32
SKENARIO 1 Dari Meja Operasi ke Meja Hijau Pasien perempuan 37 tahun datang dengan keluhan nyeri pada pinggang dan gangguan menstruasi, pasien datang ke RSUD Marabahan Kalimantan Selatan pada tanggal 10 Maret 2007. Pasien diperiksa pertama kali di poliklinik kebidanan oleh dr. R, SPOG, sekaligus dokter yang menyarankan untuk dilakukan operasi. Diagnosis awal dari rekam medis diketahui bahwa pasien tersebut menderita suspek cysta ovarii yang ditunjang dengan hasil pemeriksaan USG dengan diagnosis hydronefrosis ginjal dan asites, dr. R mengatakan “Ibu nggak usah pulang, langsung masuk untuk opname saja”. Merasa penyakitnya sudah berat pasien dan keluarganya menyetujui untuk rawat inap, dan dengan diantar oleh Ibu Nisma sebagai kepala perawat, pasien masuk ke Pav Kenanga II. Pasien disarankan membawa kain 3 buah dan blus. Keesokan harinya pukul 07.00 WIB baru dipasang infus. Karena dr. R adalah dokter senior dengan banyak kesibukan dan akan mengikuti kongres di luar negeri maka operasi akan dilakukan oleh dr. S, SPOG selaku yunior dan bekas murid dr. R. Hal ini pun sedah diberitahukan kepada pasien dan pasien setuju. Pada tanggal 11 Maret 2007 pukul 09.30 WIB pasien dibawa ke kamar operasi. Disana sudah ada dr. S bersama dokter residen (calon dokter spesialis yang masih dalam pendidikan) maupun perawat kamar operasi. Di ruangan itu pasien mendengar pembicaraan residen yang mengatakan bahwa sebenarnya mereka bisa melakukan tetapi tidak boleh oleh dr. R. Setelah operasi selesai, asisten dokter menanyakan keadaan pasien, kemudian asisten dokter tersebut mengatakan kalau keadaan pasien sehat dan diperbolehkan untuk makan dan minum. Akhirnya pasien dibawa keluar kamar operasi, disana sudah ada suami dan 2 anak laki-laki pasien serta 2 teman dari suami pasien. Suami kemudian menanyakan hasil operasi tersebut, karena curiga melihat perut pasien masih besar setelah dioperasi. Asisten dokter mengatakan kalau hasil operasi 1

SKENARIO 1

Embed Size (px)

DESCRIPTION

asik

Citation preview

Page 1: SKENARIO 1

SKENARIO 1

Dari Meja Operasi ke Meja Hijau

Pasien perempuan 37 tahun datang dengan keluhan nyeri pada pinggang dan gangguan menstruasi, pasien datang ke RSUD Marabahan Kalimantan Selatan pada tanggal 10 Maret 2007. Pasien diperiksa pertama kali di poliklinik kebidanan oleh dr. R, SPOG, sekaligus dokter yang menyarankan untuk dilakukan operasi. Diagnosis awal dari rekam medis diketahui bahwa pasien tersebut menderita suspek cysta ovarii yang ditunjang dengan hasil pemeriksaan USG dengan diagnosis hydronefrosis ginjal dan asites, dr. R mengatakan “Ibu nggak usah pulang, langsung masuk untuk opname saja”. Merasa penyakitnya sudah berat pasien dan keluarganya menyetujui untuk rawat inap, dan dengan diantar oleh Ibu Nisma sebagai kepala perawat, pasien masuk ke Pav Kenanga II. Pasien disarankan membawa kain 3 buah dan blus. Keesokan harinya pukul 07.00 WIB baru dipasang infus. Karena dr. R adalah dokter senior dengan banyak kesibukan dan akan mengikuti kongres di luar negeri maka operasi akan dilakukan oleh dr. S, SPOG selaku yunior dan bekas murid dr. R. Hal ini pun sedah diberitahukan kepada pasien dan pasien setuju. Pada tanggal 11 Maret 2007 pukul 09.30 WIB pasien dibawa ke kamar operasi. Disana sudah ada dr. S bersama dokter residen (calon dokter spesialis yang masih dalam pendidikan) maupun perawat kamar operasi. Di ruangan itu pasien mendengar pembicaraan residen yang mengatakan bahwa sebenarnya mereka bisa melakukan tetapi tidak boleh oleh dr. R. Setelah operasi selesai, asisten dokter menanyakan keadaan pasien, kemudian asisten dokter tersebut mengatakan kalau keadaan pasien sehat dan diperbolehkan untuk makan dan minum. Akhirnya pasien dibawa keluar kamar operasi, disana sudah ada suami dan 2 anak laki-laki pasien serta 2 teman dari suami pasien. Suami kemudian menanyakan hasil operasi tersebut, karena curiga melihat perut pasien masih besar setelah dioperasi. Asisten dokter mengatakan kalau hasil operasi dibawa oleh dr. S, SPOG. Kemudian suami mencari dokter tersebut tetapi tidak berhasil bertemu, ketika didatangi di polkiklinik pun diperoleh keterangan bahwa dr. S sedang ada rapat untuk persiapan haji. Sampai hari ke lima akhirnya suami pasien bertemu dengan dr. S saat melakukan visite. Suami pasien menanyakan hasil operasi yang telah dilakukan. Dr. S mengatakan bahwa hasil operasi tersebut tidak ada dan penyakit pasien masih ada di dalam. Seketika itu pasien menangis dan dr. S mengatakan “seharusnya ibu bersyukur dengan adanya operasi tersebut jadi tahu penyakitnya nantikalau sudah pulang”, kalau kontrol nanti saya beri surat pengantar untuk diperiksa dan dioperasi di RSUD Ulin Kalimantan Selatan. 5 hari setelah pulang dari RSUD Marabahan, suami pasien dengan ditemani pengacara muda melaporkan kasus ini ke Polres, dan dengan membuat surat pengaduan kepada Ibu Menteri Kesehatan RI, Bapak Kepala Dinas Kesehatan Propinsi DIY, Bapak Kepala Dinas, MKEK, dan MKDKI pusat untuk melakukan tindakan tegas sesuai dengan perundangan yang berlaku, baik itu pemecatan maupun pencabutan ijin praktik terhadap dokter-dokter yang bersangkutan, baik itu tim dokter yang mengoperasi, ketua komite medik, direktur RSUD Marabahan, karena fakta telah terjadi malpraktek, dokter yang tidak profesional, bekerja tidak sesuai dengan standar disiplin, tidak memeriksa teliti rekam medis dan pemberian informed consent yang tidak jelas.

