13
1. Diagnosis Skenario? Jawaban : Hipersensitivitas Tipe l: Tipe cepat (Anafilaktik) Hipersensitivitas tipe I bermanifestasi sebagai reaksi jaringan yang terjadi dalam waktu 5 menit setelah antigen bergabung dengan antibodi yang sesuai. Hipersensitivitas ini bisa berupa anafilaksis sistemik (misal, setelah pemberian protein heterolog) ataupun reaksi Iokal (misal,alergi atopik seperti hay feuer). Mekanisme umum hipersensitivitas tipe cepat melibatkan beberapa tahap berikut. Suatu antigen menginduksi pembentukan antibodi lgE, yang berikatan kuat melalui bagian Fc ke suatu reseptor pada sel-sel mast dan eosinofil. Beberapa waktu kemudian, kontak kedua seseorang dengan antigen yang sama menyebabkan fiksasi antigen ke IgE yang terikat sel, membentuk ikatan silang pada molekul IgE, dan melepaskan mediator yang aktif secara farmakologis dari sel-sel dalam waktu beberapa menit. Gangguan hipersensitivitas atopik memperlihatkan predisposisi familial yang kuat dan disertai dengan peningkatan kadar IgE. Predisposisi atopi jelas bersifat genetik, tetapi gejalanya dicetuskan oleh pemajanan terhadap aiergen spesifik. Antigen-antigen ini biasanya berasal dari lingkungan (misal, alergi pernapasan terhadap serbuk sari, suatu jenis rumput, atau debu rumah) atau makanan (misal, alergi terhadap kerang- kerangan). Sumber : Jawetz, Melnick, & Adelberg. 2007. MIKROBIOLOGI KEDOKTERAN.ed 23. Jakarta: EGC 2. Jelaskan tipe hipersensitifitas?

SKENARIO 3

Embed Size (px)

DESCRIPTION

1

Citation preview

Page 1: SKENARIO 3

1. Diagnosis Skenario?

Jawaban :Hipersensitivitas Tipe l:

Tipe cepat (Anafilaktik) Hipersensitivitas tipe I bermanifestasi sebagai reaksi jaringan yang terjadi dalam waktu 5 menit setelah antigen bergabung dengan antibodi yang sesuai. Hipersensitivitas ini bisa berupa anafilaksis sistemik (misal, setelah pemberian protein heterolog) ataupun reaksi Iokal (misal,alergi atopik seperti hay feuer). Mekanisme umum hipersensitivitas tipe cepat melibatkan beberapa tahap berikut. Suatu antigen menginduksi pembentukan antibodi lgE, yang berikatan kuat melalui bagian Fc ke suatu reseptor pada sel-sel mast dan eosinofil. Beberapa waktu kemudian, kontak kedua seseorang dengan antigen yang sama menyebabkan fiksasi antigen ke IgE yang terikat sel, membentuk ikatan silang pada molekul IgE, dan melepaskan mediator yang aktif secara farmakologis dari sel-sel dalam waktu beberapa menit.

Gangguan hipersensitivitas atopik memperlihatkan predisposisi familial yang kuat dan disertai dengan peningkatan kadar IgE. Predisposisi atopi jelas bersifat genetik, tetapi gejalanya dicetuskan oleh pemajanan terhadap aiergen spesifik. Antigen-antigen ini biasanya berasal dari lingkungan (misal, alergi pernapasan terhadap serbuk sari, suatu jenis rumput, atau debu rumah) atau makanan (misal, alergi terhadap kerang-kerangan).

