30
SISTEM PERTANIAN http://ilmubertani.blogspot.com/2012/11/sistem-pertanian.html Senin, 19 November 2012 BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Sistem pertanian merupakan pengelolaan komoditas tanaman untuk memperoleh hasil yang diinginkan yaitu berupa bahan pangan, keuntungan financial, kepuasan batin atau gabungan dari ketiganya. Sistem pertanian di daerah tropika, termasuk Indonesia berbeda dengan daerah subtropis dan daerah beriklim sedang. Hal ini dikarenakan adanya perbedaan kondisi iklim, jenis tanaman dan keadaan sosial ekonomi petaninya. Meningkatkan produksi pertanian suatu negara adalah suatu tugas yang kompleks, kerena banyaknya kondisi yang berbeda yang harus dibina atau diubah oleh orang ataupun kelompok yang berbeda pula. Seperti halnya permasalahan pertumbuhan penduduk yang tinggi yang mengimbangi permintaan atas kebutuhan pangan meningkat pesat, namun hal tersebut tidak diimbangi dengan produksi hasil pertanian yang mampu untuk memenuhi permintaan kebutuhan akan bahan pangan. Namun hal itu juga mendorong para petani untuk mencoba menanam jenis-jenis tanaman baru, dan dengan bantuan para insinyur dan para peneliti untuk mengembangkan varietas tanaman tersebut dengan menemukan teknik penggunaan pupuk, mengatur kelembapan tanah yang lebih maju serta menggunakan teknologi pertanian yang lebih maju

Sistem Pertanian

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Sistem Pertanian

SISTEM PERTANIAN http://ilmubertani.blogspot.com/2012/11/sistem-pertanian.html

Senin, 19 November 2012

BAB I

PENDAHULUAN

1. 1 Latar Belakang

Sistem pertanian merupakan pengelolaan komoditas tanaman untuk memperoleh hasil yang

diinginkan yaitu berupa bahan pangan, keuntungan financial, kepuasan batin atau gabungan dari

ketiganya. Sistem pertanian di daerah tropika, termasuk Indonesia berbeda dengan daerah subtropis

dan daerah beriklim sedang. Hal ini dikarenakan adanya perbedaan kondisi iklim, jenis tanaman dan

keadaan sosial ekonomi petaninya.

Meningkatkan produksi pertanian suatu negara adalah suatu tugas yang kompleks, kerena

banyaknya kondisi yang berbeda yang harus dibina atau diubah oleh orang ataupun kelompok yang

berbeda pula. Seperti halnya permasalahan pertumbuhan penduduk yang tinggi yang mengimbangi

permintaan atas kebutuhan pangan meningkat pesat, namun hal tersebut tidak diimbangi dengan

produksi hasil pertanian yang mampu untuk memenuhi permintaan kebutuhan akan bahan pangan.

Namun hal itu juga mendorong para petani untuk mencoba menanam jenis-jenis tanaman

baru, dan dengan bantuan para insinyur dan para peneliti untuk mengembangkan varietas tanaman

tersebut dengan menemukan teknik penggunaan pupuk, mengatur kelembapan tanah yang lebih maju

serta menggunakan teknologi pertanian yang lebih maju untuk mengembangkan pembangunan

pertanian ke arah yang lebih baik sehingga mampu untuk memenuhi kebutuhan pangan dari jumlah

masyarakat yang terus meningkat.

Pada dasarnya pembangunan pertanian di Indonesia sudah berjalan sejak masyarakat

Indonesia mengenal cara bercocok tanam, namun perkembangan tersebut berjalan secara lambat.

Pertanian awalnya hanya bersifat primitif dengan cara kerja yang lebih sederhana. Seiring berjalannya

waktu, lama kelamaan pertanian berkembang menjadi lebih modern untuk mempermudah para petani

mengolah hasil pertanian dan mendapatkan hasil terbaik dan banyak.

Dengan demikian pembangunan pertanian mulai berkembang dari masa ke masa. Dalam

proses pembangunan pertanian tersebut, bantuan para ahli di bidang pertanian dan pemerintah sangat

Page 2: Sistem Pertanian

dibutuhkan untuk mendukung dan memberi fasilitas maupun pegetahuan kepada para petani untuk

memberi metode baru kepada para petani dan mengubah cara berpikir mereka menjadi lebih kompleks

sehingga mampu untuk meningkatkan produksi pertanian dalam negeri.

Hal inilah yang menjadi dasar pemikiran penulis untuk mengupas tentang sistem pertanian

yang telah bergulir beberapa era di Indonesia, untuk mencari tahu apa saja pembangunan pertanian

yang terjadi di negeri ini sejak Indonesi mulai meneguk kebebasan dari kemerdekaan hingga

Indonesia mulai mencoba untuk bangkit membangun kemajuan negeri ini di era reformasi saat ini.

1.2 Tujuan

Adapun tujuan penulis mengupas masalah tentang Sistem Pertanian di Indonesia adalah untuk

membuka wawasan penulis tentang sistem pertanian di Indonesia dan betapa pentingnya

perkembangan sistem pertanian yang akan memiliki dampak yang besar bagi kehidupan mayarakat

dan pertumbuhan perekonomian Indonesia nantinya.

1.3 Permasalahan

Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat ditarik beberapa permasalahan sebagai berikut:

1.      Apa perbedaan pola pertanian di era orde lama, orde baru dan reformasi?

2.      Apa saja kebijakan-kebijakan yang sudah dilakukan oleh pemerintah era orde baru dan reformasi

dalam pembangunan pertanian?