1

Page 2: SKENARIO 1

Pengacara pasien juga menuliskan dasar gugatannya berdasarkan:1. Pasal 27 ayat (1) UUD 19452. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana3. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata4. UU No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan5. UU No. 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran6. UU No. 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit7. Kode Etik Kedokteran8. UU No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen

2

Page 3: SKENARIO 1

STEP 1

1. Memahami dan Menjelaskan Malpraktik1.1 Definisi1.2 Penanganan1.3 Pencegahan

2. Memahami dan Menjelaskan MKEK dan MKDKI2.1 Definisi2.2 Fungsi2.3 Struktur

3. Memahami dan Menjelaskan Informed Consent3.1 Definisi3.2 Komponen3.3 Fungsi

4. Memahami dan Menjelaskan Rekam Medis4.1 Definisi4.2 Komponen4.3 Fungsi

5. Undang-undang yang berhubungan dengan kesehatan dan kedokteran

3

Page 4: SKENARIO 1

STEP 2

MANDIRI

4

Page 5: SKENARIO 1

STEP 31. Memahami dan Menjelaskan Malpraktik1.1 Definisi

Malpraktik atau malpractice berasal dari kata ”mal” yang berarti buruk dan ”practice” yang berarti suatu tindakan atau praktik, dengan demikian malpraktek adalah suatu tindakan medis buruk yang dilakukan dokter/tenaga kesehatan dalam hubungannya dengan pasien. 

Malparaktik adalah setiap kesalahan profesional yang diperbuat oleh dokter/tenaga kesehatan pada waktu melakukan pekerjaan profesionalnya, tidak memeriksa, tidak menilai, tidak berbuat atau meninggalkan hal-hal yang diperiksa, dinilai, diperbuat atau dilakukan oleh dokter pada umumnya didalam situasi dan kondisi yang sama (Berkhouwer & Vorsman, 1950).

Menurut Hoekema, 1981 malpraktik adalah setiap kesalahan yang diperbuat oleh dokter karena melakukan pekerjaan kedokteran dibawah standar yang sebenarnya secara rata-rata dan masuk akal, dapat dilakukan oleh setiap dokter dalam situasi atau tempat yang sama.

Kelalaian medik Kelalaian dapat terjadi dalam 3 bentuk, yaitu malfeasance, misfeasance dan

nonfeasance: Malfeasance berarti melakukan tindakan yang melanggar hukum atau tidak

tepat/layak (unlawful atau improper), misalnya melakukan tindakan medis tanpa indikasi yang memadai. 

Misfeasance berarti melakukan pilihan tindakan medis yang tepat tetapi dilaksanakan dengan tidak tepat (improper performance), yaitu misalnya melakukan tindakan medis dengan menyalahi prosedur. 

Nonfeasance adalah tidak melakukan tindakan medis yang merupakan kewajiban baginya. Bentuk-bentuk kelalaian di atas sejalan dengan bentuk-bentuk error (mistakes, slips and lapses), namun pada kelalaian harus memenuhi keempat unsur kelalaian dalam hukum khususnya adanya kerugian, sedangkan error tidak selalu mengakibatkan kerugian. Demikian pula adanya latent error yang tidak secara langsung menimbulkan dampak buruk .

Suatu perbuatan atau sikap dokter atau dokter gigi dianggap lalai apabila memenuhi empat unsur di bawah ini, yaitu:

1. Duty atau kewajiban dokter dan dokter gigi untuk melakukan sesuatu tindakan atau untuk tidak melakukan sesuatu tindakan tertentu terhadap pasien tertentu pada situasi dan kondisi yang tertentu.

2. Dereliction of the duty atau penyimpangan kewajiban tersebut.3. Damage atau kerugian, yaitu segala sesuatu yang dirasakan oleh pasien sebagai

kerugian akibat dari layanan kesehatan/kedokteran yang diberikan oleh pemberi layanan.

4. Direct causal relationship atau hubungan sebab akibat yang nyata. Dalam hal ini harus terdapat hubungan sebab-akibat antara penyimpangan kewajiban dengan kerugian yang setidaknya merupakan “proximate cause”

1.2 Penanganan5

Page 6: SKENARIO 1

Seorang dokter atau dokter gigi yang menyimpang dari standar profesi dan melakukan kesalahan profesi belum tentu melakukan malpraktik medis yang dapat dipidana, malpraktik medis yang dipidana membutuhkan pembuktian adanya unsur culpa lata atau kalalaian berat dan pula berakibat fatal atau serius (Ameln, Fred, 1991). Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 359 KUHP, pasal 360, pasal 361 KUHP yang dibutuhkan pembuktian culpa lata dari dokter atau dokter gigi.

Dengan demikian untuk pembuktian malpraktik secara hukum pidana meliputi unsur :1) Telah menyimpang dari standar profesi kedokteran;2) Memenuhi unsur culpa lata atau kelalaian berat; dan3) Tindakan menimbulkan akibat serius, fatal dan melanggar pasal 359, pasal 360, KUHP.

Adapun unsur-unsur dari pasal 359 dan pasal 360 sebagai berikut :1) Adanya unsur kelalaian (culpa).2) Adanya wujud perbuatan tertentu .3) Adanya akibat luka berat atau matinya orang lain.4) Adanya hubungan kausal antara wujud perbuatan dengan akibat kematian orang lain itu.

Tiga tingkatan culpa:a. Culpa lata : sangat tidak berhati-hati (culpa lata), kesalahan serius, sembrono (gross

fault or neglect)b. Culpa levis : kesalahan biasa (ordinary fault or neglect)c. Culpa levissima : kesalahan ringan (slight fault or neglect) (Black 1979 hal. 241)

Dalam pembuktian perkara perdata, pihak yang mendalilkan sesuatu harus mengajukan bukti-buktinya. Dalam hal ini dapat dipanggil saksi ahli untuk diminta pendapatnya. Jika kesalahan yang dilakukan sudah demikian jelasnya (res ipsa loquitur, the thing speaks for itself) sehingga tidak diperlukan saksi ahli lagi, maka beban pembuktian dapat dibebankan pada dokternya.

6

Page 7: SKENARIO 1

Dalam kasus atau gugatan adanya civil malpractice pembuktianya dapat dilakukan dengan dua cara yakni :1. Cara langsungOleh Taylor membuktikan adanya kelalaian memakai tolok ukur adanya 4 D yakni :

1. Duty (kewajiban)Dalam hubungan perjanjian tenaga perawatan dengan pasien, tenaga perawatan haruslah

bertindak berdasarkan :(1)   Adanya indikasi medis(2)   Bertindak secara hati-hati dan teliti(3)   Bekerja sesuai standar profesi(4)   Sudah ada informed consent.

