49
1.Memahami dan Menjelaskan Malpraktek Definisi Malpraktik atau malpractice berasal dari kata ”mal” yang berarti buruk dan ”practice”yang berarti suatu tindakan atau praktik, dengan demikian malpraktek adalah suatu tindakanmedis buruk yang dilakukan dokter/tenaga kesehatan dalam hubungannya dengan pasien.Malparaktik adalah setiap kesalahan profesional yang diperbuat oleh dokter/tenagakesehatan pada waktu melakukan pekerjaan profesionalnya, tidak memeriksa, tidak menilai,tidak berbuat atau meninggalkan hal-hal yang diperiksa, dinilai, diperbuat atau dilakukanoleh dokter pada umumnya didalam situasi dan kondisi yang sama (Berkhouwer & Vorsman,1950). Menurut Hoekema, 1981 malpraktik adalah setiap kesalahan yang diperbuat oleh dokter karena melakukan pekerjaan kedokteran dibawah standar yang sebenarnya secara rata-rata dan masuk akal, dapat dilakukan oleh setiap dokter dalam situasi atau tempat yang sama,dan masih banyak lagi definisi tentang malparaktik yang telah dipublikasikan.Kelalaian medik. Jenis Kelalaian dapat terjadi dalam 3 bentuk, yaitu malfeasance , misfeasance dan nonfeasance: Malfeasance berarti melakukan tindakan yang melanggar hokum atau tidak tepat/layak (unlawful atau improper), misalnya mela kukan tindakan medis tanpaindikasi yang memadai. Misfeasance berarti melakukan pilihan tindakan medis yang tepat tetapi dilaksanakandengan tidak tepat (improper performance), yaitu misalnya melakukan tindakan medisdengan menyalahi prosedur 0

skenario 1 medikolegal yuke.doc

Embed Size (px)

DESCRIPTION

skenario 1 medikolegal

Citation preview

1.Memahami dan Menjelaskan Malpraktek

DefinisiMalpraktik atau malpractice berasal dari kata ”mal” yang berarti buruk dan

”practice”yang berarti suatu tindakan atau praktik, dengan demikian malpraktek adalah suatu tindakanmedis buruk yang dilakukan dokter/tenaga kesehatan dalam hubungannya dengan pasien.Malparaktik adalah setiap kesalahan profesional yang diperbuat oleh dokter/tenagakesehatan pada waktu melakukan pekerjaan profesionalnya, tidak memeriksa, tidak menilai,tidak berbuat atau meninggalkan hal-hal yang diperiksa, dinilai, diperbuat atau dilakukanoleh dokter pada umumnya didalam situasi dan kondisi yang sama (Berkhouwer & Vorsman,1950).

Menurut Hoekema, 1981 malpraktik adalah setiap kesalahan yang diperbuat oleh dokter karena melakukan pekerjaan kedokteran dibawah standar yang sebenarnya secara rata-rata dan masuk akal, dapat dilakukan oleh setiap dokter dalam situasi atau tempat yang sama,dan masih banyak lagi definisi tentang malparaktik yang telah dipublikasikan.Kelalaian medik. 

JenisKelalaian dapat terjadi dalam 3 bentuk, yaitu malfeasance, misfeasance dan

nonfeasance:• Malfeasance berarti melakukan tindakan yang melanggar hokum atau

tidak tepat/layak (unlawful atau improper), misalnya melakukan tindakan medis tanpaindikasi yang memadai.

• Misfeasance berarti melakukan pilihan tindakan medis yang tepat tetapi dilaksanakandengan tidak tepat (improper performance), yaitu misalnya melakukan tindakan medisdengan menyalahi prosedur

• Nonfeasance adalah tidak melakukan tindakan medis yang merupakan kewajiban baginya. Bentuk-bentuk kelalaian di atas sejalan dengan bentuk-bentuk error (mistakes, slips and lapses), namun pada kelalaian harus memenuhi keempat unsur kelalaian dalam hukum khususnya adanya kerugian, sedangkan error tidak selalu mengakibatkan kerugian. Demikian pula adanya latent error yang tidak secara langsung menimbulkan dampak

buruk .Suatu perbuatan atau sikap dokter atau dokter gigi dianggap lalai apabila memenuhi empat unsur di bawah ini, yaitu:1. Duty atau kewajiban dokter dan dokter gigi untuk melakukan sesuatu tindakan atauuntuk

tidak melakukan sesuatu tindakan tertentu terhadap pasien tertentu pada situasidan kondisi yang tertentu.

2. Dereliction of the duty atau penyimpangan kewajiban tersebut.3. Damage atau kerugian, yaitu segala sesuatu yang dirasakan oleh pasien sebagaikerugian 

akibat dari layanan kesehatan/kedokteran yang diberikan oleh pemberilayanan.

0

4. Direct causal relationship atau hubungan sebab akibat yang nyata. Dalam hal ini harus terdapat hubungan sebab akibat antara penyimpangan kewajiban dengan kerugianyang setidaknya merupakan “proximate cause”.

InvestigasiSeorang dokter atau dokter gigi yang menyimpang dari standar profesi dan

melakukankesalahan profesi belum tentu melakukan malpraktik medis yang dapat dipidana, malpraktik medis yang dipidana membutuhkan pembuktian adanya unsur culpa lata atau kalalaian berat dan pula berakibat fatal atau serius (Ameln, Fred, 1991). Hal ini sesuai dengan ketentuan pasal 359 KUHP, pasal 360, pasal 361 KUHP yang dibutuhkan pembuktian culpa lata daridokter atau dokter gigi. Dengan demikian untuk pembuktian malpraktik secara hukum pidana meliputi unsur :

1) Telah menyimpang dari standar profesi kedokteran;2) Memenuhi unsur culpa lata atau kelalaian berat; dan3) Tindakan menimbulkan akibat serius, fatal dan melanggar pasal 359, pasal 360,

KUHP.Adapun unsur-unsur dari pasal 359 dan pasal 360 sebagai berikut :1) Adanya unsur kelalaian (culpa).2) Adanya wujud perbuatan tertentu .3) Adanya akibat luka berat atau matinya orang lain.4) Adanya hubungan kausal antara wujud perbuatan dengan akibat kematian orang lain itu.

Tiga tingkatan culpa:a. Culpa lata : sangat tidak berhati-hati (culpa lata), kesalahan serius, sembrono

(grossfault or neglect) b. Culpa levis : kesalahan biasa (ordinary fault or neglect)c. Culpa levissima : kesalahan ringan (slight fault or neglect) (Black 1979 hal. 241).

Dalam pembuktian perkara perdata, pihak yang mendalilkan sesuatu harus mengajukan bukti-buktinya. 

Dalam hal ini dapat dipanggil saksi ahli untuk diminta pendapatnya. Jika kesalahan yang dilakukan sudah demikian jelasnya ( res ipsa loquitur, thething speaks for itself ) sehingga tidak diperlukan saksi ahli lagi, maka beban pembuktian dapat dibebankan pada dokternya.

JENIS-JENIS MALPRAKTEK

Berpijak pada hakekat malpraktek adalan praktik yang buruk atau tidak sesuai dengan standar profesi yang telah ditetepkan, maka ada bermacam-macam malpraktek yang dapat dipiah dengan mendasarkan pada ketentuan hukum yang dilanggar, walaupun kadang kala sebutan malpraktek secara langsung bisa mencakup dua atau lebih jenis malpraktek. Secara garis besar malprakltek dibagi dalam dua golongan besar yaitu mal praktik medik (medical malpractice) yang biasanya juga meliputi malpraktik etik (etichal malpractice) dan

1

malpraktek yuridik (yuridical malpractice). Sedangkan malpraktik yurudik dibagi menjadi tiga yaitu malpraktik perdata (civil malpractice), malpraktik pidana (criminal malpractice) dan malpraktek administrasi Negara (administrative malpractice).

1. Malpraktik Medik (medical malpractice)

John.D.Blum merumuskan: Medical malpractice is a form of professional negligence in whice miserable injury occurs to a plaintiff patient as the direct result of an act or omission by defendant practitioner. (malpraktik medik merupakan bentuk kelalaian professional yang menyebabkan terjadinya luka berat pada pasien / penggugat sebagai akibat langsung dari perbuatan ataupun pembiaran oleh dokter/terguguat).

Sedangkan rumusan yang berlaku di dunia kedokteran adalah Professional misconduct or lack of ordinary skill in the performance of professional act, a practitioner is liable for demage or injuries caused by malpractice. (Malpraktek adalah perbuatan yang tidak benar dari suatu profesi atau kurangnya kemampuan dasar dalam melaksanakan pekerjaan. Seorang dokter bertanggung jawab atas terjadinya kerugian atau luka yang disebabkan karena malpraktik), sedangkan junus hanafiah merumuskan malpraktik medik adalah kelalaian seorang dokter untuk mempergunakan tingkat keterampilan dan ilmu pengetahuan yang lazim dipergunakan dalam mengobati pasien atau orang yang terluka menurut lingkungan yang sama.

2. Malpraktik Etik (ethical malpractice)

Malpraktik etik adalah tindakan dokter yang bertentangan dengan etika kedokteran, sebagaimana yang diatur dalam kode etik kedokteran Indonesia yang merupakan seperangkat standar etika, prinsip, aturan, norma yang berlaku untuk dokter.

3. Malpraktik Yuridis (juridical malpractice)

Malpraktik yuridik adalah pelanggaran ataupun kelalaian dalam pelaksanaan profesi kedokteran yang melanggar ketentuan hukum positif yang berlaku.

Malpraktik Yuridik meliputi:

a. malpraktik perdata ( civil malpractice0

Malpraktik perdata terjadi jika dokter tidak melakukan kewajiban (ingkar janji) yaitu tidak memberikan prestasinya sebagaimana yang telah disepakati. Tindakan dokter yang dapat dikatagorikan sebagai melpraktik perdata antara lain :a. Tidak melakukan apa yang menurut kesepakatan wajib dilakukanb. Melakukan apa yang disepakati dilakukan tapi tidak sempurnac. Melakukan apa yang disepakati tetapi terlambatd. Melakukan apa yang menurut kesepakatan tidak seharusnya dilakukan

2

b. Malpraktik Pidana ( criminal malpractice )

Malpraktik pidana terjadi, jika perbuatan yang dilakukan maupun tidak dilakukan memenuhi rumusan undang-undang hukum pidana. Perbuatan tersebut dapat berupa perbuatan positif (melakukan sesuatu) maupun negative (tidak melakukan sesuatu) yang merupakan perbuatan tercela (actus reus), dilakukan dengan sikap batin yang slah (mens rea) berupa kesengajaan atau kelalauian. Contoh malpraktik pidana dengan sengaja adalah :

a. Melakukan aborsi tanpa tindakan medikb. Mengungkapkan rahasia kedi\okteran dengan sengajac. Tidak memberikan pertolongan kepada seseorang yang dalam keadaan daruratd. Membuat surat keterangan dokter yang isinya tidak benare. Membuat visum et repertum tidak benar

f. Memberikan keterangan yang tidak benar di pengadilan dalan kapasitasnya sebagai ahli

Contoh malpraktik pidana karena kelalaian:a. Kurang hati-hati sehingga menyebabkan gunting tertinggal diperutb. Kurang hati-hati sehingga menyebabkan pasien luka berat atau meninggalc. Malpraktik Administrasi Negara (administrative malpractice)

Malpraktik administrasi terjadi jika dokter menjalankan profesinya tidak mengindahkan ketentuan-ketentuan hukum administrasi Negara. Misalnya:

a. Menjalankan praktik kedokteran tanpa ijinb. Menjalankan praktik kedokteran tidak sesuai dengan kewenangannyac. Melakukan praktik kedokteran dengan ijin yang sudah kadalwarsa.d. Tidak membuat rekam medik.

