38
Simulasi Kasus FARINGITIS AKUT Disusun Guna Memenuhi Sebagian Syarat Untuk Mengikuti Ujian Ilmu Farmasi Kedokteran Oleh : Austin Bertilova Carmelita I1A000062 Pembimbing : Dr.H.M. Bakhriansyah, M.Kes

Simulasi Kasus

Embed Size (px)

Citation preview

Simulasi Kasus

FARINGITIS AKUT

Disusun Guna Memenuhi Sebagian Syarat Untuk Mengikuti Ujian

Ilmu Farmasi Kedokteran

Oleh :

Austin Bertilova CarmelitaI1A000062

Pembimbing :

Dr.H.M. Bakhriansyah, M.Kes

UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURATFAKULTAS KEDOKTERANLABORATORIUM FARMASI

BANJARBARU

Januari, 2006

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Di Amerika Serikat diperkirakan tiap anak mengalami lebih dari 5 kali

infeksi pada saluran napas atas tiap tahun dan mengalami rata-rata 1 kali infeksi

streptococcus tiap 4 tahun. Pada orang dewasa, angka kejadiannyaa kira-kira

separuh dari kejadian pada anak. Di dunia, insidensi faringitis lebih tinggi. (1)

Faringitis lebih sering terjadi pada anak, puncak insiden ter jadi pada usia

4-7 tahun. Faringitis terutama yang disebabkan oleh Streptococcus -hemolyticus

group A sering terjadi pada usia 5-15 tahun dan jarang pada anak usia dibawah 3

tahun. Pada usia dibawah 3 tahun penyebab utamanya adalah virus. (1,2,3)

Satu dari 400 kasus infeksi Streptococcus -hemolyticus group A yang

tidak diobati akan menjadi demam rematik akut. Gejala sisa yang lain adalah

glomerulonefritis, abses peritonsiler. Kematian akibat faringitis jarang terjadi tapi

dapat disebabkan oleh komplikasi dari faringitis. (1)

1.2 Definisi

Faringitis akut adalah suatu infeksi atau iritasi akut pada faring (orofaring

dan atau nasofaring) dan atau tonsil. (1,2)

1.3 Etiologi

Secara umum penyebab faringitis adalah virus (terbanyak) dan bakteri.

(1,2,3) Virus-virus penyebab faringitis adalah adenovirus (5%), herpes simpleks

(<5%), virus coxsackie (<5%), virus Epstein-Barr, Cytomegalovirus, (1,2,3,4,5)

1

respiratory syncytial virus, rhinovirus, virus parainfluenza (2,3) virus influenza,

virus corona, virus rubella (5).

Bakteri-bakteri penyebab faringitis adalah Streptococcus -hemolyticus

group A (15 % dari semua faringitis), streptococcus group C, F dan G (10%),

Arcanobacteriuym (Corynebacterium) haemolyticus (5%), Mycoplasma

pneumonia, Chlamydia pneumonia (5%), Neisseria gonorrhoeae,

Corynebacterium diptheriae, Borrelia sp., Francisella tularensis, Yersenia sp. dan

Corynebacterium ulcerans.(1,2,3,4,6,7)

Penyebab lain faringitis adalah Candida sp., udara panas, alergi/post nasal

drip, gastroesophageal reflux disease (GERD), asap, neoplasia dan intubasi

endotrakea. (1)

1.4 Patogenesis

Pada faringitis akibat infeksi terjadi invasi langsung ke mukosa faring baik

disebabkan bakteri atau virus menyebabkan respon inflamasi lokal. Virus yang

lain seperti rhinovirus menyebabkan iritasi mukosa faring dan menyebabkan

sekresi nasal. (1)

Pada infeksi streptococcus secara khas ditandai invasi lokal dan pelepasan

toksin ekstra selular dan protease. Sebagai tambahan, fragmen M protein pada

serotipe tertentu Streptococcus -hemolyticus group A mirip dengan antigen

sarkolemma miokardium dan berhubungan dengan demam rematik dan

selanjutnya menyebabkan kerusakan katup jantung. Glomerulonefritis akut dapat

disebabkan oleh deposisi kompleks antigen-antibodi pada glomerulus.(1)

1.5 Anamnesa dan Pemeriksaan Fisik

2

Anamnesa

Secara klinis sulit untuk membedakan faringitis virus atau faringitis yang

disebabkan oleh Streptococcus -hemolyticus group A. Namun, dibawah ini akan

dijabarkan gambaran klinis klasik yang diharapkan dapat membantu.

faringitis akibat Streptococcus -hemolyticus group A (1,2,3,6,7)

- paling sering terjadi pada usia 4-7 tahun (1), 5-15 tahun (2)

- ditemukan demam dengan disertai gejala dan tanda nyeri

tenggorokan, nyeri menelan, sakit kepala, mual, muntah, nyeri perut, tonsil

dan atau faring eritem dengan atau tanpa eksudat. Tanpa batuk atau koriza.

faringitis virus (1,2,3,5,7)

- sering pada anak diawah 3 tahun

- tanpa demam, ditemukan tanda dan gejala nyeri tenggorokan, nyeri

menelan, batuk, koriza.

