Upload
others
View
3
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
SISTEM USAHA TANI TERPADU ANTARA
PREKEBUNAN KOPI KAKAO DENGAN
TERNAK KAMBING
OLEH :
IR. I KETUT WARSA PARIMARTHA, MP
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2016
KATA PENGANTAR
Pada kesempatan ini puji syukur penulis panjatkan ke hadapan Tuhan
Yang Maha Esa, atas berkat dan rahmatNya penulis dapat menyelesaikan
paper yang berjudul “Sistem Usaha Tani Terpadu Antara Perkebunan Kopi
Kakao Dengan Ternak Kambing“, dapat diselesaikan tepat pada waktunya.
Sudah tentu paper ini isinya jauh dari sempurna, oleh karena itu pada
kesempatan ini mohon kritik dan saran demi sempurnanya paper ini.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada
yang terhormat Bapak Prof. Dr. Ir. Ida Bagus Sudana, M.Rur.Sc yang banyak
memberikan bimbingan dan masukan dalam penulisan paper ini.
Akhirnya penulis berharap semoga paper ini memberikan informasi
dan manfaat bagi pembaca.
Denpasar, 5 Juli 2016
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ............................................................................
DAFTAR ISI .........................................................................................
DAFTAR TABEL .................................................................................
I. PENDAHULUAN .......................................................................
1.1 Latar Belakang .....................................................................
1.2 Perumusan Masalah ..............................................................
1.3 Tujuan ..................................................................................
1.4 Metode Penulisan ..................................................................
II. TINJAUAN PUSTAKA ...............................................................
2.1 Potensi dan Peranan Usaha Peternakan Kambing ...................
2.2 Potensi Hasil Tanaman Perkebunan .......................................
III. PEMANFAATAN LIMBAH USAHA TANI TERPADU
TANAMAN PERKEBUNAN DENGAN TERNAK KAMBING ....
3.1 Pemanfaatan Limbah Untuk Mengurangi Pencemaran
Lingkungan ..........................................................................
3.2 Limbah Kotoran Ternak Kambing Untuk Pupuk Organik .......
3.3 Limbah Tanaman Perkebunan Untuk Pakan Ternak Kambing.
3.4 Proses Pengolahan Limbah Perkebunan dan Proses Aktivitas
Aspergillus ...........................................................................
IV. SIMPULAN DAN SARAN ..........................................................
4.1 Simpulan ..............................................................................
4.2 Saran ...................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR TABEL
No. Nama Tabel Halaman
1. Populasi Ternak di Bali tahun 2003 .................................................
2. Konversi Produk (Convension of Production) Komoditas
Perkebunan .....................................................................................
3. Standar Produktivitas (Standard of Field) Beberapa Komoditas
Utama Perkebunan Rakyat...............................................................
4. Kandungan Hara Kompos Dengan Berbagai Cara Pengolahan ..........
5. Data Produksi Buah Kopi Per Pohon Dengan Berbagai Jenis
Kompos ..........................................................................................
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Wilayah Propinsi Bali meliputi luas 5.632,86 km2,
dengan jumlah penduduk sebanyak 3.139.022 jiwa. Pemanfaatan lahan
tersebut sebagai lahan pertanian dan perkebunan seluas 215,971 Ha
(38,34%) dan tanah kering yang umumnya untuk lahan peternakan
seluas 182.520 Ha (32,40%) (Anon, 2005). Data tersebut menunjukkan
bahwa sebagian besar areal tanah di Bali (70,74%) masih sangat
potensial untuk mengembangkan pembangunan ekonomi Bali dari
sektor pertanian itu dapat dikembangkan dengan konsep sistem dan
perusahaan agribisnis secara baik, maka akan mampu meningkatkan
peranannya terhadap PDRB mendampingi perkembangan sektor
industri dan jasa (Suparta,2005)
Beberapa komoditas agribisnis perkebunan seperti kopi, kakao,
panili. sayur dan agribisnis peternakan seperti kambing, sapi potong
babi dan ayam yang memiliki prosfek pasar lokal, nasional
internasional.