Sumber : Jawetz, Melnick, & Adelberg. 2007. MIKROBIOLOGI KEDOKTERAN.ed 23. Jakarta: EGC

2. Jelaskan tipe hipersensitifitas?

Sumber : Kuliah Pakar bersama dr. Jajah Fachiroh, SP., MSI., Ph.D tentang Hipersensitifitas

3. Jelaskan spesifik IgE ?

Regio Fc pada IgE berikatan dengan reseptor di permukaan sel mast dan eosinofil. IgE yang terikat tersebut bekerja sebagai suatu reseptor untuk antigen yang merangsang produksinya, dan kompleks antigen-antibodi yang terbentuk mencetuskan respons alergik tipe segera (anafilaktik) melalui pelepasan

Page 2: SKENARIO 3

mediator. Pada orang-orang dengan hipersensitivitas alergik yang diperantarai antibodi, konsentrasi IgE meningkat tajam, dan IgE dapat ditemukan pada sekresi eksternal. IgE serum juga meningkat secara khas seiama infeksi cacing.

4. Apakah alergi penyakit keturunan?Alergi sebenarnya merupakan penyakit keturunan. Alergi dapat diturunkan dari orangtua kepada anak-anaknya. Bahkan dari kakek dan nenek kepada cucu dan cicitnya. Namun, yang perlu diketahui lagi bahwa alergi tertentu yang diderita orang tua belum tentu muncul pada anak-anak dalam bentuk alergi yang sama. Misalnya, seorang ibu alergi terhadap udang dan makanan seafood lainnya. Belum tentu alergi tersebut turun kepada anak-anaknya. Yang turun bukanlah jenis alerginya akan tetapi sifat alerginya. Sehingga bisa jadi seorang ibu yang menderita alergi terhadap makanan maka si anak akan menderita alergi terhadap udara. Pada dasarnya, alergi merupakan penyakit yang diturunkan dan dapat membuat si penderita tersiksa.

Bayi berisiko tinggi alergi dan menurut definisi AAP, bayi dengan risiko tinggi alergi adalah bayi dengan riwayat alergi yang kuat dalam keluarga, yaitu alergi pada kedua orangtua bisa terkena 50 – 70% atau alergi pada salah satu orangtua dan minimal 1 saudara kandung. Bayi yang memenuhi kriteria tersebut memiliki risiko 20-40% untuk mengalami alergi di kemudian hari.

Sumber: www.e-journal.com. Eprints.undip.ac.id/31178/3/bab_2.pdf

5. Jelaskan Kelas Antibodi?

A. Imunoglobulin GMerupakan komponen utama imunoglobulin serum,dengan berat molekul 160.000 dalton.Kadarnya dalam serum sekitar 13 mg/ml, merupakan 75 % dari semua imunoglobulin.IgG ditemukan dalam berbagai cairan seperti darah, CSS dan juga urin. IgG dapat menembus plasenta masuk ke janin dan berperan pada imunitas bayi sampai umur 6-9 bulan. IgG dan komplemen bekerja saling membantu sebagai opsonin pada pemusnahan antigen. IgG merupakan imunoglobulin terbanyak dalam darah ,CSS dan peritoneal.

B. Imunoglobulin AIgA dengan berat molekul 165.000 dalton ditemukan dalam serum dengan jumlah sedikit. Kadarnya terbanyak ditemukan dalam cairan sekresi saluran napas, cerna dan kemih,air mata,keringat,ludah dan dalam air susu ibu yang lebih berupa IgA sekretori (sIgA) yang merupakan bagian terbanyak. Komponen sikrotori melindungi IgA dari protoase mamalia.Fungsi IgA adalah sebagai berikut : sIgA melindungi tubuh dari patogen oleh karena dapat bereaksi dengan molekul adhesi dari patogen potensial sehingga mencegah adherens dan kolonisasi patogen tersebut dalam sel pejamu. IgA dapat bekerja sebagai opsonin, oleh karena neutrofil,monosit dan makrofag memiliki reseptor untuk Fcα (Fcα – R) sehingga dapat meningkatkan efek bakteriolitik komplomen dan menetralisasi toksin.Baik IgA dalam serum maupun dalam sekresi dapat menetralkan toksin atau virus dan mencegah terjadinya kontak antara toksin atau virus dengan sel alat sasaran.IgA sendiri dapat mengaktifkan komplomen melalui jalur alternatif, tidak seperti halnya dengan IgG dan IgM yang dapat mengaktifkan komplemen melalui jalur klasik.

