Upload
m-syaiful-islam
View
241
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
7/22/2019 Siap Print. Epilepsi
1/22
LAPORAN PENDAHULUAN
EPILEPSI
A. PengertianEpilepsi merupakan gejala kompleks dari banyak gangguan fungsi otak yang dikarakteristikkan
oleh kejang berulang. Kejang merupakan akibat dari pembebasan listrik yang tidak terkontrol
dari sel saraf korteks serebral yang ditandai dengan serangan tiba-tiba, terjadi gangguan
kesadaran ringan, aktivitas motorik, atau gangguan fenomena sensori.
Epilepsi adalah penyakit serebral kronik dengan karakteristik kejang berulang akibat lepasnya
muatan listrik otak yang berlebihan dan bersivat reversibel
Epilepsi adalah gangguan kronik otak dengan ciri timbulnya gejala-gejala yang datang dalam
serangan-serangan, berulang-ulang yang disebabkan lepas muatan listrik abnormal sel-sel saraf
otak, yang bersifat reversibel dengan berbagai etiologi.
Epilepsi adalah sindroma otak kronis dengan berbagai macam etiologi dengan ciri-ciri timbulnya
serangan paroksimal dan berkala akibat lepas muatan listrik neron-neron otak secara berlebihan
dengan berbagai manifestasi klinik dan laboratorik.
B. EpidemiologiPada tahun 2000, diperkirakan penyandang epilepsi di seluruh dunia berjumlah 50 juta orang, 37
juta orang diantaranya adalah epilepsi primer, dan 80% tinggal di negara berkembang. Laporan
WHO (2001) memperkirakan bahwa rata-rata terdapat 8,2 orang penyandang epilepsi aktif
diantara 1000 orang penduduk, dengan angka insidensi 50 per 100.000 penduduk. Angkaprevalensi dan insidensi diperkirakan lebih tinggi di negara-negara berkembang. Hasil penelitian
Shackleton dkk (1999) menunjukkan bahwa angka insidensi kematian di kalangan penyandang
epilepsi adalah 6,8 per 1000 orang. Sementara hasil penelitian Silanpaa dkk (1998) adalah
sebesar 6,23 per 1000 penyandang.
7/22/2019 Siap Print. Epilepsi
2/22
C. EtiologiPenyebab spesifik dari epilepsi sebagai berikut :
Kelainan yang terjadi selama perkembangan janin/kehamilan ibu, seperti ibu menelanobat-obat tertentu yang dapat merusak otak janin, mengalami infeksi, minum alcohol,
atau mengalami cidera.
Kelainan yang terjadi pada saat kelahiran, seperti kurang oksigen yang mengalir ke otak(hipoksia), kerusakan karena tindakan.
Cidera kepala yang dapat menyebabkan kerusakan pada otak Tumor otak merupakan penyebab epilepsi yang tidak umum terutama pada anak-anak. Penyumbatan pembuluh darah otak atau kelainan pembuluh darah otak Radang atau infeksi pada otak dan selaput otak Penyakit keturunan seperti fenilketonuria (fku), sclerosis tuberose dan neurofibromatosis
dapat menyebabkan kejang-kejang yang berulang.
Kecendrungan timbulnya epilepsi yang diturunkan. Hal ini disebabkan karena ambangrangsang serangan yang lebih rendah dari normal diturunkan pada anak
1. Epilepsi Primer (Idiopatik)
Epilepsi primer hingga kini tidak ditemukan penyebabnya, tidak ditemukan kelainan pada
jaringan otak diduga bahwa terdapat kelainan atau gangguan keseimbangan zat kimiawi dan sel-
sel saraf pada area jaringan otak yang abnormal. Penyebab pada kejang epilepsi sebagian besar
belum diketahui (Idiopatik). Sering terjadi pada:
a. Trauma lahir, Asphyxia neonatorumb. Cedera Kepala, Infeksi sistem syarafc. Keracunan CO, intoksikasi obat/alcohold. Demam, ganguan metabolik (hipoglikemia, hipokalsemia, hiponatremia)e. Tumor Otakf. Kelainan pembuluh darah
(Tarwoto, 2007)
2. Epilepsi Sekunder (Simtomatik)
7/22/2019 Siap Print. Epilepsi
3/22
Epilepsi yang diketahui penyebabnya atau akibat adanya kelainan pada jaringan otak. Kelainan
ini dapat disebabkan karena dibawa sejak lahir atau adanya jaringan parut sebagai akibat
kerusakan otak pada waktu lahir atau pada masa perkembangan anak, cedera kepala (termasuk
cedera selama atau sebelum kelahiran), gangguan metabolisme dan nutrisi (misalnya
hipoglikemi, fenilketonuria (PKU), defisiensi vitamin B6), faktor-faktor toksik (putus alkohol,
uremia), ensefalitis, anoksia, gangguan sirkulasi, dan neoplasma.
Penyebab step / childhood epilepsi / epilepsi anak-anak: fever / panas (these are called febrile seizures) genetic causes head injury / luka di kepala. infections of the brain and its coverings lack of oxygen to the brain/ kekurangan oksigen, terutama saat proses kelahiran. hydrocephalus/pembesaran ukuran kepala (excess water in the brain cavities) disorders of brain development / gangguan perkembangan otak.