1. Dereliction of Duty (penyimpangan dari kewajiban)Jika seorang tenaga perawatan melakukan asuhan keperawatan menyimpang dari apa

yang seharusnya atau tidak melakukan apa yang seharusnya dilakukan menurut standard profesinya, maka tenaga perawatan tersebut dapat dipersalahkan.

1. Direct Causation (penyebab langsung)2. Damage (kerugian)

Tenaga perawatan untuk dapat dipersalahkan haruslah ada hubungan kausal (langsung) antara penyebab (causal) dan kerugian (damage) yang diderita oleh karenanya dan tidak ada peristiwa atau tindakan sela diantaranya., dan hal ini haruslah dibuktikan dengan jelas. Hasil (outcome) negatif tidak dapat sebagai dasar menyalahkan tenaga perawatan.

Sebagai adagium dalam ilmu pengetahuan hukum, maka pembuktiannya adanya kesalahan dibebankan/harus diberikan oleh si penggugat (pasien).

2. Cara tidak langsungCara tidak langsung merupakan cara pembuktian yang mudah bagi

pasien, yakni dengan mengajukan fakta-fakta yang diderita olehnya sebagai hasil layanan perawatan (doktrin res ipsa loquitur).

7

Page 8: SKENARIO 1

Doktrin res ipsa loquitur dapat diterapkan apabila fakta-fakta yang ada memenuhi kriteria:a. Fakta tidak mungkin ada/terjadi apabila tenaga perawatan tidak lalaib. Fakta itu terjadi memang berada dalam tanggung jawab tenaga perawatanc. Fakta itu terjadi tanpa ada kontribusi dari pasien dengan perkataan lain tidak ada contributory negligence.

1.3 PencegahanDengan adanya kecenderungan masyarakat untuk menggugat tenaga medis karena

adanya malpraktek diharapkan tenaga dalam menjalankan tugasnya selalu bertindak hati-hati, yakni:a. Tidak menjanjikan atau memberi garansi akan keberhasilan upayanya, karena perjanjian berbentuk daya upaya (inspaning verbintenis) bukan perjanjian akan berhasil (resultaat verbintenis).b.Sebelum melakukan intervensi agar selalu dilakukan informed consent.c.Mencatat semua tindakan yang dilakukan dalam rekam medis.d.Apabila terjadi keragu-raguan, konsultasikan kepada senior atau dokter.e.Memperlakukan pasien secara manusiawi dengan memperhatikan segala kebutuhannya.f. Menjalin komunikasi yang baik dengan pasien, keluarga dan masyarakat sekitarnya.

2. Memahami dan Menjelaskan MKEK dan MKDKI1.1 DefinisiMajelis Kehormatan Etik Kedokteran/MKEK

Seorang dokter diduga melakukan pelanggaran etika kedokteran (tanpa melanggar norma hukum), maka ia akan dipanggil dan disidang oleh Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) IDI untuk dimintai pertanggung-jawaban etik dan disiplin profesinya. Persidangan MKEK bertujuan untuk mempertahankan akuntabilitas, profesionalisme dan keluhuran profesi.

Persidangan etik dan disiplin profesi dilakukan oleh MKEK IDI, sedangkan gugatan perdata dan tuntutan pidana dilaksanakan di lembaga pengadilan di lingkungan peradilan umum. Dokter tersangka pelaku pelanggaran standar profesi (kasus kelalaian medik) dapat diperiksa oleh MKEK, dapat pula diperiksa di pengadilan-tanpa adanya keharusan saling berhubungan di antara keduanya. Seseorang yang telah diputus melanggar etik oleh MKEK belum tentu dinyatakan bersalah oleh pengadilan, demikian pula sebaliknya.

Persidangan MKEK bersifat inkuisitorial khas profesi, yaitu Majelis (ketua dan anggota) bersikap aktif melakukan pemeriksaan, tanpa adanya badan atau perorangan sebagai penuntut. Persidangan MKEK secara formiel tidak menggunakan sistem pembuktian sebagaimana lazimnya di dalam hukum acara pidana ataupun perdata, namun demikian tetap berupaya melakukan pembuktian mendekati ketentuan-ketentuan pembuktian yang lazim.

Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia/MKDKIMKDKI adalah lembaga yang berwenang untuk :

1. Menentukan ada tidaknya kesalahan yang dilakukan dokter dan dokter gigi dalam penerapan disiplin ilmu kedokteran dan kedokteran gigi.

2. Menetapkan sanksi disiplin.

8

Page 9: SKENARIO 1

MKDKI merupakan lembaga otonom dari Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) yang dalam menjalankan tugasnya bersifat independen

2.2 FungsiPerkara yang dapat diputuskan di majelis ini sangat bervariasi jenisnya. Di MKEK

IDI Wilayah DKI Jakarta diputus perkara-perkara pelanggaran etik dan pelanggaran disiplin profesi, yang disusun dalam beberapa tingkat berdasarkan derajat pelanggarannya

Putusan MKEK tidak ditujukan untuk kepentingan peradilan, oleh karenanya tidak dapat dipergunakan sebagai bukti di pengadilan, kecuali atas perintah pengadilan dalam bentuk permintaan keterangan ahli. Salah seorang anggota MKEK dapat memberikan kesaksian ahli di pemeriksaan penyidik, kejaksaan ataupun di persidangan, menjelaskan tentang jalannya persidangan dan putusan MKEK. Sekali lagi, hakim pengadilan tidak terikat untuk sepaham dengan putusan MKEK.            Eksekusi Putusan MKEK Wilayah dilaksanakan oleh Pengurus IDI Wilayah dan/atau Pengurus Cabang Perhimpunan Profesi yang bersangkutan. Khusus untuk SIP, eksekusinya diserahkan kepada Dinas Kesehatan setempat. Apabila eksekusi telah dijalankan maka dokter teradu menerima keterangan telah menjalankan putusan.

Tugas MKDKI : a. menerima pengaduan, memeriksa, dan memutuskan kasus pelanggaran disiplin

dokter dan dokter gigi yang diajukan dan b. menyusun pedoman dan tata cara penanganan kasus pelanggaran disiplin dokter

atau dokter gigi.

