32
DISPNEU Dispneu berdasarkan etiologi 1. Kardiak dispneu a. IMA : serangan dispneu terjadi bersama2 dg nyeri dada yang hebat b. Fibrilasi atrium : dispneu muncul tiba2 2. Pneumonal dispneu a. Pneumothorax : dispneu tiba2 , dan tidak berkurang dg perubahan posisi b. Asma bronchial : terdapat wheezing (khas) c. COPD : dispneu berhubungan dengan latihan 3. Hematogenous : berhubungan dg asidosi, anemia, anoksia, berhubungan dengan latihan 4. Neurogenik a. Psikogenik : emosi b. Organic dispneu : kerusakan jaringan otak atau paralisis otot nafas Patofisiologi dispneu 1. Kekurangan O2 a. Penyebab kekurangan O2 i. Tekanan O2 inspirasi yang rendah : tempat yang tinggi, respirasi dg gas2 yang

sesak nafas hebat

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: sesak nafas hebat

DISPNEUDispneu berdasarkan etiologi

1. Kardiak dispneu

a. IMA : serangan dispneu terjadi bersama2 dg nyeri dada yang hebat

b. Fibrilasi atrium : dispneu muncul tiba2

2. Pneumonal dispneu

a. Pneumothorax : dispneu tiba2 , dan tidak berkurang dg perubahan posisi

b. Asma bronchial : terdapat wheezing (khas)

c. COPD : dispneu berhubungan dengan latihan

3. Hematogenous : berhubungan dg asidosi, anemia, anoksia, berhubungan dengan

latihan

4. Neurogenik

a. Psikogenik : emosi

b. Organic dispneu : kerusakan jaringan otak atau paralisis otot nafas

Patofisiologi dispneu

1. Kekurangan O2

a. Penyebab kekurangan O2

i. Tekanan O2 inspirasi yang rendah : tempat yang tinggi, respirasi

dg gas2 yang berbahaya, ruang dekompresi, bertambahnya vol

dead space

ii. Gangguan konduksi maupun difusi gas ke paru2

1. Obstruksi jal nafas :bronkospasme

2. Berkurangnya alveoli ventilasi : radang paru, edema

emfisema

3. Fungsi restriksi yang berkurang : pneumothorak, efusi

pleura, atrofi otot nafas, barrel chest

Page 2: sesak nafas hebat

4. Penekanan pada pusat respirasi

iii. Gangguan pertukaran gas dan hipovenntilasi

1. Gangguan neuronuskuler

a. Gangguan pada pusat respirasi : pengaruh sedative

b. Gangguan pada medspin : SGB

c. Gangguan pada saraf frenikus : poliomyelitis

d. Gangguan pada diafragma : tetanus

e. Gangguan pada rongga dada : kifoskoliosis

2. Gangguan obstruksi jal nafas

a. Atas : laryngitis

b. Bawah : asma bronchial

3. Gangguan pada parenkim paru : emfisema, pneumonia

4. Gangguan yg berhubungan dg sirkulasi O2 dalam darah :

ARDS, anemia

b. Pertukaran gas dalam paru2 Normal, tapi kadar O2 dlm paru berkurang

i. Kadar Hb berkurang

ii. Kadar Hb yang tinggi, tetapi mengikat gas yg afinitasnya lebih

tinggi missal CO

iii. Perubahan pd inti Hb , terbentuknya methemoglobin yg mpy inti

Fe +++

c. Stagnasi Dari alitran darah

i. Sentral : kelemhahan jantung

ii. Gangguan aliran dari perifer yg disebabkan oleh shock

iii. Local , vasokontriksi local

iv. Jaringan tdk dpt mengikat O2 pd intoksikasi sianida

2. Kelebihan CO2

Shuntinh pd COPD aliran kanan ke kiri

3. Hiperaktivasi reflex pernafasan

Reflex hering breur pulmonary stretch

Page 3: sesak nafas hebat

4. Emosi

5. Asidosis : ketoasidosis diabetik

6. Peningkatan kecepatan metabolism

Tanda dispneu

kuping hidung kembang kempis ( pada anak-anak kecil)

otot pernafasan pembantu turut berkontraksi

frekuensi pernafasan meningkat ( lebih dari 24/menit dalam keadaan

kesukaran bernafas yang berat )

tidal volume atau amplitudo pernafasan bertambah

( Buku ajar Ilmu penyakit dalam,jilid III )

DERAJAT DISPNEU

0. Normal : Tidak ada kesulitan bernafas kecuali dengan aktifitas yang berat

1. Ringan : Terdapat kesulitan bernafas, nafas pendek-pendek ketika

terburu-buru atau ketika berjalan menuju puncak landai

2. Sedang : Berjalan lebih lambat daripada kebanyakan orang berusia sama

karena sulit bernafas atau harus berhenti berjalan untuk bernafas

3. Berat : Berhenti berjalan setelah 90-100 meter untuk bernafas atau

setelah berjalan beberapa menit

4. Sangat berat : Terlalu sulit untuk bernafas bila meninggalkan rumah atau

sulit bernafas ketiak memakai baju atau membuka baju

(Buku Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Sylvia A. Price dkk, EGC :

Jakarta)

DD

Macam-macam penyakit yang memiliki gejala sesak nafas, yaitu :

Asma, Pneumonia, Atelektaksis, Emfisema, Bronkitis, Gagal jantung kongestif.

