Upload
dinhliem
View
227
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
SIPENDIKUM 2018
473
FIKIH KEMASYARAKATAN BANJAR
(Dialektika Fikih dengan Realitas Empirik Masyarakat Banjar, Kalimantan Selatan)
Oleh:
H. Anwar Hafidzi, Lc.,MA.Hk1
E-mail: [email protected]
Abstrak
Penelitian ini diawali dengan adanya beberapa praktek kepercayaan
masyarakat Banjar, Kalimantan Selatan yang masih dianggap bersifat
animisme dan dinamisme. Melalui penelitian ini penulis ingin mengetahui
beberapa adat-istiadat masyarakat Banjar yang ada di Kalimantan Selatan
melalui pendekatan Maqasid Shariah untuk mengetahui hukumnya. Penelitian
ini menggunakan disiplin humanities research method, dengan pendekatan mix
method, field research untuk mencari fakta budaya Banjar di kota Banjarmasin
dan dianalisa melalui basic library research untuk mengetahui dasar
hukumnya. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menelaah budaya
kemasyarakatan Banjar tentang munakahat, mu‟amalat, ma‟kulat, „amaliyat
dan kepercayaannya melalui pendekatan hukum Islam. Hasil penelitian ini
menemukan bahwa adat istiadat masyarakat Banjar pada dasarnya berlatar
animisme, seiring berjalannya waktu, agama Islam menjadi bagian dalam
praktek budaya Banjar, tanpa menghilangkan esensi dari tradisi tersebut.
Penelitian ini membuktikan bahwa teori maslahat dan „Urf melalui telaah
ijtihadi dapat digunakan untuk menyelesaikan hukum yang tidak ada dalil
mutlaknya dalam al-Qur‟an dan hadits di beberapa kasus Budaya Banjar.
Kata kunci: Kepercayaan, ritual, masyarakat, banjar, fikih.
Pendahuluan
Perkembangan fikih sesuai dengan ijtihad yang berkembang dan telah memberikan
pengaruh yang efektif dalam kehidupan di masyarakat. Perkembangan fikih dengan sistem
yang bersifat tekstualistik-formulistik menjadikan fikih sangat harfiyah dalam syariah
Islam.2 Tekstual ini membuat keterpakuan dalam permasalahan tertentu yang tidak
1 Dosen Hukum Tata Negara, Fakultas Syariah, Universitas Islam Negeri (UIN) Antasari Banjarmasin,
Kalimantan Selatan, Indonesia. 2 Kajian ini menjadi menarik ketika fikih diartikan secara tekstual saja. Lihat Asriaty Asriaty,
―Tekstualisme Pemikiran Hukum Islam (Sebuah Kritik),‖ Mazahib 11, No. 1 (2013), Accessed May 20,
2017, Http://Journal.Iain-Samarinda.Ac.Id/Index.Php/Mazahib /Article/View/112. sementara menurut
Sahal Mahfuz, bahwa fikih akan bersifat formulistik dalam kehidupan sosial, bandingkan Jamal Ma‘mur,
―Implikasi Fiqh Sosial Kyai Sahal Mahfudh Terhadap Pembaharuan Fiqh Pesantren Di Kajen Pati,‖
Yudisia: Jurnal Pemikiran Hukum Dan Hukum Islam 5, No. 1 (2016), Accessed May 20, 2017,
Http://Journal.Stainkudus.Ac.Id/Index. Php/Yudisia/Article/View/694. Lihat juga N. I. M. Zubaedi and
others, ―Fiqh Sosial Kiai Sahal Mahfudh (Perubahan Nilai Pesantren Dalam Pengembangan Masyarakat
Di Pesantren Maslakul Huda Kajen)‖ (Pasca Sarjana, 2006), accessed May 20, 2017, http://digilib.uin-
suka.ac.id/14354/.
SIPENDIKUM 2018
474
ditemukan pada konteks al-Qur‘an dan Hadits secara jelas,3 tentu diperlukan formulasi
yang dapat menyelesaikan permasalahan fenomena sosial. 4
Faktor Arabisme5 sebagai acuan dalam hadits dan al-Qur‘an menjadikan fikih
sebagai pola untuk memformulasikan antara teks dan konteks. Hal ini dapat dilihat dari
berbagai permasalahan fikih, diantaranya kajian tentang mua‘malah dengan objek akad
yang mengharuskan ija>b dan qabu>l dengan lafaz-lafaz tertentu untuk menyatakan sah
atau tidaknya jual beli di masyarakat tertentu.
Formulasi yang disebutkan tadi tentu tidak terlepas dengan faktor masyarakat dan
budaya yang berkembang disekelilingnya sebagai manhaj objek masalah. Maka, ada
beberapa kasus hukum yang tetap berpegang pada nas} ada pula yang memerlukan dalil
sebagai pelengkap ijtihad.
Muncul dibenak peneliti, bahwa fikih berdasarkan dalil empirik di masyarakat
masih ramai dan banyak yang mempertanyakan hukum menjalankannya,6 mengamalkan-
nya, serta bagaimana budaya menjelaskannya. Pada dasarnya memang tidak ada dalil yang
menghubungkan bahwa hukum mengikuti budaya lokal atau kepercayaan nenek moyang,
akan tetapi budayalah yang menjadi bagian dari pengembangan hukum Islam.
