165
SEMIOTIKA ‘ADUWW SESAMA MANUSIA DALAM AL-QUR’AN: PERSPEKTIF CHARLES SANDERS PEIRCE Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Agama (S.Ag.) Oleh: Dewi Aprilia Ningrum 1113034000125 PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1439 H/2018 M

SEMIOTIKA ‘ADUWW SESAMA MANUSIA DALAM AL-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40396/1/DEWI APRILIA... · UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

  • Upload
    others

  • View
    20

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: SEMIOTIKA ‘ADUWW SESAMA MANUSIA DALAM AL-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40396/1/DEWI APRILIA... · UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

SEMIOTIKA ‘ADUWW SESAMA MANUSIA

DALAM AL-QUR’AN:

PERSPEKTIF CHARLES SANDERS PEIRCE

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Agama (S.Ag.)

Oleh:

Dewi Aprilia Ningrum

1113034000125

PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR

FAKULTAS USHULUDDIN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1439 H/2018 M

Page 2: SEMIOTIKA ‘ADUWW SESAMA MANUSIA DALAM AL-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40396/1/DEWI APRILIA... · UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

SEMIOTIKA ՛ ADUWW SESAMA MANUSIA DALAM

AL-QUR’AN: PERSPEKTIF CHARLES SANDERS PEIRCE

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin

untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Agama (S.Ag)

Oleh:

Dewi Aprilia Ningrum

NIM: 1113034000125

Pembimbing

Kusmana, Ph.D

NIP: 196504241995031001

PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR

FAKULTAS USHULUDDIN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

Page 3: SEMIOTIKA ‘ADUWW SESAMA MANUSIA DALAM AL-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40396/1/DEWI APRILIA... · UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Page 4: SEMIOTIKA ‘ADUWW SESAMA MANUSIA DALAM AL-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40396/1/DEWI APRILIA... · UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Page 5: SEMIOTIKA ‘ADUWW SESAMA MANUSIA DALAM AL-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40396/1/DEWI APRILIA... · UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

i

ABSTRAK

Semiotika ՛ aduww sesama manusia dalam al-Quran: Perspektif Charles

Sanders Peirce

Kajian ini mendiskusikan tentang konsep ‘aduww sesama manusia dalam al-

Qur‟an menggunakan analisis semiotika Charles Sanders Peirce, dengan fokus

mendiskusikan makna dan konsep ‘aduww dalam al-Qur‟an. Kajian ini terinspirasi

atas fenomena banyaknya permusuhan sesama manusia yang mengakibatkan

perselisihan, peperangan, bahkan pembunuhan. Penulis tertarik untuk mengkaji

lebih jauh hal ini tapi dari sisi bagaimana al-Qur‟an menginformasikan dan

mewacanakannya. Pada penelitian ini, kata ‘aduww terfokus pada pencegahan akan

munculnya permusuhan dalam al-Qur‟an untuk mengarahkan pada perdamaian.

Penelitian dalam karya skripsi ini bersifat kepustakaan murni (library

research) dengan pendekatan metode mauḏû’î (tematik) yaitu mengumpulkan ayat-

ayat yang merupakan derivasi dari kata ՛ aduww. Analisis yang digunakan dalam

karya tulis ini bersifat deskriftif analisis, yakni menggambarkan dan menguraikan

data-data penafsiran al-Qur‟an menggunakan analisis semiotika Charles Sanders

Peirce. Ada dua langkah yang digunakan dalam skripsi ini, yaitu kepertamaan

(firstness) yaitu qualisign, sinsign, legisign, analisa kepertamaan ini berkutat pada

relasi antar tanda yang bersifat subjektif (berdasarkan pengalaman pribadi) yang

fokus kajiannya adalah agensi dan keketigaan (thirdness) yang terdiri dari rheme,

dicent, dan argument. Analisa pada ketigaan ini membahas relasi antar tanda yang

bersifat maknawi yang fokus kajianya adalah teks.

Kajian ini menambahkan bahwa dalam ranah kajian permusuhan yang

digambarkan pada fakta yang tidak kunjung selesai dan berbagai macam karya tulis

belum ditemukan solusi dalam menyikapi permusuhan tersebut. Berdasarkan pada

diskusi QS. al-Mâ‟idah/ 5: 2 (membalas dendam dengan didasari kebencian), QS.al-

Fussilât/ 41: 34 (membalas permusuhan dengan kebaikan), QS. al-Taghâbun/ 64: 14

(memaafkan). Dari para mufassir yaitu Al-Thâbarî, Sayyid Quthb, dan Quraish

Sihab. Penelitian ini menemukan bahwa sesungguhnya terma „aduww dimaknai

secara negatife saat ini bukan fenomena yang tidak dapat diselesaikan, tetapi

fenomena yang dapat dicarikan solusinya karena al-Qur‟an sejatinya mengantisipasi

konsep ‘aduww secara positif, yaitu mengarahkan manusia yang berseteru pada

perdamaian.

Kata Kunci: ‘Aduww, Manusia, Semiotika Charles Sanders Peirce.

Page 6: SEMIOTIKA ‘ADUWW SESAMA MANUSIA DALAM AL-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40396/1/DEWI APRILIA... · UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

ii

KATA PENGANTAR

Puji Syukur kehadirat Allah Swt., Dzat yang memberikan nikmat, yakni

hembusan nafas, pandangan mata, sehingga dapat memandang indahnya alam

semesta dan nikmat-nikmat lain yang tidak mampu dihitung oleh hamba-Nya. Penulis

panjatkan atas segala rahmat dan karunia-Nya. Ṣalawat serta salam semoga selalu

tercurahkan kepada sosok Rahmatan li al-‘Âlamîn, cahaya di atas cahaya,

manusia paling sempurna, Nabi Muhammad saw., Rasul penutup para Nabi, serta

doa untuk keluarga, sahabat, dan para pengikutnya hingga zaman menutup mata.

Alhamdulillâh, berkat rahmat dan ‘inayah Allah swt. penulis dapat

menyelesaikan skripsi ini. Penyelesaian skripsi ini adalah karena keterlibatan

berbagai pihak yang jika tanpanya karya ini tidak akan terwujud. Kepada beliau-

beliau penulis menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-

tingginya.

Melalui upaya dan usaha yang melelahkan, akhirnya dengan limpahan

karunia- Nya lah, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan sebaik-baiknya.

Berbagai kesulitan, cobaan dan hambatan yang penulis rasakan dalam penyusunan

skripsi ini, alhamdulillâh dapat teratasi berkat tuntunan serta bimbingan-Nya dan

bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan

ungkapan rasa terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada:

1. Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, bapak Prof. Dr. Dede Rosada,

MA., yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti

kuliah di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Dekan Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, bapak Prof. Dr.

Masri Mansur, MA., ketua dan sekretaris jurusan ilmu al-Qur‟an dan Tafsir

Ibu Dr Lilik Ummi Kaltsum, MA., dan Ibu Drs. Banun Bina Ningrum,

M.Pd., serta seluruh dosen yang telah mentransformasikan ilmu pengetahuan

dengan tulus ikhlas dan penuh perhatian.

3. Bapak Kusmana, Ph.D, sebagai pembimbing yang telah membimbing,

mengarahkan dan memberikan kemudahan serta memberikan kesempatan

penulis mengikuti kajian-kajian beliau terkait epistemologi, hermeneutika

dan semiotika. Juga melalui beliau tumbuh ide-ide baru, pemikiran baru,

sehingga penulis semangat dalam menyelesaikan skripsi ini.

4. Kedua orang tuaku tercinta, ayahanda Narto dan ibunda Susilawati yang

telah mengarahkan, dengan penuh kasih sayang tanpa pamrih, tak pernah

lelah dan tak bosan dalam memberikan dukungan moral maupun materil,

serta do‟a dan semangat yang selalu membanjiri hati buah hatimu ini.

5. Kepada tim “NGAJI KEHIDUPAN” yaitu ka Fasjud Syukroni, MA, ka Irfan

Sanoesi, ka Adi Fadhilah S.Th.I, ka Rizki Yazid, MA, Salman L՛ Farisy

Page 7: SEMIOTIKA ‘ADUWW SESAMA MANUSIA DALAM AL-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40396/1/DEWI APRILIA... · UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

iii

S.Ag, Nurul Fauziah Gusmayanti S.Ag, Rino Ardiansyah S.Ag. dan Faris

Maulana Akbar S.Ag.

6. Sahabat seperjuangan saya di kosan “AT-TAQWA” yaitu Siti Chuzaemah

S.Ag, Aini Indah Dwi Chayani S.Ag, Siti Arimah dan Lintang Vertikasari

7. Seluruh teman-teman jurusan Ilmu al-Quran dan Tafsir 2013 Muhammad

Iqbal S.Ag, Nurul Ihya S,Ag, Yeni Yulianti S.Ag, Jauharotul Nabilah S.Ag,

Indra Gumilang, Fitria Wulandari, Nasrullah, Nuzulina Azka, Fildzah Nida

terima kasih atas doa kalian dan dukungan kalian yang semua nama-nama

tidak saya sebutkan satu persatu.

8. Teman-teman dari ISYFA alumni Daarul Muttaqien Yuniawati, Siti

Maesaroh, Tamara Audina, Lilis Ariska, Abdurrahman Saka, Reno

Ardianto, Siti Khusnul Khatimah trima kasih atas doa kalian dan dukungan

kalian yang semua nama-nama tidak saya sebutkan satu-satu.

9. Teman-teman dari ISTIQOMAH alumni Pesantren Sabilussalam Retsha

Ayu Setianingsih, Maya, Ida Mafrukha dan Desi Salma Aeni trima kasih atas

doa dan semangatnya.

10. Kepada pihak-pihak yang turut membantu dan berperan dalam

proses penyelesaian skripsi ini, namun luput untuk penulis sebutkan, tanpa

mengurangi rasa hormat dan terima kasih penulis.

Akhir kata penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan skripsi ini

masih terdapat kekurangan dan bahkan tidak menutup kemungkinan di dalamnya

skripsi ini terdapat kekeliruan dan kesalahan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan

kritik dan sarannya untuk penulis yang lebih baik lagi kedepannya dan harapan

penulis semoga skripsi ini sedikit banyak dapat bermanfaat bagi pembaca dan

semoga Allah Swt. selalu memberkahi dan membalas semua kebaikan pihak-pihak

yang turut serta membantu penyelesaian skripsi ini.

Âmîn yâ Rabb al-Âlamîn.

Ciputat, 31 Mei 2018

Dewi Aprilia Ningrum

Page 8: SEMIOTIKA ‘ADUWW SESAMA MANUSIA DALAM AL-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40396/1/DEWI APRILIA... · UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

iv

DAFTAR ISI

ABSTRAK ............................................................................................................... i

KATA PENGANTAR ............................................................................................. ii

DAFTAR ISI ............................................................................................................ iv

PEDOMAN TRANSLITERASI ............................................................................ vii

BAB I. PENDAHULUAN ....................................................................................... 1

A. Latar Belakang Masalah ................................................................................ 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ............................................................ 5

C. Tujuan dan Manfaat ...................................................................................... 6

D. Metodologi Penelitian ................................................................................... 7

1. Pendekatan .............................................................................................. 7

2. Jenis Penelitian ........................................................................................ 9

3. Sumber Data ............................................................................................ 9

4. Pengolahan Data ...................................................................................... 10

E. Kajian Pustaka ............................................................................................... 11

F. Sistematika Penulisan ................................................................................... 14

BAB II. METODE PENELITIAN: TAFSIR TEMATIK DAN TEORI

SEMIOTIKA CHARLES SANDERS PEIRCE ................................................... 15

A. Argumentasi Metodologi .............................................................................. 15

B. Metode Tematik (Mauḏû‘î) ........................................................................... 17

C. Semiotika Charles Sanders Peirce ................................................................. 18

1. Mengenal Semiotika ................................................................................ 18

2. Sekilas Biografi Charles Sanders Peirce ................................................. 21

Page 9: SEMIOTIKA ‘ADUWW SESAMA MANUSIA DALAM AL-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40396/1/DEWI APRILIA... · UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

v

3. Pemikiran Charles Sanders Peirce .......................................................... 24

4. Teori Semiotika Charles Sanders Peirce ................................................. 26

5. Semiotik Sebagai Metode Interpretasi ..................................................... 33

BAB III. KONSEP ‘ADUWW: DEFINISI, DIMENSI, KONTEKS DAN

PENAFSIRAN-PENAFSIRAN .............................................................................. 37

A. Term ‘Aduww: Derivasi dan Definisi ............................................................ 37

B. Sinonim Kata ‘Aduww .................................................................................. 41

C. Dimensi dan Agensi ‘Aduww Dalam al-Qur‟an ............................................ 44

D. Penafsiran Para Ulama ................................................................................... 56

1. Teks al-Qur‟an ........................................................................................ 58

2. Asbâb al-Nuzûl ........................................................................................ 59

3. Al-Ṯabarî ................................................................................................. 60

4. Sayyid al-Quṯb ......................................................................................... 65

5. Quraish Shihab ....................................................................................... 71

BAB IV. APLIKASI DIMENSI MAKNA ‘ADUWW DALAM SEMIOTIKA

CHARLES SANDERS PEIRCE ............................................................................ 77

A. Makna Generik (Firstness) ........................................................................... 78

1. Dimensi Makna Ayat (Mencari Makna Awal) QS. al-Mâ‟idah/ 5: 2, QS.

Fussilat/ 41: 34, QS. al-Taghâbun/ 64: 14 ............................................... 78

2. Makna Konteks Awal dan Semiosis QS. al-Mâ‟idah/ 5: 2, QS. Fussilat/

41: 34 QS. al-Taghâbun/ 64: 14 .............................................................. 83

Page 10: SEMIOTIKA ‘ADUWW SESAMA MANUSIA DALAM AL-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40396/1/DEWI APRILIA... · UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

vi

3. Analisa Perbandingan Redaksi Ayat dan Asbâb al-Nuzûl QS. al-Mâ‟idah/

5: 2, QS. al-Taubah/ 9: 83, dan QS. al-Taghâbun/ 64: 14 ....................... 86

B. Aplikasi Semiotika Charles Sanders Peirce Atas Penafsiran (Thirdness) .... 89

1. Proses Semiosis al-Ṯabarî ....................................................................... 89

2. Proses Semiosis Sayyid Quṯb .................................................................. 95

3. Proses Semiosis Quraish Shihab.............................................................101

C. Analisa Perbandingan Semiosis Antara Redaksi Ayat, Konteks Ayat, Tiga

Mufassir Dari QS. al-Mâ‟idah/ 5: 2, QS. Fussilat/ 41: 34 dan QS. Al-

Taghâbun/ 64: 14 ........................................................................................ 105

D. Relevansi Makna ‘Aduww Sesama Manusia Menggunakan Semiotika Charles

Sanders Peirce ............................................................................................ 117

BAB V. PENUTUP ............................................................................................... 124

A. Kesimpulan ................................................................................................ 124

B. Saran ........................................................................................................... 125

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 126

LAMPIRAN .......................................................................................................... 129

Page 11: SEMIOTIKA ‘ADUWW SESAMA MANUSIA DALAM AL-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40396/1/DEWI APRILIA... · UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

vii

PEDOMAN TRANSLITERASI

Pedoman transliterasi dalam penulisan skripsi ini mengacu pada buku

Pedoman Akademik Program Strata 1 Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

Jakarta 2013/ 2014.

A. Padanan Aksara

Berikut adalah daftar aksra Arab dan padanannya dalam aksara latin:

Huruf Arab Huruf Latin Keterangan

tidak dilambangkan ا

b be ب

t te ت

ts te dan es ث

j je ج

h h dengan garis bawah ح

Kh ka dan ha خ

D de د

dz de dan zet ذ

r Er ر

z Zet ز

s Es س

sy es dan ye ش

s es dengan garis di bawah ص

d de dengan garis di bawah ض

Page 12: SEMIOTIKA ‘ADUWW SESAMA MANUSIA DALAM AL-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40396/1/DEWI APRILIA... · UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

viii

t te dengan garis di bawah ط

z zet dengan garis di bawah ظ

koma terbalik di atas hadap kanan „ ع

gh ge dan ha غ

f Ef ؼ

q Ki ؽ

k Ka ؾ

l El ؿ

m Em ـ

n En ف

w We ك

h Ha ق

apostrof ‟ ء

Y Ye ي

B. Vokal

Vokal dalam bahasa Arab, seperti vokal bahasa Indonesia, terdiri dari vokal

tunggal (monoftong) dan vokal rangkap (diftong). Untuk vokal tunggal, ketentuan

alih aksaranya adalah sebagai berikut:

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

A fathah ـ

I kasrah ـ

U dammah ـ

Page 13: SEMIOTIKA ‘ADUWW SESAMA MANUSIA DALAM AL-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40396/1/DEWI APRILIA... · UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

ix

Adapun untuk vokal rangkap, ketentuan alih aksaranya adalah sebagai

berikut:

Tanda Voka Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

يـ Ai a dan i

وـ Au a dan u

C. Vokal Panjang

Ketentuan alih aksara vokal panjang (madd), yang dalam bahasa Arab

dilambangkan dengan harakat dan huruf, yaitu:

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

 a dengan topi di atas ػػػػػػػػػػػاـ

Î i dengan topi di atas ػػػػػػػػي

Û u dengan topi di atas ػػػػػػػػػو

D. Kata Sandang

Kata sandang, yang dalam sistem aksara Arab dilambangkan dengan huruf

(al), dialihaksarakan menjadi huruf /l/, baik diikuti huruf syamsiyyah maupun

qamariyyah. Contoh: al-rijâl bukan ar-rijâl, al-diwân bukan ad-diwân.

E. Syaddah (Tasydîd)

Syaddah atau tasydîd yang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan dengan

sebuah tanda (ـ ), dalam alih aksara ini dilambangkan dengan huruf, yaitu dengan

menggandakan huruf yang diberi tanda syaddah itu. akan tetapi, hal ini tidak berlaku

Page 14: SEMIOTIKA ‘ADUWW SESAMA MANUSIA DALAM AL-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40396/1/DEWI APRILIA... · UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

x

jika huruf yang menerima tanda syaddah itu terletak setelah kata sandang yang diikuti

oleh huruf-huruf syamsiyyah. Misalnya, kata رورة tidak ditulis dengan ad-darûrah الض

melainkan al-darûrah, demikian seterusnya.

F. Ta Marbûtah

Berkaitan dengan alih aksara ini, jika huruf ta marbûtah terdapat pada kata

yang berdiri sendiri, maka huruf tersebut dialihaksarakan menjadi huruf /h/ (lihat

contoh 1 di bawah). Hal yang sama juga berlaku jika ta marbûtah tersebut diikuti

oleh kata sifat (na‘t) (lihat contoh 2). Namun, jika huruf ta marbûtah tersebut diikuti

kata benda (ism), maka huruf tersebut dialihaksarakan menjadi huruf /t/ (lihat contoh

3).

No Kata Arab Alih Akasara

tarîqah طريقة .1

اإلسالميةاجلامعة .2 al-jâmi‟ah al-islâmiyyah

wahdat al-wujûd وحدة الوجود .3

G. Keterangan Tambahan

1. Kata sandang ال (alif lam ma‘rifah) ditransliterasi dengan al-, misalnya (اجلزيه)

al-jizyah, (االثار) al-âtsâr dan (الذمه) al-dzimmah. Kata sandang ini

menggunakan huruf kecil, kecuali bila berada pada awal kalimat.

2. Tasydîd atau shaddah dilambangkan dengan huruf ganda, misalnya al-

muwatta’.

Page 15: SEMIOTIKA ‘ADUWW SESAMA MANUSIA DALAM AL-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40396/1/DEWI APRILIA... · UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

xi

3. Kata-kata yang sudah menjadi bagian dari bahasa Indonesia, ditulis sesuai

dengan ejaan yang berlaku, seperti al-Qur‟an, hadis dan lainnya.

H. Singkatan

Swt. = Subḥȃnahu wa-ta’âlâ

Saw. = Salla Allâh ‘alaih wa sallama

Ra. = Raḍiya Allȃh ‘anhu

QS. = al-Qur‟an Surat

HR. = Hadis Riwayat

M. = Masehi

H. = Hijriyah

h. = Halaman

b. = bin/ ibn

ed. = Editor

Cet. = Cetakan

T.tp. = Tanpa tempat penerbit

T.pn. = Tanpa penerbit

T.t. = Tanpa tahun

no. = Nomor

Page 16: SEMIOTIKA ‘ADUWW SESAMA MANUSIA DALAM AL-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40396/1/DEWI APRILIA... · UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Semiotika didefinisikan sebagai pengkajian tanda-tanda (the study of signs),

pada dasarnya merupakan sebuah studi atas kode-kode, yaitu sistem apa pun yang

memungkinkan kita memandang entitas-entitas tertentu sebagai tanda-tanda atau

sebagai sesuatu yang bermakna. Jika kita mengikuti Charles Sanders Peirce, maka

semiotika tidak lain dari pada sebuah nama lain bagi logika, yakni “doktrin formal

tentang tanda-tanda” (the formal doctrine of signs); sementara bagi Ferdinand de

Saussure, semiologi adalah sebuah ilmu umum tentang tanda, “suatu ilmu yang

mengkaji kehidupan tanda-tanda di dalam masyarakat” (a scince that studies the life

of signs within society).1

Dengan demikian, bagi Peirce semiotika adalah suatu cabang dari filsafat;

sedangkan bagi Saussure semiologi adalah bagian dari disiplin ilmu psikologi sosial.

Di dalam perkembangan selanjutnya semiotika telah banyak dipengaruhi oleh

strukturalisme dan pasca strukturalisme seperti, misalnya, antropologi struktural

Claude Levi-Strauss, neo-Marxisme Louis Althusser, “arkeologi” Micheal Foucault,

Neo-Freudianisme Jacques Lacan, serta gramatologi Jacques Derridda.2

Baik istilah semiotika maupun semiologi dapat digunakan untuk merujuk

kepada ilmu tentang tanda-tanda (the science of signs) tanpa adanya perbedaan

1 Kris Budiman, Semiotika Visual: Konsep, Isu, dan Problem Ikonitas (Yogyakarta: Jalasutra,

2011), h. 2 2 Budiman, Semiotika Visual, h. 3.

Page 17: SEMIOTIKA ‘ADUWW SESAMA MANUSIA DALAM AL-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40396/1/DEWI APRILIA... · UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

2

pengertian yang terlalu tajam. Satu-satunya perbedaan di antara keduanya, menurut

Hawkes, adalah bahwa istilah semiologi lebih banyak dikenal di Eropa yang mewarisi

tradisi linguistik Saussurean; sementara istilah semiotika cenderung dipakai oleh para

penutur Inggris atau mereka yang mewarisi tradisi Peircian.3 Semiotika pada dasarnya

dapat dibedakan ke dalam tiga cabang penyelidikan (branches of inquiry), yakni

sintaksis, semantik, dan pragmatik.4

Menurut Ali Imron, semiotika tidak hanya merupakan disiplin ilmu yang

mengkaji tentang tanda-tanda, yaitu tanda-tanda yang terdapat pada masyarakat.

Imron mengatakan bahwa al-Qur‟an dengan menggunakan bahasa sebagai media

merupakan lahan subur juga bagi semiotika, sehingga, al-Qur‟an dapat dikaji dengan

menggunakan semiotika, yang di dalamnya mengkaji tanda-tanda yang ada di dalam

al-Qur‟an, dengan menggunakan konvensi-konvensi yang ada di dalamnya.5

Tanda dalam al-Qur‟an tidak hanya bagian-bagian terkecil dari unsur-

unsurnya, seperti kalimat, kata atau huruf, tetapi totalitas struktur yang

menghubungkan masing-masing unsur termasuk dalam kategori tanda al-Qur‟an. Hal

ini menunjukkan bahwa seluruh wujud al-Qur‟an adalah serangkaian tanda-tanda

yang memiliki arti,6 sehingga teks al-Qur‟an merupakan sekumpulan tanda-tanda

bersistem yang mengandung pesan-pesan dari Tuhan untuk disampaikan pada

manusia.

3 Budiman, Budiman, Semiotika Visual, h. 3.

4 Budiman, Semiotika Visual, h. 4.

5 Imron mengutip pendapat dari buku yang dikarang oleh Nasr Hâmid Abû Zaid, yang

berjudul Al-Nass wa al-Sulṯah wa al-Haqîqah (Beirut: Al-Markaz al-Saqafî al-„Arabî, 2000) h.169;

Lihat Imron, Semiotika Al-Qur‟an: Metode dan Aplikasi Terhadap Kisah Yusuf, h. 33. 6 Imron, Semiotika Al-Qur‟an: Metode dan Aplikasi Terhadap Kisah Yusuf, h. 34.

Page 18: SEMIOTIKA ‘ADUWW SESAMA MANUSIA DALAM AL-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40396/1/DEWI APRILIA... · UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

3

Dalam al-Qur‟an terdapat kata (tanda) „aduww yang sering dimaknai pada

terjemahan al-Quran7 sebagai musuh.

8 Padahal hal ini merupakan pecahan pecahan

derivasi (musytaq) dari susunan kata yang terdiri dari huruf „ain, dâl, dan huruf

mu‟tal, kata ini menunjukkan makna melampaui sesuatu dan mendahuluinya untuk

mencari kepuasan.9

Menurut penulis kata ՛ aduww dapat diartikan musuh dilatarbelakangi

karena adanya seseorang atau kelompok yang melampaui batas atau melanggar aturan

yang telah dibuat dan disepakati. Hal ini dapat kita lihat dari permusuhan yang terjadi

pada tatanan sosial di mana ketika seseorang melanggar aturan atau norma

kemanusiaan maupun sosial. Orang tersebut akan dianggap sebagai seorang

pelanggar dan kebanyakan dari pelanggar ini akan dimusuhi oleh orang-orang yang

taat akan aturan atau norma yang berlaku.

Konflik agama yang terjadi antara Sunni dan Syi‟ah, kedua aliran ini

menanggapi perbedaan teologis tersebut sehingga sebagian dari mereka menyebabkan

adanya konflik yang terjadi antara kedua aliran agama Islam ini. Karena kedua belah

pihak yakin bahwa aturan yang mereka buatlah yang paling benar sehingga ketika ada

satu kelompok yang melanggar aturan yang mereka buat, dianggap sebagai musuh

7 Al-Quran Departemen Agama tahun 2012.

8 Berikut ini yang mengartikan „aduww sebagai musuh atau lawan, seperti QS. al-Baqarah/ 1:

168, 208, QS. Al-An‟âm/ 6: 142, QS. al-A„râf/ 7: 22, QS. al-Isrâ‟/ 17: 53, QS. al-Kahf/ 18: 50, QS.

Ṯâhâ/ 20: 117, QS. Fâṯir/ 35: 6, QS. Yâsîn/ 36: 60, QS. al-Zukhruf/ 39: 62, QS. al-Taghâbun/ 64: 14,

dsb. Lihat juga pada Ahmad Warson Munawwir, Al-Munawwir; Kamus Arab-Indonesia (Surabaya;

Pustaka Progresif, 1997), h. 908. 9Aḥmad Ibn Faris, Mu‟jam Maqâyis al-Lughah, jil. 4 (T.tp.: Dâr al-Fikr, T.t.), h. 249.

Page 19: SEMIOTIKA ‘ADUWW SESAMA MANUSIA DALAM AL-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40396/1/DEWI APRILIA... · UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

4

karena kelompok yang melanggar aturan ini akan mengakibatkan ketidakharmonisan

dalam tatanan beragama.10

Contoh kasus lain adalah kasus suami bakar istri dan anak kandungnya.

Peristiwa sadis ini terjadi di Jalan Jenderal Sudirman, Kota Binjai, Sumatera Utara,

Jumat dini hari (6/10/2017). Tersangka Surya Darma membakar istrinya Siti Maria

(54) dan putranya Ilhamsyah Suma (25) berawal dari sang suami merasa tidak

dihargai sebagai kepala keluarga.11

Dari kasus ini dapat kita lihat bahwa pertikaian

yang terjadi antara suami-istri serta anak ini, disebabkan oleh seorang istri yang

melanggar aturan atau norma keluarga, dimana dalam norma keluarga terdapat aturan

bahwa antara suami-istri juga anak mesti saling menghargai dan menghormati.

Begitupun sebaliknya sang suami juga telah berlebihan dalam bersikap dan bertindak,

sehingga timbullah pertikaian dalam keluarganya.

Dari pengertian „aduww di atas terdapat kontradiksi antara pengertian kata

“„aduww” yang biasa diterjemahkan di dalam al-Qur‟an sebagai “musuh” dengan

pengertian kata “„aduuw” yang terdapat pada kamus yang dimaknai “melampaui

batas”. Berdasarkan pertimbangan fenomena pemaknaan „aduww dan potensi

penggunaan analisa semiotika inilah penulis mengangkat tema kajian skripsi tentang

„aduww dengan menggunakan perspektif semiotika dengan judul “Semiotika

10

Febrinia Azizah, “Sekillas Tentang Konflik Syiah-Sunni Di Sampang, Madura”, artikel ini

diakses pada 26 Oktober 2017 dari http://www.christiansciencemonitor.org/2002/1205/p01s03-

wome.html 11

Tanjung Zailani, “Astaghfirullah, Suami Bakar Istri dan Anak Kandung”, artikel ini diakses

Sindonews, pada 26 Oktober 2017 dari https://daerah.sindonews.com/read/1246005/191/astagfirullah-

suami-bakar-istri-dan-anak-kandung-1507280461

Page 20: SEMIOTIKA ‘ADUWW SESAMA MANUSIA DALAM AL-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40396/1/DEWI APRILIA... · UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

5

‘Aduww Sesama Manusia Dalam al-Qur’an: Perspektif Charles Sanders

Peirce”.

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Pada kata „aduww dan derivasinya yang telah dikelompokkan berdasarkan

agensinya yaitu, Allah dan Makhluk-Nya (Mukmin, Yahudi, Kafir, dll), antar

manusia, setan, hewan, waktu, tempat. Akan tetapi penulis membatasinya dengan

memfokuskan pada agensi „aduww antar manusia yang klasifikasinya meliputi:

hubungan orang mukmin dan orang kafir, pencegahan akan munculnya permusuhan

dalam al-Qur‟an, Syariat dalam permusuhan, ketetapan akan adanya permusuhan di

dunia, permusuhan internal Yahudi sebagai balasannya dalam memusuhi Allah Swt

dan kisah permusuhan para Nabi Saw.

Namun pada agensi antar manusia, penulis menentukan pada antar manusia

yang klasifikasinya meliputi pencegahan akan munculnya permusuhan dalam al-

Qur‟an yang terdiri dari enam golongan makna yaitu, larangan membalaskan dendam

dengan didasari oleh kebencian seperti di QS. al-Mâ‟idah/ 5: 2, dianjurkan hidup

rukun dan damai berdampingan dengan orang non-muslim seperti dalam QS.

Mumtahanah/ 60: 7, jangan memancing permusuhan dengan menghina orang muslim

seperti dalam QS. al-An„âm/ 6: 108, membalas permusuhan dengan kebaikan seperti

dalam QS. Fussilat/ 41: 34, mensyukuri persaudaraan dan persatuan setelah hilangnya

permusuhan seperti dalam QS. Âli „Imrân/ 3: 103, dan memaafkan seperti dalam QS.

al-Taghâbun/ 64: 14. Akan tetapi dalam proses analisis semiotika Charles Sanders

Peirce penulis menggunakan tiga golongan makna pada agensi antar manusia yaitu,

larangan membalaskan dendam dengan didasari oleh kebencian seperti di QS. al-

Page 21: SEMIOTIKA ‘ADUWW SESAMA MANUSIA DALAM AL-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40396/1/DEWI APRILIA... · UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

6

Mâ‟idah/ 5: 2, membalas permusuhan dengan kebaikan seperti dalam QS. Fussilat/

41: 34, dan memaafkan, seperti dalam QS. al-Taghâbun/ 64: 14.

Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka perumusan masalah dalam

skripsi ini adalah: Bagaimana makna „Aduuw sesama manusia dalam al-Qur‟an

dengan perspektif Semiotika Charles Sanders Peirce?.

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Untuk menggali dan mengetahui pandangan al-Qur‟an tentang kata „aduww

dalam al-Qur‟an.

b. Untuk mengaplikasikan metode semiotika Charles Sanders Peirce terhadap

kata „aduww di berbagai ayat dalam al-Qur‟an.

Manfaat penelitian ini dibagi menjadi dua, yaitu secara akademis dan praktis.

Manfaat secara akademis adalah untuk melengkapi penelitian sebelumnya

mengenai kajian semiotika al-Qur‟an, khususnya skripsi karya Aan Nurjanah

yang berjudul Musuh („aduww) dalam Perspektif al-Qur‟an (Studi Kitab Tafsir

Fî Zilâl al-Qur‟ân), penelitian ini berfokus pada kajian „aduww penafsiran al-

Qur‟an oleh Sayyid Quthb. Manfaat secara praktis adalah sebagai rujukan

alternatife dan bahan bacaan dalam mendukung mata kuliah Pendekatan Modern

terhadap al-Qur‟an dan Kajian Barat terhadap al-Qur‟an.

Page 22: SEMIOTIKA ‘ADUWW SESAMA MANUSIA DALAM AL-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40396/1/DEWI APRILIA... · UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

7

D. Metodologi Penelitian

1. Pendekatan

Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif 12

dan analitis13

. Pertama,

penulis menggunakan metode deskriptif analisis untuk memaparkan data dari kata

„aduww secara kategori berdasarkan langkah tafsir14

maudû„î.15

Seperti yang kita

ketahui terdapat banyak metode maudû„î,16

namun dalam skripsi ini penulis

meminjam metode Salâh Abd al-Fatâh al-Khulidî untuk melihat konsep „aduww

dalam al-Qur‟an.

Adapun analitis dengan perspektif semiotika Charles Sanders Peirce untuk

mengkonstruksi makna „aduww di dalam al-Qur‟an, yang mana Peirce membagi

12

Metode deskriptif adalah menguraikan secara teratur seluruh konsep yang akan dikaji. Anton

Bakker dan achmad Chairis Zubair, Metode Penulisan Filsafat (Yogyakarta: Kanisius, 1994), h.65. 13

Metode Analitis adalah metode yang digunakan untuk pemeriksaan secara konseptual atas

data-data yang ada, kemudian mengklarifikasi sesuai permasalahan, dengan maksud untuk

memperoleh atas data yang sebenarnya. Lois O Katsoff, Pengantar Filsafat, Penerjemah Suyono

Sumargono (Yogyakarta: T.pn., 1992), h.70. 14

Menurut Hayyân dalam Bahr al-Muhîṯ berkata: Ilmu Tafsir adalah suatu ilmu yang

membahas di dalamnya cara menuturkan (membunyikan) lafad-lafad al-Qur‟an, madlûl-madlûlnya

baik mengenai kata tunggal maupun mengenai kata-kata tarkîb dan makna-maknanya dan

dipertanggungkan oleh keadaan susunan dan beberapa kesempurnaan bagi yang demikian seperti

mengetahui naskh, sebab nuzûl, kisah yang menyatakan apa yang tidak terang (mubham) di dalam al-

Qur‟an dan lain-lain yang mempunyai hubungan rapat denganya.” Lihat Teungku Muhammad Hasbi

Ash-Shiddieqy, Ilmu al-Quran dan Tafsir (Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2009), h.159. 15

Menurut Baqîr al-Sadr istilah mauḏû‟î memiliki tiga makna: Pertama, bermakna

“objektivitas” lawan kata dari “subjektifitas”. Mauḏû‟î dalam makna ini menunjukkan sikap berpegang

teguh pada ketentuan-ketentuan ilmiah yang berlandaskan kepada realitas peristiwa dalam membahas

setiap perkara dan kejadian yang sama, tanpa terpengaruh sedikitpun dengan perasaan dan pendirian

peribadinya dan tidak memihak dalam menentukan hukum-hukum serta hasil-hasil yang diperoleh dari

pembahasanya. Kedua, istilah mauḏû‟î memiliki makna memulai pembahasan dari tema realitas sosial

kemudian didialogkan dengan ayat-ayat al-Qur‟an sehingga ditemukan jawaban yang tepat dari realitas

tersebut. Ketiga, istilah mauḏû‟î dimaksudkan untuk segala sesuatu yang dinisbatkan kepada suatu

tema, saat seorang mufassir memilih tema tertentu, kemudian mengumpulkan ayat-ayat al-Qur‟an yang

berkaitan dengan tema tersebut dan menafsirkannya, serta menyimpulkan pandangan al-Qur‟an dari

ayat-ayat yang berkaitan dengan tema tersebut. Lihat Lilik Umi Kaltsum, “Metode Tafsir Mauḏû‟î

Bâqir al-Sadr”, (Disertasi S3 Bidang Ilmu Agama Islam, Universitas islam Negeri Syarif Hidayatullah

Jakarta, 2009), h. 98-99. 16

Karena menurut Dr. Salâh „Abd al-Fatâh al-Khulidî tafsir maudhû„î terbagi menjadi tiga

macam: tafsîr mauḏû„î li al-sûrah al-Qur‟ân, tafsîr mauḏû„î li al-musṯalah al-Qur‟ân, tafsîr mauḏû‟î li

mauḏû„î al-Qur‟ân. Lihat Dr. Salâh Abd al-Fatâh al-Khulidî, Tafsîr Mauḏû„î (T.tp.: Dâr Al-Nafâisy,

T.t.), h. 52.

Page 23: SEMIOTIKA ‘ADUWW SESAMA MANUSIA DALAM AL-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40396/1/DEWI APRILIA... · UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

8

proses pemahaman tanda pada tiga metode yaitu firstness (kepertamaan) merupakan

relasi antar elemen tanda yang bersifat subyektf (berdasarkan pengalaman pribadi)

yang fokus kajiannya adalah agensi. Sementara secondness (kekeduaan) adalah relasi

antar elemen tanda yang bersifat material (terindra) yang fokus kajiannya adalah

obyek, dan thirdness (keketigaan) adalah relasi antar tanda yang bersifat maknawi

(interpretasi) fokus kajiannya pada teks.

Kepertamaan (firstness), kekeduaan (secondness), keketigaan (thirdness).

Model metode pertama terdiri dari qualisign untuk firstness, signsin untuk

Secondness, dan legisign untuk thirdness. Dalam model metode kedua firstness

menghubungkan pada ikon, secondness pada indeks, dan thirdness pada simbol.

Terakhir dalam metode ketiga firstness menghubungkan rheme, secondness pada

decisign, dan thirdness pada argument.

Dengan demikian, dalam penelitian ini penulis menggunakan metode firstness

(kepertamaan) untuk melihat redaksi dan konteks ayat-ayat „aduww itu sendiri, dan

thridness (keketigaan) menelaah penafsiran para mufassir tentang ayat-ayat „aduww

dalam al-Qur‟an. Selain itu, menurut hemat penulis teori semiotika Charles Sanders

Peirce yang di dalamnya terdapat proses semiosis akan mampu membantu penulis

untuk mendapatkan pemaknaan ataupun interpretasi atas penafsiran para mufassir

tentang ayat-ayat „aduww. Teori semiotika Charles Sanders Peirce yang berlandaskan

dengan logika dan pragmatisme mampu membantu penulis untuk mendudukan

pemikiran para mufassir tentang „aduww.

Page 24: SEMIOTIKA ‘ADUWW SESAMA MANUSIA DALAM AL-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40396/1/DEWI APRILIA... · UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

9

2. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian jenis kualitatif yang menggunakan data-

data kepustakaan (library research),17

karena yang menjadi objek utama dalam

penelitian ini adalah penafsiran atas teks al-Qur‟an. Penulis akan menggunakan teori

semiotika Charles Sanders Peirce dalam menganalisis konsep „aduww dalam al-

Qur‟an, artinya konsentrasi penelitian ini adalah untuk mendapatkan dan mengelola

data-data pustaka, baik berbentuk buku, jurnal, maupun artikel yang berhubungan

dengan teori semiotika Charles Sander Peirce yang nantinya akan digunakan dalam

melihat fungsi kata „aduww yang terdapat di dalam al-Qur‟an tersebut.

3. Sumber Data

a. Sumber Primer

Data yang dijadikan sumber primer sebagai berikut: al-Qur‟an18

, kutub tafsîr

mauḏû‟î, dan menggunakan tafsir-tafsir yang mendukung interpretasi pada konsep

„aduww antara lain: Jâmi‟ al-Bayân fî Ta‟wîl Ây al-Qur‟ân karya al-Ṯabarî, Tafsîr fî

Ẕilâl al-Qur‟ân karya Sayyid Quṯb, Tafsîr Al-Misbâh karya Quraish Shihab.

b. Sumber Sekunder

Sementara data sekunder yang digunakan adalah kamus-kamus Arab seperti:

Lisân al-„Arab lî Ibn Manẕûr, Mu„jam Maqâyis al-Lughah, Munawwir, Mufradât

Alfâz al-Qur‟ân, Mu‟jam al-Mufahras Li Alfâz al-Qur‟ân al-Karîm. dan Furuq al-

17

Sumardi Suryabrata, Metodologi Penelitian (Jakarta: Rajawali Press, 1989), h. 16. Bahan atau

sumber tertulis yang dapat digunakan dalam penelitian yaitu manuskrip, buku, majalah, surat kabar,

dan dokumen lainya. Lihat, Abuddin Nta, Metodologi Studi Islam ( Jakarta: PT RajaGrafindo, 2003),

Cet. 8, h. 125. 18

Al-Qur‟an Dan Terjemahannya, Kementrian Agama RI Direktorat Jenderal Bimbingan

Masyarakat Islam Direktorat Urusan Agama Islam Dan Pembinaan Syariah, 2012.

Page 25: SEMIOTIKA ‘ADUWW SESAMA MANUSIA DALAM AL-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40396/1/DEWI APRILIA... · UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

10

Lughawiyyah dan buku-buku tafsir mauḏû„î secara umum, tafsir-tafsir, jurnal, serta

artikel yang berkaitan dengan „aduww, dan buku-buku semiotika secara umum

diantaranya buku-buku mengenai semiotika Charles Sanders Peirce seperti Semiotika

al-Quran, Kontribusi Semiotika dalam Memahami Bahasa Agama, Semiotika Visual,

Semiotika Untuk Kajian Sastra dan al-Quran, Semiotika Budaya, Semiotika dan

Dinamika Sosial Budaya, The Soul Of Classical American Philosophy dan lain-lain

serta esai-esai Charles Sander Peirce.

Untuk panduan penulisan skripsi ini berdasarkan pada “Pedoman Penulisan

Skripsi”19

dalam buku Pedoman Akademik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif

Hidayatullah Jakarta Tahun 2013/ 2014 Program Strata 1.

4. Pengolahan Data

Dalam penelitian ini, data-data yang didapat dan terkumpul akan diolah

dengan cara deskriptif-analitis.

Deskripsi, yaitu mengumpulkan kata „aduww dalam al-Qur‟an dan

derivasinya dengan menggunakan kamus-kamus bahasa Arab dan menggunakan

langkah tafsîr mauḏû„î untuk membantu klasifikasi ayat berdasarkan tema yang

terkait dan mengambil perwakilan dari ayat.

Analisis, yaitu melakukan analisis data-data yang diperoleh dengan

menggunakan dua tahap yang dianalisis menggunakan teori semiotika Charles Sander

Peirce. Yang pertama penulis menganalisis malalui tahap firstness untuk mengetahui

19

Hamid Nasuhi, dkk, Pedoman Penulisan Skripsi, dalam Tim Penyusun, Pedoman Akadmik

Program Strata 1 Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta 2013-2014 ( Ciputat:

Biro Administrasi Akademik, Kemahasiswaan, dan Kerjasama Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif

Hidayatullah Jakarta), h. 361-394.

Page 26: SEMIOTIKA ‘ADUWW SESAMA MANUSIA DALAM AL-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40396/1/DEWI APRILIA... · UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

11

makna generik dari redaksi ayat dan asbâb al-nuzûl yang fokus kajian nya pada

agensi. Dan tahap kedua melalui thirdness adalah relasi antar tanda yang bersifat

maknawi (interpretasi) fokus kajiannya pada teks pada penafsiran-penafsiran.