Ternak kambing sampai saat ini masih merupakan peluang pasar
terbuka lebar. Di daerah Bali sendiri produksi kambing petani masih
belum dapat memenuhi kebutuhan.
Jumlah ternak kambing pada tahun 2003 sekitar 96.003 ekor
(Tabel 1), mengalami penurunan dari tahun sebelumnya. Sedangkan
kebutuhan daging kambing terus meningkat akibat kebutuhan lokal,
industri pengolahan dan pariwisata, sehingga untuk memenuhi
kebutuhan masih harus mendatangkan kambing hidup atau daging dari
luar daerah (Anon, 2003). Sebagai contoh pada tahun 2002 sebanyak
10.962 ekor kambing dari luar daerah masuk ke Bali (Anon, 2003).
Menurut Suparta (2005), produksi daging kambing tahun 2003 adalah
dimana 134,8 ton. Di samping kebutuhan nasional masih kurang,
peluang eksport ternak kambing juga terbuka seperti negara-negara
Asean dan Timur Tengah.
Berdasarkan potensi lahan untuk pengembangan kambing di
Bali masih cukup besar, terutama di kawasan sentra perkebunan dan
lahan marginal. Di daerah Bali terdapat areal perkebunan seluas
167.892 Ha, terdiri perkebunan kelapa 72.398 Ha, kopi 43.289 Ha,
kakao 8.622 Ha, panili 367 Ha, mete 14.705 Ha, cengkeh 22.435 Ha,
Lada 63 Ha dan lain-lainnya (Anon, 2005).
Potensi sumber daya alarn di Bali, masih memiliki daya dukung
cukup besar untuk pengembangan kambing. Ternak kambing dapat
secara intensif sebagai salah satu komponen dalam diversifikasi usaha
tani bersama tanaman perkebunan. Pemeliharaan ternak kambing
dalam areal perkebunan sangat mendukung efisiensi usaha tani, karena
hasil kotoran ternak dapat dimanfaatkan sebagai kompos untuk pupuk
tanaman perkebunan (Guntoro, dkk., 2001).
Beberapa kawasan seperti Buleleng, Jembrana dan Karangasem
merupakan kawasan terpadu yang berpotensi untuk dikembangkan
menjadi kawasan sistem terpadu antara ternak kambing dengan
tanaman perkebunan. Di kawasan perkebunan tersebut umumnya para
petani memelihara ternak kambing dengan tujuan utama sebagai
sumber pupuk, di samping untuk mendapatkan anak, daging, dan susu
sebagai sumber tambahan pendapatan (Guntoro, 2004).
Tabel 1
Populasi Ternak Di Bali Tahun 2003
No Jenis Ternak Jumlah
(Ekor)
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Sapi Bali
Sapi Perah
Kerbau
Babi Bali
Babi Sandle Black
Babi Landrace
Kambing
Domba
Unggas
Aneka Unggas
592.074
891
7.765
298.923
320.481
939.046
96.003
96.125
10.347.164
82.817
Sumber : Guntoro, 2001
Sistem usaha tani terpadu antara perkebunan (kopi, kako, mete)
di Bali sudah cukup lama, sejak digalakkannya pengembangan
kambing PE tahun 1980-an. Tetapi pola integrasinya yang ada belum
optimal.
Berkaitan dengan hal tersebut di atas maka diperlukan suatu
strategi keterpaduan antara usaha peternakan dengan perkebunan.
Salah satu penerapan konsep pertanian terpadu, berkelanjutan lintas
sektoral dan ramah lingkungan disebut konsep : Low External Input
Sustainable Agricultural (LEISA). Tanaman dalam suatu kawasan
perkebunan dapat sekaligus dikembangkan usaha pemeliharaan ternak
kambing dengan memanfaatkan sumber daya lokal secara optimal
(Anon, 2002). Limbah perkebunan (kopi, kakao, mete), melimpah
selama musim panen, dapat diproses dan dimanfaatkan untuk pakan
kambing, dan limbah kotoran ternak kambing dijadikan kompos untuk
meningkatkan kesuburan tanah dan pada gilirannya dapat
meningkatkan produktivitas produksi perkebunan.