D. PatofisiologiKejang terjadi akibat lepas muatan paroksismal yang berlebihan dari sebuah fokus kejang atau
dari jaringan normal yang terganggu akibat suatu keadaan patologik. Aktivitas kejang sebagian
bergantung pada lokasi muatan yang berlebihan tersebut. Lesi di otak tengah, talamus, dan
korteks serebrum kemungkinan besar bersifat apileptogenik, sedangkan lesi di serebrum dan
batang otak umumnya tidak memicu kejang.
Di tingkat membran sel, sel fokus kejang memperlihatkan beberapa fenomena biokimiawi,
termasuk yang berikut :
Instabilitas membran sel saraf, sehingga sel lebih mudah mengalami pengaktifan. Neuron-neuron hipersensitif dengan ambang untuk melepaskan muatan menurun dan
apabila terpicu akan melepaskan muatan menurun secara berlebihan.
Kelainan polarisasi (polarisasi berlebihan, hipopolarisasi, atau selang waktu dalamrepolarisasi) yang disebabkan oleh kelebihan asetilkolin atau defisiensi asam gama-
aminobutirat (GABA).
7/22/2019 Siap Print. Epilepsi
4/22
Ketidakseimbangan ion yang mengubah keseimbangan asam-basa atau elektrolit, yangmengganggu homeostatis kimiawi neuron sehingga terjadi kelainan depolarisasi neuron.
Gangguan keseimbangan ini menyebabkan peningkatan berlebihan neurotransmitter
aksitatorik atau deplesi neurotransmitter inhibitorik.
Perubahan-perubahan metabolik yang terjadi selama dan segera setelah kejang sebagian
disebabkan oleh meningkatkannya kebutuhan energi akibat hiperaktivitas neuron. Selama kejang,
kebutuhan metabolik secara drastis meningkat, lepas muatan listrik sel-sel saraf motorik dapat
meningkat menjadi 1000 per detik. Aliran darah otak meningkat, demikian juga respirasi dan
glikolisis jaringan. Asetilkolin muncul di cairan serebrospinalis (CSS) selama dan setelah kejang.
Asam glutamat mungkin mengalami deplesi selama aktivitas kejang.
Secara umum, tidak dijumpai kelainan yang nyata pada autopsi. Bukti histopatologik menunjang
hipotesis bahwa lesi lebih bersifat neurokimiawi bukan struktural. Belum ada faktor patologik
yang secara konsisten ditemukan. Kelainan fokal pada metabolisme kalium dan asetilkolin
dijumpai di antara kejang. Fokus kejang tampaknya sangat peka terhadap asetikolin, suatu
neurotransmitter fasilitatorik, fokus-fokus tersebut lambat mengikat dan menyingkirkan
asetilkolin.
7/22/2019 Siap Print. Epilepsi
5/22
Cacar Air
Herpes
Bronchopneumonia
Virus/Bakteri masuk Jaringan Otak
Peradangan Di OtakEdema Pembentukan
Transudat & Eksudat
Gangguan Perfusi Reaksi Kuman Iritasi Korteks Kerusakan
Jaringan Cerebral Patogen Cerebral Area Saraf IV, Saraf IX
Fokal Seizure
Suhu Tubuh Gangguan Rasanyaman SulitNyeri Mengunyah makan
Deficit Cairan Gangguan PemenuhanNutrisi
Kesadaran Hipovolemik
Stasis Cairan Tubuh Gangguan Mobilitas Fisik
Gangguan Persepsi Sensori
Penumpukan Sekret Gangguan Bersihan Jalan Nafas
7/22/2019 Siap Print. Epilepsi
6/22
E. Klasifikasia. Sawan Parsial
1. Sawan parsial sederhana2. Sawan parsial kompleks
b. Sawan Umum1. Sawan lena2. Sawan mioklonik3. Sawan klonik4.
Sawan Tonik
5. Sawan tonik-klonik6. Sawan atonik7. Sawan tak tergolongkan
F. Manifestasi Klinis1. Sawan Parsial (lokal, fokal)
- Sawan Parsial Sederhana : sawan parsial dengan kesadaran tetap normal
1. Dengan gejala motorik Fokal motorik tidak menjalar: sawan terbatas pada satu bagian tubuh saja Fokal motorik menjalar : sawan dimulai dari satu bagian tubuh dan menjalar meluas ke
daerah lain. Disebut juga epilepsi Jackson.
Versif : sawan disertai gerakan memutar kepala, mata, tuibuh. Postural : sawan disertai dengan lengan atau tungkai kaku dalam sikap tertentu Disertai gangguan fonasi : sawan disertai arus bicara yang terhenti atau pasien
mengeluarkan bunyi-bunyi tertentu
1. Dengan gejala somatosensoris atau sensoris spesial; sawan disertai halusinasi sederhanayang mengenai kelima panca indera dan bangkitan yang disertai vertigo.
Somatosensoris: timbul rasa kesemuatan atau seperti ditusuk-tusuk jarum.
