Upload
dhauatha-yudhistira
View
240
Download
7
Embed Size (px)
DESCRIPTION
ada apa dengan skenario 3 tanya andi hal ini terjadi setelah semua sekanrio tercurah, semua pertanyaan melimpah mempertanyakan
Citation preview
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
limpahan berkah dan rahmat-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan laporan tutorial
berdasarkan hasil diskusi kami ini dengan tepat waktu.
Di dalam laporan hasil diskusi tutorial kedua pada blok lima belas ini, kami akan
membahas skenario mengenai pasien seorang perempuan, berusia 41 tahun yang diduga
menderita penyakit Cushing syndrom.
Demikian skenario beserta learning objectives-nya yang telah kami diskusikan pada
pertemuan-pertemuan tutorial minggu kedua blok endokrin. Semoga hasil diskusi tutorial ini
dapat bermanfaat bagi mahasiswa-mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Mataram
untuk lebih memahami mengenai penyakit-penyakit yang berhubungan dengan gangguan
sistem hormon. Kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah terlibat dan turut
membantu dalam penyelesaian laporan ini, masukan sangat kami harapkan untuk perbaikan
dalam pembuatan laporan tutorial selanjutnya.
Kamis, 24 Desember 2015
Kelompok Tutorial VI Semester V
1
DAFTAR ISI
Kata Pengantar............................................................................................... 1
Daftar Isi.......................................................................................................... 2
I. Pendahuluan
1.1 Skenario 2 Blok 15............................................................................... 3
1.2 Keywords.............................................................................................. 3
1.3 Learning Objectives.............................................................................. 4
1.4 Mind Map............................................................................................. 5
II. Pembahasan
2.1 Fisologi hormon Kortisol...................................................................... 5
2.2 Cushing Syndrom................................................................................. 8
2.3 Addison Disease................................................................................... 16
2.4 Analisis Skenario.................................................................................. 21
III.Penutup
3.1 Kesimpulan......................................................................................... 23
IV. Daftar Pustaka.......................................................................................... 24
2
I. PENDAHULUAN
1.1 Skenario 3 Blok 15
Aku kok tambah gemuk …
Seorang pasien perempuan, berusia 41 tahun, datang ke poliklinik dokter swasta
dengan keluhan mudah memar sejak 3 bulan terakhir. Pasien mengeluh sejak setahun
terakhir, sering merasa lelah, konsentrasi menurun, mudah marah, dada berdebar-debar, dan
siklus menstruasinya berubah. Pasien juga mengeluh semakin gemuk, tapi hanya pada bagian
tubuh tertentu saja, karena kegemukan dia melihat ada garis-garis di kulit bagian perut. Hasil
anamnesa riwayat penyakit, diketahui pasien menderita asma sejak kecil dan sering membeli
obat sendiri di toko obat. Hasil pemeriksaan tanda vital: TD 140/90 mmHg, Nadi 100
kali/menit, RR 20 kali/menit, Suhu 36.8 C, pemeriksaan fisik lain : ikterus (-), peristaltik
kesan normal, perut tampak membuncit, tampak striae di dinding abdomen, bulu-bulu seks
sekunder rontok. Hasil pemeriksaan laboratorium GDS 210 mg/dl. Dokter yang memeriksa
kemudian melakukan pemeriksaan fisik dan penunjang lanjutan untuk menegakkan diagnosis
pasti dan menentukan penatalaksanaan penyakit pasien ini.
1.2 Keywords
Mudah memar 3 bulan terakhir
Sering merasa lelah
Konsentrasi menurun
Mudah marah
Dada berdebar-debar
Siklus menstruasi berubah
Semakin gemuk, tetapi hanya tubuh tertentu saja
Garis-garis di kulit bagian perut Striae
Riwayat asma dan pengobatan
Hipertensi
Bulu sekunder rontok
GDS 210 mg/dl
3
1.3 Learning Objectives
1. Fisiologi hormon kortisol
2. Cushing syndrom dan Addison disease
3. Analisis skenario
1.4 Mind Map
4
Pasien perempuan
41 tahun
Keluhan utama : mudah memar 3 bulan
Sering merasa lelah
Konsentrasi menurun
Mudah marah
Dada berdebar-debar
Siklus menstruasi berubah
Semakin gemuk, tetapi hanya
tubuh tertentu saja
Garis-garis di kulit bagian perut
Striae
Riwayat asma dan pengobatan
Hipertensi
Bulu sekunder rontok
GDS 210 mg/dl
Penatalaksaan awal
Pemeriksaan Fisik&
Pemeriksaan penunjang
Penegakan Diagnosis
Cushing Syndrom&
Addison disease
Pengobatan
Analisis
II. PEMBAHASAN
2.1 Fisiologi hormon Kortisol
2.1.1 Anatomi Kelenjar Adrenal
Pada mamalia, kelenjar adrenal (atau kelenjar suprarenalis) adalah kelenjar
endokrin berbentuk segitiga yang terletak di atas ginjal (ad, "dekat" atau "di" + renes,
"ginjal"). Kelenjar ini bertanggung jawab pada pengaturan respon stress pada sintesis
kortikosteroid dan katekolamin, termasuk kortisol dan hormon adrenalin.
Secara anatomi, kelenjar adrenal terletak di dalam tubuh, di sisi anteriosuperior
(depan-atas) ginjal. Pada manusia, kelenjar adrenal terletak sejajar dengan tulang
punggung thorax ke-12 dan mendapatkan suplai darah dari arteri adrenalis. Tiap kelenjar
berbobot sekitar 4 gram.
Secara histologis, terbagi atas dua bagian yaitu medula dan korteks. Bagian
korteks berbobot sekitar 90% dari [massa] kelenjar, pada orang dewasa bagian ini
diklasifikasi lebih lanjut menjadi tiga lapisan zona: zona glomerulosa, zona fasikulata,
dan zona retikularis. Tiap zona menghasilkan hormon steroid masing-masing :
a. Zona glomerulosa: sekresi mineralokortikoid-aldosteron. Sekresi aldosteron diatur
oleh konsentrasi angiotensin II dan kalium ekstrasel.
b. Zona fasikulata: lapisan tengah dan terlebar, sekresi glukokortikoid-kortisol,
kortikosteron, dan sejumlah kecil androgen dan esterogen adrenal. Sekresi diatur oleh
axis hipotalamus-hipofisis oleh hormon adrenokortikotropik (ACTH).
c. Zona retikularis: sekresi androgen adrenal dehidroepiandrosteron (DHEA) dan
androstenedion, dan sejumlah kecil esterogen dan glukokortikoid. Sekresi diatur oleh
ACTH, dan faktor lain seperti hormon perangsang-androgen korteks yang disekresi
oleh hipofisis.