C. Imunoglobulin MNama M berasal dari makro - globulin dan berat molekul IgM adalah 900.000dalton.IgM mempunyai rumus bangun pentamer dan merupakan imunoglobulin terbesar. IgM merupakan Ig paling efisien dalam aktivasi komplemen (jalur klasik).Molekul-molekul IgM diikat oleh rantai J (joining chain) seperti halnya pada IgA. Kebanyakan sel B mengekspresikan IgM pada permukaannya sebagai reseptor antigen.IgM dibentuk paling dahulu pada respons imun primer terhadap kebanyakan antigen dibanding dengan IgG.IgM juga merupakan Ig yang predominan diproduksi janin.Kadar IgM yang tinggi petunjuk adanya infeksi intrauterin.Bayi yang baru dilahirkan hanya mengandung IgM 10% dari kadar IgM dewasa,karena IgM ibu tidak dapat menembus plasenta.Janin umur 12 minggu sudah mulai membentuk IgM bila sel B-nya dirangsang oleh infeksi intrauterin ,seperti sifilis kongenital,rubela,toksoplasmosis dan virus

Page 3: SKENARIO 3

sitonegalo.Kadar IgM anak akan mencapai kadar IgM dewasa pada usia satu tahun. Kebanyakan antibodi alamiah seperti isoaglutinin,golongan darah AB,anti-bodi heterofil adalah IgM. IgM dapat mencegah gerakan mikroorganisme patogen,memudahkan fagositosis dan merupakan aglutinator poten antigen

D. Imunoglobulin DIgD ditemukan dalam serum dengan kadar yang sangat rendah. Hal tersebut mungkin disebabkan oleh karena IgD tidak dilepas sel plasma dan sangat rentan terhadap degradasi oleh proses proteolitik.IgD merupakan komponen permukaan utama sel B dan petanda dari diferensiasi sel B yang lebih matang.IgD merupakan 1 % dari total imunoglobulin dan ditemukan banyak pada membran sel B bersama IgM yang dapat berfungsi sebagai reseptor antigen pada aktivasi sel B. IgD tidak mengikat komplomen,mempunyai aktivitas antibodi terhadap antigen berbagai makanan dan autoantigenseperti komponen nukleus. IgD juga diduga dapat mencegah terjadinya toleransi imun,tetapi mekanismenya belum jelas.

E. Imunoglobulin EIgE mudah diikat sel mast,basofil dan eosinofil yang memiliki reseptor untuk fraksi Fc dari IgE (Fcε-R). IgE dibentuk setempat oleh sel plasma dalam selaput lendir saluran napas dan cerna.Alergen yang diikat silang (cross-linking) oleh dua molekul IgE pada permukaan sel mast akan menimbulkan influks ion kalsium ke dalam sel.Hal itu menurunkan kadar adenosin monofosfat siklik ( cAMP ) intra selular yang menimbulkan degranulasi sel mast. Selain pada alergi , kadar IgE yang tinggi ditemukan pada infeksi cacing, skistosomiasis,penyakit hidatid,trikinosis dan diduga berperan pada imunitas parasit.

Sumber : Baratawidjaja,KG& Remgganis I.2012.Imunologi Dasar.Edisi X.FK UI.JAkarta

6. Medikamentosa dan non?1. Antihistamin Antihistamin merupakan pilihan pertama untuk pengobatan rinitis alergi. Secara garis besar dibedakan atas antihistamin H1 klasik dan antihistamin H1 golongan baru. Antihistamin H1 klasik seperti Diphenhydramine, Tripolidine, Chlorpheniramine. Sedangkan antihistamine generasi baru seperti Terfenadine, Loratadine, Desloratadine . Desloratadine memiliki efektifitas yang sama dengan montelukast dalam mengurangi gejala rinitis yang disertai dengan asma. Levocetirizine yang diberikan selama 6 bulan terbukti mengurangi gejala rinitis alergi persisten dan meningkatkan kualitas hidup pasien rinitis alergi dengan asma.

