Single Parent

Embed Size (px)

Citation preview

Wanita sebagai Single Parent dalam Membentuk Anak yang BerkualitasOleh: Okvina Nur Alvita (I24051592)

Fenomena single parent beberapa dekade terakhir ini menjadi marak terjadi di berbagai negara di seluruh dunia. Pada tahun 2003, di Australia terdapat 14% keluarga dari keseluruhan jumlah keluarga masuk dalam kategori single parent, sedangkan di Inggris pada tahun 2005 terdapat 1,9 juta single parent dan 91% dari angka tersebut adalah wanita sebagai single parent1. Berdasarkan data tersebut dapat memberikan gambaran tingginya keluarga yang berstatus sebagai single parent. Menurut Deacon dan Firebough (1988)2 ada beberapa faktor yang mempengaruhi status single parent. Faktor-faktor tersebut antara lain: kehamilan sebelum menikah, kematian suami atau istri, perpisahan atau perceraian dan adopsi. Data di Inggris menunjukkan bahwa sebagian besar keluarga yang berstatus single parent adalah wanita sebagai kepala keluarga merangkap sebagai ibu rumah tangga, dalam kata lain wanita menjalankan peran ganda. Fakta yang terjadi di Inggris tersebut akan menunjukkan hal sama yang terjadi pada negara lain termasuk Indonesia. Menjadi single parent dan menjalankan peran ganda bukan merupakan hal yang mudah bagi seorang wanita, terutama dalam hal membesarkan anak. Hal ini dikarenakan, di satu sisi ia harus memenuhi kebutuhan psikologis anak-anaknya (pemberian kasih sayang, perhatian, rasa aman) dan di sisi lain ia pun harus memenuhi semua kebutuhan fisik anak-anaknya (kebutuhan sandang, pangan, papan, kesehatan, pendidikan dan kebutuhan lain yang berkaitan dengan materi). Artinya, wanita yang berstatus sebagai single parent harus mampu mengkombinasikan antara pekerjaan domestik dan publik demi tercapainya tujuan keluarga yang utama, yakni membentuk anak yang berkualitas. Bukan hal yang mudah menjalankan dua peran tersebut sekaligus dalam membentuk anak yang berkualitas. Oleh sebab itu dibutuhkan manajemen keluarga khusus dan matang agar anak yang dibesarkan pada kondisi keluarga single parent pun sama berkualitasnya dengan anak yang dibasarkan pada keluarga utuh. Kematangan Wanita sebagai Single Parent Seperti yang telah disebutkan pada sebelumnya bahwa keluarga yang berstatus single parent disebabkan oleh beberapa faktor. Beberapa faktor yang ada itu mempengaruhi kematangan wanita sebagai seorang single parent. Kematangan dalam segi fisik dan terutama psikologis menjadi faktor yang utama yang dibutuhkan untuk keberhasilan wanita sebagai single parent dalam membesarkan anaknya. Wanita sebagai single parent yang sangat riskan dalam membesarkan anaknya adalah disebabkan oleh kehamilan sebelum menikah, karena sebagian besar kehamilan sebelum menikah terjadi pada remaja. Remaja belum memiliki kematangan yang cukup untuk menjadi single parent. Pada kasus ini dibutuhkan dukungan yang lebih besar dari keluarganya untuk menyiapkannya menjadi seorang single parent. Pada kasus lain yang12

http://en.wikipedia.org/wiki/Single_parent. Diakses tanggal 2 Januari 2008. Deacon, Ruth E dan Firebough, Francile. M. 1988. Family Resources Management. Massachusetts: Allyn and Bacon, Inc.