Melalui pendekatan budaya yang ada di Banjar, Kalimantan Selatan, Indonesia,
peneliti mencoba melihat struktur sosial budaya lokal dalam pendekatan fikih budaya yang
ada di masyarakat.7 Pendekatan ini dilakukan agar dapat melihat praktek budaya Banjar
dalam kaca mata syariah Islam. Tujuannya adalah agar budaya yang ada tetap berkembang
3 Ovamir Anjum, ―Salafis and Democracy: Doctrine and Context,‖ Muslim World 106, no. 3 (July 2016):
448–473. Lihat juga pandangan dari tekstualitas doktrin fikih dalam penyelesaian hukum Islam, Aria
Nakissa, ―The Fiqh of Revolution and the Arab Spring: Secondary Segmentation as a Trend in Islamic
Legal Doctrine,‖ Muslim World 105, no. 3 (July 2015): 398–421. 4 Pendekatan Filsafat dalam menyelesaikan permasalah sosial dapat dijadikan rujukan dalam menelaah
fikih sosial masyarakat. Lihat Mohammad Alfunim And Others, ―Filsafat Sosial Al-Mawardi‖
(Perpustakaan Uin Sunan Kalijaga, 2003), Accessed November 15, 2016, Http://Digilib.Uin-
Suka.Ac.Id/9761/. 5 Mochamad Sodik, ―Sosiologi Pemberdayaan Fikih: Meneguhkan Perspektif Interkoneksitas,‖
/Jurnal/Sosiologi Reflektif/Volume 1, No. 2, April 2007/ (2009), Accessed May 20, 2017,
Http://Digilib.Uin-Suka.Ac.Id/657/. Sementara menurut Mansur, bahwa faktor ke Arab menjadi acuan
dalam menyelesaikan konflik sosial fikih di masyarakat. Bandingkan Mansur Mansur, ―Kontekstualisasi
Gagasan Fiqh Indonesia TM Hasbi Ash-Shiddieqy (Telaah Atas Pemikiran Kritis Yudian Wahyudi),‖
Asy-Syir‟ah: Jurnal Ilmu Syari‟ah dan Hukum 46, no. 1 (2012), accessed May 20, 2017, http://www.asy-
syirah.uin-suka.com/index.php/AS/article/view/30. Adapun menurut Sunaryo, munculnya kecenderungan
ushul fikih terhadap realitas masyarakat dapat dijadikan acuan untuk mengembangkan kontekstual fikih
masyarakat. Lihat juga Agus Sunaryo, ―Dinamika Epistemologi Fikih: Studi Terhadap Beberapa
Kecenderungan Usul Fikih Kontemporer,‖ Al-Manahij 8, No. 2 (2014): 181–198. 6 Zubaedi juga memiliki orientasi yang sama ketika banyaknya masalah yang ada di masyarakat dan harus
dilihat secara empirik, diperlukan fikih dengan orientasi sosial masyarkat. Lihat Z. Zubaedi,
―Membangun Fikih Yang Berorientasi Sosial: Dialektika Fikih Dengan Realitas Empirik Masyarakat,‖
Al-Jami‟ah: Journal of Islamic Studies 44, no. 2 (2006): 430–452. Bandingkan dengan H. Idri,
―Pendekatan Filosofis Dalam Kajian Fikih Budaya Dan Sosial‖ (n.d.), accessed May 20, 2017,
http://www.academia.edu/
download/49389325/Pendekatan_Filosofis_dalam_Kajian_Fikih_Budaya_dan_Sosial..docx. 7 Kajian tentang kepercayaan Banjar dimulai oleh Alfani Daud dengan melihat realitas empirik di daerah
Dalam Pagar Martapura sebagai bagian bahan acuan, kepercayaan itu dipandang Alfani sudah memiliki
literatur Islami dalam pengamalanannya. Hal ini dibuktikan dengan syair-syair lantunan budaya dengan
nada asma Allah. Lihat Alfani Daud, Islam dan masyarakat Banjar (RajaGrafindo Persada, 1997). Lihat
juga dalam H. Abu Yasid, Fiqh Today 1: Fatwa Tradisional untuk Orang Modern Fikih Kontroversial
(Erlangga, 2007).
SIPENDIKUM 2018
475
dengan tuntunan syariat Islam demi merealisasikan dan melindungi maslahat dan
menghindari mudarat pada masyarakat Banjar.
Metodologi Penelitian
1. Metode Penelitian
Untuk mengetahui dan mampu menganalisa tentang fikih kemasyarakatan Banjar,
diperlukan metode penelitian guna tercapai tujuan dari penelitian ini. Adapun metode yang
digunakan adalah basic library research8 untuk mengetahui latarbelakang dan akar
permasalahan sehingga dapat ditarik kesimpulannya dari nas} shari‟i. Sementara untuk
mengetahui permasalahan dari kepercayaan budaya Banjar ini digunakan metode field
research9 dengan lokasi penelitian adalah Kota Banjarmasin secara purposive sampling
10
untuk mengetahui kepercayaan yang biasa digunakan dalam kehidupan masyarakat Banjar.
Penelitian ini menggunakan disiplin humanities research method11
sebagai
pendekatannya, adapun hasil yang akan diteliti menggunakan metode deskriptif analytic
kualitatif dari beberapa kajian fikih Islam.
2. Sumber dan Batasan Penelitian
Sumber utama dalam penelitian ini adalah al-Qur‘an, Hadits, dan buku Islam dan
Masyarakat Banjar karya Alfani Daud sebagai landasan dalam penentuan dalil melalui
pendekatan maqasid al-shari‟ah.12
Adapun sumber sekunder dari penelitian ini adalah para
ulama yang memiliki kemampuan dalam pemahaman kitab-kitab fikih dan realitas sosial.
Adapun sumber lokasi pengambilan sampel penelitian adalah kota Banjarmasin,
Kalimantan Selatan.
Penelitian ini memang sangat luas dan masalah budaya juga sangat banyak. Oleh
karena itu peneliti membatasi tentang kajian faham keagamaan yang berhubungan dengan
fikih, seperti masalah perkawinan, jual beli, ibadah sosial di masyarakat Banjar.
3. Rumusan Masalah
Agar penelitian ini menjadi lebih fokus, peneliti hanya ingin mencari manhaj yang
digunakan dalam hal praktek adat kepercayaan Banjar dalam pandangan Hukum Islam
melalui pendekatan maqasid al-shari‟ah dan hukum pelaksanaannya dalam pandangan
Fikih.
8 Yaitu kegiatan penelitian yang dilaksanakan dalam rangka menemukan, menguji, dan mengembangkan
suatu teori dalam rangka pengembangan dalam bidang keilmuan. Lihat Lynn Silipigni Connaway and
Ronald R. Powell, Basic Research Methods for Librarians, Fifth Edition (ABC-CLIO, 2010), 23, 43-44.
Bandingkan John S. Spencer and Christopher Millson-Martula, Discovery Tools: The Next Generation of
Library Research (Routledge, 2016), 163-164. 9 Ellen lebih menekankan bahwa penggunaan field research dalam mencari data diperlukan agar data yang
ditemukan sesuai dengan fakta dan keilmuan yang berlaku. Lihat Ellen Perecman and Sara R. Curran, A
Handbook for Social Science Field Research: Essays & Bibliographic Sources on Research Design and
Methods (SAGE, 2006).h xix. 10
Pengambilan sampel secara sengaja sesuai dengan persyaratan sampel yang ditetili, hal ini melalui
pendekatan kajian keilmuan fikih dan realitas sosial yang dimiliki sampel. 11
Penelitian ini akan mencari dalam rumpun bidang ilmu kemasyarakatan 12
Ahmad Imam Mawardi, Fiqh minoritas: fiqh al-aqaliyat dan evolusi maqashid al-syariah dari konsep ke
pendekatan (LKiS, 2010). 12.
