46
SISTEM HIDROPONIK ORGANIK DENGAN MEMANFAATKAN LIMBAH INDUSTRI TAHU, LIMBAH EFFLUENT BIOGAS INDUSTRI TAPIOKA, DAN LIMBAH KOLAM LELE (Skripsi) Oleh STEFANI SILVI AGUSTIN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2017

SISTEM HIDROPONIK ORGANIK DENGAN MEMANFAATKAN …digilib.unila.ac.id/29695/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · SISTEM HIDROPONIK ORGANIK DENGAN MEMANFAATKAN LIMBAH INDUSTRI TAHU,

  • Upload
    lamnhi

  • View
    248

  • Download
    3

Embed Size (px)

Citation preview

SISTEM HIDROPONIK ORGANIK DENGAN MEMANFAATKAN

LIMBAH INDUSTRI TAHU, LIMBAH EFFLUENT BIOGAS INDUSTRI

TAPIOKA, DAN LIMBAH KOLAM LELE

(Skripsi)

Oleh

STEFANI SILVI AGUSTIN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

2017

ABSTRAK

SISTEM HIDROPONIK ORGANIK DENGAN MEMANFAATKAN

LIMBAH INDUSTRI TAHU, LIMBAH EFFLUENT BIOGAS INDUSTRI

TAPIOKA, DAN LIMBAH KOLAM LELE

Oleh

STEFANI SILVI AGUSTIN

Industri pertanian merupakan salah satu industri yang turut menyumbangkan

dampak negatif berupa produksi limbah yang cukup besar. Limbah industri

pertanian terdiri dari limbah cair, padat, gas, maupun kebisingan. Industri tapioka

dan kolam lele termasuk di kalangan industri pertanian yang membuang limbah

cair yang belum dimanfaatkan. Limbah cair ini sangat potensial dimanfaatkan

sebagai sumber nutrisi untuk sistem hidroponik, karena limbahnya mengandung

bahan organik. Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi penggunaan limbah

cair untuk menanam sayuran organik dalam sistem hidroponik.

Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah limbah cair tahu dari

Desa Gunung Sulah, Kecamatan Kedaton, Bandar Lampung, limbah cair effluent

biogas tapioka dari pabrik tapioka di Pesawaran, limbah cair kolam lele dari

Laboratorium Lapangan Terpadu, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung.

Bahan lainnya termasuk benih sayuran dan bahan kimia yang digunakan untuk

analisis laboratorium (larutan standar Amoniak 1000 ppm, NaOH, KI, dan HgI2).

Limbah cair tahu diaplikasikan pada sistem hidroponik seperti dutch bucket,

sedangkan limbah kolam lele dan tapioka diaplikasikan pada sistem hidroponik

DFT. Parameter yang diamati dalam penelitian ini meliputi pH, EC, TS, TSS,

TFS, N-Ammonium, BOD5 dan pertumbuhan tanaman.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa limbah tapioka masing-masing memiliki pH

tinggi dan EC (9,7 dan 2038 μS/cm). Limbah tahu memiliki nilai TS, TSS dan

TFS paling tinggi (9200 mg/L, 3150 mg/L, dan 8200 mg/L) dan limbah kolam

lele memiliki N-Ammonium paling tinggi (10,79 mg/L). Pertumbuhan tanaman

terbaik ditemukan pada penerapan limbah kolam lele. Pada sistem limbah kolam

lele tinggi tanaman 12,92 cm/tanaman, dan biomassa sayuran yang dipanen adalah

10,46 gram/tanaman. Namun, dalam ketiga sistem tersebut, sayuran menunjukkan

pertumbuhan suboptimal, menunjukkan bahwa tanaman menderita kekurangan

gizi. Dengan demikian, sistem tidak menyuplai cukup nutrisi yang dibutuhkan

oleh tanaman.

__________________________________________________________________

Kata kunci: amonium, limbah cair, nutrisi, sayuran

ABSTRACT

ORGANIC HYDROPONIC SYSTEM USING TOFU INDUSTRY,

EFFLUENT BIOGAS OF TAPIOCA INDUSTRY, AND CATFISH POND

WASTEWATERS

BY

STEFANI SILVI AGUSTIN

Agricultural industry is one of the industries that contribute to the negative impact

of waste production is large enough. The agricultural industry waste comprises

liquid, solid, gas, or noise.Tofu industry, effluent biogas of tapioca industry, and

catfish pondsare among agricultural industries that discharge liquid waste which

has not been utilized yet. The liquid waste is very potential to be utilized as

nutrient sources for hydrophonic system, because the waste contains organic

materials. This research aims to explore the use of the liquid wastes for growing

organic vegetables in ahydroponics system.

The main materials used in this research were tofu liquid waste from the Village

of Gunung Sulah, KedatonSubdistrict, Bandar Lampung; tapioca liquid waste

from tapioca factory in Pesawaran; liquid waste of catfish pond from the

Integrated Field Laboratory, Faculty of Agriculture, University of Lampung.

Other materials included vegetable seeds and chemicals used for lab analysis

(1000 ppm Amoniacstandard solution, NaOH, KI, and HgI2). Tofu liquid waste

was applied on a Dutch bucket-like hydrophonic system,while tapioca catfish

pond wasteswere applied on DFT hydrophonic systems. Parameters observed in

this study included pH, EC, TS, TSS, TFS, N-NH4+, BOD5 and plant growth.

The results showed that tapioca waste hadhigh pH and EC (9.7 and 2038 μS/cm

respectively),The tofu waste had high TS, TSS and TFS (9200 mg/L, 3150 mg/L,

and 8200 mg/L respectively), andThe catfish pond waste had high N-

Ammonium(10,79 mg/L). The best growthof plants was found in the application

of catfish pond waste. In the catfish pond waste system, plant height was 12,92

cm/plant, and biomass harvested was 10,46 grams/plant. However; in all the three

systems, the vegetables showed suboptimal growths, indicating that they suffered

from nutrient deficiency.Thus, the systems did not supply enough nutrients

needed by plants..

__________________________________________________________________

Keywords: ammonium, liquid waste, nutrient, vegetables.

SISTEM HIDROPONIK ORGANIK DENGAN MEMANFAATKAN

LIMBAH INDUSTRI TAHU, LIMBAH EFFLUENT BIOGAS INDUSTRI

TAPIOKA, DAN LIMBAH KOLAM LELE

Oleh

STEFANI SILVI AGUSTIN

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

pada

Jurusan Teknik Pertanian

Fakultas Pertanian Universitas Lampung

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

2017

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Gisting pada tanggal 15 Mei 1995,

sebagai anak pertama dari pasangan Bapak Cosmas

Sudiasih dan Ibu Yohana Suginem. Penulis menempuh

pendidikan taman kanak-kanak di TK Fransiskus

Gisting, Tanggamus dan lulus pada tahun 2001.

Pendidikan dilanjutkan di SD Fransiskus Gisting pada

tahun 2001 sampai dengan tahun 2007. Penulis

menyelesaikan pendidikan menengah pertama di SMP Negeri 1 Gisting pada

tahun 2010 dan sekolah menengah atas diselesaikan di SMA Negeri 1 Sumberejo

pada tahun 2013.

