuat, peneliti mengembangkan kisi-kisi dengan indikator yang telah dibuat pada bagian studi pustaka. Indikator instrumen tersebut berjumlah 7 dari kemampuan berpikir reflektif matematis dengan jumlah soal sebanyak 6 soal.

c. Uji Ahli

Kegiatan ini dilakukan setelah membuat instrumen soal yang disusun serta disesuaikan dengan tujuan peneliti untuk mengetahui kemampuan berpikir reflektif dan siap untuk divalidasi oleh beberapa ahli. Para ahli tersebut terdiri dari dua dosen matematika dan satu guru pengampu. Validator menguji instrumen dari beberapa aspek yaitu kesesuai isi dengan kriteria kemampuan berpikir reflektif, kejelasan bahasa, dan tampilan yang baik. Hasil kegiatan adalah:

Mengenai gambar pada soal nomor 1 sebaiknya diperbaiki dan bahasa yang digunakan pada soal nomor 3 lebih diperjelas. Soal pada nomor 1b sebaiknya kalimatnya diganti karena siswa belum memahami sepenuhnya bahwa layang-layang termasuk segi-4. Jika materi pada soal nomor 4 membutuhkan waktu yang cukup lama maka peneliti sebaiknya mengganti soal lainnya. Dari saran para ahli tersebut peneliti memperbaikinya, setelah itu instrumen soal dapat diujikan kepada para siswa.

Tabel 2

Draft Kisi-kisi Soal Berpikir Reflektif Matematis Siswa Setelah Divalidasi

No. Indikator Soal Nomor Soal

1

Menjelaskan maksud dari panjang garis singgung lingkaran, serta menyebutkan secara terperinci mengenai hal-hal yang diketahui pada soal dalam penghitungan panjang garis singgung lingkaran

1

2 Menggunakan rumus Phytagoras dan rumus luas segitiga 1

3

Menjelaskan tentang garis singgung persekutuan luar dan garis singgung persekutuan dalam, serta menyebutkan secara terperinci mengenai hal-hal yang diketahui pada soal dalam penghitungannya

2, 3 dan 4

4 Menggunakan rumus panjang garis singgung persekutuan luar

2a dan 4

5 Menggunakan rumus garis singgung persekutuan dalam 2b

6 Menggunakan rumus Phytagoras 3

7 Menggambarkan bentuk dari garis singgung persekutuan 2, 3, dan 4

Page 153: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 146

luar dan garis singgung persekutuan dalam

PEMBAHASAN

Instrumen soal merupakan seperangkat alat yang akan digunakan untuk

mengetahui kemampuan siswa dalam berpikir reflektif matematis, dan didukung dengan transkip wawancara yang dilakukan setelah siswa mengerjakan soal. 1. Tingkat Berpikir Reflektif Siswa dalam Memecahkan Masalah Matematika

Materi Garis Singgung Lingkaran a. Kemampuan Tingkat Berpikir Reflektif Siswa Pada Setiap Nomor Soal

Memenuhi Fase atau Tahapan yang Cukup Berbeda. Kemampuan tingkat berpikir reflektif siswa pada materi garis singgung lingkaran

dari setiap soal memenuhi tahapan yang cukup berbeda, hal ini berdasarkan analisis peneliti yang disimpulkan pada tabel 3.

Tabel 3 Tingkat Kemampuan Berpikir Reflektif Siswa dalam Memecahkan Masalah Garis Singgung Lingkaran

Inisial Kategori Secara

Kognitif

Soal

1a 1b 2a 2b 3 4

R Tinggi Reflektif Reflektif Reflektif Reflektif Reflektif Reflektif

S Sedang Cukup Reflektif Reflektif Reflektif Reflektif Reflektif

G Kurang Kurang Kurang Kurang Cukup Reflektif Kurang

Dari data analisis di atas, maka peneliti dapat membandingkan kemampuan

berpikir reflektif siswa dalama memecahkan masalah garis singgung lingkaran pada siswa kategori atas, sedang, dan kurang sebagai berikut: 1) Pada penyelesaian soal untuk siswa pada kategori tinggi, kemampuan berpikir reflektif

siswa adalah sangat tinggi. Hal ini terbukti karena pada semua soal siswa dikatakan reflektif.

2) Pada penyelesaian soal untuk siswa pada kategori sedang, kemampuan berpikir reflektif siswa adalah tinggi. Hal ini terbukti karena hampir semua soal siswa dikatakan reflektif dan terdapat satu soal dimana siswa dikatakan cukup reflektif.

3) Pada penyelesaian soal untuk siswa pada kategori kurang, kemampuan berpikir reflektif siswa adalah sedang. Hal ini terbukti karena dari hasil analisis soal siswa dikatakan kurang reflektif, cukup reflektif dan reflektif.

Sehingga dari perbandingan tersebut dapat disimpulkan bahwa tingkat berpikir reflektif siswa dalam memecahkan masalah garis singgung lingkaran dari ketiga siswa dengan kategori yang berbeda adalah tidak sama. Namun dari temuan peneliti tersebut belum terdapat kajian teori yang membahas mengenai tingkat berpikir reflektif siswa dalam menyelesaikan soal untuk siswa kategori tinggi adalah sangat tinggi, siswa kategori sedang adalah tinggi dan siswa pada kategori kurang adalah sedang. Dan dari kajian teori yang ada, peneliti belum menemukan referensi yang membahas seperti apa

Page 154: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 147

yang disimpulkan dalam penelitian ini. Jadi dari hasil penelitian ini, bisa saja dijadikan sebagai acuan dalam penelitian selanjutnya. b. Terdapat siswa yang kurang teliti dalam menjawab soal sehingga

mempengaruhi kemampuan tingkat berpikir reflektif siswa. Kemampuan tingkat berpikir reflektif siswa juga dipengaruhi oleh ketelitian siswa

dalam membaca soal dan menjawab soal. Selain itu, jawaban siswa yang diajukan oleh peneliti pada saat wawancara juga mempengaruhi kemampuannya dalam memahami materi. Dimana pada pemahaman materi yang dimiliki siswa termasuk dalam kemampuan berpikir reflektif, karena diharapkan siswa dapat mengaitkan soal yang diberikan dengan materi atau soal yang pernah dikerjakan sebelumnya. Dari hasil observasi dan analisis jawaban siswa di atas, peneliti dapat memahami bahwa semua siswa belum tentu dapat teliti dalam mencermati soal maupun dalam mengerjakan soal yang diberikan.

Melalui hasil jawaban tulis siswa dan wawancara dari ketiga siswa ternyata terdapat satu siswa yang seringkali kurang teliti dalam membaca soal dan dalam mengerjakan soal yaitu siswa dalam kategori kurang. Dia seringkali melakukan kesalahan dalam hasil jawaban dan yang diketahui dalam soal seringkali salah. c. Terdapat Siswa yang Masih Bingung Mengenai Rumus Phytagoras.

Dari hasil wawancara, peneliti mengetahui bahwa ada siswa yang masih bingung mengenai rumus Phytagoras yaitu pada siswa dengan kategori sedang.

PENUTUP Berdasarkan analisis, temuan penelitian, dan pembahasan penelitian yang telah

diuraikan, maka diperoleh kesimpulan berdasarkan jawaban tertulis siswa dan hasil wawancara siswa kelas VIII A (Unggulan) MTsN Pagu dalam memecahkan masalah materi garis singgung lingkaran sebagai berikut: 1. Kemampuan tingkat berpikir reflektif siswa menunjukkan bahwa: a. Pada penyelesaian soal untuk siswa pada kategori tinggi, kemampuan berpikir reflektif

siswa adalah sangat tinggi. Hal ini terbukti karena pada semua soal siswa dikatakan reflektif.

b. Pada penyelesaian soal untuk siswa pada kategori sedang, kemampuan berpikir reflektif siswa adalah tinggi. Hal ini terbukti karena hampir semua soal siswa dikatakan reflektif dan terdapat satu soal dimana siswa dikatakan cukup reflektif.

c. Pada penyelesaian soal untuk siswa pada kategori kurang, kemampuan berpikir reflektif siswa adalah sedang. Hal ini terbukti karena dari hasil analisis soal siswa dikatakan kurang reflektif, cukup reflektif dan reflektif.

d. Ketelitian siswa dalam memecahkan masalah mempengaruhi kemampuan berpikir reflektif siswa.

e. Terdapat siswa yang masih belum mengerti sepenuhnya tentang materi prasyarat dari garis singgung lingkaran yaitu rumus Phytagoras.

2. Strategi yang digunakan siswa dalam memecahkan masalah garis singgung lingkaran meliputi; mencermati permasalahan, menggambar bentuk sesuai dengan permasalahan dan menyelesaikan permasalahan dengan menggunakan rumus yang sudah dihafalkan. Meskipun guru tidak mengharuskan siswa dalam mengerjakan soal sesuai pada langkah-langkah tertentu. Sehingga siswa mempunyai kesempatan dan pandangan yang luas dalam menyelesaikan soal dengan langkah atau cara yang berbeda. Sedangkan faktor yan menghambat adalah siswa tidak terbiasa menyelesaikan soal dengan lebih dari satu penyelesaian. Ternyata mereka tidak terbiasa menyelesaikan

Page 155: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 148

soal dengan lebih dari satu penyelesaian dan cenderung merasa sudah cukup dengan satu jawaban, sehingga tidak perlu lagi jawaban lain.

Berdasarkan kesimpulan dari penelitian ini, selanjutnya dikemukakam saran-saran sebagai berikut: 1. Bagi Sekolah

Sekolah hendaknya selalu meningkatkan mutu dan kualitas pendidikan atau pembelajaran di sekolah, misalnya dengan memberikan tambahan wacana kepada seluruh guru mengenai karakteristik siswa karena sangat berpengaruh dalam keberhasilan proses pembelajaran. 2. Bagi Guru Matematika

Dalam mengajar hendaknya guru berusaha untuk meningkatkan pemahaman siswa melalui kemampuan berpikir reflektif dengan cara-cara sebagai berikut: a. Guru tidak harus selalu menjelaskan dalam proses pembelajaran, namun siswa harus

selalu dilatih kemampuan berpikir reflektifnya misalkan dengan memberikan pertanyaan kepada siswa mengenai maksud dari materi yang diberikan. Dengan meminta siswa menjelaskan materi sesuai dengan pemahamannya, dan guru hanya sebagai fasilitator.

b. Guru sebaiknya memberikan materi tambahan atau mengingatkan kembali memori siswa mengenai materi prasyarat.

c. Memberikan soal yang lebih banyak dan bervariasi, sehingga siswa sering melakukan latihan dan menambah pengalaman atau referensi siswa mengenai soal latihan.

d. Sebelum suatu materi dipahami oleh siswa, maka jangan melangkah pada materi selanjutnya karena materi-materi dalam matematika saling berkaitan dan biasanya sebagai materi prasyarat untuk meteri selanjutnya.

e. Guru harus menyadari perbedaan karakteristik pada siswa, baik perbedaan gaya belajar maupun gaya kognitif pada siswa.

f. Guru sebaiknya menerapkan strategi dalam mengajar, terutama strategi yang bervariasi dan menarik sehingga siswa tidak merasa jenuh atau malas dalam belajar matematika.

g. Guru sebaiknya tidak hanya menekankan kepada siswa untuk menghafalkan rumus-rumus, namun siswa harus memahami materi.

3. Bagi Siswa Dalam belajar hendaknya siswa memiliki motivasi yang kuat untuk meningkatkan

kemampuan berpikir reflektif dengan melakukan cara-cara sebagai berikut: a) Siswa lebih aktif dan lebih banyak melakukan latihan soal mengenai garis singgung

lingkaran serta mendalami materi dari segi konseptual, sehingga siswa tidak mengalami kesulitan bila menghadapi soal yang berbeda dengan yang dicontohkan oleh guru.

b) Jika mengalami kesulitan siswa sebaiknya bertanya atau berdiskusi dengan guru atau teman sejawatnya.

c) Siswa dalam belajar seharusnya berusaha memahami makna atau maksud dari materi atau rumus, sehingga mereka dapat merasakan dengan pemahaman tersebut akan memudahkan mereka untuk memecahkan permasalahan dan meningkatkan kemampuan berpikir reflektifnya.

d) Diharapkan siswa mengetahui kemampuannya dangaya kognitifnya masing-masing. Dengan hal tersebut dapat membantu siswa dalam meningkatkan kemampuan berpikir reflektifnya.

e) Siswa harus berhati-hati dan teliti dalam pembelajaran matematika terutama dalam menyelesaikan masalah.

4. Bagi Peneliti Lain

Page 156: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 149

Dengan adanya penelitian ini dapat sebagai acuan peneliti lainnya untuk meneliti ditempat dan pada subjek lainnya, dengan catatan kekurangan-kekurangan yang ada dalam penelitian dapat dijadikan sebagai suatu refleksi untuk diperbaiki. Pada penelitian ini, peneliti tidak mampu menguji semua siswa mengenai kemampuannya dalam berpikir reflektif. Selain itu, pertanyaan wawancara yang berulang-ulang pada setiap nomor pada responden, sehingga terkadang membuat responden tidak memberikan jawaban.

DAFTAR RUJUKAN

Agus, Nuniek Avianti.2007.Mudah Belajar Matematika SMP/MTs 2 (BSE).Jakarta: Pusat Pembukuan Depdiknas.

Arifin, Anwar.2003.Paradigma Baru Pendidikan Nasional.Jakarta: Ditjen Kelembagaan Agama Islam Depag.

Arikunto, Suharsimi.2010.Prosedur Penelitian.Jakarta: Rineka Cipta. Budi, Endah, dkk.2008CTL Matematika SMP/MTs edisi 4 Kelas VIII, (Jakarta:

Depdiknas. Choy.Pemikiran Reflektif oleh Dewey.Diakses dari

http://www.teachersrock.net/Dewey%20Pemikiran%20Refleksi.htm. Diakses 25 Januari 2015, 08:49.

Choy, S. Chee dan Pou San Oo. 2012.Reflective Thinking and Teaching Practice. Malaysia International Journal of Instruction Vol. 5, No.1.

Dahar, Ratna Wilis.2006.Teori-teori Belajar dan Pembelajaran.Jakarta: Erlangga. Desmita.2012.Psikologi Perkembangan Peserta Didik.Bandung: PT. Remaja

Rosda Karya. Fitriana, Laela.2013.Analisis Pemahaman Siswa Mengenai Konsep Limit Fungsi

Berdasarkan Teori APOS Ditinjau dari Gaya Kognitif (Field Dependent dan Field Dependent) di Kelas XI IPA 2 MAN Rejotangan Tahun 2012/2013.Tulungagung :Skripsi Tidak Diterbitkan.

Hadi, Amirul dan Haryono. 2005. Metodologi Penelitian Pendidikan.Bandung: CV. Pustaka Setia.

Heruman. 2007. Model Pembelajaran Matematika. Bandung: PT. Rosda Karya. Hudojo, Herman. 2007.Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran

Matematika. Universitas Negeri Malang: JICA. Imam, Muhammad, dan Novan Ardy Wiyani. 2013. Psikologi

Pendidikan.Jogjakarta: Ar-Ruzz Media. Jihad, Asep dan Abdul Haris. 2009. Evaluasi Pembelajaran.Yogyakarta: Multi

Pressindo. Iskandar.2009. Metodologi Penelitian Kuliatif.Jakarta: Gaung Persada. Kurniawati, Lia.2011.Developing Mathematical Reflektif Thing Skills Through

Problem Based Learning (Jurnal).Yogyakarta:Departement of Mathematics Education Yogyakarta State University.

Kurniawati, Lia dan Belani Margi Utami. Pengaruh Metode Penemmuan dengan Strategi Heuristik Terhadap Kemampuan Berpikir Kritis Siswa (Jurnal).Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah.

Kusumaningrum, Maya dan Abdul Aziz Saefudin. 2012. Mengoptimalkan Kemampuan Berpikir Matematika Melalui Pemecahan Masalah Matematika (Artikel)Seminar Nasional.Yogyakarta: Pendidikan Matematika FKIP Universitas PGRI.

Page 157: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 150

Kuswana, Wowo Sunaryo. 2011. Taksonomi Berpikir. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Maskur, Moch. dan Abdul Halim Fathani. 2007. Mathematical Intelligence. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.

Moleong, Lexy. 2011. Metode Penelitian Kualitatif.Bandung: Remaja Rosdakarya.

Mudyaharjo, Redja. 2010. Filsafat Ilmu Pendidikan.Bandung: PT Remaja Rosda Karya.

Muhmidayeli. 2011. Filsafat Pendidikan.Bandung: PT Refika Aditama, 2011. Nindisari, Hepsi. 2011. Pengembangan Bahan Ajar dan Instrumen untuk

Meningkatkan Berpikir Reflektif Matematis Berbasis Pendekatan Metakognitif pada Siswa SMA.Banten: Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.

Nisak, Lailatun. 2013. Analisis Kemampuan Berpikir Reflektif Siswa dalam Memecahkan Masalah Berbentuk Semantik, Figural, dan Simbolik pada Pkok Bahasan Fungsi Kelas XI IPA di MAN Nglawak Kertosono Nganjuk.Surabaya: Skripsi di terbitkan.

Noer, Sri Hastuti. 2008. Problem-Based Learning dan Kemampuan Berpikir Reflektif dalam Pembelajaran Matematika (Jurnal).Lampung: Semnas Matematika dan Pendidikan Matematika FKIP Universitas Lampung.

Nugroho, Heru dan Lisda Meisaroh.2009.Matematika SMP dan MTs Kelas VIII (BSE).Jakarta: PT. Pelita Ilmu.

Nur, Mohamad. 2011. Model Pembelajaran Berdasarkan Masalah. Surabaya: Pusat Sains dan Matematika sekolah UNESA.

Phan, H. P. 2008. Achievment Goals, The Classroom Environtment, and Reflective Thinking: A Conceptual Framework. dalam Electronic Jurnal of Reserch in Education Psychology, Vol 6 No. 3.

Riduwan.2009.Belajar Mudah Penelitian: Untuk Guru, Karyawan dan Peneliti Pemula.Bandung: Alfabeta

Ronis, Diane.2009.Pengajaran Matematika Sesuai Cara Kerja Otak Edisi Kedua.Jakarta: PT. Macanan Jaya Cemerlang.

Sabandar, Jozua.t.t.Berpikir Reflektif dalam Pembelajaran Matematika (Jurnal).Prodi Pendidikan Matematika Sekolah Pascasarjana UPI.

Sobel, Max A. dan Evan Maletsky.2002Mengajar Matematika.Jakarta: Erlangga. Sugiyono.2013.Memahami Penelitian Kualitatif.Bandung: Alfabeta. Suharna, Hery, dkk.2013.Berpikir Reflektif Mahasiswa dalam Menyelesaikan

Masalah Matematika (Jurnal).t.t.p.KNPM V Himpunan Matematika Indonesia.

Suherman, Erman, dkk.2002.Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer edisi revisi (JICA). Jakarta: Universitas Pendidikan Indonesia.

Sukardi, M.2011.Evaluasi Pendidikan.Yogyakarta: PT. Bumi Aksara. Sukino.2012.Three in One Matematika SMP/MTs kelas VIII.Jakarta: PT. Gelora

Aksara Pratama. Sukmadinata, Nana Syaodih.2012.Metode Penelitian Pendidikan.Bandung: PT.

Remaja Rosdakarya. Syah, Muhibbin.2004.Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru.Bandung:

PT. Remaja Rosda Karya. Walgito, Bimo.2004.Pengantar Psikologi Umum.Yogyakarta: Andi Offset.

Page 158: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 151

Widjajanti, Djamilah Bondan.2009.Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Mahasiswa Calon Guru Matematika: Apa dan Bagaimana Mengembangkannya.FMIPA Universitas Negeri Yogyakarta.

Wijaya, Cece.2010.Pendidikan Remidial.Bandung: Rosdakarya. Wiriaatmadja, Rochiati.2012.Metode Penelitian Tindakan Kelas.Bandung: PT.

Remaja Rosda Karya. Tatag Yuli.2010.Penelitian Pendidikan Matematika.Surabaya: Unesa University

Press.

Page 159: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 152

EFEKTIVITAS PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN ASSISTED LEARNING TERHADAP PENINGKATAN HASIL

BELAJAR MATEMATIKA SISWA

Rifki Sahara e-mail: [email protected]

Ummu Sholihah

Jurusan Tadris Matematika IAIN Tulungagung e-mail: [email protected]

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar siswa pada pelajaran matematika serta mengetahui efektivitas dari penerapan model pembelajaran Assisted Learning. Penelitian ini diadakan karena berdasarkan fenomena yang terjadi bahwa pembelajaran matematika sangat tidak disukai oleh sebagian banyak siswa, sehingga ini sangat berdampak pada hasil belajar siswa. Metode pembelajaran yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kuantitatif jenis eksperimen. Subjek yang dilibatkan dalam penelitian ini adalah siswa kelas VIII MTsN Aryojeding tahun ajaran 2014/ 2015 dengan keseluruhan subjek berjumlah 60 siswa. Data dikumpulkan dengan menggunakan tes hasil belajar (pre-test dan post-test). Data dianalisis secara kuantitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan model pembelajaran Assisted Learning dapat meningkatkan hasil belajar. Penggunaan model pembelajaran Assisted Learning dapat membedakan nilai rata-rata hasil belajar. Nilai rata-rata kelas eksperimen adalah 80,6 sedangkan nilai rata-rata kelas kontrol adalah 70,3 artinya bahwa rata-rata nilai kelas eksperimen lebih tinggi dari pada rata-rata nilai kelas kontrol. Pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran Assisted Learning lebih efektif dibandingkan dengan pembelajaran tanpa menggunakan model pembelajaran Assisted Learning pada hasil belajar matematika bangun ruang sisi datar siswa kelas VIII MTsN Aryojeding.

Kata Kunci :Model Pembelajaran Assisted Learning, Hasil Belajar.

PENDAHULUAN

Hasil belajar merupakan faktor yang penting dalam proses belajar mengajar, karena hasil belajar merupakan salah satu tolok ukur keberhasilan pendidikan khususnya matematika. Namun, pada kenyataannya bahwa pembelajaran matematika kurang diminati oleh siswa karena sulit, membosankan bahkan pembelajaran matematika dianggap sebagai hal yang menakutkan bagi siswa. Hal ini dapat berdampak pada hasil belajar matematika siswa. Dalam hal ini, peneliti menghubungkan masalah hasil belajar matematika siswa dengan menerapkan model pembelajaran Assisted Learning. Assisted Learning yaitu suatu model pembelajaran konstruktivisme yang lebih menekankan pada subyek yaitu siswa,

Page 160: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 153

dimana siswa berperan aktif dalam proses pembelajaran berlangsung, dan peran guru hanya sebagai fasilitator dan mediator yang membantu agar proses belajar siswa berjalan dengan baik.

Sedangkan MTsN Aryojeding tempat peneliti melakukan penelitian telah menetapkan nilai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) untuk mata pelajaran matematika yaitu ≥ 80. Berdasarkan nilai KKM yang ditetapkan di MTsN Aryojeding cukup tinggi sehingga siswa diharuskan memenuhi nilai KKM yang telah ditetapkan sekolah. Berangkat dari sinilah peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian dengan menerapkan model pembelajaran Assisted Learning. Peneliti memilih MTsN Aryojeding sebagai lokasi penelitian untuk mengetahui pemanfaatan penerapan model pembelajaran Assisted Learning pada siswa sehingga dapat meningkatkan hasil belajar siswa dalam matematika.

Ilmu pengetahuan matematika memiliki sifat khas yang berbeda dari ilmu pengetahuan yang lain. Ilmu matematika lebih menekankan aktivitas dalam dunia rasio (penalaran), sedangkan dalam ilmu lain lebih menekankan hasil observasi atau eksperimen di samping penalaran (Suherman et. all., 2003: 16). Matematika adalah salah satu cabang ilmu pengetahuan yang penting dan semakin dirasakan kegunaannya dalam ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini. Matematika merupakan salah satu bidang studi yang menduduki peranan penting dalam pendidikan. Hal itu, dapat dilihat dari jam pelajaran matematika yang lebih banyak dibanding mata pelajaran lain. Sehingga sampai sekarang masih ada siswa yang kurang berminat terhadap matematika dan prestasi belajar matematikapun belum menunjukkan hasil yang optimal.

Model pembelajaran adalah cara-cara yang berbeda untuk mencapai pembelajaran yang berbeda di bawah kondisi pembelajaran yang berbeda (B.Uno, 2011: 16).Menurut Slameto, metode mengajar adalah suatu cara/ jalan yang harus dilalui di dalam mengajar (Slameto, 2010: 65). Berdasarkan Al-Qur‟an surat Al-Maidah ayat 90 dijelaskan :

Bahwa seorang pendidik dianjurkan untuk memberikan data lengkap untuk kemudian dikelompokkan sesuai dengan klasifikasi tema materi pembelajaran. Termasuk metode pendidikan juga adalah seorang pendidik dianjurkan untuk menjelaskan manfaat dan tujuan sebuah pembelajaran sehingga peserta didik tidak memperoleh ambiguitas maksud sebuah pembelajaran. Pembelajaran adalah usaha sadar guru untuk membantu siswa atau anak didik, agar mereka dapat belajar sesuai dengan kebutuhan dan minatnya (Cahyo, 2013: 18).

Model pembelajaran yang dapat meningkatkan hasil belajar matematika siswa adalah Assisted Learning. Model pembelajaran ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana tingkat pemahaman siswa terhadap materi yang diberikan, yaitu dengan melihat dari hasil belajar siswa tersebut.Model pembelajaran Assisted Learning merupakan model pembelajaran dari teori konstruktivisme.Konstruktivis adalah suatu pendekatan dalam proses pembelajaran yang mengarahkan pada penemuan konsep yang lahir dari pandangan, dan gambaran serta inisiatif peserta didik (Wardoyo, 2013:

Page 161: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 154

23).Pembelajaran yang menggunakan pendekatan konstruktivisme menuntut agar seorang pendidik mampu menciptakan pembelajaran sedemikian rupa sehingga peserta didik dapat terlibat secara aktif dengan materi pelajaran melalui interaksi sosial yang terjalin di dalam kelas (Wardoyo, 2013: 28).Menurut prinsip konstruktivisme, seorang guru punya peran sebagai mediator dan fasilitator yang membantu agar proses belajar siswa berjalan dengan baik (Cahyo, 2013: 54).

Dukungan terhadap peserta didik dalam model Assisted Learning ini dapat berupa keaktifan peserta didik dalam proses pembelajaran, strategi pembelajaran, keragaman model pembelajaran, bimbingan pengalaman dari pembelajar, fasilitas belajar, dan iklim belajar peserta didik dari orang tua di rumah dan pembelajar di sekolah.Secara umum, langkah-langkah pembelajaranAssisted Learning dapat dilihat sebagai berikut (Cahyo, 2013: 258): 1. Kegiatan Awal

a. Guru mengondisikan siswa untuk siap memulai pembelajaran. b. Guru melakukan apersepsi dan memberikan motivasi kepada siswa. c. Mengajukan suatu konteks permasalahan.

2. Kegiatan Inti a. Setelah siswa memahami konteks permasalahan, kemudian siswa diberi

lembar kegiatan. b. Pada 10 menit pertama, siswa diberikan kesempatan untuk

menyelesaikan jawaban secara individual. Hal ini dimaksudkan agar siswa dapat menelaah permasalahan yang diajukan.

c. Kemudian, kurang lebih 20 menit berikutnya, siswa diminta untuk menyelesaikan jawaban secara berkelompok heterogen (4-5 orang). Hal ini dimaksudkan agar siswa dapat berinteraksi dan saling bertukar pemikiran. Secara tidak langsung, intervensi dalam kegiatan ini dapat terjadi antara siswa dengan siswa lain di dalam satu kelompok. Di samping itu, guru juga dapat melakukan teknik scaffolding dengan tepat selama proses kegiatan.

d. Perwakilan kelompok mempresentasikan hasil pekerjaan mereka. 3. Kegiatan Akhir

a. Guru bersama siswa menyimpulkan materi yang dipelajari. b. Guru menutup pembelajaran.

4. Penilaian Penilaian prestasi belajar aspek kognitif dilakukan melalui pemberian

pretest (tes awal) dan posttest (tes akhir) yang harus dikerjakan oleh siswa pada awal tindakan dan akhir pelaksanaan tindakan. Penilaian prestasi belajar aspek afektif pada pembelajaran ini dapat dilihat dari kegiatan siswa ketika bekerja sama di dalam kelompok, keaktifan di dalam kelompok, serta keberanian bertanya dan menjawab. Sedangkan untuk penilaian prestasi belajar aspek psikomotorik pada pembelajaran ini dapat dilihat dari kemampuan siswa memasukkan rumus atau konsep matematika ke dalam penyelesaian masalah serta kemampuannya di dalam mengaplikasikan pengetahuan ke dalam kegiatan sehari-hari.

Hasil belajar merupakan perubahan perilaku siswa akibat belajar.Setiap proses belajar memengaruhi perubahan perilaku pada domain tertentu pada diri siswa, tergantung perubahan yang diinginkan terjadi sesuai dengan tujuan

Page 162: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 155

pendidikan (Purwanto, 2009: 34). Berdasarkan Al-Qur‟an surat Al-Mujadalah ayat 11 dijelaskan :

Bahwa belajar itu sendiri adalah kegiatan yang berproses dan merupakan unsur yang sangat fundamental dalam penyelenggaraan setiap jenis dan jenjang pendidikan. Ini berarti bahwa berhasil atau gagalnya pencapaian tujuan pendidikan itu sangat bergantung pada proses belajar yang dialami siswa baik ketika ia berada di sekolah maupun di lingkungan rumah atau keluarganya sendiri (Syah, 2011: 87).

Masalah umum pada penelitian ini adalah 1) Apakah pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran Assisted Learning dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran matematika bangun ruang sisi datar kelas VIII MTsN Aryojeding tahun ajaran 2014/ 2015? 2) Apakah ada perbedaan yang signifikan antara nilai rata-rata sebelum diberikan treatment (pre-test) dengan nilai rata-rata setelah diberikan treatment (post-test) dengan menggunakan model pembelajaran Assisted Learning pada mata pelajaran matematika bangun ruang sisi datar kelas VIII MTsN Aryojeding tahun ajaran 2014/ 2015? 3) Apakah pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran Assisted Learning lebih efektif jika dibandingkan dengan pembelajaran tanpa menggunakan model pembelajaran Assisted Learning pada mata pelajaran matematika bangun ruang sisi datar kelas VIII MTsN Aryojeding tahun ajaran 2014/ 2015?

Tujuan umum dari penelitian ini adalah 1) Untuk mengetahui bahwa pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran Assisted Learning dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran matematika bangun ruang sisi datar kelas VIII MTsN Aryojeding tahun ajaran 2014/ 2015. 2) Untuk mengetahui bahwa ada perbedaan hasil belajar antara pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran Assisted Learning dengan pembelajaran menggunakan metode ceramah pada mata pelajaran matematika bangun ruang sisi datar kelas VIII MTsN Aryojeding tahun ajaran 2014/ 2015. 3) Untuk mengetahui efektivitas model pembelajaran Assisted Learning pada mata pelajaran matematika bangun ruang sisi datar kelas VIII MTsN Aryojeding tahun ajaran 2014/ 2015.

Page 163: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 156

METODE

Penelitian ini menggunakan penelitian kuantitatif. Sesuai dengan namanya, penelitian kuantitatif ini banyak dituntut menggunakan angka, mulai dari pengumpulan data, penafsiran terhadap data tersebut, serta penampilan data hasilnya (Arikunto, 2010: 27). Ditinjau dari jenis permasalahannya yang dibahas oleh peneliti, maka peneliti menggunakan jenis penelitian eksperimen. Penelitian eksperimen merupakan pendekatan penelitian kuantitatif yang paling penuh, dalam arti memenuhi semua persyaratan untuk menguji hubungan sebab-akibat (Sukmadinata, 2012: 58).

Peneliti menggunakan eksperimen murni (true experimental). Dalam eksperimen murni, pengujian variabel bebas dan variabel terikat dilakukan terhadap sampel kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Dalam penelitian ini, peneliti mengambil dua kelas sebagai sampel yang terdiri dari satu kelas eksperimen dan satu kelas kontrol. Disini peneliti memberikan perlakuan berbeda pada kelas eksperimen terhadap kelas kontrol, dimana peneliti tidak memberikan perlakuan pada kelas kontrol dan menerapkan Assisted Learning pada kelas eksperimen.

Subjek yang diteliti adalah siswa kelas VIII MTsN Aryojeding semester genap tahun ajaran 2014/ 2015. Pemilihan kelas sebagai kelas eksperimen dan kelas kontrol setelah dilakukan pertimbangan dengan guru matematika dan mengetahui dua kelas yang rata-rata hampir sama, maka sampel dalam penelitian ini adalah kelas VIII A sebagai kelas kontrol dan kelas VIII C sebagai kelas eksperimen.

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah berupa tes hasil belajar (pre-test dan post-test). Sebelum tes hasil belajar tersebut digunakan dalam penelitian, terlebih dahulu diadakan uji coba instrumen oleh ahli serta diuji cobakan secara terbatas kepada 15 siswa kelas IX di MTsN Aryojeding, meliputi uji validitas dan reliabilitas. Teknik analisis data yang digunakan yaitu analisis data kuantitatif dengan menggunakan uji paired sample t-test, uji independent sample t-test, dan desain pre-test post-test control group designyang dilakukan dengan bantuan rumus dan program SPSS 16.0 for windows.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Sesuai dengan kriteria dari suatu tes yang baik, pre-test dan post-test yang diberikan untuk mengetahui peningkatan hasil belajar siswa sudah memenuhi validitas dan reliabilitas soal yang baik. Hasil analisis pre-test dan post-test antara kelas kontrol dan kelas eksperimen menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan. Kemampuan awal kedua kelas relatif sama, yaitu rata-rata nilai pre-test yang diperoleh kelas kontrol sebesar 60,7 dan kelas eksperimen sebesar 65. Selain itu, nilai post-test kelas kontrol dan kelas eksperimen menunjukkan peningkatan yang cukup tinggi. Nilai rata-rata post-test kelas kontrol sebesar 70,3 dan kelas eksperimen sebesar 80,6. Persentase ketuntasan hasil belajar kelas kontrol dan kelas eksperimen disajikan pada Tabel 1 berikut :

Keterangan Eksperimen Kontrol

Page 164: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 157

Pre-test Post-test Pre-test Post-test

Tuntas Tidak tuntas

Tuntas Tidak tuntas Tuntas

Tidak tuntas

Tuntas Tidak tuntas

Jumlah Siswa

10 20 24 6 9 21 23 7

Presentase 33,33% 66,67% 80% 20% 30% 70% 76,67% 23,33%

Berdasarkan Tabel 1 dapat diketahui bahwa hasil belajar awal (pre-test)

pada kelas kontrol terdapat 9 siswa yang tuntas dan 21 siswa yang tidak tuntas. Namun, terjadi peningkatan nilai yang signifikan pada post-test terdapat 23 siswa yang tuntas dan 7 siswa yang tidak tuntas. Pada kelas eksperimen hasil belajar awal (pre-test) terdapat 10 siswa yang tuntas dan 20 siswa yang tidak tuntas. Akan tetapi terjadi peningkatan yang signifikan pada post-test terdapat 24 siswa yang tuntas dan 6 siswa yang tidak tuntas.

Sedangkan berdasarkan hasil persentase terlihat bahwa hasil belajar pada pembelajaran kelas kontrol mengalami peningkatan ketuntasan dari sebelumnya mencapai ketuntasan 76,67% ˃ 75% sehingga berkategori mencapai ketuntasan klasikal dan mengalami peningkatan ketuntasan sebesar 76,67%. Sedangkan hasil belajar pada pembelajaran kelas eksperimen mengalami peningkatan ketuntasan dari sebelumnya mencapai ketuntasan 33,33% dan sesudah mencapai ketuntasan 80% ˃ 75% sehingga berkategori mencapai ketuntasan klasikal dan mengalami peningkatan ketuntasan sebesar 80%. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pada kelas eksperimen terjadi peningkatan yang signifikan dibandingkan dengan kelas kontrol.

Efektivitas suatu model pembelajaran Assisted Learning dapat diukur berdasarkan ketercapaian tujuan pembelajaran dengan membandingkan nilai rata-rata pre-test dan post-test kelas kontrol dan kelas eksperimen. Berdasarkan nilai rata-rata dapat diketahui bahwa efek dari pembelajaran tanpa menggunakan model pembelajaran Assisted Learning sebesar 70,3 – 60,7 = 9,6. Sedangkan efek dari pembelajaran yang menggunakan model pembelajaran Assisted Learning sebesar 80,6 – 65 = 15,6. Sehingga efek total dari pemberian pembelajaran dengan model pembelajaran Assisted Learning adalah sebesar (80,6 – 65) – (70,3 – 60,7) = 6. Efektivitas pembelajaran disajikan pada Tabel 2 berikut :

Kelompok

Rata-rata Nilai Pre-test

Rata-rata Nilai Post-test

Selisih

Kelas eksperimen 65 80,6 15,6

Kelas kontrol 60,7 70,3 9,6

Efektivitas 6

Berdasarkan Tabel 2 dapat diketahui bahwa pada kelas eksperimen

menunjukkan hasil rata-rata pre-test sebesar 65. Setelah dilakukan treatment yaitu penerapan model pembelajaran Assisted Learning, hasil post-test mengalami kenaikan yang signifikan dibandingkan pre-test yaitu dengan rata-rata nilai 80,6.

Page 165: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 158

Pada kelas kontrol nilai pre-test sebesar 60,7 dan nilai post-test sebesar 70,3, mengalami kenaikan sebesar 9,6. Sedangkan tingkat efektivitas pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran Assisted Learning sebesar 6. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran Assisted Learning lebih efektif dibandingkan dengan metode ceramah. PENUTUP

Berdasarkan rumusan masalah dan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran Assisted Learning dapat meningkatkan hasil belajar. Penggunaan model pembelajaran Assisted Learning dapat membedakan nilai rata-rata hasil belajar. Nilai rata-rata kelas eksperimen adalah 80,6 sedangkan nilai rata-rata kelas kontrol adalah 70,3 artinya bahwa rata-rata nilai kelas eksperimen lebih tinggi dari pada rata-rata nilai kelas kontrol. Pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran Assisted Learning lebih efektif dibandingkan dengan pembelajaran tanpa menggunakan model pembelajaran Assisted Learning pada hasil belajar matematika bangun ruang sisi datar siswa kelas VIII MTsN Aryojeding.

DAFTAR RUJUKAN

Arikunto,Suharsimi. 2010.Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Cahyo, Agus N. 2013.Panduan Aplikasi Teori-teori Belajar Mengajar. Jogjakarta: Diva Press.

Purwanto. 2009.Evaluasi Hasil Belajar. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Slameto. 2010.Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: PT

Rineka Cipta. Suherman, Erman., dkk. 2003.Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer.

Bandung: JICA. Sukmadinata,Nana Syaodih. 2012.Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: PT

Remaja Rosdakarya. Syah,Muhibbin. 2011.Psikologi Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Uno, Hamzah B. 2011.Perencanaan Pembelajaran. Jakarta: PT Bumi Aksara. Wardoyo,Sigit Mangun. 2013.Pembelajaran Konstruktivisme. Bandung: Alfabeta.

Page 166: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 159

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEADS TOGETHER (NHT) TERHADAP

KEMAMPUAN MENGEMUKAKAN PENDAPAT DAN HASIL BELAJAR SISWA

Jilda Aminatu Zahrok email: [email protected]

Beni Asyhar

Jurusan Tadris Matematika IAIN Tulungagung e-mail: [email protected]

ABSTRAK penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan desain eksperimen.

Teknik pengumpulan data (1) Observasi kemampuan mengemukakan pendapat dan (2) tes. Teknik analisis data hasil observasi dan hasil belajar siswa adalah rumus t-test. Tujuan penelitian dalam hal ini adalah Untuk mengetahui perbedaan antara kelas kontrol dan kelas eksperimen yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe NHT (Numbered Heads Together) terhadap kemampuan mengemukakan pendapat matematika kelas XI MA Ma‟arif Udanawu Blitar. Hasil penelitian menunjukkan ada perbedaan antara kelas kontrol dan kelas eksperimen yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) terhadap kemampuan mengemukakan pendapat siswa kelas XI MA Ma‟arif Udanawu Blitar. Hal ini terbukti siswa yang sebelumnya merasa malu mengemukakan pendapat, dengan dilaksanakanya model pembelajaran kooperatif yang berbentuk diskusi kelompok dapat merangsang siswa berani dalam mengemukakan pendapat. Demikian juga dengan Hasil belajar siswa Kata Kunci : Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Heads Together

(NHT), Kemampuan Mengemukakan Pendapat, Hasil Belajar. PENDAHULUAN

Pendidikan memiliki peranan yang besar dalam mensukseskan pembangunan bangsa. Dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah, kegiatan belajar merupakan kegiatan yang paling pokok. Ini berarti bahwa berhasil tidaknya pencapaian tujuan pendidikan banyak bergantung kepada bagaimana proses belajar yang dialami oleh siswa sebagai anak didik.

Dalam Kegiatan belajar mengajar, guru masih menggunakan paradigma pembelajaran lama dalam arti komunikasi dalam pembelajaran matematika cenderung satu arah umumnya dari guru ke siswa, guru lebih mendominasi pembelajaran maka pembelajaran cenderung monoton sehingga mengakibatkan peserta didik (siswa) merasa jenuh dan tersiksa. Oleh karena itu dalam membelajarkan matematika kepada siswa, guru hendaknya lebih memilih berbagai variasi pendekatan, strategi, metode yang sesuai dengan situasi sehingga tujuan pembelajaran yang direncanakan akan tercapai.

Berbagai model pembelajaran yang dilaksanakan oleh guru pada umumnya untuk membantu siswa agar mampu memahami dan mengerti apa yang

Page 167: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 160

dipelajarinya. Sebagai upaya meningkatkan hasil belajar siswa, salah satu model pembelajaran yang menjadi alternatif adalah dengan menggunakan atau menerapkan model pembelajaran kooperatif. Terdapat beberapa penelitian yang menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together yang hasilnya menunjukkan bahwa model pembelajaran tersebut sangat baik diterapkan di kelas.

Metode pembelajaran kooperatif model Numbered Heads Together (NHT) adalah suatu pembelajaran yang melibatkan para siswa dalam mereview soal yang terangkum dalam pembelajaran.

Dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif, diharapkan dapat memberikan pengaruh terhadap hasil belajar siswa dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk dapat mengemukakan pendapat serta membagikan ide-ide dalam mempertimbangkan jawaban yang paling tepat, selain itu teknik ini juga mendorong siswa untuk meningkatkan kerjasama mereka. Untuk itu peneliti ingin menggunakan metode belajar (NHT) Numbered Heads Together yang kiranya dapat membuat siswa untuk lebih menggunakan pengetahuannya sendiri tanpa tergantung dengan peran pengajar. Dalam hal ini pengajar hanya akan menjadi fasilitator dalam pembelajaran siswa. Banyak cara untuk menjadikan siswa dapat membangun pengetahuannya sendiri melalui berbagai model pembelajaran.

Siswa yang kurang berani mengemukakan pendapat diantaranya masih kurang terampil guru dalam bertanya dan kurangnya penerapan metode diskusi dan tanya jawab dalam proses pembelajaran. Berdasarkan pengalaman yang dialami peneliti, proses pembelajaran yang dilakukan oleh sebagian besar Guru di Madrasah aliyah masih menggunakan model pembelajaran konvesional. Untuk kali ini peneliti melakukan observasi langsung ke MA At-Thohiriyah Ngantru Tulungagung dan MA Ma‟arif Udanawu Blitar untuk melihat Proses Pembelajaran yang dilakukan disana, MA At-Thohiriyah Ngantru Tulungagung memiliki 2 kelas yaitu kelas Unggulan dan Kelas reguler, namun peneliti memilih untuk melakukan penelitian di MA Ma‟arif Udanawu Blitar karena peneliti merupakan salah satu alumni dari MA Ma‟arif Udanawu Blitar sehingga peneliti sudah mengenal kegiatan pembelajaran disana dan karena kelas yang dimiliki keseluruhan adalah kelas reguler maka Peneliti memutuskan untuk melakukan penelitian di MA Ma‟arif Udanawu Blitar.

Berdasarkan penjelasan mengenai masalah-masalah yang telah diuraikan di atas, kiranya peneliti menemukan suatu model pembelajaran yang tepat untuk digunakan, yaitu model pembelajaran Koopertif tipe NHT (Numbered Heads Together). Oleh karena itu peneliti tertarik untuk mengkaji permasalahan tersebut dengan memberi judul “Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT (Numbered Heads Together) Terhadap Kemampuan Mengemukakan Pendapat dan Hasil Belajar Matematika Kelas XI MA Ma‟arif Udanawu Blitar”.

LANDASAN TEORI Model Pembelajaran kooperatif

model pembelajaran kooperatif merupakan suatu model pembelajaran yang mengutamakan adanya kelompok-kelompok. Setiap siswa yang ada dalam kelompok mempunyai tingkat kemampuan yang berbeda-beda (tinggi, sedang, dan rendah) dan jika memungkinkan anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku, yang berbeda serta memperhatikan kesetaraan gender. Model pembelajaran

Page 168: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 161

kooperatif mengutamakan kerjasama dalam menyelesaikan permasalahan untuk menerapkan pengetahuan dan ketrampilan dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran

Menurut Isjoni (2012:76) Model cooperative learning membuka peluang bagi upaya meningkatkan ketrampilan sosial siswa. Seperti yang diungkapkan Stahl dalam buku Cooperative Learning ,”The cooperative behaviors and attitudes that contributed to the success and or failure of these groups”.

Dalam kelompok ini mereka bekerja tidak hanya sebagai kumpulan individual tetapi merupakan suatu tim kerja yang tangguh. Seorang anggota kelompok bergantung kepada anggota kelompok lainya. Sesorang yang memiliki keunggulan tertentu akan membagi keunggulannya dengan lainya. Di samping itu, Slavin dalam buku karangan isjoni (2012:25) menyebut cooperative learning sekaligus dapat melatih sikap dan ketrampilan sosial sebagai bekal dalam kehidupan bermasyarakat. 14 sehingga model pembelajaran ini dimaksudkan untuk melatih kerjasama dan kolaborasi antar anggota kelompok agar terjalin komunikasi yang efektif antar siswa dalam kelas.

Peran guru sangatlah dibutuhakan dalam proses kali ini, karena disini mulailah terlihat fungsi guru yang sesungguhnya yakni sebagai fasilitator dan motivator sewaktu-waktu siswanya memerlukan bantuan, ketika siswa mengalami permasalahan mereka dilatih untuk bisa menyelesaikan permasalahannya sendiri tanpa mengandalakan keberadaan guru. Guru berperan dalam meluruskan dan menjelaskan permasalahan ketika muncul pertanyaan dari siswanya, jadi siswa harus lebih dahulu aktif mengemukakan pertanyaan dan pendapatnya di dalam kelas.

Berdasarkan berbagai model pembelajaran yang telah disebutkan diatas, peneliti tertarik untuk menggunakan model pembelajaran kooperatif Tipe Numbered Heads Together (NHT), karena model pembelajaran ini tidak hanya melatih kerjasama namun juga menuntut siswa agar dapat menggunakan pendapatnya dalam pembelajaran, terbukti dengan adanya model kelompok yang di dalamnya terdapat jeda waktu dalam berdiskusi dan mengemukakan ide dengan anggota kelompoknya. Disamping itu juga model pembelajaran ini melatih siswa untuk lebih menghargai pendapat teman diskusi dalam kelompok maupun antar anggota kelompok. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Heads Together (NHT)

Menurut Slavin dalam Buku karangan Miftahul Huda (2013:114) Teknik belajar mengajar Numbered Heads Together dikembangkan oleh Spencer Kagan. Teknik ini memberikan kesempatan kepada siswa untuk saling membagikan ide-ide dan mempertimbangkan jawaban yang paling tepat. Selain itu, teknik ini juga mendorong siswa untuk meningkatkan semangat kerjasama mereka. Teknik ini bisa digunakan dalam semua mata pelajaran dan untuk semua tingkatan peserta didik. 20 Namun teknik pelaksanaanya hampir sama dengan diskusi kelompok.

Dengan adanya model pembelajaran yang menggunakan diskusi kelompok, diharapkan siswa dapat mengemukakan pendapatnya sehingga akan terjalin komunikasi dan juga melatih siswa agar dapat menerima pendapat dari orang lain yang ada di kelompoknya maupun antar anggota kelompok lainya.

Dalam hal ini, Guru sebagai pendidik dan siswa sebagai terdidik, keduanya saling bekerjasama untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah ditentukan

Page 169: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 162

sebelumnya. Sebagai contoh bentuk kerjasama antara guru dengan siswa yaitu: ketika guru menerangkan di depan kelas, maka siswa akan mendengarkan dan bertanya jika mereka belum memahaminya. Kemudian saat guru bertanya, maka siswa akan menjawab mengungkapkan pendapatnya. Akan tetapi, terkadang masih ada siswa yang kurang mampu untuk mengungkapkan pendapatnya pada saat pembelajaran berlangsung.

Dalam hal ini, Guru sebagai pendidik dan siswa sebagai terdidik, keduanya saling bekerjasama untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah ditentukan sebelumnya. Sebagai contoh bentuk kerjasama antara guru dengan siswa yaitu: ketika guru menerangkan di depan kelas, maka siswa akan mendengarkan dan bertanya jika mereka belum memahaminya. Kemudian saat guru bertanya, maka siswa akan menjawab mengungkapkan pendapatnya. Akan tetapi, terkadang masih ada siswa yang kurang mampu untuk mengungkapkan pendapatnya pada saat pembelajaran berlangsung.

Oleh karena itu, untuk mengatasi masalah tersebut maka akan diberikan model pembelajaran kooperatif Tipe Numbered Heads Together (NHT) dimaksudkan untuk membantu siswa dalam meningkatkan kemampuan mengemukakan pendapatnya dan termotivasi untuk menumbuhkan perilaku yang lebih baik lagi.

Menurut Danang (2012:42) langkah-langkah yang ditempuh dalam model pembelajaran ini sebagai berikut: 1. Peserta didik dibagi dalam kelompok, setiap peserta didik dalam setiap

kelompok mendapatkan nomor, 2. Guru memberikan tugas dan masing-masing kelompok mengerjakanya, 3. Kelompok mendiskusikan jawaban yang benar dan memastikan setiap

anggota kelompok dapat mengerjakanya atau mengetahui jawabanya, 4. Guru memanggil salah satu nomor siswa dan nomor yang di panggil

melaporkan hasil kerjasama mereka, dan 5. Tanggapan dari teman lain, kemudian guru menunjuk nomor yang lain.

Sedangkan Kelebihan yang dimiliki NHT diadaptasi dari buku Aris Shoimin (2014:108) adalah sebagai berikut : 1. Setiap murid dapat mempersiapkan materi sebelum pembelajaran, 2. Dapat melakukan diskusi dengan sungguh-sungguh, 3. Murid yang pandai dapat mengajari murid yang kurang pandai, 4. Terjadi iteraksi secara intens antar siswa dalam menjawab soal, dan 5. Tidak ada murid yang mendominasi dalam kelompok karena ada nomor yang

membatasi. Di dalam setiap metode pembelajaran, pasti memiliki kelemahan, begitu

juga dengan model pembelajaran Numbered Head Together (NHT). terdapat beberapa kelemahan yang harus diwaspadai, hal ini dilakukan agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan dalam pembelajaran, adapun kelemahan-kelemahan yang dikutip dalam buku karangan Aris Shoimin (2014:108) adalah : 1. Tidak terlalu cocok diterapkan dalam jumlah siswa banyak karena

membutuhkan waktu yang lama. 2. Tidak semua anggota kelompok dipanggil oleh guru karena kemungkinan

waktu yang terbatas. Berdasarkan uraian beberapa kelemahan model tersebut, ada banyak

sebenarnya dapat ditutupi oleh seorang guru, cara yang digunakan guru untuk

Page 170: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 163

memaksimalkan kelebihan yang dimiliki sehingga kelemahannya dapat ditutupi. Beberapa cara yang dapat diterapkan guru sehingga siswadapat lebih berperan aktif dalam diskusi adalah guru mengatur agar setiap siswa dapat lebih berperan aktif dalam diskusi adalah guru mengatur agar setiap siswa dapat memberikan tanggapan, saran, pendapat, dan jawaban sehingga masalah dapat dipecahkan. Guru juga berfungsi sebagai pengarah pembicaraan supaya topik yang dibicarakan tidak menyimpang dan guru juga membantu siswa mengambil kesimpilan dari pendapat-pendapat yang telah dipaparkan. Kemampuan Mengemukakan Pendapat

Dalam kamus besar bahasa Indonesia, arti dari Kemampuan berasal dari kata ke-mam-pu-an yang artinya kesanggupan, kecakapan, dan kekuatan. Sedangkan mengemukakan pendapat adalah mengajukan (pendapat, pikiran, dsb) ke hadapan (orang, pembaca, pendengar) untukdipertimbangkan, mengatakan, mengutarakan, mengetengahkan berdasarkan prasangka, anggapan sebelumnya.

Pengertian pendapat yang diadaptasi dalam buku karangan Wiramihardja (2005:87) adalah merupakan suatu hubungan atau gabungan dari dua pengertian, dalam pendapat pengertian yang satu disebut subjek, sedangkan pengertian yang lain disebut predikat, pendapat adalah suatu hubungan kesatuan dari dua atau lebih pengertian. Pendapat dilambangkan dalam bentuk kalimat. Sedangkan Sunardi dan Asy mengatakan bahwa, “pendapat adalah buah pikiran seseorang”. Berdasarkan pengertian-pengertian di atas, maka pendapat bisa diartikan suatu kemauan dan kemampuan seseorang sebagai ungkapan isi hati dan perasaan sesuai daya pikirnya dalam menanggapi sesuatu.

Kemampuan mengemukakan pendapat adalah kemampuan menyampaikan gagasan atau pikiran secara lisan yang logis, tanpa memaksakan kehendak sendiri serta menggunakan bahasa yang baik. Dari pengertian kemampuan mengemukakan tersebut dapat diperoleh aspek-aspek dalam mengemukakan pendapat yang dikutip dalam jurnal milik Henrika (2013:5) adalah: 1. Menyampaikan gagasan atau pikiran secara lisan dan logis, 2. Tidak memaksakan kehendak sendiri, dan 3. Menggunakan bahasa yang baik dan benar.

Dalam proses pembelajaran, hambatan yang dialami oleh siswa bermacam-macam, salah satunya adalah dalam mengemukakan pendapat. Mengemukakan pendapat sebenarnya dilakukan siswa sebagai salah satu bentuk tanggapan terhadap pembelajaran yang telah disampaikan oleh guru. Namun, kenyataanya siswa masih merasa takut dan pasif dalam mengemukakan pendapatnya sehingga interaksi yang terjadi pada proses pembelajaran di kelas hanya sebatas satu arah. Apabila siswa tidak memiliki kemampuan mengemukakan pendapat, dikhawatirkan siswa akan mengalami gangguan dan hambatan dalam mencapai keberhasilan belajarnya.

Menurut Siti (2011:57) Keberanian mengemukakan pendapat di dalam kelas perlu dikuasai siswa, karena dengan keberanian mengemukakan pendapat yang baik siswa mampu melaksanakan berbagai kegiatan yang dilaksanakan selama proses belajar mengajar berlangsung antara lain kegiatan yang menggunakan kemampuan verbal seperti berdialog, berpidato dan bermain peran atau sosiodrama. Kemampuan berbicara merupakan salah satu modal yang harus dikuasai oleh siswa agar siswa mampu menyampaikan gagasan dan pikirannya

Page 171: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 164

terhadap hal-hal yang dipelajari. Berbagai kemampuan berbicara yang dikuasai siswa diharapkan akan membantu memperoleh hasil belajar yang optimal.

Salah satu kelemahan dari metode diskusi adalah pada saat berdiskusi dalam kelompok tidak semua siswa aktif berbicara. Diskusi tidak akan berjalan dengan lancar jika hanya dikuasai oleh beberapa anak yang gemar berbicara, sedangkan siswa lain yang tidak aktif. Selain itu terkadang pernyataan yang dikemukakan siswa menyimpang dari topik yang diberikan sehingga membuat diskusi menjadi sedikit membingungkan. Juga untuk metode diskusi dibutuhkan waktu yang cukup lama karena harus menyatukan berbagai pendapat menjadi satu kesimpulan, dan metode seperti ini tidak cocok untuk tingkat sekolah dasar. Hasil Belajar

Hasil belajar menurut Sudjana (1995:3) adalah “hasil yang diperoleh berupa kesan-kesan yang mengakibatkan perubahan dalam diri individu sebagai hasil dari aktivitas dalam belajar.” Perubahan dalam tingkah laku tersebut merupakan indikator yang dijadikan pedoman untuk mengetahui kemajuan individu dalam segala hal yang diperoleh di sekolah.

Hasil belajar dapat dipahami Dalam Buku Karangan Purwanto (2009:38-39) melalui dua kata yang membentuknya, yaitu “hasil” dan “belajar”. Pengertian hasil menunjukkan suatu perolehan akibat dilakukannya suatu aktivitas atau proses yang mengakibatkan berubahnya input secara fungsional. Sedangkan belajar merupakan suatuproses dari seseorang yang berusaha untuk memperoleh suatu bentuk perubahan perilaku yang menetap dalam waktu yang relatif lama dan merupakan hasil pengalaman. Belajar adalah suatu proses yang menghasilkan perubahan perilaku yang dilakukan dengan sengaja untuk memperoleh pengetahuan, kecakapan, dan tingkah laku ke arah yang lebih baik.

Hasil belajar matematika adalah hasil yang telah dicapai siswa setelah melakukan usaha (belajar) yang dinyatakan dengan nilai. Hasil belajar tidak hanya berfungsi untuk mengetahui kemajuan siswa setelah melakukan aktifitas belajar, tetapi yang lebih penting adalah sebagai alat untuk memotivasi setiap siswa agar lebih giat belajar, baik secara individu maupun kelompok.

Menurut Nana (1995:4) Hasil belajar yang dicapai siswa dipengaruhi oleh dua faktor utama, yaitu faktor internal dan faktor eksternal, yaitu sebagai berikut: 1. Faktor internal

Faktor yang mempengaruhi kegiatan belajar ini lebih ditekankan pada faktor dari dalam individu yang belajar. Adapun faktor yang mempengaruhi kegiatan tersebut adalah faktor psikologis, seperti: motivasi, perhatian, dan pengamatan. 2. Faktor eksternal

Pencapaian tujuan belajar perlu diciptakan adanya sistem lingkungan belajar yang kondusif. Hal ini berkaitan dengan faktor luar siswa. Adapun faktor yang mempengaruhi adalah mendapatkan, pengetahuan, pemahaman, konsep dan ketrampilan, dan pembentukan sikap. Hasil yang diperoleh siswa adalah sebagai akibat dari proses belajar yang dilakukan oleh siswa. METODE

Pendekatan yang digunakan pada penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif. Penelitian kuantitatif bertujuan mencari hubungan dan menjelaskan sebab-sebab perubahan dalam fakta-fakta sosial yang terukur.

Page 172: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 165

Jenis yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian eksperimen, metode ini mengungkap hubungan antara dua variabel atau lebih atau mencari pengaruh suatu variabel terhadap variabel lainya. Teknik pengambilan sampel ini didasarkan pada pertimbangan yaitu pencapaian materi kedua kelas serta memiliki kemampuan yang homogen siswa yang juga ditunjang oleh keterangan kepala sekolah, guru, dan karyawan. Pencapaian materi diketahui melalui wawancara peneliti dengan guru bidang studi matematika kelas XI. Selanjutnya untuk melihat homogen atau tidaknya kelas melalui ulangan tengah semester genap siswa. Dalam penelitian ini, peneliti mengambil dua kelas yaitu kelas XI IPS 7 sebagai kelas eksperimen berjumlah 35 siswa dan kelas XI IPS 1 sebagai kelas Kotrol berjumlah 36 siswa.

Teknik pengumpulan data yang digunakan pada penelitian ini, antara lain: a. Observasi.

Observasi sebagai alat pengumpul data banyak digunakan untuk mengukur tingkah laku individu ataupun proses terjadinya suatu kegiatan yang dapat diamati baik dalam situasi yang sebenarnya maupun dalam situasi buatan. Ada tiga jenis observasi, yakni observasi langsung, observasi dengan alat (tidak langsung) dan observasi partisipasi.

Observasi untuk menilai proses kegiatan pembelajaran yang ada di kelas pada saat siswa melakukan pembelajaran dengan mencatat hal-hal yang terjadi pada siswa misalnya partisipasi siswa dalam memecahkan masalah dan keikutsertaan siswa dalam diskusi kelompok. Untuk tindak lanjutnya dapat dinilai pada hasil belajar siswa itu sendiri.

Teknik pengumpulan data ini digunakan untuk memperoleh data-data yang berkaitan dengan pelaksanaan pembelajaran matematika di dalam kelas, serta keadaan siswa dalam memberikan umpan balik terhadap materi yang diterima. Dengan demikian, peneliti harus berada di lokasi penelitian untuk melihat berbagai kejadian secara langsung.

b. Tes. Tes merupakan seperangkat soal-soal, pertanyaan-pertanyaan, atau

masalah yang diberikan kepada seseorang untuk mendapatkan jawaban-jawaban yang dapat menunjukkan kemampuan atau karakteristik dari seseorang itu.

Dilakukan pada akhir pelaksanan setelah penerapan metode Numbered Heads Together, tindakan yang bertujuan untuk melihat peningkatan hasil belajar siswa, merumuskan analisis dan refleksi untuk kegiatan berikutnya, serta mengetahui seberapa besar peningakatan hasil belajar siswa. Soal tes yang sama diberikan kepada dua kelas yang berkarakter sama namun dengan perlakuan yang berbeda yaitu kelas XI IPS 7 yang menjadi kelas experimen dengan penerapan metode Numbered Heads Together dan kelas XI IPS 1 menjadi kelas kontrol tanpa penerapan Numbered Heads Together.

Analisis ini digunakan untuk mengetahui perbedaan kemampuan mengemukakan pendapat dan hasil belajar matematika yang ditimbulkan antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol sehingga dapat ditentukan ada tidaknya pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) terhadap kemampuan mengemukakan pendapat dan hasil belajar matematika siswa. Adapun hipotesis penelitian yang diajukan adalah:

Page 173: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 166

1. Ada pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) terhadap kemampuan mengemukakan pendapat matematika siswa kelas XI MA Ma‟arif Udanawu Blitar.

2. Ada pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) terhadap hasil belajar matematika siswa kelas XI MA Ma‟arif Udanawu Blitar.

Selanjutnya, hipotesis statistik yang diajukan adalah sebagai berikut: 1. Kemampuan mengemukakan pendapat

𝐻𝑜: ì1 = ì2 (hipotesis nol) Tidak ada pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) terhadap kemampuan mengemukakan pendapat siswa kelas XI MA Ma‟arif Udanawu Blitar.

𝐻𝑜: ì1 > ì2 (hipotesis alternatif = hipotesis penelitian) ada pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) terhadap kemampuan mengemukakan pendapat siswa kelas XI MA Ma‟arif Udanawu Blitar.

2. Hasil belajar matematika siswa 𝐻𝑜: ì1 = ì2 (hipotesis nol)

Tidak ada pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) terhadap hasil belajar matematika siswa kelas XI MA Ma‟arif Udanawu Blitar.

𝐻𝑜: ì1 > ì2 (hipotesis alternatif = hipotesis penelitian) ada pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) terhadap hasil belajar matematika siswa kelas XI MA Ma‟arif Udanawu Blitar.

Kemudian untuk menganalisis data lembar observasi kemampuan mengemukakan pendapat dan hasil belajar matematika untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) terhadap kemampuan mengemukakan pendapat dan hasil belajar matematika siswa kelas XI MA Ma‟arif Udanawu Blitar, Peneliti menggunakan program SPSS (Statistical Product dan Service Solution)17.0 for windows, yaitu Independent Sample-Test. Akan tetapi, data di uji prasyarat, diantaranya: 1. Uji Homogenitas data

Pengujian homogenitas antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol dilakukan dengan menngunakan rumus :

𝐹(𝑚𝑎𝑥) =𝑉𝑎𝑟𝑖𝑎𝑛 𝑇𝑒𝑟𝑡𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖

𝑉𝑎𝑟𝑖𝑎𝑛 𝑇𝑒𝑟𝑒𝑛𝑑𝑎 𝑕

𝑉𝑎𝑟𝑖𝑎𝑛 (𝑆𝐷2) = 𝑋2−

( 𝑋 )2

𝑁

𝑁−1

Hasil hitung F(max) dibandingkan dengan F(max) tabel, adapun kriteria pengujiannya sebagai berikut:

Ho : Variansi kedua kelompok adalah homogen H1 : Variansi kedua kelompok adalah tidak homogen 2. Uji Normalitas

Uji Normalitas digunakan untuk menguji apakah suatu variabel normal atau tidak. Normal disini dalam artian mempunyai distribusi data yang normal. One Sample Kolmogorov –Smirnov Test digunakan untuk mengetahui

Page 174: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 167

distribusi populasi, apakah mengikuti distribusi secara teoritis (normal, poisson, uniform, atau exponential).

Untuk menguji normalitas data, peneliti menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov berbantuan program komputer SPSS (Statistical Product dan Service Solution)17.0 for windows. Hasil nilai dibandingkan dengan 0,05. Untuk pengambilan keputusan dengan pedoman:

a) Nilai Sig. Atau signifikasi atau nilai probabilitas <0,05, distribusi data adalah tidak normal.

b) Nilai Sig. Atau signifikasi atau nilai probabilitas >0,05, distribusi data adalah normal.

Setelah pengujian kedua prasyarat, yaitu uji homogenitas dan uji normalitas selesai. Jika data berdistribusi normal, memiliki variansi homogen dan skala data interval/ rasio, maka peneliti melakukan pengujian hipotesis dengan menggunakan analisis statistik parametrik.

Disamping analisis data menggunakan SPSS 16.0 for windows, peneliti juga menggunakan analisis data secara manual. Rumus t-test yang digunakan yaitu sebagai berikut:

𝑡 − 𝑡𝑒𝑠𝑡 =𝑋1 − 𝑋2

𝑆𝐷12

𝑁1 − 1 +𝑆𝐷2

2

𝑁2 − 1

Dengan

𝑆𝐷12 = [

𝑋12

𝑁1− (𝑋1)2

Keterangan : 𝑋 = Rata-rata pada distribusi sampel 1 (kelas Eksperimen) 𝑋 = Rata-rata distribusi sampel 2 (kelas Kontrol) 𝑆𝐷1

2 = Nilai Varian pada distibusi sampel 1 𝑆𝐷2

2 = Nilai Varian pada distibusi sampel 2 𝑁1 = jumlah individu pada sampel 1 (kelas Eksperimen) 𝑁2 = jumlah individu pada sampel 2 (kelas Kontrol)

Selanjutnya untuk mengetahuui besarnya pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) terhadap kemampuan mengemukakan pendapat siswa serta pengaruhnya model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) terhadap hasil belajar matematika siswa dapat dihitung dengan sebagai berikut:

𝑋 = 𝑋1 − 𝑋2

𝑋2

x 100%

Keterangan: 𝑋1 = Rata-rata pada distribusi sampel 1 𝑋2 = Rata-rata pada distribusi sampel 2 Hal ini dapat dilihat pada kriteria persentasi besarnya pengaruh sebagai berikut: Tabel 3.1 Kriteria Kemampuan Mengemukakan Pendapat

Prosentase (%) Kategori

Page 175: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 168

81 – 100 Sangat aktif

61 – 80 Aktif

41 – 60 Kurang aktif

21 – 40 Tidak aktif

0 – 20 Sangat tidak aktif

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe Numbered heads Together (NHT) terhadap kemampuan mengemukakan pendapat dan hasil belajar siswa ini dihitung dengan menggunakan rumus T-test. Akan tetapi, sebelum menggunakan rumus T-test ini, kedua data harus berdistribusi normal dan bersifat homogen. 1. Pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe Numbered heads Together

(NHT) terhadap kemampuan mengemukakan pendapat siswa. Hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa subjek dari yang

sebelumnya mearasa malu mengemukakan pendapat dan terbata-bata dalam mengemukakan pendapatnya, dengan dilaksanakanya model pembelajaran kooperatif yang berbentuk kelompok-kelompok ini dapat merangsang subjek untuk berani dalam mengemukakan pendapat. Hal tersebut dapat membuktikan bahwa diskusi dan teknik pembelajaran kooperatif dapat digunakan di dalam kelas untuk meningkatkan keberanian mengemukakan pendapat.

Hal selaras juga dijelaskan oleh Tjokrodiharjo yang menjelaskan bahwa tujuan diskusi dapat menumbuhkan keberanian dan kemampuan siswa dalam keterlibatan dan partisipasi saat kegiatan belajar mengajar berlangsung. Sehingga dengan hasil yang telah dicapai dapat dinyatakan bahwa bimbingan belajar teknik diskusi efektif meningkatkan keberanian siswa mengemukakan pendapat di dalam kelas.

Hasil penelitian ini hampir selaras dengan penelitian yang dilakukan oleh Mardiyati dan Yuniarti yang menyatakan bahwa dengan adanya bimbingan belajar teknik diskusi dapat meningkatkan kemampuan mengemukakan pendapat didalam kelas.

Melalui teknik diskusi kelompok siswa dapat belajar berinteraksi dan membangun kepercayaan dirinya untuk berani dan mampu mengemukakan pendapat terutama di dalam kelas. Proses kegiatan pembelajaran kooperatif ini siswa belajar memahami materi yang diberikan dan berani memunculkan pendapat saat diskusi sehingga antar siswa dengan siswa lain saling bertukar pikiran, sedangkan guru bertindak membantu mengarahkan dan membimbing siswa. 2. Pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe Numbered heads Together

(NHT) terhadap hasil belajar matematika siswa. Berdasarkan perhitungan analisis yang dikemukakan di atas maka dapat

dijelaskan mengenai ketuntasan belajar siswa menunjukkan secara jelas bahwa terdapat perbedaan hasil belajar (post-test) kelas eksperimen dan kelas kontrol. Kelas eksperimen menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered

Page 176: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 169

Heads Together (NHT) yang menitikberatkan pada hubungan kerjasama, solidaritas, kemandirian, keaktifan, kemampuan bersosialisasi dengan baik serta menghargai hak dan pendapat orang lain dalam pemecahan masalah . sehingga dapat bertukar pikiran dengan baik, dapat menggali ilmu yang sudah diperoleh dengan tujuan pemahaman dan siswa juga bisa lebih terbiasa bersosialisasi dengan guru dan teman dengan baik.

Hasil belajar seringkali digunakan sebagai ukuran untuk mengetahui seberapa jauh seseorang menguasai bahan yang sudah diajarkan. Untuk mengaktualisasikan hasil belajar tersebut diperlukan serangkaian pengukuran menggunakan evaluasi yang baik dan memenuhi syarat.

Hal ini selaras yang dikatakan oleh kurniawan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) dapat melatih siswa bekerjasama dengan kelompoknya dan sekaligus masing-masing bertanggung jawab pada aktifitas belajar anggota kelompoknya, sehingga seluruh anggota kelompok dapat menguasai materi pelajaran dengan baik dan dapat berfikir secara analitis, kritis dan kreatif.

Setelah diketahui ada pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe Numbered heads Together (NHT) terhadap hasil belajar matematika siswa. Sehingga dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) mampu mempengaruhi meningkatnya hasil belajar matematika siswa sehingga semua siswa mencapai ketuntasan belajar.

PENUTUP

Berdasarkan pembahasan secara teoritis maupun empiris dari data hasil penelitian tentang pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) terhadap kemampuan mengemukakan pendapat dan hasil belajar matematika siswa kelas XI MA Ma‟arif Udanawu Blitar, maka peneliti dapat menuliskan kesimpulan sebagai berikut: 1. Ada pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together

(NHT) terhadap kemampuan mengemukakan pendapat siswa. Hal ini ditunjukkan oleh nilai thitung = 2,6059 sedangkan nilai ttabel pada taraf 5% adalah 1,667. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) terhadap kemampuan mengemukakan pendapat siswa kelas XI MA Ma‟arif Udanawu Blitar.

2. Adapun besar pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) terhadap kemampuan mengemukakan pendapat siswa kelas XI MA Ma‟arif Udanawu Blitar adalah 22,21 dengan kriteria rendah.

3. Ada pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) terhadap hasil belajar matematika siswa. Hal ini ditunjukkan dengan nilai thitung= 9,314, sedangkan nilai untuk ttabel pada taraf 5% adalah 1,667. Dengan demikian disimpulkan bahwa ada pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) terhadap hasil belajar matematika siswa kelas XI MA Ma‟arif Udanawu Blitar.

4. Adapun besar pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) terhadap hasil belajar matematika siswa kelas XI MA Ma‟arif Udanawu Blitar adalah 18,55% dengan kriteria sangat rendah.

Page 177: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 170

DAFTAR RUJUKAN

Arikunto, Suharsimi . 2010. Prosedur Penelitin Suatu Pendekatan Praktik. jakarta: PT Rineka Cipta.

Fathani, Moch. Masykur dan Abdul Halim. 2008. Mathematical Intellegence Cara Cerdas Melatih Otak dan Menanggulangi Kesulitan Belajar. Yogyakarta: Ar Ruzz Media.

Irianto, Agus. 2007. Statistik Konsep Dasar dan Aplikasinya. Jakarta: Kencana.

Isjoni. 2012. Cooperative Learning. bandung : alfabeta.

Jannah, Bambang Prasetyo dan Lina Miftahul. 2005. Metode Penelitian Kunatitatif. Jakarta: PT. Grafindo Persada.

lie, Anita . 2002. Cooperative learning mempraktikkan cooperative learning di ruang ruang kelas. Jakarta : PT. Grasindo.

Mohamad, Hamzah B. Uno dan Nurdin. 2012. Belajar dengan Pendekatan Pailke: Pembelajaran aktif, inovatif, lingkungan,kreatif, efektif, menarik. Jakarta: PT Bumi Aksara.

Purwanto, Ngalim . 2008. Prinsip-prinsip dan Teknik Evaluasi pnegajaran. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Purwanto. 2009. Evaluasi Hasil Belajar. Yogyakarta : Pustaka Belajar.

Purwanto. 2009. Evaluasi Hasil Belajar. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

\Shoimin, Aris. 2014. 68 Model Pembelajaran Inovatif dalam kurikulum 2013. Yogyakarta: Ar Ruzz Media.

Slameto. 2003. Belajar dan Faktor-Faktor yang mempengaruhinya. Jakarta : PT. Rineka Cipta.

Sudjana, Nana. 1995. Penilaian Hasil proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Winarsunu, Tulus. 2006. Statistik dalam Pendidikan Psikologi dan Pendidikan. Malang: UMM Press

Wiramihardja, Sutardjo A. 2005. Pengantar Psikologi Abnormal. Bandung: PT. Refiika Aditama.

Yuniarti, Siti Mardiyati dan Anna . 2012. Bimbingan belajar teknik diskusi untuk meningkatkan keberanian mengemukakan Pendapat di dalam kelas, skripsi. Surakarta: FKIP UNS.

Page 178: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 171

PERBEDAAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA ANTARA PENDEKATAN SAINTIFIK MODEL DISCOVERY LEARNING

DAN PROBLEM BASED LEARNING

Lenti Agustin e-mail: [email protected]

Muniri

Jurusan Tadris Matematika IAIN Tulungagung e-mail: [email protected]

ABSTRAK Penerapan kurikulum 2013 menjadi keharusan bagi semua lembaga pendidikan

mulai tahun ajaran 2014/2015. Penerapan kurikulum baru ini tentunya memunculkan banyak masalah di lapangan baik dari SDM maupun fasilitas. Kemunculan berbagai masalah inilah yang akhirnya membuat Kementerian Pendiddikan dan Kebudayaan memutuskan untuk menghentikan penerapan kurikulum 2013 bagi sekolah yang baru menerapkannya selama satu semester. Di Tulungagung ada lima sekolah di bawah naungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang ditunjuk sebagai sekolah percontohan penerapan kurikulum 2013. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah adakah perbedaan hasil belajar matematika siswa pada aspek : (1) keterampilan, (2) pengetahuan, dan (3) sikap antara pendekatan saintifik model Discovery Learning dan Problem Based Learning pada siswa kelas XI IIS SMAN 1 Boyolangu? Metode penelitian ini adalah kuantitatif dengan jenis penelitian eksperimen. Teknik sampling yang digunakan adalah cluster sampling. Sampel dalam penelitian ini adalah kelas XI IIS3 dan kelas XI IIS4. Keseluruhan sampel berjumlah 62 siswa. Hasil penelitian menunjukkan: (1) tidak ada pebedaan hasil belajar matematika pada aspek keterampilan, (2) ada perbedaan hasil belajar matematika pada aspek pengetahuan, dan (3) tidak ada pebedaan hasil belajar matematika pada aspek sikap antara pendekatan saintifik model Discovery Learning dan Problem Based Learning pada siswa kelas XI IIS SMAN 1 Boyolangu.

Kata kunci: Pendekatan Saintifik, Discovery Learning, Problem Based Learning, Hasil

Belajar.

PENDAHULUAN Penerapan kurikulum 2013 menjadi berita yang ramai dibicarakan di

berbagai media, baik media elektronik maupun media massa. Sebelum lebih jauh membahas kurikulum 2013, ada baiknya dijelaskan terkait pengertian istilah kurikulum. Di Indonesia pengertian kurikulum terdapat dalam lampiran peraturan menteri pendidikan dan kebudayaan nomor 69 tahun 2013 tentang kerangka dasar dan struktur kurikulum Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah, bahwa kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.51 Terlepas dari

51 Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dalam

http://litbang.kemdikbud.go.id/index.php/permendikbud-tentang-kurikulum-tahun-2013http://bsnp-indonesia.org/id/,diakses tanggal 2 Pebruari 2015 pukul 08.00 WIB

Page 179: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 172

berbagai pendapat tersebut di atas, intinya kurikulum sangat diperlukan dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan nasional.

Kurikulum bersifat dinamis. Berkenaan dengan hal tersebut, pemerintah perlu mengembangkan kurikulum pendidikan nasional sejalan dengan perkembangan zaman. Hal ini dikarenakan pendidikan dianggap sebagai salah satu tonggak pembangunan nasional. Melalui pendidikan, generasi penerus bangsa ditempa dengan harapan di masa yang akan datang menjadi pewaris dan pengembang budaya bangsa, berprestasi, bermartabat, mandiri, bertanggung jawab, menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, serta dapat bersaing di dunia global dalam semua segi kehidupan. Hal ini senada dengan tujuan pendidikan nasional yaitu untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan itulah, pemerintah melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menetapkan kurikulum baru yang dikenal dengan sebutan kurikulum 2013.

Kurikulum 2013 merupakan serentetan rangkaian penyempurnaan terhadap kurikulum sebelumnya. Kurikulum yang dirintis tahun 2004 yang berbasis kompetensi lalu diteruskan dengan kurikulum 2006 (KTSP). Kurikulum 2013 diawali dari kegelisahan melihat sistem pendidikan yang diterapkan selama ini hanya berbasis pada pengajaran untuk memenuhi target pengetahuan siswa.52 Dengan kata lain, ranah kognitif saja yang menjadi prioritas utama. Padahal ranah afektif/sikap, dan psikomotorik/keterampilan juga memegang peranan penting untuk mendapatkan lulusan yang handal dan bermoral dalam bersaing di dunia global.

Muhammad Nuh, mengatakan bahwa kurikulum 2013 ini lebih ditekankan pada kompetensi dengan pemikiran kompetensi berbasis sikap, keterampilan, dan pengetahuan.53 Dari pendapat tersebut tersirat bahwa dalam kurikulum 2013 ini tidak ada satupun aspek yang diprioritaskan. Semua aspek dianggap memiliki kedudukan yang sama. Semua dipandang penting untuk melahirkan sumber daya manusia yang berkualitas. Senada dengan itu, Fadlilah menjelaskan kurikulum 2013 adalah sebuah kurikulum yang dikembangkan untuk meningkatkan dan menyeimbangkan kemampuan soft skills dan hard skills yang berupa sikap, keterampilan, dan pengetahuan. Dalam konteks ini, kurikulum 2013 berusaha untuk lebih menanamkan nilai-nilai yang tercermin pada sikap dapat berbanding lurus dengan keterampilan yang diperoleh peserta didik melalui bangku sekolah.54 Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kurikulum 2013 adalah penyempurnaan kurikulum sebelumnya yang telah berlaku di Indonesia, dimana pada kurikulum ini berusaha menyelaraskan kemampuan soft skills dan hard skills yang dapat dilihat dari aspek pengetahuan, sikap, dan keterampilan secara utuh.

Kurikulum 2013 tentunya memiliki ciri khas yang tidak dimiliki kurikulum sebelumnya. Kurikulum 2013 menekankan pada dimensi paedagogik

52 Sunarti, Selly Rahmawati, Penilaian Dalam Kurikulum 2013. (Yogyakarta: ANDI,

2014), hal. 1 53

Imas Kurniasih, Berlin Sani. Implementasi Kurikulum 2013: Konsep & Penerapan. (Surabaya: Kata Pena, 2014), hal. 21

54 M. Fadilah. Implentasi Kurikulum 2013 Dalam Pembelajaran SD/MI, SMP/MTs, &

SMA/MA. (Yogyakarta: Ar-ruzz Media), hal. 16

Page 180: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 173

modern dalam pembelajaran, yaitu menggunakan pendekatan ilmiah. Pendekatan ilmiah atau scientific approach (selanjutnya akan disebut pendekatan saintifik) dalam pembelajaran sebagaimana dimaksud meliputi mengamati, menanya, menalar, mencoba, dan membentuk jejaring untuk semua mata pelajaran.55 Lebih jauh Kurniasih dan Sani menjelaskan bahwa pembelajaran dengan pendekataan saintifik adalah proses pembelajaran yang dirancang sedemikian rupa agar peserta didik secara aktif mengkonstruk konsep, hukum, atau prinsip melalui tahapan mengamati (untuk mengidentifikasi atau menemukan masalah), merumuskan masalah, mengajukan atau merumuskan hipotesis, mengumpulkan data dengan berbagai teknik, menganalisis data, menarik kesimpulan, dan mengkomunikasikan konsep, hukum, atau prinsip yang ditemukan.56 Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui bahwa dengan pendekatan saintifik pembelajaran akan melibatkan keterampilan proses. Keterampilan proses yang dimaksud adalah mengamati, mengumpulkan data, menganalisis, dan menarik kesimpulan. Siswa dilibatkan penuh dalam proses penemuan konsep, hukum, atau prinsip dari ilmu pengetahuan. Tidak lagi siswa menerima langsung ilmu pengetahuan yang ditransfer oleh guru. Siswa tidak lagi diberi tahu oleh guru tetapi mencari tahu. Pembelajaran tidak lagi terpusat pada guru, melainkan terpusat pada siswa. Dengan demikian, sangat memungkinkan siswa belajar dari berbagai sumber, kapanpun dan dimanapun.

Permendikbud nomor 65 tahun 2013 tentang standar proses menyebutkan bahwa untuk memperkuat pendekatan saintifik, tematik terpadu (tematik antarpelajaran), dan tematik (dalam suatu pelajaran) perlu diterapkan pembelajaran berbasis penyingkapan/penelitian (discovery/inquiry learning).57 Adapun karakteristik pembelajaran di SMA/MA/SMALB/SMK/MAK/Paket C/Paket C Kejuruan secara keseluruhan berbasis mata pelajaran meskipun pendekatan tematik masih dipertahankan. Beberapa model pembelajaran yang dipandang sejalan dan cocok dengan prinsip-prisip pendekatan saintifik antara lain: Discovery Learning, Problem Based Learning, Project Based Learning, dan model-model pembelajaran kooperatif. Informasi yang peneliti dapatkan dari kantor dinas pendidikan dan kebudayaan Tulungagung, terdapat lima sekolah jenjang SMA dan sederajad yang menerapkan kurikulum 2013 pasca surat edaran mendikbud dengan nomor surat 179342/MPK/KR/201458 yaitu SMAN 1 Boyolangu, SMAN 1 Kedungwaru, SMAN 1 Gondang, SMKN 1 Boyolangu, dan SMKN 2 Boyolangu. Peneliti memilih SMAN 1 Boyolangu sebagai tempat penelitian atas beberapa pertimbangan. Pertama, SMAN 1 Boyolangu sebagai salah satu SMA favorit di Tulungagung, kedua SMAN 1 Boyolangu merupakan sekolah percontohan penerapan kurikulum 2013. Dengan keadaan sekolah yang seperti itu tentunya seluruh siswa telah terbiasa dengan pendekatan saintifik dan

55

Sunarti, Selly Rahmawati, Penilaian Dalam…, hal. 2 56 Imas Kurniasih, Berlin Sani. Sukses Mengimplementasikan Kurikulum 2013:

Memahami Berbagai Aspek Dalam Kurikulum 2013. (t.t.p: Kata Pena, 2014), hal. 30 57 Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dalam

http://litbang.kemdikbud.go.id/index.php/permendikbud-tentang-kurikulum-tahun-2013http://bsnp-indonesia.org/id/,diakses tanggal 2 Pebruari 2015 pukul 08.00 WIB

58 http://www.kurikulum2013.net/2014/12/sk-pemberhentian-pelaksanaan-kurikulum.html?m=1, diakses 10 Januari 2015, pukul 08.00 WIB

Page 181: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 174

model pembelajaran yang sesuai dengan kurikulum 2013. Alasan ketiga adalah di SMAN 1 Boyolangu belum pernah dilakukan penelitian terkait perbedaan hasil belajar matematika siswa dengan penerapan pendekatan saintifik model Discovery Learning dan Problem Based Learning.

Peneliti mendapatkan informasi penerapan pendekatan, model, dan metode pembelajaran matematika dari guru matematika kelas XI. Prasetyo mengatakan bahwa pembelajaran matematika di kelas XI IIS lebih sering dengan metode ceramah, setelah itu sebagai tugas rumah siswa diminta untuk membuat soal dan jawaban sendiri kemudian dikumpulkan sehari sebelum pertemuan berikutnya. Apabila ada siswa yang tidak mengumpulkan konsekuensinya adalah siswa diminta merangkum semua materi pembelajaran. Hal ini dilakukan atas dasar hasil belajar matematika dengan metode diskusi kurang optimal. Temuan di lapangan ini tentunya jauh dari anggapan sebelumnya bahwa SMAN 1 Boyolangu telah menerapkan pendekatan saintifik dan model pembelajaran yang sesuai dengan kurikulum 2013. Berkenaan dengan hal tersebut peneliti bermaksud mengadakan penelitian eksperimen dengan menggunakan pendekatan saintifik dan model pembelajaran yang sesuai dengan kurikulum 2013. Model pembelajaran yang dimaksud adalah Discovery Learning dan Problem Based Learning. Berdasarkan uraian panjang di atas, maka peneliti bermaksud mengadakan penelitian untuk mengetahui perbedaan hasil belajar matematika dengan kedua model pembelajaran tersebut. METODE

Penelitian ini menggunakan pendekatan secara kuantitatif. Melalui penelitian ini peneliti bermaksud membandingkan hasil belajar matematika dari dua kelas eksperimen yang akan dianalisis secara statistik dengan komputer berbantuan aplikasi SPSS 17 for windows. Adapun jenis penelitian ini adalah menggunakan metode penelitian eksperimen. Dalam penelitian ini bentuk eksperimen yang digunakan adalah true eksperimental design. Desain yang digunakan adalah Randomized Posttest Only Comparison Group Design/Desain Kelompok Pembanding Pasca Tes Beracak, dalam desain ini terdapat dua kelompok yang dipilih secara random, selanjutnya kedua kelompok eksperimen diberi perlakuan yang berbeda. Pada akhir perlakuan diberikan tes akhir. Hasil tes akhir masing-masing kelompok dibandingkan.

Dalam penelitian ini, perlakuan yang diberikan adalah pendekatan saintifik model Discovery Learning (𝑋1) dan pendekatan saintifik model Problem Based Learning (𝑋2). Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui adanya perbedaan hasil belajar matematika siswa kelas XI IIS SMAN 1 Boyolangu dari penggunaan dua model pembelajaran tersebut. Penelitian ini dilaksanakan di kelas dalam kurun waktu 2 minggu atau setara dengan 4 × tatap muka di kelas. Dengan rincian 7 jam pelajaran untuk proses pembelajaran dan 1 jam pelajaran untuk tes akhir (post-test).

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas XI IIS SMAN 1 Boyolangu, yang terdiri dari kelas XI IIS1, XI IIS2, XI IIS3, XI IIS4, dan XI IIS5. Total keseluruhan ada 174 siswa. Kelima kelas dianggap peneliti memiliki kualitas dan karakter yang sama yaitu berminat dalam kelompok perminatan Ilmu-Ilmu Sosial (IIS). Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah cluster sampling. Sampel dalam penelitian ini adalah siswa kelas XI IIS3 dan XI

Page 182: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 175

IIS4. Jumlah keseluruhan sampel yang dilibatkan dalam penelitian ini adalah 62 siswa. Untuk kelas XI IIS3 berjumlah 30 siswa yang terdiri dari: 13 laki-laki dan 17 perempuan, sedangkan kelas XI IIS4 berjumlah 32 siswa yang terdiri dari: 14 laki-laki dan 18 perempuan.

Jenis sumber data dari penelitian ini adalah sumber primer. Data primer dalam penelitian ini adalah nilai post-test (aspek pengetahuan dan sikap) dan nilai penugasan proyek individual (aspek keterampilan). Adapun yang menjadi variabel independen dari penelitian ini adalah pendekatan saintifik model Discovery Learning dan Problem Based Learning sedangkan yang dimaksud variabel dependen dari penelitian ini adalah hasil belajar matematika. Hasil belajar matematika meliputi aspek pengetahuan, sikap, dan keterampilan.

Teknik pengambilan data dalam penelitian ini adalah tes dan kuisioner. Dalam penelitian ini tes digunakan untuk penilaian aspek pengetahuan, sedangkan kuisioner digunakan untuk penilaian aspek sikap. Instrumen penelitian yang digunakan adalah instrumen penugasan proyek untuk penilaian aspek keterampilan, instrumen tes untuk penilaian aspek pengetahuan, dan lembar penilaian diri untuk penilaian aspek sikap.

Analisis data dalam penelitian ini dibagi menjadi dua tahap, yaitu tahap awal dan tahap akhir. Analisis tahap awal dari penelitian ini terdiri dari: uji normalitas dan uji homogenitas varians. Untuk keperluan tersebut digunakan uji Kolmogorof Smirnov (K-S) dan uji Lavene menggunakan komputer berbantuan aplikasi SPSS 17.0 for windows. Analisis tahap akhir dilakukan setelah semua data yang dipelajari terkumpul. Data yang sudah lengkap kemudian disusun dan dikelompokkan kemudian diseleksi sehingga diperoleh data yang berhubungan dengan penelitian. Setelah itu, hasil tes akhir (post-test) dianalisis dengan melakukan uji prasyarat yaitu uji normalitas dan homogenitas varians kemudian dilanjutkan dengan uji hipotesis untuk mengetahui perbedaan hasil belajar matematika siswa yang diberi perlakuan pendekatan saintifik model Discovery Learning dan Problem Based Learning. Untuk keperluan tersebut digunakan uji-t (independent sample test) dengan rumus sebagai berikut:

𝑡 =𝑥1 −𝑥2

𝑆𝑔𝑎𝑏 1

𝑛1+

1

𝑛2

Kriteria keputusannya adalah hipotesis nol diterima jika 𝑡𝑕𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 ≤ 𝑡𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 dengan 𝑑𝑏 = 𝑛1 + 𝑛2 − 2.59

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Data yang diperoleh dalam penelitian ini adalah nilai keterampilan hasil penugasan proyek, nilai pengetahuan hasil tes akhir (post test), dan nilai sikap hasil penilaian diri. Data diperoleh dari dua kelompok sampel yang diberi perlakuan yang berbeda. Satu kelompok sampel dengan perlakuan pembelajaran matematika dengan pendekatan saintifik model Discovery Learning. Adapun satu kelompok sampel lainnya dengan perlakuan pembelajaran matematika dengan pendekatan saintifik model Problem Based Learning.

59 Husain Usman dan Purnomo Setiady Akbar, Pengantar Statistika. (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2012), hal. 142

Page 183: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 176

Uji hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji statistik parametrik, yaitu indepentent samples t-test. Uji ini digunakan untuk mengambil keputusan apakah hipotesis penelitian diterima atau ditolak.

𝐻0: 𝜇1 = 𝜇2 (tidak ada perbedaan hasil belajar matematika antara pendekatan saintifik model Discovery Learning dan Problem Based Learning pada siswa kelas XI IIS SMAN 1 Boyolangu).

𝐻1: 𝜇1 ≠ 𝜇2 (ada perbedaan hasil belajar matematika antara pendekatan saintifik model Discovery Learning dan Problem Based Learning pada siswa kelas XI IIS SMAN 1 Boyolangu).

Kriteria keputusannya adalah hipotesis nol diterima jika: 𝑡𝑕𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 ≤ 𝑡𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 dengan 𝑑𝑏 = 𝑛1 + 𝑛2 − 2. Adapun cara lain dengan melihat nilai sig. (2 tailed) seperti berikut:

a. Apabila sig. (2 tailed) > 0,05 maka 𝐻0 diterima b. Apabila sig. (2 tailed)< 0,05 maka 𝐻0 ditolak

Sesuai dengan tujuan peneliti yaitu untuk meneliti perbedaan hasil belajar antara pendekatan saintifik model Discovery Learning dan Problem Based Learning, peneliti menggunakan teknik uji-t sebanyak tiga kali. Pertama uji-t digunakan untuk mengetahui perbedaan hasil belajar matematika siswa aspek keterampilan. Kedua, uji-t digunakan untuk mengetahui perbedaan hasil belajar matematika siswa aspek pengetahuan. Ketiga, uji-t digunakan untuk mengetahui perbedaan hasil belajar matematika siswa aspek sikap. Adapun hasil penelitian sebagaimana dipaparkan dalam tabel berikut:

Tabel Rekapitulasi Hasil Penelitian No Uraian Hasil Kriteria Interpretasi Kesimpulan

1. Perbedaan hasil belajar matematika pada aspek keterampil-an antara pendekatan saintifik model Discovery Learning dengan Problem Based Learning pada siswa kelas XI IIS SMAN 1 Boyolangu.

𝑡𝑕𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔

= 0,6023 0,6023 <

2,000

𝑡𝑕𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 <

𝑡𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙

Hipotesis nol diterima

Tidak ada perbedaan hasil belajar matematika siswa pada aspek keterampil-an antara pendekatan saintifik model Discovery Learning dengan Problem Based Learning pada siswa kelas XI IIS SMAN 1 Boyolangu.

2. Perbedaan hasil belajar matematika pada aspek pengetahuan antara pendekatan saintifik model

𝑡𝑕𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔

= 3,6973 3,6973

> 2,000

𝑡𝑕𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔

> 𝑡𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙

Hipotesis nol ditolak

Ada perbedaan hasil belajar

matematika siswa pada aspek pengetahu-an

Page 184: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 177

No Uraian Hasil Kriteria Interpretasi Kesimpulan

Discovery Learning dengan Problem Based Learning pada siswa kelas XI IIS SMAN 1 Boyolangu.

antara pendekatan saintifik model Discovery Learning dengan Problem Based Learning pada siswa kelas XI IIS SMAN 1 Boyolangu.

3. Perbedaan hasil belajar matematika pada aspek sikap antara pendekatan saintifik model Discovery Learning dengan Problem Based Learning pada siswa kelas XI IIS SMAN 1 Boyolangu.

𝑡𝑕𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔

= 1,1024 1,1024

< 2,000

𝑡𝑕𝑖𝑡𝑢 𝑛𝑔

< 𝑡𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙

Hipotesis nol diterima

Tidak ada perbedaan hasil belajar matematika siswa pada aspek sikap antara pendekatan saintifik model Discovery Learning dengan Problem Based Learning pada siswa kelas XI IIS SMAN 1 Boyolangu.

Berdasarkan pembahasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa perbedaan

hasil belajar matematika siswa antara pendekatan saintifik model Discovery Learning dan Problem Based Learning pada siswa kelas XI IIS SMAN 1 Boyolangu hanya terletak pada aspek pengetahuan saja. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Afendi yang menyatakan bahwa pembelajaran dengan metode Discovery Learning lebih efektif daripada pembelajaran dengan metode konvensional terhadap hasil belajar matematika siswa kelas X SMK Diponegoro Yogyakarta.60

PENUTUP Berdasarkan rumusan masalah dan hipotesis penelitian yang diajukan,

serta hasil penelitian yang didasarkan pada analisis data dan pengujian hipotesis, maka kesimpulan yang dapat dikemukakan dalam penelitian ini, sebagai berikut: 1. Tidak ada perbedaan hasil belajar matematika siswa pada aspek keterampilan

antara pendekatan saintifik model Discovery Learning dan Problem Based Learning pada siswa kelas XI IIS SMAN 1 Boyolangu. Hal ini ditunjukkan oleh nilai 𝑡𝑕𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 = 0,60234 sedangkan 𝑡𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 pada taraf signifikansi 0,05 (𝑑𝑏 = 60) adalah 2,000. Maka hipotesis nol (𝐻0)) diterima.

60 http://digilib.uin-suka.ac.id/ diakses pada tanggal 8 Maret 2015 pukul 14.20 WIB

Page 185: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 178

2. Ada perbedaan hasil belajar matematika siswa pada aspek pengetahuan antara pendekatan saintifik model Discovery Learning dan Problem Based Learning pada siswa kelas XI IIS SMAN 1 Boyolangu. Hal ini ditunjukkan oleh nilai 𝑡𝑕𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 = 3,697 sedangkan 𝑡𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 pada taraf signifikansi 0,05 (𝑑𝑏 =

60) adalah 2,000. Maka hipotesis nol (𝐻0)) ditolak. 3. Tidak ada perbedaan hasil belajar matematika siswa pada aspek sikap antara

pendekatan saintifik model Discovery Learning dan Problem Based Learning pada siswa kelas XI IIS SMAN 1 Boyolangu. Nilai 𝑡𝑕𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 = 1,10249 untuk aspek sikap, sedangkan 𝑡𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 pada taraf signifikansi 0,05 (𝑑𝑏 = 60) adalah 2,000. Maka hipotesis nol (𝐻0) diterima.

DAFTAR RUJUKAN

Fadilah, M. 2014. Implentasi Kurikulum 2013 Dalam Pembelajaran SD/MI, SMP/MTs, & SMA/MA. Yogyakarta: Ar-ruzz Media

http://digilib.uin-suka.ac.id/ diakses pada tanggal 8 Maret 2015 pukul 14.20 WIB

http://www.kurikulum2013.net/2014/12/sk-pemberhentian-pelaksanaan-kurikulum.html?m=1, diakses 10 Januari 2015, pukul 08.00 WIB

Kurniasih, Imas dan Berlin Sani. 2014. Implementasi Kurikulum 2013: Konsep & Penerapan. (Surabaya: Kata Pena)

________ 2014. Sukses Mengimplementasikan Kurikulum 2013: Memahami Berbagai Aspek Dalam Kurikulum 2013. (t.t.p: Kata Pena)

Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dalam http://litbang.kemdikbud.go.id/index.php/permendikbud-tentang-kurikulum-tahun-2013http://bsnp-indonesia.org/id/,diakses tanggal 2 Pebruari 2015 pukul 08.00 WIB

Sunarti dan Selly Rahmawati. 2014. Penilaian Dalam Kurikulum 2013. (Yogyakarta: ANDI)

Usman, Husain dan Purnomo Setiady Akbar. 2012. Pengantar Statistika. (Jakarta: PT Bumi Aksara)

Page 186: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 179

Penerapan Model Pembelajaran CTL (Contextual Teaching and

Learning) Untuk Meningkatkan Motivasi Belajar Siswa

Khusnul Endrawati e-mail: [email protected]

Nurkholis

Jurusan Tadris Matematika IAIN Tulungagung e-mail: [email protected]

ABSTRAK

Model pembelajaran Contextual Teaching and Learning adalah salah satu sekian banyak model pembelajaran untuk meningkatkan motivasi belajar siswa. Pembelajaran selama ini lebih menekankan kepada teori belajar yang konvensional, sehingga kegiatan pembelajaran yang terjadi adalah bentuk transfer pengetahuan dari guru ke siswa. Salah satu cara yang sering digunakan disekolah adalah dengan memakai metode ceramah, dimana siswa hanya diberi kesempatan mendengarkan guru tanpa diberi kesempatan untuk mencari sendiri pengetahuan baru sehingga motivasi belajar siswa masih kurang. Model pembelajaran CTLadalah salah satu model pembelajaran yang digunakan untuk meningkatkan motivasi belajar siswa didalam kelas maupun diluar kelas. Dengan model pembelajaran ini diharapkan dapat mempengaruhi motivasi belajar siswa.

Kata kunci: Contextual Teaching and Learning, Motivasi Belajar

PENDAHULUAN Pendidikan Islam dapat memenuhi fungsi yang luhur dalam menghadapi

perkembangan sosial, jika dalam proses belajar-mengajar menggunakan pola pengajaran inovative learning, yakni: berusaha untuk memupuk motivasi yang kuat pada peserta didik untuk mempelajari dan memahami kenyataan-kenyataan sosial yang ada, berusaha memupuk sikap berani menghadapi tantangan hidup, kesanggupan untuk mandiri dan berinisiatif, peka terhadap kepentingan sesama manusia dan sanggup bekerja secara kolektif dalam suatu proses perubahan sosial.61

Di indonesia, sejauh ini paradigma pembelajaran matematika di sekolah masih didominasi oleh paradigma pembelajaran konvensional, yakni paradigma mengajar. Siswa diposisikan sebagai obyek, siswa dianggap seperti gelas kosong yang harus diisi ait sampai tumpah. Sementara guru memosisikan diri sebagai orang yang mempunyai pengetahuan, sebagi satu-satunya ilmu. Paradigma seperti itu tidak dapat dipertahankan dalam pembelajaran matematika disekolah sekarang.

61Zainuddin, Paradigma Pendidikan Terpadu-Menyiapkan Generasi Ulul Albab,(Malang: UIN-Malang Press, 2008),hal. 8

Page 187: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 180

Sudah saatnya paradigma mengajar diganti dengan paradigma belajar. Paradigma ini sejalan dengan teori kontruktivisme.62

Dalam hal ini mata pelajaran matematika saat ini adalah mata pelajaran yang dianggap sebagai momok bagi siswa, karena didalamnya mengandung konsep yang abstrak. Selain itu proses pembelajaran yang monoton karena guru biasanya menggunakan metode ceramah, dan murid hanya memperhatikan sehingga siswa mudah bosan dalam proses belajar. Selain itu membuka pelajaran terus-menerus, dapat mengakibatkan anak mengemukakan kelelahan dan timbullah keinginan untuk menghentikan belajarnya.63 Hal itu disebabkan karena kurangnya keterkaitan antara materi yang diterima siswa disekolah dengan lingkungan atau pengalaman siswa dengan dunia Islam.

Untuk mengatasi rendahnya motivasi belajar siswa dalam pembelajaran matematika salah satunya adalah dengan menerapkan pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) yang bernuansa islami. Model pembelajaran yang mengaitkan antara materi pokok persamaan dan pertidaksamaan linear satu variabel dengan ayat-ayat al-Quran dan kehidupan islami.

Hal ini dapat dijadikan landasan awal untuk belajar dan mengajar dalam proses pembelajaran matematika. Diharapkan proses pembelajaran matematika juga dapat dilangsungkan secara manusiawi. Sehingga matematika tidak dianggap lagi menjadi momok yang menakutkan bagi siswa: sulit, kering, bikin pusing, dan anggapan-anggapan negatif lainnya.64

Yang perlu diperhatikan oleh guru adalah siswa dalam pembelajaran kontekstual dipandang sebagai individu yang sedang berkembang, setiap anak memiliki kecenderungan untuk belajar hal-hal yang baru dan penuh tantangan, dan belajar bagi siswa adalah proses mencari keterkaitan atau keterhubungan antara hal-hal yang baru dengan hal-hal yang sudah diketahui.65Yang paling penting untuk diketahui dan dijadikan pegangan adalah bahwa matematika itu merupakan ilmu dasar dari pengembangan sains (basic of science) dan sangat berguna dalam kehidupan.66 Jika dalam dunia Islam dapat dikaitkan dengan ayat al-Quran yang berkaitan dengan materi, seperti materi persamaan dan pertidaksamaan yang dihubungkan dengan ayat yang berkaitan dengan unsur sosial, fiqih, sejarah islam, dan kajian islam lain.

Tujuan

62Moch. Masykur Ag dan Abdul Halim Fathani, Mathematical Intellegence: Cara Cerdas Melatih Otak dan Menanggulangi Kesulitan Belajar, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2008), hal. 57 63Djali, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2011), hal. 122

64Moch. Masykur Ag dan Abdul Halim Fathani, Mathematical Intellegence: Cara..., hal. 44 65Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses pendidikan, (Jakarta:Prenada Media Group, 2007), hal. 261 66Moch. Masykur Ag dan Abdul Halim Fathani, Mathematical Intellegence: Cara Cerdas…, hal. 75

Page 188: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 181

Sesuai dengan rumusan masalah yang diteliti, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui penerapan model pembelajaran CTL (Contextual Teaching and Learning) dapat meningkatkan motivasi belajar siswa kelas VII unggulan MTsN Karangrejo tahun ajaran 2014/2015, untuk mengetahui motivasi belajar siswa kelas VII unggulan MTsN Karangrejo saat mengikuti pelajaran matematika dengan menggunakan model pembelajaran CTL (Contextual Teaching and Learning). METODE

Pola penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Pengertian kualitatif menurut Kirk dan Miller dalam Lexy J. Moleong adalah tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung dari pengamatan pada manusia baik dalam kawasannya maupun dalam peristilahannya.67

Jenis penelitian yang akan digunakan adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK) atau dalam bahasa Inggris disebut dengan Classroom Action Research (CAR). Berikut ini akan dikemukakan pengertian PTK yang dikutip Hopkins, Hopkins menjelaskan secara singkat, bahwa penelitian tindakan kelas adalah penelitian untuk perubahan dan perbaikan di ruang kelas.68

Secara ringkas, penelitian tindakan kelas adalah bagaimana sekelompok guru dapat mengorganisasikan kondisi praktek pembelajaran mereka, dan belajar dari pengalaman mereka sendiri.69

Menurut stephen Kemmis dan Robin McTaggart penelitian tindakan memeiliki karakteristik antara lain70 dilaksanakan dalam bentuk spiral refleksi diri, mulai dari tahap rencana, tindakan, observasi, refleksi diri dan kembali kerencana. Bersifat kolaboratif, yakni melibatkan semua orang yang bertanggung jawab untuk meningkatkan pendidikan.

HASIL DAN PEMBAHASAN Beberapa temuan diperoleh pada pelaksanaan penelitian adalah sebagai berikut: 1. Pemahaman siswa terhadap materi sangat baik. Hal ini terlihat ketika siswa

aktif menjawab pertanyaan guru dan berdasarkan hasil tes yang mengalami peningkatan.

2. Siswa merasa senang belajar dengan kooperatif (kelompok). Seperti saat siswa belajar dengan diskusi, siswa akan memberikan gagasan atau pendapatnya dengan sesama temannya. Serta memudahkan melaksanakan tugas dari guru.

3. Siswa sangat aktif bekerja, karena dapat melatih siswa untuk bekerja sama, saling membantu, dan membuat siswa lebih percaya diri

67Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif. (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2008), hal. 4 68Zainal Arifin, Penelitian Pendidikan Metode …, hal. 97

69 Rochiati Wiriaatmaja, Metode Penelitian Tindakan Kelas.(Bandung:PT Remaja Rosdakarya,2012), hal. 13

70Zainal Arifin, Penelitian Pendidikan Metode…hal. 98

Page 189: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 182

4. Siswa merasa mendapatkan pengetahuan baru. Karena mereka belajar untuk mengaitkan materi dengan nuansa islami dan ayat-ayat al-Quran.

Penelitian ini terdiri dari 2 siklus, setiap siklus terdiri dari 2 pertemuan, yaitu pertama berdiskusi dan pertemuan kedua membuat soal yang bernuansa islami dan pada akhir pertemuan kedua pelaksanaan tes akhir siklus. Setiap pertemuan 1 dan 2 meliputi 3 tahapan, yaitu: tahap awal, tahap inti, dan tahap akhir. Tahap awal meliputi: Guru mengucapkan salam, mengecek kehadiran siswa, menciptakan suasana yang kondusif agar pembelajaran menjadi lancar, hal ini sesuai dengan pendapat Anisah Basleman dan Syamsu Mappa yang menyatakan bahwa tujuan motivasi yaitu untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelaksanaan kegiatan untuk mencapai tujuan yang diinginkan.71 Kemudian guru menjelaskan tujuan materi terlebih dahulu agar siswa mengerti materi apa yang akan diperoleh. Langkah selanjutnya guru memberikan sedikit penjelasan tentang keterkaitan matematika dengan kehidupan sehari-hari yang bernuansa islami dan keterkaitan matematika dengan al-Quran agar siswa lebih mudah memahami pembelajaran yang akan dilakukan, sekaligus agar siswa termotivasi untuk mempelajari hal baru dalam pembelakaran matematika kali ini. Hal ini sesuai dengan pendapat Clayton Alderfer (dalam Nashar) tahun 2004 bahwa motivasi belajar adalah kecenderungan siswa dalam melakukan kegiatan belajar yang didorong oleh hasrat untuk mencapai prestasi atau hasil belajar sebaik mungkin.72 Kegiatan Inti meliputi: guru membentuk 6 kelompok yang terdiri dari 6-7 siswa. Dalam kegiatan ini siswa mulai berkumpul dengan kelompok yang sudah dibagi dan menunjuk salah satu temannya menjadi ketua kelompok, agar setiap kelompok bias mengatur kelompoknya dan bertanggung jawab dalam mempelajarai apa yang disajikan. Selanjutnya siswa mulai berdiskusi dengan temannya mengenai ayat-ayat al-Quran yang berkaitan dengan matematika materi sistem persamaan dan pertidaksamaan linear satu variabel. Selanjutnya guru membantu siswa memahami materi dengan cara berkeliling antar kelompok, membantu kelompok yang mengalami kesulitan dan membantu siswa yang kurang aktif dalam diskusi kelompok. Kemudian guru membantu siswa dalam bekerja sama dengan guru serta siswa, mampu menghargai pendapat teman. Setelah siswa melaksanakan diskusi dengan temannya, guru meminta siswa untuk mempresentasikan hasil diskusi didepan kelas, dan siswa lainnya untuk menanggapi hasil kerja masing-masing kelompok lain. Selanjutnya guru bersama siswa membuat kesimpulan sekaligus penguatan materi yang dipelajari. Selanjutnya guru memberikan tugas kepada siswa untuk membuat soal yang berkaitan denagn nuansa islami. Kegiatan ini bertujuan untk melatih siswa agar mengenal bembelajaran bernuansa islami dan agar kreativitas siswa mengenai

71Anisah Basleman dan Syamsu Mappa, Teori Belajar…, hal. 34-35

72Clayton Alderfer, Jurnal Pengaruh Motivasi Belajar Siswa Terhadap Prestasi Belajar IPA di sekolah Dasar, http://jurnal.upi.edu/file/8-Ghullam_Hamdu1.pdf, diakses 24 Mei 2015

Page 190: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 183

pembelajaran ini bertambah. Hal ini sesuai dengan pendapa Oemar Hamalik bahwa bila siswa sudah menyadari kemungkinan aplikasi pelajaran tersebut maka sudah tentu mtivasi belajar akan tergugah dan merangsang kegiatan belajar lebih efektif.73 Pada tahap akhir, yaitu: guru melakukan evaluasi pembelajaran dengan cara memberikan penguatan kepada siswa akan konsep matematika yang akan dipelajari, serta memberikan motivasi yaitu meyakinkan siswa terhadap kemampuan diri siswa dalam menyelesaikan suatu permasalahan matematika berdasarkan materi yang telah dibahas, serta memotivasi siswa bahwa belajar matematika tidak hanya dipelajari dalam buku saja tetapi dalam al-Quran dan dalam kehidupan sehari-hari yang bernuansa islami juga terdapat matematika, hal ini dilaksanakan untuk mempermudah melihat pencapaian tujuan pembelajaran yang efektif dan efisien.74Setiap akhir siklus peneliti memberikan angket kepada siswa secara individu. Angket ini bertujuan untuk mengetahui tingkat respon siswa atau moivasi siswa setelah melakukan pembelajaran bernuansa islami. Setelah itu guru menutup pembelajaran dengan salam. Berdasarkan indikator yang sudah ditentukan yaitu proses pembelajaran dikatakan berhasil apabila terjadi perubahan perilaku yang positif pada diri peserta didik seluruhnya atau setidaknya sebaian besar (75%). Maka berdasarkan hasil penelitian, sudah memenuhi tolok ukur keberhasilan dan ketuntasan belajar yaitu siswa yang mendapatkan nilai ≥ 78 sudah lebih dari 75% yaitu 80% dan rata-rata siswa mencapai 81,7. Hal ini sesuai dengan hasil wawancara yang dilakukan guru dan siswa yang mengatakan siswa lebih senang dan termotivasi untuk belajar serta lebih aktif pada saat pembelajaran ketika guru menggunakan pembelajaran dengan model pembelajaran CTL (contextual teaching and learning) bernuansa islami.

Pembelajaran contextual teaching and learning dapat meningkatkan motivasi siswa juga bisa menambah kemampuan siswa dalam mengeluarkan ide mereka secara mandiri dan masalah yang diangkat dalam kehidupan nyata sesuai dengan kondisi siswa, sehingga pembelajaran akan lebih bermakna bagi siswa. Pembelajaran ini juga menjadikan siswa aktif dan kreatif dalam mengikuti proses belajar mengajar khususnya dalam kegiatan mereka dalam berdiskusi menyelesaikan masalah dengan berkelompok.

Pembelajaran contextual teaching and learning juga dapat menumbuhkan siswa dalam mengelola kelas dan menciptakan suasana saling bekerja sama dalam bentuk kelompok-kelompok. Selain itu juga dapat menjadikan guru aktif dan komukatif dalam merancang strategi pembelajaran, membrikan permasalahan yang tepat, memberikan soal yang sesuai dengan topik, dan sekaligus menjadwalkan tes.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan terdapat beberapa hambatan dalam menerapkan langkah pembelajaran contextual teaching and learning. Misalnya, siswa belum terbiasa untuk mengeluarkan menyampaikan pendapatnya di depan kelas sehingga masih membutuhkan bimbingan dari guru. Selain itu saat 73Oemar Hamalik, Perencanaan Pengajaran Berdasarkan …, hal. 159 74Ngalim Purwanto, Prinsip-prinsip dan Teknik…, hal. 25

Page 191: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 184

presentasi berlangsung, siswa hanya bias bertanya saja belum bias memberikan tanggapan umpan balik terhadap kelompok yang memberikan penjelasan.

Berdasarkan hasil penelitian ini, menunjukkan bahwa penerapan pembelajaran contextual teaching and learning bernuansa islami dapat dijadikan sebagai salah satu alternative dalam pembelajaran matematika yang dapat membuat pembelajaran matematika menjadi bermakna dan siswa mendapatkan wawasan mengenai agama meskipun siswa juga mempelajari materi matematika PENUTUP Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan dapat dibuat kesimpulan sebagai berikut: 1. Penerapan model pembelajaran CTL (contextual teaching and learning) untuk

meningkat motivasi belajar siswa kelas VII unggulan MTsN Karangrejo tahun ajaran 2014/2015.

2. Penerapan model pembelajaran CTL (contextual teaching and learning) terdiri dari beberapa tahap sebagai berikut:

a. Tahap awal meliputi: 1) Guru membagi siswa berkelompok secara acak 2) Guru menyediakan lembar kerja untuk menuliskan jawaban tentang materi

yang dibahas pada setiap akhir siklus dan pada saat diskusi, yang bertujuan untuk melihat kemampuan siswa keseluruhan.

b. Tahap inti meliputi: 1) Guru memberikan pengertian yang jelas kepada siswa tentang keterkaitan

antara matematika dengan kehidupan sehari-hari yang bernuansa Islami dan antara matematika dengan ayat-ayat al-Quran.

2) Guru memberikan penjelasan bahwa belajar matematika tidak hanya dengan apa yang ada di modul sekolah, tetapi didalam al-Quran juga terdapat matematika yang menjadi dasar dari ilmu matematika untuk dipelajari.

3) Guru memberi pengertian bahwa cara menyelesaikan soal tidak harus dengan satu cara atau tunggal, dan tidak harus sama dengan yang lainnya, tetapi setiap orang dapat menggunakan caranya sendiri.

4) Guru menyuruh siswa untuk berdiskusi mengerjakan soal kelompok yang diberikan guru dan menentukan jawabannya dengan teman sekelompoknya.

