34
BAB III TINJAUAN PUSTAKA 3.1. Anatomi Hepar Hepar adalah merupakan organ dalam tubuh yang paling besar. Hepar memiliki tekstur lunak dan lentur. Hepar terletak di kuadran kanan atas abdomen tepat di bawah diafragma yang memisahkan hepar dari pleura, paru, pericardium dan jantung. Sebagian besar hepar terletak di dalam arcus costalis dekstra, namun ada bagian hepar yang membentang hingga ke bawah hemidiafragma sinistra. Seluruh hepar dilapisi oleh kapsula fibrosa. 1,2,3,4 Hepar terbagi atas dua lobus mayor, lobus sinistra dan lobus ekstra, serta dua lobus minor, kaudatus dan lobus kuadratus. Kendati demikian,penelitian menunjukkan bahwa lobus kaudatus dan kuadratus merupakan bagian fungsional dari lobus sinistra. Hal ini terlihat dari adanya hubungan pada arteri, vena dan duktus hepatikus pada lobus sinistra, lobus kaudatus dan lobus kuaratus. Pada bagian anterior, lobus kanan dan lobus kiri dipisahkan oleh ligamentum falciforme. Pada bagian inferiornya, terdapat lobus kaudatus yang berada di dekat vena kava inferior. Lobus kuadratus terlihat lebih jelas pada bagian posterior di sekitar kandung empedu. 1,2,3,4 12

Sirosis Hepatis

Embed Size (px)

DESCRIPTION

sirhep

Citation preview

Page 1: Sirosis Hepatis

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1. Anatomi Hepar

Hepar adalah merupakan organ dalam tubuh yang paling besar. Hepar memiliki

tekstur lunak dan lentur. Hepar terletak di kuadran kanan atas abdomen tepat di bawah

diafragma yang memisahkan hepar dari pleura, paru, pericardium dan jantung. Sebagian

besar hepar terletak di dalam arcus costalis dekstra, namun ada bagian hepar yang

membentang hingga ke bawah hemidiafragma sinistra. Seluruh hepar dilapisi oleh kapsula

fibrosa.1,2,3,4

Hepar terbagi atas dua lobus mayor, lobus sinistra dan lobus ekstra, serta dua lobus

minor, kaudatus dan lobus kuadratus. Kendati demikian,penelitian menunjukkan bahwa lobus

kaudatus dan kuadratus merupakan bagian fungsional dari lobus sinistra. Hal ini terlihat dari

adanya hubungan pada arteri, vena dan duktus hepatikus pada lobus sinistra, lobus kaudatus

dan lobus kuaratus. Pada bagian anterior, lobus kanan dan lobus kiri dipisahkan oleh

ligamentum falciforme. Pada bagian inferiornya, terdapat lobus kaudatus yang berada di

dekat vena kava inferior. Lobus kuadratus terlihat lebih jelas pada bagian posterior di sekitar

kandung empedu.1,2,3,4

Gambar 1. Bagian Anterior dan Posterior Hepar

Sumber : Martini, Timmons dan Tallitsch. 2008. Van De Graaff: Human Anatomy sixth ed.

Pearson Education.

12

Page 2: Sirosis Hepatis

13

Permukaan atas hepar cembung melengkung di bawah kubah diafragma. Bagian

posterior hepar dikenal sebagai facies visceralis membentuk cetakan organ viscera yang

berada di sekitar hepar seperti gaster, duodenum, flexura coli dekstra, glandula suprarenalis

dekstra, ren dekstra dan vesica biliaris sehingga bentuknya tidak beraturan. Pada bagian ini

juga terdapat hilus hepatis atau porta hepatis yang terletak diantara lobus kaudatus dan

kuadratus yang berisi arteri hepatika, vena porta hepatis, duktus hepatikus dan serabut saraf.

Bagian tepi porta hepatis berhubungan dengan ujung bebas omentum minus.1,2,3,4

Pada hepar terdapat beberapa ligamentum. Pada bagian anterior terdapat ligamentum

falciforme yang menghubungkan hepar dengan dinding abdomen anterior dan diafragma.

Ligamentum falciforme yang merupakan lipatan ganda peritoneum ini kemudian

berhubungan dengan di ligamentum teres bagian inferior. Ligamentum teres dimulai dari

umbilikus lalu berjalan ke dalam fisura yang terdapat pada facies visceralis dan bergabung

dengan ramus sinister vena porta hepatis dari arah inferior. Bagian superior ligamentum

falciforme akan membelah dua membentuk ligamentum coronarium sinistra dan ligamentum

coronarium dekstra. Pada facies visceralis terdapat ligamentum venosum Arantii yang

merupakan sisa duktus venosus akan berjalan ke arah superior dan kemudian bergabung

dengan vena kava inferior. Ligamentum teres merupakan sisa dari vena umbilikalis,

sedangkan ligamentum venosum Arantii merupakan sisa dari duktus venosus pada fetus yang

mengalami penutupan sewaktu bayi lahir dan menjadi pita fibrosa.1,2,3,4

Hepar merupakan kesatuan sistem organ abdominal yang unik. Pada hepar terdapat

suplai darah ganda yaitu darah yang berasal dari arteri hepatika dan darah yang berasal dari

vena porta. Sistem vena porta pada keadaan fisiologis mengalirkan darah dari usus, limpa,

lambung, pankreas, dan kandung empedu. Vena porta menerima darah dari hampir seluruh

saluran pencernaan. Secara anatomi, vena porta terbentuk atas penyatuan vena mesenterika

superior dan vena splenika. Darah terdeoksigenasi dari usus halus mengalir melewati vena

mesenterika superior bersamaan dengan darah yang mengalir dari kaput pankreas, kolon

asenden, dan sebagian dari kolon transversus. Vena splenika mengalirkan darah dari limpa

dan pankreas akan bergabung dengan vena mesenterika inferior yang membawa darah dari

kolon transversus dan desendens serta dari dua pertiga superior rektum.1,2,3,4

Page 3: Sirosis Hepatis

14

Gambar 2. Sistem Porta

Sumber : Martini, Timmons dan Tallitsch. 2008. Van De Graaff: Human Anatomy sixth ed.

Pearson Education.

Darah yang kaya nutrisi namun miskin oksigen akan mengalir dari vena porta hepatis

menuju ke sinusoid. Di dalam sinusoid, darah dari vena porta bercampur dengan darah yang

kaya oksgen dari arteri hepatika. Hepatosit kemudian akan mengambil oksigen dan nutrisi

yang diperlukan dari darah yang mengalir melalui sinusoid untuk menjalankan fungsinya.