SIPENDIKUM 2018
476
4. Tujuan dan Manfaat Penelitian
a) Setidaknya dengan melakukan penelitian ini, masyarakat Banjar lebih peka terhadap
praktek-praktek budaya yang telah diajarkan turun temurun dari nenek moyang
masyarakat Banjar.
b) Mengetahui beberapa diantara praktek kepercayaan dari adat istiadat masyarakat
Banjar, Kalimantan Selatan
c) Melalui penelitian ini juga diharapkan para intelektual Muslim dapat bersifat
emansipatoris terhadap problem sosial-kemasyarakatan Banjar melalui dalil syar‘i.
d) Diharapkan juga melalui fikih kemasyarakatan Banjar dapat mengajarkan kepekaan
sosial masyarakat dengan membangun kerjasama, mengikis egoisme kelompok, dan
ta‟assub (fanatisme) golongan.
Hubungan Budaya dan Fikih Kemasyarakatan
Seperti dijelaskan sebelumnya bahwa kata fikih secara bahasa merupakan sebuah
pola pemahaman mendalam dalam suatu konsep. Sementara menurut terminologi bahwa
fikih menunjukkan suatu pengeahuan yang berisi tentang hukum-hukum syariat diambil
dari dalil-dalil yang tepat dan rinci. Pokok pembahasan ilmu fikih tidak hanya mencakup
pada perbuatan-perbuatan pribadi mukallaf, akan tetapi juga termasuk hukum-hukum
sosial kemasyarakatan. Seorang mukallaf tentu akan mengerjakan perbuatan yang sudah
ditentukan dalam hukum islam (fikih).13
Sebagian besar yang dilakukan muncul dalam
konteks masyarakat dengan hubungan individu dan sosialnya terhadap berbagai persoalan
serta masalah-masalah yang mana diperlukan pengetahuan hukum syari‘atnya.
Atas dasar itu, ilmu fikih mempunyai kewajiban untuk mengidentifikasi posisi
(taklif) perbuatan-perbuatan seperti ini yang muncul dalam konteks masyarakat.14
Ada
beberapa tema fikih yang ada di masyarakat, diantaranya:
1. Ba>b T}{aha>rah
2. Ba>b Iba>dah
3. Ba>b Munakah}a>t
4. Ba>b Mu‟amalat
Keberadaan budaya Banjar seperti yang disinggung pada sub-bab sebelumnya
menjelaskan bahwa setiap amal mukallaf yang berhubungan dengan ibadah, tentu ada
hukum fikih yang harus dijalankan. Oleh karena itu diperlukan fikih kemasyarakatan
Banjar yang dapat menjawab dikotomi hukum di budaya Arab dengan budaya Banjar.
Seperti contoh tema mu‘amalat yang merupakan tema tentang perbuatan-perbuatan,
yang dilakukan para mukallaf untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhannya dalam
masyarakat.15
Hubungan fikih dan mu‘amalat tidak terbatas hanya pada hubungan-
hubungan ekonominya akan tetapi tetap berhubungan dengan konteks fikih sebagai hukum
13
Ahmad Thohari, ―Epistemologi Fikih Lingkungan: Revitalisasi Konsep Masalahah,‖ Az Zarqa‟ 5, no. 2
(2013). 14
Ahwan Fanani, ―Akar, Posisi, Dan Aplikasi Adat Dalam Hukum,‖ IJTIHAD Jurnal Wacana Hukum
Islam dan Kemanusiaan 14, no. 2 (2014): 231–250. 15
Sukarni, Fikih lingkungan hidup perspektif ulama Kalimantan Selatan (Kementerian Agama RI, 2011).
SIPENDIKUM 2018
477
Islam. Disana terjadi proses saling mengisi, saling mewarnai dan saling mempengaruhi
satu sama lain.16
Atas dasar ini, ilmu fikih berkewajiban untuk menentukan posisi (taklif) perbuatan-
perbuatan seperti yang muncul dalam konteks masyarakat tersebut dan membebaskan
orang-orang Muslim dari kebingungan tanpa memaksa manusia menerima dan mengakui
berbagai konsekuensi dari aturan dan norma-norma, dimana norma-norma ini harus
ditinjau dalam pandangan fikih Islam.
Fikih Tematik: Pola Ijtihad dalam Fikih Kemasyarakatan Banjar
Untuk mengenal metode ra‟yu al-ijtihadi sebagai pola pembentukan hukum dalam
menyelesaikan permasalahan yang ada di masyarakat banjar. Ada beberapa pola yang
dapat dikaitkan dalam merumuskan hukum fikih nya yang diambil dari berbagai sudut ilmu
sebagai sumber hukum islam. Melalui pola al-qur‘an, hadits, qiyas, dan ijma ulama maka
akan ditemukan pola ijtihad dari fikih budaya banjar. Selain itu juga digunakan dalam
menganalisa berbagai macam kebudayaan banjar melalui metode istihsan, maslahah
mursalah, „Urf , qaul sahabi, istishab, sadd al-dzara‟i, dan syaru‟ min qablina, dan yang
lainnya yang dianggap bagian penting dalam perumusan hukum.17
Berdasarkan sumber-sumber hukum tersebut, maka pola hukum dapat didasarkan
pada, antara lain:18
(1) Sumber yang berupa nash dan bukan nash;
(2) Sumber naqli dan aqli;
(3) Sumber yang sudah disepakati dan yang belum disepakati;
(4) Sumber pokok dan tambahan; dan Sumber dari Syara‘
Sebenarnya apabila diringkas, sumber semua hukum Islam itu hanya satu saja, yaitu
al-Qur‘an karena al-Hadist tentunya sesuai dengan wahyu (al-Qur‘an). Di samping itu,
sumber hukum Islam lailnnya, seperti Ijma‘, Qiyas, dan sumber hukum lainnya itu tidak
boleh bertentangan dan tidak dapat terlepas sama sekali dari al-Qur‘an dan al-Sunnah, baik
mantuq maupun mafhumnya. Sebab rasio semata-mata tidaklah dapat menunjukkan
hukum-hukum syara‘.
Pola ijtihadi dalam mengetahui suatu hukum tentu yang pertama adalah apakah
terdapat dalam Al Quran terdapat nash tentang hukumnya? Jika tidak ditemukan, dicari
dalam Sunnah yang relevan dengan permasalahan. Jika tidak ada, maka dilanjutkan
dengan berbagai macam pola ijtihad dalam penyelesaiannya melalui ijma‘ dan qiyas.