1.2 Perumusan Masalah
Dengan adanya perbaikan manajemen reproduksi ternak
kambing, akan dapat mempercepat peningkatan populasi ternak
kambing di suatu wilayah atau areal perkebunan, sebagai dampaknya
dapat meningkatnya produksi limbah kotoran kambing. Demikian pula
meningkatnya produksi perkebunan (kopi, kako, mete), akan
menghasilkan limbah, berupa kulit kopi, kulit kakao yang semakin
banyak, maka perlu penanganan limbah kotoran kambing dan limbah
perkebunan dengan teknologi tepat guna.
1.3. Tujuan
Tujuan daripada usaha tani terpadu perkebunan dengan ternak
kambing :
Untuk meningkatkan produktivitas dan efisiensi usaha tani ternak
kambing peningkatan kemampuan reproduksi, serta integrasi
peternakan kambing dengan tanaman perkebunan.
Pemanfaatan potensi hasil ikutan berupa limbah, seperti kulit kopi,
kulit kakao sebagai sumber pakan.
Limbah kotoran ternak kambing sebagai sumber pupuk organik.
1.4 Metode Penulisan
Metode dalam penulisan paper ini merupakan kajian pustaka.
Uraian-uraian berdasarkan metode kualitatif. Dan data yang diperoleh
beberapa sumber dan kasus-kasus dalam suatu penelitian.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Potensi dan Peranan Usaha Peternakan Kambing
Dalam kondisi sekarang ini peran ternak ruminansia kecil
khususnya ternak kambing sangatlah penting bagi petani peternak di
pedesaan. Peranan ini tergambar dalam sumbangan yang nyata
terhadap pendapatan peternak. Kesinambungan dari sistem usaha tani
dan pemenuhan akan kebutuhan daging dan susunya dalam rangka
meningkatkan gizi masyarakat (Bhinawa, 1994). Ternak kambing
ditemukan di semua zona agro-ekologi tanpa pengecualian dan
merupakan bagian yang tak terpisahkan dari sistem pertanian di
wilayah ini (Huta Suit, 1986).
Keuntungan memelihara kambing menurut Monika Wodzicka
(1993), adalah :
Sebagai sumber pendapatan
Ternak kambing menyediakan protein hewani (susu, daging) yang
sangat penting pemenuhan gizi masyarakat.
Sumber rabuk, kambing ikut mempertahankan kesuburan lahan
perkebunan dengan kembalinya feces dan air seni ke tanah yang
nantinya dimanfaatkan oleh tanaman perkebunan dalam sistem
usaha tani terpadu dengan kambing.
Pemanfaatan limbah, kambing dapat memanfaatkan limbah
perkebunan (kopi, kakao) dan industri hasil pertanian menjadi
pakan ternak yang sangat berguna.
Kambing merupakan ternak ruminansia kecil yang makan
utamanya hijauan (Sarwono, 1999). Dedaunan salah suatu makanan
hijauan bagi ruminansia kecil terutama kambing. Kesediaan dedaunan
semakin sedikit, karena lahan yang tersedia semakin kecil.
Hal ini disebabkan karena sebagian areal lahan dipakai untuk
pemukiman dan pembangunan lain. Untuk mengatasinya peternak
dapat menggunakan limbah dari hasil perkebunan seperti kulit kakao,
kopi untuk pakan kambing.
Kambing memiliki prospek pasar yang cukup besar baik di
dalam maupun luar negeri, namun daya reproduksi yang masih relatif
idah Dari aspek reproduksi menurut Haryanto, dkk., (1997), masih
diperlukan beberapa perbaikan manajemen antara lain dengan
memperlendek selang beranak, meningkatkan jumlah anak per
Hasil penelitian oleh Guntoro (2001), membuktikan bahwa melalui
Inseminasi Buatan (IB) dengan semua pejantan unggul dapat kan bobot
lahir serta pertumbuhan ternak, dan jika dipadukan teknologi lase
punktur untuk gertak berahi akan meningkatkan Jain inseminasi.