Pada penelitian ini penulis tidak menggunakan Kekeduaan (secondeness),

karena objek kajian pada penelitian ini tidak berupa sesuatu yang terindra (abstrak)

seperti gambar patung atau simbol lainya.

E. Kajian Pustaka

Kajian tentang konsep „aduww dalam al-Qur‟an telah banyak dilakukan dalam

setiap karya tafsir seperti, dalam pemaknaan kata „aduww atau musuh di dalam al-

Qur‟an sudah pernah banyak dibahas oleh beberapa kitab tafsir diantaranya Jâmi„ al-

Bayân fî Tafsîr al-Qur‟ân, Mafâtih al-Ghaib, Rûh al-Ma„ânî, Tafsîr fî Zilâl al-

Qur‟ân, al-Misbâh dan sebagainya.

Adapun skripsi yang telah membahas kata „aduww atau musuh di dalam al-

Qur‟an adalah karya Aan Nurjanah yang berjudul Musuh („aduww) dalam Perspektif

al-Qur‟an (Studi Kitab Tafsir Fî Zilâl al-Qur‟ân).20

Di dalam tulisannya penulis

meneliti tentang konsep musuh menurut Sayyid Qutub dalam kitab Tafsir Fî Zilâl

Qur‟ân dan cara menghadapinya. Skripsi selanjutnya ditulis oleh Muhyi Wijaya

Kusuma Atmaja yang skripsi tersebut berjudul Konflik Yahudi Dan Nasrani

Terhadap Umat Islam Kajian Surah al-Baqarah: 120 Menurut Tafsir Fî Zilal al-

Qur‟an. Di dalam tulisannya ini, penulis meneliti mengenai cara mensikapi umat

20

Aan Nurjanah, Musuh ( „Aduww ) dalam Perspektif al-Qur‟an ( Studi Kitab Tafsir Fi Zilal al-

Qur‟an), (Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin dan Filsasat, Universitas Islam Negeri Jakarta, 2016)

Page 27: SEMIOTIKA ‘ADUWW SESAMA MANUSIA DALAM AL-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40396/1/DEWI APRILIA... · UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

12

Yahudi dan Nasrani yang menggunakan penafsiran Sayyid Qutub terhadap surat al-

Baqarah ayat 120.21

Penulis juga menemukan karya tulis ilmiah berupa skripsi S1 mengenai

semiotika al-Qur‟an maupun umum. Pertama oleh Lexi Zulkarnaen Hikmah yang

berjudul Hadits Tentang Keutamaan Ibu Suatu Tinjauan Dan Analisis Semiotik

Charles S. Peirce. Di dalam skripsinya membahas pemahaman hadits keutamaan ibu

dengan menggunakan teori semiotik Charles S. Peirce.22

Selain skripsi S1 yang

membahas semiotika al-Qur‟an yang menggunakan metode Charles Sanders Peirce

ini, juga ditemukan penelitian semiotika Charles pada skripsi S1 dari fakultas lain,

diantaranya fakultas Dakwah dan Komunikasi yang penelitiannya berjudul “Semiotik

Peircean: Buku Gusdur Menjawab Perubahan Zaman” yang ditulis oleh Mukhtar

Fauzi, di dalamnya membahas bagaimana struktur sistem tanda pada bagian ketiga

buku tersebut mengemas tema kepemimpinan moral spiritual secara representasi yang

melingkupi ide dan objek.23

Penelitian semiotika Charles Sanders Peirce ini juga ditemukan dalam

beberapa jurnal ilmiah. Di antaranya yang berjudul “Representasi Diri Ibu di Televisi

Analisis Semiotika Peirce dalam Program Talk Show Indonesia Lawyers Club TV

One)” yang ditulis oleh Maruli Bonardo Tua, “Kigo Pada Haiku Kobayashi Issa

21

Muhyi Wijaya Kusuma Atmaja, Konflik Yahudi Dan Nasrani Terhadap Umat Islam Kajian

Surah al-Baqarah: 120 Menurut Tafsir Fi Zilalil al-Qur‟an, “ (Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin dan

Filsasat, Universitas Islam Negeri Jakarta, 2009) 22

Lexi Zulkarnaen Hikmah, Hadits Tentang Keutamaan Ibu Suatu Tinjauan Dan Analisis

Semiotik Charles S. Peirce. ,” (Jakarta Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin dan Filsasat, Universitas Islam

Negeri Jakarta, 2008) 23

Mukhtar Fauzi, Semiotika Peircean: Buku Gusdur Menjawab Perubahan Zaman ( Skripsi S1

Fakultas Dakwah dan Komunikasi, Universitas Islam Negeri Jakarta, 2011)

Page 28: SEMIOTIKA ‘ADUWW SESAMA MANUSIA DALAM AL-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40396/1/DEWI APRILIA... · UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

13

Dalam Perspektif Semiotika Charles Sanders Peirce” yang ditulis oleh Dian

Setyowati, Endang Poerbowi, D. Jupriono, “Representasi Citra laki-laki Budaya

Sunda ( Studi Analisis Semiotika Charles Sanders Peirce Dalam Sinetron Preman

Pensiun)” yang ditulis oleh Nanda Utaridah, “Representasi Pakaian Muslimah Dalam

Iklan (Analisis Semiotika Charles Sanders Peirce pada Iklan Kosmetik Wardah di

Tabloit Nova)” oleh Mutri Candra Dewi, dan yang terakhir jurnal ilmiah yang

berjudul “Analisis Lirik Lagu „Sebuah Pengakuan‟ Karya Abu Nawas: Kajian

Semiotika Charles Sanders Peirce” oleh Muzawwir.

Sarjana lain yang melakukan hal serupa adalah dengan melakukan penelitian

mengenai Semiotik Charles S Peirce adalah Dosen Fakultas Ushuluddin yaitu Fariz

Pari yang dituangkan dalam tesisnya yang berjudul “Epistemologi Semiotik Peirce:

Kajian dan Terapan Semiotik”.24

Karya ini menjelaskan teori semiotik Peirce dan

Penerapannya dalam kehidupan sehari-hari.

Dari beberapa karya yang disinggung di atas, penulis berasumsi bahwa

pembahasan semiotika Charles Sanders Peirce kata „aduww dan kata „aduww antar

manusia sendiri masih belum diteliti. Yang mana pada proses semiotika Charles

Sanders Peirce menggunakan dua tahapan yaitu firstness merupakan relasi antar

elemen tanda yang bersifat subyektif (berdasarkan pengalaman pribadi) yang fokus

kajiannya adalah agensi. dan thridness adalah relasi antar tanda yang bersifat

maknawi (interpretasi) fokus kajiannya pada teks. Dan dengan mudah mengetahui

fungsi konsep „aduww dalam al-Quranmelalui teori “pragmatisme”. Charles Sanders

Peirce.

24

Fariz Pari, Epistimologi Semiotik (Jabaru:Kopi Center, 2012), h. 1

Page 29: SEMIOTIKA ‘ADUWW SESAMA MANUSIA DALAM AL-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40396/1/DEWI APRILIA... · UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

14

F. Sistematika Penulisan

Agar pembahasan dalam penelitian ini lebih terarah, menyeluruh, dan terpadu,

disusunlah sistematika pembahasan sebagaimana berikut:

Bab pertama, berisi pendahuluan yang membahas tentang latar belakang

masalah, rumusan dan batasan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metodologi

penelitian dan sistematika penulisan.

Bab kedua, membahas alasan mengemukakan metode, pengertian, langkah-

langkah penafsiran, aplikasi metode tematik tersebut serta mengemukakan metode

analisa semiotika Charles S. Peirce mulai dari riwayat hidup, pemikiran, pengertian

semiotika secara umum, bentuk semiotika Charles S. Peirce dan kemudian aplikasi

semiotika Charles S. Peirce.

Bab tiga, membahas kata „aduww secara bahasa dan terminologis,

penggunaan-penggunaan kata „aduww di dalam al-Qur‟an, dimensi makna „aduww

dalam al-Qur‟an serta menampilkan penafsiran-penafsiran al-Ṯabarî, Sayyid Quṯb dan

al-Misbâh.

Bab empat, menganalisis semiotika demensi makna „aduww antara manusia

dalam al-Qur‟an.

Bab lima, adalah penutup dan kesimpulan. Bab ini menjawab rumusan

masalah penelitian ini dan memberikan rekomendasi serta saran untuk penelitian

lebih lanjut.

Page 30: SEMIOTIKA ‘ADUWW SESAMA MANUSIA DALAM AL-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40396/1/DEWI APRILIA... · UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

15

BAB II

METODE PENELITIAN: TAFSIR TEMATIK DAN TEORI SEMIOTIK

CHARLES S. PIERCE

A. Argumentasi Metodologi

Untuk memahami ayat-ayat tentang kata „aduww, penulis menggunakan dua

metode. Pertama penulis menggunakan metode tafsir tematik (maudû‟î) dan kedua

analisis menggunakan semiotika Charles Sanders Peirce. Secara etimologi maudû‟î

berasal dari bahasa Arab artinya masalah atau pokok pembicaraan. Dalam kamus

bahasa Arab maudû‟î berarti materi yang menjadi pokok pembicaraan atau

penulisan seseorang.1 Kata tersebut dapat juga berarti membahas tentang tema atau

topik tertentu.

Sedangkan secara terminologis metode tematik (maudû‟î) adalah metode

yang mengarahkan pandangan pada satu tema tertentu, lalu mencari pandangan al-

Qur‟an tentang tema tersebut dengan jalan menghimpun semua ayat yang

membicarakanya, menganalisis, dan memahaminya ayat demi ayat dan lain-lain.

Sambil memperkaya uraian dengan hadis-hadis yang berkaitan untuk kemudian

disimpulkan dalam satu pandangan menyeluruh dan tuntas menyangkut tema yang

dibahas.2

Kedua, metode semiotika adalah metode sistematis produksi ataupun

interpretasi tanda, cara kerja, dan manfaatnya dalam kehidupan manusia. Karena

1 Majma‟ al-Lughah al-„Arabiyah, al- Mu„jam al-Wasîṯ (Kairo: Dâr al-Ma„arif, 1980), h.

1041. 2 Quraish Shihab, Kaidah Tafsir: Syarat, Ketentuan, dan Aturan yang Patut Anda Ketahui

Dalam Memahami Ayat-Ayat al-Qur‟an (Tangerang: Lentera Hati, 2013), h. 385.

Page 31: SEMIOTIKA ‘ADUWW SESAMA MANUSIA DALAM AL-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40396/1/DEWI APRILIA... · UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

16

kehidupan manusia sangat dipenuhi oleh tanda, dengan perantara tanda-tanda

proses kehidupan yang lebih efisien. Banyak ilmuan yang membahas teori

semiotika ini di antaranya Ferdinand de Saussure, Umberto Eco, Roland Barthes

dan Charles Sanders Peirce dan lain-lain. Dari semua ilmuan tersebut, penulis

hanya menggunakan teori Charles Sanders Peirce dalam penelitian ini.

Adapun alasan penulis memilih teori Charles Sanders Peirce karena berbeda

dengan teori semiotika yang lainnya, Peirce membagi proses pemahaman tanda ke

dalam tiga bagian model pemahaman. Pemahaman pertama di mana subjek

memberi makna atau tanda, pemahaman kedua di mana subjek memberi makna

rasional atas tanda fisik, dan pemahaman ketiga dalam subjek menafsirkan tanda

untuk mencari kebenaran. Peirce membagi tanda dalam tiga tingkatan: kepertamaan

(firstness), kekeduaan (secondness), dan keketigaan (thirdness). Pada model

kepertamaan atau firstness terdiri dari qualisign, sinsign, dan legisign. Dan model

kekeduaan, ikon, indeks, simbol. Terakhir, dalam model keketigaan terdiri dari

rheme, dicent, dan argument.

Pada kajian ini, penulis hanya menggunakan dua model analisis semiotika

Charles Sanders Peirce yaitu kepertamaan (firstness) yaitu qualisign, sinsign,

legisign. Dan keketigaan (thirdness) yang terdiri dari rheme, dicent, dan argument.

Ini yang membuat penulis menggunakan teori semiotika Charles Sanders Peirce

untuk menganalisis tanda „aduww dalam al-Qur‟an.

Mengapa metode maudû‟î dan Semiotika Charles Sanders Peirce ini dipakai

dalam memahami secara menyeluruh konsep „aduww. Pertama, untuk

mengumpulkan ayat-ayat yang berkenaan dengan „aduww dan derivasinya

Page 32: SEMIOTIKA ‘ADUWW SESAMA MANUSIA DALAM AL-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40396/1/DEWI APRILIA... · UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

17

menggunakan metode tematik (maudû‟î). Dengan menggunakan metode maudû‟î

penulis mendapatkan gambaran yang komprehensif mengenai konsep „aduww

dalam al-Qur‟an. Kedua, untuk mengetahui ayat-ayat yang membahas secara

implisit mengenai kata „aduww, sehingga masuklah metode analisis semiotika

sebagai ilmu yang mengkaji tanda-tanda yang ada dalam al-Qur‟an. Ada dua alasan

mengapa metode semiotika ini digunakan. Pertama, untuk menerapkan teori

semiotika dalam al-Qur‟an, mengetahui makna „aduww dalam al-Qur‟an, dan

menghidupkan tanda dari makna „aduww pada masa sekarang dibantu dengan

penafsiran.

B. Metode Tematik (Maudû‘î)

Untuk menghimpun seluruh ayat- ayat „aduww dalam al-Qur‟an, penulis

menguraikan langkah operasional yang telah diuraikan oleh Salâh „Abd al-Fatâh

al-Khulidî mengenai tafsîr maudû„î li al-mustâlah al-Qur‟ân, ada empat langkah:

Pertama menelusuri potensi makna dalam kamus serta memperhatikan penggunaan

bahasanya, penelusuran ini memperhatikan makna dari kata tersebut dengan

merujuk kembali kepada kamus-kamus bahasa Arab al-Qur‟an, seperti Lisân al-

„Arab Lî Ibn Manzûr,3 Mu„jam Maqâyis al-Lughâh,

4 Munawwir, Mufradât Alfâz al-

3 Kamus ini ditulis oleh Ibn Manẕûr yang nama lengkapnya ialah Abu al-Faḏl Jamâl al-Dîn

Muhammad ibn Mukram ibn Manẕûr al-Arifqî al-Misrî. Ulama leksikografis ini wafat pada tahun

711 H. Ibn Manẕûr dalam Lisân al-„Arab ini telah meringkas leksem-leksem yang sekiranya penting

untuk diringkas dari kamus-kamus yang sering digunakan di masanya. Kamus-kamus yang telah

diringkas oleh Ibn Manẕûr ini meliputi kamus Tahdzîb al-Lughah yang ditulis al-Jauharî, al-

Jamharah yang ditulis Ibn Darid dan al-Nihâyah yang ditulis oleh Ibn al-„Aṯir. Lihat al-Khulidî,

Tafsîr Mauḏû„î, h. 63. 4 Kamus ini ditulis oleh Abû al-Husain ibn Fâris ibn Zakariyâ yang wafat tahun 395 H.

„Abd Salâm Harun dengan penuh kegigihan telah berusaha menyunting kitab ini dan diterbitkan

dalam enam jilid tebal. Lihat al-Khulidî, Tafsîr Mauḏû„î, h. 63.

Page 33: SEMIOTIKA ‘ADUWW SESAMA MANUSIA DALAM AL-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40396/1/DEWI APRILIA... · UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

18

Qurân,5 dan kamus dan Furuq al-lughawiyyah, kedua, menjabarkan derivasinya

dengan menggunakan kamus Mu‟jam al-Mufahras Li Alfâz al-Qur‟ân al-Karîm6

ketiga, menjelaskan maknanya melalui signifikasi konteks dalam al-Qur‟an, dan

keempat, mengeluarkan esensi/hakikatnya. Kemudian ayat yang sudah terhimpun

melalui proses maudû‟î akan dipilah berdasarkan tema dan kemudian dianalisis

menggunakan metode Semiotika Charles Sanders Peirce.

C. Semiotika Charles Sanders Peirce

1. Mengenal Semiotika

Mungkin sejak manusia pertama hidup di bumi, ketika itu pula manusia

mampu melakukan komunikasi. Tanda-tanda (signs) adalah basis dari seluruh

komunikasi. Manusia dengan perantaraan tanda-tanda, dapat melakukan

komunikasi dengan sesamanya.7 Menurut Berger tanda-tanda adalah sesuatu yang

berdiri pada sesuatu yang lain atau menambahkan dimensi yang berbeda pada

sesuatu, dengan memakai segala apapun yang dapat dipakai untuk mengartikan

sesuatu lainnnya.8

Sebetulnya gagasan mengenai pemikiran manusia dan fungsi komunikasi

dengan memahami tanda-tanda berlangsung lama dalam tradisi Barat. Seorang

5 Kamus ini ditulis oleh ar-Râghib al-Asfahânî yang nama lengkapnya ialah al-Husain ibn

Muhammad ibn al-Mufaḏḏal dan beliau wafat Kisaran tahun 425 H. Edisi cetakan yang paling bagus

ialah sepeti yang diterbitkan oleh Dâr al-Qalam yang disunting secara baik pula oleh Safwân Dawri;

Lihat al-Khulidî, Tafsîr Maudû„î, h. 63. 6 Kamus ini ditulis oleh Muhammad Fu‟âd „Abd al-Bâqî. Kamus ini merupakan kamus

yang paling terkenal dan paling banyak digunakan. Selain itu, kamus ini sangat praktis dan secara

susunan terbilang sangat bagus. Lihat al-Khulidî, Tafsîr Mauḏû„î, h. 64. 7

Alex Sobur, Semitika Komnikasi (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2006), h. 15.

8 Arthur Asa Berger, Tanda-Tanda Dalam Kebudayan Kontemporer, Penerjemah: M. Dwi

Marianto dan Sunarto (Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya, 2000), h. 1.

Page 34: SEMIOTIKA ‘ADUWW SESAMA MANUSIA DALAM AL-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40396/1/DEWI APRILIA... · UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

19

tokoh Sofis, Prodicus, mendasari pengajarannya bahwa pemilihan kata-kata yang

tepat sangat penting bagi efektifnya sebuah komunikasi.

Semiologi dan semiotika berakar dari studi klasik dan skolastik atas seni

logika, retorika, dan poetika. Akar namanya sendiri adalah semeion tampaknya

diturunkan dari kedokteran hipokratik atau asklepiadik dengan perhatiannya

terhadap simptomatologi dan diagnostik iferensial.9

Semiotika yang biasanya didefinisikan sebagai pengkajian tanda-tanda (the

study of signs), pada dasarnya merupakan sebuah studi atas kode-kode, yaitu sistem

apapun yang memungkinkan seseorang memandang entitas-entitas tertentu sebagai

tanda-tanda atau sebagai sesuatu yang bermakna.

Semiotika merupakan cabang keilmuan modern yang mengkaji sistem

tanda. Dalam pengertian yang lebih luas, semiotika berarti studi sistematis

mengenai produksi ataupun interpretasi tanda, cara kerja, dan manfaatnya dalam

kehidupan manusia. Kehidupan manusia sangat dipenuhi oleh tanda, dengan

perantara tanda-tanda proses kehidupan lebih efesien.10

Ahmad Muzakki dalam bukunya yang berjudul ”Kontribusi Semiotika

dalam Memahami Bahasa Agama” yang mengungkapkan bahwa semiotika juga

sebuah model ilmu pengetahuan sosial dalam memahami dunia sebagai sistem

hubungan yang memiliki unit dasar yang disebut dengan “ tanda”.11 Menurut

pengertiannya, semiotika berasal dari kata seme, bahasa Yunani yang berarti

9 Kurniawan, Semiollogi Roland Barthes (Magelang: Indonesia Tera, 2001), h. 49.

10 Benny H. Hoed, Semiotik & Dinamika Sosial Budaya (Depok: Komunitas Bambu, 2008),

h. 5. 11

Akhmad Muzakki, Kontribusi Semiotika Dalam Memahami Bahasa Agama (Malang:

UIN-Malang Press, 2007), h. 9.

Page 35: SEMIOTIKA ‘ADUWW SESAMA MANUSIA DALAM AL-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40396/1/DEWI APRILIA... · UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

20

penafsiran tanda. Ada juga yang mengatakan semiotika berasal dari kata semeion,

yang berarti tanda. Oleh sebab itu beberapa ilmuan sering menyebut semiotika ini

sebagai ilmu yang mengkaji tentang tanda-tanda. Ilmu ini menganggap bahwa

fenomena sosial dan kebudayaan merupakan sekumpulan tanda-tanda, sehingga

dalam hal ini semiotika dianggap ilmu yang mempelajari sistem-sistem, aturan-

aturan atau konvensi yang memungkinkan suatu tanda memiliki arti.

Pemikiran tentang tanda sebenarnya sudah dilakukan sejak zaman Yunani.

Para ahli filsafat Yunani sekali-kali sudah memikirkan fungsi tanda. Selain itu,

pada masa filsafat Yunani Abad pertengahan pengertian serta penggunaan tanda

juga telah disinggung. Istilah semiotika sendiri baru digunakan pada abad ke-18

oleh Lambert (seorang filsuf dari Jerman) sebagai sinonim kata logika, dan orang

baru memikirkan secara sistematis tentang penggunaan tanda dan ramai-ramai

membahasnya pada abad ke-20. 12

Berdasarkan perkembangan sejak zaman Yunani sampai zaman Modern,

kelahiran semiotika modern tidak dapat dilepaskan dari dua tokoh yang sering

disebut sebagai bapak semiotika modern, yaitu: Ferdinand de Saussure (1857-1913)

dan Charles Sanders Peirce (1839-1914). Akan tetapi kedua tokoh ini tidak saling

mengenal dan masing-masing mengembangkan teori semiotika di daerah yang

berbeda. Saussure mengembangkan teori semiotika di Prancis, sedangkan Peirce di

Amerika. Kedua tokoh ini pun memiliki perbedaan-perbedaan terutama dalam

penerapan konsep. Perbedaan ini disebabkan karena latar belakang yang berbeda.

12

Ali Imron, Semiotika al-Qur‟an, h. 10.

Page 36: SEMIOTIKA ‘ADUWW SESAMA MANUSIA DALAM AL-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40396/1/DEWI APRILIA... · UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

21

Saussure adalah seorang ahli bahasa dan menjadi cikal bakal linguistik umum,

sementara itu Pierce adalah seorang ahli filsafat dan logika.13

2. Sekilas Biografi Charles Sanders Peirce

Charles Sanders Peirce lahir dari keluarga intelektual pada tanggal 10

September 1839 di Cambridge. Dia dikenal sebagai filusuf Amerika, ahli

matematika, ahli logika dan pendiri semiotika modern.14

Peirce adalah anak dari

Benjamin Peirce, seorang profesor matematika dan astronomi yang berlian di

Harvard, dan Sarah Mills, anak dari senator Elijah Hunt Mills. Peirce adalah anak

kelima dari lima bersaudara, dan empat saudaranya sangat berbakat. Salah satu nya

adalah James Mills Peirce, kakaknya, yang mengikuti jejak ayahnya menjadi

professor matimatika di Harvard. Saudaranya yang lain, Herbert Henry Davis

Peirce mengukir karir terhormat di Foreign Service, sedangkan adiknya yang

terkecil Benjamin Mills Peirce, menunjukkan bakatnya menjadi seorang insinyur,

akan tetapi ia meninggal saat masih muda. Bakat yang dimiliki Peirce bersaudara,

terutama Charles, merupakan bagian kemampuan intelektual yang luar biasa yang

dipengaruhi oleh kemampuan ayah mereka.15

Charles Peirce mewarisi dari ayahnya bukan hanya kecerdasan dan

kecakapan belajar yang luar biasa, tapi juga atas kemampuan menguasai ilmu

matematika dan tatanan keilmuan lainya. Penghormatan religius untuk matematika

13

Ali Imron, Semiotika Al-Qur‟an, h. 11. 14

Jorgen Dines Johansen and Svend Erik Larsen, Signs in Use an Introduction to Semiotics

(New York: The Taylor dan Francise- Library, 2005), h.227. 15

Lexi Zulkarnaen Hikmah, “Hadis Tentang Keutamaan Ibu: Suatu tinjauan dan Analisis

Semiotik Charles S. Peirce”, ( Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, Universitas Islam Negeri

Jakarta, 2008), h. 15-16.

Page 37: SEMIOTIKA ‘ADUWW SESAMA MANUSIA DALAM AL-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40396/1/DEWI APRILIA... · UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

22

dan tatanan keilmuan lainya. Ini dibuktikan dengan menerima gelar secara berturut-

turut dengan gelar B.A., M.A., dan B.Sc. pada tahun 1859, 1862, dan 1863 dari

Universitas Harvard. Selama lebih dari tiga puluh tahun, yaitu antara 1858-1860

dan tahun 1861-1891, Peirce banyak melakukan tugas astronomi dan geodesi untuk

Survei Pantai Amerika Serikat (United States Coast Survey). Dari tahun 1879

sampai tahun 1884, ia menjadi dosen paruh waktu dalam bidang logika di

Universitas Johns Hopkins.16

Peirce adalah seorang filusuf Amerika yang paling orisinal dan

multidimensional. Namun, sikapnya yang temperamental karena penyakit syaraf

yang dialaminya membuatnya dipukuli oleh para koleganya. Penyakit dan

medikasinya berkontribusi pada ketidakmampuannya dan tidak beradab, yang

membuat ia dikeluarkan sebagai dosen dari Universitas Johns Hopkins. Sebab

penyakitnya itu juga Peirce tampaknya memiliki kemampuan untuk menghina

orang dan pada umumnya tidak menyenangkan. Selanjutnya, dia menceraikan

istrinya yang bernama Harriet Melusina Fay, yang seorang feminis dan kemudian

menikahi wanita yang dianggap berselingkuh dengannya yang bernama Juliette

Pourtalai.

Pada abad ke sembilan belas, ini tidak hanya tidak bisa diterima, tapi

tampaknya tak termaafkan. Kekurangan pribadi Peirce termasuk ketidakmampuan

menangani uang, Karena menghabiskan sumber dayanya dengan nekat dan selalu

16

Wildan Taufiq, Semiotika: Untuk Kajian Sastra dan al-Qur‟an ( Bandung: Yrama

Widya, 2016), h. 28.

Page 38: SEMIOTIKA ‘ADUWW SESAMA MANUSIA DALAM AL-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40396/1/DEWI APRILIA... · UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

23

berharap bahwa dia punya ide menghasilkan uang di tikungan berikutnya.

Akibatnya, di masa tuanya ia mendapati dirinya jatuh miskin.17

William James adalah orang yang pertama kali menyelamatkanya dari

kemiskinan dan kelaparan bersama istri keduanya itu. James adalah seorang sahabat

bagi Peirce, sampai bertahun-tahun lamanya dia kembali mencerminkan kembali

kehidupan dan pendidikannya, dan merawat istri keduanya melalui

ketidakmampuan dan kemiskinan, dan ia juga mengabdikan dirinya pada karya

filosofis. Sehingga Peirce mendapat posisi sebagai salah satu filusuf penting dalam

sejarah filsafat, meskipun ia tidak dapat memperoleh posisi permanen di

Universitas sebagai profesor. Hari ini, ia dikenal di seluruh dunia dan belajar untuk

kontribusinya terhadap logika, epistemologi, filsafat sains, dan semiotika atau teori

tanda-tanda. Tidak hanya itu, Peirce menonjol sebagai ayah pragmatisme yang

diakui. Dia juga mengembangkan sistem metafisika, teologi, dan etika yang kaya

dan terpadu.18

Peirce meninggal pada tanggal 19 April 1914 di Milford, Pensylvania pada

umur 75 tahun. Tulisan-tulisanya dikenal secara luas dari tahun 1857 hingga dekat

dengan kematianya, sebuah periode yang lamanya kurang lebih 57 tahun. Tulisanya

yang diterbitkan hampir 12.000 halaman dan tulisannya yang tidak diterbitkan

mencapai 80.000 halaman tulisan tangan. Topik-topik yang ditulisnya memiliki

cakupan yang sangat luas dari mulai matematika, fisika hingga ekonomi dan ilmu-

17

Richard P. Mullin, “The Soul Of Classical American Philosophy”, New York: State

University of New York Press, h.119. 18

Richard, “The Soul Of Classical American Philosophy”, h. 120.

Page 39: SEMIOTIKA ‘ADUWW SESAMA MANUSIA DALAM AL-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40396/1/DEWI APRILIA... · UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

24

ilmu sosial. Penerbitan karya-karya Peirce yang luas membuat tulisanya terpencar

diberbagai media, dan sulit untuk dikumpulkan.

Tidak lama setelah kematianya pada 1914, janda Peirce, Juliette, menjual

naskah-naskah yang tidak diterbitkan ke Departemen Filsafat Universitas Harvard.

Pada mulanya, naskah-naskah tersebut di bawah pemeliharaan Josiah Royce, tetapi

setelah kematiannya pada tahun 1916, dan terutama setelah berakhirnya Perang

Dunia I, naskah-naskah tersebut tidak terpelihara. Beberapa di antaranya salah

penempatan, hilang, diberikan kepada orang, dan teraduk-aduk.

Carolyn Eisele adalah seorang di antaranya yang berusaha menempatkan

dan memasang tulisan-tulisan Peirce tersebut, dan ia juga menemukan peti yang

hilang yang berisikan tulisan dan naskah-naskah Peirce di tahun 1950-an. Rupanya

peti tersebut dirahasiakan untuk beberapa decade di bawah Perpustakaan Harvard.19

3. Pemikiran Charles Sanders Peirce

Sebagaimana yang sudah kita ketahui bahwa Charles Sanders Peirce

mempunyai dasar berfikir pada filsafat dan logika. Hal ini tidak mengherankan

karena Peirce adalah seorang filsuf Amerika yang terkemuka. Ia dianggap sebagai

pendiri filsafat pragmatisme, di samping William James, John Dewey, dan George

Hebert Mead. Oleh karena itu teori semiotika Charles Sanders Peirce didasarkan

pada filsafat pragmatismenya, yang sudah kita kenal sampai saat ini. Peirce

mendefinisikan pragmatisme sebagai berikut:

19

Lexi Zulkarnaen Hikmah, “Hadis Tentang Keutamaan Ibu: Suatu tinjauan dan Analisis

Semiotik Charles S. Peirce, h. 16

Page 40: SEMIOTIKA ‘ADUWW SESAMA MANUSIA DALAM AL-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40396/1/DEWI APRILIA... · UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

25

“According to Peirce, pragmatism means a method for clarifying the

meaning of ideas”.20

Dengan ini, kita dapat menemukan makna sebuah gagasan dengan bertanya

kepada diri kita sendiri apa konsekuensi praktis yang akan terjadi jika sebuah

gagasan itu benar adanya. Contohnya konsep “bobot” . Dalam pandangan

pragmatism, “bobot” adalah suatu benda jika tidak ditopang maka akan jatuh.21

Demikianlah Peirce mendefinisikan pragmatisme sebagai metode untuk

mengklarifikasi gagasan dalam struktur filosofis yang lebih besar.

Oleh karena itu, sejumlah pengamat menempatkan Peirce sebagai bagian

dari pragmatisme. Dasar pemikiran tersebut dijabarkan dalam bentuk tripihak (

triadic) yakni setiap gejala secara fenomenologis mencangkup yang pertama,

bagaimana sesuatu menggejala tanpa harus mengacu pada sesuatu yang lain

(qualisigns, firstness, in-itselfness). Kedua, bagaimana hubungan gejala tersebut

dengan realitas di luar dirinya yang hadir dalam ruang dan waktu (sinsign,

Secondness/ over-againstness). Dan ketiga, bagaimana gejala tersebut dimediasi,

direpresentasi, dikomunikasikan, dan “ditandai” (legisigns, thirdness/ in-

betweenness).

Ketiga kategori di atas menunjukkan bahwa realitas hadir dalam tiga

kemungkinan. Dari situ kemudian dihasilkan tiga trikonomi: trikotomi pertama

adalah qualisign, sinsign, dan legisign; trikotomi kedua adalah ikonis, indeks, dan

20

Richard, “The Soul Of Classical American Philosophy,” h. 121. 21

Wildan Taufiq, Semiotika: Untuk Kajian Sastra dan al-Qur‟an, h. 30.

Page 41: SEMIOTIKA ‘ADUWW SESAMA MANUSIA DALAM AL-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40396/1/DEWI APRILIA... · UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

26

simbol; trikotomi ketiga adalah term (rheme), proposisi (dicent), dan argument.

Relasi tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:22

Definisi tanda dari Peirce berkaitan dengan kategori firstness, secondness

dan thirdness. Dengan demikian, ia membedakan tiga tipe tanda berdasarkan tiga

kategori fenomenologinya. Tanda sebagai firstness yaitu tanda yang “ditangkap”

oleh penerima tanda, yang disebut representamen. Tanda sebagai secondness yaitu

yang berdasarkan pengetahuannya merujuk pada objek. Dan tanda sebagai

thirdness tanda berdasarkan hubungan representamen dan objek, penerima tanda

akan melakukan penafsiran yang disebut interpretan.23

4. Teori Semiotika Charles Sanders Peirce

Bagi Peirce segala sesuatu adalah tanda. Dengan perantaraan tanda-tanda

kita dapat melakukan komunikasi. Namun tanda tidak hanya dipakai dalam

komunikasi saja, tetapi kita juga menggunakan tanda dalam kehidupan sehari-hari,

yaitu apabila kita mencoba memahami dunia, dan apabila kita sadar atau tidak

dalam tindakan ditentukan oleh cara kita menginterpretasikan tanda.

Menurut Piece kita berpikir hanya dalam tanda, dan ia pun yakin bahwa

segala sesuatu adalah tanda. Peirce mendefinisikan tanda sebagai berikut:

“I define a sign as anything which is so determined by something else,

called its Object, and so determines an effect upon a person, which effect, I call its

Interpretant, that the latter is thereby mediately determined by former”.

22

T. Christomy dan Untung Yuwono, Semiotika Budaya (Depok :Pusat Penelitian

Kemasyarakatan dan Budaya Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2010),

h.115-116. 23

Benny H. Hoed, Semiotik & Dinamika Sosial Budaya ( Depok: Komunitas Bambu:

2014), h. 176.

Page 42: SEMIOTIKA ‘ADUWW SESAMA MANUSIA DALAM AL-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40396/1/DEWI APRILIA... · UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

27

“Saya mendefinisikan tanda sebagai apa pun yang ditentukan oleh sesuatu

yang lain, yang disebut Objek, dan menentukan suatu pengaruh pada seseorang,

yang pengaruh itu saya sebut Interpretant, yang mana Interpretant ditentukan oleh

Objek”.24

Dari definisi di atas disebutkan bahwa apapun dapat menjadi tanda. Yang

dimaksud apapun di sini tidak hanya benda fisik yang dapat menjadi tanda, namun

pikiran pun dapat menjadi tanda, seperti yang dikatakan Peirce bahwa semua

pemikiran adalah tanda. Jadi tanda tidak hanya berbentuk khusus seperti: signal,

simtom, paraf, pernyataan linguistik, dan lain-lain.

Peirce menggambarkan bahwa tanda terjadi karena suatu proses yang

disebutnya semiosis. Proses itu dimulai dengan masuknya unsur tanda yang berada

di bagian “luar” ke dalam indra manusia, yaitu representamen atau ground, yang

mungkin dapat dibandingkan dengan penandanya Saussure. Jika proses

pengindraan sudah terjadi, maka proses selanjutnya di dalam proses kognisi

manusia adalah pengacuan pada apa yang disebutnya objek, yakni hal (makna)

yang mewakili oleh representamen. Misalnya, kita melihat lampu berwarna merah.

Karena kita sudah mengetahui konvensi yang berlaku, lampu berwarna merah itu

kita anggap merujuk pada pengertian “larangan” (objek), yang mungkin dapat kita

bandingkan dengan petanda menurut Saussure. Selanjutnya adalah interpretan,

yaitu saat kita memberikan penafsiran berkaitan dengan situasi tempat kita berada.

Jika lampu merah itu terdapat di jalan sebagai rambu lalu lintas dan kita

mengemudikan mobil, kita akan menafsirkanya sebagai kewajiban hukum untuk

berhenti dan kemudian akan menafsirkanya sebagai izin secara hukum untuk

24

Fariz Pari, Epistimologi Semiotik Peirce (Jabaru:Kopi Center, 2012), h. 28.

Page 43: SEMIOTIKA ‘ADUWW SESAMA MANUSIA DALAM AL-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40396/1/DEWI APRILIA... · UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

28

meneruskan perjalanan apabila lampu telah berganti hijau. Interpretan

mempengaruhi perilaku kita dalam situasi tertentu. 25

Dengan kata lain, sebuah tanda senantiasa memiliki tiga dimensi yang

saling terkait: Representamen (R) sesuatu yang dapat dipersepsi (perceptible),

Objek (O) sesuatu yang mengacu kepada hal lain (referential), dan interpretan (I)

sesuatu yang dapat diinterpretasi (interpretable).26

Dengan ini, Peirce melihat tanda dalam mata rantai tanda yang tumbuh.

Maka Peirce menjabarkan tanda ini dalam bentuk tripihak/ (triadic) yaitu firstness,

secondness, dan thirdness. Firstness adalah kualitas perasaan, atau hanya

penampilan, yaitu mengacu pada keberadaan seperti adanya tanpa menunjuk ke

yang lain yang potensial, misalnya: sifat, perasaan, watak, esensi. Istilah kualitas

perasaan ini dimaksudkan Peirce mengacu pada unsur-unsur pertama dari

kesadaran, termasuk disini adalah data yang membangkitkan pada putusan persepsi

dalam semua pengetahuan empiris kita.27

Secondness adalah relasi, yaitu mengacu

pada keberadaan seperti adanya dalam hubungannya dengan yang lain, seperti

konfrontasi dengan kenyataan. Secondness mengacu pada suatu hubungan. Tipe

idea secondness adalah pengalaman berupaya. Pengalaman upaya tidak dapat eksis

tanpa pengalaman perlawanan dari upaya. Upaya hanya berarti upaya berdasarkan

apa yang dilawankannya, dan dalam pengalaman itu tidak ada unsur ketiga yang

masuk. Perlu diketahui bahwa yang dimaksud adalah pengalaman berupaya bukan

25

Hoed, Semiotik & Dinamika Sosial Budaya, h. 263 26

T. Christomy dan Untung Yuwono, Semiotika Budaya, h. 117 27

Pari, Epistimologi Semiotik Peirce, h.20

Page 44: SEMIOTIKA ‘ADUWW SESAMA MANUSIA DALAM AL-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40396/1/DEWI APRILIA... · UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

29

perasaan, dengan demikian tidak ada unsur psikologi.28

Thirdness adalah

representasi, yaitu mengacu pada suatu interpretant, dan merupakan unsur mental.

Thirdness adalah keberadaan pada yang berlaku umum, seperti: aturan, hukum,

kebiasaan. Semua pemikiran Peirce untuk semiotik dianalogikan kepada trilogi

ini.29

Dari situ kemudian dihasilkan tiga trikotomi: trikotomi pertama adalah

qualisign, sinsign, dan legisign; trikotomi kedua adalah ikonis, indeks, dan simbol;

trikotomi ketiga adalah term (rheme), proposisi (dicent), dan argument.30

Jika kita arahkan perhatian kita pada sifat dari tanda itu sendiri sebagai

representamen, terpisah dari objeknya atau interpretannya, maka terdapat tiga

macam tanda. Tanda dalam hubungannya dengan firstness, yaitu qualisign, sinsign,

dan legisign. Pertama, qualisign (diambil dari kata quality) adalah merupakan

tanda-tanda yang merupakan tanda berdasarkan suatu sifat, contohnya, merah.

Karena merah merupakan tanda pada apa yang mungkin, seperti sosialisme, cinta.

Qualisign atau tone (sifat) adalah tanda yang merupakan kualitas atau

penampakkan belaka. Suatu qualisign tidak dapat beroperasi secara simbolis

sampai tanda itu diberi bentuk atau diwujudkan, namun tidak mempengaruhinya

sebagai suatu tanda. Kedua, sinsign (diambil dari kata singular) adalah tanda yang

merupakan dasar tampilnya dalam kenyataan, seperti jeritan, tertawa, nada suara,

metafora, juga termasuk segala pernyataan individual yang tidak dilembagakan.

Sinsign dinamakan juga token, dapat berupa objek atau kejadian individual. Sinsign

28

Pari, Epistimologi Semiotik Peirce, h.21 29

Pari, Epistimologi Semiotik Peirce, h.23 30

T. Christomy dan Untung Yuwono, Semiotika Budaya, h. 115-116.

Page 45: SEMIOTIKA ‘ADUWW SESAMA MANUSIA DALAM AL-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40396/1/DEWI APRILIA... · UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

30

hanya dapat menunjukkan dirinya melalui kualitasnya, suatu qualisign atau lebih

tepat lagi kelompok qualisign, karena ditentukan oleh beberapa kualitas. Ketiga,

legisign (diambil dari kata legitimation) adalah tanda-tanda yang merupakan tanda

atas dasar sebuah peraturan yang berlaku umum, sebuah konvensi, sebuah kode,

misalnya mengangguk berarti „ya‟, tanda lalu lintas, jabat tangan. Setiap tanda

konvensional adalah suatu legisign. Legisign bukan merupakan objek tunggal, tapi

suatu tipe umum, yang telah disetujui mempunyai arti. Karena legisign bersifat

umum, legisign hanya dapat berfungsi melalui contoh atau replica dari dirinya

sendiri. Tapi replika ini harus suatu sinsign yang melibatkan qualisign.31

Dalam hubungannya antara representamen dan objeknya, Peirce

membedakan antara icon, index, dan symbol. Icon adalah tanda yang mengandung

kemiripan “rupa” (resemblance) sebagaimana dapat dikenali oleh para pemakainya.

Di dalam ikon hubungan antara representamen dan objeknya terwujud sebagai

kesamaan dalam beberapa kualitas”. Misalnya suatu peta atau lukisan memiliki

hubungan ikonik dengan objeknya yang keduanya terdapat keserupaan.32

Index

adalah tanda yang memiliki keterikatan fenomenal atau eksistensial di antara

representamen dan objeknya. Di dalam indeks hubungan antara tanda dan objeknya

bersifat konkret, actual, dan biasanya melalui suatu cara yang sekuensial atau

kausal. Jejak telapak kaki di atas permukaan tanah, misalnya, merupakan indeks

dari seseorang yang telah lewat di sana, misalnya ketukan pada pintu merupakan

31

Pari, Epistimologi Semiotik Peirce, h.30-31 32

Budiman, Semiotika Visual, h. 20

Page 46: SEMIOTIKA ‘ADUWW SESAMA MANUSIA DALAM AL-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40396/1/DEWI APRILIA... · UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

31

indeks dari kehadiran atau kedatangan seseorang di rumah kita.33

Sedangkan simbol

adalah tanda yang representamenya merujuk kepada objek tertentu tanpa motivasi

(unmotivated); symbol terbentuk melalui konvensi-konvensi atau kaidah-kaidah,

tanpa adanya kaitan langsung di antara representamen dan objeknya, contohnya

adalah kata “buku” yang dalam bahasa inggris book adalah simbol. Karena relasi di

antara kata tersebut sebagai representamen dan sebuah buku betulan yang menjadi

objeknya tidak bermotivasi alias arbiter dan konvensional. 34

Dalam hubunganya dengan interpretan yang ditandainya, suatu tanda adalah

rheme, dicent, dan argument, atau sesuai dengan term, proposisi, dan argumen.

Pertama, rheme adalah suatu tanda kemungkinan kualitatif, yakni tanda apapun

yang tidak benar dan tidak pula salah. Sebuah huruf atau fonem yang berdiri sendiri

adalah rheme, bahkan nyaris semua kata tunggal dari kelas apapun baik kata kerja,

kata benda, kata sifat, dsb adalah rheme, kecuali „ya‟ dan „tidak‟ atau „benar‟ dan

„salah‟. Misalnya kata “Meja” adalah tanda bahasa. Kedua, design atau dicent

adalah tanda eksistensi aktual, suatu tanda factual yang biasanya berupa proposisi.