MKDKI dapat memberikan informasi tentang ketentuan-ketentuan yang berlaku di MKDKI, proses dan bentuk sanksi disiplin yang dapat diputuskan oleh MKDKI, tetapi tidak dapat memberi nasihat tentang masalah hukum maupun masalah teknis medis. Untuk permasalahan hukum Anda dapat menghubungi penasihat hukum Anda

Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI) adalah lembaga Negara yang berwenang untuk:1) menentukan ada atau tidaknya kesalahan yang dilakukan dokter/dokter gigi dalam penerapan disiplin ilmu kedokteran/kedokteran gigi; dan2) menetapkan sanksi bagi dokter/dokter gigi yang dinyatakan bersalah.Dasar pembentukan dan kewenangan MKDKI adalah Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran

2.3 StrukturKeanggotaan Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia terdiri atas 3 (tiga)

orang dokter dan 3 (tiga) orang dokter gigi dari organisasi profesi masing-masing, seorang dokter dan seorang dokter gigi mewakili asosiasi rumah sakit, dan 3 (tiga) orang sarjana hukum.

Untuk dapat diangkat sebagai anggota Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia harus dipenuhi syarat sebagai berikut :a. warga negara Republik Indonesia;b. sehat jasmani dan rohani;

9

Page 10: SKENARIO 1

c. bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak mulia;d. berkelakuan baik;e. berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun dan paling tinggi 65 (enam puluh lima) tahun pada saat diangkat;f. bagi dokter atau dokter gigi, pernah melakukan praktik kedokteran paling sedikit 10 (sepuluh) tahun dan memiliki surat tanda registrasi dokter;g. bagi sarjana hukum, pernah melakukan praktik di bidang hukum paling sedikit 10 (sepuluh) tahun dan memiliki pengetahuan di bidang hukum kesehatan; danh. cakap, jujur, memiliki moral, etika, & integritas yang tinggi serta memiliki reputasi yg baik

Anggota Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia ditetapkan oleh Menteri atas usul organisasi profesi. Masa bakti keanggotaan Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 adalah 5 (lima) tahun dan dapat diangkat kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan. Anggota Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia sebelum memangku jabatan wajib mengucapkan sumpah/janji sesuai dengan agama masing-masing di hadapan Ketua Konsil Kedokteran Indonesia.

2.4 Proses Pengaduan PelanggaranPelanggaran disiplin kedokteran adalah pelanggaran terhadap aturan-aturan dan/atau

ketentuan dalam penerapan disiplin ilmu kedokteran/kedokteran gigi. Dokter/dokter gigi dianggap melanggar disiplin kedokteran bila :

1. Melakukan praktik dengan tidak kompeten2. Tidak melakukan tugas dan tanggung jawab profesionalnya dengan baik (dalam hal

ini tidak mencapai standar-standar dalam praktik kedokteran)3. Berperilaku tercela yang merusak martabat dan kehormatan profesinya

Yang termasuk pelanggaran disiplin kedokteran/kedokteran gigi antara lain ketidakjujuran dalam berpraktik, berpraktik dengan ketidakmampuan fisik dan mental, membuat laporan medis yang tidak benar, memberikan "jaminan kesembuhan" kepada pasien, menolak menangani pasien tanpa alasan yang layak, memberikan tindakan medis tanpa persetujuan pasien/keluarga, melakukan pelecehan seksual, menelantarkan pasien pada saat membutuhkan penanganan segera, mengistruksikan atau melakukan pemeriksaan tambahan/pengobatan yang berlebihan, bekerja tidak sesuai standar asuhan medis, dsb

Suatu pengaduan diputuskan menjadi kewenangan MKDKI apabila :1. Dokter/dokter gigi yang diadukan telah terregistrasi di Konsil Kedokteran Indonesia.2. Tindakan medis yang dilakukan oleh dokter/dokter gigi yang diadukan terjadi setelah

tanggal 6 Oktober 2004 (setelah diundangkannya UU Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran)

3. Terdapat hubungan profesional dokter-pasien dalam kejadian tersebut4. Terdapat dugaan kuat adanya pelanggaran disiplin kedokteran/kedokteran gigi

Jika keempat kriteria tersebut terpenuhi, akan dilanjutkan dengan pemeriksaan oleh Majelis Pemeriksa Disiplin (MPD)

Dalam formulir pengaduan, terdapat beberapa informasi yang harus diberikan, antara lain :1. Identitas pengadu/pelapor;2. Identitas pasien (jika pengadu bukan pasien);3. Nama dan tempat praktik dokter/dokter gigi yang diadukan;4. Waktu tindakan dilakukan;

10

Page 11: SKENARIO 1

5. Alasan pengaduan dan kronologis;6. Pernyataan tentang kebenaran pengaduan, dsb

Setelah semua kelengkapan data pengaduan diterima, Anda akan mendapatkan tanda terima pengaduan (berisi nomor register pengaduan). Setelah dilakukan verifikasi, pengaduan akan ditangani oleh Majelis Pemeriksa Awal ataupun Majelis Pemeriksa Disiplin.Sesuai UU Praktik Kedokteran, sanksi disiplin dalam keputusan MKDKI dapat berupa:

1. Pemberian peringatan tertulis2. Rekomendasi pencabutan Surat Tanda Registrasi (STR) atau Surat Izin Praktik (SIP);

dan/atau3. Kewajiban mengikuti pendidikan atau pelatihan di institusi pendidikan kedokteran

atau kedokteran gigi

MKDKI dapat menangani permintaan ganti rugi/kompensasi yang diajukan terhadap dokter teradu:

1. MKDKI berwenang untuk menentukan ada tidaknya pelanggaran disiplin oleh dokter/dokter gigi

2. MKDKI berwenang menetapkan sanksi disiplin kepada dokter/dokter gigi yang dinyatakan melanggar disiplin kedokteran/kedokteran gigi

3. MKDKI tidak menangani sengketa antara dokter dan pasien/keluarganya4. MKDKI tidak menangani permasalahan ganti rugi yang diajukan pasien/keluarganya

Keputusan MKDKI bersifat final dan mengikat dokter/dokter gigi yang diadukan, KKI, Departemen Kesehatan, Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, serta instansi terkait. Dokter/dokter gigi yang diadukan dapat mengajukan keberatan terhadap keputusan MKDKI kepada Ketua MKDKI dalam waktu selambat-lambatnya 30 hari sejak dibacakan atau diterimanya keputusan tersebut dengan mengajukan bukti baru yang mendukung keberatannya

3. Memahami dan Menjelaskan Informed Consent3.1 Definisi

Informed Consent adalah persetujuan tindakan kedokteran yang diberikan oleh pasien atau keluarga terdekatnya setelah mendapatkan penjelasan secara lengkap mengenai tindakan kedokteran yang akan dilakukan terhadap pasien tersebut.

Persetujuan yang ditanda tangani oleh pasien atau keluarga terdekatnya tersebut, tidak membebaskan dokter dari tuntutan jika dokter melakukan kelalaian. Tindakan medis yang dilakukan tanpa persetujuan pasien atau keluarga terdekatnya, dapat digolongkan sebagai tindakan melakukan penganiayaan berdasarkan KUHP Pasal 351.

