Upload
doancong
View
236
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
i
SINTESIS DAN KARAKTERISASI MEMBRAN KOMPOSIT
POLISTIRENA TERSULFONASI DENGAN ZEOLIT UNTUK
APLIKASI MEMBRAN POLIMER ELEKTROLIT
Disusun oleh:
ARIS WICAKSONO
NIM. M0307030
SKRIPSI
Ditulis dan diajukan untuk memenuhi sebagian
persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Sains Kimia
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
JULI, 2012
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul
“SINTESIS DAN KARAKTERISASI MEMBRAN KOMPOSIT POLISTIRENA
TERSULFONASI DENGAN ZEOLIT UNTUK APLIKASI MEMBRAN
POLIMER ELEKTROLIT” adalah benar-benar hasil penelitian sendiri dan tidak
terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu
perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat kerja atau
pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara
tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Surakarta, Juli 2012
Aris Wicaksono
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iv
SINTESIS DAN KARAKTERISASI MEMBRAN KOMPOSIT POLISTIRENA TERSULFONASI DENGAN ZEOLIT UNTUK APLIKASI
MEMBRAN POLIMER ELEKTROLIT
ARIS WICAKSONO Jurusan Kimia. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.
Universitas Sebelas Maret
ABSTRAK
Telah dilakukan pembuatan membran komposit polistirena tersulfonasi/zeolit untuk aplikasi membran polimer elektrolit (PEM). Dalam penelitian ini, polistirena tersulfonasi (PST) disintesis melalui proses sulfonasi pada polistirena (PS) menggunakan agen sulfonasi asetil sulfat dalam pelarut diklorometana dengan variasi konsentrasi asetil sulfat. Pembuatan membran komposit menggunakan metode inversi fasa dengan pencetakan larutan campuran pada plat gelas. Larutan campuran dibuat dengan melarutkan PST, polietilen glikol (PEG), dan zeolit dalam pelarut dimetil asetamida (DMAc) dengan variasi jenis dan konsentrasi zeolit % (b/b). Polimer dan membran komposit yang dihasilkan dikarakterisasi dengan spektroskopi inframerah (IR), X-ray Difractometer (XRD), analisis kapasitas tukar kation (KTK), analisis derajat pengembangan, analisis morfologi, dan analisis termal.
Hasil analisis gugus fungsi menunjukkan bahwa PST dan membran kompositnya berhasil disintesis. Kehadiran partikel zeolit dalam komposisi membran mampu meningkatkan nilai KTK dan derajat pengembangan membran. Nilai KTK membran komposit PST/zeolit alam (KZA) hampir sama dengan membran komposit PST/zeolit sintetik (KZS) yaitu sebesar 1,17 meq/g akan tetapi membran KZS memiliki nilai derajat pengembangan yang lebih rendah daripada KZA yaitu sebesar 15,68 %. Analisis morfologi menunjukkan permukaan membran KZS lebih homogen dibanding membran KZA. Analisis kristalografi menunjukkan PS dan PST bersifat amorf sedangkan membran kompositnya mengalami peningkatan kristalinitas. Analisis termal menunjukkan penambahan zeolit mampu meningkatkan ketahanan termal membran dan hampir semua membran komposit yang dihasilkan mengalami tiga tahap degradasi yaitu pelepasan molekul air, degradasi rantai utama PEG, dan degradasi rantai utama PST. Berdasarkan data yang diperoleh, membran komposit ini berpotensi besar untuk diaplikasikan sebagai material membran polimer elektrolit. Kata Kunci : polistirena, sulfonasi, zeolit, komposit, membran polimer elektrolit
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
v
SYNTHESIS AND CHARACTERIZATION OF SULFONATED POLYSTYRENE WITH ZEOLITE COMPOSITE MEMBRANE FOR
POLYMER ELECTROLYTE MEMBRANE APPLICATIONS
ARIS WICAKSONO Department of Chemistry. Mathematic and Natural Science Faculty.
Sebelas Maret University
ABSTRACT
Synthesis of sulfonated polystyrene/zeolite composite membrane for polymer electrolyte membrane (PEM) applications has been done. In this research, sulfonated polystyrene (SPS) was synthesized through sulfonation of polystyrene (PS) using the acetyl sulfate as sulfonation agent in dichloromethane with varying concentration of acetyl sulfate. The composite membranes were prepared with casting solution onto glass plate. The solutions were prepared by dissolving the sulfonated polystyrene, poly(ethylene glycol), and zeolite in DMAc (dimethylacetamide) with varying type and concentration of zeolite % (w/w). Polymer and the resulting composite membranes were characterized by Fourier Transform Infrared Spectroscopy (FTIR), X-ray Diffractometer (XRD), cation exchange capacity (CEC), swelling degree, morphology, and thermal analysis.
Analysis of functional group indicated that sulfonated polystyrene and the composite membrane have been synthesized. The CEC and swelling degree of the composite membrane increased with the presence of zeolite particle in membrane composition. The CEC value of the natural zeolite composite membrane (NZC) equal with the synthetic zeolite composite membrane (SZC) that is 1.17 meq/g. However, SZC membrane has lower of swelling degree than NZC membrane that’s 15.68 %. Morphology analysis showed that the surface of SZC membrane seen more homogeneous than NZC membrane. Crystallography analysis indicated that both PS and SPS are amorphous, while the crystallinity of composite membrane is increased. Thermal analysis showed that the presence of zeolite particle in membrane composition can enhanced thermal stability of the composite membrane. According data result, these composite membranes are can be uses as PEM material. Keyword : polystyrene, sulfonation, zeolite, composite, polymer electrolyte
membrane
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vi
MOTTO
v ”UNS, World Class University !!!”, Mahasiswa perkasa, UNS juara !!!
v “Kesuksesan adalah 99 % kerja keras dan 1 % doa”
v “Lebih baik gagal setelah mencoba daripada diam tidak melakukan apa-
apa”
v “Tidak ada kata terlambat untuk belajar”
v “….coba kau lihat dirimu dahulu, sebelum kau nilai kurangnya
diriku…apa salahnya hargai diriku, sebelum kau nilai siapa diriku”
(Armada)
v “Lakukan apa yang bisa dikerjakan hari ini tanpa harus menunda hingga
esok hari”
v Satu kata, satu hati, satu suara….”We are the Champion”
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vii
PERSEMBAHAN
Skripsi ini aku persembahkan kepada :
Ø Bapak dan Ibu tercinta
Ø Kakak-kakakku dan adik-adikku yang kusayang
Ø Keponakan-keponakanku yang selalu memberikan
keceriaan kepadaku
Ø Dosen-dosen jurusan Kimia yang telah mendidikku
Ø Teman-teman seperjuangan Kimia angkatan 2007
semuanya
Ø Jurusan Kimia, tempatku berjuang menuntut ilmu
Ø UNS, almamaterku yang sangat aku banggakan
Ø Segenap Pembaca karya tulis ini
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
viii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Subhanahu Wa Ta’ala atas
segala limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi dengan judul “Sintesis dan Karakterisasi Membran Komposit Polistirena
Tersulfonasi dengan Zeolit Untuk Aplikasi Membran Polimer Elektrolit”. Pada
kesempatan kali ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada :
1. Bapak Prof. Ir. Ari Handono Ramelan, M.Sc.(Hons), Ph.D, selaku Dekan
FMIPA UNS
2. Bapak Dr. Eddy Heraldy, M.Si., selaku Ketua Jurusan Kimia FMIPA UNS
3. Bapak Edi Pramono, M.Si., selaku Pembimbing I
4. Bapak I. F. Nurcahyo, M.Si., selaku Pembimbing II sekaligus ketua Lab
Dasar Kimia FMIPA UNS
5. Bapak Drs. Mudjijono, Ph.D, selaku pembimbing akademik penulis
6. Bapak Dr. rer. nat. A. Heru Wibowo, M.Si., selaku Ketua Sub-Lab Kimia
Pusat MIPA UNS
7. Bapak dan Ibu dosen Jurusan Kimia FMIPA UNS
8. Teman-teman Kimia FMIPA UNS khususnya angkatan 2007
9. Semua pihak yang telah membantu terselesaikannya skripsi ini, yang tidak
bisa penulis sebutkan satu-persatu.
Semoga Allah SWT membalas jerih payah dan pengorbanan yang telah
diberikan dengan balasan yang lebih baik. Amiin.
Penulis menyadari bahwa banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini.
Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran untuk
menyempurnakannya. Namun demikian, penulis berharap semoga skripsi ini
bermanfaat bagi pembaca.
Surakarta, Juli 2012
Penulis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.......................................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN............................................................................ ii
HALAMAN PERNYATAAN ........................................................................... iii
HALAMAN ABSTRAK..................................................................................... iv
HALAMAN ABSTRACT.................................................................................. v
HALAMAN MOTTO......................................................................................... vi
HALAMAN PERSEMBAHAN......................................................................... vii
KATA PENGANTAR....................................................................................... viii
DAFTAR ISI ...................................................................................................... ix
DAFTAR TABEL.............................................................................................. xii
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... xv
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................. 1
A. Latar Belakang Masalah .................................................................. 1
B. Perumusan Masalah ......................................................................... 2
1. Identifikasi Masalah ..................................................................... 2
2. Batasan Masalah .......................................................................... 5
3. Rumusan Masalah ........................................................................ 5
C. Tujuan Penelitian ............................................................................. 5
D. Manfaat Penelitian ........................................................................... 6
BAB II LANDASAN TEORI ............................................................................ 7
A. Tinjauan Pustaka .............................................................................. 7
1. Sel Bahan Bakar (Fuel Cell) ....................................................... 7
2. Membran Polimer Elektrolit dalam Sel Bahan Bakar ................. 10
3. Agen Sulfonasi ............................................................................. 12
4. Polistirena (PS) ............................................................................ 13
5. Polistirena Tersulfonasi (PST) ..................................................... 14
6. Zeolit ............................................................................................ 15
7. Karakterisasi Sampel.................................................................... 18
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
x
B. Kerangka Pemikiran ........................................................................ 22
C. Hipotesis .......................................................................................... 24
BAB III METODOLOGI PENELITIAN .......................................................... 25
A. Metode Penelitian ............................................................................ 25
B. Tempat dan Waktu Penelitian .......................................................... 25
C. Alat dan Bahan ................................................................................. 25
D. Prosedur Penelitian .......................................................................... 26
1. Preparasi dan Karakterisasi Zeolit ............................................... 26
2. Pembuatan Asetil Sulfat ............................................................... 26
3. Pembuatan Polistirena Tersulfonasi ............................................. 26
4. Pembuatan Membran Komposit................................................... 27
5. Analisis Kapasitas Tukar Kation (KTK) ...................................... 27
6. Analisis Gugus Fungsi ................................................................. 28
7. Analisis Kristalinitas Sampel ....................................................... 28
8. Analisis Termal ............................................................................ 28
9. Analisis Derajat Pengembangan (DP) .......................................... 29
E. Teknik Pengumpulan Data ............................................................... 29
F. Teknik Analisis Data .. ..................................................................... 30
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................... 32
A. Analisis Mineral Zeolit .................................................................... 32
B. Analisis Gugus Fungsi Sampel Zeolit .............................................. 33
C. Sintesis Polistirena Tersulfonasi ...................................................... 35
1. Analisis Gugus Fungsi Polistirena dan Polistirena
Tersulfonasi .................................................................................. 38
2. Analisis Kapasitas Tukar Kation (KTK), Derajat Sulfonasi
(DS), dan Rendemen dari Polistirena Tersulfonasi ....................... 40
3. Analisis Termal Polistirena (PS), Polistirena Tersulfonasi (PST),
dan Zeolit ..................................................................................... 42
D. Sintesis Membran Komposit ............................................................ 45
1. Analisis Gugus Fungsi Membran Komposit .............................. 47
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xi
2. Analisis Kapasitas Tukar Kation (KTK) dan Derajat
Pengembangan (DP) Membran Komposit ................................. 49
3. Analisis Morfologi .................................................................... 52
4. Analisis Kristalinitas Membran Komposit ................................ 54
5. Analisis Termal Membran Komposit ........................................ 56
BAB V PENUTUP............................................................................................. 60
A. Kesimpulan ..................................................................................... 60
B. Saran ................................................................................................ 61
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 62
LAMPIRAN ...................................................................................................... 66
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xii
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Perbandingan Komposisi Material Penyusun Membran
Komposit ........................................................................................... 27
Tabel 2. Data Pengukuran KTK Membran Komposit .................................... 29
Tabel 3. Perbandingan Nilai d Sampel Zeolit ................................................. 33
Tabel 4. Serapan Bilangan Gelombang Gugus Fungsi dari Membran
Komposit ........................................................................................... 48
Tabel 5. Nilai KTK dan DP Membran Komposit. ........................................... 49
Tabel 6. Data Perhitungan Rendemen PST. ..................................................... 66
Tabel 7. Data Perhitungan Kapasitas Tukar Kation (KTK) dari PST. ............. 67
Tabel 8. Data Perhitungan Derajat Sulfonasi (DS) dari PST. .......................... 68
Tabel 9. Data Perhitungan Kapasitas Tukar Kation (KTK) dari
Membran Komposit. .......................................................................... 69
Tabel 10. Data Perhitungan Derajat Pengembangan (DP) dari Membran
Komposit. ........................................................................................... 70
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Skema sel bahan bakar .................................................................. 7
Gambar 2. Reaksi pembuatan asetil sulfat ...................................................... 13
Gambar 3. Struktur polistirena ........................................................................ 13
Gambar 4. Struktur polistirena tersulfonasi .................................................... 14
Gambar 5. Tetrahedra alumina dan silika (TO4) pada struktur zeolit ............ 16
Gambar 6. Struktur kimia zeolit ...................................................................... 16
Gambar 7. Struktur pori dalam zeolit .............................................................. 16
Gambar 8. Spektra XRD sampel zeolit .......................................................... 32
Gambar 9. Spektra IR sampel zeolit .............................................................. 34
Gambar 10. Reaksi sulfonasi polistirena .......................................................... 36
Gambar 11. Polistirena (A) dan polistirena tersulfonasi (B) ........................... 37
Gambar 12. Spektra IR polistirena dan dan polistirena tersulfonasi ................ 38
Gambar 13. Pengaruh konsentrasi agen sulfonasi terhadap nilai KTK dan
rendemen ....................................................................................... 40
Gambar 14. Pengaruh konsentrasi agen sulfonasi terhadap derajat
sulfonasi (DS) ................................................................................. 41
Gambar 15. Termogram PS dan PST dengan variasi konsentrasi agen
sulfonasi ....................................................................................... 43
Gambar 16. Termogram zeolit, PS, PST, dan membran PST .......................... 44
Gambar 17. Membran komposit PST tanpa penambahan zeolit (KTZ) ........ 46
Gambar 18. Membran KZS dengan variasi konsentrasi zeolit sintetik (A)
dan membran KZA dengan variasi konsentrasi zeolit
alam (B) ........................................................................................ 46
Gambar 19. Spektra IR membran komposit ..................................................... 47
Gambar 20. Pengaruh konsentrasi zeolit sintetik terhadap nilai KTK dan
derajat pengembangan (DP) ......................................................... 50
Gambar 21. Pengaruh konsentrasi zeolit alam terhadap nilai KTK dan
derajat pengembangan (DP) ......................................................... 51
Gambar 22. Morfologi permukaan membran KTZ berbagai posisi ................. 53
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiv
Gambar 23. Morfologi membran komposit KZA 3 % (A), KZA 5 % (B),
dan KZA 7 % (C) ......................................................................... 53
Gambar 24. Morfologi membran komposit KZS 3 % (A), KZS 5 % (B),
dan KZS 7 % (C) ......................................................................... 54
Gambar 25. Spektra XRD PST, membran KZA, dan membran KZS ............. 55
Gambar 26. Termogram membran KZA dengan variasi konsentrasi
zeolit alam .................................................................................... 57
Gambar 27. Termogram membran KZS dengan variasi konsentrasi
zeolit sintetik ................................................................................ 58
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Perhitungan Rendemen PST ..................................................... 66
Lampiran 2. Perhitungan Kapasitas Tukar Kation (KTK) dari PST ............. 67
Lampiran 3. Perhitungan Derajat Sulfonasi (DS) dari PST ........................... 68
Lampiran 4. Perhitungan Kapasitas Tukar Kation (KTK) Membran
Komposit .................................................................................... 69
Lampiran 5. Perhitungan Derajat Pengembangan (DP) Membran
Komposit .................................................................................... 70
Lampiran 6. Hasil Analisis Spektroskopi IR Sampel Zeolit Alam ................ 72
Lampiran 7. Hasil Analisis Spektroskopi IR Sampel Zeolit Sintetik ............ 73
Lampiran 8. Hasil Analisis Spektroskopi IR Polistirena Murni .................... 74
Lampiran 9. Hasil Analisis Spektroskopi IR Polistirena Tersulfonasi 10
(PST 10) .................................................................................... 75
Lampiran 10. Hasil Analisis Spektroskopi IR Polistirena Tersulfonasi 20
(PST 20) .................................................................................... 76
Lampiran 11. Hasil Analisis Spektroskopi IR Polistirena Tersulfonasi 30
(PST 30) .................................................................................... 77
Lampiran 12. Hasil Analisis Spektroskopi IR Polistirena Tersulfonasi 40
(PST 40) .................................................................................... 78
Lampiran 13. Hasil Analisis Spektroskopi IR Membran KZA 7 % ................ 79
Lampiran 14. Hasil Analisis Spektroskopi IR Membran KZS 7 % ................. 80
Lampiran 15. Data XRD untuk Mineral Mordenit Standar .............................. 81
Lampiran 16. Hasil Analisis XRD Zeolit Sintetik ........................................... 82
Lampiran 17. Hasil Analisis XRD Zeolit Alam .............................................. 84
Lampiran 18. Hasil Analisis XRD Membran KZA 7 % .................................. 85
Lampiran 19. Hasil Analisis XRD Membran KZS 7 % .................................. 86
Lampiran 20. Hasil Analisis XRD Polistirena Tersulfonasi (PST 30) ............ 88
Lampiran 21. Perhitungan Intensitas Relatif dan Persentase Kandungan
Mineral Sampel Zeolit .............................................................. 90
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Konsumsi minyak bumi yang terus meningkat telah menyebabkan
cadangan minyak bumi semakin berkurang. Pemakaian bahan bakar fosil secara
terus-menerus juga memberikan dampak yang negatif terhadap lingkungan.
