66
BAB P E N D A H U L U A N A. LATAR BELAKANG Di era tahun 50-an, Negara-negara di dunia terpolarisasi kedalam dua kutub. Ketika itu terjadi pertarungan yang kuat antra Timur dan Barat terutama sekali pada era perang dingin (cold war) antara Amerika Serikat dan Uni Sovyet. Pertarungan ini adalah merupakan upaya untuk memperluas sphere of interest dan sphere of influence. Dengan sasaran utama perebutan penguasaan atas wilayah-wilayah potensial di dunia dengan berkedok pada ideology anutan masing-masing. Sebagian Negara masuk dalam Blok Amerika dan sebagian lagi masuk dalam Blok Uni Sovyet. Aliansi dan pertarungan didalamnya memberikan akibat fisik yang negative bagi beberapa Negara di dunia seperti misalnya Jerman yang sempat terbagi menjadi dua bagian, Vietnam dimasa lalu, serta Semenanjung Korea yang sampai saat sekarang ini masih terbelah menjadi Korea Utara dan Korea Selatan.

Sjarah Gnb Asean

Embed Size (px)

DESCRIPTION

sejarah asean

Citation preview

BAB I

BAB P E N D A H U L U A N

A.LATAR BELAKANG

Di era tahun 50-an, Negara-negara di dunia terpolarisasi kedalam dua kutub. Ketika itu terjadi pertarungan yang kuat antra Timur dan Barat terutama sekali pada era perang dingin (cold war) antara Amerika Serikat dan Uni Sovyet.

Pertarungan ini adalah merupakan upaya untuk memperluas sphere of interest dan sphere of influence. Dengan sasaran utama perebutan penguasaan atas wilayah-wilayah potensial di dunia dengan berkedok pada ideology anutan masing-masing.

Sebagian Negara masuk dalam Blok Amerika dan sebagian lagi masuk dalam Blok Uni Sovyet. Aliansi dan pertarungan didalamnya memberikan akibat fisik yang negative bagi beberapa Negara di dunia seperti misalnya Jerman yang sempat terbagi menjadi dua bagian, Vietnam dimasa lalu, serta Semenanjung Korea yang sampai saat sekarang ini masih terbelah menjadi Korea Utara dan Korea Selatan.

Dalam pertarungan ini Negara dunia ketiga menjadi wilayah persaingan yang amat mempesona buat keduanya. Sebut saja misalnya Negara-negara di kawasan Asia Timur dan Tenggara seperti Indonesia, Malaysia, Thailand, Jepang serta Negara-negara di kawasan lain yang kaya akan energi dunia seperti Uni Emirat Arab, Kuwait dan Qatar.

Dalam kondisi yang seperti ini, lahir dorongan yang kuat dari para pemimpin dunia ketiga untuk dapat keluar dari tekanan dua Negara tersebut. Soekarno, Ghandi dan beberapa pemimpin dari Asia serta Afrika merasakan polarisasi yang terjadi pada masa tersebut adalah tidak jauh berbeda dengan kolonialisme dalam bentuk yang lain.

Akhirnya pada tahun 1955 bertempat di Bandung, Indonesia, 29 Kepala Negara Asia dan Afrika bertemu membahas masalah dan kepentingan bersama, termasuk didalamnya mengupas secara serius tentang kolonialisme dan pengaruh kekuatan barat. Pertemuan ini disebutkan pula sebagai Konferensi Asia Afrika atau sering disebut sebagai Konferensi Bandung. Konferensi inilah yang menjadi tonggak lahirnya Gerakan Non Blok.

B.TUJUAN

Dengan didasari semangat Dasa Sila Bandung, Gerakan Non Blok dibentuk pada tahun 1961 dengan tujuan utama mempersatukan Negara-negara yang tidak ingin beraliansi dengan Negara-negara adidaya peserta Perang Dingin yaitu USA dan Uni Sovyet.BAB II

LAHIRNYA GERAKAN NON BLOK

A.KONFERENSI ASIA AFRIKA

Konferensi Asia Afrika merupakan gagasan oleh lima Negara yaitu Indonesia, India, Pakistan, Burma dan Sri Lanka. Persiapan pertama dilakukan di Kolombo pada tanggal 28 April 2 Mei 1954. Persiapan kedua dilakukan di Bogor pada tanggal 29 Desember 1954. Melalui persiapan ini maka kemudian Konferensi Asia Afrika dilaksanakan.Akhirnya pada tanggal 18 April 1955, dimulailah Konferensi Asia Afrika yang diselenggarakan di kota Bandung. Konferensi ini berlangsung hingga tanggal 25 April 1955 dan diikuti oleh wakil dari 29 negara Asia dan Afrika.

Tujuan utama konferensi ini adalah membentuk kubu kekuatan negara-negara dunia ketiga untuk menghadapi dua kubu adidaya, Barat dan Timur. Di akhir konferensi, ditandatangani Deklarasi Bandung yang isinya kesepakatan untuk mengadakan kerjasama ekonomi dan budaya di antara negara-negara dunia ketiga serta mengakui adanya hak untuk menentukan nasib bangsa-bangsa Asia dan Afrika. Selain itu, konferensi ini juga mengeluarkan resolusi menentang penjajahan, di antaranya penjajahan Perancis atas Guinea Baru. Konferensi Asia Afrika juga menjadi pendahuluan dari terbentuknya Organisasi Gerakan Non-Blok.

Dalam Pertemuan tersebut, 29 kepala Negara Asia dan Afrika bertemu membahas masalah dan kepentingan bersama, termasuk didalamnya mengupas secara serius tentang kolonialisme dan pengaruh kekuatan barat. Pertemuan ini disebutkan pula sebagai Konferensi Asia Afrika atau sering pula disebut sebagai Konferensi Bandung.

Dari Konferensi ini dihasilkan 10 prinsip yang disepakati bersama yang sering juga disebutkan sebagai Dasa Sila Bandung, yaitu :

1. Menghormati hak-hak dasar manusia dan tujuan-tujuan serta asas-asas yang termuat di dalam piagam PBB;

2. Menghormati kedaulatan dan integrits territorial semua bangsa;

3. Mengakui persamaan ras dan persamaan semua bangsa baik besar maupun kecil;

4. Tidak melakukan intervensi atau campur tangan dalam soal-soal dalam negeri orang lain;

5. Menghormati hak-hak tiap bangsa untuk mempertahankan diri sendiri secara sendiri atau kolektif sesuai dengan piagam PBB;

6. a. Tidak menggunakan peraturan-peraturan pertahanan kolektif untuk bertindak bagi kepentingan khusus salah satu Negara besar.

b.Tidak melaukan tekanan terhadap Negara lain.

7. Tidak melakukan tindakan-tindakan atau ancaman agresi ataupun penggunaan kekerasan terhadap integritas territorial atau kemerdekaan politik suatu Negara.

8. Menyelesaikan segala perselisihan internasional dengan jalan damai, seperti perundingan, persetujuan, arbitrase atau penyelesaian hukum, atau cara damai lain berdasarkan pilihan pihak-pihak yang bersangkutan sesuai dengan piagam PBB.

9. Memajukan kepentingan bersama dan kerja sama.

10. Menghormati hukum dan kewajiban-kewajiban internasional.

Di dalam komunike akhir konferensi itu, digarisbawahi kebutuhan untuk membangun kerjasama yang saling menguntungkan antar negara-negara Asia-Afrika dalam hal pembangunan ekonomi untuk melepaskan diri dari ketergantungan melalui industrialisasi. Kerjasama ini dilaksanakan dengan membangun komitmen penyediaan asistensi teknis dalam proyek-proyek pembangunan, selain pertukaran teknologi, pengetahuan, dan pembangunan pelatihan regional dan lembaga-lembaga penelitian.

B.TERBENTUKNYA GERAKAN NON BLOK

Seperti diketahui, pembangunan Gerakan Non-blok dicanangkan dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) yang dihadiri 25 negara dari Asia, Afrika, Eropa, dan Latin Amerika diselenggarakan di Biograd (Belgrade), Yugoslavia pada tahun 1961. Pemimpin kharismatik dari Yugoslavia, Presiden Broz Tito, menjadi pemimpin pertama dalam Gerakan Non-Blok. Sejak pertemuan Belgrade tahun 1961, serangkaian Konferensi Tingkat Tinggi Gerakan Non Blok telah diselenggarakan di Kairo, Mesir (1964) diikuti oleh 46 negara dengan anggota yang hadir kebanyakan dari negara-negara Afrika yang baru meraih kemerdekaan, kemudian Lusaka, Zambia (1969), Alzier, Aljazair (1973) saat terjadinya krisis minyak dunia, Srilangka (1977), Cuba (1981), India (1985), Zimbabwe (1989), Indonesia, Kolombia, Afrika Selatan, dan terakhir di Malaysia pada tahun 2003. Dengan didasari oleh semangat Dasa Sila Bandung, maka pada tahun 1961 Gerakan Non Blok dibentuk oleh Josep Broz Tito, Presiden Yugoslavia saat ituPenggunaan istilah Non-Alignment (Tidak Memihak) pertama kali dilontarkan Perdana Menteri India Jawaharlal Nehru dalam pidatonya di Srilangka tahun 1954. Dalam pidato ini, Perdana Menteri Nehru menjelaskan lima pilar prinsipil, empat pilar diantaranya disampaikan oleh Petinggi Tiongkok Chou En-lai, yang dijadikan pedoman bagi hubungan antara Tiongkok dengan India. Lima prinsip itu disebut dengan Panchshell, yang kemudian menjadi basis dari Gerakan Non-Blok. Kelima prinsip tersebut adalah:

1. Saling menghormati kedaulatan teritorial

2. Saling tidak melakukan agresi

3. Saling tidak mencampuri urusan dalam negeri

4. Setara dan saling menguntungkan, serta

5. Berdampingan dengan Damai

Melihat kenyataan di atas, keberadaan Gerakan Negara-Negara Non-Blok secara tegas mengacu pada hasil-hasil kesepakatan dalam Konferensi Asia-Afrika di Bandung 1955. Penggunaan istilah bangsa-bangsa non-blok atau tidak memihak adalah pernyataan bersama untuk menolak melibatkan diri dalam konfrontasi ideologis antara Barat-Timur dalam suasana Perang Dingin. Lebih lanjut, bangsa-bangsa yang tergabung dalam Gerakan Non-Blok lebih memfokuskan diri pada upaya perjuangan pembebasan nasional, menghapuskan kemiskinan, dan mengatasi keterbelakangan di berbagai bidang. Dengan demikian, jelas terang bagi kita besarnya kontribusi Konferensi Bandung bagi perkembangan Gerakan Non-Blok sebagai gerakan politik dari negara-negara yang menentang perang dingin.

