Upload
vantuong
View
222
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
UNIVERSITAS INDONESIA
SIKAP PENGUSAHA KOREA TERHADAP
INFRASTRUKTUR HUKUM EKONOMI DI INDONESIA
Tesis ini diajukan sebagai salah satu syarat
Untuk memperoleh derajat
MAGISTER ILMU HUKUM
oleh
Nama: Cheon-Ho,Lee
NPM: 6595002493
PROGRAM PASCASARJANA Jakarta
2001
UNIVERSITAS INDONESIA
SIKAP PENGUSAHA KOREA TERHADAP INFRASTRUKTUR HUKUM EKONOMI
DI INDONESIA
Tesis ini disusun
oleh
Nama: Cheon-Ho.Lee
NPM: 6595002493
Telah dipertahankan di hadapan Dewan Penguji
Pada tanggal 11 September 2001
Pembimbing Tesis Ketua,
Program Pascasarjana
Fakultas Hukum Universitas Indonesia
Sikap pengusaha..., Cheon-Ho,Lee, FH UI, 2001.
Universitas Indonesia
Tesis ini diajukan cleh:
Nama N PMProgram Studi Program Kekhususan
Judul Tesis:
: Cheon-Ho, Lee : 6595002493
Ilmu Hukum : Hukum Ekonomi
SIKAP PENGUSAHA KOREA TERHADAP INFRASTRUKTUR HUKUM EKONOMI
DI INDONESIA
Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji Program Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia
Tanggal 11 September 2001
Dewan Penguji
1. Prof. Dr. Erman. Radjagukguk, SH., LL.M, Ph.D
2. Prof. Dr. Hikmahanto Juwana, SH..LL.M, Ph.D
3. Agus Brotosusilo, SHf MA
Sikap pengusaha..., Cheon-Ho,Lee, FH UI, 2001.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan yang Maha Esa atas segala kasih
karunia yang telah diberikanNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini.
Tesis ini merupakan salah satu persyaratan dalam menyelesaikan studi pada
Program Pascasarjana Universitas Indonesia, Program Studi Ilmu Hukum guna
memperoleh derajat Magister Hukum.
Penulis menyadari, bahwa Tesis ini dapat selesai berkat bantuan dari berbagai
pihak yang tidak mungkin penulis lupakan, baik dalam proses penelitian maupun dalam
penulisan. Kepada semua pihak yang telah membantu terselesaikannya tesis ini, penulis
menyampaikan terima kasih sebesar-besarnya. Semoga segala budi baik tersebut
mendapatkan balasan berkat Tuhan yang melimpah.
Pada kesempatan ini, secara khusus penulis ingin menyampaikan ucapan terima
kasih yang setinggi-tingginya kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Erman Rajagukguk, SH., LL.M, Ketua Program Studi Ilmu Hukum
Program Pascasarjana Universitas Indonesia, sekaligus merangkap sebagai Ketua
Dewan Penguji
2. Bapak Prof. Dr. Hikmahanto Juwana, SH., LL.M, Ketua Program Kekhususan
Hukum Ekonomi pada Program Studi Ilmu Hukum Program Pascasarjana
Universitas Indonesia, sekaligus merangkap sebagai pembimbing Tesis ini, yang
telah membimbing dan mengarahkan penulis sehingga tesis ini dapat terwujud
3. Bapak Agus Brotosusilo, SH., MA, sebagai penguji yang telah memberikan
dorongan dan semangat bagi penulis untuk menyelesaikan tesis ini.
4. Kepada semua dosen yang pernah memberikan kepada penulis ilmu pengetahuan,
walaupun nama mereka tidak dapat disebutkan satu per satu.
5. Para pengusaha Korea di Jakarta yang telah memberikan data yang diperlukan
penulis.
Atas segala bantuan dan bimbingan tersebut sekali lagi penulis mengucapkan terima
kasih, semoga Tuhan memberkati kita semua.
Sikap pengusaha..., Cheon-Ho,Lee, FH UI, 2001.
Akhirnya, dengan rasa syukur Tesis ini penulis persembahkan sebagai ungkapan kasih
sayang dan terima kasih yang setinggi-tingginya untuk kedua orangtua yang berada di
Korea, kepada istri dan anak-anakku yang tercinta.
Jakarta, Oktober 2001
Penulis,
Cheon-Ho, Lee
Sikap pengusaha..., Cheon-Ho,Lee, FH UI, 2001.
Sebagai negara yang sedang berkembang, Indonesia mempunyai keinginan yang kuat untuk melaksanakan pembangunan ekonomi. Akan tetapi, keinginan ini tidak didukung oleh tersedianya sumber-sumber dana dari dalam negeri, mengingat Indonesia masih dihadapkan pada situasi, yang disebut dengan istilah "lingkaran kemiskinan." Dalam mendapatkan dana tersebut, pemerintah Indonesia telah banyak menerbitkan kebijakan- kebijakan serta mengeluarkan hukum-hukum ekonomi. Salah satu penyebabnya dalam mengeluarkan berbagai kebijakan ekonomi adalah semakin banyaknya pesaing yang menawarkan berbagai kemudahan dan insentif yang lebih menarik terhadap para penanam modal asing daripada Indonesia, misalnya negara Vietnam dan Cina. Disisi lain kebijaksanaan investasi yang dikeluarkan pemerintah Indonesia kurang menarik bagi penanaman modal asing. Untuk mengatasi keadaan tersebut, pemerintah Indoensia telah mempermudah prosedur penanaman modal, memberikan berbagai fasilitas dan insentif serta menetapkan peraturan-peraturan yang mendukung bagi terciptanya iklim investasi yang lebih baik.
Tetapi di dalam pikiran penulis timbul pertanyaan apakah kebijakan-kebijakan pemerintah Indoneia selama ini sudah memadai untuk menyedot modal asing atau tidak. Begitupula penulis sebagai seorang warganegara Korea terdorong untuk meneliti bagaimana kebijakan pemerintah Indonesia itu terlihat di kaca mata pengusaha Korea, dan apa keluhan mereka sebagai salah satu investor asing terhadap infrastruktur hukum ekonomi Indonesia.
Menurut penelitian Penulis, kenyataannya investor Korea tidak begitu tertarik, bahkan tidak peduli terhadap apa yang telah dilakukan pemerintah. Perhatian utama mereka adalah jaminan keamanan terhadap investasi mereka. Sikap mereka terhadap kebijakan pemerintah sangat ragu-ragu, sebab kebijakan itu seringkali berubah-ubah dan bertolak belakang. Oleh karena itu Pemerintah Indonesia harus memiliki strategi yang berbeda dalam mengundang investor dari Korea. Pendekatan hukum semata tidak akan memberi output seperti halnya pengusaha dari dunia Barat.
Sikap pengusaha..., Cheon-Ho,Lee, FH UI, 2001.
DAFTAR ISIHalaman
KATA PENGANTAR.......................................................................................... i
ABSTRAK..........................................................................................................iii
DAFTAR iSI....................................................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah....................................................................................1
B. Pokok Permasalahan......................................................................................10
C. Tujuan Penelitian............................................................................................. 11
1. Tujuan Penelitian...................................................................................... 11
2. Kegunaan Penelitian................................................................................ 12
D. Kerangka Teoritis........................................................................................... 14
E. Metode Penelitian...........................................................................................18
1. Spesifikasi Penelitian................................................................................19
2. Pendekatan.............................................................................................20
3. Sumber Data........................................................................................... 20
4. Cara Pengumpulan Data...........................................................................21
5. Metode Analis Data.................................................................................. 21
F. Sistematika Penulisan dan Pembahasan.........................................................22
Sikap pengusaha..., Cheon-Ho,Lee, FH UI, 2001.
BAB II INFRASTRUKTUR HUKUM EKONOMI DI INDONESIA
A. Investasi Asing Dalam Negara Berkembang.....................................................24
B. Kebijakan-Kebijakan Pemerintah Indonesia..................................................... 27
C. Konsistensi dan Kepastian Hukum.................................................................. 46
D. Dihapusnya Diskriminasi Pemelikan Antara PMA Dengan PMDN....................... 64
BAB III BUDAYA HUKUM KOREA
A. Sejarah Dan Pengetahuan Umum Tentang Budaya Korea..................................82
B. Perbandingan budaya Hukum Masyarakat Ko ea dan Amerika...........................95
BAB IV PENGARUH INFRASTRUKTUR HUKUM EKONOMI TERHADAP INVESTASI
PERUSAHAAN KOREA DI INDONESIA
A. Profil Perusahaan Korea di Indonesia ....................................................106
B. Sikap Pengusaha Korea di Indonesia terhdap kebijakan Pemerintah..................... 109
1. Etika Bisnis Dan Kepastian Hukum ......................................................... 109
2. Konsistensi dan Kepastian Hukum.............................................................117
3. Tanggapan Pengusaha Korea Terhadap Hukum Ekonomi Indonesia.................121
Sikap pengusaha..., Cheon-Ho,Lee, FH UI, 2001.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
B. Saran ...............................
Sikap pengusaha..., Cheon-Ho,Lee, FH UI, 2001.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sebagai negara yang sedang berkembang, Indonesia
mempunyai keinginan yang kuat untuk melaksanakan pembangunan
di bidang ekonomi. Akan tetapi keinginan ini tidak didukung
oleh tersedianya sumber-sumber dana dari dalam negeri,
mengingat Indonesia masih dihadapkan pada situasi, yang
disebut dengan istilah "lingkaran kemiskinan."
Memang harus diakui, pembangunan ekonomi bukan hanya
membutuhkan dana saja, tetapi sumber daya alam yang banyak,
tenaga terampil yang cukup, manajemen yang baik, stabilitas
politik yang mantap dan faktor-faktor lain. Namun, persoalan
utama terletak pada kebutuhan akan sumber modal untuk
investasi, karena baik pemerintah maupun swasta membutuhkan
dana untuk membiayai proyek-proyek pembangunan yang
dilaksanakan dengan cara mengimpor tenaga ahli (manajemen dan
Sikap pengusaha..., Cheon-Ho,Lee, FH UI, 2001.
teknologi), jasa maupun barang.
Dalam mengupayakan sumber-sumber tersebut, pemerintah
Indonesia telah banyak menerbitkan kebijakan-kebijakan serta
mengeluarkan hukum-hukum ekonomi. Pemerintah Indonesia
memandang penanaman modal asing sebagai salah satu sumber
pembiayaan pembangunannya, di samping pinjaman luar negeri
dan tabungan masyarakat.
Pada awal dekade 1970an, Pemerintah Indonesia pernah
mengalami "booming" penanaman modal asing, tetapi sejak tahun
1993 penanaman modal asing mengalami penurunan yang cukup
berarti. Salah satu penyebabnya adalah semakin banyak pesaing
yang menawarkan berbagai kemudahan dan insentif yang lebih
menarik daripada Indonesia, misalnya negara Vietnam dan Cina.
Pada sisi lain kebijaksanaan investasi yang dikeluarkan
pemerintah Indonesia kurang menarik bagi penanaman modal
asing. Oleh karena itu pelbagai kebijaksanaan pemerintah
dalam mengeluarkan deregulasi dan debirokratisasi harus
Sikap pengusaha..., Cheon-Ho,Lee, FH UI, 2001.
dijalankan secara konsisten untuk lebih meningkatkan
penanaman modal asing, baik terhadap perundangan-undangan
penanaman modal asing maupun terhadap peraturan lain yang
terkait. Tanggapan masyarakat pada umumnya dan dunia usaha
pada khususnya, terhadap tindakan-tindakan pemerintah
tersebut, sangat positif. Hal ini disebabkan terutama karena
apa yang telah dilakukan oleh pemerintah Indonesia diartikan
sebagai usaha untuk mengurangi dan menghapuskan berbagai
jenis peraturan yang menghambat dan membatasi, serta campur-
tangan pemerintah yang berlebihan dalam kegiatan ekonomi.
Kemudahan yang dituju dalam pengaturan bidang ekonomi
adalah membantu kelancaran usaha para pelaku ekonomi, yaitu
Koperasi, perusahaan negara (Perjan, Persero, Perum, atau PN),
perusahaan swasta, maupun para pengusaha perorangan. Harapan
itu didasarkan pada pendapat yang memandang perbaikan
infarstruktur hukum ekonomi sebagai suatu cara supaya dapat
lebih menghemat biaya, waktu, dan tenaga yang lazim disebut
Sikap pengusaha..., Cheon-Ho,Lee, FH UI, 2001.
"social cost". Dengan demikian, melalui pendekatan tersebut
diharapkan kegairahan dan kegiatan ekonomi masyarakat, dapat
lebih meningkat. Selain itu, keberhasilan tindakan-tindakan
pemerintah tersebut, juga akan memungkinkan peningkatan
produktivitas, dan penggalian sumber-sumber usaha yang baru.
Berbagai kebijaksanaan yang telah dipilih oleh pemerintah,
hingga kini telah mencakup berbagai sektor, antara lain
seperti sektor-sektor: angkutan laut, perbankan, perdagangan,
perindustrian, pertanian, penanaman modal dan perpajakan. -
Dalam hal itu harus diakui bahwa khusus untuk kepentingan
para pengusaha PMA dan PMDN telah banyak sekali dilakukan
1 kebijaksanaan deregulasi dalam arti luas, telah dimulai sejak dasa warsa tahun 1960-an, seiring dengan dibukanya kran masuknya modal asing ke Indonesia. Pada 12 April dikeluarkan kebijaksanaan di bidang Ekspor Impor dan Devisa, yang antara lain memberikan kebebasan kepada dunia perdagangan, yang terbelenggu oleh peraturan-peraturan yang berbelit-belit yang mematikan inisiatif masyarakat. Lihat Presiden RI, Kebijaksanaan inisiatif tindakan-tindakan Baru dalam Bidang Ekspor Impor dan Devisa, (Jakarta: Departmen Penerangan RIdan Bank Indonesia, 1970) Hal.15
Sikap pengusaha..., Cheon-Ho,Lee, FH UI, 2001.
penyederhanaan yang berkenaan dengan jumlah maupun jenis
perizinan atas sektor-sektor yang telah disebutkan di muka. 2
Tujuan yang indah dicapai melalui pembentukan ketentuan-
ketentuan hukum dalam memperbaiki infarastruktur hukum
ekonomi, adalah akan terwujudnya suatu pola dan watak
tertentu dalam perekonomian nasional. Oleh karena itu,
tindakan kebijaksanaan-kebijaksanaan pemerinta mengandung
makna sebagai kontribusi bidang hukum dalam mewujudkan sistem
perekonomian pada masyarakat yang sedang dalam proses
membangun ekonominya. Selain itu, tindakan perubahan
Dalam konteks ini, perlu dikemukakan beberapa kebijaksanaan yang dianggap penting, antara lain; a)PK Mei 1986, mengenai penanaman modal, kawasan berikat, dan pemberian kemudahan tata-niaga, serta pembebasan dan pengembalian bea masuk b) PK 24 Desember 1987, yang merupakan upaya lanjutan mengurangi berbagai hambatan nontarif, selain beberapa penyderhanaan izin dan prosedur, yang intinya memberi kebebasan, seperti untuk mendirikan hotel c)PP 17/1992, tentang persyaratan pemilikan saham dalam perusahaan PMA d) PP 20/1994 yaitu tentang pemilikan saham dalam perusahaan yang didirikan dalam rangka PMA. Lihat dan bandingkan Sukamdani SahidGitosardjono, dkk., Bisnis dan Pembangunan Ekonomi,(Jakarta:Cv Haji Mas agung, 1993), hal. 67.
Sikap pengusaha..., Cheon-Ho,Lee, FH UI, 2001.
infrastruktur ekonomi juga dilaksanakan sebagai upaya untuk
memenuhi tuntutan yang timbul sebagai akibat dari semakin
meningkatnya arus informasi dalam era globalisasi yang kini
tengah berlangsung. Sehingga diharapkan, bahwa dalam
perekonomian Indonesia pada akhirnya akan terbentuk suatu
pola yang saling mempengaruhi, antara kegiatan ekonomi yang
bersifat nasional dengan yang bersifat internasional, yang
melibatkan hukum dengan kaidah-kaidah tertentu, yang secara
doktriner belum tentu harus tunduk pada ketentuan hukum
nasional semata-mata, atau hanya harus tunduk kepada hukum
internasional atau pun kepada hukum asing.
Dalam hubungan dengan bidang hukum ada pendapat yang
mengatakan, bahwa hukum mempunyai empat fungsi, yaitu: a)
hukum sebagai pemelihara ketertiban; b) hukum sebagai sarana
pembangunan; c)hukum sebagai sarana penegak keadilan; d) hukum
sebagai sarana pendidikan masyarakat. 3 Namun selain itu,
3 . Lihat Sunaryati Hartono, Hukum Ekonomi Pembangunan
Sikap pengusaha..., Cheon-Ho,Lee, FH UI, 2001.
dapat dikemukakan pula bahwa satu di antara fungsi hukum
dalam perekonomian adalah sebagai sarana untuk melakukan
pemerataan (mewujudkan cita-cita keadilan sosial), yaitu
dengan merinci secara hati-hati kebijaksanaan-kebijaksanaan
yang diperlukan untuk memanfaatkan segala sumber-sumber yang
ada dengan sebaik-baiknya, sehingga hasil positif yang
dicapai melalui peranan pemerintah dalam perekonomian tidak
diragukan. Dengan demikian jelas terlihat adanya keterkaitan
yang saling mempengaruhi antara ekonomi dan hukum.
Sementara itu, para pengamat perekonomian menyatakan
bahwa kondisi perekonomian nasional menunjukkan kondisi
adanya peningkatan efisiensi di beberapa sektor ekonomi,
terutama di sektor-sektor di mana tidak terjadi peningkatan
efisiensi, ternyata telah berlangsung peningkatan konsentrasi
industri,baik dalam pemilikan maupun kartel produksi, dan
penentuan harga. Sebagai contoh konsentrasi pemilihan atau
Indonesia, (Bandung: Binacipta, 1988), Hal. 10
Sikap pengusaha..., Cheon-Ho,Lee, FH UI, 2001.
kartel harga tersebut adalah di sektor industri-industri
minyak nabatai, semen, otomotif, dan bahan plastik. 4
Kondisi ekonomi sebagaimana diuraikan di atas,
menggambarkan berlangsungnya iklim berusaha yang masih
memerlukan upaya tertentu dari pemerir.tah untuk menciptakan
iklim kompetisi yang sehat. Upaya itu dapat dilakukan melalui
perubahan infrastruktur hukum ekonomi Indonesia yang
merangsang masuknya investasi asing, dan mendorong
terciptanya kerja sama antara modal asing dan modal nasional,
yang diharapkan akan dapat menghilangkan konsentrasi
kepemilikan dan kebijaksanaan kartel, serta memacu
terciptanya iklim bisnis yang sehat dan kompetitif. Dalam
pada itu, kebijaksanaan yang dimaksudkan untuk membuka
peluang dalam meraih investasi, dan menggalakkan joint
venture, masih diganjal oleh beberapa kendala. Para investor
4 Rizal Ramli, "Deregulasi: Suatu Evaluasi Kritis". Republika, (3 Maret 1993):6
Sikap pengusaha..., Cheon-Ho,Lee, FH UI, 2001.
masih dihadapkan antara lain pada masalah-masalah yang
mencakup: a) infrastruktur yang kurang memadai, b) insentif
yang kurang bersaing, c) stabilitas nasional yang kurang
mantap, dan d) masalah kepastian hukum dan pelaksanaan hukum
yang masih belum memadai. ‘J
Permasalahan tersebut di atas sebenarnya juga tidak dapat
dilepaskan dari rasa keadilan, kepatuhan, dan tujuan yang
hendak dicapai oleh suatu kebijaksanaan. Masalah-masalah
terakhir ini, juga tergantung dilihat dari sudut mana. Dalam
kaitannya dengan iklim investasi, terdapat beberapa pihak
yang berwenang dan berkepentingan, yaitu BKPM, yang juga
terdiri dari BKPM Pusat dan BKPM Daerah, di samping Presiden,
instansi/departemen teknis lain yang terkait, investor (asing
dan domestik), bank-bank dan lembaga-lembaga keuangan bukan
bank, konsumen/ pemakai jasa, serta kepentingan pemerintah
5 Felix 0. Soebagio. "Deregulasi, Kepastian Hukum, dan Usaha Memantapkan Iklim Investasi". Hukum Dan Pembangunan (5Oktober 1990): 432
Sikap pengusaha..., Cheon-Ho,Lee, FH UI, 2001.
pusat dan kepentingan Pemerintah Daerah Tk. I dan Tk. II
Berdasarkan alasan-alasan tersebut, penulis sebagai
seorang warganegara Korea merasa tertarik untuk menelaah dan
mengkaji pengaruh infrastruktur dan pelaksanaan hukum ekonomi
terhadap investasi dari pengusaha Korea. Dikhususkan pada,
sejauh manakah berpengaruhnya kebijakan-kebijakan pemerintah
Indonesia dalam perubahan infrastruktur hukum Ekonomi
terhadap jumlah investasi dari pengusaha Korea baik itu
meningkat ataupun merosot. Begitu pula bagaimana kebujakan-
kebijakan pemerintah Indonesia itu terlihat di kaca mata
pengusaha Korea serta apa kesan ataupun keluhan-keluahna yang
mereka miliki.
B . Pokok permasalahan
Berdasarkan berbagai penjelasan yang telah diuraikan di
muka, maka penulis berusaha membatasi persoalan pengkajian
dan penulisan tesis ini pada masalah pokok yang menjadi
Sikap pengusaha..., Cheon-Ho,Lee, FH UI, 2001.
substansi tema sentral, yang dianggap penting dan relevan,
yaitu sebagai berikut,
1. Apakah pengusaha Korea mementingkan masalah hukum
dalam melakukan investasi di Indonesia?
2. Apa peneyebab pengusaha Korea bersikap demikian?
3. Apa yang menjadi perhatian dan keluhan dari
pengusaha Korea dalam hal yang terkaitan dengan
investasi.
Oleh karena banyaknya masalah dan luasnya bidang penanaman
modal, penelahan dibatasi pada pokok-pokok permasalahan
tersebut di atas.
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui:
1) Apakah ketentuan-ketentuan hukum ekonomi dan
infrastruktur yang sudah ada cukup memadai untuk
meraih investasi dan menggalakkan kerja sama dengan
Sikap pengusaha..., Cheon-Ho,Lee, FH UI, 2001.
pengusaha asing?
2) Sejauh manakah kuatnya pengaruh infrastruktur dan
pelaksanaan hukum ekonomi terhadap investasi oleh
pengusaha Korea?