2. Dekongestan hidung Obat-obatan dekongestan hidung menyebabkan vasokonstriksi karena efeknya pada reseptor- reseptor α-adrenergik. Efekvasokonstriksi terjadi dalam 10 menit, berlangsung selama 1 sampai 12 jam. Pemakaian topikal sangat efektif menghilangkan sumbatan hidung, tetapi tidak efektif untuk keluhan bersin dan rinore. Pemakaiannya terbatas selama 10 hari. Kombinasi antihistamin dan dekongestan oral dimaksud untuk mengatasi obstruksi hidung yang tidak dipengaruhi oleh antihistamin.

3. Kortikosteroid Pemakaian sistemik kadang diberikan peroral atau suntikan sebagai depo steroid intramuskuler. Data ilmiah yang mendukung relatif sedikit dan tidak ada penelitian komparatif mengenai cara mana yang lebih baik dan hubungannya dengan dose response. Kortikosteroid oral sangat efektif dalam mengurangi gejala rinitis alergi terutama dalam episode akut. Efek samping sistemik dari pemakaian jangka panjang kortikosteroid sistemik baik peroral atau parenteral dapat berupa osteoporosis, hipertensi, memperberat diabetes, supresi dari hypothalamic-pituitary-adrenal axis, obesitas, katarak, glukoma, cutaneous striae. Efek samping lain yang jarang terjadi diantaranya sindrom Churg-Strauss. Pemberian kortikosteroid sistemik dengan pengawasan diberikan pada kasus asma yang disertai tuberkulosis, infeksi parasit, depresi yang berat dan ulkus peptikus. Pemakaian kortikosteroid topikal (intranasal) untuk rinitis alergi seperti Beclomethason dipropionat, Budesonide, Flunisonide acetate fluticasone dan Triamcinolone acetonide dinilai lebih baik karena mempunyai efek antiinflamasi yang kuat dan mempunyai afinitas yang tinggi

Page 4: SKENARIO 3

pada reseptornya, serta memiliki efek samping sitemik yang lebih kecil. Tapi pemakaian dalam jangka waktu yang lama dapat menyebabkan mukosa hidung menjadi atropi dan dapat memicu tumbuhnya jamur.

4. Antikolinergik Perangsangan saraf parasimpatis menyebabkan vasodilatasi dan sekresi kelenjar. Antikolinergik menghambat aksi asetilkolin pada reseptor muskarinik sehingga mengurangi volume sekresi kelenjar dan vasodilatasi. Ipratropium bromida, yang merupakan turunan atropin secara topikal dapat mengurangi hidung tersumbat atau bersin.5. Natrium Kromolin Digolongkan pada obat-obatan antialergi yang baru. Mekanisme kerja belum diketahui secara pasti. Mungkin dengan cara menghambat penglepasan mediator dari sel mastosit, atau mungkin melalui efek terhadap saluran ion kalsium dan klorida.

6. ImunoterapiImunoterapi dengan alergen spesifik digunakan bila upaya penghindaran alergen dan terapi medikamentosa gagal dalam mengatasi gejala klinis rinitis alergi. Terdapat beberapa cara pemberian imunoterapi seperti injeksi subkutan, pernasal, sub lingual, oral dan lokal. Pemberian imunoterapi dengan menggunakan ekstrak alergen standar selama 3 tahun, terbukti memiliki efek preventif pada anak penderita asma yang disertai seasonal rhinoconjunctivitis mencapai 7 tahun setelah imunoterapi dihentikan.

Sumber: Effy Huriyati, Al Hafiz,2012, Diagnosis dan Penatalaksanaan Rinitis Alergi yang Disertai Asma Bronkial, Bagian Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala Leher Fakultas Kedokteran Universitas Andalas