C.PERTEMUAN PERTEMUAN

Pertemuan-pertemuan tingkat tinggi yang diadakan oleh Negara-negara Non Blok meliputi :

1. Summit Conferences (Konferensi Tingkat Tinggi/KTT);Pertemuan ini merupakan pertemuan tertinggi dan dihadiri oleh para Kepala Negara/Kepala Pemerintahan seluruh Negara anggota Non Blok. Pertemuan ini merupakan pertemuan puncak dan sering disebut dengan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT). Keputusan-keputusan penting akan diputuskan dalam pertemuan tersebut. Pertemuan tingkat tinggi ini diselenggarakan setiap tiga tahun. Dalam membahas masalah-masalah yang ada, pertemuan ini dibagi menjadi dua komite yaitu Komite mengenai issue-issue politik dan Komite mengenai issue-issue ekonomi dan social.

Sampai saat ini telah diselenggarakan KTT sebanyak 13 kali dan bertempat di Negara-negara anggota GNB, yaitu :KTT I:01 06 September 1961 di Belgrade, Yugoslavia

KTT II:05 10 Oktober 1964, Kairo, Mesir

KTT III:08 10 September 1970, Lusaka, Zambia

KTT IV:05 09 September 1973, Aljir, Aljazair

KTT V:16 19 Agustus 1976, Colombo, Srilanka

KTT VI:03 09 September 1979, Havana, Kuba

KTT VII:07 12 Maret 1983, New Delhi, India

KTT VIII:01 06 September 1986, Zimbabwe

KTT IX:04 07 September 1989, Belgrade, Yugoslavia

KTT X:01 07 September 1992, Jakarta, Indonesia

KTT XI:18 20 Oktober 1995, Cartagena, Kolombia

KTT XII:02 03 September 1998, Durban, Afrika Selatan

KTT XIII:02 25 February 2003, Kuala Lumpur, Malaysia

2. Ministerial Conferences;

Konferensi ini merupakan pertemuan para menteri, yang bertujuan :

Meninjau/memeriksa perkembangan-perkem-bangan dan implementasi dari keputusan-keputusan yang dihasilkan KTT.

Menyiapkan KTT berikutnya

Mendiskusikan hal-hal yang dianggap penting yang akan dibawa ke KTT.

Konferensi tingkat menteri terdiri dari : Ministerial Meetings in New York;

Extraordinary Ministerial Meetings;

Ministerial Meetings of the Coordinating Bureau;

Meetings of the Ministerial Committee on Methodology;

Meetings of the Standing Ministerial Committee on Economic Cooperation;

Ministerial Meetings in various fields of International Cooperation.

Selain pertemuan tingkat tinggi tersebut diatas, pertemuan lainnya yang diselenggarakan adalah working group, task forces, contact groups and Committee.D.NEGARA ANGGOTA

Setelah hampir 50 tahun sejak disepakati Dasasila Bandung yang menjadi landasan semangat antikolonialisme di Asia Afrika, lalu dilanjutkan dengan Konferensi di Beograd yang merumuskan GNB, secara kuantitas GNB berhasil menggalang anggota dari 25 negara pada tahun 1961 dan saat ini menjadi 116 negara (terlampir) ditambah 17 negara pengamat yaitu Antiqua & Barbuda, Armenia, Azerbaijan, Belarus, Brazil, China, Costa Rica, Croatia, Dominica, Dominican Rep., El Salvador, Kazakhstan, Kyrgyztan, Mexico, Paraguay, Uruguay dan Ukraine.

Hal tersebut diatas membuktikan menguatnya sentiment antikolonialisme pasca Perang Dunia II. Format politik GNB selanjutnya berusaha mempertahankan posisi sebagai zona netral karena dalam periode Perang Dingin, Negara Asia Afrika dan Amerika Latin membutuhkan banyak waktu untuk tidak terjebak peperangan. Selain itu, kebutuhan bagi Negara-negara Asia Afrika lainnya untuk merasakan kehidupan bersama sebagai black side area tatanan dunia baru telah menjadikan nasionalisme sebagai factor terpenting. Meski demikian, GNB masih diwarnai inkonsistensi.

E.MASALAH-MASALAH ANTAR NEGARA

Disadari bahwa meskipun Negara-negara anggota GNB sendiri berupaya memegang teguh prinsip-prinsip dan cita-cita yang dianut oleh GNB sebagaimana tertuang dalam Dasasila Bandung, namun bukan berarti bahwa selama ini tidak ada masalah-masalah internal GNB.

Diantara masalah-masalah yang menonjol adalah adanya berbagai perselisihan yang terjadi diantara Negara-negara anggota GNB sendiri.

Perselisihan antara Negara anggota tertentu itu, selain mengganggu suasana kerjasama intern GNB, juga adakalanya menghambat jalannya sidang-sidang GNB. Disamping itu, disadari pula adanya kesulitan dalam mencapai kesepakatan untuk hal-hal tertentu yang disebabkan juga oleh penerapan prinsip konsensus secara kaku.

BAB IIIPERANAN INDONESIA DALAM GERAKAN NON BLOKA.INDONESIA DAN GNB

Bagi Indonesia, Gerakan Non Blok merupakan wadah yang tepat bagi Negara-negara berkembang untuk memperjuangkan cita-citanya dan untuk itu Indonesia senantiasa berusaha secara konsisten dan aktif membantu berbagai upaya kearah pencapaian tujuan dan prinsip-prinsip Gerakan Non Blok.

GNB mempunyai arti yang khusus bagi bangsa Indonesia yang dapat dikatakan lahir sebagai Negara netral yang tidak memihak. Hal tersebut tercermin dalam Pembukaan UUD 1945 yang menyatakan bahwa kemerdekaan adalah hak segala bangsa, dan oleh sebab itu maka penjajahan diatas dunia haurs dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan. Selain itu diamanatkan pula bahwa Indonesia ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Kedua mandat tersebut juga merupakan falsafah dasar GNB.

Sesuai dengan politik luar negeri yang bebas dan aktif, Indonesia memilih untuk menentukan jalannya sendiri dalam upaya membantu tercapainya perdamaian dunia dengan mengadakan persahabatan dengan segala bangsa.

Sebagai implementasi dari politik luar negeri yang bebas dan aktif itu, selain sebagai salah satu Negara pendiri GNB, Indonesia juga senantiasa setia dan commited pada prinsip-prinsip dan aspirasi GNB. Sikap ini secara konsekuen diaktualisasikan Indonesia dalam kiprahnya pada masa kepemimpinan Indonesia pada tahun 1992 1995 diawal era pasca perang dingin. Pada masa itu, Indonesia telah berhasil membawa GNB untuk mampu menentukan arah dan secara dinamis menyesuaikan diri pada setiap perubahan yang terjadi dengan menata kembali prioritas-prioritas lama dan menentukan prioritas-prioritas baru dan menetapkan orientasi serta pendekatan yang baru pula.

B.TUAN RUMAH KTT X GNB

Indonesia pernah menjadi tuan rumah KTT GNB yaitu KTT X yang berlangsung pada tanggal 1 7 September 1992 di Jakarta dan Bogor.

Selama tiga tahun dipimpin Indonesia, banyak kalangan menyebut, GNB berhasil memainkan peran penting dalam percaturan politik global. Lewat Jakarta Message, Indonesia memberi warna baru pada gerakan ini. Antara lain, dengan meletakkan titik berat kerjasama pada pembangunan ekonomi dengan menghidupkan kembali dialog Selatan-Selatan. Hal tersebut diatas, dirasa sangat perlu sebab Komisi Selatan dalam laporannya yang berjudul The Challenge to the South (1987), menegaskan bahwa negara-negara Selatan harus mengandalkan kemampuannya sendiri, kalau sekedar berharap pada kerjasama Utara-Selatan ibarat pungguk merindukan bulan. Sebaliknya, dialog Selatan-Selatan akan memperkuat posisi tawar (bargaining-position) Negara-negara berkembang meski hal ini masih harus dibuktikan.Kendati lebih mengedepankan kepentingan ekonomi, tetapi politik dan keamanan Negara-negara sekitar tetap menjadi perhatian. Dengan profil positifnya selama ini, Indonesia dipercaya untuk turut menyelesaikan berbagai konflik regional, antara lain : Kamboja, gerakan separatis Moro di Filipina dan sengketa di Laut Cina Selatan.

