44
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Sebelum sekitar tahun 1950, definisi atas kematian cukup jelas, yakni saat detak jantung dan pernapasan berhenti terjadi. Namun kemudian berbagai teknik ditemukan untuk mempertahankan detak jantung dan pernapasan walaupun pasien telah mati, sehingga muncul persepsi baru. Kematian didefinisikan sebagai hilangnya fungsi otak dan bukan fungsi jantung dan paru. Ilmuwan, pemuka agama, pekerja kesehatan, bahkan masyarakat umum secara luas telah menyetujui bahwa seseorang dapat dikatakan meninggal apabila terjadi kematian otak. Di Amerika Serikat, kematian dapat ditentukan berdasarkan kriteria neurologis 1 . Pada orang dewasa di Hongkong, kematian otak yang diakibatkan oleh cedera kepala berat meliputi hingga sekitar 50% dari semua kasus, dan 30% lainnya diakibatkan oleh perdarahan intrakranial. Sisanya 1

SKD 2 - Saraf - Mati Batang Otak

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: SKD 2 - Saraf - Mati Batang Otak

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Sebelum sekitar tahun 1950, definisi atas kematian cukup jelas, yakni saat

detak jantung dan pernapasan berhenti terjadi. Namun kemudian berbagai teknik

ditemukan untuk mempertahankan detak jantung dan pernapasan walaupun pasien

telah mati, sehingga muncul persepsi baru. Kematian didefinisikan sebagai

hilangnya fungsi otak dan bukan fungsi jantung dan paru. Ilmuwan, pemuka

agama, pekerja kesehatan, bahkan masyarakat umum secara luas telah menyetujui

bahwa seseorang dapat dikatakan meninggal apabila terjadi kematian otak. Di

Amerika Serikat, kematian dapat ditentukan berdasarkan kriteria neurologis1.

Pada orang dewasa di Hongkong, kematian otak yang diakibatkan oleh

cedera kepala berat meliputi hingga sekitar 50% dari semua kasus, dan 30%

lainnya diakibatkan oleh perdarahan intrakranial. Sisanya disebabkan oleh tumor

dan infeksi. Di Amerika, penyebab utama kematian otak adalah cedera kepala dan

perdarahan subarachnoid . Batang otak dapat mengalami cedera oleh lesi primer

ataupun karena peningkatan tekanan pada kompartemen supratentorial atau

infratentorial yang mempengaruhi suplai darah atau integritas struktur otak.

Cedera hipoksia lebih mempengaruhi korteks daripada batang otak2,3 .

Kriteria untuk kematian otak sendiri berevolusi seiring waktu. Pada tahun

1959, Mollaret dan Goulon memperkenalkan istilah “irreversible coma” atau

koma ireversibel, untuk mendeskripsikan keadaan dari 23 orang pasien yang

1

Page 2: SKD 2 - Saraf - Mati Batang Otak

berada dalam kondisi koma, kehilangan kesadaran, refleks batang otak, respirasi,

serta menunjukkan hasil elektroensefalogram yang datar. Pada tahun 1968, komite

ad hoc di Harvard Medical School meninjau ulang definisi kematian otak dan

mendefinisikan koma ireversibel, atau kematian otak, sebagai tidak adanya respon

dan reseptivitas, pergerakan dan pernapasan, reflex batang otak, serta adanya

koma yang penyebabnya telah diidentifikasi. Pada tahun 1976, The Conference of

Medical Royal Colleges di Inggris menyatakan bahwa kematian otak adalah

hilangnya fungsi batang otak yang komplet dan ireversibel. Pada tahun 1981,

President’s Commission for the Study of Ethical Problems in Medicine and

Biomedical and Behavioral Research mempublikasikan panduan berkaitan dengan

kematian otak.4,5

Menurut Peraturan Pemerintah RI No.18 tahun 1981 tentang bedah mayat

klinis dan bedah mayat anatomis serta transplantasi alat atau organ tubuh manusia,

meninggal dunia adalah keadaan insani yang diyakini oleh ahli-ahli kedokteran

yang berwenang bahwa fungsi otak, pernapasan dan denyut jantung seseorang

telah berhenti. Batasan mati mengandung 2 kelemahan yang pertama pada henti

jantung (cardiac arrest) , fungsi otak, pernapasan dan jantung telah berhenti

namun sebetulnya kita belum dapat menyatakan mati karena pasien masih

mungkin hidup kembali bila dilakukan resusitasi. yang kedua dengan adanya kata-

kata “denyut jantung telah berhenti“ maka ini justru kurang menguntungkan untuk

transplantasi, karena perfusi ke organ-organ telah berhenti pula, yang tentunya

akan mengurangi viabilitas jaringan atau organ. Diagnosis mati batang otak

(MBO) dan petunjuknya dapat dilihat pada fatwa IDI tentang MBO. Diagnosa

2

Page 3: SKD 2 - Saraf - Mati Batang Otak

MBO mempunyai 2 komponen utama. Komponen pertama terdiri dari pemenuhan

prasyarat-prasyarat dan komponen kedua adalah tes klinis fungsi batang otak.6

I.2 Tujuan

Mengingat pentingnya pengetahuan tentang hal tersebut maka penulis

mencoba memaparkan tentang mati batang otak yang penulis dapatkan dari

berbagai sumber. Penulisan makalah tinjauan pustaka ini bertujuan untuk

memberikan informasi mengenai mati batang otak secara singkat.

I.3 Manfaat

Pada penulisan makalah ini penulis berharap dapat memberikan

pengetahuan pada pembaca mengenai mati batang otak secara lebih mendalam.

3

Page 4: SKD 2 - Saraf - Mati Batang Otak

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Definisi Mati

Mati klinis adalah henti napas (tidak ada gerakan napas spontan) ditambah

henti sirkulasi (jantung) total dengan semua aktivitas otak terhenti, tetapi tidak

ireversibel. Pada masa sekarang kematian inilah, permulaan resusitasi dapat

diikuti dengan pemulihan semua fungsi organ vital termasuk fungsi otak nomal,

asal diberikan terapi yang optimal.1,2

Mati biologis (kematian semua organ) selalu mengikuti mati klinis bila

tidak dilakukan resusitasi jantung paru (RJP) atau bila upaya resusitasi dihentikan.

