1
AMAHL S AZWAR K EHADIRAN Badan Kehormat- an (BK) di DPR pada dasarnya mengemban amanah yang mulia untuk menjaga kewibawaan DPR. Seba- gaimana yang tercantum dalam Tata Bera- cara Pelaksanaan Tugas dan Wewenang BK DPR, salah satu alat kelengkapan parlemen itu bertugas menyelidiki dan memverikasi pengaduan atas peristiwa yang diduga di- lakukan anggota DPR dan terindikasi sebagai pelanggaran. Dalam kondisi apa pelanggaran itu terjadi? Pertama, jika anggota DPR tidak dapat me- laksanakan tugas secara berkelanjutan atau berhalangan tetap sebagai anggota dewan. Kedua, jika anggota DPR tidak lagi me- menuhi syarat-syarat calon anggota seba- gaimana dimaksud dalam Undang-Undang Pemilihan Umum. Ketiga, manakala anggota DPR melang- gar sumpah/janji, kode etik, dan/atau tidak melaksanakan kewajiban sebagai anggota, atau melanggar peraturan larangan rangkap jabatan. Namun, peneliti Divisi Korupsi Politik Indonesia Corruption Watch (ICW) Abdul- lah Dahlan menyayangkan keberadaan BK DPR saat ini yang hanya menjadi simbol penjaga moral DPR. BK hanya bisa menum- puk berkas laporan, tanpa satu pun yang ditindaklanjuti. “Secara kelembagaan ada, tetapi nggak ada yang dihasilkan. Ini simbol saja jadinya. Ba- nyak laporan yang masuk sejak awal lembaga dibentuk akhir 2009 sampai sekarang belum ada yang ditegakkan BK,” ucap Abdullah. Padahal, sambungnya, hadirnya BK sebe- tulnya memberi secercah harapan kepada publik sehingga para anggota DPR yang saat ini menempati kursi mereka di Senayan bisa diteladani rakyat di 33 provinsi. Tetapi, kenyataannya keberadaan BK DPR menjadi sia-sia. “Negara sudah menggaji mereka (BK) untuk sesuatu yang tidak efektif,” ujarnya. Ia juga mengkritik pengawasan model BK ini seperti jeruk makan jeruk alias pemain mengawasi pemain. Inilah yang membuat kinerja BK lamban dan independensinya diragukan. “Tidak ada yang sungguh-sungguh jadi wasit independen. Seperti jeruk makan jeruk saja jadinya. Unsur BK harus ada dari pihak dari luar,” sahutnya saat dihubungi Media Indonesia di Jakarta, pekan lalu. Kuncinya di partai Pakar politik UI Iberamsjah menyatakan urusan jaga-menjaga wibawa di parlemen se- benarnya tidak bisa ditimpakan seluruhnya di pundak BK. Ketidaktegasan partai politik da- lam membina kader-kader mereka yang diutus di parlemen adalah akar masalah utama. Kunci penjagaan etika dan kehormatan anggota dewan terletak pada ketua atau ketua dewan pembina partai politik. Tanpa itu, im- buhnya, tidak akan ada gunanya mengandal- kan BK sebagai penjaga gawang kehormatan anggota parlemen. “PKS yang katanya par- tai bermoral sama saja, tidak bisa diharap. Demokrat dan Golkar juga sama.” Akan tetapi, kata Iberamsjah, ada- lah sulit berharap muncul sebuah kesadaran dari partai politik yang ada untuk menjaga etika dan kehormatan mereka sendiri. Sebab, semua partai politik nyatanya akan saling melindungi. Di mata pakar politik UGM Ari Dwipaya- na, performa BK merupakan representasi keseriusan partai politik menjaga wibawa DPR. Sebab, pimpinan dan anggota BK DPR ditunjuk dari perwakilan fraksi-fraksi par- tai politik. Oleh karena itu, ia menyatakan, sebelum BK DPR menjalankan kode etiknya secara sungguh-sungguh, perlu ditegakkan dulu komitmen di internal partai. Wakil Sekjen Partai Demokrat Saan Musto- fa mengakui tugas yang diemban BK rawan kepentingan politis. Bahkan, bukan tidak mungkin ada pimpinan dari partai politik yang memengaruhi kinerja BK. Meskipun didera konik berkepanjangan, Wakil Ketua BK DPR Abdul Wahab Da- limunthe mengatakan, pihaknya tetap ber- usaha maksimal dalam mengemban tugas. Meskipun, diakuinya, ada aroma politik yang mengikuti kerja BK. “Kita tetap ada rapat intern, sidang memi- lah apa (laporan) yang bisa ditindaklanjuti, apa yang tidak bisa,” kata anggota Komisi II DPR itu, seusai menghadiri Rapat Paripurna DPR, Jumat (20/5). Apalagi, lanjutnya, Fraksi PDIP telah men- cabut perintah nonaktif dua perwakilannya di BK DPR, yakni