Upload
others
View
15
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
SIMULASI MESOSCALE CONVECTIVE SYSTEM MENGGUNAKAN
MODEL WRF-ARW DI MAKASSAR
(Studi Kasus Tanggal 6 & 8 Desember 2014)
Ramadhan Nurpambudi
1, Heri Ismanto
2
12Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika, Jakarta
Email : [email protected]
Abstrak
Mesoscale Convective System (MCS) banyak aktif Di Benua Maritim seperti Asia
Tenggara khususnya Indonesia. Fenomena ini mampu menghasilkan area awan
Cumulonimbus yang luas (ratusan hingga ribuan km) dengan masa hidup yang lebih
panjang (lebih dari tiga jam). Identifikasi dan pelacakan MCS dengan menggunakan Radar
cuaca dilakukan dengan melihat parameter yaitu, daerah mininum minimal (luasan)
1250km², untuk reflektivitas threshold >20 DBZ, setidaknya memiliki masa hidup 1 jam.
Model WRF masih belum mampu merepresentasikan kondisi Mesoscale
Convective System dengan baik. Dari analisis dinamika MCS yang terjadi di Makassar
menggunakan model WRF diketahui proses terjadinya MCS sangat dipengaruhi dengan
besarnya nilai CAPE yang terjadi sekitar Laut Jawa, proses terjadinya MCS diperlukan
sebuah kolam dingin (cold pool) yang luas dan juga aktif dalam waktu yang lama, serta
pola angin seringkali terjadi downdraft pada lapisan bawah dan juga pada beberapa lokasi
terdapat arus siklonik pada lapisan ±500mb.
Kata Kunci : MCS, Radar,WRF – ARW
Abstract
Mesoscale Convective Syste (MCS) is widely active in maritime continent such as
Southeast Asia, especially Indonesia.This phenomenon capable of producing
Cumulonimbus clouds with large area (hundreds to thousands km) and a longer life span
(over three hours).MCS identification and tracking using weather radar that is done by
looking at the parameters, mininum area (area) 1250km², for reflectivity threshold> 20
DBZ, have a lifetime of at least 1 hour.
WRF models are still not able to represent the condition of Mesoscale Convective
System for well. From the analysis of the dynamics of MCS that occurred in Makassar
using WRF models known to the MCS process is strongly influenced by the value of CAPE
is happening around the Java Sea, the occurrence of MCS required a wide pool (cold pool)
and is also active in a long time, and the pattern downdraft winds often occur in the
substratum and also at several locations there are cyclonic flow in the lining of ± 500mb.
Keywords : MCS, Radar, WRF – ARW
1. PENDAHULUAN Fenomena MCS menghasilkan area awan
Cumulonimbus luas (ratusan hingga ribuan
km) dengan masa hidup yang lebih panjang
(lebih dari tiga jam) (Laing, 2003:Houze,
2004). Di Benua Maritim seperti Asia
Tenggara kondisi pembentukan MCS
dipengaruhi oleh menyebarnya massa udara
dingin dari dataran Siberia selama musim
dingin. Identifikasi dan pelacakan MCS
dengan menggunakan Radar cuaca dilakukan
dengan melihat parameter yaitu, daerah
mininum minimal (luasan) 1250km²,
untuk reflektivitas threshold> 20 DBZ,
setidaknya masa hidupnya 1 jam (Gomes,
2003). Jumlah total curah hujan bulanan pada
bulan Desember 2014 melebihi jumlah curah
hujan normal bulanannya. Untuk
mensimulasikan keadaan ini digunakan model
cuaca yaitu WRF-ARW.WRF (WRF-ARW)
merupakan model generasi lanjutan sistem
simulasi cuaca numerik skala meso yang
didesain untuk melayani simulasioperasional
dan kebutuhan penelitian atmosfer. Dalam
WRF untuk menghasilkan suatu output
terdapat proses parameterisasi yang harus
disesuaikan dengan kondisi dinamika lokasi
yang akan diteliti.
2. DATA DAN METODE
2.1 Data Lokasi penelitian terletak di Stasiun
Meteorologi Hasanuddin Makassar dengan
koordinat Stasiun 05° 03′ 30,88″ LS (S) / 119°
32′ 46,58″ BT (E). Lokasi Radar berada pada
koordinat 4° 59’ 51,48’’ S dan 119°
34’19,02’’ E, jarak Radar dengan Bandara
Hasanuddin sejauh ± 8km.