menyebabkan wanita menjadi single parent (perpisahan atau perceraian, kematian suami atau istri, dan adopsi), dirasa tidak terlalu bermasalah pada kematangan wanita tersebut (terutama alasan adopsi karena ada keinginan internal dari wanita untuk memiliki dan membesarkan anak, artinya ia telah benar-benar siap dengan segala konsekuensi sebagai single parent) karena pada kondisi itu wanita dinggap telah dewasa dan telah mampu menghadapi segala perubahan yang terjadi, meskipun tidak dapat dipungkiri bahwa tetap membutuhkan jangka waktu tertentu untuk beradaptasi dengan kondisi yang baru. Kematangan wanita yang berstatus sebagai single parent merupakan hal yang utama dibutuhkan dalam mebesarkan serta mendidik anak-anaknya. Hal tersebut dikarenakan, kematangan pada wanita sebagai single parent dapat mempengaruhi caranya dalam memanajemen diri dan keluarganya, terutama dalam membentuk anak yang berkualitas. Manajemen Keluarga pada Keluarga Berstatus Single Parent Orang tua sebagai single parent harus menjalankan peran ganda untuk keberlangsungan hidup keluarganya. Sebagai single parent, wanita harus mampu mengkombinasikan dengan baik antara pekerjaan domestik dan publik. Dalam hal ini, kematangan fisik dan psikologis merupakan faktor yang sangat vital dibutuhkan untuk melakukan manajemen keluarga. Wanita yang berstatus single parent dimana ia harus mencari uang untuk menafkahi keluarganya dan juga harus memenuhi kebutuhan kasih sayang keluarganya harus melakukan perencanaan yang matang dalam pengorganisasian kegiatanya menjalankan peran ganda. Dalam melakukan perencanaan tersebut, ia harus mengkomunikasikan rencana yang telah ia buat pada keluarga terdekatnya (orang tua, paman atau bibi), terutama yang akan dimintai bantuan nantinya. Setelah dilakukan perencanaan, maka ia harus melaksanakan rencana yang telah ia buat. Apabila diperlukan, maka ia bisa juga meminta bantuan pada keluarga terdekatnya untuk membantu kegiatan keluarganya selama ia diluar rumah untuk mencari nafkah, tentunya ia harus mengkomunikasikan hal ini sebelumnya dengan orang yang bersangkutan. Hal terakhir yang harus dilakukan dalam memanajemen keluarga yang berstatus single parent adalah dengan mengevaluasi semua kegiatan yang telah berlangsung di keluarga. Evaluasi diperlukan untuk meninjau apakah kegiatan keluarga yang telah berlangsung, terutama yang dihandle oleh anggota keluarga yang lain sesuai dengan harapannya atau tidak. Disamping itu, evaluasi juga dibutuhkan membenahi perencanaan keluarga selanjutnya. Manajemen Wanita sebagai Single Parent dalam Membentuk Anak yang Berkualitas Membentuk anak yang berkualitas merupakan tugas dari semua orang tua, begitu pula dengan single parent. Akan tetapi, ada beberapa hal khusus yang harus dilakukan oleh single parent agar anaknya berkembang sama seperti anak-anak pada keluarga lengkap. Hal tersebut antara lain sebagai berikut: Pengganti Figur Orang Tua yang Hilang Wanita sebagai single parent harus mampu menjadi ibu bagi anaanaknya sekaligus memenuhi kebutuhan anaknya akan figure seorang ayah. Menjalankan dua peran tersebut bukanlah hal yang mudah. Senada dengan