Pada tahun 2013, penulis terdaftar sebagai mahasiswi Jurusan Teknik Pertanian,

Fakultas Pertanian, Universitas Lampung melalui jalur SNMPTN. Penulis

mendapatkan beasiswa Bidik Misi selama 4 tahun. Penulis pernah menjabat

sebagai Bendahara Bidang Pengembangan Sumber Daya Manusia (PSDM) di

Persatuan Mahasiswa Teknik Pertanian (PERMATEP) pada periode 2014 – 2015

dan menjabat sebagai Sekretaris Umum Persatuan Mahasiswa Teknik Pertanian

(PERMATEP) pada periode 2015 – 2016.

Pada tahun 2016, penulis melaksanakan Praktik Umum di PT. Alam Indah Bunga

Nusantara Desa Kawungluwuk Kec. Sukaresmi Kab. Cianjur Provinsi Jawa Barat

dengan judul “Mempelajari Budidaya Bunga Krisan Potong (Chrisanthemum sp.)

di PT. Alam Indah Bunga Nusantara, Cianjur Jawa Barat” selama 30 hari kerja

efektif mulai tanggal 18 Juli 2016 sampai tanggal 20 Agustus 2016. Penulis

melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Desa Bumi Ratu, Kecamatan

Rawajitu Selatan Kabupaten Tulangbawang selama 60 hari mulai tanggal 19

Januari 2016 sampai dengan 18 Maret 2016.

i

Segala puji dan syukur kepada Tuhan Yesus Kristus atas

kasih-Nya yang tak terhingga.

Kupersembahkan karya kecil ini kepada

Kedua orangtuaku tercinta (Bapak Cosmas Sudiasih dan Ibu Yohana Suginem)

Adikku tersayang (Veronika Edvina Pangesti)

Keluarga Besarku (Mbah, Mbokwo, Bulek, Oom, Pakde, Bude,dan semua sepupuku)

Sahabat sahabat terbaikku Erick Desrianto Munthe

(Teknik Pertanian 2013,Lulusan 2013 SMAN 1 Sumberejo, Tim KKN Bumi Ratu)

Serta

BIDIK MISI dan Almamater Universitas Lampung

ii

SANWACANA

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena rahmat dan lindungan-Nya

penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul “Sistem

Hidroponik Organik dengan Memanfaatkan Limbah Industri Tahu, Limbah

Effluent Biogas Industri Tapioka, dan Limbah Kolam Lele” sebagai salah satu

syarat memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian. Penulis menyadari bahwa

terselesaikannya kuliah dan penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bantuan,

dukungan, dan bimbingan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis ingin

mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Prof.Dr. Ir. Irwan Sukri Banuwa, M.Si., selaku Dekan Fakultas

Pertanian Universitas Lampung.

2. Bapak Dr. Ir. Sugeng Triyono, M.Sc., selaku Dosen Pembimbing Utama

serta selaku dosen pembimbing akademik yang telah banyak meluangkan

waktunya untuk membimbing, memberikan saran serta kritik, memotivasi,

dan memberikan saran dalam proses penyusunan skripsi ini.

3. Bapak Dr. Mareli Telaumbanua, S.TP., M.Sc., selaku Dosen Pembimbing

Kedua yang telah memberikan banyak masukan, bimbingan, saran, dan

kritik yang membangun dalam proses penyusunan skripsi.

iii

4. Bapak Dr. Ir. Agus Haryanto, M.P., selaku Ketua Jurusan Teknik

Pertanian Universitas Lampung serta selaku Dosen Pembahas yang telah

memberikan kritik dan saran dalam penyelesaian skripsi ini.

5. Kedua orang tua dan adik yang sangat aku cintai. Bapak Cosmas

Sudiasih, Ibu Yohana Suginem dan Veronika Edvina Pangesti yang

senantiasa mendengarkan keluh kesahku dan memberikan solusi, motivasi,

serta do’a yang sangat berarti.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam skripsi ini. Semoga

skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Bandar Lampung, Desember 2017

Penulis

Stefani Silvi Agustin

iv

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ................................................................................................. iv

DAFTAR TABEL ........................................................................................ vi

DAFTAR GAMBAR .................................................................................... vii

I.PENDAHULUAN ...................................................................................... 1

1.1Latar Belakang ...................................................................................... 1

1.2Tujuan Penelitian ................................................................................... 3

1.3Manfaat Penelitian ................................................................................. 3

1.4Hipotesis Penelitian ............................................................................... 4

II. TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................... 5

2.1Karakteristik Air Limbah Industri Tahu ................................................ 5

2.2Karakteristik Air Limbah Industri Tapioka ........................................... 8

2.3Karakteristik Air Limbah Kolam Lele .................................................. 10

2.4Pengaruh EC dan pH terhadap Pertumbuhan Tanaman Hidroponik ..... 11

III. METODOLOGI PENELITIAN .......................................................... 14

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian .............................................................. 14

3.2 Alat dan Bahan Penelitian .................................................................... 14

3.3 Metode Penelitian ................................................................................. 15

3.3.1 Pengolahan Larutan Nutrisi dari Air Limbah Industri Pertanian ... 15

3.3.2 Pembuatan Hidroponik Kit dan Pengoperasiannya ....................... 16

3.3.3Pengamatan dan Analisis ................................................................ 19

IV.HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................... 23

4.1Limbah Industri Tahu ............................................................................ 23

v

4.1.1Power of Hydrogen (pH) ................................................................ Error! Bookmark not defined.23

4.1.2Electrical Conductivity (EC) .......................................................... 24

4.1.3TS, TSS, dan TFS ........................................................................... 25

4.1.4N-Ammonium ................................................................................. 28

4.1.5BOD5 ............................................................................................... 30

4.1.6Pertumbuhan Tanaman ................................................................... 31

4.2Limbah Effluent Biogas Industri Tapioka dan Limbah Kolam Lele ..... 32

4.2.1pH .................................................................................................. 32

4.2.2 Electrical Conductivity (EC) ......................................................... 34

4.2.3TS, TSS dan TFS ............................................................................ 35

4.2.4N-Ammonium ................................................................................. 38

4.2.5BOD5 (Biochemical Oxygen Demand) ........................................... 41

4.2.6Pertumbuhan Tanaman ................................................................... 42

V.KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................ 47

5.1 Kesimpulan ........................................................................................... 47

5.2 Saran ..................................................................................................... 48

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 49

LAMPIRAN .................................................................................................. 52

Lampiran 1. Prosedur Kerja dan Foto Kegiatan ..................................... 53

Lampiran 2. Data Pengukuran EC dan pH .............................................. 70

Lampiran 3. Data Pengukuran TS, TSS, dan TFS .................................. 73

Lampiran 4. Data Pengukuran N-Ammonium ........................................ 76

Lampiran 5. Data Pengukuran BOD5 ....................................................... 78