Pencegahan

1. Upaya pencegahan malpraktek dalam pelayanan kesehatan

Dengan adanya kecenderungan masyarakat untuk menggugat tenaga medis karena adanya malpraktek diharapkan tenaga dalam menjalankan tugasnya selalu bertindak hati-hati, yakni:

Tidak menjanjikan atau memberi garansi akan keberhasilan upayanya, karena perjanjian berbentuk daya upaya (inspaning verbintenis) bukan perjanjian akan berhasil (resultaat verbintenis).

Sebelum melakukan intervensi agar selalu dilakukan informed consent. Mencatat semua tindakan yang dilakukan dalam rekam medis. Apabila terjadi keragu-raguan, konsultasikan kepada senior atau dokter. Memperlakukan pasien secara manusiawi dengan memperhatikan segala

kebutuhannya. Menjalin komunikasi yang baik dengan pasien, keluarga dan masyarakat sekitarnya.

3

2. Upaya menghadapi tuntutan hukum

Apabila upaya kesehatan yang dilakukan kepada pasien tidak memuaskan sehingga perawat menghadapi tuntutan hukum, maka tenaga kesehatan seharusnyalah bersifat pasif dan pasien atau keluarganyalah yang aktif membuktikan kelalaian tenaga kesehatan.

Apabila tuduhan kepada kesehatan merupakan criminal malpractice, maka tenaga kesehatan dapat melakukan :

a. Informal defence, dengan mengajukan bukti untuk menangkis/ menyangkal bahwa tuduhan yang diajukan tidak berdasar atau tidak menunjuk pada doktrin-doktrin yang ada, misalnya perawat mengajukan bukti bahwa yang terjadi bukan disengaja, akan tetapi merupakan risiko medik (risk of treatment), atau mengajukan alasan bahwa dirinya tidak mempunyai sikap batin (men rea) sebagaimana disyaratkan dalam perumusan delik yang dituduhkan.

b. Formal/legal defence, yakni melakukan pembelaan dengan mengajukan atau menunjuk pada doktrin-doktrin hukum, yakni dengan menyangkal tuntutan dengan cara menolak unsur-unsur pertanggung jawaban atau melakukan pembelaan untuk membebaskan diri dari pertanggung jawaban, dengan mengajukan bukti bahwa yang dilakukan adalah pengaruh daya paksa.

Berbicara mengenai pembelaan, ada baiknya perawat menggunakan jasa penasehat hukum, sehingga yang sifatnya teknis pembelaan diserahkan kepadanya.

Pada perkara perdata dalam tuduhan civil malpractice dimana perawat digugat membayar ganti rugi sejumlah uang, yang dilakukan adalah mementahkan dalil-dalil penggugat, karena dalam peradilan perdata, pihak yang mendalilkan harus membuktikan di pengadilan, dengan perkataan lain pasien atau pengacaranya harus membuktikan dalil sebagai dasar gugatan bahwa tergugat (perawat) bertanggung jawab atas derita (damage) yang dialami penggugat.

Untuk membuktikan adanya civil malpractice tidaklah mudah, utamanya tidak diketemukannya fakta yang dapat berbicara sendiri (res ipsa loquitur), apalagi untuk membuktikan adanya tindakan menterlantarkan kewajiban (dereliction of duty) dan adanya hubungan langsung antara menterlantarkan kewajiban dengan adanya rusaknya kesehatan (damage), sedangkan yang harus membuktikan adalah orang-orang awam dibidang kesehatan dan hal inilah yang menguntungkan tenaga perawatan.

Aspek Hukum dan Sanksi1. Peraturan Non HukumPeraturan non hukum yang mengatur tentang kegiatan praktek kedokteran adalah

Kode Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI). KODEKI semula merupakan peraturan non hukum karena peraturan ini telah menjadi petunjuk perilaku atau etika seorang dokter dalam menjalankan profesinya. Dalam KODEKI diatur tentang kewajiban dokter terhadap pasien yang dicantumkan di dalam Pasal 10 sampai dengan Pasal 14, yaitu :

Pasal 10 KODEKI tertulis ”Setiap dokter harus senantiasa mengingat akan kewajibannya melindungi makhluk insani”.

4

Pasal 11 KODEKI mengatakan bahwa setiap dokter wajib bersikap tulus ikhlas dan mempergunakan segala ilmu dan keterampilannya untuk kepentingan penderita. Dalam hal ia tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan atau pengobatan, maka ia wajib merujuk penderita kepada dokter lain yang mempunyai keahlian dalam bidang penyakit tersebut.

Pasal 13 KODEKI, setiap dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang penderita, bahkan juga setelah penderita itu meninggal dunia.

Pasal 14 KODEKI menyebutkan bahwa setiap dokter wajib melakukan pertolongan darurat sebagai suatu tugas perikemanusiaan, kecuali ia yakin ada orang lain yang bersedia dan lebih mampu memberikan pertolongan darurat terhadap pasien yang membutuhkannya, padahal ia mampu dapat terkena sasaran tuntutan malpraktek juga.

2. Peraturan Hukum1) Kitab Undang-Undang Hukum PidanaPasal-pasal di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang terkait

dengan malpraktik medik, yaitu :a. Pasal 263 dan 267 KUHP (Membuat Surat Keterangan Palsu);b. Pasal 290 KUHP (Melakukan Pelanggaran Kesopanan);c. Pasal 299 KUHP (Mengobati seorang wanita dengan memberitahukan atau menimbulkan harapan bahwa kandungannya dapat digugurkan);d. Pasal 322 KUHP (Membuka Rahasia);e. Pasal 304 KUHP (Pembiaran/Penelantaran);f. Pasal 306 KUHP (Apabila tindakan penelantaran tersebut mengakibatkan kematian);g. Pasal 322 KUHP (Membocorkan rahasia profesi);h. Pasal 333 KUHP (Dengan sengaja dan tanpa hak telah merampas kemerdekaan seseorang);i. Pasal 344 KUHP (Euthanasia);j. Pasal 347 KUHP (Sengaja melakukan abortus tanpa persetujuan wanita yang bersangkutan;k. Pasal 348 KUHP (Sengaja melakukan abortus dengan persetujuan);l. Pasal 349 KUHP (Membantu atau melakukan tindakan Abortus Provocatus Criminalis);m. Pasal 359 KUHP (Kelalaian yang Menyebabkan Kematian);n. Pasal 360 KUHP (Kelalaian yang Menyebabkan Luka/ Cacat);o. Pasal 361 KUHP (Kelalaian dalam menjalankan pekerjaannya);p. Pasal 386 KUHP (Memberi atau Menjual Obat Palsu);q. Pasal 531 KUHP (Tidak Memberi Pertolongan pada Orang yang Berada dalam Keadaan bahaya)Pemberlakukan hukum pidana dalam kasus-kasus kelalaian medis yang terjadi di

dalam penyelenggaraan praktek kedokteran haruslah sebagai ultimum remidium artinya hukum pidana sebagai alternatif terakhir apabila upaya-upaya non litigasi sudah tidak bisa

5

lagi berhasil untuk mengatasi permasalahan yang timbul. Selain itu juga karena praktek kedokteran merupakan profesi yang sangat mulia dan luhur yang diperlukan oleh banyak orang dan prakek kedokteran dijamin pelaksanaannya oleh undang-undang.

2) Kitab Undang-Undang Hukum PerdataPasal-pasal di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) yang

terkait dengan malpraktik medik, yaitu :a. Pasal 1239 KUH Perdata (Melakukan wanprestasi atau cidera janji);b. Pasal 1365 KUH Perdata (Melakukan perbuatan melawan hukum);c. Pasal 1366 KUH Perdata (Melakukan Kelalaian sehingga menimbulkan kerugian);d. Pasal 1367 KUH Perdata (Bertanggung jawab atas kelalaian yang dilakukan oleh

bawahannya).

3) Undang-Undang Nomor 23 tahun 1992 Tentang KesehatanTerbentuknya Undang-Undang Nomor 23 tahun 1992 sebagai salah satu upaya

pembangunan kesehatan nasional diarahkan guna tercapainya kesadaran, kemauan dan kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap penduduk agar dapat mewujudkan derajat kesehatan yang optimal. Upaya dibentuknya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992merupakan suatu usaha pemerintah untuk memberikan pelayanan kesehatan melalui tenaga medis kepada pasien. Diantara isi Undang-Undang Nomor 23 tahun 1992, mempunyai peraturan yang mengatur tentang sanksi yang diberikan terhadap tenaga kesehatan yang melakukan kesalahan atau kelalaian dalam melakukan tindakan medik, yaitu:

a. Pasal 54 ayat 1 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 (Kesalahan atau kelalaian yang dilakukan tenaga kesehatan);

b. Pasal 80 (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 (Sengaja melakukan tindakan medis tidak sesuai dengan Standart Operational Prosedure pada ibu hamil);

c. Pasal 80 (3) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 (Sengaja Melakukan Transplantasi organ Tubuh untuk Tujuan Komersil);

d. Pasal 81(1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 (Tanpa Keahlian Sengaja Melakukan Transplantasi, Implan Alat kesehatan, Bedah Plastik);

e. Pasal 81(2a) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 (Sengaja Mengambil Organ Tanpa memperhatikan Kesehatan dan Persetujuan Pendonor/ Ahli Waris)

4) Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktek KedokteranPembentukan UU Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktek Kedokteran dimaksudkan

untuk memberikan perlindungan menyeluruh kepada masyarakat sebagai penerima pelayanan, dan dokter dan dokter gigi. Hal tersebut ditegaskan dalam konsideran menimbang point (d) undang-undang tersebut yang berbunyi bahwa untuk memberikan perlindungan dan kepastian hukum kepada penerima pelayanan kesehatan, dokter dan dokter gigi diperlukan pengaturan mengenai penyelenggaraan praktek kedokteran. Pasal 3 Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 menegaskan bahwa pengaturan praktek kedokteran bertujuan untuk, pertama memberikan perlindungan kepada pasien. Kedua, mempertahankan dan meningkatkan mutu

6

pelayanan medis yang diberikan oleh dokter dan dokter gigi dan ketiga memberikan kepastian hukum kepada masyarakat, dokter dan dokter gigi. Bahkan dalam Undang-Undangtersebut juga dibentuk suatu Konsil Kedokteran Indonesia yang mempunyai tanggung jawab untuk melindungi masyarakat penerima jasa pelayanan kesehatan dan meningkatkan mutu pelayanan kesehatan dari dokter dan dokter gigi. Untuk lebih meningkatkan mutu dan pelayanan dokter kepada pasien, Undang-Undang Praktek Kedokeran mensyaratkan tentang standar pendidikan profesi kedokeran dan kedokteran gigi, pemberian pendidikan dan pelatihan kedokteran dan kedokteran gigi serta mewajibkan setiap dokter dan dokter gigi yang melakukan praktik kedokteran di Indonesia wajib memiliki surat registrasi dokter dan surat tanda registrasi dokter gigi.

