Upload
siska-jevika
View
220
Download
3
Embed Size (px)
DESCRIPTION
pbl blok 13
Citation preview
Tinjauan Pustaka
Sindrom Rubella Congenital padaJantung dan Mata
Siska (102012102/C5)Universitas Kristen Krida Wacana, Jl. Arjuna Utara No.6, Jakarta, 11510
Rubella atau campak Jerman umumnya menyerang anak-anak dan remaja. Penyakit
ini disebabkan oleh virus rubella dan dapat menyebar dengan sangat mudah. Penularan
utamanya dapat melalui titik-titik air di udara yang berasal dari batuk atau bersin penderita.
Berbagi makanan atau minuman dengan penderita juga dapat menularkan rubella. Sama
halnya jika Anda menyentuh mata, hidung, atau mulut Anda setelah memegang benda yang
terkontaminasi virus rubella.
Sindrom rubella kongenital dapat menyebabkan cacat lahir pada bayi, seperti tuli,
katarak, penyakit jantung kongenital, kerusakan otak, organ hati, serta paru-paru. Diabetes
tipe 1, hipertiroidisme, hipotiroidisme, serta pembengkakan otak juga dapat berkembang pada
anak yang terlahir dengan sindrom ini.
Kata kunci : rubella, sindrom rubella kongenital, cacat lahir
Abstract
Rubella or German measles commonly affects children and adolescents. The disease
is caused by the rubella virus and can spread very easily.The main transmission can be
through water droplets in the air that comes from coughing or sneezing patients. Sharing
food or drinks with an infected person can also transmit rubella. Similarly, if you touch your
eyes, nose, or mouth after handling contaminated objects rubella virus.
Congenital rubella syndrome can cause birth defects, such as deafness, cataracts,
congenital heart disease, brain damage, liver, and lungs. Type 1 diabetes, hyperthyroidism,
hypothyroidism, and swelling of the brain can also develop in children who are born with this
syndrome.
Keywords: rubella, congenital rubella syndrome, birth defects
PendahuluanRubella (juga disebut German Measles) adalah infeksi virus yang sangat menular
yang biasa diderita oleh anak-anak, tetapi juga menjangkiti remaja dan orang dewasa.
1
Mungkin tidak ada gejala yang muncul atau umumnya berupa sedikit demam, pembengkakan
kelenjar, nyeri pada persendian dan kulit kemerahan pada wajah dan leher yang berlangsung
selama dua atau tiga hari. Kesembuhan selalu cepat dan komplit. Infeksi rubella paling
berbahaya pada trimester pertama kehamilan. Akibatnya bayi dapat lahir dengan keadaan tuli,
kelainan mata, cacat jantung, dan kelainan intelektual. Kondisi ini dikenal dengan Sindrom
Rubella Kongenital (Congenital Rubella Syndrome). Pada blok ini, yang akan dibahas adalah
kelainan kongenital pada jantung dan mata akibat infeksi rubella.
AnamnesisAnamnesis merupakan wawancara yang seksama terhadap pasien atau keluarga
dekatnya mengenai masalah yang menyebabkan pasien mendatangi pusat pelayanan
kesehatan. Perpaduan keahlian mewawancarai dan pengetahuan yang mendalam tentang
gejala (simptom) dan tanda (sign) dari suatu penyakit akan memberikan hasil yang
memuaskan dalam menentikan diagnosis kemungkinan sehingga membantu dalam
menentukan langkah pemeriksaan selanjutnya.1
Anamnesis yang baik terdiri dari identitas, keluhan utama, riwayat penyakit sekarang,
riwayat penyakit terdahulu, riwayat obstri dan ginekologi (khusus wanita).Riwayat penyakit
dalam keluarga, anamnesis susunan sistem dan anamnesis pribadi (meliputi keadaan sosial
ekonomi, budaya, kebiasaaan, obat-obatan dan lingkungan). 1
Identitas anak meliputi nama, umur, jenis kelamin, nama orang tua atau anggota
keluarga terdekat sebagai penanggung jawab, alamat, pendidikan orang tua, pekerjaan orang