Pengetahuan tentang pokok-pokok persoalan tersebut,
diharapkan dapat menjawab permasalahan bagaimana keterkaitan
antara bidang hukum dan kegiatan ekonomi di bidang bisnis.
Bagi pihak pemerintah, sebagai pembuat aturan main dalam hal
investasi, semoga tesisi ini dapat menjadi bahan analisa
terhadap kebijakan-kebijakan yang telah dilakukan dalam hal
investasi dikaitkan dengan banyaknya investor yang menanamkan
modalnya. Hal ini sangat penting mengingat minat investor
dalam menanamkan modalnya tergantung dari kebijakan dan
fasilitas, serta iklim investasi yang menarik. Diharapkan
pada masa yang akan datang pemerintah dapat menciptakan iklim
investasi yang sedemikian menarik sehingga mampu mengundang
lebih banyak lagi investor asing, terutama para pengusaha
Sikap pengusaha..., Cheon-Ho,Lee, FH UI, 2001.
Korea untuk menanamkan modalnya di Indonesia.
2. Kegunanan Penelitian
Penulisan tesis ini, diharapkan dapat memberi manfaat
sebagai salah satu bahan kepustakaan hukum, dan sebagai bahan
masukan dalam merumuskan kebijaKsanaan-kebijaksanaan tentang
kegiatan bisnis pada umumnya. Dengan harapan, tesis ini dapat
dimanfaatkan untuk membantu menegakkan citra hukum dan untuk
mewujudkan hasil-hasil yang memadai dalam hal-hal beriktu:
1 ) dipergunakan untuk menyusun dan merancang
kebijaksanaan pemerintah dalam menggalang,
mengendalikan, serta menunjang dan memacu kegiatan
bisnis pengusaha asing, melalui ketentuan-ketentuan
hukum ekonomi yang tepat
2 ) dipergunakan untuk melaksanakan penyesuaian atau
regulasi muatan suatu peraturan perundang-undangan,
sebagai upaya restrukturisasi perekonomian
3 ) dijadikan sumber informasi yang berguna bagi
Sikap pengusaha..., Cheon-Ho,Lee, FH UI, 2001.
pengusaha-pengusaha Korea, untuk memahami hak-hak
dan kewajiban-kewajibannya dalam praktek investasi,
agar terwujud watak aktivitas perekonomian yang
berkeadilan, wajar, sehat dan dinamis. (yang
dijamin oleh kepastian hukum).
D. Kerangka Teoritis
Kerangka teori yang menjadi dasar analisis persoalan-
persoalan dalam penulisan tesis ini, adalah konsepsi-konsepsi
yang dilandasi oleh definisi yuridis, peratuan perundang-
undangan, dokumen, tulisan dan pendapat para pakar atau ahli
yang kompeten.
Sebagaimana diterangkan di muka, untuk memacu
pembangunan melalui pertumbuhan ekonomi, maka pemerintah
berusaha menggalakkan peranan sektor swasta, antara lain
dengan menarik investasi asing. Di samping itu, pemerintah
juga melakukan upaya-upaya penyederhanaan prosedur perizinan
Sikap pengusaha..., Cheon-Ho,Lee, FH UI, 2001.
melalui berbagai kebijaksanaan deregulasi di bidang penanaman
modal asing.
Pada tahun 1966 telah berkembang kesadaran yang
dituangkan dalam TAP MPRS XXIII/1966, bahwa pembangunan tidak
mungkin dimu_ai tanpa pemulihan ekonomi yang ketika itu tidak
terkendali dan tidak sehat. Inflasi yang parah dan yang
berlangsung tidak terkendali, harus dihentikan. Dan lembaga-
lembaga ekonomi yang tidak berfungsi sebagaimana semestinya,
harus ditata kembali, agar roda ekonomi dapat berputar lagi.
Sejalan dengan kesadaran ini, maka modal (sumber-sumber
dana) asing dipersilahkan masuk lagi baik melalui investasi
langsung (direct investment) maupun melalui kredit untuk
investasi, atau melalui pinjaman dengan disertai suatu
perjanjian pinjaman (loan agreement) 6
Dalam konteks ini, maka seyogyanyalah pranata hukum
6 Lihat BPHN, Simposium Aspek-Aspek Hukum Masalah Perkreditan, (Jakarta: Binacipta, 1987), hal.33
Sikap pengusaha..., Cheon-Ho,Lee, FH UI, 2001.
juga mulai dibina dan difungsikan, tidak saja untuk menunjang,
tetapi juga sebagai pengarah, dan sekaligus pengendali
perekonomian. Untuk dapat berfungsi demikian, maka diperlukan
pranata hukum yang berkualitas, 7 di samping pranata ekonomi.
Melalui pendekatan ekonomi diharapkan agar pranata hukum
didesain dengan memperhatikan konsep: maksimalisasi,
keseimbangan, dan efisiensi. Pranata-pranata hukum
tersebut seyogyanya difungsikan berdasarkan kaidah-kaiaah
atau asas-asas hukum ekonomi nasional, dan dijadikan muatan
kebijaksanaan deregulasi atau regulasi. Asas-asas atau
prinsip-prinsip hukum ekonomi nasional tersebut, adalah: 1 )
asas keseimbangan, keserasian, dan keselarasan; 2) asas
persamaan; 3) asas usaha bersama; 4) asas kekeluargaan;
5)asas musyawarah untuk mufakat; 6) asas manfaat; 7) asas
7 Ch. Himawan, "Pendekatan Ekonomi terhadap Hukum sebagai Sarana Pengembalian Wibawa Hukum". Pidato Pengukuhan sebagai Guru Besar Tetap pada FH UI, Jakarta
e Ibid
Sikap pengusaha..., Cheon-Ho,Lee, FH UI, 2001.
perlindungan dan pembinaan pihak yang lemah (pasal 34 UUD
1945) 9
Berkenan dengan hal ini, perlu diingatkan bahwa suatu
kebijaksanaan atau peraturan yang akan dibuat tersebut,
sangat dipengaruhi oleh taraf mekanisme sinkronisasi
perundang-undangan yang terkait. 10 Hal ini pula yang menjadi
ciri khas suatu negara berkembang yang dapat dikatakan telah
berhasil dalam suatu tahap pembangunan. Selain itu, untuk
memacu hasil-hasil pembangunan hingga sejalan dengan
globalisasi ekonomi, agar Indonesia dapat duduk sama rendah
dan berdiri sama tinggi dengan negara-negara lain di arena
percaturan internasional, seyogyanya dalam pengembangan
ekonomi pasar, pemerintah memperhatikan pula aspek hukum
9 Sunaryati Hartono, "prinsip-prinsip Hukum yang Berkaitan dengan pengembangan Pasar di Indonesia," Pada temu karya Aspek Ekonomi dan hukum pengembangan Pasar, Jakarta, 3 Maret 1992, hal. 5.
10 Soerjono Soekanto, Kegunaan Sosiolog Hukum bagi Kalangan hukum, cet. 3, (Bandung:Alumni, 1981) , hal. 48
Sikap pengusaha..., Cheon-Ho,Lee, FH UI, 2001.
transnasional.
Aspek-aspek hukum tersebut meliputi hukum nasional, hukum
internasional, hukum asing dan hukum perdata internasional.
Dengan demikian, maka deregulasi yang dilakukan tersebut,
yang pada dasarnya merupakan produk hukum, karena menyangkut
peraturan yang diharapkan memberikan dampak yang luas dalam
perekonomian nasional sebagaimana diharapkan oleh masyarakat,
akan mempermudah pelaksanaan aktivitas dalam dunia
perekonomian.
E. Metode Penelitian.
Metodologi merupakan suatu unsur yang mutlak harus ada di
dalam penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan.
Metodologi pada hakekatnya memberikan pedoman, tentang cara-
cara seseorang ilmuwan mempelajari, menganalisis dan memahami
lingkungan-lingkungan yang dihadapinya. Metodologi
menjelaskan bagaimana penelitian harus dilakukan. Metodologi
Sikap pengusaha..., Cheon-Ho,Lee, FH UI, 2001.
merupakan "blue print" dari penelitian.
1. Spesifikasi Penelitian
Pada dasarnya penelitian ini tergolong dalam penelitian
ilmu hukum. Cara penalaran ilmu hukum dapat dibagi dua, yaitu
proses analitis dan proses dialektis. Dan proses analitis itu
sendiri dapat dibagi dua sifat, yaitu deduktif dan induktif.
Sedangkan proses dialektis dapat dibagi dua sifat, yaitu
explanasi dan justifikasi. Tetapi penulis memilih pendekatan
kualitatif dengan menerapkan proses penalaran analitis yang
bersifat induktif. 11 Penelitian ini dimaksudkan untuk
membahas secara teoritik mengenai sikap pengusaha Korea
terhadap infrastruktur hukum ekonomi di Indonesia. Bahan-
bahan penulisan diperoleh dari hasil penelitian kepustakaan
dan wawancara terhadap para pengusaha Korea yang berada di
Indonesia.
11 Edgar Bodenheimer. "Seventy Five Years of Evolution in legal philosophy" yang disajikan pada coloqui internasional Sobre LXXV di Mexico City, September,1976)
Sikap pengusaha..., Cheon-Ho,Lee, FH UI, 2001.
2. Pendekatan
Pendekatan yang digunakan dalam pembahasan tesis ini
bersifat ilmu hukum, yang di dalamnya tercakup pendekatan
yuridis (yang utama), dan dikaitkan dengan pendekatan
ekonomis, sosiologis, filosofis dan politis. Pendekatan
yuridis di dalamnya meliputi penelaahan dari aspek hukum
ekonomi. Agar pendekatan lebih bersifat kemprehensif, maka
ditempuh pula studi perbandingan hukum (budaya hukum) Korea
dengan hukum (budaya hukum) Amerika atau dunia Barat.
3. Sumber data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder
yang diperoleh dari:
a. Bahan-bahan hukum primer, yaitu peraturan
perundang-undangan, kebijakan-kebijakan Pemerintah,
serta yurisprudensi;
b. Bahan hukum sekunder, yakni; buku teks, laporan
lz C.F.G. Sunaryati Hartono, Penelitian Hukum di Indonesia Pada Akhir Abad ke 20, Cet. I. (bandung: Alumni, 1994),hal.43.
Sikap pengusaha..., Cheon-Ho,Lee, FH UI, 2001.
penelitian, artikel ilmiah, Rancangan Undang-undang,
dan data statistik keuangan;
c. Bahan hukum tersier. Bahan ini dijadikan sebagai
pedoman untuk mengkaji bahan primer dan sekunder,
yang diperoleh dari kamus, bibiografi dan
ensiklopedia.
4. Cara pengumpulan Data
Pengumpulan data untuk penulistan tesis ini dilakukan
melalui studi kepustakaan dengan mengkaji sejumlah literatur
seperti; peraturan perundang-undangan, buku, artikel, makalah,
laporan hasil penelitian, majalah, dan surat kabar yang
berkenaan dengan infrastruktur hukum ekonomi di Indonesia dan
hukum budaya Korea. Analisis data dilakukan dengan
menggunakan pendekatan kualitatif.
5. Metode Analisis Data
1J Lihat Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif: Suatu Tinjauan Singkat, Cet. III, (Jakarta:Rajawali, 1990), hal. 14-15
Sikap pengusaha..., Cheon-Ho,Lee, FH UI, 2001.
Setelah data selesai dikumpulkan dengan lengkap, tahap
berikutnya yang harus dilakukan adalah tahap analisis. Pada
tahap ini data diolah dan dimanfaatkan sedemikian rupa sampai
berhasil menyimpulkan kebenaran-kebenaran yang dapat dipakai
untuk menjawab permasalahan. Selanjutnya, dilakukan analisis
permasalahan dengan pendekatan analitis kualitatif serta
disajikan secara deskriptif analitis.
F. Sistematika Penulisan dan Pembahasan
Agar dapat memberikan gambaran umum tentang konteks
penulisan tesis ini, maka dibuat uraian garis besar
sistematika penulisannya. Keseluruhan tesis dibagi dalam lima
bab, dengan kerangka penulisan sebagai berikut.
Bab I : Pendahuluan
Bab II : Infrastruktur Hukum Ekonomi di Indonesia
Bab III : Profil Budaya Hukum Korea
Sikap pengusaha..., Cheon-Ho,Lee, FH UI, 2001.
Pengaruh Infrastruktur Hukum Ekonomi
Investasi Pengusaha Korea di Indonesia
Penutup (Kesimpulan dan Saran)
Terhadap
Sikap pengusaha..., Cheon-Ho,Lee, FH UI, 2001.
Bab II
Infrastruktur Hukum Ekonomi di Indonesia
A. Investasi Asing dalam negara berkembang
Negara yang sedang berkembang umumnya berkeyakinan bahwa
pembangunan ekonominya akan berkembang jika memanfaatkan
modal asing. Modal asing ini dimanfaatkan untuk mengembangkan
sektor-sektor yang produktif. Untuk aliran modal asing yang
lebih besar diperlukan adanya iklim yang lebih baik yang
diciptakan secara sedemikian rupa sehingga modal asing
tersebut dapat diikutkan pada pelaksanaan pembangunan ekonomi
Pokok permasalahan yang muncul adalah bagaimana menjamin
dua kepentingan tersebut, yaitu penanaman modal asing dan
negara yang menerima modal asing tersebut. Penanaman modal
asing ke negara yang sedang berkembang pada prinsipnya
bersangkutan dengan, tiga aspek, yaitu ekonomi, politik dan
hukum. Ketiga aspek tersebut mempunyai efek terhadap masuknya
modal asing ke suatu negara. Usaha untuk menarik modal asing
Sikap pengusaha..., Cheon-Ho,Lee, FH UI, 2001.
di negara yang sedang berkembang umumnya merupakan bagian
dari rencana pembangunan ekonomi negara tersebut.
Pemberlakuan Undang-undang Penanaman Modal Asing pada tahun
1967 merupakan suatu kondisi yang menjadi dasar dari
penerimaan dan undangan bagi masuknya modal asing. Meskipun
demikian, pada kenyataannya modal asing akan selalu mencari
obyek investasi yang menarik, mendatangkan untung dan aman.
Dalam pengoperasian modal asing tersebut modal asing
selalu berusaha mendapatkan perlindungan sesuai dengan pasal
dalam UU Penanaman Modal Asing, di satu pihak mereka juga
mengusahakan perlindungan dari negaranya sendiri atau dari
organisasi-organisasi keuangan internasional atau bahkan
mereka membentuk apa yang disebut multinational Corporation.
Dorongan untuk membentuk satu kerjasama joint venture umumnya
menjadi keinginan baik penanam modal asing maupun negara
penerima modal asing, namun kerjasama yang demikian
mengandung beberapa permasalahan khusus karena adanya
Sikap pengusaha..., Cheon-Ho,Lee, FH UI, 2001.
kepentingan serta background masing-masing yang berbeda,
sehingga dapat disimpulkan bahwa dorongan untuk kerjasama
tersebut mengandung pertentangan-pertentangan. 14
Di negara berkembang sendiri sudah ada konflik antara
pihak yang menghendaki pembangunan ekonomi dengan
memanfaatkan modal asing dengan pihak lain yang tidak
menghendaki adanya modal asing.
Dari segi penanaman modal asing motif mencari untung akan
selalu diutamakan dengan tidak memperdulikan apakah program
operasinya selaras dengan rencana pembangunan dari negara
penerima modal asing tersebut atau tidak. Selain itu, bagi
negara pengekspor modal, kegiatan penanaman modal asing
tersebut dianggap sebagai suatu bentuk perluasan politik dan
sebagai suplemen untuk mendapatkan perkembangan perdagangan
dalam negeri mereka. Pada saat ini baik negara berkembang
maupun negara maju telah sama-sama menyadari dan mengusahakan
14 Sumantoro, Bunga Rampai Permasalahan Penanaman Modal dan Pasar Modal/ Problems of Investment in Eguities and inSecurities, (Jakarta: Binacipta, 1985), hal 29
Sikap pengusaha..., Cheon-Ho,Lee, FH UI, 2001.
hubungan kerjasama antara pemerintah dan swasta, hal mana
mengakibatkan meningkatnya penanaman modal dari negara maju
ke negera berkembang.
Bentuk konkrit dari kerjasama tersebut antara lain berupa
tax inducement, multilateral convention on treatment of
inventors, Internasional Investment Guarantee.^5
Di bawah ini penulis hendak memperhatikan kebijakan-
kebijakan yang telah dilakukan pemerintah Indonesia untuk
memperbaiki infrastruktur hukum ekonomi Indonesia untuk
menarik penanaman modal asing.
B. Kebijakan-kebijakan pemerintah Indonesia
Laporan pembangunan dunia, yang dibuat oleh Bank Dunia pada
tahun 1988 menyatakan bahwa negara-negara berkembang yang
mengalami pertumbuhan paling lambat mempunyai empat ciri
utama yaitu; tingkat utang luar negeri yang tinggi,
ketidakseimbangan segi makro-ekonomi utama, pasar mengalami
i5 ibid (hal 35
Sikap pengusaha..., Cheon-Ho,Lee, FH UI, 2001.
distorsi dan keadaan yang tidak fleksibel, serta
kebijaksanaan yang tidak cepat tanggap. 16
Indonesia dalam hal itu mengalami masa-masa pertumbuhan
tinggi selama (1969-1980/1981) dengan rata-rata 6-7%. Setelah
itu, pertumbuhan cenderung terus menurun, dalam kurun waktu
tahun seperti berikut ini; 1982(2.2%), 1983 (4.2%) , 1984(6%),
1985 (1,9*), dan 1986 (2%), * yang menyebabkan turunnya bobot
kebijaksanaan negara yang sebelumnya terus meningkat. Bobot
kebijaksanaan negara adalah penyaluran "berkah minyak"
melalui APBN serta sistem moneter. Jadi, untuk memulihkan
keadaan tersebut, pada tahun 1983 dikeluarkan serangkaian
kebijakan yang pada dasarnya merupakan upaya untuk
mengkompensasikan menurunnya penerimaan anggaran dari pajak
atas ekspor minyak, turunnya posisi cadangan devisa dan
16 Rustian Kamaludin, Beberapa Aspek Perkembangan Ekonomi Nasional dan Internasional (Jakarta: LPFE-UI, 1989), hal.9917 Sumitro Dhojohadikusumu, Pelita, 14 Desember, 1991:1
Sikap pengusaha..., Cheon-Ho,Lee, FH UI, 2001.
karena berkurangnya ekspor minyak. 18
Dengan demikian, deregulasi dan beberapa kebijakan
pemerintah sebagai jalan keluar segera dilakukan untuk
mengatasi situasi usainya boom minyak, yaitu melalui
peningkatan ekspor nonmigas dan pajak, serta keinginan untuk
efisiensi di sektor perbankan dengan cepat.
Banyak sektor ekonomi yang perlu mendapat perhatian
pemerintah untuk memperbaiki infrastruktur seperti; sektor-
sektor pembiayaan, perizinan, fasilitas perpajakan, lalu-
lintas devisa, kawasan berikat, penanaman modal asing, dan
masih banyak lagi. Dari sektor-sektor tersebut, tampaknya
pananaman modal asing adalah sektor yang mungkin paling rumit
dan kontroversial dalam kaitannya dengan pembinaan hukum
bisnis nasional.
Tujuan kebijakan pemerintah untuk memperbaiki infrastruktur
18 ( Syahrir, kebijaksanaan Negara; konsistensi dan implementasi (Jakarta: LP3ES,1987), hal 70)
19 ibid. Hal.167
Sikap pengusaha..., Cheon-Ho,Lee, FH UI, 2001.
di bidang PMA adalah untuk lebih memperlonggar persyaratan
yang dikenakan terhadap investasi asing, dan menyederhanakan
prosedur yang harus ditempuh. Tujuan pemberian kemudahan
kepada investor asing dimaksudkan agar lebih menarik untuk
menanamkan modalnya ci Indonesia sehingga kondisi dan
kemungkinan di negara ini akan menjadi lebih kompetitif
apabila dibandingkan dengan negara-negara lain di dunia.
Contohnya adalah dalam Paket Kebijaksanaan 6 Mei 1986
{Pakem 8 6) di mana ditentukan bahwa perusahaan PMA akan
diperlakukan sama dengan PMDN, apabila perbandingan antara
saham nasional, saham yang dijual, dan saham yang
dimasyaratkan, yaitu berturut-turut 75%:45%:20%. Tetapi,
tidak sampai dua tahun kemudian, ketentuan itu diubah lagi
untuk lebih memberikan keleluasaan kepada modal asing.
Melalui Paket Kebijakan 24 Desember 1987 (Pakdes 87),
persentasi komposisi kepemilikan saham tersebut berturut-
turut menjadi 51%:45%:20%.
Sikap pengusaha..., Cheon-Ho,Lee, FH UI, 2001.
Dengan perubahan itu, berarti perusahan PMA yang telah
dipersamakan dengan perusahaan PMDN berhak menggunakan semua
fasilitas yang diberikan pemerintah kepada perusahaan PMDN.
Misalnya, masuk di bidang usaha yang sudah tertutup bagi PMA,
tetapi masih terbuka bagi PMDN, memperoleh kradit dari bank
pemerintah, dan langsung mendistribusikan hasil produksinya
ke pasar-pasar domestik.
2a. Paket Deregulasi
Selain itu, batas waktu untuk peningkatan saham nasional
juga diperpanjang dari 10 tahun (Paket Mei 8 6) menjadi 15
tahun, dengan kemungkinan diperpanjang 5 tahun (Paket
Desember 87) . Kebijakan ini, dianggap memberikan kepastian
dan ketenangan berusaha bagi investor asing, karena dalam
praktek investasi selama ini, ternyata ada beberapa partner
investor atau mitra usaha nasional, yang belum mampu
mengambil alih saham-saham dalam waktu yang telah ditentukan,
sebagaimana dimungkinkan oleh peraturan perundangan di bidang
Sikap pengusaha..., Cheon-Ho,Lee, FH UI, 2001.