(Buku Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Sylvia A. Price dkk, EGC :

Jakarta)

Page 4: sesak nafas hebat

awitan akut: terjadi beberapa menit/ jam

pneumotoraks

asma bronkial

edema paru

pneumonia

inhalasi benda asing

hiperventilasi histeris

awitan subakut: terjadi beberapa hari/ minggu

efusi pleura

tuberkolosis paru

asma bronkial

karsinoma bronkogenik

awitan kronik : terjadi berbulan -bulan, menahun

bronkitis kronik

emfisema

sarkoidosis

tuberkolosis

pneumokoinosis

fibrosing alveolitis

proses tromboembolik

(Buku IPD FK UI, Jilid II)

SIANOSISSIANOSIS SENTRAL

Darah tidak tersaturasi oksigen

Derivat Hb yang abnormal seperti MetHb

SIANOSIS PERIFER

Page 5: sesak nafas hebat

Disebabkan

Vasokonstriksi pembuluh darah

Obstruksi arteri atau vena

Kelainan bersifat lokal pada daerah Obstruksi

Penyakit paru kronik sianosis sentral

Sering : - bronkitis kronik, asma +

Jarang : - bronkiektasis +

- kistik fibrosis +

- obstr. Jalan napas atas +

HIPOKSIA Sistem kardiovaskuler :

~ Takikardi

~ Bradikardia (bila otot jantung tidak mendapat O2 secara memadai dan

berlanjut)

~ Aritmia

~ Mula-mula hipertensi berlanjut hipotensi

Sistem pernapasan :

~ hiperventilasi

~ dispnea

Kulit : sianosis

q Dispnea

Dispnea atau sesak napas adalah perasaan sulit bernapas dan merupakan gejala utama

dari penyakit kardiopulmonar. Seorang yang mengalami dispnea sering mengeluh

Page 6: sesak nafas hebat

napasnya menjadi pendek atau merasa tercekik. Gejala objektif sesak napas termasuk

juga penggunaan obat-obat pernapasan tambahan (sternokleidomastoideus, scalenus,

trapezius, pectoralis mayor), pernapasan cuping hidung, tachypnea, dan hiperventilasi.

Sesak napas tidak selalu menunjukkan adanya penyakit; orang normal akan mengalami

hal yang sama setelah melakukan kegiatan fisik dalam tingkat-tingkat yang berbeda.

Pemeriksaan harus dapat membedakan sesak napas dari gejala dan tanda lain yag

mungkin memiliki perbedaan klinis mencolok. Takipnea adalah frekuensi pernapasan

yang cepat, lebih cepat dari pernapasan normal (12 hingga 20 kali per menit) yang dapat

muncul dengan atau tanpa dispnea. Hiperventilasi adalah ventilasi yang lebih besar

daripada jumlah yang dibutuhkan untuk mempertahankan pengeluaran karbon dioksida

(CO2) normal, hal ini dapat diidentifikasi dengan memantau tekanan parsial CO2 arteri,

atau tegangan (PaCO2), yaitu lebih rendah dari angka normal (40 mmHg). Dispnea sering

dikeluhkan pada sindrom hiperventilasi yang sebenarnya merupakan seseorang yang

sehat dengan stres emosional. Selanjutnya, gejala lelah yang berlebihan harus

dibedakan dari dispnea. Seseorang yang sehat mengalami lelah yang berlebihan setelah

melakukan kegiatan fisik dalam tingkat yang berbeda-beda, dan gejala ini juga dapat

dialami pada penyakit kardiovaskular, neuromuskular, dan penyakit lain selain paru.

Pada beberapa tahun belakangan ini, ketertarikan pada ilmu pengetahuan dalam

perhitungan dan mekanisme neurofisiologi meningkat dengan cepat. Namun, belum

tersedia keterangan tentang dispnea dengan segala keadaannya yang dapat diterima.

Sumber penyebab dispnea termasuk: (1) reseptor-reseptor mekanik pada otot-otot

pernapasan, paru, dan dinding dada; dalam teori tegangan-panjang, elemen-elemen

sensoris, gelondong otot pada khususnya, berperan penting dalam membandingkan

tegangan dalam otot dengan derajat elastisitasnya; dispnea terjadi bila tegangan yang

ada tidak cukup besar untuk satu panjang otot (volume napas tercapai); (2)

kemoreseptor untuk tegangan CO2 dan O2 (PCO2 dan PO2) (teori utang-oksigen); (3)

peningkatan kerja pernapasan yang mengakibatkan sangat meningkatnya rasa sesak

napas; dan (4) ketidakseimbangan antara kerja pernapasan denga kapasitas ventilasi.

Mekanisme tegangan-panjang yang tidak sesuai adalah teori yang paling banyak

Page 7: sesak nafas hebat

diterima karena teori tersebut menjelaskan paling banyak kasus klinis dispnea. Faktor

kunci yang tampaknya menjelaskan apakah dispnea terjadi pada tingkat ventilasi atau

usaha sesuai dengan derajat aktivitasnya. Namun, rangsangan, reseptor sensoris, dan

jaras saraf yang sesuai tidak dapat ditentukan dengan pasti.

