SISTEM SURVEILANS DAN SITUASI PENYAKIT ZOONOSIS DI INDONESIA

Direktorat Kesehatan HewanDirektorat Jenderal Peternakan

DEPARTEMEN PERTANIAN

Drh. Turni Rusli Syamsudin,MM

Seminar Setengah Hari Civas, Bogor 20 Desember 2008

+ 200 penyakit zoonosis yang telah diketahuibeberapa abad yang laluAgen penyebab : bakteri, parasit, virus danpenyebab lain yang tidak biasa(http://www.who.int/zoonoses/en/)

Selama beberapa dekade terakhir, rata-rata muncul 1 penyakit berbahaya setiap tahunnya, dan kira-kira 75% daripenyakit tersebut adalah zoonosis (Emerging zoonoses and pathogens of public health concern , L.J. King, Rev. sci. tech. Off. int. Epiz., 2004, 23 (2), 429-433)

Zoonosis merupakan ranah utama dari Kesehatan Hewan danKesehatan Masyarakat Veteriner, (http://www.who.int/zoonoses/vph_intro/en/)

PENDAHULUAN

• UU No. 6 Tahun 1967 : - Definisi : Penyakit yang dapat menular dari

hewan pada manusia dan sebaliknja- Kesehatan Hewan : Urusan-2 keswan,

kesmavet dan kesrawan )• Urusan-2 Kes Ma Vet meliputi al : urusan-urusan

kesehatan bhn makanan yg. berasal dari hewandan urusan penyakit hewan yang termasukanthropozoonosis.

• Untuk kepentingan pemeliharaan kesehatanmanusia & ketentraman batin masy, dengan PP ditetapkan ketentuan al. ttg : 1). Pemberantasanrabies dan anthropozoonosis lain. 2). Kerjasamadgn instansi-2 yg berkepentingan dgn kesehatan.

Zoonosis (Anthropozoonosis)Zoonosis (Anthropozoonosis)

Sistem Deteksi Dini (EWS) dari Penyakit Hewan, termasuk Zoonosis

• Deteksi dini dan peramalan muncul maupunpenyebaran wabah di area baru merupakan syarat penting dalam pengendalian penyakit, termasuk penyakit zoonosa.

• Pengembangan Emergency Preparedness Plan (Kesiagaan Darurat VeterinerIndonesia/Kiat Vetindo) PHM Strategis

• Sistem pengamatan penyakit (surveillance system) dan kemampuan mengontrolsumber/agen penyakit untuk mencegahpenyebaran penyakit lintas batas geografis.

(Lanjutan…..)Early Warning dan Early Reaction/Responsdari penyakit hewan lintas batas(Transboundary Animal Diseases/TADs ) merupakan langkah yang lebih mudah danlebih ekonomis dibandingkan denganpenanganan bilamana penyakit sudahmenyebar luas.

Dari aspek kesehatan masyarakat, deteksidini wabah penyakit hewan denganmengetahui potensi zoonotik dapat digunakansebagai tolak ukur dalam pencegahan angkamobiditas dan mortalitas.

Emerging Emerging ZoonosisZoonosis

Emerging zoonosis adalah penyakit zoonosa yang baru dikenali, atau yang pernah terjadi sebelumnya, tetapimenunjukkan peningkatan kejadian ataupenyebaran dalam suatu wilayah, hospesatau vektor. Beberapa dari penyakit ini lebih lanjutmenjadi lebih berkembang dan efektifserta dapat berpindah dari manusia kemanusia.

