32
BAB 1 Pendahuluan (1) Sinusitis merupakan penyakit yang sering ditemukan dalam praktek dokter sehari-hari, bahkan dianggap sebagai salah satu penyebab gangguan kesehatan tersering di seluruh dunia. Sinusitis umumnya disertai atau dipicu oleh rinitis sehingga sering disebut rinosinusitis. Bila mengenai beberapa sinus disebut multisinus, sedangkan bila mengenai semua sinus paranasal disebut pansinusitis. Yang paling sering terkena ialah sinus maksila dan etmoid. Sinus maksila merupakan sinus paranasal yang terbesar dan disebut juga antrum Highmore. Saat lahir sinus maksila bervolume 6-8 ml, sinus kemudian berkembang dengan cepat dan akhirnya mencapai ukuran maksimal, yaitu 15 ml saat dewasa. Sinus maksila berbentuk piramid. Dinding anterior sinus ialah permukaan fasial os maksila yang disebut fosa kanina, dinding posteriornya adalah permukaan infra-temporal maksila, dinding medialnya ialah dinding lateral rongga hidung, dinding superiornya ialah prosesus alveolaris dan palatum. Ostium sinus maksila berada di sebelah superior dinding medial sinus dan bermuara ke hiatus semilunaris melalui infundibulum etmoid. 2

Sinusitis Maksilaris

  • Upload
    xinbi

  • View
    89

  • Download
    0

Embed Size (px)

DESCRIPTION

sinus

Citation preview

Page 1: Sinusitis Maksilaris

BAB 1

Pendahuluan (1)

Sinusitis merupakan penyakit yang sering ditemukan dalam praktek dokter sehari-hari, bahkan

dianggap sebagai salah satu penyebab gangguan kesehatan tersering di seluruh dunia. Sinusitis

umumnya disertai atau dipicu oleh rinitis sehingga sering disebut rinosinusitis. Bila mengenai

beberapa sinus disebut multisinus, sedangkan bila mengenai semua sinus paranasal disebut

pansinusitis. Yang paling sering terkena ialah sinus maksila dan etmoid.

Sinus maksila merupakan sinus paranasal yang terbesar dan disebut juga antrum Highmore. Saat

lahir sinus maksila bervolume 6-8 ml, sinus kemudian berkembang dengan cepat dan akhirnya

mencapai ukuran maksimal, yaitu 15 ml saat dewasa.

Sinus maksila berbentuk piramid. Dinding anterior sinus ialah permukaan fasial os maksila yang

disebut fosa kanina, dinding posteriornya adalah permukaan infra-temporal maksila, dinding

medialnya ialah dinding lateral rongga hidung, dinding superiornya ialah prosesus alveolaris dan

palatum. Ostium sinus maksila berada di sebelah superior dinding medial sinus dan bermuara ke

hiatus semilunaris melalui infundibulum etmoid.

Dari segi klinik yang perlu diperhatikan dari anatomi sinus maksilaris adalah 1) dasar sinus

maksila sangat berdekatan dengan akar gigi rahang atas, yaitu premolar (P1 dan P2), molar (M1

dan M2), kadang-kadang juga gigi taring (C) dan gigi molar M3, bahkan akar-akar gigi tersebut

dapat menonjol ke dalam sinus, sehingga infeksi gigi geligi mudah naik ke atas menyebabkan

sinusitis; 2) sinusitis maksila dapat menimbulkan komplikasi orbita; 3) ostium sinus maksila

terletak lebih tinggi dari dasar sinus, sehingga drainage hanya tergantung dari gerak silia,

lagipula drainage juga harus melalui infundibulum yang sempit. Infundibulum adalah bagian

dari sinus etmoid anterior dan pembengkakan akibat radang atau alergi pada daerah ini dapat

menghalangi drainage sinus maksila dan selanjutnya menyebabkan sinusitis.

2

Page 2: Sinusitis Maksilaris

Sinusitis dapat menjadi berbahaya karena menyebabkan komplikasi ke orbita dan intrakranial,

serta menyebabkan peningkatan serangan asma yang sulit diobati.

Konsensus internasional tahun 1995 membagi rinosinusitis hanya akut dengan batas sampai 8

minggu dan kronik jika lebih dari 8 minggu. Konsensus tahun 2004 membagi menjadi akut

dengan batas sampai 4 minggu, subakut antara 4 minggu sampai 3 bulan, dan kronik jika lebih

dari 3 bulan.

Sinusitis kronik dengan penyebab rinogenik umumnya merupakan lanjutan dari sinusitis akut

yang tidak terobati secara adekuat. Pada sinusitis kronik adanya faktor predisposisi harus dicari

dan diobati secara tuntas.

Menurut berbagai penelitian, bakteri utama yang ditemukan pada sinusitis akut adalah

Streptococcus pneumonia (30-50%), Haemophylus influenzae (20-40%), Moraxella catarrhalis

(4%). Pada anak, Moraxella catarrhalis lebih banyak ditemukan (20%).

Pada sinusitis kronik, faktor predisposisi lebih berperan, tetapi umumnya bakteri yang ada lebih

condong kearah bakteri gram negatif dan anaerob.

2

Page 3: Sinusitis Maksilaris

BAB 2

Tinjauan Pustaka Sinusitis Maksilaris

2.1 Definisi (4)

Sinusitis maksilaris adalah suatu peradangan pada sinus maksilaris yang terjadi karena alergi

atau infeksi virus, bakteri maupun jamur.