Gambar 1: Kelenjar Adrenal
5
Dari korteks adrenal dikenali lebih dari 30 jenis hormon steroid, namun hanya
dua jenis yang jelas fungsional, yaitu aldosteron sebagai mineralokortikoid utama dan
kortisol sebagai glukokortikoid utama. Aktivitas mineralokortikoid mempengaruhi
elektrolit (mineral) cairan ekstrasel, terutama natrium dan kalium. Sedangkan
glukokortikoid meningkatkan glukosa darah, serta efek tambahan pada metabolisme
protein dan lemak seperti pada metabolisme karbohidrat.
Bagian dalam kelenjar disebut medula mengandung sel kromafin yang merupakan
sumber penghasil hormon jenis katekolamin yaitu hormon adrenalin dan norepinefrin,
dengan jenjang reaksi yang distimulasi kelenjar hipotalamus sbb:
Tirosina → DOPA → dopamina → norepinefrin → adrenalin
Hormon kortisol dari zona fasikulata yang menjadi medulla akan menstimulasi
sintesis enzim phenylethanolamine-N-methyltransferase yang mempercepat konversi
norepinefrin menjadi adrenalin. Sekarang akan dibahas lebih lanjut mengenai hormon
kortisol yang berkaitan dengan Cushing syndrome dan Addison diseasae.
2.1.2 Hormon Glukokortikoid
Sedikitnya 95% aktivitas glukokortikoid dari sekresi adrenokortikal merupakan
hasil dari sekresi kortisol, yang dikenal juga sebagai hidrokortisol. Namun, sejumlah kecil
aktivitas glukokortikoid yang cukup penting diatur oleh kortikosteron.
Efek kortisol terhadap metabolisme karbohidrat adalah sebagai berikut: 1)
perangsangan glukoneogenesis dengan cara meningkatkan enzim terkait dan
pengangkutan asam amino dari jaringan ekstrahepatik, terutama dari otot; 2) penurunan
pemakaian glukosa oleh sel dengan menekan proses oksidasi NADH untuk membentuk
NAD+; dan 3) peningkatan kadar glukosa darah dan “Diabetes Adrenal” dengan
menurunkan sensitivitas jaringan terhadap insulin.
Efek kortisol terhadap metabolisme protein adalah sebagai berikut: 1)
pengurangan protein sel; 2) kortisol meningkatkan protein hati dan protein plasma; dan 3)
peningkatan kadar asam amino darah, berkurangnya pengangkutan asam amino ke sel-sel
ekstrahepatik, dan peningkatan pengangkutan asam amino ke sel-sel hati. Jadi, mungkin
sebagian besar efek kortisol terhadap metabolisme tubuh terutama berasal dari
kemampuan kortisol untuk memobilisasi asam amino dari jaringan perifer, sementara
pada waktu yang sama meningkatkan enzim-enzim hati yang dibutuhkan untuk
menimbulkan efek hepatik.
6
Efek kortisol terhadap metabolisme lemak adalah sebagai berikut: 1) mobilisasi
asam lemak akibat berkurangnya pengangkutan glukosa ke dalam sel-sel lemak sehingga
menyebabkan asam-asam lemak dilepaskan; dan 2) obesitas akibat kortisol berlebihan
karena penumpukan lemak yang berlebihan di daerah dada dan kepala, sehingga badan
bulat dan wajah “moon face”, disebabkan oleh perangsangan asupan bahan makanan
secara berlebihan disertai pembentukan lemak di beberapa jaringan tubuh yang
berlangsung lebih cepat daripada mobilisasi dan oksidasinya.
Selain efek dan fungsi yang terkait metabolisme, kortisol penting dalam mengatasi
stres dan peradangan karena dapat menekan proses inflamasi bila diberikan dalam kadar
tinggi, dengan mekanisme menstabilkan membran lisosom, menurunkan permeabilitas
kapiler, menurunkan migrasi leukosit ke daerah inflamasi dan fagositosis sel yang rusak,
menekan sistem imun sehingga menekan produksi limfosit, serta menurunkan demam
terutama karena kortisol mengurangi pelepasan interleukin-1 dari sel darah putih. Kortisol
juga dapat mengurangi dan mempercepat proses inflamasi, menghambat respons
inflamasi pada reaksi alergi, mengurangi jumlah eosinofil dan limfosit darah, serta
meningkatkan produksi eritrosit, walaupun mekanismenya yang belum jelas.
Hormon glukokortikoid mempunyai mekanisme kerja seluler sebagai berikut: 1)
hormon masuk ke dalam sel melalui membran sel; 2) hormon berikatan dengan reseptor
protein di dalam sitoplasma; 3) kompleks hormon-reseptor kemudian berinteraksi dengna
urutan DNA pengatur spesifik, yang disebut elemen respons glukokortikoid, untuk
membangkitkan atau menekan transkripsi gen; dan 4) glukokortikoid akan meningkatkan
atau menurunkan transkripsi banyak gen untuk mempengaruhi sintesis mRNA utnuk
protein yang memperantarai berbagai pengaruh fisiologis.
Regulasi kortisol dipengaruhi oleh hormon ACTH yang disekresi oleh hipofisis.
ACTH ini merangsang sekresi kortisol. Sedangkan sekresi ACTH sendiri diatur oleh
CRF/CRH (Corticotropin Releasing Factor/Hormone) dari hipotalamus. ACTH ini
mengaktifkan sel adrenokortikal untuk memproduksi steroid melalui peningkatan siklik
adenosin monofosfat (cAMP). Kortisol ini apabila berlebih mempunyai umpan balik
negatif terhadap sekresi ACTH dan CRF yang masing-masing mengarah pada hipofisis
dan hipotalamus agar sekresi CRF, ACTH, dan kortisol kembali menjadi normal.