7. Prinsip Reaksi Hiperensitivitas?Hipersensitivitas adalah reaksi yang terjadi akibat terpajan antigen yang berulang yang menyebabkan memicu reaksi patologi. Ada beberapa ciri-ciri yang umum pada hipersensitivitas yaitu antigen dari eksogen atau endogen dapat memicu reaksi hipersensitivitas, penyakit hipersensitivitas biasanya berhubungan dengan gen yang dimiliki setiap orang, reaksi hipersensitivitas mencerminkan tidak kompaknya antara mekanisme afektor dari respon imun dan mekanisme kontrolnya.Hipersensitivitas dapat diklasifikasikan atas dasar mekanisme imunologis yang memediasi penyakitnya. Klasifikasi ini juga membedakan antara respon imun yang menyebabkan luka jaringan atau penyakit, patologinya, dan juga manifestasi klinisnya. Tipe-tipe klasifikasi hipersensitivitas adalah:• Hipersensitivitas immediate (tipe I) respon imun dimediasi oleh sel TH2, antibodi IgE, dan sel mast; yang pada akhirnya akan mengeluarkan mediator inflamasi.• Hipersensitivitas antibody-mediated (tipe II) antibodi IgG dan IgM dapat menginduksi inflamasi dengan mempromosikan fagositosis atau lisis terhadap luka pada sel. Antibodi juga mempengaruhi fungsi selular dan menyebabkan penyakit tanpatanpa ada luka jaringan.• Hipersensitivitas kompleks imun (tipe III) antibodi IgG dan IgM mengikat antigen yang biasanya ada di sirkulasi darah, dan kompleks antibodi-antigen mengendap di jaringan yang pada akhirnya akan menginduksi proses inflamasi.• Hipersensitivitas cell-mediated (tipe IV) luka seluler dan jaringan akan menyebabkan tersintesisnya sel limfosit T (TH1, TH2, dan CTLs). Sel TH2 menginduksi lesi yang termasuk kedalam hipersensitivitas tipe I, tidak termasuk hipersensitivitas tipe IV.

Referensi : Lecture dr.Amsyar Praja Sp.A., Desember 2014 Allergy & Hipersensitivity, Universitas Tadulako

8. Patogenesis reaksi alergi?

Page 5: SKENARIO 3

Reaksi tipe I yang disebut juga reaksi cepat atau reaksi anafilaksis atau reaksi alergi, timbul segera sesudah tubuh terpajan dengan alergen. Pada reaksi tipe I, alergen yang masuk ke dalam tubuh menimbulkan respon imun berupa produksi IgE dan penyakit alergi. Urutan kejadian reaksi tipe I adalah sebagai berikut:a.Fase sensitasi yaitu waktu yang dibutuhkan untuk pembentukan IgE sampai diikat silang oleh reseptor spesifik (FcԐ-R) pada permukaan sel mast/basofil.b. Fase aktivasi yaitu waktu yang diperlukan antara pajanan ulang dengan antigen yang spesifik dan sel mast/basofil melepas isinya yang erisikan granul yang menimbulkan reaksi. Hal ini terjadi oleh ikatan silang antara antigen dan IgEc.Fase efektor yaitu waktu terjadi respons yang kompleks (anafilaksis) sebagai efek mediator-mediator yang dilepas sel mast/basofil dengan aktivitas farmakologi.Puncak reaksi tipe I terjadi dalam 10-15 menit. Pada fase aktivasi terjadi perubahan dalam membran sel mast akibat metilasi fosfolipid yang diikuti oleh influks Ca++ yang menimbulkan aktivasi fosfolipase. Dalam fase ini energi dilepas akibat glikolisis dan beberapa enzim diaktifkan dan menggerakkan granul-granul ke permukaan sel. Kadar cAMP dan cGMP dalam sel berpengaruh terhadap degranulasi. Peningkatan cAMP akan mencegah, sedang peningkatan cGMP memacu degranulasi. Degranulasi sel mast dapat pula terjadi atas pengaruh anafilotoksin, C3a dan C5a.