Sebagai proposisi, dicent adalah tanda yang bersifat informasional seperti pada

kalimat “Andi adalah seorang bayi laki-laki”. Ketiga, argument adalah tanda

“hukum” atau kaidah, suatu tanda nalar, yang didasari oleh leading principle yang

menyatakan bahwa peralihan dari premis-premis tertentu kepada kesimpulan

tertentu adalah cenderung benar. Apabila tanda dicent hanya menegaskan eksistensi

sebuah objek, maka argumen mampu membuktikan kebenaranya. Contoh yang

33

Budiman, Semiotika Visual, h. 20 34

Budiman, Semiotika Visual, h. 22

Page 47: SEMIOTIKA ‘ADUWW SESAMA MANUSIA DALAM AL-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40396/1/DEWI APRILIA... · UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

32

paling jelas dari sebuah argument adalah silogisme, silogisme adalah “Semua

manusia tidak hidup kekal”. “Sokrates adalah manusia”. “Sokrates tidak hidup

kekal”.35

Relasi ini dapat digambarkan pada diagram sebagai berikut:

Modifikasi Diagram 2.1

(Sumber: Toeti Heraty, 1992 dalam makalah; Semiotik dan Filsafat)36

RELASI

DAN

KATEGORI

PROSES TIPOLOGI FUNGSI KATEGORI

KEHADIRAN

(FENOMENOLOGI)

Tanda dengan

ground

menghasilkan

pemahaman

(firstness)

Penampilan

relevansi

untuk subjek

dalam

konteks

- qualisign

- sinsign

- legisign

- predikat

- objek

- kode,

konvensi

- firstness

- secondness

- thirdness

Tanda dengan

objek

(secondness)

Proses

representasi

objek oleh

tanda

- ikon

- indeks

- symbol

- kemiripan

- petunjuk

- konvensi

- firstness

- secondness

- thirdness

Tanda dengan

interpretant

pada subjek

(thirdness)

Proses

interpretasi

oleh subjek

- rheme

- decisign

- argument

-kemungkinan

- proposisi

- kebenaran

- firstness

- secondness

- thirdness

Dari proses di atas dapat kita lihat bahwa Peirce membagi proses

pemahaman tanda pada tiga metode yaitu firstness merupakan relasi antar elemen

tanda bersifat subyektif (berdasarkan pengalaman pribadi) dan fokus kajiannya

adalah agensi. Sementara secondness adalah relasi antar elemen tanda bersifat

material (terindra) dan fokus kajiannya adalah obyek, dan thridness adalah relasi

antar tanda bersifat maknawi (interpretasi) dan fokus kajiannya pada teks.

35

Wildan Taufiq, Semiotika: Untuk Kajian Sastra dan al-Qur‟an, h. 37-38 36

Pari, Epistimologi Semiotik Peirce, h. 31.

Page 48: SEMIOTIKA ‘ADUWW SESAMA MANUSIA DALAM AL-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40396/1/DEWI APRILIA... · UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

33

5. Semiotik Sebagai Metode Interpretasi

Peirce mencoba menjelaskan bagaimana sebuah proses berfikir dalam pikiran

manusia terjadi. Hal ini terjadi ketika manusia berinteraksi dengan tanda, karena

bagi Peirce semuanya adalah tanda, maka baik bunyi, tulisan, bau, warna atau

apapun itu yang dapat dipahami manusia adalah tanda. Proses tanda tersebut terdiri

dari tiga langkah; pencerapan tanda, penggambaran objek, dan interpretasi. Sebagai

contoh hal ini dapat dilihat ketika seorang pengendara motor menginterpretasi salah

satu lampu dari tiga lampu lalu lintas sebagai sebuah tanda. Lampu tersebut terdiri

dari tiga warna yang berbeda, yang masing-masing lampu mewakili perintah

tertentu; merah (perintah untuk berhenti), hijau (perintah untuk jalan), dan kuning

(perintah untuk berhati-hati). Ketika pengendara motor melihat lampu berwarna

merah maka secara otomotis sang pengendara motor tersebut langsung berhenti.

Proses berfikir pengendara motor dapat digambarkan dengan semiotika sebagai

berikut:

O

Perintah untuk

berhenti

R

Lampu berwarna

Merah

I

Berhenti

Page 49: SEMIOTIKA ‘ADUWW SESAMA MANUSIA DALAM AL-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40396/1/DEWI APRILIA... · UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

34

Lampu berwarna merah merupakan tanda yang dicerap sang pengendara

motor, yang kemudian berelasi dengan objek “perintah untuk berhenti” yang pada

akhirnya membentuk interpretasi “berhenti.”

Tanda yang sama, boleh jadi memiliki objek yang berbeda sehingga

menimbulkan interpretasi yang berbeda. Hal ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

Dari gambaran di atas terlihat tiga individu yang berbeda melihat sebuah

tanda yang sama dan melalui proses representasi dengan objek yang berbeda maka

menghasilkan interpretasi yang berbeda dari setiap individu. Individu 1,

berinteraksi dengan tanda „a‟ kemudian berelasi dengan objek‟x‟ maka

menghasilkan interpretan „x‟. Individu 2, berinteraksi dengan tanda yang sama „a‟

kemudian berelasi dengan objek „y‟ dan menghasilkan interpretan „y‟. Terakhir

Individu 3, berinteraksi dengan tanda yang sama pula „a‟ kemudian berelasi dengan

objek „z‟ dan menghasilkan interpretasi „z‟.

Sebagai contoh adalah ketika ada tiga orang mendengar kata “teh” dalam

sebuah pertanyaan “Kalian mau minum teh ?,” maka setidaknya terdapat tiga

interpretasi mengenai kata “teh” dalam pertanyaan tersebut. Proses tersebut dapat

digambarkan dengan semiotik sebagai berikut:

Ox

Oy

Ra Ra

Iy

Individu 1

Ix

Individu 2

Oz

Ra

Iz

Individu 3

Page 50: SEMIOTIKA ‘ADUWW SESAMA MANUSIA DALAM AL-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40396/1/DEWI APRILIA... · UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

35

Selain itu, tanda yang berbeda boleh jadi memiliki objek yang sama

sehingga menghasilkan interpretan yang sama pula. Proses semiotik tersebut dapat

dirumuskan sebagai berikut:

Rumus di atas memperlihatkan bagaimana tiga individu berinteraksi

dengan tiga tanda yang berbeda akan tetapi menghasilkan objek dan interpretasi

yang sama. Individu 1, berinteraksi dengan tanda „x‟ kemudian berelasi dengan

objek „a‟ dan menghasilkan interpretan „a‟. Individu 2, berinteraksi dengan tanda

„y‟ dan berelasi dengan objek „a‟ dan menghasilkan interpretan „a‟. Individu 3,

berinteraksi dengan tanda „z‟ dan berelasi dengan objek „a‟ kemudian menghasilkan

interpretasi „a‟.

Teh Tawar

Teh Manis

Kata ‘teh’ Kata ‘teh’

Teh Manis

Orang 1

The Tawar

Orang 2

Teh Botol

Kata ‘teh’

Teh Botol

Orang 3

Oa

Oa

Rx Ry

Ia

Individu 1

Ia

Individu 2

Oa

Rz

Ia

Individu 3

Page 51: SEMIOTIKA ‘ADUWW SESAMA MANUSIA DALAM AL-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40396/1/DEWI APRILIA... · UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

36

Sebagai contoh adalah ketika seseorang menyebutkan beberapa merek

handphone seperti Samsung, Xiomi, Asus, hal tersebut akan mengacu kepada satu

interpretasi jenis handphone. Proses tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:

Semiotik merupakan suatu epistimologi pragmatis. Hal ini tercermin dari

teori kebenarannya. Benar bagi semiotik adalah apabila berfungsi dan efektif dalam

kehidupan, yang berarti dapat dimanfaatkan dalam pengalaman hidup sehari-hari.

Oleh karena itu, semiotik sebagai epistimologi bertumpu pada pengalaman. Dari

pengalaman ini dengan melalui proses semiosis, diperoleh struktur yang rinci. Dari

pengalaman ini pula diperoleh wawasan dan pengembangan pengetahuan yang

dinamis, artinya pengetahuan ini bertambah dan berubah terus seiring dengan

pengalaman hidup sehingga pengetahuan manusia berkembang terus.37

37

Pari, Epistimologi Semiotik Peirce, h.129.

Handphone

Handphone

Samsung Xiomi

Handphone

Orang 1

Handphone

Orang 2

Handphone

Asus

Handphone

Orang 3

Page 52: SEMIOTIKA ‘ADUWW SESAMA MANUSIA DALAM AL-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40396/1/DEWI APRILIA... · UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

37

BAB III

KONSEP ‘ADUWW: DEFINISI, DIMENSI, KONTEKS DAN

PENAFSIRAN-PENAFSIRAN

A. Terma ‘aduww: Derivasi dan Definisi.

Kata „aduww (عدو) pada kosa kata Arab dimaknai sebagai musuh atau

lawan1 ini ditinjau dari segi etimologi merupakan pecahan (musytaq) dari susunan

kata yang terdiri dari huruf „ain, dâl, dan huruf mu‟tâl yang menunjukkan makna

melampaui sesuatu dan mendahuluinya untuk mencari kepuasan,2 sebagaimana

dalam QS a-An„âm/ 6: 108:

ي ٱلذين تسبوا علمبغياوعدٱللوف يسبواٱللودونمنعوندول لك ةلكلزي ناكذ ثعملهمأم

مإل رجعهمرب (١)ملوني عكانواباف ي نبئ همم“Dan janganlah kamu memaki sembahan-sembahan yang mereka sembah

selain Allah, karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas

tanpa pengetahuan. Demikianlah Kami jadikan setiap umat menganggap baik

pekerjaan mereka. Kemudian kepada Tuhan merekalah kembali mereka, lalu Dia

memberitakan kepada mereka apa yang dahulu mereka kerjakan.”

Makna dasar dari al-„adw menurut Ibn Manẕûr ialah al-haḏr (datang)

namun ada juga yang menyebutkan bahwa ia bermakna menghadiri atau

mendatangi hingga ia menyusul, menangkap, melampauinya. Pecahan-pecahan

lain dari susunan huruf tersebut diantaranya ialah al-„adwu, al-„adâwah, al-

mu„addah, al-„udwân, al-„udawa dan lain sebagainya.3

Dalam Maqâyis Lughât, al-Khalil memaknai pecahan-pecahan dari

„aduww dengan berbagai makna, diantaranya ada kata al-„adw (العدو) berarti

1 Ahmad Warson Munawwir, Al-Munawwir; Kamus Arab-Indonesia (Surabaya; Pustaka

Progresif, 1997), h. 908. 2Ahmad Ibn Fâris, Mu‟jam Maqâyis al-Lughât, jil. 4 (T.tp.: Dâr al-Fikr, T.t.), h. 249.

3 Ibn Manzur, Lisân al-„Arab, (Kairo; Dâr al-Ma„ârif, 1119), h. 2845.

Page 53: SEMIOTIKA ‘ADUWW SESAMA MANUSIA DALAM AL-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40396/1/DEWI APRILIA... · UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

38

menyerang (الغزو), al-„aduww (العدو) bermakna datang dan menahan (وقعود ,(حضور

al-„âdin ( لعادا ) bermakna orang yang memusuhi orang lain secara dzalim dan

aniaya, dan „adw (العدو) bermakna lari, sedangkan „udwân (عدوان) bermakna lari

yang cepat dan mantap, al-udwân (العدوان) bermakna perbuatan dzalim yang jelas

dan nyata, sedangkan i‟tidâ‟ (إعتداء) merupakan pecahan (musytaq) dari „udwân

berarti melampaui atau melebihi sesuatu untuk (التعدى) dan at-ta‟addî ,(عدوان)

mencari kepuasaan.4

Dalam Lisanul Arab, kata „udawân (عدوان) atau al-„addâ‟ (العداء)

merupakan bentuk mubâlaghah (superlatif) dari kata al-„adw (العدو).5 Dalam

Mufradât Alfâẕ al-Qur‟ân disebutkan bahwasanya kata al-„adw bermakna al-

tajâwuz (التجاوز; melampaui, melewati, menaklukkan) dan munâfât al-ilti‟âm

اإللتئام) menentang kebaikan) kadangkala menggambarkan tentang hati ;منافاة

.(القلب)

4 Ibn Fâris, Mu‟jam Maqayis al-Lughât, jil. 4, h. 249.

5 Ibn Manzur, Lisân al-„Arab, h. 2845.

Page 54: SEMIOTIKA ‘ADUWW SESAMA MANUSIA DALAM AL-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40396/1/DEWI APRILIA... · UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

39

Kadangkala ia adalah gambaran tentang berjalan (املشي), seperti berlari

kencang. Kadangkala ia juga berhubungan dengan rusaknya suatu keadilan dalam

hubungan manusia, juga kadangkala ia menunjukkan tentang tempat atau lokasi,

sebagaimana ungkapan “عدواء ذو bermakna suatu (‟makân dzû „udawâ) ”مكان

tempat yang tidak dapat memberikan ketenangan bagi siapa saja yang berdiam di

sana.6

Dalam Lisân al-„Arab, disebut bahwa kata „aduww menunjuk kepada

syaitan, yang lebih khusus lagi dinyatakan mempunyai dua bentuk yaitu jin dan

manusia.7 Hal ini didasarkan pada QS. al-An‟âm/ 6: 112 berikut ini:

جع لك طياعدونبيلكلنالوكذ اغرورلٱلقورفزخب عضإلب عضهميوحينوٱلسنٱإلشي()ت روني فوما ىمفذر ف علوهماربكءشآولو

“Dan demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap nabi itu musuh, yaitu

syaitan-syaitan (dari jenis) manusia dan (dan jenis) jin, sebahagian mereka

membisikkan kepada sebahagian yang lain perkataan-perkataan yang indah-

indah untuk menipu (manusia). Jikalau Tuhanmu menghendaki, niscaya mereka

tidak mengerjakannya, maka tinggalkanlah mereka dan apa yang mereka ada-

adakan”

.

Dari beberapa pendapat yang penulis uraikan, dapat diketahui bahwasanya

kata „aduww dan segala derivasinya merupakan kata musytaraq8 yang mempunyai

makna: datang, berlari, melampaui, menyerang, memusuhi, menaklukkan,

mendzalimi, melanggar.

Berikutnya, berdasarkan uraian al-Asfahânî dalam Mufradat Alfâẕ al-

Qur‟ân, dapat diketahui bahwa setidaknya kata „aduww dan pecahannya dalam al-

6 Al-Râghib al-Ashfahânî, Mufradat Alfâẕ al-Qur‟ân (Damaskus: Dâr al-Qalam, 2009), h.

553. 7 Ibnu Manâûr, Lisân al-„Arab, h. 2846.

8 Musytarak ialah suatu lafadz yang memiliki aneka makna yang berbeda-beda; Lihat

Quraish Shihab, Kaidah Tafsir, h. 108.

Page 55: SEMIOTIKA ‘ADUWW SESAMA MANUSIA DALAM AL-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40396/1/DEWI APRILIA... · UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

40

Qur‟an mempunyai beberapa kemungkinan makna, yaitu sebagai berikut:

Pertama, mengungkapkan suatu keadaan yang tidak sesuai dengan hati karena

tidak sesuai dengan fitrah manusia, seperti kata „aduww dalam konteks

permusuhan, karena manusia secara fitrah merupakan makhluk sosial yang saling

tergantung satu sama lain, sehingga permusuhan dan perpecahan adalah hal yang

menyalahi kecenderungan fitrah manusia.

Kedua, menggambarkan perbuatan atau tindakan yang keluar dan

menyimpang dari norma, ataupun melebihi dan melampaui batas-batas yang telah

ditentukan. Al-Qur‟an menyebutkan konteks menentang, melanggar dan

melampaui batas. Ketiga, pengungkapan mengenai sesuatu yang merusak keadilan

khususnya dalam hubungan kemanusiaan, misalnya perampasan hak milik orang

lain, penindasan dan penganiayaan terhadap orang lain, perbuatan dzalim dan

ketidakadilan, dan sebagainya.

Selanjutnya Ibn Faris membagi „aduww dengan dua jenis, pertama ialah

„aduww yang bermaksud sebagai permusuhan sebagaimana dalam QS. An-Nisâ/

4: 92 mengenai pembunuhan yang dilakukan satu pihak ke pihak lain, Qs Al-

Furqân/ 25: 31 mengenai permusuhan antara orang kafir dan tiap Nabi, dan

sebagainya.

ف تحرير خطأ مؤمنا ق تل ومن خطأ إل مؤمنا ي قتل أن لمؤمن كان إلوما مسلمة ودية مؤمنة رق بةوإ مؤمنة رق بة ف تحرير مؤمن وىو لكم عدوي ق وم من كان فإن قوا يصد أن إل ق ومأىلو من كان ن

أ إل مسلمة فدية ميثاق ن هم وب ي نكم ب ي متتابعي شهرين فصيام د لي فمن مؤمنة رق بة وترير ىلو (٢) ت وبةمناللووكاناللوعليماحكيما

“Dan tidak layak bagi seorang mukmin membunuh seorang mukmin (yang

lain), kecuali karena tersalah (tidak sengaja), dan barangsiapa membunuh

seorang mukmin karena tersalah (hendaklah) ia memerdekakan seorang hamba

sahaya yang beriman serta membayar diat yang diserahkan kepada keluarganya

(si terbunuh itu), kecuali jika mereka (keluarga terbunuh) bersedekah. Jika ia (si

Page 56: SEMIOTIKA ‘ADUWW SESAMA MANUSIA DALAM AL-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40396/1/DEWI APRILIA... · UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

41

terbunuh) dari kaum (kafir) yang ada perjanjian (damai) antara mereka dengan

kamu, maka (hendaklah si pembunuh) membayar diat yang diserahkan kepada

keluarganya (si terbunuh) serta memerdekakan hamba sahaya yang beriman.

Barangsiapa yang tidak memperolehnya, maka hendaklah ia (si pembunuh)

berpuasa dua bulan berturut-turut untuk penerimaan taubat dari pada Allah. Dan

adalah Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana” (QS. al-Nisâ/4: 92)

()وكذلكجعلنالكلنبيعدوامنالمجرميوكفىبربكىادياونصيا“Dan seperti itulah, telah Kami adakan bagi tiap-tiap nabi, musuh dari

orang-orang yang berdosa. Dan cukuplah Tuhanmu menjadi Pemberi petunjuk

dan Penolong”. (QS. al-Furqân/ 25: 31) Kedua, kata „aduww bermakna suatu keadaan yang bertentangan dengan

sesuatu yang harus dilakukan seperti dalam QS. al-Baqarah/ 2: 65 mengenai

pelanggaran kaum Yahudi pada ibadah hari Sabtu, dan QS. al-Baqarah/ 2: 229

mengenai peringatan mengenai aturan talak.

كونواقردةخاسئي بتف قلنالم () ولقدعلمتمالذيناعتدوامنكمفالس“Dan sesungguhnya telah kamu ketahui orang-orang yang melanggar

diantaramu pada hari Sabtu, lalu Kami berfirman kepada mereka: "Jadilah kamu

kera yang hina". (QS. al-Baqarah/ 2: 65)

ول بإحسان تسريح أو بعروف فإمساك مرتان الطلق إل شيئا آت يتموىن ما تأخذوا أن لكم ل ييقيماحدوداللوفلجناحعليهمافيم يقيماحدوداللوفإنخفتمأل ااف تدتبوتلكأنيافاأل

حدوداللوفأولئكىمالظالمونحدوداللوفلت عتدوىاو (٢)مني ت عد“Talak (yang dapat dirujuki) dua kali. Setelah itu boleh rujuk lagi dengan

cara yang ma´ruf atau menceraikan dengan cara yang baik. Tidak halal bagi

kamu mengambil kembali sesuatu dari yang telah kamu berikan kepada mereka,

kecuali kalau keduanya khawatir tidak akan dapat menjalankan hukum-hukum

Allah. Jika kamu khawatir bahwa keduanya (suami isteri) tidak dapat

menjalankan hukum-hukum Allah, maka tidak ada dosa atas keduanya tentang

bayaran yang diberikan oleh isteri untuk menebus dirinya. Itulah hukum-hukum

Allah, maka janganlah kamu melanggarnya. Barangsiapa yang melanggar

hukum-hukum Allah mereka itulah orang-orang yang zalim”. (QS. al-Baqarah/ 2:

229)

B. Sinonim Kata ‘Aduww

Sinonim antara kata al-adâwah “permusuhan” dan al-bughḏu “kebencian”

adalah al-adâwah itu jauh dari sikap perkongsian atau pertemanan. Semantara itu,

Page 57: SEMIOTIKA ‘ADUWW SESAMA MANUSIA DALAM AL-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40396/1/DEWI APRILIA... · UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

42

lawan kata dari al-adâwah ialah al-Wilayah, yang bermakna mendekat dengan

sikap pertemanan. Sedangkan al-bughḏu diartikan sebagai kehendak untuk

menghina, merendahkan lawan. Kata dari al-bughḏu ialah sikap sayang atau suka

dan dari rasa sayang, suka dan cinta ini lahirlah rasa untuk menghormati dan

mengagungkan.

Perbedaan mendasar antara kata „aduww “musuh” secara lahir dan al-

kasyih “musuh secara batin/ musuh dalam selimut”, al-kasyih ialah musuh yang

sikap permusuhannya tidak ditampakkan di luar. Dalam pada itu, musuh ini

menyembunyikan permusuhannya di bawah sakunya. Si A melakukan kasyih ke

padamu mengandung arti bahwa si A tersebut memusuhimu secara batin. Kasyih

ini dalam bahasa Arab memiliki bentuk nomina seperti al-kasyihah dan al-

mukasyahah.

Perbedaan antara al-„adâwah “permusuhan” dan as-syana„ânî “mencari-

mencari kesalahan orang”, al-„adâwah “permusuhan” artinya ialah bersengaja

untuk menimpakan keburukan kepada yang dimusuhinya. Al-„adâwah sendiri

makna aslinya ialah kecenderungan, dan dari arti kecenderungan ini, turun kata

dawt al-wadi yang artinya berada di dekatnya. Arti al-„adâwah juga jauh dari rasa

pertemanan.

Kemudian dari al-„adâwah ini muncul pula kata „adwa al-dâr yang artinya

jauh. Jika melakukan adw, maksudnya ialah melampaui batas seolah menjauh dari

sikap seimbang. Sedangkan as-syana‟âni seperti yang dikatakan oleh „Alî ibn

„Âmis ialah mencari-mencari kesalahan orang lain karena sikap permusuhannya.

Ibn „Âmis bahkan mengatakan bahwa permusuhan tidak termasuk ke dalam

kategori as-syana„ân namun jika permusuhan tersebut disertai dengan mencari-

Page 58: SEMIOTIKA ‘ADUWW SESAMA MANUSIA DALAM AL-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40396/1/DEWI APRILIA... · UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

43

mencari kelemahan orang lain, maka itu disebut dengan al-syana„ân. Artinya jika

ditinjau lebih lanjut, al-„adâwah ialah termasuk ke dalam kategori yang juga bisa

disebut sebagai penyebab terjadinya as-syana„ân, jadi ada sebab dan

musabbabnya dalam memahami kata ini.

Dalam tafsir surat al-Mâ‟idah/ 5: 2 disebutkan: (syana„ânu qaumin),

artinya kebencian suatu kaum. Terkadang syana‟ân juga dibaca dengan sukun,

artinya kebencian suatu kaum sebagai syun‟un seperti yang dapat dilihat pada kata

sukr yang menjadi sukran.

Perbedaan antara al-mu‟adah “permusuhan” dan al-mukhassamah

“permusuhan”, al-mukhassamah merupakan permusuhan yang tercermin dalam

kata-kata atau bahasa verbal. Sedangkan al-mu‟adah termasuk ke dalam kategori

pekerjaan hati. Sehingga bisa saja seseorang memusuhi orang lain secara verbal

tapi itu bukan berarti ia memusuhinya secara hati dan sebaliknya juga bisa, artinya

bisa saja seseorang memusuhi secara hati tanpa harus diartikulasikan ke dalam

bahasa verbal.

Perbedaan antara al-mu‟adah dan al-munâwah “menyerang”, bermunâwah

artinya ialah menyerang orang lain secara kejam dalam peperangan atau dalam

permusuhan. Akar kata munâwa„ah dari al-naw„ yang dipolakan menjadi pola

mufâ„alah, yakni bangkit dengan penuh susah payah dan rasa berat.

Dari makna ini, Allah SWT berfirman dalam QS. al-Qasas/ 28: 76:

“Sesungghunya kunci-kuncinya akan hadir dengan sekelompok orang”. Wanita

Page 59: SEMIOTIKA ‘ADUWW SESAMA MANUSIA DALAM AL-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40396/1/DEWI APRILIA... · UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

44

yang berbadan besar disebut sebagai na„at jika ia berdiri. Jadi kata al-naw„ bisa

berarti berdiri dan tidak terbalik.9

C. DIMENSI DAN AGENSI ‘ADUWW DALAM AL-QUR’AN

Kata „aduww (عدو) dan segala pecahannya disebutkan sebanyak 106 kali10

dalam al-Qur‟an. Dengan menggunakan bentuk fi‟il mâḏî (kata kerja yang

menunjukkan waktu lampau)11

terdapat dua jenis; „âdâ (عادى) sebanyak 1 kali dan

i„tadâ (اعتدى) sebanyak 6 kali. Dengan menggunakan bentuk fi„il muḏâri„ (kata

kerja yang menunjukkan waktu sekarang, saat ini, sedang berlangsung, atau akan

berlangsung), 12

terdapat tiga jenis; ya„duna atau ta„duna ( يعدون sebanyak (تعدون/

3 kali, yata„adda (يتعد) sebanyak 3 kali, dan ya„taduna atau ta„taduna

sebanyak 8 kali, sedangkan yang menggunakan fi„il amar i„tadû (تعتدون/يعتدون)

sebanyak satu kali. Dengan menggunakan isim fâ„il (kata yang (اعتدوا)

mengandung arti pelaku/subjek)13

terdapat dua jenis. Pertama, bentuk mujarrad

„âdin (عاد) sebanyak 3 kali, begitu pun bentuk jama‟-nya (plural) „âdûna (عادون)

9 Abû Hilâl al-Hassân ibn „Abdillâh ibn Sahl al-„Askarî, al-Furuq al-Lughawîyah (Bairut:

Dâr al-Kutub al-„Ilmiyah, 2010), h. 131. 10

Muhammad Fu‟âd „Abd al-Bâqî, al-Mu‟jam al-Mufahras li Alfâẕ al-Qur‟ân al-Karîm

(Kairo; Dâr al-Hadîts, 2007), h. 551-553, 11

Busyro, Shorof Praktis Metode Krapyak (Yogyakarta: Menara Kudus, 2003), h. 182. 12

Busyro, Shorof Praktis Metode Krapyak, h. 183. 13

Busyro, Shorof Praktis Metode Krapyak, h. 193.

Page 60: SEMIOTIKA ‘ADUWW SESAMA MANUSIA DALAM AL-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40396/1/DEWI APRILIA... · UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

45

sebanyak 3 kali dan bentuk jama‟ „âdiyât (عاديات) sebanyak 1 kali. Kedua, bentuk

mazid mu„tadin (معتد) sebanyak 3 kali, begitu pun dalam bentuk jama„-nya

(plural) mu‟tadûna (معتدون) sebanyak 6 kali.

Sedangkan dengan menggunakan isim masdar (invinitif, kata benda jadian

yang tidak terkait dengan waktu)14

terdapat berbagai macam, yakni; dengan

menggunakan „adw (عدو) sebanyak 1 kali, menggunakan „aduww (عدو) sebanyak

43 kali, menggunakan „adāwah (عداوة) sebanyak 6 kali, menggunakan „udwan

( وانعد ) sebanyak 8 kali, menggunakan „udwah (عدوة) sebanyak 2 kali dan

menggunakan jama„-nya a‟dā‟ (أعداء) sebanyak 7 kali.

Sedangkan dalam penggunaan makna berdasarkan tematik tema, penulis

meringkasnya dalam tabel di bawah ini berdasarkan al-Qur‟an Departemen

Agama tahun 2012, sebagai berikut gambaran umumnya:

14

Busyro, Shorof Praktis Metode Krapyak, h. 189.

Page 61: SEMIOTIKA ‘ADUWW SESAMA MANUSIA DALAM AL-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40396/1/DEWI APRILIA... · UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

46

No. Bentuk Jumlah Tema Dimensi

1 Fi‟il Maḏî „âda

(عادى)

1 kali Orang mukmin

dan orang kafir

Allah tidak melarang orang muslim berbuat baik dan adil kepada musuhnya, orang

kafir ketika ia memerangi orang muslim. Seperti dalam QS. al-Mumtahanah/ 60: 7.

2 Fi‟il Maḏî

i„tadâ (اعتدى) 6 kali Tindakan

melampaui

batas atau

pelanggaran

syariat Agama

1 Kecaman Allah bagi siapa pun yang melampaui batas aturan mengenai qishash

dan diyat. Seperti dalam QS. al-Baqarah/ 2: 178.

2 Larangan berburu di waktu ihram. Seperti dalam QS. al-Mâ‟idah/ 5: 94.

3 Larangan melanggar batas mengenai persaksian dalam hal waris. Seperti dalam

QS. al-Mâ‟idah/ 5: 107.

Orang mukmin

dan orang kafir

4/5 Diperbolehkannya berperang dengan serangan yang setimpal dibulan Haram

ketika ia diserang oleh orang kafir. Seperti dalam QS. al-Baqarah/ 2: 194, ia

disebutkan 2 kali.

Yahudi 6 Peringatan mengenai ibadah hari Sabtu. Seperti dalam QS. al-Baqarah/ 2: 65.

3 Fi‟il Muḏâri„

ya„dûna atau

ta„duna

(تعدون/يعدون)

3 kali Hawa Nafsu 1 Peringatan Allah kepada Nabi Muhammad agar tidak tergoda dengan perhiasan

duniawi orang kafir. Seperti dalam QS. al-Kahf/ 18: 28.

Yahudi 2/3 Mengenai ibadah hari Sabtu. Seperti dalam QS. al-Nisâ‟/ 4: 154, QS. al-A„râf/

7: 163.

4 Fi‟il Muḏâri„

ya„taddu (يتعد) 3 kali Tindakan

melampaui

batas atau

pelanggaran

syariat Agama

1/2 Peringatan agar tidak melanggar batas aturan Allah tentang talak. Seperti dalam

QS. al-Baqarah/ 2: 229, QS. al-Ṯalâq/ 65: 1.

3 Peringatan agar tidak durhaka kepada Allah dan Rasul-Nya. Seperti dalam QS.

al-Nisâ‟/ 4: 14.

Page 62: SEMIOTIKA ‘ADUWW SESAMA MANUSIA DALAM AL-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40396/1/DEWI APRILIA... · UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

47

5 Fi‟il Muḏâri„

ya„tadûna atau

ta„tadûna

(تعتدون/يعتدون)

8 kali Orang mukmin

dan orang kafir

1 Diperbolehkannya berperang dengan serangan yang setimpal dan tidak

melampaui batas ketika ia diserang oleh orang kafir. Seperti dalam QS. al-

Baqarah/ 2: 190.

2 Larangan membalaskan dendam lebih kepada musuhnya yang didasari oleh

kebencian, seperti dalam QS. al-Mâ‟idah/ 5: 2.

Antar manusia 3 Larangan menahan dan mendzalimi istri. Seperti dalam QS. al-Baqarah/ 2: 231

Tindakan

melampaui

batas atau

pelanggaran

syariat Agama

4 Larangan melampaui batas dalam hal konsumtif. Seperti dalam QS. al-Mâ‟idah/

5: 87.

5 Peringatan agar tidak melanggar batas aturan Allah tentang talak. Seperti dalam

QS. al-Baqarah/ 2: 229.

6/

7/ 8

Kedurhakaan Bani Israil terhadap ayat Allah dan membunuh para nabi. Seperti

dalam QS. al-Baqarah/ 2: 61, QS. Âli „Imrân/ 3: 112, QS. al-Mâ‟idah/ 5: 78

6 Fi‟il Amar

i„taddû (اعتدوا) 1 kali Orang mukmin

dan orang kafir

Diperbolehkannya berperang dengan serangan yang setimpal dibulan Haram ketika ia

diserang oleh orang kafir. Seperti dalam QS. al-Baqarah/ 2: 194.

7 Isim Fâ„il

mujarrad „âdin

(عاد)

3 kali Tindakan

melampaui

batas atau

pelanggaran

syariat Agama

1/

2/ 3

Larangan melampaui batas dalam hal konsumtif. Seperti dalam QS. al-Baqarah/

2: 173, QS. al-An„âm/ 6: 145, QS. al-Nahl/ 16: 115.

8 Isim Fâ„il

mujarrad

„âduna (عادون)

3 kali Tindakan

melampaui

batas atau

pelanggaran

syariat Agama

1/

2/ 3

Larangan melampaui batas dalam hal seksual. Seperti dalam QS. al-Mu‟minûn/

23: 7, QS. al-Syu„arâ‟/ 26: 166, QS. al-Ma‟ârij/ 70: 31.

Page 63: SEMIOTIKA ‘ADUWW SESAMA MANUSIA DALAM AL-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40396/1/DEWI APRILIA... · UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

48

9 Isim Fâ„il

mujarrad

„adiyât

(عاديات)

1 kali Lari Kuda yang berlari kencang untuk menyerang musuhnya. Seperti dalam QS. Al-

„Âdiyât/ 100: 1.

10 Isim Fâ„il

mazîd mu„tadin

(معتد)

3 kali Balasan hari

akhir

1 Balasan neraka bagi mereka yang enggan melakukan kebajikan dan melampaui

batas. Seperti dalam QS. Qâf/ 50: 25.

2 Kecaman bagi orang yang melampaui batas di hari akhir. Seperti dalam QS. al-

Muṯaffifîn/ 83: 12.

Antar manusia 3 Larangan untuk mematuhi orang yang melampaui batas. Seperti dalam QS. al-

Qalam/ 68: 12.

11 Isim Fâ„il

mazîd

mu„tadûna

(معتدون)

6 kali Orang mukmin

dan orang kafir

1 Kecaman Allah terhadap orang kafir yang melanggar perjanjian gencatan

senjata kepada orang mukmin. Seperti dalam QS. al-Taubah: 10.

2 Diperbolehkannya berperang dengan serangan yang setimpal dan tidak

melampaui batas ketika ia diserang oleh orang kafir. Seperti dalam QS. al-

Baqarah: 190.

Tindakan

melampaui

batas atau

pelanggaran

syariat Agama

3/ 4 Larangan melampaui batas dalam hal konsumtif. Seperti dalam QS. al-Mâ‟idah/

5: 87, QS. al-An„âm/ 6: 119.

5 Anjuran untuk tidak berlebihan dalam berdoa baik. Seperti dalam QS. al-A„râf/

7: 55.

Rasul dan

kaumnya

6 Allah mengunci mati orang-orang yang melampaui batas meski telah Ia

turunkan beberapa Rasul kepada mereka. Seperti dalam QS. Yûnus/ 10: 74

12 Sîghat 2 kali Orang mukmin 1 Larangan memaki sesembahan orang kafir agar mereka tidak melampaui batas

Page 64: SEMIOTIKA ‘ADUWW SESAMA MANUSIA DALAM AL-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40396/1/DEWI APRILIA... · UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

49

mubâlaghah

„adw (عدو)

dan orang kafir dalam memaki Allah. Seperti dalam QS. al-An„âm/ 6: 108

Bani Israil dan

Fir‟aun

2 Fir‟aun yang mengejar Bani Israil untuk menindas dan mendzalimi mereka.

Seperti dalam QS. Yûnus/ 10: 90.

13 Isim Masdar

„aduww (عدو)

43 kali Godaan setan 1-

10

Pengingatan Allah kepada manusia agar tidak mengikuti setan. Seperti dalam

QS. al-Baqarah/ 2: 168, QS. al-Baqarah/ 2: 208, QS. al-An„âm/ 6: 142, QS. al-

A„râf/ 7: 22, QS. al-Kahf/ 18: 50, QS. Ṯâhâ/ 20: 117, QS. Fâṯir/ 35: 6, QS.

Yâsîn/ 36: 60, QS. al-Zukhruf/ 43: 62, QS. al-Isrâ‟/ 17: 53.

11 Tipu daya setan kepada saudara-saudara Yusuf untuk mencelakai adiknya,

Yusuf. Seperti dalam QS. Yûsuf/ 12: 5.

Antar manusia 12/

13/

14

Ketetapan Allah mengenai adanya pertikaian dan permusuhan antar manusia di

dunia. Seperti dalam QS. al-Baqarah/ 2: 36, QS. al-A„râf/ 7: 24, QS. Ṯâhâ/ 20:

123.

15 Syariat Allah mengenai pembunuhan antara dua pihak. Seperti dalam QS. al-

Nisâ‟/ 4: 92.

16/

17

Penyesalan Nabi Musa yang membantu salah satu dari dua pihak yang

bermusuhan. Seperti dalam QS. al-Qasas/ 28: 15 dan 19.

18 Permusuhan antar manusia, kecuali yang bertakwa, di hari kiamat. Seperti

dalam QS. al-Zukhruf/ 43: 67.

19 Kewaspadaan terhadap orang yang mau menjerumuskan kita, bahkan itu

keluarga sendiri. Seperti dalam QS. al-Taghâbun/ 64: 14.

Permusuhan

terhadap Allah

20/

21/

22

Siapa yang memusuhi Allah, rasul-rasul, dan malaikat-malaikat-Nya, maka ia

adalah musuh Allah. seperti dalam QS. al-Baqarah/ 2: 97 dan pada ayat 98 yang

disebutkan dua kali.

Page 65: SEMIOTIKA ‘ADUWW SESAMA MANUSIA DALAM AL-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40396/1/DEWI APRILIA... · UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

50

23 Larangan menjadikan musuh Allah menjadi teman dekat. Seperti dalam QS. al-

Mumtahanah/ 60: 1.

24 Kisah Ibrahim dan Azar yang tidak beriman kepada Allah. seperti dalam QS. al-

Taubah/ 9: 114.

25 Kisah kedurhakaan Fir‟aun. Seperti dalam QS. Ṯâhâ/ 20: 39.

Orang mukmin

dan orang kafir

26/

27

Anjuran Allah untuk bersiap-siap menghadapi orang kafir. Seperti dalam QS.

al-Anfâl/ 8: 60, disebutkan dua kali dalam satu ayat.

28 Anjuran untuk berperang bersama Nabi Muhammad meski ia tidak merasakan

kepayahan yang diakibatkan orang kafir. Seperti dalam QS. al-Taubah/ 9: 120.

29 Diperbolehkan men-qashar shalat jika ia takut diserang oleh orang kafir.

Seperti dalam QS. al-Nisâ‟/ 4: 101.

30 Larangan menjadikan musuhnya (orang kafir) sebagai teman dekat. Seperti

dalam QS. al-Mumtahanah/ 60: 1.

Rasul dan

Kaumnya

31/

32

Kisah Musa dan Fir‟aun. Seperti dalam QS. Ṯâhâ/ 20: 39, QS. al-Qasas/ 28: 8.

33 Kisah Ibrahim dan kaumnya. Seperti dalam QS. al-Syu„arâ‟/ 26: 77.

34/

35

Ketetapan Allah mengenai adanya musuh bagi tiap-tiap nabi. Seperti dalam QS.

al-An„âm/ 6: 112, QS. al-Furqân/ 25: 31.

Munafik 36 Karakter munafik. Seperti dalam QS. al-Munâfiqûn/ 63: 4.

37 Tidak bolehnya orang munafik ikut berperang dengan Rasulullah. Seperti dalam

QS. al-Taubah/ 9: 83.

Page 66: SEMIOTIKA ‘ADUWW SESAMA MANUSIA DALAM AL-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40396/1/DEWI APRILIA... · UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

51

Bani Israil dan

Fir‟aun

38 Penindasan Fir‟aun Terhadap Bani Israil. Seperti dalam QS. al-A‟râf/ 7: 129.

39 Penyelamatan Allah Kepada Bani Israil. Seperti dalam QS. Ṯâhâ/ 20: 80, dll.

14 Isim Masdar

„adāwah (عداوة)

6 kali Yahudi 1 Orang Yahudi dan orang musyrik ialah orang yang keras terhadap Islam.

Seperti dalam QS. al-Mâ‟idah/ 5: 82.

2/ 3 Permusuhan internal antar Bani Israil. Seperti dalam QS. al-Mâ‟idah/ 5: 14, 64.

Godaan setan 4 Peringatan untuk tidak mengikuti setan termasuk dalam hal berjudi dan mabuk.

Seperti dalam QS. al-Mâ‟idah/ 5: 91.

Antar manusia 5 Anjuran untuk menolak kejahatan dan permusuhan dengan kebaikan. Seperti

dalam QS. Fussilât/ 41: 24.

Rasul dan

kaumnya

6 Nabi Ibrahim yang berlepas tangan terhadap kaumnya. Seperti dalam QS. al-

Mumtahanah/ 60: 4.

15 Isim Masdar

„udwân (عدوان)

8 kali Yahudi 1/ 2 Sikap buruk Bani Israil yang berlomba-lomba dan tolong menolong dalam

kejahatan dan permusuhan. Seperti dalam QS. al-Baqarah/ 2: 85, QS. al-

Mâ‟idah/ 5: 62.

Orang mukmin

dan orang kafir

3 Anjuran memerangi permusuhan orang kafir sampai hilangnya fitnah dan

permusuhan itu sendiri. Seperti dalam QS. al-Baqarah/ 2: 193.

4 Larangan membalaskan dendam lebih kepada musuhnya yang didasari oleh

kebencian, seperti dalam QS. al-Mâ‟idah/ 5: 2.

Waktu 5 Perjanjian Nabi Musa untuk mengabdi kepada Nabi Syuaib selama batas waktu

yang ditentukan, tidak lebih. Seperti dalam QS. al-Qasas/ 28: 28.

Antar manusia 6/ 7 Anjuran untuk menghindari hal-hal yang menimbulkan permusuhan. Seperti

dalam QS. al-Mujâdalah/ 58: 8 dan 9.

Balasan hari

akhir

8 Neraka sebagai balasan bagi yang melanggar hukum dan berbuat dzalim.

Seperti dalam QS. al-Nisâ‟/ 4: 30.

Page 67: SEMIOTIKA ‘ADUWW SESAMA MANUSIA DALAM AL-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40396/1/DEWI APRILIA... · UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

52

16 Isim Masdar

„udwah (عدوة)

2 kali Tempat 1/ 2 Posisi antara kubu muslim dan kubu orang kafir pada saat perang Badar. Seperti

dalam QS. al-Anfâl/ 8: 42 yang disebutkan 2 kali.

17 Sîghat

mubâlaghah

jama‟ a„dā‟

(أعداء)

7 kali Balasan hari

akhir

1 Kekekalan Neraka Sebagai Balasan Terhadap Musuh-Musuh Allah. seperti

dalam QS. Fussilât/ 41: 28.

2 Sesembahan orang-orang kafir akan menjadi musuh-musuh orang kafir itu

sendiri. Seperti dalam QS. al-Ahqâf/ 46: 6.

3 Balasan atas musuh-musuh Allah. seperti dalam QS. Fussilât/ 41: 19.

Orang mukmin

dan orang kafir

4 Kekejaman orang kafir yang menginginkan orang mukmin menjadi kembali

kafir. Seperti dalam QS. al-Mumtahanah/ 60: 2.

5 Allah sebagai pelindung orang mukmin dari orang kafir. Seperti dalam QS. al-

Nisâ‟/ 4: 45.

Antar manusia 6 Printah mensyukuri rasa persaudaraan yang ada setelah adanya permusuhan di

kalangan manusia setelah datangnya Islam. Seperti dalam QS. Âli „Imrân/ 3:

103.

Rasul dan

kaumnya

7 Kisah Musa dan Harun menghadani kedurhakaan Bani Israil. Seperti dalam QS.

al-A„râf/ 7: 150.