Berlawanan dengan aldosteron, kortisol pada keadaan tertentu dapat menyebabkan
retensi Na+ dan meningkatkan ekskresi K+, tetapi efek ini jauh lebih kecil daripada
aldosteron. Hal ini disebabkan karena kortisol dapat menambah kecepatan filtrasi
glomeruli; selain itu kortisol juga dapat meningkatkan sekresi tubuli ginja
7
2.2 Cushing Syndrom
2.2.1 Definisi Cushing Syndrom
Sindrom cushing adalah manifestasi klinis dari kelebihan secara abnormal hormone
glukokortikoid dalam waktu yang lama. Hal ini juga mencakup adanya insufisiensi aksis
hipotalamus-pituitari-adrenal dan gangguan ritme sekresi sirkadian kortisol. Sindrom cushing
juga dapat diartikan sebagai suatu keadaan yang diakibatkan oleh efek metabolic gabungan
dari peninggian kadar glukokortikoid dalam darah yang menetap. Kadar yang tinggi ini dapat
terjadi secara spontan atau karena pemberian dosis farmakologik senyawa-senyawa
glukokortikoid.
2.2.2 Epidemiologi Cushing Syndrom
Sindrom cushing iatrogenic terjadi pada penderita arthritis rheumatoid, asma,
limfoma, dan gangguan kulit umum yang memakai glukokortikoid sebagai anti inflamasi.
Sindrom cushing spontan dialami oleh hiperfungsi korteks adrenal terjadi sebagai akibat
rangsangan ACTH berlebih, maupun sebagai akibatpatologi adrenal yang mengakibatkan
produksi kortisol abnormal. Pada sindroma Cushing berupa sindroma ektopik ACTH lebih
sering pada laki-laki dengan rasio 3:1, pada insiden hiperplasia hipofisis adrenal adalah lebih
besar pada wanita daripada laki-laki, kebanyakan muncul pada usia dekade ketiga atau
keempat.
2.2.3 Etiologi Cushing Syndrom
Sindrom cushing dapat disebabkan oleh penyebab eksternal maupun internal.
Penyebab yang paling sering ditemukan di masyarakat adalah penyebab eksternal yang
dikarenakan oleh konsumsi glukokortikoid (seperti prednisone) untuk pengobatan asma,
artritis reumatoid, atau imunosupresan paska transplantasi organ secara berlebihan dan dalam
jangka waktu yang lama. Hal ini dinamakan sindrom cushing iatrogenic. Selain karena
konsumsi kortikosteroid, sindrom cushing akibat pemberian ACTH sintetis juga dapat terjadi,
meskipun hal ini lebih jarang terjadi mengingat harga obat yang mahal dan kebutuhannya
sangat minimal.
Sindrom cushing yang berasal dari penyebab internal atau dari dalam tubuh dapat
dikarenakan oleh produksi yang berlebihan pada salah satu atau kedua kelenjar adrenal, atau
8
produksi hormon ACTH yang berlebihan dari kelenjar hipofisis. Hal tersebut dapat
disebabkan oleh:
1) Hiperplasia adrenal yaitu jumlah sel adrenal yang bertambah.
2) Tumor kelenjar hipofisis, sering merupakan tumor benigna yang menghasilkan ACTH
dalam jumlah berlebihan sehingga menstimulasi kelenjar adrenal untuk membuat
kortisol lebih banyak.
3) Tumor ektopik yang menghasilkan hormon ACTH. Tumor ini jarang terjadi, dimana
tumor terbentuk pada organ yang tidak memproduksi ACTH kemudian tumor
menghasilkan ACTH dalam jumlah yang berlebihan. Tumor ini bisa bersifat benigna
atau maligna, dan biasanya ditemukan pada paru-paru; contohnya seperti oat cell
carcinoma dari paru dan tumor karsinoid dari paru, tumor pankreas, karsinoma
moduler tiroid, atau tumor timus
4) Gangguan primer kelenjar adrenal, dimana kelenjar adrenal memproduksi kortisol
secara berlebihan di luar stimulus dari ACTH. Bisa terjadi karena adanya adenoma
atau adrenokortikal karsinoma.
5) Sindrom cushing alkoholik yaitu produksi alkohol berlebihan sehingga meningkatkan
kadar kortisol
6) Pada bayi, sindrom cushing paling sering disebabkan oleh tumor adrenokorteks yang
sedang berfungsi
2.2.4 Patofisiologi Cushing Syndrom
Glukokortikoid meningkat karena berbagai faktor baik dari luar maupun dalam tubuh, seperti yang sudah dijelaskan pada poin etiologi chusing syndrome. Fungsi metabolik glukokortikoid atau kortisol yang stabil dipengaruhi oleh jumlah sekresi glukokortikoid atau kortisol. Kelebihan glukokortikoid dapat menyebabkan perubahan berbagai kondisi di dalam tubuh khususnya fungsi metabolik seperti dibawah ini:
1.)Metabolisme protein
Efek katabolik dan antianabolik pada protein yang dimiliki glukokortikoid menyebabkan menurunnya kemampuan sel-sel pembentuk protein untuk mensistesis protein. Kortisol menekan pengangkutan asam amino ke sel otot dan mungkin juga ke sel ekstrahepatika seperti jaringan limfoid menyebabkan konsentrasi asam amino intrasel menurun sehingga sintesis protein juga menurun. Sintesis protein yang menurun memicu peningkatan terjadinya proses katabolisme protein yang sudah ada di dalam sel. Proses katabolisme protein ini dan proses kortisol memobilisasi asam amino dari jaringan
9
ekstrahepatik akan menyebabkan tubuh kehilangan simpanan protein pada jaringan perifer seperti kulit, otot, pembuluh darah, dan tulang atau seluruh sel tubuh kecuali yang ada di hati. Oleh karena itu secara klinis dapat ditemukan kondisi kulit yang mengalami atropi dan mudah rusak, luka-luka sembuh dengan lambat. Ruptura serabut-serabut elastis pada kulit menyebabkan tanda regang pada kulit berwarna ungu (striae). Otot-otot mengalami atropi dan menjadi lemah. Penipisan dinding pembuluh darah dan melemahnya jaringan penyokong pembuluh darah menyebabkan mudah timbul luka memar. Matriks protein tulang menjadi rapuh dan menyebabkan osteoporosis, sehingga dapat dengan mudah terjadi fraktur patologis. Kehilangan asam amino terutama di otot mengakibatkan semakin banyak asam amino tersedia dalam plasma untuk masuk dalam proses glukoneogenesis di hati sehingga pembentukan glukosa meningkat.