5) Guru memberikan tugas siswa untuk berdiskusi membuat soal yang mudah berkaitan dengan nuansa islami

6) Masing-masing siswa bertanggung jawab mempresentasikan di depan kelas hasil diskusi dengan teman kelompoknya. Sedangkan kelompok lain bertanya dan menanggapi keterlibatan siswa dalam menyampaikan pendapat.

c. Tahap akhir, yaitu: guru memberikan kesimpulan dan penegasan dari pembelajaran yang berlangsung serta pemberian soal tes akhir dan angket secara individu pada setiap siklus. Tes tersebut dilakukan untuk mengetahui hasil belajar. Sedangkan angket dilakukan untuk mengetahui tingkat respon atau motivasi siswa setelah melakukan pembelajaran contextual teaching and learning.

3. Berdasarkan tahap yang dilakukan diatas diperoleh hasil sebagai berikut: Motivasi belajar siswa dengan model pembelajaran CTL (contextual

teching and learning) terdapat peningkatan, itu bisa dilihat hasil angket siklus I

Page 192: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 185

dan 2 yaitu dengan kategori motivasi tinggi memperoleh prosentase 44.9%, motivasi sedang memperoleh 30.9%, motivasi rendah memperoleh 24.2% pada siklus I. Pada siklus siswa dengan kategori motivasi tinggi memperoleh prosentase 54.1%, kategori motivasi sedang memperolah 36.6%, kategori motivasi rendah memperoleh 9,3%. Hal itu menandakan motivasi siswa meningkat. Selain itu antusias siswa ketika proses pembelajaran CTL (contextual teaching and learning) bernuansa Islami sangat aktif dan berlomba-lomba membuat soal yang menarik dan berbobot, yang terkadang ada juga soal tidak bias dikerjakan.

DAFTAR RUJUKAN Anisah Basleman dan Syamsu Mappa. 2011.Teori Belajar Orang Dewasa.

Bandung: PT. Remaja Rosdakarya

Arifin, Zainal. 2012. Penelitian Pendidikan Metode dan Paradigma Baru. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya

Clayton Alderfer, Jurnal Pengaruh Motivasi Belajar Siswa Terhadap Prestasi Belajar IPA di sekolah Dasar, http://jurnal.upi.edu/file/8-Ghullam_Hamdu1.pdf, diakses 24 Mei 2015

Djali. 2011. Psikologi Pendidikan, Jakarta: Bumi Aksara,

Lexy J. Moleong. 2008. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya

Moch. Masykur Ag dan Abdul Halim Fathani. 2008.Mathematical Intellegence: Cara Cerdas Melatih Otak dan Menanggulangi Kesulitan Belajar. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media

Oemar Hamalik. 2010.Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan Sistem Jakarta: PT Bumi Aksara

Purwanto, Ngalim. 2008. Prinsip-prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran. Bandung: PT Remaja Rosdakarya

Rochiati Wiriaatmaja. 2012. Metode Penelitian Tindakan Kelas. Bandung: PT Remaja Rosdakarya

Wina Sanjaya. 2007. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses pendidikan. Jakarta:Prenada Media Group

Zainuddin. 2008. Paradigma Pendidikan Terpadu-Menyiapkan Generasi Ulul Albab. Malang: UIN-Malang Press)

Page 193: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 186

PEMBELAJARAN MATEMATIKA SD PADA MATERI BALOK DENGAN TEORI BRUNER

Maheni Nur Fatila

e-mail: [email protected]

Miswanto Jurusan Tadris Matematika IAIN Tulungagung

e-mail:

ABSTRAK Pembelajaran merupakan bantuan yang diberikan pendidik agar dapat terjadi

proses perolehan ilmu dan pengetahuan, penguasaan kemahiran dan tabiat, serta pembentukan sikap dan kepercayaan pada peserta didik.Penelitian ini bertujuan untuk mendiskripsikan pembelajaran matematika pada materi balok dengan teori Bruner dan Untuk mendiskripsikan strategi siswa dalam menyelesaikan soal-soal matematika pada materi balok dengan teori Bruner di kelas V SLB B Ngudi Hayu Togogan Srengat Blitar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: Pembelajaran matematika pada materi balok dengan teori Bruner di kelas V SLB B Ngudi Hayu Togogan Srengat Blitar sangat menonjol ditingkat enaktif, tingkat dimana siswa masih nyaman menggunakan benda konkrit. Kata Kunci : Pembelajaran, Balok, Teori Bruner PENDAHULUAN

Pendidikan merupakan suatu hal yang sangat penting dalam menentukan perkembangan individu dan bagi kehidupan suatu bangsa. Undang-undang No.20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara.75 Begitu juga dengan pasal 32 yang memberikan hak atas pendidikan bagi penyandang kelainan atau ketunaan , disebutkan bahwa:

“Pendidikan khusus (Pendidikan Luar Biasa) merupakan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik, emosional, mental, sosial”. Ketetapan dalam Undang-undang No.20 Tahun 2003 pasal 32 tersebut

bagi anak penyandang kelainan sangat berarti karena memberi landasan yang kuat bahwa anak berkelainan perlu memperoleh kesempatan yang sama sebagaimana yang diberikan kepada anak normal lainnya dalam hal pendidikan dan pengajaran.76 Pada dasarnya, tujuan lembaga pendidikan khususnya sekolah adalah mempersiapkan anak didik agar mereka dapat berguna dimasyarakat.77

75 Sugiyono,Metode Penelitian Pendidikan: pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D,

(Bandung:Alfabeta,2010), hal.42 76 Mohammad Efendi, Psikopedagogik Anak Berkelainan,(Jakarta:PT Bumi Aksara, 2009),

hal.1 77 Wina Sanjaya ,Perencanaan dan Desain Sistem Pembelajaran,(Jakarta:Kencana Prenada

Media Group,2008), hal.251

Page 194: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 187

Supaya perkembangan anak berlangsung sebagaimana diharapkan, anak perlu dididik.78

Bantuan yang diberikan oleh pendidik itu berupa pendampingan, yang menjaga agar anak didik belajar hal-hal yang positif, sehingga sungguh-sungguh menunjang perkembangannya. Maka, cara belajar anak didik diarahkan dan tidak dibiarkan berlangsung sembarangan saja tanpa tujuan. Tak terkecuali bagi anak-anak penderita tunarungu yang selama ini dipandang sebelah mata oleh lingkungan mereka. Dengan belajar yang terarah dan terpimpin, anak memperoleh pengetahuan, pemahaman , keterampilan, sikap dan nilai yang mengantarkannya ke kedewasaan. Dewasa ini, lingkungan keluarga tidak mampu untuk mengintroduksikan anak kedalam dunia ilmu-ilmu, yang semakin berkembang dengan pesat.79 Perkembangan ilmu-ilmu pada proses pembelajaran akan mengajarkan banyak pengetahuan baru terutama dibidang matematika.

Matematika adalah salah satu ilmu yang sangat penting dalam dan untuk hidup kita. Banyak hal di sekitar kita yang selalu berhubungan dengan matematika. Mencari nomor rumah seseorang, menelepon, jual beli barang, menukar uang, mengukur jarak dan waktu, dan masih banyak lagi. Karena ilmu ini sangat penting, maka konsep matematika, yang diajarkan kepada seorang anak, haruslah benar dan kuat. Paling tidak, hitungan dasar yang melibatkan penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan pembagian harus dikuasai dengan sempurna. Setiap orang, siapapun dia pasti bersentuhan dengan salah satu konsep di atas dalam keseharianya.80 Perubahan perilaku keseharian, misalkan yang awalnya tidak dapat berhitung dan menyebutkan angka-angka, menjadi dapat membilang. Dari yang tidak mengenal konsep matematika menjadi tahu tentang konsep matematika. Perubahan tingkah laku itu membutuhkan waktu dan dengan menggunakan waktu, sehingga diperoleh pengalaman belajar.81

Keaktifan anak tunarungu berbeda dengan anak normal lainnya, sebagaian besar dari mereka aktif fisiknya dan kurang kreatif intelegent nya yang disebabkan kurang berfungsinya saraf dengar pada anak-anak berkebutuhan khusus tunarungu seperti mereka. Setiap manusia pasti memiliki cita-cita dan masa depan, begitu juga dengan anak yang berkebutuhan khusus. Mungkin bila dilihat dari luar mereka terlihat pasif, namun dukungan dari keluarga dan lingkungan sekitar dapat membantu mereka untuk membentuk masa depan yang lebih baik agar aktivitas mereka juga tidak monoton. Tentunya, itu semua harus dilakukan dengan kesebaran dan ketelitian yang tinggi.82

Pada anak berkebutuhan khusus, guru harus senantiasa bersabar dan telaten mengajari mereka dalam memberikan pemahaman tentang materi pelajaran terutama matematika. Dalam mengasah otak, terutama untuk keperluan latihan mempertajam otak dan meningkatkan daya ingat, tidak serta merta dilakukan begitu saja. Namun, banyak ragam latihan yang dilakukan dengan menggunakan

78 W.S.Winkel,Psikologi Pengajaran,(Bandung:PT Gramedia Widiasarana Indonesia),hal.24 79 Ibid.…….hal.25 80

Ariesandi Setyono, Mathemagics cara jenius belajar matematika, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2007), hal.1

81 M Ali Hamzah dan Muhlisrarini, Perencanaan dan Strategi Pembelajaran Matematika ,(Jakarta: PT Raja Grafindo Persada), hal.18

82 Aqila Smart,ANAK CACAT BUKAN KIAMAT : Metode Pembelajaran & Terapi untuk Anak Berkebutuhan Khusus, (Jogjakarta : KATAHATI, 2012) ,hal.23

Page 195: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 188

sejumlah media. Salah satu media yang menarik dan layak untuk dikaji adalah audio visual atau dengan kata lain, latihan otak dan daya ingat menggunakan media pendengaran (audio) dan media penglihatan (visual). Berlatih lewat gambar merupakan cara efektif untuk melatih otak terutama dalam mengingat segala sesuatu. Oleh karena itu, metode ini merupakan salah satu yang dipraktikan untuk mengajari anak-anak dalam mengenal dan mempelajari hitungan.83 Terutama guru mendapat tantangan dengan sistem syaraf tubuh yang tidak normal pada anak tunarungu yang hanya mampu memaksimalkan indera penglihatannya saja untuk mengamati pembelajaran.

Saat kemampuan mengatur sistem saraf tidak berfungsi dengan maksimal, anak akan mengalami keterlambatan atau kurangnya kualitas pada beberapa area perkembangan. Termasuk dalam hal ini adalah kurangnya kemampuan motorik kasar dan motorik halus, integrasi visual motor, atensi, kematangan emosi, perilaku, pola tidur, makan, bahasa, dan pemahaman.84

Beragamnya media yang digunakan, membuat peserta didik semakin bersemangat untuk penasaran dengan dunia pendidikan. Sekolah sebagai lembaga pendidikan harus mampu memiliki teknologi tersebut sehingga bisa menjadikannya sebagai media pembelajaran yang menarik, interaktif, dan mampu mengembangkan kecakapan personal secara optimal, baik kecakapan, kognitif, afektif, psikomotorik, emosional dan spiritualnya. Hal ini amat memungkinkan, ketika ruang belajar di luar gedung sekolah telah menghasilkan berbagai produk audiovisual yang bernilai edukatif, mulai dari mata pelajaran yang disajikan dalam bentuk quiz ataupun dalam bentuk penceritaan dan berbagai permainan yang memukau.85

Penyajian permainan yang dikembangkan terutama untuk pelajaran matematika pada materi balok diharapkan mampu memberi efek yang menarik terhadap siswa tunarungu agar senang mengenal matematika lebih dalam lagi, pada materi balok, kita bisa mengajak siswa untuk membuat bangun balok sendiri. Tentunya setelah mereka diajak untuk mengenal apa itu balok yang ada disekitar mereka. Meskipun mereka tidak bisa mendengar, akan tetapi indera penglihatan mereka masih berfungsi, dengan kemampuan mereka menggunakan bahasa isyarat, mereka dapat melihat gerakan tangan dan gerakan bibir yang dilakukan guru mereka. Cara ini akan membuat mereka merasa hanya bermain saja, akan tetapi mereka sebenarya telah mendapatkan ilmu matematika hanya dengan mengamati benda sekitar yang berbentuk balok, karena sebenarnya sebagian besar dari siswa SLB seperti layaknya masih anak TK yang senang bermain terus menerus. meskipun melalui media contoh yang sangat sederhana guru telah mampu mengajak mereka pada tahap awal yaitu tahap enaktif pada teori bruner. Kedepannya diharapkan materi matematika mampu disajikan dengan sempurna untuk menunjang pemahaman bagi siswa tunarungu, terutama pemahaman siswa pada materi bangun ruang balok.

83

Agus N. Cahyo, Berbagai Cara Latihan Otak & Daya Ingat dengan Menggunakan Ragam Media Audio Visual,(Jogjakarta : Diva Press),hal.25-26 &51-52

84 Aqila Smart,ANAK CACAT BUKAN KIAMAT : Metode Pembelajaran & Terapi untuk Anak Berkebutuhan Khusus……..,Hal.78 85 Ariani, Niken dan Dany Haryanto, Pembelajaran Multimedia di Sekolah, (Jakarta : PT

Prestasi Pustakaraya), hal.33

Page 196: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 189

Pembelajaran matematika pada materi balok dapat diamati melalui Teori Bruner . Bruner menggambarkan tingkat kompleksitas peningkatan pemahaman siswa sebagai subjeknya, melalui tiga tahap yaitu tingkat enaktif, ikonik, dan penggunaan lambang serta diklaim berlaku untuk semua mata pelajaran.86 Pada fase operasi konkrit anak telah sanggup untuk memahami banyak konsep matematika, ilmu pengetahuan alam dan ilmu-ilmu sosial secara intuitif dan konkrit. Anak kelas V telah dapat melakukan permainan matematik dengan peraturan-peraturan berdasarkan matematika yang sangat lanjut. Namun mereka belum mampu untuk menyatakan secara formal matematis, apa yang mereka lakukan, walaupun mereka benar-benar mampu untuk berbuat berdasarkan aturan-aturan matematika itu.87Menurut Bruner pada hematnya segala ilmu dapat diajarkan pada semua anak dari semua usia, asal materinya benar-benar sesuai. Itu sebabnya menurut Bruner, peranan pendidikan sangat penting dalam hal ini.88 Tujuan Untuk mendiskripsikan pembelajaran matematika pada materi balok dengan teori Bruner di kelas V SLB B Ngudi Hayu Togogan Srengat Blitar dan Untuk mendiskripsikan strategi siswa dalam menyelesaikan soal-soal matematika pada materi balok dengan teori Bruner di kelas V SLB B Ngudi Hayu Togogan Srengat Blitar Manfaat 1. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan akan menjadi masukan tentang pemanfaatan

benda konkrit secara maksimal dalam memperbaiki dan meningkatkan prestasi belajar siswa.

2. Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan akan bermanfaat bagi berbagai pihak, antara lain : a. Bagi Guru

Memberi motivasi guru dalam mengambil keputusan yang berhubungan dengan pemanfaatan media pembelajaran siswa terhadap objek yang diberikan, sehingga guru berani mencoba hal-hal baru yang dapat memberikan perbaikan serta peningkatan dalam prestasi siswa melalui pembuatan benda konkrit maupun pemanfaatan benda-benda yang ada, tentunya benda yang menunjang dalam materi pembelajaran.Memberikan informasi tentang cara atau langkah-langkah menggali potensi yang dimiliki siswa.Meningkatkan profesionalitas guru.

b. Bagi Siswa Dapat mengeluarkan semua potensi yang ada dalam dirinya kedalam materi yang sedang dipelajari.Memberi semangat baru dalam belajarnya dengan tampilan materi yang berbeda menggunakan media benda konkrit guna mencapai hasil yang maksimal.

c. Bagi Sekolah Sebagai masukan untuk menentukan kebijakan dalam memperbaiki dan meningkatkan prestasi siswa melalui sarana dan prasarana perlengkapan sekolah melalui media pembelajaran yang relevan.

86 Nur‟aeni ,Intervensi Dini Bagi Anak Bermasalah,(Jakarta: PT Rineka Cipta), hal.57 87 S.Nasution,Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar & Mengajar,(Jakarta:PT Bumi Aksara, 2011)hal.8 88 Nur‟aeni ,Intervensi Dini Bagi Anak Bermasalah……., hal.57

Page 197: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 190

METODE Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan

kualitatif. Penelitian kualitatif dilakukan pada objek yang alamiah. Objek yang alamiah adalah objek yang berkembang apa adanya, tidak dimanipulasi oleh peneliti dan kehadiran peneliti tidak mempengaruhi dinamika pada objek tersebut. Dalam penelitian kualitatif instrumennya adalah orang atau human Instrumen, yaitu peneliti itu sendiri. Untuk dapat menjadi instrumen, maka peneliti harus memiliki bekal teori dan wawasan yang luas, sehingga mampu bertanya, menganalisis, memotret dan mengkonstruksi situasi sosial yang diteliti menjadi lebih jelas dan bermakna.89

Berdasarkan hal tersebut dapat dikemukakan bahwa, metode penelitian kualitatif itu dilakukan secara intensif, peneliti ikut berpartisipasi lama di lapangan, mencatat secara hati-hati apa yang terjadi, melakukan analisis reflektif terhadap berbagai dokumen yang ditemukan di lapangan, dan membuat laporan penelitian secara mendetail.90

Melalui penelitian ini, peneliti berusaha untuk mengungkapkan secara mendalam mengenai tingkat pemahaman siswa tunarungu pada materi bangun ruang balok. Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini bersifat deskriptif, yaitu penjelasan secara faktual dan aktual bagaimanakah tingkat pemahaman siswa mengenai materi Bangun Ruang Balok berdasarkan Teori Bruner. Hal ini senada dengan pernyataan Bogdan dan Taylor bahwa penelitian kualitatif menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.91 Sehingga dapat disimpulkan bahwa penelitian ini lebih menekankan aktivitas siswa dalam menyelesaikan soal-soal Bangun Ruang Balok. Selain itu, proses yang diamati adalah kegiatan siswa selama proses belajar mengajar dan ketika siswa mengerjakan soal-soal Bangun Ruang Balok.

Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Pada tahap ini peneliti mendeskripsikan apa yang dilihat, didengar, dirasakan dan ditanyakan.92Hal ini sesuai dengan pengertian penelitian deskriptif yaitu penelitian yang berusaha mendeskripsikan suatu gejala atau peristiwa, kejadian yang terjadi pada saat sekarang. Penelitian deskriptif mengambil masalah atau memusatkan perhatian kepada masalah-masalah aktual sebagaimana adanya pada saat penelitian dilaksanakan.93

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat pemahaman siswa tunarungu pada materi bangun ruang balok berdasarkan Teori Bruner. Berdasarkan tujuan tersebut, melalui pendekatan kualitatif maka peneliti berusaha memaparkan semua fakta baik lisan maupun tulisan yang didapat dari partisipan secara jelas dan ringkas, sehingga akan mampu menjawab permasalahan pada penelitian ini.

89 Sugiyono, Metode Penelitian …, hal.8 90 Ibid …, hal.13-14 91 Lexy J. Moleong (dalam Ahmad Tanzeh), Pengantar Metode Penelitian, (Yogyakarta:Teras,

2009), hal. 100 92

Sugiyono, Metode Penelitian …, hal.19 93 Nana Sudjana, Penelitian dan Penilaian Pendidikan, (Bandung: Sinar Baru Algesindo,

2007), hal. 64.

Page 198: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 191

HASIL DAN PEMBAHASAN Pembelajaran konsep balok dapat diajarkan berorientasi pada tahapan

penyajian yang disarankan oleh Bruner. Pada tahap enaktif, siswa memanipulasi benda konkrit dengan cara mengelompokkan benda-benda yang ada disekitar mereka yang berbentuk balok, terutama sekitar lingkungan sekolah. Sehingga dengan demikian siswa akan menemukan sendiri konsep balok melalui kegiatan mereka menemukan benda konkret yang berbentuk balok. Pada tahap ini, guru kelas V SLB B Ngudihayu Togogan Srengat Blitar juga menambahkan kegiatan siswa dengan mengajak mereka memanipulasi benda disekitar yang berbentuk balok seperti kotak pensil, kotak kapur dengan menghiasi bagian sisi-sisinya menggunakan kertas warna yang berbeda. Kegiatan ini bermanfaat untuk menumbuhkan rasa senang agar mereka tidak jenuh dalam mempelajari materi yang diberikan. Karena mereka sunyi akan suara-suara membuat mereka selalu aktif mencari kegiatan diluar pelajaran seperti meninggalkan kelas untuk membunuh kejenuhan. Sehingga guru berinisiatif mengajak mereka bermain dengan benda yang bermanfaat menanamkan konsep balok.

Langkah-langkah pembelajaran a. Tahap Enaktif Kegiatan yang dilakukan pada tahap enaktif agar siswa memperoleh pengetahuan

konseptual tentang balok adalah sebagai berikut : 1) Guru membagikan alat peraga (2 model balok, yaitu kardus pasta gigi dan

kardus sabun mandi batang) kepada masing-masing siswa, kemudian siswa diberi kesempatan untuk mengamati dan memanipulasi alat peraga tersebut.

2) Guru meminta siswa mengambil kertas berwarna, masing-masing setiap anak diberi 3 warna berbeda, yaitu pink, biru, dan coklat.

3) Setelah mereka semua mendapatkan benda-benda tersebut, guru memberikan contoh cara memanipulasinya, yaitu dengan menempelkan kertas pink pada sisi depan dan belakang, kertas biru pada sisi atas dan bawah, kemudian kertas coklat pada sisi kanan dan kiri.

4) Setelah semuanya rapi dengan perlahan guru menjelaskan sifat-sifat balok satu persatu, yaitu dimulai dari menunjukkan mana itu sisi, titik sudut dan rusuk. Kemudian guru memberikan pengertian tentang sisi yang berwarna sama adalah pasanganya, seperti sisi depan yang berwarna pink sama dengan sisi belakang yang berwarna pink, begitu juga dengan sisi yang lain.

5) Penjelasan dilanjutkan dengan menunjukkan sisi yang sama dinotasikan dengan huruf yang kalian lihat dibenda balok tersebut. Jika sisi depan yang berwarna pink dinotasikan dengan huruf OPLK maka sisi belakang yang berwarna pink adalah RQMN begitu seterusnya, ini berlaku juga untuk rusuk dan titik sudut.

6) Siswa diminta untuk memberikan tanggapan dengan mengacungkan jempol ataupun menganggukkan kepala jika mereka telah memahami materi.

Setelah siswa memahami konsep balok dengan menghubungkan keteraturan-keteraturan bagian balok yang membentuk konsep itu, siswa diarahkan untuk memperoleh pengetahuan prosedural. Berdasarkan pengetahuan konseptual yang telah dimiliknya. Hal ini dengan mengajukan pertanyaan yang berhubungan dengan konsep tersebut. Misalnya :

1) Tunjukkan yang disebut rusuk, sisi, dan titik sudut 2) Berapa banyak rusuk balok ? 3) Berapa banyak sisi balok ? 4) Berapa banyak titik sudut balok ?

Page 199: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 192

Kegiatan tersebut dilakukan terhadap balok yang telah mereka hias dengan kertas warna. Sehingga dengan demikian secara prosedural siswa akan memperoleh pemahaman yang baik dalam menentukan bagian balok dengan menggunakan benda konkret.

Pada tahap ikonik, siswa mengamati gambar balok yang disajikan dengan memahami setiap nama bagian-bagian dari balok, seperti letak sisi, letak rusuk, dan titik sudut pada bangun balok. Saat mengamati penjelasan yang diberikan guru, siswa diharapkan dapat melihat keteraturan-keteraturan atau ide-ide yang terkait pada bagian-bagian balok yang membentuk konsep tersebut. Sehingga dengan demikian siswa akan dapat menentukan sifat-sifat balok yang ditunjukkan dengan gambar.

b. Tahap Ikonik Penyajian pada tahap ini menggunakan gambar balok yang telah disiapkan guru

sebelumnya dalam bentuk lembar soal. Kegiatan yang dilakukan agar siswa memperoleh pengetahuan konseptual adalah sebagai berikut :

1) Guru membagikan lembar soal kepada masing-masing siswa yang memuat gambar balok tersebut. Kemudian memberikan penjelasan tentang cara pengisian soal, yaitu caranya sama seperti kegiatan yang telah dilakukan sebelumnya hanya saja berbeda notasi hurufnya .

2) Siswa diminta mengamati gambar balok yang ada pada lembar soal untuk menyatukan pengetahuan yang telah dimilikinya pada tahap enaktif. Hal-hal yang dapat diamati siswa misalnya :

a) Gambar balok yang ada pada lembar soal memiliki notasi yang berbeda dengan yang diberikan contoh pada kegiatan enaktif.

b) Perintah yang diberikan sama dengan yang diajarkan sebelumnya. Setelah siswa memperoleh pengetahuan konseptual dengan mengamati gambar

balok yang ada pada lembar soal, kegiatan dilanjutkan dengan mengarahkan siswa untuk memperoleh pengetahuan dengan gambar. Kegiatan ini dilakukan seperti berikut : 1) Siswa diminta mengisi lembar tugas berdasarkan pengamatannya dengan

mengikuti petunjuk langkah kerja yang tersedia. 2) Untuk menemukan rusuk, sisi, dan titik sudut balok yang ditunjukkan dengan

gambar tersebut, siswa mencoba mengamati gambar dengan mengelompokkan bagian yang sama seperti sisi depan sama dengan sisi belakang, sisi atas sama dengan sisi bawah, dan sisi kanan sama dengan sisi kiri. Begitu juga dengan rusuk sejajar dan rusuk sama panjang. Pada tahap simbolik, siswa menggunakan simbol secara langsung untuk

menemukan sifat-sifat balok, diantaranya balok memiliki 6 sisi , 8 titik sudut, dan 12 rusuk. Kemudian siswa mampu menerapkan sifat-sifat balok tersebut untuk menyelesaikan soal-soal yang berkaitan dengan bagian-bagian balok. Jadi pada tahap ini alat peraga sudah tidak dipergunakan dalam pembelajaran.

Pembelajaran yang berorientasi pada teori belajar Bruner diharapkan dapat meningkatkan pemahaman konsep balok pada siswa kelas V SLB B Ngudihayu Togogan Srengat Blitar. Hal ini akan mudah diterima karena pembelajaran berorientasi pada teori Bruner ini memungkinkan siswa belajar dengan pemahaman dan sesuai dengan tingkat perkembangan intelektual siswa.

c. Tahap Simbolik Penyajian pada tahap ini siswa diarahkan untuk memantapkan pengetahuan

konseptual dan pengetahuan prosedural dengan menggunakan simbol secara langsung. Untuk memantapkan pengetahuan konseptual siswa, dilakukan dengan cara sebagai berikut :

Page 200: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 193

1) Siswa diminta menentukan kembali bagian sisi dari balok yang ditunjukkan dengan gambar pada lembar soal, berdasarkan perintah pada soal tersebut.

2) Kemudian siswa membuat generalisasi dengan menuliskan notasi-notasi pada masing-masing perintah soal. Dengan demikian siswa akan lebih memahami bahwa setiap bangun balok memiliki sisi yang sama panjang dan rusuk-rusuknya serta memiliki delapan titik sudut.

Kegiatan dilanjutkan untuk memantapkan pengetahuan prosedural siswa yang dilakukan dengan cara sebagai berikut : 1) Siswa menentukan notasi balok dari berbagai bentuk , seperti rusuk sejajar, dan

sisi sejajar. 2) Kemudian siswa melanjutkan generalisasi tersebut untuk menentukan notasi

pengelompokan sifat-sifat balok secara berurutan yang dinyatakan dengan balok KLMN.OPQR

3) Guru menjelaskan bahwa salah satu sisi sejajar balok dinyatakan dengan sisi KLMN // OPQR. Guru memberikan perlakukan untuk memandu mereka dalam mengerjakan soal, yaitu menunjukkan sisi tersebut kepada mereka agar satu contoh yang diberikan mampu membuat mereka melanjutkan pengerjaan soal.

4) Kemudian untuk memantapkan konsep yang telah dipelajari, siswa diminta untuk melanjutkan mengerjakan bagian soal yang lain.

PENUTUP Dengan memperhatikan rumusan masalah pada Bab I, serta penyajian data, temuan penelitian, dan pembahasan temuan penelitian yang telah diuraikan pada Bab IV, maka diperoleh Kesimpulan sebagai berikut: 1. Berdasarkan jawaban tertulis siswa dan hasil wawancara, pembelajaran matematika

pada materi balok dengan teori Bruner di kelas V SLB B Ngudi Hayu Togogan Srengat Blitar sangat menonjol ditingkat enaktif, tingkat dimana siswa masih nyaman menggunakan benda konkrit. Ketika pembelajaran berlangsung secara bertahap, dari tahap enaktif, ikonik sampai simbolik. Mereka mengikutinya dengan senang, ketika diberikan perlakukan umpan balik mereka pun memberikan respon yang bagus. Namun, ketika materi ini telah berselang selama 1 minggu lamanya dan langsung diberikan soal ulangan. Sebagian dari mereka merasa kesulitan karena materinya tidak diulang kembali.

2. Berikut ini deskripsi strategi siswa dalam menyelesaikan soal tentang materi balok berdasarkan Teori Bruner yang memiliki karakteristik sebagai berikut:

a. Pada tahap enaktif siswa telah mampu mengerjakan soal tentang contoh dan bukan contoh dari bangun ruang balok yang diberikan secara tepat, artinya siswa telah memiliki keterampilan yang dapat digunakan dalam menyelesaikan tugas yang diberikan. Misalnya, pada jawaban siswa nomor 5, pada soal tersebut siswa diharapkan memberikan perlakukan terhadap gambar bangun ruang dan gambar bangun datar dengan memberikan tanda pada kolom yang tersedia. Akhirnya , kedua siswa mampu membedakan bangun ruang dan bangun datar, itu berarti mereka telah memahami konsep. Meskipun satu siswa diantaranya belum mampu membedakan bangun ruang dan bangun datar dengan benar.

b. Pada tahap ikonik siswa hanya mengerjakan soal sesuai dengan apa yang dijelaskan oleh guru dan tidak memahami ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam perintah soal. Peneliti mengharapkan siswa mampu menyebutkan benda-benda balok sebanyak mungkin yang ada dalam ruang kelas mereka, namun mereka hanya menyebutkan satu sampai dua benda saja, yaitu benda yang pernah guru mereka tuliskan. Padahal di dalam kelas banyak sekali benda berbentuk balok.

Page 201: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 194

c. Pada tahap simbolik siswa hanya mengerjakan soal sesuai dengan apa yang mereka amati, tanpa menggunakan ketentuan sifat-sifat balok. Pada bagian sisi, mereka masih bingung menuliskan notasinya, kedua siswa ini hanya menuliskan dua notasi huruf saja, seharusnya mereka menuliskan 4 notasi huruf, itu berarti bagian rusuk dan titik sudut yang hanya mereka pahami.

DAFTAR RUJUKAN Cahyo, Agus N. t.t. Berbagai Cara Latihan Otak & Daya Ingat dengan

Menggunakan Ragam Media Audio Visual. Jogjakarta : Diva Press.

Efendi ,Mohammad. 2009. Psikopedagogik Anak Berkelainan. Jakarta:PT Bumi Aksara.

Hamzah, M Ali dan Muhlisrarini. t.t. Perencanaan dan Strategi Pembelajaran Matematika . Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Moleong, Lexy J. 2011. Metodologi Penelitian Kualitatif Edisi Revisi. Bandung:Remaja Rosdakarya.

Niken, Ariani dan Haryanto, Dany. Pembelajaran Multimedia di Sekolah. Jakarta: PT Prestasi Pustakaraya.

Nur‟aeni . t.t. Intervensi Dini Bagi Anak Bermasalah. Jakarta: PT Rineka Cipta. Smart, Aqila. 2012. ANAK CACAT BUKAN KIAMAT: Metode Pembelajaran &

Terapi untuk Anak Berkebutuhan Khusus.Jogjakarta : KATAHATI.

Sanjaya, Wina. 2008. Perencanaan dan Desain Sistem Pembelajaran. Jakarta:Kencana Prenada Media Group.

Setyono, Ariesandi dan Muhlisrarini. 2007. Mathemagics cara jenius belajar matematika. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Sudjana, Nana . 2007. Penelitian dan Penilaian Pendidikan. Bandung: Sinar Baru Algesindo.

Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung:Alfabeta.

Winkel,W.S. t.t. Psikologi Pengajaran. Bandung:PT Gramedia Widiasarana Indonesia

Page 202: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 195

ANALISIS KREATIVITAS SISWA DALAM MENGKONSTRUKSI SOAL MATEMATIKA PADA MATERI

SEGI EMPAT

Bella Maristha Cahya Retnani e-mail:

Muniri

Jurusan Tadris Matematika IAIN Tulungagung e-mail: [email protected]

ABSTRAK Penelitian ini dilatar belakangi oleh kenyataan bahwa dalam kegiatan belajar mengajar matematika sebagian besar menekankan pada pemahaman konsep tanpa memperhatikan kreativitas siswa. Padahal kreativitas merupakan hal yang sangat penting dalam menghadapi persaingan di dunia global saat ini. Selain itu, pembelajaran matematika hanya berpusat pada pemecahan suatu masalah. Siswa tidak diberi kesempatan untuk menciptakan atau membuat suatu masalah sendiri yang kemudian bisa dipecahkan sendiri oleh siswa tersebut. Tujuan dalam penelitian ini adalah (1) Untuk mendeskripsikan kreativitas siswa kelas VII dalam mengkonstruksi soal matematika pada materi segi empat di SMP 1 Ngunut tahun ajaran 2014/2015 (2) Untuk mendeskripsikan faktor apa saja yang mempengaruhi kreativitas siswa kelas VII dalam mengkonstruksi soal matematika pada materi segi empat di SMP 1 Ngunut tahun ajaran 2014/2015. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Sumber data dalam penelitan ini adalah siswa kelas VII di SMPN 1 Ngunut. Metode pengumpulan data menggunakan: 1) Tes, 2) Wawancara 3) Observasi dan 4) Dokumentasi. Teknik analisis data yang digunakan yaitu analisis data kualitatif yang meliputi reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa (1) Siswa kreatif menemukan ide-ide pengkonstruksian soal dari pengalaman mengerjakan soal-soal materi serupa di masa lalu.. Siswa yang kurang kreatif menemukan ide pembuatan soal dari masalah serupa di masa lalu maupun soal dari buku yang mereka modifikasi angka-angkanya. (2) Faktor yang mempengaruhi kreativitas siswa dalam mengkonstruksi soal adalah siswa kreatif menguasai materi dengan baik dan memiliki keberanian untuk mencoba membuat soal-soal baru dan alternatif penyelesaian baru. Sedangkan siswa kurang kreatif tidak berani mencoba hal baru dalam mengkonstruksi soal. Siswa tidak kreatif kurang mampu menguasai konsep materi segi empat dengan baik sehingga tidak dapat membuat soal dengan benar. PENDAHULUAN

Salah satu indikator kemajuan suatu bangsa adalah berkembangnya Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) dengan baik. Dewasa ini Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) merupakan salah satu faktor penunjang yang penting selain faktor manusia dalam setiap bidang kehidupan. Setiap negara dituntut untuk menguasai bidang tersebut agar tetap bisa bersaing di dalam era globalisasi seperti saat ini. Tentunya untuk menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi dibutuhkan

Page 203: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 196

sumber daya manusia yang baik dan berkualitas. Kualitas sumber daya manusia selaras dan sejalan dengan mutu pendidikan yang diterapkan dan terus dikembangkan. Banyak negara berlomba-lomba untuk memperbaiki sistem pendidikannya karena dengan sistem pendidikan yang baik, diharapkan kualitas sumber daya manusia juga akan menjadi baik. Pendidikan itu sendiri mempunyai peran yang sangat besar dan kompleks dalam membantu manusia untuk berkembang ke arah yang lebih baik menuju suatu kemajuan.

Pendidikan berfungsi membantu siswa dalam pengembangan dirinya, yaitu pengembangan semua potensi, kecakapan, serta karakteristik pribadinya ke arah yang positif, baik bagi dirinya maupun lingkungannya. Pendidikan bukan sekedar memberikan pengetahuan atau nilai-nilai atau melatihkan keterampilan. Pendidikan berfungsi mengembangkan apa yang secara potensial dan aktual telah dimiliki oleh siswa. Pendidikan membantu memaksimalkan potensi-potensi yang telah dimiliki oleh siswa, karena siswa memiliki suatu potensi dan potensi-potensi tersebut berbeda antara satu siswa dengan siswa yang lain.

Kurikulum pendidikan di Indonesia mengisyaratkan pentingnya kreativitas, aktivitas kreatif dan pemikiran (berpikir) kreatif dalam pembelajaran matematika. Tetapi dalam pelaksanaan di kelas terdapat beberapa kendala berkenaan dengan penerapan pembelajaran yang mendorong berpikir kreatif maupun kreativitas siswa tersebut. Pembelajaran matematika yang diterapkan di sekolah cenderung berorientasi pada pengembangan pemikiran analitis dengan masalah-masalah yang rutin. Model pembelajaran matematika yang khusus berorientasi pada upaya pengembangan berfikir kreatif matematis jarang ditemukan. Guru di sekolah lebih mengajarkan matematika secara hafalan dengan menggunakan masalah rutin.

Orientasi pembelajaran matematika saat ini diupayakan lebih menekankan pada pengajaran ketrampilan berpikir tingkat tinggi, yaitu berpikir kritis dan kreatif. Kedua aspek berpikir itu merupaka suatu kesatuan. Berpikir kreatif dalam matematika diartikan sebagai kombinasi berpikir logis dan bepikir divergen yang didasarkan intuisi tetapi masih dalam kesadaran. Kenyataan di lapangan, pembelajaran yang menekankan pada berpikir kreatif belum sepenuhnya tercipta. Buku pelajaran maupun lembar kerja siswa (LKS) sebagian besar menekankan pada penguasaan konsep yang berarti kurang memberikan kebebasan kepada siswa untuk berpikir secara kreatif. Hal yang demikian tidak mendorong pengembangan kemampuan berpikir kreatif siswa di kelas.

Selain masalah kreativitas, dalam pembelajaran matematika yang selama ini banyak digunakan adalah metode pemecahan masalah. Siswa dituntut untuk mencari pemecahan dari suatu masalah yang diberikan dengan konsep yang telah diterapkan sebelumnya. Pengkonstruksian soal atau pengajuan soal dari siswa belum akrab diterapkan dalam pembelajaran matematika saat ini. Konstruksi artinya adalah susunan atau bangunan. Pengkonstruksian soal dalam matematika berarti menyusun atau membangun suatu soal. Jadi siswa tidak hanya dituntut untuk sekedar meyelesaikan suatu permasalahan tetapi juga mengkstruksi suatu masalah. Dengan kata lain siswa didorong untuk mengajukan suatu masalah atau soal.

Pengajuan soal dikatakan sebagai inti terpenting dalam disiplin matematika dan dalam sifat pemikiran penalaran matematika. English menjelaskan pendekatan pengajuan soal dapat membantu siswa dalam

Page 204: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 197

mengembangkan keyakinan dan kesukaan terhadap matematika, sebab ide-ide matematika siswa dicobakan untuk memahami soal yang sedang dikerjakan dan dapat meningkatkan performanya dalam pemecahan masalah. Pengajuan masalah juga merupakan sarana komunikasi matematika siswa. Dari sini terlihat bahwa pengkonstruksian soal sangat erat kaitannya dengan pengembangan kreativitas siswa karena siswa diharapkan mampu menuangkan ide-ide kreatifnya selama proses pembelajaran berlangsung.

Materi yang dipilih dalam penelitian ini adalah segi empat. Segi empat adalah bangun datar sederhana yang telah dikenal siswa semenjak duduk di sekolah dasar. Bangun datar segi empat meliputi persegi, persegi panjang, jajar genjang, trapesium, belah ketupat, dan layang-layang. Bagi siswa bangun datar segi empat tidak asing dalam kehidupan sehari-hari karena mereka cenderung menyebut benda-benda di sekitar mereka sebagai bagian dari bentuk segi empat. Misalnya bingkai foto, kertas, buku, dan sebagainya. Karena dekat dengan kehidupan sehari-hari, diharapkan materi segi empat ini dapat mendorong rasa ingin tahu dan ketekunan siswa sebagai ciri anak kreatif untuk menghasilkan produk baru dengan proses membuat atau mengkonstruksi soal dengan materi segi empat ini.

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka rumusan masalahnya adalah sebagai berikut : (1) Bagaimana kreativitas siswa kelas VII dalam mengkonstruksi soal pada materi segi empat di SMP N 1 Ngunut?; (2) Faktor apa sajakah yang mempengaruhi kreativitas siswa kelas VII dalam mengkonstruksi soal pada materi segi empat di SMP N 1 Ngunut? Dari rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut : (1) Mendiskripsikan kreativitas siswa kelas VII dalam mengkonstruksi soal pada materi segi empat di SMP N 1 Ngunut; (2) Mendiskripsikan faktor-faktor yang mempengaruhi kreativitas siswa kelas VII dalam mengkonstruksi soal pada materi segi empat di SMP N 1 Ngunut KAJIAN PUSTAKA Hakekat Belajar Pengertian dan konsep dasar tentang belajar memiliki terjemah dan arti yang berbeda-beda tergantung siapa yang menafsirkannya. Gagne mendefinisikan belajar sebagai perubahan disposisi atau kemampuan yang dicapai seseorang melalui aktivitas. Perubahan disposisi tersebut bukan diperoleh langsung dari proses pertumbuhan seseorang secara alamiah. Sedangkan menurut Travers belajar adalah suatu proses yang menghasilkan penyesuaian tingkah laku. Belajar merupakan proses dalam diri individu yang berinteraksi dengan lingkungan untuk mendapatkan perubahan dalam perilakunya. Belajar adalah aktivitas mental/psiskis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan, keterampilan, dan sikap. Belajar menekankan suatu proses di dalamnya. Proses ini dilakukan dengan cara berinteraksi dengan lingkungan sekitar. Proses belajar tidaklah dapat dilihat secara kasat mata melainkan dapat dilihat dari perubahan sikap dan tingkah laku menuju ke arah yang lebih baik. Belajar pada dasarnya akan terus dilakukan manusi sepanjang hidupnya. Belajar tidak hanya dilakukan dalam instutusi formal seperti.

Page 205: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 198

Kreativitas Utami Munandar mendefinisikan kreativitas sebagai kemampuan yang mencerminkan kelancaran, keluwesan, dan orisinalitas dalam berpikir serta kemampuan untuk mengolaborasi suatu gagasan. Sedangkan menurut Weisch kreativitas adalah proses pembuatan produk-produk dengan mentransformasi produk-produk yang sudah ada. Produk-produk tersebut secara nyata maupun tidak kasat mata harus unik (baru) hanya bagi penciptanya, dan harus memenuhi kriteria tujuan dan nilai yang ditentukan oleh penciptanya. Drevdahl memberikan definisi kreativitas sebagai kemampuan seseorang untuk menghasilkan komposisi, produk, atau gagasan apa saja yang pada dasarnya baru dan sebelumnya tidak dikenal pembuatnya. Berdasarkan definisi berbagai ahli dapat ditarik garis besar bahwa kreativitas adalah suatu proses kognitif atau proses berfikir yang bertujuan untuk menciptakan produk baru atau sesuatu yang baru. Arti kata baru di sini bukan sesuatu yang harus benar-benar baru, tetapi bisa juga merupakan kombinasi dari unsur-unsur yang telah ada sebelumnya. Kreativitas dapat dikembangkan dengan memberi kepercayaan, komunikasi yang bebas, pengarahan diri, dan pengawasan yang tidak terlalu ketat. Membiarkan anak berfikir secara bebas, alami, dan tanpa kekangan yang berlebihan dapat mengembangkan kreativitas anak, tetapi orangtua juga harus berperan aktif dalam mengarahkan dan mengawasi perkembangan kreativitas anak. Berpikir kreatif merupakan salah satu kegiatan mental yang dialami seseorang bila mereka dihadapkan pada suatu masalah atau situasi yang harus dipecahkan. Suryabrata berpendapat bahwa berpikir kretif merupakan proses yang dinamis dan dapat dilukiskan menurut proses atau jalannya. Proses berpikir itu pada pokoknya terdiri dari 3 langkah, yaitu pembentukan pengertian, pembentukan pendapat, dan penarikan kesimpulan. Berpikir kreatif juga dipandang sebagai suatu proses yang digunakan ketika seseorang individu mendatangkan atau memunculkan suatu ide baru. Ide baru tersebut merupakan gabungan ide-ide sebelumnya yang belum pernah diwujudkan. Aktivitas berpikir kreatif adalah aktivitas kognitif yang bertujuan untuk menciptakan kemungkinan-kemungkinan baru dari hal-hal yang telah ada sebelumnya. Silver menjelaskan bahwa untuk menilai tingkat kemampuan berpikir kreatif anak-anak dan orang dewasa sering digunakan “The Torrance Test Of Creative Thinking (TTCT)”. Tiga komponen utama yang dinilai dalam kreativitas menggunakan TTCT adalah kefasihan (fluency), fleksibilitas, dan kebaruan (novelty). a. Kefasihan (fluency)

Kefasihan mengacu pada kemampuan untuk menghasilkan pemikiran atau pertanyaan dalam jumlah yang banyak. Selain itu kefasihan juga bergantung pada banyaknya ide yang dibuat dalam merespons perintah, banyaknya masalah yang dapat diajukan, dan pemikiran atau pertanyaan dalam jumlah yang banyak.

b. Fleksibilitas (flexibility) Kemampuan untuk menghasilkan banyak macam pemikiran, dan mudah berpindah dari jenis pemikiran tertentu pada jenis pemikiran lainnya.

Page 206: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 199

Fleksibilitas juga mengacu pada kemampuan untuk menemukan gagasan-gagasan yang berbeda.

c. Kebaruan (novelity) Kebaruan merupakan keaslian ide yang dibuat dalam merespons perintah. Kebaruan juga berarti kejarangan respons atau tanggapan dalam kaitannya dengan sebuah kelompok.

Kemampuan berpikir kreatif seseorang memiliki jenjang (bertingkat), sesuai dengan karya-karya yang dihasilkan dalam bidang yang bersangkutan. Tingkat kemampuan berpikir kreatif (TKBK) di sini diartikan sebagai suatu jenjang berpikir yang hierarkis dengan dasar pengkategorian berupa produk berpikir kreatif (kreativitas). Siswono merumuskan tingkat kemampuan berpikir kreatif dalam matematika, seperti pada tabel berikut: Tabel : Penjenjangan Kemampuan Berpikir Kreatif Siswono

Tingkat Karakteristik Tingkat 4

(Sangat Kreatif) Siswa mampu menunjukkan kefasihan, fleksibilitas, dan kebaruan atau kebaruan dan fleksibilitas dalam memecahkan maupun mengajukan masalah.

Tingkat 3 (Kreatif)

Siswa mampu menunjukkan kefasihan dan kebaruan atau kefasihan dan fleksibilitas dalam memecahkan maupun mengajukan masalah.

Tingkat 2 (Cukup Kreatif)

Siswa mampu menunjukkan kebaruan atau fleksibilitas dalam memecahkan masalah maupun mengajukan masalah.

Tingkat 1 (Kurang Kreatif)

Siswa mampu menunjukkan kefasihan dalam memecahkan masalah maupun mengajukan masalah.

Tingkat 0 (Tidak Kreatif)

Siswa tidak mampu menunjukkan ketiga aspek indikator berpikir kreatif.

Pada tingkat 4 siswa mampu menyelesaikan suatu masalah dengan lebih dari suatu alternatif jawaban maupun cara penyelesaian dan membuat masalah yang berbeda-beda („baru‟) dengan lancar (fasih) dan fleksibel. Siswa pada tingkat 3 mampu membuat suatu jawaban yang “baru” dengan fasih, tetapi tidak dapat menyusun cara yang berbeda (fleksibel) untuk mendapatkan jawaban yang beragam, meskipun jawaban tersebut tidak “baru”. Siswa pada tingkat 2 mampu membuat satu jawaban atau membuat masalah yang berbeda dari kebiasaan umum (“baru”) meskipun tidak dengan fleksibel ataupun fasih, atau siswa mampu menyusun berbagai cara penyelesaian yang berbeda meskipun tidak fasih dalam menjawab maupun membuat masalah dan jawaban yang dihasilkan tidak “baru”. Siswa pada tingkat 1 mampu menjawab atau membuat masalah yang beragam (fasih) tetapi tidak mampu jawaban atau membuat masalah yang berbeda “baru”, dan tidak dapat menyelesaikan masalah dengan cara berbeda-beda (fleksibel). Siswa ada di tingkat 0 tidak mampu membuat alternatif jawaban maupun cara penyelesaian atau membuat masalah yang berbeda dengan lancar (fasih) dan fleksibel.

Page 207: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 200

Mengkonstruksi Soal

Pengkonstruksian soal dalam matematika berarti menyusun atau membangun suatu soal. Jadi siswa tidak hanya dituntut untuk sekedar menyelesaikan suatu persoalan tetapi juga mengkonstruksi suatu soal. Dengan kata lain siswa didorong untuk mengajukan suatu soal atau masalah. English menjelaskan pendekatan pengajuan soal dapat membantu siswa dalam mengembangkan keyakinan dan kesukaan terhadap matematika, sebab ide ide matematika siswa dicobakan untuk memahami masalah yang sedang dikerjakan dan dapat meningkatkan performanya dalam pemecahan masalah. Selain itu, kreativitas dan pengajuan soal atau pengkonstruksian soal mempunyai sifat yang sama dalam keseberagamannya. “Pembuatan sebuah masalah” atau pengkonstruksian masalah yang merupakan ciri pengajuan soal dan sifat “membawa menjadi ada” yang merupakan sifat kreativitas memungkinkan untuk memandang bahwa pengajuan soal merupakan sebuah bentuk kreativitas. Jadi pengajuan soal atau pengkonstruksian masalah dapat digunakan sebagai alat untuk mengukur kreativitas. Pengajuan soal atau pengkonstruksian soal merupakan kegiatan yang mengarah pada sikap kritis dan kreatif. Sebab, dalam metode ini siswa diminta untuk membuat pertanyaan dari informasi yang diberikan. Padahal bertanya merupakan pangkal dari semua kreasi. Orang yang memiliki kemampuan mencipta (berkreasi) dikatakan memiliki sikap kreatif. Selain itu, dengan pengajuan soal, siswa diberi kesempatan aktif secara mental, fisik, dan sosial. Hubungan antara indikator kreatifitas yang meliputi kefasihan, kebaruan, dan fleksibilitas dengan aspek pengkonstruksian soal adalah sebagai berikut: 1. Kefasihan dalam pengajuan soal mengacu pada kemampuan siswa membuat

soal sekaligus penyelesaiannya yang beragam dan benar. Dalam pengajuan soal, beberapa soal dikatakan beragam jika soal itu menggunakan konsep yang sama dengan soal sebelumnya tetapi dengan atribut-atribut yang berbeda atau soal yang umum dikenal siswa setingkatnya.

2. Fleksibilitas dalam pengajuan soal mengacu pada kemampuan siswa mengajukan soal yang mempunyai cara penyelesaian yang berbeda-beda.

3. Kebaruan dalam pengajuan soal mengacu pada kemampuan siswa mengajukan suatu soal yang berbeda dari soal yang diajukan sebelumnya. Dua soal yang diajukan berbeda bila konsep matematika atau konteks yang digunakan berbeda atau tidak biasa dibuat oleh siswa pada tingkat pengetahuannya.

Berikut akan disajikan indikator kreativitas dalam mengkonstruksi soal matematika pada materi segi empat: Tabel : Indikator Kreativitas dalam Mengkonstruksi Soal Matematika

Materi Segi Empat Aspek Kreativitas Aspek Penilaian

Kefasihan Siswa dapat mengkonstruksi atau membuat soal sekaligus penyelesaiannya yang beragam dan benar.

Fleksibilitas Siswa dapat mengkonstruksi soal matematika yang dalam penyelesaiannya dapat dipecahkan dengan cara (metode) yang berbeda-beda.

Page 208: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 201

Kebaruan Siswa dapat mengkonstruksi soal yang berbeda dari kebiasaan siswa lain.

METODE

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Bogdan dan Taylor mendefinisakan metodologi kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Sejalan dengan definisi tersebut, Kirk dan Miller mendefinisikan bahwa penelitian kualitatif adalah tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung dari pengamatan pada manusia baik dalam kawasan maupun dalam peristilahannya. penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dll, secara holistik dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode ilmiah. Penelitian kualitatif akan menghasilkan data yang berupa data deskriptif berupa kata-kata yang tertulis maupun lisan dari orang-orang yang telah diamati perilakunya.

Lokasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah SMP Negeri 1 Ngunut Tulungagung. SMP Negeri 1 Ngunut terletak di jalan Reco Barong, Kecamatan Ngunut, Kabupaten Tulungagung. Penelitian ini dilakukan pada semester ganjil tahun ajaran 2014/2015. Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas VII khususnya kelas VII-F SMPN 1 Ngunut Tulungagung pada tahun ajaran 2014/2015. Sebanyak 8 orang siswa dipilih berdasarkan tingkat kreativitas siswa yang berbeda-beda dalam mengkonstruksi soal matematika pada materi segi empat

Sumber data yang peneliti gunakan adalah berupa data observasi, data hasil tes pengkonstruksian soal, serta data wawancara dengan subjek penelitian. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana tingkat kreatifitas siswa dalam membuat atau mengkonstruksi soal. Tingkat Kreatifitas berpanduan dengan teori dari Siswono yang menggolongkan kreatifitas menjadi 5 tingkatan. Tingkat 4 adalah sangat kreatif, tingkat 3 kreatif, tingkat 2 cukup kreatif, tingkat 1 kurang kreatif, dan tingkat 0 tidak kreatif. Sedangkan indikator dalam menentukan tingkat kreatifitas siswa dilihat bedasarkan teori dari Torrance yakni mencakup kefasihan (fluency), fleksibilitas (flexibility), dan kebaruan (novelity). Penelitian diawali dengan melakukan observasi singkat kepada subjek penelitian dalam hal ini peserta didik kelas VII-F di SMPN 1 Ngunut. Selanjutnya peneliti memberikan soal tes yang berupa instruksi kepada siswa untuk membuat soal pada materi segi empat sebanyak yang siswa bisa. Setelah melakukan tes, peneliti memilah subjek berdasarkan komponen kreatifitas untuk selanjutnya diadakan proses wawancara guna menggali lebih dalam proses kreatif siswa dalam mengkonstruksi soal sesuai dengan instruksi peneliti.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Dari 40 siswa kelas VII-F, peneliti menentukan 8 orang yang akan diwawancarai sesuai dengan hasil tes pengkonstruksian soal. Ke delapan siswa ini memiliki tingkat kreatifitas yang berbeda-beda mulai dari kreatif, cukup kreatif,

Page 209: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 202

dan kurang kreatif.. Adapun penjenjangan tingkat kreativitas yang peneliti gunakan adalah sebagai berikut.

Tabel 4.2 : Penjenjangan Tingkat Kreativitas

Tingkat Karakteristik Tingkat 4

(Sangat Kreatif) Siswa mampu menunjukkan semua komponen kreativitas yakni kefasihan, fleksibilitas, dan kebaruan dalam mengkonstruksi soal.

Tingkat 3 (Kreatif)

Siswa mampu menunjukkan kefasihan dan kebaruan atau kefasihan dan fleksibilitas dalam mengkonstruksi soal.

Tingkat 2 (Cukup Kreatif)

Siswa mampu menunjukkan kebaruan atau fleksibilitas dalam mengkonstruksi soal.

Tingkat 1 (Kurang Kreatif)

Siswa mampu menunjukkan kefasihan dalam mengkonstruksi soal.

Tingkat 0 (Tidak Kreatif)

Siswa tidak mampu menunjukkan ketiga aspek indikator berpikir kreatif.

(Diadopsi dari tingkat berpikir kreatif Siswono) Penjenjangan tingkat kreativitas menggunakan acuan seperti tabel di atas. Peneliti membagi tingkat kreativitas menjadi 5 tingkatan sesuai dengan penjenjangan kreativitas Siswono yakni tingkat 4 sangat kreatif. Tingkat 3 kreatif, tingkat 2 cukup kreatif, tingkat 1 kurang kreatif, dan tingkat 0 tidak kreatif. Siswa dengan tingkat kreatifitas 4 atau sangat kreatif harus memenuhi seluruh komponen kreatifitas yaitu menunjukkan kefasihan, kebaruan, sekaligus fleksibilitas dalam membuat soal. Siswa pada tingkat 3 atau kreatif harus memenuhi dua komponen kreatifitas. Ia harus menunjukkan kefasihan dan kebaruan atau kefasihan dan fleksibilitas. siswa pada tingkat 2 atau cukup kreatif harus mampu menunjukkan kebaruan atau fleksibilitas dalam mengkonstruksi soal. Siswa pada tingkat kreatifitas 1 atau kurang kreatif hanya memenuhi satu komponen kreatifitas saja yakni kefasihan. Sedangkan siswa pada tingkat 0 atau tidak kreatif tidak dapat menunjukkan seluruh aspek kreatifitas, artinya ia tidak fasih, fleksibel, maupun baru. Berikut adalah tabel hasil rekapitulasi tes pengkonstruksian soal oleh kedelapan siswa yang telah peneliti pilih.

Tabel: Rekapitulasi Hasil Tes Siswa dalam Mengkonstruksi Soal Pada

Materi Segi Empat Berdasarkan Komponen Kreativitas dan Tingkat

Berpikir Kreatif

No. Inisial Siswa

Kode Siswa

Komponen Kreatifitas Tingkat Kreatifitas Kefasihan Fleksibilitas Kebaruan

1 YNDA S1 X X - Kreatif 2 YKNS S2 X - x Kreatif 3 MSN S3 x - x Kreatif 4 DYDA S4 x - - Kurang Kreatif 5 SSPS S5 x - - Kurang Kreatif

Page 210: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 203

6 ATCP S6 x - Kurang Kreatif 7 MDA S7 - - - Tidak Kreatif 8 LAM S8 - - - Tidak Kreatif Keterangan: x : Memenuhi komponen - : Tidak memenuhi komponenen

Adapun temuan lain dalam penelitian ini terkait proses siswa

mengkonstruksi soal adalah sebagai berikut: a. Ide-ide yang siswa peroleh dalam mengkonstruksi soal sebagian besar

berasal dari buku yang kemudian di modifikasi sehingga menghasilkan soal yang baru.

b. Siswa dengan kategori kreatif cenderung lebih mudah, cepat, dan lancar dalam membuat soal.

c. Siswa dengan kreatif kreatif cenderung merasa bahwa membuat soal tidaklah mudah karena ketika membuat soal, mereka sekaligus harus memikirkan cara penyelesaiannya.

d. Siswa dalam kategori tidak kreatif sampai kurang kreatif menganggap bahwa membuat soal lebih mudah dari pada menyelesaikan soal. Siswa dalam kategori ini hanya sekedar membuat soal dan tidak terlalu memikirkan bagaimana penyelesaian maupun alternatif penyelesaian yang lain.

e. Mayoritas siswa cenderung tidak fleksibel, artinya meskipun siswa tersebut fasih dalam membuat soal, mereka tidak dapat menunjukkan alternatif penyelesaian lain dari soal yang mereka buat, hal ini dikarenakan mereka terbiasa mengerjakan soal-soal sesuai dengan rumus yang telah di ajarkan di sekolah dan tidak berani atau tidak memiliki keinginan untuk mencoba-coba cara lain.

f. Sebagian besar siswa tidak mampu memenuhi aspek kebaruan, soal-soal yang dibuat hanya sekedar soal-soal matematis yang langsung merujuk pada perintah soal, tidak diberi modifikasi dengan mengaitkan soal yang mereka buat dengan kehidupan sehari-hari. Dalam penelitian mengenai kreativitas, nilai tidak digunakan sebagai tolak

ukur dalam menentukan tingkatan kreativitas seorang siswa. Kreativitas dinilai berdasarkan tiga hal yakni kafasihan atau kelancaran dan banyaknya ide yang dibuat oleh siswa, fleksibilitas atau banyaknya alternatif jawaban yang dihasilkan dari soal yang telah mereka buat, dan kebaruan atau keunikan ide yang berbeda dari kebanyakan siswa lain.

Berdasarkan tiga komponen utama di atas, selanjutnya peneliti mengelompokan siswa menjadi 5 kelompok sesuai dengan penjenjangan tingkat kreatifitas dari Siswono. Pengelompokan ini dilihat dari hasil tes, wawancara, serta observasi yang telah peneliti laksanakan. Tingkat kreativitas 4 (sangat kreatif) adalah mereka yang mampu menunjukkan tiga komponen kreatifitas sekaligus, yakni kefasihan, fleksibilitas, dan kebaruan. Tingkat 3 (kreatif) adalah mereka yang mampu menunjukkan dua aspek kreatifitas yakni kefasihan dan kebaruan atau kefasihan dan fleksibilitas. pada tingkat 2 (cukup kreatif) adalah

Page 211: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 204

mereka yang dapat menunjukkan satu komponen kreatifitas yakni kebaruan atau fleksibilitas. pada tingkat 1 (kurang kreatif) adalah mereka yang menunjukkan kefasihan saja. Sedangkan tingkat 0 (tidak kreatif) adalah mereka yang sama sekali tidak dapat menunjukkan komponen kreatifitas.

Hasil tes pengkonstruksian selanjutnya digunakan peneliti sebagai acuan dalam menentukan kedelapan subjek wawancara. Akan tetapi tidak semua tingkatan kreativitas dapat terwakili. Peneliti hanya dapat menemukan tiga tingkatan kreativitas saja yakni kreatif, tidak kreatif, dan cukup kreatif. Berdasarkan hasil tes pengkonstruksian soal, tidak ada siswa yang memenuhi tingkat sangat kreatif maupun cukup kreatif.

Siswa dalam kategori kreatif membuat banyak masalah yang berbeda-beda (fasih) atau masalah yang mereka buat memiliki bobot yang berbeda. Ide-ide pengkonstruksian soal yang mereka tunjukkan berasal dari pengalaman mengerjakan soal-soal serupa di masa lalu. Hal ini menujukkan bahwa mereka memahami betul materi segi empat yang pernah mereka terima karena mereka mampu mengaplikasikannya dengan baik saat membuat soal sekaligus cara penyelesaiannya. Selain kefasihan, siswa kreatif juga menujukkan fleksibilitas atau kebaruan. Seperti pada subjek kesatu (S1) yang dapat menunjukkan fleksibilitas atau alternatif penyelesaian lain dari soal-soal yang ia buat. Sedangkan pada subjek kedua dan ketiga, mereka mampu membuat soal yang memenuhi aspek kebaruan. Soal yang mereka buat adalah soal-soal yang tidak biasa dibuat oleh siswa lain. Mereka dapat mengaitkan masalah dengan kombinasi baru yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari. Pada siswa yang kreatif, mereka justru menyebutkan bahwa membuat soal itu tidaklah mudah karena mereka juga sekaligus harus memikirkan bagaimana penyelesaian dari soal-soal yang mereka buat. Hal ini sesuai dengan teori dari Siswono yang menyebut bahwa siswa yang kreatif cenderung mengatakan bahwa membuat soal lebih sulit daripada menjawab soal karena harus mempunyai cara untuk menyelesaikannya.

Siswa yang berada pada tingkat kurang kreatif hanya mampu menunjukkan satu aspek kreatifitas saja yakni kefasihan. Mereka tidak menemui kesulitan dalam membuat banyak soal, hanya saja soal-soal yang mereka buat memang tidak memenuhi unsur fleksibilitas maupun kebaruan. Soal-soal yang mereka buat hanya memiliki satu penyelesaian. Siswa kurang kreatif cenderung tidak berani mencoba-coba cara lain. Mereka menyelesaikan soal sesuai dengan rumus atau cara yang pernah mereka peroleh dulu. Soal-soal yang mereka buat hanya bersifat matematis dengan hanya sebatas angka-angka dan kalimat perintah, tidak ada yang berkaitan dengan masalah dalam kehidupan sehari-hari. Seperti pada soal-soal yang dibuat subjek keempat (S4) dan kelima (S5), semua soal yang mereka buat langsung mengarah pada kalimat perintah untuk mencari luas dan keliling dari suatu bangun yang diketahui. Sedangn ide-ide dalam pembuatan soal atau mengkonstruksi masalah dari siswa yang kurang kreatif sebagian besar mengingat pelajaran yang telah lalu, maupun melihat soal-soal dari buku pelajaran yang selanjutnya mereka rubah angka-angkanya. Sehingga soal-soal yang mereka buat cenderung memiliki kesamaan. Siswa kurang kreatif menyebut bahwa membuat soal tidaklah sulit. Siswono berpendapat bahwa siswa dengan kategori kurang kreatif cenderung mengatakan bahwa membuat soal tidak sulit (tetapi tidak berarti mudah) daripada menjawab soal karena tergantung pada kerumitan

Page 212: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 205

soalnya. Soal yang dibuat cenderung bersifat matematis dan tidak mengaitkan dengan kehidupan sehari-hari.

Siswa dalam kategori tidak kreatif berarti tidak mampu memenuhi semua komponen kreativitas. Siswa yang tidak mampu menemukan ide-ide dalam membuat soal. Seperti pada S8, ia sama sekali tidak mampu membuat satu soalpun dengan benar. Bahkan ia memang tidak memahami instruksi yang diberikan. Ia hanya sebatas membuat soal dengan gambar bangun datar segi empat dan penyelesaiannya tanpa ada kalimat perintah. Hal ini disebabkan karena siswa tidak memahami betul atau tidak mengingat dengan betul materi yang pernah diajarkan. Kesalahan pemahaman konsep juga bisa menjadi penyebabnya seperti yang dijabarkan Siswono yakni kesalahan penyelesaian suatu masalah disebabkan karena konsep yang terkait dengan masalah tersebut tidak dipahami atau diingat benar oleh siswa hal ini juga ditunjukkan oleh S8 yang salah memasukkan angka untuk bagian sisi yang sejajar.

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kreativitas Siswa Kelas VII dalam Mengkonstruksi Soal Pada Materi Segi Empat

Kreativitas adalah kemampuan untuk menciptakan atau membuat produk-produk yang bersifat baru dan original, meskipun tidak harus sepenuhnya baru tetapi juga berasal dari ide-ide yang telah ada sebelumnya. Kreativitas tidak seperti hasil belajar yang dapat diukur dan dilihat berdasarkan pencapain kompetensi dari siswa melainkan dilihat dari berbagai aspek yang berbeda seperti kefasihan, fleksibilitas, dan kebaruan.

Kreativitas dipengaruhi oleh berbagai faktor baik dari dalam maupun dari luar individu itu sendiri. Berdasarkan hasil observasi dan hasil wawancara, peneliti menemukan beberapa faktor yang mempengaruhi kreativitas siswa kelas VII dalam mengkonstruksi soal pada materi segi empat ini diantaranya adalah siswa yang kreatif adalah siswa yang menguasai dengan benar materi segi empat sehingga dalam penerapan pengkonstruksian soal mereka tidak kesulitan dan membuat soal dalam konteks dan pengertian yang benar. Selain itu faktor yang mempengaruhi kreatifitas dalam membuat soal adalah keberanian untuk mencoba dan memodifikasi berbagai macam soal sekaligus membuat penyelesaian yang beragam. Siswa kreatif berani mengambil resiko dengan mencoba-coba alternatif penyelesaian yang baru dari soal-soal yang mereka buat sedangkan siswa yang kurang kreatif akan cenderung membuat dan mengerjakan soal sesuai dengan ingatan yang mereka miliki terhadap materi segi empat atau sekedar mengambil ide yang sama dengan buku. Siswa yang kreatif mendorong diri mereka untuk mengerjakan berbagai macam jenis soal tidak hanya soal-soal yang diberikan guru sebagai pekerjaan rumah. Hal ini juga berperan besar dalam perkembangan kreativitas siswa dalam mennciptakan suatu masalah matematika karena mereka terbiasa menghadapi soal-soal dengan jenis yang beragam. Clark mengemukakan salah satu faktor yang mempengaruhi kreativitas adalah Situasi yang menekankan inisiatif diri untuk menggali, mengamati, bertanya, merasa, mengklasifikasikan, mencatat, menterjemahkan, memperkirakan, menguji hasil perkiraan, dan mengkomunikasikan, jadi semakin siswa terbiasa untuk menggali hal-hal baru maka kreativitasnya akan semakin terasah.

Siswa yang kurang kreatif tidak berani membuat soal-soal yang berbeda dari siswa lain, mereka cenderung membuat soal yang sama seperti yang ada di

Page 213: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 206

buku. Siswa yang tidak kreatif tidak berani mencoba cara-cara lain dalam menyelesaikan soal. Mereka cenderung menggunakan cara penyelesaian sesuai yang diajarkan oleh guru. Dalam hal ini guru berperan besar dalam mengasah kreativitas siswa. guru harus berani menekankan bahwa siswa bebas menemukan cara lain dalam menyelesaikan soal tidak harus selalu sama dengan yang guru ajarkan, akan tetapi cara lain tersebut harus tetap benar sesuai konsep materi yang diajarkan.

Faktor yang mempengaruhi siswa sehingga menjadi tidak kreatif adalah kurangnya pemahaman konsep dari materi yang diajarkan. Konsep materi yang tidak dipahami dengan baik menyebabkan siswa kesulitan dalam mengkonstruksi soal sehingga akan terjadi kesalahan dalam menyelesaikan soal. Selain itu siswa kurang kreatif memang kesulitan dalam menemukan ide-ide atau gagasan dalam membuat soal. Mereka cenderung tidak memiliki rasa ingin tahu yang tinggi sehingga mereka juga tidak berusaha mencari ide-ide soal dari buku. Hal ini sesuai dengan pendapat Clark yang menyebutkan bahwa salah satu faktor yang menghambat kreativitas adalah kurang berani dalam melakukan eksplorasi, menggunakan imajinasi, dan penyelidikan. DAFTAR RUJUKAN Ali, Mohammad. dan Asrori, Mohammad. 2005. Psikologi Remaja

Perkembangan Peserta Didik, Jakarta : Sinar Grafika Offset. Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik,

Jakarta : PT. Rineka Cipta Desmita. 2005. Psikologi Perkembangan, Bandung : PT. Remaja Rosdakarya. Fathani, Abdul Halim. 2012. Matematika: Hakikat dan Logika, Jogjakarta : AR-

Ruzz Media. Gunawan, Imam. 2013. Metode Penelitian Kualitatif, Teori dan Praktik, Jakarta :

PT. Bumi Aksara. Hurlock, Elizabeth B. 2006. Perkembangan Anak Jilid 2, Jakarta : Penerbit

Erlangga. Irham , Muhammad. dan Wiyani, Novan Ardy. 2013. Psikologi Pendidikan,

Teori dan Aplikasi dalam Proses Pembelajaran, Jogjakarta : AR-Ruzz Media.

Masykur, Moch., dan Fathani, Abdul Halim. 2009. Mathematical Intelligence, Jogjakarta : Ar Ruzz Media.

Moleong, Lexy. 2011. Metode Penelitian Kualitatif, Bandung : PT.Remaja Rosdakarya.

Mulyasa. 2011. Menjadi Guru Profesional : Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan Menyenangkan, Bandung : PT Remaja Rosdakarya.

Purwanto. 2009. Evaluasi Hasil Belajar, Yogyakarta : Pustaka Belajar Qodratillah , Meity Taqdir dkk. 2011. Kamus Bahasa Indonesia Untuk Pelajar,

Jakarta : Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa. Siswono, Tatag Y. E, Identifikasi Proses Berpikir Kreatif Siswa dalam Pengajuan

Masalah (Problem Posing) Matematika Berpandu dengan Model Wallas dan Creative Problem Posing (CPS).

________. 2008. Model Pembelajaran Matematika Berbasis Pengajuan dan Pemecahan Masalah Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif, Surabaya : UNESA University Press

Page 214: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 207

Siswono, Tatag Y. E., Rosyidi, Abdul Haris. 28 Pebruari 2005. Menilai Kreativitas Siswa dalan Matematika, Proseding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika : Peranan Matematika dan Terapannya dalam Meningkatkan Mutu SDM Indonesia, (FMIPA UNESA : Tidak Diterbitkan)

Sudjana, Nana. 2007. Penelitian dan Penilaian Pendidikan. Bandung : Sinar Baru Algesindo.

Sukardi. 2008. Metodologi Penelitian.Pendidikan, Jakarta : Bumi Aksara. Sukmadinata, Nana Syaodih. 2005. Landasan Psikologis Proses Pendidikan,

Bandung : PT.Remaja Rosdakarya Sukmadinata, Nana Syaodih. 2013. Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung :

PT. Remaja Rosdakarya Suprijono, Agus. 2010. Cooperative Learning : Teori dan Aplikasi PAIKEM,

Yogyakarta : Pustaka Belajar Suryadi. 2006. Kiat Jitu dalam Mendidik Anak, Jakarta : Edsa Mahkota. Thobroni, Ahmad. dan Mustofa, Arif. 2013. Belajar dan Pembelajaran :

Pengembangan Wacana dan Praktik Pembelajaran dalam Pembangunan Nasional, Jogjakarta : Ar Ruzz Media.

Uno, Hamzah B. 2011. Teori Motivasi dan Pengukurannya : Analisis di Bidang Pendidikan, Jakarta : PT. Bumi Aksara.

Wiriaatmadja, Rochiati. 2012. Metode Penelitian Tindakan Kelas, Bandung : PT. Remaja Rosdakarya

Zaini. 2011. Landasan Kependidikan, Yogyakarta : Mistaq Pustaka

Page 215: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 208

ANALISIS PROSES BERPIKIR KRITIS SISWA DALAM MENYELESAIKAN SOAL PELUANG

Siti Khoirun Nisak

e-mail: [email protected]

Syaiful Hadi Jurusan Tadris Matematika IAIN Tulungagung

e-mail: [email protected]

ABSTRAK Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan proses berpikir kritis siswa kelas

XI IPA Unggulan 2 MAN Tulungagung 1 dalam menyelesaikan soal peluang. Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas XI IPA Unggulan 2 MAN Tulungagung 1. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah tes, observasi dan wawancara. Teknik analisis data yang digunakan adalah reduksi data, penyajian data dan penafsiran kesimpulan.Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam menyelesaikan soal peluang siswa cenderung dalam karakteristik berpikir kritis yang berpikir aktif dan memandang situasi dengan perspektif berbeda. Kata kunci: berpikir kritis, penyelesaian persoalan, peluang PENDAHULUAN

Sejumlah pengetahuan dan pengalaman yang dikembangkan secara akal dapat dikatakan sebagai ilmu. Hakekat ilmu bukanlah sekedar pengetahuan atau kepandaian yang dapat dipakai untuk memperoleh sesuatu, tetapi merupakan cahaya yang menerangi jiwa untuk berbuat dan bertingkah laku baik.Dari sini tidak ada perbedaan antara ilmu agama dan ilmu umum.Maksudnya ilmu dalam hal ini bukan hanya pengetahuan tentang agama saja, tetapi juga ilmu non agama yang relevan dengan tuntutan kemajuan zaman. Oleh karena itu mencari ilmu apapun tidak masalah yang penting diharapkan bisa mendekatkan diri pada Tuhan, sehingga kita berusaha berbuat baik karena merasa diawasi.Ilmu yang dapat dipelajari diantaranya ilmu matematika.

Peranan matematika sangat penting di semua bidang, terutama bidang pendidikan.Istilah pendidikan dalam bahasa Inggris “education” berakar dari bahasa Latin, dapat diartikan pembimbingan berkelanjutan.Ini mencerminkan keberadaan pendidikan berlangsung dari generasi ke generasi sepanjang eksistensi kehidupan manusia.Jadi pendidikan merupakan sistem proses perubahan menuju pendewasaan, pencerdasan, dan pematangan diri. Dewasa dalam hal perkembangan badan, cerdas dalam hal perkembangan jiwa, dan matang dalam hal berperilaku.Hal ini juga tercermin dalam tujuan pendidikan Indonesia yaitu pembentukan manusia Indonesia seutuhnya yang diwarnai oleh sila-sila Pancasila. Tujuan pendidikan ini mengoperasikan manusia Indonesia seutuhnya dan juga mengoperasikan wujud-wujud sila-sila Pancasila dalam diri siswa secara detail, agar satu persatu dapat dapat ditanamkan melalui proses pembelajaran mengenai penjelasan kaitan antara sila-sila Pancasila dengan norma-norma yang berlaku di masyarakat, serta isi ajaran-ajaran agama di Indonesia agar dapat ditanamkan pada

Page 216: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 209

diri siswa. Sehingga siswa dapat mengamalkan sila-sila Pancasila diantaranya berperilaku positif dan berpikir kritis( terkaitsila ke-1, 2, 3 dan 5).

Namun pesatnya perkembangan teknologi informasi menjadikan derasnya arus informasi yang dapat mudah diakses oleh setiap orang termasuk siswa. Fakta di lapangan menunjukkan bahwa pemerintah tidak mudah membatasi dan menyeleksi derasnya informasi, sehingga banyak ditemui contoh buruk yang mudah diakses oleh peserta didik.Lemahnya pendampingan orangtua dan masyarakat mengaharuskan siswa menyaring dan memikirkan sendiri informasi yang diperolehnya.

Dari kenyataan yang kurang membanggakan di kalangan siswa khususnya remaja maka diperlukan kebiasaan untuk berpikir kritis pada diri siswa, baik itu di sekolah maupun di lingkungan masyarakat.Karena berpikir kritis adalah kemampuan berpikir dengan memberi alasan secara terorganisasi dan mengevaluasi kualitas suatu alasan secara sistematis serta memutuskan keyakinan. Kehidupan di dunia ini jelas akan terus mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Oleh karena itu siswa diharapkan memiliki kemampuan memperoleh, memilih dan mengelola informasi untuk bertahan pada keadaan yang selalu berubah. Kemampuan ini membutuhkan pemikiran yang kritis, sistematis, logis, kreatif dan kemauan bekerja sama yang efektif.Sehingga matematika sangat berperan dalam hal ini.

Seseorang yang belajar matematika baik secara langsung atau tidak ia mempelajari nilai-nilai karakter, misalnya keadilan, kejujuran, kedisiplinan, kerja keras, logis, kritis, kreatif dan inovatif. Ciri utama dalam pembelajaran matematika adalah metode penalaran, baik deduktif maupun induktif. Menalar secara induktif membutuhkan pengamatan dan percobaan untuk memperoleh fakta yang dapat dipakai sebagaidasar argumentasi.Untuk menghindari keterbatasan metode induktif digunakan metode deduktif yaitu menarik kesimpulan yang merupakan konsekuensi logis dari fakta-fakta yang sebelumnya telah diketahui.

Dari serentetan permasalahan yang telah dijelaskan di atas membuktikan bahwa saat ini siswa belum memiliki kepekaan pikiran terhadap situasi sekitar khususnya matematika. Dengan kata lain, pikiran siswa masih terkekang dan belum bisa berkembang menjadi pemikiran yang kritis.Menurut Ennis berpikir kritis adalah suatu proses berpikiryang bertujuan untuk membuat keputusan yang rasional yang diarahkan untuk memutuskan apakah meyakini atau melakukan sesuatu. Berpikir kritis mempertimbangkan dan mengevaluasi informasi yang pada akhirnya memungkinkan siswa secara aktif membuat keputusan.Berpikir kritis merupakan salah satu jenisberpikir yang konvergen, yaitu menuju ke satu titik.Jadi berpikir kritis berarti berpikir dengan benar dalam mencari pengetahuan yang relevan tentang sesuatu di sekitar kita atau berpikir kritis adalah berpikir yang masuk akal (reasonable), reflektif, bertanggung jawab, cakap, terampil dan semuanya dipusatkan untuk memutuskan apa yang harus dipercayai atau dilakukan.Oleh karenanya berpikir kritis sangat diperlukan dalam matematika.

Matematika diperlukan para pelajar untuk memenuhi kebutuhan praktis dan pemecahan masalah dalam kehidupan sehari-hari, misalnya dapat menghitung isi dan berat, dapat mengolah, mengujikan dan menafsirkan data. Selain itu agar siswa mampu mengikuti pelajaran matematika lebih lanjut, untuk membantu memahami bidang studi lain seperti fisika, kimia, farmasi, ekonomi, dan sebagainya. Tantangan masa depan yang selalu berubah sekaligus persaingan

Page 217: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 210

yang semakin ketat memelukan keluaran pendidikan yang tidak hanya terampil dalam suatu bidang tetapi juga kreatif dalam mengembangkan bidang yang ditekuni. Hal tersebut dimanifestasikan dalam setiap mata pelajaran di sekolah, termasuk matematika. Pada mata pelajaran matematika banyak materi yang dapat mengantarkan siswa memiliki keterampilan berpikir kritis.

Seorang pemikir kritis adalah seseorang yang telah mengembangkan pemahaman pengetahuan dari dunia kompleks, pandangan yang berbeda berdasarkan ide dan persoalan penting yang mempunyai kekuatan menembus pengetahuan dan kecerdasan, pemikiran yang pintar dan kemampuan bahasa.

Dalam kegiatan untuk pemecahan masalah atau persoalan yang rumit banyak pendapat para ahli, salah satunya seperti yang dikemukakan Polya.Polya mendefinisikan pemecahan masalah sebagai usaha untuk mencari jalan keluar dari suatu kesulitan, mencapai tujuan yang tidak segera dicapai . Menurut Polya ada empat langkah dalam pemecahan masalah, yaitu: a. Memahami masalah

Dalam tahap ini, masalah harus benar-benar dipahami, seperti mengetahui apa yang tidak diketahui, apa yang sudah diketahui, apakah kondisi yang ada cukup atau tidak cukup untuk menentukan yang tidak diketahui, adakah yang berlebih-lebihan atau adakah yang bertentangan, menentukan suatu gambaran masalah, menggunakan notasi yang sesuai.

b. Membuat rencana pemecahan masalah Mencari hubungan antara informasi yang ada dengan yang tidak diketahui.Dalam membuat rencana ini seseorang dapat dibantu dengan memperhatikan masalah yang dapat membantu jika suatu hubungan tidak segera dapat diketahui sehingga akhirnya diperoleh suatu rencana dari pemecahan.

c. Melaksanakan rencana Pada tahap ini rencana dilaksanakan,memeriksa setiap langkah sehingga dapat diketahui bahwa setiap langkah itu benar dan dapat membuktikan setiap langkah benar.

d. Memeriksa kembali pemecahan masalah yang didapatkan Pada tahap ini dapat diajukan pertanyaan seperti dapatkah memeriksa hasil, dapatkah memeriksa alasan yang dikemukakan, apakah diperoleh hasil yang berbeda, dapatkah melihat sekilas pemecahannya, dapatkah menggunakan pemecahan yang telah diperoleh atau metode yang sudah digunakan untuk masalah lain yang sama.

Jika diperhatikan, langkah-langkah pemecahan masalah yang dikemukakan Polya sangat memerlukan ketrampilan atau kemampuan berpikir kritis.Pada tahap memahami masalah agar siswa dapat memahami masalah, dia harus mempunyai kemampuan interpretasi agar dia memahami secara tepatmasalah matematika yang diajukan kepadanya.Selain itu dia juga harus mempunyai kemampuan evaluasi untuk mengevaluasi pemikirannya dalam memahami masalah. Kemampuan inferensi juga diperlukan untuk mengidentifikasi apa yang diketahui dan apa yang ditanya dalam masalah.

Pada tahap merencanakan pemecahan masalah ketrampilan interpretasi, analisis dan evaluasi juga diperlukan karena untuk dapat menentukan rencana apa yang akan dilaksanakan, siswa harus mampu memaknai informasi yang ada pada masalah dan menghubungkan setiap unsur yang ada pada masalah. Bahkan Polya

Page 218: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 211

mengemukakan bahwa sesungguhnya kemampuan memecahkan masalah ada pada ide menyusun rencana pemecahan.Jadi pada tahap ini sangat diperlukan kemampuan berpikir kritis dari siswa.

Pada tahap melaksanakan rencana pemecahan, siswa akan menggali semua konsep dan prosedur yang telah dipelajarinya sehingga dapat memecahkan masalah dengan benar. Semua ketrampilan atau kemampuan berpikir kritis diperlukan di sini terutama kemampuan eksplanasi.Pada tahap ini siswa mengorganisasikan semua pengetahuan dan konsep matematika yang telah dimilikinya agar dia berhasil memecahkan masalah.

Pada tahap terakhir yaitu tahap melihat atau memeriksa kembali hasil pemecahan masalah yang telah didapat, semua ketrampilan berpikir kritis juga sangat diperlukan untuk menguji apakah pemecahan masalah yang telah dilaksanakan sudah benar.Karena peneliti mengacu pada pendapat John Chaffee maka langkah pemecahan masalah dalam soal menurut Polya terkait berpikir kritis sebagai berikut: Tabel 2.1. Proses Berpikir Kritis

No Langkah Penyelesaian

(Polya)

Karakteristik Berpikir Kritis Indikator Berpikir Kritis

1 Memahami Dengan hati-hati mengeksplorasi situasi dengan pertanyaan

Memahami apa yang ditanyakan

Memandang situasi dari perspektif yang berbeda

Dapat menuliskan kaitan antar konsep

2 Merencanakan Berpikir aktif Mencari tahu strategi

Berpikir dengan mandiri Tidak menyontek

Berpikir dengan mandiri Dapat menuliskan alasan

3 Melaksanakan Berpikir dengan mandiri Tidak menyontek

Memandang situasi dari perspektif yang berbeda

Menuliskan proses perolehan jawaban

Berpikir aktif Menuliskan keingintahuan dalam menentukan cara

Berpikir aktif Menuliskan cara dalam menyelesaikan

Page 219: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 212

Dengan hati-hati mengeksplorasi situasi dengan pertanyaan

Menulis simbol dengan benar

4 Melihat Kembali Dengan hati-hati mengeksplorasi situasi dengan pertanyaan

Mengerjakan dengan cermat

Mendukung perspektif yang bermacam-macam dengan alasan dan bukti

Dapat menuliskan bukti dengan berbagai cara

Berpikir dengan mandiri Dapat menuliskan alasan

Berpikir aktif Memahami solusi

METODE Dalam penelitian ini peneliti menggunakan pendekatan kualitatif, karena

peneliti berusaha memperoleh data deskriptif berupa kata-kata tertulis (berupa jawaban tertulis siswa dalam menjawab soal), kata-kata lisan (misal pembicaraan keseharian siswa dengan temannya terkait matematika khususnya peluang) dan perilaku yang diamati berupa perilaku siswa XI IPA Unggulan 2 MAN Tulungagung 1 (yang diamati yang menggambarkan kemampuan dan berpikir kritis). Sehingga peneliti menggunakan paradigma alamiah.

Dalam penelitian ini kehadiran peneliti mutlak diperlukan.Kehadiran peneliti dalam penelitian ini terjadi sebelum diadakan tes, saat diadakan tes, saat observasi dan saat wawancara.Peneliti berperan menjadi pengamat sebagai berperanserta, dimana peran peneliti sebagai pengamat secara terbuka diketahui oleh pihak MAN Tulungagung 1, khususnya kelas XI IPA Unggulan 2.Sehingga dalam penelitian ini peneliti bertindak sebagai pengumpul data, penafsir data dan pelapor hasil penelitian.

Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas XI IPA Unggulan 2 MAN Tulungagung 1, diambil empat subjek, yang terdiri dari dua siswa berkemampuan tinggi dan dua siswa berkemampuan sedang.Informan dalam penelitian ini, penulis tentukan dengan metode purposive sampling berdasarkan hasil penilaian kemampuan siswa oleh peneliti saat melakukan praktek pembelajaran lapangan yaitu dilihat dari nilai metematika siswa dan dengan pertimbangan guru. Sehingga dengan menggunakan purposive sampling, diharapkan kriteria sampel yang diperoleh benar-benar sesuai dengan penelitian yang dilakukan dan mampu menjelaskan keadaan sebenarnya tentang proses berpikir kritis.

Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini dengan beberapa teknik, yaitu penggunaan tes, penggunaan metode interview atau wawancara dan penggunaan metode observasi. Sedangkan teknik analisis data

Page 220: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 213

yang digunakan dalam penelitian ini adalah reduksi data, penyajian data dan penafsiran kesimpulan HASIL DAN PEMBAHASAN Siswa yang Berkemampuan Tinggi

Berikut diuraikan data yang telah dikumpulkan dengan berbagai karakteristik berpikir kritis siswa yang berkemampuan tinggi: Soal Nomor 1

Jawaban siswa tidak ada yang benar A. Memahami

Siswa P4dan P27 menjawab sebagai berikut:

Terkait karakteristik dengan hati-hati mengeksplor dengan pertanyaan jawaban siswa tersebut menunjukkan siswa belum memahami permasalahan dari soal.P4 dan P27 masih belum cermat dalam memahami masalah di soal, meskipun siswa sudah memahami konsep perkalian dan teliti dalam menghitungnya.

Sedangkan lainnya memakai cara kombinasi sebagai berikut:

Rumus yang dituliskan siswa tersebut benar terkait kombinasi, namun mereka masih belum bisa mengaitkan antar konsep dalam permasalahan.Karena rumus ini kurang tepat jika digunakan dalam menyelesaikan masalah di nomor 1, karena yang perlu diperhatikan urutannya.

B. Merencanakan Dalam merencanakan penyelesaian masalah, terkait berpikir mandiri

semua siswa belum bisa memberi alasan yang tepat baik dari hasil tes maupun wawancara. Hal ini juga ditunjukkan ungkapan P4 alasan memakai cara 6x3 karena

Peneliti :Tu no 1 mencari apa? P4 :Banyak cara

Ini menunjukkan siswa berpikir sepintas dan belum terlalu cermat. Dalam

merencanakan ini siswa dalam mengerjakan soal masih bekerja sama dengan temannya.

C. Melaksanakan Dalam melaksanakan penyelesaian masalah semua siswa sudah termasuk

berpikir aktif.Karena semua siswa mengerjakan soal. Terkait karakteristik memandang situasi dengan perspektif berbeda, semua siswa sudah menuliskan proses perolehan jawaban, namun belum mampu mengaitkan antar konsep.

D. Melihat kembali Dalam melihat kembali jawabannya, semua siswa merasa yakin benar atas

jawabannya.Padahal jawaban mereka masih kurang tepat.Karena mereka kurang cermat dalam memahami soal dan terkait karakteristik mendukung perspektif berbeda dengan alasan dan bukti. Ungkapan P27 yaitu

Page 221: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 214

P :Adakah cara lain? S :Kalo permutasi gak P :Hanya kaidah perkalian? S :Mungkin satu cara tapi masih masuk dalam bab kombinasi. P :Tapi perhitungannya bukan permutasi kombinasi?

menunjukkan P27 belum menguasai berbagai cara untuk menyelesaikan soal peluang kurang berlatih bernalar.

Soal Nomor 2a Siswa yang menjawab kurang tepat hanya satu, sedangkan lainnya

menggunakan cara yang benar. A. Memahami

Siswa P20 menjawab n(s) = 9 kurang tepat. Ini menunjukkan siswa paham n(s) itu adalah ruang sampel, namun P20 lupa jika n(s) itu ruang sampel kejadian di soal. Karena n(s) = 9, yang dimaksud 9 oleh n(s) jumlah kartu bernomor satu sampai sembilan.

Sedangkan lainnya menjawab sebagai berikut:

Jawaban itu menunjukkan siswa sudah memahami permasalahan yang ada dalam soal.

B. Merencanakan Dalam merencanakan penyelesaian masalah, terkait berpikir

mandiri,sebagian siswa belum memberikan alasan memakai cara yang dipakai siswa tersebut. Sebagian siswa bekerja sama dalam merencanakan penyelesaian masalah.

C. Melaksanakan Semua siswa memenuhi berpikir aktif, karena menuliskan jawabannya,

meskipun ada yang salah yaitu P20.Hampir semua siswa memenuhi karakteriktistik memandang situasi dengan perspektif berbeda ditunjukkan dengan dapat mengaitkan antar konsep. Dalam tahap ini ada siswa yang masih salah menuliskan kombinasi, yaitu P1, P10, P11, P13, P14, P25, P27 dan P28 menulis 9 𝐶2diartikan 9 kali 𝐶2. Ini menunjukkan siswa lupa penulisan rumus tersebut

D. Melihat kembali Dalam melihat kembali jawabannya, semua siswa merasa yakin benar atas

jawabannya. Hampir semua siswa mampu memahami persoalan dan menggunakan cara kombinasi yang sederhana, bukan memakai cara mendaftar yang memerlukan waktu lebih lama.

Soal Nomor 2b

Cara siswa salah semua. A. Memahami

Semua siswa menjawab memakai cara

Page 222: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 215

Ini menunjukkan siswa sepenuhnya belum memenuhi karakteristik memandang situasi dengan perspektif berbeda, karena belum bisa mengaitkan antar konsep.Siswa juga belum memahami persoalan.

B. Merencanakan Semua siswa banyak yang kurang mandiri, hal ini juga terungkap dari

siswa P27: “2b itu kan yang diambil nomor prima dan nomor genap maka memakai cara P(A)xP(B)”. Ungkapan tersebut menunjukkan siswa berpikirnya sepintas, dan tidak diteliti apakah caranya itu benar sesuai konsep.

C. Melaksanakan Dalam melaksanakan penyelesaian masalah siswa P1, P3, P4, P5, P9, P11

dan P20 caranya kurang tepat, penulisan simbolnya juga kurang tepat, hal ini ditunjukkan sebagai berikut:

Padahal arti P(A) adalah peluang A, bukan himpunan.

D. Melihat kembali Siswa kurang berpikir cermat dalam mengaitkan antar konsep, sehingga

masih belum sempurna. Soal Nomor 3

Penyelesaian semua siswa kurang tepat. A. Memahami

Semua siswa menjawab memakai cara:

Hal tersebut menunjukkan siswa masih memakai cara yang biasa dihafal dan dipakai secara langsung, namun belum mamahami sepenuhnya kaitan konsep yang ditanyakan dalam soal.

B. Merencanakan Semua siswa kurang mandiri dalam mengerjakan soal ini.Karena belum

mampu memberikan alasan yang tepat.Ini juga terdapat dalam ungkapan P27 “Tu kan diambil, trus yang kedua tu kan diambil gak dikembalikan. Jadi 6 kan Bu. Trus kan yang ditanya merah maka 4”. Ungkapan tersebut menunjukkan siswa hafal memakai rumus itu, tapi belum paham konsep peluang bersyarat sepenuhnya

C. Melaksanakan Semua siswa memenuhi berpikir aktif, meskipun jawaban mereka kurang

tepat. D. Melihat Kembali

Jawabannya siswa menunjukkan belum berpikir dasar siswa masih kurang, walaupun menunjukkan siswa masih hafal rumus.

Siswa yang Berkemampuan Sedang

Berikut diuraikan data yang telah dikumpulkan dengan berbagai karakteristik berpikir kritis siswa yang berkemampuan sedang.

Soal Nomor 1 Yang menjawab benar hanya satu.

A. Memahami

Page 223: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 216

Siswa jika dikaitkan dengan karakteristik mengeksplor situasi dengan pertanyaan, memahami apa yang ditanyakan dalam soal namun belum memahami solusi yang tepat untuk menyelesaikan permasalahan yang ada dalam soal. Walaupun ada satu siswa menjawab benar yaitu L21 sebagai berikut:

L21 menunjukkn penyelesaian permaslahan di soal menggunakan aturan

perkalian.L21 memahami bahwa 3 orang hendak memasuki gedung melalui pintu berbeda dilaksanakan secar berurutan. Proses dan hasil perhitungan yang dilakukan L21 benar, ini menunjukkan L21 memenuhi indikator teliti dan menjawab dengan benar.

Sedangkan 5 siswa yaitu L7, P8, P16, P23 dan P26 menjawab sebagai berikut:

Perhitungan kelima siswa tersebut benar terkait kombinasi, namun mereka masih belum bisa mengaitkan antar konsep dalam permasalahan. Mereka menganggap bahwa cara 3 orang hendak memasuki gedung melalui pintu yang berbeda tidak memperhatikan urutan. Padahal misalkan 3 orang bernama A, B, C. Misalkan A lewat pintu 1, B lewat pintu 2, C lewat pintu 3, ditulis dengan (A,B,C). Dengan demikian penulisan (B,C,A) diartikan B lewat pintu 1, C lewat pintu 2, A lewat pintu 3. Oleh karena itu urutan penulisan (A, B, C) tidak sama dengan (B, C, A). Sehingga urutan diperhatikan.

Sedangkan P17 menjawab sebgai berikut:

Terkait karakteristik dengan hati-hati mengeksplor dengan pertanyaan jawaban siswa tersebut menunjukkan siswa belum memahami permasalahan dari soal.P17 masih belum cermat dalam memahami masalah di soal, meskipun siswa sudah memahami konsep perkalian dan teliti dalam menghitungnya.

B. Merencanakan Dalam membuat rencana penyelesaian persoalan, siswa telah menentukan

metode atau cara untuk menyelesaikan persoalan. Hal ini memenuhi karakteristik berpikir aktif walaupun cara yang digunakan kurang tepat. Jika dikaitkan karakteristik berpikir mandiri, sebagian besar siswa masih belum memenuhi indikator menulis jawaban atas pemikiran sendiri (bekerja sama atau menyontek temannya). Padahal soal tersebut adalah soal individu.Hal ini selain observasi juga didukung ungkapan siswa L7 yaitu “Aku nyonto Bu, tapi aku ya setengah-setengah Bu”. Kalimat tersebut menunjukkan siswa kurang mandiri dalam merencanakan penyelesaian masalah dalam soal

C. Melaksanakan Dalam melaksanakan penyelesaian persoalan, siswa sudah dalam

karakteristik memandang situasi dengan perspektif berbeda walaupun belum sepenuhnya.Karena hanya satu siswa yaitu L21 yang menjawab benar,

Page 224: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 217

sedangkan lainnya kurang benar jawabannya.Ini menunjukkan bahwa siswa belum memahami kaitan antar konsep dari persoalan. Walaupun konsep dasar lain dipenuhi siswa, misal perkalian.

D. Melihat kembali Dalam melihat kembali hasil pekerjaannya, siswa meyakini kebenaran

jawaban mereka. Cara yang dituliskan siswa satu dengan lainnya ada yang berbeda, namun mereka meyakini kebenaran jawaban mereka. Mereka memeriksa kembali hanya di perhitungan bukan memahami kembali apakah cara yang mereka gunakan benar atau salah, ataukah adakah cara lain. Jika dikaitkan dengan karakteristik berpikir mandiri, sebagian besar mereka melihat jawabannya sama dengan jawaban temannya, sehingga mereka menganggap benar jawaban mereka, padahal jawaban mereka masih kurang tepat. Sedangkan ungkapan P17 “mungkin satu cara (dalam menyelesaikan soal nomor 1)”, menunjukkan bahwa siswa masih ada keraguan atas jawabannya, tapi terlalu yakin benar.

Soal Nomor 2a Jawaban siswa benar semua

A. Memahami Semua siswa menggunakan cara

Ini menunjukkan siswa memahami persoalan.

B. Merencanakan Dalam membuat rencana penyelesaian persoalan, siswa telah menentukan

metode atau cara untuk menyelesaikan persoalan. Hal ini memenuhi karakteristik berpikir aktif dan cara yang digunakan tepat. Hal ini menunjukkan siswa memenuhi karakteristik dengan hati-hati mengeksplor situasi dengan pertanyaan. Namun jika dikaitkan karakteristik berpikir mandiri, sebagian besar siswa masih belum memenuhi indikator menulis jawaban atas pemikiran sendiri (bekerja sama atau menyontek temannya).

C. Melaksanakan Dalam tahap ini ada siswa yang masih salah menuliskan kombinasi, yaitu

L7, P8, P17, P23 dan P26 menulis sebagai berikut:

9 𝐶2diartikan 9 kali 𝐶2. Ini menunjukkan siswa lupa penulisan rumus tersebut. Penulisan yang benar yaitu seperti jawaban P16 dan L21 yaitu:

Semua siswa sudah memenuhi karakteristik berpikir aktif, karena sudah

mngerjakan soal, walaupun penulisan simbol masih ada yang kurang tepat. D. Melihat kembali

Dalam melihat kembali jawabannya, semua siswa merasa yakin benar atas jawabannya.Semua siswa mampu memahami persoalan dan menggunakan cara

Page 225: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 218

kombinasi yang sederhana, bukan memakai cara mendaftar yang memerlukan waktu lebih lama.

Soal Nomor 2b A. Memahami

Semua siswa menjawab memakai cara

Ini menunjukkan siswa sepenuhnya belum memenuhi karakteristik memandang situasi dengan perspektif berbeda, karena belum bisa mengaitkan antar konsep.Siswa juga belum memahami persoalan.

B. Merencanakan Hampir semua siswa kurang mandiri, karena siswa belum menyebutkan

alasan perolehan jawaban yang tepat. C. Melaksanakan

Terkait karakteristik dengan hati-hati mengeksplor dengan pertanyaan, masih ada siswa yang kurang teliti dalam menulis simbol. Hali ini dialami oleh siswa P17 yaitu:

Padahal arti P(A) adalah peluang A, bukan himpunan. Terkait karakteristik berpikir aktif, siswa sudah memenuhi.Karena sudah menuliskan jawaban.

D. Melihat kembali Siswa kurang berpikir cermat dalam mengaitkan antar konsep, sehingga

masih belum sempurna.

Soal Nomor 3 Jawaban siswa salah semua

A. Memahami Semua siswa menjawab memakai cara: P(A∩B)= P(A)xP(B)

Hal tersebut menunjukkan siswa masih memakai cara yang biasa dihafal dan dipakai secara langsung, namun belum mamahami sepenuhnya kaitan konsep yang ditanyakan dalam soal. B. Merencanakan

Siswa hafal rumus tapi belum memahami sepenuhnya kaitan antar konsep. Hal ini dialami oleh P7, yang tergambar dari ungkapannya “Tadi saya mau menggunakan cara n(s), menggunakan cara kombinasi, ternyata kok ragu maka saya ganti cara ini” dan “iya lupa”. Sehingga P7 belum sempurna dala merencanakan penyelesaian masalah. C. Melaksanakan

Ada 1 siswa yang tidak memenuhi karakteristik berpikir aktif yaitu L21, karena tidak mengerjakan soal. D. Melihat kembali

Page 226: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 219

Jawabannya siswa menunjukkan belum berpikir dasar siswa masih kurang, walaupun menunjukkan siswa masih hafal rumus.

PENUTUP Berdasarkan temuan penelitian dan pembahasan yang telah dipaparkan di Bab IV maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut: 1. Siswa yang berkemampuan tinggi dalam memahami masalah di soal peluang

cenderung belum memahami solusi dari persoalan secara tepat. Siswa belum mampu mengaitkan antar konsep dari persoalan. Dalam merencanakan, semua siswa mencari strategi untuk menyelesaikan semua, namun siswa cenderung bekerja sama dengan temannya dalam menyelesaikan persoalan, padahal soal yang diberikan adalah soal individu. Dalam melaksanakan, beberapa siswa masih belum percaya diri atau bekerja sama dengan temannya. Semua siswa menuliskan cara dan proses perolehan jawaban, namun beberapa siswa masih kurang benar dalam menulis simbol. Dalam melihat kembali, siswa cenderung kurang mencermati solusi dari persoalan, siswa berpikir sepintas sehingga meyakini hanya satu cara untuk menyelesaikan soal.

2. Siswa yang berkemampuan sedang dalam memahami masalah di soal peluang cenderung belum memahami solusi dari persoalan secara benar. Siswa belum mampu mengaitkan antar konsep dari persoalan. Dalam merencanakan, hampir semua siswa mencari strategi untuk menyelesaikan semua persoalan, namun siswa cenderung bekerja sama dengan temannya dalam menyelesaikan persoalan, padahal soal yang diberikan adalah soal individu. Dalam melaksanakan, beberapa siswa masih belum percaya diri atau bekerja sama dengan temannya. Hampir semua siswa menuliskan cara dan proses perolehan jawaban dalam menjwab semua soal, namun beberapa siswa masih kurang benar dalam menulis simbol. Dalam melihat kembali, siswa cenderung kurang mencermati solusi dari persoalan, siswa berpikir sepintas sehingga meyakini hanya satu cara untuk menyelesaikan soal.

DAFTAR RUJUKAN Abdussakir. 2009. Matematika1Kajian IntegratifMatematikadan Al-Qur‟an.

Malang: UIN Malang.

Amir, Almira.“ Penggunaan Metode Penemuan Terbimbing (Guided Discovery) dalam Mengembangkan Aktivitas dan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa dalam Pembelajaran Matematika”, dalam ta‟allum Jurnal Pendidikan Islam Jurusan Tarbiyah STAIN Tulungagung, Volume 22, No. 2 Nopember 2012.

Arikunto, Suharsimi. 2010. ProsedurPenelitianSuatuPendekatanPraktis. Jakarta: RinekaCipta

Chaffee, John. 2012. Thinking Critically. USA: Wadsworth, Cengage Learning.

Desmita. 2012. Psikologi Perkembangan Peserta Didik. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Page 227: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 220

Fathurrahman, Muhammad dan Sulistyorini. 2012. Belajar Pembelajaran: Meningkatkan Mutu Pembelajaran Sesuai Standar Nasional. Yogyakarta: Teras.

Fauzi, Ahmad dan Muniri, “Memantapkan Nilai-nilai Matematika melalui Pendidikan untuk Mencerdaskan dan Mengembangkan Karakter Bangsa”, dalam Seminar Nasional, 29 Maret 2014.

Haryani, Desti, ” Pembelajaran Matematika dengan Pemecahan Masalah untuk menumbuhkembangkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa”, dalam Posiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan dan Penerapan MIPA, Fakultas MIPA, UNY, 14 Mei 2011.

Husnidar, et. all, “Penerapan Model Pembelajaran Berbasis Masalah untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis dan Disposisi Matematis Siswa” , dalam Jurnal Didaktik Matematika Vol. 1, No. 1, April 2014.

Lau. 2011. An Introduction to Critical Thinking and Creativity: Think More, Think Better. USA: John Wiley &Sonc.

Moleong,LexyJ.. 2012. MetodologiPenelitianKualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

NCTM. 2000. Principles and Standards for School Mathematics. USA: The National Council of Mathematics, Inc.

Rosnawati, R. “Berpikir Kritis Melalui Pembelajaran Matematika untuk Mendukung Pembentukan Karakter Siswa”, dalam Sem Nas Pendidikan di Universitas Sanata Dharma, Jurusan Pendidikan Matematika FMIPA UNY.

Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R & D. Bandung: Alfabeta.

Suhartono, Suparlan. 2008. Filsafat Pendidikan. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media Group.

Tanzeh, Ahmad. 2011. Metodologi Penelitian Praktis. Yogyakarta: Teras.

Widarti,Arif. “Kemampuan Koneksi Matematis dalam Menyelesaikan Masalah Kontekstual ditinjau dari Kemampuan Matematis Siswa”, dalam jurnal, STKIP PGRI Jombang.

Yanto, B. M. . 2001. Mengembangkan Pola Berpikir yang Baik. Surabaya: Putra Pelajar.

Zaini, (ed). 2011. LandasanKependidikan. Yogyakarta: MitsaqPustaka.

Page 228: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 221

PEMAHAMAN SISWA DALAM MENYELESAIKAN SOAL MATEMATIKA MATERI POKOK SUDUT DAN GARIS

BERDASARKAN TEORI BRUNER

Hadi Atikasari e-mail: [email protected]

Muniri

Dosen/Ketua Jurusan Tadris Matematika IAIN Tulungagung e-mail: [email protected]

ABSTRAK

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh adanya siswa yang masih kurang memahami konsep geometri khususnya sudut dan garis. Oleh karena itu peneliti menganalisis pemahaman siswa berdasarkan teori Bruner dari Jerome S Bruner (Teori Bruner). Penelitian yang dilaksanakan di kelas VII-A Madrasah Tsanawiyah Guppi Pogalan Trenggalek ini bertujuan untuk mendiskripsikan tingkat pemahaman siswa berdasarkan Teori Bruner pada tahap enaktif, tahap ikonik dan tahap simbolik dalam menyelesaikan soal matematika materi pokok sudut dan garis pada kelas VII-A MTs Guppi Pogalan Trenggalek tahun ajaran 2014/2015. Dalam penelitian deskriptif kualitatif ini pengumpulan data dilakukan dengan metode tes, wawancara, observasi dan dokumentasi. Hasil penelitian, sebanyak 26 siswa sudah mampu memahami soal tahap enaktif dengan mengamati benda nyata yang ada di kelasnya.12 siswa mampu memahami soal tahap ikonik melalui media gambar dan 8 siswa mampu memahami soal tahap simbolik melalui simbol-simbol matematika secara langsung.

Kata Kunci: Teori Bruner, Pemahaman Siswa

PENDAHULUAN

Tujuan pendidikan ialah perubahan-perubahan yang diharapkan terjadi pada subyek didik setelah mengalami proses pendidikan. Perubahan-perubahan itu antara lain perubahan pada tingkah laku individu, kehidupan pribadi individu maupun kehidupan masyarakat dan alam sekitarnya dimana individu itu hidup.94 Dengan pendidikan itu diharapkan siswa mengalami perubahan pribadi menjadi lebih baik. Proses pendidikan yang baik akan menghasilkan pengetahuan dan pemahaman yang maksimal pada peserta didik. Untuk itu dalam proses pembelajaran perlu diperhatikan sejauh mana pemahaman siswa terhadap materi yang telah disampaikan, agar kemampuan peserta didik semakin baik. Ilmu pengetahuan matematika memiliki sifat khas yang berbeda dari ilmu pengetahuan yang lain. Ilmu matematika lebih menekankan aktifitas dalam dunia rasio (penalaran), sedangkan ilmu lain lebih menekankan hasil observasi atau eksperimen disamping penalaran.95Dalam mempelajari matematika dibutuhkan pemahaman yang baik terhadap materi agar siswa mampu melakukan penalaran secara benar. Proses pembelajaran matematika membutuhkan kemampuan 94 Binti Maunah, Landasan Pendidikan, (Yogyakarta: Teras, 2009), Hal. 9 95 Erman Suherman et.al, Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer, (Bandung: JICA, 2003), Hal.16

Page 229: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 222

kognitif yang tinggi, sebagaimana yang diungkapkan oleh Bloom. “Bloom membagi tingkat kemampuan atau tipe hasil belajar yang termasuk aspek kognitif menjadi enam, yaitu pengetahuan hapalan, pemahaman atau komprehensi, aplikasi, analisis, sintesis dan evaluasi.”96Dapat dipahami bahwa dalam usaha memperoleh hasil belajar yang maksimal, siswa perlu memahami materi yang diajarkan dengan baik. Karena pemahaman merupakan salah satu aspek kognitif yang harus dicapai siswa dalam belajar agar mencapai hasil belajar yang baik.

Salah satu faktor yang mempengaruhi proses belajar mengajar matematika adalah siswa. Tujuan utama dari pembelajaran sebenarnya adalah pemahaman. “Pemahaman (understanding) yaitu kedalaman kognitif, dan afektif yang dimilki oleh individu.”97 Pemahaman yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kemampuan siswa yang mendalam dalam mengkonstruksi atau merekonstruksi kembali materi sudut dan garis untuk menyelesaikan soal matematika mengenai materi sudut dan garis.Dengan pemahaman, siswa akan mampu menghadapi berbagai persoalan matematika dalam situasi yang berbeda-beda.Untuk menganalisis pemahaman siswa mengenai materi sudut dan garis, guru harus mengetahui tingkat perkembangan kemamapuan siswanya. Dengan langkah tersebut guru akan mampu mengambil langkah yang tepat dalam menerapkan suatu metode atau strategi pengajaran yang bisa meningkatkan kemampuan siswanya dalam memahami materi sudut dan garis.Pemahaman siswa terhadap materi sudut dan garis dapat dianalisis melalui suatu analisis berdasarkan teori Bruner. Dalam Teori Bruner ada tiga tahapan dilakukan dalam proses belajar, agar pengetahuan-pengetahuan yang telah dipelajari dapat diinternalisasi dalam pikiran seseorang. Tahapan-tahapan tersebut yaitu tahap enaktif (tahap dimana pengetahuan dipelajari dengan menggunakan situasi yang nyata), tahap ikonik (tahap dimana pengetahuan diinterpretasikan dalam bentuk bayangan visual), tahap simbolik (tahapdimana pengetahuan itu direpresentasikan dalam bentuk simbol-simbol abstrak).98

Penting bagi guru merencanakan suatu pengajaran yang sesuai dengan tiga tahapan tingkat pemahaman siswa tersebut agar pelajaran yang disampaikan menjadi bermakna dan dapat dipahami dengan baik oleh siswa.“Proses belajar akan berjalan dengan baik, aktif dan kreatif jika guru memberi kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu aturan (termasuk konsep, teori, definisi, dan sebagainya).”99 Siswa diarahkan untuk menemukan sendiri konsep sudut dan garis sehingga siswa bisa lebih memahami konsep tersebut secara mendalam dan tidak langsung menerima jadi konsep tanpa tahu proses pembuktiannya. Dari uraian tersebut peneliti bermaksud menjadikan teori bruner sebagai suatu alat analisis yang digunakan peneliti untuk mengetahui tingkat pemahaman siswa pada pokok bahasan sudut dan garis.

96Ngalim Purwanto, Prinsip-Prinnsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2008), hal.43 97E. Mulyasa, Kurikulum berbasis Kompetensi, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2010), hal. 39 98 Akhmad Syam‟un, Implementasi Teori Bruner Untuk Meningkatkan Pemahaman Siswa Kelas V MI Hidayatul Mubtadi‟in pada Operasi Hitung Bilangan Bulat, (Tulungagung: STAIN Tulungagung, 2009, skripsi tidak diterbitkan), hal. 10 99Hamzah B Uno, Orientasi Baru Dalam Psikologi Pembelajaran, (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), hal. 12

Page 230: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 223

Hambatan dalam belajar matematika disebabkan oleh beberapa hal salah satunya ialah pemahaman siswa yang juga dapat mempengaruhi hasil belajar siswa.Kadang kala materi pelajaran yang dirasa sulit juga merupakan alasan-alasan yang sering dikemukakan oleh para peserta didik.Salah satu materi dalam pembelajaran matematika kelas VII MTs adalah sudut dan garis.Oleh karena itu peneliti memilih penelitian di MTs Guppi Pogalan Trenggalek sebagai tempat penelitian karena prestasi belajar siswanya yang cukup bervariatif, serta antusiasme siswanya dalam menerima materi pelajaran matematika terbilang kurang yang mungkin dikarenakan pemahaman mereka terhadap materi pada pelajaran matematika kurang.Dengan penelitian ini peneliti ingin mengetahui bagaimanakah pemahaman siswa khususnya pada materi sudut dan garis. Dari beberapa alasan di atas peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul “Analisis Pemahaman Siswa Berdasarkan Teori Bruner dalam Menyelesaikan Soal Matematika Materi Pokok Sudut dan Garis pada Kelas VII-A MTs Guppi Pogalan TrenggalekTahun Ajaran 2014/2015”. Penelitian ini bertujuan untuk mendiskripsikan tingkat pemahaman siswa berdasarkan Teori Bruner pada tahap enaktif, tahap ikonik dan tahap simbolik dalam menyelesaikan soal matematika materi pokok sudut dan garis pada kelas VII-A MTs Guppi Pogalan Trenggalek tahun ajaran 2014/2015.Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pengembanganilmu pengetahuan dan khazanah ilmiah, terutama tentang analisis pemahamansiswa berdasarkan Teori Bruner dalam menyelesaikan soal matematika pokok bahasan sudut dan garis pada kelas VII-A MTs Guppi Pogalan Trenggalek tahun ajaran 2014/2015.Serta penelitian ini diharapkan mampu melengkapi teori-teori pembelajaran matematika, khususnya Geometri. METODE

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Pendekatan ini adalah bentuk narasi yang bersifat kreatif dan mendalam serta naturalistik. Sedang pendekatan deduktif dari sebuah teori hanya akan digunakan sebagai pembanding dari hasil penelitian yang diperoleh, hal ini dimaksudkan untuk mengungkap fenomena secara holistic-kontekstual melalui pengumpulan data yang bersifat deskriptif untuk menghasilkan suatu teori substantif. Sedangkan proses makna (verstehend) menggunakan pendekatan interaksi-simbolik atau menggunakan perspektif subyek (subject perspective).100Pendekatan ini berlandaskan dari paradigma fenomenologi yang objektivitasnya dibangun atas rumusan tentang situasi tertentu sebagaimana yang dihayati oleh peneliti dan relevan dengan tujuan dari penelitian.Penelitian kualitatif digunakan oleh peneliti untuk meneliti sesuatu secara mendalam.Peneliti berminat untuk menelaah pemahaman siswa terhadap materi sudut dan garis.

Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif. Menurut Sukardi metode deskriptif yaitu metode penelitian yang berusaha menggambarkan dan menginterpretasi objek sesuai dengan apa adanya. Menurut Best penelitian ini juga sering disebut non eksperimen, karena pada penelitian ini peneliti tidak memerlukan control dan manipulasi variabel penelitian. Peneliti melaporkan objek atau subjek yang diteliti sesuai dengan apa adanya.101Penelitian kualitatif adalah penelitian yang menghasilkan prosedur

100 Institut Agama Islam Negeri Tulungagung, Pedoman Penyusunan Skripsi Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Tulungagung, (Tulungagung: t.p., 2014), hal. 12 101 Sukardi, Metodologi Penelitian Pendidikan Kompetensi dan Prakteknya, (Jakarta: Bumi Aksara, 2003), hal. 157

Page 231: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 224

analisis berupa kata-kata yang berasal dari data yang dikumpulkan melalui wawancara, observasi dan lain-lain yang ditulis sesuai hasil aslinya tanpa menggunakan usaha kuantifikasi.