Data yang digunakan yaitu Data Input
Model WRF-ARW Sebagai syarat awal dan
syarat batas model digunakan data Final
Analysis (FNL) yang diperoleh dari NCEP-
NCAR. Dengan resolusi data spasial awal 10
x 10 dan resolusi temporal awal
6jam.Kemudian dilakukan downscalling
hingga mendapatkan resolusispasial akhir 3
km x 3 km dan resolusi temporal 1 jam.Data
Radar yang digunakan adalah produk CMAX.
Data produk Radar yang digunakan yaitu
tanggal 6 dan 8 Desember 2014, data yang
diambil sesuai dengan kejadian yang akan
diteliti perkembangan awan pada kedua hari
tersebut.Data hujan observasi yang didapatkan
dari AWOS Stamet Hasanuddin Makassar
bulan Desember 2014 serta data hujan dari
Stasiun Meteorologi di sekitar wilayah
Makassar.
2.2 Metode pengolahan Cara pengolahan data untuk
pengklasifikasian sistem awan adalah sebagai
berikut :
1. Analisis Indikasi Mesoscale Convective
System Menggunakan Produk Radar
(CMAX)
Gambar 1. Domain penelitian
a. Menghitung nilai DBZ dengan melihat
nilainya pada kolom indeks DBZ yang
tertera pada produk data Radar, nilai DBZ
>20.
b. Menghitung luasan permukaan awan
menggunakan rumus luas lingkaran, luasan
minimal 1.250 km².
Gambar 2. Rumus Lingkaran
Gambar 3. Rumus Lingkaran
Contoh perhitungan :
Dari gambar kira-kira jari-jarinya
(r) = 50km
Luas lingkaran = π r²
= 3.14 x (50 km)²
= 3.14 x 2.500 km²
= 7.850 km²
Perhitungan jika bentuk dari MCS elips
menggunakan rumus Luas Elips = 22/7 x A x
B. Dimana A = jari - jari minor (yang
pendek)B = jari - jari major (yang panjang).
Luasan minimal 1.250 km².
Contoh perhitungan :
Jari-jari pendek (A) = 35 km
Jari-jari panjang (B) = 50 km
Luas Elips = 22/7 x A x B x 1/2
= 22/7 x 35 km x 50 km x 1/2
= 2.747 km²
c. Mengitung lama waktu keberadaannya,
minimal 1 jam dengan syarat poin a dan b
terverifikasi.
Syarat karakteristik Mesoscale Convective
System mengacu pada penelitian yang telah
dilakukan (Gomes, 2003) mengenai
penentuan karakteristik Mesoscale Convective
System menggunakan Radar.
2. Simulasi Mesoscale Convective System
Menggunakan Weather Research And
Forecasting (WRF)
Output WRF-ARW yang digunakan untuk
simulasi MCS :
a. DBZ
b. CAPE
c. Cloud Fraction
3. Analisis Dinamika Mesoscale Convective
System (MCS) Analisis vertikal cross section, RH,
updraft, dan downdraft untuk melihat kondisi
dinamis serta berapa lama masa lama hidup
dari Mesoscale Convective Systems.
4. Tabel Korelasi Data AWOS dan Output
WRF-ARW Tabel 1. Korelasi Data AWOS dan WRF
Korelasi dilakukan untuk menunjukaan
bahwa parameterisasi cumulus BMJ
merupakan korelasi yang lebih baik
dibandingkan dengan parameterisasi yang
lainnya (GD dan KF). Unsur yang digunakan
sebagai bahan korelasi yaitu Kelembaban
(RH), Suhu Udara (T), Tekanan (P), dan Titik
Embun (Td).
Digambarkan dalam diagram alir berikut
(gambar 4) :
Gambar 4. Diagram alir
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 ANALISIS INDIKASI
MESOSCALE CONVECTIVE
SYSTEM MENGGUNAKAN
PRODUK RADAR (CMAX)
Analisis indikasi Mesoscale Convective
System dengan Radar mengacu pada
pembahasan yang telah dilakukan oleh
(Gomes, 2003).