7/22/2019 Siap Print. Epilepsi
7/22
Visual : terlihat cahaya Auditoris : terdengar sesuatu Olfaktoris : terhidu sesuatu Gustatoris : terkecap sesuatu Disertai vertigo
1. Dengan gejala atau tanda gangguan saraf otonom (sensasi epigastrium, pucat,berkeringat, membera, piloereksi, dilatasi pupil).
2. Dengan gejala psikis (gangguan fungsi luhur)- Disfagia : gangguan bicara, misalnya mengulang suatu suku kata, kata atau bagian kalimat.
- Dimensia : gangguan proses ingatan misalnya merasa seperti sudah mengalami,
mendengar, melihat, atau sebaliknya. Mungkin mendadak mengingat suatu peristiwa di masa
lalu, merasa seperti melihatnya lagi.
- Kognitif : gangguan orientasi waktu, merasa diri berubah.
- Afektif : merasa sangat senang, susah, marah, takut.
- Ilusi : perubahan persepsi benda yang dilihat tampak lebih kecil atau lebih besar.
- Halusinasi kompleks (berstruktur) : mendengar ada yang bicara, musik, melihat suatu
fenomena tertentu, dll.
- Sawan Parsial Kompleks (disertai gangguan kesadaran)
1.
Serangan parsial sederhana diikuti gangguan kesadaran : kesadaran mula-mula baikkemudian baru menurun.
Dengan gejala parsial sederhana A1-A4 : gejala-gejala seperti pada golongan A1-A4diikuti dengan menurunnya kesadaran.
Dengan automatisme. Yaitu gerakan-gerakan, perilaku yang timbul dengan sendirinya,misalnya gerakan mengunyah, menelan, raut muka berubah seringkali seperti ketakutan,
menata sesuatu, memegang kancing baju, berjalan, mengembara tak menentu, dll.
7/22/2019 Siap Print. Epilepsi
8/22
Dengan penurunan kesadaran sejak serangan; kesadaran menurun sejak permulaankesadaran.
Hanya dengan penurunan kesadaran Dengan automatisme
1. Sawan Parsial yang berkembang menjadi bangkitan umum (tonik-klonik, tonik, klonik)2. Sawan parsial sederhana yang berkembang menjadi bangkitan umum.3. Sawan parsial kompleks yang berkembang menjadi bangkitan umum.4. Sawan parsial sederhana yang menjadi bangkitan parsial kompleks lalu berkembang
menjadi bangkitan umum.
1. Sawan Umum (Konvulsif atau NonKonvulsif)1. Sawan lena (absence)
Pada sawan ini, kegiatan yang sedang dikerjakan terhenti, muka tampak membengong, bola mata
dapat memutar ke atas, tak ada reaksi bila diajak bicara. Biasanya sawan ini berlangsung selama
menit dan biasanya dijumpai pada anak.
1. Hanya penurunan kesadaran2. Dengan komponen klonik ringan. Gerakan klonis ringan, biasanya dijumpai pada kelopak
mata atas, sudut mulut, atau otot-otot lainnya bilateral.
3. Dengan komponen atonik. Pada sawan ini dijumpai otot-otot leher, lengan, tangan, tubuhmendadak melemas sehingga tampak mengulai.
4. Dengan komponen klonik. Pada sawan ini, dijumpai otot-otot ekstremitas, leher ataupunggung mendadak mengejang, kepala, badan menjadi melengkung ke belakang, lengan
dapat mengetul atau mengedang.
5. Dengan automatisme6. Dengan komponen autonom.7. Lena tak khas (atipical absence)
7/22/2019 Siap Print. Epilepsi
9/22
Dapat disertai:
1. Gangguan tonus yang lebih jelas.2. Permulaan dan berakhirnya bangkitan tidak mendadak.1. Sawan Mioklonik
Pada sawan mioklonik terjadi kontraksi mendadak, sebentar, dapat kuat atau lemah sebagian otot
atau semua otot, seringkali atau berulang-ulang. Bangkitan ini dapat dijumpai pada semua umur.
2. Sawan KlonikPada sawan ini tidak terjadi gerakan menyentak, repetitif, tajam, lambat, dan tunggal multiple di
lengan, tungkai atau torso. Dijumpai terutama sekali pada anak.
3. Sawan TonikPada sawan ini tidak ada komponen klonik, otot-otot hanya menjadi kaku pada wajah dan bagian
tubuh bagian atas, flaksi lengan dan ekstensi tungkai. Sawan ini juga terjadi pada anak.
4. Sawan Tonik-KlonikSawan ini sering dijumpai pada umur di atas balita yang terkenal dengan nama grand mal.
Serangan dapat diawali dengan aura, yaitu tanda-tanda yang mendahului suatu sawan. Pasien
mendadak jatuh pingsan, otot-otot seluruh badan kaku. Kejang kaku berlangsung kira-kira
menit diikutti kejang kejang kelojot seluruh tubuh. Bangkitan ini biasanya berhenti sendiri.
