16
SISTEM EKONOMI ISLAM, SOLUSI PROBLEMATIKA UMMAT (?) 1 Oleh: Khairunnisa Musari 2 1. LATAR BELAKANG 1.1. Rentannya Sistem Moneter Kita 3 Belakangan ini, pasar bursa sarat dengan sentimen negatif. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) tertekan hingga level terendah di tahun ini. Anjloknya harga minyak mentah dunia dan pelemahan rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (USD) menekan pasar. Rupiah bahkan hampir menyentuh level Rp 9.500. Tingginya suku bunga perbankan menyebabkan minimnya likuiditas di pasar. Terlebih lagi, setelah Bank Indonesia (BI) Rate dinaikkan hingga 9,25 persen. Ada apa? Jika mencermati fenomena tersebut di atas, kita bisa melihat betapa sistem moneter Indonesia dan dunia sesungguhnya rapuh dan rentan terhadap berbagai gejolak. Tidak ada satupun yang mampu mengendalikannya. Sifat sektor moneter akan menuju hal-hal yang bersifat jangka pendek, spekulatif, dan mobile. Siapapun yang mengikuti langgamnya, maka hanya akan menjadi bulanannya. Jika kita simak, anomali ekonomi mikro-makro dan ”growth paradox” antara sektor keuangan-riil, serta turbulensi faktor eksternal yang mempengaruhi ekonomi domestik, memang makin sering terjadi. Tidak bisa kita mungkiri, hal ini sesungguhnya mencerminkan berbagai kegagalan sistem ekonomi dalam menciptakan kealamiahan mekanisme pasar yang stabil, benar, dan adil. Ketidakbenaran Dalam ekonomi Islam, sistem moneter kita saat ini memang mengandung banyak ketidakbenaran. Hal ini setidaknya terlihat dari, pertama, fungsi utama uang dalam teori ekonomi saat ini adalah sebagai alat tukar, kesatuan hitung, dan penyimpan nilai kekayaan. Dengan penggunaan uang kertas, fungsi uang sebagai satuan hitung dan penyimpan nilai sudah terpatahkan. Pasalnya, uang kertas yang kita gunakan saat ini memiliki nilai yang selalu berubah karena adanya inflasi yang bisa ‚menyurutkan‛ nilai. Dalam ekonomi Islam, fungsi uang hanya sebagai alat tukar dan kesatuan hitung. Mata uang yang dipilih harus bisa menjamin kestabilan nilai. Kedua, di waktu lalu, sejak dilepasnya sistem crawling-band, Bank Indonesia (BI) menggunakan base-money targeting sebagai kerangka kebijakan moneter. Base-money targeting didasarkan pada teori kuantitas uang. Efektivitas kebijakan ini sangat tergantung stabilitas velocity uang beredar. Penggunaan base-money ini tidak sesuai dengan ekonomi Islam lantaran nilai uang tersebut cenderung berfluktuasi. Ekonomi Islam mengajarkan untuk mencari alat moneter yang menjamin kestabilan. Makanya, emas-perak dipilih sebagai instrumen moneter. 1 Makalah ini disampaikan dalam Focus Group Discussion (FGD) Kelompok Studi Ekonomi Islam (KSEI) Fakultas Ekonomi Universitas Jember (FE UJ), tanggal 21 September 2013. 2 Peneliti Tamkin Institute; Peneliti Divisi Syari’ah Risk Management International (RMI). 3 Artikel asli yang sudah dimuat di Harian Republika, 29 September 2008.

Sistem Ekonomi Islam, Solusi Problematika Ummat (?)

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Makalah ini adalah kumpulan artikel saya yang disusun untuk memenuhi undangan Forum Group Discussion (FGD) dari Kelompok Studi EKonomi Islam (KSEI) Fak. Ekonomi Universitas Jember (FE-UJ) pada 21 September 2013.

Citation preview

Page 1: Sistem Ekonomi Islam, Solusi Problematika Ummat (?)

SISTEM EKONOMI ISLAM,

SOLUSI PROBLEMATIKA UMMAT (?)1

Oleh: Khairunnisa Musari2

1. LATAR BELAKANG

1.1. Rentannya Sistem Moneter Kita3

Belakangan ini, pasar bursa sarat dengan sentimen negatif. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG)

tertekan hingga level terendah di tahun ini. Anjloknya harga minyak mentah dunia dan pelemahan

rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (USD) menekan pasar. Rupiah bahkan hampir menyentuh

level Rp 9.500. Tingginya suku bunga perbankan menyebabkan minimnya likuiditas di pasar.

Terlebih lagi, setelah Bank Indonesia (BI) Rate dinaikkan hingga 9,25 persen. Ada apa?

Jika mencermati fenomena tersebut di atas, kita bisa melihat betapa sistem moneter

Indonesia dan dunia sesungguhnya rapuh dan rentan terhadap berbagai gejolak. Tidak ada

satupun yang mampu mengendalikannya. Sifat sektor moneter akan menuju hal-hal yang

bersifat jangka pendek, spekulatif, dan mobile. Siapapun yang mengikuti langgamnya, maka

hanya akan menjadi bulanannya.

Jika kita simak, anomali ekonomi mikro-makro dan ”growth paradox” antara sektor

keuangan-riil, serta turbulensi faktor eksternal yang mempengaruhi ekonomi domestik,

memang makin sering terjadi. Tidak bisa kita mungkiri, hal ini sesungguhnya

mencerminkan berbagai kegagalan sistem ekonomi dalam menciptakan kealamiahan

mekanisme pasar yang stabil, benar, dan adil.

Ketidakbenaran

Dalam ekonomi Islam, sistem moneter kita saat ini memang mengandung banyak

ketidakbenaran. Hal ini setidaknya terlihat dari, pertama, fungsi utama uang dalam teori

ekonomi saat ini adalah sebagai alat tukar, kesatuan hitung, dan penyimpan nilai kekayaan.

Dengan penggunaan uang kertas, fungsi uang sebagai satuan hitung dan penyimpan nilai

sudah terpatahkan. Pasalnya, uang kertas yang kita gunakan saat ini memiliki nilai yang

selalu berubah karena adanya inflasi yang bisa ‚menyurutkan‛ nilai. Dalam ekonomi Islam,

fungsi uang hanya sebagai alat tukar dan kesatuan hitung. Mata uang yang dipilih harus

bisa menjamin kestabilan nilai.

Kedua, di waktu lalu, sejak dilepasnya sistem crawling-band, Bank Indonesia (BI)

menggunakan base-money targeting sebagai kerangka kebijakan moneter. Base-money

targeting didasarkan pada teori kuantitas uang. Efektivitas kebijakan ini sangat tergantung

stabilitas velocity uang beredar. Penggunaan base-money ini tidak sesuai dengan ekonomi

Islam lantaran nilai uang tersebut cenderung berfluktuasi. Ekonomi Islam mengajarkan

untuk mencari alat moneter yang menjamin kestabilan. Makanya, emas-perak dipilih

sebagai instrumen moneter.

1 Makalah ini disampaikan dalam Focus Group Discussion (FGD) Kelompok Studi Ekonomi Islam (KSEI)

Fakultas Ekonomi Universitas Jember (FE UJ), tanggal 21 September 2013. 2 Peneliti Tamkin Institute; Peneliti Divisi Syari’ah Risk Management International (RMI). 3 Artikel asli yang sudah dimuat di Harian Republika, 29 September 2008.

Page 2: Sistem Ekonomi Islam, Solusi Problematika Ummat (?)

2

2

Ketiga, kestabilan nilai rupiah tercermin dari tingkat inflasi dan nilai tukar. Tingkat

inflasi tercermin dari naiknya harga barang secara umum. Dalam hal ini, BI memiliki

kemampuan untuk mempengaruhi tekanan inflasi yang berasal hanya dari sisi permintaan.

Transmisinya dapat melalui berbagai jalur, yaitu suku bunga, kredit perbankan, neraca

perusahaan, nilai tukar, harga aset, dan ekspektasi. Jika jalur transmisi tersebut ada yang

berinteraksi dengan riba, syubhat, maisyir, dan gharar, maka ini tidak sesuai dengan

ekonomi Islam.

Keempat, Inflation Targeting Framework (ITF) yang saat ini menjadi kebijakan moneter BI

menggunakan BI Rate sebagai suku bunga instrumen sinyaling. Jelas sekali, cara tersebut

bertentangan dengan ekonomi Islam. Pelaksanaan kebijakan moneter Islam tidak

memungkinkan penetapan suku bunga sebagai target atau sasaran operasional. Fakta

menunjukkan, suku bunga yang digaungkan dapat menjadi media kontrol ternyata juga tak

bernyali dalam menstabilkan nilai uang dan moneter.