Produk dari hepatosit akan dilepaskan ke dalam sinusoid atau melalui bile canaliculi. Darah

yang mengalir melalui sinusoid kemudian keluar dari hepar melalui vena sentral menuju ke

vena hepatika dan kemudian vena kava inferior.1,2,3,4

Hepar terdiri atas lobulus – lobulus hepar yang berbentuk hexagonal. Pada setiap

sudut lobulus hepar terdapat kanalis hepatis yang berisi arteri hepatika, vena porta hepatis,

dan duktus hepatikus yang dikenal sebagai trias porta. Pada bagian tengah lobulus, terdapat

vena sentral yang kemudian bergabung membentuk vena hepatika dan keluar dari hepar pada

facies visceralis untuk bergabung dengan vena cava. Korda hepatis yang berisi satu lapis

hepatosit tersusun mengelilingi vena sentral. Ruang antar korda hepatis disebut sebagai

sinusoid. Dinding sinusoid dibentuk oleh 2 macam sel epitel pipih yang disebut sebagai sel

endotel dan sel fagosit yang dikenal sebagai sel Kupffer.1,2,3,4

Page 4: Sirosis Hepatis

15

Gambar 3. Lobulus Hepar

Sumber : Martini, Timmons dan Tallitsch. 2008. Van De Graaff: Human Anatomy sixth ed.

Pearson Education.

Hepar atau khususnya hepatosit memiliki 6 fungsi utama. Adapun fungsi hepatosit

adalah sebagai berikut5 :

a. Produksi getah empedu

Setiap hari hepar memproduksi 600-1000 mL getah empedu. Getah empedu berfungsi

untuk menetralisir asam lambung dan mengemulsifikasi lemak pada proses pencernaan.

Getah empedu juga mengandung produk ekskretorik seperti bilirubin yang merupakan hasil

degradasi hemoglobin.

b. Metabolisme

Hepar memainkan peranan penting di dalam metabolisme. Hepar merupakan tempat

dimana dapat mengkonversikan berbagai bentuk zat melalui berbagai macam proses. Sebagai

contoh, saat seseorang memiliki pola diet yang tinggi protein, namun sangat rendah lemak

Page 5: Sirosis Hepatis

16

dan karbohidrat, hepar dapat memecah asam amino dan kemudian membentuk glukosa dan

lemak untuk mencukupi kebutuhan tubuh. Hepar merupakan tempat terjadinya hidroksilasi

vitamin D sehinga vitamin D dapat menjadi bentuk aktif.

c. Tempat penyimpanan cadangan energi

Hepatosit dapat membantu mengontrol kadar gula darah. Hepatosit dapat mendeteksi

peningkatan kadar gula di dalam darah yang melalui sinusoid. Hepatosit akan mengambil

kelebihan gula di dalam darah dan menyimpannya di dalam sel dalam bentuk glikogen untuk

kemudian disekresikan kembali bila diperlukan. Hepatosit juga dapat menyimpan lemak,

vitamin A, B12, D, E dan K.

d. Detoksifikasi

Hepar merupakan pertahanan tubuh yang utama terhadap berbagai zat toksik. Hepar

dapat mengubah konfigurasi dari zat toksik sehingga menjadi kurang toksik atau mudah

diekskresikan. Sebagai contoh, amonia yang terbentuk dari metabolisme asam amino.

Amonia merupakan zat yang toksik bagi tubuh dan tidak dapat diekskresikan oleh ginjal

Amonia akan diubah menjadi urea oleh hepar. Urea merupakan zat yang lebih tidak toksik

dan daoat diekskresikan oleh ginjal melalui urin. Zat kimia lain seperti obat dan alkohol juga

dimetabolisme di dalam hepar.

e. Fagositosis

Fungsi fagositosis di hepar dilaksanakan oleh sel Kupffer yang akan memfagosit sel

darah merah dan sel darah putih yang sudah tua, bakteri dan debris yang masuk ke dalam

sirkulasi.

f. Sintesis komponen darah.

Hepar memproduksi berbagai komponen darah seperti albumin, fibrinogen, heparin,

dan faktor pembekuan darah.

3.2. Sirosis Hepatis

3.2.1. Definisi

Sirosis hepatis adalah keadaan patologis yang menggambarkan stadium akhir fibrosis

hepatis yang berlangsung progresif yang ditandai dengan distorsi dari arsitektur hepar dan

pembentukan nodulus regeneratif. Sirosis hepatis merupakan end stage dari mekanisme

penyakit hati kronik yang secara patologi mengarah pada proses nekroinflamasi dan

fibrogenesis.6,7

Sirosis hepatis ditandai oleh tiga karakteristik patologi berikut7 :

Page 6: Sirosis Hepatis

17

Terbentuknya septa - septa fibrotik yang menggantikan lobulus hepar.

Terbentuknya nodul-nodul parenkim yang terbentuk oleh proliferasi hepatosit dengan

ukuran bervariasi yaitu mulai diameter <3 mm (mikronodul) hingga beberapa

sentimeter (makronodul).

Perubahan arsitektur hepar secara keseluruhan.

Berdasarkan morfologi, sirosis hepatis dapat dibedakan menjadi 3 jenis, yaitu7 :

1. Mikronodular : ditandai dengan terbentuknya septa tebal teratur dan nodul kecil

berukuran <3 mm merata di seluruh lobul.

2. Makronodular : ditandai dengan terbentuknya septa dengan ketebalan bervariasi dan

mengandung nodul > 3 mm.

3. Campuran : memperlihatkan kombinasi gambaran mikro dan makronodular.

Secara fungsional, sirosis hepatis dibagi menjadi 2, yaitu7 :

1. Sirosis hepatis kompensata

Sering disebut dengan fase laten sirosis hepatis. Pada stadium kompensata ini belum

terlihat gejala-gejala yang nyata.

2. Sirosis hepatis dekompensata

Dikenal dengan fase aktif sirosis hepatis, dan stadium ini biasanya gejala-gejala sudah

jelas, misalnya : ascites, hematemesis, melena.

