20
SGD 5 OBAT TRADISIONAL Eko Deskurniawan

Sgd 5 Obat Tradisional

Embed Size (px)

DESCRIPTION

herbal

Citation preview

PowerPoint Presentation

SGD 5 OBAT TRADISIONALEko Deskurniawan

Apa itu scientific of traditional herbal medicine?

Tujuan dilakukannya saintifikasi jamu?TUJUAN DAN RUANG LINGKUP Pasal 2Tujuan pengaturan saintifikasi jamu adalah: Memberikan landasan ilmiah (evidence based ) penggunaan jamu secara empiris melalui penelitian berbasis pelayanan kesehatan. Mendorong terbentuknya jejaring dokter atau dokter gigi dan tenaga kesehatan lainnya sebagai peneliti dalam rangka upaya preventif, promotif, rehabilitatif dan paliatif melalui penggunaan jamu. Meningkatkan kegiatan penelitian kualitatif terhadap pasien dengan penggunaan jamu. Meningkatkan penyediaan jamu yang aman, memiliki khasiat nyata yang teruji secara ilmiah, dan dimanfaatkan secara luas baik untuk pengobatan sendiri maupun dalam fasilitas pelayanan kesehatan.

Ruang lingkup:Pasal 3Ruang lingkup saintifikasi jamu diutamakan untuk upaya preventif, promotif, rehabilitatif dan paliatif.Saintifikasi jamu dalam rangka upaya kuratif hanya dapat dilakukan atas permintaan tertulis pasien sebagai komplementer-alternatif setelah pasien memperoleh penjelasan yang cukup.Peraturan Menteri Kesehatan No. 03/MENKES/PER/2010.

Tahapan-tahapan dalam saintifikasi jamu?

Keterangan:Studi etnomedisin dan etnofarmakologi pada kelompok etnis masyarakat tertentu.dapat diidentifikasi jenis tanaman, bagian tanaman yang digunakan ramuan tradisional yang dipakaiindikasi dari tiap tanaman maupun ramuan, baik untuk tujuan pemeliharaan kesehatan maupun pengobatan penyakit. sebagai bahan dasar pembuktian ilmiah lebih lanjut. Data dasar hasil studi etnomedisin dan etnofarmakologi ini tentunya perlu dikaji oleh para ahli farmakologi herbal untuk dilakukan skrining guna ditetapkan jenis tanaman dan jenis ramuan yang potensial untuk dilakukan uji manfaat dan keamanan.Untuk formula yang sudah turun temurun dan terbukti aman, maka dapat langsung pada tahap uji klinik fase 2 (WHO-TDR, 2005). Komnas SJ sepakat untuk uji klinik fase 2 dalam rangka melihat efikasi awal dan keamanan, cukup menggunakan pre-post test design (tanpa pembanding). Apabila pada uji klinik fase 2 membuktikan efikasi awal yang baik, maka dapat dilanjutkan uji klinik fase 3, untuk melihat efektivitas dan keamanannya pada sampel yang lebih besar, pada target populasi yang sebenarnya. Desain uji klinik fase 3 Jamu ini sebaiknya menggunakan randomized trial meski tanpa ketersamaran (open label randomized trial). Sebagai pembanding (kontrol) bisa menggunakan obat standar bila Jamu dipakai sebagai terapi alternatif, atau Jamu on-top (sebagai terapi tambahan) pada obat standar, bila Jamu dipakai sebagai terapi komplementer. Hasil akhir uji klinik Saintifikasi Jamu adalah Jamu Saintifik, yang menunjukkan bahwa Jamu uji mempunyai nilai manfaat dan terbukti aman. Apabila perusahaan farmasi akan mengembangkan Jamu Saintifik menjadi produk fitofarmaka, maka perusahaan farmasi berkewajiban untuk mengikuti tahapan pengembangan fitofarmaka sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Untuk formula jamu baru (bukan turun-temurun), maka tahapan uji klinik sebagaimana obat modern tetap harus diberlakukan, yakni uji pre-klinik, uji klinik fase 1, fase 2, dan fase 3. Namun demikian, uji untuk melihat profil farmakokinetik (absorbsi, distribusi, metabolisme, dan ekskresi) tidak perlu dilakukan, baik pada uji pre-klinik maupun uji klinik fase 1. Hal ini dikarenakan ramuan jamu berisi banyak zat kimia (bisa ratusan) sehingga tidak mungkin untuk melacak absorbsi, distribusi, metabolisme, dan ekskresi semua komponen zat kimia tersebut dalam tubuh hewan coba maupun tubuh manusia (WHO-TDR, 2005). Dengan demikian, untuk formula baru yang belum diketahui profil keamanannya, maka harus dilakukan tahapan uji klinik yang runtut, mulai uji pre-klinik, uji klinik fase 1, uji klinik fase 2, dan uji klinik fase 3. Bila uji klinik fase 3 menunjukkan efektivitas yang memadai dan aman, maka formula tersebut dapat digunakan di pelayanan kesehatan formal.