Pasal 44 Undang-Undang Nomor 29 tahun 2004 mensyaratkan kepada setiap dokter dan dokter gigi dalam memberikan pelayanan haruslah mempunyai standar pelayanan. Standar pelayanan di sini adalah pedoman yang harus diikuti oleh dokter atau dokter gigi dalam menyelenggarakan praktik kedokteran. Undang-Undang Nomor 29 tahun 2004 juga mengatur tentang Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI) yang dibentuk dalam rangka terselenggaranya praktek kedokteran yang bermutu dan melindungi masyarakat sesuai dengan ketentuan undang-undang. MKDKI berwenang menerima pengaduan dari orang yang mengetahui atau kepentingannya dirugikan atas tindakan dokter atau dokter gigi dalam menjalankan praktik kedokteran, selanjutnya berdasarkan pengaduan tersebut MKDKI berwenang melakukan pemeriksaan dan apabila ditemukan pelanggaran etika meneruskan pengaduan kepada organisasi profesi. Selain itu MKDKI juga berwenang mengeluarkan keputusan berupa pernyataan tidak bersalah atau pemberian sanksi disiplin yang berupa pertama, pemberian peringatan, kedua rekomendasi pencabutan surat tanda registrasi atau surat izin praktik dan ketiga kewajiban mengikuti pendidikan atau pelatihan di institusi pendidikan kedokteran dan dokter gigi.

Pada UU No: 29 tahun 2004 pada Pasal 75 dan 76 juga mensyaratkan setiap dokter harus mempunyai surat registrasi yang ditandatangani oleh konsil kedokteran. Sedangkan surat izin praktek kedokteran ditandatangani oleh pejabat kesehatan yang berwenang dikabupaten/ kota tempat praktek kedokteran atau dokter gigi dilaksanakan. Kedua persyaratan tersebut menjadi suatu hal yang mutlak dimiliki oleh seorang dokter. Apabila dokter tidak mempunyai surat registrasi dan surat izin praktek, maka selain dokter tersebut tidak sah, masyarakat juga tidak berani di diagnosa oleh dokter tersebut, karena takut terjadi malpraktek.

5) Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 Tentang Tenaga KesehatanPasal-pasal di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 Tentang Tenaga

Kesehatan yang terkait dengan malpraktek kedokteran, yaitu : Pasal 23 (1) Pasien berhak atas ganti rugi apabila dalam pelayanan kesehatan yang

diberikan oleh tenaga kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 mengakibatkan terganggunya kesehatan, cacat atau kematian yang terjadi karena kesehatan atau kelalaian; Bila tenaga kesehatan tidak melakukan kewajibannya, maka pasien dapat menuntut ganti rugi. Hal itu disebabkan bahwa pasien yang dating ke rumah sakit atau ke dokter seharusnya mendapatkan pelayanan kesehatan sesuai

7

dengan kebutuhan medisnya. Karena hubungan antara dokter dengan pasien termasuk ke dalam perjanjian sebagaimana dimaksud di dalam Pasal 1320 KHUPerdata.

Menurut Pasal 1320 KHUPerdata untuk sahnya perjanjian harus dipenuhi unsur-unsursebagai berikut :1. Adanya kesepakatan dari mereka yang saling mengikatkan dirinya;2. Adanya kecakapan untuk membuat suatu perikatan;3. Mengenai suatu hal tertentu;4. Untuk suatu sebab yang halal

Untuk keabsahan kesepakatan para pihak yang mengikatkan dirinya, maka kesepakatan ini harus memenuhi kriteria pasal 1321 KUHPerdata yang berbunyi :”Tiada sepakat yang sah apabila sepakat itu diberikan karena kehilafan, atau diperolehnya dengan paksaan atau penipuan”. Sepakat ini merupakan persetujuan yang dilakukan oleh kedua belah pihak dimana kedua belah pihak mempunyai persesuaian kehendak. Dalam hubungan antara dokter dan pasien, persesuaian kehendak dapat ditemukan yaitu pasien setuju untuk diobati oleh dokter dan dokter setuju untuk mengobati pasiennya. Agar kesepakatan ini sah menurut hukum, maka di dalam kesepakatan antara dokter dan pasien tidak boleh ada paksaan dari salah satu pihak dan tidak ada penipuan di dalamnya. Untuk itudiperlukan adanya persetujuan tindakan medik (informed consent).

Untuk syarat kedua, adanya suatu kecakapan untuk membuat suatu perikatan. Dalam hubungan pasien dan dokter hal ini diatur di dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 520 Tahun 2008 Tentang Persetujuan Tindakan Medis. Pasal 2 Peraturan Menteri kesehatan tersebut menyebutkan bahwayang dimaksud dewasa adalah mereka yang berumur 21 tahun atau telah menikah. Jadi bagi seorang yang berusia di bawah 21 tahun dan belum menikah,maka perjanjian terapeutik harus ditanda tangani oleh orang tua atau walinya yang merupakan pihak yang berhak memberikan persetujuan.

Syarat ketiga dan keempat, objek yang diperjanjikan terdiri dari ”suatu hal tertentu” dan harus ”suatu sebab yang halal” untuk diperjanjikan. Dalam perjanjian terapeutik, mengenai hal tertentu yang diperjanjikan atau objek perjanjian adalah upaya penyembuhanterhadap penyakit yang tidak dilarang undang-undang.

Dalam perikatan sebagaimana diatur di dalam KUHPerdata dikenal adanya dua macam perjanjian, yaitu :

1. Inspanningsverbintenis, yakni perjanjian upaya, artinya kedua belah pihak yang berjanji berdaya upaya secara maksimal untuk mewujudkan apa yang diperjanjikan;

2. Resultaatbintennis, yakni perjanjian bahwa pihak yang berjanji akanmemberikan result, yaitu sesuatu hasil yang nyata sesuai dengan apa yang diperjanjikan.

Sanksi HukumSanksi Pidana

KUHP 359Barangsiapa karena salahnya menyebabkan matinya orang dihukum penjara selama- lamanya lima tahun atau kurungan selama-lamanya satu tahun.

KUHP 360

8

1. Barangsiapa karena kesalahannya menyebabkan orang luka berat dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya lima tahun atau hukuman kurungan selam-lamanya satu tahun.

2. Barangsiapa karena kesalahannya menyebabkan orang luka sedemikian rupa sehingga orang itu menjadi sakit sementara atau tidak dapat menjalankan jabatannya atau pekerjaannya sementara, dihukum dengan hukuman penjara selamalamanya sembilan bulan atau hukuman kurungan selama-lamanya enam bulan atau hukuman denda setinggi-tingginya Rp.4500,-

KUHP 361Jika kejahatan yang diterangkan dalam bab ini dilakukan dalam melakukan sesuatu jabatan atau pekerjaan, maka hukuman dapat ditambah dengan sepertiganya dan bersitersalah dapat dipecat daripekerjaannya, dalam waktu mana kejahatan itu dilakukan dan hakim dapat memerintahkan supayakeputusannya itu diumumkan. UU RI No. 23 Tahun 1992Pasal 801. Barangsiapa dengan sengaja melakukan tindakan medis tertentu terhadap ibu hamil

yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat 1 dan ayat 2, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling banyak Rp. 500.000.000,- (lima puluh juta rupiah)

Pasal 81 1. Barangsiapa yang tanpa keahlian dan kewenangan dengan sengaja:

a. Melakukan transplantasi organ dan atau jaringan tubuh sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat 1.b. Melakukan implan alat kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat 1.c. Melakukan bedah plastik dan rekonstruksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat 1.Dipidana dengan pidana penjara paling lama 7(tujuh) tahun dan atau pidana denda paling banyak Rp.140.000.000,- (seratus empat puluh juta rupiah).

Pasal 82 1. Barangsiapa yang tanpa keahlian dan kewenangan dengan sengaja:

a. Melakukan pengobatan dan atau perawatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat 4.b. Melakukan transfusi darah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat 1.c. Melakukan implan obat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat 1. d. Melakukan pekerjaan kefarmasian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 ayat 1.e. Melakukan bedah mayat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70 ayat 2.Dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan atau pidana denda paling banyak Rp.100.000.000,- (seratus juta rupiah).

UU RI No. 29 Tahun 2004Pasal 751. Setiap dokter atau dokter gigi yang dengan sengaja melakukan praktik kedokteran

9

tanpa memiliki surat tanda registrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat 1 dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah).

Pasal 76Setiap dokter atau dokter gigi yang dengan sengaja melakukan praktik kedokteran tanpa memiliki surat izin praktik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah)

Pasal 79 Dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah), setiap dokter atau dokter gigi yang:

a. Dengan sengaja tidak memasang papan nama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat 1.

b. Dengan sengaja tidak membuat rekam medis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 ayat 1.

c. Dengan sengaja tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, atau huruf e.