tua, suku bangsa dan agama. Identitas perlu ditanyakan untuk memastikan bahwa pasien yang
dimaksud dan sebagai data penelitian. 1
Beberapa hal penting yang penting ditanyakan dalam anamnesis untuk anak (bayi dan
balita) adalah sebagai berikut:2-4
a. Anamnesis faktor pranatal dan perinatal
Merupakan faktor yang penting untuk mengetahui perkembangan anak.Anamnesis harus
menyangkut faktor risiko untuk terjadinya gangguan perkembangan fisik dan mental
anak, termasuk faktor risiko untuk bota, tuli, palsi serebralis, dll.Anamnesis juga
menyangkut penyakit keturunan dan apakah ada perkawinan antar keluarga. 2-4
b. Kelahiran premature
Harus dibedakan antara bayi prematur (SMK = Sesuai Masa Kehamilan) dan bayi dimatur
(KMK = Kecil Masa Kehamilan) dimana telah terjadi retradasi pertumbuhan intrauterin.-
2
Pada bayi prematur, karena dia lahir lebih cepat dari kelahiran normal, maka harus diper-
hitungakn pertumbuhan intrauterin yang tidak sempat dilalui tersebut. Contoh, bayi lahir
3 bulan prematur (umur kehamilan 6 bulan), tidak dapat dibandingkan dengan bayi usia 6
bulan, maka yang dilakukan adalah pemeriksaan bayi berusia 3 bulan. 2-4
c. Faktor lingkungan
Anamnesis harus menyangkut faktor lingkungan yang mempengaruhi perkembangan
anak.Misalnya untuk meneliti perkembangan motorik pada anak, harus ditanyakan berat
badanya, karena erat hubungannya dengan perkembangan motorik tersebut.Untuk
menanyakan kemampuan menolong sendiri, misalnya makan, berpakaian dll.Harus pula
ditanyakan apakah ibunya memberikan kesempatan pada anak untuk belajar itu. 2-4
d. Anamnesis kecepatan pertumbuhan anak.
Merupakan informasi yang sangat penting yang harus ditanyakan pada ibunya pada saat
kali datang.Anamnesis yang teliti tentang milestone perkembangan anak, dapat menge-
tahui tingkat perkembangan anak tersebut.
Pada kasus ini, anamnesis dilakukan dengan cara alloanamnesis, karena pasien masih
bayi. Dari skenario yang saya dapat, diketahui ibu mengalami demam dan bercak-bercak
merah pada bulan pertama kehamilan.
Pemeriksaan FisikSetelah dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik yang harus dilakukan pada kasus ini
adalah bertujuan untuk mencari tahu simptom yang menandakan sindrom rubella kongenital.
Infeksi kongenital oleh virus rubella dapat mempengaruhi seluruh sistem organ. Ketulian
adalah yang paling umum dan sering menjadi manifestasi dari infeksi kongenital rubella,
terutama setelah bulan ke empat gestasi. Dapat juga terjadi cacat jantung seperti defek septum
entrikel, stenosis pulmonal, dan koarktasio aorta. Kelainan pada mata seperti katarak,
glaukoma, retinopati, dan mikroftalmia mungkin juga terjadi.
Jantung
Curigai adanya kelainan jantung kongenital jika ditemui salah satu gejala berikut ini:5
Kesulitan menyusu (menyusu lebih dari 30 menit setiap kalinya)
Takipnea
Berkeringat yang tidak wajar
Retraksi subkostal
3
Gagal jantung kongestif (80% kasus penyakit jantung bawaan kritis)
Mata
Pemeriksaan segmen anterior: Memeriksa apakah terjadinya kekeruhan lensa, atau terda-
pat sebarang bercak putih (leukokoria) pada pupil bayi.
Refleks cahaya langsung dan tidak langsung.
Lakukan inspeksi daerah mata.
Tentukan penilaian ada tidaknya kelainan, seperti:
- Strabismus (koordinasi gerakan mata yang belum sempurna), dengan cara menggoy-
ang kepala secara perlahan-lahan sehingga mata bayi akan terbuka.
- Kebutaan, seperti jarang berkedip atau sensitifitas terhadap cahaya berkurang.
- Sindrom Down, ditemukan epicanthus melebar.
- Glaukoma kongenital, terlihat pembesaran dan terjadi kekeruhan pada kornea.
- Katarak kongenital, apabila terlihat pupil yang berwarna putih.