Permasalahan tersebut dapat diatasi dengan mencari sumber energi lain yang
dapat diperbaharui dan ramah lingkungan. Sel bahan bakar (fuel cell) merupakan
salah satu sumber energi alternatif yang ramah lingkungan dan telah banyak
dikembangkan. Sel bahan bakar bekerja dengan mengkonversi energi kimia secara
langsung menjadi energi listrik dengan efisiensi tinggi dengan dampak terhadap
lingkungan yang rendah (William, 2004). Polymer Electrolyte Membrane Fuel
Cell (PEMFC) merupakan salah satu jenis sel bahan bakar yang menjanjikan
untuk aplikasi pada kendaraan dan perangkat portable karena dapat menghasilkan
densitas energi tinggi pada suhu operasi relatif rendah (60-80 °C), bersih, dan
ramah lingkungan (William, 2004).
Membran polimer elektrolit merupakan salah satu komponen penting
dalam Polymer Electrolyte Membrane Fuel Cell (PEMFC) (Yohan dkk., 2005).
Membran polimer yang digunakan dalam aplikasi PEMFC adalah berbasis
perfluorosulfonic acid (PFSA) misalnya Nafion® karena sifat konduktivitas ionik
yang tinggi, stabilitas kimia, serta sifat mekanik yang tinggi (Chen et al., 2004).
Meski demikian, Nafion® masih memiliki kekurangan seperti tingginya
permeabilitas membran Nafion® terhadap bahan bakar (fuel crossover), mahalnya
harga membran, dan suhu operasi yang terbatas pada 80 °C.
Saat ini telah dikembangkan sel bahan bakar yang bekerja pada temperatur
di atas 100 ºC. Usaha tersebut dilakukan untuk mengatasi permasalahan yang
muncul pada temperatur operasi rendah (< 100 ºC), seperti efisiensi reaksi,
manajemen air, kontaminasi CO, pemecahan gas hidrogen, dan pengaturan termal.
Aplikasi sel bahan bakar temperatur tinggi membutuhkan material membran
elektrolit yang memiliki ketahanan termal tinggi, sehingga diperlukan suatu usaha
1
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
pencarian material pengganti Nafion®. Salah satu usaha tersebut adalah pemilihan
polimer tersulfonasi beserta membran komposit anorganiknya (Li et al., 2003).
Membran komposit organik/anorganik telah dikembangkan secara luas karena
banyak material anorganik yang dapat dioperasikan pada temperatur yang lebih
tinggi daripada polimer murninya (Choi et al., 2009; Chi et al., 2011).
Polistirena telah digunakan sebagai material dasar dalam pembuatan
membran polimer elektrolit karena stabilitas termalnya cukup tinggi dan
karakteristik yang baik melalui modifikasi. Modifikasi secara kimia polistirena
dapat dilakukan melalui proses sulfonasi untuk menghasilkan polistirena
tersulfonasi (Martins et al., 2003; Smitha et al., 2003; Carretta et al., 2000).
Namun demikian, derajat sulfonasi yang tinggi pada kerangka aromatiknya dapat
menyebabkan pengembangan yang berlebihan di dalam air dan menyebabkan sifat
fisiknya kurang baik sehingga sifat-sifat membran tersebut perlu ditingkatkan.
Karakteristik membran polimer elektrolit dapat ditingkatkan dengan penggunaan
pengisi (filler) anorganik seperti Al2O3, TiO2, SiO2, P2O5, ZrO2, dan zeolit (Shen
et al., 2006; Kim et al., 2006; Dewi dan Rochmadi, 2007; Dewi dan Handayani,
2007; Choi et al., 2009).
Zeolit telah digunakan sebagai pengisi dalam pembuatan membran
komposit. Keberadaan zeolit dalam sistem membran polimer mampu menguatkan
konduktivitas proton, kekuatan mekanik, dan kemampuan mempertahankan air
dalam membran (Dewi, 2009; Choi et al., 2009; Paisan dan Siraprapa, 2008).
Sintesis membran komposit polistirena tersulfonasi dengan zeolit diharapkan
mampu menghasilkan membran yang memiliki sifat fisik dan sifat kimia yang
baik sehingga mampu diaplikasikan sebagai membran polimer elektrolit dalam sel
bahan bakar.
B. Perumusan Masalah
1. Identifikasi Masalah
Pemilihan agen sulfonasi tergantung dari sifat kompatibilitas antara agen
sulfonasi dengan polimernya karena akan berpengaruh terhadap produk reaksi
sulfonasi. Beberapa agen sulfonasi yang sering digunakan untuk sulfonasi polimer
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
adalah asetil sulfat, asam sulfat pekat, dan asam klorosulfonat. Sifat polimer yang
mudah bereaksi dengan agen sulfonasinya akan menghasilkan kondisi reaksi yang
lebih homogen dan distribusi sulfonat pada rantai polimernya diharapkan lebih
merata.
Proses sulfonasi akan menghasilkan derajat sulfonasi polimer yang
berbeda. Derajat sulfonasi perlu dikontrol karena akan meningkatkan kelarutan
polimer tersulfonasi di dalam air. Salah satu metode untuk mengontrol derajat
sulfonasi adalah mengatur konsentrasi agen sulfonasi yang digunakan. Penelitian
Martins et al. (2003) menunjukkan derajat sulfonasi yang meningkat dari 15-40 %
pada polistirena (PS) tersulfonasi dapat dicapai dengan mengatur konsentrasi agen
sulfonasi dari 15-275 mL. Studi pendahuluan kami mencoba variasi konsentrasi
agen sulfonasi dari 10 hingga 80 mL. Hasil penelitian menunjukkan semua
polimer mulai larut pada konsentrasi 50 mL sehingga kami menggunakan variasi
konsentrasi dari 10 hingga 50 mL. Derajat sulfonasi juga dapat dikontrol dengan
mengatur waktu sulfonasi dan temperatur sulfonasi (Lufrano et al., 2000;
Handayani dkk., 2007).
Metode inklusi partikel anorganik meliputi sebagian besar serbuk yang
terdispersi dalam larutan polimer. Kim et al. (2006) telah membuat membran
komposit PVdF-HFP/TiO2 dengan teknik inversi fasa dan membran yang
dihasilkan memiliki stabilitas elektrokimia yang unggul dan membran tersebut
berpori. Metode inversi fasa dapat dilakukan dengan pencetakan larutan yang
dicelupkan dalam air maupun dengan penguapan pelarut dalam kondisi ruang.
Membran yang dihasilkan dengan pencelupan dalam air akan menyebabkan
membran memiliki pori yang besar karena proses penghilangan pelarut terjadi
secara tiba-tiba, sedangkan membran yang dihasilkan dengan penguapan akan
memiliki pori yang lebih kecil karena penghilangan pelarut terjadi secara
perlahan. Dalam aplikasi membran elektrolit diperlukan membran yang rapat
(ukuran pori kecil), karena membran diharapkan memiliki nilai derajat
pengembangan yang tidak terlalu tinggi.
Penelitian ini menggunakan material anorganik berupa zeolit. Zeolit
dipilih untuk digunakan sebagai pengisi karena memiliki ketahanan termal yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
tinggi dan kemampuan sebagai konduktor proton. Konsentrasi zeolit dalam
komposisi membran dapat mempengaruhi karakteristik membran. Paisan dan
Siraprapa (2008) telah berhasil membuat membran komposit Nafion/zeolit dengan
variasi konsentrasi dan jenis zeolit. Membran komposit yang dihasilkan
mengalami peningkatan nilai kapasitas tukar kation (KTK) dan derajat
pengembangan, namun juga mengalami penurunan konduktivitas proton dengan
meningkatnya konsentrasi zeolit dari 0-35 % (b/b). Penelitian lainnya
menunjukkan pengaruh variasi konsentrasi zeolit terhadap membran komposit
poli(1,4-fenilen sulfida)/zeolit, dimana konsentrasi zeolit dari 0-10 % (b/b)
mampu menurunkan derajat pengembangan dan meningkatkan ketahanan termal
membran komposit yang dihasilkan (Choi et al., 2010). Dalam studi pendahuluan
kami telah mencoba menggunakan konsentrasi zeolit 0, 1, 3, 5, 7, dan 9 % (b/b)
dalam komposisi membran. Namun, pada konsentrasi 1 % dan 9 % tidak
dihasilkan membran. Peristiwa ini dapat disebabkan karena larutan cetak terlalu
encer ataupun terlalu kental sehingga penguapan pelarut tidak sempurna.
Mineral zeolit dan penyebarannya yang cukup banyak di Indonesia
mempunyai potensi yang besar sebagai sumber daya mineral. Setiap daerah akan
memiliki kandungan mineral zeolit yang berbeda, sehingga aplikasinya sebagai
filler akan mempengaruhi karakteristik membran komposit yang disintesis.
Beberapa lokasi di Indonesia telah diteliti diantaranya Tasikmalaya, Sukabumi,
Bogor, Pacitan, Malang, Lampung, dan Wonosari. Endapan zeolit umumnya
mengandung mineral mordenit dan klinoptilolit (Sutarti dan Rahmawati, 1994).
Zeolit alam dari Pandansimping, Klaten belum dimanfaatkan secara optimal
sehingga penggunaannya dalam pembuatan membran komposit akan
meningkatkan nilai guna zeolit tersebut. Penelitian ini juga menggunakan zeolit
sintetik yang diperoleh dari Lemigas karena memiliki kristalinitas dan nilai
kapasitas tukar kation yang cukup tinggi. Penggunaan kedua jenis zeolit tersebut
untuk membandingkan karakteristik membran komposit yang dihasilkan dengan
pemakaian kedua zeolit tersebut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
2. Batasan Masalah
a. Proses sulfonasi polistirena menggunakan agen sulfonasi asetil sulfat.
b. Sulfonasi pada polistirena dikontrol dengan mengatur konsentrasi asetil
sulfat yang digunakan yaitu 10, 20, 30, 40, dan 50 mL, sedangkan waktu
sulfonasi dan suhu sulfonasi dibuat tetap yaitu selama 1 jam dan pada suhu
± 50 ºC.
c. Pembuatan membran komposit polistirena tersulfonasi/zeolit dilakukan
menggunakan metode inversi fasa dengan penguapan larutan cetak.
d. Zeolit yang digunakan ada 2 jenis yaitu zeolit alam dari daerah
Pandansimping, Klaten dan zeolit sintetik tipe mordenit.
e. Variasi konsentrasi zeolit alam maupun zeolit sintetik yang digunakan
dalam pembuatan membran komposit dibuat sama, yaitu 0, 3, 5, dan 7 %
(b/b) dari berat total larutan cetak.
3. Rumusan Masalah
a. Bagaimana pengaruh konsentrasi agen sulfonasi asetil sulfat terhadap
kelarutan, derajat sulfonasi, dan nilai kapasitas tukar kation dari polistirena
tersulfonasi ?
b. Bagaimana pengaruh variasi konsentrasi zeolit terhadap nilai kapasitas
tukar kation, derajat pengembangan, dan sifat termal membran komposit
polistirena tersulfonasi/zeolit ?
C. Tujuan Penelitian
1. Mengetahui pengaruh konsentrasi asetil sulfat terhadap kelarutan, derajat
sulfonasi, dan nilai kapasitas tukar kation dari polistirena tersulfonasi.
2. Mengetahui pengaruh variasi konsentrasi zeolit terhadap nilai kapasitas
tukar kation, derajat pengembangan, dan sifat termal membran komposit
polistirena tersulfonasi/zeolit.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
D. Manfaat Penelitian
1. Secara praktis dapat memberikan metode alternatif dalam pembuatan
membran komposit untuk aplikasi membran polimer elektrolit dalam sel
bahan bakar.
2. Secara teoritis dapat memberikan informasi tentang sifat fisik dan kimia
membran komposit polistirena tersulfonasi/zeolit untuk aplikasi membran
polimer elektrolit dalam sel bahan bakar.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Sel Bahan Bakar (Fuel Cell)
Sel bahan bakar adalah suatu perangkat elektrokimia yang mampu
mengkonversikan energi kimia dalam bahan bakar menjadi energi listrik secara
langsung, dapat menghasilkan energi dengan efisien tinggi, dan emisi polutan
yang rendah terhadap lingkungan. Sel bahan bakar dapat menghasilkan energi
dengan emisi polutan yang rendah karena tidak melewati proses pembakaran
bahan bakar. Operasi sel bahan bakar dapat berlangsung secara terus-menerus
selama bahan bakar sel diisi kembali secara kontinu (William, 2004). Skema sel
bahan bakar seperti yang terlihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Skema sel bahan bakar
Sel bahan bakar terdiri dari elektrolit yang memisahkan katoda dari anoda.
Elektrolit hanya dapat menghantarkan proton, sedangkan elektron tidak bisa
melewati elektrolit. Pada anoda akan dialirkan bahan bakar secara
7
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
berkesinambungan dan pada katoda dialirkan oksigen. Terdapat dua reaksi kimia
yang terjadi pada sel bahan bakar, yaitu oksidasi di anoda dan reduksi di katoda.
Apabila digunakan gas H2 sebagai bahan bakar maka reaksi yang terjadi sebagai
berikut:
Anoda : 2H2 ® 4H+ + 4e-
Katoda : O2 + 4H+ + 4e-® 2H2O
Reaksi keseluruhan : 2H2 + O2® 2H2O (Suhada, 2001)
Reaksi kimia yang terjadi pada kedua elektroda menghasilkan arus listrik,
arus listrik ini dapat dijadikan sumber energi bagi berbagai keperluan. Lapisan
elektrolit pada rangkaian alat sel bahan bakar dapat berupa padatan elektrolit
misalnya membran. Berdasarkan jenis elektrolit yang digunakan, sel bahan bakar
dibagi menjadi beberapa macam (William, 2004; Suhada, 2001; Carrete et al.,
2001 dalam Luo, 2005), diantaranya :
a. Alkaline Fuel Cells (AFC)
Sel bahan bakar jenis ini biasanya menggunakan kalium hidroksida
sebagai elektrolitnya dan beroperasi pada temperatur tinggi (~250 ºC). Dapat
menghasilkan efisiensi hingga 70 %, namun biaya yang dibutuhkan mahal karena
AFC sangat rentan terhadap kontaminasi CO dan CO2 sehingga membutuhkan
oksigen dan hidrogen murni.
b. Proton Exchange Membrane/ Polymer Electrolyte Membrane Fuel Cells (PEMFC)
Jenis elektrolit dalam sel bahan bakar ini adalah membran polimer
elektrolit. Membran ini berfungsi menghantarkan ion H+ dari anoda ke katoda.