Maslahah juga dapat dijadikan dasar dalam penyelesaian hukum, karena dalam Islam
terdapat hukum-hukum yang ditetapkan untuk melindungi agama Islam, jiwa manusia, akal
manusia, keturunan manusia dan harta kekayaan manusia.19
16
Hidayatulloh Hidayatulloh, ―REALASI ILMU PENGETAHUAN DAN AGAMA,‖ Proceedings of the
ICECRS 1, no. 1 (2017), accessed March 17, 2017, http://ojs.umsida.ac.id/index.php
/icecrs/article/view/627. 17
Rohidin, Pengantar Hukum Islam: Dari Semenanjung Arabia hingga Indonesia (Lintang Rasi Aksara
Books, n.d.), 99-101. 18
M. Noor Harisudin, ―‘Urf Sebagai Sumber Hukum Islam (Fiqh) Nusantara,‖ AL-Fikr 20, no. 1 (2017):
66–86. 19
Hamka Haq Al-Badry, Al-Syatibi (Erlangga, 2007), 91-92.
SIPENDIKUM 2018
478
Hal yang demikian dapat dicontohkan seperti, jihad dan hukuman mati atas orang
yang murtad diterapkan untuk melindungi agama Islam. Qishash ditetapkan untuk
melndungi jiwa manusia dari upaya menyakiti dan membunuhnya.20
Diizinkan tidak puasa
Ramadhan bagi orang musafir dan sakit untuk memberikan kemudahan bagi orang yang
musafir dalam menjalankan ibadah puasa.21
Adapun yang bertentangan dengan maslahat misalnya adalah seperti ketaatan
secara berlebih-lebihan kepada agama Islam.22
Sikap seperti itu pernah dilakukan sebagian
Sahabat Nabi di masanya, sampai-sampai mereka tidak makan untuk berpuasa secara terus
menerus, tidak kawin, tidak tidur di malam hari untuk mengerjakan shalat, akan tetapi hal
itu dilarang Nabi Saw.23
Pola ijtihad dalam fiqh Islam terdapat dua bidang hukum, yaitu ibadat dan
muamalat. Pertama, ibadat, seperti shalat, puasa dan lain-lain.24
Kedua, muamalat, seperti
akad (kontrak) jual beli. Bidang muamalat merupakan bidang yang luas bagi ijtihad, baik
melalui ijtihad dengan menggunakan metode qiyas, maslahah mursalah atau lainnya.
Namun masih terdapat perbedaan pendapat mengenai kemungkinan menjadikan maslahah
mursalah sebagai dalil tersendiri.25
Dasar pertimbangan tersebut, pada hakikatnya, adalah penerapan asas darurat
dalam keadaan yang tidak memungkinkan dalam permasalahan seperti kondisi tidak ada
yang dapat dimakan yang halal, akan tetapi ada yang haram, maka diperbolehkan dalam
hal darurat dan terbatas sekedar mengganjal perutnya saja.26
Maka diperlukan menerapkan
salah satu dari dua keburukan, dengan cara memilih keburukan yang paling ringan yaitu
mengambil pajak dalam kepentingan negara.27
Pola ijtihad selanjutnya adalah „Urf , yaitu kebiasaan masyarakat, baik perbuatan
maupun ucapan (bahasa). 28
Contoh ‗Urf perbuatan ialah kebiasaan masyarakat melakukan
jual beli mu‘athah yaitu kontrak jual beli tanpa ijab qabul dengan lisan, tetapi langsung
saling memberi. Artinya, penjual memberikan barang yang dijual kepada pembeli dan
pembeli menyerahkan uang kepada penjual dengan pendekatan „an tara>d}in atau saling
20
Muhammad Tahmid Nur, Menggapai Hukum Pidana Ideal Kemaslahatan Pidana Islam dan Pembaruan
Hukum Pidana Nasional (Deepublish, 2016), 288. 21
Ma‘mur, ―IMPLIKASI FIQH SOSIAL KYAI SAHAL MAHFUDH TERHADAP PEMBAHARUAN
FIQH PESANTREN DI KAJEN PATI.‖ 22
Aminudin Slamet Widodo, ―Konsep Maslahah Mursalah Wahbah Zuhaili Dan Relevansinya Dengan
Pernikahan Sirri Di Indonesia‖ (UIN Maulana Malik Ibrahim Malang, 2011), 10. 23
Sapiudin Shidiq, Ushul Fiqh (Kencana, 2017), 92–93. 24
Muhammad Nadratuzzaman Hosen, ―Tinjauan Akad Murabahah Li Al-Amr Bi Ashira,‖ IJTIHAD Jurnal
Wacana Hukum Islam dan Kemanusiaan 12, no. 2 (2012): 165–178. 25
Hanafiah, ―AKAD JUAL BELI DALAM TRADISI PASAR TERAPUNG MASYARAKAT BANJAR,‖
Jurnal al-Tahrir. Vol. 15, No. 1 Mei (2015): 201–217. 26
Proses perubahan Darurat Hukum dilatarbelakangi oleh semangat membumikan keadilan dengan
menggunakan pendekatan analogis (qiyās) antara kasus makan barang terlarang, karena darurat dengan
kasus makan barang halal yang diperoleh dengan cara yang terlarang juga karena darurat. Keduanya
memiliki konsep yang sama, akan tetapi memiliki dua pola hukum yang berbeda dalam pelaksanaannya.
Lihat dalam M. Taufan B, Sosiologi Hukum Islam: Kajian Empirik Komunitas Sempalan (Deepublish,
2016), 55. 27
Ika Yunia Fauzia, ―Etika Bisnis Dalam Islam‖ (KENCANA, 2013). 28
Yusuf Qardhawi, Kebangkitan Islam dalam perbincangan para pakar (Gema Insani, 1998), 171.
SIPENDIKUM 2018
479
senang antara pembeli dan penjual.29
Sedangkan „Urf khusus (terbatas) ialah yang berlaku
pada kelompok tertentu dari penduduk suatu negeri. Dari segi lain „Urf terbagi kepada
„Urf yang benar dan „Urf tidak benar.30
‗Urf (adat) yang sohih ialah kebiasaan masyarakat yang tidak mengharamkan apa
yang menurut Islam adalah halal atau menghalalkan apa yang menurut Islam adalah haram.
Contohnya „Urf masyarakat memberikan „urbun (uang muka) dalam akad istishna‘.„Urf
yang tidak sohih ialah kebiasaan yang menghalalkan apa yang menurut Islam adalah haram
atau mengharamkan apa yang menurut Islam adalah halal, seperti kebiasaan makan riba,
menyajikan minuman memabukkan dalam jamuan tertentu, dan lain-lain.31
Pandangan ini
mereka simpulkan dalam sebuah asas yang berbunyi :
محكمة العادة
―Adat kebiasaan menjadi dasar penetapan hukum.‖32
Pandangan ini mereka ungkapkan pula dalam asas bahwa ―apa yang sudah berlaku
sebagai adat kebiasaan adalah sama dengan yang ditetapkan oleh dalil (argumen) dari
Syariat Islam.‖ seperti contoh juga bolehnya membeli barang seperti jam, radio, mesin
cuci, kulkas, dengan garansi hingga masa tertentu. 33
Pola dari sumber hukum ini muncul
dari perkembangan dari zaman yang menuntut untuk posisi hukum Islam.