Pemeriksaan Fisik

pada faringitis akibat Streptococcus -hemolyticus group A dapat

ditemukan :(1,2,3,7)

- pembesaran kelenjar limfe leher

- eksudat pada tonsilofaringeal

- petikie pada tonsilofaringeal/palatal

- uvula yang bengkak kemerahan

- bercak skarlantinaform

- bising jantung, jika terjadi demam rematik

faringitis virus (1,2,3,7)

3

- dapat ditemukan adenopati generalisata.

- konjungtivitis, sclera ikterus

- rhinorea

- stomatitis anterior, lesi ulserasi yang diskret,

- eksantema virus, bercak kemerahan makulopapular

- diare

1.6 Pemeriksaan Penunjang

Tanda dan gejala faringitis bakterial (paling sering Streptococcus -

hemolyticus group A) dan faringitis virus sering tumpang tindih. Oleh karena itu,

diagnosis faringitis bacterial (Streptococcus -hemolyticus group A) ditegakkan

dari epidemiologi, manifestasi klinik (anamnesa dan pemeriksaan fisik) dan

pemeriksaan laboratorium.(2)

Kultur Usap Tenggorok

Kultur usap tenggorok yaitu dengan menanam usap tenggorok pada media

agar darah domba, dilakukan untuk penegakan diagnosis pasti faringitis akibat

Streptococcus -hemolyticus group A. Pada pasien yang terinfeksi Streptococcus

-hemolyticus group A yang tidak diobati, dengan pengambilan sampel yang baik

hasil kultur hampir selalu positif. Tingkat sensitivitasnya adalah 90-95%. Kultur

usap tenggorok diinkubasi pada suhu 35-37 0 C dapat dibaca dalam 24 jam, jika

negatif, inkubasi ditambah 24 jam lagi. Hasil negatif, membenarkan terapi tanpa

antibiotik. (2)

Tapi kultur tidak bisa membedakan antara infeksi Streptococcus -

hemolyticus group A akut dengan carier yang disertai infeksi virus. Untuk

4

membedakan Streptococcus -hemolyticus group A dengan Streptococcus -

hemolyticus group yang lain sering digunakan tes disk bacitracin. Streptococcus

-hemolyticus group A membentuk zona inhibisi disekeliling disk yang

mengandung 0,04 unit bacitracin. Deteksi langsung antigen berupa karbohidrat

dinding sel yang spesifik untuk tiap group streptococcus merupakan identifikasi

yang lebih akurat. (2)

Rapid Antigen Detection Test (RADTs)

Di negara maju, lebih dahulu dilakukan rapid antigen detection test

terhadap antigen Streptococcus -hemolyticus group A. Tingkat spesifisitasnya >

95% dan sensitivitasnya 80-90%. Metode tes bervariasi, pada awalnya RADTs

berdasarkan metode lateks aglutinasi yang kurang sensitif, metode terbaru

berdasarkan tehnik EIA. Jika positif langsung diterapi dengan antibiotik, namun

jika negatif dikonfirmasi dengan kultur usap tenggorok.(1,2,3,7)

Streptococcal Antibody Test

Titer antibodi terhadap streptococcus menggambarkan status imunologis

yang lalu/kronis, bukan menggambarkan status imunologis sekarang ini sehingga

tidak bermakna untuk menegakkan diagnosa untuk faringitis akut. Pemeriksaan

ini berguna untuk mengkonfirmasikan adanya infeksi streptococcus di masa lalu

pada pasien demam reumatik akut atau glomerulonefritis akut. Pemeriksaan

antibodi yang umum adalah Antistreptolysin O (ASO) dan

Antideoksiribonuklease B (anti-Dnase B). Jika ASO negatif baru dilakukan Anti-

Dnase. Peningkatan titer untuk kedua tes bisa bertahan beberapa minggu sampai

5

beberapa bulan. Titer ASO meningkat dan menurun lebih cepat dari anti –DNase

B. (2,7)

Secara skematis alur diagnosa faringitis adalah sebagai berikut : (2)

Gambaran epidemiologi dan manifestasi klinis

Tidak dicurigai faringitis Kemungkinan Streptococcus Streptococcus -hemolyticus -hemolyticus group AGroup A

Terapi simptomatik Kultur Rapid antigen Usap tenggorok detection test

Terapi antibiotik

1.7 Pengobatan

Pengobatan faringitis tergantung penyebabnya serta gejala yang

ditimbulkannya.