Kelima, bila dicermati, krisis ekonomi yang melanda Indonesia dan negara lain,

sesungguhnya dipicu oleh ‚keterikatan‛ pada mata uang negara lain dan tidak pada dirinya

sendiri. Hal inilah yang menyebabkan nilai mata uang kita sulit stabil. Jika hard-currency

bergejolak, maka kestabilan mata uang lain pun bergejolak.

Keenam, kenyataan saat ini menunjukkan uang tidak lagi dijadikan alat tukar, tapi juga

sebagai komoditi perdagangan dan ditarik bunga dari setiap transaksi peminjaman/

penyimpanan uang. Tidak hanya itu, uang kini juga kerap dijadikan alat spekulasi.

Ketujuh, dalam konsep ekonomi Islam, uang harus mencerminkan sektor riil. Jika ada

yang menimbun uang atau dibiarkan tidak produktif, ini berarti mengurangi jumlah uang

beredar yang berdampak pada tidak jalannya perekonomian. Kondisi ini berbeda dengan

kebijakan BI yang menyerap dana Sertifikat Bank Indonesia (SBI) dan menyimpannya.

Kedelapan, dari aspek kelembagaan, keberadaan bank sentral tidak mempersoalkan

adanya entitas individu. Hal ini berbeda halnya dengan ekonomi Islam yang objeknya

kepada mukallaf secara individual.

Moneter Islam

Kita meyakini, moneter Islam bisa menjadi solusi semua kekacauan ini. Namun harus

diakui, moneter Islam saat ini belum mampu menjawab sepenuhnya berbagai persoalan

moneter dunia. Moneter Islam saat ini masih dalam tahap ‚pencarian‛ guna kristalisasi diri

karena ‚terlahir‛ ditengah sistem moneter sosialis kapitalis. Meskipun moneter Islam sudah

mulai diimplementasikan di sedikit negara dan juga komunitas-komunitas tertentu, namun

moneter Islam masih menghadapi sejumlah persoalan mendasar pada tataran tertentu.

Keberadaan moneter Islam tidak cukup dengan hanya membeberkan fakta-fakta historis

dengan berbagai filosofi yang terkandung didalamnya. Oleh karena itu, perumusan teori

dan praktek moneter Islam memerlukan rekonstruksi teori dan praktek moneter

konvensional. Mengawalinya, butuh pendekatan normatif yang kemudian dilengkapi

dengan pendekatan empiris, positif, dan induktif. Kita masih menunggu...

1.2. Ketika Wall Street Menceraikan Etika4

Sejak September, aksi protes warga Amerika Serikat (AS) semakin agresif. Protes menentang sistim

keuangan dan kebijakan pemerintah AS kian meluas. Kemarahan warga atas terjadinya rebound di

4 Artikel asli yang sudah dimuat di Harian Republika, 19 Oktober 2011.

Page 3: Sistem Ekonomi Islam, Solusi Problematika Ummat (?)

3

3

Wall Street yang tak diikuti dengan perbaikan tingkat pengangguran, menuai aksi demo yang terus

bermunculan.

Krisis keuangan dunia secara maraton terus bermunculan sejak 2008. Kasus subprime

mortgage, bangkrutnya bank-bank investasi besar, krisis utang, bailout, kegaduhan di pasar

finansial, terus saja saling mengekor. AS dan Eropa yang menjadi barometer perekonomian

dan keuangan dunia kini terus menjadi bulan-bulanannya.

Yang menarik untuk disimak saat ini adalah aksi protes warga AS terhadap rebound

di Wall Street yang terjadi disaat meningkatnya jumlah PHK di negara tersebut. Kebanyakan

dari mereka meyakini bahwa pemerintah telah dikendalikan oleh bank dan korporasi-

korporasi besar yang serakah sehingga mengabaikan kepentingan sebagian besar warga

negaranya.

Ya, AS kini sedang menguji kesolidan sistem dan kebijakan ekonomi mereka yang

selama ini menjadi jantung ekonomi dunia. Jika kekacauan ekonomi di Eropa banyak dipicu

oleh krisis utang dengan rasio utang yang mencengangkan, maka yang belakangan terjadi

di AS dipicu oleh krisis ketidakpercayaan akibat berbagai kecurangan dari pelaku ekonomi

dan keuangan.

Bush-Obama Paradox

Pasca jatuhnya sejumlah perusahaan investasi keuangan di AS pada 2008 lalu,

Presiden Bush saat itu meminta konggres untuk menyetujui rencana penyelamatan sektor

finansial bernilai USD 700 miliar. Bush menyatakan, perekonomian dalam kondisi bahaya

sehingga perlu intervensi pemerintah untuk menyelamatkannya. Upaya Bush mendapat

banyak kritikan karena menyimpang dari ideologi pasar-bebas yang dianut AS. Terlebih

lagi, Bush dikenal memiliki keyakinan yang tinggi bahwa pasar-bebas adalah sebuah

prinsip moral yang harus diwujudkan karena merupakan hak asasi manusia dalam mencari

kebebasan penghidupan.

Jika disimak, pasar-bebas yang menjadi prinsip moral Bush sesungguhnya bertitik

tolak dari paham Adam Smith yang mengasumsikan mekanisme permintaan dan

penawaran mampu melakukan self-regulating dan self-correcting melalui an invisible-hand.

Jika bertitik tolak dari paham ini, maka upaya Bush tersebut adalah paradox.

Mengingat kehancuran pasar finansial di AS, Bush Paradox ini sesungguhnya dapat

dipahami. Pada titik inilah, Bush mungkin baru merasa pentingnya campur tangan

pemerintah pada pasar meski hal itu bertentangan dengan paham yang ia anut.

Lebih jauh, Obama kemudian melanjutkan paradox ini. Obama menggelontorkan dana

untuk mengembalikan kepercayaan dunia kepada AS sebagai motor ekonomi dunia meski

harus menanggung konsekuensi defisit anggaran yang besar. Berbagai program

penanggulangan yang menghabiskan uang rakyat yang kebanyakan berasal dari kelas

menengah, nyatanya tak juga memulihkan perekonomian domestik. Yang ada, PHK terus

menyebar ke penjuru negeri.

Obama memang meminta pertanggungjawaban lembaga keuangan yang didonor

pemerintah. Obama mengingatkan, wajib pajak adalah yang paling dirugikan atas

keruntuhan keuangan jika pelaku pasar memanfaatkan masa pemulihan untuk keuntungan

pribadi. Sayang, aksi spekulan di Wall Street tampaknya tidak terbendung untuk mendapat

untung berlipat setelah sebelumnya mengalami kerugian besar. Meski masalah krisis utang

Eropa dan ketakutan resesi baru melanda AS terus menghantam bursa Wall Street dan

Page 4: Sistem Ekonomi Islam, Solusi Problematika Ummat (?)

4

4

tekanan jual membuat indeks saham utama tergerus, tetapi Wall Street masih mampu

beberapa kali melanjutkan penguatannya. Hal inilah yang memicu kemarahan sebagian

warga AS.

Mengawinkan Etika pada Pasar Keuangan

Fenomena yang berkembang dan berujung pada munculnya Bush-Obama Paradox

semakin menguatkan kita bahwa intervensi pemerintah dibutuhkan dalam pasar. Pasar-

bebas sejatinya bukan dimaknai sebagai terbukanya pasar tanpa batas dan dibiarkan

mengatur dan memulihkan dirinya sendiri. Tidak bisa dimungkiri, pasar sesungguhnya

sarat dengan berbagai ketidakmampuan. Kapitalis berpotensi besar untuk mengendalikan

pasar sesuai dengan kepentingan. Kecurangan dan berbagai penyimpangan lain berpeluang

besar untuk terjadi. Uang yang dijadikan bulan-bulanan komoditi dan spekulasi ternyata

menyebabkan pasar tidak terkendali.

Sebagai suatu lembaga yang mempunyai kekuatan besar, daulat pasar dapat

menggusur daulat rakyat. Semua manusia di dalamnya dianggap memiliki kekuatan yang

sama. Kegiatan ekonomi dalam sistem kapitalis diarahkan untuk memenuhi keinginan para

pemilik modal daripada kebutuhan masyarakat yang lebih besar. Filsafat ekonomi

kapitalisme menceraikan etika sehingga perilaku manusia hilang arah karena terdorong

hasrat untuk menjadi greedy.