Lampiran 6. Data Pengukuran Pertumbuhan Tanaman ........................ 81

vi

DAFTAR TABEL

Tabel Teks Halaman

1. Karakteristik Air Limbah Industri Tahu .................................................... 6

2. Kandungan Hara pada Limbah Tahu dan Pupuk Komersil ....................... 7

3. Pengukuran EC dan pH pada Limbah Tahu ............................................... 70

4. Pengukuran EC dan pH pada Limbah Tapioka .......................................... 71

5. Pengukuran EC dan pH Limbah Kolam Lele ............................................ 72

6. Pengukuran TS,TSS dan TFS Limbah Tahu .............................................. 73

7. Pengukuran TS,TSS, dan TFS Limbah Tapioka ........................................ 74

8. Pengukuran TS, TSS, dan TFS Limbah Kolam Lele ................................. 75

9. Pengukuran N-Ammonium Limbah Tahu ................................................. 76

10. Pengukuran N-Ammonium Limbah Tapioka........................................... 76

11. Pengukuran N-Ammonium Limbah Kolam Lele ..................................... 77

12. Pengukuran BOD5 Limbah Tahu ............................................................. 78

13. Pengukuran BOD5 Limbah Tapioka ........................................................ 79

14. Pengukuran BOD5 Limbah Kolam Lele .................................................. 80

15. Pengukuran Jumlah Daun dan Tinggi Tanaman pada Limbah Tahu ....... 81

16. Pengukuran Jumlah Daun pada Limbah Tapioka .................................... 81

17. Pengukuran Jumlah Daun pada Limbah Kolam Lele .............................. 83

18. Pengukuran Tinggi Tanaman pada Limbah Tapioka ............................... 85

19. Pengukuran Tinggi Tanaman pada Limbah Kolam Lele ......................... 87

20. Berat Brangkasan Atas pada Limbah Tapioka dan Limbah KolamLele.. 89

21. Pengukuran Panjang Akar pada Limbah Tapioka dan Limbah KolamLele

................................................................................................................ 91

vii

DAFTAR GAMBAR

Gambar Teks Halaman

1. Efek pH terhadap ketersediaan nutrisi pada tanaman. .................................... 12

2 (a). Sistem genangan. (b). Tandon pengolahan limbah tahu. ......................... 18

3 (a). Sistem aliran langsung. (b) Tandon pengolahan limbah tahu................... 18

4. Tahap pelaksanaan penelitian. ........................................................................ 22

5. pH limbah tahu. ............................................................................................... 23

6. Nilai EC pada limbah tahu. ............................................................................. 25

7. TS pada limbah tahu........................................................................................ 26

8. TSS pada limbah tahu. .................................................................................... 27

9. TFS limbah tahu. ............................................................................................. 28

10. N-Ammonium pada limbah tahu. .................................................................. 29

11. BOD5 pada limbah tahu. ................................................................................ 30

12. Rata-rata jumlah daun tanaman pada limbah tahu. ....................................... 31

13. Tinggi tanaman.............................................................................................. 32

14. pH nutrisi limbah tapioka dan limbah lele. ................................................... 33

15. EC limbah tapioka dan limbah kolam lele. ................................................... 34

16. TS pada limbah tapioka dan limbah kolam lele. ........................................... 36

17. TSS limbah tapioka dan limbah lele. ............................................................ 37

18. TFS limbah tapioka dan limbah kolam lele. ................................................. 38

19. N-Ammonium limbah tapioka dan limbah kolam lele. ................................. 40

20. BOD5 limbah tapioka dan limbah kolam lele. .............................................. 41

21. Perkembangan jumlah daun aplikasi limbah tapioka dan limbah lele. ......... 43

22. Perkembangan tinggi tanaman dengan limbah tapioka dan limbah

kolam lele. .................................................................................................... 44

viii

23. Rata-rata tinggi tanaman. .............................................................................. 44

24. Berat brangkasan atas. ................................................................................... 45

25. Panjang akar tanaman. .................................................................................. 46

26. Pengukuran EC. ............................................................................................ 58

27. Pengukuran pH .............................................................................................. 58

28. Penyaringan limbah. ...................................................................................... 59

29. Pengukuran DO. ............................................................................................ 59

30. Pembuatan larutan standar N-Ammonium. ................................................... 60

31. Inkubasi air limbah. ....................................................................................... 60

32. Sistem hidroponik genangan. ........................................................................ 61

33. Sistem hidroponik aliran langsung. ............................................................... 61

34. Pengukuran tinggi tanaman. .......................................................................... 62

35. DO meter ....................................................................................................... 62

36. Residu hasil oven. ......................................................................................... 63

37. Residu dan kertas saring hasil oven. ............................................................. 63

38. Tanaman minggu pertama pada limbah kolam lele. ..................................... 64

39. Tanaman minggu pertama pada limbah tapioka. .......................................... 64

40. Tanaman minggu kedua limbah kolam lele. ................................................. 65

41. Tanaman minggu kedua limbah tapioka. ...................................................... 65

42. Pengukuran tinggi tanaman. .......................................................................... 66

43. Tanaman minggu terakhir limbah tapioka. ................................................... 66

44. Tanaman yang mati. ...................................................................................... 67

45. Tanaman minggu terakhir limbah kolam lele. .............................................. 67

46. Akar tanaman limbah kolam lele. ................................................................. 68

47. Pemanenan tanaman limbah tapioka ............................................................. 68

48. Penimbangan tanaman. ................................................................................. 69

49. Sistem Deep Flow Technique (DFT). ........................................................... 69

I.PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Industri merupakan salah satu kegiatan ekonomi yang cukup strategis untuk

meningkatkan pendapatan dan perekonomian masyarakat secara cepat. Akan

tetapi, selain memberikan dampak yang positif ternyata perkembangan disektor

industri juga memberikan dampakyang negatif berupa limbah industri bila tidak

dikelola dengan baik dan benar akan menyebabkan pencemaran, sehingga

pembangunan yang berwawasan lingkungan tidak tercapai (Aliya et al. 2004;

Rizky et al. 2012).

Setiap proses produksi suatu industri selain menghasilkan produkyang bernilai

juga menghasilkan limbah. Limbah yang tidak dikelola secara benar dapat

menyebabkan terjadinya pencemaran lingkungan.Apabila dilihat dari bentuknya,

pencemaran yang disebabkan oleh limbah industri dapat berbentuk padat, cair, gas

maupun kebisingan. Industri pertanian merupakan salah satu industri yang turut

menyumbangkan dampak negatif berupa produksi limbah cukup besar.

Pengolahan bahan mentah yang berasal dari komoditi pertanian menjadi produk

olahan yang bermanfaat tentu saja menghasilkan limbah yang memiliki

kandungan organik yang cukup tinggi. Beberapa contoh industri pertanian yang

2

menghasilkan limbah tak termanfaatkan adalah industri tahu, industri tapioka, dan

industri lele.

Limbah yang dihasilkan pada beberapa industri pertanian tersebut berupa limbah

cair. Air limbah industri adalah air yang berasal dari rangkaian proses produksi

suatu industri. Apabila air limbah industri dibuang ke lingkungan tanpa

pengelolaan yang benar tentunya akan dapat mengganggu badan air penerima.

Pada umumnya limbah yang dihasilkan dibuang ke lingkungan tanpa dilakukan

pengolahan secara tepat, sehingga akan menyebabkan permasalahan baru yaitu

pencemaran lingkungan (Suprapti, 2003).