3.1.1Menghitung Nilai DBZ Dengan
Melihat Nilainya Pada Kolom Indeks
DBZ Yang Tertera Pada Produk Data
Radar (Nilai DBZ >20)
Analisis nilai DBZ baik untuk tanggal 6
dan tanggal 8 Desember sepanjang hari
minimal nilainya ≥ 20 (Gambar ada di
lampiran). Untuk tahap DBZ calon klasifikasi
awan masih banyak yang memenuhi syarat.
Sehingga sesuai dengan penelitian dari
(Gomes, 2003) akan diseleksi lebih lanjut
dengan perhitungan luasan awan.
Gambar 5. DBZ 20 berwarna hijau muda semua
calon awan yang berwarna minimal hijau muda dapat
dilanjutkan ke tahap perhitungan luas.
Analisis DBZ pada tanggal 6 desember
2014, sesuai penelitian dari (Gomes, 2003)
nilai DBZ harus >20. Sepanjang hari nilai
DBZ menunjukkan nilai yang lebih besar dari
20. Terlihat pumpunan awan mulai
berkembang pesat pada jam 03.00 UTC dan
mulai berkurang pada jam 12.00 UTC. Dari
nilai DBZ sudah masuk ke dalam syarat MCS
selanjutnya dilakukan metode perhitungan
luas.
Analisis DBZ pada tanggal 8 desember
2014, sesuai penelitian dari (Gomes, 2003)
nilai DBZ harus >20. Sepanjang hari nilai
DBZ menunjukkan nilai yang lebih besar dari
20, meskipun ada beberapa saat yang nilai
DBZnya tidak lebih besar dari 20. Terlihat
pumpunan awan mulai berkembang pesat
pada jam 02.00 UTC berhubung data yang
tersedia mulai jam 02.00 UTC tidak dimulai
dari jam 00.00 UTC dan mulai berkurang
pada jam 09.00 UTC. Pada pukul 14.00 UTC
mulai kembali terlihat pumpunan awan yang
berkembang hingga pukul 23.00 UTC. Dari
nilai DBZ sudah masuk ke dalam syarat MCS
selanjutnya dilakukan metode perhitungan
luas.
3.1.2 Menghitung Luasan Permukaan
Awan (Luasan Minimal 1.250 km²)
Cara Perhitungan :
A (Garis Merah) dan B (Garis Hitam)
Luas = 3.14 x A x B x ½
Gambar 6. Contoh Proses Penghitungan Luasan
Menggunakan 2 Jari-Jari A dan B
Dengan asumsi 5cm = 100km (output
standar produk Radar tanpa diperbesar
ataupun diperkecil), digunakan rumus oval
pada setiap gambar untuk mendapatkan luas
lingkaran. Luas yang didapatkan tidak
sepenuhnya berbentuk oval namun mendekati
dengan memiliki nilai eror yang berbeda pada
setiap luasannya. Tabel 2.Klasifikasi Awan Dengan Produk
Radar 6 &8 Desember 2014
Dari klasifikasi awan diatas dapat dilihat
dari kedua hari didominasi oleh sistem awan
yang terkategori Mesoscale Convective
System. Pada tanggal 6 desember hanya jam
12.40 dan 22.20 UTC yang luasnya < 1.250
km², selebihnya memiliki luas >1.250
km².Pada tanggal 8 desember sedikit lebih
bervariasi dan juga lebih banyak sistem awan
yang terbentuk. Pada jam 06.30 UTC yang
merupakan fase punah dari sistem awan II
hanya memiliki luas 879 km². Pada jam 07.10
dan 07.30 UTC hanya memiliki luas 1.206
km² dan 691 km² kedua sistem ini merupakan
fase punah dari sistem awan I. Sebuah sistem
baru yang terbentuk (IA) hanya memiliki
luasan 754 km² pada jam 09.00 UTC. Fase
punah dari sistem IB memiliki luasan 716 km²
pada jam 10.10 UTC. Fase pembentukan
suatu sistem baru (IIIA) pada jam 13.30 UTC
memiliki luasan 502 km². Fase punah dari
sistem awan (VA) pada jam 23.50 memiliki
luasan 452 km². Selebihnya pada jam lainnya
seluruh sistem awan memiliki luasan > 1.250
km².