2.)Metabolisme karbohidrat
Efek kortisol terhadap metabolisme karbohidrat untuk merangsang glukoneogenesis yaitu pembentukan karbohidrat dari protein dan beberapa zat lain oleh hati. Seringkali kecepatan glukoneogenesis sebesar 6 sampai 10 kali lipat. Salah satu efek glukoneogenesis yang meningkat adalah jumlah penyimpanan glikogen dalam sel-sel hati yang juga meningkat.
Kortisol juga menyebabkan penurunan kecepatan pemakaian glukosa oleh kebanyakan sel tubuh. Glukokortikoid menekan proses oksidasi nikotinamid-adenin-dinukleotida (NADH) untuk membentuk NAD+. Karena NADH harus dioksidasi agar menimbulkan glikolisis, efek ini dapat berperan dalam mengurangi pemakaian glukosa sel.
Peningkatan kecepatan glukoneogenesis dan kecepatan pemakaian glukosa oleh sel berkurang dapat meningkatkan konsentrasi glukosa darah. Glukosa darah yang meningkat merangsang sekresi insulin. Peningkatan kadar plasma insulin ini menjadi tidak efektif dalam menjaga glukosa plasma seperti ketika kondisi normal. Tingginya kadar glukokortikoid menurunkan sensitivitas banyak jaringan, terutama otot rangka dan jaringan lemak, terhadap efek perangsangan insulin pada ambilan dan pemakaian glukosa.
Efek metabolik meningkatnya kortisol dapat menganggu kerja insulin pada sel-sel perifer, sebagai akibatnya penderita dapat mengalami hiperglikemia. Pada seseorang yang mempunyai kapasitas produksi insulin yang normal, maka efek dari glukokortikoid akan dilawan dengan meningkatkan sekresi insulin untuk meningkatkan toleransi glukosa. Sebaliknya penderita dengan kemampuan sekresi insulin yang menurun tidak mampu untuk mengkompensasi keadaan tersebut, dan menimbulkan manifestasi klinik DM.
3.)Metabolisme lemak
α gliserofosfat yang berasal dari glukosa dibutuhkan untuk penyimpanan dan mempertahankan jumlah trigliserida dalam sel lemak. Jika α gliserofosfat tidak ada maka sel lemak akan melepaskan asam lemak. Asam lemak akan dimobilisasi oleh kortisol sehingga konsentrasi asam lemak bebas di plasma meningkat. Hal ini menyebabkan peningkatan pemakaian untuk energi dan penumpukan lemak berlebih sehingga obesitas. Distribusi jaringan adiposa terakumulasi didaerah sentral tubuh menimbulkan obesitas wajah bulan (moon face). Memadatnya fossa supraklavikulare dan tonjolan servikodorsal (punguk bison),
10
Obesitas trunkus dengan ekstremitas atas dan bawah yang kurus akibat atropi otot memberikan penampilan klasik perupa penampilan Chusingoid.
4.)Sistem kekebalan
Ada dua respon utama sistem kekebalan yaitu pembentukan antibodi humoral oleh sel-sel plasma dan limfosit B akibat ransangan antigen yang lainnya tergantung pada reaksi-reaksi yang diperantarai oleh limfosit T yang tersensitasi.
Pemberian dosis besar kortisol akan menyebabakan atrofi yang bermakna pada jaringan limfoid di seluruh tubuh. Hal ini akan mengurangi sekresi sel-sel T dan antibodi dari jaringan limfoid. Akibatnya tingkat kekebalan terhadap sebagian besar benda asing yang memasuki tubuh akan berkurang.
Glukokortikoid mengganggu pembentukan antibodi humoral dan menghambat pusat-pusat germinal limpa dan jaringan limpoid pada respon primer terhadap anti gen. Gangguan respon imunologik dapat terjadi pada setiap tingkatan berikut ini yaitu proses pengenalan antigen awal oleh sel-sel sistem monosit makrofag, Induksi dan proleferasi limfosit imunokompeten, produksi anti bodi, reaksi peradangan,dan menekan reaksi hipersensitifitas lambat.
5.)Elektrolit
Glukokortikoid memiliki efek minimal pada kadar elektrolit serum. Glukokortikoid yang diberikan atau disekresikan secara berlebih akan menyebabkan retensi natrium dan pembuangan kalium sehingga menyebabkan edema, hipokalemia dan alkalosis metabolik.
6.)Sekresi lambung
Sekeresi asam lambung dapat ditingkatkan sekresi asam hidroklorida dan pepsin dapat meningkat. Faktor-faktor protekitif mukosa dirubah oleh steroid dan faktor-faktor ini dapat mempermudah terjadinya tukak.
7.)Fungsi otak
Perubahan psikologik terjadi karena kelebihan kortikosteroid, hal ini ditandai dengan
oleh ketidak stabilan emosional, euforia, insomnia, dan episode depresi singkat.
8.) Eritropoesis
Kortisol mengurangi jumlah eosinofil dan limfosit di dalam darah. Involusi jaringan
limfosit, menyebabkan rangsangan untuk pelepasan neutrofil dan peningkatan eritropoiesis.
2.2.5 Manifestasi cushing syndrom
Gejala sindrom cushing salah satunya adalah terjadi peningkatan berat badan yang
11
cepat, terutama dari badan dan wajah dari anggota badan (obesitas sentral). Tanda umum lainnya adalah pertumbuhan bantalan lemak di sepanjang tulang leher dan di bagian belakang leher (punuk kerbau) dan wajah bulat sering disebut sebagai moon face. Gejala lain termasuk hiperhidrosis (keringat berlebihan), telangiectasia (pelebaran kapiler), penipisan kulit yang menyebabkan mudah memar dan kekeringan, khususnya tangan dan selaput lendir, ungu atau merah striae. Berat badan pada sindrom cushing akan meregangkan kulit yang tipis dan lemah hingga menyebabkan perdarahan pada pantat, lengan, kaki atau payudara. Selain itu, kelemahan otot proksimal (pinggul, bahu), dan hirsutisme (wajah laki-pola pertumbuhan rambut), kebotakan dan atau menyebabkan rambut menjadi sangat kering dan rapuh. Dalam kasus yang jarang terjadi, sindrom cushing dapat menyebabkan hiperkalsemia, yang dapat menyebabkan nekrosis kulit. Kelebihan kortisol juga dapat mempengaruhi sistem endokrin lainnya dan menyebabkan insomnia, menghambat aromatase, libido berkurang, impotensi, amenorea / oligomenore dan infertilitas akibat peningkatan di androgen.