Konflik Kamboja mereda setelah serangkaian pembicaraan Jakarta Informal Meeting (I & II) serta Pertemuan Paris yang disponsori antara lain oleh Indonesia. KTT X GNB di Jakarta berhasil merumuskan Pesan Jakarta yang disepakati bersama. Dalam Pesan Jakarta tersebut terkandung visi GNB yaitu :

Hilangnya keraguan sementara anggota khususnya mengenai relevansi GNB setelah berakhirnya Preang Dingin dan ketetapanhati untuk meningkatkan kerjasama yang konstruktif serta sebagai komponen integral dalam arus utama (mainstream) hubungan internasional;

Arah GNB yang lebih menekankan pada kerjasama ekonomi internasional dalam mengisi kemerdekaan yang telah berhasil dicapai melalui cara-cara politik yang menjadi cirri menonjol perjuangan GNB sebelumnya.

Adanya kesadaran untuk semakin meningkatkan potensi ekonomi Negara-negara anggota melalui peningkatan kerjasama Selatan-Selatan.

Setelah KTT Jakarta, GNB dapat dikatakan telah memperoleh kembali kekuatan dan keteguhannya serta kejelasan akan tujuan-tujuannya yang murni.

Selama mengemban kepemimpinan GNB, Indonesia telah melakukan upaya-upaya penting dalam meningkatkan kerjasama Selatan-Selatan, menghidupkan kembali dialog Utara-Selatan dan berupaya untuk penghapusan hutang Negara-negara berkembang serta memperjuangkan revitalisasi dan restrukturisasi PBB. Demikian pula, Indonesia telah berhasil membawa GNB kearah pendekatan baru berupa kemitraan, dialog dan kerjasama dengan meninggalkan sikap konfrontasi serta retorika. Dengan pendekatan baru itu, GNB mampu berkiprah secara konstruktif dalam percaturan dunia, terutama dalam interaksinya dengan Negara-negara maju dan organisasi/lembaga internasional.

Dalam bidang ekonomi, selama menjadi Ketua GNB, Indonesia juga secara konsisten telah mengupayakan pemecahan masalah hutang luar negeri negara-negara miskin baik pada kesempatan dialog dengan Ketua G-7 maupun dengan menyelenggarakan Pertemuan Tingkat Menteri GNB mengenai Hutang dan Pembangunan yang diselenggarakan di Jakarta pada bulan Agustus 1994 serta berbagai seminar mengenai penyelesaian hutang luar negeri.

Dari upaya-upaya tersebut telah dicapai beberapa kemajuan yaitu antara lain telah disepakatinya upaya untuk melakukan pengurangan substansial terhadap hutang bilateral. Sedangkan untuk hutang multilateral, dimana lembaga Bretton Woods semula enggan untuk membahasnya, pada akhirnya telah mendapatkan perhatian Bank Dunia dan Dana Moneter Internasional dengan diluncurkannya Prakarsa HIPCs (Heavily Indebted Poor Countries); Peningkatan Fasilitas Penyesuaian Struktural (Enhanced Structural Adjustment Facility) dan pembentukan Dana Perwalian oleh Bank Dunia serta komitmen negara-negara Paris Club bagi penyelesaian hutang bilateral dengan menaikkan tingkat pengurangan beban hutang dari 67% menjadi 80%. Hal ini merupakan suatu keberhasilan upaya GNB dalam kerangka memerangi kemiskinan.

Melalui pendekatan baru yang dikembangkan sewaktu Indonesia menjadi Ketua, GNB telah berhasil mengubah sikap negara-negara anggota GNB tertentu yang pada intinya menerapkan standard ganda terhadap lembaga Bretton Woods. Disatu pihak secara bilateral negara-negara anggota GNB termasuk ingin memanfaatkan dana yang tersedia dari Bretton Woods, tetapi secara politis menunjukkan sikap apriori terhadap Bank Dunia dan Dana Moneter Internasional. Seperti diketahui, bahwa pengambilan keputusan pada lembaga Bretton Woods pada prinsipnya didasarkan atas besarnya jumlah kekayaan anggota, dan ini dapat berarti selalu merugikan kepentingan negara-negara berkembang. Namun sekarang, dapat dikatakan bahwa telah terjalin hubungan yang baik dimana lembaga Bretton Woods telah mau mendengarkan argumentasi dan mempertimbangkan usulan-usulan GNB.

Meskipun sekarang, Indonesia tidak lagi menjabat sebagai Ketua maupun Troika GNB (kepemimpinan GNB terdiri dari Ketua satu periode sebelumnya, Ketua sekarang dan Ketua yang akan datang), namun tidak berarti bahwa penanganan oleh Indonesia terhadap berbagai permasalahan penting GNB akan berhenti atau mengendur. Sebagai anggota GNB, Indonesia akan tetap berupaya menyumbangkan peranannya untuk kemajuan GNB dimasa yang akan datang dengan mengoptimalkan pengalaman yang telah didapat selama menjadi Ketua dan Troika GNB.

C.PERDAGANGAN INDONESIA DENGAN NEGARA ANGGOTA GNB

Ekspor

Ekspor Indonesia ke Negara anggota GNB periode Januari Nopember 2004 bernilai US$ 16,760.03 juta atau sekitar 33% dari total ekspor non migas Indonesia yang bernilai US$ 50,653.17juta. Negara tujuan ekspor yang utama antara lain Singapore, Malaysia, India, Thailand dan Philipina. Dibandingkan pada periode yang sama pada tahun 2003 dimana ekspor non migas ke Negara GNB senilai US$ 14,013.06 maka terjadi peningkatan sebesar US$ 2,747.57 juta atau 19,61%.

Peningkatan tersebut terutama terjadi di Negara-negara : Jordan, Venezuela, Eritrea, Bolivia, Belarus, Malawi, Vanuatu dan Laos. Meskipun di Negara-negara tersebut peningkatan ekspornya cukup tinggi berkisar 100 300% tetapi secara keseluruhan ekspor ke Negara GNB hanya meningkat 19,61%, hal ini dikarenakan terjadi pula penurunan ekspor ke Negara-negara tertentu seperti : Nigeria, Benin, Cote dIvoire, Madagaskar, Senegal, Mongolia, Afrika Tengah dan Uzbekistan yang berkurang sekitar 20-35%, sedangkan ekspor ke Guinea Bissau bahkan terhenti sama sekali.

Sumber: Analisa Posisi Perdagangan Indonesia di Beberapa Kawasan/

Kerjasama Perdagangan Internasional Edisi April 2005, Set. Ditjen KPI.

Impor

Selama periode Januari Nopember 2004, impor Indonesia dari Negara-negara anggota GNB berjumlah US$ 7,826.97 juta atau sekitar 25,23% dari total impor non migas Indonesia yang bernilai 31,017.24 juta. Negara pengimpor yang utama adalah Singapore, Thailand, Malaysia, India dan Afrika Selatan.

Pada periode yang sama tahun 2003, impor non migas dari Negara anggota GNB berjumlah US$ 5,579.82 juta berarti untuk tahun 2004 terjadi peningkatan sebesar 40,27%.

Sumber :Analisa Posisi Perdagangan Indonesia di Beberapa Kawasan/Kerjasama Perdagangan Internasional Edisi April 2005, Set. Ditjen KPI.

BAB IV

KTT XIII GNB 2003 MALAYSIA

A.LATAR BELAKANG

Konferensi Tingkat Tinggi XIII telah diselenggarakan pada tanggal 20 25 Februari 2003 di Putra Jaya, Malaysia. Seharusnya KTT tersebut diselenggarakan di Bangladesh tetapi sebulan sebelum pelaksanaan, Bangladesh membatalkan pertemuan secara sepihak dengan alasan terjadi krisis politik di Negara tersebut.

KTT XIII sebenarnya berlangsung pada bulan Juli 2002 di Jordania, akan tetapi KTT batal dilaksanakan pada tahun itu karena kondisi politik dan keamanan di Timur Tengah yang tidak kondusif. Akibat dari pembatalan kedua Negara tersebut, para delegasi yang bersidang di Durban akhirnya memutuskan untuk menyerahkan pelaksanaan KTT kepada Malaysia.

Malaysia menyanggupi pelaksanaan KTT tersebut dan secara serius mempersiapkan pelaksanaannya. Bahkan Malaysia berambisi menjadikan KTT di Kuala Lumpur menjadi yang terbaik dibanding dengan pelaksanaan yang sebelumnya. B.PELAKSANAAN KTT XIII

KTT Gerakan Non Blok ke-13 di Kuala Lumpur kali ini terselenggara ditengah isu besar yang menjadi perhatian dunia internasional. Rencana serangan AS terhadap Irak telah menimbulkan polemik dan kontroversi yang sangat hebat di berbagai Negara. Pernyataan AS yang mengatakan bahwa Irak menyimpan senjata pemusnah massal mendapat tentangan keras termasuk dari warga negaranya sendiri.