3.2.2. Epidemiologi

Angka kejadian sirosis hepatis terus meningkat setiap tahunnya. Di Amerika Serikat,

angka kejadian sirosis hepatis tercatat sebesar 360 kasus per 100.000 penduduk. Sirosis saat

ini masih menjadi salah satu penyebab kematian tersering di Amerika Serikat dengan angka

kematian sekitar 9,7 per 100.000 jiwa. Sirosis hepatis juga merupakan faktor resiko yang

besar untuk terjadinya carcinoma hepar. Berdasarkan penelitian Mokdad et al., angka

kematian pasien sirosis di 187 negara meningkat sekitar dari 676.000 kasus pada 1980

menjadi sekitar 1 juta kasus pada tahun 2010. Penderita sirosis hepatis lebih banyak dijumpai

pada laki-laki jika dibandingkan wanita dengan rasio sekitar 1,6-2,1:1, dengan umur rata-rata

terbanyak antara golongan umur 30-60 tahun, dengan puncaknya sekitar umur 40-49 tahun.8,9

Di negara barat, etiologi sirosis hepatis yang paling sering adalah akibat alkohol,

sedangkan di Indonesia terutama disebabkan oleh infeksi virus hepatitis B dan C. Penelitian

menunjukkan bahwa sekitar 40-50% kasus sirosis hepatis di Indonesia disebabkan oleh

Page 7: Sirosis Hepatis

18

hepatitis B, sedangkan 30-40% kasus sirosis hepatis disebabkan oleh hepatitis C. Alkohol

sebagai penyebab sirosis hepatis di Indonesia belum banyak diteliti dan diperkirakan

memiliki frekuensi yang kecil.10

Indonesia termasuk dalam kategori dengan tren mortalitas meningkat untuk sirosis

hepatis. Menurut laporan rumah sakit umum pemerintah di Indonesia, rata-rata prevalensi

sirosis hepatis adalah 3,5% seluruh pasien yang dirawat di bangsal Penyakit Dalam, atau rata-

rata 47,4% dari seluruh pasien penyakit hati yang dirawat. Berdasarkan penelitian

diperkirakan jumlah kematian pada pasien sirosis hepatis mencapai angka 49 ribu jiwa

pertahun. Untuk setiap 100.000 penduduknya diperkirakan angka kematian mencapai 21-26

jiwa.10

3.2.3. Etiologi

Beberapa penyebab yang mungkin dari sirosis hepatis adalah sebagai berikut6,10 :

a. Hepatitis

Dari seluruh pasien yang terinfeksi hepatitis C, sekitar 80% akan mengalami hepatitis

kronis. Pada infeksi virus hepatitis B, hanya sekitar 5% yang akan berkembang menjadi

hepatitis kronis. Sekitar 20-30% penderita hepatitis kronis akan mengalami sirosis dalam

waktu 20-30 tahun. Hepatitis sendiri merupakan penyebab sirosis tersering di Indonesia.

Sekitar 40-50% kasus sirosis hepatis di Indonesia disebabkan oleh hepatitis B, sedangkan 30-

40% kasus sirosis hepatis disebabkan oleh hepatitis C. Angka kejadian hepatitis virus di

seluruh dunia tidak dapat dipastikan, namun diperkirakan sekitar 170 juta orang terinfeksi

oleh hepatitis C dan sekitar 300-400 juta orang terinfeksi hepatitis B. Hepatitis C lebih sering

dijumpai di Afrika (sekitar 15% penduduk Mesir diperkirakan terinfeksi hepatitis C),

sedangkan hepatitis B lebih sering ditemukan di Asia Tenggara dan negara sub Sahara.

Sirosis hepatis akibat hepatitis kronis ditandai dengan adanya nodul campuran disertai

infiltrat inflamatorik di sekitar area porta dan cedera atau inflamasi pada lobulus atau tingkat

hepatoseluler.

b. Alkohol

Hampir seluruh orang di negara barat mengkonsumsi alkohol. Sekitar 30% dari

individu-individu yang mengkonsumsi paling sedikit 8 sampai 16 ounces alkohol setiap hari

Page 8: Sirosis Hepatis

19

atau yang mengkonsumsi alkohol untuk 15 tahun atau lebih akan mengalami sirosis hepatis.

Mengkonsumsi alkohol secara berlebihan dapat mengakibatkan terjadinya penyakit hati

kronis seperti fatty liver dan hepatitis alkoholik. Penggunaan alkohol secara berlebihan akan

mengakibatkan kerusakan hati. Pada pengguna alkohol jangka panjang, penelitian

menunjukkan fibrosis dapat terjadi tanpa melalui proses inflamasi dan nekrosis, baik itu

fibrosis sentrilobuler, periseluler ataupun periportal. Saat fibrosis mencapai derajat tertentu,

akan terjadi gangguan arsitektur hati secara keseleruhan dan terbentuk nodul regeneratif di

hepar. Nodul yang terbentuk umumnya berupa mikronodul. Dengan penghentian penggunaan

alkohol, dapat terbentuk makronodul sehingga menghasilkan sirosis dengan nodul campuran.

c. Sirosis bilier

Sirosis bilier merupakan sirosis yang terjadiakibat adanya pengrusakan hepatosit oleh

getah empedu. Kelainan yang terjadi dapat bersifat intrahepatik dan ekstrahepatik. Beberapa

penyakit yang dapat menyebabkan sirosis bilier adalah sirosis bilier primer, kolangitis

autoimun, sklerosis kolangitis dan duktopenia idiopati. Sirosis yang ditimbulkan ditandai

dengan adanya deposit cholate, perubahan xanthomatous pada hepatositm dan fibrosis bilier

yang terkadang disertai gambaran inflamasi porta dan lobuler yang bersifat kronik. Untuk

membedakannya dapat dilakukan pemeriksaan antibodi dan cholangiografi.

d. Lain – lain

Sampai saat ini, masih sering dijumpai kasus sirosis yang tidak diketahui

penyebabnya. Hal ini disebabkan ada banyak penyebab yang mungkin terjadi. Beberapa

penyebab sirosis yang tidak lazim adalah autoimun, reaksi obat (paracetamol, metrotreksat),

infestasi parasit (scistosomiasis) dan penyakit genetik.

3.2.4. Patofisiologi

Terdapat tiga mekanisme utama yang mendasari terjadinya sirosis. Pertama adalah

proses kematian sel-sel hati oleh berbagai sebab yang telah disebutkan. Lalu dengan adanya

Page 9: Sirosis Hepatis

20

kematian sel-sel hati, terjadilah regenerasi sel-sel hati sebagai respon fisiologis dari penjamu.