2.2.6 Diagnosis Cushing Syndrom
Problem diagnostik utama adalah membedakan pasien dengan sindrom cushing ringan
dari hiperkortisolisme fisiologik ringan yang disebut sebagai pseudo-Cushing. Keadaan ini
bisa mempunyai ganbaran sindrom Cushing, termasuk peninggian kortisol bebas urin,
termasuk gambaran gangguan sekresi kortisol diurnal, dan gangguan supresi kortisol setelah
tes supresi deksametason tengah malam.
Studi paling definitif yang ada untuk membedakan sindrom Cushing ringan dari
sindrom pseudo- Cushing adalah penggunan tes supresi deksametason diikuti dengan
stimulasi CRH ( Cortocotropin Releasing Hormone). Diagnosis sindrom Cushing bergantung
pada kadar produksi kortisol dan kegagalan menekan sekresi kortisol secara normal bila
diberikan deksametason. Sekali diagnosis ditegakkan, selanjutnya pemeriksaan dirancang
untuk mnentukan etiologi.
Pengujian skrining lini pertama
1. Uji urinary free cortisol (UFC) 24 jam
Brbeda dengan kadar kortisol dalam plasma yang mengukur kadar kortisol total, baik
yang terikat atau yang tidak, pemeriksaan urin 24 jam tidak terpengaruh factor – factor yang
mempengaruhi kadar globulin pengikat kortikosteroid.Karena ada kemungkinan
hiperkortisolisme intermiten, jika kecurigaan tinggi dan hasil pertama adalah normal maka
perlu dillakukan pemeriksaan sebanyak tiga kali. Jika hasil dari tiga kali pemeriksaan adalah
12
normal maka bukan sindrom Cushing.Peningkatan kortisol urinary yang lebih ringa dapat
terjadi pada kecemasan kronis, depresi dan alkoholismeyang semuanya dikenal sebagai
pseudo Cushingdan pada kehamilan normal.kortisol urin tidak dapat mengidentifikasi
sindrom Cushing subklinis.
2. Dexamethasone suppression tests (DST) dosis rendah
Uji ini digunakan untuk membedakan sindrom Cushing dari orang normal. DST dosis
rendah malam hari (1 mg) terdiri dari asupan oral 1 mg deksametason antara jam 11 dan 12,
diikuti pengukuran kortisol plasma puasa antara jam 8 dan jam 9 keesokan harinya.kriteria
awal kadar normal adalah 5 µg/dl (138 nmol/liter). Baru – baru ini nilai cut – off diturunkan
sampai 1,8 µg/dl (50 nmol/liter). Meskipun demikian spesifitas uji ini terbatas, karena
kemungkinana adanya misklasifikasi pasiem dengan CBG penyakit akut dan kronis atau
sindrom pseudo Cushing. Kadang pada orang sehat juga gagal menekan kadar kortisol ke
nilai tersebut. Pemberian 2 mg DST selama 2 hari adalah cara lain untuk melakukan tes.
3. Kortisol Salivari pada Tengah Malam
Konsentrasi kortisol dalam saliva berkorelasi dengan kortisol plasma bebas, terlepas
dari kecepatan aliran saliva, dan stabil pada suhu kamar selama satu minggu. Rentang nilai
referensi normal, bergantung pada alat pemeriksaan dan harus divalidasi pada tiap
laboratorium. Tes ini dilakukan pada penghujung malam sekitar jam 23.00.
Pengujian skrining lini kedua
1. Ritme Sirkardian Kortisol Plasma Tengah Malam
Pasien dengan sindrom Cushing sering memiliki konsentrasi serum kortisol di pagi
hari di dalam atau sedikit di ats rentang normal, tetapi tidak memiliki ritme sirkadian yang
normal (7,5 mg/dl, 207 nmol/ L).
2. DST dosis rendah
Dalam DST dosis rendah selama 2 hari, pasien menggunakan deksametason 0,5 mg
oral setiap 6 jam. Urin dikumpulkan untuk UFC pada 2 hari baseline dan pada hari kedua
pemberian deksametason. Atau sebagai alternatif, kortisol serum diukur pada jam 9 dan 48
jam setelah dosis pertama. Respon normal meliputi penurunan UFC menjadi kurang dari 10
mg (27nmol) per 24 jam pada hari kedua pemberian deksametason. Atau kortisol plasma
13
menjadi kurang dari 1,8 mg/dl (50 nmol/liter), pada pagi hari setelah dosis terakhir
deksametason.
2.2.7 Penatalaksanaan Cushing Syndrom
Penatalaksanaan Cushing Syndrome bergantung pada apa penyebab hormon kortisol yang diproduksi secara berlebihan. Penatalaksanaan dapat dilakukan secara pembedahan, radiasi, kemoterapi atau penggunaan obat untuk menghambat kortisol. Jika penyebabnya adalah penggunaan jangka panjang hormon glukokortikoid yang digunakan untuk mengobati gangguan lain, dokter secara bertahap akan mengurangi dosis hingga mencapai dosis terendah namun tetap cukup untuk mengendalikan gangguan itu. Setelah kontrol berhasil dilakukan, dosis harian hormon glukokortikoid dapat ditingkatkan dua kali lipat dan diberikan pada hari lain untuk mengurangi efek samping.
a. Hipofisis Adenoma
Pengobatan yang tersedia untuk penyakit Adenoma Hipofisis. Cara yang paling banyak digunakan adalah operasi pengangkatan tumor, yang dikenal sebagai transsphenoidal adenomectomy. Cara ini menggunakan mikroskop khusus dan instrumen yang sangat halus, ahli bedah akan mendekati kelenjar pituitari melalui lubang hidung atau pembukaan yang dibuat di bawah bibir atas. Tingkat keberhasilan atau penyembuhan dari prosedur ini lebih dari 80 persen bila dilakukan oleh seorang ahli bedah yang berpengalaman. Setelah operasi hipofisis, tingkat produksi ACTH dua tetes di bawah normal. Hal ini merupakan penurunan yang alami, namun untuk sementara klienakan diberi bentuk sintetis dari kortisol ( seperti hydrocortisone atau prednisone).