Penamaan cluster atau sistem awan diatas
yaitu I, IA, IB, IC, II, III, IIIA, IV, V, dan
VA. Penamaan yang terdapat penambahan
alpahabet dibelakang angka utama merupakan
cluster pecahan dari cluster yang utama,
seperti cluster IA merupakan pecahan dari
cluster I, cluster IB merupakan pecahan dari
cluster IA. Untuk cluster II merupakan sebuah
sistem baru yang tidak ada kaitannya dengan
cluster sebelumnya dan berlanjut sampai
cluster V.
3.1.3Mengitung Lama Waktu Keberadaannya
(Minimal 1 Jam Dengan Syarat Poin
4.1.1 dan 4.1.2 Terverifikasi)
Tabel 3. Masa Hidup Awan Dengan Produk
Radar 6 & 8 Desember 2014
Tabel 4. Masa Hidup Awan Dengan Produk Radar 8 Desember 2014
Dari pembahasan mengenai klasifikasi
Awan diatas dapat dilihat bahwa Awan yang
tergolong kategori MCS hampir terbentuk
sepanjang hari baik pada tanggal 6 maupun
pada 8.Masa hidup MCS masih mengacu pada
pembahasan sebelumnya (Gomes, 2003)
dimana MCS harus memiliki masa hidup
paling tidak 1 jam. Pada tanggal 6 desember
terdapat 5 sistem awan atau cluster dengan
masa hidup sistem awan pada cluster I selama
±12 jam, unutk cluster II hidup selama ±10
jam, untuk cluster IA hidup selama 2 jam,
untuk cluster IB dan IC hidup selama ±1 jam.
Sedangkan untuk tanggal 8 terdapat 8 sistem
atau cluster selama 1 hari tersebut dengan
rincian masa hidup cluster I hidup selama ±7
jam, untuk cluster IB ±1 jam, untuk cluster II
hidup selama ±4 jam, untuk cluster III hidup
selama ±1 jam, untuk cluster IIIA hidup
selama ±1 jam, untuk cluster IV hidup selama
±5 jam, untuk cluster V hidup selama ±3 jam,
untuk cluster VA hidup selama <1 jam. Sesuai
dengan karakteristik Awan yang telah
dilakukan oleh (Gomes,2003) kedua tanggal
diatas sudah dapat dikatakan sebagai
fenomena Mesoscale Convective System
karena memiliki masa hidup lebih dari 1 jam.
Tabel 5. Masa Hidup Awan Yang Termasuk
Kategori Mesoscale Convective System
3.2 ANALISIS CURAH HUJAN PERJAM
Grafik 1.Curah Hujan Perjam 6 & 8 Desember
2014
Analisis curah hujan perjam merupakan
dampak yang terjadi dari fenomena Mesoscale
Convective System.Curah hujan rata-rata
untuk bulan desember yaitu 582 mm. Jumlah
curah hujan pada bulan desember 2014
sebesar 772 mm. Disini terdapat perbedaan
yang cukup besar dari rata-rata bulanannya,
ada sesuatu yang mempengaruhi sehingga
curah hujan pada desember 2014 ini sangat
besar. Dari analisis sebelumnya diketahui
Mesoscale Convective System mempunyai
peranan yang besar yang menyebabkan hujan
pada bulan tersebut sangat melimpah.
Pada tanggal 6 desember hujan terjadi
selama ±16 jam dalam sehari dengan jumlah
terbesar pada jam 05.00 UTC (50.2 mm).
Pada tanggal 8 desember hujan terjadi selama
±7 jam dengan jumlah terbesar pada jam
03.00 UTC (38.5 mm).
3.3 SIMULASI MESOSCALE CONVECTIVE
SYSTEM MENGGUNAKAN WEATHER
RESEARCH AND FORCASTING (WRF)
Simulasi Mesoscale Convective System
dengan WRF-ARW menampilkan beberapa
output yang diharapkan mampu
mensimulasikan keberadaan Mesoscale
Convective System berupa
Gambar 7. DBZ 6 & 8 Desember 2014
Nilai DBZ untuk tanggal 6 Desember 2014
disekitar wilayah Makassar pada jam 03.00
UTC cukup baik dimana mampu menangkap
awan dengan nilai DBZ yang cukup tinggi
sampai 40 DBZ. Pada jam 06.00 UTC nilai
DBZ tidak cukup baik dimana nilainya rata-
rata menunjukkan angka minus (-). Untuk jam
09.00 UTC nilai DBZ cukup tinggi sampai 40
DBZ, jika dilihat dari bentuknya awan
memiliki 3 sistem (cluster).