Pada kedua sisinya dilapisi elektroda karbon dengan elektrokatalis platina,
efisiensinya dapat mencapai 40-50 % dan biasanya bekerja pada temperatur 60-80
ºC. Suhu operasi yang rendah membuat sel bahan bakar ini lebih cepat mencapai
suhu optimumnya, dapat menghasilkan rapat arus tinggi, dan masalah korosi
menjadi minimal karena cairan yang dihasilkan hanya air. Namun temperatur
operasi yang rendah menyebabkan pengaturan termal menjadi sulit, selain itu
pengaturan air menjadi tantangan lain untuk menyediakan hidrasi yang cukup bagi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
elektrolit tanpa membanjiri elektrolit. Disisi lain, PEMFC sangat sensitif terhadap
kontaminasi CO, sulfur, dan amonia yang dapat diatasi dengan rapat arus operasi
yang lebih rendah dan meningkatkan jumlah elektroda katalis, tetapi keduanya
akan meningkatkan biaya sistem.
c. Phosphoric Acid Fuel Cells (PAFC)
Jenis ini menggunakan elektrolit asam posfat (H3PO4), biasanya beroperasi
pada daerah temperatur 150-220 ºC dan menggunakan Pt sebagai elekrokatalis di
anoda dan katoda. Gas hidrogen yang dimasukkan pada anoda dirubah menjadi
ion dan dipindahkan menuju katoda melalui elektrolit. Aplikasinya banyak
digunakan untuk penghasil listrik dan transportasi. Sel bahan bakar ini kurang
sensitif terhadap CO dibanding PEMFC dan AFC, temperatur operasi
memberikan kemudahan untuk pengaturan termal, dan panas yang dihasilkan
dapat digunakan untuk aplikasi komersial dan pembantu pembangkit listrik
(cogeneration) industri.
d. Molten Carbonat Fuel Cells (MCFC)
Jenis ini menggunakan elektrolit kombinasi alkali karbonat, yang berada
dalam matriks keramik LiAlO2. Pada sel bahan bakar ini menggunakan garam
karbonat molten sebagai elektrolit dan beroperasi pada temperatur 650 ºC, ion
karbonat mengalir dari katoda menuju anoda. Pada anoda gas hidrogen bereaksi
dengan ion tersebut dan menghasilkan air, CO2, dan elektron. Elektron menuju
katoda dengan memberikan tenaga listrik sedangkan karbondioksida pada anoda
direaksikan dengan oksigen di katoda, dan dengan adanya elektron akan
membentuk ion CO32- yang akan dilewatkan kembali melalui elektrolit menuju
anoda dalam sel bahan bakar. Sel bahan bakar jenis ini banyak diaplikasikan
untuk pembangkit listrik.
e. Solid Oxide Fuel Cells (SOFC)
Bahan yang digunakan sebagai elektrolit adalah keramik atau oksida
logam tak berpori seperti Y2O3-terstabilisasi ZrO2 yang dioperasikan pada
temperatur 650-1000 ºC. Biasanya anoda menggunakan Co-ZrO2 atau Ni-ZrO2
dan katoda Sr-terdoping LaMnO3. Oksigen yang bermuatan negatif mampu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
berpindah dari katoda menuju anoda yang akan mengoksidasi bahan bakar yang
mengandung hidrogen pada anoda, sehingga memungkinkan digunakan untuk
temperatur tinggi. Sel bahan bakar ini banyak dicoba untuk keperluan pembangkit
tenaga listrik. Elektron yang berpindah dari anoda menuju katoda dipergunakan
sebagai tenaga listrik dengan efisiensi sekitar 60 %.
f. Direct Methanol Fuel Cells (DMFC)
Prinsip yang digunakan mirip dengan Proton Exchange Membrane (PEM)
yaitu sama-sama menggunakan membran polimer elektrolit sebagai elektrolitnya
sehingga ion H+ bisa dilewatkan menuju katoda. Namun pada DMFC, hidrogen
diambil secara langsung oleh katalisator anoda yang berasal dari metanol cair.
Saat ini telah dikembangkan sel bahan bakar jenis PEMFC yang
beroperasi pada temperatur di atas 100 ºC. Usaha ini dilakukan untuk mengatasi
permasalahan yang berhubungan dengan temperatur operasi rendah, seperti :
manajemen air yang sulit, pengaruh kontaminasi CO, pemecahan gas hidrogen
yang membutuhkan temperatur tinggi, energi panas yang dibebaskan sistem
sedikit, dan pengaturan termal yang sulit (Li et al., 2003). Pengembangan
membran elektrolit yang mampu beroperasi pada temperatur di atas 100 ºC
diharapkan mampu memecahkan permasalahan tersebut. Beberapa keuntungan
yang didapatkan pada temperatur operasi tinggi antara lain : kinetika reaksi di
kedua elektroda akan meningkat, manajemen air mudah karena air berada dalam
bentuk uap (satu fasa), daya tahan terhadap CO akan meningkat, sistem
pendinginan menjadi mudah, dan efisiensi sistem akan meningkat. Oleh karena itu
dibutuhkan suatu material membran yang memiliki ketahanan termal tinggi agar
dapat diaplikasikan sebagai membran polimer elektrolit dalam sel bahan bakar.
2. Membran Polimer Elektrolit dalam Sel Bahan Bakar
Sel bahan bakar jenis Proton Exchange Membrane Fuel Cell (PEMFC)
telah menarik perhatian karena efisiensi konversi energi yang tinggi, rendah emisi
polutan, dan temperatur operasi yang rendah sehingga cocok untuk aplikasi
transportasi dan perumahan (Chen et al., 2005). Membran polimer elektrolit
merupakan salah satu bagian penting dalam gabungan elektroda membran
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
(membrane electrode assembly (MEA)) yang digunakan dalam PEMFC.
Membran polimer elektrolit bertindak sebagai elektrolit padatan yang
menghantarkan proton dari anoda menuju katoda untuk melengkapi reaksi redoks
(Piboonsatsanasakul et al., 2007).
Saat ini polimer masih menjadi material utama pembuatan membran dalam
teknologi membran dengan keuntungan fleksibilitas, kekuatan, dan sifat-sifat
pemisahan yang baik. Namun karena keterbatasan sifat kimia, sifat mekanik, dan
ketahanan termal telah membatasi aplikasinya (Yang and Wang, 2006). Polimer
berbasis asam perflourosulfonat seperti Nafion® telah digunakan secara luas
sebagai konduktor proton dalam PEMFC karena nilai konduktivitas ionik yang
tinggi, stabilitas kimia, serta sifat mekanik yang tinggi (Chen et al., 2004).
Nafion® termasuk membran yang mahal, permeasi metanol yang cukup tinggi
dalam aplikasi DMFC, dan kinerja membran yang menurun pada temperatur di
atas 80 oC telah membatasi aplikasinya sebagai membran elektrolit yang saat ini
membutuhkan temperatur operasi tinggi (Handayani dkk., 2007). Beberapa
metode telah digunakan untuk mengatasi kelemahan Nafion® diantaranya :
memodifikasi Nafion®, penggunaan polimer tersulfonasi beserta membran
kompositnya, dan penggunaan membran kompleks asam-basa (Li et al., 2003).
Saat ini telah dikembangkan pemakaian polimer tersulfonasi untuk
mengatasi permasalahan pemakaian Nafion®. Sejumlah besar material polimer
dipersiapkan dan dilakukan modifikasi sebagai membran polimer elektrolit untuk
PEMFC. Syarat yang harus dipenuhi polimer sebagai membran sel bahan bakar
diantaranya : konduktivitas proton, stabilitas kimia, stabilitas termal, sifat
mekanik, permeabilitas terhadap gas yang rendah, penyerapan terhadap air
rendah, kinetika reaksi untuk elektroda cepat, dan biaya murah serta mudah
diperoleh. (Li et al., 2003).
Gugus bermuatan dapat ditambahkan pada struktur polimer guna
meningkatkan konduktivitas proton. Hal tersebut dapat dilakukan melalui
modifikasi secara kimia pada struktur polimer, salah satunya dengan sulfonasi.
Proses sulfonasi dapat dicapai melalui beberapa cara seperti : sulfonasi secara
langsung, litiasi-sulfonasi-oksidasi, grafting (cangkok) gugus yang mengandung
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
asam sulfonat pada polimer, grafting kopolimerisasi dengan radiasi energi tinggi,
dan melalui sintesis dari monomer yang mengandung gugus asam sulfonat (Li et
al., 2003).
Modifikasi lain yang dapat dilakukan untuk meningkatkan karakteristik
membran polimer elektrolit seperti konduktivitas proton, kekuatan mekanik,
stabilitas termal, kandungan air dalam membran, dan permeabilitas metanol, yaitu
dengan pembuatan membran komposit organik/anorganik. Beberapa pengisi
(filler) anorganik seperti Al2O3, TiO2, SiO2, P2O5, ZrO2, dan zeolit telah
digunakan dalam pembuatan membran komposit (Shen et al., 2006; Kim et al.,
2006; Dewi dan Rochmadi, 2007; Dewi dan Handayani, 2007; Choi et al., 2009).
3. Agen Sulfonasi
Kriteria pemilihan agen sulfonasi berdasarkan kompatibilitas dengan
polimer, sifat pembentukan film, dan kekuatan mekanik dari polimer tersulfonasi
yang diinginkan (Smitha et al., 2003). Beberapa agen sulfonasi yang sering
digunakan dalam reaksi sulfonasi antara lain :
a. Asam Sulfat
Pada penggunaan asam sulfat sebagai agen sulfonasi, derajat sulfonasi
tidak dapat dikontrol. Walaupun jumlah asam yang ditambahkan sedikit, namun
polimer yang dihasilkan larut dalam air karena tingginya derajat sulfonasi yang
dihasilkan.
b. Asam Klorosulfonat
Sulfonasi poli(fenilen oksida) dan polisulfon dapat menggunakan reagen
ini. Sulfonasi dapat dikontrol dan dihasilkan polimer yang mengembang dalam air
tetapi tidak terlarut total. Kekuatan mekanik dan pembentukan film yang baik dari
polimer menjadi alasan penggunaan reagen ini.
c. Asetil Sulfat
Polistirena yang disulfonasi menggunakan reagen asetil sulfat akan
menghasilkan distribusi gugus asam sulfonat yang homogen. Namun,
polikarbonat terlalu reaktif terhadap asetil sulfat serta poli(fenilen oksida), dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
polisulfon tidak dapat disulfonasi menggunakan agen ini karena tidak memiliki
kompatibilitas dengan reagen. Asetil sulfat dibuat dengan mereaksikan asetat
anhidrida dan asam sulfat pekat. Reaksi pembuatan asetil sulfat dapat dilihat pada
Gambar 2.
(CH3CO)2O + H2SO4 → CH3COOH + CH3CO(OSO3H)
Gambar 2. Reaksi pembuatan asetil sulfat (Martins et al., 2003)
4. Polistirena (PS)
Polistirena adalah polimer linier yang tersusun dari monomer stirena.
Polistirena memiliki rantai hidrokarbon panjang dengan gugus fenil terikat pada
salah satu gugus karbon dari setiap monomernya, seperti terlihat pada Gambar 3.
Polistirena murni berbentuk padatan tidak berwarna. Polistirena komersil
umumnya bersifat ataktik dan amorf (Billmeyer, 1962 dalam Febryani, 2008).
Pada temperatur ruangan, polistirena umumnya merupakan suatu termoplastik
yang berwujud padat, tetapi dapat meleleh pada temperatur tinggi (240 ºC) untuk
dicetak dan kemudian dibentuk menjadi padatan kembali. Polistirena merupakan
plastik keras dengan kelenturan terbatas. Gugus vinil yang terdapat pada stirena
menjadikan stirena dapat mengalami reaksi adisi kontinu membentuk suatu
polimer polistirena.
Gambar 3. Struktur polistirena
Polistirena banyak diproduksi untuk aplikasi barang kebutuhan sehari-hari
karena proses sintesisnya yang mudah dan murah. Kegunaan polistirena
diantaranya adalah untuk bahan pembungkus, peralatan rumah tangga, peralatan
kendaraan bermotor, dan aneka macam bahan lainnya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
5. Polistirena Tersulfonasi (PST)
Adanya gugus benzena pada rantai polistirena memungkinkan adanya
penambahan gugus samping pada polimer tersebut. Modifikasi secara sulfonasi
dapat dilakukan pada polistirena untuk menghasilkan polistirena tersulfonasi
(PST) (Makowski et al., 1975). Polistirena tersulfonasi dalam bentuk polimer
murni, campuran, ataupun komposit polimer telah banyak dipelajari pada aplikasi
PEM. Membran polistirena tersulfonasi memiliki konduktivitas proton tinggi,
biaya pembuatan yang cukup murah, serta bersifat lebih fleksibel dibandingkan
membran Nafion®. Namun, polistirena tersulfonasi memiliki batasan derajat
sulfonasi karena polimer dapat larut dalam air pada derajat sulfonasi yang tinggi
(Won et al., 2003). Interaksi ikatan hidrogen cukup kuat dapat terjadi antara
molekul air dengan gugus asam sulfonat (~SO3H) pada membran. Interaksi ini
dapat mempengaruhi transport air dan proton melalui membran.
Sulfonasi dapat memberikan konduktivitas proton polimer secara simultan
sebaik sifat hidrofil alami. Polimer tersulfonasi dapat memiliki gugus asam bebas
(~SO3H), garam (contoh : ~SO3-Na+) atau ester (~SO3R) (Smitha et al., 2003).
Derajat sulfonasi dapat dikontrol sesuai keinginan dengan mengatur lama waktu
polimerisasi dan jumlah agen sulfonasi yang ditambahkan. Proses sulfonasi dapat
dilakukan pada tahap awal sintesis polimer yang akan disulfonasi atau pada
polimer yang telah dihasilkan. Pada homopolimer apapun yang memiliki cincin
aromatik atau ikatan ganda dapat dilakukan proses sulfonasi. Struktur polistirena
tersulfonasi seperti yang terlihat pada Gambar 4.
Gambar 4. Struktur polistirena tersulfonasi
Reaksi sulfonasi merupakan suatu reaksi substitusi yang bertujuan untuk
menggantikan atom H dengan gugus ~SO3H pada molekul organik melalui ikatan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
kimia pada atom karbonnya. Polimer dan agen sulfonasi harus berada pada fase
yang sama. Pelarut yang digunakan tidak boleh bereaksi dengan polimer maupun
dengan agen sulfonasi. Polistirena tersulfonasi (PST) akan memiliki gugus ~SO3H
pada posisi para hasil dari ikatan silang. Adanya gugus ~SO3H menyebabkan
polistirena tersulfonasi mudah melepaskan ion H+. Kemudahan polimer untuk
melepaskan ion H+ mengakibatkan peningkatkan sifat konduktifitas ioniknya dan
menyebabkan PST bermuatan, sehingga dapat diaplikasikan menjadi membran
polimer elektrolit (PEM) untuk sel bahan bakar (Jamal dkk., 2007).
6. Zeolit
Zeolit merupakan kristal mikropori alumino silikat terhidrasi yang
dibangun dari jaringan tiga dimensional panjang tidak terbatas dari tetrahedral
[SiO4]4- dan [ AlO4]
5- yang dihubungkan satu sama lain oleh pembagian atom
oksigen. Biasanya struktur zeolit dapat diperlakukan sebagai bangun polimer
anorganik dari unit tetrahedral TO4, dimana T adalah ion Si4+ atau Al3+. Masing-
masing atom O terbagi diantara dua atom T. Gambar 5 menunjukkan struktur TO4
zeolit. Rumus struktur zeolit didasarkan pada unit sel kristalografi (Breck, 1974
dan Bekkum et al., 1991 dalam Georgiev et al., 2009) :
Mx/n [(AlO2)x(SiO2)y]. wH2O
dimana M adalah kation alkali atau alkali tanah, n adalah kation valensi, w adalah
jumlah molekul air per unit sel, x dan y adalah jumlah total tetrahedral per unit
sel, dan ratio y/x biasanya mempunyai nilai 1 sampai 5 meski demikian zeolit
dengan silika tinggi, y/x dapat mempunyai harga dari 10 sampai 100.