2.2. Potensi Hasil Tanaman Perkebunan
Berdasarkan Dinas Perkebunan Propinsi Bali, ada beberapa
istilah (termologi) tentang pengertian perkebunan yaitu :
Perkebunan besar, adalah perkebunan yang diselenggarakan atau
dikelola secara komersial oleh perusahaan besar yang terdiri dari
asast perkebunan besar negara atau perkebunan besar swasta.
Perkebunan besar negara, adalah perkebunan besar yang dikelola
oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN) atau Badan Usaha Milik
Daerah (BUMD).
Perkebunan besar swasta, adalah perkebunan yang diselenggarakan
atau dikelola oleh Badan Usaha Swasta Nasional “Join Venture”
maupun swasta asing.
Perkebunan rakyat, usaha tanaman perkebunan yang
diselenggarakan atau dikelola oleh perorangan (tidak berbadan
hukum).
Petani pekebun, adalah orang yang benar-benar membudidayakan
perkebunan dengan tujuan, sebagian atau seluruhnya untuk
dijual atau memperoleh pendapatan / keuntungan atas resiko
sendiri.
Luas areal tanaman perkebunan di Bali sangat luas yaitu
167,892 ha, beberapa perkebunan kopi, perkebunan kakao, perkebunan
kelapa, perkebunan panili, perkebunan cengkeh dan lain-lainnya
(Anon, 2005).
Menurut laporan statistik Dinas Perkebunan Propinsi Bali tahun
2005 bahwa, perkembangan hasil produksi beberapa perkebunan
rakyat, sangat memberikan sumbangan terhadap pendapatan daerah
Bali. Khususnya untuk tanaman perkebunan kopi, kakao, jambu mete
sudah dilakukan penelitian penerapan sistem terpadu atau integrasi
dengan ternak kambing. Sebagai contoh di Desa Bongan Cina dan
Desa Puncak Sari Kabupaten Buleleng, dan Desa Yeh Embang dan
Desa Poh Santen Kabupaten Jembrana (Guntoro, 2001). Mengenai
produksi kakao dan kopi tahun 2004 adalah 3.696 ton dan 19.064 ton.
Konvensi produksi, adalah rendemen dari wujud produksi saat
panen menjadi bentuk akhir setelah mengalami pengolahan. Rendemen
(Conversion of Production) beberapa komoditas perkebunan rakyat di
Bali disajikan dalam Tabel 2.
Tabel 2
Konvensi Produksi (Conversion of Production)
Komoditas Perkebunan
No Jenis Tanaman/Kinds of
Plans
Wujud
Produksi Saat
Panen/Form
of Harvested
Bentuk Akhir
Produksi/Form
of Finished
Product
Rendemen/
Rendement
(%)
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
Kelapa dalam
Kelapa hybrida/Kelapa genjah
Kopi arabika
Kopi robusta
Cengkeh
Panili
Jambu mete
Kakao
Kapok
Karet
Tembakau rakyat
Tembakau Virginia
Lada
Tebu lahan kering
Kenanga
Kayu manis
Kencur
Jahe
Lengkuas
Kunir/kunyit
Aren/enau
Lontar/siwalan
Kelapa deres
Buah kelapa
Buah kelapa
Buah basah
Buah basah
Bunga basah
Polong basah
Mentor basah
Buah basah
Buah basah
Lateks
Daun basah
Daun basah
Buah basah
Batang tebu
Bunga
Kulit basah
Rumpun segar
Rumpun segar
Rumpun segar
Rumpun segar
Air nira
Air nira
Air nira
Kopra
Kopra
Kopi beras
Kopi beras
Bunga kering
Polong kering
Mete glondong
Biji kering
Serat/biji
Lateks kebun
Rajangan
Krosok kering
Lada kering
Gula hablur
Minyak atsiri
Kulit kering
Rumpun segar
Rumpun segar
Rumpun segar
Rumpun segar
Gula merah
Gula merah
Gula merah
20
15
16-18
20-25
15-20
20
75
33-35
22/26
20-28
11
14
30
8-10
1,3
50
100
100
100
100
15
15
15
Sumber : Dinas Perkebunan Provinsi Bali, 2005
Untuk dapat memberikan arah dan sasaran dalam pembinaan
produksi perkebunan rakyat, oleh karena itu sangat penting adanya
standar produktivitas masing-masing komoditas yang sedang
dikembangkan (Tabel 3).