Dampak pencemaran air limbah industri terhadap mutu badan air penerima

bervariasi tergantung kepada sifat dan jenis limbah,volume dan frekuensi air

limbah yang dibuang oleh masing-masing industri. Salah satu jenis air limbah

industri yang dapat menyebabkan terjadinya pencemaran lingkungan adalah air

limbah dengan kandungan organik tinggi. Dalam rangka mencegah terjadinya

pencemaran lingkungan yang dapat disebabkan oleh air limbah industri dengan

kandungan organik tinggi maka diperlukan teknologi tepat yang dapat

memanfaatkan air limbah sehingga tidak mencemari lingkungan.

Limbah industri tahu, limbah industri tapioka dan limbah air kolam lele

merupakan contoh limbah yang banyak terdapat di lingkungan dan tidak

termanfaatkan. Pemanfaatan limbah tahu secara langsung sebagai pupuk ke

tanaman konvensional pada media tanah juga sudah dilakukan (Asmoro, dkk.,

2008). Pemanfaatan limbah air kolam lele dengan metode resirkulasi pada

tanaman kangkung dan pakcoy juga sudah pernah dilakukan (Effendi, dkk., 2015).

3

Penelitian mengenai limbah tapioka sebagai alternatif pupuk cair juga sudah

dilakukan (Cesaria,2014). Penggunaan air limbah sebagai nutrisi berfungsi

menggantikan pupuk dalam sistem hidroponik. Oleh karena itu, penelitian air

limbah industri tahu, industri tapioka, dan limbah air kolam lele untuk nutrisi

tanaman organik dengan sistem hidroponik perlu dilakukan.

1.2 Tujuan Penelitian

Tujuan umum dari penelitian ini adalah memanfaatkan limbah industri tahu,

limbah effluent biogas industri tapioka dan limbah kolam lele sebagai nutrisi pada

sistem hidroponik organik. Sedangkan tujuan khusus dari penelitian ini adalah

sebagai berikut.

1. Mendapatkan karakteristik nutrisi limbah industri tahu, limbah effluent biogas

industri tapioka, dan limbah air kolam lele menggunakan sistem hidroponik

organik.

2. Mendapatkan tingkat pertumbuhan tanaman pada sistem hidroponik dengan

nutrisi limbah industri tahu, limbah effluent biogas industri tapioka, dan

limbah kolam lele.

1.3 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan sistem hidroponik organik

menggunakan nutrisi limbah industri tahu, limbah effluent biogas industri tapioka,

dan limbah kolam lele serta memberikan informasi tentang pemenuhan nutrisi

4

limbah industri tahu, limbah effluent biogas industri tapioka dan limbah kolam

lele terhadap pertumbuhan tanaman dalam sistem hidroponik organik.

1.4 Hipotesis Penelitian

Hipotesis dari penelitian ini adalah limbah industri tahu, limbah effluent biogas

industri tapioka, dan limbah kolam lele dapat dimanfaatkan sebagai nutrisi

tanaman pada sistem hidroponik organik.

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Karakteristik Air Limbah Industri Tahu

Tahu adalah makanan padat yang dicetak dari sari kedelai (Glycine spp) dengan

proses pengendapan protein pada titik isoelektriknya, yaitu suatu kondisi

terbentuknya gumpalan (padatan) protein yang sempurna pada suhu 50°C, dan

cairan telah terpisah dari padatan protein tanpa atau dengan penambahan zat lain

yang diizinkan antara lain bahan pengawet dan bahan pewarna (Hartati (1994)

dalam Husin (2008)). Selama proses produksi tahu, air baku yang tidak sedikit

dibutuhkan untuk proses pencucian, perendaman, dan penggumpalan. Sehingga

air limbahnya berpotensi menimbulkan permasalahan pencemaran lingkungan

yang cukup serius karena pada umumnya industri kecil tersebut tidak memiliki

kapasitas untuk mengolah air limbahnya.

Limbah cair yang dihasilkan jumlahnya cukup banyak dan kebanyakan berasal

dari air proses pencucian, perendaman serta pembuangan cairan dari campuran

padatan tahu dan cairan pada proses produksi (Nugraha, 2011). Setiap 1 kg bahan

baku kedelai yang diolah akan menghasilkan 15 – 20 liter limbah cair (Sadzali,

2010). Limbah cair industri tahu-tempe memiliki kandungan BOD5 5.000-10.000

mg/L, COD 7.000-12.000 mg/L (Asmoro dkk., 2008).TSS 4.012-4.551 mg/L, N

total 226.06-434.78 mg/L (Wiryani, 2007).

6

Dampak dari pembuangan air limbah tersebut adalah terjadinya pencemaran

lingkungan, karena adanya penguraian bahan-bahan organik yang terkandung

dalam air sisa pembuatan tahu yang dilakukan oleh mikroorganisme. Kandungan

bahan organik (BOD dan COD) yang tinggi dapat menimbulkan kondisi anaerob

di perairan (Oxygen depletion), nitrogen dan fosfor merangsang tidak

terkendalinya tumbuhan air (euthropication), dan solid menyebabkan

pendangkalan (Wardhana, 2004).

Berdasarkan survei pada beberapa industri tempe di Kota Solo, didapatkan data

seperti pada Tabel 1. Air limbah dibedakan antara air limbah rebusan dan air

limbah rendaman kedelai. Air limbah rendaman kedelai ternyata lebih kuat

dibandingkan air limbah rebusan kedelai. Tetapi kedua jenis air limbah ini

semuanya mengandung padatan dan bahan organik yang sangat tinggi, jauh dari

baku mutu (Wiryani, 2007).

Tabel 1. Karakteristik Air Limbah Industri Tahu

Parameter Baku mutu Air limbah rebusan

kedelai

Air limbah rendaman

kedelai

TDS (mg/L) 5.000 25.060,00 25.254,00

TSS (mg/L) 500 4.012,00 4.551,00

Ph 5-9 6,00 4,16

NH3-N (mg/L) 20 16,50 26,70

COD (mg/L) 600 4.188,27 35.398,87

BOD5 (mg/L) 300 1.302,03 31.380,87

Sumber: Wiryani (2004)

Perbandingan kandungan hara pada limbah tahu dengan pupuk komersil, ternyata

kandungan hara pada limbah padat maupun cair tidak kalah, seperti yang

7

ditunjukkan pada Tabel 2. Dibandingkan dengan limbah padat, kandungan hara

pada limbah cair memang lebih rendah tetapi masih sebanding dengan pupuk

komersil (Asmoro dkk, 2008).