Pada jam 12.00 UTC nilai DBZ yang
ditampilkan rata-rata memiliki nilai minus (-)
berkisar antara (-30) – (-14). Pada jam 15.00
UTC nilainya tidak jauh berbeda dengan
sebelumnya berkisar antara (-30) – (-14). Pada
jam 18.00 UTC nilai DBZ berkisar antara (-
10) – 25. Lalu pada jam 21.00 UTC nilai DBZ
pada 1 sistem awan memiliki nilai sampai 30
DBZ.
Nilai DBZ untuk tanggal 8 Desember 2014
disekitar wilayah Makassar pada jam 03.00
UTC cukup baik dimana mampu menangkap
awan dengan nilai DBZ yang cukup tinggi
sampai 25 DBZ dengan bidang yang cukup
luas. Pada jam 06.00 UTC nilai DBZ cukup
tinggi dimana nilainya menunjukkan 35 DBZ.
Untuk jam 09.00 UTC nilai DBZ semakin
tinggi hingga nilai 50 DBZ, jika dilihat dari
bentuknya awan memiliki 1 sistem (cluster)
yang cukup besar. Pada jam 12.00 UTC
terdapat 2 sistem awan yang memiliki nilai
DBZ sampai 30. Pada jam 15.00 UTC
semakin meningkat jumlah sistem awan
menjadi 4 dengan nilai DBZ meningkat
menjadi 35 pada pusatnya .
Pada jam 18.00 UTC nilai DBZ pada
pusat sistem awan mencapai 25 dimana
terdapat 3 sistem awan lainnya dengan
intensitas DBZ yang lebih kecil. Lalu pada
jam 21.00 UTC terdapat banyak sistem awan
yang muncul dengan nilai DBZ yang cukup
besar sampai 40 DBZ, sistem awan pada jam
21.00 UTC lebih dari 5 sistem awan baru
yang muncul.
3.4 ANALISIS DINAMIKA MESOSCLAE
CONVECTIVE SYSTEM (MCS)
Gambar 8. Acuan Analisis Cross Section
Berdasarkan 4 Garis Diatas (Pada Saat Puncak
Hujan) Tanggal 6 & 8 Desember 2014
Gambar 9. CAPE 6 Desember 2014 Jam 03.00 &
04.00 UTC
Letak koordinat kota Makassar yaitu
(119.052°, -5.071°), pada kondisi diatas
puncak hujan terjadi pada sekitar pukul 03.00
– 04.00 UTC. Dengan membedah awan
menjadi 4 garis diatas didapatkan 4 garis
dengan koordinat, A (118.6°-119.8°, -5.2°), B
(118.6°-119.8°, -4.7°), C (119.2°, -5.3° - -
4.5°), D (119.4°, -5.3° - -4.5°). Analisis
dilakukan garis per garis mulai jam 03.00 –
04.00 UTC. Untuk jam 03.00 UTC garis A
(118.6°-119.8°, -5.2°) nilai CAPE untuk
wilayah Makassar sendiri berkisar ±1500
J/Kg.
Lalu untuk jam 03.00 UTC garis B (118.6°-
119.8°, -4.7°), nilai CAPE berkisar ±1300
J/Kg, nilai CAPE yang cukup besar terdapat
di sebelah barat kota Makassar pada bujur
119.45° dengan nilai ±1700 J/Kg. Untuk jam
03.00 UTC dengan koordinat (119.2°, -5.3° - -
4.5°) garis C, nilai CAPE cukup besar (±1600
J/Kg). Nilai CAPE makin ke selatan nilainya
semakin besar mencapai >1700J/Kg. Untuk
garis terakhir D jam 03.00 UTC (119.4°, -5.3°
- -4.5°) nilai cape tidak jauh berbeda dengan
koordinat sebelumnya dengan nilai ±1600
J/Kg.