PMA. Dalam Paket Desember '87' itu, juga terdapat fasilitas,
dibebaskannya penggunaan tenaga kerja asing, baik sebagai
direktur maupun sebagai tenaga ahli. Pemberian izin ini
disertai syarat, yaitu bahwa perusahaan PMA yang bersangkutan
harus mengekspor sebagian besar hasil produksinya. Dalam
ketentuan sebelumnya, jumlah tenaga kerja asing yang boleh
digunakan perusahaan PMA memang dibatasi, yaitu hanya untuk
menduduki jabacan-jabatan yang belum dapat diisi oleh tenaga
kerja Indonesia. Selain itu, kepada PMA yang mengekspor hasil
produknya sekurang-kurangnya 65% diberikan penangguhan atau
pembebasan pajak(Pakdes 87). Padahal, sebelumnya untuk
mendapatkan fasilitas yang sama, PMA harus mengekspor seluruh
atau sekurang-kurangnya 85% dari hasil produksinya. Dalam
hubungan dengan suatu joint venture, sebenarnya ketentuan
mengenai keharusan peningkatan penyertaan modal nasional
merupakan sesuatu yang wajar, oleh karena seringnya dominasi
modal asing dilihat sebagai simbol penguasaan ekonomi oleh
Sikap pengusaha..., Cheon-Ho,Lee, FH UI, 2001.
negara-negara industri maju, yang dianggap seoagai ancaman
terhadap otonomi dan kedaulatan negara-negara yang sedang
berkembang. 20
Untuk meningkatkan antusiasme para investor asing dalam
menjalankan u~ahanya, maka melalui Paket Mei 1986 pemerintah
memberikan ketentuan perpanjangan waktu usaha selama 30 tahun,
apabila PMA yang bersangkutan memperluas usahanya, sehingga
jangka waktu PMA menjadi 60 tahun setelah diperpanjang. Izin
usaha yang relatif masih singkat ini, oleh investor asing
yang akan memasuki bisnis di sektor perkebunan, mungkin
dijadikan bahan pertimbangan yang memberatkan. Hal itu
terjadi, sebab mereka dapat membandingkannya dengan negara
lain, misalnya Malaysia, Vietnam dan Cina. Mungkin Indonesia
berprinsip tidak akan menawarkan lebih dari yang sepatutnya
disediakan bagi penanaman modal, khususnya PMA. Kebijakan ini
dilandasi oleh wawasan politik yang diwujudkan menjadi suatu
Lihat juga, Investing in ASEAN (a Publication of the Asean Secretariat, 1991), pp 90.)
Sikap pengusaha..., Cheon-Ho,Lee, FH UI, 2001.
prinsip ekonomi, bahwa modal asing adalah pelengkap dari
pembangunan.
Dalam hal itu, untuk mengantisipasi kendala dan hambatan
yang mungkin timbul dalam penanaman modal, terutama modal
asing, maka BKPM Badan Koordinasi Penanaman Modal) telah
melakukan perombakan penting dalam proses pengurusan
penanaman modal asing, termasuk lebih mengefisienkan
organisasinya. Jika dahulu perusahaan harus membayar
konsultan untuk mengisi daftar aplikasi yang begitu rumit,
maka sekarang formulir pendaftaran dapat diisi sendiri karena
mudah dan praktis. Kondisi positif yang perlu dicatat adalah
bahwa waktu untuk memproses perizinan yang menjadi semakin
singkat. Mengenai hal ini, Ketua BKPM, Sanyoto Sastrowardoyo,
menyatakan bahwa "hasil yang telah dicapai setelah diadakan
berbagai perombakan dan pembenahan adalah sangat positif".
Untuk lebih mendukung kondisi tersebut, maka pemerintah
Indonesia melakukan lagi deregulasi atas ketentuan-ketentuan
Sikap pengusaha..., Cheon-Ho,Lee, FH UI, 2001.
penanaman modal asing dengan PP No. 17/1992 pada tanggal 16
April 1992. Melalui PP tersebut, investor asing berhak
menguasai 100% saham dalam setiap proyek PMA yang bernilai
modal disetor minimal US$50.000.000 tanpa harus menyertakan
lagi pengusaha Indonesia sebagai mitra lokalnya.
2b. Kebijakan dalam kaitan dengan UU No. 1/1967
Dalam hubungan itu, di dalam UUPMA No. 1/1967, sebenarnya
tidak terdapat sesuatu ketentuan yang mewajibkan perusahaan
penanaman modal asing mempunyai mitra lokal. Dan tidak pula
ada larangan atas keberadaan suatu perusahaan yang 1 0 0%
terdiri dari modal asing. Tetapi di dalam UU tersebut memang
ada pengaturan tentang kemungkinan diadakannya kerja sama
(Joint Ventures) antara modal asing dengan modal dalam negeri
atau mitra lokal, tetapi tidak melarang bentuk-bentuk PMA
yang memiliki perusahaan dengan pemilikan modal atau saham
sebesar 100%. Sebenarnya, baru pada tahun 1974, setelah
meletus Peristiwa Malari, telah dilakukan pembatasan terhadap
Sikap pengusaha..., Cheon-Ho,Lee, FH UI, 2001.
PMA. Saat itu pemerintah menetapkan bahwa investor asing yang
akan menanam modal di Indonesia harus berpatungan dengan
pengusaha lokal atau perusaan domestik. Pembatasan pemilikan
saham PMA juga tercantum dalam GBHN 1988, di mana secara
eksplisit dinyatakan bahwa penanaman modal asing harus
dilaksanakan dengan membentuk usaha patungan. Kebijaksanaan
PP 17/1992 tersebut, masih mempertahankan adanya keharusan
Indonesianisasi pemilikan saham, tetapi ketentuannya telah
lebih diperlonggar. Sebenarnya ketentuan yang berlaku
mengharuskan kepemilikan saham oleh mitra lokal sekurang-
kurangnya sebesar 51% setelah perusahaan bersangkutan
berproduksi komersial selama 15 tahun, jadi menurut ketentuan
PP No.17/1992, PMA tersebut diharuskan menjual 15% sahamnya
kepada masyarakat Indonesia dalam waktu 5 tahun setelah
proyek atau usaha PMA itu memulai produksi komersialnya.
Kemudian setelah itu, dalam kurun waktu 20 tahun selanjutnya
perusahaan itu sudah mengalihkan sahamnya kepada masyarakat
Sikap pengusaha..., Cheon-Ho,Lee, FH UI, 2001.
Indonesia, agar kepemilikan nasional itu menjadi minimal 20%
dari seluruh nilai saham. Cara pengalihan saham itu, juga
dapat dilakukan dengan cara menjual saham-saham tersebut di
pasar modal dalam negeri. Dikeluarkannya deregulasi 1992
tersebut di atas dianggap perlu untuk memperebutkan modal
pada saat itu, karena Indonesia bersaing tidak saja dengan
negara tetangga, tetapi juga dengan negara-negara yang baru
membuka diri dan lebih agresif dalam menarik modal asing,
seperti RRC dan Vietnam, serta negara-negara di Asia Selatan
bahkan Eropa Timur. Ketentuan lainnya dari PP No.17/1992 ini,
ialah bahwa investasi asing dari suatu PMA yang sudah
beroperasi, juga diberi peluang untuk mendirikan perusahaan
PMA baru, atau membeli saham perusahaan lain di Indonesia,
dapat dikemukakan bahwa ketentuan tentang masyarakat Indonesia itu adalah dalam arti luas, dapat orang perorang warga negara Indonesia, badan hukum Indonesia, atau lembaga internasional yang mendapat perlakukan sama dengan badan hukum Indonesia, yaitu ADB (Bank Pembangunan Asia), IDB (Bank Pembangunan Islam), dan IFC (International Finance Corporation). (Lihat penjelasan pasal 4 ayat (2) PP No. 50/1993 tentang Persyaratan Pemilikan Saham Dalam Perusahaan Penanaman Modal Asing
Sikap pengusaha..., Cheon-Ho,Lee, FH UI, 2001.
baik yang baru maupun yang sudah lama berdiri. Kelonggaran
ini untuk mengembangkan usaha termasuk membeli saham
perusahaan Indonesia baik PMA maupun PMDN, dimungkinkan
dengan syarat, sepanjang bidang usahanya tetap terbuka untuk
penanaman modal asing. Untuk mendirikan suatu perusahaan PMA
baru, sumber dana yang dapat digunakan adalah laba yang
ditanam kembali atau sumber dana lain. Sedangkan untuk
memberi saham perusahaan yang sudah beroperasi, hanya
dibenarkan dengan menggunakan laba yang dimilikinya. Semua
penyertaan laba perusahaan PMA itu akan tetap dianggap
sebagai penyertaan asing, yang tunduk pada peraturan
perundang-undangan yang berlaku di Indonesia.
Dalam hal pengembangan perusahaan dalam rangka PMDN yang
sudah beroperasi, PMA dimungkinkan membeli maksimum 80% dari
total saham PMDN tersebut. Syaratnya adalah bahwa dalam tempo
20 tahun setelah saham-saham itu disetujui untuk dibeli,
harus dikembalikan kepada pihak Indonesia menimal 51%.
Sikap pengusaha..., Cheon-Ho,Lee, FH UI, 2001.
Maksudnya adalah agar PMDN yang beralih menjadi PMA itu bisa
kembali menjadi PMDN lagi lewat program divestasi setelah
saham terseut dikuasai PMA selama jangka waktu 20 tahun.
Kemudian pada tanggal 23 bulan Oktober 1993 pemerintah telah
mengeluarkan serangkaian paket deregulasi. Di dalamnya
terdapat PP No. 50/1993 yang menyatakan bahwa ppl7/1992 tidak
lagi berlaku. Ketentuan dalam PP 50/1993 ini dimaksudkan
untuk lebih lagi mendorong investasi di Indonesia, dengan
maksud agar mayarakat lebih tertarik untuk turut serta
membiayai proyek-proyek investasi. Misalnya BUMN atau
perusahaan swasta nasional dibolehkan untuk "go
internasional" antara lain dengan syarat bahwa dari modal
yang ditanamkan di luar negeri tersebut, hasilnya harus
kembali dibawa ke Indonesia. Hasil investasi yang diperoleh
dari luar negeri tadi, harus bisa digunakan untuk investasi
di dalam negeri. Dalam paket deregulasi tersebut, yang
menyangkut perizinan ternyata lebih berani antara lain
Sikap pengusaha..., Cheon-Ho,Lee, FH UI, 2001.
dinyatakan bahwa ketentuan tentang pencadangan tanah dihapus.
Selanjutnya investor langsung berhubungan dengan Badan
Pertanahan Nasional (BPN) untuk mendapatkan izin lokasi.
Kemudian izin lokasi langsung dikeluarkan oleh KDH TK. II,
sedangkan HO diserahkan pengurusannya kepada Sekwilda. Dengan
demikian masalah waktu dan biaya sudah di "by pass".
Sedemikian rupa, sehingga pembiayaan menjadi minimal. "
Sebenarnya, untuk meningkatkan masuknya PMA, Indonesia
harus mampu mengatasi kendala eksternal maupun internal yang
mempengaruhi kegiatan investasi. Keadaan Eksternal tersebut
misalnya adalah turunnya jumlah modal yang direlokasi dari
negara-negara maju ke negara berkembang beberapa tahun
terakhir ini. Apabila pada tahun 1987 investasi ke negara
berkembang 2 2%, jika dibandingkan dengan arus investasi di
seluruh dunia, jumlah itu semakin turun, bahkan pada tahun
22 Lihat Info Finansial edisi N0 .8/V 15 Desember 1993:10, dan majalah Warta Ekonomi No.23/TH V/l Nopember 1993:12
Sikap pengusaha..., Cheon-Ho,Lee, FH UI, 2001.
1991 tinggal 16,5%. 23 Memang sebenarnya, aiakui atau tidak,
dunia usaha sangat membutuhkan adanya perangkat peraturan
kepemilikan saham PMA. Hal itu penting sebagai azas legalitas
dan keamanan investasi asing di dalam negeri, serta guna
menjaga kesinambungan pertumbuhan ekonomi nasional sambil
meringankan beban neraca pembayaran pada masa-masa yang akan
datang. Apalagi secara nasional telah disepakati untuk
melaksanakan restrukturisasi anggaran, dalam rangka
mengurangi ketergantungan pembiayaan pembangunan dari sumber-
sumber pinjaman luar negeri seperti yang dijabarkan dalam
APBN 1992/1993. Meskipun demikian, Indonesia harus tetap
mewaspadai peran modal asing dengan mengadakan peraturan agar
tidak sampai mendominasi pertumbuhan ekonomi nasional. Oleh
karena itu, seyogyanyalah peraturan pemilikan saham PMA di
Indonesia, dirancang dengan mengacu pada filsafat ekonomi
Pancasila dan UUD 1945, yang membatasi operasi PMA pada
Lihat juga Info Finasial No. 8/V/ 8 (Desember: 1993) : 9
Sikap pengusaha..., Cheon-Ho,Lee, FH UI, 2001.
jenis-jenis usaha yang tidak vital atau menguasai hajat hidup
orang banyak. Misalnya dengan mendorong PMA agar berpatungan
dengan pengusaha kecil dan koperasi serta perusahaan
pemerintah yang tidak menguasai hajat hidup orang banyak atau
rakyat Indonesia.
Peranan PMA di suatu negara berkembang seringkali menjadi
obyek yang kontroversial. Di satu sisi, PMA itu dibutuhkan
karena kegiatan ekonomi dan pembangunan memerlukan modal,
teknologi, pengetahuan, keahlian dan jasa yang banyak. Di
sisi lain, untuk mengundang PMA, perlu diciptakan iklim
bisnis yang menunjang, pembangunan sarana dan prasarana,
pembenahan birokrasi, bahkan perlu juga memberi insentif dan
subsidi. Namun ada kekuatiran, jangan-jangan PMA ini akan
menciptakan dominasi ekonomi oleh perusahaan multinasional.
(MNC)
Para pengamat ekonomi menilai bahwa secara substansi
kebijakan deregulasi dalam PP No. 17/92 tidak banyak berubah,
Sikap pengusaha..., Cheon-Ho,Lee, FH UI, 2001.
karena masih ada ketentuan divestasi. Menurut mereka,
ketentuan ini justru merupakan disinsentif yang lebih besar
dari pada pembatasan pemilikan saham, dan sering tidak
diingini oleh pihak asing.
Tetap dipertahankannya ketentuan tentang divestasi tadi,
menyebabkan kecilnya kemungkinan Indonesia mendapatkan atau
mempunyai akses kepada investasi yang berteknologi tinggi,
Karena tidak ada jaminan perlindungan yang diakibatkannya.
Kalangan pengamat dan pengusaha, justru melihat bahwa
sebenarnya permasalahan yang menjadi kendala penanaman modal,
khususnya dari luar negeri, bukan soal kepemilikan saham yang
tidak boleh 100%. Kendala yang sangat dirasakan berasal dari
keterbatasan prasarana dan infrastruktur, sehingga para calon
investor cenderung mencari negara lain yang mempunyainya
dengan keadaan yang lebih baik, bila dibandingkan dengan
Indonesia.
Pemerintah selanjutnya mengubah PP No. 17/92 dengan PP
Sikap pengusaha..., Cheon-Ho,Lee, FH UI, 2001.
No.7/93, di mana dimungkinkannya kepemilikan saham 100% bagi
PMA dengan syarat minimal nilai modal yang disetor
US$50.000.000 dan alokasinya sebagian besar harus ditanamkan
di Indonesia bagian Timur dan Kawasan Batam serta Riau,
i Dengan demikian, selain perubahan ini semua ketentuan dari
kebijakan sebelumnya tetap berlaku, pada akhirnya dicabut
dengan PP No. 50/1993. Selanjutnya PP No. 9/93 mengubah PP
No.24/8 6 tentang jangka waktu PMA. Kebijakan ini
memperkenankan PMA didirikan dengan jangka waktu 30 tahun
terhitung sejak perusahaan "berproduksi komersial". Sedangkan
PP No.50/1993 tersebut di atas pada gilirannya dinyatakan
tidak lagi berlaku melalui PP No. 20/1994.
Sementara itu, bagi PMA yang ingin mengadakan perluasan
usaha, diberi izin maksimal 30 tahun, terhitung sejak
perusahaan perluasan itu berproduksi komersial. Sebelumnya,
tenggang waktu itu diberikan terhitung sejak pendirian badan
hukum dan persetujuan pemerintah atas perluasan usahanya,
Sikap pengusaha..., Cheon-Ho,Lee, FH UI, 2001.
bukan terhitung sejak perusahaan PMA. tersebut berproduksi
secara komersial. Oleh karena itu sebagai pelengkap
deregulasi di bidang investasi, pemerintah perlu memikirkan
tentang cara-cara perolehan kepemilikan unit-unit usaha yang
demikian besarnya, untuk menciptakan iklim bisnis yang sehat,
sehingga dalam rangka joint venture baik PMDN maupun PMA akan
tercipta jaminan kepastian hukum. Dengan tetap memperhatikan
landasan filsafat hukum, bahwa proses kebijakan-kebijakan di
bidang ekonomi selama ini tidak bertentangan dengan atau
menyimpang dari asas demokrasi ekonomi dan jiwa UUD 1945.
" Dari deskripsi di atas, terlihat bahwa investor asing diberikan kemudahan yang cukup banyak, sehingga para pengusaha lokal mungkin akan menggugat, bagaimana dengan nasibnya nanti, kalau kecenderungan ini berlangsung terus dalam deregulasi yang akan datang. Mengenai hal ini, hendaknya yang selalu menjadi pegangan pemerintah adalah membela kepentingan rakyat/konsumen, ataukah membela kepentingan para produsen domestik dan mitra asingnya, yang karena proteksi plus praktek-praktek kurang wajar dapat membebani rakyat banyak. Lihat Y. Priyo Utomo dan Gatot Triharsa, Peny. Analisis Ekonomi Politik, (Jakarta: Gramedia, 1994), hal.178
Sikap pengusaha..., Cheon-Ho,Lee, FH UI, 2001.
Dalam hal ini, deregulasi juga perlu diimbangi dengan
regulasi yang mengantisipasi efek pasar terbuka sebagai hasil
dari deregulasi selama ini. Di samping mengatur cara-cara
bersaing yang sehat, bagaimana cara-cara menghindarkan diri
dari, pemusatan kekuatan ekonomi pada beberapa orang saja,
perlu diatur dengan undang-undang.
C. Konsistensi dan kepastian hukum
Hukum sebagai alat pengontrol masyarakat yang formal
sifatnya, bukanlah satu-satunya pranata alat pengawas
transaksi sosial dalam masyarakat. Tradisi misalnya, tidak
kurang kuatnya dibanding dengan hukum dalam menjalankan
fungsinya. Jadi, hukum itu tidak bekerja sendiri dan di ruang
hampa. Hukum yang digolongkan pada alat pengontrol masyarakat
yang formal senantiasa dibayangi atau disaingi oleh mekanisme
yang bekerja secara tidak resmi, akan tetapi kadang-kadang
Sikap pengusaha..., Cheon-Ho,Lee, FH UI, 2001.
sering mempunyai kekuatan yang melebihi dan efisien.25
Sementara itu, kondisi umum yang dihadapi oleh negara-
negara sedang berkembang, adalah bahwa mereka harus menangani
masalah-masalah sosial, politik, dan ekonomi yang menumpuk
dan amat besar, sedangkan perkembangan atau perubahan-
perubahan di bidang itu tidak diimbangi dengan kecepatan
pengaturan yang dibutuhkan. Alasan yang dapat di kemukakan
adalah bermacam-macam, mulai dari penyediaan dana, tenaga,
sampai kepada tingkah laku yang dianggap negatif, dan etika
dalam budaya bermasyarakat.
Kompleksitas yang dihadapi oleh pemerintah di negara-negara
berkembang ditunjukkan oleh kenyataan, bahwa mereka
sesungguhnya harus menggarap masalah-masalah yang di negara-
negara industri maju yang dilakukan secara bertahap, yaitu
pembinaan bangsa, pembangunan ekonomi, dan kesejahteraan
sosial. Celakanya basis nilai-nilai dari ketiganya adalah
5 Satjipto Rahardjo, Hukum, Masyarakat dan Pembangunan,(Bandung: Alumni, 1980), hal.47
Sikap pengusaha..., Cheon-Ho,Lee, FH UI, 2001.
berlainan.
Di Indonesia kompleksitas itu juga terlihat, di mana arus
upaya pemulihan ekonomi melalui deregulasi, sempat dijegal di
tengah oleh spekulasi dollar karena kepanikan sejumlah pelaku
ekonomi, anggota masyarakat, dan pengusaha, yang memiliki
akses kepada akumulasi dana. °
Kejadian tersebut, memberikan gambaran tentang keadaan
masyarakat yang sebenarnya beranjak dari rasa
"ketidakpercayaan" pada pemerintah. Sementara itu,
kepercayaan tidaklah dapat dipaksakan atau diatur dengan
undang-undang. Sebenarnya kepercayaan dapat timbul dari
pembuatan dan pelaksanaan keputusan-keputusan pemerintah,
apabila kebijakan atau keputusan itu membawa hasil yang
memadai dan diingingkan oleh masyarakat banyak. Dalam hal ini,
kepercayaan masyarakat kepada pemerintah sebenarnya terletak
pada konsistensi sikap pemerintah dalam melaksanakan
26 Ibid. Hal.50-51
Sikap pengusaha..., Cheon-Ho,Lee, FH UI, 2001.
kebijakan-kebijakan yang berupaya menuju perbaikan dan
peningkatan ekonomi dalam rangka pembangunan nasional.27
Dapat dikemukakan bahwa perbaikan iklim ekonomi Indonesia
di masa mendatang, sangat tergantung pada kebijaksanan
pemerintah untuk memperlakukan efisiensi dalam pengalokasian
sumber-sumber dana pembangunan dan ekonomi. Dalam konteks ini,
kebijakan deregulasi pada umumnya dan deregulasi penanaman
modal asing pada khususnya, memerlukan langkah-langkah lebih
lanjut yang lebih konkrit dan lebih mantap lagi.
Kebijakan pemerintah seyogyanya merupakan gerak jantungnya
suatu peraturan perundang-undangan yang dapat memberikan
kepastian hukum, sehingga pihak investor terutama investor
asing, merasa aman dan lebih berani lagi menanamkan modalnya
di Indonesia. Lebih-lebih karena selama ini, sangat banyak
kebijakan pemerintah yang dimaksudkan untuk memberikan
kemudahan dan kelonggaran hanya bagi investor asing. Namun,
Lihat Syahrir, Kebijaksanaan Negara; Konsistensi dan Implementasi, (Jakarta: LP3ES, 1987), hal. 47-49.
Sikap pengusaha..., Cheon-Ho,Lee, FH UI, 2001.
nyatanya cara yang ditempuh oleh pemerintah itu belum memadai
dan tidak selalu sesuai dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku di Indonesia. Karenanya timbul kesan seolah-olah
kepastian hukum dilecehkan begitu saja.