Besarnya tenaga fisik yang dikeluarkan untuk menimbulkan dispnea bergantung pada

usia, jenis kelamin, ketinggian tempat, jenis latihan fisik, dan terlibatnya emosi dalam

melakukan kegiatan itu. Dispnea yang terjadi pada seseorang harus dikaitkan dengan

tingkat aktivitas minimal yang menyebabkan dispnea, untuk menentukan apakah

dispnea terjadi setelah aktivitas sedang atau berat, atau terjadi pada saat istirahat.

Tabel 37-2 berisi skala garis besar dispnea yang dikembangkan oleh American Thoracic

Society yang mungkin sesuai untuk penilaian klinis dispnea kronik. Selain itu, terdapat

beberapa variasi gejala umum dispnea. Ortopnea adalah napas pendek yang terjadi

pada posisi berbaring dan biasanya keadaan diperjelas dengan penambahan sejumlah

bantal atau penambahan elavasi sudut untuk mencegah perasaan tersebut. Penyebab

tersering ortopnea adalah gagal jantung kongestif akibat peningkatan volume darah di

vaskularisasi sentral pada posisi berbaring. Ortopnea juga merupakan gejala yang sering

muncul pada banyak gangguan pernapasan. Dispnea nokturna paroksismal menyatakan

timbulnya dispnea pada malam hari dan memerlukan posisi duduk dengan segera untuk

bernapas. Membedakan dispnea nokturna paroksismal dengan ortopnea adalah waktu

timbulnya gejala setelah beberapa jam dalam posisi tidur. Penyebabnya sama dengan

penyebab ortopnea yaitu gagal jantung kongestif, dan waktu timbulnya yang terlambat

itu karena mobilisasi cairan edema perifer dan penambahan volume intravaskular pusat.

Pasien dengan gejala utama dispnea biasanya memiliki satu dari keadaan ini yaitu: (1)

penyakit kardiovaskular, (2) emboli paru, (3) penyakit paru interstitial atau alveolar, (4)

gangguan dinding dada atau otot-otot, (5) penyakit obstruktif paru, atau (6) kecemasan.

Dispnea adalah gejala utama edema paru, gagal jantung kongestif, dan penyakit katup

jantung. Emboli paru ditandai oleh dispnea mendadak. Dispnea merupakan gejala paling

nyata pada penyakit yang menyerang percabangan trakeobronkial, parenkim paru, dan

rongga pleura. Dispnea biasanya dikaitkan dengan penyakit restriktif yaitu terdapat

Page 8: sesak nafas hebat

peningkatan kerja pernapasan akibat meningkatnya resistensi elastik paru (pneumonia,

atelektasis, kongesti) atau dinding dada (obesitas, kifoskoliosis) atau pada penyakit jalan

napas obstruktif dengan meningkatnya resistensi nonelastik bronkial (emifisema,

bronkitis, asma). Tetapi kalau beban kerja pernapasan meningkat secara kronik, maka

pasien yang bersangkutan dapat menyesuaikan diri dan tidak mengalami dispnea.

Dispnea juga dapat terjadi jika otot pernapasan lemah (contohnya, miastenia gravis),

lumpuh (contohnya, poliomielitis, sondrom Guillain-Barre), letih akibat meningkatnya

kerja pernapasan, atau otot pernapasan kurang mampu melakukan kerja mekanis

(contohnya, emfisema yang berat atau obesitas). Pada akhirnya, penderita sindrom

hiperventilasi akibat kecemasan atau stres emosional sering mengeluhkan dispnea. Pola

pernapasan pada kelompok ini seringkali aneh, dengan ketidakteraturan frekuensi

maupun tidal volume. Pada lain waktu, pola pernapasan menjadi hiperventilasi yang

menetap sehingga pasien mengeluh kesemutan pada ekstrimitasnya dan terdapat

perasaan melayang. Bila pola pernapasan abnormal hilang saat tidur, dicurigai terdapat

penyebab psikogenik.

q Sianosis

Sianosis adalah warna kebiru-biruan pada kulit dan selapur lendir yang terjadi akibat

peningkatan jumlah absolut Hb tereduksi (Hb yang tak berkaitan dengan O2). Sianosis

dapat tanda insufisiensi pernapasan, meskipun bukan merupakan tanda yang dapat

diandalkan. Ada dua jenis sianosis: sianosis sentral dan sianosis perifer. Sianosis sentral

disebabkan oleh insufisiensi oksigenasi Hb dalam paru, dan paling mudah diketahui

pada wajah, bibir, cuping telinga, serta bagian bawah lidah. Sianosis biasanya tak

diketahui sebelum jumlah absolut Hb tereduksi mencapai 5g per 100 ml atau lebih pada

seseorang dengan konsentrasi Hb yang normal (saturasi oksigen [SaO2] kurang dari

90%). Jumlah normal Hb tereduksi dalam jaringan kapiler adalah 2,5 g per 100 ml. Pada

orang dengan konsentrasi Hb yang normal, sianosis akan pertama kali terdeteksi pada

SaO2 kira-kira 75% dan PaO2 50 mmHg atau kurang. Penderita anemia (konsentrasi Hb

rendah) mungkin tak pernah mengalami sianosis walaupun mereka menderita hipoksia

jaringan yang berat karena jumlah absolut Hb tereduksi kemungkinan tidak dapat

Page 9: sesak nafas hebat

mencapai 5 g per 100 ml. Sebaliknya, orang yang menderita polisitemia (konsentrasi Hb

yang tinggi) dengan mudah mempunyai kadar Hb tereduksi 5 g per 100 ml walaupun

hanya mengalami hipoksia yang ringan sekali. Foktor-faktor lain yang menyulitkan

pengenalan sianosis adalah variasi ketebalan kulit, pigmentasi dan kondisi penerangan.