Tabel 3
Standar Produktivitas (Standard of Field)
Beberapa Komoditas Utama Perkebunan Rakyat
No Jenis Tanaman/Kinds of Plans Bentuk Hasil/Form
of Finished Produc
Produktivitas/
Yield (Kg/Ha/Th)
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
Kelapa dalam
Kelapa hybrida
Kopi arabika
Kopi robusta
Cengkeh
Panili
Kakao
Jambu mete
Kapok
Lada
Tembakau rakyat
Tembakau Virginia
Tebu lahan kering
Kemiri
Jahe gajah
Jahe lokal
Kunir
Kencur
Kayu manis
Kopra
Kopra
Kopi beras
Kopi beras
Bunga kering
Polong kering
Biji kering
Mete glondong
Serat
Lada kering
Rajangan
Krosok kering
Batang basah
Biji kupasan
Umbi segar
Umbi segar
Umbi segar
Umbi segar
Kulit kering
1.250
600
700
800
400
100
1.100
450
200
250
750
1.700
65.000
320
7.500
6.000
11.250
5.250
17.500
Sumber : Dinas Perkebunan Provinsi Bali, 2005
Menurut laporan statistik Dinas Perkebunan Provinsi Bali tahun
2005 bahwa, perkembangan hasil produksi beberapa perkebunan
rakyat,m sangat memberikan sumbangan terhadap pendapatan daerah
Bali. Khususnya untuk tanaman perkebunan kopi, kakao, jambu mete
suah dilakukan penelitian penerapan sistem terpadu atau integrasi
dengan ternak kambing. Sebagai contoh di Desa Bongan Cina dan
Desa Puncak Sari Kabupaten Buleleng, dan Desa Yeh Embang dan
Desa Poh Santen Kabupaten Jembrana (Guntoro, 2001). Mengenai
produksi kakao dan kopi tahun 2004 adalah 3.696 ton dan 19.064 ton.
III. PEMANFAATAN LIMBAH USAHA TANI TERPADU
PERKEBUNAN DENGAN TERNAK KAMBING
3.1. Pemanfaatan Limbah Untuk Mengurangi Pencemaran Lingkungan
Limbah temak adalah sisa buangan dari suatu kegiatan usaha
peternakan seperti usaha pemeliharaan, rumah potong hewan,
pengolahan produk ternak, dan lain-lain. Limbah tersebut meliputi
limbah padat dan cair seperti feces, urine, sisa makanan, bulu, darah,
tulang, dan isi rumen (Harya Putra, dkk., 1999). Semakin
berkembangnya usaha peternakan, limbah yang dihasilkan semakin
meningkat.
Limbah kotoran ternak dapat diolah menjadi pupuk organik
yang mampu meningkatkan produktivitas lahan melalui peningkatan
unsur hara dan memperbaiki struktur tanah (Suharto, 2005).
3.2. Limhah Kotoran Ternak Kambing Untuk Pupuk Organik
Limbah berupa kotoran ternak kambing merupakan sumber
pupuk organik yang sangat berguna bagi tanaman perkebunan.
Menurut (2001), pemeliharaan ternak di kawasan perkebunan di “5
ditujukan untuk produksi daging juga diharapkan sebagai . pupuk
kompos atau pupuk organik.