2.2 Epidemiologi (6)

Di Amerika Serikat, lebih dari 30 juta orang menderita sinusitis. Virus adalah penyebab sinusitis

akut yang paling umum ditemukan. Namun, sinusitis bakterial adalah diagnosis terbanyak

kelima pada pasien dengan pemberian antibiotik. 5 milyar dollar dihabiskan setiap tahunnya

untuk pengobatan medis sinusitis, dan 60 milyar lainnya dihabiskan untuk pengobatan operatif

sinusitis di Amerika Serikat.

Sinusitis adalah penyakit yang banyak ditemukan di seluruh dunia, terutama di tempat dengan

polusi udara tinggi. Iklim yang lembab, dingin, dengan konsentrasi pollen yang tinggi terkait

dengan prevalensi yang lebih tinggi dari sinusitis. Sisnusitis maksilaris adalah sinusitis dengan

insiden yang terbesar.

2.3 Etiologi dan Faktor Predisposisi (1,2,5)

Beberapa faktor etiologi dan predisposisi antara lain ISPA akibat virus, bermacam rinitis

terutama rinitis alergi, rinitis hormonal pada wanita hamil, polip hidung, kelaianan anatomi

seperti deviasi septum atau hipertrofi konka, sumbatan kompleks ostio meatal (KOM), infeksi

tonsil, infeksi gigi, kelainan imunologik, diskinesia silia seperti pada sindroma Kartagener, dan

di luar negri adalah penyakit fibrosis kistik.

2

Page 4: Sinusitis Maksilaris

2.3.1 Infeksi virus

Sinusitis virus biasanya terjadi selama infeksi saluran napas atas; virus yang lazim menyerang

hidung dan nasofaring juga menyerang sinus karena mukosa sinus paranasalis berjalan kontinu

dengan mukosa hidung.

2.3.2 Bakteri

Edema dan hilangnya fungsi silia normal pada infeksi virus menciptakan suatu lingkungan yang

ideal untuk perkembangan infeksi bakteri. Infeksi ini sering kali melibatkan lebih dari satu

bakteri. Organisme penyebab sinusitis akut mungkin sama dengan penyebab otitis media. Yang

sering ditemukan dalam frekuensi yang makin menurun adalah Streptococcus pneumonia (30-

50%), Haemophilus influenza (20-40%), Moraxella catarrhalis (4%), bakteri anerob,

Branhamella catarrhalis, streptokok alfa, Staphyolococcus aureus, dan Streptococcus pyogenes.

Selama suatu fase akut, sinusitis kronik dapat disebabkan oleh bakteri yang sama seperti yang

menyebabkan sinusitis akut.

Namun, karena sinusitis kronik biasanya berkaitan dengan drainage yang tidak adekuat ataupun

fungsi mukosiliar yang terganggu, maka agen infeksi yang terlibat cenderung opurtunistik,

dimana proporsi terbesar merupakan bakteri anaerob. Bakteri aerob yang sering ditemukan

dalam frekuensi yang makin menurun antara lain Staphyolococcus aureus, Streptococcus

viridians, Haemophilus influenza, Neisseria flavus, Staphyolococcus epidermidis, Streptococcus

pneumonia, dan Eischerichia coli. Bakteri anaerob termasuk Peptostreptococcus,

Corynebacterium, Bacteroides, dan Veillonella. Infeksi campuran antar organisme aerob dan

anaerob seringkali terjadi.

2.3.3 Infeksi Jamur

Kadang infeksi jamur bisa menyebabkan sinusitis akut. Aspergillus merupakan jamur yang bisa

menyebabkan sinusitis pada penderita gangguan sistem kekebalan. Pada orang-orang tertentu,

sinusitis jamur merupakan sejenis reaksi alergi terhadap jamur.

2

Page 5: Sinusitis Maksilaris

2.4 Patofisiologi (1,3)

Kesehatan sinus dipengaruhi oleh patensi ostium-ostium sinus dan lancarnya klirens mukosiliar

(mucociliary clearance) di dalam KOM. Mukus juga mengandung substansi antimikrobial dan

zat-zat yang berfungsi sebagai mekanisme pertahanan tubuh terhadap kuman yang masuk

bersama udara pernafasan.

Organ-organ yang membentuk KOM letaknya berdekatan dan bila terjadi edema, mukosa yang

berhadapan akan saling bertemu sehingga silia tidak dapat bergerak dan ostium tersumbat.

Akibatnya terjadi tekanan negatif di dalam rongga sinus yang menyebabkan terjadinya

transudasi, mula-mula serous. Kondisi ini bisa dianggap sebagai rinosinusitis non-bakterial dan

biasanya sembuh dalam beberapa hari tanpa pengobatan.

Bila kondisi ini menetap, sekret yang terkumpul dalam sinus merupakan media baik untuk

tumbuhnya dan multiplikasi bakteri. Sekret menjadi purulen. Keadaan ini disebut sebagai

rinosinusitis akut bakterial dan memerlukan terapi antibiotik.

Jika terapi tidak berhasil (misalnya karena ada faktor predisposisi), inflamasi berlanjut, terjadi

hipoksia dan bakteri anaerob berkembang. Mukosa makin membengkak dan ini merupakan

rantai siklus yang terus berputar sampai akhirnya perubahan mukosa menjadi kronik yaitu

hipertrofi, polipoid atau pembentukan polip dan kista. Pada keadaan ini mungkin diperlukan

tindakan operasi.

Perubahan patologik yang terjadi dalam mukosa dan dinding tulang sinus saat berlangsungnya

peradangan supuratif ialah seperti yang biasa terjadi dalam rongga yang dilapisi mukus.

