5
II.1.1.1.1. Sindrom Koroner Akut (ACS) II.1.1.1.1.1. Definisi Merupakan satu keadaan yang melingkupi keadaan iskemia miokard akut. Yang termasuk dalam keadaan ini adalah angina tidak stabil, infark miokard tanpa elevasi segmen ST (NSTEMI), dan infark miokard dengan elevasi segmen ST (STEMI). II.1.1.1.1.2. Gejala Klinis Secara garis besar, sindrom yang ditemui dalam ACS dapat digolongkan menjadi dua berdasarkan temuan pemeriksaan EKG, yaitu (1) Sindrom yang menyebabkan peningkatan segmen ST dan (2) Sindrom yang tidak menyebabkan peningkatan segmen ST (Angina tidak stabil dan NSTEMI) II.1.1.1.1.2.1. Angina tidak stabil Terdapat tiga gejala yang menandakan percepatan gejala iskemik : a) Pola kresendo (Menambah secara perlahan) angina dalam hal frekuensi, durasi, dan intensitas episode iskemik. b) Episode angina terjadi saat istirahat, tanpa ada pencetus. c) Terjadi onset baru episode angina yang berat pada pasien yang sebelumnya tidak menunjukkan gejala PJK. II.1.1.1.1.2.2. Infark Miokard Akut

Sindrom Koroner Akut

Embed Size (px)

DESCRIPTION

SKA

Citation preview

Page 1: Sindrom Koroner Akut

II.1.1.1.1. Sindrom Koroner Akut (ACS)

II.1.1.1.1.1. Definisi

Merupakan satu keadaan yang melingkupi keadaan iskemia miokard akut. Yang termasuk

dalam keadaan ini adalah angina tidak stabil, infark miokard tanpa elevasi segmen ST

(NSTEMI), dan infark miokard dengan elevasi segmen ST (STEMI).

II.1.1.1.1.2. Gejala Klinis

Secara garis besar, sindrom yang ditemui dalam ACS dapat digolongkan menjadi dua

berdasarkan temuan pemeriksaan EKG, yaitu (1) Sindrom yang menyebabkan peningkatan

segmen ST dan (2) Sindrom yang tidak menyebabkan peningkatan segmen ST (Angina tidak

stabil dan NSTEMI)

II.1.1.1.1.2.1. Angina tidak stabil

Terdapat tiga gejala yang menandakan percepatan gejala iskemik :

a) Pola kresendo (Menambah secara perlahan) angina dalam hal frekuensi, durasi, dan intensitas

episode iskemik.

b) Episode angina terjadi saat istirahat, tanpa ada pencetus.

c) Terjadi onset baru episode angina yang berat pada pasien yang sebelumnya tidak

menunjukkan gejala PJK.

II.1.1.1.1.2.2. Infark Miokard Akut

Gejala infark miokard STEMI dan NSTEMI berupa :

a) Karakteristik nyeri : Berat, persisten (tidak hilang saat istirahat), lokasi substernal

b) Efek simpatis : Diaforesis (Berkeringat), tangan dingin dan lembab

c) Efek parasimpatis : Mual, muntah, letargi

d) Respon Inflamasi : Demam ringan

Page 2: Sindrom Koroner Akut

e) Pemeriksaan kardiak : Ditemui bunyi S4 gallop, tonjolan diskinesia (infark miokard dinding

anterior), dan murmur sistolik (jika terjadi regurgitasi mitral atau DSV)

f) Lain-lain : Peningkatan tekanan vena jugularis (Jika infark ventrikel kanan)

II.1.1.2. Diagnosis

Tiga hal yang menjadi penunjuk dalam penegakkan diagnosis ACS adalah diagnosis

berdasarkan gejala yang dialami oleh pasien saat serangan, gangguan EKG akut, dan deteksi

biomarker serum yang spesifik terhadap nekrosis miokardium.

II.1.1.2.1. Diagnosis Klinis Pasien :

a) Angina tidak stabil : Gejala klinis pasien berupa angina yang terjadi secara episodik,

gangguan segmen ST (ST depresi dan / atau gelombang T terbalik), dan tidak ada peningkatan

biomarker serum.

b) NSTEMI : Gejala klinis pasien berupa angina yang terjadi secara persisten, gangguan

segmen ST (ST depresi dan / atau gelombang T terbalik) yang bersifat lebih lama, dan terdapat

peningkatan biomarker serum pasien.

c) STEMI : Gejala klinis pasien, gangguan segmen ST (ST depresi dan / atau gelombang

T terbalik) disertai gelombang Q yang dalam, dan terdapat peningkatan biomarker serum pasien

(Lily, 2011).