Antibiotik

Pemberian terapi antibiotik secara empiris jika manifestasi klinis

mengarah pada infeksi akibat Streptococcus -hemolyticus group A dan pada hasil

kultur usap tenggorok yang positif (1,2,3,7)

Obat pilihan untuk kasus faringitis akibat Streptococcus -hemolyticus

group A adalah penisilin karena terbukti ampuh, aman, spektrum sempit dan

murah. Eritromisin merupakan alternatif utama untuk pasien dengan riwayat

6

alergi penisilin. Sefalosporin generasi pertama atau kedua juga dapat diberikan

pada pasien dengan riwayat alergi penisilin.(2,3,7)

Berikut adalah antibiotik yang bisa dipakai pada pengobatan faringitis : (1)

1. Nama obat Penisilin G benzantin

Farmakodinamik Penisilin menghambat biosintesis mukopeptida dinding sel. Bersifat bakterisidal terhadap organisme yang sensitif ketika dicapai konsentrasi yang adekuat dan paling efektif selama fase multipikasi aktif. Masih merupakan obat pilihan pertama (DOC) pada faringitis akibat streptococcus walaupun 10-16% sudah resisten penisilin. Penisilin IM merupakan satu-satunya antibiotik yang memperlihatkan kemampuan untuk menurrunkan risiko demam rematik (dari 4,1% menjadi 0,39%)

Dosis Dewasa : 1,2 juta unit IM (dosis tunggal)

Anak-anak : 50.000 unit/kg IM, tidak boleh lebih dari 1,2 juta unit

Kontraindikasi Riwayat hipersensitivitas

Interaksi Probenesid dapat meningkatkan efek penisilin. Pemberian bersama tetrasiklin dapat menurunkan efek.

Kehamilan Biasanya aman tapi harus dipertimbangkan manfaat-resiko

Perhatian Hati-hati pada gangguan fungsi ginjal

2. Nama obat Penisilin VK

Farmakodinamik Menghambat biosintesis mukopeptida dinding sel. Bersifat bakterisidal terhadap organisme yang sensitif ketika dicapai konsentrasi yang adekuat dan paling efektif selama fase multipikasi aktif. Dapat digunakan pada untuk infeksi berulang streptococcus dikombinasikan dengan rifampisin 20 mg/kg/hari selama 4 hari atau dilanjutkan sampai 10 hari mengikuti pengobatan penisilin.

Dosis Dewasa : 500 mg PO, 4 x sehari selama 10 hari

Anak-anak : 50 mg/kg/hari PO dibagi 3-4 x selama 10 hari

Kontraindikasi Riwayat hipersensitivitas

Interaksi Probenesid dapat meningkatkan efek penisilin dengan menurunkan clearance. Pemberian bersama tetrasiklin

7

dapat menurunkan efek.

Kehamilan Biasanya aman tapi harus dipertimbangkan manfaat-resiko

Perhatian Hati-hati pada gangguan fungsi ginjal

3. Nama obat Amoksisilin

Farmakodinamik Menganggu sintesis mukopeptida dinding sel selama fase multipikasi aktif menghasilkan efek bakterisidal terhadap bakteri

Dosis Dewasa : 500 mg PO 3 x sehari selama 6 hari

Anak-anak : 50 mg/kg/hari dibagi 2 x sehari

Kontraindikasi Riwayat hipersensitivitas

Interaksi Mengurangi efektivitas kontrasepsi oral

Kehamilan Biasanya aman tapi harus dipertimbangkan manfaat-resiko

Perhatian Turunkan dosis pada gangguan fungsi ginjal

4. Nama obat Eritromisin

Farmakodinamik Menganggu sintesis mukopeptida dinding sel selama fase multipikasi aktif menghasilkan efek bakterisidal terhadap bakteri yang umumnya tidak sensitif lagi terhadap penisilin. Diindikasikan pada pasien dengan riwayat alergi penisilin atau gagal terapi penisilin

Dosis Dewasa : 500 mg PO 4 x sehari selama 10 hari

Anak-anak : 40-50 mg/kg/hari dibagi 4 x sehari selama 10 hari, tidak boleh lebih dari 2 g/hari