Tabel 2. Kandungan Hara pada Limbah Tahu dan Pupuk Komersil

Parameter Limbah Tahu

Padat

Kompos Padat

Green Valley

Limbah Tahu

Cair

Pupuk Cair

Komersil

Tristan

N (%) 1.24 1.44 0.27 0.42

P2O5 (ppm) 5.54 2.37 2.85 0.28

K2O (%) 1.34 3.03 0.29 0.08

Protein (%) 7.72 - 1.68 -

Sumber: Asmoro, dkk. (2008)

Pemanfaatan air limbah industri tahu-tempe untuk media tanam sayuran tidak bisa

secara langsung karena air limbah industri tahu-tempe mengandung bahan-bahan

organik yang sangat tidak stabil atau mudah terurai (easily biodegradable). Salah

satu dampak dari degradasi air limbah tersebut adalah tingkat keasamannya

meningkat (pH akan turun). Air limbah bekas rebusan kedele yang masih baru

memiliki pH 3-4 dan pH cenderung turun dalam beberapa hari. Hal ini terjadi

juga dengan air limbah pengolahan tahu yang cenderung asam (pH sekitar 3-4)

karena tercampur dengan agen penggumpal tahu yaitu asam cuka atau sering

disebut laru/biang (Kurniasari, 2012). Pada kondisi asam (pH<4), tanaman tidak

akan bertahan hidup. Dengan demikian air limbah industri tahu harus diolah dan

pH dikendalikan terlebih dahulu sebelum diaplikasikan ke tanaman.

Asmoro dkk, 2008 memanfaatkan limbah padat dan cair industri tahu untuk

digunakan sebagai pupuk organik pada tanaman sayuran petsai. Hasil

menunjukkan bahwa pemberian limbah tahu padat 20% (dari media tanah)

8

meningkatkan bobot panen petsai 325.76%, sedangkan pemberian limbah tahu

cair 20% meningkatkan bobot panen petsai 64.34%.

2.2 Karakteristik Air Limbah Industri Tapioka

Industri tepung tapioka menghasilkan limbah cair dari proses pencucian dan

pengendapan. Limbah cair tersebut dapat menimbulkan masalah pencemaran

lingkungan apabila langsung dibuang ke sungai tanpa terlebih dahulu dilakukan

pengolahan untuk menurunkan kadar atau menghilangkan bahan yang dapat

menimbulkan pencemaran. Limbah cair tersebut kaya akan bahan organik dan

cara yang umum digunakan dalam pengolahan limbahnya adalah cara biologis

dengan memanfaatkan mikroba pengurai bahan organik (Mukminin,2012).

Warna air limbah yang berasal dari proses pencucian umumnya putih kecoklat

coklatan disertai suspensi yang berasal dari kotoran kotoran dan kulit ubi kayu.

Air limbah yang berasal dari proses pemisahan pati berwarna putih kekuning

kuningan air limbah tapioka yang masih baru biasanya berbau khas seperti ubi

kayu. Hal tersebut mudah berubah menjadi apabila dibiarkan ditempat yang

tergenang hal tersebut akan semakin menyengat karena proses pembusukan hal ini

juga akan bertambah busuk apabila onggok yang dibuang dicampur bersama sama

dengan limbah cairnya.

Padatan tersuspensi di dalam air cukup tinggi, berkisar 1500-5000 mg/l. Padatan

tersuspensi ini merupakan suspensi pati yang terendapkan. Pada pengendapan

tingginya kandungan padatan tersuspensi menandakan bahwa proses pengendapan

9

belum sempurna. Nilai padatan tersuspensi,BOD, COD saling berkaitan tinggi

padatan tersuspensi semakin tinggi nilai COD dan BOD-nya.

pH menyatakan intensitas kemasaman atau alkalinitas dari limbah tersebut.

Penurunan pH menandakan bahwa di dalam air limbah tapioka ini sudah terjadi

aktifitas jasad renik yang mengubah bahan organik yang mudah terurai menjadi

asam-asam. Air limbah tapioka yang masih segar mempunyai pH 6-6,5 akan

turun menjadi sekitar 4.

COD merupakan parameter yang digunakan untuk menentukan bahan bahan

organik yang ada di dalam air limbah. COD adalah sejumlah oksigen yang

diperlukan untuk mengoksidasi bahan-bahan yang dapat teroksidasi oleh senyawa

oksidator. Kisaran angka COD adalah 7000-30000 mg/l. BOD juga merupakan

parameter yang umum dipakai menentukan pencemaran air bahan-bahan organik

pada air dan BOD adalah sejumlah oksigen yang dibutuhkan oleh bakteri untuk

menetralisis atau menstabilkan bahan-bahan organik di dalam air melalui proses

oksidasi biologis (biasanya dihitung selama periode 5 hari pada suhu 200C).

Semakin tinggi nilai BOD semakin tinggi tingkat pencemaran air tersebut. BOD

air limbah tapioka berkisar antara 3000-6000 mg/l. Beberapa jenis ketela pohon

mengandung sianida yang bersifat toksis. Sianida ini larut dalam air dan akan

mudah menguap apabila ada olakan atau aerasi terhadap limbah kandungan

sianida pada limbah tapioka sangat bervariatif tergantung dengan ketela pohon

yang dipakai (Prayitno, 2008).

10

2.3 Karakteristik Air Limbah Kolam Lele

Pada budidaya biota akuatik dengan teknologi intensif yang menerapkan padat

penebaran tinggi dan pemberian pakan secara teratur dan banyak, penimbunan

limbah kotoran terjadi sangat cepat. Sebagian besar pakan dimakan oleh biota

budidaya, akan dirombak menjadi menjadi daging atau jaringan tubuh dan sisanya

dibuang berupa kotoran padat (faeces) dan terlarut (amonia). Feses dikeluarkan

lewat anus, sedangkan amonia lewat insang. Kotoran padat dan sisa pakan tidak

termakan adalah bahan organik dengan kandungan protein tinggi yang diuraikan

menjadi polipeptida, asam asam amino, dan akhirnya amonia sebagai produk

akhir yang terakumulasi di dalam air. Amonia dalam air terdapat dalam 2 bentuk,

yaitu NH4+ atau biasa disebut Ionized Ammonia (IA), yang kurang beracun dan

NH3 atau Unionized Ammonia (UIA) yang beracun. Di dalam senyawa ini berada

pada keseimbangan:

NH3(g) + H2O (I) NH4+

(aq) + OH-(aq)

Makin tinggi pH air, daya racun amonia semakin meningkat sebab sebagian besar

berada dalam bentuk (NH3), sedangkan amonia dalam bentuk molekul lebih

beracun daripada bentuk ion (NH4+). Amonia dalam bentuk molekul dalam

bentuk molekul dapat menembus bagian membran sel lebih cepat daripada ion.

Organisme akuatik umumnya membutuhkan protein yang cukup tinggi dalam

pakannya. Namun demikian organisme akuatik hanya dapat meretensi protein

sekitar 20-25% dan selebihnya akan terakumulasi dalam air (Stickney, 2005

dalam Rachmawati, 2015). Metabolisme protein oleh organisme akuatik

umumnya menghasilkan amoniak sebagai hasil ekskresi. Pada saat yang sama

11

protein dalam feses dan pakan yang tidak termakan akan diuraikan oleh bakteri

menjadi produk yang sama.

2.4 Pengaruh EC dan pH terhadap Pertumbuhan Tanaman Hidroponik

Kebutuhan nutrisi merupakan hal yang paling berpengaruh di dalam budidaya

hidroponik terhadap pertumbuhan tanaman. Bercocok tanam sistem hidroponik

mutlak memerlukan pupuk sebagai sumber nutrisi bagi tanaman. Pupuk diberikan

dalam bentuk larutan yang mengandung unsur makro dan mikro didalamnya.