Fikih Budaya Banjar: Telaah Konteks berdasarkan Teks Hukum Islam
Budaya memang tidak dapat terlepas peran serta masyarakat dan siklus lingkungan
yang membentuk suatu kegiatan. Kegiatan ini ada yang bersifat umum ada juga
berdasarkan ritual keagamaan. Berdasarkan sampel yang diambil secara purposive
sampling di kota Banjarmasin maka dilaporkan beberapa ritual keagamaan yang
berhubungan dengan perkawinan, ibadah dan mu‘amalat yang masih dipertahankan hingga
saat sekarang ini.
1. Fikih Perkawinan Banjar
Budaya Banjar sangat memperhatikan dengan perkawinan yang terjadi di
masyarakat, dimulai dari bertemu hingga prosesi melahirkan selalu ada nilai-nilai ibadah
dalam melaksanakan prosesinya. Meskipun masih ada beberapa kepercayaan animisme
maupun dinamisme yang muncul seiring berkembangnya budaya leluhur dalam
mempraktekkannya. Kesimpulannya bahwa budaya sangat menjunjung fikih perkawinan
yang sudah diajakan di kitab-kitab fikih dalam prosesinya, meskipun masih ada bebeapa
yang menggunakan kepercayaan dalam prakteknya.
2. Fikih Mu’amalat Banjar
29
Harisudin, ―‘Urf Sebagai Sumber Hukum Islam (Fiqh) Nusantara.‖ 30 Abd Shomad, Hukum Islam: Penormaan Prinsip Syariah dalam Hukum Indonesia (Kencana, 2017), 45–47. 31
Jamal Ma‘mur Asmani, Fiqh Sosial Kiai Sahal Mahfudh: Antara Konsep Dan Implementasi (Khalista,
2007), 348. 32 Umar Shihab, Beda Mazhab, Satu Islam (Elex Media Komputindo, 2017), 99–101. 33
Luqman Zakariyah, Legal Maxims in Islamic Criminal Law: Theory and Applications (BRILL, 2015).
SIPENDIKUM 2018
480
Di masyarakat Banjar, pola jual beli ini bersumber dari kajian fikih Syafi‘i yang
bersumber dari ajaran agama yang kebanyakan diwariskan dari mazhab as-Syafi‘i. Mazhab
ini menganjurkan untuk melafalkan akad dalam bentuk ―saling ridho‖ dalam setiap
transaksinya dengan istilah ―saya jual barang ini‖ dilanjutkan dengan ―saya beli‖ dan
dalam satu waktu majelis. Menurut ulama syafi‘iyah,
Menurut informasi bahwa istilah tersebut muncul karena pendidikan agama yang
diwaiskan dari tuan guru Syaikh Muhammad Arsyad al-Banjari dalam kitab Sabilal
Muhtadin mengenai konsep akad dengan istilah “aku jual lah” dan disambut dengan “aku
tukar lah”.34
Selain itu juga ditemukan sistema Syafi‘iyyah ini dengan “jual lah seadanya” dan
dijawab “tukarlah” biasanya konsep ini muncul karena keyakinan masyarakat Banjar
bahwa tidak sah jual beli suatu barang jika tidak dibarengi dengan akad jual dan beli dalam
satu majelis. Meskipun demikian, bukan berarti yang tidak mengikrarkan lafal tersebut
tidak sah, melainkan hanya mempertegas dengan asas kaidah dasar dalam mu‘amalah itu
adalah boleh selama tidak ada yang dikategorikan perbuatan haram.
3. Fikih Sholat Sunnah Banjar
Adapun mengenai kegiatan ibadah, khususnya dalam bidang sholat sunnah. Di
masyarakat Banjar ada beberapa kegiatan yang dilakukan diwaktu dan cara tertentu sesuai
dengan prosesi acara di masyarakat.
Diantaranya sholat hajat karena ada sesuatu keinginan yang ingin dicapai pada
Allah dan dikerjakan berjamaah. Sholat Hadiah dikerjakan untuk meminta kepada Allah
keampunan bagi yang sudah meninggal, dikerjakan dua raka‘at secara sendirian ataupun
berjamaah. Sholat Taubat dikerjakan pada malam jum‘at atau ketika seseorang ingin
kembali kejalan Allah yang dilakukan bisa berjamaah ataupun sendirian dikerjakan dengan
dua rakaat satu kali salam. Adapun Sholat Tasbih pada malam Nisfu Sya‘ban dikerjakan
secara berjamaah di malam yang mustajab doa di mesjid atau di surau ditambah dengan
ritual ibadah zikir bersama.
4. Fikih Ibadah Sosial Banjar
Adapun masalah ibadah sosial, penulis menemukan berbagai macam ritual ibadah
keagamaan yang dilihat di kota Banjarmasin melalui berbagai keadaan, seperti perayaan
malam tahun baru hijriyah, maulid dan burdah, salamatan, tahlil arwah, dan baayun
maulid.
Kajian di atas menunjukkan bolehnya melaksanakan ibadah tersebut selama tidak
ada dalil yang melarang atau mengharamkannya. Adapun ritual yang diluar dari anjuran al-
Qur‘an dan hadits pada dasarnya masih melekat dari kehidupan masyarakat Banjar sebagai
akulturasi nenek moyang yang mengajarkannya dalam bentuk keyakinan. Hal yang
demikian tentu tidak diperbolehkan dalam pola tauhid. Tujuan kesemuanya adalah berdoa
bersama dengan niat mendekatkan diri pada Allah Swt.
34
Abnan Pancasilwati, ―EPISTEMOLOGI FIQH SABILAL MUHTADIN,‖ Mazahib: Jurnal Pemikiran
Hukum Islam 14, no. 1 (2015). Lihat juga dalam Hanafiah, ―AKAD JUAL BELI DALAM TRADISI
PASAR TERAPUNG MASYARAKAT BANJAR.‖
SIPENDIKUM 2018
481
5. Fikih Kuliner Banjar
Kajian terakhir dari fikih kemasyarakatan Banjar adalah yang berhubungan dengan
kuliner yang ada di masyarakat Banjar yang mungkin dapat dilihat tinjauannya dari
pendekatan fikih Islam untuk mengetahui problematika yang terjadi di masyarakat Banjar.