Sebagai sebuah norma yang tak tertulis, mengawinkan etika dengan pasar keuangan

diharapkan dapat menghantar pelaku di dalamnya menghindari praktek-praktek yang

menjatuhkan. Dengan etika pula, pelaku pasar diharapkan tidak lagi melakukan spekulasi

yang secara nyata bersifat predatorik. Spekulasi inilah yang menggoncang ekonomi

berbagai negara, khususnya negara yang kondisi politiknya tidak stabil. Akibat spekulasi

itu pula, jumlah uang yang beredar menjadi tidak seimbang dengan jumlah barang di sektor

riil karena adanya penghisapan. Sejalan dengan itulah, etika diharapkan dapat

menjembatani sektor keuangan dan sektor riil untuk bertemu.

Dalam hal ini, jika kegiatan ekonomi dapat dikembalikan pada etika yang bersumber

dari religi, maka keadilan akan lebih jelas. Kegiatan ekonomi di sektor keuangan tidak lagi

memfasilitasi pelaku yang menarik keuntungan dari mengkomoditaskan uang dalam pasar

uang, bank atau pasar modal. Kegiatan ekonomi di sektor keuangan kelak hanya

memfasilitasi ketersediaan dana untuk modal usaha melalui mekanisme yang benar.

Dengan cara ini, sistem ekonomi yang bertumpu pada sinergi sektor riil dan keuangan akan

berjalan mantap, tidak mudah goyang atau digoyang seperti saat ini. Wallahua’lam bish

showab.

2. EKONOMI ISLAM?

2.1. Ekonomi Syariah, New Intitutional Economics?5

Ketika krisis keuangan global melanda dunia, salah satu pemikiran yang mengemuka di kalangan

para ekonom adalah apakah penerapan sistem ekonomi syariah merupakan solusi bagi masalah ini dan

apakah ekonomi syariah akan menjadi paradigma baru yang menggantikan sistem ekonomi kapitalis.

5 Artikel asli yang ditulis bersama Rifki Ismal, Mahasiswa S3 Islamic Banking and Finance, Durham

University, UK, (saat ini menjadi Peneliti Senior Direktorat Perbankan Syariah Bank Indonesia) dan sudah

dimuat di Harian Republika, 24 Januari 2009.

Page 5: Sistem Ekonomi Islam, Solusi Problematika Ummat (?)

5

5

Bagi sejumlah ekonom, krisis global yang tengah terjadi saat ini merupakan

pembuktian lemahnya sistem ekonomi kapitalis sekaligus menjadi momentum kebangkitan

ekonomi syariah. Fenomena ini jika dikaji dengan pendekatan konsep new institutional

economics (NIE), maka pandangan tersebut mendekati kebenaran.

4 Elemen NIE

Secara teoretis, NIE adalah suatu konsep yang memaparkan kriteria atau syarat untuk

membangun suatu paradigma sistem ekonomi baru yang setidaknya terdiri dari empat

elemen.

Elemen pertama, budaya adalah cara berpikir, perasaan, kecenderungan, dan perilaku

individu atau kelompok masyarakat. Budaya antara lain dipengaruhi oleh pengetahuan,

kondisi sosial politik, dan komunikasi. Jika ingin menghadirkan suatu paradigma baru,

maka diperlukan penyesuaian (perubahan) budaya.

Elemen kedua, institusi adalah keberadaan peraturan atau regulasi, dukungan

pemerintah, dan sistem peradilan. Elemen ini mencakup ada tidaknya institusi publik di

tingkat eksekutif, legislatif, dan yudikatif (Ahmed, Habib, 2008). Dikaitkan dengan

pengembangan ekonomi syariah di tanah air, kehadiran undang-undang (UU) Perbankan

Syariah pada April 2008 lalu merupakan pengukuhan terhadap pilar institusi dalam

ekonomi syariah. Hal ini kian menguat dengan berkembangnya lembaga pendukung lain

seperti sistem peradilan untuk perbankan syariah, sistem pendidikan yang mengajarkan

ekonomi/perbankan syariah, legalisasi UU Surat Berharga Syariah Nasional (SBSN), cetak

biru pengembangan perbankan syariah, peraturan Bapepam untuk perusahaan pembiayaan

syariah, dan lainnya.

Elemen ketiga, organisasi adalah suatu alat yang diciptakan individu/sekelompok

masyarakat untuk mencapai tujuan tertentu. Dalam hal ini, Indonesia boleh dikatakan telah

berhasil mengembangkan bank syariah, asuransi syariah, sukuk, dan perusahaan

pembiayaan syariah dengan baik. Rata-rata pertumbuhan aset, simpanan, dan pembiayaan

bank syariah lebih dari 50 persen sepanjang 2000-2008. Hal ini sekaligus menjadi salah satu

bukti empirik selain jumlah bank syariah, asuransi syariah, dan lembaga syariah lainnya

yang terus bertambah setiap tahun. Beberapa perguruan tinggi ternama pun telah membuka

jurusan/fakultas ekonomi/perbankan syariah untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja di

bidang ini yang setiap tahun semakin bertambah.

Elemen keempat, pasar adalah keberadaan tempat/media untuk melakukan transaksi,

termasuk unsur-unsur penunjangnya seperti teknologi, infrastruktur, dan instrumen pasar

keuangan. Dalam konteks ini, ekonomi syariah di Indonesia masih dalam tahap

pengembangan karena pasar uang syariah di Indonesia masih sangat terbatas. Selain itu,

ketergantungan perbankan syariah kepada pasar uang syariah masih minim karena aktifitas

pembiayaan yang cukup tinggi dengan tingkat pembiayaan bermasalah (non performing

financing) yang rendah dan penarikan dana oleh deposan yang masih terkendali. Namun

demikian, tuntutan pengembangan pasar keuangan syariah ke depan merupakan suatu

keharusan seiring dengan semakin berkembangnya industri ini.

Menuju Paradigma Ekonomi Baru

Untuk menjawab apakah ekonomi syariah di Indonesia akan menjadi paradigma baru

atau minimal alternatif bagi ekonomi konvensional, maka pendekatan NIE menunjukkan

arah yang demikian.

Page 6: Sistem Ekonomi Islam, Solusi Problematika Ummat (?)

6

6

Kondisi Indonesia saat ini menyiratkan penerimaan masyarakat yang cenderung

meningkat meski pengaruh sistem ekonomi konvensional masih dominan. Tentu saja untuk

membangun elemen budaya, khususnya menciptakan masyarakat yang sharia-based,

merupakan suatu pekerjaan rumah tersendiri.

Namun demikian, dengan semakin maraknya negara-negara di Eropa melakukan

restrukturisasi perbankan dan keuangan syariah, hal ini sejatinya semakin menguatkan

kiprah dan penerimaan masyarakat internasional terhadap institusi ekonomi syariah.

Beberapa negara tetangga seperti Singapura, Thailand, Malaysia, bahkan yang

berpenduduk muslim minoritas seperti China, Jepang, Korea, dan Inggris telah dengan

cepat mempersiapkan elemen institusi untuk mendukung penciptaan sistem perbankan dan

keuangan syariah.

Dalam hal organisasi, pengembangan ekonomi syariah, utamanya bank syariah, juga

menunjukkan kinerja yang semakin baik. Berbagai pembenahan telah dilakukan, khususnya

yang terkait dengan manajemen risiko, peningkatan kualitas pelayanan, dan pemenuhan

kebutuhan sumber daya insani. Semua ini dimaksudkan untuk mengimbangi pertambahan

institusi perbankan dan keuangan syariah baru.

Terakhir, perlahan namun pasti, pasar dari industri syariah terus menunjukkan

peningkatan seiring kebutuhan transaksi berbasis syariah yang semakin tinggi. Kondisi ini

semakin kondusif dengan kesadaran otoritas pasar keuangan, regulator perbankan, dan

pelaku pasar yang semakin baik. Hal ini tercermin dengan semakin intensifnya koordinasi

masing-masing pihak yang kian memacu perkembangan pasar industri perbankan dan

keuangan syariah di tanah air.

Secara keseluruhan, ekonomi syariah sebagai sebuah paradigma baru berdasarkan

konsep NIE telah meletakkan pondasinya di Indonesia. Harus diakui, terlalu dini jika kita

meminta pengambil kebijakan menerapkan sistem ekonomi ini. Banyak sekali kendala dan

pekerjaan rumah yang masih harus kita siapkan. Berapa lama proses tersebut berlangsung,

tentunya berpulang kepada usaha kita bersama. Pada saatnya nanti, tanpa harus memaksa,

ekonomi syariah akan menjadi pilihan jika para pelaku di dalamnya dapat membuktikan

kebaikan dari sistem ini. Wallahu’alam bish showab.