Ada 4 tipe yang berbeda dari infeksi hidung sinus: kongestif akut, purulen akut, purulen kronik,

dan hiperplastik kronik.

Penyakit sinus supuratif kronik dapat diklasifikasikan secara mikroskopik sebagai 1) edematous,

2) granular dan infiltrasi, 3) fibrous, dan 4) campuran dari beberapa atau semua bentuk ini.

Sering terjadi perubahan jaringan penunjang, dengan penebalan di lapisan subepitel. Penebalan

2

Page 6: Sinusitis Maksilaris

ini di dalam struktur seluler terdiri dari timbunan sel-sel spiral, bulat, bentuk bintang, plasmosit,

eosinofil, dan pigmen.

Perubahan yang terjadi dalam jaringan dapat disusun seperti di bawah ini, yang menunjukan

perubahan patologik pada umumnya secara berurutan:

1. Jaringan submukosa diinfiltrasi oleh serum, sedangkan permukaannya kering. Leukosit

juga mengisi rongga jaringan submukosa.

2. Kapiler berdilatasi, dan mukosa sangat menebal dan merah akibat edem dan

pembengkakan struktur subepitel. Pada stadium ini biasanya tidak ada kelainan epitel.

3. Setelah beberapa jam atau sehari dua hari, serum dan leukosit keluar melalui epitel yang

melapisi mukosa, kemudian bercampur dengan bakteri, debris epitel, dan mukus. Pada

beberapa kasus, perdarahan kapiler terjadi, dan darah bercampur sekret. Sekret yang

mula-mula encer dan sedikit kemudian menjadi kental dan banyak, karena terjadi

koagulasi fibrin dari serum.

4. Pada banyak kasus, resolusi dengan absorpsi eksudat dan berhentinya pengeluaran

leukosit memakan waktu 10-14 hari.

5. Akan tetapi pada kasus lain, peradangan berlangsung dari tipe kongesti ke tipe purulen,

leukosit dikeluarkan dalam jumlah yang besar sekali. Resolusi masih mungkin,

meskipun tidak selalu terjadi, karena perubahan jaringan belum menetap. Kecuali proses

segera berhenti, perubahan jaringan akan menjadi permanen, maka terjadi keadaan

kronis. Tulang dibawahnya dapat memperlihatkan tanda oeteitis dan akan diganti dengan

nekrosis tulang.

Perluasan infeksi dari sinus ke bagian lain dapat terjadi: 1) melalui suatu tromboflebitis dari vena

yang perforasi; 2) perluasan langsung melalui bagian sinus yang ulserasi atau nekrotik; 3)

dengan terjadinya defek; dan 4) melalui jalur vaskuler dalam bentuk bakteremia.

Pada sinusitis kronik, perubahan permukaan mirip dengan peradangan akut supuratif yang

mengenai mukosa dan jaringan tulang lainnya. Bentuk permukaan mukosa dapat granular,

2

Page 7: Sinusitis Maksilaris

berjonjot-jonjot, penonjolan seperti jamur, penebalan seperti bantal, dan lain-lain. Pada kasus

lama terdapat penebalan hiperplastik. Mukosa dapat rusak pada beberapa tempat akibat ulserasi,

sehingga tampak tulang yang licin dan telanjang, atau dapat menjadi lunak atau kasar akibat

karies. Pada beberapa kasus, didapati nekrosis dan sekuestrasi tulang, atau mungkin ini telah

diabsorpsi. Pemeriksaan mikroskop pda bagian mukosa kadang-kadang memperlihatkan

hilangnya epitel dan kelenjar, yang digantikan oleh jaringan ikat. Ulserasi pada mukosa sering

dikelilingi oleh jaringan granulasi, terutama jika ada nekrosis tulang. Jaringan granulasi dapat

meluas ke periosteum, sehingga mempersatukan tulang dengan mukosa. Jika hal ini terjadi,

bagian superfisial tulang diabsorpsi sehingga menjadi kasar. Osteofit, atau kepingan atau

lempengan tulang, yang terjadi akibat eksudasi plastik, kadang-kadang terbentuk di permukaan

tulang.

2.5 Gejala klinis (3,4)

Gejala khas dari kelainan pada sinus adalah sakit kepala yang dirasakan ketika penderita bangun

pada pagi hari.

2.5.1 Gejala Subyektif

Nyeri Nyeri ini sering disebut sakit kepala oleh pasien. Secara anatomi, apeks gigi-gigi depan

atas (kecuali gigi insisivus) dipisahkan dari lumen sinus hanya oleh lapisan tipis tulang atau

mungkin tanpa tulang hanya oleh mukosa. Karenanya, sinusitis maksila sering menimbulkan

nyeri hebat pada gigi-gigi ini.

Sakit Kepala Sakit kepala merupakan salah satu tanda yang paling umum dan paling penting

pada sinusitis. Wolff menyatakan bahwa nyeri kepala yang timbul di hidung merupakan akibat

adanya kongesti dan udem di osteum sinus dan sekitarnya.

Jika sakit kepala akibat kelelahan pada mata, maka biasanya bilateral dan makin berat pada sore

hari, sedangkan pada sinusitis sakit kepala lebih sering unilateral atau lebih terasa pada satu sisi,

atau dimulai sebagai nyeri kepala unilateral dan meluas ke sisi lainnya. Sakit kepala yang

bersumber di sinus akan meningkat jika membungkukan badan ke depan dan jika badan tiba-tiba

digerakan. Sakit kepala ini akan menetap saat menutup mata, saat istirahat, atau saat berada di

2

Page 8: Sinusitis Maksilaris

kamar yang gelap, sedangkan jika disebabkan oleh kelelahan mata, nyeri akan menghilang pada

keadaan-keadaan tersebut.