Kesehatan Hewan, KesehatanMasyarakat dan Perdagangan

Kesehatan Hewan

Kesehatan Masyarakat

Perdagangan

OIE & Peraturanlainnya

KontrolZoonosis

PeraturanPerdagangan

BIOSEKURITIBIOSEKURITIBIOSEKURITIBIOSEKURITI

STRATEGISTRATEGISTRATEGISTRATEGI

KOORDINASIKOORDINASIKOORDINASIKOORDINASI

PERDAGANGANPERDAGANGANPERDAGANGANPERDAGANGAN

Lanjutan :

Ruang Lingkup :

Melindungi dampak arus perdagangan hewandan produk hewan yang sejalan denganWTO/SPS yang sesuai dengan aspek kesehatanhewan dan manusia

Perdagangan

Meminimalkan risiko yang berhubungan denganpenyakit zoonosis

Kesehatan Masyarakat

Memastikan sistem produksi dari aspekkesehatan hewan dan mengurangi dari faktorrisiko

KesehatanHewan

KEBIJAKAN PENCEGAHAN, PENGENDALIAN DAN PEMBERANTASAN PENYAKIT HEWAN MENULAR

(TERMASUK ZOONOSIS) � DILAKUKAN SECARA BERTAHAP BERDASARKAN

PRIORITAS YANG DIKENAL SEBAGAI “PENYAKIT HEWAN MENULAR STRATEGIS” YAITU : - YANG BERDAMPAK KERUGIAN EKONOMI LUAS/TINGGI

KARENA BERSIFAT MENULAR,- MENYEBAR DENGAN CEPAT SERTA BERAKIBAT

ANGKA MORBIDITAS DAN MORTALITAS TINGGI (MEMILIKI EKSTERNALITAS TINGGI)

- BERPOTENSI MENGANCAM KESEHATAN MASYARAKAT.

� PHM STRATEGIS YANG MENDAPATKAN PRIORITAS DAERAH DAN YANG SIFATNYA ENDEMIS/SPORADIS,UNTUK PENGENDALIANNYA MENJADI TUGAS PEMPROP BERSAMA PEM KAB/KOTA.

� PENGENDALIAN DAN PEMBERANTASAN PHM YANG BERSIFAT ZOONOSIS MENDAPAT PRIORITAS KARENA DIPANDANG SEBAGAI BAGIAN DARI ANTISIPASI PERLINDUNGAN TERHADAP KESEHATAN MASYARAKAT.

Prinsip pengendalian PHM menjadi tugasPemerintah Pusat :

Fokus pada penyakit yang bersifat wabah danmenyebar lintas Provinsi, Regional danNasionalBerdampak ekonomisAncaman bagi kesehatan dan kehidupanmanusia (zoonosis)

Saat ini prioritas pencegahan, pengendalian danatau pemberantasannya ada 12 jenis PHM. Penyakit wajib dilaporkan ke Pusat setiap bulan

12 Jenis PHM Prioritas Nasional1. Rabies2. Brucellosis3. Anthrax4. Jembrana5. Bovine Viral Diarrhea6. Septicemia Epizooticae7. Infectious Bovine Rhinotracheitis8. Hog Cholera9. New Castle Disease 10. Infectious Bursal Disease 11. Salmonellosis12. Avian Influenza

PHM EKSOTIK1. PMK; 2.Nipah; 3. JE; 4. BSE; 5. HENDRA

PHM Prioritas Daerah1. Anthrax2. SE 3. ND

PHM PRIORITAS NASIONAL BERSIFAT ZOONOSIS YAITU: 1. RABIES, 2. BRUCELLOSIS, 3. ANTHRAX,

4. SALMONELLOSIS, 5. AI

PENYAKIT ZOONOSIS

Bakteri :anthrax, brucellosis, E. coli, leptospirosis, plague, shigellosisTularaemia

ParasitCysticercosis/Tae-niasisechinococcosis/hydatidosistoxoplasmosistrematodosis

Rickettsial diseasesQ-fever

Virusrabies avian influenza, crimean-congo haemorrhagic feverebolarift valley fever

Penyebab lainbovine Spongiform Encephalopathy

Penyakit zoonosis lain yang pentingbrucellosis echinococcosis/hydatidosis

WILD LIFE

• Plaque-> bacterium yersinia pestis• Bartonella henselae->kucing• Baylisascaris procyonis -> cacing

intestin raccoons• Capillaria sp.• Trichursis sp.• Toxocara sp.