Sanksi Perdata KUH Perdata 1366Setiap orang bertanggung jawab tidak saja atas kerugian yang disebabkan karena perbuatannya, tetapi juga atas kerugian yang disebabkan karena kelalaian atau kuranghati-hatinya. KUH Perdata 1367Mengatur tentang kewajiban pemimpin atau majikan untuk mengganti kerugian yang disebabkan oleh kelalaian yang dilakukan oleh anak buah atau bawahannya. KUH Perdata 1370Dalam hal pembunuhan (menyebabkan matinya orang lain) dengan sengaja atau kurang hati-hatinya seseorang, maka suami dan istri yang ditinggalkan, anak atau orang tua korban yang biasanya mendapat nafkah dari pekerjaan korban, mempunyai hak untuk menuntut suatu ganti rugi, yang harus dinilai menurut kedudukannya dan kekayaan kedua belah pihak serta menurut keadaan. KUH Perdata 1371Penyebab luka atau cacatnya suatu anggota badan dengan sengaja atau kurang hati-hati, memberikan hak kepada korban, selain penggantian biaya-biaya penyembuhan, juga menuntut penggantian kerugian yang disebabkan oleh luka atau cacat tersebut. UU RI No. 23 Tahun 1992Pasal 55

1. Setiap orang berhak atas ganti rugi akibat kesalahan atau kelalaian yang dilakukan tenaga kesehatan.

2. Ganti rugi sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Sanksi Administratif

10

UU RI No. 29 Tahun 2004Pasal 661. Setiap orang yang mengetahui atau kepentingannya dirugikan atas tindakan dokter

atau dokter gigi dalam menjalankan praktik kedokteran dapat mengadukan secara tertulis kepada Ketua Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia.

2. Pengaduan sekurang-kurangnya harus memuat:a. Identitas pengadub. Nama dan alamat tempat praktik dokter atau dokter gigi dan waktu tindakan

dilakukan.c. Alasan pengaduan.

3. Pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dan ayat 2 tidak menghilangkan hak setiap orang untuk melaporkan adanya dugaan tindak pidana kepada pihak yang berwenang dan atau menggugat kerugian perdata ke pengadilan.

Pasal 67 Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia memeriksa dan memberikan keputusan terhadap pengaduan yang berkaitan dengan disiplin dokter dan dokter gigi. Pasal 69

1. Keputusan Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia mengikat dokter, dokter gigi dan Konsil Kedokteran Indonesia.

2. Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dapat berupa dinyatakan tidak bersalah atau pemberian sanksi disiplin.

3. Sanksi disiplin sebagaimana dimaksud dalam ayat 2 dapat berupa:a. Pemberian peringatan tertulis.b. Rekomendasi pencabutan surat tanda registrasi atau surat izin praktik.c. Kewajiban mengikuti pendidikan atau pelatihan di institusi pendidikan kedokteran atau kedokteran gigi.

PERMENKES RI No.1419/MENKES/PER/X/2005Pasal 24

1. Menteri, Konsil Kedokteran Indonesia,Pemerintah Daerah, dan organisasi profesi melakukan pembinaan dan pengawasan pelaksanaan peraturan ini sesuai dengan fungsi, tugas dan wewenang masing-masing.

2. Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 diarahkan pada pemerataan dan peningkatan mutu pelayanan yang diberikan oleh dokter dan dokter gigi. Pasal 25

1. Dalam rangka pembinaan dan pengawasan Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota dapat mengambil tindakan administratip terhadap pelanggaran peraturan ini.

2. Sanksi administratip sebagaimana dimaksud ayat 1 dapat berupa peringatan lisan, tertulis sampai pencabutan SIP.

3. Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota dalam memberikan sanksi administrative sebagaimana dimaksud ayat 2 terlebih dahulu dapat mendengar pertimbangan organisasi profesi.

Pasal 26

11

Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota dapat mencabut SIP dokter dan dokter gigi:1. Atas dasar keputusan MKDKI2. STR dokter atau dokter dicabut oleh Konsil Kedokteran Indonesia.3. Melakukan tindak pidana.

Pasal 271. Pencabutan SIP yang dilakukan Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota wajib

disampaikan kepada dokter dan dokter gigi yang bersangkutan dalam waktu selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari terhitung sejak tanggal keputusan ditetapkan.

2. Dalam hal keputusan dimaksud pada ayat 1 tidak dapat diterima, yang bersangkutan dapat mengajukan keberatan kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi untuk diteruskan kepada Menteri Kesehatan dalam waktu 14 (empat belas) hari setelah keputusan diterima.

3. Menteri setelah menerima keputusan sebagaimana dimaksud ayat 2 meneruskan kepada Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia paling lambat 14 (empat belas) hari.

Pasal 28 Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota melaporkan setiap pencabutan SIP dokter dan dokter gigi kepada Menteri Kesehatan, Konsil Kedokteran Indonesia dan Dinas Kesehatan Provinsi, serta tembusannya disampaikan kepada organisasi profesi setempat.

Alur Hukum MalpraktekDi dalam praktek kedokteran terdapat aspek etik dan aspek hukum yang sangat luas,

yang sering tumpang-tindih pada suatu issue tertentu, seperti pada informed consent, wajib simpan rahasia kedokteran, profesionalisme.

Bahkan di dalam praktek kedokteran, aspek etik seringkali tidak dapat dipisahkan dari aspek hukumnya, oleh karena banyaknya norma etik yang telah diangkat menjadi norma hukum, atau sebaliknya norma hukum yang mengandung nilai-nilai etika.

Dalam kenyataan pasien yang kecewa terhadap pelayanan dokter akan menghadapi gugatan. Masalah : Pelanggaran ini sulit dipilah-pilah apakah pelanggaran hukum atau pelanggaran etika atau bahkan hanya pelanggaran pribadi. Keadaan menjadi semakin sulit sejak para ahli hukum menganggap bahwa standar prosedur dan standar pelayanan medis dianggap sebagai domain hukum, padahal selama ini profesi menganggap bahwa memenuhi standar profesi adalah bagian dari sikap etis dan sikap profesional. Dengan demikian pelanggaran standar profesi dapat dinilai sebagai pelanggaran etik dan juga sekaligus pelanggaran hukum.

Pelanggaran serius : Berkaitan dengan kompetensi dan kemampuan Mengabaikan tanggung jawab profesional Peresepan tak bertanggung jawab Perilaku sexual menyimpang Kecurangan akademik Pengiklanan diri

12

Pelanggaran Etik suatu pelanggaran etik profesi dapat dikenai sanksi disiplin profesi bentuk

peringatan hingga ke bentuk yang lebih berat : kewajiban menjalani pendidikan / pelatihan tertentu (bila akibat kurang kompeten), pencabutan haknya berpraktik profesi.

Sanksi tersebut diberikan oleh MKEK setelah dalam rapat/sidangnya dibuktikan bahwa dokter tersebut melanggar etik (profesi) kedokteran.

MKEKDalam hal seorang dokter diduga melakukan pelanggaran etika kedokteran (tanpa

melanggar norma hukum), maka ia akan dipanggil dan disidang oleh Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) IDI untuk dimintai pertanggung-jawaban (etik dan disiplin profesi)nya. Persidangan MKEK bertujuan untuk mempertahankan akuntabilitas, profesionalisme dan keluhuran profesi.

Persidangan MKEK Persidangan MKEK bersifat inkuisitorial khas profesi, yaitu Majelis (ketua

dan anggota) bersikap aktif melakukan pemeriksaan, tanpa adanya badan atau perorangan sebagai penuntut.

Persidangan MKEK secara formiel tidak menggunakan sistem pembuktian sebagaimana lazimnya di dalam hukum acara pidana ataupun perdata, namun demikian tetap berupaya melakukan pembuktian mendekati ketentuan-ketentuan pembuktian yang lazim

Wewenang MKEK :Dalam melakukan pemeriksaannya, Majelis berwenang memperoleh :

Keterangan, baik lisan maupun tertulis (affidavit), langsung dari pihak-pihak terkait (pengadu, teradu, pihak lain yang terkait) dan peer-group / para ahli di bidangnya yang dibutuhkan

Dokumen yang terkait, seperti bukti kompetensi dalam bentuk berbagai ijasah/ brevet dan pengalaman, bukti keanggotaan profesi, bukti kewenangan berupa Surat Ijin Praktek Tenaga Medis, Perijinan rumah sakit tempat kejadian, bukti hubungan dokter dengan rumah sakit, hospital bylaws, SOP dan SPM setempat, rekam medis, dan surat-surat lain yang berkaitan dengan kasusnya.

Putusan MKEK Putusan MKEK tidak ditujukan untuk kepentingan peradilan tidak dapat

dipergunakan sebagai bukti di pengadilan, kecuali atas perintah pengadilan dalam bentuk permintaan keterangan ahli.

Salah seorang anggota MKEK dapat memberikan kesaksian ahli di pemeriksaan penyidik, kejaksaan ataupun di persidangan, menjelaskan tentang jalannya persidangan dan putusan MKEK. Sekali lagi, hakim pengadilan tidak terikat untuk sepaham dengan putusan MKEK

Eksekusi

13

Eksekusi Putusan MKEK Wilayah dilaksanakan oleh Pengurus IDI Wilayah dan/atau Pengurus Cabang Perhimpunan Profesi yang bersangkutan.

Khusus untuk SIP, eksekusinya diserahkan kepada Dinas Kesehatan setempat. Apabila eksekusi telah dijalankan maka dokter teradu menerima keterangan telah menjalankan putusan

PENANGANAN SENGKETA MEDIK Identifikasi seluruh masalah keluhan utama pasein Dokter teradu diminta untuk membuat kronologi lengkap mengenai kasus itu Menganalisa secara ilmiah dengan pertimbangan dari ahli terkait Lakukan konfrontasi dengan pengadu

upayakan damaiBILA SAMPAI PENGADILAN

Tidak jarang kasus sudah disidik polisi Dan dilimpahkan kejaksaan Terus sampai pengadilan IDI dalam hal ini MKEK akan diminmta menjadi saksi ahli Keputusan di majelis hakim Vonis sesuai undang-2 yang berlaku

MAJELIS KEHOMATAN DISIPLIN KEDOKTERAN INDONESIALembaga yang yang berwenang untuk menentukan ada dan tidaknya kesalahan yang

dilakukan oleh dokter dalam penerapan disiplin ilmu kedokteran dan menetapkan sanksi. Dibentuk ditingkat Pusat dan provinsi

Tugas MKDI Menerima pengaduan, memeriksa dan memutuskan kasus pelanggaran

disiplin dokter yang diajukan Menyusun pedoman dan tatacara penanganan kasus pelanggaran disiplin

dokter MKDP bekerja sebagai MKDI ditingkat provinsi

MKDKI-MKEK Domain atau yurisdiksi MKDKI adalah “disiplin profesi”, yaitu

permasalahan yang timbul sebagai akibat dari pelanggaran seorang profesional atas peraturan internal profesinya, yang menyimpangi apa yang diharapkan akan dilakukan oleh orang (profesional) dengan pengetahuan dan ketrampilan yang rata-rata.