- Uji terhadap penglihatan dengan menyorotkan cahaya terang kedalam mata atau
menggerakkan benda dengan cepat kearah mata. Kedipan mata dan ekstensi kepala
akan terjadi bila bayi dapat melihat.6
Pemeriksaan PenunjangPemeriksaan laboratorium untuk mengenalpasti virus rubella adalah pemeriksaan
kultur virus. Spesimen dapat diambil dari swab faring, dari darah, urin, dan cairan
serebrospinal pasien. Namun pemeriksaan diagnostik ini bersifat labor-intensive, maka
seringkali tidak digunakan sebagai pemeriksaan rutin untuk menegakkan diagnosis, namun
isolasi virus ini berguna untuk data epidemiologi rubella.7
Pemeriksaan penunjang yang lebih tersedia dan seringkali dilakukan adalah
pemeriksaan serologi respon imun. Respon imun yang diperiksa adalah IgM dan IgG rubella.
Peningkatan signifikan titer antibodi atau hasil (+) IgM rubella menandakan pasien sedang
terinfeksi. Serum haruslah diambil secepat mungkin; 7-10 hari setelah onset penyakit, dan
harus diulang pada hari ke 14-21. Pada bayi dengan rubella kongenital, IgM dapat ditemukan
100% pada usia 0-5 bulan, 60% pada usia 6-12 bulan, dan sekitar 40% pada usia 12-18 bulan.
Setelah usia 18 bulan, IgM sudah jarang dapat ditemukan.7
DiagnosisDalam kasus ini, hasil tes laboratorium tidak didapatkan, dan gejala yang ditemukan
4
pada bayi juga tidak dijelaskan.Namun mempertimbangkan bahwa si ibu menderita rubella
pada kehamilan trimester pertama, kemungkinannya tinggi untuk bayi menderita sindrom
rubella kongenital.Manifestasi yang paling sering ditemukan, malah seringkali menjadi
manifestasi tunggal rubella adalah tuli sensorineural.Manifestasi kedua yang paling sering
adalah katarak kongenital.Diagnosis sindrom rubella kongenital ditegakkan melalui temuan
klinis dan hasil tes laboratorium.
Berikut merupakan kriteria diagnosis sindrom rubella kongenital yang telah
digariskan oleh CDC(Centres for Disease Control and Prevention).8
Suspected
Bayi yang tidak termasuk dalam kriteria probable maupun confirmed, tetapi memiliki
satu atau lebih dari gejala di bawah:
a. Katarak atau glaucoma kongenital
b. Kelainan jantung kongenital (paling sering Patent Ductus Arteriosus, PDA)
c. Tuli
d. Retinopati pigmentosa
e. Purpura
f. Hepatosplenomegali
g. Jaundice
h. Mikrosefali
i. Perkembangan terhambat
j. Meningoencephalitis
k. Kelainan tulang radiolusen
Probable
Bayi tanpa konfirmasi tes laboratorium rubella, tetapi memiliki paling sedikit dua
gejala berikut tanpa kemungkinan etiologi lain:
a. Katarak atau glaucoma kongenital
b. Kelainan jantung kongenital (paling sering Patent Ductus Arteriosus, PDA)
c. Tuli
d. Retinopati pigmentosa
Confirmed
Memiliki sindrom rubella yang dinyatakan di atas dan hasil positif untuk tes laboratorium
5
rubella melalui metode:
a. isolasi virus, atau
b. deteksi antibodi rubella-specific immunoglogulin M (IgM), atau
c. titer antibodi bayi yang tetap tinggi untuk jangka waktu yang lama, atau
d. spesimen dengan PCR positif untuk virus rubella.
Infection only
Bayi tanpa sebarang gejala klinis tetapi didapatkan hasil positif untuk tes laboratorium
rubella melalui metode yang disebutkan dalam bagian Confirmed.