Kebijakan-kebijakan pemerintah dalam bidang penanaman
modal, bisa dituangkan dalam bentuk Keputusan Ketua BKPM
(Badan Koordinasi Penanaman Modal), Keputusan Presiden atau
Peraturan Pemerintah, yang menurut hirarki peraturan
perundang-undangan di Indonesia adalah, berada di bawah
Undang-undang. Akan tetapi kenyataannya kebijakan-kebijakan
tersebut sering melangkahi suatu undang-undang. Misalnya
Paket-paket kebijaksanaan 25 Oktober 1986, dan 23 Oktober
1993, serta PP No.20, tanggal 19 Mei 1994.
Latar belakang pembentukan Peraturan Pemerintah Nomor 20
tahun 1994 tentang Pemilikan Saham dalam Perusahaan yang
didirikan dalam rangka Penanaman Modal Asing dilandasi dengan
dasar-dasar pertimbangan yang dimuat dalam konsideransnya,
Sikap pengusaha..., Cheon-Ho,Lee, FH UI, 2001.
yang berounyi sebagai berikut:
a. bahwa dalam rangka lebih mempercepat peningkatan dan perluasan kegiatan ekonomi dan pembangunan nasional pada umumnya, diperlukan langkah-langkah untuk lebih mengembangkan iklim usaha yang semakin mantap dan lebih menjamin kelangsungan penanaman modal asing.
b. bahwa untuk maksud tersebut, dipandang perlu menyempurnakan kembali ketentuan pemilikan saham dalam perusahaan yang didirikan daJ alm rangka penanaman modal asing sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 1993.28
Di dalam dasar hukum Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun
1994 dirumuskan landasan yuridis pembentukannya sebagai
berikut :
1. Pasal 5 ayat (2) Undang Undang Dasar 1945, dan2. Undang-undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman
Modal Asing (Lembaran Negara Tahun 1967 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2818) sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 11 Tahun 1970 (Lembaran Negara Tahun 1970 Nomor 4 6, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2943).
Sedangkan apabila kita lihat di dalam Penjelasan Umum dari
Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1994 tersebut, maka
':8 Peraturan Pemerintah tentang Pemilikan Saham dalam Perusahaan yang didirikan dalam rangka Penanaman Modal Asing, PP No. 20, L.N. Tahun 1994 No. 24, T.L.N. No. 3552.29 ibid
Sikap pengusaha..., Cheon-Ho,Lee, FH UI, 2001.
alasan alasan dan latar belakang yang mendasari terbentuknya
Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1994 tersebut adalah
sebagai berikut :
Dengan terjadinya perubahan struktur politik dan ekonomi di berbagai bagian dunia serta meluasnya globalisasi perekonomian dunia, banyak negara yang dulunya sangat tertutup bagi penanaman modal asing, sekarang telah membuka kesempatan yang sebesar-besarnya kepada modal asing dalam rangka meningkatkan kesempatan kerja, pertumbuhan dan memperluas kegiatan ekonominya. Keadaan tersebut telahmenimbulkan persaingan yang semakin tajam dalam penanaman modal asing untuk peningkatan dan perluasan investasi. Perubahan di berbagai belahan dunia dimaksud berlangsung dengan cepat, sehingga mendorong banyak negara melakukan efisiensi perekonomiannya agar kelangsungan peningkatan dan perluasan investasi serta peningkatan produktivitas dapat terjamin. Keadaan ini telah menimbulkan pula persaingan yang sangat tajam dalam perdagangan dunia.Keadaan seperti di atas berlangsung bersamaan dengan upaya bangsa Indonesia lebih meningkatkan dan memperluas kegiatan ekonomi serta memperbarui pembangunan nasionalnya dengan memberikan peranan yang semakin besar kepada masyarakat dan dunia usaha dalam pembiayaan pembangunan. Peranan tersebut antara lain untuk lebih meningkatkan investasi dan produktivitas serta perluasan pasar ekspor dengan peningkatan daya saing, sehingga terjadi dampak ganda seperti pertumbuhan ekonomi, perluasan kesempatan kerja, penyerapan bahan/barang yang dihasilkan masyarakat dan peningkatan penerimaan negara dari pajak.Untuk mendorong partisipasi masyarakat dan dunia usaha dalam meningkatkan daya asing dalam investasi dan perdagangan dunia
Sikap pengusaha..., Cheon-Ho,Lee, FH UI, 2001.
serta alih teknologi, kemampuan managerial dan modal agar semakin mampu meningkatkan investasi, pertumbuhan dan perluasan kegiatan ekonomi di berbagai daerah, maka dipandang perlu memberikan perangsang yang lebih menarik terhadap penanaman modal asing.Guna mencapai sasaran dimaksud, maka dipandang perlu melakukan penyempurnaan terhadap ketentuan pemilikan saham dalam perusahaan yang didirikan dalam rangka penanaman modal asing".'
Apabila kita membaca seluruh Konsiderans dan juga
Penjelasan Umum serta Dasar hukum dari pembentukan Peraturan
Pemerintah Nomor 20 Tahun 1994 tersebut di atas, maka dapat
kita ambil suatu kesimpulan bahwa pembentukan Peraturan
Pemerintah Nomor 20 Tahun 1994 tersebut adalah sebagai
pelaksanaan lebih lanjut dari Undang-undang Nomor 1 Tahun
19 67 tentang Penanaman Modal Asing yang telah diubah dengan
Undang-undang Nomor 11 Tahun 19 70. Di samping itu, peraturan
Pemerintah Nomor 20 Tahun 1994 dibentuk untuk memberikan
kesempatan lebih luas bagi modal asing untuk berusaha di
negara kita dalam rangka menghadapi era globalisasi yang
telah melanda sebagian besar kawasan negara di dunia, dan
30 ibid, Penjelasan Umum.
Sikap pengusaha..., Cheon-Ho,Lee, FH UI, 2001.
juga diharapkan agar terjadi pertumbuhan ekonomi dan
kesempatan kerja serta peningkatan penerimaan negara yang
bersumber dari pajak.
Hubungan antara Undang-undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang
Penanaman Modal Asing dan Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun
1994
(1) Hubungan antara Pasal 6 ayat (1; Undang-undang Nomor 1
Tahuni967 dan pasal 2 ayat (1) Peraturan Pemerintah
Nomor 20 tahun 1994
Pasal 6 ayat (1) Undang-undang Nomor 1 Tahun 1967 menyebutkan
sebagai berikut:Pasal 6
(1) Bidang-bidang usaha yang terzutup untuk penanaman modal asing secara pengusahaan penuh ialah bidang-bidang yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup rakyat banyak sebagai berikut:a. pelabuhan-pelabuhanb. produksi, transmisi dan distribusi tenaga listrik untuk umum;
c. telekomunikasi;d. pelayaran;e. penerbangan;f. air minum;
Sikap pengusaha..., Cheon-Ho,Lee, FH UI, 2001.
g. kereta api umum;h. pembangkitan tenaga atom;i. mass media.
Sedangkan Pasal 2 ayat (1) yo pasal 5 Peraturan Pemerintah
Nomor 20 Tahun 1994 menetapkan sebagai berikut:
Pasal 2(1) Penanaman modal asing dapat dilakukan dalam bentuk:
a. Patungan antara modal asing dengan modal yangdimiliki warga negara Indonesia dan/atau badan hukumIndonesia; atau
b. Langsung, dalam arti seluruh modalnya dimiliki oleh warga negara dan/atau badan hukum asing.
Pasal 5(1) Perusahaan yang didirikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf a dapat melakukan kegiatan usaha yang tergolong penting bagi negara dan menguasai hajat hidup rakyat banyak yaitu, pelabuhan, produksi dan transmisi serta distribusi tenaga listrik untuk umum,telekomunikasi, pelayaran, penerbangan, air minum,kereta api umum, pembangkit tenaga atom dan mass media.
Apabila ketentuan dalam pasal 2 ayat (1) dan Pasal 5 ayat
(1) Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1994 tersebut
merupakan peraturan pelaKsanaan dari ketentuan Pasal 6
Undang-undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal
Asing, maka terlihat bahwa di sini terdapat suatu
Sikap pengusaha..., Cheon-Ho,Lee, FH UI, 2001.
penyimpangan yang sangat tajam, oleh karena ketentuan dalam
Pasal 6 ayat (1) Undang-undang Nomor 1 Tahun 1967 yang
menyatakan "Bidang-bidang usaha yang tertutup untuk penanaman
modal asing' dinyatakan oleh Pasal 5 ayat (1) Peraturan
Pemerintah Nomor 20 tahun 1994 dengan 'dapat melakukan
kegiatan usaha' di mana kedua ketentuan tersebut mengacu pada
bidang-bidang yang penting bagi negara dan menguasai hajat
hidup rakyat banyak.
Pasal 5 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1994
maupun Pasal 6 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1967 keduanya
dinyatakan dalam Penjelasan pasal demi pasalnya dengan
perkataan "Cukup jelas", namun demikian apabila kita melihat
dalam alinea kelima dari penjelasan Umum Undang-undang Nomor
1 Tahun 1967 di sama dinyatakan sebagai berikut:"Dominasi modal asing seperti dikenal dalam zaman
penjajahan dengan sendirinya harus dicegah. Perusahaan- perusahaan vital yang menguasai hajat hidup orang banyak tetap tertutup bagi modal asing (pasal 6)"
Apabila kita melihat perumusan ini, maka walaupun perumusan
Sikap pengusaha..., Cheon-Ho,Lee, FH UI, 2001.
m i merupakan bagian dari Penjelasan Umum, tetapi di dalam
perumusan tersebut dinyatakan secara tegas apa yang
dimaksudkan dalam ketentuan Pasal 6 Undang-undang Nomor 1
Tahun 1967, dengan demikian sebenarnya ketentuan dalam Pasal
5 ayat (_) Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1994 tersebut
merupakan ketentuan yang menyimpang jauh dari Undang-undang
Nomor 1 Tahun 1967 yang merupakan peraturan "induknya" atau
peraturan yang "dilaksanakannya".
Sebagai akibatnya, bila ditinjau dari kaca mata yuridis
atau melalui judicial review jelas bertentangan. Hal ini akan
menimbulkan rasa was-was dan ketidak-pastian dalam berusaha,
baik bagi investor asing maupun pada investor domestik.
Selain itu, iklim investasi di Indonesia dinilai terlalu
mudah berubah, dan kurang mempunyai kekuatan hukum. Akibatnya,
sifat yang demikian ini tidak mencerminkan kepastian hukum
dan semangat penegakan hukum. Sebagai ilustrasi, menurut UU
PMA dan UU PMDN, suatu perusahaan PMDN tidak bisa dialihkan
Sikap pengusaha..., Cheon-Ho,Lee, FH UI, 2001.
statusnya menjadi PMA. Berdasarkan ketentuan tersebut, yang
dapat berubah status adalah dari PMA menjadi PMDN. Namun,
pada kenyataannya sekarang PMDN dapat pula beralih status
menjadi PMA hanya berdasarkan suatu kebijakan BKPM. Contoh
lain lagi, menurut perundang-undangan, PMA hanya boleh
mengekspor produknya sendiri, tegapi ternyata sekarang dalam
praktek PMA bahkan juga bisa mengekspor produk perusahaan
lain. 01 Artinya adalah bahwa sudah ada transaksi (dagang)
antara suatu perusahaan PMA dengan suatu perusahaan yang lain
untuk mengekspor barang-barangnya, dan yang akan dilakukan
oleh PMA tersebut. Dengan demikian, PMA telah melakukan
kegiatan perdagangan di dalam negeri, sehingga bertentangan
dengan UU PMDN No. 1/1968 j o UU No.12 tahun 1970 dan PP No.36
Tahun 1977, yang secara tegas melarang PMA untuk berdagang di
dalam pasar domestik Indonesia. Dimungkinkannya kebijakan
tersebut, harus dijelaskan dasar hukumnya, demi terciptanya
31 Keputusan Ketua BKPM Nomor 17/SK/1986
Sikap pengusaha..., Cheon-Ho,Lee, FH UI, 2001.
kepastian hukum dan ketenangan berusaha. Pada kenyataannya
kebijakan Pemerintah dalam bidang penanaman modal melalui
keputusan-keputusan Ketua BKPM, sebenarnya merupakan revisi
atas Undang-undang tentang Penanaman Modal Asing. Walaupun UU
PMA sendiri belum pernah direvisi, tetapi dengan pengeluaran
peraturan-peraturan baru yang lebih rendah tingkatnya, maka
UU PMA telah mengalami perubahan yang cukup drastis.
Contohnya Peraturan Pemerintah No.20 Tahun 1994 tentang
kepemilikan Saham dalam perusahaan yang didirikan dalam
rangka penanaman Modal asing. Oleh karena itu seharusnya
mulai dipikirkan untuk menyusun suatu undang-undang yang baru
sebagai penyempurnaan dari undang-undang yang lama. Menurut
teori, kalau putusan perundang-undangan yang dirubah itu
bentuknya undang-undang, maka perubahannya pun harus
dilakukan dengan suatu undang-undang, sehingga tidak cukup
dengan sekedar Keputusan Ketua BKPM.
Bagi investor asing masalah demikian ini sangat peka,
Sikap pengusaha..., Cheon-Ho,Lee, FH UI, 2001.
karena di dalam suatu sistem perekonomian yang baik, unsur
kepastian hukum merupakan asas yang memberikan jaminan yang
kuat bagi bisnis mereka. Kepastian hukum merupakan suatu
keharusan dalam semua transaksi bisnis yang dilakukan dalam
sistem perekonomian yang telah modern dan maju, dem karena
demikian besarnya nilai-nilai transaksi-transaksi bisnis
tersebut. Oleh karena itu, dalam membina kepastian dalam
Sistem Hukum Ekonomi, maka di samping pembentukan
peraturannya, juga perlu dibina dan diadakan berbagai pranata
hukum ekonomi yang baru, lembaga-lembaga Hukum Ekonomi,
Proses-proses tertentu, perilaku hukum ekonomi, penelitian
dan pendidikan Hukum Ekonomi, serta pendidikan dan
pengetahuan aparat birokrasi. Dengan berhasilnya semua aspek
hukum ekonomi itu, maka akan mempengaruhi perkembangan dan
penegakan semua peraturan Hukum Ekonomi tersebut. Dengan
demikian, di samping mengundangkan suatu paket Hukum Ekonomi,
perlu juga dibina perilaku dan kesadaran hukum yang mendukung
Sikap pengusaha..., Cheon-Ho,Lee, FH UI, 2001.
penegakan Hukum Ekonomi tersebut. Selain itu, perlu dibina
pengadilan dan hakim-hakim agar mampu menguasai persoalan-
persoalan ekonomi modern dan internasional, sehingga putusan-
putusannya cukup wajar dan adil, dan menjadi bagian dari
Hukum Ekonomi Indonesia. Juga diperlukan kegiatan penataran
hukum bagi pelaku-pelaku ekonomi. Perhatian perlu diberikan
juga pada lembaga dan pranata arbitrase, mediasi, dan
konsiliasi yang mampu menyelesaikan berbagai sengketa antara
para pengusaha dengan cepat. Dan para konsultan dan notaris
juga perlu ditingkatkan kemampuannya untuk merancang berbagai
kontrak dagang dan kontrak internasional yang diperlukan oleh
perusahaan modern supaya terbentuk peraturan-peraturan Hukum
Ekonomi. Selanjutnya, perlu juga dibina kemampuan untuk
negosiasi dan menyusun perjanjian internasional di bidang
ekonomi, sehingga hanya perjanjian internasional yang benar-
benar bermanfaat bagi Indonesialah yang disetujui dan
diratifikasi.
Sikap pengusaha..., Cheon-Ho,Lee, FH UI, 2001.
Adanya kepastian hukum erat kaitannya dengan undang-undang.
Peraturan pemerintah dianggap kurang kuat oleh dunia bisnis.
Dimana pada kenyataannya PP dapat diubah, diganti atau
disempurnakan sewaktu-waktu, sedangkan terhadap Undang-undang
tidak dapat dilakukan semudah itu. Di sinilah letak dilema
kepastian hukum. Di satu sisi, dunia bisnis memerlukan
kepastian hukum, yang baru terjamin kalau sudah ada undang-
undang. Sedangkan di sisi lain, dalam Anenghadapi gejolak
ekonomi, pemerintah harus bertindak cepat mengadakan
penyesuaian, berupa tindakan deregulasi untuk memberi arah,
membina, dan jika perlu campur tangan. Dalam menggunakan cara
ini, pemerintah merasa dapat bertindak lebih luwes, serta
lebih bebas kalau tidak terlalu terikat oleh undang-undang.
Usaha menciptakan kepastian hukum, adalah persoalan penegakan
hukum (Law enforcement). Instansi-instansi yang berwenang,
belum cukup menjamin terlaksananya peraturan-peraturan
pemerintah yang perlu dilaksanakan. Biasanya, peraturan-
Sikap pengusaha..., Cheon-Ho,Lee, FH UI, 2001.
peraturan tersebut tidak dibarengi dengan suatu sanksi hukum,
melainkan hanya sanksi administrastif yang sering diabaikan.
Banyak peraturan deregulasi yang berasal dari berbagai
instansi pemerintah di tingkat pusat tidak sampai kepada
instansi tingkat terendah yang mewajibkan pelaksanakannya
secara tuntas. Kelemahan-kelemahan tersebut bagi dunia usaha,
sering sangat merugikan, karena makan waktu yang lama dan
dana yang banyak, sehingga menghambat bisnis. Dari sini
kemudian timbul anggapan dari para pelaku bisnis bahwa
perkembangan hukum dan ekonomi tidak seimbang. Bahwa, ekonomi
maju dengan pesat, sementara hukum ketinggalan zaman dan
belum mampu mengadakan antisipasi, serta belum bisa
diandalkan dalam menghadapi dan menyelesaikan masalah-masalah
yang timbul dan memerlukan ketegasan hukum. Sementara itu,
Keputusan Menteri dan sejenisnya, baik bersama maupun
sendiri-sendiri, amat banyak jumlahnya, sehingga sangat sulit
meneliti dan memonitor satu per satu. Di samping itu, banyak
Sikap pengusaha..., Cheon-Ho,Lee, FH UI, 2001.
peraturan baik dalaui bentuk PP, Keppres, Inspres, maupun SK
Menteri dan lainnya, yang menyangkut wewenang pemerintah
dalam mengatur perekonomian, ternyata sering tidak konsisten,
karena melalaikan atau mengabaikan dasar hukum, sedangkan
bisnis memerlukan kepastian hukum yang tetap.
Sebagaimana diketahui, iklim usaha, iklim investasi,
peluang, dan kesempatan berusaha, perlu mendapat perlindungan
hukum yang pasti beserta dengan sanksinya. Apabila peraturan
yang mengatur kegiatan bisnis hanya berupa peraturan
perundang-undangan tanpa sanksi, maka hal itu akan dapat
menggoyahkan sendi-sendi bisnis. Sebab tanpa kepastian hukum,
maka semua transaksi bisnis modern yang amat besar nilainya
akan mengakibatkan kerugian yang fatal bagi negara dan
masyarakat.
D . Dihapusnya Diskriminasi Pemilikan Antara PMA dengan PMDN
Pada umumnya negara-negara berkembang (termasuk Indonesia)
masih dihadapkan pada masalah-masalah ekonomi yang kronis,
Sikap pengusaha..., Cheon-Ho,Lee, FH UI, 2001.
yang ditunjukkan dan disertai oleh adanya masalah -masalah
sebagai berikut ini:32 defisit perkiraan berjalan dalam neraca
pembayaran yang terus-menerus, Surplus neraca perdagangan
cenderung terus turun, dan tidak sanggup untuk memenuhi
kewajiban-kewajiban membayar jasa-jasa kepada pihak-pihak di
luar negeri. Penyebab dari defisit perkiraan berjalan itu,
terutama adalah karena adanya transfer keuntungan oleh
investor asing ke luar negeri, dan pembayaran bunga utang
luar negeri.
Pertama) aliran masuk netto sumber-sumber keuangan yang
negatif di sektor pemerintah. Artinya, nilai pembayaran
kewajiban yang berkaitan dengan utang luar negeri selalu
lebih besar daripada nilai utang yang baru masuk. Keadaan ini,
ternyata telah menyebabkan kemampuan sektor pemerintah untuk
mendorong pertumbuhan ekonomi nasional menjadi semakin
berkurang.
32 Seritua Arief, "Kebijakan Neoliberalisme", Warta Ekonomi, No. 03 Th. Vi (Juni 1994):8Pertama)
Sikap pengusaha..., Cheon-Ho,Lee, FH UI, 2001.
Kedua) ketidakmampuan tabungan nasional untuk membiayai
kebutuhan investasi nasional. Dan situasi saving investment
gap juga kronis, hal ini menjadi semakin parah karena kedua
situasi kronis yang telah disebut di atas.
Situasi demikian, tidak lepas dari pengaruh turunnya harga
minyak bumi secara drastis pada pertengahan tahun 80-an, yang
berdampak negatif terhadap perkembangan ekonomi Indonesia.
Padahal kekuatan ekonomi dan pembiayaan pembangunan Indonesia
selama itu, sangat tergantung pada hasil ekspor migas.
Dalam menghadapi situasi ekonomi yang dialami negara-negara
berkembang tersebut di atas, maka Bank Dunia dan IMF
merekomendasikan suatu paket kebijaksanaan baru dalam
kerangka program penyesuaian struktural. Paket yang berisi
kebijaksanaan ini telah dilaksanakan di beberapa negara
pengutang besar di Amerika Latin. Oleh kalangan sarjana
ekonomi strukturalis, paket kebijaksanaan baru ini dinamakan
Sikap pengusaha..., Cheon-Ho,Lee, FH UI, 2001.
"paket kebijakan neoliberal." 33
Menurut para ekonom, kebijaksanaan baru tersebut diperlukan,
dengan alasan untuk merangsang perkembangan ekonomi. Memang
pada tahap awal dimulainya pembangunan, sebagai suatu
strategi telah dilakukan proteksi-proteksi untuk menumbuhkan
embrio atau lembaga-lembaga ekonomi swasta nasional, terutama
bagi sektor industri untuk menciptakan peluang hidup bagi
industri yang baru tumbuh.
Dalam rangka meningkatkan investasi dan menggalakkan ekspor
non migas, maka kebijaksanaan deregulasi ditujukan untuk
merangsang kegiatan perusahaan-perusahaan besar maupun kecil
agar mampu untuk itu, di mana perusahaan PMA dan PMDN, baik
dengan bekerja sama sebagai mitra usaha maupun sendiri-
sendiri, dapat memberikan sumbangan untuk kemajuan ekonomi.