Zeolit merupakan material yang stabil secara termal dan bergantung dari
rasio Si/Al. Beberapa zeolit dengan kandungan silika tinggi memiliki stabilitas
termal hingga 1300 ºC. Zeolit secara luas dikenal sebagai “molecular sieves”,
yang memiliki pori berukuran skala dimensi molekuler. Distribusi ukuran pori
zeolit bergantung pada karakteristik struktural dan memiliki range sekitar 0.35-
1.25 nm (Shi, 2008).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
Gambar 5. Tetrahedra alumina dan silika (TO4) pada struktur zeolit (Rakhmatullah dkk., 2007)
Gambar 6. Struktur kimia zeolit (Fatimah dan Wijaya, 2005)
Kerangka zeolit yang bersifat anionik (Gambar 6) yang disebabkan oleh
adanya perbedaan elektronegatifitas alumina dan silika dapat diseimbangkan oleh
adanya kation-kation seperti ion natrium, kalium, kalsium, magnesium, serta
kation golongan alkali dan alkali tanah lainnya. Ion-ion logam pada struktur zeolit
dapat digantikan oleh kation lain tanpa merusak struktur zeolit dan dapat
menyerap air secara reversibel. Zeolit mempunyai struktur yang berongga
(Gambar 7) dapat diisi oleh air dan kation yang bisa dipertukarkan dan memiliki
ukuran pori tertentu. Oleh sebab itu zeolit dapat dimanfaatkan sebagai penyaring
molekul, penukar ion, adsorben, dan katalisator (Sutarti dan Rahmawati, 1994).
Gambar 7. Struktur pori dalam zeolit (Weller, 1994 dalam Srihapsari, 2006)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
Zeolit merupakan salah satu material anorganik yang telah digunakan
dalam pembuatan membran komposit. Penggunaan zeolit sebagai pengisi (filler)
dapat menjadi tantangan tersendiri selama material ini memberikan perbedaan
parameter seperti rasio Si/Al dan sifat-sifat penukaran ion yang dapat digunakan
sebagai alat untuk membentuk sifat-sifat membran komposit sesuai tujuan yang
diinginkan (Aksoy et al., 2006). Penambahan material ini ke dalam sistem
membran polimer mampu menguatkan konduktivitas proton, kekuatan mekanik,
dan kemampuan mempertahankan air dalam membran (Dewi, 2009; Choi et al.,
2009; Paisan and Siraprapa, 2008).
Konsentrasi dan jenis mineral zeolit dapat mempengaruhi karakteristik
membran komposit yang dihasilkan. Penelitian sebelumnya menunjukkan
membran komposit Zeolit Beta-Poliuretan memiliki stabilitas termal dan stabilitas
mekanik yang lebih tinggi daripada membran awal yang tanpa zeolit (Aksoy et
al., 2006). Paisan and Siraprapa (2008) telah berhasil membuat membran
komposit Nafion/Zeolit dengan variasi konsentrasi zeolit. Mineral zeolit yang
digunakan adalah analcime dan faujasite. Membran komposit tersebut mengalami
peningkatan nilai kapasitas tukar kation (KTK) dan derajat pengembangan, namun
juga mengalami penurunan konduktivitas ionik dengan meningkatnya konsentrasi
zeolit. Penelitian lainnya menunjukkan pengaruh variasi konsentrasi zeolit
terhadap membran komposit poli(1,4-fenilen sulfida) dengan zeolit, dimana
membran komposit tersebut mengalami penurunan nilai KTK, derajat
pengembangan, dan konduktivitas proton dengan meningkatnya konsentrasi zeolit
di dalam membran. Namun demikian penambahan zeolit juga mampu
meningkatkan stabilitas termal membran komposit yang dihasilkan (Choi et al.,
2010). Penelitian Dewi dan Handayani (2007) menunjukkan bahwa penambahan
zeolit sebanyak 3 % (b/b) dalam membran komposit Akrilonitril Butadiena
Stirena (ABS) tersulfonasi/zeolit mampu meningkatkan konduktivitas proton dan
menurunkan permeabilitas metanol membran.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
7. Karakterisasi Sampel
Karakterisasi sampel bertujuan untuk mengetahui sifat fisik maupun kimia
dari suatu sampel. Karakterisasi yang umum dilakukan untuk aplikasi membran
elektrolit sel bahan bakar yaitu analisis gugus fungsi menggunakan alat
spektroskopi inframerah (IR), analisis termal menggunakan alat
Thermogravimetric Analyzer (TGA), analisis derajat pengembangan dengan
perendaman, analisis kapasitas tukar kation (KTK) dengan metode titrasi, dan
analisis morfologi dengan mikroskop/SEM. Beberapa penjelasan tentang analisis
tersebut adalah sebagai berikut :
a. Kapasitas Tukar Kation ( KTK )
Polimer yang digunakan sebagai material dalam pembuatan membran
polimer elektrolit dalam sel bahan bakar harus memiliki kemampuan untuk
menghantarkan proton, oleh karena itu perlu dilakukan pengujian KTK. Kapasitas
penukar kation menunjukkan jumlah mili ekivalen ion dalam 1 g polimer kering.
Kapasitas tukar kation (KTK) merupakan perkiraan secara tidak langsung dari
konduktivitas proton (Smitha et al., 2003). Penggunaan metode titrasi asam-basa
merupakan metode yang umum digunakan dalam analisis KTK, dimana polimer
direndam dalam larutan garam NaCl kemudian dititrasi dengan larutan NaOH
(Lufrano et al., 2000; Fu and Manthiram, 2006). Cara lainnya bisa dilakukan
dengan merendam polimer dalam larutan NaOH kemudian ditirasi dengan asam
sulfat (Handayani dkk., 2007; Smitha et al., 2003; Dewi, 2009).
Nilai KTK dari polimer tersulfonasi dipengaruhi oleh derajat sulfonasi dari
polimer tersebut, sehingga sulfonasi perlu dikontrol. Penelitian Carretta et al.
(2000) menunjukkan polistirena tersulfonasi memiliki nilai KTK semakin besar
(dari 0,93-1,41 meq/g) dengan meningkatnya konsentrasi agen sulfonasi asetil
sulfat yang digunakan dari 10-20 % mol. Peningkatan nilai KTK disebabkan
jumlah gugus sulfonat yang dihasilkan juga semakin besar, hal ini menyebabkan
membran bersifat lebih hidrofil yang mampu menyerap air lebih banyak sehingga
transport proton akan semakin baik (Handayani dkk., 2007).
Nilai KTK dari membran komposit juga dipengaruhi oleh konsentrasi
pengisi yang digunakan. Choi et al. (2010) melaporkan membran komposit
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
poli(1,4-fenilen sulfida) tersulfonasi dengan variasi konsentrasi zeolit dari 0 %
hingga 10 % memiliki nilai KTK yang berangsur-angsur berkurang dari 1,50
meq/g hingga 1,03 meq/g, hal ini dihubungkan dengan berkurangnya jumlah
gugus sulfonat dalam membran karena interaksi gugus sulfonat dari polimer
dengan gugus hidroksil dari partikel zeolit.
b. Derajat Pengembangan (Swelling Degree)
Penyerapan air oleh membran sangat penting dalam aplikasinya sebagai
membran polimer elektrolit dalam sel bahan bakar. Kandungan air yang tinggi
dalam membran akan memfasilitasi transport proton, akan tetapi jika air yang
diserap tertalu banyak akan menghasilkan membran yang secara mekanik kurang
stabil karena sifat hidrofil yang tinggi dari membran (Swaminathan and
Dharmalingam, 2009). Analisis derajat pengembangan dilakukan dengan
merendam membran di dalam air dan dihitung dengan cara mengurangi berat
membran basah dengan berat berat membran kering dibagi terhadap berat
membran kering (Handayani dkk., 2007).
Derajat pengembangan berhubungan dengan jumlah gugus sulfonat yang
ada dalam membran. Penelitian Handayani dkk. (2007) menunjukkan derajat
pengembangan membran meningkat dengan semakin bertambahnya konsentrasi
agen sulfonasi dan waktu sulfonasi, hal ini disebabkan jumlah gugus sulfonat
yang bergabung pada membran lebih besar. Kemampuan penyerapan air pada
membran komposit juga dipengaruhi oleh konsentrasi pengisi. Choi et al. (2010)
melaporkan membran komposit poli(1,4-fenilen sulfida) tersulfonasi dengan
konsentrasi zeolit yang semakin besar dari 0 % hingga 10 % mampu menurunkan
derajat pengembangan membran. Penelitian lainnya, membran komposit
polistirena etilen butilen polistirena (PSEBS) tersulfonasi yang dimodifikasi
dengan montmorilonit dengan variasi yang meningkat dari 0-10 % menunjukkan
derajat pengembangan membran semakin berkurang karena terjadinya interaksi
gugus sulfonat dengan montmorilonit (Swaminathan and Dharmalingam, 2009).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
c. Analisis Gugus Fungsi
Analisis gugus fungsi pada suatu sampel dapat dilakukan dengan
spektroskopi inframerah (IR). Aplikasi sel bahan bakar membutuhkan suatu
material yang bermuatan pada strukturnya. Material polimer bermuatan dapat
diperoleh melalui modifikasi secara kimia dengan sulfonasi. Gugus sulfonat yang
terbentuk pada rantai polimer dapat dilakukan dengan membandingkan serapan
bilangan gelombang dari spektra IR polimer yang belum tersulfonasi dan polimer
yang telah tersulfonasi (Krishnan et al., 2006).
Smitha et al. (2003) telah melaporkan analisis IR terhadap polistirena
murni dan polistirena tersulfonasi. Polistirena memiliki serapan bilangan
gelombang pada daerah 700 dan 780 cm-1 yang menunjukkan deformasi bidang
luar C-H yang mengindikasikan monosubstitusi. Puncak baru yang muncul pada
520 cm-1 menunjukkan substitusi para yang mengindikasikan gugus sulfonat yang
menyerang cincin fenil pada posisi para. Puncak pada 1360 cm-1 diidentifikasi
berhubungan dengan stretching asimetrik ikatan S=O. Vibrasi simetrik ikatan
S=O dihasilkan karakteristik pita serapan yang tersplit pada 1150-1185 cm-1. Juga
telah diamati perubahan yang tidak signifikan pada puncak 2925 cm-1
menunjukkan ikatan C-C dan puncak 3000 cm-1 yang menunjukkan ikatan C-H.
Rubinger et al. (2007) mengamati spektra IR dari polistirena tersulfonasi
pada daerah bilangan gelombang 400-4000 cm-1, tetapi untuk analisis gugus
sulfonat diamati pada spektra dari daerah 800-1400 cm-1. Vibrasi gugus sulfonat
teramati pada daerah 1040-1180 cm-1. Pita serapan 1040 cm-1 menunjukkan
vibrasi ulur simetrik gugus sulfonat dan pada 1127 cm-1 menunjukkan anion
sulfonat yang meyerang cincin fenil (Kucera et al., 1998 dalam Martins et al.,
2003). Rubinger et al. (2007) melaporkan vibrasi asimetrik S=O pada 1180 cm-1
yang ditunjukkan sebagai pita lebar pada daerah sekitar 1100-1350 cm-1.
Menurut penelitian Febryani (2008), terdapat tiga puncak serapan khas
polistirena tersulfonasi yaitu pada bilangan gelombang 1180,44-1161,15 cm-1
yang dihasilkan dari vibrasi stretching simetrik O=S=O, vibrasi O-H pada
bilangan gelombang 3446,79 cm-1, serta pada bilangan gelombang 904,61 cm-1
yang menunjukkan pada para-subtitusi benzena.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
Membran komposit juga dapat dianalisis dengan spektroskopi IR, hal ini
bertujuan untuk mengetahui interaksi gugus-gugus aktif pada material penyusun
membran yang dapat diketahui dari pergeseran serapan gugus fungsi dari material
yang digunakan dalam pembuatan membran komposit. Choi et al. (2010)
melaporkan analisis IR dari membran polimer elektrolit berbasis komposit
organik/anorganik dari poli(1,4-fenilen sulfida) (PPS) tersulfonasi dengan zeolit.
Vibrasi ulur simetris dari gugus sulfonat teramati pada 1190 cm-1 pada membran
SPPS murni, dengan pencampuran zeolit pita vibrasi ulur ini bergeser menuju
bilangan gelombang yang lebih pendek yaitu pada 1168 cm-1, yang
mengindikasikan interaksi gugus sulfonat dari PPS tersulfonasi dengan partikel
zeolit. Pita vibrasi ulur gugus hidroksil pada 3414 cm-1, berangsur-angsur terlihat
mengalami pergeseran menuju bilangan gelombang yang lebih pendek yaitu pada
3366 cm-1 dengan meningkatnya jumlah zeolit, hal ini mengindikasikan gugus
sulfonat berinteraksi dengan gugus hidroksil dari zeolit melalui interaksi spesifik.
d. Analisis Termal
Analisis termal suatu polimer dapat dilakukan dengan Thermogravimetric
Analyzer (TGA). Analisis TGA merupakan metode untuk menentukan ketahanan
termal suatu sampel. Analisis TGA menunjukkan nilai perubahan massa sebagai
fungsi kenaikan temperatur. Aplikasi sel bahan bakar membutuhkan material
polimer dengan ketahanan termal yang cukup tinggi karena proses pembentukan
H+ dari H2 di dalam sistem sel bahan bakar membutuhkan pemanasan terlebih
dahulu dan semakin tinggi suhu sistem maka pemecahan molekul H2 akan
semakin sempurna yaitu pada temperatur sekitar 100-200 ºC. Smitha et al. (2003)
telah menganalisis ketahanan termal dari beberapa polimer seperti polistirena,
polisulfon, polikarbonat, dan poli(fenilen oksida) yang berpotensi untuk aplikasi
membran penukar proton dalam PEMFC. Analisis TGA ini bertujuan untuk
mengetahui ketahanan termal dari polimer dan pengaruh gugus sulfonat yang
bergabung pada rantai polimer terhadap ketahanan termal dari polimer. Hasil
penelitian menunjukkan adanya gugus sulfonat menurunkan ketahanan termal
polimer karena gugus sulfonat terdegradasi pada temperatur yang lebih rendah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
Piboonsatsanasakul et al. (2007) telah mengamati ketahanan termal dari
polistirena tersulfonasi. Hasil penelitiannya menunjukkan polimer tersebut
mengalami 3 tahap degradasi yaitu pada temperatur 80-160 ºC yang menunjukkan
lepasnya molekul air yang berada dalam membran. Tahap degradasi yang kedua
terjadi pada temperatur 360-460 ºC yang menunjukkan depolimerisasi polistirena
tersulfonasi dan yang ketiga terjadi pada daerah temperatur 500-700 ºC yang
menunjukkan degradasi padatan residu.
Penambahan pengisi anorganik dalam pembuatan membran terbukti
mampu meningkatkan ketahanan termal membran komposit. Membran polistirena
etilena butilena polistirena (PSEBS) tersulfonasi menunjukkan ketahanan termal
hingga 219 ºC yang menunjukkan degradasi termal gugus sulfonat. Proses
sulfonasi mengurangi ketahanan termal membran karena degradasi gugus sulfonat
terjadi pada temperatur yang lebih rendah. Ketika dibuat membran komposit
dengan penambahan montmorilonit, membran yang dibuat memiliki stabilitas
termal lebih tinggi yang ditunjukkan oleh pelepasan gugus sulfonat dari rantai
polimer terjadi pada temperatur 291 ºC (Swaminathan and Dharmalingam, 2009).
Choi et al. (2010) melaporkan analisis TGA membran poli(1,4-fenilena
sulfida) (PPS) tersulfonasi dan membran kompositnya dengan penambahan zeolit.
Hasil analisis TGA menunjukkan membran komposit PPS tersulfonasi/zeolit
mengalami tiga tahap degradasi, yaitu pada daerah 100 ºC yang mengindikasikan
hilangnya air yang teradsorb oleh membran. Tahap kedua terjadi pada daerah 270
ºC yang menunjukkan degradasi gugus sulfonat dari rantai utama polimer, dan
yang terakhir terjadi pada temperatur 460 ºC yang menunjukkan degradasi
kerangka utama polimer. Berat residu dari membran komposit yang meningkat
dengan semakin meningkatnya konsentrasi zeolit mengindikasikan stabilitas
termal mengalami penguatan dengan keberadaan zeolit.