2.2. Studi Kasus

Kasus Investasi Ustadz Yusuf Mansyur6

“Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan‛ ~Pasal 33 UUD

1945 Ayat 1.

Didasari oleh keinginan Ustadz Yusuf Mansyur (YM) untuk mensejahterakan umat

Islam dan warga negara Indonesia ternyata berujung kontroversi. Gerakan ‘patungan

usaha’ ala Ustadz YM dilatarbelakangi oleh penilaiannya bahwa kondisi perekonomian

Indonesia tidak memberi kesempatan pada masyakarat luas untuk menikmati kue

pembangunan. Kontroversi ‘patungan usaha’ menjadikan Ustadz YM bulan-bulanan.

6 Studi kasus ini sudah dimuat di Harian Bisnis Indonesia, 25 Juli 2013. Artikel ini ditulis untuk merespon

polemik di masyarakat, termasuk di dunia maya, terkait bisnis investasi ala Ustadz Yusuf Mansyur (YM).

Tulisan ini mencoba melihat persoalan dari perspektif berbeda. Studi kasus ini sudah disampaikan dalam

Diskusi Panel Otoritas jasa Keuangan (OJK) yang berjudul ‚Financial Inclusion: Tugas dan Wewenang OJK‛ di

Ma’had Tahfizh Qur’an (MTQ) Ibnu Katsir, 6 September 2013, kerjasama Risk Management International (RMI),

Ikatan Dai Indonesia (IKADI) Cabang Jember, dan MTQ Ibnu Katsir.

Page 7: Sistem Ekonomi Islam, Solusi Problematika Ummat (?)

7

7

Setelah Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Dahlan Iskan menemui Ustadz YM,

gerakan ‘patungan usaha’ kemudian ditutup sementara waktu sembari memperbaiki sistem

dan perijinannya. Meski saat ini gerakan tersebut dihentikan sementara sembari

memperbaiki legalitas, polemik yang muncul di masyarakat masih belum surut. Sejumlah

pihak meragukan kapabilitas bisnis investasi Ustadz YM. Tudingan bahwa bisnis ini bak

investasi bodong, money game atau multi level marketing (MLM) membuat Ustadz YM seolah

dipojokkan. Bahkan, tidak sedikit yang menyayangkan jika seorang tokoh agama

berkecimpung di sektor investasi.

Bisnis investasi dengan konsep patungan usaha ala Ustadz Yusuf Mansyur (YM)

menuai kontroversi. Jika disimak, isu penting yang harusnya dihadirkan adalah perihal

mobilisasi dana masyarakat, yaitu bagaimana memberi perlindungan kepada dana publik

tersebut. Di sinilah isu governance muncul, yaitu bagaimana mengelola benturan

kepentingan antara pengelola dana dengan masyarakat yang menyerahkan dananya.

Prinsip yang lazim digunakan adalah TARIF (Trasparency, Accountability, Responsibility,

Integrity, dan Fairness).

Ekonomi Konstitusi

Semangat ‘patungan usaha’ ala Ustad YM sesungguhnya sejalan dengan semangat

ekonomi konstitusi. Setidaknya hal ini tercermin dari ciri-ciri ekonomi Pancasila. Mubyarto

(1981) menyatakan ciri khas ekonomi Pancasila diantaranya adalah: (1) roda perekonomian

digerakkan oleh rangsangan ekonomi, sosial dan moral; (2) adanya kehendak kuat dari

seluruh masyarakat ke arah keadaan pemerataan sosial dan sesuai asas-asas kemanusiaan;

(3) prioritas kebijakan ekonomi adalah penciptaan perekonomian nasional yang tangguh

dimana nasionalisme menjiwai kebijaksanaan ekonomi.

Menurut Bung Hatta (1963), sistem ekonomi Pancasila pada hakikatnya adalah sistem

ekonomi berdasarkan ‘sosialisme religius’ atau sosialisme Indonesia yang timbul dari tiga

faktor. Pertama, karena suruhan agama. Etika agama yang menghendaki adanya rasa

persaudaraan dan tolong-menolong antara sesama manusia dalam pergaulan hidup. Hal ini

pula yang mendasari Ustadz YM yang memunculkan konsep ‘patungan usaha’ berdasarkan

nilai-nilai agama. Sebagai catatan, sosialisme tidak harus merupakan marxisme dan tidak

harus diartikan sebagai hasil hukum dialektika. Sosialisme dalam konteks ini adalah

tuntutan hati nurani untuk memperjuangkan kemakmuran bagi semua orang.

Kedua, sosialisme Indonesia merupakan ekspresi daripada jiwa berontak bangsa

Indonesia yang memperoleh perlakuan yang sangat tidak adil dari si penjajah. Penguasaan

asing atas aset vital di negeri ini bukan isu baru. ‘Patungan usaha’ ala Ustadz YM juga

didasari oleh keresahan atas kaki tangan asing yang menguasai sektor-sektor yang menjadi

hajat hidup orang banyak. Gerakan ini adalah gerakan sosial dan humanisme yang ingin

bangsa Indonesia dapat menjadi tuan di rumah sendiri.

Ketiga, pemimpin Indonesia seyogyanya mencari sumber-sumber sosialisme dalam

masyarakat sendiri. Sosialisme menjadi tuntutan jiwa untuk mendirikan suatu masyarakat

yang adil dan makmur. Sosialisme dipahamkan sebagai tuntutan institusional, yang

bersumber dari lubuk hati yang murni berdasarkan perikemanusiaan dan keadilan sosial

dengan menjadikan agama sebagai penerangnya. ‘Patungan usaha’ ala Ustadz YM secara

jelas memperlihatkan corak kolektif sebagai sendi bangunan usaha sosial ekonominya.

Lebih jauh, model koperasi yang merupakan soko guru perekonomian Indonesia yang

paling mendasar adalah filosofi yang dibangun oleh Ustadz YM dalam menjalankan

Page 8: Sistem Ekonomi Islam, Solusi Problematika Ummat (?)

8

8

‘patungan usaha’. Model ini bukan ide baru. Founding fathers negeri ini telah

menggaungkannya sejak Indonesia merdeka. Pasal 33 UUD 1945 ayat 1 juga menyatakan

bahwa perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan.

Sayangnya, sejarah kelahiran dan berkembangnya koperasi di negara maju (barat) dan

Indonesia memang sangat diametral. Di barat, koperasi lahir sebagai gerakan untuk

melawan ketidakadilan pasar. Dengan kekuatannya, koperasi di barat meraih posisi tawar

dan kedudukan penting dalam konstelasi kebijakan ekonomi, termasuk dalam perundingan

internasional.

Secara keseluruhan, semangat ‘patungan usaha’ Ustadz YM sesungguhnya sudah

sejalan dengan ekonomi konstitusi di negeri ini. Orientasi kemandirian ekonomi yang

dihembuskannya seiring dengan tuntutan riil ekonomi konstitusi. Sebagai seorang muslim,

Ustadz YM juga tengah membumikan ekonomi Islam yang membawa pesan untuk meraih

falah, yaitu kesejahteraan di dunia dan akherat. Perintah untuk mendistribusikan kekayaan

agar tidak berputar dalam kelompok masyarakat tertentu menjadi legitimasi dalam

ekonomi Islam bahwa uang harus digunakan pada sektor produktif agar dapat

menggerakkan perekonomian. Hal ini pula yang menyebabkan moneter Islam dapat

tercermin dari up and down-nya sektor riil karena menggunakan mekanisme velocity of money

dan menggunakan konsep underlying asset.

Dengan tetap mengapresiasi itikat baik yang melatarbelakangi penggalangan dana

yang dilakukan Ustadz YM, tidak bisa dipungkiri, minimnya literasi keuangan bukan saja

menjadi kelemahan Ustadz YM, tetapi juga bagi kebanyakan masyarakat yang berpolemik

tanpa dasar sehingga isu yang mengemuka bak bola liar. Jelas, menyoal kasus ini, literasi

keuangan (financial literacy) yang digaungkan bersama dengan program inklusi keuangan

(financial inclusion) sudah mendesak untuk disosialisasikan secara masif.

Literasi Keuangan

Ilmu keuangan merupakan ilmu dinamis. Prakteknya menjadi keseharian bagi setiap

orang. Literasi keuangan menjadi keniscayaan bagi setiap orang untuk dapat membuat

keputusan keuangan serta mengoptimalkan instrumen dan produk keuangan yang tersedia.