Subjek penelitian ini adalah siswa kelas VII-A MTs Guppi PogalanTrenggalek pada semester genap tahun ajaran 2014/2015 yang berjumlah 30 siswa, terdiri dari 22 siswa laki-laki dan 8 siswa perempuan. Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah hasil pekerjaan siswa dalam menyelesiakan soal yang diberikan peneliti tentang sudut dan garis. Hasil pekerjaan tersebut digunakan untuk melihat pemahaman siswa terhadap materi sudut dan garis. Hasil wawancara dan juga hasil observasi. Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan metode observasi, metode tes, metode wawancara dan metode dokumentasi. Dalam penelitian ini instrumen yang digunakan antara lain: Pedoman observasi yang berisi sebuah daftar jenis kegiatan yang mungkin timbul dan akan diamati. Pedoman observasi yaitu alat bantu yang digunakan peneliti ketika mengumpulkan data melalui pengamatan dan pencatatan secara sistematis terhadap fenomena yang diselidiki. Pedoman ini berupa penggalian informasi berkenaan dengan proses belajar mengajar di kelas, bagaimana interaksi guru dengan siswa, serta bagaimana siswa saat memahami soal yang diberikan oleh guru.Pedoman tes.Tes tersebut diberikan kepada peserta didik untuk mendapatkan data tentang pemahaman siswa terhadap materi sudut dan garis.Tes tertulis ini berbentuk soal uraian.Penyususnan butir-butir soal tes tertulis mengacu pada kriteria Teori Bruner yang sebelumnya dikonsultasikan dengan dosen pembimbing dan guru mata pelajaran di tempat penelitian ini dilaksanakan.Tes yang dibuat tersebut memungkinkan bagi peneliti untuk menyelidiki dan menggambarkan tingkat pemahaman siswa mengenai konsep sudut dan garis berdasarkan Teori Bruner.Sebelum tes dilakukan, terlebih dahulu instrument penelitian berupa tes tertulis ini divalidasi dengan validasi ahli (dosen ahli) dan juga atas pertimbangan guru mata pelajaran agar instrumennya shahih dan data yang diperoleh sesuai dengan harapan. Validasi ini dilakukan dengan pertimbangan: (1) kesesuaian soal dengan materi ataupun kompetensi dasar dan indikator, (2) Kesesuaian soal dengan kriteria pemahaman berdasarkan Teori Bruner, (3) ketepatan penggunaan kata/bahasa, (4) soal tidak menimbulkan penafsiran ganda, (5) kejelasan yang diketahui dan ditanyakan.Pedoman wawancara yang digunakan peneliti dalam pengumpulan data. Pedoman ini merupakan garis besar pertanyaan-pertanyaan peneliti yang akan diajukan kepada subjek penelitian. Pedoman wawancara ini tidak baku artinya pertanyaan bisa berubah sesuai dengan kondisi subjek (jawaban yang ditulis subjek). Tentunya dengan tetap berpatokan pada indikator pemahaman menurut Teori Bruner.Pedoman dokumentasi adalah yang digunakan untuk mengumpulkan data-data yang berupa dokumen seperti foto-foto kegiatan penelitian.

Teknik analisis data yang digunakan agar data yang dibuat mudah difahami dan temuannya dapat diinformasikan kepada orang lain, peneliti menggunakan analisis model Miles dan Huberman yaitu reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan/verivikasi. Reduksi data dilakukan dengan pemilihan, memfokuskan dan menyederhanakan data yang diperoleh mulai dari awal penelitian sampai penyusunan laporan penelitian, untuk memperoleh kesimpulan yang jelas.

Page 232: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 225

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil tes yang telah dilakukan kepada 30 siswa MTs Guppi Pogalan pada tanggal 2 April 2015 peneliti mendapat jawaban yang berbeda-beda dari masing-masing siswa terkait dengan materi sudut dan garis. Setelah peneliti mendapatkan data dari jawaban para siswa maka selanjutnya peneliti melakukan analisis jawaban siswa kemudian mengaitkannya dengan teori Bruner, sekingga peneliti dapat menghubungkan tingkat pemahaman siswa berdasarkan teori Bruner. Hasil analisis pemahaman siswa tentang sudut dan garis adalah sebagai berikut yaitu pemahaman siswa pada soal nomor 1 dapat dikatakan maksimal karena lebih dari 50% siswa mampu memahami soal dengan baik. Sebanyak 26 dari 30 siswa menjawab soal tersebut dengan benar, mereka mencapai tahap belajar yang pertama yaitu enaktif dengan baik. Siswa menyelesaikan soal tersebut melalui proses enaktif yaitu siswa menyelesaikan soal nomor 1 dengan menggunakan benda-benda nyata yang ada disekelilingnya (berupa papan tulis, meja dan lain-lain). Selain itu juga masih ada beberapa siswa yang belum mampu memahami soal tersebut dengan tepat. Sebanyak 4 siswa masih ada kesalahan dalam menyelesaikan soal ini, mereka menyelesaikan soal tersebut melalui proses enaktif namun hasil jawabannya kurang benar. Setelah soal nomor 1 selesai dikerjakan berikutnya adalah soal nomor 2, pemahaman siswa pada soal yang kedua ini sangat berbeda dengan soal pertama. Dari 30 siswa hanya 4 siswa yang dapat menjawabnya dengan benar, berarti dapat dikatakan bahwa kurang dari 50% siswa mampu pada soal yang kedua ini. Siswa menyelesaikan soal tersebut melalui proses ikonik yaitu berbeda dengan soal pertama. Pada soal nomor 2 sudah diberikan ilustrasi gambar suatu bangun (kubus) kemudian siswa mengamati, memahami, dan mencari solusi pemecahan masalah yang diberikan.Berdasarkan hasilnya masih ada beberapa siswa yang belum mampu memahami soal nomor 2 walaupun mereka sudah mampu menyelesaikan soal pertama. Sedangkan sebanyak 26 siswa dalam menyelesaikan soal tersebut juga melalui proses ikonok tetapi masih ada kesalahan dalam menyelesaikannya. Pada soal nomor 3 siswa juga menyelesaikan soal melalui tahap ikonik. Sebanyak 11 siswa menjawabnya dengan benar, berarti kurang dari 50% siswa mampu menyelesaikan soal tersebut dengan benar. Pada soal nomor 4 yang merupakan soal tahap simbolik, tidak ada satupun siswa yang menjawabnya dengan benar.Namun ada 2 siswa yang menyelesaikan soal tersebut melalui tahap simbolik, tetapi jawabannya kurang tepat karena masih ada kesalahan dalam penyelesaiannya.Pada soal nomor 5 terlihat bahwa pemahaman siswa lebih baik dari pada soal nomor 4.Ada 8 siswa yang sudah mampu menyelesaikan soal dengan benar. Sebanyak 8 siswa menyelesaikan soal tersebut melalui proses simbolik dengan sempurna. 13 siswa menyelesaikan soal dengan melalui proses simbolik, tetapi jawabannya kurang tepat karena masih ada kesalahan dalam penyelesaiannya. Sedangkan 9 siswa jawabannya salah / tidak dijawab.Untuk mempermudah memahami data, maka paparan data disajikan perbutir soal dalam tes tertulis materi sudut dan garis. Antara lain sebagai berikut: Soal Nomor 1: Untuk siswa nomor urut 1, 5, 6, 10, 12, 19 dan 26

Sebanyak 7 siswa tersebut menjawab dengan cara yang hampir sama. Berikut ini adalah gambaran secara umum hasil lembar jawaban mereka, salah satunya siswa nomor urut 5 menjawab soal nomor 1 sebagai berikut:

Page 233: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 226

Gambar 4.1b Lembar Jawaban Siswa Nomor Urut 5

Berdasarkan hasil analisis pemahaman siswa dalam menyelesaikan soal sudut dan garis, beberapa siswa tersebut dalam pengerjaannya menggunakan proses enaktif. Hal ini berdasarkan data hasil observasi siswa ketika mengerjakan soal tes, namun jawaban mereka masih ada kesalahan.Berdasarkan jawaban di atas terlihat bahwa pemahaman siswa belum sempurna pada tahap enaktif, karena jawaban siswa tersebut masih ada yang kurang tepat.Hasil pengerjaannya dimana masih ada kesalahan dalam menghitung besarnya jumlah seluruh sudut pada papan tulis.Terlihat bahwa siswa tersebut belum terlalu faham dengan soal yang dimaksud. Hal ini diperkuat dengan cuplikan hasil wawancara peneliti dengan siswa tersebut yaitu: Peneliti : “Benda apa yang ada di dalam kelas berbentuk persegi panjang

selain papan tulis itu?” 𝑊1𝑆2

Siswa : ”Buku, meja, pintu, jendela dan lain-lain”. 𝑋1𝑆2

Peneliti : “Bagaimana langkah-langkah yang kamu lakukan dalam mengamati papan tulis tersebut sehingga dapat menjawab soal nomor 1?”

𝑊2𝑆2

Siswa : “Saya melihat papan tulis dan di situ ada 4 garis yang sejajar (2 pasang garis sejajar) dan sudutnya ada 4”.

𝑋2𝑆2

Peneliti : “Coba kamu gambar bentuk papan tulis itu. Kemudian tunjukkan mana garis yang sejajar dan dimana letak titik sudutnya!”

𝑊3𝑆2

Siswa : (Siswa menggambar persegi panjang dan kemudian menunjukkan letak garis sejajar dan titik sudutnya dengan tepat). “Ini garis sejajarnya (dengan memberi angka pada garis sejajar), dan ini letak titik-titik sudutnya (menunjukkan dengan memberi tanda pada titik-titik sudutnya) ”.

𝑋3𝑆2

Peneliti : “Apakah kamu faham dengan soal nomor 1?”

𝑊4𝑆2

Siswa : “Faham bu”. 𝑋4𝑆2

Peneliti : “Untuk pertannyaan yang (tentukan besar jumlah seluruh sudutnya) mengapa kamu menjawab 4 juga?”

𝑊5𝑆2

Siswa : “Karena jumlah sudutnya 4”. 𝑋5𝑆2

Peneliti : “Apakah kamu yakin dengan jawabanmu?” 𝑊6𝑆2

Siswa : “Yakin bu”. 𝑋6𝑆2

Page 234: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 227

Peneliti : “Kalau begitu apa perbedaan antara pertannyaan itu dengan sebelumnya?”

𝑊7𝑆2

Siswa : “Bingung bu. (sambil melihat soal)” 𝑋7𝑆2

Peneliti : “(menunjuk salah satu titik sudut pada gambar persegi panjang dengan bertanya) untuk 1 sudut ini besarnya berapa?”

𝑊8𝑆2

Siswa : “90° bu”. 𝑋8𝑆2

Peneliti : “Berarti kalau titik sudutnya ada 4. Jumlah besar seluruh titik sudut pada persegi panjang itu berapa?”

𝑊9𝑆2

Siswa : “90° × 4 = 360°”. 𝑋9𝑆2

Peneliti : “Lain kali lebih teliti dalam memahami soal ya?” W10S2

Siswa : “iya bu”. 𝑋10𝑆2

Berdasarkan petikan wawancara di atas ditemukan pemahaman siswa yang

belum sempurna pada tahap enaktif yaitu terlihat pada 𝑋5𝑆2 siswa tersebut menganggap banyaknya titik sudut pada persegi panjang sama dengan besarnya jumlah seluruh sudut pada keempat titik sudut tersebut. Selanjutnya pada 𝑊8𝑆2 peneliti mencoba memahamkan siswa dengan memberi pertannyaan tersebut dan akhirnya siswa lebih paham dengan soal tersebut seperti terlihat pada 𝑋9𝑆2.

Untuk soal nomor 3: Untuk siswa nomor urut 2, 7, 11, 15, 17, 21-23, 26, 28-29 Sebanyak 11 siswa tersebut menjawab dengan cara yang hampir sama.

Berikut ini adalah gambaran secara umum hasil lembar jawaban mereka, salah satunya siswa nomor urut 7 menjawab soal nomor 3 sebagai berikut:

Gambar 4.3a Lembar Jawaban Siswa No. Urut 7

Berdasarkan hasil analisis pemahaman siswa dalam menyelesaikan soal sudut dan garis, beberapa siswa tersebut menjawab soal nomor 3 dengan menggunakan proses ikonoik. Selain itu beberapa siswa ini sebelumnya juga sudah mampu pada tahap enaktif.Hal ini berdasarkan data hasil tes siswa ketika mengerjakan soal tes.Mereka dapat mengerjakan soal yang diberikan dengan jawaban benar.Berdasarkan jawaban di atas terlihat bahwa pemahaman siswa telah sampai pada tahap ikonik.

Page 235: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 228

Berdasarkan hasil temuan penelitian pada tahap enaktif diperoleh bahwa gambaran pemahaman siswa tersebut dimulai dari siswa mengamati objek berupa persegi panjang (papan tulis) yang ada di kelasnya.Kemudian siswa mulai mengaitkan dengan pengetahuan tentang sudut dan garis yang sudah diperoleh yaitu dikaitkan dengan garis sejajar dan sudut siku-siku.Siswa mencari dan memilih garis yang sejajar kemudian menjumlahkan besar seluruh sudutnya.Pada tahap enaktif ini sebanyak 26 siswa sudah mampu memecahkan masalah dengan benar melalui penggunaan objek nyata.Siswa sudah mampu memahami masalah yang diberikan dan menjawab soal dengan tepat.Sebanyak 4 siswa belum mampu pada tahap belajar ini karena mereka menghitung besar jumlah seluruh sudut pada persegi panjang kurang tepat, pemahaman soal yang salah dan kurang teliti dalam mengerjakan.Pada tahap enaktif ini siswa secara langsung terlihat dalam memanipulasi objek. Melalui cara demikian dapat membantu pemahamannya atau memberi kemudahan dalam memecahkan masalah. Sehingga dapat dikatakan bahwa melalui tahap belajar enaktif, siswa melakukan praktik secara langsung terhadap objek nyata.102Dalam soal enaktif ini siswa terlebih dahulu mengamati papan tulis yang ada di kelasnya kemudian mencari penyelesaian dari soal tersebut.

Berdasarkan temuan penelitian pada tahap ikonik diperoleh bahwa pemahaman siswa dimulai dari siswa mengamati objek visual yang diberikan tanpa harus melihat objek tersebut secara nyata.Setelah itu mereka mengaitkan dengan pengetahuan yang sudah diperoleh sebelumnya yaitu tentang konsep sudut dan garis. Siswa terlihat berusaha memahami masalah tersebut dan apa yang dipertanyakan. Kemudian siswa membuat hubungan antara pertannyaan/masalah yang ada dengan pengetahuan yang sudah dimiliki.Hal itu digunakan untuk menjawab soal yang diberikan, setelah itu mereka mencari solusi yang tepat.Pada tahap ikonik ini sebanyak 12 siswa sudah mampu memahami masalah dan mencari solusi pemecahan yang tepat melalui pengamatan ilustrasi gambar/objek yang diberikan, dengan rincian 12 siswa mampu mengerjakan soal ikonik no 2 dan 3 dengan dan 8 siswa hanya mampu memahami soal ikonik nomor 3 saja, 1 siswa mampu memahami soal ikonik nomor 2 dan 3 siswa mampu memahami soal ikonik nomor 2 dan 3. Beberapa siswa yang sudah mampu pada tahap ikonik ini, sebelumnya juga sudah mampu pada tahap enaktif. Selain itu ada juga yang belum mampu pada tahap enaktif tetapi sudah mampu memahami masalah yang diberikan melalui proses ikonik. Sebanyak 18 siswa belum mampu pada tahap ini karena mereka kurang dalam memahami konsep yang diberikan dan ada juga yang kurang teliti.Pada tahap ikonik ini kegiatan yang dilakukan siswa berhubungan dengan mental, yang merupakan gambaran dari objek-objek yang dimanipulasi.103Maksudnya pada tahap belajar ikonik ini siswa tidak lagi menggunakan objek nyata seperti tahap yang pertama melainkan mereka hanya mengamati ilustrasi gambar yang sudah mewakili objek tersebut.Melalui ilustrasi gambar yang sudah diberikan, siswa diharapkan mampu memahami masalah yang diberikan dan mampu mencari solusinya.

Berdasarkan hasil temuan penelitian pada tahap simbolik diperoleh bahwa gambaran pemahaman siswa tersebut dimulai dari siswa berusaha

102 Erman Suherman, et. All.,Strategi Pembelajaran . . . , hal. 4 103 Ibid. , hal.44

Page 236: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 229

memahami bahasa yang terkandung dalam soal.Setelah itu siswa mencari solusi penyelesaiannya dan menggunakan notasi tanpa ketergantungan terhadap objek riil. Melalui simbol-simbol yang sesuai dengan masalah tersebut, siswa mengaitkan pengetahuan yang telah dimilikinya untuk mendapatkan jawaban dari soal yang diberikan tersebut.Pada tahap ini sebanyak 8 siswa sudah mampu memahami masalah yang diberikan melalui proses simbolik. Ada sebanyak 22 siswa belum mampu pada tahap ini karena sulit memahami soal yang diberikan akibatnya hasil jawaban masih kurang tepat.“Pada tahap simbolik ini siswa memanipulasi simbol-simbol atau lambang-lambang tertentu.Siswa tidak lagi terikat dengan objek-objek pada tahap sebelumnya.Siswa pada tahap ini sudah mampu menggunakan notasi tanpa ketergantungan terhadap objek riil.”104Dalam penelitian ini ada 2 soal pada tahap simbolik.Beberapa siswa sudah menggunakan pengetahuan yang dimilikinya dalam menyelesaikan masalah/soal tanpa menggunakan objek-objek pada tahap sebelumnya.Berdasarkan hasil wawancara dengan guru matematika kelas VII-A dan temuan penelitian dapat disimpulkan bahwa rata-rata pemahaman siswa masih pada tahap enaktif. Terdapat 1 siswa yang tahapan pemahamannya telah sempurna maksudnya berada pada ketiga tahapan tersebut, hal ini karena siswa tersebut adalah: Siswa yang rajin, selalu memperhatikan penjelasan guru, senang dengan pelajaran matematika, cepat paham jika diterangkan, aktif dalam pembelajaran dan mau bertanya saat ada kesulitan.Terdapat 29 siswa yang tahapan pemahamannya belum sampai pada tahap enaktif, ikonik dan simbolik yaitu dengan rincian sebagai berikut. Ada 9 siswa hanya sampai pada tahap enaktif dan ikonik, 7 siswa sampai pada tahap enaktif dan simbolik bahkan ada 9 siswa hanya mampu paa tahap enaktif saja, 1 siswa hanya sampai tahap ikonik dan ada 3 siswa yang tidak mampu pada ketiga tahapan tersebut. Hal ini karena siswa tersebut: cenderung malas dan kurang memperhatikan penjelasan guru, tidak teliti dan kurang berlatih soal. Bahkan jika disuruh mengerjakan soal di kelas malah bermain. PENUTUP

Berdasarkan analisis data yang telah dipaparkan maka dapat disimpulkan bahwa: Pada tahap enaktif siswa melakukan pengamatan langsung dengan mengamati objek dalam kelasnya (papan tulis). Dalam mengerjakan soal tahap enaktif ini siswa lebih senang, lebih tertarik dan bersungguh-sungguh dalam memahami soal tersebut karena melakukan pengamatan benda nyata.Sehingga lebih dari 50% (26 siswa) berhasil memahami soal enaktif dengan baik.Dengan demikian, melalui penggunaan benda konkret siswa lebih mudah memahami soal sudut dan garis.Pada tahap ikonik beberapa siswa mengalami kesulitan dalam memahami soal dengan media gambar seperti kubus.Walaupun prinsip kerja dalam mengamati gambar kubus dan persegi panjang hampir mirip namun siswa mengaku lebih sulit mengamati gambar karena tingkat kejelasan objeknya kurang nyata. Jika bentuk kubus sebenarnya kotak dan sisi-sisinya lurus namun dalam gambar ada sisi yang tidak lurus(kotak). Hal ini berakibat pada hasil kerja siswa yang menurun dibanding soal tahap enaktif.Hanya 12 siswa yang mampu memahami soal tahap ikonik (kurang dari 50%).Berarti pemahaman siswa pada tahap ikonik ini belum sempurna.Pada tahap simbolik ini siswa dihadapkan pada

104Ibid ., hal. 44

Page 237: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 230

soal yang abstrak.Penyelesaian dengan menggunakan simbol-simbol yang begitu abstrak membuat siswa kurang mampu memahami soal dengan baik.Bahkan terdapat siswa yang mengaku jenuh jika dihadapkan pada soal matematika yang abstrak.Sehingga pada tahap ini banyak siswa yang tidak mampu menyelesaikan soal dengan tepat.Hanya 8 siswa (kurang dari 50%) yang mampu memahami soal tahap simbolik.

Hasil analisis pemahaman siswa berdasarkan teori Bruner dalam memahami soal sudut dan garis di kelas VII-A MTs Guppi Pogalan bertujuan dalam rangka kemajuan dan keberhasilan proses belajar mengajar dan mutu pendidikan, maka penulis memberikan saran bagi guru untuk meningkatkan pemahaman siswa ke tahap ikonik, guru dapat mengupayakan suatu proses pembelajaran dengan media gambar yang dimulai dengan situasi nyata sesuai dengan tingkat pemahaman siswa yang rata-rata berada pada tahap enaktif. Bagi sekolah sebagai masukan untuk memberikan fasilitas berupa pengadaan alat peraga pada pelajaran matematika agar pemahaman dan hasil belajar siswa semakin baik.

DAFTAR RUJUKAN

B Uno, Hamzah . 2008. Orientasi Baru Dalam Psikologi Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara. Institut Agama Islam Negeri Tulungagung. 2014.Pedoman Penyusunan Skripsi Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Tulungagung.Tulungagung: t.p.

Maunah,Binti. 2009. Landasan Pendidikan. Yogyakarta: Teras.

Mulyasa, E. 2010. Kurikulum berbasis Kompetensi. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Purwanto, Ngalim. 2008. Prinsip-Prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Suherman ,Erman et.al. 2003. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: JICA, 2003.

Sukardi. 2003. Metodologi Penelitian Pendidikan Kompetensi dan Prakteknya.Jakarta: Bumi Aksara.

Syam‟un, Akhmad . 2009. Implementasi Teori Bruner Untuk Meningkatkan Pemahaman Siswa Kelas V MI Hidayatul Mubtadi‟in pada Operasi Hitung Bilangan Bulat, Tulungagung: STAIN Tulungagung.

Page 238: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 231

KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF SISWA DALAM MENYELESAIKAN SOAL MATEMATIKA MATERI GARIS

DAN SUDUT

Lailatul Wachidah Alumni Jurusan Tadris Matematika IAIN Tulungagung

e-mail: [email protected]

Maryono Jurusan Tadris Matematika IAIN Tulungagung

e-mail: [email protected]

ABSTRAK Sebuah fenomena yang sering kita jumpai pada proses pembelajaran,

khususnya matematika, seringkali berpikir kreatif jarang ditekankan pada pembelajaran matematika karena model pembelajaran yang diterapkan cenderung berorientasi pada pengembangan pemikiran analitis dengan masalah-masalah yang rutin. Hal tersebut merupakan faktor yang menjadikan siswa menjadi tidak kreatif dalam menyelesaikan soal matematika. Dengan mengetahui kemampuan berpikir kreatif siswa guru memperoleh wawasan yang luas tentang potensi dan bakat yang dimiliki siswanya. Sehingga penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan kemampuan berpikir kreatif pada siswa dengan kemampuan matematika tinggi, sedang, dan rendah dalam menyelesaiakan soal matematika materi garis dan sudut pada kelas VII A MTsN 2 Tulungagung tahun ajaran 2014/2015. Siswa yang akan dianalisis kemampuan berpikir kreatifnya dikategorikan sebagai: a) siswa berkemampuan berpikir kreatif tinggi, b) siswa berkemampuan berpikir kreatif sedang, c) siswa berkemampuan berpikir kreatif rendah. Kemampuan berpikir kreatif menekankan pada aspek kelancaran, keluwesan, dan keaslian. Teknik analisis data yang digunakan adalah model alir (flow model) yang dikemukakan oleh Miles dan Huberman. Hasil penelitian menunjukkan bahwa siswa dengan kemampuan matematika tinggi memiliki korelasi positif terhadap kemampuan berpikir kreatifnya, siswa dengan kemampuan matematika sedang cenderung memiliki kemampuan berpikir kreatif tingkat 3 (kreatif), sedangkan siswa dengan kemampuan matematika rendah tidak dapat memenuhi ketiga indikator berpikir kreatif. Kata Kunci: Berpikir Kreatif, Menyelesaikan Soal, Garis dan Sudut, Kefasihan, Fleksibilitas, Kebaruan. PENDAHULUAN

Pendidikan mempunyai peranan yang sangat menentukan bagi perkembangan dan perwujudan diri individu, terutama bagi pembangunan bangsa dan negara. Kemajuan suatu kebudayaan bergantung kepada cara kebudayaan tersebut mengenali, menghargai, dan memanfaatkan sumber daya manusia dan hal ini berkaitan erat dengan kualitas pendidikan yang diberikan kepadapeserta

Page 239: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 232

didik.105 Hal tersebut juga sesuai dengan firman Allah dalam surah Al-Ghasiyah ayat 17-18.106

. َا ِا َا ْن َا َا اِا َا ْن َا ُظ ِا َا ْن . ُظ ُظ ْن َا ِا َا ْن ِا ِا ِا َا ْن َا ُظ ِا َا ْن ـ َا َا َا َا ْن Artinya: “Maka apakah mereka tidak memperhatikan unta bagaimana dia

diciptakan, dan bagaimana langit ditinggikan.” (QS. Al-Ghasiyah: 17-18)

Dalam ayat Al-Qur‟an tersebut Allah memerintahkan manusia untuk berpikir bagaimana unta diciptakan dan bagaimana langit ditinggikan, pertanyaan demikian memicu manusia untuk berpikir kreatif. Demikian halnya apabila pertanyaan-pertanyaan seperti “bagaimana jika ...”, bagaimana jika tidak ...”, atau “apa yang terjadi jika ...,” diajukan kepada peserta didik, mereka akan berpikir fleksibel dalam mengeksplorasi berbagai kemungkinan. Dalam kegiatan pembelajaran, khususnya matematika peserta didik sebaiknya dibiasakan dengan pertanyaan-pertanyaan demikian karena dapat mendorong peserta didik untuk berpikir kreatif. Berpikir kreatif jarang ditekankan pada pembelajaran matematika karena model pembelajaran yang diterapkan cenderung berorientasi pada pengembangan pemikiran analitis dengan masalah-masalah yang rutin.107 Kreativitas merupakan produk dari aktivitas berpikir kreatif. Pengertian kreativitas ditekankan pada produk berpikir untuk menghasilkan sesuatu yang baru dan berguna. Jadi, kreativitas merupakan suatu produk kemampuan berpikir (dalam hal ini berpikir kreatif) untuk menghasilkan suatu cara atau sesuatu yang baru dalam memandang suatu masalah atau situasi.

Orientasi pembelajaran matematika saat ini diupayakan lebih menekankan pada pengajaran keterampilan berpikir tingkat tinggi, yaitu berpikir kritis dan berpikir kreatif. Kedua aspek berpikir itu merupakan suatu kesatuan.Salah satu cara yang mungkin untuk mengetahui tingkat berpikir kreatif siswa adalah dengan pemberian soal yang didalamnya mengandung beberapa cara penyelesaian. Selain itu untuk menilai kemampuan berpikir kreatif anak-anak dan orang dewasa sering digunakan “The Torrance Tests of Creative Thinking (TTCT)”. Tiga komponen kunci yang dinilai dalam kreativitas menggunakan TTCT adalah kefasihan (fluency), fleksibilitas dan kebaruan (novelty). Ketiga indikator tersebut sesuai dengan indikator yang dikemukakan Silver yang akan digunakan dalam penelitian ini.108

Penelitian ini dilaksanakan di MTsN 2 Tulungagung. Di mana dari pihak sekolah sendiri juga belum pernah dilakukan penelitian tentang analisa kemampuan berpikir kreatif siswa dalam menyelesaikan soal matematika, khususnya materi garis dan sudut. Kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal beragam, ketika siswa diminta menyelesaikan soal, jawaban yang dihasilkan memiliki cara yang berbeda-beda. Diharap dengan penelitian ini selain untuk 105Utami Munandar, Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat, (Jakarta: Rineka Cipta, 2009), hal. 6 106 Ahmad Hatta, Tafsir Qur‟an per Kata Dilengkapi dengan Asbabun Nuzul dan Terjemah, (Jakarta: Maghfirh Pustaka, 2011), hal.593 107Munandar, Pengembangan Kreativitas . . ., hal. 7 108Tatag Yuli Eko Siswono, Model Pembelajaran Matematika Berbasis Pengajuan dan Pemecahan Masalah untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif, (Surabaya: Unesa University Press, 2008) hal. 23

Page 240: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 233

mengetahui tingkat berpikir kreatif siswa, juga dapat menumbuhkan kesadaran siswa akan pentingnya berpikir kreatif dalam menyelesaikan soal matematika sehingga kemampuan berpikir kreatif siswa dapat meningkat.

Berdasarkan uraian di atas, maka penulis berkeinginan untuk melakukan penelitian yang berjudul “Analisis Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa dalam Menyelesaikan Soal Matematika Materi Garis dan Sudut pada Siswa Kelas VII A MTsN 2 Tulungagung Tahun Ajaran 2014/2015”.

METODE

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dan jenis penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah penelitian bersifat deskriptif. Penelitian ini dilaksanakan di MTsN 2 Tulungagung dengan subjek penelitian siswa kelas VII A sebanyak 6 siswa, terdiri dari 2 siswa dengan kemampuan matematika tinggi, 3 siswa dengan kemampuan matematika sedang, dan 1 siswa dengan kemampuan matematika rendah. Data yang akan dikumpulkan dalam penelitian ini meliputi hasil pekerjaan siswa pada saat mengikuti tes tulis, Pernyataan verbal siswa yang diperoleh dari hasil wawancara, serta hasil observasi terhadap suasana dan aktivitas siswa saat pembelajaran berlangsung.

Pengumpulan data yang dilakukan pada penelitian ini adalah melalui observasi, tes tulis, dan wawancara. Observasi dilakukan ketika pembelajaran berlangsung. Pada tahap ini peneliti menentukan beberapa siswa yang nantinya akan dijadikan sebagai subjek dalam penelitian ini. Kemudian pengumpuan data selanjutnya dengan tes tulis. Tes ini dilakukan dengan memberikan beberapa soal yang memiliki beberapa cara, hal ini dimaksudkan agar siswa memberikan jawaban dengan berbagai kemungkinan, sehingga cara berpikir kreatif mereka dapat diteliti. Selain itu pada tahap tes tulis ini, hasil dari jawaban siswa juga digunakan dalam menentukan subjek pada tahap wawancara. Pada tahap wawancara, digunakan wawancara tak berstruktur yaitu wawancara yang bebas dimana peneliti tidak menggunakan pedoman wawancara yang telah tersusun secara sistematis dan lengkap untuk pengumpulan datanya. Wawancara dilakukan terhadap 6 siswa yang menjadi subjek penelitian yang telah ditentukan pada tahap obsevasi dan tes tulis. Ke enam subjek tesebut diantaranya 2 subjek dengan kemampuan matematika tinggi yang berikutnya disebut LZ11 dan NYM23, 3 siswa dengan kemampuan matematika sedang yang berikutnya disebut I06, MHR18, dan YEPL27, dan 1 siswa dengan kemampuan matematika rendah yang berikutnya disebut JR07.

Analisis data dilakukan apabila semua data sudah terkumpul. Teknik analisis data yang digunakan oleh peneliti berdasar analisis data menurut Miles dan Huberman dengan tahap-tahap reduksi, penyajian data, dan penarikan kesimpulan.Untuk menjamin keabsahan data digunakan teknik kriteria derajat kepercayaan, yang direncanakan untuk digunakan dalam penelitian ini yaitu perpanjangan keikutsertaan, ketekunan/ keajegan pengamat, triangulasi, pemeriksaan sejawat melalui diskusi.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasar keseluruhan hasil jawaban ketika tes dan kegiatan wawancara, JR07 belum mampu menunjukkan ketiga indikator berpikir kreatif, I06 mampu menunjukkan keberagaman jawaban pada soal nomor 1 dan 2. Sedangkan MHR18

Page 241: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 234

mampu menunjukkan jawaban yang beragam, cara penyelesaian yang berbeda-beda, dan mampu menunjukkan pemikiran yang baru dan unik pada soal nomor 3. LZ11 juga mampu menunjukkan ketiga indikator tersebut pada soal nomor 2, sedangkan pada soal nomor 3 LZ11 mampu menunjukkan dua indikator berpikir kreatif yaitu kefasihan dan fleksibilitas. NYM23 mampu menunjukkan ketiga indikator berpikir kreatif pada soal nomor 2 dan 3. Sedangkan YEPL27 mampu menunjukkan kefasihan dan fleksibilitas pada soal nomor 2 dan 3. Pada setiap subjek tidak sama dalam memberikan kemampuan berpikir kreatifnya.

Pada penelitian ini dijumpai bahwa sebagian besar siswa dapat menyelesaikan soal dengan fasih, yaitu siswa mampu menghasilkan jawaban dan ide yang beragam secara cepat dan lancar. Sebagian besar ide yang mereka miliki mereka peroleh dari kegiatan pembelajaran di kelas. Melalui data hasil jawaban tertulis dan wawancara dari beberapa siswa mereka hanya mampu menunjukkan kefasihan ketika menyelesaikan soal nomor 1 mengenai kedudukan dua garis. Hal tersebut terlihat pada jawaban I06, LZ11, NYM23, dan YEPL27 mereka berada pada tingkat 1, yakni mampu menunjukkan kefasihan dalam menyelesaikan soal. Mereka mampu memberikan jawaban yang beragam dalam jumlah yang banyak mengenai kedudukan dua garis yang sejajar, berpotongan, berimpit, dan bersilangan secara cepat dan lancar. Untuk menyelesaikan soal nomor 1 ini rata-rata mereka membutuhkan waktu kurang dari 10 menit. Dalam kegiatan wawancarapun mereka mampu memberikan jawaban selain jawaban pada tes dalam jumlah yang banyak pula dengan lancar dan cepat. Mereka memperoleh cara tersebut berdasar pada pembelajaran yang mereka peroleh setiap hari di kelas. Dari kegiatan tes dan wawancara pada soal nomor 1, terlihat bahwa masih belum terlintas dibenak siswa untuk mencari bentuk lain dari kedudukan dua garis yang sejajar, berpotongan, berimpit, dan bersilangan agar membentuk sebuah jawaban yang berbeda bahkan baru dan unik, namun di sini peneliti mengindikasi mengapa indikator fleksibilitas dan kebaruan belum muncul karena keterbatasan waktu yang tersedia.

Hal tersebut berbeda dengan hasil tes dan wawancara pada soal nomor 2 dan 3. Sebagian besar siswa yang telah melakukan kegaiatan tes dan wawancara, mereka mampu untuk menunjukkan jawaban yang beragam dengan lancar dan cepat, dalam hal ini memenuhi indikator kefasihan, namun hanya beberapa siswa yang mampu menyatukan ide-ide yang beragam tersebut hingga mereka mampu menunjukkan cara penyelesaian yang berbeda, bahkan beberapa siswa mampu berpikir dengan cara yang unik sehingga mereka mampu menghasilkan cara yang baru sekaligus unik yang berbeda dengan siswa yang lain.

sebagian besar siswa yang memiliki kemampuan matematika sedang dan tinggi mampu menunjukkan cara penyelesaian yang berbeda. Faktanya dari hasil tes dan wawancara sebagian besar siswa yang memiliki kemampuan sedang dan tinggi, mereka mampu memenuhi indikator fleksibilitas. Seperti terlihat pada hasil jawaban NYM23 dengan kemampuan matematika tinggi pada soal nomor 2. NYM23 mampu memberikan jawaban yang berbeda-beda. Hal tersebut terjadi karena NYM23 sudah menguasai konsep tentang jenis-jenis hubungan antar sudut beserta besar sudutnya. Karena penguasaan konsep yang dimiliki NYM23 sudah maksimal mengenai sekian banyak hubungan yang terbentuk ketika dua garis sejajar dipotong oleh garis ketiga, maka NYM23 semakin mudah untuk meyatukan konsep-konsep yang telah dikuasainya hingga memperoleh jawaban

Page 242: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 235

dengan cara penyelesaian yang berbeda. Hal tersebut juga terjadi pada LZ11 yang juga memiliki kemampuan matematika tinggi.

Fakta lain juga terjadi pada hasil tes dan hasil wawancara yang telah dilakukan pada YEPL27. YEPL27 memiliki kemampuan matematika sedang, dalam penguasaan konsep dan menyatukan ide yang dimiliki hingga memperoleh cara penyelesaian yang berbeda juga tidak jauh berbeda dengan siswa yang memiliki kemampuan matematika tinggi. Hanya saja YEPL27 mampu membuat dua cara penyelesaian yang berbeda yaitu hubungan dua garis yang sehadap dan luar sepihak. Sedangkan NYM23 mampu membuat empat cara penyelesaian yang berbeda, yang terdiri dari hubungan dua garis yang sehadap, berpelurus, luar sepihak, dan kombinasi antara garis yang sehadap dan berpelurus. Demikian halnya dengan LZ11 yang juga mampu membuat empat cara penyelesaian yang berbeda, yang terdiri dari hubungan dua garis yang luar sepihak, sehadap, berpelurus, dan kombinasi antara garis yang bertolak belakang dan garis yang berpelurus.

Hal tersebut berbeda dengan MHR18 dengan kemampuan matematika sedang, ia mampu menunjukkan cara penyelesaian yang berbeda pada soal nomor 3. Hal tersebut terlihat pada hasil tes dan wawancara yang menunjukkan bahwa MHR18 memang sudah menguasai bagaimana langkah-langkah melukis sudut istimewa dengan menggunakan prosedur yang benar. Sehingga pada hasil tes dan wawancara MHR18 terlihat mudah dalam menggabungkan ide-ide mengenai sudut istimewa tersebut, sehingga ia mampu menunjukkan dua cara penyelesaian yang berbeda dalam melukis sudut menggunakan kombinasi dari sudut-sudut istimewa.

Dari hasil tes dan hasil wawancara LZ11 dan NYM23 yang sama-sama memiliki kemampuan matematika tinggi juga mampu menunjukkan kemampuan berpikir kreatif yang tinggi pula. Hal tersebut terlihat pada hasil jawaban LZ11 pada nomor 2. LZ11 mampu menunjukkan jawaban yang beragam, yaitu ia mampu menunjukkan hubungan dua garis yang memiliki beberapa sudut yang sehadap, berpelurus, dan bertolak belakang. Serta ia mampu menunjukkan cara penyelesaian yang berbeda, yaitu mengkaitkan sudut-sudut yang sehadap, mengkaitkan sudut yang berpelurus, dan mengkaitkan sudut yang bertolak belakang yang dipadukan dengan sudut yang berpelurus. Sehingga LZ11 memperoleh cara penyelesaian yang berbeda-beda dengan jawaban yang sama. Kebaruan ditunjukkan pada langkah pertama, LZ11 memberikan alasan yang unik mengapa jika besar sudut ∠𝑃2 + ∠𝑄1 dijumlah besarnya 180°. Jika pertanyaan tersebut peneliti lontarkan pada siswa lain, ia akan menjawab sudut luar sepihak. Hal tersebut berbeda dengan jawaban LZ11, ia menjawab bahwa karena ∠P1 sehadap dengan ∠Q1 maka besarnya sama. Kemudian ∠P1dan ∠P2 berpelurus jika dijumlah besarnya 180°. Karena ∠P1 = ∠Q1 maka ∠Q1 + ∠P2 = 180°. Cara berpikir LZ11 merupakan pemikiran yang baru dan unik. Pemikiran tersebut tidak lazim dan tidak biasa dilakukan oleh siswa pada tahap perkembangan mereka atau tingkat pengetahuannya. Dari uraian tersebut terbukti bila LZ11 memenuhi ketiga indikator berpikir kreatif, sehingga ia masuk dalam tingkat 4 (sangat kreatif).

Hal yang sama juga terjadi pada NYM23 yang memiliki kemampuan matematika tinggi. Pada hasil tes dan wawancara, NYM23 menunjukkan ketiga indikator seperti yang ditunjukkan oleh LZ11, namun saat kegiatan wawancara NYM23 mampu menunjukkan kebaruan yang lain. Yaitu untuk mencari nilai b

Page 243: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 236

yang dijumlah harus ∠Q2 dan ∠P1. Karena ∠Q2 = ∠P2dan ∠P1 + ∠P2 = 180° maka ∠P1 + ∠Q2 = 180°. Cara pemikiran tersebut sama halnya dengan pemikiran yang dikemukakan oleh LZ11, yang sama-sama berpikir dengan cara yang unik.

Berdasarkan hasil tes dan wawancara MHR18 yang memiliki kemampuan matematika sedang mampu menunjukkan ketiga indikator berpikir kreatif pada soal nomor 3. MHR18 mampu menunjukkan ide-ide yang beragam dari suatu sudut istimewa. Indikator fleksibilitas terlihat pada cara penyelesaian yang berbeda dalam melukis sudut 210°. Cara pertama ia menggabungkan sudut 90° + 90° + 30°, cara kedua ia menggabungkan sudut 60° + 60° + 60° + 30°. Indikator kebaruan muncul pada cara penyatuan ide-ide pada sudut 90° + 90° +30° yang unik. Selain itu dengan tanpa membentuk busur baru MHR18 dapat melukis sudut 30° dengan memanfaatkan busur yang sudah terlukis sejak awal. Ide MHR18 untuk menyatukan sudut-sudut tersebut tidak terpikirkan oleh siswa lain. Cara MHR18 berpikir tersebut unik dan baru yang berbeda dengan cara berpikir siswa lain. Dari uraian tersebut terbukti bila MHR18 memenuhi ketiga indikator berpikir kreatif, sehingga ia masuk dalam tingkat 4 (sangat kreatif).

Pada penelitian ini, yaitu MHR18, LZ11 dan NYM23 yang memiliki kemampuan berpikir kreatif tinggi. Ketiga siswa tersebut mampu menggabungkan ide-ide lebih baik dari pada siswa lainnya, ide tersebut berdasarkan materi-materi yang sudah diajarkan sebelumnya. Mereka juga memiliki perbedaan dengan siswa lain dalam menggabungkan ide.

Seperti yang terlihat pada MHR18 yang memiliki tingkat kemampuan berpikir kreatif tinggi, ia semakin kompleks dalam menyatukan ide. Hal tersebut terlihat pada hasil tes dan wawancara MHR18 pada soal nomor 3. MHR18 menyatukan sudut 90° + 90° + 30° dengan caranya sendiri. ide tersebut bahkan tidak terpikirkan oleh siswa lain. Hal yang sama juga ditunjukkan oleh NYM23 dan LZ11 mereka mampu menyatukan ide-ide yang dimiliki untuk menyelesaikan soal nomor 2 dengan baik.

NYM23 dan LZ11, pada hasil jawaban nomor 2 mereka mampu menunjukkan jawaban yang baru dan unik dan sesuatu yang unik tersebut bernilai benar. Sesuatu yang baru dan unik tersebut terletak pada alasan yang diberikan, pada salah satu cara untuk menentukan besar ∠Q1 + ∠P2, yaitu mengapa jika besar sudut ∠Q1 + ∠P2 dijumlah besarnya 180°. Jika pertanyaan tersebut peneliti lontarkan pada siswa lain, ia akan menjawab sudut luar sepihak. Hal tersebut berbeda dengan jawaban NYM23 dan LZ11, mereka menjawab bahwa karena ∠P1 sehadap dengan ∠Q1 maka besarnya sama. Kemudian ∠P1 dan ∠P2 berpelurus jika dijumlah besarnya 180°. Karena ∠P1 = ∠Q1 maka ∠Q1 + ∠P2 = 180°. Cara berpikir NYM23 dan LZ11 tidak lazim dan tidak biasa dilakukan oleh siswa pada tahap perkembangan mereka atau tingkat pengetahuannya. Dari hasil kegiatan wawancara dari kedua siswa tersebut diperoleh bahwa ide yang NYM23 dan LZ11 peroleh tersebut hanya berdasar angan-angan, tiba-tiba muncul, dan tak terduga. Hal yang terjadi pada NYM23 dan LZ11 merupakan cara berpikir yang intuitif.

Menurut Airasian, proses berpikir kreatif umumnya berkoordinasi dengan pengalaman belajar siswa.109 Seperti terlihat pada keenam subjek, mereka

109 Nurul Ulfiah dan H.M. Shohibul Kahfi, Proses Berpikir Kreatif Siswa Kelas VII D SMP Negeri 19 Malang dalam Mengajukan Masalah dengan Situasi Semi Terstruktur pada Materi garis dan

Page 244: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 237

mendapat perlakuan yang sama di dalam kelas, namun mereka memiliki pengalaman belajar yang berbeda. Mereka memiliki perbedaan dalam kemampuan memberikan jawaban yang beragam, berbeda dalam menggabungkan ide yang dimiliki, dan tidak semua siswa mampu memberikan pemikiran yang baru dan unik.

Pada setiap subjek tidak sama dalam memberikan kemampuan berpikir kreatifnya, hal tersebut juga sesuai dengan pendapat Munandar, yaitu “Jika kita bandingkan pengalaman belajar kita dengan pengalaman belajar orang lain dalam suatu peristiwa yang sama, maka kita saksikan bahwa pengalaman belajar kita berbeda dibandingkan dengan pengalaman belajar orang lain”.110 Jadi, meskipun keenam subjek penelitian mendapat perlakuan yang sama, namun pengalaman belajar mereka berbeda, sehingga proses berpikir kreatif dari keenam subjek memiliki perbedaan.

Melalui data hasil jawaban tertulis dan wawancara dari beberapa siswa mereka hanya mampu menunjukkan kefasihan ketika menyelesaikan soal nomor 1 mengenai kedudukan dua garis. Hal tersebut terlihat pada jawaban I06, LZ11, NYM23, dan YEPL27 mereka berada pada tingkat 1, yakni mampu menunjukkan kefasihan dalam menyelesaikan soal. Mereka mampu memberikan jawaban yang beragam dalam jumlah yang banyak mengenai kedudukan dua garis yang sejajar, berpotongan, berimpit, dan bersilangan secara cepat dan lancar. Untuk menyelesaikan soal nomor 1 ini rata-rata mereka membutuhkan waktu kurang dari 10 menit.

Banyak diantara ahli yang menyatakan bahwa kefasihan digunakan untuk mengukur berpikir kreatif siswa. Hal ini sesuai dengan pendapat Olson yang menjelaskan bahwa untuk tujuan riset mengenai berpikir kreatif, kreativitas (sebagai produk berpikir kreatif) sering dianggap terdiri dari dua unsur, yaitu kefasihan dan keluwesan (fleksibilitas). Indikasi kemampuan berpikir kreatif ini sama dengan Munandar tidak menunjukkan secara tegas kriteria “baru” sebagai sesuatu yang tidak ada sebelumnya. “Baru” lebih ditunjukkan dari keberagaman (variasi) atau perbedaan gagasan yang dihasilkan.111

Berdasarkan hasil penelitian ini, sesuai dengan teori yang dikemukakan Haylock yang mengatakan bahwa berpikir kreatif hampir dianggap selalu melibatkan fleksibilitas.112 Seperti terlihat pada hasil jawaban keenam subjek tersebut, terdapat perbedaan dalam hal kemampuan memberikan ide-ide yang berbeda (fleksibel). MHR18 dan YEPL27 dengan kemampuan matematika sedang, serta LZ11 dan NYM23 yang memiliki kemampuan matematika tinggi, mereka mampu memberikan ide-ide dan cara penyelesaian yang berbeda pada jawaban yang diberikan. Hal tersebut berbeda dengan JR07 yang memiliki kemampuan matematika rendah dan I06 dengan kemampuan matematika sedang, mereka belum mampu menunjukkan ide dan cara penyelesaian yang berbeda pada setiap jawaban yang diberikan. Hal tersebut juga sesuai dengan pernyataan Krutetskii yang mengidentifikasi bahwa fleksibilitas dari proses mental sebagai

sudut, dalamhttp://jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel22DAAAC4D5962C2401B0FA794DEE0EE5.pdf diakses 18 Januari 2015 110Ibid., diakses 18 Januari 2015 111Siswono, Model Pembelajaran Matematika hal. 18 112 Siswono, Model Pembelajaran Matematika..., hal. 22

Page 245: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 238

suatu komponen kunci kemampuan kreatif matematis pada siswa.113 Sehingga dari hasil penelitian ini sebagian besar siswa yang memenuhi indikator fleksibilitas yang merupakan komponen kunci kemampuan berpikir kreatif didapat oleh siswa yang memiliki kemampuan matematika sedang dan tinggi.

Dalam hal ini dua siswa yang memiliki kemampuan matematika tinggi juga memiliki tingkat berpikir kreatif yang tinggi pula. Hal ini sesuai dengan pernyataan Guilford dalam pidatonya yang terkenal yang menyatakan bahwa hubungan antara kreativitas (produk berpikir kreatif) dan intelegensi sangatlah meningkat, khususnya sejauh mana intelegensi berpengaruh terhadap kreativitas seseorang. Hal tersebut juga senada dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Utami Munandar, bahwa dari hasil studi korelasi dan analisis faktor membuktikan tes kreativitas sebagai dimensi fungsi kognitif yang relatif bersatu yang dapat dibedakan dari tes intelegensi, tetapi berpikir divergen (kreativitas) juga menunjukkan hubungan yang bermakna dengan berpikir konvergen (intelegensi).114 Sehingga sesuai dengan pernyataan tersebut terdapat korelasi positif antara kemampuan berpikir kreatif siswa dengan prestasi belajar siswa.

Pencapaian yang ditunjukkan oleh MHR18 yang menunjukkan tingkat berpikir kreatif pada tingkat 4 ini bertentangan dengan pendapat Guilford dan Utami Munandar yang dikemukakan pada poin 4, yang menunjukkan bahwa hubungan antara kreativitas dan inteligensi sangatlah meningkat, khususnya sejauh mana inteligensi berpengaruh terhadap kreativitas seseorang. Hal tersebut juga senada dengan Torrance, Getzels dan Jackson, dan Yamamoto berdasarkan studinya masing-masing sampai pada kesimpulan yang sama, yaitu bahwa kelompok siswa yang kreativitasnya tinggi tidak berbeda dengan prestasi sekolah dari kelompok siswa yang inteligensinya relatif lebih tinggi.115 Namun hal ini bukanlah hal baru karena dalam penelitian Nurul Ulfiah dan H.M. Shohibul Kahfi yang meneliti tentang proses berpikir kreatif dalam mengajukan masalah dengan situasi semi terstruktur, mereka menemukan satu siswa dari tingkat rendah yang mempunyai tingkat kreativitas paling tinggi.

Beberapa penelitian membuktikan bahwa lebih dari separuh diantara anak-anak berbakat berprestasi jauh di bawah kemampuannya, dengan perkataan lain termasuk underachiever.116Hal tersebut juga sesuai dengan pernyataan Semiawan, dkk, yang menyatakan bahwa ada siswa-siswa yang walaupun sebetulnya berbakat, tetapi prestasi belajarnya tidak menonjol.117 Alasan mengapa hal ini bisa terjadi salah satunya adalah siswa tersebut merasa bosan di dalam kelas karena kecepatan pemikirannya melebihi teman-temannya. Ia dapat lebih cepat mengerti atau menangkap sesuatu sehingga pelajaran-pelajaran di sekolah kurang mengandung tantangan baginya. Akhirnya karena kurang memperhatikan pelajaran yang diberikan ia tertinggal dan prestasi yang dicapai tidak sesuai dengan kemampuannya. Ia menjadi underachiever, yaitu seseorang yang berprestasi dibawah potensinya.

Kemungkinan satu siswa yang berkemampuan sedang namun mempunyai tingkat kreativitas tinggi dalam penelitian ini merupakan salah satu siswa yang

113Ibid..., Hal. 22 114 Munandar, Pengembangan Kreativitas ..., hal. 8-9 115Ibid ..., hal 9 116Ibid ..., hal 15 117Nurul Ulfiah dan H.M. Shohibul Kahfi, Proses Berpikir Kreatif..., diakses 18 Januari 2015

Page 246: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 239

mengalami hal sesuai dengan pendapat Semiawan, dkk. di atas. Demikian pula Wallach yang menunjukkan bahwa mencapai skor tertinggi pada tes akademis belum tentu mencerminkan potensi untuk kinerja kreatif/produktif.118

Berdasar penelitian oleh Siswono, kemampuan mengolah pengetahuan-pengetahuan yang sudah diketahui juga memberi pengaruh terhadap proses kreatifnya.119 Hal ini juga terlihat pada penelitian ini, yaitu MHR18, LZ11 dan NYM23 yang memiliki kemampuan berpikir kreatif tinggi. Ketiga siswa tersebut mampu menggabungkan ide-ide lebih baik dari pada siswa lainnya, ide tersebut berdasarkan materi-materi yang sudah diajarkan sebelumnya. Mereka juga memiliki perbedaan dengan siswa lain dalam menggabungkan ide. sesuai dengan pernyataan Munandar yang menyebutkan bahwa kemampuan berpikir kreatif seseorang semakin tinggi, jika ia mampu menunjukkan banyak kemungkinan jawaban pada suatu masalah.120

Mereka mampu mengolah pengetahuan lebih baik dari pada yang lain, mereka mampu menggabungkan ide-ide yang mereka miliki, ide-ide tersebut bersumber dari pengetahuan yang telah mereka pelajari. Sehingga jika dilihat dari tingkat kreativitasnya, siswa dengan tingkat kreativitas semakin tinggi, maka semakin kompleks siswa tersebut dalam menyatukan ide.

Sesuai dengan pernyataan Bishop bahwa berpikir kreatif tidak didasarkan pada pemikiran yang logis, tetapi lebih sebagai pemikiran yang tiba-tiba muncul, tak terduga, dan diluar kebiasaan.121 Hal ini juga dijumpai pada penelitian ini bahwa terdapat siswa yang dapat menyelesaikan soal dengan tepat, namun cara tersebut berdasar pada angan-angan dan hanya sekedar ilmu kira-kira. Dari hasil kegiatan wawancara dari kedua siswa tersebut diperoleh bahwa ide yang NYM23 dan LZ11 peroleh tersebut hanya berdasar angan-angan, tiba-tiba muncul, dan tak terduga. Hal yang terjadi pada NYM23 dan LZ11 merupakan cara berpikir yang intuitif. Berpikir intuitif artinya berpikir untuk mendapatkan sesuatu dengan menggunakan naluri atau perasaan (feelings) yang tiba-tiba (insight) tanpa berdasar fakta-fakta yang umum.122

Apa yang terjadi pada NYM23 dan LZ11 sesuai dengan pernyataan Pehkonen yang memandang bahwa berpikir kreatif sebagai suatu kombinasi dari berpikir logis dan berpikir divergen yang didasarkan pada intuisi tetapi masih dalam kesadaran.123 Hal tersebut senada dengan pendapat Johnson yang mengemukakan bahwa berpikir kreatif merupakan suatu kebiasaan dari pemikiran yang tajam dengan intuisi, menggerakkan imajinasi, mengungkapkan kemungkinan-kemungkinan baru, membuka selubung ide-ide yang menakjubkan dan inspirasi ide-ide yang tidak diharapkan.124 PENUTUP

Berdasarkan hasil dari tes tulis dan wawancara yang dilakukan terhadap subjek penelitian, peneliti menyimpulkan bahwa kemampuan berpikir kreatif kelas VII A MTsN 2 Tulungagung mencapai tingkat 4 (sangat kreatif) yakni

118Ibid...hal. 8 119Ibid...hal. 5 120 Siswono, Model pembelajaran Matematika . . ., hal. 17 121Ibid ..., hal. 20 122Ibid ..., hal. 15 123Ibid ..., hal.20 124Ibid ..., hal.16

Page 247: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 240

subjek dengan kemampuan matematika tinggi juga memiliki tingkat berpikir kreatif yang tinggi pula yaitu pada tingkat 4 (sangat kreatif). Dalam menyelesaikan soal materi garis dan sudut, subjek memberikan jawaban dan ide yang beragam secara lancar dan cepat, waktu yang dibutuhkan hingga subjek bisa dikatakan lancar adalah tergantung pada tingkat kesulitan masing-masing soal. Seperti halnya pada soal nomor 1, untuk menyelesaikan soal subjek menghabiskan waktu kurang dari 10 menit, nomor 2 kurang lebih 15 menit, dan nomor 3 kurang lebih 20 menit. Jawaban dan ide yang beragam diperoleh subjek dari pembelajaran rutin dikelas dengan meniru contoh pola penyelesaian dari guru. Subjek dengan kemampuan matematika tinggi memiliki minimal tiga cara penyelesaian yang berbeda. Pada tingkat ini subjek menyelesaikan soal dengan menggunakan intuisi mereka, dan bernilai benar.

Subjek dengan kemampuan matematika sedang cenderung memenuhi tingkat berpikir kreatif pada tingkat 3 (cukup kreatif). Dalam menyelesaikan soal materi garis dan sudut, subjek memberikan jawaban dan ide yang beragam secara lancar dan cepat, kelancaran subjek kemampuan matematika sedang memiliki kesamaan dengan kelancaran pada subjek kemampuan matematika tinggi. Jawaban dan ide beragam diperoleh dari pembelajaran rutin dikelas yang sama halnya dengan subjek kemampuan matematika tinggi. Pada tingkat ini subjek menyelesaikan soal materi garis dan sudut dengan melakukan dua cara penyelesaian yang berbeda. Pada penelitian ini peneliti menemukan siswa dengan kemampuan sedang memiliki kemampuan berpikir kreatif pada tingkat 4 (sangat kreatif). Karena selain memenuhi kedua indikator kefasihan dan fleksibilitas, subjek juga memenuhi indikator kebaruan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa siswa dengan kemampuan matematika sedang belum tentu merupakan siswa dengan kemampuan berpikir kreatif rendah.

Subjek dengan kemampuan matematika rendah belum menunjukkan ketiga indikator berpikir kreatif, sehingga subjek masuk dalam tingkat 0 (tidak kreatif), yang mana subjek belum menguasai konsep garis dan sudut dengan baik. Dalam menyelesaikan soal, subjek terpaku pada pekerjaan guru, subjek hanya sekedar meniru pola penyelesaian dari guru, dengan tidak memahami lebih mendalam bagaimana cara tersebut diperoleh, sehingga subjek tidak dapat mengembangkan cara penyelesaian yang beragam. Dalam mengerjakan setiap soal subjek membutuhkan waktu yang lama untuk menyelesaikannya. Subjek pada tingkat ini tidak memiliki cara penyelesaian yang berbeda-beda. Selain itu subjek juga tidak menampakkan cara berpikir yang baru dan unik dalam menyelesaikan setiap soal.

Berdasarkan kesimpulan di atas, disarankan dalam penerapan pembelajaran matematika hendaknya memasukkan sedikit demi sedikit permasalahan yang memiliki lebih dari satu cara penyelesaian atau bahkan memiliki lebih dari satu jawaban ke dalam materi yang disampaikan, sehingga kemampuan berpikir kreatif siswa dapat terlatih dengan baik. Bagi siswa diharapkan memiliki kesadaran akan pentingnya berpikir kreatif dalam menuntut ilmu maupun dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang siswa yang memiliki prestasi rendah namun tingkat kemampuan berpikir kreatifnya tinggi sebagai pertimbangan dalam menyusun pembelajaran yang efektif.

Page 248: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 241

DAFTAR RUJUKAN Munandar, Utami. 2009. Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat. Jakarta:

Rineka Cipta. Hatta, Ahmad.2011. Tafsir Qur‟an per Kata Dilengkapi dengan Asbabun Nuzul

dan Terjemah. Jakarta: Maghfirh Pustaka. Siswono, Tatag Yuli Eko. 2008. Model Pembelajaran Matematika Berbasis

Pengajuan dan Pemecahan Masalah untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif. Surabaya: Unesa University Press.

Ulfiah,Nurul dan H.M. Shohibul Kahfi.Proses Berpikir Kreatif Siswa Kelas VII D

SMP Negeri 19 Malang dalam Mengajukan Masalah dengan Situasi Semi Terstruktur pada Materi garis dan sudut, dalam http://jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel22DAAAC4D5962C2401B0FA794DEE0EE5.pdf diakses 18 Januari 2015.

Page 249: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 242

EFEKTIVITAS PEMBELAJARAN KOOPERATIF TYPE NHT (NUMBERED HEADS TOGETHER) DITINJAU DARI

KECERDASAN LOGIS MATEMATIS

Fata Sodiqul Amin email: [email protected]

Syaiful Hadi, M.Pd.

Jurusan Tadris Matematika IAIN Tulungagung e-mail: [email protected]

ABSTRAK Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif.

Adapun tujuan penelitian ini adalah (1) Untuk mendeskripsikan kemampuan guru dalam mengolah pembelajaran matematika kelas VII SMPN 2 Sumbergempol Tulungagung dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif type NHT (Numbered Heads Together). (2) Untuk mendeskripsikan aktivitas siswa dengan model pembelajaran kooperatif type NHT (Numbered Heads Together) ditinjau dari kecerdasan logis matematis pada siswa kelas VII SMPN 2 Sumbergempol Tulungagung. (3) Untuk mendeskripsikan respon siswa dengan model pembelajaran kooperatif type NHT (Numbered Heads Together) ditinjau dari kecerdasan logis matematis. pada siswa kelas VII SMPN 2 Sumbergempol Tulungagung. (4) Untuk mengetahui hasil belajar dengan model pembelajaran kooperatif type NHT (Numbered Heads Together) pada siswa kelas VII SMPN 2 Sumbergempol Tulungagung. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa pembelajaran matematika di SMPN 2 Sumbergempol dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together adalah efektif. Hal ini dibuktikan dengan kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran 81,75% dengan kriteria baik, persentase aktivitas siswa selama proses pembelajaran 83,33% dengan kriteria baik, persentase respons siswa terhadap pembelajaran 82,87% dengan kriteria baik dan ketuntasan hasil belajar siswa 80,95% dengan kriteria tuntas. Dari data tersebut terlihat bahwa pembelajaran matematika adalah Efektif. Kata kunci: Efektivitas, Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Heads

Together (NHT), Kecerdasan Logis Matematis PENDAHULUAN

Salah satu yang membedakan manusia dengan makhluk lain adalah kemampuanya untuk belajar. Maka dari itu manusia selalu membutuhkan pendidikan selama hidupnya. Orang yang berpendidikan pasti memiliki ilmu pengetahuan yang akan berguna untuk memecahkan masalah-masalah yang dihadapi manusia dalam kehidupan. Sedangkan orang yang tidak berpendidikan tidak akan mempunyai ilmu.

Usaha-usaha guru dalam membelajarakan siswa merupakan bagian yang terpenting dalam mencapai keberhasilan tujuan pembelajaran yang sudah direncanakan. Menurut Lie (2002:5)Tidak semua strategi pembelajaran Kooperatif bisa diterapkan dalam kenyataan sehari-hari di ruang kelas. Meski demikian, guru yang baik tidak akan terpaku pada sustu strategi saja. Guru yang ingin maju dan berkembang perlu mempunyai persediaan strategi dan teknik-

Page 250: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 243

teknik pembelajaran yang pasti akan selalu bermanfaat dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar sehari-hari.

Salah satu model pembelajaran Kooperatif yang digunakan dalam kegiatan belajar mengajar adalah Teknik belajar mengajar kepala bernomor (numbered heads) dikembangkan oleh Sepencer Kagan. Teknik ini memberikan kesempatan kepada siswa untuk saling membagikan ide-ide dan mempertimbangkan jawaban yang paling tepat. Selain itu teknik ini mendorong siswa untuk meningkatkan semangat kerjasama mereka. Dan teknik ini berkembang menjadi kepala bernomor terstruktur (number heads together). Menurut Slavin dalam buku karangan Huda (2013:203), metode tersebut cocok untuk memastikan akuntabilitas individu dalam diskusi kelompok. Serta memberi kesempatan kepada siswa untuk saling berbagi gagasan dan mempertimbangkan jawaban yang paling tepat.

Berdasarkan penjelasan mengenai masalah-masalah yang telah diuraikan di atas, kiranya peneliti tertarik untuk melekukan penelitian di SMPN 2 Sumbergempol dengan suatu model pembelajaran yang tepat untuk digunakan, yaitu model pembelajaran kooperatif type NHT (Numbered Heads Together) yang dikaitkan dengan kecerdasan logis matematis siswa. Sedangkan materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah keliling dan luas bangun datar. Alasan peneliti memilih SMPN 2 Sumbergempol karena secara geografis sekolah tersebut berada di pedesaan dan juga belum pernah ada peneliti yang meneili tentang efektivitas pembelajaran disekolah tersebut. Alasan menggunakan model kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) karena selama ini guru belum pernah menggunakan model pembelajaran dan metode yang digunakan guru dalam mengajar masih menggunakan metode konvensional (ceramah).

Peneliti mengaitkan model pembelajaran dengan kecerdasan logis matematis dikarenakan dalam pembelajaran Numbered Heads Together sebelum siswa mendiskusikan lembar soal kepada kelompok, siswa mengerjakan lembar soal tersebut secara individu dan siswa harus mengemukakan alasan dari jawaban kelompok secara logis.

Demi kelancaran penelitian ini, peneliti mengambil materi yang akan digunakan dalam penelitian yaitu keliling dan luas bangun datar. Karena untuk menentukan keliling dan luas suatu bangun datar dibutuhkan perhitungan yang sangat jeli, hal tersebut juga akan mempermudah peneliti untuk mengetahui kecerdasan logis matematis siswa. Selain itu materi tersebut materi yang belum diajarakan, jadi tidak mengganggu proses perencanaan pembelajaran disekolah tersebut.

LANDASAN TEORI

Pembelajaran Matematika Dalam membelajarkan matematika kepada siswa, apabila guru masih

menggunakan paradigma pembelajaran lama dalam arti komunikasi dalam pembelajaran matematika cenderung berlangsung satu arah umumnya dari guru ke siswa, guru lebih mendominasi pembelajaran maka pembelajaran cenderung monoton sehingga mengakibatkan peserta didik merasa jenuh dan tersiksa. Oleh karena itu dalam membelajarkan matematika kepada siswa, guru hendaknya lebih

Page 251: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 244

memilih berbagai variasi pendekatan, strategi, metode yang sesuai dengan situasi sehingga tujuan pembelajaran yang direncanakan akan tercapai. Pembelajaran kooperatif

Istilah cooperatif learning dalam pengertian bahasa Indonesia dikenal dengan nama pembelajaran kooperatif. Menurut Johnson & Johnson cooperatif learning adalah mengelompokan siswa di dalam kelas ke dalam suatu kelompok kecil agar siswa dapat bekerja sama dengan kemampuan maksimal yang mereka miliki dan mempelajari satu sama lain dalam kelompok tersebut. Slavin menyebutkan cooperatif learning merupakan model pembelajaran yang telah dikenal sejak lama, dimana pada saat itu guru mendorong para siswa untuk melakukan kerja sama dalam kegiatan kegiatan tertentu seperti diskusi atau pengajaran oleh teman sebaya (peer teaching). Dalam melakukan proses belajar mengajar guru tidak lagi mendominasi seperti lazimnya pada saat ini, sehingga siswa dituntut untuk berbagi informasi dengan siswa yang lainya dan saling belajar mengajar sesama mereka.

Menurut Isjoni (2012:76) Model cooperative learning membuka peluang bagi upaya meningkatkan ketrampilan sosial siswa. Seperti yang diungkapkan Stahl dalam buku Cooperative Learning ,”The cooperative behaviors and attitudes that contributed to the success and or failure of these groups”.

Dalam kelompok ini mereka bekerja tidak hanya sebagai kumpulan individual tetapi merupakan suatu tim kerja yang tangguh. Seorang anggota kelompok bergantung kepada anggota kelompok lainya. Sesorang yang memiliki keunggulan tertentu akan membagi keunggulannya dengan lainya. Di samping itu, Slavin dalam buku karangan isjoni (2012:25) menyebut cooperative learning sekaligus dapat melatih sikap dan ketrampilan sosial sebagai bekal dalam kehidupan bermasyarakat. 14 sehingga model pembelajaran ini dimaksudkan untuk melatih kerjasama dan kolaborasi antar anggota kelompok agar terjalin komunikasi yang efektif antar siswa dalam kelas.

Berdasarkan berbagai model pembelajaran yang telah disebutkan diatas, peneliti tertarik untuk menggunakan model pembelajaran kooperatif Tipe Numbered Heads Together (NHT), karena model pembelajaran ini tidak hanya melatih kerjasama namun juga menuntut siswa agar dapat menggunakan pendapatnya dalam pembelajaran, terbukti dengan adanya model kelompok yang di dalamnya terdapat jeda waktu dalam berdiskusi dan mengemukakan ide dengan anggota kelompoknya. Disamping itu juga model pembelajaran ini melatih siswa untuk lebih menghargai pendapat teman diskusi dalam kelompok maupun antar anggota kelompok.

Menurut Slavin dalam Buku karangan Miftahul Huda (2013:114) Teknik belajar mengajar Numbered Heads Together dikembangkan oleh Spencer Kagan. Teknik ini memberikan kesempatan kepada siswa untuk saling membagikan ide-ide dan mempertimbangkan jawaban yang paling tepat. Selain itu, teknik ini juga mendorong siswa untuk meningkatkan semangat kerjasama mereka. Teknik ini bisa digunakan dalam semua mata pelajaran dan untuk semua tingkatan peserta didik. 20 Namun teknik pelaksanaanya hampir sama dengan diskusi kelompok.

Dengan adanya model pembelajaran yang menggunakan diskusi kelompok, diharapkan siswa dapat mengemukakan pendapatnya sehingga akan terjalin komunikasi dan juga melatih siswa agar dapat menerima pendapat dari orang lain yang ada di kelompoknya maupun antar anggota kelompok lainya.

Page 252: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 245

Dalam hal ini, Guru sebagai pendidik dan siswa sebagai terdidik, keduanya saling bekerjasama untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah ditentukan sebelumnya. Sebagai contoh bentuk kerjasama antara guru dengan siswa yaitu: ketika guru menerangkan di depan kelas, maka siswa akan mendengarkan dan bertanya jika mereka belum memahaminya. Kemudian saat guru bertanya, maka siswa akan menjawab mengungkapkan pendapatnya. Akan tetapi, terkadang masih ada siswa yang kurang mampu untuk mengungkapkan pendapatnya pada saat pembelajaran berlangsung.

Dalam hal ini, Guru sebagai pendidik dan siswa sebagai terdidik, keduanya saling bekerjasama untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah ditentukan sebelumnya. Sebagai contoh bentuk kerjasama antara guru dengan siswa yaitu: ketika guru menerangkan di depan kelas, maka siswa akan mendengarkan dan bertanya jika mereka belum memahaminya. Kemudian saat guru bertanya, maka siswa akan menjawab mengungkapkan pendapatnya. Akan tetapi, terkadang masih ada siswa yang kurang mampu untuk mengungkapkan pendapatnya pada saat pembelajaran berlangsung.

Oleh karena itu, untuk mengatasi masalah tersebut maka akan diberikan model pembelajaran kooperatif Tipe Numbered Heads Together (NHT) dimaksudkan untuk membantu siswa dalam meningkatkan kemampuan mengemukakan pendapatnya dan termotivasi untuk menumbuhkan perilaku yang lebih baik lagi.

Menurut Agus (2010:92) langkah-langkah yang ditempuh dalam model pembelajaran ini sebagai berikut: a. Numbering (penomoran)

Guru membagi kelas menjadi kelompok-kelompok kecil yang beranggotakan sedikitnya 5 orang. Jumlah kelompok sebaiknya mempertimbangkan jumlah konsep yang dipelajari. tiap-tiap orang dalam tiap-tiap kelompok diberi nomor sesuai jumlah anggota kelompok.

b. Pengajuan pertanyaan Setelah kelompok terbentuk guru mengajukan pertanyaan yang harus

dijawab oleh tiap-tiap kelompok. c. Berpikir Bersama

Guru memberikan kesempatan kepada tiap-tiap kelompok untuk menemukan jawaban dan tiap-tiap kelompok menyatukan pendapatnya atau berdiskusi memikirkan jawaban pertanyaan tersebut.

d. Pemberian Jawaban Guru memanggil siswa yang memiliki nomor yang sama dari tiap-tiap

kelompok kemudian siswa yang mendapat nomor yang telah disebut guru menjawab pertanyaan untuk seluruh kelas. Langkah-langkah tersebut dikembangkan menjadi delapan langkah.

Kedelapan langkah tersebut adalah sebagai berikut: 1) Guru menyampaikan materi pembelajaran atau permasalahan kepada siswa

sesuai kompetensi dasar yang akan dicapai. 2) Guru membagi kelas dalam beberapa kelompok 3) Guru memberi nomor atau nama setiap anggota kelompok 4) Guru mengajukan permasalahan untuk dipecahakan bersama dalam

kelompok.

Page 253: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 246

5) Guru memberikan kesempatan kepada tiap-tiap kelompok berdiskusi memikirkan jawaban pertanyaan tersebut.

6) Guru mengecek pemahaman siswa dengan menyebut salah satu nomor atau nama anggota kelompok untuk menjawab. Jawaban salah satu siswa yang ditunjuk oleh guru merupakan wakil jawaban dari kelompok.

7) Guru menunjuk kelompok lain untuk menanggapi jawaban. 8) Guru memberi penghargaan pada kelompok melalui skor penghargaan

berdasarkan perolehan nilai peningkatan hasil belajar individual dari skor dasar ke skor kuis berikutnya.

Sedangkan Kelebihan yang dimiliki NHT diadaptasi dari buku Aris Shoimin (2014:108) adalah sebagai berikut :

6. Setiap murid dapat mempersiapkan materi sebelum pembelajaran, 7. Dapat melakukan diskusi dengan sungguh-sungguh, 8. Murid yang pandai dapat mengajari murid yang kurang pandai, 9. Terjadi iteraksi secara intens antar siswa dalam menjawab soal, dan 10. Tidak ada murid yang mendominasi dalam kelompok karena ada nomor

yang membatasi. Kecerdasan Logis Matematis

Menurut Linda & Bruce Campbell, penulis buku Teaching and Learning Through Multiple Intelligences, inteligensi matematika biasanya dikaitkan dengan otak yang melibatkan beberapa komponen, yaitu perhitungan secara matematis, berfikir logis, pemecahan masalah, pertimbangan induktif, (penjabaran ilmiah dari umum ke khusus), pertimbangan deduktif (penjabaran ilmiah secara khusus ke umum), ketajaman pola-pola serta hubungan-hubungan. Intinya anak bekerja dengan pola abstrak serta mampu berpikir logis dan argumentatif.

Kecerdasan logis matematis adalah kemampuan untuk menggunakan angka dengan baik dan penalaran dengan benar. Ciri-ciri kecerdasan ini adalah :

1. Suka mencari penyelesaian suatu masalah. 2. Mampu memikirkan dan menyusun solusi dengan urutan logis. 3. Menunjukkan minat yang besar terhadap analogi dan silogisme. 4. Menyukai aktivitas yang melibatkan angka, urutan, pengukuran, dan

perkiraan. 5. Dapat mengerti pola hubungan. 6. Mampu melakukan proses berpikir deduktif dan induktif.

Dalam penelitian ini indikator yang dinilai dalam kecerdasan logis matematis adalah sebagai berikut:

a. Menggunakan konsep pemecahan masalah secara matematis b. Menyelesaikan soal dengan cepat c. Menjelaskan hasil diskusi secara logis d. Mengemukakan alasan dari pendapat secara logis

Efektivitas Pembelajaran Menurut Chung dan Mangison ”Efektivenes means different to different

people”. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dikemukakan bahwa Efektif berarti ada efeknya (akibatnya, pengaruhnya, kesannya), manjur, mujarab, dapat membawa hasil. Jadi efektivitas adalah adanya kesesuaian antara orang yang melaksanakan tugas dengan sasaran yang dituju. Keefektifan merupakan keadaan yang berpengaruh terhadap suatu keberhasilan, karena itu efektifitas juga dipelukan dalam pembelajaran.

Page 254: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 247

Pembelajaran dianggap efektif apabila skor yang dicapai siswa memenuhi batas minimal kompetensi yang telah dirumuskan. Rumusan kompetensi ini bukan saja dalam tataran teoritis, tetapi harus terimplikasi dalam kehidupanya. Menurut Wotruba dan Wright berdasarkan pengkajian dan hasil penelitian, mengidentifikasi 7 (tujuh) indikator yang menunjukkan pembelajaran yang efektif yaitu: 1. Pengorganisasian materi yang baik 2. Kominikasi yang efektif 3. Pengusaan dan antusiasme terhadap materi pembelajaran 4. Sikap positif terhadap siswa 5. Pemeberian nilai yang adil 6. Keluwesan dalam pendekatan pembelajaran 7. Hasil belajar siswa yang baik

Sejumlah tipe studi telah berusaha menjajaki pengajaran efektif, tipe pokoknya adalah: 1. Studi yang didasarkan atas opini para guru mengenai pengajaran efektif (

biasanya menggunakan kuesioner atau wawancara) 2. Studi yang didasarkan atas opini para murid mengenai pengajaran

efektif(biasanya menggunakan kuesioner atau wawancara). 3. Studi yang didasarkan atas observasi ruang kelas oleh pengamat luar 4. Studi yang didasarkan atas deskripsi perilku guru sebagai hal yang

diidentifikasi efektif oleh guru kepala mereka, para murid atau pihak mereka sendiri.

5. Studi yang didasarkan atas deskripsi para guru tentang pengajaran mereka sendiri.

6. Studi yang dilaksanakan oleh guru atas pengajaran mereka sendiri (yang mencakup pembuatan catatan mendetail tentang pelajaran yang mereka berikan, berikut reaksi pihak lain seperti murid atau rekan kerja mereka).

7. Studi yang didasarkan atas tes pengukuran hasil belajar. Berdasarkan penjelasan tersebut, dalam penelitian ini efektifitas

pembelajaran dilihat dari segi sebagai berikut: Kemampuan Guru dalam Mengelola Pembelajaran

Kemampuan guru dalam mengolah pembelajaran merupakan hal yang penting bagi terciptanya pembelajaran yang efektif dan memotivasi siswa dalam mengikuti proses pembelajaran. Menurut kamus besar bahasa Indonesia kemampuan didefinisikan sebagai kesanggupan, kecakapan, kekuatan. dari definisi tersebut maka dapat dikatakan bahwa kemampuan guru adalah kesanggupan atau kecakapan guru dalam mengolah pembelajaran.

Dalam model pembelajaran kooperatif terdapat enam langkah indikator tingkah laku guru, yaitu: 1) Guru menyampaikan tujuan pembelajaran dan mengkomunikasikan

kompetensi dasar yang akan dicapai serta memotivasi siswa. 2) Menyajikan informasi. Guru menyajikan informasi kepada siswa. 3) Guru mengorganisasikan siswa kedalam kelompok-kelompok belajar. Guru

menginformasikan pengelompokan siswa. 4) Membimbing kelompok belajar. Guru memotivasi serta memfasilitasi kerja

siswa dalam kelompok-kelompok belajar.

Page 255: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 248

5) Evaluasi. Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi pembelajaran yang telah dilaksanakan.

6) Memberikan penghargaan. Guru memberi penghargaan hasil belajar individual dan kelompok.

Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan kemampuan guru adalah bagaimana kemampuan seorang guru dalam mengelola siswa, kegiatan pembelajaran, serta keefektifan dalam menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe NHT. Maka dari itu untuk menilai kemampuan guru dapat ditentukan indikator sebagai berikut: 1) Melakukan aktivitas sehari-hari (mengucap salam, meminta siswa berdoa,

mempresensi kehadiran dan mempersiapkan siswa untuk mengikuti pelajaran).

2) Menyampaiakan tujuan pembelajaran. 3) Memberikan apresepsi siswa. 4) Menjelaskan materi. 5) Kemampuan mengelola pembelajaran dengan menggunakan model

pembelajaran kooperetif NHT 6) Mengevalusai hasil diskusi 7) Mengakiri pembelajaran Aktivitas Siswa Selama Proses Pembelajaran

Aktifitas siswa dalam penelitian ini adalah seluruh kegiatan siswa selama proses pembelajaran kooperatif tipe NHT ditinjau dari kecerdasan logis matematis. Pengamatan terhadap aktifitas siswa dilakukan selama tiga kali pertemuan yakni dari awal sampai akir pembelajaran. Aktifitas siswa yang diamati meliputi beberapa aspek yaitu: 1) Melakukan aktivitas sehari-hari (menjawab salam, berdoa, menjawab presensi

kehadiran dan mempersiapkan diri untuk mengikuti pelajaran. 2) Memperhatikan tujuan pembelajaran. 3) Keterlibatan dalam apresepsi. 4) Memperhatikan penjelasan materi. 5) Keterlibatan dalam pembelajaran numbered heads together. 6) Keterlibatan dalam evaluasi hasil diskusi. 7) Tinjauan kecerdasan logis metematis. 8) Mengakiri pembelajaran. Respon Siswa Terhadap Pembelajaran

Menurut kamus besar bahasa Indonesia respon artinya tanggapan atau reaksi. Sedangkan merespon adalah memberikan respon atau menanggapi. Tanggapan bisa didefinisikan sebagai bayangan yang menjadi kesan yang dihasilkan dari pengamatan. Kesan tersebut menjadi isi kesadaran yang dapat dikembangkan dalam hubunganya dengan konteks pengalaman waktu sekarang serta antisipasi keadaan untuk masa yang akan datang. Menanggapi dapat diartikan sebagai mereaksi stimuli dengan membengun kesan pribadi yang berorientasi kepada pengamatan masa lalu, pengamatan masa sekarang dan harapan masa yang akan datang.

Menurut johann Frederich Herbart, tanggapan adalah merupakan unsur dasar dari jiwa manusia. Tanggapan dipandang sebagai kekuatan psikologis yang

Page 256: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 249

dapat menolong atau menimbulkan keseimbangan, ataupun merintangi atau merusak keseimbangan. Tanggapan diperoleh dari pengindraan dan pengamatan.

Dalam penelitian ini yang dimaksud respon siswa adalah tanggapan siswa terhadap pembelajaran yang telah dilakukan. Tanggapan siswa merupakan pernyataan siswa yang menggambarkan apakah siswa berminat atau tidak dalam mengikuti pembelajaran. Setiap siswa yang mengikuti pembelajaran pasti akan memiliki perbedaan respon terhadap pembelajaran tersebut baik dalam respon positif atau tidak. Hasil Belajar

Hasil belajar menurut Sudjana (1995:3) adalah “hasil yang diperoleh berupa kesan-kesan yang mengakibatkan perubahan dalam diri individu sebagai hasil dari aktivitas dalam belajar.” Perubahan dalam tingkah laku tersebut merupakan indikator yang dijadikan pedoman untuk mengetahui kemajuan individu dalam segala hal yang diperoleh di sekolah.

Hasil belajar dapat dipahami Dalam Buku Karangan Purwanto (2009:38-39) melalui dua kata yang membentuknya, yaitu “hasil” dan “belajar”. Pengertian hasil menunjukkan suatu perolehan akibat dilakukannya suatu aktivitas atau proses yang mengakibatkan berubahnya input secara fungsional. Sedangkan belajar merupakan suatuproses dari seseorang yang berusaha untuk memperoleh suatu bentuk perubahan perilaku yang menetap dalam waktu yang relatif lama dan merupakan hasil pengalaman. Belajar adalah suatu proses yang menghasilkan perubahan perilaku yang dilakukan dengan sengaja untuk memperoleh pengetahuan, kecakapan, dan tingkah laku ke arah yang lebih baik.

Hasil belajar matematika adalah hasil yang telah dicapai siswa setelah melakukan usaha (belajar) yang dinyatakan dengan nilai. Hasil belajar tidak hanya berfungsi untuk mengetahui kemajuan siswa setelah melakukan aktifitas belajar, tetapi yang lebih penting adalah sebagai alat untuk memotivasi setiap siswa agar lebih giat belajar, baik secara individu maupun kelompok.

Menurut Nana (1995:4) Hasil belajar yang dicapai siswa dipengaruhi oleh dua faktor utama, yaitu faktor internal dan faktor eksternal, yaitu sebagai berikut: 3. Faktor internal

Faktor yang mempengaruhi kegiatan belajar ini lebih ditekankan pada faktor dari dalam individu yang belajar. Adapun faktor yang mempengaruhi kegiatan tersebut adalah faktor psikologis, seperti: motivasi, perhatian, dan pengamatan. 4. Faktor eksternal

Pencapaian tujuan belajar perlu diciptakan adanya sistem lingkungan belajar yang kondusif. Hal ini berkaitan dengan faktor luar siswa. Adapun faktor yang mempengaruhi adalah mendapatkan, pengetahuan, pemahaman, konsep dan ketrampilan, dan pembentukan sikap. Hasil yang diperoleh siswa adalah sebagai akibat dari proses belajar yang dilakukan oleh siswa.

METODE Jenis penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan

kualitatif. Dalam penelitian kualitatif instrumen utamanya adalah peneliti sendiri, namun selanjutnya setelah fokus penelitian menjadi jelas maka kemungkinan akan dikembangkan instrumen penelitian sederhana, yang diharapkan dapat melengkapi

Page 257: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 250

data dan membandingkan dengan data yang telah ditentukan melalui observasi dan wawancara.

Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah one shot case study yaitu penelitian yang dilakukan dengan memberikan perlakuan tertentu kepada subyek penelitian yang diikuti dengan pengukuran terhadap akibat dari perlakuan tersebut. yaitu dengan penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together pada kelas VII-B SMPN 02 Sumbergempol dengan mengobservasi kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran dan aktivitas siswa selama mengikuti proses pembelajaran dan setelah kegiatan pembelajaran dilakukan tes untuk mengetahui hasil belajar dan pembagian angket untuk mengetahui respon siswa terhadap pembelajaran. Perangkat yang digunakan dalam penelitian ini adalah RPP, Materi matematika, dan soal latihan.

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar observasi kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif type NHT, lembar observasi aktivitas siswa selama proses pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif type NHT yang ditinjau dari kecerdasan logis matematis, lembar angket respon siswa terhadap model pembelajaran kooperatif type NHT yang ditinjau dari kecerdasan logis matematis dan lembar tes ketuntasan hasil belajar.

Prosedur yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Observasi

Observasi adalah alat pengumpulan data yang dilakukan dengan cara mengamati dan mencatat secara sistematik gejala-dejala yang diselidiki. Metode observasi merupakan salah satu cara untuk mengumpulkan data didalam penelitian kualitatif.

2. Tes Metode tes merupakan metode pengumpulan data dengan cara

memberikan soal-soal pada siswa guna memperoleh jawaban atau nilai yang bisa dibandingkan dengan siswa-siswa lain.

3. Angket Angket adalah kumpulan dari pertanyaan yang diajukan secara tertulis

kepada seseorang (yang dalam hal ini disebut responden), dan cara menjawab juga dilakukandengan tertulis.

4. Wawancara Wawancara adalah metode pengumpulan data yang langsung kepada

sumber data melalui informasi lisan tanpa menulis jawaban. Wawancara dapat sebagai teknik yang ungggul, karena kebiasaan orang lebih suka berbicara daripada menulis. Informasi yang didapat lebih dapat akurat jika pewawancara dapat menjaga hubungan baik dan kerjasama.

5. Dokumentasi Dokumentasi adalah cara pengumpulan data dengan melihat atau

mencatat suatu laporan yang sudah tersedia. Peneliti menggunakan metode ini untuk mengetahui data tentang identitas SMPN 02 Sumbergempol, data sistem organisasi guru SMPN 02 Sumbergempol, absensi kelas untuk mengetahui data siswa yang mengikuti pembelajaran Matematika dengan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT).

Penelitian ini menggunakan teknik analisis data deskriptif kualitatif. 1. Analisis Obsevasi Kemampuan Guru

Page 258: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 251

Data tentang kemampuan guru dalam rangka mengelola pembelajaran dianalisis dengan menghitung persentase tingkat kemampuan guru dalam setiap aspek pembelajaran. Persentase tersebut diperoleh dengan cara menghitung rata-rata skor yang diperoleh dari observer dan banyaknya pertemuan yang dilaksanakan. Selanjutnya nilai rata-rata tersebut dikonversikan kedalam persentase dengan rumus penilaian sebagai berikut:

𝑁𝑃 = 𝑅

𝑆𝑀 𝑋 100

Keterangan NP = Nilai persen yang dicari atau diharapkan R = Skor mentah yang diperoleh SM = Skor maksimum ideal dari tes yang bersangkutan 100 = Bilangan tetap

Setelah persentase didapat, kemudian dicocokan dengan pedoman penilaian yang telah ditentukan. Untuk mengetahui kriteria kemampuan guru didasarkan pada pedoman penilaiam menurut Ngalim Purwanto sebagai berikut:

Tabel 3.1 Kriteria Kemampuan Guru

Presentase Nilai Huruf

Bobot Predikat

86%- 100%

A 4 Sangat Baik

76% - 85% B 3 Baik

60% - 75% C 2 Cukup

55% - 59% D 1 Kurang Baik

00% - 54% E 0 Tidak Baik

2. Analisis Observasi Aktivitas Siswa Untuk menganalisis data aktivitas siswa pada waktu pembelajaran dengan

model pembelajaran kooperatif tipe NHT dalam penelitian ini adalah dengan menghitung presentase aktivitas siswa dalam pembelajaran untuk setiap kategori. Persentase tersebut diperoleh dengan menghitung rata-rata skor yang diperoleh dari observer dan banyaknya pertemuan yang dilaksanakan. Selanjutnya nilai rata-rata tersebut dikonversikan kedalam persentase dengan rumus penilaian sebagai berikut:

𝑁𝑃 = 𝑅

𝑆𝑀 𝑋 100

Kemudian mencocokan data tersebut kedalam kriteria pedoman penilaian yang ditetapkan. Untuk mengetahui kriteria kemampuan guru didasarkan pada tabel pedoman penilaian menurut Ngalim Purwanto sebagai berikut:

Tabel 3.2 Kriteria Aktivitas Siswa Presentase Nilai

Huruf Bobot Predikat

86%- A 4 Sangat

Page 259: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 252

100% Baik

76% - 85% B 3 Baik

60% - 75% C 2 Cukup

55% - 59% D 1 Kurang Baik

00% - 54% E 0 Tidak Baik

3. Analisis Data Respon Siswa Untuk menganalisis data tentang respon siswa dalam penelitian ini

dengan menggunakan presentase. Untuk mengetahui respon siswa secara individu diperoleh dengan cara menghitung jawaban positif setiap siswa kemudian dikonversikan kedalam persentase, sedangkan untuk menghitung respon siswa secara keseluruhan dengan cara menghitung rata-rata jawaban positif seluruh siswa kemudian di konversikan ke dalam persentase. Setelah persentase didapat kemudian mencocokan kedalam kriteria pedoman penilaian yang telah dibuat. Untuk mengetahui kriteria kemampuan guru didasarkan pada tabel pedoman penilaian menurut Ngalim Purwanto sebagai berikut:

Tabel 3.3 Kriteria Respons Siswa Presentase Nilai

Huruf Bobot Predikat

86%- 100%

A 4 Sangat Baik

76% - 85% B 3 Baik

60% - 75% C 2 Cukup

55% - 59% D 1 Kurang Baik

00% - 54% E 0 Tidak Baik

4. Analisis Data Hasil Belajar Analisis data hasil belajar siswa digunakan untuk mendeskripsikan

ketuntasan hasil belajar siswa berdasarkan standart ketuntasan minimal (SKM) di sekolah tempat penelitian berlangsung. Pada sekolah tempat penelitian ini seorang siswa dikatakan tuntas belajar (ketuntasan individual) apabila telah memperoleh nilai ≥ 75, sedangkan suatu kelas dikatakan tuntas secara klasikal apabila KKM (ketuntasan klasikal minimal) di kelas tersebut terdapat ≥ 80% dari banyaknya siswa.

Presentase ketuntasan individu dapat diperoleh dari : 𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑐𝑎𝑝𝑎𝑖 𝑠𝑖𝑠𝑤𝑎

𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑚𝑎𝑘𝑠𝑖𝑚𝑎𝑙 𝑥 100%. Sedangkan untuk menyatakan ketuntasan

balajar siswa secara klasikal dianalisis dengan rumus : 𝑏𝑎𝑛𝑦𝑎𝑘𝑛𝑦𝑎 𝑠𝑖𝑠𝑤𝑎 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑡𝑢𝑛𝑡𝑎𝑠

𝑏𝑎𝑛𝑦𝑎𝑘 𝑠𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢𝑕 𝑠𝑖𝑠𝑤𝑎 𝑥 100%.

Page 260: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 253

HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Kemampuan Guru dalam Mengelola Pembelajaran

Kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran dapat dikatakan efektif apabila kemampuan guru tersebut berada pada kriteria yang telah ditentukan minimal baik, apabila kemempuan guru tidak memenuhi kriteria baik maka pembelajaran belum bisa dikatakan efektif. Adapun rincian kriteria tersebut sebagai berikut:

Dari penelitian yang telah dilaksanakan selama 3 kali proses pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperetif tipe NHT (Numbered Heads Together) kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran dari pertemuan pertama ke pertemuan kedua sampai pertemuan ketiga, setiap pertemuanya mengalami peningkatan.

Hal ini terbukti dari hasil penelitian yang telah dilaksanakan selama tiga kali proses pembelajaran diperoleh data pada pertemuan pertama mendapatkan rata-rata skor dari ketiga obsever sebesar 22,33. Pada pertemuan kedua mendapatkan rata-rata skor sebesar 22,67 dan pada pertemuan ketiga mendapatkan rata-rata skor sebesar 23,67. Sedangkan rata-rata skor selama tiga kali pertemuan adalah 22,89 dari skor maksimal yaitu 28. Rata-rata tersebut kemudian dikonversikan kedalam kriteria yang telah ditentukan yaitu 22,89

28 𝑥 100% = 81,75%. Dengan

demikian dapat dikatakan kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran menurut pedoman penilaian adalah Baik. 2. Aktivitas Siswa selama proses pembelajaran

Aktivitas siswa selama mengikuti proses pembelajaran dapat dikatakan efektif apabila aktivitas siswa tersebut berada pada kriteria yang telah ditentukan minimal aktif, apabila aktivitas siswa tidak memenuhi kriteria aktif maka pembelajaran belum bisa dikatakan efektif. Adapun rincian kriteria tersebut sebagai berikut:

Dari penelitian yang telah dilaksanakan selama 3 kali proses pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperetif tipe NHT (Numbered Heads Together) aktivitas siswa selama proses pembelajaran dari pertemuan pertama ke pertemuan kedua sampai pertemuan ketiga, setiap pertemuanya mengalami peningkatan. begitu juga kecerdasan logis matematis siswa juga mengalami peningkatan.

Hal ini terbukti dari hasil penelitian yang telah dilaksanakan selama tiga kali proses pembelajaran diperoleh data pada pertemuan pertama mendapatkan rata-rata skor dari ketiga obsever sebesar 25,33. Pada pertemuan kedua mendapatkan rata-rata skor sebesar 27,00 dan pada pertemuan ketiga mendapatkan rata-rata skor sebesar 27,67. Sedangkan rata-rata skor selama tiga kali pertemuan adalah 26,67 dari skor maksimal yaitu 32. Rata-rata tersebut kemudian dikonversikan kedalam persentase yang telah ditentukan yaitu 26,67

32 𝑥 100% = 83,33%. Dengan

demikian dapat dikatakan bahwa aktivitas siswa selama proses pembelajaran menurut pedoman penilaian adalah Baik. 3. Hasil Angket respons siswa terhadap pembelajaran

Suatu pembelajaran dapat dikatakan efektif apabila respons siswa terhadap pembelajaran yang telah dilaksanakan dapat memenuhi kriteria positif. apabila

Page 261: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 254

respon siswa tidak positif maka suatu pembelajaran tersebut belum bisa dikatakan efektif.

Dari hasil penelitian, respon siswa terhadap pembelajaran terdapat 16 siswa yang meberi respon positif dan ada 5 siswa yang merespon kurang positif. Rata- rata yang memberi jawaban positif sebanyak 12,43. Kemudian dimasukan ke dalam persentase yang telah ditentukan yaitu 12,43

15 𝑥 100% = 82,87%. Dengan

demikian dapat dikatakan respons siswa terhadap pembelajaran yang telah dilaksanakan menurut pedoman penilaian adalah Baik. 4. Hasil belajar siswa setelah pembelajaran

Suatu pembelajaran dapat dikatakan efektif apabila hasil belajar siswa setelah dilaksanakan pembelajaran dapat mencapai kriteria ketuntasan minimal yang telah ditentukan oleh sekolah atau persentase siswa yang nilainya mencapai Standar Kelulusan Minimal (SKM) adalah ≥ 80%. Apabila hasil belajar siswa tidak dapat mencapai kriteria ketuntasan minimal maka suatu pembelajaran tersebut belum bisa dikatakan efektif, atau proses pembelajaran beserta perangkatnya perlu dilakukan perbaikan.

Dari hasil penelitian didapatkan data dari 21 siswa yang mengikuti tes, terdapat 17 siswa yang nilainya memenuhi SKM yang ada pada mata pelajaran matematika yaitu ≥ 75 dan hanya terdapat 4 siswa yang nilainya tidak memenuhi SKM. Sedangkan dari data tersebut diperoleh persentase ketuntasan belajar seluruh siswa sebanyak 80,95%. Berdasarkan persentase tersebut ketuntasan siswa dalam kelas tersebut adalah tuntas. 5. Hasil Wawancara

Untuk memperkuat hasil penelitian tersebut, peneliti menggunakan wawancara. Dari hasil wawancara dengan guru dapat ditarik kesimpulan bahwa sebelum adanya penelitian ini guru belum pernah menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) akan tetapi sudah pernah mengetahui akan model pembelajaran tersebut. kesulitan yang dialami guru adalah pembelajaran ini membutuhkan persiapan dan waktu yang cukup panjang dan dalam pelaksanaanya guru mengalami kesulitan menentukan skor masing-masing individu.

Sedangkan dari wawancara siswa dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam pembelajaran sebelumya guru belum pernah menggunakan model pembelajaran seperti pada penelitian ini, guru mengajar dengan ceramah didepan kelas. Menurut siswa model pembelajaran ini hampir sama dengan diskusi akan tetapi diberi nomor. siswa lebih antusias dalam menggunakan model pembelajaran ini karena mereka merasa lebih mudah, dan bisa bertanya kepada teman yang lebih pandai apabila mereka kesulitan atau bertukar pikiran.

Dari pemaparan diatas dapat diketahui bahwa efektifitas pembelajaran matematika dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) yang ditinjau dari kecerdasan logis matematis di kelas VII-B SMPN 02 Sumbergempol adalah Efektif. PENUTUP 1. Kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran kooperatif tipe Numbered

Heads Together (NHT) dari pertemuan pertama ke pertemuan kedua sampai pertemuan ketiga, setiap pertemuanya mengalami peningkatan. Dari ketiga observer dan selama tiga kali pertemuan, rata-rata kemampuan guru dalam

Page 262: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 255

mengelola pembelajaran mendapatkan persentase 81,75%. Hal ini dicocokan dengan pedoman penilaian menunjukan bahwa kemampuan guru tersebut adalah baik.

2. Aktivitas siswa selama mengikuti proses pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) dari pertemuan pertama ke pertemuan kedua sampai pertemuan ketiga, setiap pertemuanya mengalami peningkatan. Dari ketiga observer dan selama tiga kali pertemuan, rata-rata aktivitas siswa selama mengikuti proses pembelajaran memperoleh persentase 83,33%. Hal ini apabila dilihat pada pedoman penilaian maka menunjukan bahwa aktivitas siswa tersebut tergolong baik.

3. Respon siswa terhadap pembelajaran matematika dengan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) mendapatkan skor rata- rata yang memberi jawaban positif sebanyak 12,43. Kemudian dimasukan ke dalam persentase yang telah ditentukan yaitu 12,43

15 𝑥 100% = 82,87%.

Dengan demikian dapat dikatakan respons siswa terhadap pembelajaran yang telah dilaksanakan menurut pedoman penilaian adalah Baik.

4. Hasil belajar siswa setelah mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered heads Together (NHT) dari 21 hanya terdapat 4 siswa yang tidak memenuhi SKM, yaitu nilainya ≤ 75 dan ada 17 siswa yang memenuhi SKM, yaitu siswa yang nilainya ≥ 75. Dari itu diperoleh persentase ketuntasan hasil belajar siswa sebesar 80,95%. Hal itu menunjukan bahwa dalam pembelajaran tersebut dikatakan tuntas.

Uraian diatas mengatakan bahwa kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran adalah baik, aktivitas siswa selama kegiatan pembelajaran adalah baik dan respon siswa terhadap pembelajaran juga baik, disertai hasil belajar siswa yang tuntas. Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa efektifitas pembelajaran matematika dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together pada kelas VII-B Smpn 02 Sumbergempol adalah Efektif. DAFTAR RUJUKAN Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitin Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta:

PT Rineka Cipta.

Huda, Miftahul. 2013. Cooperative Learning. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Huda, Miftahul. 2013. Model-model Pengajaran Dan Pembelajaran. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Isjoni. 2012. Cooperative Learning. bandung : Alfabeta.

Kunandar. 2008. Guru Profesional, Implementasi Kurukulum KTSP dan Sukses dalam Sertifikasi Guru. Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada

Kyriacou, Chris. 2012. Effective Teaching:Theory and Practice. Bandung: Nusa Media

Page 263: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 256

Lie, Anita . 2002. Cooperative learning mempraktikkan cooperative learning di ruang ruang kelas. Jakarta : PT. Grasindo.

Mohamad, Hamzah B. Uno. 2010. Mengelola Kecerdasan dalam Pembelajaran. Jakarta: PT Bumi Aksara

Moleong, J Lexy. 2008. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya

Mulyasa, E. 2005. Manajemen Berbasis Sekolah. Bandung: Remaja Rosdakarya

Narbuko, Cholid. 2012. Metologi penelitian. Jakarta: Bumi Aksara

Purwanto, Ngalim . 2008. Prinsip-prinsip dan Teknik Evaluasi pnegajaran. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Purwanto. 2009. Evaluasi Hasil Belajar. Yogyakarta : Pustaka Belajar.

Raharjo, Daryanto dan mulyo. 2012. Model Pembelajaran Inovatif. Yogyakarta : gava media.

Siswoyo, Tatag Yuli Eko. 2010. Penelitian Pendidikan Matematika. Surabaya: Unesa University Press.

Sudjana, Nana. 1995. Penilaian Hasil proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Matematika. Bandung: Alfabeta.

Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Suprijono, Agus. 2012. Cooperative Learning. Yogyakarta: Pustaka pelajar.

Page 264: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 257

SCAFFOLDING PADA PENYELESAIAN SOAL CERITA MATEMATIKA MATERI PERTIDAKSAMAAN LINEAR

SATU VARIABEL

Rina Nur Fitriana Alumni Jurusan Tadris Matematika IAIN Tulungagung

Sutopo

Dosen Jurusan Tadris Matematika IAIN Tulungagung

ABSTRAK Penelitian ini mendeskripsikan kesulitan-kesulitan yang dihadapi siswa dalam

menyelesaikan soal cerita materi pertidaksamaan linear satu variabel serta upaya pemberian scaffoldingnya. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Pelaksanaan yaitu terdiri dari tes awal, analisis, pelaksanaan scaffolding. Berdasarkan hasil penelitian ini, dalam penyelesaian soal cerita materi pertidaksamaan linear satu variabel siswa mengalami kesulitan dalam memahami soal, termasuk menetukan apa yang diketahui, membuat model matematika (termasuk menetukan variabel dan membuat model matematika), menyelesaikan model matematika, dan menarik kesimpulan. Adapun proses pemberian scaffolding mengacu pada tahapan scaffolding Anghileri level 2, explaining, reviewing dan restructuring serta level 3 yaitu developing conceptual learning. Kata Kunci: scaffolding, kesulitan belajar, pertidaksamaan linear satu variabel

PENDAHULUAN

Konsep pertidaksamaan linear satu variabel merupakan bidang baru di jenjang SMP karena belum diajarkan pada jenjang Sekolah Dasar. Banyak penerapan konsep aljabar dalam kehidupan sehari-hari. Namun faktanya banyak siswa yang tidak dapat mengaplikasikan konsep aljabar dalam keidupan sehari-hari. Buktinya ketika siswa diberi permasalahan sehari-hari tentang soal aljabar untuk materi pertidaksamaan linear satu variabel dalam bentuk soal cerita siswa mengalami kesulitan untuk mengerjakannya. Kesulitan yang dihadapi siswa antara lain menentukan informasi awal, mengubah bahasa sehari-hari pada soal menjadi bentuk matematika agar bisa diselesaikan. Sementara menurut Haji, letak kesulitan dalam menyelesaiakan soal cerita adalah sebagai berikut: (1) siswa mengalami kesulitan untuk menentukan hal yang diketahui dalam soal, (2) siswa sulit membuat model matematika yang sesuai dengan masalah yang ada dalam soal, (3) siswa sulit menggunakan model yang telah dibuatnya untuk memperoleh hasil yang diinginkan, dan (4) siswa sering lupa untuk mengembalikan hasil perhitungan berdasarkan model tersebut ke dalam konteks soal semula.125

Hal serupa juga terjadi di SMP Negeri 3 Kedungwaru, kebanyakan siswa mengalami kesulitan dalam memahami materi pertidaksamaan linear. Padahal materi persamaan dan pertidaksamaan linear memiliki bagian yang besar untuk dikeluarkan pada Ujian Akhir Nasional. Pak Syarofi menjelaskan bahwa siswa di

125Budi Santoso et al., Diagnosis Kesulitan Siswa Dalam Menyelesaikan Soal Cerita

Materi Sistem Persamaan Linear Satu Variabel Serta Upaya Mengatasinya Menggunakan Scaffolding, (Malang: Jurnal tidak diterbitkan, 2013), hal. 491, diakses tanggal 11 februari 2015.

Page 265: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 258

SMP Negeri 3 Kedungwaru merasa kesulitan untuk menyelesaikan soal cerita yang ditunjukkan oleh kesalahan-kesalahan yang dibuat siswa. Sebagaimana diketahui bahwa kesalahan dalam menyelesaikan suatu permasalahan adalah sumber utama untuk mengetahui kesulitan siswa. Kesulitan tersebut diantaranya: memahami masalah, membuat model matematika, menyelesaikan pertidaksamaan, menarik kesimpulan.

Untuk mengatasi kesulitan belajar pada materi matematika, hendaknya siswa mampu mengkonstruksi pemahaman mereka. Konstruksi berarti bersifat membangun.126 Konstruktivisme adalah sebuah keadaan di mana individu menciptakan pemahaman mereka sendiri berdasarkan pada apa yang mereka ketahui dan percayai.127 Teori konstruktivisme menyadari bahwa pengetahuan tidak bisa ditransfer begitu saja, melainkan harus diinterpretasikan sendiri oleh masing-masing individu.128 Menurut Vygotsky, dalam mengkontruksi suatu konsep perlu memperhatikan lingkungan sosial, dan biasa disebut dengan konstruktivisme sosial. Ada dua konsep penting dalam Teori Vygotsky yaitu Zona Of Proximal Development (ZPD) dan Scaffolding.129

Anghileri mengusulkan tiga hierarki dari penggunaan scaffolding yang merupakan dukungan dalam pembelajaran matematika yaitu:130 Level 1 : Enviromental provisions (Classroom organization, artefacts) Level 2 : Explaining, reviewing, and restructuring Level 3 : Developing conceptual thinking.

Dalam menyelesaikan soal cerita ada 4 tahapan utama, yaitu memahami soal cerita, membuat model matematika dari soal cerita, menyelesaikan soal ceritanya, menarik kesimpulan dari soal cerita tersebut. Masing-masing tahapan mempunyai peranan yang penting dalam menyelesaikan soal cerita. Tahapan tersebut sebenarnya terkait satu sama lain, tetapi kadang siswa hanya mengalami kesulitan pada tahap tertentu. Meskipun demikian tetap saja akan menghasilkan jawaban yang salah jika siswa tidak menguasai setiap tahap tersebut.

METODE

Penelitian ini dilakukan untuk mengkaji secara mendalam kesulitan siswa dalam menyelesaiakan soal cerita dengan materi pertidaksamaan linear satu variabel, beedasarkan pada kenyataan yang terjadi pada siswa sebagai sumber datanya. Hal ini akan menimbulkan beberapa kemungkinan untuk menentukan alternative pemecahan masalah dalam mengatasi kesulitan siswa tersebut.

Penelitian ini mengambil empat subjek yang terbagi menjadi 2 kelompok tingkat kemampuan matematika siswa yaitu, subjek kelompok I merupakan siswa berkemampuan matematika sedang, dan subjek kelompok II merupakan siswa

126Agus N. Cahyo, Panduan Aplikasi Teori-Teori Belajar Mengajar, (Jogjakarta: Diva

Press, 2013), hal. 33 127Sigit Mangun Wardoyo, Pembelajaran Kostruktivisme, (Bandung: Alfabeta, 2013), hal.

23 128Agus N. Cahyo, Panduan Aplikasi Teori-Teori Belajar Mengajar, (Jogjakarta: Diva

Press, 2013), hal. 33 129Erna Suwangsih, Pendekatan Pembelajaran Matematika, (online), (http-

://www.pendekatan-pembelajaran-mat.pdf, diakses tanggal 6 April 2014), hal. 115 130Budi Santoso et al., Diagnosis Kesulitan Siswa Dalam Menyelesaikan Soal Cerita

Materi Sistem Persamaan Linear Satu Variabel Serta Upaya Mengatasinya Menggunakan Scaffolding, (Malang: Jurnal tidak diterbitkan, 2013), hal. 492, diakses tanggal 7 Januari 2015

Page 266: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 259

berkemampuan matematika rendah. Masing-masing kelompok terdiri dari dua siswa yang berkemampuan setara. Pengambilan subjek didasarkan pada hasil uji pendahuluan serta pertimbangan dari guru pengampu mata pelajaran matematika yang mengetahui keseharian subjek.

Keempat subjek tersebut selanjutnya diberi tes dengan tujuan memperoleh data kesulitan siswa dalam meneyelasaikan soal cerita materi pertidaksamaan linear satu variabel.

Tes diberikan kepada seluruh siswa kelas VII C, akan tetapi hasil yang dianalisis hanya jawaban dari keempat siswa yang sudah ditetapkan menjadi subjek penelitian. Alasan memberikan tes kepada seluruh siswa kelas VII C karena untuk mengetahui mengetahui kemampuan rata-rata siswa kelas VII C dalam menyelesaikan soal cerita tersebut. Dalam tes ini soal yang diberikan sebanyak 3 butir yang sudah divalidasi oleh dua dosen matematika serta satu guru SMP N Kedungwaru.

Hasil tes yang dilakukan kepada keenam subjek tersebut selanjutnya diteliti dan dilihat kesalahan-kesalahan yang dilakukan subjek. Dari kesalahan yang dilakuakan oleh subjek peneliti mendiagnosis kemungkinan kesulitan yang dihadapi subjek dalam menyelsaikan soal cerita materi pertidaksamaan linear satu variabel. Untuk memperoleh data yang lebih valid tentang kesulitan siswa, maka langkah selanjutnya adalah mewawancarai masing-masing subjek mengenai kesulitan apa saja yang subjek alami untuk menyelesaikan soal cerita materi pertidaksamaan linear satu variabel. Hasil es dan wawancara tersebut digunakan sebagai acuan dalam upaya memberikan bantuan terhadap siswa. Berdasarkan hasil diagnosis yang diagnosis yang dilakukan, maka disusunlah rencana dalam upaya membantu subjek mengatasi kesulitan-kesulitan yang dihadapinya.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Paparan yang akan diberikan disini akan dimulai dari siswa dengan kelompok matematika sedang yang terdiri dari subjek 1 (S1) dan subjek 2 (S2) dan kelompok matematika rendah yang terdiri dari subjek 3 (S3) dan subjek 4 (S4). Masing-masing subjek akan dijabarkan hasil pekerjaan pada tes awal, analisisnya serta pemberian scaffoldingnya untuk soal nomor 1, 2, dan 3. Berikut soal yang diberikan kepada siswa. 1. Kiki mempunyai uang sakus lebih banyak dari uang saku

adiknya. Setiap hari ibunya memberi uang kepada Kiki dan adiknya setinggi-tingginya . Tentukan batas maksimal uang saku Kiki dan adiknya!

2. Diketahui suatu persegi panjang mempunyai panjang dan lebar . Luasnya tidak lebih dari .

a. Tuliskan pertidaksamaan yang berlaku pada persegi panjang itu? b. Tentukan himpunan penyelesaian pertidaksamaan itu, jika adalah

variabel pada himpunan bilangan Real? 3. Diketahui model kerangka segitiga terbuat dari kawat tembaga dengan

ukuran panjang rusuk-rusuknya cm, cm, dan cm. Panjang kawat yang diperlukan seluruhnya tidak melebihi 100 cm. Jika panjang kawat seluruhnya dinyatakan dengan cm maka:

Page 267: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 260

a. Tuliskan pertidaksamaan dari ! b. Tentukan nilai yang memenuhi pertidaksamaan tersebut!

a. Deskripsi scaffolding pada soal nomor 1

Paparan yang akan diberikan disini akan dimulai dari siswa dengan kemampuan matematika sedang yang terdiri dari S1 & S2 dan kelompok berkemampuan matematika rendah yaitu S3 & S4.

Subjek penelitian pertama yaitu S1, yang memiliki kemampuan matematika sedang. Hal ini berdasarkan pertimbangan guru pengampu mata pelajaran matematika serta nilai rapor pada ujian semester pada semester ganjil. Pada soal nomor 1, S1 belum memahami masalah yang diberikan pada soal, selain itu belum bisa mengubah soal cerita ke dalam bentuk matematika, hal ini terlihat dari jawaban berikut:

Serupa dengan hasil yang diperoleh ketika wawancara dan observasi yang dilakukan peneliti, S1 mengalami kebingungan ketika menyelesaikan soal. Ketika observasi, S1 tidak begitu aktif dalam pembelajaran di dalam kelas.131 Dia kesulitan untuk mengubah soal cerita ke dalam bentuk matematika. Walaupun hasil akhir yang didapatkan bernilai benar, akan tetapi S1 tidak bisa mempertanggung-jawabkan jawaban yang telah ia peroleh.

Untuk membantu kesulitan S1 dalam menyelesaikan soal nomor 1, peneliti memberikan scaffolding untuk membantu siswa dalam memahami masalah. Diantaranya, pada tahap Explaining peneliti membacakan ulang soal dan memberi penekanan berintonasi pada kalimat yang memberikan informasi yang penting. Setelah perhatian siswa fokus pada soal selanjutnya diberikan Reviewing, peneliti meminta siswa untuk mengungkapkan informasi apa saja yang ia dapatkan. Informasi tersebut diantaranya variabel apa saja yang diketahui dalam soal yaitu beberapa bentuk matematika yang harus dimisalkan untuk mencari batas maksimal uang Kiki dan adiknya. Setelah diberikan scaffolding pada kesulitan yang pertama yaitu dalam memahami masalah, S1 mampu menentukan apa saja yang ditanyakan pada soal nomor 1, disini dikatakan bahwa scaffolding berhasil.

Kesulitan berikutnya adalah dalam menentukan variabel serta membuat model matematika. Sacaffolding yang diberikan peneliti adalah Reviewing, tahap ini tidak jauh berbeda dengan Reviewing pada pemberian scaffolding sebelumnya, hanya saja lebih dikhususkan pada pembentukan model matematika. Setelah pemberian scaffolding S1 mampu mengerjakan ulang nomor 1 dengan baik namun belum benar, karena S1 melupakan beberapa konsep dasar dalam menyelesaikan pertidaksamaan linear satu variabel, diantaranya tidak menuliskan relasi ekuivalen pada penyelesaian tersebut.

Subjek penelitian yang ke-2 adalah S2. Menurut guru pengampu mata pelajaran matematika, S2 mempunyai kemampuan matematika tingkat sedang.

131Hasil observasi kelas pada tanggal 25 februari 2015

Page 268: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 261

Pada soal nomor 1, S2 mampu memahami masalah yang disajikan dalam soal. Akan tetapi, dia belum mampu membuat model matematika. S2 menuliskan sebuah permisalan pada nomor 1, akan tetapi permisalan tersebut tidak sesuai dengan keinginan soal. Ketika proses wawancara, S2 mampu menjelaskan dengan baik, namun S2 belum mampu menyerap semua informasi yang terdapat pada soal, sehingga terdapat proses yang dihilangkan dalam pengerjaan nomor 1 tersebut. Berikut hasil pekerjaan S2:

Berdasarkan jawaban di atas, S2 belum memahami maksud dari model matematika yang sudah dia buat. Sehingga model matematika yang dia tuliskan tidak sesuai dengan keinginan soal. Jadi, S2 belum memahami masalah. Untuk mengatasi kesulitan ini peneliti memberikan scaffolding berupa Explaining. Pada tahap ini peneliti meminta S2 untuk fokus pada soal nomor 1, dengan membacakan ulang soal dan memberi penekanan berintonasi pada kalimat yang memberikan informasi penting yang berkaitan dengan pemahaman masalah.