3.      Apa saja kelebihan dan kekurangan sistem pertanian dari masa ke masa?

4.      Bagaimana sistem bertanam daerah tropika?

5.      Bagaimana sistem perladangan berpindah?

6.      Bagaimana sistem tadah hujan semi intensif dan intensif serta pola tanam?

Page 3: Sistem Pertanian

BAB II

PEMBAHASAN

2.1   Permasalahan Perkembangan Pertanian

2.1.1   Perbedaan Pola Pertanian di Era Orde Baru dan Reformasi

Pertanian mulai timbul pada saat manusia mulai mengendalikan pertumbuhan tanaman dan

hewan, dengan mengaturnya sedemikian rupa sehingga dapat memberikan keuntungan. Pada awalnya

pertanian masih bersifat primitif dengan hanya mengharapkan kondisi alam sebagai faktor

pendukung. Namun seiring berkembangnya zaman, pertanian menjadi lebih berkembang ke arah

modernisasi.

Pada pertnian yang berazaskan modern, manusia akan mempergunakan kecerdasan otaknya

untuk meningkatkan penguasaannya akan semua faktor yang akan mendukung pertumbuhan dari

tanaman dan hewan.

Semakin berjalannya waktu sistem pola pertanian dari masa ke masa pun akan terus

berkembang menjadi lebih baik untuk menghasilkan hasil pertanian yang lebih baik pula. Seperti era

orde bru dan reformasi. Tentunya pada perubahan era pemerintahan, sistem pola pertanian di Indoneia

juga akan berubah.

Pada masa orde baru pembangunan pertanian diorientasikan kepada pemenuhan kebutuhan

pangan dalam negeri, dan sistem agribisnis dikembangkan secara simultan dan harmonis. Pada masa

orde baru untuk teknik pertanian biasa dilakukan di tanah datar sehingga teknik ini disebut bertegal

(cara bertani di tanah kering). Setelah itu di bersihkan dan kemudian di tanami oleh tanaman

penghasil bahan pangan. Jika pada zaman dahulu pertanian hanya dilakukan secara sederhana hanya

dengan mengharapkan dan berpangku tangan pada kondisi alam namun di era orde baru hal tersebut

telah berkembang menjadi lebih kompleks dengan pengetahuan petani tentang masalah pemupukan

yang akan mendukung hasil dari produksi pertanian tersebut yang akan meningkat.

Selain itu juga diterapkan teknologi yang lebih modern untuk kemajuan pertanian seperti

pemberantasan hama pembibitan maupun sistem irigasi yang mulai berkembang untuk mempermudah

para petani mengairi sawahnya. Bahkan sawah juga selain dugunakan untuk menanam padi, juga

dapat digunakan untuk menanam tanaman hortikultura.

Page 4: Sistem Pertanian

Tidak hanya berhenti pada lahan datar yang digunakan untuk lahan pertanian, lahan gambut

pun mulai digunakan menjadi lahan pertanian bagi para petani sebagai areal persawahan, selain itu

juga dikembangkn sitem reboisasi dan terassering sebagian bagian dari teknologi modern pada masa

orde baru.

Di era reformasi, dewasa ini tentunya sistem pola pembangunan pertanian di Indonesia

semakin berkembang dibanding era orde baru. Para petani melanjutakan pembangunan era orde baru

yang menggunakan pembasmi hama, teknik pembibitan yang lebih ditingkatkan sehinnga padi dapat

menghasilkan panen yang lebih banyak dan lebih meningkat pada kualitas hasil produksi.

Selain itu pola memanen yang dulunya dilakukan secara sendiri kini sudah menggunakan

mesin untuk mempercepat proses memanen dan lahan dapat segera ditanami kembali. Dan semakin

berkembangnya teknologi pertanian di Indonesia, lahan-lahan yang sulit digunakan untuk ditanami

pun mulai dibuka menjadi areal tanam bagi tanaman yang memberikan penghasilan bagi devisa

negara, seperti halnya penanaman di lahan yang tergenang maupun lahan yang tidak rata ataupun

berbukit.

Namun pada dasarnya penggunaan pembasmi hama dan pembibitan untuk mencari bibit

unggul serta lahan yang tidak biasa dibuka untuk lahan pertanian biasanya akan menimbulkan

permasalahan yang akan menyulitkan bagi pertumbuhan tanaman tersebut.

a.Orde lama b. Orde baru c. Revolusi

Page 5: Sistem Pertanian

2.1.2 Kebijakan-Kebijakan yang Sudah Dilakukan Oleh Pemerintah Era Orde Baru dan

Reformasi dalam Pembangunan Pertanian.

1.      Kebijakan Pertanian di Era Orde Baru

A. REPELITA (Rencana Pembangunan Lima Tahun)

REPELITA adalah Rencana Pembangunan Lima Tahun yang menjadi kebijakan dari Presiden

Soeharto pada masa Orde Baru untuk meningkatkan pembangunan Indonesia dari segi apa saja, tetapi

lebih diutamakan pada pembangunan sektor pertanian.

REPELITA sendiri terdiri dari berberapa tahap yang kesemuanya difokuskan untuk

membangun sistem pertanian Indonesia dengan turut memajukan sektor lain yang juga mendukung

pembangunan sektor pertanian seperti sektor industri dan teknologi.

B. Revolusi Hijau

Revolusi Hijau merupakan upaya untuk meningkatkan produksi biji-bijian dari hasil

penemuan ilmiah berupa benih unggul baru dari beragam varietas gandum, padi dan jagung yang

membuat hasi panen komoditas tersebut meningkat di negara-negara berkembang.