Secara sederhana, literasi keuangan adalah pengetahuan mengenai konsep-konsep dasar

keuangan. Literasi keuangan mencakup beberapa aspek dalam keuangan, yaitu

pengetahuan dasar mengenai keuangan pribadi (basic personal finance), manajemen uang

(money management), manajemen kredit dan utang (credit and debt management), tabungan

dan investasi (saving and investment), serta manajemen risiko (risk management).

Literasi keuangan dibutuhkan agar setiap orang memiliki pengetahuan untuk

mengelola sumber daya keuangan secara efektif demi kesejahteraan hidupnya. Kebutuhan

individu dan produk keuangan yang semakin kompleks menuntut masyarakat untuk

memiliki literasi yang memadai. Minimnya literasi keuangan dapat mengakibatkan

rendahnya akses terhadap lembaga keuangan. Minimnya literasi keuangan juga dapat

mengakibatkan masyarakat mengalami kerugian keuangan karena tidak memahami resiko

yang membayang dari produk atau instrumen keuangan yang dipilih. Ditambah lagi jika

pada saat yang sama terjadi penurunan kondisi perekonomian. Perilaku masyarakat yang

konsumtif juga menambah daya boros dari sistem ekonomi dan keuangan yang ada saat ini.

Hadirnya OJK yang menaungi kegiatan investasi di Indonesia juga menjadi peta baru

bagi masyarakat awam. Literasi keuangan terhadap produk dan regulasi di sektor keuangan

tak semuanya dapat dipahami. Sosialisasi yang dilakukan OJK nyatanya masih belum

Page 9: Sistem Ekonomi Islam, Solusi Problematika Ummat (?)

9

9

cukup untuk mengedukasi masyarakat luas. Hal ini tercermin pula dengan Ustadz YM yang

tidak mengetahui bahwa setiap penarikan dana masyarakat dengan memberikan imbal

hasil adalah bentuk investasi. Sesuai aturan, investasi yang beranggotakan 50 orang ke atas

wajib meminta izin OJK. Bila OJK belum mengeluarkan izin, maka sudah dapat dipastikan

kegiatan investasi tersebut dilarang.

Edukasi Keuangan

Edukasi keuangan (financial education) menjadi tantangan terbesar untuk

meningkatkan literasi masyarakat dalam rangka inklusi keuangan. Edukasi adalah proses

panjang yang mendorong setiap orang untuk memiliki rencana keuangan di masa depan

demi mendapatkan kesejahteraan yang ingin dicapai. Era konsumsi dewasa ini cenderung

membuat masyarakat menjadi kian tidak rasional dalam memenuhi keinginannya yang

bukan menjadi kebutuhan.

Melalui edukasi keuangan, diharapkan dapat terbangun perilaku keuangan (financial

behaviour). Perilaku keuangan berhubungan dengan bagaimana seseorang memperlakukan,

mengelola, menggunakan, dan memaknai sumber daya keuangan yang ada padanya.

Individu yang memiliki perilaku keuangan akan cenderung untuk memanfaatkan uang atau

aset secara efektif, mulai dari membuat anggaran, menghemat uang, mengendalikan

belanja, berinvestasi, serta membayar kewajiban tepat waktu untuk semua tingkat

penghasilan.

Lebih jauh, edukasi keuangan akan menghasilkan outcome berupa literasi keuangan

yang baik. Tepat kiranya bila OJK memutuskan untuk menjatuhkan sanksi berupa edukasi

aturan pengelolaan dana kepada Ustadz YM atas kegiatan pengelolaan dananya, termasuk

menjanjikan pendampingan dalam hal mengurus legalitas.

Tidak bisa dipungkiri, literasi keuangan adalah hal mendesak dalam melindungi dana

masyarakat. Sistem keuangan yang rentan akan munculnya mobilisasi dana manipulatif

atau spekulatif yang beresiko tinggi menuntut masyarakat untuk paham akan karakter

produk keuangan yang ditawarkan. Beragam jenis produk di pasar keuangan yang sarat

moral hazard serta kerap menghadirkan asymmetric information menuntut literasi keuangan

bagi masyarakat. Yang terpenting, urgensi literasi keuangan adalah sebagai pengetahuan

bagi masyarakat dalam hal menyiasati keterbatasan sumber daya yang dimilikinya untuk

dialokasikan pada berbagai kebutuhan secara efektif untuk memperoleh kesejahteraan yang

diharapkan.

Kasus Investasi Emas Berlabel Syariah7

Emas memang selalu memikat. Nilainya yang terus meningkat dalam jangka waktu menengah dan

panjang menjadi alasan utama untuk menjadikannya sebagai instrumen investasi. Tak heran jika

terus bermunculan perusahaan-perusahaan yang menawarkan jasa investasi emas. Termasuk pula

salah satunya perusahaan berlabel syariah yang memberi penawaran imbalan hasil yang

menggiurkan bagi investor (www.kontan.co.id, 18 Juni 2012).

7 Studi kasus ini sudah pernah dimuat di Harian Kontan, 22 Juni 2012. Artikel tersebut ditulis sebagai

respon atas pemberitaan di Harian Kontan berjudul ‚Waspada, investasi emas berimbal hasil selangit!‛ tentang

investigasi Golden Traders Indonesia Syariah (GTIS) yang merupakan perusahaan investasi emas pertama yang

memperoleh predikat syariah dari Majelis Ulama Indonesia (MUI).

Page 10: Sistem Ekonomi Islam, Solusi Problematika Ummat (?)

10

10

Harga emas tercatat mengalami kenaikan cukup tinggi mulai tahun 2001 dengan rata-

rata kenaikan sekitar 17%. Sebelumnya, kenaikan harga hanya di kisaran 6%. Banyak pihak

yang meyakini bahwa emas tengah mengalami bubble. Hal ini didasari oleh kian maraknya

emas menjadi komoditas dan semakin kuatnya keyakinan masyarakat bahwa emas akan

mengalami kenaikan harga secara permanen melampaui tingkat inflasi.

Dapat dipahami jika investasi emas menjadi tampak menarik karena apresiasinya jauh

lebih besar daripada deposito atau sejenisnya. Gaung emas pun merambah industri jasa

keuangan Islam. Kegiatan rahn dan qardh untuk emas di perbankan syariah menjadi motor

penggeraknya. Hampir semua Bank Umum Syariah (BUS) di Indonesia kini telah

mempunyai layanan gadai emas.

Emas dalam sejarah ekonomi Islam memang mendapat perhatian besar. Wacana mata

uang dinar yang banyak digaungkan para pelaku ekonomi Islam sebagai alat transaksi tidak

lepas dari keunggulan nilai emas yang relatif stabil. Namun, stabil bukan berarti tidak

mengalami inflasi. Nilai emas yang di-back up oleh intrisiknyalah yang menjadi dasar

argumen emas lebih baik daripada fiat money.

Namun demikian, keberadaan emas sebagai alat transaksi atau sebagai instrumen

hedging harus dipisahkan dengan kinerja emas dalam konteks kekinian. Bubble emas yang

tengah berlangsung saat ini terjadi karena adanya spekulan. Pengalaman 2008

menunjukkan perilaku investor dalam mengantisipasi krisis kredit yang menyebabkan

pasar saham anjlok adalah dengan memborong emas. Yang terkini, aksi George Soros yang

menambah portofolio logam mulianya hingga 273,96% pada Mei lalu. Aksi Soros

mengundang pertanyaan mengingat harga emas saat itu sudah jatuh 8,1% per Maret dan

tercatat sebagai penurunan terbesar sejak 2004.

Fluktuasi Emas

Jika sebuah perusahaan investasi emas berlabel syariah berani menawarkan imbal

hasil fixed rate yang cukup tinggi dalam jangka waktu pendek, maka pertanyaan yang

mengemuka adalah ‘benarkah mekanisme yang ada sudah memenuhi prinsip syari’ah’?

Logika ekonomi tentu akan berbicara bahwa investasi emas akan memberi

keuntungan jika harga emas mengalami kenaikan. Jika harga emas turun, maka investor

akan mengalami kerugian. Dalam jangka menengah dan panjang, pengalaman di masa lalu

mungkin dapat menjadi argumen untuk mengatakan harga emas ke depan memiliki tren

kenaikan. Namun, dalam jangka waktu pendek yang kurang dari setahun, pengalaman

menunjukkan bahwa emas juga mengalami fluktuasi yang mengikuti up and down

perekonomian.