Page 68: SEMIOTIKA ‘ADUWW SESAMA MANUSIA DALAM AL-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40396/1/DEWI APRILIA... · UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

53

Dari penjabaran penulis mengenai dimensi „aduww dalam al-Qur‟an penulis

ingin menjabarkan agensi „aduww dalam beberapa garis besar, seperti di bawah ini:

NO. AGENSI ‘ADUWW AYAT

01 Allah dan Makhluk-

Nya (Mukmin,

Yahudi, Kafir, dll.)

Al-Baqarah/ 2: 61, 65, 97, 98, 173, 178, 229; Âli „Imrân/ 3:

112; al-Nisâ‟/ 4: 1, 14, 30, 154; al-Mâ‟idah/ 5: 78, 87, 94,

107; al-An‟âm/ 6: 119, 145; al-A„râf/ 7: 55, 163; al-Taubah/

9: 114; Ṯâhâ/ 20: 39; Yûnus/ 10: 74; al-Nahl/ 16: 115; QS.

al-Mu‟minûn/ 23: 7; al-Syû„arâ‟/ 26: 166; Fussilât/ 41: 19,

28; Ahqâf/ 46: 6; al-Mumtahanah/ 60: 1; al-Ma‟ârij/ 70: 31;

Qâf/ 50: 25; Al-Ṯalâq/ 65: 1; Muṯaffifîn/ 83: 12.

02 Antar Manusia Al-Baqarah/ 2: 36, 190, 194, 231; Âli Imrân/ 3: 103; al-

Nisâ‟/ 4: 45, 92, 101; al-Mâ‟idah/ 5: 2, 14, 64, 82; al-An„âm/

6: 108, 112; al-A„râf/ 7: 24, 129, 150; al-Taubah/ 9: 10, 83,

120; Ṯâhâ/ 20: 39, 80, 123; Yûnus/ 10: 90; al-Anfâl/ 8: 60;

al-Syuarâ‟/ 26: 77; al-Qasas/ 28: 8, 13, 19; al-Furqân/ 25: 31;

Fussilât/ 41: 24; al-Mumtahanah/ 60: 1, 2, 4, 7; al-

Taghâbûn/ 64: 14; al-Zukhruf/ 43: 67; Munâfiqûn/ 63: 4;

Mujâdalah/ 58: 8, 9; al-Qalam/ 68: 12

03 Setan QS. al-Baqarah/ 2: 168, QS. al-Baqarah/ 2: 208, QS. al-

Mâ‟idah/ 5: 91; QS. al-An„âm/ 6: 142, QS. al-A„râf/ 7: 22,

QS. al-Kahf/ 18: 50, QS. Ṯâhâ/ 20: 117, QS. Fâṯir/ 35: 6, QS.

Yâsîn/ 36: 60, QS. al-Zukhruf/ 43: 62, QS. al-Isrâ‟/ 17: 53

03 Hewan Al-„Âdiyât/ 100: 1

04 Waktu Al-Qasas/ 28: 28

05 Tempat Al-Anfâl/ 8: 42

Dari beberapa agensi „aduww penulis menfokuskan pada agensi „aduww antar

manusia yang meliputi:

1. Hubungan orang mukmin dan orang kafir:

a. Diperbolehkan memerangi orang kafir ketika diserang sampai hilangnya

fitnah dan permusuhan, tidak sampai melampaui batas Seperti di QS. al-

Baqarah/ 2: 190, 194.

b. Bersiap-siap dalam menghadapi musuh. Seperti dalam QS. al-Anfâl/ 8: 60

Page 69: SEMIOTIKA ‘ADUWW SESAMA MANUSIA DALAM AL-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40396/1/DEWI APRILIA... · UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

54

c. Anjuran berperang bersama meski tidak merasakan kepayahan dari

musuh. Seperti dalam QS. al-Taubah/ 9: 120.

d. Kerasnya permusuhan Yahudi, orang kafir dan orang musyrik terhadap

Islam, seperti dalam QS. al-Mâ‟idah/ 5: 82.

e. Larangan mengikuti dan dekat dengan orang kafir, seperti dalam QS. al-

Mumtahanah/ 60: 1, dan QS. al-Qalam/ 68: 12.

2. Pencegahan akan munculnya permusuhan dalam al-Qur‟an:

a. Larangan membalaskan dendam dengan didasari oleh kebencian. Seperti

di QS. al-Mâ‟idah/ 5: 2.

b. Dianjurkan hidup rukun dan damai berdampingan dengan orang non-

muslim. Seperti dalam QS. al-Mumtahanah/ 60: 7.

c. Jangan memancing permusuhan dengan menghina orang muslim. Seperti

dalam QS. al-An„âm/ 6: 108.

d. Membalas permusuhan dengan kebaikan, seperti dalam QS. Fussilât: 34.

e. Mensyukuri persaudaraan dan persatuan setelah hilangnya permusuhan,

seperti dalam QS. Âli „Imrân/ 3: 103.

f. Memaafkan, seperti dalam QS. al-Taghâbûn/ 64: 14.

3. Syariat dalam permusuhan:

a. Mengenai qishash dan denda akibat terjadinya pembunuhan anatar dua

pihak yang bermusuhan. Seperti dalam QS. al-Nisâ‟/ 4: 92.

b. Diperbolehkan menqashar shalat dalam keadaan perang dan was-was akan

musuh. Seperti dalam QS. al-Nisâ‟/ 4: 101.

4. Ketetapan akan adanya permusuhan di dunia:

Page 70: SEMIOTIKA ‘ADUWW SESAMA MANUSIA DALAM AL-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40396/1/DEWI APRILIA... · UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

55

a. Sejak pertama di dunia, seperti dalam QS. al-Baqarah/ 2: 36, QS. al-A„râf/

7: 24, QS. Ṯâhâ/ 20: 123.

b. Sampai hari kiamat, seperti dalam QS. al-Zukhruf/ 43: 67.

c. Musuh bagi tiap-tiap nabi, seperti dalam QS. al-An„âm/ 6: 112, QS. al-

Furqân/ 25: 31.

5. Permusuhan internal Yahudi sebagai balasannya dalam memusuhi Allah,

seperti dalam QS. al-Mâ‟idah/ 5: 64.

6. Kisah permusuhan para Nabi:

a. Nabi Musa dan Fir‟aun, seperti dalam QS. Ṯâhâ/ 20: 39, QS. al-Qasas/ 28:

8.

b. Nabi Ibrahim dan kaum yang memusuhinya, seperti dalam QS. al-

Syu„arâ‟: 77, QS. al-Mumtahanah/ 60: 4.

c. Nabi Musa dan Harun terhadap kedurhakaan Bani Israil, seperti dalam

QS. al-A„râf/ 7: 150.

Namun, pada proses semiosis yang dipakai penulis hanya terfokus pada

agensi „aduww antar manusia yaitu pada makna pencegahan akan munculnya

permusuhan dalam al-Qur‟an pada QS. al-Mâ‟idah/ 5: 2, QS. al-Fussilât/ 41: 34 dan

QS. al-Taghâbun/ 64: 14. Pembatasan ini dilakukan dengan pertimbangan teoritis dan

pragmatis. Secara teoritis, aplikasi analisa semiotika memerlukan kasus yang

mewakili fenomena yang didiskusikan, agar peneliti dapat menjaga keteraturan kajian

dan memastikan ketuntasan aplikasi analisa teori yang digunakan. Secara pragmatis,

pembatasan pada aspek pencegahan terjadinya permusuhan antar sesama manusia

Page 71: SEMIOTIKA ‘ADUWW SESAMA MANUSIA DALAM AL-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40396/1/DEWI APRILIA... · UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

56

menurut al-Qur‟an memiliki kekuatan dan relevansi tinggi dalam perkembangan

zaman sekarang yang semakin kompleks.

D. Penafsiran Para Ulama

Dalam pembagian dimensi „aduww sesama manusia dalam al-Qur‟an perlu

kiranya penulis mengetahui sebab turunya ayat (konteks) untuk membantu penulis

memahami ayat. Kemudian penulis juga perlu mendiskusikan pendapat mufassir

untuk kepentingan perbandingan dan pelacakan history of idea-nya. Untuk keperluan

tersebut penulis mendiskusikan pendapat tiga mufassir yang dapat

mengkontekstualisasikan dimensi „aduww, yaitu: al-Tâbarî, fî Ẕilâl al-Qur‟an, dan

tafsir al-Misbâh.

Tafsir-tafsir tersebut sangat dibutuhkan untuk mendiskusikan hubungan

dengan makna dari kata „aduww. Hubungan makna dari kata „aduww dengan teks-

teks lainnya disebut intertekstualitas. Intertekstualitas tersebut sangat dibutuhkan

dalam penelitian ini untuk membantu proses penggalian makna semiotika Charles

Sanders Peirce pada tahapan thirdness dalam relasi antar tanda yang bersifat maknawi

(interpretasi) fokus kajiannya pada teks.

Selain itu, penafsir ketiga kitab tafsir tersebut merupakan representasi yang

kuat sebagai perwakilan zaman ataupun perwakilan kecenderungan pemikiran. Imam

al-Tabarî15

dalam tafsirnya Jâmi„ al-Bayân fî Ta‟wîl Ây al-Qurân mengungkap

beragam makna al-Qur‟an dan susunan bahasa. Dalam tafsirnya tidak hanya

15

Imam Al-Tâbarî yang bernama lengkap Abû Ja„far Muhammad bin Jarîr bin Yazîd bin

Katsîr bin Ghâlib al- Al-Tâbarî ini lahir pada tahun 223 H, sedangkan Nabi Muhammad wafat pada

tahun 57 H. Rentan waktu antara mereka berdua adalah 166 tahun. Lihat Husnul Hakim, Ensiklopedia

Kitab-kitab Tafsir; Kumpulan Kitab-Kitab Tafsir Dari Masa Klasik Sampai Masa Kontemporer

(Depok: ELSIQ Press, 2013), h. 5.

Page 72: SEMIOTIKA ‘ADUWW SESAMA MANUSIA DALAM AL-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40396/1/DEWI APRILIA... · UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

57

mencantumkan dari beberapa riwayat, ia juga menjelaskan tentang huruf-huruf al-

Qur‟an yang sama penuturnya dengan bahasa-bahasa lain. Kemudian ia berbicara

masalah bahasa-bahasa al-Qur‟an yang mana diturunkan dengan bahasa-bahasa Arab

yang bermacam-macam.16

Kemudian mufassir kedua adalah Sayyid Quṯb17

memiliki Tafsîr fî Ẕilâl al-

Qur‟ân yang menggunakan metode tahlîlî/ tartib mushafi dan memiliki corak

penafsiran al-Adabî al-Ijtimâ„i (sastra, budaya, dan kemasyarakatan) yang memiliki

kecendrungan ekspresi ortodoks modern-nya. Ketiga adalah Tafsîr al-Misbâh karya

M. Quraish Shihab18

yang memiliki kecenderungan rasionalisasi kebijaksanaan

tradisionalnya. Dianggap penting oleh penulis, untuk memahami makna kata „aduww

dalam bingkai konteks keindonesiaan modern. Dari Ketiga mufassir tersebut

menekankan pada kontribusi interpretasi ayat, sehingga ketiga mufassir tersebut

memiliki otoritas dalam menggali dimensi tanda/ makna „aduww. Berikut ini adalah

pemaparannya:

16

Mani‟ Abd Halim Mahmud, Metodologi Tafsir: Kajian Komprehensif Metode Para Ahli

Tafsir (Jakarta, PT RajaGrafindo Persada, 2006), h. 72. 17

Nama lengkapnya adalah Sayyid Quṯb Ibrâhîm Husain al-Syâdzilî. Beliau ini dilahirkan

pada tanggal 9 Oktober 1906 di Desa Musya, sebuah desa yang terletak di Provinsi Asyuth (salah satu

provinsi dengan akar peradaban paling tua di Mesir yang terletak paling selatan dan berbatasan dengan

Negara Sudan). Beliau menulis tafsir momentalnya yaitu Fî Ẕilâl al-Qur‟ân dalam penjara, beliau

menjadikan penjara sebagai tempat meningkatkan iman dan ilmunya. Lihat Shalah al-Khalidî, Biografi

Sayyid Quṯb (Yogyakarta: Pro-U Media, 2016), h. 23. 18

Salah satu tujuan M. Quraish Sihab menulis Tafsir al-Mishbâh yaitu memberikan langkah

yang mudah bagi umat Islam dalam memahami isi dan kandungan ayat-ayat al-Qur‟an dengan jalan

menjelaskan secara rinci tentang pesan-pesan yang dibawa oleh al-Qur‟an dan juga menjelaskan

tentang tema-tema yang berkaitan tentang perkembangan kehidupan manusia. Lihat Quraish Shihab,

Tafsir al-Mishbâh; Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur‟an, vol. 1 (Jakarta: Lentera Hati, 2004), h. vii.

Page 73: SEMIOTIKA ‘ADUWW SESAMA MANUSIA DALAM AL-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40396/1/DEWI APRILIA... · UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

58

1. Teks al-Qur’an

a) QS. Al-Taghâbûn/ 64: 14

منأزواجكموأولدكمعدوالكمفاحذروىموإنت عفواوتص اللوياأي هاالذينآمنواإن فحواوت غفروافإن()غفوررحيم

Artinya: “Hai orang-orang mukmin, sesungguhnya di antara isteri-isterimu

dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu maka berhati-hatilah kamu

terhadap mereka dan jika kamu memaafkan dan tidak memarahi serta mengampuni

(mereka) maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”.

b) QS. al-Fussilât/ 41: 34

نوعداوة نكوب ي يئةادفعبالتىيأحسنفإذاالذيب ي يمولتستويالسنةولالس ()كأنوولح

Artinya: “Dan tidaklah sama kebaikan dan kejahatan. Tolaklah (kejahatan

itu) dengan cara yang lebih baik, maka tiba-tiba orang yang antaramu dan antara

dia ada permusuhan seolah-olah telah menjadi teman yang sangat setia”.

c) QS. al-Mâ’idah/ 5: 2

أي ها ييا آم ول القلئد ول الدي ول الرام هر الش ول اللو شعائر لوا ت ل آمنوا الرامالذين الب يتشنآ يرمنكم ول فاصطادوا حللتم وإذا ورضوانا م رب من فضل المسجدي بت غون عن وكم صد أن ق وم ن

وات ق والعدوان ث اإل على ت عاونوا ول قوى والت الب على وت عاونوا ت عتدوا أن شديدالرام اللو إن اللو وا ()العقاب

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu melanggar syi´ar-

syi´ar Allah, dan jangan melanggar kehormatan bulan-bulan haram, jangan

(mengganggu) binatang-binatang had-ya, dan binatang-binatang qalaa-id, dan

jangan (pula) mengganggu orang-orang yang mengunjungi Baitullah sedang mereka

mencari kurnia dan keridhaan dari Tuhannya dan apabila kamu telah menyelesaikan

ibadah haji, maka bolehlah berburu. Dan janganlah sekali-kali kebencian(mu)

kepada sesuatu kaum karena mereka menghalang-halangi kamu dari Masjidilharam,

mendorongmu berbuat aniaya (kepada mereka). Dan tolong-menolonglah kamu

dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam

berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya

Allah amat berat siksa-Nya”.

Page 74: SEMIOTIKA ‘ADUWW SESAMA MANUSIA DALAM AL-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40396/1/DEWI APRILIA... · UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

59

2. Asbâb al-Nuzûl

a) QS. al-Taghâbun/ 64: 14

Menurut al-Suyûṯî yang diriwayatkan oleh al-Tirmidzî dan al-Hâkim yang

telah dishahihkan oleh keduanya yang bersumber dari Ibn al-„Abbâs yang berkata:

bahwa turunnya ayat ini جكممنإنءامن واٱلذينأي هاآي لكعدووأولدكمأزو فٱحذروىمما

berkenaan dengan kaum ahli Mekah yang telah masuk Islam, tetapi isteri-isteri dan

anak-anak mereka tidak mau berhijrah ke Madinah. Ketika mereka sampai ke

Madinah, mereka melihat teman-temannya banyak yang pandai dan memahami

agama, karena mendapatkan pelajaran dari Rasulullah Saw. Mereka hendak menyiksa

isteri-isteri dan anak-anaknya karena menjadi penghalang hijrah ke Madinah. Maka

Allah menurunkan ayat berikutnya “ وإ رحيمغفورٱللوفإنفرواوت غفحواوتصافوعت ن

berkenaan dengan peristiwa itu yang menegaskan bahwa Allah Maha Pengampun lagi

Maha Penyanyang.19

b) QS. al-Mâidah/5:2

Menurut al-Suyûṯî pada penggalan ayat “Dan janganlah sekali-kali

kebencian(mu) kepada sesuatu kaum karena mereka menghalang-halangi kamu dari

Masjidil haram, mendorongmu berbuat aniaya (kepada mereka). Dan tolong-

menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-

menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada

Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya” memiliki asbâb al-nuzûl yang

19

Jalâl al-Dîn „Abd al-Rahmân al-Suyûṯî, Lubâb Al-Nuqûl fī Asbâb al-Nuzûl, h. 267.

Page 75: SEMIOTIKA ‘ADUWW SESAMA MANUSIA DALAM AL-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40396/1/DEWI APRILIA... · UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

60

diriwayatkan oleh Ibn Abî Hâtim dari Zaid ibn Aslam bahwasanya ia berkata,

“Rasulullah Saw dan para sahabat berada di Hudaibiyyah ketika orang-orang musyrik

menghalangi mereka pergi ke Baitullah. Hal itu membuat marah para sahabat ketika

dalam keadaan demikian, beberapa orang musyrik dari daerah Timur melintasi

mereka menuju Baitullah untuk melakukan umrah, para sahabat berkata, “Kita

halangi mereka agar tidak pergi ke Baitullah, sebagaimana mereka menghalangi

kita”. Lalu Allah Swt menurunkan firman-Nya, “dan janganlah sekali-kali

kebencian(mu) kepada suatu kaum karena mereka menghalang-halangi kamu dari

Masjidil Haram…).20

Tergambar bahwa ayat ini merupakan larangan keras agar para sahabat tidak

melakukan balas dendam kepada orang yang telah menghalang-halanginya dalam

perjalanan ke Masjidil Haram. Sebaiknya menolong mereka dalam kebajikan dan

takwa. Menurut penulis dari latar belakang ini dapat kita lihat bahwa al-Qur‟an

mengajarkan kita untuk membalas kejahatan seseorang tidak harus dengan kejahatan,

melainkan dengan kebaikan.

3. Penafsiran Al-Tâbarî

a) QS. al-Taghâbun/ 64: 14

Pada ayat ini al-Ṯabarî menjelaskan bahwa Allah Swt memerintahkan kepada

orang Beriman kepada-Nya dan rasul-nya, bahwa “Sesungguhnya diantara anak dan

istri-istrimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu,” yang menghalangi

kalian dari jalan Allah Swt dan merintangi kalian dari ketaatan kepada Allah Swt.

20

Al-Suyûṯî, Lubâb Al-Nuqûl fî Asbâb al-Nuzûl, h. 118

Page 76: SEMIOTIKA ‘ADUWW SESAMA MANUSIA DALAM AL-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40396/1/DEWI APRILIA... · UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

61

“Maka berhati-hatilah kamu,” waspadalah kamu, jangan sampai menuruti keinginan

mereka untuk tidak menaati Allah Swt. karena disebutkan juga ayat ini diturunkan

berkenaan dengan orang-orang yang ketika itu hendak masuk Islam dan ikut

berhijrah, namun istri-istri dan anak-anak mereka menghalang-halangi mereka.21

Sebagaimana yang telah digambarkan al-Tabarî dalam sebuah riwayat:

Hannâd ibn al-Sarî menceritakan kepada kami, dia berkata: Abu al-Ahwas

menceritakan kepada kami dari Samak, dari Ikrimah, tentang firman Allah, firman

Allah Swt, “Hai orang-orang mukmin, sesungguhnya di antara istri-istrimu dan anak-

anakmu ada yang menjadi musuh bagimu. Maka berhati-hatilah kamu”. dia berkata,

Ketika itu ada seseorang laki-laki hendak menemui Rasulullah Saw, namun

keluarganya berkata kepadanya, “Ke mana engkau akan pergi dan meninggalkan

kami?”, laki-laki ini telah berislam dan memiliki pemahaman yang dalam tentangnya.

Ia berkata, “Aku akan kembali karena mereka telah menghalang-halangi hal ini. Aku

benar-benar akan melakukanya, aku akan membalas mereka”. Allah Swt menurunkan

kelanjutan ayat nya yang berfirman: “Jika kamu memaafkan dan tidak memarahi serta

mengampuni (mereka), maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha

Penyayang.22

Maksud firman Allah Swt: “Jika kamu memaafkan dan tidak memarahi serta

mengampuni (mereka), maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha

Penyayang”. Menurut al-Tabarî jika orang beriman memaafkan perbuatan anak dan

yang menghalang-halangi kalian dari hijrah di jalan Allah Swt, dan mengampuni

21

Abû Ja„far Muhammad ibn Jarîr al-Tâbarî, Tafsîr al-Tâbarî, Penerjemah: Akhmad Affandi,

Juz 25 (Jakarta: Pustaka Azzam, 2008), h. 122. 22

Al-Tâbarî, Tafsîr al-Tâbarî, Juz 25, h. 123.

Page 77: SEMIOTIKA ‘ADUWW SESAMA MANUSIA DALAM AL-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40396/1/DEWI APRILIA... · UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

62

mereka dengan mengurungkan niat kalian untuk membalas mereka, serta

mengampuni kesalahan-kesalahan mereka lainya. Karena Allah Maha pengampun

dan penyayang bagi hambanya yang mau bertaubat. 23

Bahwa pendapat Imam al-

Tâbarî mengenai ayat ini terlihat bahwa ketika sebagian anak dan istri bisa menjadi

musuh maka sikap yang paling utama dilakukan oleh para mukmin adalah

memaafkan.

b) QS. al-Fussilât/ 41: 34

Menurut al-Ṯabarî penggalan ayat pada QS. al-Fussilât ayat 34 yang berbunyi

“walâ tastawî al-hasnât walâ al-sayyi‟ât/ “Dan tidaklah sama kebaikan dengan

kejahatan”, maksudnya adalah sesuatu yang tidak sama dengan sesuatu yang lain,

maka sebagiannya pun tidak sama dengan sesuatu yang lain, maka sebagaiannya pun

tidak sama dengan yang lain, maka yang lain itu juga sama denganya.24

Atau tidaklah

sama antara iman kepada Allah dengan taat kepada-Nya, dan mempersekutukan Allah

dengan melakukan perbuatan durhaka kepada-Nya.

Maka dari sini Allah berfirman: Idfa„ billatî hiya ahsan/ “Tolaklah (kejahatan

itu) dengan cara yang lebih baik”, maksudnya adalah Allah Swt berfirman kepada

Nabi Muhammad Saw, “Wahai Muhammad, tolaklah kebodohan orang yang berbuat

bodoh kepadamu dan berbuat jahat kepadamu dengan kesabaran dan maafmu.

Tolaklah sesuatu yang tidak menyenangkan dari mereka dengan sikap sabarmu”.

Seperti yang digambarkan pada riwayat:

“Ali menceritakan kepadaku, ia berkata: Abu Shalih menceritakan kepada

kami, ia berkata: Mu‟awiyah menceritakan kepadaku dari Ali, dari Ibnu Abbas,

23

Al-Tâbarî, Tafsîr al-Tâbarî, Juz 22, h. 128. 24

Al-Tâbarî, Tafsîr al-Tâbarî, Juz 22, h. 750.

Page 78: SEMIOTIKA ‘ADUWW SESAMA MANUSIA DALAM AL-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40396/1/DEWI APRILIA... · UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

63

tentang ayat, Idfa„ billatî hiya ahsan”/ “Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang

lebih baik”, ia berkata, “Allah memerintahkan orang beriman agar bersabar ketika

marah dan memaafkan ketika disakiti. Jika mereka mampu melakukan itu, maka

Allah Swt pasti menjaga mereka dari setan, dan musuh mereka pasti tunduk kepada

mereka, seakan-akan musuh mereka itu menjadi penolong yang setia.”25

Dan al-Tâbarî juga menjalaskan makna adâwah di sana, sebagaimana

penggalan firman Allah Swt: “maka tiba-tiba orang yang diantaramu dan diantara Dia

ada permusuhan seolah-olah telah menjadi teman yang sangat setia,” maksudnya

adalah, Allah berfirman, “Wahai Muhammad, lakukanlah apa yang Aku perintahkan

kepadamu ini. Balaslah kejahatan orang yang berbuat jahat kepadamu dengan berbuat

baik, seperti yang Aku perintahkan kepadamu, sehingga orang yang berbuat jahat

kepadamu itu bersikap lembut kepadamu dan berbuat baik kepadamu seakan-akan ia

adalah teman dekatmu yang berasal dari keluarga dekatmu”, seperti yang telah

digambarkan pada riwayat:

“Bisyr menceritakan kepada kami, ia berkata: Yazid menceritakan kepada

kami, ia berkata: Sa‟id menceritakan kepada kami, ia berkata: Sa‟id menceritakan

kepada kami dari Qatadah, tentang ayat, Seolah-olah telah menjadi teman yang sangat

setia,” ia berkata, maksudnya adalah seolah-olah telah menjadi teman dekat.”26

Pendapat Imam al-Ṯabarî ini menekankan bahwa segala hal perbuatan buruk

yang dilakukan kepada kita sebagai manusia harus dibalas dengan perbuatan baik.

Karena dengan sikap membalas dengan kebaikan itu akan membuat manusia tersebut

memiliki hubungan persaudaraan yang harmonis.

c) QS. al-Mâ’idah/ 5: 2

Pada ayat ini al-Tâbarî menjelaskan secara komprehensif, akan tetapi penulis

hanya mengambil penjelasan mengenai ta„tadû dan „udwânan. Pada kata ta„tadû/

25

Al-Tabarî, Tafsîr al-Tabarî, Juz 8, h. 751-752. 26

Al-Tabarî, Tafsîr al-Tabarî, Juz 8, h. 753-754.

Page 79: SEMIOTIKA ‘ADUWW SESAMA MANUSIA DALAM AL-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40396/1/DEWI APRILIA... · UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

64

berbuat aniaya (kepada mereka), maksudnya adalah melampaui batas yang telah

ditetapkan Allah Swt dalam meyikapi mereka. Dengan demikian, takwil ayatnya

adalah “Wahai orang-orang beriman, janganlah sekali-kali kebencian kepada suatu

kaum yang menghalang-halangi kalian dari Masjidil Haram membawa kalian berbuat

zalim terhadap hukum Allah, dalam memperlakukan mereka sehingga kalian

melampaui batas yang dilarang, melainkan tetaplah taat kepada Allah Swt pada

perkara yang kalian sukai dan kalian benci.27

Digambarkan pada suatu riwayat yang berkaitan dengan larangan menuntut

balas dendam pada masa Jahiliyyah. Muhammad bin Amr menceritakan kepadaku, ia

berkata: Abu Ashim menceritakan kepadaku, ia berkata: Isa menceritakan kepada

kami dari Ibn Abi Najih, dari Mujahid, tentang firman Allah Swt, “an ta„tadû/

berbuat aniaya (kepada mereka)”, bahwa seorang laki-laki dari sahabat Rasulullah

Saw membunuh seseorang laki-laki dari sahabat Rasulullah saw membunuh

seseorang dari sekutu Abu Sufyan dari Hudzail pada hari penaklukan Mekah di

Arafah, karena ia pernah membunuh seorang sekutu Muhammad SAW, maka beliau

bersabda: “ Allah melaknat orang yang membunuh karena dendam Jahiliyyah.28

Kemudian al-Tabarî juga menjelaskan bahwa penggalan ayat selanjutnya

mengenai firman Allah Swt: “Dan tolong-menolonglah kamu dalam mengerjakan

kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan

pelanggaran. Hendaknya saling menolong di antara kalian dalam kebaikan, yakni

melaksanakan perintah-Nya”.

27

Al-Tabarî, Tafsîr al-Tabarî, Juz 22, h. 287. 28

Al-Tabarî, Tafsîr al-Tabarî, Juz 22, h. 288.

Page 80: SEMIOTIKA ‘ADUWW SESAMA MANUSIA DALAM AL-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40396/1/DEWI APRILIA... · UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

65

Kata yang diartikan “taqwâ” di sini adalah menjalankan perintah-Nya dan

menjauhi durhaka kepada-Nya. Sedangkan kata yang diartikan “Dan jangan tolong-

menolong dalam berbuat dosa”, maksudnya adalah, “Hendaklah satu sama lain di

antara kalian tidak tolong-menolong dalam berbuat dosa, yakni dalam hal

meninggalkan perintah Allah Swt. dan dilanjutkan dengan “pelanggaran” maksudnya

adalah hendaknya tidak melampaui batas-batas yang telah Allah Swt tentukan untuk

kalian dalam agama kalian dan kewajiban bagi kalian terhadap diri kalian sendiri dan

orang lain”.

4. Penafsiran Sayyid Quṯb

Pada tahun 1954-1955 Quṯb menulis tafsinya yang menomental yaitu “Fî Zilâl

al-Qurân”. Pada saat beliau berada di penjara dan dalam kondisi yang sedang sakit.

Walaupun beliau di penjara beliau tidak mau mengucilkan diri, sibuk dengan duka,

beban, atau sakit yang dideritanya.29

Sebelum beliau masuk penjara dan menulis tafsirnya, kondisi Mesir pasca

Perang Dunia II (PD II) pada tahun 1949, baik di bidang politik, sosial, maupun

ekonomi sangat menghawatirkan. Tentara Colonial Inggris menduduki Mesir. Di

samping itu, Raja Faruk yang bobrok masih bercokol dan didukung para pengikut

setianya. Kaum komunis pun giat mempropagandakan paham mereka, dengan cara

memberi iming-iming murahan kepada rakyat miskin, kelompok buruh, dan petani

dengan surge palsu, tentunya dengan mengekspoitasi situasi yang tidak baik.30

29

Al-Khulidî, Biografi Sayyid Quthb, h. 250. 30

Al-Khulidî, Biografi Sayyid Quthb, h. 181.

Page 81: SEMIOTIKA ‘ADUWW SESAMA MANUSIA DALAM AL-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40396/1/DEWI APRILIA... · UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

66

Penderitaan ini turut dirasakan oleh Sayyid Quṯb yang merasa gelisah melihat

fenomena sosial yang buruk. Fenomena yang terjadi pada saat itu sangat

mempengaruhinya sampai tibanya ia di penjara dan merenungkan al-Qur‟an dan

membuat karya tafsir yang menumental ini. Di bawah ini adalah penafsiran:

a) QS. al-Taghâbun/ 64: 14

Menurut Quṯb bahwa penafsiranya pada ayat ini yang menekankan pada kata

„aduww atau anak dan istri dapat menjadi musuh karena mereka menjadi penyebab

kekurang optimalan dalam mengemban berbagai beban tanggung jawab keimanan,

seperti seorang Mukmin menunaikan kewajibannya secara optimal lalu ia

menghadapi apa yang dihadapi seorang Mujahid di jalan Allah Swt menghadapi

resiko dan pengorbanan yang sangat besar, dan keluarganya mengalami kesulitan.

Bisa jadi seorang Mujahid ini sanggup menghadapi kesulitan akan tetapi anak dan

istri tidak sanggup menghadapinya, sehingga ia bersikap bakhil dan takut demi untuk

memberikan kenyamanan dan keamanan atau kesenangan harta untuk mereka. Atau

bisa saja mereka berada pada jalan yang bersebrangan dengan jalanya sedangkan dia

tidak mampu memisahkan diri dari mereka dan melakukan totalitas untuk Allah Swt

semata. Hal demikian menurut Quṯb merupakan sebagaian gambaran permusuhan

yang berbeda-beda tingkatanya.31

Menurut penulis, kondisi seperti itu merupakan permusuhan yang kompleks

dan saling berkaitan ini memerlukan peringatan dari Allah Swt, untuk

31

Sayyid Quṯb, Tafsîr Fî Ẕilâl al-Qur‟ân; Di bawah Naungan al-Qur‟an, Penerjemah: Aunur

Rafiq Shaleh Tamhid dan Khoirul Halim, Cet. 1, Juz 11 (Jakarta: Rabbani Press, 2002), h. 508.

Page 82: SEMIOTIKA ‘ADUWW SESAMA MANUSIA DALAM AL-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40396/1/DEWI APRILIA... · UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

67

membangkitkan kesadaran di dalam hati orang-orang beriman dan mewaspadai

penyelinapnya perasaan-perasaan ini dan tekanan dari berbagai faktor.

Pendapat mengenai seorang suami dalam menjadi Mujahid juga dibuktikan

dengan dirinya yang lebih mementingkan menyibukkan diri untuk menjadi seorang

Mujahid dengan para tokoh revolusi dan kelompok Ikhwân al-Muslimîn sehingga

menyita seluruh waktunya. Walaupun beliau berniat ingin menikah, akan tetapi

hubungan tersebut gagal sampai hampir usia Quṯb 57 tahun.32

a) QS. al-Fussilât/ 41: 34

Menurut Sayyid Quṯb penggalan ayat walâ tastawî al-hasanât walâ sayyi‟ât/

“Dan tidaklah sama kebaikan dan kejahatan”. Artinya tidak boleh membalas dengan

kejahatan, karena kebaikan itu tidak sama dampaknya sebagaimana tidak sama

nilainya dengan kejahatan. Kesabaran, toleransi, dan mengalahkan keinginan hati

untuk membalas kejahatan dengan kejahatan. Semua itu bisa mengembalikan jiwa

yang meradang kepada kondisi tentram dan yakin, sehingga permusuhan itu bisa

berbalik menjadi loyalitas, keras menjadi lembut: seperti firman Allah Swt: “Tolaklah

(kejahatan itu) dengan kebaikan”. Akhirnya ia melepas rasa malunya, kehilangan

kendali, dan bangkitlah kesombongannya yang menyebabkanya berbuat dosa.33

“Cara yang lebih baik, maka tiba-tiba orang yang antaramu dan antara dia

ada permusuhan seolah-olah telah menjadi teman yang setia”. Dari penggalan ayat

ini terbukti pada 99.9% kondisi. Kesallah berubah menjadi rasa sayang, marah

berubah menjadi tenang, sikap keras berubah menjadi malu; lantaran ucapan yang

32

Al-Khulidiy, Biografi Sayyid Quthb, h. 165. 33

Sayyid Quthb, Tafsîr Fî Ẕilâl al-Qur‟ân, Juz 11, h. 506-507.

Page 83: SEMIOTIKA ‘ADUWW SESAMA MANUSIA DALAM AL-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40396/1/DEWI APRILIA... · UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

68

baik, intonasi yang tenang, senyuman yang hangat di wajah orang yang kesal, merah,

keras kepala, dan hilang kendali. Quṯb mengatakan jika perbuatan baik dibalas

dengan perbuatan yang sama, maka ia semakin kesal, marah, keras kepala, dan

membangkang.

Namun perbuatan membalas kejahatan dengan kebaikan sangat membutuhkan

hati yang besar, penyayang, dan lapang. Meskipun ia mampu berbuat jahat dan

membalas. Hal ini sangat penting agar toleransi membuahkan dampaknya, agar

kebaikan itu tidak dipersepsi sebagai kelemahan di hati orang yang berbuat jahat. Jika

dipersepsi sebagai kelemahan, maka ia tidak akan menghormatinya, dan kebaikan itu

tidak memiliki dampak sama sekali.

Quṯb juga mengatakan bahwa menolak kejahatan dengan kebaikan merupakan

mengalahkan dorongan-dorongan kebencian dan kemarahan, serta membutuhkan

kesabaran.34

Maka menurut penulis menolak kejahatan dengan kebaikan adalah satu

satu sikap toleransi yang baik dan dapat menghindari dari sikap permusuhan antara

sesama. Walaupun kita harus menahan dorongan-dorongan kemarahan kita terhadap

lawan („aduww).

Ketika Quṯb menafsirkan demikian, Quṯb mengalami hal yang membuatnya

sadar, bahwa meredam emosi adalah hal yang terbaik. Hal ini karena Quṯb pernah

mengalami suatu hal yang membuat dirinya tidak bisa mengendalikan emosi yang

mengakibatkan permusuhan tidak akan pernah selesai.

34

Sayyid Quthb, Tafsîr Fî Ẕilâl al-Qur‟ân, Juz 10, h. 508.

Page 84: SEMIOTIKA ‘ADUWW SESAMA MANUSIA DALAM AL-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40396/1/DEWI APRILIA... · UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

69

b) QS. al-Mâ’idah/ 5: 2

Menurut Quṯb bahwa konteks ayat ini sekilas beribacara mengenai syiar-syiar

haji dan umrah, serta berbagai larangan bagi orang yang sedang ihram untuk haji dan

umrah.35

Akan tetapi penulis di sini tidak membahas mengenai larangan apa saja yang

dilarang di saat haji dan umrah. Akan tetapi lebih memfokuskan pada ranah ta„tadû/

„udwân. Dalam hal ini kata ta‟tadû merupakan penjelasan bahwa Allah Swt tidak

melampaui batas terhadap orang-orang yang menghalangi mereka dari Masjidil

Haram di tahun Hudaibiyyah, juga sebelumnya, sehingga tindakan ini melukai

perasaan kaum Muslimin dan menimbulkan kebencian di dalam hati mereka.

Kemudian Allah berfirman pada QS. al-Mâ‟idah/ 5: 2 ini bahwa “Dan

janganlah sekali-kali kebencian(mu) kepada sesuatu kaum karena mereka

menghalang-halangi kamu dari Masjidil Haram, mendorongmu berbuat aniaya

(kepada mereka). Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan

dan taqwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan

bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah Swt amat berat siksa-Nya”.36

Menurut Quṯb firman Allah Swt merupakan puncak dalam hal pengendalian

diri dan toleransi hati, akan tetapi tidak menyulitkan jiwa manusia dan tidak

membebaninya dengan sesuatu di luar kemampuanya. Islam mengakui hak jiwa

manusia untuk marah dan membenci. Tetapi ia tiak berhak melakukan permusuhan

dalam gejolak kemarahan dan dorongan kebencian. Di satu sisi, Islam menjadikan

kerjasama umat Mu‟min dalam hal kebaikan dan taqwa, bukan dalam dosa dan

35

Sayyid Quthb, Tafsîr Fî Ẕilâl al-Qur‟ân, Juz 3, h. 504. 36

Sayyid Quthb, Tafsîr Fî Ẕilâl al-Qur‟ân, Juz 3, h. 506.

Page 85: SEMIOTIKA ‘ADUWW SESAMA MANUSIA DALAM AL-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40396/1/DEWI APRILIA... · UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

70

permusuhan. Kemudian mengancamnya dengan hukuman Allah dan

memerintahkannya untuk bertaqwa kepada-Nya, agar perasaan ini bisa membantu

dalam menahan amarah, mengendalian diri, bertoleransi, takut kepada Allah dan

mencari ridha-Nya.37

Menurut penulis, kondisi bangsa Arab saat itu kerjasama dalam

dosa dan permusuhan lebih dekat dan lebih kuat ketimbang kerjasama dalam

kebaikan dan takwa. Mereka saling membela dalam kebatilan sebelum kebenaran.

Sehingga tolong menolong pada suatu kaum dan dilarang berbuat dosa menjadi suatu

pelanggaran yang jika dilanggar sangat berat siksaan Allah Swt.

Pada penafsiran Sayyid Quṯb pada QS. al-Fussilât/41: 34 dan QS. al-Mâ‟idah/

5: 2, contoh kasusnya telah dialami oleh dirinya sendiri seperti perang sastra yang

terjadi di Padang pada tahun 1934-1947.38

Pada saat itu memang terjadi perang sastra

dan kritik sastra. Banyak sastrawan yang menjadi lawan pada saat itu denganya,

bahkan kata-kata yang sangat tajam. Quṯb dengan sifatnya yang keras tidak mau

sampai dikalahkan oleh lawanya, sampai ia mempersiapkan tameng yang kuat untuk

menampik serangan balik lawan.39

Di samping mempersiapakan tameng Quthb juga menggunakan gaya bahasa

yang keras dan tajam, menghunjam dan menggelegar. Tak jarang, bahasa yang ia

gunakan sangat kasar dan menusuk, bahkan hampir mendekati cacian dan makian.

Semua gaya ini ia pergunakan dalam melawan musuh-musuhnya.40

Dari sinilah

penulis beranggapan bahwa penafsiran yang ditulis saat itu dalam kondisi dimana

37

Sayyid Quthb, Tafsîr Fî Ẕilâl al-Qur‟ân, Juz 3, h. 507. 38

Al-Khulidî, Biografi Sayyid Quthb, h. 140. 39

Al-Khulidî, Biografi Sayyid Quthb, h. 138. 40

Al-Khulidî, Biografi Sayyid Quthb, h. 139.

Page 86: SEMIOTIKA ‘ADUWW SESAMA MANUSIA DALAM AL-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40396/1/DEWI APRILIA... · UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

71

beliau dalam penjara merenungkan al-Qur‟an dan menyadari segala sikap yang terjadi

di masa lalu.

5. Penafsiran Quraish Shihab

Sebelum penulis menjelaskan penafsiran Quraish Shihab, terlebih dahulu

penulis akan menjelaskan situsasi sosial pada saat-saat Quraish menulis Tafsir al-

Mishbâh. Pada tahun 1998, tepatnya di akhir pemerintahan Orde Baru, ia pernah

dipercaya sebagai Menteri Agama oleh Presiden Suharto, kemudian pada 17 Febuari

1999, Quraish mendapat amanah sebagai Duta Besar Indonesia di Mesir. Kemudian

pada masa 1999-2003 Quraish sedang menulis tafsirnya dengan memberikan langkah

yang mudah bagi umat Islam dalam memahami isi dan kandungan ayat-ayat al-

Qur‟an dengan jalan menjelaskan secara rinci tentang pesan-pesan yang dijelaskan al-

Qur‟an. Di bawah ini adalah pesan yang ditulis oleh Quraish dalam Tafsir al-

Mishbâh:

a) QS. al-Taghâbun/64: 14

Quraish dalam ayat ini mengatakan bahwa sebagian pasangan dan anak

merupakan musuh dapat dipahami dalam arti sebenarnya, yaitu yang menaruh

kebencian dan ingin memisahkan diri dari ikatan perkawinan.

Sebagian pasangan dan anak merupakan musuh dapat dipahami dalam arti

musuh yang sebenarnya, yang menaruh kebencian dan ingin memisahkan diri dari

ikatan perkawinan. Ini bisa saja terjadi kapan dan di mana pun. Dan bisa juga

permusuhan dimaksud dalam pengertian majazi, yakni bagaikan musuh. Ini karena

dampak dari tuntunan dari mereka yang menjerumuskan pasanganya dalam kesulitan

Page 87: SEMIOTIKA ‘ADUWW SESAMA MANUSIA DALAM AL-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40396/1/DEWI APRILIA... · UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

72

bahkan bahaya, layaknya perlakuan musuh terhadap musuhnya.41

Ini karena dapat

menjerumuskan pasangannya dalam kesulitan, bahkan bahaya, layaknya perlakuan

musuh terhadap musuhnya. Dapat dipahami bahwa pasangan dan anak bisa menjadi

musuh karena sebab memisahkan ikatan perkawinan bahkan dapat menjadi korban

pembunuhan baik antara suami, istri dan anak.