Kontraindikasi Riiwayat hipersensitivitas dan kerusakan hepar

Interaksi Pemberian bersama dapat meningkatkan toksisitas teofilin, digoxin, karbamazepin dan siklospoin. Dapat meningkatkan efek potensiasi antikoagulan warfarin. Pemberian bersama dengan lovastatin dan simvastatin meningkatkan risiko rabdomiolisis

Kehamilan Biasanya aman tapi harus dipertimbangkan manfaat-resiko

Perhatian/Efek samping

Hati-hati pada sakit hepar, bentuk estolat dapat menyebabkan kholestatik jaundice; efek pada saluran cerna (GIT) sering terjadi dan hentikan pemakaian bila terjadi nausea, vomitus, malaise, kolik abdomen atau terjadi

8

demam. Berikan setelah makan.

5. Nama obat Sefaleksin

Farmakodinamik Sefalosporin generasi pertama yang menghentikan pertumbuhan bakteri dengan menghambat sintesis dinding sel bakteri. Terutama efekti melawan flora normal kulit seain itu sama efektif dengan eritromisin dalam melawan infeksi Streptococcus -hemolyticus group A

Dosis Dewasa : 250-1000 mg PO 4x sehari selama 10 hari

Anak-anak : 50 mg/kg/hari PO 4x sehari selama 10 hari, tidak lebih dari 3 g/hari

Kontraindikasi Riwayat hipersensitivitas

Interaksi Pemberian bersama aminoglikosida meningkatkan potensiasi nefrotoksik

Kehamilan Biasanya aman tapi harus dipertimbangkan manfaat-resiko

Perhatian/Efek samping

Berikan dosis separo (1/2) jika creatinin clearance 10-30 mL/menit dan dosis seperempat (1/4) jika <10 mL/menit; pertumbuhan berlebih jamur dan mikroorganisme normal dapat terjadi pada terapi lama.

Kortikosteroid

Penggunaan kortikosteroid pada faringitis akut masih kontroversial.

Steroid digunakan pada kasus obstruksi jalan napas. Pemberian steroid harus

selalu disertai dengan pemberian antibiotik untuk mencegah bakteremia. Steroid

juga berguna pada trombositopenia atau anemia hemolitik yang disebabkan oleh

Epstein Barr virus pada infeksi mononucleosis. (1)

Dosis deksamethason 8-16 mg IM, dosis tunggal untuk dewasa; 0,08-0,3

mg/kg IM, dosis tunggal . Preparat lain yang bisa digunakan adalah prednison

dengan dosis dewasa 5-60 mg/hari PO dibagi 2 atau 4 dosis, ditapering off setelah

lebih dari 2 minggu setelah gejala hilang dengan dosis anak 4-5 mg/m2/hari PO

9

atau 0,05-2 mg/kg Po dibagi 2 atau 4 dosis, ditapering off setelah lebih dari 2

minggu setelah gejala hilang (1)

Antifungal

Diberikan pada kasus faringitis yang berhubungan dengan oral trush.

1. Nistatin (1)

Fungisidal dan fungistatik didapat dari Streptomyces noursei. Efektif

melawam bermacam-macam ragi atau jamur menyerupai ragi. Mengubah

permeabilitas membran sel jamur setelah berikatan pada sterol dinding sel,

menyebabkan keluarnya isi sel. Pengobatan dilanjutkan sampai 48 jam setelah

gejala menghilang. Dosis dewasa 400.000-600.000 U dikumur-kumur 4-5 x sehari

dan dosis anak-anak sama dengan dosis dewasa. Kontraindikasi jika ada riwayat

hipersensitivitas. Interaksi tidak pernah dilaporkan. Keamanan penggunaan

selama kehamilan belum jelas. Jangan digunakan untuk mengobati mikosis

sistemik

2. Fluconazole (1)

Antifungal oral sintetik yang menghambat CYP-450 dan sterol C-14

alpha-demetilisasi. Dosis dewasa 200 mg PO sekali, selanjutnya 100 mg 4 x

sehari selama 14 hari dan anak-anak 3-6 mg/kg PO 4 x sehari selama 14-28 hari

atau 6-12 mg/kg 4 x sehari tergantung tingkat keparahan penyakit. Kontraindikasi

jika ada riwayat hipersensitivitas. Level meningkat pada pemberian bersama

dengan hidroklorotiazid, level fluconazole menurun dengan pemberian rifampisin

kronis; pemberian bersama fluconazole akan menurunkan konsentrasi penitoin,

meningkatkan konsentrasi teofilin, tolbutamide, gliburid dan glipizid; efek

10

antikoagulan akan meningkat dan konsentrasi siklosporin akan meningkat.