Protes dan demonstrasi besar-besaran marak diberbagai tempat sebagai bentuk penolakan serangan AS tersebut. Penolakan bertambah kuat karena beberapa Negara sekutu AS di Eropa seperti Jerman dan Perancis dengan tegas menolak rencana serangan AS tersebut. Dewan Keamanan PBB sejauh ini juga tidak meloloskan rekomendasi yang mengizinkan AS menggunakan kekuatan militer di Irak.

Menyikapi hal tersebut, Negara-negara yang bersidang dalam KTT GNB di Kuala Lumpur, sepakat menjadikan krisis AS-Irak sebagai salah satu tema utama pembicaraan. Mereka menghendaki GNB mengeluarkan suatu resolusi yang secara tegas menyatakan penolakan (condemn) terhadap rencana serangan AS tersebut. Pernyataan ini sangat penting untuk menunjukkan kepada dunia internasional bahwa keberadaan GNB masih penting dan perannya tidak dapat dikesampingkan. PBB juga diharapkan dapat memperhatikan pernyataan Negara-negara GNB tersebut mengingat mayoritas anggota PBB yang berjumlah 196 negara merupakan anggota GNB.

Kekompakan Negara anggota GNB dapat dijadikan momentum baru untuk mempersatukan seluruh anggota. Indikasi ini terlihat dari antusiasme para Kepala Negara/Pemerintahan yang menghadiri KTT di Kuala Lumpur ini. Total ada 52 Kepala Negara/Pemerintahan yang mengikuti Konferensi termasuk Presiden RI Megawati Soekrnoputri. Ini merupakan rekor baru karena selama pelaksanaan KTT sebelumnya jumlah yang hadir lebih sedikit dari yang sekarang.

Melihat begitu banyaknya Kepala Negara/Pemerintahan yang hadir dalam KTT ini perhatian dunia internasional tertuju ke Kuala Lumpur guna mencermati perkembangan dan menelaah resolusi yang dihasilkan dalam KTT ini.

Disamping menghasilkan resolusi mengenai krisis AS-Irak, konferensi juga menghasilkan pernyataan bersama untuk menyikapi keadaan yang terjadi di Korea Utara.

Dalam bidang ekonomi, agenda yang tidak boleh dilupakan adalah melakukan perbaikan dan pemberdayaan ekonomi. Data yang ada menunjukkan sebagian besar Negara anggota GNB kinerja ekonominya belum memuaskan. Memang ada beberapa Negara yang berhasil mencatat prestasi ekonomi yang mengesankan seperti yang terjadi di Negara Asia timur, beberapa Negara Afrika serta Negara-negara Asia Tenggara termasuk tuan rumah Malaysia. Namun secara keseluruhan GNB harus bekerja keras agar mereka dapat mensejajarkan diri dengan Negara maju.

Masalah lain yang muncul adalah besarnya ketimpangan ekonomi antar beberapa Negara anggota. Sebagai gambaran misalnya, perbandingan antara dua Negara anggota yaitu Ghana dan Korea Selatan. Pada tahun 1960-an data-data ekonomi kedua Negara relative sama, namun kondisi ekonomi antar keduanya sekarang sangat berbeda, bagaikan bumi dan langit. Fenomena ini bisa muncul karena Korea Selatan mampu mejawab tantangan zaman dengan tepat. Mereka bekerja keras, bertarung dengan Negara lain dengan menghasilkan produk yang murah dan kompetitif sehingga bisa bersaing di pasar internasional. Sesuatu yang belum dilakukan oleh Ghana dan sebagian besar Negara anggota lainnya.

Kekuatiran para anggota gerakan non blok menyangkut meningkatnya kesenjangan globalisasi adalah hanya merugikan Negara-negara sedang berkembang. Secara keseluruhan, para pengamat politik menganalisa hasil sidang ke-13 KTT Non Blok adalah gerakan positif dalam kegiatan organisasi ini. Pendirian para Negara anggota untuk menentang kebijakan AS menunjukkan realitas bahwa mayoritas Negara-negara dunia menentang kebijakan militerisme AS yang membenarkan langkah-langkah yang tidak logis dan tidak dapat diterima. BAB V50 TAHUN KONFERENSI ASIA AFRIKA

Seperti telah disebutkan pada bab terdahulu, Konferensi Asia-Afrika yang dikenal dengan sebutan Konferensi Bandung diselenggarakan pada tanggal 18-24 April 1955. Konferensi ini digagas bersama oleh Indonesia, Burma, Srilangka, India, dan Pakistan. Hadir dalam konferensi itu 29 pemimpin Negara, 23 di antaranya dari kawasan Asia dan 6 dari kawasan Afrika. Pemimpin-pemimpin besar dunia, seperti Soekarno dari Indonesia, Chou Enlai dari Republik Rakyat Tiongkok, Perdana Menteri Jawaharal Nehru dari India, Mohamad Ali dari Pakistan, U Nu dari Burma, Gamal Abdul Nasser dari Mesir, tercatat sebagai hadirin yang mengikuti konferensi tersebut.

Konferensi dilaksanakan dalam situasi ketika dunia terbelah ke dalam dua blok kekuatan adidaya dunia yang saling berseteru dalam perang dingin, yakni Blok Barat yang dipimpin Amerika Serikat dan Blok Timur yang dipimpin oleh Uni Soviet. Blok-blok kekuatan adalah buah dari tidak terselesaikannya kontradiksi dalam panggung politik dunia antara kekuatan imperialis Barat dengan kekuatan negara-negara Sosialis yang pada saat berlangsungnya perang imperialis, bersekutu menumbangkan blok kekuatan fasisme yang terdiri dari Jerman, Italia, dan Jepang.

Kini setelah 50 tahun Konferensi Asia Afrika I berlangsung, Pemerintah Indonesia bekerjasama dengan Pemerintah Afrika Selatan telah melaksanakan Konferensi II Bangsa-Bangsa Asia dan Afrika. Konferensi ini dilaksanakan bertepatan dengan momentum 50 tahun Konferensi Asia-Afrika Bandung pada 18-24 April 2005. Negara-negara yang diundang pada peringantan 50 tahun Konferensi Asia Afrika, berjumlah 25 negara yaitu : Afgnistan, Kamboja, Federasi Afrika Tengah, Republik Rakyat Tingkok (China), Mesir, Ethiopia, Pantai Emas (Gold coast), Iran, Irak, Jepang, Yordania, Laos, Libanon, Liberia, Libya, Nepal, Filipina, Saudi Arabia, Sudan, Syria, Thailand, Turki, Vietnam Utara, Vietnam Selatan dan Yaman.

Peringatan serupa sebenarnya bukan hanya milik Pemerintah RI atau Pemerintah Afrika Selatan. Momentum Konferensi Asia-Afrika sesungguhnya adalah momentum seluruh Rakyat dari seluruh dunia, terutama dari Negara-negara yang saat ini berada secara langsung maupun tidak langsung dalam dominasi imperialisme, khususnya imperialisme Amerika Serikat (AS). Karenanya berbagai kalangan masyarakat sipil, baik organisasi massa maupun organisasi sosial non-pemerintah, juga turut menyibukan diri untuk melaksanakan peringatan emas 50 tahun Konferensi Asia Afrika (KAA).

Pertemuan puncak dari Konferensi tersebut dilaksanakan pada tanggal 22-23 April 2005 di ibukota Jakarta, tepatnya di Gedung Jakarta Convention Centre (JCC). Pertemuan itu berupa Konferensi Tingkat Tinggi yang dihadiri oleh pemimpin-pemimpin negara yang turut serta dalam Konferensi Asia-Afrika II. Melalui KTT tersebut, dicetuskan Deklarasi Kemitraan Strategis Baru Asia-Afrika (New Asian-African Strategic Partnership/NAASP).

Deklarasi ini memfokuskan kerjasama Asia-Afrika secara konkret dan komplementer demi tercapainya perdamaian, stabilitas, dan kemakmuran di kedua benua. Gagasan NAASP pertama kali dicetuskan pada pertemuan Asian-African Sub Regional Organization Conference (AASROC) I di Bandung 29-30 Juli 2003. Berdasarkan NAASP, kemitraan Asia-Afrika akan didasarkan pada tiga pilar kemitraan yaitu antarpemerintah, antarorganisasi sub-regional dan antarkelompok masyarakat yang terdiri atas (pelaku bisnis, akademisi dan masyarakat madani).

Kemitraan strategis yang baru ini diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap pembangunan berkelanjutan di kawasan Asia-Afrika yang mengarah pada upaya-upaya meningkatkan sejumlah mekanisme yang sudah ada, seperti NEPAD (New Partnership for African Development), TICAD (Tokyo International Conference on African Development), China-Africa Cooperation Conference Forum, India NEPAD Fund, dan lain-lain.

Selain di Jakarta, Konferensi juga berlangsung di Bogor dan mengahsilkan 4 tujuan pokok Konferensi Asia Afrika, yaitu :

1. Untuk memajukan goodwill (kehendak yang luhur) dan kerjasama antar bangsa-bangsa Asia dan Afrika, untuk memajukan kepentingan-kepentingan bersama, serta untuk menciptakan dan meningkatkan persahabatan.2. Untuk meningkatkan kerjasama dibidang sosial, ekonomi, dan kebudayaan.

3. Untuk mempertimbangkan hal-hal yang merupakan kepentingan khusus bangsa-bangsa Asia dan Afrika, misalnya hal-hal yang berkaitan dengan kedaulatan nasional dan masalah-masalah rasialisme dan kolonialisme.