Pada klien yang mengalami gagal operasi transsphenoidal, dapat dilakukan metode radioterapi. Radiasi ke kelenjar pituitari diberikan selama 6. Hal ini memerlukan waktu beberapa bulan atau tahun sebelum klien merasa lebih baik. Namun demikian, kombinasi dari radiasi dan obat Mitotane (Lysodren) dapat membantu mempercepat pemulihan. Mitotane dapat menekan produksi kortisol dan menurunkan kadar hormon plasma dan urin. Tingkat keberhasilan dengan menggunakan pengobatan Mitotane mencapai 30 sampai 40 persen. Obat lain yang digunakan tanpa atau dengan kombinasi untuk mengontrol produksi kelebihan kortisol diantaranya aminoglutethimide, metyrapone, trilostane dan ketoconazole.
b. Ektopik ACTH Syndrome
Kelebihan produksi kortisol yang disebabkan oleh sindrom ACTH ektopik dapat disembuhkan dengan menghilangkan semua jaringan kanker yang mensekresi ACTH. Pilihan pengobatan kanker - operasi, radioterapi, kemoterapi, imunoterapi, atau kombinasi dari perawatan ini tergantung pada jenis kanker dan seberapa jauh tumor tersebut telah menyebar. Karena ACTH, tumor mensekresi ( misalnya, kanker paru-paru sel kecil) mungkin sangat kecil dan bahkan telah menyebar luas pada saat diagnosis, obat penghambat, seperti Mitotane, merupakan bagian penting dari pengobatan. Pada beberapa kasus, jika operasi hipofisis tidak berhasil, operasi
14
pengangkatan kelenjar adrenal ( adrenalektomi bilateral ) dapat menggantikan cara pengobatan.
c. Tumor Adrenal
Pembedahan adalah pengobatan utama untuk tumor kanker dari kelenjar adrenal. Pada penyakit Primary Pigmented Micronodular Adrenal operasi pengangkatan kelenjar adrenal mungkin diperlukan.
2.2.8 Komplikasi
1. Krisis Addison merupakan hipofungsi anak ginjal dengan gejala kehilangan tenaga
dan perubahan warna kulit menjadi tengguli.
2. Efek yang merugikan pada aktifitas korteks adrenal. Fungsi dari korteks mengalami
disfungsi dimana fungsi ginjal tidak maksimal.
3. Komplikasi lain yang mungkin muncul pada penyakit cushing’s sindrom bisa dilihat
dari manifestasi klinis yang muncul dan patofisiologi yang ada.
2.2.9 Prognosis Sindrom Cushing
Sindrom Cushing yang tidak diobati akan fatal dalam beberapa tahun oleh karena
gangguan kardiovaskular dan sepsis. Setelah pengobatan radikal kelihatan membaik,
bergantung kepada apakah gangguan kerusakan kardiovaskular irreversible. Pengobatan
substitusi permanent memberikan resiko pada waktu pasien mengalami stress dan diperlukan
perawatan khusus. Karsinoma adrenal atau yang lainnya cepat menjadi fatal oleh karena
kakeksia dan/atau metastasis.
15
2.3 Addison Disease
2.3.1 Definisi Addison Disease
Addison disease merupakan kegagalan korteks kelenjar adrenal untuk memproduksi
hormone dalam jumlah yang adekuat sehingga akan mempengaruhi kerja tubuh dalam
menekan dan meregulasi tekanan darah serta mengatur keseimbangan air dan garam.
2.3.2 Epidemiologi Addison Disease
Di Amerika Serikat kejadian penyakit Addison dilaporkan 5 atau 6 kasus per juta penduduk per tahun, dengan prevalensi 60-110 kasus per juta penduduk. Tingkat kematian untuk penyakit Addison adalah 1,4 kematian per juta kasus per tahun. Perkiraan ini sudah usang karena insiden TB terkait penyakit Addison lebih besar ketika data ini dikumpulkan. Sebuah studi Swedia melaporkan bahwa tingkat relatif dari kematian pada pasien penyakit Addison adalah 2 kali lipat lebih tinggi dibandingkan sebelumnya. Keganasan, penyakit menular, dan kejadian kardiovaskular adalah penyebab yang bertanggung jawab atas meningkatnya angka kematian menjadi lebih tinggi. Diabetes melitus tercatat pada 12% dari populasi ini, tetapi menyumbang hanya dalam jumlah kecil dengan tingkat mortalitas secara keseluruhan lebih tinggi.
Berdasarkan seks Rasio laki-perempuan adalah 1:1.5-3.5. Berdasarkan umur Addison penyakit dapat terjadi pada orang dari segala usia, namun paling sering terjadi pada orang berusia 30-50 tahun. Ekspresi antibodi korteks adrenal (ACAs) pada pasien tanpa gejala penyakit Addison merupakan risiko yang signifikan terhadap pengembangan insufisiensi adrenal. Risiko bervariasi dengan usia, anak-anak memiliki risiko tinggi perkembangan dibandingkan dengan orang dewasa, dimana ekspresi ACAs merupakan risiko 30% dari pengembangan menjadi penyakit Addison.
2.3.3 Etiologi Addison Disease
Ketidakmampuan memproduksi hormon kortisol yang adekuat disebut juga insufisiensi adrenal terjadi karena berbagai hal. Keadaan tersebut disebabkan oleg gangguan di kelenjar itu sendiri (insufisiensi adrenal primer) atau gangguan sekresi hormon ACTH oleh kelenjar hipofisis (insufisiensi adrenal sekunder).
- Insufisiensi Adrenal Primer
Sebagian besar penyakit Addison disebabkan oleh destruksi korteks adrenal yang disebabkan oleh sistem imun tubuh kita sendiri. Sekitar 70% kasus penyakit Addison yang dilaporkan merupakan penyakit autoimun dimana insufisiensi adrenal terjadi ketika destruksi korteks adrenal mencapai 90%. Keaadaan ini menyebabkan kurangnya produksi hormon glukokortikoid dan mineralokortikoid. Kadang-kadang hanya kelenjar adrenal yang terkena, dikenal sebagai insufisiensi adrenal idiopatik,
16
atau kelenjar lain ikut terkena yang dikenal dengan sindrom defisiensi poliendokrin. Penyebab insufisiensi adrenal primer lainnya adalah infeksi kronis, metastasis keganasan, dan pengangkatan kelenjar adrenal.