Bacterial Foodborne & Diarrheal Disease

• Shiga toxin produk E.coli

• Listeriosis

• Salmonella

• Shigella

• Botulism

• Vibrio

• Penghasil intero toxin -> E.coli

Bacillus cereus

Clostridium perfringens

Staphylococus aureus

Food or waterborne disease

Salmonella pp.

Shigella dysenteriae

Escherichia coli O157; H7

Vibriocholerae

Cryptosporidium parvum

KATEGORI C

Nipah virus

Hantavirus

Tickborne hemorrhagic fever virus

Tickborne encephalitis virus

Yellow Fever

8.862.3491206565.3661.596275

8.854.98

2Total

6.144.83645453421861

6.144.25

32004

1.040.57069001.24014710

1.039.10

42005

1.157.60560038423027

1.156.95

82006

472.50101592.644765229468.8632007

46.837010756268845.8042008

Total

Toxo

plas

mosis

Leptospi-

rosis

Bovine

cysticercosisRabies

Brucello

sisAnthraxHPAITahun

Penyakit Zoonosis Di Indonesia Tahun 2004- Oktober 2008

PENYAKIT ZOONOSISDI INDONESIA

Data Surveilans Avian Influenza

Di IndonesiaTahun 2004-2008

60052.146Okt 2008

1.00654.0942007

91880.2492006

81845.8652005

44211362004

Hasil Uji PositifJumlah SampelTahun

• Sumber data: INFOLAB Berdasar Laporan BPPV/BBVet

Sumber: Laporan Dinas Daerah (SIKHNAS)

Jumlah Kasus Avian Influenza di Indonesia Tahun 2004-2008

0

1000000

2000000

3000000

4000000

5000000

6000000

7000000

Jum

lah

Kas

us

Tahun

HPAI

Tahun 2004 2005 2006 2007 2008

HPAI 6.144.253 1.039.104 1.156.958 468.863 45.804

1 2 3 4 5

DATA UPP AI DIOLAH DARI LAPORAN DINAS

Hasil Surveilans PDSR Jan. 2006 – April 2008 (database lama):