B. Kerangka Pemikiran
Polistirena memiliki gugus aromatik pada rantai sampingnya sehingga
dapat dilakukan modifikasi secara kimia dengan sulfonasi. Proses sulfonasi pada
polistirena akan menghasilkan derajat sulfonasi yang berbeda, tergantung dari
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
bagaimana reaksi sulfonasi dikontrol. Sulfonasi pada polistirena dapat dikontrol
dengan variasi konsentrasi agen sulfonasi asetil sulfat. Adanya gugus sulfonat
yang bergabung pada rantai samping polimer akan meningkatkan sifat hidrofil
dari polistirena tersulfonasi. Semakin besar konsentrasi agen sulfonasi yang
digunakan maka derajat sulfonasi polimer meningkat, hal ini mengindikasikan
jumlah gugus sulfonat yang bergabung pada rantai polimer semakin besar. Derajat
sulfonasi yang tinggi akan menyebabkan polimer bersifat semakin polar sehingga
akan mudah berinteraksi dengan air. Kemudahan polimer berinteraksi dengan air
akan meningkatkan kelarutan polimer. Gugus sulfonat (~SO3H) yang bergabung
pada PST juga menyebabkan kemudahan polimer untuk melepaskan ion H+ yang
berpengaruh terhadap nilai kapasitas tukar kation (KTK) polimer. Semakin
banyak gugus sulfonat yang bergabung pada rantai polimer maka jumlah ion H+
yang dipertukarkan akan semakin besar sehingga nilai KTK akan meningkat.
Sulfonasi pada polimer akan menurunkan ketahanan termal dari polimer karena
gugus sulfonat yang bergabung akan mengalami degradasi pada temperatur yang
lebih rendah dibanding polimer awalnya.
Sifat fisik dan kimia membran polistirena tersulfonasi dapat ditingkatkan
dengan penambahan suatu pengisi berupa material anorganik seperti zeolit. Zeolit
memiliki ketahanan termal yang tinggi dan telah dilaporkan sebagai material
penghantar proton. Konsentrasi zeolit dalam pembuatan membran komposit akan
mempengaruhi sifat fisik dan kimia membran. Penambahan zeolit pada komposisi
membran akan meningkatkan nilai KTK membran, akan tetapi pada konsentrasi
yang semakin besar dapat menurunkan nilai KTK. Penurunan nilai KTK
disebabkan adanya interaksi spesifik antara gugus sulfonat dari PST dengan gugus
hidroksil dari kerangka zeolit sehingga jumlah gugus sulfonat menjadi semakin
kecil. Adanya interaksi tersebut juga menyebabkan membran menjadi bersifat
lebih hidrofil sehingga air yang diserap membran menjadi lebih banyak.
Penyerapan air akan meningkatkan derajat pengembangan membran, akan tetapi
pada konsentrasi pengisi yang semakin besar dapat menurunkan derajat
pengembangan membran karena membran menjadi lebih rapat. Masuknya partikel
zeolit dalam membran akan meningkatkan ketahanan termal membran komposit
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
karena zeolit memiliki stabilitas termal yang lebih tinggi daripada polimer awal.
Berdasarkan perkiraan sifat fisik dan kimia yang ada, maka membran komposit
yang disintesis dapat diaplikasikan sebagai membran elektrolit dalam sel bahan
bakar.
C. Hipotesis
Berdasarkan tinjauan pustaka dan rumusan masalah yang ada, maka dapat
diajukan hipotesis sebagai berikut :
1. Semakin besar konsentrasi agen sulfonasi yang digunakan dalam proses
sulfonasi PS akan menyebabkan peningkatan derajat sulfonasi, kelarutan,
dan kapasitas tukar kation dari polistirena tersulfonasi.
2. Semakin besar konsentrasi zeolit yang digunakan dalam komposisi
membran komposit polistirena tersulfonasi/zeolit akan meningkatkan nilai
kapasitas tukar kation (KTK), derajat pengembangan (DP), dan ketahanan
termal membran komposit. Namun pada konsentrasi zeolit yang semakin
besar dapat menurunkan nilai KTK dan DP membran komposit.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimental
laboratorium untuk memperoleh data dan hasil. Proses sulfonasi pada polistirena
dikontrol dengan memvariasikan konsentrasi agen sulfonasi untuk menghasilkan
polistirena tersulfonasi (PST) dengan berbagai derajat sulfonasi. Membran
komposit dibuat dengan mencampurkan antara PST dan zeolit yang dikontrol
dengan variasi konsentrasi dan jenis zeolit. Polimer dan membran komposit yang
dihasilkan selanjutnya dikarakterisasi dengan uji kapasitas tukar kation (KTK),
derajat pengembangan (DP), spektroskopi inframerah (IR), X-ray Diffractometer
(XRD), Thermogravimetric Analyzer (TGA), dan mikroskop digital.
B. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Dasar Kimia MIPA UNS,
Laboratorium Pusat MIPA Sub Laboratorium Kimia UNS, dan Laboratorium
MIPA Terpadu Fakultas MIPA Universitas Sebelas Maret Surakarta pada bulan
Juli 2011 - selesai.
C. Alat dan Bahan
Penelitian ini menggunakan alat dan bahan sebagai berikut :
Alat yang digunakan antara lain : Peralatan gelas, seperangkat alat refluks,
seperangkat alat titrasi, stirrer, hot plate, oven, plat kaca, termometer, neraca
digital, mikroskop digital Nicon Eclipse E200, spektrofotometer IR Prestige-21
SHIMADZU, X-Ray Diffractometer 6000 SHIMADZU, dan STA PT 1600
LINSEIS .
Bahan yang digunakan antara lain : Polistirena (Mw = 350.000) dari
Aldrich, zeolit alam dari perusahaan SASTROSUGITO-Pandansimping, Klaten,
zeolit sintetik dari Lemigas Jakarta, asam sulfat 96 % (E. Merck), anhidrida asetat
(E. Merck), 1,2-diklorometan (E. Merck), 2-propanol (E. Merck), NaOH (E.
25
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
Merck), HCl 37 % (E. Merck), NaCl (E. Merck), polietilen glikol (E. Merck),
akuades, kertas saring Whatman 42, indikator PP, dan dimetil asetamida (E.
Merck).
D. Prosedur Penelitian
1. Preparasi dan Karakterisasi Zeolit
Zeolit alam dihaluskan dan diayak 150 mesh. Zeolit yang didapat
selanjutnya dikarakterisasi dengan XRD, FTIR, TGA, dan kapasitas tukar kation
(KTK). Pada zeolit sintetik juga dilakukan karakterisasi yang sama seperti pada
zeolit alam.
2. Pembuatan Asetil Sulfat
Pembuatan asetil sulfat mengacu prosedur yang dilakukan oleh Makowski
et al. (1975). Sebanyak 395,7 mL 1,2-diklorometana dimasukkan ke dalam
erlenmeyer 100 mL yang sudah direndam es batu kemudian ditambahkan
anhidrida asetat sebanyak 76,3 mL dan diaduk. Campuran tersebut didinginkan
sampai suhu kurang dari 10 ºC kemudian ditambahkan asam sulfat 96 % sebanyak
28 mL dan diaduk sehingga diperoleh 500 mL larutan asetil sulfat 1 M.
3. Pembuatan Polistirena Tersulfonasi
Sulfonasi polistirena mengacu pada prosedur yang dilakukan oleh Martins
et al. (2003) dan Smitha et al. (2003). Sebanyak 20 mL 1,2-diklorometana
dimasukkan dalam labu leher dua kemudian ditambahkan polistirena sebanyak 8
gram, distirer sampai semua polistirena larut dan jenuh. Setelah polistirena larut
dan jenuh kemudian ditambahkan asetil sulfat dari 10 mL sampai dengan 50 mL
dan direfluks pada suhu ± 50 ºC selama 1 jam. Reaksi diterminasi dengan
penambahan 2-propanol sebanyak 10 mL. Polistirena tersulfonasi (PST) diisolasi
dengan meneteskan larutan PST ke dalam air mendidih sehingga diperoleh
padatan polistirena tersulfonasi basah, kemudian dioven pada suhu ± 60 ºC selama
satu malam untuk mendapatkan polistirena tersulfonasi kering, selanjutnya
dilakukan karakterisasi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
4. Pembuatan Membran Komposit
Zeolit direndam dalam larutan DMAc selama satu malam. Polistirena
tersulfonasi dan PEG yang ditambahkan masing-masing dibuat tetap yaitu 20 %
dan 10 % dari berat total 10 gram. Pengadukan dibantu dengan stirer sampai
diperoleh campuran yang homogen kemudian didiamkan selama satu malam.
Campuran tersebut dicetak pada plat kaca dan dikeringkan pada suhu ruang.
Membran komposit yang dihasilkan selanjutnya dikarakterisasi dengan uji KTK,
derajat pengembangan, XRD, TGA, FTIR, dan mikroskop digital. Perbandingan
masing-masing komposisi material yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Perbandingan Komposisi Material Penyusun Membran Komposit
Jenis Membran Komposisi Material % (b/b)
PST PEG Zeolit DMAc
KTZ
(Komposit Tanpa Zeolit) 20 10 0 70
KZA
(Komposit Zeolit Alam)
20 10 3 67
20 10 5 65
20 10 7 63
KZS
(Komposit Zeolit Sintetik)
20 10 3 67
20 10 5 65
20 10 7 63
5. Analisis Kapasitas Tukar Kation (KTK)
Analisis KTK mengacu prosedur yang dilakukan Lufrano et al. (2000)
polistirena tersulfonasi (PST) kering sebanyak 0,5 gram dimasukkan ke dalam
gelas beker lalu ditambahkan HCl 0,1 M sebanyak 50 mL dan ditutup dengan
alumunium foil selanjutnya dioven pada suhu 50-60 ºC selama satu jam. Setelah
satu jam campuran tersebut disaring dan dipisahkan antara filtrat dengan
adatannya. Padatan tersebut selanjutnya direndam dengan NaCl 1 M sebanyak 100
mL dan distirer selama 12 jam lalu disaring. Filtrat yang diperoleh diambil 25 mL
dan ditambahkan 3 tetes indikator PP, kemudian dititrasi dengan NaOH 0,05 M
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
sampai terjadi perubahan warna dari bening menjadi merah muda. Saat terjadi
perubahan warna, dicatat volume NaOH yang dibutuhkan. Pengukuran KTK
zeolit juga menggunakan prosedur yang sama dengan PST, sedangkan untuk
analisis KTK dari membran komposit, terlebih dahulu membran dipotong dengan
ukuran 2 cm x 2 cm kemudian dilakukan langkah yang sama dengan analisis
KTK dari PST dan dititrasi dengan NaOH 0,005 M. Nilai KTK dihitung dengan
persamaan (1) sebagai berikut:
Dimana V adalah volume NaOH (mL) yang dibutuhkan untuk mencapai
titik ekivalen titrasi, sedangkan M adalah konsentrasi dari larutan NaOH (M) yang
digunakan sebagai titran.
6. Analisis Gugus Fungsi
Analisis gugus fungsi zeolit, polistirena, polistirena tersulfonasi dan
membran komposit ditentukan dengan menggunakan alat spektrofotometer IR
Prestige-21 SHIMADZU. Spektra IR komposit membran dicatat pada bilangan
gelombang antara 4000 dan 400 cm-1 dengan resolusi 4 cm-1. Sampel
dicampurkan dengan KBr dan dibuat dalam bentuk pelet KBr kemudian dianalisis
IR.
7. Analisis Kristalinitas Sampel
Polistirena tersulfonasi, zeolit, dan membran komposit PST/Zeolit
dianalisis menggunakan difraksi sinar-X Cu Kα, λ = 1,54060 Å (XRD-6000
SHIMADZU) pada 2θ = 5 s/d 70º untuk mengetahui kristalinitas sampel yang
dianalisis.
8. Analisis Termal
Ketahanan termal dari zeolit, polistirena, PST, dan membran komposit
ditentukan dengan alat TG/DTA (STA PT 1600 LINSEIS). Sampel dipanaskan
dengan laju 20 °C/menit sampai dengan 700 °C pada kondisi atmosfer ruang.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
9. Analisis Derajat Pengembangan (DP)
Membran dipotong ukuran 2 cm x 2 cm kemudian dioven pada suhu 50 –
60 ºC selama 12 jam dan ditimbang berat keringnya. Membran tersebut lalu
direndam dengan aquades selama 24 jam dan ditimbang berat basahnya. Derajat
pengembangan dihitung dengan persamaan sebagai berikut :
E. Teknik Pengumpulan Data
Dalam sintesis polistirena tersulfonasi (PST), dengan variasi konsentrasi
agen sulfonasi akan didapatkan titik kepolaran yang ditandai dengan larutnya
polistirena tersulfonasi saat diisolasi. Selanjutnya dilakukan uji kapasitas tukar
kation (KTK) terhadap masing-masing PST untuk memperoleh data KTK.
Berdasarkan data KTK tersebut maka dapat ditentukan derajat sulfonasi dari
masing-masing polistirena tersulfonasi. Polisiren tersulfonasi yang digunakan
dalam pembuatan membran komposit adalah PST dengan nilai KTK dan nilai
rendemen yang cukup tinggi. Setelah diperoleh membran komposit, selanjutnya
juga dilakukan uji KTK untuk memperoleh data seperti pada Tabel 2.
Tabel 2. Data Pengukuran KTK Membran Komposit
Jenis membran Berat
(g)
V NaOH
(mL)
[NaOH]
(M)
KTK (meq/g)
25 mL 100 mL
KTZ
KZA 3 %
KZA 5 %
KZA 7 %
KZS 3 %
KZS 5 %
KZS 7 %
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
Pengujian lainnya yang dilakukan untuk mengumpulkan data antara lain :
1. Serapan bilangan gelombang masing-masing gugus fungsi dari zeolit, PS,
PST, dan membran kompositnya dilakukan analisis menggunakan FTIR.
2. Tingkat kristalinitas material penyusun membran dan membran
kompositnya dianalisis menggunakan XRD.
3. Tingkat/derajat pengembangan membran komposit dalam air diuji melalui
derajat pengembangan (DP).
4. Morfologi dan homogenitas dari permukaan membran komposit dianalisis
menggunakan mikroskop digital.
5. Ketahanan termal dari material penyusun membran dan membran
kompositnya dianalisis menggunakan TGA.
F. Teknik Analisis Data
Masing-masing data yang diperoleh dalam penelitian ini dianalisis dengan
beberapa metode diantaranya :
1. Hubungan konsentrasi agen sulfonasi dengan nilai KTK dan
rendemen/kelarutan dibuat grafik untuk mengetahui pengaruh variasi
konsentrasi agen sulfonasi terhadap nilai KTK dan rendemen/kelarutan
PST.
2. Spektra IR dari PS dan PST dibandingkan untuk menegaskan bahwa
polimer telah memiliki gugus sulfonat, dan dibandingkan pula dengan
literatur. Spektra IR zeolit juga dibandingkan dengan literatur untuk
memastikan serapan bilangan gelombang dari masing-masing gugus
fungsi adalah milik zeolit. Spektra IR PST, zeolit, dan membran
kompositnya dibandingkan untuk mengetahui interaksi antara PST dengan
zeolit dengan melihat pergeseran serapan bilangan gelombang dari
masing-masing gugus fungsi.
3. Data puncak pada 2θ difraktogram hasil analisis XRD zeolit alam dan
zeolit sintetik dengan intensitas tertinggi dibandingkan dengan data nilai d
dari zeolit standar. Pembandingan ini untuk memastikan bahwa sampel
adalah mineral zeolit. Pola difraktogram polistirena tersulfonasi dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
membran kompositnya juga dibandingkan untuk mengetahui perubahan
tingkat kristalinitas sampel.
4. Data analisis derajat pengembangan dari membran tanpa zeolit (KTZ)
dibandingkan dengan variasi konsentrasi zeolit baik pada membran KZA
maupun KZS dan masing–masing nilai KTK-nya juga dibandingkan untuk
mengetahui hubungan ketiga variabel tersebut.
5. Data morfologi permukaan membran KTZ dibandingkan dengan data
morfologi membran KZA dan KZS untuk mengetahui homogenitas dan
pengaruh konsentrasi zeolit terhadap sebaran partikel dalam komposit.