Gangguan Penghidu Indera penghidu dapat disesatkan (parosmia), pasien mencium bau yang

tidak tercium oleh hidung normal. Keluhan yang lebih sering adalah hilangnya penghidu

(anosmia). Hal ini terjadi akibat sumbatan pada fisura olfaktorius di daerah konka media. Oleh

karena itu ventilasi pada meatus superior hidung menghilang, sehingga menyebabkan hilangnya

indera penghidu.

2.5.2 Gejala Obyektif

Pembengkakan dan Udem Terjadi pembengkakan dan udem kulit yang ringan akibat

periostitis. Palpasi dengan jari mendapati sensasi seperti ada penebalan ringan atau seperti

meraba beludru.

Sekret Nasal Pus dalam rongga hidung dapat berarti empiema dalam sinus. Mukosa hidung

jarang merupakan pusat fokus peradangan supuratif, sinus-sinuslah yang merupakan pusat fokus

perdangan semacam ini. Adanya pus dalam rongga hidung seharusnya sudah menimbulkan

kecurigaan adanya suatu perdangan dalam sinus.

Transiluminasi Jika sinus normal, tiga hal harus diperhatikan 1) refleks pupil merah, 2)

bayangan sinar bulan sabit yang sesuai dengan posisi kelopak mata bawah, dan 3) sensasi sinar

dalam mata.

Jika refleks pupil merah dan bayangan sinar bulan sabit tidak ada, antrum mungkin terkena.

Perhatikan kedua sisi sekaligus dan tentukan sisi yang mana bila salah satu terkena.

Sinusitis akut dan kronis memiliki gejala yang sama, yaitu nyeri tekan dan pembengkakan pada

sinus yang terkena, tetapi ada gejala tertentu yang timbul berdasarkan sinus yang terkena:

Sinusitis maksilaris menyebabkan nyeri pipi tepat di bawah mata, sakit gigi dan sakit

kepala.

Sinusitis frontalis menyebabkan sakit kepala di dahi.

2

Page 9: Sinusitis Maksilaris

Sinusitis etmoidalis menyebabkan nyeri di belakang dan diantara mata serta sakit kepala

di dahi. Peradangan sinus etmoidalis juga bisa menyebabkan nyeri bila pinggiran hidung

di tekan, berkurangnya indera penciuman dan hidung tersumbat.

Sinusitis sfenoidalis menyebabkan nyeri yang lokasinya tidak dapat dipastikan dan bisa

dirasakan di puncak kepala bagian depan ataupun belakang, atau kadang menyebabkan

sakit telinga dan sakit leher.

2.6 Diagnosis (1)

Diagnosis ditegakan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.

Pemeriksaan fisik dengan rinoskopi anterior dan posterior, pemeriksaan naso-endoskopi sangat

dianjurkan untuk diagnosis yang lebih tepat dan dini. Tanda khas ialah adanya pus di meatus

medius (pada sinusitis maksila dan etmoid anterior dan frontal) atau di meatus superior (pada

sinusitis etmoid posterior dan sphenoid)

Inspeksi Yang diperhatikan ialah adanya pembengkakan pada muka. Pembengkakan di pipi

sampai kelopak mata bawah yang berwarana kemerah-merahan mungkin menunjukkan sinusitis

maksila akut, Pembengkakan di kelopak mata atas mungkin menunjukan sinusitis frontal akut.

Sinusitis etmoid akut jarang menyebabkan pembengkakan di luar, kecuali bila telah terbentuk

abses.

Pada rinositis akut, mukosa edema dan hiperemis. Pada anak sering ada pembengakakan dan

kemerahan di daerah kantus medius.

Palpasi Nyeri tekan pada pipi dan nyeri ketuk di gigi menunjukan adanya sinusitis maksila.

Pada sinusitis frontal terdapat nyeri tekan di dasar sinus frontal, yaitu pada bagian medial atap

orbita. Sinusitis etmoid menyebabkan rasa nyeri tekan di daerah kantus medius.

Transiluminasi Transiluminasi mempunyai manfaat yang terbatas, hanya dapat dipakai untuk

memeriksa sinus maksila dan sinus frontal, bila pemeriksaan radiologik tidak tersedia. Bila ada

pemeriksaan transiluminasi tampak gelap di daerah infraorbita, mungkin berarti antrum terisi

oleh pus atau mukosa antrum menebal atau terdapat neoplasma di dalam antrum. Bila terdapat

kista yang besar di dalam sinus maksila, akan tampak terang pada pemeriksaan transiluminasi,

2

Page 10: Sinusitis Maksilaris

sedangkan pada foto Rontgen tampak adanya perselubungan berbatas tegas di dalam sinus

maksila. Transiluminasi pada sinus frontal hasilnya lebih meragukan. Besar dan bentuk kedua

sinus ini seringkali tidak sama. Gambaran yang terang berarti sinus berkembang dengan baik

dan normal, sedangkan gambaran yang gelap mungkin berarti sinusitis atau hanya menunjukan

sinus yang tidak berkembang.

Pemeriksaan Radiologik Bila dicurigai adanya kelainan di sinus paranasal, maka dilakukan

pemeriksaan radiologik. Posisi rutin yang dipakai ialah posisi Waters, PA dan lateral. Posisi

Waters terutama untuk melihat adanya kelainan di sinus maksila, frontal, dan etmoid. Posisi PA

untuk menilai sinus frontal dan posisi lateral untuk menilai sinus frontal, sphenoid, dan etmoid.