Keamanan penggunaan selama kehamilan belum jelas. Awasi ketat jika timbul

bercak-bercak di kulit, hentikan obat jika lesi bertambah. Dapat terjadi hepatitis

klinis, kholestasis dan hepatitis fulminan dan tidak dibolehkan untuk ibu hamil.

Antiviral

Pada umumnya obat-obat ini tidak memberikan keuntungan klinis pada

kasus faringitis virus. Pada faringitis non streptococcal cukup terapi simptomatik

saja. (2) Namun pada pasien dengan daya tahan tubuh yang menurun/rendah. Pada

faringitis yang disebabkan herpes simpleks dan pada pasien dengan daya tahan

tubuh yang rendah dianjurkan pemberian asiklovir atau famciclovir. Dosis

asiklovir untuk dewasa 750 mg/m2/hari dibagi 3 dosis untuk 5-10 hari dan dosis

anak 5 mg/kg/x, 3x sehari selama 5-10 hari. Dosis dewasa famciclovir adalah 500

mg PO, 3 x sehari untuk 7 hari. Pada faringitis akibat cytomegalovirus pada

pasien dengan daya tahan tubuh menurun dianjurkan penggunaan foscarnet atau

gansiklovir. Dosis Foscarnet dewasa (termasuk anak > 12 tahun) awalnya 60

mg/kg/x, 3 x sehari atau 100 mg/kg IV, 2 x sehari untuk 14-21 hari.(1)

Terapi Utama

Pada kasus ini terapi utama adalah terapi kausatif eritromisin karena

adanya riwayat alergi penisilin yang merupakan obat pilihan pada faringitis akibat

Streptococcus -hemolyticus group A dengan terapi simptomatik ibuprofen.

11

1. Ertiromisin (1)

Farmakodinamik Menganggu sintesis mukopeptida dinding sel selama fase multipikasi aktif menghasilkan efek bakterisidal terhadap bakteri yang umumnya tidak sensitif lagi terhadap penisilin. Diindikasikan pada pasien dengan riwayat alergi penisilin atau gagal terapi penisilin

Perhatian/Efek samping

Hati-hati pada sakit hepar, bentuk estolat dapat menyebabkan kholestatik jaundice; efek pada saluran cerna (GIT) sering terjadi dan hentikan pemakaian bila terjadi nausea, vomitus, malaise, kolik abdomen atau terjadi demam. Berikan setelah makan.

Interaksi Pemberian bersama dapat meningkatkan toksisitas teofilin, digoxin, karbamazepin dan siklospoin. Dapat meningkatkan efek potensiasi antikoagulan warfarin. Pemberian bersama dengan lovastatin dan simvastatin meningkatkan risiko rabdomyolisis

Dosis Dewasa : 500 mg PO 4 x sehari selama 10 hari

Anak-anak : 40-50 mg/kg/hari dibagi 4 x sehari selama 10 hari, tidak boleh lebih dari 2 g/hari

2. Ibuprofen (10,11)

Farmakodinamik Daya analgesik dan antiinflamasi dengan menghambat produksi prostaglandin; antipiretik dengan menekan efek zat pirogen endogen dengan menghambat sintesis prostaglandin.

Perhatian/Efek samping

Tidak dianjurkan untuk ibu hamil dan menyusui. Mual, muntah, diare, trombositopenia, eritema kulit, sakit kepala.

Interaksi Pemberian bersama warfarin dapat menyebabkan gangguan fungsi trombosit yang memperpanjang masa perdarahan.

Mengurangi efek diuresis dan natriuresis furosemid dann tiazid, mengurangi efek antihipertensi beta bloker, prozasin dan kaptopril

Dosis Demam pada anak-anak : 6-12 bulan 3 x 50 mg; 1-3 tahun 3-4 x 50 mg; 4-8 tahun 3-4 x 100 mg; 9-12 tahun 3-4 x 200 mg

12

Terapi alternatif

Sefaleksin termasuk obat pilihan altrnatif pada infeksi Streptococcus -

hemolyticus group A yang resisten penisilin. Terapi kausatif alternatif adalah

parasetamol.