Setelah penulis menelusuri tahun dimana Quraish menulis tafsirnya, penulis

melacak kondisi sosial pada masa tersebut di mana pada masa Quraish menulis

tafsirnya perceraian pada tahun tersebut semakin meningkat sampai 250.000 kasus

perceraian, setelah diteliti dampak keluarga yang mengalami perceraian pada tahun

1999-an menunjukkan bahwa anak-anak dari keluarga bercerai memiliki prestasi

akademik, perilaku, penyesuaian psikologis, konsep diri dan relasi sosial yang lebih

rendah dibanding keluarga yang sangat utuh.42

b) QS. al-Fussilât/ 41: 34

Pada ayat ini, Quraish terlebih dahulu menjelaskan kata la yang bermakna

tidak yang terdapat pada firman Allah Swt: wa lâ tastawî al-hasanât wa lâ al-

sayyi‟ât/ tidaklah sama kebaikan dan tidak (juga). Menurut Quraish kata lâ tersebut

bersifat ta‟kid yakni penekanan makna ketidaksamaan itu, ada juga yang berpendapat

bahwa penggalan ayat ini bermaksud mengisyaratkan adanya peringkat-peringkat

bagi kebajikan sebagaimana ada peringkat bagi kejahatan. Contohnya perbedaan

terhadap perbuatan kebaikan yang sangat baik seperti memaafkan sekaligus berbuat

baik kepada yang bersalah, ada juga yang hanya baik, seperti sekedar memaafkan

41

Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbâh, Vol. 14, h. 279. 42

Asniar Khumas, “Model Penjelasan Intensi Cerai Perempuan Muslim”, Jurnal Fakultas

Psikologi, tanggal 3-Desember-201, h. 190.

Page 88: SEMIOTIKA ‘ADUWW SESAMA MANUSIA DALAM AL-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40396/1/DEWI APRILIA... · UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

73

tanpa berbuat baik. Sama halnya kejahatan ada yang mencapai puncak kejahatanya

itu sendiri seperti syrik yang tidak terhapus kecuali ketulusan bertaubat, dan ada juga

tingkatatnya seperti dosa kecil dan dapat dihapus dengan berwudhu dan shalat

begitupun seterusnya.43

Adapun kata yang dipakai pada ayat ini adalah menggunakan kata „adâwah

permusuhan bukan kata „aduww/ musuh, agar mencangkup segala macam

permusuhan dan peringatanya, dari yang rendah sampai dengan yang tertinggi.

Sehingga ayat ini dianjurkan agar berusaha berbuat baik kepada lawan selama dia

adalah seorang manusia bukan setan, karena jika yang kita ketahui bahwa

permusuhan setan yang abadi bukan manusia.44

Quraish juga menjelaskan bahwa ayat tersebut mempunyai pengaruh berbuat

baik terhadap manusia sekalipun terhadap lawan. Karena jika manusia bersikap

sebaliknya terhadap lawan dan memusuhi orang lain dan memperlakukanya secara

tidak wajar, maka pada saat itu pula sebenarnya dia sadari atau tidak ada benih

kebaikan dalam diri yang memusuhi itu terhadap yang dimusuhi ke bawah alam

sadarnya. Tetapi bila perlakuan yang tidak wajar tadi dihadapi oleh siapa yang

memusuhinya itu dengan sikap lemah lembut dan bersahabat, maka kemungkinan

besar sikapnya bersahabat dan lemah lembut itu mengundang munculnya benih-benih

kebaikan yang dipendam oleh yang memusuhinya tadi, sehingga tiba-tiba segera pula

ia nampak ke permukaan, sehingga dikatakan kelanjutan ayat ini maka tiba-tiba

43

Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbâh, Vol. 12, h. 413-414. 44

Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah, Vol. 12, h. 414.

Page 89: SEMIOTIKA ‘ADUWW SESAMA MANUSIA DALAM AL-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40396/1/DEWI APRILIA... · UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

74

orang antaramu dan antara dia ada permusuhan, akan berubah terhadapmu sehingga

seolah-olah dia telah menjadi teman yang setia.45

Saat Quraish menulis tafsirnya, terjadi konflik agama yang terjadi di Ambon.

Yang terjadi pada tanggal 1 januari 1999 yang menewaskan tujuh orang dan

menghanguskan sekitar 200 rumah. Dari beberapa jurnal maupun makalah dan juga

cerita dari orang-orang yang tinggal di sana, konflik antar orang muslim dan non

muslim di ambon dipicu oleh keegoisan kedua belah pihak yang tidak mau mengalah

dan mengakibatkan korban lebih banyak lagi.46

Selain di Ambon juga terdapat di Maluku Utara, konflik ini pertama kali

terjadi pertama kali terjadi bulan Agustus 1999 yang di picu oleh pertikaian anatara

suku Kao yang merupakan suku asli daerah tersebut dengan suku Makian yang

merupakan pendatang dari pulau Makian. Pada konflik ini kurang lebih 16 desa Suku

Makian diratakan dengan tanah, sementara jumlah korban yang meninggal kurang

100 orang dan kebanyakan dari komunitas Islam.47

Sehingga penulis berpendapat

bahwa penafsiran Quraish mengenai ayat ini memberikan pesan penting pada masa

tersebut agar menolak kejahatan dengan kebaikan.

c) QS. al-Mâidah/5:2

Quraish menyatakan bahwa ayat ini berkaitan erat dengan haji dan umrah.

Akan tetapi dalam ayat ini, penulis tidak memfokuskan dalam pembahasan haji dan

umrah. Akan tetapi lebih menekankan kepada kata „udwân/ ta„tadû yang pada

45

Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah, Vol. 12, h. 415. 46

Nur Asri Hakimah, “Analisis Konflik Agama di Ambon Tahun 1999”, Unej, 15 Desember

2015. 47

Mantri Karno Diharjo, “Sumber-Sumber Konflik Di Maluku Uatara (1999-2004)”, Word

Press, 25 Juni 2008.

Page 90: SEMIOTIKA ‘ADUWW SESAMA MANUSIA DALAM AL-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40396/1/DEWI APRILIA... · UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

75

sebelumnya terdapat penjelelasan bahwa ayat ini melarang kaum muslimin

menghalangi kaum musyrikin yang akan melaksanakan haji sesuai keyakinan mereka.

Hal demikian memang dilarang khusus untuk memasuki kota Mekkah akan

tetapi larangan tersebut karena pertimbangan kemanan dan kesucian kota itu. tetapi

toleransi yang diberikanya kepada penganut keyakinan lain untuk mengamalkan

ajaran agamanya selain di kota tersebut, tetap berlaku. Hingga kini kita masih

mengenal kebijaksanaan-kebijaksanaan khusus yang ditempuh oleh negara-negara

demokrasi dalam mengatur siapa yang boleh dan tidak boleh mengunjungi kota atau

tempat-tempat tertentu. Seperti kesepakatan negara-negara untuk mengharuskan

adanya visa untuk memasuki satu wilayah adalah salah satu cermin tentang sahnya

mengizinkan atau melarang seorang memasuki satu tempat, berdasarkan

pertimbangan kemaslahatan masing-masing Negara.48

Jadi menurut penulis bahwa

orang muslim melarang orang musyrik berkunjung ke Baitullah berdasarkan

keamanan dan kesucian kota tersebut. Bukan didasarkan kepada kebencian dan

kedengkian.

Quraish berpendapat bahwa kata syana‟ân/ kebencian yang mencapai

puncaknya. Sebagaimana firman Allah Swt: Dan janganlah sekali-kali kebencian

kepada suatu kaum karena mereka menghalangi-halangi kamu dari Masjid al-Hâram

mendorong, kamu berbuat aniaya, merupakan bukti nyata bahwa al-Qur‟an

menekankan keadilan.

Musuh yang dibenci walau telah mencapai puncak kebenciannya sekalipun

lantaran menghalangi tuntunan Agama mesti harus dilakukakan secara adil, apalagi

48

Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah, Vol. 12, h. 12-13.

Page 91: SEMIOTIKA ‘ADUWW SESAMA MANUSIA DALAM AL-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40396/1/DEWI APRILIA... · UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

76

musuh atau dibenci tapi belum sampai ke puncak kebencian dan oleh sebab lain yang

lebih ringan. Artinya sekalipun orang musyrik berkunjung ke Kota Mekah kita harus

bisa menyikapinya dengan aturan dan norma yang berlaku sesuai dengan aturan yang

diperintahkan oleh Negara. Bukan dengan mendendam dam berbuat kebencian.

Seperti firman Allah Swt: Dan tolong-menolonglah kamu dalam kebajikan dan

ketakwaan jangan tolong menolong dalam dosa dan pelanggaran, merupakan prinsip

dasar menjalin kerjasama dengan siapa pun, selama tujuanya adalah kebajikan dan

ketakwaan.49

Sehingga penulis berkesimpulan bahwa pendapat Quraish ini

melakukan sikap yang adil dalam permasalahan yang terjadi mengenai orang Musyrik

yang berkunjung ke Mekkah yang tidak harus dengan cara kekearasan dan

perkelahian melainkan dengan aturan negara yang sudah ditetapkan bahwa dilarang

orang Musyrik mengunjungi kota Mekkah karena masalah kesucian dan keamanan.

Satu riwayat juga mengatakan bahwa larangan ayat ini turun berkenaan

dengan rencana beberapa kaum muslimin untuk merampas unta-unta yang dibawa

oleh serombongan kaum musyrikin dari suku penduduk Yamanah, dengan alasan

bahwa unta-unta itu adalah milik kaum muslimin yang pernah mereka rampas.50

49

Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah, Vol. 3, h. 13-14. 50

Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah, Vol. 3, h. 12.

Page 92: SEMIOTIKA ‘ADUWW SESAMA MANUSIA DALAM AL-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40396/1/DEWI APRILIA... · UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

77

BAB IV

APLIKASI DIMENSI MAKNA ‘ADUWW DALAM PERSPEKTIF

SEMIOTIKA CHARLES SANDERS PEIRCE

Mengenai konsep „aduww dalam al-Qur‟an yang sudah dipaparkan pada

bab sebelumnya, penulis menfokuskan pada agensi „aduww antar manusia yang

meliputi, pencegahan permusuhan di dalam yaitu al-Qur‟an pada QS. al-Mâ‟idah/

5: 2, QS. al-Fussilât/ 41: 34, dan QS. al-Taghâbun/ 64: 14, selain itu penulis akan

menganalisa ayat-ayat tersebut menggunakan metode semiotika Charles Sanders

Peirce.

Dalam kajian ini, penulis hanya menggunakan dua model analisis Peirce

yaitu kepertamaan (firstness) yaitu qualisign, sinsign, legisign, dan ketigaan

(thirdness) yang terdiri dari rheme, dicent, dan argument. Analisa kepertamaan ini

berkutat pada relasi antar tanda yang bersifat subjektif (berdasarkan pengalaman

pribadi) dan fokus kajianya adalah agensi yang melibatkan ayat-ayat „aduww

dalam al-Qur‟an kemudian akan diurai berdasarkan tafsir mauḏû„î dan analisa

pada ketigaan ini berkutat pada relasi antar tanda yang bersifat maknawi yang

fokus kajiannya pada teks. Sehingga kita dapat mengetahui fungsi dari tanda

„aduww dengan menggunakan analisis semiotika Charles Sanders Peirce.

Penulis tidak menggunakan analisa keduaan (secondness) yaitu ikon,

indeks, symbol, karena fokus kajian pada keduaan adalah suatu objek yang

terindra seperti gambar, patung, dan lain-lain. Oleh karena penulis hanya

menggunakan analisa kepertamaan dan ketigaaan.

Page 93: SEMIOTIKA ‘ADUWW SESAMA MANUSIA DALAM AL-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40396/1/DEWI APRILIA... · UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

78

A. Makna Generik (Firstness)

Untuk mengetahui dan mendapatkan pemahaman awal (makna awal/

generik) dari kata ‘aduww dalam al-Qur‟an, penulis mengacu pada dimensi makna

ayat tersebut (redaksi ayat) dan juga asbâb al-nuzûl.

1. Dimensi Makna Ayat (Mencari Makna Awal) QS. al-Mâ’idah/ 5: 2, QS.

al-Fussilât/ 41: 34, dan QS. al-Taghâbun/ 64: 14.

Makna awal dari kata ‘aduww dalam al-Qur‟an dapat dicari melalui redaksi

ayat tersebut:

Ayat al-Qur’an Subjek Representamen Objek Interpretasi

QS. al-Mâ’idah/ 5:

2

Orang

Beriman

ن و ٱلعدو

ت عت دوا

Orang

Kafir

Orang Beriman

yang dilarang

melakukan

aniaya dan juga

dilarang

melakukan

pelanggaran

dengan orang

Musyrik.

QS. al-Fussilât/ 41:

34

Manusia ة و د Manusia ع

yang

lain

Permusuhan

dengan manusia

lain.

Al-Taghâbun/ 64:

14

Orang

Mukmin ا دو Anak ع

Istri

Anak Istri dapat

menjadi musuh.

Page 94: SEMIOTIKA ‘ADUWW SESAMA MANUSIA DALAM AL-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40396/1/DEWI APRILIA... · UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

79

a) Aplikasi Semiotika QS. al-Mâ’idah/ 5: 2

Lafadz ت عت دوا merupakan fi„il muḏârî„, pada ayat ini diartikan sebagai أ ن

berbuat zalim dan aniaya. Dan menjadi representamen/ tanda yang pada proses ini

dikategorikan sebagai qualisign (karena sumber /tanda yang kita ambil langsung

dari redaksi al-Qur‟an itu sendiri) kemudian tanda ini berhubungan dengan Objek

“Orang Beriman”, maka membuahkan Interpretan “Orang Beriman tidak boleh

berbuat aniaya terhadap orang Beriman (Musyrik)”.

Pada redaks ayat selanjutnya tersebut terdapat satu Lafaz yang mempunyai

makna “Pelanggaran” yaitu “ نوٱل عدو ” merupakan isim masdar dari kata „Adw.

Dan berelasi dengan Objek “Orang Beriman” sehingga terjadi penggabungan dari

interpretan pertama dikarenakan memiliki Objek sama-sama “Orang Beriman”

dan menjadi “Orang Beriman dilarang melakukan perbuatan aniaya dan

pelanggaran dengan orang Beriman (Musyrik)”.

R1

أ نت عت دوا

(Qualisign)

I1

Orang Beriman

tidak boleh berbuat

aniaya terhadap

orang Beriman

(Musyrik)

R2

ن و ٱلعدو

O1

Orang Beriman

O2

Orang Musyrik

I2

Orang Beriman

dilarang melakukan

perbuatan aniaya dan

pelanggaran dengan

orang Beriman

(Musyrik)

Page 95: SEMIOTIKA ‘ADUWW SESAMA MANUSIA DALAM AL-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40396/1/DEWI APRILIA... · UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

80

Dari proses semiosis redaksi ayat di atas dapat kita lihat bahwa QS. al-

Mâ‟idah/ 5: 2 berbicara tentang anjuran al-Qur‟an untuk tidak melakukan balas

dendam, hal ini terlihat ketika ayat ini berbicara mengenai orang Musyrik berlaku

jahat atau aniaya kepada orang Muslim, maka sebagai orang Muslim kita tidak

boleh membalas aniaya tersebut kepada mereka (Orang musyrik). Menurut

penulis anjuran al-Qur‟an untuk tidak melakukan balas dendam ini merupakan

wujud dan jawaban al-Qur‟an atas deathlock yang terjadi pada konflik-konflik

yang tidak kunjung usai.

Dari hasil analisa penulis mengenai redaksi ayat di atas, sudah mulai

terlihat tentang fungsi pesan dari ayat tersebut mengenai solusi permusuhan yaitu

jangan membalas dendam/ berbuat aniaya. Namun untuk melihat lebih dalam lagi

mengenai makna ayat tersebut maka penulis akan menganalisa asbâb al-nuzûl

ayat ini dengan tujuan melihat konteks ayat ketika diturunkan.

b) Aplikasi Semiotika QS. al-Fussilât/ 41: 34

R1

ة و د ع (Qualisign)

I1

Permusuhan

sesama manusia

lain.

R2

Cara menyikapi

permusuhan

sesama manusia.

O1

Manusia O2

Berlaku baik terhadap

yang memusuhi

I2

Cara menyikapi

permusuhan antara

sesama manusia yaitu

menolak kejahatanya

dengan berlaku baik

terhadap yang memusuhi.

Page 96: SEMIOTIKA ‘ADUWW SESAMA MANUSIA DALAM AL-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40396/1/DEWI APRILIA... · UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

81

Lafaz ة و د merupakan isim masdar bermakna permusuhan yang menjadi ع

representamen/ tanda yang pada proses ini dikategorikan sebagai qualisign

(karena sumber/ tanda yang kita ambil langsung dari ayat al-Qur‟an itu sendiri)

kemudian tanda ini berhubungan dengan Objek “Manusia”, maka membuahkan

Interpretan “Permusuhan sesama manusia lain”, dan menjadi tanda

kedua/representamen kedua “cara menyikapi permusuhan sesama manusia” dan

berelasi pada objek “Berlaku baik terhadap yang memusuhi” dan membuahkan

interpretan “Cara menyikapi permusuhan antara sesama manusia yaitu menolak

kejahatanya dengan berlaku baik terhadap yang memusuhi”.

Dari proses semiosis redaksi ayat di atas, dapat kita lihat bahwa ayat ini

merupakan ayat yang membahas tentang cara kita untuk menyikapi permusuhan

antara sesama manusia umumnya, dan khususnya untuk menyikapi seseorang

yang berlaku jahat terhadap kita, yaitu dengan cara tetap berlaku baik terhadap

musuh-musuh orang yang berlaku jahat terhadap kita. Solusi yang ditawarkan al-

Qur‟an ini merupakan salah satu cara al-Qur‟an untuk meluruskan kompleksitas

permusuhan yang terjadi antara manusia, karena seperti yang kita ketahui bahwa

jika suatu kejahatan/ permusuhan disikapi dengan hal yang sama maka impian

untuk mewujudkan “Negeri yang Damai” hanyalah sebuah angan-angan. Namun,

sebagai kitab suci al-Qur‟an kembali menunjukkan dirinya sebagai pedoman

hidup manusia yang akan terus mampu menjawab permasalahan umat.

Page 97: SEMIOTIKA ‘ADUWW SESAMA MANUSIA DALAM AL-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40396/1/DEWI APRILIA... · UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

82

c) Aplikasi Semiotika Al-Taghâbun/ 64: 14

Lafaz ا دو merupakan isim masdar bermakna musuh dan menjadi ع

representamen/ tanda yang pada proses ini di kategorikan sebagai qualisign

(karena sumber/ tanda yang kita ambil dari redaksi ayat al-Qur‟an itu sendiri),

kemudian tanda ini berhubungan dengan Objek “Anak dan Istri”, maka

membuahkan Interpretan “Anak Istri dapat menjadi Musuh”. Interpretan ini

ditransformasi menjadi tanda baru/reprsentamen kedua “Anak istri dapat menjadi

musuh” yang pada proses ini dikategorikan sebagai qualisign (karena sumber/

tanda yang kita ambil dari lanjutan redaksi ayat tersebut. Kemudian tanda ini

berhubungan dengan Objek “memaafkan”, maka membuahkan Interpretan baru

yang pada proses ini di kategorikan (karena sumber/ tanda yang kita ambil dari

redaksi ayat al-Qur‟an itu sendiri yaitu “ketika anak Istri menjadi musuh maka

sangat dianjurkan memaafkan”.

Pada semiosis redaksi ayat di atas menjelaskan bahwa salah satu anggota

keluarga mungkin saja menjadi musuh, pada ayat ini disebutkan anak istri mampu

R1

ا دو ع (Qualisign)

I1

Anak Istri dapat

menjadi Musuh

R2

Anak Istri dapat

menjadi

Musuh.

O1

Anak Istri

O2

Memaafkan

I2

Ketika anak Istri

menjadi Musuh maka

sangat dianjurkan

dimaafkan

Page 98: SEMIOTIKA ‘ADUWW SESAMA MANUSIA DALAM AL-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40396/1/DEWI APRILIA... · UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

83

menjadi musuh bagi suami. Ketika terjadi hal tersebut, maka al-Qur‟an

menganjurkan agar suami dapat memaafkan anak dan istri. Tawaran untuk

memaafkan ini merupakan usaha al-Qur‟an untuk tetap menjaga keharmonisan

dan keutuhan keluarga, karena bagaimanapun al-Qur‟an menjadi selalu menjadi

petunjuk bagi manusia untuk belajar saling menghargai, toleransi dan lain-lain.

2. Makna Konteks Awal dan Aplikasi Semiotika QS. Al-Mâ’idah/ 5: 2,

QS. al-Fussilât/ 41: 34 dan QS. Al-Taghâbun/ 64: 14.

Pertama, penulis akan membahas salah satu dari dimensi perbuatan yang

menimbulkan „aduww yang terdapat pada QS. al-Mâ‟idah/ 5: 2 yang berkenaan

para sahabat yang dilarang menaruh kebencian terhadap orang Musyrik

dikarenakan mengahalangi dalam perjalanan ke Masjidil Haram. Di bawah ini

adalah proses semiosis dari konteks awal.

a) Aplikasi Semiotika QS. Al-Mâ’idah/ 5: 2

R1

أ نت عت دوا

(Qualisign)

I1

Tidak boleh berbuat

aniaya dan

menghalangi

perjalanan orang

Beriman (Musyrik)

yang hendak ke

Masjidil Haram.

R2

Tidak Boleh Balas

dendam

O1

Orang Beriman

O2

Kebencian

I2

Rasa kebencian tidak

boleh membuat

orang Mukmin

melakukan balas

dendam.

Page 99: SEMIOTIKA ‘ADUWW SESAMA MANUSIA DALAM AL-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40396/1/DEWI APRILIA... · UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

84

Lafaz ت عت دوا yang menjadi representamen/ tanda pada proses ini di أ ن

kategorikan sebagai Sinsign (karena sumber / tanda yang kita ambil langsung dari

asbâb al- nuzûl (konteks) ayat tersebut kemudian tanda ini berhubungan dengan

Objek “Orang Musyrik” maka membuahkan Interpretan ”Tidak boleh berbuat

aniaya dan menghalangi perjalanan orang Beriman (Musyrik) yang hendak ke

Masjidil Haram”, dan menjadi tanda baru atau representamen kedua menjadi

“Tidak boleh balas dendam”. Kemudian berelasi pada Objek “Kebencian” karena

bentuk dari balas dendam mereka lantaran kebencian, yang membuahkan

interpretan kedua yaitu “Rasa kebencian tidak boleh membuat orang Mukmin

melakukan balas dendam”.

Dari proses semiosis di atas dapat kita lihat bahwa ayat ini turun untuk

memberikan peringatan terhadap orang mukmin, bahwa rasa benci/ kebencian kita

terhadap orang Musyrik tidak boleh mendorong kita untuk melakukan balas

dendam. Menurut penulis dari konteks asbâb al-nuzûl ayat ini, dapat kita lihat

bahwasanya al-Qur‟an sebagai petunjuk untuk manusia menganjurkan untuk tidak

membalas dendam.

b) Aplikasi Semiotika QS. Al-Taghâbun/ 64: 14

-

O1

Anak Istri

O2

Suami

O3

Menghalangi

Hijrah

O4

Memaafkan

R1

ا دو ع (Qualisign

I1

Anak Istri dapat

menjadi musuh

(Sinsign)

I3

Anak dan Istri

menjadi musuh bagi

suami karena

mereka menghalangi

suami untuk

R5/ I4

Ketika anak dan istri

menjadi musuh bagi

suami maka sikap

suami adalah

memaafkanya,

setelah mereka

menyadari,

menyesali,

perbuatan.

R2

Anak istri

dapat

menjadi

musuh

I2

Anak dan Istri

dapat menjadi

musuh bagi suami

R3

Anak dan Istri

menjadi musuh

bagi suami yang

telah menghalangi

hijrah.

R4

Anak istri menjadi

musuh karena mereka

menghalangi suami

melaksanakan

perintah Allah.

Page 100: SEMIOTIKA ‘ADUWW SESAMA MANUSIA DALAM AL-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40396/1/DEWI APRILIA... · UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

85

Lafaz ا دو ع yang menjadi representament/ tanda pada proses ini di

kategorikan sebagai Sinsign (karena sumber/ tanda yang kita ambil langsung dari

asbâb al-nuzûl (konteks) ayat tersebut kemudian tanda ini berhubungan dengan

Objek “Anak Istri” maka membuahkan Interpretan ”Anak Istri dapat menjadi

musuh”, dan interpretan tersebut menjadi tanda baru/ representamen kedua yang

berelasi pada objek “Suami” yang mana objek tersebut membuahkan interpretan

“Anak dan Istri dapat menjadi musuh bagi suami”. Kemudian interpretan ini

menjadi tanda baru/representamen baru “Anak dan Istri menjadi musuh bagi

suami yang telah menghalangi hijrah” yang berelasi pada objek “Menghalangi

Hijrah” yang membuahkan interpretan “Anak dan Istri menjadi musuh bagi suami

karena mereka menghalangi suami untuk berhijrah”. Interpretan tersebut menjadi

tanda baru/ representamen baru “Anak Istri menjadi musuh karena mereka

menghalangi suami melaksanakan perintah Allah Swt” dan menjadi Objek

“memaafkan” dan menjadi menjadi interpretan “Ketika anak dan istri menjadi

musuh bagi suami maka sikap suami adalah memaafkanya setelah mereka

menyadari perbuatanya”.

Dari proses semiosis asbâb al-nuzûl di atas, dapat kita lihat bahwa kata

“musuh” pada ayat ini menjelaskan bahwa anak dan istri dapat menjadi musuh

bagi suami dan jika itu terjadi sikap suami harus memaafkan. Jadi, ayat ini

menjelaskan bahwa memaafkan merupakan salah satu solusi untuk menyikapi

permusuhan. Menurut penulis, dengan anjuran memaafkan ini Al-Qur‟an sekali

lagi menunjukkan bahwa permusuhan yang deathlock masih bisa menemukan

jalan keluar yang bijak. Memaafkan memang hal yang sulit namun, setidaknya

dengan memaafkan kita dapat belajar untuk berbesar hati dan ikhlas, memaafkan

Page 101: SEMIOTIKA ‘ADUWW SESAMA MANUSIA DALAM AL-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40396/1/DEWI APRILIA... · UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

86

mungkin tidak akan mampu mengembalikan segala sesuatu yang telah rusak

akibat dari permusuhan namun, memaafkan bisa menjadi satu awal mula yang

baik untuk memulai hubungan yang lebih baik antara sesame manusia, tentunya

dengan tujuan agar terwujudnya masyarakat madani.

3) Analisa Perbandingan Redaksi Ayat dan Asbâb al-Nuzûl QS. Al-Mâ’idah/ 5:

2, QS. al-Fussilât/ 41: 34 dan QS. Al-Taghâbun/ 64: 14.

a) Aplikasi Semiotika QS. Al-Mâ’idah/ 5: 2

Dari proses semiosis antara redaksi ayat dan asbâb al- nuzûl yang telah

dilakukan oleh penulis, dapat kita lihat bahwa kedua proses semiosis di atas

sebenarnya saling mendukung dan menjelaskan, selain itu dari proses di atas dapat

kita lihat bahwasanya persamaan/ kesepakatan (legisign) yang disepakati dari

redaksi ayat dan asbâb al- nuzûl pada QS. Al-Mâ‟idah/ 5: 2 adalah Allah Swt,

menimbulkan permusuhan antara satu kaum dengan kaum yang lain karena

perbuatan buruk sangka mereka terhadap Allah Swt. Hal ini akan penulis

tunjukkan dengan proses semiosis sebagai berikut:

\

R3 I2

Rasa benci tidak boleh

mendorong seseorang

untuk membalas

dendam

(Legisign)

O2

Kebencian

R1

أ نت عت دوا (Qualisign)

R2

Tidak boleh balas

dendam

O1

Orang Beriman

REDAKSI AYAT ASBÂBUN NUZÛL

I1

Tidak boleh berbuat

aniaya (Menghalangi

orang Beriman

(Musyrik) yang

hendak ke Baitullah) .

(Sinsign)

Page 102: SEMIOTIKA ‘ADUWW SESAMA MANUSIA DALAM AL-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40396/1/DEWI APRILIA... · UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

87

Lafaz أ نت عت دوا yang menjadi representamen/ tanda yang pada proses

ini dikategorikan sebagai qualisign (karena sumber / tanda yang kita ambil dari

redaksi ayat al-Qur‟an itu sendiri). Kemudian tanda ini berhubungan dengan

Objek “Orang Beriman”, maka membuahkan Interpretan “Tidak boleh berbuat

aniaya (menghalangi orang Beriman (Musyrik) yang hendak ke Baitullah)”.

Interpretan ini ditransformasi menjadi representamen baru “Tidak boleh balas

dendam" yang pada proses ini di kategorikan sebagai sinsign (karena sumber/

tanda yang kita ambil dari asbâb al-nuzûl (konteks) ayat al-Qur‟an itu sendiri).

Kemudian tanda ini berhubungan dengan Objek “Kebencian”, maka membuahkan

Interpretan baru yang pada proses ini di kategorikan sebagai Legisign (karena

interpretan tersebut diambil berdasarkan persamaan/ kesepakatan yang terlihat

antara redaksi ayat dan asbâb al-nuzûl) yaitu ”Rasa benci tidak boleh mendorong

seseorang untuk membalas dendam.”

Menurut penulis antara redaksi ayat dan asbâb al-nûzul keduanya saling

mendukung satu sama lain, dan ketika dihubungkan maka terungkap pesan al-

Qur‟an yang sebenarnya mengenai kata „aduww pada ayat tersebut yaitu sebagai

seorang muslim, al-Qur‟an menganjurkan kita untuk tidak berbuat aniaya dengan

melakukan balas dendam atas dasar rasa benci.

b) Aplikasi Semiotika QS. Al-Taghâbun/ 64: 14

Dari proses semiosis antara redaksi ayat dan asbâb al- nuzûl yang telah

dilakukan oleh penulis, dapat kita lihat bahwa kedua proses semiosis di atas

sebenarnya saling mendukung dan menjelaskan, selain itu dari proses di atas dapat

kita lihat bahwasanya persamaan/kesepakatan (legisign) yang disepakati dari

Page 103: SEMIOTIKA ‘ADUWW SESAMA MANUSIA DALAM AL-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40396/1/DEWI APRILIA... · UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

88

redaksi ayat dan asbâbun nuzûl pada QS. al-Taghâbun/ 64: 14. Hal ini akan

penulis tunjukkan dengan proses semiosis sebagai berikut:

Lafaz ا دو yang menjadi representamen/ tanda yang pada proses ini di ع

kategorikan sebagai Qualisign (karena sumber/ tanda yang kita ambil dari redaksi

ayat Qur‟an itu sendiri) kemudian tanda ini berhubungan dengan Objek “Anak dan

Istri”, maka membuahkan Interpretan “Anak dan Istri menjadi musuh”.

Interpretant ini ditransformasi menjadi representamen baru “Anak dan Istri

menjadi musuh” yang mana proses ini di kategorikan sebagai sinsign (karena

sumber / tanda yang kita ambil dari asbâbun nuzûl (konteks) ayat al-Qur‟an itu

sendiri) kemudian tanda ini berhubungan dengan Objek “Suami”, maka

membuahkan Interpretan baru yaitu “Anak dan Istri menjadi musuh bagi suami”

yang pada proses ini dikategorikan masih berdasarkan Sinsign (karena

sumber/tanda yang kita ambil dari asbâb al- nuzûl (konteks) ayat al-Qur‟an itu

sendiri). Kemudian interpretan ini menjadi tanda baru dan berelasi pada objek

“memaafkan” yang akan membuahkan interpretan “Ketika anak dan Istri menjadi

R3 I2

Ketika anak dan Istri

menjadi musuh bagi

suami, maka sikap

yang harus dilakukan

oleh suami adalah

memafkan.

(Legisign)

O2

Memaafkan

R1

ا دو ع (Qualisign)

R3

Sikap

terhadap

musuh.

O1

Anak dan istri

REDAKSI AYAT ASBÂB AL-NUZÛL

I1

Anak Istri menjadi

musuh bagi suami.

(Sinsign)

I1

Anak dan istri

menjadi musuh

(Sinsign)

O1

Suami

ASBÂB AL-NUZÛL

R2

Anak dan istri

menjadi musuh

(Sinsign)

Page 104: SEMIOTIKA ‘ADUWW SESAMA MANUSIA DALAM AL-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40396/1/DEWI APRILIA... · UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

89

musuh bagi suami, maka sikap yang harus dilakukan oleh suami adalah

memafkan”. Yang pada proses ini di kategorikan sebagai Legisign (karena

interpretan tersebut diambil berdasarkan persamaan/ kesepakatan yang terlihat

antara redaksi ayat dan asbâb al-nuzûl.

Pada proses analisa perbandingan saling mendukung satu sama lain

sehingga ketika penulis menggabungkan antara redaksi ayat dan asbâb al-nuzûl

terlihat jelas bahwa ayat ini turun untuk meluruskan kompeksitas permusuhan

yang terjadi dikeluarga umumnya, dan khususnya ketika anak dan Istri menjadi

musuh karena mereka melarang suami untuk melaksanakan perintah Allah Swt

berhijrah (Mekkah ke Madinah) dan solusi yang ditawarkan oleh al-Qur‟an adalah

memaafkan.

Menurut penulis solusi al-Qur‟an mengenai permusuhan antara keluarga

yang dianjurkan untuk memafkan itu adalah solusi yang sangat tepat, Karena

belajar memaafkan kesalahan seseorang harus dimulai dari unit terkecil terlebih

dahulu yakni keluarga dan hal dapat ini dapat diaplikasikan pada tatanan

masyarakat luas.

B. Aplikasi Semiotika Charles Sanders Peirce Atas Penafsiran (Thirdness)

1. Proses Semiosis al-Ṯabarî

- QS. Al-Mâ’idah/ 5: 2

Pada ayat ini Imam al-Tabarî merujuk kepada asbâb al-nûzul konteks alasan

ayat ini turun. Menurut Imam Al-Tabarî ayat ini merupakan anjuran al-Qur‟an

agar kebencian seseorang terhadap sesuatu kaum (orang musyrik). Tidak

mendorong mereka melakukan balas dendam dengan menghalangi orang musyrik

Page 105: SEMIOTIKA ‘ADUWW SESAMA MANUSIA DALAM AL-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40396/1/DEWI APRILIA... · UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

90

dalam perjalanan. Namun, jika terjadi konflik/ permusuhan mereka hendaknya

sebagai orang muslim saling membantu dalam menjalankan perintah Allah Swt.

Lafaz أ نت عت دوا yang menjadi representamen/ tanda yang pada proses

ini dikategorikan sebagai rheme (karena kata ini memungkinkan seorang mufassir

untuk menafsirkan makna dari ayat tersebut). Kemudian tanda ini berhubungan

dengan Objek “Orang Beriman”, maka membuahkan Interpretan “Tidak boleh

berbuat aniaya (menghalangi orang Beriman (Musyrik) yang hendak ke

Baitullah”. Proses ini disebut dengan argumen (karena interpretasi ini merupakan

argumen dari al-Tabarî mengenai makna kata musuh dalam ayat tersebut).

Interpretasi tersebut menjadi tanda kedua “Dilarang balas dendam” dan menjadi

Objek “Kebencian” menjadi interpretan “Rasa benci tidak boleh mendorong

seseorang untuk berbuat balas dendam”. Yang mana interpretan ini menjadi

tanda baru/repesentamen baru “Orang Muslim dilarang balas dendam atas dasar

kebencian” dan berelasi pada Objek “ saling membantu” dan membuahkan

interpretan “Orang muslim tidak boleh melakukan balas dendam, namun harus

I3

Orang muslim tidak

boleh melakukan balas

dendam, namun harus

membantu orang

Musyrik menjalanakan

perintah Allah Swt.

(Argumen)

O2

Saling membantu

R2

Dilarang balas

dendam

I2

Rasa benci tidak

boleh mendorong

seseorang untuk

membalas dendam

(Argumen)

O2

Kebencian

R1

أ نت عت دوا (Rheme)

O1

Orang Beriman

I1

Tidak boleh berbuat

aniaya (Menghalangi

orang Beriman

(Musyrik) yang

hendak ke Baitullah).

(Argumen) R3

Orang Muslim

dilarang balas

dendam atas dasar

kebencian.

Page 106: SEMIOTIKA ‘ADUWW SESAMA MANUSIA DALAM AL-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40396/1/DEWI APRILIA... · UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

91

membantu orang Musyrik menjalankan perintah Allah Swt”, yang mana

interpretan tersebut menjadi argumen yang didasarkan pada penafsiran al-Tabarî.

Dari proses semiosis di atas dapat kita lihat Imam al-Tabarî berpendapat

bahwasanya ayat ini memaparkan anjuran al-Qur‟an kepada umat muslim agar

rasa benci terhadap satu kaum (orang Muyrik) tidak boleh membuat kita

melakukan balas dendam. Namun semestinya kita harus membantu orang Musyrik

untuk menjalankan perintah Allah Swt.

Pada pembahasan redaksi ayat dan asbâb al-nuzûl yang sudah dipaparkan,

bahwa makna ayat ini menunjukkan seorang muslim tidak boleh melakukan balas

dendam atas dasar kebencian terhadap musuh. Pendapat demikian juga disetujui

oleh al-Tabarî karena dalam tafsiranya mengungkapakan demikian. Akan tetapi

dalam tafsirnya al-Tabarî menambahkan selain seorang muslim tidak boleh

melakukan balas dendam atas dasar kebencian terhadap musuh, seorang muslim

semestinya membantu musuhnya dalam hal menegakkan/ menjalankan perintah

Allah. Menurut penulis penafsiran al-Tâbarî ini merupakan wujud dari

kemampuan seorang muslim untuk tidak mengikuti hawa nafsu dengan

melakukan balas dendam, karena ketika seseorang terus mengikuti hawa nafsunya

maka permusuhan tidak akan pernah bisa terselesaikan.

- QS. al-Fussilât/ 41: 34

Pada ayat ini Imam al-Tâbarî memaparkan QS. al-Fussilât/ 41: 34 merupakan

anjuran/ ajaran al-Qur‟an untuk menyikapi orang yang berlaku jahat dan hendak

memusuhi kita agar membalasnya dengan sebuah kebaikan hal ini bertujuan agar

kita dapat menjalin tali persahabatan. Berikut ini adalah proses semiosisnya:

Page 107: SEMIOTIKA ‘ADUWW SESAMA MANUSIA DALAM AL-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40396/1/DEWI APRILIA... · UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

92

Lafaz ة و د ع yang menjadi representamen/tanda yang pada proses ini

dikategorikan sebagai rheme (karena kata ini memungkinkan seorang mufassir

untuk menafsirkan makna dari ayat tersebut) kemudian tanda ini berhubungan

dengan Objek “Manusia”, maka membuahkan Interpretan “permusuhan sesama

manusia lain”, dan menjadi tanda baru/representamen kedua menjadi “ Cara

menyikapi permusuhan antara manusia” dan berelasi pada objek “Menolak

kejahatan dengan cara yang baik” yang membuahkan interpretan “Cara

menyikapi antara sesama manusia yaitu menolak kejahatanya dengan berlaku

baik terhadap yang memusuhi”. Yang membuat representamen baru/ tanda baru “

Agar terjalin teman yang setia” dan berelasi ada Objek “ Teman yang setia” dan

membuat interpretan “Bersikap baik terhadap musuh akan menimbulkan

pertemanan yang setia”. Proses ini disebut dengan argumen (karena interpretasi

ini merupakan argumen dari al-Tabarî mengenai makna kata musuh dalam ayat

tersebut).

R1

ة و د ع (Rheme)

I1

Permusuhan

sesama manusia

lain.

(Argumen)

R2

Cara menyikapi

permusuhan

sesama manusia.

O1

Manusia

I2

.Cara menyikapi

permusuhan antara

sesama manusia yaitu

menolak kejahatanya

dengan berlaku baik

terhadap yang

memushui

(Argumen)

O2

Menolak kejahatan

dengan cara yag baik.

O3

Teman yang

setia

I2

.Bersikap baik terhadap

musuh akan

menimbulkan

pertemanan yang setia.

(Argumen)

R3

Agar terjalin

teman yang setia

Page 108: SEMIOTIKA ‘ADUWW SESAMA MANUSIA DALAM AL-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40396/1/DEWI APRILIA... · UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

93

Dari proses semiosis di atas dapat kita lihat Imam al-Tabarî berpendapat

bahwasanya ayat ini merupakan anjuran al-Qur‟an kepada umat muslim agar

dapat membalas kejahatan dengan kebaikan karena, membalas dengan kebaikan

akan membuat kita mempunyai teman yang setia, meskipun orang tersebut

merupakan musuh yang berbuat jahat kepada kita. Menurut penulis, apa yang

dipaparkan pada proses semiosis di atas saling mendukung dengan proses

semiosis pada redaksi ayat dimana keduanya sama-sama memaknai ayat ini

sebagai suatu anjuran al-Qur‟an untuk menghadapi permusuhan yaitu dengan

membalasnya dengan berlaku baik terhadap musuh karena dengan hal ini maka

tidak aka nada permusuhan yang ada malah persahabatan dan perdamaian.

- QS. Al-Taghâbun/ 64: 14

Pada ayat ini Imam al-Tabarî berpendapat bahwa anak dan istri dapat

menjadi musuh bagi suami ketika mereka melarang suami untuk menjalankan

perintah Allah Swt (Berhijrah dari Mekkah ke Madinah). Selanjutnya Imam al-

Tabarî menjelaskan bahwa untuk menyikapi problematika tersebut maka seorang

suami harus memaafkan anak dan istrinya. Karena menurut Imam al-Tabarî Allah

Swt maha Pengampun lagi Maha Penyayang dan memaafkan hambanya jika

hambanya bertobat dan tidak mengulangi kesalahan. Selain memafkan seorang

suami juga harus berhati-hati terhadap anak dan istri yang dapat menjadi musuh.

Page 109: SEMIOTIKA ‘ADUWW SESAMA MANUSIA DALAM AL-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40396/1/DEWI APRILIA... · UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

94

-

Lafaz ا دو ع yang menjadi representamen/ tanda yang pada proses ini

dikategorikan sebagai rheme (karena kata ini memungkinkan seorang mufassir

untuk menafsirkan makna dari ayat tersebut). Kemudian tanda ini berhubungan

dengan Objek “Anak Istri”, maka membuahkan Interpretan “Anak dan Istri

menjadi musuh” dan menjadi tanda baru “Anak dan Istri menjadi musuh” dan

mengacu pada Objek “Suami” yang membuahkan interpretan “anak dan istri

menjadi musuh bagi suami, karena melarang dalam berhijrah”. Kemudian

interpretan ini menjadi tanda baru menjadi “Anak istri menjadi musuh karena

melarang untuk berhijrah” dan mengacu pada objek “memaafkan dan berhati-

hati” dan menjadi interpretan “Ketika anak dan Istri menjadi musuh bagi suami,

maka sikap yang harus dilakukan oleh suami adalah memafkan”. Yang pada

proses ini disebut dengan argumen (karena interpretasi ini merupakan argumentasi

dari Imam al-Tabarî mengenai makna kata musuh dalam ayat tersebut).

R4 I3

Ketika anak dan

Istri menjadi

musuh bagi

suami, maka sikap

yang harus

dilakukan oleh

suami adalah

memafkan.

(Argumen)

O3

Memaafkan

dan berhati-hati

R1

ا دو ع (Rheme)

I2

Anak Istri

menjadi musuh

bagi suami karena

melarang

berhijrah.

(Argumen )

I1

Anak dan istri

menjadi musuh

(Argumen)

O2

Suami

R2

Anak dan istri

menjadi musuh

R3

Anak Istri menjadi

musuh bagi suami

karena melarang

berhijrah.

O1

Anak dan Istri

Page 110: SEMIOTIKA ‘ADUWW SESAMA MANUSIA DALAM AL-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40396/1/DEWI APRILIA... · UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

95

Dari proses semiosis di atas dapat kita lihat ayat ini merupakan anjuran/

ajaran mengenai sikap seorang suami/ kepala keluarga ketika anak dan isrinya

menjadi musuhnya karena melarang sang suami untuk berhijrah maka maafkanlah

mereka, karena sebagai ciptaan Tuhan semestinya kita bisa lebih bijaksana dalam

menyikapi konflik yang terjadi dalam keluarga, selain memaafkan seorang suami

juga harus lebih berhati-hati terhadap anak dan istrinya.