3.2 KomponenInformasi/keterangan yang wajib diberikan sebelum suatu tindakan kedokteran

dilaksanakan adalah:1. Diagnosa yang telah ditegakkan.2. Sifat dan luasnya tindakan yang akan dilakukan.3. Manfaat dan urgensinya dilakukan tindakan tersebut.4. Resiko resiko dan komplikasi yang mungkin terjadi daripada tindakan kedokteran

tersebut.

11

Page 12: SKENARIO 1

5. Konsekwensinya bila tidak dilakukan tindakan tersebut dan adakah alternatif cara pengobatan yang lain.

6. Kadangkala biaya yang menyangkut tindakan kedokteran tersebut.

Secara rutin para dokter memberikan informasi kepada pasien tentang risiko risiko dari tindakan medik yang diusulkan. Ini terutama merupakan bagian terpenting dari Informed Consent. Dokter harus mengungkapkan 4 aspek risiko, yaitu:- Sifat dari risiko ( the nature of the risk )- Kepentingan dari risiko ( the magnitude of the risk )- Kemungkinan timbulnya risiko itu ( the probability that the risk might materialize )- Segera tidaknya akan timbul risiko ( the imminence of risk materialization )

Pengecualian terhadap keharusan pemberian informasi sebelum dimintakan persetujuan tindakan kedokteran adalah:

1. Dalam keadaan gawat darurat (emergensi), dimana dokter harus segera bertindak untuk menyelamatkan jiwa.

2. Keadaan emosi pasien yang sangat labil sehingga ia tidak bisa menghadapi situasi dirinya.

Pihak Yang Berhak Menyatakan Persetujuan:1. Pasien sendiri (bila telah berumur 21 tahun atau telah menikah)2. Bagi pasien di bawah umur 21 tahun diberikan oleh mereka menurut hak sebagai

berikut: (1) Ayah/ibu kandung, (2) Saudara-saudara kandung.3. Bagi yang di bawah umur 21 tahun dan tidak mempunyai orang tua atau orang tuanya

berhalangan hadir diberikan oleh mereka menurut urutan hak sebagai berikut: (l) Ayah/ibu adopsi, (2) Saudara-saudara kandung, (3) Induk semang.

4. Bagi pasien dewasa dengan gangguan mental, diberikan oleh mereka menurut urutan hak sebagai berikut: (1) Ayah/ibu kandung, (2) Wali yang sah, (3) Saudara-saudara kandung.

5. Bagi pasien dewasa yang berada dibawah pengampuan (curatelle), diberikan menurut urutan hak sebagai berikut: (1) Wali, (2) Curator.

6. Bagi pasien dewasa yang telah menikah/orang tua, diberikan oleh mereka menurut urutan hak sebagai berikut: a. Suami/istri, b. Ayah/ibu kandung, c. Anak-anak kandung, d. Saudara-saudara kandung.

Wali: yang menurut hukum menggantikan orang lain yang belum dewasa untuk mewakilinya dalam melakukan perbuatan hukum atau yang menurut hukum menggantikan kedudukan orang tua. Induk semang : orang yang berkewajiban untuk mengawasi serta ikut bertanggung jawab terhadap pribadi orang lain seperti pimpinan asrama dari anak perantauan atau kepala rumah tangga dari seorang pembantu rumah tangga yang belum dewasa.

3.3 FungsiFungsi Informed Consent:

a. Memberikan perlindungan kepada pasien terhadap tindakan dokter yang sebenarnya tidak diperlukan dan secara medik tidak ada dasar pembenarannya yang dilakukan tanpa sepengetahuan pasiennya.

b. Memberi perlindungan hukum kepada dokter terhadap suatu kegagalan dan bersifat negatif, karena prosedur medik modern bukan tanpa resiko, dan pada setiap tindakan medik ada melekat suatu resiko

12

Page 13: SKENARIO 1

Suatu informed consent baru sah diberikan oleh pasien jika memenuhi minimal 3 (tiga) unsur sebagai berikut :-Keterbukaan informasi yang cukup diberikan oleh dokter-Kompetensi pasien dalam memberikan persetujuan-Kesukarelaan (tanpa paksaan atau tekanan) dalam memberikan persetujuan. Informed Consent mengandung 4 buah komponen yaitu:- Pasien harus mempunyai kemampuan ( capacity or ability ) untuk mengambil keputusan.- Dokter harus memberi informasi mengenai tindakan yang hendak dilakukan, pengetesan, atau prosedur, termasuk juga manfaat dan risikonya dan kemungkinan adanya manfaat dan risiko yang mungkin terjadi.- Pasien harus dapat memahami informasi yang diberikan.- Pasien harus secara sukarela memberikan izinnya, tanpa adanya paksaan atau tekanan. Dasar Informed Consent adalah:1. Hubungan dokter-pasien yang berdasarkan atas kepercayaan2. Hak otonomi atau menentukan sendiri atas dirinya sendiri3. Adanya hubungan perjanjian antara dokter pasien. 4. Memahami dan Menjelaskan Rekam Medis4.1 Definisi

Rekam medis adalah berkas yang berisikan catatan dan dokumen tentang identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien. Catatan adalah tulisan yang dibuat oleh dokter atau dokter gigi tentang segala tindakan yang dilakukan kepada pasien dalam rangka pemberian pelayanan kesehatan. Dokumen adalah catatan dokter, dokter gigi, dan/atau tenaga kesehatan tertentu, laporan hasil pemeriksaan penunjang, catatan observasi dan pengobatan harian dan semua rekaman, baik berupa foto radiologi, gambar pencitraan (imaging), dan rekaman elektro diagnostik

Rekam medis juga merupakan kompilasi fakta tentang kondisi kesehatan dan penyakit seorang pasien yang meliputi:- data terdokumentasi tentang keadaan sakit sekarang dan waktu lampau- pengobatan yang telah dan akan dilakukan oleh tenaga kesehatan profesional secara tertulis.Secara umum, informasi yang tercantum dalam rekam medis seorang pasien harusmeliputi:- Siapa (Who) pasien tersebut dan Siapa (Who) yang memberikan pelayanan kesehatan/medis- Apa (What), Kapan (When) , Kenapa (Why) dan Bagaimana (How) pelayanan kesehatan/medis diberikan- Hasil akhir atau dampak (Outcome) dari pelayanan kesehatan dan pengobatan

4.2 KomponenIsi rekam medis untuk pasien rawat jalan sekurang-kurangnya:

a. Identitas pasienb. Tanggal dan waktuc. Hasil anamnesis, mencakup sekurang-kurangnya keluhan dan riwayat penyakitd. Hasil pemeriksaan fisik dan penunjang medik

13

Page 14: SKENARIO 1

e. Diagnosisf. Rencana penatalaksanaang. Pengobatan dan/atau tindakanh. Pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasieni. Untuk pasien kasus gigi dilengkapi dengan odontogram klinik danj. Persetujuan tindakan yang diperlukan.