Diantaranya seperti Sayur Haliling dan Rimis, Gangan Humbut, hidangan untuk acara
takziyah, haul, atau arwahan, Tapai Lakatan, Iwak Pakasam dan Wadi.
Temuan ini dapat difahami dengan sangat sederhana sekali untuk dapat
membedakan makanan yang haram atau yang tidak tinggal melihat dari berbagai sisi,
diantaranya:
a. Zat yang mengadung didalam makanan tersebut;
b. Cara pengolahan yang dikerjakan hingga selesai;
c. Bahan yang digunakan dalam campurannya;
d. Korelasi dalam al-Qur‘an atau hadits;
e. Dan bagaimana penggunannya.
Jadi, sederhana dan simpel untuk memutuskan manakah makanan yang haram
ataukah tidak karena tinggal melihat pada dalil Al Qur‘an dan As Sunnah yang shahih. Jika
kita menggunakan standar budaya Banjar atau budaya lainnya seperti bangsa Arab yang
mengatakan jijik jika makan ceker ayam karena bekas kotoran atau yang lainnya, ini akan
sulit. Itulah mudahnya agama tapi tidak dimudah-mudahkan dalam prakteknya.
Penutup
1. Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang dilakukan penulis terhadap pola budaya Banjar di
masyarakat Banjarmasin, ditemukan bahwa pola fikih masyarakat Banjar menggunakan
kajian Islam sebagai pola prakteknya, seperti prosesi perkawinan, bagian mu‘amalat,
bidang sosial, dan kuliner. Meskipun masyarkat Banjar masih mempercayai pola keturunan
sebagai bahan rujukan hukum, meskipun pada prakteknya masih ada pola keturunan dari
nenek moyang yang mengajarkannya yang berhubungan dengan animisme.
Pola pendidikan fikih kemasyarakatan merupakan kajian yang muncul dari berbagai
macam budaya dan masyarakat dalam lingkup keislaman. Manhaj dalam mengkaji budaya
di masyarakat Banjar dapat dilakukan melalui pendekatan maslahat dan menghindari
mudharat serta tidak bertentangan dengan al-Qur‘an dan hadits sebagai bagian yang
dilarang.
Adapun yang berhubungan dengan kepercayaan, hal yang demikian merupakan
pengaruh nenek moyang yang mengajarkannya tanpa ada dasar hukum dalam al-Qur‘an
maupun hadits Nabi, bahkan masih ada yang berhubungan dengan jin atau sesajen lainnya.
Pendidikan fikih kemasyarakatan dapat memberikan hal yang positif sebagai
mazhab jalan tengah untuk dapat menelaah dasar hukum tanpa ada perseteruan dan
perdebatan yang memunculkan permusuhan dalam agama Islam. Pola fikih ini
menghasilkan bahwa masyarakat sebagai subjek boleh saja mempertahankan budayanya
tapi tetap harus mencari jalan keluar melalui pendekatan fikih islam sebagai pola hukum
dalam prakteknya, diantaranya:
SIPENDIKUM 2018
482
a. Menghindari mudharat dan mengambil maslahat;
b. Mendahulukan dalil qat‘i dibanding zhanni;
c. Terpeliharanya diri, agama, keturunan, harta, dan akal dalam pelaksanaannya;
d. Menyatukan budaya dengan orientasi Sunnah sebagai pijakan hukum;
e. Memperhatikan kemaslahatan yang bersifat suplementer pada kehidupan dalam
estetika dan etiket.
Temuan dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan wacana baru dalam fikih budaya
Banjar yang mungkin akan terus berkembang dimasyarakat nantinya.
2. Rekomendasi
Penelitian ini sebenarnya jauh dari sempurna, masih banyak kekurangan yang penulis
rasakan selama meneliti di kota Banjarmasin dan berdasarkan naskah Islam dan Budaya
Banjar. Tentu perlu tinjauan lebih untuk telaah berbagai kasus dalam budaya Banjar yang
masih banyak ditemui di Kalimantan Selatan pada umumnya.
Kajian yang menarik untuk diteliti selanjutnya adalah mengenai fikih sosial Sungai
Banjar yang memunculkan berbagai kajian fikih dalam lingkup sungai yang menjadi mata
pencaharian, kehidupan, bahkan untuk ibadah.
Daftar Pustaka
Abdul ‘Al, Dr Abdul Hayy. Pengantar Ushul Fikih. Pustaka Al Kautsar, 2014.
Alfisyah, Alfisyah. ―Kearifan Religi Masyarakat Banjar Pahuluan.‖ PublikA 2, no. 1
(2009): 49–57.
———. ―Perempuan Banjar, Pengajian Dan Transformasi Sosio Kultural‖ (2016).
Accessed May 19, 2017. http://idr.iain-antasari.ac.id/6252/.
ALFUNIM, MOHAMMAD, and others. ―Filsafat Sosial Al-Mawardi.‖
PERPUSTAKAAN UIN SUNAN KALIJAGA, 2003. Accessed November 15,
2016. http://digilib.uin-suka.ac.id/9761/.
Al-Indunisi, DR Ahmad Nahrawi Abdus Salam. Ensiklopedia Imam Syafi‟i. Hikmah, 2008.
Al-Qadri, Al-Hamid Jakfar. Bijak Menyikapi Perbedaan Pendapat. Mizan, 2012.
Anjum, Ovamir. ―Salafis and Democracy: Doctrine and Context.‖ Muslim World 106, no.
3 (July 2016): 448–473.
Ardiansyah, Ardiansyah, Wiryanto Wiryanto, and Edwi Mahajoeno. ―Toksisitas Ekstrak
Daun Mimba (Azadirachta Indica A. Juss) Pada Anakan Siput Murbei (Pomacea
Canaliculata L.).‖ BioSMART: Journal of Biological Science 4, no. 1 (2002).
Arni, Arni. ―Kepercayaan Dan Perlakuan Masayarakat Banjar Terhadap Jimat-Jimat
Penolak Penyakit‖ (2015). Accessed May 19, 2017. http://idr.iain-
antasari.ac.id/id/eprint/5166.
Asmani, Jamal Ma‘mur. Fiqh Sosial Kiai Sahal Mahfudh: Antara Konsep Dan
Implementasi. Khalista, 2007.
Asriaty, Asriaty. ―TEKSTUALISME PEMIKIRAN HUKUM ISLAM (Sebuah Kritik).‖
MAZAHIB 11, no. 1 (2013). Accessed May 20, 2017. http://journal.iain-
samarinda.ac.id/index.php/mazahib/article/view/112.