Metode mutakhir yang lebih akurat untuk melihat kelainan sinus paranasal adalah pemeriksaan

CT Scan. Potongan CT Scan yang rutin dipakai adalah koronal dan aksial. Indikasi utama CT

Scan hidung dan sinus paranasal adalah sinusitis kronik, trauma (fraktur frontobasal), dan tumor.

Kelainan akan terlihat perselubungan, batas udara-cairan (air fluid level) atau penebalan mukosa.

CT Scan sinus merupakan gold standard diagnosis sinusitis karena mampu menilai anatomi

hidung dan sinus, adanya penyakit dalam hidung dan sinus secara keseluruhan dan perluasannya.

Namun karena mahal hanya dikerjakan sebagai penunjang diagnosis sinusitis kronik yang tidak

membaik dengan pengobatan atau pra-operasi sebagai panduan operator saat melakukan operasi

sinus.

Sinuskopi Pemeriksaan ke dalam sinus maksila menggunakan endoskop. Endoskop dimasukan

melalui lubang yang dibuat di meatus inferior atau di fosa kanina. Dengan sinuskopi dapat

dilihat keadaan di dalam sinus, apakah ada sekret, polip, jaringan granulasi, massa tumor atau

kista, bagaimana keadaan mukosa dan apakah ostiumnya terbuka.

Sinuskopi dilakukan dengan pungsi menembus dinding medial sinus maksila melalui meatus

inferior, dengan alat endoskop bisa dilihat kondisi sinus maksila yang sebenarnya, selanjutnya

dapat dilakukan irigasi sinus untuk terapi.

Pemeriksaan Mikrobiologik Pemeriksaan mikrobiolgik dan tes resistensi dilakukan dengan

mengambil sekret dari meatus medius/superior, untuk mendapat antibiotik yang tepat guna.

Lebih baik lagi diambil sekret yang keluar dari pungsi sinus maksila.

2

Page 11: Sinusitis Maksilaris

Gambar : foto kepala posisi Waters

Gambar I.2. Sinus paranasal normal pada foto Waters

Figure 3. Cornal CT scan of patient with significant right

maxiallry and ethmoid sinus onstruction and air-fluid level of

left maxillary sinus

    Source: James A Hadley, MD.

2

Page 12: Sinusitis Maksilaris

2.7 Terapi (1,6)

Tujuan terapi sinusitis adalah 1) mempercepat penyembuhan; 2) mencegah komplikasi; dan 3)

mencegah perubahan menjadi kronik. Prinsip pengobatan ialah membuka sumbatan di KOM

sehingga drainage dan ventilasi sinus-sinus pulih secara alami.

Antibiotik dan dekongestan merupakan terapi pilihan pada sinusitis akut bakterial, untuk

menghilangkan infeksi dan pembengkakan mukosa serta membuka sumbatan ostium sinus.

Antibiotik yang dipilih adalah golongan penisilin seperti amoksilin. Jika diperkirakan kuman

telah resisten atau memproduksi beta-laktamase, maka dapat diberikan amoksilin-klavulanat atau

jenis sefalosporin generasi ke-2. Pada sinusitis antibiotik diberikan selama 10-14 hari meskipun

gejala klinik sudah hilang.

Selain dekongestan oral dan topikal, terapi lain dapat diberikan jika diperlukan, seperti analgetik,

nukolitik, steroid oral/topical, pencucian rongga hidung dengan NaCl atau pemanasan (diatermi).

Antihistamin tidak rutin diberikan, karena sifat antikolinergiknya dapat menyebabkan sekret jadi

lebih kental. Bila ada alergi berat sebaiknya diberikan antihistamin generasi ke-2. Irigasi sinus

maksila atau Proetz displacement terapi juga merupakan terapi tambahan yang dapat bermanfaat.

Irigasi Sinus Maksila Melalui Ostium Pada hampir semua kasus, hal ini dapat dilaksanakan

melalui ostium antrum yang normal, dengan mempergunakan kanula antrum dari Pierce.

Irigasi Sinus Maksila dengan Pungsi Melalui Meatus Inferior Jika irigasi melalui ostium asli

sulit atau ada iritasi jaringan yang berlebihan, dapat dibuat jalan lain. Paling mudah melalui

meatus inferior. Digunakan trokar lurus atau bengkok.

Irigasi Sinus Maksilaris Melalui Prosesus Alveolar Metode ini dikemukakan hanya untuk

dikecam, kecuali jika lubang alveolar dapat ditutup sebelum terjadi epitelialisasi ke dalamnya,

kalau tidak, maka akan terjadi fistel kronis dengan reinfeksi antrum yang menetap. Metode ini

dapat digunakan pada kasus infeksi antrum yang terjadi akibat infeksi akar gigi dan

mengakibakan abses yang telah menyebabkan fistula melalui dasar antrum.

2

Page 13: Sinusitis Maksilaris

Imunoterapi dapat dipertimbangkan jika pasien menderita kelainan alergi yang berat.

Tindakan Operasi Bedah sinus endoskopi fungsional (BSEF/FESS) merupakan operasi terkini

untuk sinusitis kronik yang memerlukan operasi. Tindakan ini telah menggantikan hampir

semua jenis bedah sinus yang terdahulu karena memberikan hasil yang lebih memuaskan dan

tindakan lebih ringan dan tidak radikal.

Indikasinya berupa sinusitis kronik yang tidak membaik setelah terapi adekuat; sinusitis kronik

disertai kista atau kelainan yang irreversible; polip ekstensif, adanya komplikasi sinusitis serta

sinusitis jamur.