Isi rekam medis untuk pasien rawat inap dan perawatan satu hari:a. Point a-gb. Persetujuan tindakan bila diperlukanc. Catatan observasi klinis dan hasil pengobatand. Ringkasan pulang (discharge summary)e. Nama dan tanda tangan dokter, dokter gigi, atau tenaga kesehatan tertentu yang

memberikan pelayanan kesehatan.f. Pelayanan lain yang dilakukan oleh tenaga kesehatan tertentu dang. Untuk pasien kasus gigi dilengkapi dengan odontogram klinik

Resume akhirResume ini dibuat segera setelah pasien dipulangkan. Isi resume harus singkat,

menjelaskan informasi penting tentang penyakit, pemeriksaan yang dilakukan dan pengobatannya.

Isinya antara lain:1. Mengapa pasien masuk RS (anamnesis).2. Hasil penting pemeriksaan fisik diagnostik, laboratorium, rontgen, dan lain-lain.3. Pengobatan dan tindakan operasi yang dilaksanakan.4. Keadaan pasien waktu keluar (perlu berobat jalan, mampu untuk bekerja, dll)5. Anjuran pengobatan dan perawatan (nama obat dan dosisnya, tindakan pengobatan

lain, dirujuk kemana, perjanjian untuk datang lagi, dll)

Tujuan pembuatan resume:1. Untuk menjamin kontinuitas pelayanan medik dengan kualitas yang tinggi serta bahan

yang berguna bagi dokter pada waktu menerima pasien untuk dirawat kembali.2. Bahan penilaian staf medik RS3. Untuk memenuhi permintaan dari badan-badan resmi atau perseorangan tentang

perawatan seorang pasien. Misalnya, dari perusahaan Asuransi (setelah persetujuan Direktur)

4. Sebagai bahan informasi bagi dokter yang bertugas, dokter yang mengirim dan dokter konsultan.

Untuk pasien yang meninggal dibuat laporan sebab kematian.

4.3 Fungsi Rekam Medis1. Sebagai alat komunikasi antara dokter dan tenaga kesehatan lainnya yang ikut ambil

bagian dalam memberi pelayanan, pengobatan dan perawatan pasien.2. Sebagai dasar untuk perencanaan pengobatan/perawatan yang harus diberikan kepada

pasien.

14

Page 15: SKENARIO 1

3. Sebagai bukti tertulis atas segala pelayanan, perkembangan penyakit dan pengobatan selama pasien berkunjung/dirawat di rumah sakit.

4. Sebagai dasar analisis, studi, evaluasi terhadap mutu pelayanan yang diberikan kepada pasien.

5. Melindungi kepentingan hukum bagi pasien, rumah sakit maupun dokter dan tenaga kesehatan lainnya.

6. Menyediakan data-data khusus yang sangat berguna untuk keperluan penelitian dan pendidikan.

7. Sebagai dasar di dalam perhitungan biaya pembayaran pelayanan medik pasien.8. Menjadi sumber ingatan yang harus didokumentasikan, serta sebagai bahan

pertanggungjawaban dan laporan.

Pemanfaatan rekam medis harus mendapat persetujuan secara tertulis dari pasien atau ahli warisnya dan harus dijaga kerahasiaannya. Pemanfaatan rekam medis untuk keperluan pendidikan dan penelitian tidak diperlukan persetujuan pasien, bila dilakukan untuk kepentingan negara.

Tujuan Rekam Medis adalah untuk menunjang tercapainya tertib administrasi dalam rangka upaya peningkatan pelayanan kesehatan . Tanpa didukung suatu sistem pengelolaan rekam medis yang baik dan benar , maka tertib administrasi tidak akan berhasil Kegunaan Rekam Medis antara lain:1. Aspek AdministrasiSuatu berkas rekam medis mempunyai nilai administrasi, karena isinya menyangkut tindakan berdasarkan wewenang dan tanggung jawab sebagai tenaga medis dan perawat dalam mencapai tujuan pelayanan kesehatan2. Aspek MedisCatatan tersebut dipergunakan sebagai dasar untuk merencanakan pengobatan/perawatan yang harus diberikan kepada pasien Contoh :Identitas pasien name, age, sex, address, marriage status, etc.Anamnesis “fever” how long, every time, continuously, periodic?Physical diagnosis head, neck, chest, etc.Laboratory examination, another supporting examination. Etc3. Aspek HukumMenyangkut masalah adanya jaminan kepastian hukum atas dasar keadilan , dalam rangka usaha menegakkan hukum serta penyediaan bahan tanda bukti untuk menegakkan keadilan4. Aspek KeuanganIsi Rekam Medis dapat dijadikan sebagai bahan untuk menetapkan biaya pembayaran pelayanan. Tanpa adanya bukti catatan tindakan/pelayanan , maka pembayaran tidak dapat dipertanggungjawabkan5. Aspek PenelitianBerkas Rekam medis mempunyai nilai penelitian , karena isinya menyangkut data/informasi yang dapat digunakan sebagai aspek penelitian .6. Aspek PendidikanBerkas Rekam Medis mempunyai nilai pendidikan , karena isinya menyangkut data/informasi tentang kronologis dari pelayanan medik yang diberikan pada pasien7. Aspek DokumentasiIsi Rekam medis menjadi sumber ingatan yang harus didokumentasikan dan dipakai sebagai bahan pertanggungjawaban dan laporan sarana kesehatan

15

Page 16: SKENARIO 1

Berdasarkan aspek-aspek tersebut, maka rekam medis mempunyai kegunaan yang sangat luas yaitu :1. Sebagai alat komunikasi antara dokter dengan tenaga kesehatan lainnya yang ikut ambil bagian dalam memberikan pelayanan kesehatan2. Sebagai dasar untuk merencanakan pengobatan/perawatan yang harus diberikan kepada seorang pasien3. Sebagai bukti tertulis atas segala tindakan pelayanan , perkembangan penyakit dan pengobatan selama pasien berkunjung/dirawat di Rumah sakit4. Sebagai bahan yang berguna untuk analisa , penelitian dan evaluasi terhadap program pelayanan serta kualitas pelayananContoh : Bagi seorang manajer :- Berapa banyak pasien yang dating ke sarana kesehatan kita ? baru dan lama ?- Distribusi penyakit pasien yang dating ke sarana kesehatan kita- Cakupan program yang nantinya di bandingkan dengan target program5. Melindungi kepentingan hukum bagi pasien, sarana kesehatan maupun tenaga kesehatan yang terlibat6. Menyediakan data dan informasi yang diperlukan untuk keperluan pengembangan program , pendidikan dan penelitian7. Sebagai dasar di dalam perhitungan biaya pembayaran pelayanan kesehatan 8. Menjadi sumber ingatan yang harus didokumentasikan serta bahanpertanggungjawaban dan laporan