Tarikan napas menjadi dalam beberapa saat lamanya. Bila pembentukan ludah ketika kejang
meningkat, mulut menjadi berbusa karena hembusan napas. Mungkin pula pasien kencing ketikamendapat serangan. Setelah kejang berhenti pasien tidur beberapa lamanya, dapat pula bangun
dengan kesadaran yang masih rendah, atau langsung menjadi sadar dengan keluhan badan pegal-
pegal, lelah, nyeri kepala.
7/22/2019 Siap Print. Epilepsi
10/22
5. Sawan atonikPada keadaan ini otot-otot seluruh badan mendadak melemas sehingga pasien terjatuh.
Kesadaran dapat tetap baik atau menurun sebentar. Sawan ini terutama sekali dijumpai pada
anak.
6. Sawan Tak TergolongkanTermasuk golongan ini ialah bangkitan pada bayi berupa gerakan bola mata yang ritmik,
mengunyah, gerakan seperti berenang, menggigil, atau pernapasan yang mendadak berhenti
sederhana.
G. Pemeriksaan Diagnostik1. Pungsi Lumbar
Pungsi lumbar adalah pemeriksaan cairan serebrospinal (cairan yang ada di otak dan
kanal tulang belakang) untuk meneliti kecurigaan meningitis. Pemeriksaan ini dilakukan
setelah kejang demam pertama pada bayi.
- Memiliki tanda peradangan selaput otak (contoh : kaku leher)- Mengalami complex partial seizure- Kunjungan ke dokter dalam 48 jam sebelumnya (sudah sakit dalam 48 jam sebelumnya)- Kejang saat tiba di IGD (instalasi gawat darurat)- Keadaan post-ictal (pasca kejang) yang berkelanjutan. Mengantuk hingga sekitar 1 jam
setelah kejang demam adalah normal.
- Kejang pertama setelah usia 3 tahunPada anak dengan usia > 18 bulan, pungsi lumbar dilakukan jika tampak tanda peradangan
selaput otak, atau ada riwayat yang menimbulkan kecurigaan infeksi sistem saraf pusat. Pada
anak dengan kejang demam yang telah menerima terapi antibiotik sebelumnya, gejala
meningitis dapat tertutupi, karena itu pada kasus seperti itu pungsi lumbar sangat dianjurkan
untuk dilakukan.
2. EEG (electroencephalogram)EEG adalah pemeriksaan gelombang otak untuk meneliti ketidaknormalan gelombang.
Pemeriksaan ini tidak dianjurkan untuk dilakukan pada kejang demam yang baru terjadi sekali
7/22/2019 Siap Print. Epilepsi
11/22
tanpa adanya defisit (kelainan) neurologis. Tidak ada penelitian yang menunjukkan bahwa EEG
yang dilakukan saat kejang demam atau segera setelahnya atau sebulan setelahnya dapat
memprediksi akan timbulnya kejang tanpa demam di masa yang akan datang. Walaupun dapat
diperoleh gambaran gelombang yang abnormal setelah kejang demam, gambaran tersebut tidak
bersifat prediktif terhadap risiko berulangnya kejang demam atau risiko epilepsi.
3. Pemeriksaan laboratoriumPemeriksaan seperti pemeriksaan darah rutin, kadar elektrolit, kalsium, fosfor, magnesium, atau
gula darah tidak rutin dilakukan pada kejang demam pertama. Pemeriksaan laboratorium harus
ditujukan untuk mencari sumber demam, bukan sekedar sebagai pemeriksaan rutin.
4. NeuroimagingYang termasuk dalam pemeriksaan neuroimaging antara lain adalah CT-scan dan MRI kepala.
Pemeriksaan ini tidak dianjurkan pada kejang demam yang baru terjadi untuk pertama kalinya.
5. CT ScanUntuk mendeteksi lesi pada otak, fokal abnormal, serebrovaskuler abnormal, gangguan
degeneratif serebral
6. Magnetik resonance imaging (MRI)7. Kimia darah: hipoglikemia, meningkatnya BUN, kadar alkohol darah.
H. Pemeriksaan fisikInspeksi : membran mukosa, konjungtiva, ekimosis, epitaksis, perdarahan pada gusi, purpura,
memar, pembengkakan.
Palpasi : pembesaran hepar dan limpha, nyeri tekan pada abdomen.
Perkusi : perkusi pada bagian thorak dan abdomen.
Auskultasi : bunyi jantung, suara napas, bising usus.
7/22/2019 Siap Print. Epilepsi
12/22
I. PencegahanUpaya sosial luas yang menggabungkan tindakan luas harus ditingkatkan untuk pencegahan
epilepsi. Resiko epilepsi muncul pada bayi dari ibu yang menggunakan obat antikonvulsi yang
digunakan sepanjang kehamilan. Cedera kepala merupakan salah satu penyebab utama yang
dapat dicegah. Melalui program yang memberi keamanan yang tinggi dan tindakan pencegahan
yang aman, yaitu tidak hanya dapat hidup aman, tetapi juga mengembangkan pencegahan
epilepsi akibat cedera kepala. Ibu-ibu yang mempunyai resiko tinggi (tenaga kerja, wanita
dengan latar belakang sukar melahirkan, pengguna obat-obatan, diabetes, atau hipertensi) harus
di identifikasi dan dipantau ketat selama hamil karena lesi pada otak atau cedera akhirnya
menyebabkan kejang yang sering terjadi pada janin selama kehamilan dan persalinan.