Selain sianosis yang disebabkan oleh insufisiensi pernapasan (sianosis sentral), akan

terjadi sianosis perifer bila aliran darah banyak berkurang sehingga sangat menurunkan

saurasi darah vena, dan akan menyebabkan suatu daerah menjadi biru. Sianosis perifer

dapat terjadi akibat insufisiensi jantung, sumbatan pada aliran darah, atau

vasokonstriksi pembuluh darah akibat suhu yang dingin.

Sejumlah kecil methemoglobin atau sulfhemoglobin dalam sirkulasi dapat menimbulkan

sianosis, walaupun jarang terjadi. Ada banyak hal yang mengakibatkan sianosis (dan

sianosis sulit dikenali) sehingga sianosis merupakan petunjuk insufisiensi paru yang tidak

dapat diandalkan.

q Hipoksemia dan Hipoksia

Istilah hipoksemia menyatakan nilai PaO2 yang rendah dan seringkali ada hubungannya

dengan hipoksia, atau oksigenasi jaringan yang tidak memadai. Hipoksemia tak selalu

disertasi dengan hipoksia jaringan. Seseorang masih dapat mempunyai oksigenasi

jaringan yang normal, tapi menderita hipoksemia; seperti juga seseorang masih dapat

memiliki PaO2 normal tetapi menderita hipoksia jaringan (karena gangguan pengiriman

oksigen dan penggunaan oksigen oleh sel-sel). Tetapi ada hubungan antara PaO2

dengan hipoksia jaringan, meskipun terdapat nilai PaO2 yang tepat pada jaringan yang

menggunakan O2. Kalau semua dianggap sama, makin cepat timbulnya hipoksemia,

semakin berat pula kelainan jaringan yang diderita. Pada umumnya nilai PaO2 yang

terus menerus kurang dari 50 mmHg disertai hipoksia jaringan dan asidosis (yang

disebabkan oleh metabolisme anaerobik). Hipoksia dapat terjadi pada nilai PaO2 normal

maupun rendah sehingga evaluasi pengukuran gas darah harus selalu dikaitkan dengan

pengamatan klinik dari pasien yang bersangkutan. Sianosis merupakan satu tanda yang

tidak dapat diandalkan karena SaO2 harus kurang dari 75% pada orang dengan kadar Hb

Page 10: sesak nafas hebat

normal sebelum tanda itu dapat diketahui.

q Hiperkapnia dan Hipokapnia

Seperti halnya ventilasi, yang dianggap memadai bila suplai O2 seimbang dengan

kebutuhan O2, pembuangan CO2 melalui paru baru dianggap memadai bila

pembuangannya seimbang dengan pembentukan CO2. CO2 mudah sekali mengalami

difusi sehingga tekanan CO2 dalam udara alveolus sama dengan tekanan CO2 dalam

darah arteri; sehingga PaCO2 merupakan gambaran ventilasi alveolus yang langsung dan

segera yang berhubungan dengan kecepatan metabolisme. Dengan demikian PaCO2

digunakan untuk menilai kecukupan ventilasi alveolar ( ) karena pembuangan CO2 dari

paru seimbang dengan sehingga PaCO2 langsung berkaitan dengan produksi CO2 ( CO2)

dan sebaliknya berkaitan dengan ventilasi alveolar: PaCO2 α CO2/ . Ventilasi yang

memadai akan mempertahankan kadar PaCO2 sebesar 40 mmHg. Hiperkapnia

didefinisikan sebagai peningkatan PaCO2 sampai di atas 45 mmHg; sedangkan

hipokapnia terjadi apabila PaCO2 kurang dari 35 mmHg. Penyebab langsung retensi CO2

adalah hipoventilasi alveolar (ventilasi kurang memadai, untuk mengimbangi

pembentukan CO2). Hiperkapnia selalu disertai hipoksia dalam derajat tertentu apabila

pasien bernapas dengan udara yang terdapat dalam ruangan.

Penyebab utama hiperkapnia adalah penyakit obstruktif saluran napas, obat-obat yang

menekan fungsi pernapasan, kelemahan atau paralisis otot pernapasan, trauma dada

atau pembedahan abdominal yang mengakibatkan pernapasan menjadi dangkal, dan

kehilangan jaringan paru. Tanda klinik yang dikaitkan dengan hiperkapnia adalah:

kekacauan mental yang berkembang menjadi koma, sakit kepala (akibat vasodilatasi

serebral), asteriksis atau tremor kasar pada tangan yang teregang (flapping tremor), dan

volume denyut nadi yang penuh disertai tangan dan kaki yang terasa panas dan

berkeringat (akibat vasodilatasi perifer karena hiperkapnia). Hiperkapnia kronik akibat

penyakit paru kronik dapat mengakibatkan pasien sangat toleran terhadap PaCO2 yang

tinggi, sehingga pernapasan terutama dikendalikan oleh hipoksia. Dalam keadaan ini,

bila diberi oksigen kadar tinggi, pernapasan akan dihambat sehingga hiperkapnea

bertambah berat.