Sumber : (Baratawidjaja, KG. Rengganis, I. 2010. Imunologi Dasar. Edisi 9. Baai penerbit FKUI; Jakarta)

9. Sel-sel yang berperan pada sistem imun?Sel-sel primer yang berperan pada respons imun adalah limfosit, sel plasma, sel mast, neutrofil, eosinofil, dan sel-sel sistem fagosit mononuklear. Sel penyaji-antigen, suatu kelompok yang terdiri atas berbagai jenis sel, menyertai sel-sel lain pada respons imun. Kelompok tersebut mencakup, di antara sel lain, limfosit, makrofag, dan sel dendritik.a.Limfosit BLimfosit diklasifikasikan menjadi sel B, T, atau sel NK(natural killer). Pertemuan limfosit B dengan epitop yang dikenalinya menimbulkan sejumlah kecil poliferasi sel, yang diikuti oleh diferensiasi ulang sebagian besar limfosit tersebut menjadi sel plasma. Populasi sel plasma menyekresi antibodi terhadap epitop yang sama dengan epitop yang dikenali oeh sel B yang menjadi asalnya. Pada sebagian besar kasus, aktivitas sel B memerlukan bantuan subkelas limfosit T yang dikenal sebagai sel T pembantu(Thelper cell). Namun tidak semua sel B yang teraktifkan menjadi sel plasma; beberapa tetap bertahan sebagai sel B memori yang berusia lama, yang mampu bereaksi sangat cepat terhadap paparan kedua dengan epitop yang sama.b. Limfosit TSel T membentuk 65-75% limfosit darah.untuk mengenali epitop, semua sel T memiliki suat molekul pada permukaannya, yang disebut reseptor sel T (TCR). Limfosit T mengenali hanya epitop (sebagian besar peptida kecil) yang membentuk kompleks dengan protein khusus pada permukaan sel lain (protein kompleks histokompatibilitas mayor). Tiga subpopulasi sel T yang penting adalah :• Sel pembantu, yang menghasilkan sitokin yang meningkatkan diferensiasi sel B menjadi sel plasma, mengaktifkan makrofag menjadi bersifat fagositik, mengaktifkan limfosit T sitotoksik, dan menginduksi sejumlah besar bagian reaksi peradangan. Sel pembatu memiliki suatu penanda yang disebut CD4 pada permukaannya sehingga disebut sel t CD4.• Sel T sitotoksik merupakan CD8+ dan bekerja secara langsung pada sel asing atau sel yang terinfeksi virus melalui dua mekanisme utama. Pada salah satu mekanisme, sel ini melekat pada sel yang akan dibunuh dan melepaskan protein yang disebut perforin yang membentuk lubang di membran sel target, dengan akibat lisis sel. Pada mekanisme lainnya, sel tersebut melekat pada sebuah sel dan membunuhnya dengan memicu mekanisme yang menginduksi kematian sel terprogram atau apoptosis.• Sel T regulatorik, merupakan CD4+CD25+ dan berperan penting dalam memungkinkan toleransi imun, yang memelihara ketiadaan respons imun yang berlebihan. Sel-sel ini menghasilkan toleransi perifer yang mem-back-uo toleransi sentral yang muncul di thymus.c.Sel Natural KillerLimfisit natural killer tidak mempuyai molekul-molekul penanda yang karakteristik untuk sel B dan T. Limfosit ini mewakili sekitar 10-15% limfosit yang bersirkulasi di dalam darah. Diberi nama natural killer

Page 6: SKENARIO 3

karena pekerjaannya menyerang sel yang yang terinfeksi virus, sel-sel yang ditransplantasikan, dan sel kanker tanpa perangsangan sebelumnya; dengan alasan ini, limfsit natural killer ikut ambil bagian dalam respns imun bawaan (innate immune respons).Sumber : Junqueira, LC., 2007. Persiapan jaringan untuk pemeriksaan mikroskopik. Histology Dasar: teks dan atlas. Edisi 10. Jakarta : EGC

10. Perbedaan kelas hipersensirivitas?

a. Reaksi Cepat Reaksi cepat terjadi dalam hitungan detik, menghilang dalam 2 jam. Reaksi ini melibatkan ikatan silang antara alergen dan IgE. Manifestasi dari reaksi ini dapat berupa reaksi anafilaksis.