Mati biologis merupakan proses nekrotisasi semua jaringan, dimulai dengan

neuron otak yang menjadi nekrotik setelah kira-kira 1 jam tanpa sikulasi, diikuti

oleh jantung, ginjal, paru, dan hati yang menjadi nekrotik selama beberapa jam

atau hari.3

Mati serebral (kematian korteks) adalah kerusakan ireversibel serebrum,

terutama neokorteks. Mati otak (MO, kematian otak total) adalah mati serebral

ditambah dengan nekrosis sisa otak lainnya, termasuk serebelum, otak tengah, dan

batang otak.2,3

Mati sosial (status vegetatif yang menetatap, sidroma apalika) merupakan

kerusakan berat ireversibel pada pasien yang tetap tidak sadar dan tidak responsif,

tetapi mempunyai elektroensefalogram (EEG) aktif dan beberapa reflek yang

4

Page 5: SKD 2 - Saraf - Mati Batang Otak

utuh. Ini harus dibedakan dari mati serebral yang hasil EEG nya tenang dan dari

mati otak, dengan tambahan ketiadaan semua reflek saraf otak dan upaya napas

spontan. Pada keadaan vegetatif mungkin terdapat siklus sadar – tidur.3

II.2. Definisi Mati Batang Otak

Walaupun mudah dimengerti sebagai suatu konsep, namun mendefinisikan

kematian otak dalam kata-kata adalah sulit. Pada panduan Australian and New

Zealand Intensive Care Society (ANZICS) yang dipublikasikan pada tahun 1993,

kematian otak didefinisikan sebagai berikut: “Istilah kematian otak harus

digunakan untuk merujuk pada berhentinya semua fungsi otak secara ireversibel.

Kematian otak terjadi saat terjadi hilangnya kesadaran yang ireversibel, dan

hilangnya respon refleks batang otak dan fungsi pernapasan pusat secara

ireversibel, atau berhentinya aliran darah intrakranial secara ireversibel”.7

Menurut kriteria komite ad hoc Harvard tahun 1968, kematian otak

didefinisikan oleh beberapa hal. Yang pertama, adanya otak yang tidak berfungsi

lagi secara permanen, yang ditentukan dengan tidak adanya resepsi dan respon

terhadap rangsang, tidak adanya pergerakan napas, dan tidak adanya refleks-

refleks, yakni respon pupil terhadap cahaya terang, pergerakan okuler pada uji

penggelengan kepala dan uji kalori, refleks berkedip, aktivitas postural (misalnya

deserebrasi), refleks menelan, menguap, dan bersuara, refleks kornea, refleks

faring, refleks tendon dalam, dan respon terhadap rangsang plantar. Yang kedua

adalah data konfirmasi yakni EEG yang isoelektris. Kedua tes tersebut diulang 24

jam setelah tes pertama, tanpa adanya hipotermia (suhu < 32,2o C) atau pemberian

5

Page 6: SKD 2 - Saraf - Mati Batang Otak

depresan sistem saraf pusat seperti barbiturat. Penentuan tersebut harus dilakukan

oleh seorang dokter. 2,7

Menurut Uniform Determination of Death Act, yang dikembangkan oleh

National Conference of Commissioners on Uniform State Laws, President’s

Commission for the Study of Ethical Problems in Medicine and Biomedical and

Behavioral Research, seseorang dinyatakan mati otak apabila mengalami (1)

terhentinya fungsi sirkulasi dan respirasi secara ireversibel, dan (2) terhentinya

semua fungsi otak secara keseluruhan, termasuk batang otak, secara ireversibel.

Terhentinya fungsi sirkulasi dan respirasi dinilai dari tidak adanya denyut jantung

dan usaha napas, serta pemeriksaan EKG dan uji apnea. Terhentinya fungsi otak

dinilai dari adanya keadaan koma serta hilangnya fungsi batang otak berupa

absennya refleks - refleks.8

Menurut panduan yang digunakan di Amerika Serikat, kematian otak

didefinisikan sebagai hilangnya semua fungsi otak secara ireversibel, termasuk

batang otak. Tiga temuan penting dalam kematian otak adalah koma, hilangnya

refleks batang otak, dan apnea.7,8

Diagnosis kematian batang otak merupakan diagnosis klinis. Tidak

diperlukan pemeriksaan lain apabila pemeriksaan klinis (termasuk pemeriksaan

refleks batang otak dan tes apnea) dapat dilaksanakan secara adekuat. Apabila

temuan klinis yang sesuai dengan kriteria kematian batang otak atau

pemeriksaan konfirmatif yang mendukung diagnosis kematian batang otak

tidak dapat diperoleh, diagnosis kematian batang otak tidak dapat ditegakkan.9

II.3. Etiologi

6

Page 7: SKD 2 - Saraf - Mati Batang Otak

Kematian otak ditandai dengan koma, apneu dan hilangnya semua refleks

batang otak. Diagnosis klinis ini pertama kali disampaikan dalam kepustakaan

kedokteran pada tahun 1959 dan kemudian digunakan dalam praktik kedokteran

pada dekade berikutnya pada bidang trauma klinis yang spesifik. Kebanyakan

kasus kematian dapat didiagnosis di tempat tidur pasien.2,4,10

Penyebab umum kematian otak termasuk trauma, perdarahan intrakranial,

hipoksia, overdosis obat, tenggelam, tumor otak primer, meningitis, pembunuhan

dan bunuh diri. Dalam kepustakaan lain, hipoglikemia jangka panjang disebut

sebagai penyebab kematian otak.10

II.4. Patofisiologi

Patofisiologi penting terjadinya kematian otak adalah peningkatan hebat

tekanan intrakranial (TIK) yang disebabkan perdarahan atau edema otak. Jika TIK

meningkat mendekati tekanan darah arterial, kemudian tekanan perfusi serebral

(TPS) mendekati nol, maka perfusi serebral akan terhenti dan kematian otak

terjadi.11

Aliran darah normal yang melalui jaringan otak pada orang dewasa rata-

rata sekitar 50 sampai 60 mililiter per 100 gram otak per menit. Untuk seluruh

otak, yang kira-kira beratnya 1200 – 1400 gram terdapat 700 sampai 840

ml/menit. Penghentian aliran darah ke otak secara total akan menyebabkan

hilangnya kesadaran dalam waktu 5 sampai 10 detik. Hal ini dapat terjadi karena

tidak ada pengiriman oksigen ke sel-sel otak yang kemudian langsung

menghentikan sebagian metabolismenya. Aliran darah ke otak yang terhenti untuk

tiga menit dapat menimbulkan perubahan-perubahan yang bersifat irreversibel.