Penyimpanan, pemusnahan, dan kerahasiaan- Rekam medis pasien rawat inap di RS wajib disimpan sekurang-kurangnya untuk

jangka waktu 5 tahun terhitung dari tanggal terakhir pasien berobat atau dipulangkan.- Setelah batas 5 tahun, rekam medis dapat dimusnahkan, kecuali ringkasan pulang dan

persetujuan tindakan medik.- Ringkasan pulang dan persetujuan tindakan medik harus disimpan dalam jangka

waktu 10 tahun terhitung dari tanggal dibuat ringkasan tersebut.- Rekam medis pada sarana pelayanan kesehatan non RS wajib disimpan sekurang-

kurangnya untuk jangka waktu 2 tahun terhitung dari tanggal terakhir pasien berobat. Setelah batas waktu tersebut rekam medis dapat dimusnahkan.

Informasi tentang identitas, diagnosis, riwayat penyakit, riwayat pemeriksaan dan riwayat pengobatan dapat dibuka dalam hal:

a. Untuk kepentingan kesehatan pasienb. Memenuhi permintaan aparatur penegak hukum dalam rangka penegakan hukum atas

perintah pengadilan.c. Permintaan dan/atau persetujuan pasien sendirid. Permintaan institusi/lembaga berdasarkan ketentuan perundang-undangan dane. Untuk kepentingan penelitian, pendidikan, dan audit medis, sepanjang tidak

menyebutkan identitas pasien.

Sebelum dimusnahkan, berkas tersebut harus:a. Diambil informasi-informasi utamab. Menyimpan berkas anak-anak hingga batas usia tertentu sesuai dengan ketentuan

yang berlaku.

16

Page 17: SKENARIO 1

c. Menyimpan berkas rekam medik/RM sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Inggris, Departemen Kesehatan merekomendasikan masa retensi RM, minimun:

RM obstetri 25 tahun. RM anak-anak dan usia muda disimpan sampai ulang tahun ke-25 atau 8 tahun

sesudah kunjungan terakhir. RM pasien gangguan mental, 20 tahun sesudah dokter yang merawat

menyatakan sudah sembuh. RM yang lain, 8 tahun dan resume akhir dibuat.

Rekam medis mempunyai 2 bagian yang perlu diperhatikan yaitu bagian pertama adalah tentang INDIVIDU: suatu informasi tentang kondisi kesehatan dan penyakit pasien yang bersangkutan dan sering disebut PATIENT RECORD, bagian kedua adalah tentang MANAJEMEN: suatu informasi tentang pertanggungjawaban apakah dari segi manajemen maupun keuangan dari kondisi kesehatan dan penyakit pasien yang bersangkutan

5. Undang-undang yang berhubungan dengan kesehatan dan kedokteran1. UNDANG-UNDANG DASAR 1945

Pasal 27(1) Segala warga negara bersamaan kedudukannya dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.(2) Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.

2. UNDANG-UNDANG RI NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMENPasal 4Hak Konsumen:a. Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang

dan/atau jasa.b. Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa

tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan.c. Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang

dan/atau jasa.d. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang

digunakan.e. Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan dan upaya penyelesaian sengketa

perlindungan konsumen secara patut.f. Hak untuk diberlakuakan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif.g. Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang

dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya.

17

Page 18: SKENARIO 1

Pasal 5Kewajiban konsumen:a. mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut.

Pasal 7Kewajiban pelaku usaha:a. memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta member penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan.b. memperlakuakan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif.c. memberikan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan.

Pasal 81) pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/atau

jasa yang:a. tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dan

ketentuan peraturan-perundangan.

Pasal 19Tanggung Jawab Pelaku Usaha

1) Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran, dan/atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang dan/atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan.

2) ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa pengembalian uang atau penggantian barang dan/atau jasa yang sejenis atau setara nilainya, atau perawatan kesehatan dan/atau pemberian santunan yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

3) pemberian ganti rugi sebagaiman dimaksud ayat (1) dan (2) tidak menghapuskan kemungkinan adanya tuntutan pidana berdasarkan pembuktian lebih lanjut mengenai adanya unsure kesalahan.

3. UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2004 TENTANG PRAKTIK KEDOKTERANPasal 3 Pengaturan praktik kedokteran bertujuan untuk :

a) memberikan perlindungan kepada pasien; b) mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan medis yang diberikan oleh

dokter dan dokter gigi; dan c) memberikan kepastian hukum kepada masyarakat, dokter dan dokter gigi.

Fungsi, Tugas, dan Wewenang Pasal 6 Konsil Kedokteran Indonesia mempunyai fungsi pengaturan, pengesahan, penetapan, serta pembinaan dokter dan dokter gigi yang menjalankan praktik kedokteran, dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan medis.

18

Page 19: SKENARIO 1

Pasal 7 (1) Konsil Kedokteran Indonesia mempunyai tugas :

a. melakukan registrasi dokter dan dokter gigi; b. mengesahkan standar pendidikan profesi dokter dan dokter gigi; dan c. melakukan pembinaan terhadap penyelenggaraan praktik kedokteran yang

dilaksanakan bersama lembaga terkait sesuai dengan fungsi masing-masing. (2) Standar pendidikan profesi dokter dan dokter gigi yang disahkan Konsil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b ditetapkan bersama oleh Konsil Kedokteran Indonesia dengan kolegium kedokteran, kolegium kedokteran gigi, asosiasi institusi pendidikan kedokteran, asosiasi institusi pendidikan kedokteran gigi, dan asosiasi rumah sakit pendidikan.

Pasal 8 Dalam menjalankan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 Konsil Kedokteran Indonesia mempunyai wewenang :

a. menyetujui dan menolak permohonan registrasi dokter dan dokter gigi; b. menerbitkan dan mencabut surat tanda registrasi dokter dan dokter gigi;c. mengesahkan standar kompetensi dokter dan dokter gigi; d. melakukan pengujian terhadap persyaratan registrasi dokter dan dokter gigi; e. mengesahkan penerapan cabang ilmu kedokteran dan kedokteran gigi; f. melakukan pembinaan bersama terhadap dokter dan dokter gigi mengenai

pelaksanaan etika profesi yang ditetapkan oleh organisasi profesi; dan g. melakukan pencatatan terhadap dokter dan dokter gigi yang dikenakan sanksi

oleh organisasi profesi atau perangkatnya karena melanggar ketentuan etika profesi.