Diagnosis Bandinga.) Sitomegalovirus (CMV)
Merupakan kelompok agen dalam keluarga herpesvirus yang dikenali karena
penyebarannya yang luas pada manusia dan bintang lain. Infeksi CMV in vivo dan in vitro
sangat spesifik spesies. Kebanyakan infeksi CMV tidak tampak, tetapi virus dapat
menyebabkan berbagai sakit klinis yang berkisar pada keparahan dari ringan sampai
mematikan. CMV dalah infeksi virus yang paling sering kongenital, yang kadang-kadang
menyebabkan sindrom inklusi sitomegalik (hepatosplenomegali, ikterus, petekie, purpura,
dan mikrosefali).9
Tanda-tanda dan gejala infeksi CMV bervariasi menurut umur, rute perjalanan, dan
kemampuan imun individu. Infeksi adalah subklinis pada kebanyakan penderita, termasuk
dengan infeksi kongenital. Infeksi yang didapat dari ibu dan kontak lain hampir selalu tidak
bergejala dan tidak menimbulkan sekuele. Bayi prematur dengan infeksi didapat transfusi
merupakan pengecualian. Jika terinfeksi, bayi seronegatif dengan berat badan 1500 gram atau
kurang mempunyai risiko 40% mengalami hepatosplenomegali, pneumonitis, pucat abu-abu,
ikterus, petekie, trombositopenia, limfositosis atipik, dan anemia hemolitik.9
b.) Sifilis kongenital
Sifilis kongenital pada bayi terjadi, jika ibunya terkena sifilis, terutama sifilis dini
sebab banyak T. pallidum beredar dalam darah. Treponema masuk secara hematogen ke janin
melalui plasenta yang sudah dapat terjadi pada saat masa kehamilan 10 minggu.10
Gambaran klinis dapat dibagi salah satunya menjadi sifilis kongenital dini (prekoks).
Kelainan kulit yang pertama kali terjadi adalah bula bergerombol, simetris pada telapak
6
tangan dan kaki, kadang-kadang pada tempat lain di badan. Cairan bula mengandung banyak
T. pallidum. Bayi tampak sakit. Bentuk ini adakalanya disebut pemfigus sifilitika.10
EtiologiVirus rubella merupakan suatu togavirus, genus Rubivirus.Virus ini merupakan virus
RNA single strandeddengan envelop. Rubella mempunyai satu tipe antigen dan tidak
bereaksi silang dengan togavirus yang lain. Virus rubella tidak membutuhkan vektor dalam
penyebarannya, dan ditularkan melalui droplet dari hidung atau tenggorok penderita
(airborne) kepada orang lain yang tidak terimunisasi. Penyakit ini juga ditularkan dari ibu
hamil kepada janin yang berada di dalam kandungannya.Masa inkubasi rubella adalah sekitar
14 hari, bervariasi antara 12 hingga 23 hari.Viremia terjadi 5 hingga 7 hari setelah terpapar
oleh virus. Replikasi virus terjadi dalam nasofaring dan kelenjar limfe.7
EpidemiologiRubella terdapat di seluruh dunia, dengan reservoirnya manusia.Tidak ditemukan
sebarang hewan sebagai reservoir rubella.Infeksi ini dapat ditularkan oleh pasien pada
stadium subklinis dan stadium asimptomatis.Pada negara empat musim, infeksi ini lebih
sering terjadi pada ujung musim sejuk dan awal musim semi.Rubella merupakan infeksi
dengan tahap penularan sedang (moderate). Penyakit ini paling menular saat ruam pertama
kali timbul, namun virus rubella tetap dapat dikeluarkan bermula 7 hari sebelum hingga 7hari
setelah onset ruam.7
Evaluasi dari beberapa penelitian menunjukkan resiko malformasi kongenital setelah
infeksi rubella pada ibu seperti berikut:11
30% hingga 50% pada 4 minggu pertama gestasi
25% pada minggu ke-5 hingga ke-8 gestasi
8% pada minggu ke-9 hingga minggu ke-12 gestasi
PatofisiologiMekanisme lain yang mungkin adalah kerusakan virus langsung dari sel yang
terinfeksi. Studi telah menunjukkan bahwa sel-sel yang terinfeksi rubella pada periode janin
awal telah mengurangi aktivitas mitosis. Ini mungkin hasil dari kromosom kerusakan atau
7
karena produksi protein yang menghambat mitosis. Terlepas dari mekanisme, cedera