anggota Komisi IV DPR Muhammad Prakosa dan anggota Komisi X DPR Sri Rahayu. Abdul mengungkapkan, Sri Rahayu telah digantikan posisinya oleh M Nurdin, yang sudah mulai terlibat dalam rapat yang digelar BK. “Sekarang ini sudah masuk. M Prakosa sudah masuk lagi, terus ada M Nurdin (pengganti Sri Rahayu). Menurut Nurdin, Prakosa akan bergabung paling tidak akhir bulan ini,” katanya. (*/P-3) [email protected] Jeruk Makan Jeruk di Badan Kehormatan DPR Menjaga moral anggota dewan bukan hanya urusan Badan Kehormatan DPR. Perlu banyak mata untuk mengawasi 560 wakil rakyat kita di sana. SENIN, 23 MEI 2011 28 F OKUS P “K APAN, Mas kita ke Badan Kehormatan (BK) DPR?” Pertanyaan itu dilontarkan oleh Yusuf Supendi, pendiri Partai Keadilan (PK)--cikal bakal Partai Keadilan Sejahtera (PKS)--kepada pengacaranya, Ahmad Rivai. Sudah berbulan-bulan, ia menunggu laporannya direspons oleh BK. Makanya, Yusuf tak sabar ingin segera merespons permintaan BK untuk menggenapkan sejumlah bukti terkait dengan aduannya ke salah satu alat kelengkapan DPR itu. “BK mengirimkan permintaan secara tertulis. Kami sedang menyiapkan bukti yang diminta untuk disampaikan langsung,” tutur Rivai kepada Media Indonesia, pekan lalu. Yusuf sudah dua kali mengadu ke BK. Aduan pertama disodorkan kepada BK pada 2 Agustus 2010. Saat itu laporannya menyasar LuthHasan Ishaaq, Presiden PKS. Aduan itu baru mendapat respons pada 17 Maret 2011, enam bulan sesudahnya. Laporan kedua Yusuf dialamatkan untuk Nasir Djamil, anggota Komisi III DPR dari Fraksi PKS. Pernyataan Nasir yang menyebut Yusuf sakit jiwa dinilai sebagai tnah. Aduan tersebut dimasukkan pada saat berakhirnya masa sidang DPR, April lalu. Bertepatan dengan kehebohan anggota Komisi V DPR Arinto, kader PKS yang membuka konten porno saat sidang paripurna. Namun, pada akhirnya, Yusuf mengaku tidak menyimpan harapan terlalu besar bahwa BK akan menindaklanjuti laporannya. “Saya pribadi tidak terlalu berharap. Kalau ditindaklanjuti saya bersyukur, kalau tidak ditindaklanjuti, alhamdulillah. Nggak juga nggak apa-apa, saya lama di sana (DPR) jadi mengertilah,” kata mantan anggota DPR 2004-2009 dari Fraksi PKS itu santai. Penantian yang sama juga dikemukakan oleh Ray Rangkuti, Direktur Eksekutif Lingkar Madani untuk Indonesia (Lima). Ray pernah mengadukan sembilan kealpaan Ketua DPR Marzuki Alie. Aduan itu tercatat pada Juni 2010. Hingga kini, aduan itu pun tidak jelas nasibnya. Nggak ada diproses, saya juga bingung. Kata mereka untuk kasus Marzuki menunggu tata beracara yang baru. Sekarang sudah ditetapkan. Tapi, saya belum dengar lagi kelanjutannya,” ungkap Ray. Setop menumpuk Ia mengatakan pengaduan itu merupakan salah satu hak warga negara untuk menyuarakan kebenaran meskipun kepincangan BK DPR sudah terlihat begitu terang benderang. “Namun, karena tidak ada mekanisme yang tepat lagi untuk mengadukan anggota DPR. Ini bagian dari kita menguji badan- badan di DPR. Yang penting jangan sampai kita dituduh membuat pernyataan tidak sesuai fakta,” paparnya. Aduan Ray yang lain ialah soal pelesiran sejumlah anggota BK ke Yunani dan Mesir untuk menggodok kode etik. Agar laporan pengaduan ke BK tidak semakin menumpuk, menurut Ray, kecanggihan teknologi informasi (TI) merupakan jawabannya. Ia berharap informasi tentang pengaduan dan bagaimana putusannya bisa dilihat secara real time melalui situs www.dpr.go.id. Seperti yang sudah diterapkan Mahkamah Konstitusi dan Mahkamah Agung. “Mestinya ada datanya. Berapa pengaduan yang masuk dan diproses. Kita tidak mau terus kasak-kusuk bertanya,” tuturnya. Slamet Effendi Yusuf, mantan Ketua BK periode 2004-2009, berharap agar BK tidak lagi memutuskan aduan secara politis jika tidak ingin BK makin kehilangan muka. “Diharapkan BK itu kompak, dengan menjadikan etika sebagai satu-satunya pertimbangan. Jadi bukan pertimbangan politis,” kata politisi Golkar ini. (Nurulia Juwita Sari/P-3) Saya Lama di Sana, Jadi Mengertilah...