Penatalaksanaan sinusitis adalah dengan menggunakan berbagai modalitas terapi, mulai dari

terapi konservatif saja sampai irigasi sinus dan pembedahan. Kebanyakan penderita sinusitis

dapat diterapi dengan baik menggunakan pendekatan konservatif dengan antibiotika dan

dekongestan dan atau dengan tambahan short wave diathermy (SWD) atau low level laser terapi

(LLLT). LLLT dilaporkan mempunyai efek biomodulasi : mengurangi inflamasi, meningkatkan

respon imunologis, mengurangi rasa nyeri serta mempercepat penyembuhan luka. Saat ini LLLT

sudah cukup sering digunakan di beberapa rumah sakit, namun terapi dengan SWD untuk

sinutitis juga masih digunakan. Pemberian diathermy ini menguntungkan terutama untuk anak-

anak dan prosedurnya lebih sederhana bila dibandingkan dengan irigasi. Short wave diathermy

dikatakan efektif untuk sinusitis kronik karena membantu drainase sinus dengan membuka

ostium sinus.

Bedah intranasal sinus maksila Pengobatan konservatif yang adekuat merupakan pilihan

terapi untuk sinusitis maksila subakut dan kronis. Antibiotika diberikan sesuai dengan kultur dan

uji sensitivitas. Antibiotika harus dilanjutkan sampai sekurang-kurangnya 10 hari. Drainase

diperbaiki dengan dekongestan lokal dan sistemis. Jika terapi ini diberikan secara baik, pungsi

dan irigasi antrum jarang diperlukan. Meski pun demikian, kadang-kadang irigasi antrum

diperlukan untuk mengambil materi untuk kultur atau untuk menghindari tindakan bedah

terhadap sinus.

Jika ada proses edem kronis di daerah meatus medius dan rontgen sinus menunjukkan penebalan

mukosa serta adanya eksudat, tindakan lokal seperti pengangkatan jaringan polip dan jaringan

2

Page 14: Sinusitis Maksilaris

konka media atau irigasi antrum sedikit sekali artinya. Tindakan lokal tadi hampir selalu dapat

ditiadakan dengan pemberian antibiotik dan dekongestan. Jika terapi medik konservatif tidak

berhasil, maka ahli bedah harus mencari prosedur yang lebih tepat, agar terjadi drainase adekuat

dan jika perlu mengangkat jaringan yang tidak sehat dari sinus.

Irigasi nasoantral Irigasi nasoantral kadang-kadang penting dalam terapi sinusitis maksila,

yaitu jika ingin mengetahui apakah drainase sinus adekuat atau guna mengambil sekret purulen

untuk kultur dan uji sensitivitas. Hampir semua ahli THT lebih suka melakukan irigasi sinus

maksila melalui meatus inferior. Jarum Lichtwitz yang lurus dan tipis dengan tumpuan untuk ibu

jari dari Wolf merupaka alat terpilih. Meatus inferior dianalgesi dengan memasang tampon kapas

yang dibasahi dengan kokain 4% atau tetrakain 2%. Larutan efedrin 1% dapat ditambahkan pada

tetrakain. Tampon kapas ini diletakkan selama lebih kurang 15 menit. Jarum dimasukkan

menembus dinding meatus inferior tepatnya 1 cm di belakang ujung anterior. Sebaiknya, jarum

diarahkan agak ke atas, perlu diperhatikan supaya tidak menembus seluruh rongga dan

menembus dinding superior atau lateral. Harus dilakukan aspirasi dahulu sebelum irigasi. Jika

ujung jarum berada di rongga sinus, harus ditemukan pus atau udara. Jika tidak ada udara atau

pus berarti ujung jarum tidak berada dalam antrum atau antrum ini berisi materi yang padat,

seperti neoplasma atau mukositis polipoid. Sinus kemudian diirigasi dengan larutan NaCl hangat.

Tidak perlu memasukkan udara setelah irigasi, bahkan tindakan ini merupakan kontraindikasi

berdasarkan laporan terjadinya emboli udara setelah injeksi udara ke dalam sinus maksila.

Fenestrasi intranasal dinding nasoantral Lubang nasoantral yang baik dapat menyembuhkan

sinusitis maksila kronis yang purulen, dengan syarat antrum tidak berisi jaringan polip dan tidak

ada nekrosis tulang atau komplikasi dentogen. Telah berulang kali di demonstrasikan bahwa

lubang nasoantral yang kecil cepat menutup dan tidak efektif.

Teknik pembedahan Meatus inferior di analgesi dengan tampon kapas yang dibasahi dengan

kokain 4% atau tetrakain 2% dan Efedrin 1%. Tampon dibiarkan pada tempat tersebut selama 10

sampai 15 menit. Meskipun dengan anestesi umum, hal ini juga dikerjakan agar mukosa

mengecil, sehingga meatus inferior dapat tampak jelas serta untuk memperbaiki hemostasis.

2

Page 15: Sinusitis Maksilaris

Konka inferior dielevasi ke arah superior dengan alat pipih yang pinggirnya licin,seperti elevator

periostal besar atau disektor tonsil. Tidak ada bagian konka media yang diangkat. Dinding

nasoantral dan konka inferior dilubangi dengan alat pembuat lubang atau hemostat bengkok yang

tajam. Lubang diperlebar ke semua arah dengan busi atau cunam. Diameter sekurang-kurangnya

1,5 sampai 2 cm. Penting untuk membuka dinding meatus inferior ke arah bahwa sampai

setingggi dasar hidung untuk mempermudah evakuasi isi rongga sinus. Rongga sinus kemudian

di inspeksi secara langsung. Jika tampak penyakit yang ireversibel, dibuat insisi Caldwell-Luc

dan dilanjutkan dengan pembedahan antrum radikal.