7

Page 8: SKD 2 - Saraf - Mati Batang Otak

Sedikitnya terdapat tiga faktor metabolik yang memberi pengaruh kuat terhadap

pengaturan aliran darah serebral. Ketiga faktor tersebut adalah konsentrasi karbon

dioksida, konsentrasi ion hidrogen dan konsentrasi oksigen. Peningkatan

konsentrasi karbon dioksida maupun ion hidrogen akan meningkatkan aliran

darah serebral, sedangkan penurunan konsentrasi oksigen akan meningkatkan

aliran.12,13

Faktor-faktor iskemia dan nekrotik pada otak oleh karena kurangnya aliran

oksigen ke otak menyebabkan terganggunya fungsi dan struktur otak, baik itu

secara reversible dan ireversibel. Percobaan pada binatang menunjukkan aliran

darah otak dikatakan kritis apabila aliran darah otak 23/ml/100mg/menit (normal

55 ml/100mg/menit). Jika dalam waktu singkat aliran darah otak ditambahkan di

atas 23 ml, maka kerusakan fungsi otak dapat diperbaiki. Pengurangan aliran

darah otak di bawah 8 - 9 ml/100 mg/menit akan menyebabkan infark, tergantung

lamanya. Dikatakan hipoperfusi jika aliran darah otak di antara 8 - 23 ml/100

mg/menit.12,14

Jika jumlah darah yang mengalir ke dalam otak tersumbat secara parsial,

maka daerah yang bersangkutan langsung menderita karena kekurangan oksigen.

Daerah tersebut dinamakan daerah iskemik. Di wilayah itu didapati: 1) tekanan

perfusi yang rendah, 2) PO2 turun, 3) CO2 dan asam laktat tertimbun. Autoregulasi

dan pengaturan vasomotor dalam daerah tersebut bekerja sama untuk

menanggulangi keadaan iskemik itu dengan mengadakan vasodilatasi maksimal.

Pada umumnya, hanya pada perbatasan daerah iskemik saja bisa dihasilkan

vasodilatasi kolateral, sehingga daerah perbatasan tersebut dapat diselamatkan

8

Page 9: SKD 2 - Saraf - Mati Batang Otak

dari kematian. Tetapi pusat dari daerah iskemik tersebut tidak dapat teratasi oleh

mekanisme autoregulasi dan pengaturan vasomotor. Di situ akan berkembang

proses degenerasi yang ireversibel. Semua pembuluh darah di bagian pusat daerah

iskemik itu kehilangan tonus, sehinga berada dalam keadaan vasoparalisis.

Keadaan ini masih bisa diperbaiki, oleh karena sel-sel otot polos pembuluh darah

bisa bertahan dalam keadaan anoksik yang cukup lama. Tetapi sel-sel saraf daerah

iskemik itu tidak bisa tahan lama. Pembengkakan sel dengan pembengkakan

serabut saraf dan selubung mielinnya (edema serebri) merupakan reaksi

degeneratif dini. Kemudian disusul dengan diapedesis eritosit dan leukosit.

Akhirnya sel-sel saraf akan musnah. Yang pertama adalah gambaran yang sesuai

dengan keadaan iskemik dan yang terakhir adalah gambaran infark.14

Adapun pada hipoglikemia, mekanisme yang terjadi sifatnya umum.

Hipoglikemia jangka panjang menyebabkan kegagalan fungsi otak. Berbagai

mekanisme dikatakan terlibat dalam patogenesisnya, termasuk pelepasan glutamat

dan aktivasi reseptor glutamat neuron, produksi spesies oksigen reaktif, pelepasan

Zinc neuron, aktivasi poli (ADP-ribose) polymerase dan transisi permeabilitas

mitokondria.15

II.5. Kriteria Mati Batang Otak

9

Page 10: SKD 2 - Saraf - Mati Batang Otak

Pada tahun 1959 Mollaret dan Goulon memperkenalkan istilah coma de

passé (koma irreversibel) dalam menggambarkan 23 pasien koma dengan

hilangnya kesadaran, refleks batang otak, respirasi dan dengan hasil

elektroensefalogram (EEG) yang mendatar. Pada tahun 1968, sebuah komite Ad

hoc pada Fakultas Kedokteran Harvard meninjau kembali defenisi kematian otak

dan kemudian diartikan sebagai koma ireversibel atau kematian otak adalah tidak

adanya respon terhadap stimulus, tidak ada gerakan napas, tidak adanya refleks

batang otak dan koma yang penyebabnya sudah diketahui, kondisi tersebut

menetap sekurang-kurangnya 6 sampai 24 jam.2,7,16

Pada tahun 1971 Mohandas dan Chou menggambarkan kerusakan batang

otak sebagai komponen penting dari kerusakan otak yang berat. Konferensi

perguruan tinggi Medical Royal dan fakultas-fakultas yang ada di dalamnya di

Kerajaan Inggris pada tahun 1976, menerbitkan sebuah pernyataan mengenai

diagnosis kematian otak dimana kematian otak diartikan sebagai hilangnya fungsi

batang otak secara lengkap dan ireversibel. Pernyataan ini memberikan pedoman

yang termasuk di dalamnya perbaikan dalam uji apnea dan memusatkan perhatian

pada batang otak sebagai pusat dari fungsi otak. Tanpa batang otak ini, tidak ada

kehidupan. Pada tahun 1981 komisi presiden untuk studi masalah etik dalam

kedokteran biomedis juga penelitian tentang perilaku menerbitkan pedomannya.