Dan untuk mendorong penanaman modal di Indonesia, pemerintah
telah mengambil langkah-langkah yang memungkinkan tumbuh dan
Sritua Arief, Ibid)
Sikap pengusaha..., Cheon-Ho,Lee, FH UI, 2001.
berkembangnya PMA dan PMDN pada saat ini dan di masa-masa
yang akan datang.
Sejak ekonomi Indonesia mengalami pertumbuhan yang rendah,
yaitu pada tahun 1982/83, tampak tingkat penanaman modal
swasta pun menurun. Pertumbuhan ekonomi yang rendah tadi
terutama disebabkan oleh jenuhnya pasar di dalam negeri
terhadap industri pengganti impor yang banyak didirikan pada
masa sebelumnya. Di samping itu juga dipengaruhi oleh sangat
mundurnya investasi pemerintah karena terbatasnya anggaran
belanja negara. ^
Kemunduran pertumbuhan ekonomi tersebut, berdampak negatif
terhadap penanaman modal swasta, yakni turunnya arus
penanaman modal. Dalam hal ini, PMA lebih menyusut bila
dibandingkan dengan PMDN karena beberapa sebab, antara lain
yaitu, risiko yang ditanggung oleh PMA lebih besar dari PMDN;
PMA juga harus memenuhi persyaratan yang tidak berlaku bagi
34 (Business News, 18 November 1986, hal.2.)
Sikap pengusaha..., Cheon-Ho,Lee, FH UI, 2001.
PMDN. Misalnya, PMA. tidak diperkenankan memasuki sektor-
sektor yang dipandang relatif mudah untuk dikerjakan oleh
PMDN. Jadi, PMA diharuskan dan hanya boleh bergerak di
sektor-sektor yang lebih sulit dan berrisiko lebih besar;
1)PMA tidak boleh mendapatkan kredit dari bank-bank
pemerintah, 2)PMA juga dibatasi ruang geraknya, tidak boleh
mengencer atau melakukan perdagangan di dalam negeri,
memasarkan dan mendistribusikannya sendiri. (Ketentuan ini,
sudah tidak berlaku dengan dikeluarkannya PP No. 24 tahun
1987, tentang Perdagangan Ekspor Perusahaan PMA. Melalui
kebijaksanaan 24 Desember 1987 ini, dinyatakan bahwa
perusahaan PMA dapat mengekspor hasil produksinya sendiri dan
dapat pula mengeksproduksi perusahaan lain. Dan PP. No.17
tahun 1992, yang intinya antara lain adalah untuk merangsang
investor asing menanamkan modal mereka dalam bentuk modal
sendiri)
Rangkaian kebijaksanan deregulasi yang dilakukan
Sikap pengusaha..., Cheon-Ho,Lee, FH UI, 2001.
pemerintah, telah membawa perkembangan kearah dihapusnya
diskriminasi pemilikan antara PMA. dengan PMDN. Contoh
paling nyata dapat dilihat dalam paket kebijaksanaan
deregulasi yang tertera dalam PP No. 20 tahun 1994,35 yang
dimaksudkan untuk memperluas keberadaan investasi dsing
dalam ekonomi nasional, yang berisi pokok-pokok pikiran
berikuti ini: 1)Penanaman modal asing dapat dilakukan dalam
bentuk patungan dengan modal dalam negeri, atau keseluruhan
modal dimiliki oleh warga negara/badan hukum asing.
2) Besarnya jumlah modal yang ditanamkan dalam rangka PMA
ditentukan berdasarkan kelayakan ekonomi dan kegiatan
usahanya. 3) Kegiatan usaha PMA dapat dialokasikan di
seluruh wilayah RI. Apabila di daerah terdapat kawasan
industri, maka kegiatan PMA diutamakan ke kawasan itu.
4) Perusahaan PMA dapat melakukan kegiatan usaha di sektor
(Dalam hal ini, Sritua Arief menyebut "Paket Kebijaksanaan deregulasi yang tertera dalam PP No. 20 tahun 1994 tersebut, sebagai "paket kebijakan neoliberalisme" yang diformulasikan dan direkomendasikan oleh Bank Dunia dan IMF. Lihat Arief, Loc. Cit. Hal. 8.)
Sikap pengusaha..., Cheon-Ho,Lee, FH UI, 2001.
publik (yang dahulu hanya dapat uiusahakan negara), yaitu:
pelabuhan, produksi dan transmisi serta distribusi tenaga
listrik untuk umum, telekomunikasi, pelayaran, penerbangan,
air minum, pembangkit tenaga atom, dan media massa (khusus
untuk sektor ini hanya dibolehkan dalam bentuk usaha
patungan atau melalui pasar saham). 5)Saham pihak Indonesia
dalam perusahaan PMA patungan minimal 5% dari seluruh modal
yang disetor pada waktu pendirian badan usaha (perusahaan
patungan) tersebut. 6)Perusahaan PMA 100%, dalam jangka
waktu 15 tahun sejak berproduksi komersial, harus menjual
sebagian dari sahamnya (tanpa ketentuan berapa
persentasenya) kepada warga negara/ badan hukum Indonesia,
melalui pemilikan langsung atau melalui penjualan saham di
pasar modal.
Dalam sejarah deregulasi di Indonesia, mungkin PP No.
20/1994 inilah yang dianggap paling kontroversial, bahkan
oleh jajaran pemerintah sendiri. Misalnya, investasi di
Sikap pengusaha..., Cheon-Ho,Lee, FH UI, 2001.
bidang pers telah menimbulkan silang pendapat. Kalangan
yang kontra mengemukakan alasan, bahwa bagaimanapun motif
investasi modal asing selalu berorintasi dan bertujuan
untuk keuntungan semata. Dan masuknya modal asing di bidang
pers, akan mengarah pada penguasaan sistem jaringan
informasi dan komunikasi yang sangat peka. Sementara itu,
kalangan yang berpandangan netral melihat, bahwa tidak ada
salahnya investor asing masuk ke perusahaan media, asalkan
bukan berbentuk investasi langsung, tetapi melalui
mekanisme kepemilikan saham di bursa efek. Dengan demikian,
pertimbangan investor asing itu, tak akan mempengaruhi kode
etik pers, yang penting, Pemerintah perlu membuat peraturan
untuk mengamankan diri dari pengaruh kultural luar.
Berbeda dari pandangan-pandangan di atas, sebenarnya Tim
Deregulasi mengartikan, bahwa sektor-sektor yang disebutkan
dalam deregulasi itu bisa menyertakan modal asing secara
patungan. Dalam hal ini, jika ada peraturan khusus untuk
Sikap pengusaha..., Cheon-Ho,Lee, FH UI, 2001.
sektor yang tercantum dalam PP No.20/1994, dan kebetulan
berupa undang-undang, maka UU itulah yang berlaku. PP
No.20 Tahun 1994 dimaksudkan untuk menyempurnakan (artinya
mengubah) beberapa ketetapan tentang penyertaan saham pada
perusahaan PMA. Ketentuan mengenai porsi saham asing dalam
perusahaan patungan, misalnya kini dibolehkan sampai
maksimal 95%. Sementara pada PP No.50/1993, porsi asing
hanya ditetapkan 51%, sehingga hal ini dianggap suatu
terobosan lebih maju.
Selanjutnya, dalam PP No.50/1993 itu perusahaan PMA 100%
diharuskan mulai menjual sahamnya kepada pihak Indonesia
dalam jangka waktu 10 tahun sejak berproduksi komersial,
baik melalui kepemilikan langsung maupun lewat pasar modal.
Namun, berdasarkan peraturan baru PP No.20/1994 ini, berapa
besarnya saham yang dijual sepenuhnya tergantung pada
kesepakatan masing-masing pihak. Besarnya dapat 5% atau 1%,
tanpa harus mengubah status perusahaan. Ini berarti,
Sikap pengusaha..., Cheon-Ho,Lee, FH UI, 2001.
memperbarui persyaratan yang lama, yaitu 20 tahun setelah
produksi komersial, dengan penjualan saham minimal sebesar
51% kepada pihak domestik.
Selama dua dasa warsa ini, ketentuan-ketentuan hukum
yang mengatur kerja sama investasi asing dengan domestik
telah banyak mengalami perubahan, dan mungkin akan terus
berubah karena dimensi pembangunan dan ekonomi yang terus
berkembang. Tetapi dapat dikemukakan bahwa sampai 1974,
pengaturan Pemerintah dalam bentuk Peraturan Pemerintah
sebagai peraturan pelaksanaan mengenai kerja sama patungan
ini belum ada. J6
Dalam rangka ini, pendekatan dan pengarahan yang
mendorong adanya kerja sama patungan, dapat terlihat pada
instruksi Presidium Kabinet No.36/U/ IN/1967, yang
menyebutkan bahwa untuk usaha modal asing yang dilakukan
(Sumantoro, Aspek-aspek Hukum Dan Potensi Pasar Mosal Di Indonesia, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1988), hal. 121)
Sikap pengusaha..., Cheon-Ho,Lee, FH UI, 2001.
dalam bentuk kerja sama patungan akan diberikan tambahan
fasilitas 1 tahun masa bebas pajak.
Pada 22 Januari 1974 keluar kebijaksanaan Pemerintah
yang menentukan persyaratan bagi PMA harus berbentuk kerja
sama patungan. Berdasarkan kebijaksanaan itu, ketua BKPM
menetapkan ketentuan mengenai waktu dan jumlah penyertaan
modal nasional dalam kerja sama patungan, yaitu melalui
Surat Edaran Ketua BKPM No. B-1195/A/BKPM/X/1974 tanggal 11
Oktober 1974.
Kebijaksanaan tersebut di atas, menentukan perbandingan
jumlah saham antara pihak asing dengan nasional yaitu
setelah 10 tahun perbandingannya, saham nasional minimal
51% sementara pihak asing maksimal 49%. Ketentuan ini
akhirnya tidak berlaku lagi dengan dikeluarkannya Keputusan
Ketua BKPM No. 5/SK/1987, tentang persyaratan kepemilikan
saham nasional dalam perusahaan PMA.
Menurut ketentuan terakhir ini, perusahaan PMA harus
Sikap pengusaha..., Cheon-Ho,Lee, FH UI, 2001.
berbentuk patungan dengan penyertaan modal nasional minimal
20% dan meningkat menjadi paling kurang 51% dalam waktu 15
tahun. Kemudian berturut-turut keluar kebijaksanaan Ketua
BKPM; SK.No.17/SK/1987 dan No.17/SK/1991 tentang Ketentuan
Penyertaan Saham Asing dalam Perusahaan yang Sudah Berdiri,
No.16/SK/1989 tentang Persyaratan pemilikan Saham Nasional
dalam Perusahaan PMA, No.21/SK/1991 tentang persyaratan
Investasi Minimal bagi Perusahaan PMA.
Dan selanjutnya, semua ketentuan tersebut di atas,
akhirnya dicabut dan dinyatakan tidak lagi berlaku melalui
SK Menteri Negara Penggerak Dana Investasi/Ketua BKPM,
No.15/SK/1994, tentang ketentuan pelaksanaan pemilikan
Saham Dalam Perusahaan yang didirikan dalam rangka
Penanaman Modal Asing.
Dulu segala pembatasan yang terjadi pada tahun 70-an itu,
tidak menimbulkan banyak persoalan ataupun mengurangi arus
masuk penanaman modal. Mungkin, pada waktu itu prospek
Sikap pengusaha..., Cheon-Ho,Lee, FH UI, 2001.
keuntungannya masih sangat baik. Namun, karena resesi dunia
selama ini, maka situasi ekonomi menjadi semakin sulit,
sehingga pembatasan-pembatasan itu akhirnya dirasakan
merugikan PMA, yang pada gilirannya menjadi kurang
menguntungkan bagi iklim investasi. Sementara itu,
permasalahan terpenting dari berbagai masalah yang dihadapi
pemerintah saat ini, adalah penyediaan modal guna
menjalankan berbagai macam usaha produktif uiituk
meningkatkan kemampuan pembangunan ekonomi dan bisnis
nasional.
Jawaban yang dirasakan tepat adalah dengan menarik
investasi asing, karena investasi dalam negeri saja uidak
akan cukup mampu. Konsekuensi dari cara ini, adalah bahwa
Pemerintah akan memberikan kesempatan yang seluas-luasnya
kepada PMA, untuk melakukan usahanya dengan memberikan
kemudahan-kemudahan sebagaimana yang diberikan kepada
Sikap pengusaha..., Cheon-Ho,Lee, FH UI, 2001.
Dalam hal ini, PMA akan senantiasa bekerja dalam bentuk
perusahaan patungan antara modal asing dan modal dalam
negeri, 38sehingga kemudahan yang diberikan kepada PMA akan
sama kadarnya dsngan kemudahan yang diberikan kepada mitra
nasional.
Keluarnya PP No.20/1994, umumnya disambut positif oleh
para pelaku bisnis, walaupun dengan beberapa catatan.
Seorang pengusaha yang bernama Mochtar Riady menganggap
bahwa keluarnya deregulasi ini justru akan memacu pengusaha
untuk berinvestasi ke luar negeri. Mereka harus bersaing
dan melihat peluang secara global, tidak lagi dapat
mengandalkan perilakuan perlakuan khusus yang selama ini
'(Menurut Saleh Arief Menko Ekkeu, "Tidak ada maksud menjual Indonesia kepada investor asing. Justru, kami bermaksud meningkatkan ekspor nonmigas dengan peningkatan investasi di dalam negeri. " Lihat, Warta Ekonomi, Loc.cit. hal. 11)
(Lihat, UU No. 1 Th. 1961 j0 UU No. 11 Th. 1970 dan UU No.6 Th. 1968.)
Sikap pengusaha..., Cheon-Ho,Lee, FH UI, 2001.
telah didapat di dalam negeri. Ada juga yang menyatakan
bahwa modal asing yang masuk itu, akan mendorong pengusaha
besar dalam meningkatkan efisiensinya.
Selain itu, para ekonom menganggap bahwa sebenarnya
masih ada cara lain untuk menarik minat investor asing ke
Indonesia. Pertama, membuat iklim investasi yang kondusif.
Kedua, sistem hukum yang memberi jaminan untuk berbisnis.
Dan Ketiga, adanya fiscal incentive kepada investor asing.
Sedangkan tindakan deregulasi melalui PP No.20/1994,
dianggap sebagai model kepemilikan divestasi yang
seharusnya menjadi alternatif terakhir dalam menarik
investasi asing. Dasar anggapan itu adalah oleh karena
dapat saja terjadi bahwa investor asing tersebut hanya
membawa teknologi dan jaringan pemasarannya saja ke
Indonesia. Sedangkan dana untuk investasinya yang
sebenarnya bukan berasal dari negerinya. Mereka bisa
meminjam dari bank asing yang beroperasi di Indonesia, yang
Sikap pengusaha..., Cheon-Ho,Lee, FH UI, 2001.
berarti menggunakan uang dari Indonesia juga. Dan investor
asing itu hanya membawa sedikit dana untuk modal dasarnya
sa j a.
Kontroversi tentang PP No. 20/1994 ini dari segi hukum
adalah soal hirarki peraturan perundang-undangan yang
dikesampingkan. Karena itu, dimensi hukum telah menarik,
karena negara Indonesia adalah negara hukum. Tampak seolah-
olah terjadi pelecehan hukum tata negara. PP tersebut
kedudukannya lebih rendah daripada UU No.1/1967 dan UU
No.6/1968. Oleh karena itu, PP tersebut tidak dapat
mengubahnya. Bila alasan ini benar, maka pakar hukum,
khususnya ahli hukum tata negara harus mencari jalan ke
luarnya.
Kalau ditinjau dari teori filsafat hukum, mungkin
jawaban untuk mencari jalan keluar, lebih mudah dapat
diberikan oleh ahli hukum filsafat. 39 Akan tetapi pihak
(Menurut Charles Himawan, bagi ahli filasafat hukum, mungkin jalan keluar untuk mensahkan PP 20 lebih mudah. Ia
Sikap pengusaha..., Cheon-Ho,Lee, FH UI, 2001.
pemerintah sendiri menganggap bahwa tidak perlu ada revisi
terhadap deregulasi investasi tersebut. Menurut Pemerintah,
apabila sektor yang dipersoalkan diatur dalam PP ini,
kemudian diatur juga oleh peraturan lain yang ternyata
lebih tinggi, maka peraturan atau undang-undang itulah yang
akan berlaku. Dan isi deregulasi investasi itu dianggapnya
sudah jelas.
dapat berpacu dengan ajaran H. L. A. Hart, ahli hukum filsafat Inggris dengan rule of recognationnya membenarkan berlakunya suatu ketentuan hukum apabila rakyat menerimanya, walaupun mungkin secara hirarki ketentuan itu tidak berlaku. Namun, PP tersebut masih disangsikannya dapat mencapai sasaran. Ch. Himawan, " Usaha Hukum Ekonomi Unuk menyelamatkan PP. No. 20. "Kompas, Hukum Ekonomi Untuk menyelamatkan PP. No. 20. " Kompas, (Juni 1994) :4
Sikap pengusaha..., Cheon-Ho,Lee, FH UI, 2001.
BAB III
BUDAYA HUKUM KOREA
A. Sejarah dan pengetahuan umum tentang budaya Korea.
Bangsa Korea adalah bangsa yang memiliki budaya dan kultur
yang berpordasi di Asia Timur. Karena kedekatannya dengan
benua Cina dan letak geografisnya yang dikelilingi oleh laut
maka Korea terus menjadi sasaran serangan utama dari Cina
maupun Jepang. Tetapi Korea sendiri, sepanjang sejarah tidak
pernah menyerang negara lain.
Hal ini membuktikan bahwa negara Korea adalah negara yang
mencintai perdamaian.
Korea pertama kali diunif ikasikan oleh Kerajaan Silla
(Silla Dynasty) pada tahun 688 sesudah Masehi.
Tetapi kemudian Kerajaan itu kembali ditaklukkan oleh
Kerajaan Korea (Korea Dynasty) yang didirikan pada tahun 936
SM. Di bawah kekuasaan kerajaan ini kemudian masuklah Agama
Budha, dan Budisme sangat mempengaruhi pemerintahan dalam
Sikap pengusaha..., Cheon-Ho,Lee, FH UI, 2001.
kerajaan tersebut. Pada tahun 1392, didirikan pula Kerajaan
baru, yaitu Kerajaan Chosun (Yi Dynasty) dan kerajaan ini
dapat bertahan sampai tahun 1910, sebelum ditaklukkan oleh
negara Jepang. Ketika kerajaan Chosun berjaya, Agama Kong Hu
Chu diperbolehkan sehingga Kong Hu Chu menjadi pilar utama
dalam segala bidang kerajaan tersebut. Setelah kerajaan
Chosun ditaklukkan oleh negara Jepang, bangsa Korea menjadi
salah satu koloni dari Jepang, sejak tahun 1910 sampai pada
tahun 1945. Korea dapat membebaskan diri dari Jepang, setelah
Jepang menyerah kepada Kekuatan Sekutu(Allied Forces). Sejak
saat itu, bangsa Korea dibagi menjadi dua. Setelah lewat tiga
tahun dari masa pembebasan, yakni pada tanggal 15 Agustus
194 8 Republik Korea (Korea Selatan) dapat diproklamasikan
sebagai Negara Demokratis, sedangkan Republik Rakyat Korea
(Korea Utara) mendirikan pemerintahan komunis.
Pada tanggal 25 Juni 1950 terjadi perang saudara, karena
Korea Utara menyerang Korea Selatan. Perang itu berlangsung
Sikap pengusaha..., Cheon-Ho,Lee, FH UI, 2001.
selama tiga tahun, tetapi pada akhirnya melalui Armistice
agreement perang saudara ini dapat berakhir pada tahun 1953.
Meskipun perang itu sudah berakhir, tetapi akibat yang
ditimbulkan karena perang itu sangat besar, hampir semua
infrastruktur ekonomi Korea hancur total dan kcrban jiwa
yang berjatuhan tidak terhitung jumlahnya. Begitupula dengan
hubungan kedua negara Korea tersebut terus saling bermusuhan
selama setengah abad lebih dan masih berlangsung sampai
sekarang.
Hukum Korea merupakan produk campuran antara hukum
tradisional dan hukum impor, khususnya dari negara Cina.
Dominannya hukum Cina dalam hukum Korea disebabkan karena
Korea terus diserang dan dijajah oleh Cina. 40 Hukum Cina
' 3 ^ , 8^,1995,pp.177Dai-Kwon Choi, Western Law In Traditional Society Korea, Korean Journal of Comparative Law, Vol.8, pp.177)
Sikap pengusaha..., Cheon-Ho,Lee, FH UI, 2001.
berpengaruh besar dalam bidang administratif dan birokrasi.
Pemerintah dalam kerajaan Chosun mengadopsi Kong Hu Chu
sebagai prinsip utama dalam pemerintahannya. Prinsip Kong Hu
Chu adalah mengabdi pada negaranya dan menghormati orangtua,
keluarga, sahabat dan orang-orang yang menduduki jabatan yang
lebih tinggi dan terhormat. Kong Hu Chu juga mengutamakan
keadilan, perdamaian, pendidikan dan reformasi serta
humanisme. Banyak masyarakat Korea tidak membantah bahwa
kesuksesan dalam negara Korea itu akibat dari agama Kong Hu
Chu. Pengaruh agama Kong Hu Chu masih tetap kuat sampai pada
zaman modern sekarang ini sehingga mampu mengatur dan
menentukan berbagai bentuk hubungan antar sesama manusia
serta tata urut seperti antara orangtua dan anak, antara raja
dan hamba, antara suami dan isteri dan orang yang tua dengan
orang yang muda dan lain-lain. Budaya Korea yang didasari
pada Kong Hu Chu menuntut masyarakat Korea untuk memiliki
rasa segan, takut dan hormat kepada orang-orang yang berkuasa,
Sikap pengusaha..., Cheon-Ho,Lee, FH UI, 2001.
orang tua dan orang yang lebih tinggi pangkatnya. Terhadap
segala bentuk hubungan yang didasari agama Kong Hu Chu, bila
ada pihak yang melanggar ketentuan-ketentuan yang berlaku
akan diberikan sanksi yang berat baik lewat hukuman ataupun
dikucilkan dari pergaulan masyarakat."'
Filsafat Kong Hu Chu menuntut masyarat Korea juga untuk
mengutamakan keindahan dan keharmonisan. Sebagai akibatnya,
bila ada seseorang yang memberitahukan tindakan pelanggaran
orang lain, misalnya tentang kasus KKN kepada pemerintah,
tanpa menyebut identitasnya sendiri, walaupun sebenarnya isi
laporan itu benar, orang yang melapor itu tidak diberi hadiah
ataupun pujian, melainkan hukuman ataupun sanksi yang berat."