Setelah proses regenerasi, hati merespon dengan reaksi fibrosis, namun reaksi fibrosis yang

terjadi terlampau berlebihan dan progresif sehingga menimbulkan perubahan struktur yang

berakibat pada manifestasi gangguan vaskular dan perubahan fungsi hati.7

Hati secara normal mengandung kolagen interstitium tipe I, II, dan IV di saluran

porta, sekitar vena sentralis, dan beberapa di parenkim. Pada sirosis, kolagen tipe I dan II

serta komponen lain matriks ekstrasel mengendap di semua bagian lobulus dan sel-sel endotel

sinusoid. Akibatnya terjadi oklusi pada pembuluh darah yang terletak di rongga-rongga

sinusoid. Hal ini berdampak pada aliran darah yang melewati sinusoid menjadi memiliki

tekanan tinggi karena resistensi meningkat akibat oklusi material fibrotik yang terjadi di

sinusoid. Selain itu, pertukaran zat-zat terlarut dan perpindahan protein (albumin, lipoprotein

dan faktor pembekuan) antara hepatosit dan plasma menjadi sangat terganggu.7

Terdapat kelebihan kolagen pada fibrosis hati yang bersumber dari aktivasi sel

Stellata. Sel Kupffer juga berperan dalam aktivasi sel-sel Stellata ini. Sel Stellata membesar

dan mengalami perubahan fungsi. Secara fisiologis, sel Stellata berfungsi untuk menyimpan

vitamin A dan lemak. Pada pasien sirosis sel ini berfungsi untuk mengaktifkan reseptor

proliferasi sel dan sitokin-sitokin fibrogenik seperti platelet-derived growth factor (PDGF)

dan memungkinkan pertumbuhan β1 (TGF-β1) yang merupakan mediator fibrogenik poten.7

Peningkatan resistensi vaskuler pada hipertensi porta dapat terjadi karena efek

mekanis seperti di atas. Selain itu, peningkatan resistensi vaskuler juga dapat terjadi karena

mediator-mediator yang diaktifkan oleh sel Stellata. Pada sel ini akan ada ekspresi dari jalur

de novo berupa protein alfa actin otot polos. Di bawah pengaruh mediator seperti endotelin,

nitric oxide, dan prostaglandin, terjadilah peningkatan kontraksi yang berperan dalam

peningkatan resistensi aliran darah. Perubahan resistensi tekanan darah dan struktur

fungsional hati pada sirosis akan menimbulkan banyak manifestasi klinis terkait fungsi

vaskular dan fungsi sel-sel hati itu sendiri.7

Page 10: Sirosis Hepatis

21

Gambar 4. Proses Fibrosis pada Sirosis Hepatis

Sumber : Kumar, V, et al.. 2007. Robbins Basic Pathology Ed. 8. New York: Elsevier Inc.

3.2.5. Manifestasi Klinik

Sirosis merupakan penyakit kronis yang dapat berlangsung selama bertahun-tahun

tanpa disertai gejala klinis. Perubahan patologis yang terjadi berlangsung lambat sehingga

akhirnya timbul gejala yang menyadarkan adanya penyakit ini. Pada fase laten terjadi

penurunan fungsi hati secara bertahap. Gejala sirosis fase laten bersifat nonspesifik seperti

malaise, dispepsia, anoreksia, penurunan berat badan, nyeri tumpul pada epigastrium atau

kuadran kanan atas. Manifestasi yang terjadi pada fase dekompensata secara garis besar

dibagi berdasarkan manifestasi akibat gagal hepatoselular dan manifestasi akibat hipertensi

portal.11

a. Manifestasi Gagal Hepatoselular

Ikterus terjadi pada sedikitnya 60% penderita sirosis dan biasanya bersifat minimal.

Ikterus terjadi akibat hiperbilirubinemia. Penderita dapat menjadi ikterus selama masa

dekompensasi disertai dengan gangguan reversibel fungsi hati. Ikterus intermiten merupakan

gambaran yang khas pada sirosis biliaris dan terjadi bila timbul peradangan aktif pada hepar

dan saluran empedu.11

Page 11: Sirosis Hepatis

22

Gangguan endokrin dapat terjadi pada pasien sirosis. Secara fisiologis, hormon-

hormon korteks adrenal, testis, dan ovarium dimetabolisme dan diinaktifkan oleh hati.

Namun, pada pasien sirosis hepatis, mekanisme fisiologis tersebut tidak terjadi sehingga

terdapat kelebihan hormon-hormon tersebut di dalam sirkulasi. Diduga terjadi peningkatan

estrogen karena mekanisme tersebut sehingga muncul manifestasi angioma, atrofi testis,

ginekomastia, alopesia dada dan aksila, serta eritema palmaris. Sementara itu, peningkatan

hormon MSH (melanocyte stimulating hormone) berperan untuk merangsang melanosit yang

meningkatkan pigmentasi kulit pada penderita sirosis hepatis.11

Gangguan hematologik dapat terjadi pada pasien sirosis. Secara normal hati

membentuk faktor-faktor pembekuan darah. Pada saat terjadi kerusakan hati, faktor-faktor

pembekuan darah berkurang sehingga terjadi manifestasi perdarahan pada pasien sirosis

hepatis. Hati merupakan kompleks Reticuloendothelial System (RES) selain limpa. Penderita

sirosis dapat mengalami anemia, leukopenia, dan trombositopenia akibat adanya peningkatan

penghancuran komponen sel darah tersebut pada hati, dan juga limpa (hipersplenisme).

Anemia dapat terjadi akibat defisiensi folat, vitamin B12 dan besi serta sekunder akibat

pendarahan dan peningkatan hemolisis. Leukopenia mengakibatkan pasien sirosis hepatis

lebih mudah mengalami penyakit infeksi.11

Edema perifer dapat terjadi akibat hipoalbuminemia dan retensi garam dan air. Sel

hati yang rusak tidak mampu mencukupi produksi albumin. Selain itu, kegagalan sel hati

untuk menginaktifkan aldosteron dan ADH merupakan penyebab retensi natrium dan air.

Fetor hepatikum adalah napas bau apek manis pada penderita sirosis karena hati gagal dalam

memetabolisme metionin. Fetor hepatikum sering menjadi tanda bahaya akan terjadinya

ensefalopati hepatikum. Ensefalopati hepatikum adalah kerusakaan pada otak yang terjadi

akibat kegagalan hati dalam memetabolisme ammonia. Ensefalopati hepatikum dapat

mengakibatkan perubahan mood, tingkah laku, penurunan kesadaran, koma dan kematian.11

b. Manifestasi Hipertensi Porta

Hipertensi porta adalah peningkatan tekanan porta yang menetap sehingga gradien

tekanan vena hepatik >5 mmHg. Hal ini terjadi karena peningkatan resistensi aliran darah

yang melalui hepar serta peningkatan aliran pada arteri splanikus akibat vasodilatasi pada

daerah tersebut. Normalnya darah dari hati berasal dari vena porta, lalu menuju ke vena

hepatika dan akan dikembalikan ke jantung melalui vena kava. Pada pasien sirosis terjadi

oklusi akibat pengerasan hepar sehingga terjadi penurunan aliran darah keluar dari hepar.

Page 12: Sirosis Hepatis

23

Akibatnya, terjadi peningkatan beban secara berlebihan pada sistem porta. Hal ini

dikompensasi dengan perangsangan timbulnya aliran kolateral.11

Aliran kolateral akan dibentuk ke aliran pembuluh darah di daerah penting seperti

esofagus, fundus gaster, dan rektum. Aliran kolateral ke vena lienalis akan mengakibatkan

terjadinya splenomegali. Pada esofagus manifestasinya berupa varises esofagus. Sirklulasi

kolateral yang melibatkan dinding abdomen dapat mengakibatkan dilatasi vena-vena sekitar

umbilikus membentuk venektasi dan kaput medusae. Pada rektum, dapat terjadi hemoroid

interna.11

Gambar 5. Manifestasi Klinik Sirosis Hepatis

Sumber : Kumar, V, et al.. 2007. Robbins Basic Pathology Ed. 8. New York: Elsevier Inc.