Program skrining untuk mengidentifikasi anak gangguan kejang pada usia dini, dan program
pencegahan kejang dilakukan dengan penggunaan obat-obat anti konvulsan secara bijaksana dan
memodifikasi gaya hidup merupakan bagian dari rencana pencegahan ini.
Hal yang tak boleh dilakukan selama anak mendapat serangan :
- Meletakkan benda di mulutnya. Jika anak mungkin menggigit lidahnya selama seranganmendadak, menyisipkan benda di mulutnya kemungkinan tak banyak membantu. Anda
malah mungkin tergigit, atau parahnya, tangan Anda malah mematahkan gigi si anak.
- Mencoba membaringkan anak. Orang, bahkan anak-anak, secara ajaib memiliki kekuatanotot yang luar biasa selama mendapat serangan mendadak. Mencoba membaringkan si
anak ke lantai bukan hal mudah dan tidak baik juga.
- Berupaya menyadarkan si anak dengan bantuan pernapasan mulut ke mulut selama diamendapat serangan mendadak, kecuali serangan itu berakhir. Jika serangan berakhir,
segera berikan alat bantu pernapasan dari mulut ke mulut jika si anak tak bernapas.
J. PengobatanPengobatan epilepsi adalah pengobatan jangka panjang. Penderita akan diberikan obat
antikonvulsan untuk mengatasi kejang sesuai dengan jenis serangan. Penggunaan obat dalam
waktu yang lama biasanya akan menyebabkan masalah dalam kepatuhan minum obat
7/22/2019 Siap Print. Epilepsi
13/22
(compliance) seta beberapa efek samping yang mungkin timbul seperti pertumbuhan gusi,
mengantuk, hiperaktif, sakit kepala, dll.
Penyembuhan akan terjadi pada 30-40% anak dengan epilepsi. Lama pengobatan tergantung
jenis epilepsi dan etiologinya. Pada serangan ringan selama 2-3th sudah cukup, sedang yang
berat pengobatan bisa lebih dari 5th. Penghentian pengobatan selalu harus dilakukan secara
bertahap. Tindakan pembedahan sering dipertimbangkan bila pengobatan tidak memberikan efek
sama sekali.
Penanganan terhadap anak kejang akan berpengaruh terhadap kecerdasannya. Jika terlambat
mengatasi kejang pada anak, ada kemungkinan penyakit epilepsi, atau bahkan keterbalakangan
mental. Keterbelakangan mental di kemudian hari. Kondisi yang menyedihkan ini bisa
berlangsung seumur hidupnya.
K. Penatalaksanaan Farmakoterapi
- Anti konvulsion untuk mengontrol kejang Pembedahan
Untuk pasien epilepsi akibat tumor otak, abses, kista atau adanya anomali vaskuler
Jenis obat yang sering digunakan : Phenobarbital (luminal).
Paling sering dipergunakan, murah harganya, toksisitas rendah.
Primidone (mysolin)Di hepar primidone di ubah menjadi phenobarbital dan phenyletylmalonamid.
Difenilhidantoin (DPH, dilantin, phenytoin).Dari kelompok senyawa hidantoin yang paling banyak dipakai ialah DPH. Berhasiat
terhadap epilepsi grand mal, fokal dan lobus temporalis.
Carbamazine (tegretol).Mempunyai khasiat psikotropik yangmungkin disebabkan pengontrolan bangkitan
epilepsi itusendiri atau mungkin juga carbamazine memang mempunyaiefek
psikotropik.
7/22/2019 Siap Print. Epilepsi
14/22
Sifat ini menguntungkan penderita epilepsi lobus temporalis yang sering disertai
gangguan tingkahlaku.
Efek samping yang mungkin terlihat ialah nistagmus, vertigo, disartri, ataxia, depresi
sumsum tulang dan gangguan fungsi hati.
Diazepam.Biasanya dipergunakan pada kejang yang sedang berlangsung (status konvulsi.).
Pemberian i.m. hasilnya kurang memuaskan karena penyerapannya lambat.
Sebaiknya diberikan i.v. atau intra rektal.
Nitrazepam (Inogadon).Terutama dipakai untuk spasme infantil dan bangkitan mioklonus.
Ethosuximide (zarontine).Merupakan obat pilihan pertama untuk epilepsi petit ma
L. Proses keperawatanI. Pengkajian
1. Pengkajian kondisi/kesan umum
Kondisi umum Klien nampak sakit berat
2. Pengkajian kesadaran
Setelah melakukan pengkajian kesan umum, kaji status mental pasien dengan berbicara
padanya. Kenalkan diri, dan tanya nama pasien. Perhatikan respon pasien. Bila terjadi penurunan
kesadaran, lakukan pengkajian selanjutnya.