4. Untuk memajukan kedudukan rakyat Asia dan Afrika didalam dunia dewasa ini serta sumbangan yang dapat mereka berikan guna memajukan perdamaian serta kerjasama di dunia.

BAB VIP E N U T U P

Semenjak Uni Sovyet runtuh dan pecah terbagi menjadi beberapa Negara, Gerakan Non Blok terasa kurang relevansinya. Kejatuhan Uni Soviet tersebut kemudian diikuti dengan krisis politik yang melanda Negara-negara sekutunya di belahan Eropa Timur. Yugoslavia terpecah menjadi beberapa Negara, Jerman Barat bergabung dengan Jerman timur dan Negara-negara Eropa Timur lainnya melakukan reformasi politik dan ekonomi mengikuti fenomena sejarah yang terjadi saat itu.

Organisasi pertahanan Pakta Parsawa dibubarkan, bahkan beberapa Negara yang dulu bergabung didalamnya kemudian bergabung menjadi anggota NATO yang dulu merupakan pesaing beratnya. Fenomena ini menandai berakhirnya era perang dingin antara Blok Barat yang dikomandani AS dan Blok Timur di bawah pimpinan Uni Sovyet. Situasi politik internasional berubah drastis dengan menampilkan AS sebagai satu-satunya super power dunia.

Motivasi utama pendirian Gerakan Non Blok pada tahun 1961 adalah untuk menghindarkan perang serta memperkokoh perdamaian. Persaingan kekutan militer yang sangat tajam antara AS dan Uni Soviet menimbulkan kekhawatiran berbagai Negara bahwa kemungkinan akan pecah perang terbuka antara kedua pihak.

Untuk menyikapi keadaan tersebut beberapa Negara melakukan inisiatif dan memprakarsai sebuah gerakan yang diposisikan netral, tidak memihak serta tidak berada di kedua belah pihak. Pendirian GNB didasari oleh semangat Dasasila Bandung yang dihasilkan pada Konferensi Asia Afrika (KAA) di Bandung. Pada saat masih berlangsung perang dingin, tujuan GNB memiliki relevansi yang sangat kuat. Keberadaannya secara politik agak surut ketika terjadi revolusi politik besar-besaran di Uni Sovyet dan Negara-negara Eropa Timur.

Namun jika dikaji lebih dalam, surutnya peran GNB itu sebenarnya lebih bersifat di permukaan, Setelah berakhirnya era perang dingin, bukan berarti dunia terbebas dari konflik dan peperangan. Di beberapa Negara/wilayah, terjadi berbagai konflik baik bersifat local maupun regional. Perseteruan politik yang disertai dengan pergantian kepemimpinan nasional terjadi dibeberapa Negara Afrika. Bahkan peristiwa yang hampir sama juga dialami Indonesia, sebagai salah satu pelopor berdirina gerakan ini.

Perang antara Israel dan Palestina tetap berlangsung sampai saat ini, India dan Pakistan yang sama-sama anggota GNB juga mengalami hubungan yang tidak harmonis. Hal yang sama terjadi terhadap dua Negara bersaudara di Semenanjung Korea yaitu Korea Selatan dan Korea Utara. Sementara itu penyerangan AS kepada Irak yang merupakan salah satu Negara anggota GNB juga tidak dapat dihindarkan.

Meskipun mayoritas anggota PBB yang berjumlah 196 negara merupakan anggota Gerakan Non Blok (144 negara), tetapi GNB tidak mempunyai kekuatan. Terbukti ketika akhirnya AS berhasil menyerang Irak dengan alasan Irak menyimpan senjata pemusnah massal. Padahal seperti diketahui, dalam KTT GNB ke-13 di Kuala Lumpur, Malaysia, Negara-negara anggota telah sepakat menjadikan krisis AS Irak sebagai salah satu tema utama. Negara anggota menghendaki GNB mengeluarkan satu resolusi yang secara tegas menyatakan penolakan terhadap rencana serangan AS tersebut. Pernyataan tersebut sangat penting untuk menunjukkan kepada dunia internasional bahwa keberadaan GNB masih penting dan peranannya tidak dapat dikesampingkan. Kenyataannya resolusi GNB ini tidak bermakna karena AS tetap melancarkan aksinya di Irak.

Keadaan semacam ini harusnya menyadarkan Negara-negara anggota GNB bahwa tantangan yang dihadapi tidak berkurang bahkan semakin berat di masa depan.

**************

LATAR BELAKANG

Perhimpunan Bangsa-bangsa Asia Tenggara (ASEAN) mencatat sejarah baru dengan ditandatanganinya ASEAN Charter (Piagam ASEAN) dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Ke-13 ASEAN di Singapura, Selasa (20/11). Piagam ASEAN tersebut diteken oleh 10 pemimpin negara anggota ASEAN, termasuk Myanmar. Kesepuluh kepala negara atau kepala pemerintahan ASEAN yang membubuhkan tanda tangan pada Piagam ASEAN itu adalah Sultan Hassanal Bolkiah (Brunei Darussalam), PM Hun Sen (Kamboja), Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (Indonesia), PM Bouasone Bouphavanh (Laos), Abdullah Ahmad Badawi (Malaysia). Selanjutnya, PM Thein Sein (Myanmar), Gloria Maccapagal Arroyo (Filipina), PM Surayud Chulanont (Thailand), PM Nguyen Tan Dung (Vietnam), dan PM Lee Hsien Loong (Singapura).

Padahal sebelumnya sejumlah pihak mengkhawatirkan PM Myanmar tidak akan ikut menandatangani dokumen tersebut dikaitkan dengan kondisi politik yang memanas di dalam negeri negara itu.

Selain Piagam ASEAN, juga ditandatangani tiga deklarasi yaitu cetak biru ASEAN Economic Community (AEC), ASEAN Declaration on the 13th Session of the Conference on Climate Change (UNFCCC), dan Conference of Parties Serving as the Meeting of the Parties (CMP) to the Protocol Kyoto Protocol

Upacara penandatanganan disaksikan sejumlah menteri dari masing-masing negara dan liput sekitar 100 orang media cetak dan elektronik. Usai penandatanganan, para kepala negara melakukan acara bersulang (toast), yang disambut tepuk tangan para hadirin. Selanjutnya para kepala negara melakukan sesi foto bersama, dilanjutkan dengan foto bersama dengan para menteri luar negeri, dan anggota The Eminent Persons Group (EPG) and Members of High Level Taskforce (HTLF).

Tonggak Sejarah

Piagam ASEAN disebut tonggak sejarah baru karena baru dimiliki ASEAN setelah 40 tahun berdiri. Piagam ASEAN merupakan dokumen yang diharapkan akan mentransformasikan ASEAN dari sebuah asosiasi menjadi suatu organisasi regional yang memiliki leader personality, dan mekanisme dan struktur organisasi yang lebih jelas. Salah satu organ ASEAN yang akan dibentuk sesuai piagam ini adalah Badan HAM ASEAN

Piagam itu terdiri dari pembukaan, 13 bab, dan 55 pasal. Pasal-pasalnya menegaskan kembali prinsip-prinsip yang tertuang dalam seluruh perjanjian, deklarasi, dan kesepakatan ASEAN

Dalam penyusunan piagam itu, Indonesia telah menunjukkan kepemimpinannya dalam mendorong disepakatinya hal-hal penting seperti prinsip demokrasi, good governance, dan perlindungan HAM.

RUMUSAN MASALAH

Dari uraian latar belakang tersebut di atas dapat dirumuskan permasalahan

1. Bagaimana sejarah berdirinya ASEAN ?

2. Tujuan dibentuknya Piagam Asean (Asean Chartered) ?

BAB II

PEMBAHASAN

A. SEJARAH BERDIRINYA ASEAN

ASEAN adalah kepanjangan dari Association of South East Asia Nations. ASEAN disebut juga sebagai Perbara yang merupakan singkatan dari Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara. Gedung sekretarian ASEAN berada di Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Indonesia. ASEAN didirikan tanggal 8 Agustus 1967 di Bangkok. ASEAN diprakarsai oleh 5 menteri luar negeri dari wilayah Asia Tenggara, yaitu Indonesia, Malaysia, Thailand, Filipina dan Singapura :

1. Perwakilan Indonesia : Adam Malik2. Perwakilan Malaysia : Tun Abdul Razak3. Perwakilan Thailand : Thanat Koman4. Perwakilan Filipina : Narcisco Ramos5. Perwakilan Singapura : S. Rajaratnam

Sedangkan terdapat negara-negara lain yang bergabung kemudian ke dalam ASEAN sehingga total menjadi 11 negara, yaitu :

1. Brunei Darussalam tangal 7 Januari 19842. Vietnam tangal 28 Juli 19953. Myanmar tangal 23 Juli 19974. Laos tangal 23 Juli 19975. Kamboja tangal 16 Desember 1998

Prinsip Utama ASEAN

Prinsip-prinsip utama ASEAN digariskan seperti berikut:Menghormati kemerdekaan, kesamaan, integritas dan identitas nasional semua negaraSetiap negara memiliki hak untuk menyelesaikan permasalahan nasionalnya tanpa ada campur tangan dari luarPenyelesaian perbedaan atau perdebatan antar negara dengan amanMenolak penggunaan kekuatan dan kekerasanMeningkatkan kerjasama yang efektif antara anggota

ASEAN dikukuhkan oleh lima negara pengasas; Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura dan Thailand di Bangkok Proses pembentukan ASEAN dibuat dalam sebuah penandatanganan perjanjian yang dikenal dengan nama Deklarasi Bangkok. Adapun yang bertanda tangan pada Deklarasi Bangkok tersebut adalah para menteri luar negeri saat itu, yaitu Bapak Adam Malik (Indonesia), Narciso R. Ramos (Filipina), Tun Abdul Razak (Malaysia), S. Rajaratnam (Singapura), dan Thanat Khoman (Thailand). Pada tanggal 8 Januari 1984, seminggu setelah mencapai kemerdekaannya, negara Brunei masuk menjadi anggota ASEAN. 11 tahun kemudian, tepatnya tanggal 28 Juli 1995. Laos dan Myanmar menjadi anggota dua tahun kemudianya, yaitu pada tanggal 23 Juli 1997. Walaupun Kamboja sudah menjadi anggota ASEAN bersama sama Myanmar dan Laos, Kamboja terpaksa menarik diri disebabkan masalah politik dalam negara tersebut. Namun, dua tahun kemudian Kamboja kembali masuk menjadi anggota ASEAN pada 30 April 1999.