� Kasus AI meningkat pada Januari, Februari

PDSR visits, all LDCC combined, HPAI cases and percentage diagnoses by visit

0

2000

4000

6000

8000

10000

12000

14000

Janu

ary

Feb

ruar

yM

arch

Apr

ilM

ayJu

neJu

lyA

ugus

tS

epte

mbe

rO

ctob

erN

ovem

ber

Dec

embe

rJa

nuar

yFeb

ruar

yM

arch

Apr

ilM

ayJu

neJu

lyA

ugus

tS

epte

mbe

rO

ctob

erN

ovem

ber

Dec

embe

rJa

nuar

yFeb

ruar

yM

arch

Apr

il

2006 2007 2008

0.00%

2.00%

4.00%

6.00%

8.00%

10.00%

12.00%

14.00%Surveillance visit s HPAI diagnoses % diagnosis

Yogyakarta Province PDSR visits and HPAI cases

050

100150200250300350400

Feb

ruar

yM

arch

Apr

ilM

ayJu

neJu

lyA

ugus

tS

epte

mbe

Oct

ober

Nov

embe

rD

ecem

ber

Janu

ary

Feb

ruar

yM

arch

Apr

ilM

ayJu

neJu

lyA

ugus

tS

epte

mbe

Oct

ober

Nov

embe

rD

ecem

ber

Janu

ary

Feb

ruar

yM

arch

2006 2007 2008

0.0%5.0%10.0%15.0%20.0%25.0%30.0%35.0%

HPAI diagnoses Surveillance visits HPAI %

Lampung Province PDSR visits and HPAI cases

0

200

400

600

800

1000

1200S

epte

mbe

rO

ctob

erN

ovem

ber

Dec

embe

rJa

nuar

yF

ebru

ary

Mar

chA

pril

May

June

July

Aug

ust

Sep

tem

ber

Oct

ober

Nov

embe

rD

ecem

ber

Janu

ary

Feb

ruar

yM

arch

Apr

il

2006 2007 2008

0.0%5.0%10.0%15.0%20.0%25.0%30.0%35.0%

HPAI cases Number of visits HPAI %

Banten Province PDSR visits and HPAI cases

050

100150200250300350400450

Aug

ust

Sep

tem

beO

ctob

erN

ovem

ber

Dec

embe

rJa

nuar

yF

ebru

ary

Mar

chA

pril

May

June

July

Aug

ust

Sep

tem

beO

ctob

erN

ovem

ber

Dec

embe

rJa

nuar

yF

ebru

ary

Mar

chA

pril

2006 2007 2008

0.0%2.0%4.0%6.0%8.0%10.0%12.0%14.0%16.0%18.0%20.0%

HPAI cases Number of visits HPAI %

Jakarta Province PDSR visits and HPAI cases

050

100150200250300350

Dec

embe

rJa

nuar

yF

ebru

ary

Mar

chA

pril

May

June

July

Aug

ust

Sep

tem

ber

Oct

ober

Nov

embe

rD

ecem

ber

Janu

ary

Feb

ruar

yM

arch

Apr

il

2006 2007 2008

0.0%1.0%2.0%3.0%4.0%5.0%6.0%7.0%

HPAI cases Number of visits HPAI %

Intensifikasi surveilans pada daerah target

– Membuat sistem surveilans pasar tradisional dan tempat penampungan unggas di Jabodetabek (phase I), dilanjutkan daerah lain di Wilayah Jawa Bagian Barat lainnya (phase II)

– Penguatan surveilans berkelanjutan pada unggas pedesaan dengan menambah jumlah Tim PDSR dan manjemen pengendalian

– Lanjutan profiling Usaha Peternakan komersial di Jawa Barat dan Banten

– Profiling produksi dan lalulintas Itik di Kab terpilih di JawaBarat dan Banten

– Survey serologis tertarget pada populasi itik terbatas di JawaBarat dan Banten untuk identifikasi populasi risiko tinggi

RABIES

Kasus Rabies Di Indonesia Tahun 2004-2008

342

1240

384

2644

756

0

500

1000

1500

2000

2500

3000

2004 2005 2006 2007 2008 Bengkulu (70), Jambi (14), Kalsel (15), Kalteng(4), Kaltim (2), Lampung (10), NAD (5), NTB (1), NTT (429), Riau (103), Sulsel (31), Sulteng(6), Sumbar (40), Sumsel (13), Sumut (13)

2008

Bengkulu (67), Gorontalo (5), Jambi (63), Jabar (2), Kalsel (16), Kalteng (19), Kaltim (4), Lampung (11), Malut (74), NTT (1733), Riau(198), Sulsel (63), Sulteng (63), Sultra (40), Sumbar (181), Sumsel (1), Sumut (104)

2007

Kalteng (24), NAD (4), NTT (5), Sulsel (102), Sumbar (84)

2006

Bengkulu (135), Jambi (42), NTT (873), Riau(65), Sulsel (68), Sulteng (26), Sumbar (27), Sumsel (4)

2005

Bengkulu (102), Jambi (93), Kalteng (2), NAD (1), Riau (16), Sulsel (46), Sulteng (10), Sultra(18), Sumbar (42), Sumsel (12)

2004

PropinsiTahun

Data Surveilans RabiesDi Indonesia Tahun 2004-2008

Agust2008

2007

2006

2005

2004

Tahun

351

376

567

663

465

JumlahSampel

349

374

547

568

463

Hasil UjiPositif

99,4%

99,4%

96,4%

85,6%

99,6%

Prosentase

• Sumber data: Infolab Laporan BPPV/BBVet

KeteranganKeterangan ::

DibebaskanDibebaskan (6 (6 PropinsiPropinsi : 1997 & 2004): 1997 & 2004)TertularTertular Rabies 19 Rabies 19 PropinsiPropinsi , , PropinsiPropinsi Bali : Bali : SK.MentanSK.Mentan ))Target Target bebasbebas Pulau/PropinsiPulau/Propinsi : : Sumatera&KalimantanSumatera&Kalimantan daridari 2004 2004 menjadimenjadi 2007, 2007, SulawesiSulawesi daridari2005 2005 menjadimenjadi 2007, Flores 2007, Flores daridari 2000 2000 menjadimenjadi 2008 ? 2008 ?