Dokumen tersebut merekomendasikan kegunaan tes konfirmasi untuk mengurangi

durasi waktu yang dibutuhkan untuk observasi dan merekomendasikan periode 24

jam bagi pasien dengan gangguan anoksia dan kemudian menyingkirkan syok

sebagai syarat untuk menentukan kematian otak. Akhir-akhir ini, Akademi

10

Page 11: SKD 2 - Saraf - Mati Batang Otak

Neurologi Amerika memberikan kasus berdasarkan bukti dan menyarankan

adanya pemeriksaan-pemeriksaan dalam praktek. Laporan ini secara spesifik

mengarah kepada adanya peralatan-peralatan pemeriksaan klinis dan tes

konfirmasi validitas serta adanya deskripsi tentang uji apnea dalam praktek.17

Sehubungan dengan dibutuhkannya konsep kematian otak, maupun metode

terstruktur suatu diagnosis, beragam kriteria telah diterbitkan. Beberapa

diantaranya1,2,3,10:

a. Kriteria Harvard

Kunci perkembangan diagnosis kematian otak diterbitkan “Kriteria

Harvard”, kunci diagnosis tersebut adalah2,10:

Tidak bereaksi terhadap stimulus noksius yang intensif (unresponsive

coma).

Hilangnya kemampuan bernapas spontan.

Hilangnya refleks batang otakdan spinal.

Hilangnya aktivitas postural seperti deserebrasi.

EEG datar.

Hipotermia dan pemakaian depresan seperti barbiturat harus disingkirkan.

Kemudian, temuan klinis dan EEG harus tetap saat evaluasi sekurang

kurangnya 24 jam kemudian.

b. Kriteria Minnesota

Pengalaman klinis dengan menggunakan kriteria Harvard yang disarankan

mungkin sangat terbatas. Hal ini menyebabkan Mohandes dan Chou

mengusulkan “Kriteria Minnesota” untuk kematian otak. Yang dihilangkan

11

Page 12: SKD 2 - Saraf - Mati Batang Otak

dari kriteria ini adalah tidak dimasukkannya refleks spinalis dan aktivitas EEG

karena masih dipandang sebagai sebuah pilihan pemeriksaan untuk konfirmasi,

elemen kunci kriteria Minnesota adalah3:

Hilangnya respirasi spontan setelah masa 4 menit pemeriksaan.

Hilangnya refleks otak yang ditandai dengan: pupil dilatasi, hilangnya

refleks batuk, refleks kornea dan siliospinalis, hilangnya doll’s eye

movement, hilangnya respon terhadap stimulus kalori dan hilangnya

refleks tonus leher.

Status penderita tidak berubah sekurang-kurangnya dalam 12 jam

Proses patologis yang berperan dan dianggap tidak dapat diperbaiki.

Pertimbangan utama dalam mendiagnosis kematian otak adalah sebagai

berikut18:

1) Hilangnya fungsi serebral

2) Hilangnya fungsi batang otak termasuk respirasi spontan

3) Bersifat ireversibel.

Hilangnya fungsi serebral ditandai dengan berkurangnya pergerakan spontan dan

berkurangnya respon motorik dan vokal terhadap seluruh rangsang visual,

pendengaran dan kutaneus. Refleks-refleks spinalis mungkin saja ada.

EEG merupakan indikator berharga dalam kematian serebral dan banyak

lembaga kesehatan yang memerlukan pembuktian Electro Cerebral Silence

(ECS), yang juga disebut EEG datar atau isoelektrik. Dikatakan EEG datar

apabila tidak ada perubahan potensial listrik melebihi 2 mikroVolt selama dua kali

30 menit yang direkam setiap 6 jam. Perlu ditekankan bahwa tidak adanya respon

12

Page 13: SKD 2 - Saraf - Mati Batang Otak

serebral dan EEG datar tidak selalu berarti kematian otak. Akan tetapi, keduanya

dapat terjadi dan bersifat reversible pada keadaan hipotermia dan intoksikasi obat-

obatan hipnotik-sedatif.19

Fungsi-fungsi batang otak dianggap tidak ada jika tidak terdapat reaksi

pupil terhadap cahaya, tidak terdapat refleks kornea, vestibulo-ocular,

orofaringeal atau trakea. Tidak ada respon deserebrasi terhadap stimulus noksius

dan tidak ada pernapasan spontan. Untuk kepentingan dalam praktek, apnea

absolut dikatakan terjadi pada pasien, jika pasien tersebut tidak melakukan usaha

untuk menolak penggunaan alat respirasi setidaknya selama 15 menit. Sebagai tes

akhir, pasien dapat dilepaskan dari respirator lebih lama beberapa menit untuk

memastikan bahwa PCO2 arteri meningkat di atas ambang untuk merangsang

pernapasan spontan.20

Jika hasil pemeriksaan memperlihatkan bahwa semua fungsi otak hilang,

maka pemeriksaan harus diulang dalam waktu 6 jam untuk memastikan bahwa

keadaan pasien bersifat ireversibel. Jika riwayat dan pengamatan komprehensif

yang sesuai terhadap prosedur penggunaan obat-obatan tidak ada, maka observasi

selama periode 72 jam mungkin dibutuhkan untuk memperoleh reversibilitas

walaupun jarang terjadi dalam praktek, studi perfusi serebral menunjukkan

terhentinya sirkulasi intrakranial secara sempurna menyebabkan terjadinya

kematian otak.21

II.6. Langkah Penetapan Diagnosis Kematian Batang Otak

13

Page 14: SKD 2 - Saraf - Mati Batang Otak

Pemeriksaan neurologis klinis tetap menjadi standar untuk penentuan

kematian otak dan telah diadopsi oleh sebagian besar negara-negara di dunia.