6. Termogram TGA dari PS dengan PST dibandingkan untuk mengetahui
pengaruh sulfonasi terhadap ketahanan termal material. Ketahanan termal
ditentukan dengan melihat pergeseran termogram sampel, dimana
pergeseran semakin ke arah kanan menunjukkan peningkatan ketahanan
termal. Selain itu dapat juga dengan melihat pergeseran termogram delta
massa yang hilang, dimana pergeseran termogram delta massa semakin ke
arah bawah menunjukkan penurunan ketahanan termal. Selanjutnya data
termogram dari membran komposit tanpa zeolit (KTZ) dibandingkan
dengan data termogram dari membran KZA maupun membran KZS untuk
mengetahui pengaruh zeolit dengan variasi konsentrasi pada membran
komposit.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Analisis Mineral Zeolit
Spektra difraksi sinar-X sampel zeolit alam (ZA) dan zeolit sintetik (ZS)
(Gambar 8) memberikan informasi tentang jenis mineral dan tingkat kristalinitas
komponen penyusun sampel. Analisis jenis mineral penyusun sampel dilakukan
dengan membandingkan nilai d atau 2θ pada sampel dengan nilai d atau 2θ dari
data standar sehingga akan diketahui jenis mineral di dalam sampel, sedangkan
tingkat kristalinitas komponen penyusun sampel ditunjukkan oleh tinggi
rendahnya intensitas puncak.
Gambar 8. Spektra XRD sampel zeolit
Gambar 8 di atas menunjukkan kemiripan pola spektra XRD zeolit alam
dan zeolit sintetik. Kemiripan spektra kedua jenis sampel tersebut dapat
disebabkan karena kesamaan kandungan jenis mineral penyusun sampel. Nilai d
untuk kedua jenis sampel dibandingkan dengan nilai d dari standar (dapat dilihat
32
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
pada Lampiran 15) yang menunjukkan karakteristik mineral mordenit. Nilai d yang
muncul untuk sampel ZA dan ZS ditunjukkan pada Tabel 3.
Tabel 3. Perbandingan Nilai d Sampel Zeolit
Nilai d (Å)
Zeolit Alam Zeolit Sintetik Standar (mordenit)
3,921
3,422
3,168
3,941
3,433
3,166
3,880
3,476
3,156
Kedua jenis zeolit menunjukkan derajat kristalinitas yang cukup tinggi, hal
tersebut dapat diketahui dari persentase intensitas relatif (Irelatif). Sampel zeolit
alam memiliki intensitas relatif sebesar 82,79 % sedangkan untuk zeolit sintetik
memiliki intensitas relatif sebesar 88,85 % (Lampiran 21). Hasil ini menunjukkan
tingkat kemurnian zeolit sintetik lebih tinggi yang dapat disebabkan jumlah
pengotor yang lebih sedikit dibanding zeolit alam. Kandungan mineral mordenit
antara kedua jenis sampel zeolit hampir sama. Hasil perhitungan (Lampiran 21)
menunjukkan kandungan mineral mordenit dalam zeolit sintetik sebesar 73,73 %
dan dalam sampel zeolit alam sebesar 73,73 %. Mineral mordenit merupakan jenis
mineral penyusun zeolit, sehingga dapat disimpulkan bahwa kedua jenis sampel
ini adalah batuan zeolit. Kristalinitas yang cukup tinggi dari sampel zeolit dapat
mempengaruhi kristalinitas membran komposit ketika digunakan sebagai pengisi
(filler) sehingga dapat diketahui pengaruh masuknya partikel zeolit dalam
komposisi membran.
B. Analisis Gugus Fungsi Sampel Zeolit
Analisis gugus fungsi dilakukan untuk penentuan serapan bilangan
gelombang dari gugus fungsi dalam padatan zeolit. Analisis gugus fungsi dengan
spektroskopi IR dilakukan pada daerah bilangan gelombang 4000-400 cm-1, hal
ini bertujuan untuk mengamati gugus fungsi spesifik dari kerangka zeolit. Hasil
pengamatan dengan spektrofotometer IR pada sampel zeolit diperoleh spektra
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
seperti yang terlihat pada Gambar 9. Spektra IR tersebut menunjukkan bahwa
zeolit alam mempunyai puncak serapan pada daerah bilangan gelombang 3439,08;
1637,5; 1047,35; 794,67; dan 464,84 cm-1. Hasil yang hampir sama ditunjukkan
pada serapan bilangan gelombang pada zeolit sintetik yaitu pada 3454,4; 1633,66;
1062,75; 785,01; dan 460,98 cm-1. Hasil analisis gugus fungsi kedua jenis sampel
zeolit dapat dilihat pada Gambar 9.
Gambar 9. Spektra IR sampel zeolit
Puncak serapan pada 3439,08 cm-1 (ZA) dan 3454,4 cm-1 (ZS) merupakan
vibrasi ulur (stretching) OH dari molekul air yang teradsorb. Hasil yang hampir
sama dengan karakter mordenit pada kisaran 3453,37 cm-1 (Moreno et al., 2010)
dan karakter zeolit alam Gunung Kidul pada kisaran 3451,41 cm-1 (Tjie Kok,
2008). Serapan pada 1637,5 cm-1 (ZA) dan 1633,66 cm-1 (ZS) merupakan vibrasi
tekuk gugus OH dari molekul air yang teradsorb. Hasil yang hampir sama dengan
karakter mordenit pada kisaran 1627,92 cm-1 (Bhadauria et al., 2011). Moreno et
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
al. (2010) melaporkan vibrasi tekuk OH pada mordenit terjadi pada daerah
1648,49 cm-1.
Puncak pada daerah 1000-1150 cm-1 merupakan vibrasi ulur (stretching)
asimetris Si-O-Si atau Al-O-Al pada TO4 (Bhadauria et al., 2011). Serapan
tersebut ditunjukkan oleh adanya puncak pada daerah 1047,35 cm-1 (ZA) dan
1062,75 cm-1 (ZS). Hasil yang hampir sama dengan karakter mordenit pada
kisaran 1045,1 cm-1 (Bhadauria et al., 2011). Sedangkan puncak 794,67 cm-1 (ZA)
dan 785,01 cm-1 (ZS) menunjukkan vibrasi stretching simetris gugus Si-O atau
Al-O. Hasil yang hampir sama dengan serapan zeolit alam Gunung Kidul pada
bilangan gelombang 798,38 cm-1 (Tjie Kok, 2008). Bhadauria et al. (2011)
mengamati hal tersebut pada mordenit yang memiliki serapan bilangan gelombang
pada 785,03 cm-1 sedangkan Moreno et al. (2010) melaporkan vibrasi stretching
simetris Si-O atau Al-O terjadi pada 793,56 cm-1.
Puncak serapan pada kisaran 420-500 cm-1 menunjukkan vibrasi ikatan
tekuk TO4 jalinan internal kerangka zeolit. Hasil analisis terhadap kedua jenis
sampel zeolit menunjukkan serapan tersebut terjadi pada 464,84 cm-1 (ZA) dan
460,98 cm-1 (ZS). Srihapsari (2006) mengamati hal tersebut pada zeolit alam
Bandung yang menunjukkan serapan pada 466,7 cm-1, sedangkan Bhadauria et al.
(2011) melaporkan vibrasi tekuk TO4 mordenit terjadi pada 460,99 cm-1.
Berdasarkan hasil analisis spektra IR dapat diketahui bahwa kedua sampel zeolit
menunjukkan karakteristik gugus fungsi yang sama, yaitu karakteristik kerangka
struktur zeolit tipe mordenit. Adanya kesamaan jenis mineral penyusun dan gugus
fungsi pada kerangka zeolit diharapkan mampu menghasilkan membran komposit
dengan karakteristik yang mirip.
C. Sintesis Polistirena Tersulfonasi (PST)
Sintesis polistirena tersulfonasi dilakukan untuk mempelajari pengaruh
konsentrasi agen sulfonasi terhadap nilai KTK dan kelarutan polimer hasil
sulfonasi serta pengaruhnya terhadap derajat sulfonasi polimer. Ketiga faktor
tersebut erat kaitannya dengan sulfonasi suatu polimer, sehingga dengan
penelitian ini akan dapat diketahui hubungan dari ketiga faktor tersebut. Proses
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
sulfonasi dilakukan pada polistirena (PS) untuk menghasilkan polistirena
tersulfonasi (PST) dengan gugus sulfonat (~SO3H) pada rantai sampingnya.
Reaksi sulfonasi merupakan reaksi substitusi elektrofilik yang bertujuan
menggantikan atom H dengan gugus ~SO3H pada cincin aromatik melalui ikatan
kimia pada atom karbonnya. Adanya gugus sulfonat pada cincin aromatis tersebut
menyebabkan PS memiliki gugus bermuatan sehingga dapat menghantarkan
proton. Polimer dan agen sulfonasi harus berada pada fase yang sama. Pelarut
yang digunakan tidak boleh bereaksi dengan polimer maupun dengan agen
sulfonasi. Pemilihan agen sulfonasi berperan penting dalam kehomogenan suatu
reaksi sulfonasi. Pada penelitian ini dipilih agen sulfonasi asetil sulfat, hal ini
didasarkan pada sifat kompatibilitas antara polimer dengan agen sulfonasi dan
diharapkan distribusi sulfonat pada polistirena menjadi lebih merata (Makowski et
al,. 1975; Martins et al., 2003; Smitha et al., 2003).
Pembuatan agen sulfonasi asetil sulfat dan sintesis PST menggunakan
diklorometana sebagai pelarut dari agen sulfonasi dan polistirena untuk
mendapatkan kondisi reaksi sulfonasi yang lebih homogen. Pembuatan asetil
sulfat dilakukan pada temperatur kurang dari 10 °C untuk mencegah kerusakan
dan penguapan pelarut karena asetil sulfat bersifat tidak stabil dan harus segera
digunakan setelah pembuatannya. Reaksi sulfonasi pada polistirena seperti yang
terlihat pada Gambar 10.
Gambar 10. Reaksi sulfonasi polistirena (Martins et al., 2003)
Gambar 10 menunjukkan bahwa proses sulfonasi PS menghasilkan PST
yang memiliki gugus sulfonat (~SO3H) pada rantai sampingnya. Polistirena
memiliki gugus (~CH) yang merupakan gugus pendorong elektron, hal ini
menyebabkan posisi para/orto menjadi lebih negatif daripada posisi meta. Gugus
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
sulfonat yang berasal dari asetil sulfat dengan mudah dapat menyerang pada posisi
orto/para. Adanya efek sterik menyebabkan gugus sulfonat lebih mudah
menyerang posisi para daripada posisi orto karena lebih stabil.
Derajat sulfonasi pada polistirena dikontrol dengan mengatur konsentrasi
agen sulfonasi yang ditambahkan pada proses sulfonasi. Pada penelitian ini
dilakukan variasi penambahan asetil sulfat dari 10 mL hingga 50 mL untuk
mendapatkan polistirena tersulfonasi dengan derajat sulfonasi yang berbeda.
Penelitian Martins et al. (2003) menunjukkan polistirena dengan derajat sulfonasi
yang terlalu tinggi akan menyebabkan polimer terlarut di dalam air. Kelarutan
PST dalam air tidak diinginkan karena akan menurunkan kemampuan polimer
dalam aplikasinya sebagai membran polimer elektrolit.
Polistirena awal sebelum proses sulfonasi berupa kristal berwarna bening
seperti yang terlihat pada Gambar 11 (A). Proses sulfonasi mampu meningkatkan
massa polistirena, hal ini disebabkan adanya gugus sulfonat yang ditambahkan
pada polimer berkontribusi dalam meningkatkan massa polimer. Pada penelitian
ini, dari berat rata-rata PS 8 g dapat menghasilkan PST sekitar 9 g. Polistirena
tersulfonasi yang dihasilkan dengan penambahan 10 mL asetil sulfat diberi simbol
PST 10, begitu juga untuk penambahan asetil sulfat 20, 30, 40, dan 50 mL diberi
simbol PST 20, PST 30, PST 40, dan PST 50. Polistirena tersulfonasi yang
dihasilkan pada penelitian ini berupa padatan berwarna putih seperti yang terlihat
pada Gambar 11 (B).
Gambar 11. Polistirena (A) dan polistirena tersulfonasi (B)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
1. Analisis Gugus Fungsi Polistirena dan Polistirena Tersulfonasi
Analisis gugus fungsi dilakukan untuk menegaskan adanya gugus fungsi
baru yang bergabung pada kerangka polimer PS. Gugus fungsi polistirena dan
polistirena tersulfonasi dianalisis dengan membandingkan serapan bilangan
gelombang dari masing-masing gugus fungsional polimer sebelum dan sesudah
sulfonasi. Spektra IR polistirena dan polistirena tersulfonasi ditunjukkan oleh
Gambar 12.
Gambar 12. Spektra IR polistirena dan polistirena tersulfonasi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
Hasil analisis gugus fungsi (Gambar 12) menunjukkan polistirena
tersulfonasi telah berhasil disintesis yang ditandai adanya serapan pita lebar yang
khas pada daerah bilangan gelombang 1124,5-1222,87 cm-1. Serapan pada daerah
tersebut menunjukkan vibrasi ulur (stretching) asimetrik gugus O=S=O.
Penelitian Martins et al. (2003) menunjukkan bahwa vibrasi ulur simetrik gugus
sulfonat PST ditunjukkan adanya pita serapan pada daerah 1040 cm-1, sedangkan
vibrasi ulur asimetrik O=S=O ditunjukkan oleh adanya pita serapan lebar pada
daerah 1100-1350 cm-1. Perbedaan serapan pita vibrasi gugus sulfonat hasil
sintesis dengan penelitian sebelumnya dapat disebabkan karena terbentuknya
ikatan baru berupa gugus sulfonat pada rantai polimer sehingga pita vibrasi
mengalami pergeseran.
Gambar 12 juga menunjukkan pita serapan lain yang muncul, yaitu pada
daerah 696,23-758,02 cm-1 yang mengindikasikan vibrasi ikatan C-H pada mono-
substitusi benzena. Vibrasi ikatan C=C pada cincin aromatik ditunjukkan pada
daerah 1452,4-1600,92 cm-1. Pita serapan pada 2922,09-2922,16 cm-1
menunjukkan ikatan vibrasi pada cincin alifatik sedangkan vibrasi ikatan C-H
pada cincin aromatik ditunjukkan oleh pita serapan pada 3024,38 cm-1. Vibrasi
stretching O-H ditunjukkan oleh pita serapan lebar pada 3419,79-3437,15 cm-1.
Hasil pengamatan spektra IR (Gambar 12) hampir mirip dengan penelitian
sebelumnya. Smitha et al. (2003) telah melaporkan polistirena tersulfonasi
memiliki serapan bilangan gelombang pada daerah 700 dan 780 cm-1 yang
menunjukkan deformasi bidang luar C-H yang mengindikasikan mono-substitusi.
Puncak pada 1360 cm-1 diidentifikasi sebagai vibrasi stretching asimetrik ikatan
O=S=O. Vibrasi simetrik ikatan O=S=O ditunjukkan oleh karakteristik pita
serapan pada daerah 1150-1185 cm-1. Telah diamati pula perubahan yang tidak
signifikan pada puncak 2925 cm-1 menunjukkan ikatan C-H alifatik dan puncak
3000 cm-1 yang menunjukkan ikatan C-H aromatik. Piboonsatsanasakul et al.
(2007) telah mengamati pita vibrasi O-H stretching pada PST terjadi di daerah
3407 cm-1.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
2. Analisis Kapasitas Tukar Kation (KTK), Derajat Sulfonasi (DS), dan Rendemen dari Polistirena Tersulfonasi
Aplikasi sel bahan bakar membutuhkan suatu material polimer yang
memiliki kemampuan menukarkan ion sehingga perlu dianalisis melalui uji KTK.
Semakin besar nilai KTK maka kinerja sel bahan bakar akan semakin baik karena
jumlah kation yang dipertukarkan semakin banyak sehingga energi listrik yang
dihasilkan juga semakin besar. Kapasitas tukar kation menyatakan jumlah mili
ekivalen asam sulfonat per gram berat polimer. Tujuan analisis KTK disini adalah
untuk mengetahui kemampuan PST untuk menukarkan kation yang terikat pada
gugus fungsinya dengan kation lain yang diberikan pada sistem. Pengaruh
konsentrasi agen sulfonasi terhadap nilai KTK dan rendemen ditunjukkan oleh
Gambar 13.