Azhari, Fathurrahman. ―Pemikiran Hukum Kearifan Lokal Syekh Muhammad Arsyad Al-
Banjari Dalam Kitab Sabilal Muhtadin‖ (2016).
Buseri, Kamrani. ―Budaya Spiritual Kesultanan Banjar: Historisitas Dan Relevansinya Di
Masa Kini.‖ Al-Banjari: Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu Keislaman 10, no. 2 (2011).
Accessed May 19, 2017. http://jurnal.iain-antasari.ac.id/index.php/al-
banjari/article/view/1043.
SIPENDIKUM 2018
483
———. ―KESULTANAN BANJAR DAN KEPENTINGAN DAKWAH ISLAM.‖ Al-
Banjari; Jurnal Ilmiah Ilmu-ilmu Keislaman 11, no. 2 (2012). Accessed May 19,
2017. http://jurnal.iain-antasari.ac.id/index.php/al-banjari/article/view/457.
Connaway, Lynn Silipigni, and Ronald R. Powell. Basic Research Methods for Librarians,
Fifth Edition. ABC-CLIO, 2010.
DAN, TEKSTUAL KE PEMAHAMAN FIKIH KONTEKSTUAL, ARIEF AULIA
RACHMAN, and MA SHI. ―METODOLOGI FIKIH SOSIAL MA SAHAL
MAHFUDH‖ (n.d.).
Daud, Alfani. Islam dan masyarakat Banjar. RajaGrafindo Persada, 1997.
dkk, Faizah S. Ag, M. A. Psikologi Dakwah. Prenada Media, 2015.
Effendi, Djohan. Pembaruan tanpa membongkar tradisi: wacana keagamaan di kalangan
generasi muda NU masa kepemimpinan Gus Dur. Penerbit Buku Kompas, 2010.
Fadhilah, Amir. ―Struktur Dan Pola Kepemimpinan Kyai Dalam Pesantren Di Jawa.‖
Hunafa: Jurnal Studia Islamika 8, no. 1 (2011): 101–120.
Fanani, Ahwan. ―Akar, Posisi, Dan Aplikasi Adat Dalam Hukum.‖ IJTIHAD Jurnal
Wacana Hukum Islam dan Kemanusiaan 14, no. 2 (2014): 231–250.
———. ―Usul Al-Fiqh versus Hermeneutika Tentang Pengembangan Pemikiran Hukum
Islam Kontemporer.‖ ISLAMICA: Jurnal Studi Keislaman 4, no. 2 (2010): 194–
209.
Fasa, Muhammad Iqbal. ―Reformasi Pemahaman Teori Maqasid Syariah (Analisis
Pendekatan Sistem Jasser Audah).‖ HUNAFA: Jurnal Studia Islamika 13, no. 2
(2016): 218–246.
Fauzia, Ika Yunia. ―Etika Bisnis Dalam Islam.‖ KENCANA, 2013.
Fuad, Mahsun. Hukum Islam Indonesia: dari nalar partisipatoris hingga emansipatoris.
PT LKiS Pelangi Aksara, 2005.
Gibtiah. Fikih Kontemporer. Prenada Media, 2016.
Hadi, Sumasno Hadi Sumasno. ―Studi Etika Tentang Ajaran-Ajaran Moral Masyarakat
Banjar.‖ Tashwir, Jurnal Penelitian Agama dan Sosial Budaya 3, no. 6 (2016).
Accessed May 19, 2017. http://jurnal.iain-
antasari.ac.id/index.php/tashwir/article/view/594.
Hanafiah. ―AKAD JUAL BELI DALAM TRADISI PASAR TERAPUNG
MASYARAKAT BANJAR.‖ Jurnal al-Tahrir. Vol. 15, No. 1 Mei (2015): 201–
217.
Harisudin, M. Noor. ―‘Urf Sebagai Sumber Hukum Islam (Fiqh) Nusantara.‖ AL-Fikr 20,
no. 1 (2017): 66–86.
Hasan, Hasan. ―ISLAM DAN BUDAYA BANJAR DI KALIMANTAN SELATAN.‖
ITTIHAD 14, no. 25 (2016). Accessed May 19, 2017. http://jurnal.iain-
antasari.ac.id/index.php/ittihad/article/view/865.
Hidayatulloh, Hidayatulloh. ―REALASI ILMU PENGETAHUAN DAN AGAMA.‖
Proceedings of the ICECRS 1, no. 1 (2017). Accessed March 17, 2017.
http://ojs.umsida.ac.id/index.php/icecrs/article/view/627.
Hosen, Muhammad Nadratuzzaman. ―Tinjauan Akad Murabahah Li Al-Amr Bi Ashira.‖
IJTIHAD Jurnal Wacana Hukum Islam dan Kemanusiaan 12, no. 2 (2012): 165–
178.
Ideham, M. Suriansyah. Urang Banjar Dan Kebudayaannya. Pemerintah Propinsi
Kalimantan Selatan, 2007.
Idri, H. ―Pendekatan Filosofis Dalam Kajian Fikih Budaya Dan Sosial‖ (n.d.). Accessed
May 20, 2017.
SIPENDIKUM 2018
484
http://www.academia.edu/download/49389325/Pendekatan_Filosofis_dalam_Kajia
n_Fikih_Budaya_dan_Sosial..docx.
Ilyas, Mukhlisuddin. Aceh & romantisme politik. PT LKiS Pelangi Aksara, 2008.
Jumadi, Jumadi, Rustam Effendi, M. Anis, and Mansyur Mansyur. RINGKASAN HASIL-
HASIL KAJIAN BUDAYA DAN SEJARAH BANJAR. Ombak Yogyakarta, 2016.
Accessed May 19, 2017. http://eprints.unlam.ac.id/1436/2/Ringkasan%20Hasil-
Hasil%20Kajian%20Budaya%20dan%20Sejarah%20Banjar%20%20-----baru.pdf.
MA, Prof DR H. Abuddin Nata. Studi Islam Komprehensif. Prenada Media, 2015.
Maarif, Ahmad Syafii. Islam dalam bingkai keindonesiaan dan kemanusiaan: sebuah
refleksi sejarah. PT Mizan Publika, 2009.
M.Ag, Dr Rohidin, S. H. BUKU AJAR PENGANTAR HUKUM ISLAM: Dari Semenanjung
Arabia hingga Indonesia. Lintang Rasi Aksara Books, n.d.
M.Ag, Muhammad Julijanto, S. Ag. Agama Agenda Demokrasi dan Perubahan Sosial.
Deepublish, 2015.
Mahmud, Ali Abdul Halim, Abdul Hayyie Al-Kattani, and M. Yusuf Wijaya. Fikih
Responsibilitas: Tanggung Jawab Muslim Dalam Islam. Gema Insani, 1998.