Untuk jam 04.00 UTC garis A (118.6°-
119.8°, -5.2°) nilai CAPE ±1400 J/Kg
nilainya membesar semakin ke barat
mencapai ±1600 J/Kg. Untuk garis B (118.6°-
119.8°, -4.7°) nilai CAPE ±1500 J/Kg
nilainya kembali semakin membesar semakin
ke barat mencapai >1700 J/Kg. Untuk jam
04.00 garis C (119.2°, -5.3° - -4.5°) nilainya
untuk wilayah Makassar cukup besar ±1600
J/Kg dan terdapat nilai CAPE yang cukup
besar juga di bagian utara tepatnya pada
lintang -4.6° dengan nilai >1700 J/Kg.
Terakhir untuk koordinat (119.4°, -5.3° - -
4.5°) jam 04.00 UTC garis D merupakan nilai
CAPE yang terbesar yaitu >1700 J/kg dengan
cakupan wilayah yang cukup luas hingga -
5.3°. Diindikasikan terjadi proses
konvektivitas atau pembentukan awan yang
cukup kuat pada saat ini, karena energi yang
tersedia cukup besar.
Gambar 10. RH Vertikal 6 Desember 2014
Analisis kelembaban secara vertikal
dimulai dari lapisan surface hingga lapisan
100mb serta dari bujur 119° hingga 119.052°.
Analisis dilakukan pertiga jam mulai jam
00.00 UTC hingga pukul 21.00 UTC. Tanggal
6 desember pada jam 00.00 UTC kelembaban
cukup tinggi mulai lapisan 900mb (70%) –
400mb (80%), mulai lapisan 700mb – 500mb
kelembaban sangat tinggi >90% disepanjang
titik observasi. Pada jam 03.00 UTCnilai
kelembaban jauh lebih besar dari pada 3 jam
sebelumnya, pada jam ini mulai lapisan
permukaan nilai kelembaban sudah berkisar
80% - 90%. Kelembaban yang sangat lembab
terjadi pada lapisan 700mb – 500mb dengan
nilai kelembaban >90%. Pada jam 06.00 UTC
kondisi atmosfer semakin lembab mulai dari
permukaan hingga ke lapisan 500mb. Pada
lokasi 119.4° - 119.55° kelelmbaban bernilai
>90% mulai dari permukaan sampai hampir
mendekati lapisan 500mb, pada lokasi ini
sangat mendukung untuk pembentukan awan
konvektif yang bisa menjulang tinggi. Pada
jam 09.00 UTC konsentrasi kelembaban mulai
menurun pada lapisan diatas 800mb, tetapi
mulai lapisan permukaan sampai ke lapisan
900mb kelembaban masih sangat lembab
(>90%), dengan kondisi seperti ini masih
sangat mendukung untuk proses pembentukan
awan. Pada jam 12.00 UTC wilayah 119.25° -
119.55° sangat lembab hingga ke lapisa
900mb, lapisan 800mb – 700mb memiliki
nilai yang cukup rendah sekitar 60%. Jika ada
potensi pertumbuhan awan pada jam ini, awan
yang terbentuk tidak cukup tinggi. Pada jam
15.00 UTC konsentrasi kelembaban kembali
meningkat, dapat dilihat mulai lapisan
permukaan sampai lapisan 850mb memiliki
nilai yang sangat lembab (>90%).Area dingin
yang luas seperti ini merupakan aspek inti dari
pembentukan Mesoscale Convective System.
Pada jam 18.00 UTC jauh lebih lembab
lagi terbukti mulai dari lapisan permukaan
hingga lapisan 350mb. Nilai kelembaban rata-
rata diatas 80%.Kelembaban yang seperti ini
dapat membuat masa hidup dari Mesoscale
Convective System menjadi panjang karena
akan terus menerus mendapat suplai massa
udara yang lembab menyebabkan udara panas
disekitar sistem akan terus naik ke dalam
sistem. Terakhir pada jam 21.00 UTC kolam
dingin pada lapisan bawah masih tetap ada
hingga lapisan 900mb.
Pada lokasi 119.25° - 119.55° kelembaban
masih tinggi hingga lapisan atas (>80%).