- Insufisiensi Adrenal Sekunder
Bentuk penyakit Addison ini merupakan penanda kurangnya hormon ACTH, yang dapat disebabkan kurangnya produksi hormon kortisol kelenjar adrenal tapi produksi hormon aldosteron normal. Bentuk temporer dari insufisiensi adrenal sekunder dapat terjadi ketika seseorang mendapat asupan hormon glukokortikoid misalnya prednison dalam jangka waktu yang lama yang akan kembali normal bila pengobatan dihentikan. Penyebab lain insufisiensi adrenal sekunder adalah pengangkatan kelenjar adrenal atau tumor benigna kelenjar adrenal, adanya hormon ACTH yang diproduksi oleh sel tumor kelenjar hipofisis.
2.3.4 Patofisiologi Addison’s Disease
Penyebab dari insufisiensi adrenal dapat dikategorikan menjadi beberapa mekanisme
yang menyebabkan glandula adrenal tidak memproduksi kortisol yang mencukupi.
Mekanisme tersebut antara lain:
1) Destruksi adrenal
Destruksi adrenal merupakan keadaan dimana suatu penyakit menyebabkan kerusakan
glandular. Adrenalitis autoimun merupakan penyebab Addison’s disease yang paling
banyak ditemukan di negara industrial. Destruksi autoimun pada korteks adrenal
disebabkan oleh reaksi imun terhadap enzim 21-hidroksilase. Destruksi adrenal juga
dapat terjadi bila glandular adrenal terkena metastase dari sel-sel kanker, mengalami
perdarahan hebat, terkena infeksi (seperti tuberkulosis), atau adanya deposisi protein
yang abnormal di amyloidosis
2) Terganggunya steroidogenesis
Untuk membentuk kortisol, glandula adrenal membutuhkan kolesterol, yang nantinya
akan mengalami proses biokimia dan dirubah menjadi hormon steroid. Gangguan
pada pengiriman kolesterol dapat dijumpai pada Smith-Lemli-Opitz syndrome dan
abetalipoproteinemia. Apabila gangguan terdapat pada sintesisnya, penyebab yang
paling sering ditemukan adalah hyperplasia adrenal kongenital. Beberapa obat juga
dapat menganggu enzim yang mensintesis steroid (seperti ketoconazole), atau
mempercepat proses pemecahan hormon di hepar (seperti rifampicin).
17
3) Disgenesis adrenal
Disgenesis adrenal merupakan keadaan dimana glandula adrenal tidak terbentuk
dengan sempurna. Hal tersebut dapat diakibatkan oleh faktor genetik dan sangat
jarang ditemukan. Mutasi dapat terjadi pada faktor transkripsi SF1, hypoplasia adrenal
kongenital akibat mutasi gen DAX-1, atau mutasi gen reseptor ACTH.
2.3.5 Manifestasi Klinis Addison Disease
Biasanya perlahan, ditandai dengan kelelahan yang memburuk/kronis, kelemahan
otot, kehilangan nafsu makan, dan kehilangan berat badan. Sebagian besar penderita juga
mengeluh mual, muntah dan diare. Gejala lain yang dapat dialami adalah tekanan darah
rendah (hipotensi postural) dan hiperpigmentasi kulit. Dari segi psikiatri, defisiensi dari
hormon ini dapat menyebabkan ketidakmampuan tubuh dalam merespon stress yang dapat
menyebabkan depresi. Keadaan yang menjadi kegawatan adalah terjadinya krisis
addisonian, yang ditandai oleh:
- Nyeri menembus yang tiba-tiba pada punggung bawah, perut, atau kaki-kaki
- Muntah dan diare yang berat
- Dehidrasi berat
- Tekanan darah rendah
2.3.6 Diagnosis Addison disease
A. Anamnesis
Anamnesis pada penderita Addison disease dilakukan dengan menanyakan tentang
beberapa hal yang menyangkut dengan gejala-gejala atau ciri khas dari Addison disease. Hal-
hal yang ditanyakan umunya sama dengan alur pertanyaan pada anamnesis-anamnesis
penyakit lainnya, yaitu keluhan yang dirasakan sekarang, kemudian riwayat penyakit dahulu,
riwayat social, riwayat makan dan minum, riwayat pekerjaan, riwayat penyakit keluarga dan
riwayat pengobatan. Selebihnya sama dengan anamnesis pada umumnya.
B. Pemeriksaan fisik
Penegakan diagnosis untuk Addison disiease dipastikan dari gejala-gejala khas yang
dialami pasien dan pemeriksaan laboratorium. Namun tidak menutup kemungkinan untuk
18
dilakukan pemeriksaan fisik. Pada pemeriksaan fisik yang biasa dilakukan pada penderita
Addison disease adalah pemeriksaan tanda vital dan antropometri karena gejala pada Addison
disease dapat berupa penurunan berat badan dan penurunan tekanan darah.
C. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium
Pada pemeriksaan laboratorium dapat dilihat penderita mengalami penurunan
ekskresi dari hasil pemecahan atau metabolit dari kortisol yaitu 17
hidroksikortikoid, sedangkan kadar ACTH plasma meningkat. Dalam
pemeriksaan laboratorium juga didapatkan :
- Penurunan konsentrasi glukosa dalam darah dan natrium (hipoglikemia dan
hiponatremia)
- Peningkatan konsentrasi kalium serum (hiperkalemia)
- Peningkatan jumlah sel darah putih (leukositosis)
- Penurunan kadar kortisol serum
- Kadar kortisol plasma rendah
b. Pemeriksaan radiografi
Pada pemeriksaan radiografi abdominal didapatkan gambaran adanya kalsifikasi
adrenal
c. Pemeriksaan CT-Scan
Pemeriksaan ini merupakan pemeriksaan lanjutan setelah dilakukan radiografi.