Page 11: sesak nafas hebat

Kehilangan CO2 dari paru yang berlebihan (hipokapnia) akan terjadi apabila terjadi

hiperventilasi (ventilasi dalam keadaan kebutuhan metabolisme meningkat untuk

membuang CO2). Tanda dan gejala yang sering berkaitan dengan hipokapnia adalah

sering mendesah dan menguap, pusing, palpitasi, tangan dan kaki kesemutan dan baal,

serta kedutan otot. Hipokapnia hebat (PaCO2 < 25 mmHg) dapat menyebabkan kejang.

ASMA BRONKIALGenetik

Dimana yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui

bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan penyakit alerg

biasanya mempunyai keluarga dekat juga menderita penyakit alergi. Karena

adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah terkena penyakit asma

bronkhial jika terpapar dengan foktor pencetus. Selain itu hipersentifisitas

saluran pernafasannya juga bisa diturunkan.

b. Faktor presipitasi

Alergen

Dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :

1. Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan

ex: debu, bulu binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan polusi

2. Ingestan, yang masuk melalui mulut

ex: makanan dan obat-obatan

3. Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit

ex: perhiasan, logam dan jam tangan

Perubahan cuaca

Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi

asma. Atmosfir yang mendadak dingin merupakan faktor pemicu terjadinya

serangan asma. Kadang-kadang serangan berhubungan dengan musim,

Page 12: sesak nafas hebat

seperti: musim hujan, musim kemarau, musim bunga. Hal ini berhubungan

dengan arah angin serbuk bunga dan debu.

Stress

Stress/ gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain itu

juga bisa memperberat serangan asma yang sudah ada. Disamping gejala

asma yang timbul harus segera diobati penderita asma yang mengalami

stress/gangguanemosi perlu diberi nasehat untuk menyelesaikan masalah

pribadinya. Karena jika stressnya belum diatasi maka gejala asmanya belum

bisa diobati.

Lingkungan kerja

Mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya serangan asma. Hal

ini berkaitan dengan dimana dia bekerja. Misalnya orang yang bekerja di

laboratorium hewan, industri tekstil, pabrik asbes, polisi lalu lintas. Gejala ini

membaik pada waktu libur atau cuti.

Olah raga/ aktifitas jasmani yang berat

Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika melakukan

aktifitas jasmani atau aloh raga yang berat. Lari cepat paling mudah

menimbulkan serangan asma. Serangan asma karena aktifitas biasanya

terjadi segera setelah selesai aktifitas tersebut.

PATOFISIOLOGI

Asma ditandai dengan kontraksi spastic dari otot polos bronkhiolus yang

menyebabkan sukar bernafas. Penyebab yang umum adalah hipersensitivitas

bronkhioulus terhadap benda-benda asing di udara. Reaksi yang timbul pada asma

tipe alergi diduga terjadi dengan cara sebagai berikut : seorang yang alergi

mempunyai kecenderungan untuk membentuk sejumlah antibody Ig E abnormal

dalam jumlah besar dan antibodi ini menyebabkan reaksi alergi bila reaksi dengan

antigen spesifikasinya. Pada asma, antibody ini terutama melekat pada sel mast

yang terdapat pada interstisial paru yang berhubungan erat dengan brokhiolus dan

Page 13: sesak nafas hebat

bronkhus kecil. Bila seseorang menghirup alergen maka antibody Ig E orang tersebut

meningkat, alergen bereaksi dengan antibodi yang telah terlekat pada sel mast dan

menyebabkan sel ini akan mengeluarkan berbagai macam zat, diantaranya histamin,

zat anafilaksis yang bereaksi lambat (yang merupakan leukotrient), faktor

kemotaktik eosinofilik dan bradikinin. Efek gabungan dari semua faktor-faktor ini

akan menghasilkan adema lokal pada dinding bronkhioulus kecil maupun sekresi

mucus yang kental dalam lumen bronkhioulus dan spasme otot polos bronkhiolus

sehingga menyebabkan tahanan saluran napas menjadi sangat meningkat.

Pada asma , diameter bronkiolus lebih berkurang selama ekspirasi daripada

selama inspirasi karena peningkatan tekanan dalam paru selama eksirasi paksa

menekan bagian luar bronkiolus. Karena bronkiolus sudah tersumbat sebagian, maka

sumbatan selanjutnya adalah akibat dari tekanan eksternal yang menimbulkan

obstruksi berat terutama selama ekspirasi. Pada penderita asma biasanya dapat

melakukan inspirasi dengan baik dan adekuat, tetapi sekali-kali melakukan ekspirasi.

Hal ini menyebabkan dispnea. Kapasitas residu fungsional dan volume residu paru

menjadi sangat meningkat selama serangan asma akibat kesukaran mengeluarkan

udara ekspirasi dari paru. Hal ini bisa menyebabkan barrel chest.

Kelainan anatomik pada asma menyangkut semua lapisan dinding saluran nafas,

termasuk lumen, mukosa, submukosa dan otot polos.