Paragraf 1 Standar Pelayanan Pasal 44 (1) Dokter atau dokter gigi dalam menyelenggarakan praktik kedokteran wajib mengikuti standar pelayanan kedokteran atau kedokteran gigi. (2) Standar pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibedakan menurut jenis dan strata sarana pelayanan kesehatan. (3) Standar pelayanan untuk dokter atau dokter gigi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri.

Paragraf 2 Persetujuan Tindakan Kedokteran atau Kedokteran Gigi Pasal 45

Paragraf 3 Rekam Medis Pasal 46

19

Page 20: SKENARIO 1

Paragraf 6 Hak dan Kewajiban Dokter atau Dokter Gigi Pasal 50 Dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran mempunyai hak :

a) memperoleh perlindungan hukum sepanjang melaksanakan tugas sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur operasional;

b) memberikan pelayanan medis menurut standar profesi dan standar prosedur operasional;

c) memperoleh informasi yang lengkap dan jujur dari pasien atau keluarganya; dan d) menerima imbalan jasa.

Pasal 51Dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran mempunyai kewajiban :

a) memberikan pelayanan medis sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur operasional serta kebutuhan medis pasien;

b) merujuk pasien ke dokter atau dokter gigi lain yang mempunyai keahlian atau kemampuan yang lebih baik, apabila tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan atau pengobatan;

c) merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang pasien, bahkan juga setelah pasien itu meninggal dunia;

d) melakukan pertolongan darurat atas dasar perikemanusiaan, kecuali bila ia yakin ada orang lain yang bertugas dan mampu melakukannya; dan

e) menambah ilmu pengetahuan dan mengikuti perkembangan ilmu kedokteran atau kedokteran gigi.

Paragraf 7 Hak dan Kewajiban Pasien Pasal 52 Pasien, dalam menerima pelayanan pada praktik kedokteran, mempunyai hak:

a) mendapatkan penjelasan secara lengkap tentang tindakan medis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (3);

b) meminta pendapat dokter atau dokter gigi lain; c) mendapatkan pelayanan sesuai dengan kebutuhan medis; d) menolak tindakan medis; dan e) mendapatkan isi rekam medis.

Pasal 53 Pasien, dalam menerima pelayanan pada praktik kedokteran, mempunyai kewajiban :

a) memberikan informasi yang lengkap dan jujur tentang masalah kesehatannya; b) mematuhi nasihat dan petunjuk dokter atau dokter gigi; c) mematuhi ketentuan yang berlaku di sarana pelayanan kesehatan; dand) memberikan imbalan jasa atas pelayanan yang diterima

20

Page 21: SKENARIO 1

4. UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2009 TENTANG KESEHATANPasal 2Pembangunan kesehatan diselenggarakan dengan berasaskan perikemanusiaan, keseimbangan, manfaat, pelindungan, penghormatan terhadap hak dan kewajiban, keadilan, gender dan nondiskriminatif dan norma-norma agama.

HakPasal 4Setiap orang berhak atas kesehatan.

Pasal 5(1) Setiap orang mempunyai hak yang sama dalam memperoleh akses atas sumber

daya di bidang kesehatan.(2) Setiap orang mempunyai hak dalam memperoleh pelayanan kesehatan yang

aman, bermutu, dan terjangkau.(3) Setiap orang berhak secara mandiri dan bertanggung jawab menentukan sendiri

pelayanan kesehatan yang diperlukan bagi dirinya.

Pasal 7Setiap orang berhak untuk mendapatkan informasi dan edukasi tentang kesehatan yang seimbang dan bertanggung jawab.

Pasal 8Setiap orang berhak memperoleh informasi tentang data kesehatan dirinya termasuk tindakan dan pengobatan yang telah maupun yang akan diterimanya dari tenaga kesehatan.

TANGGUNG JAWAB PEMERINTAHPasal 14(1) Pemerintah bertanggung jawab merencanakan, mengatur, menyelenggarakan, membina, dan mengawasi penyelenggaraan upaya kesehatan yang merata dan terjangkau oleh masyarakat.(2) Tanggung jawab Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikhususkan pada pelayanan publik.Pasal 19Pemerintah bertanggung jawab atas ketersediaan segala bentuk upaya kesehatan yang bermutu, aman, efisien, dan terjangkau.

21

Page 22: SKENARIO 1

SUMBER DAYA DI BIDANG KESEHATANTenaga KesehatanPasal 22(1) Tenaga kesehatan harus memiliki kualifikasi minimum.(2) Ketentuan mengenai kualifikasi minimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.

Pasal 24(1) Tenaga kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 harus memenuhi ketentuan kode etik, standar profesi, hak pengguna pelayanan kesehatan, standar pelayanan, dan standar prosedur operasional.(2) Ketentuan mengenai kode etik dan standar profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur oleh organisasi profesi.(3) Ketentuan mengenai hak pengguna pelayanan kesehatan, standar pelayanan, dan standar prosedur operasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.

Pasal 29Dalam hal tenaga kesehatan diduga melakukan kelalaian dalam menjalankan profesinya, kelalaian tersebut harus diselesaikan terlebih dahulu melalui mediasi.

Perlindungan PasienPasal 58(1) Setiap orang berhak menuntut ganti rugi terhadap seseorang, tenaga kesehatan, dan/atau penyelenggara kesehatan yang menimbulkan kerugian akibat kesalahan atau kelalaian dalam pelayanan kesehatan yang diterimanya.(2) Tuntutan ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku bagi tenaga kesehatan yang melakukan tindakan penyelamatan nyawa atau pencegahan kecacatan seseorang dalam keadaan darurat.(3) Ketentuan mengenai tata cara pengajuan tuntutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

DAFTAR PUSTAKA22

Page 23: SKENARIO 1

1. Agus M. Algozi. Rekam Medis Departemen Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal. FK UNAIR-RS. DR. Soetomo. Surabaya.2. Chadha,P.Vijay.1995.Ilmu Forensik dan Toksikologi.Jakarta:Widya Medika Indonesia. 3. Prof. Dr. Jusuf Hanafiah, SpOG(K) dan Prof Amri Amir, SpF(K).Etika Kedokteran dan Hukum Kedokteran.Edisi 4.4. http://www.ilunifk83.com/t143p15-informed-consent5. http://indonesia.ahrchk.net/news/mainfile.php/Constitution/22

23