Setelah siswa memahami masalah, untuk membantu kesulitan siswa dalam membuat model matematika, scaffolding yang diberikan adalah Explaining, yaitu peneliti memfokuskan perhatian siswa pada soal dengan membacakan ulang soal dan memberi penekanan berintonasi pada kalimat yang memberikan informasi penting berkaitan dengan variabel pembentuk model matematika. Seperti, variabel apa saja yang sudah diketahui soal untuk mengarahkan siswa padapembentukan model matematika. Berikutnya adalah Reviewing, tahap ini merupakan lanjutan dari tahap Explaining. Kemudian dilanjutkan dengan scaffolding pada tahap yang ke-3 yaitu Restructuring, melalui proses tanya jawab untuk mengarahkan siswa pada model matematika yang benar.

Setelah diberikan pertanyaan Restructuring, secara bertahap S2 mampu menuliskan permisalan yang sesuai dengan keinginan soal. Berikut hasil scaffolding pada S2 berkaitan dengan pembentukan model matematika yang berguna untuk mengetahui apakah S2 sudah memahami konsep pada soal.

Selain itu, S2 mengalami kesulitan dalam menyelesaikan pertidaksamaan linear satu variabel. Hal ini diketahui dari lembar jawaban S2 yaitu lupa menuliskan relasi ekuivalen yang menjadi tanda kesetaraan pertidaksamaan linear satu variabel. Scaffolding yang diberikan pada kesulitan ini adalah Reviewing, peneliti meminta S2 untuk teliti dalam mengoperasikan bentuk-bentuk aljabar khususnya dalam penulisan relasi.

Subjek penelitian berikutnya siswa dengan kemampuan matematika rendah, yaitu S3 dan S4. Ketika pembelajaran di dalam kelas S3 dan S4 lebih sering diam daripada aktif bertanya, entah sudah memahami materi tersebut atau belum.132 Karena mereka memiliki kesulitan yang sama, peneliti memutuskan

132Hasil observasi kelas pada tanggal 25 februari 2015

Page 269: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 262

untuk memberikan scaffolding pada nomor 1 secara bersamaan kepada S3 dan S4. Saat mengerjakan soal nomor 1 yaitu tidak memahami sama sekali apa yang diinginkan soal. Hal ini diketahui dari lembar jawaban yang mereka kumpulkan, berikut hasil tes dari S3 dan S4.

Dilihat dari jawaban di atas, scaffolding yang diberikan lebih kompleks

dari beberapa subjek penelitian sebelumnya. Kesulitan mereka diantaranya dalam memahami masalah, scaffolding yang tepat diberikan adalah Explaining, pada tahap ini peneliti meminta S3 dan S4 untuk fokus memperhatikan soal nomor 1 kemudian peneliti membacakan soal dan memberikan penekanan berintonasi pada kalimat yang memberikan informasi penting berkaitan dengan apa yang diketahui dan apa yang ditanyakan pada soal nomor 1.

Setelah mereka mampu menentukan apa saja yang diketahui dan ditanyakan pada soal tersebut, scaffolding berikutnya adalah Reviewing. Pada tahap ini peneliti meminta mereka untuk membaca ulang soal dan mengungkapkan apa saja yang diketahui dan ditanyakan dalam soal nomor 1.

Kesulitan berikutnya yaitu dalam membuat model matematika, scaffolding berikutnya diberikan untuk membantu mereka dalam membuat model matematika, yaitu dengan Explaining, pada tahap ini peneliti memfokuskan perhatian mereka pada soal dengan membacakan ulang soal dan memberikan penekanan pada kalimat yang dianggap penting yang berkaitan dengan pembentukan model matematika. Seperti, variabel apa saja yang sudah diketahui dalam soal yang membantu siswa untuk menemukan batas maksimal uang kiki dan uang adiknya.

Setelah perhatian mereka fokus, dilanjutkan Reviewing. Peneliti meminta mereka untuk membaca ulang serta mengungkapkan apa saja yang telah mereka dapatkan dan berhubungan dengan model matematika. Setelah S3 dan S4 memahami tentang permisalan serta menentukan variabel, dilanjutkan scaffolding berikutnya yaitu Restructuring. Tahap ini lebih mengarah ke kemampuan siswa untuk membuat model matematika dari sebuah soal cerita. Kemudian kesulitan yang berikutnya adalah menyelesaikan pertidaksamaan linear satu variabel. Scaffolding yang diberikan adalah Reviewing, pada tahap ini peneliti meminta S3 dan S4 teliti dalam mengoperasikan bentuk-bentuk aljabar seperti menuliskan relasi ekuivalen sebagai tanda kesetaraan. Scaffolding yang diberikan selanjutnya untuk membantu siswa membuat kesimpulan yaitu dengan memberikan Developing conceptual thinking, yaitu peneliti memberikan beberapa pertanyaan untuk merangsang siswa kepada kesimpulan yang diinginkan.

b. Deskripsi scaffolding pada nomor 2

Pada nomor 2 subjek penelitian tidak begitu menemukan kesulitan. Karena sebelumnya soal yang serupa dengan soal tes tersebut pernah diberikan oleh guru pengampu, sehingga mereka mampu mengerjakan soal dengan baik dan benar. Akan tetapi, peneliti masih menemukan beberapa kesalahan pada jawaban subjek penelitian. Diantaranya, S1 tidak teliti dalam menyelesaikan pertidaksamaan linear satu variabel, yaitu tidak menuliskan relasi ekuivalen pada penyelesaiannya.

Page 270: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 263

Sehingga scaffolding yang diberikan yaitu Reviewing. Tahap tersebut bertujuan agar siswa lebih teliti dalam mengoperasikan bentuk-bentuk aljabar khususnya dalam penggunaan relasi.

Sedangkan kesulitan yang dialami S2 adalah dalam menyelesaikan pertidaksamaan linear, lebih tepatnya S2 tidak teliti dalam mengoperasikan bentuk aljabar. Khususnya dalam menuliskan relasi ekuivalen. Scaffolding yang diberikan yaitu Reviewing. peneliti hanya mengingatkan tentang relasi ekuivalen, dengan sendirinya S2 memahami kesalahan yang sudah dia tuliskan.

Kesulitan berikutnya dialami oleh S3 dan S4. Mereka belum mampu memahami apa saja yang ditanyakan pada soal nomor 2 khususnya pada poin b. berikut adalah hasil jawaban S3.

Jawaban di atas menunjukkan bahwa sebenarnya S3 mampu menjawab soal nomor 2 poin b. Akan tetapi, dia tidak mengetahui bahwa, antara soal pada poin a dan b saling berkaitan. Sehingga, jawaban yang dia tuliskan tidak sesuai dengan keinginan soal. Jadi, scaffolding yang tepat untuk diberikan adalah Reviewing, yaitu meminta siswa untuk membaca soal kembali dan memintanya untuk mengungkapkan informasi apa saja yang ia dapatkan. Informasi tersebut diantaranya variabel apa yang diketahui pada soal nomor 2, serta hendaknya bisa membedakan apa yang ditanyakan pada poin a dan b.

Pertanyaan tersebut merupakan pertanyaan paling dasar, akan tetapi jika hal tersebut tidak dipahami oleh siswa mereka akan merasa bingung untuk memulai pekerjaan mereka. Scaffolding yang serupa juga diberikan kepada S4, karena mereka memiliki kesulitan yang sama pada nomor 2.

c. Deskripsi scaffolding pada soal nomor 3

Soal tes yang terakhir adalah nomor 3. Sama halnya dengan soal nomor 1, mayoritas subjek penelitian mengalami kesulitan dalam menyelesaikannya, dan kesulitan yang dialami pun beragam. Pembahasan diawali dari S1 yaitu siswa yang memiliki kemampuan matematika rendah. Berikut hasil pekerjaan dari S1.

Berdasarkan jawaban di atas diketahui bahwa S1 tidak memahami soal. Seharusnya, jawaban dari poin a dan b saling berkaitan. Akan tetapi, S1 tidak memahami hal tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa S1 mengalami kesulitan dalam memahami masalah. Scaffolding yang diberikan adalah Reviewing, mengarahkan siswa untuk mampu menemukan informasi yang berkaitan dengan pemahaman masalah. Informasi tersebut diantaranya pada soal diketahui rusuk-

Page 271: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 264

rusuk pembentuk segitiga danpanjang kawat seluruhnya tidak lebih dari 100 cm. sedangkan apa yang ditanyaka sudah dituliskan pada poin a dan b.

Kesulitan berikutnya adalah dalam menyelesaikan pertidaksamaan linear satu variabel. Sebagaimana tertulis pada jawaban di atas, relasi “ ” yang sebelumnya digunakan, di tengah proses penyelesaian berubah menjadi “ ”. Itu menunjukkan S1 tidak teliti dalam menuliskan penyelesaian. Scaffolding yang tepat untuk diberikan adalah Reviewing. Dengan memberikan beberapa pertanyaan dan meminta siswa untuk lebih teliti dalam menyelesaikan pertidaksamaan linear satu variabel.

Pada lembar jawaban tersebut tidak dituliskan kesimpulan dari soal nomor 3. Hal ini terjadi karena S1 tidak terbiasa menuliskan kesimpulan pada setiap akhir penyelesaian. Sehingga, peneliti memberikan scaffolding berupa Developing conceptual thinking. Peneliti memberikan pertanyaan yang mengarahkan siswa untuk menghubungkan variabel dengan jawaban yang didapatkan. Setelah proses scaffolding S1 mampu memahami masalah serta menuliskan jawaban dengan baik, namun belum benar.

Subjek penelitian berikutnya yaitu S2. Dia merupakan salah satu siswa yang memiliki kemampuan matematika sedang. Berdasarkan lembar jawaban di atas, diketahui bahwa S2 belum memahami masalah, sehingga dia menuliskan jawaban yang sama antara poin a dan poin b. Padahal keduanya memiliki perintah yang berbeda. Hal ini menunjukkan, ketika ada soal tentang pertidaksamaan, yang harus dikerjakan siswa adalah mencari penyelesaiannya tanpa membaca kembali soal yang diberikan. Oleh karena itu, scaffolding yang diberikan adalah Reviewing, yaitu meminta siswa teliti membaca soal kembali dan memintanya untuk mengungkapkan informasi yang didapatkan. Informasi tersebut lebih difokuskan pada apa saja yang diketahui serta yang ditanyakan pada soal, terutama perbedaan soal poin a dan b.

Kesulitan berikutnya yaitu, menyelesaikan pertidaksamaan linear satu variabel. Hal tersebut diketahui dari proses penyelesaian pertidaksamaan linear, pada baris ke-5, relasi “ ” berubah menjadi “ ”. Selain itu, pada baris berikutnya diketahui nilai , terdapat proses yang dihilangkan. Hal tersebut membuat pengoreksi bingung. Ini membuktikan bahwa S2 tidak sistematis dalam menuliskan penyelesaian. Kesalahan berikutnya adalah S2 tidak menuliskan relasi ekuivalen pada penyelesaian pertidaksamaan tersebut. Sehingga scaffolding yang tepat untuk diberikan adalah Reviewing yang berkaitan dengan penyelesaian pertidaksmaan linear, yaitu meminta S2 lebih teliti dalam mengoperasikan bentuk-bentuk aljabar, terutama dalam penggunaan relasi dalam penyelesaian serta peneliti meminta S2 agar lebih sistematis dalam menuliskan penyelesaian.

Dari scaffolding tersebut diketahui bahwa S2 sudah memahami penggunaan relasi dalam soal cerita. Akan tetapi, dia kurang teliti dalam setiap proses pengerjaannya.setelah proses scaffolding, S2 mampu menyelesaikan soal dengan baik dan benar.

Subjek penelitian berikutnya S3. Pada soal berikut ini, dia mengalami kesulitan hampir sama dengan subjek penelitian sebelumnya. Berdasarkan jawaban tersebut diketahui bahwa, S3 mampu menentukan model matematika dari soal cerita tersebut, akan tetapi dia lemah dalam pengoperasian bentuk aljabar. Menurut hasil wawancara, S3 belum bisa membedakan antara operasi

Page 272: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 265

penjumlahan dan perkalian variabel. Selain itu, S3 juga belum bisa menetukan apa saja yang ditanyakan pada poin a dan poin b. Sehingga kesulitan yang dialami S3 pada nomor 3 adalah memahami masalah serta menyelesaikan pertidaksamaan linear satu variabel.

Scaffolding yang diberikan untuk mengatasi kesulitan dalam memahami masalah yaitu Explaining dan Reviewing. Peneliti memfokuskan perhatian siswa pada soal dengan membacakan ulang soal dan memberi penekanan berintonasi pada kalimat yang memberikan informasi penting berkaitan pemahaman masalah pada soal nomor 1, atau disebut Explaining. Scaffolding berikutnya yaitu Reviewing, meminta S3 teliti membaca soal kembali dan memintanya untuk mengungkapkan informasi apa saja yang didapatkan, termasuk juga apa yang ditanyakan pada poin a dan b. Setelah siswa mampu menentukan apa saja yang diketahui dan ditanyakan dalam soal, dilanjutkan dengan scaffolding yang diberikan untuk membantu kesulitan dalam menyelesaikan pertidaksamaan linear adalah Restructuring dan Reviewing. Restructuring diletakkan di depan karena berkaitan dengan penyederhanaan sesuatu yang abstrak dalam soal dalam bentuk yang lebih sederhana agar dipahami oleh siswa.

Setelah memberikan beberapa pertanyaan scaffolding, diketahui ternyata S3 mengalami kebingungan jika pada operasi tersebut terdapat tanda kurung, itu yang membuat dia bingung membedakan operasi perkalian dan penjumlahan. Akan tetapi, masalah tersebut sudah teratasi setelah peneliti memberikan scaffolding.

Subjek penelitian berikutnya yaitu S4. Dia memiliki kesulitan yang sama dengan S3. Dikarenakan keduanya memiliki hasil pekerjaan yang hampir sama dan scaffolding yang diberikan un juga sama, sehingga paparan data scaffolding dari S4 sama dengan S3.

PENUTUP

Berdasarkan penyajian data, temuan penelitian, dan pembahasan penelitian yang telah diuraikan, maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut: 1. Berdasarkan hasil penelitian, jenis kesulitan siswa dalam pembelajaran

matematika pada penyelesaian soal cerita terletak pertidaksamaan linear satu variabel adalah: (1) memahami soal, termasuk menetukan apa yang diketahui; (2) membuat model matematika (termasuk menetukan variabel dan membuat model matematika); (3) menyelesaikan model matematika; dan (4) menarik kesimpulan.

2. Pemberian scaffolding yang sesuai untuk mengatasi kesulitan siswa, adalah sebagai berikut: a. Interaksi scaffolding Anghileri yang sesuai untuk mengatasi jenis kesulitan

memahami soal bagian menentukan apa yang diketahui adalah reviewing. Guru dapat meminta siswa lebih untuk teliti dan cermat dalam membaca soal.

b. Interaksi scaffolding Anghileri yang sesuai untuk mengatasi jenis kesulitan membuat model matematika bagian menetukan variabel adalah explaining, reviewing dan restructuring. Pada interaksi explaining, guru dapat memfokuskan perhatian siswa pada soal. Pada interaksi reviewing, guru dapat meminta siswa untuk membaca soal kembali dan memintanya untuk mengungkapkan informasi apa saja yang ia dapat. Pada interaksi

Page 273: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 266

restructuring, guru dapat menyederhanakan sesuatu pada soal menjadi lebih dapat diterima oleh siswa.

c. Interaksi scaffolding Anghileri yang sesuai untuk mengatasi jenis kesulitan membuat model matematika adalah reviewing dan restructuring. Pada interaksi reviewing, guru dapat meminta siswa untuk cermat dalam membaca soal. Pada interaksi restructuring, guru menyederhanakan sesuatu yang abstrak pada soal menjadi yang lebih dapat diterima oleh siswa.

d. Interaksi scaffolding Anghileri yang sesuai untuk mengatasi jenis kesulitan menyelesaikan model matematika adalah reviewing dan restructuring. Pada interaksi reviewing, guru dapat meminta siswa teliti dalam mengoperasikan bentuk-bentuk aljabar. Pada interaksi restructuring, guru dapat menyederhanakan sesuatu yang abstrak pada soal menjadi yang lebih dapat diterima oleh siswa.

e. Interaksi scaffolding Anghileri yang sesuai untuk mengatasi jenis kesulitan menarik kesimpulan adalah developing conceptual learning. Guru dapat mengarahkan siswa untuk memberikan kesimpulan pada setiap hasil jawaban

DAFTAR RUJUKAN Budi Santoso et al., Diagnosis Kesulitan Siswa Dalam Menyelesaikan Soal Cerita Materi

Sistem Persamaan Linear Satu Variabel Serta Upaya Mengatasinya Menggunakan Scaffolding, (Malang: Jurnal tidak diterbitkan, 2013), hal. 491, diakses tanggal 11 februari 2015

Sigit Mangun Wardoyo, Pembelajaran Kostruktivisme, (Bandung: Alfabeta, 2013), hal. 23

Agus N. Cahyo, Panduan Aplikasi Teori-Teori Belajar Mengajar, (Jogjakarta: Diva Press, 2013), hal. 33

Erna Suwangsih, Pendekatan Pembelajaran Matematika, (online), (http-://www.pendekatan-pembelajaran-mat.pdf, diakses tanggal 6 April 2014), hal. 115

Page 274: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 267

PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL DANKECERDASAN SPIRITUAL TERHADAP HASIL

BELAJAR MATEMATIKA MATERI LUAS PERMUKAAN KUBUS DAN BALOK SISWA KELAS VIII MTs NEGERI

PUCANGLABAN TULUNGAGUNG TAHUN AJARAN 2014/2015

Anis Lifafatul Khusna

ABSTRAK

Pendidikan merupakan sarana utama dalam membentuk dan menciptakansumber daya manusia yang berkualitas, baik melalui pendidikan informal maupun pendidikan formal. Salah satu indikator tercapainya tujuan pembelajaran dapat diketahui dengan melihat hasil belajar yang diraih oleh siswa.Hasil belajar yang baik dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor intern dan faktor ekstern. Matematika adalah ilmu hitung atau ilmu tentang bilangan dan termasuk ilmu pasti, begitu pentingnya ilmu tersebut sehingga diperlukan kesungguhan dalam mempelajarinya agar mendapatkan pemahaman yang tinggi dan mencapai hasil belajar yang baik. Keseimbangan antara kecerdasan intelektual dan kecerdasan emosional merupakan kunci keberhasilan belajar siswa disekolah. Goleman mengungkapkan adanya faktor selain kognisi yang dapat mempengaruhi seseorang dalam bekerja, faktor ini dikenal sebagai kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual berpengaruh terhadap hasil belajar matematika materi luas permukaan kubus dan balok. Analisi regresi yang digunakan adalah analisis regresi berganda karena penelitian ini menggunakan dua variabel independen yaitu Kecerdasan Emosional (X1) dan Kecerdasan Spiritual (X2), dan satu variabel dependen yaitu Hasil Belajar (Y). Hasil penelitian menunjukkan sumbangan pengaruh kecerdasan emosional terhadap hasil belajar materi luas permukaan kubus dan balok sebesar 17,7%, sedangkan sumbangan pengaruh kecerdasan spiritual terhadap hasil belajar matematika sebesar 11%, dan sumbangan pengaruh kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual secara bersama-sama sebesar 20,2%. Hasil hipotesis menunjukkan nilai –thitung =-2578 < -ttabel =-2,040 yang artinya bahwa ada pengaruh positif kecerdasan emosional terhadap hasil belajar matematika materi luas permukaan kubus dan balok, dan untuk kecerdasan spiritual nilai –thitung = -0,582 > -ttabel = -2,040 yang artinya tidak ada pengaruh kecerdasan spiritual terhadap hasil belajar matematika, dan nilai Fhitung = 3,804 > Ftabel = 3,316 yang artinya secara bersama-sama ada pengaruh positif kecerdasan emosional dan spiritual terhadap hasil belajar matematika materi luas permukaan kubus dan balok kelas VIII MTsN Pucanglaban. Kata kunci: Hasil Belajar, Kecerdasan Emosional ,Kecerdasan Spiritual.

PENDAHULUAN

Pendidikan merupakan sarana utama dalam membentuk dan menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas, baik melalui pendidikan informal maupun pendidikan formal.

Para peserta didik memandang sekolah sebagai lembaga yang dapat mewujudkan cita-cita mereka. Sementara orang tua menaruh harapan kepada

Page 275: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 268

sekolah untuk dapat mendidik anak agar menjadi orang pintar terampil dan berakhlak mulia.133

Sekolah yang kaya dengan aktivitas belajar, memiliki sarana dan prasarana yang memadai, terkelola dengan baik, diliputi suasana akademis yang wajar, akan sangat mendorong semangat belajar para siswanya.134

Sekolah tentunya mempunyai target agar hasil belajar siswanya baik. Salah satu indikator tercapainya tujuan pembelajaran dapat diketahui dengan melihat tinggi rendahnya hasil belajar siswa. Hasil belajar seringkali digunakan sebagai ukuran untuk mengetahui seberapa jauh seseorang menguasai bahan yang sudah diajarkan.135

Hasil belajar itu sendiri dipengaruhi oleh dua faktor, meliputi faktor internal dan eksternal. Hasil belajar merupakan tingkat penguasaan yang diperoleh siswa setelah mengikuti proses belajar dalam setiap mata pelajaran dalam selang waktu tertentu.136 Seperti halnya ketika siswa mengikuti pelajaran matematika, pendidik dapat melihat pemahaman siswa dari hasil tes ulangan harian ataupun ulangan semester. Pelajaran matematika adalah pelajaran wajib yang harus diajarkan di sekolah, mulai dari sekolah Dasar, Menengah, Atas, bahkan Perguruan Tinggi.

Begitu pentingnya ilmu tersebut sehingga diperlukan kesungguhan dalam mempelajarinya agar mendapatkan pemahaman yang tinggi dan mencapai hasil belajar yang baik.137

Banyak orang berpendapat bahwa untuk meraih hasil yang tinggi dalam belajar, seseorang harus memiliki Intelegence Quotion (IQ) yang tinggi, karena intelegensi merupakan bekal potensial yang akan memudahkan dalam belajar dan pada giliranya akan menghasilkan prestasi belajar yang optimal. Keseimbangan antara IQ dan EQ merupakan kunci keberhasilan belajar siswa disekolah. Pendidikan di sekolah bukan hanya perlu mengembangkan rational intelligence yaitu model yang lazimnya dipahami siswa saja,melainkan juga perlu mengembangkan emotional intelligence siswa.138

Namun kecerdasan spipritual pun juga tidak kalah berperan penting dalam faktor-faktor pembelajaran siswa. Goleman mengungkapkan adanya faktor selain kognisi yang dapat mempengaruhi seseorang dalam bekerja, faktor ini dikenal sebagai kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual.139Kecerdasan emosi berhubungan erat dengan kecerdasan spiritual dan kecerdasan intelektual.

133

Syamsu Yusuf dan Juntika Nurihsan, Landasan Bimbingan Dan Konseling. ( Bandung: PT REMAJA ROSDAKARYA, 2012), hal 3 134

Sukmadinata, Landasan Psikologi Proses Pendidikan, ( Bandung: PT REMAJA ROSDAKARYA, 2009), hal 165 135

Purwanto, Evaluasi Hasil Belajar, ( Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2009), hal 44 136 Firdaus Daud, Pengaruh Kecerdasan Emosional (EQ) dan Motivasi Belajar terhadap

Hasil Belajar Biologi Siswa SMA 3 Negeri Kota Palopo,

(https://fitrafitra.files.wordpress.com/2013/05/626.pdf, diakses pukul 11:31,

23/05/2015), hal 250-251 137

Ibid 138

Ibid 139

Dewanto dan Siti Nurhayati, Pengaruh Kecerdasan Emosional dan Kecerdsan Spiritual terhadap Sikap Etis Mahasiswa Akuntansi, (http://journal.unikal.ac.id/index.php/lppm/ di akses 23/10/2015), hal 2

Page 276: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 269

Kecerdasan emosi dapat menunjang hasil belajar seseorang maka tidak kalah pentingnya dengan kecerdasan spiritual.

Coles mengemukakan kecerdasan moral juga memegang peranan amat penting bagi kesuksesan seseorang selain kecerdasan kognitif (IQ) dan kecerdasan emosional (IE). Lebih lanjut kecerdasan moral sering disebut sebagai kecerdasan spiritual (IS). Kecerdasan spiritual ditandai dengan kemampuan seorang anak untuk bisa menghargai dirinya sendiri maupun diri orang lain, memahami perasaan terdalam orang-orang disekelilingnya, mengikuti aturan yang berlaku, semua itu termasuk kunci keberhasilan bagi seorang anak dimasa depan.140

Dari pemaparan di atas dan dari hasil penelitian terdahulu, penulis tertarik untuk melakukan penelitian lebih lanjut di MTsN Pucanglaban dengan judul “Pengaruh Kecerdasan Emosional dan Kecerdasan Spiritual Terhadap Hasil Belajar Matematika Materi Luas Permuakan Kubus Dan Balok Siswa Kelas VIII MTsN Pucanglaban TulungagungTahun Ajaran 2014/2015”

METODE

Dengan melihat permasalahan yang akan dibahas dalam skripsi ini, pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kuantitatif. Alasan dipilih pendekatan kuantitatif ini peneliti ingin mengetahui ada tidaknya pengaruh kecerdasan emosional (X1) dan kecerdasan spiritual (X2) terhadap hasil belajar (Y).Sedangkan jenis penelitian ini merupakan penelitian survey. Dalam penelitian ini menggunakan Cluster Random Sampling. Teknik klaster atau Cluster Sampling ini memilih sampel bukan didasarkan pada individual, tapi lebih berdasarkan kelompok, daerah, atau kelompok subjek yang secara alami berkumpul bersama.141Berdasarkan hasil teknik sampling diatas sampel yang terpilih adalah kelas VIII B berjumlah 34 siswa.

Sumber data dalam penelitian ini menggunakan data primer yaitu sumber data yang diperoleh dari responden melalui kuesioner dan tes hasil belajar.

Variabel bebas dalam penelitian ini ada dua variabel yaitu kecerdasan emosioanal (X1) dan kecerdasan spiritual (X2), Dalam penelitian ini variabel terikat yaitu, hasil belajar (Y).

Dalam penelitian ini menggunakan skala interval untuk angket kecerdasan emosional, kecerdasan spiritual. Adapun skor yang diberikan untuk masing-masing respon adalah sebagai berikut:142

1) Respon sangat sesuai = 4 2) Respon sesuai = 3 3) Respon tidak sesuai = 2 4) Respon sangat tidak sesuai = 1

Sedangkan untuk mengukur hasil belajar menggunakan kriteria, adapun kriteria hasil belajar, kecerdasan emosional, dan kecerdasan spiritual adalah sebagai berikut:

Tabel 3.2 kriteria hasil belajar Interval Presentase Kriteria

140

Prawira, Psikologi Pendidikan Dalam Prestektif Baru. ( Jogjakarta: AR-RUZZ MEDIA, 2012), hal 168 141

Sukardi, Metodologi Penelitian Pendidikan. (Jakarta: Bumi Aksara, 2011), hal. 61 142

Ibid, hal 78

Page 277: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 270

85 − 100 Sangat baik

70 − 84 Baik

55 − 69 Cukup

Nilai ≤ 45 Kurang

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dengan penyebaran

angket kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual untuk mengetahui tingkat kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual siswa, tes hasil belajar untuk mengetahui hasil belajar matematika, dan dokumentasi.

Instrument dalam penelitian ini adalah angket dan soal tes hasil belajar yang diuji untuk mengetahui tingkat kecerdasan emosional, kecerdasan spiritual, dan hasil belajar.

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif dan analisis inferensial:

1. Analisis Deskriptif, analisis ini digunakan untuk mengetahui tingkat kecerdasan emosional, kecerdasan spiritual, dan hasil belajar matematika, dengan mencari mean, SD, median.

2. Analisis Inferensial, Statistik inferensial berhubungan dengan pendugaan populasi dan pengajuan hipotesis dari suatu data keadaan atau fenomena.143Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis regresi: a. Uji prasyarat regresi, Uji prasyarat regresi yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji normalitas dan uji linieritas.

b. Uji asumsi klasik, Selain itu, data harus terbebas dari asumsi klasik. Adapun uji asumsi klasik meliputi, multikolinieritas, heterosdastisitas, dan autokorelasi.

c. Analisis regresi sederhana, analisis ini digunakan untuk mengetahui pengaruh antara satu variabel bebas terhadap variabel terikat, pengaruh kecerdasan emosioanal terhadap hasil belajar, pengaruh kecerdasan spiritual terhadap hasil belajar

d. Analisis regresi berganda, analisis ini digunakan untuk mengetahui pengaruh dua variabel bebas terhadap satu variabel terikat yaitu, pengaruh kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual terhadap hasil belajar.

HASIL DAN PEMBAHASAN Data hasil belajar diperoleh dari tes yang berisi 5 soal berbentuk uraian.

Hasil analisis menunjukkan Mean (M) sebesar 78,42, Maximum sebesar 96, Minimum sebesar 44, dan standart deviasi (SD) sebesar 9,324,Berdasarkan kriteria penilaian hasil belajar pada siswa kelas VIIIB MTs Negeri Pucanglaban yang memiliki kreteria hasil belajar sangat baik ada 7 siswa (21%), pada kategori baik 23 siswa (70%), pada kategori cukup 2 siswa (6%), dan pada kategori gagal 1 (3%).

Data kecerdasan emosional didapat dari skor angket, berdasarkan hasil analisi menunjukkan Mean (M) sebesar 190,88, Maximum sebesar 209, 143

Iqbal Hasan, Analisis Data Penelitian Dengan Statistik, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2006), hal 2

Page 278: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 271

Minimum sebesar 171, dan Standart Deviasi (SD) sebesar 10,706. yang mempunyai skor kecerdasan emosional pada kategori tinggi 9 siswa (27%), pada kategori cukup 10 siswa (31%), pada kategori kurang tinggi 6 siswa (18%), dan pada kategori rendah 8 siswa (24%). Hasil analisis menunjukkan ada pengaruh kecerdasan emosional terhadap hasil belajar matematika. Hal ini ditunjukkan oleh nilai thitung (-2,578) < ttabel (-2,042) dan taraf Sig. 0,015, ini berarti semakin tinggi kecerdasan emosional siswa semakin tinggi pula hasil belajar siswa. Daniel Goleman mengemukakan bahwa kecerdasan emosi mampu untuk memotivasi diri sendiri, dan bertahan menghadapi frustasi, , mngendalikan dorongan hati, dan menjaga agar beban stress tidak melumpuhkan fikiran, berempati dan berdo‟a.144 Maka dapat dikatakan bahwa siswa mampu memiliki hasil belajar yang tinggi jika siswa mampu memotivasi diri sendiri, berempati dan berdo‟a, dan mengendalikan perasaan.

Data kecerdasan spiritual didapat dari skor angket, berdasarkan data variabel kecerdasan spiritual hasil analisi menunjukkan Mean (M) sebesar 131,55, Maximum sebesar 145, Minimum sebesar 120, dan Standart Deviasi (SD) sebesar 6,699, yang mempunyai skor kecerdasan spiritual pada kategori tinggi ada 10 siswa (31%), pada kategori cukup 3 siswa (9%), pada kategori kurang tinggi 8 siswa (24%), dan pada kategori rendah 7 siswa (21%). Hasil penelitianya adalah tidak ada pengaruh kecerdasan spiritual terhadap hasil belajar matematika siswa kelas VIII MTsN Pucanglaban. Output program SPSS menunjukkan jika hipotesis nol diterima, hal ini ditunjukkan oleh nilai -thitung (-0,582) > -ttabel (-2,042) dan taraf signifikansi 0,565 > 0,05.Secara harfiah SQ beroperasi dari pusat otak – yaitu dari fungsi-fungsi penyatu otak. SQ mengintegrasikan semua kecerdasan kita. SQ menjadikan kita makhluk yang benar-benar utuh secara intelektual, emosional, dan spiritual.145

Pengaruh kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual kelas VIII MTsN Pucanglaban secara simultan mempunyai kontribusi sebesar 20,2% terhadap pencapaian hasil belajar matematika. Ini mengandung makna semakin tinggi kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual siswa, maka semakin tinggi pula hasil belajar yang dicapai siswa. siswa dapat mencapai hasil belajar yang baik jika mereka dapat memiliki kecerdasan emosional yang tinggi, serta dapat mengelola dan mengenali emosi, dapat memotivasi diri, berempati pada orang lain. PENUTUP

Data yang diperoleh dari hasil analisis dilakukan, maka ditarik kesimpulan: 1. Ada pengaruh kecerdasan emosional (EQ) terhadap hasil belajar matematika

siswa kelas VIII MTsN Pucanglaban. Ini ditunjukkan dengan -thitung (-2,578) < - ttabel (-2,040) berarti H0 ditolak. Ini berarti semakin tinggi kecerdasan emosional siswa akan tinggi pula hasil belajar siswa.

2. Tidak ada pengaruh kecerdasan spiritual (SQ) terhadap hasil belajar matematika siswa kelas VIII MTsN Pucanglaban. Ini ditunjukkan dengan nilai - thitung (-0,582) >- ttabel (-2,040) maka Ha ditolak dan menerima H0.

3. Ada pengaruh positif antara kecerdasan emosional (EQ) dan kecerdasan spiritual (SQ) terhadap hasil belajar matematika siswa kelas VIII MTsN

144

Daniel Goleman, Kecerdasan Emosional, ( Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2006)hal 45 145

Danah Zohar dan Ian Marshal, SQ: Memanfaatkan kecerdasan…, hal 5

Page 279: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 272

Pucanglaban, ini ditunjukkan dengan nilai Fhitung (3,804) >Ftabel (3,316). Ini berarti semakin tinggi kecerdasan emosioanl dan kecerdasan spiritual maka akan semakin tinggi pula hasil belajar.

DAFTAR RUJUKAN Yusuf dan Nurihsan. 2012. Landasan Bimbingan Dan Konseling. Bandung. PT

REMAJA ROSDAKARYA. Sukmadinata, Nana Syaodih. 2009. Landasan Psikologi Proses Pendidikan.

Bandung. PT REMAJA ROSDAKARYA. Purwanto. 2009.Evaluasi Hasil Belajar. Yogyakarta. Pustaka Belajar. Daud, Firdaus. 2013. Pengaruh Kecerdasan Emosional (EQ) dan Motivasi

Belajar terhadap Hasil Belajar Biologi Siswa SMA 3 Negeri Kota Palopo.https://fitrafitra.files.wordpress.com/2013/05/626.pdf. diakses 23/05/2015).

Dewanto dan Nurhayati. 2011. Pengaruh Kecerdasan Emosional dan Kecerdsan Spiritual terhadap Sikap Etis Mahasiswa Akuntansi. http://journal.unikal.ac.id/index.php/lppm/ di akses 23/10/2015.

Prawira, Purwa Atmaja. 2012.Psikologi Pendidikan Dalam Prestektif Baru. Jogjakarta. AR-RUZZ MEDIA.

Sukardi. 2007. Metedologi Penelitian Pendidikan. Jakarta: PT Bumi Aksara. Hasan, Iqbal. 2006.Analisis Data Penelitian Dengan Statistik, Jakarta. PT Bumi

Aksara. Zohar dan Marshal. 2001. SQ: Memanfaatkan kecerdasan Spiritual Dalam

Berpikir Integralistik dan Holistik Untuk Memaknai Kehidupan. Bandung. Mizan.

Page 280: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 273

PENGEMBANGAN BAHAN AJAR MATEMATIKA DENGAN PENDEKATAN PROJECT BASED LEARNING (PjBL)

SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN SISWA DALAM MENEMUKAN KONSEP SEGITIGA

Rudi Hartono

e-mail: [email protected]

Sutopo Dosen Jurusan Tadris Matematika IAIN Tulungagung

ABSTRAK Era modern menuntut individu untuk selalu siap menghadapi tantangan global.

Saat ini dalam dunia pendidikan, siswa sangat lemah dalam hal mengetahui penemuan suatu konsep. Salah satu penyebabnya adalah belum adanya buku yang dapat membantu siswa dalam menemukan suatu konsep. Buku yang diharapkan peneliti adalah buku yang dapat membantu siswa dalam menemukan suatu konsep baru bagi siswa. Tentu buku yang dimaksud berbeda dengan yang telah ada, karakteristik buku dalam pengembangan ini adalah buku berbasis Project Based Learning (PjBL). Sehingga penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan produk pengembangan berupa buku kerja siswa matematika materi segitiga pada kelas VII semester 2 dengan pendekatan model pembelajaran Project Based Learning (PjBL) dan mengetahui pengaruh penggunaan produk yang dihasilkan tersebut terhadap peningkatan kemampuan siswa dalam menemukan konsep segitiga. Metode penelitian yang digunakan dalam pengembangan bahan ajar ini adalah penelitian pengembangan (research and development). Hasil penelitian ini, yaitu (1) produk berupa Buku Kerja Siswa (BKS) memperoleh persentase kelayakan 78,70% (2) RPP penerapan BKS yang memperoleh persentase kelayakan 74,99%, (3) Soal post test memperoleh persentase 85,58%, (4) nilai rata-rata post test kelas penerapan BKS memperoleh skor rata-rata 78,7. Hal ini lebih baik 9,52 daripada kelas kontrol yakni 69,18. Kata Kunci: Project Based Learning (PjBL), Buku Kerja Siswa (BKS)

PENDAHULUAN

Menuntut ilmu adalah kewajiban bagi semua umat manusia, terutama umat islam, hal ini sesuai dengan sabda nabi Muhammad: “Mencari ilmu diwajibkan bagi setiap muslim laki-laki dan wanita146 dari mulai lahir sampai ke liang lahat147”. Pendidikan merupakan kunci kemajuan suatu bangsa, tidak ada bangsa yang maju tanpa didukung dengan pendidikan yang kuat.148 Pendapat ini mengisyaratkan bahwa pendidikan memiliki peran yang sangat penting dalam kehidupan, karena pendidikan dapat mengubah diri manusia dari yang tidak mengerti menjadi tahu dan paham. Kesadaran kita sebagai warga negara yang

146Imam Al Ghazali, Ringkasan Ihya‟ Ulumiddin, penyunting Abu Fajar Al Qalami, (Surabaya:

Gitamedia Press, 2003), hal. 12 147http://tinyzsma8smg.wordpress.com/2011/01/24/hadist-tentang-menuntut-ilmu/ , diakses tanggal

9 Pebruari 2015 pukul 11.00 WIB 148Muhammad Zainul Fuad, Pengembangan Bahan Ajar Matematika Berintegrasi Life Skill pada

Materi Bangun Datar, (Tulungagung: Skripsi Tidak Diterbitkan: 2013), hal. 2

Page 281: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 274

memiliki tanggung jawab terhadap berlangsungnya kehidupan berbangsa dan bernegara seyogyanya selalu memiliki jiwa militan untuk mewujudkan cita-cita bangsa Indonesia yang termuat dalam UUD 1945, yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa149.

Posisi pendidikan Indonesia dapat dilihat dari data-data yang terkait dengan mutu pendidikan Indonesia pada tingkat global. Salah satunya penelitian Trends in International Mathematics and Science Study (TIMSS), tahun 2011, Indonesia berada di peringkat ke-38 dari 42 negara dengan nilai rata-rata 386 untuk kemampuan matematika siswa kelas VIII. Oleh karena itu hendaknya kita bekerja keras agar setiap siswa di Indonesia mempunyai kemampuan matematis yang baik sejak dini. Namun, ketika kita berbicara tentang matematika dalam konteks pendidikan ada saja masalah klasik yang selalu muncul dan selalu diupayakan pemecahannya. Masalah tersebut adalah masih banyak siswa mengalami kesulitan belajar pada mata pelajaran matematika dengan berbagai argumen dan alasan yang menyertainya, akibatnya siswa kurang maksimal mencapai hasil prestasi belajar matematika.

Salah satu upaya yang dapat dilakukan dalam memperbaiki hal tersebut adalah dengan melakukan penelitian dan pengembangan (research and development) untuk menghasilkan produk pembelajaran yang bermutu bagi siswa. Pengembangan, dalam pengertian yang sangat umum, berarti pertumbuhan, perubahan secara perlahan (evolusi), dan pertumbuhan secara bertahap.150 Salah satu produk pembelajaran yang dihasilkan dalam kegiatan penelitian dan pengembangan berupa bahan ajar. Bahan ajar yang akan dibuat dalam penelitian dan pengembangan ini berupa buku kerja siswa yang diintegrasikan dengan alat peraga, sehingga selain mempelajari materi, siswa juga langsung dapat mengaplikasikan pengetahuan yang diperolehnya dengan alat peraga yang tersedia, sedangkan guru dapat mengamati dan mengetahui bagaimana tingkat pemahaman siswa terhadap penguasaan konsep materi pembelajaran yang diberikan secara bersamaan ketika siswa melakukan peragaan.

Selain memilih bahan ajar yang tepat, untuk melakukannya seorang guru harus memilih suatu pendekatan atau model pembelajaran yang tepat pula, agar siswa benar-benar merasakan makna dari materi yang mereka pelajari. Salah satunya adalah dengan model pembelajaran Project Based Learning (PjBL) atau Model Pembelajaran Berbasis Proyek (MPBP). Model pembelajaran berbasis proyek (project based learning) adalah sebuah model pembelajaran yang menggunakan proyek (kegiatan) sebagai media,151dalam kegiatan (proyek) ini siswa melakukan eksplorasi, penilaian, interpretasi, dan sintesis informasi untuk memperoleh berbagai hasil belajar (kognitif, afektif, dan psikomotorik).

Alasan pemilihan model pembelajaran project based learning adalah karena PjBL merupakan salah satu model pembelajaran yang menggunakan pendekatan scientific selain pembelajaran penemuan (discovery learning) dan pembelajaran berbasis masalah (problem based learning). Model pembelajaran berbasis proyek

149Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD‟45), (Surabaya: Apollo:

tt), hal. 2 150Punaji Setyosari, Metode Penelitian Pendidikan dan Pengembangan, (Jakarta: Kencana, 2013),

hal. 226 151Hosnan, Pendekatan Saintifik Dan Kontekstual Dalam Pembelajaran Abad 21: Kunci Sukses

Implementasi Kurikulum 2013. (Bogor: Ghalia Indonesia. 2014), hal. 319

Page 282: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 275

memiliki langkah-langkah (sintaks) yang menjadi ciri khasnya dan membedakannya dari model pembelajaran lain seperti discovery learning model dan problem based learning model di dalam pelaksanaannya. Langkah-langkah itu meliputi: (1) menentukan pertanyaan dasar, (2) membuat desain proyek, (3) menyusun penjadwalan, (4) memonitor kemajuan proyek, (5) penilaian hasil, (6) evaluasi pengalaman.152 PjBL juga memiliki karakteristik dan keunggulan yang dikembangkan berdasarkan tingkat perkembangan berpikir siswa dengan berpusat pada aktivitas belajar siswa sehingga memungkinkan mereka untuk beraktivitas sesuai dengan keterampilan, kenyamanan, dan minat belajarnya.153 Berdasarkan fakta dan data-data yang telah diuraikan tersebut penulis melakukan penelitian dan pengembangan yang berjudul “Pengembangan Bahan Ajar Matematika dengan Pendekatan Project Based Learning (PjBL) sebagai Upaya Meningkatan Kemampuan Siswa dalam Menemukan Konsep Segitiga Kelas VII Semester 2 ”. METODE

Penelitian bidang pendidikan saat ini sudah mengalami perkembangan yang sangat pesat, tidak hanya berorientasi pada penelitian dasar (basic research) dan penelitian terapan saja (applied research) yang belum mengarah pada pengembangan suatu produk, tetapi sudah berkembang pada penelitian-penelitian yang mengarah untuk menghasilkan sesuatu produk tertentu, mengkaji sesuatu dengan mengikuti alur berjalannya periode waktu, mempelajari suatu proses terjadinya atau berlangsungnya suatu peristiwa, keadaan, dan objek tertentu. Penelitian-penelitian baru tersebut salah satunya adalah penelitian dan pengembangan (research and development) yang disingkat R & D.

Borg and Gall mengemukakan “research and development is a powerful strategy for improving practice. It is process used to develop and validate educational products”. Produk pendidikan yang dimaksud dalam penelitian dan pengembangan ini mengandung empat pengertian pokok: (1) produk tersebut tidak hanya meliputi perangkat keras (modul, buku, dsb), tetapi juga kurikulum, evaluasi, model pembelajaran, prosedur, dan proses; (2) produk tersebut dapat berarti produk baru atau modifikasi produk yang sudah ada; (3) produk yang dikembangkan merupakan produk yang betul-betul bermanfaat bagi dunia pendidikan; (4) produk tersebut dapat dipertanggungjawabkan, baik secara praktis maupun keilmuan. 154 Sedangkan Balitbang ( Badan penelitian dan pengembangan) Depdiknas menjelaskan bahwa metode penelitian dan pengembangan memuat tiga komponen utama, yaitu: (1) model pengembangan, (2) prosedur pengembangan, dan (3) uji coba produk.155

Seels dan Richey mendefinisikan penelitian pengembangan sebagai berikut: “Developmental research, as opposed to simple instructional development, has been defined as the systematic study of designing, developing and evaluating instructional programs, processes and products that must meet the criteria of

152Hosnan, Pendekatan Saintifik... , hal. 325-326 153Yunus Abidin, Desain Sistem Pembelajaran dalam Konteks Kurikiulum 2013, (Bandung: Refika

Aditama, 2014), hal. 169 154Zainal Arifin, Penelitian Pendidikan: Metode dan Paradigma Baru, (Bandung: Remaja

Rosdakarya, 2012), hal. 12. 155Ibid.,

Page 283: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 276

internal consistency and effectiveness.156” Pengertian tersebut dapat dijelaskan bahwa penelitian pengembangan dibedakan dengan pengembangan pembelajaran yang sederhana, didefinisikan sebagai kajian secara sistematik untuk merancang, mengembangkan, dan mengevaluasi program-program, proses, dan hasil pembelajaran yang harus memenuhi kriteria dan keefektifan secara internal. Lebih lanjut lagi Seel dan Richey menjelaskan, penelitian pengembangan dalam bentuk sederhana dapat berupa: (1) kajian tentang proses dan dampak rancangan pengembangan dan upaya-upaya pengembangan tertentu atau khusus, atau berupa; (2) suatu situasi dimana seseorang melakukan atau melaksanakan rancangan, pengembangan pembelajaran, atau kegiatan evaluasi dan mengkaji proses pada saat yang sama, atau berupa; (3) kajian tentang rancangan, pengembangan, dan proses evaluasi pembelajaran baik yang melibatkan komponen proses secara menyeluruh atau tertentu saja.157

Dalam penelitian ini menggunakan siklus Borg and Gall antara lain: (1) Research and information collecting (penelitian dan pengumpulan data melalui survei), termasuk dalam langkah ini antara lain studi literatur yang berkaitan dengan permasalahan yang dikaji, dan persiapan untuk merumuskan kerangka kerja penelitian, (2) Planning (perencanaan), termasuk dalam langkah ini merumuskan kecakapan dan keahlian yang berkaitan dengan permasalahan, menentukan tujuan yang akan dicapai pada setiap tahapan, dan jika mungkin/diperlukan melaksanakan studi kelayakan secara terbatas, (3) Develop preliminary form of product (pengembangan bentuk permulaan dari produk), yaitu mengembangkan bentuk permulaan dari produk yang akan dihasilkan. Termasuk dalam langkah ini adalah persiapan komponen pendukung, menyiapkan pedoman dan buku petunjuk, dan melakukan evaluasi terhadap kelayakan alat-alat pendukung, (4) Preliminary field testing (ujicoba awal lapangan), yaitu melakukan ujicoba lapangan awal dalam skala terbatas. dengan melibatkan subjek sebanyak 6 – 12 subjek. Pada langkah ini pengumpulan dan analisis data dapat dilakukan dengan cara wawancara, observasi atau angket, (5) Main product revision (revisi produk), yaitu melakukan perbaikan terhadap produk awal yang dihasilkan berdasarkan hasil ujicoba awal. Perbaikan ini sangat mungkin dilakukan lebih dari satu kali, sesuai dengan hasil yang ditunjukkan dalam ujicoba terbatas, sehingga diperoleh draft produk (model) utama yang siap diujicoba lebih luas, (6) Main field testing (ujicoba lapangan), uji coba utama yang melibatkan seluruh siswa, (7) Operational product revision (revisi produk operasional), yaitu melakukan perbaikan/penyempurnaan terhadap hasil uji coba lebih luas, sehingga produk yang dikembangkan sudah merupakan desain model operasional yang siap divalidasi, (8) Operational field testing (ujicoba lapangan operasional), yaitu langkah uji validasi terhadap model operasional yang telah dihasilkan, (9) Final product revision (revisi produk akhir), yaitu melakukan perbaikan akhir terhadap model yang dikembangkan guna menghasilkan produk akhir (final), (10) Dissemination and implementation, yaitu langkah menyebarluaskan produk/model yang dikembangkan. Langkah-langkah tersebut bukanlah hal baku yang harus diikuti, langkah yang diambil bisa disesuaikan dengan kebutuhan peneliti, dengan perubahan seperlunya dalam penelitian dan pengembangan ini tidak melewati langkah ke-4, 5, 6, dan 7 dikarenakan keterbatasan waktu, tenaga, dan biaya. 156Setyosari, Metode Penelitian…, hal. 223 157Ibid.,

Page 284: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 277

Dalam penelitian pengembangan ini: (1) populasi sasaran yang sebenarnya adalah siswa SMP/MTs seluruh Indonesia, (2) SMPN 3 Srengat, Blitar, (3) uji coba lapangan menggunkan seluruh siswa kelas VII-G SMPN 3 Srengat sejumlah 22 siswa (4) uji coba lapangan operasional dilakukan peneliti seperti yang dijelaskan oleh Borg and Gall yang melibatkan ahli materi, ahli media, dan ahli PjBL karena ahli dianggap mempunyai kompetensi untuk memberikan kelayakan bahan ajar.

Jenis data yang didapatkan pada pengumpulan data merupakan data kuantitatif dan data kualitatif. Teknik analisis data untuk mengolah data kuantitatif adalah sebagai berikut menggunakan adaptasi dari Akbar dan Sriwiyana ditunjukan pada Persamaan 1.

V = x 100% ............... (1)158

Keterangan: V = Validitas TSEV = Total Skor Empirik Validator S-max = Skor maksimal yang diharapkan

Kriteria kelayakan bahan ajar yang diadaptasi dari Akbar dan Sriwiyana

dapat dilihat pada Tabel 1. Untuk data kuantitatif, akan dideskripsikan secara kualitatif untuk mengukur (1) terpenuhinya spesifikasi produk bahan ajar, (2) kelayakan produk bahan ajar, (3) keefektifan bahan ajar untuk digunakan dalam pembelajaran. Sedangkan data output SPSS 16.0 akan dianalisis dan dideskripsikan oleh peneliti untuk mengetahui peningkatan hasil belajar.

Tabel 1. Kriteria Tingkat Kelayakan Buku Ajar

NO KRITERIA TINGKAT VALIDASI 1 75,01% - 100,00% Sangat valid (dapat digunakan tanpa revisi) 2 50,01% - 75,00% Cukup valid (dapat digunakan dengan revisi kecil) 3 25,01% - 50,00% Tidak valid (tidak dapat digunakan) 4 00,00% - 25,00% Sangat tidak valid (terlarang digunakan)

Pada akhir tahap implementasi siswa diminta untuk mempelajari salah satu proyek yang ada buku ajar untuk dibahas pada saat uji coba sumatif. Hasil uji coba sumatif menghasilkan nilai dari siswa. BKS dikatakan efektif jika persentase siswa yang tuntas belajar tinggi. Tuntas belajar diartikan dapat melampui Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang ada pada sekolah tersebut. Setelah selesai, data diolah menggunakan SPSS 16.0 untuk mengetahui pengaruh penerapan BKS dan perbedaan nilai yang signifikan antara kelas perlakuan dengan kelas kontrol.

158 Sa‟dun Akbar dan Hadi Sriwiyana. Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran. (Yogyakarta:

Cipta Media, 2010). Hal. 213

Page 285: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 278

HASIL DAN PEMBAHASAN Penyusunan bahan ajar cetak seperti BKS ini, memiliki beberapa ketentuan

yang sebaiknya dijadikan pedoman, diantaranya adalah judul atau materi yang disajikan harus berintikan kompetensi dasar atau materi pokok yang harus dikuasai oleh siswa. Bahan ajar yang dikembangkan dengan model pembelajaran PjBL ini sudah dilengkapi dengan standar kompetensi, kompetensi dasar, tujuan pembelajaran dan indikator pencapaian kompetensi, materi yang akan dipelajari, muatan PjBL dalam bentuk tugas proyek, serta laboratorium matematika dengan petunjuk kerja dan langkah-langkah yang harus dikerjakan dalam pelaksanaan praktikum.

Hasil Validasi Hasil validasi digunakan untuk mengetahui kelayakan produk berupa BKS,

RPP, dan soal post test. Subjek uji coba BKS dan RPP adalah (1) Pakar bahan ajar adalah Bapak Nur Cholis, (2) pakar PjBL adalah Bapak Tomi Listiawan, (3) ahli materi adalah Ibu Kristina. Sedang subjek uji coba soal post test adalah (1) dosen Matematika yakni Ibu Eni Setyowati, (2) ahli materi yaitu Ibu Kristina, Ibu Sukemi, dan Bapak M. Sulton. Sedemikian hingga buku ajar memperoleh rata-rata kevalidan 83,47%, RPP memperoleh persentase 83,33%, dan soal post test memperoleh persentase 85,76%. Kesemuanya memperoleh kriteria sangat valid, dan hasil persentase dapat dilihat pada Tabel 2: Tabel 2. Hasil Validasi Buku Ajar, RPP, dan Soal Post Test

No Perangkat yang Dinilai Subjek Uji Coba Tingkat kevalidan Kriteria 1. BKS Pakar Bahan Ajar 81,48% Sangat Valid

Pakar PjBL 75,46% Cukup Valid Ahli Materi 79,16% Sangat valid Rata-rata total 78,70% Sangat valid

2. RPP penerapan BKS Pakar Bahan Ajar 75,00% Cukup Valid Pakar PjBL 70, 80% Cukup valid Ahli Materi 79, 16% Sangat valid Rata-rata total 74,99% Cukup valid

3. Soal Post Test Dosen Matematika 84,62% Sangat valid Ahli Materi 1 86,54% Sangat valid Ahli Materi 2 84,62% Sangat valid Ahli Materi 3 86,54% Sangat valid Rata-rata total 85,58% Sangat valid

Selain angket yang menghasilkan persentase kevalidan di atas, pada

pelaksanaan RPP juga dilakukan observasi yang menghasilkan persentase keterlaksanaan rata-rata 92,382%. Observasi ini dilakukan oleh observer terhadap guru model yakni Ibu Kristina. Hasil keterlaksanaan RPP ini dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Persentase Keterlaksanaan RPP

No Kesesuaian Kegiatan Pembelajaran dengan

Ketercapaian Persentase Kriteria

1. RPP pertama 92,86% Sangat Baik 2. RPP kedua 92,86% Sangat Baik 3. RPP ketiga 92,86% Sangat Baik 4. RPP keempat 85,71% Sangat Baik 5. RPP kelima 97,62% Sangat Baik

Rata-rata keseluruhan kegiatan 92,382% Sangat Baik

Page 286: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 279

Pada tahap akhir setelah implementasi, diberikan soal post test yang menghasilkan data kuantitatif. Pada pengolahan data kuantitatif yang didapat dari post test ini menghasilkan output SPSS 16.0 yang dapat dilihat pada Tabel 4 yang pada akhirnya memperoleh kesimpulan bahwa ada pengaruh pendekatan model pembelajaran PjBL yang digunakan pada BKS produk penelitian pengembangan. Selain itu jika dibandingkan kelas kontrol mempunyai perbedaan yang signifikan untuk rata-rata kelas hasil post test.

Tabel 4. Hasil Output SPSS Data Post Test

Nilai rata-rata hasil post test kelas penerapan BKS adalah 78,7, sedangkan kelas kontrol memiliki rata-rata 69,18. Kelas penerapan BKS lebih tinggi 9,52 daripada kelas kontrol. Sedangkan sig.(2-tailed) menunjukkan bahwa BKS mempunyai pengaruh yang signifikan bagi kelas penerapan. Dari penjelasan dan bukti di atas dapat diambil kesimpulan secara umum bahwa BKS hasil R & D ini valid dan efektif untuk meningkatkan kemampuan menemukan konsep segitiga.

PENUTUP Kesimpulan

Penelitian dan pengembangan ini menghasilkan produk bahan ajar matematika berupa BKS (Buku Kerja Siswa) dengan pendekatan model pembelajaran PjBL. Pengembangan dilakukan dengan menggunakan acuan rancangan penelitian dan pengembangan modifikasi dari model pengembangan Borg and Gall.

Materi yang dibahas dalam produk pengembangan bahan ajar matematika dengan pendekatan model pembelajaran PjBL ini adalah segitiga. Bahan ajar ini terdiri dari judul bahan ajar, pengantar pembelajaran, standar kompetensi, kompetensi dasar, dan indikator, muatan PjBL, serta lembar kerja siswa.

Produk pengembangan bahan ajar ini divalidasi oleh pakar bahan ajar, pakar PjBL, ahli materi, dan juga validator soal post test yang terdiri dari seorang dosen matematika FATIK IAIN Tulungagung serta tiga orang dari SMP Negeri 3 Srengat. Hasil validasi dari semua pakar menunjukkan bahwa pengembangan bahan ajar metematika dalam bentuk BKS dengan pendekatan model

Page 287: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 280

pembelajaran PjBL ini valid dan layak digunakan dalam uji coba lapangan di kelas VII G SMP Negeri 3 Srengat tahun ajaran 2014/2015.

Hasil analisis data dari angket bahan ajar matematika mendapatkan persentase 78,70%, yang berarti bahwa bahan ajar tersebut termasuk dalam kriteria sangat valid dan dapat digunakan untuk diuji cobakan. Hasil analisis validasi RPP menujukkan persentase 74,99%, artinya RPP tersebut termasuk dalam kategori cukup valid dan layak digunakan untuk diuji cobakan dengan revisi kecil, dan hasil validasi soal post test mendapatkan persentase 85,58%. Dengan demikian bahan ajar tersebut termasuk dalam kriteria sangat valid dan dapat digunakan untuk diujicobakan.

Hasil analisis data nilai post test dengan menggunakan uji t-test diperoleh thitung sebesar 3,0686. Dengan derajat kebebasan atau db = 40 pada t-tabel diperoleh nilai ttabel sebesar 1,684 dengan taraf signifikansi 5% dan pada taraf signifikan 1% ditemukan nilai ttebel sebesar 2,423, jadi nilai thitung lebih dari ttabel baik pada selang kepercayaan 95% dan 99%, dari thitung dan ttabel tersebut diperoleh hasil akhir ttabel: 5% < thitung > ttabel: 1% atau 1,684 < 3,0686 > 2,423. Dengan demikian, antar kelas kontrol dan kelas tindakan tersebut memiliki perbedaan yang signifikan.

Nilai rata-rata post test kelas indakan sebesar 78,7 atau lebih baik 9,52 dari kelas kontrol yang nilai rata-ratanya 69,18. Setelah dilakukan perbandingan dan analisis, maka dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan yang signifikan pada hasil belajar antara kelas kontrol dengan kelas tindakan. Hal ini menunjukkan bahwa produk pengembangan berupa BKS dengan pendekatan metode pembelajaran PjBL merupakan produk pengembangan yang valid dan efektif, karena terbukti dapat meningkatkan prestasi belajar siswa.

Saran

Agar produk pengembangan bahan ajar matematika berupa BKS dengan pendekatan model pembelajaran PjBL ini dapat dimanfaatkan secara maksimal, maka perlu diberikan beberapa saran yang terkait dengan:

Saran Pemanfaatan Produk

Saran pemanfaatan produk pengembangan bahan ajar matematika dalam bentuk BKS dengan pendekatan model pembelajaran PjBL: (1) Siswa diharapkan tidak langsung masuk dalam kegiatan belajar, tetapi mengikuti dan membaca semua petunjuk yang ada sehingga ketika masuk dalam soal latihan sudah benar-benar siap, (2) Siswa diharapkan membaca buku-buku atau sumber belajar lain yang terkait dengan materi segitiga agar perbendaharaan materi lebih luas, sehingga dapat menambah pengetahuan tentang materi yang dipelajari, (3) Siswa diharapkan mengerjakan semua perintah atau instruksi dan soal yang ada, mendiskusikan masalah-masalah yang belum dimengerti, sehingga siswa dapat menegmbangkan diri serta memiliki pengetahuan yang baik karena terasah kemampuan bernalar dan sosialisasinya dengan teman sejawat maupun dengan guru. Saran Diseminasi Produk

BKS hasil penelitian dan pengembangan ini dapat disebarluaskan dan digunakan disemua kelas VII disekolah tempat penelitian, atau bahkan disemua

Page 288: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 281

sekolah menengah pertama. Namun, penyebaran produk harus tetap memperhatikan karakteristik dari siswa, sehingga penyebaran produk tepat sasaran dan dapat memberikan nilai kemanfaatan yang baik.

Saran Pengembangan Produk Lebih Lanjut

Saran pengembangan produk lebih lanjut dapat diuraikan sebagai berikut: (1) Bagi semua pihak yang ingin mengembangkan produk lebih lanjut dengan muatan materi-materi yang lebih banyak, tidak hanya satu bab atau subab saja, tetapi materi satu semester atau bahkan satu tahun, sehingga produk yang dihasilkan lebih komprehensif, (2) Penelitian dan pengembangan yang dilakukan tidak hanya dengan pendekatan model pembelajaran yang sudah sering digunakan, tetapi mencoba sesuatu yang baru dan dapat memberikan efek pada peningkatan kualitas seluruh aspek yang dimiliki oleh siswa ke arah yang lebih baik, (3) Penelitian dan pengembangan sebaiknya diarahkan pada kombinasi antara pembelajaran manual dengan pembelajaran berbasis teknologi komputer, sehingga siswa dapat memiliki kemampuan yang lebih untuk bekal pada jenjang pendidikan berikutnya.

DAFTAR RUJUKAN Akbar, Sa‟dun dan Hadi Sriwiyana. 2010. Pengembangan Kurikulum dan

Pembelajaran. Yogyakarta: Cipta Media.

Al Ghazali, Imam. 2003. Ringkasan Ihya‟ Ulumiddin, penyunting Abu Fajar Al Qalami. Surabaya: Gitamedia Press.

Setyosari, Punaji. 2013. Metode Penelitian Pendidikan dan Pengembangan. Jakarta: Kencana.

Zainul Fuad, Muhammad. 2013. Pengembangan Bahan Ajar Matematika Berintegrasi Life Skill pada Materi Bangun Datar. Tulungagung: Skripsi Tidak Diterbitkan.

http://tinyzsma8smg.wordpress.com/2011/01/24/hadist-tentang-menuntut-ilmu/ , diakses tanggal, 9 Pebruari 2015 pukul 11.00 WIB.

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD‟45). Surabaya: Apollo.

Hosnan. 2013. Pendekatan Saintifik Dan Kontekstual Dalam Pembelajaran Abad 21: Kunci Sukses Implementasi Kurikulum 2013. Bogor: Ghalia Indonesia

Abidin, Yunus. 2014. Desain Sistem Pembelajaran dalam Konteks Kurikiulum 2013. Bandung: Refika Aditama.

Arifin, Zainal. 2012. Penelitian Pendidikan: Metode dan Paradigma Baru. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Page 289: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 282

VISUALISASI GEOMETRI DALAM MENYELESAIKAN MASALAH ALJABAR MATERI FAKTORISASI ALJABAR

Abi Suwito

Jurusan/Prodi Pendidikan Matematika Universitas Jember e-mail: [email protected]

ABSTRAK

Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk memvisualisasikan dalam bentuk geometri suatu bentuk aljabar yang dianggap sulit bagi sebagian besar siswa. Hal ini dirasa perlu karena aljabar merupakan pelajaran yang sangat penting dalam matematika. Melalui pendekatan visualisasi ini diharapkan dapat meningkatkan pemahaman konsep belajar siswa, yang sesuai dengan pendapat Konyalioglu (2003). Kata Kunci: Visualisasi geometri, Faktorisasi aljabar PENDAHULUAN

Siswa pada setiap tingkatan mengalami kesulitan dalam belajar matematika, terutama siwa pada tingkat menengah yang seang mempelajari aljabar (Bingolbali, 2010). Thomas dan Tall (1986) juga mengatakan bahwa kesulitan yang dihadapi siswa adalah mempelajari alajabar. Hal senada juga ungkapkan oleh Matos dan Ponte (2009) bahwa bahasa aljabar dapat menimbulkan hambatan bagi sebagian siswa. Begitu pula dengan pendapat Orton (1992) yang mengatakan bahwa alajabar merupakan materi yang dianggap sulit oleh siswa. Hal itu dapat ditunjukkan dari kesalahan yang dilakuka oleh siswa yaitu kesalahan konseptual dan kesalahan prosedural. Kesalahan konseptual yaitu kesalahan dalam memahami konsep yang melandasi dalam menyelesaikan suatu masalah, sedangakan kesalahan procedural adalah kesalahan dalam tahap-tahap menyelesaikan masalah maupun dalam perhitungan. Davis (1984) juga mengatakan bahwa siswa sering dijumpai dalam menyederhanakan bentuk aljabar. Lebih lanjut Kow (2008) juga mengatakan bahwa kesulitan yang dialami siswa dalam memepelajari suatu matematika disebabkan oleh: kurang memahami suatu masalah, kurangnya strategi yang akan digunakan, kurangnya keterampilan dalam menstransfer ke dalam bahasa matematika dan kurangnya kemapuan dalam mengugunakan matematika dengan benar.

Hiebert (1992) mengatakan bahwa memfaktorkan suatu bentuk aljabar merupakan suatu pengetahuan konsptual dan prosedural. Aspek-aspek aljabar dapat didemostrasikan dengan alat peraga untuk dapat merepresentasikan aljabar yang bersifat abstrack (Sobek, 2004). Lian & Idris (2006) menemukan tiga kesalahan siswa dalam memepelajari aljabar yaitu: kesalahan mencari pola, menggeneralisasi ruus dan mengaplikasikan rumus dalam pemecahan masalah. Di lain sisi, Seng (2010) mengatakan bahwa siswa mengalami kesalahan dalam memecahkan masalah aljabar dibedakan menjadi dua yaitu yaitu kesalahan procedural dan kesalahn konseptual. NCTM (2000) mengatakan bahwa sebaiknya geometri di sekolah dapat menggunakan visualisasi, mempunyai kemampuan penalaran spasial dan pemodelan geometri dalam menyelesaikan suatu masalah. Arcavi (2003) mengungkapkan visualisasi adalah kemauan, proses dan produk

Page 290: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 283

penciptaan, interpretasi, penggunaan dan refleksi atas gambar, image dan diagram yang ada pada pikiran kita pada kertas atau perangkat teknologi yang bertujuan untuk memeperbaiki atau meningkatkan pemahaman. Konyalioglu (2003) mengatakan bahwa dengan melakukan pendekatan visualisasi dapat meningkatkan pemahaman konsep belajar siswa. Berikut ini merupakan salah satu jawaban dari siswa yang menjawab dari pertanyaan faktorisasi suku bentuk aljabar, dengan perintah soal untuk memfaktorkan.

Gambar 1. Pekerjaan Siswa Dalam Menjawab Faktorisasi Bentuk Aljabar

Dari gambar diatas dapat dilihat siswa masih bingung dalam menyelesaikan masalah faktorisasi suku aljabar. Siswa belum dapat memahami bagian mana yang suku sejenis yang dapat dijumlahkan atau dikurangkan. Kesalahan yang tampak adalah 2x+ 10 = 20x (seperti jawaban a). bgitu pula denganjawaban b bahwa 5x2= 5x + 5x. tanda penjumlahan maupun pengurangan dianggap sebagai hasil perkalian. METODE

Penelitian dilakukan selama 3 hari yaitu jumat (2 Oktober 2015), Sabtu (3 Oktober 2015) dan Minggu (4 Oktober 2015). Subjek penelitian diambil siswa kelas 8 dari SMPK Yohanes Gabriel Kota Blitar yang sedang menempuh materi Faktorisasi suku aljabar. Setelah diberikan soal uji coba selanjutnya peneliti mengambil satu siswa untyk dijadikan subjek penelitian. Subjek diberikan soal dengan menggunakan persegi satuan besar dan kecil serta persegi panjang diminta untuk memvisualisasikan dari soal yang yang ada. Setelah jawaban diperoleh selanjutnya dilakukan wawancara.

Page 291: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 284

HASIL DAN PEMBAHASAN

Setelah mengerjakan soal seperti pada Gambar 1, peneliti mengambil satu siswa untuk dijadikan subjek penelitian. Soal yang diberikan tetap, tetapi pengerjaanya dengan menggunakan visualisasi bentu geometri. Berikut hasil yang diperoleh

Tabel 1. Hasil Pekerjaan Siswa Dalam Menyelesaikan Faktorisasi Aljabar Dengan Menggunakan Visualisasi Geometri

Page 292: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 285

Dari hasil diatas dapat dilihat bahwa siswa dapat memvisualisasikan faktorisasi aljabar dalam bentuk geometri. Tetapi ketelitian mengenai tanda positif atau pun negatif perlu diperhatikan lagi. Dari wancara yang dilkukan peneliti dengan subjek penelitian, bahwa subjek penelitian mengungkapkan ketidak telitiannya dalam menuliskan jawaban. Selain itu lupa dengan bangun yang mewakili mengenai x2, x maupun 1 satuan. PENUTUP

Dari penelitian yang telah dilakukan, dalam memfaktorkan bentuk aljabar, siswa merasa terbantu dengan memvisualisasikan dalam bentuk geometri. Siswa dapat memfaktorkan bentuk aljabar dengan benar melalui bentuk visualisasi. Hal ini senada dengan pendapat Konyalioglu (2003) yang mengatakan bahwa dengan melakukan pendekatan visualisasi dapat meningkatkan pemahaman konsep belajar siswa. Daftar Rujukan Arcavi, A. 2003. The Role of Visual Representations in the Learning of

mathematics Educational Studies in Mathematics.

Bingolbali, E. 2010. Pre-Service and in Service Teacher‟s viws of the source of students‟s Mathematical Difficulties. International Electronic Journal Of Mathematics Education-HJMI. Vol 6, No 1.

Davis, R. B. 1984. Learning Mathematics. The Cognitive Science Approach to Mathematics Education. London& Sydney: Crooom Helm.

Hiebert, J & Carpenter, T.P. 1992. Learnng and Teaching Mathematics with Understanding. Dalan D A Grouws (Ed). Handbook of Research on Mathematics Teaching and Learning. New York: Macmillan Publishing Company.

Konyalioglu, A.C. (2003). Investigation Of Effectiveness of Visualization Approach on Understanding of Concept in Vector Spaces at the University Level. Ataturk University, Graduate School Of Natual and Applied.

Kow, K.J. 2008. Secondary 2 Students‟ Difficulties in Solving Non Routine Problems. National Institute of Education Nanyang Technologycal University.

Page 293: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 286

Lian, L H., Yew, W T., & Idris N. 2009. Assessing a Hirearchy Of Pre-Service Teacher‟s Algebraic Thinking of Equation. http://www.recsam.edu.my/cosmed09/AbstractsFullPapers2009/Abstract/Mathematics%20Parallel%20pdf/Full%20paper/05.pdf, diakses 18 September 2015

Matos, A & Ponte, J.P.da. 2009. Exploring Functional Relationships to Foster Algebraic Thinking in Grade 8. Portugal: Escola Secundaria da Lourinha.

National Council of Teachers of Mathematics (2000). Principles and standards for school mathematics. Reston, VA: Author.

Orton, A. 1992. Learning Mathematics: Issues, Theory and Classroom Practise. Second Edition. Nework: Dotesios.

Seng, L.K. 2010. An Error Analysis of form 2 (Grade 7) Student in Simpliying Algebraic Expressions: A Descriptive Study. Electronic of Research in Educational Psychology, 8 (1): 139-162. http://www.investigationpsicopedagogica.org/revista/new/contadorarticulo.php?382. Diakses 20 September 2015.

Sobek, A. M & Maletsky. 2004. Mengajar Matematika. Alat Peraga, Aktifitas dan Strategi untuk Guru SD, SMP dan SMA. Jakarta: Erlangga.

Thomas & Tall. 1986. The Value of Computer in Learning Algebra Concepts. Proceedings Of the Tenth International Conference on Psychology of Mathematics Education. London

Page 294: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 287

PEMAHAMAN SISWA TENTANG KONSEP PECAHAN

Fatqurhohman Universitas PGRI Banyuwangi e-mail: [email protected]

ABSTRAK Artikel ini bertujuan untuk mendeskripsikan pemahaman siswa tentang konsep

pecahan. Jenis penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Subjek penelitian adalah siswa kelas IV (empat) SDN 02 Sumber Beras Banyuwangi yang berjumlah 25. Data diperoleh melalui hasil representasi jawaban tes siswa dan wawancara berbasis tugas.Representasi hasilnya melalui penjelasan dan pembenaran makna konsep pecahan, serta besarnya nilai pecahan. Hasil penelitian ini memperoleh bahwa siswa memaknai pecahan 5/8 dalam satu lingkaran adalah lima bagian yang sama dari delapan bagian keseluruhan yang di partisi dengan bentuk dan ukuran bagian yang sama besar. Sehingga siswa memaknai pecahan tersebut apabila memiliki bentuk dan ukuran yang sama besar.Dengan demikian untuk menanamkan konsep pada siswa diharapkan seorang guru mengetahui kemampuan yang dimiliki siswa, selain itu memberikan kesempatan dan membebaskan para siswanya untuk menyelesaikan permasalahan-permasalahan secara mandiri melalui contoh-contoh benda konkrit dengan tetap mengacu pada kebenaran konsep yang ada. Sehingga siswa dapat mengetahui makna konsep melalui contoh benda konkrit Kata Kunci : Pemahaman, Konsep Matematika, Pecahan PENDAHULUAN

Salah satu kunci keberhasilan dalam belajar matematika adalah pemahaman konsep. Hal ini dikarenakan berbagai konsep matematika memiliki keterkaitan yang kuat antar satu konsep dengan konsep lainnya. Sejalan dengan pendapat Mulligan & Mitchelmore, (2009) bahwa pemahaman konsep matematika penting bagi siswa karena merupakan dasar pengetahuan yang menjadi tujuan dari belajar matematika awal. Dalam menilai atau mendeskripsikan pemahaman siswa tidak dilihat dari benar atau salah jawabannya tetapi lebih penting mengetahui alasan siswa dalam memberikan respon/jawaban dari masalah yang diberikan (Romero & Mari, 2006). Sehingga dengan pemahaman konsep akan memudahkan siswa dalam belajar matematika. Dengan demikian untuk mengetahui seseorang memahami suatu konsep apabila seseorang dapat menyatakan pengertian konsep dengan bahasanya sendiri.

Menurut Mousley (2004), tujuan dari kegiatan mengajar yang paling penting adalah untuk membangun pemahaman siswa di kelas. Sebagaimana yang dikemukakan Michelle, J & Beswick, K (2010) bahwa bekerja secara interaktif dalam lingkungan yang mendukung dapat meningkatkan pemahaman matematika. Sedangkan Sierpinska (2005) menyatakan bahwa pemahaman merupakan suatu hal yang nyata sebagai pengalaman mental seseorang pada aktifitas kognitif yang berlangsung pada waktu yang lama. Denganadanya pemahaman memudahkan terjadinya transfer ilmu (Hiebertdalam Barmby et.al, 2009). Sehingga pemahamanmatematika siswa dapat dilihat dari performa siswa dalam memberikan respon dari asesmen yang diberikan guru. Selain itu, pada tingkat pemahaman yang mendalam, siswa mulai mampu untuk membuat keterkaitan

Page 295: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 288

antar ide-ide matematika dan membuat generalisasi dari suatu konsep (Potter & Kustra, 2012).

Menurut Sagala (2009), konsep merupakan suatu ide abstraksi yang mewakili objek-objek, kejadian-kejadian, kegiatan-kegiatan, atau hubungan-hubungan yang mempunyai atribut-atribut yang sama. Dengan pemahaman konsep, siswa akan mampu mengaitkan serta memecahkan permasalahan dengan berbekal kemampuan dasar melalui konsep yang sudah dipahaminya (O‟Connell, 2007).Artinya siswa dalam belajar matematika harus memahami konsep matematika terlebih dahulu agar dapat menyelesaikan soal-soal dan mampu mengaplikasikannya di dunia nyata. Hal ini dikarenakan konsep-konsep dalam matematika terorganisasikan secara sistematis, logis, dan hirarkis dari yang paling sederhana ke yang paling kompleks.

Berdasarkan uraian diatas bahwa pemahaman konsep merupakan kemampuan siswa dalam memahami, mengingat, maupun merepresentasikan kembali dalam bahasanya yang mudah dimengerti ke orang lain. Sehingga pemahaman konsep sangat penting diajarkan ke siswa, karena dengan pemahaman konsep akan memudahkan siswa dalam mempelajari matematika.

Konsep-konsep dasar matematika hendaknya dipahami siswa dengan baik. Seperti halnya pada materi pecahan. Materi pecahan merupakan salah satu standar kompetensi yang harus dipelajari dan dikuasai oleh siswa. Realita yang ada, sering kita jumpai anak salah dalam membaca dan menulis tentang bentuk pecahan. Jika membaca dan menulis saja salah, tentunya pemahaman tentang konsep pecahan menjadi fatal. Menurut Stillman&Vale (2007) bahwa siswa akan lebih banyak berpeluang untuk melakukan kesalahan pada operasi pecahan jika pembelajaran materi pecahan hanya menitikberatkan hafalan rumus dan prosedur operasi tanpa ada perhatian yang cukup pada makna pecahan. Salah satu buktinya adalah kesalahan siswa dalam menuliskan lambang pecahan dan kesalahan menuliskan nama pecahan. Berikut hasil observasi di kelas IV SDN 02 Sumberberas Banyuwangitentang pemahaman konsep pecahan.

Berdasarkan hasil jawaban siswa tersebut, pemahaman siswa tentang konsep

pecahan masih tergolong rendah. Hal ini disebabkan siswa salah memahami perintah soal dengan benar. Dengan melihat permasalahan tersebut seorang guru dituntut untuk bekerja secara profesional dalam merencanakan dan melaksanakan pembelajaran dengan menanamkan konsep-konsep dasar matematika terutama pada konsep pecahan agar tujuan pembelajaran dapat tercapai sesuai harapan.Selain itu guru haruslah menanamkan konsep pecahan melalui benda-benda nyata yang ada disekitar siswa agar siswa dengan mudah memahami konsep pecahan yang diajarkan.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Nicolaou dan Pitta-Pantazi (2011) tentang pecahan bahwa penelitian ini menggunakan beberapa indikator yang tercantum di dalamnya diantaranya adalah penjelasan matematis, argumentasi dan pembenaran, serta konsepsi untuk besarnya suatu pecahan. Dengan indikator tersebut, peneliti dapat menggali pemahaman siswa tentang

Siswa A Siswa B

Page 296: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 289

konsep pecahan. Sehingga penulis mengambil judul dalam artikel ini,“ Pemahaman siswa tentang konsep pecahan”. METODE

Penelitian ini termasuk jenis penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Subjek penelitian yang diambil adalah siswa kelas IV yang melakukan kesalahan dari observasi awal di SDN 02 Sumberberas Banyuwangi. Data diperoleh melalui hasil respon jawaban soal tes siswa danhasil wawancara. HASIL DAN PEMBAHASAN

Untuk mengetahui dan mengukur pemahaman siswadapat diketahui melalui melalui pengetahuaanya dalam mengenali dan memaknai secara verbal dan tulisan konsep yang ditemukan, mengidentifikasi konsep yang diberikan dan memahaminya, membedakan konsep yang dipakai, menggunakan model diagram dan simbol-simbol untukmerepresentasikan suatu konsep (NCTM, 2000). Selain itu, pandangan yang serupa dinyatakan (Almir et. al, 2013) bahwa apabila siswa benar-benar memahami masalah, mereka bisa menjelaskan, menafsirkan, menerapkan, memiliki perspektif, berempati, dan memiliki pengetahuan diri dalam situasi otentik dari pengetahuan konseptual dan prosedural.

Hasil penelitian ini mengacu pada pendapat Nicolaou dan Pitta-Pantazi (2011) bahwa siswa dapat memberikan penjelasan secara matematis, argumentasi dan pembenaran, serta konsepsi untuk besarnya suatu pecahan. Berikut hasil jawaban siswa.

Siswa A

Siswa B

Berdasarkan hasil jawaban yang diberikan siswa dari soal tes tersebut bahwa siswa sudah dapat memberikan penjelasan tertulis secara matematis, argumentasi dan pembenaran, serta konsepsi untuk besarnya suatu pecahan. Hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut.

Siswa A, penjelasan secara matematis yang diberikan dapat dilihat dari hasil jawabannya bahwa siswa dapat mendefinisikan gambar ke simbol dan dari simbol ke nama pecahan melalui pertanyaan yang diberikan. Siswa memberikan definisi gambar tersebut yaitu dalam satu lingkaran di pecah (partisi) menjadi delapan bagian yang sama, kemudian mengartikan pertanyaan bahwa besarnya gambar

Page 297: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 290

yang diarsir adalah 5 bagian dari keseluruhan. Sehingga siswa menuliskannya 5/8 bagian dari total keseluruhan. Sedangkan argumen dan pembenarannya dapat dilihat dari nama pecahan yang ditulis siswa yaitu lima per delapan. Dengan demikian jawaban yang diberikan siswa dapat dikatakan juga bahwa siswa mengetahui besarnya pecahan pada gambar tersebut.

Siswa B, hal yang sama juga bahwa siswa memberikan definisi gambar tersebut yaitu dalam bentuk tersebut di pecah (partisi) menjadi enam bagian yang sama. Kemudian siswa B mengartikan pertanyaannya bahwa besar gambar yang diarsir adalah 2 bagian dari keseluruhan dan menuliskannya 2/6 bagian dari total keseluruhan. Sedangkan argumen dan pembenarannya dapat dilihat dari nama pecahan yang ditulis siswa yaitu dua per enam.

Dengan demikian bahwa berbekal pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki, siswa dapat melakukan atau merencanakan penyelesaian dari soal ataupun permasalahan-permasalahan yang diberikan. Sehingga dalam merencanakan penyelesaian yang dimaksud dapat diketahui melalui definisi atau penjelasannya (tertulis maupun lisan) yang diberikan siswa. Hal ini diyakini bahwa dari jawaban dan alasan yang diberikan, pemahaman siswa tentang konsep matematika pecahan yang dimiliki sudah baik.Meskipun ada siswa yang memberikan jawabannya kurang tepat. Seperti dibawah ini.

Penyebab pemahaman matematika siswa tentang konsep pecahan seperti yang diuraikan diatas adalah proses belajar mengajar yang digunakan guru hanya membahas materi yang sedang dipelajari tanpa menanamkan konsep matematika kepada siswa melalui pemahaman secara mendalam dengan mengenalkan benda-benda konkrit yang kemudian dikaitkan dengan hal yang abstrak. Sehingga secara tidak langsung siswa hanya dilatih pada keterampilan menghafal. Perlu diperhatikan bahwa dalam menanamkan pemahaman konsep kepada siswa harus menyesuaikan dengan kemampuan yang dimiliki siswa. Hal ini yang menyebabkan matematika dianggap pelajaran yang sulit dan sampai sekarang masih ditakuti. Karena siswa menganggap bahwa matematika itu penuh dengan hafalan rumus dan angka-angka yang membingungkan. Selain itu seorang pendidik (guru)haruslah memberikan kesempatan dan membebaskan para siswanya untuk menyelesaikan permasalahan-permasalahan secara mandiri, akan tetapi tetap mengacu pada kebenaran konsep yang ada.

Hasil jawaban tes siswa yang diuraikan di atas dikembangkan dan ditindaklanjuti dengan wawancara yang bertujuan untuk menggali dan mengungkap pemahaman siswa. Wawancara dilakukan adalah berbasis tugas kaitannya dengan soal-soal yang diberikan. Deskripsi petikan wawancara dengan siswa, disajikan sebagai berikut. P : Perhatikan benda dihadapan kalian, kemudian sebutkan masing-masing

nama benda tersebut. S : Penghapus dan kertas kosong. P : Ambil salah satu benda tersebut. S : Memikirkan sejenak untuk mengambil benda tersebut.

Page 298: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 291

P : Apa nama benda yang kalian ambil? S : Penghapus. P : Coba, kalian potong/iris dengan silet (pisau kecil) menjadi tiga bagian yang

sama. S : Dengan hati-hati memotong/mengiris penghapus tersebut. P : Ada berapa bagian benda tersebut? S : Tiga pak! P : Apakah “ketiga” benda tersebut sama besar dan bentuknya sama? S : Iya pak. P : Sekarang ambil satu bagian dari tiga bagian tersebut! S : Mengambil satu bagian dari tiga bagian tersebut. P : Ada berapa bagian dari keseluruhan benda yang kalian ambil? S : Satu pak. P : Coba perhatikan pertanyaan bapak, apabila tiga bagian benda hasil

potonga/irisan kalian tadi masing-masing dibagikan kepada tiga teman kalian, ada berapa bagian yang diperoleh teman-teman kalian?

S : Satu bagian dari tiga potongan/irisan itu pak! P : Iya, bisakah memberi nama lain dari yang kalian katakan tadi? S : Satu per tiga pak. P : Baiklah, coba lihat gambar bangun datar dihadapan kalian. S : Melihat dan memperhatikan gambar bangun datar yang diberikan guru. P : Buatlah tiga bagian yang sama dari gambar tersebut? S : Mengambil pensil dan penggaris untuk melakukan partisi P : Apakah “ketiga” bagian yang kalian partisi memiliki bentuk dan ukuran yang

sama? S : Iya pak. P : Baiklah, sekarang tandai dengan arsiran yang menyatakan bagian “2/3” S : Melakukan arsiran P : Bagian yang kalian arsir tadi menyatakan pecahan berapa? S : Dua per tiga pak. P : Jadi angka 2 pada bilangan pecahan 2/3 itu artinya apa? S : Dua bagian dari keseluruhan bagian yang dipartisi itu pak.

Berdasarkan hasil wawancara tersebut, siswa telah menunjukkan

pemahamannya tentang konsep pecahan melalui contoh-contoh benda konkrit dengan membuat partisi atau membelah objek yang dimaksud. Siswa sudah dapat memberikan penjelasan dan pembenaran dari hasil yang diberikan. Selain itu juga siswa mampu mengenal dan memaknai konsep “dua per tiga” dari wawancara yang dilakukan (melakukan partisi/menandai/mengarsir gambar bangun datar).

Page 299: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 292

PENUTUP Dari hasil pembahasan yang dipaparkan, maka diperoleh kesimpulan bahwa

pemahamansiswa dalam memahami dan memaknai dari penjelasan dan pembenaran hasil tes dan wawancara siswa adalah memiliki bentuk dan ukuran yang sama besar. Sebagai contoh dalam satu lingkaran yang di partisi menjadi delapan bentuk dan besar bagian yang sama, siswa menuliskannya 5/8 bagian dari total keseluruhan. Selain itu pada wawancara siswa juga dapat mengartikan dan memaknai pecahan 2/3 melalui gambar partisi yang dibuatnya. Dengan kata lain jawaban yang diberikan siswa dapat dikatakan juga bahwa siswa mengetahui besarnya pecahan pada gambar tersebut.

Dengan demikian secara tidak langsung bahwa dalam menanamkan pemahaman kepada siswa harus menyesuaikan dengan kemampuan yang dimiliki siswa. Selain itu seorang pendidik (guru)haruslah memberikan kesempatan dan membebaskan para siswanya untuk menyelesaikan permasalahan-permasalahan secara mandiri melalui contoh-contoh benda konkrit, akan tetapi tetap mengacu pada kebenaran konsep yang ada. Sehingga siswa dapat mengetahui makna konsep melalui contoh benda konkrit.

DAFTAR RUJUKAN Almir S,. Jenifer, L, M, Lawley, J. J & Riley, J. 2013.Understanding Fractions

Using the Number/Name Approach.Official Publication of the Oklahoma Council of Teachers of Mathematics. Spring 2013, Volume 5, Issue 1. (Online) (http://www.okctm.org/Spring_2013_Volume_5_Issue_1_1_.pdf),diakses 09 September2015.

Barmby, P, Harries, T, Higgins, S & Suggate, J. 2009. The array representation and primary children‟s understanding and reasoning in multiplication. Educ Stud Math, 70: 217-241. (Online) (http://dro.dur.ac.uk/5458/1/5458.pdf?DDD29+ded4ss),diakses Diakses 09 September2015.

Goos, M, Stillman,G &Vale, C. 2007. Teaching Secondary School Mathematics (Research and practise for the 21stcentury). Singapore: CMO Image Printing

Jennison, M& Beswick, K. 2010. Student Attitude, Student Understanding and Mathematics Anxiety.Shaping The Future Of Mathematics Education: Proceedings Of The 33rd Annual Conference Of The Mathematics Education Research Group of Australasia. Fremantle: MERGA. (Online) (http://www.merga.net.au/documents/MERGA33_Jennison&Beswick.pdf), diakses 05 September2015.

Mousley, J. 2004. An Aspect Of Mathematical Understanding: The Notion Of Connected Knowing.Deakin University: Australia. Proceedings of the 28th Conference of the International Group for the Psychology of Mathematics Education, 2004. Vol 3 pp 377–384. (Online)

Page 300: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 293

(http://www.emis.de/proceedings/PME28/RR/RR301_Mousley.pdf), diakses 07 September 2015.

Mulligan,J & Mitchelmore, M. 2009. Awareness of Pattern and Structure in Early Mathematical Development.Macquarie University: Sydney. Mathematics Education Research Journal. 2009, Vol. 21, No. 2, 33-49. (Online) (http://files.eric.ed.gov/fulltext/EJ883867.pdf), diakses 05 September 2015

NCTM. 2000. Principles and Standars for School Mathematics. United States of America: The National Council of Teachers of Mathematics, Inc

Nicolaou, Aristoklis A dan Pitta-Pantazi, Demetra. 2011. A Theoretical Model For Understanding Fractions At Elementary School. Proceedings of The Seventh Congress of The European Society For Research in Mathematics Eduaction, (Online), ( http://ermeweb.free.fr/), diakses 17 September 2015

O‟Connel, Susan. 2007. Introduction to Connection. USA : Heineman

Potter, M. K & Kustra, E. 2012. A primer on learning outcomes and the SOLO taxonomy.University of Windsor. (Online) (http://www1.uwindsor.ca/ctl/system/files/PRIMER-on-Learning-Outcomes.pdf), diakses 17 September2015

Romero, J. G & Mari, J.L.G. 2006. Assessing Understanding in Mathematics: Steps Towards An Operative Model. Canada: FLM Publishing. (Online), (http://funes.uniandes.edu.co/630/1/GallardoJ06-2823.PDF), diakses 01 September 2015.

Sagala, S.2009.Kemampuan Profesional Guru dan Tenaga Kependidikan.Bandung: Alfabeta

Sierpinska, A. 2005. Understanding in Mathematics. The Falmer Pres: London-Washington.

Page 301: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 294

ANALISIS KESESUAIAN MATERI MATEMATIKA TK DENGAN SD KELAS 1

Rahmad Bustanul Anwar Pendidikan Matematika FKIP Universitas Muhammadiyah Metro

[email protected]

Dwi Rahmawati Pendidikan Matematika FKIP Universitas Muhammadiyah Metro

[email protected]

ABSTRAK Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui materi matematika apa saja

yang diberikan, metode pembelajaran yang digunakan dan pada tingkat TK. Selain itu juga untuk mengetahui kesesuaian materi matematika yang diberikan pada tingkat TK dan SD. Jenis penelitian ini adalah deskripktif kualitatif dengan sumber data diperoleh dari observasi dan dokumentasi. Subjek penelitian adalah siswa TK ABA Kauman Kota Metro dan siswa SD Muhammadiyah Metro Kelas 1.

Hasil penelitian ini memperoleh informasi bahawa pelaksanaan pembalajaran di TK ABA Kauman Metro dan SD Muhammadiyah Metro Kelas 1 telah sesuai dengan perencanaan pembelajaran yang telah disusun. Materi matematika di TK ABA Kauman Metro khususnya dalam konten matematika hanya bersifat pengenalan bilangan dan maknanya. Pembelajaran matematika di TK lebih menekankan pengenalan bilangan dengan menggunakan media peraga, sehingga siswa lebih mudah memahami makna dari suatu bilangan. Sedangkan pembelajaran di SD Muhammadiyah khususnya pelajaran matematika diawali dengan pengenalan bilangan 1 sampai dengan 10, berhitung dengan menggunakan media. Pembelajaran di SD Muhammadiyah telah menerapkan kurikulum 2013. Pembelajaran tematik yang dilaksanakan di SD Muhammadiyah mencakup tiga mata pelajaran yaitu PPKN, Bahasa Indonesia dan Matematika.

Pembelajaran matematika yang diterapkan pada TK ABA Kauman telah sesuai dengan tingkatan usia siswa dan tidak membebani siswa dengan harus memiliki kemampuan yang tinggi seperti harus sudah bisa berhitung, membaca dan menulis. Sedangkan SD Muhammadiyah Metro dalam penerimaan siswa baru juga tidak menuntut siswa sudah dapat membaca, menulis dan berhitung. Materi-materi dan pembelajaran khususnya matematika secara teori sesuai dengan tahapan perkembangan kognitif menurut Piaget. Berdasar hal tersebut penerapan pembelajaran matematika pada kedua lokasi penelitian telah sesuai dengan tingkatanya dan tidak saling memberikan intervensi atau memaksanakan siswa harus memiliki kemampuan yang tinggi. Kata Kunci: materi matematika TK, materi matematika SD

PENDAHULUAN

Mengacu Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003, Pasal 1 Butir 14 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pendidikan anak usia dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan bagi anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan

Page 302: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 295

dalam memasuki pendidikan lebih lanjut. Salah satu materi yang diberikan pada anak tingkat TK adalah matematika. Pada jenjang pendidikan TK tidak disebutkan secara eksplisit adanya mata pelajaran matematika. Prinsip-prinsip dan Standar dari NCTM memberikan lima standar isi matematika, yakni: Bilangan dan Operasinya, Aljabar, Geometri, Pengukuran, Analisis Data dan Probabilitas. Bilangan dan operasinya adalah bagian isi terbesar untuk Pra- TK sampai kelas 5.

Konsep matematika sangat penting bagi anak usia dini (Clements (2011), Baroody (2000), Barbosa (2014). Sehingga dibutuhkan strategi pembelajaran yang sangat tepat. Bermain sambil belajar dan belajar seraya bermain (Joyfull learning) merupakan prinsip dasar pembelajaran yang perlu dikembangkan dalam program pembelajaran yang berbasis bimbingan. Proses bimbingan merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dan terintegrasi pelaksanaannya dalam pembelajaran di TK (Mariyana dkk., 2008).

Kurikulum lebih dari sekedar kumpulan aktivitas, namun kurikulum harus koheren, difokuskan pada matematika yang penting, dan berkaitan dengan baik antar tingkat kelas. (NCTM, 2000: 14). Retnawati (2009) menyatakan materi-materi dalam pelajaran matematika tersusun secara hierarkis dan konsep matematika yang satu dengan yang lain saling berkorelasi membentuk konsep baru yang lebih kompleks. Ini berarti bahwa pengetahuan matematika yang diketahui siswa sebelumnya menjadi dasar pemahaman untuk mempelajari materi selanjutnya. Berdasarkan hal tersebut siswa harus dibantu untuk melihat bahwa matematika merupakan sesuatu yang utuh dan terjalin, bukan kumpulan dari bagian-bagian yang saling lepas.

Anak usia SD adalah anak yang berada pada usia sekitar 7 sampai 12 tahun, dimana anak usia sekitar ini masih berpikir pada tahap operasi konkrit artinya siswa siswa SD belum berpikir formal (Piaget). Dalam pembelajaran matematika untuk siswa kelas 1 SD lebih menekankan pada pembelajaran kontekstual untuk membentuk pemahaman siswa. Mengajar matematika yang efektif memerlukan pemahaman tentang apa yang siswa ketahui dan perlukan untuk belajar dan kemudian memberi tantangan dan mendukung mereka untuk mempelajarinya dengan baik (NCTM, 2000: 20).

Artikel ini menyoroti permasalahan yang berkembang di masyarakt bahwa kompetensi awal pada jenjang Sekolah Dasar (SD) kelas 1 mempunyai kualifikasi yang cukup tinggi terutama dalam mata pelajaran matematika. Hal ini berimplikasi pada kompetensi yang harus dikuasai pada jenjang pendidikan dibawahnya yaitu TK. Dengan demikian akan sering terjadi penyesuaian yang dilakukan oleh guru dalam hal bahan ajar, materi pelajaran, metode ajar dan alat evaluasi dengan harapan kompetensi yang dimiliki siswa semakin tinggi dan hal ini tidak sesuai dengan tahap perkembangan kemampuan anak. METODE

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif yaitu untuk mendeskripsikan relevansi proses pembelajaran matematika pada tingkat TK dengan pembelajaran matematika di Kelas 1 SD. Selain itu penelitian ini juga akan melihat ketepatan materi-materi matematika yang digunakan dalam pembelajaran di TK dan SD Kelas 1. Subjek penelitian ini adalah siswa TK ABA Kauman Kota Metro dan siswa SD Muhammadiyah 1 Kota Metro Kelas 1.

Page 303: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 296

HASIL DAN PEMBAHASAN

Tujuan khusus penelitian ini adalah ingin mengetahui kesesuaian materi matematika dan pembelajaran yang dilakukan pada TK ABA Kauman dan SD Muhammadiyah Kelas 1. Berdasarkan hasil pengumpulan data berupa observasi pada proses pembelajaran dan wawancara dengan guru, diperoleh bahwa pembelajaran di TK ABA Kauman khususnya dalam konten matematika hanya bersifat pengenalan bilangan dan maknanya. Pembelajaran matematika di TK lebih menekankan pengenalan bilangan dengan menggunakan media peraga, sehingga siswa lebih mudah memahami makna dari suatu bilangan. Sedangkan pembelajaran di SD Muhammadiyah khususnya pelajaran matematika diawali dengan pengenalan bilangan 1 sampai dengan 10, berhitung dengan menggunakan media. Pembelajaran di SD Muhammadiyah telah menerapkan kurikulum 2013, sehingga setiap pembelajaran berkaitan dengan suatu tema. Pembelajaran tematik yang dilaksanakan di SD Muhammadiyah mencakup tiga mata pelajaran yaitu PPKN, Bahasa Indonesia dan Matematika. Hasil wawancara dengan guru SD Muhammadiyah Kelas 1 dengan Ibu Sri Wahyuni, S.Pd, SD. diperoleh informasi bahwa dalam penerimaan siswa baru SD Muhammadiyah tidak mewajibkan siswa harus dapat menguasai beberapa kemampuan, misalnya siswa dapat berhitung, membaca dan menulis. Dalam penerimaan siswa baru SD Muhammadiyah melakukan seleksi dengan tes hafalan Al quran dan tes pengenalan huruf dan bilangan. Piaget (dalam Dahar, 2011: 136-139) membagi perkembangan kognitif anak ke dalam 4 periode utama yang berkorelasi dengan dan semakin canggih seiring pertambahan usia : 1. Periode sensorimotor (usia 0–2 tahun) 2. Periode pra operasional (usia 2–7 tahun) 3. Periode operasional konkrit (usia 7–11 tahun) 4. Periode operasional formal (usia 11 tahun sampai dewasa) Terkait dengan hasil penelitian ini untuk subjek penelitian terletak pada periode praoperasional dan operasional konkrit. Pemikiran Pra Operasi dalam teori Piaget adalah prosedur melakukan tindakan secara mental terhadap objek-objek. Ciri dari tahapan ini adalah operasi mental yang jarang dan secara logika tidak memadai. Dalam tahapan ini, anak belajar menggunakan dan merepresentasikan objek dengan gambaran dan kata-kata. Sedangkan periode operasional konkrit menurut Piaget (dalam Nahridin, 2010) ditandai dengan proses-proses sebagai berikut: Pengurutan: kemampuan untuk mengurutan objek menurut ukuran, bentuk, atau ciri lainnya. Contohnya, bila diberi benda berbeda ukuran, mereka dapat mengurutkannya dari benda yang paling besar ke yang paling kecil. Klasifikasi: kemampuan untuk memberi nama dan mengidentifikasi serangkaian benda menurut tampilannya, ukurannya, atau karakteristik lain, termasuk gagasan bahwa serangkaian benda-benda dapat menyertakan benda lainnya ke dalam rangkaian tersebut. Anak tidak lagi memiliki keterbatasan logika berupa animisme (anggapan bahwa semua benda hidup dan berperasaan). Decentering: anak mulai mempertimbangkan beberapa aspek dari suatu permasalahan untuk bisa memecahkannya. Sebagai contoh anak tidak akan lagi menganggap cangkir lebar tapi pendek lebih sedikit isinya dibanding cangkir kecil yang tinggi.

Page 304: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 297

Reversibility: anak mulai memahami bahwa jumlah atau benda-benda dapat diubah, kemudian kembali ke keadaan awal. Untuk itu, anak dapat dengan cepat menentukan bahwa 4+4 sama dengan 8, 8-4 akan sama dengan 4, jumlah sebelumnya. Konservasi: memahami bahwa kuantitas, panjang, atau jumlah benda-benda adalah tidak berhubungan dengan pengaturan atau tampilan dari objek atau benda-benda tersebut. Sebagai contoh, bila anak diberi cangkir yang seukuran dan isinya sama banyak, mereka akan tahu bila air dituangkan ke gelas lain yang ukurannya berbeda, air di gelas itu akan tetap sama banyak dengan isi cangkir lain. Penghilangan sifat Egosentrisme: kemampuan untuk melihat sesuatu dari sudut pandang orang lain (bahkan saat orang tersebut berpikir dengan cara yang salah). Sebagai contoh, tunjukkan komik yang memperlihatkan Siti menyimpan boneka di dalam kotak, lalu meninggalkan ruangan, kemudian Ujang memindahkan boneka itu ke dalam laci, setelah itu baru Siti kembali ke ruangan. Anak dalam tahap operasi konkrit akan mengatakan bahwa Siti akan tetap menganggap boneka itu ada di dalam kotak walau anak itu tahu bahwa boneka itu sudah dipindahkan ke dalam laci oleh Ujang. PENUTUP

Hasil penelitian ini memperoleh informasi bahawa pelaksanaan pembalajaran di TK ABA Kauman Kota Metro dan SD Muhammadiyah Metro Kelas 1 telah sesuai dengan perencanaan pembelajaran yang telah disusun oleh guru. Materi matematika di TK ABA Kauman Metro khususnya dalam konten matematika hanya bersifat pengenalan bilangan dan maknanya. Pembelajaran matematika di TK lebih menekankan pengenalan bilangan dengan menggunakan media peraga, sehingga siswa lebih mudah memahami makna dari suatu angka. Sedangkan pembelajaran di SD Muhammadiyah khususnya pelajaran matematika diawali dengan pengenalan bilangan 1 sampai dengan 10, berhitung dengan menggunakan media. Pembelajaran di SD Muhammadiyah telah menerapkan kurikulum 2013. Pembelajaran tematik yang dilaksanakan di SD Muhammadiyah mencakup tiga mata pelajaran yaitu PPKN, Bahasa Indonesia dan Matematika.

Pembelajaran matematika yang diterapkan pada TK ABA Kauman telah sesuai dengan tingkatan usia siswa dan tidak membebani siswa dengan harus memiliki kemampuan yang tinggi seperti harus sudah bisa berhitung, membaca dan menulis. Sedangkan SD Muhammadiyah Metro dalam penerimaan siswa baru juga tidak menuntut siswa sudah dapat membaca, menulis dan berhitung. Materi-materi dan pembelajaran khususnya matematika secara teori sesuai dengan tahapan perkembangan kognitif menurut Piaget. Berdasar hal tersebut penerapan pembelajaran matematika pada kedua lokasi penelitian telah sesuai dengan tingkatanya dan tidak saling memberikan intervensi atau memaksanakan siswa harus memiliki kemampuan yang tinggi.

Fokus penelitian ini adalah kesesuaian materi dan proses pembelajaran matematika pada tingkat TK dan SD Kelas 1 yang mengacu dengan teori perkembangan kognitif Piaget. Hasil dari penelitian ini memberikan saran pada penelitian berikutnya untuk mengembangkan pembelajaran terbimbing khususnya

Page 305: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 298

untuk materi matematika yang sesuai dengan tahapan usia siswa TK dan SD Kelas 1. DAFTAR PUSTAKA Barbosa, Heloiza H. 2014. Early Mathematical Concepts and Language: a

Comparative Study Between Deaf and Hearing Children. Educ. Pesqui., São Paulo, v. 40, n. 1, p.163-178 (Online), http://www.scielo.br/pdf/ep/v40n1/en_11.pdf, diakses 9 Oktober 2015.

Baroody. 2000. Number and operations key transitions in the numerical and arithmetic development of typical and special children between the ages of 2 and 6 years. A paper presented at the Conference on Standards for Preschool and Kindergarten Mathematics Education. (Online), http://gse.buffalo.edu/org/conference/conferencepaper/Baroody.html, diakses 11 Oktober 2015.

Dahar, Ratna Wilis. 2011. Teori-Teori Belajar & Pembelajaran. Jakarta: Erlangga.

Clements, Douglas H. 2011. Early Childhood Mathematics Intervention. (Onlone), http://www.du.edu/marsicoinstitute/media/documents/dc_early_childhood_mathematics_intervention.pdf, diakses 10 Oktober 2015.

Mariyana, R., dkk. 2008. Implementasi Program Pembelajaran Berbasis Bimbingan di TK. (Online), http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PGTK/197803082001122-RITA_MARIYANA/ARTIKEL_implementasi_PBB_di_TK.pdf, diakses 9 Oktober 2015.

Nahridin. 2010. Teori Perkembangan Kognitif Jean Peaget. http://nadhirin.blogspot.co.id/2010/04/teori-perkembangan-kognitif-jean-piaget.html.

Retnawati, H. 2009. Pengaruh Kemampuan Awal dan Kemampuan Berfikir Logis/penalaran terhadap Kemampuan Matematika (Studi Komparasi Sensitivitas Program Lisrel 8.51 dan Amos 6.0). (Online), http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/132255129/Semnas%20PMAt%20Nov2009%20SEM-fiks1_1.pdf, diakses 11 Oktober 2015.

Page 306: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 299

PRAKTEK REFLEKTIF GURU DALAM MENGAJAR UNTUK MELATIH KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA

Soleman Saidi

Dosen Universitas Khairun Ternate

ABSTRAK Guru sering merasa bahwa keterampilan berpikir kritis harus diajarkan,

namun penelitian telah menunjukkan bahwa mereka mungkin tidak tahu bagaimana untuk melakukan hal ini secara efektif. Penggunaan berpikir reflektif dapat menjadi pelopor untuk memicu berpikir kritis. Namun, siswa mungkin tidak mampu berpikir kritis karena guru-guru mereka tidak mampu mengintegrasikan berpikir kritis yang cukup dalam praktek sehari-hari mereka yang membutuhkan refleksi. Paraktek refleksi yang dilakukan guru pada setiap pembelajaran sangat menguntungkan bagi siswa untuk melatih berpikir kritis mereka. Dengan demikian berpikir kritis seharusnya diawali dengan berpikir reflektif. Kata kunci : praktek reflektif, berpikir reflektif, berpikir kritis PENDAHULUAN

Tugas guru dalam membentuk pola pikir dan pengetahuan siswa dengan berbagai strategi dan keterampilan dalam mengajar yang dimilikinya, dituntut untuk memiliki pengetahuan yang mumpuni. (UU.NOMOR 14 TAHUN 2005) tentang guru dan dosen mendefenisikan guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.

Kompleksitas tugas tersebut menuntut guru untuk selalu melakukan peningkatan mutu dan melatih keterampilan mengajarnya sebaik mungkin agar proses belajar mengajar di kelas menjadi lebih baik. Kegiatan belajar yang menekankan pada proses belajar tentu akan menghadirkan kegiatan berpikir dalam berbagai bentuk dan level. Proses berpikir yang dibangun sejak awal dalam upaya menyelesaikan suatu masalah hendaknya berlangsung secara sengaja dan sampai tuntas. Ketuntasan dalam hal ini dimaksudkan bahwa seseorang harus menjalani proses tersebut agar terlatih dan memperoleh kesempatan untuk memberdayakan dan memfungsikan kemampuannya yang ada sehingga ia memahami serta menguasai apa yang dipelajari dan yang dikerjakannya.

Guru sering merasa bahwa keterampilan berpikir kritis harus diajarkan, namun penelitian telah menunjukkan bahwa mereka mungkin tidak tahu bagaimana untuk melakukan hal ini secara efektif. Penggunaan berpikir reflektif dapat menjadi pelopor untuk merangsang berpikir kritis pada guru (Choy dan Rahman, 2012). Namun, seperti dibuktikan oleh penelitian (Choy & Cheah, 2009; Rudd, 2007; Black, 2005; Vaske, 2001), siswa mungkin tidak mampu berpikir kritis karena guru-guru mereka tidak mampu mengintegrasikan berpikir kritis yang cukup dalam praktek sehari-hari mereka yang membutuhkan refleksi. Selanjutnya, banyak anggapan guru bahwa berpikir kritis disamakan dengan kemampuan berpikir tingkat tinggi dari Taksonomi Bloom: analisis, sintesis dan

Page 307: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 300

evaluasi (Bloom, 1976) dan guru menemukan kesulitan menggabungkan tingkat ini dalam pelajaran mereka (Choy & Cheah, 2009). Oleh karena itu, penelitian ini mencoba untuk memastikan apakah guru mempraktekkan berpikir reflektif dalam pengajaran mereka. Hal ini dipandang sebagai sarana untuk meningkatkan berpikir kritis siswa di dalam kelas. Penelitian ini juga mencoba untuk menentukan bagaimana guru-guru memahami diri mereka sendiri dan praktek mengajar mereka karena ini juga menunjukkan berpikir reflektif yang mereka lakukan selama berada di dalam kelas. HASIL DAN PEMBAHASAN Praktek Reflektif Guru

Kemampuan berfikir reflektif terdiri atas lima komponen yaitu: (1) merasakan dan mengidentifikasikan masalah; (2) membatasi dan merumuskan masalah; (3) mengajukan beberapa kemungkinan alternatif solusi pemecahan masalah; (4) mengembangkan ide untuk memecahkan masalah; (5) melakukan tes dan membuat kesimpulan. Dewey (1993); Dunn, Mosolino (2011); Rodger,C. (2002); Zehavi, Mann (2006). Sikap Reflektif : 1) Keterbukaan: sebagai refleksi mengenai apa yang diketahui, dalam pembelajaran ada tiga pola dasar yaitu pola berfokus pada guru, siswa, dan inklusif ; 2) tanggungjawab: sebagai sikap moral dan komitmen profesional berkenaan dengan dampak pembelajaran pada siswa saja, siswa dan guru, serta siswa, guru dan orang lainnya; 3) Kesungguhan dalam bertindak dan melaksanakan tugas, dengan cara pembelajaran langsung guru, proses interaktif, dan proses interaktif yang kompleks. Dewey (1993); Zehavi, Mann (2006); Helen L. Harrington, (1996).

Berpikir reflektif (Dewey, 1933) diprediksikan untuk meningkatkan berpikir kritis. Ini adalah bagian dari proses berpikir kritis secara khusus merujuk untuk proses menganalisis dan membuat penilaian tentang apa yang telah terjadi. Peserta didik yang berpikir reflektif menjadi sadar dan mengendalikan pembelajaran mereka dengan aktif mengakses apa yang mereka ketahui, apa yang mereka perlu tahu dan bagaimana mereka menjembatani kesenjangan (Sezer, 2008).

Dalam kaitanya dengan membangkitkan berpikir kritis pada siswa, guru sebaiknya selalu melakukan refleksi dalam setiap pembelajarannya. Ciri refleksi guru: 1) retrospeksi (refleksi Guru sebagai analisis retrospektif (kemampuan untuk menilai diri sendiri). Pendekatan ini membutuhkan berpikir refleksi untuk menggabungkan pengalaman sebelumnya dan bagaimana pengalaman ini bisa mempengaruhi praktek guru saat ini. 2) pemecahan masalah (refleksi Guru sebagai proses pemecahan masalah; Refleksi guru dapat dianggap sebagai mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk menganalisis dan mengartikulasikan masalah sebelum mengambil tindakan. 3) analisis kritis dan 4) Refleksi keyakinan tentang diri dan self-efficacy. guru memiliki perasaan dan keyakinan terhadap diri mereka sendiri dan orang lain akan berperan menilai bagaimana mereka mengajar (Boody ,2008; Choy. Pao 2012).

Ciri tersebut menunjukkan bahwa, ketika guru selalu melakukan refleksi dalam setiap pembelajarannya, maka akan mebangkitkan berpikir kritis oada siswa. Berpikir kritis melibatkan berbagai keterampilan berpikir yang mengarah ke hasil yang diinginkan dan berpikir reflektif membantu mengintegrasikan kemampuan berpikir ini dibabantu dengan penilaian (Shermis, 1999). Peran

Page 308: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 301

penting dari berpikir reflektif adalah untuk bertindak sebagai sarana mendorong pemikir selama memecahkan masalah karena memberikan kesempatan untuk melangkah mundur dan berpikir strategi terbaik untuk mencapai tujuan (Rudd, 2007). Oleh karena itu guru yang mampu menggunakan praktek reflektif dengan sendirinya lebih terbiasa dengan menggunakan strategi ini untuk membantu siswa berpikir kritis (Shermis, 1999). Berpikir Kritis Siswa

Telah dijelaskan sebelumnya bahwa praktek refleksi yang selalu dilkukan oleh guru di dalam kelas menimbulkan berpikir kritis pada siswa. Dalam usaha mengembangkan pengetahuan, orang dituntut untuk berpikir, misalnya untuk mencari kebenaran. Orang harus berpikir secara benar agar memperoleh pengetahuan yang relevan dan reliable (Steven, 1991). Pada saat yang sama, ketika seorang individu tidak segera dapat memperoleh solusi terhadap permasalahan yang dihadapinya, sekalipun ia telah berpikir kritis, ia memerlukan suatu kemampuan berpikir kreatif. Artinya, ia perlu melahirkan suatu ide atau gagasan yang relatif baru bagi dirinya, misalnya dalam memilih atau mengembangkan strategi atau teknik tertentu untuk melakukan suatu tindakan terhadap masalah yang dihadapinya. Sebagai contoh, ketika seseorang memiliki dana yang terbatas, sedangkan banyak hal yang masih harus dilakukannya yang memerlukan dana, maka ia harus membuat suatu keputusan berdasarkan kesimpulan yang ia pikirkan secara seksama dan secara kritis untuk menentukan apa yang akan dikerjakan, dan bagaimana memanfatkan dana yang terbatas itu agar ia dapat menyelesaikan semua masalah yang dihadapinya saat itu.

Berpikir kritis sesungguhnya adalah suatu proses berpikir yang terjadi pada seseorang dan bertujuan untuk membuat keputusan-keputusan yang masuk akal mengenai sesuatu yang dapat ia yakini kebenarannya serta yang akan dilakukan nanti (Ennis, 1996). Seseorang pada suatu saat tertentu akan selalu harus membuat keputusan, oleh karena itu kemampuan berpikir kritis harus dikembangkan, terutama ketika dalam membuat keputusan itu ia sedang berhadapan dengan suatu situasi kritis, terdesak oleh waktu serta apa yang dihadapi itu tidaklah begitu jelas dan rumit. Hal ini biasanya terjadi jika seseorang dihadapkan pada beberapa pilihan keputusan yang mungkin, dan dia harus memilih manakah yang terbaik dari sekian pilihan tersebut.

Demikian juga dalam hal berpikir kritis, keputusan yang akan diambil itu haruslah didasarkan pada informasi yang akurat serta pemahaman yang jelas terhadap situasi yang dihadapi. Misalnya dalam membuat suatu keputusan dalam memilih suatu strategi atau suatu teorema dalam matematika untuk membuktikan suatu statemen untuk menghasilkan suatu kesimpulan yang benar, maka hal ini harus didasarkan pada informasi yang diketahui atau yang bersumber dari apa yang dketahui serta sifat-sifat matematika yang relevan dengan masalah yang dihadapi. Sebab, jika keputusan itu tidak didasarkan pada informasi serta asumsi yang benar, maka kesimpulan itu tidak memiliki dasar yang benar. Ada enam unsur dasar yang perlu dipertimbangkan dalam berpikir kritis, yaitu focus, reason, inference, situation, clarity, overview disingkat FRISCO (Ennis, 1996). Dengan kata lain fokus , alasan, kesimpulan, situasi, kejelasan dan pemeriksaan secara keseluruhan harus muncul manakala seseorang dikatakan sedang berada pada

Page 309: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 302

keadaan berpikir kritis. Jika keseluruhan unsur ini telah dipertimbangkan secara matang maka orang dapat membuat keputusan yang tepat.