Dalam hal MKDKI dalam sidangnya menemukan adanya pelanggaran etika, maka MKDKI akan meneruskan kasus tersebut kepada MKEK.

PELANGGARAN & CARA PENANGANAN

14

Disiplin kedokteran KEPATUHAN MENERAPKAN ATURAN – ATURAN/ KETENTUAN

PENERAPAN KEILMUAN DLM PELAKSANAAN PELAYANAN. LEBIH KHUSUS: KEPATUHAN MENERAPKAN KAIDAH-KAIDAH

PENATALAKSANAAN KLINIS (ASUHAN MEDIS) YANG MENCAKUP:- PENEGAKAN DIAGNOSIS- TINDAKAN PENGOBATAN (TREATMENT)- MENETAPKAN PROGNOSIS

o DENGAN STANDAR/ INDIKATOR:

STANDAR KOMPETENSI, STD PERILAKU ETIS, STD ASUHAN MEDIS DAN STD KLINIS.

PELANGGARAN DISIPLIN (SERIOUS PROFESSIONAL MISCONDUCT)KEPUTUSAN KKI No. 17/KKI/KEP/VIII/2006

o KEGAGALAN PENATALAKSANAAN PASIEN OK :

KETIDAKCAKAPAN (INCOMPETENCE) KELALAIAN (GROSS NEGLIGENCE)

o PERILAKU TERCELA (MENURUT UKURAN PROFESI)

o KETIDAKLAIKAN FISIK & MENTAL (UNFIT TO PRACTICE)

15

o ATAU DENGAN KATA LAIN

o TIDAK MEMENUHI:

STANDARD OF CARE, CLINICAL STANDARD STANDARD OF COMPETENCE STANDARD OF PROFESSIONAL ATTITUDE DAN ATURAN/ KETENTUAN TERKAIT

TAHAP PENEGAKAN DISIPLIN OLEH MKDKITAHAP 1: INVESTIGATIONAL STAGE (TAHAP INVESTIGASI)

- PENGADUAN (ADMISSION) VERIFIKASI

- PEMERIKSAAN AWAL OLEH MPA INVESTIGASI (INQUIRY)

TAHAP 2: ADJUDICATORY STAGE (PEMERIKSAAN DAN KEPUTUSAN)- PEMERIKSAAN DISIPLIN OLEH MPD

PEMBUKTIAN- PENGAMBILAN KEPUTUSAN

TAHAP 3: DISPOSITIONAL STAGE (PENYAMPAIA N KEPUTUSAN) - PEMBACAAN KEPUTUSAN- PENGAJUAN KEBERATAN TERADU (JIKA ADA)- PENYAMPAIAN KEPUTUSAN KEPADA PIHAK TERKAIT

PENANGANAN PELANGGARAN DISIPLIN KEDOKTERAN (TAHAP MPA)

16

Setiap orang atau kepentingan yang

dirugikan

Pengaduan tertulis

Verifikasi

Penetapan Majelis Pemeriksa Awal

Oleh Ketua MKDKI

Pemeriksa AwalInvestigasi

Keputusan MPA

Ditolak Diluar disiplinPelanggaran Etik Pelanggaran Disiplin

P E L A K S A N A A N K E P U T U S A N M A J E L I S P E M E R I K S A A W A L

Kepada PengaduSekretariat MKDKI/

MKDKI-P

Penetapan Majelis Pemeriksa Disiplin oleh Ketua MKDKI

Organisasi Profesi

PENANGANAN PELANGGARAN DISIPLIN KEDOKTERAN (TAHAP MPD)

PENGADUAN (PASAL 66 UU PRADOK)o SETIAP ORANG YANG MENGETAHUI ATAU KEPENTINGANNYA

DIRUGIKAN ATAS TINDAKAN DOKTER ATAU DOKTER GIGI DALAM MENJALANKAN PRAKTIK KEDOKTERAN DAPAT MENGADUKAN SECARA TERTULIS KEPADA KETUA MKDKI

o PENGADUAN SEBAGAIMANA DIMAKSUD PADA AYAT (1) DAN

AYAT (2) TIDAK MENGHILANGKAN HAK SETIAP ORANG UNTUK MELAPORKAN ADANYA DUGAAN TINDAK PIDANA KEPADA PIHAK YANG BERWENANG DAN/ATAU MENGUGAT KERUGIAN PERDATA KE PENGADILAN.

BENTUK PELANGGARAN DISIPLIN KEDOKTERAN1. TIDAK KOMPETEN/ CAKAP2. TIDAK MERUJUK3. PENDELEGASIAN KPD NAKES YG TDK KOMPETEN4. DR/ DRG PENGGANTI TDK BERITAHU KE PASIEN, TDK PUNYA SIP5. TDK LAIK PRAKTIK (KESEHATAN FISIK & MENTAL)6. KELALAIAN DLM PENATALAKSANAAN PASIEN7. PEMERIKSAAN DAN PENGOBATAN BERLEBIHAN 8. TDK BERIKAN INFORMASI YG JUJUR

17

Pemeriksaan Awal

Pelanggaran Disiplin

Penetapan Majelis

Pemeriksa o/Ketua MKDKI

Pemeriksaan Proses

Pembuktian

KEPUTUSAN

Bebas / tidak bersalah

Peringatan tertulis

Rekomendasi pencabutan

SIP/STR

Mengikuti Pendidikan/ pelatihan

P E L A K S A N A A N K E P U T U S A N

Sekretariat MKDKI/MKDKI

PROV

Sekretariat MKDKI/MKDKI

PROV

Sekretariat MKDKI/MKDKI

PROV

Sekretariat MKDKI/MKDKI

PROV

KKI

STR

Dinkes Kab/Kota

SIPKKI

Dokter/ dokter gigi

Dokter/ dokter

gigi

Dokter/ dokter gigi

Institusi Pendidikan

Kolegium

9. TDK ADA INFORMED CONSENT10. TDK BUAT/ SIMPAN REKAM MEDIK 11. PENGHENTIAN KEHAMILAN TANPA INDIKASI MEDIS12. EUTHANASIA13. PENERAPAN PELAYANAN YG BLM DITERIMA KEDOKTERAN14. PENELITIAN KLINIS TANPA PERSETUJUAN ETIS15. TDK MEMBERI PERTOLONGAN DARURAT 16. MENOLAK/ MENGHENTIKAN PENGOBATAN TANPA ALASAN YG

SAH 17. MEMBUKA RAHASIA MEDIS TANPA IZIN18. BUAT KETERANGAN MEDIS TDK BENAR19. IKUT SERTA TINDAKAN PENYIKSAAN 20. PERESEPAN OBAT PSIKOTROPIK/NARKOTIK TANPA INDIKASI21. PELECEHAN SEKSUAL, INTIMIDASI, KEKERASAN22. PENGGUNAAN GELAR AKADEMIK/ SEBUTAN PROFESI, PALSU23. MENERIMA KOMISI THD RUJUKAN/ PERESEPAN24. PENGIKLANAN DIRI YG MENYESATKAN 25. KETERGANTUNGAN NAPZA26. STR, SIP, SERTIFIKAT KOMPETENSI TDK SAH27. IMBAL JASA TDK SESUAI TINDAKAN28. TDK BERIKAN DATA/ INFORMASI ATAS PERMINTAAN MKDKI

Alur tata cara penanganan kasus pelanggaran Pengaduan dari masyarakat verifikasi penetapan ketua MKDKI pemeriksaan

proses dan pembuktian KEPUTUSAN Keputusan :

Penolakan Peringatan tertulis Rekomendasi : Mengikuti Pendidikan Pelatihan, pencabutan SIP

2. Memahami dan Menjelasakan Informed ConsentDefinisi

Informed Consent adalah persetujuan tindakan kedokteran yang diberikan oleh pasien atau keluarga terdekatnya setelah mendapatkan penjelasan secara lengkap mengenai tindakan kedokteran yang akan dilakukan terhadap pasien tersebut.Persetujuan yang ditanda tangani oleh pasien atau keluarga terdekatnya tersebut, tidak membebaskan dokter dari tuntutan jika dokter melakukan kelalaian. Tindakan medis yangdilakukan tanpa persetujuan pasien atau keluarga terdekatnya, dapat digolongkan sebagai tindakan melakukan penganiayaan berdasarkan KUHP Pasal 351.

BENTUK INFORMED CONSENT

18

1. Implied Constructive Consent (Keadaan Biasa)Tindakan yang biasa dilakukan, telah diketahui, telah dimengerti oleh masyarakat umum, sehingga tidak perlu lagi dibuat tertulis. Misalnya pengambilan darah untuk laboratorium, suntikan, atau hecting luka terbuka.

2. Implied Emergency Consent (Keadaan Gawat Darurat)Bila pasien dalam kondiri gawat darurat sedangkan dokter perlu melakukan tindakan segera untuk menyelematkan nyawa pasien sementara pasien dan keluarganya tidak bisa membuat persetujuan segera. Seperti kasus sesak nafas, henti nafas, henti jantung.

3. Expressed Consent (Bisa Lisan/Tertulis Bersifat Khusus)Persetujuan yang dinyatakan baik lisan ataupun tertulis, bila yang akan dilakukan melebihi prosedur pemeriksaan atau tindakan biasa. Misalnya pemeriksaan vaginal, pencabutan kuku, tindakan pembedahan/operasi, ataupun pengobatan/tindakan invasive.

TujuanTujuan dari informed consent adalah agar pasien mendapat informasi yang cukup untuk

dapat mengambil keputusan atas terapi yang akan dilaksanakan. Informed consent juga berarti mengambil keputusan bersama. Hak pasien untuk menentukan nasibnya dapat terpenuhi dengan sempurna apabila pasien telah menerima semua informasi yang ia perlukan sehingga ia dapat mengambil keputusan yang tepat. Kekecualian dapat dibuat apabila informasi yang diberikan dapat menyebabkan guncangan psikis pada pasien.

Dokter harus menyadari bahwa informed consent memiliki dasar moral dan etik yang kuat. Menurut American College of Physicians’ Ethics Manual, pasien harus mendapat informasi dan mengerti tentang kondisinya sebelum mengambil keputusan. Berbeda dengan teori terdahulu yang memandang tidak adanya informed consent menurut hukum penganiayaan, kini hal ini dianggap sebagai kelalaian. Informasi yang diberikan harus lengkap, tidak hanya berupa jawaban atas pertanyaan pasien.

ManfaatInformed Consent bermanfaat untuk :1) Melindungi pasien terhadap segala tindakan medik yang dilakukan tanpa

sepengetahuan pasien. Misalnya tindakan medik yang tidak perlu atau tanpa indikasi, penggunaan alat canggih dengan biaya tinggi dsbnya.