Page 14: sesak nafas hebat

1. Lumen. Sering ditemukan adanya sumbatan mukus yang kental dan liat, yang sulit

untuk dikeluarkan, yang terdiri dari bagian mukus, serus dan seluler. Bagian seluler

berasal dari sel eosinofil, kristal Charcot-Leyden yang berasal dari sel eosinofil dan epitel

bronkus yang disebut "creola bodies".

2. Mukus. Mukus trakeobronkial terdiri dari golongan glikoprotein. Pada penderita asma

terjadi peninggian sintesis dari mukopolisakaride. Mekanisme mukosilier pada asma

terganggu karena ada kelambatan pada tranpor mukosilier. Mukus penderita asma

mengandung lebih banyak protein serum. Hal hal tersebut merupakan sebab utama dari

perubahan sifat fisik yang menimbulkan kelambatan "clearance". Zat-zat kolinergik

meninggikan produksi mukus dari kelenjar sub-mukosa, merangsang frekuensi "ciliary

beat" dan membantu transpormukosilier. Zat-zat adrenergik Beta juga menstimulir

transpor pada penderita asma, tapi bagaimana mekanismenya dalam meninggikan

"Clearance" belum diketahui.

3. Epitel bronkus.-- Pada status asmatikus tidak ditemukan adanya silia, karena terlepas

oleh desakan sel ke lumen dan diganti dengan sel goblet hiperplastik yang membentuk

mukus. Juga terjadi infiltrasi sel, terutama eosinofil dan edem mukosa. Mungkin epitel

orang atopik lebih permeabel terhadap molekul protein dari pada orang normal.

4. Submukosa. Edem dan infiltrasi sel lebih sering dijumpai pada sub mukosa

dibandingkan dengan epitel, di sini sel-selnya lebih heterogen, seperti limfosit, histiosit,

sel plasma dan eosinofil. Kelenjar submukosa membesar, seperti juga halnya pada

bronkitis kronis dan penebalan membran basal adalah khas untuk asma. Hal ini

disebabkan karena timbunan kolagen di bawah membran basal.

Callerame dkk menemukan deposit IgA, IgG dan IgM dimembran basal. IgE hanya

ditemukan dalam sel mononuklir yang disangka sel plasma. Gerber dkk menemukan

deposit IgE di epitel mukosa orang asma dan diduga bahwa mukosa adalah jaringan

target dan tempat terjadinya reaksi imun pada asma. Harus pula dipikirkan, bahwa

adanya Ig dalam paru dapat disebabkan sebagai akibat infeksi. Mastosit hampir tidak

ditemukan pada status asmatikus, yang kemungkinan besar disebabkan karena

degranulasi. Degranulasi dapat pula disebabkan karena hipoksia dan edem submukosa

Page 15: sesak nafas hebat

yang mengencerkan mastosit. Mastosit yang ada di lumen dan epitel dapat

mengeluarkan bahan mediator yang merubah permeabilitas mukosa sehingga

memungkinkan masuknya antigen sampai mastosit di submukosa.

5. Otot polos bronkus. Ada bukti jelas bahwa pada asma, otot polos bronkus bertambah

akibat hiperplasi dan hipertrofi. Hal ini dapat terjadi akibat adanya bronkokonstriksi

yang lama. Ada beberapa pendapat yang mengemukakan adanya perbedaan antara otot

polos pada orang asma dan orang normal. Szantivanyi berpendapat bahwa otot polos

orang asma mengandung lebih sedikit reseptor adrenergik Beta sehingga akan lebih

cepat terjadi bronkokonstriksi karena rangsangan kolinergik atau mediator yang

dikeluarkan pada reaksi alergi.Mungkin pula, bahwa IgE merubah faal dari otot

polos.Kontrol neurogen terhadap otot polos bronkus

1.Dalam keadaan normal.

(a) Eferen. Penyelidikan morfologi dan histokimia menunjukkan bahwa otot polos

trakeobronkial diinervasi oleh serat parasimpatis posganglion dari N X, yang

menyebabkan otot polos ada dalam tonus istirahat. Bila inervasi ini dibuang, akan

menimbulkan sedikit bronkodilatasi dan stimulasi elektris NX akan menimbulkan

konstriksi bronkus dan duktus alveolus.Efek agonis adrenergik Beta adalah mengurangi

tonus otot polos bronkus yang meninggi. Karena tidak ada inervasiadrenergik dari trakea

bronkus, maka respon terhadap agonis tadi hanya dapat diterangkan melalui reseptor

pada otot polos.

b) Aferen. Beberapa aferen N X dari paru sudah diketahui. Reseptor paling atas adalah

"pulmonary stretch receptor" yang diduga ada di otot polos dan bertanggung jawab

untuk "Hering Breuer" inflation reflex". Reseptor ke 2 yang penting dalam patogenesis

asma adalah yang disebut "irritant" atau "rapidly adapting receptor" yang ada di epitel

saluran nafas. Rangsangan terhadap reseptor tersebut akan menimbulkan batuk dan

refleks konstriksi bronkus. Reseptor ini juga be-

reaksi terhadap berbagai rangsangan mekanis dan kimiawi, termasuk badan mediator

pada reaksi alergi tipe 1. Reseptor ke tiga ialah reseptor bronkopulmoner yang

Page 16: sesak nafas hebat

diaktifkan beberapa bahan kimia dan edema interstisial. Peranan "Y" receptor ini tidak

jelas, tapi mempengaruhi kontrol refleks.