yang diungkapkan oleh Elly Risman, Psi 3 Sudah suratan takdir laki-laki tak akan bisa menjadi ibu seutuhnya, begitu juga ibu tak bisa sepenuhnya mengisi peran ayah. Lebih lanjut lagi ia menjelaskan bahwa dalam kasus single parent, wajib hukumnya bagi ayah atau ibu yang menjadi orang tua tunggal untuk tetap menghadirkan sosok ayah atau ibu yang tidak ada selama membesarkan anak-anaknya. Mengenai siapa yang bisa dihadirkan sebagai pengganti salah satu orang tua yang tidak ada, menurut Elly, bisa merupakan keluarga terdekat, seperti paman-bibi, kakek-nenek. Pokoknya kerabat sedarah yang tidak mengizinkan adanya pertalian nikah (muhrim). Tak mesti sosok pengganti salah satu orang tua ini berada bersama anak setiap saat. Cukup selama dua tiga hari atau saat melakukan kegiatan tertentu, seperti belanja ke pasar atau mal bersama nenek dan bibi, sedangkan pergi ke bengkel atau berolahraga dengan paman. Dengan demikian apa yang tidak didapatkan anak dari salah satu orang tua tetap bisa terpenuhi. Oh, kita harus bersikap begini rupanya kalau jadi laki-laki, atau, Seperti ini rupanya dunia perempuan. Alokasi Waktu yang Efektif Menjadi single parent sebetulnya mempunyai sisi baik dari segi keleluasaan waktu yang dimiliki. Ibu/Ayah, hanya berperan membesarkan anak, tidak ada suami/Istri yang harus dilayani dan dimanja-manja, seperti ketika Ayah dan Ibu berada satu atap. Dengan demikian seorang single parent memiliki kelebihan waktu4. Wanita sebagai single parent yang menjalankan peran domestik dan publiknya secara bersamaan harus memiliki manajemen waktu yang efektif. Apabila ia berada di tempat kerja, maka ia harus mengkonsentrasikan diri sepenuhnya pada pekerjaannya, dan sebaliknya, apabila ia telah berada di rumah, maka ia harus mencurahkan seluruh perhatiannya terutama pada anak-anaknya. Ia harus menemani anaknya makan, belajar, ataupun membacakan dongeng sebelum tidur. Komunikasi dengan Anak Harus Selalu Dijaga Manusia sanggup mencintai dan dicintai, ini adalah hal esensial bagi pertumbuhan kepribadian. Kehangatan persahabatan, ketulusan kasih sayang, dan penerimaan orang lain amat dibutuhkan manusia. Anak sangat membutuhkan kasih sayang dari kedua orang tuanya. Kasih sayang yang tidak terpenuhi akan menimbulkan perilaku anak yang kurang baik. Anak akan menjadi agresif, kesepian, frustrasi, bahkan mungkin bunuh diri. Kondisi seperti itu sangat rentan terjadi pada anak dengan kondisi keluarga single parent. Maka orang tua perlu berkomunikasi dengan anak, agar dia tidak merasa kesepian. Orang tua mendengarkan cerita anak, dan sebaliknya orang tua juga menceritakan apa yang sedang dia alami. Jadikan anak sebagai sahabat, agar masing-masing pihak saling mengerti dan memahami situasi yang dialami5.

3

http://www.tabloid-nakita.com/Khasanah/khasanah06279-06.htm. Diakses tanggal 2 Januari 2008. 4 http://spottnews.com/index.php?option=com_content&task=view&id=13&Itemid=1. Diakses tanggal 2 Januari 2008. 5 http://www.indomedia.com/intisari/2001/Jun/warna_ortunggal.htm. Diakses tanggal 2 Januari 2008.

Menerapkan Disiplin Penerapan disiplin pada keluarga single parent menjadi lebih mudah dilaksanakan karena hanya ada satu sumber komando dari Ibu atau Ayah saja6. Pada kasus wanita sebagai single parent, anak akan mendapatkan disiplin dari ibunya saja. Akan akan lebih mudah untuk mengerti disiplin yang ditetapkan di keluarganya. Yang perlu diperhatikan adalah, ibu harus menerapkan disiplin yang ada dengan tegas sekaligus penuh kasih sayang. Selain itu, ibu perlu mengkomunikasikan disiplin yang berlaku pada anggota keluarga lain yang membantunya menggantikan figur seorang ayah bagi anaknya. Menjaga Hubungan Interpersonal dengan Anak Dalam keluarga single parent, hubungan interpersonal antara orang tua dengan anak sangatlah penting untuk dijaga. Menjaga hubungan interpersonal dengan anak dapat dilakukan dengan menjaga komunikasi serta meluangkan waktu khusus bersama anak. Hubungan antara anak dengan orang tua menjadi faktor penentu utama dalam keberhasilan anak berperilaku prososial ketika berinteraksi di lingkungan sosial yang lebih luas Oleh karena itu, hubungan yang terjalin dengan baik antara orang tua dengan anak menentukan keberhasilan anak dalam menjalin hubungan secara interpersonal dengan orang lain7. Persepsi Positif Terhadap Anak Kadangkala sebagian single parent, wanita merasa stress dengan beragam pekerjaan yang menumpuk di kantor ditambah lagi dengan kerumitan permasalahan rumah tangga, terutama yang berkaitan dengan anak yang rewel. Kondisi tersebut seringkali menyebabkannya berpersepsi negatif (menganggap anak ini nakal, makannya rewel, tidak menghargai waktu saya dan berbagai persepsi awal negatif lainnya) terhadap anak yang dapat menyebabkannya melakukan perbuatan kasar terhadap anak (seperti mencubit, memukul, memarahi, dll). Tanpa kita sadari persepsi negatif mampu memberikan dampak yang buruk bagi perkembangan anak serta kepribadian anak pada masa dewasanya. Persepsi mengarahkan tindakan kita. Tindakan kita akhirnya memicu reaksi dari anak. Reaksi dari anak akan memicu pemikiran tertentu. Pemikiran ini akan membentuk persepsi anak tentang dirinya sendiri. Akhirnya konsep diri anak terbentuk8. Berdasarkan ilustrasi diatas, jelaslah bahwa peranan orang tua sangat besar dalam membentuk konsep diri anak. Maka dapat disimpulkan bahwa wanita sebagai single parent haruslah selalu menjaga persepsi positif pada anak jika ingin memiliki anak yang berkualitas.