SENIN, 23 MEI 2011 Jeruk Makan Jeruk - ftp.unpad.ac.id · Ketidaktegasan partai politik da- ... Slamet Effendi Yusuf, mantan Ketua BK periode 2004-2009, berharap agar BK tidak lagi

  • Upload
    doanh

  • View
    216

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: SENIN, 23 MEI 2011 Jeruk Makan Jeruk - ftp.unpad.ac.id · Ketidaktegasan partai politik da- ... Slamet Effendi Yusuf, mantan Ketua BK periode 2004-2009, berharap agar BK tidak lagi

AMAHL S AZWAR

KE H A D I R A N Badan Kehormat -an (BK) di DPR pada dasarnya mengemban amanah yang mulia

untuk menjaga kewibawaan DPR. Seba-gaimana yang tercantum dalam Tata Bera-cara Pelaksanaan Tugas dan Wewenang BK DPR, salah satu alat kelengkapan parlemen itu bertugas menyelidiki dan memverifi kasi pengaduan atas peristiwa yang diduga di-lakukan anggota DPR dan terindikasi sebagai pelanggaran.

Dalam kondisi apa pelanggaran itu terjadi? Pertama, jika anggota DPR tidak dapat me-laksanakan tugas secara berkelanjutan atau berhalangan tetap sebagai anggota dewan.

Kedua, jika anggota DPR tidak lagi me-menuhi syarat-syarat calon anggota seba-gaimana dimaksud dalam Undang-Undang Pemilihan Umum.

Ketiga, manakala anggota DPR melang-gar sumpah/janji, kode etik, dan/atau tidak melaksanakan kewajiban sebagai anggota, atau melanggar peraturan larangan rangkap jabatan.

Namun, peneliti Divisi Korupsi Politik Indonesia Corruption Watch (ICW) Abdul-lah Dahlan menyayangkan keberadaan BK DPR saat ini yang hanya menjadi simbol penjaga moral DPR. BK hanya bisa menum-puk berkas laporan, tanpa satu pun yang ditindaklanjuti.

“Secara kelembagaan ada, tetapi nggak ada yang dihasilkan. Ini simbol saja jadinya. Ba-nyak laporan yang masuk sejak awal lembaga dibentuk akhir 2009 sampai sekarang belum ada yang ditegakkan BK,” ucap Abdullah.