Hal ini tentu saja sangat kontras dengan budaya hukum
masyarakat Amerika. Di dunia barat, khususnya di Amerika,
bila ada laporan ataupun keluhan dari seseorang, entah itu
dilakukan oleh orang yang menyebutkan identitasnya atau tidak,
41 . ibid , pp 142
Sikap pengusaha..., Cheon-Ho,Lee, FH UI, 2001.
bila isi laporan itu memang benar, maka hal itu dihormati,
lalu kasus itu akan dituntaskan sesuai dengan hukum yang
berlaku. Bahkan sering terjadi pula upaya untuk membeli
pelapor-pelapor gelap, untuk menegakkan kebenaran, hukum dan
keadilan dalam komunitasnya. Hal ini memperlihar.kan dengan
sangat jelas bahwa masyarakat di Asia Timur sangat
mengutamakan keharmonisan dan perdamaian dalam masyarakat,
sedangkan masyarakat di dunia barat mengutamakan keadilan dan
kemajuan. 42
Memang agak sulit bagi masyarakat di dunia barat untuk
mengerti filsafat Kong Hu Chu yang mampu merangkul semua
bidang. Hal itu hampir sama dengan agama Islam yang tidak
dapat dipisahkan dari sendi-sendi kehidupan negara.
Pemikiran utama dari Kong Hu Chu Baru (Neo-Kongucunisme)
adalah segala perkara manusia itu tidak lain merupakan
4 (Kwang-rim, Koh. Perbedaan kultur hukum dunia Timur dan dunia Barat, Press Pendidikan, 1990, pp 30-31)
1990
Sikap pengusaha..., Cheon-Ho,Lee, FH UI, 2001.
refleksi dari pekerjaan alam. Jadi untuk mempertahankan
keharmonisan antara manusia dan alam semesta maka
keselarasan antar keduanya harus terus dipertahankan secara
mutlak. Jadi, bilamana manusia hidup secara benar, maka
pemerintahan pun akan berjalan secara baik. Kerajaan Chosun
mengadopsi Kong Hu Chu Baru sebagai asas dan pedoman untuk
bidang administrasi pemerintahan, regulasi sosial dan segala
hubungan sesama masyarakat. Jaai, sebetulnya Kong Hu Chu itu
lebih pantas disebut sebagai ideologi filsafat pemerintahan
atau norma sosial untuk keefektifan integritas bangsa
daripada disebut sebagai suatu agama.
Sampai senjakala bagi Kerajaan Chosun pada abad 19,
pembagian fungsi dalam dunia Ideal dari agama Kong Hu Chu dan
realitas administratif dapat berimbang dan teratur dengan
4J (Pyong-ho, Park. Law and Traditional Society in Korea, Seoul National University Press, 1985 P 352)«HiL , ’S, 1998
Sikap pengusaha..., Cheon-Ho,Lee, FH UI, 2001.
baik dalam rencana legislatif. Akan tetapi pada tahun 1876,
karena tekanan luar negeri yang bersifat politik dan
komersial semakin kuat, khususnya dari negara Jepang,
akhirnya pemerintah Korea membuka pintu yang selama ini
tertutup bagi dunia internasional. Setelah itu, sejak tahun
1910, Korea menjadi salah satu bagian koloni Jepang, maka
asimilasi hukum Jepang dimulai. Fenomena itu tidak dapat
disamakan dengan ketika Korea menerima hukum Cina, melainkan
jauh lebih keras dan memaksa. 44
Sistem hukum yang diterapkan negara Jepang secara paksa,
walaupun sebenarnya sangat efisien dan kompeten dibanding
dengan sistem hukum kemasyarakatan yang dulu, tapi tidak
dapat diterima oleh masyarakat. Oleh karena itu pemerintah
Jepang menggunakan ancaman dan kekerasan melalui pemberian
hukuman dan sanksi yang berat. Masyarakat Korea menentang
44 Choi, Jonggo. Hukum, Agama dan Manusia. Samyongsa, 1992, pp 299
W ' 1992
Sikap pengusaha..., Cheon-Ho,Lee, FH UI, 2001.
keras tindakan yang hendak dilakukan oleh Jepang.
Melalui pengalaman yang sungguh pahit, masyarakat Korea
memiliki ketakutan dan kebencian terhadap hukum. Mereka
menganggap hukum itu bukan sebagai suatu alat untuk
perlindungan hak dan kepentingan mereka. Mereka berpikiran
bahwa hukum itu bukan terdiri atas hak dan kewajiban, tetapi
sebagai alat kekuasaan semata-mata untuk menekan,
mengeksploitasi .dan memeras pihak yang lemah. Sebagai
akibatnya, rakyat Korea memiliki trauma yang amat dalam
terhadap hukum. Konsep dan pandangan masyarakat Korea
terhadap hukum ini tidak dapat dikikis begitu saja, walaupun
pada tahun 1945 negara Jepang telah menyerah, dan kebanyakan
hukum yang diterapkan Jepang digantikan dengan hukum-hukum
Eropa. 45
Pengaruh yang mendominasi dalam sistem hukum Korea pada
45 (Dai-Kwon Choi, Western Law In Traditional Society Korea, Korean Journal of Comparative Law, Vol.8, pp.187)3 'M , A1<#21 ’S ,
Sikap pengusaha..., Cheon-Ho,Lee, FH UI, 2001.
abad 20 adalah aturan hukum civil dari Eropa. Hukum
komersial Korea dibuat dengan mengikuti model hukum Jerman.
Selama regim militer Amerika pada tahun 1945 sampai 1948,
banyak undang-undang diperkenalkan oleh negara Amerika.
Kebanyakan hukum yang diimpor itu dapat diberlakukan oleh
pemerintah Korea sampai pada tahun 1960an. Bangsa Amerika
berpengaruh di bidang Keamanan dan Antitrust. Secara formal,
masyarakat Korea mulai memiliki konsep kesadaran hukum sama
seperti yang dimiliki oleh masyarakat dunia barat. Mereka
meminta demokrasi dan hak asasi manusia dijamin. Sebagai
akibatnya, pada tahun 1960-an setiap hari terjadi demonstrasi
yang mengakibatkan perekonomian bangsa Korea semakin
tertinggal dan hancur. Pada saat itu, jendral Park Jong-Hee
mengadakan Kudeta, lalu mendirikan pemerintahannya. Ia
memasang slogan politik dan sosial yang memperlihatkan visi
lewat gerakan nasional, yaitu "Saemael Undong-". 46 Dan ia
46 Gerakan Saemal undong merupakan suatu gerakan nasional
Sikap pengusaha..., Cheon-Ho,Lee, FH UI, 2001.
memfokuskan segala kekuatannya untuk kemajuan ekonomi sambil
membatasi kebebasan politik dan asas-asas demokrasi. Akibat
kebijakan pemerintahan Park Jong-Hee, bangsa Korea mengalami
pertumbuhan ekonomi yang sungguh luar biasa. Setiap tahun
mengalami pertumbuhan 10-13 persen. Hal itu dikenal dengan
muj i zat 'Sungai Han' .
Pertumbuhan ekonomi ini dipimpin oleh pemerintah dengan
memberikan segala fasilitas kepada pengusaha-pengusaha yang
berhasil memenangkan kontrak dari pemerintah. Dalam proses
untuk mengangkat keadaan ekonomi korea pada tahun 1970an. Pada suatu rapat menteri untuk membantu orang-orang desa yang terkena musibah bencana alam, presiden Park Jong-Hee mengajak seluruh rakyat Korea untuk membangun komunitas yang baru, sejahtera dan modern dengan semangat kemandirian, dan saling menolong dan mengasihi. Saemael undong pada mulanya dimulai dari desa, tetapi diperluas ke seluruh wilayah Korea, bukan hanya di desa saja, tetapi ke pabrik-pabrik, kota, dan seluruh wilayah korea. Gerakan ini dapat berhasil karena adanya bekerja sama antara rakyat, pemerintah dan pemipin- peminpin yang mampu dari komunitas masing-masing. Dengan demikian gerakan Samael undong menjadi pilar utama untuk melahirkan Korea sebagai negara industri dan modern.( Ensiklopedia Dusan di dalam bahasa Korea 1997)
Sikap pengusaha..., Cheon-Ho,Lee, FH UI, 2001.
itu telah dilahirkan banyak 'Chaebel' (konglomerat). Para
konglomerat semakin berkembang dengan adanya bantuan
fasilitas dan proteksi khusus dari pemerintah melawan
perusahaan-perusahaan luar negeri. Walaupun memang ada
baiknya rencana pemerintah yang hendak mengangkat
perekonomian Korea, tetapi tidak dapat menghindari efek
samping yang serius. Akibat dari kebijakan pemerintah Korea
terjadi jurang pemisah yang tajam antara perusahaan-
perusahaan besar dengan perusahaan-perusahaan yang menengah
dan kecil. Bahkan perusahaan-perusahaan menengah dan kecil
tidak dapat hidup. Kemudian juga timbul keluhan dari kaum-
kaum buruh maupun orang-orang yang tersisih dari kenikmatan
akan keberhasilan ekonomi yang semakin meningkat, sehingga
mengakibatkan timbulnya ketidak-amanan sosial. Walaupun
pemerintah dapat menekan permintaan rakyat itu, tetapi sejak
memasuki tahun 80-an, permintaan pemerataan kemakmuran tidak
dapat dibendung lagi. Selain merajalelanya monopoli dan KKN
Sikap pengusaha..., Cheon-Ho,Lee, FH UI, 2001.
yang dilakukan oleh pejabat-pejabat pemerintah dan para
konglomerat, terjadi juga fenomena hilangnya daya kompetisi
yang sehat dan kuat dari para konglomerat. Ditambah dengan
tuntutan rakyat Korea terhadap demokrasi yang begitu
berkobar-kobar, akhirnya pemerintahan Park Jong Hee gugur.
Namun kekacauan sosial Korea kembali terjadi. Pada saat itu
Jendral Jun Doo Hwan mengadakan kudeta, lalu mengambil takhta
kepresidenan. Jadi Negara Korea kembali dikuasai oleh Regim
Militer. Presiden Jun lebih keras menekan rakyat yang meminta
kebebasan politik dengan menggunakan hukum. Untuk mengalihkan
perhatian rakyat Korea dari politik, ia membangkitkan bisnis-
bisnis hiburan dan olah raga. Lewat pemerintahan Jun, rakyat
Korea kembali mendapat trauma terhadap hukum, sebab hukum
kembali dijadikan alat pemerasan terhadap hak dan kebebasan
rakyat.47
Setelah Regim Militer usai, pemerintahan Kim Young-Sam
M Chonggo, Choi, Kesadaran hukum bagi orang Korea, Pakyongsa, 1992, hal 296
Sikap pengusaha..., Cheon-Ho,Lee, FH UI, 2001.
memasang slogan, yaitu negara diperintah oleh hukum dan semua
lapisan negara harus tunduk kepada hukum. Untuk mengangkat
akar budaya KKN yang begitu mendalam, ia mengadakan reformasi
dalam segala bidang. Kemudian ia juga melakukan penahanan
terhadap dua mantan presiden Jun Doo Hwan dan Roh Tae Woo
atas tuduhan korupsi. Lewat reformasi-reformasi yang
dilakukan oleh Presiden Kim Young-Sam, citra bangsa Korea
dapat terangkat dari negara yang penuh dengan KKN menjadi
negara yang diperintah oleh Supremasi hukum.
B. Perbandingan budaya hukum masyarakat Korea dan Amerika
Sikap masyarakat Korea terhadap hukum tidak dapat luput
dari ajaran Kong Hu Chu yang diterapkan selama kurang lebih
1500 tahun. Hukum Korea terdiri atas dua hukum, yakni hukum
kemasyarakatan (tradisional) dan hukum impor. Tetapi
bagaimanapun juga masih terdapat jurang pemisah yang tajam
antara hukum tertulis dan hukum realitas. Sebenarnya
Sikap pengusaha..., Cheon-Ho,Lee, FH UI, 2001.
fenomena itu bukanlah suatu hal yang unik bagi Korea.
Perbedaan itu dapat ditafsirkan sebagai bentrokan antara
kultur barat dan kultur timur. Ketegangan dan konflik antara
kedua budaya tersebut disebabkan karena perbedaan konsep atau
pandangan tentang pengertian hukum, dan penerapan hukum dalam
mengekspresikannya pada kehidupan masyarakat serta dampak
atau akibat yang ditimbulkan.
1. Makna hukum bagi masyarakat Korea
(1) Masyarakat Korea memandang hukum itu mengandung dua
arti. Arti pertama adalah etika atau moral, dan arti kedua
adalah kewajiban. Karena orang Korea dikuasai sistem
penilaian Kong Hu Chu, arti hukum itu harus dipahami dengan
berdasarkan filsafat Kong Hu Chu. Ketika disebut "hukum" di
dunia timur, sama dengan "perintah, paksaan, dan hukuman".48
Konsep terhadap hukum tersebut dapat terlihat dari pikiran
para ahli hukum maupun dari data ilmu tradisi dan antropologi
(Dan F. Henderson, Consiliation and Japanese Law, 2 Vols. (University of Washington Press, 1965)
Sikap pengusaha..., Cheon-Ho,Lee, FH UI, 2001.
Ada pepatah Korea yang menyatakan seorang yang sangat baik
sebagai "orang yang dapat hidup dengan baik walaupun tidak
ada hukum". Sementara menurut masyarakat Amerika, hukum itu
merupakan syarat mutlak, karena tanpa hukum akan menimbulkan
keadaan anarkis. Keyakinan mereka adalah hukum itu harus
diadakan untuk mengatasi keadaan anarkis dan kekerasan. Oleh
karena itu seorang pakar hukum Korea mengatakan "orang yang
dapat hidup tanpa hukum" merupakan suatu ekspresi yang paling
tepat untuk menunjukkan perbedaan konsep tentang hukum
antara orang Korea dan orang Amerika.4'
Konsep hukum di dunia timur mengandung norma-norma yang
mengatur perbuatan manusia dengan menggunakan paksaan dan
hukuman serta juga terkandung dunia utopia yang dicita-
citakan. Artinya hukum itu bukan tujuan, tetapi alat untuk
A" (Dai-Kwon Choi, Western Law in a Traditional Society Korea, Korean Journal of Comparative Law, 1980 S. 130)
Sikap pengusaha..., Cheon-Ho,Lee, FH UI, 2001.
I mendatangkan dunia yang tidak memerlukan adanya hukum, yakni
dunia yang sempurna dan ideal. 50
Dalam hal ini ada kesamaan dengan konsep hukum Marxisme.
Hukum akan menjadi hilang bila keadaan politik yang ideal
tercapai. Konsep hukum di Korea dapat dimengerti dengan
mengaitkan 'budaya memalukan' dan 'budaya gengsi'. 51
Ketika melakukan suatu kewajiban secara paksa, padahal
kewajiban itu harus dilakukan secara sukarela, hal itu
dianggap sebagai suatu hal yang sangat memalukan. Apalagi
harus berdiri di pengadilan sebagai pihak tertuduh, setelah
melakukan suatu pelanggaran. Walaupun seandainya berdiri
sebagai seorang saksi tetap dianggap sebagai suatu hal yang
memalukan. Begitu pula menuduh orang lain di pengadilan atau
memberitahukan suatu pelanggaran seseorang kepada instansi-
instansi penegakan hukum, dianggap sebagai suatu hal yang
c,° Dai-kwon, Choi. Sosiologi hukum Korea, Seoul national univesity Press.1998. Hal 131f)1 (Ruth Benedict, Chrysanthemum and sword: Patterns ofJapanese Culture (Boston: Houghton Mifflin Co., 1946)
Sikap pengusaha..., Cheon-Ho,Lee, FH UI, 2001.
tidak baik. 52
Satu hal lagi untuk mengerti konsep hukum Korea adalah,
unsur budaya yang mengutamakan maksud atau inti daripada
terpaut kepada aturan-aturan yang kecil. Sampai zaman
sekarangpun, bila ada orang yang terlalu peka dan setia pada
peraturan-peraturan yang kecil, orang itu dianggap sebagai
orang yang berkecil hati, sedangkan orang yang melakukan
pelanggaran terhadap prosedur-prosedur yang tidak penting,
dianggap sebagai orang yang berjiwa besar. Orang yang suka
mempermasalahkan hal-hal yang bersifat teknis akan
diperlakukan sebagai orang yang sepele. Jadi melanggar
peraturan-peraturan yang tidak penting dan pokok, seperti
pelanggaran terhadap aturan lalu lintas ataupun kesehatan
dianggap sebagai masalah kecil, sehingga walaupun ada
pelanggaran, orang itu tidak dipermasalahkan secara besar-
besaran. Sikap seperti ini dapat terlihat juga dalam soal
ibid
Sikap pengusaha..., Cheon-Ho,Lee, FH UI, 2001.
pembuatan perjanjian-perjanjian dalam masyarakat modern. Jika
sudah ada kesepakatan yang berkaitan dengan suatu prinsip,
orang Korea menjadi senang dan merasa puas terhadap diri-
sendiri, lalu tidak memperhatikan soal-soal yang bersifat
teknis, sehingga sering mengalami kerugian ataupun kesulitan
yang besar. Terhadap sikap seperti ini, orang Jepang lebih
teliti dan seksama daripada orang Korea.
Sedangkan konsep hukum dunia barat harus dipahami sebagai
konsep yang dikaitkan dengan keadilan. Tujuan politik pun
dianggap untuk mengamalkan hukum. Tradisi yang terus
diwariskan dari masyarakat barat, yaitu "negara yang
diperintah oleh hukum, bukan oleh manusia" dapat dijadikan
contoh yang baik. Orang-orang Amerika menganggap penguasa
tanpa terkecuali tidak dapat melakukan sesuatu secara
sewenang-wenang, tetapi tetap dibatasi oleh hukum untuk
mengontrol pelaksanaan keadilan. Apabila dalam masyarakat
(Takeyoshi Kawashima, Dispute Settlement In Japan, Black an Mileski, ed., The Social Organization of law Nork: SeminarPress, 1973, pp 589)
Sikap pengusaha..., Cheon-Ho,Lee, FH UI, 2001.
Amerika, ada seseorang merasa haknya dilanggar oleh orang
lain ataupun negara, maka ia dapat segera mengajukannya ke
pengadilan.
2) Hukum tradisi Korea terdiri dari kewajiban saja, dengan
kata lain tidak ada konsep "hak".
Hukum Korea tidak dapat mengembangkan konsep 'hak' ,
sedangkan orang Amerika berhasil. Ciri-ciri hukum dunia
barat adalah terbentuk untuk melindungi hak dan kepentingan
anggota masyarakat dari kekerasan para penguasa ataupun
pemerintah. Dan hukum dunia barat mempunyai batas yang jelas
antara hak dan kewajiban dalam kuantitas maupun kualitas,
sedangkan hukum Korea menuntut kewajiban yang tanpa batas.
Misalnya tuntutan terhadap setiap warga negara untuk setia
pada negara, atau terhadap setiap anak untuk setia dan
menghormati orangtuanya. Ciri-ciri sistem hukum timur adalah
sangat tergantung kepada karakter orang yang mengeksekusi
hukum, daripada aturan-aturan yang tertulis. Oleh karena itu
Sikap pengusaha..., Cheon-Ho,Lee, FH UI, 2001.
waktu menjatuhkan putusan, isi putusan itu sangat ditentukan
oleh faktor-faktor bukan hukum, seperti motivasi kejahatan
para pelanggar, keadaan waktu terjadi pelanggaran dan lain-
lain.
3) orang Korea mempunyai kebiasaan untuk menghindari
perkara-perkara di pengadilan sedapat mungkin.
Bila terjadi sengketa atau pun konflik, masyarakat Korea
tidak membawa perkara itu ke pengadilan, tetapi memecahkannya
melalui upaya konsialisasi atau mediasi baik lewat keluarga
maupun desanya. Dengan kebiasaan ini, di Korea terbentuk
budaya yang jarang menggugat (non-litigious attitudes) atau
pemecahan masalah lewat konsialisasi (mediatory settlement).
Fenomena ini dapat dipahami, karena sistem penilaian Kong Hu
Chu yang memuji keharmonisan, konsosialisasi dan perdamaian.
Tetapi bukan hanya itu saja, melainkan juga karena adanya
4 (Choi Chong-Go, A History of Law Study In Korea, Bak Young Sa Publishing Com 1990, 376 pp)
Sikap pengusaha..., Cheon-Ho,Lee, FH UI, 2001.
fungsi pengontrolan diri dalam masyarat baik dalam keluarga,
warga dan desanya masing-masing. Apabila suatu perkara yang
sebenarnya masih dapat dipecahkan secara kekeluargaan atau
upaya konsiliasi dengan warga atau masyarakat desa dibawa ke
pengadilan, maka orang itu harus bersiap-siap untuk
meninggalkan tempat di mana selama ini ia tinggal. Jadi
setiap perkara yang tidak melampaui self-control pemerintahan
dapat dipecahkan di dalam komunitas sendiri, tetapi perkara
yang tidak dapat ditangani seperti kasus kejahatan pembunuhan,
barulah perkara itu dibawa ke pengadilan. Sebagai akibat
dari budaya ini, masyarakat Korea segan membawa masalah
konflik ke pengadilan, dan lebih suka bersandar kepada sikap
mengalah ataupun mediasi.55 Sifat yang terbentuk sejak zaman
dahulu ini tidak berubah dan tetap ada sampai sekarang.
Seperti negara-negara lain di Asia, negara Cina dan Jepang,
Korea pun mengalami westernisasi pada abad 20, dan sebagai
Keadaan atau penomena sama dapat dilihat di masyarakat Jepang. Lihat Hideo Tanaka, The Japanese Legal System. University of Tokyo Press, 1976, pp 261
Sikap pengusaha..., Cheon-Ho,Lee, FH UI, 2001.
salah satu produknya, Korea menerima sistem hukum formalitas
( formal legal system) dan sistem itu sedang diberlakukan.