Revolusi Hijau dipicu dari pertambahan penduduk yang pesat, yakni bagaimana

mengupayakan peningkatan hasil produksi pertanian. Peningkatan jumlah penduduk harus diimbangi

dengan peningkatan produksi pertanian.

Perkembangan Revolusi Hijau yang sangat pesat juga berpengaruh pada masyarakat

Indonesia. Sebagian besar kondisi sosial-ekonomi mayarakat Indonesia berciri agraris. Oleh karena itu

pembangunan pertanian menjadi sektor yang sangat penting dalam upaya peningkatan pertumbuhan

ekonomi Indonesia. Hal tersebut didasari oleh:

1.    Kebutuhan penduduk yang meningkat dengan pesat.

2.    Tingkat produksi pertanian yang masih sangat rendah.

3.    Produksi pertanian belum mampu memenuhi seluruh kebutuhan penduduk.

Page 6: Sistem Pertanian

C. Pembangunan Irigasi dan Produksi Padi

Mengenai perkembangan luas lahan dan luas produksi padi yang dihasilkan, terlihat bahwa

sejak masa Orde Baru memegang pemerintahan (1966) sampai dengan tahun 1987 luas lahan irigasi

melonjak hampir 2 kali lipat dengan laju sebesar 2,4% per tahun. Luas kenaikan maksimum dicapai

pada tahun 1987. tendensi ini diikuti dengan melonjaknya jumlah produktifitas padi. Pada tahun 1987

produksi padi meningkat hingga 44 juta ton, naik 3 kali lipat sejak tahun 1966. Tingkat produksi yang

dicapai ini diperoleh dengan naiknya intensitas tanam hingga mencapai rata-rata 1,8. Mengenai

kenaikan produksi persatuan luas, tercatat naik dari 2,4 ton/ha menjadi 4,5 ton/ha. Nilai ini bila

diplotkan ke dalam sejarah evolusi padi di negara-negara berkembang dengan Jepang sebagai

perbandingan, telah berada di fase keempat bersama-sama dengan Taiwan. Walaupun demikian masih

lebih rendah Korea dan Jepang yang telah mencapai 6-7 ton/ha, tetapi jauh lebih tinggi dari Philipina,

Laos, Myanmar maupun Vietnam.

Kenyataan ini menunjukkan bahwa lahan irigasi memberikan peranan yang besar dalam

mencapai swasembada pangan. Kira-kira 60-70% padi diproduksi dari lahan beririgasi. Walaupun

demikian, bila melihat perkembangn penduduk, untuk terus mempertahankan swasembada pangan

masih perlu banyak inovasi baru. Perhitungan secara sederhana mengenai luas lahan beririgasi terus

meningkat seirama dengan pertambahan penduduk. Padahal kalau melihat besarnya derajad irigasi

seperti telah diuraikan di atas, peluang mengembangkan lahan irigasi secara horizontal, terutama di

pulau-pulau yang termasuk dalam grup pertama, nampaknya semakin sempit.

Yang menjadi persoalannya adalah bagaimana menyeimbangkan antar penyediaan

sumberdaya air dari alam dengan kebutuhan air khususnya untuk memproduksi bahan pangan yang

semakin meningkat itu tetapi tanpa merusak kondisi hidrologinya sendiri.

D.   BIMAS, INMAS, INSUS dan Panca Usaha Pertanian

Dalam rangka meningkatkan produk pertanian, pemerintah Orde Baru melaksanakan program

intensifikasi dan ekstensifikasi pertanian yang dimulai sejak Pelita I dan Pelita-Pelita berikutnya. Pada

waktu itu dilaksanakan program Bimbingan Masal (BIMAS) yang kemudian berubah menjadi

Intensifikasi Masal (INMAS), Intensifikasi Khusus (INSUS) dan Panca Usaha Pertanian. Dalam

usaha meningkatkan produksi pertanian padi, dilakukan penanaman bibit unggul, sepertu Varietas

Unggul Baru (VUB) atau High Yealding Varietas (HYV) sebagai hasil penelitian International Rice

Research Institute (IRRI).

2.1.3 Kebijakan Pertanian di Era Reformasi

A.  SRI (System of Rice Intensification)

Page 7: Sistem Pertanian

Perkembangan padi SRI (System of Rice Intensification) yang terkenal dengan motonya

“More Rice with Less Water” atau hasil beras meningkat dengan penggunaan air yang sedikit, sampai

saat ini masih mengalami kendala teknis dan non teknis di tingkat lapangan. Dengan melihat

keistimewaan sistem ini, terutama dari segi produktifitas dan efisiensi pengairan (yang identik dengan

perluasan areal irigasi), beberapa perbaikan sistem harus dilakukan agar pengembangannya dapat

dilaksanakan seluas-luasnya.

Berikut adalah beberapa keistimewaan sistem SRI bagi pengembangan budidaya padi sawah:

1. SRI hanya membutuhkan benih yang jauh lebih sedikit, yaitu 5-10 kg per-hektar yang berbanding

40-60 kg padi per-hektar pada sistem konvensional.

2. Produktifitas dengan sistem SRI telah terbukti secara signifikan meningkat dengan B/C rato

(perbandingan nilai hasil terhadap biaya) yang lebih baik dibanding sistem konvesional. Hal ini jelas

akan meningkatkan pendapatan petani.

3.Sistem pengairan yang intermitten / terputus sampai kondisi tanah kering meretak akan

memperbaiki lingkungan mikro bagi tanah sehingga secara pasti akan memperbaiki kondisi tanah,

baik fisik, kimia maupun biologi. Hal ini dapat dipercepat apabila pemupukannya menggunakan

pupuk organik. Beberapa artikel penelitian membuktikan bahwa kandungan mikro organisme pada

tanah yang ditanami padi SRI mengalami peningkatan kualitas. Tentu saja harus diperhatikan pula

proses pengembalian serasah padi pada tanah asalnya.