LOGO ASEAN

Logo ASEAN membawa arti ASEAN yang stabil, aman, bersatu dan dinamik. Warna logo ada 4 yaitu biru, merah, putih dan kuning. Warna tersebut merupakan warna utama lambang negara-negara ASEAN. Warna biru melambangkan keamanan dan kestabilan. Merah bermaksud semangat dan dinamisme sedangkan putih menunjukkan ketulenan dan kuning melambangkan kemakmuran. Sepuluh tangkai padi melambangkan cita-cita pelopor pembentuk ASEAN di Asia Tenggara, yaitu bersatu dan bersahabat. Bulatan melambangkan kesatuan ASEAN.

B. TUJUAN DIBENTUKNYA PIAGAM ASEAN (ASEAN CHARTERED).

Tahun 2007 bisa dikatakan bersejarah bagi ASEAN. Kawasan ini memiliki tampilan baru. Ada harapan ASEAN akan terstruktur dan tersistematis.

Semua itu ditandai dengan ditandatanginya Piagam ASEAN (ASEAN Charter) sebagai kerangka konstitusi bersama ASEAN.

Keberadaan sebuah piagam agar bisa lebih mengikat negara-negara anggota sebenarnya sudah cukup lama dikumandangkan di kalangan pemikir ASEAN. Akan tetapi, baru pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN tahun 2003 di Bali, keinginan ASEAN untuk memiliki sebuah piagam bersama itu mulai dikonkretkan.

Ibarat sebuah perusahaan yang harus memiliki status hukum yang jelas, apakah itu perseroan terbatas (PT) atau perusahaan dagang (PD), ASEAN sebagai organisasi regional yang sudah berusia 40 tahun ini memang sudah seharusnya punya status hukum. Idealnya, dengan adanya status hukum itu, ASEAN lebih punya keleluasaan untuk bekerja sama dengan berbagai pihak, khususnya kalangan pebisnis. Dia (ASEAN) juga bisa memiliki aset, visi, dan misi, serta alat/perangkat untuk mewujudkan visi dan misinya tersebut.

Piagam ASEAN memang tidak otomatis akan mengubah banyak hal di ASEAN. Malah, piagam itu sesungguhnya makin mengekalkan banyak kebiasaan lama. Misalnya, pengambilan keputusan di ASEAN tetap dengan cara konsensus dan KTT ASEAN menjadi tempat tertinggi untuk pengambilan keputusan jika konsensus tidak tercapai atau jika sengketa di antara anggota terjadi.

Meski demikian, piagam tersebut hadir di saat yang pas, yaitu ketika kawasan Asia Tenggara ini terus berubah dan negara-negara ASEAN semakin memperluas cakupan kerja sama yang lebih kukuh ke Asia Timur (Jepang, Korea Selatan, dan China), Asia Tengah (India), serta ke selatan (Australia dan Selandia Baru). Juga, KTT Asia Timur yang diselenggarakan beriringan dengan KTT ASEAN.

Tujuan dibentuknya Piagam Asean adalah sebagai berikut

1. Permudah kerja sama

Adanya Piagam ASEAN secara organisatoris akan membuat negara anggota ASEAN relatif akan lebih terikat kepada berbagai kesepakatan yang telah dibuat ASEAN. Secara teoretis, piagam itu akan semakin mempermudah kerja sama yang dibuat ASEAN dengan mitra-mitra dialognya.

Jika pada masa lalu mitra ASEAN terkadang mengeluh bahwa kesepakatan yang telah dibuat dengan ASEAN ternyata hanya dilaksanakan dan dipatuhi oleh beberapa negara anggota ASEAN, kini kekhawatiran itu bisa dikurangi.

Mekanisme kerja yang lebih jelas di ASEAN seperti tertuang dalam Piagam ASEAN itu juga akan mempermudah mitra-mitra atau calon-calon mitra yang ingin berurusan dengan ASEAN. Begitu pula bila di kemudian hari terjadi persengketaan, Piagam ASEAN telah membuat pengaturan umum untuk penyelesaian sengketa itu.

Lebih penting lagi secara politis, ASEAN kini menegaskan dirinya sebagai organisasi yang menghormati serta bertekad untuk menjunjung tinggi hak asasi manusia (HAM) dan nilai-nilai demokrasi. Piagam meminta ASEAN menghargai HAM.

Meski saat ini pelaksanaan kedua hal itu masih jauh dari ideal, setidaknya ASEAN sudah mengakui bahwa penghormatan atas HAM dan demokrasi sebagai nilai-nilai dasar, sama seperti umumnya negara maju. Dengan demikian, hambatan psikologis untuk bekerja sama dengan negara-negara ASEAN seperti sering terdengar selama ini dari beberapa negara maju, setidaknya sudah bisa dikurangi meski hambatan belum sepenuhnya bisa dihapuskan.

2. Tantangan internal

Keberhasilan ASEAN melahirkan sebuah piagam bersama tidak otomatis bermakna ASEAN yang semakin solid. Tantangan terbesar justru berada di lingkungan internal ASEAN sendiri, khususnya bagaimana agar benar-benar bisa mengimplementasikan piagam itu sehingga ASEAN menjadi kekuatan yang menyatu dan tidak terpecah belah.

Bagaimanapun, kehadiran Piagam ASEAN, yang di dalamnya mengharuskan para anggota mematuhi apa-apa yang sudah diputuskan bersama oleh ASEAN, akan menimbulkan ketidaknyamanan bagi beberapa pihak. Mereka ini sebenarnya menaruh keberatan atas keputusan bersama itu. Meski demikian, Piagam ASEAN memang telah didesain sedemikian rupa sehingga tidak terlalu keras terhadap para anggotanya yang belum bisa menaati kesepakatan-kesepakatan yang telah dibuat.

Celah-celah untuk kompromi yang sering kali diistilahkan banyak kalangan sebagai cara ASEAN (the ASEAN way) masih banyak diakomodasi di dalam piagam tersebut. Di bidang ekonomi, misalnya, Piagam ASEAN menjamin hak negara-negara anggota untuk berpartisipasi secara fleksibel dalam pelaksanaan komitmen-komitmen ekonomi di ASEAN. Begitu pula dalam pelaksanaan prinsip-prinsip politik ASEAN, seperti khususnya demokrasi dan penghormatan dan jaminan atas hak-hak asasi manusia, asas yang fleksibel tetap dipertahankan.

Satu hal penting dalam Piagam ASEAN yang memang sudah selayaknya dilakukan adalah menjadikan organisasi ini sebagai organisasi yang berorientasi pada rakyat atau bukan organisasi birokrat semata. Dengan demikian, dibuka bahkan didorong kesempatan lebih besar kepada warga masyarakat ASEAN untuk berinteraksi satu sama lain dengan lebih intens.

Pergaulan rakyat ASEAN di kawasan regional dan internasional itu tentu akan berkontribusi positif kepada kerja sama ASEAN dengan mitra-mitranya di seluruh kawasan.

3. Langkah paling maju

Ada tiga rencana ASEAN yang dituliskan di piagam itu. Tiga hal itu adalah menginginkan lahirnya Komunitas Ekonomi ASEAN, Komunitas Keamanan ASEAN, dan Komunitas Sosial Budaya ASEAN.

Jangan skeptis dulu dengan rencana pembentukan komunitas itu. Atau jangan melihat realitas sekarang jika ingin menilai prospek pembentukan tiga jenis komunitas itu. ASEAN bisa saja tidak terlihat berwibawa, melihat realitas sekarang, dengan mayoritas anggotanya punya masalah tersendiri yang tergolong berat. Beberapa di antaranya bahkan masih tergolong negara paria.

Sesungguhnya, rencana pembentukan komunitas itu merupakan refleksi dari tajamnya visi para pemikir ASEAN. Piagam itu disusun para pakar atau figur terkenal di ASEAN. Wakil dari Indonesia adalah mantan Menteri Luar Negeri Ali Alatas.

Mantan Menteri Luar Negeri Ali Alatas terkesan jengkel dengan analisis pengamat yang relatif selalu skeptis melihat ASEAN. Mereka itu kadang genit, ya, demikian kalimat lucu dari Ali Alatas mengomentari piagam yang disambut dingin oleh pengamat.