Setiap jenis pupuk berbeda dalam hal jenis dan banyaknya unsur hara yang

dikandungnya, serta setiap jenis dan umur tanaman berbeda dalam hal kebutuhan

konduktivitas listriknya atau Electrical Conductivity (Subandi dkk, 2015).

Pertumbuhan tanaman dalam hidroponik juga diikuti oleh berbagai faktor yang

mempengaruhinya, seperti pH larutan nutrisi. Nilai pH cenderung mempengaruhi

ketersediaan unsur hara pada larutan nutrisi. Sebagaimana ditunjukkan pada

Gambar 1.

Pertumbuhan tanaman ditentukan oleh penyerapan unsur hara makro dan mikro

dari larutan nutrisi yang tersedia. Penyerapan unsur hara dipengaruhi oleh

keadaan pH larutan nutrisi. Nilai pH menentukan ketersediaan berbagai elemen

untuk tanaman. Kebanyakan tanaman menghendaki pH asam, namun yang terjadi

dilapangan pH larutan nutrisi cenderung basa (Subandy dkk, 2015). Ketersediaan

unsur hara dengan perubahan tingkat kemasaman (pH) tanah (media perakaran)

bervariasi antara jenis unsur hara. Fakta ini dapat membantu diagnosis gejala

12

defisiensi unsur hara. Sebagai contoh,ketersediaan unsur nitrogen (N) berkurang

pada pH≤6,0 dan pH≥8,0, sementara ketersediaan fosfor (P) dan kalium (K) yang

tinggi berkisar secara berturut-turut diantara pH 4,5 - 6,0 dan pH 4,5 - 7,0.

Sumber : Resh (2013) dalam Subandy (2015)

Gambar 1. Efek pH terhadap ketersediaan nutrisi pada tanaman.

Hidroponik organik biasanya menggunakan pupuk cair organik seperti pupuk

organik cair (POC) yang dibuat dari ekstrak tumbuhan, atau dari bahan limbah-

limbah organik. Tanaman tidak bisa memanfaatkan bahan organik secara

langsung. Bahan-bahan organik harus terurai terlebih dahulu oleh mikroba

kemudian difermentasikan dan setelah itu baru bisa dipakai sebagai pupuk dan

diserap oleh akar tanaman.

13

Tanaman untuk pangan harus dapat dibudidayakan dengan optimal dimanapun

lokasi dan medianya. Dalam hal ini sistem hidroponik merupakan alternatif yang

baik karena menggunakan media air, sehingga konsentrasi nutrisi relatif, distribusi

nutrisi, lebih mudah dikontrol pada masa budidaya (Telaumbanua, 2016).

III. METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2016 hingga November 2017 di

Laboratorium Rekayasa Sumber Daya Air dan Lahan Jurusan Teknik Pertanian

Fakultas Pertanian Universitas Lampung.

3.2 Alat dan Bahan Penelitian

Alat yang digunakan adalah alat-alat ukur seperti pH meter, EC meter, DO meter,

spektrofotometer dan peralatan lab yang lain seperti oven, timbangan analitik,

kulkas, vacuum pump, cawan, gelas ukur, beaker glass, botol sampel, pipet dan

hidroponik kit seperti ember, pompa, aerator, nampan dan lain lain. Bahan-bahan

yang digunakan adalah limbah cair tahu yang berasal dari Kelurahan Gunung

Sulah, Kecamatan Kedaton, Bandarlampung, limbah effluent biogas tapioka yang

berasal dari pabrik tapioka di Branti, Lampung Selatan, limbah cair budidaya ikan

lele umur 30 hari yang berasal dari Laboratorium Lapang Terpadu, Fakultas

Pertanian, Universitas Lampung, bibit tanaman,dan bahan-bahan kimia yang

digunakan adalah larutan induk Amoniak, NaOH, KI, HgI2.

15

3.3 Metode Penelitian

Penelitian ini melalui beberapa tahapan yaitu pengolahan nutrisi dari air limbah

industri pertanian, uji coba larutan nutrisi, pembuatan hidroponik kit dan

pengoperasiannya.

3.3.1 Pengolahan Larutan Nutrisi dari Air Limbah Industri Pertanian

Air limbah industri tahu diambil dari industri rumah tangga terdekat yaitu

Kelurahan Gunung Sulah, Bandarlampung. Air limbah tahu diolah terlebih

dahulu dengan teknik areasi. Aerasi berguna untuk memberikan oksigen bagi

bakteri yang sudah berada di air limbah untuk mendegradasi bahan organik di

dalam air limbah. Teknik aerasi dilakukan dengan cara memasang aerator dan

pompa pada limbah cair tahu. Proses aerasi dilakukan hingga terbentuk bioflok

pada air limbah. Pengolahan limbah cair tahu dilakukan secara terus menerus

sebagai stok limbah yang telah diolah.

Proses uji coba dilakukan dengan cara pemberian bioflok limbah tahu hasil

pengolahan pada tanaman yang telah disiapkan. Proses uji coba larutan nutrisi

dilakukan setiap hari dengan menggunakan hasil olahan limbah tahu dalam bentuk

bioflok. Pemberian limbah cair yang telah diolah pada tanaman dilakukan dengan

beberapa perlakuan pengenceran. Pengenceran yang dilakukan sebesar 1:5, 1:10,

dan 1:20. Pengenceran dilakukan untuk memperoleh kepekatan limbah tahu yang

tepat untuk diaplikasikan pada tanaman hidroponik. Larutan nutrisi diberikan

pada tiga tanaman pada tiga pot berbeda. Pemberian larutan nutrisi diberikan

hingga beberapa hari pada tanaman untuk melihat apakah kepekatan limbah sesuai

16

dengan tanaman. Tanaman dengan pengenceran nutrisi 1:5 mengalami kematian

setelah beberapa hari. Sedangkan tanaman dengan pengenceran nutrisi 1:10 tidak

mengalami kematian akan tetapi warna daunnya kekuningan. Uji coba larutan

nutrisi dilakukan hingga beberapa hari dan diperoleh kepekatan yang sesuai untuk

larutan nutrisi sebesar 1:20.

Sedangkan pada limbah industri tapioka dan limbah budidaya ikan tidak perlu

dilakukan pengolahan larutan nutrisi yang terlalu lama. Pengolahan limbah

industri tapioka dan limbah budidaya ikan dilakukan dengan menyesuaikan

konsentrasi limbah untuk kebutuhan EC tanaman. Penyesuaian konsentrasi

dilakukan dengan mengencerkan larutan limbah dengan air untuk mendapatkan

nilai EC yang sesuai.

3.3.2 Pembuatan Hidroponik Kit dan Pengoperasiannya

Sistem hidroponik organik dirancang sesuai dengan karakteristik larutan nutrisi

yang digunakan yaitu limbah organik. Air limbah tahu banyak mengandung

padatan organik yang tersuspensi atau tidak larut 100%. Setelah diolah padatan

organik tersebut terkonversi menjadi bioflok (flok-flok bakteri pengurai) dan

semakin tidak larut.