4. Penggunaan air yang jauh lebih sedikit dibanding dengan sistem konvensional akan memperbaiki

efisiensi pengairan dan dengan demikian memiliki potensi bagi perluasan areal irigasi. Dengan

demikian SRI sangat menunjang program ekstensifikasi areal irigasi yang merupakan sumber utama

ketahanan pangan (terutama beras). Sampai saat ini, areal irigasi yang ada masih banyak yang belum

mampu mengairi padi 100% pada musim tanam kedua (kemarau).

Namun demikian, ternyata pengembangan SRI di banyak areal irigasi masih menghadapi

beberapa kendala yang cukup mengganggu, yaitu:

1. Metode penanaman dengan bibit muda dan hanya satu bibit pertitik tanam dianggap masih

merepotkan bagi petani. Hal ini terutama dialami pada daerah-daerah yang kekurangan buruh tani.

Biasanya daerah seperti ini adalah daerah yang berada tidak jauh dari perkotaan karena banyak buruh

tani yang bekerja sambilan di kota sebagai tukang atau buruh industri, atau juga di daerah yang

terpencil dimana jumlah penduduk masih kurang. Selain itu, banyak pula daerah yang buruh taninya

merupakan pendatang musiman yang belum familier dengan SRI sehingga hasil tanamnya kurang

baik. Hal ini tentunya membutuhkan pembinaan yang lebih cermat.

Page 8: Sistem Pertanian

2. Petani yang baru pertama kali melaksanakan SRI banyak yang mengeluhkan pertumbuhan gulma

yang jauh lebih banyak dibanding dengan sistem konvensional. Hal ini dapat dimengerti karena

pengeringan akan mendorong benih gulma tumbuh dengan leluasa (pada jenis gulma yang

berkembang melalui biji atau umbi). Oleh karena itu pengembangan SRI perlu disertai dengan

pembinaan pengendalian gulma yang baik (pada pelaksanaan demplot SRI sangat disarankan utuk

menggunakan lalandak dalam mengendalikan gulma).

3. SRI masih menyebakan kebingunan dalam sistem pembagian air karena belum adanya panduan

yang pasti mengenai hal ini. Dalam hal perencanaan, operasional irigasi dengan SRI belum

mempunyai angka dasar hidrologi yang baku, sehingga para ahli hidrologi masih belum dapat

merencanakan sistem pembagian air yang ideal. Penelitian akan hal ini sangat diperlukan guna

mendapatkan angka koefisien yang baku. Pembagian air irigasi dalam SRI juga sangat menuntut

sistem pertanaman serempak, terutama pada satu petak tersier yang sama. Dilain pihak, sistem

pertanaman serempak ini sampai sekarang belum dapat dilaksanakan secara optimal sekalipun pada

sistem konvensional.

4. Selain SRI, sistem Jajar Legowo yang dikombinasikan dengan pupuk organik dan juga padi Hibrida

yang menggunakan sistem pengairan konvensional yang juga memberikan hasil produksi yang relatif

sama, menjadi pesaing utama bagi pengembangan SRI.

Pada akhirnya, betatapapun banyaknya kelebihan yang dimiliki SRI, beberapa penyesuaian

budaya, kebijakan pembangunan, maupun teknis, sangat diperlukan. Yang jelas, dengan kondisi lahan

irigasi yang ada di Indonesia, SRI masih sangat diharapkan dapat dikembangkan secara luas terutama

pada daerah irigasi yang pemenuhan airnya terbatas seperti di wilayah-wilayah Timur Indonesia.

B. Pembangunan Pertanian Lahan Beririgasi

Sesuai pasal 4 Peraturan Pemerintah No. 20 tahun 2006 tentang Irigasi, pengelolaan sistem

irigasi diselenggarakan melalui azas partisipatif, terpadu, berwawasan lingkungan hidup, transparan,

akuntabel, dan berkeadilan. Apa yang dimaksud dengan poin-poin tersebut? Inilah kira-kira yang

dimaksudkan dengan kaidah pengelolaan yang diharapkan dari peraturan tersebut:

1.    Partisipatif; sudah saatnya semua pihak, baik unsur pemerintah maupun pemanfaat jaringan irigasi

(petani / P3A) memiliki dan mewujudkan azas inisiatif guna mengelola dan memelihara jaringan

irigasi demi kemanfaatan yang sebesar-besarnya. Disini, pola desentralisasi sangat diharapkan

terutama pada areal-areal yang merupakan kewenangan daerah (Baca Pasal 16, 17, dan 18 PP

20/2006). Petani melalui P3A dan GP3A, diharapkan memiliki inisisatif swadaya ataupun swakelola

dalam melestarikan kedayagunaan jaringan irigasi, sementara pemerintah sesuai daerah

kewenangannya bertanggungjawab untuk mendukung inisiatif yang muncul dari petani.

Page 9: Sistem Pertanian

2.    Terpadu; keterpaduan yang dimaksud bukan hanya pada proses pemeliharaan pelestarian jaringan,

akan tetapi lebih diutamakan pada pemanfaatan yang sebesar-besarnya untuk meningkatkan

kesejahteraan petani lahan beririgasi yang pada akhirnya mewujudkan ketahanan pangan yang solid.