Page 13: Sirosis Hepatis

24

Pada penderita sirosis hepatis biasanya dijumpai anemia normostik normokronik yang

terjadi akibat pendarahan saluran cerna yang baru terjadi maupun akibat peningkatan

destruksi sel darah di spleen. Anemia dapat berkembang menjadi defisiensi besi bila

kehilangan darah terus terjadi sehingga dijumpai anemia hipokromik mikrositer. Anemia

dalam bentuk makrositer sering ditemukan pada penyakit hati kronik dan dapat disebabkan

kekurangan asam folat dan vitamin B12. Keadaan anemia ini dapat disertai dengan

leukopenia dan trombositopenia akibat pendarahan maupun akibat peningkatan destruksi sel

darah.6,7

Pemeriksaan kimia darah akan menunjukkan hipoalbuminemia sedangkan kadar

globulin biasanya normal atau sedikit menurun. Keadaan ini dikenal sebagai inverted albumin

globulin dimana normalnya kadar albumin lebih tinggi dibandingkan globulin dengan

perbandingan 2:1 atau lebih. Penurunan kadar albumin ini terjadi karena albumin terutama di

sintesis di hepar, sedangkan globulin lebih dominan di sintesis di RES ekstrahepatik.6,7

Pemeriksaan faal hati menunjukkan adanya peningkatan enzim-enzim hati.

Peningkatan enzim ini terjadi akibat adanya destruksi sel-sel hepar yang terus berlangsung

karena sirosis merupakan penyakit kronik yang progresif. Destruksi sel hepar mengakibatkan

enzim-enzim intrahepatik dilepaskan ke dalam aliran darah sehingga terjadi peningkatan

enzim hepar di dalam darah. Bilirubin, terutama bilirubin indirek, akan meningkat karena ada

kelainan prehepatik atau intrahepatik berupa peningkatan destruksi RBC di lien dan hepar

disertai penurunan metabolisme bilirubin oleh hepar. Pemeriksaan feses akan menunjukkan

adanya darah di dalam feses bila terdapat pendarahan di saluran cerna.6,7

3.2.6. Komplikasi dan Penatalaksanaan

Penatalaksanaan sirosis hepatis biasanya tidak memuaskan sebab tidak ada obat yang

dapat menghentikan atau memperbaik proses fibrosis. Penatalaksanaan awal ditujukan untuk

memperbaiki keadaan umum pasien meliputi istirahat, rehidrasi bila terjadi dehidrasi, dan

oksigenasi bila pasien sesak. Terapi ditujukan untuk mencegah dan mengatasi berbagai

komplikasi yang telah terjadi.

Page 14: Sirosis Hepatis

25

Beberapa komplikasi yang sering terjadi pada pasien sirosis hepatis adalah sebagai

berikut6 :

Pendarahan saluran cerna

Pendarahan saluran cerna dapat berasal dari varises esofagus yang pecah. Sifat

perdarahan yang ditimbulkan adalah muntah darah atau hematemesis yang biasanya

mendadak dengan disertai rasa nyeri di epigastrium. Darah yang keluar berwarna kehitam-

hitaman karena sudah tercampur dengan asam lambung. Perdarahan pada penderita Sirosis

Hepatis tidak hanya disebabkan oleh pecahnya varises esophagus saja. Hanya 62%

pendarahan pada kasus sirosis hepatis disebabkan oleh pecahnya varises esofagii. Sebesar

18% pendarahan karena ulkus peptikum dan 5% karena erosi lambung.6

Pembuluh vena esofagus terletak subepitelial dan submukosa sehingga membentuk

pleksus-pleksus di tempat tersebut. Di bagian distal esofagus atau tepat di atas gaster

merupakan tempat pembuluh darah terbanyak dan superfisial sehingga risiko pecahnya

varises esofagus akan lebih tinggi di lokasi tersebut.12

Sekitar 5-15% pasien sirosis hepatis akan mengalami kasus baru varices esofagus

setiap tahunnya. Sekitar sepertiga pasien dengan varices esofagus akan mengalami

pendarahan saluran cerna akibat ruptur varices esofagus. Angka mortalitas pada pasien sirosis

yang mengalami perdarahan varises mencapai 20% pada enam minggu. Pasien sirosis hepatis

dengan HVPG (Hepatic Venous Pressure Gradient) lebih dari 20mmHg lebih berpotensi

untuk mengalami perdarahan varises esofagus atau akan mengalami kegagalan dengan

pengobatan lini pertama untuk mengontrol perdarahan. Setelah tercapai hemostasis pun, pada

48 jam pertama pasien sirosis dengan varises memiliki risko tinggi untuk terjadi perdarahan

ulang hingga 6 minggu selanjutnya.6

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi pecahnya varises esofagus adalah ukurannya,

terdapat tanda red wale, dan derajat keparahan gagal hati. Berdasarkan hukum Laplace’s

semakin besar diameter varises, semakin besar pula tegangan dinding pembuluh darah. Hal

ini berarti semakin besar diameter varises esofagus, maka makin besar pula kemungkinan

varises untuk pecah dan menimbulkan perdarahan. Tanda red wale sebagai faktor risiko

pecahnya esofagus adalah titik hemokistik yang berada pada permukaan varises dan

menggambarkan rapuhnya varises esofagus tersebut. Tanda ini sering dipakai untuk

meramalkan pecahnya varises esofagus.6

Diagnosis varises esofagus ditegakan dengan pemeriksaan endoskopi. Berdasarkan

hasil pemeriksaan endoskopi, varises esofagus dapat diklasifikasikan berdasarkan ukuran

Page 15: Sirosis Hepatis

26

varises yang sekaligus diklasifikasikan berdasarkan lokasinya. Klasifikasi varises esofagus

adalah sebagai berikut12 :

F1: Varises berukuran kecil dan lurus

F2 : Varises berukuran sedang, berkelok-kelok, dan menempati kurang dari sepertiga

lumen

F3: Varises berukuran besar, berkelok-kelok, dan menempati lebih dari sepertiga

lumen.