20072007**

2007*2007*

2003*2003*

2008*2008*

2007*2007*

1997

1953

19831958

1974

1958

1959

1956

1970

1975

1971

19721972

BebasBebas HistorisHistoris (6 (6 PropinsiPropinsi ))

2007*2007*

2003

2004

1997

SEBARAN GEOGRAFIS RABIESDI INDONESIA TAHUN 2008

2008

PULAU BALI TERTULAR RABIES DAERAH TERTULARRABIES. HASIL UJILAB. BBVET DPSRDan BBVET MAROS28 NOP 2008

Dasar Hukum :KEP. MENTAN No.1637.1/2008, 1 Des 2008PERAT. GUB. BALI No.88/2008, 1 Des 2008

STOPSTOP

P.LOMBOK DAN P.SUMBAWA(NTB) ---- FREE ZONE

DKI, JATENG, DIY DAN JATIMFREE ZONE

1. Lemahnya kepedulian ( Awarennes ). Kasus gigitan pertama 2 September dan baru dike-tahui/dilaporkan Din Pet & Din Kes Prop dan BBVet, 21 Nopember 2008 (2,5 bulan)setelah 17 kasus gigitan dan 3 orang meninggal (pernah dig igit) dan 1 orang dirawatdi RSUP Dpsr. yg akhirnya juga meninggal 23 Nop. ----- h asil PCR positif rabies.Sampai 3 Des 2008, orang yg. digigit 45 oleh 32 ekor anj ing.

2. Kurangnya kewaspadaan dini thd. resiko tinggi ancaman masuknya rabies ke Bali.

LOKASI KASUS RABIES DI P. BALIKABUPATEN BADUNG

DESA TERTULAR :

1. KEDONGANAN2. JIMBARAN3. UNGASAN

DISINYALIR BANYAKNYANELAYAN TRADISIONALDARI BUGIS DAN FLORESYG. MEMBAWA HPR (SEBAGAI PENOLAK BALA)MENDARAT DI PANTAIKADONGANAN

Lokasi Kasus

KECAMATAN TERTULAR :

1. KUTA2. KUTA SELATAN

PROPINSI NTB SEBAGAI DAERAH BEBASYANG TERANCAM

KHUSUSNYA P.SUMBAWA MENGINGAT KAB. MANGGARAI BARATterutama KECAMATAN KOMODO, AWAL 2008 TELAH TERJADI

RABIES DI 5 DESA DAN KORBAN MANUSIA 3 ORANG PERLU KEWASPADAAN TINGGI DAN PENGAWASAN LALU LINTAS KETAT

KHUSUSNYA TRANSPORTASI DARAT TRANS PULAU DAN PELAYA RANRAKYAT/NELAYAN TRADISIONAL

TINDAKAN YANG TELAH DILAKUKAN

• KEP. MENTAN No.1637.1/2008, 1 Des 2008• PERAT. GUB. BALI No.88/2008, 1 Des 2008• ELIMASI S/D 12 DESEMBER 281 EKOR• VAKSINASI S/D 12 DESEMBER 734 ANJING• SOSIALISASI • KOORDINASI SELURUH JAJARAN

PEMERINTAH TERKAIT/STAKE HOLDER

� Semua anjing wajib divaksinasi (daerah tertular/terancam) � Konsolidasi (penyisiran ulang) vaksinasi� Menggunakan metode LAS dan dilakukan secara Massal� Eliminasi HPR liar/diliarkan setelah pelaks. sosialisasi

� Sbg Dasar diagnosa dan sangat membantu Depkes� Sampel dikirim ke BPPV Reg/Lab Keswan yg. Ditunjuk� Menggunakan metode pewarnaan Seller dan FAT� Positif Seller atau FAT, maka orang yang digigit harus

segera mendapat pengobatan (Pasteur treatment)

� Untuk mencegah masuknya rabies ke daerah bebasatau mencegah penyebaran lebih luas