Mungkin tak banyak yang mengingat bagaimana volatilitas harga emas bulanan dan

tahunan selama 10 tahun terakhir. Secara bulanan, penurunan harga emas tertinggi pernah

terjadi sebesar 16% di bulan September 2008 ke Oktober 2008. Secara tahunan, penurunan

harga emas tertinggi pernah terjadi hingga 41,5% di tahun 2008 ke 2009. Mei 2012 lalu,

kontrak emas berjangka untuk pengantaran Juni merosot 0,6%. Nilai ini adalah posisi

terendah dalam empat bulan terakhir seiring dengan kekacauan politik yang kian

memburuk di Yunani yang memberi sentimen positif terhadap US Dollar sebagai aset

lindung nilai.

Secara keseluruhan, bukti empirik ini menunjukkan bahwa fluktuasi emas cukup

tajam dalam jangka waktu pendek. Kinerja emas saat ini bukanlah berbasis sektor riil murni

yang dapat dipertanggungjawabkan kealamiahan penawaran-permintaannya. Emas sebagai

Page 11: Sistem Ekonomi Islam, Solusi Problematika Ummat (?)

11

11

komoditas dan faktor spekulan adalah salah satu variabel laten utama yang mempengaruhi

emas menjadi bubble. Pertanyaannya kemudian, jika yang terjadi ke depan adalah

penurunan harga emas secara signifikan, lalu bagaimana perusahaan jasa investasi emas

berlabel syariah itu dapat memenuhi janjinya untuk memberi bonus hingga 30% untuk

kontrak setahun?

Perspektif Islam

Dalam peta industri jasa keuangan Islam, bisnis investasi emas boleh jadi termasuk

dalam komponen pasar modal syariah. Jika dipetakan, industri jasa keuangan Islam

meliputi tiga komponen utama, yaitu perbankan Islam, pasar modal Islam, dan takaful yang

masing-masing di dalamnya terdiri dari beberapa subkomponen. Kecilnya pasar jasa

keuangan Islam boleh jadi tidak memberi pengaruh signifikan bagi perekonomian. Namun

demikian, tidak dapat dipungkiri, pertumbuhannya yang pesat mendorong banyak sektor

untuk turut menyandang label syariah demi mengakses pasar yang masih sangat besar.

Sebuah kajian tentang dampak pergerakan harga emas kepada Capital Adequacy Ratio

(CAR) individual bank Islam memberikan pesan penting. Skenario penurunan harga emas

sebesar 25% dan 50% ternyata berpotensi menurunkan CAR sejumlah bank Islam hingga di

bawah 8%. Kajian ini mengindikasikan bahwa industri jasa keuangan Islam pun rentan

terhadap fluktuasi harga emas.

Oleh karena itu, dapat dipahami jika iming-iming imbal hasil yang menggiurkan dari

perusahaan investasi emas berlabel syariah menimbulkan dugaan adanya kegiatan

spekulasi yang mengarah pada unsur maysir. Di kalangan ekonom Islam, memang masih

terdapat perdebatan tentang praktek spekulasi berbasis maysir ini. Sebagian berpendapat

bahwa maysir bermakna pengambilan risiko yang tidak mampu ditanggung. Sebagian lain

berpendapat bahwa maysir adalah spekulasi yang tidak meningkatkan agregat pasokan

barang dan jasa. Apapun itu, janji imbal hasil yang cukup tinggi dalam jangka waktu

pendek memberi ruang besar untuk mempertanyakan keabsahan Islamic compliance dalam

mekanisme investasi dan pemberian imbal hasil. Kalau sudah begitu, semoga saja Dewan

Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) dapat segera merespon kegiatan

investasi tersebut melalui fatwanya untuk memperjelas keabsahannya.

===============================================

Page 12: Sistem Ekonomi Islam, Solusi Problematika Ummat (?)

12

12

LAMPIRAN:

Luxembourg Menuju Pusat Keuangan Islam Eropa dan Dunia (Majalah SHARING, November

2011)

Selama 3 hari Islamic Finance News (IFN) Asia Forum 2011 berlangsung, setidaknya terdapat 9

negara yang berkesempatan memberi paparan tentang potensi keuangan Islam di negara masing-

masing melalui beragam session. Negara-negara tersebut adalah Indonesia, Qatar, Australia, Srilanka,

Oman, Jepang, Pakistan, Iran, dan Luxembourg.

Country presentation dari negara Luxembourg cukup menarik perhatian peserta IFN Asia Forum

2011. Selain karena tampaknya menjadi satu-satunya negara yang mewakili kawasan Eropa, juga

karena dihadiri langsung oleh Minister of Finance, Grand Duchy of Luxembourg, Luc Frieden. Pada hari

ketiga, Frieden menjadi pembuka acara melalui session for keynote address yang dimanfaatkannya untuk

bercerita tentang potensi keuangan Islam di Luxembourg.

Mengawali paparannya di podium, Frieden memulai dengan sebuah pernyataan, “Saya yakin,

anda semua bertanya-tanya mengapa saya hadir di tempat ini. Bukankah negara-negara di Eropa sedang

mengalami krisis, lalu mengapa saya masih bisa-bisanya muncul di sini,” katanya setengah berkelakar.

Ya, saya yakin pernyataan Frieden memang mewakili isi kepala hampir kebanyakan peserta

IFN Asia Forum 2011. Kawasan Eropa memang secara beruntun mengalami krisis keuangan akibat

utang Eurozone. Lalu mengapa Frieden masih sempat-sempatnya ke Kuala Lumpur menghadiri acara

ini?

Menjadi Pusat Keuangan Islam Eropa dan Dunia

Luxembourg memang tampak serius untuk mengundang investor keuangan Islam masuk ke

negara tersebut. Frieden mengatakan, “Penting bagi kami untuk menghadiri perhelatan ini. Pemerintah

Luxembourg meyakini bahwa keuangan Islam adalah bagian tak terpisahkan dari sistem keuangan internasional.

Beberapa negara Eropa memang sudah banyak yang ingin menjadi pusat keuangan Islam dan Luxembourg juga

memiliki potensi untuk menjadi bagian dari pusat keuangan Islam di kawasan ini.”

Frieden yang mengawali karir politiknya melalui Partai Demokrat Kristen (Christian Social

Party/CSV) ini pernah menjabat sebagai Menteri Kehakiman dan Menteri Anggaran di usia 34 tahun.

Berikutnya, Frieden menjabat sebagai Menteri Pertahanan dan kemudian menjadi Menteri Keuangan

sejak 2009 hingga saat ini. Beliau juga menjabat sebagai Gubernur Bank Dunia serta menjadi wakil

pemerintah Luxembourg dalam Council of Minister of the European Union.

Meski krisis ekonomi global tengah terjadi, Frieden menegaskan bahwa pemerintahnya

meyakini industri keuangan Islam akan tetap tumbuh stabil. Hal ini setidaknya tercermin dari minat

investor yang terus tumbuh terhadap produk keuangan Islam. Frieden mengatakan, ‚Pemerintah

Luxembourg melihat produk keuangan Islam sangat inovatif dan adaptif bagi sistem keuangan internasional.

Untuk itu, pemerintah Luxembourg ingin mengintegrasikan produk keuangan Islam dengan produk keuangan

yang sebelumnya telah ada di Luxembourg.”

Frieden memang tidak menyia-nyiakan kesempatan dalam IFN Asia Forum 2011 untuk

mengundang para investor masuk ke Luxembourg. Panitia bahkan memberi agenda khusus bagi

pemerintah Luxembourg melalui breakout session untuk mengadakan Luxembourg for Finance. Dalam

kesempatan tersebut, Frieden menyampaikan paparan khusus berjudul “Kuala Lumpur and

Luxembourg: Partners for Global Financial Services”.

Dalam kesempatan yang sama, Chief Executive Officer (CEO) Luxembourg for Finance, Fernand

Grulms, juga membawakan paparan “Luxembourg, An International Hub for Financial Services‛.

Sedangkan Marc Saluzzi, Chairman of Association of Luxembourg Fund Industry, membawakan paparan

“Luxembourg, Your Gateway to Europe”. Kedua lembaga ini adalah tim kerja multidisipliner yang

memang ditugaskan oleh pemerintah Luxembourg untuk mengembangkan keuangan Islam di

Luxembourg.

Page 13: Sistem Ekonomi Islam, Solusi Problematika Ummat (?)