Klasifikasi varises esofagus yang baru berdasarkan hasil endoskopi, yaitu sebagai

berikut12 :

Grade Tampilan Klinik

Grade I Lurus, vena berwarna merah muda dan masih berbatas dengan mukosa,

diameter <2mm

Grade II Berkelok-kelok, vena kebiruan dan mulai mengisi lumen esofagus, diameter

2-3mm

Grade III Berbentuk nodul, varises berkelok-kelok dan kebiruan, mengisi hampir

setengah lumen esofagus, diameter 3-4mm

Grade IV Berbentuk seperti anggur, pembuluh darah hampir menutup lumen, ada

angiektasis dan cherry red spot

Penatalaksanaan pendarahan varises esofagus terbagi menjadi dua kategori, yaitu

pencegahan primer dan pencegahan rebleeding. Pencegahan primer dilakukan dengan

melakukan endoskopi secara berkala pada pasien sirosis hepatis. Skrining dilakukan

setidaknya dalam 12 bulan setelah terdiagnosis pada pasien dengan sirosis kompensata atau 3

bulan pada sirosis dekompensata. Saat teridentifikasi ada varises esofagus, profilaksis dapat

dilakukan dengan pemberian beta blocker non spesifik atau dengan melakukan ligasi pada

varises.9

Pada pasien dengan episode pendarahan yang akut, penatalaksanaan awal ditujukan

untuk mengembalikan kehilangan darah dengan pemberian cairan atau transfusi darah bila

ada indikasi. Endoskopi direkomendasikan untuk dilakukan dalam 24 jam disertai pemberian

antibiotik profilaksis. Ligasi pada varises untuk mencegah rebleeding. Baloon tamponade

(Sengstaken-Blakenmore tube atau Minnesota tube) dapat digunakan pada pasien yang tidak

dapat menjalani tindakan endoskopi atau memerlukan kontrol pendarahan sebelum

endoskopi.9

Page 16: Sirosis Hepatis

27

Bila pendarahan berasal dari lambung, ligasi melalui endoskopi biasanya sulit dicapai.

Tatalaksana yang lazim dilakukan adalah Transjugular Intrahepatic Portosystemic Shunt

(TIPS). TIPS dapat pula dikerjakan pada pasien yang gagal menjalani kontrol melalui

endoskopi atau medikasi. Transeksi esofagus merupakan sebuah prosedur yang dapat

dilakukan namun tidak pernah dikerjakan lagi karena biasanya memiliki outcome yang

buruk.9

Ascites

Asites juga merupakan salah satu manifestasi akibat kombinasi efek hipertensi porta

dan hipoalbuminemia. Ascites didefinisikan sebagai akumulasi cairan secara berlebihan di

dalam rongga peritoneum. Hipertensi porta dan vasodilatasi arteri splanikus mengakibatkan

peningkatan produksi limfe splanikus. Ascites diperberat dengan retensi cairan akibat adanya

metabolisme aldosteron yang mengarah pada hiperaldosteronisme. Ascites berkembang

secara bertahap dan sering kali disertai dengan edema perifer. Perkembangan ascites dapat

berlangsung lambat. Pasien sering kali datang dalam keadaan perut yang sangat terdistensi

dengan volume cairan ascites berkisar 1-2 L. Ascites masif dapat mengakibatkan gangguan

fungsi sistem pernapasan sehingga pasien sesak napas. Sesak napas mungkin juga disebabkan

oleh efusi pleura. Pasien dengan ascites biasanya disertai dengan malnutrisi dan wasting pada

otot-otot tubuhnya.5,7,12

Ascites dapat ditatalaksana dengan melakukan diet rendah garam. Konsumsi natrium

dibatasi <2 g/hari. Diet yang direkomendasikan bagi penderita sirosis adalah buah-buahan

segar dan makanan yang disiapkan secara khusus dengan pembatasan penggunaan garam.

Penderita disarankan untuk tidak mengkonsumsi makanan kalengan, asinan atau fastfood

karena jumlah garam yang terkandung di dalam makanan yang disajikan biasanya melebihi

batas yang diperbolehkan bagi penderita sirosis.9

Medikamentosa yang dapat digunakan untuk mengontrol ascites adalah spironolakton

100-200 mg/hari. Dosis spironolakton dapat ditingkatkan hingga 400-600 mg/hari. Bila

ascites tidak dapat dikontrol dengan spironolakton, dapat ditambahkan furosemid 20-40

mg/hari dan dapat ditingkatkan hingga 120-160 mg/hari. Ascites yang tidak dapat dikontrol

dengan diet yang adekuat dan medikamentosa dikenal sebagai ascites refraktori. Ascites

refraktori dapat ditatalaksana dengan paracentesis atau TIPS. TIPS, walaupun dapat

meringankan gejala, tidak dapat memperbaiki harapan hidup dan dapat menungkatkan resiko

ensefalopati hepatik. Prognosis pada pasien sirosis hepatis dengan ascites <50% dalam 2

tahun.9

Ensefalopati hepatik

Page 17: Sirosis Hepatis

28

Ensefalopati hepatikum atau koma hepatikum merupakan kumpulan gejala

neuropsikiatri pada penyakit hati akut dan kronik berat. Terdapat beragam manifestasi

berkaitan dengan sindrom neuropsikiatri ini seperti terdapat kekacauan mental, perubahan

perilaku, gangguan intelektual, penuruan kesadaran, tremor otot, dan asteriksis atau flapping

tremor yang kesemuanya tidak berkaitan dengan kelainan otak organik.6

Faktor risiko atau faktor-faktor yang dapat mempercepat terjadinya ensefalopati

hepatikum adalah keadaan perdarahan saluran cerna, asupan protein berlebihan, obat diuretik,

parasentesis, hipokalemia, infeksi akut, pembedahan, azotemia, dan pemberian obat-obatan

seperti morfin dan sedatif. Faktor-faktor risiko tersebut berkaitan dengan faktor ekskresi dan

masukan amonia.6

Ensefalopati hepatik dapat diartikan sebagai suatu bentuk intoksikasi otak akibat

kelebihan material-material dari usus yang tidak disintesis oleh hati, seperti amonia. Kondisi

ini dapat terjadi bila terdapat kerusakan sel hati yang luas. Akumulasi metabolit yang tidak

melewati hati ini dapat bersifat toksik dan kemudian beredar dalam darah lalu melewati

sawar otak. Amonia merupakan salah satu metabolit yang diyakini berperan dalam

patogenesis sindrom neuropskiatri yang terjadi pada ensefalopati hepatikum.6

Amonia merupakan hasil produksi koloni bakteri usus dengan aktivitas enzim urease.

Enzim urease akan memecah urea menjadi amonia dan karbon dioksida. Amonia juga dapat

dihasilkan oleh usus halus dan usus besar melalui glutaminase usus yang memetabolisme

glutamin menjadi glutamat dan amonia. Amonia secara fisiologis juga dapat dihasilkan oleh

ginjal dan otot. Amonia tersebut akan dimetabolisme menjadi urea dan glutamin di hati.