Menurut penulis, dari pembahasan redaksi ayat dan asbâb al-nuzûl yang

sudah dipaparkan bahwa ayat ini merupakan solusi dari al-Qur‟an untuk

menghadapi menyikapi permusuhan yang terjadi pada lingkup keluarga yaitu

memaafkan, dan pada penafsiran Imam al-Tâbarî selain memaafkan seorang

suami juga harus bersikap hati-hati terhadap anak dan istri. Menurut penulis

tawaran al-Qur‟an ini bertujuan untuk tetap menjaga keutuhan dan keharmonisan

keluarga.

2. Proses Semiosis Sayyid Quṯb

- QS. Al-Mâ’idah/ 5: 2

Menurut Sayyid Quṯb pada ayat ini berpendapat bahwa ayat ini merupakan

puncak dalam hal pengendalian diri dan toleransi hati, maksudnya Islam

mengakui hak jiwa manusia untuk marah dan membenci, tetapi ia tidak berhak

melakukan permusuhan dalam gejolak kemarahan dan dorongan kebencian.

Diantaranya proses semiosis sebagai berikut:

Page 111: SEMIOTIKA ‘ADUWW SESAMA MANUSIA DALAM AL-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40396/1/DEWI APRILIA... · UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

96

Lafaz أ نت عت دوا yang menjadi representamen/ tanda yang pada proses ini

dikategorikan sebagai rheme (karena kata ini memungkinkan seorang mufassir

untuk menafsirkan makna dari ayat tersebut). Kemudian tanda ini berhubungan

dengan Objek “Orang Beriman”, maka membuahkan Interpretan “Tidak boleh

berbuat dzalim kepada orang Beriman (Musyrik)”, yang pada proses ini disebut

dengan argumen (karena interpretasi ini merupakan argumen dari Sayyid Quṯb

mengenai makna kata permusuhan dalam ayat tersebut). Interpretasi tersebut

menjadi tanda baru/ representamen kedua dan menjadi “Dianjurkan untuk tidak

balas dendam terhadap orang Beriman (Musyrik)” yang membentuk objek

“mengendalikan diri dan bertoleransi” dan menjadi interpretan “Tidak melakukan

balas dendam terhadap orang Beriman (Musyrik) merupakan puncak dari

pengendalian diri karena hal ini merupakan wujud dari toleransi”. Yang mana

interpretan ini menjadi argument yang didapatkan dari penafsiran Sayyid Quṯb.

R3 I2

Tidak melakukan balas

dendam dengan orang

Musyrik merupakan puncak

dari pengendalian diri karena

hal ini merupakan wujud dari

toleransi.

(Argumen)

O2

Mengendalikan diri

dan bertoleransi

R1

أ نت عت دوا (Rheme)

R2

Dianjurkan untuk tidak

balas dendam dengan

orang Beriman

(Musyrik)

O1

Orang Beriman

I1

Tidak boleh berbuat

dzalim kepada orang

Beriman (Musyrik)

(Argumen)

Page 112: SEMIOTIKA ‘ADUWW SESAMA MANUSIA DALAM AL-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40396/1/DEWI APRILIA... · UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

97

Sayyid Quṯb berpendapat puncak dari pengendalian diri seseorang adalah

dengan tidak membalas dendam atas dasar kebencian karena dengan tidak

membalas dendam kita belajar untuk bertoleransi, Perlu diingat sebelum

memaparkan pendapatnya Quṯb melihat asbâb al-nuzûl ayat tersebut. Menurut

Quṯb konteks turun ayat ini merupakan anjuran bagi orang muslim agar tidak

dikuasai hawa nafsu (kebencian).

Menurut penulis, argument Quṯb di atas merupakan pelengkap dari

argumen Imam al-Tabarî karena seperti yang telah disinggung pada bab

sebelumnya bahwa menurut al-Tabarî ayat ini merupakan anjuran bagi seorang

muslim untuk tidak melakukan balas dendam karena dorongan kebencian terhadap

satu kaum (orang Musyrik). Namun, Quṯb menambahkan bahwa dengan tidak

melakukan balas dendam (bertoleransi) merupakan wujud nyata dari pengendalian

seseorang.

- QS. al-Fussilât/ 41: 34

Pada ayat ini, Sayyid Quṯb berpendapat bahwa penggalan ayat “Tolaklah

kejahatan itu dengan cara yang lebih baik, maka tiba-tiba orang yang diantaramu

dan antara dia ada permusuhan seolah-olah menjadi teman yang setia”

membuktikan 99.9% kondisi maksudnya adalah kekesalan berubah menjadi rasa

sayang, marah berubah menjadi tenang, sikap keras kepada berubah menjadi

malu, lantaran ucapan baik, intonasi yang tenang, senyuman yang hangat di wajah

orang yang kesal, marah, keras kepala, dan hilang kendali. Berikut ini adalah

proses semiosisnya:

Page 113: SEMIOTIKA ‘ADUWW SESAMA MANUSIA DALAM AL-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40396/1/DEWI APRILIA... · UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

98

Lafaz ة و د yang menjadi representamen/ tanda yang pada proses ini ع

dikategorikan sebagai rheme (karena kata ini memungkinkan seorang mufassir

untuk menafsirkan makna dari ayat tersebut). Kemudian tanda ini berhubungan

dengan Objek “Manusia”, maka membuahkan Interpretan “Permusuhan antara

manusia” yang mana interpretan ini menjadi tanda baru/ interpretan kedua “Cara

menyikapi permusuhan”, dan membentuk Objek “Tidak boleh membalas

permusuhan” dan membentuk interpretan menjadi “ Tidak boleh membalas

permusuhan dengan keburukan karena ketika manusia tersebut membalas

permusuhan dengan keburukan akan mengakibatkan permusuhan yang

berkepanjangan”. Proses ini disebut dengan argumen (karena interpretasi ini

merupakan argumen dari Sayyid Qutb mengenai makna kata permusuhan dalam

ayat tersebut).

R1

ة و د ع (Rheme)

I1

Permusuhan

antara mansusia.

(Argumen)

R2

Cara

menyingkapi

permusuhan

O1

Manusia

O2

Tidak boleh

membalas

permusuhan.

I2

Tidak boleh membalas

permusuhan dengan

keburukan karena ketika

manusia tersebut membalas

permusuhan dengan

keburukan akan

mengakibatkan

permusuhan yang

berkepanjangan.

(Argumen)

Page 114: SEMIOTIKA ‘ADUWW SESAMA MANUSIA DALAM AL-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40396/1/DEWI APRILIA... · UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

99

Dari proses semiosis di atas dapat kita lihat menurut Sayyid Quṯb untuk

menyikapi kompleksitas permusuhan yang deathlock (mentok) kita harus berbuat

baik terhadap musuh kita karena dengan bersikap baik maka permusuhan tersebut

akan dapat terselesaikan tanpa harus adanya konflik yang sampai terjadi

pertumpahan darah.

Menurut penulis, pendapat yang dipaparkan Quṯb ini merupakan

pelengkap dan penguat dari argumen al-Tabarî mengenai ayat ini, yang

berpendapat bahwa untuk menyelesaikan sebuah konflik/ permusuhan sesama

manusia maka kita harus bersikap baik terhadap musuh tersebut.

- QS. Al-Taghâbun/ 64: 14

Pada ayat ini, Sayyid Quṯb berpendapat bahwa anak dan istri dapat

menjadi musuh karena bisa menjadi penyebab kelalaian dari mengingat Allah

Swt, karena telah menjadi penghalang untuk menunaikan kewajiban demi

kemaslahatan anak dan istri tersebut. Quṯb menjelaskan perlu adanya peringatan

dari Allah Swt, untuk membangkitkan kesadaran di dalam hati orang-orang yang

beriman dan mewaspadai menyelinapnya perasaan-perasaan ini dan tekanan

berbagai factor. Sebagaimana proses semiosis di bawah ini.

Page 115: SEMIOTIKA ‘ADUWW SESAMA MANUSIA DALAM AL-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40396/1/DEWI APRILIA... · UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

100

-

Lafaz ا دو yang menjadi representamen/ tanda yang pada proses ini ع

dikategorikan sebagai rheme (karena kata ini memungkinkan seorang mufassir

untuk menafsirkan makna dari ayat tersebut). Kemudian tanda ini berhubungan

dengan Objek “Anak Istri”, maka membuahkan Interpretan “Anak dan Istri bisa

menjadi musuh” dan membentuk interpretan baru “Lalai mengingat Allah Swt”,

kemudian berelasi pada Objek “Penghalang Dakwah”, dan membuahkan

interpretan “Anak dan Istri dapat menjadi musuh karena menghalangi dakwah”

dan membentuk representamen baru “Anak dan Istri menghalangi dakwah”, dan

berelasi pada Objek “Peringatan dari Allah Swt”, dan pada proses tersebut

membentuk interpretan “Peringatan dari Allah Swt bagi suami bahwa anak dan

istri dapat menjadi musuh karena menghalangi dakwah”. Pada proses ini disebut

dengan argumen (karena interpretasi ini merupakan argumen dari Sayyid Quṯb

mengenai makna kata musuh dalam ayat tersebut).

R4 I3

Peringatan dari Allah

Swt bagi suami bahwa

anak istri dapat

menjadi musuh karena

menghalangi dakwah

(Argumen)

O2

Peringatan dari Allah

Swt

R1

ا دو ع (Rheme)

O1

Anak dan istri

I2

Anak dan Istri dapat

menjadi musuh

karena menghalangi

dakwah.

(Argumen)

I1

Anak dan istri

bisa menjadi

musuh

(Argumen)

O1

Penghalang

Dakwah

R2

Lalai

mengingat

Allah Swt

R3

Anak istri

menghalangi

dakwah

Page 116: SEMIOTIKA ‘ADUWW SESAMA MANUSIA DALAM AL-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40396/1/DEWI APRILIA... · UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

101

Dari proses semiosis di atas, dapat kita lihat bahwa menurut Quṯb ayat ini

merupakan sebuah peringatan bagi suami bahwasanya anak dan istri juga dapat

menjadi musuh karena mereka telah menghalangi suaminya untuk melaksankan

perintah Allah Swt/ berhijrah (berdakwah).

Menurut penulis pendapat Quṯb, pada ayat ini tidak menyinggung

bagaimana sikap kita untuk menghadapi konflik/ permusuhan yang terjadi di

lingkup keluarga. Namun, Quṯb lebih melihat ayat ini sebagai peringatan yang

artinya seorang suami harus berhati-hati karena salah seorang anggota keluarga

juga dapat berpotensi menjadi musuh.

3. Proses Semiosis Quraish Shihab

- QS. Al-Mâi’dah/ 5: 2

Dari pemaparan yang di tafsirkan oleh Quraish Shihab dalam tafsirnya.

Quraish menekankan pada kata ( ن ان ش ) yang diartikan sebagai kebencian yang telah

mencapai puncaknya. Maksudnya musuh yang dibenci walau telah mencapai

puncak kebencian sekalipun karena menghalang-halangi pelaksanaan tuntunan

agama, masih harus diperlakukan secara adil yaitu dengan perlakuan yang baik.

Di bawah ini adalah proses semiosisnya:

R3 I2

Perlakukanlah musuh secara

adil dengan tidak berbuat

aniaya terhadapnya.

(Argumen)

O2

Adil

R2

Tidak boleh berlaku

zalim/ aniaya

O1

Orang Beriman

I1

Tidak boleh berlaku zalim/

aniaya terhadap musuh

orang Beriman (Musyrik)

(Argumen)

R1

أ نت عت دوا (Rheme)

Page 117: SEMIOTIKA ‘ADUWW SESAMA MANUSIA DALAM AL-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40396/1/DEWI APRILIA... · UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

102

Lafaz أ نت عت دوا yang menjadi representamen/ tanda yang pada proses ini

dikategorikan sebagai rheme (karena kata ini memungkinkan seorang mufassir

untuk menafsirkan makna dari ayat tersebut). Kemudian tanda ini berhubungan

dengan Objek “Orang Beriman”, maka membuahkan Interpretan “Tidak boleh

berlaku zalim/aniaya terhadap musuh orang Beriman (Musyrik)”. Proses ini

membentuk representamen baru menjadi “Tidak boleh berlaku zalim/aniaya”, dan

berelasi pada objek “adil” dan membetuk interpretan “Perlakukanlah musuh

secara adil dengan berbuat aniaya terhadapnya”. Proses ini disebut dengan

argumen (karena interpretasi ini merupakan argumen dari Quraish Shihab

mengenai makna kata musuh dalam ayat tersebut).

Pada proses semiosis di atas dapat kita lihat Quraish berpendapat bahwa

ayat ini merupakan anjuran untuk memperlakukan musuh kita secara adil yaitu

dengan cara tidak berlaku aniaya/zalim terhadapnya, Namun, kita harus tetap

melakukan kebaikan kepada musuh kita.

Menurut penulis, pendapat Quraish di atas merupakan pelengkap dan

pendukung dari tafsir sebelumnya yaitu al-Tabarî dan Sayyid Quṯb, di mana kedua

mufasir tersebut berpendapat bahwa ayat ini merupakan anjuran al-Qur‟an untuk

tidak membalas dendam atas dasar kebencian karena berlaku baik (bertoleransi)

kepada musuh merupakan wujud nyata dari pengendalian diri.

- QS. al-Fussilât/ 41: 34

Menurut Quraish pada ayat ini kata )عداوة( „adâwah/ permusuhan bukan

( aduww/ musuh, agar mencakup segala macam permusuhan dan„ (عدو

peringkatnya, dari yang rendah sampai yang tertinggi. Alhasil ayat ini

menganjurkan untuk berusaha berbuat baik kepada lawan selama dia adalah

Page 118: SEMIOTIKA ‘ADUWW SESAMA MANUSIA DALAM AL-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40396/1/DEWI APRILIA... · UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

103

seorang manusia bukan setan, karena permusuhan setan bersifat abadi. Menurut

Quraish ayat di atas lebih menekankan betapa besar pengaruh berbuat baik

terhadap manusia walau terhadap lawan.

Lafaz ة و د yang menjadi representamen/ tanda yang pada proses ini ع

dikategorikan sebagai rheme (karena kata ini memungkinkan seorang mufassir

untuk menafsirkan makna dari ayat tersebut). Kemudian tanda ini berhubungan

dengan Objek “Manusia”, maka membuahkan Interpretan “Permusuhan manusia

dengan manusia lain”. interpretan ini juga menjadi tanda baru/representamen

kedua menjadi “ Perbuatan menyikapi permusuhan”, dan membentuk interpretan

baru “berbuat baik kepada lawan” yang berelasi pada Objek “berbuat baik

kepada lawan” yang membuahkan interpretan “Cara menyikapi permuushan

adalah dengan cara berbuat baik kepada lawan.”. Pada proses ini disebut dengan

argumen (karena interpretasi ini merupakan argumen dari Quraish Sihab

mengenai makna kata musuh dalam ayat tersebut).

Pada proses semiosis di atas, dapat kita lihat Quraish berpendapat bahwa

ayat ini merupakan tawaran al-Qur‟an untuk menyikapi sebuah permusuhan, yaitu

dengan cara berbuat baik terhadap lawan. Menurut penulis, pendapat Quraish ini

R3 I2

Cara menyikapi

permusuhan adalah

dengan berbuat baik

kepada lawan.

(Argumen)

R1

ة و د ع (Rheme)

R2

Perbuatan menyingkapi

permusuhan

O1

Manusia

I1

Permusuhan manusia

dengan manusia lain.

(Argumen)

O2

Berbuat baik

kepada lawan.

Page 119: SEMIOTIKA ‘ADUWW SESAMA MANUSIA DALAM AL-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40396/1/DEWI APRILIA... · UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

104

merupakan penguat untuk argument pendapat kedua penafsir sebelumnya yaitu al-

Tabarî dan Sayyid Quṯb.

- QS. Al-Taghâbun/ 64: 14

Dalam ayat ini, Quraish Shihab yang telah mengkontekstualisasikan ayat

ini dengan menyatakan pasangan dan anak merupakan musuh dapat dipahami

dalam arti musuh yang sebenarnya, yang menaruh kebencian dan ingin

memisahkan diri dari ikatan perkawinan. Demikian ini adalah proses semiosis.

Lafaz ا دو yang menjadi representamen/tanda yang pada proses ini ع

dikategorikan sebagai rheme (karena kata ini memungkinkan seorang mufassir

untuk menafsirkan makna dari ayat tersebut). Kemudian tanda ini berhubungan

dengan Objek “Anak dan Istri”, maka membuahkan Interpretan “Anak dan Istri

dapat menjadi musuh” pada membentuk representamen kkedua atau tanda kedua

“permusuhan di lingkup keluarga inti” dan berelasi pada Objek “Menaruh

kebencian dan memisahkan diri dari ikatan perkawinan”, dan membentuk

interpretan “ Istri dan anak dapat menjadi musuh karena telah menaruh

kebencian dan memisahkan dari ikatan perkawinan”. Pada proses ini disebut

R3 I2

Istri dan anak dapat menjadi

musuh karena telah manaruh

kebencian dan memisahkan

dari ikatan perkawinan.

(bercerai)

(Argumen)

O2

Menaruh kebencian dan

memisahkan diri dari

ikatan perkawinan

R1

دو اع (Rheme)

R2

Permusuhan di

lingkup keluarga inti.

O1

Istri dan Anak

I1

Istri dan anak dapat

menjadi musuh.

(Argumen)

Page 120: SEMIOTIKA ‘ADUWW SESAMA MANUSIA DALAM AL-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40396/1/DEWI APRILIA... · UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

105

dengan argumen (karena interpretasi ini merupakan argumen dari Quraish dalam

Tafsir al-Mishbâh mengenai makna kata musuh dalam ayat tersebut). Dari proses

semiosis di atas dapat kita lihat bahwa Quraish berpendapat bahwa anak istri

dapat menjadi musuh yang nyata bagi seorang suami dan permusuhan ini dapat

mengakibatkan kebencian hingga usaha untuk memisahkan diri dari ikatan

perkawinan (cerai).

Menurut penulis, pendapat Quraish ketika memiliki perbedaan dengan

kedua penafsir sebelumnya. Yiatu al-Tabarî dan Sayyid Quṯb. Ketika kedua

mufassir ini berpendapat bahwa ayat ini merupakan tawaran al-Qur‟an untuk

menyikapi konflik/ permusuhan yang terjadi pada keluarga yaitu dengan

memaafkan. Namun, Quraish melihat ayat ini sebagai akibat yang akan terjadi jika

terjadi sebuah konflik dalam keluarga. Namun, menurut penulis perbedaan ini

justru saling melengkapi dengan dua tafsir sebelumnya yaitu al-Tabarî dan Sayyid

Quṯb.

C. Analisa Perbandingan Semiosis Antara Redaksi Ayat, Konteks Ayat, Tiga

Mufassir Dari QS. Al-Mâ’idah/ 5: 2, QS. Fussilât dan QS. Al-Taghâbun/ 64:

14

1) QS. Al-Mâ’idah/ 5: 2

Dari semua tafsir pada QS. al-Mâ‟idah/ 5: 2 yang telah penulis teliti

dengan menggunakan metode semiotika Charles Sander Peirce, penulis melihat

dan menemukan bahwa dari ketiga tafsir di atas sebenarnya tidak saling

kontradiktif melainkan saling mendukung satu sama lain dan membentuk dan hal

ini dapat penulis buktikan melalui proses semiosis dibawah ini:

Page 121: SEMIOTIKA ‘ADUWW SESAMA MANUSIA DALAM AL-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40396/1/DEWI APRILIA... · UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

106

Lafaz أ نت عت دوا dan ن و ٱلعدو yang menjadi representamen/ tanda yang pada

proses ini di kategorikan sebagai Qualisign (karena sumber/ tanda yang kita ambil

dari redaksi ayat Qur‟an itu sendiri). Kemudian tanda ini berhubungan dengan

objek “Orang Beriman”, maka membuahkan Interpretan “Tidak boleh berbuat

aniaya (menghalangi orang Beriman (Musyrik) ke Baitullah)” yang pada proses

ini di kategorikan sebagai Sinsign (karena sumber / tanda yang kita ambil dari

asbâb al nuzûl (konteks) ayat al-Qur‟an itu sendiri). Interpretan ini ditransformasi

menjadi representamen kedua “Tidak boleh balas dendam”. Kemudian tanda ini

mengacu pada Objek “Kebencian”, maka membuahkan Interpretan baru yang

pada proses ini dikategorikan sebagai Legisign (karena interpretan tersebut

diambil berdasarkan persamaan/ kesepakatan yang terlihat antara redaksi ayat dan

REDAKSI

AYAT ASBAB AL-

NUZÛL Al-THÂBÂRI SAYYID QUTUB

O1

Orang

Beriman

O2

Kebencian

O3

Saling

Membantu

O4

Mengendalikan diri

dan bertoleransi

R1

أ نت عت دوا

ن و ٱلعدو (Qualisign)

I1

Tidak boleh

berbuat aniaya

(menghalangi

orang Beriman

(Musyrik) ke

Baitullah)

(Sinsign)

I3

Orang muslim

tidak boleh

melakukan

balas dendam

namun harus

membantu

orang Beriman

(Musyrik)

menjalankan

perintah Allah

Swt.

(Argumen)

I4

Tidak

melakukan

balas dendam

dengan orang

Beriman

(Musyrik)

merupakan

puncak dari

pengendalian

diri. Karena

hal ini

merupakan

wujud dari

toleransi.

(Argumen)

R2

Tidak boleh

balas dendam

I2

Rasa benci tidak

boleh

mendorong

seorang untuk

membalas

dendam.

(Legisign)

R3

Orang Muslim

dilarang balas

dendam atas

dasar kebencian

AL-MISHBÂH

O5

Adil

R4

Tidak balas

dendam dengan

orang Beriman

(Musyrik.)

I5

Perlakukanlah

musuh secara

adil dengan

tidak berbuat

aniaya

terhadapnya.

(Argumen)

R5

Tidak boleh

berlaku dzalim.

Page 122: SEMIOTIKA ‘ADUWW SESAMA MANUSIA DALAM AL-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40396/1/DEWI APRILIA... · UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

107

asbâbun nuzûl) yaitu “Rasa benci tidak boleh mendorong seseorang untuk

membalas dendam” yang kemudian tanda ini menjadi representamen ketiga

“Orang Muslim dilarang balas dendam atas dasar kebencian”, dan berelasi pada

Objek “Saling membantu”, maka membuahkan Interpretan baru “Orang muslim

tidak boleh melakukan balas dendam namun harus membantu orang musyrik

menjalankan perintah Allah Swt”.

Pada proses ini disebut dengan argumen karena interpretasi ini merupakan

argumen dari al-Tabari mengenai makna kata musuh dalam ayat tersebut), lalu

tanda ini menjadi represetamen ke empat “Tidak balas dendam dengan orang

Beriman (Musyrik)”. Berhubungan lagi dengan objek “Mengendalikan diri dan

bertoleransi”, maka membuahkan Interpretan baru “Tidak melakukan balas

dendam dengan orang Beriman (Musyrik) merupakan puncak dari pengendalian

diri karena hal ini merupakan wujud dari toleransi”. Pada proses ini disebut

dengan argumen (karena interpretasi ini merupakan argumen dari Sayyid Quṯb

mengenai makna kata musuh dalam ayat tersebut). Kemudian tanda ini menjadi

representamen ke lima menjadi “Tidak boleh berlaku dzalim” dan berelasi pada

Objek “Adil” dan membentuk interpretan “Perlakukanlah musuh secara adil

dengan tidak berbuat aniaya terhadapnya” yang pada proses ini disebut dengan

argumen (karena interpretasi ini merupakan argumen dari Quraish Sihab

mengenai makna tanda musuh dalam ayat tersebut).

Pada proses semiosis di atas dapat kita lihat bahwa semua mufassir

sepakat ayat ini merupakan anjuran untuk menyikapi permusuhan. Namun, setiap

mufassir memiliki argumen yang berbeda tentang cara menyikapi permusuhan

tersebut. Perbedaan pendapat tersebut sebagai berikut:

Page 123: SEMIOTIKA ‘ADUWW SESAMA MANUSIA DALAM AL-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40396/1/DEWI APRILIA... · UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

108

1. Al-Tabarî berpendapat bahwa seorang muslim tidak boleh membalas

dendam atas dasar kebencian.

2. Sayyid Quṯb berpendapat sama dengan al-Tabarî. Namun, bagi Quṯb

sikap tidak melakukan balas dendam atas dasar kebencian merupakan

wujud nyata dari usaha untuk mengendalikan diri.

3. Quraish Sihab berpendapat bahwa seseorang harus bersikap adil

(maksudnya tetap berlaku baik terhadap lawan) hal ini agar

bermusuhan tidak terus menerus berkelanjutan.

Menurut penulis perbedaan pendapat mengenai sikap untuk menghadapi

musuh/ permusuhan ini bukan untuk melemahkan argument mufassir satu dengan

yang lain. Namun, justru perbedaan pendapat ini saling mendukung satu dengan

lainya.

2) QS. al-Fussilât/ 41: 34

Dari semua tafsir pada QS. al-Fussilât/ 41: 34 yang telah penulis teliti

dengan menggunakan metode semiotika Charles Sander Peirce, penulis melihat

dan menemukan bahwa dari ketiga tafsir di atas sebenarnya tidak saling

kontradiktif melainkan saling mendukung satu sama lain dan membentuk dan hal

ini dapat penulis buktikan melalui proses semiosis di bawah ini:

Page 124: SEMIOTIKA ‘ADUWW SESAMA MANUSIA DALAM AL-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40396/1/DEWI APRILIA... · UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

109

Lafaz ا دو ع yang menjadi representamen/ tanda yang pada proses ini di

kategorikan sebagai qualisign (karena sumber/ tanda yang kita ambil dari redaksi

ayat Quran itu sendiri). Kemudian tanda ini berhubungan dengan Objek

“Manusia” maka membuahkan Interpretan “Permusuhan dengan manusia lain”

yang pada proses ini di kategorikan sebagai sinsign (karena sumber/ tanda yang

kita ambil dari asbâb al nuzûl (konteks) ayat al-Qur‟an itu sendiri). Interpretant ini

ditransformasi menjadi representamen kedua “Cara menyikapi permusuhan

sesama manusia”. Kemudian tanda ini mengacu pada Objek “Berlaku baik

REDAKSI AYAT Al-TABARÎ

SAYYID

QUTUB

O1

Manusia

O2

Berlaku baik

terhadap yang

memusuhi

O3

Teman Yang

Setia

O4

Tidak boleh

membalas

permusuhan dengan

keburukan

R1

ة و د ع (Qualisign

)

I1

Permusuhan

dengan

manusia lain.

(Sinsign)

I3

Bersikap baik

terhadap musuh

akan

menimbulkan

pertemanan

yang setia

(Argumen)

I4

Tidak boleh

membalas

permusuhan

dengan

keburukan

karena ketika

manusia

membalas

permusuhan

dengan

keburukan akan

mengakibatkan

permusuhan

yang

berkepanjangan.

(Argumen)

R2

Cara

menyikapi

permusuhan

sesama

manusia

I2

Cara menyikapi

permusuhan

antara sesama

yaitu menolak

kejahatannya

dengan berlaku

baik terhadap

yang

memusuhi.

(Legisign)

R3

Agar terjalin

teman yang

setia.

AL-MISHBÂH

O5

Berbuat Baik

kepada lawan

R4

Bersikap Baik

I5

Cara menyikapi

permusuhan

adalah dengan

berbuat baik

kepada lawan.

(Argumen)

R5

Cara menyikapi

permusuhan

Page 125: SEMIOTIKA ‘ADUWW SESAMA MANUSIA DALAM AL-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40396/1/DEWI APRILIA... · UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

110

terhadap yang memusuhi”, maka membuahkan Interpretan baru “Cara menyikapi

permusuhan antara sesama manusia yaitu menolak kejahatanya dengan berlaku

baik terhadap yang memusuhi” yang pada proses ini dikategorikan sebagai

Legisign (karena interpretan tersebut diambil berdasarkan redaksi ayat) yang

kemudian tanda ini menjadi representamen baru “Agar terjalin teman yang setia”

dan berelasi pada Objek “Teman yang setia”, maka membuahkan Interpretan baru

“Bersikap baik terhadap musuh akan menimbulkan pertemanan yang setia”. Yang

pada proses ini disebut dengan argumen karena interpretasi ini merupakan

argumen dari al-Tabarî. Mengenai makna kata musuh dalam ayat tersebut), lalu

tanda ini menjadi representamen baru “bersikap baik”.

Berelasi dengan Objek “Tidak boleh membalas permusuhan dengan

keburukan”, maka membuahkan Interpretant baru “Tidak boleh membalas

permusuhan dengan keburukan karena ketika manusia tersebut membalas

permusuhan dengan keburukan akan mengakibatkan permusuhan yang

berkepanjangan”, yang pada proses ini disebut dengan argumen karena

interpretasi ini merupakan argument dari Sayyid Quṯb. Kemudian menjadi tanda

baru menjadi “Cara menyikapi permusuhan” dan berelasi pada Objek “Berbuat

baik kepada lawan” dan membuahkan interpretan “cara menyikapi permusuhan

adalah dengan berbuat baik kepada lawan”. Pada proses ini disebut dengan

argumen (karena interpretasi ini merupakan argumen dari al-Mishbah mengenai

makna tanda musuh dalam ayat tersebut.

Pada proses semiosis di atas dapat kita lihat bahwa semua mufassir

sepakat ayat ini merupakan anjuran untuk menyikapi permusuhan. Namun, setiap

Page 126: SEMIOTIKA ‘ADUWW SESAMA MANUSIA DALAM AL-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40396/1/DEWI APRILIA... · UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

111

mufassir memiliki argument yang berbeda tentang cara menyikapi permusuhan

tersebut. Perbedaan pendapat tersebut sebagai berikut:

1. Al-Tabarî berpendapat bahwa cara menyikapi permusuhan antara sesama

manusia yaitu menolak kejahatanya dengan berlaku baik terhadap yang

memusuhinya.

2. Sayyid Quṯb berpendapat sama dengan al-Tabarî. Namun, bagi Quṯb jika

menyikapi permusuhan dengan kejahatan akan mengakibatkan

permusuhan yang berkepanjangan.

3. Quraish Shihab berpendapat sama seperti dua mufassir terdahulunya yaitu

menyikapi permusuhan dengan berbuat baik terhadap lawan.

Ayat pertama, aplikasi semiotika Charles Sanders Peirce yang diterapkan

pada QS. Al-Mâ‟idah/ 5: 2 yang maknanya adalah dilarang membalas dendam

dengan didasari kebencian melalui proses makna ginerik atau firstness yang

mengahasilkan makna legitimasi yaitu “Dilarang menghalangi dan berbuat

aniaya terhadap orang Musyrik dengan didasari kebencian walaupun telah

menghalangi orang Beriman pergi ke Masjidil Haram”. Artinya makna yang

dilegitimasi dalam redaksi ayat dan asbâb al-nuzûl disini adalah dilarang

membalas dendam dan menaruh kebencian terhadap orang Musyrik yang telah

menghalangi pergi ke Masjidil Haram.

Selanjutnya proses thirdness yang melihat pada tiga mufassir yang terpilih

yaitu Tafsîr Al-Tabarî, Tafsîr Fî Ẕilâl al-Qur‟ân, dan Tafsîr al-Misbâh. Dalam

proses thirdness ini makna yang dihasilkan dalam aplikasi semiotika Charles

Sanders Peirce dinamakan argumen di antaranya al-Tabarî, “Dilarang balas

dendam dengan orang Musyrik dan sebaiknya saling membantu”, Sayyid

Page 127: SEMIOTIKA ‘ADUWW SESAMA MANUSIA DALAM AL-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40396/1/DEWI APRILIA... · UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

112

Quṯb,”Dilarang balas dendam dengan orang Musyrik sebaiknya mengendalikan

diri dan bertoleransi”, dan Quraish Shihab, “Ketika menjalin hubungan harus

didasarkan tolong menolong dan didasarkan pada prinsip kebajikan dan

ketakwaan”. Ketiga argumen ini saling berkaitan dan saling mendukung, al-

Ṯabarî sebagai tafsiran klasik melarang membalas dendam terhadap orang

Musyrik, Sayyid Quṯb dalam tafsirannya mengharuskan mengendalilkan diri dan

bertoleransi terhadap orang Musyrik, dan Quraish Shihab dalam tafsirnya yang

merupakan tafsir keindonesiaan pada zaman sekarang mengatakan ketika menjalin

hubungan harus tolong menolong dan didasarkan pada kebajikan dan takwa.

Artinya jika dikontekstualisasikan pada zaman saat ini, QS. al-Mâ‟idah/ 5: 2

menunjukkan kesepakatan yang dihasilnya melalui legisign dari firstness dan

argument dari thirdness menghasilkan “Dilarang membalas dendam dengan

didasari kebencian” yang hal ini mengarahkan pada perdamaian.

Ayat kedua, aplikasi semiotika Charles Sanders Peirce yang diterapkan

pada QS. Fussilât/ 41: 34 yang maknanya adalah membalas permusuhan dengan

kebaikan melalui proses makna ginerik atau firstness yang mengahasilkan makna

legitimasi yaitu “Menolak Kejahatan dengan cara yang Baik”. Artinya makna

yang dilegitimasi dalam redaksi ayat adalah menolak permusuhan dengan cara

yang baik. Dan selanjutnya proses thirdness yang melihat pada tiga mufassir yang

terpilih yaitu Tafsîr Al-Tabarî, Tafsîr Fî Ẕilâl al-Qur‟ân, dan Tafsîr al-Misbâh.

Dalam proses thirdness ini makna yang dihasilkan dalam aplikasi semiotika

Charles Sanders Peirce dinamakan argumen di antaranya al-Tabarî, “Perbuatan

menyikapi permusuhan adalah bersikap baik”. Sayyid Quṯb,” Ketika manusia

tersebut membalas permusuhan akan mengakibatkan permusuhan yang

Page 128: SEMIOTIKA ‘ADUWW SESAMA MANUSIA DALAM AL-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40396/1/DEWI APRILIA... · UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

113

berkepanjangan dan menyebabkan permusuhan”, dan Quraish Shihab, “Ketika

berbuat baik terhadap lawan akan berpengaruh baik dan menjadi teman yang

sangat setia”. Ketiga argumen ini saling berkaitan dan saling mendukung, al-

Tabarî dalam penafsiranya menyikapi permusuhan adalah bersikap baik, Sayyid

Qutb dalam tafsirannya mengatakan bahwa jika permusuhan diselesaikan

dihadapkan dengan cara yang buruk akan menimbulkan permusuhan yang

berkepanjangan, dan Quraish Sihab dalam tafsirnya yang merupakan tafsir

keindonesiaan pada zaman sekarang mengatakan ketika menjalin hubungan baik

terhadap lawan akan berpengaruh baik dan menjadi teman yang setia. Artinya jika

dikontekstualisasikan pada zaman saat ini, QS. Fussilât/ 41: 34 menunjukkan

kesepakatan yang dihasilnya melalui legisign dari firstness dan argumen dari

thirdness menghasilkan “Menganjurkan membalas permusuhan dengan kebaikan”

yang hal ini mengarahkan pada perdamaian.

Ayat ketiga, aplikasi semiotika Charles Sanders Peirce yang diterapkan

pada, QS. al-Taghâbun/ 64: 14 yang maknanya adalah memaafkan melalui proses

makna ginerik atau firstness yang mengahasilkan makna legitimasi yaitu “Ketika

anak dan Istri menjadi musuh bagi suami, maka sikap yang harus dilakukan oleh

suami adalah memafkan”. Artinya makna yang dilegitimasi dalam redaksi ayat

dan asbâb al-nuzûl adalah diharuskan memeberi maaf kepada musuh walaupun

dari pihak keluarga. Dan selanjutnya proses thirdness yang melihat pada tiga

mufassir yang terpilih yaitu Tafsîr Al-Tabarî, Tafsîr Fî Ẕilâl al-Qur‟ân, dan Tafsîr

al-Misbâh.

Dalam proses thirdness ini makna yang dihasilkan dalam aplikasi

semiotika Charles Sanders Peirce dinamakan argumen diantaranya al-Tabarî,

Page 129: SEMIOTIKA ‘ADUWW SESAMA MANUSIA DALAM AL-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40396/1/DEWI APRILIA... · UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

114

“Ketika anak dan istri menjadi musuh bagi suami, maka sikap yang harus

dilakukan oleh suami adalah memaafkan”, yang mana pendapat al-Tabarî ini

serupa dengan asbâb al-nûzul. Sayyid Quṯb, “Peringatan dari Allah Swt bagi

suami dalam menghadapi anak dan istri”, dan Quraish Shihab, “Istri dan anak

dapat menjadi musuh karena telah menaruh kebencian dan memisahkan dari

ikatan perkawinan”. Ketiga argumen ini saling berkaitan dan saling mendukung

al-Tabarî, Sayyid Quṯb, dan Quraish Shihab menganjurkan untuk memaafkan

anak dan istri sekalipun berbuat kesalahan. Artinya jika dikontekstualisasikan

pada zaman saat ini, QS. al-Taghâbun/ 64: 14 menunjukkan kesepakatan yang

dihasilnya melalui legisign dari firstness dan argumen dari thirdness

menghasilkan “Memaafkan ” yang hal ini mengarahkan pada perdamaian.

3) QS. Al-Taghâbun/ 64: 14

Dari semua tafsir pada QS. al-Taghâbun/ 64: 14 yang telah penulis teliti

dengan menggunakan metode semiotika Charles Sander Peirce, penulis melihat

dan menemukan bahwa dari ketiga tafsir yang mewakili jamannya tersebut

sebenarnya tidak saling kontradiktif melainkan saling mendukung satu sama lain

dan membentuk simbol baru, dan hal ini dapat penulis buktikan melalui proses

semiosis dibawah ini:

Page 130: SEMIOTIKA ‘ADUWW SESAMA MANUSIA DALAM AL-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40396/1/DEWI APRILIA... · UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

115

Lafaz ا دو ع yang menjadi representamen/tanda yang pada proses ini di

kategorikan sebagai qualisign (karena sumber/tanda yang kita ambil dari redaksi ayat

Quran itu sendiri). Kemudian tanda ini berhubungan dengan Objek “Anak dan Istri”

maka membuahkan Interpretan “Anak dan Istri menjadi musuh bagi suami” dan

membuahkan representamen baru “Anak dan Istri menjadi musuh bagi suami” yang

berelasi pada objek “suami”, dan membuahkan interpretan baru “Anak dan istri

menjadi musuh bagi suami”, dan membentuk representamen baru “Sikap terhadap

musuh”, dan berelasi pada objek “memaafkan”, dan membentuk interpretan “ketika

anak dan istri menjadi musuh, maka sikap yang harus dilakukan oleh suami adalah

dengan memaafkan”, dan membentuk representamen baru “Tindakan suami”. Yang

REDAKSI AYAT, ASBÂB AL-

NUZÛL, Al-THÂBÂRI

SAYYID QUTUB

O1

Anak dan

Istri

O4

Penghalang

dakwah

O5

Peringatan dari

Allah Swt

R1

ا دو ع (Qualisig)

I1

Anak dan

Istri

menjadi

musuh

(Sinsign)

I3

Anak istri

dapat menjadi

musuh karena

menghalangi

dakwah.

(Argumen)

I4

Peringatan dari

Allah Swt bagi

suami bahwa

anak dan istri

dapat menjadi

musuh karena

menghalangi

dakwah.

(Argumen)

R2

Anak dan Istri

menjadi

musuh

I2

Ketika anak

dan istri

menjadi

musuh bagi

suami, maka

sikap yang

harus

dilakukan

oleh suami

adalah

memaafkan.

(Argumen)

R3

Tindakan suami

AL-MISHBAH

O6

Menaruh kebencian

dan memisahkan

diri dari ikatan

perkawinan.

R4

Anak dan Istri

menghalangi

dakwah..

I5

Istri dan anak

dapat menjadi

musuh karena

telah menaruh

kebencian dan

memisahkan

diri ikatan

perkawinan.

(bercerai)

(Argumen)

R5

Peringatan Allah

Swt bahwa anak

dan istri dapat

menjadi musuh..

O2

Suami

I2

Anak Istri

menjadi

musuh

bagi suami

(Legisign)

R2

Sikap

terhadap

musuh

O3

Memaafkan

Page 131: SEMIOTIKA ‘ADUWW SESAMA MANUSIA DALAM AL-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40396/1/DEWI APRILIA... · UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

116

pada proses ini merupakan persamaan dari proses redaksi ayat, asbâb al-nûzul, dan

penafsiran al-Ṯabarî. Representamen baru tersebut berelasi pada objek “Penghalang

dakwah” dan menjadi interpretan “Anak dan istri menjadi musuh karena telah

menghalangi dakwah” dan menjadi representamen baru “Anak dan Istri menghalangi

dakwah” dan menjadi objek “Peringatan dari Allah Swt” dan membentuk interpretan

“Peringatan dari Allah Swt bagi suami bahwa anak dan istri dapat menjadi musuh

karena menghalangi dakwah”. Yang menjadi representamen baru “Peringatan Allah

Swt bahwa anak dan istri dapat menjadi musuh”.

Pada proses ini disebut dengan argumen karena interpretasi ini merupakan

argumen dari Sayyid Quṯb mengenai makna kata musuh dalam ayat tersebut).

Kemudian tanda baru tersebut berelasi pada objek “Menaruh kebencian dan

memisahkan diri dari ikatan perkawinan” yang membuahkan interpretan “Istri dan

anak dapat menjadi musuh karena telah menaruh kebencian dan memisahkan diri

ikatan perkawinan (bercerai)”.

Pada proses semiosis di atas dapat kita lihat bahwa semua mufassir sepakat

ayat ini merupakan anjuran untuk menyikapi permusuhan. Namun, setiap mufassir

memiliki argument yang berbeda tentang cara menyikapi permusuhan tersebut.

Perbedaan pendapat tersebut sebagai berikut:

1. Al-Ṯabarî melihat ayat ini sebagai suatu solusi untuk menghadapi

permusuhan di lingkup keluarga yaitu dengan cara memaafkan anggota

keluarga yang menjadi musuh.

2. Sayyid Qutb berpendapat berbeda dengan al-Ṯabarî yang melihat ini

sebagai solusi untuk menyikapi permusuhan di lingkup keluarga, bagi

Page 132: SEMIOTIKA ‘ADUWW SESAMA MANUSIA DALAM AL-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40396/1/DEWI APRILIA... · UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

117

Quṯb ayat ini merupakan peringatan dari Allah Swt bahwa salah satu

anggota keluarga dapat menjadi musuh.

3. Quraish Shihab berpendapat bahwa ayat ini merupakan akibat dari

permusuhan yang ada di ruang lingkup keluarga, sehingga dapat

mengakibatkan suatu kebencian dan juga dapat menyebabkan perceraian.

D. Relevansi Makna ‘Aduww Sesama Manusia Menggunakan Semiotika Charles

Sanders Peirce

Permasalahan yang terjadi pada saat ini berkenaan dengan QS. al-

Taghâbun/ 64: 14 bentuk dari permusuhan antar keluarga pun berbeda-beda. Pada

konteks sekarang anak bisa menjadi musuh dalam arti seorang anak yang tidak

mendengarkan perintah orang tua dan tidak melaksanakan kewajibanya sebagai

anak seperti selalu bolos sekolah, tawuran, salah pergaulan dan lain-lain. Jika hal

demikian dibiarkan maka dampak yang diperoleh oleh orang tua adalah suatu

yang negatif, yang dapat menjerumuskan orang tua ke dalam kehancuran dan

dosa. Seperti contoh kasusnya yang terjadi seorang pelajar yang diberitakan telah

tawuran di Taman kota 2, BSD City, Tangerang selatan pada hari kamis

(25/1/2018), mereka mengeluarkan beberapa aneka senjata tajam. Mulai dari

celurit, samurai, stik golf, klewang, hingga padang babi, dari tas yang mereka

bawa.1

Contoh kasus lain yang mengakibatkan orang tua ikut ikut dipanggil di

kantor polisi yaitu kasus mengikuti balapan liar, di Jalan Lintas Air Mungkui,

1 Hasan Kurniawan, “Rawa Ragam senjata, Pelajar Tawuran di Taman Kota 2 BSD City”

berita ini diakses pada hari jumat 26 Januari 2018 melalui

https://metro.sindonews.com/read/1276771/170/bawa-ragam-senajata-pelajar-tawuran-di-taman-

kota-2-bsd-city-1516892685

Page 133: SEMIOTIKA ‘ADUWW SESAMA MANUSIA DALAM AL-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40396/1/DEWI APRILIA... · UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

118

Kecamatan Badau, Kabupaten Belitung, Senin (15/1/2018). Polisi menjelaskan

bahwa anak-anak yang berusia belasan tahun mengikuti balapan liar dan sangat

membahayakan bagi anak tersebut.2 Yang jika dibiarkan akan membuat dampak

negatife juga bagi orang tua. Tidak hanya itu, ada kasus yang memberitakan

seorang anak membunuh Ayah kandungnya sendiri yang terjadi di Bantul, Kamis

(1/2/2018) kejadian berlangsung ketika si Ayah sedang tertidur lelap, polisi

menjelaskan bahwa motif tersangka membunuh ayahnya karena jengkel sering

dinasehati dan dilarang keluar rumah oleh korban. Dari semua kejadian kasus

yang terjadi pada anak tersbut ini merupakan peristiwa yang hampir terjadi pada

masyarakat ini.