Biasanya pascabedah tidak perlu ditampon. Jika ada perdarahan yang mengganggu, daerah

antrostomi di tampon dengan kasa 1 inci yang diberi iodoform dan dibasahi dengan petrolatum.

Tampon ini diangkat pada akhir 24 atau 48 jam. Pasien diawasi dengan cermat sampai ada

perbaikan dari infeksi kroniknya.

Bedah Eksternal Sinus Maksila Di bawah ini adalah indikasi untuk pendekatan eksternal: (1)

kegagalan antrostomi intranasal untuk menyembuhkan infeksi kronis; (2) jaringan polip mengisi

antrum; (3) penyakit kistik antrum; (4)osteonekrosis; (5)diduga neoplasma sinus maksila; (6)

adanya fistel oroantral; dan (7) fraktur maksila dengan komplikasi.

Teknik Pembedahan Radikal Antrum (Caldwell-Luc) Pembedahan Caldwell-Luc dapat

dilaksanakan dengan anestesi umum atau lokal. Jika dengan anestesi lokal, analgesi intranasal

dicapai dengan menempatkan tampon kapas yang dibasahi kokain 4% atau tetrakain 2% dengan

efedrin 1% di atas dan bawah konka media. Prokain atau lidokain 2%, dengan tambahan

epinefrin disuntikkan di regio fosa kanina. Suntikan dilanjutkan ke superior untuk saraf

infraorbital. Insisi horisontal dibuat di sulkus ginggivobukal, tepat di atas akar gigi. Insisi

dilakukan di superior gigi taring dan molar ke dua. Insisi menembus mukosa dan periosteum.

Periosteum di atas fosa kanina di elevasi sampai kanalis infraorbitalis, tempat saraf infraorbita

diidentifikasi dan secara hati-hati dilindungi.

Pada dinding depan sinus dibuat fenestra, dengan pahat, osteotom atau alat bor. Lubang di

perlebar dengan cunam pemotong tulang Kerrison, sampai jari kelingking dapat masuk. Isi

antrum dapat dilihat dengan jelas. Pada saat ini kista atau tumor jinak dapat diangkat, dengan

2

Page 16: Sinusitis Maksilaris

menggunakan bermacam-macam elevator, usahakan menghindari trauma pada mukosa normal.

Jarang diperlukan untuk mengangkat seluruh mukosa yang melapisi antrum. Meskipun demikan,

jika tampaknya penyakit ireversibel, mukosa dengan mudah dapat dikeluarkan dengan

menggunakan elevator, kuret dan cunam jaringan.

Dinding nasoantral meatus inferior selanjutnya ditembus dengan trokar atau hemostat bengkok.

Antrostomi intranasal ini diperlebar dengan cunam Kerrison dan cunam yang dapat memotong

tulang ke arah depan. Lubang nasontral ini sekurang-kurangnya 1,5 cm dan yang dipotong ialah

mukosa intranasal, mukosa sinus dan dinding tulang. Telah diakui secara luas bahwa berbagai

jabir mukosa untuk pembentukan jendela nasoantral tidak diperlukan.

Setelah antrum diinspeksi dengan teliti agar tidak ada tampon yang tertinggal, insisi

ginggivobukal ditutup dengan benang “plain catgut” 00. Biasanya tidak perlu memasang tampon

intasinus atau intranasal. Jika terjadi perdarahan yang mengganggu, kateter balon yang dapat

ditiup dimasukkan ke dalam antrum melalui lubang nasoantral. Kateter dapat diangkat pada akhir

hari ke-1 atau ke-2. Kompres es di pipi selama 24 jam pasca bedah penting untuk mencegah

udem, hematom dan perasaan tidak nyaman.

2.8 Komplikasi (1,2,3,)

Komplikasi sinusitis telah menurun secara nyata sejak ditemukannya antibiotik. Komplikasi

berat biasanya terjadi pada sinusitis akut atau pada sinusitis kronis dengan eksaserbasi akut,

berupa komplikasi orbita atau intrakranial.

2.8.1 Komplikasi Orbita

Penyebaran infeksi terjadi melalui tromboflebitis dan perkontinuitatum. Kelainan yang dapat

timbul ialah edema palpebra, selulitis orbita, abses subperiostal, abses orbita, dan selanjutnya

dapat terjadi thrombosis sinus kavernosus. Terdapat 5 tahapan:

1. Peradangan atau reaksi edema yang ringan. Terjadi pada isi orbita akibat infeksi sinus di

dekatnya. Keadaan ini terutama ditemukan pada anak, karena lamina papirasea yang

memisahkan orbita dan sinus seringkali merekah pada kelompok umur ini.

2

Page 17: Sinusitis Maksilaris

2. Selulitis orbita. Edema bersifat difus dan bakteri telah secara aktif menginvasi isi orbita

namun pus belum terbentuk.

3. Abses subperiostal. Pus terkumpul di antara periorbita dan dinding tulang orbita

menyebabkan proptosis dan kemosis.

4. Abses orbita. Pada tahap ini, pus telah menembus periosteum dan bercampur dengan isi

orbita. Tahap ini disertai gejala sisa neuritis optic dan kebutaan unilateral yang lebih

serius. Keterbatasan gerak otot ekstraokular mat yang terserang dan kemosis konjungtiva

merupakan tanda khas abses orbita, juga proptosis yang makin bertambah.