b. Reaksi Intermediet / Sedang Reaksi intermediet terjadi setelah beberapa jam dan menghilang dalam 24 jam. Reaksi ini melibatkan pembentukan kompleks imun IgG dan kerusakan jaringan oleh sel NK. Manifestasi dari reaksi ini dapat berupa reaksi transfusi darah, anemia hemolitik, eritroblastosis fetalis, reaksi arthus, vaskulitis, glomerulonefritis, AR, dan Lupus

c. Reaksi Lambat Reaksi lambat terjadi setelah terpajan antigen dan masih terlihat dalam 48 jam. Reaksi ini melibatkan sitokin yang dikeluarkan oleh sel T untuk mengaktifkan makrofag yang menimbulkan kerusakan jaringan. Manifestasi dari reaksi ini dapat berupa dermatitis kontak, reaksi M.Tuberkulosis, dan reaksi penolakan transplantasi organ.

a. Hipersensitivitas Tipe 1 Reaksi hipersensitivitas tipe 1 merupakan respon jaringan yang terjadi karena adanya ikatan silang antara alergen dan IgE. Reaksi ini dapat disebut juga sebagai reaksi cepat, reaksi alergi, atau reaksi anafilaksis. Mekanisme umum dari reaksi ini sebagai berikut : - Alergen berikatan silang dengan IgE - Sel mast dan basofil mengeluarkan amina vasoaktif dan mediator kimiawi lainnya - Timbul manifestasiManifestasi yang ditimbulkan dari reaksi ini berupa anafilaksis, urtikaria, asma bronkial atau dermatitis atopi.

b. Hipersensitivitas Tipe 2 Reaksi hipersensitivitas tipe 2 terjadi karena dibentuknya IgG dan IgM terhadap antigen yang merupakan bagian dari sel pejamu. Reaksi ini dapat disebut juga sebagai reaksi sitotoksik atau reaksi sitolitik. Reaksi ini terdiri dari 3 jenis mekanisme, yaitu reaksi yang bergantung pada komplemen, reaksi yang bergantung pada ADCC dan disfungsi sel yang diperantarai oleh antibodi. Mekanisme singkat dari reaksi tipe 2 ini sebagai berikut : - IgG dan IgM berikatan dengan antigen di permukaan sel - Fagositosis sel target atau lisis sel target oleh komplemen, ADCC dan atau antibodi - Pengeluaran mediator kimiawi- Timbul manifestasiManifestasi yang ditimbulkan oleh reaksi ini dapat berupa anemia hemolitik autoimun, eritroblastosis fetalis, sindrom Good Pasture, atau pemvigus vulgaris. c. Hipersensitivitas Tipe 3

Page 7: SKENARIO 3

Reaksi hipersensitivitas tipe 3 terjadi karena pengendapan kompleks imun (antigen-antibodi) yang susah difagosit sehingga akan mengaktivasi komplemen dan mengakumulasi leukosit polimorfonuklear di jaringan. Reaksi ini juga dapat disebut reaksi yang diperantarai kompleks imun. Reaksi ini terdiri dari 2 bentuk reaksi, yaitu : reaksi Kompleks Imun Sistemik (Serum Sickness) dan reaksi Sistem Imun Lokal (Arthus). Mekanisme reaksi ini secara umum sebagai berikut : - Terbentuknya kompleks antigen-antibodi yang sulit difagosit - Mengaktifkan komplemen - Menarik perhatian Neutrofil - Pelepasan enzim lisosom - Pengeluaran mediator kimiawi - Timbul manifestasiManifestasi yang ditimbulkan oleh reaksi ini dapat berupa reaksi Arthus, serum sickness, LES, AR,glomerulonefritis, dan pneumonitis. d. Hipersensitivitas Tipe 4 Reaksi ini dapat disebut juga reaksi imun seluler lambat karena diperantarai oleh sel T CD4+ dan CD8+. Reaksi ini dibedakan menjadi beberapa reaksi, seperti reaksi Tuberkulin, reaksi Inflamasi Granulosa, dan reaksi penolakan transplant. Mekanisme reaksi ini secara umum sebagai berikut : - Limfosit T tersensitasi - Pelepasan sitokin dan mediator lainnya atau sitotoksik yang diperantarai oleh sel T langsung - Timbul manifestasiManifestasi yang ditimbulkan oleh reaksi ini dapat berupa tuberkulosis, dermatitis kontak dan reaksi penolakan transplant.