2. Kelainan pada asma.

Ada perubahan dan/atau imbalans dalam susunan saraf otonom. Iritabilitas yang

meninggi dari saluran nafas adalah kelainan fisiologi yang paling khas pada asma. Khas

karena terjadi bronkokonstriksi akibat kontak dengan berbagai rangsangan dalam

konsentrasi yang pada orang normal tidak menimbulkan apa-apa. Diduga bahwa

aktivitas kolinergik N X yang berlebihan menyebabkan terjadinya hal tersebut

Rangsangan psikologis juga dapat mencetuskan suatu srangan asma. Karena rangsangan

parasimpatis menyebabkan konstriksi otot polos bronkiolus

patogenesis hiperaktif/hipersensitif bronkus

keadaan dimana bronkus sangat peka terhadap berbagai rangsang.

ada rangsang berupa rangsangan spesifik (alergen atau zat kimia),

nonspesifik (histamin, metakolin), fisik (latihan fisik , udara dingin), emosi

penyempitan saluran napas (bronkospasme)

teori patogenesis asma bronkial

bronkokonstriksi terjadi akibat:

o proses imunollogik asma ekstrinsik reaksi hipersensitivitas tipe I dan

tipe III

tipe I

1. fase sensitisasi pembentukan IgE (sesudah alergen/Ag masuk tubuh pertama

kali) IgE melekat pada permukaan sel mast/basofil pada lumen bronkus, submukosa

(terjadi pd individu dengan genetik atopik)

2. fase alergi pd pemaparan ulang berikutnya dengan alergen/Ag yang sama sesudah

melewati fase laten terjadi pengikatan alergen oleh IgE yang melekat pada

permukaan sel mast/basofil tadi timbul reaksi hipersensitifitas tipe I

ikatan alergen denan igE pada permukaan sel mast/basofil

proses pembentukan granul2 dalam sitoplasma proses

Page 17: sesak nafas hebat

degranulasi dikeluarkan mediator kimiawi: histamin,

serotinin, bradikinin.efeknya spasme bronkus,

peningkatan permeabilitas PD, sekresi mukus berlebihan

penyempitan saluran napas gx asma bronkial

Tipe II

- timbulnya 4-6 jam sesudah terpapar alergen

- sesudah alergen masuk tubuh dan diikat oleh IgG atau IgM aktikan sistem

komplemen C3a dan C5a sifat anafilatoksin sel mast/sel basofil mengalami

degranulasi dan mengeluarkan vasoaktif amin (mediator kimia)

o gangguan keseimbangan saraf otonom

tonus otot polos bronkus sistem kolinergik dan simpatis.

sistem kolinergik dan adrenergik alfa kontraksi otot polos

bronkus, adrenergik beta relaksasi otot polos

asma perubahan fungsi sistem saraf otonom—mekanisme belum

jelas reaksi alfa adrenergik dan kolinergik berlebihan, adrenergik

beta mengalami blokade.

reseptor adrenergik beta 2 rangsangan padanya aktifkan

enzim adenilsiklase (pada mukosa/ sel otot polos bronkus)

pembentukan cAMP dari ATP relaksasi.

dalam sel mast/basofil cAMP akan menghambat penglepasan

mediator kimiawi.

enzim fosfodiesterase mengubah cAMP 5 AMP efek cAMP

berkurang.

asma reseptor adrenergik beta hipofungsi cAMP tidak tersedia

dalam jumlah cukup lumen bronkus tidak dapat dipertahankan

terbuka dengan memadai.

asma peningkatan aktivitas parasimpatis coZ sensitivitas

reseptornya meningkat.perangsangan kolinergik aktifkan enzim

Page 18: sesak nafas hebat

guanin siklase pembentukan cGMP kontraksi otot polos

bronkus dan perangsangan mediator kimiawi.

o proses inflamasi bronkus.

sel mast mengandung enzim triptase yang mempunyai

bermacam2 aktivitas proteolitik

makrofag banyak ditemukan pada lumen saluran napas,

diaktifkan oleh IgE. makrofag keluarkan mediator tromboksan

A2, prostaglandin, TNF, IL-1

eosinofil radikal O2, PAF, eosinofil derived neurotoxin merusak

epitel

neutrofil prostaglandin, tromboksan, PAF

limfosit T Ag masuk ke dalam tubuh mll CD3 CD4 dan CD8.

bronkospasme pada asma

o fase cepat timbul segera (30-60 menit), berakhir setelah 1-2 jam menghilang

atau disusul fase lambat, mediator utama histamin.

o fase lambat berlangsung 6-8 jam

o fase subakut/kronik

PENGOBATAN

Agonis reseptor beta-adrenergik digunakan dalam bentuk inhaler (obat hirup) atau

sebagai nebulizer (untuk sesak nafas yang sangat berat).

Nebulizer mengarahkan udara atau oksigen dibawah tekanan melalui suatu larutan

obat, sehingga menghasilkan kabut untuk dihirup oleh penderita.