Dalam pengolahan limbah dilakukan dengan tiga cara yaitu :
cara petani (tradisional), dengan mikroba Rummino Bacillus dan
dengan penggunaan cacing. Dari aspek waktu, maka proses pengolahan
tercepat dengan menggunakan mikroba (2 minggu), disusul dengan
pengomposan menggunakan cacing (6 minggu), sedang dengan cara
petani 8 minggu. Berdasarkan komposisi unsur hara yang terkandung
di dalam kompos, kandungan N tertinggi terdapat pada kompos cacing
yaitu 1.65%, dengan kompos mikroba 1,28% dan dengan cara petani
kandungan N 0,090%. Sedangkan kandungan phospor tertinggi pada
kompos cacing 568,21 ppm dan kandungan kalium tertinggi pada
kompos dengan mikroba 823,68 ppm (Tabel 4).
Tabel 4
Kandungan Hara Kompos Dengan Berbagai Cara Pengolahan
No Perlakuan Kandungan Hara
N (%) P (ppm) K (ppm) Air (%)
1 Cara petani 0,90 489,71 598,57 27,72
2 Mikroba 1,28 258,48 823,68 22,28
3 Cacing 1,65 268,21 598,57 19,97
Sumber : Guntoro, 2001
Penggunaan kompos limbah kotoran kambing pada perkebunan
kopi, kakao, bahwa, jumlah dompolan yang berbuah per pohon
diperoleh tertinggi pada kompos cacing 448 buah dompolan, dengan 61
buah dompolan, dengan cara petani 282 buah dompolan. Dengan
demikian produksi kopi per pohon diperoleh tertinggi pada
penggunaan kompos cacing yaitu 9.913 biji, pada penggunaan kompos
mikroba 6.955 biji dan penggunaan kompos dengan cara petani 4.831
biji. Ini berarti penggunaan pupuk kandang dari limbah kotoran
kambing dapat meningkatkan produksi kopi dan kakao (label 5).
Tabel 5
Data Produksi Buah Kopi Per Pohon
Dengan Berbagai Jenis Kompos
Jenis Kompos
Jumlah
Dompolan Yang
Berbuah (Buah)
Jumlah Buah Per
Dompolan (Biji)
Jumlah Buah
Per Pohon (Biji)
Cacing 447,95 21,78 9.913
Mikroba 361,43 18,36 9.955
Cara petani 281,79 17,60 4.835
Sumber : Guntoro. 2001
Berdasarkan data di atas, pengolahan kotoran kambing dengan
cacing (kascing) dapat meningkatkan produksi kopi yang paling tinggi.
adanya peningkatan unsur hara dan hormon auksin akan membantu
pertumbuhan tanaman (Kartini, 1998).
3.3. Limbah Tanaman Perkebunan (Kopi, Kakao) Untuk Pakan
Ternak Kambing
Produksi tanaman perkebunan seperti kopi 19.065.021 ton,
kakao 6.053.396 ton, mete 3.031.832 ton (Anon, 2005). Menurut
Guntoro (2004), limbah kulit kopi, kulit kakao, dan mete produksinya
cukup besar. Di Ball setiap tahunnya diperkirakan terdapat limbah
kopi 21.000 ton, kakao 13.000 ton, dan mete sekitar 50.000 ton, yang
selama ini masih sebagian besar masih terbuang.
Meningkatnya produksi tanaman perkebunan akan menghasilkan
limbah yang banyak, dan dengan proses pengolahan limbah kopi
maupun kakao dapat dimanfaatkan sebagai pakan penguat (Zaenudin,
dkk., 1995). Dikatakan juga oleh Kompiang (2000), penggunaan
limbah kopi maupun kakao yang telah difermentasi diharapkan akan
memacu produktivitas ternak. serta mensubstitusi kebutuhan dedak
yang selama ini telah banyak digunakan sebagai pakan penguat, yang
harganya relatif mahal.