� Pengawasan lalu lintas antar kabupaten/kota� Pemanfaatan pos/cek poin� Peranan pihak karantina hewan pada entry/exit point

VAKSINASI DAN ELIMINASI/DEPOPULASI HPR

OBSERVASI HPR

LALU LINTAS HEWAN PENULAR RABIES (HPR )

� Peran aktif Pemerintah Kab/Kota/Kec/Desa (SKB) � Seluruh kelompok masyarakat dan diutamakan melalui

jalur pendidikan dan rumah tangga sec. terus menerus� Diarahkan cara pemelihaaraan HPR yg.bertanggung jawab

dan adanya hak dan kewajiban memelihara HPR

� Dasar perencanaan pemberantasan (Populasi cepat berubah)� Peran aktif Pem Kab/Kota dibantu Desa/RW/RT (SKB)� Era otonomi daerah : Dapat ditempuh kebijakan daerah

yang memberikan insentif kepada masyarakat

� Pengamatan dilaks. Secara aktif di lapangan dan pasifdari laporan

� Penyidikan untuk EWS, mendeteksi secara dini, diagnosacepat dan respos cepat bila terjadi wabah

� Pelaks. Surveilans pasca vaksinasi

PENYULUHAN & DESIMINASI INFORMASI (KIE)

PENDATAAN DAN REGISTRASI HPR

PENGAMATAN DAN PENYIDIKAN PENYAKIT

� Peran aktif Pemerintah Kab/Kota/Kec/Desa (SKB) � Pembuatan PERDA khususnya tentang kewajiban pemelihara

HPR spt. Vaksinasi dan diberi tanda, diikat/di halaman, dibrongos bila keluar rumah,dll.

� Pembatasan jumlah kepemilikan HPR tiap rumah tangga

� Melalui Instruksi Gub/Bupati/walikota� Menggerakkan unsur Depkominfo/Penerangan� Penggerakan unsur Penyuluh Pertanian,Kader,Pemuka/tokoh

masy.dan pemuka agama

� Penangkapan dan observasi atau dibunuh untuk bhn diagnosa� Penderita gigitan HPR tersangka rabies segera dilaporkan

petugas Dinkes/dibantu dibawa ke Puskesmas/Rabies Center

PENERTIBAN & PENGAWASAN PEMELIHARAAN

PENINGKATAN PERAN MASYARAKAT

TINDAKAN THD. HPR TERSANGKA & MEMBANTU PENDERITA GIGITAN

Kasus Penyakit Anthrax Di Indonesia Tahun 2004-2008

1 1027

229

80

50

100

150

200

250

2004 2005 2006 2007 2008

Sumber: Laporan Dinas Daerah

NTB (8)2008

NTB (21), NTT (208)2007

NTB (20), Sulsel (7), 2006

Jawa Timur (1), NTB (9)

2005

NTB (1)2004

PropinsiTahun

PROPINSI ENDEMIK ANTHRAX DI INDONESIAPROPINSI ENDEMIK ANTHRAX DI INDONESIAPROPINSI ENDEMIK ANTHRAX DI INDONESIA

CatatanCatatan ::Propinsi Endemik Anthrax :1. Sumbar 4. Jabar 7. Sultra2. Jambi 5. Jateng 8. Sulteng3. Jakarta 6. Sulsel 9. NTB

10. NTT

PENGENDALIAN ANTHRAX

�� BagiBagi daerahdaerah bebasbebas anthrax, anthrax, didasarkandidasarkan kepadakepadapengawasanpengawasan ketatketat pemasukanpemasukan hewanhewan ternakternakkeke daerahdaerah tersebuttersebut

�� BagiBagi daerahdaerah endemikendemik anthrax, anthrax, didasarkandidasarkan padapadapelaksanaanpelaksanaan vaksinasivaksinasi ternakternak secarasecara rutinrutindiikutidiikuti monitoringmonitoring