Bentuk sediaan yang dapat dipakai sebagai bahan uji pada program Saintifikasi Jamu adalah jamu tradisional, ramuan simplisia kering (untuk dijadikan jamu godhogan), Obat Herbal Terstandar, ekstrak dalam bentuk tanaman tunggal, campuran estrak tanaman, dan bentuk sediaan lainnya, yang tujuan akhirnya adalah untuk mendapatkan bukti ilmiah tentang manfaat dan keamanan jamu, baik untuk tujuan promotif, preventif, kuratif, paliatif, maupun rehabilitatif.Siswanto, 2012, Saintifi kasi Jamu sebagai Upaya Terobosan untuk Mendapatkan Bukti Ilmiah Ketua Komisi Nasional Saintifi kasi Jamu, Pusat Teknologi Terapan Kesehatan dan Epidemiologi Klinik, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI, Jakarta.Kelebihan dan kekurangan dari saintifikasi jamu dibandingkan dengan jamu?Bagaimana peraturan tentang scientific of traditional herbal medicine?PerMenkes No. 003 tahun 2010:Saintifikasi JamuPembuktian ilmiah jamu melalui penelitian berbasis pelayanan kesehatan(dual system)Strategi memasukkan obat tradisional /jamu dalam pelayanan kesehatan (kedokteran)Dimensi praktik penggunaan jamu dalam konteks penelitian (ada instrumen khusus)PerMenkes No. 003 Tahun 2003: sebagai upaya terobosan untuk memasukkan jamu dalam pelayanan kedokteran (agar tidak menyalahi UU Praktik Kedokteran)Bagaimana ethical view dari scientific of traditional herbal medicine?Apa yang dimaksud clinical trial?Uji klinik adalah tes untuk mengevaluasi efektivitas dan keamanan obat atau alat medis dengan memantau efek mereka pada sekelompok besar orang. Uji klinik adalah salah satu tahapan akhir dari proses penelitan yang panjang dan hati-hati. Ada empat jenis uji klinik yang dapat dilakukan:Uji coba pengobatan baru (seperti obat baru, pendekatan baru untuk operasi atau terapi, kombinasi baru dari perawatan, atau metode baru seperti terapi gen).Uji coba pencegahan dengan pendekatan baru, seperti obat-obatan, vitamin, mineral, atau suplemen lain yang dipercaya dapat menurunkan risiko penyakit tertentu.Uji coba tes skrining baru untuk menemukan penyakit, terutama pada tahap awal.Uji coba peningkatan kualitas hidup (juga disebut percobaan perawatan pendukung) mengeksplorasi cara untuk meningkatkan kenyamanan dan kualitas hidup bagi pasien.Sebagian besar uji klinik yang melibatkan pengujian obat baru berlangsung dalam serangkaian langkah-langkah teratur yang disebut fase.http://kamuskesehatan.comTujuan clinical trial?Uji klinik bertujuan untuk membuktikan atau menilai manfaat klinik suatu obat, pengobatan, atau strategi terapetik tertentu secara objektif dan benar. Dengan kata lain, uji klinik dimaksudkan untuk menghindari pracondong/bias pemakai obat (prescriber), pasien, atau dari perjalanan alami penyakit itu sendiri. Di samping itu, uji klinik harus dapat memberikan jawaban yang benar (valid) mengenai manfaat klinik intervensi terapi tertentu, jika memang bermanfaat harus terbukti bermanfaat, dan jika tidak bermanfaat harus terbukti tidak bermanfaat. Apa saja langkah clinical trial?Menurut Deklarasi Helsinki uji klinik terdiri dari 4 fase:Fase I calon uji pada sukarelawan sehat untuk mendapatkan hasil yang sama dengan hewan percobaan. Biasanya dilakukan terhadap 50-150 sukarelawan yang sehatFase II calon obat diuji pada pasien tertentu, diamati efi kasi pada penyakit yang diobati. Dilakukan terhadap 100-200 pasien.Fase III efikasi dan keamanan obat baru dibandingkan obat pembanding efeknya