Berpikir kritis perlu diawali dengan adanya kepekaan individu untuk menyadari isu pokok, masalah pokok yang dipertanyakan,apa yang harus dibuktikan. Dalam suatu soal matematika, seringkali soal perlu disusun dalam bentuk “jika... maka...”, sehingga mudah dideteksi, apa yang harus dihitung atau dibuktikan. Dalam hal ini individu perlu memfokuskan pikiran dan perhatiannya, untuk dapat membuat kesimpulan. Selanjutnya, kesimpulan yang harus dibuat itu harus didukung oleh alasan-alasan yang tepat. Karena itu individu harus mencari dan memilih alasan yang tepat. Alasan itu dapat berbentuk atau berasal dari informasi yang diketahui, atau sifat dan teorema yang relevan dengan masalah yang dihadapi. Rangkaian alasan-alasan itu harus menunjang keputusan yang diambil. Langkah-langkah ini sering disebut inferensi. Walaupun alasan-alasan tersebut, secara sendiri-sendiri benar, namun jika tidak relevan dan tidak menunjang kesimpulan, maka kesimpulan yang dibuat berdasarkan alasan-alasan itu tidak sah.

Dengan demikian maka kesimpulan yang dibuat itu kuat dan dapat diterima atau masuk akal (sahih). Umumnya proses berpikir kritis terjadi dalam situasi beragam situasi, misalnya sosial, politik, keluarga, sekolah, dll. Berpikir kritis juga terjadi dalam situasi belajar matematika, misalnya ketika seorang individu terlibat dalam diskusi untuk mempertahankan kebenaran pendapatnya. Dengan demikian, perlu diciptakan suatu situasi dalam pembelajaran matematika sedemikian sehingga terbuka kesempatan untuk siswa berpikir kritis. Pertanyaan yang bersifat kritis dalam matematika sesungguhnya merupakan wujud berpikir kritis yang dapat mengembagkan proses berpikir matematik.

Seseorang dikatakan berpikir secara jelas dilihat dari apa yang dikatakan ataupun yang ditulis. Demikian juga dalam menangkap atau memahami keterangan yang dikemukakan seseorang diperlukan juga suatu sikap kritis untuk meyakinkan kebenaran dari keterangan tersebut. Krulik dan Rudnick (NCTM, 2000) mengemukakan bahwa yang termasuk berpikir kritis dalam matematika adalah berpikir yang menguji, mempertanyakan, menghubungkan, mengevaluasi semua aspek yang ada dalam suatu situasi ataupun suatu masalah. Sebagai contoh, ketika seseorang sedang membaca suatu naskah matematika ataupun mendengarkan suatu ungkapan atau penjelasan tentang matematika seyogiyanya ia akan berusaha memahami dan coba menemukan atau mendeteksi adanya hal-hal yang istimewa dan yang perlu ataupun yang penting.

Berpikir kritis pada intinya adalah seseorang bisa menganalisis dan merefleksikan hasil berpikirnya. Tentu diperlukan adanya suatu observasi yang jelas serta aktifitas eksplorasi, dan inkuiri agar terkumpul informasi yang akurat yang membuatnya mudah melihat ada atau tidak ada suatu keteraturan ataupun sesuatu yang mencolok. Singkatnya, seorang yang berpikir kritis selalu akan peka terhadap informasi atau situasi yang sedang dihadapinya, dan cenderung bereaksi terhadap situasi atau informasi itu.

Dalam belajar matematika ataupun menyelesaikan soal matematika yang sulit orang harus memfokuskan perhatiannya, misalnya tentang : apa masalahnya, apa yang diketahui, apa yang merupakan inti persoalan sebelum ia memutuskan untuk memilih strategi atau prosedur yang tepat atau sesuai. Demikian juga, karena matematika adalah ilmu yang sifatnya deduktif, maka harus ada alasan

Page 310: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 303

(reason) yang tepat sebagai dasar sebelum suatu langkah ditempuh. Alasan itu dapat berasal dari informasi yang diketahui ataupun, teorema, sifat dll. Alasan ini digunakan ketika kita bersikap kritis terhadap suatu situasi, misalnya situasi yang disediakan dalam bentuk suatu soal, ataupun suatu situasi yang muncul karena pikiran sendiri yang perlu dikritisi.

Berdasarkan alasan-alasan yang tepat maka kebenaran pemikiran itu mendapat penguatan. Selanjutnya, penarikan kesimpulan yang benar (inferensi) yang didasarkan pada langkah-langkah dari alasan-alasan ke kesimpulan haruslah masuk akal atau logis. Kesimpulan dapat melahirkan sesuatu yang baru yang dapat berperan sebagai fokus untuk dipikirkan, sedangkan alasan merupakan dasar bagi suatu proses penarikan kesimpulan. Dalam berpikir kritis, konteks atau situasi perlu diperhitungkan karena hal ini membantu untuk merujuk pada konsep tertentu dan memilih alasan yang tepat.

Penyelesaian tugas-tugas di kelas yang seperti soal latihan, suasana ulangan, ujian atau test saringan seringkali merupakan suatu situasi tegang yang dapat memicu seseorang untuk berpikir kritis, dikarenakan waktu yang terbatas dan tes bersifat kompetitif. Suatu situasi yang menempatkan seseorang dalam keadaan terdesak akan memicunya untuk berpikir kritis sebelum bertindak membuat suatu keputusan yang tepat. Kejelasan mengenai masalah yang dihadapi amatlah diperlukan sebelum seseorang bersikap kritis, misalnya dalam merespons terhadap suatu statemen yang orang lain kemukakan secara lisan maupun tulisan, demikianpun dalam menyampaikan pendapat untuk ditanggapi oleh orang lain. Jika tidak terdapat kejelasan maka akan sulit untuk membuat suatu kesimpulan dan membuat keputusan yang tepat. Demikian juga diperlukan adanya kejelasan tentang apa yang disimpulkan, atau apa yang dikemukakan berkaitan dengan suatu masalah.

Salah satu cara untuk menjamin adanya kejelasan adalah dengan memberikan contoh, ataupun memberikan penjelasan yang lebih lanjut tentang apa yang dimaksudkan. Pada akhirnya, setiap pemikiran yang muncul perlu memperoleh pemeriksaan kembali (check) tentang kebenaran apa yang ditemukan,apa yang disimpulkan, apa yang diputuskan sehingga tidak terdapat keraguan dalam membuat kesimpulan ataupun suatu keputusan. Dilihat secara mendalam, unsur-unsur berpikir kritis ini tercermin dalam heuristic Polya untuk pemecahan masalah.

Dengan demikian, berpikir kritis siswa sangat dibutuhkan dalam penyelesain masalah untuk memastikan kebenaran dari setiap langkah yang dilakukan oleh siswa. Beripikir kritis perlu di latih dengan berbagai kemampuan individu yang harus dikembangkan baik dibimbing oleh guru melalui refleksi maupun dilakukan oleh individu itu sendiri. PENUTUP

Praktek refleksi yang dilakukan oleh guru dalam setiap pembelajaran sangat penting untuk membangkitkan berpikir kritis pada siswa. Refleksi yang dilkukan oleh guru tentunya selalu berkaitan dengan langkah-langkah untuk menyelsaikan permasalahan atau menemukan sesuatu yang baru. Dengan demikian, refleksi yang dilakukan oleh guru akan memicu siswa untuk selalu merefleksi apa yang dikerjakan dan tentunya sebagai awal untuk berpikir kritis pada siswa.

Page 311: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 304

Berikir kritis pada siswa dicirikan dengan unsur-unsur : fokus pada permasalahan , alasan, kesimpulan, situasi, kejelasan dan pemeriksaan secara keseluruhan harus muncul manakala seseorang dikatakan sedang berada pada keadaan berpikir kritis. Jika keseluruhan unsur ini telah dipertimbangkan secara matang maka orang dapat membuat keputusan yang tepat. DAFTAR RUJUKAN Authors (2007). Exploring professional development for educators. Singapore:

Cengage. Choy .S. Chee & San Oo Pou. (2012). Reflective Thinking and Teaching Practices

: A Precursor For Incorporating Critical Thinking Into The Classroom. International Journal of Instruction. 5(1), 1308-1470.

Choy .S. Chee & San Oo Pou. (2012). Reflective Thinking Emong Teachers : A Way of incorporating Critical Thinking in The Classroom. International Journal of Instruction. From http://www.ericdigests.org/2001-3/reflective.htm

Choy, S. Chee and Cheah Kin Phaik .(2009). Teacher Perceptions of Critical Thinking Among Students and its Influence on Higher Education. International Journal of Teaching and Learning in Higher Education. 20(2), 198-206. http://www.isetl.org/ijtlhe/ ISSN 1812-9129

Cohen, L., Manion, L., & Morrison, K. (2000). Research Methods in Education (5th ed.). London: Routhledge.

Dewey J. 1933. How We Think: A Restatement of the Relation of Reflective Thinking to the Educative Process, Boston, MA: D.C., Heath and Company.

Ennis, R.H. (1996). Critical Thinking. Prentice Hall New York. Joan.M. (2000). Reflective Practice and Profesional Developmen. From

http://www.ericdigests.org/2002-3/reflective.htm Nagai, Sunaga, & Magara. Structural Factor of reflective thinking. From

http://www.ericdigests.org/2010-3/reflective.htm NCTM. (2000). Principle and Standards for School Mathematics. Reston: The

National Council of Teacher Mathematics, Inc. Rodgers, Carol. (2002). Defining Reflection: Another Look John Dewey and

Reflective Thinking. Teacher College Record. 82(4), 842-866. Rudd, R. D. (2007). Defining Critical Thinking. Techniques, 82(7), 46-49. Sezer, R. (2008). Integration of Critical Thinking Skills into Elementary School

Teacher Education Courses in Mathematics. Education, 128(3), 349-362. Shermis, S. (1999). Reflective Thought, Critical Thinking. ERIC Digest,

ED436007. Retrieved April 16, 2008, from http://www.ericdigest.org/2000-3/thought.htm

Zehavi, Nurit and Mann, Giora. (2006). Instrumented Techniques and Reflective Thinking in Analytic Geometry. The Montana Mathematics Enthusiast, ISSN 1551-3440, Vol. 2, no.2, pp. 83-92.

Page 312: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 305

KESADARAN ANAK PRA SEKOLAH PADA AKTIVITAS POLA

Khomsatun Ni’mah Mahasiswa Program Doktor Pendidikan Matematika Universitas Negeri Malang

e-mail: [email protected]

ABSTRAK

Penelitianakhir-akhir ini memusatkan perhatian pada pengembangan struktur pemikiran matematika anak-anak prasekolah, termasuk diantaranya aljabar awal. Ada semakin banyak bukti yang menyatakan bahwa kesadaran struktur matematika sangat penting untuk kompetensi matematika di kalangan anak-anak prasekolah. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan kesadaran anak prasekolah pada aktivitas pola. Pada penelitian ini menyediakan bukti pendukungyang diambil dari KB-TK „Aisyiyah Nganjuk kelas A sebanyak 3 anak, diantaranya 1 anak dengan kemampuan tinggi, 1 anak dengan kemampuan sedang, dan 1 anak dengan kemampuan rendah. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa: pertama, anak-anak memiliki pemahaman yang secara signifikan lebih besar dari repeating pattern daripada growing pattern. Growing pattern lebih sulit daripada repeating pattern. Kedua, banyak dari anak-anak prasekolah melihat repeating pattern memiliki titik awal tertentu, menyiratkan bahwa mereka tidak melihat repeating pattern sebagai perluasan di kedua arah. Mereka menganggap bahwa pola AB berbeda dengan pola BA. Ketiga, anak-anak prasekolah dapat mengungkapkan generalisasi pola. Kata Kunci: kesadaran, anak prasekolah, aktivitas pola PENDAHULUAN

Kemampuan pra aljabar dan pola awal merupakan hal yang penting bagi perkembangan pemikiran anak prasekolah, seperti pada kajian penelitian terdahulu (Dougherty & Slovin, 2004; English, 2004; Fox, 2005; Mulligan, Prescott, Papic, & Mitchelmore, 2006; Papic & Mulligan, 2005). Pembelajaran matematika yang fokus pada pola dan struktur dapat mengembangkan pemikiran matematika anak (Mulligan, English, Mitchelmore, Mike, Robertson, &Greg, 2010). Matematika disebut sebagai Ilmu pola (Papic&Mulligan, 2007; Warren, 2005). Materi pola merupakan salah satu materi yang termuat dalam kurikulum prasekolah, yang mana materi pola terdapat di semester ganjil dan genap. Selain di Indonesia, materi pola juga termuat dalam silabus internasional dan nasional baru-baru ini (QSA, 2005; NCTM, 2000) dimana pola dan aljabar sekarang menjadi tema yang dimulai dari tahun-tahun awal. Namun, seperti dilansir Waters (2004), tampaknya ada literatur yang sangat terbatas pada pola, dan terutama pada generalisasi pola dan mengekspresikan dan membenarkan generalisasi tersebut.

Kebanyakan penelitian sebelumnya telah menggunakan kemampuan pola sebagai indikator kesiapan untuk ide-ide matematika atau sebagai prekursor untuk penalaran (English, 2004; Klein & Starkey, 2003). Kegiatan umum yang terjadi di

Page 313: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 306

kelasawal adalah eksplorasi pola berulang dan berkembang menggunakan bentuk, warna, gerakan, merasa dan suara. Biasanya anak-anak diminta untuk menyalin dan melanjutkan pola-pola sebelumnya, mengidentifikasi bagian sebelumnya atau selanjutnya, dan menemukan unsur-unsur yang hilang (Hutchinson & Pournara, 2011).

Makalah ini mengkaji pengajaran yang membantu anak-anak menggeneralisasi dan merumuskan pemikiran matematika mereka, dan cenderung padakesadaran tentang situasi yang melibatkan pola berulang.Dua tugas pola yang dirancang untuk memperluas pemikiran anak-anak tentang pola berulang. Tujuan khusus dari penelitian ini adalah untukmengidentifikasi kesadaran anak-anak pada aktivitas pola METODE

Metode pengumpulan data yang digunakan adalah dokumen (Perkembangan Peserta didik dan Rencana Kegiatan Mingguan), TMP (Tes Menyusun Pola), video, foto dan wawancara.

Penelitian ini terhadap dua aktivitas pola dilakukan pada 3 anak TK „Aisyiyah Bustanul Athfal II Nganjuk kelas A, terdiri dari satu laki-laki dengan kemampuan rendah dan dua anak perempuan dengan kemampuan tinggi dan sedang. Ketiga subyek penelitian telah menunjukkan tingkat kemampuan yang berbeda yang mana didasarkan padainformasi dari guru kelas, dan laporan perkembangan akademik.

Pelaksanaan penelitian dilakukan pada tanggal 11 Maret 2015 di KB-TK „Aisyiyah Bustanul Athfal II Nganjuk. Pada penelitian ini, terdiri dari dua aktivitas pola yakni: melanjutkan pola AB, ABC, ABB, ABCA, ABA; menjelaskan bentuk pola; membuat pola yang mirip (yang sudah diberikan guru); dan membuat pola baru (sesuai dengan keinginan anak).Bahan yang digunakan adalah kertas manila persegi dengan 11 warna yang disediakan dan kertas manila bergambar binatang dengan 7 jenis binatang yang disediakan.

Selama pembelajaran, peneliti bertindak sebagai pengamat subyek, merekam catatan lapangan peristiwa penting termasuk interaksi anak-peneliti. Aktivitas pola yang direkam dengan menggunakan kamera video, yang mana fokus pada aktivitas pola anak. Pada tahap penyelesaian, peneliti dan guru mengacu pada catatan lapangan, berusaha untuk meminimalkan distorsi yang melekat dalam bentuk pengumpulan data.

Dalam rangka untuk memastikan kemampuan anak-anak dalam aktivitas pola diadministrasikan. Gambar 1 menyajikan pertanyaan yang diajukan dalam aktivitas pola. 1(a) Lanjutkan

1(b) Lanjutkan

Page 314: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 307

2. Buatlah pola yang mirip dengan pola sebelumnya 3. Buatlah pola baru sesuai dengan keinginan kalian

HASIL DAN PEMBAHASAN Terdapat perbedaan yang signifikan antara hasil pada aktivitas pola pada

komponen repeating pattern dan growing pattern. Itu menduga bahwa anak-anak ini punya lebih banyak pengalaman sebelumnya dengan repeating pattern daripadagrowing pattern dan mereka memiliki pemahaman yang kuat dalam fase perkembangan yang terlibat dalam pemahaman repeating pattern, yaitu melanjutkan, menyelesaikan dan menciptakan. Subyek 1: SSK

Pada aktivitas 1(a) yakni repeating patternPGPG(P=purple dan G=green), PRYPRY (P=pink, R=red, Y=yellow) dan GBrBrGBrBr (G=green, Br=brown)semua berhasil diselesaikan dengan benar oleh SSK. Dalam rangka untuk memastikan apakah SSK bisa menerjemahkan antar beberaparepeating pattern, pada aktivitas 2 SSK diminta untukmembuat repeating pattern baru yang miripdenganrepeating patternsebelumnya. Ternyata SSK bisa membuat repeating pattern baru yakni GPGP, BOBO dan GBrGBr (G=gray, P=purple, B=blue, O=orange, Br=brown). SSK membuat beberapa repeating patternbaru dengan benar namun ketika ditanya apakah repeating pattern ini adalah pola baru dibandingkan dengan yang pertama, ia menjawab, hal itu berbeda karena dimulai dengan warna yang berbeda, hal ini menunjukkan bahwa mungkin posisi awal warna dipandang sebagai karakteristik penting dari repeating pattern. Pada aktivitas 3, SSK diminta untuk membuat growing pattern, namun SSK hanya mampu membuat repeating pattern, belum mampu membuat growing pattern

Gambar 1: (a) Aktivitas SSK dalam menyusun pola, (b) Hasil kerjaan SSK untuk tugas menyusun pola

Subyek 2: ALF

Pada aktivitas 1(a) yakni repeating pattern PBGP (P=pink, B=blue, dan G=green) dan RBrRBr (R=red, Br=brown), ALFbelum mampu untuk mengidentifikasi bagaimana pola yang dimaksud oleh peneliti. Dalam rangka untuk memastikan apakah ALF bisa menerjemahkan antar beberaparepeating pattern, pada aktivitas 2 ALF diminta untukmembuat repeating pattern baru.

Page 315: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 308

Gambar 2: (a) Aktivitas ALF dalam menyusun pola, (b) Hasil kerjaan ALF untuk tugas menyusun pola

ALFmembuat beberapa repeating patternbaru dengan benar namun ketika ditanya apakah repeating pattern ini adalah pola baru dibandingkan dengan yang pertama, ia menjawab, hal itu berbeda karena dimulai dengan warna yang berbeda, hal ini menunjukkan bahwa mungkin posisi awal warna dipandang sebagai karakteristik penting dari repeating pattern. Namun ALF mampu membuat repeating pattern sesuai dengan keinginan ALF sendiri. Repeating pattern yang dibuat oleh ALF cenderung lebih komplek dari yang dibuat oleh peneliti, ALF mampu untuk membuat pola berbentuk persegi. Pada aktivitas 3, ALF diminta untuk membuat growing pattern dan ALF berhasil mampu membuat growing patterndengan tingkat pola yang kompleks. Berikut repeating pattern dan growing pattern yang dibuat ALF: Sepasang kolom kiri dan kanan dengan warna yang sama:

Kolom kiri dengan warna yang sama:

Kolom kanan dengan warna yang sama:

Diagonal dengan warna yang sama:

Subyek 3: VV

Pada aktivitas 1(a) yakni repeating patternSKS(S=sapi, danK=kucing) dan GSK (G=gajah, S=sapi, dan K=kucing), VVmampu untuk mengidentifikasi jenis obyek dan bagaimana pola yang dimaksud oleh peneliti. Dalam rangka untuk memastikan apakah VV bisa menerjemahkan antar beberaparepeating pattern, pada aktivitas 2 VV diminta untukmembuat repeating pattern baruyang mirip denganrepeating patternsebelumnya.Ternyata VV bisa membuat repeating pattern baru yakni SKSK (S=sapi,dan K=kucing). VVmembuat beberapa

Page 316: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 309

repeating patternbaru dengan benar namun ketika ditanya apakah repeating pattern ini adalah pola baru dibandingkan dengan yang pertama, ia menjawab, hal itu berbeda karena dimulai dengan warna yang berbeda, hal ini menunjukkan bahwa mungkin posisi awal warna dipandang sebagai karakteristik penting dari repeating pattern. Pada aktivitas 3, VV diminta untuk membuat growing pattern, namun VV hanya mampu membuat repeating pattern, belum mampu membuat growing pattern.

Gambar 3: (a) Aktivitas VV dalam menyusun pola, (b) Hasil kerjaan VV untuk tugas menyusun pola

PENUTUP

Penelitian ini tidak hanya untuk mendokumentasikan pemikiran anak-anak dalam aktivitas pola, tetapi juga proses pembelajaran yang mulai membantu memperluas pemikiran mereka dalam aktivitas pola. Ini juga mencakup penalaran dari pola-pola ini secara umum. Tiga kesimpulan yang diambil dari data.

Pertama, pada aktivitas pola menunjukkan bahwa anak-anak ini, setelah pengalaman mereka di tahun-tahun awal memiliki pemahaman yang secara signifikan lebih besar dari repeating pattern daripada growing pattern, menunjukkan bahwa growing pattern lebih sulit, atau pengalaman mereka pada awal tahun difokuskan terutama pada eksplorasi repeating pattern.

Kedua, banyak dari anak-anak ini melihat repeating pattern memiliki titik awal tertentu, menyiratkan bahwa mereka tidak melihat repeating pattern sebagai perluasan di kedua arah. Hal ini dibuktikan dengan keyakinan mereka bahwa RBRBRBRB dan BRBRBRBR adalah pola yang berbeda.

Ketiga, telah ada asumsi bahwa anak-anak tidak dapat mengungkapkan generalisasi pola. Penelitian ini menunjukkan bahwa mereka bisa. Generalisasi mereka masuk ke dalam dua kategori utama, yaitu (a) menggunakan beberapa contoh yang mirip dengan sebelumnya untuk mengekspresikan generalisasi, (b) menggunakan kata-kata untuk mengungkapkan generalisasi. Sangat menarik bahwa setelah analisis ulang dari transkrip itu muncul bahwa peran bahasa yang bermain dalam membantu anak-anak merekam generalisasi mereka dalam urutan yang benar layak untuk dilakukan penyelidikan lebih lanjut. Hasil dari pelajaran tertentu tidak hanya memberikan arah masa depan untuk penelitian, tetapi juga dimulai untuk mengidentifikasi tindakan guru yang membantu anak-anak untuk

Page 317: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 310

menggeneralisasi dan merumuskan pemikiran anak-anak, dan mengidentifikasi kesadaran berpikirberdampak pada proses ini. Banyak kesulitan anak-anak ini merupakan cermin kesulitan yang ditemukan dalam penelitian terdahulu dengan remaja. Hal ini menunjukkan bahwa mungkin kesulitan-kesulitan ini tidak begitu banyak perkembangan, tapi pengalaman.

DAFTAR RUJUKAN Dougherty, B. & Slovin, H. (2004). Generalised diagrams as a tool for young

children‟s problem solving. In M. J. Høines & A. B. Fuglestad (Eds.), Proceedings of the 28th annual conference of the International Group for the Psychology of Mathematics Education (Vol. 2, pp. 295-302). Bergen, Norway: PME.

English, L. D. (2004). Mathematical and analogical reasoning of young learning.

Mahwah, NJ: Lawrence Erlbaum. Fox, J. (2005). Child-initiated mathematical patterning in the pre-compulsory

years. In H.L. Chick & J.L. Vincent (Eds.), Proceedings of the 29th Conference of the International Group for the Psychology of Mathematics Education, (Vol. 2, pp. 313–320). Melbourne: University of Melbourne.

Klein, A. S., & Starkey, P. (2003). Fostering preschool childrens' mathematical

knowledge: Findings from the Berkeley Math Readiness Project. In C. D. &J. Surama (Eds.), Engaging young children in Mathematics: Standards for early childhood mathematics education. Mahwah, NJ: Lawrence Erlbaum.

Hutchinson & Pournara. (2011). Pre-school children‟s understanding of

Mathematical patterns. South African Journal of Childhood Education | 2011 1(2): 92-111 | ISSN: 2223-7674

National Council of Teachers of Mathematics (2000). Principles and Standards for School Mathematics. Reston, VA: NCTM.

Papic, M., & Mulligan, J. T. (2007). The growth of early mathematical patterning:

An intervention study. In J. Watson, & K. Beswick (Eds.), Mathematics: Essential research, essential practice. (Proceedings of the 30th annual conference of the Mathematics Education Research Group of Australasia, Hobart, Vol. 2, pp. 591-600). Adelaide: MERGA.

Mulligan, J.T., Prescott, A., Papic, M. & Mitchelmore, M.C. (2006). Improving

early numeracy through a Pattern and Structure Mathematics Awareness Program (PASMAP). In P. Grootenboer, R. Zevenbergen & M. Chinnappan (Eds.), Identities, cultures and learning spaces (Proceedings of the 29th annual conference of the Mathematics Education Research Group of Australasia, Vol. 2, pp. 376-383). Sydney: MERGA.

Papic, M., & Mulligan, J. (2005). Preschoolers‟ mathematical patterning. In P.

Clarkson, A, Downton, D. Gronn, A. McDonough, R. Pierce, & A. Roche

Page 318: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 311

(Eds.), Building Connections: Theory, research and practice (Proceedings of the 28th annual conference of the Mathematics Education Research Group of Australasia, Melbourne, Vol. 2, pp. 609-616). Sydney: MERGA.

Mulligan (2002). The role of structure in children‟s development of multiplicative

reasoning. In B. Barton, K. C. Irwin, M. Pfannkuch, & M. O. Thomas (Eds.), Mathematics Education in the South Pacific (Proceedings of the 25th annual conference of the Mathematics Education Research Group of Australasia, Auckland, NZ, Vol. 2, pp. 497-503). Sydney: MERGA.

Mulligan, J and English, L and Mitchelmore, Mike and Robertson, Greg. (2010).

Implementing a Pattern and Structure Mathematics Awareness Program (PASMAP) in Kindergarten. Proceedings of the 33rd annual conference of the Mathematics Education Research Group of Australasia, Fremantle, Western Australia, July 3-7, 2010, 3-7 July 2010

Queensland Studies Authority. (2005). Mathematics Year 1 - 10 Syllabus.

Retrieved 21 February, 2005. Warren (2005). Patterns Supporting the Development of Early Algebraic

Thinking. Australian Catholic University Waters, J. (2004). Mathematical patterning in early childhood settings. In I.Putt &

M.McLean (Eds.), Mathematics education for the third millennium (pp. 565-572). Townsville: Mathematics Education Research Group of Australia.

Page 319: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 312

PROFIL METAKOGNISI MAHASISWA DALAM MEMECAHKAN MASALAH MATEMATIKA

Ummu Sholihah Jurusan Tadris Matematika IAIN Tulungagung

e-mail: [email protected]

ABSTRAK Pemecahan masalah merupakan aktivitas mental tingkat tinggi, dimana setiap

siswa mempunyai kemampuan atau gaya kognitif yang berbeda-beda, sehingga kemampuan memecahkan masalah juga akan berbeda. Gaya kognitif seseorang dapat menjelaskan perbedaan keberhasilan individu dalam belajar. Dalam mengevaluasi pencapaian hasil belajar saat ini hanya memberikan penekanan pada tujuan kognitif tanpa memperhatikan dimensi proses kognitif, khususnya pengetahuan metakognitif dan keterampilan metakognitif. Akibatnya upaya-upaya untuk memperkenalkan metakognisi dalam menyelesaikan masalah matematika kepada siswa sangat kurang. Metakognisi merupakan pengetahuan tentang kognisi siswa yang melibatkan kesadaran berpikirnya sendiri dalam hal kemampuan planning, monitoring serta evaluation proses berpikirnya. Tujuan dari penelitian ini adalah mendeskripsikan profil metakognisi mahasiswa S-1 Jurusan Tadris Matematika IAIN Tulungagung dalam memecahkan masalah matematika. Penelitian ini dilakukan di IAIN Tulungagung dengan subjek 3 mahasiswa semester I tahun akademik 2015/2016 yang berkemampuan tinggi, sedang dan rendah. Data dikumpulkan dengan cara pemberian tes dan wawancara. Analisis data dilakukan melalui reduksi data, penyajian data, penafsiran data dan penarikan kesimpulan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketiga subjek memahami masalah dengan membaca dan mampu menuliskan apa yang diketahui dan ditanya. Subjek yang berkemampuan tinggi mengecek kembali cara penyelesaian baik selama proses penyelesaian maupun hasil penyelesaian. Sedangkan mahasiswa berkemampuan sedang dan rendah hanya mengecek cara penyelesaian selama proses. Kata kunci: Profil, Metakognisi, Pemecahan masalah PENDAHULUAN

Metakognisi secara umum berkaitan dengan dua dimensi berpikir. Pertama adalah kesadaran yang dimiliki seseorang tentang berpikirnya (self-awareness of cognition). Kedua adalah kemampuan seseorang menggunakan kesadarannya untuk mengatur proses berpikirnya (self-regulation of cognition) (Bruning dkk., 1995). Kedua dimensi metakognisi tersebut memiliki sifat saling ketergantungan satu sama lain. Woolfolk (1998) menjelaskan bahwa metakognisi merujuk kepada cara untuk meningkatkan kesadaran mengenai proses berpikir dan belajar yang dilakukan. Kesadaran ini akan terwujud apabila seseorang dapat mengawali berpikirnya dengan merencanakan (planning), memantau (monitoring) dan mengevaluasi (evaluating) hasil dan aktivitas kognitifnya. Untuk hal yang sama, Lee dan Baylor (2006) menyebutkan bahwa metakognisi adalah kesadaran terhadap aktivitas kognisi; dalam hal ini, metakognisi berkaitan dengan bagaimana seseorang menyadari proses berpikirnya. Menurut Flavell (1979), metakognisi diartikan sebagai “kognisi tentang kognisi” atau “berpikir tentang berpikir.” Selanjutnya dijelaskan bahwa siswa yang mengelola kegiatan

Page 320: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 313

kognitifnya dengan baik, memungkinkan dapat menangani tugas dan memecahkan masalah dengan baik pula.

Pemecahan masalah menurut Bailey (1989: 116) merupakan suatu kegiatan yang kompleks dan tingkat tinggi dari proses mental seseorang. Pemecahan masalah didefinisikan sebagai kombinasi dari gagasan baru yang mementingkan penalaran sebagai dasar pengkombinasian gagasan dan mnengarahkan kepada penyelesaian masalah.

Arends (2007:41) menyatakan bahwa model pembelajaran berdasarkan masalah adalah model pembelajaran dengan pendekatan pembelajaran siswa pada masalah autentik dan bermakna kepada siswa yang berfungsi sebagai landasan bagi investasi dan penyelidikan siswa, sehingga siswa dapat menyusun pengetahuannya sendiri, menumbuhkembangkan keterampilan yang lebih tinggi dan inquiri, memandirikan siswa, dan meningkatkan kepercayaan diri sendiri. Model ini bercirikan penggunaan masalah kehidupan nyata sebagai sesuatu dan meningkatkan keterampilan berpikir kritis dan menyelesaikan masalah, serta mendapatkan pengetahuan konsep-konsep penting. Model pembelajaran ini mengutamakan proses belajar dimana tugas guru harus memfokuskan diri untuk membantu siswa mencapai keterampilan mengarahkan diri.

Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa metakognisi memainkan peranan penting dalam pemecahan masalah. Hasil penelitian Chamot dkk. (1992) menunjukkan bahwa siswa yang mampu menyerap pelajaran matematika pada tingkatan paling tinggi dan memeroleh informasi tentang latihan dalam strategi. metakognitif (yaitu perencanaan, pemantauan, dan evaluasi belajar sendiri) memiliki kemampuan lebih baik dalam memecahkan masalah. Panaoura dan Philippou (2004) menunjukkan suatu hasil penelitian bahwa siswa yang terampil dalam mengetahui dan mengatur kognisinya (menilai metakognisinya) dan menyadari kemampuannya menunjukkan kemampuan berpikir lebih strategis dalam memecahkan masalah daripada mereka yang tidak menyadari cara kerja sistem kognisinya. Hasil penelitian McLoughlin dan Hollingworth (2003) menunjukkan bahwa pemecahan masalah yang efektif dapat diperoleh dengan memberi kesempatan kepada siswa untuk menerapkan strategi metakognitif ketika memecahkan masalah. Jelas sekali bahwa antara metakognisi dan pemecahan masalah mempunyai keterkaitan yang cukup kuat. Oleh sebab itu, maka penulis memandang perlu untuk mengetahui profil metakognisi siswa dalam memecahkan masalah.

Profil metakognisi dalam penelitian ini adalah gambaran apa adanya tentang kognisi siswa yang melibatkan kesadaran dan pengaturan berpikirnya dalam hal merencanakan (planning) proses berpikirnya, memantau (monitoring) proses berpikirnya dan mengevaluasi (evaluation) proses dan hasil berpikirnya ketika memecahkan masalah matematika berdasarkan pentahapan Polya (1973).

Tujuan dari penelitian ini adalah mendeskripsikan profil metakognisi mahasiswa S-1 Jurusan Tadris Matematika IAIN Tulungagung dalam memecahkan masalah matematika METODE

Penelitian ini adalah penelitian eksploratif yang mendeskripsikan secara mendalam tentang profil metakognisi mahasiswa Jurusan Tadris Matematika IAIN Tulungagung dalam memecahkan masalah matematika. Data dalam

Page 321: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 314

penelitian ini dideskripsikan secara kualitatif dan hasilnya berupa kata-kata tertulis, lisan atau uraian dari subjek penelitian dan selanjutnya dianalisis. Subjek penelitian adalah mahasiswa semester I IAIN Tulungagung tahun akademik 2015/2016 yang sedang menenempuh matakuliah kapita selekta matematika SMP.

Pemilihan subjek penelitian dengan kriteria, yaitu (1) berdasarkan skor tes hasil belajar yang dilakukan, mahasiswa terbagi atas tiga kelompok kemampuan, yaitu subjek berkemampuan tinggi, sedang dan rendah. Subjek dikatakan berkemampuan tinggi, jika memperoleh skor 85-100; subjek berkemampuan sedang, jika memperoleh skor 65-84; dan subjek berkemampuan rendah, jika memperoleh skor 0-64. Dan (2) meminta pertimbangan dosen pengajar tentang apakah subjek terpilih memiliki skor yang sesuai dengan kemampuan sehari-hari dikelasnya dan dapat mengemukakan pendapat secara lisan maupun tulisan. Masalah yang dimaksud adalah

Masalah 1: Tiga ekor ayam besar, sedang dan kecil ditimbang. Jika yang besar

dan kecil ditimbang beratnya 2,6 kg. Jika yang besar dan yang sedang ditimbang beratnya 3 kg. Dan jika yang sedang dan kecil ditimbang beratnya 2 kg. Berat ketiga ayam itu seluruhnya adalah...

Masalah 2: Ali, Ani, Budi pergi ke seuatu toko untuk membeli pensil dan buku yang sama. Ali membeli dua pensil dan dua buku, Ani membeli tiga pensil dan empat buku, sedangkan Budi membeli satu pensil dan dua buku. Jika Ali dan Ani berturut turut membayar Rp 2.500,- dan Rp 4.500,- maka Budi harus membayar...

Analisis data terdiri dari tiga tahapan, yaitu reduksi data, penyajian data, dan penafsiran atau penarikan kesimpulan. Reduksi data meliputi proses merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya. Penyajian data yaitu menyajikan data tereduksi sehingga data terorganisasikan, tersusun dalam pola hubungan. Penafsiran dan penarikan kesimpulan yaitu menafsirkan data yang telah disajikan kemudian disimpulkan. HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis data dalam penelitian ini dilakukan untuk setiap pentahapan pentahapan Polya (1973), yaitu tahap memahami masalah, tahap membuat rencana pemecahan masalah, tahap melaksanakan rencana pemecahan masalah, dan tahap memeriksa kembali hasil pemecahan masalah.

Untuk mengetahui profil proses metakognisi dalam pemecahan masalah matematika subjek berkemampuan tinggi, sedang dan rendah secara umum adalah sebagai berikut:

Subjek Berkemampuan Tinggi Langkah Mengembangkan Rencana Tindakan 1. Memahami masalah

a. S1 memehami masalah dengan cara membaca b. S1 mengembangkan rencana tindakan untuk memahami permasalahan

dengan mengatakan secara lisan variabel yang ditulis, persamaan linier, mengingat pengetahuan terdahulu yang terkait untuk menyelesaikan soal.

Page 322: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 315

c. S1 mengatakan sudah paham mengenai soal pemecahan masalah yang diberikan dan mengatakan bahwa ini adalah sistem persamaan linier.

d. S1 memahami masalah dan mengorganisasikan informasi dari soal dengan cara mengatakan yang diketahui, ditanya dan apa yang perlu dijawab.

2. Membuat hubungan antar informasi yang ada S1 menghubungkan informasi-informasi yang ada dengan teorema ataupun definisi yang terkait seperti subtitusi, eliminasi dalam menjawab soal.

Langkah Mengatur/ Memonitor Rencana Tindakan 3. Merencanakan penyelesaian masalah

a. S1 mengerjakan soal dengan melihat apa yang diketahui dengan cara mengatakan pengetahuan terdahulu yaitu penyelesaian menggunakan eliminasi dan subtitusi.

b. S1 memilih informasi dengan mengatakan pengetahuan terdahulu yang terkait eliminasi dan subtitusi.

c. S1 mengolah informasi dengan cara membuat sistem persamaan linier. d. S1 merencanakan penyelesaian, yaitu menggunakan cara yang telah

direncanakan. 4. Memeriksa kembali hasil yang diperoleh

S1 melihat kembali atau mengecek hasil dengan cara melakukan pengulangan pada langkah menyelesaikan masalah sesuai rencana, ternyata menemukan langkah yang tidak perlu untuk dikerjakan setelah memperoleh hasil akhir.

Langkah Mengevaluasi Hasil Dan Rencana Tindakan 5. Mengevaluasi hasil dan rencana yang dibuat

S1 mengevaluasi rencana yang dibuat dengan cara melakukan evaluasi pada langkah menyelesaikan masalah sesuai rencana yang berlangsung selama proses penyelesaian masalah yang dibuat dan setelah memperoleh hasil akhir.

Subjek Berkemampuan Sedang Langkah Mengembangkan Rencana Tindakan 1. Memahami masalah

a. S3 memahami masalah dengan cara membaca b. S3 mengembangkan rencana tindakan untuk memahami permasalahan

dengan mengatakan secara lisan variabel yang digunakan, persamaan linier, mengingat pengetahuan terdahulu yang terkait untuk menyelesaikan soal.

c. S3 mengatakan sudah paham mengenai soal pemecahan masalah yang diberikan dan mengatakan varibel-variabel yang ditulis.

d. S3 memahami masalah dan mengorganisasikan informasi dari soal dengan cara mengatakan yang diketahui, ditanya dan apa yang perlu dijawab.

2. Membuat rencana pemecahan masalah S3 menghubungkan informasi- informasi yang ada dengan definisi yang terkait subtitusi, eliminasi dalam menjawab soal.

Langkah Mengatur/ Memonitor Rencana Tindakan 3. Melaksanakan rencana pemecahan masalah

Page 323: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 316

a. S3 mengerjakan soal dengan melihat apa yang diketahui dengan cara mengatakan pengetahuan terdahulu yaitu penyelesaian menggunakan eliminasi dan subtitusi.

b. S3 memilih informasi dengan mengatakan pengetahuan terdahulu definisi yang terkait eliminasi dan subtitusi.

c. S3 mengolah informasi dengan cara membuat sistem persamaan linier. d. S3 merencanakan penyelesaian, yaitu menggunakan cara yang telah

direncanakan. 4. Memeriksa kembali hasil yang diperoleh

S3 tidak melihat kembali atau mengecek hasil dengan cara melakukan pengulangan pada langkah menyelesaikan masalah sesuai rencana setelah memperoleh hasil akhir.

Langkah Mengevaluasi Hasil Dan Rencana Tindakan 5. Mengevaluasi hasil dan rencana yang dibuat

S3 tidak mengevaluasi rencana yang dibuat dengan cara melakukan evaluasi pada langkah menyelesaikan masalah sesuai rencana yang berlangsung selama proses penyelesaian masalah yang dibuat dan setelah memperoleh hasil akhir.

Subjek Berkemampuan Rendah Langkah Mengembangkan Rencana Tindakan 1. Memahami masalah

a. S4 memehami masalah dengan cara membaca berulang-ulang b. S4 mengembangkan rencana tindakan untuk memahami permasalahan

dengan mengatakan secara lisan variabel yang digunakan, persamaan linier, mengingat pengetahuan terdahulu yang terkait untuk menyelesaikan soal.

c. S4 mengatakan sudah paham mengenai soal pemecahan masalah yang diberikan namun masih bingung sedikit. Sehingga membaca ulang soal.

d. S4 memahami masalah dan mengorganisasikan informasi dari soal dengan cara mengatakan yang diketahui, ditanya dan apa yang perlu dijawab.

2. Membuat rencana pemecahan masalah S4 menghubungkan informasi-informasi yang ada dengan teorema ataupun definisi yang terkait dalam menjawab soal.

Langkah Mengatur/ Memonitor Rencana Tindakan 3. Melaksanakan rencana pemecahan masalah

a. S4 memanggil kembali informasi dengan mengatakan pengetahuan terdahulu yaitu penyelesaian menggunakan eliminasi.

b. S4 memilih informasi dengan mengatakan pengetahuan terdahulu definisi yang terkait eliminasi.

c. S4 mengolah informasi dengan cara membuat sistem persamaan linier. d. S4 merencanakan penyelesaian, yaitu menggunakan cara yang telah

direncanakan. 4. Memeriksa kembali hasil yang diperoleh

S4 tidak melihat kembali atau mengecek hasil dengan cara melakukan pengulangan pada langkah menyelesaikan masalah sesuai rencana setelah memperoleh hasil akhir karena subjek menganggap tidak perlu.

Page 324: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 317

Langkah Mengevaluasi Hasil Dan Rencana Tindakan 5. Mengevaluasi hasil dan rencana yang dibuat

S4 tidak mengevaluasi rencana yang dibuat dengan cara melakukan evaluasi pada langkah menyelesaikan masalah sesuai rencana yang berlangsung selama proses penyelesaian masalah yang dibuat dan setelah memperoleh hasil akhir.

PENUTUP Penelitian ini menghasilkan profil metakognisi mahasiswa Jurusan Tadris

Matematika semester I dalam memecahkan masalah matematika berdasarkan pentahapan Polya. ketiga subjek memahami masalah dengan membaca dan mampu menuliskan apa yang diketahui dan ditanya. Subjek yang berkemampuan tinggi mengecek kembali cara penyelesaian baik selama proses penyelesaian maupun hasil penyelesaian. Sedangkan mahasiswa berkemampuan sedang dan rendah hanya mengecek cara penyelesaian selama proses. DAFTAR RUJUKAN Arrend, I. R. 2007. Learning To Teach Seventh Edition. New York: McGraw Hill

Companies.

Bailey, R.W., 1989. Human Performance Engineering.New Jersey: Prentice Hall.

Bruning, R.H., Schraw, G.J., & Ronning, R.R. 1995. Cognitive Psychology and Instruction (Second Edition). New Jersey: Prentice Hall.

Chamot, A.U., Dale, M., O‟Malley, J.M., & Spanos, G.A. 1992. Learning and

Problem Solving Strategies of ESL Students. Bilingual Research Journal, 16 (3 & 4): 1-34

Flavell, J.H. 1979. Metacognition and Cognitive Monitoring: A New Area of

Cognitive–Developmental Inquiry. American Psychologist, 34 (10): 906-911

Lee, M. & Baylor, A.L. 2006. Designing Metacognitive Maps for Web-Based

Learning. USA: Florida State University McLoughlin, C. & Hollingworth, R. 2003. Exploring a Hidden Dimension of

Online Quality: Matacognitive Panaoura, A. & Philippou, G. 2004. The Measurement of Young Pupils‟

Metacognitive Ability in Mathematics: The Case of Self-Representation and Self-Evaluation, (Online), (http://www.ucy.ac.cy).

Polya, G. 1973. How To Solve It (Second Edition). New Yersey: Princeton

University Press Skill Development, 16th ODLAA Biennial Forum Conference Proceedings, (Online), (http://www. signadou.acu.edu.au).

Woolfolk, A.E. 1998. Educational Psychology (Seventh Edition). Boston: Allyn and Bacon

Page 325: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 318

PENGEMBANGAN BUKU AJAR MATEMATIKA DENGAN PENDEKATAN SCIENTIFIC KELAS VII SEMESTER 2

SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA

Slamet Widodo e-mail: [email protected]

Eni Setyowati

Jurusan Tadris Matematika IAIN Tulungagung

ABSTRAK

Permasalahan pendidikan yang dihadapi pada tantangan global saat ini salah satunya adalah ketakbermaknaan siswa dalam menerima pembelajaran. Salah satu faktor yang menyebabkan hal itu terjadi diantaranya adalah belum adanya bahan ajar yang mempunyai karakteristik tersendiri yang dapat membantu siswa dalam memaknai suatu proses belajar. Bahan ajar yang dimaksud adalah bahan ajar cetak berupa buku ajar yang mempunyai karakteristik sendiri dan berbeda dengan yang ada di pasaran, yakni pendekatan yang digunakan dalam pengembangan buku ajar ini menggunakan scientific approach. Sedemikian hingga penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan produk yang efektif dan efisien berupa buku ajar untuk siswa SMP kelas VII. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian dan pengembangan (Research and Development) dengan menggunakan siklus Borg and Gall. Hasil penelitian ini, yaitu (1) produk berupa Buku Ajar (BA) yang efektif dan efisien, serta mempunyai karakteristik tersendiri, yakni pendekatan yang digunakan pada Buku Ajar yaitu Scientific Approach, BA ini memperoleh persentase kelayakan 83,47% (2) RPP penerapan BA yang memperoleh persentase kelayakan 83,33%, (3) Soal post test yang digunakan untuk mengambil nilai sebagai uji pengaruh buku memperoleh persentase 85,76%, (4) hasil belajar siswa setelah implementasi BA meningkat yakni rata-rata hasil siswa penerapan BA 77,85 sedang kelas kontrol 63,05, nilai penerapan BA lebih baik 14,8 sehingga ada pengaruh bagi kelas penerapan BA.

Kata kunci: Scientific Approach, Buku Ajar

PENDAHULUAN Pendidikan merupakan hal yang sangat fundamental bagi manusia, terutama

umat Islam, hal ini sesuai dengan ayat yang pertama kali di turunkan Allah kepada Nabi Muhammad SAW yakni surat Al Alaq ayat 1-5. Dengan perintah Allah SWT tersebut pendidikan merupakan inti kehidupan, sedemikian hingga dengan pendidikan umat manusia dapat menemukan arah kehidupan yang lebih maju, lebih baik, dan lebih terarah. Begitu juga negara kita dalam menggeluti dunia pendidikan untuk kemajuan bangsa ini, negara Indonesia mengharapkan bahwasannya generasi penerus haruslah sesuai amanat UUD 1945 yakni

Page 326: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 319

mencerdaskan kehidupan bangsa159, serta harus sesuai dengan UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (SISDIKNAS) BAB II pasal 3 yang berbunyi: “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.”160

Dari sini kita dapat mengetahui bahwasanya pendidikan merupakan kunci kemajuan suatu bangsa, tidak ada bangsa yang maju, yang tidak didukung dengan pendidikan yang kuat. Kesadaran kita sebagai masyarakat Indonesia harus kita tingkatkan terutama dalam hal pendidikan, mengingat karena pendidikan merupakan salah satu kebutuhan yang harus kita penuhi. Tujuan pendidikan nasional sendiri adalah mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.161 Selain itu tujuan pendidikan di Indonesia yang tertuang dalam UUD 1945 adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Yang menjadi pertanyaan bagi kita adalah apakah pendidikan di Indonesia sudah sesuai harapan bangsa?, tentu semua telah tahu bahwa pendidikan di Indonesia jauh tertinggal dari negara-negara maju.

Human Development Index (HDI) 2013 merupakan sebuah laporan penelitian yang dirilis oleh United Nations Development Programme (UNDP) dimana berisikan analisis-analisis empiris dari isu-isu pembangunan utama, tren dan kebijakan terkait pembangunan kemanusiaan. Indonesia pada HDI 2013 meraih peringkat ke-121 dari 186 negara dan 8 negara-teritori. Indonesia hanya sedikit lebih baik dari Peru yang berada di ranking terbawah. Rata-rata skor matematika anak-anak Indonesia 375, rata-rata skor membaca 396, dan rata-rata skor untuk sains 382. Padahal, rata-rata skor OECD secara berurutan adalah 494, 496, dan 501.162 Betapa ironisnya negeri ini mengenai pendidikan, masih sangat jauh dari harapan bangsa.

Dari paparan di atas peringkat matematika berada di bawah peringkat sains, ini menunjukkan bahwa kemampuan matematika siswa di Indonesia lebih rendah daripada kemampuan di bidang sainsnya. Masalah klasik yang selalu dihadapi dan terus diupayakan pemecahannya dalam pendidikan matematika adalah masih banyaknya siswa yang mengalami kesulitan belajar pada mata pelajaran 159

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD’45), (Surabaya: Apollo: tt), hal. 2

160 Hanafiah dan Cucu Suhana, Konsep Strategi Pembelajaran, (Bandumg: Refika Aditama: 2012),

hal. 208 161

Redaksi Sinar Grafika, Sisdiknas (Sistem Pendidikan Nasional), (Jakarta: Sinar grafika, 2009), hal. 7

162http://www.kopertis12.or.id/2013/12/05/skor-pisa-posisi-indonesia-nyaris-jadi-juru-

kunci.html diakses Rabu, 7 Januari 2015, pukul 10.30 WIB

Page 327: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 320

matematika yang berakibat kurang maksimalnya prestasi belajar matematika pada diri siswa. Matematika dianggap paling sulit karena pelekatan konsep siswa pada umur 5-8 tahun. Seorang siswa dengan konsep dasar yang kuat akan mudah menyelesaikan instruksi matematika pada level berikutnya.163 Dalam aspek pemecahan masalah matematik, pemikiran-pemikiran kreatif dalam membuat (merumuskan), menafsirkan, menyelesaikan masalah, dan komunikasi matematik sangat diperlukan. Namun pada saat ini guru masih banyak yang tidak peduli akan hal ini. Contohnya guru menggunakan buku ajar yang tidak sesuai dengan kompetensi yang diharapkan oleh kurikulum yang berlaku, guru masih mengutamakan materi saja, sehingga menggunakan buku ajar yang hanya mudah didapat, tidak menyesuaikan tuntutan pemerintah. Buku Ajar yang ada tidak memperhatikan bagaimana siswa dapat menemukan konsep sendiri dalam menyelesaikan soal-soal dan memahami materi matematika. Hal ini menyebabkan kreatifitas siswa tidak berkembang.

Buku ajar yang digunakan dalam pembelajaran yang seperti itu bagi siswa dianggap tidak bermakna dan tidak menyenangkan, mereka hanya diberi informasi dan materi tanpa menemukan konsep sendiri. Salah satu penyebab pembelajaran itu tidak bermakna dan tidak menyenangkan adalah pendekatan yang dilakukan guru dalam pembelajaran adalah kurang tepat. Salah satu pendekatan yang dapat digunakan guru dalam mengajar dan meningkatkan kebermaknaan belajar di dalam kelas adalah pendekatan scientific.

Mengapa harus scientific?, karena komponen-komponen penting dalam mengajar menggunakan pendekatan scientific sangat bagus, yaitu:164

1. Menyajikan pembelajaran yang dapat meningkatkan rasa keingintahuan (Foster a sense of wonder),

2. Meningkatkan keterampilan mengamati (Encourage observation), 3. Melakukan analisis ( Push for analysis), dan 4. Berkomunikasi (Require communication).

Dengan kondisi yang telah dijelaskan sebelumnya, buku ajar belum sesuai dengan tuntutan pemerintah dan tidak memperhatikan kreatifitas siswa. Oleh karena itu, perlu adanya pengembangan buku ajar yang dikemas secara utuh, mudah didapat serta sesuai dengan struktur silabus kurikulum yang berlaku. Buku ajar yang dimaksud berupa buku cetak mata pelajaran matematika karena buku cetak dianggap lebih sesuai untuk pedoman mengajar guru serta mendampingi belajar siswa. Buku ajar yang dikembangkan berisi materi matematika kelas VII semester 2.

163

Ibrahim dan Suparni, Strategi Pembelajaran Matematika, (Yogyakarta: Bidang Akademik,

2008), hal. 35 164

Yunus Abidin, Desain Sistem Pembelajaran dalam Konteks Kurikulum 2013. (Bandung: PT. Refika Aditama, 2014), hal. 126-128

Page 328: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 321

Buku ajar matematika dalam proses pembelajaran dianggap sangat penting dan fundamental, oleh karena itu perlu dikembangkan buku ajar mata pelajaran matematika kelas VII semester 2. Salah satu keunggulan buku ajar yang akan dibuat dalam penelitian dan pengembangan ini yakni memiliki pendekatan ilmiah (scientific) baik standar kompetensi, kompetensi dasar serta cakupan materi yang mengacu pada silabus kurikulum yang berlaku. Oleh karena itu, penelitian dan pengembangan ini mengambil judul Pengembangan Buku Ajar Matematika Dengan Pendekatan Scientific Kelas VII Semester 2 Sebagai Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Siswa. Tujuan yang diharapkan oleh pengembang dalam penelitian dan pengembangan ini adalah untuk menghasilkan produk bahan ajar matematika yang efektif dan efisien berupa buku ajar untuk siswa SMP.

METODE

Model pengembangan yang digunakan di dalam penelitian ini mengacu pada model pengembangan menurut Borg dan Gall. Model pengembangan Borg & Gall memuat panduan sistematika langkah-langkah yang dilakukan oleh peneliti agar produk yang dirancangnya mempunyai standar kelayakan. Dengan demikian, yang diperlukan dalam pengembangan ini adalah rujukan tentang prosedur produk yang akan dikembangkan. Uraian model pengembangan Borg dan Gall, dijelaskan sebagai berikut:165 Educational research and development (R & D) is a process used to develop and validate educational products. The steps of this process are usually referred to as the R & D cycle, which consists of studying research findings pertinent to the product to be developed, developing the product based on the finding, field testing it in the setting where it wil be used eventually, and revising it to correct the deficiencies found in the field testing stage. In indicate that product meets its behaviorally defined objectives.

Terjemahan uraian tersebut adalah “penelitian dan pengembangan bidang pendidikan (R & D) adalah suatu proses yang yang digunakan untuk mengembangkan dan mengesahkan produk bidang pendidikan. Langkah-langkah dalam proses ini pada umumnya dikenal sebagai siklus R & D, yang terdiri dari: pengkajian terhadap hasil-hasil penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan validitas komponen-komponen pada produk yang akan dikembangkan, mengembangkannya menjadi sebuah produk, pengujian terhadap produk yang dirancang, dan peninjauan ulang dan mengoreksi produk tersebut berdasarkan hasil uji coba. Hal itu sebagai indikasi bahwa produk temuan dari kegiatan pengembangan yang dilakukan mempunyai objektivitas.

Model R & D yang dipakai dalam penelitian dan pengembangan ini adalah siklus Borg and Gall yang terdiri dari sepuluh langkah pelaksanaan diantaranya: (1) Research and information collecting (penelitian dan pengumpulan data

165 http://adipwahyudi.blogspot.com/2011/01/model-penelitian-pengembangan-borg-and.html,

diakses tanggal 7 Januari 2015 pukul 11.25 WIB

Page 329: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 322

melalui survei), termasuk dalam langkah ini antara lain studi literatur yang berkaitan dengan permasalahan yang dikaji, dan persiapan untuk merumuskan kerangka kerja penelitian. Dalam hal ini peneliti melakukan survey dan observasi lapangan selain itu juga melakukan wawancara terhadap guru mata pelajaran Matematika SMPN 1 Ngunut, (2) Planning (perencanaan), termasuk dalam langkah ini merumuskan kecakapan dan keahlian yang berkaitan dengan permasalahan, menentukan tujuan yang akan dicapai pada setiap tahapan, dan jika mungkin/diperlukan melaksanakan studi kelayakan secara terbatas. Pada langkah ini peneliti membuat rencana dari produk yang akan dikembangkan berdasarkan hasil pengumpulan data, (3) Develop preliminary form of product (pengembangan bentuk permulaan dari produk), yaitu mengembangkan bentuk permulaan dari produk yang akan dihasilkan. Termasuk dalam langkah ini adalah persiapan komponen pendukung, menyiapkan pedoman dan buku petunjuk, dan melakukan evaluasi terhadap kelayakan alat-alat pendukung. Pada tahap ini peneliti membuat produk awal yang akan dikembangkan yang akan diujicobakan ke siswa, (4) Preliminary field testing (ujicoba awal lapangan), yaitu melakukan uji coba lapangan awal dalam skala terbatas. Dengan melibatkan subjek sebanyak 6 – 12 subjek. Pada langkah ini pengumpulan dan analisis data dapat dilakukan dengan cara wawancara, observasi atau angket. Pada tahap ini produk yang telah divalidasi oleh dosen, diujicobakan ke beberapa siswa dan para subjek ujicoba diberi angket untuk menilai produk awal. Angket hasil uji coba ini digunakan untuk analisis dan perbaikan produk, (5) Main product revision (revisi produk), yaitu melakukan perbaikan terhadap produk awal yang dihasilkan berdasarkan hasil uji coba awal. Perbaikan ini sangat mungkin dilakukan lebih dari satu kali, sesuai dengan hasil yang ditunjukkan dalam uji coba terbatas, sehingga diperoleh draft produk (model) utama yang siap diujicobakan lebih luas. Tahap ini, peneliti memperbaiki produk awal, (6) Main field testing (uji coba lapangan), uji coba utama yang melibatkan seluruh siswa. Setelah produk direvisi, produk diujicobakan kepada siswa 1 kelas yakni 41 siswa kelas VII-E SMPN 1 Ngunut, (7) Operational product revision (revisi produk operasional), yaitu melakukan perbaikan/penyempurnaan terhadap hasil uji coba lebih luas, sehingga produk yang dikembangkan sudah merupakan desain model operasional yang siap divalidasi. Pada tahap ini peneliti memperbaiki produk berdasarkan masukan dari penerapan uji coba lapangan, (8) Operational field testing (uji coba lapangan operasional), yaitu langkah uji validasi terhadap model operasional yang telah dihasilkan. Setelah produk direvisi berdasarkan masukan pengguna, kemudian produk dinilai oleh para ahli, (9) Final product revision (revisi produk akhir), yaitu melakukan perbaikan akhir terhadap model yang dikembangkan guna menghasilkan produk akhir (final). Setelah dinilai oleh para ahli, produk di revisi sebagai revisi akhir dari produk yang dihasilkan dari penelitian pengembangan ini, (10) Dissemination and implementation, yaitu langkah menyebarluaskan produk/model yang dikembangkan dan menerapkannya di lapangan. Pada tahap ini, peneliti menyebarluaskan produk dengan memberikan produk kepada siswa VII-E dan guru matematika SMPN 1 Ngunut. Selain itu produk akhir ini diimplementasikan dan pada akhir implementasi siswa diberikan soal post test yang digunakan untuk melihat peningkatan hasil belajar siswa dan pengaruh scientific approach terhadap pebelajaran.

Page 330: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 323

Dalam penelitian dan pengembangan ini: (1) populasi sasaran yang sebenarnya adalah siswa SMP/MTs seluruh Indonesia, (2) SMPN 1 Ngunut dianggap representatif karena memiliki kemampuan yang beragam, (3) uji coba lapangan menggunkan seluruh siswa kelas VII-E SMPN 1 Ngunut sejumlah 41 siswa sesuai dengan rentang subjek uji coba lapangan yang diungkapkan Borg and Gall, (4) uji coba lapangan operasional dilakukan peneliti seperti yang dijelaskan oleh Borg and Gall yang melibatkan ahli materi, ahli media, dan ahli scientific approach karena ahli dianggap mempunyai kompetensi untuk memberikan justifikasi kelayakan format dan isi bahan ajar.

Jenis data yang didapatkan pada pengumpulan data merupakan data kuantitatif dan data kualitatif. Teknik analisis data untuk mengolah data kuantitatif adalah sebagai berikut menggunakan adaptasi dari Akbar dan Sriwiyana ditunjukan pada Persamaan 1.

V = 𝑇𝑆𝐸𝑉

𝑆−𝑚𝑎𝑥 x 100% ............... (1)166

Keterangan:

V = Validitas

TSEV = Total Skor Empirik Validator

S-max = Skor maksimal yang diharapkan

Kriteria kelayakan bahan ajar yang diadaptasi dari Akbar dan Sriwiyana dapat dilihat pada Tabel 1. Untuk data kuantitatif, akan dideskripsikan secara kualitatif untuk mengukur (1) terpenuhinya spesifikasi produk bahan ajar, (2) kelayakan produk bahan ajar, (3) keefektifan bahan ajar untuk digunakan dalam pembelajaran. Sedangkan data output SPSS 16.0 akan dianalisis dan dideskripsikan oleh peneliti untuk mengetahui peningkatan hasil belajar sebagai pengaruh scientific approach yang merupakan ciri khas buku ajar yang dibuat.

Tabel 1 Kriteria Tingkat Kelayakan Buku Ajar

NO KRITERIA TINGKAT VALIDASI

1 75,01% - 100,00% Sangat valid (dapat digunakan tanpa revisi)

2 50,01% - 75,00% Cukup valid (dapat digunakan dengan revisi kecil)

3 25,01% - 50,00% Tidak valid (tidak dapat digunakan) 4 00,00% - 25,00% Sangat tidak valid (terlarang digunakan)

166

Sa’dun Akbar dan Hadi Sriwiyana. Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran. (Yogyakarta: Cipta Media, 2010). Hal. 213

Page 331: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 324

Instrumen pengumpulan data pada pengembangan buku ajar ini berupa angket. Angket ini menggunakan 4 (empat) tingkat penilaian menurut skala likert. Kriteria tingkat penilaian pada angket untuk ahli materi, ahli media, dan siswa dengan menggunakan skala likert. Pada akhir tahap implementasi siswa diminta untuk mempelajari salah satu proyek yang ada buku ajar untuk dibahas pada saat uji coba sumatif. Hasil uji coba sumatif menghasilkan nilai dari siswa. Buku ajar dikatakan efektif jika persentase siswa yang tuntas belajar tinggi. Tuntas belajar diartikan dapat melampui Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang ada pada sekolah tersebut. Setelah selesai data diolah menggunakan SPSS 16.0 untuk mengetahui pengaruh scientific approach dan perbedaan nilai yang signifikan antara kelas perlakuan dengan kelas kontrol.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil penelitian pengembangan ini adalah buku ajar Matematika yang telah diujicobakan pada dosen pembimbing, guru mata pelajaran Matematika serta siswa SMPN 1 Ngunut. Hasil dari penelitian pengembangan ini adalah buku ajar dengan bercirikan scientific approach yang digunakan dalam pendekatannya.

Buku Ajar ini terbagi menjadi tiga bagian yaitu (1) bagian pendahuluan terdiri dari halaman sampul depan dan belakang, kata pengantar, daftar isi dan panduan buku ajar; (2) bagian pembelajaran terdiri dari halaman judul kegiatan belajar, kata kunci, peta konsep, SK (Standar Kompetensi), KD (Kompetensi Dasar), dan indikator, materi pembelajaran, rangkuman, latihan tugas, tes pemahaman dan balikan; dan (3) bagian penutup terdiri dari daftar pustaka. Pada setiap KB (Kegiatan Belajar) sub materi selalu terintegrasi dan termuat langkah-langkah yang termuat pada scientific approach. Scientific Approach yang digunakan pada BA ini meliputi kegiatan (1) Ayo Membaca dan Mengamati, (2) Ayo Mencari Tahu, (3) Ayo Mencoba, (4) Ayo Berdiskusi, (5) Ayo Presentasi. Yang kesemua kegiatan tersebut meliputi muatan scientific yakni seperti yang dapat dilihat pada Tabel 2. Selain buku ajar penelitian ini juga menghasilkan RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran) yang digunakan acuan penerapan buku ajar dan juga soal post test yang digunakan untuk pengambilan nilai sebagai uji pengaruh scientific approach dan keefektifan serta keefisienan produk buku ajar.

Tabel 2. Kegiatan Pembelajaran Pendekatan Scientific167

Kegiatan Aktivitas Belajar

Mengamati

(observing)

Melihat, mengamati, membaca, mendengar, menyimak, (tanpa dan

dengan alat)

Menanya Mengajukan pertanyaan dari yang faktual sampai ke yang bersifat

hipotesis, diawali dengan bimbingan guru sampai dengan mandiri

167

Hosnan, Pendekatan Saintifik dan Kontekstual dalam Pembelajaran Abad 21. (Bogor: Ghalia Indonesia, 2014), hal. 39

Page 332: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 325

(Questioning) (menjadi suatu kebiasaan)

Pengumpulan Data

(experimenting)

Menentukan data yang diperlukan dan pertanyaan yang diajukan,

menentukan sumber data (benda, dokumen, buku, eksperimen),

mengumpulkan data

Mengasosiasi

(associating )

Menganalisis data dalam bentuk membuat kategori, menentukan

hubungan data/kategori, menyimpulkan dari hasil analisis data, mulai

dari unstructured-uni structure-multistructure-complicated structure

Mengomunikasikan

(communication)

Menyampaikan hasil konseptual dalam bentuk lisan,tulisan, diagram,

bagan, gambar, atau media lainnya.

Tahapan aktivitas belajar yang dilakukan dengan pembelajaran saintifik

tidak harus dilakukan mengikuti prosedur yang kaku, namun dapat disesuaikan dengan pengetahuan yang hendak dipelajari. Pada suatu pembelajaran mungkin dilakukan observasi terlebih dahulu sebelum memunculkan pertanyaan, namun pada pelajaran yang lain mungkin siswa mengajukan pertanyaan terlebih dahulu sebelum melakukan eksperimen dan observasi. Aktivitas membangun jejaring juga mungkin dilakukan dalam upaya melakukan eksperimen atau juga mungkin dibutuhkan ketika siswa mendesiminasikan hasil eksperimennya.168 Oleh karena itu kegiatan pada pendekatan saintifik dapat dilakukan secara tidak urut dan didasarkan pada kebutuhan suatu kegiatan pembelajaran. Selain itu padanan kata dalam kegiatan pendekatan saintifik sangat banyak, sedemikian hingga kata yang digunakan tidak harus kaku sesuai yang ada pada kajian di atas, akan tetapi dapat menggunakan kata lain asal kata yang dipakai merupakan padanan kata muatan saintifik.

Hasil Validasi

Hasil validasi digunakan untuk mengetahui kelayakan produk berupa buku ajar, RPP, dan soal post test. Subjek uji coba adalah (1) ahli bahan ajar adalah Bapak Syaiful Hadi dan Bapak Beni Asyhar, (2) ahli scientific approach adalah Bapak Muniri dan Bapak Maryono, (3) ahli materi adalah Ibu Wiwik Sulistiyawati, Ibu Marganingsih, dan Bapak Imam Mahmudi, (4) Pengguna adalah siswa kelas VII-E SMPN 1 Ngunut yang berjumlaah 41 siswa. Sedemikian hingga buku ajar memperoleh rata-rata kevalidan 83,47%, RPP memperoleh persentase 83,33%, dan soal post test memperoleh persentase 85,76%. Kesemuanya memperoleh kriteria sangat valid, dan hasil persentase dapat dilihat pada Tabel 3: Tabel 3. Hasil Validasi Buku Ajar, RPP, dan Soal Post Test No. Perangkat yang Dinilai Subjek Uji Coba Tingkat kevalidan Kriteria

1. Buku Ajar Ahli Scientific Approach 76,81% Sangat Valid

Ahli Bahan Ajar 63,18% Cukup Valid

Ahli Materi 1 92,27% Sangat valid

168

Ibid, hal. 54

Page 333: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 326

Ahli Materi 2 78,63% Sangat valid

Ahli Materi 3 82,72% Sangat valid

Rata-rata Pengguna 88,22% Sangat valid

Rata-rata total 83,47% Sangat valid

2. RPP penerapan Buku Ajar

Ahli Scientific Approach 87,5% Sangat Valid

Ahli Bahan Ajar 66% Cukup Valid

Ahli Materi 1 95,8% Sangat valid

Ahli Materi 2 79,17% Sangat valid

Ahli Materi 3 91,67% Sangat valid

Rata-rata total 83,33% Sangat valid

3. Soal Post Test Ahli Scientific Approach 86,53% Sangat Valid

Ahli Bahan Ajar 82,69% Sangat Valid

Ahli Materi 1 94,2% Sangat valid

Ahli Materi 2 76,92% Sangat valid

Ahli Materi 3 88,46% Sangat valid

Rata-rata total 85,76% Sangat Valid

Selain angket yang menghasilkan persentase kevalidan di atas, RPP juga

dilakukan observasi keterlaksanaannya yang menghasilkan persentase keterlaksanaan rata-rata 91,30%. Observasi ini dilakukan oleh observer terhadap guru model yakni Ibu Wiwik Sulistiyawati. Hasil keterlaksanaan RPP ini dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Persentase Keterlaksanaan RPP

No Observer Persentase Ketercapaian dan Keterlaksanaan Rata-

rata RPP 1 RPP 2 RPP 3 RPP 4 RPP 5 RPP 6 RPP 7

1 Ahli Materi 1 (Dra.

Marganingsih)

95,24% 95,24% 95,24% 88,09% 88,09% 83,33% 92,85% 95,15%

2 Ahli Materi 2 (H.

Imam Mahmudi, S.

Pd., M.Pd.)

95,24% 88,09% 92,85% 90,47% 88,09% 80,95% 83,33% 88,43%

3 Peneliti (Slamet 88,09% 92,85% 90,47% 92,85% 92,85% 95,23% 97,61% 92,85%

Page 334: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 327

Widodo)

Rata-rata 92,85% 92,06% 92,85% 90,47% 89,67% 86,50% 91,25% 91,30%

Pada tahap akhir setelah implementasi, penelitimengadakan wawancara terhadap

tiga guru SMPN 1 Ngunut dan memperoleh kesimpulan akhir bahwa beliau menginginkan untuk memakai BA ini pada pembelajaran. Beliau-beliau juga mempunyai respon yang sangat positif dan mendukung untuk perbaikan dan kesempurnaan BA ke depannya bahkan sampai siap untuk pemasaran.

Pada pengolahan data kuantitatif yang didapat dari post test menghasilkan output SPSS 16.0 yang dapat dilihat pada Tabel 5 yang pada akhirnya memperoleh kesimpulan bahwa ada pengaruh pendekatan scientific approach pada pendekatan yang digunakan pada buku ajar produk penelitian pengembangan. Selain itu jika dibandingkan kelas kontrol mempunyai perbedaan yang signifikan untuk rata-rata kelas hasil post test.

Tabel 5. Hasil Output SPSS Data Post Test

Nilai rata-rata hasil post test kelas penerapan tindakan adalah 77,85, sedangkan kelas kontrol memiliki rata-rata 63,05. Kelas penerapan BA lebih tinggi 14,8 daripada kelas kontrol. Sedangkan sig.(2-tailed) menunjukkan bahwa BA mempunyai pengaruh yang signifikan bagi kelas penerapan. Dari penjelasan dan bukti di atas dapat diambil kesimpulan secara umum bahwa BA hasil R & D ini valid dan efektif serta layak digunakan di lapangan guna untuk meningkatkan hasil belajar siswa.

Page 335: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 328

PENUTUP Pada akhir artikel ini akan disajikan dan dibahas mengenai kesimpulan dan

juga saran dari keseluruhan penelitian R & D. Kesimpulan

R & D ini menghasilkan produk bahan ajar yakni BA dengan pendekatan scientific yang dikembangkan dengan model pengembangan Borg & Gall dengan beberapa modifikasi dan perubahan yang dirancang oleh peneliti. Modifikasi dan perubahan siklus pengembangan yang dibuat oleh peneliti ini didasari dengan pertimbangan waktu yang sangat terbatas dan juga biaya serta kondisi lapangan lokasi penelitian.

Materi yang dibuat dan dimuat pengembang dalam BA matematika produk R & D ini adalah satu materi penuh yakni aritmatika sosial. Dalam buku ini dilengkapi kegiatan pembelajaran dan juga latihan soal lengkap. Pada kegiatan pembelajaran ada juga diskusi dan presentasi yang berguna untuk meningkatkan komunikasi matematika siswa. Selain itu juga dilengkapi latihan secara individu maupun kelompok dalam sistem pengerjaannya. Pada setiap KB dimuat dengan pendekatan scientific yang jelas dan mudah untuk dilakukan oleh guru dalam pembelajaran.

Kegiatan saintifik pada buku produk R & D ini terdiri dari (1) Mengamati, yakni berupa membaca persoalan atau masalah mengenai materi pada kegiatan pembelajaran, (2) Menanya, yakni setelah melakukan pengamatan, siswa diarahkan untuk bertanya kepada guru dengan bimbingan atau umpan yang disajikan pada buku yaitu berupa persoalan ataupun pernyataan yang menarik siswa untuk mencari tahu, (3) Mencoba/menalar, yakni melakukan pemecahan masalah mengenai suatu persoalan dan mengembangkan pengetahuan yang telah diterima selama pembelajaran, (4) Mengasosiasi, yakni siswa dapat membuat kesimpulan terhadap masalah yang telah dicoba siswa untuk dinalar dan diselesaikan, (5)Mengomunikasikan, yakni pada kegiatan saintifik ini siswa dapat menyampaikan gagasannya dalam bentuk tulisan, hasil laporan, diseminasi, ataupun persentasi di depan kelas jika terdapat diskusi pada materi pembelajaran yang disampaikan.

BA pendekatan scientific produk pengembangan ini melalui validasi ahli yang kompeten di bidangnya. Selain itu RPP dan juga soal post test juga melalui tahap validasi ahli. Validasi produk dan RPP dilakukan oleh ahli bahan ajar, pendekatan scientific, dan juga 3 ahli materi yakni 3 guru SMPN 1 Ngunut, serta uji manfaat pengguna. Sedangkan untuk soal post test divalidasikan oleh ahli pendidikan, ahli pembuatan soal post test, dan juga 3 ahli materi. Hasil validasi oleh para ahli menyatakan bahwa BA, RPP penerapan BA, dan juga soal post test dinyatakan layak/valid untuk diterapkan dan digunakan uji coba ke siswa kelas VII-E SMPN 1 Ngunut Tulungagung tahun ajaran 2014/2015.

Hasil analisis data menunjukkan bahwa BA valid dengan persentase rata-rata keseluruhan 83,47%, sedangkan RPP penerapan BA memperoleh persentase sebesar 83,33%, dan untuk soal post test yang digunakan untuk uji keberhasilan BA memperoleh persentase kevalidan rata-rata keseluruhan 85,76%. Ini menunjukkan bahwa produk dan kelengkapannya siap untuk uji coba ke siswa di tempat lokasi penelitian.

Page 336: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 329

Pada akhir penelitian, siswa diberikan soal post test untuk uji keberhasilan BA. Pada analisis data hasil post test didapat nilai t-hitung sebesar 4,454 sedangkan t-tabelnya didapat 1,990 pada selang kepercayaan 2,5%, dan juga 1,664 pada taraf signifikansi 5%. Dari sini disimpulkan bahwa t-hitung = 4,454 > t-tabel (1,990; 2,5%, 1,664; 5%). Dapat dikatakan bahwa BA hasil R & D membuktikan bahwa dapat meningkatkan hasil belajar siswa dilihat dari uji-t hitung manual. Sedang output SPSS mengatakan bahwa taraf signifikansinya 0,000 < 0,05 yang dapat diartikan bahwa ada perbedaan yang signifikan antara kelas yang diterapkan BA dan kelas kontrol.

Nilai rata-rata hasil post test kelas penerapan tindakan adalah 77,85, sedangkan kelas kontrol memiliki rata-rata 63,05. Kelas penerapan BA lebih tinggi 14,8 daripada kelas kontrol. Dari penjelasan dan bukti di atas dapat diambil kesimpulan secara umum bahwa BA hasil R & D ini valid dan efektif serta layak digunakan di lapangan guna untuk meningkatkan hasil belajar siswa.

Saran

Produk berupa BA dengan pendekatan scientific ini dapat berhasil secara maksimal dan juga dapat meningkatkan hasil belajar dengan baik, akan tetapi pastilah untuk mencapai semua itu diperlukan saran dari pengembang demi tercapainya hasil yang diharapkan. Hal ini karena pengembang telah melakukan penelitian dan dapat dibuktikan bahwa produk ini dapat meningkatkan hasil belajar. Saran dari pengembang produk BA ini diantaranya adalah sebagai berikut:

Saran Pemanfaat Produk

Pemanfaat produk yakni pengguna (khususnya guru dan murid) disarankan untuk (1) Pengguna hendaknya membaca panduan serta SK dan KD yang ada pada buku sebelum memasuki KB, ini berguna untuk menghindari kebingungan ketika sampai pada KB, dan juga dengan membaca petunjuk pada buku akan membuat siswa benar-benar siap untuk mengikuti KB yang ada, (2) Siswa diharapkan membaca buku-buku referensi yang lain guna untuk menunjang pengetahuan yang ada sedemikian hingga dapat memberikan pengetahuan lebih tidak hanya satu buku yang digunakan sebagai sumber belajar, (3) Pengguna diharapkan dapat mengikuti alur setiap KB yang ada pada BA produk pengembangan, (4) Pengguna hendaknya memperhatikan pedoman pembelajaran yang ada, (5) Pengguna diharapkan mengerjakan semua perintah dan tugas-tugas yang ada dan menjalankan setiap perintah dan setiap kegiatan scientific yang ada dan termuat dalam BA.

Saran Dissemination and Implementation

Produk berupa BA dengan pendekatan scientific ini dapat digunakan pada semua sekolah yang bersangkutan yakni Sekolah Menengah Pertama (SMP). Dissemination and implementation ini dapat dilakukan melalui sosial media dalam bentuk file format pdf ataupun dapat didistribusikan melalui percetakan, akan tetapi percetakan membutuhkan biaya yang besar dan mahal. Sedemikian hingga untuk penyebaran produk dapat dilakukan melalui internet. Namun dalam

Page 337: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 330

penyebarluasan ini harus memperhatikan dan memperhitungkan karakteristik siswa, sehingga penyebarluasan dan implementasian BA tidak sia-sia dan memberi manfaat bagi para pengguna.

Saran Pengembangan Produk Lebih Lanjut Produk pengembangan pastinya ke depannya akan terus berkembang dan

lebih maju. Maka dari itu, pengembang disini memberi beberapa saran bagi pengembangan produk ke depannya. Adapun beberapa saran bagi pengembangan produk lebih lanjut diantaranya (1) Bagi pengembang produk, diharapkan dapat mengembangkan produk dengan materi lain dengan alasan supaya lebih komprehensif, karena produk berupa BA ini hanya memuat satu materi saja yakni aritmatika sosial, (2) Pengembangan produk tidak hanya menggunakan pendekatan scientific akan tetapi bisa memilih pendekatan yang lain ataupun metode, model yang lain yang lebih sempurna demi perkembangan pendidikan di masa yang akan datang, (3) Setiap produk pengembangan hendaknya mempunyai karakteristik tertentu yang bisa dan jauh berbeda dengan produk-produk yang lain yang ada di pasaran sedemikian hingga produk hasil pengembangan akan lebih diminati jika karakteristik dan kekhasan buku itu terlihat secara jelas dan nyata, (4) Bahan ajar yang dikembangkan tidak hanya berupa buku ajar cetak akan tetapi banyak bahan ajar variasi yang dapat mendukung perkembangan zaman dan dapat menarik minat siswa untuk mempelajari bahan ajar tersebut, (5) Bagi pengembangan bahan ajar selanjutnya bisa melihat acuan bahan ajar yang ada sebagai referensi dan juga dapat menyempurnakan produk yang telah ada, (6) Pengembangan selanjutnya dapat menggunakan metode dan model kekhususan buku berdasarkan perkembangan ilmu pendidikan yang dinamis.

DAFTAR RUJUKAN

Abidin, Yunus. 2014. Desain Sistem Pembelajaran dalam Konteks Kurikiulum 2013. Bandung: PT Refika Aditama

Akbar, Sa‟dun dan Hadi Sriwiyana. 2010. Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran. Yogyakarta: Cipta Media

Grafika, Redaksi Sinar. 2009. Sisdiknas (Sistem Pendidikan Nasional). Jakarta: Sinar grafika

Hanafiah dan Cucu Suhana, 2012. Konsep Strategi Pembelajaran. Bandumg: Refika Aditama

Hosnan. 2014. Pendekatan Saintifik dan Kontekstual dalam Pembelajaran Abad 21. Bogor: Ghalia Indonesia

http://adipwahyudi.blogspot.com/2011/01/model-penelitian-pengembangan-borg-and.html, diakses tanggal 7 Januari 2015 pukul 11.25 WIB

http://www.kopertis12.or.id/2013/12/05/skor-pisa-posisi-indonesia-nyaris-jadi-juru-kunci.html diakses Rabu, 7 Januari 2015, pukul 10.30 WIB

Ibrahim dan Suparni. 2008. Strategi Pembelajaran Matematika. Yogyakarta: Bidang Akademik

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD‟45). Surabaya: Apollo: tt

Page 338: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 331

SELF REGULATED LEARNING (SRL) SEBAGAI STRATEGI PEMBELAJARAN MATEMATIKA

UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA

Dewi asmarani Jurusan Tadris Matematika IAIN Tulungagung

e-mail: [email protected]

ABSTRAK Rendahnya kemampuan siswa dalam menyelesaikan masalah matematika,

merupakan masalah tersendiri bagi para pakar pendidikan. Rendahnya kemampuan menyelesaikan masalah ini sangat berpengaruh terhadap hasil belajar matematika siswa pada umumnya. Untuk mengatasi permasalahan tersebut dalam jurnal ini peneliti merekomendasikan Self regulated Learning sebagi bentuk strategi penyelesaian masalah matematika. Dengan terampilnya siswa menggunakan strategi ini diharapkan hasil belajar siswa meningkat. Kata kunci : Self regulated Learning, Hasil Belajar PENDAHULUAN

Rata-rata kemampuan anak Indonesia di bidang matematika, sains, dan membaca masih dalam kategori rendah dibandingkan dengan anak-anak lain di dunia. Hal ini ditunjukkan oleh hasil penilaian dari Organization for Economic Cooperation and Development (OECD). OECD adalah gabungan dari negara-negara yang menyelenggarakan program penilaian berskala Internasional atau yang lebih dikenal dengan Programme for International Student Assessment (PISA). PISA diselenggarakan setiap 3 tahun sekali dan Indonesia mengikuti program PISA ini sejak tahun 2003. Hasil penilaian PISA tahun 2012 menunjukkan bahwa Indonesia berada di peringkat ke-64 dari 65 negara yang berpartisipasi dalam tes tersebut. Indonesia hanya sedikit lebih baik dari Peru yang berada di ranking terbawah. Rata-rata skor matematika anak- anak Indonesia adalah 375, rata-rata skor membaca adalah 396, dan rata-rata skor untuk sains adalah 382. Padahal, rata-rata skor OECD tertinggi untuk matematika adalah 494, rata-rata skor membaca adalah 496, dan rata-rata skor untuk sains adalah 501 (SUARA MERDEKA, 13 Desember 2013).

PISA mengujikan permasalahan-permasalahan terkait dengan realita kehidupan dan meminta siswa untuk dapat menyelesaikan permasalahan tersebut berdasarkan pengetahuan yang mereka miliki. PISA diselenggarakan untuk anak-anak usia 15 tahun, sebab anak usia 15 tahun baru dapat dinilai kemampuan literasinya. Menurut Koichiro Matsuura (Director-General UNESCO) kemampuan literasi adalah kemampuan mengidentifikasi, memahami, menafsirkan, menciptakan, mengomunikasikan, dan berhitung. Berdasarkan fakta di atas terlihat bahwa keterampilan yang dimiliki siswa Indonesia dalam mengimplementasikan pengetahuannya ke dalam masalah-masalah di kehidupan nyata masih rendah (OECD, 2010).

Page 339: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 332

Salah satu faktor penyebab rendahnya keterampilan siswa Indonesia dalam mengimplementasikan pengetahuannya ke dalam masalah-masalah nyata adalah kurangnya pengalaman belajar siswa dalam mengkaji realitas secara intensif. Hal ini diperkuat oleh pendapat Budiastra, Sudana, dan Arcana (2015) yang mengatakan bahwa keterampilan proses sulit diterapkan sehingga siswa cenderung menghafal materi yang diberikan. Keterampilan proses yang dimaksud adalah mengamati, menanya, mengasosiasi, menerapkan dan mengomunikasikan. Hal tersebut terjadi karena proses pembelajaran di sekolah masih sangat teoritik dan mekanistik. Proses pembelajaran biasanya dimulai dengan penjelasan konsep disertai contoh, dilanjutkan dengan mengerjakan latihan soal-soal. Ilmu yang diajarkan tidak memberikan kesempatan kepada siswa untuk bergumul dan mengkaji realitas secara intensif.

Pendapat Budiastra, Sudana, dan Arcana (2015) diperkuat oleh hasil hasil wawancara peneliti dengan 31 orang siswa SMPN I Singosari ditemukan fakta bahwa 23 orang siswa menyatakan bahwa mereka lebih suka menyelesaikan soal matematika yang berbentuk pilihan ganda serta biasa diberikan di kelas daripada soal uraian yang tidak pernah dicontohkan oleh guru, sedangkan 8 orang siswa yang lain menyatakan bahwa mereka lebih suka menyelesaikan soal matematika yang berbentuk uraian. Soal uraian yang dimaksud di sini sifatnya tidak rutin atau bisa juga berhubungan dengan masalah kehidupan sehari-hari, sehingga untuk menyelesaikannya siswa memerlukan strategi khusus. Hasil wawancara ini menunjukkan bahwa dalam belajar siswa menyukai hal-hal yang mudah ditebak tanpa harus bersusah payah berpikir mencari penyelesaiannya.

Seorang guru selalu berharap setiap siswanya mampu menyelesaikan setiap permasalahan yang diberikan kepadanya. Berdasarkan kondisi di atas dapat dinilai bahwa siswa masih belum mampu mengatur dirinya sendiri pada saat dihadapkan pada suatu permasalahan, hal ini tampak dari sikap mereka yang masih kebingungan mencari dan mengingat pengetahuan apa yang dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah yang harus dihadapi, strategi apa yang digunakan untuk menyelesaikannya, tidak percaya diri dan pasif.

Gambaran permasalah seperti dijelaskan di atas tentunya tidak sesuai dengan Tujuan Pendidikan Nasional. Salah satu Tujuan Pendidikan Nasional adalah mengembangkan manusia Indoensia seutuhnya, yaitu manusia yang memiliki kepribadian yang mantap dan mandiri (Undang-Undang No. 20, Tahun 2003). Jika memperhatikan Tujuan Pendidikan Nasional tersebut, maka dunia pendidikan hendaknya segera mengatasi masalah-masalah yang muncul dalam pembelajaran paling tidak diubah ke arah yang lebih baik. Untuk mencapai harapan yang ideal tersebut, maka salah satu cara yang dapat ditempuh adalah dengan mendidik siswa menjadi pribadi-pribadi mandiri yang sadar akan kemampuan dirinya sendiri dan dapat mengatur dan mengarahkan dirinya sendiri dalam belajar.

Pengaturan diri yang dimaksud adalah mengatur kognisi , motivasi dan perilakunya dalam belajar khususnya berkaitan dengan cara pencapaian tujuan belajar yang telah ditetapkan (Vohs & Baumeister, 2004). Pengaturan kognisi mengharuskan siswa terlibat untuk mengadaptasi atau mengubah kognisinya melalui aktivitas pengulangan (rehearsal), elaborasi (elaboration), dan organisasi (organization). Pengaturan motivasi melibatkan aktivitas pengaturan semua pemikiran untuk fokus pada tujuan yang ingin dicapai, mengontrol strategi yang

Page 340: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 333

digunakan, adaptif dan mampu mempertahankan pendapatnya. Pengaturan perilaku melibatkan aktivitas pengaturan usaha (effort regulation), waktu, lingkungan (time/ studyenvironment), dan pencarian bantuan (help-seeking) (Zimmerman, 2008).

Siswa yang telah memiliki kemampuan dalam mengatur diri, dikatakan telah memiliki kemampuan Self Regulated Learning (SRL). Self Regulated Learning (SRL) dapat diterapkan dalam pembelajaran. Jika seorang siswa dapat menetapkan tujuan belajarnya sendiri, merencanakan strategi yang sesuai dengan masalah yang sedang dihadapi, mengidentifikasi sumber daya yang diperlukan, memberikan umpan balik, dan mengevaluasi efektivitas setiap tindakannya maka dapat dikatakan bahwa siswa tersebut telah menggunakan kemampuan Self Regulated Learning nya (Marzano, 2008). Selain itu, siswa yang telah menerapkan Self Regulated Learning (SRL) dapat menumbuhkan kesadaran dalam melakukan aktivitas belajarnya, dengan memahami mengapa aktivitas itu dilakukan dan apa implikasinya (Gandhi dan Varma, 2007).

Banyak penelitian menunjukkan bahwa siswa yang memiliki kemampuan Self Regulated Learning lebih terlibat aktif dalam pembelajaran mereka. Siswa yang memiliki kemampuan Self Regulated Learning lebih sering memilih duduk paling depan ketika belajar di kelas (Labuhn, Zimmerman, & Hasselhorn, 2010), Siswa yang memiliki kemampuan Self Regulated Learning secara sukarela menawarkan jawaban atas setiap pertanyaan yang diberikan (Elstad & Turmo, 2010). Yang paling penting, siswa yang memiliki kemampuan Self Regulated Learning juga mengatur lingkungan belajarnya untuk memenuhi kebutuhan mereka (Kolovelonis, Goudas, & Dermitzaki, 2011). Sebagai contoh, para peneliti telah menemukan bahwa siswa yang memiliki kemampuan Self Regulated Learning lebih aktif untuk mencari nasihat (Clarebout, Horz, & Schnotz , 2010) dan Informasi (De Bruin, Thiede, & Camp, 2011) dibandingkan dengan rekan-rekan mereka yang kurang memiliki kemampuan Self Regulated Learning. Tidak mengherankan bila temuan penelitian baru-baru ini juga menunjukkan bahwa siswa memiliki kemampuan Self Regulated Learning lebih baik tes akademik, kinerja, dan prestasinya (Schunk & Zimmerman, 2007; Zimmerman, 2008). 'Self Regulated Learning'

Sejak tahun 1980, istilah 'Self Regulated Learning' menjadi topik yang cukup menarik, karena menekankan pada pentingnya tanggung jawab belajar siswa pada diri sendiri (Paris & Byrnes, 1989; Zimmerman, 1989). Self Regulated Learning (SRL) adalah kemampuan mengatur diri dalam belajar. Secara umum , untuk mendapatkan kemampuan ini, maka siswa harus mengikuti proses perencanaan, pengaturan tujuan, pemantauan, dan pengendalian kemajuan belajar menuju pencapaian tujuan pembelajaran (Zimmerman, 2000; Pintrich, 2000; Winne & Hadwin, 1998).

Zimmerman (2008) menggambarkan SRL sebagai kemampuan dalam melaksanakan fase-fase belajar yang meliputi Fase Perencanaan yang cermat (forethought), Fase Menampilkan (Performance), dan fase Refleksi (Phase Refleksi). Dalam Fase ”Perencanaan yang cermat” siswa belajar untuk menetapkan tujuan dan merencanakan strategi penyelesaian masalah yang diberikan guru. Fase ”Menampilkan” aktivitas yang dilakukan adalah siswa menerapkan strategi yang telah direncanakan dan memantau efektivitas strategi

Page 341: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 334

tersebut. Sementara itu dalam Fase ”Refleksi” siswa diarahkan untuk memberikan umpan balik dan mengevaluasi efektifitas hasil belajarnya.

Beberapa penelitian tentang SRL telah dilakukan oleh beberapa orang ahli seperti Pintrich (2000), Zimmerman (2008), Winne (2009), Gandi & Varma (2007). Adapun perbedaan dari masing-masing penelitian adalah pada penekanan aspek pengaturan dirinya. Penelitian Pintrich (2000) dan Zimmerman (2008) lebih ditekankan pada aspek motivasi. Data diperoleh dari siswa kelas VII dengan Sembilan kelas yang berbeda. Winne (2009) lebih fokus pada aspek kognitif siswa. Data penelitian diperoleh dari kelas science, sedangkan Gandi &Varma (2007) memandang SRL sebagai bagian integral dari strategi pembelajaran. Data penelitiannya diperoleh di kelas matematika kelas VIII. Dalam penelitian ini, fokusnya adalah kemampuan dalam melaksanakan fase-fase belajar milik Zimmerman (2008) sebagai dasar membangun model pembelajaran matematika untuk mengembangkan Self Regulated Learning (SRL) siswa. Fase-fase SRL yang dimaksud adalah Fase ”Perencanaan yang cermat”, Fase ”Menampilkan”, dan Fase ”Refleksi”.

Pengembangan Self Regulated Learning (SRL) di dalam pembelajaran bukanlah hal yang mudah. Siswa mungkin tahu bagaimana mengatur belajarnya, akan tetapi belum tentu siswa tahu bagaimana menggunakannya secara intensif (Järvelä & Miller, 2011). Guru perlu menciptakan situasi belajar yang sesuai untuk melatih siswa agar terbiasa mengatur kognisi, motivasi, dan perilakunya sendiri dalam belajar. Untuk mengembangkan kemampuan SRL dalam pembelajaran, guru dapat menciptakan situasi belajar yang menantang. Situasi belajar yang menantang menciptakan peluang untuk mengaktifkan SRL siswa. Contoh situasi belajar yang menantang bisa berupa pemberian tugas penyelidikan, penemuan, komunikasi, dan pemecahan masalah (Järvelä, & Järvenoja, 2013).

Pemecahan masalah merupakan salah satu area di dalam pendidikan matematika dimana aplikasi langsung dari Self Regulated Learning terlihat jelas. Seorang pemecah masalah yang menggunakan Self Regulated Learning akan selalu melaksanakan analisis, perencanaan, eksplorasi dan refleksi untuk memahami situasi dari masalah yang dihadapi (Malmberg, 2014). Sebagai perbandingan, seorang pemecah masalah yang tidak memiliki kemampuan Self Regulated Learning akan menghabiskan waktu dalam membuat perencanaan atau menganalisis masalah, dan menggunakan berbagai macam pendekatan secara sembarangan. Selain itu hasil penelitian menunjukkan bahwa seorang pemecah masalah yang tidak memiliki kemampuan Self Regulated Learning sering merasa bingung dengan pengetahuan yang dimilikinya. Mereka kesulitan untuk mengakses atau menggunakannya ketika dibutuhkan guna memecahkan masalah baru (Darr & Fisher, 2004).

Saat ini, penelitian tentang SRL telah bergerak menuju area pembelajaran. Para peneliti mengakui bahwa masing-masing aspek SRL yang dibangun yaitu kognisi, motivasi dan perilaku memainkan peran penting dalam belajar (Pintrich, 2000). Dalam penelitian ini, fokus penelitiannya adalah bagaimana model yang dirancang membantu siswa mengatur kognisi, motivasi dan perilakunya, mengikuti teori SRL (Pintrich, 2002 dan Zimmerman, 2001), yang menyoroti bagaimana peserta didik memahami tugas, merencanakan dan menetapkan tujuan, serta menjadikan pembelajaran lebih bermakna dengan menerapkan dan menyesuaikan strategi pembelajaran selama proses pembelajaran berlangsung.

Page 342: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 335

Pengembangan Self Regulated Learning merupakan bagian integral dari teori-teori pembelajaran sosial budaya yang telah mempengaruhi kurikulum matematika selama lima belas tahun terakhir atau lebih (Malmberg, 2014). Tujuan pembelajaran konvensional yang berfokus pada penguasaan fakta dan prosedur telah membuka jalan agar tujuan pembelajaran lebih ditekankan pada pemahaman, berpikir fleksibel, komunikasi, dan pemecahan masalah (Darr & Fisher, 2004). Jika melihat penjelasan tersebut maka siswa diharapkan dapat mengembangkan pengetahuan dan keterampilan yang memungkinkan mereka untuk berinteraksi dengan ide-ide matematika secara aktif dan konstruktif. Hal ini sangat sesuai dengan tuntutan perubahan kurikulum dalam pembelajaran saat ini.

METODE Dalam percobaan ini yang berpartisipasi adalah 30 siswa SMPN 1

SINGOSARI kelas VII. Siswa menerima intruksi untuk menyelesaikan masalah matematika dalam LKS melalui proses perencanaan yang cermat, menampilkan dan refleksi. Proses ini terjadi secara berulang-ulang sehingga siswa benar-benar terampil. Setelah itu siswa diberikan tes akhir untuk mengetahui apakah ada peningkatan hasil belajarnya. HASIL DAN PEMBAHASAN

Penguasaan bahan ajar dilihat dari hasil LKS dan tes penguasaan Bahan ajar (TPBA). Rekapitulasi hasil LKS dan Tes Penguasaan Bahan ajar uji coba II dapat dilihat dalam Lampiran C.

Rekapitulasi penguasaan bahan ajar seluruh kelas untuk kedua aspek itu disajikan dengan tabel di bawah ini.

Tabel 1 Rekapitulasi Penguasaan Bahan Ajar Hasil LKS TPBA Peng. Bahan ajar Rata-rata kelas 74.8 76.7 75.9

Keterangan: TPBA: Tes penguasaan Bahan Ajar Hasil LKS seluruh siswa mempunyai rata-rata 74.8. Hasil tes penguasaan bahan ajar mempunyai rata-rata 76.7. Secara klasikal, rata-rata penguasaan bahan ajar 75.9 > 75. Menurut kriteria penguasaan bahan ajar, maka dengan ini penguasaan siswa tentang bahan ajar masuk kategori tinggi karena memenuhi KKM. Temuan-temuan spesifik yag dianggap penting dalam penelitian ini antara lain sebagai berikut: 1. Salah satu hasil yang diperoleh dalam penelitian ini yaitu pembelajaran Model

PMSRL berdampak positif terhadap pencapaian ketuntasan belajar (rata-rata kelas menunjukkan siswa memperoleh nilai 7,5 ke atas). Hasil ini mendukung teori-teori Self Regulated Learning yang telah dikemukakan, yaitu Self Regulated Learning memberi konstribusi yang cukup berarti terhadap peningkatan hasil belajar.

2. Siswa dapat menyelesaikan masalah yang dihadapinya dengan terlebih dahulu menetapkan tujuan dan merencanakan pencapaian tujuan, memanfaatkan berbagai sumber belajar yang ada, melakukan refleksi dan evaluasi sehingga mereka terdorong untuk berfikir atas inisiatif sendiri

Page 343: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 336

PENUTUP Self Regulated Learning (SRL) sebagai strategi dalam pembelajaran

terutama dalam menyelesaikan masalah matematika cukup efektif jika diterapkan di kelas matematika. Hal ini terbukti dengan berhasilnya siswa dalam mencapai ketuntasan belajar (rata-rata kelas menunjukkan siswa memperoleh nilai 7,5 ke atas). Selain itu siswa selalu berusaha melakukan perencanaan, menggali informasi, dan mengevaluasi hasil kerjanya setiap menghadapi masalah. DAFTAR RUJUKAN Budiastra dkk, 2015. Pengaruh Model Kooperatif Tipe GI terhadap Keteramplan

Berpikir Kritis Siswa. e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Vol: 3 No: 1 5

Darr, Charles dan Fisher, Jonathan. 2004. Self Regulated Learningin Mathematic

class. Paper presented at NZARE Conference, Turning the Kaleidoscope,Wellington, 24-26 November, 2004.Downloaded from

http://www.nzcer.org.nz/pdfs/13903.pdf De Bruin, A.B., Thiede, K.W., & Camp, G. (2001). Generating keywords

improves metacomprehension and self-regulation in elementary and middle school children. Journal of Experimental Child Psychology, 109 (3), 294-310.

Elstad, E., & Turmo, A. (2010). Students‟ self-regulation and teacher‟s influence

in science: Interplay between ethnicity and gender. Research in Science & Technological Education, 28 (3), 249-260.

Gandhi, H., & Varma, M. 2007. Promoting Self Regulated Learning in

mathematics through some pedagogic strategies. Indian Educational Review, 43(1).

Irkham, Agus.M. 2013. Satu Rumah Satu Rak Buku. SUARA MERDEKA, 13

Desember 2013. Jarvela, S., & Jarvenoja, H. (2011). Socially constructed self-regulated learning

and motivation regulation in collaborative learning groups. Teachers College Record, 113(2), 350-374.

Labuhn, A.S., Zimmerman, B.J., & Hasselhorn, M. (2010). Enhancing students‟ self-regulation and mathematics performance: The influence of feedback and self-evaluative standards Metacognition and Learning, 5 (2), 173-194.

Malmberg, J. (2014). Tracing the process of self-regulated learning– students‟

strategic activity in g/nStudy learning environment.University of Oulu Graduate School; University of Oulu, Faculty of Education Acta Univ. Oul. E 142,

Page 344: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 337

Marzano, R. J. 2008. Dimension of Learning. Colorado. McREL (Mid-continent Regional Educational Laboratory.

OECD (2010). PISA 2012 Mathematics Framework. Paris: OECD Publications.

Paris, S. G. & Byrnes, J. P. 1989. The constructivist approach to Self Regulated Learning and learning in the classroom. In B. J. Zimmerman & D. H. Schunk (Eds.), Self Regulated Learning and academic achievement(pp. 169–200). New York, NY: Springer.

Pintrich, P. (2000). Multiple goals, multiple pathways: The role of goal

orientation in learning and achievement. Journal of Educational Psychology, 92, 544-555.

Pintrich, P. R., & Zusho, A. (2002). The development of academic self-regulation: The role of cognitive and motivational factors. In A. Wigfield & J. Eccles (Eds.), Development of achievement motivation (pp.249–284). San Diego, CA: Academic Press.

UU No.20 Thn 2003 - Sistem Pendidikan Nasional hukum.unsrat.ac.id/uu/uu_20_03.htm

Schunk, D. & Zimmerman, B. (2007). Influencing children‟s self-efficacy and

self-regulation of reading and writing through modeling. Reading & Writing Quarterly, 23(1), 7-25.

Winne, P. H. (2009). Self-regulated learning viewed from models of information

processing. In B. J. Zimmerman & D. H. Schunk (Eds.), Self-regulated learning and academic achievement, (2nd ed.) (pp. 153-189). New York: Routledge.

Winne, P. H., & Hadwin, A. F. (1998) Studying as self-regulated learning. In D.

J. Hacker & J. Dunlosky (Eds.), Metacognition in educational theory and practice, The educational psychology series. Mahwah, NJ: Erlbaum.

Zimmerman, B. (2008). Investigating self-regulation and motivation: Historical

background, methodological developments, and future prospects. American Educational Research Journal, 45(1), pp. 166-183.

Zimmerman, B. J. (2001). Theories of self-regulated learning and academic

achievement:An overview and analysis. In B. J. Zimmerman & D. H. Schunk (Eds.), Self-regulatedlearning and academic achievement (pp. 1–38). New York, NY: Lawrence Erlbaum Associates.

Zimmerman, B.J., & Scunk, D.H. 1989. Self-regulated learning and academic achievment Theory, research, and practice. New York: Springer-Verlag.

Page 345: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 338

PENGARUH UMPAN BALIK DAN GAYA KOGNITIF PADA MATAKULIAH PEMBELAJARAN MATEMATIKA KELAS

RENDAH

Sofwan Hadi IAIN Ponorogo

Email: [email protected]

ABSTRAK Penelitian bertujuan untuk menemukan dan menganalisis secara empiris tentang bentuk umpan balik dan gaya kognitif terhadap kemampuan kognitif siswa. Subjek penelitian adalah mahasiswa yang menempuh mata kuliah Pembelajaran Matematika di Kelas Rendah PGSD UNP Kediri. Pemilihan kelas dilakukan dengan membuat kelas eksperimen (kelompok umpan balik segera) dan kelas kontrol (kelompok umpan balik tertunda), dilanjutkan dengan pengelompokan mahasiswa masing-masing kelas ke dalam dua gaya kognitif yang berbeda (field independent dan field dependent). Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah desain faktorial 2 x 2. Mahasiswa yang diberi umpan balik segera memiliki kemampuan yang lebih tinggi terhadap mata kuliah Pembelajaran Matematika di Kelas Rendah dari pada mahasiswa yang diberi umpan balik tertunda. Ini ditunjukkan oleh hasil ANAVA di mana harga F-hitung lebih dari F-tabel pada taraf signifikansi 5% Mahasiswa yang bergaya kognitif field independent memiliki kemampuan sama dengan mahasiswa yang bergaya kognitif field dependent. Tidak terdapat interaksi antara bentuk umpan balik dengan gaya kognitif mahasiswa terhadap kemapuan kognitif pada mata kuliah Pembelajaran Matematika di Kelas Rendah. Kata Kunci : Umpan Balik, Gaya Kognitif, Pembelajaran Matematika Kelas Rendah PENDAHULUAN

Pembelajaran efektif adalah pembelajaran yang mampu menggerakkan siswa untuk bertindak aktif dan positif, menyenangkan, bersemangat, dan penuh gairah. Interaksi antar peserta didik perlu dibangun sedemikian rupa sehingga aktivitas pembelajaran bisa mencapai target pembelajaran. Interaksi antar mahasiswa dengan dosen sebaiknya dikembangkan pada alur yang menyenangkan, aktif dan mendidik. Pola interaksi ini perlu dikembangkan dengan baik salah satunya dengan pemberian umpan balik kepada mahasiswa. Umpan balik ialah komentar dosen terhadap hasil pekerjaan mahasiswa. Komentar ini dapat dilakukan secara tertulis pada pekerjaannya atau secara lisan, langsung kepada siswa yang bersangkutan. Selain dari dosen, umpan balik dapat juga diperoleh dari aktivitas siswa saat berinteraksi dengan temannya. Harsanto (2005:11) menjelaskan peningkatan kualitas pendidikan dapat dilakukan melalui pendekatan belajar yang sesuai dengan karakteristik materi dan kondisi peserta didik. Sehingga pembelajaran perlu disusun berdasarkan gaya kognitif dari siswa. Menurut Nasution (2008 : 94), gaya kognitif adalah cara yang konsisten yang dilakukan oleh seorang siswa dalam menangkap stimulus atau informasi, cara mengingat, berpikir, dan memecahkan soal. Pada penelitian ini gaya kognitif akan dibedakan menjadi field independent dan field dependent. Menurut Nasution (2008 : 95), orang yang bergaya field independent cenderung kurang dipengaruhi oleh lingkungan dan oleh pendidikan di masa lampau. Orang yang mempunyai

Page 346: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 339

gaya kognitif field independent memiliki karakteristik individual yang dominan ketika mengerjakan tugas atau beraktivitas pembelajaran. Menurut Nasution (2008 : 95), orang yang bergaya field dependent cenderung dipengaruhi oleh lingkungan dan oleh pendidikan di masa lampau. Orang yang mempunyai gaya kognitif field dependent penuh motivasi apabila berinteraksi dengan orang lain selama pembelajaran.

Selain gaya kognitif, pemberian umpan balik perlu diperhatikan selama pembelajaran. Pemberian Umpan balik bisa memberikan motivasi terhadap hasil pembelajaran. Cole dan Chan (1987 : 242), umpan balik tiada lain merupakan informasi yang diberikan kepada individu atas aksinya atau aktivitasnya yang berbentuk skor dari suatu hasil ujian, komentar dalam tugas, dan jawaban atas pertanyaan. Umpan balik ini dikelompokkan menjadi 2 bentuk, yaitu umpan balik segera dan umpan balik tertunda. Umpan balik segera menurut Herman (2005 : 46), peran siswa lebih aktif dibanding dengan peran dosen. Pada umpan balik ini, setiap jawaban tes yang benar diberi tanda benar, jawaban tes yang masih salah diberi tanda salah dan diberi petunjuk pembenaran, mahasiswa dituntut untuk memperbaiki jawaban yang masih salah hingga benar, dan dosen memberikan kesempatan kepada siswa untuk berkonsultasi. Pada umpan balik tertunda ini menurut Herman (2005 : 49), peran dosen lebih aktif dibanding dengan mahasiswa. Mahasiswa diberi kesempatan untuk mengkaji, menelaah, dan memperbaiki jawaban yang masih salah pada pertemuan tersebut. Dosen menjelaskan secara umum kesalahan-kesalahan itu secara klasikal di depan kelas dengan menggunakan metode ceramah. Dari penjelasan di atas ditarik kesimpulan pada umpan balik segera adalah pemberian terdapat tanda benar atau salah dan petunjuk pembenaran sehingga mahasiswa dituntut untuk memperbaikinya dengan berkonsultasi langsung dengan dosen secara individu, sedangkan pemberian umpan balik tertunda pemberian informasi terhadap jawaban mahasiswa yang berbentuk deskripsi, komunikasi langsung, terprogram, terjadwal, menggunakan teknik tertentu, bersifat nyata, terbuka mengenai pengkajian dan penelaahan jawaban tes di mana pada umpan balik ini tidak terdapat tanda benar atau salah dan petunjuk pembenaran sehingga mahasiswa dituntut untuk memperbaikinya berdasarkan penjelasan dosen secara umum di muka kelas.

METODE Penelitian dilaksanakan pada Program Studi PGSD, Fakultas Keguruan dan

Ilmu Pendidikan Universitas Nusantara PGRI Kediri. Waktu penelitian adalah semester ganjil tahun akademik 2012/2013. Jenis penelitian yang dilakukan merupakan penelitian kuantitatif, desain ekspreimen penelitian yang digunakan adalah desain faktorial 2x 2, bisa dilihat dari tabel 1 untuk lebih jelasnya :

Tabel 1. Desain Faktorial 2 x 2 untuk Variabel Umpan Balik dan Gaya Kognitif

Page 347: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 340

Umpan Balik

Gaya Kognitif Sege

ra (

A1)

Tert

un

da

(A2)

Jum

lah

Field Independent (B1) A1B1 A2B1 B1

Field Dependent (B2) A1B2 A2B2 B2

Jumlah A1 A2 A x B

Keterangan : A1B1: kelompok siswa bergaya kognitif field independent yang diberi umpan balik

segera. A2B1:kelompok siswa bergaya kognitif field independent yang diberi umpan balik

tertunda. A1B2:kelompok siswa yang bergaya kognitif field dependent yang diberi umpan

balik segera. A2B2: kelompok siswa yang bergaya kognitif field dependent yang diberi umpan

balik tertunda Perlakuan terhadap subyek dalam penelitian ini berupa pemberian umpan

balik. Umpan balik yang dimaksud adalah umpan balik segera dan umpan balik tertunda.Adapun perbedaan dari kedua perlakuan tersebut terletak pada ada-tidaknya petunjuk pembenaran yang diberikan dosen atas jawaban mahasiswa terhadap tes yang dilakukan. Petunjuk pembenaran ini selanjutnya akan menjadi umpan balik bagi siswa dalam melakukan perbaikan atas kesalahan dalam menjawab soal tes.Sebelum memberikan perlakuan, dosen melakukan diskusi dan pematangan konsep yang berkaitan dengan perlakuan. Adapun desain pembelajarannya dibuat sama termasuk suasana kelas, dan fasilitas tiap kelas. Yang membedakannya hanyalah perlakuan pemberian umpan baliknya saja. Adapun bentuk perlakuan bisa dilihat pada tabel 2 berikut.

Tabel 2. Prosedur Perlakuan dalam Penelitian

No. Aspek Kelompok Eksperimen Kelompok Kontrol

1. Umpan balik yang digunakan

Umpan balik segera Umpan balik tertunda

2. Tanda koreksi hasil tes Diberi tanda benar/salah Tidak diberi tanda benar/salah

3. Petunjuk jawaban salah Diberikan Tidak diberikan 4. Teknik penilaian Setiap butir tes dan

keseluruhan butir tes Keseluruhan butir tes

5. Teknik perbaikan jawaban yang masih salah

Dikaji dan ditelaah secara individu oleh mahasiswa

dan dosen

Dikaji dan ditelaah secara umum di depan

kelas oleh dosen 6. Tuntutan perbaikan jawaban

yang salah Dibuat ulang Dibuat ulang

Page 348: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 341

7. Hasil perbaikan jawaban yang salah

Diserahkan kembali kepada dosen

Diserahkan kembali kepada dosen

8. Pelayanan konsultasi Individual Klasikal 9. Waktu perbaikan jawaban

yang salah Ketika tatap muka masih

berlangsung Ketika tatap muka masih

berlangsung 10. Penjelasan ulang dari dosen

mengenai jawaban yang salah

Individual Klasikal

11. Strategi perbaikan Mementingkan perbedaan individu

Mementingkan kebersaman

12. Keterlibatan mahasiswa aktif pasif

Data penelitian diolah dengan menggunakan statistik deskriptif sehingga diperoleh rangkuman tabel ANAVA untuk uji hipotesis berikut ini :

Tabel 3. ANAVA untuk Uji Hipotesis

Sumber Varians db JK RJK Fh Ft

0,05 0,01 Antar Kolom (Ak) Antar baris (Ab) Interaksi (I)

db (Ak) db (Ab) db (I)

Jk (Ak) Jk (Ab) Jk (I)

Rjk (Ak) Rjk (Ab) Rjk (I)

Fh(Ak) Fh (Ab) Fh (I)

Ft (Ak) Ft (Ab) Ft (I)

Ft (Ak) Ft (Ab) Ft (I)

Antar Kelompok (A) db (A) Jk (A) Rjk (A) Fh (A) Ft(A) Ft(A) Dalam Kelompok (D) db (D) Jk (D) Rjk (D) - - - Total di Reduksi (TR) Retara/Koreksi (R)

db (TR) db (R)

Jk (TR) Jk (R)

Rjk (TR) Rjk (R)

- -

- -

- -

Total (T) db(T) Jk (T) - - - - (Supardi, 2008)

Keterangan pengisian tabel menggunakan aturan sebagai berikut (Supardi,

2008): 1) Menentukan derajat kebabasan (db)

a. db (Ak) = k – 1 b. db (Ab) = b – 1 c. db (I) = (k – 1)(b – 1) d. db (A) = k.b – 1 e. db (D) = n00 – k.b f. db (TR) = n00 – 1 g. db (R) = 1 h. db (T) = n00

2) Menentukan jumlah kuadrat (JK) a. 2

00( )JK T X

b.

200

00

( )X

JK Rn

c. )()()( RJKTJKTRJK

Page 349: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 342

d. 2 2 2 2

11 12 21 22

11 12 21 22

( ) ( )X X X X

JK A JK Rn n n n

e.

2 201 02

01 02

( ) ( )X X

JK Ak JK Rn n

f.

2 210 20

10 20

( ) ( )X X

JK Ab JK Rn n

g. )()()()( AbJKAkJKAJKIJK h. )()()( AJKTRJKDJK

3) Menentukan Varians )( 2 atau RJK :

a. )()()()( 2

AkdbAkJKAkAkRjk

b. )()()()( 2

AbdbAbJKAbAbRjk

c. )()()()( 2

IdbIJKIIRjk

d. )()()()( 2

AdbAJKAARjk

e. )()()()( 2

DdbDJKDDRjk

f. 2 ( )( ) ( )( )

JK TRRjk TR TRdb TR

g. 2 ( )( ) ( )( )

JK RRjk R Rdb R

4) Menetukan Nilai F hitung (Fh)

a. )()()( 2

2

DAkAKFh

b. )()()( 2

2

DAbAbFh

c. )()()( 2

2

DIIFh

d. )()()( 2

2

DAAFh

5) Menetukan Nilai F tabel (Ft) = F (α, db1, db2) Catatan :

db1 = db pembilang = k – 1 db2 = db penyebut = n -1 k = Jumlah kolom/baris/perlakuan/kelompok n = Jumlah data/sampel

Page 350: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 343

selanjutnya data tersebut diolah untuk menarik kesimpulan hipotesis penelitian dengan melihat F hitung dan F tabel. HASIL DAN PEMBAHASAN

Deskripsi data penelitian ini dikemukakan berupa skor terendah, skor tertinggi, rerata (mean), median, modus, ragam/varians dan simpangan baku/standar deviasi. Berdasarkan hasil analisis data yang dilakukan dengan menggunakan program Microsoft Office Excel 2007:

1. Nilai Mahasiswa yang Diberi Umpan Balik Segera terhadap Mata Kuliah Pembelajaran Matematika di Kelas Rendah

Uji coba instrumen penilaian mahasiswa terhadap mata kuliah Pembelajaran Matematika di Kelas Rendah memperoleh deskripsi data statistik secara empirik sebagai berikut : (1) skor terendah 55 dan tertinggi 90; (2) rerata/mean 62.9; (3) median sebesar 60; (4) modus sebesar 60; dan (5) simpangan baku sebesar 8.12.