Ginjal dan otot mengekskresikan amonia dalam bentuk ion amonium dan urea. Pada pasien

sirosis, amonia kembali ke darah dan masuk ke dalam sirkulasi sistemik dan tertimbun di

otak sehingga menimbulkan manifestasi neuropsikiatri.6

Stadium ensefalopati hepatik diklasifikasikan berdasarkan manifestasi yang terjadi.

Berikut ini adalah stadium ensefalopatik sesuai dengan kriteria West Haven12 :

Derajat Kognitif dan Perilaku Fungsi Neuromuskular

0 Asimtomatik Tidak ada

1 Gangguan tidur, penurunan konsentrasi,

depresi, ansietas, dan iritabilitas

Suara monoton, tremor, penurunan

kemampuan menulis, apraksia

2 Letargi, disorientasi, penurunan memori Ataksia, disartrhia, asteriksis

3 Somnolen, kebingungan, amnesia, Nistagmus, kekakuan otot, hipereflek

Page 18: Sirosis Hepatis

29

gangguan emosi atau hiporeflek

4 Koma Pupil dilatasi, refleks patologis positif

Penatalaksanaan pada ensefalopati hepatik pada prinsipnya dilakukan untuk mengatasi

faktor presipitasi. Penatalaksanaan nonfarmakologis dilakukan dengan memberikan cairan

dan mengoreksi ketidakseimbangan elektrolit. Asupan protein harus dibatasi karena

pemecahan protein dapat menghasilkan amonia yang merupakan penyebab ensefalpati

hepatik. Laktulosa dapat diiberikan 3 kali perhari. Target pemberian laktulosa adalah adanya

2-3 BAB lembut per hari dan dosisnya bisa ditingkatkan sampai target yang diinginkan.

Tujuan dari pemberian terapi ini adalah mempersingkat waktu singgah makanan di dalam

usus sehingga produk nitrogenus yang dapat membentuk amonia dapat cepat diekskresikan

dari usus. Pemberian antibiotik dengan daya serap yang jelek di usus seperti kanamycin dapat

dilakukan untuk meminimalisasi kuman diusus.9

Peritonitis bakterialis spontan

Peritonitis bakterial spontan adalah infeksi bakteri spontan pada cairan asites tanpa

sumber intraabdomen. Pasien PBS yang yang dirawat inap dapat terjadi pada 30% pasien dan

memiliki angka kematian di rumah sakit sebesar 25%. Angka mortalitas akibat infeksi pada

pasien sirosis ini adalah sebesar 30% meninggal saat sebulan pertama setelah infeksi dan

30% dalam satu tahun pertama. Penurunan motilitas usus, pertumbuhan bakterial yang cepat,

dan peningkatan permeabilitas usus halus meningkatkan risiko terjadinya infeksi.6,10

Mekanisme utama terjadinya PBS yaitu disebabkan karena translokasi bakteri yaitu

bakteri atau produk bakteri (Endotoksin dan DNA) mampu menembus mukosa usus untuk

menginfeksi ke dalam kelenjar limfe mesenterika lalu masuk ke dalam aliran darah dan

cairan asites sehingga dapat memicu bakteremia dan infeksi di cairan asites. Organisme

tersering yang menyebabkan PBS adalah E. Colli dan bakteri usus lainnya. Bila terdapat PBS

yang disebabkan oleh 2 jenis bakteri, harus dicurigai terjadi perforasi saluran cerna.

Diagnosis PBS dapat ditegakkan bila terdapat gejala peritonitis dengan hitung neutrofil

absolut dari cairan ascites >250/μL. Pasien dengan pendarahan esofagus memiliki resiko PBS

yang lebih tinggi dan biasanya memerlukan antibiotik profilaksis.6

Terdapat tiga pertahanan fisiologis utama yang dapat mencegah translokasi bakteri

yaitu pertahanan melalui stabilitas flora normal, intergritas epitel intestinal, dan mekanisme

pertahanan imun host. Namun, pada pasien sirosis tahap lanjut terjadi gangguan pada

mekanisme-mekanisme tersebut. Motilitas usus secara signifikan menurun karena

Page 19: Sirosis Hepatis

30

hiperaktivasi sistem simpatik pada pasien sirosis yang secara tidak langsung dapat

meningkatkan pertumbuhan bakteri dan menggaggu kestabilan flora normal. Kelebihan

populasi bakteri ini dapat memicu translokasi bakteri. Selain itu, integritas epitel usus mulai

mengalami gangguan. Pada pasien sirosis tahap lanjut permeabilitas mukosa meningkat

sebagai efek langsung dari pelepasan mediator inflamasi akibat hipertensi porta. Terakhir

gangguan pada sistem imun pejamu turut berperan dalam translokasi bakteri.6

PBS ditatalaksana dengan pemberian antibiotik. Antibiotik yang paling sering

digunakan adalah sefalosporin generasi 2 seperti sefotaksim. Pemberian antibiotik sebagai

terapi PBS harus dalam dimulai 6 jam setelah terdiagnosis pada pasien rawsat inap atau 24

jam pada pasien rawat jalan. Profilaksis PBS diberikan pada pasien sirosis hepatis dengan

pendarahan saluran cerna dan yang memiliki riwayat PBS sebelumnya dengan penyuntikan

antibiotik satu kali setiap minggu.9

Sindrom hepatorenal

Sindrom Hepatorenal (SHR) adalah salah satu bentuk gagal ginjal fungsional tanpa

terdapat patologi ginjal. SHR terjadi pada sekitar 10% pasien dengan sirosis tahap lanjut atau

gagal hati akut. Mortalitas pasien gagal ginjal pada asien sirosis hepatis mencapai 67% atau

58% saat satu bulan setelah diagnosis dan 63% setelah 12 bulan diagnosis.6

Vasodilatasi arteri perifer merupakan mekanisme yang paling sering diungkapan

terkait dengan patofisiologi SHR. Sirosis hepatis dengan hipertensi porta membentuk

mekanisme vasodilatasi arteri splanikus. Vasodilatasi arteri ini terjadi akibat pelepasan

mediator Nitric Oxide. Tubuh akan melakukan kompensasi denganmeningkatkan curah

jantung melalui efek inotropik dan kronotropik positif. Namun, vasodilatasi yang terjadi terus

memburuk sehingga kompensasi dengan efek inotropik dan kronotropik positif tidak dapat

mengkompensasi lagi. Tubuh mengaktifkan sistem neurohormonal vasokonstriktor sistem

seperti RAAS (Renin Angiotensin Aldosteron System), sistem simpatis, dan hormon

antidiuretik. Sistem neurohormonal ini mengakibatkan retensi natrium dan air yang akan

berdampak pada asites. Selain itu akan terjadi vasokonstriksi arterial perifer termasuk di

ginjal, otak, otot, dan, ekstremitas. Namun, efek ini juga tidak mampu terkompensasi karena

vasodilatasi terus terjadi di sirkulasi splanik.6

Vasokonstriksi ginjal dapat berimbas pada penurunan laju filtasi di ginjal. Maka ginjal

melakukan mekanisme kompensasilagi dengan menghasilkan vasodilator lokal yaitu nitric

oxide. Namun, saat derajat keparahan hati makin berat, dapat terjadi pengurangan pengisian

pembuluh darah sehingga sistem vasodilator yang dilakukan ginjal menjadi gagal. Selain itu,