Setelah didapatkan gambaran kalsifikasi adrenal dan pembesaran adrenal, maka
pemeriksaan akan lebih menspesifikan lagi abnormalitas yang terjadi pada adrenal
tersebut.
d. Pemeriksaan EKG
Pemeriksaan ini dilakukan apabila terjadi abnormalitas elektrolit, karena dapat
mengakibatkan tegangan rendah aksis QRS vertical dan gelombang ST non
speisfik abnormal sekunder
2.3.7 Penatalaksanaan Addison disease
Terapi untuk penyakit Addison adalah terapi sulih dengan kortisol, biasanya 20 sampai 30 mg/hari dalam dosis terbagi, dan suatu analog aldosteron, 9-alfa-fluorokortisol. Apabila dosis steroid-steroid ini sudah di sesuaikan dengan benar, maka status metabolik pasien kembali ke normal dan iamampu menjalani hidup secara normal. Dosis kortisol dan 9-alfa-fluorokortisol perlu ditingkatkan dua sampai tiga kali lipat saat stress (misalnya, penyakit demam,
19
pembedahan, trauma), karena apabila tidak,maka pasien dapat mengalami insufisiensi adrenal akut. Terapi pada insufisiensi adrenal sekunder hanya memerlukan penggantian dengan kortisolterapi. Pasien harus diperiksa untuk memastikan apakah sekresi aldosteronnya normal.
Menurut Elizabet J. Corwin (2009), penatalaksanaan penyakit addison meliputi:
1. Penggantian glukokortikoid seperti penggunaan hidrokortison atau kartison asetat diperlukan
2. Pemberi perawatan kesehatan harus membantu riwayat penyesuaian dosis glukokortikoid; kejadian merugikan yang potensial mencakup setiap krisis sejak kunjungan terakhir, kemampuan individu untuk mengatasi stresor setiap hari, berat badan individu dan tanda yang menunjukkan penggantian yang berlebihan atau penggantian yang kurang
3. Pemantauan tekanan darah, edema perifer, natrium serum, kaliumserum, dan aktivitas renin plasma memberi petunjuk keefektifan terapi
4. Penggantian aldesteron (hanya pada insufisiensi adenal perifer) dapat diperlukan5. Pemberian glukokortikoid mungkin perlu ditingkatkan selama periode stres, yang
mencangkup infeksi, trauma, dan pembedahan.Morbilitas dan mortalitas tinggi tanpa terapi.
Apa bila penyebab insufisiensi adrenal berkaitan denan tumor hipofisis, insufisiensi adrenal dapat diobati dengan kemotrapi, radiasi,atau pembedahan.
2.3.8 Komplikasi Addison disease
Komplikasi dari penyakit Addison berkaitan dengan penyakit dasarnya. Pada kasus yangt ida k d i t a ngan i denga n ba ik , da pa t me ngak iba tkan k r i s i s add i son i an , yang d i t anda i dengan penurunan tekanan darah, penurunan glukosa darah, dan peningkatan kalium.
2.3.9 PrognosisKesehatan dan usia hidup pasien biasanya normal, kecuali bila terjadi krisi adrenal
biasanya prognosanya akan menjadi lebih buruk. Sedangkan pigmentasi bisa menetap. Dengan terapi hormon pengganti, sebagian besar orang dengan penyakit Addison dapat hidup normal.
20
2.4 Analisis Skenario
Identitas
Seorang pasien perempuan 41 tahun
Pada jenis kelamin dan usia yang semakin menua, kita dapat mencurigai terjadinya
penurunan efektivitas organ pada pasien ini, dan keluhan pada usia lanjut sangat banyak.
Pada beberapa penyakit seperti pada cushing sindrom dari hasil epidemiologi lebih sering
ditemukan pada wanita.
Keluhan Utama
Mudah memar sejak 3 bulan terakhir
Pada sekresi kortisol yang meningkat, sehingga kadar kortisol dalam darah meningkat yang
mengakibatkan sintesis protein menurun dan protein di kulit hilang sehingga pasien
mengeluhkan mudah memar.
Keluhan Penyerta
Setahun terakhir, sering merasa lelah, konsentrasi menurun, mudah marah, dada
berdebar-debar, dan siklus menstruasinya berubah. semakin gemuk, tapi hanya pada
bagian tubuh tertentu saja, karena kegemukan dia melihat ada garis-garis di kulit
bagian perut yang merupakan kumpulan manifestasi klinis yang sering ditemukan
pada cushing syndrom
RPD
Menderita asma sejak kecil dan sering membeli obat sendiri di toko obat
Pada seseorang yang menderita asma gejala kelebihan glukokortikoid umumnya terjadi
dengan pemberian steroid oral, namun kadang-kadang suntikan steroid ke dalam sendi dan
penggunaan inhaler steroid juga dapat menyebabkan sindrom Cushing
Pemeriksaan Fisik
vital: TD 140/90 mmHg, Nadi 100 kali/menit, RR 20 kali/menit, Suhu 36.8 C, pemeriksaan
fisik lain : ikterus (-), peristaltik kesan normal, perut tampak membuncit, tampak striae di
dinding abdomen, bulu-bulu seks sekunder rontok.
21
Hasil pemeriksaan laboratorium : GDS 210 mg/dl
Hasil lab pemeriksaan gula darah sewaktu didapatkan meningkat dari angka
normalnya yaitu <200 mg/dl. Dikarenakan peningkatan glukokortikoid atau kortisol
dapat menekan proses oksidasi NADH yang mengakibatkan glikolisis menurun dan
pemakaian glukosa menurun, dan disatu sisi terjadi peningkatan glukoneogenesis oleh
hati dan glukosa darah mengalami peningkatan.
Dari hasil analisis skenario tersebut didapatkan diagnosis banding yaitu Cushing syndrom
dan Addison diseases, untuk menegakkan diagnosis kerja dibutuhkan pemeriksaan
penunjang dan diperlukan pencegahan terjadinya komplikasi lebih lanjut.
III. Kesimpulan
22
IV. DAFTAR PUSTAKA
23
Aru W. Sudoyo dkk. 2014. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II edisi VI. Jakarta: Interna
Publishing.
Ganong. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran edisi 22. Jakarta: EGC
Guyton & Hall. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran edisi 11. Jakarta: EGC
Price, S. Anderson & Wilson, L. McCarty. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit. Ed. 6. Vol. 2. Jakarta; EGC
Price SA dan Wilson LM 2006, Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 6,
Volume 2, Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran.
Robbins, Cotran, Kumar, 2007, Buku Ajar Patologi Edisi 7, Volume 2, Jakarta: EGC.
Sherwood & Lauralee. 2001. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem edisi 6. Jakarta: EGC
24