4. Piagam merefleksikan pandangan jauh ke depan.

Bahkan, piagam secara tersirat akan membuat ASEAN malu jika tidak bisa memenuhinya di kemudian hari. Inilah sumbangsih para pemikir ASEAN. Ini merupakan bukti bahwa para pakar ASEAN tidak dungu, tetapi punya sudut pandang yang strategis menuju masa depan.

Hal ini diperkuat lagi dengan rencana pemerintah ASEAN, yang pada November lalu, di Singapura, sudah menandatangani deklarasi pembentukan Komunitas Ekonomi ASEAN pada tahun 2015. Bahkan, pada tahun 2008 sudah ada langkah untuk mewujudkan komunitas ekonomi ini. Tujuan akhirnya adalah aliran barang, jasa, warga yang relatif lebih bebas di ASEAN.

Ini strategis mengingat contoh empiris, negara kaya di dunia menjadi makmur karena mobilitas itu. Para teknokrat ekonomi dan para figur terkenal ASEAN sudah memberi contoh soal penyusunan langkah ke depan.

Sekarang ini, eksekusinya ada di lingkungan pemerintah di ASEAN yang sarat problem, bahkan masih suka menyiksa rakyat.

Apakah junta Myanmar tahu piagam, atau lebih percaya piagam ketimbang paranormal? Ini hanya contoh kecil. Tetapi sudahlah, semoga waktu akan mengubah perangai dan perilaku sebagian pemerintahan di ASEAN, yang juga masih sering sekadar berkomitmen dan tidak bertindak nyata. Setidaknya mereka masih mau menorehkan sejarah baru dengan menandatangani Piagam ASEAN dan juga cetak biru Komunitas Ekonomi ASEAN 2015

5. Strategis

Piagam itu sendiri dinilai strategis karena akan menjadi landasan hukum yang menjamin integrasi politik, sosial, ekonomi, budaya, keamanan, demokratisasi, perlindungan hak asasi, dan pelestarian lingkungan.

Pembuatan piagam merupakan terobosan penting dalam sejarah ASEAN, yang selama 40 tahun lebih bersifat peguyuban. Dalam menghadapi tantangan 40 tahun kedua, ASEAN memang membutuhkan pijakan hukum yang lebih jelas dalam membangun blok politik dan ekonomi.

LATAR BELAKANG

Perhimpunan Bangsa-bangsa Asia Tenggara (ASEAN) mencatat sejarah baru dengan ditandatanganinya ASEAN Charter (Piagam ASEAN) dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Ke-13 ASEAN di Singapura, Selasa (20/11). Piagam ASEAN tersebut diteken oleh 10 pemimpin negara anggota ASEAN, termasuk Myanmar. Kesepuluh kepala negara atau kepala pemerintahan ASEAN yang membubuhkan tanda tangan pada Piagam ASEAN itu adalah Sultan Hassanal Bolkiah (Brunei Darussalam), PM Hun Sen (Kamboja), Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (Indonesia), PM Bouasone Bouphavanh (Laos), Abdullah Ahmad Badawi (Malaysia). Selanjutnya, PM Thein Sein (Myanmar), Gloria Maccapagal Arroyo (Filipina), PM Surayud Chulanont (Thailand), PM Nguyen Tan Dung (Vietnam), dan PM Lee Hsien Loong (Singapura).

Padahal sebelumnya sejumlah pihak mengkhawatirkan PM Myanmar tidak akan ikut menandatangani dokumen tersebut dikaitkan dengan kondisi politik yang memanas di dalam negeri negara itu.

Selain Piagam ASEAN, juga ditandatangani tiga deklarasi yaitu cetak biru ASEAN Economic Community (AEC), ASEAN Declaration on the 13th Session of the Conference on Climate Change (UNFCCC), dan Conference of Parties Serving as the Meeting of the Parties (CMP) to the Protocol Kyoto Protocol

Upacara penandatanganan disaksikan sejumlah menteri dari masing-masing negara dan liput sekitar 100 orang media cetak dan elektronik. Usai penandatanganan, para kepala negara melakukan acara bersulang (toast), yang disambut tepuk tangan para hadirin. Selanjutnya para kepala negara melakukan sesi foto bersama, dilanjutkan dengan foto bersama dengan para menteri luar negeri, dan anggota The Eminent Persons Group (EPG) and Members of High Level Taskforce (HTLF).

Tonggak Sejarah

Piagam ASEAN disebut tonggak sejarah baru karena baru dimiliki ASEAN setelah 40 tahun berdiri. Piagam ASEAN merupakan dokumen yang diharapkan akan mentransformasikan ASEAN dari sebuah asosiasi menjadi suatu organisasi regional yang memiliki leader personality, dan mekanisme dan struktur organisasi yang lebih jelas. Salah satu organ ASEAN yang akan dibentuk sesuai piagam ini adalah Badan HAM ASEAN

Piagam itu terdiri dari pembukaan, 13 bab, dan 55 pasal. Pasal-pasalnya menegaskan kembali prinsip-prinsip yang tertuang dalam seluruh perjanjian, deklarasi, dan kesepakatan ASEAN

Dalam penyusunan piagam itu, Indonesia telah menunjukkan kepemimpinannya dalam mendorong disepakatinya hal-hal penting seperti prinsip demokrasi, good governance, dan perlindungan HAM.

RUMUSAN MASALAH

Dari uraian latar belakang tersebut di atas dapat dirumuskan permasalahan

1. Bagaimana sejarah berdirinya ASEAN ?

2. Tujuan dibentuknya Piagam Asean (Asean Chartered) ?

BAB II

PEMBAHASAN

A. SEJARAH BERDIRINYA ASEAN

ASEAN adalah kepanjangan dari Association of South East Asia Nations. ASEAN disebut juga sebagai Perbara yang merupakan singkatan dari Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara. Gedung sekretarian ASEAN berada di Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Indonesia. ASEAN didirikan tanggal 8 Agustus 1967 di Bangkok. ASEAN diprakarsai oleh 5 menteri luar negeri dari wilayah Asia Tenggara, yaitu Indonesia, Malaysia, Thailand, Filipina dan Singapura :

1. Perwakilan Indonesia : Adam Malik2. Perwakilan Malaysia : Tun Abdul Razak3. Perwakilan Thailand : Thanat Koman4. Perwakilan Filipina : Narcisco Ramos5. Perwakilan Singapura : S. Rajaratnam

Sedangkan terdapat negara-negara lain yang bergabung kemudian ke dalam ASEAN sehingga total menjadi 11 negara, yaitu :

1. Brunei Darussalam tangal 7 Januari 19842. Vietnam tangal 28 Juli 19953. Myanmar tangal 23 Juli 19974. Laos tangal 23 Juli 19975. Kamboja tangal 16 Desember 1998

Prinsip Utama ASEAN

Prinsip-prinsip utama ASEAN digariskan seperti berikut:Menghormati kemerdekaan, kesamaan, integritas dan identitas nasional semua negaraSetiap negara memiliki hak untuk menyelesaikan permasalahan nasionalnya tanpa ada campur tangan dari luarPenyelesaian perbedaan atau perdebatan antar negara dengan amanMenolak penggunaan kekuatan dan kekerasanMeningkatkan kerjasama yang efektif antara anggota

ASEAN dikukuhkan oleh lima negara pengasas; Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura dan Thailand di Bangkok Proses pembentukan ASEAN dibuat dalam sebuah penandatanganan perjanjian yang dikenal dengan nama Deklarasi Bangkok. Adapun yang bertanda tangan pada Deklarasi Bangkok tersebut adalah para menteri luar negeri saat itu, yaitu Bapak Adam Malik (Indonesia), Narciso R. Ramos (Filipina), Tun Abdul Razak (Malaysia), S. Rajaratnam (Singapura), dan Thanat Khoman (Thailand). Pada tanggal 8 Januari 1984, seminggu setelah mencapai kemerdekaannya, negara Brunei masuk menjadi anggota ASEAN. 11 tahun kemudian, tepatnya tanggal 28 Juli 1995. Laos dan Myanmar menjadi anggota dua tahun kemudianya, yaitu pada tanggal 23 Juli 1997. Walaupun Kamboja sudah menjadi anggota ASEAN bersama sama Myanmar dan Laos, Kamboja terpaksa menarik diri disebabkan masalah politik dalam negara tersebut. Namun, dua tahun kemudian Kamboja kembali masuk menjadi anggota ASEAN pada 30 April 1999.

LOGO ASEAN

Logo ASEAN membawa arti ASEAN yang stabil, aman, bersatu dan dinamik. Warna logo ada 4 yaitu biru, merah, putih dan kuning. Warna tersebut merupakan warna utama lambang negara-negara ASEAN. Warna biru melambangkan keamanan dan kestabilan. Merah bermaksud semangat dan dinamisme sedangkan putih menunjukkan ketulenan dan kuning melambangkan kemakmuran. Sepuluh tangkai padi melambangkan cita-cita pelopor pembentuk ASEAN di Asia Tenggara, yaitu bersatu dan bersahabat. Bulatan melambangkan kesatuan ASEAN.

B. TUJUAN DIBENTUKNYA PIAGAM ASEAN (ASEAN CHARTERED).

Tahun 2007 bisa dikatakan bersejarah bagi ASEAN. Kawasan ini memiliki tampilan baru. Ada harapan ASEAN akan terstruktur dan tersistematis.

Semua itu ditandai dengan ditandatanginya Piagam ASEAN (ASEAN Charter) sebagai kerangka konstitusi bersama ASEAN.