Referensi : Mary E. Saunders, Maya R. Chaddah (2008). Primer to the immune response. Academic Press.

11. Prosedur dan prinsip dari penyakit hipersensivitas ?pada reaksi tipe 1, alergen yang masuk ke dalam tubuh menimbulkan respon imun berupa produksi IgE dan penyakit alergi seperti rhinitis alergi,asma dan dermatis atopi. Urutan kejadian reaksi Tipe l adalah sebagai berikut :1. Fase sensitasi yaitu waktu yang di butuhkan untuk pembentukan lgE sampai diikat silang oleh reseptor spesifik pada permukaan sel mast /basofil.2. Fase aktivasi yaitu waktu yang diperlukan antara pajanan ulang dengan antigen yang spesifik dan sel mast/basofil melepas isinya yang berisikan granula yang menimbulkan rekasi. Hal ini terjadi oleh ikatan silang antara antigen dan IgE.3. Fase efektor yaitu waktu terjadi respons yang kompleks (anafilaksis)sebagai efek mediator – mediator yang dilepas sel mast /basofil dengan aktifitas farmakologik.

Sumber: Baratawidjaja, KG& Remgganis I.2014.Imunologi Dasar.Edisi XI. FK UI.JAkarta

12. Respon hidung terhadap stimuli dari luar diperankan pertama-tama oleh mukosa kemudian baru oleh bentuk anatomi tulang. Fungsi utama hidung ada untuk saluran udara, penciuman, humidifikasi udara yang dihirup, melindungi saluran napas bawah dengan cara filtrasi partikel, transport oleh silia mukosa, mikrobisidal, antivirus, imunologik, dan resonan suara. Reaksi mukosa hidung akan menimbulkan gejala obstruksi aliran udara, sekresi, bersin, dan rasa gatal. Bila tidak terdapat deformitas tulang hidung maka sumbatan hidung disebabkan oleh pembengkakan mukosa dan secret yang kental. Histamine merupakan mediator pening pada gejala alergi hidung. Histamine bekerja langsung pada reseptor histamine seluler, dan secara tidak langsung melalui reflex yang berperan pada bersin dan hipersekresi. Melalui system saraf otonom, histamine menimbulkan gejala bersin dan gatal, serta vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas kapiler yang

Page 8: SKENARIO 3

menimbulkan gejala beringus encer dan edeme local. Reaksi ini timbul segera setelah beberapa menit pasca pajanan alergi.

Reflex bersin dan hipersekresi sebetulnya adalah reflex fisiologik yang berfungsi protektif terhadap antigen yang masuk melalui hidung. Iritasi sedikit saja pada daerah mukosa dapat seketika menimbulkan respon hebat pada seluruh mukosa hidung. Newly formed mediator adalah mediator yang dilepas setelah terlepasnya histamine, misalnya leukotrien (LTB4, LTC4), prostaglandin (PGD2), dan PAF. Efek mediator ini menyebabkan vasodilatasi dan meningkatnya permeabilitas vascular sehingga menyebabkan gejala hidung tersumbat, meningkatnya sekresi kelenjar sehingga menimbulkan gejala beringus kental (mucous rhinorrhea)

Gejala rhinitis fase lambat seperti hidung tersumbat, kurangnya penciuman, dan hiperaktivitas lebih diperankan oleh eosinofil. Akibat meningkatnya eosinofil dalam jaringan maka terjadilah proses yang berkepanjangan dengan keluhan hidung tersumbat, hilangnya penciuman, dan hiperaktivitas hidung.

Referensi: Munasir&Rakun Widjajanti, 2010. Buku Ajar Alergi-Imunologi Anak. Edisi Kedua. IDAI. Jakarta

Uji intradermal

Page 9: SKENARIO 3

Uji temple