Gambar 13. Pengaruh konsentrasi agen sulfonasi terhadap nilai KTK dan rendemen
Gambar 13 di atas menunjukkan bahwa semakin besar konsentrasi agen
sulfonasi yang ditambahkan maka nilai KTK-nya juga semakin besar, hasil ini
seperti penelitian yang telah dilakukan Elabd and Napadensky (2004).
Perhitungan nilai KTK dan rendemen dapat dilihat pada Lampiran 1 dan 2.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
Semakin banyak jumlah agen sulfonasi yang ditambahkan maka gugus sulfonat
(~SO3H) akan semakin banyak sehingga ion H+ yang bisa dipertukarkan juga
semakin banyak, hal ini akan menyebabkan peningkatan kapasitas tukar
kationnya.
Gambar 13 juga menunjukkan bahwa PST 40 mengalami penurunan nilai
KTK, yang seharusnya memiliki nilai KTK yang lebih tinggi dari PST 30
sedangkan untuk PST 50 tidak diperoleh hasil. Nilai KTK PST 40 yang menurun
kemungkinan disebabkan gugus sulfonat dari PST 40 banyak yang terlarut di
dalam air sehingga pada saat dianalisis KTK nilainya menjadi kecil. Fakta ini juga
didukung dengan rendemen PST 40 yang lebih kecil daripada PST 30 sedangkan
pada PST 50 tidak diperoleh hasil karena semua polimer larut dalam air ketika
diisolasi. Pengaruh konsentrasi agen sulfonasi terhadap derajat sulfonasi
ditunjukkan Gambar 14.
Gambar 14. Pengaruh konsentrasi agen sulfonasi terhadap derajat sulfonasi
Gambar 14 di atas menunjukkan peningkatan derajat sulfonasi dengan
semakin meningkatnya konsentrasi agen sulfonasi. Perhitungan derajat sulfonasi
dapat dilihat pada Lampiran 3. Gambar 14 juga menunjukkan PST 30 yang
memiliki derajat sulfonasi yang lebih tinggi dibanding PST 40, oleh karena itu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
nilai KTK PST 30 juga lebih tinggi. Penurunan derajat sulfonasi PST 40
disebabkan derajat sulfonasi yang terlalu tinggi sehingga banyak gugus sulfonat
dari PST 40 yang larut di dalam air saat diisolasi. Ketika dilakukan analisis derajat
sulfonasi maka hanya gugus sulfonat yang terisolasi saja yang dapat dianalisis,
sedang gugus sulfonat yang larut di dalam air tidak ikut dianalisis. Fakta ini juga
didukung oleh PST 50 yang tidak didapatkan hasil karena derajat sulfonasi yang
lebih tinggi dari PST 40 sehingga semua polimer terlarut di dalam air saat
diisolasi. Berdasarkan data yang diperoleh, maka dipilih PST 30 untuk digunakan
dalam pembuatan membran komposit PST/zeolit karena memiliki nilai KTK dan
rendemen yang cukup tinggi dibanding komposisi yang lainnya. Ketika digunakan
dalam sintesis membran komposit diharapkan mampu menghasilkan membran
nilai KTK yang cukup baik untuk aplikasi membran elektrolit.
3. Analisis Termal Polistirena (PS), Polistirena Tersulfonasi (PST), dan Zeolit
Stabilitas termal dari polistirena (PS) dan polistirena tersulfonasi (PST)
dianalisis menggunakan TGA. Dalam analisis TGA, sampel mulai mengalami
perubahan massa atau reaksi degradasi ditunjukkan oleh penyimpangan terhadap
garis horizontal dan degradasi telah sempurna apabila tercapai kurva horizontal
dan tidak mengalami perubahan kembali. Suatu reaksi degradasi yang tidak diikuti
oleh adanya perubahan massa, tidak dapat dianalisis dengan TGA. Untuk
menentukan tahap degradasi suatu sampel dapat dilakukan dengan cara melihat
suhu awal degradasi dan suhu akhir degradasi. Suhu awal degradasi sampel dapat
disebabkan karena pelepasan air, pelarut, atau mulai terdegradasinya molekul-
molekul kecil dalam sampel, sedangkan pada suhu akhir degradasi dapat
disebabkan karena pemutusan rantai utama material menghasilkan molekul yang
lebih kecil. Termogram hasil analisis TGA polistirena dan polistirena tersulfonasi
ditunjukkan pada Gambar 15.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
Gambar 15. Termogram PS dan PST dengan variasi konsentrasi agen sulfonasi
Gambar 15 menunjukkan bahwa PS murni mengalami satu tahap
degradasi, yaitu degradasi rantai utama polistirena pada suhu sekitar 350 oC.
Sedangkan PST mengalami 2 tahap degradasi, yaitu degradasi pertama terjadi
pada suhu sekitar 100 oC merupakan lepasnya molekul air. Adanya kandungan air
dalam PST diakibatkan oleh adanya gugus sulfonat yang bersifat higroskopis yang
mampu menyerap air. Degradasi yang kedua adalah degradasi rantai utama
polistirena yang mulai terdegradasi pada suhu sekitar 300 oC. Hasil penelitian ini
mirip dengan penelitian sebelumnya. Piboonsatsanasakul et al. (2007) telah
mengamati ketahanan termal dari polistirena tersulfonasi. Hasil penelitiannya
menunjukkan polimer tersebut mengalami 2 tahap degradasi yaitu pada
temperatur 80-160 ºC yang menunjukkan lepasnya molekul air yang berada dalam
membran. Tahap degradasi yang kedua terjadi pada temperatur 360-460 ºC yang
menunjukkan depolimerisasi polistirena tersulfonasi.
Gambar 15 menunjukkan pada PST 10, PST 20, PST 30, dan PST 40
memiliki pola termogram yang mirip, namun PST 10 dan PST 20 masih memiliki
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
44
sifat stabilitas termal yang lebih tinggi dari PST 30 dan PST 40 meski tidak jauh
berbeda. Hal tersebut ditunjukkan oleh termogram PST 10 dan 20 yang sedikit
bergeser ke arah kanan dan memiliki selisih kehilangan massa yang lebih kecil.
Jadi dapat disimpulkan semakin banyak agen sulfonasi yang ditambahkan maka
mengakibatkan ketahanan termal dari polimernya semakin menurun. Gambar 16
menunjukkan hasil analisis TGA material penyusun membran.
Gambar 16. Termogram zeolit, PS, PST, dan membran PST
Dari Gambar 16 tersebut dapat diketahui kedua sampel zeolit belum
mengalami degradasi pada temperatur hingga 700 ºC, hal ini menunjukkan bahwa
kedua sampel tersebut memiliki ketahanan termal yang cukup tinggi. Gambar
tersebut juga menunjukkan bahwa membran komposit PST mengalami 3 tahap
degradasi, yaitu pada suhu sekitar 100 °C yang menunjukkan terjadinya pelepasan
molekul air yang terkandung di dalam membran, suhu degradasi kedua terjadi
pada suhu sekitar 180 °C yang menunjukkan terdegradasinya rantai utama PEG
karena dalam pembuatan membran komposit digunakan PEG sebagai pemlastis,
hal ini sesuai dengan pola pada PST yang memiliki 2 tahap degradasi. Sedangkan
tahap degradasi yang terakhir membran PST terjadi pada suhu di atas 300 °C yang
menunjukkan degradasi rantai utama polimer menjadi molekul yang lebih kecil.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
45
D. Sintesis Membran Komposit
Pembuatan komposit bertujuan untuk meningkatkan sifat fisik dan sifat
kimia membran sebagai material elektrolit. Pembuatan membran komposit
menggunakan metode inversi fasa dengan pencetakan larutan. Metode ini meliputi
beberapa tahapan yaitu pembuatan larutan cetak yang homogen, pencetakan
larutan, penguapan pelarut, dan difusi antara pelarut dengan non pelarut (Mulder,
1996). Pada penelitian ini polistirena tersulfonasi dicampurkan zeolit dengan
konsentrasi bervariasi % (b/b), yang berfungsi sebagai pengisi untuk
menghasilkan membran komposit. Pembuatan membran komposit juga
menggunakan polietilena glikol (PEG) sebagai pemlastis (plasticizer) agar
membran yang dihasilkan tidak retak, memiliki permukaan yang halus, dan
bersifat lebih elastis. Material penyusun membran dilarutkan dalam pelarut
dimetilasetamida (DMAc), pelarut ini dipilih karena dapat melarutkan dengan
baik material yang digunakan.
Pada saat larutan campuran dicetak di atas plat kaca, sebagian pelarut pada
lapisan atas akan menguap dengan mengalami difusi ke udara. Proses ini akan
menyebabkan lapisan atas kekurangan pelarut sedangkan lapisan bawah menjadi
kaya akan pelarut. Temperatur ruang dan kelembaban udara akan mempengaruhi
penguapan pelarut, kemudian akan terjadi pemisahan fasa. Selama pemisahan fasa
berlangsung, fasa yang kaya polimer akan membentuk matriks membran
sedangkan fasa yang miskin polimer akan membentuk pori. Lapisan atas yang
kekurangan pelarut akan membentuk pori yang berukuran lebih kecil daripada
lapisan bawah. Perbedaan ukuran pori ini akan menghasilkan membran
berstruktur asimetrik. Lapisan atas dari membran asimetrik akan menentukan
selektivitas membran. Membran yang dihasilkan berbentuk lembaran tipis dan
transparan, seperti yang terlihat pada Gambar 17 dan Gambar 18.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
46
Gambar 17. Membran komposit PST tanpa penambahan zeolit (KTZ)
Gambar 18. Membran KZS dengan variasi konsentrasi zeolit sintetik (A) dan membran KZA dengan variasi konsentrasi zeolit alam (B)
Komposisi material penyusun membran merupakan faktor penting dalam
pembuatan membran karena membran akan sulit dicetak bila larutan membran
terlalu encer atau kental. Pada penelitian ini, komposisi polistirena tersulfonasi
dan PEG dibuat tetap yaitu masing-masing sebesar 20 % dan 10 %, sedangkan
jumlah dan jenis dari zeolit divariasikan. Membran komposit yang dihasilkan
diberi kode sesuai dengan jenis dan jumlah zeolit yang digunakan. Membran
komposit PST tanpa zeolit diberi kode KTZ, sedangkan membran komposit
PST/zeolit alam diberi nama KZA dan membran komposit PST/zeolit sintetik
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
47
diberi nama KZS. Persentase (%) pada masing-masing membran komposit
menunjukkan konsentrasi zeolit yang digunakan (b/b).
1. Analisis Gugus Fungsi Membran Komposit
Analisis gugus fungsi membran komposit dilakukan dengan spektroskopi
IR dan hasil analisis seperti yang ditunjukkan pada Gambar 19.
Gambar 19. Spektra IR membran komposit
Analisis gugus fungsi terhadap membran komposit bertujuan untuk
mengetahui serapan bilangan gelombang dari masing-masing gugus fungsi pada
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
48
membran komposit. Membran komposit dapat memiliki karakteristik serapan
bilangan gelombang dari gugus fungsi material penyusunnya. Adanya interaksi
spesifik antara gugus-gugus fungsi dari material penyusun membran dapat
menyebabkan pergeseran serapan bilangan gelombang. Interaksi tersebut akan
mempengaruhi karakteristik membran komposit yang dihasilkan. Pergeseran pita
serapan dapat diketahui dengan membandingkan pita serapan material penyusun
awal dengan pita serapan membran. Serapan bilangan gelombang masing-masing
gugus fungsi pada membran komposit ditunjukkan Tabel 4.
Tabel 4. Serapan Bilangan Gelombang Gugus Fungsi Membran Komposit
Jenis vibrasi Bilangan gelombang ( cm -1 )
PST 30 KTZ KZS KZA
Ikatan vibrasi tekuk Si-O - - 457,13 459,06
Vibrasi tekuk Si-O pada kerangka zeolit
- - 800,46 833,25
Ikatan C-H pada monosubstitusi benzen
756,02 759,95 758,02 759,95
Ikatan rentangan Si-O-Si - - 1089,78 1097,5
Ikatan vibrasi dari gugus fungsi O=S=O
1174,65 1105,21 1219,01 1215,15
Ikatan C=C pada cincin aromatik
1452,40 1452,4 1452,40
1452, 40
Ikatan vibrasi tekuk gugus O-H teradsorb
- - 1633,71 1600,92
Ikatan C-H alifatik 2922,16 2918,3 2920,23 2920,23
Ikatan C-H pada cincin aromatik
3024,38 3024,38 3059,10
3059,10
Ikatan vibrasi regangan O-H 3437,15 3423,65 3429,43 3410, 15
Spektra IR membran komposit (Gambar 19) menunjukkan adanya
pergeseran bilangan gelombang, yaitu vibrasi ulur Si-O-Si dari 1047,35 cm-1 pada
zeolit alam dan 1062,75 cm-1 pada zeolit sintetik (Gambar 9) bergeser menjadi
1097,5 cm-1 pada KZA dan 1089,78 cm-1 pada KZS. Selain itu juga terjadi
pergeseran bilangan gelombang pada serapan gugus sulfonat dari 1174,65 cm-1
pada PST menjadi 1215,15 cm-1 pada KZA dan 1219,01 cm-1 pada KZS.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
49
Terjadinya pergeseran bilangan gelombang ini dapat disebabkan terjadinya
interaksi spesifik antara gugus sulfonat dari polistirena tersulfonasi dengan gugus
hidroksil dari kerangka zeolit.
2. Analisis Kapasitas Tukar Kation (KTK) dan Derajat Pengembangan (DP) Membran Komposit
Kemampuan membran komposit dalam menukarkan kation memegang
peranan penting dalam aplikasinya sebagai membran elektrolit, hal ini karena nilai
KTK bertanggung jawab dalam penghantaran proton dan merupakan perkiraan
secara tidak langsung terhadap konduktivitas proton (Smitha et al., 2003). Tabel
5 menunjukkan bahwa penambahan zeolit mampu meningkatkan nilai KTK pada
membran, kecenderungan hampir sama untuk membran komposit zeolit alam
(KZA) maupun membran komposit zeolit sintetik (KZS). Perhitungan nilai KTK
dan derajat pengembangan (DP) dari membran komposit dapat dilihat pada
Lampiran 4 dan 5.
Tabel 5. Nilai KTK dan DP Membran Komposit
Jenis
komposit
Komposisi % b/b
DMAc : PST : PEG : Zeolit KTK
meq/g
DP %
KTZ 70 : 20 : 10 : 0 0,96 26,01
KZS 67 : 20 : 10 : 3 1,12 36,45
65 : 20 : 10 : 5 1,171 22,43
63 : 20 : 10 : 7 1,004 15,68
KZA 67 : 20 : 10 : 3 1,02 37,60
65 : 20 : 10 : 5 1,172 43,43
63 : 20 : 10 : 7 1,05 33,40
Interaksi gugus sulfonat dengan gugus hidrofil dari kerangka zeolit
menjadi faktor penting dalam peningkatan KTK membran, hal ini ditunjukkan
dengan terjadinya peningkatan nilai KTK pada membran KZA maupun KZS
dengan penambahan zeolit 3 % dan 5 % (b/b) dibandingkan tanpa penambahan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
50
zeolit (0 %), akan tetapi pada penambahan zeolit yang lebih banyak lagi baik pada
KZA 7 % dan KZS 7 % (b/b) mengalami penurunan nilai KTK. Hal tersebut
disebabkan interaksi antara gugus sulfonat dengan zeolit yang berlebihan
menyebabkan banyak gugus sulfonat dari PST terjebak di dalam partikel zeolit
sehingga jumlah gugus sulfonat menjadi berkurang. Selain itu pori-pori membran
menjadi rapat sehingga air yang diserap oleh membran menjadi berkurang dan
menyebabkan jumlah kation yang dipertukarkan menjadi kecil. Hasil ini mirip
dengan penelitian yang dilakukan Choi et al. (2009), dimana penambahan zeolit
dari 0 % hingga 10 % pada pembuatan membran komposit dari poli(1,4-fenilen
sulfida) (SPPS) yang semula bernilai 1,5 meq/g berangsur-angsur berkurang
menjadi 1,03 meq/g. Pengaruh konsentrasi zeolit sintetik terhadap nilai KTK dan
derajat pengembangan dapat dilihat pada Gambar 20.