Pengkajian kesadaran dengan metode AVPU meliputi :
a. Alert (A) : Klien tidak berespon terhadap lingkungan sekelilingnya.
b. Respon velbal (V) : klien tidak berespon terhadap pertanyaan perawat.
c. Respon nyeri (P) : klien tidak berespon terhadap respon nyeri.d. Tidak berespon (U) : klien tidak berespon terhadap stimulus verbal dan nyeri ketika
dicubit dan ditepuk wajahnya
3. Pengkajian Primer
Pengkajian primer adalah pengkajian cepat (30 detik) untuk mengidentifikasi dengan
segera masalah aktual dari kondisi life treatening (mengancam kehidupan). Pengkajian
berpedoman pada inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi jika hal memugkinkan.
7/22/2019 Siap Print. Epilepsi
15/22
Prioritas penilaian dilakukan berdasarkan :
1. Airway (jalan nafas) dengan kontrol servikal
2. Breathing dan ventilasi
3. Circulation dengan kontrol perdarahan
4. Disability
1. Airway (jalan nafas) dengan kontrol servikal.
Ditujukan untuk mengkaji sumbatan total atau sebagian dan gangguan servikal :
- Ada/tidaknya sumbatan jalan nafas
- Distres pernafasan
- Adanya kemungkinan fraktur cervical
Pada fase iktal, biasanya ditemukan klien mengatupkan giginya sehingga menghalangi jalan
napas, klien menggigit lidah, mulut berbusa, dan pada fase posiktal, biasanya ditemukan
perlukaan pada lidah dan gusi akibat gigitan tersebut
2. Breathing
Pada fase iktal, pernapasan klien menurun/cepat, peningkatan sekresi mukus, dan kulit tampak
pucat bahkan sianosis.Pada fase post iktal, klien mengalami apneu
3. Circulation
Pada fase iktal terjadi peningkatan nadi dan sianosis, klien biasanya dalam keadaan tidak sadar.
4. Disability
Klien bisa sadar atau tidak tergantung pada jenis serangan atau karakteristik dari epilepsi yang
diderita. Biasanya pasien merasa bingung, dan tidak teringat kejadian saat kejang
5. Exposure
Pakaian klien di buka untuk melakukan pemeriksaan thoraks, apakah ada cedera tambahan akibat
kejang
4. Pengkajian sekunder
a. Identitas klien meliputi : nama, umur, jenis kelamin, agama, suku bangsa,alamat, tanggal
masuk rumah sakit, nomor register, tanggal pengkajian dan diagnosa medis.
b. Keluhan utama:
Klien masuk dengan kejang, dan disertai penurunan kesadaran
7/22/2019 Siap Print. Epilepsi
16/22
c. Riwayat penyakit:
Klien yang berhubungan dengan faktor resiko bio-psiko-spiritual. Kapan klien mulai serangan,
pada usia berapa. Frekuansi serangan, ada faktor presipitasi seperti suhu tinggi, kurang tidur, dan
emosi yang labil. Apakah pernah menderita sakit berat yang disertai hilangnya kesadaran,
kejang, cedera otak operasi otak. Apakah klien terbiasa menggunakan obat-obat penenang atau
obat terlarang, atau mengkonsumsi alcohol. Klien mengalami gangguan interaksi dengan orang
lain / keluarga karena malu ,merasa rendah diri, ketidak berdayaan, tidak mempunyai harapan
dan selalu waspada/berhati-hati dalam hubungan dengan orang lain.
- Riwayat kesehatan
- Riwayat keluarga dengan kejang
- Riwayat kejang demam
- Tumor intrakranial
- Trauma kepala terbuka, stroke
d. Riwayat kejang :
- Bagaimana frekwensi kejang.
- Gambaran kejang seperti apa
- Apakah sebelum kejang ada tanda-tanda awal.
- Apakah ada kehilangan kesadaran atau pingsan
- Apakah ada kehilangan kesadaran sesaat atau lena.
- Apakah pasien menangis, hilang kesadaran, jatuh ke lantai.
e. Pemeriksaan fisik
- Kepala dan leher
Sakit kepala, leher terasa kaku
- ThoraksPada klien dengan sesak, biasanya menggunakan otot bantu napas
- Ekstermitas
Keletihan,, kelemahan umum, keterbatasan dalam beraktivitas, perubahan tonus otot, gerakan
involunter/kontraksi otot
- Eliminasi
Peningkatan tekanan kandung kemih dan tonus sfingter. Pada post iktal terjadi inkontinensia
(urine/fekal) akibat otot relaksasi
7/22/2019 Siap Print. Epilepsi
17/22
- Sistem pencernaan
Sensitivitas terhadap makanan, mual/muntah yang berhubungan dengan aktivitas kejang,
kerusakan jaringan lunak
M.Diagnosa KeperawatanDiagnosa keperawatan yang mungkin timbul adalah :
1. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan peningkatan tekanan intrakranial.Tujuan :
Pasien kembali pada keadaan status neurologis sebelum sakit
Meningkatnya kesadaran pasien dan fungsi sensoris
Kriteria hasil :
Tanda-tanda vital dalam batas normal
Rasa sakit kepala berkurang
Kesadaran meningkat
Tidak ada atau hilangnya tanda-tanda tekanan intrakranial yang meningkat.