Disini, dituntut koordinasi dan konsolidasi program antara 4 pemangku kepentingan pembangunan

lahan beririgasi, yaitu Petani (P3A), PU Pengairan, Dinas Pertanian Tanaman Pangan, dan Bappeda

sebagai motor pembangunan daerah. Keterpaduan bukan hanya dari segi pemanfaatan, akan tetapi

juga dari segi pembiayaan operasional dan pemeliharaan.

3.    Berwawasan lingkungan: dimaksudkan sebagai pemenuhan azas kelestarian pemanfaatan dan

kegunaan. Oleh karenanya, disini dituntut pelaksanaan program pemeliharaan yang baik dan

terstruktur serta dukungan program pelestarian sumber daya air itu sendiri yang merupakan

wewenang dan tanggung jawab Ditjen SDA dan Kehutanan. Dari segi teknis pemanfaatan, Dinas

Pertanian dituntut pula melaksanakan sistem pertanian yang mendukung azas pelestarian lingkungan

hidup seperti menerapkan sistem pertanian terpadu, integrasi tanaman dan ternak, metode budidaya

padi organik (melalui metode SRI atau Jajar Legowo), PHT, dan lain-lain.

4.    Transparansi, akuntabel, dan berkeadilan; poin ini merupakan hal yang gampang-gampang susah

untuk dilaksanakan. Tidak ada kriteria yang jelas untuk memonitor realisasinya. Paling tidak kita

dapat mengharapkan partisipasi masyarakat petani untuk dapat mengontrol ketiga poin tersebut.

Dengan adanya peraturan ini, petani melalui organisasi P3A / GP3A dapat melakukan aksi

pengawasan langsung atas proses dan pembiayaan operasi dan pemeliharaan di wilayah

kewenangannya. Azas ini mensyiratkan bahwa proses pembangunan adalah milik masyarakat petani

dan petani mempunyai hak untuk menentukan arah pembangunan daerahnya dan menuntut

transparansi, akuntabilitas, dan keadilan kebijakan yang dilaksanakan.

C. Kelebihan dan Kekurangan Sistem Pertanian dari Masa ke Masa

Sistem pertanian dari masa ke masa yang dibangun oleh berbagai generasi tentunya akan

menghasilkan dampak positif bagi masyarakat, tetapi begitupun tentunya juga memiliki kekurangan

yang timbul akibat kebijakan-kenijakan tersebut. Berikut akan dibahas beberapa hal yang menjadi

kelebihan maupun kekurangan pembangunan sistem pertanian pada masa Orde Baru dan Masa

Reformasi.

1.  Kelebihan

a.  Orde Baru

  Terciptanya kestabilan ekonomi Indonesia dengan adanya REPELITA.

  Berkembangnya kemampuan petani dalam hal pengolahan lahan maupun produksi bahan pangan

menjadi lebih modern.

  Terjadinya peningkatan produksi hasil pertanian yang menjadikan Indonesia berhasil bangkit dari

masalah kebutuhan pangan dengan menciptakan swasembada pangan.

Page 10: Sistem Pertanian

  Terciptanya kualitas sumber daya manusia yang lebih kompeten dan menghasilkan

b.  Reformasi

Pada program yang dijalankan pemerintah tentng program SRI dapat dilihat beberapa

kelebihan di antaranya:

  SRI hanya membutuhkan benih yang jauh lebih sedikit.

  Produktifitas dengan sistem SRI telah terbukti secara signifikan meningkat.

  Sistem pengairan yang intermitten / terputus sampai kondisi tanah kering meretak akan memperbaiki

lingkungan mikro bagi tanah sehingga secara pasti akan memperbaiki kondisi tanah.

  Penggunaan air yang jauh lebih sedikit dibanding dengan sistem konvensional akan memperbaiki

efisiensi pengairan dan dengan demikian memiliki potensi bagi perluasan areal irigasi.

  Pada kebijakan tentang Pembangunan Pertanian Lahan Beririgasi dapat dilihat beberapa kelebihan di

antaranya:

  Meningkatkan kesejahteraan petani lahan beririgasi yang pada akhirnya mewujudkan ketahanan pangan

yang solid.

  Semua pihak memiliki dan berkewajiban mengelola dan memelihara jaringan irigasi demi kemanfaatan

yang sebesar-besarnya.

  Proses pembangunan adalah milik masyarakat petani dan petani mempunyai hak untuk menentukan

arah pembangunan daerahnya dan menuntut transparansi, akuntabilitas, dan keadilan kebijakan yang

dilaksanakan.

2. Kekurangan

a. Orde Baru

  Timbulnya kesulitan untuk mengatasi dampak dari kemajuan pengolahan tanaman yang lebih modern.

  Petani menjadi tertinggal kerena kurangnya penyuluhan pertanian kepada para petani.

  Terjadi keterbelakangan subsektor selain pangan dikarenakan pemerintah lebih mengutamakan

kemajuan dalam produksi tanaman pangan.

b. Reformasi

  Petani belum siap dengan beberapa kebijkan dari pemerintah yang dianggap terlalu sulit dan

merepotkan.

Page 11: Sistem Pertanian

  Dalam permasalahan irigai petani menjadi kebingungan akibat tidak memahami penduan yang tidak

pasti dalam sistem pembagian air.

2.1.4 Solusi

Permasalahan yang timbul pada sistem pembangunan pertanian tersebut sebenarnya menjadi

pemicu bagi para ahli di bidang pertanian untuk memecahkan bagaimana mencari solusi dari masalah

tersebut.

Beberapa masalah yang tecipta dari masa Orde Baru maupun Reformasi sebenarnya

memerlukan pemecahan yang cukup sederhana dan dapat dipahami dengan mudah oleh para petani

agar dapat melakukan prodes produksi bahan pangan maupun hasil hortikultura yang dapat

meningkatkan kemajun pertanian Indonesia.