13

13

Lebih jauh, 2 mini seminar diselenggarakan pula dalam kesempatan yang sama dengan tema

“How Can Asian Asset Managers Leverage The UCITs Products” dan “Luxembourg, A First Mover in The

European Islamic Finance Sector”. Tema terakhir ini cukup menarik. Meski klaim Luxembourg akan

menjadi pusat keuangan Islam di Eropa dan dunia dirasa terlambat, mengingat sudah banyak negara

di Eropa yang telah lebih dahulu mengklaim hal demikian, tapi tekat besar Luxembourg memang

sangat jelas terlihat. Banyak pembenahan regulasi, terutama pajak, yang terus digaungkan pemerintah

Luxembourg untuk menyambut para investor untuk masuk ke pasar keuangan Islam di Luxembourg,

utamanya dalam hal reksadana dan sukuk.

Menghilangkan Hambatan dan Ketidakpastian

Wilayah Luxembourg berada di pegunungan dengan kotanya yang berbukit-berbukit dan

berjurang-jurang. Banyak peninggalan benteng, gereja, dan kastil-kastil tua dari abad pertengahan

yang menjadi saksi kejayaan peradaban di masa lalu. Meski negeri ini mayoritas dihuni oleh penganut

Katolik, namun Luxembourg sangat terbuka untuk menjadi pusat keuangan Islam Eropa dan dunia.

Selain sebagai negara Eropa pertama yang bergabung dalam Islamic Financial Service Board

(IFSB) pada November 2009 lalu, Luxembourg juga menjadi negara Eropa pertama yang bursanya

melakukan listing sukuk sejak 2002. Saat ini, Luxembourg telah memasuki tahap penting dalam

peletakan fondasi pengembangan pasar uang Islam di Eropa. Nota kesepahaman mulai dirintis

bersama negara-negara Gulf Cooperation Council (GCC) seperti Uni Emirat Arab, Qatar, Kuwait, dan

Bahrain.

Frieden menegaskan, pemerintah Luxembourg berkomitmen untuk menghilangkan hambatan

dan ketidakpastian bagi investor yang ingin masuk ke negara tersebut. Pemerintah setempat telah

memberlakukan reformasi pajak bagi seluruh produk keuangan Islam, utamanya untuk produk sukuk

dan reksadana syariah, guna memfasilitasi masuknya investasi berbasis syariah Islam dalam jumlah

besar. Akuisisi sejumlah bank di Luxembourg oleh institusi keuangan Islam Qatar tampaknya

memang juga menjadi landasan untuk pengembangan lebih lanjut bagi ceruk bisnis keuangan Islam di

Luxembourg.

Tidak bisa dipungkiri, krisis finansial Amerika Serikat (AS) dan Eropa menjadi momentum bagi

pasar keuangan Islam untuk kian mengukuhkan keberadaannya. Semakin banyaknya penerimaan dari

negara-negara yang mayoritas penduduknya nonmuslim mengindikasikan bahwa pasar keuangan

Islam dapat diterima secara universal lintas agama, suku, dan bangsa. Sebagai salah satu negara

nonmuslim di kawasan Eropa, Luxembourg terus menunjukkan progres dari itikatnya untuk menjadi

pusat keuangan Islam Eropa dan dunia. Partisipasinya sebagai first mover dalam pencatatan surat

berharga Islam internasional menjadikan Luxembourg percaya diri untuk ambil bagian dalam

globalisasi keuangan Islam. Wallahua’lam bish showab.

Pasar Keuangan Islam PascaKrisis AS dan Eropa (Majalah SHARING, November 2011)

Para pelaku keuangan Islam dari Middle East, Europe, North Africa, Southeast Asia, dan North America

berkumpul dalam Islamic Finance News (IFN) Asia Forum di Kuala Lumpur selama 17-19 Oktober 2011. Salah

satu isu hangat yang diperbincangkan dalam forum tersebut adalah tentang bagaimana masa depan pasar

keuangan Islam pascakrisis finansial Amerika Serikat (AS) dan Eropa. Secara keseluruhan, perhelatan IFN Asia

Forum 2011 ini membawa pesan bahwa industri keuangan Islam masih memiliki peluang besar di tengah

volatilitas pasar.

Rentetan krisis keuangan global, terutama yang menghantam AS dan Eropa, menjadi salah satu

isu utama yang didiskusikan dalam IFN Asia Forum 2011. Meski ada yang mengkhawatirkan, namun

sebagian besar pelaku keuangan Islam dari berbagai belahan dunia ini cukup optimistis dengan masa

depan pasar keuangan Islam. Meski ada yang tidak menutup kemungkinan bahwa pasar keuangan

Islam akan terseret oleh krisis di AS dan Eropa, namun sebagian besar memandang bahwa inilah

momentum bagi kebangkitan pasar keuangan Islam.

Page 14: Sistem Ekonomi Islam, Solusi Problematika Ummat (?)

14

14

Menurut Dwi Irianti Hadiningdyah, Kasubdit Peraturan & Evaluasi Kinerja Direktorat

Pembiayaan Syariah Direktoral Jenderal Pengelolaan Utang (DJPU) Kementerian Keuangan Republik

Indonesia (Kemenkeu RI), pihaknya cukup optimistis dengan pasar keuangan Islam tahun depan.

Pada Sharing, Dwi Irianti menjelaskan, ‚Dengan adanya krisis finansial di AS dan Eropa, saya justru

melihat bahwa ini menjadi momentum bagi kita untuk dapat mengalihkan dana-dana dari instrumen

konvensional pada instrumen keuangan Islam.”

Hal senada juga disampaikan Ijlal Ahmed Alvi, Chief Executive Officer (CEO) International Islamic

Financial Market (IIFM). Ijlal mengatakan pada Sharing, pihaknya telah mengadakan research

berdasarkan database yang mereka miliki. Report-nya menyimpulkan bahwa prospek pasar keuangan

Islam di tahun 2012 cukup cerah meski mungkin tren penerbitan sukuk ke depan bergantung pada

kondisi ekonomi global ke depan.

Ditemui terpisah di ruang kerjanya, Prof. Abbas Mirakhor, First Holder of INCEIF Chair of Islamic

Finance, juga menyampaikan keyakinannya pada Sharing bahwa prospek pasar keuangan Islam yang

cerah. Sebagai mantan Executive Director of International Monetary Fund (IMF), Prof. Abbas bahkan

meyakini bahwa instrumen keuangan Islam seharusnya dapat diadopsi oleh banyak negara miskin

atau negara berkembang untuk pembangunan di negaranya. Terkait dengan sukuk sebagai instrumen

pembiayaan pembangunan, Prof. Abbas mengatakan bahwa instrumen tersebut akan sangat

membantu percepatan pembangunan.

Prof. Abbas menyarankan, dalam mengatasi persoalan keuangan, pemerintah dapat

menerbitkan macromarket instrument yang akan berguna untuk keuangan mereka dan menjadi sumber

yang signifikan bagi pembiayaan berbasis nonbunga sembari mempromosikan risk sharing.

Disampaikannya, banyak bukti di seluruh dunia yang menunjukkan bahwa sekuritas yang diterbitkan

pemerintah untuk kebijakan moneter dapat mempengaruhi secara signifikan mekanisme transmisi

kebijakan moneter yang semula terganggu.

AS dan Eropa masih Kuat

Selayaknyalah instrumen keuangan Islam dapat menampilkan performansi yang berkinerja

keadilan. Selayaknya pula, instrumen-instrumen ini dapat menjadi alat untuk mendistribusikan

kekayaan dari negara-negara Islam yang kaya pada negara-negara Islam yang miskin.

Saat ini, instrumen keuangan Islam masih belum mampu menjadi alat yang dapat mentransfer

kekayaan dari Si Kaya pada Si Miskin. Negara-negara yang tergabung dalam Gulf Cooperation Council

(GCC) nyatanya lebih menyukai untuk mendistribusikan kekayaannya justru pada AS dan Eropa.

Kritik keras terlontar dari paparan Prof. DR. Malik Muhammad Al Awan, Shariah Advisor dari Hong

Leong MSIG Takaful dan Hong Leong Islamic Bank. Profesor Malik yang juga mantan Dekan Fakultas

dan Chief Academic Officer INCEIF menampik proyeksi banyak pihak bahwa krisis finansial akan

menumbangkan AS dan Eropa.

Dalam perbincangan bersama Sharing, Prof. Malik menjelaskan bahwa AS dan Eropa masih

akan bertahan karena negara-negara tersebut sesungguhnya ditopang oleh kekuatan dana dari negara-

negara GCC. Idealnya dana-dana GCC mengalir pada negara-negara Islam yang miskin atau sedang

berkembang. Tetapi faktanya, dana mereka justru kembali mengalir pada pasar keuangan AS dan

Eropa.