2. Nilai Mahasiswa yang Diberi Umpan Balik Tertunda terhadap Mata Kuliah Pembelajaran Matematika di Kelas Rendah

Uji coba instrumen penilaian mahasiswa terhadap mata kuliah Pembelajaran Matematika di Kelas Rendahmemperoleh deskripsi data statistik secara empirik adalah (1) skor terendah 60 dan tertinggi 87; (2) rerata/mean 68.9; (3) median sebesar 66; (4) modus sebesar 60; dan (5) simpangan baku sebesar 8.69.

3. Nilai Mahasiswa Bergaya Kognitif Field Independent terhadap Mata Kuliah Pembelajaran Matematika di Kelas Rendah

Uji coba instrumen penilaian mahasiswa terhadap mata kuliah Pembelajaran Matematika di Kelas Rendahmemperoleh deskripsi data statistik secara empirik sebagai berikut : (1) skor terendah 60 dan tertinggi 90; (2) rerata/mean 67.3; (3) median sebesar 64; (4) modus sebesar 60; (5) simpangan baku sebesar 9.52.

4. Nilai Mahasiswa Bergaya Kognitif Field Dependent terhadap Mata Kuliah Pembelajaran Matematika di Kelas Rendah

Uji coba instrumen penilaian mahasiswa terhadap mata kuliah Pembelajaran Matematika di Kelas Rendahdeskripsi data statistik secara empirik sebagai berikut (1) skor terendah 55 dan tertinggi 80; (2) rerata/mean 64.5; (3) median sebesar 61.5; (4) modus sebesar 60; (5) simpangan baku sebesar 8.09. Untuk melihat distribusi frekuensi serta histogram dan poligon dari skor minat yang diperoleh dapat dilihat pada Tabel 21 dan Gambar 4 dibawah ini.

5. Nilai Mahasiswa Bergaya Kognitif Field Independent yang Diberi Umpan Balik Segera terhadap Mata Kuliah Pembelajaran Matematika di Kelas Rendah

Uji coba instrumen minat mahasiswa terhadap mata kuliah Pembelajaran Matematika di Kelas Rendah memperoleh deskripsi data statistik secara empirik adalah (1) skor terendah 60 dan tertinggi 90; (2) rerata/mean 66.2; (3) median sebesar 62; (4) modus sebesar 60; (5) simpangan baku sebesar 9.86.

6. Nilai Mahasiswa Bergaya Kognitif Field Dependent yang Diberi Umpan Balik Segera terhadap Mata Kuliah Pembelajaran Matematika di Kelas Rendah

Page 351: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 344

Uji coba instrumen minat mahasiswa terhadap mata kuliah Pembelajaran Matematika di Kelas Rendah memperoleh deskripsi data statistik secara empirik adalah (1) skor terendah 55 dan tertinggi 67; (2) rerata/mean 59.6; (3) median sebesar 60; (4) modus sebesar 60; (5) simpangan baku sebesar 4.2.

7. Nilai Mahasiswa Bergaya Kognitif Field Independent yang Diberi Umpan Balik Tertunda terhadap Mata Kuliah Pembelajaran Matematika di Kelas Rendah

Uji coba instrumen minat mahasiswa terhadap mata kuliah Pembelajaran Matematika di Kelas Rendah memperoleh deskripsi data statistik secara empirik sebagai berikut:(1) skor terendah 60 dan tertinggi 87; (2) rerata/mean 68.4; (3) median sebesar 65.5; (4) modus sebesar 60; (5) simpangan baku sebesar 9.56.

8. Nilai Mahasiswa Bergaya Kognitif Field Dependent yang Diberi Umpan Balik Tertunda terhadap Mata Kuliah Pembelajaran Matematika di Kelas Rendah

Uji coba instrumen minat mahasiswa terhadap mata kuliah Pembelajaran Matematika di Kelas Rendah memperoleh deskripsi data statistik secara empirik sebagai berikut :(1) skor terendah 60 dan tertinggi 80; (2) rerata/mean 69.4; (3) median sebesar 66.5; (4) modus sebesar 61; (5) Simpangan baku sebesar 8.21.

Analisis kognitif dilakukan dengan menggunakan ANAVA dua arah yang proses perhitungannya dibantu dengan program Microsoft Office Excel 2007. Hasil uji ANAVA tersebut kemudian dilanjutkan dengan uji t untuk mengetahui signifikansi perbedaan diantara masing-masing kelompok secara signifikan (simple effect). Dengan kata lain, uji t digunakan dengan tujuan untuk melihat kelompok sampel mana yang lebih tinggi minatnya terhadap mata kuliah Pembelajaran Matematika di Kelas Rendah.

Adapun ringkasan hasil analisis data dengan menggunakan ANAVA dapat dilihat pada table 4 berikut ini.

Tabel 4. Ringkasan Hasil ANAVA tentang Minat Mahasiswa terhadap Mata

Kuliah Pembelajaran Matematika di Kelas Rendah

SV DK JK KT F hit F tab (0.05)l

Rata-rata 1 173,712.40 173,712.40 Perlakuan

A 1 78.40 78.40 1.15 4.17 B 1 360.00 360.00 5.26 4.17

AB 1 144.40 144.40 2.11 4.17 Kekeliruan (E) 36 2,462.80 68.41

Total 40 176,758.00

Keterangan : A = Gaya Kognitif B = Umpan Balik AB = Gaya Kognitif dan Umpan Balik DK = Derajat Kebebasan JK = Jumlah Kuadrat

Page 352: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 345

KT =Kuadrat Tengah Hipotesis Pertama : Kognitif mahasiswa yang diberi umpan balik segera lebih tinggi dari pada mahasiswa yang diberi umpan balik tertunda

Hasil data yang diperoleh dari pengukuran terhadap mata kuliah Pembelajaran Matematika di Kelas Rendah menunjukkan bahwa rerata skor mahasiswa yang diberi umpan balik segera adalah 62.9 sementara rerata skor mahasiswa yang diberi umpan balik tertunda adalah 68.9. Jika kedua rataan tersebut dibandingkan, terlihat bahwa rerata minat mahasiswa yang diberi umpan balik segera lebih tinggi dari pada rerata mahasiswa yang diberi umpan balik tertunda.

Perbedaan skor rerata juga ditunjang dengan hasil pengujian ANAVA untuk bentuk umpan balik. Berdasarkan Tabel 30 mengenai ringkasan hasil ANAVA, diperoleh harga F-hitung antar kolom sebesar 5.26 sementara harga F-tabel pada taraf signifikansi 5% adalah 4.17. Jika dibandingkan, terlihat bahwa harga F-hitung antar kolom lebih dari harga F-tabel pada taraf signifikansi 5%. Hasil tersebut menunjukkan hipotesis nol (H0) . Hal ini membuktikan bahwa terdapat perbedaan kognitif pada mata kuliah Pembelajaran Matematika di Kelas Rendah antara mahasiswa yang diberi umpan balik segera dengan mahasiswa yang diberi umpan balik tertunda. Mahasiswa yang diberi umpan balik segera (

1A = 68.9) memperoleh nilai yang lebih tinggi dari pada mahasiswa yang diberikan umpan balik tertunda ( 2A = 62.9) secara signifikan. Hipotesis Kedua : Kognitif mahasiswa yang bergaya kognitif field

independent lebih tinggi dari pada mahasiswa yang bergaya kognitif field

dependent Hasil data yang diperoleh pada mata kuliah Pembelajaran Matematika di

Kelas Rendah menunjukkan bahwa rerata skor mahasiswa bergaya kognitif field independent adalah 67.3 sementara rerata skor mahasiswa bergaya kognitif field dependent adalah 64.5. Jika kedua rataan tersebut dibandingkan, terlihat bahwa rerata minat mahasiswa bergaya kognitif field independent lebih tinggi dari pada rerata mahasiswa bergaya kognitif field dependent.

Tetapi berdasarkan hasil pengujian ANAVA untuk kedua jenis gaya kognitif diperoleh harga F-hitung antar baris sebesar 1.15 sementara harga F-tabel pada taraf signifikansi 5% adalah 4.17. Berdasarkan hasil tersebut, maka hipotesis nol (H0) diterima. Hal ini membuktikan bahwa tidak ada perbedaan rerata (mean) antara mahasiswa bergaya kognitif field independent dengan mahasiswa bergaya kognitif field dependent adalah perbedaan yang signifikan. Mahasiswa bergaya kognitif field independent ( 1B = 67.3 memiliki kemampuan lebih tinggi dari pada mahasiswa bergaya kognitif field dependent (

2B = 95,75) tetapi tidak signifikan perbedaannya.

Hipotesis Ketiga : Adanya interaksi antara bentuk umpan balik A dan gaya kognitif B terhadap kognitif mahasiswa pada mata kuliah Pembelajaran Matematika di Kelas Rendah

Hasil data yang diperoleh pada mata kuliah Pembelajaran Matematika di Kelas Rendah pada pemberian umpan balik segera menunjukkan bahwa rerata

Page 353: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 346

skor mahasiswa bergaya kognitif field independent ( 1 1A B = 69.4.) lebih tinggi dari pada skor rerata mahasiswa yang bergaya kognitif field dependent ( 1 2A B = 68.4). Sementara itu, pada pemberian umpan balik tertunda terlihat bahwa rerata skor mahasiswa bergaya kognitif field independent ( 2 1A B = 66.2) lebih tinggi dari pada rerata skor mahasiswa bergaya kognitif field dependent ( 2 2A B = 59.6). Data tersebut menunjukkan bahwa mahasiswa bergaya kognitif field independent lebih tinggi bila diberikan umpan balik segeradan yang tertunda.

Perbedaan skor di atas juga ditunjang oleh hasil ANAVA untuk melihat interaksi antara bentuk umpan balik dan gaya kognitif terhadap minat Pada Tabel 4.2 terlihat bahwa harga F-hitung interaksi adalah 2.11 sementara harga F-tabel pada taraf signifikansi 5% adalah 4.17. Berdasarkan hasil tersebut, maka hipotesis nol (H0) diterima.

Hasil penelitian pada kelompok mahasiswa dengan perlakuan umpan balik yang berbeda menunjukkan adanya perbedaan pada mata kuliah Pembelajaran Matematika di Kelas Rendah antara kelompok mahasiswa yang mendapatkan umpan balik segera 1A dengan kelompok mahasiswa yang mendapatkan umpan balik tertunda 2A . Perbedaan ini dapat dilihat dari perbedaan rerata skor minat yang diperoleh setiap kelompok tersebut. Rerata minat kelompok mahasiswa yang diberikan umpan balik segera ( 1A = 68.9) lebih tinggi dari pada rerata minat kelompok mahasiswa yang diberikan umpan balik tertunda ( 2A = 62.9). Perbedaan ini juga diperkuat dengan hasil ANAVA yang memperlihatkan harga F-hitung A (5.26) lebih dari F-tabel pada taraf signifikansi 5% (4,17). Hasil ini memperkuat asumsi bahwa umpan balik yang berbeda akan memberikan hasil kognitif yang berbeda pula.

Pemberian umpan balik segera di mana dosen memberikan tanda benar atau salah serta petunjuk pembenaran atas hasil tes mahasiswa pada lembar jawabannya telah memberikan penguatan dan dorongan bagi mahasiswa untuk memperbaiki kesalahan pada tesnya. Perlakuan ini telah membantu mahasiswa keluar dari kesulitan pada mata kuliah tersebut. Lambat laun mulai tumbuh keyakinan tentang kemampuannya dalam mengikuti mata kuliah tersebut. Dampak secara individual, mahasiswa dapat belajar mandiri untuk meningkatkan kemampuannya. Sebaliknya, pada pemberian umpan balik tertunda, mahasiswa hanya memperoleh skor hasil tes saja tanpa tahu pada bagian mana letak benar dan salahnya. Perlakuan ini membuat mahasiswa tidak dapat menikmati mata kuliah tersebut. Ada mahasiswa yang merasa tidak beruntung dengan cara-cara yang dilakukan dosen dalam menjelaskan kesalahan-kesalahan yang masih dilakukan mahasiswa. Berdasarkan situasi ini, maka minat mereka terhadap mata kuliah Pembelajaran Matematika di Kelas Rendah tidak sebesar kelompok pertama.

Data di atas diperoleh melalui analisis statistik secara empirik terbukti bahwa kelompok mahasiswa yang diberikan umpan balik segera memiliki rerata minat yang lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok mahasiswa yang diberikan umpan balik tertunda.

Page 354: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 347

PENUTUP Simpulan yang dapat diambil dari penelitian ini berdasarkan hasil

pengujian hipotesis dan pembahasan hasil penelitian adalah sebagai berikut : (1) Mahasiswa yang diberi umpan balik segera memiliki kemampuan yang lebih tinggi terhadap mata kuliah Pembelajaran Matematika di Kelas Rendah dari pada mahasiswa yang diberi umpan balik tertunda. Mahasiswa yang diberi umpan balik segera memiliki rerata skor minat sebesar 62.9 dan rerata skor minat mahasiswa yang diberi umpan balik tertunda sebesar 62.9. Perbedaan minat di antara kedua kelompok ini adalah perbedaan yang signifikan. Ini ditunjukkan oleh hasil ANAVA di mana harga F-hitung A (5.26) lebih dari F-tabel pada taraf signifikansi 5% (4,17). Berdasarkan hasil analisis ini, maka H1 yang menyatakan bahwa rerata skor minat mahasiswa yang diberi umpan balik segera lebih dari rerata skor minat mahasiswa yang diberi umpan balik tertunda diterima, sehingga terdapat pengaruh bentuk umpan balik pada mata kuliah Pembelajaran Matematika di Kelas Rendah. (2) Mahasiswa yang bergaya kognitif field independent memiliki kemampuan sama terhadap mata kuliah Pembelajaran Matematika di Kelas Rendah dengan mahasiswa yang bergaya kognitif field dependent. Mahasiswa yang bergaya kognitif field independent memiliki rerata skor minat sebesar 67.30 dan rerata skor minat mahasiswa yang bergaya kognitif field dependent sebesar 64.50. Perbedaan di antara kedua kelompok ini adalah perbedaan yang tidak signifikan. Ini ditunjukkan oleh hasil ANAVA di mana harga F-hitung B (1.15) kurang dari F-tabel pada taraf signifikansi 5% (4.17). (3) Tidak terdapat interaksi antara bentuk umpan balik dengan gaya kognitif mahasiswa terhadap kemapuan kognitif pada mata kuliah Pembelajaran Matematika di Kelas Rendah. Interaksi ini ditunjukkan oleh harga F-hitung interaksi (2.11) kurang dari F-tabel pada taraf signifikansi 5% (4.17).

Simpulan dari hasil penelitian di atas disarankan dosen mata kuliah Pembelajaran Matematika di Kelas Rendah dapat meningkatkan kemampuan kognitif mahasiswanya terhadap mata kuliah tersebut dengan cara sebagai berikut: (1) Dosen dapat menggunakan pendekatan pembelajaran melalui pemberian umpan balik tes. Pemberian umpan balik tes merupakan sebuah cara untuk mengetahui tingkat keberhasilan mahasiswa dalam menyerap materi yang diberikan oleh dosen; (2) Dosen dapat memilih pendekatan pembelajaran yang digunakan dalam menyampaikan materi dalam hal ini adalah bentuk umpan balik; (3) Dosen dapat memberikan umpan balik tes kepada mahasiswa sesuai dengan gaya kognitifnya secara konsisten dan berkelanjutan agar tujuan pembelajaran mata kuliah tersebut tercapai.

DAFTAR RUJUKAN Abdurahman, Maman dan S.A. Muhidin. 2007. Analisis Korelasi, Regresi, dan

Jalur (dilengkapi Aplikasi Program SPSS). Bandung : Pustaka Setia. Ardana, I Made. 2008. Peningkatan Kualitas Belajar Siswa melalui

Pengembangan Pembelajaran Matematika berorientasi Gaya Kognitif dan Berwawasan Konstruktivis. Salatiga : Jurusan Pendidikan Matematika FMIPA UNDIKSYA.

Page 355: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 348

Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek.

Jakarta: PT. Rineka Cipta. _____________ 2009. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Edisi Revisi. Jakarta :

PT. Rineka Cipta. Cole, Peter G and Lorna Chan. 1987. Teaching Principles and Practice. New

York : Prentice – Hall of Australia. Ghozali, Imam. 2006. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS.

Semarang : Universitas Diponegoro Press. Harini, Sri dan Ririen K. 2007. Metode Statistika. Jakarta : Prestasi Pustaka. Hurlock, Elizabeth B. 1981. Child Development. Tokyo: McGraw Hill Kokagusha

Ltd. Nasution, S. 2008. Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar & Mengajar.

Jakarta : PT. Bumi Aksara. Nasution, S dan Supriyadi. 2007. Pengaruh Urutan Bukti, Gaya Kognitif, dan

Personalitas terhadap Proses Revisi Keyakinan. Makassar : Simposium Nasional Akuntansi X, UNHAS.

Siregar, Syafaruddin. 2005. Statistik Terapan untuk Penelitian. Jakarta: Grasindo. Sudjana. 1996. Metode Statistika. Edisi ke-6. Bandung : Tarsito. Suhadi. 2011. Umpan Balik dalam Pembelajaran. Didownload 1 Juli 2012 dari

http://www.suhadinet.wordpress.com Supardi. 2008. Diktat Kuliah : Aplikasi Statistik dalam Penelitian Pendidikan.

Jakarta : Program Pasca Sarjana UNINDRA. Suryana, Andri. 2009. Pengaruh Bentuk Umpan Balik Dan Gaya Kognitif

Terhadap Minat Pada Mata Kuliah Kalkulus III. Jakarta : Jurusan Pendidikan Matematika FMIPA UNINDRA

Syaban, Mumun. 2012.Jenis-jenis Gaya Kognitif. Di download 16 Juni 2009 dari

http://www.educare.e-fkipunla.net Walpole, Ronald.1995. Pengantar Statistika. Edisi ketiga. Jakarta : Gramedia.

Page 356: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 349

PROFIL BERPIKIR KRITIS SISWA SEKOLAH DASAR DALAM MEMECAHKAN MASALAH MATEMATIKA

Haerul Syam Universitas Muhammadiyah Makassar

e-mail: [email protected]

ABSTRAK

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif.Subjek penelitianini adalah siswa kelas IV (empat) SDN Mojokerto 02 Kota Batu yang berjumlah 25 orang.Tujuan penelitian ini untuk mendeskripsikan profil berpikir kritis siswa pada pemecahan masalah matematika pada materi bangun datar.Untuk memperoleh data yang dibutuhkan dalam penelitian ini dilakukanpengumpulan sebanyak dua kali yaitu hasil tes tugas pemecahan masalah dan hasil wawancarayang berkaitan dengan hasil pekerjaan subjek. Data yang dianggap valid kemudian dianalisis dan disimpulkan.Dari simpulan tersebut diperoleh deskripsi profil berpikir kritis siswa sekolah dasar dalam memecahkan masalahmatematika yang mengacu pada kriteria FRISCO (Focus, Reason, Inference, Situation, Clarity, and Overview).

Kata Kunci: Profil, berfikir kritis, dan Pemecahan Masalah.

PENDAHULUAN

Berpikir merupakan suatu kegiatan mental yang dialami seseorang jika mereka dihadapkan pada suatu masalah atau situasi yang harus dipecahkan.Berpikir memungkinkan manusia memodel dunia, dan dengan berpikir manusia dapat mengatasi masalah secara efektif sesuai dengan tujuan, rencana, dan keinginan mereka. Uraian ini menunjukkan pentingnya manusia menggunakan akalnya untuk berpikir.

Kegiatan berpikir juga melibatkan seluruh pribadi manusia dan juga melibatkan perasaan dan kehendak manusia.Memikirkan sesuatu berarti mengarahkan diri pada obyek tertentu, menyadari secara aktif dan menghadirkannya dalam pikiran kemudian mempunyai wawasan tentang obyek tersebut.Secara sederhana, berpikir adalah memproses informasi secara mental atau secara kognitif.Secara lebih formal, berpikir adalah penyusunan ulang atau manipulasi kognitif baik informasi dari lingkungan maupun simbol-simbol yang disimpan dalam long term memory.

Definisi berpikir dikemukakan oleh banyak ahli secara berbeda sesuai dengan sudut pandang masing-masing diantaranya, menurut Alvonco.J.(2012), mengemukakan berpikir adalah proses otak mengolah dan menterjemahkan informasi (stimulus) yang masuk melalui panca indra kebahagian otak sadar atau bawah sadar yang menghasilkan arti dan sejumlah konsep.

Berdasarkan tingkatannya berpikir terbagi menjadi dua, yaitu berpikir tingkat rendah dan berpikir tingkat tinggi.Menghafal, mengingat, membandingkan, membayangkan, mengelompokkan, mengorganisasikan, dan

Page 357: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 350

menghubung-hubungkan termasuk berpikir tingkat rendah (Novak, 1979). Sedang berpikir kritis, berpikir kreatif dalam pemecahan masalah, dan pengambilan keputusan termasuk berpikir tingkat tinggi (Johnson, 2002).

Depdiknas (2006), menyatakan bahwa pembelajaran matematika diharapkan dapat memberikan penataan nalar, berpikir kritis, pembentukan sikap siswa, serta mampu menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam mempelajari berbagai ilmu pengetahuan. Lebih lanjut, berpikir kritis juga tertuang dalam visi 2025 Kemendiknas, dinyatakan bahwa:

Dalam rangka mewujudkan cita-cita mencerdaskan kehidupan bangsa dan sejalan dengan visi pendidikan nasional, Kemendiknas mempunyai visi 2025 untuk menghasilkan insan Indonesia Cerdas dan Kompetitif (Insan Kamil/Insan Paripurna). Insan Indonesia cerdas adalah insan yang cerdas komprehensif, yaitu cerdas emosional, cerdas sosial, cerdas intelektual, dan cerdas kinestetis.Cerdas intelektual adalah aktualisasi insan intelektual yang kritis, kreatif, inovatif dan imajinatif.

Berpikir merupakan suatu kegiatan dimana seseorang melibatkan seluruh dari aktivitas-aktivitas mental untuk memperoleh suatu penyelesaian dari permasalahan yang dihadapi seseorang dengan baik. Hal ini sejalan dengan pendapat Ruggiero (1998) mengartikan berpikir sebagai suatu aktivitas mental untuk membantu memformulasikan atau memecahkan suatu masalah, membuat suatu keputusan, atau memenuhi hasrat keingintahuan (fulfill adesireto understand). Pendapat ini menunjukkan bahwa ketika seseorang merumuskan suatu masalah, memecahkan masalah, ataupun ingin memahami sesuatu, maka ia melakukan suatu aktivitas berpikir. Setiap individu memiliki kemampuan dan keterampilan masing masing dalam mengolah proses berpikirnya. Hal itu disesuaikan dengan tingkat perkembangan kognitif dan mental seseorang serta lingkungan tempat orang tersebut berada.Keterampilan berpikir merupakan suatu keterampilan seseorang dalam melibatkan operasi-operasi mentalnya dalam menyelesaikan suatu permasalahan yang dihadapi.

Johnson (2006) menjelaskan bahwa beprikir kritis merupakan berpikir yang terorganisasi.Pemikir kritis secara sistematis menganalisis aktivitas mental untuk menguji tingkat keandalannya. Mereka tidak menerima begitu saja cara mengerjakan sesuatu hanya karena selama ini memang begitulah cara mengerjakannya, dan mereka juga tidak menganggap suatu pernyataan benar hanya karena orang lain membenarkannya.

Menurut Fisher (2008), berpikir kritis merupakan jenis berpikir yang tidak langsung mengarah ke kesimpulan, atau menerima beberapa bukti, tuntutan atau keputusan begitu saja, tanpa sungguh-sungguh memikirkannya dan berpikir kritis dengan jelas menuntut interpretasi dan evaluasi terhadap observasi, komunikasi, dan sumber-sumber informasi lainnya. Ia juga menuntut keterampilan dalam memikirkan asumsi-asumsi, dalam mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang relevan, dalam menarik implikasi-implikasi.

Sementara itu, Ennis (1996) mengungkapkan bahwa berpikir kritis adalah berpikir logis atau masuk akal yang berfokus pada pola pengambilan keputusan tentang apa yang harus diyakini dan harus dilakukan. Lebih lanjut Ennis mengatakan orang yang berpikir kritis juga idealnya memiliki beberapa kriteria

Page 358: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 351

yang disingkat dengan FRISCO (Focus, Reason, Inference, Situation, Clarity, and Overview)

Dengan demikian berpikir kritis dapat membantu seseorang dalam pengambilan keputusan tentang apa yang dipercaya atau yang akan dilakukan secara logis berdasarkan fakta-fakta yang sesuai dengan keadaan yang dihadapi. Kowiyah (2012) mengemukakan bahwa Keterampilan berpikir secara kritis merupakan keterampilan yang harus dimiliki oleh setiap orang untuk dapat berhasil dalam mengatasi tantangan dan permasalahan di masa kini dan masa yang akan datang. Berpikir kritis dilatihkan dan perlu dikembangkan melalui pembelajaran di sekolah, khususnya melalui pembelajaran matematika.Hal ini didukung oleh pendapat Lambertus (2009) bahwa berpikir kritis merupakan potensi yang dimiliki oleh setiap orang, dapat di ukur, dilatih, dan dikembangkan.Dengan melatih berpikir kritis secara terus menerus pada siswa melalui pembelajaran matematika, maka berpikir kritis dapat menjadi suatu kebiasaan yang dilakukan siswa dalam kehidupannya.

Berdasarkan penjelasan diatas, maka berpikir kritis yang dimaksud peneliti adalah aktivitas mental menuju suatu kesimpulan dengan dilandasi bukti-bukti, sumber-sumber informasi yang valid, serta penjelasan yang masuk akal yang berdasarkan kriteria FRISCO (Focus, Reason, Inference, Situation, Clarity, and Overview) dalam memecahkan masalah yang diberikan.

Berkaitan dengan pemecahan masalah matematika, setidaknya bagi seorang siswa harus memiliki pengalaman berupa pengetahuan-pengetahuan serta keterampilan-keterampilan yang cukup. Tanpa pengetahuan atau keterampilan yang cukup, siswa akan kesulitan dalam memecahkan masalah tersebut.

Polya (1973) mengatakan bahwa pemecahan masalah adalah usaha untuk mencari jalan keluar dari suatu kesulitan untuk mencapai suatu tujuan yang tidak dapat dicapai dengan segera. Sedangkan menurut Siswono (2008) pemecahan masalah merupakan suatu proses atau upaya individu untuk merespon atau mengatasi halangan atau kendala ketika suatu jawaban atau metode jawaban belum tampak jelas.

Sudarman (2010) mengemukakan bahwa pemecahan masalah merupakan hal yang sangat penting dilakukan dalam pembelajaran matematika di kelas karena diyakini bahwa keterampilan dan kemampuan berpikir kritis yang didapat di kelas dapat ditransfer atau digunakan dalam menghadapi masalah didalam kehidupan sehari-hari. Salah satu aspek penting yang perlu diperhatikan guru dalam pemecahan masalah matematika adalah kemampuan berpikir kritis. Kemampuan berpikir kritis perlu diketahui guru dalam upaya mengidentifikasi jenis kesalahan dan bentuk kesulitan yang dihadapi siswa dalam memecahkan masalah.

Berkaitan hal ini, maka proses berpikir kritis siswa penting untuk diteliti, karena dengan mengetahui proses berpikir kritis siswa, maka dapat dijadikan acuan dalam menciptakan model, strategi, pendekatan, dan metode pembelajaran kritis yang yang dapat diimplementasikan oleh guru untuk melahirkan siswa-siswa kritis. Untuk itu, judul penelitian ini adalah“Proses Berpikir Kritis Siswa Sekolah Dasar dalam Memecahkan Masalah Matematika”.

Page 359: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 352

METODE

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif.Subjek yang diambil adalah siswa kelas IVSDN Mojorejo 02 Kota Batu.Untuk memperoleh data yang dibutuhkan, dilakukan tes tulis dalam menyelesaikan tugas pemecahan masalah dan melakukan wawancara berkaitan dengan hasil pekerjaan subjek tersebut.Dari data hasil observasi yang dianggap valid kemudian dianalisis dan disimpulkan. Dari simpulan tersebut diperoleh deskripsi proses berpikir kritis siswa sekolah dasar dalam memecahkan masalah berdasarkan kriteria FRISCO. Proses analisis data berpedoman pada tabel berikut.

Tabel 2.1.Pedoman analisis data proses berpikir kritis siswa berdasarkan criteria FRISCO.

Memahami masalah

Membuat Rencana

Melaksanakan Rencana

Memeriksa Kembali

F membangun makna tentang masalah apa yang akan dipecahkan, dapat dilakukan dengan merumuskan kembali masalah dengan kalimat, gambar, grafik, atau lainnya

memutuskan strategi apa yang akan dipakai untuk memecahkan masalah

langkah-langkah penerapan strategi yang telah dipilih

keputusan untuk memeriksa jawaban yang telah diperoleh

R memberikan alasan terhadap hasil rumusan masalah yang telah dibangun

memberikan alasan mengapa menggunakan strategi tersebut

mengetahui alasan langkah penerapannya

memberikan alasan mengapa memeriksa jawaban tersebut

I proses penarikan kesimpulan yang masuk akal menurut peneliti (tidak bertentangan dengan data yang ada) dari rangkaian alasan yang dikemukakan sampai pada penarikan kesimpulan

proses penarikan kesimpulan yang masuk akal (menurut peneliti) dari rangkaian alasan menggunakan strategi tertentu sampai pada keputusan untuk menggunakan strategi tersebut

proses penarikar kesimpulan yang masuk akal (menurut peneliti) dari rangkaian alasan sampai keputusan langkah-langkah penerapannya

proses penarikan kesimpulan yang masuk akal (menurut peneliti) dari alasan sampai keputusan untuk memeriksa kembali jawaban yang telah dihasilkan

S mengetahui apa yang diketahui dan apa yang ditanyakan dalam

mengetahui hal-hal penting yang perlu diperhatikan dalam membuat rencana,

mengetahui hal-hal penting yang perlu diperhatikan dalam langkah-langkah

mengetahui hal-hal penting yang perlu diperhatikan

Page 360: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 353

soal

misalnya mengetahui apa yang harus dilakukan ketika diterapkan strategi tersebut pada masalah yang dihadapi

penerapan strategi, misalnya urutan langkah penyelesaian (algoritmik)

dalam memeriksa jawaban yang telah diperoleh

C menjelaskan istilah-istilah yang digunakan (dipantau melalui wawancara)

menjelaskan istilah-istilal yang digunakan (dipantau melalui wawancara)

menjelaskan istilah-istilah yang digunakan (dipantau melalui wawancara)

menjelaskan istilah-istilah yang digunakan (dipantau melalui wawancara)

O mengecek semua hal yang telah dilakukan dari alasan, rangkaian alasan sampai pada kesimpulan, apakah semuanya masuk akal

mengecek semua hal yang telah dilakukan, dari alasan, rangkaian alasan sampai pada keputusan tentang strategi yang akan dipakai, apakah masuk akal untuk memecahkan masalah yang dihadapi

mengecek semua hal yang telah dilakukan, dari alasan, rangkaian alasan sampai pada keputusan tentang langah-langkah penerapaT strategi yang tela! dilakukan, apakah masuk akal untuk memecahkan masalah yang dihadapi

mengecek semua hal yang telah dilakukan, dari alasan, rangkaian alasan sampai pada kesimpulan untuk memeriksa jawaban, apakah semuanya masuk akal untuk masalah yang sedang dipecahkan

HASIL DAN PEMBAHASAN

Observasi yang dilaksanakan di SDN Mojorejo 02 pada hari rabu,tanggal 4Maret 2015, pukul 07.00-08.10 di kelas IV(empat). Tujuan observasi ini adalah untuk mendeskripsikan proses berpikir kritis siswa dalampemecahan masalah matematika pada materi bangun datar. Pelaksanaan observasi dalam Pemecahan masalah dibagi menjadi dua tahap yaitu tahap tes tulis dan tahap wawancara.Wawancara dilakukan pada saat subjek telah menyelesaikan masalah yang diberikan. Untuk pelaksanaan observasi menggunakan instrumentes tulis dan pedoman wawancara pada siswa kelas empat disajikan sebagai berikut : Instrumen observasi Tes tulis

Tes tulis yang berikan pada subjek berupa tes kemampuan pemecahan masalahmatematika pada materi bangun datar. Tes kemampuan matematikadigunakan untuk mengungkap proses berpikir kritis siswa Sekolah Dasar dalam memecahkan masalah matematika

Page 361: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 354

Pedoman Wawancara

Berikut ini disajikan pedoman wawancara yang digunakan ketika melakukan wawancara pada subjek yang diwawancarai : Metode Wawancara : 1. Pertanyaan wawancara yang digunakan disesuaikan dengan kondisi hasil

pekerjaan siswa. 2. Pertanyaan yang digunakan tidak harus sama, tapi memuat permasalahan yang

sama. 3. Bila siswa mengalami kesulitan dengan pertanyaan tertentu maka diberikan

pertanyaan yang lebih sederhana tanpa menghilangkan inti permasalahan. Tabel 3.1 Pedoman Wawancara

Kriteria Berpikir

Kritis FRISCO

Indikator Pertanyaan

F

Menentukan pokok permasalahan pada soal

Memutuskan strategi yang akan digunakan untuk memecahkan masalah

Menyimpulkan jawaban yang ditemukan

Apa pokok permasalahan yang anda temukan pada soal?

Strategi apa yang anda gunakan dalam memecahkan masalah?

Menurut anda apakah jawaban yang anda temukan benar?

R

Memberikan alasan logis berdasarkan fakta/bukti yang relevan pada setiap langkah dalam membuat keputusan maupun proses penarikan kesimpulan

Alasan-alasan apa saja yang mendasari setiap langkah yang anda gunakan dalam memecahkan masalah?

I Membuat proses penarikan kesimpulan berdasarkan alasan

Bagaimana langkah-langkah proses penarikan kesimpulan yang anda buat?

Page 362: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 355

yang tepat

S Menggunakan semua informasi yang sesuai dengan permasalahan

Informasi apa saja yang anda gunakan dalam memecahkan masalah?

C Menjelaskan istilah-istilah yang digunakan dalam memecahkan masalah

Apa penjelasan anda tentang makna/arti istilah-istilah yang kamu gunakan dalam memecahkan masalah?

O

Mengecek kembali secara menyeluruh mulai dari awal sampai akhir (yang dihasilkan pada FRISC)

Bagaimana cara anda mengecek kembali pemecahan masalah yang anda temukan?

Hasil Observasi Hasil Tes Tulis

Tes tulis kemampuan pemecahan masalah matematika diberikan pada subjek dengan materi bangun datar, adapun hasil pekerjaan siswa kelas IV (empat) SDN Mojotejo 2 sebagai berikut :

Hasil Wawancara

Page 363: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 356

Untuk pelaksanaan wawancara pada subjek dilakukan setelah menyelesaikan tes tertulis.Berdasarkan wawancara dari hasil respon yang diberikan siswa dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Menentukan pokok permasalahan pada soal 2. Memutuskan strategi yang akan digunakan untuk memecahkan masalah 3. Menjelaskan istilah-istilah yang digunakan dalam memecahkan masalah 4. Mengecek kembali hasil akhir dari hasil pekerjaan

Untuk memudahkan dalam melihat hasil observasi siswa sekolah dasar dalam memecahkan masalah matematika, berikut ini disajikan Tabel tentang deskripsi proses berpikir kritis siswa dalam memecahkan masalah matematika. Tabel 3.2 Deskripsi Proses Berpikir Kritis Siswa dalam Memecahkan Masalah Matematika

KriteriaBerpikirKritis FRISCO

Siswa SDN Mojokerto 02

F (Focus) Mengemukakan pokok permasalahan yang ada pada soal secara singkat, memutuskan strategi yang akan digunakan dalam memecahkan masalah.

R (Reason) Mengemukakan alasan dalam menggunakan rumus

I(Inference) Menjelaskan gambar yang telah dibuat dan Memutuskan jawaban yang ditemukan serta alasannya.

S (Situation)

Menggunakan informasi-informasi yang sesuai dengan permasalahan yang terdapat pada soal dan mengabaikan sebagian informasi yang tidak penting.

C(Clarity) Menjelaskan istilah-istilah pada masalah dengan baik.

O(Overview) Mengecek kembali hasil dari pekerjaannya pada bagaian hasil akhirnya saja tidak seluruhnya.

Pada kriteria Focus, subjek mengemukakan pokok permasalahan yang

terdapat pada soal secara singkat yaitu tentang ukuran panjang dari suatu persegi panjang = 12cm dan luas persegi panjang ABCD adalah 48cm², serta memutuskan strategi yang akan digunakan untuk mencari lebar persegi panjang dan menentukan luas segitiga ACD. Dalam hal ini subjek menunjukkan hal-hal yang relevan dengan masalah yang dipecahkan, serta mencari strategi yang efektif dalam memecahkan masalah. Hal ini sejalan dengan pendapat Ennis (1996) menyatakan bahwa hal pertama yang dilakukan dalam memahamai suatu permasalahan yaitu menentukan pokok permasalahan yang terdapat pada masalah serta memutuskan strategi yang akan digunakan dalam menyelesaikan masalah.

Pada kriteria Reason dan Inference,subjek menggunakan rumus menentukan luas persegi panjang yaitu p x ….. = L atau 12 x …. = 48. Dalam proses ini siswa mencari bilangan 12 dikali berapa sehingga hasilnya 48. Setelah itu siswa memutuskan jawaban yang ditemukan serta alasan yang logis.Hal ini sejalan dengan pendapat Ennis (1996) menyatakan untuk mengetahui alasan-

Page 364: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 357

alasan yang mendukung atau yang bertentangan putusan-putusan yang dibuat berdasar pada fakta yang relevan.

Pada kriteria Situation, subjek menggunakan informasi-informasi yang sesuai dengan permasalahan yang terdapat pada soal; yaitu ukuran yang diketahui adalah panjang, luas segiempat dan menentukan ukuran lebar persegi panjang, menentukan luas segitiga ACD. Untuk menentukan luas segitiga ACD terlebih dahulu mengetahui ukuran leber persegi panjang yang akan dijadikan sebagai tinggi dari segitiga ACD. Hal ini sejalan dengan pendapat Ennis (1996) menyatakan untuk mengetahui bagian-bagian yang relevan sebagai pendukung untuk pemecahan masalah.

Pada kriteria Clarity, subjek menjelaskan istilah-istilah pada masalah dengan baik; yaitu, pada persegi panjang, p = ukuran panjang, l = ukuran lebar, dan L = luas, untuk segitiga CD = ukuran alas dan AC = ukuran tinggi segitiga. Hal ini sejalan dengan pendapat Ennis (1996) menyatakan dalam menjelaskan arti atau istilah-istilah yang digunakan dalam pemecahan masalah.

Sedangkan pada kriteria Overview,subjekyakin bahwa jawaban yang ditemukan karena mengecek kembali hasil pekerjaannya walaupun hanya pada bagian hasil akhir saja, dan mengemukakan alasan hanya memeriksa bagian akhir dari jawaban yang ditemukan.Hal ini bertentangan dengan pendapat Ennis (1996) menyatakan dalam meninjau kembali dan meneliti secara menyeluruh keputusan yang diambil.

PENUTUP

Berdasarkan analisis hasil observasi dari siswa dalam memecahkan masalah matematika yang telah dilakukan terhadap siswa kelas IV (empat) SDN Mojorejo 02tentang proses berpikir kritis dalam memecahkan masalah matematika diperoleh informasi bahwa, siswa dapat mengemukakan pokok permasalahan pada soal, memutuskan strategi yang akan digunakan untuk memecahkan masalah, dan dapat memberikan alasan dalam proses penarikan kesimpulan, subjek juga mengetahui situasi dengan baik, hal tersebut terlihat subjek menggunakan informasi-informasi yang sesuai dengan permasalahan yang terdapat pada soal, subjek menjelaskan istilah-istilah pada soal dengan baik, sedangkan dalam melakukan pengecekan kembali subjek memeriksa kembali jawaban yang ditemukan pada hasil akhirnya saja.

DAFTAR RUJUKAN Depdiknas.(2006). Lampiran Permen Tujuan Pendidikan Nasional.Jakarta:

Puskur, Depdiknas.

Ennis, R. H. (1996). Critical Thinking. United State of America: Prentice- Hall. Fisher, Alec. (2008). Berpikir Kritis Sebuah Pengantar. Jakarta. Erlangga. Johnson, Elaine. (2006). Contextual Teaching & Learning. Bandung: Mizan

Media

Page 365: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 358

Knodt,J.(2009).Cultivating curious minds :teaching for innovation throughopen-inquiry learning. Journal Teacher Librarian.37,15-22.

Kowiyah (2012).Kemampuan Berpikir Kritis.Jurnal Pendidikan Dasar Vol. 3, No.

5. (Online) (http://www.pustaka.ut.ac.id/dev25/pdfprosiding2/fmipa201146.pdf) diakses 4 april 2015.

Lambertus.(2009). Pentingnya Melatih Keterampilan Berpikir Kritis dalam

Pembelajaran Matematika di SD. Artikel jurnal Forum Kependidikan, Volume 28, Nomor 2. (Online)

(http://forumkependidikan.unsri.ac.id/userfiles/Artikel%20Lambertus-UNHALU-OKE.pdf) diakses 18 april 2015.

Polya, G. (1973). How To Solve it. New Jersey : Princeton University Press. Siswono, T. Y. E.(2008). Model Pembelajaran Matematika Berbasis Pengajuan

Masalah dan Pemecahan Masalah untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif. Surabaya: Unesa University Press.

Willingham, D. T. (2009).Why don‟t students like school ? Acognitive scientist

answers questions about how the mind works and what it means for the classroom. SanFrancisco:Jossey-Bass.

Page 366: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 359

PENERAPAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN SISWA PADA

MATERI BARISAN DAN DERET DI SMK NEGERI 1 UDANAWU BLITAR

Erika Suciani

Jurusan Tadris Matematika IAIN Tulungagung

ABSTRAK Pengamatan pembelajaran matematika di SMK Negeri 1 Udanawu menunjukkan

bahwa hasil belajar siswa pada materi barisan dan deret masih belum memenuhi kriteria ketuntasan minimal (KKM) yang ditetapkan sekolah. Untuk mengatasi permasalahan tersebut peneliti melakukan penelitian tindakan kelas untuk meningkatkan pemahaman materi matematika, khususnya materi barisan dan deret pada siswa kelas XI program keahlian Teknik Gambar Bangunan tahun pelajaran 2012/2013. Penelitian dilakukan dalam 2 siklus, dimana setiap siklus terdiri dari: perencanaan, pelaksanaan, observasi, dan refleksi. Sedangkan model pembelajaran yang digunakan adalah kooperatif tipe STAD. Hasil penelitian menunjukkan adanya peningkatan pemahaman materi barisan dan deret pada siswa, dengan perolehan skor pemahaman sebesar 84,84%. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pada penggunaan metode pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat meningkatkan pemahaman siswa pada pembelajaran matematika materi barisan dan deret bagi siswa kelas XI TGB 1 di SMK Negeri 1 Udanawu tahun pelajaran 2012/ 2013. Kata Kunci : Pemahaman, STAD, Barisan dan Deret Salah satu kendala dalam pembelajaran matematika sekarang ini adalah kurangnya antusiasme dari peserta didik untuk belajar. Kendala semacam ini banyak dijumpai di dalam lingkungan peserta didik tingkat Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Selama ini dengan model pembelajaran yang sering digunakan di SMK yakni ceramah, tanya jawab, dan pemberian tugas ternyata belum mampu meningkatkan antusias peserta didik dalam belajar terlebih belum dapat menjadikan pembelajaran matematika menjadi pembelajaran yang bermakna. Berdasarkan pengalaman mengajar penulis di lingkungan SMK, telah membawa pemahaman bahwa siswa SMK lebih menyenangi proses pembelajaran dengan melibatkan kerja tim dan juga aktifitas pembelajaran yang menantang dengan pemberian instruksi secara benar. Selain itu untuk mempersiapkan untuk menjadikan lulusan SMK menjadi lulusan yang siap kerja, maka siswa SMK dituntut untuk banyak latihan dengan dasar mata diklat Produktif mereka melalui teori yang pada akhirnya didukung dengan pelaksanaan PRAKERIN ( Praktek Kerja Industri ).

Pembelajaran yang memungkinkan peserta didik aktif secara maksimal memahami matematika secara bermakna adalah pembelajaran kooperatif tipe STAD ( Student Team Achievement Divisions). Pada model pembelajaran ini, peserta didik dibagi ke dalam kelompok kecil yang terdiri dari 4 sampai 5 orang yang heterogen dari jenis kelamin, kemampuan akademik, serta latar belakang etnik untuk menempuh setiap tahapan dalam model pembelajaran kooperatif tipe STAD. Tahapan yang harus ditempuh dalam model pembelajaran ini yakni persiapan, penyajian materi, belajar kelompok, tes individual serta penghargaan kelompok.

Page 367: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 360

METODE Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian tindakan kelas yang

dilaksanakan dalam 2 siklus, dimana setiap siklus terdiri dari: (1) perencanaan tindakan, (2) pelaksanaan tindakan, (3) observasi, (4) refleksi. Metode yang digunakan adalah pembelajaran kooperatif tipe STAD dimana siswa dikelompokkan secara heterogen berdasar jenis kelamin, kemampuan akademik dan juga latar belakang etnis yang berbeda. Pengunaan metode ini diharapkan dapat meningkatakan kinerja siswa dalam proses pembelajaran dalam kelompok untuk meningkatkan pemahaman materi barisan dan deret bagi siswa kelas XI TGB 1 SMK Negeri 1 Udanawu tahun pelajaran 2012/2013. Siswa dibagi dalam kelompok diskusi yang etrdiri dari 4 – 5 orang dengan proses pembelajaran dalam kelompok menggunakan LKS dan juga media pembelajaran yang lain yakni tampilan materi dalam power point dan juga alat peraga berupa menara hanoi dan potongan bangun segi lim beraturan. Dalam kelompok heterogen dengan kemampuan akademis yang berbeda siswa dapat saling mebelajarkan satu dengan yang lain tanpa ada rasa takut untuk bertanya dan apabila mereka masing-masing memiliki kesulitan sebelum bertanya kepada guru, mereka bisa bertanya kepada teman satu kelompok dengan mendiskusikan permasalahan yang mereka hadapi. Peneliti hanya sebagai fasilitator dan observasi dilaksanakan oleh peneliti dan juga observer. Dimana observer yang terlibat merupaka guru senior di SMK Negeri 1 Udanawu dengan pengalaman mengajar minimal 10 tahun. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Kegiatan pembelajaran kooperatif tipe STAD untuk meningkatkan pemahaman siswa terhadap materi barisan dan deret mengikuti 4 langkah, langkah pertama adalah penyampaian tujuan pembelajaran yang diikuti penyampaian pokok-pokok materi pelajaran agar siswa mengetahui arah yang ingin dicapai dalam pembelajaran. Pada tahap ini guru memberikan gambaran umum tentang materi pelajaran yang harus dikuasai yang selanjutnya siswa akan memperdalam materi dalam pembelajaran kelompok (tim). Wina Sanjaya (2006:248) berpendapat guru dapat menggunakan metode ceramah, curah pendapat, dan tanya jawab, bahkan kalau perlu guru dapat menggunakan demonstrasi.

Disamping itu, guru juga dapat menggunakan berbagai media pembelajaran agar proses penyampaian dapat lebih menarik siswa. Pada proses pembelajaran pertemuan 1 siklus 1 pada materi pola bilangan guru menggunakan media interaktif berupa tampilan presentasi. Penggunaan media interaktif pada proses pembelajaran pada setiap mengawali kegiatan sangat membantu guru dalam menyampaikan dengan jelas dan lebih menarik perhatian siswa. Langkah kedua adalah belajar dalam kelompok dengan diawali pembentukan kelompok yang beranggotakan 4-5 siswa. Pembagian ini didasarkan pada keheterogenan kemampuan akademik siswa, sehingga dalam satu kelompok terdiri dari siswa berkemampuan tinggi, sedang dan rendah. Pada pembagian kelompok penelitian ini keheterogenan kelompok menurut jenis kelamin tidak bisa dipenuhi secara utuh. Hal ini disebabkan karena komposisi antara siswa laki-laki dan siswa perempuan dikelas XI TGB 1 tidak seimbang. Perbedaan komposisi siswa laki-laki dan perempuan umum terjadi di SMK.

Anita Lie (Wina Sanjaya, 2006:248) menjelaskan alasan lebih disukainya pengelompokan heterogen dalam hal kemampuan akademis, kelompok

Page 368: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 361

pembelajaran biasanya terdiri dari satu orang berkemampuan akademis tinggi, dua orang dengan kemampuan akademis sedang, dan satu lainnya dari kelompok kemapuan akademis rendah. Melalui pembelajaran dalam tim siswa didorong untuk melakukan tukar-menukar (sharing) informasi dan pendapat, mendiskusikan permasalahan secara bersama, membandingkan jawaban mereka, dan mengoreksi hal-hal yang kurang tepat.

Pada tahap ini guru memberikan permasalahan (dalam bentuk LKS) yang dapat membantu siswa meningkatkan pemahaman dalam memahami materi barisan dan deret. Lembar kerja yang diberikan berisi pertanyaan-pertanyaan yang secara bertahap membantu siswa membangun pemahaman materi barisan dan deret melalui kerja kelompok. Pada salah beberapa pertemuan pembelajaran selain guru menyiapkan LKS guru juga menyiapkan alat peraga pembelajaran yakni menara Hanoi dan potongan bangun segilima berarturan. Alat peraga menara Hanoi digunakan guru pada saat proses pembelajaran pada pertemuan pertama untuk materi pola bilangan. Aktifitas siswa diamati guru menjadi lebih bermakna dengan setiap anggota kelompok bekerjasama untuk dapat menyelesaikan seluruh aktifitas yang menggunakan menara Hanoi sebagai peraganya.

LKS yang disiapkan guru disusun dengan tujuan agar siswa belajar dengan mengkonstruksi pemikiran yang dituangkan dalam diskusi bersama teman dalam kelompoknya untuk menjawab pertanyaan yang diberikan dalam LKS.

Langkah ketiga adalah penilaian dengan pemberian tes kepada siswa. Tes dilakukan baik secara individu maupun kelompok. Hasil tes individu nantinya akan memberikan informasi kemampuan setiap siswa, dan tes kelompok akan memberikan informasi kemampuan setiap kelompok. hasil akhir setiap siswa adalah penggabungan keduanya dan dibagi dua.

Langkah keempat yakni pemberian penghargaan kelompok sebagai Tim Hebat dan Tim Super dengan menghitung perolehan hasil kuis untuk mengetahui poin peningkatan individu dan kelompok. Penghargaan disini sebagai motivasi bagi siswa sehingga dipertemuan berikutnya dapat meningkatkan kemampuan belajar. Perhitungan bersama akan meningkatkan keeratan hubungan siswa dalam kelompok. Karena masing-masing anggota kelompok berkonstribusi dalam meningkatkan poin untuk menjadi tim yang terbaik. Perubahan skor individu dan poin peningkatan dapat dilihat pada Tabel 1.1, dimana patokan perhitungannya telah dikembangkan dari teori asli yang di smapaikan oleh Slavin. Pendapat Hasibuan dan Ibrahim (1998:104) bahwa diskusi kelompok dapat meningkatkan pemahaman terhadap diri sendiri, maupun pemahaman terhadap orang lain (meningkatkan kemampuan individu untuk berinteraksi). Dalam hal ini timbullah rasa bangga dan rasa “memiliki” kelompok pada tiap anggota kelompok.

Tabel 1.1 Skor Individu dan Poin Peningkatan (Slavin, R.E.) Perubahan Skor Individu PoinPeningkatan

1 - 5 poin di atas skor awal 5 6 - 15 poin di atas skor awal 10 16 - 25 poin di atas skor awal 20 Lebih dari 25 poin di atas skor awal 30 Nilai sempurna ( tanpa melihat skor awal ) 30

Berdasarkan hasil diskusi kelompok dan hasil tes individu yang dilakukan pada setiap akhir tindakan pada pelaksanaan pembelajaran kooperatif tipe STAD

Page 369: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 362

pada materi barisan dan deret ditemukan bahwa pendekatan ini dapat membantu pemahaman siswa terhadap barisan dan deret. Hal ini juga dapat dilihat dari hasil wawancara yang menyatakan bahwa dengan belajar kelompok memudahkan pemahaman terhadap barisan dan deret.

Pemahaman siswa terhadap materi barisan dan deret juga dapat dilihat dari pekembangan rata-rata skor tes akhir siklus 1. Perolehan rata-rata skor tes pada siklus 1 adalah 81,51 dan perolehan peningkatan poin individu di akhir siklus 2 adalah 79,76%.

Pemahaman siswa terhadap materi barisan dan deret juga dapat dilihat dari pekembangan rata-rata skor poin peningkatan individu setiap akhir tindakan mengalami kemajuan. Perolehan rata-rata skor poin peningkatan individu pada siklus1 adalah 11,7 atau 39% dan perolehan rata-rata skor poin peningkatan individu pada siklus 2 adalah 24,3 atau 81%.

Berdasarkan pernyataan di atas, siswa telah menunjukkan pemahaman yang baik terhadap materi pembelajaran. Hal ini dapat diinterpretasikan bahwa siswa sudah memahami materi barisan dan deret yang disajikan dengan belajar kooperatif tipe STAD. Pembelajaran yang dilaksanakan pada siklus 1 untuk materi pola bilangan dan barisan dan deret aritmatika serta pada siklus 2 pada materi barisan dan deret geometri ditemukan siswa yang masih melakukan kesalahan dalam menyelesaikan pekerjaannya pada saat pelaksanaan tes, antara lain: 1. Kesalahan siswa dalam menuliskan rumus untuk menentukan suku ke-n

barisan aritmatika. Untuk mengatasi kesulitan siswa dalam menentukan pola barisan aritmatika, guru memberikan arahan untuk menguraikan unsur-unsur yang harus ada pada saat menentukan pola barisan aritmatika, yakni a, dan b . Dari unsur yang sudah ditentukan siswa diarahkan untuk memperhatikan urutan bilangan dari barisan, akhirnya siswa dapat mengenal aturan dari barisan aritmatika. Arahan ini diberikan pada saat pelaksanaan pembelajaran pertemuan berikutnya dengan guru mendekati siswa yang bersangkutan.

2. Kesalahan siswa yang lain dalam menyelesaikan deret aritmatika, dimana siswa salah melakukan operasi hitung pada bilangan bulat, sehingga hasil yang diperoleh salah. Kesalahan siswa pada no.2 dalam menyelesaikan perhitungan bilangan, siswa kurang teliti dalam melakukan operasi pengurangan bilangan bulat. Hal ini menyebabkan, siswa tersebut tidak mendapatkan hasil yang benar pada saat menentukan jumlah n suku dari deret aritmatika (Sn) dan juga nilai suku ke-n dari barisan aritmatika. Faktor ketidak telitian siswa dalam melakukan perhitungan untuk selesaian dari pertanyaan yang diungkapkan guru membawa akibat pada perolehan skor. Meski pemahaman tentang konsep teori sudah diperoleh oleh siswa. Oleh karena itu ketelitian dalam menyelesaiakan perhitungan sangat besar artinya dalam pemahaman materi. Usaha bantuan guru adalah dengan mengingatkan secara klasikal pada saat siswa akan memulai mengerjakan tes mereka agar siswa lebih teliti dalam melakukan perhitungan. Agar supaya hasil perhitungan yang didapat menjadi benar dan bisa mendapatkan nilai yang memuaskan bagi mereka.

Selain kesalahan yang diperlihatkan oleh siswa, ada dugaan guru kurang memberikan contoh-contoh yang lebih bervariasi. Wina Sanjaya (2006:25)

Page 370: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 363

menyatakan salah satu peran esensial seorang guru yakni guru sebagai fasilitator, guru berperan dalam memberikan pelayanan untuk memudahkan siswa dalam proses pembelajaran. Pemberian contoh yang bervariasi ini dapat meningkatkan pemahaman siswa tentang suatu konsep.

Dalam pembelajaran, guru hendaknya dapat membantu pemahaman suatu konsep dengan pemberian contoh-contoh yang dapat diterima kebenaranya oleh siswa secara intuitif. Artinya siswa dapat menerima kebenaran itu dengan pemikiran yang sejalan dengan pengalaman yang telah dimilikinya tanpa melalui rasionalisasi.

Pada siklus 2 pada materi barisan dan deret geometri siswa sudah mulai dapat beradaptasi dengan tradisi belajar kelompok dalam kondisi kelompok yang heterogen. Siswa belajar secara bebas dalam menyelesaikan tugasnya, artinya melakukan proses aktif membangun konsep baru bersama-sama teman dalam kelompoknya. Wina Sanjaya (2006:25) menyatakan kemauan untuk bekerja sama itu kemudian dipraktikkan melalui aktivitas dan kegiatan yang tergambarkan dalam ketrampilan bekerja sama. Dengan demikian, siswa perlu didorong untuk mau dan sanggup berinteraksi dan berkomunikasi dengan anggota lain. Siswa perlu dibantu mengatasi berbagai hambatan dalam berinteraksi dan berkomunikasi, sehingga setiap siswa dapat menyampaikan ide, mengemukakan pendapat, dan memberikan konstribusi kepada keberhasilan kelompok.

Pemahaman siswa tentang barisan dan deret meningkat pada siklus 2. Perubahan perilaku siswa yang sangat positif dan mengikuti pembelajaran yaitu, mereka terlihat adanya rasa senang dalam menyelesaikan dengan baik. Hasil evaluasi setiap siswa dalam menyelesaikan tes individu pada setiap akhir pertemuan selama siklus 2 telihat ada peningkatan skor individu dibandingkan dengan hasil pekerjaan siswa pada waktu mengikuti pembelajaran.

Pada penelitian sejenis penerapan pembelajaran kooperatif tipe STAD pada materi himpunan dan aplikasinya yang dilakukan oleh Mufida (2011) di SMPN 1 Poncokusumo Kabupaten Malang menghasilkan pemahaman sebesar 10,51%. Sedangkan penerapan model yang sama pada penelitian Sumadji (2008) di SMK Singhasari Kota Malang pada materi fungsi linier menghasilkan peningkatan pemahaman siswa sebesar 18,78%. Pada penelitian ini penerapan pembelajaran kooperatif tipe STAD yang mengangkat materi barisan dan deret bilangan dengan mengguankan media sebagai pelengkap dalam proses pembelajaran, menunjukkan peningkatan pemahaman siswa dengan perolehan skor sebesar 84,84. Hal ini menunjukkan bahwa metode pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan dasar pembentukan kelompok yang heterogen menunjukkan siswa dapat belajar lebih baik dengan perolehan nilai diakhir pembelajaran seperti yang telah mereka dapatkan. Tidak hanya penekanan pada kelompok yang heterogen saja, akan tetapi pemilihan dan penggunaan media pembelajaran yang efektif dapat pula menunjang ternjadinya pembelajaran matematika yang bermakna bagi siswa PENUTUP Kesimpulan 1. Langkah pembelajaran kooperatif tipe STAD pada materi barisan dan deret

pada penelitian ini terdiri dari tiga tahap, yaitu tahap awal, tahap inti, dan tahap akhir. Berikut penjelasan dari masing-masing tahap

Page 371: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 364

a. Tahap awal memuat beberapa aktivitas sebagai berikut. Guru menjelaskan materi pokok dan indikator yang akan dicapai pada

pembelajaran. Misalkan pada materi barisan dan deret, peneliti menjelaskan kepada siswa bahwa pada hari ini akan belajar barisan arimatika, yaitu menemukan aturan untuk menentukan suku ke-n dari suatu barisan aritmatika.

Guru melakukan tanya jawab mengenai pengetahuan sebelumnya yang merupakan materi prasyarat. Misalkan pada barisan aritmatika, guru mengingatkan siswa pada materi pola bilangan.

Guru membentuk kelompok yang terdiri dari 4-5 siswa. Kelompok yang dibentuk adalah kelompok heterogen yang dipilih berdasarkan hasil tes awal, dan jenis kelamin.

Guru menjelaskan tugas dan tanggung jawab. Misalnya pada materi barisan aritmatika, guru menjelaskan tugas dan tanggung jawab yaitu berdiskusi secara kelompok tentang aturan menentukan suku ke-n dari barisan aritmatika kemudian melaporkan hasil kerja kelompoknya untuk kemudian diberikan tes individu diakhir kegiatan pembelajaran.

b. Tahap inti Kegiatan pada tahap ini adalah proses belajar kelompok dengan menggunakan lembar kerja siswa (LKS) buatan guru untuk menyelesaikan aktifitas yang disusun guru sesuai dengan tujuan pembelajaran. Proses kegiatan inti ini mengacu pada langkah-langkah dimana siswa diarahkan melalui tahapan untuk dapat menemukan aturan yang kemudian dikembangkan untuk bisa menyelesaikan latihan soal yang ada pada bagian akhir dari LKS. Misalnya pada materi deret aritmatika, dengan bantuan LKS dan juga alat peraga potongan bangun segi lima beraturan secara berkelompok siswa melakukan percobaan dengan langkah-langkah yang diberikan guru sampai pada akhirnya dalam kelompoknya siswa menemukan aturan dari jumlah n suku pada barisan aritmatika Tahap ini diakhiri dengan pelaksaan tes individu yang berisikan materi tes sesuai dengan apa yang sudah dilaksanakan pada proses bekerja kelompok. c. Tahap akhir Kegiatan pada tahap akhir adalah pemberian penghargaan bagi kelompok (tim) yang mendapat predikat tim bagus, tim hebat, dan tim super dengan terlebih dahulu guru menghitung poin peningkatan individu dan kelompok.

2. Pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat meningkatkan pemahaman siswa pada materi barisan dan deret bilangan. Berdasarkan observasi pembelajaran diperoleh untuk siklus 1 aktivitas guru dalam kriteria baik dan aktivitas siswa dalam kriteria baik. Pada observasi pembelajaran siklus 2 aktivitas guru dalam kriteria baik dan aktivitas siswa dalam kriteria sangat baik. Sedangkan pada tes akhir tindakan 1diketahui bahwa telah mencapai ketuntasan belajar secara kelasikal, dimana presentase pencapaian sebesar 84,84%. Pada pada post tes siklus 2 pertemuan ke dua telah terjadi peningkatan poin individu dan kelompok sebesar 81%, sebagai perwujudan bentuk kinerja tim yang semakin baik dampak dari pembelajaran kooperatif yang diterapkan pada siswa selama proses pembelajaran.

2. Saran-saran

Page 372: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 365

Berdasarkan kesimpulan di atas, beberapa saran yang dapat disampaikan adalah sebagai berikut:

1. Guru mata pelajaran matematika hendaknya mempertimbangkan untuk menerapkan pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student Teams Achievement Divisions) sebagai salah satu pembelajaran alternatif yang layak dipertimbangkan dalam pembelajaran di SMK Negeri 1 Udanawu dengan memperhatikan kendala yang muncul.

2. Dalam membuat lembar kerja siswa hendaknya memperhatikan aktifitasnya yang sesuai dengan langkah-langkah pembelajaran yang digunakan sehingga dapat memperhitungkan waktu seefektif mungkin.

DAFTAR PUSTAKA Asrori, M. 2007. Penelitian Tindakan Kelas. Bandung: Wacana Prima

Bartle, R. G. & Sherbert, D R. 1991. Introduction To Real Analysis. Eastern Michigan University Universiyt of Illinois

Clement, D. H & Battista, M. T. 2001. Constructivist Learning and Teaching, (Online) http://www.terc.edu/investigation/relevant/html/constructivistlearning diakses tanggal 14 Januari 2013

Courtney K. Miller & Reece L. Peterson.. Creating a Positive Climate: Cooperative Learning, (online), http://www.indiana.edu/~safeschl/cooperative_learning.pdf diakses tanggal 16 Maret 2013

Erman,dkk, 2003. .Evaluasi Pembelajaran Matematika JICA. Jurusan Pendidikan Matematika. UPI

Hasibuan, J. J & Ibrahim. 1998. Proses Belajar Mengajar: Ketrampilan Dasar Pengajaran Mikro. Bandung: Remadja Karya

Johnson, D. W & Johnson, R. T. 1994. Learning Together and Alon: Cooperative, Competitive, and Individualistic Learning. Needham Height, Boston: Allyn and Bacon

Kemmis, W. C & Tanggart, R. M. 1998. The Action Research Planer. Gulong Victoria: Deakin University Press

Kesumawati. N. 2008. Pemahaman Konsep Matematik dalam Pembelajaran Matematika. (Online). http://eprints.uny.ac.id/6928/1/P-18%20Pendidikan(Nila%20K).pdf . Diakses tanggal 16 Desember 2012

Moleong, L. J. 1988. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosda Karya

Sanjaya, W. 2006. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Bandung: Kencana Prenada Media Grup

Page 373: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 366

Slavin,R.E. 2008. Cooperative Learning: Teori, Riset dan Praktik. Bandung: Nusa Media.

Trianto. 2007. Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik. Surabaya: Prestasi Pustaka

Trianto. 2010. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif: Konsep, Landasan, dan Implementasinya pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Page 374: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 367

PENINGKATAN KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF MATEMATIKA SISWA MELALUI PENDEKATAN

PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK (PMR) DI SMP PGRI 6 MALANG

Dziki Ari Mubarok

Jurusan Tadris Matematika IAIN Tulungagung e-mail : [email protected]

ABSTRAK Berpikir kreatif merupakan hal yang harus dipupuk sejak dini karena berpikir

kreatif akan dapat meningkatkan kemampuan berpikir siswa menjadi fleksibel, lancar, dan asli. Hal inilah yang menjadi harapan setiap guru. Oleh karena itu, guru juga harus mempunyai kemampuan dalam menciptakan suasana yang menyenangkan dan kondusif agar siswa terangsang untuk lebih ingin mengetahui materi, senang menanyakan, dan berani mengajukan pendapat, serta melakukan prcobaan yang menuntut pengalaman baru. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengembangkan langkah-langkah pembelajaran dengan pendekatan pendidikan matematika realistik (PMR). Penelitian ini menggunakan Pendekatan Kualitatif dengan rancangan penelitian tindakan kelas untuk menjawab pertanyaan penelitian. Penelitian dilaksanakan dengan subjek siswa kelas VIII D SMP PGRI 6 Malang pada tahun ajaran 2011/2012. Data dikumpulkan dari hasil tes, hasil kemampuan berpikir kreatif matematika siswa, hasil observasi aktivitas guru, hasil observasi aktivitas siswa, hasil wawancara siswa.Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembelajaran matematika melalui pendekatan pendidikan matematika realistik (PMR) yang terdiri atas empat langkah yaitu: (1) memahami masalah kontekstual, (2) menyelesaikan masalah kontekstual, (3) membandingkan dan mendiskusikan jawaban, dan (4) menyimpulkan dapat meningkatkan kemampuan berpikir kreatif matematika siswa kelas VIII di SMP PGRI 6 Malang. Sebagai tambahan, respon siswa sangat positif terhadap pembelajaran tersebut.Dalam pembelajaran matematika, peneliti menyarankan kepada para guru untuk menggunakan pedekatan pendidikan matematika realistik (PMR) agar dapat meningkatkan kemampuan berpikir kreatif matematika siswa.

Kata Kunci: Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik, Kemampuan berpikir kreatif matematika.

PENDAHULUAN

Mengembangkan kemampuan berfikir kreatif di kalangan peserta didik merupakan hal yang sangat penting dalam era persaingan global, karena tingkat kompleksitas permasalahan dalam segala aspek kehidupan moderen saat ini semakin tinggi. Seperti yang di amanatkan oleh Depdiknas (2006) bahwa mengembangkan kreatifitas siswa dan kemampuan berfikir kreatif melalui aktifitas-aktifitas kreatif dalam pembelajaran matematika adalah penting karena aktifitas-aktifitas kreatif tersebut sangat dibutuhkan dalam pemecahan masalah. Pemecahan masalah tidak lagi hanya berfokus pada penemuan jawaban benar, tetapi bagaimana mengkonstruksi segala kemungkinan pemecahan masalah yang masuk akal, beserta segala kemungkinan prosedur dan argumentasinya, kenapa jawaban atau pemecahan tersebut masuk akal. Kemampuan matematis seperti ini

Page 375: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 368

sangat relevan, mengingat masalah dunia nyata umunya tidak sederhana dan konvergen, tetapi sering kompleks dan divergen, bahkan tak terduga.

Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik merupakan suatu pendekatan yang digunakan dalam pembelajaran matematika sekolah yang dilaksanakan dengan menempatkan realitas dan pengalaman siswa sebagai titik awal pembelajaran. Melalui matematisasi horizontal-vertikal siswa diharapkan dapat menemukan dan merekonstruksi konsep-konsep matematika atau pengetahuan matematika formal. Selanjutnya, siswa diberi kesempatan menerapkan konsep-kosep matematika untuk memecahkan masalah sehari-hari atau masalah dalam bidang lain. Dengan kata lain pembelajaran Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik mengarahkan siswa pada belajar dengan bermakna.

Beberapa penelitian telah membuktikan bahwa penerapan pendekatan Pendidikan Matematika Realistik memberikan dampak yang positif tentang pembelajaran matematika. Hal ini diperkuat oleh adanya penelitian yang dilakukan oleh Lathiful mengenai Pembelajaran Pendidikan Matematika Realistik (PMR) di SD Lab School UM kelas 2 pada materi operasi penjumlahan bilangan bulat, di mana penulis ikut membantu dalam pengambilan data pada penelitian tersebut. Dari pengamatan peneliti selama mengikuti penelitian pada tanggal 11-21 Oktober 2011 menunjukkan bahwa siswa terlihat antusias, aktif dan bersemangat dalam mempelajari matematika. Hasil penelitian yang dilaksanakan oleh Anwarul,M (2011), menyimpulkan bahwa pembelajaran yang dilaksanakan pada siswa MTs Miftahul Ulum probolinggo kelas VIII berhasil menumbuhkan kreativitas siswa pada volume kubus dan balok.

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini, bagaimana pelaksanaan pembelajaran dengan pendekatan pendidikan matematika realistik (PMR) yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir kreatif matematika siswa di SMP PGRI 6 Malang.

METODE

Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas (PTK), Penelitian ini berangkat dari permasalahan praktis yang ada di kelas di mana peneliti selaku pengelola pembelajaran, kemudian direfleksikan (dilakukan pemikiran kembali terhadap proses pembelajaran yang selama ini telah dijalankan) dan dianalisis berdasarkan teori-teori yang menunjang. Dalam penelitian ini fokus utamanya adalah kegiatan pembelajaran dan berupaya untuk memperbaiki pembelajaran. Peneliti juga terlibat langsung dari awal sampai akhir. Peneliti bertindak sebagai perencana, perancang, pelaksana, pengumpul data, penganalisis data, dan pelapor penelitian. Dipilihnya jenis penelitian tindakan kelas dalam penelitian ini adalah karena tujuan penelitian ini sesuai dengan karakteristik PTK, yaitu ingin memperbaiki pembelajaran pada materi volume bangun ruang dengan pendekatan pendidikan matematika realistik (PMR).

Prosedur langkah-langkah penelitian ini akan mengikuti model Kemmis dan Mc Taggart. Langkah-langkah tersebut berupa siklus yang terdiri dari empat tahap, yaitu: perencanaan (plan), pelaksanaan (action), pengamatan (observation), dan refleksi (reflection) (Wardani, 2003:2.3).

Page 376: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 369

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan pada hasil tes akhir, telah diperoleh data bahwa siswa yang memperoleh nilai ≥75 adalah sebanyak 24 siswa dari 28 siswa yang mengikuti tes dengan persentase siswa tuntas belajar sebesar 85,71 %. Dari hasil ini diktehui bahwa kriteria tuntas belajar telah terpenuhi.Sedangkan pada hasil penilaian kemampuan berpikir kreatif matematika siswa pada pertemuan I adalah 26,18 %, pada pertemuan II adalah 27,52 %, pertemuan III adalah 27,62 %, dan pertemuan IV adalah 29,01 %. Sehingga rata-rata – rata penilaian kemampuan berpikir kreatif matematika siswa adalah 27,58 % dengan klasifikasi penilaian cukup baik. Pembelajaran yang dilaksanakan telah mencerminkan pembelajaran dengan pendekatan PMR tenatng materi volume prisma dan limas. Hal ini ditunjukkan dengan hasil observasi dari dua orang observer terhadap aktivitas guru yang menunjukkan bahwa rata-rata persentase keterlaksanaan pembelajaran matematika dengan pendekatan PMR sebesar 93,94%. Hal ini artinya sebesar 93,94% pembelajaran telah berjalan sebagaimana direncanakan pada RPP. Aktivitas guru (dalam hal ini peneliti) telah tercapai. Hasil pengamatan terhadap aktivitas siswa dengan menggunakan lembar observasi aktivitas siswa yang dilakukan oleh observer, rata-rata persentasenya adalah 92,18% dengan kategori sangat baik. Sehingga aktivitas siswa dalam pembelajaran dengan pendekatan PMR telah tercapai. Hasil wawancara peneliti dengan subjek wawancara diperoleh informasi bahwa respon siswa terhadap pembelajaran matematika melalui pendekatan PMR sangat positif. Keempat subjek wawancara menyatakan senang mengikuti pembelajaran dan dapat menerapakannya dalam kehidupan sehari-hari.

Pembelajaran dengan Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik (PMR)

Sebelum pelaksanaan pembelajaran dengan pendekatan pendidikan matematika realistik (PMR), peneliti mengadakan wawancara dengan guru mata pelajaran matematika SMP PGRI 6 Malang untuk meminta ijin pelaksanaan penelitian dan untuk berdiskusi tentang penentuan kelas yang dijadikan subjek penelitian, alokasi waktu pelajaran matematika, waktu pelaksanaan, dan sistem penilaian di SMP PGRI 6 Malang.

Pada awal pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan pendidikan matematika realistik (PMR) ini proses pembelajaran kurang berjalan dengan lancar. Hal ini dimungkinkan karena siswa masih merasa asing dengan pendekatan pembelajaran yang diterapkan. Akan tetapi seiring berjalannya proses pembelajaran siswa mulai beradaptasi dan mulai bersemangat untuk mencoba menyelesaikan segala permasalahan yang diajukan peneliti.

Pada pelaksanaan penelitian, peneliti didampingi oleh dua orang yang bertindak sebagai observer yaitu guru mata pelajaran matematika yang bernama Margono, S.Pd dan seoarng teman sejawat mahasiswa PPs UM yang bernama Zuhrotun Nasihah, S.Pd. Kedua observer dalam hal ini mengamati setiap aktivitas yang dilakukan oleh guru selaku peneliti selama proses pembelajaran berlangsung dan mengamati setiap aktivitas yang dilakukan oleh siswa selama proses pembelajaran berlangsung dengan menggunakan pedoman observasi yang telah dibuat sebelumnya.

Page 377: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 370

Pembelajaran yang dilakukan sebanyak enam kali pertemuan, di mana empat kali pertemuan untuk pelaksanaan pembelajaran dan dua kali pertemuan untuk pelaksanaan tes, yaitu tes awal dan tes akhir. Tes awal dilakukan sebelum pembelajaran dilakukan, sedangkan tes akhir tindakan dilakukan setelah berlangsungnya pembelajaran. Materi yang dibahas pada dalam penelitian ini adalah materi volume prisma dan limas dengan menggunakan pendekatan pendidikan matematika realistik (PMR) dalam proses pembelajarannya. Berikut temuan-temuan pada tiap-tiap langkah pembelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan PMR. 1. Memahami masalah kontekstual

Secara umum siswa mampu memahami konteks, walaupun pada awalnya siswa kesulitan untuk memahami masalah kontekstual yang terdapat pada LKS, bahkan pada awal pembentukan kelompok siswa masih kelihatan gaduh dalam menempati kelompoknya masing-masing. Hal ini disebabkan, siswa belum terbiasa dengan pendekatan PMR. Namun, setelah mendapatkan bimbingan berupa pertanyaan pancingan dan dorongan dari guru, siswa mulai terbiasa dalam memahami masalah kontekstual yang terdapat dalam LKS. Berdasarkan pengamatan peneliti, pada langkah ini siswa mulai memahami masalah kontestual dengan menafsirkan masalah kehidupan sehari-hari dengan materi yang terdapat pada LKS, sehingga muncul salah satu indikator kemampuan berpikir kreatif matematika yaitu luwes (flexibility).

Penggunaan LKS terbukti sangat membantu arah kerja siswa. Langkah-langkah yang ditentukan dalam LKS merupakan suatu bentuk bantuan bagi siswa. Hal ini mendukung pendapat Machmud (2001:7) yang menyatakan bahwa LKS dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk bekerja secara mandiri dan bekerja sama, serta memberikan kesempatan kepada siswa untuk melakukan kegiatan penemuan. 2. Menyelesaikan masalah kontekstual

Pada langkah ini guru memberikan kesempatan siswa untuk berpikir dan menjawab atau menyelesaikan permasalahan tentang volume prisma dan limas yang terdapat pada LKS. Berdasarkan pengamatan peneliti pada langkah ini semua indikator kemampuan berpikir kreatif matematika siswa yaitu kemampuan berpikir orisinil (originality), kemampuan berpikir luwes (flexibility), dan kemampuan berpikir lancar (fluency). Indikator kemampuan berpikir orisinil (originality) ditunjukkan ketika siswa dengan senang bekerja untuk menyelesaikan masalah dan dapat menemukan cara baru, selain itu ada beberapa siswa yang memiliki cara berpikir lain dengan memikirkan masalah-masalah atau hal-hal yang tidak pernah dipikirkan oleh orang lain. Indikator kemampuan berpikir luwes (flexibility) ditunjukkan pada beberapa soal yang terdapat pada LKS siwa dapat memberikan cara yang berbeda dalam menyelesaikan masalah. Indikator kemampuan berpikir lancar (fluency) ditunjukkan dengan siswa mempunyai banyak gagasan dengan berdiskusi dengan kelompoknya pada saat menyelesaikan masalah kontekstual yang teradpat pada LKS.

Pada langkah ini siswa harus dapat menentukan dengan jeli apa yang diketahui dan apa yang ditanyakan. Ketika mengalami kesulitan dalam menentukan unsur yang diketahui dan ditanyakan, siswa bertanya kepada guru. Hal ini sesuai dengan pendapat Nurhadi (2004:46) bahwa bertanya adalah suatu strategi yang digunakan secara aktif oleh siswa untuk mendapatkan informasi.

Page 378: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 371

Guru memberikan bimbingan dengan merangsang pemikiran siswa mencari data yang sesuai (unsur yang diketahui dan ditanyakan) dari masalah geometri. Kegiatan yang dilakukan guru ini merupakan proses scaffolding yaitu memberikan bantuan kepada peserta didik selama tahap-tahap awal pembelajaran dan kemudian mengurangi bantuan tersebut dan memberikan kesempatan peserta didik untuk mengambil tanggung jawab yang semakin besar setelah peserta didik dapat melakukannya. Sehingga dengan menjawab permasalahan-permasalahan yang ada pada LKS siswa sudah tertuntun untuk meningkatkan berpikir kreatif matematika pada materi prisma dan limas.

Pembelajaran materi volume prisma dan limas dalam penelitian ini dilakukan dengan membagi siswa kedalam kelompok yang terdiri dari empat siswa. Pemilihan kelompok sebanyak empat siswa didasarkan pada alasan, jika satu kelompok hanya terdiri dari 2 anggota, maka interaksi antar anggota kelompok akan sangat terbatas dan kelompok menjadi terhenti jika salah satu anggotanya absen. Sebaliknya, jika ukuran kelompok terlalu besar maka akan sulit bagi kelompok itu berfungsi secara efektif. Dalam kelompok yang mempunyai anggota sangat besar, sukar bagi setiap siswa untuk mengutarakan pendapat-pendapat dan dalam melakukan kerja sama. Hal ini didukung pendapat Artzt & Newman (1990:449) bahwa jika kelompok terlalu kecil akan mengakibatkan interaksi yang terbatas dan jika terlalu besar akan mengakibatkan kesulitan dalam melakukan koordinasi dan mencapai kesepakatan.

Kelompok yang terdiri dari empat siswa ini bersifat heterogen dari segi kemampuan. Pembentukan kelompok secara heterogen dari segi kemampuan didasarkan pada pertimbangan bahwa jika semua anggota kelompok berkemampuan tinggi atau sedang, maka dikhawatirkan terjadi kompetisi dalam kelompok tersebut. Sebaliknya, jika semua anggota kelompok berkemampuan rendah, maka aktivitas kelompok diperkirakan menjadi terhenti. Dengan kelompok heterogen ini siswa berbagi tugas.

Penggunaan belajar secara kelompok dalam penelitian ini memberikan banyak keuntungan bagi siswa. Terbukti siswa saling berdiskusi untuk menyelesaikan pekerjaannya. Masing-masing anggota kelompok saling memberikan bantuan dan masukan dalam meningkatkan pemahamannya tentang suatu konsep. Anggota kelompok yang kurang mampu bertanya kepada anggota kelompok yang lebih mampu mengenai hal-hal yang belum dipahami. Sedangkan siswa yang lebih mampu telah bertambah pemahamannya melalui proses menjelaskan kepada anggota yang kurang mampu.

Bersama kelompoknya siswa berkesempatan untuk melakukan tanya jawab danmembandingkan hasil jawaban LKS secara individu dalam kelompok masing-masing. Pada saat membandingkan jawaban ini setiap individu telah mempunyai bekal hasil penyelesaian permasalahan yang terdapat pada LKS. Pada kesempatan ini siswa diberikan kebebasan untuk menentukan arah menyelesaikan masalah berdasarkan pengetahuan yang telah dimilikinnya. Pada langkah ini semua siswa aktif dalam menjelaskan asal usul penyelesaiannya. Langkah ini didukung oleh pendapat Vigotsky yang menyatakan bahwa pembelajaran berlangsung ketika siswa bekerja dalam zone of proximal development, sehingga dalam menyelesaikan tugas-tugas belajarnya peserta didik tidak dapat bekerja sendiri. Zone of proximal development merupakan jarak/selisih antara tingkat perkembangan peserta didik yang aktual, yaitu kemampuan peserta didik dalam

Page 379: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 372

menyelesaikan permasalahn dengan tingkat perkembangan potensial yang lebih tinggi, yang dicapai peserta didik setelah mendapatkan bantuan dari orang yang lebih dewasa atau kompeten (dalam hal ini adalah kelompoknya). 3. Membandingkan dan mendiskusikan jawaban

Pada tahap ini adalah mempresentasikan hasil kerjanya di depan kelas atau diskusi kelas. Pada diskusi kelas ini diberikan kesempatan kepada salah satu perwakilan setiap anggota kelompok untuk mempresentasikan hasil kerja kelompoknya (soal yang dipresentasikan sesuai undian). Hal ini diperlukan untuk dapat memupuk keberanian siswa dalam menyampaikan pendapatnya. Langkah ini sangat diperlukan agar siswa dapat menerima pendapat atau masukan dari orang lain (dalam hal ini lebih masuk akal), tetapi merekapun mampu untuk mempertahankan pendapatnya jika menurut pendapat mereka masukan tersebut tidak logis. Dalam diskusi ini, memungkinkan adanya pembetulan kesalahan yang dilakukan oleh kelompok yang mempresentasikan. Jawaban-jawaban yang salah dikoreksi oleh kelompok lain dan mengamati penyajian kelompok lain saat sharing sangat berguna untuk memperbaiki kesalahan yang dilakukan suatu kelompok. Hal ini mendukung pendapat Sutawidjaja (2002:358) bahwa ketika kelompok menyajikan laporannya (benar atau salah), kelompok akan mempunyai kesempatan berharga untuk memperbaiki laporan mereka.

Berdasarkan pengematan peneliti didapatkan bahwa pada saat presentasi di depan kelas muncul indikator berpikir kreatif matematika siswa yaitu lancar (fluency). Hal ini ditunjukkan dengan siswa dapat memberikan gagasan dan pendapatnya ketika siswa mempersentasikan hasil kerjanya di depan kelas. Jika ada jawaban yang kurang paham, siswa lain yang menjadi audience juga banyak melontarkan pertanyaan jika dirasa kurang dapat memahami keterangan dari siswa yang melakukan presentasi. Yang melakukan presentasi pun juga dapat menjawab dengan sejumlah jawaban jika terdapat pertanyaan. Hal ini terjadi diskusi antara yang mempresentasikan dengan audience, mereka juga terlihat saling mengungkapkan gagasan masing-masing jika terdapat jawaban yang berbeda antara siswa satu dengan siswa yang lain.

Pemberian penghargaan terhadap presentasi kelompok dan tanya jawab yang terjadi membuat siswa senang. Aplaus yang diberikan oleh siswa lain membuat siswa pelapor kelihatan senang. Penghargaan ini ternyata dapat memotivasi siswa dalam belajar. Hal ini mendukung pendapat Hudojo (1988:279-280) bahwa penghargaan sangat diperlukan untuk meningkatkan sikap, rasa puas, dan bangga siswa terhadap matematika. 4. Menyimpulkan

Pada langkah ini siswa melalui bimbingan guru membuat kesimpulan terhadap pembelajaran yang baru saja dilakukan. Guru perlu memastikan bahwa semua siswa dapat memahami materi yang baru dipelajari. Berdasarkan pantauan peneliti, siswa tampak mengemukakan pendapatnya masing-masing dalam menyimpulkan pelajaran yang telah dilakukan, hal ini merupakan adalah salah satu indikator berpikir kreatif matematika siswa yaitu lancar (fluency).Sebagai penutup, atas arahan dan bimbingan guru siswa menuliskan hasil diskusinya sebagai simpulan akhir pembelajaran. Hal ini didukung pendapat Degeng (1997:28) bahwa membuat rangkuman atau kesimpulan dari apa yang telah dipelajari perlu dilakukan untuk mempertahankan retensi.

Page 380: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 373

Kemampuan Berpikir Kreatif Matematika Siswa Setelah Pembelajaran dengan Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik (PMR)

Pembelajaran matematika dengan pendekatan PMR dalam penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan berpikir kreatif matematika siswa. Kemampuan berpikir kreatif matematika siswa terdiri dari tiga indikator yaitu kemampuan berpikir lancar (fluency), kemampuan berpikir fleksibel (flexibility), kemampuan berpikir orisinil (originality). Berdasarkan temuan penenlitian, kemampuan berpikir kreatif matematika siswa mengalami peningkatan.

Peningkatan kemampuan berpikir kreatif matematika siswa dapat dilihat dari observasi aktifitas siswa, lembar penilaian kemampuan berpikir kreatif matematika siswa dengan pendekatan PMR, dan hasil tes akhir. Hasil observasi aktivitas siswa dengan rata-rata 92,18% berada pada kategori sangat baik. Dari pengamatan observer dalam setiap pertemuan, maka diperoleh persentase kemampuan berpikir kreatif matematika siswa dalam pembelajaran dengan pendekatan PMR sebagai berikut.

Pertemuan I II III IV

Kemampuan berpikir lancar (fluency)

27,49% 27,85% 27,49% 30,35%

Kemampuan berpikir luwes (flexibility)

22,32% 25,44% 28,12% 28,12%

Kemampuan berpikir asli (originality)

29,16% 29,75% 29,16% 27,97%

Hasil kemampuan berpikir kreatif matematika

26,32% 27,68 % 28,25 % 28,81%

Kriteria Cukup baik Cukup baik Cukup baik Cukup baik

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa kemampuan berpikir kreatif matematika siswa dalam pembelajaran dengan pendekatan PMR meningkat dari setiap pertemuan dan memenuhi kriteria yaitu berada pada kategori cukup baik. Berdasarkan hasil analisis data tentang tes belajar siswa, dikatehui bahwa persentase siswa tuntas belajar pada tes akhir tindakan mencapai 85,71 %. Sesuai dengan data tersebut, maka pembelajaran ini dikatakan tuntas secara klasikal.

Aktivitas Siswa dalam Pembelajaran dengan Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik (PMR)

Pada awal pelaksanaan pembelajaran dengan pendekatan pendidikan matematika realistik (PMR) aktivitas siswa tergolong belum maksimal hal ini dimungkinkan karena siswa masih melakukan penyesuaian dengan strategi pembelajaran yang belum mereka terima sebelumnya. Namun memasuki pertengahan pembelajaran pada pertemuan pertama, keaktifan siswa mulai tampak. Hal ini terlihat dari mulai banyaknya siswa yang aktif bertanya dan

Page 381: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 374

menjawab permasalahan yang diajukan peneliti. Berdasarkan hasil observasi oleh kedua observer didapatkan bahwa persentase rata-rata pada pertemuan pertama sebesar 86,45% di mana skor ini masuk dalam kategori baik. Pada pertemuan kedua persentase rata-rata sebesar 92,70% di mana skor ini masuk dalam kategori sangat baik. Pada pertemuan kedtiga persentase rata-rata sebesar 92,70% di mana skor ini masuk dalam kategori sangat baik. Pada pertemuan keempat persentase rata-rata sebesar 96,87% di mana skor ini masuk dalam kategori sangat baik.

Respon Siswa terhadap Pembelajaran dengan Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik (PMR)

Berdasarkan temuan dalam penelitian ini, respon siswa terhadap pembelajaran pendekatan PMR adalah sangat postif. Artinya keempat siswa yang dipilih sebagai subjek wawancara menyatakan senang setelah mengalami pembelajaran matematika melalui pendekatan PMR.

Dari hasil wawancara terhadap subjek wawancara secara umum menyatakan senang dan tertarik terhadap pelajaran denga pendekatan PMR karena menggunakan soal-soal yang dekat dengan kehidupan sehari-hari mereka. Pada umunya siswa mempunyai pengalaman sendiri terhadap permasalahan kontekstual yang mereka hadapi. Mereka dapat mengamati langsung lingkungan di sekitar mereka dalam menyelesaikan permasalahan kontekstual. Kondisi ini sesuai dengan Usdiyana, dkk (2009), pada umunya siswa merasa senang, tertarik, dan mudah mengerti belajar matematika dengan pendekatan PMR, terutama bagi siswa kelompok sedang dan rendah.

Rasa senang juga dirasakan siswa saat bekerja sama dengan teman dalam satu kelompok dalam menyelesaikan masalah kontekstual pada LKS. Siswa dapat bertukar ide dalam memecahkan permasalahan kontekstual yang diberikan. Rasa percaya diri siswa muncul pada saat menyelesaikan soal secara berkelompok. PENUTUP Berdasarkan paparan data dan pembahasan, dapat disimpulkan beberapa hal berikut. 1. Pembelajaran dengan pendekatan PMR yang dapat meningkatkan

kemampuan berpikir kreatif matematika siswa di SMP PGRI 6 Malang dilaksanakan terdiri atas empat langkah pembelajaran yaitu memahami masalah kontekstual, menyelesaikan masalah kontekstual, membandingkan atau mendiskusikan jawaban, dan kesimpulan. Berikut penjelasan dari tiap-tiap langkah. a. Memahami masalah kontekstual

Kegiatan pada langkah ini adalah memahami masalah kontekstual yang terdapat pada LKS. Peneliti (selaku guru) meminta siswa untuk memahami masalah yang terdapat pada LKS. Pada langkah ini muncul indikator berpikir kreatif matematika siswa yaitu luwes (flexibility). b. Menyelesaikan masalah kontekstual

Pada tahap ini siswa mengerjakan masalah kontekstual yang terdapat pada LKS secara kelompok. Peneliti (selaku guru) memonitor aktivitas siswa selama menyelesaikana masalah kontekstual dan memberikan bantuan jika terdapat kesulitan dalam mengerjakan LKS. Indikator kemampuan berpikir kreatif matematika siswa yang muncul adalah

Page 382: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 375

kemampuan berpikir lancar (fluency), kemampuan berpikir luwes (flexibility), dan kemampuan berpikir orisinil (originality). c. Membandingkan atau mendiskusikan jawaban

Pada langkah ini siswa mempresentasikan hasil kerja kelompoknya di depan kelas, siswa membandingkan jawaban kelompoknya dengan kelompok lain. Indikator kemampuan berpikir kreatif matematika siswa yang muncul adalah kemampuan berpikir lancar (fluency). d. Menyimpulkan

Kegiatan yang dilakukan pada langkah ini adalah menyimpulkan pembelajaran selam proses berlangsung secara lisan dengan bimbingan dari guru. Indikator kemampuan berpikir kreatif matematika siswa yang muncul adalah kemampuan berpikir lancar (fluency).

2. Pembelajaran yang dilaksanakan pada siswa SMP PGRI 6 Malang dapat disimpulkan bahwa pembelajaran tersebut berhasil dapat meningkatkan kemampuan berpikir kreatif matematika siswa melalui pendekatan pendidikan matematika realaistik (PMR). Hal ini ditunjukkan persentase skor kemampuan berpikir kreatif matematika siswa adalah 27,58 % dengan klasifikasi penilaian cukup baik, dan Hasil pengamatan terhadap aktivitas siswa dengan menggunakan lembar observasi aktivitas siswa yang dilakukan oleh observer, rata-rata persentasenya adalah 92,18% dengan kategori sangat baik, dan hasil tes akhir secara klasikal yang mendapatkan skor ≥75 adalah 85,71 %.

Berdasarkan pengamatan peneliti, ada beberapa saran yang perlu dilakukan untuk dapat meningkatkan kemampuan berpikir kreatif matematika siswa melalui PMR, yaitu:

1. Agar waktu yang digunakan efektif maka penerapan pembelajaran pendekatan pendidikan matematika realsitik (PMR) disarankan kepada guru untuk mempersiapkan rencana pembelajaran dengan baik dan memahami setiap rangkaian tahap pembelajaran yang dilakukan.

2. Guru perlu memiliki keterampilan dalam membuat soal kontekstual yang relevan dengan taraf berpikir siswa.

3. Guru perlu memiliki keterampilan kemampuan bertanya agar dapat menggali dan membantu siswa meningkatkan kemampuan berpikir kreatif.

DAFTAR RUJUKAN Arikunto,S.2002.Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan.Jakarta:PT.Bumi Aksara

Artzt, A.F. dan Newman, C.M.. 1990. Cooperative Learning. Mathematics Teacher. 83 (6):448-452.

Degeng, I.N.. 1997. Strategi Pembelajaran Mengorganisasikan Isi dengan Elaborasi. Malang: IKIP Malang.

Depdiknas.2006.Standar Isi.Jakarta: Badan Standar Pendidikan Nasional

Depdiknas.2007.Permendiknas RI Nomor 41 Tahun 2007 Tentang Standar Proses. Jakarta: Depdiknas

Page 383: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 376

Gravemeijer,K.P.E.1994.Developmental Research:Fostering a Dialectic realtion between Theory and practice. Utrecht:Freudenthal Institute

Hadi, S.2003.PMR:Menjadikan Pelajaran Matematika Lebih Bermakna Bagi Siswa (Online).http://www.zainuri.wordpress.com. pembelajaran_matematika_realistik_rme (diakses pada tanggal 15 Desember 2011)

Hartono.2009.Perbandingan Peningkatan Kemampuan Berpikir Kreatif dan Aplikasi Matematika Siswa pada Pembelajaran Open-Ended dengan Konvensional di Sekoalah Menengah Pertama. Disertasi. SPS. UPI.

Heru.2004. Perkembangan Kreativitas,(online), (http://heru.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/2012/kreativitas.doc, diakses 10 Desember 2011)

Huda,A.2011.Pembelajaran Kubus dan Balok dengan pendekatan RME untuk Menumbuhkan Kreativitas siswa kelas VIII MTs Miftahul Ulum Probolinggo.tesis tidak diterbitkan.Malang:PPs UM

Hudojo, H.. 1988. Mengajar Belajar Matematika. Jakarta: Depdikbud

Lewis,H.1968.Geometry: A Contemporary Course. Second Edition.Princeton:D.Van Nostrand Company,inc

Machmud, T.. 2001. Implementasi PAM Untuk Meningkatkan Kemampuan Siswa Dalam Menyelesaikan Soal Program Linier. Tesis tidak diterbitkan. Malang: PPS UM

Moleong L. J. 2006. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosda

Mulyasa.2006. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidkan. Bandung. Remaja Rosda

Karya.

Munandar, U.2009. Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat. Jakarta: Rineka Cipta

Nurhadi.2004.Pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching and Learning/CTL) dan Penerapan dalam KBK

Rahmawati,Yeni & Kurniati,Euis.2010.Strategi Pengembangan Kreativitas Pada Anak Usia Pada taman Kanak-Kanak. Jakarta: Kencana Prenada Media Group

Sa‟dijah,C.2006. Pembelajaran Matematika Secara Konstruktivis untuk Meningkatkan Pemahaman Bilangan bagi Siswa Kelas SD.Jurnal Pendidikan(41-43)

Silver, Edward A.1997. Fostering Creativity trough Instruction Rich in Mathematical Problem Solving and Thingking in Problem Posing, (online), http://www.emis.de/journals/ZDM/zdm.973.pdf.diakses 4 Pebruari 2012

Page 384: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 377

Siswono, Tatag Y.E. (1999). Metode Pemberian tugas Pengajuan Soal (Problem Posing)Dalam Pembelajaran matematika Pokok Bahasan Perbandingan di MTs Negeri Rungkut Surabaya. Tesis Pascasarjana IKIP Surabaya. Tidak dipublikasikan.

Siswono, Tatag Y.E.2005.Upaya Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa melalui Pengajuan Masalah. Jurnal terakreditasi “Jurnal Pendidikan Matematika dan Sains”, FMIPA Universitas Yogyakarta. Tahun X, No.1 Juni 2005.ISSN 1410-1866, hal 1-9 (online), http://www.papero5_problem possing.pdf(application/pdf.object), diakses 4 Pebruari 2012

Suharta. 2005. Matematika Realistik Apa dan Bagaimana. (Online). http://www.depdiknas.go.id (diakses pada tanggal 15 Desember 2011).

Sutawidjaja, A.. 2002. Konstruktivisme Konsep dan Implikasinya pada Pembelajaran Matematika. Jurnal Matematika atau Pembelajarannya. VIII (Edisi Khusus):355-359.

Treffer,A.(1993). Wiskobas and Freudental Realistics Mathematics Education. EducationalStudies in Mathematics 25:89-108

Usdiyana,Dian dkk.2009.Meningkatkan Kemampuan Berpikir Logis Siswa SMP Melalui Pembelajaran Matematika Realistik. Jurnal Pengajaran MIPA Vol.ISSN:1412-0917 13 No.1 April 2009. Bandung:Universitas Pendidikan Indonesia

Van den Heuvel-Panhauzen,M,(1998b). Realistic Mathematics education, Work in Progress. Makalah disampaikan dalam NORMA-lecture di Kritiansand, Nurwegia: June, 5-9 1998

Wardani, I.G.A.K., dkk.. 2003. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Pusat Penerbitan Universitas Terbuka

Wheatley,G.1991.Constructivist Perspective on Scince and Mathematics Learning.Journal of Research in Science Taeching, I(2), 197-223

Wijaya,A.2012.Pendidikan Matematika Realistik; Suatu Alternatif Pendekatan Pembelajaran Matematika. Graha Ilmu:Yogyakarta

Page 385: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 378

PENGETAHUAN APA SAJA YANG HARUS DIMILIKI OLEH GURU MATEMATIKA?

Maryono

Jurusan Tadris Matematika IAIN Tulungagung e-mail: [email protected]

ABSTRAK Kualitas pendidikan di Indonesia secara umum masih belum sesuai harapan dan

masih kalah tertinggal dengan negara-negara berkembang lainnya. Oleh karena itu peningkatan kualitas guru sebagai salah satu pilar pendidikan mutlak diperlukan. Banyak guru maupun calon guru yang masih belum tahu dan belum memahami pengetahuan apa saja yang hendaknya dimiliki guru supaya predikat guru profesional bisa dicapai. Secara umum pengetahuan yang harus dimiliki guru terangkum dalam Mathematical Knowledge for Teaching (MKT), yang terdiri dari 2 domain yaitu: Subject Matter Knowledge dan Pedagogical Content Knowledge (PCK). Subject Matter Knowledge terdiri dari: Common Content Knowledge (CCK), Specialized Content Knowledge (SCK), dan Horizon Content Knowledge. Sedangkan PCK terdiri atas: Knowledge of Content and Student (KCS), Knowledge of Content and Teaching (KCT), dan Knowledge of Content and Curriculum.

Kata kunci: Mathematical Knowledge for Teaching (MKT), Pedagogical Content Knowledge (PCK)

PENDAHULUAN

Kualitas guru di Indonesia dari beberapa kajian masih dipertanyakan. Salah satunya hasil penelitian dari Konsorsium Ilmu Pendidikan (2000) yang memperlihatkan bahwa 40% guru SMP dan 33% guru SMA mengajar bidang studi di luar bidang keahliannya. Dengan fakta seperti tersebut, secara umum predikat profesional bagi guru di Indonesia masih belum sesuai dengan yang diharapkan.

Banyak negara tetangga (yang 30-an tahun lalu tidak lebih baik kondisi kesejahteraan masyarakatnya daripada Indonesia, misal Malaysia) mencapai pertumbuhan produktivitas berkelanjutan ditentukan oleh peningkatan standar hidup melalui pengutamaan pendidikan sebagai prioritas untuk melakukan percepatan belajar. Unsur kunci dalam peningkatan pembelajaran anak-anak bangsa di sekolah adalah mutu guru. Oleh karena itu, belajar dari pengalaman banyak negara, Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen mengamanatkan usaha untuk mengatasi permasalahan mutu guru di tanah air melalui peningkatan kualifikasi dan kompensasi bagi sekitar 2,7 juta guru di tanah air. Undang-undang tersebut mengamanatkan bahwa pada akhir periode 10 tahun setelah diundangkan, seluruh guru dapat memenuhi persyaratan kualifikasi pendidikan minimum S1 atau D-IV, dan mengikuti proses sertifikasi pendidik.

Dari hasil penelitian dan praktik di lapangan menegaskan bahwa guru memiliki dampak yang signifikan terhadap pendidikan anak-anak bangsa. Tidak hanya Indonesia yang terpuruk mutu pendidikannya, Amerika Serikat pun memberikan mandat melalui Public Law 107-110 (No Child Left Behind Act), bahwa pada tahun 2005-2006 semua anak di setiap sekolah di Amerika Serikat diajar oleh guru yang berkualitas tinggi. Guru yang berkualitas tinggi didefinisikan sebagai profesional yang memiliki lisensi mengajar dalam bidangnya (U.S. Departmen of Education, 2002), yang di dalam Undang-undang RI Nomor 14 Tahun 2005 disebut guru yang memiliki kualifikasi sarjana (S1) atau Diploma IV, dan memiliki sertifikat pendidik.

Page 386: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 379

Berdasarkan latar belakang di atas, masalah dalam artikel ini dirumuskan sebagai berikut: “Apa saja pengetahuan yang harus dimiliki oleh guru matematika?” Sesuai rumusan masalah di atas, maka tujuan dalam penulisan artikel ini adalah sebagai berikut. “mendeskripsikan pengetahuan apa saja yang harus dimiliki oleh guru matematika”

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengetahuan Konten (Content Knowledge)

Departemen Pendidikan Amerika Serikat (2004: 4) menyatakan, "Guru (di sekolah menengah dan tinggi) harus membuktikan bahwa mereka tahu pelajaran yang mereka ajarkan di jurusan pelajaran yang mereka ajarkan [atau] kredit setara terhadap tujuan utama dalam pelajaran". Ahtee dan Johnston (2006) menunjukkan bahwa kurangnya dalam pengetahuan subjek dapat menyebabkan kesulitan mengajar. Menurut Hill, Rowan, dan Ball (2005), banyak kegiatan pengembangan profesional yang bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan konten karena bukti menunjukkan bahwa pengetahuan guru di bidang pelajaran bisa sangat mempengaruhi belajar siswa.

Kane, Rockoff, dan Staiger (2008) melakukan penelitian tentang siswa dan guru di New York City. Mereka mencocokkan skor membaca dan matematika guru tahun pertama untuk siswa mereka. Para peneliti membandingkan kemampuan akademis tahun pertama guru. Para peneliti menggunakan rumus regresi yang dihitung efektivitas, prestasi mahasiswa, dan faktor latar belakang siswa. Mereka menemukan "sedikit perbedaan dalam rata-rata dampak prestasi akademik guru bersertifikat, belum bersertifikat dan bersertifikat alternatif" (Kane, Rockoff, & Staiger, 2008: 629). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengetahuan konten atau kurangnya pengetahuan konten tak ada hubungannya dengan prestasi belajar siswa.

Di sisi lain, Hill dan Ball (2009) menemukan bahwa gelar yang dicapai dan kursus yang diambil telah memberikan kontribusi terhadap prestasi siswa. Anehnya, gelar dan bantuan program lebih pada tingkat menengah dari tingkat SD setelah meninjau banyak penelitian menurut Hill dan Ball (2005). Contoh dari hubungan ini ditindaklanjuti dalam penelitian Smith, Desimone, dan Ueno (2005) pada hubungan antara kepercayaan guru dan kesiapan untuk mengajar. Guru dengan latar belakang matematika terkuat adalah mereka dengan gelar sarjana dan sarjana dalam matematika (masing-masing). Tingkat berikutnya termasuk lulusan atau sarjana mayor atau minor dalam matematika. Tingkat terendah termasuk guru-guru yang bukan lulusan atau sarjana matematika mayor atau minor. Menggunakan model linier hirarkis tiga tingkat, para peneliti menemukan bahwa "sertifikasi reguler atau sementara dalam berbagai subjek sendiri tidak signifikan berhubungan dengan kesiapan untuk mengajar matematika (Smith et al., 2005: 99). Lebih penting lagi, guru tanpa jurusan matematika mayor atau minor melaporkan tingkat yang lebih rendah kesiapan untuk mengajar matematika daripada mereka dengan latar belakang matematika. Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Smith et al. (2005) menunjukkan bahwa guru dengan pengetahuan konten matematika lebih baik di kelas daripada mereka tanpa pengetahuan konten.

Sebuah studi yang dilakukan di Turki oleh Ozden (2008) memberikan kesimpulan yang sama. Ozden (2008) meneliti dua puluh delapan guru pre-service sains di Turki. Partisipan menulis rencana pelajaran untuk pelajaran dua jam pada ilmu topik tertentu untuk siswa kelas lima. Para partisipan kemudian mengambil tes pengetahuan konten- tentang topik yang sama pada apa yang mereka telah tulis di rencana pelajaran. Akhirnya, guru siswa diwawancarai tentang menulis rencana pelajaran. Karena nilai tes yang baik dan wawancara, hasil penelitian "menekankan bahwa pengetahuan isi memiliki pengaruh positif pada ... mengajar efektif "(Ozden, 2008: 639).

Penelitian lain yang dilakukan di universitas Inggris pada tujuh puluh sembilan guru primer tentang pengetahuan konten menghasilkan beberapa hasil yang berbeda. Martin (2008) menguji pengetahuan konten guru dalam geografi melalui wawancara,

Page 387: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 380

pemetaan konsep, dan pengamatan. Studi ini menemukan bahwa meskipun gelar di bidang pelajaran membantu preservice guru di kelas, "diperoleh melalui magang mengajar mereka sebagai murid adalah sangat kuat "(Martin, 2008, hal. 20). Studi ini menunjukkan bahwa pengetahuan konten dari satu jurusan adalah bukan satu-satunya hal yang dibutuhkan untuk mengajar siswa.

Dari beberapa hasil penelitian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa pengetahuan konten memiliki pengaruh terhadap efektifitas pengajaran, tetapi bukan pengetahuan satu-satunya yang bisa menjadikan pengajaran lebih efektif. Pengetahuan Pedagogi (Pedagogical Knowledge)

Shulman (1986) mengatakan definisi pengetahuan pedagogis adalah setiap teori atau keyakinan tentang pengajaran dan proses pembelajaran bahwa seorang guru memiliki pengaruh dalam pengajaran. Proses ini mencakup kemampuan untuk merencanakan dan menyiapkan bahan, waktu dan keterampilan pengelolaan kelas; pelaksanaan, pemecahan masalah, dan strategi pengajaran masalah, teknik bertanya, dan penilaian (Hudson, 2007).

Risko, Roller, Cummins, Bean, Blok, Anders, dan Flood (2008) melakukan kajian literatur dan kritik pada studi tentang pengetahuan pedagogis guru dalam kaitannya untuk membaca. Mereka mengkodekan data dan sampai pada kesimpulan bahwa pengetahuan pedagogis sangat penting untuk mengajar dan bahwa hal itu dapat berubah melalui pendidikan universitas baik kursus maupun praktek lapangan (misalnya mengajar siswa) (Risko et al., 2008).

Pengetahuan pedagogis dapat dikumpulkan dari tempat lain selain kelas universitas dan lapangan melalui universitas. Studi Hudson (2007) di Australia meneliti hubungan mentor tahun akhir pre-service guru matematika dan sains dasar dari sembilan universitas yang berbeda. Studi Hudson (2007) menunjukkan bahwa kerja sama guru kelas/ mentor dalam mengajar pengalaman pada siswa sangat dipengaruhi pengetahuan pedagogis (Hudson, 2007). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengetahuan pedagogis sangat dipengaruhi oleh kuliah, kerja lapangan, dan mentor melaui studi sarjana.

Pengalaman adalah cara lain untuk mengumpulkan pengetahuan pedagogis. Sebuah studi kualitatif dilakukan oleh Gatbonton (2008) untuk membandingkan pengetahuan pedagogis guru pemula (Guru dengan pengalaman kurang dari dua tahun) dan guru yang berpengalaman pengetahuan pedagogis. Gatbonton menemukan bahwa pengetahuan pedagogis adalah serupa antara kedua kelompok, tetapi Kelompok guru berpengalaman tampaknya memiliki pengetahuan pedagogis yang lebih rinci, terutama dalam menganggap sikap dan perilaku siswa. Studi ini menunjukkan bahwa program perguruan tinggi dan lapangan sangat membantu dalam mengembangkan pengetahuan pedagogis guru, tapi pengalaman beberapa tahun akan membantu membangun pengetahuan itu untuk membuatnya lebih khusus dan bermanfaat.

Swars, Hart, S. Smith, M. Smith, dan Tolar (2007) meneliti 103 calon guru SD dalam program persiapan guru di universitas perkotaan. Partisipan memasuki program selama beberapa semester dan tinggal di program untuk dua tahun. Dalam program persiapan guru, para guru mengambil metode kursus, penempatan lapangan, dan semester akhir mengajar siswa. Setiap guru pre-service mengambil dua kursus metode matematika di semester berturut-turut. Dua penilaian tentang keyakinan matematika diberikan empat kali masing-masing selama program. Sepertiga penilaian, tidak berhubungan dengan bagian ini dari tinjauan literatur, juga diberikan. Analisis dari penilaian keyakinan matematika menunjukkan peningkatan pengetahuan pedagogis dan keyakinan matematika seluruh program, terutama setelah kursus metode matematika (Swars et al., 2007).

Pengetahuan pedagogis adalah pengetahuan tentang cara mengajar. Kursus pendidikan ditawarkan sebelum sarjana, sarjana, dan program sertifikasi ulang dimaksudkan untuk membantu mengembangkan pengetahuan guru tentang mengajar seperti kelas konten mengembangkan pengetahuan konten. Penelitian dalam bagian

Page 388: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 381

sebelumnya telah menunjukkan bahwa pengetahuan konten dan pengetahuan pedagogi yang membantu dalam mengajar. Tapi bagaimana sebenarnya mengajar subjek tertentu? Apakah pengetahuan konten dan pengetahuan pedagogis cukup untuk menghalau kesalahpahaman siswa dan jawaban siswa terhadap pertanyaan, terutama dalam matematika?

Mathematical Knowledge for Teaching (MKT) Sebelum memeriksa pengetahuan konten pedagogi matematika, pengetahuan

matematika untuk mengajar harus dianalisis. Pengetahuan matematika untuk mengajar (MKT) dianggap "pengetahuan matematika yang diperlukan untuk melakukan tugas mengajar matematika untuk siswa berulang-ulang " (Ball, Thames, & Phelps, 2008:399). Pengetahuan ini berbeda dari pengetahuan matematika yang dibutuhkan dalam profesi matematika lainnya. MKT adalah kombinasi dari pengetahuan konten dan pengetahuan konten pedagogi. Keempat domain MKT akan dibahas kemudian dalam bagian ini. Studi tentang MKT diperiksa terlebih dahulu.

Hill dan Ball (2004) menggambarkan sebuah studi dimaksudkan untuk menilai MKT guru matematika. Sebuah program pengembangan profesional di California yang bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan konten guru dalam matematika dipilih untuk studi ini karena itu memberi "Peluang besar bagi guru untuk belajar matematika" (Hill & Ball, 2004: 334). Program yang diperlukan pre-test dan post-test untuk melihat bagaimana pengembangan profesional membantu para guru. Program dasar adalah fokus dari penelitian. Dari 2.300 guru, data yang dikumpulkan hanya pada sekitar 398 dari mereka dikarenakan berbasis pada sukarela dan program tidak bisa menuntut para guru untuk menyelesaikan penilaian untuk studi. Setelah menyamakan bentuk yang berbeda dari pre-test dan post-test dan menggunakan berbagai ukuran statistic. Hill, Schilling, dan Ball (2004) menyimpulkan "bahwa pengetahuan guru matematika untuk mengajar setidaknya sebagian domain bukan spesifik daripada hanya berkaitan dengan faktor umum seperti kecerdasan keseluruhan, kemampuan matematika, atau kemampuan mengajar " (Hill, Schilling, & Ball, 2004: 26).

Sebuah studi video kualitatif dilakukan oleh Hill, Blunk, Charalambous, Lewis, Phelps, Sleep, & Ball (2008) menemukan hubungan antara MKT guru dan kualitas pengajaran matematika (MQI). Sebuah korelasi kuat ditemukan antara MKT dan MQI (Hill et al., 2008). Menurut Hill et al. (2008: 496), "kesimpulan mutlak dari penelitian ini adalah bahwa ada hubungan yang kuat antara apa yang seorang guru tahu, bagaimana dia tahu itu, dan apa yang bisa dia lakukan dalam konteks pengajaran".

Di bawah ini adalah diagram dari domain pengetahuan matematika yang berbeda untuk mengajar. Ini menunjukkan bagaimana domain yang berbeda dibagi menjadi pengetahuan mata pelajaran dan pengetahuan konten pedagogi.

Gambar 1 Domain dari MKT (Ball et al., 2008: 403)

Meskipun diagram ini memiliki enam bagian, hanya empat dari isi enam yaitu pengetahuan konten umum, pengetahuan konten khusus, pengetahuan tentang konten dan

Page 389: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 382

siswa, pengetahuan tentang isi dan pengajaran yang dianggap sebagai domain. Bagian berikut akan menggambarkan empat domain dari diagram MKT. Domain Pengetahuan Materi Pelajaran.

Pengetahuan Materi pelajaran (setengah lingkaran) berkaitan dengan berbagai jenis isi pengetahuan. Sangat penting bahwa mengajarkan matematika harus memiliki pengetahuan konten yang sama dan pengetahuan konten khusus untuk guru matematika secara efektif (Hill & Ball, 2004).

Domain pertama, pengetahuan konten umum (CCK), adalah pengetahuan konten matematika. CCK digunakan dalam profesi lain selain mengajar. CCK hanya membutuhkan pemahaman yang dimiliki oleh kebanyakan orang dewasa (Ball, Hill, & Bass, 2005: 22). Ini sama dengan pengetahuan konten yang dibahas dalam bagian sebelumnya dari ulasan literatur ini. Hill dan Ball (2004: 333) memberikan beberapa contoh CCK: "mampu menghitung 35 x 25 secara akurat, mengidentifikasi apa kekuatan 10 adalah sama dengan 1, memecahkan masalah kata memuaskan, dan sebagainya". Mengetahui konten matematika untuk mengajar kelas matematika sangat penting karena seperti yang dibahas sebelumnya, tetapi pengetahuan konten bukanlah satu-satunya hal yang dibutuhkan untuk mengajar matematika.

Di sisi lain, pengetahuan konten khusus (SCK) adalah pengetahuan matematika bahwa guru mengetahui bahwa orang lain belum tentu tahu tentang matematika. Ball, Thames, dan Phelps (2008) menggambarkan SCK sebagai pengetahuan yang dibutuhkan untuk mengajarkan bahwa tidak digunakan untuk profesi lainnya. Hill, Schilling, dan Ball (2004: 16) melaporkan bahwa SCK digunakan dalam proses berbagai jenis tugas: memilih representasi, menjelaskan, menafsirkan respon siswa, menilai pemahaman siswa, siswa menganalisis kesulitan, mengevaluasi kebenaran dan kecukupan materi kurikulum.

Ball, Hill, & Bass (2005) melakukan penelitian tentang pengetahuan konten umum dan khusus. Sebuah tes pilihan ganda diciptakan yang termasuk pertanyaan pengetahuan konten umum dan khusus, dan tujuh ratus guru kelas pertama dan ketiga mengambil tes. Tes sendiri memerlukan beberapa tahun untuk dikembangkan. Para peneliti juga mengambil bagian uji Terra-Nova matematika diambil oleh siswa dari guru dalam penelitian dan menghitung berapa banyak poin yang mereka peroleh selama tahun ajaran. Mereka "menemukan bahwa kinerja guru pada pengetahuan bagi pertanyaan mengajar ... signifikan diprediksi ukuran skor gain siswa "(Ball et al., 2005: 44). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa MKT tidak positif memprediksi keuntungan siswa dalam prestasi (Ball et al., 2005). Domain Pengetahuan Konten Pedagogi

Sisi lain dari Gambar 1 menunjukkan domain pengetahuan konten pedagogi (PCK). PCK adalah pengetahuan tentang mengajar subjek tertentu yang memerlukan pengetahuan konten dan pedagogis bersama-sama. Shulman (1986) adalah orang pertama yang memperkenalkan istilah pengetahuan konten pedagogis. Dia menggambarkan PCK sebagai pemahaman tentang bagaimana topik dan strategi di bidang studi tertentu dipahami dan disalahpahami (Shulman, 1986). PCK melibatkan lebih dari pengetahuan konten dan pedagogis.