Permasalahan tentang lahan irigasi yang ingin memperluas areal untuk meningkatkan

produksi padi sawah sebenarnya telah terjawab dengan hadirnya padi SRI yang mampu menghasilkan

padi lebih banyak namun dengan konsumsi air yang sedikit. Hanya saja dalam penanaman padi SRI

ini juga mengalami hambatan dengan kurangnya buruh tani yang bekerja untuk mengembangkan

sistem padi ini diakibatkan para petani yang sebagian besar memiliki pekerjaan lain dan menjadikan

kegiatan pertanian menjadi pekerjaan sampingan. Seharusnya pengembangan padi SRI menjadi solusi

tepat bagi sulitnya membuka areal irigasi bagi petani, hanya saja hal itu harus sejalan dengan kegiatan

petani yang lebih fokus pada produktifitas tanaman-tanaman pangan.

Sedangkan permasalahan penggunaan air lahan irigasi yang membingungkan petani akibat

ketidakjelasan panduan penggunaan dan pembagian air seharusnya menjadi perhatian yang lebih bagi

penyuluh pertanian sehingga lebih meningkatkan penyuluhan untuk menambah pengetahuan para

petani yang tidak hanya terfokus tentang penggunaan air lahan irigasi, tetapi juga pada masalah

pembibitan, pembasmian hama, maupun pada pemberian pupuk dengan dosis yang tepat bagi

tanaman.

Pada kebijakan pemerintah tentang REPELITA dan Revolusi Hijau yang bertujuan

meningkatkan ketahanan pangan dengan meningkatkan produktifitas tanaman pangan menuju

swasembada pangan mengakibatkan permasalahan pada keterbelakangan produktifitas subsektor

tanaman selain tanaman pangan seperti hortikultura. Seharusnya peningkatan produktifitas dari

tanaman pangan juga diimbangi dengan peningkatan produktifitas tanaman lainnya seperti tanaman

hortikultura.

2.2    Sistem Bertanam Daerah Tropika

Pertanian di daerah tropik adalah suatu sistem pertanian dimana pertanianya menggunakan

minim air.

A.      Karakteristik:

  Dilakukan pada daerah tropis/sub-tropis, yang diperkenalkan oleh bangsa Eropa

Page 12: Sistem Pertanian

  Pertanian skala besar, dengan lahan yang luas, pemanfaatan yang dimaksimalkan, dan hasil produksi

seluruhnya untuk ekspor (sistem berorientasi ekspor).

  Fasilitas yang lengkap dan alat-alat pertanian yang sudah canggih.

  Metode, staf, mesin, dan pupuk kebanyakan berasal dari Eropa.

  Pekerja kasar berasal dari orang-orang lokal, dan di tingkat manajerial dan staf teknis dikuasai orang-

orang barat.

  Jumlah pekerja sangat banyak, karena belum dimekanisasi (misalnya mengambil pucuk daun teh,

menyadap karet), yang diupah rendah.

  Tanaman yang ditanam seperti karet, teh, kopra, kopi, dan tebu dalam suatu kualitas yang telah

distandardisasi.

  Hasil produksi diekspor, dari negara dengan iklim hangat ke dunia Barat.

B.       Sistem pertanian di daerah tropis cenderung berubah ke salah satu dari dua keadaan ekstrem:

1.    Penggunaan input luar secara besar-besaran; selanjutnya akan disebut Height external input

agriculture (HEIA).

2.    Pemanfaatan sumber daya lokal yang semakin intensif dengan sedikit atau sama sekali tak

menggunakan input luar, hingga terjadi degradasi sumber daya alam; selanjutnya disebut (LEIA).

C.      Perkembangan Sistem Pertanian di Daerah TropisBanyak pendapat tentang pengertian dan klasifikasi sistem bertanam, yang salah satu

diantaranya akan dikemukakan disini. Ada lima kategori yang sudah banyak dikenal, yaitu sistem

perladangan berpindah, sistem tadah hujan semi intensif, sistem tadah hujan intensif, sistem irigasi,

sistem campuran tanaman semusim dan tahunan.

Dalam perkembangan dari pertanian di daerah tropis dan subtropis, Whittlesey (201)

membedakan sistem pertanian sebagai berikut:

Page 13: Sistem Pertanian

  Nomadic Herding/penggunaan lahan berpindah-pindah. Nomadic herding dalam pertanian merupakan

bentuk primitif dari adaptasi untuk daerah kering yang luas dimana curah hujan tidak cukup untuk

menghasilkan panen.

  Livestock Ranching. Livestock ranching merupakan perkembangan dari penggembalaan berpindah-

pindah (nomadic grazing), dimana lahan digunakan lebih ekstensif dan peduli untuk memelihara dan

meningkatkan perkembangbiakan hewannya.

  Shifting cultivation. Pengecualian terhadap tanah vulkanik yang belum dewasa, tanah lahan tinggi pada

daerah yang sangat lembab dan tropis lembab secara keseluruhan kurang baik dan pada daerah ini

kemungkinan pertaniannya terbatas.

  Shifting cultivation merupakan salah satu bentuk pertanian yang tertua.

  Rudimentary Sedentary Tillage. Petani primitif mungkin segan untuk membebaskan area dimana dia

menemukan kecocokan kondisi yang tidak biasa, kemungkinan karena tanahnya sangat subur atau

telah adanya pasar untuk hasil panennya.

  Mata Pencaharian Bercocok Tanam secara Intensif dengan Padi sebagai Hasil Dominan (Intensive

Subsistence Tillage with Rice dominant).