�� BagiBagi ternakternak tersangkatersangka sakitsakit, , diisolasidiisolasi, , penyuntikanpenyuntikan antibiotikaantibiotika dandan 2 2 mingguminggu kemudiankemudiandisusuldisusul dengandengan vaksinasivaksinasi anthraxanthrax

�� PengawasanPengawasan pemotonganpemotongan hewanhewan didi RPH (ante RPH (ante dandan post mortem inspection)post mortem inspection)

Ternak penderita diasingkan dalam kandangLimbah ditampung dalam lubang 2-3 meter dekat kandang kemudian dibakarDiberi suntikan antibiotik 4-5 hari sesuai anjuranpenggunaannyaBasmi lalat penghisap darah di sekitar kandangKandang dan peralatan didesinfeksi, sedangkan kandang bambu/alang-alangdibakarTidak diperbolehkan ada lalulintas hewan ataubahan-bahan asal hewan keluar masuk lokasitertular

Perlakuan Di Areal Tertular Anthrax

Ternak yang keluar daerah harus sehat, dari lokasiyang 14 hari tidak ada klinis anthrax atau sesudah14 hari atau tidak lebih dari 5 bulan telah divaksinanthrax dan paling lambat satu hari sebelumdikeluarkan telah disuntik dengan antibiotikadosis maksimalPengaturan hasil produksi ternak mengikutiketentuan peraturan perundangan bidangKESMAVET tentang AnthraxBangkai anthrax dilarang keras dibedah dan harusdibakar habis kemudian sisa dikubur sedalam 3 meter

Perlakuan Di Areal Tertular Anthrax

Kasus Brucellosis Di Indonesia Tahun 2004-2008

186147

230

765

268

0

100

200

300

400

500

600

700

800

2004 2005 2006 2007 2008

Bali (131), Bengkulu (4), Jateng (2), Jatim (82), Kalsel(7), NAD (19), Sulsel (22), Simsel (1)

2008 (8)

DKI (672), Jatim (35), Kalsel(11), Kaltim (5), Malut (8), NAD (9), NTT (5), Riau (4), Sulsel (7), Sulteng (5), Sultra(1)

2007 (11)

Bengkulu (3), DKI (80), Jateng (21), Jatim (99), NAD (14), Sulsel (13)

2006 (6)

Bengkulu (5), Jateng (12), Jatim (34), NTT (38), Sulsel(57), Sulsel (1)

2005 (6)

DKI (60), NAD (106), Sulsel(12), Sultra (8)

2004 (4)

PropinsiTahun

Sumber: sikhnas berdasar Laporan Dinas Daerah

Data Surveilans Brucellosis Tahun 2004-2008

• Sumberdata: Infolab

LaporanBPPV/BBVet

Okt2008

2007

2006

2005

2004

Tahun

2617

3647

2681

6585

6596

JumlahSampel

612

700

1074

1193

1719

Hasil UjiPositif

23,38%

19,19%

40,05%

18,1%

26,06%

Prosentase

PENGENDALIAN PHM STRATEGIS

BRUCELLOSIS DI INDONESIA

P. Lombok BebasTh.2002

Surveilans BPPVPrevalensi 0,07 %, Th. 2000-2004

Rencana bebas th.2005 ?

PREVALENSI > 2% (Vaksinasi)

Tidak ada kasus > 5 tahun (T&S)

PREVALENSI < 2% (T&S)

Bebas

PREVALENSI ?

Rencana bebas tahun….. ?

Brucellosis

Pada Manusia

• Malta Fever

• Undulant Fever• Mediterranean Fever

• Rock Fever of Gibraltar• Gastric Fever

Pada Hewan

• Bang’s Disease

• Enzootic Abortion• Epizootic Abortion

• Slinking of Calves• Ram Epididymitis

• Contagious Abortion/Keluron Menular

KEGIATAN OLEH DAERAH

� PENGUJIAN DAN VAKSINASI

� Semua populasi sapi perah wajib uji� Sampel RBT positif kirim ke BBV/Labkeswan yg ditunjuk� Vaksinasi untuk prevalensi > 2%� Melaporkan setiap bulan dgn. Form standar

� REAKTOR SETELAH VAKSINASI (RB 51)

� CFT positif Brucellosis -----Beri tanda khusus,� Isolasi CFT positif -- Hewan tidak dilalulintaskan.