Melalui proses fermentasi, nilai gizi limbah tersebut dapat
ditingkatkan, sehingga layak untuk pakan penguat untuk kambing
maupun sapi bahkan untuk bahan ramuan babi dan ayam. Salah satu
fermentor yang cocok untuk limbah hasil perkebunan seperti kopi,
kakao adalah : Aspergillus niger (Guntoro, 2001).
Dengan menggunakan fermentor Aspergillus niger, kandungan
limbah kopi, kakao ditingkatkan dari rata-rata 7,8% menjadi 12,40%.
Menurut Suharto (2005), bahwa kandungan nutrisi limbah kopi adalah
bahan kering 91,77%, protein kasar 11,17%, serat kasar 21,74% dan
TDN 57,20%. Sedangkan kulit kakao adalah, bahan kering 89,39%,
protein kasar 14,99%, serat kasar, 2324% dan TON 55,52%.
Manfaat fermentasi dengan teknologi fermentasi dengan
aspergillus niger dapat meningkatkan kandungan protein, menurunkan
serat kasar dan menurunkan kandungan tanin. Pemberian limbah kopi,
kakao dapat meningkatkan produksi susu. Kambing yang diberikan
hijauan rata-rata 65 gram / ekor / hari, sedangkan dengan penambahan
limbah kopi 100 - 200 gram / ekor / hari selama 5 bulan pertumbuhan
berat badan mencapai 95 - 100 gram / ekor / hari. Jika diberikan
konsentrat berupa limbah kakao dengan dosis yang sama (100 - 200
gram / ekor / hari) akan memberikan pertambahan berat badan 115 -'
120 gram / ekor / hari.
3.4. Proses Pengolahan Limbah Perkebunan dan Proses Aktivasi
Aspergillus
Proses limbah perkebunan kopi dan kakao dengan Aspergillus
niger, caranya seperti pada skema I :
Penjelasan :
Sebelum digunakan, limbah kakao, kopi dicincang dan difermentasi
dengan aspergillus niger selama 4-5 hari, selanjutnya dikeringkan dan
kemudian digiling hingga berbentuk tepung. limbah tepung tersebut
siap digunakan untuk pakan ternak.
LIMBAH
LIMBAH TERCINCANG
LIMBAH TERFERMENTASI
TEPUNG LIMBAH
Dicincang (kopi, kakao)
Diperas airnya
Dibasahi larutan Aspergillus
Ditutup dengan goni/plastik
Dikeringkan
TEPUNG LIMBAH
Digiling
Siap digunakan
untuk pakan
ternak kambing
Penjelasan :
Sebelum aspergillus niger digunakan, perlu proses aktivasi dengan air
masak 10 liter dan ditambah dengan gula pasir, urea dan NPK,
kemudian larutan ini ditambah dengan aspergillus niger. Larutan ini
diaduk dan diaerasi sehingga aspergillus niger menjadi aktif dan siap
digunakan.
LIMBAH
+ gula pasir : 10 gram
+ urea : 50 gram
+ NPK : 50 gram
+ gula pasir : 10 gram
LARUTAN
Aspergillus : 50 gram
LARUTAN
ASPERGILLUS NIGER
ASPERGILLUS NIGER
AKTIF
(SIAP PAKAI)
Diaduk
Diaerasi : 12 – 24 minggu
IV. SIMPULAN DAN SARAN
4.1. Simpulan
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan hal-hal
sebagai berikut:
1. Usaha tani terpadu / integrasi perkebunan dengan ternak kambing
saling menguntungkan, limbah kotoran ternak kambing dibuat
pupuk kompos, untuk perkebunan kopi dan kakao. Limbah
perkebunan kopi dan kakao, diproses untuk pakan ternak.
2. Penggunaan fermentor Aspergillus niger dalam pengolahan limbah
kopi, kakao cukup efektif dalam meningkatkan nilai gizi limbah
tersebut untuk pakan temak kambing.