mempengaruhi janin pada trimester pertama (selama fase organogenesis) menghasilkan cacat
organ bawaan.12
Lensa terbentuk pada invaginasi ektoderm yang berada di atas vesikel optik.Nukleus
embrio berkembang pada minggu keenam kehamilan.Yang mengelilingi inti embrio adalah
inti janin.Saat lahir, inti embrio dan janin membuat sebagian besar lensa. Setiap infeksi
maupun trauma pada serat nucleus atau lenticular dapat mengakibatkan kekeruhan (katarak).6
Patogenesis terjadinya sindrom rubella kongenital adalah dari viremia maternal, di
mana viremia ini berlangsung sekitar 5 hingga 7 hari setelah si ibu terpapar oleh virus
rubella.Infeksi transplacenta terjadi pada saat viremia ini. Hal yang memainkan peran paling
penting dalam patogenesis infeksi transplacenta adalah masa gestasi; 85% bayi yang
terinfeksi pada trimester pertama lahir dengan kelainan kongenital.7
Manifestasi KlinisInfeksi rubella intrauterine boleh mengakibatkan aborsi spontan, atau bayi lahir hidup
dengan malformasi single atau multiple. Manifestasi klinis yang dapat ditemukan pada bayi
dengan rubella kongenita adalah seperti berikut:13
Manifestasi menetap: Tuli
Kelainan jantung bawaan
Kelainan mata (katarak, glaukoma, retinopati)
Mikrosefali
Retardasi mental dn sistem motorik (autism)
Manifestasi transien: Hepatosplenomegali
Trombositopenia dengan purpura atau petekhiae
Anemia hemolitik
Kelainan tulang radiolusen
Perkembangan terhambat (berat badan lahir rendah)
Meningoensefalitis
Tata LaksanaTiada pengobatan spesifik yang tersedia untuk infeksi rubella.Pentalaksanaan
8
hanyalah bersifat simptomatis, seperti untuk demam dan atralgia. Immunoglobulin hanya
akan diberikan kepada wanita hamil yang telah terpapar kepada virus rubella dan tidak ingin
menggugurkan kandungan dalam apa juga keadaan.13
Tindakan bedah pada katarak kongenital yang umum adalah disisio lensa, ekstrasi
linier, dan ekstrasi dengan aspirasi.Pengobatan tergantung apakah katarak bersifat unilateral
atau bilateral.Pada katarak bilateral, pembedahan harus dilakukan sesegera mungkin. Pada
katarak total unilateral, pembedahan dilakukan 6 bulan setelah terlihat atau segera sebelum
terjadinya juling.6
PrognosisNeonatus dengan purpura trombositopenik mempunyai prognosis buruk. Penyebab
kematian utama dari rubella kongenital adalah sepsis dan gagal jantung kongestif, terjadi
sekitar usia 6 bulan. Prognosis adalah baik untuk bayi dengan defek minor.11
Kebanyakan pasien dengan sindrom rubella kongenital mengalami kesulitan dalam
social skills, terutama setelah meninggalkan sekolah. Sekitar 15% pasien menderita insulin-
dependan diabetes, dipercayai karena mekanisme autoimmune.11
Katarak total unilateral membawa prognosis buruk, dan harus sesegera mungkin
dilakukan pembedahan. Katarak bilateral partial mempunyai prognosis lebih baik, dapat
dikoreksi dengan kacamata dan midriatika.6
PencegahanInfeksi rubella dapat dicegah melalui vaksinasi.Saat ini program imunisasi
menyediakan vaksin kombinasi rubella dengan Mumps dan Measles (MMR). Anak-anak
sebaiknya mendapat dua dosis vaksinasi MMR; dosis pertama saat usia 12 sampai 15 bulan,
dosis ke dua saat usia 4 sampai 6 tahun.9
Sebagian bayi di bawah usia 12 bulan sebaiknya mendapat vaksinasi MMR jika
bepergian ke luar negeri (Dosis ini tidak akan termasuk dalam seri dosis rutin mereka).
Vaksinasi MMR bisa diberikan secara bersamaan dengan vaksin lain. Anak-anak usia 1-12
tahun bisa mendapat kombinasi vaksin bernama MMRV, yang mengandung vaksin MMR dan
Varicella (cacar air).Masalah ringan yang mungkin timbul setelah vaksinasi adalah:
Demam (kira-kira 1 dari 6 orang).
Ruam ringan (kira-kira 1 dari 20 orang).
Bengkak pada kelenjar pipi atau leher (kira-kira 1 dari 25 orang).