  Mata Pencaharian Bercocok Tanam secara Intensif tanpa Padi (Intensive Subsistence Tillage wihout

Rice).

D.      Masalah yang Berhubungan dengan Hasil Pangan di Daerah Tropis Kering  Erosi

Tanaman tegalan, seperti jagung, , ubi jalar dan kacang-kacangan, tidak membutuhkan banyak air

sebagaimana padi, tetapi tanaman-tanam an tersebut ditanam di lahan miring pada musim hujan

karena tidak tumbuh secara baik di lahan datar karena tanahnya sering digenangi air.

  Sistem Bertanam

Bedeng yang dibangun pada tanah yang gampang tergenang dapat memberikan peluang penanaman

sejumlah tanaman selain padi. Dapat dikemukakan di sini beberapa contoh sistem pertanaman yang

berproduksi baik di daerah kering.

  Bedeng kecil

Padi dapat secara langsung ditugal pada permukaan bedeng di awal musim hujan. Sesudah padi

dipanen, kacang hijau dapat ditanam diantara tunggul rumpun padi.

  Bedeng besar

Page 14: Sistem Pertanian

Tanaman-tanaman selain padi dan kedelai peka terhadap kelebihan air. Oleh karena itu, untuk

menjamin keberhasilan tanaman tersebut di musim hujan, pembuatan bedeng besar diperlukan.

2.3    Sistem Perladangan Berpindah

Pada mulanya sistem perladangan berpindah terjadi pada saat pertama kali manusia mengenal

bercocok tanam. Dengan tingkat pengetahuan yang sangat rendah, manusia pada waktu itu belum

mengenal pengelolaan lahan dan teknologi yang digunakan dapat disebut asal tanam.

Ladang Berpindah adalah kegiatan pertanian yang dilakukan dengan cara berpindah-pindah

tempat. Ladang dibuat dengan cara membuka hutan atau semak belukar.

Sistem ladang berpindah ini dapat mengakibatkan dampak negatif, diantaranya:

  Mengurangi luas hutan.

  Kerusakan hutan.

  Tanah menjadi tandus / lahan kritis.

  Tanah mudah tererosi.

  Kebakaran hutan.

  Pencemaran udara.

Perladangan berpindah (shifting cultivation) merupakan satu diantara yang menerapkan

teknologi konservasi dalam pertanian yang lebih berintegrasi dengan sistem alami. Perladangan

berpindah (shifting cultivation) merupakan suatu sistem yang dibangun berdasarkan pengalaman

masyarakat dalam mengolah lahan dan tanah yang dipraktekan secara turun menurun. Secara negatif,

Page 15: Sistem Pertanian

perladangan berpindah dianggap menyebabkan penggundulan hutan dan erosi tanah yang sangat

kritis. Tuduhan yang paling sering, saat kebakaran hutan di Kalimantan, salah satu yang dianggap

menjadi sebab adalah sistem perladangan berpindah. Kemudian, dari segi produktivitas dianggap

sangat rendah, apalagi bila dibandingkan dengan resiko lingkungan yang akan terjadi.

Namun demikian, sisi positifnya, bahwa sistem perladangan berpindah ini lebih akrab dengan

sistem alami yang tentunya lebih adaptif, karena mempertahankan struktur alami dari pada melakukan

perubahan ekosistem yang sangat baru. Pada kesempatan ini, sisi positif perlu mendapat perhatian

yang lebih mendalam, terutama bila dihubungkan dengan konservasi, yaitu (i) pemberaan ( fallow)

dalam konservasi tanah dan (ii) sistem perladangan berpindah sebagai suatu bentuk pertanian

konservasi.

Page 16: Sistem Pertanian

2.4  Sistem Tadah Hujan Semi Intensif dan Intensif serta pola tanam

Sistem bertanam adalah pola-pola tanam yang digunakan petani dan interaksinya dengan

sumber-sumber alam dan teknologi yang tersedia. Sedangkan pola tanam adalah penyusunan cara dan

saat tanam dari jenis-jenis tanaman yang akan ditanam berikut waktu-waktu kosong (tidak ada

tanaman) pada sebidang lahan tertentu. Pola tanam ini mencakup beberapa bentuk/macam sebagai

berikut:

1. Multiple Cropping (System Tanam Ganda)

Penanaman lebih dari satu jenis tanaman pada sebidang tanah yang sama dalam satu t ahun.Yang

termasuk dalam Sistem Tanam ganda ini adalah : Intercropping, Mixed Cropping, dan Relay

Cropping.

a.    Intercropping (Sistem Tumpangsari)

Penanaman serentak dua atau lebih jenis tanaman dalam barisan berselang-seling pada

sebidang tanah yang sama. Sebagai contoh yang umum dilakukan oleh petani di India adalah

tumpangsari antara tanaman sorghum dan tanaman kacang tunggak dan di Indonesia antara tanaman

ubikayu dan jagung atau kacang tanah.

b. Mixed Cropping (Sistem Tanam Campuran)

Penanaman dua atau lebih jenis tanaman secara serentak dan bercampur pada sebidang lahan

yang sama. Dewasa ini termasuk di Indonesia., sistem ini jarang digunakan petani karena adanya

berbagai masalah terutama yang menyangkut pemeliharaan. Sistem tanam campuran lebih banyak

diterapkan dalam usaha pengendalian hama dan penyakit.

c. Relay Cropping (Sistem Tanam Sisipan)

Penanaman sisipan adalah penanaman suatu jenis tanaman ke dalam pertanaman yang ada

sebelum tanaman yang ada tersebut dipanen. Atau dengan istilah lain : suatu bentuk tumpang sari

dimana tidak semua jenis tanaman ditanam pada waktu yang sama. Suatu contoh khas di Indonesia

adalah : padi gogo dan jagung ditanam bersama-sama kemudian ubikayu ditanam sebagai tanaman

sela satu bulan atau lebih sesudahnya.