Pemeriksaan pasien yang diduga telah mengalami kematian otak harus dilakukan

dengan teliti. Deklarasi tentang kematian otak tidak hanya menuntut dilakukannya

tes neurologis namun juga identifikasi penyebab koma, keyakinan akan kondisi

ireversibel, penyingkiran tanda neurologis yang salah ataupun faktor-faktor yang

dapat menyebabkan kebingungan, interpretasi hasil pencitraan neurologis, dan

dilakukannya tes laboratorium tambahan yang dianggap perlu.15,16

Diagnosis kematian otak terutama ditegakkan secara klinis. Tidak ada tes

lain yang perlu dilakukan apabila pemeriksaan klinis yang menyeluruh, meliputi

kedua tes refleks batang otak dan satu tes apnea, memberikan hasil yang jelas.

Apabila tidak ditemukan temuan klinis, atau uji konfirmasi, yang lengkap yang

konsisten dengan kematian otak, maka diagnosis tersebut tidak dapat ditegakkan.17

Pemeriksaan neurologis untuk menentukan apakah seseorang telah

mengalami kematian otak atau tidak dapat dilakukan hanya apabila persyaratan

berikut dipenuhi18:

1) Penyingkiran kondisi medis yang dapat mengganggu penilaian klinis,

khususnya gangguan elektrolit, asam – basa, atau endokrin.

2) Tidak adanya hipotermia parah, didefinisikan sebagai suhu tubuh lebih

kurang atau sama dengan 32oC.

3) Tidak adanya bukti intoksikasi obat, racun, atau agen penyekat

neuromuskuler.

14

Page 15: SKD 2 - Saraf - Mati Batang Otak

Menurut panduan sertifikasi kematian otak yang diterapkan di Hong Kong, yang

mengacu pada beberapa referensi seperti Medical Royal Colleges in United

Kingdom dan Austalian and New Zealand Intensive Care Society, sebelum

mempertimbangkan diagnosis kematian otak, harus diperiksa kondisi-kondisi

serta kriteria eksklusi.17

Pertama-tama, harus ditemukan kondisi cedera otak berat yang konsisten

dengan proses terjadinya kematian otak (yang biasanya dikonfirmasi dengan

pencitraan otak). Tidak boleh ada keraguan bahwa kondisi yang dialami pasien

diakibatkan oleh kerusakan struktural otak yang tidak dapat diperbaiki. Diagnosis

dari kelainan yang dapat menimbulkan kematian otak harus ditegakkan dengan

jelas. Diagnosis tersebut dapat jelas terlihat beberapa jam setelah kejadian

intrakranial primer seperti cedera kepala berat, perdarahan intrakranial spontan,

atau setelah pembedahan otak. Namun, saat kondisi pasien disebabkan oleh henti

jantung, hipoksia, atau insufisiensi sirkulasi yang berat tanpa periode anoksia

serebri yang jelas, atau dicurigai mengalami embolisme udara atau lemak otak

maka penegakan diagnosis akan memakan waktu lebih lama.16,17

Kondisi kedua yang dapat menjadi pertimbangan untuk menegakkan

diagnosis kematian otak adalah pasien yang apneu dan menggunakan bantuan

ventilator. Pasien tidak responsif dan tidak bernafas secara spontan. Obat

penyekat neuromuskuler atau lainnya harus dieksklusi dari penyebab kondisi

tersebut.

Penyebab koma lain yang harus dieksklusi adalah obat depresan atau

racun. Riwayat penggunaan obat harus secara hati-hati diperiksa. Periode

15

Page 16: SKD 2 - Saraf - Mati Batang Otak

observasi tergantung pada farmakokinetik dari obat yang digunakan, dosis yang

digunakan, dan fungsi hepar serta ginjal pasien. Apabila diperlukan, tes darah dan

urin serta level serum dilakukan. Bila ada keraguan tentang adanya efek dari

opioid atau benzodiazepine, maka obat antagonis yang tepat harus diberikan.

Stimulator saraf tepi harus digunakan untuk mengkonfirmasi intak tidaknya

konduksi neuromuskuler apabila pasien menggunakan obat pelemas otot (muscle

relaxant).18

Hipotermia primer juga menjadi kriteria eksklusi. Suhu pasien direkomendasikan

harus di atas 35 oC sebelum dilakukan uji diagnostik. Selain itu, harus

disingkirkan juga kondisi gangguan metabolik dan endokrin, serta hipotensi arteri.

Langkah-langkah penetapan kematian batang otak meliputi hal-hal

berikut19:

1. Evaluasi kasus koma

2. Memberikan penjelasan kepada keluarga mengenai kondisi terkini pasien

3. Penilaian klinis awal refleks batang otak

4. Periode interval observasi

a. Sampai dengan usia 2 bulan, periode interval observasi 48 jam

b. Usia lebih dari 2 bulan - < 1 tahun, periode interval observasi 24 jam

c. Usia lebih dari 1 tahun - < 18 tahun, periode interval observasi 12 jam

d. Usia 18 tahun ke atas, periode interval observasi berkisar 6 jam

5. Penilaian klinis ulang refleks batang otak

6. Tes apnea

16

Page 17: SKD 2 - Saraf - Mati Batang Otak

7. Pemeriksaan konfirmatif apabila terdapat indikasi

8. Persiapan akomodasi yang sesuai

9. Sertifikasi kematian batang otak

10. Penghentian penyokong kardiorespirasi

Evaluasi kasus koma

Penentuan kematian batang otak memerlukan identifikasi kasus koma

ireversibel beserta penyebab koma yang paling mungkin. Cedera kepala

berat, perdarahan intraserebral hipertensif, perdarahan subarachnoid, jejas otak

hipoksik-iskemik, dan kegagalan hepatik fulminan adalah merupakan penyebab

potensial hilangnya fungsi otak yang bersifat ireversibel. Dokter perlu menilai

tingkat dan reversibilitas koma, serta potensi berbagai kerusakan organ.17,18

Dokter juga harus menyingkirkan berbagai faktor perancu, seperti intoksikasi

obat, blokade neuromuskular, hipotermia, atau kelainan metabolik lain yang

dapat menyebabkan koma namun masih berpotensi reversible.