Pengobatan asma juga bisa dilakukan dengan memberikan suntikan epineprin atau

terbutaline di bawah kulit dan aminofilin (sejenis teofilin) melalui infus intravena.

Penderita yang mengalami serangan hebat dan tidak menunjukkan perbaikan terhadap

pengobatan lainnya, bisa mendapatkan suntikan Kortikosteroid, biasanya secara

intravena (melalui pembuluh darah).

Page 19: sesak nafas hebat

Pada serangan asma yang berat biasanya kadar oksigen darahnya rendah, sehingga

diberikan tambahan oksigen.

Asma kardial suatu penyakit yang gambaran kliniknya mirip asam bronkial

o sesak napas, wheezing dan dahak banyak, serangan asma bronkial sbg akibat

hipertensi vena pulmonal.

o penyebab kelainan anatomik/fungsional ventrikel kiri/katub mitral

o kelainan fisik

dilatasi jantung (kiri)

adanya bising jantung

tanda2 gagal jantung (edema, hepatosplenomegali, ronki basah halus di

basis kedua paru, kongesti paru/rontgen foto paru)

membedakan dengan asma kardial

o anamnesis riwayat kumat sesak napas

o kelainan fisik:

fisik paru boleh dikata sama, kecuali pada asma kardial terdapat edema

paru.

fisik jantung

asma bronkial tidak ada kelainan jantung

asma kardial ditemukan kelainan jantung (bising jantung),

mungkin ada edema dan hepatosplenomegali

o rontgen foto dada

asma bronkial hiperinflasi, komplikasi paru

asma kardial kongesti paru, kerly line

Page 20: sesak nafas hebat

o laboratorium

sputum

asma kardial heart failure cell

asma bronkial eosinofil mencolok,

o Perbedaan asma cardiale dan asma bronchiale

no Asma cardiale Asma Bronkiale

1. Umur: mulai setelah usia 40 tahun Mulai usia muda, segala usia

2. Sputum, banyak berbuih, mengandung heart failure

Sedikit dan lengket sekali sehingga sulit diexpectorasikan, ada sel eosinophil, charcot leyden, spiral curchman

3. Terjadinya tiba2, sering pada malam hari Penderita merasa serangan akan datang (hidung tersumbat, bersin2, baru sesak nafas)

4. Sebab : stress, psychic, stress physic Perubahan suhu, stress physic, kepayahan, karena terkena agent yang menyebabkan serangan misalnya bulu kucing

5. Inspeksi : dispnea dengan ekspirator dan inspirator

Stridor ekspirator, ekspirasi memanjang, sianosis

6. Perkusi : sonor, mungkin lebih sering terjadi pleural effusion pekak pada bagian basal/ interlobair/antara sekat

Hipersonor

7. Palpasi : bila ada pleural effusion, stem fremitus lebih kurang daripada yang sehat

Stem fremitus mengurang pada semua paru

8. Auskultasi : ronchi basah di kanan dan kiri, dapat didahului krepitasi basal, bila oedem paru2 sudah jelas, ronchi basah halus/sedang/kasar

Ronchi kering diseluruh paru2 (difus), suara mencicit/gergaji, inspirasi jelas memanjang

9. Masa sirkulasi : AT memanjang, AL normal AT dan AL normal

10. Obat :Diureticabila tekanan glomerulus tak menjadi terlalu rendah dapat terjadi diuresis

Diureticatak ada reaksi apa-apaMorphindianggap sebagai kesalahan teknik (tapi banyak obat2 asthma mengandung preparat opia)bila ragu2

Page 21: sesak nafas hebat

Morphinsangat tepat, efek segera dilihat, penderita lebih tenang dispnea melemah sampai nihil5-10 mg im kalau mendesak iv

dapat2 diberi aminophilin

11. Px radiologiLVH, kongesti paru, kerley B line

Hiperinflasi, komplikasi paru

12. Kontraindikasi adrenalin Adrenalin

13. Nocturia hingga oliguria -

o Ket:o Penentuan Circulation Time :o Lengan lidah (Arm Tongue- AT) pemeriksaan suntikan pada lengan dapat dengan larutan

MgSO4, sacharine atau garam empeduo Bila magnesium sulfat sampai lidahterasa panaso Bila garam empedu sampai lidahterasa pahito Bila saccharine sampai lidahterasa maniso Bila harga kira2 17 detik berarti normalo

o Lengan paru (arm lung-AL) dengan ether, dapat dilihat secara inspeksi, mulai membau ether

o Harga normal8 detiko Arm tongue abnormal lebih dari 20 detik

Knp bisa refrakter terhadap pengobatan ?

Sebab farmakologik

o Blockade adrenergic beta

o Penurunan katekolamin endogen

o Peningkatan tonus parasimpatis

o asidosis

Patomekanik

o Lender sal nafas (infeksi,alerrgi, toksin, n. X)

o Radang dan edema bronkus

o Spasme/ hipertrofi otot polos bronkus

o Defek mekanis pembersihan sal nafas

Page 22: sesak nafas hebat

Neurologic

o Mediator kimia (alergi)

Penyebab SA

Infeksi sal nafas atas

pasca fibroetic brokoskopi

menghentikan obat asma (penyebab tersering)

trauma sal nafas

komplikasi SA

respiratory arrest

pneumothorak spontan

obstruksi mucosa plug

cardiac arrest