9
Biasanya masalah ini terjadi dalam waktu 6-14 hari setelah mendapat suntikan. Masalah ini
lebih jarang terjadi setelah dosis ke dua.8
Namun terdapat beberapa golongan yang tidak boleh menerima vaksin MMR.Wanita
hamil tidak boleh diberi vaksin MMR.Wanita hamil yang membutuhkan vaksin ini harus
menunggu sampai melahirkan. Kaum wanita tidak boleh hamil selama 4 minggu setelah
diberi vaksin MMR.Siapapun yang pernah menderita reaksi alergi yang membahayakan
nyawa terhadap neomycin antibiotik atau semua komponen vaksin MMR lainnya, juga tidak
boleh mendapatkan vaksin ini.8
Pencegahan yang boleh dilakukan untuk menghalang wanita hamil dari terinfeksi
sekiranya belum divaksinasi adalah dengan cara isolasi. Bayi dengan rubella kongenital
mampu menularkan virus selama beberapa minggu hingga bulan setelah lahir. Bayi dengan
rubella kongenital ini juga harus diletakkan di ruang yang terpisah (ruang kuarantin) dari bayi
lain di rumah sakit. Isolasi di rumah boleh dilakukan sepanjang periode contagious. Tamu
wanita yang datang ke rumah harus menghindari kontak dengan bayi yang terinfeksi.11
Kesimpulan
Sindrom rubella kongenital adalah kumpulan gejala kelainan kongenital yang pada
dasarnya dapat dibanteras melalui program imunisasi.Bayi-bayi yang terinfeksi pada
trimester pertama merupakan bayi yang beresiko tinggi untuk lahir dengan cacat
kongenital.Kelainan yang paling sering terjadi adalah pada mata, telinga, dan jantung.
Sehingga kini, tiada penatalaksanaan spesifik yang dapat mengobati infeksi rubella, maka
solusi utama untuk menghindari sindrom rubella kongenial adalah dengan cara mendapatkan
vaksin.
Daftar Pustaka1. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, editors. Buku ajar ilmu penyakit dalam . Edisi ke-
lima. Jakarta: Interna Publishing; 2009. h.25-76.
2. Schartz MW, editor. Pendoman klinis pediatri.Jakarta : EGC; 2004.h. 1-31.
3. Miall L, Rudolf M, Levene M. Paediatrics at a glance. 2nd ed. Victoria: Blackwell Publishing Asia; 2007; p. 10-42.
4. Houghton RA, Gray D, editor. Chamberlain’s gejala dan tanda dalam
kedokteranklinis. Ed ke-13. Jakarta:PT Indeks; 2010.h.3-45, 459-98.
5. Tanto C, Liwang F, Hanifati S, Pradipta EA. Kapita selekta kedokteran jilid I. Edisi
10
IV. Jakarta: Media Aesculapius; 2014.
6. Ilyas HS, Yulianti SR. ilmu penyakit mata. Edisi ke-4. Jakarta: Badan penerbit FKUI;
2012.h.205-7.
7. Course textbook – Rubella. 12th edition. Centers for disease control and prevention.
May 2012. Available from: http://www.cdc.gov/vaccines/pubs/pinkbook/rubella.html
8. Manual for the Surveillance of Vaccine-Preventable Diseases. Congenital rubella
syndrome. 5th Edition. Centers for disease control and prevention. September 2012.
Available from: http://www.cdc.gov/vaccines/pubs/surv-manual/chpt15-crs.html
9. Behrman RE, Kliegman RM. Ilmu kesehatan anak nelson. Vol. 2. Wahab AS,
penerjemah. Jakarta: EGC; 2000. hal. 1120-3.
10. Djuanda A, Hamzah M, Aisah S. Ilmu penyakit kulit dan kelamin. Edisi ke-5. Jakarta:
Badan peerbit FKUI; 2007.h.401.
11. Gershon AA, Hotez PJ, Katz SL. Krugman’s infectious diseases of children. 11th ed.
USA: Mosby Inc; 2004.
12. Ezike E. Pedriatic rubella. Pathophysiology. Updated: Dec 18, 2014. Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/968523-overview#a5
13. Fauci A.S, Kasper D.L, Braunwald E, Hauser S.L, Longo D.L, Jameson J.L. Rubella.
Harrison’s Principle of Internal Medicine. 18th ed. Vol.II. USA: Mc-Graw Hill
Companies; 2012.
11