� LALU LINTAS TERNAK

� RBT dan CFT negatif sertifikat uji berlaku 1 tahun, ternak boleh ditransportasikan terbatas

� Pengawasan ketat dokumen lalu lintas ternak

Identifikasi Keberhasilan dan Permasalahandi Indonesia

� Pulau Kalimantan telah nol kasus sejak tahun 2000-2004 (surveilans aktif)

� Kecuali NAD dan Lampung, Pulau Sumatera nol kasus lebih 5 tahun(surveilans pasif)

� Jawa Tengah dan DI Yogyakarta semua 14 ekor reaktor positiftelah dipotong dengan pemberian kompensasi

� DKI Jakarta, Jawa Timur dan Jawa Barat masih terdapatreaktor positif brucellosis, telah dipotong bersyarat tetapi masih tersisakarena belum cukup tersedia biaya kompensasi

� Pulau Lombok berhasil dibebaskan tahun 2002, kemudiandilanjutkan surveilans Pulau Sumbawa dengan target bebas tahun 2005.

� Evaluasi oleh BPPVR VI Tahun 2000, Pulau Timor berhasil diturunkanprevalensinya dari 38,5 % menjadi 9,4 % (penurunan 4% /tahun)

UPAYA TINDAK LANJUT

� Komitmen berkelanjutan antara pemerintah Pusat dan Daerah

� Peningkatan pengamatan penyakit melalui survei seroepidemiologis

Pada daerah prevalensi penyakit > 2% maka untuk pengendalianBrucellosis sapi perah di P. Jawa diminta kepada Pemerintah Daerah,koperasi dan peternak mendukung program vaksinasi disamping pengujianuntuk penentuan reaktor

Ternak yang positif Brucellosis diisolasi, diberi tanda Cap S.

� Dana operasional harus berkesinambungan mulai tahun 2005 sampaiBrucellosis di Jawa dapat terkendali.

� Pengawasan lalu lintas hewan, bahan asal hewan dan hasil bahan asalhewan sesuai peraturan perundangan yang berlaku.

Outbreak salmonellosis belum pernahdilaporkan.

Prioritas dalam upaya pengendalianterutama dalam Pullorum test.

Kerjasama dengan Negara lain terutamadalam Pullorum test di export farm.

Salmonellosis masih menjadi problem diexport telur dan layer farm.

Salmonellosis (Pullorum, Enteriditis)

Salmonellosis pada Ayam

• INFOLAB SUMBER DATA DARI BBVET/BPPV

12752007

592006

341382005

5622004

Hasil Uji PositifJumlah SampelTahun

Toxoplasmosis

Sumber data: Laporan BPPV/BBVet di Indonesia

681042005

1222008

6452006

45722004

3448662003

Hasil UjiPositif

Jumlahsampel

Tahun

Data Surveilans Leptospirosis

di Indonesia Tahun 2004-2008

1672008

4642004

4842003

Hasil UjiPositif

JumlahSampel

Tahun

•Sumber data: Infolab Laporan BPPV/BBVet

• PELAKSANAAN SURVEILANS MASIH SANGAT TERBATAS BAIK JENIS PENYAKIT MAUPUN JUMLAH SAMPLE YANG MEMENUHI PERSYARATAN.

• PERLU DITINGKATKAN PELAKSANAAN SURVEILANS PENYAKIT ZOONOSIS BAIK YANG SUDAH ADA DI INDONESIA MAUPUN YANG EKSOTIK SESUAI DENGAN KAIDAH EPIDEMIOLOGI

• KETERBATASAN DANA DALAM PELAKSANAAN SURVEILANS SEHINGGA DIPRIORITASKAN HANYA BEBERAPA PENYAKIT TERTENTU

• KOORDINASI SELURUH INSTANSI TERKAIT DAN PERENCANAAN YANG MATANG DALAM PELAKSANAAN SURVEILANS