pada kelompok besar yang sakit. Pasien yang dilibatkan biasanya 50-5000 orang. Setelah calon obat dibuktikan berkhasiat, mirip obat yang sudah ada dan menunjukkan keamanan bagi si pemakai, maka obat baru diizinkan untuk diproduksi oleh industri sebagai legal drug. Obat dipasarkan dengan nama dagang tertentu yang dapat diresepkan oleh dokter.Fase IV setelah obat dipasarkan masih dilakukan studi pascapemasaran yang diamati pada pasien dalam berbagai kondisi, usia, dan ras. Studi ini dilakukan pada jangka waktu lama untuk melihat terapeutik dan pengalaman jangka panjang dalam menggunakan obat. Setelah hasil studi fase ini dievaluasi, masih memungkinkan obat ditarik dari perdagangan jika membahayakan. Sebagai contoh cerivastatin, suatu obat antihiperkolesterolemia yang dapat merusak ginjal. Talidomid dinyatakan tidak aman untuk wanita hamil karena dapat menyebabkan kecacatan janin. Sedangkan troglitazon suatu obat antidiabetes di Amerika Serikat ditarik karena merusak hati.Prof Dr Ellin Yulinah, Farmakolog Institut Teknologi Bandung. http://www.trubus-online.co.id/mod.php?mod=publisher&op=printarticle&artid=1467 http://www.kalbe.co.id/index.php?mn=med&tipe=cdk&detail=printed&cat=det&det_id=141Apa perbedaan dari fitofarmaka dan saintifikasi jamu?PerbedaanFitofarmakaSaintifikasi JamuRamuanRamuan (komposisi) hendaknya terdiri dari 1 (satu) simplisia /sediaan galenik. Bila hal tersebut tidak mungkin, ramuan dapat terdiri dari beberapa simplisia,/sediaan galenik dengan syarat tidak melebihi 5 (lima) simplisia/sediaan galenik. Simplisia tersebut masing-masing sekurang-kurangnya telah diketahui khasiat dan keamanannya berdasar pengalaman. Tidak ada batasan berapa jumlah simplisia/ sediaan galenik yang digunakan dan telah digunakan secara turun temurunDukungan penelitianAgar supaya fitofarmaka dapat dipertanggung jawabkan keamanan dan khasiatnya dalam pemakaiannya pada manusia, maka pengembangan obat tradisional tersebut harus mencakup berbagai tahap pengujian dan pengembangan secara sistematik. Tahap-tahap ini meliputi: 1. Pemilihan. 2. Pengujian Farmakologik a. Penapisan aktivis farmakologik diperlukan bila belum terdapat petunjuk mengenai khasiat. b. Bila telah ada petunjuk mengenai khasiat maka langsung dilakukan pemastian khasiat. 3. PengujianToksisitas : a. Uji toksisitas akut. b. Uji toksisitas sub akut. c. Uji toksisitas kronik. d. Uji toksisitas spesifik: - Toksisitas pada janin. - Mutagenisitas. - Toksisitas topikal. - Toksisitas pada darah. - Dan lain-lain. 4. Pengujian Farmakodinamik 5.Pengembangan Sediaan (formulasi). 6. Penapisan Fitokimia dan Standarisasi Sediaan. 7. Pengujian klinik.Penelitian dibedakan menjadi 2 untuk formula turun temurun dan formula baru.Subjek penelitian adalah pasien yang berobat pada dokter saintifikasi jamu (SJ)SediaanSediaan Oral :Serbuk ; Rajangan ; Kapsul (ekstrak ) ; Tablet ( ekstrak ) ; Pil ( ekstrak ) ; Sirup ; Sediaan terdispersi ( emulsi / suspensi ).Sediaan Topikal :Salep / Krim ( ekstrak ) ; Suppositoria ( ekstrak ) ; Linimenta ( ekstrak ) ; Bedak ; Param. Bentuk sediaan yang dapat dipakai sebagai bahan uji pada program Saintifikasi Jamu adalah jamu tradisional, ramuan simplisia kering (untuk dijadikan jamu godhogan), Obat Herbal Terstandar, ekstrak dalam bentuk tanaman tunggal, campuran ekstrak tanaman, dan bentuk sediaan lainnya.LevelSama dengan obat modernTidak seperti obat modern, tetapi sudah ada EBMnya