Keberadaan sebuah piagam agar bisa lebih mengikat negara-negara anggota sebenarnya sudah cukup lama dikumandangkan di kalangan pemikir ASEAN. Akan tetapi, baru pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN tahun 2003 di Bali, keinginan ASEAN untuk memiliki sebuah piagam bersama itu mulai dikonkretkan.

Ibarat sebuah perusahaan yang harus memiliki status hukum yang jelas, apakah itu perseroan terbatas (PT) atau perusahaan dagang (PD), ASEAN sebagai organisasi regional yang sudah berusia 40 tahun ini memang sudah seharusnya punya status hukum. Idealnya, dengan adanya status hukum itu, ASEAN lebih punya keleluasaan untuk bekerja sama dengan berbagai pihak, khususnya kalangan pebisnis. Dia (ASEAN) juga bisa memiliki aset, visi, dan misi, serta alat/perangkat untuk mewujudkan visi dan misinya tersebut.

Piagam ASEAN memang tidak otomatis akan mengubah banyak hal di ASEAN. Malah, piagam itu sesungguhnya makin mengekalkan banyak kebiasaan lama. Misalnya, pengambilan keputusan di ASEAN tetap dengan cara konsensus dan KTT ASEAN menjadi tempat tertinggi untuk pengambilan keputusan jika konsensus tidak tercapai atau jika sengketa di antara anggota terjadi.

Meski demikian, piagam tersebut hadir di saat yang pas, yaitu ketika kawasan Asia Tenggara ini terus berubah dan negara-negara ASEAN semakin memperluas cakupan kerja sama yang lebih kukuh ke Asia Timur (Jepang, Korea Selatan, dan China), Asia Tengah (India), serta ke selatan (Australia dan Selandia Baru). Juga, KTT Asia Timur yang diselenggarakan beriringan dengan KTT ASEAN.

Tujuan dibentuknya Piagam Asean adalah sebagai berikut

1. Permudah kerja sama

Adanya Piagam ASEAN secara organisatoris akan membuat negara anggota ASEAN relatif akan lebih terikat kepada berbagai kesepakatan yang telah dibuat ASEAN. Secara teoretis, piagam itu akan semakin mempermudah kerja sama yang dibuat ASEAN dengan mitra-mitra dialognya.

Jika pada masa lalu mitra ASEAN terkadang mengeluh bahwa kesepakatan yang telah dibuat dengan ASEAN ternyata hanya dilaksanakan dan dipatuhi oleh beberapa negara anggota ASEAN, kini kekhawatiran itu bisa dikurangi.

Mekanisme kerja yang lebih jelas di ASEAN seperti tertuang dalam Piagam ASEAN itu juga akan mempermudah mitra-mitra atau calon-calon mitra yang ingin berurusan dengan ASEAN. Begitu pula bila di kemudian hari terjadi persengketaan, Piagam ASEAN telah membuat pengaturan umum untuk penyelesaian sengketa itu.

Lebih penting lagi secara politis, ASEAN kini menegaskan dirinya sebagai organisasi yang menghormati serta bertekad untuk menjunjung tinggi hak asasi manusia (HAM) dan nilai-nilai demokrasi. Piagam meminta ASEAN menghargai HAM.

Meski saat ini pelaksanaan kedua hal itu masih jauh dari ideal, setidaknya ASEAN sudah mengakui bahwa penghormatan atas HAM dan demokrasi sebagai nilai-nilai dasar, sama seperti umumnya negara maju. Dengan demikian, hambatan psikologis untuk bekerja sama dengan negara-negara ASEAN seperti sering terdengar selama ini dari beberapa negara maju, setidaknya sudah bisa dikurangi meski hambatan belum sepenuhnya bisa dihapuskan.

2. Tantangan internal

Keberhasilan ASEAN melahirkan sebuah piagam bersama tidak otomatis bermakna ASEAN yang semakin solid. Tantangan terbesar justru berada di lingkungan internal ASEAN sendiri, khususnya bagaimana agar benar-benar bisa mengimplementasikan piagam itu sehingga ASEAN menjadi kekuatan yang menyatu dan tidak terpecah belah.

Bagaimanapun, kehadiran Piagam ASEAN, yang di dalamnya mengharuskan para anggota mematuhi apa-apa yang sudah diputuskan bersama oleh ASEAN, akan menimbulkan ketidaknyamanan bagi beberapa pihak. Mereka ini sebenarnya menaruh keberatan atas keputusan bersama itu. Meski demikian, Piagam ASEAN memang telah didesain sedemikian rupa sehingga tidak terlalu keras terhadap para anggotanya yang belum bisa menaati kesepakatan-kesepakatan yang telah dibuat.

Celah-celah untuk kompromi yang sering kali diistilahkan banyak kalangan sebagai cara ASEAN (the ASEAN way) masih banyak diakomodasi di dalam piagam tersebut. Di bidang ekonomi, misalnya, Piagam ASEAN menjamin hak negara-negara anggota untuk berpartisipasi secara fleksibel dalam pelaksanaan komitmen-komitmen ekonomi di ASEAN. Begitu pula dalam pelaksanaan prinsip-prinsip politik ASEAN, seperti khususnya demokrasi dan penghormatan dan jaminan atas hak-hak asasi manusia, asas yang fleksibel tetap dipertahankan.

Satu hal penting dalam Piagam ASEAN yang memang sudah selayaknya dilakukan adalah menjadikan organisasi ini sebagai organisasi yang berorientasi pada rakyat atau bukan organisasi birokrat semata. Dengan demikian, dibuka bahkan didorong kesempatan lebih besar kepada warga masyarakat ASEAN untuk berinteraksi satu sama lain dengan lebih intens.

Pergaulan rakyat ASEAN di kawasan regional dan internasional itu tentu akan berkontribusi positif kepada kerja sama ASEAN dengan mitra-mitranya di seluruh kawasan.

3. Langkah paling maju

Ada tiga rencana ASEAN yang dituliskan di piagam itu. Tiga hal itu adalah menginginkan lahirnya Komunitas Ekonomi ASEAN, Komunitas Keamanan ASEAN, dan Komunitas Sosial Budaya ASEAN.

Jangan skeptis dulu dengan rencana pembentukan komunitas itu. Atau jangan melihat realitas sekarang jika ingin menilai prospek pembentukan tiga jenis komunitas itu. ASEAN bisa saja tidak terlihat berwibawa, melihat realitas sekarang, dengan mayoritas anggotanya punya masalah tersendiri yang tergolong berat. Beberapa di antaranya bahkan masih tergolong negara paria.

Sesungguhnya, rencana pembentukan komunitas itu merupakan refleksi dari tajamnya visi para pemikir ASEAN. Piagam itu disusun para pakar atau figur terkenal di ASEAN. Wakil dari Indonesia adalah mantan Menteri Luar Negeri Ali Alatas.

Mantan Menteri Luar Negeri Ali Alatas terkesan jengkel dengan analisis pengamat yang relatif selalu skeptis melihat ASEAN. Mereka itu kadang genit, ya, demikian kalimat lucu dari Ali Alatas mengomentari piagam yang disambut dingin oleh pengamat.

4. Piagam merefleksikan pandangan jauh ke depan.

Bahkan, piagam secara tersirat akan membuat ASEAN malu jika tidak bisa memenuhinya di kemudian hari. Inilah sumbangsih para pemikir ASEAN. Ini merupakan bukti bahwa para pakar ASEAN tidak dungu, tetapi punya sudut pandang yang strategis menuju masa depan.

Hal ini diperkuat lagi dengan rencana pemerintah ASEAN, yang pada November lalu, di Singapura, sudah menandatangani deklarasi pembentukan Komunitas Ekonomi ASEAN pada tahun 2015. Bahkan, pada tahun 2008 sudah ada langkah untuk mewujudkan komunitas ekonomi ini. Tujuan akhirnya adalah aliran barang, jasa, warga yang relatif lebih bebas di ASEAN.

Ini strategis mengingat contoh empiris, negara kaya di dunia menjadi makmur karena mobilitas itu. Para teknokrat ekonomi dan para figur terkenal ASEAN sudah memberi contoh soal penyusunan langkah ke depan.

Sekarang ini, eksekusinya ada di lingkungan pemerintah di ASEAN yang sarat problem, bahkan masih suka menyiksa rakyat.

Apakah junta Myanmar tahu piagam, atau lebih percaya piagam ketimbang paranormal? Ini hanya contoh kecil. Tetapi sudahlah, semoga waktu akan mengubah perangai dan perilaku sebagian pemerintahan di ASEAN, yang juga masih sering sekadar berkomitmen dan tidak bertindak nyata. Setidaknya mereka masih mau menorehkan sejarah baru dengan menandatangani Piagam ASEAN dan juga cetak biru Komunitas Ekonomi ASEAN 2015

5. Strategis

Piagam itu sendiri dinilai strategis karena akan menjadi landasan hukum yang menjamin integrasi politik, sosial, ekonomi, budaya, keamanan, demokratisasi, perlindungan hak asasi, dan pelestarian lingkungan.

Pembuatan piagam merupakan terobosan penting dalam sejarah ASEAN, yang selama 40 tahun lebih bersifat peguyuban. Dalam menghadapi tantangan 40 tahun kedua, ASEAN memang membutuhkan pijakan hukum yang lebih jelas dalam membangun blok politik dan ekonomi.

PAGE 46RKM/2005