Padahal, sambungnya, hadirnya BK sebe-tulnya memberi secercah harapan kepada publik sehingga para anggota DPR yang saat ini menempati kursi mereka di Senayan bisa diteladani rakyat di 33 provinsi. Tetapi, kenyataannya keberadaan BK DPR menjadi sia-sia. “Negara sudah menggaji mereka (BK) untuk sesuatu yang tidak efektif,” ujarnya.

Ia juga mengkritik pengawasan model BK

ini seperti jeruk makan jeruk alias pemain mengawasi pemain. Inilah yang membuat kinerja BK lamban dan independensinya diragukan.

“Tidak ada yang sungguh-sungguh jadi wasit independen. Seperti jeruk makan jeruk saja jadinya. Unsur BK harus ada dari pihak dari luar,” sahutnya saat dihubungi Media

Indonesia di Jakarta, pekan lalu.

Kuncinya di partaiPakar politik UI Iberamsjah menyatakan

urusan jaga-menjaga wibawa di parlemen se-benarnya tidak bisa ditimpakan seluruhnya di pundak BK. Ketidaktegasan partai politik da-lam membina kader-kader mereka yang diutus

di parlemen adalah akar masalah utama.Kunci penjagaan etika dan kehormatan

anggota dewan terletak pada ketua atau ke tua dewan pembina partai politik. Tanpa itu, im-buhnya, tidak akan ada gunanya mengandal-kan BK sebagai penjaga gawang kehormat an anggota parlemen. “PKS yang katanya par-tai bermoral sama saja, tidak bisa diharap.

D e m o k r a t dan Golkar juga sama.”

Akan tetapi, kata Iberamsjah, ada-lah sulit berharap muncul sebuah kesadaran dari partai politik yang ada untuk menjaga etika dan kehormatan mereka sendiri. Sebab, semua partai politik nyatanya akan saling melindungi.

Di mata pakar politik UGM Ari Dwipaya-na, performa BK merupakan representasi keseriusan partai politik menjaga wibawa DPR. Sebab, pimpinan dan anggota BK DPR ditunjuk dari perwakilan fraksi-fraksi par-tai politik. Oleh karena itu, ia menyatakan, sebelum BK DPR menjalankan kode etiknya secara sungguh-sungguh, perlu ditegakkan dulu komitmen di internal partai.

Wakil Sekjen Partai Demokrat Saan Musto-fa mengakui tugas yang diemban BK rawan kepentingan politis. Bahkan, bukan tidak mungkin ada pimpinan dari partai politik yang memengaruhi kinerja BK.

Meskipun didera konfl ik berkepanjangan, Wakil Ketua BK DPR Abdul Wahab Da-limunthe mengatakan, pihaknya tetap ber-usaha maksimal dalam mengemban tugas. Meskipun, diakuinya, ada aroma politik yang mengikuti kerja BK.

“Kita tetap ada rapat intern, sidang memi-lah apa (laporan) yang bisa ditindaklanjuti, apa yang tidak bisa,” kata anggota Komisi II DPR itu, seusai menghadiri Rapat Paripurna DPR, Jumat (20/5).

Apalagi, lanjutnya, Fraksi PDIP telah men-cabut perintah nonaktif dua perwakilannya di BK DPR, yakni anggota Komisi IV DPR Muhammad Prakosa dan anggota Komisi X DPR Sri Rahayu. Abdul mengungkapkan, Sri Rahayu telah digantikan posisinya oleh M Nurdin, yang sudah mulai terlibat dalam rapat yang digelar BK. “Sekarang ini sudah masuk. M Prakosa sudah masuk lagi, terus ada M Nurdin (pengganti Sri Rahayu). Menurut Nurdin, Prakosa akan bergabung paling tidak akhir bulan ini,” katanya. (*/P-3)

[email protected]

Jeruk Makan Jerukdi Badan Kehormatan DPR

Menjaga moral anggota dewan bukan hanya urusan Badan Kehormatan DPR. Perlu banyak mata untuk mengawasi 560 wakil rakyat kita di sana.

SENIN, 23 MEI 201128 FOKUS P

“KAPAN, Mas kita ke Badan Kehormatan (BK) DPR?” Pertanyaan itu dilontarkan

oleh Yusuf Supendi, pendiri Partai Keadilan (PK)--cikal bakal Partai Keadilan Sejahtera (PKS)--kepada pengacaranya, Ahmad Rivai.