2) Memberikan perlindungan hukum bagi dokter terhadap akibat yang tidak terduga dan bersifat negatif. Misalnya terhadap resiko pengobatan yang tidak dapat dihindari walaupun dokter telah bertindak seteliti mungkin.

Dengan adanya informed consent maka hak autonomy perorangan di kembangkan, pasien dan subjek dilindungi, mencegah terjadinya penipuan atau paksaan, merangsang profesi medis untuk mengadakan introspeksi, mengajukan keputusan-keputusan yang rasional dan

19

melibatkan masyarakat dalam memajukan prinsip autonomy sebagai suatu nilai sosial serta mengadakan pengawasan dalam penelitian biomedik.

PersetujuanBentuk persetujuan atau penolakan

Rumah sakit memiliki tugas untuk menjamin bahwa informed consent sudah didapat. Istilah untuk kelalaian rumah sakit tersebut yaitu ”fraudulent concealment”. Pasien yang akan menjalani operasi mendapat penjelasan dari seorang dokter bedah namun dioperasi oleh dokter lain dapat saja menuntut malpraktik dokter yang tidak mengoperasi karena kurangnya informed consent dan dapat menuntut dokter yang mengoperasi untuk kelanjutannya.

Bentuk persetujuan tidaklah penting namun dapat membantu dalam persidangan bahwa persetujuan diperoleh. Persetujuan tersebut harus berdasarkan semua elemen dari informed consent yang benar yaitu pengetahuan, sukarela dan kompetensi.

Beberapa rumah sakit dan dokter telah mengembangkan bentuk persetujuan yang merangkum semua informasi dan juga rekaman permanen, biasanya dalam rekam medis pasien. Format tersebut bervariasi sesuai dengan terapi dan tindakan yang akan diberikan. Saksi tidak dibutuhkan, namun saksi merupakan bukti bahwa telah dilakukan informed consent. Informed consent sebaiknya dibuat dengan dokumentasi naratif yang akurat oleh dokter yang bersangkutan.

Otoritas untuk memberikan persetujuan

Seorang dewasa dianggap kompeten dan oleh karena itu harus mengetahui terapi yang direncanakan. Orang dewasa yang tidak kompeten karena penyakit fisik atau kejiwaan dan tidak mampu mengerti tentu saja tidak dapat memberikan informed consent yang sah. Sebagai akibatnya, persetujuan diperoleh dari orang lain yang memiliki otoritas atas nama pasien. Ketika pengadilan telah memutuskan bahwa pasien inkompeten, wali pasien yang ditunjuk pengadilan harus mengambil otoritas terhadap pasien.

Persetujuan pengganti ini menimbulkan beberapa masalah. Otoritas seseorang terhadap persetujuan pengobatan bagi pasien inkompeten termasuk hak untuk menolak perawatan tersebut. Pengadilan telah membatasi hak penolakan ini untuk kasus dengan alasan yang tidak rasional. Pada kasus tersebut, pihak dokter atau rumah sakit dapat memperlakukan kasus sebagai keadaan gawat darurat dan memohon pada pengadilan untuk melakukan perawatan yang diperlukan. Jika tidak cukup waktu untuk memohon pada pengadilan, dokter dapat berkonsultasi dengan satu atau beberapa sejawatnya.

Jika keluarga dekat pasien tidak setuju dengan perawatan yang direncanakan atau jika pasien, meskipun inkompeten, mengambil posisi berlawanan dengan keinginan keluarga, maka dokter perlu berhati-hati. Terdapat beberapa indikasi dimana pengadilan akan

20

mempertimbangkan keinginan pasien, meskipun pasien tidak mampu untuk memberikan persetujuan yang sah. Pada kebanyakan kasus, terapi sebaiknya segera dilakukan (1) jika keluarga dekat setuju, (2) jika memang secara medis perlu penatalaksanaan segera, (3) jika tidak ada dilarang undang-undang.

Cara terbaik untuk menghindari risiko hukum dari persetujuan pengganti bagi pasien dewasa inkompeten adalah dengan membawa masalah ini ke pengadilan.

Kemampuan memberi perijinan

Perijinan harus diberikan oleh pasien yang secara fisik dan psikis mampu memahami informasi yang diberikan oleh dokter selama komunikasi dan mampu membuat keputusan terkait dengan terapi yang akan diberikan. Pasien yang menolak diagnosis atau tatalaksana tidak menggambarkan kemampuan psikis yang kurang. Paksaan tidak boleh digunakan dalam usaha persuasif. Pasien seperti itu membutuhkan wali biasanya dari keluarga terdekat atau yang ditunjuk pengadilan untuk memberikan persetujuan pengganti.

Jika tidak ada wali yang ditunjuk pengadilan, pihak ketiga dapat diberi kuasa untuk bertindak atas nama pokok-pokok kekuasaan tertulis dari pengacara. Jika tidak ada wali bagi pasien inkompeten yang sebelumnya telah ditunjuk oleh pengadilan, keputusan dokter untuk memperoleh informed consent diagnosis dan tatalaksana kasus bukan kegawatdaruratan dari keluarga atau dari pihak yang ditunjuk pengadilan tergantung kebijakan rumah sakit. Pada keadaan dimana terdapat perbedaan pendapat diantara anggota keluarga terhadap perawatan pasien atau keluarga yang tidak dekat secara emosional atau bertempat tinggal jauh, maka dianjurkan menggunakan laporan legal dan formal untuk menentukan siapa yang dapat memberikan perijinan bagi pasien inkompeten.

Pihak Yang Berhak Menyatakan Persetujuan:1. Pasien sendiri (bila telah berumur 21 tahun atau telah menikah)2. Bagi pasien di bawah umur 21 tahun diberikan oleh mereka menurut hak sebagai

berikut: (1) Ayah/ibu kandung, (2) Saudara-saudara kandung.3. Bagi yang di bawah umur 21 tahun dan tidak mempunyai orang tua atau orang tuanya

berhalangan hadir diberikan oleh mereka menurut urutan hak sebagai berikut: (l) Ayah/ibu adopsi, (2) Saudara-saudara kandung, (3) Induk semang.

4. Bagi pasien dewasa dengan gangguan mental, diberikan oleh mereka menurut urutan hak sebagai berikut: (1) Ayah/ibu kandung, (2) Wali yang sah, (3) Saudara-saudara kandung.

5. Bagi pasien dewasa yang berada dibawah pengampuan (curatelle), diberikan menurut urutan hak sebagai berikut: (1) Wali, (2) Curator.

6. Bagi pasien dewasa yang telah menikah/orang tua, diberikan oleh mereka menurut urutan hak sebagai berikut: a. Suami/istri, b. Ayah/ibu kandung, c. Anak-anak kandung, d. Saudara-saudara kandung.

21

Wali: yang menurut hukum menggantikan orang lain yang belum dewasa untuk mewakilinya dalam melakukan perbuatan hukum atau yang menurut hukum menggantikan kedudukan orang tua. Induk semang : orang yang berkewajiban untuk mengawasi serta ikut bertanggung jawab terhadap pribadi orang lain seperti pimpinan asrama dari anak perantauan atau kepala rumah tangga dari seorang pembantu rumah tangga yang belum dewasa.

IsiDalam Permenkes No. 585 tahun 1989 tentang Persetujuan Tindakan Medik dinyatakan

bahwa dokter harus menyampaikan informasi atau penjelasan kepada pasien / keluarga diminta atau tidak diminta, jadi informasi harus disampaikan.

Mengenai apa yang disampaikan, tentulah segala sesuatu yang berkaitan dengan penyakit pasien. Tindakan apa yang dilakukan, tentunya prosedur tindakan yang akan dijalani pasien baik diagnostic maupun terapi dan lain-lain sehingga pasien atau keluarga dapat memahaminya. Ini mencangkup bentuk, tujuan, resiko, manfaat dari terapi yang akan dilaksanakan dan alternative terapi (Hanafiah, 1999).

Secara umum dapat dikatakan bahwa semua tindakan medis yang akan dilakukan terhadap pasien yang harus diinformasikan sebelumnya, namun izin yang harus diberikan oleh pasien dapat berbagai macam bentuknya, baik yang dinyatakan ataupun tidak. Yang paling untuk diketahui adalah bagaimana izin tersebut harus dituangkan dalam bentuk tertulis, sehingga akan memudahkan pembuktiannya kelak bila timbul perselisihan.

Secara garis besar dalam melakukan tindakan medis pada pasien, dokter harus menjelaskan beberapa hal, yaitu:

1) Garis besar seluk beluk penyakit yang diderita dan prosedur perawatan / pengobatan yang akan diberikan / diterapkan.

2) Resiko yang dihadapi, misalnya komplikasi yang diduga akan timbul.3) Prospek / prognosis keberhasilan ataupun kegagalan.4) Alternative metode perawatan / pengobatan.5) Hal-hal yang dapat terjadi bila pasien menolak untuk memberikan persetujuan.6) Prosedur perawatan / pengobatan yang akan dilakukan merupakan suatu

percobaan atau menyimpang dari kebiasaan, bila hal itu yang akan dilakukan Dokter juga perlu menyampaikan (meskipun hanya sekilas), mengenai cara kerja dan pengalamannya dalam melakukan tindakan medis tersebut (Achadiat, 2007).

Informasi/keterangan yang wajib diberikan sebelum suatu tindakan kedokteran dilaksanakan adalah:

1. Diagnosa yang telah ditegakkan.2. Sifat dan luasnya tindakan yang akan dilakukan.3. Manfaat dan urgensinya dilakukan tindakan tersebut.4. Resiko resiko dan komplikasi yang mungkin terjadi daripada tindakan kedokteran

tersebut.5. Konsekwensinya bila tidak dilakukan tindakan tersebut dan adakah alternatif cara

pengobatan yang lain.6. Kadangkala biaya yang menyangkut tindakan kedokteran tersebut.

22

Resiko resiko yang harus diinformasikan kepada pasien yang dimintakan persetujuan tindakan kedokteran :

Resiko yang melekat pada tindakan kedokteran tersebut. Resiko yang tidak bisa diperkirakan sebelumnya.

Dalam hal terdapat indikasi kemungkinan perluasan tindakan kedokteran, dokter yang akan melakukan tindakan juga harus memberikan penjelasan ( Pasal 11 Ayat 1 Permenkes No 290 / Menkes / PER / III / 2008 ). Penjelasan kemungkinan perluasan tindakan kedokteran sebagaimana dimaksud dalam Ayat 1 merupakan dasar daripada persetujuan (Ayat 2).

Pengecualian terhadap keharusan pemberian informasi sebelum dimintakan persetujuan tindakan kedokteran adalah:

Dalam keadaan gawat darurat (emergency), dimana dokter harus segera bertindak untuk menyelamatkan jiwa.