Perbedaan antara budaya hukum Korea dan Amerika dapat
terjadi secara sangat wajar, sebab hukum Amerika dibentuk dan
dikembangkan di atas dasar yang berbeda dengan Asia, baik
dalam segi politik, ekonomi, sosial dan budaya, sedangkan
hukum Korea tradisi melambangkan sistem penilaian dan konsep
Kcrea. Karena latar belakang yang berbeda, dan tata nilai
yang berbeda, serta diimpor dan diterapkan pada wilayah yang
berbeda latar belakang sejarah, politik, dan sosialnya, maka
sangatlah wajar terjadi perbedaan atau jurang pemisah yang
tajam antara hukum dan realitas, Ideal dan kenyataan, masalah
konflik tata nilai dan ideal antara dunia barat dan dunia
timur. 56
Dengan demikian, masyarakat Korea yang tergolong dalam
m (Dai Kwon Choi, Western Law in Traditional Society Korea, Korean Journal of Comparative Law, Vol 8, pp. 201-202)
Sikap pengusaha..., Cheon-Ho,Lee, FH UI, 2001.
masyarakat timur, mempunyai pandangan hukum yang berbeda
dengan masyarakat barat. Walaupun masyarakat Korea tergolong
sebagai masyarakat negara yang telah mendekati negara
industri, namun pandangan hukum mereka sangat berbeda dengan
masyarakat negara industri lainnya.
Latar belakang nilai hidup masyarakat Korea banyak
dipengaruhi oleh ajaran Kong Hu Chu. Demikian pula pandangan
masyarakat Korea terhadap hukum, banyak didasarkan pada
ajaran tersebut. Bagi masyarakat Korea, hukum sering
diartikan sebagai alat negara untuk melaksanakan kehendaknya.
Hukum seringkali disamakan dengan "dera" atau "denda". Bagi
masyarakat Korea, hukum adalah sesuatu yang harus dijauhi
serta sedapat mungkin untuk tidak terlibat dalam masalah yang
berhubungan dengan hukum. Dalam masyarakat Korea sikap untuk
tidak terlibat dalam urusan hukum merupakan suatu sikap yang
terhormat.57
'7 ( Dalam hal ini masyarakat korea sama dengan masyarakat
Sikap pengusaha..., Cheon-Ho,Lee, FH UI, 2001.
Bab IV
Pengaruh Infrastruktur Hukum Ekonomi Terhadap Investasi
Perusahaan Korea di Indonesia
A. Profil Perusahaan Korea di Indonesia
Menurut laporan BKPM (Badan Koordinasi Penanaman Modal),
jumlah penanaman modal asing selama tahun 1967 sampai 1999
adalah 7665 jenis dan sebanyak 227.883 juta aollar Amerika.
Di antara jumlah tersebut, Korea sendiri menduduki tempat
yang teratas dengan urutan kedelapan dengan jumlah modal
sebanyak 10.348 juta dollar, sedangkan soal jenis berada pada
urutan keempat terbesar sebanyak 728 jenis.
Pengusaha Korea mulai masuk ke Indonesia sejak tahun 1968
untuk mengeksploitasi dan mengembangkan bidang perhutanan
atau forestry. Kemudian sejak tahun 1985 masuk perusahaan-
perusahaan Korea yang mengutamakan man-power atau daya tenaga
Jepang. Perbandingkan Hikmahanto Juwana "masyarakat Jepang tak perlu hukum?", Forum Keadilan, 28 Maret 1991)
Sikap pengusaha..., Cheon-Ho,Lee, FH UI, 2001.
kerja manusia. Dewasa ini, 4 00 pengusaha Korea menanamkan
nodalnya di Indonesia dan di antara mereka 200 pengusaha
sedang beroperasi secara aktif di bidang tekstil, boneka atau
nainan anak-anak dan sepatu. Menurut hasil penelitian penulis
terhadap para pengusaha Korea di Indonesia(penelitian ini
dilakukan terhadap 50 perusahaan melalui wawancara langsung
ataupun telepon) tentang iklim investasi Indonesia, ada yang
nasih berpendapat positif, ada juga yang berpendapat negatif.
Pandangan positif terhadap iklim penanaman modal di Indonesia
adalah
1) Indonesia mempunyai sumber alam yang sangat kaya, hasil
pertanian dan perikanan yang banyak, murah, dan lain-lain.
2) Sumber daya manusia mudah dijangkau, murah dan lumayan
berkualitas, maka banyak pengusaha Korea yang membutuhkan
tenaga kerja tetap bertahan di Indonesia
3) Sifat-sifat orang Indonesia yang lembut dan taat.
Walaupun sering terjadi konflik antara pengusaha Korea
Sikap pengusaha..., Cheon-Ho,Lee, FH UI, 2001.
dengan para tenaga kerja Indonesia masih dapat
diselesaikan secara damai dan secara kekeluargaan.
4) One-stop Service yang dilakukan oleh BKPM untuk
mempermudah proses penanaman modal asing dipandang baik
oleh pengusaha Korea
Sedangkan unsur-unsur yang kurang menarik di mata pengusaha
Korea adalah
1) Ketidakpastian arah masa depan politik dan budaya KKN
yang mengakar pada seluruh budaya Indonesia, sehingga
sistem ekonomi kurang efisien dan tingginya social cost.
2) Infrastruktur sosial yang kurang memadai, seperti
kapasitas daya listrik yang masih rendah dan sistem
transportasi yang kurang baik.
3) Walaupun tenaga kerja manusia sangat banyak, namun
sangat sulit untuk mendapatkan tenaga kerja yang
profesional, terampil dan berkualitas tinggi, sehingga
masih belum waktunya menanam modal di bidang teknologi
Sikap pengusaha..., Cheon-Ho,Lee, FH UI, 2001.
tinggi seperti barang-barang elektronik, telekomunikasi
dan teknologi informasi.
4) Kurang transparannya penggunaan peraturan-peraturan
tentang hukum investasi.
5. Sikap pengusaha Korea di Indonesia terhadap kebijakan
Pemerintah
1. Etika bisnis dan kebijakan pemerintah
Adalah suatu fakta, bahwa dalam bisnis akan selalu terjadi
persaingan yang sangat ketat. Persaingan ketat terkadang
membuat pelaku bisnis menghalalkan segala cara untuk
memenangkan persaingan, sehingga sering terjadi persaingan
yang tidak sehat di bidang bisnis. Persaingan yang tidak
sehat dapat merugikan orang banyak, di samping juga dalam
jangka panjang dapat merugikan pelaku bisnis itu sendiri.
Berkaitan dengan masalah persaingan ini maka sangat
dibutuhkan etika bisnis.
Sikap pengusaha..., Cheon-Ho,Lee, FH UI, 2001.
Etika bisnis tidak sama dengan hukum, karena sifatnya yang
tidak mengikat dan memaksa. Etika, hanya sebagai aturan main
yang didasarkan pada standar moral. Sedangkan hukum, sifatnya
mengatur dan memaksa serta memiliki sanksi yang dapat
dilaksanakan. Namun demikian, hukum dan etika mempunyai
kaitan yang erat antara satu dengan yang lain. Hukum dibentuk
berdasarkan standar etika yang hidup dalam masyarakat. Dengan
demikian "hukum dan etika bagaikan dua sisi dari satu mata
% * a l i—i- f f 3 6uang .
Satjipto Rahardjo, mengatakan bahwa hukum bukan hanya
bangunan peraturan melainkan bangunan ide, kultur dan cita-
cita. Sering orang menyingkat hukum modern sebagai "rule of
law" begitu saja dan tidak melihatnya juga sebagai "rule of
morality". 59
Dalam persaingan bebas, akan timbul selalu pengusaha-
68 (Sudikno Mertokusumo, Mengenai Hukum, Cet. II. Yogyakarta: Liberty, 1988, hal. 35)
~'9 (Satjipto Rahardjo, Liberalisme, Kapitalisme dan Hukum Indonesia, Lihat kompas, 16 Januari 1995)
Sikap pengusaha..., Cheon-Ho,Lee, FH UI, 2001.
pengusaha yang efisien, dimana usaha-usahanya menciptakan
proses baru yang lebih baik atau memperbaiki proses yang ada
sehingga dapat bekerja lebih efisien. Tetapi di samping
memiliki aspek positif dalam persaingan juga tidak bisa
dihindari adanya faktor-faktor negatif yang dapat mengganggu
sistem perekonomian. Kebebasan berusaha yang mutlak ini
menumbuhkan pengusaha-pengusaha industri yang hanya
menginginkan keuntungan yang sebesar-besarnya. Dengan kata
lain motif persaingan adalah untuk mencari keuntungan yang
sebesar-besarnya.
Dalam menghadapi persaingan, berbagai kiat usaha mesti
dilakukan oleh pemilik modal, seperti diversifikasi dan
ekstensifikasi usaha. Oleh karena itu, tidak mengherankan
apabila para pelaku ekonomi berhasrat menguasai berbagai
sektor industri yang strategis, mulai dari industri hulu
hingga hilir. Dampak negatif dari persaingan yang demikian
adalah kepemilikan suatu usaha berada dalam satu tangan
Sikap pengusaha..., Cheon-Ho,Lee, FH UI, 2001.
(konglomerat), sehingga ia bisa mengendalikan persaingan.
Kondisi yang demikian dinilai turut mewarnai iklim
persaingan bisnis di Indonesia. Akibatnya, banyak pengusaha
yang merasa khawatir dan ragu-ragu dalam menjalankan
bisnisnya. Para pengusaha yang tidak atau kurang memiliki
akses ke birokrasi merasa khawatir menghadapi iklim usaha
yang terjadi dewasa ini. Mekanisme pasar belum sepenuhnya
dapat dijadikan acuan, sehingga ada yang mengatakan bahwa
urusan pengembangan usaha tidak cukup hanya mengacu pada
hukum permintaan dan penawaran, melainkan juga mesti memiliki
akses pada kekuasaan. o0
Dalam kondisi seperti itu, para pengusaha Korea pun tidak
hanya mengandalkan visi bisnis belaka, tetapi mereka mesti
mengandalkan juga visi non-bisnis. Apalagi mereka harus
mengalahkan pengusaha-pengusaha yang lebih tangguh seperti
60 (Hanan Pamungkas, "Persaingan Bisnis dan Masalah Kultur Masyarakat", Bisnis Indonesia, 22 Juli 1995)
Sikap pengusaha..., Cheon-Ho,Lee, FH UI, 2001.
Jepang, Amerika dan Singapura. Untuk itu, para pengusaha
Korea cenderung berusaha mencari akses melalui organisasi
yang dekat dengan kekuasaan, agar memperoleh fasilitas atau
kemudahan-kemudahan dalam menjalankan bisnisnya. Akibatnya,
lahirlah pengusaha-pengusaha besar yang mendapatkan fasilitas
monopoli, subsidi, dan proteksi pemerintah. (Pengusaha yang
demikian disebut "pengusaha klien (client-buisnismen) , yaitu
pengusaha swasta pribumi yang beroperasi di bawah dukungan
dan proteksi berbagai jaringan pemerintah. Mereka sangat
tergantung pada konsesi dan monopoli. Pengusaha semacam ini
sangat tergantung pada birokrasi. 61
Pengusaha yang berhasil mengakses pada kekuasaan dapat
menjadi besar, bukan karena mereka dapat memenangkan
persaingan dengan usahanya sendiri, akan tetapi dibesarkan
61 (Lihat Yahya A. Muhaimin, Bisnis dan politik:Kebijaksanaan Ekonomi Indonesia 1950-1980), Cet. I, (Jakarta: LP3ES, 1990), hal.265, dan "Hubungan Penguasa-Pengusaha: Dimensi PolitikEkonomi Pengusaha Klien di Indonesia" dalam Kelola, No. 10/IV/1995, hal.18)
Sikap pengusaha..., Cheon-Ho,Lee, FH UI, 2001.
oleh kekuasaan.
Aspek hukum dan aspek etika bisnis sangat menentukan
terwujudkan persaingan yang sehat. Munculnya berbagai bentuk
fenomena persaingan yang tidak sehat menunjukkan, bahwa
peranan hukum dan etika dalam persaingan bisnis belum
berjalan sebagaimana mestinya. Dari sudut pandangan bisnis
semakin disadari pentingnya etika bisnis yang merupakan
perwujudan nilai-nilai moral. Sebagian dari pelaku bisnis
menyadari bahwa apabila ingin berhasil dalam kegiatan bisnis,
harus tetap mengindahkan prinsip-prinsip etika. **■
Etika bisnis merupakan suatu kajian mengenai bagaimana
kaidah-kaidah atau prinsip-prinsip moral diterapkan dalam
bidang bisnis. Etika bisnis mengandung himbauan-himbauan
moral, agar pelaku bisnis menjalankan bisnisnya dengan baik
dengan menghargai nilai-nilai etis yang bersifat universal
62 (A Sonny Keraf, Etika Bisnis: Membangun Citra Bisnissebagai Profesi Luhur, Cet. II (Yogyarta:Kanisius,1993), hal.63)
Sikap pengusaha..., Cheon-Ho,Lee, FH UI, 2001.
yang ada dalam suatu masyarakat. 63
Etis dan tidak etisnya suatu prilaku dapat dilihat dari
akibat yang dirasakan oleh orang lain. Perilaku tidak etis
seringkali merugikan hak dan kepentingan orang lain. Etika
bisnis tidak sama dengan hukum, karena sifatnya yang tidak
mengikat dan memaksa. Etika, hanya sebagai aturan main yang
didasarkan pada standar moral. Sedangkan hukum, sifatnya
mengatur dan memaksa, serta memiliki sanksi yang dapat
dilaksanakan. Namun demikian, hukum dan etika mempunyai
kaitan yang erat satu sama lain.
Hukum dibentuk berdasarkan standar etika yang hidup
dalam masyarakat. B.M. Koentjoro Jakti, berpendapat bahwa
etika bisnis menyangkut nilai-nilai moral pelaku bisnis yaitu
menyangkut hati nurani pelaku bisnis untuk membedakan antara
63 (Bandingkan Kumhal Djamil, "Peran Pemerintah Dalam Rangka Penanggulangan Perbuatan Curang" dalam Adrianus Meliala (ed), Praktik Bisnis Curang, cet. I (Jakarta: Sinar Harapan, 1993), Hal 75"
Sikap pengusaha..., Cheon-Ho,Lee, FH UI, 2001.
apa yang baik dan apa yang buruk serta menetapkan nilai-nilai
yang patut dianut dan patut dikerjakan. 64
Sasaran yang hendak dicapai dalam bidang etika bisnis
adalah bagaimana mengaplikasikan nilai-nilai moral dalam
menjalankan kegiatan-kegiatan bisnis. Etika bisnis dalam
persaingan sangat penting artinya dalam upaya melindungi hak
dan kepentingan dari tindakan-tindakan yang merugikan
masyarakat sebagai akibat dari praktik bisnis yang
dijalankannya.
Hakekat etika bisnis melekat pada bisnis itu sendiri yaitu
persaingan. Etika bisnis bukanlah alat untuk melindungi
sesama pelaku bisnis yang tidak efisien atau sekedar ikut-
ikutan. Etika persaingan merupakan rambu-rambu untuk membuat
persaingan tidak merusak sistem ekonomi, jangan sampai
mematikan pesaingnya. Akan tetapi persaingan justru harus
64 (B.M Koentjoro Jakti, "Peraturan Perundang-undanganPerindustrian dan Perdagangan", Makalah, Jakarta, 20 Mei 1996, hal. 28)
Sikap pengusaha..., Cheon-Ho,Lee, FH UI, 2001.
merangsang para pendatang.65
Penegakan etika bisnis semakin penting artinya dalam upaya
menegakkan iklim persaingan sehat yang kondusif. Iklim
persaingan bisnis akhir-akhir ini agaknya semakin jauh dari
nilai-nilai etis, sehingga praktek bisnis yang dijalankan
bertentangan dengan standar moral. Para pelaku bisnis dewasa
ini semakin leluasa berkiprah dan menguasai pasar komoditi
tertentu dengan tidak mengindahkan lagi "sopan santun"
berbisnis.66
2. konsistensi dan kepastian hukum
Deregulasi mempunyai aspek hukum yang berperanan penting.
Fenomena yang terjadi selama ini menunjukkan bahwa suatu
kebijakan deregulasi hanya mementingkan kepentingan ekonomi
dan bisnis sesaat. Oleh karena itu kebijakan terkesan dimuat
secara terburu-buru. Dalam prakteknya peraturan deregulasi
65 (Lihat kompas, 4, Oktober 1998)
66 ( Lihat Kwik Kian Gie, "Etika Bisnis dan Pentahapannya", Lihat Kompas, 9 Mei 1995)
Sikap pengusaha..., Cheon-Ho,Lee, FH UI, 2001.
tingkatannya selalu di bawah Undang-undang, seperti Peraturan
Pemerintah, Keputusan Presiden, keputusan menteri dan
sebagainya. Hal ini ternyata mengacaukan kesisteman dan
ketaatasasan dalam sistem hukum Indonesia
Dalam setiap pengambilan kebijakan ekonomi, sering ditemui
dimensi hukum yang diabaikan atau dilupakan, sehingga terbuka
peluang timbulnya masalah-masalah di kemudian hari. Cb
Kebijakan deregulasi yang didengung-dengungkan demi
menyelamatkan ekonomi negara, pada dasarnya masih merupakan
kumpulan kebijakan yang belum konsisten, bahkan ada yang
saling bertentangan.
Salah satu contoh adalah lahirnya Peraturan pemerintah No.
20 Tahun 1994 tentang Pemilikan Saham dalam perusahaan yang
67 (C.F.G Sunarnyati Hartono, Pembangunan Hukum EkonomiNasional dalam Menyongsong Pembentukan Kawasan Perdagangan Bebas Asean, Hukum dan Pembangunan, No. 2 Tahun XXIV April 1994)
8 (A. Tony Prasetiantono, Agenda Ekonomi Indonesia,(Jakarta:Pustaka Gramedia Utama, 1995), hal. 246)
Sikap pengusaha..., Cheon-Ho,Lee, FH UI, 2001.
didirikan dalam rangka penanaman Modal Asing. (Alasan
pemerintah mengeluarkan deregulasi tersebut adalah karena
saat itu negara sedang membutuhkan dana investasi sebesar Rp
660 trilyun selama Repelita VI. Dan sejumlah itu, sebanyak
731 diharapkan berasal dari sektor swasta. Sedangkan sisanya
dibiayai oleh negara)
Kehadiran PP itu mengundang kritikan dan sorotan dari
masyarakat, baik yang pro maupun yang kontra. Yang pro
menilai kehadiran Penanaman Modal Asing (PMA) di Indonesia
diharapkan dapat memperluas lapangan kerja, meningkatkan
produksi dan penerimaan negara.
Sedangkan pihak yang kontra berpendapat, kehadiran PP
20/1994 itu dipandang ikut mengacaukan asas-asas hukum yang
dianut oleh bangsa Indonesia, karena PP tersebut secara
materi bertentangan dengan Undang-undang No. 11 Tahun tentang
Ketentuan Pokok-pokok Pers, serta Undang-undang No. 21 tahun
69 (Pandji Anoraga, Perusahan Multinasional: Penanaman ModalAsing, (Jakarta: PT Dunia Pustaka Jaya, 1994), hal. 178-179)
Sikap pengusaha..., Cheon-Ho,Lee, FH UI, 2001.
1982 tentang Perubahan atas UU No. 11 Tahun 1966. Dalam
Undang-undang tersebut dinyatakan pemilik modal suatu
penerbitan pers harus warga negara Indonesia. Dengan demikian
pp 20/1994 itu secara materi bisa dikatakan bertentangan
dengan undang-undang yang kedudukannya lebih cinggi. 70
Sehubungan dengan itu Sunaryati Hartono mengatakan bahwa
deregulasi di bidang ekonomi sering dilaksanakan secara
tergesa-gesa tanpa memperhatikan asas-asas dan kaidah-kaidah
hukum yang berlaku. Dengan adanya pelanggaran terhadap asas-
asas dan kaidah-kaidah hukum, sistem hukum Indonesia menjadi
kehilangan wibawa, karena begitu banyak peraturan perundang-
undangan yang lebih rendah (seperti Paket-paket Deregulasi)
begitu sering menyimpang dan menyisihkan peraturan yang lebih
tinggi. 71
70 (Ibid., hal. 178 Pandji... )*71 (Hartono, Institusi...Loc. cit.. hal 17)
Sikap pengusaha..., Cheon-Ho,Lee, FH UI, 2001.
Dengan demikian, kebijakan deregulasi yang dikeluarkan oleh
pemerintah ternyata belum cukup efektif mengatasi berbagai
bentuk persaingan bisnis yang tidak sehat. Hal ini disebabkan
karena kebijakan deregulasi itu tidak diiringi dengan
kebijakan di bidang persaingan bisnis, di samping masih
lemahnya penghayatan dan pengamalan etika bisnis.
3. Tanggapan pengusaha Korea terhadap hukum ekonomi
Indonesia
Hukum telah memainkan peranan penting dalam menata dan
mengatur kehidupan masyarakat. Peranan hukum yang demikian
sudah dikenal sejak adanya peradaban manusia. Keberadaan
hukum tidak dapat dipisahkan dari kehidupan masyarakat,
sebagaimana terungkap dari adegium "Ubi Societas Ibi Ius".
Bentuk dan fungsi hukum dalam mengatur masyarakat mengalami
perkembangan sesuai dengan perubahan keadaan dan kebutuhan
suatu masyarakat, sehingga peranan hukum pun tidak selalu
sama pada setiap masa dan setiap tempat.
Sikap pengusaha..., Cheon-Ho,Lee, FH UI, 2001.
Bekerjanya hukum menurut Satjipto Rahardjo, dilakukan
dengan cara memandang perbuatan seseorang atau hubungan
antara orang-orang dan masyarakat. Untuk keperluan tersebut,
Penjabaran hukum berdasarkan fungsi:
1. Pembuatan norma-norma/ baik yang memberikan peruntukan,
maupun yang menentukan antara orang dengan orang.
2. Penyelesaian sengketa-sengketa.
3. Menjamin kelangsungan kehidupan masyarakat dalam hal
terjadinya perubahan.
Pendapat di atas kiranya sudah tepat, karena hukum dalam
suatu masyarakat, berfungsi mengatur perilaku warga
masyarakat melalui penegasan norma-norma dan menciptakan
serta mengatur hubungan antara orang dengan orang, antara
orang dengan masyarakat,orang dengan negara, dan lain-lain.
Kecuali itu, hukum juga menetapkan mekanisme penyelesaian
konflik yang timbul dalam masyarakat dan menjamin adanya
mekanisme perubahan masyarakat. Menurut Muhamamad Nur, fungsi
Sikap pengusaha..., Cheon-Ho,Lee, FH UI, 2001.
hukum cukup beragam dan bahkan terkesan saling bertentangan.