Sistem Mesoscale Convective System masih
dapat hidup dengan waktu yang lama jika
dilihat kolam dingin (cold pool) masih
terbentuk pada jam ini.
Gambar 11. Pola Kecepatan Angin Vertikal 6
Desember 2014 (Pada Saat Puncak Hujan) Jam
03.00 – 04.00 UTC
Analisis pola angin secara vertikal untuk
tanggal 6 desember pada jam 00.00 UTC,
pada lapisan bawah (permukaan – 700mb)
angin bergerak secara baratan dengan
kecepatan berkisar 6 – 11 kt. Lalu pada
lapisan 600mb – 500mb terjadi konvergensi
antara angin lapisan bawah dan angin lapisan
atas, kondisi ini dapat menyebabkan
pertumbuhan awan pada lapisan steering level
tersebut. Pada jam 03.00 UTC angin pada
lapisan bawah masih tetap bergerak secara
baratan dan pada lapisan atas bergerak secara
timuran, konvergensi masih ada pada lapisan
500mb namun tidak sepadat waktu
sebelumnya.
Pada jam 06.00 UTC angin masih tetap
seperti sebelumnya untuk lapisan atas dan
bawah. Pada lapisan 600mb dan 300mb-
400mb terjadi perenggangan pola angin yang
cukup luas dimana pada lapisan 500mb
(steering level) angin tersebut kembali
berkumpul (konvergensi). Pada jam 09.00
UTC pola angin masih sama dengan
sebelumnya baratan pada lapisan bawah
timuran pada lapisan atas serta konvergensi
pada lapisan steering levelnya. Pada jam
12.00 UTC angin masih belum berubah
polanya pada lapisan bawah dan juga atas,
namun disini yang berubah adalah jika
sebelumnya pada lapisan 500mb tempat angin
berkumpul bergerak secara timuran untuk jam
ini angin bergerak secara baratan mengikuti
lapisan bawah. Pada jam 15.00 UTC
kecepatan angin pada lapisan bawah semakin
cepat dan semakin rapat, lalu pada steering
level angin kembali bergerak secara timuran
mengikuti pola angina lapisan atas. Pada jam
18.00 UTC tidak banyak perubahan dari jam
sebelumnya pola angin masih mengikuti pola
dari waktu sebelumnya. Terkahir pada jam
21.00 UTC angin pada lapisan bawah semakin
bertambah cepat (>11.7 kt), lalu kali ini
lapisan divergensi bergerak ke atas yaitu pada
lapisan 400mb dan bergerak secara baratan.
Dari hasil analisis dinamika Mesoscale
Convective System pada saat puncak curah
hujan sering terjadi arus downdraft, lalu
terdapat arus siklonik pada beberapa
koordinat yang mengindikasikan adanya
pusaran atau dalam sistem awan disebut
cyclogenesis.Dampaknya terhadap curah
hujan dapat dilihat pada tanggal 6 desember
sendiri curah hujan mencapai 50mm (jam
05.00 UTC).
Untuk tanggal 8 mencapai ±37mm (jam
03.00 UTC). Hujan cenderung terjadi mulai
pagi hingga siang hari, pada kondisi ini
konvektifitas kurang bisa memainkan
perannya sehingga indikasinya yang
menyebabkan hujan lebat pada pagi hingga
siang hari ini adalah proses adveksi. Yaitu
proses masuknya massa udara dari sekitar
Laut Jawa ataupun di sekitar Selat Makassar
yang memiliki energi potensial (CAPE) yang
besar sehingga menunjang proses
pembentukan awan disana, setelah itu awan
tersebut bergerak menuju ke daerah Makassar
dan mengalami fase matang disekitarnya dan
terjadi proses hujan pada saat tersebut.
Proses ini terus berulang hingga malam hari
dengan kelembaban yang sangat mendukung,
kelembaban pada saat kejadian sering kali
membentuk suatu kolam dingin (cold pool)
yang merupakan syarat agar Mesoscale
Convective System dapat hidup dalam waktu
yang lama.
4. PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Kesimpulan dari hasil pembahasan
tentang Mesoscale Convective System pada
tanggal 6 & 8 Desember 2014 adalah sebagai
berikut :
1. Sistem Mesoscale Convective System benar
terjadi pada saat kejadian hujan lebat pada
tanggal 6 dan 8 Desember 2014 di
Makassar. Keberadaan Mesoscale
Convective System dihitung dengan
melakukan perhitungan serta analisis
menggunakan data Radar. MCS yang
terjadi di Makassar memiliki masa hidup
yang paling lama ±12 jam dengan luasan
yang paling luas 67.824 km².
2. Model WRF masih belum mampu
merepresentasikan kondisi Sistem
Mesoscale Convective System dengan baik,
WRF belum mampu menunjukkan luasan
yang identik dengan MCS dan juga nilai
DBZ yang dihasilkan masih belum sesuai.
Untuk CAPE nilainya cukup baik, WRF
mampu memberikan nilai yang cukup
besar pada beberapa jam kejadian.
3. Dari analisis dinamika Sistem Mesoscale
Convective System yang terjadi di
Makassar didapatkan :
a. Proses terjadinya MCS Sangat
dipengaruhi dengan besarnya nilai
CAPE yang terjadi sekitar Laut Jawa,
kondisi ini sangat membantu proses
pembentukan awan yang bergerak
secara adveksi ke wilayah Makassar
dan sekitarnya.
b. Proses terjaidnya MCS diperlukan
sebuh kolam dingin (cold pool) yang
luas dan juga aktif dalam waktu yang
lama, karena Mesoscale Convective
System sangat bergantung pada kolam
dingin ini agar dapat hidup
membentuk system yang baru secara
berulang.
c. Pola angin seringkali terjadi downdraft
pada lapisan bawah dan juga pada
beberapa lokasi terdapat arus siklonik
pada lapisan ±500mb. Arus siklonik
pada lapisan steering level ini disebut
cyclogenesis atau pusaran yang terdapat
di dalam sebuah MCS.
4.2 Saran
Untuk penelitian selanjutnya, lebih
banyak menggunakan sampel data penelitian
agar hasil yang didapat bisa lebih bervariatif
dan lebih maksimal. Proses maintenance
Radar agar lebih diperhatikan supaya data
tidak banyak kosong dan terkahir
menggunakan WRF dengan resolusi yang
lebih tinggi agar pola dari pergerakan awan
bisa lebih detail dan lebih akurat.
DAFTAR PUSTAKA Ahrens, C. D. (2001): Cloud Development
and Precipitation. Essentials of
Meteorology – An Invitation to the
Atmosphere, 504 pp.
Gomes, Ana Maria, Gerhard Held,
Marcelo Moreira Medeiros and
Jonas Teixeira Nery (2003) : The
Use Of A Radar Network To
Determine The Characteristics Of
Mesoscale Convective Systems In
The State Of São Paulo. Houze, R. A. Jr. (1993) :Cloud Dinamics.,
Academic, San Diego, Calif., 573 pp.
Houze, R. A. Jr. (2004) : Mesoscale
Convective System, Review of
Geophisics, American Geophisical
Union, 43 pp.
Houze, R. A., Jr., (2010) : Clouds in tropical
cyclones. Mon. Wea. Rev., 138, 293–
344.
Ismanto, Heri (2011) : Karakteristik
Kompleks Konvektif Skala Meso Di
Benua Maritim. Institut Teknologi
Bandung. Bandung
Laing, A. G. (2003) :Mesoscale Convective
System. Ensyclopedia Of Atmospheric
Science. Elseiver Science Ltd., 1251 -
1261.
Maddox, R. A. (1980) : Mesoscale
Convective Complexes, Bull. Amer.
Meteor. Soc., 61, 1374 - 1387.
Orlanski, I. (1975). "A rational subdivision of
scales for atmospheric
processes". Bulletin of the American
Meteorological Society 56 (5): 527–
530.
Yarcana, Agus. 2013. Sensitivitas
Parameterisasi Kumulus Model WRF-
ARW Dalam Prediksi Awan Pada
Fenomena Messoscale Convective
System (Studi Kasus Di Wasior
Tanggal 3-4 Oktober 2010), Universitas
Nasional, Jakarta.
Zakir, A., Sulistya, W., dan Khotimah, M. K.
2010. Perspektif Operasional Cuaca
Tropis. Badan Meteorologi Klimatologi
dan Geofisika, Jakarta.