1.Sefaleksin(1)

Farmakodinamik Sefalosporin generasi pertama yang menghentikan pertumbuhan bakteri dengan menghambat sintesis dinding sel bakteri. Terutama efekti melawan flora normal kulit selain itu sama efektif dengan eritromisin dalam melawan infeksi Streptococcus -hemolyticus group A

Perhatian/Efek samping

Berikan dosis separo (1/2) jika creatinin clearance 10-30 mL/menit dan dosis seperempat (1/4) jika <10 mL/menit; pertumbuhan berlebih jamur dan mikroorganisme normal dapat terjadi pada terapi lama. Obat oral menimbulkan gangguan lambung usus (diare, nausea), jarang terjadi reaksi alergi. (11)

Interaksi Pemberian bersama aminoglikosida meningkatkan potensiasi nefrotoksik

Dosis Dewasa : 250-1000 mg PO 4x sehari selama 10 hari Anak-anak : 50 mg/kg/hari PO 4x sehari selama 10 hari, tidak lebih dari 3 g/hari

2.Parasetamol (10,11)

Farmakodinamik Efek analgesiknya mampu menghilangkan atau mengurangi nyeri ringan sampai sedang. Menurunkan suhu tubuh tubuh berdasarkan efek sentral efek anti inflamasi sangat lemah. Parasetamol merupakan penghambat prostaglandin yang lemah. Tidak menimbulkan efek iritasi, erosi, perdarahan lambung, gangguan pernapasan dan keseimbangan asam basa.

Perhatian/Efek samping

Reaksi alergi ; eritema, urtikaria, demam, lesi pada mukosa. Pada dosis tinggi dapat menyebabkan nekrosis hati

Interaksi Pada dosis tinggi dapat memperkuat efek antikoagulansia dan pada dosis biasa tidak interaktif.

Masa paruh kloramfenikol dapat sangat diperpanjang.

Kombinasi dengan obat AIDS zidovudin meningkatkan risiko neutropenia

Dosis Dewasa : 300 mg – 1 g per kali, maksimum 4 g/hari

13

Anak-anak : 6-12 tahun : 150-300 mg/x, maksimum 1,2 g/hari

1-6 tahun : 60-120 mg/x, dan bayi dibawah 1 tahun :

60 mg/x maksimum 6 x sehari

1.8 Prognosis (1)

banyak kasus faringitis sembuh spontan dalam 10 hari

kegagalan terapi akibat pengobatan yang kurang, antibiotik resisten, orang

yang kontak tidak diobati.

Pasien yang terinfeksi Streptococcus -hemolyticus group A yang sensitif

penisilin akan membaik dalam 24 jam sejak pengobatan awal.

Dengan pengobatan eritromisin, perbaikan baru nampak dalam 72 jam.

Insidensi streptococcus resisten eritromisin sekitar 25%.

14

BAB II

SIMULASI KASUS

2.1 Kasus

Anamnesa

Seorang anak Ryan (10 tahun, berat badan 20 kg) mengeluh badan

demam, nyeri menelan, tetapi tidak disertai hidung gatal dan berair, tidak

ditemukan keluhan batuk.

Pemeriksaan Fisik

Tanda vital : TD = 100/60 mmHg N = 80 x/menit

RR = 16 x/menit t = 38,5 0 C

Mulut : Faring berwarna biru keabu-abuan

Leher : Pembesaran kelenjar getah bening leher (+)

Diagnosis : Faringitis akut

Catatan : Penderita memiliki riwayat alergi terhadap penisilin

2.2 Tujuan Pengobatan

Pengobatan kausatif : menurunkan durasi sakit dan periode infeksi serta

menurunkan insidensi relaps dan komplikasi yaitu dengan pemberian

antibiotik

Pengobatan simptomatik : mengurangi gejala demam dan nyeri menelan

dengan pemberian analgetik-antipiretik-antiinflamasi

15

2.3 Daftar kelompok Obat dan Jenisnya Yang Berkhasiat Untuk Faringitis Akut Pada Kasus Ini

Kelompok Obat Jenis Obat

1. Antibiotik Eritromisin, Sefaleksin (1,8,9)

2. Analgetik-antipiretik-antiinflamasi

Ibuprofen, Paracetamol (10)

2.4 Perbandingan Kelompok Obat Menurut Khasiat, Keamanan dan Kecocokannya Untuk Kasus Tersebut

No Jenis Obat Khasiat Keamanan(Efek Samping

Obat)

Kecocokan (Kontraindikasi)

1 Eritromisin antibiotik Efek sampingnya : (8)

reaksi alergi : demam, eosinofilia, eksantem

Hepatitis kolestatik : nyeri perut, mual, muntah, ikterus, demam, leukositosis dan eosinofilia

Ketulian sementara

Kontraindikasi : (1)

riwayat hipersensitivitas terhadap eritromisin

kerusakan hati

2. Sefaleksin antibiotik Efek sampingnya : (9)

reaksi alergi : urtikaria,spasme bronkus,anafilaktik

Depresi sumsum tulang

Nefrotoksik

Kontraindikasi : (1)

riwayat hipersensitivitas terhadap sefaleksin

3. Ibuprofen Analgetik- Efek sampingnya : Kontraindikasi : (10)

16

antipiretik- antiinflamasi

(10)