5. Trombosis sinus kavernosus. Komplikasi ini merupakan akibat penyebaran bakteri

melalui saluran vena ke dalam sinus kavernosus di mana selanjutnya terbentuk suatu

tromboflebitis septic. Secara patognomonik, trombosis sinus kavernosus terdiri dari

oftalmoplegia, kemosis konjungtiva, gangguan penglihatan yang berat, kelemahan pasien

dan tanda-tanda meningitis oleh karena letak sinus kavernosus yang berdekatan dengan

saraf cranial II, III, IV, dan VI, serta berdekatan juga dengan otak

Pengobatan komplikasi orbita dari sinusitis berupa pemberian antibiotic intravena dosis tinggi

dan pendekatan bedah khusus untuk membebaskan pus dari rongga abses. Manfaat terapi

antikoagulan pada thrombosis sinus kavernosus masih belum jelas. Pada kasus tromboflebitis

septic, terapi antikoagulan hanya akan menyebarkan (diseminata) trombus yang terinfeksi.

Angka kematian setelah trombosis sinus kavernosus dapat setinggi 80%. Pada penderita yang

berhasil sembuh, angka morbiditas biasanya berkisar antara 60-80%, dimana gejala sisa

trombosis sinus kavernosus seringkali berupa atrofi optik.

2.8.2 Mukokel

Mukokel adalah suatu kista yang mengandung mukus yang timbul dalam sinus. Kista ini paling

sering ditemukan pada sinus maksilaris, sering disebut sebagai kista retensi mukus dan biasanya

tidak berbahaya. Dalam sinus frontalis, etmoidalis, dan sfenoidalis, kista ini dapat membesar

dan melalui atrofi tekanan mengikis struktur di sekitarnya. Dengan demikian, kista ini dapat

bermanifestasi sebagai pembengkakan pada dahi atau fenestra nasalis dan dapat menggeser mata

2

Page 18: Sinusitis Maksilaris

ke lateral. Dalam sinus sfenoidalis, kista dapat menimbulkan diplopia dan gangguan penglihatan

dengan menekan saraf di dekatnya.

Piokel adalah mukokel terinfeksi. Gejala piokel hamper sama dengan mukokel meskipun lebih

akut dan lebih berat. Eksplorasi sinus secara bedah untuk mengangkat semua mukosa yang

terinfeksi dan berpenyakit serta memastikan suatu drainage yang baik, atau obliterasi sinus

merupakan prinsip-prinsip terapi.

2.8.3 Komplikasi Intrakranial

Dapa berupa meningitis, abses ekstradural atau subdural, abses otak dan trombosis sinus

kavernosus.

Meningitis Akut Infeksi dari sinus paranasalis dapat menyebar sepanjang saluran vena atau

langsungdari sinus yang berdekatan, seperti lewat dinding posterior sinus frontalis atau melalui

lamina kribriformis di dekat sistem sel udara etmoidalis.

Abses Dura Adalah kumpulan pus di antara dura dan tabula interna cranium; seringkali

mengikuti sinus frontalis. Proses ini mungkin timbul lambat sehingga pasien mungkin hanya

mengeluh nyeri kepala, dan sebelum pus yang terkumpul mampu menimbulkan tekanan

intracranial yang memadai, mungkin tidak terdapat gejala neurologik lain. Abses subdural

adalah kumpulan pus di antara duramater dan araknoid atau permukaan otak. Gejala-gejal

kondisi ini serupa dengan abses dura yaitu nyeri kepala yang membandel dan demam tinggi

dengan tanda-tanda rangsangan meningen. Gejala utama tidak timbul sebelum tekanan

intracranial meningkat atau sebelum abses memecah ke dalam ruang subarachnoid.

2

Page 19: Sinusitis Maksilaris

Abses Otak Setelah sistem vena mukoperiosteum terinfeksi, maka dapat dimengerti bahwa

dapat terjadi perluasan metastatic secara hematogen ke dalam otak. Namun, abses otak biasanya

terjadi melalui trombiflebitis yang meluas secara langsung. Dengan demikian, lokasi abses yang

lazim adalah pada ujung vena yang pecah, meluas menembus dura dan araknoid hingga ke

perbatasan antara substansia alba dan grisea korteks serebri. Pada titik inilah akhir saluran vena

permukaan otak bergabung dengan akhir saluran vena serebralis bagian sentral.

Kontaminasi substansi otak dapat terjadi pada puncak suatu sinusitis supuratif yang berat, dan

proses pembentukan abses otak dapat berkelanjutan sekalipun penyakit pada sinus telah

memasuki tahap resolusi normal.

Komplikasi juga dapat terjadi pada sinusitis kronis, berupa Osteomielitis dan abses subperiostal

dan juga kelainan paru.

2

Page 20: Sinusitis Maksilaris

BAB 3

Kesimpulan dan Saran

2

Page 21: Sinusitis Maksilaris

DAFTAR PUSTAKA

(1) Soepardi, E, dkk. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan

Leher, Edisi 6. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok

Kepala dan Leher Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2007.

(2) Boies, A. Buku Ajara Penyakit Telinga Hidung Tenggorok, Edisi 6. Jakarta: EGC.

1997.

(3) Ballenger, J. Penyakit Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher Jilid I, Edisi 13.

Jakarta: Binarupa Aksara. 1994.

(4) http://www.niaid.nih.gov/TOPICS/SINUSITIS/Pages/symptoms.aspx

(5) http://www.medpagetoday.com/medical-news-rss-feeds/earnosethroat.xml

(6) http://www.scribd.com/doc/38951685/Sinusitis-Maksilaris2

2

Page 22: Sinusitis Maksilaris

2