Selain pada anak, permasalahan keluarga juga sering terjadi, salah satu

contoh yang terjadi adalah permasalahan istri dan suami. Contoh kejadian yang

telah terjadi pada seorang suami di Aceh pada hari Sabtu, (12/1/2018) yang telah

dibunuh oleh istrinya sendiri menggunakan besi baja yang panjangnya sekitar 50

cm dan kemudian dibungkus plastik warna hitam bekas jemuran cokelat.3

Pada QS. al-Taghâbun/ 64: 14, penulis menemukan bahwa perbuatan

yang harus kita lakukan ketika menghadapi musuh anak dan istri pada zaman

sekarang adalah memaafkan. Menurut penulis solusi yang ditawarkan al-Qur‟an

merupakan pesan al-Qur‟an untuk saling menghormati satu sama lain dalam

keluarga dan juga pentingnya menjaga dan juga memelihara keutuhan keluarga.

Karena bagaimanapun juga tak dapat dipungkiri keluarga adalah satu organisasi

2 “Anak ikut balapan liar, Polis Panggil Orang Tuanya” Berita ini diakses pada hari Senin,

15 januari 2018 melalui: http://belitung.tribunnews.com/2018/01/15/anak-ikut-balapan-liar-polis-

panggil-orang-tuanya#ampshare=http://belitung.tribunnews.com/2018/01/15/anak-ikut-balapan-

liar-polis-panggil-orang-tuanya 3 “Kasus Istri Bunuh Suami di Aceh Tenggara” Berita ini diakses pada hari Jumat, 12

Januari 2018 melalui:http://aceh.tribunnews.com/2018/01/12/kasus-istri-bunuh-suami-di-aceh-

tenggara-begini-pengakuan-sang-istri-di-kantor-polisi.

Page 134: SEMIOTIKA ‘ADUWW SESAMA MANUSIA DALAM AL-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40396/1/DEWI APRILIA... · UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

119

terkecil dalam struktur bermasyarakat namun memiliki peran penting dalam

masyarakat, dimana dari keluargalah seseorang dapat belajar nilai-nilai kebaikan

dan juga keburukan. Sehingga jika ada satu kesalahan yang dilakukan oleh

anggota keluarga akan lebih baik untuk memaafkannya agar keluarga tersebut

dengan tujuan agar tetap terjaganya keutuhan keluarga. Demikian ini adalah

sebagian kasus yang kompleks yang telah terjadi pada persoalan istri terhadap

suami yang ada pada kondisi sosial Masyarakat.

Kemudian QS. al-Fussilât/ 41: 34 yang terkandung makna di dalamnya

yaitu menolak kejahatan dengan cara yang baik. Contoh kasus saat ini yang

berhubungan dengan ayat ini adalah perbuatan balas dendam yang dalam artian

bertolak belakang dengan makna yang terkandung dalam ayat ini adalah kasus

pembunuhan yang terjadi Indramayu yang menemukan korban (Nurjaman) tewas

bersimbah darah di sebuah gudang kosong. Hal ini ini terjadi dilatarbelakangi oleh

balas dendam dengan korban yang akhirnya korban dibunuh oleh temanya

sendiri.4

Contoh kasus lain terjadi pada seorang anak SD di Jurong, Singapura,

yang menjadi korban lelucon balas dendam oleh teman sekelasnya hingga

membuatnya dirawat di rumah sakit. Insiden tersebut bermula ketika korban dan

gadis lainya awalnya berteman baik, tapi mereka tiba-tiba bermusuhan karena

permasalahan sepele, karena kesal dengan gadis itu, gadis lainya meminta

pertolongan kepada teman laki-lakinya untuk membantunya balas dendam.

Kemudian bocah laki-laki memutuskan untuk melakukan balas dendam dengan

menuangkan sabun cuci tangan ke botol air minum milik gadis itu. Sesaat setelah

4 Dwi Ayu Artantiani, “Bejat Cuma Karena Dendam, Pemuda Pukul Teman hingga Tewas”

berita ini diakses pada hari Rabu, 17-Mei-2017 melalui: https://news.okezone.

com/read/2017/05/17/525/1692916/bejat-cuma-karena-dendam-pemuda-pukul-teman-hinggatewas

Page 135: SEMIOTIKA ‘ADUWW SESAMA MANUSIA DALAM AL-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40396/1/DEWI APRILIA... · UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

120

meminum air tersebut, korban dilaporkan mengalami demam dan muntah-muntah

dua kali di sekolah sehingga dia harus dilarikan ke rumah sakit.5 Hal ini adalah

contoh kasus yang kompleks yang ada di Masyarakat saat ini yang sangat bertolak

belakang pada makna yang terkandung pada ayat ini.

Ayat selanjutnya QS. al-Mâ‟idah/ 5: 2 mempunyai makna “saling tolong

menolong walaupun orang Kafir bersikap buruk terhadap orang Mukmin”. Akan

tetapi makna realita yang ada pada masyarakat saat ini adalah sebagaian orang

Muslim banyak yang masih saling membenci orang nonmuslim lantaran pernah

berbuat aniaya terhadap mereka. Contoh kasusnya yang sudah terjadi pada

masyarakat saat ini adalah sikap seorang muslim yang melakukan diskriminasi

terhadap siswa nonmuslim, contohnya seperti berbuat keras kepada siswa terebut

untuk memakai jilbab. Perbuatan demikian termasuk perbuatan yang tidak pantas

dilakukan oleh pihak sekolah yang notabenya adalah seorang Muslim.6

Sebenarnya permasalahan muslim dan non muslim adalah suatu permasalahan

yang kompleks dan merupakan kejadian yang tidak asing terdengar ditelinga kita

saat ini.

Sampai permasalahan yang sangat kompleks di Masyarakat saat ini

dijelaskan bahwa permasalahan mengenai “„Aduww ” juga sudah lama terjadi

pada Masyarakat sebelum Islam datang seperti yang diceritakan dalam buku

Badri Yatim yang berjudul “Historiografi Islam” menjelaskan bahwa permusuhan

di Jazirah Arab telah berlangsung sejak sebelum Islam datang, bahkan dalam buku

5 Yulia Lisnawati, “Bermaksud Balas Dendam, Gadis Cilik Racuni Temanya” berita ini

diakses pada 27- Maret-2017 melalui: http://m.liputan6.com/citizen6/read/2900654/bermaksud-

balas-dendam-gadis-cilik-racuni-temanya. 6 Ada Diskriminasi Terhadap Siswi Non Muslim di Bayuwangi, Bupati Anas Marah, berita

ini diakses pada hari Minggu, 16 Juli 2017 melalui:

https://regional.kompas.com/read/2017/07/16/23005061/ada-diskriminasi-terhadap-siswi-non-muslim-di-banyuwangi-bupati-anas-marah

Page 136: SEMIOTIKA ‘ADUWW SESAMA MANUSIA DALAM AL-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40396/1/DEWI APRILIA... · UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

121

tersebut terdapat pembahasan khusus mengenai permusuhan ini yag dinamai

dengan “Ayyâm al- „Arab” peperang ini merupakan peperangan yang terjadi antar

bangsa Arab atau kabilah-kabilah Arab, perselisihan/ peperangan ini dilakukan

untuk memperebutkan kepemimpinan, perebutan sumber-sumber air dan padang

rumput untuk pengembalaan ternak. Walaupun cerita peristiwa “Ayyâm al- „Arab”

ini merupakan cerita legenda sebelum masuk kepada kisah-kisah historis dan tidak

disandarkan pada sumber-sumber tertulis. Namun, peperangan antar kabilah-

kabilah Arab itu suah menjadi sebuah tradis bagi bangsa arab untuk

mempertahankan kepemimpinan dan daerah yang dikuasainya.

Selain itu pada saat itu terdapat undang-undang yang harus ditaati oleh

bangsa Arab,yaitu berisi tentang aturan “ pembalasan dendam” yang merupakan

hukum suci bagi mereka aturannya yaitu apabila anggota satu kabilah membunuh

anggota kabilah lainya, maka kabilah yang terakhir “berhak” membunuh anggota

kabilah pembunuh. Peperangan ini bisa berhenti jika ada pihak ketiga yang

melerai, dan itupun harus dengan syarat yaitu kedua belah pihak menyepakati dan

melakukan/ membayar denda. Akan tetapi seringkali terjadi pihak yang dirugikan

tidak mau menerima denda, yang mengakibatkan permusuhan yang

berkepanjangan.

Peperangan pra-Islam yang terkenal diantarnya adalah perang al-Basus,

perang Dahis dan al-Ghabrâ, peperangan Fujjar, perang yaum al-Khazaz (Perang

antara kabilah Rabi‟ah dan Yaman). Disini penulis hanya mencantumkan satu

contoh perang yang sudah disebutkan di atas, yaitu perang Dâhis dan al-Ghabrâ:

Peperangan ini terjadi antara kabilah „Abbâs dan kabilah Zabyân, keduanya putera

Bâghiḏ ibn Rabats ibn Ghaṯfân. Disebut juga peperangan Qays, peperangan ini

Page 137: SEMIOTIKA ‘ADUWW SESAMA MANUSIA DALAM AL-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40396/1/DEWI APRILIA... · UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

122

disebabkan oleh taruhan antara Qays ibn Zuhair (dari kabilah „Abbâs) dan

Hammâl ibn Badar (dari kabilah Zabyan), tentang kecepatan Dâhis ( kuda jantan

milik Qays ibn Zubair) dan al-Ghabrâ ( unta betina milik Hammâl ibn Badar).

Mereka bertaruh dengan seratus ekor unta. Mereka kemudian sepakat bahwa

pertandingan itu akan dilaksanakan 40 hari kemudian, karena kedua hewan yang

akan diperlombakan (Dâhis, kuda jantan dan Ghabrâ, unta betina) itu perlu

dipersiapkan sebelumnya.

Setelah 40 hari berlalu, kedua hewan itu dibawa ke pinggir gelanggang.

Dipinggiran semak-semak, Hammâl ibn Badar menempatkan beberapa pemuda di

jalan setapak di pinggiran bukit. Hammâl memerintahkan kepada mereka, agar

mereka membelokkan arah larinya kuda Qays bila tiba lebih dahulu, sehingga

menjauh dari tujuan. Ketika kuda jantan (Dâhis) dan unta betina (al-Ghabrâ)

dilepas, ternyata, unta betina itu keluar dari semak belukar lebih dahulu. Hamal

ibn badar kemudian berkata kepada Qays: “Aku memenangkan pertaruhan”. Qays

menjawab: “Tunggu dulu, sampai kudaku keluar dari semak dan mulai menempuh

jalan yang lebih jelek dilalui, sehingga dapat menyalip unta betina itu”. Ketika

keduanya menanti dan keluar ke jalan yang jelek, Dâhis ( kuda jantan) keluar dan

berhasil melampaui al-Ghabrâ (unta betina).

Pada saat kuda jantan itu hampir mencapai finish, para pemuda tadi

melompati dan berhasil membelokkan Dâhis menjauhi finish. Inilah yang

menyebabkan peperangan antara kabilah „Abas (kabilahnya Qays) dan kabilah

Zabyân (kabilahnya Hammâl ibn Badar). Peperangan itu terjadi berulang-ulang

selama 40 tahun.7

7 Badri Yatim, Historiografi Islam (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997), h. 29-34.

Page 138: SEMIOTIKA ‘ADUWW SESAMA MANUSIA DALAM AL-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40396/1/DEWI APRILIA... · UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

123

Kemudian penulis juga menemukan skripsi yang ditulis oleh Aan

Nurjanah yang berjudul Musuh („Aduww ) dalam Perspektif al-Qur‟an (Studi

Kitab Tafsir Fî Zilal al-Qur‟an)” dalam pembahasan ini konflik yang dihadirkan

pada peneltian ini adalah kasus pengeboman yang terjadi di WTC. Dan kemudian

skripsi yang lain penulis temukan yang berjudul “al-adâwah dan al-bagdâ, dalam

skripsi ini penulis melatarbelakangi maraknya kasus permusuhan dan kebencian

yang marak terjadi pada saat ini.

Dari berbagai permasalahan permusuhan yang kompleks di atas

sebenarnya permusuhan menjadi sesuatu yang mentok dan bahkan tidak ada solusi

dalam menghadapinya. Maka, dari beberapa realita permusuhan yang penulis

jabarkan di atas dan beberapa penelitian yang penulis jabarkan mengenai

penelitian orang mengenai permusuhan. Dan walapun permusuhan adalah suatu

sikap dan mentalitas negatif, dan dapat mendatangkan perselisihan bahkan

kehancuran terhadap kehidupan dan eksistensi manusia. dan al-Qur‟an sendiri

juga membicarakan mengenai hal permusuhan yang digambarkanya. Ada satu sisi

yang masyarakat saat ini membutuhkan solusi dalam menghadapi permusuhan.

Solusi yang ditawarkan dalam skripsi ini, saling berhubungan erat dengan

realitas saat ini. walaupun tidak menutup kemungkinan bahwa permusuhan adalah

suatu hal yang tidak akan kunjung selesai dan tidak ada habisnya. Maka dari itu

penulis membuktikan bahwa relevansi yang ditimbulkan untuk mencegah

permusuhan adalah dengan memaafkan, tidak balas dendam dan membalas

dengan kebaikan sebagaimana yang dikatakan dalam al-Qur‟an.

Page 139: SEMIOTIKA ‘ADUWW SESAMA MANUSIA DALAM AL-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40396/1/DEWI APRILIA... · UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

124

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Seiring dengan berkembangnya zaman dari waktu ke waktu, bahwa

permusuhan antar manusia sudah ada sejak awal perkembangan Islam di Arab bahkan

pada masa Nabi Muhammad Saw yang masih berkelanjutan dan merupakan

permasalahan yang tidak kunjung selesai. Namun, al-Qur’an merupakan pedoman

bagi umat Islam yang selalu memberikan petunjuk bagi umat Islam. Kata ‘aduww

dalam al-Qur’an walaupun bermakna negatif, pasti ada makna yang mengarahkan

pada suatu hal perdamaian dan perbaikan. Pada makna semiotika ‘aduww sesama

manusia yang penulis analisa menggunakan semiotika Charles Sanders Peirce

terdapat makna yang menunjukkan hal yang mengarahkan pada solusi permusuhan.

Di antaranya ayat yang penulis teliti dalam ayat ini adalah larangan membalaskan

dendam dengan didasari oleh kebencian. Seperti di QS. al-Mâ’idah/5: 2, membalas

permusuhan dengan kebaikan, seperti dalam QS. Fussilât/ 4: 34, dan QS. al-

Taghâbun/ 64: 14 yang maknanya adalah memaafkan.

Maka ketiga proses aplikasi semiotika Charles Sanders Peirce ini,

mensepakati bahwa “dilarang membalas dendam dengan didasari kebencian,

Menganjurkan membalas permusuhan dengan kebaikan dan Memaafkan”. Jika

dikontekstualisasikan pada zaman sekarang, karena memberi jalan praktis untuk

penjelasan permusuhan. Tindakan memaafkan mungkin dapat dianggap sebagai

tindakan lemah, atau mengalah, tapi sesungguhnya tindakan tersebut merupakan

Page 140: SEMIOTIKA ‘ADUWW SESAMA MANUSIA DALAM AL-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40396/1/DEWI APRILIA... · UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

125

kualitas sikap mental luhur yang mempunyai kekuatan untuk menyatukan exsistensi

yang saling menhargai dan hidup dalam harmonis

.

B. Saran

Penelitian semiotik yang penulis lakukan merupakan bagian kecil dari

penerapan teori semiotik Peirce karena penulis hanya berfokus pada solusi yang di

tawarkan al-Qur’an mengenai konsep ‘aduww. Masih terbuka lebar kesempatan untuk

melakukan penelitian lebih lanjut mengenai tanda ‘aduww menggunakan teori

semiotik Peirce. Ranah lain yang belum penulis sentuh antara lain metode kekeduan

(secondness) dari semiotika Peirce. Selain itu, kategorisasi mengenai ‘aduww

terhadap setan dan lain sebagainya yang telah penulis paparkan pada BAB III.

Page 141: SEMIOTIKA ‘ADUWW SESAMA MANUSIA DALAM AL-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40396/1/DEWI APRILIA... · UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

126

DAFTAR PUSTAKA

Al-Tâbarî, Abû Ja‟far Muẖammad ibn Jarir. Tafsir Al-Tâbarî. Penerjemah; Akhmad

Affandi. editor. Besus Hidayat Amin. Jakarta: Pustaka Azam. 2008.

Al-„Arabiyah. Majma‟ al-Lughah. al- Mu’jam al-Wasît. Kairo: Dâr al-Ma‟arif. 1980.

Al-Khûlidî. Salâh „Abd al-Fatâh. Tafsîr Maudû’î. Dâr al-Nafâisy. t.t.

Al- Farmawi, Abdul Hayy. Metode Tafsir Maudhu’i. Cet 1. Penerjemah Rosihon

Anwar. Bandung: Pustaka Setia. 2012.

As-Suyûṯî, Jalâl al-Dîn „Abd al-Rahmân. Lubâb al-Nuqûl fî Asbâb al-Nuzûl.

Pentashih Aẖmad „Abd al-Syâfî. Bairut: Dâr al-Kutub al-„Ilmiyyah. t.t.

Al-Ashfahani, al-Raghib. Mufrâdât Alfâz Al-Qur’an. Dâr al-Qalam: Damaskus.

2009.

Al-„Askarî. Abî Hilâl al-Hâsân ibn Abdillâh ibn Sahl. al-Furûq al-Lughawiyyah.

Bairut: Dâr al-Kutub al-„Ilmiyah. 2010.

Abd al-Baqî, Muhammad Fu‟ad. al-Mu’jam al-Mufahras li Alfâz al-Qur’ân al-Karîm.

Kairo: Dâr al-Hadîts. 2007.

Al-Khâlidiy, Shalah. Biografi Sayyid Quthb. Yogyakarta: Pro-U Media. 2016.

Azizah, Febrinia. “Sekillas tentang konflik syiah-sunni di Sampang Madura.”Artikel

diakses pada 26 Oktober 2017 dari

https://www.google.co.id/amp/s/azizahfebrinia93.wordpress.com/2013/05/06

/sekilas-tentang-konflik-syiah-sunni-di-sampang-madura/amp/

Busyro. Shorof Praktis Metode Krapyak. Yogyakarta: Menara Kudus. 2003.

Budiman, Kris. Semiotika Visual: Konsep. Isu. dan Problem Ikonitas. Yogyakarta:

Jalasutra. 2011.

Bakker, Anton dan Zubaer, Achmad Chairis. Metode Penulisan Filsafat. Yogyakarta:

Kanisius. 1994.

Badudu, J.S. Kamus Kata-kata Serapan Asing Dalam Bahasa Indonesia. Jakarta: P.T.

Kompas Media Nusantara. 2003.

Berger, Arthur Asa Berger. Tanda-Tanda Dalam Kebudayan Kontemporer.

Penerjemah: M. Dwi Marianto dan Sunarto. Yogyakarta: Tiara Wacana

Yogyakarta. 2000.

Page 142: SEMIOTIKA ‘ADUWW SESAMA MANUSIA DALAM AL-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40396/1/DEWI APRILIA... · UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

127

Christomy, T dan Yuwono, Untung. Semiotika Budaya. Depok: Pusat Penelitian

Kemasyarakatan dan Budaya Fakultas Ilmu pengetahuan Budaya.

Universitas Indonesia. 2010.

Hakim, H. Husnul. Ensiklopedia Kitab-kitab Tafsir; Kumpulan Kitab-kitab Tafsir

dari Masa Klasik sampai Masa Kontemporer. Depok: ELSIQ Press. 2013.

Hikmah. Lexi Zulkarnaen. “Hadis Tentang Keutamaan Ibu: Suatu tinjauan dan

Analisis Semiotik Charles S. Peirce”. Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin dan

Filsafat. Universitas Islam Negeri. Jakarta. 2008.

Hidayat, Komaruddin. Memahami Bahasa Agama: Sebuah Kajian Hermeneutik.

Jakarta: Paramadina,1996.

Hoed, Benny H. Semiotik & Dinamika Sosial Budaya. Depok: Komunitas Bambu.

2008.

Imron, Ali. Semiotika Al-Qur’an: Metode dan Aplikasi Terhadap Kisah Yusuf.

Yogyakarta: Teras. 2011.

Ibn Faris, Aẖmad. Mu’jam Maqayis al-Lughah. jil. 4. Bairut: Dar al-Fikr. t.t.

Johansen, Jorgen Dines and Larsen, Svend Erik. Signs in Use An Introduction to

Semiotics. New York: The Taylor & Francise- Library. 2005.

Kementrian Agama RI. Al-Quran Dan Terjemahannya. Direktorat Jenderal

Bimbingan Masyarakat Islam Direktorat Urusan Agama Islam Dan

Pembinaan Syariah. 2012.

Katsoff, Lois O. Pengantar Filsafat. Penerjemah Suyono Sumargono. Yogyakarta:

T.pn..1992.

Kaltsum, Lilik Ummi. “Metode Tafsir Maudhû’î Bâqir Al-Shadr”. Disertasi S3

Bidang Ilmu Agama Islam. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2009.

Kurniawan. Semiologi Roland Barthes. Magelang: Indonesia Tera. 2001.

Kompas.com. “Pertikaian di Ambon bukan Konflik Agama. berita ini dimuat pada 2

Oktober 2011. http://nasional.kompas.com/read/2011/10/02/20394476/

Pertikaian. di.Ambon.Bukan.konflik.Agama

Muzakki, Akhmad. Kontribusi Semiotika Dalam Memahami Bahasa Agama. Malang:

UIN-Malang Press. 2007.

Page 143: SEMIOTIKA ‘ADUWW SESAMA MANUSIA DALAM AL-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40396/1/DEWI APRILIA... · UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

128

Mullin, Richard P. “The Soul Of Classical American Philosophy”. New York: State

University of New York Press.

Munawwir. Ahmad Warson. Kamus Arab-Indonesia. Surabaya; Pustaka Progresif.

1997.

Manzur. Ibnu. Lisan al-Arab. Kairo; Dar al-Ma‟arif. 1119.

Mahmud. Mani‟ Abd Halim. Metodologi tafsir: Kajian komprehensif metode para

ahli tafsir. Jakarta. PT RajaGrafindo Persada.2006.

Martin, Ryder. “Semiotik Languange and Culture.” artikel diakses pada tanggal 21

Januari 2008 dari http:///carbon.cudenever.edu/~mryder/semiotikcs

este.html.

Nita, Abuddin. Metodologi Studi Islam. Ed 1. Cet 8. Jakarta: PT RajaGrafindo. 2003.

Peirce, Charles Sanders. “Brief Biography” in Standford Encyclopedia of Philosophy

artikel didownload pada tanggal 26 juli 2017 dari

http://plato.stanford.edu/entries/peirce/

Pari, Fariz. Epistimologi Semiotik Peirce. Jabaru: Kopi Center. 2012.

Quthb. Sayyid. Tafsir Fi Zhilalil Quran; Dibawah naungan al-Qur’an. Penerjemah:

Aunur rafiq shaleh Tamhid. Lc. khoirul halim. Lc. Cet 1. Juz 3. Jakarta:

Rabbani Press. 2002.

Shihab, M. Quraish. Kaidah Tafsir: Syarat. Ketentuan. dan Aturan yang Patut Anda

Ketahui dalam Memahami ayat-ayat al-Qur’an. Tangerang: Lentera Hati.

2013.

____________ Tafsir al-Mishbâh: Pesan. Kesan dan Keserasian al-Qur’an. Vol: 1.

Jakarta: Lentera Hati. 2004.

Sh-Shiddieqy. Teungku Muhammad Hasbi. Ilmu al-Quran dan Tafsir. Semarang:

Pustaka Rizki Putra. 2009.

Taufiq, Wildan. Semiotika: Untuk Kajian Sastra dan Al-Qur’an. Bandung: Yrama

Widya. 2016.

Yatim, Badri. Historiografi Islam. Jakarta: Logos Wacana Ilmu,1997. .

Zailani, Tanjung. “Astaghfirullah. Suami Bakar Istri dan Anak Kandung.” Artikel

diakses pada 26 Oktober 2017 dari https://daerah.sindonews.com/read/ 1246

005/191/astaghfirullah-suami-bakar-istri-dan-anak-kandung 1507280461

Page 144: SEMIOTIKA ‘ADUWW SESAMA MANUSIA DALAM AL-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40396/1/DEWI APRILIA... · UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

129

LAMPIRAN PERTAMA

AGENSI ՛ ADUWW: AllAH DAN MAKHLUK-NYA (MUKMIN, YAHUDI, KAFIR, DLL.)

NO. NAMA SURAT DAN REDAKSI AYAT

1. QS. al-Baqarah/ 2: 61 إر دذف طؼب جشػي ىص ع ز عقي جذٱد بر ىب شج ضىبسثلخ س ثصيبقبهٱل ػذعب ب ف بئب قث يب ثق

ذى زج ثٱىزأرغ أد خٱىز ش جطا ػيٱ ضشثذ ز بعأى ىن شافئ ص ىخ نخٱىز غ ٱى ثبءثغضت ىلٱلل

ر

ث فش مبان ذ ثأ ب ٱلل زي ق شٱىج ذقثغ ىلٱى مبار بػصا يعتدونث“Dan (ingatlah), ketika kamu berkata: "Hai Musa, kami tidak bisa sabar (tahan) dengan satu macam makanan saja.

Sebab itu mohonkanlah untuk kami kepada Tuhanmu, agar Dia mengeluarkan bagi kami dari apa yang

ditumbuhkan bumi, yaitu sayur-mayurnya, ketimunnya, bawang putihnya, kacang adasnya, dan bawang merahnya".

Musa berkata: "Maukah kamu mengambil yang rendah sebagai pengganti yang lebih baik? Pergilah kamu ke suatu

kota, pasti kamu memperoleh apa yang kamu minta". Lalu ditimpahkanlah kepada mereka nista dan kehinaan, serta

mereka mendapat kemurkaan dari Allah. Hal itu (terjadi) karena mereka selalu mengingkari ayat-ayat Allah dan

membunuh para Nabi yang memang tidak dibenarkan. Demikian itu (terjadi) karena mereka selalu berbuat durhaka

dan melampaui batas”

2. QS. al-Baqarah/ 2: 65

ىقذ ز ػي فٱعتدواٱىز ن ذ ج غٱىغ ماقشدحخ بى فقي “Dan sesungguhnya telah kamu ketahui orang-orang yang melanggar diantaramu pada hari Sabtu, lalu Kami

berfirman kepada mereka: "Jadilah kamu kera yang hina"

3. QS. al-Baqarah/ 2: 97

قو مب ا عدو شوفئ جج ىۥىـ ۥض جلثئر قي ػي ٱلل ؤ ىي ش ثش ذ ذ بث قبى صذ ٧٩

“Katakanlah: "Barang siapa yang menjadi musuh Jibril, maka Jibril itu telah menurunkannya (Al Quran) ke dalam

hatimu dengan seizin Allah; membenarkan apa (kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjadi petunjuk serta berita

gembira bagi orang-orang yang beriman”.

4. QS. al-Baqarah/ 2: 98

امب عدو ئنز ي ۦلل سعي ۦ وفئ نى شو جج ٱلل فش ن ىي ٧٩ػذ

Page 145: SEMIOTIKA ‘ADUWW SESAMA MANUSIA DALAM AL-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40396/1/DEWI APRILIA... · UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

130

“Barang siapa yang menjadi musuh Allah, malaikat-malaikat-Nya, rasul-rasul-Nya, Jibril dan Mikail, maka

sesungguhnya Allah adalah musuh orang-orang kafir”.

5. QS. al-Baqarah/ 2: 173

ب إ ن ػي زخدش ٱى ٱىذ ىذ خضش ٱى ث و

بأ شۦ ىغ ٱلل طشف ٱض إ ػي لػبدفلإث شثبؽ غ ٱلل د س ٩غفس

“Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi, dan binatang yang (ketika

disembelih) disebut (nama) selain Allah. Tetapi barangsiapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang dia

tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha

Pengampun lagi Maha Penyayang”

6. QS. al-Baqarah/ 2: 178

ب أ ٱىز ن ػي مزت ا قصبصءا ٱى ف ي قز ذشٱى ذشثٱى ذٱى ؼج ذثٱى ؼج ٱى ث ثٱل ث ىٱل ػف فۥف ء ش أخ ٱرجبع

شفث ؼ ىٱى

ر غ ثئد إى أداء ل ف خ سد ثن س فف رخ زذ ىلفيٱػ ذر ۥثؼ أى ٩٩ػزاة

“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishaash berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh;

orang merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan hamba, dan wanita dengan wanita. Maka barangsiapa yang

mendapat suatu pemaafan dari saudaranya, hendaklah (yang memaafkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan

hendaklah (yang diberi maaf) membayar (diat) kepada yang memberi maaf dengan cara yang baik (pula). Yang

demikian itu adalah suatu keringanan dari Tuhan kamu dan suatu rahmat. Barangsiapa yang melampaui batas

sesudah itu, maka baginya siksa yang sangat pedih”

7. QS. al-Baqarah/ 2: 229

ق ٱىطي ز بءار خزاأرأ ىن لذو غ ثئد شخ رغ شفأ ؼ ث

غبك فئ رب ش ش بدذد ق أخبفبأل بإل ٱلل ز خف فئ

بدذد ق أل بفلٱلل بف زذد جبحػي ٱف لدذدۦث ري زؼذدذدتعتدوها فلٱلل ٱلل ئل ى فأ ي

٧ٱىظ“Talak (yang dapat dirujuki) dua kali. Setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara yang ma´ruf atau menceraikan

dengan cara yang baik. Tidak halal bagi kamu mengambil kembali sesuatu dari yang telah kamu berikan kepada

mereka, kecuali kalau keduanya khawatir tidak akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Jika kamu khawatir

bahwa keduanya (suami isteri) tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allah, maka tidak ada dosa atas keduanya

tentang bayaran yang diberikan oleh isteri untuk menebus dirinya. Itulah hukum-hukum Allah, maka janganlah

kamu melanggarnya. Barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah mereka itulah orang-orang yang zalim.”

Page 146: SEMIOTIKA ‘ADUWW SESAMA MANUSIA DALAM AL-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40396/1/DEWI APRILIA... · UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

131

8. QS. Âli ‘Imrân/ 3: 112

ضشثذ ىخػي ٱىز و ثذج إل ا بثقف أ ٱلل و دج ٱىبط ثبءثغضت ٱلل ػي ضشثذ نخ غ

مباٱى ثأ ىل ر

ث فش ذ ن ب ٱلل زي ق ٱل زذ مباؼ بػصا ىلثر شدق جبءثغ

“Mereka diliputi kehinaan di mana saja mereka berada, kecuali jika mereka berpegang kepada tali (agama) Allah

dan tali (perjanjian) dengan manusia, dan mereka kembali mendapat kemurkaan dari Allah dan mereka diliputi

kerendahan. Yang demikian itu karena mereka kafir kepada ayat-ayat Allah dan membunuh para nabi tanpa alasan

yang benar. Yang demikian itu disebabkan mereka durhaka dan melampaui batas.”

9. QS. Al-Nisâ’/ 4: 101

إرا ف ز ضضشث س ٱل صشا أرق جبح ن ظػي حفي ي ٱىص زن أف ز خف إ ٱىز إ ا مفش فش ن ٱى امباىن بعدو ج

“Dan apabila kamu bepergian di muka bumi, maka tidaklah mengapa kamu men-qashar sembahyang(mu), jika

kamu takut diserang orang-orang kafir. Sesungguhnya orang-orang kafir itu adalah musuh yang nyata bagimu.”

10. QS. Al-Nisâ’/ 4: 14

ض ؼ سعىٱلل ىۥدذدويتعد ۥ يذافب بساخ خي ۥذ ػزاة“Dan barangsiapa yang mendurhakai Allah dan Rasul-Nya dan melanggar ketentuan-ketentuan-Nya, niscaya Allah

memasukkannya ke dalam api neraka sedang ia kekal di dalamnya; dan baginya siksa yang menghinakan.”

. 11. QS. Al-Nisâ’/ 4: 30

ىل ر ؼو اف و ىلػيعدو ر مب بسا ي فص بفغ ظي غشاٱلل“Dan barangsiapa berbuat demikian dengan melanggar hak dan aniaya, maka Kami kelak akan memasukkannya ke

dalam neraka. Yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.”

12. QS. Al-Nisâ’/ 4: 154

ب سفؼ ق ٱىطسف بى قي قث خياث جبةٱد ٱى بى قي ذا ذفلتعدواعج ج قبغيظبٱىغ ث ب أخز

“Dan telah Kami angkat ke atas (kepala) mereka bukit Thursina untuk (menerima) perjanjian (yang telah Kami

ambil dari) mereka. Dan kami perintahkan kepada mereka: "Masuklah pintu gerbang itu sambil bersujud", dan

Kami perintahkan (pula) kepada mereka: "Janganlah kamu melanggar peraturan mengenai hari Sabtu", dan Kami

Page 147: SEMIOTIKA ‘ADUWW SESAMA MANUSIA DALAM AL-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40396/1/DEWI APRILIA... · UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

132

telah mengambil dari mereka perjanjian yang kokoh”.

13. QS. al-Mâ’idah/ 5: 78

ىؼ ٱىز دا ىغب ءوػي ش إع ث ػغۥدمفشا مباٱث بػصا ىلث

ر ش ٩٩يعتدون“Telah dilaknati orang-orang kafir dari Bani Israil dengan lisan Daud dan Isa putera Maryam. Yang demikian itu,

disebabkan mereka durhaka dan selalu melampaui batas”

14. QS. al-Mâi’dah/ 5: 87

ب أ ٱىز بأدو ذ اطج الرذش ءا ٱلل إ ا زذ لرؼ ىن ٱلل ٩٩ٱلمعتديهلذت

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu haramkan apa-apa yang baik yang telah Allah halalkan bagi

kamu, dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui

batas”

15. QS. al-Mâ’idah/ 5: 94

ب أ ٱىز ن ي اىج ءا ٱلل ء ذثش ۥربىٱىص ي ىؼ بدن س ذن أ خبفٱلل ت ثۥ غ ٱى ىلفيٱعتدىف ذر ۥثؼ أى ػزاة

٧ “Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya Allah akan menguji kamu dengan sesuatu dari binatang buruan

yang mudah didapat oleh tangan dan tombakmu supaya Allah mengetahui orang yang takut kepada-Nya, biarpun ia

tidak dapat melihat-Nya. Barang siapa yang melanggar batas sesudah itu, maka baginya azab yang pedih”

16. QS. al-Mâ’idah/ 5: 107

بفئ أ زذقبػثشػي بفٱع إث ب قب ب ق زذقبخشا ٱىزٱع ػي ى ثٱل ب غ فق بٱلل ب ذر ش ذربأدق ىش

ٱعتديىا إبإراىٱىظ ٩ي

“ Jika diketahui bahwa kedua (saksi itu) membuat dosa, maka dua orang yang lain di antara ahli waris yang berhak

yang lebih dekat kepada orang yang meninggal (memajukan tuntutan) untuk menggantikannya, lalu keduanya

bersumpah dengan nama Allah: "Sesungguhnya persaksian kami labih layak diterima daripada persaksian kedua

saksi itu, dan kami tidak melanggar batas, sesungguhnya kami kalau demikian tentulah termasuk orang yang

menganiaya diri sendiri"

Page 148: SEMIOTIKA ‘ADUWW SESAMA MANUSIA DALAM AL-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40396/1/DEWI APRILIA... · UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

133

17. QS. Al-An’âm/ 6: 119

ب برمش ميارأ أل ىن ٱع بٱلل إل ن ػي بدش وىن فص قذ ػي ر طشس ٱض إ

شػي ثغ ائ ثأ ضي مثشاى إ إى

ي أػ ٧هٱلمعتديبسثل“Mengapa kamu tidak mau memakan (binatang-binatang yang halal) yang disebut nama Allah ketika

menyembelihnya, padahal sesungguhnya Allah telah menjelaskan kepada kamu apa yang diharamkan-Nya atasmu,

kecuali apa yang terpaksa kamu memakannya. Dan sesungguhnya kebanyakan (dari manusia) benar benar hendak

menyesatkan (orang lain) dengan hawa nafsu mereka tanpa pengetahuan. Sesungguhnya Tuhanmu, Dialah yang

lebih mengetahui orang-orang yang melampaui batas.”

18. QS. Al-An’âm/ 6: 145

قو ؼ ط طبػ بػي ذش إى بأد أجذف ۥل خضشفئ ىذ فدبأ غ ب د زخأ أن شۥإل ىغ و قبأ فغ أ ظ سج

ٱلل ۦ ث طشف لػبٱض شثبؽ فدغ د س سثلغفس ئ“Katakanlah: "Tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepadaku, sesuatu yang diharamkan bagi

orang yang hendak memakannya, kecuali kalau makanan itu bangkai, atau darah yang mengalir atau daging babi

karena sesungguhnya semua itu kotor -- atau binatang yang disembelih atas nama selain Allah. Barangsiapa yang

dalam keadaan terpaksa, sedang dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka sesungguhnya

Tuhanmu Maha Pengampun lagi Maha Penyayang"

19. QS. Al-A’râf/ 7:55

ػا ٱد إ خ خف ػب رضش ۥسثن ٱلمعتديهلذت“Berdoalah kepada Tuhanmu dengan berendah diri dan suara yang lembut. Sesungguhnya Allah tidak menyukai

orang-orang yang melampaui batas”

20. QS. Al-A’râf/ 7: 163

ع ي خػ قش دبضشحٱىزٱى شمبذ جذ ذفإذيعدونٱى ج ىلٱىغ مز رلرأ جز لغ ػب شش ز عج دزب ر

رأ إر

غق بمباف يث ج “Dan tanyakanlah kepada Bani Israil tentang negeri yang terletak di dekat laut ketika mereka melanggar aturan

pada hari Sabtu, di waktu datang kepada mereka ikan-ikan (yang berada di sekitar) mereka terapung-apung di

Page 149: SEMIOTIKA ‘ADUWW SESAMA MANUSIA DALAM AL-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40396/1/DEWI APRILIA... · UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

134

permukaan air, dan di hari-hari yang bukan Sabtu, ikan-ikan itu tidak datang kepada mereka. Demikianlah Kami

mencoba mereka disebabkan mereka berlaku fasik”

21. QS. Al-Taubah/ 9: 114

ب فبسمب زغ ىٱع برج ػذبإبفي ػذح ػ إل لث ش ۥإث ۥأ لل عدو دي ل ش إث إ أ رجش

“Dan permintaan ampun dari Ibrahim (kepada Allah) untuk bapaknya tidak lain hanyalah karena suatu janji yang

telah diikrarkannya kepada bapaknya itu. Maka, tatkala jelas bagi Ibrahim bahwa bapaknya itu adalah musuh

Allah, maka Ibrahim berlepas diri dari padanya. Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang yang sangat lembut hatinya

lagi penyantun.”

22. QS. Al-Ṯâhâ/ 20: 39

أ زف فٱىزبثدفٱق زف فٱق ٱى ق ي في ٱىغبدوثٱى خز ليأ ل هعدو ۥوعدو ػ غػي ىزص ذجخ ل ذػي ق أى ٧ “Yaitu: "Letakkanlah ia (Musa) didalam peti, kemudian lemparkanlah ia ke sungai (Nil), maka pasti sungai itu

membawanya ke tepi, supaya diambil oleh (Fir´aun) musuh-Ku dan musuhnya. Dan Aku telah melimpahkan

kepadamu kasih sayang yang datang dari-Ku; dan supaya kamu diasuh di bawah pengawasan-Ku”.

23. QS. Yûnus/ 10: 74

ذث ثؼ ب فجبءثۦثؼث ق ذسعلإى ج ٱى بمزثاث اث بمباىؤ قيةۦف جغػي ىلط مز و قج ٩تديهٱلمع“Kemudian sesudah Nuh, Kami utus beberapa rasul kepada kaum mereka (masing-masing), maka rasul-rasul itu

datang kepada mereka dengan membawa keterangan-keterangan yang nyata, tetapi mereka tidak hendak beriman

karena mereka dahulu telah (biasa) mendustakannya. Demikianlah Kami mengunci mati hati orang-orang yang

melampaui batas”.

24. QS. Al-Nahl/ 16: 115

ب إ ن ػي زخدش ٱى ٱىذ ىذ خضش شٱى ىغ و بأ ٱلل ۦث طشف لٱض شثبؽ عاد غ فئ ٱلل د س غفس

“Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan atasmu (memakan) bangkai, darah, daging babi dan apa yang

disembelih dengan menyebut nama selain Allah; tetapi barangsiapa yang terpaksa memakannya dengan tidak

Page 150: SEMIOTIKA ‘ADUWW SESAMA MANUSIA DALAM AL-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40396/1/DEWI APRILIA... · UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

135

menganiaya dan tidak pula melampaui batas, maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”

25. QS. Al-Mu’minûn/ 23: 7

ف زغ ٱث ئل ى ىلفأ ساءر ؼبد ٩ٱى

“Barangsiapa mencari yang di balik itu maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas”

26. QS. Al-Syu’arâ’/ 26: 166

رزس ق أز ثو جن أص سثن بخيقىن عادون“Dan kamu tinggalkan isteri-isteri yang dijadikan oleh Tuhanmu untukmu, bahkan kamu adalah orang-orang yang

melampaui batas”

27. QS. Al-Fussilât/ 41: 19

شش أعدا ءذ ٱىبسإىٱلل صػ ٧ف“Dan (ingatlah) hari (ketika) musuh-musuh Allah di giring ke dalam neraka, lalu mereka dikumpulkan semuanya.”

28. QS. Al-Fussilât/ 41: 28

ىل أعدا ءجضاءر فبداسٱىبسٱلل ذى خي بمباثٱى ث جضاء ذذ زبج ٩ب“Demikianlah balasan terhadap musuh-musuh Allah, (yaitu) neraka; mereka mendapat tempat tinggal yang kekal

di dalamnya sebagai balasan atas keingkaran mereka terhadap ayat-ayat Kami”.

29. QS. Al-Ahqâf/ 46: 6

إرا ٱىبطدشش أعدا ءمباى فش م مباثؼجبدر “Dan apabila manusia dikumpulkan (pada hari kiamat) niscaya sembahan-sembahan itu menjadi musuh mereka

dan mengingkari pemujaan-pemujaan mereka.”