Page 17: Sistem Pertanian

2. Seguantial Cropping ( Pergiliran Tanaman)

Penanaman lebih dari satu jenis tanaman pada sebidang lahan dalam satu tahun, dimana

tanaman kedua ditanam setelah tanaman pertama dipanen. Demikian pula bila ada tanaman ketiga,

tanaman ini ditanam setelah tanaman kedua dipanen.

3. Maximum Cropping (Sistem Tanam Maksimum)

Adalah pengusahaan lahan untuk mendapatkan hasil panen yang setinggi-tingginya tanpa

memperhatikan aspek ekonomisnya (biaya, pendapatan dan keuntungan) dan apalagi aspek kelestarian

produksinya dalam jangka panjang.

4. Sole Cropping/Monoculture (Sistem Tanam Tunggal)

Adalah penanaman satu jenis tanaman pada lahan dan periode waktu yang sama. Pertanian

lahan kering di Indonesia (selain lahan hutan) mencapai 57 juta ha dan 18 juta ha diantaranya sudah

mengalami degradasi yang berarti adanya penurunan produktivitas dan ancaman perusakan

Page 18: Sistem Pertanian

lingkungan. Apabila dibiarkan. Lahan yang mengalami proses degradasi tersebut akan bertambah

rusak dan akhirnya menjadi lahan kritis. Lahan kering yang kritis/marginal inilah yang merupakan

factor penyebab rendahnya kesejahteraan masyarakat, sehingga perlu dilakukan upaya peningkatan

produktivitasnya. Salah satu system bertanam yang berpeluang besar adalah system bertanam

konservasi dengan budidaya tanaman lorong (“aley cropping”). Sistem bertanam ini merupakan cara

konservasi vegetatif yang efektif dan murah, serta menyumbangkan bahan hijauan yang dapat

digunakan sebagai sumber bahan organik tanah dan pakan ternak.

Page 19: Sistem Pertanian

BAB III

PENUTUP

1.      Kesimpulan

Pembangunan pertanian merupakan hal yang harus bagi setiap negara untuk terus

memperbaharui produktifitas hasil buminya yang berupa tanaman, seperti tanamn pangan, tanaman

hortikultura maupun tanaman perkebunan untuk meningkatkan ketahanan pangan bagi bangsanya

yang terus meningkan. Selain itu juga bisa menghasilkan devisa yang cukup besar bagi negara.

Pada masa Orde Baru presiden Soeharto giat melakukan pembangunan pertanian dengan

melakukan beberapa kebijakan seperti REPELITA, Revolusi Hijau, BIMAS, INMAS, INSUS, dan

Panca Usaha Pertanian untuk meningkatkan pembangunan pertanian khususnya dalam peningkatana

produktifitas tanaman pangna yang akhirnya mampu mewujudkan Indonesia swasembada pangan.

Kebijakan-kebijakan juga terus berlanjut pada masa Reformasi hingga sekarang yang

menghasilkan cara-cara yang lebih modern dan tidak menyulitkan bagi para petani untuk memberikan

hasil terbaik dari sektor pertanian Indonesia seperti pembuatan areal irigasi maupun penemuan bibit-

bibit unggul yang menghasilkan hasil terbaik dari sektor pertanian.

2.      Saran

Pembangunan sistem pertanian di Indonesia menghasilkan beberapa kemajuan yang cukup

pesat bagi bangsa ini. Tapi pada beberapa persoalan terdapat hal-hal yang mengalami kekurangan

yang mengakibatkan pembangunan pertanian berjalan tidak seimbang.

Pada sistem pertanian pada daerah yang masih menggunakan sistem pertanian yang lebih tertinggal

dari daerah lainnya hendaknya meningkatkan penyuluh pertanian untuk memberikan penyuluhan bagi

para petani.

Selain itu pembangunan areal irigasi hendaknya merata pada setiap daerah, begitupun dengan

pengembangan sistem SRI yang dinilai cukup memberikan banyak keuntungan untuk diaplikasikan

secara merata.

Page 20: Sistem Pertanian

DAFTAR PUSTAKA

Supriatna, Nana. 2007. Sejarah untuk Kelas XII Sekolah Menengah Atas Program Ilmu

Pengetahuan Alam. Bandung: Grafindo Media Pratama (Hal 14-25 dan Hal 102-105)

Badrika, I Wayan. 2006.  Sejarah untuk SMA Kelas XII. Jakarta: Erlangga (Hal 15-17)

Pusposutardjo, Suprodjo dan Susanto, Sahid. 1992. Perspektif dari Pengembangan Managemen

Sumber Air dan Irigasi Untuk Pembangunan Pertanian. Yogyakarta: Liberty (Hal 26-28)

Mosher, A.T. 1965. Menggerakkan dan Membangun Pertanian. New York: Franklin Book

Programs.Inc

Tim pengajar unja.2004.Dasar-dasar Agronomi.UNJA

Harjadi, S.S.1984.Pengantar Agronomi.Dapartemen Agronomi Fakultas Pertanian IPB.

PT Gramedia Jakarta.

Yogi, Sugito.1994.Dasar-dasar Agronomi.Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya.

Sugito, Y.1994.Dasar-dasar Agronomi.Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya, Malang.