Sudah berbulan-bulan, ia menunggu laporannya direspons oleh BK. Makanya, Yusuf tak sabar ingin segera merespons permintaan BK untuk menggenapkan sejumlah bukti terkait dengan aduannya ke salah satu alat kelengkapan DPR itu.

“BK mengirimkan permintaan secara tertulis. Kami sedang menyiapkan bukti yang diminta untuk disampaikan langsung,” tutur Rivai kepada Media Indonesia, pekan lalu.

Yusuf sudah dua kali mengadu ke BK.

Aduan pertama disodorkan kepada BK pada 2 Agustus 2010. Saat itu laporannya menyasar Luthfi Hasan Ishaaq, Presiden PKS. Aduan itu baru mendapat respons pada 17 Maret 2011, enam bulan sesudahnya.

Laporan kedua Yusuf dialamatkan untuk Nasir Djamil, anggota Komisi III DPR dari Fraksi PKS. Pernyataan Nasir yang menyebut Yusuf sakit jiwa dinilai sebagai fi tnah.

Aduan tersebut dimasukkan pada saat berakhirnya masa sidang DPR, April lalu. Bertepatan dengan kehebohan anggota Komisi V DPR Arifi nto, kader PKS yang membuka konten porno saat sidang paripurna.

Namun, pada akhirnya, Yusuf mengaku tidak menyimpan harapan terlalu

besar bahwa BK akan menindaklanjuti laporannya. “Saya pribadi tidak terlalu berharap. Kalau ditindaklanjuti saya bersyukur, kalau tidak ditindaklanjuti, alhamdulillah. Nggak juga nggak apa-apa, saya lama di sana (DPR) jadi mengertilah,” kata mantan anggota DPR 2004-2009 dari Fraksi PKS itu santai.

Penantian yang sama juga dikemukakan oleh Ray Rangkuti, Direktur Eksekutif Lingkar Madani untuk Indonesia (Lima). Ray pernah mengadukan sembilan kealpaan Ketua DPR Marzuki Alie. Aduan itu tercatat pada Juni 2010. Hingga kini, aduan itu pun tidak jelas nasibnya.

“Nggak ada diproses, saya juga bingung. Kata mereka untuk kasus Marzuki menunggu tata beracara yang baru. Sekarang sudah ditetapkan. Tapi, saya belum dengar

lagi kelanjutannya,” ungkap Ray.

Setop menumpukIa mengatakan pengaduan itu

merupakan salah satu hak warga negara untuk menyuarakan kebenaran meskipun kepincangan BK DPR sudah terlihat begitu terang benderang.

“Namun, karena tidak ada mekanisme yang tepat lagi untuk mengadukan anggota DPR. Ini bagian dari kita menguji badan-badan di DPR. Yang penting jangan sampai kita dituduh membuat pernyataan tidak sesuai fakta,” paparnya.

Aduan Ray yang lain ialah soal pelesiran sejumlah anggota BK ke Yunani dan Mesir untuk menggodok kode etik. Agar laporan pengaduan ke BK tidak semakin menumpuk, menurut Ray, kecanggihan

teknologi informasi (TI) merupakan jawabannya.

Ia berharap informasi tentang pengaduan dan bagaimana putusannya bisa dilihat secara real time melalui situs www.dpr.go.id. Seperti yang sudah diterapkan Mahkamah Konstitusi dan Mahkamah Agung. “Mestinya ada datanya. Berapa pengaduan yang masuk dan diproses. Kita tidak mau terus kasak-kusuk bertanya,” tuturnya.

Slamet Effendi Yusuf, mantan Ketua BK periode 2004-2009, berharap agar BK tidak lagi memutuskan aduan secara politis jika tidak ingin BK makin kehilangan muka.

“Diharapkan BK itu kompak, dengan menjadikan etika sebagai satu-satunya pertimbangan. Jadi bukan pertimbangan politis,” kata politisi Golkar ini. (Nurulia Juwita Sari/P-3)

Saya Lama di Sana, Jadi Mengertilah...