Selama proses uji coba nutrisi limbah tahu, sistem hidroponik dilakukan dengan

menyiramkan larutan nutrisi secara langsung pada media tanam. Setelah

memperoleh kepekatan yang tepat untuk tanaman hidroponik, sistem hidroponik

dilakukan dengan memberikan genangan pada bawah pot dan mengalirkannya

kembali ke dalam bak penampungan. Ilustrasi dapat dilihat pada Gambar 2.

17

Karena karakteristik limbah yang tidak larut 100%, maka terjadi endapan yang

dibuat pada sistem. Sistem hidroponik kembali dirancang tanpa menggunakan

genangan pada bawah pot yang digunakan melainkan dengan langsung

mengalirkan nutrisi pada media tanam dan mengalirkan kembali dalam bak

penampungan. Ilustrasi sistem hidroponik beserta bak stock limbah dapat dilihat

pada Gambar 3.

Sistem hidroponik yang digunakan untuk limbah industri tapioka dan limbah

budidaya ikan adalah sistem hidroponik Deep Flow Technique (DFT). Nutrisi

dari limbah akan dialirkan secara terus menerus dan memberikan genangan pada

pipa apabila terjadi pemadaman listrik. Pada sistem hidroponik ini, akar tanaman

akan mengambil langsung pada genangan nutrisi yang menutupi akarnya.

18

(a) (b)

Gambar 2 (a). Sistem genangan. (b). Tandon pengolahan limbah tahu.

(a) (b)

Gambar 3 (a). Sistem aliran langsung. (b) Tandon pengolahan limbah tahu.

Pompa

Tanaman

Inflow

Pompa Aerator

Nutrisi

Overflo

w

Tanaman

Overflow

Aerator Pompa

Inflow Nutrisi

Pompa

19

3.3.3 Pengamatan dan Analisis

Data yang dikumpulkan merupakan hasil pengukuran dari setiap variabel

pengamatan. Variabel yang diamati adalah sebagai berikut:

a. Pengamatan nutrisi limbah industri pertanian

1. pH

pH diukur dengan menggunakan alat pH meter. Pengukuran pH dilakukan

setiap hari.

2. EC

EC diukur dengan menggunakan alat EC meter. Pengukuran EC dilakukan

setiap hari.

3. Total Solids

)(mg/lV

WWTS

s

12

.......................................................... (1)

dimana

W1 = berat cawan (mg)

W2 = berat cawan + residu limbah setelah dioven dengan suhu 105°C selama

24 jam (mg)

Vs= volume sampel (liter)

4. Total Suspended Solids

(mg/l)

V

WWTSS

s

K1K2

................................................ (2)

dimana

WK1 = cawan+kertas saring (mg)

WK2 = cawan+kertas saring+residu (mg)

Vs = volume sampel (liter)

20

5. Total Filtrable Solids

TFS = TS – TSS (mg/L)………………………………… (3)

dimana

TS = Total Solids

TSS = Total Suspended Solids

6. N–ammonium

Pengukuran konsentrasi ammonium pada limbah dilakukan dengan metode

spektroskopi pada panjang gelombang 425 nm menggunakan metode Nessler.

Prosedur kerja pengukuran ammonium terlampir.

7. BOD5(Biochemical Oxygen Demand)

Pengamatan BOD dilakukan dengan melakukan inkubasi pada limbah selama 5

hari pada suhu 20oC. Pengukuran DO pada hari ke-0 dan hari ke-5 dilakukan

menggunakan DO meter.

)(ppm

P

DODOBOD

505

.................................................... (4)

dimana :

DO0 = Pengukuran DO hari ke-0

DO5 = Pengukuran DO hari ke-5

P = Fraksi Pengenceran

b. Pengamatan pertumbuhan tanaman

1. Tinggi Tanaman

Tinggi tanaman diukur dari pangkal batang bawah hingga ujung tanaman.

2. Jumlah Daun

Jumlah daun dihitung secara manual pada daun yang ada.

21

Data yang diperoleh dari analisis penelitian akan disajikan dalam bentuk grafik,

tabel, dan uraian. Tahap pelaksanaan penelitian dirangkum pada Gambar 4.

MULAI

PERSIAPAN SISTEM

PENGOLAHAN LIMBAHTAHU PERSIAPAN HIDROPONIK

DUTCH BUCKET

PENGOLAHAN LIMBAH

TAHU

PERSIAPAN MEDIA TANAM

DAN BIBIT TANAMAN

PENANAMAN

PENGAPLIKASIAN NUTRISI

LIMBAH TAHU

PERAWATAN DAN

PENGAMATAN

PENGAMBILAN DATA

ANALISIS DATA

SESUAI

YA

SELESAI

TIDAK A

22

Gambar 4. Tahap pelaksanaan penelitian.

A

PENGOLAHAN LIMBAH TAPIOKA

DAN LIMBAH KOLAM LELE

PERSIAPAN HIDROPONIK

DEEP FLOW TECHNIQUE

(DFT)

PERSIAPAN MEDIA TANAM

DAN BIBIT TANAMAN

PENANAMAN

PENGAPLIKASIAN NUTRISI LIMBAH

TAPIOKA DAN KOLAM LELE

PERAWATAN DAN

PENGAMATAN

PENGAMBILAN DATA

ANALISIS DATA

SESUAI

YA

SELESAI

TIDAK

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat ditarik berdasarkan penelitian yang telah dilakukan

adalah sebagai berikut.

1. Karakteristik limbah berupa pH, EC, TS, TSS, TFS, N-Ammonium dan

BOD5 diperoleh sebagai berikut.

a. Pada limbah industri tahu secara berurutan sebesar 8,58, 340µS/cm, 9200

mg/L, 3150 mg/L, 8200 mg/L, 10,07 mg/L dan 3956 mg/L.

b. Pada limbah effluent biogas industri tapioka masing-masing secara

berurutan sebesar 9,7, 2038µS/cm, 1672 mg/L, 180 mg/L, 1496 mg/L,

10,10 mg/L dan 203,6 mg/L.

c. Pada limbah kolam lele masing-masing secara berurutan sebesar9,1, 638

µS/cm, 772 mg/L, 372 mg/L, 572 mg/L, 10,79 mg/L dan 404,8 mg/L.

2. Tanaman tumbuh sampai 10,9 cm untuk limbah industri tahu, 9,51

cm/tanaman untuk limbah effluent biogas industri tapioka, 12,91 cm/tanaman

untuk limbah kolam lele, kemudian berhenti dan tidak tumbuh lagi karena

kemungkinan nutrisi tidak mencukupi.

48

5.2 Saran

Saran untuk menyempurnakan penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Perlu dilakukan penelitian mengenai pengolahan limbah yang tepat sebelum

diaplikasikan dalam sistem hidroponik organik beserta sistem yang tepat

digunakan.

2. Perlu dilakukan penelitian mengenai penggunaan ikan lele dalam sistem

hidroponik secara resirkulasi agar kebutuhan nutrisi tetap tersedia pada

limbah kolam lele.

DAFTAR PUSTAKA

Asmoro, Y., Suranto, dan Sutoyo, D. 2008. Pemanfatan Limbah Tahu Untuk

Peningkatan Hasil Tanaman Petsai (Brassica chinensis).Jurnal

Bioteknologi.5 (2) : 51-55.