Prof. Malik tidak mengelak, negara-negara GCC tentu bukan tanpa alasan memiliki

kecenderungan melakukan hal demikian. “Ya, karena begitu banyak persoalan di negara-negara miskin atau

negara berkembang. Indonesia, Pakistan, Nigeria, dan yang lainnya, memiliki utang yang besar. Mereka sulit

untuk membayar utang. Ditambah lagi penyakit korupsi yang sudah begitu kronis, selain persoalan regulasi dan

kebijakan pemerintah yang masih belum begitu meyakinkan investor GCC.”

Profesor Keuangan Internasional dari Johnson & Wales University ini menekankan agar

instrumen keuangan Islam dapat menjalankan apa yang menjadi filosofinya, yaitu bagaimana menjadi

alat distribusi keadilan. Untuk dapat menarik dana dari negara-negara GCC ke negara-negara Islam

berkembang atau miskin, maka dapat melalui ownershipment.

“Negara-negara berkembang atau miskin memiliki utang yang besar. Mereka masih punya kewajiban

untuk membayarnya. Agar negara-negara GCC mau mengalihkan dana Petrodollar-nya dari AS dan Eropa,

Page 15: Sistem Ekonomi Islam, Solusi Problematika Ummat (?)

15

15

maka ciptakanlah ownership agar mereka mau berinvestasi ke negara-negara ini. Dorong pemerintah agar dapat

mengendalikan tindak korupsi yang kronis agar investor percaya.” papar Profesor Emeritus dari National

University of Science and Technology Pakistan ini.

Alat Distribusi yang Berkeadilan

Menurut Ijlal Ahmed Alvi, CEO IIFM, instrumen keuangan Islam dapat menjadi alat untuk

mentransfer pendapatan dari negara kaya ke negara berkembang atau negara miskin jika beberapa hal

terkait dengan hukum dan regulasi sudah jelas di negara-negara tersebut. Dan yang tidak kalah

penting, penerbitan instrumen keuangan Islam di negara-negara tersebut harus juga ditopang oleh

kondisi aset yang bagus dan jelas sehingga lembaga rating dapat memberikan rating yang bagus.

Terlepas dari situasi pasar global yang tidak menentu saat ini, Ijlal menekankan pentingnya

seperangkat aturan dan regulasi yang mengatur pasar dalam rangka memberikan kepastian. Dalam

pidatonya, Ijlal menyoroti perlunya pendekatan terpadu ketika hendak menerbitkan regulasi dari

produk baru.

Sebagai alat distribusi yang berkeadilan, Assoc. Prof. Dr Asyraf Wajdi Dusuki, Head of Research

Affairs International Shari'ah Research Academy for Islamic Finance (ISRA), mengingatkan tentang

pentingnya mengedukasi publik, baik issuer, obligor, maupun rating agency mengenai syari’ah sebagai

cerminan keadilan. Dikatakannya, semua produk keuangan Islam ke depan tidak boleh sampai

melepaskan diri dari maqasid syari’ah.

Mencermati semakin banyak pihak yang berpartisipasi dalam industri keuangan Islam

beberapa tahun belakangan ini, DR Asyraf memang tampaknya banyak menggarisbawahi

implementasi dari produk keuangan Islam agar terus menjaga etika. Ditegaskannya, semua produk

keuangan Islam harus memenuhi syariah compliance dan dapat menghindarkannya dari alat spekulasi.

Wallahua’lam bish showab.

Krisis Finansial AS Tahun 2008, Akankah Terulang?

KETAKUTAN menyergap raut wajah pelaku pasar finansial Amerika Serikat (AS). Penghuni

Wall Street juga nampak menegang. Syok menghiasi raut wajah masyarakat AS pasca pengumuman

pemerintah. Tepat lima tahun lalu atau 15 September 2008 adalah salah satu momentum bersejarah

bagi AS.

Kala itu, Pemerintah AS mengumumkan kebangkrutan Lehman Brothers. Ungkapan too big to

fail seakan sirna dalam sekejap. Kini, luka krisis finansial tahun 2008 seakan lenyap ditelan bumi.

Peristiwa kolapsnya bank-bank papan atas AS terlupakan. Namun, ungkapan too big to fail kini

kembali menyeruak. Lihat saja, perbankan AS kembali menjadi primadona ekonomi AS.

Catatan Bloomberg, aset perbankan AS kini 28% lebih besar dibandingkan tahun 2008 silam.

Berdasarkan aset, enam bank papan atas AS adalah JP Morgan Chase, Bank of America (BoA),

Citigroup, Wells Fargo, Goldman Sachs dan Morgan Stanley.

Di kuartal II 2013, total aset enam bank terbesar AS ini mencapai US$ 9,6 triliun. Di periode

yang sama, total modal enam bank tersebut telah hampir dua kali lipat dibandingkan tahun 2008.

Namun, ketahanan modal yang hanya bertambah dua kali lipat masih dianggap rawan oleh

para pembuat kebijakan. Meski memasuki fase pemulihan, kondisi perbankan AS saat ini dianggap

masih dalam radar risiko. Veteran Wall Street menilai, sistem perbankan AS masih terlalu rumit dan

saling bergantung.

Itu artinya, jika krisis kembali melanda satu bank, risiko sistemik bakal muncul ke permukaan.

"Saat ini perbankan AS aman, tapi tidak cukup aman , " ujar Stefan Walter, Sekretaris Jenderal Komite

Basel, pada Pengawasan Perbankan, mengutip Bloomberg. Penghuni Wall Street pun nampak

pesimistis.

Survei Bloomberg terhadap lebih dari 50 bankir, regulator, ekonom dan anggota parlemen

mengungkap ukuran aset bank AS yang terlalu besar bisa membahayakan ekonomi AS jika ada

kegagalan. Pengawasan pemerintah terhadap perbankan AS pun dinilai kembali melunak. Akhir

pekan lalu, Senator Elizabeth Warren, mengkritik Departemen Keuangan AS.

Page 16: Sistem Ekonomi Islam, Solusi Problematika Ummat (?)

16

16

Inti kritik Warren berfokus pada lemahnya pengawasan pemerintah terhadap perhitungan

subsidi permodalan perbankan andaikan kolaps. Selama ini, pengawasan perbankan AS dijalankan

pihak independen. ‚Cara terbaik mengetahui ukuran subsisi modal yang tepat adalah Departemen

Keuangan AS menghitung sendiri risiko setiap bank besar," ujar dia.

Potensi krisis perbankan terlihat dari hasil stress test pada akhir Agustus kemarin. Sebanyak 18

bank besar di AS berpotensi kolaps, seandainya timbul lagi krisis keuangan. The Fed menyatakan, ada

dua faktor utama penyebab kolapsnya 18 bank besar di AS. Yakni, cacat pada area krisis manajemen

dan permodalan. Potensi krisis lain, baru 40% dari 398 Dodd-Frank Act yang sudah diterapkan

perbankan. Dodd-Frank adalah beleid pascakrisis finansial yang mengatur ketahanan modal dan

sistem perbankan.

Arab Saudi Bangun Gedung Tertinggi di Dunia

LONDON, KOMPAS.com — Perusahaan yang membangun gedung pencakar langit Shard di

London terpilih untuk membangun menara di Arab Saudi yang direncanakan akan menjadi yang

tertinggi di dunia.

Tim Mace dari London akan bekerja sama dengan perusahaan Inggris EC Harris untuk

membangun Kingdom Tower di Jeddah. Jika usai nanti, bangunan itu akan mencapai ketinggian 1.000

meter, atau tiga kali lebih tinggi dari Shard. Menara itu juga akan 170 meter lebih tinggi dari

bangunan tertinggi dunia saat ini, yaitu Burj Khalifa di Dubai.

Pembangunan Kingdom Tower, yang akan menghadap Laut Merah tersebut, diperkirakan

menghabiskan dana sekitar 780 juta poundsterling (Rp 11,5 triliun) dan akan memakan waktu lima

tahun. Gedung itu akan terdiri dari hotel bintang lima, apartemen, ruang kantor, dan observatorium

untuk mengamati benda-benda langit.

Mark Reynolds, Direktur Utama Mace, mengatakan, "Kingdom Tower adalah sebuah proyek

yang memiliki kepentingan dan ambisi internasional, dan kami sangat senang bisa menjadi bagian

dari tim gabungan untuk mewujudkannya."

Keith Brooks, kepala properti dan infrastruktur sosial di EC Harris, mengatakan, "Kingdom

Tower adalah bangunan penting yang akan menunjukkan ambisi Arab Saudi kepada dunia."

Jeddah Economic Company, yang menunjuk kedua perusahaan itu, mengatakan bahwa menara

tersebut adalah visi Pangeran Al-Waleed bin Talal.