Misalnya pada suatu keadaan, hukum berfungsi mempertahankan
status quo tetapi pada keadaan yang lain, hukum justru
mendorong atau menciptakan perubahan. 72
Roscoe Pound menegaskan, bahwa hukum dapat berfungsi
sebagai alat untuk merekayasa masyarakat. Suatu masyarakat
yang mengalami transformasi dapat diarahkan kepada suatu
keadaan tertentu yang dikehendaki, dengan menetapkan pola-
pola perubahan terlebih dahulu. Lebih lanjut dikatakan bahwa
hukum juga berfungsi untuk melindungi terselenggaranya
kepentingan-kepentingan, yaitu kepentingan umum (public
interest) , kepentingan kemasyarakat (social interest), dan
kepentingan individu (private interests).
Dalam rangka mewujudkan masing-masing kepentingan tersebut
sering terjadi konflik, karena masing-masing kepentingan
72 (Lihat Muhammad Nur, "Kebutuhan undang-undang Antimonopoli dalam Upaya Pemerataan Kesempatan Berusaha di Indonesia, kenun, No, Akudstus 1994 Fakultas Hukum Unsyiah)
Sikap pengusaha..., Cheon-Ho,Lee, FH UI, 2001.
berbeda satu sama lain, sehingga terjadinya tarik menarik
antara satu kepentingan dengan kepentingan yang lain. Sebagai
contoh, usaha di sektor bisnis yang dijalankan secara
monopoli merupakan suatu hak (kepentingan) dari pribadi atau
kelompok yang "mesti" dilindungi oleh hukum.
Namun di sisi lain, hak yang dimiliki oleh seseorang atau
suatu badan tersebut kadangkala dapat mengganggu hak
(kepentingan) orang lain. Dalam kondisi seperti ini, hukum
seharusnya berperan memelihara keseimbangan antara kedua
kepentingan yang saling bertentangan tersebut. Dengan semakin
meningkatnya kasus-kasus yang terjadi di dunia bisnis
sekarang ini, akhirnya membuat masayarakat sadar dan yakin,
bahwa keberadaan pranata hukum ekonomi sangat besar artinya
bagi perlindungan masyarakat dan pengusaha kecil dari praktek
bisnis yang tidak sehat.
Demikian pula, kalangan bisnis sangat memerlukan perangkat
hukum berupa undang-undang beserta peraturan pelaksanaannya
Sikap pengusaha..., Cheon-Ho,Lee, FH UI, 2001.
untuk memberi rambu-rambu, agar persaingan bisnis berjalan
secara fair dan sehat. Bisnis tidak hanya terkait dengan
etika bisnis, tetapi juga sangat terkait dengan pranata hukum.
Penulis mencoba mengadakan penelitian terhadap pengusaha-
pengusaha Korea dimana terdapat kurang lebih 50 perusahaan
untuk mengetahui pandangan dan keluhan mereka terhadap iklim
investasi Indonesia. Pandangan pengusaha Korea sangat penting
dan akan menentukan keberaaaan pengusaha Korea dalam
menanamkan investasi yang terus-menerus atau akan berhenti
lalu mengalihkan dana atau modal mereka di negara lain,
seperti Vietnam atau Cina. Menurut hasil penelitian penulis,
ternyata banyak pengusaha Korea yang cukup menyambut gembira
atas kebijakan Pemerintah Indonesia dalam meningkatkan
pertumbuhan ekonomi serta menarik perhatian para investor
asing. Namun, di sisi lain, mereka tetap memiliki sikap yang
dingin dan pesimis terhadap kebijakan pemerintah tersebut,
sebab yang menjadi masalah utama bagi pengusaha Korea adalah
Sikap pengusaha..., Cheon-Ho,Lee, FH UI, 2001.
mereka sangat ragu-ragu dan takut akan situasi politik yang
sama sekali tidak pasti dan jelas serta ketidakpastian hukum
di negara Indonesia. Begitu pula dengan akar KKN yang sangat
dalam dan luas. Banyak pengusaha Korea yang sangat kuatir
terhadap gejolak-gejolak politik dan sosial yang terjadi
dalam Bangsa Indonesia. Dan yang paling utama, terhadap
adanya tuntutan untuk memisahkan diri dari Republik Indonesia
yang terus dilontarkan oleh beberapa wilayah seperti Aceh,
Irian jaya, Riau, dan lain-lain. Begitu juga tuntutan
terhadap masalah otonomi di berbagai daerah, ditambah lagi
kemelut yang terjadi pada elit-elit politik dan Krisis
Ekonomi yang sangat panjang dan melelahkan. Para calon
investor Korea tetap mengambil tindakan wait dan see. Sikap
para pengusaha Korea ini tampaknya tidak akan berubah, bila
keadaan Indonesia tidak mengalami perubahan secara positif.
Jadi pada intinya mereka masih berpikir bahwa meskipun
peraturan-peraturan hukum ekonomi dan kebijakan-kebijakan
Sikap pengusaha..., Cheon-Ho,Lee, FH UI, 2001.
pemerintah Indonesia sudah baik, tetapi jika tidak ada
praktik-praktik yang merangsang dan mendukung iklim investasi
di Indonesia maka semuanya akan tetap sia-sia. Mereka
mengeluh pada peraturan perburuhan yang terlalu memihak pada
buruh, dan sistem perpajakan yang sangat memberatkan. Dan
yang membuat mereka kecewa adalah justru praktik-praktik dan
kebijakan-kebijakan yang kurang disenangi itu dilakukan dan
diciptakan oleh pemerintah sekarang, justru pada saat kondisi
perekonomian yang sangat memburuk dewasa ini. Dikeluhkan
pula tentang masalah KKN. Dikatakan ada dua jenis tindak
korupsi yang sangat mempengaruhi investor Korea. Tindak
Korupsi yang pertama yang sering muncul di zaman Orde Baru
adalah jenis korupsi yang dianggap sebagai 'pelumas kegiatan
bisnis' . Dikatakan pada zaman Orde Baru, bila pengusaha Korea
membayar suatu harga, mereka pasti mendapatkan 'hasil kerja
yang mereka inginkan. Tetapi hal-hal yang terjadi pada
pemerintahan sekarang, pada zaman reformasi ini adalah
Sikap pengusaha..., Cheon-Ho,Lee, FH UI, 2001.
meskipun mereka tetap membayar ongkos untuk memperlancar
kegiatan usaha mereka, namun para pengusaha Korea seringkali
tidak mendapatkan jasa atau kemudahan seperti apa yang telah
dijanjikan. Menurut mereka, setelah terjadi reformasi,
terjadi pula demokratisasi dari korupsi', di mana tingkat
ketidakpastian korupsi (corruption unpredictability) makin
meningkat. Sementara di zaman Soeharto, tindak korupsi memang
sangat tinggi, tetapi ketidakpastian korupsi sangat rendah,
maka para pengusaha Korea lebih senang terhadap keadaan pada
zaman Orde Baru daripada Pemerintahan sekarang. *'
Yang menjadi perhatian utama bagi pengusaha Korea adalah
keamanan dan jaminan kepastian hukum terhadap jumlah
investasi mereka, supaya apa yang telah mereka tanamkan itu
dapat diambil kembali lagi dengan selamat. Perhatian mereka
ini cukup dapat dipahami, sebab tujuan penanaman modal di
Indonesia adalah sangat jelas, yaitu untuk mendapat
73 Lin Che Wei, "Memprihatinkan, Investasi Asing di Indonesia", Kompas, 18 Juni 2000
Sikap pengusaha..., Cheon-Ho,Lee, FH UI, 2001.
keuntungan sebanyak mungkin.
Menurut hasil penelitian penulis, kebanyakan pengusaha
Korea tidak mempunyai planning jangka panjang dan mereka tak
begitu peka terhadap perubahan kebijakan-kebijakan pemerintah
Indonesia. Mereka tidak tahu apa keuntungan dan kerugian yang
diakibat dari perubahan kebijakan pemerintah Indonesia.
Sepertinya sikap mereka pasrah saja dan hendak menyesuaikan
diri pada perubahan kebijakan pemerintah Indonesia. Dan bila
keadaannya tidak menguntungkan lagi, mereka akan meninggalkan
Indonesia begitu saja. Karena itu dalam penanaman modal,
mereka tidak mau menanggung resiko tinggi, sangat gelisah dan
hati-hati. Mereka tidak berani menanamkan modal yang besar
di Indonesia dalam jangka panjang, sebab menurut pikiran
mereka kebijakan pemerintah tidak terpaut kepada suatu
Prinsip dan dapat berubah sewaktu-waktu secara sewenang-
wenang. Permasalahan yang tidak kalah pentingnya adalah
kekuatiran dan ketidakpercayaan mereka terhadap sistem
Sikap pengusaha..., Cheon-Ho,Lee, FH UI, 2001.
penyelesaian sengketa di pengadilan Indonesia. Mereka tidak
suka mengambil jalan keluar dengan menggunakan jalur hukum,
sebab proses pengadilan di Indonesia sangat lama, kurang
transparan dan tidak dapat diandalkan. Jadi, jalan keluar
yang sering mereka tempuh adalah menggunakan suap atau
menyerah, sebab pandangan mereka terhadap sistem pengadilan
Indonesia sangat memprihatinkan, pesimis dan negatif. Masalah
ini sangat serius, sebab seperti di dalam sistem hukum, tiga
unsur itu sangat mutlak yaitu substance, aparat penegak hukum
dan budaya hukum. Berkaitan dengan masalah ini, pemerintah
Indonesia perlu meningkatkan mutu aparat baik dalam
pemerintahan yudikatif, eksekutif maupun legislatif. Melalui
Persiapan dan perbaikan terhadap undang-undang dan peraturan
saja sama sekali tidak cukup. Hal yang sangat penting dan
Urgen adalah kehadiran aparat yang bersih dan efisien dalam
Melaksanakan hukum, dan peranan pengadilan akan semakin
Penting pada masa mendatang. Oleh karena itu harus dilakukan
Sikap pengusaha..., Cheon-Ho,Lee, FH UI, 2001.
upaya yang lebih serius untuk memperbaiki kesejahteraan dan
mutu para hakim, supaya Indonesia memiliki pengadilan yang
bersih dan berwibawa.
Sikap pengusaha..., Cheon-Ho,Lee, FH UI, 2001.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Menurut penelitian Penulis, pengusaha Korea tidak peduli
terhadap apa yang telah dilakukan pemerintah. Bagi mereka
yang lebih menjadi perhatian adalah bagaimana mereka dapat
memperoleh keuntungan dari kegiatan bisnis di Indonesia
dengan adanya jaminan politik, keamanan, hukum dan
kebijaksaan-kebijaksanaan pemerintah yang dapat menjamin
iklim usaha yang baik di Indonesia. Jadi, jika seluruh
kondisi dalam Bangsa Indonesia memungkinan untuk mendapat
keuntungan, mereka dapat tinggal di Indonesia dan terus
melakukan kegiatan bisnis dengan menaati apa pun kebijakan
yang dikeluarkan oleh pemerintah Indonesia. Akan tetapi,
bilamana keuntungan tidak dapat diperoleh, kapanpun mereka
siap meninggalkan Indonesia dan mencari tempat investasi yang
baru.
Sikap pengusaha..., Cheon-Ho,Lee, FH UI, 2001.
Seperti kebiasaan dan kultur hukum masyarakat Korea,
pengusaha-pengusaha Korea selama berada di Indonesia selalu
mengutamakan keharmonisan. Jadi, bilamana terjadi konflik,
mereka tidak mau memecahkan permasalahan itu melalui jalur
hukum. Mereka csnderung bersandar pada cara-cara jalur ncn
hukum seperti mediasi, konsiliasi ataupun arbitrase. Selain
itu, mereka tidak percaya kepada mekanisme pengadilan di
Indonesia, sebab menurut mereka proses hukum Indonesia tidak
adil, kurang transparan, dan prosesnya terlalu lama. Jadi,
bilamana terjadi konflik, mereka atasi dengan menjauhi jalur
hukum sedapat mungkin. Mengikuti jalur hukum adalah jalan
yang terakhir bagi mereka.
Perhatian utama mereka adalah jaminan keamanan terhadap
investasi mereka. Sikap mereka terhadap kebijakan pemerintah
sangat ragu-ragu, sebab kebijakan itu seringkali berubah-ubah
dan bertolak belakang. Bahkan kadang-kadang kebijakan
pemerintah tidak menghormati tata urut dan asas hukum,
Sikap pengusaha..., Cheon-Ho,Lee, FH UI, 2001.
sehingga dapat mengubah ataupun merevisi suatu undang-undang
yang lebih tinggi tingkatnya melalui kebijakan pemerintah
yang lebih rendah. Sebagai akibatnya, mereka bertambah tidak
percaya kepada kepastian hukum dan supremasi hukum di
Indonesia. Sebagai jalan alternatif, mereka cenderung mau
bersandar kepada jalur-jalur yang kurang terpuji seperti
mengadakan akses pada kekuasaan-kekuasaan politik karena jika
hanya mengikuti jalur hukum kurang ar.an untuk memenangkan
persaingan. Sebenarnya, mereka juga sadar bahwa cara-cara itu
tidak baik, tidak etis dan tidak aman, sebab bila terjadi
pergantian pemerintahan, obyek yang mereka andalkan itu akan
roboh. Namun, karena kurangnya kepastian hukum di Indonesia,
merekapun terpaksa terdorong untuk melakukannya, guna
mencapai tujuan mereka untuk mendapat keuntungan yang
sebesar-besarnya dengan menghalalkan segala cara.
B. Saran
1. Pemerintah Indoensia harus memiliki strategi yang
Sikap pengusaha..., Cheon-Ho,Lee, FH UI, 2001.
berbeda dalam mengundang investor dari Korea.
Pendekatan hukum semata tidak akan memberi output
seperti halnya pengusaha dari Amerika atau Eropa.
Sehubungan dengan hukum di Indonesia, meskipun
masyarakat Korea tidak terlalu menaruh perhatian, namun
mereka tetap memerlukan kepastian hukum. Oleh karenanya
sesegera mungkin pemerintah Indonesia perlu menertibkan
tata urut hukum untuk menegakkan kepastian hukum di
segala bidang terutama dalam bidang perekonomian. Jalan
itulah yang harus ditempuh oleh pemerintah Indonesia
untuk menarik investasi Korea dalam jangka panjang.
Bila melanggar asas hukum, walaupun dapat mengumpulkan
jumlah investasi asing yang besar, tetapi itu hanya
akan berlaku untuk sementara waktu saja. Fenomena atau
akibat yang lebih merugikan adalah hancurnya kepastian
hukum, sehingga para investor asing tidak percaya lagi
terhadap kebijakan pemerintah. Hal yang sama dirasakan
Sikap pengusaha..., Cheon-Ho,Lee, FH UI, 2001.
juga oleh para pengusaha Korea.
Sikap pengusaha..., Cheon-Ho,Lee, FH UI, 2001.
DAFTAR PUSTAKA
Abdulkadir Muhammad, Hukum Perusahaan Indonesia, Jakarta, PT. Citra Aditya Bakti, 1997
A Sonny Keraf, Etika Bisnis: Membangun Citra Bisnis sebagai Profesi Luhur, Cet. II
(Yogyarta: Kanisius, 1993)
A. Tony Prasetiantono, Agenda Ekonomi Indonesia, (Jakarta:Pustaka Gramedia Utama, 1995)
B.M Koentjoro Jakti, “Peraturan Perundang-undangan Perindustrian dan Perdagangan”, Makalah,Jakarta, 20 Mei 1996)
BPHN, Simposium Aspek-Aspek Hukum Masalah Perkreditan (Jakarta: Binacipta, 1987)
Business News, 18 November 1986
Chong-go, Choi, Kesadaran hukum bagi orang Korea, Pakyoungsa, 1992
Chong-go, Choi, A History ofLaw Study In Korea, Bak Young Sa Publishing Com, 1990,
Chong-go, Choi. Hukum, agama dan manusia. Samyongsa, 1992,
2 ) ^ 1 , f ' - !>!£)- <?!?}, # < £ * ]- , 1992
Dai-Kwon Choi, Western Law In Traditional Society Korea, Korean Journal of Comparative Law,
Vol.8
Dai-Kwon Choi, Western Law in a Traditional Society Korea, Korean Journal of Comparative Law,
1980
Dai-kwon, Choi. Sosiolog hukum Korea, Seoul national univesity Press.1998.
Dan F. Henderson, Consiliation and Japanese Law, 2 Vols. (University of Washington Press, 1965
Sikap pengusaha..., Cheon-Ho,Lee, FH UI, 2001.
Ensiklopedia Dusan di dalam bahasa Korea 1997)
Felix 0. Soebagio. “Deregulasi, Kepastian Hukum, dan Usaha Memantapkan Iklim Investasi”. Hukum
Dan Pembangunan (5 Oktober 1990)
Gorys Keraf, Komposisi, Sebuah Pengantar Kemahiran Bahasa, Cet9, (Ende:Nusa Indah 1993)
Hanan Pamungkas, “Persaingan Bisnis dan Masalah Kultur Masyarakat”,( Bisnis Indonesia, 22 Juli 1995)
Hideo Tanaka, The Japanese Legal System. University of Tokyo Press, 1976, pp 261
Hikmahanto Juwana “masyarakat Jepang tak perlu hukum?”, Fowm Keadilan, (28 Maret 1991)
Himawan Charles, “ Usaha Hukum Ekonomi Unuk menyelamatkan PP. No. 20. “Kompas, Hukum
Ekonomi Untuk menyelamatkan PP. No. 20. “ Kompas, (Juni 1994)
Kumhal Djamil, Peran Pemerintah Dalam Rangka Penanggulangan Perbuatan Curang, Praktik Bisnis
Curang, cet I (Jakarta: Sinar Harapan, 1993)
Kwang-rim, Koh. Perbedaan kultur hukum dunia Timur dan dunia Barat, Press Pendidikan, 1990,
H ^ -4 ^VAK1990
Kwik Kian Gie, “Etika Bisnis dan Pentahapannya”, (Kompas, 9 Mei 1995)
Lin Che Wei, “Memprihatinkan, Investasi Asing di Indonesia”, Kompas, 18 Juni 2000
Muhammad Nur, “Kebutuhan undang-undang Antimonopoli dalam Upaya Pemerataan Kesempatan
Berusaha di Indonesia, kenun, No, Akudstus 1994 Fakultas Hukum Unsyiah)
Pandji Anoraga, Pemsahan Multinasional: Penanaman Modal Asing, (Jakarta: PT Dunia Pustaka
Jaya, 1994)
Sikap pengusaha..., Cheon-Ho,Lee, FH UI, 2001.
Pyong-ho, Park. Law and Traditional Societyin Korea, Seoul National University Press, 1985 ^'S S. , jggg
Presiden RI, Kebijaksanaan inisiatif tindakan-tindakan Banj dalam Bidang Ekspor Impor dan Devisa, (Jakarta: Departmen Penerangan RI dan Bank Indonesia, 1970
Richard, Simatupang, Aspek Hukum dalam Bisnis, (Jakarta, PT Asdi Masatya, 1997)
Rizal Ramli, “Deregulasi: Suatu Evaluasi Kritis”. Republika (3 Maret 1993)
Rustian Kamaiudin, Beberapa Aspek Perkembangan Ekonomi Nasional dan Internasional(Jakarta: LPFE-UI, 1989)
Ruth Benedict, Chrysanthemum and sword: Pattems of Japanese Culture (Boston: Houghton
Mifflin Co., 1946)
Sanyoto, Infobank, edisi No.93/1987
Satjipto Rahardjo, Hukum, Masyarakat dan Pembangunan, (Bandung: Alumni, 1980)
Seritua Arief, “Kebijakan Neoliberalisme”, Warta Ekonomi, No. 03 Th. VI (Juni 1994)
Soerjono Soekanto, Kegunaan Sosiolog Hukum bagi Kalangan hukum, cet3,
(Bandung:Alumni,1981)
Soerjono Soekanto, Penelitian Hukum Normatif: Suatu Tinjauan singkat (Jakarta, RajaGrafindo,
1994)
Sunarnyati Hartono C.F.G, “Pembangunan Hukum Ekonomi Nasional dalam Menyongsong
Pembentukan Kawasan Perdagangan Bebas Asean”, Hukum dan Pembangunan, No. 2 Tahun
XXIV April 1994)
Sukamdani Sahid Gitosardjono, dkk., Bisnis dan Pembangunan Ekonomi, (Jakarta:Cv Haji Mas
agung, 1993)
Sikap pengusaha..., Cheon-Ho,Lee, FH UI, 2001.
Sumantoro, Bunga Rampai Permasalahan Penanaman Modal dan Pasar Modalf Problems of Investmentin Equities and in Securities, (Jakarta: Binacipta, 1985)
Sumantoro, Aspek-aspek Hukum Dan Potensi Pasar Mosal Di Indonesia, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1988)
Sunaryati Hartono, Hukum Ekonomi Pembangunan Indonesia, (Bandung: Binacipta, 1988)
Sunaryati Hartono, “prinsip-prinsip Hukum yang Berkaitan dengan pengembangan Pasar di
Indonesia,” Pada temu karya Aspek Ekonomi dan hukum pengembangan Pasar, Jakarta, 2
Maret 1992, hal. 5.
Sumitro Dhojohadikusumu, Pelita, 14 Desember, 1991:1
Syahrir, kebijaksanaan Negara; konsistensi dan implementasi (Jakarta: LP3ES,1987)
Info Finansial edisi N0.8/V 15 Desember 1993
majalah Warta Ekonomi No.23/TH V/1 Nopember 1993:12
Info Finansial No. 8/V/8 (Desember:1993)
Y. Priyo Utomo dan GatotTriharsa, Peny Analisis Ekonomi Politik, (Jakarta: Gramedia, 1994),
Syahrir, Kebijaksanaan Negara; Konsistensi dan Implementasi, (Jakarta: LP3ES, 1987)
Sudikno Mertokusumo, Mengenai Hukum, Cet. II. Yogyakarta: Liberty, 1988, hal. 35)
Satjipto Rahardjo, Liberalisme, Kapitalisme dan Hukum Indonesia, ( kompas, 16 Januari 1995)
Takeyoshi Kawashima, Dispute Settlement In Japan, Black an Mileski, ed., The Social Organization
of law Nork: Seminar Press, 1973
Yahya A. Muhaimin, Bisnis dan politik: Kebijaksanaan Ekonomi Indonesia 1950-1980), Cet I,
Sikap pengusaha..., Cheon-Ho,Lee, FH UI, 2001.
(Jakarta: LP3ES, 1990), “Hubungan Penguasa-Pengusaha: Dimensi Politik Ekonomi
Pengusaha Klien di Indonesia” dalam Kelola, No. 10/IV/1995, hal.18)
Sikap pengusaha..., Cheon-Ho,Lee, FH UI, 2001.