Mual, muntah, diare, trombositopenia, eritema kulit

riwayat hipersensitivitas terhadap ibuprofen

tukak peptik berat

kehamilan trimester III

4. Paracetamol Analgetik-antipiretik-antiinflamasi

Efek sampingnya : (10)

reaksi alergi ; eritema, urtikaria, demam, lesi pada mukosa

pada dosis tinggi dapat menyebabkan nekrosis hati

Kontraindikasi : (10)

riwayat hipersensitivitas terhadap paracetamol

kerusakan hati

2.5 Pilihan Obat dan Alternatif Obat Yang Digunakan

Antibiotik

No. Uraian Obat Pilihan Obat Alternatif1. Nama Obat Eritromisin Sefaleksin2 BSO (generic, paten,

kekuatan)Generic : EritromisinBSO : suspensi 200 mg

/5 ml Tablet/kapsul 250 mg

Paten : Eritromec®

BSO : suspensi 200mg /5 ml Tablet kunyah 200 mg Kapsul 250, 500 mg

Generic : SefaleksinBSO : sirup 125 mg/5

ml Tablet 250, 500 mg

Paten : Cefabiotic®

BSO : sirup 125 mg/5 ml Tablet 250, 500 mg

3. BSO yang diberikan Sirup, sesuai untuk anak-anak dan lebih mudah dalam pemberian

Sirup, sesuai untuk anak-anak dan lebih mudah dalam pemberian

4. Dosis referensi 40-50 mg/kgBB/hari, tidak lebih dari 2 g/hari

50 mg/kgBB/hari, tidak lebih dari 3 g/hari

17

5. Dosis kasus tersebut dan alasannya

800 mg/hari 1000 mg/hari

6. Frekuensi pemberan dan alasannya

4 x/hari 4x/hari

7. Cara pemberian dan alasannya

Per oral karena anak masih sadar dan kooperatif

Per oral karena anak masih sadar dan kooperatif

8. Saat pemberian dan alasannya

Sebelum makan karena efek sampingnya ada saluran cerna sering terjadi

Sebelum makan karena efek sampingnya ada saluran cerna sering terjadi

9. Lama Pemberiaan dan alasannya

10 hari, agar didapatkan eradikasi maksimal dari Streptococcus -hemolyticus group A

10 hari, agar didapatkan eradikasi maksimal dari Streptococcus -hemolyticus group A

18

Analgetik-Antipiretik

No. Uraian Obat Pilihan Obat Alternatif1. Nama Obat Ibuprofen Paracetamol2 BSO (generic,

paten, kekuatan)

Generic : IbuprofenBSO : tablet 100 mgPaten : Proris ®

BSO : sirup forte 200 mg/ 5 ml tablet kunyah 100 mg

Generic : ParacetamolBSO : sirup 120 mg/5 ml

Tablet 500 mgPaten : Sanmol®

BSO : sirup 120 mg/5 ml Tablet 500 mg

3. BSO yang diberikan dan alasannya

Sirup, sesuai untuk anak-anak dan lebih mudah dalam pemberian

Sirup, sesuai untuk anak-anak dan lebih mudah dalam pemberian

4. Dosis referensi 9-12 tahun : 200 mg/x, 3-4 x/hari

6-12 tahun : 150 – 300 mg/x, maksimum 1,2 g/hari

5. Dosis kasus tersebut dan alasannya

200 mg/x 240 mg/x

6. Frekuensi pemberan dan alasannya

3 x sehari, sesuai dengan waktu paruh

3 x sehari, sesuai dengan waktu paruh

7. Cara pemberian dan alasannya

Per oral karena anak masih sadar dan kooperatif

Per oral karena anak masih sadar dan kooperatif

8. Saat pemberiaan dan alasannya

Sesudah makan untuk mengurangi efek saluran cerna yang ditimbulkan

Sebelum makan karena adanya makanan menghambat absorpsi obat

9. Lama Pemberiaan dan alasannya

3 hari karena sifatnya simptomatis

3 hari karena sifatnya simptomatis

19

2.6 Resep Yang Tepat dan Rasional Untuk Kasus Tersebut

Terapi Utama

Dr. Austin Bertilova CarmelitaSIP. 03/01/2006

Alamat Rumah :Jl. Simpang Ulin I No.2 BanjarmasinTelp (0511) 324565

Alamat Rumah :Jl. Kompleks Veteran No.27BanjarmasinTelp (0511) 264187

Banjarmasin, 23 Januari 2006

R/ Eritromec syr 60 ml No. IV S 4.d.d cth I pc

R/ Proris syr forte 60 ml No. I S prn. 3.d.d cth I pc (demam)