Carpenter, Fennema, Peterson, dan Carey (1988: 386) menggambarkan PCK sebagai berikut: Pengetahuan konten pedagogi meliputi pengetahuan konseptual dan pengetahuan prosedural bahwa siswa membawa topik pembelajaran, kesalahpahaman tentang topik yang mereka mungkin telah kembangkan, dan tahapan memahami bahwa mereka cenderung untuk melewati dalam bergerak dari keadaan memiliki sedikit pemahaman tentang topik untuk menguasainya. Ini juga mencakup pengetahuan tentang teknik untuk menilai pemahaman siswa dan mendiagnosis kesalahpahaman mereka, pengetahuan tentang strategi pembelajaran yang dapat digunakan untuk memungkinkan siswa untuk menghubungkan apa yang mereka pelajari dengan pengetahuan yang sudah memiliki, dan pengetahuan tentang strategi instruksional untuk menghilangkan kesalahpahaman mereka mungkin telah dikembangkan. PCK melibatkan pengetahuan

Page 390: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 383

tentang konten dan siswa, serta pengetahuan tentang isi dan pengajaran. Kedua domain PCK ditunjukkan pada Gambar 1 dijelaskan di bawah ini.

Domain ketiga pengetahuan matematika untuk mengajar adalah pengetahuan konten dan siswa /Knowledge of Content and Student (KCS), yang ditunjukkan pada paruh PCK Gambar 1. Domain ini menggabungkan pengetahuan bagaimana siswa berpikir dan mengetahui tentang isi matematika (Ball, Hames, & Phelps, 2008). Hill, Ball, dan Schilling (2004) mengatakan kategori ini akan termasuk memprediksi kesalahan dan pertanyaan. Ball et al. (2008) memberikan beberapa contoh dari domain ini: memilih memotivasi dan contoh menarik bagi siswa, mengantisipasi apa yang siswa akan berpikir tentang tugas yang diberikan dan bagaimana mereka akan menanganinya, dan memprediksi apa yang siswa pikirkan dan apa yang mereka pikirkan membingungkan tentang topik tertentu.

Hill, Ball, dan Schilling (2008) melakukan penelitian tentang KCS khusus. Mereka menulis pertanyaan yang jatuh ke salah satu dari empat kategori: kesalahan studi umum, pemahaman konten siswa, urutan perkembangan siswa, dan strategi perhitungan siswa umum. Para peneliti memberi beberapa versi tes untuk guru dan mewawancarai guru. Hasil penelitian menunjukkan bahwa KCS itu pasti bagian dari MKT. Menurut Hill et al. (2008: 395), "Meskipun masih harus dilihat apakah dan bagaimana seperti pengetahuan ... berkaitan dengan meningkatkan pembelajaran siswa dalam matematika, hasil kami mendukung klaim bahwa guru memiliki keterampilan, wawasan, dan kebijaksanaan luar dari matematis dewasa terdidik lainnya".

Pengetahuan tentang konten dan pengajaran /Knowledge of Content and Teaching (KCT) adalah domain keempat dari MKT. Ball et al. (2008) telah mencatat bahwa domain ini menggabungkan pengetahuan tentang pengajaran dan matematika. Mereka lebih lanjut menjelaskan bahwa urutan konten yang diajarkan dan memutuskan apakah representasi konten yang berguna adalah semua bagian domain ini (Ball et al., 2008). Hill, Ball, dan Schilling (2008) menunjukkan KCT yang mencakup pengetahuan tentang materi kurikulum. Bass (2005) menekankan bahwa penawaran kategori ini lebih dengan benar-benar mengetahui bagaimana mengajar (pedagogi) dibandingkan kategori lain.

Meskipun KCT dan KCS sangat penting untuk dibicarakan secara terpisah, penelitian telah dilakukan pada PCK matematika secara keseluruhan. PCK Matematika adalah fokus utama dari studi. Bagian berikut berisi tentang penelitian yang dilakukan untuk menilai dan meningkatkan PCK dalam matematika dan mata pelajaran lainnya.

Pedagogical Content Knowledge (PCK) Sejumlah faktor dapat mempengaruhi pengajaran matematika tetapi guru

memainkan peran penting dalam proses pengajaran. Kepercayaan umum di masyarakat adalah jika Guru matematika tahu matematika dengan baik, dia adalah orang terbaik untuk mengajar matematika. Tetapi bagaimana dengan pengetahuan untuk mengajar matematika? Fennema dan Franke (dalam Turnuklu & Yesildere, 2007) menentukan komponen pengetahuan matematika guru sebagai berikut. 1. Pengetahuan matematika berupa Pengetahuan Konten, meliputi:

a. Hakekat matematika b. Organisasi mental pengetahuan guru

2. Pengetahuan representasi matematis 3. Pengetahuan siswa, berupa Pengetahuan tentang kognisi siswa 4. Pengetahuan tentang pengajaran dan pengambilan keputusan.

Item pertama adalah tentang pemahaman konseptual matematika. Fennema dan Franke (1992) berpendapat bahwa jika guru memiliki pemahaman konseptual matematika, maka akan mempengaruhi instruksi kelas dalam cara yang positif, karena itu, adalah penting bagi guru untuk memiliki pengetahuan matematika. Pengetahuan guru yang saling terkait sangat penting seperti halnya aturan prosedural. Mereka juga

Page 391: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 384

menekankan pentingnya representasi pengetahuan matematika, karena matematika dipandang sebagai komposisi satu set besar abstraksi yang saling terkait. Jika guru tidak tahu bagaimana menerjemahkan abstraksi menjadi bentuk yang memungkinkan peserta didik untuk menghubungkan matematika dengan apa yang mereka sudah tahu, mereka tidak akan belajar dengan pemahaman.

Pengetahuan tentang kognisi siswa dipandang sebagai salah satu komponen penting dari pengetahuan guru, karena menurut Fennema dan Franke (dalam Turnuklu & Yesildere, 2007), pembelajaran didasarkan pada apa yang terjadi di dalam kelas, dengan demikian, tidak hanya apa yang siswa lakukan, tetapi juga lingkungan belajar adalah penting untuk belajar. Komponen terakhir dari pengetahuan guru adalah pengetahuan tentang pengajaran dan pengambilan keputusan. keyakinan Guru, pengetahuan, penilaian, dan pikiran berpengaruh terhadap keputusan yang mereka buat yang mempengaruhi rencana mereka dan tindakan di kelas (Fennema dan Franke, 1992).

Pengetahuan tentang matematika dan pengetahuan representasi matematika berhubungan dengan pengetahuan konten, sementara pengetahuan siswa dan pengetahuan tentang pengajaran terkait dengan Pedagogical Content Knowledge (PCK). Shulman (1995) mendefinisikan pengetahuan konten sebagai pengetahuan tentang subjek, untuk contoh matematika dan strukturnya. Menurut Shulman (1995:130) PCK meliputi cara mewakili dan merumuskan subjek yang membuatnya dipahami orang lain ... pemahaman tentang apa yang membuat topik pembelajaran tertentu mudah atau sulit, konsepsi dan prasangka bahwa siswa dari berbagai usia dan latar belakang membawa mereka ke pembelajaran satu topik dan pelajaran yang paling sering diajarkan .

Pedagogical content knowledge (PCK) dipandang sebagai the blending of content and pedagogical into an understanding of how particular topics, problems, or issues are organized, represent, and adapted to the diverse interest and abilities of learners, and presented for instruction (Shulman, 1987). PCK digambarkan sebagai hasil perpaduan antara pemahaman materi ajar (content knowledge) dan pemahaman cara mendidik (pedagogical knowledge) yang berbaur menjadi satu yang perlu dimiliki oleh seorang guru. Shuell dan Shulman (Eggen dan Kauchak, 2007) merumuskan bahwa PCK adalah pemahaman tentang metode pembelajaran apa yang efektif untuk menjelaskan materi tertentu, serta pemahaman tentang apa yang membuat materi tertentu mudah atau sulit dipelajari.

Dua bagian besar yang membentuk PCK adalah content knowledge dan pedagogical knowledge. Menurut Shulman (1986), content knowledge meliputi pengetahuan konsep, teori, ide, kerangka berpikir, metode pembuktian dan bukti. Senada dengan content knowledge ini adalah kompetensi profesional guru menurut PP No. 74 tahun 2008 bahwa kompetensi profesional merupakan kemampuan guru dalam menguasai pengetahuan bidang ilmu pengetahuan, teknologi, seni dan budaya yang diampunya yang sekurang-kurangnya meliputi penguasaan materi pelajaran secara luas dan mendalam sesuai dengan setandar isi program satuan pendidikan, mata pelajaran dan kelompok mata pelajaran yang akan diampu, konsep dan metode disiplin keilmuan, teknologi atau seni yang relevan yang secara konseptual menaungi atau koheren dengan program satuan pendidikan, mata pelajaran, kelompok mata pelajaran yang akan diampu.

Shulman juga menyatakan bahwa pedagogical knowledge berkaitan dengan cara dan proses mengajar yang meliputi pengetahuan tentang manajemen kelas, tugas, perencanaan pembelajaran dan pembelajaran siswa. Pedagogical knowledge ini identik dengan kompetensi pedagogik guru menurut PP No.74 tahun 2008, bahwasanya kompetensi pedagogik guru merupakan kemampuan pengelolaan pembelajaran peserta didik yang sekurang-kurangnya meliputi pemahaman wawasan atau landasan kependidikan, pemahaman terhadap peserta didik, pengembangan kurikulum/silabus, perancangan pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran yang mendidik dan dialogis, pemanfaatan teknologi pembelajaran, evaluasi hasil belajar, serta pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasi berbagai potensi yang dimilikinya.

Page 392: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 385

Berdasarkan gagasan Shulman (1987) tentang pengetahuan isi pedagogi, guru yang efektif dapat memiliki pengetahuan yang mendalam tentang bagaimana untuk mewakili materi pelajaran kepada peserta didik (Parker & Heywood, 2000). Shulman (1987) juga menyatakan bahwa PCK harus meliputi pengetahuan peserta didik dan karakteristik mereka, pengetahuan tentang konteks pendidikan, pengetahuan tentang tujuan dan nilai-nilai pendidikan dan dasar filosofis dan sejarah mereka. Selain itu, PCK mengacu pada kemampuan guru untuk mengubah konten ke dalam bentuk yang secara pedagogis sangat kuat dan belum adaptif untuk variasi dalam kemampuan dan latar belakang yang disajikan oleh siswa (Shulman, 1987, dikutip dalam An, Kulm dan Wu, 2004).

Menurut An, Kulm, dan Wu (2004) PCK memiliki tiga komponen: 1. Pengetahuan tentang konten 2. Pengetahuan tentang Kurikulum 3. Pengetahuan pengajaran

An, Kulm dan Wu (2004) menunjukkan pentingnya pengetahuan tentang pengajaran dan mereka menerimanya sebagai komponen inti PCK. Singkatnya, seperti pendapat Grouws dan Schultz (1996) PCK termasuk, namun tidak terbatas pada, representasi yang berguna, pemersatu ide, contoh mengklarifikasi dan contoh kontra, analogi membantu, hubungan penting, dan hubungan antara ide-ide (Grouws dan Schultz, 1996: 443).

Gambar 2 Jaringan PCK (diadaptasi dari An, Kulm dan Wu, 2004)

PENUTUP Untuk mewujudkan profil guru yang profesional memang tidak mudah,

setidaknya ada 4 kompetensi yang harus dimiliki seorang guru, yaitu: pedagogik, kepribadian, profesional, dan, sosial. Dua dari empat kompetensi tersebut (pedagogik dan profesional) meliputi beberapa pengetahuan yang harus dimiliki oleh seorang guru. Khususnya dalam pendidikan matematika beberapa pengetahuan tersebut adalah: Content Knowledge (CK), Pedagogical Knowledge (PK), Mathematical Knowledge for Teaching (MKT), yang meliputi: Subject Matter Knowledge (SMK), dan Pedagogical Content Knowledge (PCK).

Page 393: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 386

DAFTAR RUJUKAN Ahtee, M. & Johnston, J. (2006). Primary student teachers‟ ideas about teaching a physics

topic. Scandinavian Journal of Educational Research, 50(2), 207-219. doi:10.1080/00313830600576021

An, S., Kulm, G. & Wu, Z. (2004). The pedagogical content knowledge of middle school, mathematics teachers in China and the U.S., Journal of Mathematics Teacher Education 7, pp. 145–172.

Ball, D., Hill, H., & Bass, H. (2005). Knowing mathematics for teaching: Who knows mathematics well enough to teach third grade, and how can we decide? American Educator, 29(3), 14-22, 43-46. Retrieved from AFT publications: http://www.aft.org/pubs-reports/american_educator/issues/fall2005/BallF05.pdf

Ball, D., Thames, M., & Phelps, G. (2008). Content knowledge for teaching: What makes it special? Journal of Teacher Education, 59(5), 389-407. doi:10.1177/0022487108324554

Department of Education (2004). New No Child Left Behind Flexibility: Highly Qualified Teachers. Retrieved from US Department of Education website: http://www.ed.gov/nclb/methods/teachers/hqtflexibility.html

Gatbonton, E. (2008). Looking beyond teachers‟ classroom behaviour: Novice and experience ESL teachers‟ pedagogical knowledge. Language Teaching Research, 12(2), 161-182. doi: 10.1177/1362168807086286

Hill, H. & Ball, D. (2004). Learning mathematics for teaching: Results from California‟s mathematics professional development institutes. Journal for Research in Mathematics Education, 35(5), 330-351. Retrieved from JSTOR.

Hill, H. & Ball, D. (2009). The curious-and crucial-case of mathematical knowledge for teaching. Phi Delta Kappan, 91(2), 68-71. Retrieved from Academic Search Premier.

Hill, H. (2007). Mathematical knowledge of middle school teachers: Implications for the No Child Left Behind policy initiative. Educational Evaluation and Policy Analysis, 29(2), 95-114. doi:10.3102/0162373707301711

Hill, H., Blunk, M., Charambous, C., Lewis, J., Phelps, G., Sleep, L., & Ball, D. (2008). Mathematical knowledge for teaching and the mathematical quality of instruction: An exploratory study. Cognition and Instruction, 26, 430-511. doi:10.1080/07370000802177235

Hill, H., Rowan, B., & Ball, D. (2005). Effects of teachers‟ mathematical knowledge for teaching on student achievement. American Educational Research Journal, 42(2), 371-406. doi:10.3102/00028312042002371

Hill, H., Schilling, S., & Ball, D. (2004). Developing measures of teachers‟ mathematics knowledge for teaching. The Elementary School Journal, 105(1), pp. 11-30. doi:10.1086/428763

Hudson, P. (2007). Examining mentors‟ practices for enhancing preservice teachers‟ pedagogical development in mathematics and science. Mentoring and Tutoring, 15(2), 201-217. doi:10.1080/13611260610186394

Kane, T., Rockoff, J., & Staiger, D. (2008). What does certification tell us about teacher effectiveness? Evidence from New York City. Economics of Education Review, 27, 615-631. doi: 10.1016/j.econedurev.2007.05.005

Martin, F. (2008). Knowledge bases for effective teaching: Beginning teachers‟ development as teachers of primary geography. International Research in Geographical and Environmental Education, 17(1), 13-39. doi:10.2167/irgee226.0

Ozden, M. (2008). The effect of content knowledge on pedagogical content knowledge: The case of teaching phases of matters. Educational Sciences: Theory and Practice, 8(2), 633-645. Retrieved from Academic Search Premier.

Page 394: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 387

Permendiknas RI Nomor 41 tahun 2007. PP RI Nomor 74 Tahun 2008. Risko, V., Roller, C., Cummins, C., Bean, R., Block, C., Anders, P., and Flood, J. (2008).

A critical analysis of research on reading teacher education. Reading Research Quarterly, 43(3), 252-288. doi:10.1598/RRQ.43.3.3

Shulman, L. (1986). Those who understand: Knowledge growth in teaching. Educational Researcher, 15(2),414.

Shulman, L. S. 1987. Knowledge and teaching: Foundation of the new reform. Harvard Educational Review. 57(1).

Shulman, L.S. (1986). Those who understand: Knowledge growth in teaching. Educational Researcher, 15(2), 4-14. doi:10.2307/1175860

Shulman, L.S. (1995). Those who understand: knowledge growth in teaching in: B. Moon & A.S. Mayes (Eds) Teaching and Learning in the Secondary School (London: Routledge).

Smith, T., Desimone, L., & Ueno, K. (2005). “Highly qualified” to do what? The relationship between NCLB teacher quality mandates and the use of reformoriented instruction in middle school mathematics. Educational Evaluation and Policy Analysis, 27(1), 75-109. doi: 10.3102/01623737027001075

Swars, S., Hart, L., Smith, S., Smith, M., & Tolar, T. (2007). A longitudinal study of elementary pre-service teachers‟ mathematics beliefs and content knowledge. School Science and Mathematics, 107(9), 325-335. doi: 10.1111/j.1949- 8594.2007.tb17797.x

Turnuklu, Elif B. & Yesildere, Sibel. 2007. The Pedagogical Content Knowledge In Mathematics: Preservice Primary Mathematics Teachers‟ Perspectives In Turkey. IUMPST: The Journal, Vol 1 (Content Knowledge), October 2007. [www.k-12prep.math.ttu.edu]

Zohar, A. & Schwartzer, N. (2005). Assessing teachers‟ pedagogical knowledge in the context of teaching higher-order thinking. International Journal of Science Education, 27(13), 1595-1620. doi: 10.1080/095006905001865

Page 395: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 388

1

PROFIL PENALARAN RELASIONAL MAHASISWA CALON GURU MATEMATIKA DALAM MENYELESAIKAN MASALAH MATEMATIKA DITINJAU DARI KEMAMPUAN

MATEMATIKA DAN PERBEDAAN GENDER

Sanusi Mahasiswa S3 Pendidikan Matematika UNESA

[email protected]

Abstrak Di era global penguasaan sains dan teknologi memegang peranan penting. Untuk

mengimbangi peran tersebut, diperlukan suatu pendidikan yang dapat menciptakan generasi-generasi bangsa yang mampu berperan aktif dan berkualitas. Salah satu permasalahan pendidikan formal rendahnya kualitas pembelajaran. Untuk menciptakan pembelajaran yang berkualitas dibutuhkan kesanggupan guru mengembangkan model-model pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik siswa. Guru juga dituntut adanya kreatifitas dan kecerdasan yang tinggi untuk mengkreasikan sumber-sumber pembelajaran yang ada dan memanfaatkan secara proporsional. Seorang guru harus mampu melaksanakan tugasnya dengan baik. Sebagaimana dalam UU No 14 th 2005 tentang guru dan dosen. Guru akan bertugas dengan baik jika menguasai 4 kompetensi yaitu: 1) kompetensi pedagogik, 2) kompetensi profesional, 3) kompetensi kepribadian dan 4) kompetensi sosial. Tujuan umum pendidikan matematika ditekankan kepada siswa untuk memiliki: kemampuan yang berkaitan dengan matematika yang dapat digunakan dalam memecahkan masalah matematika, pelajaran lain ataupun masalah yang berkaitan dengan kehidupan nyata; kemampuan menggunakan matematika sebagai alat komunikasi; kemampuan menggunakan matematika sebagai cara bernalar; memiliki kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta mempunyai kemampuan bekerjasama.

Aplikasi matematika selalu ada dalam aspek kehidupan manusia. Namun permasalahan matematika selalu saja ada dan untuk menyelesaikan masalah matematika diperlukan penalaran, karena penalaran merupakan kegiatan berpikir untuk menarik simpulan dari permasalahan/ premis-premis yang diketahui dan ditetapkan sebelumnya. Berbagai macam penalaran yang terkait dengan penyelesaian masalah matematika salah satunya adalah penalaran relasional. Penalaran relasional merupakan suatu penalaran yang melibatkan pernyataan antar konsep yang mencakup bagaimana pernyataan-pernyataan dan sifat-sifat logis tersebut secara mental direpresentasikan. Secara umum penalaran relasional menjawab tiga pertanyaan: 1) Bagaimana relasi dan sifat-sifat logika ditunjukkan secara mental, 2) Pertimbangan apa ketika mereka bernalar tentang relasi? dan, 3) Proses mental apa yang muncul pada saat bernalar. Sehingga dalam penyelesaian masalah matematika, terlihat adanya keterkaitan proses mental atau model mental seseorang dan solusi yang akan diperoleh.

Selanjutnya untuk menyelesaikan masalah matematika diperlukan kemampuan matematis yaitu kemampuan untuk melakukan berbagai aktivitas mental, berpikir, menelaah permasalahan dan memecahkan masalah dalam penyelesaian soal-soal matematika. Sedangkan dalam menyelesaikan masalah matematika dipengaruhi oleh pengetahuan matematika. Ada tiga macam pengetahuan matematika, yaiu pengetahuan

Page 396: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 389

prosedural, pengetahuan konseptual dan pengetahuan kontektual. Adapun faktor lain yang juga berpengaruh pada pengetahuan matematika adalah faktor gender. Faktor gender berpengaruh pada penggunaan intuisi atau berpikir dalam memahami konsep-konsep matematika, gender cukup berpengaruh dalam proses konseptualisasi seseorang. Perbedaan gender dalam hal ini, menunjukkan adanya perbedaan memahami antar konsep matematika, perbedaan tentang pengetahuan matematika dan tentu berpengaruh pada penalaran relasional serta berakibat perbedaan kemampuan matamatika dalam penyelesian masalah matematika.

Kata-kata kunci: Penalaran relasional, mahasiswa calon guru, kemampuan matematika,

gender

PENDAHULUAN Di era global penguasaan sains dan teknologi memegang peranan penting

dalam kehidupan manusia. Karena setiap kebutuhan manusia senantiasa terkait dengan sains dan teknologi. Untuk mengimbangi peran dan kebutuhan tersebut, diperlukan suatu pendidikan yang dapat menciptakan generasi-generasi bangsa yang mampu berperan aktif dan berkualitas. Sekolah merupakan salah satu bentuk pendidikan formal yang kegiatan pembelajarannya diselenggarakan dengan terencana dan sistematis. Pendidikan formal yang diselenggarahkan seharusnya mampu memberikan kontribusi secara optimal. Tetapi tidak jarang lembaga-lembaga pendidikan formal belum mampu menghasilkan generasi-generasi yang diharapkan.

Salah satu permasalahan pendidikan formal rendahnya kualitas pembelajaran berdampak pada rendahnya kualitas sumber daya manusia yang dihasilkan. Untuk menciptakan pembelajaran yang berkualitas dibutuhkan kesanggupan guru mengembangkan model-model pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik siswa. Guru juga dituntut adanya kreatifitas dan kecerdasan yang tinggi untuk mengkreasikan sumber-sumber pembelajaran yang ada dan memanfaatkan secara proporsional. Seorang guru harus mampu melaksanakan tugasnya dengan baik. Sebagaimana dalam UU No 14 th 2005 tentang guru dan dosen. Guru akan bertugas dengan baik jika menguasai 4 kompetensi yaitu: 1) kompetensi pedagogik, 2) kompetensi profesional, 3) kompetensi kepribadian dan 4) kompetensi sosial. Kompetensi-kompetensi itu dapat dikuasai guru secara baik, tidak lepas dari bagaimana institusi pencetak mahasiswa calon guru memberikan bekal.

Pendidikan formal pada sekolah dasar (SD), sekolah menengah pertama (SMP), maupun di sekolah menengah atas (SMA), mata pelajaran matematika merupakan mata pelajaran yang wajib diajarkan. Tujuan umum pendidikan matematika ditekankan kepada siswa untuk memiliki: kemampuan yang berkaitan dengan matematika yang dapat digunakan dalam memecahkan masalah matematika, pelajaran lain ataupun masalah yang berkaitan dengan kehidupan nyata; kemampuan menggunakan matematika sebagai alat komunikasi; kemampuan menggunakan matematika sebagai cara bernalar; memiliki kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta mempunyai kemampuan bekerjasama. Sesuai Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (Depdiknas, 2006). Matematika merupakan pelajaran di sekolah yang bertujuan agar siswa memiliki kemampuan: 1) Memahami konsep matematika, menjelaskan

Page 397: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 390

keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma secara luwes, akurat, efesien, dan tepat dalam penyelesaian masalah. 2) Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pertanyaan matematika, dan 3) Mengkomunikasikan gagasan dengan simbul, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam penyelesaian masalah.

Aplikasi matematika selalu ada dalam aspek kehidupan manusia. Namun permasalahan matematika selalu saja ada dan merupakan suatu hal yang harus diselesaikan. Untuk menyelesaikan masalah matematika diperlukan penalaran, karena penalaran merupakan kegiatan berpikir untuk menarik simpulan dari permasalahan/ premis-premis yang diketahui dan ditetapkan sebelumnya.

Berbagai macam penalaran yang terkait dengan penyelesaian masalah matematika salah satunya adalah penalaran relasional. Menurut Alison T, (2014) penalaran relasional merupakan aspek mendasar dari psikologi, yang melibatkan hubungan kesamaan antar konsep yang mencakup bagaimana pernyataan-pernyataan dan sifat-sifat logis tersebut secara mental direpresentasikan.

Selanjutnya untuk menyelesaikan masalah matematika diperlukan kemampuan matematis yaitu kemampuan untuk melakukan berbagai aktivitas mental, berpikir, menelaah permasalahan dan memecahkan masalah dalam penyelesaian soal-soal matematika. Sedangkan dalam menyelesaikan masalah matematika dipengaruhi oleh pengetahuan matematika. Ada tiga macam pengetahuan matematika, yaiu pengetahuan prosedural, pengetahuan konseptual dan pengetahuan kontektual. Untuk memperoleh pengetahuan matematika dipengaruhi banyak faktor salah satunya adalah faktor gender, dan cukup berpengaruh dalam proses konseptualisasi seseorang. Perbedaan gender, menunjukkan bahwa adanya perbedaan memahami antar konsep matematika, perbedaan tentang pengetahuan matematika dan tentu berpengaruh pada penalaran relasional serta berakibat perbedaan kemampuan matamatika, model mental dalam penyelesian masalah matematika.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengertian Penalaran. Istilah penalaran berdasarkan kamus bahasa Indonesia (2010:68) berasal

dari kata “nalar” yang diartikan sebagai akativitas memungkinkan seseorang berpikir logis. Sedangkan berpikir adalah berkembangnya ide dan konsep di dalam diri seseorang. Pengertian penalaran (reasoning) dapat dipandang sebagai proses berpikir. Keraf (dalam Shadiq, 2004:2) menjelaskan pengertian penalaran sebagai “proses berpikir yang berusaha menghubung-hubungkan fakta-fakta atau evidensi-evidensi yang diketahui menuju pada suatu kesimpulan.

Penalaran dipandang sebagai kegiatan mental. Menurut King (2012:14): ”Penalaran adalah aktivitas mental yang mengubah informasi untuk mencapai kesimpulan tertentu”. Hal senada menurut Hasan (2010:116), penalaran adalah kegiatan berpikir yang memiliki karakteristik tertentu dalam menemukan suatu

Page 398: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 391

kebenaran. Karakteristik penalaran merupakan sautu proses berpikir didasarkan dua hal utama, yaitu logis dan analitis.

Penalaran di pandang sebagai konstruksi dan manipulasi model mental. Menurut Byrne (1989), penalaran manusia bergantung pada konstruksi dan manipulasi model mental. Hasil konstruksi dan manipulasi model mental digunakan sebagai penjelasan pengetahuan. Menurut Sternberg (2008:238) bahwa model-model mental adalah struktur-struktur pengetahuan yang dikonstruksikan individu untuk memahami dan menjelaskan pengalaman mereka. Berdasarkan kontruksi dan model mental yang terdiri dari beberapa karakteristik. Menurut (Byrne, 1991) penalaran dapat dikarakterisasi menjadi tiga prosedur. Pertama, individu membangun sebuah model dari keadaan yang ada dalam premis-premis, kedua membuat dugaan kesimpulan yang cocok dengan model yang dibangun, dan ketiga mencoba membangun model alternatif jika kesimpulan ini salah dari premis-premis yang ada.

Berdasarkan tingkatan aktivitas berpikir. Menurut Krulik & Rudrik (1996), tingkatan berpikir diantaranya: berpikir dasar (basic thinking), berpikir kritis (critical thinking) dan berpikir kreatif (creative thinking). Tingkat-tingkat berpikir tersebut berada diatas mengingat (recall). Selanjutnya Indikator penalaran sebagaimana menurut Soedjadi (1999) terdapat beberapa ciri penalaran diantaranya: 1) Adanya suatu pola berpikir yang disebut logika. Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa kegiatan penalaran merupakan proses berpikir logis. Berpikir logis diartikan sebagai aktivitas mental menurut suatu pola tertentu atau menurut logika tertentu. 2) Proses berpikirnya analitis. Menurut Depdiknas, (2004). Indikator penalaran yang harus dicapai siswa: 1) Kemampuan menyajikan pernyataan matematika secara tertulis dan gambar, 2) kemampuan melakukan manipulasi matematik, 3) kemampuan memeriksa kesahihan suatu argumen, dan 4) kemampuan menarik kesimpulan dari pernyataan.

Berdasarkan prosesnya maka penalaran dapat dibedakan menjadi dua yaitu: penalaran deduktif dan penalaran induktif. Penalaran deduktif adalah proses penalaran yang konklusinya diturunkan secara mutlak menurut premis-premisnya. Sedangkan penalaran induktif adalah proses penalaran dalam memperoleh kesimpulan umum yang didasarkan pada data empiris. Penalaran deduktif diantaranya meliputi : modus ponens, modus tollens dan silogisme; sedangkan penalaran induktif diantaranya meliputi: analogi, generalisasi, dan hubungan kausal.

Dalam pandangan psikologi, digunakan istilah intuisi yang merujuk pada penalaran dari premis-premis yang tidak disadari, atau dari aspek-aspek premis-premis yang tidak disadari, menuju kepada konklusi yang disadari. Sebagaimana dalam kamus besar bahasa Indonesia intuisi diartikan daya atau kemampuan mengetahui atau memahami sesuatu tanpa dipikirkan atau dipelajari. Fischbein (1987:12) mengungkapkan bahwa “ intuition as a predictive cognitive tool used to effectively find the most pragmatic strategy when undertaking a particular task” artinya intuisi merupakan alat yang digunakan untuk memprediksi suatu pikiran/ teori dan sangat efektif untuk menemukan strategi yang tepat ketika menghadapi atau sedang mengerjakan tugas-tugas khusus (termasuk pada saat menghadapi dan menemukan strategi dalam menyelesaikan masalah-masalah matematika). Hal ini berarti intuisi bekerja bersamaan dengan proses kerja analisis maupun sintesis.

Page 399: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 392

Istilah lain yang terkait dengan penalaran adalah bernalar yang berarti menggunakan nalar (berpikir logis). Sebagaimana menurut Hennington dan Stein (dalam Yuliati, 2007: 8-9) menggunakan istilah bernalar untuk berpikir matematis tingkat tinggi yang digambarkan sebagai kegiatan matematika (doing mathematics) yang aktif, dinamis, dan eksploratif. Penalaran Relasional

Otak manusia memiliki kapasitas yang unik dan terkait hubungan abstrak antara barang-barang yang ada di sekitar lingkungannya. Menurut Daniel C, (2010). Manusia memiliki kapasitas untuk dikembangkan tentang hubungan antara berbagai hal termasuk penalaran dengan analogi, memahami metafora, dan memecahkan masalah matematika. Menurut Penn, Holyak & Povinelli (2008). Penalaran dengan analogi adalah suatu proses yang kompleks, penalaran ini bergantung pada representasi eksplisit. Manusia mampu membuat kesimpulan dengan penalaran relasional tidak dapat ditentukan melalui persepsi. Sebagai contoh dalam konteks gelombang, air mirip dengan udara hal ini karena masing-masing berfungsi sebagai media untuk transmisi gelombang. Analogi kadang-kadang digunakan sebagai bagian dari argumen rasional (Bartha, 2010). Untuk lebih jelasnya contoh analogi, untuk menjadi seorang pemain bola yang professional atau berprestasi dibutuhkan latihan yang rajin dan ulet. Begitu juga dengan seorang doktor yang professional dibutuhkan pembelajaran atau penelitian yang rajin dan ulet. Oleh karena itu untuk menjadi seorang pemain bola maupun seorang doktor diperlukan latihan atau pembelajaran. Adapun jenis-jenis analogi diantaranya: 1). Analogi induktif 2). Analogi deklaratif:

Metafora adalah majas dalam bahasa Indonesia. Majas mengandung ungkapan tidak langsung berupa perbandingan analogis. Majas metafora adalah gaya bahasa yang membandingkan suatu benda dengan benda lain karena mempunyai sifat yang sama atau hampir sama. Jadi métafora merupakan pemakaian kata atau kelompok kata bukan dengan arti yang sebenarnya, melainkan sebagai lukisan yang berdasarkan persamaan atau perbandingan. Sebagai contoh majas metafora sebagai berikut, menjadi kutu buku adalah pilihan yang cukup baik, sebagai bunga bangsa kita haruslah terus belajar demi kebaikan bangsa kita kelak. Berdasarkan pengertian di atas analog dan metafora sangat penting dalam penalaran relasional untuk memecahkan masalah matematika.

Selanjutnya menurut Hudson, (1992). Pada hasil penelitian menunjukkan bahwa penalaran relasional anak-anak berasal dari representasi skema. Skema adalah "abstrak" atau "variabel" entitas kognitif (Schank dan Abelson, 1995). Skema adalah konstruksi teoritis secara kasar didefinisikan sebagai representasi terstruktur yang membawa emosi, persepsi, dan pengalaman (Rumelhart dan Ortony, 1977). Adapun perkembangan penalaran relasional selama masa remaja. Menurut Geoffrey P.G. (2005) dalam artikelnya menunjukkan teori umum penalaran relasional untuk menjawab tiga pertanyaan: 1) Bagaimana relasi dan sifat-sifat logikanya ditunjukkan secara mental, 2) Pertimbangan apa ketika mereka bernalar tentang relasi. dan, 3) Proses mental apa yang muncul pada saat bernalar.

Selanjutnyan menurut Alison T, (2014) penalaran relasional merupakan aspek mendasar dari psikologi yang disebut kemampuan untuk memecahkan

Page 400: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 393

masalah. Pada penalaran relasional dicari kesamaan/perbedaan antar konsep. Kesamanan/perbedaan konsep pertama menggambarkan hubungan antara dua representasi mental, sedangkan kesamanan/perbedaan konsep kedua mengintegrasikan dua (atau lebih) dari hubungan konsep pertama. Sebagai contoh pada materi aljabar tanda sama dengan (=) hal ini memunculkan pertanyaan: Apakah ini relasional atau operasional?. Pada definisi relasional tanda sama menekankan hubungan antara ekspresi di kedua sisi equivalent (5+6 = 8+3), [(x+1)(x-1) = x2-1]. Sedangkan pada definisi operasional hanya melibatkan aspek komputasi 5x10+27-35 = 42. Ekspresi di sebelah kiri menunjukkan menyelesaikan perhitungan sedangkan sebelah kanan tanda sama menunjukkan jawaban

Model Mental Penalaran Relasional Istilah model mental dapat kita jumpai dalam kajian psikologi kognitif.

Menurut Gentner (dalam Rahayu dan Purwanto, 2013;14). Model mental merupakan sebuah representasi dari beberapa domain atau keadaan yang mendukung pemahaman (understanding), penalaran (reasoning), dan prediksi (prediction). Menurut Sternberg (2008:238) bahwa model-model mental adalah struktur-struktur pengetahuan yang dikonstruksikan individu untuk memahami dan menjelaskan pengalaman mereka. Ide dasar dari model mental yaitu bahwa pemahaman suatu wacana menuju suatu model dari situasi relevan yang mirip dengan apa yang dikreasikan seseorang melalui pengamatan atau membayangkan kejadian sebagai ganti dari apa yang diberitahukan kepadanya (Johnson Laird,1970). Beberapa hal terkait dengan model mental sebagaimana menurut Johnson Laird (1980:73) bahwa model mental ini memperhatikan (1) bentuk representasi mental, dan mempertimbangkan pertanyaan apakah bayangan berbeda dari kumpulan proposisi, (2) proses-proses mental menuju pada penalaran, dan mempertimbangkan pertanyaan apa aturan-aturan inferensi yang dibangun seseorang, serta (3) representasi makna dari kata, dan mempertimbangkan pertanyaan apakah seseorang bergantung pada kamus dekomposisional atau kumpulan makna postulat.

Menurut Johnson Laird & Bara (1984) bahwa teori model mental mengasumsikan penalaran deduksi sebagaimana menerapkannya pada silogisme (seperti argumen dari premis pada inferensi atau konklusi) bergantung pada tiga tahapan utama. Pertama, tahap komprehensi yaitu seseorang yang bernalar (reasoner) mengkonstruksi model mental dari menyatakan informasi kedalam premis-premis dari suatu silogisme, melalui “model mental” diartikan sebagai representasi dalam pikiran yang memiliki struktur yang analog dengan struktur dari menyatakan situasi. Kedua, tahap deskripsi yaitu seseorang yang bernalar (reasoner) men-scan model bagi konklusi informatif adalah benar. Konklusi awal disusun sebagai jenis deskripsi dari model (menegaskan sesuatu yang baru yang secara eksplisit tidak dinyatakan dalam premis-premis). Ketiga, tahap validasi yaitu seseorang yang bernalar (reasoner) mencari model mental alternatif yang menuju pada penolakan konklusi (kontra contoh).

Menurut Knauff, dkk (1997) ada tiga tahap model mental yaitu: konstruksi, pemeriksaan (inspeksi), dan variasi. Pada tahap konstruksi, seseorang yang bernalar (reasoner) menggunakan pengetahuan umum yang dimilikinya dan pengetahuan tentang semantik dari ekspresi spasial yang keduanya digunakan untuk mengkonstruksi model internal dari “keadaan” yang menggambarkan

Page 401: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 394

premis-premis. Pada tahap inspeksi, model mental diselidiki untuk menentukan hubungan yang tidak diberikan secara eksplisit. Pada tahap variasi, seseorang mencoba menentukan model alternatif dari premis-premis karena konklusinya salah. Terkait dengan penalaran relasional dalam menyelesaikan masalah matematika, model mental yang terjadi dengan memperhatikan kesamaan antara hubungan orde pertama dengan orde dua. Selanjutnya bagaimana kita dapat mengukur model mental tentang inferensi. Johnson Laird (1980:81) menjelaskan bahwa pertama, model mental dapat memberikan perhitungan dari dampak figural dan kesalahan sistematis yang cenderung terjadi dalam penalaran; kedua, model mental secara jelas dapat dihasilkan sehingga untuk mewakili pernyataan yang akan diukur; ketiga, teori model mental tidak menerangi cara anak-anak belajar untuk membuat kesimpulan dan pertanyaan problematis dari sifat-sifat aturan inferensi yang mereka internalisasi; dan keempat, meski teori model mental tidak berisi aturan inferensi tetapi teori model mental itu sepenuhnya kompatibel dengan perkembangan logika formal.

Model mental dapat digunakan di dalam dunia pendidikan. Identifikasi model mental dapat digunakan di dalam mendesain kurikulum di dalam perkuliahan dilakukan di dalam tiga fase, yaitu: (1) mengidentifikasi model pemahaman yang dimiliki mahasiswa, (2) mengkonstruksi dan merekonstruksi model pemahaman mahasiswa, dan (3) menyusun materi instruksional sekaligus mendesain pembelajaran untuk mengajarkan materi instruksional tersebut. Signifikansi model mental untuk pembelajaran matematika adalah struktur relasional siswa. Dengan model mental kita coba membantu siswa membangun hubungan yang esensial ini dan domain prinsip-prinsip matematika yang telah direpresentasikan (English & Halford, 1995).

Model mental setiap individu adalah berbeda, dan model mental yang dibangun oleh setiap individu ini dipengaruhi oleh beberapa faktor. Lin & Cui (2007) (dalam Andari, 2001:22) menyatakan bahwa faktor-faktor yang dapat mempengaruhi model mental siswa dapat dikelompokkan menjadi lima, yaitu: a) Penjelasan guru, b) Bahasa dan kata-kata, c) Pengalaman hidup sehari-hari, d) Lingkungan sosial, dan e) Hubungan sebab-akibat dan intuisi..

Pada teori model mental (MMT) memberikan prediksi-prediksi kesulitan dalam memecahkan masalah. Menurut Johnson Laird, (1983); Johnson Laird & Byrne, (1991). Penalaran manusia bergantung pada konstruksi dan model mental yang dicirikan tiga prosedur. 1) Individu membangun model keadaan yang diketahui. 2) menyimpulkan dengan model kompatibel (cocok) dan 3) mencoba dengan model alternatif. Psikolog telah berusaha untuk menyelesaikan sifat representasi mental tempat dan proses mental dimana kesimpulan tersebut berasal. Clark adalan prinsip hubungan fungsional dan prinsip kongruensi. Semakin sulit dari informasi dalam masalah, semakin sulit dalam proses penalaran.

Dari berbagai permasalahn telah diprediksikan dengan jelas dalam menyelesaikan masalah:. semakin banyak premis-premis pada permasalahan yang ada dan tidak saling mendukung maka dalam mengambil kesimpulan akan lebih sulit hal ini karena melalui banyak pertimbangan antar keterkaitan premis-premis yang ada.

Page 402: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 395

Mahasiswa Calon Guru Matematika Mahasiswa calon guru matematika adalah mahasiswa yang kuliah pada

program studi pendidikan matematika. Muatan kurikulum pada perkuliahannya mempelajari materi yang terkait dengan matematika, dan mata kuliah kependidikan. Perkuliahan yang terkait dengan materi matematika dimaksudkan mahasiswa calon guru matematika harus memahami materi matematika. Mata kuliah kependidikan dimaksudkan agar mahasiswa calon guru memiliki pengetahuan dan pengalaman dalam proses penyampaian materi pelajaran. Pada proses penyampaian pembelajaran materi matematika agar tercapai tujuan pembelajaran maka diperlukan komunikasi yang baik. Sebagaimana dalam Ontario Ministry of Education (2005), komunikasi matematika merupakan proses esensial pembelajaran matematika karena melalui komunikasi, siswa merenungkan, memperjelas dan memperluas ide dan pemahaman mereka tentang hubungan dan argumen matematika. Pemecahan Masalah Matematika

Masalah dalam bahasa inggris “problem” merupakan kata yang digunakan untuk menggambarkan suatu keadaan yang bersumber dari hubungan antara dua faktor atau lebih yang menghasilkan situasi yang membingungkan. Menurut Krulik dan Rudnick (1998 part 2):”A problem is a situation, quantitative or otherwise, that confronts an individual or group of individuals, that requires resolution, and for which the individual sees no apparent path to obtaining the solutions”. Pernyataan ini dapat diartikan sebagai suatu masalah jika sebuah situasi, tentang kuantitas atau lainnya yang dihadapi oleh seorang individu atau kelompok yang memerlukan penyelesaian, yang mana individu memandang tidak ada cara untuk memperoleh penyelesaian. Hudoyo (1988) menyatakan bahwa soal/ pertanyaan disebut masalah tergantung kepada pengetahuan yang dimiliki penjawab. Pada materi matematika suatu soal atau pertanyaan merupakan suatu masalah apabila soal atau pertanyaan tersebut menantang untuk diselesaikan atau dijawab, dan prosedur untuk menyelesaikannya atau menjawabannya tidak dapat dilakukan secara rutin. Menurut Cooney (1975: 242) berikut: “… for a question to be a problem, it must present a challenge that cannot be resolved by some routine procedure known to the student.” Hal ini berarti, jika ada seseorang belum mengetahui „prosedur rutin‟ untuk menyelesaikan soal namun ia tertantang untuk menyelesaikannya, maka soal tadi terkategori sebagai „masalah‟.

Pentingnya Pemecahan Masalah, menurut Gagne (dalam Mulyasa 2009), menyatakan bahwa kalau seorang peserta didik dihadapkan pada suatu masalah, pada akhirnya mereka bukan hanya sekedar memecahkan masalah, tetapi juga belajar sesuatu yang baru. Pemecahan masalah merupakan proses yang digunakan untuk menyelesaikan masalah. Sebagaimana yang didefinisikan Mayer (1983), pemecahan masalah merupakan suatu proses dengan banyak langkah si pemecah masalah harus menemukan hubungan antara pengalaman masa lalunya dengan masalah yang sekarang dihadapinya dan kemudian bertindak untuk menyelesaikannya.

Menurut Polya (1973) mengembangkan empat tahap pemecahan masalah, dengan langkah-langkah yang dapat diuraikan sebagai berikut: 1) Memahami masalah, 2) Merencanakan penyelesaian masalah, 3) Melaksanakan rencana penyelesaian masalah, 4) Memeriksa kembali/mengecek hasil. Menurut

Page 403: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 396

Ruseffendi (2006) bahwa dalam pemecahan masalah dilakukan melalui lima langkah antara lain: 1) menyajikan masalah dalam bentuk yang lebih jelas; 2) menyatakan masalah dalam bentuk yang operasional (dapat dipecahkan); 3) mengetes hipotesis-hipotesis alternatif dan prosedur kerja yang diperkirakan baik untuk dipergunakan dalam memecahkan masalah; 4) mengetes hipotesis dan melakukan kerja untuk memperoleh hasilnya (pengumpulan data, pengolahan data, dll); dan 5) memeriksa kembali (mengecek) apakah hasil yang diperoleh benar; mungkin memilih pula pemecahan yang paling baik.

Berdasarkan beberapa pendapat diilustrasikan proses pemecahan masalah gambar berikut:

perumusan

pengecekan penyelesaian

interprestasi

Gender Pengertian gender adalah suatu sifat yang melekat pada kaum laki-

laki maupun perempuan yang dikonstruksi secara sosial maupun kultural. Beberapa pengertian para ahli menurut Jagtenberg dan D'Alton (1995), “gender and sex are not the some thing. Gender specifically refers to the social meanings attached to biological differences. The way we see ourselves and the way we interact are affected by our internalisation of values and assumptions about gender”. Dari pendapat ini dapat diartikan bahwa gender dan seks yang tidak sama, gender khusus mengacu pada makna sosial yang melekat pada perbedaan biologis. Cara kita melihat diri kita dan cara kita berinteraksi dipengaruhi oleh internalisasi nilai-nilai dan asumsi tentang gender. Konsep gender berbeda dengan jenis kelamin, jenis kelamin merupakan penafsiran atau pembagian dua jenis kelamin manusia (laki-laki dan perempuan) yang ditentukan secara biologis, tidak dapat dipertukarkan, kodrat dan ketentuan Tuhan. Gender juga sering kali diidentikan dengan jenis kelamin atau sex. Sebagaimana dalam kamus Oxford Leanert‟s Pocket. Gender berasal dari bahasa inggris ” grouping into male and female; sex”. Gender merupakan pengelompokkan kedalam jenis kelamin yaitu laki-laki dan perempuan. 1. Keterkaitan antara penalaran relasional, kemampuam matematika dan

gender dalam pemecahan masalah. Penalaran relasional merupakan suatu penalaran yang melibatkan

pernyataan antar konsep yang mencakup bagaimana peryataan-pernyataan dan sifat-sifat logis tersebut secara mental direpresentasikan. Representasi yang dimunculkan berupa skema/ model mental yang digunakan untuk mengkonstruksi teoritis/ abstrak variabel entitas kognitif yang ada untuk menjawab permasalahan matematika. Permasalahan yang ada dicari relasi dan sifat-sifat logika, perimbangan ketika bernalar serta hubungan antar konsep (atau lebih). Kemampuan matematika setiap mahasiswa akan berbeda-beda, tergantung dari kemampuan pemahaman matematis, kemampuan penalaran matematika,

Masalah

Penyelesaian secara

Matematika Jawaban Masalah

Kalimat Matematika

Page 404: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 397

Aspek penalaran relasional 1.Representasi model mental

(kontruksi/abstrak ) 2. Mencari hubungan kesamaan

(perbedaan) antar konsep dalam representasi mental

3. Menjawab tiga pertanyaan antara lain: 1).Relasi dan sifat-sifat logika 2).Pertimbangan bernalar 3). Proses mental saat bernalar

kemampuan penalaran induktif, kemampuan komunikasi matematika, kemampuan berpikir analitis, kemampuan berpikir kreatif, dan kemampuan analogi matematik.

Pada dasarnya ada beberapa faktor yang mempengaruhi prestasi belajar. Faktor-faktor tersebut antara lain adalah faktor intern yang merupakan faktor yang timbul dari dalam diri individu itu sendiri, faktor intern yaitu kecedersan atau intelegensi, bakat, minat dan motivasi. Faktor berikutnya adalah faktor ekstern yaitu faktor-faktor yang dapat mempengaruhi prestasi belajar yang sifatnya diluar diri individu, yaitu beberapa pengalaman, keadaan keluarga, dan lingkungan sekitarnya.

Gambaran pemetaan antara perbedaan jenis kelamin, kemampuan matematika dan penalaran relasional dijelaskan pada bagan berikut :

Pada bagian ini, digambarkan Penalaran Relasional yang dibangun dari keterkaitan antara masalah, matematika dan inferensi seseorang pada pengambilan keputusan terhadap masalah yang diberikan.

Pemecahan Masalah matematika

Kemampuan Matematika

1. Kemampuan Kognitif 2. Penguasaan

pengetahuan.matematika 3. Ketrampilan Intelektual 4. Strategi pemecahan masalah

dan Aplikasi matematika

Penalaran Relasional

Logis Analitis

Bernalar

Masalah Matematika

Perbedaan Gender

1. Kemampuan Penalaran 2. Kemampuan Pemahaman 3. Kemampuan Koneksi 4. Kemampuan Komunikasi 5. Kemampuan Berpikir Analitis 6. Kemampuan Berpikir Kreatif 7. Kemampuan Analogi

Page 405: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 398

PENUTUP Berdasarkan pembahasan diatas, maka penulis memandang bahwa terdapat

perebedaan gender, kemampuan matematika dan penalaran relasional, mengkaitkan satu permasalahan dengan permasalahn lain berpengaruh dan memunculkan perbedaan model mental dalam memecahkan masalah matematika.

Beberapa hal yang akan muncul terkait dengan penalaran relasional dalam representasi mental antara lain : 1). Representasi skema bisa berupa konstruksi teoritis atau abstrak variabel entitas kognitif. 2) Tiga hal pada penalaran relasional yang dilakukan. a). Bagaimana relasi dan sifat-sifat logika ditunjukkan secara mental. b). Pertimbangan apa ketika mereka bernalar tentang relasi dan c). Proses mental apa yang muncul pada penalaran. 3) Mencari hubungan kesamaan (perbedaan) antar konsep.

Selanjunya penalaran relasional dapat direpresentasikan dalam empat hal: Reading for meaning, Speaking for meaning, Writing for meaning dan inferensi.

Berdasarkan kesimpulan di atas, Pengembangan pikiran dapat dilakukan melalui pemahaman, mengkomunikasikan dan pemecahan masalah. Pengembangan melalui pemahaman/ memahami dilakukan pada saat belajar matematika, harus benar-benar mengerti bahwa materi-materi yang dipelajari tidak hanya dihapal. Kemampuan mengkomunikasikan dapat diartikan sebagai suatu kemampuan dalam menyampaikan sesuatu. Sedangkan pemecaham masalah matematika dapat dilakukan dengan mengkaitkan/ merelasikan antara pernyataan-pernyataan yang ada untuk mendapatkan akhir/ menarik kesimpulan.

DAFTAR PUSTAKA Abigail N.J.(2007). Gender Differences and the Teaching of Mathematics. from

Inquiry, Volume 12, Number 1, Spring 2007, 14-25. Copyright 2007. Virginia Community College System

Alison T.Miller Singley n, Silvia A.Bunge, (2014). Neurodevelopment of relational reasoning: Implications for mathematical pedagogy, Department of Psychology & Helen Wills Neuroscience Institute. University of California. Berkeley.USA

Pertimbangan bernalar

Hubungan kesamaan (perbedaan) antar konsep (atau lebih)

Representasi model mental

Page 406: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 399

Bassey. (2008). Gender differences and mathematics achievement of rural senior secondary students in cross river state, nigeria”. Nigeria.

Beato,A.E., Mullis, I.V.S., Martin,M.O., Gonzalez., E.J., Kelly,D.L. & Smith, T.A. (1996). Mathematics achievement in the middle school years: IEA‟s Third International Mathematich and Science Study (TIMSS). Boston College,USA

Bolger & Kellaghan, (1990). “Metod of measurement and gender differences in scholastic achievement”. Journal of Educational Measurement. 31.275-293).

Byrne, R.M.J. & Johnson-Laird, P.N. (1989). Spatial reasoning. Journal of Memory and Language, 28, 564-575

Carder & Sarah, (2002). Using thiud aloud to evaluate deep understanding htt://ww.brevord.edu/fic/listery/remarrh/coderandcarlson.hml.

Daniel C. (2010). A hierarchy for relational reasoning in the prefrontal cortex, journal homepage: www.elsevier.com/locate/cortex

Depdiknas, (2004). Peraturan Dirjen Dikdasmen No. 506/C/PP/2004. Jakarta Depdiknas. (2006). Standar Isi dan Standar Kompetensi Lulusan. Jakarta:

Permendiknas 2006. Depdiknas,(2006). Kurikulum tingkat satuan pendidikan. Kompetensi dasar

Pelajaran sekolah untuk sekolah Dasar (SD)/ Madrasah Ibtidaiyah (MI), SMP/MTs, SMA/MA, Jakarta. Pusat kurikulum, Balitbangdiknas, Jakarta.

Fischbein, E. (1987). Intuition in science and mathematics : An Educational Approach. Dordrecht: Kluwer Academic Publishers.

Fuad Hasan, (2010). Filsafat ilmu. Jakrta, PT Rineka Cipta Geoffrey P. Goodwin, P.N. Johnson Laird.(2005). Reasoning abaut Relation.

Article Priceton University. Handayani & Sugiarti, (2008). Konsep dan Teknik penilaian gender. Malang:

UMM Press. Holyoak, K.J. (2012). Analogy and relational reasoning. The Oxford handbook of

thinking and reasoning (PP, 234-259) New York: Oxford University Press. Iroise Dumontheil. (2010). Development of relational reasoning during

adolescence. Institute of Cognitive Neuroscience, UCL, 17 Queen Square, London.

Ji Y. Son and Michelle Leslie, (2012). The importance of being interpreted: grounded words and children‟s relational reasoning. Department of Psychology, California State University Los Angeles, Los Angeles, CA, USA

Johnson-Laird, P.N. (1983). Mental models: Towards a cognitive science of language, inference, and consciousness. Cambridge: Cambridge University Press.

Johnson-Laird, P.N., & Bara, B.G. (1984). Syllogistic inference. Cognition, 16, 1-62

Johnson-Laird, P.N., & Byrne, R.M.J. (1991). Deduction. Hillsdale, NJ: Laurence Erlbaum Associates

Page 407: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 400

Johnson-Laird, P. N.2006. How we reason. Oxford: Oxford University Press. Kariadinata R. (2012). Menumbuhkan daya nalar ( power of reason ) siswa

melalui pembelajaran analogi matematika. Infinity. Vol 1, STKIP Siliwangi Bandung.

Knauff, M. Rauh, R., Schlieder, C., & Strube, G. (1997). Analogizität und Perspektive in räumlichen mentalen Modellen [Analog representation and perspective in spatial mental models].In C. Umbach, M. Grabski & R. Hörnig (Hrsg.). Perspektive in Sprache und Raum (pp. 35-60). Wiesbaden: Deutscher Universitäts-Verlag.

Krulik. S & Rudrik. J.A.(1996). The new sourcebook for teaching reasoning and problem solving in junior and senior high school. Reston: NCTM

Mulyasa, E. 2005. Menjadi Guru Profesional. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Murphy. R.J.L. (1982).” Sex differences in objektiive test performance”. British

Journal of Psychology. 52. 213-291) NCTM. 2000. Principles and Standards for School Mathematics. The National

Council of Teachers of Mathematics, Inc.1906 Association Drive, Reston, VA 20191-9988

Ontario Ministry of Education. (2005). The Ontario Curriculum, Grades 1 to 8: Mathematics. Toronto, ON: Queen‟s Printer for Ontario.

Pimta. S., Tayruakham. S., Nuangchalerm. P. (2009). “ Factor Influencing Mathematics Problem Solving Ability of Sixth Grade Students”. Journal of Social Sciences, 5(4): 381-385)

Polya, George. (1973). How to Solve It. Second Edition. New Jersey: Princenton University.

Santrock. Jhon W. (2009). Psikologi Pendidikan. Jakrta; Salemba Humanika. Shadiq, Fadjar. (2004). Pemecahan Masalah, Penalaran dan Komunikasi. Makalah

disampaikan pada Diklat Instruktur/ Pengembang Matematika SMA Jenjang Dasar tanggal 6 -19 Agustus di PPG Matematika.

Soedjadi. (1999). Kiat Pendidikan Matematika di Indonesia. Depdikbud Dikjen Dikti. Surabaya

Uno. (2008). Model Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara. Van Someren, Marten.w. Barnard y vonne. F. Saudberg. Jacobin. AC.(1994). The

think alaud Method. A.Pactical guide to modeling coqnitive prosses. London. Academic pres.

Wijaya, Aryadi. (2012). Pendidikan Matematika Realistik, Suatu Alternatif Pendekatan Pembelajaran Matematika. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Page 408: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 401

PENINGKATAN HASIL BELAJAR PANGKAT RASIONAL DAN BENTUK AKAR MENGGUNAKAN MEDIA

LEMBAR SIMULASI

Sri Wahyuni SMAN 1 Kauman-Tulungagung

e-mail: [email protected] .

Abstrak

Lembar simulasi merupakan suatu media pembelajaran yang dapat meningkatkan hasil belajar siswa, meningkatkan respon aktif siswa, dan menghilangkan rasa tegang dan jenuh dalam belajar matematika. Media ini sesuai dengan karakter siswa dan minat siswa serta kebiasaan siswa. Proses pembelajaran dengan media ini adalah suatu model permainan dan diskusi (kerja) kelompok yang melibatkan siswa dengan suasana riang, belajar dan berfikir.

Kata Kunci: hasil belajar, pangkat rasional, bentuk akar, lembar simulasi

PENDAHULUAN

Penelitian ini dilatarbelakangi adanya strategi belajar yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk aktif belajar. Dengan cara merubah metode pembelajaran yang berpusat pada guru (teacher oriented) menjadi berpusat pada siswa (student oriented). Keberhasilan siswa dalam belajar tergantung pada cara penyajian materi pembelajaran, media pembelajaran dan metode mengajar yang digunakan pada proses belajar mengajar (Arief S. Sadiman, 2002). Banyak macam media pembelajaran yang digunakan dalam menyajikan materi pembelajaran. Salah satu contohnya berupa media lembar simulasi.

Lembar simulasi adalah suatu bentuk permainan dengan sebuah lembaran yang memuat soal-soal atau permasalahan yang harus diselesaikan siswa dan dilengkapi mata dadu, untuk menentukan soal mana yang harus diselesaikan lebih dahulu (Arief S. Sadiman, 2002). Dengan media lembar simulasi diharapkan siswa lebih berminat dalam belajar matematika yang berpengaruh pada peningkatan prestasi. Media ini dapat merangsang dan mendorong siswa untuk mencoba secara mandiri menyelesaikan masalah secara rileks tanpa ada ketegangan sebab siswa merasa ini suatu permainan. Dengan media lembar simulasi diharapkan siswa lebih aktif, karena siswa merasakan sebagai subjek dalam menyelesaikan masalah. Dengan media lembar simulasi diharapkan dapat membangkitkan respon dan antusias siswa terhadap materi pembelajaran dan berdampak pada peningkatan hasil belajar siswa.

Belajar merupakan kegiatan sadar yang dilakukan oleh siswa yang merupakan aktifitas mental dan psikis yang berlangsung dalam interaksi dengan lingkungan yang menghasilkan perubahan-perubahan pengetahuan, pemahaman, ketrampilan dan nilai sikap (Winkel, 1989). Belajar juga merupakan suatu proses,

Page 409: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 402

suatu kegiatan, dan bukan suatu hasil atau tujuan (Hamalik. 2001). Bukan hanya mengingat, akan tetapi lebih luas daripada hal itu yaitu mengalami. Hasil belajar bukan penguasaan hasil latihan, melainkan pengubahan tingkah laku. Belajar adalah perubahan tingkah laku yang relatif mantap berkat latihan dan pengalaman. Belajar juga menyangkut perubahan pada pengetahuan (Mayer, 2002) atau perilaku seseorang karena pengalaman yang secara relatif bersifat permanen (Seels, 1994).

Prestasi belajar merupakan bukti keberhasilan yang telah dicapai oleh seseorang (Winkel, 1996). Prestasi belajar merupakan hasil yang dicapai oleh seseorang setelah melaksanakan usaha belajar. Adapun prestasi belajar di bidang pendidikan adalah hasil pengukuran terhadap peserta didik yang meliputi faktor kognitif terukur lewat evaluasi tertulis ataupun lisan, afektif (sikap siswa terhadap suatu materi belajar), psikomotorik (ketrampilan berupa karya). Secara umum semua bisa terukur melalui tes atau instrumen yang relevan. Prestasi belajar lebih bisa terukur hasilnya dalam penilaian yang dinyatakan dalam bentuk simbol, huruf maupun kalimat. Fungsi prestasi belajar adalah (1) sebagai indikator dari pengetahuan yang dimiliki oleh siswa, (2) sebagai lambang pemenuhan keingintahuan, (3) informasi tentang prestasi belajar dapat menjadi perangsang untuk meningkatkan ilmu pengetahuan, dan (4) sebagai indikator daya serap dan kecerdasan siswa (Oemar Hamalik, 2001). Nilai dalam raport merupakan perumusan akhir yang diberikan oleh guru mengenai kemajuan atau prestasi belajar (Nana Sudjana, 2001).

Simulasi adalah suatu model hasil penyederhanaan sesuatu yang real (Arif S Sadiman, 2001). Simulasi bersifat operasional artinya menggambarkan proses yang sedang berlangsung, simulasi dapat bersifat fisik (misal simulasi ruangan pengemudi pesawat terbang), verbal (misal simulasi untuk pelajaran). Permainan simulasi menggabungkan unsur permainan dan simulasi yaitu adanya setting, pemain, aturan, tujuan dan penyajian. Sebagai media pendidikan, lembar simulasi mempunyai beberapa kelebihan seperti (1) mudah membuatnya dan mudah ditiru, (2) ringan membawanya, (3) dpata digunakan di dalam maupun di luar kelas, dan (4) tahan lama. Lembar Simulasi berupa permainan akan menyenangkan dan bersifat menghibur. Permainan memungkinkan ada partisipasi siswa sehingga siswa aktif untuk belajar. Seperti yang diketahui bahwa belajar yang baik adalah belajar yang aktif. Permainan mempunyai kemampuan untuk melibatkan siswa dalam proses belajar secara aktif. Dalam kegiatan belajar yang menggunakan permainan, peranan guru atau tutor tidak kelihatan sedangkan interaksi antar siswa atau warga belajar menjadi lebih menonjol. Di sini setiap siswa menjadi sumber belajar bagi sesamanya. Masalah yang mereka hadapi mereka pecahkan sendiri. Bila masih belum juga terpecahkan bisa menanyakan kepada guru. Karena interaksi ini, mereka jadi tahu kemampuan masing-masing. Guru berperan sebagai fasilitator belajar. Disini akan terjadi umpan balik langsung. Ini akan memungkinkan proses belajar jadi lebih efektif. Siswa akan mendapat pengalaman dari diri sendiri dan orang lain.

Perhitungan-perhitungan yang menyangkut pangkat rasional dan bentuk akar sering kali dijumpai baik dalam matematika maupun dalam pelajaran lain, misalkan fisika dan kimia. Oleh karena itu, materi ini menjadi salah satu materi

Page 410: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 403

prasyarat untuk mempelajari matematika lebih lanjut, serta mempelajari fisika dan kimia dalam beberapa hal. Dengan kata lain materi ini sangat penting untuk dipelajari

METODE

Pendekatan penelitian yang digunakan adalah pendekatan kualitatif dimana peneliti berusaha mengungkapkan gejala secara menyeluruh sesuai dengan konteks melalui pengumpulan data berlatar belakang alami, dengan peneliti sebagai instrumen utama serta lebih menonjolkan proses dan makna dari sudut pandang subjek yang diteliti. Penelitian kualitatif adalah suatu prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata atau pernyataan lisan dari orang-orang atau perilaku yang diamati (Bogdan dan Biklen, 2007). Pendekatan pada penelitian ini diarahkan pada latar belakang individu secara holistik atau menyeluruh.

Ditinjau dari tujuannya, penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas (PTK). Penelitian tindakan kelas adalah suatu penelitian yang dilakukan secara sistematis, reflektif terhadap berbagai aksi atau tindakan yang dilakukan oleh guru/pelaku mulai dari perencanaan sampai dengan penilaian terhadap tindakan nyata di dalam kelas yang berupa kegiatan belajar mengajar untuk memperbaiki kondisi pembelajaran yang dilakukan (Basuki Wibawa, 2003). Penelitian ini penting bagi guru karena (1) PTK sangat kondusif untuk membuat guru menjadi peka dan tanggap terhadap dinamika dan permasalahan pembelajaran yang ada di kelas, (2) PTK dapat meningkatkan kinerja guru, (3) guru mampu memperbaiki proses pembelajaran melalui suatu kajian yang dalam terhadap apa yang terjadi dikelas, dan (4) pelaksanaan PTK tidak mengganggu tugas pokok guru (Hobri, 2007). Karakteristik penelitian tindakan kelas ini bersifat kondisional, maksudnya berkaitan mendiagnosis masalah tertentu. Misal di kelas dalam suatu sekolah muncul masalah bersumber dari praktik pembelajaran yang dirasakan oleh guru dan siswa. Selanjutnya diupayakan penyelesaiannya dari peningkatan prestasi belajar siswa, profesi guru dan sekolah dengan jalan merefleksi diri. Proses penelitian tindakan kelas ini dirujuk dari Kemmis dan Taggart (1988) yang menggunakan sistem spiral diri yang dimulai dengan : (1) menyusun perencanaan (planning), (2) melaksanakan tindakan (action), (3) pengamatan (observation), dan (4) refleksi (reflection) dan perencanaan kembali yang merupakan dasar untuk pemecahan masalah. Berkaitan dengan model penggunaan spiral itu, maka penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan melalui beberapa siklus sesuai dengan kebutuhan dan masing-masing siklus dilaksanakan dengan perubahan yang telah tercapai.

Secara garis besar penelitian ini terdiri dari dua tahap utama yaitu tahap pra-tindakan dan tahap pelaksanaan. Kegiatan pra-tindakan pada dasarnya merupakan tahap persiapan untuk melakukan penelitian lebih lanjut, yang meliputi: (1) memantapkan ijin sekaligus membicarakan rencana aktivitas penelitian tindakan kelas dengan kepala sekolah, (2) meminta seorang guru matematika kelas X-2 untuk senantiasa memberikan bantuan berupa data maupun informasi tentang kelas yang diteliti, baik sebelum maupun saat penelitian, (3) menentukan subyek penelitian yaitu siswa Kelas X-2 SMA Negeri 1 Kauman

Page 411: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 404

dimana peneliti sebagai guru yang mempunyai tanggung jawab untuk meningkatkan prestasi belajar siswa dan profesionalisme guru, (4) membuat soal-soal tes awal dengan mengacu pada berbagai referensi belajar siswa diharapkan soal-soal tentang materi pangkat rasional dan bentuk akar disusun terlebih dahulu sebagai alat utama untuk melakukan tes awal, (5) menentukan sumber data, dan (6) melakukan tes awal.

Kegiatan pelaksanaan tindakan dilaksanakan dengan tahapan perencanaan, pelaksanaan tindakan, pengamatan, dan refleksi. Dari temuan pada pra-tindakan peneliti menyusun rencana tindakan perbaikan atas masalah-masalah yang dijumpai. Pada perencanaan ini yang dilakukan adalah : (1) menyiapkan rencana pelaksaan pembelajaran tentang pangkat rasional dan bentuk akar, (2) menyusun soal-soal tes dalam bentuk pilihan ganda atau uraian, (3) menyusun pedoman observasi dan wawancara, (4) menyusun rencana pembuatan media, (5) membentuk kelompok-kelompok permainan, (6) menyusun pengamatan pembelajaran yang terdiri dari format hasil ulangan harian, format telaah RPP, dan format observasi pelaksanaan pembelajaran, (7) menyusun perangkat evaluasi terdiri dari kisi-kisi soal, naskah soal, kunci jawaban, dan pedoman penskoran

Pelaksanaan penelitian tindakan kelas yang dilaksanakan didalam kelas dalam beberapa siklus sesuai kebutuhan. Setiap siklus meliputi empat tahap yaitu: perencanaan, pelaksanaan, implementasi tindakan, pengamatan dan refleksi. Tiap siklus diamati kualitas proses pembelajaran yang terdiri dari aktifitas siswa dan guru, serta hasil belajar siswa yang diukur dari hasil tes. Disamping itu juga perlu diperhatikan dan diamati ketrampilan siswa dalam menggunakan lembar simulasi serta suasana belajar yang penuh kegembiraan, tanpa melupakan tujuan pembelajaran.

Pada tahap pelaksanaan disampaikan tujuan pembelajaran, materi pembelajaran tentang pangkat rasional dan bentuk akar, metode atau cara menggunakan lembar simulasi serta aturan mainnya, pembagian kelompok yaitu dari 40 siswa dibagi menjadi 10 kelompok dimana setiap kelompok terdiri atas 4 siswa. Pembagian angggota kelompok dilakukan secata heterogen dengan memperhatikan nilai tes awal dan gender.

Lembar simulasi digunakan dengan langkah-langkah (1) tiap kelompok menentukan petugas pengocok dadu, (2) masing-masing kelompok mendapat kesempatan mengocok untuk mendapatkan soal yang ada dalam lembar simulasi, (3) setelah semua kelompok mendapat soal dari hasil pengocokan, tiap kelompok mengerjakan soal dengan hitungan waktu yang sama, (4) tiap kelompok mempresentasikan hasil kerja kelompok di depan kelas, yang diwakili ketua kelompok masing-masing, (6) penskoran dan penilaian dilakukan bersama dipandu seorang guru (7) jika ada draw atau nilai sama dilakukan pengocokan lagi, (8) nilai berdasar ketepatan waktu dan benar dalam penyelesaian. (9) pemberian penghargaan bagi kelompok pemenang, (10) mengamati kegiatan permaianan siswa, (11) membantu siswa yang kesulitan dalam bermain, (12) mengadakan ulangan harian secara tertulis setelah kegiatan permainan selesai.

Page 412: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 405

Pada pengamatan, guru dan observer secara bersama mengamati dan mendiskusikan kegiatan siswa selama proses pembelajaran berlangsung dan menilai hasil pendalaman materi yang dilakukan. Observer juga membuat penilaian tentang kemampuan guru dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar. Selama proses pembelajaran berupa permainan lembar simulasi dilakukan pengamatan dengan hasil berupa (a) hasil pengamatan keaktifan siswa dalam permaianan lembar simulasi, (b) hasil ulangan harian siswa, (c) hasil telaah RPP, (d) tabel monotoring pelaksanaan pembelajaran.

Setelah seluruh proses pada 1 siklus selesai dilaksanakan, peneliti dan pengamat mendiskusikan hasil pengamatan untuk menentukan tingkat keberhasilan dengan mengunakan parameter indikator keberhasilan yang telah ditetapkan. Pada tahap refleksi dilakukan, pengumpulan data hasil pengamatan, analisa data, serta memperhatikan hambatan hambatan yang muncul pada saat proses pembelajaran. Yang semua akan dijadikan acuan untuk menentukan tindakan penelitian pada siklus ke II. Pada tahap ini pula peneliti menyusun kegiatan selanjutnya. Penelitian ini dikatakan berhasil jika (1) minimal rata-rata aktivitas siswa dengan kriteria baik 70%, (2) rata rata aktifitas guru 30%, dan (3) minimal 80% siswa mencapai nilai tuntas (minimal 75) dalam evaluasi ulangan harian. Jika tiga hal ini belum terpenuhi, maka diadakan program perbaikan, melalui tahapan berikutnya sampai target keberhasilan terpenuhi.

Data yang diperoleh dari hasil penelitian kelas berupa nilai siswa dari hasil ulangan harian, Informasi dari guru maatematika berupa data nilai dan keaktifan siswa, kebiasaan siswa dalam mengikuti pembelajaran, kemudian dibandingkan dengan KKM untuk ditentukan predikat prestasi siswa dalam kelompok siswa tuntas atau siswa tidak tuntas. Siswa mendapat predikat tuntas apabila nilai yang diperoleh ≥ 75 (lebih besar atau sama dengan tujuh puluh ), sedangkan siswa yang tidak tuntas mendapat nilai < 75. Proses klasikal berhasil jika prosentase nilai rata-rata lebih dari atau sama dengan 85% mencapai nilai tuntas, dengan didukung keaktifan siswa dengan kriteria minimal baik 70% dari hasil pengamatan selama pembelajaran dengan menghadirkan media lembar simulasi, serta kinerja guru dalam proses pembelajaran tersebut.

Pengumpulan data dilakukan dengan cara (1) observasi, (2) tes, (3) wawancara, (4) angket, dan (5) catatn lapangan. Analisis data dilakukan dengan cara (mereduksi data, (2) penyajian data, dan (3) penarikan simpulan. Untuk memperoleh keabsahan temuan dalam penelitian ini, maka perlu diteliti kredibilitasnya didasarkan pada ketekunan pengamat yaitu peneliti melakukan pengecekan kembali apa yang diteliti itu benar atau salah. Selain itu juga menggunakan triangulasi sumber-sumber yaitu dengan mendapatkan data dari sumber-sumber yang berbeda dengan teknik yang sama.

Page 413: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 406

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan tes awal ada 14 siswa yang tidak tuntas atau 35% dimana kriteria ketuntasan minimal mata pelajaran matematika di SMA Negeri 1 Kauman untuk pelajaran matematika adalah 75 pada skala 0-100. Nilai rata-rata kelas dari hasil tes 74,25.

Berdasarkan hasil pengamatan pada tahan pelaksanaan siklus I dapat diketahui bahwa dengan menggunakan proses pembelajaran berupa media permainan lembar simulasi diperoleh data: (a) Jumlah pemain yang berkriteria A (sangat aktif) hanya 4 atau 10%, kriteria B (aktif) ada 22 siswa atau 55%, kriteria C (cukup aktif) 9 siswa atau 22,5% dan masih ada yang berkriteria D (kurang aktif) 5 siswa atau 12,5%; (b) Rata-rata nilai ulangan harian siswa adalah 71 dan siswa yang tuntas 28 siswa atau 70% masih dibawah ketuntasan kelas dan yang dinyatakan tidak tuntas 30% atau 12 siswa. Dari data itu dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar yang diperoleh dari kegiatan pembelajaran pada siklus I belum memenuhi standart ketuntasan yang telah ditentukan.

Dari hasil data dan temuan di lapangan peneliti menganalisa ada beberapa kendala yang menyebabkan tidak tercapainya standar yang diharapkan, yaitu: (a) Siswa belum menguasai materi pangkat rasional dan bentuk akar; (b) Siswa baru mengenal proses pembelajaran dengan menggunakan media permainan lembar simulasi sehingga masih terlihat beberapa siswa kurang aktif dalam proses pembelajaran, dan (c) Atara materi dan waktu yang tersedia tidak seimbang.

Sebelum diadakan siklus II dengan terlebih dahulu melakukan beberapa persiapan yaitu: (1) memberi tugas kepada siswa untuk mempelajari materi berikutnya pada pada sub bab dari Pangkat Rasional dan Bentuk Akar, (2) mempelajari kembali tehnik dan cara bermain dan belajar dengan menggunakan media lembar simulasi, dan (3) materi dan indikator pencapaian perlu dikurangi dengan waktu yang sudah ditetapkan yaitu 2 X 45 menit atau satu kali pertemuan.

Pada siklus II ini terjadi peningkatan hasil belajar yang diharapkan, yaitu : (a) Jumlah pemain menunjukkan peningkatan keaktifan dari kriteria B menjadi A, dari C menjadi B dan dari D menjadi C dengan perubahan jumlah dan persentase yang berkriteria A (sangat aktif) dari 4 anak menjadi 13 anak atau dari 10% menjadi 32,5%, yang berkriteria B (aktif) dari 22 anak menjadi 23 anak atau dari 55% menjadi 57,5%, yang berkriteria C (cukup aktif) turun dari 5 anak menjadi 4 anak atau dari 12,5% menjadi 10% dan kriteria D (kurang aktif) turun dari 5 siswa menjadi tidak ada seorang siswa pun yang berkriteria D atau dari 12,5 % menjadi 0%. Dari data diatas hampir semua siswa mengalami peningkatan kriteria keaktifan, yaitu dari B menjadi A ada 9 anak, dari C ke B sejumlah 9 anak, dari D ada 4 anak menjadi C dan 1 anak menjadi B. Secara total yang mengalami peningkatan kriteria keaktifan sejumlah 27 siswa dengan 4 siswa sudah mendapat kriteria A, sehingga persentase peningkatan mencapai 80%; (b) Rata rata nilai ulangan harian siswa 80 dan siswa yang dinyatakan tuntas menjadi 36 siswa atau 90 % sedangkan siswa yang dinyatakan tidak tuntas ada 4 anak atau 10%.; (c) Dari

Page 414: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 407

keempat siswa yang tidak tuntas diberikan tugas yang terkait dengan materi pangkat rasioanal dan bentuk akar, untuk mengerjakan soal latihan.

Kegiatan Siswa dalam Pembelajaran

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti diketahui bahwa pembelajaran matematika dengan menggunakan media permainan lembar simulasi bisa membawa perubahan pada siswa. Pada siklus I kegiatan siswa dalam kelompok belum begitu nampak adanya perubahan dan pada siklus II nampak sekali terjadi perubahan, baik sikap, keaktifan dan prestasi siswa. Yang semua terpapar pada tabel hasil pengamatan dan evaluasi ulangan harian.

Peningkatan ini dimungkinkan karena adanya penekanan dan penjelasan ulang tentang cara dan teknik bermain serta kesiapan materi yang sebelumnya sudah ditugaskan untuk membaca secara mandiri di rumah. Disamping itu juga karena meningkatnya kesiapan mental siswa untuk berkompetisi dalam proses pembelajaran melalui permainan simulasi. Hal ini dapat dibaca dari komentar antar kelompok yang saling tantang. Kelompok 1, ”Pertandingan kali ini akulah yang menang.” Kelompok 3, “Siapa takut..?! “Ayo kita buktikan siapa pemenangnya,” kelompok 4 tak ketinggalan menunjukkan kesiapan berkompetisi. Di sisi lain siswa merasa bahwa pengetahuan yang diperoleh bukan semata-mata dari guru, tetapi juga melalui interaksi oleh siswa yang dapat menumbuhkan sikap positif dalam diri siswa. Seperti kerja sama, toleransi dan menerima pendapat orang lain.

Berdasarkan hasil refleksi I masih ada kekurangan yang terjadi dalam proses pembelajaran yaitu masih ada siswa yang kurang aktif dan kurang semangat untuk mengikuti proses belajar, sehingga dari hasil refleksi ini ditempuh perbaikan yang akan dilaksanakan pada tindakan berikutnya. Mengenai kurang aktifnya siswa dalam proses pembelajaran disebabkan oleh beberapa hal diantaranya siswa belum terbiasa dengan proses pembelajaran berkelompok serta faktor lain yaitu : adanya siswa yang tidak senang tidak semangat, karena masih mempunyai pandangan bahwa matematika itu pelajaran yang sulit.

Dari hasil inilah kemudian peneliti berusaha memperbaiki dengan memberi motivasi kepada siswa tentang pentingnya belajar kelompok demi keberhasilan mereka semua. Dengan belajar kelompok mereka yang tidak mengerti bisa minta bantuan anggota kelompok yang lain untuk menerangkan. Disamping itu belajar dengan bermain akan mengurangi ketegangan sehingga diharapkan materi akan bisa diterima dan dipahami dengan mudah.

Hasil Belajar Siswa Pada Pembelajaran Dengan Menggunakan Media Lembar Simulasi

Hasil proses pembelajaran dengan menggunakan Media Permainan Lembar Simulasi pada siklus I dan II untuk materi Pangkat Rasioanal dan Bentuk Akar dapat dilihat perkembangannya melalui tabel berikit ini.

Page 415: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 408

Tabel 1 Persentase keaktifan siswa dalam permainan

Keaktifan

Siswa

Nilai (%)

A B C D

Siklus 1 10 55 22,5 12,5

Siklus 2 32,5 57,5 10 0

Keterangan:

A : selalu ingin mencoba menyelesaikan masalah dan jawabannya selalu benar B : selalu ingin mencoba menyelesaiakn masalah meskipun terkadang jawabannya

salah C : tekadang memberi tanggapan D : memberi tanggapan jika ditunjuk atau diberi tugas

Tabel 2 Rata-rata Nilai Ulangan Harian dan

Persentase Ketuntasan Belajar Siswa

Penilaian Rata-rata Hasil Belajar Siswa

Ketuntasan Belajar (%)

Tuntas Tidak Tuntas

Siklus 1 71 70 30

Siklus 1 80 90 10

Beberapa hal yang menyebabkan tercapainya standar adalah :

1) Siswa telah memahami konsep materi pangkat rasional dan bentuk akar. 2) Siswa telah mamahami proses pembelajaran dengan media permainan lembar

simulasi. 3) Waktu dan materi serta indikator pencapaian yang sesuai 4) Kesiapan mental siswa untuk mengikuti proses pembelajaran.

Hasil ini menunjukkan bahwa proses pembelajaran dengan menggunakan media sangat efektif (Djamarah, 2006). Media pendidikan sebagai salah satu sumber belajar ikut membantu guru dalam upaya memperkaya wawasan anak didik. Media juga diakui sebagai alat bantu auditif, visual, dan audiovisual. Media Lembar Simulasi merupakan salah satu media yang diharapkan dapat berfungsi dan berperan dalam menunjang proses belajar mengajar sebagaimana diuraikan di atas. Hasil penelitian yang dipaparkan pada tabel 1 dan 2 menunjukkan keefektifan media lembar simulasi.

Sesuai hasil evaluasi dan pengamatan pada proses pembelajaran yang terpapar pada tabel 1 dan 2 nampak adanya peningkatan nilai rata-rata dan persentase siswa yang tuntas belajar. Rata-rata nilai siswa pada siklus 1 adalah 71 dan pada siklus II meningkat menjadi 80, sedangkan ketuntasan belajar siswa pada siklus I adalah 70% dan pada siklus II meningkat menjadi 90%. Untuk

Page 416: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 409

Keaktifan juga mengalami perubahan cukup signifikan yaitu nilai kriteria A dari 10% menjadi 32,5%, nilai B dari 55% menjadi 57,5% nilai C menurun dari 22% menjadi 10% dan yang mendapat D dari 12,5% menjadi 0%. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa siswa mengalami kemajuan belajar terutama dalam pemahaman materi yang ditandai dengan peningkatan prestasi sebagaimana ditunjukkan dari hasil belajar lewat evaluasi ulangan harian. Dari situ dapat dilihat bahwa jumlah siswa yang tuntas belajat mengalami peningkatan.

Berdasarkan siklus 1 ditemukan adanya siswa yang tidak aktif atau kurang aktif disamping juga rata-rata kelas belum sesuai dengan yang diharapkan (71) serta ketuntasan kelas masih dibawah standar (70). Dari temuan-temuan itu untuk siklus berikutnya peneliti berusaha untuk mengadakan perbaikan-perbaikan. Adapun perbaikan itu dari pribadi peneliti sendiri untuk bisa menciptakan suasana yang lebih segar, santai, bersahabat, dengan penuh ketelatenan, keteladanan, dan kesabaran memberikan bimbingan kepada siswa. Dari siswa dipacu untuk berani aktif bahwa dalam proses belajar harus berani mencoba dan tidak takut salah. Semua jawaban akan diberi penghargaan, sehingga muncul keberanian siswa dan aktif dalam permainan dalam proses pembelajaran.

Pada siklus 2 proses pembelajaran berjalan lancar, yang ditunjukkan dengan perolehan hasil belajar yang memuaskan (tabel 1 dan 2). Rata-rata nilai siswa pada siklus 1 adalah 71 berubah menjadi 80, sedangkan ketuntasannya dari 70% menjadi 90%. Dan keaktifan mengalami perubahan cukup signifikan yaitu nilai kriteria A dari 10% menjadi 32,5%, nilai B dari 55% menjadi 57,5% nilai C menurun dari 22% menjadi 10% dan yang mendapat D dari 12,5% menjadi 0%. Hal ini menujukkan bahwa pembelajaran dengan menggunakan media lembar simulasi dapat meningkatkan prestasi belajar siswa kelas X-2 SMA Negeri 1 Kauman. Terlihat pula bahwa respon siswa begitu semangat yang ditunjukkan dengan meningkatnya keaktifan belajar siswa dalam kelas. Dari dua hal yaitu adanya respon positif siswa dan peningkatan prestasi membuktikan bahwa implementasi pembelajaran berhasil dan berjalan lancar sesuai yang diharapkan.

PENUTUP

Hasil penelitian ini disimpulkan bahwa media lembar simulasi dapat dipergunakan sebagai alat peraga untuk mengimplementasikan pembelajaran pangkat rasional dan bentuk akar, media lembar simulasi dapat meningkatkan respon dan daya tarik siswa, dan media lembar simulasi dapat meningkatkan prestasi belajar siswa.

Page 417: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 410

DAFTAR PUSTAKA

Djamarah, Z . 2001. Proses Belajar Mengajar. Jakarta: PT. Bumi Aksara.

…………….. 2006. Strategi Belajar Mengajar, Jakarta: Rineka Cipta.

Hobri, H. 2007. Penelitian Tindakan Kelas : Untuk guru dan Praktisi. Jember: UPTD Balai Pengembangan Pendidikan (BPP) Dinas Pendidikan Kebudayaan Jember.

Kemmis, S dan R Mc Taggart (Editor) 1988. The Action Research Planner, Geelong: Deakin University Press.

Mayer, Dave. 2002.: The Accelerated Learning, Bandung: Kaifa.

Sadiman, Arief S. 2002, Media Pendidikan: Pengertian, Pengembangan dan Pemanfaatannya. PT Raja Grafindo Persada: Jakarta.

Seel, B.B. and Richey, R.C.1994. Instructional Technology: The Definition and Domains of The Field. Washington DC: Association fo School Year, Journal of Educational Communication and Technology.

Wibawa, Basuki. 2003 Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional, Derektorat Jendral Pendidikan Dasar dan Menengah Derektorat Tenega Kependidikan.

Winkel.1996. Psikologi Pengajaran. Jakarta: Gramedia.

Page 418: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 411

PEMBELAJARAN PENGUKURAN PANJANG MENGGUNAKAN PENDEKATAN PMRI DI SEKOLAH

DASAR

Dewi Hamidah Dosen STAIN KEDIRI

e-mail: [email protected]

ABSTRAK Penelitian ini merupakan penelitian desain (design research) yang bertujuan

untuk menghasilkan lintasan belajar.Materi pengukuran panjang yang didesain menggunakan pendekatan PMRI. Penelitian desain terdiri dari 3 tahap, yaitu persiapan percobaan, percobaan desain, dan analisis retrospektif. Pengumpulan data dilakukan melalui observasi, wawancara, dan dokumentasi. Data yang dikumpulkan dianalisis secara deskriptif kualitatif. Subjek penelitiannya adalah siswa kelas 1 SD Negeri 117 Palembang dan seorang guru yang mengajar di kelas tersebut (guru model). Hasil penelitian ini adalah pemahaman siswa terhadap materi pengukuran panjang berkembang dengan baik dari tahap informal menuju tahap formal melalui pembelajaran yang didesain menggunakan pendekatan PMRI dan menghasilkan lintasan belajar siswa. Kata kunci: design research,pengukuran panjang, dan PMRI PENDAHULUAN

Permasalahan yang berkaitan mengenai panjang suatu benda atau jarak dua benda bukanlah hal yang jarang ditemui siswa dalam kehidupan sehari-hari.Secara sadar atau tidak, mereka pasti pernah melakukan pengukuran meskipun belum mendapatkan pengetahuan itu di sekolah.Pada penelitian Wijaya (2008) mengenai pengukuran panjang melalui permainan benthic menunjukkan bahwa sebelum siswa mempelajari pengukuran panjang di sekolah, mereka pernah melakukan pengukuran panjang pada saat bermain benthik. Benthik adalah suatu permainan tradisional yang dimainkan secara berkelompok dimana setiap kelompok akan bergantian untuk memukul tongkat pendek dengan pemukul, kemudian jarak tongkat yang jatuh diukur. Untuk menentukan pemenang dari permainan itu, siswa mengukur menggunakan satuan yang tidak baku seperti jengkal atau langkah. Meskipun demikian berdasarkan data penelitianThird International Mathematics and Science Study (TIMSS) dan National Assessment of Educational Progress(NAEP) bahwa pelajar lebih lemah dalam bidang pengukuran dibandingkan dengan topik matematika lainnya (Thompson & Preston, 2004). Hal ini disebabkan karena cara pengajaran yang langsung pada keterampilan mengukur menggunakan alat pengukur yang baku dibandingkan dengan mengkaitkannya di kehidupan nyata.

NCTM menyatakan bahwa siswa dibimbing secara aktif membangun pengetahuan baru berdasarkan pengalaman dan pengetahuan sebelumnya (van de Walle, 2008). Seperti pada pengalaman siswa saat bermain kelereng, aturan dalam permainan tersebut penentuan siapa yang berhak bermain terlebih dulu biasanya dengan mengukur jarak kelereng para pemainnya ke garis tertentu yang telah

Page 419: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 412

dibuat dan telah disepakati pada awal permainan.Pemain yang kelerengnya paling dekat dengan garis, maka dialah yang berhak bermain lebih dulu.Dengan mengawali pembelajaran melalui hal-hal yang pernah dialami siswa, diharapkan dapat membantu siswa dalam membangun konsep matematika secara benar dan bermakna (meaningful). Hal ini juga sejalan dengan kurikulum yang berlaku di Indonesia yaitu mengharapkan pembelajaran matematika dimulai dengan pengenalan masalah kontekstual dan dibimbing untuk menguasai konsep matematika (Depdiknas, 2006).

Berdasar pada hal-hal tersebut diatas, maka salah satu cara untuk mengajarkan konsep pengukuran adalah dengan menggunakan pendekatan Pendidikan Matematika RealistikIndonesia (PMRI). PMRI adalah suatu pendekatan pembelajaran matematika yangberasal dari Belanda awal tahun 70-an yang oleh Institut Freudenthal dengan namaRealistic MathematicsEducation (RME) (Zulkardi, 2005). Dua pandangan penting dari Freudenthal adalah matematika seharusnya dekat dengan siswa dan berkaitan dengan kehidupan siswa sehari-hari dan matematika sebagai aktivitas manusia sehingga siswa seharusnya diberikan kesempatan untuk melakukan aktivitas pembelajaran di setiap topik dalam matematika (Zulkardi, 2010). Oleh karena itu, sebaiknya dalam pembelajaran matematika dilaksanakan seperti proses penemuan terbimbing (reinvention) sehinggga siswa mendapatkan pengalaman menemukan kembali konsep matematika dengan prosesyang sama seperti proses konsep matematika tersebut ditemukan. Meskipun pembelajaran PMRIdiadaptasi dari pembelajaran RME, namun PMRI dikembangkan menyesuaikan dengan konteks budaya lokal dan kondisi yang terjadi di Indonesia (Sembiring, 2010).

Pada pembelajaran pengukuran panjang di SD, sangat memungkinkan untuk menggunakan model fisik dari satuan ukuran panjang.Pada awal pembelajaran, model satuan yang paling mudah dimengerti adalah benda-benda yang familiar bagi siswa sebagai satuan tak baku. Penggunaan satuan tak bakusebelum menggunakan satuan bakupada kegiatan pengukuran akan sangat menguntungkan. Penting juga untuk memintasiswa menaksir pengukuran sebelum mengukur menggunakan baik satuan tidakbaku maupun satuan baku (van de Walle, 2008). Penelitian pengukuran panjang ini dilakukan di kelas 1 Sekolah Dasar.Peneliti mendesain pembelajaran pengukuran panjang di kelas 1menggunakan pendekatan PMRI dengan benda-benda yang dimiliki siswa sebagai media pada awal perkenalan satuan tak baku.

Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana pemahaman siswa terhadap materi pengukuran panjangmelalui HLTyang didesain di Sekolah Dasar?

2. Bagaimana lintasan belajar siswa dalam pembelajaran pengukuran panjang menggunakan pendekatan PMRI, yang berkembang dari bentuk informal ke bentuk formal di Sekolah Dasar?

Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mengetahui pemahaman siswa terhadap materi pengukuran panjang melalui HLT yang didesain di Sekolah Dasar.

Page 420: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 413

2. Menghasilkan lintasan pembelajaran pengukuran panjang menggunakan pendekatan PMRI, yang berkembang dari bentuk informal ke bentuk formal di Sekolah Dasar.

METODE Penelitian ini termasuk ke dalam penelitian desain (design research),

yang dilaksanakan pada semester ganjil tahun akademik 2011/2012. Subjek penelitian adalah siswa kelas 1 SD Negeri 117 Palembang dan seorang guru yang mengajar di kelas tersebut (guru model). Dalam penelitian ini, desain yang akan dikembangkan adalah dugaan lintasan belajar atau Hypothetical Learning Trajectory (HLT) yang memuat sederetan aktivitas pembelajaran yang berkaitan dengan pengukuran panjang di Sekolah Dasar. Proses pendesainan dan pengembangan dalam penelitian desain meliputi tiga tahap, yaitu persiapan percobaan (preparing for the experiment), percobaan mengajar (teaching experiment), dan analisis retrospektif (retrospective analysis) (Gravemeijer & Cobb, 2006). 1. Persiapan Percobaan (Preparing for the Experiment)

Pada tahap ini, peneliti mendesain HLT yang akan dielaborasi ketika melaksanakan percobaan. Sebelum mendesain, peneliti menentukan tujuan pembelajaran atau tujuan yang ingin dicapai sertatitik awal pembelajaran dilanjutkan dengan mendiskusikannya dengan guru.

2. Percobaan Desain (Design Experiment) Tahap percobaan mengajar merupakan tahap dimana HLT diimplementasikan. Tujuannya adalah untuk mengeksplorasi strategi dan pemikiran siswadalam pembelajaran yang sebenarnya sebagai data yang akan digunakan untuk menjawab pertanyaan penelitian. Pada tahap ini, peneliti tidak berperan sebagai guru, melainkan observer yang mengamati dan mengumpulkan berbagai sumber data.

3. Analisis Retrospektif (Retrospective Analysis) Pada tahap ini, peneliti menganalisis seluruh data yang diperoleh tahap percobaan mengajar. Analisis bertujuan untuk menginvestigasi dan menjelaskan bagaimana siswa dapat men-generalisasi dari aktivitas-aktivitas menggunakan benda-benda yang dimiliki sebagai satuan tak baku menuju pemahaman tentang pengukuran panjang. Hasil analisis data dapat digunakan untuk mengembangkan desain berikutnya.

Teknik pengumpulan data pada penelitian desain ini adalah observasi, wawancara, dan dokumentasi. Teknik analisis data dalam penelitian dilakukan secara deskriptif kualitatif. Analisis hasil observasi, hasil wawancara, dan dilakukan dengan membandingkan data-data yang dikumpulkan dengan HLT yang telah didesain. Yang dimaksud dengan membandingkan disini adalah bagaimana dan mengapa desain HLT yang diterapkan pada percobaan mengajar bekerja atau tidak bekerja. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Persiapan Percobaan (Preparing for the Experiment)

Berdasarkan kurikulum KTSP 2006, adapun Standar Kompetensi untuk materi ini adalah menggunakan pengukuran waktu dan panjang yang dijabarkan

Page 421: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 414

dalam 2 Kompetensi Dasar yaitu : 1.) mengenal panjang suatu benda melalui kalimat sehari-hari (panjang, pendek) dan membandingkannya, dan 2.) menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan panjang.Dalam hal ini peneliti berusaha merancang sebuah pembelajaran yang sesuai dengan pendekatan PMRI agar siswa lebih mudah memahami materi yang diajarkan. Mengacu pada karakteristik PMRI, dalam proses kegiatan pembelajaran harus terjadi interaktivitas berupa negosiasi eksplisit, intervensi, argumentasi, dan kooperasi antar siswa sehingga dalam hal ini siswa dibagi menjadi beberapa kelompok.

Selanjutnya, guru meminta siswa mengeluarkan alat tulisnya sebagai kegiatan awal untuk membandingkan panjang dua benda.Pada aktivitas ini diharapkan antar siswa terjadi diskusi dan muncul argumentasi saat membandingkan panjang pensil yang mereka miliki.Kemudian siswa juga ditanya tentang jarak rumah mereka ke sekolah untuk mengetahui apakah siswa mampu memperkirakan makna jauh dan dekat. Pada pertemuan kedua, siswa dibagikan korek api sebagai salah satu macam alat ukur satuan tak baku. Kemudian siswa diminta mengukur benda-benda yang mereka miliki seperti buku tulis, buku cetak, kotak pensil, dsb menggunakan korek api tanpa mengajarkan bagaimana cara mengukur yang benar dan sisi yang mana yang akan diukur. Dalam hal ini, konjektur pemikiran siswa yaitu siswa akan menggunakan metode cara mengukur yang berbeda. Mungkin saja ada yang memindahkan korek api (atas-bawah atau kanan-kiri), atau memutar ujungnya. Begitu juga dengan teknik mengukur dengan satuan tak baku lainnya seperti jengkal dan depa. Hal ini memungkinkan seluruh siswa memiliki berbagai macam versi cara mengukur benda. Selain mengukur panjang benda-benda, siswa juga diminta mengukur jarak misalnya jarak pintu kelas ke meja guru atau jarak papan tulis ke bangku seorang siswa. Melalui kegiatan ini, diharapkan siswa mampu menemukan sendiri (reinvention) cara yang tepat dalam mengukur panjang suatu benda atau jarak dua benda. 2. Percobaan Desain (Design Experiment)

Pada tahap ini, desain pembelajaran pengukuran panjang menggunakan buku, pensil, pulpen, korek apisebagai media satuan tak bakudiimplementasikan di kelas 1 SD Negeri 117 Palembang selama 2 x 2 x 30 menit. Sebelum memasuki kelas, peneliti berdiskusi bersama guru model, Ibu Yusnizar, S.Pd., mengenai skenario pembelajaran atau bagaimana pembelajaran yang akan dilaksanakan. Pada pembelajaran ini, siswa dibagi menjadi beberapa kelompok.Pertama, siswa diberikan lembar kerja (LKS) untuk diselesaikan secara berkelompok (Gambar 1.). Kemudian setelah kurang lebih 15 menit, siswa diminta mendiskusikan dan mempresentasikan jawabannya di depan kelas. Kelompok pertama yang maju ke depan kelas adalah Daffa dan Farzan, mereka membaca hasil kerjanya lalu dilanjutkan kelompok Garin dan Dwi dan beberapa kelompok lainnya. Setelah itu, guru bertanya satu per satu pertanyaan-pertanyaan yang terdapat dalam LKS kepada seluruh siswa. Bagi kelompok siswa yang memiliki jawaban berbeda dari jawaban siswa lain pada umumnya, diminta maju ke depan kelas untuk menjelaskan alasannya. Untuk nomor 1, 2, 3 tidak terdapat masalah dan semua siswa menjawab dengan benar.Namun untuk nomor 4, ada 3 kelompok yang memiliki jawaban berbeda untuk pertanyaan "Siapakah yang lebih rendah, Tom atau Jerry?"Ketiga kelompok tersebut menjawab Tom (jawaban yang benar adalah Jerry). Mereka diminta maju ke depan kelas, dan guru bertanya satu per satu pada tiap kelompok itu. Kelompok pertama yaitu Fadlan dan Zhafit, saat guru bertanya

Page 422: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 415

yang mana Tom dan yang mana Jerry, ternyata mereka tidak salah menjawab karena yang mereka maksud Tom itu adalah Jerry. Untuk dua kelompok yang lain, nampaknya mereka masih agak bingung dengan kata "rendah", karena saat ditanya mana yang lebih rendah, mereka menjawab Tom, lalu guru bertanya kembali, "Terus, yang lebih tinggi yang mana, nak?", dan mereka pun juga menjawab Tom. Ketika ditanya yang lebih pendek, mereka menjawab Jerry.

Gambar 1.Aktivitas siswa di kelas saat mengerjakan LKS secara berkelompok

Selanjutnya, pertanyaan yang juga memungkinkan memiliki variasi jawaban yaitu “bangku siapa yang paling dekat dengan pintu?”.Semua siswa menjawab Febrian, namun guru menjelaskan apabila mereka menjawab Nayla juga benar karena Nayla sebangku dengan Febrian. Dan pertanyaan kedua terakhir adalah “Siapa yang duduknya paling jauh dari meja guru?”.Ada empat versi jawaban untuk pertanyaan ini yaitu Daffa, Rafli, Rangga dan Naufan. Guru membenarkan semua jawaban karena pertanyaan ini merupakan bentuk pertanyaan open ended yang setiap siswa boleh memiliki jawaban yang berbeda dari yang lain. Diharapkan pada pertemuan selanjutnya siswa dapat membuktikan kebenarannya secara matematis dengan mengukur jaraknya menggunakan satuan tak baku.

Sebelum mengakhiri pembelajaran hari ini, guru menunjukkan jengkalnya kepada siswa sebagai langkah pengenalan salah satu satuan tak baku untuk materi pada pertemuan berikutnya. Kemudian guru meminta siswa menempelkan jengkal mereka di atas meja lalu mengukur panjang meja menggunakan jengkal (Gambar. 2). Disini guru tidak menjelaskan bagaimana cara yang tepat menggunakan jengkal sebagai alat pengukuran satuan tak baku. Siswa dibiarkan menggunakan caranya sendiri dengan tujuan hal ini sebagai bahan diskusi pada pertemuan selanjutnya.

Page 423: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 416

Gambar 2.Siswa dipekenalkan satuan tak baku jengkal dan depa

Pada pertemuan kedua, guru membagikan korek api kepada siswa sebagai

salah satu pilihan alat ukur satuan tak baku. Tampak beberapa kelompok sedikit kebingungan bagaimana cara mengukur buku, tinggi teman, dan panjang papan tulis. Sebagian besar siswa bertanya mengenai hal tersebut. “Bu, cak mano ni ngukurnyo?”, tanya salah seorang siswa menggunakan bahasa Palembang yang berarti “Bu, bagaimana cara mengukur ini?”. “Ya, kamu mengukur tinggi badan teman kamu, boleh pakai apa saja, nak”, jawab guru. Kebanyakan siswa tetap menggunakan korek api untuk mengukur panjang/tinggi benda-benda yang diminta. Kemudian guru mengingatkan kepada siswa tentang satuan-satuan tak baku yang dapat digunakan, yang sudah dijelaskan pada akhir pertemuan sebelumnya. Setelah penjelasan tersebut mereka mulai menggunakan depa untuk mengukur papan tulis dan menggunakan langkah untuk mengukur jarak dari pintu ke meja guru (Gambar 3.). Juga terlihat ada beberapa kelompok yang telah menulis jawaban tanpa mengukurnya, saat ditanyai, “Udah maju ke depan nak mengukur papan tulisnya?”, dia hanya menggelengkan kepalanya yang berarti dia belum maju ke depan untuk mengukur panjang papan tulis secara langsung.

Page 424: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 417

Gambar 3.Aktivitas siswa mengukur secara langsung menggunakan satuan tak baku

Setelah sekitar 15 menit berlangsung, guru meminta siswa maju ke depan untuk menjawab pertanyaan dan mendemonstrasikan cara mengukurnya. Kelompok pertama yang maju adalah Dwi dan Garin, mereka mengukur tinggi badan secara bergantian menggunakan buku tulis. Hasilnya sama yaitu lima buku untuk tinggi badan Dwi dan juga Garlin (Gambar 4.). Selanjutnya kelompok Nur Atira dan Ega, masih mengukur tinggi badan teman, namun kali ini mereka menggunakan korek api sebagai alat ukurnya. Ega mengukur tinggi Nur Atira diperoleh tingginya 29 korek api. Dilanjutkan kelompok Daffa dan Fadel yang akan mengukur jarak dari pintu ke meja guru menggunakan langkah. Daffa memperoleh jaraknya sebanyak 9 langkah sedangkan Fadel 10 langkah.Lalu guru menjelaskan hal ini karena langkah Daffa lebih panjang daripada langkah Fadel.Yang terakhir adalah kelompok Viola dan Nadhira, juga mengukur tinggi badan menggunakan jengkal. Di akhir pelajaran guru membuat kesimpulan bahwa kita dapat mengukur benda-benda menggunakan (sambil bertanya kepada siswa) buku tulis, korek api, pensil, depa, jengkal, kotak pensil, dan sebagainya. Guru juga meminta siswa mencobanya kembali di rumah mereka.

Page 425: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 418

Gambar 4.Dwi dan Garin secara bergantian mengukur tinggi badan mereka menggunakan buku tulis

3. Analisis Retrospektif (Retrospective Analysis)

Selama proses pembelajaran berlangsung, seluruh siswa terlihat bersemangat mengikuti pelajaran matematika dan aktif dalam menyelesaikan LKS. Pada LKS I dari 8 nomor yang diberikan, sebagian besar kelompok telah menjawabnya dengan benar. Terdapat beberapa hal yang cukup menarik untuk dibahas dari jawaban siswa, yaitu : 1. Terdapat satu kelompok yang menjawab soal nomor 1 sampai 5 menggunakan

kata “tinggi” pada setiap jawabnnya. Ini mungkin diawali pertanyaan nomor 1 dan 2 yang menanyakan “siapa yang lebih tinggi?” dan “pohon apa yang lebih tinggi?” sehingga jawaban kelompok tersebut “tinggi petrik” dan “tinggi kelapa”. Hal ini menyebabkan ketika menjawab pertanyaan selanjutnya mereka menggunakan kata “tinggi” diawal kalimat dari jawabannya. Seperti yang terlihat pada Gambar 5.

2. Pertanyaan nomor 4 yaitu “siapa yang lebih rendah, Tom atau Jerry?”. Disini ada kelompok yang belum familiar dengan tokoh kartun pada soal atau tidak mengetahui secara pasti yang mana Tom dan Jerry. Walaupun pada dasarnya mereka sudah mengerti maksud pertanyaan dan jawabannya namun karena interpretasi yang salah menyebabkan jawaban siswa akhirnya salah. Dalam hal ini perlu pengenalan kembali tokoh-tokoh yang dilibatkan dalam soal agar tidak terjadi salah penafsiran bagi siswa.

Page 426: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 419

Gambar 5.Hasil kerja siswa yang selalu menggunakan kata “tinggi” pada setiap jawabannya

3. Pertanyaan selanjutnya nomor 5 yaitu “rumah siapa yang paling dekat dengan

sekolah?”. Terdapat kelompok yang menjawab rumahnya sendiri (Mufidah). Sepertinya siswa tersebut masih belum begitu paham bahwa yang dimaksud soal adalah rumah yang terdapat pada gambar di LKS.

4. Untuk 2 dari 3 pertanyaan terakhir merupakan pertanyaan open ended yang menanyakan “bangku siapa yang letaknya paling dekat dengan pintu kelas?” (nomor 6) dan “siapa yang duduknya paling jauh dari meja guru?” (nomor 7). Jawaban pertanyaan nomor 6 cukup seragam, mereka menjawab Febrian namun guru menjelaskan bahwa apabila mereka menjawab Nayla juga boleh karena Nayla duduk sebangku dengan Febrian. Sedangkan jawaban nomor 6 terdapat 4 versi jawaban yaitu : Naufan, Daffa, Rafli, dan Rangga. Guru membenarkan semua jawaban karena 4 siswa tesebut duduk di baris paling belakang. (Lebih jelasnya dapat dilihat di Gambar 6).

Page 427: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 420

Gambar 6.Denah kelas dan letak bangku beberapa siswa

Tidak kalah menariknya dari LKS I, pertanyaan - pertanyaan pada LKS II dirancang agar siswa memiliki jawaban yang berbeda-beda di tiap kelompok supaya mereka dapat membandingkan hasil yang mereka peroleh dengan hasil pada kelompok lain dan terjadi diskusi antar kelompok. Namun yang tampak adalah siswa masih kesulitan dalam menentukan alat ukur yang akan digunakan. Mereka sangat terpaku dengan korek api yang dibagikan untuk mengukur semua benda yang disebutkan dalam soal. Ada juga kelompok yang hanya mengisi LKSnya asal-asalan (hanya dengan mengada-ada) tanpa mengukur bendanya. Saat ditanya pada salah satu kelompok kenapa mereka tidak maju ke depan kelas untuk mengukur papan tulis secara langsung, siswa tersebut hanya menggelengkan kepala karena malu untuk maju ke depan kelas. Padahal adanya LKS ini sangat diharapkan keaktifan siswa untuk mengukur benda-benda tersebut secara langsung agar mereka terlibat langsung dalam proses mathematization. Pada pertemuan ini, tampak pada kelompok-kelompok yang maju, tampil dengan berani mendemonstrasikan cara mereka mengukur tinggi badan teman, jarak pintu ke meja guru dan panjang papan tulis. Yang menarik dari aktivitas siswa pada pertemuan kedua ini adalah berbagai macam cara siswa menggunakan jengkal, depa, dan langkah untuk mengukur panjang benda yang dapat dilihat pada Gambar 7.

Page 428: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 421

Gambar 7. Tiga variasi cara siswa mengukur papan tulis menggunakan jengkal

PENUTUP 1. Pemahaman siswa terhadap pengukuran panjang berkembang dengan baik dari

tahap informal menuju tahap formal melalui pembelajaran yang telah didesain menggunakan pendekatan PMRI. Beberapa siswa masih ada yang belum mengerti cara mengukur panjang dengan satuantak baku dikarenakan kurangnya perhatian siswa ketika pembelajaran berlangsung. Selain itu, ada juga siswa yang pemalu sehingga ketika menyelesaikan LKS secara berkelompok siswa tersebut cenderung diam.

2. Lintasan pembelajaran pengukuran panjang menggunakan pendekatan PMRI dimulai dari aktivitas menyebutkan benda-benda yang dimiliki yang kemudian digunakan sebagai media satuan tak baku, mengukur benda-benda yang ada di kelas, mengukur tinggi teman, panjang papan tulis, dan mencari jarak bangku terjauh dari pintu kelas.

3. Berikut lintasan belajar yang berupaicebergyang dihasilkan pada pembelajaran pengukuran panjang.

Page 429: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 422

Gambar 8.Iceberg pembelajaran pengukuran panjang

SARAN Selama proses pembelajaran berlangsung, tidak dipungkiri masih terdapat banyak kekurangan yang harus dibenahi. Ada beberapa hal yang sebaiknya ditingkatkan dalam pembelajaran selanjutnya, antara lain : 1. Saat siswa maju ke depan sebaiknya tidak hanya membaca jawaban saja

(pada pertemuan I) tetapi juga harus memberikan alasan mengapa mereka memilih jawaban tersebut. Namun hal ini sudah tidak terjadi pada pertemuan kedua karena para siswa secara langsung mengukur panjang atau jarak benda-benda yang diminta.

2. Masih kurang adanya interaktif antar kelompok, dalam hal ini adalah ketika ada kelompok yang sedang maju di depan kelas, kelompok lain tidak terlalu memperhatikan temannya yang sedang presentasi. Diharapkan dengan membiasakan siswa belajar secara berkelompok mampu membuat siswa lebih respect ketika ada teman atau guru yang sedang berbicara di depan kelas.

Page 430: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 423

DAFTAR RUJUKAN Depdiknas. (2006). Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Standar Kompetensi

SMP dan MTs. Jakarta: Depdiknas.

Gravemeijer, K and Cobb, P. (2006).Design Research from a Learning Design Perspective. In Jan van den Akker, et.al. Educational Design Research. London: Routledge.

Sembiring, R K. (2010). Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI): Perkembangan dan Tantangannya. IndonesianMathematical Society Journal on Mathematics Education (IndoMS-JME). 1(1), 11-16.

Thompson, T. D., & Preston, R. V. (2004). Measurement in the middle grades: Insight from NAEP and TIMSS.Mathematics Teaching in the Middle School, 9, 514-519.

Wijaya, A. (2009, April 2008). Manfaat Permainan Tradisional untuk PMRI: SuatuKajian. Seminar dan Workshop PMRI di Universitas Sanata Dharma.

Zulkardi. (2005). Pendidikan Matematika di Indonesia: Beberapa Permasalahan dan Upaya Penyalesaiannya. Pidato disampaikan dalam sebagai guru besar tetap pada FKIP UNSRI, Palembang.

Zulkardi. (2010). How to Design Mathematics Lessons based on the Realistic Approach?Diakses dari http://eprints.unsri.ac.id/692/1/rme.htmltanggal 12 September 2012.

Page 431: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 424

PERAN COUNTEREXAMPLE DAN SCAFFOLDINGPADA KONFLIK KOGNITIF

MATEMATIKA

Sutopo Dosen IAIN Tulungagung

ABSTRAK

Berdasarkan hasil study dilapangan counterexample penting untuk menciptakan konflik kognitif yang dapat mendukung perkembangan pengetahuan tertentu pada siswa. Konflikkognitifdidefinisikan sebagaikonflikantara strukturkognitif (yaitu, struktur terorganisir pengetahuan dalam otak) dengan lingkungan (misalnya, sebuah percobaan, demonstrasi, pendapat teman sebaya, buku, atau yang lainnya), atau konflik antara konsepsi dalam struktur kognitif. Teknik scaffolding digunakan untuk mencapai kompetensi yang sulit dan menantang dan salah satunya cocok digunakan pada pembelajaran berbasis konflik kognitif.

Kata kunci : Counterexample, Scaffolding, konflik kognitif PENDAHULUAN

Matematika merupakan ilmu pengetahuan yang bersifat universal yang dapat dimanfaatkan sebagai dasar bagi perkembangan disiplin ilmu pengetahuan dan teknologi modern serta mempunyai peran penting dalam perkembangan kemampuan berpikir manusia. Demikian juga kemajuan di bidang teknologi informasi dan komunikasi dewasa ini banyak dilandasi oleh perkembangan matematika seperti halnya geometri, teori bilangan, aljabar, analisis, teori peluang, dan matematika diskrit. Oleh karena itu, dalam penguasaan dan pemanfaatan teknologi di masa depan tentu harus didukung adanya pemahaman dan penguasaan konsep matematika melalui pengembangan potensi yang dimiliki siswa melalui belajar di sekolah.

Agar potensi siswa dapat dikembangkan secara optimal berdasarkan perkembangan aspek kognitif, menurut Ebbutt dan Straker (dalam Depdiknas, 2003:4) asumsi tentang karakteristik siswa dan implikasinya terhadap pembelajaran matematika diberikan sebagai berikut:

Siswa akan mempelajari matematika jika mereka mempunyai motivasi dan implikasi pandangan ini bagi guru adalah: (1) menyediakan kegiatan yang menyenangkan, (2) memperhatikan keinginan siswa. (3) membangun pengertian melalui apa yang diketahui oleh siswa, (4) menciptakan suasana kelas yang mendukung kegiatan belajar, (5) memberikan kegiatan belajar yang sesuai dengan tujuan pembelajaran, (6) memberikan kegiatan yang menantang, (7) memberikan kegiatan yang memberikan harapan keberhasilan, dan (8) menghargai setiap pencapaian siswa.

Selama dekade terakhir perubahan konseptual telah menjadi salah satu

domain yang paling penting dalam penelitian ilmu pendidikan. Model perubahan konseptual yang disarankan oleh Posner, Strike, Hewson, dan Gertzog dapat menjadi teori yang paling berpengaruh dari perubahan konseptual yang terus secara luas dikutip dan telah menjadi sebagai kerangka teoritis untuk berbagai

Page 432: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 425

penelitian. Model ini menggambarkan pembelajaran sebagai interaksi antara konsep-konsep baru dan yang sudah ada dan menyarankan empat kondisi (ketidakpuasan, kejelasan, masuk akal, dan keyakinan) yang diperlukan untuk perubahan konseptual.Perubahan konseptual yang diperlukan dalam mempelajari konsep matematika tidak terlepas dari scaffolding dan konflik kognitif.