30. QS. Al-Mumtahanah/ 60: 1

ب أ الرزخزاٱىز كمءا ثعدويوعدو إى قىبءري حأ د

ٱى بجبءم مفشاث قذ ذق ٱى شج عهخ أٱىش إبم اث رؤ خٱلل إمز سثن ز ذافشج ج زغبءعجي ثٱث إى رغش ضبر ش ح د

ٱى ؼي ف يز بأػ ز ف بأخ ث ي أبأػ اء ع ضو فقذ ن ٱىغجو

Page 151: SEMIOTIKA ‘ADUWW SESAMA MANUSIA DALAM AL-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40396/1/DEWI APRILIA... · UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

136

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil musuh-Ku dan musuhmu menjadi teman-teman setia

yang kamu sampaikan kepada mereka (berita-berita Muhammad), karena rasa kasih sayang; padahal sesungguhnya

mereka telah ingkar kepada kebenaran yang datang kepadamu, mereka mengusir Rasul dan (mengusir) kamu

karena kamu beriman kepada Allah, Tuhanmu. Jika kamu benar-benar keluar untuk berjihad di jalan-Ku dan

mencari keridhaan-Ku (janganlah kamu berbuat demikian). Kamu memberitahukan secara rahasia (berita-berita

Muhammad) kepada mereka, karena rasa kasih sayang. Aku lebih mengetahui apa yang kamu sembunyikan dan apa

yang kamu nyatakan. Dan barangsiapa di antara kamu yang melakukannya, maka sesungguhnya dia telah tersesat

dari jalan yang lurus”

31. QS. Al-Ma’ârij/ 70: 31

ف زغ ٱث ئل ى ىلفأ ساءر ٱلعادون

“Barangsiapa mencari yang di balik itu, maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas”

32. QS. Qâf/ 50: 25

ش خ بعىي شتمعتد “yang sangat menghalangi kebajikan, melanggar batas lagi ragu-ragu”

33. QS. Al-Ṯalâq/ 65: 1

ب أ ٱىج ز طيق ٱىغبءإرا صا أد ر ىؼذ حفطيق ؼذ ٱرقاٱى ٱلل ر أ أ إل شج خ ل ثر شج رخ ل سثن

لدذ ري خ ج ذشخ دثف ٱلل دذديتعد غٱلل ف ظي ۥ فقذ سىؼو لرذ شاٱلل ىلأ ذر ذسثؼ ذ

“Hai Nabi, apabila kamu menceraikan isteri-isterimu maka hendaklah kamu ceraikan mereka pada waktu mereka

dapat (menghadapi) iddahnya (yang wajar) dan hitunglah waktu iddah itu serta bertakwalah kepada Allah

Tuhanmu. Janganlah kamu keluarkan mereka dari rumah mereka dan janganlah mereka (diizinkan) ke luar kecuali

mereka mengerjakan perbuatan keji yang terang. Itulah hukum-hukum Allah dan barangsiapa yang melanggar

hukum-hukum Allah, maka sesungguhnya dia telah berbuat zalim terhadap dirinya sendiri. Kamu tidak mengetahui

barangkali Allah mengadakan sesudah itu sesuatu hal yang baru”

34. QS. al-Muṯaffifîn/ 83: 12

ب ةث ۦنز مو معتد إل أث

“Dan tidak ada yang mendustakan hari pembalasan itu melainkan setiap orang yang melampaui batas lagi berdosa”

Page 152: SEMIOTIKA ‘ADUWW SESAMA MANUSIA DALAM AL-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40396/1/DEWI APRILIA... · UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

137

LAMPIRAN KEDUA

AGENSI ՛ ADUWW: ANTAR MANUSIA

NO. NAMA SURAT DAN REDAKSI AYAT

1. QS. Al-Baqarah/ 2: 36

ب فأش ١ط ب ٱش ل ب وبب ف١ ب ب فأخسج جطا ػ جؼط ٱ ف عدو ثؼعى ى ٱلزض د١ غ ئز عزمس

“Lalu keduanya digelincirkan oleh syaitan dari surga itu dan dikeluarkan dari keadaan semula dan Kami berfirman: "Turunlah

kamu! sebagian kamu menjadi musuh bagi yang lain, dan bagi kamu ada tempat kediaman di bumi, dan kesenangan hidup sampai

waktu yang ditentuka.”

2. QS. Al-Baqarah/ 2: 190

زا ل ف ظج١ ٱلل ٱر٠ زى ولتعتدوا ٠م ئ ٩ ٱلمعتديهل ٠ذت ٱلل“Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu, (tetapi) janganlah kamu melampaui batas, karena

sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas”

3. QS. Al-Baqarah/ 2: 194

س ٱش ذسا س ث ٱ ٱش ذسا ذ ٱ ذس ٱ ف

لصبص ف ٱػزد ٱػزدا ػ١ى ث ث ٱعتدى ماػ١ ٱرما ػ١ى ا ٱلل ٱػ أ غ ٱلل زم١ ٩ ٱ “Bulan haram dengan bulan haram, dan pada sesuatu yang patut dihormati, berlaku hukum qishaash. Oleh sebab itu barangsiapa

yang menyerang kamu, maka seranglah ia, seimbang dengan serangannya terhadapmu. Bertakwalah kepada Allah dan

ketahuilah, bahwa Allah beserta orang-orang yang bertakwa”

4. QS. Al-Baqarah/ 2: 231

ئذا ظسازا ٱعبء غمز عى ل ر ؼسف ث د ظس ؼسف أ ث عى فأ أج فع لتعتدوا فجغ ه فمد ظ ذ ٠فؼ ا ۥ ل رزخر

ذ ءا٠ ا ٱلل ذ ٱذوسا ص ؼ ٱلل ب أصي ػ١ى ت ػ١ى ىز خ ٱ ذى ٱ ٱرما ۦ ٠ؼظى ث ا ٱلل ٱػ أ ٱلل ء ػ١ ش ثى

“Apabila kamu mentalak isteri-isterimu, lalu mereka mendekati akhir iddahnya, maka rujukilah mereka dengan cara yang ma´ruf,

atau ceraikanlah mereka dengan cara yang ma´ruf (pula). Janganlah kamu rujuki mereka untuk memberi kemudharatan, karena

dengan demikian kamu menganiaya mereka. Barangsiapa berbuat demikian, maka sungguh ia telah berbuat zalim terhadap

dirinya sendiri. Janganlah kamu jadikan hukum-hukum Allah permainan, dan ingatlah nikmat Allah padamu, dan apa yang telah

diturunkan Allah kepadamu yaitu Al Kitab dan Al Hikmah (As Sunnah). Allah memberi pengajaran kepadamu dengan apa yang

Page 153: SEMIOTIKA ‘ADUWW SESAMA MANUSIA DALAM AL-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40396/1/DEWI APRILIA... · UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

138

diturunkan-Nya itu. Dan bertakwalah kepada Allah serta ketahuilah bahwasanya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

5. QS. Âli ‘Imrân/ 3: 103

ا ٱػزص ثذج ٱلل لا ل رفس ١ؼب ذ ٱذوسا ج ؼ ٱلل ئذ وز أعداء ػ١ى ز فأصجذز ثؼ لثى ۦ فأف ث١ شفب دفسح ػ وز ب ٱبز ئخ

ب فأمرو ه ٠ج١ ور ٱلل ز ءا٠ ۦى زد ر ؼى“Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat

Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah

kamu karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan

kamu dari padanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk”

6. QS. Al-Nisâ’/ 4: 45

ٱلل ث بأعدائكم أػ وف ث ٱلل وف ب ١ ص١سا ٱلل“Dan Allah lebih mengetahui (dari pada kamu) tentang musuh-musuhmu. Dan cukuplah Allah menjadi Pelindung (bagimu). Dan

cukuplah Allah menjadi Penolong (bagimu)”.

7. QS. Al-Nisâ’/ 4: 92

ب ب ئل خط إ أ ٠مز إ ب خط وب إ لز ب أ خ ئ ع ي٠خ خ إ د ۦ ب فزذس٠س زلجخ أ ٠ص ئل ل فا وب

لكملا عدو

فز إ ذس٠س أ خ ئ ع ك فد٠خ ١ث ث١ ث١ى ل ئ وب خ إ ۦزلجخ ثخ ر ززبثؼ١ س٠ ش ٠جد فص١ب خ ف إ رذس٠س زلجخ

ٱلل وب ب ٱلل ب دى١ ٩ػ١“Dan tidak layak bagi seorang mukmin membunuh seorang mukmin (yang lain), kecuali karena tersalah (tidak sengaja), dan

barangsiapa membunuh seorang mukmin karena tersalah (hendaklah) ia memerdekakan seorang hamba sahaya yang beriman

serta membayar diat yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh itu), kecuali jika mereka (keluarga terbunuh) bersedekah.

Jika ia (si terbunuh) dari kaum (kafir) yang ada perjanjian (damai) antara mereka dengan kamu, maka (hendaklah si pembunuh)

membayar diat yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh) serta memerdekakan hamba sahaya yang beriman. Barangsiapa

yang tidak memperolehnya, maka hendaklah ia (si pembunuh) berpuasa dua bulan berturut-turut untuk penerimaan taubat dari

pada Allah. Dan adalah Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana”

8. QS. Al-Nisâ’/ 4: 101

ئذا ف ٱلزض ظسثز جبح أ رمصسا ح ف١ط ػ١ى ٱص أ ٠فزى خفز ئ ٱر٠ ئا وفس فس٠ ى ٱ اوبا ى ب عدو ج١

Page 154: SEMIOTIKA ‘ADUWW SESAMA MANUSIA DALAM AL-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40396/1/DEWI APRILIA... · UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

139

“Dan apabila kamu bepergian di muka bumi, maka tidaklah mengapa kamu men-qashar sembahyang(mu), jika kamu takut

diserang orang-orang kafir. Sesungguhnya orang-orang kafir itu adalah musuh yang nyata bagimu.”

9. QS. Al-Mâ’idah/ 5: 2

ب أ٠ ٠ ئس ٱر٠ ا ل رذا شؼ ءا ل ٱلل س ٱش ذسا ل ٱ د ل ٱ ئد م ٱ ١ ل ءا ج١ذ ٱ ذسا ٱ ز ئذا د ب زظ ث ز فعل ٠جزغ

ف ش ل ٱصطبيا ى ٠جس ػ و أ صد ل عجد ب

ٱ ذسا ا ػ أنتعتدوا ٱ رؼب جس ٱ ا ػ ٱزم ل رؼب ث ن و ٱل ٱرما ٱلعدو ٱلل

ئ ؼمبة شد٠د ٱلل ٱ“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu melanggar syi´ar-syi´ar Allah, dan jangan melanggar kehormatan bulan-bulan

haram, jangan (mengganggu) binatang-binatang had-ya, dan binatang-binatang qalaa-id, dan jangan (pula) mengganggu orang-

orang yang mengunjungi Baitullah sedang mereka mencari kurnia dan keridhaan dari Tuhannya dan apabila kamu telah

menyelesaikan ibadah haji, maka bolehlah berburu. Dan janganlah sekali-kali kebencian(mu) kepada sesuatu kaum karena mereka

menghalang-halangi kamu dari Masjidilharam, mendorongmu berbuat aniaya (kepada mereka). Dan tolong-menolonglah kamu

dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah

kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya”

10. QS. Al-Mâ’idah/ 5: 14

ٱر٠ سا ث ب ذو ب فعا دظ م ١ث أخرب س ا ئب ص ۦلب ح فأغس٠ب ث١ ؼدا جغعبء ٱ ٱ ٠ خ ئ م١

ٱ

ف ٠جئ ظ ٱلل ب وبا ٠صؼ ث14. Dan diantara orang-orang yang mengatakan: "Sesungguhnya kami ini orang-orang Nasrani", ada yang telah kami ambil

perjanjian mereka, tetapi mereka (sengaja) melupakan sebagian dari apa yang mereka telah diberi peringatan dengannya; maka

Kami timbulkan di antara mereka permusuhan dan kebencian sampai hari kiamat. Dan kelak Allah akan memberitakan kepada

mereka apa yang mereka kerjakan

11. QS. Al-Mâîdah/5:64

لبذ ١ي ٠د ٱ ٱلل ثب لبا ؼا ث غذ أ٠د٠

غخ ثه غغ١ ز ب أصي ئ١ه وث١سا ١ص٠د ٠فك و١ف ٠شبء جعغزب وفسا ٠دا ب

م١ب ث أ وة ١ جغعبء ٱلعد ٱ ٠ خ ئ م١ ذسة أغفأب ٱ لدا بزا ب أ و ف ٱلل ٠عؼ ٱلزض فعبيا ل ٠ذت ٱلل فعد٠ ٱ

“Orang-orang Yahudi berkata: "Tangan Allah terbelenggu", sebenarnya tangan merekalah yang dibelenggu dan merekalah yang

dilaknat disebabkan apa yang telah mereka katakan itu. (Tidak demikian), tetapi kedua-dua tangan Allah terbuka; Dia

Page 155: SEMIOTIKA ‘ADUWW SESAMA MANUSIA DALAM AL-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40396/1/DEWI APRILIA... · UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

140

menafkahkan sebagaimana Dia kehendaki. Dan Al Quran yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu sungguh-sungguh akan

menambah kedurhakaan dan kekafiran bagi kebanyakan di antara mereka. Dan Kami telah timbulkan permusuhan dan kebencian

di antara mereka sampai hari kiamat. Setiap mereka menyalakan api peperangan Allah memadamkannya dan mereka berbuat

kerusakan dimuka bumi dan Allah tidak menyukai orang-orang yang membuat kerusakan”

12. QS. Al-Mâ’idah/ 5: 82

أشد وة ٱبض ۞زجد ا عد ءا ر٠ ١ي ٱ ا ٱر٠ ءا ر٠ ح ي ألسث زجد أشسوا ٱر٠ ١ع١ لع ه ثأ

ذ س ا ئب ص لب

أ ب جب ز ٢ل ٠عزىجس“Sesungguhnya kamu dapati orang-orang yang paling keras permusuhannya terhadap orang-orang yang beriman ialah orang-

orang Yahudi dan orang-orang musyrik. Dan sesungguhnya kamu dapati yang paling dekat persahabatannya dengan orang-orang

yang beriman ialah orang-orang yang berkata: "Sesungguhnya kami ini orang Nasrani". Yang demikian itu disebabkan karena di

antara mereka itu (orang-orang Nasrani) terdapat pendeta-pendeta dan rahib-rahib, (juga) karena sesungguhnya mereka tidak

menymbongkan diri”.

13. QS. Al- An’âm/ 6: 108

ل ا رعج ٱر٠ ي ٠دػ ف١عجا ٱلل ا ٱلل ب وب عدو ف١جئ ث سجؼ زث ئ ث خ ػ أ ب ى ه ش٠ ور

ثغ١س ػ ٢ا ٠ؼ“Dan janganlah kamu memaki sembahan-sembahan yang mereka sembah selain Allah, karena mereka nanti akan memaki Allah

dengan melampaui batas tanpa pengetahuan. Demikianlah Kami jadikan setiap umat menganggap baik pekerjaan mereka.

Kemudian kepada Tuhan merekalah kembali mereka, lalu Dia memberitakan kepada mereka apa yang dahulu mereka kerjakan”

14. QS. Al- An’âm/ 6: 112

ه ور ج ب ى اجؼ عدو ط١ ط ش١ ٱل ج ثؼط شخسف ٱ ئ ي ٠د ثؼع م ٱ ب ٠فزس ب فؼ فرز شبء زثه

غسزا

“Dan demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap nabi itu musuh, yaitu syaitan-syaitan (dari jenis) manusia dan (dan jenis) jin,

sebahagian mereka membisikkan kepada sebahagian yang lain perkataan-perkataan yang indah-indah untuk menipu (manusia).

Jikalau Tuhanmu menghendaki, niscaya mereka tidak mengerjakannya, maka tinggalkanlah mereka dan apa yang mereka ada-

adakan.”

15. QS. Al-A’râf/ 7: 24

جطا لبي جؼط ٱ ف عدو ثؼعى ى ٱلزض د١ غ ئز عزمس

“Allah berfirman: "Turunlah kamu sekalian, sebahagian kamu menjadi musuh bagi sebahagian yang lain. Dan kamu mempunyai

Page 156: SEMIOTIKA ‘ADUWW SESAMA MANUSIA DALAM AL-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40396/1/DEWI APRILIA... · UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

141

tempat kediaman dan kesenangan (tempat mencari kehidupan) di muka bumi sampai waktu yang telah ditentukan"

16. QS. Al-A’râf/7: 129

ا ه لب أ ٠ زثى ب جئزب لبي ػع ثؼد أ رأر١ب لج كمأذ٠ب ف عدو ٠عزخفى ٱلزض ٩ف١ظس و١ف رؼ“Kaum Musa berkata: "Kami telah ditindas (oleh Fir´aun) sebelum kamu datang kepada kami dan sesudah kamu datang. Musa

menjawab: "Mudah-mudahan Allah membinasakan musuhmu dan menjadikan kamu khalifah di bumi(Nya), maka Allah akan

melihat bagaimana perbuatanmu”.

17. QS. Al-A’râf/ 7: 150

ب ل ئ ظ م ۦزجغ أ س زثى أ ز أػج ثؼد ب خفز أظفب لبي ثئع اح غعج ٱل ٠جس أخر ثسأض أخ١ لبي ۥ ئ١ ٱث ئ أ

م ٱظزعؼف ٱ ذ ث وبيا ٠مز فل رش غ ٱلعداء ل رجؼ م ٱ ١

ٱظ“Dan tatkala Musa telah kembali kepada kaumnya dengan marah dan sedih hati berkatalah dia: "Alangkah buruknya perbuatan

yang kamu kerjakan sesudah kepergianku! Apakah kamu hendak mendahului janji Tuhanmu? Dan Musapun melemparkan luh-luh

(Taurat) itu dan memegang (rambut) kepala saudaranya (Harun) sambil menariknya ke arahnya, Harun berkata: "Hai anak ibuku,

sesungguhnya kaum ini telah menganggapku lemah dan hampir-hampir mereka membunuhku, sebab itu janganlah kamu

menjadikan musuh-musuh gembira melihatku, dan janganlah kamu masukkan aku ke dalam golongan orang-orang yang zalim”.

18. QS. Al-Taubah/ 9: 10

ل ئه أ

خ ل ذ

ئل إ ف ٱلمعتدون٠سلج“Mereka tidak memelihara (hubungan) kerabat terhadap orang-orang mukmin dan tidak (pula mengindahkan) perjanjian. Dan

mereka itulah orang-orang yang melampaui batas.”

19. QS. Al-Taubah/ 9: 83

جؼه فا ز ف ٱلل غبئفخ رن ٱظز ئ ؼ زا رم أثدا ؼ خسج فم رخسجا ا زظ١ز ث عدو مؼي ئى ح ف ٱ س ي غ ٱلؼدا أ ف١ خ ٱ

٢ “Maka jika Allah mengembalikanmu kepada suatu golongan dari mereka, kemudian mereka minta izin kepadamu untuk keluar

(pergi berperang), maka Katakanlah: "Kamu tidak boleh keluar bersamaku selama-lamanya dan tidak boleh memerangi musuh

bersamaku. Sesungguhnya kamu telah rela tidak pergi berperang kali yang pertama. Karena itu duduklah bersama orang-orang

yang tidak ikut berperang"

Page 157: SEMIOTIKA ‘ADUWW SESAMA MANUSIA DALAM AL-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40396/1/DEWI APRILIA... · UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

142

20. QS. At-Taubah/ 9: 120

ب ل د٠خ وب ٱ د ظي ٱلػساة أ ٠زخفا ػ ز ٱلل ػ فع ل ٠سغجا ثأفع ل ۦ ل صت أ ظ ل ٠ص١ج ه ثأ ذ

صخ ف ظج١ خ ل ٱلل ٠ط غئب ٠غ١ع ىفبز ٱ ل ٠ب عدو ۦ١ل ئل وزت ث ئخ ص ػ ٱل ٠ع١غ أجس ٱلل ذع١

“Tidaklah sepatutnya bagi penduduk Madinah dan orang-orang Arab Badwi yang berdiam di sekitar mereka, tidak turut menyertai

Rasulullah (berperang) dan tidak patut (pula) bagi mereka lebih mencintai diri mereka daripada mencintai diri Rasul. Yang

demikian itu ialah karena mereka tidak ditimpa kehausan, kepayahan dan kelaparan pada jalan Allah, dan tidak (pula) menginjak

suatu tempat yang membangkitkan amarah orang-orang kafir, dan tidak menimpakan sesuatu bencana kepada musuh, melainkan

dituliskanlah bagi mereka dengan yang demikian itu suatu amal saleh. Sesungguhnya Allah tidak menyia-nyiakan pahala orang-

orang yang berbuat baik”

21. QS. Al-Ṯâhâ/ 20: 39

أ ف ٱزبثد ف ٱلرف١ ف ٱلرف١ ١ ٱ م ١ ف ١ ث ٱ بد له٠أخر ٱع ليوعدو ۥعدو ػ١ زصغ ػ ذجخ م١ذ ػ١ه أ ٩

“Yaitu: "Letakkanlah ia (Musa) didalam peti, kemudian lemparkanlah ia ke sungai (Nil), maka pasti sungai itu membawanya ke

tepi, supaya diambil oleh (Fir´aun) musuh-Ku dan musuhnya. Dan Aku telah melimpahkan kepadamu kasih sayang yang datang

dari-Ku; dan supaya kamu diasuh di bawah pengawasan-Ku”

22. QS. Al-Ṯâhâ/ 20: 123

جطب لبي جؼط ٱ ب ثؼعى ١ؼ ب ج عدو د ف ب ٠أر١ى ٱرجغ فا ل ٠شم فل ٠ع داAllah berfirman: "Turunlah kamu berdua dari surga bersama-sama, sebagian kamu menjadi musuh bagi sebagian yang lain.

Maka jika datang kepadamu petunjuk daripada-Ku, lalu barangsiapa yang mengikut petunjuk-Ku, ia tidak akan sesat dan tidak

akan celaka.

23. QS. Yûnus/ 10: 90

ء٠ ئظس شب ثج ج جذس ۞ جي ٱ فسػ ا ثغ١ب ۥفأرجؼ ئذا أيزو وعدو غسق دز ٱ ذ أ ئل ۥلبي ءا ل ئ ٱر ذ ث أب ۦءا ء٠

ا ئظس ث

ع ٱ ١ ٩ “Dan Kami memungkinkan Bani Israil melintasi laut, lalu mereka diikuti oleh Fir´aun dan bala tentaranya, karena hendak

menganiaya dan menindas (mereka); hingga bila Fir´aun itu telah hampir tenggelam berkatalah dia: "Saya percaya bahwa tidak

ada Tuhan melainkan Tuhan yang dipercayai oleh Bani Israil, dan saya termasuk orang-orang yang berserah diri (kepada Allah)"

Page 158: SEMIOTIKA ‘ADUWW SESAMA MANUSIA DALAM AL-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40396/1/DEWI APRILIA... · UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

143

24. QS. Al-Anfâl/ 8: 60

ا أػد ب ثبغ ٱظزطؼز ز ح ل خ١ ٱ ث ج ۦرس ػد ٱلل ل رؼ ي ءاخس٠ و ػد ء ف ٱلل ش ب رفما ٠ؼ

ظج١ ف ئ١ى ٱلل ٠ ل رظ أز “Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk

berperang (yang dengan persiapan itu) kamu menggentarkan musuh Allah dan musuhmu dan orang orang selain mereka yang

kamu tidak mengetahuinya; sedang Allah mengetahuinya. Apa saja yang kamu nafkahkan pada jalan Allah niscaya akan dibalasi

dengan cukup kepadamu dan kamu tidak akan dianiaya (dirugikan)”

25. QS. Al-Syu’arâ’/ 26: 77

لي فا ئل زة عدو ١ ؼ ٧٧ ٱ“karena sesungguhnya apa yang kamu sembah itu adalah musuhku, kecuali Tuhan Semesta Alam”

26. QS. Al-Qasas/ 28: 8

زمطۥ فٱ ١ى اءاي فسػ ط عدو ب وبا خ جي فسػ ئدصب ١٢

“Maka dipungutlah ia oleh keluarga Fir´aun yang akibatnya dia menjadi musuh dan kesedihan bagi mereka. Sesungguhnya

Fir´aun dan Haman beserta tentaranya adalah orang-orang yang bersalah”.

27. QS. Al-Qasas/ 28: 15

يخ د٠خ ٱ ش١ؼز را ٠مززل جد ف١ب زج١ ب ف أ غفخ د١ ۦػ را ه ث ف ۦعدو ٱر ٱظزغ ش١ؼز ٱرػ ۦ ػد وص ۦ ۥف

ػ١ فمع ظ ػ را لبي ١ط ٱش عدو ۥئ ج١ ع

“Dan Musa masuk ke kota (Memphis) ketika penduduknya sedang lengah, maka didapatinya di dalam kota itu dua orang laki-laki

yang berkelahi; yang seorang dari golongannya (Bani Israil) dan seorang (lagi) dari musuhnya (kaum Fir´aun). Maka orang yang

dari golongannya meminta pertolongan kepadanya, untuk mengalahkan orang yang dari musuhnya lalu Musa meninjunya, dan

matilah musuhnya itu. Musa berkata: "Ini adalah perbuatan syaitan sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang menyesatkan

lagi nyata (permusuhannya)”

28. QS. Al-Qasas/ 28: 19

Page 159: SEMIOTIKA ‘ADUWW SESAMA MANUSIA DALAM AL-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40396/1/DEWI APRILIA... · UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

144

ب أزاي أ ٠جطش ث ف ٱرأ ب ث عدو ذ فع ب لز أرس٠د أ رمز و ظ ب لبي ٠ ط ججبزا ف ٱل أ رى ب رس٠د أ ٱلزض ئ رس٠د ئل

رى صذ١ ٩ ٱ“Maka tatkala Musa hendak memegang dengan keras orang yang menjadi musuh keduanya, musuhnya berkata: "Hai Musa,

apakah kamu bermaksud hendak membunuhku, sebagaimana kamu kemarin telah membunuh seorang manusia? Kamu tidak

bermaksud melainkan hendak menjadi orang yang berbuat sewenang-wenang di negeri (ini), dan tiadalah kamu hendak menjadi

salah seorang dari orang-orang yang mengadakan perdamaian"

29. QS. Al-Furqân/ 25: 31

ه ور ج ب ى اجؼ عدو ١ جس ص١سا ٱ ثسثه بي٠ب وف

“Dan seperti itulah, telah Kami adakan bagi tiap-tiap nabi, musuh dari orang-orang yang berdosa. Dan cukuplah Tuhanmu

menjadi Pemberi petunjuk dan Penolong”

30. QS. Al-Fussilât/ 41: 34

ل ذعخ رعز ل ٱ ١ئخ فاذا ٱزث ٱيفغ ٱع أدع ث١ ٱر وة ۥث١ه عد ۥوأ ١ د

“Dan tidaklah sama kebaikan dan kejahatan. Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, maka tiba-tiba orang yang

antaramu dan antara dia ada permusuhan seolah-olah telah menjadi teman yang sangat setia”

31. QS. Al-Mumtahanah/ 60: 1

ب أ٠ ٠ ا ل رزخرا ٱر٠ كمءا يوعدو ث عدو ئ١ م ١بء ر ح أ ي

ٱ ب جبءو لد وفسا ث ذك ٱ ظي ٠خسج ا ث ٱس أ رإ ئ٠بو ٱلل زثى

خ ئ وز ج سجز ث ٱثزغبء دا ف ظج١ ئ١ رعس سظبر ح ي اء ٱ ظ فمد ظ ى ٠فؼ ب أػز ب أخف١ز ث أب أػ ج١ ٱع

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil musuh-Ku dan musuhmu menjadi teman-teman setia yang kamu

sampaikan kepada mereka (berita-berita Muhammad), karena rasa kasih sayang; padahal sesungguhnya mereka telah ingkar

kepada kebenaran yang datang kepadamu, mereka mengusir Rasul dan (mengusir) kamu karena kamu beriman kepada Allah,

Tuhanmu. Jika kamu benar-benar keluar untuk berjihad di jalan-Ku dan mencari keridhaan-Ku (janganlah kamu berbuat

demikian). Kamu memberitahukan secara rahasia (berita-berita Muhammad) kepada mereka, karena rasa kasih sayang. Aku lebih

mengetahui apa yang kamu sembunyikan dan apa yang kamu nyatakan. Dan barangsiapa di antara kamu yang melakukannya,

maka sesungguhnya dia telah tersesat dari jalan yang lurus”

32. QS. Al-Mumtahanah/ 60: 2

Page 160: SEMIOTIKA ‘ADUWW SESAMA MANUSIA DALAM AL-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40396/1/DEWI APRILIA... · UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

145

ئ ٠ىا ى عز ث أعداء ٠ثمفو أ أ٠د٠ ا ئ١ى ٠جعط ء ٱع رىفس ا ي

“Jika mereka menangkap kamu, niscaya mereka bertindak sebagai musuh bagimu dan melepaskan tangan dan lidah mereka

kepadamu dengan menyakiti(mu); dan mereka ingin supaya kamu (kembali) kafir”

33. QS. Al-Mumtahanah/ 60: 4

لد ١ ئثس ح دعخ ف أظ وبذ ى ؼ ٱر٠ ۥ ي ب رؼجد ى ؤا ئب ثسء ئذ لبا م ٱلل ث١ى ثدا ث١ب وةوفسب ثى جغعبء ٱلعد ٱ

ا ث أثدا رإ دز دد ٱلل ۥ ه ه ب أ ه لظزغفس لث١ ١ ي ئثس ئل ل ٱلل ب ػ١ه ر ث ء ز ش ئ١ه ئ١ه أجب ب ص١س و ٱ

“Sesungguhnya telah ada suri tauladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengan dia; ketika

mereka berkata kepada kaum mereka: "Sesungguhnya kami berlepas diri daripada kamu dari daripada apa yang kamu sembah

selain Allah, kami ingkari (kekafiran)mu dan telah nyata antara kami dan kamu permusuhan dan kebencian buat selama-lamanya

sampai kamu beriman kepada Allah saja. Kecuali perkataan Ibrahim kepada bapaknya: "Sesungguhnya aku akan memohonkan

ampunan bagi kamu dan aku tiada dapat menolak sesuatupun dari kamu (siksaan) Allah". (Ibrahim berkata): "Ya Tuhan kami

hanya kepada Engkaulah kami bertawakkal dan hanya kepada Engkaulah kami bertaubat dan hanya kepada Engkaulah kami

kembali"

34. QS. Al-Mumtahanah/ 60: 7

۞ػع ٱلل ث١ ث١ى أ ٠جؼ عاديتم ٱر٠ ح ي ٱلل لد٠س ٱلل د١ ٧غفز ز

“Mudah-mudahan Allah menimbulkan kasih sayang antaramu dengan orang-orang yang kamu musuhi di antara mereka. Dan

Allah adalah Maha Kuasa. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”

35. QS. Al-Taghâbun/ 64: 14

ب أ٠ ٠ ٱر٠ دو أ جى أش ا ئ اءا ف عدو ى ٱدرز رغفسا فا رصفذا ئ رؼفا ٱلل د١ غفز ز“Hai orang-orang mukmin, sesungguhnya di antara isteri-isterimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu maka

berhati-hatilah kamu terhadap mereka dan jika kamu memaafkan dan tidak memarahi serta mengampuni (mereka) maka

sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”

36. QS. Az-Zukhrûf/ 43: 67

ء جؼط ٱلخل ئر ثؼع ئل عدو ٠ زم١ ٧ ٱ“Teman-teman akrab pada hari itu sebagiannya menjadi musuh bagi sebagian yang lain kecuali orang-orang yang bertakwa”

37. QS. Al-Munâfiqûn/ 63: 4

Page 161: SEMIOTIKA ‘ADUWW SESAMA MANUSIA DALAM AL-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40396/1/DEWI APRILIA... · UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

146

٠ذ عدح خشت وأ غ م ئ ٠ما رع رؼججه أجعب ئذا زأ٠ز ص١ ۞ و عج ف ٱلعدو ذخ ػ١ ٱدرز ز ل ٱلل ٠إفى أ

“Dan apabila kamu melihat mereka, tubuh-tubuh mereka menjadikan kamu kagum. Dan jika mereka berkata kamu mendengarkan

perkataan mereka. Mereka adalah seakan-akan kayu yang tersandar. Mereka mengira bahwa tiap-tiap teriakan yang keras

ditujukan kepada mereka. Mereka itulah musuh (yang sebenarnya) maka waspadalah terhadap mereka; semoga Allah

membinasakan mereka. Bagaimanakah mereka sampai dipalingkan (dari kebenaran)”

38. QS. Al-Mujâdalah/ 58: 8

رس ئ أ ٱر٠ ا ػ ث ٱج ج٠ز ب ا ػ ٠ؼي ث ث نو ٱل ؼص١ذ ٱلعدو ظي ٱس ٠ذ١ه ث ب ن ث ئذا جبءن د١ ٱلل

أفع ف ٠م ثب ل ٠ؼر ج ٱلل ب مي دعج ب فجئط ث ٠ص ص١س ٢ ٱ

“Apakah tidak kamu perhatikan orang-orang yang telah dilarang mengadakan pembicaraan rahasia, kemudian mereka kembali

(mengerjakan) larangan itu dan mereka mengadakan pembicaraan rahasia untuk berbuat dosa, permusuhan dan durhaka kepada

Rasul. Dan apabila mereka datang kepadamu, mereka mengucapkan salam kepadamu dengan memberi salam yang bukan sebagai

yang ditentukan Allah untukmu. Dan mereka mengatakan kepada diri mereka sendiri: "Mengapa Allah tidak menyiksa kita

disebabkan apa yang kita katakan itu?" Cukuplah bagi mereka Jahannam yang akan mereka masuki. Dan neraka itu adalah

seburuk-buruk tempat kembali.”

39. QS. Al-Mujâdalah/ 58:9

ب أ٠ ٠ ا ث ٱر٠ ج فل رز ج١ز ا ئذا ر ءا ث نو ٱل ؼص١ذ ٱلعدو ظي ا ث ٱس ج

ر جس ٱ ٱرما ٱزم ٱلل ٱر رذشس ٩ئ١“Hai orang-orang beriman, apabila kamu mengadakan pembicaraan rahasia, janganlah kamu membicarakan tentang membuat

dosa, permusuhan dan berbuat durhaka kepada Rasul. Dan bicarakanlah tentang membuat kebajikan dan takwa. Dan

bertakwalah kepada Allah yang kepada-Nya kamu akan dikembalikan”

40. QS. Al-Qalam/ 68: 12

خ١س بع معتد أث١“Yang banyak menghalangi perbuatan baik, yang melampaui batas lagi banyak dosa.”

Page 162: SEMIOTIKA ‘ADUWW SESAMA MANUSIA DALAM AL-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40396/1/DEWI APRILIA... · UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

147

LAMPIRAN KETIGA

AGENSI ՛ ADUWW: SETAN

NO. NAMA SURAT DAN REDAKSI AYAT

1. QS. Al-Baqarah/ 2: 168

ب أ٠ ب ف ٱبط ٠ ض وا سأ ث ٱلأ ل تتبعا خط ب لا ط١با ح

ط ١أ ٱش أ ۥإ عدو ى ب١ ١ “Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti

langkah-langkah syaitan; karena sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu”

2. QS. Al-Baqarah/ 2: 208

ب أ٠ ٠ ا ٱز٠ خا ءا ف ٱدأ أ ث ٱغ ل تتبعا خط وبفتا ط ١أ ٱش أ ۥإ عدو ى ب١ ١

“Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah

syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu”

3. QS. Al-Mâ’idah/ 5: 91

ب ٠ش٠ذ إ ط ١أ ٱش ى وةأ ٠لع ب١أ ضبء ٱلعد بغأ أ ش ف ٱ أ خ أ غش ٱ ١أ أ ش ٱ أ ع روأ و ٠صذ ٱلل ع ة ٱص ت أ أت ١ف

“Sesungguhnya syaitan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran

(meminum) khamar dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan sembahyang; maka berhentilah kamu

(dari mengerjakan pekerjaan itu)”

4. QS. Al-An’âm/ 6: 142

ع أ ٱلأ ب سصلى ب وا شا فشأ تا ح ث ٱلل ل تتبعا خط ط ١أ ٱش أ ۥإ عدو ى ب١

“Dan di antara hewan ternak itu ada yang dijadikan untuk pengangkutan dan ada yang untuk disembelih. Makanlah dari

rezeki yang telah diberikan Allah kepadamu, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya

syaitan itu musuh yang nyata bagimu”

5. QS. Al-A’râf/ 7: 22

ب ب رالب فذى جشة بغشس ف سق ٱش ب ع١أ صفب طفمب ٠خأ ب ت ء أ ب ع جت بذثأ أ ب ٱ ىأ ب ع ت ى أ أ أ ب أ ب سب بدى أل ٱشجشة

ب إ ى ط ١أ ٱش عدو بى ب١

Page 163: SEMIOTIKA ‘ADUWW SESAMA MANUSIA DALAM AL-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40396/1/DEWI APRILIA... · UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

148

“maka syaitan membujuk keduanya (untuk memakan buah itu) dengan tipu daya. Tatkala keduanya telah merasai buah

kayu itu, nampaklah bagi keduanya aurat-auratnya, dan mulailah keduanya menutupinya dengan daun-daun surga.

Kemudian Tuhan mereka menyeru mereka: "Bukankah Aku telah melarang kamu berdua dari pohon kayu itu dan Aku

katakan kepadamu: "Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagi kamu berdua?”

6. QS. Al-A’râf/ 7: 24

بطا لبي أ ط ٱ أ بعأ ضى أ ف عدو بعأ ى ض سأ ٱلأ ح١ ع إت تمش غأ

“Allah berfirman: "Turunlah kamu sekalian, sebahagian kamu menjadi musuh bagi sebahagian yang lain. Dan kamu

mempunyai tempat kediaman dan kesenangan (tempat mencari kehidupan) di muka bumi sampai waktu yang telah

ditentukan"

7. QS. Al-Kahfî/ 18: 50

إرأ ئىت أ ب أ جذا ل ٱعأ ١ظ وب إبأ ا إل فغجذ لد ج أ ٱ ش سب أ أ أ ٠ت ۥأفتتخز ۦ ففغك ع رس أ ۥ أ ى د ١بء أ أ ظ عدو بئأ

بذلا ١ ظ

“Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat: "Sujudlah kamu kepada Adam, maka sujudlah mereka

kecuali Iblis. Dia adalah dari golongan jin, maka ia mendurhakai perintah Tuhannya. Patutkah kamu mengambil dia dan

turanan-turunannya sebagai pemimpin selain daripada-Ku, sedang mereka adalah musuhmu? Amat buruklah iblis itu

sebagai pengganti (dari Allah) bagi orang-orang yang zalim”

8. QS. Al-Ṯâhâ/ 20: 117

ب أ زا فم إ ـ بد عدو ٠ ب شجى جه فل ٠خأ أ ض جت ه أ ٱ م ١فتشأ

“Maka Kami berkata: "Hai Adam, sesungguhnya ini (iblis) adalah musuh bagimu dan bagi isterimu, maka sekali-kali

janganlah sampai ia mengeluarkan kamu berdua dari surga, yang menyebabkan kamu menjadi celaka”

9. QS. al-Fâṯir/ 35: 6

إ ط ١أ ف ٱش أ عذ ا ٱتخز ى ب عدو عا حضأ ب ٠ذأ ب ۥإ ح أ أصأ ٱغع١ش ١ىا “Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh bagimu, maka anggaplah ia musuh(mu), karena sesungguhnya syaitan-syaitan itu

hanya mengajak golongannya supaya mereka menjadi penghuni neraka yang menyala-nyal”

10. QS. Yâsîn/ 36: 60

Page 164: SEMIOTIKA ‘ADUWW SESAMA MANUSIA DALAM AL-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40396/1/DEWI APRILIA... · UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

149

بذا أ ل تعأ ءاد ب أ ٠ ى ذأ إ١أ أ أعأ ۞أ ط ١أ ٱش أ ۥإ عدو ى ب١ “Bukankah Aku telah memerintahkan kepadamu hai Bani Adam supaya kamu tidak menyembah syaitan? Sesungguhnya

syaitan itu adalah musuh yang nyata bagi kamu"

11. QS. Al-Zukhrûf/ 43: 62

ل ى ٠صذ ط ١أ ٱش أ ۥإ عدو ى ب١ “Dan janganlah kamu sekali-kali dipalingkan oleh syaitan; sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu”

12. QS. Al-Isrâ’/ 17: 53

ل ٱتعببد ٠ما إ غ أحأ ط ١أ ٱش أ إ ٠ضغ ب١أ ط ١أ ٱش غ لأ اوب ب عدو ا ب١

“Dan katakanlah kepada hamha-hamba-Ku: "Hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang lebih baik (benar).

Sesungguhnya syaitan itu menimbulkan perselisihan di antara mereka. Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata

bagi manusia”

13. QS. Yûsuf/ 12: 5

لبي إذا ته ف١ى١ذا ه و١أ إخأ ٠بن ع صصأ سءأ ل تمأ ب ٠ ط ١أ ٱش غ عدو لأ ب١

“Ayahnya berkata: "Hai anakku, janganlah kamu ceritakan mimpimu itu kepada saudara-saudaramu, maka mereka

membuat makar (untuk membinasakan)mu. Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagi manusia"

14. QS. Al-Ṯâhâ/ 20: 123

بطب لبي أ ط ٱ أ بعأ ضى ب بعأ ١ع ب ج أ عدو ف ذا ت١ى ب ٠أأ ٱتبع فإ م ل ٠شأ فل ٠ض ذا

“Allah berfirman: "Turunlah kamu berdua dari surga bersama-sama, sebagian kamu menjadi musuh bagi sebagian yang

lain. Maka jika datang kepadamu petunjuk daripada-Ku, lalu barangsiapa yang mengikut petunjuk-Ku, ia tidak akan sesat

dan tidak akan celaka”

15. QS. Al-Ṯâhâ/ 20: 117

ب أ زا فم إ ـ بد لك٠ عدو ب شجى جه فل ٠خأ أ ض جت أ ٱ م ١فتشأ

“Maka Kami berkata: "Hai Adam, sesungguhnya ini (iblis) adalah musuh bagimu dan bagi isterimu, maka sekali-kali

janganlah sampai ia mengeluarkan kamu berdua dari surga, yang menyebabkan kamu menjadi celaka”

Page 165: SEMIOTIKA ‘ADUWW SESAMA MANUSIA DALAM AL-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40396/1/DEWI APRILIA... · UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

150

LAMPIRAN KEEMPAT

AGENSI ՛ ADUWW: HEWAN, WAKTU DAN TEMPAT

NO. NAMA SURAT DAN REDAKSI AYAT

1. QS. Al-Âdiyâṯ/ 100:1

ت دي ١ضبحا وٱلع“Demi kuda perang yang berlari kencang dengan terengah-engah”

2. QS. Al-Qasas/ 28: 28

نك بيىي وبيىك أيما قال نقضيت فل ٱلجهيه ذ عهي و عدو ما وقىل وكيم ٱلل ٨٢عه“Dia (Musa) berkata: "Itulah (perjanjian) antara aku dan kamu. Mana saja dari kedua waktu yang ditentukan itu aku

sempurnakan, maka tidak ada tuntutan tambahan atas diriku (lagi). Dan Allah adalah saksi atas apa yang kita ucapkan"

3. QS. Al-Anfâl/ 8: 42

ويا ٱنعدوة أوتم ب إذ كب و ٱنقصىي ٱلعدوةبوهم ٱند د في ختهفتم أسفم مىكم ونى تىاعدتم ل ٱنر كه نيقضي ٱنميع ون أمرا كان مفعىل نيههك مه ههك ٱلل

مه حي عه بيىت وإن عه بيىت ويحي ٢٨نسميع عهيم ٱلل“(Yaitu di hari) ketika kamu berada di pinggir lembah yang dekat dan mereka berada di pinggir lembah yang jauh sedang

kafilah itu berada di bawah kamu. Sekiranya kamu mengadakan persetujuan (untuk menentukan hari pertempuran), pastilah

kamu tidak sependapat dalam menentukan hari pertempuran itu, akan tetapi (Allah mempertemukan dua pasukan itu) agar Dia

melakukan suatu urusan yang mesti dilaksanakan, yaitu agar orang yang binasa itu binasanya dengan keterangan yang nyata

dan agar orang yang hidup itu hidupnya dengan keterangan yang nyata (pula). Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi

Maha Mengetahui”