3. Penggunaan limbah kotoran ternak kambing yang telah diproses
dengan mikroba Rummino Bacillus dapat meningkatkan
produktivitas kopi dan kakao dibandingkan dengan penggunaan
kompos biasa pada dosis yang sama. Ini berarti jumlah produksi
kopi dan kakao akan meningkat
4.2. Saran
Berdasarkan uraian di atas, hal - hal yang dapat disarankan
adalah :
1. Perlu penggunaan limbah perkebunan kopi, kakao dicoba pada
ternak sapi, babi dan ayam.
2. Mengingat penggunaan limbah tanaman perkebunan, kopi dan
kakao terbukti efektif dalam meningkatkan pertumbuhan maupun
produksi susu kambing, demikian pula penggunaan kompos
Rummino Bacillus dapat meningkatkan produktivitas kopi, kakao,
kedua komponen teknologi ini perlu dipublikasikan kepada
masyarakat atau pada peternak.
3. Pemerintah, melalui Dinas Peternakan perlu menyebarkan sistem
usaha tani terpadu perkebunan dengan ternak kambing kepada
peternak lain, karena dapat memberikan keuntungan.
DAFTAR PUSTAKA
Anon. 2005. Statistik Perkebunan Bali. Dinas Perkebunan Propinsi Bali.
Anon. 2004. Pemanfaatan Limbah Dalam Integrasi Perkebunan Dengan
Ternak. Balai Teknologi Pertanian Bali.
Anon. 2004. Pengembangan Kawasan Agribisnis Berbasis Peternakan..
Direktorat Pengembangan Peternakan. Jakarta.
Anon. 2004. Integrasi Ternak Pada Areal Tanaman Jagung. Direktorat
Pengembangan Peternakan. Jakarta.
Bhinawa, IGN. 1994. Potensi Serta Peranan Ternak Ruminansial Kecil
Sebagai Penghasil Daging Dalam Memunjang Kebutuhan Akan
Protein Hewani Pada Masyarakat. Pidato Pengenalan Guru Besar
Tetap Dalam Ilmu Produksi Ternak. Fakultas Peternakan. UNUD.
Denpasar.
Guntoro, S. 2004. Pengkajian Pengembangan Sistem Usaha Agribisnis
Ternak Kambing. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bali.
Guntoro, S. Londra, M. Rai, P. Sriyanto, Parwati, A. 2001. Pengkajian Sistem
Usaha Tani Integrasi Ternak Kambing Dengan Tanaman Industri.
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bali.
Hutasoit, J. H. 1986. Peternakan Di Daerah Tropis Arti Ekonomi dan
Kemampuannya. PT. Gramedia. Jakarta.
Haryanto, B. dan Sutama. 1997. Ketersediaan dan Kebutuhan Teknologi
Produksi Kambing dan Domba. Makalah Seminar Nasional dan
Veteriner. Bogor.
Harya Putra, AP. Dewi, F.F.E. Aford. 1999. Pencemaran Pada Sistem
Produksi Ternak. CV. IKIP Semarang.
Kartini, HL. 1998. Budidaya Cacing Tanah Sebagai Solusi Dalam
Peningkatan Kualitas Tanah dan Pengobatan. Fakultas Pertanian.
UNUD. Denpasar.
Kompiang, IP. 2000. Peningkatan Mutu Bahan Pakan. Majalah Seminar
Pengembangan Teknologi Pertanian Ramah Lingkungan. IP2TP.
Denpasar.
Monika Wodzicka. 1993. Produksi Kambing dan Domba Di Indonesia.
Sebelas Maret University Press.
Suparta, N. 2005. Pendekatan Holistik Membangun Agribisnis. CV. Bali
Media Adhikarsa. Denpasar.
Suharto. 2005. Manajemen Agribisnis dan Teknologi Pengolahan Limbah
Ternak Sapi Bali. Makalah Seminar Sehari. BK Fapet. UNUD.
Denpasar.
Sarwono, B. 1999. Beternak Kambing Unggul. PT. Penebar Swadaya. Bogor.
Zaenudin, D. Kompiang dan Hamid, H. 1995. Pemanfaatan Limbah Kopi
Dalam Ramsum Ayam. Balai Penelitian Ternak. Bogor.