Gambar 20. Pengaruh konsentrasi zeolit sintetik terhadap nilai KTK dan derajat pengembangan (DP)
Kemampuan penyerapan air pada membran KTZ dan membran komposit
PST/zeolit, baik KZA maupun KZS sangat dipengaruhi oleh banyaknya gugus
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
51
hidrofil yaitu gugus sulfonat dari PST dan gugus hidroksil dari kerangka zeolit
dan interaksi antara kedua gugus tersebut. Dari data tersebut dapat diketahui
bahwa membran komposit PST/zeolit memiliki nilai derajat pengembangan yang
lebih tinggi daripada membran tanpa zeolit (KTZ), hal ini disebabkan karena
adanya partikel zeolit yang bersifat higroskopis sehingga penyerapan air lebih
banyak, meski demikian dengan penambahan zeolit yang lebih banyak lagi juga
cenderung menurunkan DP. Penurunan derajat pengembangan memberikan efek
yang positif dalam aplikasi membran polimer elektrolit karena akan menghambat
terjadinya fuel crossover (proses permeasi bahan bakar melalui membran) akan
tetapi menurunnya nilai derajat pengembangan juga menyebabkan penyerapan air
menjadi berkurang sehingga jumlah air sebagai media transport proton menjadi
berkurang dan hal ini menyebabkan penurunan kapasitas ionik membran
komposit. Pengaruh konsentrasi zeolit alam terhadap nilai KTK dan derajat
pengembangan (DP) ditunjukkan Gambar 21.
Gambar 21. Pengaruh konsentrasi zeolit alam terhadap nilai KTK dan derajat pengembangan (DP)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
52
Gambar 21 menunjukkan bahwa nilai KTK membran komposit KZA lebih
tinggi dibandingkan dengan nilai KTK membran tanpa zeolit (KTZ). Penambahan
zeolit sebagai pengisi terbukti mampu meningkatkan kapasitas ionik dalam
membran komposit karena zeolit bersifat higroskopis menyebabkan air yang
terserap dalam membran membran lebih banyak sehingga transport proton
semakin baik. Peningkatan nilai KTK juga disebabkan kerangka zeolit yang
bersifat anionik dan kation-kation penyeimbangnya dalam kerangka yang bisa
dipertukarkan menjadikan KTK membran mengalami peningkatan.
Berdasarkan Gambar 20 dan Gambar 21, terlihat bahwa membran KZS
terlihat mengalami penurunan nilai DP dari KZS 3%, KZS 5%, dan KZS 7 %,
sedangkan pada KZA terlihat peningkatan nilai DP dari KZA 3% ke KZA 5%
tetapi mengalami penurunan pada KZA 7%. Penurunan nilai DP ini dapat
disebabkan karena terjadinya interaksi yang kuat antara sulfonat dengan zeolit,
dimana pada penambahan zeolit yang semakin banyak akan mengurangi jumlah
sulfonat yang ada dan menyebabkan membran menjadi lebih rapat. Gambar 20
dan Gambar 21 juga menunjukkan bahwa nilai DP membran komposit PST/zeolit
alam (KZA) lebih tinggi dibanding membran KZS, kemungkinan disebabkan oleh
distribusi yang tidak merata dari partikel zeolit alam maupun perbedaan ukuran
partikel kedua jenis zeolit. Nilai KTK membran KZA dan KZS yang disintesis
masih di atas nilai KTK membran Nafion® (0,89 meq/g) sedangkan untuk nilai
derajat pengembangan membran KZA dan KZS hampir sama bahkan lebih kecil
dari Nafion® yang memiliki nilai DP sekitar 38 % (Dupont Product Information,
2002). Berdasarkan data tersebut, maka membran komposit yang dihasilkan
memiliki potensi yang besar untuk aplikasi membran polimer elektrolit.
3. Analisis Morfologi
Morfologi permukaan membran KTZ, KZA, dan KZS dianalisis dengan
melakukan analisis morfologi menggunakan mikroskop digital dengan perbesaran
1000 kali. Hasil analisis morfologi membran KTZ dapat dilihat pada Gambar 22.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
53
Gambar 22. Morfologi permukaan membran KTZ berbagai posisi
Gambar 22 menunjukkan bahwa membran komposit tanpa penambahan
zeolit (KTZ) menghasilkan membran dengan permukaan yang cukup homogen.
Meski demikian masih terlihat adanya bercak-bercak yang kemungkinan
disebabkan oleh PST yang belum larut sempurna dalam pelarutnya (DMAc)
sehingga masih berbentuk gumpalan-gumpalan. Permukaan yang kurang rata
dapat disebabkan pula adanya gelembung udara yang terbentuk diantara distribusi
material penyusunannya. Analisis morfologi permukaan untuk membran KZA dan
KZS dapat dilihat masing-masing pada Gambar 23 dan Gambar 24.
Gambar 23. Morfologi membran komposit KZA 3 % (A); KZA 5 % (B); dan KZA 7 % (C)
Gambar 23 menunjukkan penambahan zeolit alam dalam komposisi
membran komposit menghasilkan morfologi membran yang kurang homogen. Hal
ini dikarenakan partikel zeolit alam yang kurang halus menyebabkan zeolit
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
54
tersebut kurang larut dalam larutan cetak, sehingga pada saat larutan dicetak pada
plat kaca, partikel zeolit dalam larutan terdistribusi tidak merata.
Jika dibandingkan dengan morfologi membran KZS pada Gambar 24
terlihat bahwa membran KZA memiliki rongga dan permukaannya cenderung
kurang homogen dibanding membran KZS. Hal ini disebabkan ukuran partikel
zeolit sintetik yang lebih kecil sehingga dapat terdistribusi secara merata dan lebih
homogen dalam komposisi membran. Adanya faktor tersebut akan menghasilkan
morfologi membran KZS yang lebih rapat sehingga air yang diserap membran
KZS lebih sedikit dan hal ini menyebabkan nilai derajat pengembangannya (DP)
lebih kecil, sedangkan pada membran KZA terlihat kurang homogen dan memiliki
rongga sehingga air yang diserap menjadi lebih banyak, hal ini menyebabkan nilai
DP menjadi lebih tinggi.
Gambar 24. Morfologi membran komposit KZS 3 % (A); KZS 5 % (B); dan KZS
7 % (C)
4. Analisis Kristalinitas Membran Komposit
Penentuan tingkat kristalinitas membran komposit dilakukan dengan
analisis X-ray Diffractometer (XRD), dengan range scan 3-70 o, laju scan 5 o/menit, dan menggunakan sumber radiasi Cu-Kα. Hasil analisis XRD
menghasilkan pola difraktogram seperti yang ditunjukkan pada Gambar 25.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
55
Gambar 25. Spektra XRD PST, membran KZA, dan membran KZS
Spektra XRD polistirena tersulfonasi (Gambar 25) menunjukkan puncak
lebar yang mengindikasikan bahwa material tersebut bersifat amorf. Penelitian
Martins et al. (2003) menunjukkan bahwa polistirena tersulfonasi memiliki sifat
amorf karena polimer awal yaitu PS murni juga bersifat amorf dan memiliki
puncak pada daerah 2θ sekitar 20º. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian
sebelumnya karena juga dihasilkan puncak di daerah 2θ sekitar 20º untuk PST.
Ketika PST dan zeolit dicampurkan menjadi membran komposit, pada membran
KZA menunjukkan peningkatan tingkat kristalinitas pada daerah 2θ 12,28°.
Penyebab peningkatan kristalinitas membran KZA dapat dikarenakan memiliki
ukuran partikel yang besar sehingga distribusi partikel zeolit pada permukaan
membran tidak merata. Hal ini diperjelas dari analisis morfologi yang telah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
56
dilakukan sehingga dimungkinkan saat analisis XRD bagian membran dengan
sebaran partikel zeolit yang terkumpul itulah yang teranalisis. Alasan lainnya
dapat disebabkan pula karena fasa amorf dari PST dengan intensitas rendah
didominasi fasa kristalin dengan intensitas yang tinggi yang berasal dari partikel
zeolit alam.
Pada membran KZS memiliki kecenderungan yang berbeda dengan
membran KZA, dimana membran tersebut memiliki kristalinitas yang lebih kecil
dari KZA. Hal tersebut dapat disebabkan ukuran partikel zeolit sintetik yang lebih
kecil dibanding membran KZA. Ketika ukuran partikel zeolit kecil, maka matriks
polimer akan menyelimuti partikel zeolit secara homogen. Interaksi antara matriks
polimer dengan zeolit menjadi lebih kuat akan menyebabkan matriks polimer
menyelimuti dengan baik partikel zeolit sehingga fasa amorf meningkat
sedangkan fasa kristalin dari zeolit berkurang. Ketika dianalisis XRD akan terjadi
false scattering yang dari matriks polimer dan menyebabkan kristalinitas
membran menurun. Hasil ini mirip dengan penelitian Swaminathan and
Dharmalingam (2009), dimana hasil analisis XRD menunjukkan fasa amorf
polistirena(etilena butilena)polistrena (PSEBS) tersulfonasi mendominasi fasa
kristalin dari montmorilonit sehingga kristalinitasnya kecil.
5. Analisis Termal Membran Komposit
Analisis termal membran komposit dilakukan dengan menggunakan TGA,
yang bertujuan untuk mengetahui ketahanan termal dari membran komposit. Sel
bahan bakar jenis PEMFC beroperasi pada suhu yang tidak terlalu tinggi yaitu 60-
80 0C. Guna meningkatkan efisiensi reaksi dan untuk pemecahan gas hidrogen
yang membutuhkan suhu tinggi, saat ini telah dikembangkan PEMFC dengan
suhu operasi di atas 100 °C (Li et al., 2003). Oleh karena itu dibutuhkan membran
yang memiliki ketahanan termal tinggi, dimana proses pembentukan H+ dari H2 di
dalam sistem sel bahan bakar membutuhkan pemanasan terlebih dahulu dan
semakin tinggi suhu sistem maka pemecahan molekul H2 akan semakin sempurna
yaitu pada temperatur sekitar 100-200 ºC. Berdasarkan hal tersebut, maka material
penyusun membran ini harus memiliki ketahanan termal yang tinggi yaitu masuk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
57
dalam rentang kerja sel bahan bakar, sehingga dalam aplikasinya akan
memberikan kinerja yang semakin baik. Hasil analisis termal membran KZA
ditunjukkan pada Gambar 26.
Gambar 26. Termogram membran KZA dengan variasi konsentrasi zeolit alam
Gambar 26 menunjukkan bahwa membran komposit tanpa zeolit (KTZ)
mengalami 3 tahap degradasi, yaitu pada suhu sekitar 100 °C yang menunjukkan
terjadinya pelepasan molekul air yang terkandung di dalam membran, suhu
degradasi kedua terjadi pada suhu sekitar 180 °C yang kemungkinan
menunjukkan terdegradasinya rantai utama PEG karena dalam pembuatan
membran komposit digunakan PEG sebagai pemlastis. Tahap degradasi yang
terakhir terjadi pada suhu sekitar 300 °C yang menunjukkan degradasi rantai
utama polimer menjadi molekul yang lebih kecil.
Analisis termal membran KZA (Gambar 26) juga menunjukkan bahwa
material ini juga mengalami 3 tahap degradasi seperti yang terjadi pada membran
KTZ, yaitu pada suhu sekitar 100 °C, 180 °C, dan 300 °C. Penambahan zeolit
sebagai pengisi pada membran komposit tidak menyebabkan adanya peningkatan
ketahanan termal secara signifikan, meskipun zeolit memiliki ketahanan termal
yang tinggi terlihat bahwa pola termogram yang dihasilkan hampir mirip dengan
pola termogram membran KTZ, hal tersebut disebabkan karena jumlah matriks
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
58
polimer yang lebih banyak dibanding partikel zeolit sehingga matriks polimer
menyelimuti sebagian besar permukaan membran komposit. Ketika membran
komposit dibakar dalam analisis dengan TGA maka energi panas yang diserap
pada permukaan membran itulah yang terekam oleh alat kemudian baru partikel
zeolit. Meski demikian membran komposit PST/zeolit masih memiliki berat
residu lebih besar daripada membran komposit KTZ yang ditandai perubahan
massa yang hilang lebih sedikit dibanding membran KTZ. Termogram membran
KZA sedikit mengalami pergeseran ke kanan, hal ini menunjukkan pengaruh
penguatan stabilitas termal oleh partikel zeolit. Hasil analisis termal membran
KZS dapat dilihat pada Gambar 27.
Gambar 27. Termogram membran KZS dengan variasi konsentrasi zeolit sintetik
Gambar 27 menunjukkan bahwa membran KZS juga mengalami tiga
tahapan degradasi yaitu pelepasan molekul air yang terjadi pada suhu sekitar 100 oC, degradasi PEG terjadi sekitar 180 oC dan degradasi rantai utama PST sekitar
300 oC. Penambahan partikel zeolit sintetik dalam membran komposit juga tidak
meningkatkan ketahanan termal membran secara signifikan. Meski demikian dari
hasil analisis TGA dapat diketahui bahwa hampir membran komposit mengalami
degradasi pada suhu yang sama yaitu sekitar 180 oC. Suhu degradasi ini masih di
atas suhu degradasi membran KTZ. Dalam aplikasinya membran elektrolit akan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
59
bekerja pada suhu 60–150 oC. Hasil analisis termal menunjukkan membran yang
dihasilkan masih memiliki ketahanan termal di atas temperatur operasi sel bahan
bakar.
Berdasarkan hasil analisis KTK, analisis termal, dan derajat
pengembangan yang telah dilakukan terhadap membran komposit dapat diketahui
bahwa membran KZA maupun KZS berpotensi besar untuk diaplikasikan sebagai
material membran polimer elektrolit dalam sel bahan bakar. Namun karakteristik
dari membran komposit tersebut masih perlu ditingkatkan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
60
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa :
1. Semakin besar konsentrasi agen sulfonasi yang digunakan untuk proses
sulfonasi polistirena maka
a. Kelarutan polistirena tersulfonasi (PST) meningkat yang ditandai
dengan nilai rendemen yang semakin kecil
b. Derajat sulfonasi PST meningkat, namun pada PST 40 mengalami
penurunan karena banyak gugus sulfonat yang larut di dalam air
c. Nilai kapasitas tukar kation PST meningkat, namun terjadi penurunan
pada PST 40 karena banyak gugus sulfonat yang larut di dalam air.
Pada PST 50 tidak diperoleh hasil karena semua polimer larut di
dalam air yang disebabkan derajat sulfonasi terlalu tinggi.
2. Semakin besar konsentrasi zeolit yang digunakan dalam komposisi
membran PST/zeolit maka
a. Nilai kapasitas tukar kation (KTK) membran komposit akan
meningkat, namun pada membran komposit PST/zeolit alam 7 %
(KZA 7 %) dan komposit PST/zeolit sintetik 7 % (KZS 7 %)
mengalami penurunan nilai KPK. Membran KZA 5 % dan KZS 5 %
memiliki nilai KTK yang hampir sama yaitu sebesar 1,17 meq/g
b. Derajat pengembangan (DP) membran komposit akan meningkat,
namun pada KZA 7 % dan KZS 7 % mengalami penurunan. Analisis
DP menunjukkan membran KZS masih memiliki nilai DP lebih rendah
dibandingkan membran KZA yaitu sebesar 15,68 %
c. Ketahanan termal membran komposit akan meningkat. Meskipun tidak
signifikan, analisis termal menunjukkan hampir semua membran
komposit yang dihasilkan memiliki ketahanan termal sekitar 180 oC.
60
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
61
B. Saran
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan maka dapat diajukan saran
sebagai berikut :
a. Perlu dilakukan sintesis membran komposit polistirena tersulfonasi dengan
menggunakan oksida logam lain untuk meningkatkan nilai KTK membran
komposit
b. Nilai KTK polistirena tersulfonasi perlu ditingkatkan dengan mengontrol
waktu sulfonasi sedangkan konsentrasi agen sulfonasi yang digunakan
dibuat tetap agar polimer tidak larut dalam air saat diisolasi
c. Proses pengadukan larutan saat proses sulfonasi perlu dijaga agar kontinu
supaya reaksi sulfonasi berlangsung sempurna
d. Perlu pengujian kinerja membran yang lain untuk membuktikan bahwa
membran komposit yang telah dibuat pada penelitian ini benar-benar dapat
digunakan sebagai membran sel bahan bakar sehingga diperoleh data yang
lebih menyeluruh mengenai sifat-sifat dari membran komposit yang
dihasilkan.