7/22/2019 Siap Print. Epilepsi
18/22
Rencana Tindakan :
INTERVENSI (1) RASIONALPasien bed rest total dengan
posisi tidur terlentang tanpa
bantal
Perubahan pada tekanan intakranial akan dapat
meyebabkan resiko untuk terjadinya herniasi otak
Monitor tanda-tanda status
neurologis dengan GCS.
Dapat mengurangi kerusakan otak lebih lanjut
Monitor tanda-tanda vital
seperti TD, Nadi, Suhu,
Respirasi dan hati-hati pada
hipertensi sistolik
Pada keadaan normal autoregulasi mempertahankan
keadaan tekanan darah sistemik berubah secara
fluktuatif. Kegagalan autoregulasi akan
menyebabkan kerusakan vaskuler cerebral yang
dapat dimanifestasikan dengan peningkatan sistolik
dan diikuti oleh penurunan tekanan diastolik.
Sedangkan peningkatan suhu dapat menggambarkanperjalanan infeksi.
Monitor intake dan output Hipertermi dapat menyebabkan peningkatan IWL
dan meningkatkan resiko dehidrasi terutama pada
pasien yang tidak sadar serta nausea yang
menurunkan intake per oral
Bantu pasien untuk membatasi
muntah, batuk. Anjurkan
pasien untuk mengeluarkan
napas apabila bergerak atauberbalik di tempat tidur.
Aktifitas muntah atau batuk dapat meningkatkan
tekanan intrakranial dan intraabdomen.
Mengeluarkan napas sewaktu bergerak atau
merubah posisi dapat melindungi diri dari efekvalsava
Kolaborasi :
Berikan cairan perinfus dengan
perhatian ketat.
Meminimalkan fluktuasi pada beban vaskuler dan
tekanan intrakranial, vetriksi cairan dan cairan dapat
menurunkan edema cerebral
Monitor AGD bila diperlukan
pemberian oksigen
Adanya kemungkinan asidosis disertai dengan
pelepasan oksigen pada tingkat sel dapat
menyebabkan terjadinya iskhemik serebral
Berikan terapi sesuai advis
dokter seperti: Steroid,
Aminofel, Antibiotika.
Terapi yang diberikan dapat menurunkan
permeabilitas kapiler.
Menurunkan edema serebri
Menurunkan metabolik sel / konsumsi dan kejang.
2. Nyeri berhubungan dengan adanya iritasi lapisan otakTujuan :
Pasien terlihat rasa sakitnya berkurang / rasa sakit terkontrol
Kriteria evaluasi :
7/22/2019 Siap Print. Epilepsi
19/22
Pasien dapat tidur dengan tenang
Memverbalisasikan penurunan rasa sakit.
Rencana Tindakan :
INTERVENSI RASIONAL
Independent
Usahakan membuat lingkungan
yang aman dan tenang
Menurunkan reaksi terhadap rangsangan ekternal
atau kesensitifan terhadap cahaya dan
menganjurkan pasien untuk beristirahat
Kompres dingin (es) pada kepala
dan kain dingin pada mata
Dapat menyebabkan vasokontriksi pembuluh darah
otak
Lakukan latihan gerak aktif atau
pasif sesuai kondisi dengan lembut
dan hati-hati
Dapat membantu relaksasi otot-otot yang tegang
dan dapat menurunkan rasa sakit / disconfort
Kolaborasi :
Berikan obat analgesik
Mungkin diperlukan untuk menurunkan rasa sakit.
Catatan : Narkotika merupakan kontraindikasi
karena berdampak pada status neurologis sehingga
sukar untuk dikaji.
3. Resiko injuri berhubungan dengan adanya kejang, perubahan status mentaldan penurunan tingkat kesadaran
Tujuan:
Pasien bebas dari injuri yang disebabkan oleh kejang dan penurunan kesadaran
Rencana Tindakan :
INTERVENSI RASIONAL
Independent :
Monitor kejang pada tangan, kaki, mulutdan otot-otot muka lainnya Gambaran tribalitas sistem saraf pusatmemerlukan evaluasi yang sesuai dengan
intervensi yang tepat untuk mencegah
terjadinya komplikasi.
Persiapkan lingkungan yang aman
seperti batasan ranjang, papan
pengaman, dan alat suction selalu berada
dekat pasien.
Melindungi pasien bila kejang terjadi
Pertahankan bedrest total selama fase
akut
Mengurangi resiko jatuh / terluka jika vertigo,
sincope, dan ataksia terjadi
7/22/2019 Siap Print. Epilepsi
20/22
Kolaborasi :
Berikan terapi sesuai advis dokter
seperti; diazepam, phenobarbital, dll.
Untuk mencegah atau mengurangi kejang.
Catatan : Phenobarbital dapat menyebabkan
respiratorius depresi dan sedasi.
4. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neuromuskulaer,penurunan kekuatan otot, penurunan kesadaran, kerusakan persepsi/kognitif
Tujuan :
Tidak terjadi kontraktur, footdrop, gangguan integritas kulit, fungsi bowell dan bladder
optimal serta peningkatan kemampuan fisik
Rencana Tindakan :
I ntervensi Rasional
Independen :
Review kemampuan fisik dan
kerusakan yang terjadi
Mengidentifikasi kerusakan fungsi dan menentukan
pilihan intervensi
Kaji tingkat imobilisasi, gunakan
skala ketergantungan dari 0 - 4
Kemungkinan tingkat ketergantungan (0) hanya
memerlukan bantuan minimal (1)Memerlukan
bantuan moderate (3) Memerlukan bantuan komplit
dari perawat (4)Klien yang memerlukan pengawasankhusus karena resiko injury yang tinggi
Berikan perubahan posisi yang
teratur pada klien
Perubahan posisi teratur dapat mendistribusikan berat
badan secara meneyluruh dan memfasilitasi
peredaran darah serta mencegah dekubitus
Pertahankan body aligment
adekuat, berikan latihan ROM
pasif jika klien sudah bebas panas
dan kejang
Mencegah terjadinya kontraktur atau foot drop serta
dapat mempercepat pengembalian fungsi tubuh
nantinya
Berikan perawatan kulit secaraadekuat, lakukan masasse, ganti
pakaian klien dengan bahan linen
dan pertahankan tempat tidur
dalam keadaan kering
Memfasilitasi sirkulasi dan mencegah gangguanintegritas kulit
Berikan perawatan mata,
bersihkan mata dan tutup dengan
kapas yang basah sesekali
Melindungi mata dari kerusakan akibat terbukanya
mata terus menerus
Kaji adanya nyeri, kemerahan,
bengkak pada area kulit
Indikasi adanya kerusakan kulit
7/22/2019 Siap Print. Epilepsi
21/22
5. Kerusakan sensori persepsi berhubungan dengan kerusakan penerimarangsang sensori, transmisi sensori dan integrasi sensori
Tujuan :
Kesadaran klien dan persepsi sensori membaik
RencanaTindakan :
I ntervensi Rasional
Evaluasi secara teratur perubahan
orientasi klien, kemampuan
bicara, keadaan emosi serta
proses berpikir klien.
Kerusakan area otak akan menyebabkan klien
mengalami gangguan persepsi sensori. Sejalan dengan
proses peneymbuhan, lesi area otak akan mulai
membaik sehingga perlu dievaluasi kemajuan klien
Kaji kemampuan
menterjemahkan rangsang
sensori misalnya : responterhadap sentuhan, panas atau
dingin, serta kesadaran terhadap
pergerakan tubuh.
Informasi tersebut penting untuk menentukan tindak
lanjut bagi klien
Batasi suara-suara bising serta
pertahankan lingkungan yang
tenang
Menurunkan kecemasan, dan mencegah kebingungan
pada klien akibat rangsang sensori berlebihan
Tetap bicara dengan klien dengan
suara yang tenang, gunakan kata-
kata yang sederhana dan singkatserta pertahankan kontak mata
Rangsang sensori tetap diberikan pada klien walaupun
dalam keadaan tidak sadar untuk memacu kemampuan
sensori persepsi klien
Kolaborasi :
Rujuk ke ahli fisioterapi atau
okupasi
Untuk dapat memberikan penanganan menyeluruh
pada klien
6. Resiko gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuhberhubungan dengan ketidakmampuan menelan, keadaan hipermetabolik
Tujuan :
Nutrisi klien terpenuhi dengan kriteria tidak adanya tanda malnutrisi dengan nilai
laboratorium dalam batas norma
Rencana Tindakan:
I ntervensi Rasional
Kaji kemampuan klien dalam
menelan, batuk dan adanya sekret
Faktor-faktor tersebut menentukan kemampuan
menelan klien dan klien harus dilindungi dari
resiko aspirasi
7/22/2019 Siap Print. Epilepsi
22/22
Auskultasi bowel sounds, amati
penurunan atau hiperaktivitas suara
bpowell
Fungsi gastro intestinal tergantung pula pada
kerusakan otak, bowelll sounds menentukan
respon feeding atau terjadinya komplikasi
misalnya illeus
Timbang berat badan sesuaiindikasi
Untuk megevaluasi efektifitas dari asupanmakanan
Berikan makanan dengan cara
meninggikan kepala
Menurunkan resiko regurgitasi atau aspirasi
Pertahankan lingkungan yang
tenang dan anjurkan keluarga atau
orang terdekat untuk memberikan
makanan pada klien
Membuat klien merasa aman sehingga asupan
dapat dipertahankan
DAFTAR PUSTAKA
Lynda Juall C, 1999, Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan, PenerjemahMonica Ester, EGC, Jakarta
Marilyn E. Doenges, 1999, Rencana Asuhan Keperawatan, Penerjemah Kariasa IMade, EGC, Jakarta
NANDA, 2005. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005 2006 Alihbahasa Budi Santosa. Prima Medika.
Wong, Donna L., et al. 2008. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik Wong. Volume 2.Alih bahasa Agus Sunarta, dkk. EGC : Jakarta.
Sylvia, A. pierce.1999. Patofisologi Konsep Klinis. Proses penyakit. Jakarta : EGC