Keadaan emosi pasien yang sangat labil sehingga ia tidak bisa menghadapi situasi dirinya.Ini tercantum dalam PerMenKes no 290/Menkes/Per/III/2008.

KETENTUAN INFORMED CONSENTKetentuan persetujuan tidakan medik berdasarkan SK Dirjen Pelayanan Medik

No.HR.00.06.3.5.1866 Tanggal 21 April 1999, diantaranya :

1. Persetujuan atau penolakan tindakan medik harus dalam kebijakan dan prosedur (SOP) dan ditetapkan tertulis oleh pimpinan RS.

2. Memperoleh informasi dan pengelolaan, kewajiban dokter.3. Informed Consent dianggap benar :

a. Persetujuan atau penolakan tindakan medis diberikan untuk tindakan medis yang dinyatakan secara spesifik.

b. Persetujuan atau penolakan tindakan medis diberikan tanpa paksaan (valuentery)c. Persetujuan dan penolakan tindakan medis diberikan oleh seseorang (pasien) yang

sehat mental dan memang berhak memberikan dari segi hukumd. Setelah diberikan cukup (adekuat) informasi dan penjelasan yang diperlukan.

4. Isi informasi dan penjelasan yang harus diberikan :o Tentang tujuan dan prospek keberhasilan tindakan medis yang ada dilakukan

(purhate of medical procedure)o Tentang tata cara tindakan medis yang akan dilakukan (consenpleated medical

procedure)o Tentang risiko o Tentang risiko dan komplikasi yang mungkin terjadio Tentang alternatif tindakan medis lain yang tersedia dan risiko –risikonya

(alternative medical procedure and risk)o Tentang prognosis penyakit, bila tindakan dilakukano Diagnosis

5. Kewajiban memberi informasi dan penjelasano Dokter yang melakukan tindakan medis tanggung jawab

23

o Berhalangan   diwakilkan kepada dokter lain, dengan diketahui dokter yang bersangkutan

6. Cara menyampaikan informasio Lisano Tulisan

7. Pihak yang menyatakan persetujuana. Pasien sendiri, umur 21 tahun lebih atau telah menikahb. Bagi pasien kurang 21 tahun dengan urutan hak :

Ayah/ibu kandung Saudara saudara kandung

c. Bagi pasien kurang 21 tahun tidak punya orang tua/berhalangan, urutan hak : Ayah/ibu adopsi Saudara-saudara kandung Induk semang

d. Bagi pasien dengan gangguan mental, urutan hak : Ayah/ibu kandung Wali yang sah Saudara-saudara kandung

e. Bagi pasien dewasa dibawah pengampuan (curatelle) : Wali Kurator

f. Bagi pasien dewasa telah menikah/orangtua Suami/istri Ayah/ibu kandung Anak-anak kandung Saudara-saudara kandung

8. Cara menyatakan persetujuan Tertulis; mutlak pada tindakan medis resiko tinggi Lisan; tindakan tidak beresiko

9. Jenis tindakan medis yang perlu informed consent disusun oleh komite medik ditetapkan pimpinan RS.

10. Tidak diperlukan bagi pasien gawat darurat yang tidak didampingi oleh keluarga pasien.

11. Format isian informed consent persetujuan atau penolakan o Diketahui dan ditandatangani oleh kedua orang saksi, perawat bertindak sebagai

salah satu saksio Materai tidak diperlukano Formulir asli harus dismpan dalam berkas rekam medis pasieno Formulir harus ditandatangan 24 jam sebelum tindakan medis dilakukano Dokter harus ikut membubuhkan tanda tangan sebagai bukti telah diberikan

informasio Bagi pasien/keluarga buta huruf membubuhkan cap jempol ibu jari tangan

kanannya24

12. Jika pasien menolak tandatangan surat  penolakan maka harus ada catatan pada rekam medisnya.

3. Memahami dan Menjelaskan Kelalaian MedisDefinisi

Kelalaian medik adalah salah satu bentuk dari malpraktek medis, sekaligus merupakan bentuk malpraktek medis yang paling sering terjadi. Pada dasarnya kelalaian terjadi apabila seseorang melakukan sesuatu yang seharusnya tidak dilakukan atau tidak melakukan sesuatu yang seharusnya dilakukan oleh orang lain yang memiliki kualifikasi yang sama pada suatu keadaan dan situasi yang sama. Perlu diingat bahwa pada umumnya kelalaian yang dilakukan orang-per-orang bukanlah merupakan perbuatan yang dapat dihukum, kecuali apabila dilakukan oleh orang yang seharusnya (berdasarkan sifat profesinya) bertindak hati-hati, dan telah mengakibatkan kerugian atau cedera bagi orang lain.

UNSUR-UNSUR KELALAIAN

Sebagaimana diuraikan di atas, di dalam suatu layanan medik dikenal gugatan ganti kerugian

yang diakibatkan oleh kelalaian medik. Suatu perbuatan atau tindakan medis disebut sebagai

kelalaian apabila memenuhi empat unsur di bawah ini.

1. Duty atau kewajiban tenaga medis untuk melakukan sesuatu tindakan medis atau

untuk tidak melakukan sesuatu tindakan tertentu terhadap pasien tertentu pada situasi

dan kondisi yang tertentu. Dasar dari adanya kewajiban ini adalah adanya hubungan

kontraktual-profesional antara tenaga medis dengan pasiennya, yang menimbulkan

kewajiban umum sebagai akibat dari hubungan tersebut dan kewajiban profesional

bagi tenaga medis tersebut. Kewajiban profesional diuraikan di dalam sumpah profesi,

etik profesi, berbagai standar pelayanan, dan berbagai prosedur operasional.

Kewajiban-kewajiban tersebut dilihat dari segi hukum merupakan rambu-rambu yang

harus diikuti untuk mencapai perlindungan, baik bagi pemberi layanan maupun bagi

penerima layanan; atau dengan demikian untuk mencapai safety yang optimum.

2. Dereliction of the duty atau penyimpangan kewajiban tersebut. Dengan melihat uraian

tentang kewajiban di atas, maka mudah buat kita untuk memahami apakah arti

penyimpangan kewajiban. Dalam menilai kewajiban dalam bentuk suatu standar

pelayanan tertentu, haruslah kita tentukan terlebih dahulu tentang kualifikasi si

pemberi layanan (orang dan institusi), pada situasi seperti apa dan pada kondisi

bagaimana. Suatu standar pelayanan umumnya dibuat berdasarkan syarat minimal

yang harus diberikan atau disediakan (das sein), namun kadang-kadang suatu standar

juga melukiskan apa yang sebaiknya dilakukan atau disediakan (das sollen). Kedua

uraian standar tersebut harus hati-hati diinterpretasikan. Demikian pula suatu standar

25

umumnya berbicara tentang suatu situasi dan keadaan yang “normal” sehingga harus

dikoreksi terlebih dahulu untuk dapat diterapkan pada situasi dan kondisi yang

tertentu. Dalam hal ini harus diperhatikan adanya Golden Rule yang menyatakan

“What is right (or wrong) for one person in a given situation is similarly right (or

wrong) for any other in an  identical situation”. 

3. Damage atau kerugian. Yang dimaksud dengan kerugian adalah segala sesuatu yang

dirasakan oleh pasien sebagai kerugian akibat dari layanan kesehatan / kedokteran

yang diberikan oleh pemberi layanan. Jadi, unsur kerugian ini sangat berhubungan

erat dengan unsur hubungan sebab-akibatnya. Kerugian dapat berupa kerugian

materiel dan kerugian immateriel. Kerugian yang materiel sifatnya dapat berupa

kerugian yang nyata dan kerugian sebagai akibat kehilangan kesempatan. Kerugian

yang nyata adalah “real cost” atau biaya yang dikeluarkan untuk perawatan /

pengobatan penyakit atau cedera yang diakibatkan, baik yang telah dikeluarkan

sampai saat gugatan diajukan maupun biaya yang masih akan dikeluarkan untuk

perawatan / pemulihan. Kerugian juga dapat berupa kerugian akibat hilangnya

kesempatan untuk memperoleh penghasilan (loss of opportunity). Kerugian lain yang

lebih sulit dihitung adalah kerugian immateriel sebagai akibat dari sakit atau cacat

atau kematian seseorang.

4. Direct causal relationship atau hubungan sebab akibat yang nyata. Dalam hal ini harus

terdapat hubungan sebab-akibat antara penyimpangan kewajiban dengan kerugian

yang setidaknya merupakan “proximate cause”.

Gugatan ganti rugi akibat suatu kelalaian medik harus membuktikan adanya ke-empat

unsur di atas, dan apabila salah satu saja diantaranya tidak dapat dibuktikan maka gugatan

tersebut dapat dinilai tidak cukup bukti.

DASAR HUKUM

Pasal 1365 KUH Perdata : tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian

kepada seorang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian

itu, mengganti kerugian tersebut.

Pasal 1366 KUH Perdata : setiap orang bertanggung-jawa tidak saja untuk kerugian

yang disebabkan perbuatannya, tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan kelalaian

atau kurang hati-hatiannya

Pasal 1367 KUH Perdata : seorang tidak saja bertanggungjawab untuk kerugian yang

disebabkan perbuatannya sendiri, tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan

26

perbuatan orang-orang yang menjadi tanggungannya atau disebabkan oleh barang-

barang yang berada di bawah pengawasannya.

Pasal 55 Undang-Undang No 23 tahun 1992 tentang Kesehatan : (1) setiap orang

berhak atas ganti rugi akibat kesalahan atau kelalaian yang dilakukan tenaga

kesehatan.

Pasal 1370 KUH Perdata : Dalam halnya suatu kematian dengan sengaja atau karena

kurang hati-hatinya seorang, maka suami atau isteri yang ditinggalkan, anak atau

orang tua si korban yang lazimnya mendapat nafkah dari pekerjaan si korban

mempunyai hak menuntut suatu ganti rugi, yang harus dinilai menurut kedudukan dan

kekayaan kedua belah pihak, serta menurut keadaan.

Pasal 1371 KUH Perdata : Penyebab luka atau cacatnya sesuatu anggota badan

dengan sengaja atau karena kurang hati-hati memberikan hak kepada si korban untuk

selain penggantian biaya-biaya penyembuhan, menuntut penggantian kerugian yang

disebabkan oleh luka atau cacat tersebut. Juga penggantian kerugian ini dinilai

menurut kedudukan dan kemampuan kedua belah pihak, dan menurut keadaan.

Pasal 1372 KUH Perdata : Tuntutan perdata tentang hal penghinaan adalah bertujuan

mendapat penggantian kerugian serta pemulihan kehormatan dan nama baik.