Cesaria, R.Y.,Wirosoedarmo,R., dan Suharto, B.2014. Pengaruh Penggunaan

Starter terhadap Kualitas Fermentasi Limbah Cair Tapioka sebagai

Alternatif Pupuk Cair. Jurnal Sumberdaya Alam dan Lingkungan 8 – 14.

Effendi, H., Utomo,A.B., dan E. Karo-Karo, R. 2015. Fitoremediasi Limbah

Budidaya Ikan Lele (Clarias sp.) dengan Kangkung (Ipomoea aquatica) dan

Pakcoy (Brassica rapa chinensis) dalam Sistem Resirkulasi. Jurnal Ecolab

Vol. 9, No. 2: 80 – 92.

Gardner, F. P., Pearce,B.R., dan Mitchell,L.R. 1991. Fisiologi Tanaman

Budidaya. Terjemahan H. Susilo.Universitas Indonesia, Jakarta.

Hamli, F., Lapanjang, M.I., dan Yusuf, R., 2015. Respon Pertumbuhan Tanaman

Sawi (Brassica juncea L.) Secara Hidroponik Terhadap Komposisi Media

Tanam dan Konsentrasi Pupuk Organik Cair. Jurnal Agrotekbis 3 (3) : 290-

296

Hardjowigeno, S. 1995. Ilmu Tanah. Akademika Persindo, Jakarta.

Husin, A. 2008. Pengolahan Limbah Cair Tahu dengan Biofiltrasi Anaerob dalam

Reaktor Fixed-Bed. Medan. Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera

Utara.

Izzati, I.R. 2006. Penggunaan Pupuk Majemuk sebagai Sumber Hara pada

Budidaya Selada (Lactuca sativa L.) secara Hidroponik dengan Tiga Cara

Fertigasi. Program Studi Hortikultura. Fakultas Pertanian. IPB. Bogor

Jenie, B.S.L. dan Rahayu,P.W. 1993. Penanganan Limbah Industri Pangan.

Kanisius, Yogyakarta. 184 hlm.

Kurniasari, V. 2012. Uji Kelarutan Fosfat Cangkang Telur Ayam Ras

Menggunakan Air Limbah Tahu Sebagai Upaya Pengembangan Pupuk

Alternative.(Skripsi). Jurusan Teknik Pertanian Fakultas Pertanian

Universitas Lampung. Bandar Lampung.

50

Mahida, U.N. 1993. Water Pollution and Disposal of Waste Water on Land

(Pencemaran Air dan Pemanfaatan Limbah Industri, G.A. Ticoalu). PT

Raja Grafindo Persada, Jakarta. 544 hlm.

Mukminin, A., Wignyanto, Hidayat, N. 2012. Perencanaan Unit Pengolahan

Limbah Cair Tapioka dengan Sistem Up-Flow Anaerobic Sludge Blanket

(UASB) untuk Industri Skala Menangah. Jurnal Teknologi Pertanian Vol. 4,

No. 2: 91-107.

Nirwana, S. 2016. Kinerja Pengolahan Limbah Cair Tahu Secara Kontinyu

dengan Media Filter Batu Fosfat. (Skripsi). Universitas Lampung. Bandar

Lampung.

Nugraha, H. dan Supriyanto, H.2011. Pengukuran Produktivitas dan Waste

Reduction dengan Pendekatan Productivity. Jurusan Teknik Industri Institut

Teknologi Sepuluh Nopember.

Nurtiyani, E. 2000. Mikroalga Chlorella Sp Dapat Menormalkan Limbah Tahu.

Lembaga Penelitian dan Pengembangan UI Jurusan Biologi Fakultas Ilmu

Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia. Depok.

Prayitno, H.T. 2008. Pemisahan Padatan Tersuspensi Limbah Cair Tapioka

dengan Teknologi Membran sebagai Upaya Pemanfaatan dan Pengendalian

Pencemaran Lingkungan (Skripsi). Universitas Diponegoro. Semarang.

Rachmawati, D., Samidjan, I., dan Setyono, H. 2015. Manajemen Kualitas Media

Budidaya Ikan Lele Sangkuriang (Clarias gariepinus) dengan Teknik

Probiotik pada Kolam Terpal di Desa Vokasi Reksosari, Kecamatan Suruh,

Kabupaten Semarang. Jurnal PENA Akuatika Vol. 12, No. 1: 24 – 32.

Rosiana, N. 2006. Uji Toksisitas Limbah Cair Tahu Sumedang terhadap

Reproduksi Daphnia carinata King. Universitas Padjajaran. Bandung.

Sadzali, I. 2010. Potensi Limbah Tahu Sebagai Biogas. Jurnal UI Untuk Bangsa

Seri Kesehatan, Sains, dan Teknologi1 : 62-69.

Salmin. 2005. Oksigen Terlarut (DO) dan Kebutuhan Oksigen Biologi (BOD)

Sebagai Salah Satu Indikator untuk Menentukan Kualitas Perairan. Jurnal

Oseana, Vol XXX, No 3 : 21-26.

Subandi, M., N. Purnama Salam, dan B. Frasetya. 2015. Pengaruh Berbagai Nilai

Ec (Electrical Conductivity) Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Bayam

(Amaranthus Sp.) pada Hidroponik Sistem Rakit Apung (Floating

Hydroponics System). Jurnal Jurusan Agroteknologi UIN Sunan Gunung

Djati Bandung Volume IX no 2.

Suprapti, M. L. 2003. Teknologi PengolahanPangan Pembuatan Tahu.

Kanisius,Yogyakarta.

51

Surtinah. 2006. Peranan Plant Catalyst 2006 dalam Meningkatkan Produksi Sawi.

Jurnal Ilmiah Pertanian Vol. 3 No. 1

Sutejo. 1990. Pupuk dan Cara Pemupukan. Rineka Cipta, Jakarta.

Telaumbanua, M., Purwantana, B., Sutiarso,L., dan Falah, A.F.M. 2016. Studi

Pola Pertumbuhan Tanaman Sawi (Brassica rapa var. parachinensis L.)

Hidroponik di Dalam Greenhouse Terkontrol.Jurnal AGRITECH Vol. 36,

No. 1: 104 – 110.

Triyono, S. 2011. Modul Praktikum Rekayasa Pengolahan Limbah. Universitas

Lampung. Bandar Lampung. 32 hlm.

Wahyudi. 2010. Petunjuk Praktis Bertanam Sayuran. Agromedia Pustaka,

Jakarta.

Wardana, W. (2007).Dampak Pencemaran Lingkungan. Penerbit Andi,

Yogyakarta.

Wirosoedarmo, R.,W. Bambang Rahadi J., dan Ermayanti, D. 2001. Pengaruh

Sistem Pemberian Air Dan Ketebalan SponTerendam Terhadap

Pertumbuhan Tanaman Sawi (Brassica Juncea) dengan Metode

Aquaculture. Jurnal Teknologi Pertanian, Vol. 2, No. 2: 52 – 57.

Wiryani, E. 2007. Analisis Kandungan Limbah Cair Pabrik Tempe. J. BIOMA .

ISSN 1410-8801. Lab. Ekologi dan Biosistematik, Jurusan Biologi, F.

MIPA UNDIP Semarang