Accessed May 20, 2017.
Maknun, Moch Lukluil. ―TRADISI PERNIKAHAN ISLAM JAWA PESISIR.‖ IBDA‟:
Jurnal Kebudayaan Islam 11, no. 1 (2013): 119–130.
Ma‘mur, Jamal. ―IMPLIKASI FIQH SOSIAL KYAI SAHAL MAHFUDH TERHADAP
PEMBAHARUAN FIQH PESANTREN DI KAJEN PATI.‖ YUDISIA: Jurnal
Pemikiran Hukum dan Hukum Islam 5, no. 1 (2016). Accessed May 20, 2017.
http://journal.stainkudus.ac.id/index.php/Yudisia/article/view/694.
Mansur, Mansur. ―Kontekstualisasi Gagasan Fiqh Indonesia TM Hasbi Ash-Shiddieqy
(Telaah Atas Pemikiran Kritis Yudian Wahyudi).‖ Asy-Syir‟ah: Jurnal Ilmu
Syari‟ah dan Hukum 46, no. 1 (2012). Accessed May 20, 2017.
Mawardi, Ahmad Imam. Fiqh minoritas: fiqh al-aqaliyat dan evolusi maqashid al-syariah
dari konsep ke pendekatan. LKiS, 2010.
Mulyadi, Achmad. ―KONSTRUKSI BARU METODOLOGI STUDI HUKUM ISLAM:
Perpaduan Antara Inferensi Tektual Dan Historis (Sosial-Empirik-Kultural).‖
JURNAL KARSA (Terakreditasi No. 80/DIKTI/Kep/2012) 10, no. 2 (2012): 901–
909.
Mursalin, Mursalin. ―KEPERCAYAAN BUAYA GAIB DALAM PERSPEKTIF URANG
BANJAR BATANG BANYU DI SUNGAI TABALONG.‖ Jurnal Socius 4, no. 2
(2015). Accessed May 19, 2017.
http://ppjp.unlam.ac.id/journal/index.php/JS/article/view/3317.
Nakissa, Aria. ―The Fiqh of Revolution and the Arab Spring: Secondary Segmentation as a
Trend in Islamic Legal Doctrine.‖ Muslim World 105, no. 3 (July 2015): 398–421.
Nata, Abuddin. Studi Islam Komprehensif. Prenada Media, 2015.
Noorthaibah, Noorthaibah. ―Refleksi Budaya Muslim Pada Adat Perkawinan Budaya
Banjar Di Kota Samarinda.‖ FENOMENA 4, no. 1 (2012). Accessed May 19, 2017.
http://journal.iain-samarinda.ac.id/index.php/fenomena/article/view/214.
Online, N. U. ―Maulid Nabi Perspektif Al-Qur‘an Dan Sunnah | NU Online.‖ Nuonline.
Accessed December 19, 2017. http://www.nu.or.id/post/read/73506/maulid-nabi-
perspektif-al-quran-dan-sunnah.
———. ―Sembahyang Hadiyah Untuk Mayit | NU Online.‖ Nuonline. Accessed December
17, 2017. http://www.nu.or.id/post/read/37047/sembahyang-hadiyah-untuk-mayit.
Pancasilwati, Abnan. ―EPISTEMOLOGI FIQH SABILAL MUHTADIN.‖ Mazahib:
Jurnal Pemikiran Hukum Islam 14, no. 1 (2015).
SIPENDIKUM 2018
485
Perecman, Ellen, and Sara R. Curran. A Handbook for Social Science Field Research:
Essays & Bibliographic Sources on Research Design and Methods. SAGE, 2006.
Qardhawi, Yusuf. Kebangkitan Islam dalam perbincangan para pakar. Gema Insani, 1998.
Rohidin. Pengantar Hukum Islam: Dari Semenanjung Arabia hingga Indonesia. Lintang
Rasi Aksara Books, n.d.
Shidiq, Sapiudin. Ushul Fiqh. Kencana, 2017.
Sirajuddin, M. ―KECENDERUNGAN PENDEKATAN PEMBELAJARAN FIKIH DI
STAIN BENGKULU.‖ INFERENSI 6, no. 2 (2012): 301–324.
Sodik, Mochamad. ―SOSIOLOGI PEMBERDAYAAN FIKIH: MENEGUHKAN
PERSPEKTIF INTERKONEKSITAS.‖ /Jurnal/Sosiologi Reflektif/Volume 1, No.
2, April 2007/ (2009). Accessed May 20, 2017. http://digilib.uin-suka.ac.id/657/.
Spencer, John S., and Christopher Millson-Martula. Discovery Tools: The Next Generation
of Library Research. Routledge, 2016.
Sukarni. Fikih lingkungan hidup perspektif ulama Kalimantan Selatan. Kementerian
Agama RI, 2011.
Sunaryo, Agus. ―DINAMIKA EPISTEMOLOGI FIKIH: Studi Terhadap Beberapa
Kecenderungan Usul Fikih Kontemporer.‖ Al-Manahij 8, no. 2 (2014): 181–198.
Thohari, Ahmad. ―Epistemologi Fikih Lingkungan: Revitalisasi Konsep Masalahah.‖ Az
Zarqa‟ 5, no. 2 (2013).
Widodo, Aminudin Slamet. ―Konsep Maslahah Mursalah Wahbah Zuhaili Dan
Relevansinya Dengan Pernikahan Sirri Di Indonesia.‖ UIN Maulana Malik Ibrahim
Malang, 2011.
Yasid, H. Abu. Fiqh Today 1: Fatwa Tradisional untuk Orang Modern Fikih
Kontroversial. Erlangga, 2007.
YAZID, ABU. ISLAM MODERAT. Penerbit Erlangga, 2014.
Zahro, Ahmad. Tradisi intelektual NU: Lajnah Bahtsul Masa‟il, 1926-1999. PT LKiS
Pelangi Aksara, 2004.
Zakariyah, Luqman. Legal Maxims in Islamic Criminal Law: Theory and Applications.
BRILL, 2015.
Zubaedi, N. I. M., and others. ―Fiqh Sosial Kiai Sahal Mahfudh (Perubahan Nilai
Pesantren Dalam Pengembangan Masyarakat Di Pesantren Maslakul Huda Kajen).‖
Pasca Sarjana, 2006. Accessed May 20, 2017. http://digilib.uin-suka.ac.id/14354/.
Zubaedi, Z. ―Membangun Fikih Yang Berorientasi Sosial: Dialektika Fikih Dengan
Realitas Empirik Masyarakat.‖ Al-Jami‟ah: Journal of Islamic Studies 44, no. 2
(2006): 430–452.