Wanita sebagai single parent saat ini telah banyak dijumpai pada berbagai negara di seluruh penjuru dunia. Sebagai single parent, wanita harus mampu mengkombinasikan peran ganda yang harus dijalankannya, terutama dalam menjalankan tugas utamanya, yakni membentuk anak yang berkualitas.6

http://spottnews.com/index.php?option=com_content&task=view&id=13&Itemid=1. Diakses tanggal 2 Januari 2008 7 http://www.skripsi-tesis.com/hubungan-interpersonal-orang-tua-dan-anak-terhadapperilaku-prososial-pada-remaja/?cp=1. Diakses tanggal 2 Januari 2008 8 http://www.blogger.com/feeds/708506778329874872/posts/default. Diakses tanggal 2 Januari 2008.

Untuk mencapai tujuan tersebut, maka ia harus melakukan manajemen sumberdaya keluarga yang terencana dan dilaksanakan secara konsisten. Manajemen sumberdaya keluarga tersebut sangat penting untuk dilaksanakan agar semua kebutuhan anak dapat terpenuhi yang pada akhirnya padat membentuk anak yang berkualitas. Berikut ini adalah beberapa tips yang berguna bagi orang tua terutama wanita sebagai single parent dalam membesarkan anak-anaknya. Tips untuk Orang Tua, Terutama Wanita sebagai Single Parent9 1. Tunjukkan kasih sayang. Setiap hari, katakan padanya, "Ibu sayang kamu, kamu buah hatiku". Beri ia banyak sentuhan dan ciuman. 2. Dengarkan ketika anak-anak bercerita. Beri pula komentar dan dengar kembali apa reaksi mereka. 3. Ciptakan rasa aman. Lindungi mereka jika mereka merasa takut. Perlihatkan bagaimana Anda selalu berusaha melindungi mereka. 4. Sediakan semua kebutuhannya. Buat jadwal makan, tidur, main, Jika Anda mengubah jadwal, katakan padanya. 5. Puji. Ketika mereka belajar sesuatu yang baru atau berperilaku baik, katakan padanya, Anda bangga padanya. 6. Kritik perilaku yang salah, bukan anaknya. Jika anak berbuat kesalahan, jangan katakan, "Kamu salah!" Sebaliknya, jelaskan padanya, kesalahan yang telah dilakukannya. Misalnya; "Berlari ke jalan raya tanpa melihat kirikanan, sangat berbahaya, lo. Jadi, harus tengok kanan-kiri dulu." Ini jauh lebih baik dan bijaksana dibanding Anda mengatakan, "Kamu ini bagaimana, sih? Kok, main nyelonong saja!" 7. Konsisten. Aturan Anda tidak harus sama dengan aturan di keluarga lain. Yang pasti, harus selalu jelas dan konsisten. Konsisten berarti aturan mainnya sama setiap waktu. Jika kedua orang tua membesarkan anak, keduanya harus menggunakan aturan yang sama. Juga pembantu, saudara, harus mengikuti dan mengetahui aturan yang Anda buat bersama. 8. Lewatkan waktu bersama anak. Pergi atau main bersama, mem-bersihkan rumah bersama. Pendek kata, selalu libatkan anak. Yang di-butuhkan anak adalah perhatian. Jika ia bertingkah laku buruk, biasanya berarti ia mencari perhatian Anda.

9

http://www.kompas.com/kesehatan/news/0508/26/114520.htm. Diakses tanggal 2 Januari 2008.