Biomarker serum timbul bila terjadi infark diakibatkan oleh nekrosis pada jaringan

miokardium yang menyebabkan kerusakan sarkolemma, menyebabkan makromolekul

intraseluler sarkolemma berpindah ke jaringan interstitial jantung dan masuk ke dalam pembuluh

darah. Zat biomarker yang dapat dideteksi bila terjadi infark miokard :

a) Troponin jantung

Page 3: Sindrom Koroner Akut

Troponin merupakan protein regulatorik yang ditemukan dalam sel otot, dimana protein

ini berfungsi dalam mengendalikan interaksi antara miosin dan aktin. Troponin memiliki

beberapa macam subunit, namun yang digunakan dalam deteksi infark mikard adalah troponin I

kardiak (cTnI) dan troponin T (cTnT) yang secara struktural unik dan spesifitas terhadap

gangguan pada otot kardiak besar berdasarkan pada temuan bahwa orang yang normal tidak

memiliki kedua troponin tersebut. Hal ini menandakan bahwa adanya peningkatan kedua

troponin dalam kadar paling sedikit sudah menandakan bahwa terdapat kerusakan miokardium.

Troponin kardiak akan mulai meningkat di dalam serum dalam 3 sampai 4 jam setelah

onset angina, dengan puncak sekitar 18 sampa 36 jam, lalu menurun secara perlahan dalam 10

sampai 14 hari. Karena sifat troponin kardiak sensitif dan spesifik, pemeriksaan ini merupakan

rujukan utama diantara serum lain dalam mendeteksi nekrosis miokardium.

b) Kreatin Kinase

Enzim kreatin kinase (Creatine Kinase / CK) bekerja dalam mengubah ADP menjadi

ATP dengan cara memindahkan fosfat dari kreatin fosfat, bentuk endogen cadangan fosfat, ke

ADP. Kreatin kinase didapatkan pada banyak organ, seperti jantung, otot, dan otak sehingga bila

terjadi cedera pada organ tersebut maka kadar serum ini akan meningkat. Untuk mengurangi

kesalahan deteksi terhadap organ apa yang mengalami cedera, para ilmuwan menemukan tiga

jenis isomer enzim CK yang membantu menentukan organ apa yang mengalami cedera, yaitu

CK-MM yang ditemukan sebagian besar pada otot, CK-BB yang sebgaian besar ditemukan di

otak, dan CK-MB yang ditemukan sebagian besar di jantung. Walaupun CK-MB sebagian besar

terdapat di jantung, beberapa organ lain seperti uterus, prostat, usus, diafragma, dan lidah

memiliki sedikit kadar CK-MB

Bila tidak terjadi trauma pada organ tubuh lain tetapi terjadi peningkatan CK-MB, maka

kemungkinan pasien mengalami cedera pada miokardium. Dalam membantu penegakkan

diagnosis menggunakan kreatin kinase, maka dilakukan penghitungan rasio CK-MB terhadap

total CK. Bila rasio CK-MB > 2.5% dibanding dengan kadar CK total, maka hal tersebut

menunjukkan pasien mengalami cedera miokardium. Cedera organ dan jaringan lain

menghasilkan rasio CK-MB terhadap CK total < 2.5 %.

Page 4: Sindrom Koroner Akut

Kadar serum CK-MB mulai meningkat pada saat 3 sampai 8 jam setelah proses infark,

memuncak pada saat 24 jam, dan kembali normal dalam 48 sampai 72 jam. Pola peningkatan

CK-MB seperti ini hanya terdapat di jantung sehingga dapat membedakan penyebab peningkatan

CK-MB. Perlu diperhatikan bahwa CK-MB merupakan pemeriksaan yang kurang spesifik dan

sensitif terhadap cedera miokardium.

Karena kadar troponin dan kreatin kinase mengalami peningkatan setelah beberapa jam pasca onset gejala infark miokard, maka pemeriksaan ini tidak bisa digunakan dalam keadaan serangan akut. Karena hal tersebut, diagnosis kerja awal terhadap ACS dititik beratkan terhadap anamnesis gejala klinis yang pasien rasakan dan pemeriksaan EKG.