Pada situasi belajar, konflik kognitif dapat mengambil banyak bentuk, misalnya muncul secara alami ketika seseorang menebak atau hipotesis terbukti salah setelah hasil suatu demonstrasiatau mungkin diprovokasi oleh guru serta siswa lain yang menyatakan pendapat sebaliknya. Konflikkognitifdidefinisikan sebagaikonflikantara strukturkognitif(yaitu, strukturterorganisirpengetahuan dalamotak) dengan lingkungan(misalnya, sebuah percobaan, demonstrasi, pendapat teman sebaya, buku, atau yang lainnya),ataukonflik antarakonsepsidalam strukturkognitif. Jika seorang anakakhirnya menjadisadar akanfakta bahwadiamemegangdua pandanganyang bertentangan tentangsituasidan tidak mungkin benar, langkah inidisebut sebagaikonflikkognitif ataudisekuilibrium (Lee, 2003:14).Pendapat lain dikemukakan Moody, bahwa konflik kognitif merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan ketegangan yang diciptakan ketika bukti baru diakui oleh siswa dan bertentangan dengan pengetahuan sebelumnya. Adapun reaksi emosional yang dimunculkan siswa pada situasi konflik kognitif misalnya ragu, bingung, mengalami ketidakpastian, cemas, tegang dan selalu melihat kebelakang (Limon, 2001:357-380).

Pada situasi pemecahan masalah, siswa biasanya dihadapkan kepada tantangan-tantangan dan sering mereka berhadapan dengan kebuntuan. Dengan menghadirkan suatu konflik kognitif dengan secara sengaja merupakan suatu upaya untuk membiasakan siswa dan memberi pengalaman bagaimana menghadapi suatu situasi yang tidak dikehendaki, memberi tantangan dan kesempatan kepada siswa untuk memantapkan pengetahuan dan ketrampilan matematika yang dimilikinya (Stylianides, 2008).

Hasil penelitian Lee&Byen (2011) menunjukkan bahwa konflik kognitif memulai langkah pertama dalam proses perubahan konseptual. Kecemasan merupakan komponen penting dari konflik kognitif, serta mempengaruhi hubungan antara konflik kognitif dan respon siswa. Hal yang lain dari temuan penelitian ini bahwa konflik kognitif memiliki fitur afektif dan kognitif, serta fitur konflik kognitif mempengaruhi respon siswa terhadap situasi anomali, respon yang terjadi sebagai akibat dari pengambilan keputusan atau upaya untuk menyelesaikan konflik. Selain itu, kecemasan merupakan komponen penting dari konflik kognitif untuk meningkatkan pengaruhnya terhadap perubahan konseptual.Penelitian lain dilakukan Kabaca (2011) yang meneliti miskonsepsi, konflik kognitif dan perubahan konseptual dalam geometri. Hasil yang didapatkan dalam penelitian ini menunjukkan bahwa konflik kognitif yang dimunculkan melalui pengajaran dengan bantuan software matematika memerlukan pengetahuan sebelumnya dari subjek penelitian. Sehingga dalam penelitian yang akan dilakukan, pengetahuan awal atau pengetahuan sebelumnya yang dimiliki siswa dirasa penting untuk diteliti dalam mendapatkan profil konflik kognitif siswa.

Page 433: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 426

Scaffolding Scaffolding berarti memberikan kepada seorang anak sejumlah besar bantuan selama tahap-tahap awal pembelajaran dan kemudian mengurangi bantuan tersebut dan memberikan kesempatan kepada anak tersebut mengambil alih tanggung jawab yang semakin besar segera setelah mampu mengerjakan sendiri. Bantuan yang diberikan guru dapat berupa petunjuk, peringatan, dorongan, menguraikan masalah ke dalam bentuk lain yang memungkinkan siswa dapat mandiri. Vygotsky (1978:65) mengemukakan tiga kategori pencapaian siswa dalam upayanya memecahkan permasalahan, yaitu (1) siswa mencapai keberhasilan dengan baik, (2) siswa mencapai keberhasilan dengan bantuan, (3) siswa gagal meraih keberhasilan. Scaffolding berarti upaya guru untuk membimbing siswa dalam upayanya mencapai suatu keberhasilan.

Dorongan guru sangatdibutuhkan agar pencapaian siswa ke jenjang yang lebih tinggi menjadi optimum. Gagasan „scaffolding‟ memiliki kegunaan untuk mencerminkan cara dukungan orang dewasa yang disesuaikan dengan belajar anak dan akhirnya dihapus ketika pelajar dapat berdiri sendiri.

Anghileri; mengidentifikasi enam elemen kunci metafora scaffoldingyang dapat membantu mengeksplorasi interaksi pada pembelajaran siswa: 1. Perekrutan, perhatian siswa dan ketaatan terhadap persyaratan tugas; 2. Pengurangan derajat kebebasan, menyederhanakan tugas sehingga umpan

balik diatur ke suatu level yang dapat digunakan untuk koreksi; 3. Pemeliharaan arah, (dorongan verbal dan korektor) menjaga pembelajar dalam

mengejar tujuan tertentu; 4. Menandai fitur penting, (konfirmasi dan memeriksa) menekankan beberapa

perbedaan dan menafsirkan; 5. Mengontrol frustrasi - merespon keadaan emosi pelajar/siswa; 6. Demonstrasi - atau solusi pemodelan untuk tugas.

Sedangkan Tharpe dan Gallimore; menggunakan istilah „bantuan belajar‟ untuk mengembangkanklasifikasi interaksi orang dewasa danmengidentifikasi enam strategi yang saling berhubungan: pemodelan, menawarkan perilaku untuk meniru/imitasi; manajemen kemungkinan, penghargaan dan hukuman diatur mengikuti pada

perilaku; balikan, informasi yang dihasilkan dari pengalaman; menginstruksikan, menyerukan tindakan tertentu; mempertanyakan, menyerukan respon linguistik; struktur kognitif, memberikan penjelasan dan struktur kepercayaan yang

mengatur dan membenarkan.

Counterexample Dalam Konflik Kognitif Tantangan umum yang dihadapi oleh pendekatan konflik kognitif untuk mengajar matematika adalah bahwa siswa sering memiliki 'pemahaman bertentangan' (dari sudut pandang matematika) tanpa merasa perlu intelektual untuk mengatasi inkonsistensi dalam pemahaman mereka (Zazkis & Chernoff, 2008). Dengan kata lain, ketika pengajaran melibatkan para siswa dalam situasi matematika di mana beberapa pemahaman yang sudah ada tentang ide atau topik tidak tahan lama, siswa sering tidak melihat pentingnya (atau kebutuhan) untuk terlibat dalam proses memodifikasi pemahaman mereka untuk menyelesaikan

Page 434: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 427

kontradiksi dan mereka cenderung memperlakukan kontradiksi sebagai pengecualian. Situasi matematika seperti memberikan kesempatan untuk potensi konflik, yang mungkin atau mungkin tidak berkembang menjadi konflik kognitif bagi siswa. Dengan cara apa pengajaran mengubah potensi konflik yang direkayasa oleh pengajaran menjadi konflik kognitif bagi siswa yang terlibat dengan tugas-tugas yang terdiri dari urutan pengajaranonal?

Sebuah cara untuk mengatasi masalah ini adalah dengan strategis memasukkan ke dalam urutan koleksi instruksional tandingan yang penting (Zazkis & Chernoff, 2008). Menurut Zazkis dan Chernoff, counterexample adalah penting bagi siswa jika itu menciptakan titik balik dalam persepsi kognitif siswa, yaitu, jika itu menciptakan disonansi dalam pemahaman benar atau tidak lengkap siswa dari suatu topik atau ide tertentu atau, di lain kata-kata, jika itu membantu mengembangkan potensi konflik menjadi konflik kognitif bagi siswa. Meskipun counterexample adalah sebuah konsep matematika, sebuah counterexample penting adalah konsep pedagogis (Zaslavsky 2005). Oleh karena itu, tidak seperti counterexample yang dapat ditentukan secara universal, -balik penting hanya dapat diantisipasi dan diakui sebagai demikian hanya setelah pelaksanaan urutan instruksional dimana ia berasal.

Perbedaan antara gagasan matematika counterexample dan gagasan pedagogis counterexample penting menawarkan alat teoritis berguna untuk menjelaskan mengapa beberapa counterexample yang disajikan kepada siswa dengan maksud untuk menciptakan konflik kognitif diberhentikan oleh siswa dan diperlakukan sebagai pengecualian. Namun, perbedaan itu sendiri tidak memberikan titik terang pada kondisi di mana counterexample memiliki potensi yang baik untuk menjadi penting bagi siswa. Memahami kondisi ini memiliki implikasi untuk desain urutan instruksional yang bertujuan untuk menggunakan counterexample penting untuk menciptakan konflik kognitif yang dapat mendukung perkembangan pengetahuan tertentu pada siswa.

Konflik Kognitif Menurut Kwon&Lee (2003), konflik kognitif didefinisikan sebagai konflik

antara struktur kognitif (yaitu, struktur terorganisir pengetahuan dala motak) dengan lingkungan (misalnya, sebuah percobaan, demonstrasi, pendapat teman sebaya, buku, atau yang lainnya) ,atau konflik antara konsepsi dalam struktur kognitif. Jika seorang anak akhirnya menjadi sadar akan fakta bahwa dia memegang dua pandangan yang bertentangan tentang situasi dan tidak mungkin benar, langkah ini disebut sebagai konflik kognitif atau disekuilibrium. Pendapat lain dikemukakan Moody (2008), bahwa konflik kognitif merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan ketegangan yang diciptakan ketika bukti baru diakui oleh siswa dan bertentangan dengan pengetahuan sebelumnya. Adapun reaksi emosional yang dimunculkan siswa pada situasi konflik kognitif misalnya ragu, bingung, mengalami ketidakpastian, cemas, egamg dan selalu melihat kebelakang (Lee&Kwon ,2003; Limon,2003).

Menurut Lee&Kwon (2003), konflik kognitif dikembangkan untuk menjelaskan ketika seorang siswa dihadapkan dengan situasi anomali yang tidak sesuai dengannya atau prekonsepsinya dalam pembelajaran. Data anomali memainkan peran penting dalam pembelajaran ilmu pengetahuan dan telah digunakan secara luas dalam pengajaran untuk mempromosikan perubahan

Page 435: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 428

konseptual (Lin, 2007).Tujuan utama dari pengajaran konflik dalam mengajar matematika adalah untuk membantu siswa merefleksikan pemahaman matematika mereka saat ini, menghadapi kontradiksi yang muncul dalam situasi di mana beberapa pemahaman ini tidak sesuai lagi, dan mengakui pentingnya (kebutuhan) memodifikasi pemahaman ini untuk menyelesaikan permasalahan yang berbeda (Stylianides, 2008). Model inimemiliki tigatahap: tahap awal, tahapkonflik, dantahapresolusi.

Tahapawal adalah tahap sebelum konflik kognitif dan termasuk proses keyakinan/konsepsi yang sudah ada sebelumnya dan menerima situasi anomali sebagai sesuatu yang asli (yaitu, hasil eksperimen yang diperoleholeh seorang guru). Dalam model ini, proses atau tahap konflik kognitif didefinisikan setelah siswa (1) mengakui situasi anomali, (2) mengungkapkan minat atau kecemasan dalam mengatasi konflik kognitif, dan (3) terlibat dalam penilaian kembali kognitif. Misalnya, ketika seorang siswa mengakui bahwa situasinya adalah aneh dengan konsepsinya, dia harus tertarik dan atau cemas tentang situasi ini. Setelah tahap ini atau bersamaan dengan ini, siswa akan menaksir situasi konflik kognitifnya untuk menyelesaikan atau hanya untuk berhenti itu (Lee&Kwon, 2003).

Dalam situasi konflik kognitif, siswa akan memanfaatkan kemampuan kognitifnya dalam upaya mencari justifikasi, konfirmasi atau verifikasi terhadap pendapatnya. Artinya kemampuan kognitifnya memperoleh kesempatan untuk diberdayakan, disegarkan, atau dimantapkan, apalagi jika siswa tersebut masih terus berupaya. Misalnya siswa akan memanfaatkan daya ingatnya, pemahamannya akan konsep-konsep matematika ataupun pengalamannya untuk membuat suatu keputusan yang tepat. Dalam situasi konflik kognitif seperti ini, siswa dapat memperolh kejelasan dari lingkungannya, antara lain dari guru ataupun siswa yang lebih pandai (scaffolding). Dengan kata lain , konflik kognitif yang ada pada diri seseorang yang direspon secara tepat atau positif dapat menyegarkan dan memberdayakan kemampuan kognitif yang dimiliki siswa (Liu, 2010).

Pada situasi pemecahan masalah, siswa biasanya dihadapkan kepada tantangan-tantangan dan sering mereka berhadapan dengan kebuntuan. Dengan menghadirkan suatu konflik kognitif dengan secara sengaja merupakan suatu upaya untuk membiasakan siswa dan memberi pengalaman bagaimana menghadapi suatu situasi yang tidak dikehendaki, memberi tantangan dan kesempatan kepada siswa untuk memantapkan pengetahuan dan ketrampilan matematika yang dimilikinya (Stylianides, 2008).

Kwon& Lee (2003) menyajikantiga jeniskonflik kognitif. Acuan berfikirnya dari ketidakseimbangan kognitif Piaget adalah konflik kognitif antara struktur kognitif dan lingkungan seseorang. Selain itu menggunakan analisis Hashweh, Kwon juga menganggap konflik metakognitif sebagai konflik kognitif lainnya yang merupakan konflik antara schemata kognitif. Konflik kognitif ini akan terangsang ketika seseorang dapat memeriksa/kognisinya sendiri tanpa perlu menghubungi lingkungannya. Bahkan dalam konsep disequilibria yang Piaget tekankan, ada makna yang mirip dengan jenis konflik kognitif; Hashweh membuat konsep yang jelas. Selain kedua jenis konflik kognitif, Kwon menyarankan jenis ketiga konflik kognitif. Konflik semacam ini kognitif dapat terangsang ketika sebuah konsep baru, yang mungkin konsepsi ilmiah baru

Page 436: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 429

dipelajari, tidak kompatibel dengan pengalaman masa lalu individu dan/atau akrab dengan/ konsepsinya lamanya. Kwon menunjukkan tiga jenis konflik kognitif.

Figure 1. Kwon's cognitive conflicts model Bagian atas merupakan struktur kognitif dan bagian bawah merupakan

lingkungan. Untuk instruksi ilmu, struktur kognitif dapat mengganti dengan konsepsi ilmiah. C1 merupakan prakonsepsi siswa atau kesalahpahaman. Dalam situasi kelas sebagian besar mengalami kesalahpahaman. C2 merupakan konsepsi ilmiah yang harus dipelajari. R1 merupakan lingkungan yang dapat juga dijelaskan oleh Cl, sedangkan R2 adalah lingkungan apapun hanya dijelaskan oleh C2. R1 dan R2 tidak hanya mewakili satu fenomena eksternal tunggal. Ini mewakili seluruh sekelompok pengamatan dan rangsangan dari lingkungan seseorang. Dalam diagramini, konflik kognitif oleh Piaget adalah konflik antara Cl dan R2 (type I), konflik kognitif oleh Hashweh konflik antara Cl dan C2 (Tipe III).

Namun, dalam diagram yang dapat dengan mudah mengenali jenis lain dari konflik kognitif antara C2 danRl. Kwon mengusulkan ini sebagai jenis lain dari konflik kognitif (Tipe II). Orang mungkin berpendapat bahwa ini hanyalah Tipe Ikognitif konflik. Ini mungkin benar, tetapi untuk tujuan instruksional, untuk mengkategorikan ini sebagai konflik yang berbeda akan bermakna. Sejak Tipe I dan Tipe II adalah semua konflik kognitif antara struktur kognitif dan lingkungan, kedua konflik kognitif dapat dikategorikan sebagai jenis yang sama. Dalam situasi seperti nyata sebagai seorang guru desain instruksi baru, bagaimanapun, dua jenis konflik kognitif akan berfungsi sangat berbeda dalam penyusunan bahan ajar dan alokasi waktu kegiatan. Oleh karena itu, untuk mengkategorikan Type II sebagai tipe independen konflik kognitif sangat berarti.

Ketikakita berpikir tentang jenis konflik kognitif, diagram ini akan berguna karena kesederhanaannya. Tapi dari penafsiran kita tentang konflik kognitif, Cl dan C2 seharusnya tidak hanya pra/konsepsi baru mana yang dipelajari dalam perjalanan waktu, tetapi juga keyakinan, sub-struktur, struktur total, atau sesuatu yang ada di dalam struktur kognitif, seperti yang telah disebutkan didefinisi konflik kognitif.

TANDAKONFLIKKOGNITIF

Banyak peneliti telah mencoba untuk mengamati konflik kognitif dan menemukan tanda-tanda yang beragam itu. Misalnya, Miller (dalam Kwon, 2003)

Page 437: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 430

mengamati keraguan, ketegangan, kebimbangan, dan blocking lengkap dalam situasi konflik kognitif. Berlyne menjelaskan konflik konseptual memiliki sesuatu seperti ini: keraguan, kebingungan, kontradiksi, keganjilan konseptual, kebingungan, dan tidak relevan.

Berdasarkan artikel yang ditulis Kwon (2003), Berlyne ketidakpastian tingkat berpikir anak-anak (tentang informasi anomali) sebagai tanda utama (indikator) dari tingkat konflik kognitif mereka (konflik konseptual). Ia mengukur konflik kognitif oleh ketidakpastian subyektif (yang disediakan oleh anak-anak mereka diri). Smedslund menemukan ragu-ragu (waktu reaksi), tampak bolak-balik, kegelisahan, dan ketegangan sebagai anak-anak dalam konflik kognitif situation. Zimmerman dan Blom konflik kognitif siswa diukur 'dengan mengamati tingkat ketidakpastian, dan respon latency dengan menggunakan metode yang mirip dengan Berlyne itu. Movshovitz-Hadarand Hadass menemukan ekspresi siswa dalam keadaan konflik kognitif dari diskusi direkam.

Mereka mengatakan siswa menunjukkan ekspresi rasa ingin tahu gairah dan ekspresi dari dorongan batin untuk menyelesaikan, serta ekspresi frustrasi, ekspresi kepuasan dengan mengatasi ketidakmampuan untuk melanjutkan, dan ekspresi kepuasan dengan perasaan percaya diri tentang keadaan gemetar.

Singkatnya, banyak peneliti menemukan banyak tanda-tanda konflik kognitif yang dapat diamati dan mereka menggunakan tanda-tanda ini sebagai indikator dari tingkat konflik kognitif. Menurut literatur ini, kita bisa menyimpulkan konstruksi psikologis konflik kognitif. Misalnya, ketidakpastian, keraguan, kebingungan, kontradiksi, keganjilan konseptual, tidak relevan, yang luar biasa adalah tanda-tanda konflik kognitif ketika seseorang mengakui situasi anomali yang bertentangan dengan harapan seseorang. Jadi pengakuan anomaliakan menjadi salah satu konstruk konflik kognitif. Sebagai tanda-tanda lain dari konflik kognitif, ragu untuk respon dan atau untuk melihat ke belakang dan sebagainya adalah perilaku ketika seseorang mencoba tidak hanya untuk menyelesaikan konflik, tetapi juga untuk memutuskan untuk terus melakukan atau tidak. Dalam keadaan internal seseorang, satu reappraises situasi konflik. Jadi menilai kembali situasi konflik kognitif adalah membangun lain konflik kognitif.

Berdasarkan Anderson dan Bourke (2000) 's klasifikasi ranah afektif, kami mengklasifikasikan banyak tanda afektif konflik kognitif menjadi minat dan kecemasan. Misalnya, mengungkapkan rasa ingin tahu adalah tanda-tanda konflik kognitif sebagai konstruk dari minat. Ketegangan, kegelisahan, dan frustrasi adalah tanda-tanda konflik kognitif sebagai konstruk dari kecemasan. Setelah semua, ada empat konstruksi psikologis dalam konflik kognitif. Mereka adalah pengakuan anomali, penilaian kembali situasi konflik kognitif, minat, dan kecemasan. Menurut Kwon & Lee (2003) terdapat empat konstruksi konflik kognitif, mengklasifikasikan tanda-tanda sebagai berikut: PengakuanAnomali

Ketika siswa mengakui bahwa prediksi mereka tidak konsisten dengan hasil dari demonstrasi, mereka mengajukan pertanyaan, bertanya-tanya dan bergumam hasilnya untuk diri mereka sendiri, atau mengatakan hasilnya aneh: Interest Setelah melihat hasil anomali, siswa menyatakan minatnya dengan tertawa atau tampaknya penasaran ingintahu: Anxiety

Page 438: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 431

Dalam hal ini, kita bisa menemukan laporan lisan dari siswa ketika mereka menyaksikan hasil theanomalous. Mereka mengaku sulit untuk memecahkan masalah dan mengalami konflik. Penilaian kembali dari Situasi Konflik Kognitif (ragu-ragu untuk Response) Ketika siswa menyaksikan hasil anomali, banyak dari mereka menilai masalah itu harus diselesaikan atau tidak. Seorang siswa tidak bergerak, dan berpikir tentang hasil yang sangat lama. Proses Konflik Kognitif

Berdasarkan kajian literatur dan studi kasus, Lee et al (2003) telah mengusulkan model proses konflik kognitif dan menurut model ini, konflik kognitif mengharuskan siswa memiliki preconceptiondan percaya bahwa ia sedang dihadapkan dengan situasi yang anomali (bukan seperti biasanya). Jika preconception atau situasi anomali kurang, maka tidak ada konflik kognitif. Dalam model ini, konflik kognitif dianggap sebagai keadaan psikologis yang dihasilkan ketika seorang pelajar dihadapkan dengan situasi yang anomali. Dalam keadaan ini, pelajar (1) mengakui situasi anomali, (2) mengungkapkan minat dan/atau kecemasan dalam menyelesaikan konflik kognitif, dan (3) terlibat dalam penilaian kembali kognitif situasi untuk menyelesaikan konflik ini. Setelah tahap ini atau bersamaan ia akan menaksir/situasi konflik kognitifnya untuk menyelesaikan atau hanya untuk berhenti itu.

Dengan demikian, model ini mengasumsikan empat konstruksi psikologis dalam konflik kognitif: pengakuan situasi anomali, interest, kecemasan, dan penilaian kembali kognitif.

Figure 1. Cognitive conflict process model.

Page 439: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 432

KESIMPULAN DAN IMPLIKASI Konflik kognitif adalah keadaan persepsi di mana satu pemberitahuan

tidak cocok antara struktur kognitif seseorang dan lingkungan (informasi eksternal), atau antara komponen struktur kognitif seseorang (misalnya, konsepsi seseorang, keyakinan, sub-struktur dan sebagainya yang dalam struktur kognitif). Ada empat konstruksi psikologis konflikkognitif: pengakuan anomali, minat, kecemasan, dan penilaian kembali situation konflik kognitif. Konflik kognitif memiliki konstruktif, destruktif, atau berarti potensi. Hal ini sangat terkait dengan bagaimana siswa mengalami konflik kognitif. Dengan memeriksa tanda-tanda konflik kognitif, kita bisa melihat potensi konflik kognitif.

Perubahan konseptual yang diperlukan dalam mempelajari konsep matematika tidak terlepas dari scaffolding dan konflik kognitif. Scaffolding merupakan bantuan yang diberikan kepada siswa untuk belajar dan memecahkan masalah. Bantuan tersebut dapat berupa pemecahan, memberikan contoh, dan tindakan-tindakan lain yang memungkinkan siswa belajar mandiri. Teknik scaffolding digunakan untuk mencapai kompetensi yang sulit dan menantang dan salah satunya cocok digunakan pada pembelajaran berbasis konflik kognitif.

Ketikaseorang guru mencoba untuk menggunakan fenomena anomali untuk mendorong perubahan konseptual, ia akan menggunakan model proses konflik kognitif untuk mengantisipasi bagaimana siswa mungkin mengalami konflik kognitif. Hal ini dapat membantu guru untuk tidak membiarkan siswanya mengalami conflict.

DAFTAR RUJUKAN

Kabaca, T. 2011. Misconception, Cognitive Conflict And Conceptual Changes In Geometry: A Case Study With Pre-Service Teachers. Mevlana International Journal of Education (MIJE) Vol. 1(2), pp.44-55, 30 December, 2011

Kang, S., Scharmann, L. C., Noh, T. 2004. Reexamining the Role of Cognitive Conflict in Science Concept Learning. Research in Science Education 34: 71–96

Kang, S., Scharmann, L. C., Noh, T., & Koh, H. 2005. The influence of students' cognitive and motivational variables in respect of cognitive conflict and conceptual change. International Journal of Science Education, 27(9), 1037-1058.

Kang, Hunsik& C. Scharman. 2010. Cognitive conflict and situational interest as factors influencing conceptual change.International Journal of Environmental & Science Education. Vol. 5, No. 4, October 2010, 383-405

Karadag, Z. 2009. Analyzing students‟ mathematical thinking in technology- supported environments. University Toronto: Unpublished PhD dissertation. Toronto, ON.

Kwon, J., Park, H., Kim, J., Lee, Y. J., & Lee. G. 2003. What Do We Know About Students' Cognitive Conflict In science Classroom: A Theoretical Model

Page 440: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 433

Of Cognitiveconflict Process. Research Report on Subject EducationRR98-VI-11, Ministry of Education in Korea.

Lee, G & Byun T. 2011. An Explanation for the Difficulty of Leading Conceptual Change Using a Counterintuitive Demonstration: The Relationship Between Cognitive Conflict and Responses. Res Sci Educ DOI 10.1007/s11165-011-9234-5

Limo´n, M. 2001. On the cognitive conflict as an instructional strategy for conceptualchange: A critical appraisal. Learning and Instruction, 11, 357– 380.

Limón, M. 2003. The role of domain-specific knowledge in intentional conceptual change. In G. M. Sinatra, & P. R. Pintrich (Eds.), Intentional conceptual change (pp. 133-170). Mahwah, NJ: Erlbaum.

Lin, J.-Y. 2007. Responses to anomalous data obtained from repeatable experiments in the laboratory. Journal of Research in Science Teaching, 44(3), 506-528.

Linares, S. & Krainer, K. 2006. Mathematics (Student) Teachers and Teacher Educators as Learners. In A. Gutierrez & P. Boero (Eds.) Handbook of Research on the Psychology of Mathematics Education. Past, Present and Future. (pp. 429-459) Rotterdam: Sense Publishers.

Moody, Bruce. 2008. Connecting The Points: Cognitive Conflict And Decimal Magnitude. Proceedings of the 33rd annual conference of the Mathematics Education Research Group of Australasia.

McNeil, N., & Alibali, M. 2005. Why won't you change your mind? Knowledge of operational patterns hinders learning and performance on equations. Child Development, 76(4), 883-899.

Niaz, M. 2006. Facilitating chemistry teachers‟ understanding of alternative interpretations of conceptual change. Interchange, 37, 129–150.

Pehkonen, E. 2006. What Do We Know about Teacher Change in Mathematics? In L. Haggblom, L. Burman & A.-S. Roj-Lindberg (Eds.). Kunskapens och lärandets villkor. Festskrift tillägnad professor Ole Björkqvist. (pp. 77- 87). Abo Akademi, Pedagogiska fakulteten, Specialutgava Nr 1/2006. Vasa.

Shin, N., Jonassen, D. H., & McGee, S. 2003. Predictors of well-structured and ill-structured problem solving in astronomy simulation. Journal of Research in Science Teaching, 40(1), 6–33.

Sinatra, G. 2005. The ―warming trend‖ in conceptual change research: The legacy of Paul R. Pintrich. Educational Psychologist, 40(2), 107–115.

Sternberg, R&Sternberg K. 2012. Cognitive Psycology. California State University–Pomona

Page 441: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 434

Tsai, C.-C. 2000. Enhancing science instruction: The use of ‗conflict maps„. International Journal of Science Education, 22(3), 285- 302.

Tirosh, D. & Tsamir, P. 2006. Conceptual Change in mathematics learning: The case of infinite sets. In J. Novotna, H. Moraova, M. Kratka & N. Stehlikova (Eds.), Proceedings of the 30th Conference of the International Group for the Psychology of Mathematics Education (Vol. 1, pp. 159- 161). Prague, Czech Republic: PME.

Treagust, D. F., & Duit, R. 2008. Conceptial change: a discussion of theoretical, methodological and practical challenges for science education. Cultural Studies of Science Education, 3, 297–328.

Vosniadou, S. & Lieven, V. 2004. Extending the conceptual change approach to

mathematics learning and teaching. Learning and Instruction, 14(5), 445- 451.

Watson, Jane M. 2003. Inferential Reasoning And The Influence Of Cognitive Conflict. Educational Studies in Mathematics 51: 225–256, 2002.

Watson, J.M.: 2002, „Creating cognitive conflict in a controlled research setting: Sampling‟, in B. Phillips (ed.), Proceedings of the Sixth International Conference on the Teaching of Statistics: Developing a statistically literate society, Cape Town, South Africa, International Statistical Institute, Voorburg, The Netherlands.

Zaslavsky, O., & Lavie, O. 2005. Teachers‟ use of instructional examples. Paper presented at the 15thICMI study conference, Águas de Lindóia, Brazil, May.

Zazkis, R., & Chernoff, E. 2008. What makes a counterexample exemplary? Educational Studies in Mathematics, 68(3), 195-208.

Zazkis, R., Liljedahl, P., & Chernoff, E. 2008. The role of examples in forming and refuting generalizations. ZDM The International Journal on Mathematics Education, 40(1), 131-141

Page 442: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 435

KAJIAN GRAFIK PENGENDALI DAN ANALISIS KEMAMPUAN PROSES STATISTIK BERBASIS DISTRIBUSI

LOGNORMAL (STUDI KASUS PADA DATA KADAR AIR GULA DI PG KREBET BARU II MALANG)

Amalia Itsna Yunita

Jurusan Tadris Matematika IAIN Tulungagung

ABSTRAK

Pengendalian kualitas statistik yaitu teknik penyelesaian masalah yang digunakan untuk memonitor, mengendalikan, menganalisis, mengelola, dan memperbaiki produk dan proses menggunakan metode-metode statistik. Pengendalian kualitas dapat dilakukan dengan analisis grafik pengendali dan analisis kemampuan proses statistik. Sebelum melakukan pengendalian kualitas terlebih dahulu harus diketahui distribusi data yang sesuai. Data yang digunakan adalah data kadar air gula yang berdistribusi lognormal. Dengan menggunakan software minitab, diperoleh parameter lokasi (μ) = -2,2589 dan parameter skala (σ) = 0,999848. Sedangkan batas-batas grafik pengendali distribusi Lognormal yaitu UCL = 2.10356, CL = 0.172727168 dan LCL = 0.0052192 dengan membangun grafik pengendali diperoleh data kadar air terkendali secara statistik. Hasil analisis kemampuan proses distribusi Lognormal diperoleh nilai PPM > USL = 518625 berarti bahwa apabila menghasilkan 1.000.000 produk maka 518625 produk berada di luar batas spesifikasi atas yang telah ditentukan perusahaan (USL = 0.1). Untuk nilai PPM Total = 518625 berarti bahwa jumlah produk yang berada di luar batas spesifikasi atas dan batas spesifikasi bawah yang telah ditentukan oleh perusahaan adalah sebesar 518625 produk dari 1.000.000 yang dihasilkan oleh perusahaan.

Kata kunci : distribusi lognormal, grafik pengendali lognormal, analisis

kemampuan proses distribusi lognormal. PENDAHULUAN

Gula merupakan salah satu bahan pokok yang paling banyak dikonsumsi oleh masyarakat. Sebagai bahan makanan maka harus memenuhi suatu standar kualitas tertentu sehingga layak untuk dikonsumsi. Standar yang berlaku di Indonesia yaitu SNI. Oleh karena itu diperlukan suatu analisis mutu gula yang tepat oleh perusahaan sehingga produk yang dihasilkan sesuai dengan SNI dan dapat diterima oleh konsumen. Semakin ketatnya persaingan antar perusahaan dalam menjual produknya, menuntut suatu perusahaan tersebut untuk meningkatkan kualitas produk. Sehingga suatu perusahaan memerlukan pengendalian kualitas statistik untuk mendeteksi adanya kesalahan-kesalahan khusus dalam proses produksi yang dapat mengurangi kualitas produk.

Pentingnya pengendalian kualitas statistik adalah mendeteksi adanya sebab-sebab khusus dalam proses produksi sehingga kualitas suatu produk dapat terkendali dan memenuhi SNI yang layak bagi konsumen. Alat yang digunakan untuk mengendalikan kualitas mutu produk di sini adalah grafik pengendali dan analisis kemampuan proses statistik. Berdasarkan hal tersebut, maka penulis

Page 443: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 436

mengambil judul penelitian “Kajian Grafik Pengendali dan Analisis Kemampuan Proses Statistik Berbasis Distribusi Lognormal (Studi Kasus pada Data Kadar Air di PG Krebet Baru II Malang)”. METODE

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kuantitatif eksperimental. Penelitian ini merupakan penelitian laboratorium, walaupun bisa dilakukan di luar laboratorium tetapi pelaksanaannya menggunakan prinsip-prinsip laboratorium. Terutama pada pengontrolan terhadap hal-hal yang dapat mempengaruhi jalannya eksperimen, metode ini bersifat menguji.

Data yang digunakan adalah data primer berupa data kadar air gula di PG Krebet Baru II pada bulan Juni dan Juli 2009 yang diperoleh dari hasil Praktek Kerja Lapangan. Untuk menguji kualitas gula SHS, variabel yang diteliti adalah kadar air, polarisasi dan besar jenis butir (BJB) gula. Akan tetapi dalam skripsi ini variabel yang diamati adalah variabel data kadar air gula. Kadar air yaitu jumlah air (%) yang terdapat dalam gula, biasanya batasan maksimal 0,1%.

Metode yang digunakan untuk mengambil data adalah dengan cara acak sederhana. Populasinya adalah gula seberat 600 ton, sedangkan sampel yang diambil seberat 10 gram sebanyak 25 sampel antara bulan Juni dan Juli 2009. Sampel diambil dari talang goyang sebelum masuk pada proses pengepakan sehari 2 kali dengan berat masing-masing 5 gram yang selanjutnya langsung dianalisis kadar airnya.

Metode analisis data yang digunakan dalam penulisan penelitian ini adalah dengan langkah berikut: 1. Melakukan pengujian data kadar air sesuai dengan distribusinya (goodnes fit)

dengan menggunakan ID Plot pada minitab 14 dan Easy Fit dengan pendekatan distribusi Lognormal.

2. Melakukan pendugaan parameter distribusi Lognormal. 3. Menentukan batas-batas pengendali statistik yang berbasis distribusi

Lognormal. 4. Mendesain grafik pengendali berbasis distribusi Lognormal. 5. Melakukan analisis kemampuan proses statistik berbasis distribusi Lognormal

dengan menentukan indeks kemampuan proses sesuai batas-batas spesifikasi seperti yang telah ditentukan perusahaan (PG Krebet Baru II).

Page 444: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 437

Gambar 1 Alur Metode Analisis Data HASIL DAN PEMBAHASAN

Untuk mengetahui distribusi dari data kadar air, maka kita dapat menggunakan minitab 14.

Gambar 2 Grafik Distribusi ID Plot Kadar Air Berdasarkan Gambar 2 di atas dan hasil Goodness of Fit, maka terlihat

untuk nilai koefisien korelasi yang paling besar adalah distribusi Lognormal. Sehingga dapat disimpulkan bahwa data kadar air berdistribusi Lognormal.

Page 445: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 438

Setelah melakukan pengujian distribusi data, diketahui data berdistribusi Lognormal. Maka dapat dilakukan overview plot menggunakan minitab 14, diperoleh hasil pada Gambar 3 di bawah ini.

Gambar 3 Distribusi Overview Plot Data Kadar Air Untuk mengetahui grafik pengendali dari data kadar air ini, terlebih dahulu

kita lakukan penghitungan batas-batasnya. Grafik yang digunakan adalah grafik pengendali individual. Adapun untuk memperoleh batas-batasnya, maka dilakukan perhitungan secara manual dengan parameter lokasi (μ) sebesar - 2,2589 dan parameter skala (σ) yaitu 0,999848. Sehingga diperoleh :

CL = 𝑒(𝜇+1

2𝜎2)

= 𝑒 −2.25589 +1

2(0.999848)2

= 𝑒(−1756041988 ) = 0.172727168

UCL = 𝑋0.99865 = 𝐹−1 0.99865 𝜇; 𝜎 = 𝐹−1 0.99865 − 2,2589; 0,999848 = 2.10356

LCL = 𝑋0.00135 = 𝐹−1 0.00135 𝜇; 𝜎 = 𝐹−1 0.00135 − 2,2589; 0,999848 = 0.0052192. Langkah selanjutnya adalah plot grafik individual dengan memasukkan batas-batas yang sudah dihitung sebelumnya.

Page 446: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 439

Gambar 4 Grafik Individual Kadar Air

Dari Gambar 4 di atas dapat dilihat bahwa data kadar air tidak ada yang keluar dari batas atas dan batas bawah atau tidak ada pelanggaran, sehingga data dikatakan terkendali secara statistik.

Analisis kemampuan proses data kadar air dilakukan dengan menggunakan

Analisis Kemampuan Proses Distribusi Lognormal. Di sini akan digunakan Standart Nasional Indonesia (SNI) yaitu batas spesifikasi atas 0,1.

Gambar 5 Grafik Kemampuan Proses Kadar Air

Berdasarkan hasil dari distribusi ID Plot Lognormal telah diperoleh parameter lokasi dan parameter skala Distribusi Lognormal. Selanjutnya mensubstitusikan parameter-parameter tersebut ke dalam indeks kemampuan proses dengan nilai USL = 0.1, 𝑋0.99865= 2.10356 dan 𝑋0.00135 = 0.0052192 maka diperoleh :

1.00.80.60.40.20.0

USL

Process Data

Sample N 25

Location -2.25589

Scale 0.963514

LSL *

Target *

USL 0.1

Sample Mean 0.1666

O v erall C apability

Pp *

PPL *

PPU -0.00

Ppk -0.00

O bserv ed Performance

PPM < LSL *

PPM > USL 480000

PPM Total 480000

Exp. O v erall Performance

PPM < LSL *

PPM > USL 519327

PPM Total 519327

Process Capability of Kadar AirCalculations Based on Lognormal Distribution Model

Page 447: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 440

𝑃𝑃𝑈 =𝑈𝑆𝐿 − 𝑋0.5

𝑋0.99865 − 𝑋0.5

=0.1 − 0.104780

2.10356 − 0.104780

= −0.00239146 Untuk nilai Pp dan PPL tidak dapat dihitung karena tidak terdapat batas spesifikasi bawah, sehingga hanya nilai PPU yang dapat dihitung. Untuk nilai Ppk langsung diperoleh dari nilai PPU yaitu sebesar :

Ppk = PPU = - 0.00239146.

Berdasarkan hasil indeks kemampuan proses distribusi Lognormal untuk Overall Capability didapat nilai Ppk = - 0.00239146 menunjukkan rata-rata dari proses di luar batas spesifikasi. Hasil Expected Overall Performance untuk analisis kemampuan proses distribusi Lognormal yaitu sebagai berikut : 1. PPM < LSL = 1.000.000 * F(LSL)

= 1.000.000 * F(-) = -

2. PPM > USL = 1.000.000 * (1 - F(USL)) = 1.000.000 * (1 - F(0.1)) = 1.000.000 * (1 – 0.481375) = 518625

di mana F(USL) adalah cdf untuk distribusi Lognormal dengan USL = 0.1 dan parameter lokasi (μ) sebesar -2,2589 dan parameter skala (σ) yaitu 0,999848.

3. PPM Total = (PPM < LSL) + (PPM > USL) = - + 518625 = 518625

Nilai PPM > USL = 518625 berarti bahwa apabila menghasilkan 1.000.000 produk maka 518625 produk berada di luar batas spesifikasi atas yang telah ditentukan perusahaan (USL = 0.1). Untuk nilai PPM Total = 518625 berarti bahwa jumlah produk yang berada di luar batas spesifikasi atas dan bawah yang telah ditentukan oleh perusahaan adalah sebesar 518625 produk dari 1.000.000 yang dihasilkan.

PENUTUP 1. Dalam menentukan grafik pengendali berbasis distribusi Lognormal perlu

diketahui batas-batas pengendalinya yaitu UCL = 2,10356; CL = 0,172727168; LCL = 0,0052192 dengan parameter lokasi (μ) = - 2,2589 dan parameter skala (σ) = 0,999848.

2. Untuk menentukan analisis kemampuan proses yang berbasis distribusi Lognormal perlu dicari nilai nilai Pp, PPL, PPU, Ppk dan PPM Total. Dalam skripsi ini diperoleh nilai Ppk = - 0.00239146 menunjukkan rata-rata dari proses di luar batas spesifikasi. Untuk nilai PPM Total = 518625 berarti bahwa jumlah produk yang berada di luar batas spesifikasi atas dan bawah yang telah ditentukan oleh perusahaan adalah sebesar 518625 produk dari 1.000.000 yang dihasilkan.

Page 448: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 441

DAFTAR RUJUKAN Anonimus. 2009. Software minitab 14 Release for Windows. Anonimus. 2010. Lognormal Inverse Cumulative Distribution Function. (Online),

(http://www.mathworks.com, diakses 20 Maret 2010). Ariani, D. W. 2003. Pengendalian Kualitas Statistik Pendekatan Kuantitatif dan

Managemen Kualitas. Yogyakarta: ANDI. Dirjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian.2009. Kebijakan Pemberlakuan

Sni Gula Kristal Putih. (Online), (http://www.P3GI.com, diakses 14 Mei 2009).

Harinaldi. 2005. Prinsip-Prinsip Statistik untuk Teknik dan Sains. Jakarta:

Erlangga. Harisanti, Y. Q. 2009. Kajian Grafik Pengendali dan Analisis Kemampuan Proses

Statistik Berbasis Distribusi Weibull. Skripsi tidak diterbitkan. Malang: Jurusan Matematika Universitas Negeri Malang.

Kurniawati, P. 2005. Perbandingan Indeks Kemampuan Proses pada Distribusi

Nonnormal antara Pendekatan dengan Distribusi Weibull dan Transformasi Box-Cox. Skripsi tidak diterbitkan. Malang: Jurusan Matematika Universitas Malang.

Montgomery, D. C. 1990. Pengendalian Kualitas Statistik. Yogyakarta:

Gajahmada University Press. Purnamasari, E. K. G. 2008. Penerapan Metode Six-Sigma pada Pengendalian

Kualitas Statistik (Studi Kasus Sifat Utama Pengelolaan Kerosene di Kilang Pusdiklat Migas Cepu). Skripsi tidak diterbitkan. Malang: Jurusan Matematika Universitas Negeri Malang.

Purnomo, Abdi. 22 Februari, 2010. Pemerintah Kabupaten Malang Siapkan

261 Ribu Hektare Tanaman Tebu, (Online) (

http://www.tempointeraktif.com/hg/nusa/

2010/02/22/brk,20100222-227665,id.html, diakses 03 Mei 2010)

Sumartina, Dwi. 2009. Penerapan Pengendalian Kualitas Statistik dalam

Pengendalian Mutu Produksi Superieure Hoofd Suiker (SHS) dengan Paramater Uji Kadar Air (Studi Kasus di PG Krebet Baru II Bululawang - Malang). Laporan Praktek Kerja Lapangan tidak diterbitkan. Malang: Jurusan Matematika Universitas Negeri Malang.

Susiswo. 2008. Teori Peluang. Malang: „UM Press‟ Universitas Negeri Malang.

Page 449: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 442

KETAKSAMAAN JUMLAHAN TANGEN PANGKAT 𝒏YANG

BERLAKU PADA SEGITIGA LANCIP

Hikma Khilda Nasyiithoh Dosen Jurusan Tadris Matematika IAIN Tulungagung

e-mail : [email protected]

Abstrak Misalkan α, β, γ adalah besar sudut pada segitiga lancip. Dengan menggunakan

sifat sinus dan cosinus sudut pada segitiga lancip yang selalu bernilai positif, akan diberikan hubungan antara perkalian dan jumlahan tangen sudut segitiga lancip. Selanjutnya, dengan menggunakan ketaksamaan kuadrat jumlahan sisi-sisi segitiga akan diperluas untuk kasus ketaksamaan jumlahan tangen pangkat n pada segitiga lancip. Kata Kunci: tangen sudut, segitiga lancip, ketaksamaan kuadrat jumlahan sisi-sisi

segitiga.

PENDAHULUAN

Ditinjau dari besar sudutnya segitiga dibedakan menjadi tiga yaitu yang

pertama segitiga siku-siku, kedua adalah segitiga tumpul dan yang ketiga adalah

segitiga lancip yaitu segitiga yang masing-masing sudutnya merupakan sudut

lancip atau besar sudutnya antara 0 dan 𝜋

2. Keistimewaan pada segitiga adalah

nilai sinus dan cosinus setiap sudutnya selalu bernilai positif. Sebagai akibatnya,

nilai tangen sudutnya juga akan selalu bernilai positif. Oleh karena itu,

ketaksamaan jumlahan maupun perkalian tangen ketiga sudutnya akan selalu

bernilai positif. Sebagai ilustrasi, digambarkan sebarang segitiga lancip (Gambar

1) dengan 𝛼, 𝛽, 𝛾 merupakan sudut segitiga lancip dan 𝑎, 𝑏, 𝑐 adalah panjang sisi-

sisi segitiga ∆𝐴𝐵𝐶 dengan 0 < 𝛼, 𝛽, 𝛾 <𝜋

2 .

Gambar 1. Segitiga lancip

𝐶

𝐵 𝐴 𝛼 𝛽

𝛾 𝑎

𝑏

𝑐

Page 450: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 443

Diasumsikan,𝑎 ≥ 𝑏 ≥, diperoleh ketaksamaan jumlahan kuadrat sisi-sisi segitiga

sebagai berikut

𝑎 + 𝑏 + 𝑐 2 ≤ 3 𝑎2 + 𝑏2 + 𝑐2 .

Sebagai akibatnya, 𝑎 + 𝑏 + 𝑐 2 = 3 𝑎2 + 𝑏2 + 𝑐2 ⇔ 𝑎 = 𝑏 = 𝑐 .

(Bottema et.al, 1969)

Selanjutnya, berdasarkan sifat nilai tangen sudut segitiga yang selalu positif, dapat

digunakan ketaksamaan rata-rata aritmatika dan geometri sebagai berikut :

Misalkan diambil sebarang bilangan real nonnegatif 𝑥1, 𝑥2 , ⋯ , 𝑥𝑛 maka 𝑥1 + 𝑥2 + ⋯ +𝑥𝑛

𝑛≥ 𝑥1𝑥2 ⋯𝑥𝑛

𝑛 ,

dan sebagai akibatnya, untuk setiap 𝑥 > 0 didapat

𝑥 +1

𝑥≥ 2 .

(Niven, 1981)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada bahasan utama ini diberikan ketaksamaan tangen sudut segitiga

lancip atau dengan syarat awal 0 < 𝛼, 𝛽, 𝛾 <𝜋

2 dan 𝛼 + 𝛽 + 𝛾 = 𝜋.Dengan

menggunakan akibat dari ketaksamaan rata-rata Aritmatika dan Geometri,

diperoleh ketaksamaan tangen yang tertuang pada teorema berikut.

Teorema 1. Untuk setiap segitiga lancip dengan besar sudut 𝛼, 𝛽, 𝛾, berlaku

tan 𝛼 cot 𝛽 + cot 𝛾 + tan 𝛽 cot 𝛾 + cot 𝛼 + tan 𝛾 cot 𝛼 + cot 𝛽 ≥ 6.

(Bottema, 1969)

Bukti.Diketahui bahwa 0 < 𝛼, 𝛽, 𝛾 <𝜋

2 sehingga tan 𝛼 , tan 𝛽 , tan 𝛾 > 0 ,

akibatnya

tan 𝛼

tan 𝛽,tan 𝛽

tan 𝛾,tan 𝛽

tan 𝛾> 0.

Dengan menggunakan akibat dari ketaksamaan rata-rata aritmatika dan geometri

bahwa 𝑥 +1

𝑥> 2, untuk 𝑥 > 0 maka

tan 𝛼

tan 𝛽+

tan 𝛽

tan 𝛼+

tan 𝛽

tan 𝛾+

tan 𝛾

tan 𝛽+

tan 𝛼

tan 𝛾+

tan 𝛾

tan 𝛼 ≥ 2 + 2 + 2 = 6.

Page 451: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 444

Jika dinyatakan ke dalam bentuk yang lebih sederhana maka ketaksamaan di atas

menjadi

tan 𝛼 1

tan 𝛽+

1

tan 𝛾 + tan 𝛽

1

tan 𝛼+

1

tan 𝛾 + tan 𝛾

1

tan 𝛼+

1

tan 𝛽 ≥ 6,

atau dapat ditulis

tan 𝛼 cot 𝛽 + cot 𝛾 + tan 𝛽 cot 𝛾 + cot 𝛼 + tan 𝛾 cot 𝛼 + cot 𝛽 ≥ 6 .

Akibatnya, diperoleh karakteristik segitiga samasisi sebagai berikut.

Akibat 2. Untuk setiap sudut 𝛼, 𝛽, 𝛾 dengan 𝛼 + 𝛽 + 𝛾 = 𝜋, berlaku

tan 𝛼 cot 𝛽 + cot 𝛾 + tan 𝛽 cot 𝛾 + cot 𝛼 + tan 𝛾 cot 𝛼 + cot 𝛽 = 6 ⇕

𝛼 = 𝛽 = 𝛾 =𝜋

3 .

Sebelum membahas ketaksamaan perkalian dan jumlahan tangen sudut

segitiga lancip, terlebih dahulu perlu diketahui hubungan antara perkalian dan

jumlahan tangen sudut segitiga lancip yang diberikan pada teorema berikut.

Teorema 3. Untuk setiap segitiga dengan besar sudut 𝛼, 𝛽, 𝛾, berlaku

tan 𝛼 tan 𝛽 tan 𝛾 = tan 𝛼 + tan 𝛽 + tan 𝛾.

(Bottema, 1969)

Bukti. Diketahui bahwa

tan 𝛼 tan 𝛽 tan 𝛾 =sin 𝛼

cos 𝛼∙

sin 𝛽

cos 𝛽∙

sin 𝛾

cos 𝛾 (𝑖)

Dengan menggunakan aturan perkalian sinus dan cosinus sudut, maka persamaan

𝑖 menjadi

sin 𝛼 cos 𝛼 + sin 𝛼 cos 𝛽 − 𝛾

cos 𝛼 − cos 𝛼 + cos 𝛽 − 𝛾

= 2 sin 𝛼 cos 𝛼 − sin 𝛼 cos 𝛼 + sin 𝛼 cos 𝛽 − 𝛾

cos 𝛼 − cos 𝛼 + cos 𝛽 − 𝛾

= 2 sin 𝛼 cos 𝛼

cos 𝛼 − cos 𝛼 + cos 𝛽 − 𝛾 +

sin 𝛼 − cos 𝛼 + cos 𝛽 − 𝛾

cos 𝛼 − cos 𝛼 + cos 𝛽 − 𝛾

=2 sin 𝛼

− cos 𝛼 + cos 𝛽 − 𝛾 +

sin 𝛼

cos 𝛼 (𝑖𝑖)

Page 452: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 445

Berdasarkan aturan jumlahan tangen sudut, diketahui bahwa

2 sin 𝛽 + 𝛾

cos 𝛽 + 𝛾 + cos 𝛽 − 𝛾 = tan 𝛽 + tan 𝛾,

maka persamaan (𝑖𝑖) menjadi

2 sin 𝛼

− cos 𝛼 + cos 𝛽 − 𝛾 +

sin 𝛼

cos 𝛼= tan 𝛼 + tan 𝛽 + tan 𝛾.

Dengan demikian

tan 𝛼 tan 𝛽 tan 𝛾 = tan 𝛼 + tan 𝛽 + tan 𝛾.

Teorema 4. Untuk setiap segitiga lancip dengan besar sudut 𝛼, 𝛽, 𝛾, berlaku

tan 𝛼 tan 𝛽 tan 𝛾 ≥ 3 3.

(Bottema, 1969)

Bukti.

Dengan menggunakan ketaksamaan rata-rata aritmatika dan geometri, diperoleh tan 𝛼 + tan 𝛽 + tan 𝛾

3 ≥ tan 𝛼 tan 𝛽 tan 𝛾

3 .

Berdasarkan Teorema 3, maka ketaksamaan di atas dapat ditulis

tan 𝛼 tan 𝛽 tan 𝛾 = tan 𝛼 + tan 𝛽 + tan 𝛾 ≥ 3 tan 𝛼 tan 𝛽 tan 𝛾3

⇔ tan3 𝛼 tan3 𝛽 tan3 𝛾 ≥ 27 tan 𝛼 tan 𝛽 tan 𝛾

⇔ tan2 𝛼 tan2 𝛽 tan2 𝛾 ≥ 27.

Sehingga

tan 𝛼 tan 𝛽 tan 𝛾 ≥ 3 3 .

Akibatnya, diperoleh karakteristik segitiga samasisi yang tertuang pada

akibat berikut.

Akibat 5.Untuk setiap sudut 𝛼, 𝛽, 𝛾 dengan 𝛼 + 𝛽 + 𝛾 = 𝜋, berlaku

tan 𝛼 tan 𝛽 tan 𝛾 = 3 3 ⇔ 𝛼 = 𝛽 = 𝛾 =𝜋

3.

(Bottema, 1969)

Selain Akibat 5, berdasarkan Teorema 3 dan Teorema 4 juga diperoleh

akibat sebagai berikut.

Page 453: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 446

Akibat 6. Untuk setiap segitiga lancip dengan besar sudut 𝛼, 𝛽, 𝛾, berlaku

tan 𝛼 + tan 𝛽 +tan 𝛾 ≥ 3 3.

dan

tan 𝛼 + tan 𝛽 +tan 𝛾 = 3 3 ⇔ 𝛼 = 𝛽 = 𝛾 =𝜋

3 .

(Bottema, 1969)

Selanjutnya, dari Akibat 6 dapat diperluas untuk jumlahan tangen pangkat

𝑛, untuk setiap 𝑛 bilangan asli yang dijelaskan pada akibat di bawah ini.

Akibat 7. Untuk setiap segitiga lancip dengan besar sudut 𝛼, 𝛽, 𝛾, berlaku

tan𝑛 𝛼 + tan𝑛 𝛽 + tan𝑛 𝛾 ≥ 3 ∙ 3𝑛

2 ,

dengan 𝑛bilangan asli.

(Bottema, 1969)

Bukti. Dengan menggunakan ketaksamaan rata-rata aritmatika dan geometri

diperoleh ketaksamaan

tan𝑛 𝛼 +tan𝑛 𝛽 + tan𝑛 𝛾

3 ≥ tan𝑛 𝛼 tan𝑛 𝛽 tan𝑛 𝛾

3

atau

tan𝑛 𝛼 +tan𝑛 𝛽 + tan𝑛 𝛾

3 ≥ tan 𝛼 tan 𝛽 tan 𝛾

𝑛3 .

Berdasarkan Teorema 4 diperoleh

tan𝑛 𝛼 +tan𝑛 𝛽 + tan𝑛 𝛾

3 ≥ 3 3

𝑛3 = 3

𝑛2 .

Dengan kata lain,

tan𝑛 𝛼 +tan𝑛 𝛽 + tan𝑛 𝛾 ≥ 3 ∙ 3𝑛

2 .

Selanjutnya dari Akibat 7 akan didapatkan karakteristik segitiga samasisi

yang tertulis pada akibat di bawah ini.

Akibat 8.Untuk setiap sudut 𝛼, 𝛽, 𝛾 dengan 𝛼 + 𝛽 + 𝛾 = 𝜋, berlaku

tan𝑛 𝛼 + tan𝑛 𝛽 + tan𝑛 𝛾 = 3 ∙ 3𝑛

2 ⇔ 𝛼 = 𝛽 = 𝛾 =𝜋

3,

dengan𝑛bilangan asli.

(Bottema, 1969)

Bukti.

Page 454: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 447

⇐ Diketahui bahwa 𝛼 = 𝛽 = 𝛾 =𝜋

3. Karena tan𝑛 𝜋

3= 3

𝑛, diperoleh

tan𝑛 𝛼 +tan𝑛 𝛽 + tan𝑛 𝛾 = tan𝑛𝜋

3+tan𝑛

𝜋

3+ tan𝑛

𝜋

3

= 3 𝑛

+ 3 𝑛

+ 3 𝑛

= 3 ∙ 3𝑛

2 .

⇒ Dengan menggunakan akibat dari ketaksamaan rata – rata aritmatika dan

Geometri serta Teorema3, maka diperoleh

tan𝑛 𝛼 +tan𝑛 𝛽 + tan𝑛 𝛾

3= 3

𝑛2 ⟺ tan𝑛 𝛼 = tan𝑛 𝛽 = tan𝑛 𝛾.

Dengan kata lain,

tan𝑛 𝛼 = tan𝑛 𝛽 = tan𝑛 𝛾 ⟺ tan 𝛼 = tan 𝛽 = tan 𝛾.

Diperoleh,

𝛼 = 𝛽 = 𝛾 =𝜋

3.

Selanjutnya, dari Akibat 7 dapat diperluas untuk ketaksamaan perkalian

tangen pangkat 𝑛, untuk setiap 𝑛 bilangan asli yang tertuang pada akibat berikut

Akibat 9. Untuk setiap segitiga lancip dengan besar sudut 𝛼, 𝛽, 𝛾, berlaku

tan𝑛 𝛼 tan𝑛 𝛽 tan𝑛 𝛾 ≥ 33𝑛

2 ,

dengan𝑛bilangan asli.

Bukti. Diketahui bahwa

tan𝑛 𝛼 tan𝑛 𝛽 tan𝑛 𝛾 = tan 𝛼 tan 𝛽 tan 𝛾 𝑛 .

Berdasarkan Teorema 4 diperoleh

tan 𝛼 tan 𝛽 tan 𝛾 𝑛 ≥ 3 3 𝑛

= 33𝑛

2 ,

atau dapat ditulis

tan𝑛 𝛼 tan𝑛 𝛽 tan𝑛 𝛾 ≥ 33𝑛

2 .

Dari Akibat 7 dan 8, dapat diperluas pada akibat berikut.

Akibat 10. Untuk setiap sudut 𝛼, 𝛽, 𝛾 dengan 𝛼 + 𝛽 + 𝛾 = 𝜋, berlaku

tan 𝛼 + tan 𝛽 +tan 𝛾 = 3 3 ⇔ tan𝑛 𝛼 +tan𝑛 𝛽 + tan𝑛 𝛾 = 3 ∙ 3𝑛

2 ,

dengan𝑛bilangan asli.

Bukti.

Page 455: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 448

⇐ Cukup jelas bahwa

tan𝑛 𝛼 +tan𝑛 𝛽 + tan𝑛 𝛾 = 3 ∙ 3𝑛

2 ,

⇔ tan 𝛼 + tan 𝛽 +tan 𝛾 = 3 ∙ 31

2 = 3 3.

⇒ Diketahui bahwa

tan 𝛼 + tan 𝛽 +tan 𝛾 = 3 3.

Berdasarkan Teorema 3 diperoleh

tan 𝛼 tan 𝛽 tan 𝛾 = 3 3 .

⇔ tan𝑛 𝛼 tan𝑛 𝛽 tan𝑛 𝛾 = tan 𝛼 tan 𝛽 tan 𝛾 𝑛 = 33𝑛

2 .

Dengan demikian, berdasarkan akibat dari ketaksamaan rata – rata arimatika dan

geometri didapat

33𝑛

2 = tan𝑛 𝛼 tan𝑛 𝛽 tan𝑛 𝛾 = tan𝑛 𝛼 +tan𝑛 𝛽 + tan𝑛 𝛾

3

3

sehingga

tan𝑛 𝛼 +tan𝑛 𝛽 + tan𝑛 𝛾 = 3 ∙ 3𝑛

2 .

DAFTAR RUJUKAN

1. Bottema, O., Djordjivic, R.Z., Janic, R.R., Mitrincvic, D.S., Vasic, P.M.,

1969, Geometric Inequalities, Wolters-Noordhoff Publishing Groningen, The

Netherlands

2. Niven, Ivan, 1981, Maxima And Minima Without Calculus, The Mathematical

Association of America, United States of America

Page 456: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 449

IMPLEMENTASI GRAFIK PENGENDALI INDIVIDUAL BERBASIS DISTRIBUSI LOGNORMAL (3P) (SUATU PERBANDINGAN DENGAN HASIL

TRANSFORMASI BOX-COX)

Farid Imroatus Sholihah IAIN Tulungagung

ABSTRAK

Pengendalian kualitas statistik yaitu teknik penyelesaian masalah yang digunakan untuk memonitor, mengendalikan , menganalisis, mengelola, dan memperbaiki produk dan proses menggunakan metode-metode statistik. Salah satu grafik kendali yang dapat digunakan untuk mengetahui proses statistik dalam keadaan terkendali atau tidak adalah grafik pengendali individual. Pada grafik pengendali individual diasumsikan data berdistribusi normal. Oleh karena itu sebelum membuat grafik pengendali individual perlu dilakukan uji normalitas pada data. Dalam skripsi ini data yang digunakan tidak berdistribusi normal. Salah satu alternatif yang dapat digunakan untuk membuat agar data mengikuti distribusi normal adalah dengan melakukan transformasi Box-Cox. Kemudian dari hasil transformasi tersebut diharapkan data mengikuti distribusi normal. Sehingga dapat dibuat grafik kendali dari data hasil transformasi yang berdistribusi normal. Diperoleh nilai UCL = 18,554, CL = 18,149 dan LCL = 17,744. Selain dapat dibuat grafik pengendali individiual dari data hasil transformasi, dapat pula dibuat grafik pengendali individual dari distribusi yang sesuai dengan data. Adapun distribusi yang sesuai dengan data yang digunakan pada skripsi ini adalah distribusi lognormal tiga paramater (3p). Dari grafik kendali yang dibuat berdasarkan distribusi lognormal (3p) diperoleh nilai UCL = 1,805, CL = 1,7972 dan LCL = 1,789. Dengan sofware minitab 14 diperoleh nilai parameter lokasi (µ) = 4,03437, parameter skala (σ = 0,0000697 dan parameter threshold (𝑎) = -54,7101. Jika kedua batas-batas dari grafik kendali tersebut dibuat dalam satuan yang sama kemudian dibandingkan akan terlihat grafik kendali berdasarkan distribusi yang sesuai dengan data berada pada selang yang lebih lebar dibandingkan grafik kendali yanng dibuat dari hasil transformasi Box-Cox yang berdistribusi normal. Kata Kunci: grafik pengendali individual, transformasi Box-Cox, lognormal tiga

parameter

PENDAHULUAN

Statistika adalah seni pengambilan keputusan tentang suatu proses atau populasi berdasarkan pada suatu analisis informasi yang terkandung dari suatu sampel populasi tersebut. Selain itu statistika adalah pengetahuan yang berhubungan dengan cara-cara pengumpulan data, pengolahan atau penganalisaannya dan penarikan kesimpulan berdasarkan kumpulan data dan

Page 457: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 450

penganalisaan yang dilakukan. Metode statistik memerankan peranan penting dalam jaminan kualitas. Metode statistik itu memberikan cara-cara pokok dalam pengambilan sampel produk, pengujian serta evaluasinya. Dari informasi di dalam data yang ada dapat digunakan untuk mengendalikan dan meningkatkan proses produksi. (Montgomery :1991)

Pada suatu perusahaan baik itu perusahan manufaktur (pabrikasi), jasa, swasta, negara, bermotif keuntungan atau non keuntungan biasanya terdapat pembagian fungsi dalam melaksanakan aktifitas perusahaan. Pada perusahaan manufaktur yang kegiatannya membuat produk akan didapati tiga macam fungsi utama yaitu fungsi produksi, fungsi pembiayaan dan fungsi pemasaran. Salah satu faktor yang menentukan keberhasilan perusahaan adalah adanya perencanaan dan pengendalian kualitas produksi. Pengendalian kualitas produksi merupakan hal penting untuk mencapai keberhasilan bisnis dan kemampuan bersaing bagi manajer produksi.

PR. JSF ROBIN yang terletak di Kecamatan Boyolangu Kabupaten Tulungagung, merupakan perusahaan manufaktur yang berskala nasional yang memiliki tempat pemasaran cukup luas. Dengan sasaran jangka panjangnya adalah meningkatkan nilai perusahaan bagi semua pihak yang berkepentingan. Untuk itu perusahaan selalu meningkatkan efesiensi kerja dan selalu menjaga produk yang keluar pasar.

Salah satu metode pengendalian kualitas yang dapat digunakan adalah dengan menggunakan grafik pengendali individual, dimana grafik pengendali ini mengasumsikan data mengikuti pola distribusi normal. Pada pihak lain data berat tembakau pada tiap batang rokok yang dihasilkan oleh PR. JSF ROBIN sebagian besar tidak mengikuti distribusi normal.

Oleh karena itu, untuk mengatasi ketidak normalan pada data dapat dilakukan transformasi data dengan harapan setelah dilakukan transformasi skala data dari sebaran yang semula tidak menyebar normal akan didapat lebih mendekati normal, yang dapat diketahui melalui hasil pengujian kenormalanya. Penerapan cara transformasi adalah cara yang paling efektif untuk menyelesaikan masalah ini. Sehingga dalam penarikan kesimpulan pada grafik pengendali akan lebih valid. Adapun dari beberapa jenis transformasi yang ada, transformasi Box-Cox merupakan transformasi yang dianggap paling tepat diterapkan pada data tersebut.

Selain dengan cara transformasi, untuk mengatasi permasalahan diatas dapat ditentukan distribusi yang sesuai dengan data berat tembakau pada tiap batang rokok. Adapun distribusi yang sesuai dengan data ini adalah distribusi lognormal 3p. Selanjutnya dapat dibangun grafik pengendali individual berbasis distribusi lognormal 3p.

Berkaitan dengan latar belakang diatas maka permasalahan yang timbul adalah sebagai berikut: Bagaimana implementasi grafik individual pada data hasil transformasi Box-Cox dengan basis distribusi normal? Bagaimana implementasi grafik pengendali individual berbasis distribusi lognormal 3p? Bagaimana perbandingan grafik pengendali individual pada data hasil transformasi Box-Cox dengan grafik pengendali individual pada data yang berdistribusi lognormal 3p?

Page 458: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 451

KAJIAN PUSTAKA Distribusi Normal

Distribusi peluang kontinu yang paling penting dalam bidang statistika adalah distribusi normal. Grafiknya disebut kurva normal, kurva normal itu sendiri adalah kurva yang berbentuk lonceng setangkup yang melebar tak berhingga pada kedua arah positif dan negatifnya. Seperti pada gambar 2.1 di bawah ini:

𝜎 µ

Gambar 2.1 Kurva Sebaran Normal

Distribusi normal pertama kali dipelajari dalam abad delapan belas ketika

model error (kesalahan) pengukuran yang telah diobservasi mengikuti secara simetris, distribusi berbentuk lonceng. Hal ini pertama kali disajikan secara matematika pada tahun 1733 oleh Demovire. Distribusi normal sering disebut distribusi Gauss, untuk menghormati Gauss (1777-1855) yang juga berhasil mendapatkan persamaanya dari studi mengenai kesalahan dalam pengukuran yang berulang–ulang terhadap benda yang sama (Abadyo dan Permadi, 2000).

Distribusi normal dalam beberapa hal merupakan dasar statistik. Parameter distrbusi normal adalah mean 𝜇 (dengan -∞ < 𝜇 < ∞) dan variansi 𝜎2 > 0. Distribusi itu digunakan secara luas, sehingga sering digunakan notasi khusus, x ~ N(𝜇; 𝜎2), yang berarti x distribusi normal dengan mean 𝜇 dan variansi 𝜎2. Sebuah variabel random X, disebut berdistribusi normal dengan rata–rata µ (−∞ < µ < ∞) dan vaian σ2 > 0 jika fungsi densitas peluangnya adalah:

𝑓 𝑥 = 1

𝜎 2 𝜋 𝑒−

1

2 𝑥− 𝜇

𝜎

2

(2.1) dimana:

𝑓 𝑥 = ordinat kurva normal untuk setiap niai x. µ = nilai tengah populasi umum σ = simpangan baku π = konstanta (3,14159) e = konstanta (2,712828) Sebaran normal berbentuk bel (genta) yang agak landai karena bentuk atau

pola sebaran dipengaruhi oleh parameter µ dan 𝜎2, sehingga pola sebarannya akan mempunyai bermacam macam bentuk kurva yang tergantung pada kedua parameter tersebut (Walpole dan Mayers, 1986).

Page 459: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 452

σ2 = 0,25 σ2 = 1,0 f (x) σ2 = 4,0 µ Gambar 2.2 bentuk kurva simetris dengan rata – rata sama dan ragam berbeda Pada gambar 2.2 diatas terlihat bahwa kurva mempunyai nilai tengah µ

sama tetapi nilai 𝜎2 berbeda. Nilai 𝜎2 yang kecil akan menyebabkan kurvanya tinggi dan lebih runcing, sedangkan 𝜎2 yang besar menyebabkan kurvanya landai dan gemuk melebar (Waluyo, 2001).

Menurut Sudjana (1996), beberapa karakteristik yang merupakan sifat penting dari sebaran normal tersebut, diantaranya adalah :

1. Luas daerah di bawah kurva normal sama dengan 1, atau 𝑓 𝑥 𝑑𝑥 =∞−∞

1. Fungsi padat peluang dibuat sedemikian sehingga luas daerah di bawah kurva peluang di atas sumbu x sama dengan 1, yaitu P (−∞ < 𝑋 < + ∞) = 1.

2. Grafiknya selalu berada diatas sumbu datar x. Karena integral tentu dari f(x) nilainya berpadanan dengan nilai luas daerah yang digunakan untuk menyatakan peluang nilai-nilai x pada selang tertentu dan menurut definisi fungsi distribusi dinyatakan oleh integral tentu fungsi padat peluang (pdf). F(x) bernilai tak negatif sebab setiap peluang suatu kejadian bernilai tak negatif maka fungsi kepadatan peluang (pdf) seluruhnya terletak di atas sumbu x.

3. Bentuknya simetrik terhadap x = µ. 4. Grafiknya mendekati (beramsitotkan) sumbu datar x dalam kedua arah

yaitu dimulai dari x = µ + 3σ kekanan dan x = µ - 3σ ke kiri tetapi tidak akan memotong sumbu x, dan sumbu x merupakan garis batas (amsitot). Persamaan (2.1) tersebut telah dibakukan (distandarkan) dengan cara

mempertimbangkan Z dengan fungsi densitas: f (z) = 1

2𝜋𝑒−

1

2𝑧2

(2.2) hubungan antara persamaan (2.1) dan (2.2) adalah:

Z = 𝑥𝑖−𝜇

𝜎 (2.3)

Perubahan dari peubah x ke peubah z dalam bentuk hubungan (2.3)

tersebut dinamakan transformasi ke normal baku atau umumnya disebut dengan transformasi z. Distribusi normal kumulatif didefinisikan sebagai normal probabilitas bahwa variabel random normal x lebih besar atau sama dengan suatu harga 𝑎. Sehingga

Page 460: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 453

P{x ≤ 𝑎 } = F(𝑎) = 1

𝜎 2 𝜋

𝑎

−∞ 𝑒−

1

2(𝑥−𝜇

𝜎)2

dx (2.4) Integral ini tidak dapat dihitung dalam bentuk rumus, tetapi dengan

menggunakan perubahan variabel: z = 𝑥− 𝜇

𝜎

Hitungan ini dapat dilakukan independen dengan 𝜇 dan σ. Sehingga diperoleh:

P{x ≤ 𝑎 } = P { z ≤ 𝑎− µ𝜎

} = Ф 𝑎− µ

𝜎 (2.5)

Dimana Ф adalah fungsi distribusi kumulatif dari distribusi normal standar (mean = 0 dan standar deviasi = 1). Transformasi tersebut biasanya dinamakan standarisasi, sebab transformasi ini mengubah variabel random N(𝜇; 𝜎2) menjadi variabel random N(0;1).

Asumsi Kenormalan Sebaran Data

Sebaran normal banyak digunakan dalam berbagai penelitian di bidang ilmu-ilmu biologi, fisika, sosial dan berbagai banyak bidang yang lain. Karena menurut Dixon dan Massey (1991), jika suatu peristiwa atau gejala telah diketahui mendekati atau mengikuti ciri-ciri sebaran normal, maka ciri-ciri itu dapat digunakan sebagai landasan untuk menduga atau meramalkan peristiwa- peristiwa yang lebih luas atau yang akan terjadi di masa datang, yang akan dijelaskan kemudian.

Sebagai suatu alat (analisis data), statistika menghendaki asumsi yang harus terpenuhi agar hasilnya absah. Asumsi yang bersifat umum adalah pengambilan data pengamatan harus dilakukan secara acak (random) sehingga antar data pengamatan harus saling bebas.

Data terlebih dahulu diselidiki apakah asumsi kenormalan itu dipenuhi atau tidak. Pemenuhan asumsi kenormalan pada suatu sebaran data perlu diperiksa agar langkah analisis lanjut dapat dipertanggungjawabkan. Sebab data yang menyebar normal atau mendekati normal dapat dianalisis dengan menggunakan statistika parametrik. Jika ternyata asumsi yang diperlukan tersebut tidak terpenuhi, dalam arti sebaran tersebut tidak menyebar mengikuti ciri-ciri sebaran normal, maka dapat dilakukan beberapa cara untuk membuat agar sebaran data mendekati sebaran normal, misalnya dengan cara transformasi data (Dixon dan Massey, 1991). Uji Kenormalan

Salah satu asumsi yang harus dipenuhi dalam uji statistik adalah kenormalan data. Uji kenormalan suatu sebaran, dapat dilakukan dengan banyak cara, diantaranya ada tiga cara berikut, yaitu uji Anderson-Darling, uji Chi-Squared dan uji Kolmogrov-Smrnov untuk kenormalan (Susanti, M.S, 2000). Untuk ketiga uji kenormalan tersebut berlaku hipotesis uji sebagai berikut.

H0 : data mengikuti distribusi normal H1 : data tidak mengikuti disrtibusi normal Dari beberapa frekuensi menyebutkan bahwa jenis peubah (variabel) yang

dapat diuji oleh ketiga uji kenormalan ini adalah peubah kontinu. Pada tiap-tiap uji kenormalan tersebut akan dihitung nilai p-value sebagai

nilai kritik eksak untuk menolak hipotesis nol yang pada hakekatnya benar.

Page 461: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 454

P-value ini dihitung berdasarkan peluang eksak yang berlandaskan pada uji statistik yang digunakan dalam pengujian tersebut, sehingga dalam berbagai pengujian, p-value sering digunakan sebagai indikator pengambilan keputusan. Pendekatan p-value telah digunakan secara luas dalam statistika terapan serta dirancang sebagai pilihan lain (dari segi peluang) daripada kesimpulnya hanya „tolak‟ atau „terima‟ H0 saja, melainkan sekaligus dapat diketahui besarnya resiko salah secara eksak dalam pengambilan keputusan. Jika p-value < 𝛼, maka tolak H0 dengan resiko salah sebesar p-value tersebut. Semakin kecil p-value, maka semakin kecil peluang membuat kesalahan dengan menolak H0. Nilai 𝛼 sebesar 0,01, 0,05 atau 0,025 dan lain lain tergantung tingkat kekritisan dari penilitian tersebut. Dengan kata lain tergantung dari seberapa besar resiko salah yang masih dapat ditolerir untuk jenis penelitian yang dilakukan tersebut.

Dengan berkembangnya komputer, perhitungan p-value untuk beberapa statistik uji derajat dapat dengan mudah dan cepat dilakukan. Berdasarkan taraf uji eksak yang merujuk pada p-value, maka kesimpulan penelitian akan berbunyi:

„Bermakna dengan resiko salah sebesar p x 100%‟ Jika p-value bernilai kecil, maka hal itu menunjukan konsistensi atau

derajat yang relatif lebih kecil antara data dengan hipotesis nol, yang berarti data tidak mendukung hipotesis nol dan relatif lebih besar dengan hipotesis alternatif yang berarti data mendukung hipotesis alternatif. Oleh karena itu semakin kecil nilai p-value dibandingkan dengan nilai 𝛼 tertentu, maka besar peluang resiko salah untuk menolak H0 secara eksak juga akan semakin kecil. Namun sesungguhnya mengenai berapa besar p-value yang masih dapat ditolerir sangat tergantung dari tingkat kekritisan penelitian dan kepentingan penggunaan hasil penelitian. Uraian tentang beberapa uji kenormalan diuraikan sebagi berikut. 1. Uji Anderson-Darling

Uji ini didasarkan pada pengujian fungsi sebaran kumulatif empiris yang mendasari fungsi sebaran dari data contoh. Dalam pengujian ini, fungsi sebaran empiris menaksir fungsi sesungguhnya dari sebaran tersebut, karena fungsi sebaran empiris mendekati (konvergen) ke fungsi sebaran yang sesungguhnya. Uji ini digunakan untuk memutuskan apakah data berasal dari fungsi normal atau tidak.

Uji ini adalah salah satu uji kenormalan yang mengukur penyimpangan dari emperical distribution function (EDF) terhadap Cumulative Distribustion Function (CDF), yang diasumsikan dalam hal ini adalah distribusi normal. Bila ada n pengamatan diurutkan 𝑥𝑖 maka EDF 𝐹𝑛 (x) didefinisikan sebagai:

𝐹𝑛 (x) = 𝑁(𝑥𝑖 ≤𝑥 )

𝑛 , n = 1,2,...,n (2.6)

Dimana 𝑁 𝑥𝑖 ≤ 𝑥 adalah jumlah pengamatan berurut yang kurang dari atau samadengan x. Untuk n pengamatan diurutkan 𝑥𝑖 .

Hipotesis yang digunakan adalah: H0 : data menyebar secara normal

H1 : data tidak menyebar secara normal

Adapun prosedur dalam menghitung statistik uji Anderson-Darling adalah: 1. Urutkan data dari data yang paling rendah. 2. Hitung rata-rata (𝑥 ) dan simpangan baku (σ) dari sampel.

Page 462: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 455

3. Membakukan nilai xi dengan rumus yi = 𝑥𝑖−𝑥

𝜎 .

4. Hitung A2 dengan menggunakan persamaan (2.7) berikut. 𝐴𝑕𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔

2 = -n - 1

𝑛 2𝑖 − 1 {ln Ф𝑛

𝑖=1 (𝑦𝑖) + ln[ 1 - Ф(𝑦(𝑛+1−𝑖))]} (2.7) 5. Bandingkan 𝐴𝑕𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔

2 dengan 𝐴𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙2 . Jika 𝐴𝑕𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔

2 > 𝐴𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙2 maka hipotesis nol

ditolak pada taraf nyata tertentu, dengan kata lain data tidak berdistribusi normal. Adapun nilai 𝐴𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙

2 adalah: Tabel 2.1 Nilai Statistik 𝐴𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙

2

Kaidah keputusan: Terima H0 jika 2

hitA ≤ 2tblA , sehingga dapat disimpulkan bahwa data

tersebut menyebar normal. Tolak H0 jika 2

hitA > 2tblA , sehingga dapat disimpulkan bahwa data

tersebut tidak menyebar normal Untuk pengujian dengan metode Anderson-Darling, penulis

memakai software Minitab 14 yang akan memberikan informasi mengenai nilai A2 hitung dan p-value. Output dari minitab memberikan nilai statistik 𝐴𝑕𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔

2 yang ditulis sebagai AD.

Uji Anderson-Darling digunakan sebagai uji kenormalan atau uji kebaikan suai (Goodness-of-fit) untuk peubah kuantitatif. Uji Anderson-Darling ini juga bisa digunakan untuk menguji kenormalan berbagai sebatan data, yaitu sebaran normal, log normal, exponensial, weibull, gumbell dan sebaran logistik. Uji ini dapat menunjukan nilai p-value sacara tepat.

2. Uji Kolmogrov-Smirnov (Uji K-S) Uji K-S ini dapat digunakan untuk menaksir kesesuaian kurva (fit

curve) dari suatu sebaran data, serta dapat memberikan informasi tentang adanya ketidak sesuaian model (lack of fit) bila p-value < 0,05. Disamping itu uji K-S ini didasarkan pada uji khi-kuadrat untuk kenormalan. Tetapi uji ini hanya mampu memberikan pendekatan (approximation) nilai eksak, dimana nilai maksimumnya adalah 1,0 dan nilai minimumnya adalah 0,0. Oleh karena itu p-valuenya hanya merupakan suatu pendekatan, maka uji ini tidak mampu menentukan spesifikasi p-value yang sebenarnya dari sebaran empiris yang diamati tersebut. Uji ini juga kurang mampu mendeteksi adanya penyimpangan pada ujung - ujung sebaran data, misalnya sebaran data yang mempunyai kemencengan.

Uji K-S merupakan uji yang didasarkan pada nilai Dn yang didefinisikan sebagai berikut:

Dn = maks [ Fn(x) – F0(x)] (2.8) Dengan:

n = jarak tegak maksimum antara fungsi sebaran empiris dan fungsi sebaran normal

Fn(x) = sebaran kumulatif contoh

𝛼 0.01 0.05 0.1 𝐴𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙

2 1,035 0,752 0,631

Page 463: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 456

F0(x) = sebaran kumulatif distribusi normal Pada hakekatnya Dn adalah nilai deviasi absolut maksimum

antara Fn(x) dan F0(x). Adapun dalam uji ini penulis menggunakan sofware minitab. Output minitab memberikan nilai statistik Dn yang ditulis sebagai KS. Adapun hipotesis yang digunkana pada uji ini adalah:

Hipotesis : H0 : data menyebar secara normal H1 : data tidak menyebar secara normal

Berdasarkan uji ini, Ho akan ditolak pada taraf apabila Dn > Dn untuk Dn mempunyai titik kritis sepeti pada tabel berikut : Tabel 2.2 Nilai Statistik Dn 𝛼

Adapun ketentuan untuk mengembil keputusan pada uji ini adalah: a. Terima H0 jika Dn ≤ Dn sehingga dapat disimpulkan bahwa data

tersebut menyebar normal. b. Tolak H0 jika Dn > Dn , sehingga dapat disimpulkan bahwa data

tersebut tidak menyebar normal. Adapun prosedur uji data adalah sebagai berikut (Purnamasari, 2008) : a. Mendipenelitiankan Data

Data terdiri dari hasil-hasil pengamatan bebas x1, x2,..., xn yang merupakan suatu sampel acak berukuran n dari suatu distribusi tipe kontinu dengan fungsi distribusi F(x).

b. Menentukan Taraf Nyata 𝛼 Kriteria pemilihan 𝛼 sebagai berikut.

1) 0,00 jika data yang diperoleh dari hasil percobaan bidang kedokteran

2) 0,01 jika data merupakan hasil pengujian laboratorium 3) 0,05 jika merupakan data lapangan 4) 0,1 jika merupakan data sosial

c. Menguji Hipotesis-Hipotesis Dalam minitab, analisis data ID plot dapat digunakan mendeteksi

distribusi yang sesuai dengan data. Suatu data dikatakan mengikuti distribusi tertentu apabila nilai statistik Anderson Darling semakin kecil. Selain itu plot probabilitas yang palling mendekati garis lurus merupakan plot probabilitas yang paling sesuai dengan data dan dapat dikatakan bahwa data telah mengikuti distribusi probabilitas tertentu (Irawan dan Astutik : 2006).

Transformasi Data

Apabila asumsi dalam analisis data (data menyebar normal) tidak terpenuhi, maka salah satu jalan keluar untuk mengatasi hal ini adalah melalui transformasi data, sebelum diambil keputusan untuk menggunakan cara lain, misalnya dengan metode statistika non parametrik, dimana dalam metode tersebut mengabaikan hampir semua asumsi pada sebuah sebaran apapun. Melalui transformasi data diharapkan hasil pengujian hipotesis dan kesimpulan yang nanti

𝛼 0.01 0.05 0.1

Dn 𝛼 163

𝑛

1,36

𝑛

1,22

𝑛

Page 464: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 457

akan diambil memiliki ketelitian yang tinggi, selain itu transformasi mempunyai beberapa kegunaan antara lain:

1. Transformasi kadang-kadang mampu membuat data yang tidak normal menyebar mendekati sebaran normal.

2. Keragaman data transformasi tidak dipengaruhi oleh perubahan dalam nilai tengah perlakuan sebagai akibat dari perubahan skala.

3. Transformasi mampu membuat pengaruh nyata dari data yang bersifat multiplikatif menjadi model linear aditif. Contoh Y = 𝜀ij𝜏iµ (bentuk multiplikatif) dengan transformasi logaritma menjadi log Y = log 𝜀ij + log 𝜏i + log µ (bentuk linear aditif).

Transformasi mengubah ukuran skala pengukuran asal ke dalam skala pengukuran yang baru sesuai dengan hasil transformasi yang digunakan, sehingga membuat analisis menjadi lebih sahih (Steel dan Torrie, 1980).

Teknik-Teknik Transformasi

Umumnya sukar untuk menentukan perubahan skala yang eksak, dan berhasilnya dalam memperoleh transformasi yang baik sebagian bergantung kepada pengalaman dalam bidang terapan tertentu. Sebagai contoh, sering diperoleh bahwa pengukuran besar pada tanaman dan hewan, jika digunakan logaritma hampir berdistribusi normal.

Sebelum dapat dibuat suatu pernyataan tertentu mengenai transformasi yang sesuai biasanya diperlukan sejumlah besar pengamatan. Tanpa transformasi awal peneliti mempunyai peluang kecil dalam membuktikan atau menyangkal normalitas atau dalam memperoleh suatu transformasi yang menormalkan data sampel (Dixon dan Massey, 1991). Adapun salah satu alternatif transformasi yang dapat diguanakan adalah transformasi Box-Cox.

Transformasi ini digunakan sebagai alternatif transformasi bila suatu sampel data tidak diketahui berdistribusi apa atau sulit untuk menentukan fungsi kepadatan peluang (pdf) nya. Transformasi Box-Cox adalah salah satu jenis transformasi yang dikembangkan oleh G.E.P. Box dan D.R. Cox. Transformasi ini diperkenalkan mulai tahun 1964. Transformasi Box-Cox adalah transformasi pangkat. Dengan suatu transformasi T(X), sehingga data X yang menyebar tidak normal diharapkan dengan transformasi data dapat menyebar mengikuti pola distribusi normal. Transformasi Box-Cox didefinisikan sebagai berikut.

T(X) = 𝑋𝜆− 1

𝜆 atau (2.9)

Y = 𝑋𝜆− 1

𝜆, dengan λ ≠ 0

dimana X adalah variabel yang akan ditransformasi. T(X) = Y adalah hasil transformasi dan λ adalah parameter transformasi.

Tabel 2.3 Nilai λ Beserta Persamaan Transformasinya. 𝜆 Transformasi

1 Y

0,5 𝑌

Page 465: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 458

0 Ln Y

-0,5 1

𝑌

-1 1

𝑌

Distribusi Lognormal Tiga Parameter

Menurut Harinaldi (2005), distribusi lognormal tiga parameter merupakan distribusi teoritis yang banyak digunakan di bidang tehnik, khususnya sebagai model berbagai sifat dan jenis material. Sebuah variabel acak non kontinu non negatif X dikatakan berdistribusi lognormal tiga parameter jika ln(X) memiliki distribusi normal. Fungsi kepadatan probabilitas dengan parameter µ, σ dan 𝑎 adalah:

f(x;µ;σ; 𝑎) = 1

2𝜋𝜎𝑥𝑒

−1

2

ln 𝑥−𝑎 − 𝜇

𝜎

2 , x ≥ 0 (2.10)

Sedangkan fungsi distribusi kumulatif lognormalnya adalah

F(x;µ;σ; 𝑎) = P (X ≤ x) = 1

2𝜋𝜎𝑥𝑒

−1

2

ln 𝑥−𝑎 − 𝜇

𝜎

2 𝑥

0 dt (2.11)

Nilai µ dan σ disini adalah nilai mean dan standar deviasi dai ln(X), bukan dari X. Sedangkan 𝑎 adalah parameter threshold.

Pengendalian Kualitas Statistik dan Keragaman Proses Produksi

Kualitas adalah keseluruhan gabungan karakteristik produk dan pemasaran, rekayasa pembelian, dan pemeliharaan yang membuat produk memenuhi harapan konsumen. Maksud dari pengukuran kualitas adalah menentukan dan mengevaluasi hingga tingkat mana produk mendekati keseluruhan gabungan ini. Gazpersz (1998) mendefinisikan kualitas sebagai konsistensi peningkatan atau perbaikan dan penurunan variansi karakteristik dari suatu produk (barang dan atau jasa) yang dihasilkan, agar memenuhi kebutuhan yang telah disepesifikasikan guna meningkatkan kepuasan konsumen.

Untuk mengetahui apakah suatu produk (barang dan atau jasa) sudah sesuai dengan spesifikasi atau belum maka perlu diadakan pengendalian kualitas. Menurut Ishikawa (1987), pengendalian kualitas adalah suatu sistem tentang metode produksi yang secara ekonomis memproduksi barang atau jasa yang berkualitas yang memenuhi kebutuhan konsumen. Pengendalian kualitas adalah suatu metodologi pengumpulan dan analisis data kualitas, serta penentuan dan interpretasi pengukuran-pengukuran yang menjelaskan tentang proses dalam suatu proses industri, untuk meningkatkan kualitas dari output guna memenuhi kebutuhan dan ekspektasi konsumen (Gaspersz, 1998).

Tujuan dari pengendalian kualitas adalah untuk mendapatkan gambaran kualitas hasil produksi, apakah masih sesuai dengan kualitas standar ataukah sudah perlu diadakan pemeriksaan terhadap kesalahan yang mengakibatkan turunnya kualitas tersebut. Menurut Montgomery (1985), tujuan pokok pengendalian kualitas statistik adalah menyidik dengan cepat terjadinya sebab-sebab terduga atau pergeseran proses sedemikian sehingga penyidikan terhadap proses dan tindakan pembetulan dapat dilakukan sebelum terlalu banyak unit yang

Page 466: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 459

tidak sesuai produksi. Sedangkan tujuan akhir pengendalian statistika adalah menyingkirkan varibialitas dalam proses.

Barang yang diproduksi ditentukan kualitasnya berdasarkan pengukuran atau penilaian karakteristik tertentu. Dalam pengendalian kualitas sangat penting untuk mengetahui bagaimana suatu proses menghasilkan output yang bervariasi sehingga dapat diambil tindakan-tindakan perbaikan terhadap proses itu secara tepat. Tidak ada proses produksi yang cukup baik untuk menghasilkan bentuk produk yang serupa. Bagaimanapun baiknya rancangan suatu produk, akan selalu menghasilkan suatu keragaman. Dengan memberikan batasan toleransi keragaman, diharapkan keragaman tersebut bisa diterima konsumen (Montgomery, 1985). Menurut Gaspersz (1998), keragaman adalah ketidak seragaman dalam sistem produksi atau operasional sehingga menimbulkan perbedaan dalam kualitas output (barang dan atau jasa) yang dihasilkan.

Menurut Montgomery (1985), dikenal dua sumber atau sebab-sebab timblnya keragaman, yang diklasifikasikan sebagai berikut. 1. Sebab-Sebab Terduga (Assignable Causes)

Sebab-Sebab Terduga (Assignable Causes) yaitu kejadian-kejadian di luar proses yang mempengaruhi keragaman dalam proses. Sebab-sebab terduga dapat bersumber dari mesin yang dipasang tidak wajar, kesalahan operator, atau bahan baku yang cacat. Dalam pengendalian kualitas menggunakan grafik pengendali, ditandai dengan titik-titik pengamatan yang melewati atau keluar dari batas-batas pengendalian.

2. Sebab-Sebab Tak Terduga (Chance Causes) Sebab-Sebab Tak Terduga (Chance Causes) yaitu faktor-faktor yang melekat pada proses yang menyebabkan timbulnya keragaman dalam produk (output), yang kejadianya tidak dapat dihindarkan. Sebab-sebab tak terduga (Chance Causes) sering disebut sebab-sebab acak (random causes). Dalam pengendalian kualitas dengan menggunakan grafik pengendali, ditandai dengan titik-titik pengamatan yang berada di dalam batas-batas pengendali.

Dalam proses produksi diharapkan hanya sebab-sebab tak terduga saja yang terjadi, karena keragaman yang dihasilkan lebih kecil. Proses produksi dinyatakan terkendali (masih dalam batas-batas pengendali) secara statistika jika keragaman yang timbul disebabkan oleh sebab-sebab tak terduga. Dan dikatakan tidak terkendali secara statistika jika keragaman yang timbul disebabkan oleh sebab-sebab terduga (montgomery, 1985).

Grafik Pengendali

Dalam Montgomery (1985) disebutkan bahwa garfik pengendali pertama kali dikembangkan oleh Dr. Walter A. Shewart pada tahun 1924. Kelebihan tehnik Shewart adalah mampu memisahkan sebab-sebab terduga dari keragaman kualitas. Maksudnya adalah bahwa dari hasil analisis akan digunakan sebagai langkah awal (informasi) bagi pihak yang terkait (manajemen) untuk mengetahui adanya sebab-sebab terduga.

Menurut Montgomery (1985), grafik pengendali adalah suatu grafik yang digunakan untuk mengendalikan suatu proses agar dapat menyidik dengan cepat terjadinya pergeseran proses sedemikian sehingga penyelidikan terhadap proses itu dan tindakan pembetulan dapat dilakukan sebelum terlalu banyak unit yang tidak sesuai diproduksi.

Page 467: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 460

Pada dasarnya grafik pemgendali adalah uji hipotesis bahwa proses produksi ada dalam keadaan terkendali statistik, dengan kata lain merupakan uji hipotesis yang dilakukan berulang-ulang pada titik waktu yang lain. Salah satu titik terletak di dalam batas pengendali adalah ekivalen yang gagal menolak hipotesis bahwa terkendali statistik, dan satu titik yang terletak di luar batas pengendali ekivalen dengan menolak hipotesis terkendali statistik. Menentukan batas adalah salah satu putusan yang penting yang harus dibuat dalam merancang grafik pengendali.

Secara umum grafik kendali memuat tiga baris yaitu rata-rata dan dua garis batas kendali yaitu batas kendali atas (BPA) atau disebut UCL (Upper Control Limit) dan batas kendali bawah (BPB) atau disebut LCL (Lower Control Limit). Garis tersebut diperoleh dari perhitungan data yang dihasilkan oleh suatu proses yang masing-masing berjarak kσ dari µ dengan k = 1,2,3

Grafik kendali umumnya menggunakan 3σ (Montgomery: 1980), yaitu : UCL = BPA = µ + 3σ LCL = BPB = µ - 3σ Suatu proses dikatakan terkendali jika titik-titik pengamatan berada

diantara UCL dan LCL serta menyebar secara acak atau tidak membentuk pola tertentu (Montgomery, 1985).

Grafik Pengendali Unit Individual

Grafik pengendali unit individual, banyak digunakan untuk pengendalian proses apabila ukuran sampel n = 1(Montgomery: 1991). Hal ini terjadi apabila tingkat produksi terlalu lamban untuk menggunakan ukuran sampel n > 1 atau apabila pengukuran-pengukuran berulang hanya berbeda karena kesalahan labratori atau analisis. Dalam hal seperti ini, grafik pengendali unit individual akan berguna. Prosedur pengendalianya menggunakan rentang bergerak dua observasi yang berurutan guna menaksir variabilitas proses.

Untuk membuat grafik pengendali observasi individual, maka harus ditentukan nilai standar deviasinya. Jika standar deviasinya tidak diketahui, maka nilainya dapat dihitung dari persamaan (2.16) berikut.

σ = 𝑅

𝑑2 (2.16)

Sehingga akan diperoleh parameter grafik kendali individual, seperti pada persamaan (2.17) berikut.

UCLx = BPA = x̅ + 3𝑅

𝑑2

Garis tengah = X̅ (2.17)

LCLx = BPB = x̅ - 3𝑅

𝑑2

Dengan R̅ = rata-rata dari rentang bergerak dari 2 observasi berurutan d2 = faktor untuk garis tengah pada grafik rentang

Sedangkan jika standar deviasinya diketahui, disebut saja σ0 maka diperoleh parameter grafik kendali individual, seperti pada persamaan berikut.

UCLx = BPA = x̅ + 3 σ0 Garis tengah = X̅ (2.18) LCLx = BPB = x̅ - 3 σ0

Page 468: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 461

Jika jumlah individual sebanyak g observasi, maka ada g -1 rentang bergerak. Di dalam grafik pengendali Individual mengasumsikan data mengikuti pola distribusi normal, karena di dalam grafik Individual menggunakan rumus d2 dan pembacaan tabel d2 mengasumsikan sampel data berdistribusi normal. Oleh karena itu, sebelum melakukan penganalisisan data, maka data tersebut diuji kenormalanya terlebih dahulu agar hasil analisis tersebut lebih absah. Apabila data yang dihasilkan tidak normal maka data harus ditrasnsformsi dengan harapan skala dari data distribusi yang semula tidak menyebar normal maka aka berubah menjadi data yang mengikuti pola distribusi normal. Selanjutnya dilakukan penganalisisan data melalui grafik pengendali Individual.

Adapun kriteria untuk pengujian data analisis data ini adalah proses produksi dikatakan tidak terkendali statistik apabila pada grafik kendali individual terjadi hal-hal sebagai berikut..

1. Ada satu titik melebihi 3σ dari garis tengah. 2. Ada sembilan titik pada satu garis yang sama dengan garis tengah. 3. Ada enam titik pada satu baris, semuanya terus naik atau semuanya

terus turun. 4. Ada empatbelas titik pada satu baris, bergantian naik dan turun. 5. Ada dua dari tiga titik lebih dari 2σ dari garis tengan (same side). 6. Ada empat dari lima titik keluar dari 1σ dari garis tengah. 7. Ada limabelas titik berada pada baris 1σ dari garis tengah. 8. Ada delapan titik pada baris lebih dari 1σ dari garis tengah.

Grafik Pengendali Individual Distribusi Lognormal 3 Parameter

Grafik pengendali atau peta kendali digunakan untuk menksir parameter suatu proses produksi. Lebih jauh dapat digunakan untuk menentukan kemampuan proses. Batas batas pengendali dipilih sedemikan hingga apabila proses terkendali, hampir semua titik sampel akan jatuh diantara kedua garis batas pengendali. Selama titik-titik berada di dalam batas pengendali, proses dianggap dalam keadaan terkendali dan tidak perlu tindakan apapun. Tetapi suatu titk di bawah yang terletak di luar batas pengendali diinterpretasikan sebagai fakta bahwa proses tidak terkendali dan diperlukan proses penyelidikan dan perbaikan untuk menyingkirkan sebab-sebab yang menyebabkan tingkah laku tersebut.

Pada penelitian ini menggunakan grafik pengendali distribusi lognormal 3p data individual. Grafik pengendali distribusi logormal 3 parameter dapat dibangun dengan menetukan batas batas pengendali distribusi lognormal 3 parameter.

Grafik Pengendali Individual Pada Data Hasil Transformasi

Pada data berat tembakau di setiap batang rokok yang semula tidak mengikuti distribusi normal setelah dilakukan ransformasi Box-Cox dengan

persamaan Y = 𝑋𝜆−1

𝜆 dengan 𝜆 ≠ 0, diperoleh data hasil transformaasi menyebar

mengikuti distribusi normal. Grafik kendali individual yang dibangun dari data hasil transformasi

adalah grafik kendali individual dari distribusi normal. Hal ini dikarenakan setelah dilakukan transformasi sebaran data mengikuti distribusi normal. Sehingga nilai UCL, CL, LCL untuk nilai σ tidak diketahui adalah:

Page 469: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 462

UCLx = BPA = x̅ + 3𝑅

𝑑2

Garis tengah = X̅ (2.24)

LCLx = BPB = x̅ - 3𝑅

𝑑2

Dengan R̅ = rata-rata dari rentang bergerak dari 2 observasi berurutan d2 = faktor untuk garis tengah pada grafik rentang

Sedangkan jika standar deviasinya diketahui, disebut saja σ0 maka diperoleh parameter grafik kendali individual, seperti pada persamaan berikut.

UCLx = BPA = x̅ + 3 σ0 Garis tengah = X̅ (2.25) LCLx = BPB = x̅ - 3 σ0

Proses Produksi PR. JSF ROBIN Tulungagung Produk rokok yang dihasilkan oleh PR.JSF ROBIN terdiri dari tiga merek

dagang dimana yaitu PR.JSF ROBIN, KSD JM dan ROBIN 24. Agar berhasil mencapai target perusahaan, PR.JSF ROBIN selalu meningkatkan startegi utamanya yaitu meningkatkan pertumbuhan penjualan. Oleh karena itu perusahaan senantiasa menjaga kualitas produk yang dihasilkan. Adapun proses produksi yang dilakukan perusahaan ini adalah sebagai berikut.

1. Penyiapan Bahan Baku

Pada tahap ini penyiapan bahan baku seperti tembakau, cengkeh dan saos dilakukan perusahaan. Adapun tembakau yang dipakai harus melalui tahap penimbunan atau penyimpanan minimal selama dua tahun dari proses panen. Jenis tembakau yang digunakan adalah BAT, leri, temanggung, madura dan ganggang. termasuk bahan pendukung pada proses produksi yaitu : cigarette paper, filter,dan corktripping (CTP).

2. Proses Pengadukan Bahan (Pembuatan Rokok) Proses pembuatan rokok dari tembakau yang sudah bercampur dengan cengkeh dan saos dimasukan ke tempat bahan baku yang siap produksi. Dalam satu kali pengadukan komposisi tembakau yang digunakan disajikan dalam tabel 2.4 berikut.

Tabel 2.4 Bahan Pembuatan Rokok Dalam Satu Kali Adukan Jenis tembakau Jumlah yang Digunakan

BAT 24 kg

Leri 16 kg

Temanggung 15 kg

Cengkeh 15 kg

Madura 15 kg

Ganggang 19 kg

Dari sekali pengadukan biasanya dihasilkan 57. 200batang rokok. 3. Penggilingan

Page 470: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 463

Setelah proses pengadukan selesai tahap selanjutnya adalah tahap penggilingan, dimana pada tahap ini hasil pengadukan tersebut digiling sehingga dihasilkan tembakau jadi yang terpisah pisah.

4. Pengemasan (Pembungkusan) Menuju proses selanjutnya adalah pelapisan tembakau jadi dengan

cigarette paper dilajutkan pemberian filter diakhiri proses pelapisan CTP dan final cut off didapatkan hasil rokok batangan.

Tahap-tahap analisis di atas secara singkat disajikan dalam bagan berikut ini:

Data

UCL,CL,LCL

distribusi normal

Grafik Pengendali Individual distribusi normal

Interpretasi

Selesai

Ya UCL,CL,LCL

Distribusi yang Sesuai

Grafik Pengendali Individual distribusi yang sesuai

Interpretasi

Perbandingan

Uji Distribusi

Normal Non Normal

Distribusi Yang Sesuai Transformasi Box-Cox

Y = 𝑋𝜆−1

𝜆

Uji Normalitas

Tidak Pendugaan Parameter

Distribusi yang Sesuai

Page 471: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 464

Gambar 3.1 Langkah-langkah Analisis Data

HASIL DAN PEMBAHASAN Uji Kenormalan Sebaran Data

Pendeteksian kenormalan data dilakukan untuk mengetahui apakah data menyebar mengikuti distribusi normal atau tidak. Pendeteksian normalitas pada data dilakukan dengan menggunakan software minitab 14. Hasilnya dapat dilihat pada Gambar 4.1 berikut.

Gambar 4.1 Grafik Uji Normalitas

Transformasi Box-Cox

Agar data yang semula menyebar tidak mengikuti distribusi normal menjadi data berdistribusi normal, maka dilakukan transformasi Box-Cox pada data tersebut. Untuk data hasil transformasi dapat dilihat pada Lampiran 1. Berikut disajikan hasil transformasi Box-Cox.

Page 472: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 465

Gambar 4.2 Hasil Transformasi Box-Cox

Uji Kenormalan Data Hasil Transformasi Box-Cox

Pendeteksian kenormalan juga dikenakan pada data hasil transformasi. Hal ini bertujuan untuk mengetahui apakah data hasil transformasi menyebar mengikuti distribusi normal atau tidak. Pada Gambar 4.3 berikut disajikan grafik uji kenormalan pada data hasil transformasi Box-Cox.

Gambar 4.3 Uji Normalitas Data Hasil Transformasi

Grafik Pendendali Individual

Dari data hasil transformasi Box-Cox dapat dibuat grafik Individual sebagai berikut.

Page 473: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 466

Gambar 4.4 Grafik Pengendali Individual

Pemeriksaan Distribusi Data

Pendeteksian distribusi data berat tembakau dilakukan untuk mengetahui apakah data mengikuti pola distribusi lognormal tiga parameter. Pendeteksian distribusi dilakukan dengan menggunakan software Easyfit. Hasilnya dapat dilihat pada Tabel 4.1 berikut. Tabel 4.1 Tabel Uji Distribusi

Pendugaan Parameter Lognormal Tiga Parameter

Pada tabel 4.1 diatas telah dipaparkan distribusi yang sesuai dengan data, yaitu distribusi lognormal tiga parameter. Langkah selanjutnya adalah menentukan parameter distribusi, maka dapat dilakukan overview plot dengan minitab 14. Sehingga diperoleh hasil seperti gambar 4.5 berikut.

Page 474: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 467

Gambar 4.5 Ovier View Plot

Grafik Kendali Individual Berbasis Distribusi Lognormal 3 Parameter

Selanjutnya setelah diketahui batas batas kendali dari data yang berbasis

distribusi lognormal 3 parameter dapat dibuat grafik kendali individual sebagai berikut.

Gambar 4.6 Grafik Pengendali Individual Berbasis Distribusi Lognormal 3P

Hasil Uji Kenormalan Sebaran Data

Pendeteksian normalitas yang dilakukan menggunkan minitab 14 menunjukan nilai statistik Anderson-Darling atau nilai 𝐴𝑕𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔

2 sebesar 0,763 seperti yang tertera pada gambar 4.1. Karena nilai 𝛼 yang digunakan adalah 0,05 maka menurut tabel statistik Anderson-Darling nilai 𝐴𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙

2 samadegan 0,752. Jika dibandingkan 𝐴𝑕𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔

2 > 𝐴𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙2 , menurut uji Anderson-Darling dapat disimpulkan

menolak H0. Jadi data tersebut tidak mengikuti distribusi normal.

Hasil Transformasi Box-Cox Berdasarkan pendeteksian kenormalan diketahui bahwa dengan

menggunkan uji Anderson-Darlig data tersebut tidak berdistribusi normal. Salah

Page 475: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 468

satu cara yang dapat dilakukan untuk mengatasi ketidak normalan adalah dengan melakukan transformasi Box-Cox. Dari hasil transformasi Box-Cox diatas diketahui nilai lamda yang digunakan adalah pangkat lima, oleh karena itu agar data yang semula tidak mengikuti distribusi normal menyebar mengikuti distribusi normal, dilakukan transformasi dengan transformasi Box-Cox pangkat lima. Dengan harapan setelah dilakukan transformasi data tersebut mengikuti distribusi normal.

Hasil Uji Kenormalan Pada Data Hasil Transformasi Pendeteksian kenormalan dengan menggunakan uji Anderson-Darling juga

dilakukan pada data hasil transformasi. Adapun untuk data hasil transformasi bisa dilihat pada Lampiran 1. Dengan menggunkan software minitab 14, seperti yang tertera pada Gambar 4.3 diperoleh nilai 𝐴𝑕𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔

2 samadengan 0,741. Kemudian dari tabel statistik Anderson-Darling untuk nilai 𝛼 = 0,05 diperoleh nilai 𝐴𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙

2 samadengan 0,752. Jika dibandingkan diperoleh 𝐴𝑕𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔

2 ≤ 𝐴𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙2 . Sehingga dapat

disimpulkan bahwa menurut kaidah pengambilan keputusan pada uji Anderson-Darling data tersebut menyebar mengikuti distribusi normal.

Setelah diketahui data menyebar mengikuti distribusi normal, maka dapat dibuat grafik kendali individual dari data hasil transformasi yang berdistribusi normal.

Hasil Grafik Pengendali Individual Pada Data Hasil Transformasi

Dari hasil transformasi diketahui data berdistribusi normal, langkah selanjutnya dapat dibuat grafik kendali individual. Dari grafik kendali individual pada Gambar 4.4 terlihat ada empat data yang keluar batas kendali yaitu pada data ke 18,19,20 dan data ke 30. Hal ini berarti proses dalam keadaan tidak terkendali statistik. Adapun nilai batas-batas kendali yan dihasilkan dari grafik kendali individiual pada data hasil transformasi adalah UCL = 1,80544, CL = 1,79732 dan LCL = 1,78919.

Pada data ke 18,19,20 dan 30 terlihat titik tersebut keluar batas kendali. Diduga hal ini terjadi karena pada observasi ke 18, 19 dan ke 20 kadar air di dalam tembakau terlalu besar, sehingga berat tembakau yang ada pada tiap batang rokok tidak sesuai dengan ketetapan yang ingin dicapai perusahaan. Sedangkan pada observasi ke 30 diduga kondisi tembakau pada tiap batang rokok terlalu padat, hal ini mengakibatkan berat tembakau yang ada tidak sesuai dengan ketetapan perusahaan, sehingga mengakibatkan proses produksi tidak terkendali statistik.

Hasil Uji Distribusi

Dari Tabel 4.4 tersebut maka dapat dilihat bahwa distribusi Lognormal 3 Parameter menempati ranking 1 menurut uji Kolmogorov Smirnov dan uji Anderson Darling. Dengan nilai statistik 0,1018 untuk hasil uji Kolmogrov Smirnov dan nilai statistik 0,74407 untuk uji dengan menggunakan uji Anderson Darling . Untuk distribusi Lognormal nilai statistiknya sebesar 0,11103 sebagai ranking 2 dan distribusi dengan ranking 3 yaitu distribusi Normal dengan nilai statistik 0,11205. Sedangkan untuk ranking 4 ditempati oleh distribusi Eksponensial (2p) dengan nilai statistiknya 0,45063. Sedangkan ranking 5 dan 6

Page 476: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 469

ditempati distribusi Paretto dengan nilai statistik 0,45117 dan Eksponential dengan nilai statistik 0,62908. Keputusan distribusi terbaik dengan menggunakan software Easy Fit adalah distribusi Lognormal 3 Parameter karena berdasarkan uji Anderson Darling dan Uji Kolmogrov Smirnov menempati ranking 1.

Hasil Pendugaan Parameter Distribusi Lognormal 3 Parameter

Dari hasil Gambar 4.6 diperoleh nilai parameter lokasi (µ) sebesar 4,03437, nilai parameter skala (σ) adalah 0,0000697 dan nilai parameter threshold samadengan -54,7101. Setelah diketahui nilai-nilai parameter tersebut dapat dicari nilai-nilai batas kendalinya, dengan kata lain dapat ditentukan nilai UCL, CL dan LCL.

Grafik Kendali Individual Berbasis Lognormal 3 Parameter

Setelah diketahui nilai parameter lokasi (µ), parameter skala (σ) dan parameter threshold (𝑎 ) dapat dihitung nilai CL, UCL dan LCL secara menual sebagai berikut. Dengan nilai parameter lokasi (µ) samadengan 4,03437, nilai parameter skala (σ) samadengan 0,0000697 dan parameter threshold (𝑎 ) samadengan -54,7101.

Setelah diketahui nilai-nilai batas untuk grafik kendali individual yang berbasis distribusi lognormal 3p, maka dapat dibuat plok grafik kendali individual. Dari grafik kendali individual berbasis distribusi lognormal 3 parameter diatas terlihat ada empat titik yang keluar batas kendali, yaitu pada titik ke 18,19,20 dan titik ke 30. Hal ini menunjukan bahwa proses produksi dalam keadaan tidak terkendali. Diduga hal ini terjadi karena pada observasi ke 18, 19 dan ke 20 kadar air di dalam tembakau terlalu besar, sehingga berat tembakau yang ada pada tiap batang rokok tidak sesuai dengan ketetapan yang ingin dicapai perusahaan. Sedangkan pada observasi ke 30 diduga kondisi tembakau pada tiap batang rokok terlalu padat, sehingga mengakibatkan proses produksi tidak terkendali statistik. Perbandingan Grafik Kendali Individual

Dari grafik kendali individual dengan transformasi box-cox pangkat lima, diperoleh nilai CL = 18,149; UCL = 18,554 dan LCL = 17,744. Sedangkan grafik kendali individual berbasis lognormal 3 parameter diperoleh CL = 1,7972; UCL= 1,805 dan LCL = 1,789. Untuk membandingkan kedua nilai batas batas tersebut, maka perlu disamakan satuan dari masing masin batas kendali. Untuk mempermudah hal itu pada batas-batas kendali grafik individual yang berbasis distribusi lognormal tiga parameter dikenai transformasi box-cox pangkat lima. Sehingga diperoleh nilai batas-batas yang baru untuk grafik kendali individual adalah CL = 18,7554; UCL = 19,1829 dan LCL = 18,3351.

Dari uraian diatas terlihat jelas bahwa grafik kendali individual yang dibuat dari data asli yaitu data berat tembakau pada tiap batang rokok ternyata memiliki batas yang lebih lebar jika dibandingkan dengan grafik yang dibuat berdasarkan data hasil transformasi. Pada grafik kendali individual yang dibuat dari data hasil transformasi batas-batas grafik kendali tersebut terletak pada selang [17,744 ; 18,554]. Sedangkan batas-batas dari grafik individual yang dibuat dari distribusi asli data tersebut, yakni berdistribusi lognormal 3p terletak pada selang [18,3351 ; 19,1829] .

Page 477: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 470

Dapat ditarik kesimpulan bahwa grafik kendali individual pada data asli yang berdistribusi lognormal tiga parameter memiliki batas-batas kendali yang terletak pada selang yang lebih lebar jika dibandingkan dengan grafik kendali individual yang dibuat dari data hasil transformasi Box-Cox. Sehingga grafik yang berasal dari transformasi Box-Cox lebih ketat dibandingkan grafik kendali individual yang dibuat dari data asli yang berdistribusi lognormal ttiga parameter. Oleh karena itu, grafik kendali individual yang berdistribusi lognormal 3p dapat digunakan sebagai alternatif transformasi. Andaikan setelah dilakukan transformasi pada data tidak normal tetap diperoleh hasil data yang menyebar tidak mengikuti distribusi normal, maka dipastikan grafik kendalli yang paling baik digunakan adalah grafik kendali individu berbasis distribusi lognormal 3p. PENUTUP Kesimpulan 1. Dalam menentukan grafik pengendali individual dari data asli yang

berdistribusi Lognormal 3p, perlu diketahui bats-batas pengendalinya yaitu UCL = 1,805, CL = 1,7972 dan LCL = 1,789 dengan nilai parameter lokasi (µ) = 4,03437, sedangkan nilai parameter skala (σ) = 0,0000697 dan nilai parameter threshold (𝑎) = -54,7101. Adapun pada grafik pengendali individual ini terdapat empat data yang keluar dari batas pengendali, yaitu pada data ke 18,19,20 dan 30. Hal ini diduga disebabkan karena kadar air dalam tembakau yang terlalu besar dan kondisi tembakau yang terlalu padat.

2. Pada penentuan grafik pengendali individual dari data hasil transformasi Box-Cox pangkat lima diperoleh nilai UCL = 18,554, CL = 18,149 dan LCL = 17,744. Dari grafik tersebut terdapat pula data yang keluar dari batas-batas pengendali, yaitu pada data ke 18,19,20 dan data ke 30. Hal ini ,menunjukan bahwa proses produksi dalam keadaan tidak terkendali statistik.

3. Dari kedua grafik pengendali individual yang telah dibuat, yaitu grafik pengendali individual dari data asli yang berdistribusi Lognormal 3p diperoleh nilai batas-batas pengendali yang terletak pada selang yang lebih lebar jika dibandingkan dengan grafik pengendali individual yang dibuat dari data hasil transformasi. Hal ini menunjukan grafik pengendali individual pada data hasil transformasi lebih ketat dibandingkan dengan grafik penegndali individual yang dibuat dari distrbusi yang sesuai dengan data. Sehingga grafik pengendali individual yang dibuat berdasarkan distribusi data yaitu Lognormal 3p dapat dijadikan alternatif transformasi. Apabila setelah dilakukan transformsi Box-Cox data yang semula tidak normal tetap menyebar tidak normal, maka dapat dipastikan grafik kendali yang paling baik digunakan adalah grafik kendali individual berbasis distribusi Lognormal 3p.

DAFTAR RUJUKAN

. 2011. Lognormal Inverse Cumulative Distribution Function. (Online),

(http://www.mathworks.com, diakses 2 Maret 2011). Ariani, Dorothea. W. 2004. Pengendalian Kualitas Statistik. Yogyakarta: Andi.

Page 478: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 471

Montgomery, D. C. 1990. Pengendalian Kualitas Statistik. Yogyakarta:

Gajahmada University Press. Mulyana. 2004. Analisis Deret Waktu. Padjadjaran: Universitas Padjadjaran. Pramoedyo, H. 2010. Pengujian Asumsi Analisis Ragam. Malang: Universitas

Brawijaya. Susiswo. 2008. Teori Peluang. Malang: „UM Press‟ Universitas Negeri Malang.

Page 479: SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA … · Seminar nasional pendidikan matematika (Semnasdikta 2015) diselenggarakan bersamaan pekan ilmiah matematika yang melaksanakan kegiatan

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Semnasdikta) IAIN Tulungagung 2015 Hal. 472

PENERBIT: ALIM’S PUBLISHING JAKARTA