Kedalaman koma diuji dengan penilaian adanya respon motorik terhadap stimulus

nyeri yang standar, seperti penekanan nervus supraorbita, sendi

temporomandibuler, atau bantalan kuku pada jari Koma dalam adalah tidak

adanya respon motorik cerebral terhadap rangsang nyeri pada seluruh

ekstremitas (nail-bed pressure) dan penekanan di supraorbital.19

Yang harus diperhatikan dalam pengujian ini adalah kemungkinan adanya respon

motorik “Lazarus sign” yang dapat terjadi secara spontan selama tes apnea,

seringkali pada kondisi hipoksia atau episode hipotensi, dan berasal dari spinal.

17

Page 18: SKD 2 - Saraf - Mati Batang Otak

Agen penyekat neuromuskuler juga dapat menghasilkan kelemahan motorik yang

cukup lama.20

Gambar 1. Tes Rangsang Nyeri

Penilaian klinis refleks batang otak

Pemeriksaan refleks batang otak meliputi pengukuran jalur refleks pada

mesensefalon, pons, dan medula oblongata. Saat terjadi kematian otak, pasien

kehilangan refleks dengan arah rostral ke kaudal, dan medulla oblongata adalah

bagian terakhir dari otak yang berhenti berfungsi. Beberapa jam dibutuhkan untuk

terjadinya kerusakan batang otak secara menyeluruh, dan selama periode tersebut,

mungkin masih terdapat fungsi medula. Pada kasus yang jarang dimana terdapat

fungsi medula oblongata yang tetap ada, ditemukan tekanan darah normal, respon

batuk setelah suction trakhea, dan takhikardia setelah pemberian 1 mg

atropine.20,21

Penentuan kematian batang otak memerlukan penilaian fungsi otak oleh

minimal dua orang klinisi dengan interval waktu pemeriksaan beberapa jam.

Tiga temuan penting pada kematian batang otak adalah koma dalam, hilangnya

seluruh refleks batang otak, dan apnea. Pemeriksaan apnea (tes apnea) secara

khas dilakukan setelah evaluasi refleks batang otak yang kedua.21

18

Page 19: SKD 2 - Saraf - Mati Batang Otak

Hilangnya refleks batang otak19,20,21

Pupil:

a. Tidak terdapat respon terhadap cahaya atau refleks cahaya negatif

b. Ukuran: midposisi (4 mm) sampai dilatasi (9 mm)

Gerakan bola mata /gerakan okular:

a. Refleks oculocephalic negatif

Pengujian dilakukan hanya apabila secara nyata tidak terdapat retak

atau ketidakstabilan vertebrae cervical atau basis kranii.

b. Tidak terdapat penyimpangan atau deviasi gerakan bola mata terhadap

irigasi 50 ml air dingin pada setiap telinga. Membrana timpani harus tetap

utuh; pengamatan 1 menit setelah suntikan, dengan interval tiap telinga

minimal 5 menit.

Respon motorik facial dan sensorik facial:

a. Refleks kornea negatif

b. Jaw reflex negatif (optional)

c. Tidak terdapat respon menyeringai terhadap rangsang tekanan dalam

pada kuku, supraorbita, atau temporomandibular joint.

Refleks trakea dan faring:

a. Tidak terdapat respon terhadap rangsangan di faring bagian posterior

b. Tidak terdapat respon terhadap pengisapan trakeobronkial

(tracheobronchial suctioning).

19

Page 20: SKD 2 - Saraf - Mati Batang Otak

Gambar 2. Pemeriksaan Refleks Batang OtakPenilaian klinis terhadap refleks batang otak dikerjakan secara menyeluruh. Nervus cranialis yang diperiksa ditunjukkan dengan angka romawi; garis panah utuh menunjukkan jaras aferen; garis panah terputus menunjukkan jaras eferen. Hilangnya respon menyeringai atau mata tidak membuka terhadap rangsang tekanan dalam pada kedua condyles setinggi temporomandibular joint (afferent n. V dan efferent n. VII), hilangnya refleks kornea terhadap rangsang sentuhan tepi kornea mata (n. V dan n. VII), hilangnya refleks cahaya (n. II dan n. III), hilangnya respon oculovestibular ke arah sisi stimulus dingin oleh air es (n. VIII dan n. III dan n. VI), hilangnya refleks batuk terhadap rangsangan pengisapan yang dalam pada trachea (n. IX dan n. X).

Tes Apnea

Secara umum, tes apnea dilakukan setelah pemeriksaan refleks batang otak

yang kedua dilakukan. Tes apnea dapat dilakukan apabila kondisi prasyarat

terpenuhi, yaitu18,19:

a. Suhu tubuh ≥ 36,5 °C atau 97,7 °F

b. Euvolemia (balans cairan positif dalam 6 jam sebelumnya)

c. PaCO2 normal (PaCO2 arterial ≥ 40 mmHg)

d. PaO2 normal (pre-oksigenasi arterial PaO2 arterial ≥ 200 mmHg)

Setelah syarat-syarat tersebut terpenuhi, dokter melakukan tes apnea dengan

langkah-langkah sebagai berikut20:

a. Pasang pulse-oxymeter dan putuskan hubungan ventilator

20

Page 21: SKD 2 - Saraf - Mati Batang Otak

b. Berikan oksigen 100%, 6 L/menit ke dalam trakea (tempatkan kanul

setinggi carina)

c. Amati dengan seksama adanya gerakan pernafasan (gerakan dinding dada

atau abdomen yang menghasilkan volume tidal adekuat)

d. Ukur PaO2, PaCO2, dan pH setelah kira-kira 8 menit, kemudian ventilator

disambungkan kembali

e. Apabila tidak terdapat gerakan pernafasan, dan PaCO2 ≥ 60 mmHg (atau

peningkatan PaCO2 lebih atau sama dengan nilai dasar normal), hasil

tes apnea dinyatakan positif (mendukung kemungkinan klinis kematian

batang otak).

f. Apabila terdapat gerakan pernafasan, tes apnea dinyatakan negatif

(tidak mendukung kemungkinan klinis kematian batang otak) .

g. Hubungkan ventilator selama tes apnea apabila tekanan darah sistolik

turun sampai < 90 mmHg (atau lebih rendah dari batas nilai normal

sesuai usia pada pasien < 18 tahun), atau pulse-oxymeter

mengindikasikan adanya desaturasi oksigen yang bermakna, atau

terjadi aritmia kardial.