Di bidang pidana juga ditemukan pasal-pasal yang menyangkut kelalaian, yaitu :

Pasal 359 KUHP : Barangsiapa karena kesalahannya (kelalaiannya) menyebabkan

orang lain mati, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana

kurungan paling lama satu tahun.

Pasal 360 KUHP : (1) Barangsiapa karena kesalahannya (kelalaiannya) menyebabkan

orang lain mendapat luka-luka berat, diancam dengan pidana penjara paling lama lima

tahun atau pidana kurungan paling lama satu tahun.  (2) Barangsiapa karena

kesalahannya (kelalaiannya) menyebabkan orang lain luka-luka sedemikian rupa

sehingga timbul penyakit atau halangan menjalankan pekerjaan jabatan atau pencarian

selama waktu tertentu, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan

atau pidana kurungan paling lama enam bulan atau pidana denda paling tinggi empat

ribu lima ratus rupiah.

Pasal 361 KUHP : Jika kejahatan yang diterangkan dalam bab ini dilakukan dalam

menjalankan suatu jabatan atau pencarian, maka pidana ditambah dengan sepertiga

dan yang bersalah dapat dicabut haknya untuk menjalankan pencarian dalam mana

dilakukan kejahatan, dan hakim dapat memerintahkan supaya putusannya

diumumkan.4. Memahami dan menjelaskan malpraktek menurut syariat islam

27

Malpraktek yang menjadi penyebab dokter bertanggung-jawab secara profesi bisa digolongkan sebagai berikut:

1. Tidak Punya Keahlian (Jahil)Yang dimaksudkan di sini adalah melakukan praktek pelayanan kesehatan

tanpa memiliki keahlian, baik tidak memiliki keahlian sama sekali dalam bidang kedokteran, atau memiliki sebagian keahlian tapi bertindak di luar keahliannya. Orang yang tidak memiliki keahlian di bidang kedokteran kemudian nekat membuka praktek, telah disinggung oleh Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dalam sabda beliau:

ض�ام�ن� ف�هو� ، �ك� ذ�ل �ل� ق�ب ط�ب� �ه م�ن �م� ع�ل ي �م� و�ل �ب� �ط�ب ت م�ن�"Barang siapa yang praktek menjadi dokter dan sebelumnya tidak diketahui memiliki keahlian, maka ia bertanggung-jawab"

Kesalahan ini sangat berat, karena menganggap remeh kesehatan dan nyawa banyak orang, sehingga para Ulama sepakat bahwa mutathabbib (pelakunya) harus bertanggung-jawab, jika timbul masalah dan harus dihukum agar jera dan menjadi pelajaran bagi orang lain.

2. Menyalahi Prinsip-Prinsip Ilmiah (Mukhâlafatul Ushûl Al-'Ilmiyyah) Yang dimaksud dengan pinsip ilmiah adalah dasar-dasar dan kaidah-kaidah

yang telah baku dan biasa dipakai oleh para dokter, baik secara teori maupun praktek, dan harus dikuasai oleh dokter saat menjalani profesi kedokteran.

Para ulama telah menjelaskan kewajiban para dokter untuk mengikuti prinsip-prinsip ini dan tidak boleh menyalahinya. Imam Syâfi'i rahimahullah –misalnya- mengatakan: "Jika menyuruh seseorang untuk membekam, mengkhitan anak, atau mengobati hewan piaraan, kemudian semua meninggal karena praktek itu, jika orang tersebut telah melakukan apa yang seharusnya dan biasa dilakukan untuk maslahat pasien menurut para pakar dalam profesi tersebut, maka ia tidak bertanggung-jawab. Sebaliknya, jika ia tahu dan menyalahinya, maka ia bertanggung-jawab."[6] Bahkan hal ini adalah kesepakatan seluruh Ulama, sebagaimana disebutkan oleh Ibnul Qayyim rahimahullah.

Hanya saja, hakim harus lebih jeli dalam menentukan apakah benar-benar terjadi pelanggaran prinsip-prinsip ilmiah dalam kasus yang diangkat, karena ini termasuk permasalahan yang pelik.

3. Ketidaksengajaan (Khatha')Ketidaksengajaan adalah suatu kejadian (tindakan) yang orang tidak memiliki

maksud di dalamnya. Misalnya, tangan dokter bedah terpeleset sehingga ada anggota tubuh pasien yang terluka. Bentuk malpraktek ini tidak membuat pelakunya berdosa, tapi ia harus bertanggungjawab terhadap akibat yang ditimbulkan sesuai dengan yang telah digariskan Islam dalam bab jinayat, karena ini termasuk jinayat khatha' (tidak sengaja).

4. Sengaja Menimbulkan Bahaya (I'tidâ')

28

Maksudnya adalah membahayakan pasien dengan sengaja. Ini adalah bentuk malpraktek yang paling buruk. Tentu saja sulit diterima bila ada dokter atau paramedis yang melakukan hal ini, sementara mereka telah menghabiskan umur mereka untuk mengabdi dengan profesi ini. Kasus seperti ini terhitung jarang dan sulit dibuktikan karena berhubungan dengan isi hati orang. Biasanya pembuktiannya dilakukan dengan pengakuan pelaku, meskipun mungkin juga factor kesengajaan ini dapat diketahui melalui indikasi-indikasi kuat yang menyertai terjadinya malpraktek yang sangat jelas. Misalnya, adanya perselisihan antara pelaku malpraktek dengan pasien atau keluarganya.

PEMBUKTIAN MALPRAKTEKAgama Islam mengajarkan bahwa tuduhan harus dibuktikan. Demikian pula,

tuduhan malparaktek harus diiringi dengan bukti, dan jika terbukti harus ada pertanggungjawaban dari pelakunya. Ini adalah salah satu wujud keadilan dan kemuliaan ajaran Islam. Jika tuduhan langsung diterima tanpa bukti, dokter dan paramedis terzhalimi, dan itu bisa membuat mereka meninggalkan profesi mereka, sehingga akhirnya membahayakan kehidupan umat manusia. Sebaliknya, jika tidak ada pertanggungjawaban atas tindakan malpraktek yang terbukti, pasien terzhalimi, dan para dokter bisa jadi berbuat seenak mereka.

Dalam dugaan malpraktek, seorang hakim bisa memakai bukti-bukti yang diakui oleh syariat sebagai berikut: 1. Pengakuan Pelaku Malpraktek (Iqrâr ).

Iqrar adalah bukti yang paling kuat, karena merupakan persaksian atas diri sendiri, dan ia lebih mengetahuinya. Apalagi dalam hal yang membahayakan diri sendiri, biasanya pengakuan ini menunjukkan kejujuran.

2. Kesaksian (Syahâdah).Untuk pertanggungjawaban berupa qishash dan ta'zîr, dibutuhkan kesaksian

dua pria yang adil. Jika kesaksian akan mengakibatkan tanggung jawab materiil, seperti ganti rugi, dibolehkan kesaksian satu pria ditambah dua wanita. Adapun kesaksian dalam hal-hal yang tidak bisa disaksikan selain oleh wanita, seperti persalinan, dibolehkan persaksian empat wanita tanpa pria. Di samping memperhatikan jumlah dan kelayakan saksi, hendaknya hakim juga memperhatikan tidak memiliki tuhmah (kemungkinan mengalihkan tuduhan malpraktek dari dirinya).

3. Catatan Medis. Yaitu catatan yang dibuat oleh dokter dan paramedis, karena catatan tersebut

dibuat agar bisa menjadi referensi saat dibutuhkan. Jika catatan ini valid, ia bisa menjadi bukti yang sah.

BENTUK TANGGUNG JAWAB MALPRAKTEKJika tuduhan malpraktek telah dibuktikan, ada beberapa bentuk tanggung

jawab yang dipikul pelakunya. Bentuk-bentuk tanggung-jawab tersebut adalah sebagai berikut:

29

1. QishashQishash ditegakkan jika terbukti bahwa dokter melakukan tindak malpraktek

sengaja untuk menimbulkan bahaya (i'tida'), dengan membunuh pasien atau merusak anggota tubuhnya, dan memanfaatkan profesinya sebagai pembungkus tindak kriminal yang dilakukannya. Ketika memberi contoh tindak kriminal yang mengakibatkan qishash, Khalil bin Ishaq al-Maliki mengatakan: "Misalnya dokter yang menambah (luas area bedah) dengan sengaja. [9]"

2. Dhamân (Tanggung Jawab Materiil Berupa Ganti Rugi Atau Diyat)Bentuk tanggung-jawab ini berlaku untuk bentuk malpraktek berikut: a. Pelaku malpraktek tidak memiliki keahlian, tapi pasien tidak mengetahuinya,

dan tidak ada kesengajaan dalam menimbulkan bahaya.b. Pelaku memiliki keahlian, tapi menyalahi prinsip-prinsip ilmiah. c. Pelaku memiliki keahlian, mengikuti prinsip-prinsip ilmiah, tapi terjadi

kesalahan tidak disengaja. d. Pelaku memiliki keahlian, mengikuti prinsip-prinsip ilmiah, tapi tidak

mendapat ijin dari pasien, wali pasien atau pemerintah, kecuali dalam keadaan darurat.

3. Ta'zîr berupa hukuman penjara, cambuk, atau yang lain. Ta'zîr berlaku untuk dua bentuk malpraktek:a. Pelaku malpraktek tidak memiliki keahlian, tapi pasien tidak mengetahuinya,

dan tidak ada kesengajaan dalam menimbulkan bahaya.b. Pelaku memiliki keahlian, tapi menyalahi prinsip-prinsip ilmiah.

PIHAK YANG BERTANGGUNG-JAWABTanggung-jawab dalam malpraktek bisa timbul karena seorang dokter

melakukan kesalahan langsung, dan bisa juga karena menjadi penyebab terjadinya malpraktek secara tidak langsung. Misalnya, seorang dokter yang bertugas melakukan pemeriksaan awal sengaja merekomendasikan pasien untuk merujuk kepada dokter bedah yang tidak ahli, kemudian terjadi malpraktek. Dalam kasus ini, dokter bedah adalah adalah pelaku langsung malpraktek, sedangkan dokter pemeriksa ikut menyebabkan malpraktek secara tidak langsung.

Jadi, dalam satu kasus malpraktek kadang hanya ada satu pihak yang bertanggung-jawab. Kadang juga ada pihak lain lain yang ikut bertanggung-jawab bersamanya. Karenanya, rumah sakit atau klinik juga bisa ikut bertanggung-jawab jika terbukti teledor dalam tanggung-jawab yang diemban, sehingga secara tidak langsung menyebabkan terjadinya malpraktek, misalnya mengetahui dokter yang dipekerjakan tidak ahli.

30

31

32