Pro : An. RyanUmur : 10 tahunBerat : 20 kgAlamat : Jl. Belitung No.64

20

Terapi alternatif

Dr. Austin Bertilova CarmelitaSIP. 03/01/2006

Alamat Rumah :Jl. Simpang Ulin I No.2 9BanjarmasinTelp (0511) 324565

Alamat Rumah :Jl. Kompleks Veteran No.27BanjarmasinTelp (0511) 264187

Banjarmasin, 23 Januari 2006

R/ Cefabiotic syr 60 ml No. VII S 4.d.d cth II pc

R/ Sanmol syr 60 ml No. II S prn. 3.d.d cth II ac (demam)

Pro : An. RyanUmur : 10 tahunBerat : 20 kgAlamat : Jl. Belitung No.64

2.7 Pengendalian Obat

Pengendalian obat dilakukan dengan memperhatikan dosis, frekuensi

pemberian, cara pemberian, saat pemberian, lama pemberian dan efek samping.

Bila timbul efek samping, obat harus dihentikan dan dapat diganti dengan obat

lain yang khasiatnya sama. Penggunaan antibiotik untuk terapi kausatif harus

21

habis dan tidak boleh terputus, sesuai lama pemberian yang ditentukan untuk

mencegah resistensi obat. Pada kasus ini diberikan eritromisin karena pasien

memiliki riwayat alergi penisilin yang merupakan obat pilihan untuk faringitis

akibat infeksi Streptococcus -hemolyticus group A. Pemberian obat simptomatis

hendaknya sesingkat mungkin dan diberikan kalau perlu saja, ini untuk

mengurangi gejala yang timbul, sehingga memperingan penyakit.

Pengobatan terpenting adalah dengan mengetahui penyebab utama

sehingga dapat diberikan obat yang tepat. Bila penyakit bertambah parah atau

tidak sembuh sampai obat habis dapat dilakukan pemeriksaan dan kontrol ulang.

22

DAFTAR PUSTAKA

1. Kazzi, Amin A dan Jeannine W. Pharyngitis. Available at http://www.emedicine.com/emerg/topic419.htm, diakses 9 Januari 2006

2. Bisno, Alan L et al. Dioagnosis and Management of Group A Streptococcal Pharyngitis : A Practice Guideline. Available at http://www.medind.nic.in/ibd/t04/i1/ibdt04i1p14o.pdf, diakses 9 Januari 2006

3. Schwartz, B et al. Pharyngitis-Principles of Judicious Use of Antimicrobial Agents. Available at http://pediatrics.aappublications.org, diakses 9 Januari 2006

4. Adam, George L, Lawrance R. Boies dan Peter A. Hilger (ed). Rongga Mulut dan Faring dalam : BOIES Buku Ajar Penyakit THT edisi 6. EGC, Jakarta; 1996 : 328-330

5. Cody, D Tane R, Eugene B. K. dan Bruce W. P. (ed). Sakit Tenggorok dalam : Penyakit Telinga, Hidung dan Tenggorokan, Penuntun Untuk Diagnosis dan Penatalaksanaan. EGC, Jakarta; 1993 : 297-300

6. Soepandi, Efiaty A dan Nurbaiti I. (ed). Penyakit Serta kelainan Faring dan Tonsil dalam : Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher edisi ke-5. FKUI, Jakarta; 2002 : 178-184

7. Dajani, Adnan et al. Treatment Of Acute Streptococcal And Prevention Of Rheumatic Fever. Available at http://www.americanheart.org, diakses 9 Januari 2006

8. Setiabudi, R. Antimikroba Lain dalam : Farmakologi dan Terapi edisi 4. FKUI, Jakarta ; 2001 : 675-678

9. Istiantoro, Yati H dan Vincent H.S.G. Penisilin, Sefalosporin dan Antibiotik Betalaktam Lainnya dalam : Farmakologi dan Terapi edisi 4. FKUI, Jakarta ; 2001 : 636-644

10. Wilmana, P. Freddy. Analgesik-Antipiretik, Analgesik Anti-Inflamasi Non Steroid dan Obat Pirai dalam : Farmakologi dan Terapi edisi 4. FKUI, Jakarta ; 2001 :214-215,218

11. Tjay, Tan Hoan dan Kirana Rahardja. Obat Susunan Saraf Pusat dalam : Obat-Obat Penting, Khasiat, Penggunaan dan Efek-Efek Samping edisi 5. Gramedia, Jakarta ; 2004 :297-298, 312-313

23