Segera ambil sampel darah arterial dan periksa analisis gas darah.

Apabila PaCO2 ≥ 60 mmHg atau peningkatan PaCO2 ≥ 20

mmHg di atas nilai dasar normal, tes apnea dinyatakan positif.

Apabila PaCO2 < 60 mmHg atau peningkatan PaCO2 < 20 mHg di

atas nilai dasar normal, hasil pemeriksaan belum dapat dipastikan dan

perlu dilakukan tes konfirmasi

21

Page 22: SKD 2 - Saraf - Mati Batang Otak

Gambar 3. Tes ApneuDiskoneksi ventilator dan penggunaan oksigenasi apneik difusi (apneic diffusion oxygenation) memerlukan syarat tertentu. Suhu tubuh harus ≥ 36.5 °C, tekanan darah sistolik harus ≥ 90 mmHg, dan balans cairan harus positif selama enam jam. Setelah preoksigenasi (fraksi oksigen insprasi harus 1.0 selama 10 menit), tingkat ventilasi harus dikurangi. Ventilator harus diputus apabila PaO2 arterial mencapai ≥ 200 mmHg, atau apabila PaCO2 arterial mencapai ≥ 40 mmHg. Pipa oksigen harus berada pada carina (menghantarkan oksigen 6 liter per menit). Dokter harus mengamati dinding dada dan abdomen untuk mengamati adanya gerakan pernafasan selama 8-10 menit, dan harus mengawasi pasien terhadap adanya perubahan fungsi vital. Apabila PaO2 arterial ≥ 60 mmHg, atau terdapat peningkatan > 20 mmHg dari nilai dasar yang normal, maka tes apnea dinyatakan positif.

Faktor Perancu

Kondisi-kondisi berikut dapat mempengaruhi diagnosis klinis kematian batang

otak, sedemikian rupa sehingga hasil diagnosis tidak dapat dibuat dengan

pasti hanya berdasarkan pada alasan klinis sendiri. Pada keadaan ini

pemeriksaan konfirmatif direkomendasikan21:

a. Trauma spinal servikal berat atau trauma fasial berat

b. Kelainan pupil sebelumnya

c. Level toksis beberapa obat sedatif, aminoglikosida, antidepresan

trisiklik, antikolinergik, obat antiepilepsi, agen kemoterapi, atau agen

blokade neuromuskular

d. Sleep apnea atau penyakit paru berat yang mengakibatkan retensi kronis

CO2

22

Page 23: SKD 2 - Saraf - Mati Batang Otak

Manifestasi berikut terkadang tampak dan tidak boleh diinterpretasikan

sebagai bukti fungsi batang otak18,19 :

a. Gerakan spontan ekstremitas selain dari respon fleksi atau ekstensi

patologis

b. Gerakan mirip bernafas (elevasi dan aduksi bahu, lengkungan

punggung, ekspansi interkosta tanpa volume tidal yang bermakna)

c. Berkeringat, kemerahan, takikardi

d. Tekanan darah normal tanpa dukungan farmakologis, atau

peningkatan mendadak tekanan darah

e. Tidak-adanya diabetes insipidus

f. Refleks tendo dalam, refleks abdominal superfisial, respon fleksi triple

g. Refleks Babinski

Pemeriksaan Konfirmatif Apabila Terdapat Indikasi

Diagnosis kematian batang otak merupakan diagnosis klinis. Tidak diperlukan

pemeriksaan lain apabila pemeriksaan klinis termasuk pemeriksaan refleks batang

otak dan tes apnea dapat dilaksanakan secara adekuat. Beberapa pasien dengan

kondisi tertentu seperti cedera servikal atau kranium, instabilitas

kardiovaskular, atau faktor lain yang menyulitkan dilakukannya pemeriksaan

klinis untuk menegakkan diagnosis kematian batang otak, perlu dilakukan tes

konfirmatif.20

Pemilihan tes konfirmatif yang akan dilakukan sangat tergantung pada

pertimbangan praktis, mencakup ketersediaan, kemanfaatan, dan kerugian yang

mungkin terjadi. Beberapa tes konfirmatif yang biasa dilakukan antara lain21:

23

Page 24: SKD 2 - Saraf - Mati Batang Otak

a. Angiography (conventional, computerized tomographic, magnetic

resonance, dan radionuclide) : kematian batang otak ditegakkan apabila

tidak terdapat pengisian intraserebral (intracerebral filling) setinggi

bifurkasio karotis atau sirkulus Willisi

b. Elektroensefalografi (EEG) : kematian batang otak ditegakkan apabila

tidak terdapat aktivitas elektrik setidaknya selama 30 menit

c. Nuclear brain scanning : kematian batang otak ditegakkan apabila tidak

terdapat ambilan (uptake) isotop pada parenkim otak dan atau vasculature,

bergantung teknik isotop (hollow skull phenomenon)

b. Somatosensory evoked potentials : kematian batang otak ditegakkan

apabila tidak terdapat respon N20-P22 bilateral pada stimulasi nervus

medianus

c. Transcranial doppler ultrasonography : kematian batang otak ditegakkan

oleh adanya puncak sistolik kecil (small systolic peaks) pada awal

sistolik tanpa aliran diastolik (diastolic flow) atau reverberating flow,

mengindikasikan adanya resistensi yang sangat tinggi (very high

vascular resistance) terkait adanya peningkatan tekanan intrakranial yang

besar.