Page 20: Sirosis Hepatis

31

semakin lama mediator vasodilator di ginjal semakin berkurang dan terjadi peningkatan

vasokonstriktor intrarenal yang sangat hebat. Akhir konsekuensi dari semua mekanisme ini

adalah gagalnya fungsi ginjal yang disebut dengan sindrom hepatorenal.6

Penatalaksanaan sindrom hepatorenal dengan pemberian dopamin atau prostaglandin

untuk merangsang vasodilatasi pada ginjal. Preparat lain yang dapat diberikan adalah alfa

agonis dan albumin intravena. Prognosis pasien dengan sindrom hepatorenal jelek kecuali

dapat dilakukan reansplantasi hepar dalam waktu dekat.6

Carcinoma hepatoseluler (hepatoma)

Hepatoma merupakan tumor ganas yang berasal dari hepatosit. Hepatoma terutama

ditemukan pada orang yang mengidap sirosis hepatis makronoduler. Sekitar 60-80%

hepatoma timbul pada sirosis hepatis akibat infeksi HBV kronis, kemudian sedikit lebih

rendah pada sirosis pigmen, dan paling rendah pada sirosis alkoholik. Skrining hepatoma

sebaiknya dilakukan secara berkala setiap 6 atau 12 bulan pada pasien sirosis hepatis.6,9

Malnutrisi

Hati merupakan salah satu tempat utama metabolisme protein di dalam tubuh. Pasien

sirosis hepatis sering jatuh ke dalam keadaan katabolik. Protein otot akan banyak

dikatabolisme sehingga pasien dengan sirosis hepatik sering mengalami wasting pada otot.

Adanya keluhan mual, perut terasa cepat penuh dan muntah juga diketahui dapat menjadi

faktor resiko terjadinya malnutrisi akibat intake yang inadekuat.6

Kelainan hematologi

Koagulopati terjadi akibat defisiensi faktor pembekuan yang diproduksi di hati, dan

diperberat dengan trombositopenia yang terjadi akibat hipersplenisme. Pasien sirosis sering

mengalami gangguan absorbsi vitamin K akibat menurunnya fungsi hati dalam menghasilkan

getah empedu yang diperlukan untuk membantu absobsi vitamin K sehingga faktor

pembekuan yang dependen vitamin K menjadi inaktif. Pemberian vitamin K intravena atau

intramuskuler dapat memperbaiki keadaan ini.6,9

Anemia sering dijumpai pada pasien sirosis hepatis. Anemia pada pasien sirosis dapat

terjadi akibat hipersplenisme, pendarahan, defisiensi besi dan defisiensi folat. Gambaran

anemia makrositik lebih sering ditemukan pada pasien dengan penyakit hati kronik.6,9

3.2.7. Prognosis

Page 21: Sirosis Hepatis

32

Prognosis pada pasien dengan sirosis hepatis dapat dihitung dengan menggunakan

modifikasi skor Child Turcotte Pugh. Beberapa aspek yang dinilai pada skor Child Pugh

dapat dilihat pada tabel berikut13,14:

IndikatorSkor

1 2 3

Bilirubin Total (mg/dL) <2 2 - 3 >3

Albumin Serum (g/dL) >3,5 2,8 – 3,5 <2,8

Nutrisi Sempurna Baik Buruk

Ascites Tidak ada Sedang Masif

Ensefalopati hepatik Tidak ada Gr I - II Gr III - IV

Skoring tersebut kemudian dimodifikasi dengan menggantikan indikator nutrisi menjadi faal

pembekuan (INR). Adapun skor Child Pugh modifikasi adalah sebagai berikut13,14 :

IndikatorSkor

1 2 3

Bilirubin Total (mg/dL) <2 2 - 3 >3

Albumin Serum (g/dL) >3,5 2,8 – 3,5 <2,8

INR ≤1,70 1,71 – 2,20 >2,20

Ascites Tidak ada Sedang Masif

Ensefalopati hepatik Tidak ada Gr I - II Gr III - IV

Poin dari 5 indikator tersebut kemudian dijumlahkan. Penderita kemudian

dikelompokkan menjadi 3 kelas berdasarkan total poin dengan prognosis yang berbeda-beda

masing-masing kelasnya. Adapun klasifikasi dan prognosis pasien sirosis hepatis berdasarkan

kriteria Child Pugh adalah sebagai berikut13,14 :

Poin Kelas Prognosis 1 tahun Prognosis 2 tahun

5-6 A 100% 85%

7-9 B 81% 57%

10-15 C 45% 35%

Di samping kriteria Child Pugh, prognosis pasien sirosis hepatis dapat diperkirakan

dengan menggunakan Model for End Stage Liver Disease (MELD). MELD memperkirakan

Page 22: Sirosis Hepatis

33

prognoasis pasien dengan menggunakan kadar kreatinin, bilirubin dan nilai INR pasien.

Rumus MELD = (0.957 x ln(Serum kreatinin (mg/dl)) + 0.378 x ln(Serum Bilirubin (mg/dl))

+ 1.120 * ln(INR) + 0.643 ) * 10. Bila kreatinin, bilirubin, dan INR dibawah 1, nilainya

dibulatkan menjadi 1. Bila nilai kreatinin di atas 4 mg/dL, nilainya dibulatkan menjadi 4.

Nilai MELD bervariasi antara 6 – 40. Angka prognosis berdasarkan MELD score adalah

sebagai berikut13,14 :

Skor Angka Mortalitas 3 bulan

22 10%

29 30%

33 50%

38 80%

Terdapat beberapa modifikasi dari skor MELD. Salah satu modifikasi

memperhitungkan keadaan hiponatremia dan disebut sebagai MELD-Na. Penelitian

menunjukkan keadaan hiponatremia dapat menurunkan prognosis pasien dengan penyakit

hati stadium akhir. Skor MELD juga dapat digunakan memperhitungkan prioritas dan

prognosis pada pasien yang akan menjalani transplantasi hepar. Transplantasi hepar

direkomendasikan kepada penderita sirosis dengan skor MELD ≥15 atau sirosis

dekompesata.9,13,14