BAB III

PENUTUP

III.1 Kesimpulan

24

Page 25: SKD 2 - Saraf - Mati Batang Otak

Berbagai teknik yang ditemukan untuk mempertahankan detak jantung dan

pernapasan walaupun pasien telah mati telah memunculkan persepsi baru tentang

definisi kematian sebagai hilangnya fungsi otak dan bukan fungsi jantung dan

paru, dimana kematian dapat ditentukan berdasarkan kriteria neurologis.

Kematian otak kebanyakan diakibatkan oleh cedera kepala berat dan perdarahan

intrakranial.

Kriteria untuk kematian otak sendiri berevolusi seiring waktu. Kematian

otak didefinisikan sebagai hilangnya semua fungsi otak secara ireversibel,

termasuk batang otak. Tiga temuan penting dalam kematian otak adalah koma,

hilangnya refleks batang otak, dan apnea. Pada pasien, harus diperiksa kondisi-

kondisi serta kriteria eksklusi. Harus ditemukan kondisi cedera otak berat yang

konsisten dengan proses terjadinya kematian otak, tidak bernafas secara spontan,

dan hasil yang negatif pada pemeriksaan refleks-refleks batang otak.

Saat ini masih banyak kontroversi berkaitan dengan penentuan kematian otak,

karena masih kurangnya literatur atau panduan yang berbasis bukti.

Jika kematian otak telah didiagnosis berdasarkan kriteria klinis dasar di

atas, dokter dan keluarga harus sadar bahwa kematian otak sama dengan kematian

pasien. Masalah yang penting dipertimbangkan bagi keluarga pasien saat itu

adalah penyerahan organ, pemeriksaan otopsi dan pemakaman pasien. Alat bantu

hidup harus disingkirkan kecuali donasi organ telah dipertimbangkan. Jika terjadi

perpecahan sehubungan dengan diagnosis kematian otak dan hal tersebut tidak

dapat dipecahkan oleh dokter dan keluarga di tempat tidur pasien, maka petugas

yang bertugas memastikan kematian pasien dapat dipanggil untuk mengevaluasi

25

Page 26: SKD 2 - Saraf - Mati Batang Otak

masalah tersebut dan mungkin akan melengkapi sertifikat kematian.

III.2. Saran

Berdasarkan apa yang telah dipaparkan diatas maka kita sebagai praktisi

klinis diharapkan dapat memahami keadaan mati batang otak dan dapat

menegakkan diagnosis mati batang otak secara tepat sehingga diharapkan

nantinya bila kita menemukan kasus ini kita dapat memberikan penanganan yang

tepat kepada penderita.

26

Page 27: SKD 2 - Saraf - Mati Batang Otak

DAFTAR PUSTAKA

1. Wijdicks. Current Concepts, The Diagnosis of Brain Death, N Engl J Med,

2001, 344 (16)

2. Guidelines On Certification Of Brain Death, The Hong Kong Society Of

Critical Care Medicine, journal of the Royal College of Physicians of

London 1995, 29:381-2.

3. RM, Schapiro R, eds. The definition of death: contemporary controversies,

Johns Hopkins University Press, Baltimore, 1999

4. New York State Department of Health. Guidelines for Determining

Brain Death, Department of Health, New York, 2005

5. Quality Standards Subcommittee of the American Academy of

Neurology,. Practice parameters for determining brain death in adults

(summary statement), Neurology, 1995, 45(5):1012-4

6. Pernyataan Ikatan Dokter Indonesia tentang mati. Surat Keputusan

Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia SK PB IDI

No.231/PB.A.4/07/90

7. So Hing-Yu, Fanzca Ficanzcafhkam, Update Article Brain Death, Hong

Kong Practitioner 16 (II) November 1994.

8. Neil M.Lazar. Sham Shemie et al. Bioethics For Clinicians 24. Brain

Death. C MAJ Mar 20,2001;164 (6).

9. Mardjono M, Sidharta P. Neurologi klinis dasar. Jakarta: Dian Rakyat;

2004.hal.280.

10. Guyton AC, Hall JE. Aliran darah serebral, cairan serebrospinal, dan

metabolisme otak. Dalam: Buku ajar fisiologi kedokteran. Jakarta:

Penerbit Buku Kedokteran EGC; 1996.hal.975-83.

11. Walton JN. Brains Diseases of the nervous system. 8th ed. New York:

Oxford University Press; 1977.p.1169-70.

12. Wilson LM. Sistem saraf dalam Patofisiologi konsep klinis proses-proses

penyakit edisi kedua. Jakarta: EGC;1994. hal.902.

13. Adams RD, Victor M. Principles of neurology. 3rd ed. New York:

McGraw-Hill Book Company; 1985.p.258-9.

27

Page 28: SKD 2 - Saraf - Mati Batang Otak

14. Thomas M Walshe, The diagnosis of brain death. N Engl J Med 2001 ;

344: 1215-1221

15. Suh SW, Gum ET, Hamby AM, Chan PH, Swanson RA. Hypoglycemic

neuronal death is triggered by glucose reperfusion and activation of

neuronal NADPH oxidase [online] 2007 Jan 30, [cited 2007 Apr 30];

Available from URL: http://www.jci.org/cgi/content/full/117/4/910

16. Eelco F. M. Wijdicks, The diagnosis of brain death , review articles, N

Engl J Med 2001;344 (16) : 1 - 10.

17. Christopher James Doig MD, Brain death: resoving inconsistencies in

ethical declaration of death, Can J Anesth 2003;50(7):725-731.

18. Sunatrio S. Penentuan Mati . Bagian Anestesiologi :FKUI/RSCM ,2006.

19. Leonard Baron MD, et al. Neuroanestesia and Intensive Care. Brief

Review: History, Concept And Controversies In The Neurological

Determination Of Death. Can J Anesth 2006;53(6):602-608.

20. G. Bryan Young MD FRCPC. Et al. Brief Review: The Role Of Ancillary

Tests In The Neurological Determination Of Death. Can J Anesth

2006;53(6) : 620-627.

21. Taveras JM, Wood EH. Diagnostic neuroradiology volume II. 2nd ed.

Baltimore : The William & Wilkins Company; 1977.p.650-1.

28